CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
6
10
14
18
03
04
06
EDITORIAL
SEPUTAR UNPAD
SEPUTAR JATINANGOR
10
14
18
WARTA UTAMA
PROFIL
INDONESIAKU
22
24
26
ULASAN
INTERMEZZO
KARYA
2
HEADLINE • CATEGORY
Struktur Warta Kema Pemimpin Umum: Rifaldi M. G. Sekretaris: Putri Syifa & Annisa Bendahara: Pinna & M. Zakiy Pemimpin Redaksi: Fadiyah Redaktur Pelaksana: Agaton & Siti P. Redaktur Bidang I : Choirun Nisa Redaktur Bidang II : M. Angga Redaktur Bidang III : M. Iqbal Reporter/Fotografer: Rizal Noviandi Rani Kustiani Dwi Estri Anggaini Muhammad Arief Virgy Ghina Amalia Chaerani Dila Fauziah Mohammad Faiz Dirabimantrana Fitriyanti KusumaningTyas Nisrina Hanifah Nadya safira Adinda Syarifah Noor Dina Juwita Bella Almira Siregar Alfianisa Fitri Novandy Fiardillah Kepala Bidang Kreatif: Rifki Muhammad Anggota: Afiat Adinda Rahayu Azhar Ritonga Annisa Sri Wandini Maulita Mikhael Fredrik Tefa Nabila Dwi Evelyne Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan: Muhamad Febri Ramadhan Anggota: Uga Yugareksa Usef Saefulloh Atalya Puspa Arinda Fathya Mohammad Irfan Fitri Putri Nugraha Novialdi Kepala Bidang Humas & Pemasaran: Nadia Febriani Kepala Divisi Humas: Fitri Wijayani Anggota: Hasna Nadifa Irshan Hanief Nikita Simamere Friskihari Laksono Kepala Divisi Pemasaran: Fitri Ani Anggota: Adhitama Putra Prakarsa Dini Khoirunnisa Fitria Nurmalasari Marsha Fabiola Muhammad Fazil
MAGAZINE
SELAMAT MEMBACA SOBAT WARTA! Kualitas Unpad Dipertanyakan Turunnya peringkat Universitas Padjadjaran di tingkat nasional merupakan indikasi dari adanya kualitas dalam kampus yang menurun. Penilaian tingkat di nasional ini sendiri tidak lepas dari kebijakan yang ditentukan dalam kampus, di antaranya ialah infrastruktur, hadirnya beberapa jurusan baru, dan sebagainya. Mutu dosen pun berpengaruh kepada nilai tersebut. Pro dan kontra memang selalu mewarnai kebijakan yang hadir. Mulai dari kehadiran Majelis Wali Amanat (MWA) yang hingga kini dipertanyakan posisi dan kepentingannya bagi masyarakat Unpad, sampai sistem belajar-mengajar yang baru, yakni Happiness Integration Transition Study (HITS) yang hingga kini juga banyak yang mempertanyakan kesiapannya, terutama apabila dilihat dari beberapa dosen yang dipaksa untuk mengajar mata kuliah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain kebijakan yang ada, kualitas kegiatan mahasiswa pun turut berkontribusi terhadap penilaian yang ada. Dari skala 0 sampai 4, ia menyumbang nilai 0,3. Hal yang cukup ironis melihat betapa tak hentinya acara-acara bergulir di kampus ini, tapi melahirkan nilai serendah 0,3.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pun belum terlihat kehadirannya sebagai wadah untuk menyatukan dan mendorong perkembangan kegiatan mahasiswa di Unpad. Posisinya justru lebih tepat sebagai “Badan Event Mahasiswa” dalam kampus ini. Penurunan peringkat pada akhirnya menjadi tamparan bagi masyarakat Unpad untuk mengevaluasi kinerjanya selama ini. Fenomena ini akan dibahas lebih lanjut dalam edisi Warta Kema kali ini. Selamat membaca Sobat Warta!
Warta Kema Sekertariat BEM Kema UKM Barat Unpad Jatinangor
Contacts
[email protected] wartakema.com +6287725384096
3
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
APA K ATA MEREK A? P E N D A PAT M A H A S I S WA T E N TA N G T U R U N N YA P E R I N G K AT U N PA D DA R I KEMENRISTEK DIKTI
R
ini Eka Putri, Matematika 2014. "Tahu dong, sempet baca berita tentang kegiatan mahasiswa yang mulai turun itu. Mereka bilang katanya jurusan sains, tapi acara yang dibuat lebih banyak acara hiburannya. Karena acara hiburan lebih banyak disukai, jadi kegiatan lain seperti seminar-seminar dan lomba sains cenderung tenggelam. Idealnya sih setiap kegiatan itu dikoordinasikan dari jurusan, Dekanat, Bem sampai tingkat Rektoratnya juga. Karena setiap organisasi pasti berusaha mengadakan acara secara seimbang, misalnya kalau kegiatan olahraganya terlalu banyak dan akademiknya kurang, panitia pasti berusaha mencari cara agar rencana dibuah sehingga program jadi lebih seimbang, gitu.”
4
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
ANISA NUR’AINI
Anisa Nur’aini, Ilmu Komunikasi 2015. “Tahu dan pernah baca. kayaknya karena mahasiswa kita itu lebih banyak mengutamakan kegiatan hiburan yang menaikkan eksistensi sebagai remaja, seperti kegiatan olahraga, daripada menonjolkan identitas sebagai mahasiswa dengan mengikuti ajang akademik. Selain itu, Unpad nampaknya lebih fokus dalam manajemen dan memperluas kampus seperti membuka cabang di Pangandaran. Seharusnya Unpad lebih mendukung mahasiswa yang membawa nama Unpad dalam ajang nasional dan Internasional, seperti lomba dan lainnya.”
VITA PREVIA INDIRAYANA
“Wah, baru tahu mengenai berita itu. Sebelumnya memang saya lebih fokus kuliah. Tapi pendapat saya, kalau nilai kegiatan mahasiswa Unpad cuman 0,3 dari nilai tertinggi 4 berarti yang salah itu jelas mahasiswanya. Mungkin dari kampusnya juga kurang membina dan mendukung mahasiswa untuk ikut lomba nasional, perturakan pelajar atau ikut seminar nasional.”
RAMA ADIPUTRA WS “Tahu. Meskipun sebagai maba dan kurang pengetahuan tentang Unpad, saya merasakannya. Baru masuk aja, di Unpad jarang ada kegiatan yang menarik mahasiswa, baik dari dalam ataupun dari luar. Kalau menurut saya, yang membuat penilaiannya itu kurang karena ada terlalu banyak kegiatan yang bersifat seni seperti menghadirkan bintang tamu. Seharusnya mahasiswa dapat berpikir lebih kritis, apakah benar semua kegiatan itu mencerminkan Unpad? Lagipula kalau ingin mengembangkan bakat seni, kan sudah ada wadahnya berupa UKM. Seharusnya kegiatan yang diadakan tersebut sudah dipertimbangkan sebesar apa manfaatnya bagi mahasiswa.”
SEPUTAR UNPAD
REPORTER : NISRINA HANIFAH PENYUNTING : SITI PARHANI 5
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
POLEMIK OJEK ONLINE VERSUS OJEK PANGKALAN
FOTO: Mohammad Faiz.
