SIMULASI PENCEGAHAN TERBENTUKNYA KONDENSAT PADA JARINGAN PIPA TRANSMISI GAS MENGGUNAKAN ATMOS SIM Wahyu Dwiagasta Wibowo*), Praswasti PDK Wulan Departmen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *)
E-mail :
[email protected]
Abstract The main problem in the X pipeline is the formation of condensate. Condensate formed from the condensation of natural gas resulting from the hydrocarbon dew point (HDP) is higher than the operating temperature. Condensate causes a decrease in pressure, flow capacity reduction and damage to the equipment, such as compressors. The simulation of prevention hydrocarbon condensate formation at PT Y use ATMOS SIM software help. This study use operation data October to December 2012 from PT Y to make five gas mixing scenario. The simulation result that 5th scenario is the most optimal ways, because it can produce hydrocarbon dew point lower than operation temperature, which is 68oF and has large pipeline capacity (1156MMscf).
Abstrak Permasalahan utama pada jaringan pipa X adalah terbentuknya kondensat. Kondensat terbentuk dari kondensasi gas alam yang terjadi akibat titik embun gas alam (HDP) lebih tinggi dari pada temperatur operasi. Kondensat menyebabkan penurunan tekanan, penurunan kapasitas alir dan kerusakan peralatan, contohnya kompresor. Simulasi pencegahan terbentuknya kondensat pada jaringan pipa PT Y menggunakan bantuan perangkat lunak ATMOS SIM. Penelitian ini menggunakan data operasi bulan Oktober, November dan Desember 2012 di jaringan pipa PT Y untuk membuat lima skenario simulasi pencampuran gas. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa skenario 5 adalah cara yang paling optimal, karena mampu menghasilkan nilai titik embun hidrokarbon dibawah temperatur operasi di stasiun N 68oF dan mempunyai nilai kapasitas pipa yang besar 1156 MMscf. Kata Kunci: kondensat, jaringan pipa X, titik embun hidrokarbon, simulasi, ATMOS
1. Pendahuluan Gas alam adalah salah satu bahan bakar fosil yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi di Indonesia. Berdasarkan data 2012 presentase pemanfaatan gas alam di Indonesia mencapai 28,86% [4]. Dengan potensi produksi diperkirakan sekitar 50 tahun Perusahaan Y adalah perusahaan yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas alam. Perusahaan Y mempunyai jaringan transmisi gas sepanjang 2100 km dan saat ini mengalirkan gas sebanyak ±600 MMscfd dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat. Jaringan transmisi gas yang dioperasikan salah satunya adalah jaringan transmisi gas X sepanjang 1100 km yang diresmikan tahun 2007. Jaringan transmisi X mengalirkan gas dari 3 sumber A, B, C yang mempunyai komposisi, tekanan dan suhu operasi berbeda. Sumber A mengalirkan gas sebesar 400 MMscfd dengan tekanan 1000 psig dan
suhu operasi 86oF. Sumber B mengalirkan gas sebesar 120 MMscfd dengan tekanan 400 psig dan suhu operasi 82oF. Sumber C mengalirkan gas sebesar 60 MMscfd dengan tekanan 850 psig dan suhu operasi 81oF. Gas dari 3 sumber tersebut dicampur kemudian dialirkan menuju Jawa Barat. Jaringan pipa transmisi X terdiri dari dua pipa pararel yang berbeda titik serahnya (X1 dan X2) Permasalahan utama pada jaringan transmisi X adalah terbentuknya kondensat hidrokarbon di jaringan pipa X1 (titik serah Stasiun N) sedangkan pada jaringan pipa X2 (titik serah Stasiun M) kondensat tidak terbentuk. Kondensat terbentuk dari kondensasi gas alam yang terjadi akibat titik embun gas alam lebih tinggi dari pada temperatur operasi. Pillon, Romano, Cocco dan Riveros (2007) menyebutkan cara untuk mencegah terjadinya kondensasi hidrokarbon atau kondensat di pipa gas
Simulasi pencegahan…, Wahyu Dwiagasta Wibowo, FT UI, 2013
