SENI DRAMA SEBAGAI MEDIA DAKWAH (Studi Kasus pada Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Yusuf Afandi 051211014
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 16 Januari 2012 Penulis
Yusuf Afandi NIM: 051211014
iv
MOTTO
Sebelum waktumu terasa terbuang Sebelum lelahmu menutup mata Adakah langkahmu terisik membisik Apakah kalbumu terasa sunyi Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu Berikanlah rindumu pada denting waktu Luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu Dan lihatlah warna kemesraan dan cinta (Dari "Sejenak" oleh Letto)
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya tulis skripsi ini bagi mereka yang selalu setia menemaniku di kala senang dan sedih.
Almamaterku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. “Tiada kata yang dapat ku ucap selain terima kasih, dan skripsi ini sebagai wujud rasa terima kasih untuk semuanya”.
Ayahanda dan Ibunda Nur Rofiq dan Sri Mas'udah “Yang selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian yang tiada pernah henti, serta do’a dan restu yang selalu ananda harapkan dalam segala hal”.
Adik-adikku Qurrotul Ain dan Idham Kholid. “Yang senantiasa memberikan motifasi dan senyum kebahagiaan”.
Istri dan Anakku Misiyanah dan Bilqis Kumala Zhafira.
“Yang selalu memberikan motivasi
dan semangat, serta senantiasa setia menemaniku”.
Sedulur-sedulur Sanggar WADAS “Yang telah menciptakan suasana keakraban sehingga sulit untuk mengucapkan kata berpisah”.
Teman-Temanku UKM Musik dan WSC "Yang senantiasa menghiburku dalam keadaan senang maupun susah".
Sahabat-sahabatku Petruk, Agung, Siro, Chamid, Demak, Gendruk, Adib, Emen, Tessy, Halim dan Suyuti . “Thank’s for All, ma’af saya selalu merepoti kalian”.
vi
ABSTRAKSI Penelitian ini berjudul “Seni Drama sebagai Media Dakwah (Studi Kasus pada Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang)”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui seni drama dipergunakan sebagai media dakwah dan Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berdakwah melalui seni drama. Untuk mencapai tujuan tersebut metode yang digunakan adalah penelitian lapangan yaitu dengan mengumpulkan data yang dilakukan dengan penelitian di tempat pelaksanaan kegiatan yang diteliti. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan media dakwah, sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: metode interview (wawancara) dan metode dokumentasi. Adapun metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang menggunakan seni drama sebagai media untuk berdakwah. Hal itu terbukti pada pementasan-pementasan seni drama Teater Wadas yang di dalamnya mengandung banyak pesan yang mengajak kepada kebaikan serta mengandung nilai-nilai ajaran Islam, seperti pada pementasan drama "Adila" yang dipentaskan di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang, Kudus, dan Pati; pementasan drama "Kembang" yang dipentaskan di Pendopo IAIN Walisongo Semarang; pementasan drama "Ya Fatimah" yang dipentaskan di Auditorium I IAIN Walisongo Semarang. Pementasan-pementasan tersebut menceritakan tentang realitas sosial kehidupan manusia serta terdapat ajaranajaran yang bisa diambil manfa'atnya, diantaranya yaitu pertama ajaran tentang aqidah yang terdapat pada dialog pementasan drama "Kembang" yang berisi bahwa manusia harus mempunyai keyakinan terhadap yang ghoib, kedua ajaran tentang syari'at yang terdapat pada dialog pementasan drama "Kembang" dan "Ya Fatimah" yang berisi larangan memfitnah dan berburuk sangka, serta ajaran untuk berbuat adil, dan yang ketiga ajaran tentang akhlak yang terdapat pada dialog pementasan drama "Adila", "Kembang" dan "Ya Fatimah" yang berisi ajaranajaran untuk memiliki rasa kasih sayang, bersikap tenang, serta mengintrospeksi diri. Pementasan-pementasan seni drama Teater Wadas di dalamnya terdapat unsur-unsur dan komponen-komponen dalam seni drama. Hal ini terbukti dalam pelaksanaannya terdapat beberapa komponen yaitu naskah drama, aktor, sutradara, tata rias, tata busana atau kostum, tata panggung atau setting panggung, tata lampu, tata suara dan penonton.
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis sanjungkan kepada nabi Muhammad SAW yang memberikan cahaya terang bagi umat Islam dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana srata satu (S1) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam perjalanan penulisan skripsi ini telah banyak hal yang dilalui oleh penulis yang bersifat cobaan, godaan, tantangan, dan lain sebagainya yang sangat menguras energi cukup banyak. Dan Alhamdulillah akhirnya dapat membuahkan hasil selesainya skripsi ini dengan judul “Seni Drama sebagai Media Dakwah (Studi Kasus pada Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang)”. Untuk itu tidak ada kata yang pantas penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu proses pembuatan skripsi ini kecuali dengan Jazakum Allah Ahsan al Jaza’ Jaza’an Katsira. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. M. Sulthon, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah beserta Pembantu Dekan I, II dan III. 3. Drs. H. Najahan Musyafak, MA. dan H. M. Alfandi M.Ag., selaku pembimbing I dan II yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. H. M. Alfandi M.Ag., selaku dosen wali studi sejak saya masuk dan tercatat sebagai mahasiswa Dakwah yang selalu memberikan motivasi, pengarahan dan bimbingan kepada penulis. 5. Kajur dan Sekjur Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
viii
6. Drs. H. Ahmad Anas, M.Ag. dan Drs. Amelia Rahmi, M.Pd., selaku penguji 1 dan 2. 7. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah membantu dalam penyelesaian proses perkuliahan, urusan birokrtasi dan lain sebagainya selama menuntut ilmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 8. Segenap Pengurus Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, terimakasih yang tak terhingga atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini. 9. Ayahanda, Ibunda, Adinda, serta Saudara-saudaraku yang senantiasa memberikan motivasi dan mendo’akan disetiap perjalanan penulis dalam menjalani hidup. 10. Adinda Misiyanah, tidak ada kata yang patut kuucapkan selain ucapan terima kasih atas kebersamaan, bimbingan dan motivasinya. 11. Dan semua saja yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan dalam lembaran kertas kecil ini. Sekali lagi penulis ucapkan: Jazakum Allah Ahsan al Jaza’ Jaza’an Katsira. Semoga kebaikan dan keikhlasan semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. Akhirnya kepada Allah penulis berharap, semoga apa yang telah ada dalam skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan para pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang, 16 Januari 2012 Penulis
Yusuf Afandi
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .....................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
ABSTRAKSI ..................................................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ...............................................................
viii
HALAMAN DAFTAR ISI .............................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................
7
1.4. Tinjauan Pustaka .......................................................................
8
1.5. Metode Penelitian ......................................................................
10
1.6. Sistematika Penulisan ...............................................................
15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DAKWAH, MEDIA DAKWAH DAN DRAMA 2.1. Konsep Dakwah ........................................................................
17
2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Dakwah ............................
17
2.1.2. Unsur-unsur Dakwah .......................................................
20
2.2. Konsep Media Dakwah .............................................................
25
x
2.2.1. Pengertian dan Macam-macam Media Dakwah ..............
25
2.2.2. Prinsip-prinsip Media Dakwah ........................................
27
2.2. Konsep Drama ...........................................................................
29
2.2.1. Pengertian dan Jenis-jenis Drama .....................................
29
2.2.2. Unsur-unsur Drama ...........................................................
35
2.2.3. Prinsip-prinsip Drama ......................................................
38
2.2.4. Drama sebagai Media Dakwah ........................................
39
BAB III SENI DRAMA TEATER WADAS FAKULTAS DAKWAH IAIN WALISONGO SEMARANG 3.1. Deskripsi Teater Wadas .............................................................
42
3.1.1. Sejarah Berdirinya Teater Wadas .....................................
42
3.1.2. Tujuan Didirikannya Teater Wadas .................................
44
3.1.3. Sruktur Kepengurusan Teater Wadas ...............................
44
3.1.4. Pementasan-pementasan Teater Wadas Periode 1980-2011 46 3.2. Deskripsi Pementasan Drama Teater Wadas Periode 2009-2011
54
3.2.1. Pementasan Drama "Adila" ..............................................
54
3.2.2. Pementasan Drama "Kembang" .......................................
56
3.2.3. Pementasan Drama "Ya Fatimah" ....................................
60
BAB IV ANALISIS TERHADAP SENI DRAMA SEBAGAI MEDIA DAKWAH 4.1 Analisis Terhadap Pementasan Seni Drama Teater Wadas .......
65
4.2. Analisis Terhadap Seni Drama sebagai Media Dakwah ............
77
xi
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ...............................................................................
82
5.2. Saran-saran ................................................................................
88
5.3. Kata Penutup .............................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Islam adalah agama yang berisi dengan petunjuk-petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab, dan berkualitas, selalu berbuat baik sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju, sebuah tatanan kehidupan yang manusiawi dalam arti kehidupan yang adil, maju bebas dari berbagai ancaman, penindasan, dan berbagai kekhawatiran. Agar mencapai yang diinginkan tersebut diperlukan apa yang dinamakan sebagai dakwah. Karena dengan masuknya Islam dalam sejarah umat manusia, agama ini mencoba meyakinkan umat manusia tentang kebenarannya dan menyeru manusia agar menjadi penganutnya (Aziz, 2004: 1). Di samping itu, Islam juga merupakan agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, bilamana ajaran Islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Usaha menyebarluaskan Islam dan realisasi terhadap ajarannya yaitu dengan berdakwah (Shaleh, 1977: 1). Sebagaimana dalam firman Allah SWT. yang berbunyi sebagai berikut :
1
2
. Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. AnNahl: 125). (Depag RI, 2001: 748). Dakwah adalah aktivitas untuk mengajak manusia menuju suatu tujuan. Ia memerlukan kiat-kiat khusus agar dapat diterima secara efektif dan efisien (Syabibi, 2008: 135). Dakwah dalam konteks perkembangan dan penyebaran ajaran Islam menjadi aspek kegiatan yang cukup fundamental. Islam tidak mungkin dikenal dan dipahami serta dianut tanpa adanya proses dakwah Rasul. Kegiatan dakwah dalam perkembangannya ditradisikan oleh para ulama’ dari satu generasi ke generasi hingga sekarang (Syabibi, 2008: 20). Untuk menyampaikan pesan dakwah, seorang juru dakwah (da'i) dapat menggunakan berbagai macam media dakwah, baik itu media modern (media elektronika) maupun media tradisional (Baroroh, dkk., 2009: 4). Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apabila pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dan berbagai aspek kehidupan.
3
Dalam melaksanakan dakwah Islam untuk menyesuaikan suatu keadaan dalam masyarakat yang akan dihadapi, seorang da'i harus memakai sebuah media, agar dalam melaksanakan dakwahnya akan sampai ke sasaran yang diharapkan (Arifin, 2005: 3). Dakwah dengan media tradisional dapat menggunakan berbagai macam seni pertunjukan yang dipentaskan di depan umum terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti seni ketoprak, karawitan,
wayang,
seni
teater
dan
sebagainya.
Dengan
demikian
mempermudah bagi juru dakwah untuk menyampaikan dakwah dan juga agar mudah dipahami oleh sasaran dakwah (mad'u), maka sebaiknya dakwah dilakukan dengan menggunakan salah satu media yang ada. Hal ini untuk menyesuaikan keadaan masyarakat yang tidak sama, disatu sisi sudah modern disisi lain masih tradisional. Oleh karena itu dalam berdakwah walaupun sudah menggunakan media modern namun tidak menghilangkan media tradisional yang masih digunakan dengan baik, sehingga dalam berdakwah penggunaan media tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan masyarakat setempat. Oleh karena keadaan lingkungan masing-masing masyarakat tidak selalu sama, maka materinya juga harus bervariasi menyesuaikan keadaan dimana juru dakwah harus mencari masalah-masalah yang dihadapi dan sekaligus
memikirkan
pemecahannya
yang
nantinya
menjadi
bahan
pembicaraan dalam berdakwah (Baroroh, dkk., 2009: 4). Seni merupakan media yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan dakwah Islam, karena media tersebut memiliki daya tarik
4
yang dapat mengesankan hati pendengar maupun penontonnya. Melihat kenyataan yang demikian maka kesenian memiliki peranan yang tepat guna sehingga dapat mengajak kepada khalayak untuk menikmati dan menjalankan isi yang terkandung didalamnya. Seni dapat digunakan sebagai media dakwah karena syair yang terpancar bernilai dakwah sehingga dikatakan bahwa seni sebagai media untuk berdakwah. Kuntowijoyo mengemukan bahwa kesenian yang merupakan ekspresi dari keislaman itu setidaknya mempunyai karakteristik Islam yang mencerminkan karakteristik dakwah Islam seperti: a). berfungsi sebagai ibadah, tazkiyah, dan tasbih, b). menjadi identitas kelompok, c). berfungsi sebagai syair (Baroroh, dkk., 2009: 4). Beberapa group kesenian maupun kebudayaan diakhir-akhir ini nampak sekali peranannya dalam usaha penyebaran Islam. Seperti group qosidah, dangdut, musik band, drama, wayang kulit dan sebagainya. Sebenarnya pada mulanya group-group kesenian tersebut bergerak hanya pada lingkup hiburan. Yang mana para artis hanya komersil lagunya atau sandiwaranya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi di saat sekarang ini mereka sudah sadar bahwasanya group yang dipimpinnya atau profesinya itu dapat pula dimanfaatkan sebagai media dakwah. Seperti Ki Anom Suroto dengan wayang kulitnya, Emha Ainun Najib dengan kelompok teaternya, H. Fatholah Akbar dengan Seni Ludruk Sari Warninya mampu membawa missi dakwahnya menuju kelestarian dan pengembangan Islam (Syukir, 1983: 179).
5
Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Lakon drama sebenarnya mengandung pesan atau ajaran (terutama ajaran moral) bagi penontonnya. Penonton menemukan ajaran itu secara tersirat dalam lakon drama (Waluyo, 2002: 1). Drama dengan seperangkat ide-ide dan gagasan yang meliputi, baik dalam diskursus budaya maupun estetis, secara kreatif dapat dibangun sebagai jalan untuk menyebarkan dogma-dogma, tujuan, harapan dan mimpi para pendukungnya
melalui
prosedur-prosedur
individual,
sosial,
maupun
teologikal sekaligus memiliki kemungkinan yang ikhlas untuk direproduksi ke dalam idiom-idiom komunikasi visual yang bersifat verbal maupun non verbal (Arifin, 2005: 8). Drama tidak lepas dari naskah, maka baik naskah maupun pentas berhubungan dengan bahasa sastra. Telaah drama harus dikaitkan dengan sastra. Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra, karena itu sifat konotatif juga dimiliki. Pemakaian lambang, kiasan, irama, pemilihan kata yang khas dan sebagainya berprinsip sama dengan karya sastra yang lain (Waluyo, 2000: 2). Waktu menonton suatu drama sering terjadi penonton atau mad'u dapat memahami jalan cerita sungguhpun ada kata-kata atau kalimat yang kurang dipahami. Ini dimungkinkan karena pembicaraan dalam dialog suatu drama diikuti oleh mimik dan gerak-gerik serta intonasi yang jelas oleh pelaku yang
6
memainkan perannya dengan baik. Melalui drama, selain dapat mempelajari dan menikmati isinya, orang juga dapat memahami masalah yang disodorkan di dalamnya tentang masyakat melalui dialog-dialog pelaku sekaligus belajar tentang isi drama tersebut dan juga mempertinggi pengertian mereka tentang bahasa lisan. Sehingga nilai-nilai dakwah yang terkandung di dalamnya mudah diserap oleh penonton atau mad'u (Waluyo, 2002: 158). Melihat betapa pentingnya seni drama sebagai media untuk berdakwah, maka dalam hal ini khususnya pada sebuah organisasi kesenian yaitu teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berusaha menerapkan media tersebut dalam suatu kegiatan dakwah, untuk tercapainya suatu tujuan yang diinginkan. Teater Wadas merupakan salah satu dari beberapa teater yang ada di IAIN Walisongo Semarang, yang di dalamnya terdapat mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki minat dan potensi untuk berkarya seni di Fakultas Dakwah. Dalam setiap pementasannya selama ini, teater Wadas banyak menggarap seni drama yang bertemakan dakwah. Hal ini terbukti dengan pementasan-pementasan
seni
drama di
lingkungan
IAIN Walisongo
Semarang, Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), dan diberbagai kota lainnya seperti: Demak, Kudus, Jepara, Pati dan masih banyak lagi tempat yang lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mengetahui tentang bagaimana seni drama pada teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang dipergunakan sebagai media dakwah. Oleh karena itu, penelitian ini
7
mengambil judul: “Seni Drama sebagai Media Dakwah (Studi Kasus pada Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang)”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berdakwah melalui seni drama?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berdakwah melalui seni drama.