Ojek menjadi fenomena tersendiri di kawasan Jatinangor. Selain karena biaya yang relatif murah, ojek bisa menjadi solusi dalam menghadapi kemacetan. Ojek mahasiswa berbasis online dianggap sebagai ancaman bagi ojek pangkalan. Awal September lalu, bahkan terjadi tindak kekerasan oleh ojek pangkalan terhadap ojek mahasiswa.
6
HEADLINE • CATEGORY
J
ATINANGOR, sebagai salah satu kawasan pendidikan di daerah priangan timur, lambat laun bermetamorfosis menjadi kecamatan yang ramai dikunjungi oleh berbagai kalangan yang datang untuk menimba ilmu. Tak jarang, karena makin derasnya pendatang yang masuk, penduduk asli daerah tersebut terus berupaya memanfaatkan berbagai lahan pekerjaan yang sekiranya bisa bermanfaat untuk para pendatang baru. Mulai dari membuat berbagai usaha tempat makan murah untuk kalangan mahasiswa, usaha reparasi alat elektronik, membuka rumah kost, serta salah satunya dengan membuka lahan pekerjaan di bidang transportasi dengan menjadi pengendara ojek. Ojek menjadi salah satu alternatif kendaraan umum selain angkutan kota yang banyak digemari karena dapat mengantarkan penumpang ke tempat tujuan dengan cepat sekaligus murah. Ojek yang memanfaatkan sepeda motor sebagai media transportasinya ini sudah terkenal oleh masyarakat Indonesia sejak dulu karena efektivitas dan efisiensinya dalam mengantarkan penumpang. Di Jatinangor sendiri, ada begitu banyak pengendara ojek yang bertebaran di beberapa titik, seperti ojek daerah Ciseke Besar, Hegarmanah,
MAGAZINE
Sukawening, pertigaan Sayang, Caringin, GKPN, hingga di sekitaran gerbang lama Universitas Padjadjaran (Unpad). Rata-rata pengendara ojek ini adalah penduduk asli daerah Jatinangor yang mencoba peruntungan menjadi pengendara ojek demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Amin, salah seorang pengendara ojek di pertigaan Jalan Sayang, menceritakan, dirinya sudah menjadi pengendara ojek di kawasan ini selama tujuh tahun lebih. Untuk hari biasa, mayoritas penumpangnya berasal dari kalangan mahasiswa. Namun saat akhir pekan, kebanyakan penumpangnya berasal dari warga Jatinangor sendiri. Dia juga menuturkan, ada lebih dari 80 orang pengendara ojek yang masih aktif dari tahun 2007 hingga sekarang. Di kawasan GKPN, pengendara ojek yang aktif hanya berkisar antara 30 sampai 50 orang saja. Asep, kordinator pengendara ojek di kawasan ini menuturkan, banyak rekan-rekannya yang dulu menjadi pengendara ojek, kini sudah berganti profesi menjadi pegawai kantoran sehingga tidak lagi menjadi pengendara ojek seperti dirinya. Pada tahun 2000, Asep bergabung menjadi pengendara ojek di kawasan ini karena tuntutan hidup yang semakin hari semakin tinggi.
7
Ia juga melihat peluang dengan banyaknya para pendatang yang tinggal di Jatinangor dan membutuhkan jasa ojek. Setiap hari, ia dan rekan-rekan pengendara ojek lainnya bisa mendapatkan penghasilan hingga 100 ribu rupiah, tergantung banyaknya penumpang hingga jauh-dekatnya rute yang dibutuhkan. Namun, akhir-akhir ini, terutama sejak kemunculan ojek mahasiswa berbasis online yang belakangan mulai menjadi tren di Jatinangor, pendapatan pengendara ojek pangkalan seperti Asep dan rekan-rekannya bisa berkurang hingga lima puluh persen. Hal ini, kata Asep, menjadi sebuah ancaman untuk para pengendara ojek pangkalan yang sudah memulai usahanya jauh sebelum hadirnya ojek mahasiswa tersebut. Ancaman ini ternyata berujung dengan adanya kasus kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pengendara ojek pangkalan terhadap ojek mahasiswa pada awal September lalu.
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
OJEK MAHASISWA VS OJEK PANGKALAN
K
amis, 8 September lalu, seorang lelaki pengendara ojek mahasiswa yang juga merupakan mahasiswa tingkat tiga Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) Unpad, mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pengendara ojek pangkalan di daerah Hegarmanah. Lelaki itu bernama Hanif. Lelaki yang merupakan pengendara ojek mahasiswa Panda-Jek ini mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pengendara ojek pangkalan di daerah Hegarmanah. Kronologisnya, sekitar jam 11 siang ia menerima pesanan dari seorang pelanggan Panda-Jek untuk mengantarkannya ke Bale Santika Universitas Padjadjaran (Unpad). Selepas mengantarkan penumpang tersebut, ia lalu pulang ke rumah kostnya untuk bersiap-siap berangkat kuliah. Namun, belum sempat tiba di rumah kost, ia dihadang oleh beberapa pengendara ojek pangakalan yang sedari tadi membuntutinya dan aksi kekerasan itu pun akhirnya terjadi. “Awalnya, saya terima orderan untuk jemput penumpang di daerah GKPN untuk diantar ke Bale Santika. Tapi salahnya, saya lupa harusnya penumpang itu bayar ojeknya pas lagi di jalan aja, bukan pas turun. Eh benar, pas mau pulang ke kosan, tiba-tiba saya diikutin satu sepeda motor, kunci motor saya dilepas, ter-
us saya dibawa ke Hegarmanah. Saat itulah saya dipukulin oleh beberapa tukang ojek di sana,” tutur Hanif. Kasus pemukulan ini bukanlah satu-satunya. Beberapa waktu lalu, pada sore hari hal seruapa juga terjadi di GKPN, seorang pengendara ojek mahasiswa dari Sastra Jerman Unpad mengalami tindak kekerasan. Di tempat lain, di Sukawening, pengendara ojek mahasiswa dari jurusan lain juga mengalami kejadian serupa. Menanggapi kasus tersebut, beberapa ojek mahasiswa melakukan tindakan pencegahan misalnya dengan meminta bayaran berikan saat di perjalanan. Salah satunya adalah Oj-Ek. “Pembayaran akan dilakukan di awal perjalanan ataupun di tengah perjalanan guna menghindari kecurigaan ojek pangkalan,” tulis mereka dalam pesan broadcast Line@ beberapa waktu lalu. Sementara itu, banyak mahasiswa yang menyayangkan kasus ini. “Sedikit menyedihkan sih. Mereka kan hanya mahasiswa yang bahkan melakukan usaha ojeknya hanya sementara untuk keperluan tertentu, bukan murni mencari nafkah setiap hari seperti tukang ojek pangkalan itu,” ujar Rizqan Alfarisi, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Keberadaan ojek mahasiswa berbasis online yang marak bermunculan sejak beberapa tahun belakang memang seolah-olah menjadi ancaman baru untuk ojek pangkalan yang berada di Jatinangor. Ojek mahasiswa, seperti Panda-Jek, Kang Guruh, atau Gundala lebih banyak diminati
8
oleh konsumennya yang kebanyakan mahasiswa karena mudah dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana penghubung antara pengendara ojek dengan konsumen. Panda-Jek sendiri, sampai hari ini memiliki 62 orang pengendara ojek yang berasal dari berbagai macam jurusan dan fakultas di Unpad. Dengan mematok tarif 5 ribu rupiah untuk seluruh rute di daerah Jatinangor, seorang pengendara ojek bisa meraup pendapatan hingga 50 ribu dalam sehari Permasalahan yang terjadi di antara ojek konvensional dan ojek mahasiswa ini, seperti yang diungkapkan oleh kedua belah pihak, sebenarnya harus segera diselesaikan karena jika semakin lama dibiarkan, akan semakin banyak korban yang berjatuhan akibat kesalahpahaman tersebut. Padahal, keberadaan ojek di kawasan Jatinangor ini sejatinya bertujuan untuk membantu masyarakat dalam hal transportasi alternatif selain angkutan umum. Bukan untuk menimbulkan konflik yang sepintas terlihat seperti konflik antara mahasiswa dan warga lokal. “Pinginnya mah kita ketemu, duduk bersama, ngobrol lah secara kekeluargaan. Karena dari ojek mahasiswanya sendiri belum ada niat koordinasi sama kita. Mau bagaimanapun juga kita harus saling menghargai, jangan egois. Toh, tujuan kita kan sama-sama mau nolongin orang sekitar sini yang butuh ojek, sama-sama cari penghasilan juga. Intinya kita pingin ada kordinasi sama komunikasi aja biar enak ke depannya.” kata Asep.
