REVITALISASI SENI TRADISI SEBAGAI STRATEGI DAKWAH DI ERA GLOBALISASI STUDI KASUS PADA KI AGENG GANJUR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Nur Fauzia NIM: 107051002497
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432/2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 November 2011
Nur Fauzia
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Bismillahirrahmaanirahiim Alhamdullilahirabil’alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Revitalisasi Seni Tradisi Sebagai Strategi Dakwah Studi Pada Ki Ageng Ganjur”. Walaupun dalam perjalananya banyak hambatan dan rintangan yang penulis dapatkan, namun banyak pihak yang turut berjasa atas terselesaikannya skripsi ini. Maka dari itu, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih banyak pada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil, kepada: 1. Orang tua penulis yang tercinta, bapak Abd. Muhaimin Makky dan Ibu Mudhiatus Syari’ah, yang dengan penuh kasih sayang selalu memberikan dukungan dan semangat, serta tak henti-hentinya memberikan doa yang tulus ikhlas dalam setiap waktu sehingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik; 2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, bapak Dr. H. Arief Subhan, MA; 3. Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, sebagai Pembantu Dekan bidang Akademik, Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, sebagai Pembantu Dekan bidang Administrasi Umum dan Keuangan, dan Bapak Drs. Study Rizal, LK, MA, sebagai Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan; 4. Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yaitu bapak Drs. Jumroni, M. Si dan ibu Umi Musyarofah, MA; 5. Dosen Pembimbing bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, terima kasih atas motivasi, bimbingan, arahan, waktu yang telah diberikan dengan ikhlas dan tulus kepada penulis, serta kesabaran yang tiada duanya sehingga memacu penulis agar semangat untuk menyelesaikan skripsi ini; ii
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terima kasih atas semua ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu tersebut bermanfaat dan berguna di dalam menjalani kehidupan penulis selanjutnya; 7. Pihak Ki Ageng Ganjur, Dr. Zastrouw Ngatawi dan Syamsul Arifin yang senantiasa bersedia memberikan waktu untuk menjadi narasumber penulis dan memberikan data-data yang penulis butuhkan; 8. Adik-adik tercinta penulis, yaitu Khodijatus Sholiha, Makky Al-Hamid, Ahmad Rahmatullah dan khususnya Muhammad Adham Muhaimin terima kasih telah membantu penulis mengumpulkan data-data tambahan yang dibutuhkan; 9. Keluarga Besar Bani Abdussomad yang tiada hentinya memberi dukungan dan do’a kepada penulis. 10. Keluarga besar Cempaka Putih yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang selalu memberi dukungan, semangat serta berbagai hal dalam membantu penulis trimakasih banyak...:) 11. Teman-teman KPI C, Fardun, Irna, Eva, Arini, Leha, Hikmah, Dara, Iin, Hani, Fitri, Melia, Ayu, Vena, Suci, Zaenah, Lini, Ubay, Arif, Bom”, Rif’at, Hasan, Angga, Reza, Ari, Ucup, Ega, Sofyan, terima kasih kalian telah memberikan kesan yang indah selama belajar di kelas, dan juga memberikan dukungan tiada duanya untuk penulis; 12. Teman-teman KKS SOS 62, Umar, Tuay, Iroh, Yubi, Mbul, Haries, Hanif, Mamat, Khos, Komar, Bendoy, Ferdy, Sofyan, Almex, Irna, Du2n, Alul, katong. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak. Wassalammua’laikum Wr. Wb. Jakarta, 8 November 2011 Penulis
Nur Fauzia
iii
ABSTRAK
NUR FAUZIA Revitalisasi Seni Tradisi Sebagai Strategi Dakwah di Era Globalisasi Studi Pada Ki Ageng Ganjur Seni tradisi yang menjadi bagian dari kehidupan ini yang telah terkikis oleh arus moderenisasi saat ini sedang mencari eksitensinya dan butuh pembaharuan atau peremajaan kembali agar masih bisa tetap eksis hingga saat ini. Revitalisasi melalu jalur musik yang dilakukan ganjur untuk membantunya dalam menjalankan misi dakwah tentulah sangatlah penting dalam mengaplikasikan antara seni tradisi dan moderen di era globalisasi ini. Revitalisasi seni tradisi apa (syair, musik, pementasan) yang di lakukan oleh Ki Ageng Ganjur? Strategi dakwah seperti apa yang di gunakan Ki Ageng Ganjur dalam menghadapi era globalisasi? Revitalisasi adalah penguatan, pembaruan, peremajaan kembali kebudayaan yang dulu berkembang di masyarakat dan saat ini menghilang secara perlahan dalam kegiatan sehari-hari agar mulai dikenal kembali oleh masyarakat sebagai kebudayaan yang mereka miliki dari dulu tapi dengan tampilan yang lebih modern tanpa menghilangkan unsur kesenian tradisionalnya. Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitataif. Penelitian kualitatif menghasilkan data yang mendalam setelah menganalisis dan memberikan penafsiran pada data-data literature serta melakukan wawancara dari narasumber yang kompeten. Analisis penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa, menjelaskan kondisi yang ada dan tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Dari hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa Ganjur melakukan pembaharuan atau revitalisasi seni tradisi pada ajaran wali songo melalui syairsyair lagu, alat-alat musik, pementasan. Dan strategi dakwah yang digunakan menggunakan strategi kultural dengan methode dialogtis.
DAFTAR ISI
ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...…………………………………….…........ 1 B. Pembatasan Masalah ...……………………………….………….……. 7 C. Perumusan Masalah ..……………………………………….….…….. 7 D. Tujuan Penelitian ....………………………………….…….….………. 7 E. Manfaat Penelitian…………………………………………….…….… 8 F. Metodologi Penelitian ………………………………….…….…….…. 8 G. Kajian Terdahulu ……………………………………….……….…….. 13 H. Sistematika Penulisan ……………………………….………….….…. 13
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Revitalisasi...………………………………………………….……….. 15 B. Strategi Dakwah.................. ……………………..………...….............. 18 1.
Pengertian Strategi Dakwah
a.
Pengertian Strategi.……………......................................................18
b.
Pengertian Dakwah......................................…….……………...… 21
c.
Pengertian Strategi Dakwah …..………………….…………….... 23
2.
Prinsip-prinsip Strategi dakwah...…………………........................ 27
3.
Unsur-unsur Strtegi Dakwah.....................................…………...… 28
BAB III GAMBARAN UMUM A. Latar Belakang Ki Ageng Ganjur……....................………………….... 33 B. Visi dan Misi ….....…………………………………………………..... 36 C. Tujuan Ki Ageng Ganjur......................... …………………...………... 36 D. Aktifitas Ki Ageng Ganjur……………....…………………….……...... 37
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Revitalisasi Syair-syair dalam Musik Ki Ageng Ganjur ……….……... 39 B. Revitalisasi Alat-alat Musik Ki Ageng Ganjur……....…….…………... 44 C. Revitalisasi Pementasan Ki Ageng Ganjur .............................................49 D. Strategi Dakwah Melalui Musik Ki Aegeng Ganjur ……………......54 E. Interprestasi...................................................................................60
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………......64 B. Saran …………………………………………………………………....65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dakwah
hakekatnya
adalah
upaya
untuk
menumbuhkan
kecenderungan dan ketertarikan menyeru seseorang kepada ajaran agama islam pada apa yang diserukan.1 Dakwah tidak hanya terbatas pada aktifitas lisan semata tetapi meliputi aktifitas manusia, dakwah tidak hanya dilakukan oleh seorang ustadz atau mubaligh tetapi dakwah dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat sebagai penghuni alam semesta. Kegiatan dakwah dapat berjalan secara efektif dan efisien bila menggunakan cara-cara yang tepat dalam penyampain ajaran-ajaaran Allah swt. Salah satu aspek yang bisa ditinjau adalah dari segi sarana dan prasana dalam hal media dakwah, karena media dakwah merupakan kegiatan yang bersifat universal yang menjangkau semua sisi kegiatan manusia. Dakwah dan seni pada hakekatnya merupakan upaya untuk mempengaruhi seseorang dalm bertindak dan berprilaku. Melalui keduanyaa diharapkan dapat mengubah kepribadian baik secara individu maupun kolektif. Dakwah dapak dilakukan Bil Lisan, yang lebih banyak
1
. Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), Cet. Ke-1, h.
13.
1
memfokuskan pada informatif persuasif, yang mampu merangsang agar mad’unya lebih cepat melakukan perubahan dalam kegiatan sehari-hari.2 Banyak hal yang dapat dipergunakan sebagai media dakwah, salah satu diantaranya melalui kesenian yang mempunyai daya tarik dan nilai tersendiri, tidak membosankan penikmatnya (pendengarnya)adalah dengan musik (lagu). Musik merupakan alat komunikasi yang cukup efektif dengan melalui seluruh aspek yang terdapat didalam musik. Musik dapat mempengaruhi orang yang menikmatinya, musik adalah ekspresi jiwa manusia tentang keindahan nada dan irama, keindahan musik akan lebih terasa jika lirik dan syairnya dapat menyentuh jiwa penikmatnya. Oleh karena itu menjadi hal yang wajar jika manusia menyukai musik sebagai suatu yang indah. Siti Gazilba mengatakan kalau kesenian itu mengandung saya tarik yang terkesan untuk menari sasarannya, dan pemanfaatannya sendiri bertujuan untuk menimbulakan kesenangan yang bersifat estetik (keindahan), juga merupakan naluri atau fitrah manusia.3 Seni merupakan fitrah insani yang telah dibawa manusia sejak ia terlahir dan menjadi kebutuhan bagi setiap emosional manusia. Allah swt menciptakan khalifah manusia untuk bisa menilai dan mencintai keindahan, sedangkan salah satu keindahan yang sangat dinikmati dan dicintai oleh manusia adalah seni. Islam merupakan agama yang menanamkan rasa cinta dan rasa suka akan keindahan di lubuk hati setiap insan. 2
. M. Bahri Ghazali, dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1, h. 45. 3 . Siti Gazilba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998). Cet. Ke-1, h. 186.
2
Aliran musik yang memang lazim disukai oleh manusia pada umumnya syair-syair yang dapat menyentuh jiwa merupakan senjata ampuh untuk bisa ngetop di blantika dunia musik maupun seni. Maka sudah sepantasnya kehidupan yang serba digital ini merupakan tuhan kedua bagi manusia, pemanfaatan digital untuk berdakwah merupakan metode yang tepat pada zaman sekarang ini, pemanfaatan musik sebagai media memberikan pengaruh buat para pendengarnya baik itu pribadi maupun lingkungannya. Misalnya seorang pencipta lagu menciptakan lagu bertema kritikan terhadap elit politik, lagu itu dapat mempengaruhi masa untuk bertindak melakukan suatu hal, maka sudah sewajarnya fungsi media salah satunya dapat mempengaruhi khalayak. Pemanfaatan musik sebagai media dakwah sudah dilakukan sejak zam dahulu, biasanya musik atau lagu untuk berdakwah terdapat jenis aliran musik tersendiri, seperti: Nasyid, Gambus, Qosidah, dll. Seni merupakan ungkapan, ekspresi karya
manusia yang
dituangkan dalam bentuk apapun.4 Seni adalah sebuah keelokan yang menghiasi dunia ini, islam mengajarkan bahwa seni merupakan salah satu nikmat yang harus kita syukuri, bagi umat islam sediri seni bukan merupakan hal baru, bahkan al-Qur’an sendiri diciptakan dalam bahasa arab yang maha Balaghah (maha seni). Ini membuktikan bahwa
4
. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 685.
3
keberadaan seni di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diragukan lagi dan dapat berdampak pula pada keadaan sehari-hari. Seni merupakan fitrah insani yang telah dibawa manusia sejak ia lahir dan menjadi kebutuhan bagi setiap emosional manusia, Allah swt menciptakan manusia sebagai khalifah untuk bisa menilai dan mencintai keindahan, sedangkan salah satu keindahan yang sangat dinikmati dan dicintai Allah adalah seni.5 Seni merupakan prilaku yang menimbulkan keindahan, baik bagi pendengar maupun penglihatnya. Seni yang senantiasa melalui penglihatan sering di sebut sebagi seni rupa, seni ini meliputi seni peran, seni lukis, maupun seni-seni yang lainnya yang berkaitan dengan keindahan yang dinikmati oleh indera mata. Sedangkan seni yang lebih mengarah kepada keindahan pendengar, lebih menitik beratkan kepada bentuk seni yang beersumber dari bahasa, juga berkaitan dengan musik atau lagu.6 Musik adalah bagian dari seni sebagai alat komunikasi yang cukup efektif melalui seluruh aspek kehidupan dan musik dapat mempengaruhi emosi orang yang menikmatinya. Ketika sebuah lagu atau musik memiliki sebuah tujuan atau pesan moral yang terkandung dalam syair-syair lagu tersebut, maka pesan moral lewat sebuat lagu biasanya lebih komunikatif, karena pesan yang disampaikan dapat sekaligus menghibur pendengarnya, oleh karena itu lagu lebih mudah dihafalkan dan dipahami. Pesan-pesan yang dapat disampaikan tidak hanya pesan-pesan umum seperti percintaa, 5
. Yusuf Al-Qordowi, Islam Berbicara Seni, (Solo: Fra Intermedia, 2002) . Atam Hamju, Pengetahuan Seni Musik, (Bandung: PT. Remaja Karya, 1998), h. 32.
6
4
dan sosial kemasyarakatan, tetapi pesan-pesan yang bersifat religi pun dapat disampaikan melaui musik atau lagu. Musik memang dapat dijadikan sebagai media dakwah, karena musik dapat menyatu dalam masyarakat semua golongan, berdakwah melalui musik memang memberikan suatu keindahan dan setiap manusia menyukai keindahan islam yang merupakan sebenar-benarnya agama atau jalan hidup menanamkan rasa cinta dan suka akan keindahan dilubuk hati setiap muslim.7 Islam adalah agama dakwah.8 Maksudnya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umatnyapun sangat berkaitan erat dengat kegiatan dakwah yang dilakukannya. Karena itu al-Qur’an menyebutkankegiatan dakwah haruslah baik sesuai dengan ucapan dan perbuatan yang baik pula. Dan tujuan dakwah adalh untuk merubah masyarakat (sasaran dakwah) kearah kehidupan yang lebih baik dan sejahterah, lahiriah maupun batiniah.9 Hal ini menjadi kewajiban bagi setiap umat muslim untuk menyempurnakan akhlak di dunia. Sebagaiman firman Allah swt dalam QS. Al-Imron 110:
كنتم خيرامة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهىن عه المنكروتؤمنىن باهلل ولىءامه أهل الكتب لكان خيرالهم منهم المؤمنىن وأكثرهم الفسقىن 7 8
. Yusuf Al-Qordhowi, Islam dan Seni, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000) . A. Hasjmy Dustur, Daakwah Menurut Alqur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h.
