1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan permukiman tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.1 Untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan perumahan dan permukiman yang dapat terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan atau untuk memenuhi tuntutan atau pemenuhan pola hidup modern berupa bangunan pasar modern dan permukiman modern, pemerintah selalu dihadapkan pada permasalahan keterbatasan luas tanah yang tersedia untuk pembangunan terutama didaerah perkotaan yang berpenduduk padat. Dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah yang jumlahnya terbatas tersebut, terutama bagi pembangunan perumahan dan permukiman, serta mengefektifkan penggunaan tanah terutama didaerah-daerah yang berpenduduk padat, maka perlu adanya pengaturan, penataan, dan penggunaan atas tanah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat banyak. Apalagi jika dihubungkan dengan hak asasi, maka tempat tinggal (perumahan dan 1
Hutagalung, Arie Sukanti, Condominium dan Permasalahannya, Suatu Rangkuman Materi Perkuliahan, (Jakarta: Elips Proyect-FH-UI, 1994), hal.1.
2
permukiman) merupakan hak bagi setiap Warga Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Kebutuhan dasar tersebut wajib dihormati, dilindungi, ditegakkan, dan dimajukan oleh Pemerintah.2 Menyadari kenyataan tersebut, perlu kiranya dikembangkan suatu konsep Pembangunan Perumahan yang dapat dihuni secara bersama-sama dalam suatu bangunan bertingkat, yang dibagi-bagi atas bagian-bagian secara terpisah, baik vertikal atau horizontal untuk masing-masing penghuni.3 Menurut Arie Sukanti Hutagalung “ Dengan demikian dikota-kota besar perlu diarahkan pembangunan perumahan dan permukiman yang terutama sepenuhnya pada pembangunan Rumah Susun “. Pembangunan Rumah Susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan permukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan Rumah Susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah-daerah kumuh. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dimaksud dengan Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki 2
Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono, Konsepsi Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dalam Hukum Agraria, (Malang:Setara Press, 2010), hlm.12. 3
Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, (Jakarta, 1989), hlm.60.
3
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama. Jadi Rumah Susun secara yuridis merupakan bangunan gedung bertingkat, yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dengan Hak Bersama, dimana penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Dengan demikian berarti tidak semua bangunan gedung bertingkat dapat disebut dengan Rumah Susun menurut pengertian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, tetapi setiap Rumah Susun adalah selalu bangunan gedung bertingkat.4 Pembangunan Rumah Susun dimaksudkan untuk penyediaan hunian yang layak bagi orang dan badan hukum. Oleh karena itu perumahan itu harus memenuhi standar sebagai hunian yang memenuhi syarat baik dari segi kesehatan, kenyamanan, dan keasrian dari rumah tersebut. Pembangunan Rumah Susun merupakan pemenuhan atas kebutuhan papan (tempat tinggal) khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 5 Undang-Undang No.16 Tahun 1985 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang menyatakan bahwa Rumah Susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pembangunannya dapat dilaksanakan atau diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, atau Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dibidang itu.
4
Op.cit Badan Pertanahan Nasional,hlm.61.
4
Sejalan dengan ketentuan Pasal 5 diatas, Rumah Susun dapat dibangun diatas Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas Tanah Negara atau Hak Pengelolaan. Penyelenggara bangunan yang membangun rumah susun diatas tanah yang dikuasai dengan Hak Pengelolaan wajib menyelesaikan status Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan tersebut sesuai dengan perundangundangan yang berlaku sebelum menjual rumah susun yang bersangkutan. Hak Pengelolaan merupakan hal yang tidak dikenal dalam UndangUndang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang lahir dan berkembang sesuai dengan terjadinya perkembangan suatu daerah. Secara yuridis formal pengaturan tentang Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan mengenai penyedian dan pemberian tanah untuk keperluan Perusahaan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Tanah, Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Dalam Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1985 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun terdapat pengaturan tentang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, sebagaimana yang disebutkan pada Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sebagai berikut : “Hak Milik atas Satuan Rumah Susun merupakan kelembagaan hukum baru yang perlu diatur dengan undang-undang dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia.5
5
Op.cit Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono, hlm.15.