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
FOTO: M. Angga Septiawan Putra.
SEPUTAR JATINANGOR
REPORTER : DILA FAUZIAH / MOHAMMAD FAIZ PENYUNTING : M. ANGGA SEPTIAWAN PUTRA 9
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
PERINGKAT UNPAD TURUN,
A
dalah hal yang wajar jika setiap sekolah bersaing untuk menjadi sekolah yang terbaik. Hal yang sama pun terjadi dalam universitas. Setiap universitas berlomba-lomba mengasah kemampuan dan keunggulannya masing-masing untuk membuktikan siapa yang terbaik, dan mendapatkan gelar universitas nomor satu di Indonesia. Walaupun demikian, upaya-upaya yang mereka lakukan tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni menjadikan pendidikan di Indonesia dapat diperhitungkan di dunia Internasional. Hal ini termasuk menjadi universitas berstandard world class university. Berbagai lembaga telah melakukan survei dan memberikan peringkat menurut versi mereka dengan ketentuan yang mereka buat sendiri. Beberapa diantaranya adalah Quacquarelli Symonds, Webometric, dan versi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atau biasa disebut Kemenristekdikti. Pada tahun ini, beberapa lembaga tersebut merilis hasil penilaiannya masing-masing. Pada lembaga peringkat perguruan tinggi dunia, Quacquarelli Symonds merilis hasil survei peringkat universitas Asia 2016 dengan tajuk QS university ranking. Lembaga ini menetapkan Universitas Padjadjaran (Unpad) sebagai peringkat ke-6.
Dalam versi lain, Webometric misalnya, ia menyatakan telah membandingkan perkembangan seluruh universitas di dunia dan menetapkan Unpad sebagai peringkat ke-8. Beda Webometric, beda pula hasil Kemenristekdikti. Kemenristekdikti merilis dan menetapkan Unpad sebagai peringkat ke-10. Hal ini adalah sebuah penurunan karena di tahun sebelumnya, Unpad berada di peringkat ke-7. Penurunan ini pun ditanggapi beragam oleh berbagai pihak. Tak terkecuali Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Arry Bainus. Arry menyatakan ketidaksetujuannya akan peniliaian Kemenristekdikti ini. “Saya tidak percaya jika Unpad dibilang turun. Menurut saya, yang ada yaitu kita (Unpad) yang stagnan atau universitas lainnya itu yang naik karena berkembang,” ujarnya dengan nada tinggi khasnya. Menurut website resmi Kemenristekdikti, ada empat hal yang menjadi indikator penilaian peringkat universitas ini. Keempat hal itu adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kualitas manajemen, kualitas kegiatan mahasiswa, dan kualitas penelitian dan publikasi. Pada hasil peringkat tahun 2015 yang hasilnya dirilis tahun ini, Unpad mendapatkan nilai 3,58 untuk penilaian kualitas SDM, nilai 3,8 untuk kualitas ma10
najemen, 0,3 untuk kualitas kegiatan mahasiswa, dan 2,7 untuk kualitas penelitian dan publikasi. Seluruh nilai tersebut didasarkan pada skala yang berkisar antara 0 hingga 4. ANGKA 0.3, SALAH SIAPA? Angka 0.3 yang mencolok di antara keempat penilaian tersebut pun mulai diperbincangkan berbagai pihak, tak terkecuali mahasiswa. Dalam suatu blog mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan memberikan tanggapannya terhadap nilai 0.3 bagi kualitas kegiatan mahasiswa. “Sebenarnya angka 0.3 ini menjadi nilai yang cukup jelas bagi saya (sebagai mahasiswa tingkat akhir) saat ini, dimana banyak kegiatan kemahasiswaan yang ada di Unpad, maaf, banyak yang salah kaprah dan memang jauh dari ekspektasi,” ujar Ridwan Fadil Arif dalam tulisan di blognya. Tanggapan ini pun memicu tanggapan civitas akademik lainnya, beberapa diantaranya adalah para akademisi. Inu, P2K2M Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran, mengatakan, ia senang dengan adanya tanggapan dari mahasiswa dengan angka 0.3 ini. “Saya mah jujur berterima kasih sekali dengan anak ini. Kalau tidak disadarin seperti ini, kampus akan terus seperti ini,” jelas Inu dengan bersemangat.