1.3.2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam membangun ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesenian melalui seni drama yang mempunyai nilai-nilai dakwah Islam. b. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah dapat menambah wacana dan memberikan wawasan tentang ilmu kesenian serta efektifitasnya dalam pelaksanaan dakwah kepada para pembaca dan pelaku dakwah dalam rangka pengembangan dakwah.
8
1.4. Tinjauan Pustaka Untuk menghindari kesamaan penulisan dan plagiatisme, maka berikut ini penulis sampaikan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut; Pertama, skripsi yang telah disusun oleh Galih Fathul Arifin (Tahun: 2005): “Pesan Dakwah dalam Naskah Teater (Analisis Naskah Pementasan Teater Wadas Periode 2000-2003)”. Dalam skipsi ini membahas tentang bagaimana pesan dakwah yang terkandung dalam naskah teater Wadas serta relevansi pesan dakwah melalui pementasan teater dikaitkan dengan kondisi saat ini. Pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam naskah teater Wadas yaitu terdiri dari masalah aqidah, syari'ah, dan akhlak. Sedangkan relevansinya dengan kondisi saat ini adalah karena pementasan teater atau naskah-naskah teater Wadas merupakan suatu bentuk refleksi kehidupan sosial dari para penyair dengan melihat realitas masyarakat. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan dokumentasi. Kedua, skripsi yang disusun oleh Azis Muslim (Tahun: 1995): “Aktualisasi Missi Dakwah Lewat Teater (Studi Kasus pada Kelompok Teater di IAIN Walisongo Semarang)”. Dalam Skripsi tersebut dibahas mengenai kegiatan teater di empat Fakultas di IAIN Walisongo Semarang yang meliputi beberapa bentuk, antara lain : pementasan teater, musik, dan lain-lain. Dalam bentuk-bentuk kegiatan tersebut, teater IAIN Walisongo disamping bernuansa seni juga bernuansa Islam. Visualisasi dari naskah harus mencerminkan suatu bentuk kesenian yang Islami mulai dari make-up, kostum, akting dan
9
sebagainya. Kelompok teater IAIN Walisongo telah menerapkan seni untuk berdakwah, sehingga dalam pengemasannya harus didasarkan dan dipadukan antara nilai estetika dengan nilai etika Islam. Untuk mengimplementasikan amanat tersebut teater IAIN Walisongo melakukan pembinaan komunitas dengan berbagai bentuk aktivitas yang selaras dengan misi dakwah Islam. Ketiga, skripsi yang telah disusun oleh Ahmad Daim (Tahun: 2001): “Dakwah Melalui Media Wayang Kulit (Studi Kasus Dalang Ki H. Manteb Soedarsono)”. Dalam skripsi tersebut disimpulkan bahwa dakwah melalui media Wayang Kulit disamping sebagai media dakwah dan sakral, juga bisa digunakan sebagai media dakwah dengan metode infiltrasi yang efektif. Wayang kulit yang ditampilkan oleh Ki Manteb digarap secara menarik, kreatif, dan sesuai dengan kondisi dan budaya yang ada. Nilai-nilai Islam yang ditampilkan Ki Manteb dalam pementasan pagelarannya antara lain: aqidah, syari'at, dan akhlak. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan cara observasi dan wawancara. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut meskipun sedikit banyaknya ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya, namun pendekatan penelitian yang disusun saat ini memiliki perbedaan. Dalam hal ini peneliti lebih difokuskan pada persoalan seni drama sebagai media dakwah (studi kasus pada teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang). Sedangkan penelitian yang pertama fokus pembahasannya pada pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam naskah teater Wadas serta relevansinya dengan kondisi saat ini.
Penelitian
yang
kedua
fokus
pembahasannya
hanya
pada
10
pengaktualisasian misi dakwah melalui teater dengan melakukan pembinaan komunitas dengan berbagai bentuk aktivitas. Sedangkan penelitian yang ketiga juga menfokuskan pada penyampaian dakwah melalui media Wayang Kulit. Dari ketiga penelitian di atas, jelas memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan di susun saat ini, karena penelitian yang akan disusun saat ini fokus pada seni drama dipergunakan sebagai media dakwah dan teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berdakwah melalui seni drama. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan dokumentasi.
1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yang dimaksud adalah sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya dideskripsikan dan dianalisis dengan kata-kata atau kalimat. Pendekatan ini menggunakan pendekatan media dakwah, sedangkan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif yang bertujuan mengumpulkan informasi ataupun data untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis (Muhtadi dan Safei, 2003: 128), dan penelitian kualitatif deskriptif ini merupakan penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 1993: 310).
11
1.5.2. Sumber dan Jenis Data Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder, menurut Lexy J. Moleong sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya (Moleong, 2004: 157). Data primer, yaitu sumber data utama yang diperoleh melalui katakata atau tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai. Dalam penelitian ini, sumber data berupa CD dan foto pementasan drama Teater Wadas periode 2009-2011 yang berjumlah 3 pementasan dengan perincian sebagai berikut : 1) "Adila" terdapat 3 babak (dipentaskan pada tanggal 16 Februari 2009), 2) "Kembang" terdapat 5 babak (dipentaskan pada tanggal 4 Mei 2010), 3) "Ya Fatimah" terdapat 2 babak (dipentaskan pada tanggal 7 Maret 2011). Yang menjadi subyek wawancara, antara lain: penulis, aktor, sutradara, sebagian anggota dan pengurus teater Wadas. Metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan informasi dan data-data tentang seni drama sebagai media dakwah pada teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Data sekunder yaitu sumber data tertulis yang merupakan sumber data yang tidak bisa diabaikan, karena melalui sumber data tertulis akan diperoleh data yang dapat dipertanggung jawabkan validitasnya (Moleong, 2004: 113). Data ini berupa literatur baik yang berasal dari buku-buku, catatan, arsip, dan dokumentasi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
12
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan beberapa metode, diantaranya sebagai berikut: a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Moleong, 2004: 218). Peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh dokumen-dokumen, CD, Foto-foto dan arsip yang ada di teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang serta yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. b. Metode Interview (Wawancara) Metode interview adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993: 231). Peneliti dalam hal ini berkedudukan sebagai interviewer, mengajukan pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mencatat dan menggali pertanyaan lebih dalam. Di pihak lain, sumber informasi (interview) menjawab pertanyaan, memberi penjelasan dan kadang-kadang juga membalas pertanyaan (Hadi, 2004: 218). Metode ini dipergunakan untuk mendapatkan data dan menggali data tentang sesuatu yang berkaitan dengan seni drama sebagai media dakwah pada teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
13
Dalam wawancara ini
peneliti
menggunakan wawancara
tersruktur yaitu wawancara yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan telah disusun sebelumnya. Semua responden yang diwawancarai diajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama, dengan kata-kata dan dalam tata urutan secara uniform. Di samping itu sebagai bentuk pertanyaannya digunakan wawancara terbuka yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang sedemikian rupa bentuknya sehingga responden atau informan diberi kebebasan untuk menjawabnya. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah penulis naskah, sebagian aktor, dan sutradara drama Adila, Kembang dan Ya Fatimah, serta sebagian anggota dan pengurus teater Wadas.
1.5.4. Teknik Analisis Data Setelah memperoleh data dari dokumentasi dan interview, langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian data tersebut disusun dan dianalisis. Metode analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan perincian terhadap obyek yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan memilahmilah antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya (Sudarto, 1997: 59). Dalam metode analisis data kualitatif ini terdapat beberapa langkah yaitu :
14
Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,
Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,
Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum (Moleong, 2006: 248). Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif dan analisis induktif. Metode analisis deskriptif ini bertujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena (Arikunto, 1993: 228). Metode ini secara aplikatif digunakan untuk mendeskripsikan tentang obyek penelitian yang sedang dikaji, dalam hal ini adalah seni drama sebagai media dakwah pada teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Setelah data terdeskripsikan langkah selanjutnya adalah menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis induktif yaitu berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus, ditarik generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 2004: 42). Dengan menggunakan metode tersebut pertama kali akan dianalisa pementasan drama teater wadas sebagai representasi pemikiran pengarang yang dituangkan dalam bentuk tanda, simbol, dan indeks dari beragam makna. Kemudian dari analisa yang pertama, baru akan dianalisa
15
keterkaitan antara pengarang dengan realitas sosial. Dari kedua langkah analisa tersebut kemudian akan dicari keterkaitan antara teater, lingkungan masyarakat dan aktifitas dakwah.
1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan hal yang penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunannya. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis membagi skripsi ini menjadi 5 bab, yaitu: Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan skripsi. Bab kedua meliputi dua sub bab. Tinjauan umum tentang dakwah yang meliputi pengertian dan dasar hukum dakwah, dan unsur-unsur dakwah; media dakwah yang meliputi pengertian dan macam-macam media dakwah, dan prinsip-prinsip media dakwah; dan drama yang meliputi pengertian drama, jenis-jenis drama, unsur-unsur drama, prinsip-prinsip drama dan drama sebagai media dakwah. Bab ketiga berisi tentang seni drama Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang meliputi; deskripsi teater Wadas yang meliputi sejarah berdirinya, tujuan didirikannya, struktur kepengurusan,
16
pementasan-pementasan Teater Wadas periode 1980-2011; dan deskripsi pementasan drama teater Wadas periode 2009-2011 yang meliputi pementasan drama "Adila", "Kembang" dan "Ya Fatimah". Bab keempat berisi tentang analisis terhadap seni drama sebagai Media Dakwah yang meliputi; analisis terhadap pementasan seni drama Teater Wadas dan analisis terhadap seni drama sebagai media dakwah. Bab kelima adalah penutup yang meliputi kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DAKWAH, MEDIA DAKWAH DAN DRAMA
2.1. Konsep Dakwah 2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Dakwah Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad’u (fiil mudhari’) dan da’a (fiil madli) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge), dan memohon (to pray). Selain kata “dakwah”, Al-Qur'an juga menyebutkan kata yang memiliki pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan (Pimay, 2006: 2). Secara terminologi dakwah dapat diartikan sebagai sisi positif dari ajakan untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat. Sedangkan menurut istilah para ulama’ memberikan definisi yang bermacammacam, antara lain: 1. Syeikh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut:
ن اْلمُّنْكَ ِر ِ َي ع ُ ف وَالّنَ ْه ِ ًْ اْلخَيْ ِر وَاْلهُذَي وَ ْاالَمْ ُر بِالْمَعْرُو َ س عَل ِ ّث الّنَا ُ َح .ل ِج ِ ل وَاْال ِج ِ لِيَفُىْزُوْا بِسَعَادَ ِة اْلعَا "Mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang
18
mereka dari perbuatan mungkar kebahagiaan di dunia dan akhirat".
agar
mereka mendapat
2. Muhammad Natsir mendefinisikan dakwah sebagai usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan
membimbing
pengalamannya
perseorangan, perikehidupan berumah
dalam
perikehidupan
tangga, perikehidupan
bermasyarakat dan perikehidupan bernegara (Shaleh, 1977: 8). 3. H.S.M. Nasaruddin Latif dalam bukunya Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, mendefinisikan dakwah sebagai setiap usaha atau aktivita dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah s.w.t., sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari’at serta akhlak Islamiyah (Pimay, 2006: 6). 4. Syekh Muhammad Khidr Husain dalam bukunya Al-Dakwah ila al Ishlah mengatakan, dakwah adalah “Upaya untuk memotivasi orang agar berbuat baik dan mengikuti jalan petunjuk, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.” 5. Toha Yahya Oemar mengatakan bahwa, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
19
dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat (Munir & Ilaihi, 2006: 20). Beberapa pengertian dakwah tersebut, meskipun dituangkan dalam bahasa dan kalimat yang berbeda, tetapi kandungan isinya sama bahwa dakwah dipahami sebagai seruan, ajakan dan panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran ajaran Islam yang hakiki. Dengan kata lain, dakwah merupakan upaya atau perjuangan untuk menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, adil, jujur, tabah dan terbuka, serta menghidupkan jiwa mereka dengan janji-janji Allah SWT tentang kehidupan yang membahagiakan, serta menggetarkan hati mereka dengan ancaman-ancaman Allah SWT terhadap segala perbuatan tercela, melalui nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan (Pimay, 2006: 5-7). Pada hakikatnya dakwah adalah menyeru kepada umat manusia untuk menuju kepada jalan kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dalam rangka memperoleh kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Karena itu, dakwah memiliki pengertian yang luas. Ia tidak hanya berarti mengajak dan menyeru umat manusia agar memeluk Islam, lebih dari itu dakwah juga berarti upaya membina masyarakat Islam agar menjadi masyarakat yang lebih berkualitas yang dibina dengan ruh tauhid dan ketinggian nilai-nilai Islam.