5
Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang meliputi : 1. Hak Milik perseorangan atas satuan-satuan Rumah Susun yang digunakan secara terpisah; 2. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan Rumah Susun; 3. Hak bersama atas benda-benda; 4. Hak bersama atas tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan;6 Menurut Budi Harsono pengertian Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yakni bukan hak atas tanah, tetapi berkaitan dengan tanah. Hak pemilikan atas satuan Rumah Susun itu disebut Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yang bersifat perorangan dan terpisah, yang juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut “Bagian Bersama”, “Tanah Bersama”, dan “Benda Bersama”. Semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan Satuan Rumah Susun. Bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah tersebut diberi sebutan Satuan Rumah Susun. Satuan Rumah Susun harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui Satuan Rumah Susun yang lain. Sebagai bukti kepemilikan atas suatu Rumah Susun, Badan Pertanahan Nasional menerbitkan suatu sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang didalamnya menerangkan tiga hal. Yang pertama adalah keterangan mengenai letak, luas dan jenis hak tanah-bersama. Keterangan ini dapat dilihat pada salinan 6
Ibid Rosmidi, Mimi dan Imam Koeswahyono.hlm.16.
6
buku tanah dan surat ukur (lebih dikenal dengan nama sertifikat tanah) atas hak tanah bersama dimana suatu apartemen berdiri. Calon pembeli dari suatu apartemen atau Rumah Susun sebaiknya mencermati jenis hak tanah-bersama ini. Seringkali kita terkecoh dengan istilah ”Hak Milik atas Satuan Rumah Susun”. Penggalan kata Hak Milik tersebut dapat membuat orang memiliki anggapan keliru bahwa Hak Milik atas Satuan Rumah Susun identik dengan ”Hak Milik” dimana jangka waktu yang diberikan tak terbatas. Perlu ditegaskan disini bahwa jangka waktu dari Hak Milik atas Satuan Rumah Susun adalah sama dengan jangka waktu hak atas tanah-bersamanya. Dengan demikian Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari sebuah unit apartemen yang dibangun diatas tanah Hak Guna Bangunan akan memiliki jangka waktu yang sama yaitu 20 tahun. Dengan demikian pada tahun keduapuluh pemilik Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun wajib secara bersamasama memperpanjang hak atas tanah bersama Hak Guna Bangunan tersebut. Sebaliknya Hak Milik Satuan Rumah Susun dari Satuan Rumah Susun yang dibangun diatas tanah Hak Milik memiliki jangka waktu yang tak terbatas. Keterangan kedua dari sebuah Hak Milik atas Satuan Rumah Susun adalah ”Gambar Denah”. Gambar Denah merupakan gambar yang menunjukkan terletak di lantai berapa unit (satuan) Rumah Susun yang bersangkutan. Selanjutnya di dalam gambar denah lantai tersebut ditunjukkan pula letak atau posisi unit tersebut. Calon pemilik Satuan Rumah Susun wajib mencermati keterangan spasial yang ada di gambar dengan keadaan fisik di lantai Rumah Susun yang bersangkutan. Seringkali terjadi keluhan bahwa luas fisik Satuan Rumah Susun
7
lebih kecil dari pada yang disajikan di Gambar Denah. Hal ini dapat terjadi mengingat unit yang digambarkan diukur sesuai dengan as atau titik tengah dari tembok atau kolom struktur suatu unit, sedangkan jika pemilik melakukan pengukuran didalam ruangan yang didapat adalah luas net dari interior unit tersebut. Keterangan ketiga yang menjadi bagian dari kepemilikan atas Satuan Rumah Susun adalah ”Pertelaan”. Pertelaan yakni rincian batas yang tegas dan jelas masing-masing satuan rusun, bagian, benda, dan tanah bersama yang diwujudkan dalam uraian tertulis dan gambar. Pertelaan dalam hal ini mempunyai arti yang amat penting dalam sistem rusun karena titik awwal dimulainya proses Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.7 . Pertelaan merupakan penjelasan mengenai besarnya proporsi atau bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama. Proporsi ini akan berdampak pada pengeluaran yang dilakukan untuk perawatan semua atribut yang dimiliki bersama sebagai contoh adalah biaya bulanan perawatan atau biaya renovasi yang biasanya terjadi beberapa tahun sekali atau perpanjangan hak atas tanah-bersama. Sebaliknya proporsi tersebut juga digunakan jika diperoleh aliran dana masuk. Kasus yang ekstrim jika bangunan yang ada sudah tidak layak digunakan dan seluruh pemilik sepakat untuk menjual keseluruhan aset di areal Rumah Susun tersebut. Masingmasing pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun akan memperoleh bagian sebesar proporsi yang disebutkan dalam pertelaan dari jumlah keseluruhan uang yang diterima dari hasil penjualan.
