Identifikasi Lapisan Aspal Di Dusun Lagunturu Desa Suandala Kecamatan Lasalimu Dengan Pemetaan Geolistrik Tahanan Jenis Dengan Inversi Parameter Dar–Zarrouk Setya Puspita W1, Daeng Achmad S.2, Sujito3 1Mahasiswa
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 2Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 3Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected]
Abstrak Salah satu kandungan yang ada dalam bumi dan dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah aspal. Salah satu metode untuk mengetahui kandungan aspal adalah dengan metode geolistrik resisitivitas. Data yang diperoleh dari metode ini masih merupakan resistivitas semu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemetaan daerah aspal hasil inversi parameter Dar-Zarrouk dan untuk mengetahui perbandingan hasil inversi parameter Dar-Zarrouk dengan hasil inversi software Res2dinv sebagai pembanding. Hasil perhitungan inversi dengan parameter Dar-Zarrouk kemudian dipetakan menggunakan software Surfer 10.0 untuk dapat melihat pemetaan daerah yang mengandung aspal. Kata kunci: Geolistrik, Aspal, Parameter Dar-Zarrouk
I.
V.
PENDAHHULUAN II. Bumi memiliki banyak kandungan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Kandungan tersebut antara lain batu bara, emas, minyak bumi, aspal, dan sebagainya. Untuk mendapatkan kandungan tersebut diperlukan adanya eksplorasi. Sebelum melakukan eksplorasi terlebih dahulu diadakan penelitian untuk mengetahui tentang keberadaan bawah permukaan dengan metode geofisika. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan kandungan tersebut adalah metode geolistrik resistivitas (Telfrod, 1990). III. Salah satu metode geolistrik resistivitas yang dapat digunakan untuk menentukan adanya lapisan aspal adalah konfigurasi dipole – dipole. Hasil data yang diperoleh dari pengambilan data lapangan masih memiliki nilai kesalahan yang besar. Hal ini dikarenakan metode geolistrik resisitivitas menggunakan konsep bumi homogen isotropi, namun pada kenyataannya bumi merupakan homogen anisotropi. Oleh karena itu, diperlukan adanya konsep tahanan jenis anisotropi untuk menentukan nilai resistivitas sebenarnya. IV. Pada tahun 1932, Maillet R. Dan Doll H.G. membuat suatu fungsi untuk menghitung nilai resistivitas sebenarnya. Nilai resisitivitas sebenarnya tersebut dihitung dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu : tahanan jenis transversal (ρt), tahanan jenis longitudinal (ρl), koefisien anisotropi (λ), dan tahanan jenis medium (ρm) atau tahanan jenis sebenarnya. Parameter – parameter tersebut dikenal sebagai parameter dar – zarrouk. Dari hasil perhitungan parameter – parameter tersebutlah diperoleh nilai kedalaman dan tahanan jenis sebenarnya. Sehingga dapat diketahui adanya lapisan aspal dengan mengetahui besar nilai tahanan jenis sebenarnya. Hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan parameter dar – zarrouk kemudian dihitung inversi software Res2dinv sebagai pembanding. TEORI II.1. Geologi Daerah Penelitian VI. Dusun Lagunturu Desa Suandala Kecamatan Lasalimu ini berada pada daerah Pulau Buton, sehingga keadaan geologi daerah tersebut sama dengan keadaan geologi Pulau Buton. Menurut Sikumbang, dan Sanyoto, (1995), tektonik yang terdapat di P. Buton terjadi beberapa kali dimulai sejak pra-Eosen, dimana pola tektoniknya sukar untuk ditentukan disebabkan oleh seluruh batuannya telah mengalami beberapa kali perlipatan dan pensesaran. Gerak tektonik utama yang membentuk pola struktur hingga sekarang diperkirakan terjadi pada Eosen - Oligosen yang membentuk struktur imbrikasi berarah Timurlaut – Baratdaya. Kegiatan tektonik berikutnya terjadi antara Pliosen - Plistosen yang mengakibatkan terlipatnya batuan praPliosen. Kegiatan tektonik terakhir terjadi sejak Plistosen dan masih berlangsung hingga saat ini. Tektonik ini mengakibatkan terangkatnya P. Buton dan P. Muna secara perlahan, seirama dengan pembentukan batu gamping terumbu Fm. Wapulaka. VII. Daerah Buton disusun oleh satuan batuan yang dapat dikelompokkan ke dalam batuan Mesozoikum dan Kenozoikum. Kelompok batuan Mesozoikum berumur Trias hingga Kapur Atas hingga Paleosen. Sedangkan kelompok Kenozoikum berumur Miosen dan Plistosen.
