BAGIAN KE-4
Siklus Reproduksi
Sesudah mempelajari materi ke-4 ini mahasiswa diharapkan dapat : Mengenal batasan pengertian pubertas, siklus birahi, tahaptahap siklus birahi berikut perubahan-perubahannya. Dapat memahami peranan hormon dalam siklus birahi, ovulasi, birahi setelah beranak dan kebuntingan hewan.
43 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
4.1. Pubertas Hewan jantan dan betina secara teknis dikatakan mencapai pubertas jika telah mampu menghasilkan gamet dan menunjukkan perilaku sebagai manifestasi karakteristik seksual. Pubertas pada dasarnya merupakan hasil pengaruh yang berlangsung berangsur antara peningkatan aktifitas gonadotropin dan kemampuan gonad untuk secara simultan mengatur steroidogenesis dan gametogenesis. Pada kondisi normal, pubertas akan tercapai sekitar 3-4 bulan pada kelinci, 6-7 bulan pada kambing, domba dan babi, 12 bulan pada sapi, 15-18 bulan pada kuda, 16-24 minggu pada ayam jantan, 18-20 minggu pada ayam betina, 6-7 minggu pada puyuh jantan dan 5-7 minggu pada puyuh betina. Pada hewan selain yang sudah disebutkan, tentunya umur pubertas akan berlain-lainan. Usia tercapainya pubertas lebih erat hubungannya dengan berat tubuh dibanding dengan umur. Pada sapi perah, pubertas tercapai saat mencapai 30-40 % berat dewasa, sapi potong 45-55 % berat dewasa dan lain-lain spesies akan memiliki berat pencapaian pubertas yang berbeda. Kandungan nutrisi makanan berpengaruh pada usia tercapainya pubertas. Jika pertumbuhan dipercepat dengan overfeeding, hewan akan mencapai pubertas pada umur yang lebih muda, sebaliknya jika pertumbuhan diperlambat dengan underfeeding, maka pubertas akan terlambat atau tertunda. Faktor sosial dan iklim, terutama photoperiod akan mempengaruhi atau mengubah usia
pubertas. Pada kondisi alami,
dimana
reproduksi tampak sebagai
fenomena
musiman, usia pubertas tergantung pada musim kelahiran (berlaku di daerah yang memiliki 4 musim). Puncak effisiensi reproduksi tidak tampak pada saat pertamakali estrus (ejakulasi) atau saat pubertas. Terdapat suatu kenaikan perlahan dari rendah sampai tinggi sejalan dengan bertambahnya umur, yang kemudian sampai puncak dan seterusnya akan menurun.
4.2. Siklus Birahi Hewan betina pada umumnya memiliki waktu tertentu dimana ia mau dan bersedia menerima pejantan untuk aktifitas kopulasi. Waktu tersebut dikenal sebagai masa birahi (estrus). Estrus datang secara siklis atau periodik, berlangsung selama waktu tertentu tergantung
pada jenis hewannya. Interval antara timbulnya satu periode birahi ke 44 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
permulaan periode birahi berikutnya dikenal sebagai satu siklus birahi. Interval-interval ini disertai suatu seri perubahan-perubahan fisiologik di dalam saluran kelamin betina. Terdapat
sebuah
pertanyaan mengenai asal usul mengapa terjadi birahi atau
estrus. Akal budi manusia berusaha untuk menerangkan bagaimana aktivitas birahi itu bisa terjadi. Pertama, adanya
unsur-unsur
yang terdapat dalam tubuh berupa alat-alat
reproduksi beserta kelenjar-kelenjar hormon dengan pusatnya di otak. Kedua, rangsangan dari luar tubuh yang ditangkap oleh panca indera. Rangsangan dari luar akan tertangkap apabila alat dalam tubuh telah siap dan masak untuk aktifitas seksual. Karena panca indera merupakan alat komunikasi yang umum, maka harus ada pusat penerima yang berfungsi untuk membedakan rangsangan mana yang harus disalurkan ke seksual, serta rangsangan mana yang harus disalurkan ke pusat yang lain yang bukan seksual. Pusat yang
mengintegrasikan
semua bentuk
rangsangan itu adalah hipotalamus, dan
hipotalamus pulalah yang menyalurkan pesan- pesan dari indera itu ke pusat-pusat yang lain. Pusat-pusat tersebut terutama ke hipopisa dan beberapa pusat motoris dan korteks di otak. Rangsangan dari luar untuk betina-betina di daerah tropik belum jelas diketahui, tetapi dugaan kuat adalah berasal dari kondisi sekitar dan adanya pejantan dekat betina tersebut. Sedang betina-betina di daerah iklim
dingin
rangsangan itu dapat berupa
perubahan panjang pendeknya hari. Untuk domba terjadi pada bulan-bulan NopemberDesember dimana siang hari makin lama makin jadi pendek, sedang pada kuda musim birahinya terjadi pada bulan-bulan dimana siang hari berubah menjadi makin panjang. Tetapi kesemuanya itu harus mendapat dukungan oleh adanya persiapan alat reproduksi dalam tubuh. Bila alat reproduksi dalam tubuh belum siap, maka rangsangan itu tidak mendapat respon. Jika alat reproduksi telah siap maka respon yang pertama adalah terbentuknya hormon seks yaitu hormon-hormon yang berasal dari gonad (testosteron, estrogen dan terjadilah
progesteron). Jika
gejala birahi.
