Seputar Dunia Anak : Teknologi ‘Tablet’ Bagi Anak Usia Sekolah Oleh : Laili Dimyati, S.E, M.Si(Dosen Aktif STIE Lembah Dempo Pagaralam)
Pengantar Pernahkah anda mengalami situasi ketika anak, adik atau keponakan yang masih kecil merengek minta dibelikan tablet? Kalau jawabannya ‘ya’, itu artinya mereka sudah menjadi konsumen dari teknologi masa kini dalam bidang gadged. Dan hal itu juga menandakan bahwa demam tablet saat ini sudah mewabah ke semua lapisan masyarakat. Tidak hanya dikalangan remaja, dewasa, mahasiswa dan pelajar, namun demam tablet sudah menular pada anak usia sekolah bahkan pra sekolah. Disisi lain, ada orang tua yang justru membiarkan anaknya bebas bermain tablet, alasannya dengan bermain tablet anak akan duduk diam dan tidak akan membuat keributan, sehingga tidak mengganggu aktivitas orang tua. Dari fenomena di atas, lantas muncul suatu pertanyaan, yaitu amankah dan perlukah anak-anak berkenalan dan bermain dengan tablet? Pada kesempatan ini mari kita ulas tentang tablet dan hal-hal seputar tablet. Apa Itu Tablet ? Tablet merupakan jenis personal komputer yang memiliki fleksibilitas yang lebih daripada Personal Computer (PC) biasa atau laptop. Dari segi ukuran, tablet memiliki ukuran kecil sehingga mudah dibawa. Walaupun sebenarnya tablet bisa menggunakan keyboard dan mouse yang bisa dibongkar pasang seperti komputer umumnya, namun karakter utama alat ini adalah mempunyai layar sentuh menggunakan jari atau pena digital (stylus). Selain itu, tablet juga memiliki operating system dandidukung oleh aplikasi penunjang lain sehingga banyak hal yang bisa dilakukan oleh pengguna tablet, seperti akses internet, email, interaksi di media sosial, update berita, menonton video dan musik, berfoto “selfie’, bermain game dan lain sebagainya. Nah, dari sekian banyak fitur dan aplikasi yang disediakan oleh tablet, wajar jika benda ini akhirnya menjadi daya tarik bagi banyak orang di berbagai belahan dunia. Meski tablet bukan sebagai alat untuk interaksi sosial, tapi perangkat ini mampu menjadi salah satu ‘idola’ dalam bidang teknologi gadged. Anak dan Tablet Masih ingatkah di benak anda tentang permainan congklak, gasing kayu, bola bekel, petak umpet (dalam Bahasa Besemah : samsimbun) atau lompat tali? Jika anda saat ini memiliki anak kecil, bisa dipastikan permainan tradisional tersebut sudah jarang atau bahkan tidak pernah lagi dimainkan oleh mereka. Alasannya karena jaman sudah berubah dan teknologi yang ada juga sudah semakin canggih sehingga mau tidak mau telah mengubah pola permainan anak-anak.
Penulis akan berbagi pengalaman saat Amanda Azani Sakinah (5,5) yang waktu itu masih berumur 4 tahun merengek minta dibelikan tablet. Siswi sekolah Taman Kanak-kanak (TK) ini tergiur karena melihat beberapa sepupu seusianya yang asyik bermain game di tablet. Tapi terus terang, penulis tidak serta merta memenuhi permintaannya karena sebelumnya sudah sempat browsing tentang seputar tablet untuk anak. Dari hasil penelusuran banyak ditemukan artikel tentang efek baik dan buruk tablet, yang akhirnya menimbulkan pemikiran penulis bahwa orang tua harus mempertimbangkan dengan matang sebelum mengijinkan anak menggunakan tablet. Menurut beberapa sumber, salah satunya dari seorang psikolog Jovita Maria Ferliana, M.Psi, pengenalan dan penggunaan tablet bisa dibagi ke beberapa tahap usia. Boleh saja anak usia 4 tahun diberi tablet, tapi sebaiknya jangan kurang dari itu. Untuk anak usia di bawah 5 tahun, pemberian tablet sebaiknya hanya seputar pengenalan warna, bentuk, dan suara. Karena ditinjau dari sisi neurofisiologis, otak anak berusia di bawah 5 tahun masih dalam taraf perkembangan lebih optimal jika diberi rangsangan sensorik secara langsung, misalnya meraba benda, mendengar suara, berinteraksi dengan orang lain dan sebagainya. Sementara pada saat bermain tablet, peningkatan hormon endorfin di tubuh anak akan terpicu sehingga menimbulkan perasaan senang. Tidak mengherankan jika anak cenderung mencari kesenangan tersebut secara terus menerus. Padahal dari aspek interaksi sosial, perkembangan anak usia di bawah 5 tahun sebaiknya lebih diasah ke arah sensor-motorik, misalnya bebas bergerak, bermain, berlari, meraih sesuatu, dan merasakan benda kasar dan halus. Sedangkan interaksi secara langsung anak dengan objek nyata di dunia luar tidak diperoleh pada saat main tablet. Selain itu, bila si anak sudah masuk kedalam kategori ‘kecanduan tablet’ dalam jangka waktu yang lama, dampak lain yang