adalah dengan cara menurunkan titik embun hidrokarbon (HDP) atau dengan cara menaikkan suhu operasi. Parameter kontrol yang digunakan untuk menurunkan HDP yaitu komposisi gas, sedangkan parameter kontrol yang digunakan untuk menaikkan suhu operasi yaitu tekanan dan suhu operasi. Disebutkan pula timbulnya kondensat menyebabkan permasalahan operasional seperti penurunan tekanan, penurunan kapasitas alir pipa, dan permasalahan peralatan yang terdapat di jaringan, contohnya kerusakan kompresor. Untuk mengatasi masalah diatas, penelitian ini akan menggunakan perangkat lunak ATMOS SIM yang merupakan suatu perangkat lunak yang menggunakan metode beda hingga (Finite Difference Method = FDM) untuk menyelesaikan model. ATMOS SIM digunakan di perusahaan Y sebagai salah satu perangkat lunak untuk melakukan simulasi mengenai transmisi gas bumi. ATMOS SIM terhubung secara on-line dengan SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) untuk mendapatkan data secara real time. SCADA adalah sistem kendali dan pengumpul informasi atau data berbasis komputer yang dipakai untuk pengontrolan suatu proses [1]. Oleh karena itu perangkat lunak ATMOS SIM dapat mengatasi masalah pembentukan kondensat di lapangan. Selain itu ATMOS SIM dapat meminimalisir percobaan di Laboratorium yang membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang lama.
2. Metode Pada penelitian ini, beberapa skenario transmisi gas perlu disimulasikan untuk mendapatkan kondisi optimal pencegahan kondensasi. Skenario simulasi dilakukan dengan memanfaatkan cross over valve di stasiun P dan L serta menambahkan kolom stabilizer di sumber B. Simulasi di pipa dilakukan dengan menggunakan software ATMOS SIM. Software tersebut akan menghitung kondisis operasi disaat kondensasi tidak terjadi dan terjadi dengan menganalisa phase envelope di staasiun N.
2.1 Studi Literatur dan Pengumpulan Data Pendalaman dan pemutakhiran metoda serta parameter parameter penelitian yang akan digunakan. Untuk perbandingan awal skenario - skenario yang akan digunakan untuk mencegah terbentuknya kondensat. Data yang dipergunakan adalah data operasi jaringan pipa X1 selama 3 bulan terakhir (September, Oktober, November 2012). Data yang diambil adalah data
komposisi gas, tekanan, laju alir dan suhu pada setiap stasiun yang dilalui pipa X1.
2.2 Model Jaringan Pipa Model dari jaringan pipa X dapat dilihat dari modifikasi panhandle B yang dapat dilihat pada Persamaan 2.1
(2.1)
2.3 Validasi Model Validasi model jaringan pipa dengan menyesuaikan parameter – parameter jaringan pipa hasil penyusunan model dengan kondisi aktual operasi menggunakan data aktual tekanan, temperatur dan laju alir kondisi jaringan pipa. Apabila model tersebut valid, dengan error < 2% akan dilanjutkan penyusunan skenario simulasi pencegahan timbulnya kondensat. Namun apabila model tersebut tidak valid, maka akan kembali dilakukan penyusunan model jaringan pipa, hingga didapatkan hasil yang mendekati kondisi aktual
2.4 Penyusunan Skenario Untuk dapat mengetahui kondisi optimal pencegahan kondensat, diperlukan skenario – skenario simulasi. Skenario simulasi ini digunakan untuk mencari nilai titik embun hidrokarbon terkecil. Terdapat lima skenario simulasi yang disimulasikan
2.5 Simulasi Skenario Simulasi pencegahan timbulnya kondensat menggunakan software ATMOS SIM dengan menggunakan data komposisi gas, tekanan, laju alir dan suhu bulan September, Oktober dan November 2012 untuk masing – masing skenario. Simulasi dilakukan dengan running continuous selama 48 jam simulasi
3.1 Hasil dan Pembahasan Pada kondisi steady state, jaringan pipa comingle, comingle berarti semua cross over valve dalam posisi terbuka penuh. Sehingga gas dari sumber A, B, dan C dapat bercampur baik. Namun pada kenyataanya gas tersebut tidak tercampur dengan baik, hal ini dapat dilihat dari komposisi gas pada setiap stasiun. Dari data dapat diketahui bahwa pipa X1 terdiri dari gas sumber B dan C, serta pipa X2 terdiri dari gas sumber A, B and C.