hormon-hormon
seks telah beredar dalam
darah,
Untuk domba diketahui bahwa jika alat reproduksi belum
disensitifkan oleh progesteron, estrogen (hormon birahi) tidak mendapat tanggapan apaapa dari alat reproduksi tersebut. Karena itu ada fenomena pada domba iklim sedang yang disebut silent heat atau birahi tenang. Berahi tenang ini menghasilkan ovulasi, tetapi birahi itu sendiri tidak terlihat dari luar, sedang domba betina yang mengalami birahi tenang itu tidak ingin kawin dan pejantannya juga tidak tahu bahwa betina tersebut sedang birahi. Pada birahi berikutnya dimana pada bekas ovulasi birahi yang lalu telah terbentuk 45 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
progesteron, terjadilah gejala birahi yang ditandai adanya pembengkakan vulva, betina mendekati pejantan dan sebagainya hingga terjadi perkawinan. Ovulasi tanpa estrus ditemukan pada domba saat dekat sebelum mulai dan sesudah berakhirnya musim perkembangbiakan. Kejadian ini lebih sering ditemukan pada dombadomba yang mendapat makanan yang kurang memenuhi syarat dibandingkan dengan domba-domba yang memperoleh cukup ransum, terutama pada pertengahan pertama musim perkembangbiakan.
Silent
heat lebih banyak ditemukan pada hewan muda
dibanding hewan tua. Ovulasi tenang ditemukan pada semua ternak, ditandai oleh adanya perpanjangan periode siklus birahi, sampai dua atau tiga kali normal. Pada sapi sesudah partus banyak ditemukan ovulasi tanpa
adanya
birahi untuk beberapa periode. Hal ini mungkin
disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Penyerentakan birahi adalah membirahikan sejumlah betina secara serentak dengan obat-obatan penekan birahi atau dengan obat-obatan perangsang birahi. Tujuan penyerentakan birahi adalah memanipulasi proses reproduksi pada sejumlah hewan betina, hingga mereka mengalami peristiwa birahi secara bersamaan. Obat yang dikenal untuk maksud
ini,
misalnya progesteron, PGF. dan sebagainya. Karena proses alamiah
dimanipulasikan maka sudah barang tentu sifatnya kurang wajar, karena itu daerah yang diserentakkan banyak yang tidak menghasilkan telur hingga perkawinannya banyak yang tidak diikuti oleh terjadinya kebuntingan (angka konsepsi rendah). Sedemikian jauh PGF. merupakan obat yang sampai saat ini terbaik daripada yang lain, tetapi angka konsepsinya masih dibawah 50%. Berdasar pada jarak antara musim kelamin dengan musim kelamin berikutnya atau berdasarkan jarak antara birahi dan birahi berikutnya,beberapa jenis hewan dapat digolongkan menjadi monoestrus dan poliestrus. Monoestrus merupakan golongan hewan yang dalam satu tahun hanya satu kali menunjukkan gejala birahi. Termasuk ke dalam golongan ini misalnya: anjing, kucing, singa, harimau dan hewan-hewan mamalia liar yang hidup dihutan. Poliestrus adalah golongan hewan yang dalam satu tahun menunjukkan beberapa kali gejala birahi. Termasuk dalam golongan ini misalnya: sapi, kerbau, babi, domba, kambing. Dalam keadaan tidak bunting atau sedang menyusui anak,gejala birahi akan terjadi secara periodik dengan interval waktu tertentu. 46 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
4.3. Tahap-tahap Siklus Birahi Lama siklus birahi pada hewan mamalia yang tidak di domestikasi bervariasi dari 16 sampai 24 hari (biri-biri: 16- 17 hari; sapi, kambing, domba: 20-21 hari, kuda: 20-24 hari), tergantung pada species dan juga sedikit bervariasi diantara individu satu spesies. Variasi tersebut juga terjadi pada waktu atau saat ovulasi, dimana pada biri-biri dan sapi, ovulasi akan terjadi 24-30 jam setelah birahi, babi: 35-45 jam setelah birahi dan kuda 4-6 hari setelah birahi. Siklus birahi atau estrus, secara lengkap dibagi menjadi 4 tahap. Pentahapan ini lebih dimaksudkan untuk memudahkan bagi kita
mempelajari siklus birahi tersebut.