II.2.
II.3.
II.4.
II.5.
II.6.
VIII. Kelompok batuan Mesozoikum terdiri atas Fm. Winto, Fm. Ogena, Fm. Rumu dan Fm. Tobelo yang diendapkan dari Trias - Kapur Akhir hingga Paleosen. Kelompok batuan Kenozoikum kemudian menutupi sebagian besar P. Buton yang terdiri atas Fm. Tondo, Fm. Sampolakosa dan Fm. Wapulaka yang diendapkan pada Miosen Awal hingga Plistosen. Formasi Winto merupakan formasi tertua yang tersingkap di daerah Buton yang berumur Trias Akhir. Litologinya terdiri atas perselingan batu serpih, batupasir, konglomerat dan batugamping, mengandung sisa tumbuhan, kayu terangkan dan sisipan tipis batubara dengan lingkungan pengendapan neritik tengah hingga neritik luar. Prospek Aspal IX. Pada daerah Lasalimu susunan stratigrafinya terdapat susunan Fm. Tondo, dimana pada Fm. Tondo tersebut terdapat kandungan aspal. Sehingga pada daerah Lasalimu dapat dipastikan adanya kandungan aspal karena adanya Fm Tondo. X. Geolistrik Resisitivitas XI. Prinsip dasar metode geolistrik resistivitas adalah mengukur respon beda potensial pada suatu elektroda akibat injeksi arus ke dalam bumi melalui elektroda lainnya. Maka dari itu perhitungan teoritis metode geolistrik resistivitas berdasarkan prinsip perhitungan resisitivitas pada medium tertentu akibat adanya respon beda potensial akibat adanya injeksi arus. XII. Prinsip dasar metoda geolistrik resistivitas adalah menginjekikan arus listrik searah DC ke dalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur respon potensial yang dihasilkan melalui lektroda potensial. Untuk menentukan perbedaan potensial antara dua titik yang ditimbulkan oleh dua elektroda arus C1 dan C2, maka dua elektroda potensial misalnya P1 dan P2 ditempatkan di dekat sumber. XIII. Resistivitas Semu XIV. Tahanan jenis semu merupakan tahanan jenis yang terukur di permukaan yang diperoleh dengan aturan elektroda yang ada. Besarnya tahanan jenis yang terukur tersebut merupakan besarnya tahanan jenis pengganti untuk variasi tahanan jenis yang ada. Dimana asumsi dasarnya diturunkan dari medium homogen isotropik, sedangkan pada kenyataannya medium yang terukur adalah medium anisotropik yang tidak sesederhana asums awal. Adanya perbedaan antara hasil pengukuran dengan harga tahanan jenis teoritis disebut anomali. XV. Maka besarnya tahanan jenis semu adalah : XVI. XVII. Kedalaman Penyelidikan XVIII. Kedalaman penyelidikan (Depth Of Investigation) merupakan kedalaman dimana suatu lapisan tipis horizontal (paralel dengan permukaan bumi) memberikan jumlah kontribusi maksimum terhadap total sinyal yang terukur pada permukaan (Evjen, 1938). Depth Of Investigation ditentukan oleh posisi dari dua elektroda arus dan elektroda potensial dan tidak hanya dari penetrasi arus dan distribusinya sendiri. XIX. Depth Of Investigation adalah kedalaman yang memberikan konstribusi maksimum terhadap besar nilai tahanan jenis yang terukur dengan spasi elektroda arus L tertentu yang kemudian disebut kedalaman absolut. Besarnya kedalaman efektif adalah L/3. XX. Parameter Dar-Zarrouk XXI. Pada tahun 1932, Maillet R. Dan Doll H.G. membuat suatu fungsi untuk menghitung nilai resistivitas sebenarnya. Nilai resisitivitas sebenarnya tersebut dihitung dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu : tahanan jenis transversal (ρt), tahanan jenis longitudinal (ρl), koefisien anisotropi (λ), dan tahanan jenis medium (ρm) atau tahanan jenis sebenarnya. Parameter – parameter tersebut dikenal sebagai parameter dar – zarrouk. XXII. Untuk keadaan lapisan horizontal dan homogen isotropis maka besarnya tahanan jenis transversal (ρt), tahanan jenis longitudinal (ρl) adalah : XXIII. XXIV. XXV. Dimana adalah resistivitas tiap lapisan dan adalah kedalaman tiap lapisan. Maka dapat ditentukan besarnya nilai tahanan jenis medium (ρm) adalah : XXVI. XXVII.
