SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI INTERNASIONALISASI PENDIDIKAN? (Hasil Kajian Ujian IGCSE O Level dan Ujian Nasional Matematika)
Disusun oleh: YUYUN YUNENGSIH ASTRID CANDRASARI
Research Department PUTERA SAMPOERNA FOUNDATION JAKARTA 2009
ABSTRAK
Pemerintah telah menetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional guna menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, efisien, relevan, dan memiliki daya saing kuat. Seiring dengan menjamurnya institusi pendidikan yang berlabel internasional dengan mengusung kurikulum dari luar negeri serta kesempatan untuk memperoleh sertifikat yang diakui dunia internasional, maka perlu dikaji kesiapan para stakeholders di dunia pendidikan dalam menghadapi internasionalisasi pendidikan. Uji Sertifikasi Internasional yang sudah terkenal dan juga diselenggarakan di Indonesia adalah IGCSE (International General Certificate of Secondary Education) adalah ujian internasional untuk siswa sekolah menengah yang dikembangkan oleh CIE (Cambridge International Examination). IGCSE dipakai oleh sekolah-sekolah di lebih dari 100 negara dan diakui oleh universitas-universitas di banyak negara di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) membandingkan perolehan nilai UN dan nilai ujian IGCSE O level dari beberapa sekolah RSBI di Jakarta, 2) mengidentifikasi penyebaran soal UN matematika dari aspek topik dan aspek kognitif, dan 3) mengidentifikasi penyebaran soal IGCSE O level untuk mata pelajaran matematika dari aspek topik dan aspek kognitif. Hasil analisa menunjukan bahwa dari aspek topiknya, UN maupun IGCSE tersebar merata pada seluruh aspek topik. Tetapi dari sisi aspek kognitifnya, UN tidak tersebar merata sedangkan ujian IGCSE memenuhi seluruh aspek kognitif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Indonesia belum siap menghadapi internasionalisasi pendidikan. Beberapa rekomendasi untuk mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi internasionalisasi pendidikan menjadi hasil yang penting dari penelitian ini.
Keywords: Ujian Nasional, IGCSE, Pendidikan Internasional, SBI, Sekolah Menengah Atas (SMA), Aspek Kognitif.
i
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ............................................................................................................... i DAFTAR ISI........................................................................................................... ii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang........................................................................... 1
1.2
Identifikasi Masalah................................................................... 4
1.3
Tujuan Penelitian ..................................................................... 10
1.4
Ruang Lingkup Penelitian ................. ..................................... 11
1.5
Metode Penelitian .......................................... ......................... 11
KAJIAN TEORI ............................................................................... 12 2.1
Aspek Topik UN dan IGCSE .................................................. 12
2.2
Survey of Enacted Curriculum................................................. 13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN……………………...………………..17 3.1.
Perbandingan perolehan nilai UN dan nilai ujian IGCSE dari beberapa sekolah di Jakarta......................................................17
3.2.
Pemetaan Soal IGCSE & UN Matematika berdasarkan Aspek Topik .......................................................................................19
3.3.
Pemetaan Soal UN & IGCSE Matematika berdasarkan Aspek Kognitif....................................................................................20
3.4.
Analisis Perbandingan Pemetaan UN Mata Pelajaran Matematika Dengan IGCSE Mata Pelajaran Matematika O Level.......................................................................................23
3.5.
Perbandingan soal-soal UN Mata Pelajaran Matematika dengan Soal IGCSE..............................................................................26
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1.
Kesimpulan ............................................................... ...............35
4.2.
Saran ....................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................38
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia, pendidikan memerankan peran yang sangat penting. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan guna menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan juga dapat meningkatkan daya saing sumber daya manusia baik pada level nasional maupun internasional. Terutama di era globalisasi yang menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumberdaya manusia. Pendidikan di Indonesia harus dapat menjawab tantangan ini guna dapat menyiapkan sumber daya manusia yang dapat bersaing dan memajukan bangsa. Pemerintah telah menetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional guna menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, efisien, relevan, dan memiliki daya saing kuat. Pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta, memenuhi beberapa persyaratan utama seperti: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan bertaraf internasional yang efisien adalah pendidikan yang menghasilkan
standar
mutu
lulusan
optimal
(berstandar
nasional
dan
internasional) dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan,
kondisi
sekolah,
dan
kemampun
pemerintah
daerahnya
(kabupaten/kota dan propinsi); dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik secara nasional maupun internasional. Beberapa landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah: Sekolah Bertaraf Internasional yang
1
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat harus berlandaskan pada beberapa peraturan perundangan dan kebijakan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dalam
pasal
50
menyatakan
bahwa:
a. Ayat (2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. b. Ayat (3): pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional. 4. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. 5. Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Tahun 2007) tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, antara lain pada halaman 10 disebutkan “.........diharapkan seluruh pemangku kepentingan untuk menjabarkan secara operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan Sekolah/Madrasah bertaraf internasional...”
