ISSN 1979-0880
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Edisi Khusus, Agustus 2009
Simulasi Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Sifat Luminisensi Partikel YAG:Ce3+ Akibat Eksitasi Cahaya Biru dengan Model Raytracing D. Anggoro, F. Faizal, B.M. Wibawa, I M. Joni dan C. Panatarani(a) Grup Riset Fenomena Transport dan Pemrosesan Bahan, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Singaperbangsa No. 2 Bandung (a) E-mail:
[email protected] Diterima Editor Diputuskan Publikasi
: :
27 Mei 2009 30 Mei 2009
Abstrak Sifat luminisensi partikel Y2Al2O5:Ce3+ (YAG:Ce3+) dengan berbagai ukuran telah dipelajari dengan pemodelan raytracing menggunakan sumber pembangkit emisi berupa cahaya biru (λ = 450 nm). Variabel-variabel yang bersifat acak dalam model raytracing, didekati dengan metode Monte Carlo. Hasil simulasi menunjukan bahwa pengaruh ukuran partikel sangat signifikan dalam penentuan cahaya LED. Emisi cahaya hasil simulasi menunjukan kesesuaian kualitatif dengan spektrum emisi yang diperoleh melalui eksperimen. Kata Kunci: YAG:Ce3+, luminisensi, raytracing, Monte Carlo.
1. Pendahuluan menyebabkan peristiwa refleksi, refraksi dan transmisi secara acak. Oleh karena itu, variabel-variabel acak dalam model didekati dengan metode Monte Carlo.
Yttrium aluminum garnet (Y3Al5O12,YAG) adalah bahan yang memiliki sifat optik yang sangat menarik dan biasa digunakan sebagai host untuk bahan phosphor. YAG yang didoping dengan Ce3+ (YAG:Ce3+) dapat memancarkan cahaya kuning dengan pita spektrum yang lebar bila diradiasi oleh cahaya biru atau ultraungu. Kemampuan YAG:Ce3+ dalam mengkonversi cahaya (khususnya cahaya biru) merupakan salah satu alasan penggunaan bahan tersebut untuk devais LED putih (white LED) [1]. LED putih yang berbasis LED GaN (biru) dikembangkan pertama kali oleh Fasol dkk. Mekanisme cahaya putih yang dihasilkan adalah konversi cahaya biru yang berasal dari GaN menjadi cahaya kuning oleh YAG:Ce3+. Selanjutnya kombinasi cahaya kuning dan biru menghasilkan cahaya putih. Kelompok riset kami telah berhasil membuat partikel YAG:Ce3+ berbagai ukuran (orde nanometer sampai orde mikrometer) dengan menggunakan metode sol gel [3]. Dalam kaitannya dengan aplikasi, khususnya aplikasi LED putih, kajian mendalam mengenai sifat luminisensi (emisi dan transmisi) partikel YAG:Ce3+ yang memiliki ukuran berbeda perlu dilakukan. Dalam tulisan ini akan dikaji pengaruh ukuran partikel terhadap sifat luminisensi partikel YAG:Ce3+ yang dieksitasi cahaya biru menggunakan simulasi model raytracing.
2.1 Emisi Cahaya Biru dari Sumber Berkas cahaya biru dari sumber (dalam eksperimen digunakan GaN) akan menumbuk partikel YAG:Ce3+ menurut pola arah sudut polar (θi) dan sudut azimuth (φi) dari sumbu k.
Partikel YAG:Ce3+
Sumber cahaya biru
Gambar 1. Domain model
2. Model dan Simulasi Sifat optik partikel YAG:Ce3+ yang disimulasikan merupakan model yang dikerjakan pada domain ruang berbentuk tabung dengan partikel YAG:Ce3+ tersebar secara acak di dalamnya. Dinding tabung dianggap sebagai reflektor sempurna. Pada titik pusat koordinat tabung terdapat sumber titik yang mengemisikan cahaya biru. Cahaya biru yang berasal dari sumber akan menumbuk partikel YAG:Ce3+ secara acak dan
Arah berkas cahaya (foton) yang menumbuk partikel memiliki peluang yang sama ke segala arah (uniformly distributed random number). Oleh karena itu didefinisikan fungsi kerapatan peluang arah cahaya (Pc) dengan Z1 yang memiliki nilai antara 0 dan 1. Oleh karena itu, sudut polar didefinisikan sebagai:
74
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
θ i = Sin −1 Pc
75
(1)
Sudut azimut φi dipilih dengan bilangan acak seragam lain Z2 yang bernilai antara 0 sampai 2π.