XXVIII. METODE III.1. Akuisisi Data XXIX. Data diperoleh dari Laboraturium Geofisika Pusdiklat Migas – Cepu. Data diambil di
III.2.
III.3.
Dsn. Lagunturu Ds. Suandala Kec. Lasalimu – Sulawesi. Pengambilan data dilakukan di areal seluas 50 ha. Pengukuran geolistrik ini menggunakan metode pseudo section (konfigurasi dipole – dipole) dan metode VES (Vertical Electrical Sounding) sebagai kontrol. XXX. Perhitungan Resisitivitas Semu XXXI. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode konfigurasi dipole dipole. Besarnya nilai resistivitas semu (ρa) dapat dihitung dengan langkah – langkah sebagai berikut : 1.1.1. Menentukan faktor geometri (K), pada konfigurasi dipole – dipole faktor geometri diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : XXXII. 1.1.2. Menentukan besarnya resistivitas semu (a) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : XXXIII. 1.1.3. Melakukan langkah 1 dan 2 untuk semua titik XXXIV. Perhitungan Resisitivitas Medium XXXV. Langkah – langkah untuk menghitung resistivitas sebenarnya adalah : 1.1.1. Menentukan kedalaman masing – masing titik XXXVI. Untuk menghitung kedalaman dari konfigurasi dipole – dipole digunakan tabel, sebagai berikut: XXXVII.
XXXVIII. XXXIX.
Gb. 1 Tabel kedalaman konfigurasi dipole – dipole (M.H Loke, 2004) XL.
1.1.2. Menentukan nilai tahanan jenis transversal (t)
III.4.
III.5.
XLI. 1.1.3. Menentukan nilai tahanan jenis longitudinal (l) XLII. 1.1.4. Menentukan tahanan jenis medium (m) XLIII. 1.1.5. Mengulangi langkah 1 sampai 4 untuk semua titik. XLIV. Pengolahan 2D XLV. Pengolahan 2D menggunakan bantuan software Surfer 10.0, hasil pengolahannya adalah penampang 2D untuk masing – masing titiknya dengan nilai resisitivitas sebenarnya.Untuk memeperoleh penampang 2D dengan Surefer 10.0 langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan data datum point, kedalaman, dan resisitivitas sebenarnya (resisitivitas medium) pada worksheet yang baru. Kemudian disimpan dalam format .dat. Dari data tersebut dibuat contour untuk mengetahui daerah sebaran aspal. XLVI. Analisis Data XLVII. Perbedaan nilai resistivitas bawah permukaan ditunjukkan dengan adanya perbedan warna pada hasil pengolahan 2D. Nilai resistivitas tersebut kemudian disamakan dengan nilai resistivitas batuan yang telah ada, sehingga dapat diketahui jenis batuan serta kondisi bawah
L.
permukaan. Dari sini kemudan diketahui daerah sebaran aspal yang terdapat di Dsn Lagunturu, Ds Suandala, Kec. Lasalimu Sulawesi. XLVIII. Setelah diperoleh data 2D dengan inversi Dar-Zarrouk maka hasil tersebut dibandingkan dengan hasil pengolahan data 2D dengan inversi Least Square (Res2dinv). XLIX. HASIL PENELITIAN LI. Pada penelitian ini, perhitungan nilai resistivitas medium dihitung dengan menggunakan parameter Dar Zarrouk. Untuk menghitung nilai resistivitas medium dengan menggunakan parameter Dar Zarrouk diperlukan beberapa tahap perhitungan, yaitu: 1. Menghitung kedalaman, untuk konfigurasi dipole – dipole nilai kedalaman dihitung berdasarkan tabel yang ada. 2. Menghitung tahanan jenis transversal (t) 3. Menghitung nilai tahanan jenis longitudinal (l) 4. Menghitung nilai tahanan jenis medium (m) LII.
