ISSN: 2442-5486
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen Integrasi Manajemen Dalam Pengelolaan Bisnis Dan Organisasi 4 Desember 2014
Penyunting: Dr. Achmad Zaini, S.E., M.M. Dr. Sugeng Hariyanto, S.Pd., M.Pd. Asminah Rachmi, S.E., MBA, DBA
Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang
Alamat Redaksi: Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno Hatta No. 9 PO Box 04 Malang 65145 Telp. (0341) 404424, 404425, Fax. (0341) 404420
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Integrasi Manajemen Dalam Pengelolaan Bisnis Dan Organisasi 4 Desember 2014
Penanggung Jawab Direktur Politeknik Negeri Malang
Pembina Pembantu Direktur I Ketua Jurusan Administrasi Niaga
Ketua Redaksi Dr. Drs. Mohammad Maskan, M.Si
Mitra Bestari Dr. Alifiulatin Utaminingsih, M.Si
Penyunting Pelaksana Dr. Achmad Zaini, S.E., M.M. Dr. Sugeng Hariyanto, S.Pd., M.Pd. Asminah Rachmi, S.E., MBA, DBA
Kesekretariatan Achmad Suyono, S.Pd., M.S.
Cetak dan Distribusi Dra. Dwi Sudjanarti, M.AB.
Tata Letak Ahmad Fauzi, S.Kom, M.MT
Alamat Redaksi Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno Hatta No. 9 PO Box 04 Malang 65145 Telp. (0341) 404424, 404425, Fax. (0341) 404420
ISSN: 2442-5486
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
DAFTAR ISI BIDANG MANAJEMEN OPERASIONAL Masihkah Laporan Keuangan Bisa Dipercaya?: Tinjauan Perspektif Creative Accounting Zarah Puspitaningtyas
1-5
Aplikasi Pembukuan Dan Pemasaran Online Serta Efisiensi Energi Pada Bisnis Rajutan Di Bandung Yunia Mulyani Azis, Enjang Akhmad Juanda, dan Faiz Said Bachmid
6-9
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional Dan Kinerja Karyawan Eny Yuniati
10-15
Implementasi Kebijakan Penanggulangan Bencana Di Daerah (Studi Kebijakan Penanggulangan Bencana Di Kabupaten Malang) Alifiulahtin Utaminingsih , M. Lukman Hakim, dan Aswin Ariyanto Azis
16-27
Hubungan Industrial Di Perusahaan Menengah Indonesia Asminah Rachmi
28-31
Motivasi Dan Modal Manusia Yang Mempengaruhi Sikap Berwirausaha Pengrajin Keramik Dinoyo Malang Tin Agustina Karnawati
32-36
Pengaruh Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Daihatsu Xenia Di PT. Astra International Tbk. Daihatsu Cabang Ahmad Yani Malang Yosi Afandi
37-43
Pengolahan Data Transaksi Persewaan Mobil di Nikho Tour and Travel Malang Dengan Microsoft Access Ahmad Fauzi
44-48
BIDANG MANAJEMEN PENDIDIKAN Mempersiapkan Mahasiswa Vokasi Menuju Kesuksesan Global: Dari Kecakapan Wirausaha, Penguasaan Bahasa , Dan Kepekaan Budaya Kun Aniroh Muhrofi-G
49-53
Peningkatan Kualitas Produk Dan Kemasan Berbasis Pelatihan Dan Pendampingan Pada Pengrajin Keramik Dinoyo Binaan Politeknik Negeri Malang Kota Malang Ita Rifiani Permatasari
54-57
i
Pentingnya Pemahaman Tentang Ergonomi Bagi Mahasiswa Sebagai Calon Pemilik Usaha Dan Tenaga Kerja Farika Nikmah
58-62
Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Dengan Microsoft PowerPoint Untuk Menunjang Proses Belajar Mengajar Pada Guru SD Negeri Merjosari III – Lowokwaru, Malang Tri Istining Wardani
63-71
Kajian Kebijakan Pada Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang Dengan Menggunakan Matriks Macmillan Sebagai Implementasi Strategi Stabilitas dalam Rangka Menghadapi Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Doddy Maulana
72-79
Penerapan Model Pembelajaran Entrepreneurship Berbasis Learning Management System (LMS) Untuk Meningkatkan Pencapaian Obyektif Pembelajaran Di Politeknik Malang Mohammad Maskan
80-85
BIDANG MANAJEMEN MUTU TERPADU Tingkat Pemenuhan (Compliance) Kontraktor Besar Yang Bersertifikat ISO9000 Terhadap Penerapan TQM Fajar Susilowati
86-90
Mutu Pelayanan Akademik Dalam Peningkatan Kepuasan Dan Motivasi Belajar Mahasiswa Agung W. Kurniawan
91-95
Social Capital Pada Perempuan Pengrajin Batiktulis Di Desa Klampar Kecamatan Proppo Pamekasan Madura Ike Kusdyah Rachmawati dan Dewi Puspita Ayu
96-101
Studi Tentang Peningkatan Kualitas Guru TPQ Dan Pondok Pesantren Melalui Pelatihan Pembelajaran Berbasis Web Di Merjosari Kota Malang Bambang Soepeno dan Mohammad Maskan
102-107
Pendaftaran Lisensi Merek Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Persaingan Usaha Tidak Sehat Galuh Kartiko
108-114
Implementasi AHP pada Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Perekrutan Karyawan di PT. yamaha Musical Products Indonesia Deddy Kusbianto dan Abdur Rohman
115-119
Feasibility Green Marketing Produk Olahan Singkong di Kampung Cirendeu Cimahi Mutia Tri Satya, Reni Marlina dan Lina Said
120-128
ISSN: 2442-5486
ii
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen (SENABISMA) diadakan secara rutin per tahun. Untuk pelaksanaan tahun pertama diadakan di Malang pada tanggal 4 Desember 2014. Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen (SENABISMA) I diikuti oleh 21 pemakalah dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang dikelompokkan pada tiga bidang, yaitu: Manajemen Operasional, Manajemen Pendidikan, dan Manajemen Mutu Terpadu. Panitia mengucapkan banyak terima kasih, khususnya kepada: Direktur Politeknik Negeri Malang, para Wakil Direktur, Ketua Jurusan, dan semua pemakalah serta peserta seminar atas dukungan dan partisipasinya dalam pelaksanaan SENABUSMA 1 ini. Harapan panitia, semoga hasil-hasil penelitian yang telah disebarluaskan melalui seminar ini dapat meningkatkan kualitas akademis para peserta dan dapat ditindaklanjuti dengan penelitian selanjutnya. Akhirnya, semoga kita dapat bertemu lagi dalam SENABISMA II pada bulan Oktober 2015.
Malang, Desember 2014 Ketua Redaksi
iii
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
MASIHKAH LAPORAN KEUANGAN BISA DIPERCAYA?: TINJAUAN PERSPEKTIF CREATIVE ACCOUNTING Zarah Puspitaningtyas Universitas Jember
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study was to examine and obtain empirical evidence on user perceptions of the financial statements to be reviewed from the perspective of creative accounting. The discussion of this study leads to human behavior in setting up and using accounting information. The study question “whether the financial statements is to be trusted" arises due to the fact that the financial statements as accounting information is not information that is compiled with a 100% level of objectivity. In fact, there are inherent aspects of subjectivity when preparing financial statements. Meanwhile, the financial statements should describe the financial performance of a company at a certain period. The information about the financial condition should be very useful for various parties, both internal and external, as the users of financial statements. Then, is it possible that the author’s subjectivity are able to escape the behavior that tends to be bias and partial? This study was analyzed using the descriptive and library research methods. The study showed that the accounting information presented was free of bias and described the condition of the company without any attempt of concealment of relevant information, so it did not result in inappropriate decisions. Keywords: financial statements, creative accounting
Laporan keuangan pada dasarnya merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu. Gambaran tersebut menunjukkan apakah perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian, seberapa kemampuannya untuk tetap bertahan atau berkembang. Informasi tentang kondisi keuangan sangat berguna bagi berbagai pihak sebagai pengguna laporan keuangan, baik bagi pihak-pihak internal maupun eksternal. Laporan keuangan disusun untuk kepentingan pihak internal dan eksternal perusahaan. Laporan keuangan untuk kepentingan pihak internal adalah setiap laporan yang memuat informasi keuangan yang hanya berlaku untuk kalangan internal perusahaan, sedangkan laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi keuangan yang terbuka untuk umum
(Karyawati, 2013). Mengapa muncul pertanyaan studi “masihkah laporan keuangan bisa dipercaya?” Karena, laporan keuangan sebagai informasi akuntansi bukanlah informasi yang disusun dengan tingkat obyektivitas 100%. Pada kenyataannya, terdapat aspek subyektivitas yang melekat ketika menyusun laporan keuangan. Puspitaningtyas (2007; 2010; 2012) membuktikan bahwa informasi akuntansi disajikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan bisnis dan biasanya terkait dengan kegiatan investasi. Puspitaningtyas dan Kurniawan (2012) menyebutkan bahwa tujuan investor melakukan kegiatan investasi ialah untuk mencari (memperoleh) pendapatan atau tingkat pengembalian investasi (return) yang akan diterima di masa depan. Jika informasi yang disajikan tidak dapat dipercaya, akankah
1
2 keputusan yang diambil tepat? Walaupun dalam hal pengambilan keputusan tidak terlepas dari perilaku manusia. Artinya, keputusan yang diambil berpeluang untuk diperdebatkan karena adanya perbedaan pengetahuan dan pemahaman antara orang yang satu dan lainnya. Implikasi dari adanya perbedaan tersebut ialah keputusan yang diambil cenderung bias dan memihak. Hal inilah yang mendasari penyusunan laporan keuangan tidak obyektif 100%. Praktek creative accounting dalam menyusun laporan keuangan menimbulkan keraguan yang besar bagi para pengguna. Apakah informasi akuntansi yang disajikan adalah benar dan menggambarkan kondisi perusahaan tanpa ada upaya penyembunyian informasi yang relevan, sehingga tidak berakibat pada pengambilan keputusan yang tidak tepat. Akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang tidak terlepas dari dunia bisnis. Dengan adanya ilmu akuntansi maka pembukuan keuangan menjadi lebih mudah dan lebih akurat. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak pembukuan keuangan yang tidak sesuai dengan keuangan yang ada. Hal ini terjadi karena kekeliruan dari penyajian laporan keuangan atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Seorang akuntan harus mengikuti aturan yang ada dalam menyajikan laporan keuangan, yaitu sesuai dengan aturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Akan tetapi, banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan manipulasi data keuangan untuk mendapatkan respon yang baik dari beberapa pihak. Hal ini disebut sebagai akuntansi kreatif (creative accounting). Creative accounting bukan hal yang baru dalam dunia akuntansi, karena banyak perusahaan yang melakukan hal tersebut (Sulistiawan et al., 2011). Creative accounting oleh beberapa kalangan dianggap hal yang tidak etis karena memanipulasi data. Akan tetapi, creative accounting dalam pandangan teori akuntansi positif, sepanjang creative accounting tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum tidak ada masalah yang harus dipersoalkan. Banyak faktor yang menyebabkan perusahaan melakukan praktek creative accounting dengan tujuan untuk
Zarah, Masihkah Laporan Keuangan Bisa Dipercaya?:
mempertahankan eksistensi perusahaan. Untuk tujuan tersebut, diperlukan cara-cara yang kreatif dalam penghitungan keuangan bisnis, walaupun terkadang dianggap sebagai hal yang kurang etis. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN Manfaat Analisis Laporan Keuangan Sebelum menganalisis laporan keuangan, harus meyakini terlebih dahulu apakah laporan keuangan yang disajikan benarbenar dapat dipercaya. Melalui analisis laporan keuangan, diharapkan dapat diketahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dan mengelola sumber daya yang dimiliki sedemikian rupa hingga dapat menghasilkan profitabilitas yang maksimal. Demikian juga bila dibandingkan dengan industri yang sejenis. Kinerja yang baik akan ditunjukkan salah satunya dengan hasil usaha atau keuntungan yang di atas rata-rata industri sejenisnya. Berikut adalah manfaat dari analisis laporan keuangan (Riyanto, 2001; Syamsuddin, 2007; Kodrat dan Herdinata, 2009; Weston and Copeland, 2010), antara lain: 1. Mengetahui kondisi likuiditas. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Tentunya analisis ini penting untuk memastikan bahwa dalam jangka pendek perusahaan masih memiliki cukup dana untuk memenuhi kewajibannya; 2. Mengetahui kondisi leverage. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar kegiatan operasional perusahaan dibiayai dengan hutang atau dana yang berasal dari kreditur ataupun investor; 3. Mengetahui kondisi aktivitas. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui efektivitas perusahaan atas penggunaan sumber dana yang tersedia; 4. Mengetahui kondisi profitabilitas. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui efisiensi perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu; 5. Mengetahui kondisi pertumbuhan. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomi dalam
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
6.
persaingan dengan perusahaan lain pada industri yang sama; dan Mengetahui kondisi penilaian pasar terhadap kinerja perusahaan. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melebihi biaya modalnya.
Creative Accounting: Tujuan dan Dampaknya Banyak yang mengatakan bahwa creative accounting adalah sebuah praktek memanipulasi laporan keuangan guna menyajikan sebuah laporan keuangan yang sesuai keinginan. Pengertian tersebut melekat pada istilah creative accounting. Namun, tidak semua creative accounting adalah sebuah kecurangan. Sulistiawan et al. (2011) menyebutkan bahwa creative accounting merupakan transformasi informasi keuangan dengan menggunakan pilihan metode, estimasi, dan praktek akuntansi yang diperbolehkan oleh standar akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Misalnya saja penyederhanaan beberapa bentuk laporan atau penggabungan sebuah biaya menjadi satu dalam biaya lain-lain karena dianggap sebagai transaksi yang jarang terjadi. Creative accounting memanglah tidak dibenarkan ketika tujuannya adalah untuk melakukan kecurangan dan manipulasi data keuangan demi menciptakan kondisi yang menguntungkan. Tujuan dari creative accounting ada beberapa, antara lain: untuk melakukan manipulasi data pajak, untuk melancarkan pengajuan kredit keuangan kepada lembaga keuangan bank, untuk menyembunyikan kinerja buruk perusahaan, untuk memanipulasi harga saham, dan untuk menyembunyikan asset sebenarnya dari perusahaan. Penurunan kualitas financial statements merupakan salah satu dampak dari praktek creative accounting. Akuntan “dipaksa” untuk melakukan praktek creative accounting hanya untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pemilik perusahaan sebagai pengontrol jalannya perusahaan dengan motivasi memperkaya diri sendiri. Biasanya, akuntan akan merasa terintimidasi ketika terdapat tuntutan untuk menyajikan laporan keuangan yang bertentangan dengan kaidah akuntansi yang berlaku umum. Kejujuran seorang akuntan
3 seolah “tergadaikan” ketika praktek creative accounting dipaksakan. Seorang akuntan harus mampu membuat dan menyediakan laporan keuangan yang dibutuhkan oleh para pengguna (users). Dalam rangka penyajiannnya, terdapat metode yang berbeda-beda tergantung kepada tujuan dan pada siapa laporan keuangan akan disajikan. Misalnya: laporan keuangan untuk internal perusahaan, bahwa tidak ada standar pasti yang digunakan untuk membuat laporan keuangan bagi internal perusahaan. Setiap perusahaan bisa memakai metode dan standar apapun yang dianggap paling sesuai dan mencerminkan keadaan perusahaannya; laporan keuangan untuk pemerintah, sering digunakan untuk keperluan membayar pajak perusahaan bagi pemerintah, ada suatu standar tertentu yang disebut dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP); dan laporan keuangan untuk investor, biasanya laporan keuangan akan dibuat "seindah mungkin” dengan tujuan supaya investor berkenan menanamkan dananya atau berinvestasi di perusahaan. Lalu, apakah ketiga contoh tersebut melanggar prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum? Memang tidak ada yang salah dari ketiga contoh tersebut, karena semuanya dibenarkan dalam disiplin ilmu akuntansi. Pembuatan laporan keuangan yang berbedabeda semacam itu memang hal yang wajar dan tidak melanggar prinsip dalam ilmu akuntansi, walaupun akan masih terdapat banyak celah yang memungkinkan terjadinya peneyelewengan. Cara Mendeteksi dan Mencegah Kecurangan Akuntansi dalam Praktek Creative Accounting Creative accounting memiliki dampak yang kurang baik bagi perusahaan, baik bagi pemilik perusahaan maupun investor yang ingin menanamkan modalnya. Suwardjono (2005) mengemukakan bahwa akuntansi sebagai ilmu rekayasa telah memberikan peluang dan inovasi bagi entitas untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan dalam praktek-praktek akuntansi, sehingga terdapat celah untuk menginterpretasi standar akuntansi untuk mengambil suatu keuntungan melalui cara penyembunyian atas transaksi tertentu. Guna
4 mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penyajian laporan keuangan maka diperlukan metode atau cara yang bisa untuk mengetahui adanya kecurangan sebagai akibat dari praktek creative accounting dan cara mencegahnya. Wilopo (2006) membuktikan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh (tidak secara partial), antara lain: mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum; perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian; pelaksanaan good governance; serta memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat. Mulfrod and Comiskey (2002) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa atribut yang cenderung gagal digunakan untuk mendeteksi adanya risiko fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain: terdapat kelemahan dalam pengendalian internal (internal control); perusahaan tidak memiliki komite audit; serta terdapat hubungan kekeluargaan antara manajemen dan karyawan perusahaan. Sementara, klasifikasi dari praktek creative cccounting, terdiri dari: pengakuan pendapatan fiktif; kapitalisasi yang agresif dan kebijakan amortisasi yang terlalu lebar; pelaporan keliru atas aktiva dan hutang; perekayasaan laporan laba rugi; dan timbul masalah atas pelaporan arus kas. PENUTUP Creative accounting merupakan hal yang sering dilakukan oleh pihak internal di perusahaan bukan hanya untuk memanipulasi data yang ada akan tetapi juga untuk menyelamatkan perusahaannya. Ada pula faktor yang menyebabkan memanipulasi data dilakukan oleh perusahaaan, yaitu untuk mendapatkan respon yang positif dari beberapa pihak dan keuntungan baik untuk pihak internal perusahaan maupun untuk pihak eksternal.
Zarah, Masihkah Laporan Keuangan Bisa Dipercaya?:
Cara mendeteksi dan mencegah kecurangan memanipulasi data salah satunya dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang data yang ada dan memeriksa kembali sehingga kecurangan yang ada dapat terdeteksi dan dicegah. Harapannya, praktek creative accounting tidak disalahgunakan oleh pihakpihak tertentu hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi bukan untuk kelangsungan perusahaan dan pemegang saham perusahaan. Melalui cara tersebut maka informasi akuntansi yang disajikan bebas dari bias, sehingga tidak berakibat pada pengambilan keputusan yang tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA Karyawati G, 2013. Akuntansi untuk NonAkuntansi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Kodrat DS, C Herdinata, 2009. Manajemen Keuangan Based On Empirical Research. Graha Ilmu Yogyakarta. Mulford, CW, EE Comiskey, 2002. The Financial Numbers Game: Detecting Creative Accounting Practice. John Willey & Sons Inc. Puspitaningtyas Z, 2007. Pemanfaatan Informasi Akuntansi Bagi Investor dalam Proses Pengambilan Keputusan Investasi. Jurnal NEO-BIS: Jurnal Neraca, Ekonomi dan Bisnis, 1 (2): 121-129. ______________ 2010. Decision Usefulness Approach of Accounting Informastion: Bagaimana Informasi Akuntansi Menjadi Useful?. Jurnal Akuntansi AKRUAL, 2 (1): 85-100. ______________ 2012. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi dan Manfaatnya Bagi Investor. Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 6 (2): 164-183. Puspitaningtyas Z, AW Kurniawan, 2012. Predikasi Tingkat Pengembalian Investasi Berupa Devidend Yield Berdasarkan Analisis Financial Ratio. Majalah EKONOMI: Telaah Manajemen, Akuntansi dan Bisnis, 16 (1): 89-98. Riyanto B, 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Cetakan ke-7. BPFE Yogyakarta. Sulistiawan D, Y Januarsi, L Alvia, 2011. Creative Accounting: Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Salemba Empat.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. BPFE Yogyakarta. Syamsuddin L, 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan (Konsep Aplikasi dalam: Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan). PT. RajaGrafindo Persada Jakarta. Weston JF, TE Copeland, 2010. Manajemen Keuangan. Edisi Revisi. Jilid 1. Binarupa Aksara Publisher.