259. 9
. Didik Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 2
5
Artinya: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S. Ali Imran:110) Dakwah bukan hanya sekedar ucapan semata atau perbuatan saja, dakwah bisa dilakukan melalui berbagai cara, bukan hanya sekedar bercramah saja, atau berdzikir saja. Tapi dakwah juga bisa dilakukan melalui musik. Musik sebagi media dakwah sudah bukan hal asing lagi, karena seperti yang kita ketahui wali songo yang menyebarkan agama islam di tanah jawa juga tak sekedar dakwah melalui lisan dan perbuatan semata, tapi juga ada yang berdakwah melalui musik tradisional. Saat ini penggunaan musik sebagai media dakwah juga banyak dilakukan oleh para musisi tanah air, baik melalui musik pop, melayu, dangdut dan lain sebagainya. Bahkan ada pula yang menggunakan penggabungan antara musik tradisional dan modern dalam penyampain dakwah melalui musik. Musik tradisional memiliki ciri khas yang sangat melekat di hati masyarakat, dentingan suara musik yang sangat merdu yang kala biasanya di senandungkan dengan lagu-lagu tradisional ataupun sinden jawa, kali ini dilantukan dengan lagu-lagu islami dan sholawatan dengan arsemen tradisional dan moderen. Ini begitu indah dan merdu, masyarakat begitu menikmati. Bahkan bukan hanya sekedar orang tua saja yang bia
6
menikmati musik tradisional ini, remaja dan anak-anakpun bakal ikut suka untuk melihat pertunjukan seperti ini. Berdasarkan alasan di atas, maka penelitian ini diberi judul “Revitalisasi Seni Tradisi Sebagai Strategi Dakwah Studi Kasus Pada grup Musik Ki Ageng Ganjur.” B. Batasan Masalah Dalam hal ini revitalisasi seni tradisi sebagai metode dakwah di era globalisasi ini di batasi hanya pada kegiatan atau aktifitas grup musik religi ki ageng ganjur saja, bukan pada seni-seni yang lain. C. Rumusan Masalah Sedangkan yang menjadi perumusan masalahnya adalah: 1.
Revitalisasi seni tradisi apa (syair, musik, pementasan) yang di lakukan oleh Ki Ageng Ganjur?
2.
Strategi dakwah seperti apa yang di gunakan Ki Ageng Ganjur?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan, yaitu: 1.
Untuk mengetahui kesenian tradisi seperti apa yang di revitalisasi oleh Ki Ageng Ganjur.
2.
Untuk mengetahui strategi dakwah apa yang di gunakan Ki Ageng Ganjur di era globalisasi ini.
7
E. Manfaat Penelitian Sebagaimana rumusan dan tujuan perumusan di atas, maka penulis mengharapkan manfaat dari penulisan ini adalah: 1.
Akademik Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu dakwah sebagai ilmu alat bantu utama pada fakultas dakwah khususnya pada jurusan komunikasi dan penyiaran islam dalam mendapatkan gambaran yang lebih ideal tentang peran media dakwah pada saat ini.
2.
Praktis Menjadi
salah satu wacana dalam mengembangkan eksitensi
dakwah melalui seni khususnya melalui seni tradisional. Dan menjadi salah satu rujukan bagi para Da’i untuk mengemas dakwahnya agar lebih menarik. F. Metodelogi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan etno-methodelogi. Etnometodologi sebagai studi tentang praktek sosial keseharian yang diterima secara taken for granted, sebagai pengungkapan terhadap dunia akal sehat, dunia yang digeluti individu dalam kesehariannya jelas memiliki hubungan yang erat sekali dengan metode penelitian kualitatif itu sendiri. Dalam kerangka
8
penelitian Kualitatif, etnometodologi diposisikan sebagai sebuah landasan teoritis dalam metode tersebut. 10
Etnometodologi sebagai sebuah studi pada dunia subjektif, tentang kesadaran, persepsi dan tindakan individu dalam interaksinya dengan dunia sosial yang ditempatinya sesuai dengan pokok penelitian kualitatif yang juga menekankan pada dunia subjektif dengan setting sosial yang dilibatinya. 1.
Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah tempat memperoleh keterangan.11 Dan yang menjadi objek penelitian adalah Grup Musik Religi Ki Ageng Ganjur. Sumber data adalah mereka yang dapat memberikan informasi tentang objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi nara sumber adalah Dr. Zastrouw Ngatawi selakuk pimpinan Ki Ageng Ganjur.
2. Dasar Penetapan Lokasi Penelitian ini dilakukan di Sanggar Ki Ageng Ganjur, yaitu Komp. Taman Serua Permai No. 70, Jl. Reni Jaya Lama, Sawangan Depok. Dengan pertimbangan bahwa keberadaan sanggar Ki Ageng Ganjur merupakan salah satu wujud kongkrit grup music religi asal Yogyakarta tersebut.
10
Lexy, J. Meleong, Metodologi Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2007. h
11
. Tatang M. Arifin, “Menyusun Rencana Penelitian,” (Jakarta: Rajawali Press, 1989) h.
24 13.
9
3.
Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai akhir bulan Mei hingga Agustus 2011, dari mulai perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara incidental (sesuai dengan keperluan dalam melengkapi data).
4.
Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Penelitian dengan observasi biasanya dilakukan untuk melacak secara sistematis dan langsung. Gejala-gejala yang terkait dengan persoalan-persoalan sosial, politis, dan cultural masyarakat. Disini kata langsung memiliki pengertian bahwa penelitian hadir dan mengamati kejadian-kejadian di lokasi.12 Dalam penelitian
ini peneliti terus menerus mekakukan
pengamatan secara seksama sambil berimprovisasi, mengatasi persoalan yang ditemui, mungkin dengan menggunakan taktiktaktik tertentu, namun tetap berpegang pada strategi-strategi yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan penelitian.13 Dalam observasi kali ini peneliti melihat secara langsung pementasan yang Ki Ageng Ganjur lakukan sebanya tiga kali, untuk mengamati bagaimana proses selama pementasan dan apa yang mereka revitalisasi atau perbaharui tentang kebudayaan dan
12
. Pawito, Penelitian, Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKIS, 2007), cet. Ke-1, h.
13
. ibid, h. 12
111.
10
melihat pementasan melalui rekaman video yang diberikan oleh pihak Ganjur maupun yang peneliti donwload sendiri dari internet. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan antara peneliti, seorang yang berharap mendapatkan informai dan informan seorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya.14 Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara secara tatap muka. Ini merupakan wawancara yang dilakukan secara berhadapan dengan sangat banyak memberikan kemungkinan penggalian informasi lebih dalam dan luas, karena sebelumnya telah dilakukan perjanjian lebih dahulu dengan narasumber.15 Peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang berkompeten, yaitu: Zastrouw Ngatawi, beliau adalah salah seorang budayawan dan ahli sosiologi yang merupakan salah satu pendiri Ki Ageng Ganjur pada waktu menjadi mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan saat ini menjabat sebagai pimpinan Ganjur. c. Dokumentasi Untuk
memperdalam
penelitian
ini,
peneliti
juga
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Ki Ageng Ganjur 14
. Rahmat Kriyanto, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Pranada Grop, 2007), cet. Ke-2, h. 116. 15 Ibid. h 190
11
dari berbagai dokumen, seperti buku-buku, majalah, jurnal, media massa dan lainnya yang sebelumnya telah membahas tentang Ki Ageng Ganjur. Selain itu peneliti juga menggunakan dokumen video baik yang dimiliki dalam kepinga VCD maupun yang berasal dari internet, artinya peneliti mendownload
video Ki Ageng
Ganjur dari internet. d. Tehnik Analisis Data Dari data yang dikumpulkan, kemudian dianalisi dan diinterpretasikan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam menganalisa data adalah deskriptif analitik, maksudnya adalah cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberikan gambaran mengenai data dengan menerangkan dan memberikan gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian data tersebut disimpulkan. Dan dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu teknik yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Teknik ini tidak mencari atau menjelaskan suatu hubungan, dan juga tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi16. Adapun tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk: 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada
16
Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007. Cet ke-13. h 24-25
12
2. Mengidentifikasi masalah atau menjelaskan kondisi dan praktekpraktek yang berlaku 3. Membuat perbandingan atau evaluasi17. G. Kajian Terdahulu Selama dalam penulisan skripsi ini penulis belum menemukan topik kajian yang hampir menyerupai dengan apa yang penulis tulis saat ini. Banyak kajian yang menulis tentang strategi dakwah tetapi tidak memiliki kesamaan dengan pembahasan yang penulis tulis. Dalam kajian terdahulu masih belum ditemukan pembahasan tentang tulisan yang berkaitan dengan Ki Ageng Ganjur baik dari segi strategi dakwah, musik, dan lain sebagainya. Penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan” skripsi edisi terbaru terbitan UIN Press. H. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Tinjauan Pustaka. Bab II Kajian Teoritis terdiri dari revitalisasi, strategi dakwah, pengertian strategi dakwah, prinsip-prinsip strategi dakwah, dan unsurunsur strategi dakwah.
17
Ibid
13
Bab III Gambaran Umum terdiri dari Profil Ki Ageng Ganjur, sejarah singkat, visi misi. Bab IV Temuan Analisis dan Data terdiri dari Revitalisasi Syairsyair dalam Musik Ki Ageng Ganjur, Revitalisasi Alat-alat Musik Ki Ageng Ganjur, Revitalisasi Pementasan Ki Ageng Ganjur, dan Strategi Dakwah Melalui Musik Ki Ageng Ganjur. Bab V Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran
14
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Revitalisasi Kata revitalisasi berasal dari kata dasar "vital" yang artinya "sangat penting".1 Secara lengkap, revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali.2 Sedangkan dalam Tesaurus Bahasa Indonesia, revitalisasi adalah pembaruan, penyegaran, peremajaan, reaktualisasi, renovasi.3 Tidak berbeda dengan redaksi dari kamus besar Bahasa Indonesia, kamus lengkap bahasa Indonesia juga memberikan pengertian yang sama yaitu, revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau mengiatkan kembali.4 Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan, revitalisasi adalah suatu upaya atau usaha untuk mendayagunakan, mengaktualisasikan, mengaktifkan kembali, meremajakan kembali, menghidupkan kembali sesuatu agar dapat berjalan efektif dan dapat dimanfaatkan. Revitalisasi dapat diartikan pula dengan penguatan kembali segala hal yang dianggap vital atau penting, dalam konteks waktu. Serta istilah revitalisasi dapat dipahami pula sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
1
. Tim Penyusung Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) h. 1262 2 . ibid. 954 3 . J. S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 527 4 , Frista Artmanda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media), h. 958
15
kwalitas, kegunaan dan atau kemanfaatan sesuatu obyek tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Zastrouw Ngatawi revitalisasi berasal dari kata vital, karena kebudayaan merupakan organ vital dalam kebudayaan atau merupakan daya dasar manusaia, revitalisasi adalah mevitalkan kembali kebudayaankebudayaan dengan menguatkan dimensi kebudayaan. Selain itu beliau juga mengatakan bahwa revitalisasi adalah penguatan kembali seni tradisi sebagai sarana atau media dalam melakukan dakwah Islam.5 Seni tradisi atau tradisional adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum, kelompok atau suku bangsa tertentu. Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar secara alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Tradisi adalah bagian dari tradisional namun hal ini bisa musnah karena ketidakmaun masyarakat unuk mengikuti tradisi tersebut. Revitalisasi itu sendiri adalah penguatan, pembaruan, peremajaan kembali kebudayaan yang dulu berkembang di masyarakat dan saat ini menghilang secara perlahan dalam kegiatan sehari-hari agar mulai dikenal kembali oleh masyarakat sebagai kebudayaan yang mereka miliki dari dulu tapi dengan tampilan yang lebih modern tanpa menghilangkan unsur kesenian tradisionalnya.
5
. Wawancara dengan Zastrouw Ngatawi, Pimpinan Ki Ageng Ganjur Sabtu, 7 Agustus 2011. Pkl 10.15 – 12.25 WIB
16
Dalam upaya revitalisasi ini, seni tradisi menurut budayawan Zastrouw Ngatawi, dalam hal ini ada poin yaitu, yang pertama adalah vitalisasi atau revitalisasi yang berasal dari kata vital yang artinya kebudayaan adalah suatu organ vital bagi kehidupan manusia seperti kebudayaan dan nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan menjadi daya dorong kekuatan dasar manusia. Kata-kata vitalisasi ini sebenarnya adalah menguatkan kebudayaan-kebudayaan yang ada dalam masyarakat untuk memperkuat kembali dimensi-dimensi kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud oleh beliau adalah seni tradisi. Seni tradisi adalah seni yang hidup, berkembang dan menjadi sebuah tradisi dalam suatu kelompok. Sedangkan menurut Shofiyullah Mz. Mengatakan bahwa revitalisasi adalah memvitalkan kembali sesuatu yang mulai menurun atau stagnan vitalisasinya, yang artinya semakin tidak kelihatan atau menghilang sesuatu yang seharusnya memiliki peranan penting dalam masyarakat. 6 jadi bila melihat dari keseluruhan pengertian revitalisasi dapat disimpulkan
bahwa
revitalisasi
adalah
memvitalkan
kembali
atau
meremajakan kembali sesuatu yang dulunya berkembang dan ada di masyarakat yang saat ini sudah mulai kehilangan kevitalannya.
6
. Wawancara dengan Dr. Shofiyullah Mz, Dosen UIN Sunan Kalijaga jum’at, 12 Agustus 2011. Pkl 15.11 – 15.15 WIB
17
B. Strategi Dakwah 1. Pengertian Strategi Dakwah a. Pengertian Strategi Dari segi bahasa strategi berasal dari bahasa yunani, yaitu strategos yang bersal dari kata stratos, yang berarti militer ag yang berarti pemimpin. Dalam konteks awalnya strategi diartikan sebagai generalship atau suatu yang dilakukan para jendral dalam membuat rencana untuk menaklukan musuh dalam memenangkan peperangan.7 Sehingga tidak heran jika awal perkembangannya strategi digunakan dan popular dilingkungan militer. Seiring dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, kata strategi banyak diadopsi dan diberikan pengertian yang lebih luas sesuai dengan bidang Ilmu atau kegiatan yang menerapkannya. Pengertian strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang jendral di masa perang, tetaapi sudang berkembang pada tanggungjawab seorang pemimpin (manejemen puncak). Penggunaan kata strategi pada manajemen duatu organisasi diartikan sebagai “kiat, cara, dan taktik utama yang dirancang secara sitematik dalam melaksanakan fungsi manajemen yang terarah pada tujuan strategi organisasi.”8 Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah
7
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, Menejemen Strategi Sebuah Konsep Pengantar, (Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, 1999), h. 8. 8 Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi non Profil Bidang Pemerintah dengan Ilustrasi diBidang Pendidikan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss, 2000), cet. Ke1, h. 147.
18
strategi adalah “seni atau Imu untuk mengunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu.”9 Adapun
pengertian
strategi
secara
terminologis,
penulis
mengedepankan beberapa pakar, diantaranya: 1)
Prof. Drs. Onong Uchayana Effendi, MA., mengatakan: “Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planing) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya memberikan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.”10
2)
Dr. Fuad Amsyari mengatakan, bahwa dalam pengertian dasarnya strategi dan taktik adalah methode atau taktik untuk memenangkan suatu persaingan-persaingan itu berbentuk suatu pertempuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan memakai senjata dan tenaga manusia. Sedangkan dengan bidang non militer, strategi dan taktik adalah suatu cara dan teknik untuk memenangkan suatu persaingan antara kelompok=kelompok yang berbeda orientasi hidupnya.11
3)
Drs. Syarif Umam mendefinisikan strtegi yaitu “kebijaksanaan menggerakkan dan memmbimbing seluruh potensi kekuatan,
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 9. 10 Onong Uchayana Effendi, Teori dan Praktek Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), cet. Ke-6, h. 32. 11 Fuad Amsyari, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1990), cet. Ke-1, h. 40.
