SIKLUS HIDUP DAN PERTUMBUHAN KUPU-KUPU Graphium agamemnon L. DAN Graphium doson C&R. (PAPILIONIDAE: LEPIDOPTERA) DENGAN PAKAN DAUN CEMPAKA DAN DAUN SIRSAK
ESWA TRESNAWATI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Siklus hidup dan Pertumbuhan
Kupu-kupu
Graphium
agamemnon
dan
Graphium
doson
(Papilionidae: Lepidoptera) Dengan Pakan Daun Cempaka dan Daun Sirsak”, adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusataka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2010
Eswa Tresnawati NRP G325070091
ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata). Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and TRI ATMOWIDI
Tailed Jay (Graphium agamemnon Linnaeus. 1758) and Common Jay (Graphium doson C&R Felder. 1864) are two species of butterflies belonging to family of Papilionidae. Biological information of the butterflies is still limited. The objectives of the study were to observe life cycle, larval growth, fecundity, morphology, and food consumption of the species. Cempaka (Michelia champaca) and soursoup (Annona muricata) leaves were used as food for the larvae. The results showed that period of life cycle, food consumption, larval weight, and larval length of two species butterflies fed by cempaka and soursoup were not significantly different. The life cycle of the species ranged 25 – 39 days, food consumption ranged 5.18 – 7.85 grams, and larval weight ranged 0.0015 – 2.9554 grams. In addition, fecundities of G. agamemnon and G. doson were 122.25 ± 4.26 and 143.67 ± 10.50 eggs, respectively. In contrast, adult abdomen length of two species fed by cempaka (Michelia champaca) and soursoup (Annona muricata) was significantly different. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.
RINGKASAN ESWA TRESNAWATI. Siklus Hidup dan Pertumbuhan Kupu-kupu Graphium agamemnon dan Graphium doson (Papilionidae: Lepidoptera) dengan Pakan Daun Sirsak dan Daun Cempaka. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan TRI ATMOWIDI. Lepidoptera adalah serangga bersayap yang tubuhnya tertutupi oleh sisiksisik. Sisik pada sayap kupu berisi pigmen yang memberi warna dan corak menarik. Bentuk sayap sangat beragam, kombinasi pola serta warnanya yang indah menyebabkan kupu-kupu menjadi salah satu kelompok satwa yang menarik perhatian masyarakat. Indonesia memiliki 20 000 jenis kupu-kupu dengan 7.5% diketahui merupakan kupu-kupu famili Papilionidae. Kupu-kupu Papilionidae sebagian besar merupakan jenis-jenis berukuran besar dengan pola warna yang indah. Kupu-kupu ”Tailed Jay” (Graphium agamemnon Linnaeus,1758) dan ”Common Jay” (Graphium doson C&R Felder,1864) adalah dua spesies kupu famili Papilionidae yang tidak dilindungi. Informasi keadaan biologi kedua kupukupu jenis ini masih sangat kurang dan terbatas. Dari pengamatan di alam, banyak larva muda yang tidak berhasil menjadi kupu-kupu, bahkan tidak mencapai pupasi karena terancam oleh kehadiran parasit dan predator lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi pakan larva, pertumbuhan larva, dan siklus hidup G. agamemnon dan G. doson yang dipelihara di dalam ruangan laboratorium dan imago yang dipelihara di lingkungan semi alami berupa kubah tertutup. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Desember 2009. Penelitian ini meliputi tahapan analisis proksimat daun sirsak (A. muricata L.) dan daun cempaka (M. champaca L.). Tahap pemeliharaan larva dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan pengamatan perkawinan serta proses peneluran di kubah Taman Rektorat IPB. Tahap persiapan penelitian meliputi penanaman tumbuhan pakan larva dan tempat bertelur imago serta berbagai tanaman berbunga untuk pakan imagonya. Persiapan kupu-kupu dilakukan dengan memelihara larva kedua spesies ini di laboratorium. Larva instar I – III, dipelihara dalam cawan petri berdiameter 10 cm dan tinggi 2 cm. Setiap cawan petri terdiri dari satu individu larva dengan masing-masing daun cempaka dan sirsak sebagai pakannya. Memasuki instar IV, larva dipindahkan ke dalam botol kecil beserta daunnya. Botol larva beserta pakannya diletakan di dalam kandang larva yang berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm. Pemeliharaan pupa dilakukan di laboratorim. Pupa beserta daun di dalam botol diletakan di dalam kandang pupa berukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Pemeliharaan imago dilakukan di kubah yaitu dengan melepaskan kupukupu jantan dan betina. Pengamatan dan pemeliharaan imago di kubah penangkaran dilakukan hingga kupu-kupu tersebut kawin dan meletakan telurnya di daun inang. Parameter yang diamati terdiri dari siklus hidup, konsumsi pakan larva, pertumbuhan larva, dan morfologinya. Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji - t. Hasil penelitian menujukkan bahwa larva G. agamemnon dan G. doson menyukai kedua pakan ini. Hal tersebut menunjukan bahwa larva G. agamemnon
dan G. doson bersifat polifag. Periode telur – pupa kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak berkisar antara 25-39 hari. Rataan periode telur hingga menetas pada G. agamemnon adalah 4.46 hari dengan pakan cempaka dan 5.23 hari dengan pakan sirsak. Periode peneluran G. doson adalah 5.23 hari dengan pakan cempaka dan 4.94 hari dengan pakan sirsak. Rata-rata lama fase larva G. agamemnon yang diberi pakan daun cempaka berlangsung 16.91 hari tidak berbeda nyata dengan yang diberi pakan daun sirsak, yaitu 16.46 hari. Rata-rata lama fase larva G. doson yang diberi pakan daun cempaka adalah 15.86 hari dan hal ini tidak berbeda dengan yang diberi pakan daun sirsak, yaitu 14.14 hari. Dari hasil pengamatan periode pupasi, G. agamemnon berlangsung selama 11.46 hari yang diberi pakan daun cempaka dan 11.15 hari yang diberi pakan daun sirsak. Periode pupasi kupu-kupu G. doson adalah 10.88 hari untuk yang diberi pakan daun cempaka dan 10.47 hari untuk yang diberi pakan daun sirsak. Dengan demikian tak ada perbedaan yang nyata waktu periode pupa dari kedua pakan tersebut. Periode imago G. agamemnon dan G. doson ketika akan beroviposisi (praoviposisi) berlangsung 1-2 hari, sedangkan periode oviposisi berlangsung selama ± 7 hari. Periode hidup imago G. agamemnon rata-rata 8.27 ± 0.65 hari untuk yang diberi pakan daun cempaka, sedangkan yang diberi pakan daun sirsak rata-rata 8.71 ± 0.47 hari. Periode hidup imago G. doson rata-rata 7.57 ± 1.16 hari untuk yang diberi pakan daun cempaka, sedangkan yang diberi pakan daun sirsak rata-rata 8.21 ± 0.98 hari. Bobot larva kupu-kupu G. agamemnon lebih besar dibandingkan dengan bobot larva G. doson. Hal ini sejalan dengan konsumsi makan larva G. agamemnon yang lebih banyak dan juga ukuran imagonya yang lebih besar. Bobot larva G. agamemnon, baik yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak, tidak berbeda bobot tubuhnya, yaitu berkisar antara 0.0105 - 2.9554 gram. Sedangkan bobot larva G. doson berkisar antara 0.0009-2.7471 gram. Bobot larva G. agamemnon dan G. doson meningkat dari instar satu sampai instar empat. Hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi pakannya. Panjang larva G. agamemnon yang diberi pakan daun sirsak berkisar antara 0.30 – 4.10 cm dan yang diberi pakan daun cempaka berkisar antara 0.30 – 4.50 cm. Panjang larva G. doson yang diberi pakan daun sirsak berkisar antara 0.20 – 3.80 cm dan yang diberi pakan daun cempaka berkisar antara 0.30 – 4.10 cm. Empat imago betina G. agamemnon menghasilkan sebanyak 60-156 telur dengan rataan 122.25 ± 42.66 telur. Lama masa peneluran antara 7-9 hari dengan rataan 7.75 ± 0.95 hari. Persentase tetas telur sebesar 40.42 - 72.44% dengan rataan 44.38 ± 4.47%. Tiga imago betina G. doson menghasilkan sebanyak 133154 telur dengan rataan 143.67 ± 10.50 telur. Lama masa peneluran betina antara 6 – 7 hari dengan rataan 6.67 ± 0.57 hari. Persentase tetas telur sebesar 40.25 54.89%, dengan rataan 45.60 ± 8.07% Selama stadium aktif makan, larva G. agamemnon mengkonsumsi daun cempaka sebanyak 7.85 gram. dan 7.32 gram daun sirsak. Larva G. doson mengkonsumsi daun cempaka sebanyak 5.71 gram dan 5.18 gram daun sirsak. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah konsumsi daun oleh larva ditentukan oleh palatibilitas daun. Morfologi imago kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson berbeda nyata pada panjang abdomennya, baik yang diberi daun cempaka maupun
daun sirsak. Sebaliknya, rentang sayapnya kupu-kupu G.agamemnon dan G. doson tidak berbeda nyata antara yang diberi daun cempaka maupun daun sirsak. Berdasarkan hasil penelitian ini, teknik penangkaran kupu-kupu sebaiknya dilakukan dengan cara memadukan pemeliharaan kupu-kupu di ruangan dan di kubah (semi alami). Teknik penangkaran dengan prosedur seperti ini telah menghasilkan beberapa generasi kupu-kupu genus Graphium secara baik.
Kata kunci: Graphium agamemnon, Graphium doson, siklus hidup, pertumbuhan larva, konsumsi pakan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SIKLUS HIDUP DAN PERTUMBUHAN KUPU-KUPU Graphium agamemnon L. Dan Graphium doson C&R . (PAPILIONIDAE: LEPIDOPTERA) DENGAN PAKAN DAUN CEMPAKA DAN DAUN SIRSAK
ESWA TRESNAWATI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
Judul
Nama NRP Prog Studi
: Siklus Hidup dan Pertumbuhan Kupu-kupu Graphium agamemnon L.dan Graphium doson C&R. (Papilionidae: Lepidoptera) dengan Pakan Daun Cempaka dan Daun Sirsak : Eswa Tresnawati : G 352070091 : Biologi
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Tri Atmowidi, M.Si Anggota
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA ketua
Diketahui Ketua Mayor Biosains Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Bambang Suryobroto
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 25 Februari 2010
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga tesis yang berjudul “Siklus hidup dan Pertumbuhan Kupu-kupu Graphium agamemnon dan Graphium doson (Papilionidae: Lepidoptera) Dengan Pakan Daun Cempaka dan Daun Sirsak “ ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Bapak Dr.Tri Atmowidi M Si selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Agama RI atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat mengikuti program pascasarjana ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Pegy Djunianti LIPI Cibinong yang banyak memberikan informasi mengenai pemeliharaan kupukupu; Pengelola property Taman Rektorat IPB Dramaga yang telah mengizinkan penggunaan Taman Rektorat untuk digunakan dalam penelitian ini; Pak Ace Staf Pertamanan IPB; Ibu Iis Staf Laboratorium Biosistematika Serangga HPT IPB dan Keluarga besar MAN Tigaraksa atas izin studi serta dukungannya. Penelitian ini didanai oleh Departemen Agama RI yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Suami tercinta, Bapak, Ibu, Ibu mertua, anak-anakku tersayang (Iqbal, Fitri, Rahmah, Aini, Kanza), kakak dan adik-adik atas do’a, kesabaran, perhatian dan dukungan yang diberikan. Demikian juga kepada teman-teman dan pengelola Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB IPB atas kerjasamanya selama penelitian ini dilaksanakan. Semoga tesis ini memberi manfaat.
Bogor, Juni 2010 Eswa Tresnawati
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 1966 dari Bapak H.Djumadi dan ibu H. R Sumiati sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Tahun 1989 penulis menyelesaikan program Strata 1 pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Biologi. Selanjutnya penulis mengajar di Madrasah Aliyah Negeri Tigaraksa Tangerang, mulai tahun 1996 hingga sekarang. Pada bulan Juli 2007 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Departemen Agama RI dan mengambil Program Studi Biologi, Mayor Biosains Hewan pada Sekolah Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. v PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... Rumusan Masalah ............................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................ Manfaat Penelitian .............................................................................. Hipotesis ............................................................................................. Kerangka Penelitian ............................................................................
1 3 4 4 4 5
TINJAUAN PUSTAKA Peranan dan Fungsi Kupu-kupu ........................................................... 6 Ekologi Kupu-kupu ............................................................................. 6 Penyebaran Kupu-kupu ....................................................................... 7 Klasifikasi Kupu-kupu Graphium ........................................................ 8 Morfologi Kupu-kupu ......................................................................... 8 Morfologi Graphium agamemnon Linneus, 1758 ................................ 10 Morfologi Graphium doson C&R Felder, 1864 ................................... 11 Siklus Hidup Graphium........................................................................ 12 Tanaman Inang Larva Graphium ......................................................... 15 Tanaman Sirsak (Anonna muricata L.) ................................................ 16 Tanaman Cempaka (Michelia champaca L.) ........................................ 17 Tanaman Pakan Imago Kupu-kupu....................................................... 18 METODE Waktu dan Lokasi ............................................................................... 19 Bahan dan Alat .................................................................................... 19 Cara Kerja ........................................................................................... 20 Persiapan Kupu-kupu untuk penangkaran ............................................ 20 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 22 Rancangan Penelitian .......................................................................... 24 HASIL Kandungan Daun Cempakan dan Sirsak .............................................. 25 Konsumsi Pakan Larva ........................................................................ 25 Bobot Larva Graphium agamemnon .................................................. 28 Bobot Larva Graphium doson ............................................................. 29 Pertumbuhan Larva Graphium agamemnon ........................................ 30 Pertumbuhan Larva Graphium doson .................................................. 31
Morfologi Larva ..................................................................................... 32 Siklus Hidup Graphium agamemnon .................................................... 35 Siklus Hidup Graphium doson ............................................................. 36 Morfologi Imago Graphium agamemnon ............................................. 39 Morfologi Imago Graphium doson ....................................................... 39 Priode Imago ....................................................................................... 40 Fekunditas Imago Betina ..................................................................... 41 Morfologi Telur ................................................................................... 41 Lama Periode Telur ................................................................................ 41 Perilaku Oviposisi Imago .................................................................... 42 PEMBAHASAN Teknik Penangkaran Kupu-kupu ......................................................... 43 Tumbuhan Inang ................................................................................. 45 Kandungan Nutrien Daun .................................................................... 46 Konsumsi Pakan .................................................................................. 47 Pertumbuahan Larva ........................................................................... 48 Siklus Hidup ....................................................................................... 49 Faktor Lingkungan .............................................................................. 50 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ............................................................................................ 52 Saran ................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Jumlah individu G. agamemnon dan G.doson .................................... 23
2
Desain rancangan penelitian pada kupu-kupu ....................................... 24
3
Hasil analisis uji proksimat daun cempaka dan daun sirsak .................. 25
4
Persentase konsumsi pakan larva G. agamemnon .............................. 26
5
Persentase konsumsi pakan larva G. doson ......................................... 27
6
Bobot larva G. agamemnon di awal dan akhir instar 1-4 ...................... 28
7
Bobot larva G. doson pada di awal dan akhir instar 1-4 ........................ 29
8
Panjang larva G. agamemnon awal dan akhir instar............................. 30
9
Panjang larva G. doson awal dan akhir instar ....................................... 31
10 Perbedaan morfologi larva G. agamemnon pada setiap instar ............... 33 11 Perbedaan morfologi larva G. doson pada setiap instar ......................... 34 12 Siklus hidup G. agamemnon .............................................................. 35 13 Siklus hidup G. doson ......................................................................... 36 14 Ukuran rentang sayap dan panjang abdomen G. agamemnon ............. 39 15 Ukuran rentang sayap dan panjang abdomen G. doson ....................... 40 16 Perbedaan morfologi telur G. agamemnon dan G. doson .................... 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Kerangka pemikiran Peneltian ............................................................ 5
2
Antena kupu-kupu .............................................................................. 9
3
Bagian mulut kupu-kupu ..................................................................... 9
4
Bentuk dan venasi sayap kupu-kupu famili Papilionidaae ................... 10
5
Kupu-kupu Graphium agamemnon betina (a) dan jantan (b) ............... 11
6
Morfologi Graphium doson betina (a) dan jantan (b) ........................... 12
7
Morfologi larva kupu-kupu ................................................................. 13
8
Habitus tanaman sirsak (Anonna muricata L.) .................................... 17
9
Habitus tanaman Cempaka (Michelia champaca L.) ........................... 17
10 Tanaman bunga pakan imago kupu-kupu Graphium ............................ 18 11 Pemeliharaan larva instar ke 1-3 (a) dan larva instar ke 4 (b) ............... 21 12 Penempelan pupa pada botol (a) dan kandang pupa(b) ........................ 21 13 Kubah tempat penangkaran kupu-kupu Graphium ............................... 22 14 Grafik konsumsi pakan larva G. agamemnon dan G. doson................ 27 15 Siklus hidup Graphium agamemnon dengan pakan daun cempaka ...... 37 16 Siklus hidup Graphium doson dengan pakan daun cempaka ................ 38 17 Oviposisi telur Graphium agamemnon pada daun cempaka................. 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Daftar kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia ................................... 58
2
Hasil uji t konsumsi pakan G. agamemnon ......................................... 59
3
Hasil uji t konsumsi pakan G. doson .................................................. 61
4
Hasil uji t bobot larva G. agamemnon ................................................ 63
5
Hasil uji t bobot larva G. doson .......................................................... 65
6
Hasil uji t panjang larva G. agamemnon ............................................. 67
7
Hasil uji t panjang larva G. doson ...................................................... 69
8
Hasil uji t siklus hidup G. agamemnon .............................................. 71
9
Hasil uji t siklus hidup G. doson ......................................................... 74
10 Hasil uji t morfologi G. agamemnon ................................................... 77 11 Hasil uji t morfologi G. doson ............................................................. 79
PENDAHULUAN
Latar belakang Lepidoptera adalah serangga bersayap yang tubuhnya tertutupi oleh sisik (lepidos = sisik, pteron = sayap) (Kristensen 2007). Sisik pada sayap kupu-kupu mengandung pigmen yang memberi warna dan corak menarik (Amir et al. 1993). Bentuk sayap sangat beragam dan kombinasi pola serta warnanya yang indah, menyebabkan kupu-kupu menjadi salah satu kelompok satwa yang menarik perhatian masyarakat (Noerdjito & Aswari 2003). Secara ekonomi, kupu-kupu mempunyai nilai jual yang tinggi dan merupakan
obyek
wisata.