7
Op.cit Koeswahyono, Imam, hlm.16.
8
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun diberikan kepada pemilik unit apartemen agar kepemilikannya dapat terlindungi di mata hukum. Dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang terdaftar dalam bentuk sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun tentunya pemilik dapat memanfaatkannya untuk keperluan lain seperti penjaminan dalam rangka memperoleh pinjaman dari Bank. Ketiga pokok yang diuraikan diatas diharapkan semakin memperjelas masyarakat mengenai cakupan hak dari suatu Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dan tentu saja konsekuensinya. Mengingat pembangunan Rumah Susun dewasa ini tidak hanya untuk hunian saja, bahkan dalam perkembangannya lebih banyak dibangun Rumah Susun terpadu, dimana dalam satu kompleks properti terpadu terdapat beberapa bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat hiburan, dan lain-lain. Dalam kenyataannya dapat kita temukan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan di Rumah Susun, oleh karena itu ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Rumah Susun dan peraturan pelaksananya perlu diberlakukan dengan penyesuaian menurut kepentingannya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian skripsi dengan judul : “Hak Kepemilikan Atas Satuan Rumah Susun Yang Berstatus
Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (Studi Kasus
Putusan No.205/Pdt.G/2007/PN.JKT.PST)”
9
B. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah saya uraikan diatas, maka penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu: 1. Permasalahan atau resiko-resiko apa yang bisa timbul dengan status bangunan Rumah Susun atau apartemen yang bersertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Milik diatas Hak Pengelolaan? 2. Bagaimana penyelesaian hukum mengenai status kepemilikan Rumah Susun yang berstatus Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan? 3. Bagaimana kepastian hukum bagi pemilik Hak Milik atas Satuan Rumah susun yang berstatus Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk menganalisis : 1. Untuk mengetahui permasalahan atau resiko-resiko apa yang bisa timbul dengan status bangunan Rumah Susun atau apartemen yang bersertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Milik diatas Hak Pengelolaan? 2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian hukum mengenai status kepemilikan Rumah Susun yang berstatus Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan?
10
3. Untuk mengetahui bagaimana kepastian hukum bagi pemilik Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berstatus Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan? D. DEFINISI OPERASIONAL Definisi Operasional menjelaskan tentang arti dari beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun pengertian istilah – istilah tersebut adalah sebagai berikut: a. Kondominium atau Rumah Susun adalah suatu pemilikan bangunan yang terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah, serta dimiliki secara individual berikut bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah diatas mana bangunan itu berdiri yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersama-sama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual tersebut diatas”.8 b. Perhimpunan Penghuni merupakan suatu badan hukum, yang bertugas mengurus kepentingan bersama para pemilik Satuan Rumah Susun dan penghuninya, yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya agar terselenggara kehidupan bersama yang tertib dan aman dalam lingkungan yang sehat dan serasi.9
8
Op.cit Hutagalung, Arie Sukanti, hlm.4.
9
Op.cit Rosmidi, Mimi, Imam Koeswahyono , hlm.56-57.