20
Jadi, setiap muslim diwajibkan menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia, sehingga mereka dapat merasakan ketentraman dan kedamaian (Pimay, 2006: 13-14). Dasar hukum kewajiban dakwah tersebut banyak disebutkan dalam Al-Qur'an di antaranya adalah surat An-Nahl ayat 125:
Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". 2.1.2. Unsur-unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah subyek dakwah (da’i), obyek dakwah (mad’u), materi dakwah (maddah), metode dakwah (thariqah) dan media dakwah (wasilah). 1. Subyek Dakwah (Da’i) Subyek
dakwah
atau
da'i
merupakan
orang
yang
melaksanakan suatu proses kegiatan untuk menyeru kepada sesama umat manusia. Pada prinsipnya umat muslim wajib untuk melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Tapi karena pengetahuan yang berbeda-beda tidak semua muslim bisa berdakwah. Subyek dakwah ini merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan dakwah,
21
karena
da'i
merupakan
seorang
pemimpin
yang
memberi
keteladanan bagi orang lain. Diantara sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang da'i atau mubaligh adalah: -
-
-
Mengetahui tentang Al-Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai pokok agama Islam. Memiliki pengetahuan Islam seperti tafsir, ilmu hadits, sejarah kebudayaan Islam dan lain-lainnya. Memiliki pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dakwah seperti teknik dakwah, sejarah, perbandingan agama dan sebagainya. Memahami bahasa umat yang akan diajak kejalan yang diridhoi Allah. Penyantun dan lapang dada. Berani kepada siapa saja dalam menyatakan, membela dan mempertahankan kebenaran. Memberi contoh dalam setiap medan kebajikan. Berakhlak baik sebagai seorang Muslim. Memiliki ketahanan mental yang kuat (kesabaran), keras kemauan, optimis walaupun menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan. Berdakwah karena Allah. Mencintai tugas kewajibannya sebagai da'i dan tidak gampang meninggalkan tugas tersebut karena pengaruh-pengaruh keduniaan (Ya'qub, 1992: 38) Apabila seorang da'i memiliki sifat-sifat tersebut di atas
maka akan mempermudah bagi da'i untuk memberikan materinya kepada mad'u, dan juga apabila terdapat suatu halangan dalam penyampaian materi dakwah maka akan segera mudah untuk diatasi dalam pelaksanaannya. 2. Obyek Dakwah (Mad'u) Seluruh umat manusia merupakan penerima dakwah tanpa kecuali dan tidak membedakan status sosial, umur, pekerjaan, asal daerah, dan ukuran biologis baik itu pria maupun wanita. Jadi obyek
22
disini merupakan sasaran da’i untuk melakukan dakwahnya. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu: -
Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan berfikir secara kritis dan cepat menangkap persoalan.
-
Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
-
Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut. Mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahas secara mendalam (Munir dan Ilaihi, 2006: 23) Dengan mengetahui bagian-bagian dari obyek tersebut,
maka materi dan metode yang akan disampaikan kepada mereka pun berbeda, dengan menyesuaikan menurut perbedaan mereka. 3. Materi Dakwah (Maddah) Materi merupakan bahan yang dipergunakan da’i untuk disampaikan kepada mad’u. Materi tersebut menekankan pada materi agama atau ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah rasul. Pokok-pokok materi dakwah atau ajaran Islam antara lain: -
Aqidah Islam, tauhid dan keimanan.
-
Pembentukan pribadi yang sempurna.
-
Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur.
23
-
Kemakmuran dan kesejahteraan dunia dan akhirat (Ya’qub, 1992: 30) Dalam penyampaian materi maka da’i hendaknya tidak
melupakan kondisi dan situasi keadaan dari mad’u, dan dalam penyampaian materi harus sesuai dengan kemampuan da’i. 4. Metode Dakwah (Thariqah) Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Adapun metode ini terdiri dari, yaitu: -
Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mad’u, sehingga mad’u tidak merasa terpaksa atau keberatan dalam menerima materi serta menjalankan ajaranajaran Islam.
-
Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga apa yang disampaikan dapat menyentuh hati mereka.
-
Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-
24
baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah (Munir & Ilaihi, 2006: 34). 5. Media Dakwah (Wasilah) Media dakwah adalah sarana yang digunakan oleh da'i untuk menyampaikan materi dakwah. Pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, media yang paling banyak digunakan adalah media audiatif; yakni menyampaikan dakwah dengan lisan. Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat media-media dakwah yang efektif. Ada yang berupa media visual, audiatif, audio visual, bukubuku, koran, radio, televisi, drama dan sebagainya (Pimay, 2006: 36). Media dalam arti alat, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Pers, yaitu segala media yang tercetak, seperti surat kabar, buletin, majalah, selebaran dan sebagainya. b. Audio, yaitu media yang dapat merangsang pendengaran, seperti radio. c. Audio visual, yaitu media yang dapat merangsang indera pendengaran dan penglihatan, seperti televisi, film, sandiwara, drama dan sebagainya. Media ini sekaligus bisa dilihat dan didengar (Sanwar, 1986: 77).
25
2.2. Konsep Media Dakwah 2.2.1. Pengertian dan Macam-macam Media Dakwah Arti istilah media bila dilihat dari asal katanya (etimologi), berasal dari Bahasa Latin yaitu "median", yang berarti alat perantara. Sedangkan kata media merupakan jamak daripada kata median tersebut. Pengertian semantiknya media berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian, media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Syukir, 1983: 163). Media
dakwah
adalah
alat
yang
digunakan
untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u. Hamzah Ya’kub membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu: a. Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya. b. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat, spanduk, dan sebagainya. c. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya.
26
d. Audio visual adalah media dakwah yang dapat merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi, drama, film slide, OHP, internet, dan sebagainya. e. Akhlak, yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u (Munir & Ilaihi, 2006: 32). Dari pembagian wasilah dakwah tersebut di atas, drama merupakan wasilah dakwah tradisional yang berbentuk audio visual, baik dalam bentuk pertunjukan secara langsung maupun yang disajikan dalam televisi, radio dan sebagainya. Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam pada masyarakat
yang menjadi sasaran dakwah.
Dari segi pesan
penyampaian dakwah, media dakwah dibagi tiga golongan yaitu: 1) The Spoken Words (yang berbentuk ucapan) Yang termasuk kategori ini ialah alat yang dapat mengeluarkan bunyi. Karena hanya dapat ditangkap oleh telinga; disebut juga dengan the audial media yang biasa dipergunakan sehari-hari seperti telepon, radio, dan sejenisnya.
27
2) The Printed Writing (yang berbentuk tulisan) Yang termasuk di dalamnya adalah barang-barang tercetak, gambar-gambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar, majalah, brosur, pamflet, dan sebagainya. 3) The Audio Visual (yang berbentuk gambar hidup) Yaitu merupakan penggabungan dari golongan di atas, yang termasuk ini adalah film, televisi, video, dan sebagainya (Aziz, 2004: 121). Di samping penggolongan wasilah di atas, wasilah dakwah dari segi sifatnya juga dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1. Media tradisional, yaitu berbagai macam seni pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan di depan umum (khalayak) terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang, drama, dan sebagainya. 2. Media modern, yang diistilahkan juga dengan "media elektronika" yaitu media yang dilahirkan dari teknologi. Yang termasuk media modern ini antara lain: televisi, radio, pers, dan sebagainya (Aziz, 2004: 149).
2.2.2. Prinsip-prinsip Media Dakwah Media dakwah dapat berfungsi sebagaimana mestinya apabila tepat dengan prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaannya. Prinsipprinsip pemilihan media adalah sebagai berikut :
28
a. Tidak ada satu mediapun yang paling baik untuk keseluruhan masalah atau tujuan dakwah, sebab setiap media memiliki karakteristik yang berbeda-beda. b. Media yang dipilih sesuai dengan tujuan dakwah yang hendak dicapai. c. Media yang dipilih sesuai dengan kemampuan sasaran dakwahnya. d. Media yang dipilih sesuai dengan sifat materi dakwahnya. e. Pemilihan media hendaknya dilakukan dengan cara obyektif, artinya pemilihan media bukan atas dasar kesukaan da'i. f. Kesempatan dan ketersediaan media perlu mendapat perhatian. g. Efektifitas dan efisiensi harus diperhatikan. Sedangkan prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman umum dalam mempergunakan media dakwah adalah : a. Penggunaan media dakwah bukan dimaksudkan untuk mengganti pekerjaan da'I atau mengurangi peranan da'i. b. Tiada media satupun yang harus dipakai dengan meniadakan media yang lain. c. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan. d. Gunakanlah media sesuai dengan karakteristiknya. e. Setiap hendak menggunakan media harus benar-benar dipersiapkan dan atau diperkirakan apa yang dilakukan sebelum, selama dan sesudahnya.
29
f. Keserasian antara media, tujuan, materi dan obyek dakwah harus mendapatkan perhatian yang serius (Syukir, 1983: 166-167).
2.3. Konsep Drama 2.3.1. Pengertian dan Jenis-jenis Drama Secara etimologis, kata drama berasal dari Bahasa Yunani “draomai” berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, atau beraksi. Terminologi istilah drama biasanya didasarkan pada wilayah pembicaraan, apakah yang dimaksud drama naskah atau drama pentas. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog
yang
didasarkan
atas
konflik
batin
dan
mempunyai
kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2002: 2). Moulton memberikan definisi drama (pentas) sebagai hidup manusia yang dilukiskan dengan action. Hidup manusia yang dilukiskan dengan action itu terlebih dulu dituliskan, maka drama baik naskah maupun pentas selalu berhubungan dengan bahasa sastra. Perkataan drama sering dihubungkan dengan teater. Sebenarnya perkatan “teater” mempuyai makna yang lebih luas karena dapat berarti drama, gedung pertunjukan, panggung, group pemain drama, dan dapat juga berarti segala bentuk tontonan yag dipentaskan di depan orang banyak (Waluyo, 2002: 3).
30
Jadi, drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran, atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, atau ucapan kata-kata (Sulaiman, 1982: 5) Menurut Herman J. Waluyo (2002: 45) jenis-jenis drama dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: 1. Drama Pendidikan Istilah drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama didaktis. Pada abad pertengahan, lakon menunjukan pelakupelaku yang dipergunakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan, persahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku-pelaku drama dijadikan cermin bagi penonton dengan maksud untuk mendidik. 2. Drama Duka (Tragedy) Drama duka adalah drama yang pada akhir cerita tokohnya mengalami kedukaan. Contoh: Romeo-juliet, Machbeth, Hamlet, Roro mendut-Pronocitro, dan sebagainya. 3. Drama Ria (Comedy) Drama ria adalah drama yang menyenangkan,
cara
memperoleh kesenangan pembaca tidak dengan mengorbankan struktur dramatik. 4. Closed Drama (Drama untuk Dibaca) Drama jenis ini hanya indah untuk bahan bacaan. Para sastrawan yang tidak berpengalaman mementaskan drama biasanya
31
menulis closed drama yang tidak mempunyai kemungkinan pentas atau kemungkinan pentasnya kecil. 5. Drama Teatrikal (Drama untuk Dipentaskan) Dalam drama teatrikal mungkin nilai literernya tidak tinggi, tetapi kemungkinan untuk dapat dipentaskan sangat tinggi. Drama teatrikal memang menciptakan untuk dipentaskan. 6. Drama Romantik Jenis drama ini juga disebut drama puitis, drama lirik, dan juga disebut drama puisi atau drama berbentuk sajak. Sifat romantik terletak pada sifat lakon dan para pelakunya. Biasanya digambarkan kisah percintaan, petualangan, cita-cita yang mulukmuluk yang semuanya menggambarkan menonjolnya unsur perasaan. 7. Drama Adat Drama adat mementingkan penggambaran adat istiadat di dalam suatu masyarakat atau daerah atau suku tertentu. Dalam hal ini, drama tidak boleh bersifat imajinatif, sepanjang memotret adat suatu
daerah,
tata
cara
hidup,
cara
berpakaian,
cara
mengungkapkan sesuatu, adat perkawinan, pemakaman, dan sebagainya harus diungkapkan sejujur mungkin karena merupakan potret adat suatu tempat atau masyarakat.
32
8. Drama Liturgi Drama liturgi maksudnya adalah drama yang dikaitkan dengan pelaksanaan upacara agama, baik dalam liturgi inti, maupun hanya sebagai alat memperoleh daya tarik saja. Drama ini dimaksudkan untuk mempertebal iman pemeluknya. 9. Drama Simbolis Drama simbolis atau drama lambang adalah drama yang menggunakan lambang artinya pelukisan lakon tidak langsung ke sasaran.
Kejadian
yang
dilukiskan
dipergunakan
untuk
melambangkan kejadian lain. Nama pelaku tertentu digunakan untuk melambangkan tokoh lain dalam masyarakat. 10. Monolog Jenis monolog dalam drama modern berbeda dengan monolog lawakan. Dalam drama modern, prinsip-prinsip lakon harus dipertahankan. Seorang pelaku monolog harus menyadari bahwa lakonnya adalah merupakan konflik manusia. Konflik tetap merupakan hakikat lakon. Naskahpun harus dipatuhi, agar struktur dramatiknya tetap dapat dipertahankan. Jadi, monolog dalam drama modern tetap terikat akan naskah. 11. Drama Lingkungan Drama lingkungan disebut juga teater lingkungan, yaitu jenis drama modern yang melibatkan penonton. Dialog drama dapat ditambah oleh pemain sehingga penonton dilibatkan dengan
33
lakon.
Tujuan
utama
teater
lingkungan
adalah
membuat
tontonannya akrab dengan penonton. 12. Komedi Intrik (Intrique Comedy) Komedi intrik adalah jenis komedi yang mengundang ketawa secara langsung dengan melalui penciptaan situasi yang lucu dan bukan dari watak atau dialognya. Mungkin dialognya tidak lucu, tetapi ceritanya menciptakan situasi lucu sehingga melahirkan komedi intrik. 13. Drama Mini Kata (Teater Mini Kata) Drama mini kata adalah jenis drama dengan kata-kata seminim mungkin. 14. Drama Radio Drama radio mementingkan dialog yang diucapkan lewat media radio. Jenis drama ini biasanya direkam melalui kaset. Drama radio dapat juga diklasifikasikan sebagai sandiwara radio. 15. Drama Televisi Penyusunan drama televisi sama dengan penyusunan naskah film. Sebab itu, drama televisi membutuhkan skenario. Dan dalam penyajiannya pun benar-benar menggambarkan pergolakan psikis para pemirsa. 16. Drama Eksperimental Penamaan drama eksperimental disebabkan oleh kenyataan bahwa drama tersebut merupakan hasil eksperimen pengarangnya
34
dan belum memasyarakat. Biasanya jenis drama ini adalah drama nonkonvensional yang menyimpang dari kaidah-kaidah umum struktur lakon, baik dalam hal struktur tematik maupun dalam hal struktur kebahasaan. 17. Sosio Drama Sosio drama adalah bentuk pendramatisan peristiwaperistiwa kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk sosio drama merupakan bentuk drama yang paling elementer. 18. Melodrama Seringkali disebut juga drama melodis, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
lakon serius, tetapi tokohnya tidak otentik.
dalam melodrama terdapat unsur-unsur perubahan.
mencerminkan timbulnya rasa kasihan yang sentimentil.
tokoh utamanya adalah pahlawan yang biasanya memang di dalam perjuangan.
19. Drama Absurd Nama absurd sebenarnya berhubungan dengan sifat lakon dan sifat tokoh-tokohnya. Absurditas adalah sifat yang muncul dari aliran filsafat eksistensialisme yang memandang kehidupan ini mencekam, tanpa makna, memuakkan.
35
20. Drama Improvisasi Kata "improvisasi" sebenarnya berarti spontanitas. Kata ini digunakan untuk memberi nama jenis drama mutakhir yang mementingkan gerak-gerakan (acting) yang bersifat tiba-tiba dan penuh kejutan. Drama improvisasi biasanya digunakan untuk melatih kepekaan pemain sehingga pemain dapat memerankan tokoh yang dibawakan lebih hidup dan realistis. 21. Drama Sejarah Drama sejarah juga disebut chronical play, yaitu drama yang disusun berdasarkan bahan-bahan sejarah, tetapi peristiwa dan karakter tokoh-tokohnya bersifat lebih bebas (longgar).
