Setelah memberi isyarat mata kepada Yu Lian, maka merekapun segera berlalu dan meninggalkan Mo Hwee Hud dan Bu Te Hwesio di arena tersebut. Jelas Koay Ji tidak tahu lagi apa yang terjadi dan apa yang dipercakapkan Suhunya dengan tokoh hebat yang sebetulnya sudah dikenalnya sejak masa kecilnya itu. Tetapi, sampai saat dia melayang pergi, masih belum hilang rasa kagetnya jika dia baru saja bertarung melawan Mo Hwee Hud yang sangat menakutkan itu. Dia sendiripun nyaris tidak yakin dengan apa yang baru saja dilaluinya. “Tang Koh hengte.......... terima kasih karena engkau menyelamatkan nyawaku, bahkan menyelamatkan kami kakak beradik dan sahabat kami dari Persia, Ilya ..... terima kasih, terima kasih.....” berkata Yu Lian setelah mereka akhirnya dapat berlalu dari arena pertarungan dan merasa sudah cukup aman dari ancaman lawan. “Accchhhh, Yu Kouwnio, sebetulnya cayhe sendiripun sedang berusaha menyelidiki kawanan penjahat itu dan apa rencana jahat mereka. Oh ya, siang harinya cayhe juga bertemu dengan Mo Pit Siu (Orang Tua Lengan Iblis) Sin Bu dan juga Jiat Pit Hun (Sukma cacad lengan) Lu Kun Tek. Tetapi keduanya kutemukan berada dalam kota dan berjalan bersama dengan kawan-kawan mereka yang rata-rata tidak lohu kenal dan baru kulihat tadi siang ......” “Accchhhh benarkah demikian ......” desis Yu Lian tertahan dan bahkan Yu Kong juga ikut memandangnya mendengar info tersbeut... “Ach tidak benar, tidak benar adikku ..... engkau perkenalkan kami terlebih dahulu dengan locianpwee yang sangat hebat ini .....” potong Yu Kong yang terlihat sangat ingin berkenalan dengan Koay Ji “Accchh, sampai lupa .... baiklah toako.... biar kuperkenalkan. Saudara Tang Hok, perkenalkan ini kakak tertuaku, Yu Kong ......” “Senang berkenalan denganmu saudara Yu Kong .....” “Terima kasih atas pertolongan Tang Hok tayhiap.... kami kakak beradik sangat gembira berkenalan dengan tokoh sehebat saudara Tang Hok .....” “Dan ini adalah seorang tokoh hebat asal Persia dan datang dengan missi khusus di Tionggoan, namanya adalah Ilya ......” “Terima kasih atas pertolongan Tang Hok tayhiap.....” berkata Ilya dengan logat yang sangat aneh dan asing, tetapi masih dapat dimengerti oleh Koay Ji ...” “Acccchhh, janganlah memanggilku Tayhiap, lebih baik kita bercakap-cakap sebagai sesama sahabat dunia persilatan. Tetapi, senang dapat berkenalan dengan tokoh hebat yang berasal dari Persia ......” Setelah basa-basi perkenalan antara mereka semua, pada akhirnya Yu Lian tidak tahan dan akhirnya akhirnya bertanya: “Saudara Tang Hok, apa sebenarnya maksudmu mengintip pertemuan mereka? Mana tahu ada yang dapat kami bantu ....”? “Accchhhh, jika dikatakan, cayhepun malu, karena sesungguhnya ingin mengetahui apa isi peti yang mereka perlakukan dengan sangat rahasia tersebut .....” “Mudah saja Tang Hok, kami dapat memberitahumu .....” adalah Yu Kong yang menjawab dan kemudian melanjutkan; “Peti itu berisi rampokan harta benda dari beberapa kota, tetapi selain itu, setengahnya sebetulnya berisi bahan-bahan beracun yang sangat berbahaya dan sangat-sangat mematikan..... bahan racun tersebut sebetulnya berasal dari daerah Biauw Kang. Kelihatannya mereka akan menggunakannya dalam waktu dekat ini, jika menilik persiapan mereka malam ini .....” “Hmmmmm, cayhe tahu jika demikian, menurut sahabat tuaku Thian Liong Koay Hiap, mereka mungkin akan mempergunakannya di acara perayaan 75 tahun Hu Pocu dalam waktu dekat..... ach, sungguh berbahaya ....” berkata Koay Ji dengan suara yang amat prihatin dan menghawatirkan seluruh pendekar yang kini sudah berkumpul untuk merayakan pesta Hu Pocu. Membayangkan mereka semua mati diracun lawan sungguh membuat Koay Ji merasa khawatir dan memutar otaknya untuk menghadapi serangan gelap semacam ini ..... “Accchhh, jadi engkau memiliki hubungan dengan Thian Liong Koay Hiap ...” tanya Yu Lian dengan suara antusias “Boleh dibilang Koay Hiap masih merupakan angkatan lebih tua dan menjadi Suhengku, jelas saja cayhe mengenalnya.......” terang Tang Hok sedikit berdusta “Acccchhh, begitu rupanya. Kalian berdua kakak beradik seperguruan sungguh sudah banyak membantuku ....” berkata Yu Lian penuh rasa terima kasih. “Jika akan digunakan ke sekumpulan besar manusia, maka benar-benar akan sangat berbahaya, karena racun ini adalah jenis yang mematikan dalam waktu beberapa menit belaka dan apabila dicampurkan kemakanan ataupun minuman, sama sekali akan tidak mengeluarkan bau yang menyengat hingga sangat susah untuk dapat
diidentifikasi dan diketahui.....” berkata Ilya dengan suara perlahan mengalihakan percakapan khusus Yu Lian dan Tang Hok atau Koay Ji. “Ilya hengte, apakah itu bahan racun untuk mengolah racun Ular Mahkota Daun ...?” bertanya Koay Ji dengan suara tercekat. “Tepat sekali saudara Tang Hok..... racun Ular Mahkota Daun jika dicampurkan dengan bisa serangga dari daerah Biauw akan menghasilkan racun berbahaya yang sulit ditebak dan diduga. Karena racun ular akan mencairkan serangga itu dan kemudian akan berubah sama saja dengan air biasa, namun sangat mematikan. Racun Ular Mahkota Daun belaka sudah berbahaya, apalagi jika dicampurkan dengan serangga khas daerah Biauw, kemampuan membunuhnya luar biasa hebat .......” jelas Ilya yang langsung membuat Koay Ji terdiam dan khawatir . Jelas saja dia menjadi khawatir karena melihat langsung betapa berbahaya dan betapa mematikannya racun yang dijelaskan oleh Ilya tersebut. “Ilya hengte, tahukah engkau obat penawar racun berbahaya tersebut ...” tanya Koay Ji dengan suara bergetar. “Lawan dari racun maut tersebut sudah pasti ada, tetapi membutuhkan seorang “tabib” untuk meraciknya. Jika kita menemukan seorang tabib yang tepat, maka tidak akan sulit untuk menawarkan racun tersebut ......” berkata