2
Internasionalisasi di bidang pendidikan sudah menjadi hal yang tidak bisa dihindari seiring dengan menjamurnya institusi pendidikan yang berlabel internasional di tanah air. Era globalisasi menuntut setiap bangsa di dunia untuk dapat bersaing pada tingkat internasional. Sehingga pemerintah pun merasa bahwa sekolah bertaraf internasional sudah harus mulai digiatkan. Akan tetapi, apakah sumber daya manusia yang ada siap menghadapi internasionalisasi pendidikan ini? Dan lebih umum lagi, apakah sumber daya manusia Indonesia siap menghadapi kompetisi internasional? IGCSE atau singkatan dari International General Certificate of Secondary Education (Arti dalam Bahasa Indonesia: Sertifikat Internasional Pendidikan Menengah) adalah ujian internasional untuk siswa sekolah menengah. IGCSE dikembangkan oleh CIE (Cambridge International Examination) pada tahun 1988 dan dijadikan ujian internasional oleh CIE dan London Examinations. University of Cambridge International Examinations (CIE) adalah sebuah lembaga non-profit yang merupakan bagian dari University of Cambridge. Lembaga ini menyediakan ujian kualifikasi internasional untuk anak usia 14-19 tahun. IGCSE dipakai oleh sekolah-sekolah di lebih dari 100 negara dan diakui oleh universitas-universitas di United Kingdom (Inggris) dan juga dinegara lainnya sebagai salah satu kualifikasi (syarat) saat mendaftar ke universitas. IGCSE mencakup ruang lingkup yang luas dengan silabus-silabus yang di analisa secara teratur agar dapat mengikuti perkembagan didunia pendidikan dan juga untuk memenuhi kebutuhan sekolah-sekolah diseluruh dunia. Ada empat jenjang ujian yang diselenggarakan oleh CIE, yaitu: Primary (5-11 tahun); Lower Secondary (11-14 tahun); Middle Secondary (14-16 tahun); dan Upper Secondary (16-18 tahun). Pada jenjang Middle Secondary (kelas 10-12), ujian yang dilaksanakan ada tiga yaitu Cambridge O Level, Cambridge IGCSE O Level, dan Cambridge International Certificate of Education (ICE). The General Certificate of Secondary Education (Ordinary Level), atau O Level, adalah ujian yang paling populer diselenggarakan di sekolah-sekolah di 100 negara. Ujian pada IGCSE O
3
Level biasanya terdiri 7 sampai 9 mata pelajaran. Nilai yang diperoleh dari ujian O Level diterima di berbagai universitas dan dijadikan salah satu persyaratan masuk universitas. Untuk jenjang Upper Secondary, ada ujian International A and AS level. Jenjang ini merupakan kelanjutan IGCSE O level. Nilai yang bagus pada jenjang ini sangat penting untuk pendaftaran di universitas-universitas terkenal di dunia. Nilai yang bagus dapat menjadi kredit yang diakui di berbagai universitas di Amerika Serikat dan Kanada. Ujian pada jenjang ini menggunakan berbagai proses untuk melengkapi ujian tertulis, antara lain: lisan, praktek, project; dan disesuikan dengan mata pelajaran yang diambil. Ujian AS level merupakan setengah dari program A Level dan bersifat pilihan. Sertifikasi Internasional sangat dibutuhkan oleh siswa-siswa Indonesia yang berencana melanjutkan pendidikan di luar negeri, atau untuk mengetahui kemampuannya dalam bidang akademik pada skala internasional. Berangkat dari hal ini, departemen riset Putera Sampoerna Foundation melakukan
penelitian
guna
mengetahui
kesiapan
Indonesia
dalam
internasionalisasi pendidikan atau secara umum kesiapan dalam menghadapi kompetisi internasional di bidang pendidikan khususnya untuk mata pelajaran matematika. Departemen riset Putera Sampoerna Foundation membentuk tim penelitian yang mengkaji sebaran soal-soal ujian nasional tahun ajaran 2005/2006 dan soal ujian IGCSE O level tahun 2006 serta membandingkan perolehan hasil UN dan IGCSE untuk mata pelajaran matematika tahun 2007. Tim riset Putera Sampoerna Foundation berharap, hasil kajian ini dapat memberi kontribusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
1.2.
IDENTIFIKASI MASALAH SBI adalah sekolah yang menyiapkan peserta didik berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
4
Visi SBI adalah terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif dan terarah. Setiap SBI harus menggunakan bahasa komunikasi global, terutama bahasa Inggris dan menggunakan teknologi komunikasi informasi (information communication technology/ICT) dalam kegiatan belajar-mengajar. Pada tahap rintisan, SBI dibagi dalam empat model: sekolah baru (newly developed SBI), model pengembangan sekolah yang ada (existing developed SBI), model terpadu dan model kemitraan. Dari keempat model penyelenggaraan itu SBI dikembangkan dengan 8 prinsip utama, yaitu: 1. Pengembangan
SBI
mengacu
pada
SNP
+
X
SBI = SNP + X. Di mana SNP meliputi 8 standar SNP, yaitu, kompetensi lulusan, isi, proses, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen, pembiayaan, penilaian sedangkan X adalah nilai plus, yaitu, penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri yang telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional. 2. SBI dikembangkan berdasarkan atas kebutuhan dan prakarsa sekolah (demand driven and bottom up). 3. Kurikulum bertaraf internasional yang ditunjukkan oleh pengembangan isi yang mutakhir dan canggih dengan perkembangan ilmu pengetahuan global. 4. SBI menerapkan manajeman berbasis sekolah (MBS) dengan tata kelola yang baik. 5. SBI menerapkan proses belajar mengajar yang pro-perubahan dan inovatif. 6. SBI menerapkan prinsip - prinsip kepemimpinan yang memiliki visi ke depan (visioner).
5
7. SBI harus memiliki SDM yang professional, baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan. 8. Penyelenggaraan SBI harus didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap, relevan, mutakhir, dan canggih seperti laptop di laboratorium, LCD, TV, dan media pendidikan penunjang lainnya.
Gambar 3.1. Diagram Alur Sekolah Bertaraf Internasional University of Cambridge International Examination (CIE) merupakan salah satu penyedia pendidikan internasional yang memiliki otoritas untuk menyelenggarakan program sertifikasi tersebut. Sertifikasi dari CIE telah dikenal dunia lebih dari 50 tahun, dan kini sudah dapat diakui di lebih dari 170 negara di dunia. Untuk memenuhi kebutuhan siswa akan sertifikasi internasional, SMA Bertaraf Internasional (SBI) bekerjasama dengan University of Cambridge International Examination (CIE) untuk menyelenggarakan ujian IGCSE bagi
6
siswa-siswi SBI. Sampai dengan tahun pelajaran
2007/2008 SBI telah
mengadakan ujian sertifikasi Cambridge yang ke 3 untuk level IGCSE . Ujian IGCSE diselenggarakan dua kali per tahun. Yaitu di bulan Mei/Juni dan November.