2.3.2. Unsur-unsur Drama Unsur-unsur yang terdapat dalam seni drama adalah sebagai berikut : 1) Naskah Drama Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita. Dalam naskah tersebut termuat: nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan. 2) Pemain (Aktor) Pemain adalah orang yang memeragakan cerita. Banyaknya pemain sesuai dengan banyaknya tokoh yang ada dalam naskah
36
drama yang akan dipertunjukkan itu. Sebab, setiap tokoh akan diperagakan oleh seorang pemain. 3) Sutradara Sutradara adalah pemimpin dalam pementasan drama. Sutradara harus memilih naskah, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf, dan mengkoordinasikan setiap bagian. 4) Tata Rias Yang dimaksud tata rias adalah cara merias (mendandani) pemain. Orang yang mengerjakan tata rias disebut penata rias. Tugasnya merias wajah pemain agar pemain itu menampakkan rupa seperti tokoh yang diperankan. 5) Tata Busana Tata busana adalah pengaturan pakaian (busana) pemain baik bahan, model maupun cara mengenakannya (Wiyanto,2005: 129). 6) Tata Panggung Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama. Panggung menggambarkan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa yang terjadi dalam suatu babak berada dalam tempat, waktu, dan suasana yang berbeda dengan peristiwa dalam babak yang lain. Penata panggung tugasnya hanya menuruti apa yang diminta naskah.
37
7) Tata Lampu Yang dimaksud tata lampu adalah pengaturan cahaya di panggung. Pengaturan cahaya di panggung harus disesuaikan dengan keadaan panggung yang digambarkan. Yang mengatur seluk-beluk penacahayaan di panggung adalah penata lampu. Tata lampu biasanya selalu berhubungan dengan listrik, sebaiknya penata lampu mengerti teknik kelistrikan. 8) Tata Suara Yang dimaksud tata suara adalah musik pengiring dalam permainan drama. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton. Musik pengiring dimainkan di balik layar agar tidak terlihat penonton. 9) Penonton Penonton adalah orang-orang yang mau datang ke tempat pertunjukan.
Banyak
sedikitnya
penonton
menjadi
ukuran
keberhasilan pertunjukan drama. Penonton drama terdiri dari berbagai macam latar belakang, baik pendidikan, ekonomi, kemampuan mengapresiasi, maupun motivasi. Dilihat dari segi motivasinya, sedikitnya ada tiga ragam penonton, yaitu penonton peminat, penonton iseng, dan penonton penasaran (Wiyanto, 2002: 40).
38
2.3.3. Prinsip-prinsip Drama Menurut RMA. Harymawan (1988: 22) dalam bukunya "Dramaturgi", mengemukakan tiga unsur prinsip dalam drama, yaitu: 1) Unsur kesatuan; perhatikan Trilogi Aristoteles; tentang kesatuan waktu, tempat, dan kejadian. a. Kesatuan waktu; peristiwa harus terjadi berturut-turut selama 24 jam tanpa suatu selingan. b. Kesatuan tempat; peristiwa seluruhnya terlaksana dalam satu tempat saja. c. Kesatuan kejadian; membatasi rentetan peristiwa yang berjalan erat, tidak menyimpang dari pokoknya. Sering juga disebut dengan kesatuan ide. 2) Unsur penghematan; karena waktu terbatas, maka usahakanlah agar dalam waktu yang sesingkat itu dituangkan masalah-masalah pokok yang terpenting saja. 3) Unsur keharusan psikis; fungsi psikis dalam dramaturgi klasik ialah: a. Protagonis; peran utama yang menjadi pusat cerita. b. Antagonis; peran lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik. c. Tritagonis; peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara protagonis dan antagonis.
39
d. Peran pembantu; peran yang tidak secara langsung terlibat di dalam konflik, tetapi diperlukan guna penyelesaian cerita.
2.3.4. Drama sebagai Media Dakwah Seni merupakan media yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan dakwah Islam, karena media tersebut memiliki daya tarik yang dapat mengesankan hati pendengar maupun penontonnya. Melihat kenyataan yang demikian maka kesenian memiliki peranan yang tepat guna sehingga dapat mengajak kepada khalayak untuk menikmati dan menjalankan isi yang terkandung didalamnya. Seni dapat digunakan sebagai media dakwah karena syair yang terpancar bernilai dakwah sehingga dikatakan bahwa seni sebagai media untuk berdakwah. Kuntowijoyo mengemukan bahwa kesenian yang merupakan ekspresi dari keislaman itu setidaknya mempunyai karakteristik Islam yang mencerminkan karakteristik dakwah Islam seperti: a). berfungsi sebagai ibadah, tazkiyah, dan tasbih, b). menjadi identitas kelompok, c). berfungsi sebagai syair (Baroroh, dkk., 2009: 4). Beberapa group kesenian maupun kebudayaan diakhir-akhir ini nampak sekali peranannya dalam usaha penyebaran Islam. Seperti group qosidah, dangdut, musik band, drama, wayang kulit dan sebagainya. Drama
merupakan
tiruan
kehidupan
manusia
yang
diproyeksikan di atas pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat
40
kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Lakon drama sebenarnya mengandung pesan atau ajaran (terutama ajaran moral) bagi penontonnya. Penonton menemukan ajaran itu secara tersirat dalam lakon drama (Waluyo, 2002: 1). Pesan atau amanat sebuah drama akan lebih mudah dihayati penikmat, jika drama itu dipentaskan. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis, amanat itu menyoroti masalah manfaat yang dapat dipetik dengan karya drama itu. Dalam keadaan demikian, karya yang jelek sekalipun akan memberikan manfaat kepada kita, jika kita mamu memetik manfaatnya (Waluyo, 2002: 28). Melalui drama, selain dapat mempelajari dan menikmati isinya, orang juga dapat memahami masalah yang disodorkan di dalamnya tentang masyakat melalui dialog-dialog pelaku sekaligus belajar tentang isi drama tersebut dan juga mempertinggi pengertian mereka tentang bahasa lisan. Sehingga nilai-nilai dakwah yang terkandung di dalamnya mudah diserap oleh penonton atau mad'u (Waluyo, 2002: 158). Aktualisasi misi dakwah lewat drama atau teater merupakan gabungan
antara
kesenian
dan
dakwah,
sehingga
dalam
pengembangannya mengacu kreatifitas berdasarkan kaidah-kaidah
41
Islam, serta harus mampu menjadi da'i yang berprofesi sebagai seniman atau seniman yang berprofesi sebagai da'i secara profesional. Dengan demikian penggunaan drama sebagai media dakwah sangat efektif, karena melalui perkataan, gerakan dan adegan yang terangkai dalam suatu pementasan drama, maka pesan-pesan dakwah dapat disampaikan kepada masyarakat serta dapat dijadikan sebagai tontonan sekaligus tuntunan yang bermanfaat.
42
BAB III SENI DRAMA TEATER WADAS FAKULTAS DAKWAH IAIN WALISONGO SEMARANG
3.1. Deskripsi Teater Wadas 3.1.1. Sejarah Berdirinya Teater Wadas Teater Wadas berdiri pada tahun 1979, yang didirikan oleh para aktivis mahasiswa Fakultas Dakwah yaitu Masrukhan Samsuri (Giok), M. Yassin, dan M. Nafis Junalia. Pada awalnya, berdirinya Teater Wadas ini berasal dari gagasan serta keinginan para aktivis tersebut untuk dapat menyalurkan bakat atau kemampuan mereka dalam bidang seni. Mereka mempunyai pemikiran bahwa di dalam berdakwah atau mengapresiasikan dakwah itu tidak hanya melalui media lisan tetapi dapat melalui berbagai macam media, salah satunya yaitu lewat media audio-visual dalam hal ini adalah media kesenian. Agar gagasan, keinginan serta pemikiran tersebut dapat terpenuhi, kemudian para aktivis tersebut mengajukan usulan kepada dekanat untuk dapat mendirikan organisasi kesenian. Sehingga berdirilah sebuah organisasi yang bernama "Teater Wadas" yaitu "Wadah Mahasiswa Anak Semarang". Seiring berjalannya waktu, kemudian pada tahun 1985 singkatan nama Teater Wadas yang awalnya "Wadah Mahasiswa Anak Semarang" dirubah menjadi "Wahana Aspirasi Dakwah dan Seni",
43
karena sesuai dengan tujuan awal yang berhubungan dengan dakwah dan seni. Serta dilengkapi dengan sebuah lambang bukit (batu Wadas) yang di atasnya ada sebuah rembulan yang mempunyai makna simbolisasi. Wadas dalam pengertian fisiknya, dimaknai bahwa wadas itu
terdapat
banyak
benjolan-benjolannya
yang
naik-turun
dimaksudkan dengan harapan benar-benar ada peningkatan sampai atas (puncak). Peningkatan ini sama juga sebuah kenaikan, dan kenaikan ini merupakan sebuah pencarian. Periode pertama kepemimpinan Teater Wadas dipegang oleh M. Yasin (1980-1984) dengan pembagian kerja sebagai berikut : -
Masrukhan Samsuri : Konsep materi (naskah).
-
M. Nafis Junalia
: Konsep pengembangan institusi.
-
M. Yassin
: Leadership dan pengembangan anggota.
Kemudian
pada
priode
selanjutnya
berturut-turut
yang
memegang jabatan sebagai lurah atau ketua adalah : Hambali (19841986), Ahmad Faozi (1986-1988), Haris Fuadi (1988-1989), Budi Sulistyo (1989-1990), Ajang ZA (1990-1992), Ahmad Muzamil (19921993), Aziz Muslim (1993-1995), Pipiek Isfianti (1995-1996), Suripto (1996-1997), Daim (1997-1998), Syariful Imadudin (1998-1999), Ali Rosyidi (1999-2002), Akrom Wahyudi (2002-2003), Zaenal Arifin (2003-2004), Akrom Wahyudi (2004-2005), Septi Zamzamah (20052006), Azwar Anas (2006-2008), Yusuf Afandi (2008-2009), Ahmad Saerozi (2009-2010), Abdullah Adib (2010-sekarang) (Diambil dari
44
dokumentasi Teater Wadas).
3.1.2. Tujuan Teater Wadas Adapun tujuan didirikannya Teater Wadas adalah sebagai berikut : 1. Untuk mewadahi potensi-potensi para mahasiswa khususnya Fakultas Dakwah yang memiliki bakat atau kemampuan dalam bidang seni. 2. Untuk mempererat tali persaudaraan, dan menjalin Ukhuwah Islamiyah. 3. Untuk berdakwah lewat seni.
3.1.3. Sruktur Kepengurusan Teater Wadas Untuk menjalankan suatu organisasi dibutuhkan struktur kepengurusan. Begitu halnya dengan organisasi kesenian juga membutuhkan stuktur kepungurusan dalam menjalankannya. Adapun struktur kepengurusan Teater Wadas adalah sebagai berikut : Struktur Kepengurusan Teater Wadas Periode 2010-2011 Litbang
: Fariz Zaenal Mubarok Albert Hidayat Chamid Ihsanuddin
Lurah/Ketua
: Abdullah Adib
Carik/Sekretaris
: Ahmad Saerozi Suyanti
45
Bendahara
: Luluk Fikhusni
Koordinator
: Ahmad Zaeni
Devisi Musik
: Ahmad Ja'far Nur Solikin
Devisi Teater
: Agustin Sri Sulastri Eka Resti Tivani Shorfulayla
Devisi Kine Club
: Imron Solikhin M. Yuda Laksana
Devisi Panembromo
: Afif Nur Hidayah Ayu Isnaini
Adapun pembagian tugas pengurus Teater Wadas adalah sebagai berikut : 1. Lurah/Ketua - Memimpin dan mengadakan rapat. - Membagi tugas pelaksanaan kegiatan atau program kerja kepada anggota. - Memantau tugas para anggota. - Mempertanggungjawabkan pelaksanaan program kerja kepada Litbang. 2. Carik/Sekretaris - Mewakili ketua sepanjang mandat yang diterima. - Mempersiapkan bahan rapat.
46
- Memimpin tugas kesekretariatan. - Mengatur pembukuan bersama bendahara mengenai keuangan. - Bertanggung jawab kepada ketua. 3. Bendahara - Mengatur pemasukan dan pengeluaran. - Membuat dan mempertanggungjawabkan pembukuan keuangan. - Bertanggung jawab kepada ketua. 4. Koordinator - Mengatur dan mengawasi pelaksanakan kegiatan dan program kerja per-devisi. - Bertanggung jawab kepada ketua. 5. Devisi - Membuat dan melaksanakan program kerja. - Membuat laporan pertanggung jawaban kepada ketua (Diambil dari dokumentasi Teater Wadas).
3.1.4. Pementasan-pementasan Teater Wadas Periode Tahun 1980-2011 Untuk memberikan gambaran tentang produksi pementasan drama Teater Wadas, di bawah ini akan dicantumkan beberapa pementasan drama Teater Wadas dari periode tahun 1980 sampai 2011. Akan tetapi peneliti hanya memfokuskan penelitian pada pementasan drama Teater Wadas periode tahun 2009 sampai 2011 yang terdiri dari 3 pementasan yaitu pementasan drama "Adila", "Kembang" dan "Ya Fatimah".
47
Naskah-naskah yang pernah dipentaskan oleh Teater Wadas pada umumnya produk atau karya sendiri, namun ada juga yang mengangkat karya dari luar. Berikut adalah pementasan-pementasan yang pernah dilakukan oleh Teater Wadas berdasarkan dokumentasi yang diperoleh dari sanggar Teater Wadas. 1. Pada periode awal (1980-1986) a. Judul : "Maria Zaitun Namanya" (Dramatisasi puisi "Nyanyian Angsa", karya WS. Rendra. Skenario : Masrukhan Samsuri, dipentaskan di IAIN Walisongo. b. Judul : "Ikhsan" skenario ditulis oleh Masrukhan Samsuri, sutradara M. Yassin, dipentaskan di TVRI stasiun Yogyakarta. c. Judul : "Yang Kian Terbuang" karya Masrukhan Samsuri, sutradara M. Yassin, dipentaskan di kampus IAIN Walisongo Semarang. d. Judul : "Orok-Orok" karya dan sutradara M. Yassin, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang. e. Judul : "Jembatan Atawa W O T" karya Putu Wijaya, disutradarai oleh M. Yassin, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang. f. Judul : "Socrates" (Dramatisasi dari buku dialog Socrates dan Plato) skenario Masrukhan Samsuri, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang.