5 Wilopo, 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. The Indonesian Journal of Accounting Research (Jurnal Riset Akuntansi Indonesia), 9 (3): 346-366.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
APLIKASI PEMBUKUAN DAN PEMASARAN ONLINE SERTA EFISIENSI ENERGI PADA BISNIS RAJUTAN DI BANDUNG Yunia Mulyani Azis1, Enjang Akhmad Juanda2, Faiz Said Bachmid3
ABSTRACT This program aimed to overcome the problems faced by those involved in the knitting business in Binong Jati kelurahan Binong Kecamatan Kiara Condong Bandung. The problems were (1) high monthly electricity bills, (2) manual bookkeeping system overlapping with household bookkeeping, and (3) marketing system focusing on Java Island. The solutions to the problems comprised the provision of power savers and the creation of a bookkeeping and marketing website. The method used in this program were (1) the provision of an energy saver installed in each partner’s residence (2) the creation of bookkeeping websites and (3) the creation of marketing websites used by the partners. Keywords: power saver, website
Bisnis rajutan yang ditekuni oleh sebagian penduduk di Binong Jati merupakan bisnis beromset sekitar Rp. 300 juta setiap harinya, sehingga bisnis rajutan ini dapat dikatagorikan sebagai UMKM. Pengkatagorian ini dilandaskan pada Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria asset: Maks. 50 Juta, kriteria Omzet: Maks. 300 juta rupiah. Permasalahan yang lazim ditemui pada UMKM dialami pula pengusaha bisnis rajutan, dimana mereka mempunyai permasalahan yang dapat dirangkum ke dalam ke tiga masalah yaitu (1) tingginya biaya yang dikeluarkan untuk membayar rekening listrik, (2) pembukuan yang masih tumpah tindih dengan pembukuan rumah tangga sehingga belum ada pembukuan yang jelas, dan (3) pemasaran. Permasalahan tersebut berpengaruh langsung kepada usaha ini. Pengaruh dari masalah tersebut antara lain (1) tingginya biaya rekening listrik berdampak
terhadap harga penjualan produk, (2) belum adanya pembukuan yang tertata menyebabkan pengusaha tidak tahu pasti jumlah pengeluaran, pendapatan, keuntungan, bahkan kerugiannya, dan (3) wilayah pemasaran yang belum terlalu luas menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat terserap dengan maksimal di pasaran. Menghadapi permasalah UMKM tersebut maka solusi yang dilakukan pada kegiatan ini adalah dengan (1) teknologi tepat guna berupa pengadaan alat hemat listrik, (2) penyediaan website pembukuan dan pemasaran, dan (3) pelatihan website pembukuan dan pemasaran. Metode Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan pada 2 usaha rajutan di Bandung dengan menggunakan metode, Pengadaan alat hemat listrik Alat hemat listrik yang digunakan mempunyai daya lebih besar sama dengan 1300 VA, sehingga penggunaan listrik untuk mesinmesin dapat lebih hemat. Alat penghemat listrik ini merupakan rangkaian yang diaplikasikan dengan metode yang sedemikian rupa ini juga
_______________________________________________________________________________ 1
Program Studi Manajemen STIE Ekuitas Bandung Program Studi Teknik Elektro Universitas Pendidikan Indonesia 3 Program Studi Akuntansi STIE Ekuitas Bandung 2
6
7
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
bersifat fleksibel karena dapat pula diterapkan dalam perancangan rangkaian listrik di perumahan.
Hasil yang Dicapai Alat Penghemat Listrik Alat penghemat listrik yang diberikan kepada mitra kerja bermerk Zenco Energy Power type PSX-40A. Alat ini diperuntukan untuk penggunaan maksimal 8800 watt. Pemilihan merk ini dilakukan dengan beberapa alasan yaitu (1) menghemat sampai dengan 40%, (2) menaikan efisiensi sistem, (3) mengurangi beban listrik, (4) mengurangi panas dan kerusakan peralatan listrik, (5) mengurangi kelebihan beban muatan listrik, dan (6) bergaransi selama satu tahun.
Sumber: http://komponenelektronika.biz/ rangkaian-penghemat-listrik.html Gambar 1. Skema rangkaian penghemat listrik
Pembuatan website untuk pembukuan dan pemasaran Partisipasi mitra kerja dalam kegiatan ini diwujudkan dalam pemberian ijin tempat usahanya digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan pengabdian, pemberian data tentang pembukuan dan data tentang pemasaran, sehingga penulis dapat menyediakan produk luaran berupa alat penghemat listrik dan website untuk laporan pembukuan serta website untuk pemasaran produk. Monitoring dan Evaluasi (Monev) Monitoring dan evaluasi diadakan selama kegiatan dan setelah kegiatan. Monev yang dilakukan selama kegiatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari pelaksanaan pengabdian. Indikator dari tingkat keberhasilan tersebut dapat dilihat pada penurunan pembayaran rekening listrik, pelaporan pembukuan yang sudah terpisah dari pembukuan rumah tangga, dan penggunaan website pemasaran sebagai media memperluas jangkauan pangsa pasar. Monev yang dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan dengan tujuan untuk memantau keberlanjutan dari program pengabdian yang telah dilaksanakan.
Sumber gambar : kaskus.co.id Gambar 2. Alat penghemat daya listrik Zenco Auto Energy Saver Gambar 2 merupakan alat penghemat daya listrik yang dipasang dilokasi mitra kerja. Pada saat ZENCO Auto Energy Saver dinyalakan, pemakaian daya listrik akan turun secara bertahap antara 10%-40%. Alat ini mempunyai prinsip kerja mengurangi dan menghilangkan beban semu yang ditimbulkan oleh peralatan listrik yang boros daya oleh pemakaian seharihari. ZENCO Auto Energy Saver berfungsi memaksimalkan apabila terdapat pemakaian daya listrik pada peralatan yang banyak mengkonsumsi / boros daya listrik sehingga dapat menghemat biaya listrik tanpa harus mencuri. Penurunan beban listrik berlangsung setiap bulan mulai bulan Juli sampai dengan November, dengan rata-rata penurunan beban listrik sebesar 30% pada setiap mitra. Hal ini berdampak positif pada pembayaran rekening listrik yang dirasakan menjadi tidak memberatkan mitra lagi. Penurunan biaya listrik berlangsung setiap bulannya, akan tetapi apabila dilihat dari nilai rupiah yang dibayarkan mitra ke PLN penurunan terjadi tidak seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena
8
Yunia, Enjang, Faiz: Aplikasi Pembukuan dan Pemasaran Online
pada bulan September dan November 2014 pemerintah telah menaikan tarif dasar listrik sekitar 20%. Walaupun tarif dasar listrik mengalami kenaikan akan tetapi penurunan pembayaran rekening listrik masih tetap dirasakan oleh mitra. Penggunaan alat dari bulan Juni hingga November telah menurunkan pembayaran rekening listrik rata-rata sebesar 20% setiap bulannya.
Halaman menu utama adalah pusat dari kendali aplikasi. Pada halaman ini, user dapat menentukan program yang akan digunakan berdasarkan kebutuhannya. Terdapat empat fungsi utama dari software ini, yaitu form pemesanan, penjualan, daftar transaksi dan cetak laporan. Halaman Pemesanan
Pembuatan website pembukuan Software pembukuan dibuat secara sederhana agar mitra kerja dapat dengan mudah melakukannya, bentuk pembukuan sederhana yang telah dibuat adalah sebagai berikut, Halaman Login Halaman pemesanan berfungsi untuk mencatat dan menyimpan pemesanan yang diterima oleh pelaku usaha UMKM. Keterangan yang dapat disimpan meliputi kode barang, nama pelanggan, nomor kontak, nama barang yang dipesan, jumlah, harga serta tanggal pemesanan. Setelah pemesanan berakhir, user dapat menghapus data pemesanan yang sebelumnya sudah disimpan. Halaman antarmuka di atas adalah halaman yang pertama kali akan muncul saat user mengakses program SkySales. Pada halaman ini, user harus memasukkan username dan password untuk mengakses aplikasi lebih dalam. Hal ini diperuntukkan meningkatkan keamanan agar aplikasi tidak disabotase oleh pihak yang tidak berkepentingan.
Halaman Penjualan
Halaman Menu Utama
Halaman penjualan berfungsi mencatat segala aktivitas penjualan yang dilakukan selama periode tertentu. Pada halaman ini terdapat informasi mengenai kode transaksi nama barang, jumlah barang, harga dan total bayar penjualan. Pelaku UMKM dapat dengan mudah memantau penjualan di halaman selanjutnya.
9
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Halaman Transaksi
Pelaku UMKM dapat melihat seluruh transaksi penjualan yang telah terjadi beserta data terperincinya. Dengan adanya halaman ini, apabila sewaktu-waktu pengusaha ingin melihat penjualan produknya, halaman ini dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan baik.
Kesimpulan Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi selama kegiatan pengabdian tentang bisnis rajutan hemat energi di Bandung maka dapat disimpulkan, 1. Terjadi penurunan biaya rekening listrik rata-rata sebesar 20% setiap bulannya. 2. Peningkatan omset penjualan terjadi setelah mitra melakukan pemasaran secara online. 3. Pembukuan menjadi terpisah dengan pembukuan rumah tangga sehingga mitra dapat mengetahui perkembangan usahanya.
Halaman Laporan DAFTAR PUSTAKA Anonim, Alat Penghemat Listrik. Komponen Elektronika. http://komponenelektronika.biz/rangkaian -penghemat-listrik.html Belly.D, dkk, 2010. Daya Aktif, Reaktif dan Nyata. Universitas Indonesia.
Halaman sederhana ini membuka akses lebih lanjut untuk pelaku usaha mencetak proses transaksi yang diinginkan pada suatu periode tertentu, sehingga informasinya dapat digunakan untuk suatu kepentingan seperti budgeting, forecasting ataupun evaluasi penjualan. Pembuatan Website Pemasaran Mitra kerja masing masing mempunyai alamat website yang berbeda yaitu www.suryakreasi379.com dan www.anugrahcollection.com. Pelatihan dilaksanakan selama dua kali, yaitu pelatihan pertama yang bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada mitra tentang cara mengoperasikan dan merawat aplikasi. Pelatihan berikutnya dilaksanakan setelah software menjalani penyempurnaan berdasarkan keinginan mitra kerja.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KINERJA KARYAWAN (STUDI PADA KARYAWAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA CIPTA HUSADA DI KEPANJEN-MALANG) Eny Yuniati STIKES Widya Cipta Husada Kepanjen – Malang
ABSTRACT Leadership is the ability to influence others, in this case the subordinates, so that they are willing to do the will of the leader personally though it may not be favored. An organizational culture is a social force that is not visible, which can move people within an organization to perform work activities. Unconsciously each individual in an organization learns about the cultures in their organization. This Study aimed to identify and explain (1) the effect of leadership on organization commitment, (2) the effect of organization commitment on employee performance, (3) the effect of leadership on employee performance, (4) the effect of organization culture on organization commitment, and (5) the effect of organization culture on employee performance. The study findings showed that employee performance improvement of an organization proceeded by an increase in leadership and organization culture. All variables tested had a positive and significant impact. Keywords: Leadership, organization culture, organizational commitment, and employee performance. Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya (Marzuki, 2002). Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Kotter dan Heskett (1997) dalam Sutrisno (2006) membagi budaya organisasi menjadi dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan mereka terhadap
perubahan.Berdasarkan latar belakang diatas, serta semakin banyaknya organisasi (lembaga pendidikan baru) sehingga meningkatkan iklim persaingan antara organisasi-organisasi sejenis, menarik kiranya dilakukan penelitian yang mengkaji sejauh mana budaya karyawan dimana organisasi mereka bekerja.Maka penelitian ini dilakukan di lembaga Pendidikan Tinggi STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang.Alasannya karena STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang memiliki potensi SDM dalam kapasitas yang beragam untuk menjalankan berbagai fungsi kegiatan operasional akademik. Disisi lain lembaga juga harus menjalankan fungsi sosial secara internal dan eksternal untuk menjamin kesejahteraan para anggotanya yang juga berdampak pada kelangsungan hidup lembaga. Terlebih penting menjaga tingkat persaingan diantara penyelengara pendidikan tinggi sejenis baik lokal maupun internasional. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain:
10
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
a. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi di STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang. b. Menganalisis pengaruh Komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan di STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang. c. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang. d. Menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasional di STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen Malang.
11
TINJAUAN TEORITIS
Budaya mengatur jalannya proses informasi suatu perusahaan, hubungan internalnya dan nilai-nilai yang dianutnya. Hal ini mengungkapkan pengakuan budaya organisasi sebagai acuan terhadap system makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasiorganisasi yang lain. Atau juga cara untuk berinteraksi dengan faktor internal maupun external dengan karakteristik yang berbeda. Mas’ud (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah system makna, nilainilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain.
Gaya Kepemimpinan Suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Sebab itu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Robbin (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Kepemimpinan menurut Siagian (2002) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenangi.
Komitmen Organisasional Komitmen organisasi adalah pegawai atau karyawan yang mempunyai pemikiranpemikiran yang akan memberikan kepercayaan terhadap pekerjaannya, dan menguasai pekerjaannya secara khusus dan berusaha mendapatkan sebuah timbal balik dari organisasi atau perusahaannya. Seorang karyawan tentu menginginkan adanya sebuah timbal balik yang diharapkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan status kerjanya.Mereka memerlukan perhatian dan penilaian yang obyektif dari bagian personalia untuk kenaikan tingkat taraf hidupnya dari pekerjaan yang dijalankannya. Komitmen juga dapat didefinisikan sebagai tingkat keterlibatan psikologis anggota pada organisasi tertentu (Summers dan Acito, 2000). Keterlibatan psikologis ini akan tercermin pada tingkat aktifitas seseorang tersebut dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan organisasi.
Budaya Organisasi Budaya organisasi juga terkait erat dalam program organization development, yang terkait erat dalam program, intervensi keorganisasian, struktur organisasi, dan pada akhirnya menyentuh aktifitas perencanaan SDM, pengembangan, pendidikan dan pelatihan agar SDM memiliki nilai budaya yang kuat, adaptif dan sesuai dengan tuntutan dunia bisnis era globalisasi. Budaya organisasi menggambarkan kesesuaian perilaku, mengikat dan memotivasi individu dan memberikan solusi/pemecahan apabila terdapat ambiguitas.
Kinerja Karyawan Kinerja didefinisikan sebagai “the extent of actual work performed by individual” atau sampai sejauh mana kerja aktual yang diperlihatkan oleh seorang individu (Shore, 1990). Kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Robbins (2001:413) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah performance, how well you do a please of work and activity.
12 Kerangka Pemikiran Teoritis
Hipotesis Hipotesis penelitian merupakan dugaan awal/kesimpulan sementara hubungan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen sebelum dilakukan penelitian dan harus dibuktikan melalui penelitian secara empiris (Nazir, 1999:182).Dimana dugaan tersebut diperkuat melalui teori/jurnal yang mendasari dan hasil dari penelitian terdahulu. Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka konseptual, maka dapat disusun hipotesis penelitian seperti berikut : H1 : Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen organisasi H2 : Komitmen Organisasional berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan H3 : Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kinerja karyawan H4 : Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Komitmen Organisasional H5 : Budaya Organisasi terhadap kinerja karyawan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di STIKes “ Widya Cipta Husada Kepanjen “ Jalan Jendral Sudirman (Sidotopo) No. 11 Kepanjen Malang. Unit analisis penelitian ini adalah seluruh karyawan STIKes “ Widya Cipta Husada “. Menurut Arikunto (2002:121) unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian.
Eny: Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh karyawan tetap STIKes Widya Cipta Husada Kepanjen sejumlah 90 karyawan, dan seluruh karyawan dijadikan subyek penelitian.Hal ini dilakukan karena jumlah karyawan yang terbatas, sehingga penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu seluruh karyawan (90 karyawan) dijadikan responden. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis data multivariate dengan menggunakan Path Analysis. Path Analysis merupakan pengembangan dari model regresi. Analisis ini menguji kecocokan dari matriks korelasi tehadap dua atau lebih model kausal yang dibandingkan oleh peneliti. Path model merupakan diagram gambar yang berisi tentang hubungan antara variabel independen, variabel intemediary dan variabel dependen. Struktur persamaan adalah: Y1 = PY1X1.X1 + PY1X2.X2 +ԑ1 Y2 = PY2X2.X1 + PY2X2.X2 + ԑ2 Keterangan: Y1 = Komitmen Organisasional Y2 = Kinerja Karyawan P = koefisien Jalur ԑ = Error HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Jumlah responden yang terlibat pada penelitian ini berjumlah 90 responden karyawan. Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri atas usia, jenis kelamin, lama bekerja dan pendidikan terakhir. Gambaran karakteristik responden berikut ini merupakan sebuah representasi dari populasi yang ada.Sedangkan keragaman karakteristik responden bisa berperan menjadi sumber pembeda penilaian terhadap keempat variabel yang diteliti. Karaktristik responden sebagian besar adalah laki-laki dengan jumlah 48 responden (53,3%) sedangkan untuk perempuan berjumlah 42 responden (46,7%). Tingkat pendidikan karyawan didominasi oleh pendidikan sarjana S1 dengan jumlah sebanyak 43 responden (47,8%). Data karakteristik lama bekerja karyawan paling banyak pada kisaran 1-2 tahun dengan jumlah
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
52 responden (57,8%). STIKes ini memiliki ijin operasional pada tahun 2009 di kota Kepanjen kabupaten Malang. Hasil Analisis Jalur
Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasional Hipotesis yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh secara langsung terhadap komitmen oraganisasional teruji. Hubungan ini mempunyai makna bahwa penerapan gaya kepemimpinan yang tepat akan mempunyai pengaruh bermakna terhadap komitmen organisasional karyawan. Koefisien jalur bertanda positif mengindikasikan pengaruh gaya kepmimpinan bagi komitmen karyawan STIKes bersifat sebagai faktor pendorong. Pimpinan atau manajemen STIKes secara umum harus dapat menerapakan kombinasi gaya kepemimpinan yang cocok dengan segmen karyawan sehingga akan menjadi faktor pendorong tingginya komitmen organisasional karyawan. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Pengaruh Komitmen organisasional Terhadap Kinerja Karyawan Hipotesis yang menyatakan bahwa komitmen organisasional berpengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan teruji. Hubungan ini mempunyai makna bahwa komitmen organisasional yang kuat aik akan mempunyai pengaruh bermakna terhadap
13 tingginya kinerja karyawan. Koefisien jalur bertanda positif mengindikasikan pengaruh komitmen organisasional bagi kinerja karyawan STIKES adalah bersifat sebagai faktor pendorong. Seluruh jajaran pimpinan atau manajemen STIKES akan terus mengevaluasi keunggulan dan kelemahan yang ada dalam komitmen organisasional agar dapat efektif meningkatkan kinerja karyawan. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Hipotesis yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan teruji. Hubungan ini mempunyai makna bahwa aplikasi gaya kepemimpinan yang sesuai harapan karyawan akan mempunyai pengaruh bermakna terhadap kinerja karyawan. Koefisien jalur bertanda positif mengindikasikan pengaruh gaya kepemimpinan bagi kinerja karyawan STIKes bersifat sebagai faktor pendorong. Seluruh jajaran pimpinan atau manajemen STIKesakan terus mengevaluasi keunggulan dan kelemahan yang ada dalam budaya organisasi. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasional Hipotesis yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara langsung terhadap komitmen oraganisasional teruji. Hubungan ini mempunyai makna bahwa budaya organisasi yang baik akan mempunyai pengaruh bermakna terhadap komitmen organisasional karyawan. Koefisien jalur bertanda positif mengindikasikan pengaruh budaya organisasi bagi komitmen karyawan STIKES bersifat sebagai faktor pendorong. Seluruh jajaran pimpinan atau manajemen STIKES akan terus mengevaluasi keunggulan dan kelemahan yang ada dalam budaya organisasi. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Hipotesis yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara langsung terhadap kinerja karyawan teruji. Hubungan ini mempunyai makna bahwa budaya organisasi yang baik akan mempunyai pengaruh bermakna terhadap kinerja karyawan. Koefisien jalur bertanda positif mengindikasikan pengaruh budaya organisasi bagi kinerja karyawan STIKES
14 adalah bersifat sebagai faktor pendorong. Seluruh jajaran pimpinan atau manajemen STIKES akan terus mengevaluasi keunggulan dan kelemahan yang ada dalam budaya organisasi agar dapat efektif meningkatkan kinerja karyawan. Keterbatasan Penelitian Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, meliputi: 1. Tidak semua responden memperoleh penjelasan secara mendetail dari peneliti, sehingga jawaban yang dipersepsikan oleh responden atas kuisioner yang diberikan dimungkinkan dapat menimbulkan bias tertentu dalam penelitian. 2. Masih terdapat konstruk atau variabel lain yang berpengaruh berkaitan dengan dengan komitmen organisasional dan kinerja karyawan yang perlu dipertimbangkan untuk kajian lebih lanjut, seperti kompensasi dan teknologi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasional karyawan dan kinerja karyawan di STIKes Widya Cipta Husada disimpulkan sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional karyawan. Pengaruh gaya kepemimpinan bermakna terhadap komitmen organisasional karyawan dan berhubungan positif dimana semakin tinggi persepsi positif karyawan terhadap gaya kepemimpinan yang diikuti maka akan semakin tinggi pula komitmen organisasional karyawan tersebut. 2. Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Peningkatan kinerja karyawan dapat dijelaskan secara langsung oleh penerapan gaya kepemimpinan situasional yang merupakan kombinasi berbagai gaya kepemimpinan dan sesuai dengan harapan karyawan. 3. Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional karyawan. Budaya organisasi berpengaruh secara bermakna terhadap komitmen organisasional karyawan. Hubungan dua
Eny: Pengaruh Gaya Kepemimpinan
variabel ini juga positif dimana semakin tinggi budaya organisasi yang diterima karyawan maka akan semakin tinggi pula komitmen organisasional yang dirasakan karyawan . 4. Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Budaya organisasi berpengaruh secara bermakna terhadap kinerja karyawan. 5. Komitmen organisasional karyawan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Komitmen organisasional karyawan yang semakin menguat berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan kinerja karyawan. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat dikemukakan pada tesis ini adalah: 1. Dalam upaya peningkatan kinerja pada karyawan di STIKes Widya Cipta Husada, pimpinan perlu meningkatkan penerapan gaya kepemimpinan direktif atau supportif karena diduga akan meningkatkan kinerja karyawan. 2. Komitmen organisasional karyawan perlu dipertahankan bahkan perlu ditingkatkan karena komitmen organisasional karyawan terbukti akan meningkatkan kinerja karyawan. Pimpinan bisa mengadakan pembinaan lebih baik lagi sehingga komitmen organisasional karyawan yang dimiliki karyawan akan dapat meningkatkan kinerja karyawan dan berujung pada tercapainya tujuan organisasi. 3. Bagi peneliti berikutnya disarankan agar mengembangkan penelitian ini dengan melibatkan variabel dan indikator yang belum tercakup dalam penelitian ini seperti kompetensi karyawan, kompensasi dan teknologi sehingga akan dapat menghasilkan temuan baru yang lebih komprehensif.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
15
DAFTAR PUSTAKA Allen, Natalie J and Meyer, John P. 1990, “The Measurement And Antecedents Of Affective, Countinuance And Normative Commitment To Organization,” Journal of Occupational psychology,63, 1-18. Ardini, Lilis. 2009. Analisis Perbandingan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Faktor Budaya Organisasi dan Komitmen terhadap Kinerja Karyawan pada UPTD Parkir Kota Surabaya. Ekuitas, ISSN: 14110393. Arifin, Noor. 2010. Analisis Budaya Organisasional terhadap Komitmen Kerja Karyawan dalam Peningkatan Kinerja Organisasional Karyawan pada Koperasi BMT di Kecamatan Jepara. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 8 Nomor. 2, November. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta. Brahmasari, Ida Ayu. 2005. Pengaruh Variabel Budaya Perusahaan Terhadap Komitmen Karyawan dan Kinerja Perusahaan Kelompok Penerbitan Pers Jawa Pos. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.6, Nomor 2, Juni hal: 245-256. Mas’ud, Fuad. 2004. “Survai Diagnosis Organisasional,” Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gibson, James L et al. 2006. “Organizations (Behavior, Structure, Processes),” Twelfth Edition, McGrow Hill.