Sebenarnya batas yang tegas diantara tahap-tahap tersebut tidak ada, karena sifat proses ini berlangsung secara kontinyu (bila
normal). Birahi, adalah periode dimana betina
bersedia untuk menerima pejantan dan diestrus ditandai oleh dihasilkannya progesteron, dimana pada waktu itu hewan betina tidak mau menerima pejantan sama sekali. Dua periode lainnya yaitu sebelum birahi disebut
proestrus
dan sesudah
birahi disebut
metestrus dapat dikenali pada beberapa spesies. Tanda-tanda proestrus dan metestrus sering dapat menolong untuk menentukan waktu yang pasti terjadinya estrus. Lamanya waktu dari tahap-tahap dalam siklus birahi pada beberapa jenis hewan dapat dilihat pada Lampiran. Pada sementara orang, siklus estrus dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pertumbuhan folikel (follikulogenesis) disebut juga fase folikel dan tahap pertumbuhan sel-sel lutein atau disebut juga fase luteal. Prinsip fase folikel meliputi fase proestrus dan estrus sedang fase luteal meliputi fase metestrus dan diestrus. Pembagian tersebut didasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan folikel di dalam ovarium untuk persiapan ovulasi sedang fase luteal didasarkan atas terbentuknya korpus luteum yang akan menghasilkan hormon progesteron sehingga fase ini dikenal juga sebagai fase progestasional.
4.4. Perubahan-perubahan yang Terjadi selama Siklus Birahi. Selama siklus estrus, terjadi perubahan-perubahan baik yang tampak dari luar maupun yang tidak tampak dari luar. Perubahan-perubahan yang tampak dari luar biasanya digunakan untuk penentuan saat terjadinya estrus. Perubahan yang tidak tampak dari luar karena terjadi pada alat-alat reproduksi bagian dalam sehingga sukar digunakan untuk penentuan ada tidak nya estrus. Perubahan-perubahan tersebut semuanya bersifat 47 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
sambung menyambung satu sama lain, sehingga akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Perubahan-perubahan
luar
yang tampak sewaktu
proestrus
merupakan fase
persiapan, biasanya pendek terjadi perubahan tingkah laku (biasanya sedikit gelisah dan memperdengarkan suara-suara tertentu atau malah diam saja). Pada alat kelamin luar mulai tampak tanda-tanda peningkatan jumlah peredaran darah. Pada fase ini hewan belum mau menerima pejantan untuk kopulasi tetapi kemungkinan tingkah laku birahi sudah mulai tampak. Estrus merupakan fase terpenting dalam siklus birahi oleh karena pada fase inilah hewan betina mau dan bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi. Ciri-ciri yang tampak dari luar adalah hewan tampak gelisah, nafsu makan turun atau bahkan hilang sama sekali, bergerak menghampiri pejantan dan sering menaiki individu lain. Pada bagian alat kelamin luar (vulva) tampak kemerah-merahan sebagai akibat banyaknya aliran darah
dan tampak mengeluarkan mukus (tanda ini lebih tampak pada hewan muda
dibanding hewan tua. Metestrus merupakan fase setelah estrus selesai. Gejala luar sebenarnya tidak terlalu tampak, namun seringkali gejala-gejala sisa estrus masih tampak. Bedanya dengan estrus adalah meskipun gejala birahi masih dapat dilihat, akan tetapi hewan betina sudah menolak pejantan untuk aktifitas kopulasi. Diestrus merupakan fase yang ditandai oleh tidak adanya aktifitas kelamin dan hewan akan tampak tenang. Fase ini merupakan fase terpanjang selama siklus. Perubahan-perubahan dalam alat reproduksi selama siklus birahi dapatlah disarikan pada Tabel XVI.1.
4.5. Peranan Hormon dalam Siklus Birahi Jenis-jenis hormon yang berperan secara langsung dalam siklus birahi adalah hormon-hormon gonadotropin (FSH, LH dan LTH), estrogen dan progesteron. Terdapat juga suatu zat yang berpengaruh dalam hal ini adalah prostaglandin. Siklus birahi dimulai dari saat tercapainya pubertas dan secara normal akan berlangsung periodik dalam interval waktu tertentu. Pada manusia siklus birahi akan berhenti bila sudah tercapai masa menopause. Siklus birahi dimulai dengan adanya sekresi FSH dari adenohipopisa yang merangsang terjadinya perkembangan folikel ovarium dimulai dari folikel primer. Folikel primer 48 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
yang berkembang dapat berjumlah lebih dari satu dan menjadi matang semua, sehingga pada saat ovulasi dapat menghasilkan lebih dari satu ova (telur).
