SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
Oleh : AGUS GHAUTSUN NI’AM F 14104013
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : AGUS GHAUTSUN NI’AM F 14104013
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : AGUS GHAUTSUN NI’AM F14104013
Dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1985 di Kuningan Tanggal lulus:…………….. Menyetujui, Bogor, Januari 2009
Prof.Dr.Ir. Kudang B Seminar,M.Sc Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, MSc Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen Teknik Pertanian
Agus Ghautsun Ni’am. F14104013. Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Semina, M.Sc. dan Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. RINGKASAN Studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong merupakan upaya pengembangan sektor industri yang ramah lingkungan. Prediksi sebaran emisi gas polutan terhadap udara ambien dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Studi simulasi dispersi gas polutan dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD). Studi simulasi ini dilakukan untuk melihat simulasi dispersi dan sebaran konsentrasi gas polutan (SO2, H2S, dan CO) dari cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD yang akan dibandingkan dengan model Gaussian. Model simulasi yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model Navier-Stokes yang direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan menggunakan metode finite volume. Parameter input simulasi yaitu laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan, dan sifat karakteristik kimia gas polutan. Sedangkan parameter output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi yang dilengkapi dengan nilai persamaan konsentrasinya terhadap jarak dari sumber emisi. Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware yang digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika fluida secara detail. Representasi hasil visualisasi simulasi dengan program CFD memberikan gambaran bahwa gas polutan yang paling besar memberikan dampak pencemaran terhadap permukaan tanah di lingkungan sekitar adalah gas SO2, dimana nilai konsentrasi yang paling tinggi terdapat pada jarak 60 m dari ceobong, yaitu sebesar 10721,6 ppm. Sedangkan gas CO mencemari permukaan tanah pada jarak di atas 300 m dari cerobong dan gas H2S dari hasil simulasi tidak mencemari permukaan tanah karena bergerak ke atmosfer. Adapun perbandingan hasil simulasi dispersi gas polutan dengan menggunakan model Gaussian sangat berbeda jauh dengan hasil dari model EFD yang menggunakan basis persamaan Navier-Stokes. Dalam model Gaussian tidak ada parameter sifat kimia atau karakteristik bahan material fluida yang mempengaruhi proses dispersi, bahkan diabaikan. Sedangkan simulasi dispersi dengan model EFD sangat dipengaruhi oleh faktor internal dari material fluida yaitu karakteristik kimiawinya.
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putra Sunda yang dilahirkan di Kuningan Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 1985. Anak kedelapan dari Sembilan bersaudara, buah kasih sayang pasangan ibu Juhro dan bapak Hasbullah (alm). Menamatkan pendidikan dasar pada tahun 1998 di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mandirancan, kemudian pada tahun 2001 penulis berhasil menyelesaikan studinya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mandirancan. Setelah lulus dari MTs Mandirancan, penulis diterima di SMU Plus Yayasan Darmaloka Propinsi Jabar sebagai delegasi dari Kabupaten Kuningan untuk dibina, diasramakan dan dibiaya selama studi di SMU Negeri 1 Cisarua Bandung. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cisarua Bandung dan diterima di IPB melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten kuliah Matematika Teknik dan asisten Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik. Selain itu, selama 3 tahun masa perkuliahan penulis mendapatkan beasiswa dan pembinaan dari Beastudi Etos yayasan Dompet Dhuafa Republika serta aktif di Himpunan
Mahasiswa
Teknik
Pertanian
(HIMATETA)
dan
Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) pada Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning (HIMARIKA) Kabupaten Kuningan. Penulis pernah melakukan praktek lapangan di PT. Sido Muncul dengan objek pengamatan pada Pengolahan Air Bersih (Water Traetment) dan Pengolahan Limbah Cair (Wastewater Treatment) selama 2 bulan pada tahun 2007.
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang-Nya skripsi penelitian ini dapat tersusun. Harapan besar penulis semoga skripsi yang berjudul Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD) ini dapat bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para akademisi lainnya. Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku pembimbing tercinta yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis. 2. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku pembimbing skripsi II yang telah memberikan kontribusi, inspirasi serta ilmunya terhadap penulis. 3. Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan memfasilitasi penulis dalam melakukan penelitian. 4. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, MS selaku dosen penguji skripsi. 5. Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis. 6. Ibu Hanni dan bapak Fadhil (LAGG PUSPIPTEK), ibu Dyah, atas ilmu dan kesempatan diskusinya dalam mendukung kegiatan penelitian. 7. Teman-teman seperjuangan : Harritz Rizaldi, Adhi N, Aris Setyawan, Ferdian, M Ali Maksum, Gunawan, Yudik, Eko, Arip Sonjaya, terima kasih atas bantuannya serta kepada segenap teman-teman TEP 41 sebagai tempat berbagi dan saling mengingatkan. 8. Lembaga
CCIT
yang
telah
memberikan
kesempatan
penulis
menggunakan fasilitas software resmi EFD untuk penelitian Penulis sadar betul kesempurnaan skripsi ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang kesempurnaan skripsi ini. Bogor, Desember 2008 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...........................................................................................................i RIWAYAT HIDUP................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI ...........................................................................................................iv DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Tujuan .................................................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3 A. Pencemaran Udara ................................................................................. 3 1. Definisi Pencemaran Udara.............................................................. 3 2. Sumber Pencemaran Udara .............................................................. 4 B. Jenis Pencemaran Udara ....................................................................... 5 1. Karbon Monoksida (CO) .................................................................. 6 2. Sulfur Dioksida (SO2) ...................................................................... 6 3. Hidrogen Sulfida (H2S) .................................................................... 7 4. Oksida Nitrogen (NOx) ..................................................................... 8 5. Partikel Tersuspensi (TSP) ............................................................... 9 6. Ozon (O3) ....................................................................................... 10 C. Mekanika Fluida.................................................................................. 11 1. Dasar Mekanika Fluida .................................................................. 11 2. Aliran di Sekitar Permukaan Silinder ............................................. 13 3. Ketebalan boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser pada boundary layer ............................................................. 17 4. Fenomena Pemisahan Aliran .......................................................... 18 D. Dispersi Udara ..................................................................................... 20 1. Model Dispersi ............................................................................... 21 a. Model Gaussian ......................................................................... 21
iv
b. Model Eulerian .......................................................................... 24 c. Model Lagrangian ...................................................................... 25 2. Stabilitas Atmosfer ......................................................................... 26 3. Kecepatan Angin ............................................................................ 27 E. Dasar-dasar Simulasi ........................................................................... 29 F. Pemodelan Matematik ......................................................................... 30 G. Metode Komputasi Dinamika Fluida .................................................. 30 1. Prapemrosesan (Pre-Processing) ................................................... 31 2. Pencarian Solusi (Solving).............................................................. 32 3. Pasca Pemrosesan (Post-processing) ............................................. 33 H. Penelitian Terdahulu yang Terkait ...................................................... 33 BAB III. METODOLOGI ...................................................................................... 34 A. Pendekatan Permasalahan ................................................................... 34 1. Kekekalan Massa 3 Dimensi .......................................................... 35 2. Persamaan Momentum 3 Dimensi ................................................. 36 3. Persamaan Energi 3 Dimensi ......................................................... 36 4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida ............................... 36 B. Bahan dan Alat .................................................................................... 37 C. Parameter Input ................................................................................... 38 D. Data Input ............................................................................................ 39 E. Tahapan Kegiatan Penelitian............................................................... 43 F. Asumsi dalam Simulasi CFD .............................................................. 45 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 46 A. Kecepatan Angin (wind speed) ........................................................... 47 B. Model Gaussian ................................................................................... 48 C. Model EFD .......................................................................................... 53 1. Kondisi Awal Udara Ambien ......................................................... 53 2. Pendefinisian Domain .................................................................... 54 3. Tahap Penentuan Kondisi Batas ..................................................... 55 4. Analisis Aliran ................................................................................ 56 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 80 A. Kesimpulan ......................................................................................... 80
v
B. Saran ................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 82 LAMPIRAN
................................................................................................... 85
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien ............................................................... 4 Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien ........................................................ 4 Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan ............................................................... 26 Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi dari jarak ................................................................................................ 27 Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota ................................. 28 Tabel 6. Data input fiktif ...................................................................................... 39 Tabel 7. Input aliran gas polutan (mass flow rate) dari cerobong........................ 40 Tabel 8. Nilai spesifik sifat kimia masing-masing senyawa fluida...................... 40 Tabel 9. Nilai densitas dan koefisien difusivitas massa masing-masing spesies 41 Tabel 10. Nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas udara dan gas polutan63
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder .......................................................... 14 Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas ............................................................................................ 15 Gambar 3. Aliran pada boundary layer ................................................................. 17 Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser (shear layer) yang selanjutnya akan membentuk vortex ................................................................................. 19 Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah ................................................................................................... 19 Gambar 6. Model dispersi Gaussian ...................................................................... 21 Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian .................................................................................................. 25 Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah ........................ 41 Gambar 9. Dimensi geometri tampak atas dalam satuan meter ............................. 42 Gambar 10. Diagram alir pembuatan program ...................................................... 43 Gambar 11. Diagram alir prosedur simulasi pada EFD ......................................... 44 Gambar 12. Koreksi kecepatan angin terhadap ketinggian elevasi ....................... 47 Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z) ............. 49 Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline a). SO2, b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah ............................. 51 Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m, a).SO2, b).H2S, dan c).CO ..................................................................... 52 Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometri cerobong ............. 54 Gambar 17. Ilustrasi pendefinisian kondisi batas .................................................. 55 Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder cerobong tampak atas ............................................................................ 57 Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder ................................................................................ 58 Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang permukaan silinder ................................................................................................... 59 Gambar 21. Grafik sebaran densitas disepanjang centerline ................................. 60
viii
Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi ............................... 61 Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping .................................................... 62 Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan .............. 64 Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan .......................................... 66 Gambar 26. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping ...... 68 Gambar 27. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan dengan kurva isoline dan kontur........................................................... 69 Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline.................................. 70 Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2 .......................................... 71 Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang tampak samping dari centerface ............................................................ 72 Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang dari permukaan tanah ............................................................................ 73 Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S ................. 74 Gambar 33. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline .................................... 75 Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S .......................................... 75 Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang ......................... 77 Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline .......................... 78 Gambar 37. Profil iterasi gas CO ........................................................................... 79
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Gambar struktur cerobong .................................................................85 Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur. .................... 86 Lampiran 3. Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan dengan model Gaussian ..................................................................... 88 Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.……91 Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan silinder. ……………………………………………………………92 Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik. ........... 94 Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline. .......................... 97
x
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Industri merupakan salah satu sektor yang dominan mempengaruhi stabilitas
perekonomian
suatu
negara.
Perkembangan
di
sektor
industri,
telah
mengakibatkan regulasi pemerintah dalam hal pemberdayaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan semakin ketat. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan para pelaku industri agar berorientasi pada industri yang berteknologi ramah lingkungan dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan SDA yang dikelolanya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dikenal istilah Produksi Bersih (Cleaner Production) sebagai pola berpikir dan konsep global dalam perancangan proses suatu industri secara keseluruhan. Produksi Bersih merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari solusi pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk yang aman terhadap resiko pada manusia dan lingkungan. Strategi ini berfungsi untuk mengarahkan para pelaku industri memiliki orientasi pada pengembangan industri yang berpola ekoefisiensi dengan memanfaatkan SDA secara optimal dan mengurangi dampak resiko terhadap lingkungan. Salah satu masalah yang terjadi di lingkungan industri adalah penurunan kualitas udara ambien yang diakibatkan oleh emisi gas polutan dari cerobong (stack). Tingginya konsentrasi polutan di udara ambien akan berdampak terhadap penerima khususnya manusia, hewan, tumbuhan dan material atau benda yang ada di lingkungan sumber pencemar. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumber daya alam yang harus dijaga untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Salah satu upaya agar pengembangan industri dapat sejalan dengan upaya pengelolaan lingkungan adalah dengan studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong. Studi simulasi tersebut dapat memprediksi sebaran emisi gas polutan di udara ambien. Prediksi sebaran emisi gas polutan perlu dipelajari dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Analisis studi simulasi dispersi gas polutan dapat dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD). B.
Tujuan Penelitian Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan simulasi dispersi gas polutan (SO2, H2S dan CO) dari cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD. 2. Mempelajari perbedaan model dispersi gas polutan pada udara ambien menggunakan model Gaussian dengan model CFD. 3. Menghitung konsentrasi gas polutan (SO2, H2S dan CO) di permukaan tanah berdasarkan simulasi CFD.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara 1. Definisi Pencemaran Udara Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Sedangkan pencemaran lingkungan hidup memiliki pengertian masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Soenarmo (1999), pencemaran merupakan hasil sampingan dari industrialisasi penghasil barang, dapat berupa padat, cair maupun gas, dan pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar berupa partikelpartikel halus (debu, partikel halus, gas beracun atau toksit) ke dalam udara (atmosfer). Sedangkan menurut Supriyono (1999), pencemaran udara diartikan terdapatnya bahan kontaminan dalam udara ambien yang diakibatkan dari aktivitas manusia. Sementara itu, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Beberapa parameter kualitas udara yang dianalisis meliputi sulfur dioksida, karbon monoksida, dan hidrogen sulfida. Standar kualitas udara ambien menurut EPA (Environmental Protection Agency) milik Amerika Serikat yang disebut sebagai NAAQS (National Ambient Air Quality and Standards) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Standard kualitas udara ambien. No.
1
2
3
Parameter
Satuan
Nilai Batas
ppm
9
mg/m³
10
ppm
35
mg/m³
40
ppm
0,053
µg/m³
100
ppm
0,03
per tahun
ppm
0,14
24 jam
ppm
0,5
3 jam
µg/m³
150
24 jam
µg/m³
15
per tahun
µg/m³
35
24 jam
ppm
0,075
8 jam
Carbon Monoxide (CO)
Nitrogen Dioxide (NO2)
Sulfur Dioxide (SO2)
4
Partikel PM10
5
Partikel PM2,5
6
Ozon (O3)
Waktu rata-rata 8 jam 1 jam per tahun
ppm 0,12 1 jam Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008
Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia. Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien. No.
Parameter
Satuan Nilai Batas ppm 2 1 Amoniak (NH3) ppm 0,002 2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,02 3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,01 4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,1 5 Stirena (C6H8CHCH2) Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996
2. Sumber Pencemaran Udara Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,
4
juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo, 2001). Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) : a.
Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara melalui cerobong-cerobong pembuangan.
b.
Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti jalan raya akibat aktivitas transportasi.
c.
Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti kawasan industri atau areal kebakaran hutan.
Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak (mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008). B. Jenis Pencemar Udara Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO) merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008). Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) : a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron. b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S. c. Energi, yaitu seperti temperatur dan kebisingan (noise).
5
Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah sebagai berikut : 1. Karbon Monoksida (CO) Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam Septiyanzar, 2008). 2C + O2
2CO
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1 jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian (Syahputra, 2005). 2. Sulfur Dioksida (SO2) Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara (BAPEDAL, 2005). Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom tunggal oksigen akan membentuk formasi sulfur trioksida, dan formasi dari
6
sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi kimiawi berikut : SO2 + O
SO3
SO3 + H2O
H2SO4
Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain. Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak, orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme) bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990). 3. Hidrogen Sulfida (H2S) Hidrogen
sulfida merupakan gas
yang tidak
berwarna dan
menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur, saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar. Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri
7
kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994). 4. Oksida Nitrogen (NOx) Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis. Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO) sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008). N2 + O2
2 NO
NO + O3
NO2 + O2
NO2 + O3
NO3 + O2
NO3 + NO2
N2O5
N2O5 + H2O
2HNO3
Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NOx) adalah senyawasenyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia senyawa NOx dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada di pusat kota (Anonim, 2006).