Gibson, J.L. 2003.Struktur Organisasi dan Manajemen Erlangga. Jakarta. H. Onken, Marina. 1998. Temporal Elements of Organizational Culture and Impact on Firm Performance.Journal of Managerial Psychology, Vol. 14 No. ¾, 1999, pp. 231243, November. Heriyanti, Dewita. 2007. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening pada PT. PLN APJ. Semarang. Tesis tidak diterbitkan. Semarang. J. Crawford, Peterlok. 1999. The Relationship between Commitment and Organizational culture, Subculture, Leadership Style and Job Satisfaction in Organizational Change and Development. Leadership & Organization Development Journal Vol. 20. PP. 365-373. Juli. Nawawi, H. Hadari. 2003. “Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi”,Gajahmada University Press, Yogyakarta. Kartiningsih. 2007. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Diponegoro. Semarang. Mathis, Robert L and Jackson, John H. Human Resource Management – Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH (STUDI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MALANG) Alifiulahtin Utaminingsih1, M. Lukman Hakim2, Aswin Ariyanto Azis3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang
[email protected] ABSTRACT There is an urgent need to formulate an effective disaster management policy. Bear in mind that even though Act 24 of 2007 on Disaster Management has offered a more definite policy framework in the process of disaster management, it still shows several flaws. These flaws can be found in the implementation of disaster management policies at the local level. By using qualitative descriptive method and Van Metter & Horn policy implementation, this study which was conducted in Malang had identified those flaws. Those flaws were due to a number essential activities which had not been done during the predisaster, including: integrating implementation of disaster management into local planning documents, implementing disaster risk reduction and disaster prevention, formulating disaster risk analysis, enforcing spatial plan, conducting disaster education and training, and formulating disaster management standard operational procedure document. At the time of the disaster, there were activities which were overlooked such as conducting readiness, early warning and mitigation. In addition, risk assessment had not been implemented properly and a number of documents such as contingency plans and operational plans documents had not been formulated either. Lastly, during the post-disaster, rehabilitation and reconstruction plan had not been fully implemented. These findings offered problems that need to be taken into account for the future reference of disaster management policy and implementation. Keywords: implementation policy, strategic disaster management policy Alifiulahtin Utamining sih 1, M. Lukman Hakim 2, Aswin Ariya nto Azi s 3
dalam Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UUPB) menjadi titik awal dari segala persoalan implementasi kebijakan penanggulangan bencana di daerah. Hal ini dapat dilihat sejak definisi bencana yang terdapat dalam UUPB itu sendiri, yang menegaskan bahwa bencana adalah; “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam, maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis” (Asian Disaster Reduction Center, 2005). Jika disimak definisi bencana di atas telah mengaburkan daya picu bencana. Penjelasan menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
Kebijakan penanggulangan bencana yang efektif mendesak dibutuhkan, mengingat banyaknya bencana yang terjadi dan kurang maksimalnya pelaksanaan penanggulangan bencana di negeri ini. Sejumlah persoalan implementasi kebijakan penanggulangan bencana tersebut terlihat begitu jelas di banyak daerah. Oleh sebab itu, kajian-kajian kebijakan penanggulangan bencana di daerah layak untuk terus didorong agar dapat mengungkap persoalan-persoalan yang terjadi. Kajian implementasi kebijakan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang yang didasarkan dari beragam persoalan-di atas. Rumusan kebijakan yang kurang maksimal 1
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya 3 Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya 2
16
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
(WALHI), bencana tidak bisa hanya dibedakan menjadi bencana alam dan bencana non alam, sebab bencana sesungguhnya terjadi karena adanya pemicu (bahaya) yang terjadi pada sebuah kawasan (Sofyan dkk., 2008). Secara subtansi, pada landasan dan tujuan UU-PB sungguh kuat. Hal menarik tertuang dalam pasal 3 (tiga) tentang asas dan prinsip yang digunakan: a) Kemanusian, b) keadilan, c) kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, d) keseimbangan, keselarasan dan keserasian, e) transparansi dan akuntabilitas, f) kemitraan, g) pemberdayaan, h) non diskriminatif, i) non proletisi. Namun pada pasal berikutnya dibiaskan dengan ketidakkonsistenan kebijakan itu sendiri yakni ketiadaan sangsi yang jelas. Ketidakcermatan dalam menyusun kebijakanpun terlihat pada tanggungjawab yang harus diemban, misalnya standart minimum. Standart tentang apa dan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi bencana, karena di Indonesia sendiri tidak pernah dibuat standar penanganan pengungsi. Anehnya dipenjelasan UU dikatakan cukup jelas. Bagaimana jika warga negara akan menuntut, standar apa dan siapa akan digunakan dalam bentuk solusi yang tepat. Pasal lain yang berpotensi memunculkan konflik adalah pasal 32 UUPB tentang kewenangan pemerintah dalam mencabut hak kepemilikan atas nama penanggulangan bencana. Bukan rahasia jika penetapan daerah rawan bencana4 dan terlarang bagi tempat tinggal, dibuat secara sepihak, tanpa melihat sosio kultur masyarakat setempat dan kapasitas atau kesiapan masyarakat dalam beradaptasi, tinggal dan hidup pada kawasan rawan. Jika dikaitkan dengan potensi bencana di Indonesia yang mencapai angka 83%, maka kemana warga lebih dari 230 juta itu akan diungsikan apabila terjadi bencana. Hal lain yang perlu dicermati dalam pelaksanaan UU-PB adalah terkait dengan kebijakan turunan, baik perubahan peraturan pemerintah, maupun Keputusan Presiden. Peraturan Pemerintah yang memuat “....pemerintah daerah dapat membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah” 4
Bandingkan dengan Bradbury. Raymond J, 2002, Involving Citizens In Hazard Mitigation Planning. Making The Right Coices, Australian Journal of Amergency Management Vol 16 No 3 P 45. Spring. 2002
17 merupakan klausul yang mengaburkan pentingnya peran BPBD. Sementara itu terkait dengan kinerja yang masih belum optimal. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait di Indonesia belum siap dalam menghadapi bencana, sehingga mengakibatkan tingginya jumlah korban jiwa maupun kerugian material yang ditimbulkan oleh bencana. Kinerja yang belum optimal seperti belum terpadu dan menyeluruhnya koordinasi dan kerjasama dalam menghadapi situasi tanggap darurat masih terlihat. Tanggap darurat bencana seringkali berlangsung dengan agak tidak teratur, terutama dalam hal pengerahan tenaga pencarian dan penyelamatan, serta dalam koordinasi pengumpulan dan penyaluran bantuan bagi para korban. Persoalan dalam konteks tanggap darurat tersebut sesungguhnya bernula dari tiadanya Rencana Aksi Penanggulangan Bencana (RAPB) di daerah. Padahal pemerintah daerah sesungguhnya hanya menurunkan dari RAPB Nasional menjadi RAPBD. Selebihnya masih banyak lagi kelemahankelemahan dalam kebijakan penanggulangan bencana yang berdampak pada kurang maksimalnya pelaksanaan penanggulangan bencana di daerah. Sejumlah persoalan tersebut semakin menegaskan pentingya dilakukanya penelitian secara mendalam terkait dengan implementasi kebijakan penanggulangan bencana di daerah (problem statement) khususnya di Kabupaten Malang yang rawan terjadi berbagai macam bencana dengan daerah yang sangat luas pula (mencakup 33 kecamatan, dan sebagai kabupaten terluas kedua di Jawa Timur). TINJAUAN PUSTAKA Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan implementasi kebijakan dari Van Horn & Van Metter (Riant D. 2004) tentang pelaksanaan kebijakan yang ideal, setidaknya memuat enam variabel penting, yang diyakini akan menentukan baik buruknya pelaksanaan sebuah kebijakan. Keenam variabel tersebut masingmasing adalah: a) Ukuran dan tujuan kebijakan, b) Sumber-sumber kebijakan, c) Ciri-ciri dan sifat badan/instansi pelaksana, d) Komunikasi
18 antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, e) Sikap para pelaksana, dan f) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik. PEMBAHASAN Dari penelitian yang dilakukan dan berdasarkan kerangka teori di atas diketahui bahwa implementasi kebijakan penanggulangan bencana dapat dikenali sejak pertama, penetapan standart kebijakan. Standart dan sasaran kebijakan Penanggulangan Bencana sebagaimana diamanatkan UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UUPB) sesungguhnya telah ditegaskan dalam Pasal 1 point (5)5. Dilihat dari subtansi penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi empat hal: a) Kebijakan pembangunan yang mempertimbangkan aspek risiko bencana, b) Kegiatan pencegahan bencana, c) Tanggap darurat, dan d) Rehabilitasi dan rekontruksi. Untuk melaksanakan kebijakan penanggulangan bencana yang efektif, keempat hal di atas perlu diperhatikan BPBD Kabupaten Malang dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Dalam kaitan dengan aspek di atas, UUPB sesungguhnya telah memberikan ketentuan tentang tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya adalah memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana ke dalam perencanaan pembangunan di daerah. Di Kabupaten Malang, sebagaimana Provinsi dan Pusat juga belum melakukan adaptasi terhadap dan atau pentingnya penanggulangan bencana dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Hasil wawancara dan analisis dokumen BPBD Kabupaten Malang yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa: Visi-misi Penanggulangan Bencana yang ada di Rencana Strategis (Renstra) BPBD tidak “dibumikan” dengan baik, sehingga tidak menjadi dasar dalam merumuskan perencanaan pembangunan6. Hal 5
Pasal tersebut berbunyi “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi” 6 Visi Penanggulangan Bencana di Kabupaten Malang adalah: “Terwujudnya Ketangguhan Masyarakat Kabupaten Malang dalam Menghadapi Bencana dengan Menciptakan Masyarakat yang Berwawasan
Alifiulahtin, M. Lukman, Aswin: Implementasi Kebijakan
ini setidaknya terlihat dalam tiga dokumen penting, yang bahkan disahkan dalam sidang paripurna dewan: 1. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kabupaten Malang Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah kabupaten Malang Tahun 2008 Nomor 3/E) 2. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2010 Nomor 2/E) 3. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Malang Tahun 2010– 2015 Persolan rumit lain terkait dengan adaptasi penanggulangan bencana terhadap perencanaan pembangunan yang absen sebagaimana di atas menurut hasil analisis penelitian sesungguhnya disebabkan ketiadaan “ketegasan” dalam melakukan perencanaan7. Kedua, keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya Kebencanaan” Untuk mewujudkan Visi tersebut, maka Misi Penanggulangan Bencana Kabupaten Malang yang perlu dilaksanakan dan dicapai adalah: 1) Melindungi masyarakat dari ancaman bencana melalui pengurangan risiko bencana; 2) Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal; 3) Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh; 4) Menciptakan masyarakat yang berwawasan kebencanaan dengan menigkatkan kapasitas masyarakata tentang kebencanaan. Lih: Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Kabupaten Malang Tahun 2013-2017, hal: 68 7 Sekalipun Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Menyusun, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah telah mengatur proses perubahan perencanan. Namun selama rencana pembangunan nasional (RPJPN, RPJMN, dan RKP) yang menurut UU No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional digunakan sebagai dasar dalam penyusunan rencana pembangunan daerah belum dirubah maka hal tersebut sulit karena perubahan rencana pembangunan daerah tersebut akan dapat menciptakan ketidaksinkronan antara rencana pembangunan nasional dan daerah.
19
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam konteks ini, BPBD Kabupaten Malangyang merupakan lembaga fungsional dibawah pemerintah Kabupaten Malang dan memiliki tanggung jawab penuh dalam penanggulangan bencana di wilayah Malang haruslah diisi oleh kualitas SDM yang kompeten dan berkualitas. Namun demikian dalam perjalannnya, pelaksanaan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang mengalami sejumlah hambatan disebabkan minimnya kualitas sumber daya dan sumber dana yang ada. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan diketahui bahwa kapasistas dan kapabelitas SDM BPBD Kabupaten Malang masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan penempatan staf yang tidak memiliki kualifikasi lulusan yang dibutuhkan oleh lembaga penanggulangan bencana. Sebagai lembaga yang paling bertanggungjawab dan berfungsi sebagai peng-komando di daerah. BPBD sedianya diisi oleh ahli-ahli , perencana, ahli tata ruang, ahli geologi, dan sebagainya. Fenomena yang demikian jauh dari model birokrasi yang baik sebagaimana pernah digambarkan oleh Friedrich H (Hakim, 2011). Menurutnya birokrasi yang bertanggung jawab hanya bisa ditegakkan dengan menyeleksi orang yang tepat dengan kriteria profesionalisme yang jelas, dan mensosialisasikannya ke dalam nilai-nilai pelayanan publik. Hal itulah yang seharusnya diterapkan oleh BPBD Kabupaten Malang. Tidak hanya SDM, sarana dan prasarana yang dimiliki BPBD Kabupaten Malang pada saat ini juga masih jauh dari mencukupi untuk menjadikan BPBD Kabupaten Malang sebagai organisasi yang profesional. Beberapa saranaprasarana pokok, di luar perangkat standar perkantoran yang perlu dipenuhi antara lain adalah: pembangunan website BPBD yang dapat diakses 24 jam oleh seluruh kalangan stakeholder dan masyarakat yang membutuhkan informasi berkenaan dengan masalah lingkungan (Matthews and Paterson, 2005) dan dukungan Local Area Network (LAN).