LIII. Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Resisitivitas Medium (ρm) pada Line C - 15
LIV.
LV. K
Datum Po int
LX. 30
LXV I. 50
LXX II. 70
e d a l a m a n
ρ
LVII . ρ
LVII I. ρ
t
L
LXI I. 1
LXI II. 1
LXI V. 1
, 3 2
1 , 2 1 0 0 7 4 9 5
1 , 2 1 0 0 7 4 9 5
1 , 2 1 0 0 7 4 9 5
LX VII.
LX VIII.
LXI X. 2
LX X. 2
8,32
252,03 8 6 9 1 5
6 3 , 2 4 8 7 6 6 4
5 2 , 0 3 8 6 9 1 5
LX XIII . 8
LX XIX
L I X . ρm
LXI . 8
, 3 2
LXX VIII.
LVI.
LX XIV.
LX XV.
321,82 0 6 5 0 1
321,82 0 6 5 0 1
LX XX.
LX XXI
LX XVI . 3 2 1 , 8 2 0 6 5 0 1
LX XXI
L X V. 11,
L X X I. 25
L X X V II . 32
L X
90
8,32
63,185 9 2 0 8 3
63,185 9 2 0 8 3
63,185 9 2 0 8 3
63,
LXX XIV.
LX XX V. 8
LX XX VI. 2
LX XX VII.
LX XX VIII.
, 3 2
2 2 , 7 9 4 9 3 1 5
222,79 4 9 3 1 5
222,79 4 9 3 1 5
L X X X I X .
XCI . 8
XCI I. 2
XCI II. 2
XCI V. 2
, 3 2
4 5 , 1 0 7 6 5 8 8
4 5 , 1 0 7 6 5 8 8
4 5 , 1 0 7 6 5 8 8
110
XC. 130
22
XCV I. 15
XC VII.
XC VIII.
XCI X. 1
0
8,32
173,09 7 6 8 0 5
7 3 , 0 9 7 6 8 0 5
CIII . 8
CIV. 53,796 0 4 3 8 4
CII. 170
CVII I. 40
C I.
CV.
CVI.
53,796 0 4 3 8 4
53,796 0 4 3 8 4
C V II .
CX.
CXI.
11,580 3 0 4 8 3
11,580 3 0 4 8 3
CXI I. 2
CX V. 1
CX VI. 2
CX VII.
CX VIII.
3 , 9 4
3 8 , 8 7
238,87 9 2 1 0
592,52 2 4 5 4
CIX . 1 3 , 9 4
CXI V. 60
24
1 7 3 , 0 9 7 6 8 0 5
, 3 2
C.
X C V.
8 , 7 2 4 1 0 1 2 9
17
53,
C X II I. 18,
C X I X .
9 2 1 0 6
CXX . 80
CXX VI. 10 0
CXX XII. 120
6
7
37
CX XII.
CX XIII.
CX XIV.
3 , 9 4
234,89 3 2 9 8 7
234,89 3 2 9 8 7
582,63 5 6 9 1 2
C X X V.
CX XVI I. 1
CX XVI II. 1
CX XIX . 1
CX XX.
3 , 9 4
1 9 , 9 6 7 0 3 2 4
1 9 , 9 6 7 0 3 2 4
CX XXI II. 1
CX XXI V. 9
CX XX V. 9
CX XX VI. 2
3 , 9 4
5 , 1 7 8 0 1 1 1 3
5 , 1 7 8 0 1 1 1 3
3 6 , 0 8 2 1 1 3
CX L. 1
CX LI. 1
0 1 , 1 9 7 8 4 7 7
0 1 , 1 9 7 8 4 7 7
251,01 3 8 7 8 5
CX XI. 1
CXX XVII I. 14
CX XXI X. 1
0
3 , 9 4
297,56 9 4 7 1 8
CX LII.
CXL IV. 16
CX LV. 1
CXL VI. 8
CXL VII.
CXL VIII.