11
c. Pengembang Perumahan adalah Orang atau perusahaan yang bekerja membangun atau merubah daratan atau tanah dan meningkatkan kegunaan dari suatu bangunan yang sudah ada untuk beberapa gtujuan baru atau untuk menghasikan efek yang lebih baik.10 d. Strata title yakni suatu kepemilikan terhadap sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartemen atau juga satuan atas Rumah Susun.
E. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan diuraikan metode penulisan agar dapat diketahui teknis penulisan apa yang dipergunakan dalam penelitian yang penulis lakukan. Metode merupakan suatu rangkaian kegiatan mengenai tata cara pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data. Metode penulisan skripsi ini adalah metode normatif. Penulisan hukum normatif disebut juga penulisan kepustakaan (Library Research) adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menelusuri atau menelaah dan menganalisis bahan pustaka atau bahan dokumen siap pakai. Dalam penelitian hukum bentuk ini dikenal sebagai Legal Research, sering juga disebut penelitian hukum doktriner, dan penelitian kepustakaan atau studi dokumen, seperti undang-undang, buku-buku yang berkaitan dengan permasalahannya. a. Jenis Data Data primer dalam penelitian ini data yang digunakan sebagai bahan penulisan adalah data primer.
10
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&redirs=1&search=art i+pengembang+perumahan&fulltext=Search&ns0=1
12
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka atau literatur yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Adapun data – data primernya yakni : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah Negara 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya 8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun 9. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 122 tahun 2001 tentang tata cara pemberian rekomendasi atas permohonan sesuatu hak diatas bidang tanah Hak Pengelolaan, tanah desa dan tanah eks kota praja milik/dikuasai Pemerintah Propinsi DKI Jakarta Bahan Hukum Sekunder, adalah data yang diperoleh dari buku-buku atau literatur-literatur juga media massa yang ada seperti buku, internet, dan jurnal hukum yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
13
c. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan kualitatif untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yaitu dengan melakukan analisis terhadap asas-asas hukum yang berlaku serta peraturan perundang-undangan.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan ini akan membahas secara singkat isi dari masingmasing bab agar mendapat gambaran menyeluruh dari skripsi ini yang dilengkapi dengan Kata Pengantar, daftar Isi, Abstrak, Daftar Kepustakaan, dan Lampirnlampiran. Uraian bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam Bab ini akan diuraikan secara garis besar mengenai penyusunan skripsi ini, yang terdiri dari latar belakang skripsi ini, pokok permasalahan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
KERANGKA TEORI Dalam bab ini penulis menguraikan tinjauan mengenai pengertian Satuan Rumah Susun dan kepemilikannya berdasarkan ketentuanketentuan perundang-undangan, serta hak-hak kepemilikan atas Satuan Rumah Susun.
BAB III
KASUS POSISI
14
Pada bab ini akan diuraikan mengenai proses penggugatan dalam kasus Hak Kepemilikan Atas Satuan Rumah Susun yang berstatus Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan. BAB IV
PEMBAHASAN PENGGUGATAN
DAN
ANALISA SERTA
KASUS
PROSES
PENYELESAIANNYA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU Dalam Bab ini penulis akan menguraikan pembahasan dan analisis yaitu dengan cara membandingkan teori dengan kenyataan, adakah Undang-Undang yang dapat mengatur tentang perlindungan konsumen (pemilik Rumah Susun) atas adanya Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang dapat dicabut haknya sewaktu-waktu oleh Pemprov DKI Jakarta, sah atau tidaknya pembelian apartemen yang berstatus tanah Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan, mengenai upaya yang harus dilakukan Badan Pertanahan Nasional dalam menyikapi kesimpang siuran status tanah atas Satuan Rumah Susun yang menimbulkan berbagai macam masalah. BAB V
PENUTUP Bab ini akan menguraikan kesimpulan dari uraian sebelumnya yang telah dibahas dalam bab-bab terdahulu dan diberikan saransaran yang diharapkan berguna bagi pembaca.