8
5. Partikulat (PM) Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006). Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM2,5 bersifat respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM2,5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam
9
partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim, 2006). Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada kulit (Syahputra, 2005). 6. Ozon (O3) Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia 3
menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m ) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada 3
konsentrasi 160 µg/m selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitive (Anonim, 2006). Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain selain NOx yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx, dan menimbulkan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya
10
kombinasi pencemar NOx dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006). Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain), penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006). C. Mekanika Fluida 1. Dasar Mekanika Fluida Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner. Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1. ReL = r
UL .......................................................................................... (1) m
dimana L adalah jarak sepanjang permukaan x untuk aliran eksternal dan L adalah Dh = (4 x luas penampang) / (keliling terbasahi) untuk aliran pada saluran bukan silinder, serta L adalah diameter D untuk aliran internal dalam pipa silinder. Nilai bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan jenis aliran fluida apakah aliran tersebut termasuk jenis aliran laminar atau aliran turbulen. Untuk aliran eksternal, aliran turbulen memiliki nilai ReL ≥ 5 x 105 disepanjang bidang permukaan tempat fluida itu mengalir dan ReL ≥ 2 x 104 jika fluida tersebut mengalir diseputar benda. Sedangkan untuk aliran internal aliran turbulen memiliki nilai ReDh ≥ 2300 (Tuakia, 2008). Aliran turbulen dapat dikenali dengan adanya medan kecepatan yang berfluktuasi. Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran
11
seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008). Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)
t = m
dimana :
¶u ……………. ................................................... ……..(2) ¶y
τ
: Tegangan geser ,N/m2
µ
: Viskositas dinamik, kg/m.s
u
: Kecepatan parsial fluida, m/s
y
: Jarak terhadap permukaan solid, m
Nilai viskositas dinamik µ dan konduktivitas panas k dapat mempengaruhi besarnya nilai momentum dan energi, maka dari itu nilai viskositas kinematik ν dan difusivitas panas α juga dapat dihitung dengan Persamaan (3) dan (4) v =
m r
a =
k r .C
dan,
dimana,
……………………………………………………………(3)
……………………………………………………….(4) p
ν
: viskositas kinematik, m2/s
ρ
: density, kg/m3
k
: konduktivitas panas, W/m.K
α
: difusivitas panas, m2/s
Cp : panas jenis pada tekanan konstan, J/kg.K Difusivitas α dan viskositas kinematik ν pada fluida jenis gas seperti udara akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur, sedangkan
12
untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat secara perlahan (Fletcher, 2006). Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith, 1998). Di =
dimana,
m v ………………………………………………….(5) = r .S c Sc Di : koefisien difusivitas masa, m2/s Sc : angka Schmith
2. Aliran di sekitar permukaan silinder Fluida yang mengalir dengan kecepatan seragam jika berbenturan dengan suatu bidang permukaan solid akan mengakibatkan terjadinya perubahan pola aliran sehingga beberapa besaran seperti kecepatan, tekanan, momentum dan energi juga akan terbawa berubah atau berfluktuasi. Perubahan pola aliran fluida yang terjadi akan mengikuti karakteristik bentuk bidang permukaan solid tersebut (Okiishi et al., 2006). Untuk bidang permukaan yang berbentuk silinder, pola aliran fluidanya dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1. Fungsi aliran stream ψ di sekitar permukaan silinder dapat ditentukan dengan Persamaan (6) æ a2 ö ç y = Ur ç 1 - 2 ÷÷ sin q ……………………………………………(6) r ø è
Dan potensial kecepatan ϕ dirumuskan oleh Persamaan (7) æ a2 ö f = Ur çç 1 + 2 ÷÷ cos q …………………………………………….(7) r ø è
dimana :
ψ : fungsi aliran stream, m2/s
13
ϕ : kecepatan potensial, m2/s U : kecepatan fluida seragam, m/s r : jarak titik aliran terhadap titik pusat silinder, m a : radius atau jari jari-jari silinder, m θ : sudut kemiringan jarak r terhadap arah aliran fluida
Gambar 1. Ilustrasi aliran di sekitar silinder (Okiishi et al., 2006). Komponen kecepatan aliran fluida di sekitar silinder dapat diidentifikasi dari besarnya perubahan kecepatan potensial dan fungsi aliran terhadap jarak r,, sebagaimana dirumuskan oleh Persamaan (8). æ ¶f 1 ¶y a2 ö = = U çç 1 - 2 ÷÷ cos q …..…………………..(8.a) ¶r r ¶q r ø è æ 1 ¶f ¶y a2 ö vq = = = - U çç 1 + 2 ÷÷ sin q ……..……………(8.b) r ¶q ¶r r ø è
vr =
Tepat pada permukaan rmukaan silinder dimana ((r = a), ), maka nilai kecepatan fluida di titik jarak r dan fungsi aliran ψ adalah (vr = ψ = 0), sedangkan komponen kecepatan lainnya akan menjadi :
v q s = - 2U sin q ………………………………..……………….(9) Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
p s = p0 +
1 rU 2
2
(1 - 4 sin
2
q
……………………………..(10) ) .……………………………..
14
ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2
dimana,
po : tekanan atmosfer, N/m2 Besaran gaya yang terjadi pada permukaan silinder dipengaruhi oleh faktor tekanan dan gaya gesek. Komponen gaya (Fx dan Fy) tersebut dapat dianalisis dari resultan tegangan geser dan distribusi tekanan yang diintegrasikan terhadap luasan elemen permukaan silinder yang terlintasi aliran fluida (Okiishi et al., 2006), seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.
y x Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder tampak atas (Okiishi et al., 2006). Komponen gaya yang terjadi pada permukaan silinder dituliskan pada Persamaan 11.
dF x = ( p .dA )cos q + (t w dA )sin q …………………………….(11.a)
dF y = - ( p.dA ) sin q + (t w dA ) cos q ……………………………(11.b) Besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara aksial atau
horizontal disebut drag yang dinotasikan D, sedangkan besaran gaya yang berpengaruh terhadap objek secara vertikal disebut sebagai lift yang dinotasikan L. Drag dan lift diperoleh dari integral Persamaan 10, yaitu dituliskan pada Persamaan 12. D =
ò dF
L =
ò dF
dimana,
x
y
=
ò p cos q dA + ò t
w
sin q dA
………………..(12.a)
= - ò p sin q dA + ò t w cos q dA ……………….(12.b)
Re : Reynolds number ρ : densitas fluida, kg/m3
15
U : kecepatan aliran fluida, m/s D : diameter silinder, m µ : viskositas dinamik, kg/m.s θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg p : tekanan, Pa τw : tegangan geser pada dinding, N/m2 b : panjang permukaan silinder, m dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2 dθ : perubahan sudut kemiringan, deg dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang permukaan silinder, N Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu dinotasikan dengan Persamaan 13. Gaya normal :
N = p cos q dA ……………………………………………….(13.a) Gaya gesek :
F f = t w sin q dA ……………………………………………….(13.b) Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan : Dp =
ò
p
æD ö p cos q dA = 2 ç ÷ b ò p cos q d q …………………..(14.a) è 2 ø 0 p
Df =
æD ö ò t w sin q dA = 2 çè 2 ÷ø b ò0 t w sin q d q …………………(14.b)
16
fungsi drag
friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
tegangan geser, namun ddalam alam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir. Nilai koefisien drag pada permukaan silinder berbanding terbalik dengan kecepatan rata rata-rata rata dan densitas fluida, sebagaimana dituliskan ditulisk pada Persamaan 15.
CD =
1 2
D ………………………………………………………..(1 ………………………………………………………..(15) rU 2 A
Dimana,
N : gaya normal, N Ff : gaya gesek, N Dp : drag pressure Df : drag friction CD: koefisien drag
3. Ketebalan boundary layer pada permukaan ground dan tegangan geser pada boundary ry layer Menurut Okiishi et al. (2006), ketebalan momentum boundary layer suatu aliran merupakan pusat momentum fluks. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Aliran pada boundary layer (Okiishi et al., ., 2006). Momentum fluks yang terjadi di dala dalam m lapisan layer dengan kecepatan fluida seragam U dan ketebalan Ө,, direpresentasikan pada Persamaan 16 dan Persamaan 117. ¥
……..…………………………...(1 r bU Q = r b ò u (U - u ) dy ……..…………………………...(16) 2
0
17
atau ¥
Q =
u
òU
(1 -
0
u ) dy …………………………………………….(17) U
Besarnya nilai tegangan geser pada permukaan ground, secara empirik dapat diturunkan dari persamaan integral momentum untuk aliran boundary layer pada permukaan ground tersebut.
t w = rU
2
d Q …………………………………………………(18) dx
dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006) 4. Fenomena Pemisahan Aliran Perubahan pola aliran terjadi jika medan aliran fluida terhalang oleh suatu benda, sehingga merubah kondisi stasioner fluida tersebut. Hal ini timbul akibat sifat fluida yang selalu mencari kondisi kesetimbangan baru ketika kondisi stasioner fluida tersebut tergangggu (Anonimous, 2003). Dalam kondisi aliran udara steady yang terhalang oleh sebuah silinder cerobong, akan terbentuk suatu pola aliran baru akibat adanya integral momentum volume udara yang melewati permukaan silinder cerobong. Kecepatan udara seragam yang dihembuskan searah dengan sumbu x pola alirannya akan terpecah atau terpisah pada saat melewati silinder cerobong dikenal dengan istilah creeping flow. Besarnya jarak pemisahan aliran fluida sangat dipengaruhi oleh nilai angka Reynold yang dimiliki aliran tersebut. Ketika terjadi pemisahan aliran, maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal fluida yang disebut vortex. Vortex akan terbentuk pada rentang nilai Re tertentu, dimana semakin bertambah nilai Re yang dimiliki aliran fluida maka semakin banyak vortex yang terbentuk. Namun pada nilai Re tertentu juga pasangan vortices yang terbentuk akan tidak stabil sejalan dengan
18
bertambahnya nilai Re Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebih besar dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang sema semakin kin besar sehingga pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang kemudian akan terbentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006). Potensi pembentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai vorticity, sebagaimana diilustrasikan pa pada Gambar 4.
(a).
(b). Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser ((shear layer)) yang selanjutnya akan membentuk vortex (Okiishi et al., 2006). Fenomena terlepasnya vortex dari permukaan silinder dikenal dengan istilah vortex shedding shedding. Bagi fluida uida yang mengalir di atas permukaan solid kemudian terhalang oleh sebuah silinder secara ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi aliran vortex di atas permukaan solid pada silinder bagian bawah (Okiishi et al., 2006).
19
D. Dispersi Udara Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh faktor kondisi
yang terjadi di
mempengaruhi
penyebaran
atmosfer.
(dispersi),
Parameter meteorologi akan
pengenceran
(dilusi),
perubahan
(transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi. Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat pencemar. Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan (material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Menurut Vesilind et al. (1994), dispersi udara merupakan suatu proses pergerakan udara yang terkontaminasi dari sumber emisi (source of emission) menyebar melalui suatu luas area wilayah tertentu untuk mereduksi konsentrasi gas polutan yang terkandung dalam udara terkontaminasi tersebut. Pergerakan atau penyebaran udara terkontaminasi terjadi secara vertikal maupun horizontal. Proses dispersi dan difusi akan menghasilkan dilusi (pengenceran) zat pencemar dari suatu sumber yang konsentrasinya sangat kental di udara ambien dengan hasil konsentrasi yang lebih rendah. Transformasi zat pencemar di atmosfer merubah zat tersebut menjadi zat lain yang berbeda sifatnya baik secara fisika maupun kimia dan juga kadar toksisitasnya. Proses transformasi yang dimaksudkan disini adalah proses transformasi zat-zat pencemar selama berada di udara yang mengalami perubahan fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh difusi molekuler dan turbulen, terdapatnya uap air dan adanya radiasi matahari (Soedomo, 2001). Pergerakan udara disebabkan oleh adanya radiasi surya dan bentuk permukaan bumi yang tidak rata, dimana daya serap panas permukaan bumi
20
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal ini menimbulkan adanya sistem pergerakan (dynamic sistem). ). Kemudian, sistem dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan barometrik (Vesilind et al.,., 1994). 1. Model Dispersi Pemodelan dispersi udara berasal dari model analitik semi empiris yang berdasarkan pada persamaan ddifusi. ifusi. Persamaan difusi yang dikembangkan diverifikasi dengan data koefisien difusi di atmosfer dan data konsentrasi pencemaran udara yang diambil langsung lokasi pengukuran. a. Model Gaussian Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi Gaussian ian yang terlihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian Plume untuk
point source source,, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyeb penyebaran aran polutan dianggap mengikuti asumsi : - sumber emisi mengeluarkan material secara kontinu. - medan angin homogen baik ke arah vertikal maupun horisontal. - perubahan bentuk polutan secara fisik dan kimiawi selama di udara tidak diperhitungkan. - semua variabel dianggap stasioner.
Ket : Δh : tinggi kepulan (plume) h : tinggi stack actual H : tinggi stack effective ū : arah sebaran angin
Penyebaran berdasarkan metoda difusi Gauss ganda, adalah Gambar 6. Model dispersi Gaussian (Vesilind et al.,1994) penyebaran dengan normal (distribusi Gauss) arah arah-y dan arah-z, z, sedangkan
21
arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999). ¥
Q = ò ò Cudydz
............................................................................. (19)
-¥
kemudian dikembangkan menjadi persamaan Gauss untuk sumber tunggal kontinyu ( Soenarmo, 1999), sebagai : 2 2 2 Q ìï 1 é y ù üïìï 1 éæ ( z - H) ö æ (z + H) ö ùüï ÷ +ç ÷ úý ……..(20) C(x, y, z) = íexp. - ê ú ýíexp. - êçç 2pus ys z ï 2 ëês y ûú ïï 2 êè s z ÷ø çè s z ÷ø úï ë ûþ î þî
3
dimana, C : Konsentrasi Pencemaran udara pada titik (x,y,z), µg/m Q : Laju emisi / laju pancaran, g/det u
: Kecepatan angin rata-rata (wind speed), m/det
x
: Jarak ke arah-x (downwind), m
y
: Jarak ke arah-y (crosswind), m
z
: Jarak ke arah-z (vertikal), m
H : Tinggi emisi efektif (h + ∆h), m h
: Tinggi cerobong fisik, m
∆h : Penambahan tinggi kepulan (plume rise) oleh pengaruh angin dan kecepatan keluaran / emisi, m σ y : Koefisien dispersi arah sumbu-y σ z : Koefisien dispersi arah sumbu-z
Notasi C menyatakan konsentrasi parameter kualitas udara di ambien 3
dengan satuan masa per meter kubik (µg/m ). Notasi σ dalam literatur y
adalah konstanta deviasi standar dispersi horizontal dan σ untuk konstanta z
deviasi standar dispersi vertikal yang keduanya dinyatakan dalam satuan meter (m). Notasi u adalah kecepatan angin rata-rata dalam meter per detik (m/det), sedangkan notasi Q menyatakan kecepatan alir gas pada saat keluar dari cerobong yang dinyatakan dalam satuan gram per detik (g/det). Ketika
22
pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi : Q C ( x , y ,0 ) = pus ys z
2 2 ì 1 é y ù üïìï 1 é H ù üï ï íexp . - ê ú ýíexp . - ê ú ý ........................ (21) 2 ëês y ûú ïï 2 ës z û ï ïî þ þî
Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan (21) berubah menjadi :
Q C ( x, y,0) = pus ys z
2 ìï 1 é H ù üï íexp . - ê ú ý ..................................................... (22) 2 ës z û ï ïî þ
Terakhir, untuk sumber emisi pada ground level dimana H = 0 ,maka Persamaan (22) menjadi :
C ( x,0,0) =
Q .................................................................................. (23) pus ys z
Persamaan ini digunakan untuk tingkat dasar (ground level), yang mana konsentrasi garis pusat (center line concentration) dari sumber titik berada pada tingkat dasar. Penentuan laju emisi Q untuk sumber tunggal kontinyu diperoleh dari data langsung yang diperoleh dari pengukuran emisi di lubang keluaran (stack) atau dihitung dari kapasitas produksi berdasarkan prosesnya. Sedangkan penentuan kecepatan udara rata-rata (wind speed) adalah dengan analisis mawar angin (wind rose), yaitu didasarkan pada perhitungan arah angin dominan dan kecepatan angin rata-rata pada arah dominan. Perhitungan koefisien dispersi diperoleh dari suatu formula yang menunjukkan hubungan antara koefisien dispersi dengan koefisien stabilitas atmosfer sebagai fungsi jarak x, y, dan z. Koefisien stabilitas atmosfer diperoleh dari pengukuran stabilitas atmosfer (empiris). Faktor yang menjadi indikasi stabilitas atmosfer antara lain lapse rate (penurunan temperatur udara terhadap ketinggian atmosfer) atau profil temperatur udara, profil arah dan kecepatan angin (Soenarmo,1999). Albert H. Holland mengembangkan perhitungan tinggi kepulan (plume), yaitu bahwa tinggi kepulan akan menurun dengan bertambahnya
23
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding terbalik
dengan
kecepatan
angin
(Davis
et
al., .,
2004).
Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24 (24): Dh =
vs d u
dimana :
é æ æ Ts - Ta -2 ê1.5 + çç 2.68 ´ 10 ( P)çç è Ts è ëê
ö öù ÷÷d ÷ú .......................................... .......... (24) ÷ ø øûú
vs : kecepatan gas keluar stack, m/det d : diameter atas stack, m u : kecepatan angin rata rata-rata, m/det : Tekanan atmosfer, kPa o
temperatur gas keluar stack, K Ts : temper o
Ta : temperatur udara atmosfer (ambien), K Persamaan (24) adalah untuk kondisi atmosfer dengan tingkat stabilitas netral (kelas C atau D), sedangkan untuk kondisi atmosfer yang stabil (kelas A atau B) m maka aka hasil tersebut di atas (Persamaan 24) dikalikan 1,15 dan apabila tidak stabil (kelas E atau F) maka hasil pada Persamaan 24 dikalikan 0,85. b. Model Eulerian Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan dengan sifat-sifat sifat fisik fluida terse tersebut but seperti temperatur, tekanan, densitas dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik dalam ruang (Okiishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pittss (1986), dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu. Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi, se sehingga hingga menyebabkan konsentrasi berubah sebagai fungsi terhadap waktu. c. Model Lagrangian
24
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel partikel-partikel fluida bergerak dan menjelaskan sifat sifat-sifat sifat fluida dengan perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat sifat-sifat sifat fluida tersebut (Okiishi et al.,, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara yyang ang mengalir pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008). Perbedaan analisa aliran fluida antara model eeulerian ulerian dan model lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi pengambilan data temperatur aliran fluida pada lagrangian dan eulerian (Okiishi et al., 2006) Pada metode eulerian, titik partikel fluida diukur temperaturnya pada bagian atas cerobong dan dicatat sebagai fungsi waktu. Pada waktu yang berbeda terdapat partikel benda melintasi alat pengukur. Karena temperatur diukur pada satu titik ((x = xo, y = yo, dan z = zo) dan pada satu waktu, maka temperatur didefinisikan sebagai fungsi waktu dan tempat, sehingga temperatur dapat dituliskan sebagai T = T (xo, yo, zo, t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang temperatur temperatu temperatur field, dimana T = T (x, y, z, t). ). Temperatur dari sebuah partikel sebagai fungsi waktu tidak dapat diketahui sampai lokasi dari partikel diketahui sebagai fungsi waktu. Sedangkan pada metode
25
lagrangian temperatur diukur dari sebuah partikel hanya sebagai fungsi waktu, dimana TA = TA (t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur saat partikel bergerak memberikan informasi bahwa temperatur dari partikel fluida merupakan fungsi dari waktu, sehingga temperatur tidak dapat diketahui sebagai fungsi dari posisi (lokasi partikel) sampai lokasi tiap partikel diketahui sebagai fungsi waktu (Okiishi et al., 2006). 2. Stabilitas Atmosfer Standar deviasi σ dan σ menentukan penyebaran kepulan gas polutan y
z
pada arah angin lateral dan arah vertikal. Hal ini tergantung pada kondisi stabilitas atmosfer dan jarak dari sumber emisi. Tingkat stabilitas atmosfer yang digunakan ditentukan berdasarkan data meteorologi : penutupan awan, tinggi dasar awan, nomor kelas insolasi yang diperoleh dari data “solar altitude” dan tabel kategori stabilitas yang dikembangkan oleh Turner yang diklasifikasikan ke dalam kategori A hingga F yang disebut dengan kelas stabilitas (stability class), dimana hubungan antara stability class, kecepatan angin, dan kondisi sinar matahari dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Stabilitas atmosfer Turner berdasarkan kecepatan angin, radiasi matahari dan penutupan awan (Soenarmo, 1999) Kecep. Angin perm pada 10 m (m/det) kelas <2 2-3 3-5 5-6 >6
Siang hari Radiasi matahari datang Kuat Moderat Ringan 1 2 3 A A-B B A-B B C B B-C C C C-D D C D D
Malam hari Penutupan awan Overcast Clear 4 5 E F E F D E D D D D
Nilai konstanta dispersi horizontal dan vertikal, σ dan σ dapat y
z
ditentukan dengan persamaan yang telah dikembangkan oleh D.O. Martin (1976) dalam Davis et al. (2004), yaitu :
s y = ax 0.894 ................................................................................. (25.a) s z = cx d + f ................................................................................ (25.b) dimana konstanta a, c, d, dan f didefinisikan pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai fungsi dari jarak (Davis et al., 2004) Kelas stabilitas A B C D E F Sumber :
x < 1 km x > 1 km a c d F c d f 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6 156 100.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2 104 61 0.911 0 61 0.911 0 68 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13 50.5 22.8 0.678 1.3 55.4 0.305 -34 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6 Martin,D.O.,”Comment on the change of concentration standard deviations with distance,” Journal of the Air Pollution Control Association, vol. 26, pp. 145-146, 1976.
Variasi diurnal radiasi matahari yang mempengaruhi temperatur udara memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan atmosfer. Pada malam hari kondisi udara stabil karena temperatur permukaan tanah lebih rendah dari pada temperatur udara. Pada saat matahari terbit dan kondisi udara cerah, radiasi matahari memanaskan permukaan tanah lebih cepat dibandingkan udara, kondisi ini memicu timbulnya turbulensi udara. Ketebalan lapisan konveksi semakin meningkat pada siang hari akibat pemanasan lapisan permukaan tanah, sehingga kondisi atmosfer menjadi tidak stabil karena pergerakan udara menjadi sangat dinamis. Pada sore hari temperatur udara sama dengan temperatur permukaan tanah, sehingga profil temperatur udara menjadi adiabatik karena tidak adanya fluks bahang dari permukaan tanah (Seinfeld, 1986). 4. Kecepatan Angin Arah angin dan kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses
pengenceran
(dilution)
dan
pemindahan
(transportation).
Peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan penambahan jumlah volume udara bersama gas-gas polutan yang terkandung dalam suatu kurun waktu tertentu. Proses penyebaran (dispersi) banyak dipengaruhi oleh variasi arah angin jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai arah maka area sebaran polutan semakin luas, sedangkan apabila arah angin dominan tetap bergerak hanya ke satu arah tertentu, maka daerah tersebut akan memiliki tingkat paparan polutan yang tinggi (Liptak et al., 2000).
27
Menurut Davis et al. (2004), arah angin menentukan ke mana arah mengalir atau bergeraknya gas yang terkontaminasi di atas permukaan. Kecepatan angin mempengaruhi ketinggian kepulan dan nilai campuran atau pengenceran (dilution) gas-gas pencemar yang telah diemisikan dari titik keluaran. Peningkatan kecepatan angin akan menurunkan ketinggian kepulan dengan membelokkan kepulan tersebut lebih cepat dari titik keluarannya,
dan
penurunan
ketinggian
kepulan
cenderung
akan
meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level). Menurut Davis et al. (2004), koreksi kecepatan angin berdasarkan ketinggian dapat menggunakan Persamaan (26). æh u z = u o çç z è ho
n
ö ÷÷ ............................................................................................ (26) ø
dimana : uz = Kecepatan angin pada ketinggian z yang diinginkan, m/det uo = Kecepatan angin pada ketinggian standar, m/det ho = Ketinggian alat ukur anemometer, m hz = Ketinggian kecepatan angin yang diinginkan, m n
= Konstanta yang ditentukan berdasarkan stabilitas atmosfer
EPA (Environmental Protection Agency) United State, membedakan kondisi stabilitas atmosfer di daerah pedesaan dan kota untuk menentukan nilai eksponen n yang tersaji dalam Tabel 5 (Davis et al., 2004), sebagai berikut : Tabel 5. Aturan nilai eksponen n untuk pedesaan dan kota Kelas Kelas stabilitas Pedesaan Kota stabilitas Pedesaan Kota 0.07 0.15 A D 0.15 0.25 0.07 0.15 B E 0.35 0.30 0.10 0.20 C F 0.55 0.30 Sumber : User’s Guide for ISC3 Dispersion Models, Vol.II, EPA-454/B-95-003b,U.S, September, 1995
Pergerakan atmosfer dalam bentuk parsel udara atau angin disebabkan oleh ketidakseimbangan radiasi bersih, kelembaban dan momentum diantara
28
lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak serta diantara permukaan bumi dan atmosfer dilain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan semakin tinggi. E. Dasar-dasar Simulasi Menurut Syamsa (2003), simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata dengan sebagian besar rinciannya. Sedangkan simulasi proses adalah penggunaan model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur tanggap dinamik variabel-variabel proses yang dipantau, misalnya temperatur tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau bekerja dengan model diharapkan : 1. Dapat meramalkan hasil atau keluaran. 2. Lebih memahami model fisik dan matematik dari fenomena dan proses. 3. Bereksperimen dengan model. 4. Melakukan pengujian dengan model. 5. Menggunakan model untuk tujuan pendidikan dan pelatihan. Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi keadaan dinamik (Syamsa, 2003). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah persamaan aljabar yang diselesaikan secara iteratif, misalnya untuk menghitung kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dari suatu proses dibawah kondisi keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin untuk laju panas tertentu. Sedangkan simulasi keadaan dinamik tidak hanya memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak, tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan
29
menyelesaikan persamaan persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu untuk menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti temperatur, tekanan dan komposisi bahan. F. Pemodelan Matematik Menurut Syamsa (2003), model matematik adalah gambaran dari karakteristik dinamik suatu sistem. Agar dapat diselesaikan dengan komputer, maka fenomena atau proses fisik harus dapat dimodelkan dengan persamaan matematika. Dengan pemodelan diharapkan dapat melakukan : 1. Idealisasi dari proses dan fenomena. 2. Memahami pengaruh dan kendali lingkungan. 3. Menganalisis eksperimen yang sulit atau tidak mungkin dapat dilakukan. 4. Mempertajam
pemahaman
dan
mengurangi
pemborosan
akibat
eksperimen yang tidak terarah (trial and error). 5. Meningkatkan potensi dan keamanan sistem. G. Metode Komputasi Dinamika Fluida Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan pemanfaatan program komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD prediksi aliran fluida diberbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang singkat dibandingkan dengan metode eksperimen (Nugraha, 2005). Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Menurut
Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam fluida
dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan parsial (PDE = Partial
30
Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi. Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran-aliran fluida sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangatlah penting. Persamaan pengaturan aliran fluida adalah persamaan-persamaan diferensial parsial, komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial ini harus ditransformasikan kedalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995). Secara umum, proses dalam CFD dibagi kedalam tiga tahapan yaitu prapemrosesan (pre-processing), pencarian solusi (solving), dan pascapemrosesan (post-processing) (Purabaya dan Asmara, 2003). 1. Prapemrosesan Pada tahap prapemrosesan dilakukan pendefinisian masalah dengan membentuk geometri, dapat berupa geometri dua dimensi maupun tiga dimensi. Dalam pembentukan geometri ini didefinisikan topologi yang akan dibangun mulai dari pembentukan titik (point), garis (curve, edge), bidang (face) atau volume sehingga menjadi model yang diinginkan (Purabaya dan Asmara, 2003). Setelah geometri terbentuk dilakukan diskritisasi menjadi sejumlah grid dimana persamaan atur akan dicari solusinya di masing-masing grid tersebut. Bila menggunakan diskritisasi grid berstruktur diusahakan sisi yang membentuk grid tetap tegak lurus atau memliki skewness dengan toleransi tertentu. Pada grid tak berstruktur diperhatikan perbandingan antara panjang dan lebar (aspect ratio) bentuk grid (Parwatha, 2003). Menurut Tuakia (2008), Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Pre-processing terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi:
31
-
Mendifinisikan geometri dari daerah yang dianalisis.
-
Pembentukan grid.
-
Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.
-
Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya).
-
Menentukan kondisi batas yang sesuai.
Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, temperatur dan lainlain) didefinisikan pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Ketepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan (Tuakia, 2008). 2. Pencarian Solusi Setelah geometri masalah didefinisikan secara numerik melalui gridgrid, tahap selanjutnya adalah pencarian solusi. Pada tahap ini persamaan atur yang diterapkan untuk memodelkan medan aliran didiskritisasi untuk masing-masing grid dan dicari solusinya. Persamaan atur yang digunakan dalam CFD tergantung dari permasalahan yang akan dimodelkan (Purabaya dan Asmara, 2003). Proses pencarian solusi menggunakan metode finite volume, dimana metode ini dikembangkan dari finite difference khusus (Tuakia, 2008). Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: - Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana - Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya - Penyelesaian persamaan aljabar. 3. Pasca-pemrosesan
32
Tahap terakhir dalam proses simulasi dengan menggunakan CFD adalah pasca-pemrosesan. Pada tahap ini semua solusi dari parameter aliran yang telah diperoleh untuk setiap grid akan dibentuk visualisasi. Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah memahami solusi yang dihasilkan oleh sotfware CFD (Purabaya dan Asmara, 2003). H. Penelitian Terdahulu yang Terkait Hargreaves (1997), pernah melakukan penelitian tentang simulasi dispersi gas polutan yang bersumber dari kendaraan bermotor atau sumber yang bergerak kontinyu. Dengan menggunakan program CFD simulasi yang dilakukannya terfokus pada analisis pola aliran gas polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor di sekitar jalan raya. Bangunan-bangunan gedung di sekitar jalan raya merupakan objek yang terkena dampak langsung dari sumber polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Sedangkan bangunan tersebut merupakan tempat yang strategis dimana manusia melakukan aktivitas kesehariannya. Beberapa perangkat software yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Fluent yang digunakan untuk menganalisis aliran fluida, software SCALAR yang digunakan untuk membangun geometri bangunan yang akan disimulasikan dan software CHENSI yang digunakan untuk menganalisis pola aliran udara yang berupa olakan atau yang disebut vortices pada dinding-dinding bangunan di sekitar jalan raya. Berbeda dengan penelitian ini, simulasi yang dirancang adalah simulasi dispersi gas polutan yang bersumber dari sebuah cerobong di kawasan perindustrian. Sedangkan fokus area yang diamati adalah pola aliran dispersi gas polutan dan sebaran konsentrasi gas polutan dari sumber pencemar terhadap area permukaan tanah di sekitar kawasan industri dimana umumnya makhluk hidup berpijak. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah software EFD (Enginering Fluid Dynamics).
33
BAB III METODOLOGI A.