Kupu-kupu
banyak
diburu
oleh
wisatawan
mancanegara, baik untuk dinikmati keindahannya maupun untuk dikoleksi sebagai kenang-kenangan dan kepentingan ilmu pengetahuan (Borror et al. 1996). Serangga ini menjadi perhatian bagi para ilmuwan untuk melengkapi data biosistimatik dalam studi ilmiah (Smart 1991). Indonesia memiliki sekitar 20 000 spesies kupu-kupu dan 7.5% diantaranya diketahui merupakan anggota famili Papilionidae. Kupu-kupu Papilionidae sebagian besar merupakan spesies berukuran besar, dengan pola warna yang indah. Pada beberapa spesies, pasangan sayap belakangnya memanjang membentuk pola mirip ekor, sedangkan beberapa spesies terbang lambat mirip burung layang-layang. Oleh karena itu, kupu-kupu ini sering disebut sebagai kupu-kupu sayap burung ”birdwing” atau ”swallowtails” (Noerdjito & Aswari 2003). Anggota Papilionidae mempunyai sayap warna-warni yang
menawan.
Oleh karena daya tarik tersebut, maka spesies ini banyak diperdagangkan oleh masyarakat. Perburuan dan perdagangan dalam jumlah yang tidak terkontrol, menyebabkan kupu-kupu Papilionidae terus terancam keberadaanya (Djunianti dan Amir 2006). Tsukada dan Nishiyama (1982) melaporkan di Indonesia terdapat 122 spesies Papilionidae dan 163 spesies Nymphalidae. Berdasarkan ajuan kuota tangkap setiap tahunnya, hampir semua spesies
kupu-kupu Papilionidae
Indonesia ini diajukan untuk diperdagangkan. Dalam usaha mencegah adanya pemanfaatan yang berlebihan, 19 spesies kupu-kupu famili Papilionidae
2
(Lampiran1)
telah
dilindungi,
berdasarkan
SK
Mentri
Kehutanan
No.
576/Kpts/Um/8/1980 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito & Maryanto 2001). Kupu-kupu ”tailed jay” (Graphium agamemnon Linnaeus,1758) dan ”common jay” (Graphium doson C&R Felder,1864) adalah dua spesies kupukupu yang termasuk famili Papilionidae yang tidak dilindungi. Namun demikian, kupu-kupu
ini mempunyai
nilai ekonomi
karena
bentuk, warna, dan
penampilannya yang sangat menarik. Kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson memiliki potensi untuk dikembangbiakkan. Informasi biologi kedua kupu-kupu spesies ini masih sangat terbatas. Dari segi edukasi, dalam rangka pemahaman kepada siswa tentang metamorfosis dan peristiwa penyerbukan yang dibantu serangga, pembudidayaan kupu-kupu ini dapat dijadikan model pembelajaran yang efektif dan menarik. Meskipun populasinya di alam masih cukup tinggi, namun upaya penangkaran perlu dilakukan. Dari pengamatan di alam, banyak larva muda yang tidak berhasil menjadi kupu, bahkan tidak mencapai pupasi karena terancam oleh kehadiran serangga parasitoid dan predator lainnya (Djunianti et al. 1991). Hutchins (1974) melaporkan bahwa dari seluruh larva Graphium yang menetas, hanya 2% saja yang berhasil menjadi kupu. Oleh karena itu populasi kedua spesies ini rentan terhadap gangguan. Kampus IPB Dramaga memiliki area yang luas (267 ha) dengan didukung oleh vegetasi yang beranekaragam. Sebagai sebuah institusi akademis, sudah selayaknya IPB dapat memberikan informasi biologi tentang kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson yang berada di sekitar kampus IPB. Adanya dua kubah di taman rektorat, merupakan peluang yang baik untuk dimanfaatkan sebagai taman kupu-kupu. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam teknik penangkaran dan strategi pelestarian serangga kupu-kupu. Pemilihan kedua spesies ini juga berdasarkan pada pakan larvanya tersedia cukup banyak di lingkungan kampus. Djunianti dan Amir (2006) melaporkan tanaman pakan larva kupu-kupu genus Graphium adalah sirsak (Annona muricata), srikaya (Annona squamosa), cempaka (Michelia champaca), kayu
3
manis (Cinnamomum zeylanicum) dan berbagai anggota famili Rutaceae (Citrus sp). Corbert and Pendlebury (1992) melaporkan, kupu-kupu G. agamemnon mempunyai beberapa jenis tanaman inang dari famili Annonacea, seperti Annona sp. Saccopetalum sp. Guatteria sp. dan Polyalthia sp. Penelitian ini difokuskan pada pengamatan konsumsi pakan dengan dua tanaman inang, pertumbuhan larva, dan siklus hidupnya. Daun cempaka (Michelia champaca) dan sirsak (Annona muricata) digunakan sebagai pakan larva, sedangkan bunga soka (Ixora paludosa), pacar air (Impatient balsamina), pagoda (Clerodendrum japonicum), batavia (Jatropha pandurifolia), saliara (Lantana camara), dan taiwan beauty (Cuphea sp.) sebagai sumber nektar bagi imago kupukupu. Perkembangan populasi serangga di alam secara umum ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu iklim mikro (suhu, kelembaban, intensitas cahaya), tanaman inang larva sebagai sumber pakan, tanaman penghasil nektar sebagai sumber pakan imago, predator, kompetisi serta parasit. Belum banyak informasi tentang ekologi dan perkembangan kupu-kupu genus Graphium, menjadi latar belakang pentingnya penelitian ini dilakukan.
Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut maka: a) Perlu eksplorasi lebih dalam mengenai palatibilitas dan jumlah konsumsi pakan dari tanaman inang yang dijadikan pakan stadia larva. b) Perlu dipelajari pengaruh tanaman inang terhadap pertumbuhan, morfologi, dan siklus hidup dari kupu-kupu Graphium. c) Perlu dipelajari kondisi lingkungan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan kupu-kupu Graphium. d) Perlu dipelajari teknik penangkaran yang paling baik bagi dua spesies Graphium, yang dapat dijadikan acuan bagi para penangkar kupu-kupu.
4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mempelajari siklus hidup, pertumbuhan, dan konsumsi pakan G. agamemnon dan G. doson yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak dalam ruangan laboratorium.
2.
Mengetahui teknik penangkaran kupu-kupu spesies G. agamemnon dan G. doson di lingkungan semi alami (kubah tertutup).
Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Pengetahuan biologi kupu-kupu spesies G. agamemnon dan G. doson. 2. Model budidaya bagi kupu-kupu spesies lain. 3. Memanfaatkan dua kubah yang sudah ada di kampus IPB Dramaga, sebagai sarana ekoedutourism di lingkungan kampus.
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : HO : Perlakuan pemberian jenis pakan terhadap larva G. agamemnon dan G. doson tidak berpengaruh terhadap siklus hidup, pertumbuhan, dan konsumsi pakan. H1 : Perlakuan pemberian jenis pakan terhadap larva G. agamemnon dan G. doson berpengaruh terhadap siklus hidup, pertumbuhan, dan konsumsi pakan.
Kerangka penelitian dalam penelitian ini tertera dalam Gambar 1.
5
- Populasi kupu-kupu Graphium di alam mengalami gangguan karena serangan predator dan perburuan. - Informasi biologi yang masih kurang
Populasi semakin menurun
Perlu segera dilakukan penangkaran di habitat semi alami
- Budidaya larva di dalam ruangan - Penangkaran imago di dalam kubah
Tersedianya pakan larva dan imago
Kondisi lingkungan optimum: - Suhu - Kelembaban - Intensitas cahaya
Teknik pemeliharaan yang tepat
- Siklus hidupnya normal - Keberhasilan hidup yang tinggi - Reproduksi berjalan baik - Kupu-kupu ada sepanjang tahun
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Peranan dan Fungsi Kupu-kupu Kupu-kupu mempunyai nilai yang penting dalam ekosistem hutan, yaitu sebagai penyerbuk (pollinator) untuk menjaga keanekaragaman tumbuhan. Keberadaan serangga penyerbuk dapat membantu mempertahankan banyak spesies tumbuhan di habitatnya (Kevan dan Baker 1983; Sembel 1993). Disamping itu, beberapa tumbuhan dan serangga mempunyai hubungan yang sangat erat dan beberapa tumbuhan hanya dapat diserbuk oleh serangga. Dalam bidang pertanian, kupu-kupu juga dapat berfungsi sebagai hama, terutama pada stadia larva kupu-kupu dari famili seperti Danaidae, Amanthusidae, Nymphalidae, Papilionidae, Pieridae, dan Hesperidae menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian dan tanaman hias (Salmah 1994). Serangga-serangga tersebut akan menjadi hama potensial, jika terjadi peningkatan jumlah populasi dan tanpa adanya penekanan dari musuh alaminya. Kupu-kupu memiliki sebaran geografi yang luas. Keanekaragaman kupukupu dapat memberikan informasi tentang kondisi lingkungan dan sebagai indikator kualitas dan kesehatan lingkungan. Bagi manusia, kupu-kupu tidak hanya sebagai obyek yang memiliki keindahan, namun dalam banyak hal kupukupu memiliki arti lain.
Ekologi Kupu-kupu Smart (1991) melaporkan ukuran populasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor dependent (saling tergantung) dan faktor independent (tidak saling tergantung). Faktor dependent adalah faktor yang memiliki ketergantungan terhadap individu yang ada dalam habitat, misalnya ketersediaan sumber daya (pakan,ruang). Faktor independent adalah faktor yang pengaruhnya tidak tergantung dari ukuran populasi, misalnya iklim. Dari kedua faktor tersebut, faktor dependent merupakan faktor yang banyak berperan pada kebanyakan kupu-kupu. Clark et al. (1996) mengemukakan bahwa komponen habitat yang penting bagi kehidupan kupu-kupu adalah tersedianya vegetasi sebagai sumber makanan, tempat untuk berkembang biak, dan shelter (tempat berlindung). Jika tidak ada vegetasi atau kurang dari jumlah yang dibutuhkan, maka akan terjadi pergerakan
7
kupu-kupu untuk mencari daerah baru yang banyak terdapat vegetasi sebagai sumber makanannya. Dengan demikian, vegetasi selain ini sebagai sumber makanan, dapat juga berperan sebagai tempat berlindung dari serangan predator dan tempat untuk berkembang biak. Kupu-kupu menyukai tempat-tempat yang bersih, sejuk dan tidak terpolusi oleh insektisida, asap, bau yang tidak sedap dan lain-lain. Karena sifatnya demikian, maka kupu-kupu menjadi salah satu kelompok serangga yang dipergunakan sebagai indikator terhadap perubahan ekologi. Makin beragam jenis kupu-kupu di suatu tempat menandakan ekosistim di wilayah tersebut masih baik (Odum 1979). Kehidupan kupu-kupu sangat tergantung pada tumbuhan dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Spesies kupu-kupu yang berwarna indah belakangan ini menjadi langka. Terjadinya kerusakan hutan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah tumbuhan inang. Hal ini akan berdampak berkurangnya jumlah spesies dan jumlah individu dari kupu-kupu (Whalley 1992). Amir et al. (2003) melaporkan keanekaragaman kupu-kupu di Taman Nasional Gunung Halimun berbeda dengan keanekaragaman spesies di Taman Nasional lainnya di Indonesia. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan iklim, musim, ketinggian tempat, serta jenis-jenis tanaman inang yang menyediakan nektar bagi imagonya dan daun sebagai makanan bagi larvanya.
Penyebaran Kupu-kupu Penyebaran spesies kupu-kupu dibatasi oleh faktor geologi, ekologi, dan keberadaan tanaman inang yang menjadi makanan larva maupun dewasa. Braby (2000) melaporkan distribusi G. agamemnon meliputi India selatan sampai India utara (Kumaon sampai Assam), Nepal, Sri Lanka, Andamans, Nicobars, Banglades, Brunei, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, China selatan (meliputi Hainan), Taiwan, Malaysia, Brunai, Indonesia (Sumatra, Nias, Mentawai, Bangka, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Kalimantan), Pilipina dan Australia. Distribusi G. doson meliputi Nepal, Sri langka, Banglades, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Cina Selatan, Taiwan, Malaysia, Brunai, Indonesia (Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan), Philipina, Papua Nugini, Solomon dan Australia. Keberadaan kupu-kupu spesies ini di daerah tersebut terkait dengan keberadaan
8
inang dan iklim yang cocok bagi perkembangan hewan tersebut.
Klasifikasi Kupu-kupu Graphium Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera dan kelas Insekta yang permukaan sayapnya tertutup oleh sisik. Lepidoptera dibedakan menjadi dua sub ordo yaitu Heterocera (moth) dan Rhopalocera (butterfly) (Borror et al. 1996). Kupu-kupu dibedakan dengan ngengat dalam beberapa hal, yaitu kupu-kupu bersifat diurnal, sedangkan ngengat nokturnal (Braby 2000). Selain itu bentuk dan corak warna kupu-kupu lebih menarik dibandingkan ngengat (Stavenga et al. 2004). Pada saat hinggap, sayap kupu-kupu umumnya menutup, sedangkan ngengat terbuka (Fleming 1983). Antena kupu-kupu ramping dan membulat di ujung, sedangkan ngengat berbentuk rambut (plumose). Klasifikasi kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Sub ordo
: Rhopalocera
Famili
: Papilionidae
Sub famili
: Papilioninae
Genus
: Graphium
Spesies
: Graphium agamemnon Graphium doson (Tsukada &Nishiyama 1982; Collins & Morris 1985)
Morfologi Kupu-kupu Tubuh kupu-kupu dibedakan menjadi caput (kepala), toraks (dada) dan abdomen (perut) (Fleming 1983). Kepala kupu-kupu mempunyai sepasang antena panjang yang membesar (menggada) pada ujungnya (Gambar 2). Antena tersebut berfungsi sebagai peraba dan perasa (Mastright & Rosariyanto 2005). Kupu-kupu memiliki satu pasang mata majemuk (compound eyes) yang relatif besar dan terdiri dari sejumlah besar faset (Amir et al. 2003). Mata majemuk tersebut
9
berfungsi untuk mengenali bentuk, warna, dan gerakan. Kupu-kupu juga mempunyai mata tunggal (ocelli) yang berfungsi untuk mengetahui intensitas cahaya (Braby 2000). Gambar 3 menunjukkan bagian mulut kupu-kupu yang terdiri dari labrum, palpus maksilaris, palpus labialis, dan probosis. Labrum berukuran kecil berbentuk pipa transversal yang melintang di bagian bawah probosis. Palpus maksilaris dan mandibel berukuran kecil atau tidak ada. Palpus labialis berkembang dan memanjang ke depan. Probosis terbentuk dari maksila yang berlekuk secara longitudinal, panjang dan melingkar, berfungsi sebagai penghisap cairan. menggada
Gambar 2 Antena kupu-kupu (Gullan 2000). labrum (bibir atas) Mata tunggal
Mata majemuk
Gambar 3 Bagian mulut kupu-kupu (Amir et al. 2003). Toraks sebagai sumber kekuatan tubuh. Toraks kupu-kupu terbagi tiga segmen, yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Pada bagian ini terdapat tiga pasang tungkai dan dua pasang sayap, serta sekumpulan otot yang digunakan dalam pergerakan dan terbang (Fleming 1983; Sterry 1995). Abdomen kupu-kupu terdiri dari 10 ruas, terdiri atas tergum pada bagian dorsal dan sternum pada bagian ventral. Pada ruas pertama sampai ruas ke tujuh terdapat spirakel yang berfungsi untuk jalan masuknya udara. Dua atau tiga ruas
10
terakhir abdomen mengalami modifikasi membentuk alat genitalia. Di dalam abdomen terdapat alat pencernaan, jantung, sistem ekskresi, sitem reproduksi dan sistem otot (Noerdjito & Aswari 2003). Sayap kupu-kupu seperti selaput dan banyak terdapat sisik. Ukuran, susunan, pola, dan warna sayap sangat bervariasi pada masing-masing spesies. Sistem venasi sayap sangat penting dalam identifikasi (Fleming 1983; Borror et al. 1996). Bentuk dan susunan venasi sayap merupakan salah satu penciri untuk mengenali spesies kupu-kupu (Gambar 4).
a
b
Gambar 4 Bentuk dan venasi sayap kupu-kupu famili Papilionidae: Venasi sayap G. sarpedon (a) dan P. paris (b).