2.4 Konsruksi Bidang Interaksi Foton dengan Partikel Diagram skematik peristiwa refleksi, refraksi dan transmisi sebagai bentuk interaksi cahaya dengan partikel YAG:Ce3+ diperlihatkan pada Gbr. 3.
2.2 Tumbukan Cahaya Biru dengan Partikel YAG:Ce3+ Foton bertransmisi di dalam ruang bebas antara partikel sebelum mengenai permukaan partikel. Panjang lintasan bebas rata-rata foton didefinisikan sebagai:
l =
V N pσ
(2)
dengan l adalah lintasan bebas rata-rata (satuan panjang), V adalah volume tabung, Np adalah jumlah partikel YAG:Ce3+ dan σ = 4πrp2 adalah luas penampang partikel dengan jari-jari rp. Pada model ini digunakan V = 502.4 mm3 dengan populasi partikel di dalam epoxy sebesar 5 wt%. 2.3 Orientasi Partikel YAG:Ce3+ Orientasi partikel di dalam ruang saat dikenai foton terhadap koordinat umum i, j, k ditampilkan dalam Gambar 2.
Gambar 3. Skema refleksi, refraksi dan transmisi cahaya pada partikel YAG:Ce3+ Untuk menentukan bidang peristiwa refleksi, refraksi dan transmisi, didefinisikan sistem koordinat lokal, dengan vektor satuan: e1 =
rc − rn , e ×k , e = e ×e e3 = 1 2 3 1 rc − rn ec × k
(5)
Arah refleksi didefinisikan dengan
u1 = −e1 cos θ1 + e 2 sin θ1
(6)
dan arah refraksi dengan
u 2 = −e1 cos θ 2 + e 2 sin θ 2
Gambar 2. Orientasi partikel foton
YAG:Ce
3+
saat dikenai
Berdasarkan Gambar 2, didefinisikan koordinat lokal i’, j’, k’ relatif terhadap koordinat umum i, j, k, dengan rn adalah vektor posisi pada langkah perhitungan ke-n. Hubungan koordinat lokal dengan koordinat umum didefinisikan sebagai:
r −r k ' = n n −1 , j' = k '×i , i ' = j'×k ' rn − rn −1 k '×i
(3)
Bilangan acak Z3 dan Z4 ditentukan sebagai pendekatan sudut datang θ1 dan sudut azimut φ1 dengan rentang nilai berturut-turut -π/2 sampai π/2 dan 0 sampai 2π. Berdasarkan definisi tersebut, pusat partikel rc didefinisikan sebagai:
rc = rn + rp (i ' sin θ1 cos φ1 + j' sin θ1 sin φ1 + k ' cos θ1 ) (4)
(7)
Peristiwa refleksi cahaya dipengaruhi oleh indeks bias epoxy (n = 1,6) dan indeks bias partikel YAG:Ce3+ (np = 1,8). Intensitas rata-rata cahaya tidak terpolarisasi dinyatakan sebagai
Rs =
RsE + RsH 2
(8)
dengan
⎛ n p cos θ 2 − n cos θ1 ⎞ ⎟ RsE = ⎜ ⎜ n cos θ + n cos θ ⎟ 2 1 ⎠ ⎝ p
2
⎛ n p cos θ1 − n cos θ 2 R =⎜ ⎜ n cos θ + n cos θ 1 2 ⎝ p
2
E s
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(9)
(10)
merupakan koefisien refleksi untuk polarisasi medan listrik E dan medan magnet H. Sudut refraksi θ2 ditentukan dari hukum Snell.