19
daya dan kemampuan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kebahagiaan.”12 4)
Definisi lain juga dikatakan Din Syamsuddin dalam bukunya Etika
Agama
dalam
Membangun
Masyarakat
Madani,
“Strategi” mengandung arti antara lain:13 a) Rencana dan cara yang sama untuk mencapai tujuan b) Seni dalam menyiasati pelaksanaan rencana atau program untuk mencapai tujuan. c) Sebuah
penyesuain
terhadap
lingkungan
untuk
menampilkan fungsi dan peran penting dalam mencapai keberhasilan. Sementara menurut Wiliam F. Glueck, seperti yang dikutip Amirullah, bahwa strategi adalah suatu yang dipersatukan , bersifat komprehendif
terintergrasi
yang
menghubungi
strategi
(strategic
advantage) menyakinkan bahwa sasaran dasar perusahaan atau organisasi akan dicapai dengan pelaksanaan yang tepat oleh organisasi itu.14 Menurut penulis, saat ini ada beberapa rumusan tentang strategi, akan tetapi dalam rumusan-rumusan yanga da tidaklah merubah ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula. Hanya saja aplikasinya disesuaikan dengan jenis organisasi yang menerapkannya.
12
Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam, (Jakarta: Firman Jakarta, Tanpa Tahun), cet. Ke-1, h. 6. 13 Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Logos, 2000), cet. I, h. 127. 14 Sri Budi Cantika dan Amrullah, Manajemen Strategi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2002), cet. I, h. 4.
20
b. Pengertian Dakwah Ditinjau dari segi bahasa “dakwah” berarti : panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa arab disebut masdar. Sadang bentuk kata kerja atau fi’ilnya adalah yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak,
دعوة- دعى – يدعو. Sedangkan orang yang berdakwah biasa
disebut dai’i ( ) داعى.15 Dan orang yang menerima dakwah disebut mad’u (
)مدعو.16 Menurut Sayyid Quthub yang dikutip oleh
A. Ilyas Ismail, Kata
dakwah berasal dari bahasa arab da’wah, merupakan bentuk masdar dari kata kerja da’a (madhi), yad’u (mudhari’), yang berarti seruan, ajakan, atau panggilan. Kata dakwah juga berarti doa (ad-du’a), yakni harapan, permohonan kepada Allah Swt atau seruan ( al-nid‘a).17 Ditinjau dari segi istilah menurut Sayyid Quthub sebagaimana yang dikutip A. Ilyas Ismail, mendevinsikan dakwah sebagai usaha orang beriman untuk mewujudkan sistem ajaran Islam dalam realitas kehidupan atau usaha orang beriman untuk mengkokohkan sistem Allah dalam kehidupan manusia, baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat, dan umat demi kebahagian Dunia dan Akhirat.18
15
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al Munawir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h.
406 16
Ibid., h. 407 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, cet.ke-2, (Jakarta: Penamadani, 2008), h.144. 18 Ailyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, h. 147 17
21
Sedangkan Quraish Shihab mengatakan dakwah adalah seruan ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik (dari awalnya berperilaku buruk sampai kepada arah keadaan yang lebih baik) dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat, dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.19 Dakwah adalah merupakan suatu proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sabar dan dengan sengaja, berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Usah yang diselenggarakannya itu berupa: 1) Mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati Allah SWT atau memeluk agama Islam serta menjalankan segala perintahnya. 2) Amar ma’ruf, mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhoi-Nya.20 Dari sejumlah pengertian di atas, dapat dipahami bahwa dakwah artinya, mengajak, mengimbau dan memerintahkan. Dengan demikian maka makna dakwah secara syari’at adalah seruan atau himbauan untuk menjalankan perintah Allah, baik ucapan maupun perbuatan dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
19
Qiraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan 1998), Cet. Ke-17, h. 194. 20 Ibid, h. 34-35
22
c. Pengertian Strategi Dakwah Menurut Asmuni Syukir, strategi dakwah adalah strategi dalam dakwah, yang artinya sebagai methode siasat, taktik atau manivers yang digunakan dan dipakai dalam aktifitas (kegiatan) dakwah. Guna optimalisasi strategi dakwah dalam memenuhi target dan tujuan, maka Asmuni Sukir berpendapat operasionalisaasi dakwah harus memperhatikan beberapa azas dakwah antara lain:21 1) Azas Filosofi Azas ini terutama membicarakan masalah erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktivitas dakwah. 2) Azas kemampuan dan keahlian da’I Azas ini membahas mengenai kepribadian seorang da;I yang pada dasarnya mencangkup masalah sifat, sikap dan kemampuan diri pribadi da’I yang ketiganya sudah dapat mencangkup keseluruhan kepribadian yang harus dimilikinya. Sebab, jaya atau suksesnya suatu dakwah tergantung pada kepribadian dari pembawaan dakwah itu sendiri. 3) Azas Sosiologi Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintahan setempat, 21
. ibid, h. 32
23
mayoritas agama di daerah setempat, filosofi sasaran dakwah. Sosio kulural sasaran dakwah dan sebagainya. 4) Azas Psychologis Azas ini membahas masalah-masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’I adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakteristik (kejiwaan) yang uni yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah ideology atau kepercayaan (rohaniah) tak luput dari masalahmmasalah psychology sebagai azas (dasar) dakwahnya. 5) Azas Efektifitas dan Efisien Azas ini maksudnya adalah di dalam aktifitas dakwah harus berusaha menyeimbangkan
antara
biaya,
waktu
maupun
tenaga
yang
dikeluarkan dangan pencapain hasilnya, bahkan kalo bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya. Memperhatikan pengertian strategi dan dakwah maka pengertian strategi dakwah Islam adalah tata cara mencapai tujuan dakwah yang telah disepakati
bersama
dengan
memperhatikan
kemampuan,
kelemahan,
kesempatan, dan ancaman yang ada baik dai Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA).
24
Strategi digunakan dalam segala hal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan tidaklah terlepas dari strategi. Menurut Hisyam Ali yang dikutip oleh Rafi’uddin, strategi yang disusun, dikonsentrasikan dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis. Menurutnya, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:22 1) Kekuatan, yaitu memperhitungkan kekuatan yang dimiliki dan biasanya menyangkut manusia, dana dan beberapa piranti yang dimiliki. 2) Kelemahan, yaitu memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki dan menyangkut aspek-aspek sebagai kekuatan. 3) Peluang, melihat seberapa besar peluang yang mungkin tersedia diluar, sehingga peluang yang sangat kecilpun dapat diterobos. 4) Ancaman,
yaitu
memperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan
adanya ancaman dari luar. Menurut Sondang Siagian dalam buku Analisa Serta Perumusan Kebijakan dan Strategi Organisasi, untuk memenuhi persyaratan strategi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu: 1) Strategi sebagai keputusan jangka panjang harus mengandung penjelasan singkat tentang masing-masing komponen dari strategi organisasi yang bersangkutan, dalam arti terlihat kejelasan dari ruang 22
Rafi’uddin dan Manan Abdul Jalail, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 77.
25
lingkup, manfaat pemanfaatan sumber daya serta keunggulannya, bagaimana menghasilkan keunggulan tersebut dan sinergi antara komponen-komponen tersebut di atas. 2) Strategi sebagai keputusan jangka panjang yang mendasar sifatnya harus memberikan petunjuk tentang bagaimana strategi akan membawa organisasi lebih cepat dan efektif menuju tercapainya tujuan dan bagaimana sasaran organisasi. 3) Strategi organisasi dinyatakan dalam pengertian fungsional, dalam artian jelasnya satuan kerja sebagai pelaksana utama kegiatan melalui pembagian kerja yang jelas sehingga kemungkinan terjadinya tumpang tindih, saling melempar tanggung jawab dan pemorosan dapat dicegah. 4) Pernyataan strategi ini harus bersifat spesifik dan tepat, bukan merupakan
pernyataan-pernyataan
yang
masih
dapat
diimplementasikan dengan berbagai jenis interprestasi yang pada selera individual dari pembuat interpretasi. Dari kriteria-kriteria di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kriteria strategi dakwah yang baik adalah memperhatikan kekuatan dan kelemahan untuk menghadapi peluang dan tantangan, juga kerjasama yang solid dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sehingga dakwah Islam akan tersampaikan dengan efektif dan efisien kepada semua golongan masyarakat. Dalam pembuatan perencanaan dan pengimplementasian strategi dakwah Islam haruslah dengan seksama. Maka untuk menguatkan strategi dakwah Islam harus memperhatikan unsur-unsur strategi.
26
2. Prinsip-prinsip Strategi Dakwah Prinsip-prinsip strategi dakwah diantaranya: a. Manusia mengembang misis luhur Misi tersebut merupakan ketetapan Allah swt yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun juga. Misi tersebut berlaku atas semua hamba-Nya sepanjang zaman. Allah telah mempersiapkan dua tempat, yaitu surga dan neraka, tidak jalan lain selain jalan kedua jalan tersebut. b. Manusia dan Tantangan Dakwah adalah gerakan Ilahi yang sifatnya seluruh semesta alam, musuh yang beraneka ragam itu pada hakikatnya adalah satu, yaitu thagut (suatu kekuatan pembangkang yang menolak serta menentang seruan-seruan Ilahi) c. Hakikat risalah yang diemban para Rasul Prinsip dakwah yang diemban para Rasul sejak Nabi Adam as, hingga Nabi dan Rasul terakhir yaitu Muhammad saw antara lain: 1) Melakukan revolusi wawasan kemanusiaan, baik menyangkut mental maupun intelektual. 2) Mengatur barisan umat manusia yang telah menerima wawasan Islam dalam rangka memperoleh tujuan, yaitu segala sarana dan potensi umat.
27
3) Melaksanakan dan menegakkan hukum-hukum Islam dalam berbagai segi dalam rangka mengembangkan sayap Islam keseluruh belahan bumi.23 3. Unsur-unsur Strategi Dakwah Unsur-unsur strategi dakwah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari strategi itu sendiri, seperti yang dikatakan oleh Joel Ross dan Michael, “....bahwa sebuah organisasi tanpa adanya strategi seperti kapal tanpa adanya kemudi, bergerak berputar dalam lingkaran. Organisasi demikian seperti pengembara tanpa adanya tujuan tertentu.”24 Adapun unsur strategi terdiri dari tiga macam, yaitu: a. Perumusan Strategi “Dalam
perumusan
strategi
termasuk
didalamnya
ialah
pengembangan tujuan, mengenali ancaman eksternal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan strategi alternatif, memilih strategi untuk dilaksanakan.”25 Dalam perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan dakwah. Teknik perumusan strategi yang penting dapat dipadukan menjadi kerangka kerja diantaranya:
23
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 57-68 24 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002), h. 3. 25 Ibid, h. 5.
28
1) Tahap Input (masukan), dalam tahap ini proses yang dilakukan ialah meringkas informasi sebagai masukan awal, dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dakwah Islam. 2) Tahap Pencocokan, proses yang dilakukan ialah memfokuskan strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal.26 Juga pencocokan antara da’i, mad’u serta metode yang akan diterapkan dalam tahap pelaksanaan. 3) Tahap Keputusan, “menggunakan satu macam teknik setelah diperoleh dari input secara sasaran dalam mengevaluasi strategi alternatif yang telah diindentifikasikan dalam tahap kedua.”27 Perumusan strategi haruslah selalu melihat kearah depan dengan tujuan, peran tujuan sangatlah penting dan mempunyai andil yang sangat besar.
b. Implementasi Strategi “Implementasi strategi termasuk pengembangan budaya dalam mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah
arah,
menyiapkan
anggaran,
mengembangkan
dan
memanfaatkan sistem informasi yang masuk.”28 Implementasi strategi sering pula disebut sebagai tindakan dalam strategi karena implementasi berarti memobilisasi untuk mengubah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan konkrit. Menetapkan tujuan 26 27
Ibid, h. 183. Ibid, h. 198.
28
29
dan
melengkapi
kebijakan,
mengalokasikan
sumber
daya
dan
mengembangkan budaya yang mendukung, strategi merupakan usaha yang mengimplementasikan strategi itu sendiri. Implementasi yang sukses merupakan dukungan disiplin, motivasi dan kerja keras. Sebagaimana dikemukakan oleh pakar Reiman “strategi terbagus skalipun akan hancur bila diimplementasikan dengan buruk.” Berarti implementasi strategi yang sukses adalah tergantung dari kerja sama diantara fungsional dan divisi sebuah organisasi atau lembaga dakwah itu sendiri. c. Evaluasi Strategi Tahap akhir strategi adalah evaluasi strategi. Ada tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu: 1) Meninjau faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, adanya perubahan faktor eksternal, perubahan yang ada akan menjadi suatu
dalam pencapain tujuan begitu pula dengan faktor internal
diantaranya. Strategi yang tidak efektif atau aktifitas implementasi yang buruk dapat berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai. 2) Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan), menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat kearah penyampain sasaran yang dinyatakan, kriteria untuk mengevaluasi strategi harus dapat diukur dan dibuktikan, kriteria meramalkan hasil lebih penting daripada kriteria yang diungkapkan apa yang telah terjadi.
30
3) Mengambil tindakan korektif untuk memastikan prestasi sesuai dengan rencana. Dalam mengambil tindakan korektif tidakn harus berarti bahwa strategi yang suadah ada akan ditinggalkan atau bahkan strategi baru harus dirumuskan. “Tindakan korektif diperlukan bila tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang dibayangkan semula atau pencapain yang direncanakan, maka disitulah tindakan korektif diperlukan.29 Tindakan korektif harus menempatkan posisi yang lebih baik untuk lebih mampu memanfaatkan kekuatan internal, menghindari, mengurangi dan meringankan ancaman eksternal serta mampu memperbaiki kelemahan internal. Segala kegiatan kolektif harus konsisten secara internal dan bertanggung jawab secara sosial. Menurut penulis unsur strategi dakwah Islam di atas, tidak terlepas dari evaluasi strategi yang diperlukan, karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan di masa depan. Evaluasi strategi mungkin berupa tindakan yang kompleks dan peka, karena terlalu banyak penekanan dan evaluasi strategi merugikan suatu hasil yang dicapai, evaluasi strategi sangat penting untuk memastikan sasaran yang dinyatakan telah dicapai. Evaluasi sangatlah perlu untuk organisasi dari semua kegiatan untuk mempertanyakan akan apa yang telah dilaksanakan dan harus memicu tinjauan dan nilai-nilai yang merangsang kreatifitas dan etos kerja. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi
29
Fred R. David, Manajeman Strategi Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002), h. 104
31
Kesadaran bagi setiap orang, baik sebagai individu atau kelompok organisasi sosial atau organisasi dakwah tentang tujuan yang hendak dicapaiakan berubah suatu usaha untuk mencapai tujuan tersebut, dan usaha-usaha yang mengarah pada penyampain tujuan disebut strategi. Maka suatu strategi dakwah harus efektif dan jelas karena ia mengarahkan organisasi kepada tujuannya, untuk itu para penetap strategi harus memperhatikan faktor-faktor penetapan strategi, diantaranya: 1. Lingkungan, lingkungan tidak pernah berada pada suatu kondisi dan selalu berubah. Perubahan yang terjadi berpengaruh sangat kuat dan luas kepada segala sendi kehidupan manusia. Sebagai individu dan masyarakat, tidak hanya pada cara berfikir tetapi juga tingkah laku, kebiasaan, kebutuhan dan pandangan hidup. 2. Lingkungan Organisasi, lingkupan organisasi yang mencangkup segala sumber daya dan kebijakan organisasi yang ada. 3. Kepemimpinan,
S.