Morfologi G. agamemnon Linneus, 1758 Morfologi G. agamemnon betina adalah kepala berwarna hijau dengan lengkungan hitam pada sisi atas; dada dan perut berwarna hijau dengan lengkungan hitam pada sisi atas; rentang sayap depan betina ± 65 mm; sayap depan berwarna dasar hitam dengan spot-spot hijau yang besar; sayap belakang berwarna dasar hitam dengan serangkaian spot hijau pada bagian tengah dan garis hijau yang sejajar dengan abdomen; terdapat ekor (swallowtails) (Gambar 5a). Morfologi G. agamemnon jantan adalah kepala berwarna hijau dengan lengkungan hitam pada sisi atas; dada dan perut berwarna hijau dengan lengkungan hitam pada sisi atas; rentang sayap depan ± 62 mm; sayap depan
11
berwarna dasar hitam dan terdapat serangkaian spot yang berwarna hijau; sayap belakang berwarna dasar hitam dengan serangkaian spot hijau pada bagian tengah dan garis putih yang sejajar dengan perut (Gambar 5c); terdapat ekor (swallowtails) yang lebih pendek dibandingkan dengan betina (Gambar 5b).
a b c Gambar 5 Kupu-kupu G. agamemnon betina (a) dan jantan (b). G. agamemnon jantan terdapat garis putih sejajar perut (c). Morfologi G. doson C&R Felder, 1864 Morfologi G. doson betina adalah kepala berwarna hitam dengan lengkungan garis berwarna putih; sayap depan berwarna dasar hitam dengan tepi sayap atas bundar, terdapat serangkaian spot biru di tengah sayap dan tepi sayap; sayap belakang berwarna dasar hitam dengan spot besar berwarna biru dan tidak memiliki swallowtails; sisi bawah sayap berwarna hitam dengan spot besar berwarna putih pucat; dada dan perut berwarna hitam abu-abu; ujung abdomen mempunyai lubang (Gambar 6a). Morfologi G. doson jantan adalah kepala berwarna hitam dengan lengkungan garis yang berwarna putih; sayap depan berwarna dasar hitam dengan tepi sayap atas lurus; terdapat serangkaian spot biru di tengah sayap dan tepi sayap; sayap belakang mempunyai spot besar berwarna biru; sisi bawah sayap berwarna hitam dan terdapat spot yang besar berwarna putih pucat dan tidak memiliki swallowtails; dada dan perut berwarna hitam abu-abu; ujung abdomen terbelah (Gambar 6b).
12
Jantan atau Betina
a
b
Gambar 6 Morfologi G. doson betina (a) dan jantan (b). Gambar insert adalah ujung abdomen betina dan jantan Kupu jantan dibagian ujung abdomen mempunyai dua ‘pintu’ yang dapat dibuka lebar ke samping, untuk memegang ujung abdomen dari betina ketika kawin. Jantan dan betina mempunyai warna yang berbeda (dimorfisme seksual), ukuran tubuh betina pada umumnya lebih besar dari pada jantan. Bentuk sayap depan pada betina lebih bundar, sedangkan tepi sayap jantan lurus atau konveks. Jantan sering memiliki bulu pada ‘basis’ sayap belakang (misalnya genus Taenaris dan Mycalesis) (Mastrigt & Rosariyanto 2005).
Siklus Hidup Graphium Kupu-kupu termasuk holometabola yang siklus hidupnya melalui fase telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (kupu dewasa). Siklus hidup setiap spesies kupu-kupu bervariasi. Siklus hidup G. agamemnon berkisar antara 38 - 44 hari (Andri 1994), P. memnon berkisar 20 - 50 hari (Jamalius 1997) dan P. demolion eramer berkisar 41 - 50 hari (Rizal 2002).
13
1. Telur Kupu-kupu Papilionidae biasanya meletakkan telur satu-satu pada tumbuhan inang. Telur
kupu-kupu berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan dengan
ukuran sangat beragam. Pada Ornithoptera, telur berdiameter 3 mm, Troides, telur berdiameter 2 mm, dan Papilio, telur berdiameter 1 mm (Haugum & Low 1980).
2. Larva (ulat) Ulat adalah suatu fase yang berhubungan dengan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Braby 2000). Ulat kupu-kupu berbentuk silindris (eruciform) terdiri dari 13 ruas (3 ruas toraks dan 10 ruas abdomen) (Borror et al. 1996). Tubuh larva dibedakan menjadi 3 bagian yaitu kepala, dada, dan perut. Kepala berkembang baik dan berbentuk bulat. Kapsul kepala mengalami sklerotisasi. Pada kepala terdapat mata yang disebut stemmata dan sepasang antena yang sangat pendek. Tipe mulut larva kupu-kupu adalah menggigit dan mengunyah (Borror et al. 1996). Toraks dibagi menjadi 3 ruas (protoraks, mesotoraks dan metatoraks). Setiap ruas toraks mempunyai sepasang tungkai (Gambar 7). Larva Papilionidae mempunyai organ“osmeterium” yang terdapat pada protoraks. Organ osmeterium berhubungan dengan suatu kelenjar bau. Apabila larva mendapat gangguan, osmeterium akan terjulur dibarengi dengan semprotan bau yang khas (Stanek 1992).
1
mesotoraks
2
3
4
5
6
7
8 9 10
metatoraks
Gambar 7. Morfologi larva kupu-kupu (Braby 2000). Gambar 7 menunjukan abdomen larva kupu-kupu terdiri dari 10 ruas. Ruas tiga sampai enam masing-masing mempunyai tungkai (prolegs). Tungkai
14
dipergunakan untuk berjalan atau menggantung pada ranting dengan bantuan crochet. Ruas delapan sampai sepuluh mempunyai prolegs anal. Pada setiap ruas toraks dan abdomen terdapat sepasang lubang spirakel yang berguna untuk pernafasan. Tubuh larva ditutupi kutikula yang dibentuk oleh lapisan epidermis. Kutikula mengalami pengerasan, oleh sebab itu kutikula dilepaskan secara periodik untuk mengikuti pertumbuhan larva (Peigler 1989). Larva Graphium yang baru menetas dari telur berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 2-3 mm. Djunianti et al. (1991) melaporkan rata-rata umur larva G. agamemnon yang diberi pakan daun kenanga adalah 16.8 hari, sedangkan yang diberi pakan daun sirsak adalah 17.1 hari.
3. Pupa (kepompong) Sebelum menjadi pupa, larva mengalami fase prepupa. Prepupa adalah fase larva akhir, ditandai dengan berdiam untuk dua atau tiga hari sebelum terjadi ekdisis (pergantian kulit) (Chapman 1998). Larva yang telah tumbuh sempurna, akan segera berhenti makan. Setelah ganti kulit terakhir, larva mempersiapkan diri untuk berkembang menjadi pupa. Sebelum menjadi pupa, larva membuat landasan sutera (kremaster) di ujung abdomen untuk menopang atau bergantungnya badan pupa. Stadium pupa merupakan transformasi dari larva untuk menjadi dewasa (Chapman 1998). Bentuk pupa Graphium umumnya obtekta. Warna pupa kupukupu beragam dan bentuk pupa seringkali berlekuk tidak rata. Oleh kremaster, pupa akan ditempelkan pada ranting atau daun dengan posisi yang agak tegak (Mastrigt & Rosariyanto 2005). Djunianti et al. (1991) melaporkan rata-rata umur pupa G. agamemnon adalah 10.9 hari dan G. sarpedon adalah 11 hari.
4. Imago (kupu-kupu dewasa) Imago akan keluar setelah masa pupa (pupa berlangsung dari beberapa hari sampai satu bulan lebih). Imago membuka bagian atas pupa, sambil memegang daun atau ranting dengan tungkai depan untuk keluar dari pupa yang basah. Ketika keluar dari pupa, sayap imago masih tertutup. Setelah keluar, imago mengeluarkan banyak cairan. Sebelum dapat terbang untuk pertama kalinya, imago membuka serta menggerak-gerakkan sayap sampai menjadi kering. Seluruh
15
proses ini biasanya berlangsung pada pagi hari pada cuaca cerah (Mastright & Rosariyanto 2005).
Tanaman Inang Larva Graphium Braby (2000) melaporkan tanaman inang larva Graphium adalah Cyathostemma
mocrantium,
Desmos
goezeanus,
Fitzalania
heteropetela,
Melodorum leichhardtii, Polyalthia michaelii, Polyalthia nitidissima, Miliusa brahei, Annona glabra, A. muricata, A. reticulate, A. squamosa dan M. champaca. Beberapa spesies jenis kupu-kupu memiliki kebutuhan tanaman inang yang spesifik sebagai tempat meletakan telur dan sebagai pakan larvanya. Larva Papilionidae menunjukan keterkaitan dengan beberapa jenis tanaman inang, seperti Aristolochia, Citrus dan tanaman Umbelliferae (Mani 1982). Kupu Graphium selalu dijumpai pada beberapa jenis tanaman Annonaceae. Astuti (1993) melaporkan konsumsi pakan larva P. memnon dengan daun purut adalah sebanyak 14.57 gram, larva P. demoleus mengkonsumsi sebanyak 10.95 gram dan larva P. polytes sebanyak 8.76 gram. Larva kupu-kupu G. agamemnon mengkonsumsi daun kenanga sebanyak 4.44 gram dan pakan daun sirsak sebanyak 7.56 gram (Djunianti et al.1991). Tanaman pakan merupakan tempat larva mendapatkan nutrisi penting dan zat-zat kimia yang diperlukan dari tahap larva hingga imago (Sihombing 1999). Kriteria tanaman pakan yang baik dan dapat digunakan sebagai pakan larva, diantaranya ialah jumlah daun banyak, tanaman mudah dibudidayakan, dan dikembangkan, dan sesuai bagi larva. Dalam pembudidayaan kupu-kupu, ketersediaan pakan menjadi salah satu fakor utama yang harus diperhatikan. Untuk menunjang keberhasilan pembudidayaan ini, harus dipilih daun-daun yang ketersediaanya melimpah. Pohon sirsak dan cempaka adalah termasuk pohon keras dengan jumlah daun yang cukup banyak. Faktor lain yang menjadi salah satu syarat untuk pemilihan pakan bagi larva adalah tanaman mudah didapat dan dikembangkan. Untuk memenuhi syarat tersebut, sebaiknya dipilih tanaman-tanaman yang mudah tumbuh di berbagai kondisi tanah seperti tanah kering. Mudahnya tanaman-tanaman tersebut untuk tumbuh dan berkembangbiak mendukung bagi usaha budidaya. Tanaman pakan
16
larva yang baik, jika dipangkas haruslah daunnya cepat tumbuh kembali dan jumlahnya bertambah banyak. Tanaman sirsak dan cempaka mudah didapati di sekitar kampus IPB dan mudah dikembangbiakkan. Sebelum larva yang baru menetas mulai makan, larva muda membutuhkan stimulasi khusus. Hal tersebut dideteksi oleh kemoreseptor yang terdapat pada antena dan bagian mulut dari larva serangga (Comba et al. 1999). Apabila pakan tersebut sesuai , maka daun akan dimakan oleh larva tersebut. 1. Tanaman Sirsak (Anonna muricata L.) Tanaman sirsak termasuk ke dalam famili Annonaceae. Tanaman ini tumbuh tegak. Tanaman sirsak berbentuk pohon yang dapat mencapai 8-10 m tingginya (Gambar 8). Tanaman sirsak mempunyai batang berkayu, bulat dan bercabang. Daun sirsak termasuk daun tunggal. Bentuk daun sirsak bulat telur atau lanset dengan ujung runcing dan tepi rata. Panjang daun antara 6-18 cm dan lebar daun antara 2-6 cm, daun berwarna hijau. Tanaman sirsak mempunyai bunga tunggal terletak pada batang dan ranting. Buah sirsak termasuk majemuk, buah sedikit bergerigi berbentuk bulat telur dan berwarna hijau. Buah sirsak kaya akan vitamin B dan C (Ashari 1995). Biji bulat telur, keras dan berwana hitam. Tanaman sirsak berakar tunggang. Habitat tumbuhan ini terdapat di daerah tropika dan sub tropika. Tumbuhan ini mempunyai kandungan bahan aktif berupa alkaloid, minyak atsiri dan senyawa aromatik, karbohidrat, lemak, asam amino, polifenol. Bijinya mengandung minyak antara 42-45%.
Bagian tanaman yang
dimanfaatkan adalah buah, biji, dan daun. Tanaman sirsak berasal dari daerah tropik, yaitu daerah yang terletak diantara Ekuador dan Peru. Tumbuhan ini mempunyai aroma daun yang spesifik. Tanaman ini menyenangi jenis tanah berpasir atau lempung berpasir. Tanah liat dan drainase yang kurang baik menyebabkan kerontokan bunga dan buah. Tanaman Annona menyukai iklim lembab dengan suhu panas.
Ketinggian tempat yang baik untuk tumbuhnya
spesies ini adalah sampai 1000 m di atas permukaan laut. Kelembaban udara kurang dari 70 % menyebabkan kerontokan bunga dan pengeringan kepala putik.
17
Gambar 8 Habitus tanaman sirsak (A. muricata L.). 2. Tanaman Cempaka (Michelia champaca L.) Tanaman cempaka diduga berasal dari India, kemudian disebarkan ke barat daya Cina, Indo-Cina, Semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa dan Sumbawa. Saat ini cempaka mulai dibudidayakan di daerah tropis (Ashari 1995). Cempaka merupakan tanaman hutan dengan tinggi 15-25 m bahkan ada yang mencapai 50 m (Gambar 9). Batang tegak berdiameter 1.8 m dengan ujung ranting berambut. Daun berbentuk bulat lanset dengan ujung dan pangkal runcing, panjang 10-28 cm, lebar 4.5-11 cm, tipis seperti kulit dan bergelombang pada bagian tepi. Panjang tangkai daun 0-2 cm. Panjang tunas bunga 3-4 cm (Van Steenis 1997). Cempaka tumbuh di hutan tropis yang lembab atau pada tepi hutan dengan tanah subur pada ketinggian 250-1500 m, dengan suhu maksimum 35-40 ºC dan suhu minimum 3-10 ºC (Van Steenis 1997). Tanaman cempaka juga tumbuh baik di tanah dengan tekstur ringan-sedang, pH tanah netral, dan memiliki drainase yang baik. Tanaman cempaka tidak toleran terhadap naungan.
Gambar 9 Habitus tanaman cempaka (Michelia champaca L).
18
Tanaman Pakan Imago Kupu-kupu Kupu-kupu betina Graphium sering tampak mengunjungi bunga saliara (Lantana camara) atau bunga bougenvil (Baugenvillea sp.), bunga soka (Ixora paludosa), pacar air (Impatient balsamina), pagoda (Clerodendrum japonicum), batavia (Jatropha pandurifolia), dan taiwan beuti (Cuphea sp.) sebagai sumber nektar bagi imago kupu-kupu (Gambar 10). Kupu-kupu jantan Graphium sering ditemukan hinggap di tepian sungai yang berpasir basah. Kupu-kupu Graphium sangat tertarik dengan bau amoniak (Noerdjito & Aswari 2003).
a
b
c d Gambar 10 Tanaman bunga pakan imago kupu-kupu Graphium. Bunga saliara (Lantana camara) (a), bunga pagoda (Clerodendrum japonicum) (b), bunga pacar air (Impatient balsamina) (c), dan bunga soka (Ixora paludosa) (d).