Ilya dengan penuh rasa percaya diri sambil memandang Koay Ji “Jika demikian mudah ....... seorang kawan mudaku bernama Bu San akan dengan mudah membantu kita jika demikian. Kupastikan tidak ada tabib yang akan melebihi dia untuk urusan sekarang ini ......” “Tapi, dimana tabib muda itu? Waktu terus berlalu dan kita harus segera meraciknya dalam tempo singkat...” tanya Ilya “Sebutkan saja tempatnya, maka dia akan menemuimu besok pagi-pagi benar” jawab Koay Ji cepat dan tegas “Baiklah ...... dia boleh menemui kami besok pagi di hutan sebelah utara gerbang kota. Kami akan menunggu si tabib disana” “Baiklah, kita tetapkan saja demikian ......” setelah kalimat tersebut selesai diucapkan bayangan Koay Ji lenyap dari pandangan ketiga orang itu. “Luar biasa ....... anak muda itu sepertinya setingkat dengan Panglima Liga Pahlawan Bangsa Persia dan tidak akan butuh waktu lama untuk mencapai tingkatan Maha Guru Liga Pahlawan Bangsa Persia......” terdengar gumaman Ilya yang terdengar jelas baik oleh Yu Lian maupun Yu Kong. “Ha ......? anak muda ..... apa maksudmu saudara Ilya ....”? Yu Lian bertanya dengan nada penuh pertanyaan dan penasaran. “Bukankah usianya bahkan masih beberapa tahun dibawahku tapi jelas tidak muda lagi....”? Yu Kong bertanya dengan nada yang sama penasaran. “Hahahahaha, sahabat-sahabatku, dalam Ilmu Silat Tang Hok yang tadi boleh jadi jauh diatas tingkatku, tetapi dalam ilmu menyamar, tanggung aku masih mampu menyamai dan menandinginya. Bahkan di seantero Persia, orang-orang masih akan menunduk malu menghadapiku untuk urusan penyamaran ......” “Jadi ..... dia itu, Tang Hok tadi itu ......”? tanya Yu Lian sampai gugup dan tidak mampu melanjutkan kalimatnya itu. “Usianya paling banyak 20 tahunan Nona Yu Lian ....... tidak akan salah lagi, jikapun meleset, pasti hanya setahun atau dua tahun belaka. Engkau boleh yakin dengan apa yang kusampaikan sekali ini Nona......” Ilya berkata sambil berlalu dengan diikuti Yu Kong dan kemudian juga Yu Lian yang masih sangat takjub dengan Tang Hok yang mengaku sute Thian Liong Koay Hiap yang ternyata menurut Ilya bahkan masih lebih muda usia dibandingkan mereka bertiga. Sungguh sulit dipercaya. Sementara itu, karena terburu waktu, Koay Ji sudah dalam kecepatan tinggi kembali ke rumah tempat dia menginap. Maklum, besok dia harus setelah meracik obat dipagi hari, dan selanjutnya dia berencana untuk pindah ke dalam Benteng Keluarga Hu dan akan beroperasi langsung dari dalam Benteng setelah mengetahui rencana keji nan maut lawan mereka. Tetapi, betapa terkejutnya Koay Ji ketika memasuki kamarnya, ternyata seseorang sudah berada dalam kamarnya tersebut. Dan orangnya bukanlah Kwan Kim Ceng ataupun Nyo Bwee, bahkan bukan pula Nadine, tetapi orang lain yang sangat dihormatinya. Bu Te Hwesio ....... “Accchhhhh, Suhu .......” Koay Ji memburu kedepan dan langsung bersujud memberi hormat kepada orang tua yang duduk bersila dalam kamarnya yang sangat luas itu sambil memandanginya penuh senyum. “Koay Ji ...... Koay Ji ...... engkau sungguh tidak memalukan kami kami yang berlelah mendidik dan melatihmu sampai sebesar ini ......” ujar Bhiksu tua renta
itu sambil mengelus kepala Koay Ji “Acccchhh, tetapi nyawa tecu semata-mata dipertahankan karena jasa dan upaya Suhu sejak berapa tahun silam ......” “Benar muridku, tetapi perjuanganmu untuk mempertahankan nyawamu, penderitaan serta kesulitan yang engkau lewati telah mendidik dan melatihmu menjadi jauh lebih dewasa dibanding umurmu yang sebenarnya. Untungnya engkau mewarisi kegagahan guru-gurumu, sam suhengmu serta juga Ang Sinshe yang mendidik dan melatih emosi serta karaktermu sejak masa sulitmu itu .......” “Accch, Suhu, tetapi dimana gerangan Ang Sinshe yang budiman itu dewasa ini.....? Koay Ji sungguh sangat merindukannya dan belum mengucapkan terima kasih atas didikannya” bertanya dan berkata Koay Ji dengan penasaran dan penuh rindu. “Setelah selesai mendidikmu, orang tua aneh itupun meninggalkan gunung Thian Cong San dan sekarang entah berada dimana. Tetapi, sudah pasti dia selalu mendoakan dan selalu akan berusaha membantumu dimanapun dia berada ......” “Achhhhh, tecu berhutang banyak kepada dia orang tua ......” keluh Koay Ji terkenang kebaikan dan kehangatan Ang Sinshe dalam mendidik dan menyayanginya seperti anaknya sendiri. Padahal, justru masa-masa dia bersama Ang Sinshe adalah masa yang paling kritis dan masa yang snagat menentukan sampai dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri saat ini. “Syukurlah, engkau harus menanamkannya dalam hatimu. Selain Sam suhengmu, maka Ang Sinshe adalah orang lain yang layak engkau anggap keluarga, karena dia juga menganggapmu seperti anaknya sendiri .....” “Tentu saja Suhu .....” “Apakah engkau tahu bahwa Khong Yan sudah kuangkat menjadi adik seperguruanmu sendiri Koay Ji ...”? bertanya sang Suhu “Tecu sudah bertemu dengan Khong Sute, Suhu ..... beberapa hari yang lalu...” “Dan sudah engkau turunkan Ilmu Langkah Mujijat itu seutuhnya .... benarkah begitu muridku ....”? kejar Bu Te Hwesio “Benar Suhu, bagaimanapun Khong Sute adalah kawan terdekat semasa kecil Tecu, dan Khong Sute juga berjiwa pahlawan sebagaimana leluhurnya, serta memperlakukan tecu seperti sahabat dan saudaranya sendiri.....” “Engkau benar muridku. Hadiahmu kepadanya bagaikan memberi seekor harimau dewasa sepasang sayap untuk terbang ..... dia tidak henti melatihnya selama beberapa hari ini.... dan dia begitu mengidolakan suhengnya yang ironisnya sudah membantu dia melatih ilmu mujijat tersebut ......” “Maafkan tecu jika bertindak keliru Suhu .....” “Sama sekali tidak muridku ..... hal ini justru sangat menggembirakanku, karena engkau sama sekali tidak rakus dan tidak menjadi ambisius dalam menjadi yang terhebat. Sungguh engkau amat layak menjadi muridku dan juga murid Bu In Hengte ...... tetapi, meski demikian, setelah melihatmu menghadapi kedua momok tua yang sangat berbahaya dari Tionggoan, serta kemungkinan lawan-lawan yang akan kalian hadapi dan sudah menampilkan diri mereka serta yang lain sebentar lagi menyusul, maka Suhumu merasa perlu memberitahumu beberapa hal malam ini .....” “Acccchhhh, apakah maksud Suhu ...... ada banyak tokoh-tokoh hebat seperti lawan tecu beberapa saat tadi .....”