Hal lain yang juga mendesak untuk disediakan adalah fasilitas Ruang Pusat Pengendali Operasi (RUPUSDALOP) penanggulangan bencana, yang dilengkapi sarana-prasarana yang layak, petugas-petugas yang kompeten dan mempunyai dedikasi tinggi. Sementara itu khusus tentang sumber dana juga dapat dibilang minim. Pada tahun 2013 jumlah anggaran penanggulangan bencana di Kabupaten Malang hanya mencapai 1 milyar8. Menurunya dana penanggulangan bencana di atas disatu sisi mengindikasikan semakin kaburnya keberpihakan pemerintah pada proses penanggulangan bencana9. Minimnya dana penanggulangan bencana sesungguhnya disebabkan oleh sejumlah hal: (1) Terpadu (tergantung pada duit) yaitu bahwa usulan perncanaan kebencanaan pasti mendapatkan porsi yang kecil dan tidak diperhatikan (mind set dari TAPD bahwa bencana hanya berkutat pada tanggap darurat, (2) Belum sinkron dan terintegrasinya perencanaan dengan pemerintah pusat, (3) Belum sinkron dan terintegrasinya perencanaan antara BPBD Kabupaten Malang dengan SKPD lain, (4) Belum sinkron dan terintegrasinya perencanaan dengan pemerintah kabupaten/kota, dan (5) Proses pengadaan barang dan jasa masih perlu ditingkatkan. Sementara itu dari sisi regulasi, alokasi dana penanggulangan bencana juga diatur sedemikian fleksibel sehingga nampak kurang tegas10. Ketiga, Karakteristik Organisasi pelaksana. Konteks pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang sebagaimana amanat UUPB dan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Bencana11, yang mengatur 8
Wawancara dengan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang Bapak Lutfi pada tanggal 12 Juli 2013 9 Dari analisis dokumen yang peneliti lakukan. Untuk melaksanakan penanggulangan bencana yang efektif, Pemerintah Kabupaten Malang setidaknya membutuhkan anggaran penanggulangan bencana tidak kurang dari 1% dari total APBD Tahun 2012 yang mencapai 2,195 trilliun atau pertahunnya mencapai 14,74 milliar rupiah 10 Pasal 61 UUPB menyebutkan: Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulanganbencana secara “memadai” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, huruf f danPasal 8 huruf d. 11
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Malang mengeluarkan: 1) Peraturan Bupati Malang Nomor 25 Tahun 2006 tentang Manajemen Penanggulangan Bencana
20 tentang kelembagaan dan proses penanggulangan bencana di Kabupaten Malang, maka pelaksanaan penanggulangan bencana menjadi kewenangan BPBD Kabupaten Malang, namun dalam pelaksanaannya mengalami beragam kendala utamanya dalam memaksimalkan kerja-kerja penanggulangan bencana secara komprehensif. Hal ini dapat dilihat sejak pelaksanaan program program pencegahan dan kesiapsiagaan. Dalam Pasal I, poin 6 dan 7 UUPB ditegaskan bahwa dalam hal tidak terjadi bencana maka BPBD berkewajiban melakukan kerja-kerja pencegahan12 dan kesiapsiagaan13 Terkait dengan hal di atas BPBD Kabupaten Malang masih belum melakukan kerja-kerja pencegahan dan kesiapsiagaan bencana secara maksimal, kecuali dalam pembentukan Desa Siaga Bencana, sementara perumusan dokumen-dokumen penting, yakni; dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) ; dokumen Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana; dokumen Rencana Kontijensi; dokumen Rencana Operasional; dan dokumen Rencan Rehabilitasi dan Rekontruksi masih belum dirumuskan.Hal ini tentunya akan menggangu maksimalisasi proses. Pemetaan daerah-daerah rawan bencana yang telah dilakukan oleh BNPB belum secara maksimal ditindaklanjuti BPBD Kabupaten Malang dalam aksi pengurangan risiko bencana (ISDR, 2006). Mulai dari perencanaan pembangunan untuk mengurangi kadar kerentanan bencana tersebut hingga aksi dilapangan dalam bentuk maksimalisasi pengurangan risiko bencana, karena luasnya wilayah Kabupaten Malang, yang begitu rentan terhadap ancaman berbagai bencana. Dari hasil wawancara14 yang peneliti lakukan diketahui bahwa tingkat risiko bencana di Kabupaten Malang secara mayoritas dapat dikatagorikan cukup tinggi. Untuk mengetahui di Kabupaten Malang; dan 2) Peraturan Bupati Malang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Bantuan Terhadap Korban Bencana Pada Saat Tanggap Darurat Bencana 12 Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. 13 Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 14 Wawancara dengan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malang Bapak Lutfi pada tanggal 12 Juli 2013
Alifiulahtin, M. Lukman, Aswin: Implementasi Kebijakan
lebih detail berikut peneliti sajikan dalam Table berikut: Tabel 1: Tingkat Risiko Bencana di Kabupaten Malang 1. Banjir TINGGI 2. Gelombang Ekstrim dan Abrasi TINGGI 3. Gempa Bumi TINGGI 4. Kebakaran Hutan dan Lahan TINGGI 5. Kekekringan TINGGI 6. Epidemi dan wabah SEDANG penyakit 7. Letusan Gunung Api SEDANG 8. Cuaca Ekstrim TINGGI 9. Tanah Longsor TINGGI 10. Tsunami TINGGI Sumber: diolah dari database BPBD Kabupaten Malang 2013 Gambar 1 Matriks Penentuan Tingkat Risiko Bencana di Kabupaten Malang
Sumber: diolah dari database Kabupaten Malang 2013
BPBD
Berdasarkan Gambar 1 dapat disimpulkan tingkat risiko yang ditimbulkan oleh setiap bencana yang berpotensi terjadi di Kabupaten Malang adalah: a. Tingkat risiko bencana epidemi dan wabah penyakit adalah SEDANG, dengan tingkat kapasitas tinggi dan tingkat kerugian rendah. Sedangkan bencana letusan gunungapi, memiliki tingkat kerugian sedang dan tingkat kapasitas sedang. b. Tingkat risiko bencana gelombang ekstrim dan abrasi adalah TINGGI, dengan tingkat kapasitas rendah dan tingkat kerugian sedang.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
c. Tingkat risiko bencana cuaca ekstrim, banjir, gempabumi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, tanah longsor dan tsunami adalah TINGGI, dengan tingkat kapasitas rendah dan tingkat kerugian tinggi. Fenomena di atas berbanding terbalik dengan fakta global yang sejak akhir dekade 1990-an kian menyadari perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan, yakni memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana alam ke dalam kerangka strategis jangka menengah dan struktur-struktur kelembagaan, ke dalam kebijakan dan strategi negara dan sektoral, serta ke dalam perancangan proyek di negara-negara rawan bahaya bencana. Dari fenomena di atas sejatinya pemerintah Kabupaten Malang melalui BPBD dengan segera merumuskan: (1) dokumendokumen yang menjadi regulasi dari kesiapsiagaan dan pencegahan penanggulangan bencana, (2) penyusunan peraturan mengenai mekanisme penganggaran partisipatif untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana, dan (3) fasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi untuk sektor kebencanaan dengan instansi pemerintah dan dunia usaha. Sehingga sejumlah kebijakan di atas merupakan hal yang mendesak untuk segera di lakukan oleh BPBD Kabupaten Malang, agar dalam pelaksanannya badan penanggulangan bencana tingkat Kabupaten ini memiliki karakter, arah, dan capaian yang jelas. Keempat, komunikasi antara organisasi. Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn & Van Metter (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementor) yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi. Di dalam proses penanggulangan bencana yang ada di Kabupaten Malang, pemahaman terhadap standart dan tujuan penanggulangan bencana kelihatanya belum dipahami secara
21 baik oleh seluruh organisasi dan sektor (dinas dan badan pemerintah) yang terlibat. Sulitnya koordinasi sejak awal sosialisasi penanggulangan bencana dilakukan oleh BPBD, karena sebagai SKPD yang baru dibentuk tahun 2011, BPBD seringkali masih harus berjuang keras untuk sejajar dengan dinas dan badan pemerintah yang lain. Kelima, sikap pelaksana. Ketidaktundukkan para pelaksana kebijakan (dinas lintas sektor) terhadap BPBD Kabupaten Malang sebagaimana di atas, menurut Donald van Metter & Carl van Horn (Agustin, 2006) akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan public, karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan penanggulangan bencana bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui, bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan. Oleh sebab itu, yang perlu dilakukan kedepan adalah meyakinkan semua pihak dan semua pemangku kepentingan tentang pentingnya keberadaan BPBD. Ego sektoral kelembagaan harus dikikis habis, karena saling terkait dan membutuhkan satu sama lain. Misal: Dinas Pekerjaan Umum tidak bisa begitu saja membangun jalan yang terdampak erupsi gunung merapi tanpa koordinasi dengan BPBD Kabupaten Malang, begitu pula Dinas atau Badan Pemerintah Kabupaten Malang yang lain. Di sisi lain, tidak terintegrasinya kebijakan penanggulangan bencana antar Dinas dan Badan selama ini adalah cermin dari sikap para pelaksana kebijakan yang belum memiliki visi yang sama. Menurut Van Meter & Van Horn, hal ini dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingankepentingan organisasinya dan kepentingankepentingan pribadinya. Kedua pakar kebijakan tersebut menjelaskan bahwa implementasi kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan (Abidin, 2004). Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah
22
Pertama, Penguatan Aturan dan Kapasitas Kelembagaan Pelaksanaan kegiatan masa tanggap darurat yang akan dilaksanakan oleh lembagalembaga terkait perlu dikelola dengan baik. Dalam membangun kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan sejumlah langkah sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.
Kebijakan, Program, dan Fokus Prioritas Penguatan Aturan dan Kapasitas Kelembagaan 1. Pembangunan kapasitas operasi darurat bencana untuk efektifitas pelaksanaan operasi
Strategi Penanggulangan Bencana Di Daerah Untuk menjawab beragam persoalan dan hambatan dalam implementasi kebijakan penanggulangan di Kabupaten Malang di atas, maka kedepan meminjam istilah Mustopadidjaya AR. perlu menetapkan ‘strategi kebijakan’ penanggulangan bencana yang efektif (Mustopadidjaja AR., 2003). Dalam kaitan ini setidaknya terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan; penguatan regulasi dan kapasitas kelembagaan, pelaksanaan penanggulangan bencana terpadu, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat. Ada tiga hal pokok yang harus dikaji dari hasil temuan tentang implementasi kebijakan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang guna menerapkan strategi kebijakan yang tepat, yaitu:
Tabel 2
1. Membangun kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan bencana
penting, karena bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan. Dari situasi inilah diperlukan desain integrasi kebijakan yang jelas untuk semakin meneguhkan keberadaan BPBD dan tingkat penerimaan Dinas dan Badan yang lain terhdap lembaga tersebut, karena menurut Van Mater and Horn penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar dan tujuan kebijakan penanggulangan bencana yang ditetapkan, merupakan suatu potensi yang besar terhadap keberhasilan implementasi suatu kebijakan.
Alifiulahtin, M. Lukman, Aswin: Implementasi Kebijakan
1.Penyusunan Prosedur Operasi Standar Penanganan Darurat Bencana 2.Penyelenggaraan Latihan Kesiapsiagaan secara periodik 3.Menyusun Panduan Kajian Evaluasi Pelaksanaan Operasi Tanggap Darurat Bencana 4.Menyusun mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana
Sumber: Hasil penelitian di olah (2013) Tabel di atas menjelaskan pentinya pembangunan kapasitas kelembagaan dalam efektifitas implementasi kebijakan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang. Langkah pertama yang perlu segera dilakukan adalah menyusun prosedur operasi standar penanganan darurat bencana, penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan secara periodik, Sehingga di Kabupaten Malang memiliki dokumen prosedur operasi standar yang telah direview sesuai dengan rencana kontinjensi dan disinkroniisasi dengan prosedur internal di masing-masing institusi terkait penanggulangan bencana. Oleh sebab itu, perlu menyusun mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana sehingga Kabupaten Malang memiliki panduan kajian evaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana berdasarkan catatan komunikasi dan mewawancarai para tokoh terkait dan adanya kajian evaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana. Kemudian pemerintah juga perlu menyusun mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana. Sehingga adanya aturan daerah tentang mekanisme pangawasan dan evaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana serta adanya riview berkala terhadap efektifitas prosedur operasi penanganan darurat bencana yang ada. Kedua, Perencanaan Penanggulangan Bencana Terpadu Untuk memperkuat sistem perencanaan penanggulangan bencana secara terpadu,
23
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
2. Optimalisasi sistem peringatan dini yang terintegrasi dengan sistem peringatan dini provinsi dan nasional dengan memadukan teknologi dan kearifan lokal daerah 3. Penyusunan Prosedur Peringatan Dini Daerah untuk bencana-bencana prioritas 4. Uji coba berkala sistem peringatan dini daerah
4.Penyusunan Rencana Kontinjensi dengan memperhitungkan ketersediaan sumber daya kabupaten/kota
1.Pembangunan sistem informasi kebencanaan 2.Pembangunan layanan Sistem daerah yang terhubung dengan sistem Informasi Peringatan Bencana informasi bencana di tingkat provinsi dan yang terintegrasi dengan Sistem nasional Informasi Bencana Nasional
1.Memper-kuat sistem informasi dan publikasi kebencanaan daerah
1. Membangun sistem data dan informasi kebencanaan daerah yang dapat diakses oleh public
3.Pembangunan kerjasama lintas batas dalam perencanaan penanggulangan bencana
Tabel 3: Kebijakan, Program, dan Fokus Prioritas Perencanaan Penanggulangan Bencana Terpadu
2.Mengoptimalkan hasil Kajian Risiko Bencana untuk menyusun kebijakan dan perencanaan daerah dalam hubungan lintas batas wilayah administrasi
Pemerintah Kabupaten Malang perlu melakukan dua langkah besar: Pertama, memperkuat sistem informasi dan publikasi kebencanaan daerah. Kedua, mengoptimalkan hasil Kajian Risiko Bencana untuk menyusun kebijakan dan perencanaan daerah dalam hubungan lintas batas wilayah administrasi. Untuk mengetahui lebih detail bagaimana langkah-langkah kebijakannya berikut penulis sajikan dalam Tabel 3, yang menjelaskan tetantang pentingnya penguatan atas sistem informasi dan publikasi kebencanaan daerah yang dapat diakses oleh publik secara luas dengan validasi informasinya hingga jenjang pemerintahan paling bawah yang diperbarui secara rutin. Dengan cara demikian Kabupaten Malang memiliki data base kebencanaan yang dapat dijadikan referensi perencanaan penanggulangan di Kabupaten Malang. Sistim layanan Sistem Informasi Peringatan Bencana yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Bencana Nasional yang dibangun harus dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat dan terintegrasi dengan sistem informasi bencana yang ada di tingkat provinsi dan nasional.
5.Sinkronisasi Kajian Risiko Bencana dengan memperhitungkan kebijakan penanggulangan bencana lintas batas 6.Menggalang kerjasama dengan daerah tetangga dalam pelaksanaan upayaupaya penanggulangan bencana pada masa sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana 7.Menyusun rencana kontinjensi bencana-bencana prioritas penanganan kebupaten/kota
Sumber: Hasil penelitian di olah (2013) Kabupaten Malang juga perlu melaksanakan pembangunan sistem informasi kebencanaan daerah yang terhubung dengan sistem informasi bencana di tingkat provinsi dan nasional, hal ini dapat dicapai dengan membangun sistem data dan informasi kebencanaan daerah yang dapat diakses oleh publik. Sehingga di Kabupaten Malang memiliki website resmi daerah tentang informasi kebencanaan bencana di daerah yang terhubung dengan sistem informasi bencana di tingkat provinsi dan nasional, mekanisme update secara berkelanjutan terhadap data base serta data base informasi kebencanaan daerah untuk mendukung proses penyusunan perencanaan Penanggulangan Bencana daerah. Hal lain yang harus dilakukan pemerintah Kabupaten Malang yaitu melakukan pembangunan layanan sistem informasi peringatan bencana yang terintegrasi dengan sistem informasi bencana nasional. Hal ini dapat dicapai dengan optimalisasi sistem peringatan dini yang terintegrasi dengan sistem peringatan dini provinsi dan nasional dengan memadukan teknologi dan kearifan lokal daerah. Sehingga Kabupaten Malang memiliki alat deteksi dini untuk bencana-bencana prioritas penanganan kabupten/kota dan keterpaparan informasi peringatan dini hingga tingkat rumah tangga. Penyusunan Prosedur Peringatan Dini Daerah untuk bencana-bencana prioritas, hal ini
24
kesepakatan tertulis setiap institusi terkait penanggulangan bencana untuk pengalokasian sumber daya sesuai dengan rencana kontinjensi. Serta diharapkan menyediakan dana darurat bencana sesuai dengan kebutuhan rencana kontinjensi. Selain penyusunan Rencana Kontinjensi, pemerintahan Kabupaten Malang juga harus melakukan pengadaan sarana dan prasarana pendukung kesiapsiagaan daerah sehingga adanya kelengkapan peralatan kesiapsiagaan daerah. Ketiga, Penelitian, Pendidikan dan Pelatihan langkah ketiga yang perlu dilakukan dalam strategi implementasi kebijakan penanggulangan bencana di daerah adalah memperkuat penelitian, pendidikan, dan pelitahan. Berikut secara singkat penulis sajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 4 Kebijakan, Program, dan Fokus Prioritas Penelitian, Pendidikan, dan Pelatihan 1.Pendayagunaan hasil riset untuk mengurangi risiko bencana secara terstruktur
1.
2.Identifikasi dan pengumpulan hasil risetriset kebencanaan daerah yang pernah dilakukan
4.
3.Optimalisasi Pendidikan dan Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan daerah
1.Membangun metode riset kebencanaan daerah untuk menurunkan risiko bencana
bertujuan agar Kabupaten Malang memilki prosedur peringatan dini daerah yang tersinkronisasi dengan prosedur peringatan dini yang ada di tingkat provinsi dan nasional. Setelah prosedur ada maka perlu dilakukan uji coba berkala sistem peringatan dini daerah di Kabupaten Malang. Sementara itu Pemerintahan Kabupaten Malang juga perlu melaksanakan langkah kedua yakni engoptimalkan hasil Kajian Risiko Bencana untuk menyusun kebijakan dan perencanaan daerah dalam hubungan lintas batas wilayah administrasi dengan membangun kerjasama lintas batas dalam perencanaan penangulangan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan sinkronisasi Kajian Risiko Bencana dengan memperhitungkan kebijakan penanggulangan bencana lintas batas dengan menggalang kerjasama dengan daerah tetangga dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan bencana pada masa sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Pembangunan kerjasama tersebut terealisasi dengan adanya dokumen kesepakatan pelaksanaan penanggulangan di daerah perbatasan dan terealisasi dalam bentuk adanya sinkronisasi kebijakan penanggulangan bencana dengan memperhitungkan risiko lintas batas. Pengoptimalan perencanaan tersebut juga dapat dilakukan dengan kebijakan dan target programprogram pembangunan sosial oleh pemerintah maupun nonpemerintah untuk pengurangan kerentanan daerah. Hal ini diwujudkan dengan menggalang kerjasama dengan daerah tetangga dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan bencana pada masa sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Dengan menggalang kerjasama dengan daerah tetangga dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan bencana pada masa sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana diharapkan dapat menghasilkan Dokumen kesepakatan pelaksanaan penanggulangan di daerah perbatasan dan sinkronisasi kebijakan penanggulangan bencana dengan memperhitungkan risiko lintas batas. Percepatan pemenuhan kebutuhan Kontinjensi daerah dengan memperhitungkan ketersediaan sumber daya Kabupaten Malang. Maka Pemerintah Kabupaten Malang diharapkan dapat menyusun Rencana Kontinjensi untuk bencana-bencana prioritas, diharapkan adanya
Alifiulahtin, M. Lukman, Aswin: Implementasi Kebijakan
5.
2.
3.
6.
7.