Tabel 4.1. Perubahan-perubahan Organ Reproduksi selama Siklus Birahi Fase Proestrus
Estrus
Metestrus
Diestrus
Pada ovarium terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer s/d folikel sekunder(2-3 hari sebelum estrus). Pada tuba fallopii dan uterus terjadi peningkatan vaskularisasi Kelenjar endometrium tumbuh memanjang Servix merelax dan dalam lumen servix mulai memproduksi lendir kelenjar-kelenjar lendir Pada ovarium pertumbuhan folikel telah menjadi masak dan dinding folikel Perubahan Alat Reproduksi
menjadi tipis dan menonjol keluar dari permukaan ovarium karena isi folikel telah mencapai maximal. Terjadinya ovulasi tinggal menunggu saat saja (tergantung spesiesnya). Pada ovarium terjadi pembentukan korpus haemorhagicum dibekas tempat folikel de graaf yang baru selesai melepaskan ovum. Pada fase ini ovum biasanya sudah berada pada tuba fallopii. Kelenjar endometrium semakin mamanjang dan dibeberapa tempat berkelokkelok. Servix telah menutup dan kelenjarnya telah berubah sifat produknya dari cair menjadi kental (untuk sumbat lumen servix). Pada saat awal diestrus kelenjar endometrium masih tumbuh terus tetapi pada pertengahan diestrus apabila tidak terjadi kebuntingan maka kelenjar tersebut akan mengalami degenerasi menjadi seperti keadaan semula. Pada fase ini corpus luteum telah menjadi matang dan pengaruh hormon progesteron menjadi sangat nyata. Pada keadaan kebuntingan tak terjadi, corpus luteum akan mengalami degenerasi sehingga mengakibatkan hormon progesteron turun (sampai tinggal sedikit) dan selanjutnya terjadi pertumbuhan kembali sel-sel folikel ovarium dan akhirnya kembali ke proestrus
Bersamaan dengan sekresi FSH, dalam jumlah kecil disekresikan pula LH dari adenohipopisa. Secara bersama-sama kedua macam hormon
ini
akan menyebabkan
pematangan folikel (perlu diketahui LH equivalent dengan ICSH pada hewan jantan). Selama perkembangan folikel, sel-sel granulosa penyusun folikel (sel theca interna) akan mulai mensintesis dan mensekresikan
hormon
kelamin betina yaitu estrogen
(estradiol). Estrogen akan berpengaruh pada perangsangan
perkembangan
kelenjar
mammae (susu), menyebabkan perkembangan lapisan myometrium dan endometrium uterus yang kemudian menjadi kelenjar susu dan mengalami vaskularisasi yang ekstensif. Dinding vagina mengalami penandukan dan kelenjar mammae mulai membesar (pada manusia peristiwa ini sedikit sekali diketahui).
49 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Peningkatan konsentrasi estrogen dalam peredaran darah merangsang pelepasan LH secara besar-besaran dari adenohipopisa (surge of LH-positive feed back). LH dalam jumlah cukup besar diperlukan pada saat-saat akhir pematangan folikel de graaf dan saat ovulasi yaitu pecahnya folikel dan keluarnya ovum. Saat terjadinya ovulasi berbeda-beda pada setiap jenis hewan. Pada manusia ovulasi biasa terjadi sekitar pertengahan siklus menstruasinya. LH selain berperan pada ovulasi juga merangsang pertumbuhan
sel-sel lutein
(luteinasi) dari sel-sel folikel (granulosa) yang telah mengalami ovulasi. Pertumbuhan selsel lutein akan menyebabkan terbentuknya corpus luteum. Corpus luteum akan mensintesis dan mensekresikan hormon progesteron. Pelepasan progesteron dipengaruhi oleh hormon luteotropin (LTH/Prolaktin) yang dihasilkan oleh adenohipopisa. Salah satu pengaruh dari
progesteron adalah meningkatkan pengaruh
negatif feed back estrogen terhadap sekresi FSH oleh adenohipopisa. Apabila kebuntingan tidak terjadi, corpus luteum akan mengalami regresi. Regresi CL tidak disebabkan oleh berkurangnya sekresi luteotropic hormone dari pituitary (LH dan prolaktin), tetapi oleh aktifitas faktor luteolitic yaitu prostaglandin F2 alpha (PGF2 alpha). Pda hewan mamalia domestikasi, uterus memiliki peranan penting dalam produksi PGF2 alpha. Kadar yang tinggi dari PGF2 alpha pada vena uterin diketahui terjadi selama regresi sel-sel lutein berlangsung.
Dengan degenerasi
dari corpus luteum, maka hambatan pada
sekresi
gonadotropin FSH dan LH telah tiada sehingga hormon-hormon tersebut kembali disekresikan
dan mulailah siklus baru dimana peningkatan kadar FSH dan LH
menyebabkan
perkembangan
folikel lain. Degenerasi corpus
luteum
juga
bisa
disebabkan oleh adanya penyuntikan prostaglandin (CL pecah). Perlu dicatat bahwa disamping negatif feed back terhadap hipopisa, progesteron memiliki aksi positive feed back pada kelenjar uterus dan mammae. Fungsi tersebut sebagai persiapan apabila terjadi kebuntingan. Ketika kadar progesteron turun (bila konsepsi dan fertilisasi tidak terjadi), dinding uterus yang telah rimbun oleh adanya perkembangan endometrium akan mengalami keruntuhan dan kelenjar mammae mengecil kembali. Dinding uterus yang runtuh, pada manusia ditandai oleh keluarnya darah saat menstruasi.