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
SALAH SIAPA ? Menurut Inu, Saat ini, orientasi kegiatan mahasiswa yang merebak di kampus patut ditinjau ulang. Kegiatan kemahasiswaan perlu dinilai apakah kegiatannya masuk ke dalam aspek pembelajaran dengan hasil yang jelas atau tidak. Sejatinya, kampus, mahasiswa, dan kegiatannya yang dilakukan mahasiswa mampu mencipta, membangun, dan memasifkan kultur akademik dan pembelajaran bukan hanya masalah gengsi antar fakultas. “Keuntungannya buat kita apa sih dengan acara seperti itu? Nothing. Kita hanya puas sebagai penyelenggara. Kemudian, apa kemudian hal tersebut masih ada hubungannya dengan karir kita ke depan? Hal ini mungkin saja kalau kita kerja sebagai event organizer. Namun, di sisi akademis kan tidak ada yang muncul. Membuat acara itu boleh, tapi porsinya jangan hanya itu yang besar,” timpal Inu. Berbeda dengan Inu, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan pun angkat bicara. Ia menyatakan bahwa ia tidak memercayai hasil yang dikeluarkan oleh Kemenristekdikti. Ia bercerita pada tim Warta Kema bahwa dirinya tak pernah dimintai data tentang kegiatan kemahasiswaan selama ini untuk penilaian peringkat tersebut. “Peringkat apa ? Tidak ada yang meminta data ke saya tentang hasil-hasil kegiatan mahasiswa selama ini,” jawab laki-la-
ki yang masih mengajar sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini. Arry pun berani menyatakan bahwa Unpad tidak mungkin sejelek itu. Selama ini ia melihat banyak kegiatan mahasiswa dan prestasi-prestasi di Unpad. Hal ini, menurutnya, tidak mungkin membuat Unpad langsung tiba-tiba berada di peringkat 10. “Kan tidak mungkin begitu saja kita (Unpad) berada di angka 10. Saya melihat banyak prestasi-prestasi mahasiswa selama setahun ini dan itu banyak. Tidak mungkin kita dianggap sebagai universitas bodoh hanya karena menurut Kemenristekdikti menyatakan seperti itu. Saya tidak setuju dengan penilaian ini. Datanya tidak jelas,” tegas Arry ketika diwawancarai di ruangannya di Rektorat Unpad Jatinangor. ANGKA 0.3, SALAH SIAPA? Berbeda dengan Inu, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan pun angkat bicara. Ia menyatakan bahwa ia tidak memercayai hasil yang dikeluarkan oleh Kemenristekdikti. Ia bercerita pada tim Warta Kema bahwa dirinya tak pernah dimintai data tentang kegiatan kemahasiswaan selama ini untuk penilaian peringkat tersebut. Nilai 0.3 pada kualitas kegiatan mahasiswa memicu berbagai reaksi. Banyak pihak memberikan tanggapannya. Contohnya 11
saja Wakil Dekan I Fisip bidang Akademik Santoso Tri Raharjo. Menurutnya, tidak adanya pola kegiatan kemahasiswaan yang jelas di Unpad merupakan penyebab utama nilai kualitas kegiatan mahasiswa ini. “Pola kegiatan mahasiswanya saat ini, sebagian besar, itu tidak mempunyai pola. FISIP juga tidak mempunyai pola, BEM juga tidak mempunyai pola (ukurannya ke prestatif). Semuanya (berjalan) masing-masing. Saya sebutkan tidak punya pola itu begini, hampir semua kegiatan kemahasiswaan itu mengurusi orientasi mahasiswa baru,” tuturnya ketika diwawancarai tim Warta Kema. Selain itu, pandangan lama yang sudah bercokol lama dalam masing-masing program studi (prodi) menyebabkan kegiatan kemahasiswaan hanya berkutat pada hal yang sama. “Mind Set-nya masih yang lama, masih berpikir bertengkar dengan para prodi, para dosen untuk memaksakan ospek, seolah-olah itu yang benar padahal tidak. Tantangan di luar itu lebih besar. Kita bersaing dengan orang-orang yang lebih akademis, prestatif, dan olahraga. Jika dalam olahraga saja bertengkar dengan satu fakultas sendiri, artinya kita tidak mempunyai arah pola kegiatan kemahasiswaan. Padahal biayanya itu banyak, kan sayang sekali. Padahal di satu sisi beberapa teman mahasiswa ada
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
ILUSTRASI
yang harus lomba debat kemana dan membutuhkan biaya besar, tetapi kita masih melakukan hal yang biasa saja,” jelas Santoso lebih jauh. Tak jauh berbeda dengan P2K2M FIB Unpad yang juga menyatakan bahwa ketidakjelasan arah kegiatanlah yang menjadi titik simpul dari permasalahan ini. Lebih jauh, ketidakjelasan ini dimulai dari pusat (rektorat) yang belum membuat arah (road map) bagi mahasiswa yang hendak membuat sebuah kegiatan. “Di satu sisi kita menginginkan kegiatan kemahasiswaan yang besifat penalaran untuk membangun skill mahasiswa itu sendiri dengan berbagai hal. Namun, kegiatan yang diluar penalaran
dengan ratusan juta kok dilenggangkan ? Hal ini kemungkinan ada salah penafsiran di beberapa panitia sehingga akhinya memunculkan konsep kegiatan seperti ini.” ujar Inu. “Selama menjabat pun belum ada pengarahan atau mediasi seperti apa kegiatan mahasiswaan itu. Jadi, saya pun mengerjakan tugas saya adalah atas pemahaman sendiri dan dari buku panduan kemahasiswaan dari Kemenristekdikti serta meminta pendapat dari P2K2M sebelumnya” ceritanya lebih jauh. Menanggapi hal ini, Arry Bainus pun ikut angkat bicara. Meski tak percaya dengan hasil yang dikeluarkan oleh Kemen12
ristekdikti yang tidak berdasarkan hasil asli dari Unpad, namun laki-laki yang turut mengajar di Program Pasca Sarjana FISIP Unpad ini mengakui masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dari bagian Kemahasiswaan. “Kita ini masih buruk di manajemen kegiatan kemahasiswaan. Prodi apa memenangkan lomba apa atau menjadi perwakilan di acara bergengsi saja sering sekali beritanya tidak masuk ke kita (Kemahasiswaan). Jadi, bagaimana bisa terdata dengan benar ?” tuturnya. Arry menuturkan, kegiatan mahasiswa seperti PKM, contohnya, masih belum maksimal. Program Unpad terkait ‘unpad
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
1000 proposal’ pun tidak berkorelasi dengan kualitas proposalnya. Hal ini disebabkan persiapan dan perencanaan mahasiswa yang kurang matang, terutama dari segi pembimbingan oleh dosen-dosen terkait. Hal ini pun diakui oleh Inu. Ia pun menyadari bahwa kegiatan kemahasiswaan kurang terintegrasi dengan kegiatan yang ada di pusat. “Menurut saya sih penyebabnya mudah. Dari awal mereka (mahasiswa baru) masuk, mereka tidak dikenalkan dengan kegiatan – kegiatan (berbau akademik). Kita pun tidak terintegrasi dengan sistem kemahasiswaan yang ada di pusat. Coba di intergrasikan dengan sistem. Saya yakin hasilnya akan lebih baik,” ujar Inu optimis. UPAYA PERBAIKAN UNPAD Ibarat nasi telah menjadi bubur, maka peringkat Unpad yang saat ini telah berada di peringkat ke10 ini pun tak dapat diubah hingga setahun ke depan. Menurut Inu, sistem di pusat harus mulai mengintegrasikan kegiatan kemahasiswaannya. “Coba di intergrasikan dengan sistem. Ketika ini dilaksanakan dengan baik Saya yakin akan ada perbaikan ke depan” tukasnya. Tidak hanya itu, tetapi juga diperlukan sebuah kerja sama
yang sinergis antar civitas akademika guna mendorong laju kegiatan mahasiswa sebagaimana mestinya di lingkungan kampus. “Kalau kemahasiswaan kembali mengadakan kegiatan mahasiswa, porsinya harus sesuai berdasarkan soft skill dan hard skill dan harus jelas road map dan parameternya,” ucap Inu. Lebih jauh lagi, Inu menuturkan, “Potensi mahasiswa itu tinggi, tinggal sistem saja yang membangun potensi tersebut. Sekarang mah kerja sama saja antara saya yang proaktif dan mahasiswa proaktif. Kerja bareng bareng intinya.” Tak beda jauh dengan Inu, Santoso pun menuturkan bahwa pola kegiatan di kampus harus mulai diarahkan akan ke arah mana. “jika dari awal sudah memahami polanya mau kemana, maka semua (mahasiswa) mengerti tentang mahasiswa yang prestatif itu seperti apa,” ujar Wadek I Fisip ini. Tak hanya di tingkat fakultas, rektorat pun memiliki upaya-upayanya tersendiri untuk peringkat Unpad ke depannya. Arry mengakui bahwa banyak yang harus diperbaiki oleh Unpad. “Dari segi penelitian dan publikasi sendiri misalnya, Unpad harus mulai mendorong dosen-dosennya untuk tidak ha-
nya melakukan riset, tetapi juga membuat jurnal untuk dipublikasi karena porsinya dalam penilaian pun kan besar.” Kemudian, untuk bidang kualitas kegiatan kemahasiswaan, Arry menuturkan akan membuat pusat data kegiatan kemahasiswaan sehingga seluruh datanya dapat terkumpul dan terpusat dalam satu tempat dan tidak terpencar seperti tahun kemarin. “Kalau kemarin kan masih harus tanya satu-satu ke tiap fakultas untuk prestasi. Nah, mulai tahun ini ingin dibuat terpusat saja. Jadi, setiap prestasi mahasiswa sudah terintegrasi ke pusat. Data pun lebih terjamin dibandingkan sebelumnya,” ujarnya. Ditanyai keoptimisannya, Arry mengaku optimis untuk memajukan Unpad. “Kemarin itu kan tidak jelas datanya. Bisa jadi kita memang stagnan dan bisa jadi universitas lain yang memang telah maju pesat. Maka, kita harus mengejar ketinggalan kita dari bidang penelitian, riset, dan kualitas kegiatan kemahasiswaan itu,” tutup Arry dalam wawancaranya bersama tim Warta Kema.