19
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Desember 2009. Penelitian ini meliputi: a) Tahapan pemeliharaan larva yang dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB IPB. b) Pengamatan perkawinan dan proses peneluran di kandang kubah Taman Rektorat IPB. c) Tahapan analisa proksimat daun sirsak (A. muricata L.) dan daun cempaka (M. champaca L.). Dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu larva G. agamemnon dan G. doson, pakan larva yaitu, daun sirsak (A. muricata L.) dan daun cempaka (M. champaca L.), pakan untuk imago yaitu bunga soka (Ixora paludosa), bunga pacar air (Impatient balsamina), bunga pagoda (Clerodendrum japonicum), bunga batavia (Jatrapha pandurifolia), bunga saliara (Lantana camara), bunga taiwan beuti (Cuphea sp.), kembang merak dan kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis). Tanaman pelindung untuk imago yang ada di dalam kubah, yaitu tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), lidah mertua (Sansivera trifasciata), flamboyan (Delonix regia), palem (Palmae), hanjuang (Cordyline terminalis), baugenvil (Bougenvilla sp.), pohon pepaya (Carica papaya), sirih hutan (Aristolochia tagala), jeruk (Citrus aurantifolia), dadap (Eritrinia sp.) dan tanaman lainnya yang berada di dalam kubah. Bahan lain untuk pemeliharaan larva digunakan alkohol 70%, label, tissue, kapas dan kapur anti semut. Untuk pemeliharaan tanaman di kubah digunakan pupuk kandang dan insektisida. Alat-alat yang digunakan yaitu kandang perkawinan (kubah) di taman rektorat IPB (Gambar 13), berukuran diameter 9.5 m, tinggi 9 m, dan luas ± 60 m2 sebagai tempat untuk penangkaran imago, kandang larva ukuran 40 cm x 40
20
cm x 40 cm dan kandang pupa dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Sarana pendukung lainnya adalah cawan petri diameter 10 cm dan tinggi 2 cm, botol kecil diameter alas 5 cm, diameter tutup 4 cm, tinggi 8 cm, gunting, pisau, termometer, higrometer, lux meter, kamera digital, mistar, alat tulis, timbangan digital AND HX-100 berskala 0.0001 dan jaring penangkap serangga.
Cara Kerja Tahap Persiapan a. Renovasi kubah untuk bagian-bagian yang berlubang. b. Penanaman pohon pakan larva dan tempat bertelur imago. Tanaman cempaka (M. champaca L.) ditanam di luar kubah dan di dalam kubah. Bibit diperoleh dari toko kebun bibit. Pemupukan tanaman tersebut menggunakan pupuk kandang. Setelah tanaman mencapai tinggi 2 m maka daun dapat dipanen. Tanaman sirsak (A. muricata L.) ditanam di dalam kubah , tidak ditanam di luar kubah. Bibit diperoleh dari toko kebun bibit. Daun sirsak untuk makanan larva di laboratorium diperoleh dari tanaman di sekitar kampus IPB Dramaga. c. Penataan kandang penangkaran (kubah) Dengan menanam tanaman pakan imago, menanam tanaman pakan larva, dan tempat bertelur imago, menata tanaman pelindung, merapihkan dan menambah tanaman hias yang bersifat sebagai pelengkap untuk memperindah taman kupu-kupu.
Perawatan tanaman di dalam kubah dan di luar kubah
secara terus menerus. Pengendalian predator di dalam kubah, seperti labalaba, semut, cicak, dan serangga lainnya secara bertahap yang mengganggu pertumbuhan telur, larva dan imago kupu-kupu.
Persiapan Kupu-kupu Untuk Penangkaran 1. Pemeliharaan larva di laboratorium Larva yang diperoleh dari lapang (kampus IPB, Cikabayan, Balebak dan Serpong) dikumpulkan. Larva instar pertama sampai ketiga, dipelihara dalam cawan petri berdiameter 10 cm dan tinggi 2 cm. Setiap cawan petri terdiri dari satu larva dan daun sebagai pakannya (Gambar 11a). Memasuki instar
21
keempat, larva dipindahkan ke dalam botol kecil. Pemberian pakan dilakukan dengan memasukkan daun tua secara utuh disertai tangkai ke dalam botol kecil. Botol larva beserta pakannya diletakan di dalam kandang larva berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (Gambar 11b).
Gambar
a b Gambar 11 Pemeliharaan larva instar ke 1-3 (a) dan larva instar ke 4 (b). 2. Pemeliharaan Pupa di Laboratorim Larva yang telah menjadi pupa menempel pada daun pakan. Daun pakan berserta pupanya direkatkan pada dinding botol dengan isolasi (Gambar 12a). Pupa berserta botolnya di letakan di dalam kandang pupa berukuran 60 cm x 60 cmx 60 cm (Gambar 12b). Perkembangan pupa dan kebersihan kandang diperhatikan setiap hari.
a b Gambar 12 Penempelan pupa pada botol (a) dan kandang pupa (b).
22
3. Penangkaran Kupu-kupu di Kubah Penangkaran dan pemeliharaan imago dilakukan di kubah yaitu dengan melepaskan kupu-kupu jantan dan betina sebanyak tiga dan empat pasang. Pengamatan dan pemeliharaan dilakukan sampai kupu-kupu tersebut kawin dan meletakkan telurnya di daun tanaman inang. Telur yang telah menetas menjadi larva instar satu (berumur 1-2 hari), kemudian dibawa ke laboratorium untuk pengamatan lebih lanjut terhadap perkembangan setiap instar.
Gambar 13 Kubah tempat penangkaran kupu-kupu Graphium.
Pelaksanaan Penelitian Analisa Proksimat. Analisa proksimat dilakukan terhadap daun sirsak (A. muricata L.) dan daun cempaka (M. champaca L.). Pengujian analisis proksimat dilaksanakan di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Daun sirsak dan daun cempaka yang digunakan adalah campuran daun muda dan daun tua. Pengamatan Telur. Pengamatan fekunditas (keperidian) dilakukan terhadap 3 individu betina yang telah melakukan perkawinan. Lama peletakkan telur dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir. Selanjutnya dilakukan pengamatan jumlah telur yang menetas (viabilitas). Periode penetasan telur dihitung sejak penetasan telur hari pertama hingga hari terakhir. Lamanya waktu (periode) sejak telur diletakan oleh imago betina hingga telur tersebut
23
menetas dicatat sebagai “lamanya masa telur” atau “periode telur”. Pertumbuhan Larva. Larva yang dipakai dan dipilih secara acak adalah larva yang aktif dan sehat. Dua puluh individu larva pada masing-masing spesies diperlakuan dengan pemberian pakan yang berbeda (10 individu pakan daun cempaka dan 10 individu pakan daun sirsak). Pemberian pakan dengan daun segar dilakukan setiap hari. Pertumbuhan larva diamati dengan mengukur bobot dan panjang larva pada setiap awal dan akhir setiap instar. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan. Pengamatan Morfologi Imago. Imago diamati morfologinya dengan cara mengukur panjang abdomen serta lebar rentang sayapnya. Tabel 1 menunjukkan jumlah individu yang diamati morfologinya.
Tabel 1 Jumlah individu G.agamemnon dan G.doson. Pakan Cempaka
Sirsak
♂
Graphium agamemnon ( Individu, n) 13
Graphium doson ( Individu, n) 14
♀
13
14
♂
13
14
♀
13
14
Jenis kelamin
Pengamatan Lama Hidup Imago. Pengamatan lama hidup imago dilakukan terhadap sepuluh individu imago jantan dan betina G doson dan G. agamemnon. Penghitungan Konsumsi Pakan Larva. Penghitungan konsumsi dihitung dengan memasukkan faktor koreksi. Faktor koreksi dihitung dari pengurangan bobot awal dikurangi bobot akhir daun yang diletakan ditempat sama, tetapi tidak diberikan pada ulat. Faktor koreksi ini bertujuan untuk melihat berapa bobot air yang hilang dalam daun karena proses penguapan (evapotranspirasi). Konsumsi pakan per ekor larva/hari dihitung menggunakan rumus: (Dewi 2009) x = (a x faktor koreksi) – b n
24
x = banyaknya pakan yang dikonsumsi per ekor (g) a = total pakan awal yang diberikan b = pakan sisa n = jumlah larva yang hidup setiap akhir instar Siklus hidup. Siklus hidup diamati dengan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson mulai dari periode telur, larva, pupa di laboratorium, dan periode imago yang dilakukan di kubah penangkaran. Pengamatan suhu, kelembaban dan intensitas cahaya juga dilakukan di dalam laboratorium dan di kubah penangkaran.
Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan dan 10 ulangan (Tabel 2). Perlakuan tersebut adalah pemberian pakan dengan daun sirsak dan daun cempaka. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, pertumbuhan, dan siklus hidup yang dilakukan untuk masing-masing spesies G. agamemnon dan G. doson. Hasil percobaan ini dianalisis dengan menggunakan uji- t.
Tabel 2 Desain Rancangan Penelitian pada Kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson Ulangan
Perlakuan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
kupu-kupu G. agamemnon Daun sirsak
GaS1
GaS2
GaS3
GaS4
GaS5
GaS6
GaS7
GaS8
GaS9
GaS10
Daun cempaka
GaC1
GaC2
GaC3
GaC4
GaC5
GaC6
GaC7
GaC8
GaC9
GaC10
kupu-kupu G. doson Daun sirsak
GdS1
GdS2
GdS3
GdS4
GdS5
GdS6
GdS7
GdS8
GdS9
GdS10
Daun cempaka
GdC1
GdC2
GdC3
GdC4
GdC5
GdC6
GdC7
GdC8
GdC9
GdC10
Keterangan: Ga = G. agamemnon Gd = G. doson S1 s.d S10 = Ulangan 1 s.d 10 pada daun sirsak C1 s,d C10 = Ulangan 1 s.d 10 pada daun cempaka
25
HASIL Kandungan Daun Cempaka dan Sirsak Hasil uji proksimat terhadap daun cempaka menunjukkan bahwa daun cempaka muda (daun kesatu sampai daun keempat) lebih tinggi kandungan air dan protein, namun lebih rendah kandungan lemak dan serat dibandingkan dengan daun cempaka tua (setelah daun keempat) (Tabel 3). Hasil uji proksimat terhadap daun sirsak menunjukan bahwa daun sirsak muda lebih tinggi kandungan air, protein, dan lemak, namun lebih rendah dalam kandungan seratnya dibandingkan dengan daun sirsak tua (Tabel 3). Kandungan lemak dan protein pada daun sirsak lebih tinggi dibandingkan daun cempaka, namun kandungan karbohidratnya lebih rendah dibandingkan daun cempaka.
Tabel 3 Hasil analisis uji proksimat daun cempaka dan daun sirsak No
Kode Sampel
Kadar air
Abu BS BK
Lemak BS BK
Protein BS BK
Serat kasar BS BK
BETN BS BK
………………………………… % …………………………………… 1 2
3 4
D.Cempaka muda D.Cempaka tua Rata-rata (%)
D.Sirsak muda D.Sirsak tua Rata-rata (%)
81.52
1.21
6.55
0.64
3.46
2.36
12.8
2.55
13.8
11.7
63.42
74.80
1.29
5.12
0.92
3.65
2.85
11.3
5.17
20.5
14.9
59.40
78.16
1.25
5.83
0.78
3.55
2.61
12.0
3.86
17.2
13.3
61.41
81.86
0.67
3.69
2.44
3.45
3.36
18.5
1.88
10.4
9.79
53.9
74.81
0.95
3.77
0.71
2.82
3.62
14.4
4.80
19.1
15.1
59.9
78.3
0.8
3.7
1.6
3.1
3.5
3.3
14.7
16.4
12.4
56.9
Keterangan: BS = Bobot segar, BK = Bobot kering , BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Konsumsi Pakan Larva Berdasarkan pengamatan selama pemeliharaan, instar satu mengkonsumsi dua helai daun yang sangat muda (helai pertama atau kedua pada susunan daun). Instar kedua, mengkonsumsi dua helai daun yang muda (helai ketiga atau ke empat
26
pada susunan daun). Instar ketiga mengkonsumsi tiga helai daun tua (setelah daun ke empat). Instar keempat mengkonsumsi tiga helai daun tua. Jumlah total daun yang dibutuhkan untuk pemeliharaan seekor larva diperlukan kurang lebih sepuluh helai daun baik muda maupun tua.
a) Konsumsi Pakan Larva G. agamemnon Konsumsi daun sirsak oleh larva instar satu G. agamemnon memiliki rataan 1.25 gram, sedangkan konsumsi daun cempaka memiliki rataan sebesar 1.35 gram. Demikian pula konsumsi daun sirsak dan daun cempaka oleh larva instar dua dan tiga tidak jauh berbeda (0.04 dan 0.74 gram). Larva instar empat, mengkonsumsi daun sirsak sebesar 2.37 gram dan daun cempaka sebesar 2.02 gram (Tabel 4). Total konsumsi pakan daun sirsak oleh larva G. agamemnon sebesar 7.32 gram per larva dan pakan daun cempaka sebesar 7.85 gram per larva.
Tabel 4 Persentase konsumsi pakan larva G. agamemnon Instar 1 2 3 4 Total konsumsi
Sirsak (n = 12) Rataan Porsentase (gram) (%) a 17.08 1.25 ± 0.37 a 21.87 1.60 ± 0.69 a 28.70 2.10 ± 1.17 a 32.34 2.37 ± 0.80 7.32
100
Cempaka (n = 12) Rataan Porsentase (gram) (%) a 17.47 1.35 ± 0.31 a 21.12 1.64 ± 0.55 a 36.65 2.84 ± 0.80 a 24.70 2.02 ± 0.65 7.85
100
Keterangann: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji t taraf nyata 5% . Berdasarkan hasil uji t, rata-rata konsumsi pakan G. agamemnon yang diberi daun cempaka dan yang diberi daun sirsak tidak memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 2). Dengan demikian, pakan daun cempaka dan sirsak pada larva G. agamemnon memiliki palatibilitas yang sama.
27
b) Konsumsi Pakan Larva G. doson Konsumsi daun sirsak oleh larva instar satu memiliki rataan 0.71 gram, sedangkan konsumsi daun cempaka memiliki rataan sebesar 0.72 gram. Demikian pula konsumsi daun sirsak dan daun cempaka oleh larva instar dua dan tiga tidak jauh berbeda. Larva instar empat, mengkonsumsi daun sirsak sebesar 1.68 gram dan daun cempaka sebesar 2.15 gram (Tabel 5). Total konsumsi pakan daun sirsak oleh larva G. agamemnon sebesar 5.18 gram per larva sedangkan pakan daun cempaka sebesar 5.71 gram per larva.
Tabel 5 Persentase konsumsi pakan larva G. doson
Instar 1 2 3 4 Total konsumsi
Sirsak(n= 14) Rataan Persentase (gram) (%) a 0.71 ± 0.31 13.77 a 1.19 ± 0.33 22.92 a 1.60 ± 0.67 30.89 a 1.68 ± 0.40 32.41 5.18 100.00
Cempaka(n=14) Rataan Persentase (gram) (%) a 0.72 ± 0.24 12.66 a 1.12 ± 0.45 19.57 a 1.72 ± 0.59 30.06 a 2.15 ± 0.63 37.69 5.71 100.00
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji t taraf nyata 5% . Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, rata-rata konsumsi pakan G. doson yang diberi pakan daun cempaka dan yang diberi daun sirsak tidak memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 3). Dengan demikian, pakan daun cempaka dan sirsak pada larva G. doson memiliki palatibilitas yang sama. Gambar 14 memperlihatkan pola konsumsi pakan larva G. agamemnon dan G. doson.
Konsumsi pakan (gram)
28
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
GA Cempaka (n = 14) GD Cempaka (n = 14) GA Sirsak (n = 12) GD Sirsak (n = 12) 1
2
Instar
3
4
Gambar 14 Grafik konsumsi pakan larva G. agamemnon dan G. doson
Bobot Larva G. agamemnon Bobot larva G. agamemnon pada awal instar (setelah ganti kulit ‘A’) dan akhir instar (sebelum ganti kulit ‘B’) tertera dalam Tabel 6.
Tabel 6 Bobot larva (gram) G. agamemnon di awal dan akhir instar 1-4 Sirsak (n=12)
Instar Kisaran
Rataan
Cempaka (n= 12)
Pertambahan rata-rata
Kisaran
Rataan
Pertambahan rata-rata
I Awal (A)
0.0105 - 0.0718
0.0300 ± 0.0269
Akhir (B)
0.0758 - 0.2078
0.1550 ± 0.0477
Awal
0.1370 - 0.3873
0.2212 ± 0.0723
Akhir
0.4619 - 0.8313
0.6203 ± 0.1191
Awal
0.6078 - 1.3811
0.7529 ± 0.2505
Akhir
0.8282 - 2.0108
1.449 ± 0.3879
Awal
1.1256 - 2.2109
1.6794 ± 0.3437
Akhir
1.6795 - 2.4653
2.0366 ± 0.2433
0.1326
a
0.0168 - 0.455
0.0338 ± 0.0094
0.1153 - 0.248
0.1684 ± 0.1549
0.2001 - 0.392
0.2757 ± 0.0556
0.3359 - 0.653
0.5022 ± 0.0747
0.4665 - 1.647
0.7348 ± 0.3200
0.8999 - 1.927
1.2253 ± 0.3639
1.1339 - 2.143
1.6142 ± 0.3922
1.5890 - 2.955
2.0786 ± 0.3746
a
0.1314
II 0.3991
a
b
0.2266
III 0.6521
a
a
0.4905
IV 0.3575
a
0.4544
a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t taraf nyata 5% Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot larva G. agamemnon, baik yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak memiliki perbedaan yang relatif
29
kecil. Pada awal instar satu hingga instar ke empat, terjadi kenaikan bobot badan sebesar 6-8 kalinya. Kenaikan paling besar terjadi pada instar ke satu menjadi instar ke dua (empat kali lipat bobot akhir instar) dan yang terkecil dari instar ke tiga menjadi instar ke empat (1,4 x lipat dari bobot akhir instar) pada larva yang diberi pakan daun sirsak. Pada daun cempaka, pola bobot tubuh hampir sama dengan pakan daun sirsak. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, pemberian pakan daun cempaka dan daun sirsak tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot larva G. agamemnon pada setiap instar, kecuali instar 2 (Lampiran 4).