n sin θ 1 = n p sin θ 2
(11)
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
76
Probabilitas refleksi didekati dengan bilangan acak Z5 yang bernilai antara 0 dan 1. Cahaya akan direfleksikan bila Z5 < Rs atau direfraksikan bila Z5 > Rs. Jika cahaya terefleksi maka cahaya tersebut merambat di dalam ruang bebas l yang lain. Jika cahaya mengalamai refraksi, maka cahaya tersebut kemungkinan ditransmisi atau diabsorpsi. Menurut hukum Beer-Bouguer-Lambert [3], hubungan jarak transmisi S dengan probabilitas transmisi Pt sebagai:
Pt = e
− Sk p
u4 =
re − ra re − ra
(17)
dengan ra = rn + Su2 merupakan vektor posisi titik absorpsi
(12)
dengan kp adalah koefisien absopsi partikel. Bilangan acak Z6 dipilih dengan nilai antara 0 sampai 1 sebagai nilai probabilitas transmisi. Oleh karena itu jarak transmisi S dihitung dengan
S=
1 1 ln K p Pt
(13)
Foton akan ditransmisikan melewati partikel bila S hasil perhitungan lebih besar dari nilai maksimum Sm = 2rp cos θ2 dan akan diabsorpsi bila terjadi peristiwa sebaliknya. Untuk menentukan arah transmisi foton, koordinat lokal kembali didefinisikan dengan vektor satuan: e'1 =
e' ×u rt − rc , e'3 = 1 2 , e' 2 = e'3 ×e'1 e' c ×u 2 rt − rc
(14)
Sistem koordinat lokal kembali dibuat dengan mendefinisikan vektor satuan e' '1 =
dengan rt = rn + Smu2 merupakan vektor posisi titik transmisi. Arah transmisi foton diperoleh dari :
u 3 = e'1 cos θ1 + e' 2 sin θ1
Gambar 4. Skema absorpsi dan emisi cahaya oleh YAG:Ce3+
(15)
Jika transmisi terjadi maka peristiwa interaksi foton dengan partikel lain kemungkinan akan terulang. Bila peristiwa absorpsi terjadi, partikel YAG:Ce3+ kemungkianan mengemisikan kembali cahaya kuning atau mendisipasi energi yang menimbulkan panas. Probabilitas emisi cahaya kuning didekati dengan memilih bilangan acak Z7 yang bernilai antara 0 dan 1. Emisi terjadi bila probabilitas emisi kurang dari effisiensi kuantum total ηo yang nilainya ditentukan secara empirik [3]. Jika probabilitas emisi kurang dari ηo maka absorpsi terdisipasi menjadi panas. Emisi cahaya kuning yang terjadi memiliki arah keluar dari partikel. Arah emisi dinyatakan dengan sudut polar emisi θe dengan memilih bilangan acak Z8 yang bernilai antara 0 dan π dan sudut azimut emisi e dengan memilih bilangan acak Z9 yang bernilai antara 0 dan 2π. Titik emisi dinyatakan dengan:
re = rc + rp (i sin θ e cos φe + j sin θ e sin φe + k cosθ e ) (16) Berdasarkan Gbr. 4, didefinisikan arah emisi cahaya kuning sebagai:
e' ×u re − rc , e' ' 3 = 1 4 , e' ' 2 = e' '3 ×e' '1 e' c ×u 4 re − rc
(18)
Sedangkan sudut antara arah emisi dan normal arah luar θ2’ dihitung dengan persamaan
θ ' 2 = cos −1 (u 4 .e' '1 )
(19)
Jika foton ditransmisikan keluar partikel, maka arah diluar partikel kembali ditentukan oleh
θ '2 = sin −1 ( n p sin
θ '2 n
)
(20)
Persamaan (1) sampai persamaan (20) digunakan sebagai model matematis simulasi yang dilakukan untuk memperoleh intensitas relatif emisi cahaya kuning dan tranmisi cahaya biru. Skenario simulasi dilakukan dengan memvariasikan ukuran partikel (nanometer, submikrometer dan mikrometer) di dalam ruang tabung. Coding dan simulasi dilakukan menggunakan GNU/Octave 3.0 [4]. 3. Hasil dan Diskusi Tampilan snapshot keluaran program yang menggambarkan prosentase emisi, panas dan transmisi dengan parameter model rp = 30 mikrometer dan populasi 5 wt% disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gbr. 5. Besaran prosentase emisi dan trasmisi
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
77
masing-masing merepresentasikan intesitas warna kuning dan biru.