Level yang diujikan •
IGCSE O Level : biasanya diikuti oleh siswa kelas 3 SMP atau kelas 1,2 SMA
•
IGCSE A Level : setara dengan sertifikasi kelas 3 SMA
•
IGCSE AS Level : setara dengan setengah kredit A Level
Mata Pelajaran yang diujikan •
Agriculture
•
Arabic
•
Art
•
Bangladesh Studies
•
Bengali
•
Biology
•
Business Studies
•
CDT: Design and Communication
•
Chemistry
•
Commerce
•
Commercial Studies
•
Computer Studies
•
Design and Technology
•
Economics
•
English Language
•
Environmental Management
•
Fashion and Fabrics
•
Food and Nutrition
•
French
7
•
Geography
•
Geometrical and Mechanical Drawing
•
German
•
Hindi
•
Hinduism
•
History: World Affairs, 1917-1991
•
Home Management
•
Human and Social Biology
•
Islamic Religion and Culture
•
Islamiyat
•
Literature in English
•
Mathematics - Additional
•
Mathematics D (Calculator Version)
•
Metalwork
•
Nepali
•
Pakistan Studies
•
Physics
•
Principles of Accounts
•
Religious Studies
•
Science (Chemistry, Biology)
•
Science (Physics, Biology)
•
Science (Physics, Chemistry)
•
Science - Additional Combined
•
Science - Combined
•
Setswana
•
Sinhala
•
Sociology
•
Spanish
•
Statistics
•
Swahili
•
Tamil
8
•
Thai
•
Travel and Tourism
•
Urdu - First Language
•
Urdu - Second Language - Pakistan only
•
Woodwork Ujian IGCSE yang diselenggarakan di Indonesia umumnya mengambil
mata pelajaran seperti, ESL (English as a Second Language), Matematika, Biologi, Fisika dan Kimia. Ujian IGCSE O level untuk mata pelajaran matematika, memiliki dua pilihan kurikulum yaitu kurikulum inti (core) dan kurikulum tambahan (extended). Pilihan core diperuntukkan untuk mayoritas siswa karena berada dalam tingkat kesulitan mudah hingga menengah. Pilihan core menargetkan siswa untuk
memperoleh
nilai
G
hingga
C.
Sedangkan pilihan extended merupakan perpaduan antara kurikulum core(inti) dan kurikulum tambahan (Supplement). Kurikulum tambahan memasukkan topic-topik ekstra atau pendalaman materi yang harus di tambahkan pada kurikulum inti (Core). Pilihan extended menargetkan siswa untuk memperoleh nilai C hingga A. Siswa yang lulus ujian IGCSE akan menerima sertifikat yang akui secara internasional dan setara dengan standar ujian sekolah menengah di Inggris dan setara juga dengan standar ujian GCE O level. Siswa yang ingin meneruskan pendidikan ke universitas di negara Inggris harus memperoleh nilai A untuk 2 atau 3 mata pelajaran dari 5 mata pelajaran yang lulus. Akan tetapi syarat ini bisa berbeda-beda tergantung universitasnya. Sehingga disarankan untuk mengecek langsung ke universitas untuk mengetahui standar yang di terapkan. IGCSE dengan kurikulum core atau extended adalah diperuntukkan untuk 5 mata pelajaran berikut: •
Languages (Bahasa)
•
Humanities (Kemanusiaan)
•
Sciences (IPA)
9
•
Mathematics (Matematika)
•
Creative, Technical and Vocational (Kreatif, Teknis, Keahlian) Hingga tahun 2007, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
tingkat SMA Negeri di provinsi DKI Jakarta berjumlah 6 sekolah, yaitu SMAN 8, SMAN 70, SMAN 13, SMAN 68, SMAN 78 dan SMAN 81. Keenam sekolah ini merupakan sekolah unggulan dengan prestasi tinggi di bidang akademis. Dan keenam sekolah ini juga memiliki kelas internasional dimana siswa-siswanya disiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Kelas internasional pada RSBI ini, mengacu pada kurikulum Cambride University of London Inggris atau IGCSE, sehingga bahasa pengantar pada kelas internasional ini adalah bahasa Inggris. Para pelajar dari kelas internasional juga mengikuti UN untuk mendapatkan sertifikat kelulusan nasional. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk membandingkan prestasi yang di peroleh siswa-siswa SMA untuk kelas reguler dengan siswa-siswa dari kelas internasional dengan membandingkan perolehan nilai UN dan nilai ujian IGCSE. Dan juga penulis memetakan soal-soal UN matematika dan soal ujian IGCSE mata pelajaran matematika dari segi aspek topik dan aspek kognitifnya.
1.3.
TUJUAN Tujuan dari penelitian adalah: 1. membandingkan perolehan nilai UN dan nilai ujian IGCSE O level dari beberapa sekolah RSBI di Jakarta, 2. mengidentifikasi penyebaran soal UN matematika dari aspek topik dan aspek kognitif, 3. mengidentifikasi penyebaran soal IGCSE O level untuk mata matematika dari aspek topik dan aspek kognitif.
10
1.4.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada hasil perolehan nilai UN 2007 dan ujian IGCSE 2007 untuk beberapa sekolah RSBI tingkat SMA di Jakarta. Dan ruang lingkup penelitian ini juga dibatasi pada kajian mengenai soalsoal UN mata pelajaran matematika tingkat SMA tahun 2005/2006 dengan soal IGCSE O level 2006. Pembatasan dilakukan karena ketersediaan data hasil UN dan hasil ujian IGCSE serta data soal IGCSE.
1.5.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Perbandingan perolehan nilai UN dan nilai ujian IGCSE dari beberapa sekolah SMA RSBI di Jakarta. 2. Pemetaan soal-soal UN mata pelajaran matematika tingkat SMA ke dalam aspek topik. 3. Pemetaan soal-soal UN mata pelajaran matematika tingkat SMA ke dalam aspek kognitif dengan menggunakan Survey of Enacted Curriculum (SEC). 4. Pemetaan soal-soal IGCSE O level mata pelajaran matematika tingkat SMA ke dalam aspek topik. 5. Pemetaan soal-soal IGCSE O level mata pelajaran matematika ke dalam aspek kognitif dengan menggunakan Survey of Enacted Curriculum (SEC). 6. Analisis perbandingan pemetaan UN mata pelajaran matematika tingkat SMA dengan soal-soal IGCSE O level mata pelajaran matematika.
11
BAB II KAJIAN TEORI
2.1.
Aspek Topik Mata Pelajaran Matematika tingkat SMA Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata pelajaran matematika untuk tingkatan SMA mempunyai enam
cakupan ruang lingkup seperti: 1. Logika 2. Aljabar 3. Geometri 4. Trigonometri 5. Kalkulus 6. Statistika dan Peluang. Keenam cakupan diatas selanjutnya disebut sebagai aspek topik untuk UN mata pelajaran matematika dalam penelitian ini.
2.2.