? “Benar sekali muridku ..... kedua lawanmu tadi adalah tokoh-tokoh sekelas dan malah seangkatan dengan Suhumu. Mereka berdua adalah Mo Hwee Hud, lawan abadi suhumu ini, tokoh yang setanding dengan 3 Dewa Tionggoan dan masuk dalam 5 tokoh puncak Tionggoan bersama suhumu ini, Than Hoat Tosu, Lam Hay Sinni, dan juga Bu Eng Ho Khouw Kiat (Rase Tanpa Bayangan). Sedangkan, tokoh satunya yang jadi lawanmu tadi, adalah tokoh mujijat Hoa San Pay bernama Liok Kong Dji yang masih setanding dengan suhengnya Thian Hoat Tosu. Dengan demikian, engkau baru saja melewati pertarungan mati hidup yang amat berbahaya namun syukur dapat engkau lewati dengan cerdik dan penuh keberuntungan ......” “Acccchhh, tetapi tecu masih belum percaya jika tadi sudah berkelahi melawan Mo Hwee Hud yang maha hebat itu......”? berkata Koay Ji seperti gumaman dan seperti pertanyaan. Hal yang sesungguhnya masih tak dapat diterimanya dengan akal sehatnya. Bagaimana mungkin? Bukanlah apa-apa, karena memang sejak kecil Koay Ji dihantui kenangan oleh kehebatan dan keganasan Mo Hwee Hud dan membuat Koay Ji selalu ketakutan jika mengenang dan mengingat tokoh tinggi besar yang sangat berangasan itu. Dalam benaknya, tokoh itu adalah wujud kekuatan berbahaya dan ganas namun tidaklah terlawan. Lagipula, tokoh itu juga yang sebenarnya memberi
dia hadiah pukulan hebat yang nyaris mengambil nyawanya di masa kecilnya dahulu itu. Wajar jika Koay Ji mengingat dan mengenang tokoh tersebut dengan penuh rasa takut, dan rasa itu tersembunyi di alam bawah sadarnya. Ech, tahu-tahu dia sudah berhadapan dengan tokoh itu, bahkan berdua dengan lawan hebat lainnya dan dia tidaklah kalah, tidak terbunuh olehnya. Tanpa disadari Koay Ji, satu beban berat yang mengendap di alam bawah sadarnya terangkat dan terobati dengan sendirinya. Sekali lagi tanpa dia sadari sebelumnya. “Benar, engkau sudah menghadapinya dan dapat selamat tanpa terluka sedikitpun. Meski kuakui engkau sedikit ceroboh. Tetapi patut dipuji kecerdasanmu dan juga pengambilan keputusan disaat kritis, hal yang sungguh membuat suhumu ini bangga. Tetapi, saat ini, malam ini sampai pagi, bahkan di saat selanjutnya, engkau sudah harus berkonsentrasi untuk melatih penggabungan dua sinkang mujijat yang sekarang bersarang hebat dalam tubuhmu. Kekuatan iweekangmu sudah memadai untuk membaurkannya dan sudah lebih dari cukup untuk mencapai titik yang belum dapat kedua suhumu bayangkan sebelumnya. Karena itu, lupakan variasi ilmu lainnya dan kegemaranmu menciptakan ilmu silat dan jurus-jurus baru, pusatkan pikiranmu untuk membaurkan dan mencapai titik mujijat yang lebih sempurna dalam tingkatan Kim Kong Pu Huay Che Sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Tingkatan itu sejatinya sudah engkau capai, tetapi masih belum engkau dalami dan sempurnakan. Memperdalam tingkatan itu akan dapat dilakukan dengan cepat jika engkau mampu menyempurnakan gabungan kedua iweekang mujijat dalam tubuhmu saat ini. Dalam hal itu, engkau akan lebih sempurna malahan jika dibandingkan kedua Suhumu yang sudah tua dimakan usia ini. Dan perlu suhumu tegaskan, formula dan temuan yang suhumu sampaikan saat ini, adalah hasil diskusi dengan Bu In Hengte beberapa bulan silam setelah engkau turun gunung. Dia menyampaikan pesan itu karena persoalan kedepan yang dahulu membutuhkan campur tangannya, menurutnya, kini sudah menjadi tanggungjawabmu dan bukan lagi tanggungjawabnya. Lebih dari itu, engkau dan semua suhengmu sudah dilarang untuk mengganggunya lagi untuk urusan apapun, termasuk urusan perguruan......” “Baik Suhu, tecu paham ..... Sam Suheng juga sudah menerima surat dari Suhu yang menjelaskan prihal tersebut. Termasuk menugaskan Sam Suheng untuk menilik dan mengawasiku sekaligus menuntun langkahku agar menggantikan Suhu dalam urusan perguruan dan juga urusan pertikaian di Tionggoan kali ini ......” “Syukurlah jika engkau paham muridku. Karena beratnya persoalan kali ini, bahkan masih melebihi persoalan ketika suhumu dan para tokoh Dewa Tionggoan menghadapi Pek Kut Lodjin dan kawan-kawannya dahulu. Selain Mo Hwee Hud dan Liok Kong Djie, kelihatannya Sam Boa Niocu dan anak-anak muridnya juga akan turut terlibat dalam pertikaian hebat ini. Bukan apa-apa, tokoh wanita ini pasti akan mencari anak murid keturunan kakek gurumu, Suhu dari Bu In Hengte dan Lam Hay Sinni yang dahulu menghukum Sam Boa Niocu. Kepandaiannya dalam Ilmu Silat tidak berada di bawah Mo Hwee Hud, tetapi kepandaian beracunnya sungguh sulit dicari tandingannya. Belum lagi dengan ilmu hitamnya yang sangat mengerikan itu. Selain mereka, masih ada lagi seorang paman guru Pek Kut Lodjin yang dikurung di Persia dan entah bagaimana tiba-tiba dikabarkan sudah memasuki daerah Tionggoan. Kepandaiannya pada masa lalu, setanding dengan Pek Kut Lodjin, entah sampai dimana kemampuannya sekarang ini. Selain keempat tokoh hebat ini, yang paling misterius justru adalah tokoh utama yang bermain secara sangat misterius dibalik layar, dan dialah yang mendirikan Bu Tek Seng Pay. Apakah benar dia adalah sute dari mendiang Pek Kut Lodjin? entahlah, belum ada yang dapat membuktikan hal ini. Bahkan jejaknya selain di Kaypang, terhitung masih sangat misterius dan sulit ditebak......” “Suhu, jika demikian, bukankah kekuatan mereka sungguh sangat menggetarkan ....? Bagaimana mungkin tecu mampu menghadapi semua persoalan ini ....”