Memberdayakan perguruan tinggi, peneliti internal dan pegawai pemerintah dalam melakukan riset untuk memantau ancaman bencana dan menurunkan kerentanan daerah Mengintegrasikan hasil riset kedalam kebijakan dan perencanaan penanggulangan bencana Membentuk forum riset kebencanaan daerah Membangun pustaka riset kebencanaan daerah
Melakukan Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu secara rutin Menyusun Kurikulum Siaga Bencana Sekolah
Menyusun Panduan Ajar dan Bahan Belajar Siswa untuk Sekolah Siaga Bencana
Sumber: Hasil penelitian di olah (2013)
25
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
dengan cara melakukan pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana terpadu secara rutin. Sehingga dilaksanakannya pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana terpadu satu kali setahun yang diikuti oleh institusi pemerintah, non pemerintah dan dunia usaha terkait penanggulangan Bencana, menyusun kurikulum siaga bencana sekolah serta perlu menyusun panduan ajar dan bahan belajar siswa untuk sekolah siaga bencana. Keempat, Peningkatan Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat Dalam meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat atas implementasi kebijakan penanggulangan bencana yang efektif di daerah, maka BPBD Kabupaten Malang selaku lembaga penanggulangan bencana yang memiliki kewenangan perlu melakukan sejumlah langkah strategis, salah satunya adalah membangun akses media lokal terhadap publikasi upaya-upaya penanggulangan bencana secara transparan, serta mengoptimalkan kemitraan dalam penanggulangan bencana (Tabel 5). Tabel 5: Kebijakan, Program, Dan Fokus Prioritas Peningkatan Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat 1. Pemberdayaan Jurnalis Lokal dalam publikasi dan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat
1. Membangun akses media lokal terhadap publikasi upaya-upaya penanggulangan bencana daerah secara transparan
2. Perkuatan forum PRB Kabupaten/ Kota yang terdiri dari aktor-aktor kunci untuk meningkatkan sinergi dalam mengatasi kendala-kendala 2. Mengoptimalkan kemitraan pelaksanaan upaya dalam penanggulangan penanggulangan bencana. bencana
Tabel di atas menjelaskan bahwa pendayagunaan penelitian, pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemberadayaan terhadap perguruan tinggi, peneliti internal dan pegawai pemerintah untuk penyelenggaraan riset pengurangan kerentanan daerah. Membangun metode riset kebencanaan daerah untuk menurunkan risiko bencana merupakan cita-cita besar yang ingin diwujudkan Pemerintah Kabupaten Malang. Di lingkup pendidikan dasar dan menengah Pemerintah Kabupaten Malang perlu Pendayagunaan hasil riset untuk mengurangi risiko bencana secara terstruktur dengan Memberdayakan perguruan tinggi, peneliti internal dan pegawai pemerintah dalam melakukan riset untuk memantau ancaman bencana dan menurunkan kerentanan daerah. Sehingga kebijakan arah dan orientasi inovasi riset kebencanaan yang jelas, Adanya inovasi teknologi tepat guna yang mampu diterapkan di tingkat masyarakat, dan Adanya 10 % dari kuota PNS tiap kabupaten/kota yang memiliki fokus penelitian untuk penanggulangan bencana. Selain itu pemerintah Kabupaten Malang perlu mengintegrasikan hasil riset kedalam kebijakan dan perencanaan penanggulangan bencana dengan Adanya kebijakan penanggulangan bencana berbasis hasil riset khas daerah. Serta Membentuk forum riset kebencanaan daerah sehingga adanya forum riset kebencanaan daerah sebagai wadah komunikasi dan sinkronisasi antar pelaku riset kebencanaan di daerah dengan menyusun sebuah kurikulum pendidikan kebencanaan untuk setiap jenjang pendidikan formal, juga proses pembangunan budaya siaga bencana akan dimulai pada aspek ini. Kurikulum pendidikan kebencanaan yang disusun harus diterapkan secara periodik dan terencana sehingga mampu memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan kapasitas penanggulangan bencana daerah. Di sisi lain, ditunjang dengan identifikasi dan pengumpulan hasil riset-riset kebencanaan daerah yang pernah dilakukan dengan membangun pustaka riset kebencanaan daerah sehingga adanya data base dan katalog riset penanggulangan bencana daerah dan adanya pustaka hasil riset kebencanaan daerah yang dapat diakses secara luas. Kemudian pemerintah juga perlu mengoptimalkan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan daerah,
1. Membangun jaringan jurnalis kebencanaan sebagai mitra pemerintah dalam publikasi upaya-upaya penanggulangan bencana di daerah
2. Membangun Eksistensi Forum PRB Kabupaten/Kota
3. Peningkatan kapasitas anggota Forum PRB Kabupaten/Kota
26
Alifiulahtin, M. Lukman, Aswin: Implementasi Kebijakan
3. Perkuatan kemitraan pemerintah dan sektor usaha dalam PRB untuk menunjang penyelenggaraan PB di kab/ kota
4. Membangun dukungan partisipasi sektor swasta dan dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
4. Pembangunan Budaya Siaga Bencana melalui desa percontohan
5. Fasilitasi pembangunan desa tangguh dalam upaya pengurangan risiko bencana daerah
Sumber: Hasil penelitian diolah (2013) Tabel 5, menjelaskan sejumlah langkah dalam membangun akses media lokal terhadap publikasi upaya-upaya penanggulangan bencana daerah secara transparan di Kabupaten Malang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberdayakan Jurnalis Lokal dalam publikasi dan pendidikan kebencanaan kepada masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan membangun jaringan jurnalis kebencanaan sebagai mitra pemerintah dalam publikasi upaya-upaya penanggulangan bencana di daerah. Sehingga hal ini dapat dicapai dengan adanya forum jurnalis lokal siaga bencana yang diinisiasi oleh pemerintah daerah dan peran aktif Jurnalis dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan bencana di daerah. Disisi lain, Kabupaten Malang juga dapat mengoptimalkan kemitraan dengan melakukan perkuatan kemitraan pemerintah dan sektor usaha dalam pengurangan risiko bencana untuk menunjang penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang. Perkuatan kemitraan tersebut dilakukan dengan membangun dukungan partisipasi sektor swasta dan dunia usaha. Selain itu, Pemerintahan Kabupaten Malang juga perlu memperkuat Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) untuk meningkatkan sinergi dan mempercepat kemajuan penyelenggaran penanggulangan bencana di Kabupaten Malang. Forum PRB ini diharapkan mampu mempercepat proses birokrasi dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana di tingkat pemerintah. Selain itu Forum PRB juga diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap proses penyusunan dan proses evaluasi kebijakan penanggulangan bencana daerah. Hal lain yang perlu dilakukan pemerintah Kabupaten Malang adalah melakukan Perkuatan kemitraan pemerintah dan sektor usaha dalam PRB untuk menunjang penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang dengan Membangun dukungan partisipasi sektor swasta dan dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga adanya kontrak kerjasama antara pemerintah dengan dunia usaha dalam penggunaan CSR untuk upaya pengurangan risiko bencana dan kontrak kerjasama yang mendukung persediaan kebutuhan-kebutuhan penanganan darurat dan pemulihan bencana. Serta Pembangunan Budaya Siaga Bencana melalui desa percontohan dengan fasilitasi pembangunan desa tangguh dalam upaya pengurangan risiko bencana daerah, sehingga perlu adanya Surat Keputusan Kepala Daerah tentang pembangunan desa tangguh di Kabupaten Malang. KESIMPULAN Dari analisa data yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kabupaten Malang, sebagaimana daerah lain, belum memasukkan subtansi penanggulangan bencana baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Paradigma penanggulangan bencana juga lebih berkonsentrasi pada penanganan kedaruratan dan pasca bencana sementara pencegahan (pra bencana) kurang maksimal Kegiatan dan program yang tertuang dalam DPA belum mengacu pada visi-misi penanggulangan bencana. Panitia anggaran (Bapeda, DPRD, dan BKAD-Badan Keuangan dan Aset Daerah) sering mencoret usulan program penanggulangan bencana dalam DPA. Pemerintah Kabupaten Malang juga belum menyiapkan standar kebijakan dalam merespon tanggap darurat berupa dokumen perencanaan masa tanggap darurat. Hal yang sama juga terjadi di masa pasca bencana, Pemerintah Kabupaten Malang belum menyiapkan dokumen rehabilitasi dan rekontruksi.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Kompetensi pegawai BPBD Kabupaten Malang sangat rendah yang ditandai dengan tidak sesuainya penempatan pegawai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Sarana dan prasarana yang dimiliki BPBD pada saat ini masih jauh dari mencukupi untuk menjadikan BPBD Kabupaten Malang sebagai organisasi yang profesional. Penggunaan anggaran penanggulangan bencana yang masih harus mengikutiskema Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa menjadi penghambat karena memerlukan waktu lama, padahal PB membutuhkan kecepatan. Disinilah fungsinya dana on call, namun menurut Peraturan Daerah dana On Call terletak di Kas daaerah yang proses pencairannya justru memerlukan waktu. Peran Unsur Pengarah sebagai bagian yang sangat vital di BPBD Kabupaten Malang justru belum dibentuk. Pemahaman terhadap standart dan tujuan penanggulangan bencana belum dipahami secara baik oleh seluruh organisasi dan sektor (dinas dan badan pemerintah Kabupaten) yang terlibat. Di sisi lain, kepedulian dunia usaha dalam bentuk bantuan penanggulangan bencana yang sering dilakukan sedianya dilembagakan dalam bentuk bantuan program CSR perusahaan yang memiliki semangat penanggulangan bencana. Proses politik dalam penganggaran juga perlu terus didorong dalam rangka mewujudkan anggaran yang berwawasan penanggulangan bencana.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit Pancur Siwah Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta Asian Disaster Reduction Center, 2005. The Concept of Total Disaster Risk Management.Asian Disaster Reduction Center Bradbury. Raymond J, 2002, Involving Citizens In Hazard Mitigation Planning. Making The Right Coices, Australian Journal of Amergency Management Vol 16 No 3 P 45. Spring. 2002
27 ISDR, Living Wit Risk, A Global Review of Disaster Reduction Innitiatives, 2006. (ter) Bastian Affeltranger, dkk, 2008, Hidup Akrab Dengan Bencana, Sebuah Tinjauan Global tentang Inisiatif-inisiatif Pengurangan Bencana Seri Ke-2, MPBI Press, Jakarta Karine Matthews and Matthew Paterson, Boom or Bust? The Economic Engine Behind The Drive For Climate Change Policy, Global Change, Peace and Security 17.1. Februari 2005 Miles,M.B. and A.M. Huberman.1992, Analisis Data Kualitatf, Tjetjep Rohendi Rohidi (Penterjemah), Qualitative Data Analysis, UI Press. Jakarta. Mustopadidjaja AR,. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi,Implementasi Dan Evaluasi Kinerja, Lembaga Administrasi Negara, Republik Indonesia. Jakarta: Duta Pertiwi Foundation M. Lukman Hakim, 2011.Pengantar Administrasi Pembangunan, Arrusmedia, Jogjakarta Nugroho, Riant D., 2004, Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo Soenarko. 1998. Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya: Papyrus 1998 Sofyan dkk, 2008. Membangun Kekuatan Kolektif-Reduksi Resiko Bencana, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Walhi Press, Jakarta
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
HUBUNGAN INDUSTRIAL DI PERUSAHAAN MENENGAH INDONESIA Asminah Rachmi Politeknik Negeri Malang
[email protected]
ABSTRACT Industrial relations in Indonesia experienced a slow development compared to those in other Asian countries. The history shows government intervention in favor of the owner of the company inhibits the development of labor unions. Besides, the union is only growing at large companies because the government requires the companies running industrial relations to comply with Labor Law No. 21 of 2000. At the SMEs level, labor unions and industrial relations exist only in the medium-sized companies having legal entities and formal organizational structure and management. Family-owned companies do not develop labor unions as the companies only have simple management systems. The existence of labor unions in these medium-sized enterprises still do not benefit both parties due to lack of experience and the collective bargaining powers of the union members in resolving conflicts between the management and workers. Keywords: Industrial relations, labor unions, medium-sized enterprises Dalam tiga dekade terakhir, Indonesia mengalami perubahan mendasar pada lingkungan ekonomi dan politiknya dan perubahan tersebut telah membawa perubahan di praktek MSDM Indonesia. Modernisasi dalam praktek bisnis yang mengadopsi system di Negara barat membuat perusahaan menjadi lebih kompetitif serta memunculkan pemahaman akan pentingnya manajemen SDM. Lebih lanjut, survey yang dilakukan oleh majalah SWA pada tahun 2006 seperti yang dijelaskan oleh Habir and Rajendran (2008) bahwa pada perusahaan Negara maupun swasta ada perubahan pertimbangan organisasi terhadap karyawan dari hanya sekedar sebagai salah satu factor produksi menjadi modal manusia (human capital) dan hal ini telah menandai adanya transisi terhadap manajemen SDM. Terkait dengan pembentukan serikat pekerja dan aktifitas hubungan industrial, Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Sebelumnya hubungan karyawan diatur oleh pemerintah. Perubahan situasi politik dan ekonomi membawa perubahan dalam undangundang perburuhan yang memberi perlindungan lebih banyak dan kebebasan serikat pekerja untuk bertindak mewakili
pekerja. Waring (2010) menyatakan bahwa dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, mobilitas pekerja yang lebih besar dan undangundang perburuhan yang lemah, manager SDM perlu menggunakan semua kemampuan bernegosiasi dan berpikir kreatif untuk mengembangkan strategi praktis. Di Negara Asia terdapat banyak variasi tentang undang-undang tenaga kerja, struktur tawar menawar dan dan kegiatan serikat pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa setiap negara mengadopsi model serikat pekerja yang sesuai dengan kondisi polotik dan ekonomi negara tersebut. Ram (1991) dalam Wilkinson (1999) menyatakan bahwa hubungan industrial pada UKM mungkin lebih bersifat kompleks, informal dan kontradiksi dari pada sederhana atau harmoni atau autokratik. Sejarah perkembangan serikat pekerja di Indonesia. Sharma (2000) melaporkan bahwa Indonesia mengenalkan satu system serikat pekerja dengan nama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada tahun 1974. Kesatuan struktur ini dikenalkan untuk mempromosikan prinsip kesatuan didalam pergerakan buruh agar
28
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
selaras dengan falsafah Pancasila. Fehring (1999) dalam Benington(2001) menjelaskan bahwa ideologi nasional Pancasila mempunyai satu retorika yang menyarankan bahwa hubungan industry harus dilaksanakan dalam konteks kemitraan dan produksi, kemitraan dan keuntungan serta kemitraan dan tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa, bangsa dan Negara, masyarakat, karyawan dan keluarganya. Struktur kesatuan ini bekerja dengan baik pada tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan; namun demikian adanya penurunan terus menerus pada kapasitas Negara dan dibarengi dengan kemunculan dalam formasi dan pertumbuhan dari federasi serikat pekerja independen (Sharma 2000). PPBI dan SBSI adalah contoh dari pengembangan ini (Rodan 1997). Sharma (2000) menyebutkan bahwa krisis ekonomi pada tahun 1997 telah mengakibatkan memburuknya hubungan industrial di Indonesia dalam berbagai cara. Pertama, kemampuan perusahaan untuk membayar tenaga kerja telah menurun secara relatif. Kedua, krisis ekonomi telah memunculkan fragmen gerakan buruh dalam orientasi politiknya. Ketiga, krisis tersebut telah memberikan kesempatan kepada pemilik perusahaan meningkatkan ketidaksetujuannya pada fregmen gerakan buruh dan mencoba untuk membentuk kembali hubungan industrial seperti pada era orde baru yang lebih meraka sukai. Hasilnya adalah demo besar-besaran, pemenjaraan pimpinan serikat buruh, kekerasan dan intervensi militer yang menarik perhatian internasional terhadap kondisi represif dari hubungan industrial di Indonesia (Isaac and Sitalaksmi 2008). Dalam rangka meredam kritikan internasional, Undang-undang ketenaga kerjaan tahun 1997 dikeluarkan ditengah krisis keuangan. Dibawah Undang-undang Ketenagakerjaan yang diberlakukan pada bulan Oktober 1997, pekerja di sector public dibebaskan oleh UU untuk membentuk serikat pekerja dengan pekerja organisasi yang lain (Bennington 2001). Bagaimanapun, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) mengklaim bahwa perusahaan terus memecat anggota SBSI karena keterlibatan mereka dengan serikat pekerja tersebut atau mereka berusaha
29 mengorganisir unit SBSI didalam perusahaan (Buerau of Democracy 1999). Undang-undang tentang serikat pekerja No. 21 tahun 2000 menyatakan bahwa serikat pekerja, federasi maupun confederasi harus bebas, terbuka, mandiri, demokratik dan bertanggung jawab, mampu terlibat dalam tawar menawar kolektif serta menyelesaikan perselisihan industri, mempertahankan hak dan kepentingan anggotanya termasuk pegawai negeri sipil (Isaac and Sitalaksmi 2008). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2000, serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan (Tahier 2014) Pada tahun 2003, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003. Berdasarkan UU ini pekerja mempunyai hak untuk menjadi anggota serikat buruh dan pimpinan perusahaan tidak boleh memperlakukan dengan tidak adil pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2006). Lebih lanjut, undang-undang mengatur berbagai isu mulai dari kondisi kerja dalam perusahaan sampai dengan jam kerja dan penentuan upah minimum (Isaac and Sitalaksmi 2008). Collins et. al (2011) menyatakan bahwa pekerja Indonesia sekarang menghadapi tantangan yang sangat berbeda dari pekerja sebelum tahun 1998 baik secara internal maupun eksternal. Mereka menyebutkan lebih lanjut bahwa secara internal, serikat pekerja lemah dalam kemampuan mengorganisir dan kapabilitas organisasi sebagaimana juga dengan perkembangan serikat pekerja baru dan eksklusivitas serikat pekerja yang dipercaya mendorong fragmentasi lebih lanjut, persaingan didalam serikat pekerja dan perpecahan internal. Secara Eksternal, pemerintah yang kurang berpengaruh dalam arti politik dan intervensi ekonomi dan juga masuknya globalisasi yang lebih besar telah menciptakan tantangan lainnya. Kondisi ini akan berdampak pada pekerja secara umum termasuk pekerja di perusahaan menengah yang bergabung dengan serikat pekerja.
30 Perkembangan serikat pekerja Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asia Indonesia ada pada level terendah untuk aktifitas serikat pekerja di Asia (Warner 2000). Untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM), pembentukan serikat menemui penolakan dari pemilik dan manajemen perusahaan. Oleh karenanya banyak perusahaan tanpa serikat pekerja (Habir and Rajendran 2008). Sesungguhnya serikat pekerja berfungsi sebagai mediator antara pemilik atau manajemen perusahaan dengan pekerja ketika terjadi konflik kepentingan. Masalahnya serikat pekerja Indonesia kurang mempunyai pengalaman dalam tawar menawar kolektif dan harus menghadapi frustasi dan biaya transaksi dari tawar menawar dengan perusahaan (Isaac and Sitalaksmi 2008). Maidment, Mackerras dan Schak (1998) menyatakan bahwa pada umumnya semakin besar penerimaan akan hirarki di Asia yang merupakan kebalikan dari negara barat, berdampak penting secara sosial seperti pada ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Intervensi pemilik perusahaan dan manajemen ke serikat pekerja berpengaruh pada diskusi diantara mereka dan cenderung memihak kepentingan pemilik perusahaan. Lebih lanjut, autoritarian yang kuat secara efektif telah menguasai dan mengarahkan kebijakan dalam hubungan ketenagakerjaan (Bamber and Legget 2001). Hubungan industrial di perusahaan menengah Indonesia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rachmi (2013), perusahaan menengah yang berbadan hukum rata-rata mempunyai serikat pekerja didalamnya. Pemilik perusahaan mengijinkan pekerjanya bergabung dengan serikat pekerja. Beberapa perusahaan mendaftarkan pekerjanya di Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan keanggotaannya otomatis. Perusahaan lain mengijinkan pekerjanya untuk bergabung dengan SPN atau SBSI kecuali bagi pekerja baru yang masih dalam status pekerja kontrak. Serikat pekerja tersebut melakukan tawar menawar kolektif untuk isu-isu seperti pengupahan. Dilain pihak kebanyakan perusahaan keluarga tidak mempunyai serikat pekerja karena mereka menjalankan usaha dengan struktur manajemen yang sederhana dan mayoritas pekerja adalah
Asminah: Hubungan Industrial
tipikal pekerja tradisional yang bekerja untuk mendapatkan uang dan tidak memerlukan pengembangan karir ataupun serikat pekerja yang melindungi hak-hak mereka. Mereka sudah puas dengan kondisi kerja tanpa aturan yang formal. Konflik antara pekerja dan pemilik perusahaan hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Studi terhadap pekerja pabrik di perusahaan menengah industri tekstil menunjukkan bahwa sebagian pekerja tidak mengetahui manfaat dari keberadaan serikat pekerja serta tidak aktif terlibat dalam kegiatan serikat pekerja (Rachmi 2013). Setiap bulan upah mereka dipotong untuk iuran serikat pekerja tanpa mengetahui bentuk kegiatan yang dilakukan. Satu studi yang dilakukan oleh SMERU (2002) sebagaimana dikutip oleh Habir dan Rajendran (2008) menunjukkan bahwa di Indonesia, pemilik dan pihak manajemen perusahaan dan bahkan karyawan tidak mengetahui manfaat dari serikat pekerja. Keikutsertaan mereka dalam demo kadang hanya sebagai bentuk solidaritas. Hal ini menunjukkan bahwa di level perusahaan menengah, serikat pekerja belum banyak diapresiasi oleh mayoritas pekerja karena kurangnya pengetahuan akan tujuan dan fungsi serikat pekerja. Simpulan Perusahaan menengah yang sudah mempunyai struktur organisasi dan dikelola secara formal pada umumnya mendukung keberadaan serikat pekerja dan proses tawar menawar kolektif sebagai bagian dari perkembangan serikat pekerja di Indonesia. Dimasa depan, serikat pekerja diharapkan dapat memberikan manfaat kepada kedua belah pihak agar resolusi dari konflik lebih cepat tercapai dan hal ini mungkin akan mengurangi frekuensi demonstrasi terkait dengan ketidakpuasan karyawan. Edukasi akan tujuan dan fungsi serikat pekerja perlu diberikan pada pekerja agar mereka mau terlibat dan mengambil manfaat dari adanya serikat pekerja sehingga pelaksanaan hubungan industrial antara pemilik dan pihak manajemen perusahaan dan karyawan dapat terjalin dengan baik.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
DAFTAR PUSTAKA Bamber, G. J. and C. J. Legget (2001). "Changing Employment Relations in the Asia-Pacific Region." Journal of Manpower 22(4): 300317. Bennington, L. (2001). Indonesia. Managing diversity: An Asian and Pacific focus. M. Patrickson and P. O'Brien. Milton, John Wiley & Sons Australia, Ltd. Buerau of Democracy, H. R., and Labor (1999). Indonesia Country Report: Practices for 1998, The US Department of State. Collins, N., et al. (2011). "Labour–management relationships in transitional economies: convergence or divergence in Vietnam and Indonesia?" Asia Pacific Business Review 17(3): 361-377. Habir, A. D. and K. Rajendran (2008). The changing face of human resource management in Indonesia. The Changing Face of Management in South East Asia. C. Rowley and S. Abdul-Rahman, Routledge. Isaac, J. and S. Sitalaksmi (2008). Trade unions in Indonesia: From state incorporation to market orientation. Trade Unions in Asia; An Economic and Sociological Analysis. J. benson and Y. Zhu. Oxon, Routledge. Maidment, R., et al. (1998). Diversity and convergence in Asia-Pacific society and culture. Culture and Society in the AsiaPacific. R. Maidment and C. Mackerras. New York, Routledge. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, I. (2006). Undang-undang ketenagakerjaan no 13 tahun 2003 (Indonesian labor laws and regulation no 13 year 2003). Jakarta, Sinar Grafika.