Aspek Topik Mata Pelajaran Matematika Kurikulum IGCSE Kurikulum IGCSE untuk mata pelajaran matematika untuk tingkatan SMA
mempunyai lima cakupan ruang lingkup seperti: 1. Logika 2. Aljabar 3. Geometri 4. Trigonometri 5. Statistika dan Peluang. Keenam cakupan diatas selanjutnya disebut sebagai aspek topik untuk IGCSE O level mata pelajaran matematika dalam penelitian ini.
12
2.3.
Surveys of Enacted Curriculum
Surveys menyediakan
of
Enacted
metode
yang
Curriculum praktis
(SEC)
dan
dapat
adalah
instrumen
diandalkan
dan
yang dalam
mengumpulkan data, menulis laporan, dan menganalisa data mengenai bagaimana memetakan kurikulum. SEC
didesain untuk memberikan data yang dapat
diandalkan yang dikumpulkan oleh guru dan siswa di kelas. SEC memetakan kurikulum dan soal evaluasi ke dalam tingkatan aspek kognitif (cognitive demand).
Survei ini dikembangkan oleh The Council of Chief State School
Officers (CCSSO) bermitra dengan Andrew Porter dan John Smithson dari Wisconsin Center for Education Research (WCER) di Amerika Serikat. Survei ini dapat diterapkan untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (sains) pada sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Analisa data dan laporan SEC bertujuan untuk membantu guru, administrator, pembuat kebijakan, dan pemerintah dalam perencanaan untuk peningkatan pembelajaran dengan beberapa cara, seperti: 1. Menghubungkan kurikulum dengan standar dan sistem penilaian yang menyeluruh. 2. Memonitor indikator pembelajaran dan hubungannya dengan prestasi siswa. 3. Menganalisis perbedaan intruksi dan isi pembelajaran di semua sekolah dan mengidentifikasi strategi-strategi perbaikan melalui tim-tim pimpinan sekolah. 4. Mengevaluasi efek inisiatif, seperti pengembangan profesional, dalam mengubah pelatihan matematika dan ilmu pengetahuan. Metode SEC telah dikembangkan dengan bantuan dari banyak pendidik dan peneliti dan instrumen pengumpul datanya telah diuji di ratusan sekolah di Amerika. Proses penelitian dan pengembangannya pun didukung oleh pemerintah
13
negara-negara bagian, Yayasan Ilmu Pengetahuan Nasional, dan Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Metode penelitian makalah ini menggunakan metode SEC untuk memperlihatkan pola cakupan materi pelajaran yang diujikan pada ujian nasional, pemetaan kurikulum sebagai standar nasional pendidikan serta pemetaan soal ujian nasional yang digunakan sebagai alat ukur mutu pendidikan nasional ke dalam tingkatan aspek kognitif (cognitive demand categories).
Evaluasi dan
peningkatan kurikulum juga menjadi acuan penting pada Metode Surveys of Enacted Curriculum (SEC). Tingkatan aspek kognitif untuk mata pelajaran matematika dapat dibagi menjadi 5 tingkatan. Tingkatan-tingkatan itu antara lain: Memorize, Perform procedure, Demonstrate understanding, Conjecture / Generalize / Prove, dan Solve non-routine problems/make connection. Tabel dari tingkatan aspek kognitif matematika disajikan dalam lampiran. 1.
Memorize merupakan tingkatan level kognitif yang pertama. Memorize mempunyai beberapa kriteria seperti:
recite basic mathematics fact
recall mathematics term and definitions
recall formulas and computational procedure.
Dalam tingkatan yang pertama ini, kognitif yang dicakup masih dalam level rendah yaitu level mengingat. Diantaranya menyebutkan fakta-fakta dalam matematika,
menyebutkan
definisi-definisi
dan
pola
matematika,
serta
menyebutkan rumus-rumus dan prosedur perhitungan. 2.
Perform procedures adalah tingkatan yang kedua dan mempunyai tujuh kriteria, yaitu:
use numbers to count, order or denote,
do computational procedure/instructions
follow procedures/instructions
make measurements, do computations
14
solve equations/formulas, routine word problems
organize or display data, read or produce graphs and tables
execute geometric constructions
Tingkatan ini sudah meliputi perhitungan, pengurutan angka, melakukan pengukuran untuk mendukung perhitungan, menampilkan grafik atau diagram dari data yang ada, juga termasuk melakukan perhitungan geometri. 3.
Demonstrate understanding adalah tingkatan ketiga dan mempunyai lima kriteria, seperti:
communicate mathematical ideas
use representations to model mathematical ideas
explain findings and results from data analysis
develop/explain relationships between concepts
explain relationships between models, diagrams, and other representations
Level ini sudah menggunakan ide-ide matematika dalam pemecahan soal, merepresentasikan ide dalam meginterpretasikan model, menjelaskan hasil dari analisa data, dan mengembangkan/menjelaskan hubungan antara konsep, model serta diagram. 4.
Conjecture/generalize/prove adalah tingkatan keempat dan melibatkan tujuh kriteria, yaitu:
determine the truth of a mathematical pattern or proposition
write formal or informal proofs
analyze data
find a mathematical rule to generate a pattern or number sequence
identify faulty arguments or misrepresentations of data
reason inductively or deductively
use spatial reasoning
15
Level ini sudah mulai menuntut siswa untuk bisa menentukan kebenaran dari suatu pola, serta menulis pembuktian matematika, menganalisa data, serta mampu memberikan alasan secara induktif dan deduktif. 5.
Solve non-routine problems adalah tingkatan tertinggi dalam aspek kognitif. Tingkatan ini mempunyai empat kriteria, yaitu:
apply and adapt a variety of appropriate strategies to solve problems
apply mathematics in context outside of mathematics
recognize, generate or crate patterns
synthesize content and ideas from several source
Level ini menuntut siswa untuk bisa mengaplikasikan dan mengadaptasi permasalahan-permasalahan yang menyangkut problem solving, serta mengenali dan membuat pola matematika. Di level ini, siswa juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin ditemui sehingga dapat memperkaya kemampuan siswa dalam mengasah logika, penalaran dan kemampuan matematisnya.