Bobot Larva G. doson Bobot larva G. doson pada awal instar (setelah ganti kulit (‘A’) dan akhir instar (sebelum ganti kulit ‘B’) tertera dalam Tabel 7.
Tabel 7 Bobot larva (gram) G. doson di awal dan akhir instar 1-4 Sirsak (n=14)
Instar Kisaran
Rataan
Awal (A)
0.0015 - 0.0705
0.0191 ± 0.0212
Akhir (B)
0.0107 - 0.2761
0.1258 ± 0.0642
Awal
0.0901 - 0.2954
0.1660 ± 0.0553
Akhir
0.3169 - 0.313
0.4950 ± 0.1304
Awal
0.4081 - 0.8150
0.5870 ± 0.1277
Akhir
0.7372 - 2.0109
1.2053 ± 0.4289
Awal
0.8256 - 2.0112
1.3508 ± 0.4518
Akhir
1.0311 - 2.4291
1.7437 ± 0.4253
Cempaka (n= 14) Pertambahan rata-rata
Kisaran
Rataan
Pertambahan rata-rata
I a 0.1072
0.0009 - 0.0069
0.0034 ± 0.0018
0.0134 - 1.7281
0.1661 ± 0.4515
0.0221 - 1.8018
0.3399 ± 0.5474
0.0803 - 1.9654
0.5097 ± 0.5423
0.0937 - 1.9812
0.5900 ± 0.5338
0.6058 - 2.5152
1.1974 ± 0.5561
0.4069 - 2.6351
1.2046 ± 0.6982
1.2188 - 2.7471
1.8290 ± 0.5185
a
0.1631
II a 0.3290
0.1928
b
III a 0.6183
0.5656
a
IV a 0.4198
a
0.6244
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t taraf nyata 5% Data pada Tabel 7, menunjukkan bahwa perbedaan kenaikan bobot larva G. doson baik yang diberi pakan daun cempaka maupun daun sirsak relatif kecil, yaitu
30
sebesar 0.1010 gram. Kenaikan bobot larva pada akhir instar satu hingga akhir instar ke empat, lebih besar pada larva yang diberi pakan daun sirsak. Hal ini disebabkan perbedaan pada bobot awal instar satu yang cukup besar. Namun demikian, kenaikan bobot badan bila dibandingkan dengan akhir instar satu dengan akhir instar empat mencapai 11 kali lipat. Kenaikan paling tinggi terjadi dari instar ke satu menjadi instar ke dua yang polanya hampir sama dengan larva G. agamemnon. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, pemberian pakan daun cempaka dan daun sirsak tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot larva G. doson pada setiap instar, kecuali instar 2 (Lampiran 5). Hal ini sama dengan yang terjadi pada larva G. agamemnon.
Pertumbuhan Larva G. agamemnon Pertumbuhan larva G. agamemnon dapat diukur dari panjang larva pada awal instar (setelah ganti kulit (‘A’) dan akhir instar (sebelum ganti kulit ‘B’) dapat dilihat Tabel 8.
Tabel 8 Panjang larva G. agamemnon (cm) awal dan akhir instar Sirsak (n=12) Instar
I Awal Akhir II Awal Akhir III Awal Akhir IV Awal Akhir
Cempaka (n=12)
Kisaran
Rataan
Pertambahan rata-rata
0.30 - 0.50 1.00 - 1.50
0.42 ± 0.07 1.37 ± 0.16
0.97
1.10 - 1.70 1.90 - 2.80
1.43 ± 0.25 2.43 ± 0.17
0.95
2.10 - 3.10 2.30 - 4.00
2.50 ± 0.12 3.31 ± 0.31
0.73
3.10 - 4.00
3.62 ± 0.36
3.50 - 4.10
4.05 ± 0.40
0.50
Kisaran
Rataan
Pertambahan rata-rata
a
0.30 – 0.40 1.3 0 - 1.70
0.33 ± 0.05 1.49 ± 0.12
1.16
a
1.80 – 2.20 2.00 – 2.60
1.90 ± 0.14 2.38 ± 0,19
0.40
a
2.00 - 3.00 3.00 - 4.00
2.60 ± 0.38 3.34 ± 0.17
0.68
a
3.10 - 3.70
3.46 ± 0.16
3.20 - 4.50
3.75 ± 0.24
a
b
a
a
0.29
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t taraf nyata 5%
31
Tabel 8 menunjukkan bahwa panjang larva G. agamemnon yang diberi pakan daun sirsak pada instar satu, berkisar antara 0.30 – 1.50 cm dan instar empat berkisar antara 3.10 – 4.10 cm. Pertumbuhan larva instar satu hingga instar ke empat terjadi 3 – 10 kali dari awal instar. Panjang larva G. agamemnon instar satu yang diberi pakan daun cempaka, berkisar antara 0.30 – 1.70 cm dan instar empat berkisar antara 3.10 – 4.50 cm. Panjang larva dari akhir instar ke satu hingga akhir instar ke empat adalah tiga kalinya, baik yang diberi pakan daun sirsak maupun daun cempaka. Pertambahan rata-rata panjang setiap instar berkisar antara 0.50 – 0.97 cm pada daun sirsak dan 0.29 – 1.16 cm pada daun cempaka. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, dapat disimpulkan pemberian pakan daun cempaka dan daun sirsak tidak berbeda nyata terhadap pertambahan panjang setiap instar dari larva G. agamemnon, kecuali pada instar 2 (Lampiran 6).
Pertumbuhan Larva G. doson Panjang larva G. doson pada awal instar (setelah ganti kulit (‘A’) dan akhir instar (sebelum ganti kulit ‘B’) ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Panjang larva G. doson (cm) awal dan akhir instar Sirsak (n=14) Instar
Cempaka (n=14)
Kisaran
Rataan
Pertambahan rata-rata
I Awal Akhir II Awal Akhir III Awal Akhir IV
0.20 – 0.50 0.60 - 1.50
0.36 ± 0.10 0.96 ± 0.30
0.61
0.60 - 2.00 1.30 – 2.50
1.28 ± 0.30 2.00 ± 0.40
0.89
1.30 - 2.60 2.00 - 3.60
2.08 ± 0.40 2.66 ± 1.10
0.58
Awal Akhir
2.30 - 3.70 3.50 - 3.80
2.78 ± 0.40
0.53
3.31 ± 0.20
Pertambah an rata-rata
Kisaran
Rataan
a
0.30 – 0.40 0.60 - 1.50
0.34 ± 0.07 1.12 ± 0.27
0.71
a
0.70 – 1.60 2.00 – 2.90
1.24 ± 0.28 2.40 ± 0.26
1.03
a
2.10 - 3.00 3.00 - 3.70
2.50 ± 0.38 3.27 ± 0.23
0.86
3.10 - 3.70
3.46 ± 0.16
0.25
3.20 - 4.10
3.75 ± 0.24
a
a
a
a
b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t taraf 5%
32
Tabel 9 menunjukkan bahwa panjang larva G. doson yang diberi pakan daun sirsak pada instar satu berkisar antara 0.20 – 1.50 cm dan instar empat berkisar antara 2.30 – 3.80 cm, pertambahannya terjadi 3 - 11 kalinya. Panjang larva G. doson yang diberi pakan daun cempaka pada instar satu berkisar antara 0.30 – 1.50 cm dan instar empat berkisar antara 3.10 – 4.10 cm, pertambahannya terjadi
3- 10 kalinya.
Pertambahan panjang larva dari akhir instar ke satu hingga akhir instar ke empat antara kedua spesies ini mempunyai pola yang sama. Pertambahan rata-rata panjang setiap instar berkisar antara 0.53 – 0.89 cm pada daun sirsak dan 0.25 – 1.03 cm pada daun cempaka. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, menunjukan bahwa pemberian pakan daun cempaka dan daun sirsak tidak berbeda nyata terhadap pertambahan panjang larva G. doson pada setiap instar, kecuali pada instar 4 (Lampiran 7).
Morfologi larva Morfologi larva G. agamemnon dan G. doson memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan antara kedua larva tersebut antara lain adalah bentuk tubuh silindris (erusiform), kepala berkembang baik, jumlah segmen pada torak dan abdomen yang sama, memiliki kelenjar bau (osmeterium) yang dapat dijulurkan apabila larva terganggu. Perbedaan antara kedua larva tersebut diantaranya, abdomen pada larva G. agamemnon mempunyai spot putih, sedangkan larva G. doson tidak memilikinya; bentuk caput yang berbeda dan corak warna tubuh yang berbeda. Pada instar satu larva G. doson mempunyai seta lebih panjang dan tampak jelas dibandingkan dengan larva G. agamemnon. Larva instar 3 G. agamemnon berwarna hijau muda dan berbintik hitam, sedangkan larva G. doson berwarna kuning muda dan tidak bercorak. Perbedaan dan persamaan ciri morfologi lebih rinci kedua larva tersebut, tertera pada Tabel 10 dan 11.
33
Tabel 10 Perbedaan morfologi tubuh larva G. agamemnon pada setiap instar No
Indikator
Instar 1
Instar 2
Instar 3
Instar 4 Hijau tua dengan bintikbintik hitam, gemuk Silindris
1
Warna
Hitam
Hitam
Kuning dengan bintik-bintik hitam
2
Bentuk
Silindris
Silindris
Silindris
3
Caput
Terdapat mandibel yang keras, seta setiap ruas
Terdapat mandibel, berwarna hitam, terdapat spina
Terdapat mandibel, labrum jelas, stemmata, spina
Terdapat mandibel, labrum jelas, stemmata berwarna ungu, spina
4
Toraks
5
Abdomen
Protoraks, mesotoraks, metatoraks, tungkai, seta spina 10 segmen, pada segmen ke 5,6 dan 7 terdapat spot kuning pada dorsal, segmen ke 8, 9 dan 10 terdapat prolegs anal dan seta yang pendek.
Protoraks, mesotoraks, metatoraks, tungkai, terdapat spina 10 segmen, spot kuning pada dorsal tidak ada, segmen ke 8, 9 dan 10 terdapat prolegs anal dan sepasang seta yang pendek pada ujung abdomen.
4
Seta
5 6
Osmetorium Spirakel
Protoraks, mesotoraks, metatoraks, tungkai, terdapat seta 10 segmen, pada segmen ke 5,6 dan 7 terdapat spot kuning pada dorsal, segmen ke 8, 9 dan 10 terdapat prolegs anal dan seta-seta pada setiap ruas. Ada sepasang pada setiap segmen Ada Belum tampak jelas terlihat
Ada (pada abdomen tidak ada) lebih pendekspina Ada Jelas terlihat
Ada (pada abdomen tidak ada), lebih pendekspina Ada Jelas terlihat
Protoraks, mesotoraks, metatoraks, tungkai, terdapat spina 10 segmen, spot kuning pada dorsal tidak ada, segmen ke 8, 9 dan 10 terdapat prolegs anal dan sepasang seta yang pendek pada ujung abdomen. Ada (pada abdomen tidak ada), lebih pendekspina Ada Jelas terlihat
7
Gambar
34
Tabel 11 Perbedaan morfologi tubuh larva G. doson pada setiap instar No 1
Indikator Warna
Instar 1 Hitam kecoklatan (bagian toraks lebih hitam) Silindris
Instar 2 Hitam, seperti beludru
Instar 3 Kuning kecoklatan
2
Bentuk
3
Silindris
Silindris
Silindris
Caput
Mandibel berwarna kuning
Toraks
5
Abdomen
3 segmen (protoraks, mesotoraks, metatoraks), setiap segmen terdapat tungkai dan seta 10 segmen, ada anal prolegs pada ujung abdomen, seta pada setiap segmen.
4
Seta
Mandibel berwarna kuning coklat 3 segmen (protoraks,meso toraks, metatoraks), setiap segmen terdapat tungkai. 10 segmen, ada anal prolegs pada ujung abdomen, sepasang spina pada ujung abdomen. Spina
Berwarna hijau tua
4
5 6
Osmetorium Spirakel
Mandibel berwarna kuning 3 segmen (protoraks, mesotoraks, metatoraks), setiap segmen terdapat tungkai dan spina 10 segmen, ada anal prolegs pada ujung abdomen, sepasang spina pada ujung abdomen. Sudah tidak nampak spina Ada Ada, belum tampak jelas
Ada Sudah jelas terlihat
Ada Jelas terlihat
7
Gambar
Jelas terlihat pada setiap segmen Ada Ada, belum tampak jelas
Instar 4 Hijau tua
3 segmen (protoraks,mesot oraks, metatoraks), setiap segmen terdapat tungkai. 10 segmen, ada anal prolegs pada ujung abdomen, sepasang spina pada ujung abdomen. Spina
35
Siklus Hidup G. agamemnon Siklus hidup G. agamemnon selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Siklus hidup G. agamemnon ( hari ) yang diberi pakan berbeda Stadia Telur Instar ke 1 Instar ke 2 Instar ke 3 Instar ke 4 Pre pupa Larva (total) Pupa Total
Cempaka (n = 13) Kisaran Rataan 4 - 6 4.46 ± 0.66a 6 - 8 6.46 ± 0.66a 2 - 3 2.38 ± 0.51a 2 - 3 2.61 ± 0.51a 3 - 5 4.31 ± 0.75a 1 - 2 1.27 ± 0.47 16 - 21 16.91 ± 0.83 10 - 12 11.46 ± 0.66a 30 - 39 32.91 ± 1.30
Sirsak (n = 13) Kisaran Rataan 4 - 7 5.23 ± 0.93 a 5 - 7 6.23 ± 0.60a 2 - 3 2.77 ± 0.60a 1 - 3 2.69 ± 0.63a 3 - 5 3.89 ± 0.55a 1 - 2 1.27 ± 0.47 16 - 20 16.46 ± 1.04 10 - 12 11.15 ± 0.55a 29 - 39 33.00 ± 1.50
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji t taraf 5%. Siklus hidup G. agamemnon yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak dengan waktu yang hampir sama. Fase telur berkisar antara 4 -7 hari, fase larva berkisar antara 16-21 hari, dan fase pupa berkisar antara 10-12 hari. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, pemberian pakan daun cempaka dan daun sirsak tidak berbeda nyata terhadap lamanya siklus hidup G. agamemnon dari stadia telur hingga pupa (Lampiran 8).
36
Siklus Hidup G. doson Siklus hidup G. doson selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Siklus hidup G. doson (hari) pada pemberian pakan yang berbeda Stadia Telur Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Larva (total) Pre pupa Pupa Total
Cempaka (n = 17) Kisaran Rataan 5-6 5.23 ± 0.44a 5-6 5.58 ± 0.51a 2-4 2.70 ± 0.58a 2-4 2.71 ± 0.58a 2-4 3.00 ± 0.71a 12 - 20 15.86 ± 1.51 1-2 1.36 ± 0.50 11 - 12 10.88 ± 0.62a 28 - 38 31.86 ± 1.61
Sirsak (n = 17) Kisaran Rataan 4-6 4.94 ± 0.75a 5-7 5.70 ± 0.68a 2-4 2.06 ± 0.65a 2-4 2.36 ± 0.61a 2-4 2.58 ± 0.61a 12 - 21 14.14 ± 1.01 1-2 1.21 ± 0.43 9 - 11 10.47 ± 0.72a 25 - 38 28.24 ± 2.76
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji t taraf nyata 5%
Siklus hidup G. doson yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak memiliki waktu yang hampir sama. Fase telur berkisar antara 4-6 hari, fase larva berkisar antara 12-21 hari, dan fase pupa berkisar antara 9-12 hari. Berdasarkan hasil uji t pada taraf nyata 5%, pemberian pakan daun cempaka dan daun sirsak tidak berbeda nyata terhadap lamanya siklus hidup larva G. doson dari stadia telur hingga pupa (Lampiran 9). Siklus hidup G. agamemnon dengan pakan daun cempaka dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan siklus hidup G. doson dengan daun yang sama dapat dilihat pada Gambar 16.
37
Imago 8.27 (± 0.65) hari
1.5 mm
Pupa 11.46 (± 0.66) hari
Telur 4.46 (± 0.66) hari
Larva i
Larva instar 1 6.46 ((± 0.66) hari Larva instar 4 4.31 (± 0.75) hari
Larva instar 2. 2.38 (± 0.51) hari Larva instar 3 2.61 (± 0.51) hari
38
Gambar 15 Siklus hidup G. agamemnon dengan pakan daun cempaka.