31
Rachmi, A. (2013). The HRM Practices of Indonesian Medium-sized Companies in Textile Industry in Java. The School of Business. Lismore, Southern Cross University. DBA: 344. Rodan, G. (1997). "Civil Society and Other political Possibilities in Southeast Asia." Journal of Contemporary Asia 27: 156-178. Sharma, B. (2000). "Stateness and changing contours of industrial relation in ASEAN." Research and Practice in Human Resource Management 8(1): 41-62. Tahier, M. (2014). "Peran Serikat Pekerja dalam Suatu Perusahaan." Retrieved 30 November 2014, from http://ulielambry.wordpress.com/selayang -pandang/peran-serikat-pekerja-dalamsuatu-perusahaan. Waring, P. (2010). Developments in employee relations in the Asia Pacific. Strategic HRM: Contemporary Issue in The Asia Pacific Region. J. Connell and S. Teo. Prahran, Tilde University Press. Warner, M. (2000). "Introduction: The Asia Pacific HRM model revisited." The International Journal of Human resource Management 11(2): 171-182. Wilkinson, A. (1999). "Employment relations in SMEs." Employee Relation 21(3): 206-217.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
MOTIVASI DAN MODAL MANUSIA YANG MEMPENGARUHI SIKAP BERWIRAUSAHA PENGRAJIN KERAMIK DINOYO MALANG Tin Agustina Karnawati STIE Asia Malang
ABSTRACT This study took place in the City of Malang that has many home industries and small businesses, mainly many existing industrial centers. One of them is the Dinoyo Ceramics Industrial Center that has been long enough to be the icon of the City of Malang. Dinoyo Ceramics Artisans are a group of individuals aiming to improve their life and their family welfare through entrepreneurial efforts. The positive aspects shown in this entrepreneurship must have underlying backgrounds, including family legacy business, skills owned, capital, business motivation, opportunities, supports from surrounding environments, and so on. This study aimed to determine the Dinoyo ceramics artisans’ profile description and to determine the effect of motivation and human capital variables on the entrepreneurial attitude of Dinoyo ceramic artisans. The data were obtained by distributing questionnaires to32 respondents as members of the sample. The statistical analysis methods used were validity and reliability, multiple linear regression analysis, the F and t-tests of significance, R2 and classical assumptions. The results found that the motivation variable (X1) significantly influenced the entrepreneurial attitude of Dinoyo Ceramics Artisans (Y) with the t value of 2.672, while the human capital variable (X2) significantly affected entrepreneurial attitudes of Dinoyo Ceramics Artisans (Y) with t-value of 6.617. Motivation variable (X1) and human capital (X2) simultaneously had significant influence on Dinoyo Ceramics Artisans’ entrepreneurial attitude (Y) as expressed by F value of 71.150. The coefficient of determination (R2) was 0831, or 83.1%, indicating that the effective contribution of motivational variables (X1) and human capital (X2) to Dinoyo Ceramics Artisans’ entrepreneurial attitudes (Y) was as much as 83.1%. The contribution of other variables not observed or not included in this regression model, on the other hand, was 16.9%, meaning that, in addition to motivation and human capital variables, the entrepreneurial attitudes were affected by other variables such as training variables, structural capital, customer capital, environmental factors, individual factors, social factors and other psychological factors. Keywords: motivation, human capital, and entrepreneurial attitude Kota Malang memiliki pola pertumbuhan industri yang unik, dimana sebagian besar industrinya disokong oleh sektor industri kecil dan mikro, seperti industri tempe dan keripik tempe juga industri makanan dan minuman serta industri kerajinan. Salah satu industri unggulan Kota Malang adalah industri keramik dan gerabah yang berada di Kelurahan Dinoyo dan Kelurahan Pananggungan Kota Malang.
Masyarakat sekitar kelurahan ini banyak yang bekerja sebagai pengrajin yang merintis industri keramik skala rumah tangga (home industries) yang tersebar di Kelurahan Dinoyo dan Kelurahan Pananggungan. Industri Rumah Tangga keramik tersebut kini berkembang dan menjadi sentra industri keramik di Kota Malang dan dikenal oleh masyarakat luas. Keberadaan industri kerajinan keramik Dinoyo cukup
32
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
potensial dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat. Perkembangan industri keramik di Kelurahan Dinoyo tidak terlepas dari keuletan pengrajin yang terus berinovasi terhadap produk-produk keramik yang dihasilkan. Pengrajin Keramik Dinoyo merupakan sekelompok individu dalam masyarakat yang umumnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup dan keluarganya dengan melakukan upaya berwirausaha. Sikap positif yang ditunjukkan dalam bentuk berwirausaha ini pasti dilatarbelakangi oleh berbagai hal, diantaranya dapat disebabkan oleh adanya usaha warisan keluarga, keahlian yang dimiliki modal, motivasi berusaha, kesempatan dan dukungan dari lingkungan sekitarnya dan lain sebagainya. Faktor motivasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual (Robbins, 2008).Terdapat tiga kata kunci dalam arti motivasi tersebut, yaitu upaya, tujuan dan kebutuhan. Upaya merupakan ukuran intensitas, sehingga seseorang yang termotivasi akan berupaya kuat terutama dalam mengantar pada arah tujuan tertentu. Kebutuhan merupakan sesuatu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tak terpuaskan menciptakan tegangan yang merangsang dorongan-dorongan dalam diri individu. Dorongan menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu yang jika tercapai akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong pada pengurangan tegangan. Untuk menjalankan suatu usaha tentunya tidak terlepas dari adanya kekuatan baik secara internal ataupun eksternal yang mampu mengarahkan seseorang pada sikap tertentu, khususnya sikap dalam berwirausaha. Menurut Abraham Maslow (Robbins, 2008) bahwa kebutuhan berada dalam lima jenjang kebutuhan (Maslow’s Hierarchy of Needs), yakni :1) Kebutuhan Fisiologis (Phisiological Needs) antara lain rasa lapar, haus, pakaian, perumahan, seks, dan kebutuhan ragawi lainnya 2) Kebutuhan Rasa Aman (Safety-
33 security Needs) antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional 3) Kebutuhan Sosial (Social – affiliation Needs) yang mencakup kasih sayang, rasa memiliki dan dimiliki, diterima baik, dan persahabatan 4) Kebutuhan Penghargaan (Esteem-recognition Needs) yang mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi serta faktor rasa hormat eksternal yaitu status, pengakuan dan perhatian 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Selfatualization Needs) yang mencakup kebutuhan mendapatkan realisasi diri dan terpenuhinya keinginan pribadi untuk dapat mengembangkan potensi diri. Sesuai dengan teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, maka manusia disamping memerlukan kebutuhan pokok atau fisik yang berupa kebutuhan material, di sisi lain manusia juga membutuhkan sesuatu yang bersifat nonmaterial atau non-fisik. Modal Manusia merupakan konsep Human Capital dimana masing‐masing individu dituntut untuk mengembangkan dan mengelola modal manusia mereka sendiri untuk memaksimalkan pengembalian yang dapat mereka peroleh. Stockely (2003) mendefinisikan bahwa modal manusia merupakan asset yang penting dan beresensi, memiliki sumbangan terhadap pengembangan dan pertumbuhan, sama halnya modal fisik seperti: mesin dan modal kerja lainnya. Ketrampilan dan kemampuan manusia mempunyai kontribusi terhadap produktivitas dan kinerja organisasi. Pengeluaran untuk pelatihan, pengembangan, pendidikan dan dukungan merupakan investasi bukan merupakan biaya. Sikap (attitudes) ialah sesuatu yang kompleks, yang dapat didefinisikan sebagai pernyataan-pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, atau penilaian mengenai objek, manusia, atau peristiwa-peristiwa. Sebahagian sikap terbentuk melalui proses belajar sosial yang diperoleh dari orang lain. WJ Thomas (dalam Ahmadi, 2002) mengemukakan bahwa sikap adalah tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek yaitu simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya (Muchlas, 2005:151). Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan
34
Tin Agustina: Motivasi dan Modal Manusia
perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya, sehingga sikap memberikan kesiapan untuk merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Dengan mengasumsikan bahwa sikap akan mengarahkan individu pada perilaku maka dalam penelitian ini digunakan motivasi dan modal manusia sebagai variabel yang membentuk dan mempengaruhi sikap dalam berwirausaha. Beranjak dari pemikiran tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1)mendeskripsikan profil pengrajin Keramik Dinoyo kota Malang, dan 2) mengetahui dan menganalisis pengaruh secara parsial dan simultan pada motivasi dan modal manusia terhadap sikap berwirausaha para pengrajin keramik Dinoyo kota Malang. Gambar 1 Kerangka Konseptual
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain riset kausal mengarah pada terjadinya hubungan sebab akibat antara variabel motivasi dan modal manusia terhadap sikap berwirausaha para pengrajin keramik Dinoyo kota Malang. Jenis data kuantitatif diperoleh dengan menganalisis hasil penyebaran kuesioner kepada 32 orang responden pengrajin keramik Dinoyo kota Malang pada batasan waktu penelitian dilakukan. Skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala likert dengan sebuah pernyataan yang diberikan jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil Penelitian dan Pembahasan Gambaran secara umum responden penelitian 15 orang ( 46,88%) berjenis kelamin laki-laki dan 17 orang (53,12%) berjenis kelamin laki-laki, berusia rata-rata 30 – 50 tahun sebanyak 20 orang ( 62,50 %), dengan tingkat pendidikan rata-rata lulus SLTA sebanyak 13 orang ( 40,63%) pernah mengikuti pelatihan
kerja sebanyak 20 orang ( 62,50%) yaitu terutama pada peningkatan keahlian dalam proses produksi seperti desain keramik, penghalusan keramik ( teknik glasir) dan pemilihan bahan baku berkualitas, rata-rata responden berpenghasilan antara Rp 1 juta sampai Rp 3 juta per bulan, dengan pengeluaran rata-rata per bulan sebanyak Rp 1 juta – Rp 2 juta. Hasil pengujian instrumen dengan uji validitas dapat ditemukan bahwa 16 instrumen yang digunakan valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas item pernyataan yang ada di dalam variabel motivasi, modal manusia dan sikap berwirausaha ditemukan bahwa nilai Cronbach Alpha ≥ 0,60 yang berarti semua item pernyataan yang ada dalam masing-masing variabel dinyatakan reliabel dan dapat digunakan untuk analisis. Perhitungan analisis regresi dalam penelitian ini dapat dilihat seperti pada tabel 1 berikut : Tabel 1 Koefisien Regresi, Uji t, Uji F dan R² Variabel Konstanta (a) Motivasi (X1) Modal Manusia (X2)
β 0.058 0.233 0.832
t
Sig
2.672 6.617
0.012 0.000
F = 71,150 0.000 e = 2,021 R2 = 0.831 Sumber : Data primer diolah, 2013 Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa variable motivasi (X1)yang diukur dengan indikator kebutuhan fisiologis, rasa aman, social, penghargaan dan aktualisasi diri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel sikap berwirausaha pengrajin keramik Dinoyo Malang ditunjukkan dengan nilai thitung motivasi adalah 2.672> ttabel2.0452namun tingkat signifikan t hitung motivasi 0.012< tingkat signifikan α = 0.05, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa para pengrajin pada umumnya memiliki motivasi yang tinggi untuk menjalankan usaha tersebut dengan tujuan memenuhi semua kebutuhan terutama kebutuhan kehidupan keluarga, kebutuhan sosial untuk dapat bermasyarakat
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
dengan lebih baik, kebutuhan untuk membantu masyarakat sekitar agar dapat bekerja, kebutuhan untuk jaminan masa depan yang lebih baik, kebutuhan untuk sekolah anak ke jenjang yang lebih tinggi sebagai investasi masa depan, untuk dihargai oleh orang lain dan lingkungan sekitar serta mendapat kepuasan pribadi karena pekerjaan yang memberi arti dalam kehidupan. Hasil ini senada dengan hasil penelitian Triono (2000) yang menemukan bahwa motivasi juga berpengaruh terhadap sikap kewirausahaan. Variabel modal manusia (X2) yang diukur dengan indikator Pengetahuan pasar/ pembeli, risiko usaha, peluang usaha dan keahlian teknis berpengaruh secara signifikan terhadap variabel sikap berwirausaha pengrajin keramik Dinoyo Malang dengan nilai thitung modal manusia adalah 6.617 > ttabel2.0452 atau tingkat signifikan t modal manusia adalah 0.000 < tingkat signifikan α = 0.05.Hal ini dapat diartikan bahwa para pengrajin keramik menyadari atas perlunya modal dalam berusaha seperti pengetahuan tentang pembeli atau pasar, pengetahuan tentang risiko usaha, serta pengetahuan tentang peluang usaha ke depan, pengetahuan atau keahlian teknis. Variabel Modal usaha juga merupakan variable yang berpengaruh dominan terhadap sikap berwirausaha yang diukur dengan indikator memberi kesenangan, kepuasan pribadi, kesempatan belajar, jaminan masa depan dan tantangan. Dari nilai Fhitung sebesar 71.150> Ftabel 4.171 atau tingkat signifikan F adalah 0.000 < tingkat signifikansi α = 0.05, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi (X1) dan modal manusia (X2) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap sikap berwirausaha pengrajin keramik Dinoyo Malang(Y). Berdasarkan hasil dari tabel 1 dapat diketahui pula bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.831 atau 83.1%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh efektif variabel motivasi (X1) dan modal manusia (X2) terhadap sikap berwirausaha pengrajin keramik Dinoyo Malang (Y) adalah cukup besar yaitu sebesar 83.1%. Sedangkan sumbangan dari variabel lain yang tidak diteliti atau yang tidak dimasukkan dalam model regresi ini sebesar 16.9%. Ada
35 kemungkinan ini terjadi karena selain variabel motivasi dan modal manusia dipengaruhi oleh variabel lain misalnya variabel pelatihan, modal struktural, modal pelanggan, faktor lingkungan, faktor individu, faktor social dan faktor psikologis lainnya. Implikasi penelitian Berdasarkan kesimpulan pada penelitian maka terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yakni secara praktis yang terkait dengan sikap kewirausahaan maka sangatlah perlu untuk diperhatikan bagaimana motivasi dan modal manusia (human capital) dapat memberi dampak positif dan sekaligus meningkatkan perubahan sikap tersebut. Motivasi dibentuk oleh berbagai tuntutan kebutuhan manusia, yang diantaranya adalah kebutuhan untuk tetap dapat survive dengan menggunakan acuan teori AH Maslow dapat diamati pada indikator penelitian yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Sehingga dapat dimaknai bahwa pada hasil penemuan penelitian ini para pengrajin keramik masih berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan dasar agar tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga kebutuhan pendidikan bagi anak terutama berharap untuk mendapatkan jaminan masa depan yang lebih baik . Keberadaan pengrajin keramik Dinoyo pada sentra industri keramik di Malang ini semestinya dapat berperan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya. Oleh karenanya perlu mendapat perhatian dan dukungan pemerintah terutama dalam sarana dan prasarana serta bantuan dalam kendala yang dihadapi pengrajin seperti masalah permodalan yaitu keuangan dan peralatan, pemasaran hasil produksi, serta peningkatan sarana jalan untuk peningkatan kenyamanan konsumen, sehingga industri ini dapat menjadi industri unggulan kota Malang. Pemerintah diharapkan secara konsisten dan kontinyu membantu dalam upaya pengenalan ke berbagai kota dan wilayah untuk melakukan pemeran produk UMKM khususnya keramik dan gerabah Dinoyo ini yang diselenggarakan baik skala regional, provinsi, nasional maupun internasional.
36 Wilayah pemasaran produk keramik Dinoyo ini masih sangat terbatas dan umumnya perajin menunggu pesanan dari pengepul. Perajin belum berupaya secara aktif memperluas jaringan pemasaran melalui berbagai promosi, misalnya pameran, penyebaran brosur atau melalui internet. Pada umumnya, manajemen usaha keramik adalah manajemen keluarga termasuk juga manajemen keuangannya. Dengan demikian, kekayaan pribadi dan kekayaan perusahaan sulit dibedakan karena masih bercampur dengan kebutuhan pribadi. Modal usaha hanya sebatas modal keluarga, sehingga upaya pengembangan usaha sangat kurang. Meskipun demikian, keberadaan usaha kerajinan keramik ini telah membantu perekonomian warga dan dampak dari usaha ini dapat mengurangi jumlah pengangguran. Jika keterampilan tenaga kerja ditingkatkan dan dikelola secara profesional maka akan menjadikan usaha keramik Dinoyo memiliki prospek yang sangat baik bagi kesejahteraan warganya. Selain hal tersebut, keberadaan usaha keramik ini dapat dijadikan sebagai satu sentra kerajinan yang berpotensi menjadi objek wisata seni budaya dan sumber belajar bagi pendidikan seni budaya. Diharapkan ada penelitian lanjutan yang menggunakan variable lain selain motivasi dan modal manusia, seperti variable internal dan eksternal lainnya pada pengrajin keramik Dinoyo Malang misalnya variable pelatihan, modal struktural, modal pelanggan, faktor lingkungan, faktor individu, faktor sosial dan faktor psikologis lainnya, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih luas pada faktor-faktor yang mempengaruhi sikap berwirausaha para pengrajin keramik Dinoyo Malang.
Tin Agustina: Motivasi dan Modal Manusia
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi.A H. 2002, Psikologi Sosial, PT Rineka Cipta, Jakarta. Muchlas, Makmuri, 2005, Perilaku Organisasi, Yogyakarta : Gadjah Mada Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. ,2008. Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta: Salemba Empat. Triono,2000, Pengaruh Motivasi dan pelatihan terhadap sikap kewirausahaan peserta program penanggulangan pengangguran pekerja terampil (P3T) di JawaTengah, Tesis, PPS UPI. Stockely. 2003. Human Capital Measurement How to Do You Measure Up, Accenture Human Performance Insight.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENGARUH MEREK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL DAIHATSU XENIA DI PT. ASTRA INTERNATIONAL TBK. DAIHATSU CABANG AHMAD YANI MALANG Yosi Afandi Politeknik Negeri Malang ABSTRACT The purpose of this research was to analyze the influence of product quality which consists of form, feature, customization, performance quality, quality specification, durability, reliability, repairability, style and design on purchasing decision of Daihatsu Xenia at PT. Astra International Tbk. Daihatsu Malang. The study was a descriptive research. A sample of 50 respondents was selected from the consumers of PT. Astra International Tbk. Daihatsu Malang using a nonprobability sampling technique. The analysis method used was multiple linear regression analysis. The results of the study showed that there was a significant simultaneous influence of product quality variable which consisted of form, feature, customization, performance quality, quality specification, durability, repairability, style and design on purchasing decision. Furthermore, individual variables having significant partial influence were form, feature, performance quality, durability, and repairability. The variables of customization, quality specification, reliability, style and design did not have significant partial influence on the purchasing decision. The results of the analysis also showed that durability was the most dominant variable that significantly influenced the purchasing decision. Hopefully this research will give the input for PT. Astra International Tbk- Daihatsu Malang to give more attention to product quality, especially Daihatsu Xenia products, so they can increase the consumer purchase at PT. Astra International Tbk. Daihatsu Malang. Keywords: product quality, purchasing decision, product dimension Keputusan membeli yang dilakukan konsumen, dipengaruhi oleh banyak hal yaitu lingkungan, kebudayaan, keluarga, dan sebagainya. (Alma, 2007: 102). Pembuatan keputusan konsumen terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi produk, mempertimbangkan alternatif mereka dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dan pada akhirnya memutuskan produk apa yang akan dibeli. (Sutisna, 2013:82). PT. Astra International Tbk. Daihatsu merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Perusahaan ini melayani penjualan mobil, service mobil dan penjualan sparepart. Dalam kenyataannya banyak pesaing yang menjadi kompetitor PT. Astra International Tbk. Daihatsu. Untuk dapat bersaing dengan kompetitornya PT. Astra International Tbk. Daihatsu harus tetap menjaga atribut merek agar konsumen tidak berpindah ke produk lain.