? tanya Koay Ji yang jadi bingung dengan semua penjelasan Bu Te Hwesio. “Muridku, Suhumu ini, Thian Hoat Tosu dan Lam Hay Sinni sudah pasti tidak akan tinggal diam. Selain itu, tokoh-tokoh terpendam Hong Lui Bun, Liga Pahlawan Bangsa Persia yang mengirim Ilya dan kelihatannya dengan temannya yang lain, dan tokoh-tokoh hebat Tionggoan yang lainnya, pasti akan bangkit untuk ikut menanggulangi hal ini. Hanya, untuk menanggulangi semua persoalan ini, maka sebagaimana Suhumu Bu In Sin Liong dahulu ketika mengalahkan Pek Kut Lodjin, maka engkau harus terlebih dahulu mencapai tingkat kemampuan suhumu itu. Hal ini akan sangat penting dan berguna untuk dapat membangkitkan rasa percaya diri kaum pendekar dalam menghadapi badai yang sangat berbahaya ini ......” “Aaaacccch Suhu, jika memang demikian serius adanya, tecu pasti akan mulai
kembali melatih gabungan tenaga yang Suhu maksudkan ...” akhirnya Koay Ji menyatakan kesanggupannya secara tidak langsung. “Selain itu, sutemu Khong Yan, sucimu Sie Lan In, tingkat kemampuan mereka saat muncul kembali pasti sudah melonjak lebih jauh dan engkau akan dapat meminta mereka membantu usahamu. Setelah menguasai Thian Liong Pat Pian, Yan Ji sudah melonjak jauh kepandaiannya dan beberapa ilmu simpanan suhumu yang terakhir sudah kuturunkan kepadanya. Engkau tidak lagi membutuhkan ilmu-ilmu tersebut pada dewasa ini. Kupastikan Sie Lan In juga akan mengalami hal yang sama ketika menemui Lam Hay Sinni di Laut Selatan, sementara Ciangbudjin Hoa San Pay yang baru juga sudah menemukan kepingan ilmu mujijat mereka yang sudah lama hilang. Betapapun, peluang kita menghadapi badai ini cukup besar. Tetapi, menurut pengamatan Bu In Hengte, persoalan utamanya hanya akan dapat diatasi dengan tingkatan teratas yang harus engkau tuntaskan ketika badai ini pada akhirnya berkecamuk dan menghebat. Inilah yang suhumu ingin sampaikan kepadamu muridku, karenanya ingat dan camkan baik-baik pesan-pesan tersebut.....” “Terima kasih Suhu, pesan itu pasti akan tecu catat baik-baik. Demi kedua Suhu, maka tecu pasti akan berusaha mati-matian untuk mencapai tingkat memadai yang Suhu sudah amanatkan tadi ......” “Bagus ..... bagus ....... memang harus demikian. Satu hal lagi, sebaiknya engkau tetap pertahankan penyamaran-penyamaranmu saat ini, karena semakin banyak tokoh hebat yang mampu mengguncang mereka, maka pihak lawan akan berpikir seribu kali untuk bertindak cepat. Tegasnya, hal itu akan amat mengganggu pihak lawan untuk bertindak lebih brutal lagi karena merasa ada beberapa tokoh hebat di luar sana yang perlu dihadapi secara serius..... Engkau kelak dapat mengaturnya dan bersiasat secara lebih baik dibandingkan suhumu” “Tapi Suhu, untuk menghadapi urusan di acara Hu Pocu nanti, bolehkah Khong Sute membantuku dengan tetap mengenalku sebagai Koay Hiap saja .....? ada banyak urusan yang membutuhkan bantuannya .....” “Hmmmm, sebetulnya dia masih sedang berlatih. Tapi, bagus juga biar engkau ikut membantunya nanti. Besok Yan ji akan menemuimu ..... dan sekarang, marilah suhumu mengutarakan hal penting untuk engkau perhatikan dalam latihanmu kedepan” Setelah itu, Bu Te Hwesio masih bercakap-cakap dan meninggalkan pesan kepada Koay Ji. Pada satu jam terakhir, tokoh dewa itu menurunkan petunjuk-petunjuk yang merupakan hasil rembug bersama dirinya dengan Bu In Sin Liong lewat percakapkan beberapa bulan silam setelah Koay Ji turun gunung. Setelah semua itu, barulah Bu Te Hwesio berlalu sambil meninggalkan pesan: “Dengan alasan apapun, kecuali engkau dan Khong Yan, janganlah sekali-sekali membocorkan jejak dan keberadaanku. Thian Hoat Tosu kemungkinan besar juga akan hadir, tetapi Lam Hay Sinni nyaris tak terasa niatnya untuk datang menemui kami sekalipun. Kelihatannya dia sudah akan memilih jalan yang sama dengan Bu In suhumu itu, menyepi di sisa hidupnya. Nach, muridku, sekali lagi, engkau dilarang memberitahu siapapun kehadiranku dan jejakku, dan jika memang tidak sangat mendesak, janganlah mengakui engkau adalah murid kami berdua. Pesan suhumu, Bu In, jangan sekali-sekali engkau melanggarnya, karena dia sudah memadamkan semua niat duniawinya setelah berhasil mendidikmu. Karena itu, sejak saat ini, adalah engkau sendiri yang kelak harus mewakilinya dalam menyelesaikan semua urusan yang diharapkan banyak orang darinya untuk turun tangan menyelesaikannya .... ingat semua itu muridku.....” Bu Te Hwesio terlihat berwajah tegas dan amat berwibawa ketika meninggalkan pesan-pesan tersebut kepada Koay Ji. Dan sepeninggal Bu Te Hwesio, Koay Ji kemudian memutuskan beristirahat setelah mencerna pesan-pesan terakhir, khususnya petunjuk bersama kedua suhunya, Bu Te Hwesio dan Bu In Sin Liong yang kelihatannya memang sengaja untuk membantunya. Diam-diam dia sungguh bersyukur dan berterima kasih dengan kedua suhunya itu dan berjanji untuk melaksanakan semua pesan dan tugas yang kini diembannya atas nama kedua Suhunya tersebut. Puncak perayaan Ulang Tahun ke-75 Poen Loet Kiam-kek (Jago Pedang Pengejar Guntur) Hu Sin Kok, Pocu Benteng Keluarga Hu akhirnya tiba. Tidak banyak yang tahu dan merasakan ketegangan yang merayap mencapai klimaks hingga mendekati hari perayaan. Hanya tokoh-tokoh utama dari Perguruan ternama serta lingkaran dekat Hu Pocu yang sering melaksanakan pertemuan rahasia yang tahu apa yang sedang terjadi. Dalam masa ketegangan yang memuncak itu, tidak sedikit yang telah menjadi korban sebelum perayaan pada acara puncak, yang dalam hitungan Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang, untuk anggota Kaypang sendiri mencapai 30an anggota.