4.6. Ovulasi 50 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Ovulasi merupakan proses keluarnya ovum dari folikel ovarium. Peristiwa
ini
merupakan puncak dari siklus birahi. Keseluruhan perubahan-perubahan yang terjadi pada alat reproduksi selama siklus birahi merupakan persiapan bagi terjadinya fertilisasi dan kebuntingan (kehamilan). Terjadinya ovulasi sehubungan dengan siklus birahi pada berbagai jenis hewan memiliki waktu yang berbeda-beda. Tabel XVI.2. menunjukkan waktu ovulasi, panjang siklus birahi dan lama birahi pada beberapa jenis hewan.
4.7. Birahi setelah Beranak Kadar progesteron yang tinggi dibutuhkan selama kebuntingan. Progesteron disekresikan oleh korpus luteum dan pada beberapa spesies (biri-biri, sapi) juga dihasilkan oleh plasenta. Sekresi progesteron yang terus menerus akan menekan kejadian birahi dan pada sebagian besar hewan mamalia termasuk penekanan kejadian ovulasi. Pada kuda, ovulasi tenang (silent ovulation) dapat terjadi selama bulan kedua kebuntingan dan menghasilkan corpus luetum yang akhirnya juga memiliki fungsi mencukupi kebutuhan kadar progesteron selama kebuntingan. Tabel 4.2. Panjang siklus birahi, lama birahi dan Waktu ovulasi Jenis hewan Kuda Sapi Babi Domba Kambing Marmot Harmster Mencit Tikus Wanita Anjing Rubah Kelinci Cerpelai Musangjinak Kerbau Kera (Macaca.sp)
Lama Siklus(hari) 19 - 23 21 21 16 19 16 4 4-5 4-5 28 8-9 21 26 - 32
Saat bersedia kawin/lama birahi 4 - 7 hari 13 - 17 jam 2 - 3 hari 30-36 jam 39 jam 6 - 11 jam 20 jam 10 jam 13 / 15 jam kontinu 7 - 9 hari 2 - 4 hari 2 hari 24 - 30 hari 3 - 4 hari
Waktu Ovulasi sehari sebelum sampai sehari sesudah birahi. 12-15 jam ssd akhir birahi 30-40 jam ssd. birahi mulai 18-26 jam ssd birahi mulai 9-19 jam ssd birahi mulai 10 jam ssd birahi mulai. 8-12 jam ssd birahi mulai 2-3 jam ssd birahi mulai. 8 atau 10 jam ssd birahi mulai. siklus hari ke 12-15. 1-3 hari ssd birahi mulai 1-2 hari ssd birahi mulai 10,5 jam ssd kopulasi 40-50 jam ssd kawin 30 jam ssd kawin 15 - 20 jam sesudah estrus terjadi Rata-rata pada hari ke 12 atau 13 siklus estrus
(diambil dari beberapa sumber).
51 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
PARTENOGENESIS Partenogenesis merupakan salah satu dari tiga bentuk reproduksi pada hewan. Jika sel somatik mengalami reproduksi secara vegetatif dikenal sebagai reproduksi aseksual tetapi jika gamet yang haploid bersatu membentuk sigot yang diploid dikenal sebagai reproduksi seksual. Pada beberapa jenis hewan, fertilisasi tidak terjadi dan telur berkembang menjadi individu baru, perkembangan semacam ini dikenal sebagai partenogenesis dan individu yang mengalaminya dikenal sebagai partenot. Terdapat berbagai tipe partenogenesis yang diklasifikasikan berdasarkan dua hal yaitu berdasar sifat reproduksinya dan penentuan kelaminnya. Berdasarkan sifat reproduksinya, terdapat lima (5) kelompok partenogenesis yaitu Tychopartenogenesis, obligat partenogenesis, Fakultatif partenogenesis, incomplete parthenogenesis dan artificial partenogenesis. Sedangkan berdasar penentuan jenis kelamin terdapat tiga (3) kelompok yaitu Arrhenotoky, Thelytoky, dan Deuterotoky atau amphitoky. Tychopartenogenesis atau accidental parthenogenesis merupakan partenogenesis yang terjadi secara eksidental atau tak terprogram misalnya pada ulat sutera (Bombyx mori). Obligat partenogenesis adalah terdapat pada hewan yang reproduksinya selalu secara