WARTA UTAMA REPORTER : RIZAL NOVIANDI, M. ARIEF VIRGY, DWI ESTRI ANGGRAINI, FITRIYANTI KUSUMANINGTYAS PENYUNTING : SITI PARHANI 13
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
KOMUNITAS FAKTABAHASA: MENUJU JENDELA DUNIA
FOTO: Faktabahasa Depok. Foto diambil dari www.depoknews.id (03/09/2014)
14
14
HEADLINE • CATEGORY
B
ahasa merupakan kunci untuk membuka jendela dunia. Dengan menguasai bahasa, khususnya bahasa asing, kita dapat berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda. Jika relasi yang didapat semakin luas, maka semakin banyak pula ilmu dan pelajaran yang dapat kita ambil. Seiring dengan perkembangan zaman, kini penguasaan bahasa asing bukan melulu milik mahasiswa fakultas ilmu budaya, ataupun orang-orang yang kursus bahasa. Belajar bahasa juga dapat dilakukan dengan cara yang nonformal, menyenangkan, dan lebih fleksibel. Contohnya, melalui Komunitas Faktabahasa (FaBa). Komunitas FaBa didirikan oleh Erlangga Femayuga, atau lebih dikenal dengan nama Erlangga Greschinov, seorang alumnus Teknik Industri Universitas Telkom angkatan 2012 yang merupakan penggiat bahasa Russia, Perancis, Belanda, dan Esperanto. Didorong oleh ketertarikan terhadap beragam bahasa dan budaya, mulanya Erlangga iseng membuat akun twitter @faktabahasa untuk sekadar berbagi. Lama-kelamaan, pengikutnya semakin banyak. Erlangga pun berpikir untuk membuat sebuah komunitas bersifat nonprofit yang dapat digunakan sebagai sarana belajar dan berbagi sepu-
MAGAZINE
tar bahasa dan budaya. Akhirnya, dengan dibantu oleh beberapa temannya dari Komunitas Hepasi, terbentuklah FaBa pertama kali di Bandung tahun 2012. Selanjutnya, FaBa berkembang, semakin dikenal luas, dan memiliki cabang di berbagai kota, seperti Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, Semarang, Surabaya, dan Solo. Dalam hal keanggotaan, tidak terdapat syarat khusus untuk bergabung dengan FaBa. “Asalkan senang bahasa, senang sharing, dan senang mencari hal-hal baru tentang budaya, ya sok atuh, mangga,” ujar Erlangga. Menjadi anggota FaBa juga tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun, alias gratis. Setelah bergabung, setiap anggota bisa memilih bahasa asing yang ingin dipelajari sesuai dengan minat masing-masing, mulai dari bahasa Inggris, Perancis, Mandarin, Spanyol, Belanda, Arab, Turki, Jerman, Italia, Rusia, hingga Esperanto. Pada beberapa wilayah tertentu, terdapat juga bahasa daerah yang dapat dipelajari. Namun bahasa daerah cenderung memiliki peminat yang sepi. Jika bahasa-bahasa yang sudah ada dirasa masih belum cukup, penambahan bahasa juga bisa dilakukan, asalkan diimbangi dengan ketersediaan tenaga pengajar atau tutor. Biasanya, tutor berasal dari mahasiswa sastra,
15
orang yang pernah kursus, atau pernah tinggal di negara yang bersangkutan. Proses pembelajaran, atau yang biasa disebut ‘clubbing’, dilaksanakan rutin seminggu sekali. Rata-rata, satu kelas diisi oleh lima hingga sepuluh orang peserta, dan ditambah satu orang tutor. Tempat clubbing bisa di mana saja, tergantung kesepakatan antara peserta dan tutor. Sepaket dengan bahasa, belajar budaya juga tak kalah penting karena keduanya sangat berkaitan satu sama lain. Menurut Erlangga, dengan mempelajari bahasa, kita bisa mengetahui karakteristik manusia dan budaya dari negara tersebut. Dalam pembelajaran di FaBa, tidak ada sistem kenaikan tingkat yang sistematis seperti pada tempat kursus yang sudah jelas kurikulumnya. Hanya saja, anggota dianggap ‘lulus tingkat pertama’ setelah menyelesaikan kelas bahasa dasar selama tiga hingga empat bulan. Selanjutnya, anggota dapat ‘naik tingkat’ ke kelas lanjutan dengan melakukan registrasi ulang. Jika sudah menyelesaikan tahap ini, biasanya anggota sudah cukup cakap berbahasa dan tidak perlu melanjutkan kelas lagi. Sebaliknya, anggota dapat ‘naik’ menjadi tutor. Selain pertemuan rutin, setiap cabang biasanya memiliki acara tersendiri. Bentuk acaranya beragam, mulai dari yang bertujuan
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
untuk bersenang-senang sambil mengekspresikan kemampuan berbahasa, seperti festival budaya yang dilaksanakan FaBa cabang Jakarta Selatan, mempererat hubungan antar-anggota dengan berwisata bersama FaBa Bekasi, hingga bakti sosial oleh FaBa Surabaya yang memiliki tujuan amal. Pertemuan antar-wilayah pun kadangkali diadakan untuk melakukan koordinasi. Sewajarnya sebuah organisasi, tentu tidak luput dari adanya hambatan atau kendala. Terlebih untuk sebuah komunitas yang bersifat kerelawanan seperti FaBa. Kendala yang sering terjadi adalah menghilangnya tutor atau anggota. Solusinya adalah dengan segera mencari tutor pengganti. Namun jika hilangnya tutor dan anggota berlangsung lama, hingga membuat suatu cabang menja-
di tidak aktif atau stagnan, maka cabang tersebut bisa mati. Mengingat pentingnya bahasa, maka bergabung dengan FaBa bisa menjadi alternatif belajar bahasa yang murah dan menyenangkan. Namun seringkali kita masih bingung memilih bahasa mana yang ingin dipelajari. Menurut Erlangga, kita bisa belajar bahasa sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, seorang mahasiswa yang sering mengambil referensi literatur dan sitasi dari sumber luar negeri, minimal ‘wajib’ menguasai bahasa Inggris. Selain itu, jika kita merupakan mahasiswa hukum yang perlu menggali teks sejarah dan sumber-sumber hukum, maka bahasa Belanda dapat menjadi pilihan karena banyaknya bahasa hukum yang diadopsi dari bahasa Belanda. Lain halnya sebagai seorang muslim yang dapat
16
lebih mudah memahami Alquran dan hadis jika menguasai bahasa Arab. Di samping itu, bahasa Perancis dan Mandarin bisa menjadi pilihan karena kedua bahasa tersebut digunakan secara luas di seluruh dunia, bukan hanya di negara asalnya saja. Nyatanya, belajar bahasa apa pun memang dapat memberikan banyak manfaat. “Orang yang nggak mengerti bahasa (selain bahasa induknya), ya pergaulannya menjadi terbatas, monoton, nggak bisa mencari tempat lain karena sudah nyaman di tempatnya sendiri, serta nggak mau mencoba hal-hal baru,” jelas Erlangga ketika ditanya pendapatnya mengenai perbedaan antara orang yang belajar bahasa dengan yang hanya menguasai bahasa induknya saja.