48
2. Periode tahun 1986-1991 a. Judul : "Lautan Jilbab" karya Emha Ainun Najib, sutradara M. Fauzi, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1987. b. Judul : "Keadilan" karya dan sutradara M. Fauzi, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1989. c. Judul : "Berdepan-Depan dengan Ka'bah" karya dan sutradara Ajang ZA, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1988. d. Judul : "Intrik-Intrik Firman" karya dan sutradara Ajang ZA, dipentaskan pertama kali di Gedung Juang 45 Semarang pada tanggal 14 Oktober 1989 dalam rangka Festival Teater SeJateng-DIY dan mendapat piagam sutradara terbaik II, naskah terbaik III, dan aktris terbaik II. Pementasan kedua dipentaskan di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang. e. Judul : "Lautan Jilbab" karya Emha Ainun Najib yang sudah dimodifikasi. Sutradara Ajang ZA, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1987. f. Judul : "Ki Sastro" karya dan sutradara Haris Fuadi, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang. g. Judul : "Pengadilan Cinta I" karya dan sutradara Ajang ZA, dipentaskan pada tahun 1989 di IAIN Walisongo Semarang. h. Judul : "Pengadilan Cinta II" karya dan sutradara Ajang ZA,
49
dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1989. i. Judul : "Sayembara Sang Ratu" karya dan sutradara Haris Fuadi, dipentaskan pada tahun 1987 di IAIN Walisongo Semarang. 3. Periode tahun 1991-1993 a. Judul : "Opera Orang-Orang Lapar" (Teatrikalisasi puisi WS. Rendra) sutradara Budi Brewok, dipentaskan kerjasama dengan KMB Banyumas di SMA Pandanaran Semarang tahun 1992. b. Judul : "Coeroet" karya dan sutradara Budi Brewok, kerjasama dengan UKM Kordais dan TPA Mangkang, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1993. c. Judul : "Kapai-Kapai" karya Arifin C. Noor, sutradara Djawahir Muhammad, dipentaskan pertama di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) pada tanggal 25 September 1993 dalam "Pesta Teater 93 DKJT". d. Judul : "Kapai-Kapai" karya Arifin C. Noor, sutradara Djawahir Muhammad, dipentaskan yang kedua dalam Festival Teater Se-Jateng-DIY di TBRS pada tanggal 19 November 1993. Teater Wadas dalam event ini mendapat dua tropi, masing-masing sebagai artis terbaik I dan pementasan terbaik III. 4. Periode tahun 1993-1995 a. Judul : "Mahkamah" karya Djawahir Muhammad, sutradara
50
Pipiek Isfianti, dipentaskan pertama di IAIN Walisongo Semarang, pentas yang kedua di IAIN Sunan Gunung Jati Bandung dan pentas yang ketiga di Temanggung pada tanggal 2 Februari 1994. b. Judul : "Dajjal" karya Agung Waskito, sutradara Anasom, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 24 Januari 1995. c. Judul : "Belenggu" karya dan sutradara Azis Muslim, dipentaskan di IAIN Walisongo tahun 1993. d. Judul : "Orang-Orang Lapar" (Teatrikalisasi puisi WS. Rendra), sutradara Pipiek Isfianti, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang. e. Judul : "Dhemit" karya Heru Kesawa Murti, sutradara Azis Muslim, dipentaskan dalam Pasar Seni IAIN Walisongo tahun 1993. f. Judul : "Orang-Orang Rangkasblitung" (Teatrikalisasi puisi WS. Rendra), dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang tahun 1995. 5. Periode tahun 1995-1999 a. Judul : "..." karya dan sutradara Taufik MN, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1995. b. Judul : "Rintrik" karya dan sutradara Susmintarto, yang pertama dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang, yang kedua
51
dipentaskan di IKAHA Jombang, dan yang ketiga dipentaskan di Universitas Darul Ulum Jombang pada tahun 1996. c. Judul : "Suara dari Kaleng" karya dan sutradara Anwar Susanto, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1998. d. Judul : "Babak 3" karya dan sutradara Anwar Susanto, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1998. e. Judul : "Kematian itu Bernama Coca-Cola" karya dan sutradara Anwar Susanto, dipentaskan di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 1998. f. Judul : "Kau Panggil Aku dari Jauh" karya dan sutradara Anwar Susanto, dipentaskan di Gedung Pemuda Kudus pada tahun 1999. 6. Periode tahun 1999-2004 a. Judul : "Konstitusi Pilu" saduran dari pilihan lurah karya Taju Tisna sutradara Ali Rosyidi, yang pertama dipentaskan di Gedung Koni Demak, yang kedua dipentaskan di Gedung Korpri Jepara, yang ketiga dipentaskan di Gedung Pemuda Kudus, yang keempat dipentaskan di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang dan yang kelima dipentaskan di Salatiga pada tahun 2001. b. Judul : "On Air" karya dan sutradara Arqom Tsulasa, dipentaskan di halaman Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
52
Semarang pada tahun 2000. c. Judul : "Teluh Sang Presiden" karya dan sutradara Anwar Susanto, yang pertama dipentaskan di Auditorium II IAIN Walisongo dan yang kedua dipentaskan di halaman Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang pada tahun 2001. d. Judul : "Bayi Itukah" karya dan sutradara Anwar Susanto, dipentaskan di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang pada tahun 2003. e. Judul : "Mendikte Indonesia" karya dan sutradara Amiruddin, dipentaskan di halaman Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang pada tahun 2003. f. Judul : "Monolog Mangir" karya dan sutradara Amiruddin, dipentaskan di PKM lama IAIN Walisongo Semarang pada tahun 2004. g. Judul : "Petruk Mencari Cinta" karya ipang dan sutradara Septi Zamzamah, dipentaskan di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang. 7. Periode tahun 2005-2006 a. Judul : "Kesambet" karya dan sutradara Agung Hendriyono, dipentaskan di PKM lama IAIN Walisongo Semarang. b. Judul : "Eksekusi Beringin" karya dan sutradara Agung Hendriyono, dipentaskan di PKM lama IAIN Walisongo Semarang.
53
c. Judul : "Zoom" karya dan sutradara Nur Syahid, dipentaskan di PKM lama IAIN Walisongo Semarang. d. Judul : "Adam Hawa" karya dan sutradara Bagus Pamungkas, dipentaskan di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 8. Periode tahun 2006-2008 a. Judul : "Eksekusi Beringin" karya dan sutradara Agung Hendriyono, pementasan kedua dan dipentaskan di Pendopo IAIN Walisongo Semarang. b. Judul : "H" karya dan sutradara Agung Hendriyono, dipentaskan di Pendopo IAIN Walisongo. c. Judul : "On Air" karya Arqom Tsulasa dan sutradara Andi, pementasan kedua dipentaskan di Pendopo IAIN Walisongo. d. Judul : "Terpasung" karya dan sutradara Ika Prihatin, dipentaskan pertama di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 9. Periode tahun 2008-2009 a. Judul : "Savana dalam Tempurung" karya dan sutradara Ipang, dipentaskan di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang. b. Judul : "Terpasung" karya Ika Prihatin dan sutradara Petruk, pementasan kedua di
Auditorium II IAIN Walisongo
Semarang. c. Judul : "Sekte Pelarian" karya Ipang dan sutradara Ainit Tahkim, dipentaskan di Auditorium II IAIN Walisongo
54
Semarang. 10. Periode tahun 2009-2010 a. Judul : "Adila" karya dan sutradara Mega Dirgantari, pementasan pertama di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang, yang kedua dipentaskan di Kudus dengan sutradara Saerozi dan yang ketiga dipentaskan di Pati. 11. Periode tahun 2010-2011 a. Judul : "Kembang" karya Abdullah Adib dan sutradara Hisyam, dipentaskan di Pendopo IAIN Walisongo Semarang. b. Judul : "Ya Fatimah" karya Abdullah Adib dan sutradara Angga, dipentaskan di Auditorium I IAIN Walisongo Semarang (Diambil dari dokumentasi Teater Wadas)..
3.2. Deskripsi Pementasan Drama Teater Wadas Periode Tahun 2009-2011 Dalam hal ini Penulis akan mendeskripsikan tentang pementasan drama Teater Wadas pada periode tahun 2009-2011 yang terdiri dari 3 pementasan, diantaranya yaitu : 3.2.1. Pementasan Drama "Adila" Naskah ini ditulis dan disutradarai oleh Mega Dirgantari. Naskah ini bertemakan realitas sosial yang menceritakan tentang kekerasan seorang ibu terhadap seorang anak. Naskah ini dibuat karena pada saat itu lagi gempar-gemparnya terjadi kekerasan oleh seorang ibu kepada seorang anak, yang seharusnya ibu sebagai pemberi kasih sayang kepada seorang anak tetapi malah sebaliknya.
55
Pementasan naskah ini terdapat satu babak dan terdiri dari tiga aktor. Pementasan drama ini pertama kali dipentaskan pada tanggal 16 Februari 2009 di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang, yang kedua dipentaskan di Kudus, dan yang ketiga dipentaskan di Pati. Pementasan diawali dengan sebuah narasi tentang suasana panggung, yang kemudian muncul seorang gadis muda yang bernama Adila yang sedang menyalakan lilin tiap malam dengan perasaan sedih, takut dan geram karena tiap harinya selalu dimarahi oleh ibunya. Proses dialog dimulai ketika seorang gadis tersebut sedang berbicara sendiri dengan menirukan cara bicara ibunya yang selalu memarahinya dan cara bicara ayahnya yang selalu memanjakannya. Dalam hal ini penulis mengajak penonton untuk dapat merasakan kesedihan, kegelisahan, kepedihan, dan ketakutan seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang, ketenangan, dan kebahagiaan. Hal ini terlihat ketika muncul seorang Sosok gadis yang digambarkan sebagai seseorang yang dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan dan solusi kematian kepada Adila (seorang anak), yang diciptakan dari antara kesedihan dan keceriaan Adila. Hal ini dapat dilihat dari dialog sebagai berikut: (Wawancara dengan Mega Dirgantari sebagai penulis naskah dan sutradara) "Kasihan… anak manis, kenapa menangis? Sedari tadi mataku terus mengikuti gerak-gerikmu, disini sangat dingin". (Kemudian Sosok gadis berjalan mendekat ke- Adila). "Kau tidak sendirian sayang, ada aku. Jika kau ingin aku bisa membahagiakanmu". Aku bisa memberimu surga yang ingin kau tuju selama ini.
56
Kemudian muncul Sosok pahlawan yang digambarkan sebagai seorang yang selalu menghantui, yang diciptakan dari kegelisahan dan kebencian Adila. Hal ini tergambar dalam dialognya sebagai berikut: Aku pahlawan ciptaanmu Adila, kau yang menciptakan aku! (Meyakinkan Adila yang kebingungan). Kau menciptakan aku dengan kebencian-kebencianmu, tapi kau tak pernah memberiku kesempatan untuk hadir di alam ini. Kau tak melahirkan aku menjadi bijak, kau mengurungku dalam ruang hitam yang sempit, terkunci rapat dan pengap (kesal). Kau egois Adila… Dalam kondisi tertekan dan kebingungan Adila yang tidak menentu, pada puncaknya adalah terciptanya sebuah kondisi keputusasaan, kepasrahan dan pemberontakan. Sebagaimana yang dikatakan oleh penulis naskah melalui dialog Adila berikut: Kalian?! Mengapa kalian tidak pergi saja dari sini (mengusir), enyahlah! Kenapa kalian masih disini! (menyentak). Kenapa, kenapa kalian harus ada? Aku tak pernah meminta kehadiran kalian, aku bahkan tak tau makhluk seperti apa kalian. Mengapa kalian tak bisa melepaskan belenggu ini dariku (menunjukkan kedua genggaman tangannya), bebaskan aku dari keterikatan ini…(Adila semakin tertekan dengan keadaannya). Dalam pementasan ini penulis mengajak penonton dan pembaca untuk dapat menyadari bahwa kekerasan terhadap anak dapat menimbulkan gangguan kejiwaan dan tidak menyelesaikan masalah. Seorang anak harus diberi kasih sayang dan pendidikan, karena anak adalah penerus bangsa.
3.2.2. Pementasan Drama "Kembang" Naskah ini ditulis oleh Abdullah Adib dan disutradarai oleh Hisyam. Naskah ini bertemakan realitas sosial dan politik yang
57
menceritakan tentang perebutan pergantian pemimpin atau kekuasaan, yang seharusnya pemimpin sebagai contoh masyarakat yang dapat menentramkan serta
memberikan keamanan dan
kenyamanan
masyarakat malah justru sebaliknya saling berebut kekuasaan dan mudah diadu-domba. Pementasan ini terdapat lima babak dan terdiri dari empat aktor. Banyak masyarakat
ajaran-ajaran dalam
yang
pementasan
ini,
hendak yakni
disampaikan tentang
pada
kejujuran,
kebijaksanaan dan keyakinan. Pementasan drama ini pertama kali dipentaskan pada tanggal 4 Mei 2010 di Pendopo IAIN Walisongo Semarang (Wawancara dengan Hisyam sebagai Sutradara). Pementasan diawali dengan kondisi panggung yang terdapat seorang suami calon kepala desa bernama Mas Yok yang sedang duduk sambil merokok dan istrinya yang sedang membersihkan ruang tamu. Proses dialog dimulai ketika datang beberapa orang dibalik layar yang ingin mencari simpati kepada Calon Kades dengan suara keras saling bersautan "Kulo Nuwun". Dalam hal ini penulis mengajak penonton untuk dapat menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin tidak semudah yang dikira, karena seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar serta mempertanggung jawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah.. Hal ini terlihat pada dialog babak pertama berikut: "(Menarik nafas panjang dengan disertai hisapan berlahan rokok yang terselip di ruas jari diisap dalam-dalam): itulah
58
yang membuatku khawatir…hhh ternyata nyalon kades tidak semudah yang aku kira, kalau saja ini bukan wasiat dari bapakku … aku masih berfikir seribu kali jika disuruh nyalon". Selanjutnya pada babak kedua dan ketiga menceritakan tentang keyakinan dan kepercayaan seorang calon kades bersama istrinya yang mendapatkan teror yang berhubungan serta masih kental dengan mitos kepercayaan adat jawa tentang santet. Meskipun calon kades tersebut sudah sarjanawan yang seharusnya segala sesuatu memakai logika akal pikiran, tetapi mau tidak mau harus mempercayai mitos tersebut. Penulis mencoba menyampaikan ajaran bahwa manusia harus mempunyai keyakinan terhadap yang ghoib. Dalam hal ini terdapat pada dialog sebagai berikut: Istri
: Mas ada bau wangi semerbak dari bungkusan itu, hi… aku jadi merinding mas. Mas yok : (Menyentuh bungkusan itu) iya Sur… baunya wangi… (Dengan penuh keberanian kain putih itu dibuka dan ketika melihat isinya, mas yok terduduk lemas dan kembang setaman jatuh berhamburan ketika tangan mas yok bergetar tak terkendali). Selain itu juga terdapat pada dialog berikut: Mas yok : "Sur… dulu… dua puluh tahun yang lalu, ayahku juga pernah menerima kiriman bunga seperti ini. Pada malam menjelang acara pemilihan kepala desa dan ke-esokan harinya ayahku jatuh pingsan di tengah arena pemilihan, serta beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam perjalanan pulang ke rumah setelah sebelumnya berwasiat kepadaku…" (berkata sendu) Dalam adegan lain, pada babak ketiga ajaran moral dalam naskah ini dihadirkan melalui tokoh istri yang menenangkan suami
59
ketika situasi sedang kacau setelah mendapatkan teror tersebut. Istri
: (Menenangkan mas yok) iya Mas siapa lagi yang berbuat seperti ini… apa salah kita ya Mas…, tapi kita coba tenang dulu Mas dalam menghadapi masalah ini, kita hadapi dengan tenang dulu Mas (Memandang Mas Yok setelah melihat ke halaman).