partenogenesis artinya partenogenesis merupakan satu-satunya cara untuk memperbanyak diri. Fakultatif partenogenesis sifat ini terdapat pada hewan yang telurnya dapat berkembang baik secara partenogenesis maupun secara seksual. Artinya hewan tersebut memiliki dua sifat reproduksi. Pada umumnya faktor lingkungan sangat berperan apakah hewan yang bersangkutan akan bereproduksi secara partenogenesis atau seksual. Incomplete parthenogenesis sifat ini ditandai oleh telur mulai berkembang secara partenogenesis sampai pada stadium embrio tertentu dan kemudian perkembangan tersebut terhenti sebelum menjadi individu baru. Artificial partenogenesis sebenarnya telur memiliki potensi untuk dapat berkembang secara mandiri, namun demikian pada umumnya membutuhkan stimulus tertentu dapat berupa kimiawi, mekanik, perubahan temperatur dan lain-lain. Stimulus-stimulus tersebut kemudian dikenakan pada telur dengan bantuan teknologi manusia Arrhenotoky sifat partenogenesis ditandai oleh berkembangnya telur secara partenogenesis menjadi hewan jantan, sedangkan telur yang tidak mengalami partenogenesis (seksual) akan menjadi betina. Thelytoky sifat partenogenesis yang ditandai oleh berkembangnya telur secara partenogenesis menjadi hewan betina, sedangkan telur yang tidak partenogenesis (seksual) akan menjadi jantan. Deuterotoky atau amphitoky merupakan sifat partenogenesis yang ditandai oleh berkembangnya baik jantan maupun betina dari individu partenot.
GYNOGENESIS dan ANDROGENESIS Merupakan sifat proses reproduksi yang mirip dengan partenogenesis akan tetapi tinjauannya lebih kepada materi genetik yang dikandung anak serta adanya proses fertilisasi. Pada Gynogenesis, anak yang dihasilkan hanya memiliki genetik yang berasal dari induk betina saja dan sebaliknya pada Androgenesis anak yang dihasilkan memiliki kandungan genetik berasal dari induk jantan saja. Sedangkan proses fertilisasi disini hanya berperanan dalam merangsang terjadinya proses perkembangan. Peristiwa gynogenesis secara laboratoris telah pula dilaksanakan yaitu terhadap ikan Mas dan Tawes.
Setelah beranak, progesteron turun sampai kadar yang tak terdeteksi dan birahi serta ovulasi dapat terjadi lagi. Babi menunjukkan birahi 48 jam setelah beranak tetapi tidak diikuti ovulasi. Pada kuda birahi yang disertai oleh ovulasi terjadi 1-3 minggu setelah beranak. Pada sapi, domba dan kambing serta biri-biri, silent ovulation dapat 52 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
terjadi 2-3 minggu setelah beranak sedangkan siklus estrus yang fertil akan terjadi pada fase berikutnya. Phase silent ovulation dikenal sebagai periode infertil (post partum anestrus). Fertilitas terbukti rendah pada estrus pertama setelah beranak, terutama pada hewan-hewan yang muda. Pada sapi fertilitas maximal akan tercapai 60-90 hari setelah beranak. Pada babi, fertilitas selama menyusui rendah tetapi setelah habis masa menyusui, fertilitas akan segera naik dalam beberapa hari.
4.8. Kebuntingan Hewan Pada hewan betina yang bersifat vivipar, selama siklus reproduksi normalnya akan mengalami peristiwa bunting. Kebuntingan akan terjadi apabila ada pertemuan antara sel gamet jantan (spermatozoa) dengan sel gamet betina (ova) di dalam alat reproduksi betina. Secara ringkas tabel 11 berikut akan memberi gambaran perjalanan spermatozoa dari tempat pembentukannya untuk sampai fertilisasi terjadi pada hewan mamalia.