P
Siagian
memberikan
definisi
tentang
kepemimpinan, “Seorang pemimpin adalah orang tertinggi dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu setiap pemimpin dalam menilai perkembangan yang ada dalam lingkungan baik eksternal atau internal berbeda.”30 Faktor-faktor di atas menurut penulis adalah penentu akan keberhasilan penetapan startegi, karena tetap ketika suatu ide disampaikan dalam forum itu akan dipertimbangkan sebelum mecapai kesepakatan dan ditetapkannya menjadi keputusan. 30
S. P Siagan, Manajemen Modern, (Jakarta: Masagung, 1994), cet . II, h. 9
32
BAB III PROFIL GRUP MUSIK RELIGI KI AGENG GANJUR
A. Latar Belakang Ki Ageng Ganjur Kelompok musik religius akulturatif KI Ageng Ganjur adalah merupakan perkumpulan komunitas anak-anak muda NU di bawah asuhan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan pimpinan Ngatawi Al-Zastrouw yang memiliki keterampilan dalam bidang seni musik, kelompok ini mencoba menyebarkan nilai-nilai harmoni, menyeru perdamain, melawan fundamentalisme dan berbagai bentuk kekerasan atas nama agama, sekaligus menggali dan mengembangkan tradisi lokal. Para musisi yang bergabung dalam komunitas Ki Ageng Ganjur mayoritas lulusan pesantren dan lulusan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Bebrapa diantaranya adalah lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) yogyakarta, jurusan Seni Musik. Sebagai bagian dari komunitas pesantren, mereka memiliki cara pandang dan pemahaman keagamaan dan budaya lokal yang sangat kuat. Artinya sikap keberagamaan yang toleran terhadap keberadaan tradisi dan budaya lokal yang berkembang di masyarakat, dan menjadikannya sebagai instrument untuk mengaktualisasikan spirit nilai-nilai keagamaan. Atas dasar ini mereka menolak segala bentuk
kekerasan, fanatisme,
radikalisme, formalisme dan simbolisme agama. Sebaliknya, komunitas ini mengajarkan sikap keberagamaan yang toleran, santun dan humanis.
33
Sebagai upaya untuk mengaktualisasikan spirit dan pemahaman keagamaan yang kultural tersebut, dengan kreatifitasnya yang tingg, para anggota komunitas Ganjur mengeksplorasi berbagai jenis musik yang dapat membangkitkan spirit religiusitas manusia, baik yang berbasis etniktradisi (India, Timur Tengah, Jawa, Sunda, Batak dan sebagainya), modern (Jazz, Rock, Dangdut, Pop, Klasik) sampai yang spiritual (Kasidah, Santri Mantra, Gregorian dan sebaginya). Semua ini dimaksudkan sebagai upaya membangun jembatan dialog yang lebih humanis, karena yang disentuh adalah dimensi rasa, hati dan jiwa manusia. Dengan cara ini diharapkan ada pola dan cara baru dalam melakukan dialog agama yaitu dialog kultural melalui musik. Disamping membuat komposisi musik, Komunitas Ganjur juga mengeksplorasi syair-syair sufi, mutiara hikmah dari kitab-kitab sastra religi untuk dijadikan syair dalam karya-karya lagu-lagunya. Dengan demikian sentuhan religiusitas tidak hanya tercemin dari komposisi musik tetapi juga syair-syair lagu yang dinyanyikan. Misalnya, menyampaikan syair shalawat badar dengan komposisi musik Gregorian, syair burdah dengan arsemen Shanti Mantra. Komunitas yang berdiri pada tahun 1996 ini, atas prakarsa dan dorongan dari KH. Abdurrahman Wahid, dan bermula dari dialog dan diskusi diantara teman-teman aktifis IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang merasa prihatin atas perkemabngan budaya dan aktifitas keagamaan yang semakin tidak menentu. Indonesia yang dikenal memiliki kebudayaan adiluhung (high culture), telah ditenggelamkan oleh
34
mebanjirnya budaya Barat dengan berbagai ragam dan macamnya. Pada sisi lain, agama hanya dijadikan kepentingan formalitas belaka, tanpa danya pemaknaan yang luas, sehingga tak dapat menyentuh kesadaran kehidupan dalam segala lapisan masyarakat. Hal ini berdampak munculnya kekerasan, pertentangan, dan perpecahan antar budaya, agama, suku dan ras yang tak mudah dikendalikan. Bahkan telah menelan korban jiwa indonesia khususnya yang jumlahnya tidak sedikit. Oleh sebab itu, melalui seni, budaya dan agama komunitas Ganjur
mengajak dan
mengharapkan agar agama-agama dan berbagai kepercayaan yang ada saat ini, harus mampu menyumbangkan visi spiritual, paradigma etik dan moral, serta kekuatan profetik yang dapat mendukung peradaban manusia agar dapat bertahan dan berkembang ke arah yang lebih baik. Adapun penamaan komunitas ini menjadi “Ki Ageng Ganjur”. Diilhami dari nama seorang tokoh ulama besar (wali) yang hidup pada zaman kerajaan Demak sekaligus murid dari Sunan Kalijaga yang bernama Syaikh Abdurrahman yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Ganjur, karen ulama ini selalu membawa Gong Ganjur (jenis gamelan Jawa) untuk memanggil dan mengumpulkan masyarakat, ketika Kanjeng Sunan Kalijaga akan memberikan wejangan dan ceramah. Dari situ, dimulailah suatu proses kreatif, yakni memadukan beberapa unsur musik pentatonis dan diatonis serta menggunakan alat-alat musik tradisional dan modern, dengan mengambil nuansa etnik dan religius, hingga menghasilkan paduan nada yang ritmis, riuh dan dinamis.
35
Komunitas ini beranggotakan 25 orang, terdiri dari 18 orang pemain musik (musisi), 3 orang penyanyi (vocalis), dan 4 orang pengelola (crew).1
B. Visi dan Misi Ki Ageng Ganjur Visi dari komunitas Ki Ageng Ganjur adalah membangun kehidupan ummat beragama yang santun, beradab, humanis. Menentang segala bentuk otoritarianisme, simbolisme dan formalisme agama yang mengebaikan nilai-nilai humanisme. Misi dari komunitas Ki Ageng Ganjur adalah menjadikan musik sebagai sarana dan instrument membangun dialog agama yang santun, jujur, terbuka, dan humanis. C. Tujuan Ki Ageng Ganjur Sama halnya dengan grup-grup musik yang lainnya Ki Ageng Ganjur juga memiliki tujuan tersendiri dalam terbentuknya grup musik ini, antara lain tujuannya adalah: 1.
Menumbuhkan sikap keberagamaan yang santun, beradab dan humanis melalui media seni dan budaya.
2.
Melawan sikap keberagamaan yang cenderung formalis, radikal dan tidak humanis melalui seni dan budaya.
3.
Mengembangkan seni dan budaya yang lebih estetik namun tetap memiliki nilai dan moral religius keislaman.
1
. Wawancara pribadi dengan Syamsul, staf manager Ki Ageng Ganjur pada tanggal 20 Juli 2011 pukul 15.40 WIB
36
4.
Mencari bentuk kesenian alternatif yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mengisolasikan nilai-nilai dan ajaran islam dengan cara yang lebih beradab, humanis dan menghibur.
5.
Menggali dan melestarikan budaya lokal dan sekaligus menjadikan sebagai sumber inspiratif bagi pengembangan seni islami.
D. Aktivitas Ki Ageng Ganjur Aktifitas dari komunitas Ki Ageng Ganjur ini adalah membuat berbagai komposisi musik yang bisa membangkitkan semangat religiusitas dan bisa menjadi media dialog spritual bagi siapa saja yang mendengarkan. Komposisi musik ini bersumber dari berbagai jenis musik yang dieksplorasi oleh para musisi dan arranger komunitas ganjur. Hasil dari komposisi ini kemudian di tampilkan dalam berbagai konser di pesantren, tempat ibadah (gereja, pura, masjid), di berbagai gedung kesenian, di beberapa daerah di indonesia dan media massa (TV). Pada saat konser, komunitas ganjur tidak saja menampilkan hasil komposisi musik religius, tetapi juga melakukan pencerahan kepada masyarakat melalui orasi mengenai pemahaman agamayang toleran, humanis, santun, beradab dan manusiawi. Untuk menarik massa biasanya didatangkan beberapa artis terkenal dari ibu kota untuk membawakan lagu-lagu yang telah diaransment oleh gianjur. Sepanjang perjalan Ki Agen Ganjur telah berhasil meluncurkan album perdananya bertajuk “Tadarus Budaya” (1997) yang berisi lagu dan komposisi musik arransement ganjur disertai orasi dari K.H. Abdurrahman
37
Wahid (Gus Dur). Sedangkan album kedua bertajuk “Ziarah Rasul” (1999). Ki Ageng Ganjur sebagai kelompok musik yang senantiasa mengutamakan adanya pluralisme keberagamaan menampilkan islam yang sejuk dan damai tanpa kekerasan. Di samping itu kegiatannya tak pernah lepas membangun kesadaran antar umat beragama untuk saling menghargai. Tenggang rasa dan mengasihi antar satu dengan yang lainnya. Hal ini nampak dalam paket-paket acaranya, baik yang dilakukan melalui media televisi maupun konser di lapangan (live show out door).
Foto Pementasan Ki Ageng Ganjur
Foto pementasaan saat konser religi Ki Ageng Ganjur dan Iwan Fals di Indramayu Cirebon 31 Maret 2011
38
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Revitalisasi Syair-syair dalam Musik Ki Ageng Ganjur Ki Ageng Ganjur sebagai grup musik kulturatif yang awal berdirinya dari komunitas mahasiswa ini, dalam syair-syair lagu yang dibawakan selama pementasan tidak muncul begitu saja, ada faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan syair-syair lagu selama pementasan berlangsung. Syair-syair lagu memiliki pengaruh yang kuat pada setiap pementasa, karena syair memiliki maghnet tersendiri dari berbagai unsur pada setiap grup musik. Ganjur sebagi grup musik religi juga memiliki misi yang tidak semua orang mengetahuinya, berangkat dari para personel yang keseluruhannya alumni pesantren ini, ingin sekali melestarikan budaya syair-syair karya seni para wali songo. Dalam pementasan Ganjur selain mengikuti dan ingin melastarikan syair-syair wali songo juga menggunakan syair-syair religi tasawuf tanpa mengikuti secara signifikan, “Syair KI Ageng Ganjur tidak secara spesifik mengikuti syair dari salah satu wali songo tetapi hampir semua wali yang menciptakan syair akan menjadi obyek garapan dari ki Ageng ganjur.”1 Ini dia bisa dibilang dalam pengambilan syair-syair wali songo Ganjur tidak memihak pada salah satu wali songo saja, tetapi siapapun
1
. Wawancara dengan Zastrouw Ngatawi, Pimpinan Ki Ageng Ganjur Sabtu, 7 Agustus 2011. Pkl 10.15 – 12.25 WIB
39
wali songo yang mmenciptakan syair akan menjadi obyek garapan Ganjur dalam melakukan pementasan dan dakwah Islam. Kenapa demikian, “Hal ini dilakakan karena pertama, semua syair para wali itu memiliki spirit religiusitas dan mengandung ajaran suci agama. Kedua, wali songo sebenarnya merupakan kesatuan yang utuh dari segi spirit, gagasan dan gerakan. Oleh karenanya sangat sulit memisahkan dalam satu sosok. Masing-masing figfur yang ada dalam wali songo itu melebur dalama satu spirit, meski masingmasing memiliki karya yang berbeda. Atas dasar inilah maka Ki Ageng Ganjur tidak terpaku hanyamengikuti jejak sosok tertentu dari Wali Songo.”2 Karena memiliki spirit religiustik dan mengandung ajaran suci agama ini lah menjadi salah satu kenapa Ganjur ingin memperbaharui kembali ajaran wali songo dalam penyebaran dakwah Islam melalui syairsyair lagu yang telah para wali ciptakan, banyak sekali sinom-sinom, syair serta tembang-tembag yang ada walaupun dengan memiliki unsur budaya lokal yang kuat tapi tanpa mengurangi nilai-nilai ajaran suci agama. Bisa kita lihat melalui sejarah wali songo, mereka tidak hanya berdiri satu persatu sebagai sosok idividu saja tetapi mereka adalah merupakan satu kesatuan yang utuh baik dari segi spirit dalam penyebaran ajaran agama Islam, dalam pemberian gagasan dan geerakan yang mereka lakukan agar masyarakat mengenal Islam lebih dekat. Inilah alasan kenapa Ganjur tidak mengikuti jejak wali songo tertentu dikarenakan sulitnya memisahkan dalam satu sosok. Masing-masing figur yang ada dalam wali songo itu melebur menjadi satu dalam kesatuan spirit, meski mereka masing-masing memiliki karya berbeda-beda. Atas dasar inilah kenapa ganjur tidak terpaku hanya mengikuti jejak wali songo saja. 2
. Ibid
40
Dalam merevitalisasi atau memperbaharui syair-syair wali songo yang diangkat kembali oleh Ganjur bukan dilakukan secara keseluruhan, mungkin hanya memperbaharui bagaimana cara tata penyampain atau menyanyikan syair-syair yang ada disesuaikan dengan tatamusik saat ini tanpa harus menghilangkan keaslian dari syair-syair yang ada. Selain perubahan tata musik dari syair-syair karya wali songo juga dilakukan perubahan bahasa, seperti kita ketahui karya cipta dari mereka menggunakan bahasa Jawa maka ada beberapa yang diganti ke bahasa Indonesia. Syair-syair wali songo yang di angkat kembali oleh Ganjur antara lain syai-syairr dari sunan Kalijaga, sunan Drajad dan lain-lain, ”Ada beberapa syair karya sunan Kalaijaga yang sudah diangkat kembali oleh Ki Ageng Ganjur seperti “syair Ilir-ilir” dan “kidung rumekso” ada juga syair karya sunan Drajad seperti syair “wenehono”, syair karya sunan Bonang “eling-eling” dan sekarang sedang menggarap beberapa syair dari Sunan Giri, Sunan Drajad, Sunan Ampel dan wali-wali lain yang memiliki karya sastra.”3 Syair-syair tersebutlah yang Ganjur tampilkan dalam pementasanpementasan yang mereka lakukan tetapi dengan menggunakan ciri khas yang dimilikinya. Walaupun terkadang dalam setiap pementasan unsurunsur pada lagu tersebut selain syair ciri musiknya masih ada yang menggunakan apa yang pernah dilakukan oleh para wali yang mebuat syair walaupun tidak secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan Ganjur ingin menampilkan sesuatu yang itu yang lebih menarik dan mengena dihati masyarakat, walaupun dengan menggunakan syair-syair lama. 3
. Ibid
41
Penggunaan syair-syair wali songo dalam pementasan yang Ganjur lakukan jelas ada perbedaan mencolok diantara keduanya, ada perbedaan pakem yang digunakan antara Ganjur dan wali songo, “Perbedaannya, syair wali songo menggunakan aturan baku sastra Jawa Klasik, misalnya terikat pada aturan baku mengenai guru lagu, guru wiklangan, gatra dan sejenisnya. Selain itu, sastra wali songo juga mengacu pada pakem tembang Jawa seperti Dandanggulo, sinom, megatruh dan sebagainya. Sedangkan syair ganjur, meski berangkat dari kontekstualisasi.”4 Bahwa jelas ada perbedaan yang sangat nyata antara syair-syair wali songo dengan syair-syair Ganjur, seperti halnya yang kita ketahui syair-syair wali songo lebih pada penggunaan konstek bahasa jawa klasik yang lebih mengacu pada pakem tembang-tembang jawa, dikarenakan awal mulanya mereka ingin tetap melaestarikan kebudayaan yang ada di masyarakat pada saat itu dengan dimasukinya ajaran agama Islam tanpa harus merusak nilai-nilai agama yang ada dan kebudayaan yang masyarakat percayai. Sedangkan Ganjur walaupun berangkat dari kontektstualisasi mereka tidak walaupun kita ketahui Ganjur berangkat dari konstektualisa. Yaitu memodifikasi syair-syair wali songo sebagai upaya aktualisasi, dalam mengikuti arus globalisasi atau moderenisasi saat ini, “Ada dua model modifikasi yang dilakukan oleh ganjur terhadap syair wali songo sebagai upaya aktualisasi. Pertama modifikasi pada model tata musik. Pada model ini, modifikasi dilakukan pada jenis musik dan lagu, tetapi syair dijaga otentisitasnya. Seperti pada syair “ilir-ilir”, yang dimodifikasi menjadi model musik jazz, meski tetep dijaga juga liric aslinya sebagaia tembang Jawa. Kedua modifikasi pada syair dan liric. Pada model ini ganjur melakukan modifikasi pada syair, artinya syair-syair asli diambil 4
. Ibid
42
inti ajarannya kemudian dibuat syair baru yang mencerminkan isi dari syair-syair lama tersbut. Seperti syair “Suluk Kalijogo” yang merupakan modofikasi dari syair-syair Sunan Kalijogo yang ada dalam kitab Serat Kaki Waloko. Demikian lagu pepeling yang merupakan modofikasi dari syair “wenehono” karya Sunan Drajad.”5 Dalam memodifikasikan syair-syair yang dilakukan Ganjur saat ini sangatlah penting untuk menjaga ajaran-ajaran wali songo lebih bermanfaat lagi dan dikenal oleh masyarakat luas tanpa harus merusak nilai-nilai ajaran agama Islam yang ada pada syair-syair mereka. Hal ini dilakukan karena ingin mempertahankan nilai-nilai kebudayaan lokal yang semakin terkikis oleh arus moderenisasi yang terjadi di Indonesia saat ini dengan memadupadankan kebudayaan lokal dan kebudayaan luar tanpa harus menghilangkan nilai-nilai yang ada. Tabel 1 Perbedaan antara syair-syair wali songo dan Ki Ageng Ganjur No.