Ajaran moral dan syari'at dalam pementasan naskah ini juga dimunculkan adegan ketika Mas Yok menanggapi perkataan Wagino yang sedang mengadu domba dan menuduh orang sembarangan. "Sst…jangan keras-keras menuduh orang sembarangan, dosa lho… tapi aku merasa tak punya musuh…(kebingungan)" Disini penulis juga mencoba menghadirkan ajaran syari'at dalam babak keempat yang terdapat pada dialog seorang istri yang sedang mengingatkan suaminya. "(Tangis semakin keras)…"apa mas tak sadar, apa yang mas lakukan iltu?" Mas sadar… mas.. itu adalah perbuatan yang dilaknat Allah (Surti meninggalkan Mas Yok, masuk ke kamar, menyesali perbuatan suaminya, Mas Yok masih asyik dengan barang-barangnya)" Dalam babak keempat ini menceritakan tentang kesalah pahaman antara Mas Yok dengan Pak Kodir sebagai saingannya dalam pemilihan calon Kades. Hal ini terlihat pada dialog berikut: Pak Kodir : lho kok sama persis dengan yang saya alami. Kalau begitu pasti ada pihak ketiga yang sengaja mengadu domba kita. Ma'afkan saya ya mas, habis saya tadi bagitu percaya dan yakin kalau yang mengirim kembang itu sampean, (Berjabat tangan dengan mas yok) ma'af ya… kalau begitu saya mau pulang saja sekarang… (Berkata gugup sambil menahan malu, bergegas meninggalkan Mas Yok yang juga terlongong-longong.) Pementasan ini ditutup dengan adegan pada babak kelima yang
60
ternyata sudah ketahuan bahwa biang kerok yang mengadu domba antara Mas Yok dan Pak Kodir semua ini adalah Mbah Diran dan Wagino. Dalam akhir adegan, Mas Yok hanya bisa merenungi dan menyesali dirinya karena tidak mengikuti perkataan istrinya (Wawancara dengan Abdullah Adib sebagai penulis naskah). "(Merenung jengkel, berdiri seketika)… Tiga ratus lima puluh ribu rupiah milikku amblas gara-gara permainan dukun sialan itu dengan kamu No…harga diriku taruhannya."
3.2.3. Pementasan Drama "Ya Fatimah" Naskah ini ditulis oleh Abdullah Adib dan disutradarai oleh Angga. Menurut penulis naskah, tema yang dibahas dalam naskah ini adalah tentang Negara dan Perempuan, yang menceritakan tentang seorang perempuan sebagai bunga desa yang selalu dibuat pembicaraan, perdebatan dan pendiskusian. Perempuan tersebut diibaratkan sebagai salah satu persoalan negara yang selalu diperdebatkan dan hanya fokus pada persoalan tersebut, padahal masih banyak persoalan lain dalam negara yang masih perlu dibicarakan dan diselesaikan. Dalam hal ini pada waktu itu pejabat negara hanya fokus membicarakan dan memperdebatkan pada persoalan masalah Bank Century yang sampai sekarang belum selesaiselesai. Pementasan ini terdapat dua babak, enam adegan dan terdiri dari 15 aktor. Serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 7 Maret 2011 di Auditorium I IAIN Walisongo Semarang (Wawancara dengan
61
Abdullah Adib sebagai penulis naskah). Pementasan diawali dengan sebuah narasi tentang seorang Fatimah. Dalam suasana panggung berada di sebuah jalan perkampungan desa, dialog dimulai pada adegan pertama antara Sarmani dan Suripah yang meributkan masalah Fatimah. Pada adegan pertama ini penulis mencoba menghadirkan ajaran syari'at tentang larangan berburuk sangka. Yang terdapat pada dialog : "Ah pitenah itu, negatip tingking, berburuk sangka… su'udhzon, ora pareng kuwi mbokne…" Pada dialog lain juga terdapat ajaran moral tentang bersyukur. "Wha lha dalah, lak tenan tho. Hanya mung pingin ketemu si fatimah, seperti halnya lelaki-lelaki lain, pakne...pakne, apa pakne kurang bersyukur dianugerahi istri yang cantik seperti aku ini…!" Di lain tempat pada adegan kedua, penulis juga menghadirkan ajakan untuk bekerja keras. Yang terdapat pada dialog antara Lek Kalan dengan Yu Sainah yang juga lagi ribut masalah Fatimah. "Duwitnya mbahmu opo? Wong lanang kok ora gablek duwit, kerjane mung njagong, tura-turu, ora duwe planing yang jelas, pikirane mbok ditata tho pak…! Mbok bekerja, apa kek, nguli kek, dagang kek, ngamen kek, mburuh kek…" Pada adegan ketiga terdapat dialog antara Darmin dan Asih tunangannya serta Lastri. Mereka juga lagi membicarakan dan penasaran dengan Fatimah. Dalam adegan ini penulis mengajak penonton untuk saling percaya dan tidak saling curiga serta penasaran. Ajakan tersebut terdapat pada dialog : "Lha ya begitu saja, yang aman, dari pada saya penasaran tapi
62
kamu larang, atau dari pada saya berangkat sendiri, tapi kamu selalu curiga? Lebih baik kita bersama-sama saja, supaya tidak ada prasangka." Kemudian dalam adegan keempat dan kelima menceritakan tentang seseorang yang suka mengompor-ngompori orang lain supaya dagangannya lebih laris karena tidak suka dengan saingan dagangnya. Dalam hal ini yaitu Mas Suro sebagai saingan dagang Fatimah. Dalam adegan ini terdapat beberapa pesan dakwah, yang pertama tentang ajaran hukum keadilan yang terdapat pada dialog berikut: "Nah… ini yang harus ditegakkan, keadilan yang ini harus dijejegkan, masak orang-orang kecil seperti kita tak pernah diperhatikan… Betul?" Yang kedua tentang ajaran moral yang tidak main hakim sendiri. Terdapat pada dialognya Mas Suro :
"Lha iya, ini berarti sudah meresahkan masyarakat, dan keresahan masyarakat adalah sudah urusan aparat, tapi jangan main hakim sendiri. Jadi mari kita bulatkan tekad, kita giring Fatimah ke hadapan Denmas Lukito, pimpinan kita". Yang ketiga mengajak untuk berpikir sebelum bertindak. Yang dikatakan oleh Wanita 1: "Saya ada usul, bagaimana kalau kita berkonsultasi dulu pada mbah radikin, jelek-jelek begitu dia itu sesepuh kita lho, dia sekelas paranormal, tahu banyak hal." Selanjutnya tentang ajakan untuk mengintrospeksi diri dan jangan mudah menyalahkan orang lain. Dalam hal ini terdapat pada dialog perkataan Mbah Radikin kepada Para Wanita. "Ya introspeksi, kita kembali melihat kepada diri kita sendiri, apa tho yang kurang pada diri kita, sehingga suamiku
63
meninggalkan aku, sehingga suamiku bosan dengan ku, apa kita kurang bersolek, kurang ayu. Dulu waktu masih pacaran dandan mati-matian, dan setelah nikah malah nglombrot blas ora tau dandan…, Kok suami suka sarapan di luar, apa masakan kita kurang enak? Kalau kurang enak ya belajar masak, biar suami dan anak betah dan suka makan di rumah. Tak ada salahnya kita melihat kembali pada diri kita, tidak asal menyalahkan orang lain. Tapi cobalah menghargai orang lain." Pada puncaknya terdapat dalam babak kedua pada adegan keenam, yaitu Para Wanita beserta Fatimah berbondong-bondong pergi ke rumah Denmas Lukito untuk menyelesaikan masalah mereka masing-masing. Dalam hal ini Fatimah sebagai bahan omongan mengajukan protes dan unek-uneknya. Dalam dialognya mengandung ajaran kebebasan hak asasi manusia. "Ya, saya dan para mbak yu ini akan curhat, mengeluarkan isi hati kami, kami ingin mempertanyakan, kenapa kami para wanita ini, hanya dijadikan bahan omongan, bahan gunjingan, dirasani sana-sini. Apa salah kami, kami toh hanya menjalankan tugas kami, saya hanya berjualan lontong untuk menghidupi ibu dan adik-adik saya kok dijadikan obyek kesalahan. Apa saya salah, apa jual lontong itu salah, apa saya tidak boleh jualan lagi, terus keluarga kami harus makan apa? Saya tak punya keahlian lain selain masak lontong." Dalam akhir adegan, Denmas Lukito menanggapi dan mencoba menyelesaikan masalah mereka masing-masing, yang diakhiri dengan saling bercanda dan bersalam-salaman. Dalam dialog tanggapan Denmas
Lukito
terdapat
pesan
ajakan
untuk
bersama-sama
membangun negara (Wawancara dengan Angga sebagai sutradara). "Ehm… kalau memang begitu selesailah, mbak yu Fatimah tetap tenang ya… ini Cuma kesalahan teknis, cekak pikir, ya semua biarkan berjalan dengan sendirinya. Kenapa kita hanya ngurusi hal-hal sepele, ayo pada eling, sing edan ayo pada dandan, sing kentir ayo pada mikir, sing brutal liar ayo pada
64
sadar, sementara masih banyak hal-hal penting negara yang belum terurusi. Kita songsong hari depan dengan harapan, bukan dengan tiduran. Nyengkuyung bareng mbangun negarane."
65
BAB IV ANALISIS TERHADAP SENI DRAMA SEBAGAI MEDIA DAKWAH
4.1 Analisis Terhadap Pementasan Seni Drama Teater Wadas Pementasan seni drama merupakan seni pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan di depan umum (khalayak) terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif. Setelah penulis mengambil beberapa pementasan drama Teater Wadas yang menurut penulis mengandung makna dan pesan-pesan dakwah Islam dengan membuat penafsiran. Kemudian disini penulis akan menganalisis pementasan drama Teater Wadas yang terdiri dari beberapa unsur drama. 4.1.1 Naskah Drama Teater Wadas memiliki beberapa naskah drama yang sudah dipentaskan, akan tetapi dalam penelitian ini hanya mengambil 3 naskah drama yang sudah pernah dipentaskan oleh Teater Wadas pada tahun 2009-2011. Naskah drama tersebut yaitu : Pertama, naskah drama "Adila" yang ditulis oleh Mega Dirgantari dan digarap dalam pementasan drama serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 16 Februari 2009 di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang, yang kedua dipentaskan di Kudus, dan yang ketiga dipentaskan di Pati. Naskah ini bertemakan realitas sosial yang menceritakan tentang kekerasan seorang ibu terhadap seorang anak.
66
Naskah ini memberikan ajaran tentang akhlak sebagai pelengkap keimanan dan keislaman seseorang yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Ajaran ini terdapat pada dialog berikut : Gadis
: "Kasihan… anak manis, kenapa menangis? Sedari tadi mataku terus mengikuti gerak-gerikmu, disini sangat dingin". (Kemudian Sosok gadis berjalan mendekat ke- Adila). "Kau tidak sendirian sayang, ada aku. Jika kau ingin aku bisa membahagiakanmu". Aku bisa memberimu surga yang ingin kau tuju selama ini.
Pada dialog tersebut penulis naskah mencoba menyampaikan ajaran bahwa manusia harus mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama terutama kepada seorang anak. Kedua, naskah drama "Kembang" yang ditulis oleh Abdullah Adib dan digarap oleh Hisyam sebagai sutradara dalam pementasan drama serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 4 Mei 2010 di Pendopo IAIN Walisongo Semarang. Naskah ini bertemakan realitas sosial dan politik yang menceritakan tentang perebutan pergantian pemimpin atau kekuasaan. Naskah ini mengandung ajaran tentang aqidah yang bersifat batiniah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Dalam hal ini terdapat pada dialog yang berbunyi: Istri Mas yok
: Mas ada bau wangi semerbak dari bungkusan itu, hi… aku jadi merinding mas. : (Menyentuh bungkusan itu) iya Sur… baunya wangi… (Dengan penuh keberanian kain putih itu dibuka dan ketika melihat isinya, mas yok terduduk lemas dan kembang setaman jatuh berhamburan ketika tangan mas yok bergetar tak terkendali).
Selain itu juga terdapat pada dialog berikut:
67
Mas yok : "Sur… dulu… dua puluh tahun yang lalu, ayahku juga pernah menerima kiriman bunga seperti ini. Pada malam menjelang acara pemilihan kepala desa dan keesokan harinya ayahku jatuh pingsan di tengah arena pemilihan, serta beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam perjalanan pulang ke rumah setelah sebelumnya berwasiat kepadaku…" (berkata sendu) Pada dialog tersebut penulis naskah mencoba menyampaikan ajaran bahwa manusia harus mempunyai keyakinan terhadap yang ghoib. Selain itu, naskah ini juga mengandung ajaran tentang akhlak yang mengajak manusia untuk bersikap tenang dalam menghadapi masalah. Ajaran ini terdapat pada dialog : Istri
: (Menenangkan mas yok) iya Mas siapa lagi yang berbuat seperti ini… apa salah kita ya Mas…, tapi kita coba tenang dulu Mas dalam menghadapi masalah ini, kita hadapi dengan tenang dulu Mas (Memandang Mas Yok setelah melihat ke halaman). Ketiga, naskah drama "Ya Fatimah" yang ditulis oleh Abdullah
Adib dan digarap oleh Angga sebagai sutradara dalam pementasan drama serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 7 Maret 2011 di Auditorium I IAIN Walisongo Semarang. Naskah ini bertemakan tentang Negara dan Perempuan, yang menceritakan tentang seorang perempuan sebagai bunga desa yang selalu dibuat pembicaraan, perdebatan dan pendiskusian. Naskah ini mengandung ajaran tentang syari'at yang erat hubungannya dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia
68
dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia. Ajaran tersebut terdapat pada dialog : Sarmani : "Ah pitenah itu, negatip tingking, berburuk sangka… su'udhzon, ora pareng kuwi mbokne…" Juga terdapat pada dialog : Mas Suro : "Nah… ini yang harus ditegakkan, keadilan yang ini harus dijejegkan, masak orang-orang kecil seperti kita tak pernah diperhatikan… Betul?" Pada dialog-dialog tersebut penulis naskah menyampaikan ajaran larangan memfitnah dan berburuk sangka, serta ajaran untuk berbuat adil. Selain itu, naskah ini juga mengandung ajaran tentang akhlak yang mengajak untuk mengintrospeksi diri. Ajaran tersebut terdapat pada dialog berikut : Mbah Rakidin : "Ya introspeksi, kita kembali melihat kepada diri kita sendiri, apa tho yang kurang pada diri kita, sehingga suamiku meninggalkan aku, sehingga suamiku bosan dengan ku, apa kita kurang bersolek, kurang ayu. Dulu waktu masih pacaran dandan matimatian, dan setelah nikah malah nglombrot blas ora tau dandan…, Kok suami suka sarapan di luar, apa masakan kita kurang enak? Kalau kurang enak ya belajar masak, biar suami dan anak betah dan suka makan di rumah. Tak ada salahnya kita melihat kembali pada diri kita, tidak asal menyalahkan orang lain. Tapi cobalah menghargai orang lain." Dari uraian ketiga naskah drama tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa naskah-naskah tersebut menceritakan tentang realitas sosial kehidupan manusia, serta di dalamnya terdapat pesanpesan yang mengandung ajaran dakwah Islam yang dapat diambil
69
manfa'atnya. Diantaranya yaitu ajaran tentang aqidah, syari'at dan akhlak. 4.1.2 Aktor Dalam pementasan drama Teater Wadas juga terdapat beberapa aktor. Dalam hal ini aktor merupakan tulang punggung pementasan. Dengan aktor yang tepat dan berpengalaman dapat dimungkinkan pementasan yang bermutu. Sang aktor atau pemain harus mengahafalkan percakapan yang tertulis dalam naskah drama. Bukan hanya itu, ia juga harus menafsirkan watak tokoh yang diperankan, seraya mencoba memeragakan gerak-geriknya. Karena itu, pemain harus berlatih berulang-ulang agar peragaan yang dilakukannya benar-benar sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan aktor harus berdasarkan kecakapan atau kemahiran yang sama, atau atas kecocokan fisik, atau bertentangan dengan watak dan ciri fisik, atau berdasarkan observasi kehidupan pribadi, dan atau dengan maksud untuk penyembuhan terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri seseorang. Dalam hal ini aktor yang dipilih dalam pementasan drama Teater Wadas sesuai dengan
keahliannya
masing-masing.