0
3 , 9 4
0 , 4 7 3 8 1 6 1 6
80,473 8 1 6 1 6
199,60 9 4 3 0 1
CLI . 1
CLII . 2
CLII I. 2
CLI V. 7
9 , 2
1 , 1
1 , 1
6 , 8
CL. 50
36
C X X X I. 18
C X X X V II . 14
C X L II I. 15
C X L I X . 12
C L V. 40,
4
CLV I. 70
CLX II. 90
8 2 0 0 4 1 1
8 2 0 0 4 1 1
9 4 6 7 1 5 3
CL VII.
CLV III. 1
CLI X. 1
CL X. 5
19,24
5 5 , 3 9 8 9 2 6 5
5 5 , 3 9 8 9 2 6 5
6 4 , 1 2 7 4 2 3 8
CL XIII . 1 9 , 2 4
CLX VIII. 110
CL XIX . 1 9 , 2 4
CLX XIV. 130
CLX XX. 150
CL XV.
156,64 5 8 5 4 3
156,64 5 8 5 4 3
CL XX. 141,82 2 7 3 7 3
CL XVI . 5 6 8 , 6 5 4 0 0 6 8
CL XXI . 1
CL XXI I. 5
4 1 , 8 2 2 7 3 7 3
1 4 , 8 4 3 2 9 5 6
CL XX V. 1
CL XX VI. 1
CL XX VII.
CL XX VIII.
9 , 2 4
2 8 , 7 1 4 9 0 6
128,71 4 9 0 6
467,25 9 3 9 4 6
CL XX XI. 1 9 , 2 4
CLX
CL XIV.
CL
C L X I. 29
C L X V II . 29
C L X X II I. 27
C L X X I X . 24
CL XX XII.
CL XX XIII.
CL XX XIV.
78,484 1 7 5 3 3
78,484 1 7 5 3 3
284,91 2 3 6 4 8
CL
CL
CX
C L X X X V. 14
C
60
24,4
27,676 2 0 0 2 1
27,676 2 0 0 2 1
130,87 1 9 5 4 5
60,
CXC II. 80
CX CIII . 2
CX CIV.
CX CV.
CX CVI.
112,48 3 9 2 4 8
112,48 3 9 2 4 8
531,90 0 7 2 9 7
C X C V II .
4 , 4
24
CXC VIII.
CC.
CCI.
4 , 4
124,86 1 4 4 4 6
124,86 1 4 4 4 6
CCI V. 12
CC V. 2
CC VI. 1
CC VII.
CC VIII.
0
4 , 4
7 9 , 8 5 4 8 7 6 9
179,85 4 8 7 6 9
850,47 6 5 4 9 6
CC XII.
CC XIII.
CC XIV.
117,57 5 4 6 1 3
117,57 5 4 6 1 3
555,97 6 9 8 7 6
CC XVI I. 2
CC XVI II. 1
CC XIX . 1
CC XX.
9 , 5 2
9 , 4 4 1 2 9 3 6 6
9 , 4 4 1 2 9 3 6 6
CC XXI II. 2
CC XXI V. 9
CC XX V. 9
CC XX VI. 5
9 , 5 2
3 , 0 5
3 , 0 5
3 6 , 5
100
CX CIX . 2
CCX . 14
CC XI. 2
0
4 , 4
CCX VI. 70
CCX XII. 90
CCI I. 5 9 0 , 4 3 0 0 8 6 6
112,09 1 2 0 8 7
C C II I. 27
C C I X . 39
C C X V. 25
C C X X I. 46,
C C X X V II
6 4 9 8 6
6 4 9 8 6
2 8 8 7 4 7
22
C C X X X II I.
CCX XVII I. 11
CC XXI X. 2
CC XX X. 1
CC XX XI. 1
CC XX XII.
0
9 , 5 2
5 4 , 3 4 9 3 1 9 5
5 4 , 3 4 9 3 1 9 5
889,92 0 2 9 5 4
CC XX XVI . 1
CC XX XVI I. 1
CC XX XVI II. 8
4 0 , 0 0 6 2 8 1 9
4 0 , 0 0 6 2 8 1 9
0 7 , 2 2 3 7 1 9 1
CC XLI . 3
CC XLI I. 9
CC XLI II. 9
CC XLI V. 6
4 , 6
, 0 0 8 7 1 6 6 9 4
, 0 0 8 7 1 6 6 9 4
1 , 3 5 8 5 8 2 2
CC XL VII.