Wali Songo
Ki Ageng Ganjur
1.
Menggunakan aturan baku sastra
Konstektualisasi atau modifikasi
Jawa kelasik
jenis musik dan lirik
Mengacu pada pakem tembang
Modifikasi pada syair dan lirik
2.
Jawa
Dalam penggunaan syair-syair antara wali songo dan Ganjur memiliki perbedaan yaitu jika wali songo masih menggunakan aturan baku sastra jawa dan pakem-pakem tembang jawa kalau Ganjur sudah
5
. Ibid
43
megalami modifikasi syair-syair dari ciptaan wali songo dengan mengubah arsemen musik tapi masih menggunakan lirik yang lama atau memodifikasikan mengambil intisari dari syair-syair wali songo dengan dibuatkan kembali sayir-syair baru tetapi materi dari syair lama dengan instrumen musik khas Ganjur. B. Revitalisasi Alat-alat Musik Ki Ageng Ganjur Dalam penggunaan alat-alat musik, Ganjur jelaslah berbeda dengan para grup musik yang ada di Indonesia. Sebagai grup musik yang memiliki aliran kulturatif ini ingin memadupadankan antara alat-alat musik tradisional dengan alat-alat musik tradisional, inilah ciri khas yang ingin dibangun Ganjur untuk menunjang performa mereka dalam setiap pementasan. Syair-syair yang bagus tidak akan terlihat menarik tanpa ditunjang dengan arsemen musik yang sedemikian rupa, arsemen musik yang ada akan tampil begitu indah jika ditunjang dengan alat-alat musik yang begitu menarik. Perpaduan alat musik yang digunakan oleh ganjur dalam setiap pementasan adalah peerpaduan alat musik moderen yang banyak digunakan oleh berbagaio kalangan saat ini dengan perpaduan alat musik tradisional yang banyak digunakan oleh wali songo dalam menyampaikan syair-syair agama Islam. Sebagaiman dalam syair-syair yang di gunakan Ganjur, pada penggunaan alat-alat musik mereka juga tidak hanya mengacu pada salah satu wali saja. Apalagi seperti yang kita ketahui
44
dalam penggunaan alat musik para wali hampir memiliki kesamaan dan perbedaan dalam penggunaannya hanya pada jenis yang digunakan saja, “Sebagaimana syair, dari segi alat musik Ganjur juga tidak mengacu hanya pada salah satu wali. Apalagi alat musik yang digunakan para walisongo juga hampir tidak perbedaan yaitu semua menggunakan gamelan. Hanya jenisnya saja yang berbeda. Misalanya Sunan Kalijogo menggunakan semua jenis gamelan. Sunan bonang menggunakan alat musik “bonang”, sunana Drajad menggunakan perangkat gamelan yang disebut “Singo Mengkok”. Namun semua gamelan itu berada dalam pakem nada Jawa; slendro dan pelok.”6 Sama seperti dengan alat-alat musik saat ini, gamelan juga memiliki macam-macam jenis yang berbeda. Begitupula yang digunakan para wali dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa ini, mereka menggunakan berbagai jeni gamelang yang ada tapi dalam kesatuan pakem yang sama berada dalam pakem nada Jawa yaitu slendro dan pelok. Dalam pementasan musiknya Ganjur selain menggunakan alat musik gamelang yang memiliki pakem nada slendro-pelok seperti yang digunakan ppada gamelang para wali, Ganjur juga menggunakan gamelang dengan nada-nada baru yang lebih fariatif yang diambil dari nada-nada timur tengah, seperti sikhah-bayati. Dengan demikian gamelan yang dimainkan Ki Ageng Ganjur lebih variatif dan kaya nuansa dari pada yang digunakan pada zamannya para wali, “Selain menggunakan alat musik gamelan dengan pakem nada slendro-pelok, seperti yang dipakai oleh para wali songo, Ki Ageng Ganjur, juga menggunakan gamelan dengan nada baru yang diambil dari nada-nada Timur Tengah, seperti sikhah dan
6
. Ibid
45
bayati. Dengan demikian gamelan ki Ageng Ganjur menjadi lebih variatif dan karya nuansa.”7 Penggunaan gamelang dalam pementasan Ganjur bukan hanya satu alat musik yang dignanakn oleh mereka, masih banyak alat musik yang dikolaborasikan pada setiap pementasan untuk menghadirkan ciri kgas tersindiri pada aliran musik kulturatif yang di usung oleh Ganjur ini. Dalam mengkolaborasikan antar alat-alat musik tradisional dan alat-alat musik modern yang umum digunakan para musisi band tana air saat ini seperti keyboard, drum, gitar, bass dan sebagainya. hal ini dapat diartikan Ganjur melakukan rekonstruksi musik dari dua sisi yang ada, pertama dari segi nada yaitu dengan memasukkan nada-nada non Jawa (nada-nda timur tengah) dalam instrument gamelang yang merupakan intrumen musik tradisional Jawa. Kedua rekonstruksi dari sisi instrumen itu sendiri yaitu dengan mengkolaborasikan instrument-instrumen tradisional gamelang, gendang, siter dan lain sebagainya dengan instrumen modern yang ada saat ini seperti gita, keyboard, bass dan lain sebagainya. “Ganjur juga mengkolaborasikan alat tradisional dengan alat-alat modern seperti, keyboard, drum, gitar, bass dan sebagainya. Ini artinya Ganjur melakukan rekosntruksi musik dari dua sisi, pertama dari sisi nada, yaitu memasukkan nada-nada non Jawa (nada timur tengah) dalam instrumen gamelan, yang merupakan instrumen musik tadisional Jawa. Kedua rekosntruksi dari sisi instrumen itu sendiri yaitu mengkolaborasikan instrumen tradisional; gamelan, gendang, gamelan, siter dan sebagainya dengan instrumen modern; gitar, bass, keyboard dan sejenisnya. Inilah yang menyebabkan karakterisitik musik Ganjur menjadi lebih variatif karya warna.”8
7
. Ibid . Ibid
8
46
Perpaduan baik dari segi nada dan instrument yang dilakukan oleh Ganjur antara memadu padankan musik tradisional dengan modern serta nada-nada tradisional jawa dengan timur tengah inlah yang menyebabkan Ganjur memiliki karakteristik menjadi lebih bervariatif dan kaya warna, sehingga dalam penyampain visi dan misi yang diusung oleh Ganjur dalam penyampain dakwah Islam lebih mudah untuk di terima oleh kalangan masyarakat luas. Dalam pengaplikasian nada-nada yang ada dalam gamelang yang dilakukan Ganjur ini bisa disebut pula dengan pembaharuan kembali alat tradisional Jawa agar lebih mudah digunakan dan diaplikasikan dengan alat-alat musik lainnya, serta nada-nada yang ada tidak sekedar berputar pada nada-nada Jawa yang menjadi ciri khas gamelnag saat ini. Tetapi dalam melakukan pembaharuan ini ganjur tidak menghilangkan unsurunsur yang menjadi ciri khas yang dimiliki oleh gemelang itu sendiri. Penggunaan alat musik modern pada setiap pementasan Ganjur ini dilakukan untuk memadupadankan antara musik tradisional dan moderen dapat berjalan seiring tanpa harus ada yang dihilangkan salah satunya. Hal inilah yang menjadi hal luar biasa yang dilakukan ganjur sehingga dari perpadupadanan alat musik bisa mengahasilkan nada-nada lagu atau instrument yang bernuansa jazz, pop, melayu, jawa dan lain sebagainya tetapi tetap dengan nuansa atau ciri khas Ganjur yaitu musik yang unik yang tradisional tetapi tetap dengan tampilan yang modern.
47
Dalam penggunaan alat-alat musik baik Ganjur ataupun para wali memiliki perbedaan yang sangat jelas, yaitu dalam penggunaan pakem nada pada alat musik gamelang. Wali songo dalam alat musik gamelang, walaupun penggunaan jenis gamelangnya berbeda-beda tetapi mereka menggunakan satu pakem nada yang sama yaitu nada slendro-pelok (pentonis) dan semua alat musik yang digunakan tersebut bersifat akustik. Sedangkan Ki Ageng Ganjur dalam penggunaan gamelang tidak hanya menggunakan nada tradisional saja (slendro-pelok/pentatonis) yang bersifat akustik tetapi di kolaborasikan dengan peralatan modrn dengan penggunaan nada-nada modern (diatonis) yang bersifat elentrik, serta Ganjur menggunakan peralatan musik yang lebih lengkap dari pada para wali. “Para Wali Songo menggunakan alat musik tradisional dengan pakem nada Slendro-pelok (pentatonis) dan semua peralatan tersebut bersifat akustik. Ganjur menggunakan peralatan yang lebih lengkap, mengkolaborasikan alat-alat tradisional dengan nada tradisional (slendro-pelok/pentatonis) bersifat akustik dengan peralatan modern dengan nada-nada modern (diatonis) yang bersifat elentrik.”9 Dengan perkembangan zaman bahwasannya alat-alat musik yang digunakan wali songo untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawah masih ada dan digunakan hingga saat ini, walaupun dalam penggunaan baik dari segi nada untuk alat musik gamelang tidak hanya menghasilkan musik-musik jawa yang khas saja tetapi juga menghasilkan nada-nada musik untuk jenis musik yang lain. Tabel 2 9
. Ibid
48
Perbandingan alat musik wali songo dan Ki Ageng Ganjur No.
Wali Songo
Ki Ageng Ganjur
1.
Menggunakan Gamelang dengan
Menggunakan pakem slendro-
pakem slendro-pelok (pentatonis)
pelok dan nada-nada yang lebih modren (akustik)
2.
Menggunakan jenis gamelang
Alat musik yang digunakan lebih
tertentu saja.