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
FOTO: Kegiatan ‘clubbing’ Faktabahasa Bekasi. Foto diambil dari www.lovebekasi.com (09/05/2016)
RUBRIK PROFIL REPORTER : ADINDA SYARIFAH NOOR PENYUNTING : FADIYAH 17
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
D
ewasa ini, perkembangan dan popularitas komik dan games karya seniman-seniman Indonesia semakin meningkat. Itu tak lepas dari peran berbagai komunitas yang kerap kali menghelat banyak acara dan pelatihan bertema games atau pun komik tersebut. Beberapa yang selalu menjadi berbincangan di antaranya adalah Indonesia Comic Con, Pasar Komik Bandung, dan Comic Fest. Selain beberapa hal tersebut, hal lain yang cukup memengaruhi perkembangan komik dan games di Indonesia adalah minat besar masyarakat Indonesia terhadap komik dan games. Minat yang besar ini dipengaruhi oleh banyaknya games yang tersebar di ponsel pintar dan berbagai konsol games. Sementara untuk komik, hal yang berpengaruh adalah komik Jepang alias manga yang banyak beredar di Indonesia. Seperti yang terungkap dalam acara NTV Sekai Banzuke (ranking dunia), 2013 lalu, Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia untuk jumlah pembaca manga, atau komik Jepang. Indonesia tepat berada di bawah Finlandia sebagai pembaca terbanyak man-
INDONESIA DALAM KOMIK DAN GAMES ga dengan jumlah rata-rata satu orang membaca hampir empat buku manga. Melihat fakta tersebut, beberapa komikus dan perancang games lokal memanfaatkannya untuk mengenalkan budaya dan sejarah Indonesia. Salah satu yang cukup sering menyelipkan budaya Indonesia adalah komikus legendaris Harya Suryaminata. Harya Suraminata atau yang akrab disapa Hasmi, sejak dulu dikenal sebagai kreator komik Gundala Putra Petir. Sebanyak 23 judul buku seri Gundala telah terbit di kisaran tahun 1962 sampai 1982. Komik Gundala ia ciptakan setelah komik Maza, yang lebih dulu ia ciptakan pada 1968. Gundala bercerita tentang peneliti jenius bernama Sancaka yeng menemukan serum anti petir. Terlarut dalam ambisinya sebagai peneliti, Sancaka melupakan hari ulang tahun kekasihnya, yang berakibat putusnya hubungan mereka. Dia kemudian patah hati dan berlari di tengah hujan deras dengan hati gundah. Tiba-tiba sebuah petir menyambarnya. Sejak saat itulah, ia mendapat kekuatan petir dan bertindak sebagai pahlawan penumpas kejahatan. Dalam komik yang secara
18
karakter gambar menyerupai komik DC dan Marvel itu, Hasmi mengenalkan Yogyakarta dengan cara menarik kepada para pembacanya. Itu tak lepas dari latar belakang Hasmi sebagai orang Yogyakarya. “Gundala memang sarat akan suasana dan budaya Jogja. Karena saya pikir, sudah seyogyanya segala produk atau karya di Indonesia ini berwawasan budaya,” ungkap Hasmi saat dihubungi tim Warta Kema via telepon. Sementara itu, berbeda dengan Harya, Mukhlis Nur yang sebenarnya lebih dikenal sebagai komikus, justru memilih mengenalkan budaya Indonesia lewat mobile games berjudul InHeritage. Memulai kiprahnya lewat komik ber-genre science fiction berjudul Only Human, Mukhlis mencoba untuk menyampaikan karyanya yang lain dalam bentuk games InHeritage. Games yang berjalan di sistem operasi android tersebut mendapat antusias yang cukup tinggi dari kalangan gamers. Selain karena tampilan yang begitu menarik, games tersebut diminati karena mengangkat budaya lokal. “Jadi di games itu ada beberapa budaya lokal yang dikemas berbeda, dengan gaya yang saya
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
MUKHLIS NUR Saat ditemui di sebuah restoran cepat saji di kawasan Gatot Subroto, Minggu (18/9). Foto: Alfianisa Fitri
19
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
pikir akan disukai orang-orang, misalnya keris yang dijadikan sebagai senjata atau baju adat yang dibuat menyerupai armor,” ujar ayah satu anak ini. Mukhlis menjelaskan, InHeritage sengaja dikemas demikian agar orang yang memainkannya menjadi lebih tertarik dengan budaya Indonesia dan kemudian mereka akan mencari tahu lebih lanjut tentang budaya itu sendiri. “Saya ingin mereka tertarik terhadap budaya lokal dan mengganggapnya sebagai sesuatu yang menarik, terkhusus untuk masyarakat Indonesia yang mulai melupakan budaya sendiri,” lanjut Mukhlis. Potensi InHeritage tercium oleh salah satu majalah komik ternama di Indonesia, yakni Shonen Fight yang memberikan tawaran untuk membuat komik hasil adaptasi dari games tersebut. Komik tersebut merupakan sequel dari games InHeritage berjudul InHeritage: Incarnation of Chaos. Baru-baru ini, seperti yang diceritakan Mukhlis, perusahaan pengembang games dari Jepang tertarik kepada InHeritage sehingga saat ini InHeritage telah mendapatkan lokalisasi bahasa Jepang. “Dengan ini saya harap budaya Indonesia bisa lebih dikenal dunia,” papar Mukhlis yang saat ini juga sedang menggarap games komputer berjudul Pale Blue. Baik Hasmi maupun Mukhlis sepertinya paham betul bahwa games dan komik dapat menjadi medium yang tepat untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada dunia, atau setidaknya kepada bangsa Indonesia sendiri. Mereka terinspirasi bagaimana komikus dan perancang games dari Jepang
mampu mengangkat budaya-budaya negaranya ke dalam komik atau pun games. Bahkan, komik atau games tersebut mampu mengenalkan dan mempopulerkan budaya Jepang ke negara-negara lain. Salah satu contoh games yang dengan getol mengenalkan budaya Jepang adalah games Nioh yang dirilis awal Mei 2016 lalu. Games tersebut menggambarkan lingkungan klasik Jepang yang membuat pengguna tertarik untuk menyelami kebudayaan Jepang lebih jauh. Sementara untuk komik, yang amat getol mengenalkan budaya Jepang ada cukup banyak. Beberapa di antaranya adalah Naruto, Bleach, dan Ataken Hero. Ke depannya, seperti yang diharapkan oleh Mukhlis dan Hasmi, ada banyak games dan komik karya anak bangsa yang mengangkat budaya Indonesia sendiri. “Jangan cuman komik dan games, kalau bisa karya-karya lain yang kiranya dapat menjadi medium pengenalan budaya dan sejarah Indonesia, misalnya lewat tulisan, film, atau foto,” tutur Mukhlis Nur. Sementara Hasmi mengharapkan komik Indonesia mempunyai ciri khas layaknya komik Jepang yang sudah terkenal dengan nama manga. Ia ingin ketika orang melihat komik Indonesia, mereka langsung tahu bahwa komik tersebut berasal dari Indonesia. Hasmi pun juga berharap agar para komikus Indonesia bisa lebih intens mengenalkan budaya Indonesia dalam karyanya.