Belum tamu-tamu yang dicegat lawan, ada yang dibunuh dan ada yang dicederai secara hebat, jumlahnyapun lumayan banyak, bisa mencapai angka 50an orang. Sementara menurut laporan Koay Ji yang kembali tampil dalam samaran sebagai Thian Liong Koay Hiap, sekurangnya sudah 40an lawan dapat dipunahkan kepandaiannya selama beberapa hari terakhir. Alhasil, ketegangan yang tercipta perlahan-lahan mendaki klimaks sampai saat saat pelaksanaan acaranya. Meskipun sudah malang melintang dan menjadi Bengcu untuk sekian waktu lamanya, tetapi Hu Sin Kok bagaimanapun merasakan ketegangan yang luar biasa. Tetapi, sayangnya dia harus meladeni banyak tamu dan tidak dapat ikut berkonsentrasi menghadapi ancaman lawan yang sudah banyak makan korban di pihaknya. Demikian juga Tek Ui Sinkay, Kaypang Pangcu, dan para tokoh pendekar yang sering berkumpul. Mereka semua diliputi ketegangan. Apalagi karena Tek Ui Sinkay rajin menginformasikan perkembangan di luar yang disampaikan oleh Koay Ji baik melalui surat maupun ketika Koay Ji datang sendiri. Tetapi, puncak perayaan sejak pagi hingga menjelang sore hari dimana acara akan segera ditutup, ternyata tidak ada kejadian diluar dugaan. Semua berlangsung aman dan tidak sedikitpun adanya gangguan sampai kemudian muncul seseorang di pinggir panggung kehormatan dan membisikkan sesuatu ke telinga Tek Ui Sinkay. Orang tersebut tidak lama disana karena kemudian segera menyelinap pergi ke belakang panggung. Disusul kemudian oleh Tek Ui Sinkay yang terlihat seperti memberi tanda kearah panggung. Dan isyaratnya dapat ditangkap dengan jelas oleh Hu Sin Kok yang paras, gerak tubuhnya dan kalimatnya tetap tidak berubah meski dia tahu bahwa sesuatu sedang dan akan segera terjadi. Dia sendiri kurang tahu bagaimana akan terjadinya, tetapi menimbang banyaknya tokoh yang hadir disitu, tidaklah mungkin dia mengorbankan nama besar yang dipelihara selama puluhan takut dengan bersifat takut dan pengecut. Tidak, sama sekali tidak. Semua itu tidak ada dalam kamus seorang Bengcu besar bernama Hu Sin Kok. Perjamuan sudah akan usai, semua upacara penghormatan, pemberian kado, kata kata pujian dan penghormatan dari para sahabat, bahkan jamuan massal yang diikuti oleh ratusan tamu baik undangan maupun simpatisan sudah berlangsung. Hakekatnya, acara tersebut tinggal ditutup oleh Hu Sin Kok menjelang sore hari. Tetapi, karena suasana memang amat ramai dan meriah, masih tetap saja ada yang datang untuk memberinya kado, meski jamuan makan sudah lama lewat. Saat itupun, tinggal acara acara hiburan yang sengaja disediakan oleh pihak Benteng Keluarga Hu dan menjelang bubaran acara dan hajatan besar Hu Sin Kok. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi di angkasa. Meski demikian, tidak terasa ada maksud menyerang orang banyak di alunan suara tersebut, tetapi kelihatannya hanya semacam tanda dan isyarat yang dengan sengaja disuarakan melalui upaya memamerkan tenaga yang luar biasa hebatnya itu. Dan tidak harus menunggu teramat lama, karena kemudian bersamaan dengan mulai hilangnya suara tersebut, terdengar ucapan yang didorong kekuatan luar biasa hebat dan besarnya. Dan terpenting, juga sangat berwibawa: “Bu Tek Seng Ong berkenan mengunjungi Benteng Keluarga HU untuk ikut memberi ucapan selamat dan penghormatan.....” Bersamaan dengan itu, terlihat 5 sosok tubuh mendekati dari arah sungai dengan kecepatan yang luar biasa. Dan begitu mendekati keramaian, merekapun menahan langkah dan selanjutnya berjalan perlahan-lahan penuh gaya. Keadaan yang secara otomatis membuat kerumunan orang menyibak dengan sendirinya. Pemandangannya cukup hebat, karena orang-orang yang tersibak ke kiri dan kanan seperti menciptakan jalanan khusus bagi kelima orang yang berdandanan aneh tersebut. Kecuali orang yang berjalan paling depan, keempat kawannya berjalan dengan tidak dapat dikenali orang karena masing masing mengenakan jubah dan penutup kepala yang menutupi sekujur kepala dan wajah. Meskipun bentuk dan warna kerudung penutup kepala mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Hanya daerah mata belaka yang sama sekali tidak tertutup oleh kerudung tersebut, sehingga mendatangkan rasa seram dan rasa misterius yang cukup kental bagi banyak orang. Tetapi yang menarik, di depan berjalan seorang Perempuan setengah umur, mungkin sudah sekitar 50an tahun atau bahkan lebih. Tetapi, begitupun masih terlihat dalam diri perempuan itu sisa sisa kecantikannya. Dan yang juga mempesona adalah pakaiannya yang yang merah cemerlang, tidak terdapat banyak hiasan, cukup sederhana, tetapi tetap saja terasa indah dan gemilang. Hal lain yang menonjol adalah rasa percaya dirinya yang tentu didorong oleh kecerdasan dan kepintaran yang tak tersembunyikan dari senyum dan juga tatap matanya. Perempuan itu, sebagaimana 4 orang yang berjalan di belakangnya sama sekali tidak menoleh