lengkap
Melihat dari tabel diatas, dalam penggunaan alat musik antara wali sango dan Ganjur adalah kesamaan dalam penggunaan alat musik tradisional yaitu gamelang. Walaupun dalam penggunaan nada wali songgo masih terpaku pada nada-nada Jawa yaitu slendro-pelok sedangkan Ganjur sedah memodifikasi dengan menambahkan nada-nada yang lain yang lebih modren dan akustik. C. Revitalisasi Pementasan Ki Ageng Ganjur Ki Ageng Ganjur sebagai grup musik religi yang ingin menampilkan sesuatu yang berbeda dengan yang lain tanpa harus menghilangkan unsur kebudayaan yang ada tetap bisa tampil dengan pementasan yang moderen. Grup musik yang berdiri di jogja ini memiliki visi dan misi yang begitu mulia yaitu ingin menjadikan media musik ini sebagai media dakwah dalam pengenalan Islam pada seluruh masyarakat. Mereka ingin sekali agar masyarakat mengetahui bahwa Islam itu bukan agama yang radikal tetapi agama yang humanist dan begitu menyenangkan
49
serta bisa menyatu menjadi satu dalam kehidupan di masyarakat dalam bentuk seni tradisi. Pementasan yang tidak berbeda jauh dengan panggung-panggung seni hiburan
yang beredar saan ini Ganjur masih bisa tetap
mempertahankan ciri khasnya, walaupun dalam setiap kali pementasan Ganjur selalu berkolaborasi dengan berbagai penyanyi papan atas seperti Iwan Fals, Widi Hello, Niky Astrea dan lain-lain tetapi masih bisa mempertahankan ciri khasnya dan tanpa pula harus merubah ciri khas para penyanyi yang turut berkolaborasi. Pementasan yang dilakukan Ganjur yaitu menampilkan syair-syair atau tembang-tembang karya para wali yang telah dimodifikasi baik dari segi tata musik atau pembuatan syair yang baru disesuaikan dengan ciri khas yang dimiliki Ganjur. Selain penggunaan syair-syair para wali Ganjur juga mengajak bersholawat dan bernyanyi lagu-lagu yang sedang hits saat ini, tetapi dalam pementasan kita tidak hanya menyanyi dan bersholawat saja, tetapi apa yang lagu kita nyanyikan dipaparkan (diartikan) lagi dengan kata-kata yang lebih mudah dimengerti oleh semua kalangan. Lagu-lagu yang diangkat oleh Ganjur tidak selamanya lagu-lagu religi saja, tetapi juga lagu-lagu yang sedang hits yang juga memiliki kandungan arti yang islami pada setiap lagunya seperti karya-karya Iwan Fals, “Disisi lain Ganjur melakukan kegiatan sosial, suatu contoh: ketika target dakwah anak-anak jalanan, anak-anak tatoan dan lain-lain kita ajak Iwan Fals, kita tidak sekedar menyanyi tapi kita
50
memaknai arti lagu dari Iwan Fals tersebut dengan makna-makna yang lebih religius. Cuma dia berangkat dari kaumiyah sedangkan para mubaligh berangkat dari kauliyah dan ini juga adalah salah satu strategi atau methode kita dalam berangkat dari kauliyah tidak semata-mata berangkat dari kaumiyah jadi kita memadukan antara yang kauliyah dan kaumiyah dalam salah satu musik atau komponen.” Memaknai lagu-lagu yang sudah hits atau dikenal dimasyarakat dengan makna-makana yang lebih religius pada setiap pementasan yang Ganjur lakukan memiliki manfaat yang sangat besar baik bagi Ganjur sendiri maupun bagi orang-orang yang menonton pementasannya. Hal ini dikarenakan kita yang menonto akan mendapatkan siraman rohani atau ceramah agama yang lebih mudah diterima oleh setiap kalangan tanpa harus merasa di gurui dan atas kesadaran diri kita masing-masing. Selain memaknai lagu-lagu yang dinyanyikan Ganjur juga mengadakan kegiatan sosial, juga mengadakan dialog agama pada setiap pementasannya. Dalam melakukan dialog pada setiap pementasan, tidak berbeda jauh dengan pemaknaan lagu-lagu atau syair-syair yang dibawakan oleh Ganjur. Ganjur sebagai grup musik tidak memiliki segmentasi khusus pada kalangan tertentu saja, karena Ganjur bisa mengikuti kemana arah kecenderungan penonton yang melihat pementasan pada saat itu. “Jadi kita akan masuk pada segmen kita melihat pada kecenderungan usia, misalnya kita tampil di usia anak muda kita bawa artis yang disukai anak muda contohnya: Iwan Fals, Widi Helo. Yang suka musik-musik rock kita gandeng Niki Astrea, yang suka dangdut kita gandeng penyanyi-penyanyi dangdut, yang dikalangan orang tua habib-habib yang punya sholawat-sholawat. Jadi kita lihat sesuai dengan segmennya.” Dalam pemilihan bintang tamu atau penyanyi pendukung Ganjur melihat terlebih dahuluh siapa segmen terbesar yang akan melihat
51
pementasan saat itu, maka akan kondisinya akan disesuaikan. Karena dalam setiap kali pementasan penonton ganjur tidak hanya pada kalangan orang tua saja dan anak-anak pesantren saja, tetapi juga pada anak-anak jalanan atau bahkan remaja-remaja yang tidak begitu mengenal Islam. Dalam hal ini Ganjur sebagai salah satu grup music religi yang mempertahankan unsure islami dalam setiap pementasan mengaplikasikan lagu-lagu atau kesenian music agar bisa diterima oleh seluruh masyarakat. Mulai mengaplikasikan setiap pementasan yang ada sehinnga apa yang dilakukan dapat tetap menarik untuk dilihat dan didengarkan. Di era globalisasi ini Ganjur tetap berusahan bertahan dengan cirri khasnya yang selalu menampilkan sesuatu yang etnik atau tetap mempertahankan kesenian tradisional yang dimilikinya. Tapi, tidak dapat di pungkiri juga bahwa Ganjur juga mengikuti perkembangan zaman dalam setiap pementasan-pementasan yang dilakukan. Dalam
setiap
pementasan
Ganjur
tidak
hanya
sekedar
mementaskan lagu-lagu sholawat atau kosidah saja, tapi juga dangdut, pop, jazz dan lain sebagainya, tetapi dalam pementasan tersebut lagu-lagu itu sedah di arsemen ulang sesuai dengan cirri khas ganjur, yaitu bukan hanya sekedar lagu jazz biasa tetapi di arsemen menjadi jazz yang etnik, pop yang etnik dan yang pasti tetap mempertahankan kesenian yang ada, serta juga mengaplikasikan atara musik-musik lokal, tasawuf dan tradisi. “... pementasan-pementasan di berbagai tempat, bahkan dalam performen itu kita mensosialisasikan ajaran agama Islam melalui syair-syair yang kita bawa, komposisi musik yang kita bangun,
52
performen yang kita tampilkan mulai dari segi tata musik, segi syair, dari segi lirik-lirik lagu yang ada itu sebagai methodenya. Kita sangat kaya terhadap syair-syair pujian-pujian ini juga ada dalam tradisi-tradisi lokal yang sekarang ini mengalami masamasa pemunduran kita hidupkan kembali tradisi-tradisi sufi yang sudah mengalami kemunduran, dengan tradisi lokal, trus tradisitradisi musik, musik-musik lokal, musik-musik tasawuf itu kita kalaborasikan.”10 Selain juga mengaplikasikan antara musik lokal, tradisi dan moderen Ganjur dalam pementasan karya seni musik kulturatifnya sudah keliling Indonesia, bahkan tidak hanya itu Ganjur juga pernah mengisi acara dan melakukan tur di luar negri salah satunya di Dubai. Dalam segi pementasan antara Ganjur dan wali songo sangatlah berbeda, pada zaman dahulu pementasan masih berformat sederhana dengan tatanan panggun yang biasa-biasa saja, bahkan lebih sering tidak menggunakan panggung. Sedangkan tatanan panggung saat ini dalam setiap kali pementasan sudah di setting dengan sedemikian rupa di bantu soud system serta penataan cahaya yang bagus agar acara yang ditampilkan terlihat lebih menarik. selain tatanan panggung dalam setiap kali pementasan agar bisa menampilkan acara yang bagus juga dimbangi dengan konsep acara yang bagus dalam konsep acara ini yang memiliki perbedaan antara Ganjur dengan yang lainnya, karena selain mengajak kita bernyanyi, bersholawat Ganjur juga mengajak kita untuk berdialog dan memahami apa arti-arti dari syair-syair yang kita dengarkan tadi.
10
. ibid
53
D. Strategi Dakwah Ki Ageng Ganjur Berbicara mengenai strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan manegemen. Karna orientasi kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasialan planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Pengertian managemen strategi adalah suatu proses kegiatan managerial yang berdasar dan menyeluruh dalam mendayagunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan misi dan visi yang telah ditentukan. Sedangkan pengertian dakwah sebagaimana dijelaskan terdahulu secara singkat adalah upaya yang dilakukan individu maupun kelompok (kolektif, lembaga, organisasi). Dalam merealisasikan ajaran islam ditengah-tengah manusia melalui metode-metode tertentu dengan tujuan agar terciptanya kepribadian dan masyarakat yang menerapkan ajaran Islam secara utuh (kaffah) dalam mendaapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Begitu pula dengan Ki Ageng Ganjur, berangkat dari sebagai suatu komunitas pada kegiatan mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga yang dulu bernama IAIN Sunan Kalijaga mereka memiliki visi dan misi dalam menjalankan kegiatan yang mereka lakukan. Untuk tercapainya itu semua mereka sebagai suatu organisasi atau kelompok jelas sekali memiliki strategi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan yang ingin di capai Ganjur. Ganjur sebagai grup musik Islami yang seluruh personelnya berasal dari alumni pesantren ini ingin menyampaikan ajaran Islami
54
kepada seluruh masyarakat, ingin mengenalkan Islam yang damai, Islam yang indah tanpa menggunakan kekerasan. Sesuai dengan visi dan misi yang dimiliki oleh ganjur sendiri yaitu: ingin membangun kehidupan ummat beragama yang santun, beradab, humanis. Menentang segala bentuk otoritarianisme, simbolisme dan formalisme agama yang mengebaikan nilai-nilai humanisme. Sedangkan Misi Ganjur adalah menjadikan musik sebagai sarana dan instrument membangun dialog agama yang santun, jujur, terbuka, dan humanis. Ganjur sebagai grup musik sangat memperhatikan langkahnya dalam menyampaikan ajaran islam, ia menggunakan media dakwah yang begitu dinamis yaitu melalui grup musik yang mereka bangun untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh kalangan. Karena bisa kita lihat sendiri musik adalah suatu hal yang bisa memasuki berbagai jenis kalangan tanpa memandang suatu suku, kelompok maupun agama. Hal inilah yang menjadi modal awal ganjur untuk menjadikan musik sebagai media atau sarana dakwah. Memiliki sarana atau media untuk dakwah tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak diiringan oleh startegi yang memadai, karena untuk tercapainya suatu tujuan butuh langkah-langkah yang sudah diatur sedemikian rupa agar apa yang ingin dicapai bisa terlaksana atau tersampaikan dengan baik. Grup musik Ganjur yang berasal dari Yogyakarta ini dalam perjalanan mereka sebagai seniman dan penyampai ajaran Islam sudah
55
pastinya memiliki strategi atau cara untuk menjalankan visi dan misi yang mereka usung. Dalam praktenknya Ganjur menggunkan strategi kultural, “Strategi kultural, yang disebut startegi kultural adalah kita memanfaatkan tradisi-tradisi yang ada untuk mensosialisasikan ajaran agama ini starteginya. Soal caranya kitra menampilkan pementasan-pementasan di berbagai tempat, bahkan dalam performen itu kita mensosialisasikan ajaran agama Islam melalui syair-syair yang kita bawa, komposisi musik yang kita bangun, performen yang kita tampilkan mulai dari segi tata musik, segi syair, dari segi lirik-lirik lagu yang ada itu sebagai methodenya.”11. Dengan strategi kultural yang mereka usung ini agar dapat berjalan menggunakan cara yaitu dengan menampilkan pementasan-pementasan di berbagai tempat di Indonesia, bahkan mereka juga sudah pernah melakukan beberapa pementasan di luar negri salah satunya adalah Qatar. Hal inilah yang tidak menutupi kemungkinan bahwa startegi kultural yang di usung ganjur dengan menggunakan cara pementasan berjalan dengan baik. Ketika melakukan pementasan atau performan inilah ganjur juga mensosialisasikan ajaran-ajaran Islam, yaitu melalui syair-syair yang mereka bawa, komposisi musik yang mereka bangun, performen yang ditampilkan yang telah ditata dengan sedemikian rupa agar dapat terlihat menarik. Ganjur dalam pementasannya sangat kaya akan syair-syair pujian, hal ini juga ada dalam tradisi-tradisi lokal yang saat ini sedang mengalami masa pemunduran. Dan ingin mereka hidupkan kembali tradisi-tradisi sufi yang sudah mengalami kemunduran, dengan tradisi lokal, selain itu juga dengan tradisi musik, musik-musik lokal dan musik-
11
. ibid
56
musik tasawus yang dalam keseluruhan itu mereka kalaborasikan dengan sedemikian rupa. Ketika berangkat dari grup musik yang juga berfungsi untuk mensosialisaikan ajaran Islam, ganjur tidak memiliki segmentasi khusus kemana saja pesan dakwah yang mereka sampaikan, agar bisa berjalan dengan baik sesuai dengan segmentasinya, tetapi ganjur mengemasnya dengan sedemikian rupa agar mereka bisa masuk untuk semua kalangan. mengapa demikian, agar bisa masuk untuk semua kalangan mereka berangkat dari “kotibunnnas ala kotibunkulmi” yang dalam hal ini mereka akan masuk dan melihat pada segmen mana kecenderungan usia yang melihat perfomen ganjur. Misalnya ketika mereka tampil pada segmen usia anak-anak muda atau remaja mereka dalam pementasan akan membawa artis-artis yang sedang banyak digemari oleh para remaja contohnya Iwan Fals, untuk yang suka musik rock mereka gandeng Nicky Astrea, yang suka dangdut kita juga mengajak para penyanyi dangdut yang memiliki tujuan yang sama dengan mereka, sedangkan untuk kalangan orang tua biasanya mereka mengajak Habib-habib yang punya sholawatsholawat. Jadi mereka menyesuaikan dengan segmentasinya dalam melakukan performen. Disisi lain Ki Ageng Ganjur juga melakukan kegiatan sosial, suatu contoh: ketika target dakwahnya anak-anak jalanan, tatoan dan lain-lain. Dalam performen ganjur mengajak Iwan Fals dan mereka juga tidak hanya sekedar menyanyi saja, tetapi juga memaknai syair-syair lagu yang dinyanyikan oleh Iwan Fals tersebut dengan makna-makna yang lebih
57
religius, dan tidak bisa dipungkiri juga hampir semua kalangan menyukai syair-syair lagu Iwan. Dr. Zastrouw selaku pimpinan ganjur memahami bahwa lagu-lagu Iwan Fals sangat religius, Cuma ia berangkat dari kaumiyah sementara para mubaligh kita ketika mereka berdakwah berangkat melalui kauliyah dan ini adalah salah satu methode juga bahwa kita semata-mata tidak hanya sekedar berangkat dari kauliyah saja tetapi juga dari kaumiyah yang dipadupadankan antara keduanya dalam salah satu musik atau komponen pada setiap pertunjukan. Ketika mereka sudah mendengarkan lagu Iwan Fals yang telah dimaknai dengan sedemikian rupa, banyak pula yang tergugah hatinya dan sadar akan agama Islam, mereka para anak jalanan akhirnya menjalankan perintah agama Islam dengan sebaik mungkin dan pada akhirnya kesadaran mereka terbuka dan melakukan program ziarah ke makammakam wali, ketika dijalan semaunya sendiri mereka juga akhirnya mampir ke masjid-masjid sambil juga mengadakan acara bersih-bersih masjid. Selain menggunakan strategi kultural Ganjur juga menggunakan stretegi dialogtis yaitu penggabungan antara kauliyah dan kaumiyah antara hati ke hati, “Strategi dialogtis adalah antara kaumiya dan kauliyah antara hati ke hati, kemudian kita fasilitasi mereka yang pengen kami arahkan, yang pengen ke masjid kami arahkan dan kita langsung menjaga emosi dan hati. Dan mereka yang selama ini hanya menikmati lagu mereka bisa tau arti sesungguhnya lagu tersebut yang mereka tidak tau sebelumnya, kemudian kita bedah kita tunjukkan yang anda tanyakan ayat kauliyah, ayatnya ini...”12
12
. ibid
58
Strategi dialog ini berguna selain untuk memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang agama Islam kepada audien Ganjur agar mereka lebih mudah mengerti dengan memadupadankan antara ayat kaumiyah dan kauliyah, tetapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh semua orang, karna membutuhkan ilmu pengetahuan agama yang sangat banyak. Dalam penggunaan strategi dialog ini seperti yang telah dijelaskan di atas banyak sekali kalangan anak muda yang mulai tertarik akan belajar dan mengetahui agama Islam secara jelas dan mendalam. Penggunaan strategi kultural dan dialogtis dalam dakwah yang dilakukan Ganjur ini jelaslah memiliki segmentasi khusus selain kalangan masyarakat Islam itu sendiri, karena seperti kita ketahui bahwasannya Ganjur juga pernah melakukan dialog antar agama bahkan melakukan pementasan di Pura Bali. Hal ini mencerminkan bahwa Ganjur ingin mengenalkan Islam pada agama lainnya bahwa Islam bukanlah agama teroris, tetapi agama yang humanist dan dinamis antara keseimbangan beribadah dan mencintai ajaran kebudayaan selama ini tidak memiliki pertentangan dalam agama Islam itu sendiri. Dalam penggunaan strategi kultural dan dialogtis ini, penonton atau target khalayak dakwah Ganjur tidak hanya sekedar mendengarkan saja, tetapi juga diajak berinteraksi dan berkomunikasi agar apa yang ingin mereka sampaikan dapat dimengerti oleh para khalayak. Serta agar adanyan interaksi aktif antara khalayak dengan penghibur, bukan pada saat menyanyi saja tetapi juga pada saat dialog dan pemahaman makna dari lagu-lagu yang telah dinyanyikan sebelumnya.