Masing-masing
aktor
melaksanakan peran yang telah ditentukan oleh sutradara. Kaitannya dengan dakwah, aktor merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan dakwah. Aktor dalam pementasan drama Teater Wadas memainkan bagian adegan serta dialog yang di dalamnya
70
terdapat nilai ajaran dakwah Islamiyah. Sehingga disini aktor harus memiliki pengetahuan dan sifat-sifat sebagai seorang da'i. Aktor dalam pementasan drama Teater Wadas memiliki pengetahuan dan sifat-sifat yang berbeda-beda, ada yang pengetahuannya luas dan juga ada yang kurang, ada yang sifatnya baik dan juga ada yang jelek, sehingga tidak semua aktor bisa berdakwah. Tetapi dalam hal ini seorang aktor dalam pementasan drama Teater Wadas juga sekaligus belajar berlatih untuk berbicara, menambah ilmu pengetahuan, serta menguji dan melatih ketahanan mental. Dilihat dari keseharian seorang aktor dalam Teater Wadas, sebagian ada yang sudah pantas untuk berdakwah atau menjadi seorang da'i karena memiliki sifat yang baik serta pengetahuan yang luas, seperti: melaksanakan ibadah sholat, mengaji Al-Qur'an dan kitab, mengajar TPQ dan TK, membantu orang lain, berdiskusi, dan lain-lain; dan juga sebagian ada yang belum pantas untuk berdakwah atau menjadi seorang da'i karena memiliki sifat yang jelek serta pengetahuan yang masih sedikit, seperti: jarang melaksanakan sholat, jarang mengaji Al-Qur'an, suka mengganggu orang lain, berpacaran, kurang memiliki pengetahuan tentang agama, dan lain-lain. 4.1.3 Sutradara Tugas sutradara dalam hal ini adalah mengkoordinasikan segala analisir pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai tugas sentral yang berat,
71
tidak hanya acting para pemain yang harus diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis. Sutradara harus memilih naskah, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf, dan mengkoordinasikan setiap bagian. Demi terlaksananya pementasan drama, maka sutradara harus semaksimal mungkin dalam melatih dan bekerjasama dengan stafstafnya.
Sehingga
memberikan
pertunjukan
yang
baik
dan
memuaskan. Sutradara yang dipilih dalam pementasan drama Teater Wadas biasanya yang memiliki sifat seorang pemimpin dan mempunyai pengetahuan yang luas, sehingga berani mengatur, memberikan arahan, masukan dan kritikan kepada para aktor dan staf-stafnya. Dalam Teater Wadas seorang sutradara selalu memimpin do'a dahulu sebelum mulai pementasan atau latihan drama. Hal ini sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap kali akan latihan, pentas dan membuka sesuatu selalu diawali dengan do'a. Selain do'a, sutradara selalu menegaskan dan mengajarkan kepada aktor untuk menjadi orang yang berakhlaqul karimah, rasa tawadhu', bersifat jujur, tidak takabur atau sombong, dan lain-lain. Kaitannya dengan dakwah, dilihat dari kesehariannya seorang sutradara dalam Teater Wadas adalah yang memiliki sifat seorang da'i dan seorang pemimpin. Diantaranya seperti: memiliki banyak pengetahuan tentang keagamaan, melaksanakan ibadah sholat,
72
mengaji Al-Qur'an, memiliki jabatan penting dalam organisasi, pemberani serta tegas, dan lain-lain. 4.1.4 Tata Rias Tata rias merupakan seni menggunakan bahan kosmetik untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon. Fungsi pokok dari rias adalah mengubah watak seseorang, baik dari segi fisik, psikis, dan sosial. Jika rias menuntut berperan sebagai fungsi pokok, maka berarti mengubah diri aktor ke dalam peran yang lain dari dirinya sendiri. Tata rias ini senantiasa dilakukan oleh perias yang akan merias secara langsung aktor-aktor yang mendapatkan tugas peran masingmasing, apakah sudah sesuai dengan perannya masing-masing atau belum. Dan juga melihat langsung proses latihan agar dapat mengetahui hal-hal bila terjadi perubahan peran, yang kemudian dapat mengambil gambaran terhadap perubahan peran tersebut dan melakukan perbaikan. Serta selalu berkoordinasi dengan sutradara. Penata rias pada pementasan drama Teater Wadas biasanya adalah seorang wanita dalam merias seorang aktor tidak terlalu mencolok serta sesuai dengan perannya masing-masing. Begitu pula penata rias sendiri pada Teater Wadas dalam kesehariannya juga tidak terlalu mencolok serta biasa-biasa saja dalam merias dirinya sendiri. Karena agar tidak kelihatan berlebih-lebihan bila dilihat orang lain
73
serta mencerminkan sikap seorang da'i dan memberikan contoh yang baik. 4.1.5 Tata Busana Seperti halnya tata rias, tata busana atau kostum membantu aktor membawakan perannya sesuai dengan tuntutan lakon. Fungsi tata busana disini adalah menunjukkan asal-usul dan status sosial orang tersebut, apakah sudah memenuhi peran yang telah ditetapkan atau bahkan belum sama sekali. Untuk dapat menyediakan kostum yang sesuai dan tepat bagi aktor, maka juru kostum harus mempelajari watak peran. Dalam pementasan drama Teater Wadas, penata busana selalu siap siaga dalam penyediaan kostum dan mencari apabila masih ada kostum yang masih kurang. Kostum harus sudah siap semua sebelum pementasan dimulai. Tetapi kebiasaan penata busana selalu mengulurngulur waktu dalam pencarian kostum, sehingga ketika waktu mendekati hari pementasan penata busana terombang-ambing mencari kostum kesana-kemari sehingga kostum tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, penata busana harus benar-benar memanfa'atkan waktu yang ada. Kaitannya dengan dakwah, tata busana adalah sebagai pelengkap untuk berdakwah. Dalam pementasan drama Teater Wadas bagi para aktor wanita selalu memakai busana atau kostum yang
74
berjilbab, walaupun yang berperan sebagai tokoh antagonis. Karena agar tidak mengurangi nilai yang mencerminkan sebagai seorang da'i. Begitu pula penata busana pada Teater Wadas biasanya adalah seorang wanita, dalam kesehariannya juga selalu memakai jilbab. Karena di samping sebagai penutup aurat juga sebagai pencerminan seorang da'i. 4.1.6 Tata Panggung Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama. Misalnya, panggung harus menggambarkan keadaan ruang tamu. Supaya panggung seperti ruang tamu, tentu panggung diisi peralatan, seperti meja, kursi, hiasan dinding, dan lainlain. Semua peralatan itu diatur demikian rupa sehingga seperti ruang tamu. Dalam hal ini penata panggung dalam pementasan seni drama Teater Wadas sudah mempunyai gambaran dalam setting panggung yang diharapkan oleh sutradara, sehingga sesuai dengan gambaran sutradara, serta mempersiapkan semua keperluan yang ada kaitannya dengan panggung. Tata panggung juga merupakan sebagai pelengkap untuk berdakwah. Dalam pementasan drama Teater Wadas, seorang penata panggung selalu menata tempat atau panggung sesuai dengan adegan yang dipentaskan. Penata panggung pada Teater Wadas dalam kesehariannya di samping selalu menggeluti hal yang berkaitan dengan panggung juga menggeluti hal yang berkaitan dengan musik.
75
Selain itu juga melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan ibadah, diskusi, dan lain-lain. Dan sebagian juga ada yang suka bermalas-malasan semaunya sendiri, tidak mau melakukan kegiatan yang bermanfa'at tetapi malah sebaliknya. 4.1.7 Tata Lampu Dalam pementasan seni drama juga terdapat setting lampu yang disebut tata lampu. Lampu dapat memberikan pengaruh psikologis pada aktor dan juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) atau penunjuk waktu dan suasanan pentas. Dengan fungsi ini, pentas dengan segala isinya dapat terlihat jelas oleh penonton. Lampu yang digunakan dalam pementasan drama Teater Wadas berwarna-warni, agar mampu memberikan efek psikologis dan variasi. Juru lampu harus membuat alat tata lampu ini semudah mungkin dan juga harus disertai perencanaan tata lampu yang mendetail untuk suatu lakon yang dipersiapkan, sehingga sesuai dengan arahan sutradara. Juru lampu dalam pementasan drama Teater Wadas selalu menata dan mengatur lampu sesuai dengan tuntutan naskah dan arahan dari sutradara. Disamping itu, juru lampu juga memiliki gambaran sendiri dan selalu berkoordinasi dengan sutradara bila terjadi perubahan dalam tata lampu. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pementasan.
76
4.1.8 Tata Suara Selanjutnya adalah tata suara, dalam kaitannya pementasan seni drama adalah pengeras suara atau musik pengiring. Suara yang mengiringi suatu adegan atau sebelum dan sesudah adegan adalah sesuatu yang harus disiapkan secara matang dan menyuarakannya harus tepat waktu. Peranan suara ini benar-benar menentukan jika menjadi pelengkap adegan yang ikut diucapkan dalam dialog para pelakunya. Peranan musik dalam pertunjukan drama sangatlah penting. Musik dapat menjadi bagian lakon dan sebagai ilustrasi. Dalam pementasan drama Teater Wadas, juru musik mempersiapkan dan memberikan efek suara yang diperlukan lakon, seperti suara tangis, suara anjing melolong, suara air terjun, dan sebagainya. Suara-suara itu akan meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton. Ilustrasi musik yang digunakan oleh penata suara dalam pementasan drama teater wadas menyesuaikan adegan
yang
dipentaskan, biasanya menggunakan musik religi sebagi ilustrasi musiknya karena terdapat unsur religinya. Dan kadang pula memakai ilustrasi musik yang masih tradisional yaitu musik jawa seperti gamelan. Penata suara dalam kesehariannya juga selalu menggeluti berbagai musik seperti musik pop, religi, campursari, dangdut, musik sholawat, dan lain-lain. Dan juga menggeluti berbagai alat musik seperti gitar, bas, piano, gamelan, angklung, dan lain-lain.
77
4.1.9 Penonton Penonton sebagai unsur terakhir adalah sebagai penikmat dan penerima pesan dalam pementasan seni drama. Pementasan drama Teater Wadas selalu menyesuaikan keadaan dan kondisi penonton dalam pementasannya. Karena setiap penonton memiliki karakteristik dan pemahaman yang berbeda. Sehingga penonton dapat benar-benar menikmati dan merasakan pementasan tersebut. Penonton yang hadir dalam pementasan drama Teater Wadas terdiri dari berbagai kalangan seperti rakyat biasa, pejabat, mahasiswa, orang tua, muda, kaya dan miskin ini berbaur menjadi satu. Para penonton yang hadir tidak dibeda-bedakan antara penonton satu dengan lainnya, baik dari fasilitas tempat duduk mereka pun sama.
4.2 Analisis Terhadap Seni Drama sebagai Media Dakwah Seni merupakan media yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan dakwah Islam, karena media tersebut memiliki daya tarik yang dapat mengesankan hati pendengar maupun penontonnya. Melihat kenyataan yang demikian maka kesenian memiliki peranan yang tepat guna sehingga dapat mengajak kepada khalayak untuk menikmati dan menjalankan isi yang terkandung di dalamnya. Drama adalah tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik
78
batin mereka sendiri. Lakon drama sebenarnya mengandung pesan atau ajaran (terutama ajaran moral) bagi penontonnya. Penonton menemukan ajaran itu secara tersirat dalam lakon drama (Waluyo, 2002: 1). Media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u. Menurut Hamzah Ya'kub, seni drama merupakan media dakwah audio visual yang dapat merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya (Munir & Ilaihi, 2006: 32). Dalam hal ini Teater Wadas yang merupakan salah satu dari beberapa teater yang ada di IAIN Walisongo Semarang, yang di dalamnya terdapat mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki minat dan potensi untuk berkarya seni di Fakultas Dakwah memakai atau menggunakan seni drama sebagai media untuk berdakwah. Dalam setiap pementasannya selama ini, Teater Wadas banyak menggarap seni drama yang bertemakan dakwah. Hal ini terbukti dengan pementasan-pementasan seni drama Teater Wadas tahun 2009-2011 yaitu sebagai berikut : Pertama, pementasan drama "Adila" yang ditulis dan disutradarai oleh Mega Dirgantari serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 16 Februari 2009 di Auditorium II IAIN Walisongo Semarang, yang kedua dipentaskan di Kudus, dan yang ketiga dipentaskan di Pati. Pementasan ini bertemakan realitas sosial yang menceritakan tentang kekerasan seorang ibu terhadap seorang anak. Dalam adegan dan dialognya, pementasan drama ini memberikan ajaran tentang akhlak sebagai pelengkap keimanan dan keislaman seseorang
79
yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Serta menyampaikan ajaran bahwa manusia harus mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama terutama kepada seorang anak. Kedua, Pementasan drama "Kembang" yang ditulis oleh Abdullah Adib dan disutradarai oleh Hisyam serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 4 Mei 2010 di Pendopo IAIN Walisongo Semarang. Pementasan ini bertemakan realitas sosial dan politik yang menceritakan tentang perebutan pergantian pemimpin atau kekuasaan. Pementasan drama ini dalam adegan dan dialognya mengandung ajaran tentang aqidah yang bersifat batiniah yang mencakup masalahmasalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Serta menyampaikan ajaran bahwa manusia harus mempunyai keyakinan terhadap yang ghoib. Selain itu, Pementasan drama ini juga mengandung ajaran tentang akhlak yang mengajak manusia untuk bersikap tenang dalam menghadapi masalah. Ketiga, Pementasan drama "Ya Fatimah" yang ditulis oleh Abdullah Adib dan disutradarai oleh Angga serta pertama kali dipentaskan pada tanggal 7 Maret 2011 di Auditorium I IAIN Walisongo Semarang. Pementasan ini bertemakan tentang Negara dan Perempuan, yang menceritakan tentang seorang perempuan sebagai bunga desa yang selalu dibuat pembicaraan, perdebatan dan pendiskusian. Dalam adegan dan dialognya, pementasan drama ini mengandung ajaran tentang syari'at yang erat hubungannya dengan amal lahir (nyata)
80
dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia. Serta menyampaikan ajaran tentang larangan memfitnah dan berburuk sangka, serta ajaran untuk berbuat adil. Selain itu, Pementasan drama ini juga mengandung ajaran tentang akhlak yang mengajak untuk mengintrospeksi diri. Dari uraian ketiga pementasan drama di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pementasan-pementasan tersebut menceritakan tentang realitas sosial kehidupan manusia, serta di dalamnya terdapat pesan-pesan yang mengandung ajaran dakwah Islam diantaranya yaitu ajaran tentang aqidah, syari'at dan akhlak. Teater Wadas memanfa'atkan seni drama sebagai media untuk berdakwah. Dakwah dengan media tradisional seperti seni drama tersebut selain sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, juga sebagai sarana untuk menyampaikan pesan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian mempermudah bagi juru dakwah untuk menyampaikan dakwah dan juga agar mudah dipahami oleh sasaran dakwah (mad'u) serta tercapainya tujuan dakwah. Selain itu juga,
Teater Wadas
dalam menyampaikan
dan
mementaskan pementasan seni drama juga menyesuaikan keadaan masyarakat, penonton atau mad'u. Karena setiap masyarakat atau penonton memiliki karakteristik yang berbeda, disatu sisi sudah modern dan disisi lain masih tradisional.