53 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tabel 4.3. Ringkasan Fakta Physiologik Transport Spermatozoa Dalam Saluran Reproduksi Jantan dan Betina Hewan Mamalia Tempat Saluran Reproduksi jantan Vagina
Cervik
Uterus
Uterotubalj unction Isthmus Ampulaisthmus junction Ampula
Fimbriae
Fenomena Physiologik Mekanisme Yang Ada 1. Spermatozoa yang disimpan di kauda epididimis Neuromuskuler mengalami pematangan. 2. Saat ejakulasi spermatozoa yang dilepaskan tercampur dengan sekresi kelenjar tambahan 3. Semen dideposisi dalam beberapa kali gelombang ejakulasi 4. Semen tercampur dengan sekret dari vagina dan cervik 5. Spermatozoa bergerak melalui mukus cervik 6. Spermatozoa abnormal tersaring saat melalui cervik 7. Kripta cervik dapat menjadi tampungan atau hambatan spermatozoa yang menyebabkan penurunan jumlah 8. Spermatozoa dipisahkan dari seminal plasma dan di transportasikan ke oviduk. 9. Permukaan plasma spermatozoa terambil 10. Perubahan-perubahan metabolik dan kapasitasi
Metabolik Aktifitas motorik kopulasi Biophisik Biokimia Mekanik (kinocilia dari epithelium) Kontraksi myometrium
Aglutinasi spermatozoa Phagositosis spermatozoa oleh 11. Acrosomal proteinase (trypsin enzym) di leucosit nonaktifkan oleh Trypsin inhibitor dari seminal Enzymatik. plasma. Mekanik 12. Seleksi jumlah spermatozoa
1. Jumlah spermatozoa diturunkan 1.Kontrol transport telur dalam oviduk. 2.Perubahan plasma membran spermatozoa (reaksi akrosom), kapasitasi spermatozoa. 1. Motilitas spermatozoa naik dalam cairan oviduk untuk dapat melewati corona radiata dan zona pelucida 2. Pembelahan reduksi gamet selesai 3. Akrosomal proteinase dilepaskan 4. Seleksi spermatozoa pada permukaan telur 1.Banyak spermatozoa hilang menuju/jatuh ke rongga peritoneum (rongga perut)
Neural Biokimia Mekanik
Metabolik Enzymatik Biophisik. Motilitas sperma
(Sumber : Hafez ESE, 1980). Terdapat beberapa kemungkinan usia spermatozoa dan ova pada saat fertilisasi yang akan mempengaruhi fertilitas. Pada Tabel 12. secara ringkas disajikan masa fertil spermatozoa dan ova pada beberapa jenis hewan, yang tentunya pada hewan yang lain akan berlainan pula.
54 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tabel 4.4. Perkiraan Masa Fertil Spermatozoa dan Ova serta Waktu Perkembangan Embrio Spesies
Sapi Kuda Manusia Kelinci Kambing Babi
Fertile life (jam) Spermatozoa Ova 30 - 48 72 - 120 28 - 48 30 - 36 30 - 48 24 - 72
20 - 24 6-8 6 - 24 6-8 16 - 24 8 - 10(jam)
2 sel 1 1 1,5 1 1 16-20
Hari sesudah Ovulasi 8 sel masuk blastosis 3 3 - 3,5 3 4-5 2,5 2-3 2,5 3 2,5 3 2,5 2
Uterus 7-8 6 4 4 6-7 5-6
Konsep "fertile life" apabila diberlakukan pada spermatozoa berarti masa hidup fertil selama dalam saluran reproduksi betina. Pada Ova berarti masa hidup fertil dimulai sejak diovulasikan (Sumber : Anne Mclaren in Hafez, ed. 1980).
Sesudah
fertilisasi terjadi, zygot akan bergerak menuju
ke
uterus untuk
implantasi. Selama dalam perjalana, zigot terus mengalami perkembangan sehingga saat sampai di Uterus sudah terdiri atas banyak sel. Sebelum implantasi terjadi, embrio bebas mengapung di dalam rongga uterus. Pada manusia transisi ini terjadi dalam waktu 6 - 8 hari, mencit 5 hari, marmut 6 hari, kelinci 7 hari dan kucing 13 hari setelah ovulasi. Pada saat ini embrio mendapatkan nutrisi dari "susu uterus" uterus)
melalui
mekanisme diffusi.
(dihasilkan kelenjar-kelenjar
Pada Tabel 13 disajikan
perkiraan
waktu
implantasi zygot pada uterus pada beberapa spesies hewan. Implantasi merupakan suatu langkah menuju pembentukan membran embrionik yang menghubungkan embrio dengan sirkulasi darah induk yng ditandai dengan pelekatan atau pertautan antara embrio dengan dinding uterus induk. Implantasi akan mengakibatkan adanya peralihan cara embrio
mendapatkan nutrisinya dari semula secara diffusi
(embriotrofik) ke Hemotrofik dengan terbentuknya plasenta. Terjadinya implantasi akan menandai awal dari masa kebuntingan. Selama masa bunting, siklus menstruasi (pada manusia) atau siklus estrus (hewan) akan terhenti.