CC XLV III. 9
CC XLI X. 9
CCL . 6
34,6
8 , 6 4 1 4 6 3 1 1
8 , 6 4 1 4 6 3 1 1
CCL IV. 1
CCL V. 1
CCL VI. 1
8 6 , 1 0 8 5
8 6 , 1 0 8 5
2 6 7 , 5 8 9
CCX XXI V. 13
CC XX XV.
0
29,52
CCX L. 80
CCX LVI. 100
CCL II. 12 0
CC LIII . 3 4 , 6
37
7 1 , 8 4 9 3 3 5 4
C C X X X I X . 33
C C X L V. 23,
C C L I. 25
C C L V II . 48
CCL VIII.
0 2 2
0 2 2
4 0 5
CCL X. 1
CCL XI. 1
CCL XII.
7 3 , 0 9 7 6 8 0 5
7 3 , 0 9 7 6 8 0 5
1356,7 3 0 0 4 1
CC LX V. 3
CCL XVI . 1
CCL XVI I. 1
CCL XVI II. 8
9 , 6 6
1 4 , 4 1 4 3 6 8
1 4 , 4 1 4 3 6 8
9 6 , 7 7 3 4 8 5 2
CC LX XI. 4
CCL XXI I. 1
CCL XXI II. 1
CCL XXI V. 1
4 , 7 2
2 1 , 6 9 2 6 0 4 7
2 1 , 6 9 2 6 0 4 7
0 7 5 , 5 1 2 5 0 7
CC LIX . 3
90
9 , 6 6
CCL XIV. 110
CCL XX. 100
C C L X II I. 48
C C L X I X . 32
C C L X X V. 36
CCLXXVI.
CCLXXVII. Dari hasil pengolahan 2D dengan menggunakan software Surfer 10.0 diperoleh hasil sebagai berikut : CCLXXVIII. CCLXXIX. CCLXXX. CCLXXXI. CCLXXXII.
CCLXXXIII.
(a)
(b)
CCLXXXIV.
Gb 2. (a) Line C – 15, (b) Line C - 17
CCLXXXV.
CCLXXXVI. Pada line C – 15 dan line C – 17 terdapat kandungan aspal dengan luas daerah aspal untuk line C – 15 sebesar 3.667,232 m2 dan line C – 17 sebesar 3.910,708 m2. CCLXXXVII. CCLXXXVIII. CCLXXXIX. CCXC. CCXCI. CCXCII.
CCXCIII.
(a)
(b)
CCXCIV.
CCXCV. CCXCVI. CCXCVII. CCXCVIII.
CCXCIX. CCC.
(c)
(d)
Gb 3. (a) Line E – 13, (b) Line E -15, (c) Line E – 17, (d) Line E – 19 CCCI.
CCCII. Pada line E kandungan aspal terdapat pada line E – 15, E – 17, dan E – 19 dengan masing – masing luas daerah aspal sebesar 162.317 m2, 909.73 m2, 1.408,06 m2. Pada line E – 13 tidak terdapat kandungan aspal sama sekali. CCCIII.
CCCIX.
CCCIV. CCCV. CCCVI. CCCVII. CCCVIII. (a)
CCCX. CCCXI. CCCXII.
(b)
(c)
Gb 4. (a) Line G – 15, (b) Line G -17, (c) Line G – 19 CCCXIII.
CCCXIV. Pada line G kandungan aspal terdapat pada seluruh line G dengan luas daerah aspal pada line G – 15 sebesar 653, 043 m2, line G – 17 sebesar 3.563,425 m2, line G – 19 sebesar 4.405 m2. CCCXV. CCCXVI. CCCXVII. CCCXVIII. CCCXIX. CCCXX. CCCXXI. CCCXXII. CCCXXIII. CCCXXIV. CCCXXV. CCCXXVI.