Imago 7.57 (± 1.16) hari
Imago 7.57 (±1.16) hari 1 mm
Pupa 10.88 (±0.62) hari
Telur 5.23 (±0.44) hari
1 mm
Larva Instar 4 3.00 (±0.71) hari
Larva Instar 3 2.71 (±0.58) hari
Larva Instar 1 5.58 (±0.51) hari
Larva Instar 2 2.70 (±0.58) hari
39
Gambar 16 Siklus hidup G. doson dengan pakan daun cempaka. Morfologi Imago G. agamemnon Ukuran rentang sayap dan panjang abdomen imago G. agamemnon antara yang diberi pakan daun cempaka dan yang diberi pakan daun sirsak dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Ukuran rentang sayap dan panjang abdomen (cm) G. agamemnon yang diberi pakan yang berbeda Imago Jantan Rentang sayap Panjang abdomen Betina Rentang sayap
Cempaka (n= 12) Kisaran
Sirsak (n= 12)
Rataan
Kisaran
Rataan
8.00 – 8.40
8.22 ± 0.19a 8.20 – 8.60
8.28 ± 0.23a
2.50 – 3.00
2.75 ± 0.22a 2.20 – 2.60
2.40 ± 0.15b
8.20 – 10.00
8.73 ± 0.77
a
7.40 – 8.60
8.13 ± 0.45a
Panjang abdomen 2.80 – 3.00 2.91 ± 0.12a 2.40 – 3.00 2.52 ± 0.23b Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t taraf nyata 5% Rentang sayap kupu-kupu G. agamemnon jantan dan betina yang diberi pakan daun cempaka dan daun sirsak memiliki ukuran yang sama, yaitu di atas 8 sentimeter. Namun demikian ukuran panjang abdomen kupu-kupu G. agamemnon jantan dan betina yang diberi pakan daun cempaka lebih panjang dibandingkan dengan yang diberi daun sirsak, dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 10). Imago yang diberi daun cempaka abdomen lebih panjang yaitu sebesar 0.35 – 0.40 cm.
Morfologi Imago G. doson Ukuran rentang sayap dan panjang abdomen kupu-kupu G. doson antara yang diberi pakan daun cempaka dan yang diberi pakan daun sirsak dapat dilihat pada Tabel 15.
40
Tabel 15
Ukuran rentang sayap dan panjang abdomen (cm) imago G. doson yang diberi pakan yang berbeda
Imago
Cempaka (n= 14) Kisaran
Sirsak (n=14)
Rataan
Kisaran
Rataan
Jantan Rentang sayap
7.80 – 8.40
Panjang abdomen
2.40 – 3.00
Betina Rentang sayap
8.00 – 8.70
Panjang abdomen
2.60 – 3.10
8.04 ± 0.18 2.67 ± 0.24 8.37 ± 0.24
a
7.40 – 8.30
a
1.70 – 2.30
a
2.84 ± 0.17
a
8.00 – 8.60 2.00 – 2.60
7.96 ± 0.34 2.04 ± 0.19 8.33 ± 0.26 2.31 ± 0.19
a b a b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji t taraf nyata 5%. Rentang sayap kupu-kupu G. doson jantan dan betina baik yang diberi pakan daun cempaka ataupun daun sirsak memiliki ukuran yang sama, yaitu diatas 7 cm. Panjang abdomen kupu-kupu G. doson jantan dan betina yang diberi pakan daun cempaka lebih panjang dibandingkan dengan yang diberi daun sirsak dan secara statistik menunjukan perbedaan yang nyata (Lampiran 11). G. doson yang diberi daun cempaka mempunyai abdomen lebih panjang, yaitu sebesar 0.50 – 0.60 cm. Karakteristik kedua spesies ini berdasarkan morfologinya yang diberi pakan yang berbeda menunjukan hasil yang mirip, kecuali pada panjang abdomen dan rentang sayap yang berbeda. Periode Imago Periode imago G. agamemnon dan G. doson pada pra-oviposisi antara 1-2 hari dan oviposisi berlangsung selama ± 7 hari. Rata-rata lama hidup imago G. agamemnon yang diberi pakan daun cempaka adalah 8.27 ± 0.65 hari, sedangkan yang diberi pakan daun sirsak adalah 8.71 ± 0.47 hari. Rata-rata lama hidup imago G. doson yang diberi pakan daun cempaka adalah 7.57 ± 1.16 hari, sedangkan yang diberi pakan daun sirsak adalah 8.21 ± 0.98 hari.
41
Fekunditas (Keperidian) Imago Betina Empat betina G. agamemnon yang dibuahi menghasilkan 60-156 telur, dengan rataan 122.25 ± 42.66 telur. Lama masa peneluran betina antara 7 – 9 hari dengan rataan 7.75 ± 0.95 hari. Persentase tetas telur antara 40.42 - 72.44 %, dengan rataan 44.38 ± 4.47 %. Tiga betina G. doson yang dibuahi menghasilkan 133-154 telur dengan rataan 143.67 ± 10.50 telur. Lama masa peneluran betina antara 6 – 7 hari dengan rataan 6.67 ± 0.57 hari. Persentase tetas telur antara 40.25 - 54.89 %, dengan rataan 45.60 ± 8.07 % .
Morfologi Telur Perbedan morfologi telur G. agamemnon dan telur G. doson tertera dalam Tabel 16.
Tabel 16 Perbedaan morfologi telur G. agamemnon dan G. doson Karakteristik
G. agamemnon
G. doson
Bentuk
Bulat
Bulat
Warna
Putih susu seperti mutiara
Putih semu hijau
Diameter
1.5 mm
1 mm
Lama Periode Telur Hasil pengamatan lama periode dari peneluran imago G. agamemnon yang dipelihara di ruangan adalah 4.5 hari, dengan kisaran 4-6 hari, sedangkan untuk imago G. doson adalah 5.23 hari, dengan kisaran 5-6 hari. Periode peneluran di ruangan sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban ruangan dan kebersihan pada cawan petri. Suhu ruangan selama pemeliharaan telur berkisar antara 26-28ºC dengan kelembaban udara 60-70%. Dari pengamatan selama pemeliharaan telur, menunjukan bahwa ketika telur siap menetas (cukup tua), diperlukan suhu udara yang optimal. Jika kondisi suhu terlalu rendah (< 24ºC) mengakibatkan telur tidak akan menetas.
42
Perilaku Oviposisi (Meletakan Telur) Imago Perilaku imago betina ketika melakukan oviposisi yaitu terbang mencari dan menyeleksi tanaman untuk tempat bertelur. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi tanaman pakan larvanya. Imago betina meraba permukaan daun dengan menggunakan tungkai, antena, dan probosisnya. Daun tempat meletakkan telurnya adalah daun muda yang akan menjadi sumber pakan larvanya. Pada saat meletakkan telur, imago akan membengkokkan ujung abdomennya ke tepi bawah daun. Jika tidak ada daun yang muda, maka imago akan meletakkan telur di bawah daun yang tua (Gambar 17).
Gambar 17 Telur G. agamemnon pada daun cempaka.
PEMBAHASAN
Teknik Penangkaran Kupu-kupu Eksploitasi satwa yang tidak memperhatikan pelestarian keanekaragaman hayati akan menyebabkan kelangkaan bahkan kepunahan dari satwa tersebut. Salah satu upaya untuk melindungi populasi kupu-kupu di alam yaitu dengan tidak mengambil langsung dari lapangan, tetapi dengan cara penangkaran kupu-kupu tersebut. Berdasarkan penelitian ini, teknik penangkaran yang sebaiknya dilakukan adalah memadukan pemeliharaan kupu-kupu di ruangan dan di kubah (semi alami). Teknik penangkaran dengan prosedur seperti ini telah menghasilkan beberapa generasi kupu-kupu genus Graphium secara baik. Pemeliharaan kupu-kupu di dalam ruangan (laboratorium) meliputi pemeliharaan stadium telur, larva, dan pupa. Pemeliharan telur dilakukan dengan cara meletakkan telur berserta daunnya di dalam cawan petri. Demikian pula pemeliharaan larva instar ke satu sampai ke tiga, dilakukan di cawan petri. Setiap hari, larva instar ke satu sampai ke tiga diberi pakan daun muda. Memasuki instar ke empat, larva tersebut dipindahkan ke dalam botol kecil (diameter alas 5 cm, diameter tutup 4 cm, tinggi 8 cm). Pemberian pakan dilakukan dengan memasukkan daun tua secara utuh disertai tangkainya ke dalam botol kecil tersebut. Botol berisi larva berserta pakannya diletakkan di dalam kandang larva (40 cm x 40 cm x 40 cm) sampai tumbuh menjadi pupa. Larva yang telah menjadi pupa akan menempel pada daun pakan. Agar posisi pupa tersebut nyaman dan alami, maka daun pakan berserta pupanya direkatkan pada dinding botol dengan isolasi. Pupa berserta botolnya diletakan dalam kandang pupa (60 cm x 60 cm x 60 cm). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keberhasilan pemeliharaan telur sampai larva di ruangan sangat ditunjang oleh faktor pendukung, yaitu kebersihan cawan, ketersedian pakan larva, dan kelembaban. Faktor yang dapat menghambat penetasan telur selama pemeliharaan di laboratorium adalah kelembaban yang terlalu tinggi (> 80%). Pada penelitian ini, suhu ruangan selama pemeliharaan telur, larva
44
dan pupa berkisar antara 26-28ºC, dengan kelembaban udara 60-70%. Apabila kelembaban melebihi 80%, maka larva mudah terserang penyakit (jamur & bakteri) dan sering gagal pupasi. Astuti (1993) melaporkan keberhasilan pemeliharan larva P. demoleus di dalam laboratorium pada suhu 30ºC dan kelembaban rata-rata 82%. Nurjanah (2010) melaporkan kelembaban ruangan di laboratorium selama pemeliharaan telur sampai pupa pada kupu-kupu Troides helena helena dan Troides helena hephaestus (Papilionidae) berkisar antara 50-75% dapat mendukung keberhasilan pemeliharaan. Permasalahan yang muncul apabila pemeliharaan dilakukan di luar atau di dalam kubah semi alami adalah pada stadium larva, dengan adanya serangan predator. Pemeliharaan larva di dalam ruangan akan terbebas dari predator, sehingga keberhasilan hidup dari teknik penangkaran model ini cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian ini didapatkan larva yang berhasil menjadi pupa adalah 90% dan imago sebesar 95%. Selama pemeliharaan, pakan larva harus diganti setiap hari dengan daun yang segar. Daun yang telah dimakan larva dan berada dalam cawan lebih dari satu hari akan turun kadar airnya dan juga menurun palatibilitasnya. Kotoran pada cawan dan botol harus dibuang setiap hari dan dijaga kebersihannya. Apabila kesehatan lingkungan tempat pemeliharaan kurang bersih, maka resiko larva terkena penyakit sangat besar. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan cara penangkaran mendasar yaitu serangga imago harus dilepas di kubah penangkaran yang ukurannya cukup luas. Selama ini apabila di dalam sangkar di laboratorium, walaupun ukurannya sebesar 1.5 x 1 x 2 m, tidak ada satupun kupu - kupu yang kawin. Berdasarkan pengamatan selama proses pelepasan imago di kubah, kupu-kupu dapat hidup dengan kondisi lingkungan (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya) saat itu. Menurut Dewi (2003), pembuatan kandang imago harus mempunyai parit mengalir, yang berfungsi sebagai penyedia air untuk menjaga kelembaban. Selama proses pelepasan imago, di kubah suhu berkisar antara 25-28ºC dengan kelembaban antara 47-76%, dan intensitas cahaya sebesar 3 000-5 000 lux. Nurjanah (2010) melaporkan bahwa kondisi kubah penangkaran saat pemeliharaan imago Troides helena helena dan
45
Troides helena hephaestus (Papilionidae) pada kisaran suhu 20-40ºC, kelembaban sebesar 45-75%, dan intensitas cahaya 2 000 -7 500 lux. Hal penting yang perlu diperhatikan pula adalah ketersedian nektar sebagai pakan imago. Tanaman pakan untuk tempat peletakkan telur, harus tersedia dengan baik dan banyak. Pohon pelindung harus dirawat secara terus menerus, sebagai tempat berlindung imago ketika hujan atau dari sinar matahari. Permasalahan yang muncul selama pemeliharaan imago di kubah adalah keberadaan hewan predator, seperti laba-laba dan cicak yang dapat memakan imago. Oleh karena itu penendalian hewan-hewan tersebut, secara terus menerus harus dilakukan. Hal inilah yang membuat persentase imago yang dapat hidup di alam lebih sedikit dan tidak sempat kawin dan bertelur. Dengan demikian apabila langkah di atas dilakukan maka populasinya tidak berkurang/dapat dijaga hingga stabil.
Tumbuhan Inang Pakan
larva
Papilionidae
terutama
adalah
daun
tumbuhan
famili
Aristolochiaceae, Rutaceae, Magnoliaceae, Lauraceae, Annonaceae, dan Umbeliferae (Noerdjito dan Aswari 2003). Larva Graphium selalu dijumpai pada beberapa jenis tanaman Annonaceae, Magnoliaceae dan Lauraceae (Braby 2000). Hal ini menunjukan bahwa kupu-kupu genus Graphium bersifat poliphagus atau generalis (Cleary & Genner 2004). Menurut Larsen et al. (2008), sifat poliphagus merupakan tingkah laku keturunan (ancestral behavior) yang terjadi karena adanya variasi genetik yang dapat memperluas “spectrum host plant”. Kupu-kupu yang bersifat poliphagus biasanya memiliki tingkat kelimpahan tinggi dibandingkan dengan kupukupu monophagus (Sreekumar & Balakrishnani 2001). Daun sirsak (Anonna muricata) dan cempaka (Magnolia champaca) yang diberikan kepada larva G. agamemnon dan G. doson selama penelitian, dapat memberikan pertumbuhan dan perkembangan larva yang baik dan sehat. Larva berkembang dengan sempurna dan menghasilkan imago kupu-kupu yang sehat. Berdasarkan hasil uji proksimat, daun cempaka dan sirsak mengandung berbagai macam nutrien, yaitu lemak, protein, serat kasar (karbohidrat tak larut), BETN
46
(karbohidrat terlarut), dan abu (mineral). Chapman (1998) menyatakan serangga membutuhkan nutrien dalam bentuk karbohidrat, protein, asam nukleat, vitamin, air, dan mineral. Dengan kadar protein sebesar 2.61- 3.50%, cukup untuk perkembangan larva Graphium. Imago kupu-kupu merupakan penghisap nektar. Nektar merupakan sumber pakan kupu-kupu (Barth 1991; Comba et al. 1999). Spesialisasi kupu-kupu sebagai pemakan nektar (nectar-feeding) ditentukan dari bentuk dan panjang probosis (Davies 1988). Umumnya, kupu-kupu menyukai berbagai jenis bunga dengan kantong madu yang dangkal dan mudah dijangkau oleh probosisnya, seperti Lantana sp. dan Mimosa sp. (Noerdjito dan Amir 1992). Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeliharaan imago di kubah, bunga Lantana camaraa (saliara), Ixora paludosa (soka), dan Clerodendrum japonicum (pagoda) sangat disukai oleh imago kupu-kupu Graphium. Hasil pengamatan menunjukan, panjang probosis imago G. agamemnon dan G. doson berkisar antara 3-3.5 cm dan panjang kantong madu bunga saliara sekitar 1 cm, soka sekitar 0.8 cm, dan pagoda sekitar 1.3 cm. Barua (2007) mengemukakan bunga L. camara sangat disukai oleh kupu-kupu genus Graphium. Selain itu, kemampuan imago dalam menyeleksi tanaman ketika oviposisi, merupakan suatu strategi dasar yang unik untuk pertahanan keturunannya (fitness of her offspring) (Bernays & Chapman 1994). Kupu-kupu hanya bertelur di daun yang dapat menghidupi larvanya. Deteksi jenis tanaman dan tempat oviposisi adalah secara kimia (Gullan & Cranston 2000).
Kandungan Nutrien Daun Daun yang dikonsumsi larva Graphium mengandung berbagai macam bahan organik, yaitu lemak, protein, serat kasar (karbohidrat tak larut), BETN (karbohidrat terlarut) dan abu (mineral). Kandungan
protein lebih banyak pada daun sirsak.
Protein dalam pakan akan dirombak menjadi asam amino. Pakan yang kekurangan salah satu asam amino esensial akan mempengaruhi pertumbuhan larva yang sedang berkembang bahkan dapat menyebabkan kematian (Ito 1978). Kandungan serat kasar atau karbohidrat tak larut banyak terdapat pada daun cempaka. Kandungan nutrien
47
abu (mineral) juga banyak terdapat pada daun cempaka. Vitamin dan mineral yang dikonsumsi larva berfungsi sebagai ko-faktor enzim atau ko-enzim bagi aktivitas katalitik (Mc Farlane 1985). Sebagai contoh besi (Fe) merupakan elemen cytokrom dan harus ada dalam makanan serangga, ß – karotin (provitamin A) merupakan komponen yang harus ada dalam makanan serangga (Chapman 1998). Kandungan air pada daun sirsak dan cempaka relatif
hampir sama.