Pendekatan Permasalahan Simulasi
komputer
adalah
penggunaan
model
matematika
untuk
menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur tanggap dinamik dari variabel-variabel proses yang dipantau, seperti kecepatan, temperatur, tekanan, dan komposisi bahan termasuk didalamnya adalah konsentrasi bahan. Dalam melakukan simulasi, model yang dikembangkan idealnya harus dapat memberikan tanggap dinamik sesuai dengan yang sebenarnya (Syamsa, 2003). Maka dari itu, dibutuhkan pemodelan matematis yang tepat dan intuisi serta pertimbangan-pertimbangan yang matang dalam melakukan simulasi. Intuisi yang baik dibutuhkan untuk menentukan asumsi dasar, korelasi antara variabel-variabel kunci serta pendekatan awal sebuah model simulasi. Sedangkan pertimbangan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tingkat ketelitian dan kelengkapan terhadap batasan yang tersedia, baik dari segi biaya maupun kompleksitasnya. Dalam penelitian ini, model simulasi yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model CFD yang direpresentasikan
oleh
software Solidworks
Office 2007
dengan
menggunakan metode finite volume. Model Gaussian dipengaruhi oleh parameter laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, dan faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan. Sedangkan model CFD dipengaruhi oleh parameter laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, sifat karakteristik kimia dari gas polutan, dan batsan kondisi yang didefinisikan ke dalam software. Oleh karena itu, parameter tersebut dijadikan sebagai parameter input dalam simulasi ini. Sedangkan output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi . Visualisasi ini dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik aliran sebaran konsentrasi gas polutan yang terdispersi.
Selain itu juga menggunakan program Visual Basic untuk perhitungan model dispersi secara manual dari persamaan model Gaussian dalam penentuan nilai
konsentrasi
gas
polutan.
Persamaan
Gaussian
yang
digunakan
dipresentasikan oleh Persamaan (20). Nilai konsentrasi gas polutan yang dihasilkan dari perhitungan bersifat diskrit. Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware yang akan digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika fluida secara detail. Namun, dalam penelitian ini simulasi yang dilakukan adalah untuk memonitoring fenomena dispersi gas polutan dari cerobong ke atmosfer pada kondisi unsteady state, dimana monitoring kondisi penyebaran gas polutan yang akan divisualisasikan adalah pada saat setelah 1 jam (3600 detik) menyebarnya gas polutan dari cerobong. Dengan kata lain, pada waktu t = 0 itu adalah posisi dimana gas polutan belum menyebar ke udara atau masih dalam cerobong dan siap di permukaan lubang cerobong untuk bergerak ke atmosfer. Dalam proses numerik baik meshing maupun iterasi, persamaan-persamaan yang digunakan adalah persamaan atur fluida, dimana berawal dari hukum kekekalan fisika seperti kekekalan massa, transformasi massa dan persamaan atur kontinuitas fluida. Pemodelan matematis yang digunakan dalam simulasi ini diperoleh dari persamaan atur fluida yang menyatakan hukum–hukum fisika yang terdiri dari : 1. Persamaan Kontinuitas 3 Dimensi Dalam metode finite control volume, perubahan spesies massa pada fenomena aliran fluida terjadi sejalan dengan adanya pergerakan elemen
35
massa fluida sebagai fungsi waktu ke dalam suatu volume terbatas (Anderson, 1995). Dituliskan dalam betuk matematis : Dr ¶( ru ) ¶( rv) ¶( rw) ¶r = + + + Dt ¶x ¶y ¶z ¶t
...................................................(27)
2. Persamaan Momentum 3 Dimensi Persamaan momentum yang digunakan adalah persamaan NavierStokes yang dikembangkan dalam bentuk metode finite volume (Heinsohn and Cimbala, 2003): Arah sumbu x æ ¶ 2 u ¶ 2u ¶ 2 u ö æ ¶u ¶u ¶u ¶u ö ¶p ÷÷ = r çç +u +v +w + r g x + m çç 2 + 2 + 2 ÷÷ ..(28.a) ¶ t ¶ x ¶ y ¶ z ¶ x ¶y ¶z ø è ø è ¶x Arah sumbu y æ ¶ 2v ¶ 2v ¶ 2v ö æ ¶v ¶v ¶v ¶v ö ¶p ÷÷ = r çç +u +v +w + r g y + m çç 2 + 2 + 2 ÷÷ (28.b) ¶ t ¶ x ¶ y ¶ z ¶ y ¶y ¶z ø è ø è ¶x Arah sumbu z æ ¶ 2 w ¶ 2 w ¶ 2 w ö (28.c) æ ¶w ¶w ¶w ¶w ö ¶p ÷=r çç +u +v +w + rg z + m çç 2 + 2 + 2 ÷÷ ¶x ¶y ¶z ÷ø ¶z ¶y ¶z ø è ¶t è ¶x 3. Persamaan Energi 3 Dimensi Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel (Anderson, 1995). é ¶u ¶v ¶w ù D æ V2 ö ¶ æ ¶T ö ¶ æ ¶T ö ¶ æ ¶T ö çç e + ÷÷ = rq + ç k ÷÷ + ç k ÷ + çç k ÷ - pê + + ú Dt è 2 ø ¶x è ¶x ø ¶y è ¶y ø ¶z è ¶z ø ë ¶x ¶y ¶z û ¶t yx ¶t zx ù é ¶t xy ¶t yy ¶t zy ù é ¶t é ¶t xz ¶t yz ¶t zz ù + u ê xx + + + + + + ú + vê ú + wê ú ¶y ¶z û ë ¶x ¶y ¶z û ¶y ¶z û ë ¶x ë ¶x + rf × V ............................................................................................(29)
r
4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida Persamaan spesies transport dapat digunakan untuk memprediksi fraksi massa masing-masing spesies material yang memiliki karakteristik
36
kimiawi berbeda dengan pendekatan prinsip difusi-konveksi masing-masing material (Anonim, 2003). r ¶ (rYi ) + Ñ × (ruvYi ) = -Ñ × J i + Ri + S i ¶t
...................................................(30)
dimana, Yi merupakan fraksi massa masing-masing spesies i, Ri adalah nilai net spesies hasil reaksi kimia dan Si adalah nilai net spesies yang disebarkan ke dalam sistem simulasi yang didefinisikan oleh user. Selain itu, nilai fluks difusi massa dari masing-masing spesies material dipengaruhi oleh tipe aliran yang terjadi dalam sistem, yaitu laminar atau turbulen, dimana secara berturut-turut dituliskan pada Persamaan 31 dan 32. r J i = - rDi , m ÑYi …………………………………………………………..(31) r æ m J i = -çç rDi , m + t Sc t è
ö ÷÷ÑYi ………………………………………………….(32) ø
dimana, Di ,m adalah difusivitas massa masing-masing spesies material dan Sct merupakan nilai angka Schmidt.
B.
Bahan dan Alat 1)
Personal Computer (PC) PC yang dipergunakan minimal memiliki spesifikasi Pentium 4, RAM
1GB. Hal ini untuk mensupport pengoperasian program sotfware yang akan digunakan. 2)
Sotfware Visual Basic Sotfware Visual Basic digunakan untuk mengoperasikan perhitungan
analisis kadar gas polutan dengan metoda dispersi. 3)
Program Computational Fluid Dynamic (CFD) Program CFD disupport oleh sotfware EFD (Engineering Fluid
Dynamics), dimana dalam penelitian ini menggunakan sotfware Solidworks office 2007 yaitu merupakan sotfware engineering yang digunakan untuk mensimulasikan dan menganalisi berbagai kasus aliran fluida beserta sifatsifat fisik dan sifat material fluida yang disimulasikan. Sotfware Solidworks Office 2007 juga dapat digunakan untuk membangun geometri atau desain
37
teknik struktur dari kasus yang akan disimulasikan, sehingga sotfware ini mempermudah pengguna (user) dalam memecahkan masalah yang akan dikaji. Karena dalam sotfware ini sudah terintegrasi menjadi satu paket antara perangkat untuk membangun penggambaran geometri dan perangkat untuk
menganalisa
kasus
aliran
fluida
tersebut,
sehingga
dapat
memvisualisasikan distribusi fluida secara numerik. Geometri yang akan disimulasikan berbentuk outdoor dan sumber pencemar diasumsikan tunggal yang berupa cerobong (stack) dari suatu industri. Prinsip kerja perhitungan yang dilakukan oleh sotfware ini menggunakan metode finite volume dengan mengintegrasikan persamaan model Navier-Stokes sebagai dasar perhitungan kasus mekanika fluida yang akan dianalisis. Pendekatan numerik dengan model Navier-Stokes merupakan jenis model persamaan mekanika fluida yang dianggap paling otentik diantara model lainnya. Hasil running dari proses simulasi direpresentasikan secara otomatis dalam bentuk data dan grafik dengan tipe file Excel Office, *.JPEG untuk gambar dan tipe file *.avi untuk file jenis animasi video. C.
Parameter Input Parameter input untuk simulasi ini adalah : 1)
Debit emisi gas polutan Debit emisi gas polutan sebagai input diperoleh dari cerobong yang
mengemisikan polutan dengan satuan kilogram per detik (kg/s). 2)
Kecepatan Angin Kecepatan angin yang akan diinput berupa aliran seragam dan
diasumsikan pengambilan data kecepatan angin ini dengan metode wind rose, yaitu berdasarkan arah angin dominan. Besarnya nilai kecepatan angin ditentukan dengan asumsi dari penulis. 3)
Jarak Jarak (x, y, z) yang dimaksud, merupakan jarak yang diperkirakan dari
sumber emisi (source of emission) sampai titik dimana kadar gas polutan itu ingin diketahui, dalam aplikasi ini adalah titik posisi receptor dari sumber emisi. Untuk mendapatkan nilai standar deviasi kepulan emisi terhadap
38
jarak y dan z (σy, σz) maka jarak pada pada koordinat x ditransformasikan pada Persamaan (24). 4)
Sifat-sifat spesifik kimia gas polutan Gas polutan yang menjadi objek simulasi adalah hydrogen sulfide
(H2S), sulfur dioxide (SO2), dan carbon monoxide (CO). Spesifikasi sifat kimia dari masing-masing fluida yang diinput ke dalam database software adalah molecular weight, panas jenis, viskositas dinamik dan konduktivitas panas. Parameter ini yang akan mempengaruhi karakteristik aliran dispersi fluida dalam simulasi.
D.
Data Input Data input dalam simulasi ini menggunakan data fiktif sesuai dengan
skenario rancangan penulis, namun untuk data emisi gas polutan yang diinput diambil dari hasil perhitungan kasus di beberapa industri yang berbeda. Penentuan data fiktif dilakukan dengan perkiraan terhadap keadaan di beberapa industri. Beberapa data input fiktif yang akan disimulasikan terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Data input fiktif. No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kecepatan angin Temperatur lingkungan Temperatur emisi di cerobong Tekanan udara Jarak-x Jarak-y Jarak-z Dimensi cerobong tinggi diameter luar diameter dalam kemiringan permukaan dinding
Satuan m/s ºC ºC Pa m m m
Kuantitas 2 27 200 101325 -20 s.d. 300 0 s.d. 100 -50 s.d. 50
m m m deg
20 4 3,8 1
Dimensi struktur cerobong secara detail disajikan pada Lampiran 1. Sedangkan untuk mendapatkan data input polutan yang akan menjadi inlet pada proses simulasi dihitung berdasarkan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan menggunakan data faktor emisi dari EPA (Environmental Protection Agency), sehingga jumlah polutan yang diemisikan ke dalam lingkungan dapat
39
diketahui. Nilai input masing-masing gas polutan dari cerobong dianggap seragam dan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Input aliran gas polutan (mass flow rate) dari cerobong. No 1 2 3
Parameter Sulfur dioxide (SO2) Hydrogen Sulfide (H2S) Carbon Monoxide (CO)
Sumber :
Satuan kg SO2/s kg H2S/s g CO/s
Kuantitas 2,5236 0,2240 0,6048
1
US-EPA Standard AP-42 Chapter 5, Petroleum Refineries, Emission Faktor for Flaring. 2 Ref. Madura BD Amended Plan Development 3 Data konsumsi bahan bakar PLTU Cilacap 2007. EPA,US.,2006. Source: http://www.epa.gov/ttn/chief/ap42.htm
Kuantitas emisi gas CO yang terdapat pada Tabel 7, merupakan hasil dari perhitungan konsumsi bahan bakar batu bara data PLTU Cilacap tahun 2007, dimana sistem pembakaran PLTU Cilacap mampu mengkonsumsi batu bara sebanyak 8 ton/jam. Beberapa sifat kimia dari masing-masing parameter gas polutan mempengaruhi karakteristik penyebaran gas tersebut di udara atau medium fluida lainnya. Oleh karena itu, harus ada input data nilai karakteristik dari masingmasing gas polutan ke dalam database yang telah disediakan fasilitasnya oleh software simulator. Nilai beberapa sifat kimia pada kondisi standar berskala laboratorium disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai spesifik sifat kimia masing-masing senyawa fluida. No
Parameter
Dynamic Thermal MW Cp Cv viscosity µ Conductivity k (g/mol) (kJ/mol.K) (kJ/mol.K) (kg/m.s) (W/m.K)*
1 Udara
28,97
0,029
0,02
0,00001789
0,02394
2 Sulfur dioxide (SO2)
64,06
0,039
0,031
0,00001158
0,00858
3 Carbon Monoxide (CO)
28,01
0,029
0,02
0,00001695
0,023027
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 34,08 0,034 0,012 0,00001179 0,01298 Sumber : The National Institute of Standards and Technology (NIST) USA. 2008 * ) http://encyclopedia.airliquide.com
Nilai densitas dan nilai angka Schmidt dari masing-masing parameter pada kondisi standar yaitu pada tekanan 1 atm dan pada temperatur normal terdapat pada Tabel 9. Nilai angka Schmidt diperlukan untuk menghitung nilai koefisien difusivitas massa dari masing-masing material fluida yang akan disimulasikan. Koefisien difusivitas massa dari masing-masing material sangat dipengaruhi oleh nilai viskositas dinamik yang berbanding terbalik dengan kerapatan massa dan
40
angka Schmidt atau nilai viskositas kinematik yang berbanding terbalik dengan nilai angka Schmidt. Koefisien difusivitas material Di atau koefisien difusivitas massa dari masing-masing gas polutan dapat ditentukan dari nilai viskositas kinematik yang berbanding terbalik dengan nilai angka Schmidt Sc sebagaimana dipresentasikan pada Persamaan (5). Sedangkan karakteristik tekanan gas polutan dipengaruhi oleh perubahan temperatur terlihat pada grafik yang disajikan pada Lampiran 2. Tabel 9. Nilai densitas dan koefisien difusivitas massa masing-masing spesies. No
Parameter
Angka Schmidt Sc *
Koefisien Density pada titik difusivitas massa didih (kg/m³)** 2 Di (m /s) 7,98661E-06 3.2
1
Udara (air)
0,7
2
Sulfur dioxide (SO2)
1,24
3,06288E-06
3.049
3
Carbon Monoxide (CO)
0,77
5,05465E-06
4.355
4
Hydrogen Sulfide (H2S) 0,94 6,49873E-06 1.93 Sumber : *) The CRC Handbook of Mechanical Engineering by Frank Kreith, 1998. **) The National Institute of Standards and Technology (NIST) USA., 2008.