(a)
(b)
CCCXXVII. CCCXXVIII. (c) CCCXXIX. Gb 5. (a) Line I – 15, (b) Line I – 17, (c) Line I -19 CCCXXX.
CCCXXXI. Pada line I kandungan aspal terdapat pada line I – 15, I – 17, dan I – 19. Pada line I – 19 tidak terdapat daerah yang tidak mengandung aspal hanya daerah yang ragu – ragu aspal pada lapisan paling atas hingga kedalaman ± 20 m. Luas daerah aspal pada line I – 15 sebesar 1.551,449 m2, line I – 17 sebesar 2.974, 554 m2, dan line I – 19 sebesar 4.146,634 m2. Pada line I – 17 daerah yang tidak mengandung aspal terdapat pada datum point ± 60 – 170 m dari lapisan paling atas hingga pada kedalamn ± 20 m, namun pada datum point ± 100 – 110 m hingga kedalaman ± 32 m. Sedangkan pada line I – 17 daerah yang tidak mengandung aspal hanya sedikit yaitu pada datum point < 40 m dan hanya dari lapisan atas hingga kedalaman ± 20 m. CCCXXXII. Perbandingan hasil parameter Dar – Zarrouk dengan inversi Software Res2dinv
CCCXXXIII. Hasil pengolahan 2D parameter Dar-Zarrouk kemudian dibandingkan dengan hasil pengolahan 2D hasil inversi Software Res2dinv. Dengan membandingkan hasil tersebut dapat diketahui tingkat kesalahan dari perhitungan parameter Dar-Zarrouk. Tingkat kesalahan dihitung dari selisih luas daerah yang mengandung aspal antara hasil perhitungan parameter Dar-Zarrouk dengan hasil inversi Software Res2dinv. CCCXXXIV. CCCXXXV. CCCXXXVI. CCCXXXVII. CCCXXXVIII.
CCCXXXIX. CCCXL. CCCXLI.
(a)
(b)
Gb 6. (a) Hasil Inversi Parameter Dar – Zarrouk Line G – 19, (b) Hasil Inversi Software Res2dinv Line G – 19 CCCXLII.
CCCXLIII. Luas daerah yang mengandung aspal adalah daerah yang berwarna merah. Untuk menghitung luas daerah yang mengandung aspal digunakan bantuan Grid Node Editor pada software Surfer 10.0, dengan menggunakan Gride Node Editor akan muncul titik pada gambar. Luas dihitung dengan rumusan, sebagai berikut : CCCXLIV.
CCCXLV.
Dengan rumusan tersebut maka didapatkan selisih antara daerah luasan aspal hasil parameter Dar-Zarrouk dengan hasil inversi Software Res2dinv. CCCXLVI. Dari hasil selisih luas daerah aspal antara hasil parameter Dar – Zarrouk dengan hasil inversi software Res2dinv dapat diketahui terdapat perbedaan yang cukup besar, terutama untuk line E – 13. Dari hasil parameter Dar – Zarrouk pada line E – 13 tidak terdapat aspal sama sekali, hanya daerah ragu – ragu aspal pada lapisan bawah. Sedangkan pada hasil inversi software Res2dinv terdapat lapisan yang mengandung aspal pada lapisan paling bawah. CCCXLVII. CCCXLVIII. CCCXLIX. CCCL.
CCCLI.
CCCLII.
CCCLIII. (a) (b) CCCLIV. Gb 7. (a) Hasil parameter Dar – Zarrouk line E – 13, (b) Hasil inversi software Res2dinv line E – 13 CCCLV.
CCCLVI.