59
E. Interpretasi Saat ini bangsa Indonesia memerlukan revitalisasi budaya atau seni tradisi dalam upaya menghadapi globalisasi. Revitalisasi ini terkait dengan pencarian nilai dalam kehidupan masyarakat yang dapat digunakan untuk bertahan dalam era globalisasi. Dikarenakan saat ini kebudayaan bangsa Indonesia semakin terkikis habis oleh kebudayaan asing yang semakin menjamur di seluruh kalangan. Kebudayaan sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat indonesia, karena kebudayaan itu adalah prodak dari cara manusia hidup atau bertahan hidup melalui interaksi dengan lingkungan. Cara inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Hewan bisa berinteraksi dengan lingkungan tetapi tidak memiliki atau menghasilkan kebudayaan, tetapi kalau manusia cara hidup, bertahan hidup melalui interaksi itu melahirkan kebudayaan. Grup musik saat ini semakin menjamur di Indonesia, Ganjur sebagai grup musik kulturatif tetap berusaha mempertahakna eksitensinya di dunia hiburan. Walaupun tidak seterkenal band-band papan atas Ganjur tetap berusaha menampilkan apa yang menjadi ciri khasnya, karna bagi mereka media bukan segalanya untuk terus berkiprah di dunia musik Indonesia.
Tetapi
bagaimana
terus
melakukan
pementasan
dan
menyebarkan ajaran-ajaran Islam pada semua kalangan tanpa harus memandang segmentasi yang khusus, agar mereka lebih mengenal Islam dan kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia.
60
Datang dan berdiri dari kumpulan komunitas mahasiswa di Jogja Ganjur masih bisa bertahan bahkan melebarkan eksitensinya untuk trus menampilkan kesenian tradisi yang sudah menjadi ciri khasnya ke seluruh Indonesia, bahkan bukan hanya itu saja Ganjur juga sudah pernah manggung di luar negri, untuk trus melebarkan kiprah mereka dalam panggung seni hiburan di Indonesia. Mereka sebagai grup musik ingin memperkenalkan kembali kebudayaan pada era wali songo yang saat ini sudah banyak sekali masyarakat yang tidak mengetahuinya, agar masyarakat masih bisa mengingat kembali bahwa Islam mulai berkembang di Indonesia pada era wali songo. Pada era saat itu Islam bisa masuk secara perlahan dikarenakan selain masuk melalui pemerintahan juga melalui kebudayaan, bagaimana mereka berusaha memperkenalkan ajaran Islam melalui kebudayaan yang mereka percayai tetapi dengan cara dan ajaran Islam tanpa haru merusak nilai-nilai kebudayaan itu sendiri dan nilai-nilai ajaran agama Islam. Ganjur sebagai grup musik ini memiliki visi misi yang mulai, ingin mengenalkan ajaran Islam yang humanis bukan yang radikal kepada masyarakat luas dengan merevitalisasi atau memperbaharui kembali ajaran para wali. Menampilkan sesuatu yang lama dengan tampilan yang bukanlah hal yang mudah, tetapi Ganjur trus berusaha agar apa yang mereka inginkan bisa tercapoai dan masyarakt tidak hanya sekedar menikmati
pementasan-pementasan
moderenisasi dari dunia barat. 61
musik
yang
mengikuti
arus
Dalam
melawan
arus
moderenisasi
ini
Ganjur
berusaha
menampilkan sesuatu yang berbeda dari pada pementsan musik yang lainnya dengan ciri khas yang dimiliki. Dalam konsep panggung menggunakan perlengkapan musik moderen Ganjur juga menggunakan alat musik tradisional jawa yaitu gamelang, inilah yang membuat Ganjur berbeda. Tetapi selain dari segi alat musik, dalam syair-syair atau lagulagu yang dinyanyikan oleh para penyanyi dalam ganjur juga memiliki ciri khas dengan menampilkan karya-karya wali songo yang sudah di arsemen ulang denga memodifikasi sedemikian rupa baik dari segi musik atau menciptakan syair-syair baru. Dalam memodifikasi syair-syair para wali dari segi musik Ganjur menghasilkan berbagai jenis musik baik itu jazz, gambus, pop dan lain sebagainya. Begitu pula dari segi syair, selain menggunakan syair-syair lama juga mencuptakan syair-syair baru yang diambil dari intisari syair-syair lama karya para wali tanppa harus menghilangkan inti ajaran dari syair yang lama. Pementasan musik yang dilakukan oleh Ganjur tidak hanya sekedar bernyany saja, tetapi juga bersholawat dan melakukan dialog. Inilah yang membuatnya berbeda dengan grup musik lainnya, karena mereka tidak hanya ingin bersenang-senang dlam segi duniawi saja tetapi juga ingin mengajarkan tentang hal agama juga. Bagaimana mereka mengenalkan ajarann Islam pada masyarakat luas, baik itu bagi orang Islam itu sendiri ataupun agama yang lain. Ganjur ingin memperkenalkan Islam sebagai agama yang humanist bukan agama yang radikal seperti anggapan orangorang barat.
62
Jika dilihat dari penelitihan di atas, bahwasannya antara dakwah dan budaya adalah satu kesatuan yang selalu menyatu dari dahulu untuk bisa memperkenalkan tentang agama Islam pada masyarakat luas tanpa harus merusak atau menghilangkan nilai-nilai tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu. Dan apa yang diperbaharui Ganjur melalui kesenian tradisional khususnya seni musik pada syair-syair para wali, alat-alat musiknya, cara ementasan dan bahkan dalam penggunaan strategi dakwahnya. Perbedaannya Ganjur mulai melakukan pembaharun dengan mengaplikasikan antara kebudayaan lokal yang sudah ada dari jaman dahulu dengan budaya moderen yang ada saat ini tanpa harus merusak dan menghilangkan nilai-nilai kebudayaan yang ada.
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis mengenai revitalisasi seni tradisi sebagai strategi dakwah di era globalisasi studi pada ki ageng ganjur, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Revitalisasi yang dilakukan ganjur pada kesenian tradisi yang di lakukan wali songo terdapat pada tigal hal yaitu revitalisasi pada syair-syiar dan tembang-tembang wali songo, revitalisasi alat-alat musik dan pementasan ini dialkukan modifikasi dan pembaharuan tanpa harus menghilangkan nilai-nilai tradisi dan ajaran yang ada. 2. Dalam penggunaan strategi kultural melalui seni musik yang dilakukan Ganjur untuk menyebarkan nilai-nilai atau ajaran-ajaran agama Islam pada masyarakat luas agar tidak terbentur dan mudah di terima oleh semua kalangan yang semakin tergerus atau termakan oleh globalisasi.
64
B. Saran 1.
Ganjur dari segi penampilan dalam setiap pementasan sudah cukup bagus untuk menarik minat masyarakat, walaupun dalam penggunaaan tata panggung masih kurang bagus atau menarik untuk dilihat. Karena dalam segi tata cahaya masih kurang menarik.
2.
Dari segi penyampain musik dan dialog Ganjur sudah cukup menarik tetapi untuk kalangan artis dan lagu-lagu yang dibawakan perlu ada perkembangan lagi, atau tidak monoton pada satu sisi saja
65
DAFTAR PUSTAKA
Buku Mahmud, Ahmad. Dakwah Islam. (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), Cet. Ke-1 Ghazali, M. Bahri. dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwa. (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1 Gazilba, Siti. Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998). Cet. Ke-1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) Al-Qordowi, Yusuf. Islam Berbicara Seni. (Solo: Fra Intermedia, 2002) Hamju, Atam. Pengetahuan Seni Musik. (Bandung: PT. Remaja Karya, 1998) Dustur, A. Hasjmy. Daakwah Menurut Alqur’an. (Jakarta: Bulan Bintang, 1994) Hafiduddin, Didik. Dakwah Aktual. (Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 2 Lexy, J. Meleong. Metodologi Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2007. Tatang M. Arifin. Menyusun Rencana Penelitian. (Jakarta: Rajawali Press, 1989) Pawito. Penelitian, Komunikasi Kualitati. (Yogyakarta: LKIS, 2007). cet. Ke-1 Kriyanto, Rahmat. Tehnik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: Kencana Pranada Grop, 2007). cet. Ke-2 Tim Penyusung Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) J. S. Badudu. Kamus Kata-kata Serapan Asing. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006). Artmanda, Frista. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al Munawir. (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Ismail, A. Ilyas. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah. cet.ke-2. (Jakarta: Penamadani, 2008), Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. (Bandung: Mizan 1998). Cet. Ke-17 Malaikah, Musthafa. Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qardawi: Harmoni Antara Kelembutan dan Ketegasan. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997) Anshary, M. Hafi. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. (Surabaya:Al-Ikhlas, 1993). Cet. Ke-1 Habib, M. Syafaat. Buku Pedoman Dakwah. (Jakarta : Wijaya, 1982), cet. Ke-1. A.
Hasyim. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur`An. (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)
Badan Pembina Rohani Pegawai DKI Jakarta. Akhlak. (Jakarta 1989), cet ke-3 M. Munir dan Wahyu Illahi, Manageman Dakwah, (Jakarta,Prenada Media,2004) Nuh, Sayid Muhammad. diterjemhakan oleh: Ashfa Afkarina. Dakwah Fardiyah: Pendekatan Persolan Dalam Dakwah. (Solo: Era Intermedia, 2000) Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. (Jakarta: Gaya Media Pratama,1987) Yaqub, Ali Mustafa. Sejarah dan Metode Nabi. (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997) Munzier Saputra dan Harjani Hefni. Metode Dakwah. (Jakarta: Prenada Media, 2003) Ghazali Syahdar bc,TT. Kamus Istilah Komunikasi. (Bandung: Djembatan,1992) Sasono. Adi, Solusi Islam Atas Problematika Umat Ekonomi, Pendidikan Dakwah. (Jakarta: Gema Insani Press, 1998) Lubis, Basrah. Ilmu Dakwah. (Jakarta: CV. Tursina, 1993). Cet.Ke-1 Anwar Mas’ari’i Studi Tentang Ilmu Dakwah, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1981)
Rafiuddin dan Maman Abd. Jalil, “Prinsip dan Strategi Dakwah,” (Bandung: Pustaka Setia, 1997) cet. Ke-1 Shaleh, Abd. Rasyad, “Management Dakwah Islam,” (Jakarta: Bintang Bulan, 1993), cet. Ke-3 Sukri, Asmuni “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,” (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983) Alex Callinicos, “The Against Third Way,” (Yogyakarta: Eduka, 2008), cet. Ke-1
Wawancara Dr. Zastrouw Ngatawi selaku pimpinan Ki Ageng Ganjur Dr. Shofiyullah Mz selaku dosen di UIN Sunan Kalijaga Jogja
Nama
: Nur Fauzia
NIM
: 107051002497
Perihal
: Wawancara dengan Dr. Zastrouw Ngatawi
Tempat
: Sanggar Ki Ageng Ganjur, Komp. Taman Serua Permai No. 70
Waktu
: 06 Agustus 2011 (10.15 – 12.25)
========================================================== 1. Apa arti kebudayaan bagi anda? Adanya interaksi dengan lingkungan itulah kebudayaan, prodak cara manusia hidup atau bertahan hidup melalui interaksi lingkungan itulah kebudayaan. Cara inilah yang membedakan manusia dengan hewan, hewan punya survival of lif dia berinteraksi dengan lingkungan tetapi dia tidak menghasilkan atau mempunyai kebudayaan, tetapi kalau manusia cara hidup, cara bertahan hidup melalui interaksi itu melahirkan kebudayaan. Dalam kebudayaan itu ada sistem nilai ada keindahan-keindahan, paling tidak ada tiga unsur utama dalam kebudayaan yaitu dimensi etika, estetika dan logika. Maka dari tiga dimensi inilah kita bisa mengukur manusia masih berbudaya apa tidak, contohnya: seperti berpolitik apakah masih ada dimensi etikanya apa tidak dalam mereka berpolitik, masih ada dimensi estetika atau logikanya tidak dalam mereka QS. At-Tin: 4 2. Pementasan seperti apa yang dilakukan oleh Ki Ageng Ganjur? Dalam pementasan ki ageng ganjur ini bisa dibilang adalah upaya revitalisasi, ada dua reward yang pertama revitalisasi, vitalisasi tersebut berasal dari kata vital kenapa saya menyebutnya kata vital karena kebudayaan itu organ vital bagi khidupan manusia. Jadi spirit kebudayaan dan nilai-nilai yang ada dalam kebudayaan yang menjadi daya dorong kekuatan dasar manusia. Kata-kata vitalisasi ini sebenarnya menguatkan kebudayaan-kebudayaan yang ada dalam
masyarakat, memperkuat dimensi-dimensi kebudayaan, kebudayaan yang saya maksud yang ingin di revitalisasi adalah seni tradisi, seni tradisi adalah seni yang hidup berkembang dan menjadi tradisi dari suatu kelo,pok masyarakat, seni tradisi ini posisinya sekarang sedang mengalami masa kelemahan, yang saya sebut dengan proses pelemahan atau marginalisasi seni tradisi baik secara fungsional fungsi dia sebagai seni, maupun format. Secara emosional fungsi vitalisasi menjadi formal atau prfom mengalami kemunduran. Nah saya ingin membangkitkan kembali sepirit vital tradisi ini saya gunakan sebagai media dakwah Islamiah, maka inilah yang saya sebut dengan revitalisasi seni tradisi. So...so...so.. misi visi Ki Ageng.... dan pengertian revitalisasi seni tradisi tersebut adalah penguatan kembali seni tradisi sebagai sarana atau media dalam melakukan dakwah Islam. 3. Apakah yang dimaksud itu kesenian secara keseluruhan atau secara khusus saja? Saya mengambil seni khusus yaitu seni musik yang tradisi karena ganjur ini seni nya adalah seni musik. 4. Revitalisasinya dilakukan dari kebudayaan mana atau mengikuti jejak siapa? sebetulnya ini sudah pernah dilakukan oleh para wali-wali dulu. Jadi, sebagaimana kita ketahui proses islamisasi ini di Indonesia mengalami kemunduran, hampir 7 abad kalau kita lihat daei bukti sejarah Islam masuk ke Indonesia abad ke-7 di tunjukkan pada makam Fatimah binti Maimun di Aceh itu ditemukan prasasti pada abad ke-7 artinya Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7, gitu... seperti kita lihat pada catatan haji Makwan sekertarisnya cengho ketika dia melakukan ekspedisi ke Nusantara ke Palembang ke mudian masuk ke pesisir utara pulau Jawa dia melihat dia melakukan ekspedisi itu pada sekitar abad ke-15 atau tahun 1400-an SM awal, dia melihat konstruksi sosial masyarakat Nusantara itu ada tiga, 1) masyarakat elit kerajaan yang beragama Hindu Budh, 2)