Nilai koefisien difusivitas massa gas hydrogen sulfide pada Tabel 9 paling tinggi diantara gas polutan lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa material gas hydrogen sulfide bersifat sangat reaktif dan mudah menyebar atau dengan kata lain potensi laju penyebaran material gas hydrogen sulfide terhadap perubahan konsentrasinya di udara sangat cepat. Sedangkan gas sulfur dioxide potensi laju penyebaran materialnya paling rendah diantara gas lainnya, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gas sulfur dioxide kurang reaktif. Pembuatan geometri dilakukan pada tahap awal dengan pola 3 dimensi (3D) yaitu dalam bentuk sebuah cerobong yang memiliki dimensi diameter luar cerobong di titik permukaan tanah sebesar 4 m, sedangkan ketebalan dinding cerobong sebesar 10 cm. Sudut kemiringan dinding cerobong terhadap titik pusat silinder (mengerucut) sebesar 1 derajat dan tinggi cerobong adalah 20 m. Cerobong tersebut dibuat tertancap pada suatu area permukaan tanah dengan ukuran luas area sebesar 100 x 320 m. Luas area tersebut ditentukan berdasarkan pertimbangan kapasitas memori dan efisiensi kinerja software yang digunakan, dimana luasan area yang dibentuk mempengaruhi luasan domain yang akan dianalisis aliran fluidanya serta kondisi kandungan fluida di dalam domain
41
tersebut sehingga kecepatan kkerja sotfware dalam melakukan proses meshing domain dan proses iterasi (penghitungan) akan semakin berat. Selain itu, kerumitan dari geometri yang dibangun juga dapat mempengaruhi kecepatan kinerja sotfware. Geometri untuk permukaan tanah dibuat setebal 110 0 cm. Hal ini diperlukan agar batas permukaan tanah terhadap atmosfer dapat didefinisikan sebagai material padat, sehingga fluida yang dialirkan di atas permukaan tersebut dapat dikatakan bahwa fluida tersebut mengalir di atas permukaan ((surface)) tanah atau ata lantai yang padat. Material padatan yang digambar dalam geometri tidak didefinisikan secara spesifik mengenai jenis bahan struktur benda tersebut, karena pengaruh dari perbedaan jenis bahan serta karakteristik bahan tersebut terhadap aliran fluida disekitarnya tarnya dianggap tidak begitu nyata atau diabaikan. Bentuk geometri secara jelas dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
y x z Gambar 8. Bentuk geometri cerobong dan area permukaan tanah.
cerobong
Gambar 9. Dimensi geometri tampak atas dalam satuan me meter.
42
E. Tahapan Kegiatan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tahap pembuatan program perhitungan model dispersi Gaussian dan tahap pembuatan model dispersi fluida gas polutan dengan menggunakan software Engineering Fluid Dynamics (EFD). Secara rinci kedua tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. mulai
Parameter input
Goal setting output Kerangka program
Desain form pengecekan Model persamaan program
Membuat Algoritma program
ya
Running error ?
tidak Pengolahan data dan penyajian hasil
selesai
Gambar 10. Diagram alir pembuatan program. Tahap ini merupakan penghitungan model dispersi Gaussian, dimana variabel fungsi persamaan yang dibangun dipengaruhi oleh perubahan jarak dari sumber pencemar terhadap titik acuan yang terindikasi atau diperkirakan terkena dampak dari pencemaran. Dengan sistem kerja looping program VB, variabel jarak yang berupa titik tersebut dapat dideklarasikan menjadi beberapa titik sehingga membentuk bidang. Kemudian nilai konsentrasi gas polutan dapat
43
dihitung pada masing-masing titik yang telah dideklarasikan tersebut, sehingga dapat diketahui nilai sebaran konsentrasi gas polutan pada suatu bidang. mulai
Pembuatan geometri (part)
Pendefinisian material geometri Penyusunan struktur geometri (assembly) Pengecekan geometri (satu objek)
Geometri baik ?
tidak
ya pengecekan
set kondisi umum
set domain, boundary condition dan goals
Input fluida (jenis & sifat)
Proses numerik (solver = run)
ya
Meshing & iterasi error ? tidak Plot kontur, grafik dan data dari goals
selesai
Gambar 11. Diagram alir prosedur simulasi pada EFD
44
Tahap ini merupakan tahap mendefinisikan kasus dinamika fluida ke dalam komputerisasi sehingga aliran fluida berikut sifat-sifat fisik serta bahan materialnya dapat dipresentasikan secara visual, baik animasi, grafik kontur maupun data. Persamaan-persamaan yang dibangun dalam CFD diselesaikan secara iteratif, baik dalam kondisi tunak (steady state) atau transien (unsteady state). F.
Asumsi dalam Simulasi CFD Asumsi yang digunakan dalam simulasi temperatur, kelembaban dan aliran
udara yaitu sebagai berikut: - Udara bergerak dalam kondisi steady - Aliran udara dianggap seragam (uniform) - Udara tidak tertekan (incompresible), p konstan - Arah angin dalam lingkungan dianggap searah (unidirectional) selama simulasi berlangsung.
45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses simulasi dispersi gas polutan memerlukan input data polutan, data kondisi atmosfer, data domain (geometri daerah yang disimulasikan), serta data cerobong (stack) yang dimodifikasi sederhana dengan beberapa perlakuan dimensinya. Simulasi dilakukan pada suatu industri yang telah melakukan pengukuran atau pengujian parameter sistem pembakarannya dengan cerobong tunggal sehingga polutan yang dihasilkan dikeluarkan dari sumber tunggal kontinyu. Inlet aliran gas polutan dari cerobong ke dalam sistem simulasi diasumsikan seragam. Besaran inlet aliran massa gas polutan tersebut dapat diprediksi dari jenis dan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh sistem pembakarannya dengan menggunakan persamaan faktor emisi US-EPA, yaitu : Qemisi = FC × EF ..................................................................................... (33)
dimana :
Qemisi
: laju emisi gas polutan, gram/jam
FC
: Jumlah konsumsi bahan bakar, ton/jam atau liter/jam
EF
: Faktor emisi, gram/ton atau gram/liter
dengan mensubstitusikan data nilai konsumsi bahan bakar dan faktor emisi, terhadap Persamaan (33), maka laju gas polutan yang diemisikan cerobong dari hasil pembakaran dapat dihitung. Contoh kasus untuk nilai emisi gas CO yang terdapat pada Tabel 7, dimana EPA menetapkan bahwa faktor emisi gas CO sebesar 0,6 lb/ton, maka : Qkarbon monoksida
= 8 ton/jam × 0,6 lb/ton = 4,8 lb/jam
karena 1 lb = 453,6 gram, maka Qcarbon monoxide dari pembakaran batu bara adalah sebesar 2,17728 kg/jam atau 0,6048 gram/detik. Hasil dari perhitungan emission rate gas CO sangat kecil jika dibandingkan dengan gas polutan lainnya. Namun, disisi lain CO merupakan gas yang memiliki sifat sangat toksik terhadap kelangsungan hidup organisme di sekelilingnya.
A. Kecepatan Angin (wind speed) Angin merupakan bentuk parsel udara yang bergerak di atmosfer yang disebabkan oleh perbedaan dan ketidakseimbangan tekanan udara, dimana udara selalu bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kecepatan angin yang terjadi berbanding lurus dengan semakin tingginya gradien tekanan udara, dimana perbedaan gradien tekanan udara dapat dipengaruhi oleh posisi ketinggian atau arah vertikal dari permukaan bumi. Selain itu, temperatur, kelembaban dan momentum udara yang tidak seimbang juga dapat memicu parsel udara di atmosfer bergerak. Perbedaan karakteristik tipe aliran udara atau kecepatan angin dapat dilihat dengan mensubstitusikan aturan nilai kondisi stabilitas atmosfer yang ditetapkan US-EPA pada Tabel 5, terhadap Persamaan (25). Lembaga US-EPA mengklasifikasikan kondisi stabilitas atmosfer menjadi kondisi di pedesaan dan kota. Masing-masing pedesaaan dan kota memiliki jumlah tipe angin yang sama yaitu dari A sampai F. Dengan mengasumsikan bahwa kecepatan angin pada ketinggian elevasi 20 meter adalah sebesar 5 m/det, maka grafik sebaran kecepatan angin di atas permukaan bumi dapat terlihat jelas seperti pada Gambar 12. 140 120 100
ketinggian elevasi (m)
80 60 40 20 0 0.00
5.00
10.00
15.00
kecepatan angin (m/s) A/B kota = D desa C kota D kota E desa
A/B desa C desa E/F kota F desa
Gambar 12. Koreksi kecepatan angin terhadap ketinggian elevasi.
47
Profil kecepatan angin pada Gambar 12 menunjukan bahwa tipe angin A di kota sama dengan tipe angin B di kota sama juga dengan karakteristik tipe angin D di desa. Sedangkan tipe angin A di desa memiliki karakteristik sama dengan tipe angin B di desa. Kesamaan lain pun terjadi pada profil tipe angin E di kota dengan profil tipe angin F di kota. Adanya kesamaan profil sebaran kecepatan angin pada beberapa tipe angin di atas dapat mengindikasikan bahwa yang mempengaruhi karakteristik sebaran udara di atmosfer atau stabilitas atmosfer tidak mutlak hanya faktor regional saja, namun keseragaman sebaran gas udara atau kondisi atmosfer dapat dilihat melalui pendekatan Persamaan Sutton ini. Oleh karena itu, dari Gambar 8 tampak bahwa karakteristik angin yang paling seragam dimiliki oleh kecepatan angin pada kelas stabilitas A dan B di pedesaan. Keseragaman kecepatan angin dan arah angin digunakan untuk melakukan simulasi transport gas polutan dengan model Gaussian. Karena menurut teori yang diungkapkan olehnya dimana asumsi udara yang masuk atau inlet kecepatan udara adalah dianggap seragam, sehingga bentuk sebaran inlet kecepatan angin yang paling mendekati pola seragam adalah tipe stabilitas kelas A dan B. B.
Model Gaussian Model Gaussian digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi suatu gas
polutan yang tersebar di setiap titik koordinat (x, y, z) yang dipengaruhi oleh adanya proses transport dan difusi udara yang bergerak berdasarkan pada fungsi dari jarak. Berbicara tentang dispersi gas yang diungkapkan oleh Gaussian tidak terlepas dari ilustrasi model Gaussian sebagaimana dijelaskan oleh Gambar 6. Dalam model tersebut arah angin selalu searah dengan sumbu x (downwind) dan tegak lurus terhadap sumbu y atau dikenal dengan crosswind, sedangkan ketinggian atau elevasi ditunjukan oleh sumbu z. Titik pusat atau centerpoint koordinat selalu terletak pada titik pusat lingkaran silinder cerobong di permukaan tanah. Dalam simulasi ini perhitungan dispersi polutan tersebut dilakukan dengan menggunakan program Visual Basic (VB). Perhitungan ini merupakan pemetaan titik-titik yang ingin diketahui nilai konsentrasi sebaran gas polutannya. Nilai jarak yang diinput merupakan nilai maksimal dari variabel jarak yang dihitung. Karena proses perhitungan ini menggunakan sistem looping dimana nilai sebaran
48
konsentrasi dihitung pada setiap step jarak yang diinput, sehingga didapatkan data nilai sebaran konsentrasi polutan sejauh jarak x dengan jarak y yang membentuk sebuah luasan bidang (x, y). Input nilai jarak x akan menentukan nilai konstanta dispersi axial (σy) terhadap arah crosswind dan konstanta dispersi vertikal (σz) terhadap elevasi. Hasil akhir dari program VB ini hanya berupa data sebaran nilai konsentrasi polutan pada sebuah luasan bidang x, y di suatu ketinggian elevasi z. Untuk mendapatkan data sebaran polutan di permukaan tanah (ground level), maka input elevasi z = 0. Secara detail bentuk form sederhana dari sistem penghitung dispersi gas polutan yang dibangun dengan program VB diperlihatkan oleh Gambar 13.
Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z).
49
Parameter input pada form yang ditunjukan oleh Gambar 13 dituliskan ke dalam textbox yang terdiri dari : 1. laju emisi gas polutan dengan satuan (gram/detik) 2. kecepatan angin atau windspeed dengan satuan meter per detik (m/s). 3. tipe angin dengan opsi pilihan dari tipe A sampai tipe F 4. ketinggian cerobong dengan satuan meter 5. jarak maksimum x dengan satuan meter 6. jarak maksimum y dengan satuan meter 7. jarak elevasi z atau ketinggian bidang yang ingin diketahui dengan satuan meter 8. step jarak merupakan interval antar titik-titik yang ingin diketahui nilai konsentrasinya pada bidang x dan y. Ketika semua nilai variabel input sudah dimasukkan ke dalam textbox yang sesuai dengan nama variabel disampingnya, maka jika tombol proses diklik artinya proses penghitungan dilakukan. Kemudian akan muncul nilai data hasil penghitungan pada listbox yang terdiri dari : titik (x, y, z), koefisien crosswind atau horizontal, koefisien vertikal, dan nilai konsentrasi gas polutan disetiap titik (x, y, z) dengan satuan µg/m3. Data nilai input variabel yang dimasukkan ke dalam proses penghitungan berdasarkan pada data nilai yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tipe angin yang dipilih sebaiknya adalah tipe angin yang seragam, sebagaimana dilakukan dalam pendekatan teori Gaussian. Karena itu, pertimbangan ini sebaiknya mengacu pada proyeksi tipe sebaran angin yang terdapat pada Gambar 12. Algoritma program VB yang dibangun terdapat pada Lampiran 3. Input pada program ini dapat dimodifikasi sesuai dengan perlakuan perubahan variabel yang diinginkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari perubahan variabel tersebut terhadap pola sebarannya. Dengan input data polutan yang sama atau kontinyu tunggal tetap, ingin diketahui pengaruh perubahan kecepatan angin dan ketinggian cerobong terhadap pola sebaran polutan yang diemisikan oleh suatu cerobong industri. Dari hasil running program VB di atas,
50
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada Gambar 14. 140
konsentrasi (µg/m³)
120 100 80 60 40
SO2
20 0 10
30
50
70
90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
(14.a)
(14.b)
0.03
konsentrasi (µg/m³)
0.025 0.02 0.015 0.01
CO
0.005 0 10
30
50
70
90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
(14.c) Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline a). SO2, b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah.
51
Pada Gambar 14, pola sebaran konsentrasi gas SO2, H2S, dan CO berbentuk eksponensial yang menunjukan terjadinya penurunan kadar konsentrasi di permukaan tanah secara signifikan terhadap jarak pada sumbu x. Penurunan konsentrasi polutan terjadi secara signifikan pada jarak awal dari titik sumber emisi serta tidak terjadi peningkatan konsentrasi di sepanjang centerline. Hal ini terjadi karena nilai kecepatan angin dan ketinggian stack yang diinput adalah sama, yaitu kecepatan angin sebesar 2 m/s sedangkan ketinggian stack sama-sama sebesar 20 m. Data nilai konsentrasi masing-masing parameter sepanjang centerline yang sesuai dengan profil grafik di atas terdapat pada Lampiran 4. Sementara itu, jika profil sebaran konsentrasi gas polutan dilihat dari sepanjang garis ordinat y atau crosswind, dapat dilihat pada Gambar 15. 115.63
SO2 konsentrasi (µg/m³)
115.61 115.59 115.57 115.55 115.53 115.51 -50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
jarak y (m)
(15.a)
10.265
H2S
konsentrasi (µg/m³)
10.263 10.261 10.259 10.257 10.255 10.253 -50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
jarak y (m)
(15.b)
52
0.027715
CO
konsentrasi (µg/m³)
0.02771 0.027705 0.0277 0.027695 0.02769 0.027685 0.02768 -50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
jarak y (m)
(15.c) Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m, a).SO2, b).H2S, dan c).CO Pada Gambar 15, terlihat bahwa konsentrasi sebaran gas polutan di sepanjang sumbu y memiliki pola atau bentuk kuadratik, dimana titik puncak nilai konsentrasi gas polutan terdapat pada titik nol garis sumbu y atau pada centerline arah sumbu x.
C.
Model EFD 1. Kondisi Awal Udara Ambien Kondisi awal udara ambien dalam siimulasi diasumsikan tidak terdapat kontaminan. Jadi, jika fluida yang terdapat dalam udara ambien dianggap udara bersih dan murni, maka menurut NIST (National Institute of Standards and Technology) United State, memiliki nilai densitas sebesar 3,2 kg/m3 pada tekanan 101,325 kPa titik didih. Oleh karena itu, dalam software Solidworks Office 2007 konsentrasi udara murni pada kondisi awal dengan satuan ppm (part per millions) dituliskan 106 ppm dan gas kontaminannya 0 ppm. Kondisi udara tersebut bergerak seragam searah sumbu x dengan kecepatan tetap 2 m/s, sedangkan kecepatan pada arah sumbu y dan sumbu z dianggap nol. Udara mengalir dalam keadaan seragam di atas permukaan tanah dan membentur cerobong yang memiliki diameter 4 m dan tinggi 20 m. Hal ini yang mengakibatkan terjadi perubahan pola aliran di dalam sistem simulasi yang dibangun, mulai dari parameter kecepatan udara, tekanan dinamik dan turbulensi.