16
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1
Perbandingan perolehan nilai UN dan nilai ujian IGCSE dari beberapa
sekolah di Jakarta Ujian Nasional mata pelajaran matematika tingkat SMA terdiri dari 30 soal pilihan ganda. Sistem penilaian yang digunakan adalah jika jawaban benar bernilai 1, jika jawaban salah bernilai 0, dan skala pengukuran yang digunakan adalah 0 untuk nilai terendah dan 10 untuk nilai tertinggi. Sedangkan ujian IGCSE adalah ujian isian dan memiliki skala pengukuran yang berbeda. Penilaian IGCSE menggunakan huruf seperti A, B, C, D, E, F, G dan U. Nilai tertinggi dilambangkan oleh A* kemudian diikuti A, B, C, hingga U. Huruf-huruf ini juga memiliki bobot sehingga dapat terukur. Skala pengukuran yang di gunakan dalam ujian IGCSE dituangkan dalam tabel berikut. Tabel 3.1. Skala Pengukuran Ujian IGCSE Huruf Angka Keterangan A*
8
A
7
B
6
C
5
D
4
E
3
F
2
G
1
U
0
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Rata-rata nilai ujian IGCSE mata pelajaran matematika untuk SMAN 8, SMAN 78 dan SMAN 13 pada tahun 2007 adalah 5,06. Sedangkan rata-rata nilai UN untuk ketiga sekolah tersebut adalah 8,69 untuk UN 2007 dan 8,47 untuk UN
17
2008. Perolehan nilai ujian IGCSE dan UN matematika untuk ketiga sekolah tersebut terlihat pada gambar 3.1. 10.00 9.57 9.00
8.83
9.15
8.10 7.91
7.92
8.00
IGCSE 2007 UN 2007 UN 2008
7.00
6.00 5.43 5.21
5.00
4.56 4.00 SMAN 8
Gambar
3.1.
Perolehan
SMAN 78
nilai
IGCSE
SMAN 13
dan
UN
2007
&
2008
Dari gambar 3.1, terlihat bahwa hasil perolehan ujian IGCSE dari ketiga sekolah tersebut jauh berbeda dengan hasil ujian nasional baik UN 2007 maupun UN 2008. Beberapa perbedaan yang signifikan dari ujian IGCSE dan UN adalah perbedaan bentuk ujian. UN adalah ujian pilihan ganda, dimana siswa di berikan pilihan-pilihan jawaban. Sedangkan ujian IGCSE adalah ujian isian dimana siswa diminta untuk menjabarkan langkah-langkah dalam menjawab soal hitungan serta menggambar grafik. Dari sisi psikologis, soal uraian lebih berat daripada soal pilihan ganda. Karena untuk soal pilihan ganda, siswa masih bisa menembak jawaban jika tidak mendapatkan jawaban. Tetapi di soal uraian, jawaban siswa benar-benar tercermin dari langkah-langkah yang di kerjakannya.
18
Bobot soal uraian juga berbeda dengan soal pilihan ganda. Untuk ujian IGCSE paper 2, jumlah target nilainya adalah 70 dengan jumlah soal 21. Sedangkan IGCSE paper 4, jumlah target nilainya adalah 130 dengan jumlah soal hanya 9. Hal ini di karenakan tingkat kesulitan paper 4 jauh lebih sulit dibandingkan paper 2. Sehingga soal ujian IGCSE secara keseluruhan lebih sulit dibandingkan soal UN. Hal ini di pertegas dengan pemetaan soal-soal ujian IGCSE dan soal UN terhadap aspek kognitif.
3.2
Pemetaan Soal IGCSE & UN Matematika berdasarkan Aspek Topik Pemetaan soal ujian IGCSE & UN matematika berdasarkan aspek topik
menggunakan soal UN matematika tahun pelajaran 2005/2006 dan soal ujian IGCSE tahun 2006. Kurikulum matematika untuk tingkat SMA mencakup enam topik, yaitu: logika, aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, serta statistika dan peluang. Sedangkan kurikulum IGCSE O level mencakup logika, aljabar, geometri, trigonometri, serta statistika dan peluang. Penjabaran soal-soal UN Matematika dan IGCSE terlihat pada gambar 3.2. PEMETAAN SOAL UN & IGCSE MATEMATIKA BERDASARKAN ASPEK TOPIK
UN
Kalkulus 27%
Trigonometri 3%
Statistika dan Peluang 7% Geometri Logika 7% 3%
Aljabar 53%
IGCSE Statistika dan Peluang 6%
Kalkulus 0%
Trigonometri 3%
Geometri 19%
Logika 3%
Aljabar 69%
Gambar 3.2 Pemetaan Soal UN & IGCSE Matematika Tahun 2006
19
Gambar 3.2 memperlihatkan bahwa enam topik pada matematika seperti logika, aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, serta statistika dan peluang dicakup pada soal ujian nasional matematika di tahun 2006. Hal yang sama juga berlaku untuk ujian IGCSE dimana sebaran soalnya tersebar merata pada kelima topiknya. Topik aljabar menempati porsi terbesar di antara enam topik yang ada, yaitu sebesar 53%. Topik kalkulus menempati porsi kedua terbesar dengan nilai 27%. Topik geometri, statistika dan peluang, dicakup masing-masing sebesar 7%. Sisanya topik logika dan trigonometri yaitu sebesar 3%. Hal yang serupa juga berlaku untuk ujian IGCSE, dimana topik aljabar menempati porsi terbesar di antara topik yang ada, yaitu sebesar 69%. Topik geometri menempati tempat kedua dengan 19% dan diikuti oleh topik statistika & peluang dengan 6%. Sedangkan topik logika dan trigonometri memiliki porsi yang sama sebesar 3%. Topik kalkulus tidak termasuk dalam kurikulum IGCSE O level. Topik ini baru masuk kurikulum IGCSE untuk level A dan AS.
