Seperti api membakar hati Irfan. Dia menekan dadanya, menangis sekuatnya. Padahal hidup belum berakhir. Aisyah datang menampakkan diri. Irfan terperangkap dalam medan asmara, hatinya terpaut dan terjatuh ke jurang cinta yang tak terduga kedalamannya. Dia terlanjur jatuh dan susah untuk keluar dari perangkap. Ibarat tenggelam di lautan, tapi ia justru terbakar. Lautan itu tak menghendaki keberadaannya dan menjadi panas agar dia pergi. Tetapi, bagaimana dia akan pergi kalu perangkapnya susah terlepas. Terlalu menyiksa. Yang ia hendaki lautan yang sejuk, yang akan melepas
dahaga
yang sedang melanda
rongga
asmaranya. Dunia tiba-tiba menjadi panas dan kering, bahkan pohon-pohon kering dan tak ada angin. Betapa berhasratnya dia melihat lautan yang jernih dan ombaknya menderu-deru. Tetapi, semua itu tipuan. Semua itu perangkap. ***
Pagi datang lagi. Sehabis sembahyang duha Yusuf segera ke perpustakaan untuk memberikan selembar kertas pada Aisyah. Tak ada jalan lain untuk menyelenggarakan obrolan cinta, selain dengan goresan pena. Tetapi perpustakaan masih sepi. Hanya dua penjaga di sana. Yusuf mengambil satu kitab dan membaca di meja. Dia menunggu Aisyah. Gadis itu pasti ke perpustakaan, dia santri yang rajin. Yusuf yakin sekali, Aisyahlah jodoh yang dikirimkan Tuhan untuknya. Irfan juga ke sana. Tetapi tidak jadi, dia hanya berdiri sejenak di pintu karena melihat Yusuf. Dia berbalik dan melangkah. Dia terkejut, tapi takjub memandang wajah di hadapannya. Gadis itu, Aisyah, sedang tersenyum padanya, tapi segera berlalu. Gadis itu masuk ke perpustakaan. Irfan bingung. Dia menoleh ke perpustakaan, memandang Yusuf. Sekarang kamu beruntung, batinnya. Kata itu bukan sebuah pujian, tapi mirip sebuah
2
ancaman bahwa nanti Yusuf akan kalah dan Irfan akan jadi pemenangnya. Entah bagaimana caranya? Yusuf melihat Aisyah sedang memilih-milih kitab di rak. Irfan duduk di teras perpustakaan. Aisyah mengangkat wajahnya ketika merasakan ada seseorang mendekatinya. Yusuf langsung menaruh kertas di rak di depan Aisyah, lalu segera beralih ke rak yang lain. Beberapa santri berdatangan, Aisyah segera menyembunyikan kertas itu di dalam kitabnya dan membawanya ke meja. Irfan terpaksa kembali ke kamarnya, malu karena dilihatin teman-temannya. Dia terlihat lesu. Aisyah membaca kertas yang diberi Yusuf. Dia tersenyum. Kamu tentu lebih tahu dari aku, batinnya. Dia tidak sabar ingin membalasnya, tapi dia tidak membawa kertas dan bolpen. Dia baca lagi. Ada yang menarik perhatiannya. Tidak! batinnya. Aku akan menolak lamaran mereka. Dalam agama kita, tidak baik seorang lelaki mengawini wanita secara paksa. Aku yang menentukan. Tetapi perasaannya menjadi khawatir. Dia seorang 3
wanita, tidak akan didengar pendapatnya. Yang dia tahu, tidak ada musyawarah dalam urusan perjodohan. Semua, orang tua yang menentukan. Aisyah kembali ke kamarnya. Dia menulis di selembar kertas untuk Yusuf: Komitmen akan mengalahkan segalanya. Keputusan bukan diambil dari siapa yang lebih dulu melakukan, tapi mana yang lebih masuk akal. Tradisi memang sangat kuat berkuasa, tapi Tuhan lebih dari segalanya. Dia meninggikan beberapa derajat orang yang takwa dan berilmu. Mumpung masih jauh, di pesantren ini, aku ajak kamu, kita buat dunia takjub pada kemampuan kita. Tidak ada yang sulit bila Tuhan telah memberi pertolongan. Masa depan, kita yang menentukan.
Begitu yakin Aisyah akan cintanya. Padahal baru seumur jagung, dia belum kenal jauh dengan Yusuf. Bertemu pun hanya saat diskusi kemarin, dan dia langsung jatuh cinta. Begitu mudah dia jatuh cinta. 4
Mungkin karena khawatir dapat suami yang tua seperti suami kakaknya. Dia segera ke perpustakaan lagi dan menuju rak yang lurus dengan ruang baca putra. Yusuf masih di situ, dia memang tidak konsentrasi membaca mulai tadi. Dia segera mendekati Aisyah tanpa rasa takut ketahuan penjaga. Berani sekali mereka. Cintalah yang telah membutakan. Yusuf segera kembali ke tempat duduknya sambil membawa dua kitab. Aisyah tetap di rak, pura-pura memilih-miih kitab. Yusuf membacanya. Aisyah ingin tahu respon Yusuf setelah membacanya. Yusuf menarik nafas dalam-dalam,
Aisyah
memerhatikannya.
Yusuf
mengangkat wajahnya. Aisyah tersenyum padanya. Senyum itu mengirim kekuatan pada jiwa Yusuf, agak bermakna sebuah ajakan, ajakan untuk terbang ke angkasa, menghindar dari segala yang mematikan cinta. Ada sedikit anggukan dalam tatapan itu yang berarti keduanya sepakat. Dan berarti, petualangan pun akan dimulai. 5