Simulasi pencegahan…, Wahyu Dwiagasta Wibowo, FT UI, 2013
Pada penelitian ini digunakan 4 skenario dengan memvariasikan kondisi operasi serta 1 skenario menambahkan kolom stabilizer. Masing – masing skenario dilakukan running continuous selama 48 jam simulasi, diawali dengan kondisi comingle dan diakhiri dengan kondisi comingle pula.
Gambar 3.3 adalah perbesaran hubungan antara temperatur operasi Stasiun N dan nilai titik embun hidrokarbon.
3.1.1 Skenario 1 Pada skenario ini gas dicampur dengan menggunakan cross over valve di stasiun P. Pencampuran dilakukan dengan menutup valve cross over di stasiun L, sehingga hanya terjadi pencampuran gas di cross over stasiun P. seperti yang dapat dlihat di Gambar 3.1. gas dari sumber A, B, and C tercampur pada cross over valve stasiun P.
Gambar 3.3 Hubungan Temperatur dan Titik Embun Pada Stasiun N
3.1.2 Skenario 2 Pada skenario ini gas dicampur dengan menggunakan cross over valve di stasiun L. Pencampuran dilakukan dengan menutup valve cross over di stasiun P, sehingga hanya terjadi pencampuran gas di cross over stasiun L seperti yang dapat dlihat di Gambar 3.4. gas dari sumber A, B, and C tercampur pada cross over valve stasiun L. Gambar 3.1 Skenario 1 Kondisi operasi dari skenario 1 dapat dilihat pada Tabel 3.1. kondisi ini sama dengan kondisi steady state. Hal ini terjadi karena laju alir yang tidak berubah banyak. Tabel 3.1 Kondisi Operasi Skenario 1 P A
B
L
C X1
X2
X1
X2
M
N
Tekanan (psig)
1010
393,73
926,24
914,1
914,1
843,7
820,2
421,1
596.2
Flowrate (mmscfd)
385,5
112,12
19,98
91,94
442
62,25
454,65
444.4
53,75
91,6
77,57
78,79
87,4
87,4
74,4
72,18
82,4
85,8
o
Suhu ( F)
Dari skenario 1, didapatkan phase envelope seperti pada Gambar 3.2. Garis N mewakili phase envelope di Stasiun N, titik TN mewakili temperatur pada Stasiun N dimana titik tersebut berada pada daerah dua fasa. Sehingga masih terjadi kondensasi.
Gambar 3.2 Phase Envelope Skenario 1
Gambar 3.4 Skenario 2 Kondisi operasi dari skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 3.2. kondisi ini sama dengan kondisi steady state. Hal ini terjadi karena laju alir yang tidak berubah banyak. Tabel 3.2 Skenario 2 Operation Condition P A
B
L
C X1
X2
X1
X2
M
N
Tekanan (psig)
1010
393,73
926,24
914,1
914,1
843,7
840,1
421,1
596.2
Flowrate (mmscfd)
385,5
112,12
19,98
91,94
442
62,25
454,65
434.4
63,65
Suhu (oF)
91,6
77,57
78,79
87,4
87,4
74,4
72,18
82,4
85,8
Dari skenario 2, didapatkan phase envelope seperti pada Gambar 3.5. Garis N mewakili phase envelope di Stasiun N, titik TN mewakili temperatur pada Stasiun N dimana titik tersebut berada pada daerah dua fasa. Sehingga masih terjadi kondensasi.