3.3 Pemetaan Soal UN & IGCSE Matematika berdasarkan Aspek Kognitif (Cognitive Demand) Metode Surveys of Enacted Curriculum (SEC) yang digunakan untuk penelitian ini melibatkan tiga tahapan, yaitu: (1) menganalisis pemetaan kurikulum berdasarkan tingkat cognitive demand, (2) menganalis pemetaan identifikasi dan pengelompokkan setiap soal ujian nasional berdasarkan topik, dan (3)
menganalisis pemetaan soal ujian nasional berdasarkan tingkat cognitive
demand. Metode Surveys of Enacted Curriculum (SEC) pada langkah yang ketiga ini melakukan pemetaan soal ujian nasional matematika berdasarkan tingkatan cognitive demand. Langkah ketiga ini memetaan soal ujian nasional matematika untuk tahun pelajaran 2005/2006 dan IGCSE matematika O Level. UN Matematika tingkat SMA tahun 2006 berisi 30 butir soal. Sedangkan soal ujian IGCSE yang dipetakan dengan metode SEC adalah gabungan dari soal ujian
20
IGCSE paper 2 (extended) dan paper 4 (extended). Pemetaan dilakukan dengan menggolongkan setiap butir soal ke tingkatan cognitive demand yang meliputi Memorize,
Perform
procedure,
Communicate
understanding,
Conjecture/Generalize/Prove, dan Solve non-routine problems/make connection. Gambar 3.3 adalah hasil pemetaan soal UN & IGCSE Matematika berdasarkan tingkat Cognitive Demand. PEMETAAN SOAL UN & IGCSE MATEMAMATIKA BERDASARKAN TINGKAT COGNITIVE DEMAND
UN Perform Procedure 90%
Memorize 0%
Conjecture, Generalize, Solve NonProve Routine Problem 3% 0%
Demonstrate Undersanting 7%
Perform Procedure 65%
Memorize 3% Solve NonRoutine Problem 26%
Demonstrate Understanding 3%
Conjecture, Generalize, Prove 3%
IGCSE
Gambar 3.3 Pemetaan Soal UN & IGCSE Matematika berdasarkan Tingkat Cognitive Demand Pemetaan soal UN Matematika tahun pelajaran 2005/2006 seperti pada gambar 3.3 memperlihatkan bahwa hampir semua soal terletak pada perform procedure, yaitu 90%.
7% soal ujian nasional mencakup level demonstrate
understanding, serta 3% diantaranya berada pada level generalize dan prove. Sedangkan untuk tingkatan terendah dalam cognitive demand, memorize sama sekali tidak tercakup oleh soal ujian nasional. Begitu juga untuk tingkatan
21
tertinggi solve non-routine problems juga tidak tersentuh oleh soal ujian nasional di matematika tahun 2006. Hasil pemetaan ujian IGCSE berbeda dengan hasil pemetaan UN 2006. Hasil pemetaan ujian IGCSE yang sama dengan hasil pemetaan UN 2006 terletak pada aspek Perform procedure yang menempati porsi terbesar dengan 65%. Sedangkan aspek yang lainnya memiliki hasil pemetaan yang berbeda. Level terendah yaitu memorize mendapat porsi sebesar 3%. Dan level tertinggi yaitu solve non-routine problems menempati tempat kedua terbesar dengan porsi sebesar 26%. Hal ini menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan dengan UN. Karena kedua level ini, yaitu level memorize dan solve non-routine problems tidak tercakup sama sekali dalam soal-soal UN matematika 2006. Sedangkan tingkatan demonstrate understanding dan tingkatan conjecture generalize, prove masing-masing memiliki porsi sebesar 3%. Gambar 3.4 memperlihatkan pemetaan soal ujian nasional dan IGCSE dengan menggunakan grafik permukaan terhadap aspek topik dan aspek kognitif. Gambar tersebut menunjukkan bahwa soal ujian nasional tersebar hanya pada tiga aspek kognitif saja yaitu aspek Perform procedure, demonstrate understanding dan conjecture generalize, prove. Sedangkan ujian IGCSE tersebar merata di semua aspek kognitif mulai dari level memorize, perform procedure, demonstrate understanding, conjecture, generalize, prove hingga level solve non-routine problems. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu alasan lain mengapa siswa-siswi di Indonesia kurang mendapatkan nilai baik pada ujian IGCSE dibandingkan UN adalah karena mereka kurang mendapatkan soal-soal solve non-routine problems. Sehingga mereka tidak terlatih menjawab soal-soal dengan tipe seperti itu, padahal soal-soal ini mempunyai bobot nilai yang besar dalam soal IGCSE.
22
UN 2006
IGCSE 2006
Aljabar Logika Geometri Statistika dan Peluang Kalkulus Trigonometri
Solve Non-Routine Problem
Conjecture, Generalize, Prove
Demonstrate Understanding
Perform Procedure
Memorize
Solve Non-Routine Problem
Conjecture, Generalize, Prove
Demonstrate Undersanting
Perform Procedure
Memorize
Gambar 3.4. Hasil pemetaan soal UN Matematika dan IGCSE terhadap cognitive demand
3.4 Analisis Perbandingan Pemetaan UN Mata Pelajaran Matematika Dengan IGCSE Mata Pelajaran Matematika O Level Dari penjelasan di atas mengenai pemetaan soal-soal UN mata pelajaran matematika dan pemetaan IGCSE O level untuk mata pelajaran matematika terhadap aspek topik dapat dikatakan konsisten. Artinya aspek topik di dalam kurikulum terwakili dengan baik dalam soal-soal yang diujikan baik untuk Ujian Nasional maupun ujian IGCSE.
23
Sedangkan untuk aspek kognitifnya, terdapat perbedaan yang signifikan antara UN dan IGCSE. Untuk UN matematika 2006, aspek memorize dan solve non routine problems tidak tersentuh sama sekali. Sedangkan untuk IGCSE, semua aspek kognitif terwakili. Gambar 3.5 memperlihatkan perbandingan persentase aspek kognitif pada UN dan IGCSE.