Berdasarkan hasil uji proksimat, kadar air pada daun sirsak muda sebesar 81.86%, sedangkan pada daun cempaka muda sebesar 81.52%. Kebutuhan air pada larva kupu-kupu sebesar 74-80% (Sangaku 1975). Larva kupu-kupu Graphium tidak minum. Kebutuhan air tergantung pada kandungan air yang terdapat di dalam daun. Kandungan air di dalam daun sangat penting bagi larva. Oleh karena itu, daun sirsak dan cempaka yang masih segar akan disukai larva. Sebaliknya daun yang sudah layu dan sudah kehilangan kadar airnya tidak akan dimakan oleh larva.
Konsumsi Pakan Berdasarkan hasil penelitian, larva G. agamemnon mengkonsumsi daun sirsak sebesar 7.32 gram dan pakan daun cempaka sebesar 7.85 gram. Larva G. doson mengkonsumsi daun sirsak sebesar 5.18 gram dan pakan daun cempaka sebesar 5.71 gram. Djunianti et al. (1991) melaporkan larva kupu-kupu G. agamemnon mengkonsumsi daun kenanga sebesar 4.44 gram dan pakan daun sirsak sebesar 7.56 gram. Hal ini menunjukan bahwa jumlah konsumsi daun oleh larva ditentukan oleh palatibilitas daun. Berdasarkan pengamatan, bobot basah daun cempaka muda berkisar 0.30 -1.10 gram dan daun cempaka tua berkisar 1.73-2.74 gram, sedangkan daun sirsak muda berkisar 0.40-1.23 gram dan daun sirsak tua berkisar 1.33-1.58 gram. Hal ini berarti pemberian pakan larva Graphium dengan 4 helai daun muda dan 6 helai daun tua, telah cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan larva, asalkan daun tersebut dijaga kadar airnya agar tidak layu. Konsumsi pakan larva G. agamemnon, dari instar satu sampai instar dua berkisar antara 1.2 - 1.6 gram, memasuki instar ketiga dan keempat mengalami kenaikan diatas 1.6 gram. Pola ini sama dengan konsumsi pakan pada larva G. doson.
48
Pada umumnya makin tua umur larva maka jumlah daun yang dikonsumsi makin banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Reynold et al. (1985) bahwa jumlah pakan yang dikonsumsi oleh larva akan semakin besar dengan semakin besarnya ukuran tubuh larva. Berdasarkan hasil penelitian, bobot larva G. agamemnon dan G. doson meningkat dari instar satu sampai instar empat, hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi pakannya. Pada instar satu dan dua, larva mengkonsumsi daun yang muda, sedang pada instar tiga dan empat, larva mengkonsumsi daun yang tua. Daun muda, umumnya kaya akan kandungan protein, sedangkan daun tua mengandung banyak karbohidrat. Serangga spesialis menyeleksi daun sebagai pakan larvanya dengan mengkonsumsi jenis daun dengan umur yang berbeda pada usia larva yang berbeda. Hal tersebut dilakukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan karbohidrat dan protein ( Bernays & Chapman 1994). Nutrien yang mudah dicerna oleh larva adalah lemak, protein, dan karbohidrat. Kandungan nutrien yang mudah dicerna ini terdapat pada daun sirsak dan cempaka, sehingga nutrien yang diserap tubuh lebih banyak. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, struktur membran, dan komponen kulit pelindung (Page 1981). Gilmour (1986) menyatakan bahwa makanan yang dimakan oleh insekta selama masa larva diubah menjadi lemak dalam sel-sel lemak. Sebagian lemak ini, didegradasi untuk menyediakan energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses biosintesis, metamorphosis, dan untuk kelangsungan hidup hewan sampai mencapai dewasa. Simpanan lemak ini terus menyediakan energi untuk hewan dewasa, bahkan pada hewan betina, diubah menjadi protein
untuk
perkembangan telur.
Pertumbuhan Larva Pertumbuhan larva dapat dilihat dari pertambahan bobot badan dan pertambahan panjang tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot tubuh larva G. agamemnon dan G. doson antara yang diberi pakan daun cempaka dan yang diberi pakan daun sirsak tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali pada instar ke dua. Hal ini disebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi hampir sama dan
49
kandungan nutrisi dari kedua jenis daun ini relatif sama. Palatibilitas pakan ini menunjukkan cukup memberikan hasil yang baik. Sangaku (1975) melaporkan pertumbuhan selama masa larva dipengaruhi oleh ras, kesehatan ulat, lingkungan pemeliharaan, pakan dan musim pada waktu pemeliharaan larva. Berkurangnya kualitas dan kuantitas makanan akan menyebabkan tubuh menjadi kecil dan bobot tubuh berkurang.
Siklus Hidup Siklus hidup kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson antara yang diberi pakan daun cempaka dan yang diberi daun sirsak, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan kandungan nutrien yang dikonsumsi larva dengan pakan sirsak dan cempaka hampir sama. Tingginya kandungan nutrien yang dikonsumsi merangsang ganti kulit atau molting lebih cepat. Sebaliknya rendahnya kandungan nutrien yang dikonsumsi akan memperlambat ganti kulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Triplehorn& Johnson (2005) bahwa periode perkembangan suatu jenis serangga ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya konsumsi makanan, sehingga terjadi perbedaan lama siklus hidup suatu jenis serangga pada berbagai tanaman inang. Selain itu, periode telur hingga pupa juga ditentukan oleh suhu dan kelembaban di dalam ruangan. Faktor luar (ekstrinsik) yang sering mempengaruhi proses metamorfosis adalah pakan, suhu, kelembabam, dan cahaya (Gullan & Cranston 2000). Larva P. demoleus dapat berhasil hidup di dalam laboratorium dengan kondisi suhu 30ºC dan kelembaban 82% (Astuti 1993). Suhu dan kelembaban dalam ruangan selama pemeliharaan telur dan larva G. agamemnon dan G. doson adalah 26-28ºC, dengan kelembaban udara 60-70 %. Kondisi tersebut sesuai untuk pemeliharaan telur, larva, pupa, dan sampai keluarnya imago dari pupa. Berdasarkan pengamatan selama proses pelepasan imago G. agamemnon dan G. doson di kubah, periode imago dapat hidup dengan kondisi lingkungan. Selama proses pelepasan imago, di kubah suhu berkisar antara 25-28ºC dengan kelembaban antara 47-76%, dan intensitas cahaya sebesar 3 000- 5 000 lux. Innah dan Rizal
50
(2000) melaporkan bahwa siklus hidup imago Ornithoptera goliath samson tidak tercapai sempurna, hal ini disebabkan kisaran suhu rata-rata cukup panas, yaitu antara 22-33ºC, sebaliknya pada kondisi suhu tersebut ternyata cukup baik untuk imago Ornithoptera priamus.
Faktor Lingkungan Ketersediaan sumber pakan berupa sumber nektar untuk kupu-kupu dewasa dipengaruhi oleh kondisi cuaca (Gilbert & Singer 1975). Boonvanno et al. (2000) menyatakan populasi kupu-kupu meningkat secara signifikan pada periode suhu tinggi dan hujan rendah. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kematian larva dan pupa kupu-kupu (Hill et al. 1995). Mcdonald dan Nijhout (2000) menyatakan aktivitas perkawinan kupu-kupu pada pukul 10.00 – 12.00 pada saat intensitas cahaya tinggi (> 4 000 lux), suhu tinggi (32 – 40 ºC), dan aktifitasnya menurun pada pukul 15.00 sore seiring penurunan intensitas cahaya. Suhu ruangan selama pemeliharaan telur, larva dan pupa G. agamemnon berkisar antara 26-28 ºC dengan kelembaban udara 60-70%. Dari pengamatan selama pemeliharaan telur sampai menjadi pupa menunjukan bahwa ketika usia telur sudah siap menetas, maka diperlukan suhu udara yang optimal (26-28 ºC). Jika kondisi suhu terlalu rendah (< 24 ºC) akan mengakibatkan telur tidak akan menetas. Berdasarkan pengamatan, suhu kurang dari 24 ºC akan memicu pertumbuhan jamur dan warna hitam pada kulit telur. Rahman (2003) melaporkan, ciri-ciri kerusakan telur akibat serangan jamur adalah terjadi perubahan warna telur dari kuning cerah dan mengkilap menjadi kuning kehitaman dan coklat akibat busuknya kuning telur. Pertumbuhan dan perkembangan larva sangat dipengaruhi oleh iklim di lokasi pemeliharaan diantaranya yaitu suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan aliran udara (angin). Berdasarkan pengamatan selama pemeliharaan, suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat mengakibatkan stress pada larva. Larva yang stress tidak mau makan, respirasi berjalan cepat, energi banyak keluar, namun pemasukan energi berkurang/tidak ada, akibatnya metabolisma terganggu. Larva kemudian menghitam
51
dan akhirnya mati. Larva yang stress biasanya diawali dengan segmen-segmen pada abdomen menjadi renggang dan banyak diam. Selama proses pelepasan imago di kubah, suhu berkisar antara 25-28ºC dengan kelembaban antara 47-76%, dan intensitas cahaya sebesar 3 000-5 000 lux. Berdasarkan pengamatan selama proses pelepasan imago di kubah (dimana ruang untuk bergerak relatif leluasa), kupu-kupu dapat hidup dengan kondisi lingkungan (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya) saat itu. Hal ini ditandai dengan terjadinya proses perkawinan dan peneluran. Imago dapat terbang dengan leluasa, menghisap nektar, istirahat, dan berlindung disekitar pepohonan yang ada di dalam kubah. Suhu maksimum saat imago kawin adalah berkisar antara 27-28ºC dan suhu minimum berkisar antar 26-27ºC. Imago menjadi tidak aktif, jika kelembaban terlalu tinggi (> 90%) atau hujan. Mulai pukul 8.00-12.00, imago sudah mulai aktif untuk mencari pakan (foraging), kawin dan bertelur apabila cuaca cerah dan kondisi lingkungan optimal. Setelah itu kupu-kupu beristirahat, dan aktif kembali mulai sekitar pukul 14.00 -17.00 WIB. Kondisi lingkungan biotik harus tetap terjaga, seperti ketersediaan nektar dan keberadaan predator imago, seperti laba-laba dan cicak harus tetap dipantau. Labalaba dapat menangkap imago kupu-kupu, dengan perangkap jaringnya, kemudian dia akan menghisap bagian isi abdomennya. Cicak juga dapat menyerang imago kupukupu, ketika imago istirahat, dengan cara menangkap sayap kupu-kupu. Tekanan penurunan populasi yang besar terhadap imago ditemukan pula pada kupu-kupu jenis lainnya (Dempster 1984).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Daun sirsak dan cempaka mempunyai palatibilitas yang sama bagi larva G. agamemnon dan G. doson. Konsumsi larva G. agamemnon yang diberi pakan daun sirsak dan cempaka relatif sama. Bobot larva, panjang larva, siklus hidup, dan rentang sayap imago tidak menunjukan perbedaan yang signifikan antara yang diberi pakan daun sirsak dan cempaka. Namun demikian, panjang abdomen imago G. agamemnon dan G. doson jantan dan betina yang diberi pakan daun cempaka lebih panjang dari pada yang diberi pakan daun sirsak. Kecocokan kedua jenis inang (cempaka dan sirsak) sebagai pakan larva kedua spesies Graphium, ditandai dengan lamanya siklus hidup, jumlah pakan yang dikonsumsi, dan perkembangan pada kedua spesies tersebut. Perpaduan teknik penangkaran kupu-kupu antara di dalam ruangan dan di kubah (semi alami) dapat dilakukan agar budidaya kupu-kupu dapat berhasil baik.
Saran Disarankan penangkaran kupu-kupu G. agamemnon dan G. doson cukup menggunakan daun sirsak dan daun cempaka sebagai pakan larvanya. Namun demikian diperlukan penelitian lebih lanjut penangkaran kupu-kupu genus Graphium dengan pakan yang berbeda, seperti daun kayu manis dan daun srikaya, dalam rangka menyediakan jumlah inang yang lebih banyak, sehingga proses penangkarannya dapat lebih berhasil.
DAFTAR PUSTAKA Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI - Press. Amir M, Nooerdjito WA, Kahono S. 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat. Bogor. BCP JICA. Hlm 123 – 140. Amir M, Noerdjito WA, Ubaidillah R. 1993. Butterflies of Bantimurung, South Sulawesi. International Butterfly Conference. Ujung Pandang. Indonesia. Andri. 1994. Siklus Hidup Kupu-kupu Graphium agamemnon L. pada Tanaman Sirsak (Anonna muricata. L.) [skripsi]. Program Studi Biologi FPMIPA. Universitas Andalas. Padang. Astuti D. 1993. Pemeliharaan Beberapa Jenis Larva Kupu Papilio di Laboratorium pada Berbagai Jenis Daun Inang Jeruk. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH, 14 Juni 1993. Balitbang Zoologi. Puslitbang Biologi – LIPI. Bogor. Hlm 69-75. Barth FG. 1991. Insect and Flower. The Biology of A Partnership New Jersey: Princeton University Press. Barua KK. Slowik J. 2007. Study on the Biology and Comsumption Potential of Common Rose Pachliopta aristolochiae F (Lepidoptera:Papilionidae) on Aristolochia tagala. Pol J Entomol 76: 341-352. Boonvanno K, Watanasit S, Permkam S. 2000. Butterfly diversity at Ton Nga Chang Wildlife Sanctuary, Songkhla Province, Southern Thailand. Sci Asia 26: 105-110. Borror DJ, Triplehron CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan pelajaran Serangga. Ed ke-6. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Braby MF. 2000. Butterflies of Australia Their Identification, Biology and Distribution. Vol. One. Canberra: CSIRO Publishing. Bernays EA, Chapman RF. 1994. Host-Plant Selection by Phytophagous Insects, New York: Chapman & Hall. ITP. 312 hlm. Chapman RF.1998. The Insects Structure and Function. 4th edition. United Kingdom: Cambridge Universities Press.
54
Clark LR, Geigera PW, Hughes RD, Morris RF. 1996. The Ecology of Insect Population in Theory Practice. The English Language Book Society and Chapmen and Hall. Camberra. Cleary DFR, Genner MJ. 2004. Changes in rain forest butterfly diversity following major ENSO- induced fires in Borneo. Glob Ecol Biogeogr 13: 129 -140. Corbet AS, Pendlebury HM. 1992. The Butterflies of the Malay Peninsula. Fourth Edition. Kuala Lumpur: Malayan Nature Society. Comba L, Corbet SA, Hunt L, Warren B. 1999. Flower, nectar and insect visit: evaluating British plant species for pollinator-friendly garden. Ann Biol 83: 369-383. Davies RG. 1988. Outlines of Entomology. Seventh Edition. London: Chapman & Hall. Dempster JP.1984. The Natural Enemies of Butterflies. Di dalam: Vane-Wright RI, Ackery PR. editor. the Biology of Butterflies. Symposium of the Royal Entomological Society of London. Number 11. London: Academic Press. 429 hal Dewi S. 2009. Pakan larva & produktivitas kokon pada jenis pakan & kepadatan yang berbeda Attacus atlas L. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dewi R. 2003. Studi Teknik Penangkaran Kupu-kupu di Wana Wisata Curug Cilember Dan Taman Mini Indonesia Indah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Djunianti P, Amir M. 2006. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden-Panduan Praktis Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. Bidang Zoologi, pusat penelitian biologi. LIPI Cibinong dan Nago Natural Environment Foundation. Tokyo. Djunianti P, Amir M, Astuti D. 1991. Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Larva Graphium. Zoo Indonesia 11:3-6. Fleming WA. 1983. Butterflies of West Malaysia and Singapore. Second Edition. Kuala Lumpur: Longeman. Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insect on Outline of Entomology. The 2rded. USA: Blackwell Publishing. 470 hlm. Gilmour D. 1986. The metabolism of insect. Oliver & Boyd. Edinburgh. London.