53
2. Pendefinisian Domain Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan material dari fluida yang disimulas disimulasikan. ikan. Ukuran domain yang dibuat sebesar 320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut adalah titik nol pada koordinat ((x, y, z). ). Titik koordinat (0, 0, 0) sama seperti simulasi dengan model Gaussian yaitu terdapat pada titik pusat lingkaran silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas permukaan solid. Besarnya ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk tetrahedral edral dan secara otomatis software akan menyesuaikan dimensi masing-masing masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometrii cerobong.
54
Secara prinsip, pada wilayah yang dekat dengan dinding solid fluida yang mengalir akan membentuk suatu lapisan yang disebut boundary layer akibat dari adanya tumbukan dan tegangan geser pada dinding. Perubahan parameter fisik fluida pada wilayah boundary layer terjadi secara fluktuatif. Oleh karena itu dibutuhkan media untuk menangkap peristiwa perubahan yang terjadi pada setiap parsel fluida yang bergerak agar dapat dianalisa. Semakin halus grid yang terbentuk maka kualitasnya akan semakin bagus. 3. Tahap Penentuan Kondisi Batas Penentuan kondisi batas (boundary condition), dapat diartikan sebagai tahap input skenario aliran fluida gas polutan ke dalam sistem geometri dan domain. Arah aliran, kecepatan aliran, jumlah fluida yang diinput, posisi input, posisi output, temperatur dan tekanan merupakan parameter yang harus didefinisikan secara detail agar simulator dapat menghitung dengan baik proses dinamika fluida yang terjadi. Secara detail pendefinisian kondisi batas atau dikenal dengan initial condition diilustrasikan pada Gambar 17. H D
G C
y
i E
F
x A
z
B Gambar 17. Ilustrasi pendefinisian kondisi batas Pada Gambar 17, bidang ADEH didefinisikan sebagai input kecepatan udara yang menerpa cerobong secara seragam atau disebut sebagai velocity inlet. Arah kecepatan udara secara seragam tersebut searah dengan sumbu x. Bidang yang didefinisikan sebagai output adalah bidang BCGF, sedangkan
55
bidang ABCD, DCGH, dan EFGH didefinisikan sebagai bidang simetry yang berarti bahwa kondisi udara di luar bidang domain dengan kondisi udara di dalam bidang domain dianggap sama. Bidang ABFE sebagai permukaan tanah dan dinding cerobong didefinisikan sebagai dinding padatan (wall). Sedangkan permukaan cerobong yang diilustrasikan oleh poin i merupakan inlet aliran gas polutan ke dalam sistem atau dikenal dengan mass flow inlet. Fluida gas polutan yang diinput dari cerobong hanya satu jenis polutan dengan konsentrasi 100 % atau 106 ppm. Artinya bahwa polutan yang menjadi bahan kontaminan
pada udara ambien hanya satu jenis dan
dilakukan satu per satu dari bahan kontaminan yang akan dianalisa. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pendefinisian dan analisa fluida serta menganggap bahwa gas polutan tidak mengalami reduksi akibat faktor reaksi kimia dengan senyawa lain selama proses simulasi. Temperatur gas yang diemisikan dari cerobong sebesar 200 oC sedangkan debit massa aliran gas polutan dari cerobong besarnya sesuai dengan Tabel 7 dan alirannya seragam. 4. Analisis Aliran Pola aliran suatu fluida sangat tergantung pada nilai parameter yang disebut Angka Reynolds (Reynolds number), dimana besarnya nilai Re didefinisikan pada Persamaan 1. ReL = r
UL m
berdasarkan input kecepatan udara, nilai viskositas dinamik, dan jarak x yang didefinisikan pada domain, dimana L = x, dengan nilai standar densitas udara dari NIST U.S adalah sebesar 3,2 kg/m3, dan aliran udara yang mengalir ke dalam sistem simulasi tersebut dianggap seragam atau dalam kondisi steady state, maka nilai angka Reynolds yang terjadi pada aliran udara dalam domain sistem dapat dihitung yaitu :
Re
L
æ 2 ´ 300 = 3,2 ´ ç è 1, 789 ´ 10 = 1,07 x 108
-5
ö ÷ ø
56
dengan Re > 5 x 105, maka sudah dapat dipastikan bahwa aliran udara yang terjadi adalah aliran turbulen eksternal. Dari hasil simulasi, fenomena turbulensi atau pola aliran pada permukaan dapat terlihat dari vektor kecepatan fluida di wilayah permukaan silinder yang divisualisasikan oleh software EFD seperti pada Gambar 18.
Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder cerobong tampak atas. Gambar 18 menunjukan bahwa terjadi perubahan kecepatan udara secara fluktuatif ketika aliran udara itu melewati silinder cerobong. Besarnya nilai kecepatan udara ditunjukan oleh gradasi level warna pada gambar kontur tersebut. Warna merah menunjukan nilai kecepatan yang tinggi sedangkan warna biru menunjukan nilai kecepatan yang minimum. Pada titik tengah atau centerline dari silinder terjadi stagnasi aliran udara, sehingga nilai kecepatan aliran udara pada titik tersebut rendah. Sedangkan peningkatan kecepatan udara terjadi pada permukaan silinder sebelah samping dimana pada wilayah tersebut merupakan tempat fluida bersinggungan dengan permukaan silinder. Pada titik itu juga terjadi peristiwa pembentukan lapisan geser yang dipengaruhi oleh faktor tegangan geser, dan disini pula tumbuhnya potensi terbentuknya vortex dalam aliran yang disebut dengan vorticity. Kemudian aliran tersebut akan terpisah sejalan dengan titik tumbuh meningkatnya gaya gesek (friction) pada permukaan silinder. Grafik nilai sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder ditunjukan oleh Gambar 19, dimana data tersebut diambil dengan garis plot setengah lingkaran tepat
57
pada posisi 1 cm dari permukaan silinder membentuk simetris terhadap arah aliran udara. 3.5 2.5 Velocity (m/s)
kece… 1.5 0.5
-0.5 0
2
4 Length (m)
6
8
Dynamic Pressure (Pa)
( 19.a )
5 tekan an…
3 1 -1 0
2
4 Length (m)
6
8
( 19.b ) Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder. Dari Gambar 19, terlihat jelas bahwa hubungan kecepatan udara berbanding lurus dengan tekanan dinamik udara di sekitar permukaan silinder, yaitu sama-sama mengalami peningkatan pada titik dimana terbentuknya lapisan geser dan meningkatnya gaya gesek fluida terhadap permukaan solid benda. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan silinder dipresentasikan oleh grafik yang terdapat pada Gambar 20 dan data Gambar 19 dan 20 disajikan pada Lampiran 5.
58
0.016
Shear Stress (Pa)
0.014 0.012
tegang an geser
0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 -0.002 0
1
2
3
4
5
6
5
6ien…
7
Length (m)
(20.a) Friction Coefficient ( )
0.035 0.025 0.015 0.005
koefis -0.005 0
1
2
3
4
7
Length (m)
(20.b) Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang permukaan silinder. Jika dilihat dari parameter kecepatan udara, maka kecepatan maksimum aliran fluida yang terjadi pada permukaan silinder terdapat pada titik singgung arah aliran terhadap permukaan silinder. Pada posisi tersebut terjadi perubahan tekanan secara signifikan karena pada wilayah bagian belakang permukaan silinder deformasi tekanan udara terhadap dinding silinder sangat rendah sehingga udara yang terdapat pada wilayah tersebut juga bertekanan rendah. Karena sifat udara lebih cenderung bergerak dari
59
tekanan tinggi menuju tekanan rendah, oleh karena itu udara udara yang berada pada titik singgung permukaan silinder akan cepat bergerak mengisi ruang parsel udara di belakang cerobong silinder. Namun, pergerakan udara tersebut akan terhalang sejalan dengan terbentuknya vortex. Sedangkan pada bagian depan permukaan dinding silinder tepat pada titik simetris, terjadi stagnasi kecepatan udara dan nilai deformasi tekanan maksimum. Nilai tekanan pada permukaan silinder dipresentasikan dalam Persamaan 10.
p s = p0 +
1 rU 2
2
(1 - 4 sin
2
q
)
Sebaran densitas ρ dari titik pusat silinder hingga ujung domain pada bidang pemukaan tanah (centerline) dapat dilihat pada Gambar 21.
1.183 1.182
Density (kg/m^3)
1.181 1.18 1.179 1.178 1.177 1.176 1.175 0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 Length (m)
Gambar 21. Grafik sebaran densitas disepanjang centerline.. Permukaan luar dinding silinder terletak pada jarak 2 meter dari titik nol, oleh karena itu nilai densitas fluida yang berada di sekitar permukaan cerobong dapat dilihat dari grafik yaitu sekitar 1,1758 kg/m3. Sedangkan, untuk nilai kecepatan udara rata-rata dan tekanan udara lingkungan ditentukan dari hasil iterasi yang konvergen seperti terlihat pada Gambar 22 dengan keterangan data terdapat pada Lampiran 6.
60
Iterations
Iterations Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi. Proses iterasi mencapai nilai yang konvergen pada iterasi ke 119. Nilai tekanan udara rata-rata po menurut hasil iterasi simulator adalah sebesar 2,17502263 Pa, sedangkan nilai kecepatan rata-rata udara U adalah sebesar 1,850696735 m/s. Maka dari itu, tekanan yang terjadi pada permukaan silinder cerobong selama simulasi dapat dihitung. Tekanan yang terjadi pada sudut kemiringan θ, dimana jika sudut kemiringan tersebut adalah sebesar 120o, adalah :
(
1 ´ 1,1758 ´ 1,850696735 2 1 - sin 2 120 2 = -1,8521846 Pa.
p s = 2,17502263 +
)
61
Tanda negatif pada nilai tekanan hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa arah tekanan berlawanan arah terhadap arus aliran fluida. Kontur kecepatan aliran udara dengan tampak samping dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping. Input kecepatan udara ambien adalah sebesar 2 m/s, namun pada Gambar 23 terlihat bahwa terjadi peningkatan kecepatan di atas cerobong tempat keluarnya polutan. Peningkatan kecepatan tersebut disebabkan oleh perbedaan temperatur, dimana temperatur fluida gas polutan pada saat keluar dari cerobong dikondisikan sebesar 200 oC. Sementara itu kondisi temperatur di ambien hanya sebesar 27 oC. Perbedaan inilah yang memicu pergerakan fluida, karena sifat gas akan sangat reaktif ketika dalam kondisi temperatur tinggi, sehingga fluida yang bertemperatur rendah akan bergerak mengisi ruang parsel udara yang reaktif tadi sampai pada kondisi setimbang. Sumber panas yang masuk ke dalam sistem berasal dari gas polutan yang diemisikan dari cerobong. Panas yang terbawa oleh material polutan menyebar di udara sejalan dengan proses dispersinya, dimana penyebaran material tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah kecepatan udara yang menerpa material polutan yang diemisikan, dimana dengan kecepatan udara tersebut partikel material polutan akan terbawa oleh hembusan parsel udara yang diketahui kecepatannya. Di sisi lain faktor internal dalam material juga mempengaruhi potensi terjadinya dispersi gas polutan, diantaranya adalah nilai viskositas kinematis dan difusivitas panas. Viskositas kinematik merupakan nilai satuan viskos dinamika per kerapatan material. Semakin besar nilai viskositas kinematik suatu material, maka potensi penyebaran material
62
tersebut juga akan semakin besar. Karena ia memiliki kerapatan material yang kecil sehingga sifat material tersebut akan semakin reaktif. Sifat beberapa material fluida yang disimulasikan dapat diprediksi melalui nilai kimiawi material itu sendiri. Jika nilai densitas material diketahui, maka nilai viskositas kinematik dan difusifitas panas dari parameter Tabel 8 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3 dan 4. Nilai densitas yang diketahui diukur pada kondisi standar yaitu pada tekanan 1 atm dan pada temperatur titik didih. Maka viskositas kinematik untuk parameter hydrogen sulfide H2S dihitung dengan nilai viskositas dinamik dibagi satuan densitas, yaitu :
m r 1,179 ´ 10 - 5 = 1, 93 = 6 ,109 ´ 10 - 6 m 2 / s
v =
Sedangkan nilai difusivitas panas hydrogen sulfide H2S adalah :
a =
k r .C
p
0 , 01298 1, 93 ´ 0 , 034 2 = 0 ,1978 m / s =
Sehingga, dengan rumus perhitungan yang sama, nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas untuk masing-masing parameter dapat disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas udara dan gas polutan. No
Parameter
viskositas kinematik (m2/s)
difusivitas panas (m2/s)
1
Udara
5,59063E-06
0,257974138
2
Sulfur dioxide (SO2)
3,79797E-06
0,072154805
3
Carbon Monoxide (CO)
3,89208E-06
0,182327091
4
Hydrogen Sulfide (H2S)
6,10881E-06
0,197805547
Tabel 10 menunjukan bahwa nilai viskositas kinematik yang dimiliki oleh gas hydrogen sulfide adalah paling besar diantara parameter fluida
63
lainnya. Hal ini berarti bahwa gas hydrogen sulfide merupakan gas yang paling reaktif diantara gas llainnya. Sedangkan gas sulfur dioxide merupakan gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas ini memiliki ikatan molekul yang lebih kuat. Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas panas material. Semakin akin besar nilai difusivitas panas suatu material maka semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan panas yang ada dalam partikel material tersebut. Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa nilai difusivitas panas yang dimiliki oleh gas sulfur dioxide sangat rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau nilai panas jenis pada tekanan konstan dari gas sulfur dioxide bernilai tinggi. Maka dari itu,, dapat dikatakan bahwa gas sulfur dioxide memiliki daya simpan panas yang cukup tinggi. Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari fluida tersebut. Jika unsur te terkecil rkecil dari fluida yang bergerak didefinisikan sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang kemudian disebut dengan konsep material derivative. Ilustrasii pergerakan partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii et al. (2006) pada Gambar 24.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan (Okiishi et al., 2006).
64
Partikel fluida bergerak sepanjang garis edar sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 24, dengan jarak r terhadap titik acuan nol. Partikel A yang bergerak dengan kecepatan VA merupakan fungsi dari jarak posisi dan waktu. Sehingga hal ini dapat dinotasikan sebagai fungsi Persamaan (34).
V A = V A (r A , t ) = V A [x A (t ), y A (t ), z A (t ), t ] ………………..………(34) Dimana xA = xA (t), yA = yA (t), dan zA = zA (t), merupakan lokasi gerak partikel. Dengan mendefinisikan bahwa percepatan merupakan perubahan kecepatan pergerakan partikel fluida terhadap waktu maka kecepatan dapat dikatakan fungsi dari posisi pergerakan fluida terhadap waktu pergerakan fluida. Maka percepatan pergerakan partikel A dengan aturan rantai diferensial dapat dinotasikan menjadi Persamaan (35).
a A (t ) =
dV A ¶V A ¶ V A dx A ¶ V A dy A ¶ V…………….(35) A dz A = + + + dt ¶t ¶ x dt ¶ y dt ¶ z dt
Derivatif material pada setiap variabel dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu. Sebagai contoh untuk menentukan nilai temperatur pada suatu aliran, perubahan waktu dapat mengubah temperatur partikel fluida tersebut selama partikel tersebut bergerak melalui bidang temperatur yang disebut temperatur field dimana T = T (x, y, z, t).. Jika parameter kecepatan diketahui, maka dengan menerapkan persamaan atur berantai nilai perubahan temperatur dapat dinotasikan dengan Persamaan (36).
dT A ¶T A ¶ T A dx A ¶ T A dy A ¶ T A dz A ……………….(36) = + + + dt ¶t ¶ x dt ¶ y dt ¶ z dt Jika dalam simulasi ini temperatur dari gas polutan yang diemisikan didefinisikan sebagai partikel dan membentuk bidang temperatur di permukaan inlet cerobong, maka perubahan temperatur selama fluida itu bergerak dapat dikatakan sebagai fungsi waktu. Inlet gas polutan dari cerobong dianggap seragam dan waktu simulasi pada general setting didefinisikan oleh default software selama 3600 detik. Oleh karena itu, nilai temperatur dari pergerakan fluida selama rentang waktu simulasi tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk kontur warna dengan tampak atas dan samping seperti pada Gambar 25.