Perbandingan aspek kognitif UN dan IGCSE 90% 65% UN
26% 7%
0%3% Memorize
Perform Procedure
3%
3% 3%
Demonstrate Conjecture, Understanding Generalize, Prove
IGCSE
0% Solve NonRoutine Problem
Gambar 3.5. Perbandingan persentase aspek kognitif pada UN dan IGCSE Jika dilihat dari sebaran persentase pada kedua ujian ini, terlihat bahwa sebaran soal UN sangat tidak proporsional. Karena didominasi oleh level perform procedure dan dua aspek kognitif tidak terwakili sama sekali. Level yang tidak terwakili adalah level terendah dan tertinggi. Sedangkan soal ujian IGCSE terpetakan pada seluruh aspek kognitif meski juga didominasi oleh aspek perform procedure. Sesungguhnya, pola sebaran aspek kognitif UN dan IGCSE untuk level perform procedure, demonstrate understanding, dan conjecture, generalize & prove sudah relevan dengan sebaran aspek kognitif IGCSE. Sehingga, UN hanya perlu menambahkan tipe-tipe soal dengan level memorize dan solve non-routine problems. Dan jika kedua aspek ini ditambahkan ke dalam UN, siswa-siswi
24
Indonesia akan lebih kaya akan pengalaman menghadapi berbagai macam tipe soal. Sehingga diharapkan perolehan nilai IGCSE dapat terus meningkat. Akan tetapi, jika hal ini tidak disikapi dan soal UN tidak diperkaya dengan tipe-tipe soal dari aspek kognitif memorize dan solve non-routine problems, maka bukan hal yang mustahil jika kemampuan siswa-siswi Indonesia di bidang matematika tidak mengalami peningkatan dan sulit berkompetisi di tingkat internasional. Dan perlu digaris bawahi bahwa penelitian ini menggunakan soal IGCSE O level, yang notabene nya adalah level terendah untuk siswa SMA. Karena mereka harus menghadapi ujian IGCSE level AS/A di tahun ke 3 sebelum melanjutkan ke perguruan tinggi. Sehingga, ini merupakan hal yang tidaklah kecil mengingat program pemerintah adalah mendirikan sekolah bertaraf internasional di setiap kabupaten/kota di Indonesia. Hal lain yang perlu disikapi dan dirubah juga adalah mindset guru sebagai pengajar. Guru-guru juga hendaknya diberikan pelatihan dan pengayaan akan pembuatan dan pengajaran soal-soal yang memiliki tingkatan solve non-routine problems. Tingkatan ini menuntut guru untuk kreatif dalam membuat soal dengan mengangkat permasalahan di kehidupan sehari-hari sebagai sumber ide. Sehingga siswa dilatih untuk menggunakan penalaran, logika dan kemampuan analisanya. Karena melalui problem solving, siswa dibimbing untuk menggunakan dan melatih kemampuan (skill) mereka dalam penalaran, logika dan analisa. Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan siswa-siswi Indonesia masih perlu bimbingan untuk menghadapi soal ujian IGCSE. Dan melatih siswa-siswi dengan soal-soal yang bersifat problem solving sudah merupakan prioritas guna meningkatkan mutu pendidikan khususnya pendidikan yang bertaraf internasional. Pelatihan guru-guru akan pengembangan kemampuan dalam membuat dan lebih banyak melatih para siswa dengan soal-soal problem solving juga merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Karena guru yang mengajar SBI juga merupakan guru-guru lama yang masih kurang kreatif dalam memberikan soal-soal problem solving.
25
3.5 Perbandingan soal-soal UN Mata Pelajaran Matematika dengan Soal IGCSE Untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai perbedaan UN dan IGCSE, berikut disajikan beberapa soal-soal UN dan IGCSE untuk setiap aspek kognitif.
I.
Memorize •
Ujian Nasional 2006 Tidak ada soal UN pada level ini
•
IGCSE O Level 2006
a. Shade the region A ∩ B. [1]*
b. Shade the region (A
B)′.[1]
c. Shade the complement of set B.[1]
26
* Angka di dalam kurung siku menunjukkan bobot penilaian tiap butir soal.
II. Perform Procedures •
Ujian Nasional 2006 Jika (x0,y0,z0) memenuhi sistem persamaan: x + 2y = –12 x + y + z = –1 3x + 2y – 2z = –16 maka nilai z0 adalah.... a. –6 b. –4 c. 4 d. 6 e. 8
•
IGCSE O Level 2006
For each of the following sequences, write down the next term. a. 2, 3, 5, 8, 13, … [1] b. x6, 6x5, 30x4, 120x3, … [1] c. 2, 6, 18, 54, 162, ... [1]
III. Demonstrate Understanding •
Ujian Nasional 2006 Luas daerah antara kurva y = –x2 + 6x, y = x2 – 2x, sumbu Y, dan garis x = 3 adalah … a. 72 satuan luas b. 64 satuan luas c. 364 satuan luas d. 18 satuan luas e. 16 satuan luas
27
•
IGCSE O Level 2006
a. (i) Write down an expression for the area of rectangle R. Answer(a) (i) ……………………cm2 [1] (ii) Show that the total area of rectangles R and Q is 5x2 + 30x + 24 square centimetres. [1] b. The total area of rectangles R and Q is 64 cm2. Calculate the value of x correct to 1 decimal place. Answer(b) x =………… [4]
IV. Conjecture, generalization and prove •
Ujian Nasional 2006
28
•
IGCSE O Level 2006 Give your answers to this question as fractions.
2 a. The probability that it rains today is . If it rains today, the probability that it 3 3 will rain tomorrow is .If it does not rain today, the probability that it will 4 1 rain tomorrow is . The tree diagram below shows this information. 6
(i) Write down, as fractions, the values of s, t and u. [3] (ii) Calculate the probability that it rains on both days. [2] (iii) Calculate the probability that it will not rain tomorrow. [2] b. Each time Christina throws a ball at a target, the probability that she hits the 1 target is . She throws the ball three times. Find the probability that she hits 3 the target: (i) Three times, [2] (ii) At least once. [2] c. Each time Eduardo throws a ball at the target, the probability that he hits the 1 target is . He throws the ball until he hits the target. Find the probability that 4 he first hits the target with his (i) 4th throw, [2] (ii) nth throw. [1]
29
V. Solve non routine problems •
Ujian Nasional 2006 Tidak ada soal UN pada level ini
•
IGCSE O Level 2006 Workmen dig a trench in level ground.
a. The cross-section of the trench is a trapezium ABCD with parallel sides of length 1.1 m and 1.4 m and a vertical height of 0.7 m. Calculate the area of the trapezium. [2] b. The trench is 500 m long. Calculate the volume of soil removed. [2] c. One cubic metre of soil has a mass of 4.8 tonnes. Calculate the mass of soil removed, giving your answer in tonnes and in standard form. [2] d. Change your answer to part (c) into grams. [1]
e. The workmen put a cylindrical pipe, radius 0.2 m and length 500 m, along the bottom of the trench, as shown in the diagram. Calculate the volume of the cylindrical pipe. [2] f. The trench is then refilled with soil. Calculate the volume of soil put back into the trench as a percentage of the original amount of soil removed. [3]
30
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil kajian tim riset Putera Sampoerna Foundation, tim penulis mendapati adanya beberapa perbedaan yang signifikan antara UN dan IGCSE. Dan juga data mengenai jauhnya perbedaan perolehan nilai UN dan IGCSE membuat penelitian ini menjadi penting sekali mengingat program pemerintah akan SBI sangatlah gencar. Dari hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Rata-rata nilai ujian IGCSE mata pelajaran matematika untuk SMAN 8, SMAN 78 dan SMAN 13 pada tahun 2007 adalah 5,06. Sedangkan rata-rata nilai UN untuk ketiga sekolah tersebut adalah 8,69 untuk UN 2007 dan 8,47 untuk UN 2008.