55 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tabel 4.5. Perkiraan Waktu Implantasi Zygot Pada Uterus*) Spesies Sapi Kambing Babi Kuda Mencit (mus musculus) Tikus (Rattus n.) Marmut Kelinci Hamster Anjing Kucing Kera (Macaca, sp)
Implantasi Selesai 40 - 45 hari sesudah ovulasi 28 - 35 hari sesudah ovulasi 25 - 26 hari sesudah ovulasi 95 - 105 hari sesudah ovulasi 4 - 5 hari sesudah fertilisasi 5 - 6 hari sesudah fertilisasi 6 - 7,5 hari sesudah fertilisasi 7 - 7,5 hari sesudah kawin 5 - 6 hari sesudah fertilisasi 13 - 14 hari sesudah fertilisasi 13 - 14 hari sesudah fertilisasi 15 - 21 hari sesudah fertilisasi
*) diambil dari beberapa sumber. Pada kebuntingan muda, jaringan tubuh embrio paling luar mengalami perubahan morfologi menjadi amnion, allantois, chorion dan kantung kuning telur. Amnion adalah bagian yang menyelubungi embrio di dabgian paling dalam, chorion adalah bagian yang menyelubungi embrio paling luar sedangkan allantois adalah bagian di antara amnion dan chorion. Reptilia dan
burung merupakan hewan ovipar. Telur reptilia dan burung
dibungkus oleh kerabang (shell). Kerabang tersebut bersifat porous (berpori)
yang
memungkinkan adanya sirkulasi udara. Di bawah kerabang terdapat lapisan chorion yang menghambat evaporasi berlebihan. Membran kedua adalah amnion yang menyelubungi seluruh embrio kecuali bagian sisi ventral. Di dalam membran amnion terdapat cairan amnion yang merupakan tempat embrio berkembang. Dua membran lain terletak disisi ventral embrio dan berhubungan langsung dengan saluran pusar yaitu allantois dan kantung kuning telur. Fungsi allantois adalah dalam pertukaran gas/udara pernafasan embrio serta penyimpanan zat-zat buangan sisa metabolisme sampai saat akan penetasan terjadi.
56 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Tabel 4.6. Klasifikasi Plasenta Spesies Bentuk Jaringan Babi Kuda Kambing Domba Sapi Anjing Kucing Kera Manusia
Diffusa Diffusa Cotyledonaria Cotyledonaria Cotyledonaria Zonaria Zonaria Discoidal Discoidal
Tipe Plasenta Kehilangan jaringan Saat Melahirkan
Epitheliochorial Epitheliochorial Syndesmochorial Syndesmochorial Syndesmochorial Endotheliochorial Endotheliochorial Hemochorial Hemochorial
Nondeciduata Nondeciduata Nondeciduata Nondeciduata Nondeciduata Deciduata (sedang) Deciduata (sedang) Deciduata (banyak) Deciduata (banyak)
Plasenta merupakan tenunan tubuh dari embrio dan induk yang terjalin untuk keperluan penyaluran makanan dari induk ke anak dan zat buangan dari anak ke induk. Terutama pada kuda, selain fungsi transportasi, plasenta berfungsi sebagai endokrin yang menghasilkan hormon PMSG (Pregnant Mare's Serum Gonadotropin). Lama kebuntingan bervariasi pada setiap hewan yang berbeda. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap lama bunting yaitu (1). faktor induk (umur), (2). fetus (jenis kelamin, banyak dan fungsi endokrin fetus), (3). Genetik (spesies, bangsa), (4). lingkungan (nutrisi makanan, temperatur dan musim). Pada Tabel 15 tersajikan perkiraan rata-rata lama kebuntingan (hari) pada beberapa mamalia.
Tabel 4.7. Perkiraan Rata-Rata Lama Kebuntingan (hari) Spesies Rata-rata Lama Bunting (hari) 57 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Sapi perah
Ayrshire 278 Brown Swiss 290 (270 - 306) Dairy Shorthorn 282 Friesien 276 (240 - 333) Guernsey 284 Holstein Friesien 279 (262 - 359) Jersey 279 (270 - 285) Swedish-Friesien 282 (260 - 300) Zebu (Brahman) 292 (271 - 310) Sapi potong Aberdeen-Angus 279 Hereford 285 (243 - 316) Shorthorn 283 (273 - 294) Kambing 148 (140 - 159) Babi Babi domestikasi 114 (102 - 128) Babi liar (124 - 140) Kuda Arabian 337 (301 - 371) Belgian 335 (304 - 354) Clydesdale 334 Morgan 344 (316 - 363) Percheron (321 - 345) Shire 340 Thoroughbred 338 (301 - 349) Kelinci 30 - 32 Mencit (Mus musculus) 19 - 21 Tikus (Rattus norvegicus) 20 - 22 Marmut (Guinea pig) 55 - 75 Hamster 15 - 18 Anjing 63 (53 - 71) Kucing 65 (60 - 69) Kerbau 316 (312 - 320) Kera (Macaca spp) 150 - 180 Manusia 252 - 274
(Sumber : Hafez, ESE. 1980).
Daftar Bacaan Hafez, E.S.E. (1980). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia. Hoar,W.S. (1984). General and Comparative Physiology. Third edition. Prentice Hall of India. New Delhi. Nalbandov, A.V. (1976). Reproductive Physiology of Mammals and Birds Partodihardjo, S. (1982). Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Bandung. Tienhoven, Ari Van. (1983). Reproductive Physiology of Vertebrate. Second Edition. Cornell University Press. Ithaca and London. Smith dan Mangkoewidjaja. (1989). Pemeliharaan Hewan-Hewan Laboratorium Daerah Tropik.
di
58 Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009