65
cerobong
(25.a). .a). Sebaran temperatur SO2 tampak samping pada centerface..
cerobong
(25.b). .b). Sebaran temperatur SO2 tampak atas pada ground level.
cerobong (25.c). Sebaran temperatur H2S tampak samping pada bidang centerface .
cerobong (25.d). Sebaran temperatur CO tampak samping pada bidang centerface. centerface Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan.
66
Pola penyebaran yang terbentuk dari masing masing-masing masing gas polutan yang terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya. Perbedaan pola penyebaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas panas dan densitasnya. Sebaran konsentrasi gas polutan ya yang ng diemisikan dari cerobong masing-masing masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara, nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s2, yang didefinisikan inisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 226.
cerobong
(26.a). .a). Tampak samping sepanjang bidang centerface.
(26.b). .b). Tampak samping sepanjang jarak 10 meter dari centerface erface.
67
(26.c). .c). Tampak samping sepanjang jarak 20 meter dari centerface. centerface
(26.d). .d). Tampak samping sepanjang jarak 30 meter dari centerface. centerface
(26.e). .e). Tampak samping sepanjang jarak 40 meter dari centerface. centerface Gambar 26.. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping. Sedangkan untuk sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan dengan kurva isoline dan kontur pada Gambar 27. cerobong
68
cerobong
Gambar 27.. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan denga dengan kurva isoline dan kontur. Pola sebaran gas polutan SO2 lebih cenderung jatuh ke permukaan tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang dimilikinya yaitu sebesar 664,06 4,06 gram/mol, yang kemudian dipengaruhi juga oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada pendefinisian kondisi general gaya gravitasi dituliskan negatif ((-9,81) 9,81) m/s2 pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas Navier-Stokes, Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x terdapat faktor kecepatan angin yang diasumsikan sseragam eragam yaitu sebesar 2 m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak partikel fluida. da. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan fluida tersebut. Gas SO2 memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini diintegrasikan terhadap gaya gravitasi bumi se seperti perti pada Persamaan 38, maka gaya berat yang dimiliki oleh gas SO2 dua kali lebih dari gaya berat yang dimiliki udara. Selain itu, viskositas dinamik SO2 jauh lebih rendah dibanding nilai viskositas dinamik udara yaitu berturut berturut-turut turut sebesar 1,158 x 10-5 dan 1,789 x 10-5 kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
69
jarak dan waktu dari gas SO2 sangat rendah dibandingkan dengan kemampuan udara. Nilai viskositas dinamik akan bepengaruh sama terhadap arah gerak fluida dari sistem momentum Navier-Stokes. Adanya jumlah mass flow inlet yang besar dan terjadi fenomena vortex serta turbulensi fluida pada daerah di belakang cerobong, mengakibatkan terjadinya akumulasi gas SO2 di daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat pada (Gambar 27), dimana terdapat konsentrasi gas polutan yang terbesar dalam wilayah vortex, yaitu wilayah sepanjang centerline di belakang cerobong yang merupakan sumbu simetris dari searah sumbu x pada bidang permukaan tanah. Nilai konsentrasi terbesar di sepanjang centerline ditunjukkan pada Gambar 28. 12000
SO2 Mass Fraction (ppm)
10000
8000
6000
4000
2000
0 0
20
40
60
80
100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Length (m)
Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline Titik puncak maksimum nilai konsentrasi gas polutan SO2 terdapat pada jarak 60 m dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 10721,64 ppm. Besarnya nilai ini merupakan akibat dari akumulasi yang terjadi selama 3600 detik dihitung dari awal inlet gas polutan dari cerobong. Pengakumulasian terjadi karena disamping berada di permukaan tanah, hembusan kecepatan udara yang menerjang wilayah tersebut pun sangat rendah dibandingkan dengan wilayah permukaan tanah lainnya di luar batasan lapisan vortex. Selain itu nilai viskositas dinamik material SO2 juga sangat rendah, sehingga tidak ada parsel udara yang membawa gas polutan
70
bergerak lebih jauh ke atmosfer. Profil iterasi dari sebaran konsentrasi gas SO2 disajikan pada Gambar 29.
Iterations Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2 Iterasi untuk gas SO2 terjadi sebanyak 117 kali hingga didapatkan nilai rata-rata konsentrasi gas SO2 sebesar 617,97 ppm. Data sebaran gas SO2 sepanjang centerline secara rinci terdapat pada Lampiran 7. Bentuk sebaran konsentrasi gas H2S dapat dilihat pada Gambar 30.
(30.a). Tampak samping sepanjang centerface.
(30.b). Tampak samping pada jarak 10 meter dari bidang centerface.
71
(30.c). Tampak samping pada jarak 12,5 meter dari bidang centerface. Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang tampak samping dari centerface.
Pada Gambar 30 terlihat bahwa tidak ada aliran gas polutan yang menuju permukaan tanah. Semua gas polutan yang diemisikan dari cerobong bergerak ke atas dan mengikuti kecepatan angin. Gas H2S memiliki kerapatan material atau massa jenis sebesar 1,93 kg/m3, sedangkan udara memiliki nilai kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Jika ditinjau dari persamaan Navier-Stokes, ini menunjukan bahwa potensi pergerakan gas H2S menuju arah koordinat y (ke atas) positif lebih besar dibandingkan dengan udara. Disamping itu nilai viskositas kinematik gas H2S lebih besar dibandingkan dengan udara yang berturut-turut adalah sebesar 6,1088 x 10-6 dan 5,5906 x 10-6 m2/s. Hal ini menunjukan bahwa potensi luas penyebaran material gas H2S per satuan waktu lebih besar dibanding dengan udara. Dengan kata lain reaktivitas gas H2S lebih tinggi dari pada udara. Gambar penampakan bidang sebaran konsentrasi gas H2S tampak dari atas ditunjukkan oleh Gambar 31.
(31.a). Tampak atas pada ketinggian 13,5 m dari permukaan tanah.
72
(31.b). Tampak atas pada ketinggian 20 m dari permukaan tanah.
(31.c). Tampak atas pada ketinggian 30 m dari permukaan tanah.
(31.d). Tampak atas pada ketinggian 40 m dari permukaan tanah.
(31.e). Tampak atas pada ketinggian 50 m dari permukaan tanah. Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang dari permukaan tanah.
73
Pada Gambar 31 terlihat fenomena sebaran fluida pada ujung jarak bidang yang terindikasi oleh polutan H2S yang seakan-akan memisah atau membelah. Hal ini terjadi karena adanya gradien kecepatan fluida pada saat fluida polutan berada di dalam cerobong silinder. Perbedaan kecepatan aliran tersebut dipengaruhi oleh tegangan geser dan gaya gesek antara fluida dengan dinding dalam cerobong, sehingga pada bagian titik tengah cerobong merupakan kecepatan yang paling tinggi dari gas emisi. Kecepatan aliran gas emisi dari cerobong searah dengan sumbu y dan tegak lurus terhadap kecepatan udara ambient yang seragam dan searah sumbu x. Jika kedua kecepatan tersebut merupakan vektor, maka pola aliran sebaran gas H2S yang dipresentasikan dalam Gambar 30.a, terjadi karena faktor resultan kecepatan udara yang searah dengan sumbu x. Plot nilai sebaran konsentrasi gas H2S dilakukan di sepanjang centerline pada ketinggian 20 m. Hal ini dilakukan karena pada permukaan tanah tidak terkena dampak dari sebaran gas polutan H2S. Garis plot nilai sebaran gas H2S diilustrasikan oleh Gambar 32.
Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S Sedangkan sebaran nilai konsentrasi gas polutan H2S dipresentasikan dengan grafik pada Gambar 33.
74
Hydrogen sulfide Mass Fraction (ppm)
800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 -1E-11 0
20
40
60
80
100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Length (m)
Gambar 33.. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline. Sebaran konsentrasi gas H2S di sepanjang centerline mulai terlihat pada ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a). Sedangkan pada ada ketinggian 20 meter, grafik sebaran gas H2S ditunjukan dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H2S semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan terjadi pada jarak di bawah 3 meter. Sedangkan profil itera iterasi si sebaran gas H2S dapat dilihat pada Gambar 334.
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S.
75
Nilai konsentrasi maksimum di sepanjang garis plot terdapat pada jarak 1,2 meter dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 703178,6 ppm. Pada jarak selanjutnya di tingkat elevasi 20 m sebaran konsentrasinya berubah sangat signifikan, karena gas H2S terus bergerak ke atas sejalan dengan berubahnya jarak dan terbawa oleh parsel udara yang menghembus seragam sebesar 2 m/s searah sumbu x. Oleh karena itu, dampak yang ditimbulkan gas H2S terhadap kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi secara langsung tidak bermasalah. Bentuk sebaran gas polutan CO terlihat pada Gambar 35.
(35.a). Tampak samping pada centerface.
(35.b). Tampak samping pada jarak 2 meter dari centerface.
(35.c). Tampak samping pada jarak 4 meter dari centerface.
76
(35.d). Tampak atas pada jarak 10 meter dari permukaan tanah.
(35.e). Tampak atas pada jarak 15 meter dari permukaan tanah.
(35.f). Tampak atas pada jarak 19 meter dari permukaan tanah.
(35.g). Tampak atas pada jarak 23 meter dari permukaan tanah. Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang.
77
Pola dispersi gas CO tampak samping terlihat sedikit demi sedikit bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material yang terbesar diantara gas lainnya yaitu sebesar 4,355 kg/m3. Sedangkan udara hanya memiliki kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Oleh karena itu, gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi. Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO menyentuh permukaan tanah. Hal ini karena keterbatasan domain yang digunakan dalam simulasi. Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak 300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber emisi dan 6 meter melebar ke samping pada arah sumbu yy. Besarnya nilai nil sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan oleh Gambar 36.
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline
78
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m yaitu sebesar 701695,6 ppm. Plot garis centerline ini dilakukan pada ketinggian 20 m sama seperti ilustrasi pada Gambar 332.. Sedangkan untuk mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
Iterations Gambar 37. Profil iterasi gas CO Penghitungan nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80 kali iterasi dengan nilai rata rata-rata rata dari sebaran gas CO sebesar 395,023 ppm. Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan temperatur, tekanan dan sifat fisik fluida lainnya ssecara ecara alami memicu timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik (x, y, z)) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral volume terbatass terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks massa pada bidang volume tersebut.
79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian dispersi gas polutan antara lain adalah : 1) Pola aliran dispersi gas polutan masing-masing SO2, H2S dan CO berbeda satu sama lainnya. Aliran dispersi gas SO2 menyentuh permukaan tanah pada jarak sekitar 20 m dari titik pusat cerobong. Aliran dispersi gas CO diprediksi menyentuh wilayah permukaan tanah di luar domain simulasi atau jauh sekitar 300 m dari cerobong. Sedangkan gas H2S tidak mengalir dan menyebar menuju permukaan tanah, karena arah pergerakan gas H2S naik ke atas menuju atmosfer. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat kimiawi dari masing-masing fluida terutama dari kerapatan material atau densitas dan nilai viskositas kinematiknya. 2) Hasil simulasi dispersi gas polutan dengan menggunakan model Gaussian sangat berbeda jauh dengan hasil dari model EFD yang menggunakan basis persamaan Navier-Stokes. Dalam model Gaussian tidak ada parameter sifat kimia atau karakteristik bahan material fluida yang mempengaruhi proses dispersi, bahkan diabaikan. Sedangkan simulasi dispersi dengan model EFD sangat dipengaruhi oleh faktor internal dari material fluida yaitu karakteristik kimiawinya. 3) Gas polutan yang paling besar memberikan dampak pencemaran terhadap permukaan tanah di lingkungan sekitar adalah gas SO2, dimana nilai konsentrasi yang paling tinggi terdapat pada jarak 60 m dari cerobong, yaitu sebesar 10721,6 ppm. Sedangkan gas CO mencemari permukaan tanah pada jarak di atas 300 m dari cerobong dan gas H2S dari hasil simulasi tidak mencemari permukaan tanah karena bergerak ke atmosfer.
B. SARAN Beberapa saran yang dapat direkomendasikan untuk penyempurnaan simulasi dalam kasus yang sama adalah : 1) Data input dalam simulasi lebih baik jika menggunakan data faktual primer atau data sekunder tapi dari satu sumber kasus. 2) Pertimbangan dalam menggunakan domain untuk simulasi harus memperhatikan wilayah fokus analisis aliran fluida agar dapat menghemat memori yang digunakan disamping tujuan dari analisis tercapai. 3) Untuk menyelesaikan kasus dengan pola aliran fluida yang tidak seragam sebaiknya diatur time dependency pada tahap general setting atau pengkondisian awal. 4) Dalam perencanaan pembangunan atau pengembangan suatu industri akan sangat bijak jika ditunjang dengan melakukan simulasi aliran penyebaran polutan sebagai akibat dari aktivitas industri yang direncanakan.
81
DAFTAR PUSTAKA Anderson, John David Jr. 1995. Computational Fluid Dynamics : The Basics With Applications. McGraw-Hill. Singapore. Anonimous, 2003. Fluent 6.1 Tutorial Guide. http//: www.fluent.com [22 April 2008]. Anonim, 2006. Laporan LSAP Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY). UAQ-I DIY. Yogyakarta. Anonimous, 2006. Emission Factors. http://www.epa.gov/ttn/chief/ap42.htm. [13 Juni 2008].
US-EPA.
Anonimous, 2008. National Ambient Air Quality and Standars. OAQPS-EPA. http://www.naaqs.gov/ap63.htm. [ 12 September 2008]. Anugrah, D.F. 2008. Analisis Trayektori Asap Kebakaran Hutan Menggunakan The Air Pollution Model (TAPM). Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor. BAPEDAL JABAR. 2005. Pendugaan Dampak Lingkungan. http://www.bappedaljabar.go.id/pencemaran.html. [ 22 Februari 2008 ]. Davis, Mackenzie L and Susan J. Masten. 2004. Principles of Environmental Engineering and Science. The McGraw-Hill Comp. Inc.,North America. Fletcher, C.A.J. 2006. Computational Techniques for Fluid Dynamics 2-Spesific Techniques for Different Flow Categories. Springer-Verlag. Berlin. Hargreaves, David Michael. 1997. Analytical and Experimental Studies of Vehicle Pollution Dispersion. Thesis the degree of Doctor of Philosophy. University of Nottingham. Heinsohn, R.J and J.M. Cimbala.2003. Indoor Air Quality Engineering. Marcel Dekker, Inc. New York. http://webbook.nist.gov/chemistry/fluid. http://encyclopedia.airliquide.com. Kreith, Frank. 1998. The CRC Handbook of Mechanical Engineering. CRC Press. Boca Raton. Florida. Liptak, B.G., David H.F. and Liu. 2000. Air Pollution. Boca Raton: Lewis Publisher. Florida.