Salah satu produk dari PT. Astra International Tbk. Daihatsu adalah mobil Daihatsu Xenia. Daihatsu Xenia adalah nama mobil jenis MPV yang dirancang dan diproduksi oleh Astra Daihatsu Motor. Penjualan mobil Daihatsu Xenia terus meningkat; tahun 2011 sebanyak 1130 unit, 2012 sebanyak 1256 unit, dan di tahun 2013 sebanyak 1509 unit. (PT Astra International TbkDaihatsu Malang). Penjualan Daihatasu Xenia yang terus naik cukup signifikan melatar belakangi penelitian ini. Kajian Teori Merek Menurut Ferrinadewi (2008:139), kualitas produk memberi manfaat bagi konsumen dalam mengidentifikasi sebuah merek yang ditawarkan. Konsumen lebih mempercayai produk dengan merek tertentu dari pada produk tanpa merek meskipun manfaat yang
37
38 ditawarkan serupa. Merek menawarkan manfaat fungsional yang mengacu pada kemampuan fungsi diferensiasi produk yang ditawarkan. Menurut Kotler dan Keller (2009 : 8), agar dapat dijadikan merek, produk harus didiferensiasikan. Produk fisik mempunyai potensi diferensiasi yang beragam diantaranya: 1. Bentuk (form) Banyak produk dapat dideferensiasikan berdasarkan bentuk-ukuran, bentuk atau struktur fisik produk. Perhatikan sebagai bentuk yang dapat diambil oleh produkproduk seperti aspirin. Meskipun aspirin pada intinya adalah sebuah komoditas, aspirin dapat dideferensiasikan berdasarkan jumlah dosis, bentuk, warna, lapisan, atau waktu kerjanya. 2. Fitur (feature) Sebagai besar produk dapat ditawarkan dengan memvariasikan fitur yang melengkapi fungsi dasar mereka. Perusahaan dapat mengidentifiksi dan memilih fitur baru yang tepat dengan mensurvei. Perusahaan juga harus memprtimbangkan berapa banyak orang yang menginginkan setiap fitur, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memeperkenalkannya. Untuk menghindari kesalahan fitur perusahaan juga harus cermat dalam memprioritaskan fitur-fitur yang tercakup dan menemukan cara yang jelas untuk memberikan informasi tentang bagaimana konsumen dapat menggunakan dan memanfaatkan fitur tersebut. 3. Penyesuaian (customization) Pemasar dapat mendiferensiasikan produk dengan menyesuaikan produk tersebut dengan keinginan perorangan. Ketika perusahaan semakin pandai mengumpulkan informasi tentang pelanggan perorangan dan mitra bisnis (pemasok, distributor, pengeser), dan ketika pabrik mereka dirancang lebih fleksibel, mereka telah meningkatkan kemampuan mereka untuk mengindividualisasikan penawaran pasar, pesan, dan media. Penyesuain massal adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan setiap pelangganuntuk menyiapkan produk, jasa, program, dan komunikasi berbasis massal yang dirancang secara individual.
Yosi: Pengaruh Merek
4. Kualitas kinerja(performance quality) Sebagian besar produk diterapkan pada satu dari empat tingkat kinerja: rendah, rata-rata, tinggi, atau uggul. Kualitas kinerja adalah tingkat dimana karakteristik utama produk beroprasi. Kualitas menjadi dimensi yang semakin penting untuk dideferensiasikan ketika perusahaan menerapkan sebuah model nilai dan memberikan kualitas yang lebih tinggi dengan uang yang lebih rendah. 5. Kualitas Kesesuaian Pembeli mengharapkan produk mempunyai kualitas kesesuaian yang tinggi, yaitu tingkat di mana semua unit yng diproduksi identik dan mempengaruhi spesifikasi yang dijanjikan. 6. Ketahanan (durability) Ukuran umur harapan operasi harapan produk dalam kondisi biasa atau memberikan tekanan, merupakan atribut berharga untuk produk-produk tertentu. Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk kendaraan dan peralatan dapur yang mempunyai reputasi mengagumkan karena tahan lama. Meskipun demikian, peraturan ini mempunyai beberapa kulisifikasi. Harga ekstra tidak boleh berlebihan. Selanjutnya produk tidak boleh terpapar tertinggal teknologi yang cepat seperti pada komputer pribadi dan kamera video. 7. Keandalan (reliability) Pembeli biasanya akan membayar lebih untuk produk yang lebih dapat diandalkan. Keandalan adalah ukuran probabilitas bahwa produk tidak akan mengalami malfungsi atau gagal dalam periode tertentu. 8. Kemudahan perbaikan (repairability) Kemudahan perbaikan adalah ukuran kemudahan perbaikan produk ketika produk itu tidak berfungsi atau gagal. Kemudahan perbaikan yang ideal terjadi jika pengguna dapat memperbaiki sendiri produk tersebut dengan sedikit biaya dan waktu. Beberapa produk meliputi fitur diagnostik yang memungkinkan orang bagian pelayanan memperbaiki masalah lewat telepon atau memberi nasihat kepada pengguna tentang cara memperbaikinya.
39
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
9. Gaya (style) Gaya menggambarkan penampilan dan rasa produk kepada pembeli. Pembeli mobil membayar harga mahal untuk Jaguar karena penampilan luar biasanya. Estetika memainkan peran kunci dalam merek semacam vodka Absolut, komputer Apple, coklat Godiva, dan lain-lain. Gaya adalah kelebihan dalam menciptakan perbedaan yang sulit ditiru. Pada sisi negatifnya, gaya yang kuat tidak selalu berarti kinerja tinggi. Sebuaj mobil mungkin tampak sensasional tetapi menghabiskan banyak waktu di bengkel. 10. Desain (design) Desain adalah totalitas fitur yang mempengaruhi tampilan, rasa, dan fungsi produk berdasarkan kebutuhan pelanggan. Perilaku Konsumen dalam Keputusan Pembelian Mempelajari perilaku konsumen bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen, yang akan digunakan dalam menyusun strategi pemasaran yang berhasil. Assaael (1992) dalam Sunyoto (2013:82) secara jelas menggambarkan mengenai model perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan sebagai berikut: Umpan balik bagi konsumen (Evaluasi pasca pembelian) Konsumen Individu
Pengaruh Lingkungan
Pembuatan Keputusan Konsumen
Tanggapan Konsumen
Penerapan dari Perilaku Konsumen pada strategi Pemasaran Umpan Balik Konsumen
Model Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan (Sumber. Assael, 1992 dalam Sunyoto, 2013:82)
Gambar di atas menunjukan adanya interaksi antara pemasar dengan konsumennya. Komponen pusat dari model ini adalah pembuatan keputusan konsumen terdiri atas proses merasakan dan mengevaluasi informasi merek, mempertimbangkan alternatif mereka dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dan pada akhirnya memutuskan merek apa yang akan dibeli. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen yaitu: 1. Konsumen Individual 2. Lingkungan yang mempengaruhi konsumen 3. Stimuli pemasaran atau strategi pemasaran Model Konsep Atribut Merek (X)
Keputusan Pembelian (Y)
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan sebab akibat antar variabel terhadap objek yang diteliti, sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen yaitu merek dan variabel dependen yaitu keputusan pembelian. Jadi objek dalam penelitian ini adalah atribut merek dari produk di PT. Astra International Tbk. Daihatsu Malang. Populasinya adalah konsumen yang sudah membeli mobil Daihatsu Xenia. Besarnya jumlah sampel adalah 5x jumlah variabel atau 5 x 10 variabel = 50 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik sampling insidental dengan non probability sampling. Jenis data yang dikumpulkan adalah primer dan sekunder. Primer diperoleh dari opini subyek penelitian dan sekunder diperoleh dari keterangan/ dokumen perusahaan. Metode pengumpulan data adalah Field Research (Studi Lapangan) dengan instrumen kuesioner dan interview quide. Pengukuran menggunakan skala likert Jawaban Kode Nilai Skor Sangat Setuju SS 5 Setuju S 4 Netral N 3 Tidak Setuju TS 2 Sangat Tidak Setuju STS 1
40
Yosi: Pengaruh Merek
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, dilanjutkan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner dan uji asumsi klasik sebagai syarat regresi linear berganda. Pada bagian akhir digunakan metode analisa data regresi linier berganda serta uji hipotesis. Hasil Dan Pembahasan Deskripsi Frekuensi Variabel
Indikator
Item
Mean
X1.1
4,52
X1.2
4,60
X2.1
4,36
X2.2
4,60
X2.3
4,68
X3.1
4,28
X3.2
4,22
X4.1
4,34
X4.2
4,24
X4.3
4,06
X4.4
4,00
X5.1
4,18
X5.2
4,10
X6.1
4,00
X6.2
3,98
X7.1
4,24
X7.2
4,08
X7.3
4,00
X8.1
4,18
X8.2
3,98
X8.3
4,06
X9.1
3,92
X9.2
4,00
X10.1
4,10
X10.2
4,04
Y1.1
4,06
Y2.1
4,04
Y3 Evaluasi alternatif
Y3.1
3,88
Y3.2
4,06
Y4 Pembelian Y5 Pasca pembelian & evaluasi ulang
Y4.1
3,72
Y5.1
4,20
X1 Bentuk
X2 Fitur
ATRIBUT MEREK (X), (Kotler & Keller, 2009 : 8)
X3 Penyesuaian
X4 Kualitas Kinerja
X5 Kualitas Kesesuaian X6 Ketahanan
X7 Keandalan
X8 Kemudahan Perbaikan
X9 Gaya
KEPUTUSAN PEMBELIAN (Y), (Setiadi, 2003 : 417)
X10 Desain Y1 Pengenalan Masalah Y2 Pencarian alternatif pemecahan
Rata2 Mean 4,56
4,54
4,25
4,16
4,14
3,99
4,10
alternatif yang dipilih
Output Linier Regression
Model (Constant) X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
Unstandardized Coeficients B -7,104 ,713 ,506 ,428 ,366 -,1,597 1,124 ,493 ,791 -,131 ,110
Berdasarkan tabel di atas dapat disusun pola persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+b4X4-b5X5+b6X6b7X7+b8X8-b9X9+b10X10 Y = -7,104+0,713 X1+0,506 X2 +0,428 X3+0,366 X41,597 X5+1,124 X6+0,493 X7+0,791 X8-0,131 X9+0,110 X10 Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pendeteksian R2
4,07
Model 1
R Square ,772
Adjusted R Square ,714
3,96 4,07
3,99
Jadi, berdasarkan nilai dari Adjust R Square pada tabel di atas bahwa prosentase sumbangan pengaruh variabel independen (bentuk, fitur, penyesuaian, kualitas kinerja, kualitas kesesuaian, ketahanan, keandalan, kemudahan perbaikan, gaya, dan desain) terhadap variabel dependen (keputusan pembelian) sebesar 71,4%, yang artinya bahwa variasi variabel independen yang digunakan mampu menjelaskan sebesar 71,4% variasi variabel dependen. Sedangkan sisanya 28,6% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian
41
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
berpeng aruh parsial Tidak berpeng aruh parsial berpeng aruh parsial Tidak berpeng aruh parsial
0,05
berpeng aruh parsial
Ketera ngan
Kriteria 0,003 < 0,05 0,095 > 0,05 0,029 > 0,05
0,004 < 0,05
3,223 > 2,02269 1,713 < 2,02269 2,265 > 2,02269
-3.882 < 2,02269 0,000 <
3,040 > 2,02269
t-tabel 2,02269 2,02269 2,02269 2,02269
2,02269
Sig. 0,003 0,095 0,029 0,000
0,004
t-hitung 3,223 3,040 1,713
Dari tabel di atas diperoleh F hitung sebesar 13,228. Kemudian untuk menentukan F tabel dengan menggunakan tingkat keyakinan α = 5%, df 1 (jumlah variabel-1) atau 10-1=9, dan df 2(nk-1) atau 50-10-1 = 39 (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel independen), hasil diperoleh untuk F tabel sebesar 2,08. Sehingga didapatkan F hitung > F tabel, yaitu 13,228>2,08 dan signifikansi < 0,05 (0,000<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya bahwa variabel bentuk (X1), fitur (X2), penyesuaian (X3), kualitas kinerja (X4), kualitas penyesuaian (X5), ketahanan (X6), keandalan (X7), kemudahan perbaikan (X8), gaya (X9), dan desain (X10) secara bersama-sama (simultan)
2,265
a. Predictors: (Constant), x10, x4, x2, x7, x3, x5, x6, x1, x9, x8 b. Dependent Variable: y
Output Linier Regression (t – hitung) Coefficientsa
-3,882
Sum of Mean Squares df Square F Sig. a 1 Regression 554,578 10 55,458 13,22 ,000 8 Residual 163,502 39 4,192 Total 718,080 49
Model
Model
X1
ANOVAb
Hipostesis II : Diduga ada pengaruh secara parsial dalam kualitas produk, yang terdiri dari bentuk (X1), fitur (X2), penyesuaian (X3), kualitas kinerja (X4), kualitas penyesuaian (X5), ketahanan (X6), keandalan (X7), kemudahan perbaikan (X8), gaya (X9), dan desain (X10) terhadap keputusan pembelian mobil Daihatsu Xenia di PT Astra International Tbk-Daihatsu Malang. Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara individu (parsial) terhadap variabel terikat dilakukan dengan melakukan uji-t dengan kiteria pengujian sebagai berikut: - Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel - Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Sedangkan untuk mengetahui t tabel ditentukan dengan α = 5%:2 = 2,5% atau 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 50-10-1 = 39 ( n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel independen). Dengan pengujian 2 sisi (signifikasi = 0,05) hasil diperoleh untuk t ttabel sebesar 2,02269
X2
Anova (Pendeteksian F hitung)
Uji t
X3
Hipotesis I : Ada pengaruh secara simultan dalam variabel bentuk (X1), fitur (X2), penyesuaian (X3), kualitas kinerja (X4), kualitas penyesuaian (X5), ketahanan (X6), keandalan (X7), kemudahan perbaikan (X8), gaya (X9), dan desain (X10) terhadap keputusan pembelian (Y) mobil Daihatsu Xenia di PT Astra International Tbk-Daihatsu Malang. Adapun pengujian hipotesis penelitian hipotesis penelitian dengan menggunakan uji F, dengan kriteria sebagai berikut: - Apabila F hitung < F tabel maka Hipotesa nol (Ho) di terima dan Hipotesa alternatif (Ha) ditolak - Apabila F hitung >F tabel maka Hipotesa nol (Ho) di tolak dan Hipotesa alternatif (Ha) diterima
terhadap
X4
Uji F
mempunyai pengaruh signifikan keputusan pembelian diterima.
X5
ini. Akan tetapi dalam kriteria prosentase 71,4% dapat dikatakan cukup ideal atau cukup signifikan karena nilainya tidak sama dengan nol.
berpeng aruh parsial
Tidak berpeng aruh parsial berpeng aruh parsial
Tidak berpenga ruh parsial Tidak berpenga ruh parsial
0,000 < 0,05 0.052 > 0,05 0,002 < 0,05 0,639 > 0,05 0,484 > 0,05
4,949 > 2,02269 3,247 > 2,02269 -0,473 <2,02269 0,707 < 2,02269
2,007 < 2,02269
2,02269 2,02269 -2,02269 2,02269
2,02269
0,000 0,002 0,639 0,484
3,247 -0,473
X8
0,707
0,052
pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X5 (Kualitas Kesesuaian) adalah sebesar -3882< nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,000<0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho diterima, artinya variabel kualitas penyesuaian tidak mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X6 (Ketahanan) adalah sebesar 4,949 > nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,000<0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel ketahanan mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X7 (Keandalan) adalah sebesar 2,007 < nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,052>0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho diterima, artinya variabel keandalan tidak mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X8 (Kemudahan Perbaikan) adalah sebesar 3,247 > nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,002<0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak Ha diterima, artinya variabel kemudahan perbaikan mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X9 (Gaya) adalah sebesar -0,473 < nilai t tabel -2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,639>0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho diterima, artinya variabel gaya tidak mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X10 (Desain) adalah sebesar 0,707 < nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,484>0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho diterima, artinya variabel desain tidak mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). Jadi, berdasarkan hasil dari nilai t hitung dan t tabel dari masing-masing variabel kualitas produk maka variabel yang berpengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y) hanya variabel bentuk (X1), fitur (X2), kualitas kinerja (X4), ketahanan (X6) dan kemudahan perbaikan (X8).
X9
2,007
4,949
Yosi: Pengaruh Merek
X10
X7
X6
42
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel t hitung di atas, maka dapat diketahui untuk pengujian hipotesis kedua, antara lain: - Nilai thitung untuk variabel X1 (Bentuk) adalah sebesar 3,223 > nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,003<0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak Ha diterima, artinya variabel bentuk mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X2 (Fitur) adalah sebesar 3,040> nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,004<0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak Ha diterima, artinya variabel fitur mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X3 (Penyesuaian) adalah sebesar 1,713< nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,95>0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho diterima, artinya variabel bentuk tidak mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y). - Nilai thitung untuk variabel X4 (Kualitas Kinerja) adalah sebesar 2,265> nilai t tabel 2,02269 dan signifikasi < 0,05 (0,029<0,05) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak Ha diterima, artinya variabel kualitas kinerja mempunyai
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada analisa koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel kualitas produk yang terdiri dari bentuk, fitur, penyesuaian, kualitas kinerja, kualitas kesesuaian, ketahanan, keandalan, kemudahan perbaikan, gaya, dan desain mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen sebesar 68,90 % sedangkan sisanya sebesar 31,10 % dipengaruhi oleh variabel lain. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu perusahaan diharapkan terus meningkatkan kualitas produk khususnya atribut merek produk Daihatsu Xenia dengan cara meningkatkan variabel kualitas kesesuaian dan gaya.
DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari. 2007. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung : Alfabeta. Bungin, Burhan. 2005. Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Jakarta:Kencana. Darmawan, Deni.2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja RosdaKarya Ferrinadewi, Erna. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen. Yogyakarta : Graha Ilmu Huda, Nurul. 2012. Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Motor Scuter Matic Yamaha Di Makassar. Makassar: Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Hurriyati, Ratih.2008.Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: CV. Alfabeta. Idris, Hendra Noky Andrianto. 2013. Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek, Harga dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Jenis MPV Merek Toyota Kijang Innova Di Semarang. Semarang:Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Kotler, Philip dan Gary Amstrong. 2008. Prinsipprinsip Pemasaran. Jakarta : Erlangga. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid 2, Edisi ke-13. Jakarta: Erlangga.