Perbedaan tersebut terjadi dikarenakan pada inversi software Res2dinv dapat memasukkan topography daerah penelitian yang berpengaruh pada kedalaman penelitian. Dan juga pada inversi Res2dinv dapat menghilangkan bad data atau data yang dianggap jelek. Bad data tersebut dapat dilihat dengan bantuan software Res2dinv dengan menunjukkan data tersebut dalam bentuk gambar. CCCLVII. Sedangkan dengan menggunakan parameter Dar – Zarrouk nilai resisitivitas medium didapat dengan menghitung satu persatu dari hasil penelitian di lapangan dengan mengabaikan topography daerah penelitian. Hal ini disebabkan pada parameter Dar – Zarrouk yang berpengaruh untuk menentukan nilai resisitivitas medium hanya kedalaman yang diperoleh sesuai dengan konfigurasi yang digunakan dan resisitivitas semu yang didapat dari hasil pengambilan data langsung di lapangan. Dan juga dengan menggunakan parameter Dar – Zarrouk tidak dapat menghilangkan bad data, dikarenakan tidak dapat diketahui yang mana yang merupakan bad data. CCCLVIII. CCCLIX. KESIMPULAN CCCLX. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pendugaan adanya lapisan aspal dan perbandingan hasil parameter Dar – Zarrouk dengan hasil inversi software Res2dinv didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Daerah yang terdapat kandungan aspal terdapat pada line C – 15, C – 17, E – 15, E – 17, E – 19, G – 15, G – 17, G – 19, I – 15, I – 17, dan I -15. Sedangkan pada line E – 13 tidak terdapat kandungan aspal sama sekali. Kandungan aspal paling banyak terdapat pada line I dengan luas daerah aspal pada line I – 15 sebesar 1.551,449 m2, line I – 17 sebesar 2.974,554 m2, dan line I – 19 sebesar 4.146,634 m2. Rata – rata luas daerah aspal untuk seluruh line adalah sebesar 2.279,359 m2. 2. Dari hasil perbandingan antara parameter Dar – Zarrouk dengan hasil inversi software Res2dinv yang dilihat dengan menghitung selisih luas daerah aspal, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
cukup signifikan terutama pada line E – 13. Hal ini dapat disebabkan karena inversi dengan menggunakan software Res2dinv dapat memasukkan nilai topography daerah penelitian yang berpengaruh terhadap kedalaman penenlitian. Sedangkan untuk meminimalkan nilai kesalahan pada Res2dinv dapat menghilangkan data yang dianggap bad data. Sedangkan untuk perhitungan dengan menggunakan parameter Dar – Zarrouk tidak dapat menggunakan nilai topography pada daerah penelitian dan juga tidak dapat menghilangkan data yang dianggap bad data. CCCLXI. CCCLXII. DAFTAR PUSTAKA CCCLXIII. Loke, M.H. 1999. RES2DINV Rapid 2D Resistivity & IP Inversion (Wenner, dipoledipole, pole-pole, pole-dipole, Schlumberger, rectangular arrays) on Land, Underwater and Crossborehole Surveys; Software Manual Ver.3.3 for windows 3.1, 95 and NT. Malaysia: Penang. CCCLXIV. Loke, M.H. 2004. Tutorial: 2-D and 3-D Electrical Imaging Surveys. (Online), (http://www.geoelectrical.com, diakses 20 Januari 2009). CCCLXV. Telford W.M, Geldart L.P. & Sheriff R.E. 1990, Applied Geophysics.Second Edition. Cambridge University Press. CCCLXVI. Ehirim, C.N. & Nwankwo, C.N. 2010. Evaluation of Aquifer Characteristics and Groundwater Quality Using Geoelectric Method in Choba, Port Harcourt. Science Research, 2 (2):396403. CCCLXVII. Siswosoebrotho, Bambang Ismanto., Kusnianti, Neni., Tumewu, Willy. 2005. Laboratory Evaluation of Lawele Buton Natural Asphalt in Asphalt Concrete Mixture. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies. Vol. 5 pp. 857 – 867. CCCLXVIII. Griffiths D.H. & Barker R.D. 1993, Two-dimensional resistivity imaging and modelling in areas of complex geology. Journal of Applied Geophysics, 29: 211-226. CCCLXIX. Loke, M.H. 1999. RES2DINV Rapid 2D Resistivity & IP Inversion (Wenner, dipoledipole, pole-pole, pole-dipole, Schlumberger, rectangular arrays) on Land, Underwater and Crossborehole Surveys; Software Manual Ver.3.3 for windows 3.1, 95 and NT. Malaysia: Penang. CCCLXX. Maillet, Ramond. 1947. The Fundamental Equations of Electrical Prospecting. A Journal of General and Applied Geophysics. Pdf File. CCCLXXI. Emstson, Kord,. Kirsch, Reinhard. Geoelectrical Methods. Pdf File. CCCLXXII. Sikumbang, N., Sanyoto, P., Supandjono, R. J. B. dan Gafoer, S., 1995. Peta Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung. CCCLXXIII. Suryana, Asep., &Tobing, S. M. Tanpa tahun. Inventarisasi Endapan Bitumen Padat Dengan ‘Outcrop Drilling’ Di Daerah Buton Selatan, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pdf File.
CCCLXXIV.