82
Nugraha, I. B. 2005. Simulasi Pola Aliran Udara, RH dan Suhu Ruang Pengering dengan Teknik Computional Fluid Dynamics (CFD) pada Proses Pengeringan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpha (Scheff.) Boerl.). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Okiishi, T.H., Bruce R. Munson and Donald F. Young.,2006. Fundamentals of Fluid Mechanics Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc.USA. Parwatha, I Gede. 2003. Studi Komputasional Simulasi Pengujian Ground Effect di ILST Serpong. ITB. Bandung. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB Press. Bandung. Purabaya, RW dan Dewi Asmara. Analisa Aerodinamika Dua Dimensi Jembatan Suramadu. Prosiding semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi, Oktober 2003. PUSPIPTEK Serpong. Tangerang. Sastrawijaya,T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Reksa Cipta. Jakarta. Seinfeld, J.H.1986. Atmospheric Chemistry and Physics Air Pollutans. John Wiley and Sons, Inc. New York. Septiyanzar, R.A. 2008. Analisis Trayektori Polutan Udara dari Sumber Garis di Kota Jakarta Menggunakan The Air Pollution Model (TAPM). Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor. Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. ITB. Bandung Soemirat, S.J. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soenarmo, S.H 1999. Meteorologi Pencemaran Udara. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Soeratmo. 1990. Analisis Dampak Lingkungan. Gajah Mada University. Yogyakarta. Sugiyono, Agus. 1995. Metodologi Studi MARKAL. Workshop on Environmental Analysis Using Energy and Power Evaluation Programme (ENPEP), BATAN. http://www.lipi.inovasi-indonesia.com. [22 Februari 2008]. Supriyono. 1999. Pencemaran Udara bisa Merusak Buku dan Gangguan Kesehatan Staf Perpustakaan. Media Pustaka UGM. D.I Yogyakarta Syahputra, Benny. 2005. Telaah Studi AMDAL pada Tahap Operasional Pabrik Peleburan Timah (Smelter) PT. Laba-laba Multindo Pangkal Pinang – Bangka Belitung. Fakultas Teknik UNISSULA. Semarang.
83
Syamsa, M Ardisasmita. Aplikasi Teknologi Simulasi dan Komputasi di Industri Nuklir. Prosiding semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi, Oktober 2003. PUSPIPTEK Serpong. Tangerang Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika Bandung. Bandung. Versteeg H.K. and W. Malalasekera. 1995. An Introduction to Computational Fluid Dynamics The Finite Volume Method. John Wiley & Sons Inc. New York . Vesilind, P.A., J.J. Pierce, and Ruth F. Weiner. 1994. Environmental Engineering Third Edition. Butterworth-Heinemann. Boston.. Zhang, Y. 2005. Indoor Air Florida.
Quality Engineering. CRC Press. Boca Raton.
84
85
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur.
(a).
(b).
86
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperature (lanjutan).
100 90
Vapour Pressure (Mpa)
80 70 60 50 40 30 20
H2S
10
299 302 306 309 312 316 319 322 326 329 332 336 339 342 346 349 352 356 359 362 366 369 372
0
Temperature (K)
(c).
Sumber :
(a). dan (b). encyclopedia air-liquide USA. (c). konversi dari data tabel National Institute of Standards and Technology (NIST) USA.
87
Lampiran 3.
Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan dengan model Gaussian.
Private Sub Command1_Click() Dim Q, u, H As Single
'input nilai variabel bukan bil. bulat
Dim jarak_x, jarak_y, jarak_z As Single Dim x, y, z, st As Integer
'input nilai variabel bil. bulat
Dim titik(5000, 5000)
'menunjukan kapasitas data
Dim tipe As String
'pendeklarasian input data ke dalam form Q = Val(Text1.Text) u = Val(Text2.Text) H = Val(Text4.Text) jarak_x = Val(Text5.Text) jarak_y = Val(Text6.Text) jarak_z = Val(Text7.Text) st = Val(Text8.Text) tipe = Text3.Text
'pembuatan file data keluaran dari hasil perhitungan Open "D:\dataoutput6b_BSO2.txt" For Output As #2
For y = -(jarak_y) To jarak_y Step st
'looping jarak x u/ menghitung pers.D.O. Martin dalam menentukan kelas stabilitas atmosfer For x = 0 To jarak_x If Text3.Text = "A" And x <= 1000 Then sigma_y = 213 * x ^ 0.894 sigma_z = 440 * x ^ 1.941 + 9.27 ElseIf Text3.Text = "A" And x > 1000 Then sigma_y = 213 * x ^ 0.894 sigma_z = 459.7 * x ^ 2.094 - 9.6 ElseIf Text3.Text = "B" And x <= 1000 Then sigma_y = 156 * x ^ 0.894 sigma_z = 100.6 * x ^ 1.149 + 3.3 ElseIf Text3.Text = "B" And x > 1000 Then sigma_y = 156 * x ^ 0.894 sigma_z = 108.2 * x ^ 1.098 + 2
88
ElseIf Text3.Text = "C" Then sigma_y = 104 * x ^ 0.894 sigma_z = 61 * x ^ 0.911 + 0 ElseIf Text3.Text = "D" And x <= 1000 Then sigma_y = 68 * x ^ 0.894 sigma_z = 33.2 * x ^ 0.725 - 1.7 ElseIf Text3.Text = "D" And x > 1000 Then sigma_y = 68 * x ^ 0.894 sigma_z = 44.5 * x ^ 0.516 - 13 ElseIf Text3.Text = "E" And x <= 1000 Then sigma_y = 50.5 * x ^ 0.894 sigma_z = 22.8 * x ^ 0.678 + 1.3 ElseIf Text3.Text = "E" And x > 1000 Then sigma_y = 50.5 * x ^ 0.894 sigma_z = 55.4 * x ^ 0.305 - 34 ElseIf Text3.Text = "F" And x <= 1000 Then sigma_y = 34 * x ^ 0.894 sigma_z = 14.35 * x ^ 0.74 - 0.35 ElseIf Text3.Text = "F" And x > 1000 Then sigma_y = 34 * x ^ 0.894 sigma_z = 62.6 * x ^ 0.18 - 48.6
End If
If sigma_y = 0 Or sigma_z = 0 Then GoTo 10
'perhitungan dispersi dg Model Gaussian c_sg = Q / (2 * 3.14159 * u * sigma_y * sigma_z)
If z = 0 Then c = (c_sg * Exp(-0.5 * (y / sigma_y) ^ 2) * Exp(-0.5 * (H / sigma_z) ^ 2)) * (10 ^ 6) ElseIf z <> 0 Then c = (c_sg * Exp(-0.5 * (y / sigma_y) ^ 2) * Exp(-0.5 * (((z - H) / sigma_z) ^ 2 + ((z + H) / sigma_z) ^ 2))) * (10 ^ 6) End If
List1.AddItem x, y List2.AddItem sigma_y
89
List3.AddItem sigma_z List4.AddItem c
Write #2, c 'menyimpan hasil perhitungan pada file yang telah disiapkan 10
Next x
Next y
Close #1
End Sub
Private Sub Command2_Click() End End Sub
90
Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.
No
jarak x (centerline)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300
Konsentrasi Polutan (µg/m³) SO2 115,6207 28,0944 12,27553 6,821385 4,324467 2,979859 2,174927 1,655703 1,301637 1,049582 0,863891 0,723207 0,614114 0,527837 0,458447 0,401818 0,355011 0,315886 0,282853 0,254713 0,230549 0,209648 0,191448 0,175505 0,161463 0,14903 0,137971 0,128092 0,119231 0,111252
H2S 10,26274 2,493718 1,089602 0,60548 0,383849 0,264499 0,193051 0,146964 0,115536 9,32E-02 7,67E-02 6,42E-02 5,45E-02 0,046852 4,07E-02 3,57E-02 3,15E-02 2,80E-02 2,51E-02 2,26E-02 2,05E-02 1,86E-02 1,70E-02 1,56E-02 1,43E-02 1,32E-02 1,22E-02 1,14E-02 1,06E-02 9,87E-03
CO 2,77E-02 6,73E-03 2,94E-03 1,63E-03 1,04E-03 7,14E-04 5,21E-04 3,97E-04 3,12E-04 2,52E-04 2,07E-04 1,73E-04 1,47E-04 1,27E-04 1,10E-04 9,63E-05 8,51E-05 7,57E-05 6,78E-05 6,10E-05 5,53E-05 5,02E-05 4,59E-05 4,21E-05 3,87E-05 3,57E-05 3,31E-05 3,07E-05 2,86E-05 2,67E-05
91
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan silinder. No.
jarak sepanjang garis plot (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
0,000 0,023 0,047 0,070 0,093 0,140 0,217 0,410 0,512 0,610 0,784 0,817 0,988 1,037 1,178 1,225 1,273 1,315 1,360 1,406 1,451 1,538 1,633 1,764 1,806 1,954 2,003 2,047 2,092 2,136 2,180 2,226 2,263 2,311 2,358 2,406 2,437 2,639
tegangan geser (Pa) 1,027E-05 4,352E-05 1,231E-04 2,425E-04 3,694E-04 6,258E-04 1,043E-03 4,606E-03 6,917E-03 9,222E-03 1,091E-02 1,120E-02 1,299E-02 1,350E-02 1,439E-02 1,467E-02 1,489E-02 1,496E-02 1,499E-02 1,498E-02 1,494E-02 1,478E-02 1,460E-02 1,447E-02 1,434E-02 1,371E-02 1,347E-02 1,297E-02 1,240E-02 1,176E-02 1,107E-02 1,029E-02 9,639E-03 8,869E-03 8,179E-03 7,569E-03 7,201E-03 4,889E-03
No.
jarak sepanjang garis plot (m)
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
2,835 2,914 3,029 3,129 3,224 3,364 3,420 3,533 3,577 3,621 3,759 3,798 3,829 4,016 4,047 4,214 4,282 4,435 4,478 4,581 4,702 4,931 5,142 5,355 5,562 5,703 5,842 5,972 5,996 6,014
tegangan geser (Pa) 2,132E-03 1,421E-03 3,796E-04 2,911E-03 5,301E-03 6,602E-03 7,120E-03 4,938E-03 4,115E-03 3,293E-03 2,896E-03 2,767E-03 2,663E-03 1,752E-03 1,597E-03 9,902E-04 7,833E-04 5,657E-04 5,207E-04 4,486E-04 4,129E-04 3,610E-04 3,126E-04 2,461E-04 1,785E-04 1,405E-04 1,077E-04 9,340E-05 9,081E-05 8,892E-05
92
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan silinder (lanjutan). No.
jarak sepanjang garis plot (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
0,000 0,023 0,047 0,070 0,093 0,140 0,217 0,410 0,461 0,610 0,704 0,784 0,939 0,988 1,037 1,178 1,360 1,538 1,764 2,003 2,226 2,437 2,639 2,857 2,914 3,029 3,129 3,224 3,364 3,420 3,577 3,621 3,667 3,713 3,759 3,798 3,829 4,016
koefisien gesek 4,048E-05 1,715E-04 4,852E-04 9,560E-04 1,456E-03 2,467E-03 4,110E-03 9,383E-03 9,385E-03 9,252E-03 8,393E-03 7,591E-03 5,996E-03 5,545E-03 5,126E-03 4,695E-03 4,018E-03 3,461E-03 3,041E-03 2,520E-03 1,860E-03 1,383E-03 1,003E-03 4,408E-04 3,271E-04 9,977E-05 1,214E-03 2,266E-03 3,127E-03 3,469E-03 3,057E-03 2,944E-03 3,649E-03 4,463E-03 5,386E-03 6,299E-03 7,070E-03 1,396E-02
No.
jarak sepanjang garis plot (m)
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
4,047 4,101 4,156 4,214 4,248 4,282 4,333 4,384 4,478 4,520 4,541 4,621 4,661 4,702 4,785 4,841 4,931 5,059 5,142 5,188 5,307 5,355 5,402 5,449 5,562 5,649 5,703 5,842 5,972 5,996 6,014
koefisien gesek 1,511E-02 1,610E-02 1,701E-02 1,791E-02 1,835E-02 1,863E-02 1,812E-02 1,751E-02 1,616E-02 1,546E-02 1,523E-02 1,556E-02 1,580E-02 1,613E-02 1,694E-02 1,730E-02 1,809E-02 1,925E-02 2,022E-02 2,088E-02 2,279E-02 2,344E-02 2,402E-02 2,454E-02 2,647E-02 2,798E-02 2,854E-02 2,995E-02 2,909E-02 2,893E-02 2,876E-02
93
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik. Iterations 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Av Dynamic Pressure (Pa) 2,18023 2,18015 2,18009 2,17999 2,17993 2,17983 2,17971 2,17958 2,17946 2,17933 2,17915 2,17896 2,17879 2,17862 2,17846 2,17823 2,17800 2,17778 2,17757 2,17737 2,17707 2,17680 2,17653 2,17629 2,17605 2,17573 2,17544 2,17517 2,17493 2,17472 2,17444 2,17421 2,17402 2,17388 2,17379 2,17375 2,17375 2,17383 2,17394 2,17407
Av Velocity (m/s) 1,85419 1,85415 1,85412 1,85408 1,85405 1,85400 1,85395 1,85389 1,85383 1,85377 1,85368 1,85359 1,85350 1,85342 1,85333 1,85321 1,85310 1,85299 1,85288 1,85277 1,85262 1,85247 1,85233 1,85220 1,85207 1,85189 1,85173 1,85158 1,85144 1,85131 1,85114 1,85101 1,85089 1,85079 1,85071 1,85065 1,85062 1,85062 1,85064 1,85067
94
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan). Iterations 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Av Dynamic Pressure (Pa) 2,17424 2,17436 2,17445 2,17451 2,17455 2,17460 2,17464 2,17467 2,17470 2,17473 2,17475 2,17479 2,17483 2,17486 2,17488 2,17490 2,17492 2,17494 2,17495 2,17494 2,17496 2,17498 2,17501 2,17506 2,17511 2,17518 2,17521 2,17526 2,17530 2,17536 2,17542 2,17546 2,17548 2,17548 2,17549 2,17548 2,17547 2,17542 2,17537 2,17530
Av Velocity (m/s) 1,85072 1,85075 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85078 1,85078 1,85079 1,85079 1,85079 1,85079 1,85079 1,85079 1,85077 1,85077 1,85077 1,85077 1,85078 1,85081 1,85082 1,85084 1,85086 1,85087 1,85089 1,85091 1,85093 1,85094 1,85094 1,85093 1,85092 1,85092 1,85090 1,85088 1,85084
95
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan). Iterations 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119
Av Dynamic Pressure (Pa) 2,17525 2,17518 2,17514 2,17510 2,17505 2,17503 2,17504 2,17506 2,17510 2,17513 2,17517 2,17518 2,17515 2,17518 2,17522 2,17523 2,17519 2,17517 2,17516 2,17514 2,17509 2,17507 2,17505 2,17503 2,17498 2,17494 2,17493 2,17492 2,17492 2,17492 2,17494 2,17495 2,17496 2,17496 2,17497 2,17499 2,17501 2,17501 2,17502
Av Velocity (m/s) 1,85080 1,85076 1,85074 1,85071 1,85069 1,85067 1,85067 1,85067 1,85068 1,85070 1,85072 1,85073 1,85071 1,85072 1,85074 1,85076 1,85075 1,85075 1,85074 1,85075 1,85074 1,85073 1,85072 1,85072 1,85071 1,85068 1,85068 1,85068 1,85068 1,85068 1,85069 1,85069 1,85069 1,85069 1,85069 1,85069 1,85070 1,85070 1,85070
96
Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
jarak (m) 0 1,967008847 1,967664473 2,001256242 8,001256242 20,00125624 24,00125624 28,00125624 32,00125624 36,00125624 40,00125624 44,00125624 48,00125624 52,00125624 56,00125624 60,00125624 64,00125624 68,00125624 72,00125624 76,00125624 80,00125624 88,00125624 92,00125624 96,00125624 100,0012562 104,0012562 109,0012562 113,0012562 117,0012562 122,0012562 128,0012562 136,0012562 145,0012562 151,0006281 164,0012562 182,0012562 202,0012562 237,0012562 300
konsentrasi (ppm) 0 0 -0,072578423 -0,080463355 -0,046281261 -1,988748553 10,45271961 78,28918309 499,0306873 1811,742645 4218,237549 6962,2904 9017,366777 10170,99841 10690,99908 10721,64404 10327,93914 9623,736218 8739,263268 7718,554041 6788,766956 5278,931261 4606,94016 4025,644814 3527,375472 3100,376138 2656,313427 2353,068151 2091,255549 1815,509427 1542,262019 1262,081132 1024,966028 902,9889646 700,317099 522,7727875 406,4166275 287,0509381 192,3585269
97