55
Gilbert LE, Singer MC. 1975. Butterfly ecology. Annu Rev Ecol Syst 6: 365-395. Haugum J, Low M. 1980. A monograph of the Birdwing Butterflies. Vol 1. Part 1-3. Scandinavian Science Press. LTD. 307 hal. Hutchins RE. 1974. Butterflies and Moths. The New Book of Knowledge B vol. 2. Grolier Inc. New York. P 468. Hill JK, Hamer KC, Lace LA, Banham WMT. 1995. Effect of selective logging on tropical forest butterflies on Buru, Indonesia. J Appl Ecol 32: 754-760. Ito T. 1978. Silkworm Nutrition. Di dalam The Silkworm an Important Laboratory Tool. Kodansha, Ltd. Tokyo. 121-157. Innah HS, Rizal A. 2000. Penangkaran Dan Pengawetan Kupu-kupu Sayap Burung (Ornithoptera sp.) Di Penangkaran BPK Monokwari. MATOA No 8. Jamalius. 1997. Aspek Biologi Serangga Hama Papilio memnon L. Perusak daun Glausena anisata. Jurnal Biologika. 8-16. Kevan PG, Baker HG. 1983. Insect as Flower Visitors and Pollinators. Ann. Rev. Entomol. 28: 407 – 453. Kristensen. 2007. Lepidoptera Phylogeny and Systematic : the state of inventorying moth and buterfly diversity. Progress in Invertebrate Taxonomy. Zootaxa. Larsen, Michelle L, Scriber JM, Zalucki MP. 2008. Significance of a new field oviposition record for Graphium eurypylus (L.) (Lepidoptera: Papilioinidae) on Michelia champaca (Magnoliaceae). Aust J. Entomol 47: 58-63. Mani MS.1982.General Entomology 3rded. Oxford & IBH Publ. Co New Delhi.p.122. Mastrigt HV, Rosariyanto E. 2005. Buku Panduan Lapangan Kupu-kupu Untuk Wilayah Membrano Sampai Pegunungan Cyclops. Jakarta: Conservation International Indonesia. McDonald AK, Nijhout HF. 2000. The effect of environmental condition on mating activity of Buckeys butterfly, Pieris coenia J Res Lepidopt 35: 22-28. McFarlane JE. 1985. Nutrition and Digestive Organs, 59 – 90. Di dalam: Fundamental of Insect Physiology. editor: MS. Blum, John Wiley and Sons, Inc. USA.
56
Noerdjito WA, Aswari P. 2003. Metode Survey dan Pemantauan Populasi Satwa. Seri Keempat Kupu-kupu Papilionidae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. Bogor: LIPI Cibinong. Noerdjito WA. 2001. Serangga Di dalam: Noerdjito M, Maryanto, editor. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Balitbang Zoologi Puslitbang Biologi – LIPI & The Nature Conservancy. Hlm 128-130. Noerdjito WA, Amir M. 1992. Kekayaan kupu-kupu di Cagar Alam Bantimurung Sulawesi Selatan dan Sekitarnya. Di dalam: Nasution et al.,editor. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayati 1991/1992; Bogor, 6 Mei 1992. PPPSDH Puslitbang Biologi, LIPI. Hlm 330337. Nurjanah St. 2010. Biologi Troides helena helena dan Troides helena hephaestus (Papilionidae) di penangkaran [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Page DS. 1981. Prinsip-prinsip Biokimia, Soendoro R. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Princeples of Biological Chemistery. Peigler RS. 1989. A Revision of The Indo-Australian Genus Attacus. California: The Lepidoptera Research Fondation. Inc. Rahman DF. 2003. Penggunaan Model Simulasi Pertumbuhan Populasi untuk Pengelolaan kupu-kupu Ekor Walet (Papilio memnon L.) di Penangkaran: Studi Kasus Penangkaran Kupu-kupu di Wana Wisata Curug Cilember. [skripsi]. Fakultas Kehutanan. IPB. Reynolds SE, Nottingham & Stephens. 1985. Food and Water Economy and Its Relation to Growth in Fifth-instar Larvae of the Tobacco Hornworm. Manduca sexta. J.Ins. Physiol. 31 : 119-127. Rizal S. 2002. Populasi kupu-kupu di kawasan wisata Lubuk Minturun Sumatra Barat. Mandiri 9: 170 -184. Sangaku T. 1975. Texbook of tropical sericulture. Japan Overseas Cooperation Volunteers. Sibuyaku. Tokyo. Salmah S. 1994. Kupu-kupu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Anai. Sumatra Nature Study Center. Padang. 11 pages.
57
Sembel DT. 1993. A Scientific Approach to the Roles of Butterflies with Special Emphasis on Pests of Crops. The Paper Presented at In ternational Butterfly Conference, Ujung Pandang. 11 hlm. Sihombing DTH. 1999. Pengantar Ilmu Teknologi Budidaya. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Smart P. 1991. The Illustrated Encyclopedia of Butterfly World in Colour. Paul Smart Press. Sreekumr PG, Balakrishnan M. 2001. Habitat and altitude preference of butterflies in Aralam Wildlife Sanctuary, Kerala. Trop Ecol 42:277-281. Stavenga DG, Stowe S, Siebke K, Zeil K, Arikawa K. 2004. Butterfly wing colours: scale beads make white pierid wings brighter. Proc R Soc Lond B 271: 15771584. Stanek . 1992. The Illustrated Encyclopedia of Butterflies & Moths. The promotional Reprint Co. Ltd. London. 347 hal. Sterry P. 1995. Butterflies and Moths. A Portrait of The Animals World. Magna Books. England. Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study of Insect. Ed ke 7. Australia: Tomson. Tsukada E, Nishiyama Y.1982. Buterflies of South East Asian Island. Volume ke-1, Papilionidae. Japan: Plapac Co, Ltd. Hlm 214-224. Whalley P. 1992. Kupu-kupu dan Ngengat (diterjemahkan dari Butterflies and Moths oleh S.Syahdan). PT Bentara Antar Asia. Jakarta. Odum EP. 1979. Fundamentals of Ecology. Third Ed WB Sounders Company Philadelphia. Van Steenis CGGJ.1997. Flora. Diterjemahkan oleh Moesa Surjowinoto. Pradnya.
58
Lampiran 1 Daftar kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia Lampiran SK Mentri Pertanian NO.576/Kpts/Um/1980. Tanggal 6 Agustus 1980. Tentang penetapan beberapa jenis kupu-kupu sebagai binatang liar yang dilindungi berdasarkan Dierenberschermings Osdonnantie 1931 jo Dierenberschermings Verordenning 1931.
NO
NAMA INDONESIA
NAMA ILMIAH
NAMA INGGRIS
1
Kupu sayap burung goliat
Ornithoptera goliath
Birdwing Butterfl
2
Kupu sayap burung surga
Ornithoptera paradisea
Birdwing Butterfly
3
Kupu sayap burung peri
Ornithoptera chimaera
Birdwing Butterfly
4
Kupu sayap burung priamus
Ornithoptera priamus
Birdwing Butterfly
5
Kupu sayap burung rotsil
Ornithoptera rothschildi
Birdwing Butterfly
6
Kupu raja
Troides hypolitus
Birdwing Butterfly
7
Kupu raja
Troides vandepolli
Birdwing Butterfly
8
Kupu raja
Troides criton
Birdwing Butterfly
9
Kupu raja
Troides reideli
Birdwing Butterfly
10
Kupu raja
Troides halipron
Birdwing Butterfly
11
Kupu raja
Troides plato
Birdwing Butterfly
12
Kupu raja
Troides helena
Birdwing Butterfly
13
Kupu raja
Troides meoris
Birdwing Butterfly
14
Kupu raja
Troides rhadamantus
Birdwing Butterfly
15
Kupu raja
Troides miranda
Birdwing Butterfly
16
Kupu raja
Troides audromeche
Birdwing Butterfly
17
Kupu raja
Troides amphhrysus
Birdwing Butterfly
18
Kupu trogon
Trogonoptera
Birdwing Butterfly
brookeanus 19
Kupu bidadari
Cothosia myrina
Birdwing Butterfly
59
Lampiran 2 : Hasil uji t konsumsi pakan G. agamemnon Instar satu Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 1,251116667 0,137549942 12 0,321551698 0 11 -1,308498834 0,108691918 1,795884814 0,217383837 2,200985159
Daun cempaka 1,357275 0,07936317 12
Instar dua Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 1,602075 0,470752 12 -0,10222 0 11 -0,01825 0,492882 1,795885 0,985764 2,200985
Daun cempaka 1,6469 0,292012731 12
60
Lanjutan lampiran 2 Instar tiga Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Daun sirsak Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
2,10215833 1,36940195 12 -0,1028949 0 11 -1,6153507 0,06726424 1,79588481 0,13452848 2,20098516
Daun cempaka 2,848942 0,61143 12
Instar empat Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,371017 0,610939 12 0,331514 0 11 1,732517 0,055544 1,795885 0,111087 2,200985
Daun cempaka 2,02883 0,451758 12
61
Lampiran 3 Hasil uji t konsumsi pakan G. doson Instar satu Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,712921429 0,094525419 14 -0,12300955 0 13 -0,187376602 0,427129115 1,770933383 0,854258231 2,160368652
Daun cempaka 0,723329 0,053963 14
Instar dua Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 1,186157143 0,110976156 14 -0,70308128 0 13 0,358262865 0,362948547 1,770933383 0,725897094 2,160368652
Daun cempaka 1,116979 0,201004 14
62
Lanjutan lampiran 3 Instar tiga Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 1,59934286 0,44251239 14 0,48684387 0 13 -0,6841705 0,25294072 1,77093338 0,50588143 2,16036865
Daun cempaka 1,71612143 0,34679444 14
Instar empat Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 1,67697857 0,15507068 14 0,20693067 0 13 -2,64426017 0,01011571 1,77093338 0,02023143 2,16036865
Daun cempaka 2,151207143 0,39804403 14
63
Lampiran 4 Hasil uji t bobot larva G. agamemnon Instar satu Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,124941667 0,003362119 12 -0,080053705 0 11 -0,406720263 0,346007463 1,795884814 0,692014926 2,200985159
Daun cempaka 0,132941667 0,000988664 12
Instar dua Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,391608333 0,019334844 12 -0,6437362 0 11 2,789366958 0,00880323 1,795884814 0,017606461 2,200985159
Daun cempaka 0,228033333 0,006977844 12
64
Lanjutan lampiran 4 Instar tiga Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,656508333 0,061249657 12 -0,116101437 0 11 1,331094263 0,105044041 1,795884814 0,210088081 2,200985159
Daun cempaka 0,513517 0,062826 12
Instar empat Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,352833333 0,016182084 12 0,386638163 0 11 -1,224225146 0,123220197 1,795884814 0,246440394 2,200985159
Daun cempaka 0,449425 0,087642029 12
65
Lampiran 5 Hasil uji t bobot larva G. doson Instar satu Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,107214286 0,004457175 14 0,155112579 0 13 -0,46387957 0,325202877 1,770933383 0,650405754 2,160368652
Daun cempaka 0,163375714 0,202835685 14
Instar dua Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,328957143 0,016131804 14 0,126648184 0 13 2,696830519 0,009152123 1,770933383 0,018304246 2,160368652
Daun cempaka 0,192828571 0,024583751 14
66
Lanjutan lampiran 5 Instar tiga Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,618271429 0,134559422 14 0,27175854 0 13 0,446748949 0,331204075 1,770933383 0,662408149 2,160368652
Daun cempaka 0,565635714 0,132298919 14
Instar empat Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,419817857 0,024950722 14 -0,09344479 0 13 -1,841222653 0,044258484 1,770933383 0,088516969 2,160368652
Daun cempaka 0,616814286 0,124879734 14
67
Lampiran 6 Hasil uji t panjang larva G. agamemnon Instar satu Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,96666667 0,01878788 12 0,41766715 0 11 -4,8149005 0,00027014 1,79588481 0,00054028 2,20098516
Daun cempaka 1,15833333 0,01356061 12
Instar dua Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,95 0,077272727 12 0,532454713 0 11 7,973536943 3,3706E-06 1,795884814 6,74119E-06 2,200985159
Daun cempaka 0,408333333 0,020833333 12
68
Lanjutan lampiran 6 Instar tiga Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,728333 0,102652 12 -0,33154 0 11 -4,7E-16 0,5 1,795885 1 2,200985
Daun cempaka 0,688333 0,066288 12
Instar empat Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,505 0,071136364 12 -0,13634658 0 11 1,988321279 0,036116996 1,795884814 0,072233991 2,200985159
Daun cempaka 0,29666667 0,04515152 12
69
Lampiran 7 Hasil uji t panjang larva G. doson Instar satu Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,60714286 0,04994505 14 -0,0009619 0 13 -1,1015141 0,1453249 1,77093338 0,2906498 2,16036865
Daun cempaka 0,70714286 0,06532967 14
Instar dua Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,885714286 0,393626374 14 -0,12392777 0 13 -0,70212852 0,247489505 1,770933383 0,494979011 2,160368652
Daun cempaka 1,028571429 0,12989011 14
70
Lanjutan lampiran 7 Instar tiga Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,585714 0,067473 14 0,595896 0 13 -4,61864 0,000241 1,770933 0,000481 2,160369
Daun cempaka 0,857143 0,05033 14
Instar empat Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 0,528571429 0,112967033 14 0,205837843 0 13 3,06485712 0,00451893 1,770933383 0,009037861 2,160368652
Daun cempaka 0,25 0,02423077 14
71
Lampiran 8 Hasil uji t siklus hidup G. agamemnon Telur Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 4,461538462 0,435897436 13 -0,460941511 0 12 2,034190511 0,032324723 1,782287548 0,064649445 2,178812827
Daun cempaka 5,230769231 0,858974359 13
Instar 1 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 6,4615385 0,4358974 13 -0,081025465 0 12 -0,897758402 0,19348615 1,782287548 0,3869723 2,178812827
Daun cempaka 6,230769231 0,358974359 13
72
Lanjutan lampiran 8 Instar 2 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,384615 0,25641 13 0,04225771 0 12 1,8057878 0,0480402 1,78228755 0,0960804 2,17881283
Daun cempaka 2,76923077 0,35897436 13
Instar 3 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,615384 0,256410 13 -0,14056 0 12 0,321634 0,376632 1,782288 0,753264 2,178813
Daun cempaka 2,692308 0,397436 13
73
Lanjutan lampiran 8 Instar 4 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah T tabel dua arah
Daun sirsak 4,307692 0,564103 13 -0,076932182 0 12 -1,720146537 0,055532525 1,782287548 0,11106505 2,178812827
Daun cempaka 3,846153846 0,307692308 13
Pupa Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah T tabel dua arah
Daun sirsak 11,46154 0,435897 13 -0,66513 0 12 -1 0,168525 1,782288 0,337049 2,178813
Daun cempaka 11,15385 0,307692 13
74
Lampiran 9 Hasil uji t siklus hidup G. doson Telur Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 5,235294118 0,191176471 17 0,618641747 0 16 2,062842493 0,027874302 1,745883669 0,055748603 2,119905285
Daun cempaka 4,941176471 0,558823529 17
Instar 1 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 5,5882353 0,2573529 17 0,3486261 0 16 -0,6963106 0,248113 1,7458837 0,4962261 2,1199053
Daun cempaka 5,705882 0,470588 17
75
Lanjutan lampiran 9 Instar 2 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,705882353 0,345588235 17 0,047475011 0 16 3,095829197 0,003470122 1,745883669 0,006940245 2,119905285
Daun cempaka 2,058824 0,433824 17
Instar 3 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,705882353 0,345588235 17 -0,04125685 0 16 1,688634107 0,055340051 1,745883669 0,110680103 2,119905285
Daun cempaka 2,35294118 0,36764706 17
76
Lanjutan lampiran 9 Instar 4 Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan Daun sirsak Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
3 0,5 17 -0,142942969 0 16 1,691541861 0,055057364 1,745883669 0,110114727 2,119905285
Daun cempaka 2,588235 0,382353 17
Pupa Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 10,88235 0,360294 17 0,281732 0 16 2,11498 0,024287 1,745884 0,048575 2,139905
Daun cempaka 10,47059 0,514706 17
77
Lampiran 10 Hasil uji t morfologi G. agamemnon 1. Rentang sayap jantan Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 8,216667 0,025667 6 -0,38278 0 5 -0,50965 0,315995 2,015048 0,631989 2,570582
Daun cempaka 8,2833333 0,0496667 6
2. Rentang sayap betina Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 8,733333 0,474667 6 0,498668 0 5 2,422719 0,029958 2,015048 0,059916 2,570582
Daun cempaka 8,1333333 0,2026667 6
78
Lanjutan lampiran 10 3. Panjang abdomen jantan Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,75 0,051 6 0,187867 0 5 3,529536 0,008374 2,015048 0,016748 2,570582
Daun cempaka 2,4 0,02 6
4. Panjang abdomen betina Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,9 0,012 6 -0,15617 0 5 5,451523 0,001411 2,015048 0,002823 2,570582
Daun cempaka 2,51666667 0,01366667 6
79
Lampiran 11 Hasil uji t morfologi G. doson 1. Rentang sayap jantan Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 8,042857 0,032857 7 -0,01955 0 6 0,589294 0,288582 1,94318 0,577163 2,446912
Daun cempaka 7,9571429 0,1128571 7
2. Rentang sayap betina Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 8,371429 0,059048 7 0,145425 0 6 0,342624 0,371783 1,94318 0,743565 2,446912
Daun cempaka 8,3285714 0,0690476 7
80
Lanjutan lampiran 11 3. Panjang abdomen jantan Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,671429 0,059048 7 -0,07726 0 6 5,197495 0,00101 1,94318 0,00202 2,446912
Daun cempaka 2,042857143 0,036190476 7
4. Panjang abdomen betina Uji t : Rataan untuk dua sampel berpasangan
Rata-rata Keragaman Jumlah contoh Koefisien korelasi Hipotesis 0 df (derajat bebas) t hitung P(T<=t) satu arah t Critical satu arah P(T<=t) dua arah t tabel dua arah
Daun sirsak 2,842857 0,029524 7 -0,33445 0 6 4,776679 0,001537 1,94318 0,003073 2,446912
Daun cempaka 2,31428571 0,0347619 7
43