20
WADAH YANG LUAS Teknologi yang semakin maju dan berkembang membuat semakin luasnya wadah bagi para komikus maupun perancang games untuk berkreasi dan memasarkan karyanya. Salah satu wadah untuk berkreasi tersebut adalah Webtoon. Fildzah Nur Fadhilah, mahasiswa yang saat ini menggarap komik di Webtoon, merasakan betul manfaat perkembangan teknologi ini. “Peluang berkembangnya komik lewat Webtoon di industri komik Indonesia sangat besar. Medium tersebut dapat menjadi solusi buat komikus Indonesia yang komiknya tidak dilirik pembaca atau penerbit,” ujar Fildzah. Mukhlis Nur juga berpendapat demikian. Menurutnya, perkembangan komik dan games di Indonesia sekarang sudah baik karena ada banyak wadah yang dapat dimanfaatkan. Selain melalui majalah dan penerbit, komikus atau pun perancang games dapat menerbitkan karyanya secara independen, salah satunya lewat Webtoon tadi. Perkembangan teknologi itu kemudian melahirkan banyak komikus dan perancang games muda sehingga semakin sulit untuk mendapatkan tema yang menarik. “Jadi sekarang lebih banyak yang rebutan tema, sih. Dengan luasnya wadah ini, saya harap ada banyak komik dan games bertema budaya yang lahir,” pungkas Mukhlis. Tim Liputan: Alfianisa Fitri, Nadya Safira Penyunting: M. Angga Septiawan Putra
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
FOTO: Komik-komik Indonesia punya peluang besar di pasaran komik. (M. Angga Septiawan Putra)
21
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
1984: KESETARAAN MEM(IKAT)
N
ovel distopia mana yang lebih kamu tahu The Hunger Games, Divergent, atau The Maze Runner?. Belum banyak yang tahu bahwa Jauh sebelum novel-novel tersebut menjadi bintang distopia dunia, di tahun 1950, George Orwell sudah hadir lebih dulu dengan novel distopianya, 1984, yang bercerita mengenai kisah Winston di tahun 1984 dimana kesetaraan manusia sudah tercapai. Winston, yang memunculkan sifat alami manusia—rasa ingin tahu— mengancam sistem yang ada dan perlahan-lahan mulai menggencarkan aksi ‘memberontak’. Aksi ‘pemberontakan’ inilah yang ditampilkan Orwell dalam 1984 sebagai gambaran manusia yang sebenarnya, bukan manusia-manusia robot yang dikontrol Big Brother. Mengangkat isu utama mengenai kesetaraan manusia, novel ini menghadirkan sebuah dunia dimana kesetaraan antar manusia bukan lagi sebuah impian, tetapi telah menjadi kenyataan. Namun kenyataan akan kesetaraan manusia tersebut terasa seperti penguasaan tak berujung dari Big Brother, seseorang yang digambarkan memiliki kekuasaan dan pengaruh penuh oleh karakter utama,
Winston, berdasarkan pengamatannya terhadap tulisan yang ada di poster, “Big Brother is Watching You”. Memperkenalkan bagian-bagian penting dari kisah 1984, pada awal cerita Winston menyebutkan beberapa hal yang ada di tahun 1984, yaitu Big Brother, orang dalam poster yang disebutkan selalu mengawasi, the Party, Thought Police yang juga selalu mengawasi setiap orang setiap waktu untuk memastikan pikiran setiap orang sesuai dengan seharusnya, serta tiga slogan dari the Party yang cukup mengejutkan; war is peace, freedom is slavery, ignorance is strength. Selain itu, 1984 juga menyajikan perubahan budaya yang sangat pesat bahkan berbeda jauh dari masa-masa sebelumnya. Hanya ada Oceania, Eastasia, dan Eurasia sebagai negara yang muncul. Begitu juga bahasa baru yang disebut dengan Newspeak. di Oceania bahkan terdapat Hate Week yang menayangkan film mengenai Emmanuel Goldstein, seseorang yang dianggap pengkhianat sekaligus orang yang paling pertama mengotori kesucian the Party. 1984 memperlihatkan bagaimana sistem kehidupan berjalan jika kese-
22
taraan benar-benar ada. Berpakaian dengan pakaian yang serupa, memakan makanan yang sama—bahkan buatan, dalam kata lain tidak asli, dan lain sebagainya. Winston dan penduduk London lainnya selalu terjebak dengan hal-hal yang sama, padahal manusia ‘harusnya’ berbeda satu sama lain. Pemerintah juga menghapus memori masa lalu orangorang serta memusnahkan dan menulis kembali buku-buku masa lalu dengan versi pemerintah sendiri. Winston sendiri bahkan tidak tahu lemon. Setiap monumen, prasasti, bahkan nama jalan pun diubah. 1984 menghadirkan potongan kesetaraan yang menyeramkan. Dengan latar belakang tersebut, Winston dan Julia hadir dengan sifat yang sangat manusiawi sekali—ingin tahu banyak hal, ingin mencoba hal baru, dan hasrat seksual yang seseorang atau sekelompok orang mencoba menjalankan sistem berbeda, atau dalam kata lain memberontak. Oleh: Bella Almira Siregar Penyunting: Siti Parhani
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
FOTO: Foto diambil dari www.weitzmandigital.com (22/11/2016)
INTERMEZZO: KUDA TROYA
24
HEADLINE • CATEGORY
S