memiliki intensitas transmisi dan emisi yang sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa cahaya yang keluar dari LED cenderung putih. Jika ukuran partikel ini terus diperbesar maka intensitas emisi akan terus naik dan tranmisi akan turun, ini berarti warna LED cenderung kekuningan. Validasi model dilakukan secara kualitatif mengacu pada spektrum absoprsi experimen dengan parameter yang sama dengan model. Hasil karakterisasi fotoluminisensi partikel YAG:Ce3+ dengan variasi ukuran partikel ditampilkan pada Gbr. 7 [5].
Gambar 5. Tampilan program prosentase setiap peristiwa
Transmisi
Emisi
Jumlah transmisi (%)
Jumlah emisi (%)
Pengaruh parameter ukuran terhadap jumlah emisi dan transmisi berdasarkan tabulasi seperti Gbr. 5, disajikan pada Gbr. 6.
Radius partikel (mikro meter)
Gambar 6. Pengaruh ukuran terhadap intensitas emisi dan transmisi. Partikel berorde nanometer dan submikrometer memiliki intensitas transmisi yang sangat dominan, sedangkan intensitas emisi (cahaya kuning) sangat lemah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa model meprediksi bahwa secara fisis LED memiliki cahaya cenderung kebiruan. Namun pada partikel berukuran mendekati orde mikrometer diperoleh trend intensitas emisi naik dan trend intensitas transmisi menurun dengan perbesaran ukuran. Partikel yang berukuran 30-45 mikrometer
Gambar 7. Spektrum emisi partikel YAG:Ce3+ yang berukuran mikrometer, sub mikrometer dan nanometer (spectrofluorophotometer). Berdasarkan Gbr. 7 terlihat bahwa partikel YAG:Ce3+ yang berukuran mikrometer memiliki intesitas emisi cahaya kuning yang paling tinggi dibandingkan dengan partikel yang berorde ukuran orde nanometer dan sub mikrometer. Dengan demikian, model raytracing dengan pendekatan metode Monte Carlo dapat menjelaskan karakteristik emisi dan transmisi partikel YAG:Ce3+ secara kualitatif. Jumlah absobsi yang diubah menjadi panas belum dapat divalidasi secara ekperimen karena kesulitas dalam pengukruan. Model dapat digunakan untuk jenis fosfor dan medium lain dengan memberikan parameter model yang diperlukan dan selanjutnya validasi perlu dilakukan agar nilai simulasi cocok secara kuantitatif dengan data eksperimen. Sedangkan sifat intrisik YAG:Ce3+ (kristalinitas dan sifat termal) dapat direpresentasikan dalam model dengan bilangan acak Z7 dan memilih efisiensi kuantum total ηo yang tepat. 4. Kesimpulan Berdasar hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa pengaruh ukuran partikel terhadap sifat emisi dan transmisi YAG:Ce3+ sangat signifikan. Ukuran partikel nanometer dan submikrometer menunjukkan intensitas transmisi yang sangat dominan. Ukuran partikel yang memiliki intensitas emisi dan transmisi yang seimbang berada pada kisaran 30-45 mikrometer.
J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust. 2009
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas dukungan dana yang diberikan melalui Riset Strategis Nasional 2009. Referensi
[1] Y. Pan, M. Wu, Q. Su, Mater. Sci. Eng. B 106, 251 (2004). [2] L. Yusastri, C.Panatarani, and I M. Joni, Proc. ITSF Sem. (2007). [3] C.C. Chang., R. L. Chern, C.C. Chu, J.Y. Chi, J.C. Su, I. M. Chan and J.F. Wang, Jpn. J. Appl. Phys. 44, 6056 (2005). [4] J. W. Eaton, D. Bateman, S. Hauberg, GNU/Octave Manual Version 3, United Kingdom: Network Theory Ltd (2008). [5] C. Panatarani, F. Faizal, L. Yusastri dan I. M. Joni, Proc. ITSF Sem. (2009).
78