kekiri ataupun kekanan, tetapi langsung berjalan dan kini mulai memasuki daerah tamu kehormatan. Anehnya, tidak ada seorangpun yang berdiri menyambut mereka, tetapi kedatangan mereka membuat suasana menjadi senyap dan ketegangan perlahanlahan menyeruak. Maklum, dua kubu yang saling berlawanan untuk pertama kalinya bertemu secara terbuka. Tak ada orang yang dapat menebak apa yang akan terjadi gerangan. Sementara itu, di panggung kehormatan tempat dimana beradanya Hu Sin Kok dan semua anggota keluarganya, terlihat Hu Sin Kok perlahan-lahan berdiri dan kemudian menghadap ke arah datangnya kelima pendatang baru yang misterius itu. Sementara semua tokoh atau hadirin yang memang sebagian besarnya adalah tokoh Kang Ouw, merasa kaget dan terkejut dengan strategi “mengejutkan” lawan yang dimainkan Bu Tek Seng Ong. Tetapi anehnya, korban-korban Bu Tek Seng Pay yang sudah cukup banyak, termasuk terutama Kaypang yang Pangcu sebelumnya dibunuh Be Tek Seng Ong terlihat diam-diam saja. Bahkan Tek Ui Sinkay yang biasanya sangat berang dengan mereka, terlihat adem-adem saja dan tidak ada sedikitpun gerakan yang dilakukannya. Termasuk ketika kelima tokoh Bu Tek Seng Pay lewat tidak jauh dari hadapannya dan kini berdiri menghadap panggung yang tingginya hanya sekitar 30 cm dibangun diatas permukaan tanah. “Hmmmmm, selamat datang ..... selamat datang, meskipun sesungguhnya lohu tidak ingat apakah pernah mengirimkan kartu undangan kepada Bu Tek Seng Pay....” Hu Sin Kok membuka percakapan dengan sopan-santun khas dunia persilatan. “Datang memberi hormat dan salam kepada salah satu tokoh hebat dunia persilatan Tionggoan rasanya tidaklah membutuhkan kartu undangan. Selain itu, setahuku banyak orang disini yang hadir tanpa undangan ......” terdengar kalimat jawaban yang tepat dan amat diplomatis dari si perempuan berbaju merah dengan senyum dikulum, yang juga ternyata bertindak sebagai juru bicara. “Hahahahaha, luar biasa ...... jika lohu tidak salah, saat ini lohu sedang menghadapi Dewi Alehai. Tapi, entah bagaimana, ternyata juga sudah tunduk dan mengabdikan diri kepada Bu Tek Seng Pay........ bukankah tebakan lohu tidak keliru...”? bukannya meladeni sindiran si pendatang, Hu Sin Kok justru “menabrak” sisi lain dari sang perempuan cantik yang ternyata juga adalah tokoh bernama besar. “Hu Pocu sekali ini engkau kurang tepat menyebutkannya. Karena jujur, kedatanganku kemari selain untuk memberi salam penghormatan dan ucapan selamat, tetapi sekaligus juga mewakili Bu Tek Seng Pay. Karena selain saat ini menjadi juru bicara rombongan, lebih dari sekedar mengabdi menurut perkataanmu, sebetulnya juga Hu Pocu sedang berbicara dengan seorang Hu Paycu Bagian Dalam dari Bu Tek Seng Pay yang besar nan megah itu.......” “Hahahahaha, sungguh menarik ..... sungguh menarik. Jika memang benar Dewi Alehai bergabung dengan Bu Tek Seng Pay, maka tentunya tawaran dan cita-cita serta kekuatan Bu tek Seng Pay benar-benar meningkat hebat........” “Dan akan menjadi lebih kuat lagi jika seandainya Hu Pocu bersedia untuk menyatakan tidak akan memimpin perlawanan terhadap Bu Tek Seng Pay. Mumpung hari ini adalah hari baik dan ulang tahun Hu Pocu ....”? “Accccchhhh, sungguh-sungguh permintaan yang memikat. Sayangnya, meskipun lohu bersedia tidak memimpin, tetap saja orang-orang gagah akan berjuang mengenyahkan Bu Tek Seng Pay........ karena itu, lohu lebih memilih bergabung dengan orang orang gagah itu. Jauh lebih terhormat. Di hari baikku ini, ingin kunasehati Dewi dan kawan kawanmu, agar berhentilah mengaduk-aduk Tionggoan......” Luar biasa, dalam beberapa lontaran kalimat awal, sebuah “pertarungan” nan hebat sudah langsung tersaji. Meski hanya pertarungan mental melalui ungkapan ungkapan terselubung antara Hu Sin Kok dengan Dewi Alehai. Tokoh perempuan yang dikenal merupakan peranakan Mongol dan diakui serta diketahui memiliki kesaktian yang hebat. Hal lain yang menarik darinya adalah kemampuannya dalam menyusun siasat dan strategi dalam menghadapi persoalan besar dan menentukan. “Sangat disayangkan ...... sangat disayangkan .....” berkata Dewi Alehai dengan mulut yang tetap tersenyum manis. Tidak terlihat ada nada kemarahan disana ....... tetapi, matanya berkilat-kilat cerdik. “Sebetulnya lohu sendiri punya pikiran yang sama...... sayang sekali” berkata Hu Sin kok dengan nada serius, namun tidak melanjutkannya, alias menggantung kalimat lanjutannya dan menunggu lawan. “Hihihi, tidak usah engkau lanjutkan, aku sangat mengerti apa yang engkau maksudkan Hu Pocu .....” potong Dewi Alehai “Hahahahaha, lohu paham, bahwa kalimat yang belum lohu sampaikan sudah pasti ada
dalam jangkauan perkiraanmu ......” “Benar Hu Pocu, tidak perlu membujukku, karena engkau pasti sangat mengerti dan paham bahwa itu pasti sia-sia.......” “Itulah sebabnya lohu akhirnya tidak melanjutkannya ....” “Begitu memang jauh lebih baik.......” “Dan tentunya kedatangan rombonganmu kesini dengan membawa Bu Tek Seng Ong yang kuyakin adalah Bu Tek Sen Ong gadungan, bukan sekedar untuk memberi lohu ucapan selamat bukan ......”? “Hmmmmm, Hu Pocu terlampau berterus terang. Tetapi, kuyakin, semua tokoh Bu Tek Seng Pay yang berada dalam radius 1000 meter dari tempatmu, pasti akan mentaati jika Bu tek Seng Ong ini mengeluarkan perintah.......” “Begitu rupanya........ hmmmm, kelihatannya lohu wajib untuk bersiap dan menjaga diri jika memang begitu keadaannya ...” “Kupastikan seperti itu Hu Pocu .......” “Hahahahaha, baiklah jika demikian. Tapi, terus terang saja, lohu sudah sangat siap dan engkaupun pasti tahu soal itu. Karena itu, marilah, lohu sudah siap jika memang ingin mengucapkan selamat untuk hari bahagia lohu hari ini....” “Tentu saja ...... ucapan selamat kami akan disampaikan langsung oleh Bu Tek Seng Ong yang juga adalah Paycu Bu Tek Seng Pay. Tetapi, kesempatan ini, perkenankan kami peringatkan sekali lagi, barang siapa yang tetap berkeras dan tidak menghadap ke Bu Tek Seng Pay, maka waktu-waktu kebebasan hidup bagi mereka kami berikan sampai hari ini berakhir. Selebihnya, sudah banyak yang menjadi contoh.....” berkata Dewi Alehai dengan senyum yang tetap tersungging di bibir ..... “Acccch, tidak perlu engkau mengancam-ancam orang disini Dewi, karena jumlah Utusan Pencabut Nyawa yang kepandaiannya dipunahkan, ditanggung tidak lebih sedikit dari korban mereka. Kutegaskan, segera setelah hari ini, bentrokan langsung kelihatannya akan segera pecah. Jangan khawatir, kamipun akan segera mencari cara dan daya untuk segera dapat memusnahkan markas kalian saat ini.......” seperti Dewi Alehai, Hu Sin Kok sang jago tua, juga sama menunjukkan wajah ramah ketika menjawab tantangan dan ancaman yang dilontarkan oleh Dewi Alehai barusan. Banyak orang mau tidak mau mengagumi kedua tokoh yang saling puji, saling pancing dan saling ancam tanpa wajah mereka berubah sedikitpun juga. Kedua jago yang merupakan perancang strategi dari kedua belah pihak yang saling bermusuhan itu, sebetulnya sudah saling hantam dengan gaya dan cara lunak. Meski begitu, wajah mereka sungguh ramai dengan senyuman. “Bukankah engkaupun tahu kalau itu adalah mimpi disiang bolong Hu Pocu ....”