81
Oleh karena itu dalam berdakwah dengan menggunakan seni drama harus menyesuaikan keadaan penonton atau masyarakat setempat. Oleh karena keadaan lingkungan masing-masing masyarakat atau penonton tidak selalu sama, maka materi atau tema dan pementasannya juga harus bervariasi menyesuaikan keadaan dimana juru dakwah dalam hal ini penulis naskah atau sutradara harus mencari masalah-masalah yang dihadapi dan sekaligus memikirkan pemecahannya yang nantinya menjadi bahan pembicaraan dalam pementasan. Dengan demikian penggunaan drama sebagai media dakwah sangat efektif, karena melalui perkataan, gerakan dan adegan yang terangkai dalam suatu pementasan drama, maka pesan-pesan dakwah dapat disampaikan kepada masyarakat serta dapat dijadikan sebagai tontonan sekaligus tuntunan yang bermanfaat. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa, Teater Wadas telah menerapkan dan menggunakan seni drama sebagai media untuk berdakwah sesuai dengan teori Hamzah Ya'kub tentang media dakwah. Karena dalam pementasannya terdapat adegan, dialog dan syair yang bernilai dakwah. Hal itu terbukti pada pementasan-pementasan seni drama Teater Wadas yang di dalamnya mengandung banyak pesan yang mengajak kepada kebaikan serta mengandung nilai-nilai ajaran Islam.
82
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pementasan seni drama Teater Wadas memiliki karakteristik tersendiri yang di dalamnya terdapat banyak pesan yang mengajak kepada kebaikan serta mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Teater Wadas memanfa'atkan seni drama sebagai media untuk berdakwah. Dakwah dengan media tradisional seperti seni drama tersebut selain sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, juga sebagai sarana untuk menyampaikan pesan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian mempermudah bagi juru dakwah untuk menyampaikan dakwah dan juga agar mudah dipahami oleh sasaran dakwah (mad'u) serta tercapainya tujuan dakwah. Teater Wadas merupakan salah satu dari beberapa teater yang ada di IAIN Walisongo Semarang, yang di dalamnya terdapat mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki minat dan potensi untuk berkarya seni di Fakultas Dakwah. Dilihat dari keseharianya, anggota dalam Teater Wadas sebagian ada yang sudah pantas untuk berdakwah atau menjadi seorang da'i karena memiliki sifat yang baik serta pengetahuan yang luas, seperti: melaksanakan ibadah sholat, mengaji AlQur'an dan kitab, mengajar TPQ dan TK, membantu orang lain,
83
berdiskusi, dan lain-lain; dan juga sebagian ada yang belum pantas untuk berdakwah atau menjadi seorang da'i karena memiliki sifat yang jelek serta pengetahuan yang masih sedikit, seperti: jarang melaksanakan sholat, jarang mengaji Al-Qur'an, suka mengganggu orang lain, berpacaran, kurang memiliki pengetahuan tentang agama, dan lain-lain.
2. Dalam seni drama terdapat beberapa unsur atau komponen drama. Pementasan seni drama Teater Wadas memiliki unsur-unsur atau komponen yang sesuai dengan seni drama, yaitu terdiri dari : a. Naskah drama; dalam pementasan drama Teater Wadas tahun 20092011 memakai naskah drama "Adila", "Kembang" dan "Ya Fatimah" yang di dalamnya menceritakan tentang realitas sosial kehidupan manusia serta terdapat pesan-pesan atau ajaran-ajaran yang dapat diambil manfa'atnya. Diantaranya yaitu ajaran tentang aqidah, syari'at dan akhlak. Dalam proses pemilihan naskah drama, ketua teater Wadas mengadakan rapat untuk pemilihan naskah. Dalam pemilihan naskah, pertama kali dengan mengumpulkan beberapa naskah yang kemudian dipilah-pilah yang sesuai dengan tema. Naskah yang dipilih biasanya menyesuaikan dengan tema yang akan diangkat serta lebih mengutamakan memakai naskah karya anggota teater Wadas sendiri.
84
b. Aktor; aktor yang dipilih dalam pementasan drama Teater Wadas sesuai dengan keahliannya masing-masing. Masing-masing aktor melaksanakan peran yang telah ditentukan oleh sutradara. Aktor dalam pementasan drama Teater Wadas memiliki pengetahuan dan sifat-sifat yang berbeda-beda, ada yang pengetahuannya luas dan juga ada yang kurang, ada yang sifatnya baik dan juga ada yang jelek, sehingga tidak semua aktor bisa berdakwah. Tetapi dalam hal ini seorang aktor dalam pementasan drama Teater Wadas juga sekaligus belajar berlatih untuk berbicara, menambah ilmu pengetahuan, serta menguji dan melatih ketahanan mental. c. Sutradara; sutradara mengkoordinasikan segala analisir pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai serta harus memilih naskah, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf. Sutradara dalam Teater Wadas adalah yang memiliki sifat seorang da'i dan seorang pemimpin. Diantaranya seperti: memiliki banyak pengetahuan tentang keagamaan, melaksanakan ibadah sholat, mengaji Al-Qur'an, memiliki jabatan penting dalam organisasi, pemberani serta tegas, dan lain-lain. Dalam Teater Wadas seorang sutradara selalu memimpin do'a dahulu sebelum mulai pementasan atau latihan drama. Hal ini sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap kali akan latihan, pentas dan membuka sesuatu selalu diawali dengan do'a. Selain do'a, sutradara selalu menegaskan dan mengajarkan kepada aktor untuk menjadi orang yang berakhlaqul
85
karimah, rasa tawadhu', bersifat jujur, tidak takabur atau sombong, dan lain-lain d. Tata rias; tata rias senantiasa dilakukan oleh perias yang akan merias secara langsung aktor-aktor yang mendapatkan tugas peran masingmasing, apakah sudah sesuai dengan perannya masing-masing atau belum. Penata rias pada pementasan drama Teater Wadas biasanya adalah seorang wanita dalam merias seorang aktor tidak terlalu mencolok serta sesuai dengan perannya masing-masing. Begitu pula penata rias sendiri pada Teater Wadas dalam kesehariannya juga tidak terlalu mencolok serta biasa-biasa saja dalam merias dirinya sendiri. Karena agar tidak kelihatan berlebih-lebihan bila dilihat orang lain serta mencerminkan sikap seorang da'i dan memberikan contoh yang baik. e. Tata busana; tata busana atau kostum membantu aktor membawakan perannya sesuai dengan tuntutan lakon. Serta sebagai pendukung dalam tujuan dakwah. Dalam pementasan drama Teater Wadas, penata busana selalu siap siaga dalam penyediaan kostum dan mencari apabila masih ada kostum yang masih kurang. Dalam pementasan drama Teater Wadas bagi para aktor wanita selalu memakai busana atau kostum yang berjilbab, walaupun yang berperan sebagai tokoh antagonis. Karena agar tidak mengurangi nilai yang mencerminkan sebagai seorang da'i. Begitu pula penata busana pada Teater Wadas biasanya adalah seorang wanita, dalam
86
kesehariannya juga selalu memakai jilbab. Karena di samping sebagai penutup aurat juga sebagai pencerminan seorang da'i. f. Tata panggung; dalam hal tata panggung dalam pementasan seni drama Teater Wadas, penata panggung sudah mempunyai gambaran dalam setting panggung yang diharapkan oleh sutradara, sehingga sesuai dengan gambaran sutradara. Penata panggung pada Teater Wadas dalam kesehariannya di samping selalu menggeluti hal yang berkaitan dengan panggung juga menggeluti hal yang berkaitan dengan musik. Selain itu juga melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan ibadah, diskusi, dan lain-lain. Dan sebagian juga ada yang suka bermalas-malasan semaunya sendiri, tidak mau melakukan kegiatan yang bermanfa'at tetapi malah sebaliknya. g. Tata lampu; lampu yang digunakan dalam pementasan drama Teater Wadas berwarna-warni, agar mampu memberikan efek psikologis dan variasi. Juru lampu harus membuat alat tata lampu ini semudah mungkin dan juga harus disertai perencanaan tata lampu yang mendetail untuk suatu lakon yang dipersiapkan, sehingga sesuai dengan arahan sutradara. Juru lampu dalam pementasan drama Teater Wadas selalu menata dan mengatur lampu sesuai dengan tuntutan naskah dan arahan dari sutradara. Disamping itu, juru lampu juga memiliki gambaran sendiri dan selalu berkoordinasi dengan sutradara bila terjadi perubahan dalam tata lampu. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pementasan.
87
h. Tata suara; tata suara adalah sebagai ilustrasi. Juru suara mempersiapkan dan memberikan efek suara yang diperlukan lakon, seperti suara tangis, suara anjing melolong, suara air terjun, dan sebagainya. Suara-suara itu akan meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton. Ilustrasi musik yang digunakan oleh penata suara dalam pementasan drama teater wadas menyesuaikan adegan yang dipentaskan, biasanya menggunakan musik religi sebagi ilustrasi musiknya karena terdapat unsur religinya. Dan kadang pula memakai ilustrasi musik yang masih tradisional yaitu musik jawa seperti gamelan. Penata suara dalam kesehariannya juga selalu menggeluti berbagai musik seperti musik pop, religi, campursari, dangdut, musik sholawat, dan lain-lain. Dan juga menggeluti berbagai alat musik
seperti gitar, bas, piano, gamelan, angklung,
dan lain-lain. i. Penonton; dalam pementasan seni drama Teater Wadas selalu menyesuaikan keadaan dan kondisi penonton, sehingga penonton dapat benar-benar menikmati dan merasakan pementasan tersebut. Penonton yang hadir dalam pementasan drama Teater Wadas terdiri dari berbagai kalangan seperti rakyat biasa, pejabat, mahasiswa, orang tua, muda, kaya dan miskin ini berbaur menjadi satu.
88
5.2. Saran-Saran Sehubungan dengan telah selesainya penulisan skripsi ini, ada beberapa hal yang menjadi catatan penulis, baik itu bagi pengurus dan anggota teater Wadas maupun bagi peneliti selanjutnya. Maka dari itu penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Teater Wadas sebagai wadah atau wahana aspirasi dakwah dan seni hendaklah dapat mempertahankan mutu pementasan atau penampilannya dengan tetap memperhatikan masukan yang datang dari berbagai kalangan, serta selalu membuat karya dan pementasan yang lebih baik serta terdapat nilai-nilai dakwahnya. 2. Para komunitas seni kampus baik pengurus maupun anggota hendaknya tetap dalam penampilan yang mencerminkan pribadi muslim sebagai tauladan bagi para penonton (mad'u). 3. Berkaitan dengan teknis penelitian, penulis mengalami banyak hambatan dalam penyediaan literatur, untuk itu penulis memberikan saran bagi peneliti di kemudian hari untuk dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik.
5.3. Penutup Dengan rasa syukur yang tak terhingga saya ucapkan alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
89
menyelesaikan tugas, yaitu penulisan skripsi walaupun dalam penulisan skripsi ini belum mencapai hasil yang sempurna. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih baik berupa pikiran, tenaga maupun do’a, penulis mengucapkan terima kasih dan penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Galih Fathul. 2005. Pesan-Pesan Dakwah dalam Naskah Teater (Analisis Naskah Pementasan Teater Wadas Periode 2000-2003). Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. Baroroh, Umul, dkk. 2009. Efek Berdakwah Melalui Media Tradisional. Semarang: IAIN Walisongo Semarang. Depag RI. 2001. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Asy Syifa’. Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset Edisi 2. Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: CV. ROSDA. Moleong, Lexi J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. . 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Muhtadi, Asep Saeful dan Safei, Agus Ahmad. 2003. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: Pustaka Setia. Munir dan Ilaihi, Wahyu. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta : Kencana. Pimay, Awaludin. 2006. Metodologi Dakwah. Semarang: RaSAIL. Sanwar, Aminuddin. 1986. Pengantar Ilmu Dakwah. Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Shaleh, Rosyad. 1977. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Grafindo Persada. Sulaiman, Wahyu. 1982. Seni Drama. Jakarta: PT. KARYA UNI PRESS Syabibi, Ridlo. 2008. Metodologi Ilmu Dakwah Kajian Ontologis Dakwah Ikhwan Al-Syafa’. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ikhlas.
Waluyo, Herman J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita Draha Widya. Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. . 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Ya’qub, Hamzah. 1992. Publistik Islam. Bandung : CV. Diponegoro.
DRAF WAWANCARA UNTUK ANGGOTA DAN PENGURUS TEATER WADAS
A. Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 1. Bagaimana sejarah berdirinya teater Wadas? 2. Apakah visi, misi dan tujuan didirikannya teater Wadas? 3. Apa saja program kegiatan teater Wadas periode 2009-2011? 4. Naskah apa saja yang telah dipentaskan oleh teater Wadas? 5. Ada berapa pementasan seni drama yang telah dipentaskan oleh teater Wadas pada periode 2009-2011? Sebutkan! 6. Bentuk kegiatan apa saja yang telah dilakukan oleh teater Wadas yang berkaitan dengan aktivitas dakwah? 7. Apa saja faktor penghambat dan pendukung proses pementasan seni drama teater Wadas? 8. Menurut Anda bagaimanakah seni drama teater Wadas dipergunakan sebagai media dakwah? 9. Menurut Anda bagaimanakah teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berdakwah melalui seni drama?
DRAF WAWANCARA UNTUK PENULIS, AKTOR DAN SUTRADARA
B. Pementasan Seni Drama Teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang sebagai Media Dakwah. 1. Bagaimanakah isi alur cerita pementasan seni drama tersebut? 2. Apakah tujuan pementasan seni drama tersebut? 3. Ada berapa babak dalam pementasan seni drama tersebut? 4. Pesan-pesan dakwah apa saja yang disampaikan dalam pementasan seni drama tersebut per-babaknya? 5. Ada berapa aktor dalam pementasan seni drama tersebut? 6. Apa kaitannya pementasan seni drama tersebut dengan media dakwah? 7. Apa saja faktor penghambat dan pendukung proses pementasan seni drama tersebut? 8. Menurut Anda bagaimanakah seni drama teater Wadas dipergunakan sebagai media dakwah? 9. Menurut Anda bagaimanakah teater Wadas Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang berdakwah melalui seni drama?
DOKUMENTASI FOTO PEMENTASAN DRAMA ADILA
DOKUMENTASI FOTO PEMENTASAN DRAMA KEMBANG
DOKUMENTASI PEMENTASAN DRAMA YA FATIMAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Yusuf Afandi
NIM
: 05121101
Tempat / tgl. Lahir : Semarang, 28 Oktober 1986 Alamat Asal
: Rowosari Krasak Rt 04 Rw 03 Tembalang Semarang
Jenjang Pendidikan: 1. MI Miftahul Ulum Rowosari Tembalang, Lulus Tahun 2000 2. MTs Husnul Khotimah Rowosari Tembalang, Lulus Tahun 2002 3. MA Futuhiyyah-1 Mranggen, Lulus Tahun 2005 4. Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Walisongo Semarang Angkatan 2005 Pengalaman Organisasi: 1. Ketua UKMF KSK WADAS Tahun 2007-2008 2. Anggota UKMI Musik Tahun 2006 3. Anggota UKMF Kordais Tahun 2006 4. Anggota FOTKAS (Forum Teater Kampus Semarang) Tahun 2007 Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya, mohon maklum adanya.
Semarang, Desember 2011 Penulis
Yusuf Afandi NIM: 05121101