ditimbulkan bisa jadi lebih ekstrim, seperti menjadikan anak sebagai pribadi yang antisosial akibat hilangnya kesempatan bermain dengan teman, lupa makan, lupa belajar, tidak konsen, atau bahkan tidak merespon pada saat disapa atau dipanggil. Belum lagi bila pemakaian tablet dikaitkan dengan kesehatan, seperti gangguan tidur, kelelahan pada mata, kurang gerak bahkan obesitas. Tapi apakah hal-hal di atas lantas membuat tablet menjadi momok yang harus dihindari oleh para orang tua? Rasanya tidak juga, karena sebetulnya banyak juga sisi positif tablet bagi anak. Yang pertama, tablet akan membantu perkembangan fungsi adaptif anak. Artinya tablet mampu membuat anak bisa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitar dan perkembangan jaman. Anak sebaiknya tahu fungsi tablet dan bisa menggunakannya, karena salah satu fungsi adaptif manusia jaman sekarang adalah harus mampu mengikuti perkembangan teknologi. Kedua, tablet bisa digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengedukasi anak. Terlepas dari daya tarik terbesar tablet yaitu game sebagai hiburan, anak justru bisa banyak belajar dari tablet karena ada aplikasi dan fitur-fitur yang disediakan bagi anak usia sekolah. Untuk anak TK misalnya, ada aplikasi dimana anak bisa mengenal warna, bahasa, bunyi, bentuk, huruf dan angka, nama hewan dan tumbuhan, mengenal huruf hijaiyah, hafalan doa-doa, tuntunan sholat, musik, video, film edukasi dan masih banyak
lagi. Kondisi ini membuat proses belajar justru lebih menyenangkan karena anak bisa belajar sambil bermain, sehingga menjadi salah satu sarana penghilang stres bagi anak. Walaupun ulasan di atas masih umum dan belum mendetail, tapi cukup bisa dijadikan referensi bagi orang tua yang masih merasakan dilema antara membolehkan atau melarang anak bermain tablet. Keputusannya tentu tergantung dari individu masing-masing. Namun satu hal yang perlu dicatat, bahwa tablet akan terasa manfaatnya bila digunakan secara bijak. Yang terpenting orang tua harus mengawasi agar anak tidak sampai mengalami kecanduan tablet yang membahayakan. Tips Bagi Orang Tua Sebelum Mengijinkan Anak Memiliki Tablet Tablet sesungguhnya memiliki banyak keuntungan, tapi tidak dipungkiri juga mendatangkan banyak kemudharat-an, khususnya bagi anak usia sekolah. Nah, agar kita mendapatkan jalan tengah dari dua kondisi di atas, hendaknya kita jeli melihat hal-hal positif dari tablet, sedangkan hal-hal negatifnya bisa dibuang atau diminimalisir. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, berikut ini disampaikan tipstips yang bisa di-sharing kepada pembaca: 1. Terapkan Aturan Mainnya Terapkan aturan sejak dini pada anak bahwa tablet hanya sebagai alternatif sarana pembelajaran yang berbeda. Artinya, anak tetap harus mengikuti proses belajar alami seperti menulis, membaca, menghafal, bermain atau berinteraksi langsung dengan teman dan lingkungan sekitar. 2. Tetapkan Waktu Penggunaan Buat kesepakatan mengenai toleransi waktu bermain tablet. Misalnya harus di luar jam sekolah seperti waktu libur, setelah anak menyelesaikan PR atau tugas-tugas di rumah. Tetapkan juga berapa jam anak boleh main tablet dalam sehari. Jika melanggar, beri sanksi sesuai kesepakatan. 3. Filter Akses Internet Kemudahan mengakses internet membuat anak bebas mengakses apa saja. Agar tidak kebablasan, beri batasan pada anak agar hanya mengakses situs atau aplikasi yang memang bermanfaat dan membuat anak semakin cerdas. Bila perlu batasi anak main onlinegame dengan mematikan akses internet di tablet,dengan catatan boleh diaktifkan jika orang tua ada di rumah. Untuk mengatasinya, download-kan beberapa game yang mendidik sesuai usia mereka dan ganti game secara berkala agar anak tidak bosan. Hal ini untuk menghindari efek yang paling menakutkan bagi para orangtua, yaitu teraksesnya hal-hal yang seharusnya tidak mereka lihat, seperti aksi kekerasan dan pornografi. 4. Dampingi Anak Bukan hal yang mudah untuk mendampingi anak setiap waktu, karena tentu banyak aktivitas lain yang harus dikerjakan. Tapi usahakan agar kegiatan anak selalu dalam pengawasan. Atau kita bisa memanfaatkan situasi ini untuk ikut bermain online game bersama, karena selain membuat anak senang, hal ini juga bisa menambah ‘bonding’ atau kedekatan antara orang tua dan anak. Akhir kata, anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Mari kita ajak mereka untuk memanfaatkan teknologi bagi kebaikan. Semoga bermanfaat, Wassalam. (Pagaralam, 10 Januari 2015)