? ejek Dewi Alehai dengan suara aleman “Hmmmmm, engkau mengira daratan Tionggoan sama dengan gurun pasir Mongolia? Jika begitu engkau salah besar Dewi Alehai ......... sangat keliru .....” “Contoh yang paling segera dapat dilihat banyak orang .....” sambil berkata demikian dengan langkah gemulai Dewi Alehai melangkah kesamping dan membiarkan Bu Tek Seng Ong kini berhadapan langsung dengan Hu Sin Kok. Semua orang sebetulnya sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh sang Raja Iblis itu, tetapi entah mengapa tak ada seorangpun yang bergerak mencegah. Padahal, semua juga paham, tingkat kemampuan Hu Pocu sebetulnya masih terpaut jauh jika dibandingkan dengan Bu Tek Seng Ong, karena kemampuannya hanya setara Pangcu Kaypang yang terbunuh dengan mudah oleh Bu Tek Seng beberapa waktu lalu. Lalu, apa andalan Hu Pocu jika demikian? Tapi, tak ada yang sempat mencegah karena Bu Tek Seng Ong yang menyeramkan dengan Jubah Besar menyelimuti tubuhnya dan dengan tutup kepala berbentuk kepala MALAIKAT yang sedang menyeringai sudah bergerak. Dia tidak menyerang sama sekali, hanya membentuk lengannya sebagaimana orang memberi hormat dan tak lama kemudian diapun berkata dengan suara serak yang sulit ditebak: “Banyak selamat Hu Pocu, semoga panjang umur dan dapat meihat gelagat, sebelum ditelan bencana besar.........” Setelah membungkuk sejenak memberi hormat lawan, Bu Tek Seng On terlihat sedikit bergoyang pundaknya. Teramat sedikit orang yang memperhatikannya, tingkatan Dewi Alehai dapat melihatnya, Tek Ui Sinkay dan dua tiga tokoh besar lainnya, juga dapat melhat hal yang tidak menyolok itu. Kelihatannya ada sesuatu yang tidak beres. Dan, beberapa saat kemudian, terdengar Bu Tek Seng Ong yang tinggi besar itu sudah mendengus dan berkata: “Urusan selesai, kita pergi .........”
Sekali ini, berbeda dengan kedatangan mereka yang penuh gaya, perginya terasa rada tergesa-gesa. Mereka melayang pergi dan tidak lagi peduli dengan gaya nan elegan seperti ketika datang dan menikmati menyibaknya orang banyak untuk mereka berlalu menuju tempat acara. Kali ini, mereka pergi layaknya terbang dan menyisakan satu pemandangan yang mencengangkan bagi kebanyakan orang berilmu cetek. Maklum, pameran kepandaian ginkang mereka memang terasa dan terlihat sangat luar biasa dan membuat banyak orang bertepuk tangan. Bertepuk tangan untuk pameran ilmu ginkang Bu Tek Seng Ong dan kawanannya, namun lebih meriah lagi karena ternyata Hu Pocu masih segar bugar dan tidak dapat diapa-apakan lawan. Hu Pocu terlihat tersenyum ramai sambil mengantarkan kepergian tamunya. Sesaat kemudian suara yang mujijat mengalun di angkasa: “Bu Tek Seng Ong, hari ini engkau menerima pelajaran, dan semoga engkau belajar dengan benar dan lebih tahu diri .....” dan suara itupun mengaung seperti pameran sebagaimana suara mujijat sewaktu Bu tek Seng Ong tiba tadi. Apa gerangan yang terjadi .........? banyak orang heran, tetapi hanya ada 4,5 orang yang tahu belaka apa yang baru saja terjadi. Orang pertama yang tahu, sudah tentu adalah Hu Sin Kok. Sementara orang kedua yang tahu adalah Tek Ui Sinkay, dan masih ada satu atau dua tokoh lainnya yang juga tahu jelas. Selebihnya, meski dalam hati curiga tetapi mereka bertanya-tanya, sedemikian hebatkah Hu Pocu sekarang ini sehingga mampu melawan Bu Tek Seng Ong? Atau, Bu Tek Seng Ong yang mungkin hanya nama dan kesan yang besar, tetapi aslinya biasa saja. Orang lain yang tahu karena memang berperan besar adalah KOAY JI. Karena dia yang mengusulkan untuk memakai cara ini guna menggertak lawan dan memukul mereka dalam kesombongan yang berlebih. Sebetulnya, apa yang terjadi, berbeda dengan apa yang dipikirkan dan disiasatkan oleh Koay Ji. Ketika bercakap bertiga dengan Hu Sin Kok, Tek Ui Sinkay dalam jatidirinya sebagai Thian Liong Koay Hiap setelah selesai meracik obat penawar Racun Ular Mahkota Daun. Dalam percakapan tersebut dia mengusulkan beberapa hal penting: “Hu Pocu, pihak lawan sudah pasti sedang mengincar pertemuan ini, dan rencana utama mereka adalah menggunakan racun yang sangat mematikan. Tetapi, untuk hal ini, sahabat muda lohu, Bu San, sudah meracik obat penawarnya, namun karena daya kerja racun sangat cepat, maka butuh kecepatan untuk mengobati. Tapi, lebih baik lagi jika kita dapat mengantisipasi apa yang akan dikerjakan lawan dan langsung dapat memotong rencana mereka di tengah jalan. Untuk maksud ini, lohu akan bekerja dengan murid-murid 3 Dewa, dan juga akan meminta kesediaan kawan-kawan dari Persia dan tokoh misterius lainnya untuk ikut bekerja sama. Tetapi, ada satu hal lainnya yang penting dan dibisikkan tokoh Dewa Bu Te Hwesio untuk dilakukan, dan lohu jadi berpikir melakukannya kali ini. Usulnya adalah, agar kita menambah daya kekuatan kita secara moril, meski sebenarnya sifatnya rada semu belaka. Misalnya, malam ini lohu akan keluar dan menyaru sebagai orang lain dan melukai beberapa tokoh di pihak lawan. Tetapi, selain itu ada satu hal yang tiba tiba lohu pikirkan, yakni khusus pada acara puncak perayaan besok ........” “Apa yang engkau pikirkan dan antisipasi untuk besok Koay Hiap .....”