masyarakat wong moncho (orang asing) yang terdiri dari orang China, India, dan Arab yang beragama Islam minoritas dan kebanyakan berada di pesisir, 3) mayoritas masyarakat Nusantara yang memiliki paham kapitayan, ikatan-ikatan tradisi yang kuat. Selama dakwah melalui Fatimah binti Maimun, yang dilakukan oleh Arab, India, China ini tidak bisa menembus masyarakat sosial Nusantara. Makanya vakum, tidak berkembang, Islam hanya dipeluk oleh orang asing saja, disini masyarakat Nusantara asli pribumi mau menerima Islam baru setelah para wali menggunakan startegi kultural, strategi kebudayaan yaitu tradisi-tradisi jihad, tradisi masyarakat lokal dipakek untuk menjalankan islamisasi, baru dia bisa menerima. Artinya gerakan kebudayaan, gerakan tradisi ini yang lebih bisa menjalankan proses islamisasi di Indonesia. Para penyebar Islam tidak menggunakan strategi kultural atau kebudayaan, tidak memanfaatkan potensi-potensi tradisi masyarakat sebagai sarana islamisasi. Baru jamannya wali songo baru menggunakan kebudayaan sebagai sarana. 5. Trus apa perbedaan ganjur dengan wali songo? Jelaslah berbeda, bisa dilihat dari penjelasan saya tadi apa yang dilakukan wali songo dalam penggunaan budaya itu yang disebut dengan reformulasi tradisi, tradisi-tradisi kapitayan jahiliyah atau lokal dia pakek, dia masuki nilai-nilai Islam tetapi tetap berwajah tradisi lokal. Misalnya sunan Kalijaga mereformulasi seni wayang, sunan Bonang mereformulasi gamelang, sunan Drajad tembang-tembang menjadi sinom. Saya bersama Kanjeng bukan untuk mereformulasi tetatpi merevitalisasi, sebab banyak kecenderungan seni tradisi yang disingkirkan dan dilemahkan oleh arus moderenisasi dan gerakan pluralisasi agama, normalisme agama. Jadi, gerakan pluralisme agama mulai mengabaikan tradisi-tradisi kebudayaan sebagai sarana penyebaran agama Islam, disisi lain gerakan moderenisasi tidak memberikan tempat yang baik bagi tradisi atau seni kebudayaan lokal. Nah dengan Kanjeng ini saya mau membalikkah wital tradi tradisional ini sebagai mensosialisasikan ajaran
Islam, makanya itu saya tidak menyebutnya revormulasi tapi saya menyebutnya revitalisasi 6. Strategi apa yang di gunakan Ganjur dalam penyebaran dakwah Islam? Saya menyebutnya strategi kultural, yang disebut startegi kultural adalah kita memanfaatkan tradisi-tradisi yang ada untuk mensosialisasikan ajaran agama ini starteginya. Soal caranya kitra menampilkan pementasan-pementasan di berbagai tempat, bahkan dalam performen itu kita mensosialisasikan ajaran agama Islam melalui syair-syair yang kita bawa, komposisi musik yang kita bangun, performen yang kita tampilkan mulai dari segi tata musik, segi syair, dari segi lirik-lirik lagu yang ada itu sebagai methodenya. Kita sangat kaya terhadap syair-syair pujianpujian ini juga ada dalam tradisi-tradisi lokal yang sekarang ini mengalami masamasa pemunduran kita hidupkan kembali tradisi-tradisi sufi yang sudah mengalami kemunduran, dengan tradisi lokal, trus tradisi-tradisi musik, musikmusik lokal, musik-musik tasawuf itu kita kalaborasikan. 7. Segmentasi dalam pementasan musik ini untuk siapa? Semua kalangan, kita berangkat dari.....??????????? Jadi kita akan masuk pada segmen kita melihat pada kecenderungan usia, misalnya kita tampil di usia anak muda kita bawa artis yang disukai anak muda contohnya: Iwan Fals, Widi Helo. Yang suka musik-musik rock kita gandeng Niki Astrea, yang suka dangdut kita gandeng penyanyi-penyanyi dangdut, yang dikalangan orang tua habib-habib yang punya sholawat-sholawat. Jadi kita lihat sesuai dengan segmennya. 8. Menggunakan methode apa dalam melakukan dakwah Islam? Methode perform dan dialog Disisi lain Ganjur melakukan kegiatan sosial, suatu contoh: ketika target dakwah anak-anak jalanan, anak-anak tatoan dan lain-lain kita ajak Iwan Fals, kita tidak sekedar menyanyi tapi kita memaknai arti lagu dari Iwan Fals tersebut dengan makna-makna yang lebih religius. Cuma dia berangkat dari kaumiyah sedangkan
para mubaligh berangkat dari kauliyah dan ini juga adalah salah satu strategi atau methode kita dalam berangkat dari kauliyah tidak semata-mata berangkat dari kaumiyah jadi kita memadukan antara yang kauliyah dan kaumiyah dalam salah satu musik atau komponen. 9. Apa manfaatnya diadakan dialog atau mengartikan lagu-lagu yang telah dinyanyikan? Contohnya setelah merekamendengarkan lagu iwan fals yang telah dimaknai banyak dari mereka yang sadar akan agama Islam, akhirnya
mereka selalu
menjalankan perintah agama islam dengan sebaik mungkin dan pada akhinya kesadaran mereka terbuka dan melakukan sesuatu program yaitu ziarah ke makam-makam wali. 10. Apa yang disebut dengan strategi dialogtis? Yang saya sebut strategi dialogtis adalah antara kaumiya dan kauliyah antara hati ke hati, kemudian kita fasilitasi mereka yang pengen kami arahkan, yang pengen ke masjid kami arahkan dan kita langsung menjaga emosi dan hati. Dan mereka yang selama ini hanya menikmati lagu mereka bisa tau arti sesungguhnya lagu tersebut yang mereka tidak tau sebelumnya, kemudian kita bedah kita tunjukkan yang anda tanyakan ayat kauliyah, ayatnya ini... 11. Dalam segi musik ganjur lebih condong ke genre musik apa? Dari segi musik karna saya tidak mengikuti satu genre musik tertentu dan visi misi ganjur adalah berdakwah dengan musik. Maka kita layani mereka yang menginginkan kita, kita juga bisa melayani jazz, pop, dangdut, rock, dan lain sebagainya. tentunya tidak murni itu tetapi dikemas secara ulang, untuk jazz ya jazz yang sudah etnik, rock juga rock dengan sentuhan etnik yang sudah mengalami modifikasi dan ciri khas yang dimiliki Ganjur pada tradisi itu. 12. Bagaimana ganjur tetap menjaga eksitensinya? Orang-orang sekarang menyukai yang unik-unik , unik-unik yang menimbulkan daya tarik bagi anak-anak muda bagi target yang kita rawatitu karena orang-orang
kita mengalami latah budaya, orang barat itu mudah ditiru, ketika kita mampu membuktikan bahwa orang barat juga mengagumi keunikan budaya kita miliki, dan ini yang kita buka. Kenapa orang barat yang kita tiru mrnyukai budaya kita? Dan ini yang kita sadarkan terhadap mereka misalnya lagu Iwan Fals kita ubah arsemennyayang lebih etnik lebih unik dan lebih menarik tentunya dengan itu kita selalu mengeksplorasikan hal-hal yang unik yang bisa menyebabkan audiens kita itu menjadi tertarik menyaksikan kita dan setelah tertarik baru kita masuki itu intinya. Karena ciri khas yang dimiliki Ganjur seni tradisi dalam menjaga eksitensinya selain tadi yang saya jelaskan di atas ya tetap berdialog dengan situasi dan kreatif karena yang namanya kebudayaan itu dinamis sehingga kita harus terus membaca keadaan kenyataan dan terus menggali eksplorasi terhadap seni tradisi ini supaya dia tetap tampil yang lebih menarik, tetap unik dan tetap disukai oleh audien kita. 13. apa saja yg dilakukan dan dialog seperti apa yang diterapkan? Yaitu tadi kita melakukan dialog kebudayaan, dialog kreatifitas dan lain-lain. Kita tidak hanya untuk umat Islam saja tapi untuk semuanya. Bahkan kami pernah tampil di gereja dan bahkan kolaborasi dengan non muslim, justru dari itu mereka bisa melihat kehebatan keindahan Islam. Misalnya, ketika saya dialog dengan orang Amerkia kemudian saya setel sebuah lagu dan dia kaget karna yang menyanyikan orang Islam dan lebih kagetnya lagi mereka lulusan dari pesantren . dan dia berkata bukannya pesantren teroris?? Dan saya ngomong ini buktinya ini semua lulusan pesantren, kamu salah mengartikan pesantren seperti itu, setelah itu dia tertarik dan datang ke setiap pondok, dan dari situlah dia tau Islam yang benar. Oleh karena itu Ganjur ditawari berkalaborasi oleh grup terkenal dari Amerika sana dan sisitu dia mengagumi kehebatan Islam, kreatifitas santri muda Islam karena mereka belum menemukan seni bermusik sehebat Ganjur. Dan dikalangan non muslim kita tunjukkan itu. Kita juga pernah main ke pura di Bali dan dia terus melihat, jadi kehebatan dan keindahan Islam bisa ditampilkan dengan seperti ini itu karena Islam di Indonesia
adalah Islam yang kultural yang tradisi kalau itu dihilangkan yang muncul Islam yang aneh-aneh itu yang serba keras, serba tradisi tidak menghormati kultural di masyarakat, Islam yang kaku sangar dan kering. Maka bagi saya Islam di Indonesia harus kembali kepada tradisi dan kultural yang ada di masyarakat.
A. Revitalisasi syair-syair dalam musik ki ageng ganjur 1. Syair-syair ki ageng ganjur mengikuti jejak wali songo siapa? Syair KI Ageng Ganjur tidak secara spesifik mengikuti syair dari salah satu wali songo tetapi hampir semua wali yang menciptakan syair akan menjadi obyek garapan dari ki Ageng ganjur. Hal ini dilakakan karena pertama, semua syair para wali itu memiliki spirit religiusitas dan mengandung ajaran suci agama. Kedua, wali songo sebenarnya merupakan kesatuan yang utuh dari segi spirit, gagasan dan gerakan. Oleh karenanya sangat sulit memisahkan dalam satu sosok. Masingmasing figfur yang ada dalam wali songo itu melebur dalama satu spirit, meski masing-masing memiliki karya yang berbeda. Atas dasar inilah maka Ki Ageng Ganjur tidak terpaku hanyamengikuti jejak sosok tertentu dari Wali Songo.
2. Syair-syair apa saja yang diangkat kembali oleh ganjur? Ada beberapa syair karya sunan Kalaijaga yang sudah diangkat kembali oleh Ki Ageng Ganjur seperti “syair Ilir-ilir” dan “kidung rumekso” ada juga syair karya sunan Drajad seperti syair “wenehono”, syair karya sunan Bonang “eling-eling” dan sekarang sedang menggarap beberapa syair dari Sunan Giri, Sunan Drajad, Sunan Ampel dan wali-wali lain yang memiliki karya sastra.
3. Apa perbedaan antara ganjur dan wali songo dalam syair2 yang digunakan? Perbedaannya, syair wali songo menggunakan aturan baku sastra Jawa Klasik, misalnya terikat pada aturan baku mengenai guru lagu, guru wiklangan, gatra dan sejenisnya. Selain itu, sastra wali songo juga mengacu pada pakem tembang Jawa
seperti Dandanggulo, sinom, megatruh dan sebagainya. Sedangkan syair ganjur, meski berangkat dari syair-syair wali songo tetapi sudah mengalami modifikasi dan kontekstualisasi. Ada dua model modifikasi yang dilakukan oleh ganjur terhadap syair wali songo sebagai upaya aktualisasi. Pertama modifikasi pada model tata musik. Pada model ini, modifikasi dilakukan pada jenis musik dan lagu, tetapi syair dijaga otentisitasnya. Seperti pada syair “ilir-ilir”, yang dimodifikasi menjadi model musik jazz, meski tetep dijaga juga liric aslinya sebagaia tembang Jawa. Kedua modifikasi pada syair dan liric. Pada model ini ganjur melakukan modifikasi pada syair, artinya syair-syair asli diambil inti ajarannya kemudian dibuat syair baru yang mencerminkan isi dari syair-syair lama tersbut. Seperti syair “Suluk Kalijogo” yang merupakan modofikasi dari syair-syair Sunan Kalijogo yang ada dalam kitab Serat Kaki Waloko. Demikian lagu pepeling yang merupakan modofikasi dari syair “wenehono” karya Sunan Drajad.
B. revitalisasi alat-alat musik ki ageng ganjur 1. Alat-alat musik ki ageng ganjur mengikuti jejak wali siapa? Sebagaimana syair, dari segi alat musik Ganjur juga tidak mengacu hanya apada salahsatu wali. Apalgi alat musik yang digunakan para walisongo juga hampir tidak perbedaan yaitu semua menggunakan gamelan. Hanya jenisnya saja yang berbeda. Misalanya Sunan Kalijogo menggunakan semua jenis gamelan. Sunan bonang menggunakan alat musik “bonang”, sunana Drajad menggunakan perangkat gamelan yang disebut “Singo Mengkok”. Namun semua gamelan itu berada dalam pakem nada Jawa; slendro dan pelok.
2. Alat musik apa aja yg digunakan? Kenapa? Selain menggunakan alat musik gamelan dengan pakem nada slendropelok, seperti yang dipakai oleh para wali songo, Ki Ageng Ganjur, juga menggunakan gamelan dengan nada baru yang diambil dari nada-nada Timur Tengah, seperti sikhah dan bayati. Dengan demikian gamelan ki Ageng Ganjur
menjadi
lebih variatif dan karya
nuansa.
Selain itu, Ganjur juga
mengkolaborasikan alat tradisional dengan alat-alat modern seperti, keyboard, drum, gitar, bass dan sebagainya. Ini artinya Ganjur melakukan rekosntruksi musik dari dua sisi, pertama dari sisi nada, yaitu memasukkan nada-nada non Jawa (nada timur tengah) dalam instrumen gamelan, yang merupakan instrumen musik tadisional Jawa. Kedua rekosntruksi dari sisi instrumen itu sendiri yaitu mengkolaborasikan instrumen tradisional; gamelan, gendang, gamelan, siter dan sebagainya dengan instrumen modern; gitar, bass, keyboard dan sejenisnya. Inilah yang menyebabkan karakterisitik musik Ganjur menjadi lebih variatif karya warna. Hal ini dilakukan karena Ganjur ingin mengangkat khazanah tradisi dan akar-akar kultural yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Melalui kolaborasi ini syair-syair klasik yang asing ditelinga anak muda saat ini, akan bisa diterima kerena menjadi sesuatu yang enak dan cocok dengan selera saat ini. Jadi apa yang dilakukan Komunitas Ganjur ini sebenarnya merupakan upaya membentuk strategi budaya melalui musik dengan cara menghadirkan khazanah lama dengan kemasan baru yang menarik dan sesuai dengan realitas zamannya. Pendeknya, melalui musik, Ganjur ingin mebangun suatu konstruksi modernitas yanag berbasis pada tradisionalitas.
3. Apa perbedaanya antara ganjur dan walisongo dalam penggunaan alat musik? Para Wali Songon menggunakan alat musik tradisional dengan pakem nada Slendro-pelok (pentatonis) dan semua peralatan tersebut bersifat akustik. Ganjur menggunakan peralatan yang lebih lengkap, mengkolaborasikan alat-alat tradisional dengan nada tradisional (slendro-pelok/pentatonis) bersifat akustik dengan peralatan modern dengan nada-nada modern (diatonis) yang bersifat elentrik.