2.
Beberapa perbedaan yang signifikan dari ujian IGCSE dan UN adalah perbedaan bentuk ujian. UN adalah ujian pilihan ganda, dimana siswa di berikan pilihan-pilihan jawaban. Sedangkan ujian IGCSE adalah ujian isian dimana siswa diminta untuk menjabarkan langkah-langkah dalam menjawab soal hitungan serta menggambar grafik. Dari sisi psikologis, soal uraian lebih berat daripada soal pilihan ganda. Karena untuk soal pilihan ganda, siswa masih bisa menembak jawaban jika tidak mendapatkan jawaban. Tetapi di soal uraian, jawaban siswa benar-benar tercermin dari langkahlangkah yang di kerjakannya.
3.
Bobot penilaian UN dan IGCSE juga berbeda. Ujian Nasional mata pelajaran matematika tingkat SMA terdiri dari 30 soal pilihan ganda dengan sistem penilaian yang digunakan adalah jika jawaban benar bernilai 1, jika jawaban salah bernilai 0, dan skala pengukuran yang digunakan adalah 0 untuk nilai terendah dan 10 untuk nilai tertinggi. Sedangkan ujian IGCSE
31
untuk paper 2, jumlah target nilainya adalah 70 dengan jumlah soal 21. Sedangkan IGCSE paper 4, jumlah target nilainya adalah 130 dengan jumlah soal hanya 9. Hal ini di karenakan tingkat kesulitan paper 4 jauh lebih sulit dibandingkan paper 2. Sehingga soal ujian IGCSE secara keseluruhan lebih sulit dibandingkan soal UN. 4.
Soal-soal UN mata pelajaran matematika tingkat SMA tahun pelajaran 2005/2006 tidak tersebar merata pada aspek-aspek kognitif meskipun UN telah memenuhi aspek topik. Dalam kaitannya dengan aspek kognitif, soalsoal tersebut tersebar dalam 3 cognitive demand categories yang pertama yaitu perform procedures, demonstrate understanding dan conjecture, generalization and prove. Sedangkan tingkatan memorize dan solve nonroutine problems sama sekali tidak tersentuh oleh soal-soal UN tersebut.
5.
Soal-soal ujian IGCSE O level untuk mata pelajaran matematika tahun 2006 tersebar merata pada aspek-aspek kognitif. Hal ini menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan dengan UN. Karena pada UN terdapat dua aspek kognitif, yaitu level memorize dan solve non-routine problems yang tidak tercakup sama sekali.
6.
Kelemahan lain dari soal-soal UN matematika tingkat SMA terletak pada tingkat kesulitan soal-soal itu sendiri. Soal-soal ini terlalu kontekstual, dengan didominasi oleh tingkatan kognitif perform procedurs. Sedangkan soal-soal ujian IGCSE lebih menekankan pada problem solving.
B. SARAN Dari kesimpulan serta hasil kajian terhadap UN dan ujian IGCSE O level mata pelajaran matematika tingkat SMA, tim riset Putera Sampoerna Foundation ingin memberikan beberapa saran untuk perbaikan pendidikan di Indonesia. Saran ini didiharapkan dapat menyiapkan pendidikan di Indonesia dalam menghadapi internasionalisasi pendidikan dan umumnya untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia di dunia internasional.
32
Untuk
meningkatkan
kemampuan
memecahkan
masalah
perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Sehingga disarankan agar para guru dapat lebih menekankan pada pemberian soal-soal yang bersifat problem solving dibanding soal-soal yang sangat kontekstual. Sehingga siswa dibimbing untuk menggunakan dan melatih kemampuan (skill) mereka dalam penalaran, logika dan analisa. Ujian Nasional sebagai instrumen evaluasi yang baik hendaknya memenuhi aspek-aspek utama dalam ilmu pendidikan. Aspek topik dan aspek kognitif adalah standar minimal yang harus dipenuhi. Kekurangan aspek kognitif yang telah dijabarkan dalam penelitian ini diharapkan dapat diatasi oleh UN di tahun-tahun berikutnya. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi internasionalisasi pendidikan dan berkompetisi di tingkat internasional masih harus dibarengi dengan berbagai usaha perbaikan. Di mulai dengan peningkatan UN agar dapat memenuhi semua aspek kognitif, hingga pelatihan guru akan peningkatan kemampuan dalam pemberian soal yang lebih menekankan pada problem solving untuk para siswanya. Dengan kata lain, Indonesia saat ini belum siap menghadapi internasionalisasi pendidikan. Akan tetapi jika usaha-usaha di atas dilaksanakan, bukan hal yang mustahil hanya dalam waktu yang cukup singkat, Indonesia akan siap menghadapi internasionalisasi di bidang pendidikan.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari Damari, dkk. 2008. Kumpulan Soal dan Pembahasan: Sukses Ujian Nasional SMP 2008. Jakarta: WahyuMedia. 2. Howson, G., Keitel, C., & Kilpatrick, J. (1981). Curriculum Development in Mathematics . Cambridge: Cambridge University Press. 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 4. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. 7. Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Tahun 2007) tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah 8. See, Blank, Porter, and Smithson. 2003, New Tools for Analyzing Teaching, Curriculum and Standards in Mathematics, Language, & Science. CCSSO. 9. I Made Agus, dkk. 2008. Ujian Nasional Sebagai Refleksi Dan Implementasi
Kurikulum Nasional. Jakarta. 10. University Of Cambridge International Examinations. 2006. International
General Certificate of Secondary Education, Mathematics Paper 2 & 4 (Extended). UCLES.
34