? bertanya Hu Pocu dengan suara tenang, meski dia senang karena beroleh bantuan Koay Ji yang dia dapat rasakan kecerdasannya tidak dibawahnya. Hanya kurang matang dan kurang pengalaman belaka jika dibanding dirinya. “Hu Pocu, apakah ada larangan bagi tamu untuk memberi salam dan hormat ...”? tanya Koay Ji dengan nada menghormat “Sudah tentu tidak sopan jika lohu menolaknya .,......” “Jika dugaanku tidak keliru, Bu Tek Seng Pay akan menggunakan hari besok untuk unjuk kekuatan dan merontokkan nyali perlawanan kita. Karena itu, selain menjaga serangan curang mereka ketika menggunakan racun, kita juga harus waspada jangan sampai mereka berlaku curang terhadap keluarga Hu Pocu ......” “Atau bahkan langsung menyerang lohu ..... bukankah itu maksudmu Koay Hiap ..? tegas Hu Pocu dengan tidak malu-malu sambil memandang Koay Ji dengan senyum tersungging dibibirnya itu. “Itu adalah salah satu kemungkinannya Hu Pocu ......” “Hmmmmm, menurutku bukan kemungkinan lagi, tetapi nyaris yakin. Jika mereka gagal dengan racun, mereka pasti akan datang menemuiku. Bukan dengan maksud untuk terutama membunuhku, atau sekedar memberiku ucapan selamat memang, tetapi untuk mempermalukan lohu agar dirasa tidak layak memimpin perjuangan melawan mereka kelak .....” tegas Hu Sin Kok “Hahahahaha,,,,,, engkau belum kehilangan semangat dan kepandaianmu yang paling
kukagumi itu Hu Pocu ......” potong Tek Ui Sinkay yang disambut dengan senyum di bibir jago tua yang cerdik pandai itu. “Pangcu,,,,,,, harus kuakui, Thian Liong Koay Hiap ini bakalan menjadi Pemimpin yang akan menggantikan lohu kelak .... tidak dapat kusangsikan lagi .....” “Accchhhhh, Hu Pocu terlampau memuji ......” “Tapi, apa siasatmu untuk menghadapi mereka ....”? tanya Hu Sin Kok dengan nada puas menghadapi pembicaraan mereka itu “Mohon maaf jika siasatku mungkin akan membuat Hu Pocu tersinggung ....” “Koay Hiap ...... sudah puluhan tahun lohu berkelana, kadang untuk urusan yang lebih besar, nama dan gengsi kita harus tidak menguasai pola pikir dan penetapan strategi yang akan kita gunakan nanti ......” tegas Hu Sin Kok “Baiklah ...... lohu berpikir, rencana kejutan mereka kita rubah menjadi kejutan dari kita untuk mereka. Dengan begitu, tanggung mereka akan berpikir panjang sebelum melawan kita secara terbuka .....” “Hmmm, bagaimana caranya ....”? kejar Hu Sin Kok “Biarkan lohu menjaga Hu Pocu selama acara berlangsung, mereka tidak akan pernah menduga kita menyiapkan banyak hal hingga ke titik sasaran utama mereka. Dan yang mengejutkan adalah, Hu Pocu memberikan gambaran kesiapan kita melawan mereka dalam semua segi, baik strategi, racun hingga kepandaian silat” “Hahahahaha, luar biasa. Engkau ingin menggunakan lohu untuk menggertak mereka. Sungguh menarik, sungguh menarik .......” Dan kisah itu yang kemudian terjadi. Hanya, memang agak sedikit di luar dugaan dan skenario Koay Ji dan Hu Sin Kok jika yang datang ternyata adalah langsung Bu Tek Seng Ong. Bukan hanya Koay Ji, Hu Sin Kok sendiripun tercengang menghadapi tokoh luar biasa yang kini datang langsung dan berhadapan muka dengan dirinya. Meskipun terkejut, Hu Pocu sendiri merasa kaget, karena entah bagaimana, rasa seram yang dirasakannya seperti saat menghadapi Pek Kut Lodjin dahulu justru tidak muncul ke permukaan. Meski merasa heran, tetapi untuk hal satu itu, dia sepertinya mampu menjawabnya sendiri: “mungkin karena usiaku sudah jauh lebih banyak hingga sulit digoyahkan perasaan seperti itu .....”. Atau juga “mungkin Bu Tek Seng Ong sekali ini masih belum sehebat suhengnya atau belum sehebat Pek kut Lodjin”. Jawaban sebenarnya masih enggan ditelaah Hu Sin Kok. Sementara itu, Koay Ji sendiri, ketika menghadapi kemunculan Bu Tek Seng Ong, juga terkejut setengah mati dan tidak menduga sampai sejauh itu kehadiran lawan utama ini. Namun ketika Bu Tek Seng Ong “mencobai” Hu Sin Kok melalui serangan tenaga dalam, Koay Ji tidak berayal dan mendorongkan lengannya menggunakan iweekang hasil tenaga gabungan yang dilatihnya beberapa hari terakhir. Bukan apa-apa, Suhunya mewanti wanti dirinya, bahwa dengan kekuatan itulah dia akan dapat menetralisasi dan melawan kekuatan pukulan lawannya. Karena konon, lawannya ini adalah sute dari musuh lama taklukkan suhunya yang bertapa di Thian Cong San itu. Maka, gabungan kekuatan itulah yang kelak akan digunakannya, terutama ketika bertemu lawan terberat yang akan dihadapinya kelak. Dan, benturan antara kekuatan iweekang Bu Tek Seng Ong melawan Koay Ji yang disalurkan melalui Hu Sin Kok berakhir sangat luar biasa. Mengagetkan tiga pihak yang secara langsung terlibat dalam bentrokan hebat tersebut dan juga menghentak banyak sekali orang secara tidak langsung. Mereka adalah pihak Bu Tek Seng Pay, utamanya Dewi Alehai yang kaget bukan main melihat hasil bentrokan Bu tek Seng Ong dengan Hu Sin Kok. Sementara ketiga kawannya yang berkerudung terlihat tawar saja sikap dan sambutan mereka, tidak terkejut, tidak goyah dan tetap diam ditempat dengan sikap mereka yang sangat misterius. Sementara pihak para pendekar, kecuali Tek Ui Sinkay Pangcu Kaypang, terlihat kaget karena Hu Sin kok yang mereka tahu tidak seberapa lihay, kini sekarang entah bagaimana mampu menandingi momok terhebat yang sedang mengancam rimba persilatan Tionggoan. (Bersambung)