Simulasi pencegahan…, Wahyu Dwiagasta Wibowo, FT UI, 2013
Tabel 3.3 Kondisi Operasi Skenario 3
P A
Gambar 3.5 Phase Envelope Skenario 2
B
L
C X1
X2
X1
X2
M
N
Tekanan (psig)
1010
393,73
966,24
964,1
964,1
873,7
870,1
421,1
596.2
Flowrate (mmscfd)
385,5
112,12
19,98
0
592,25
62,25
354,65
434.4
63,65
Suhu (oF)
91,6
77,57
78,79
87,4
87,4
74,4
72,18
82,4
85,8
Gambar 3.6 adalah perbesaran hubungan antara temperatur operasi Stasiun N dan nilai titik embun hidrokarbon.
Dari skenario 3, didapatkan phase envelope seperti pada Gambar 3.8. Garis N mewakili phase envelope di Stasiun N, titik TN mewakili temperatur pada Stasiun N dimana titik tersebut berada pada daerah fasa gas. Sehingga tidak terjadi kondensasi.
Gambar 3.6 Hubungan Temperatur dan Titik Embun Pada Stasiun N
Gambar 3.8 Phase Envelope Skenario 3
3.1.3 Skenario 3 Pada skenario ini gas dicampur dengan menggunakan pipa X1 dengan memanfaatkan cross over valve di stasiun L dan P. Pencampuran dilakukan dengan menutup jalur pipa X2, sehingga hanya terjadi pencampuran gas di pipa X1 seperti yang dapat dlihat di Gambar 3.7. gas dari sumber A, B, and C tercampur pada pipa X1.
Gambar 3.9 adalah perbesaran hubungan antara temperatur operasi Stasiun N dan nilai titik embun hidrokarbon.
Gambar 3.9 Hubungan Temperatur dan Titik Embun Pada Stasiun N Gambar 3.7 Skenario 3 Kondisi operasi dari skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 3.3. kondisi ini berbeda dengan kondisi steady state. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan laju alir.
3.1.4 Skenario 4 Pada skenario ini gas dicampur dengan menggunakan pipa X2 dengan memanfaatkan cross over valve di stasiun L dan P. Pencampuran dilakukan dengan menutup jalur pipa X1, sehingga hanya terjadi pencampuran gas di pipa X2 seperti yang dapat dlihat di Gambar 3.10. gas dari sumber A, B, and C tercampur pada pipa X2.
Simulasi pencegahan…, Wahyu Dwiagasta Wibowo, FT UI, 2013
Gambar 3.10 Skenario 4 Kondisi operasi dari skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 3.4. kondisi ini berbeda dengan kondisi steady state. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan laju alir.
3.1.5 Skenario 5
Tabel 3.4 Skenario 4 Operation Condition
P A
B
Tekanan (psig)
1010
393,73
Flowrate (mmscfd)
385,5
112,12
91,6
77,57
o
Suhu ( F)
L
Gambar 3.12 Hubungan Temperatur dan Titik Embun Pada Stasiun N
M
N
C X1
X2
X1
X2
926,24
914,1
914,1
843,7
820,2
421,1
596.2
19,98
91,94
442
62,25
454,65
444.4
53,75
78,79
87,4
87,4
74,4
72,18
82,4
85,8
Pada skenario ini gas dicampur dengan menambahkan kolom stabilizer untuk memisahkan hidrokarbon berat dari sumber B. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan seluruh pipa X, seperti yang dapat dlihat di Gambar 3.13. gas dari sumber A, B, and C tercampur pada pipa X.
Dari skenario 4, didapatkan phase envelope seperti pada Gambar 3.11. Garis N mewakili phase envelope di Stasiun N, titik TN mewakili temperatur pada Stasiun N dimana titik tersebut berada pada daerah fasa gas. Sehingga tidak terjadi kondensasi.
Gambar 3.13 Skenario 5 Kondisi operasi dari skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 3.5. kondisi ini sama dengan kondisi steady state. Hal ini terjadi karena tidak terjadi perubahan laju alir. Tabel 3.5 Kondisi Operasi Skenario 5 P A
Gambar 3.11 Skenario 4 Phase Envelope Gambar 3.12 adalah perbesaran hubungan antara temperatur operasi Stasiun N dan nilai titik embun hidrokarbon.