ebagian cerita yang masih hidup dan dikenal oleh masyarakat dunia memang memilki makna historis dan filosofis yang mendalam. Salah satu yang paling terkenal datang dari mitologi Yunani Kuno yaitu Kuda Troya. Patung kuda buatan itu menjadi begitu familliar digunakan karena dianggap sebagai salah satu strategi perang yang cerdik dan juga licik. Dalam mitologi Yunani ada kisah tentang Perang Troya, perang antara Troya dan Yunani yang disebabkan oleh Pangeran Paris karena menculik Helena, istri dari Menelaos Raja Sparta. Perang ini menjadi salah satu peristiwa penting. Sayangnya sumber dari peristiwa ini hanya didasarkan pada sebuah karya sastra, yang paling terkenal dan menjadi rujukan utama ialah Illiad dan Odyssey karya Homeros. Meski begitu, melalui penelitian Heinrich Schleimann, Arkeolog asal Jerman peristiwa Perang Troya dapat dibuktikan dengan penemuan Kota Troya di Hisarlik, Turki Barat kini. Perang Troya tergolong cukup panjang dan memakan banyak korban, karena hampir sepuluh tahun Yunani berhasil mengepung Kota Troya, tanpa mau menyerah. Mulai bingung dengan strategi apalagi yang harus digunakan agar bisa menang, Yunani mengirim mata-mata yang bernama Odysseus dan Diomedes. Selain itu atas akal Odysseus, dibangunlah patung kuda kayu raksasa yang di dalamnya berongga dan bisa diisi sepasukan tentara Yunani. Setelah selesai, pada pagi hari orang-orang Troya tidak lagi melihat pasukan Yunani, mereka lantas mengira Yunani telah menyerah. Di pandangan pasu-
MAGAZINE
kan Troya hanya terlihat patung kuda raksasa yang terbuat dari kayu. Di sanalah Sinon yang ditugaskan untuk mengelabui Troya. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah calon korban bagi Athena yang marah karena Palladium dicuri. Kemarahan itu hanya bisa ditawar dengan darah, lalu kemudian melarikan diri pada malam hari dan tidak mau lagi menjadi orang Yunani. Orangorang Troya yang mulai percaya pada ceritanya, bertanya untuk apa patung kuda raksasa itu. Sinon berkisa bahwa orang Yunani berharap persembahan untuk dewa Athena itu akan dibakar pihak Troya, sehingga kemarahan Athena akan berbalik kepada Troya. Mendengar itu, orangorang Troya tidak menghancurkan atau membakarnya melainkan mengangkut kuda raksasa beroda tersebut ke dalam kota. Ketika semua penduduk sudah terlelap pada malam hari, pasukan Yunani keluar dari dalam patung, membuka pintu gerbang kota, dan balatentara Yunani yang ternyata hanya bersembunyi di sebuah pulau, mengalir masuk ke dalam kota. Malam itu kota dibakar, penduduknya dibantai, dan Troya dihapus dari muka bumi [Hamilton, 1961 (1940): 193-9]. Meskipun masih belum pasti di kalangan para ahli apakah Kuda Troya benar-benar ada, setidaknya hal itu menjadi strategi yang menarik untuk dihirau. Dalam perang, strategi semacam itu perlu melibatkan pembacaan sosio-kultural yang mendalam. Sang Maestro Kuda Troya, Odysseus sudah barang tentu membaca bahwa masyarakat jaman dahulu begitu percaya kepada dewa-dewa yang diceritakan melalui tradisi lisan. Kekuatan dewa beserta perintahnya di-
25
anggap sakral. Sehingga apapun yang dianggap sebagai perintah dewa, dapat dipastikan akan dijalankan oleh orang-orang. Termasuk dalam perihal Kuda Troya. Menjual perintah dewa sebenarnya merupakan ide utama dalam strategi tersebut. Orang-orang lantas menjadi tidak berpikir panjang lagi apakah kuda buatan itu berbahaya atau tidak. Nyatanya, setelah itu masyarakat Troya sudah merasa aman hingga mendapati bahwa pada malam hari Kuda Troya tadi membawa petaka kekalahan mereka atas Yunani. Kuda Troya memang jarang terlihat di kehidupan kita sehari-hari.Yang paling kita kenal barangkali ialah Virus Trojan yang dihasilkan karena kita mengunduh aplikasi secara serampangan di internet. Setelah aplikasi itu dipasang, ternyata ia juga membawa virus didalamnya. Virus tersebut sedikit demi sedikit menggerogoti perangkat lunak komputer kita dan tidak jarang dapat melumpuhkannya. Dengan maraknya globalisasi saat ini Kuda Troya sebenarnya dekat dengan kita dan mudah diselundupkan musuh seiring dengan meningkatnya interkoneksi masyarakat antar belahan dunia. Sebut saja yang paling familiar seperti 3F: Food Fashion Fun. Mereka dapat menjadi instrumen ampuh untuk mengobrak-abrik suatu negara dari dalam. Tanpa filterisasi yang baik, dalam 3F bisa saja diselipkan bongkahan nilai atau pengaruh untuk menghipnotis masyarakat suatu negara agar mereka tunduk pada musuh. Tim Penulisan: Siti Parhani, Agaton Kenshanahan
CUKUP SAJA Di sudut kota dan tempat-tempat makan dan perbincangan mendalam aku tertawa. Ditemani sendu rerintik hujan yang jatuh di antara kaki kita yang berjalan. Satu rasa saja malam itu, kebahagiaan. Tapi antara kita beda arti bahagia. Bagimu cukup saja Tawaku terbentuk di sudut bibir Senyum dan semangatku belajar. Menjadi bahagiamu Tapi tak pernah kau tahu, atau siapapun tahu bahwa aku pandai sekali sembunyi. Apalagi di kala sunyi aku dan kamu. Saat ku diam dan kamu diam, ku terpaku waktu dan diburu waktu, dan kamu tiba-tiba pergi. Sunyi rasanya. Padahal ada rintih rintih air mata yang pilu menetes. Dan kamu merasa cukup saja...
DIRIKU SAJA Tidak ada rambut panjang yang mampu menyala atau naga-naga yang manja atau pula kuda dengan tanduk dan bisa terbang atau bahkan kue yang bisa buat tubuh menjulang tinggi Tidak ada kita berdua yang saling merindu malu bertukar tatap lama-lama atau saling mengirim pesan cinta Yang ada hanya aku dengan kesunyian, luka-luka, koreng di sekujur tubuh, air mata yang tak kering juga, dan diriku saja
Jatinangor, Agustus 2016 Rosydinda Deselia
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
27
CATEGORY • HEADLINE
MAGAZINE
FOTOTOESTEL (KOMUNITAS FOTOGRAFI MAHASISWA SEJARAH)
28
HEADLINE • CATEGORY
MAGAZINE
FOTOTOESTEL (KOMUNITAS FOTOGRAFI MAHASISWA SEJARAH)
29
WARTA KEMA
ISSUE #1, NOVEMBER 2016 U N PA D YA N G B A R U
PERS MAHASISWA UNPAD