B
L
C X1
X2
X1
X2
M
N
Tekanan (psig)
1010
393,73
966,24
964,1
964,1
873,7
870,1
421,1
596.2
Flowrate (mmscfd)
385,5
112,12
19,98
591,94
0
62,25
454,65
434.4
63,65
Suhu (oF)
91,6
77,57
78,79
87,4
87,4
74,4
72,18
82,4
85,8
Dari skenario 5, didapatkan phase envelope seperti pada Gambar 3.14. Garis N mewakili phase envelope di Stasiun N, titik TN mewakili temperatur pada Stasiun N dimana titik tersebut berada pada daerah fasa gas. Sehingga tidak terjadi kondensasi.
Simulasi pencegahan…, Wahyu Dwiagasta Wibowo, FT UI, 2013
Pencegahan terbentuknya kondensat dapat dilakukan cara dengan menurunkan titik embun hidrokarbon. Penurunan titik embun hidrokarbon dapat dilakukan dengan mencampurkan gas yang mempunyai nilai titik embun tinggi dengan gas yang mempunyai nilai titik embun rendah atau dengan menggunakan kolom stabilizer.
Gambar 3.14 Phase Envelope Skenario 5 Gambar 3.15 adalah perbesaran hubungan antara temperatur operasi Stasiun N dan nilai titik embun hidrokarbon.
Penggunaan satu pipa X1 mengakibatkan berkurangnya kapasitas pipa akibat tidak digunakannya pipa X2. Oleh karena itu perlu peneletian lebih lanjut untuk memenuhi survival time dengan cara memodifikasi stasiun P dengan membangun fasilitas pencampuran agar dapat terjadi pencampuran gas yang baik atau dengan penambahan kolom stabilizer REFERENSI [1] Agfianto, E.P. “DSP & Embedded Electronics”. Yogyakarta, Gajah Mada University, 2010. [2] ATMOS. “ATMOS SIM hand book”. England: London, 2009. [3] Pillon, F, Romano, C, Cocco, F, & Riveros, A. “Hydrocarbons Condensation in Gas Pipelines”. Calgary, Alberta: Pipeline Simulation Interest Group, 2007. [4] Syahrial,Ego. “Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia”. Jakarta, 2011.
Gambar 3.15 Hubungan Temperatur dan Titik Embun Pada Stasiun N 4. KESIMPULAN Pada penelitian ini diketahui bahwa Skenario yang tidak menyebabkan terjadinya kondensasi adalah skenario 3, skenario 4 dan skenario 5. Karena mempunyai nilai titik embun hidrokarbon lebih kecil dari temperatur operasi. Perbedaan nilai titik embun yang diperoleh pada skenario 3 (64oF) dan skenario 4 (68oF) disebabkan oleh perbedaan roughness pipa. Kondisi operasi optimal pencegahan timbulnya kondensat pada jaringan pipa X1 terdapat pada Skenario 5. Karena mempunyai nilai titik embun hidrokarbon dibawah suhu operasi (68oF) dan mempunyai nilai kapasitas pipa yang besar (1156 MMscf). Nilai titik embun hidrokarbon dan besaran kapasitas pipa menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan skenario pencegahan kondensasi. Pencampuran gas dengan menggunakan satu jaringan pipa mengurangi kapasitas penyimpanan pipa, skenario 3 (998 MMscf) dan skenario 4 (992 MMscf) karena gas tidak melalui seluruh jaringan pipa. Kondensat terbentuk akibat nilai titik embun hidrokarbon lebih tinggi dari pada temperatur operasi. Tingginya nilai titik embun hidrokarbon disebabkan oleh gas komposisi yang mengandung banyak hidrokarbon fraksi berat.
Simulasi pencegahan…, Wahyu Dwiagasta Wibowo, FT UI, 2013