43 Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid 2, Edisi ke-13. Jakarta : Erlangga. Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Jakarta : PT. Tema Baru. Priyatno, Duwi.2012.Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Saidani, Basrah dan Samsul Arifin. 2012. Pengaruh Kualitas Produk Dan Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Konsumen Dan Minat Beli Pada Ranch Market. Jakarta: Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) , Vol. 3 Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Setiadi, Nugraha J.2010.Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen.Jakarta:Kencana. Siregar, Syofian.2013.Statistik Parametik Untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara. Subroto, Budiarto. Pemsaran Industri. 2011. Yogyakarta: Andi Offset. Sugiyono.2009.Metode Penelitian Bisnis.Bandung :Alfabeta. Suharyadi dan Purwanto.2007. Statistika:Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba Empat. Sunyoto, Danang. 2013. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Deresan CT. Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2007. Service, Quality, dan Satisfaction . Yogyakarta : C.V Andi Offset. Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Bisnis. Yogyakarta: ANDI Offset. Uma, Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta:Salemba Empat Umar, Husein. 2002. Desain Penelitian Akuntansi Keperilakuan.Jakara: PT Raja Grafindo Persada. Widayat. 2004. Metode Penelitian Pemasaran. Malang; Universitas Muhammadiyah Malang. Wijaya, Tony.2009.Analisis Data Penelitian. Yogyakarta:Universitas Atma jaya. Yulie, Agnes. 2008. Presepsi Terhadap Kualitas Produk Daihatsu Xenia Dengan Kepuasan Konsumen. Semarang: Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENGOLAHAN DATA TRANSAKSI PERSEWAAN MOBIL DI NIKHO TOUR AND TRAVEL MALANG DENGAN MICROSOFT ACCESS Ahmad Fauzi Politeknik Negeri Malang
[email protected]
ABSTRACT Nikho Tour & Travel Malang is a car rental and travel company using a manual method in its data management. This manual system, however, had a drawback as it did not record rental and travel transaction data. This research discussed the development of an application to facilitate the rental data processing activities at Nikho tour and travel Malang. This research was an action research with four essential elements: planning, action, observation and reflection. The data collection methods used were interviews, observation, documentation, and questionnaires. The results of the application quality test using a questionnaire showed that the Microsoft Access application for transaction data processing could be beneficial for the company and had a user-friendly interface (100%). Based on this study it can be concluded that Microsoft Access application can be used to improve the data processing activities. Therefore, Nikho Tour & Travel Malang is recommended to use the application. Keywords: Microsoft Access, transaction, rental Kemajuan teknologi yang sangat pesat pada jaman sekarang ini mampu mempraktiskan segala jenis pekerjaan. Dan teknologi tersebut pun tumbuh dengan cepat dan luas. Salah satunya adalah komputer. Nikho Tour & Travel Malang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa yaitu persewaan mobil dan biro perjalanan atau travel yang memiliki fasilitas komputer, namun perusahaan masih menggunakan cara manual dalam pengolahan datanya, yaitu dengan form ataupun buku tulis. Kekurangan yang ada pada cara manual tersebut adalah tidak adanya data transaksi persewaan mobil dan travel secara lengkap dan masih menggunakan perhitungan kalkulator. Jika terjadi kesalahan pencatatan data akan dapat mengakibatkan kesimpangsiuran dalam administrasinya, sehingga data yang dihasilkan kurang akurat dan dapat menghambat pekerjaan, terutama dalam proses pembuatan laporan dalam menunjang kebutuhan pekerjaan di sebuah perusahaan khususnya pada bagian administrasi diperlukannya sebuah komputer
dan aplikasi pengolahnya. Aplikasi tersebut akan berguna dalam mengolah dan menyimpan seluruh data agar nantinya dapat digunakan seperlunya. Peneliti menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Access sebagai database dalam pembuatan program pada penelitian ini. Dalam hal ini pembuatan database pengolahan data transaksi persewaan mobil dan travel di Nikho Tour & Travel Malang diharapkan akan mampu melancarkan pekerjaan transaksi persewaan mobil dan travel untuk biro perjalanan domestik. Dilihat juga dari keadaan teknologi saat ini maka dirasa perlu untuk pembuatan sistem pengolah data agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan praktis. Kajian Pustaka Pengertian Pengolahan Data Elektronik Pengolahan data dengan menggunakan komputer terkenal dengan nama Pengolahan Data Elektronik (PDE) atau Electronic Data
44
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Processing (EDP). Data adalah kumpulan kejadian yang diangkat dari suatu kenyataan. Data dapat berupa angka-angka, huruf-huruf atau simbol-simbol khusus atau gabungan darinya. Data mentah masih belum bisa bercerita banyak, sehingga perlu diolah lebih lanjut. Pengolahan data (data processing) adalah manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti, berupa suatu informasi. Informasi (Information) adalah hasil dari kegiatan pengolahan data yang memberikan bentuk yang lebih berarti dari suatu kejadian. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengolahan Data Elektronik (PDE) adalah manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih berarti berupa suatu informasi dengan menggunakan suatu alat elektronik, yaitu computer (Jogiyanto, 2005:2-3). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pengolahan data elektronik (PDE) adalah perhitungan /transformasi data menjadi informasi yang diolah secara elektronik dengan menggunakan komputer. Pengolahan Data “Pengolahan data adalah serangkaian kegiatan, pikiran dan bantuan tenaga atau suatu peralatan yang mengikuti serangkaian langkah, perumusan data tersebut, bentuk susunan, sifat atau isinya menjadi lebih berguna” (http://kangom.blogspot.com/2009/08/sikluspengolahan-data.html Diakses pada 14 Januari 2014 pukul 14.15 WIB). Data merupakan bahan mentah untuk diolah, yang hasilnya kemudian menjadi informasi. Dengan kata lain, data yang telah diperoleh harus diukur dan dinilai baik buruknya, berguna atau tidak dalam hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Pengolahan data terdiri dari: a. Penyimpanan Data (data storage) Penyimpanan data meliputi pekerjaan pengumpulan (filing), pencarian (searching), dan pemeliharaan (maintenance). b. Penanganan Data (data handling) Penanganan data meliputi berbagai kegiatan, seperti pemeriksaan (verifying), perbandingan (comparing), pemilihan (sorting), peringkasan (extracting), dan penggunaan (manipulating). (Sutabri, 2005:21-22)
45 Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa, data adalah bahan mentah untuk diolah yang hasilnya kemudian menjadi sebuah informasi. Dan pengolahan data merupakan proses dalam menemukan informasi.
Microsoft Access Pengertian Microsoft Access “Microsoft Access merupakan program pengolahan database yang cukup populer dan banyak digunakan saat ini. Karena kemudahannya dalam pengolahan berbagai jenis database serta hasil akhir berupa laporan dengan tampilan dan desain yang menarik”. (Madcoms, 2011) “Microsoft Access merupakan sebuah program aplikasi basis data komputer relasional yang ditujukan untuk kalangan rumahan dan perusahaan kecil hingga menengah”. (Wahana Komputer, 2010:1) Pada umumnya, orang menggunakan Microsoft Access hanya untuk membuat objek tabel saja, padahal sebenarnya juga menyediakan fasilitas yang dapat digunakan untuk membuat objek Form, Query, maupun Report sebagai hasil akhirnya. Sekilas Tentang Database Database atau basis data merupakan sebuah media penyimpanan yang mutlak digunakan dalam membangun sebuah sistem. Database memudahkan para user/pengguna aplikasi dalam mengolah sebuah data yang sangat banyak. Pengolahan database dapat berupa penambahan data, pengeditan data dan penghapusan data. Pengolahan database dapat menghasilkan informasi yang sangat penting bagi instansi atau suatu organisasi berupa laporan-laporan, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. (Wahana komputer, 2010:7) “Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan lainya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya.” (Jogiyanto,2005:711) Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, database adalah media penyimpanan yang ada dalam komputer dan digunakan untuk mengolah sistem informasi.
46 Transaksi Transaksi adalah berbagai kegiatan yang terjadi sebagai bagian dari aktifitas bisnis, seperti penjualan, pembelian, penyimpanan, penarikan, pengembalian, dan pembayaran. Contohnya adalah data yang dihasilkan ketika perusahaan menjual sesuatu ke pelanggan secara kredit, baik dalam toko ritel ataupun melalui situs e-commerce di web. (O’Brien, 2005:338) “Transaksi adalah kegiatan yang mempengaruhi posisi keuangan perusahaan yang dapat diukur dengan satuan uang. Di dalam akuntansi, transaksi dikatakan valid atau sah, apabila dilengkapi dengan bukti transaksi”. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, transaksi merupakan kegiatan yang terjadi sebagai bagian dari aktifitas bisnis dan dapat mempengaruhi posisi keuangan di perusahaan. Peminjaman “Peminjaman berasal dari kata pinjam yang memiliki pengertian memberi sesuatu untuk dipakai sementara waktu, sesudah sampai waktunya harus dikembalikan”. (Publikasi_08.01.2354) Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pinjaman memiliki maksud pemberian sesuatu yang sifatnya sementara. Pengembalian “Pengembalian berasal dari kata kembali yaitu proses, cara, perbuatan mengembalikan, pemulangan, pemulihan”. (Publikasi_08.01.2354) Dari pengetian di atas dapat diartikan bahwa, pengembalian yaitu proses pemulihan sesuatu atas pinjaman yang sebelumnya dilakukan.
Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model dikembangkan untuk memahami persepsi pengguna dalam mengadopsi suatu inovasi teknologi informasi. Davis(1989) menyatakan bahwa keputusan untuk menggunakan teknologi informasi atau sistem informasi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a. Perceived usefulness (PU) adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan sistem informasi yang baru.
Ahmad: Pengolahan Data
b. Perceived ease-of-use (EOU) adalah persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan sistem informasi yang baru. Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna teknologi informasi terhadap penerimaan penggunaan teknologi informasi itu sendiri.
Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Tindakan (Action Research). Jenis penelitian ini adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja mengenai apa yang sedang dilaksanakan tanpa mengubah sistem pelaksanaannya. Dalam penelitian tindakan ini, peneliti melakukan sesuatu tindakan, eksperimen, yang secara khusus diamati terus-menerus, dilihat plus minusnya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat. (Arikunto, 2010:8) Penelitian tindakan ini dilakukan untuk membuat suatu aplikasi menggunakan Microsoft Access untuk bagian administrasi di Nikho Tour & Travel Malang agar lebih mudah. Gambaran Umum Program Gambaran umum program ini adalah menggunakan aplikasi Microsoft Access untuk pengolahan data transaksi persewaan mobil di Nikho Tour and Travel Malang. Aplikasi ini memiliki 3 halaman yaitu halaman awal yang berisi menu utama dari program transaksi persewaan mobil dan travel. Halaman kedua berisi laporan administrasi yang terdiri dari laporan data mobil, laporan data member, laporan pesan travel dan laporan sewa mobil. Kemudian halaman ketiga adalah halaman untuk pencarian laporan transaksi persewaan mobil dan travel menurut nomor member dan laporan bulanan. Gambaran tampilan aplikasi persewaan mobil dan travel adalah sebagai berikut:
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Gambar 1. Form Input Data Mobil (Sumber : Microsoft Access, data diolah, 2014) Uji Kualitas Program Aplikasi persewaan mobil dan travel ini diterapkan untuk bagian Data/Progress sehingga pengujian progam melalui lembar kuesioner dengan menggunakan teori TAM dilakukan terhadap ahli komputer dan karyawan pada bagian Data/Progress yaitu adminisitrasi. Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada pada 5 orang responden yang diolah dengan metode deskriptif, diperoleh hasil analisis jawaban dari responden sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan kepada 2 orang ahli komputer dan 3 orang calon pengguna aplikasi , yaitu sebagai berikut: 1. Aplikasi Microsoft Access untuk pengolahan data transaksi persewaan mobil dan travel dapat bermanfaat bagi perusahaan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 5 responden yang menjawab ya (100%). 2. Aplikasi Microsoft Access tersebut dapat memudahkan pekerjaan dalam mengolah data persewaan mobil dan travel sebelumnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 4 responden yang menjawab ya (80%) dan 1 responden menjawab cukup (20%). 3. Aplikasi Microsoft Access tersebut cukup meningkatkan kinerja. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 5 responden yang menjawab cukup (100%). 4. Aplikasi Microsoft Access tersebut dapat meningkatkan efektivitas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 3 responden yang menjawab ya (60%) dan 2 responden menjawab cukup (40%). 5. Aplikasi Microsoft Access tersebut telah sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hal ini
47 dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 4 responden yang menjawab ya (80%) dan 1 responden menjawab cukup (20%). 6. Aplikasi Microsoft Access tersebut mudah digunakan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 4 responden yang menjawab ya (80%) dan 1 responden menjawab cukup (20%). 7. Aplikasi Microsoft Access tersebut tidak memiliki tampilan yang rumit. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 5 responden yang menjawab ya (100%). 8. Aplikasi Microsoft Access tersebut telah jelas dan mudah dipahami. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 4 responden yang menjawab ya (80%) dan 1 responden menjawab cukup (20%). 9. Aplikasi Microsoft Access tersebut telah memiliki interface sistem yang interaktif dengan pengguna. . Hal ini dapat ditunjukkan dengan jawaban dari 4 responden yang menjawab ya (80%) dan 1 responden menjawab cukup (20%). Berdasarkan hasil analisa dengan kuesioner di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa program aplikasi Microsoft Access untuk Pengolahan Data Transaksi Persewaan Mobil di Nikho Tour and Travel bermanfaat dan mudah digunakan dalam mengolah data transaksi persewaan mobil dan travel serta dapat memberikan laporan transaksi dengan cepat, sehingga dapat membantu mengatasi kekurangan dari pengelolaan data sewa mobil dan travel sebelumnya. Penutup Simpulan Nikho Tour & Travel Malang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa yang memiliki kantor utama di Jalan Untung Suropati Selatan No. 1 Malang. Produk pelayanan yang diberikan yaitu paket tour, tiket pesawat, hotel voucher, shuttle airport, persewaan mobil, travel. Penelitian ini dilakukan untuk membuat suatu program aplikasi transaksi persewaan mobil dan travel di Nikho Tour & Travel Malang. Dalam penelitian Action Research ini, dilakukan 4 siklus dengan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pembuatan program aplikasi telah difokuskan dalam pengolahan data transaksi persewaan
48 mobil di Nikho Tour & Travel Malang dengan menggunakan Aplikasi Microsoft Access. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat diamati bahwa proses pengolahan data transaksi persewaan mobil dan travel masih menggunakan cara manual seperti pencatatan data penyewa mobil dan pemesanan travel serta tidak adanya pembuatan laporan. Setelah peneliti membuat sebuat aplikasi transaksi persewaan mobil dan travel dapat dinyatakan bahwa program Access yang dibuat efisien terhadap proses pembuatan laporan yang dilakukan secara cepat, efisien dalam pengoperasian program Access yang telah dibuat, efisien dalam pemakaian program dengan kapasitas yang tidak terlalu besar serta efisien dalam proses penghitungan pengolahan data transaksi persewaan mobil dan travel. Hal tersebut didukung dengan hasil dari penyebaran kuesioner yang ditujukan kepada para ahli komputer dan calon pengguna yang menyatakan bahwa program aplikasi Microsoft Access untuk Pengolahan Data Transaksi Persewaan Mobil di Nikho Tour and Travel bermanfaat dan mudah digunakan dalam mengolah data transaksi persewaan mobil dan travel. Saran Dari penelitian di atas, dapat diberikan saran yaitu : a. Diharapkan agar Nikho Tour and Travel Malang untuk menggunakan cara pengolahan data transaksi dengan program Access. b. Melakukan back up secara periodik untuk mencegah data-data hilang, aplikasi pengolahan data transaksi persewaan mobil dan travel ini bersifat rahasia, oleh karena itu perlu diperhatikan keamanannya agar tetap terjaga dari pihak yang tidak berkepentingan.
Ahmad: Pengolahan Data
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Jogiyanto. 2005. Pengenalan Komputer. Yogyakarta: Andi. Komputer, Wahana. 2010. Membuat Aplikasi Database Terapan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Madcoms. 2011a. Mahir Dalam 7 Hari Microsoft Access 2010. Yogyakarta: Andi. McLeod, Raymond dan George. 2004. Sistem Informasi Manajemen. Edisi Delapan. Jakarta: Indeks. O’Brien, James A. 2005. Pengantar Sistem Informasi. Jakarta: Salemba Empat. Prasetyo, Addin Wahyu. 2013. Sistem Informasi Persewaan Studio Musik pada Home Industri MM Studi Banjarnegara. Publikasi_09.12.3744. Restuari, Dwi Nanda. 2013. Perancangan Sistem Informasi Pengolahan Data Penyewaan Mobil Satrio Langit Transport. Publikasi_10.12.5173. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi. Technology Acceptance Model (TAM) Sebagai Model Pendekatan Untuk Implementasi Sistem Informasi Manajemen TKI. Technology Acceptance Model (TAM). Trishastuti, Arip. 2011. Sistem Informasi Rental Buku/Dvd Berbasis Billing Online: Studi Kasus Nirwana Comic and Anime Rental. Publikasi_08.01.2354. Wikipedia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Penyewaan Diakses pada 14 Januari 2014 pukul 14.05 WIB).
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
MEMPERSIAPKAN MAHASISWA VOKASI MENUJU KESUKSESAN GLOBAL: DARI KECAKAPAN WIRAUSAHA, PENGUASAAN BAHASA , DAN KEPEKAAN BUDAYA Kun Aniroh Muhrofi-G Universitas Merdeka Malang
[email protected] ABSTRACT The 21st century is signed by the high competition in many sectors including the human resources. Many young people with good education background from many countries including college students (henceforth vocational students) in Indonesia are interested in having global careers. For the time being government has less attention to vocational students compared to academic students in terms of the provision of lecturers, scholarship for the students and other facilities. Consequently the opportunity for vocational students to have international internship or to continue their study on the applied sciences is not as many as that for academic students. The coming ASEAN Economic Community, Asia Pacific and other international communities qualify the internationally standardized human resources. The qualifications have to be prepared since the students at the college in the fields of entrepreneurial skills covering self management, language mastery for communication skills and cultural sensitivity for equipping the students to take part in diverse global community. Keywords: vocational students, global success, entrepreneurial skill, language mastery, cultural sensitivity Karir global sekarang ini menjadi magnit bagi orang-orang muda di banyak negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pendidikan yang menyelenggarakan program dan kegiatan internasional. Disamping hal tersebut permintaan akan kerjasama internasional baik itu diprakarsai oleh lembaga pendidikan di dalam negeri atau luar negeri membuat internasionalisasi lambat laun mempengaruhi pola pikir dosen maupun mahasiswa. Salah satu program yang populer diantara mahasiswa vokasi adalah magang atau praktek kerja ke luar negeri. Dari kegiatan ini mahasiswa vokasi tidak hanya mendapatkan pengalaman dalam dunia kerja yang bernuansa internasional tetapi juga betul-betul bekerja. Program lain yang dilakukan oleh organisasi internasional seperti praktek kerja di organisasi masyarakat di negara berkembang maupun negara maju yang disponsori oleh pemerintah atau dibiayai sendiri oleh mahasiswa mempengaruhi mereka untuk bekerja di luar negeri. Kasus di Indonesia mahasiswa vokasi hingga saat ini masih kurang diperhatikan oleh pemerintah dalam hal
beasiswa dan fasilitas-fasilitas lain bila dibandingkan dengan mahasiswa S1, tetapi kondisi ini tidak mematahkan semangat mahasiswa vokasi dan para dosen untuk mengantarkan mereka berkarir di dunia global. Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun depan, komunitas Asia Pasifik dan komunitas internasional lainnya mensyaratkan sumberdaya yang terstandar internasional. Sebuah survei on-line lebih dari 200.000 orang di 189 negara yang diterbitkan oleh Boston Consulting Group, konsultan manajemen dan The Network, agen pencari kerja menemukan bahwa dua pertiga responden menginginkan bekerja di luar negeri dan satu diantara lima responden sudah mendapatkannya (http://www.economist.com/ news/business-and-finance/21624059, p1). Survei ini menunjukkan bahwa karir global lambat laun akan menjadi pilihan bagi orang muda dengan berbagai latar belakang pendidikan, termasuk mahasiswa vokasi. Survei lain menunjukkan bahwa setengah dari lulusan perguruan tinggi (54%) berasal dari negara-
49
50 negara dengan pasar yang sedang tumbuh atau E7 (Brasil, China, India, Indonesia, Meksiko, Rusia, dan Turki) dibandingkan dengan 46 % dari negara-negara industri atau G7(Kanada, Perancis, Jerman, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat. Sepuluh tahun yang akan datang prosentase mahasiswa akan naik menjadi 60 % di negara-negara E7. Walaupun negara-negara ini akan menikmati pengalaman ekonomi yang sehat jumlah lulusan perguruan tinggi yang dihasilkan akan melebihi kesempatan kerja yang tersedia (global talent pdf.p8-9). Hal ini berarti akan ada perpindahan sumberdaya manusia berbakat dari negaranegara E7 ke negara-negara G7 karena kurangnya kesempatan kerja di negara-negara E7. Apakah arti hal ini bagi pendidikan tinggi vokasi Indonesia? Sebagai salah satu anggota negara E7 Indonesia khususnya pendidikan tinggi vokasi harus mempersiapkan mahasiswanya untuk berkompetisi di dunia global. Hal ini sungguh merupakan suatu kebutuhan yang harus dipertimbangkan. Forum komunikasi pendidikan tinggi vokasi Indonesia akan berusaha untuk hal tersebut dan akan menindak lanjuti dengan kegiatan-kegiatan lain sebagai upaya mengantarkan mahasiswa vokasi siap untuk mendapatkan karir global. Pidato sambutan tentang life ready,work ready and world ready yang berhubungan dengan sistem pembelajaran dan kurikulum pendidikan tinggi vokasi, persiapan sumberdaya trampil untuk memenangkan kompetisi global, dan pendidikan tinggi vokasi dalam perspektif kedaulatan bangsa oleh para ahli menginspirasi mereka yang peduli terhadap pendidikan tinggi vokasi Indonesia (Konggres Nasional Pendidikan Tinggi Vokasi,28 Oktober 2014). Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk mengantar mahasiswa vokasi memenangkan kompetisi global. Makalah ini akan menitikberatkan pada ketrampilan atau kecakapan wirausaha, penguasaan bahasa dan kepekaan budaya yang akan sangat bermanfaat dalam kompetisi global. Pentingnya Mempunyai Kecakapan Wirausaha Kecakapan wirausaha tidak hanya milik mereka yang akan menjadi wirausahawan atau pengusaha tetapi juga sangat penting bagi mahasiswa vokasi., dan bagi mereka yang ingin berhasil dalam karir mereka. Ada beberapa sifat
Kun: Mempersiapkan Mahasiswa
wirausahawan yang dapat dijadikan sebagai contoh. Berdasarkan pengalaman mengirimkan mahasiswa parktek kerja ke luar negeri Diploma III-IV Pariwisata Universitas Merdeka Malang masalah yang dihadapi adalah kurangnya kecakapan wirausaha. Hal ini terjadi sebelum mahasiswa berangkat dan setelah mereka berada di luar negeri pada bulan pertama sampai tiga bulan. Pergi keluar negeri memerlukan waktu yang panjang dan kadang melelahkan karena membutuhkan waktu persiapan paling sedikit dua sampai enam bulan. Kendala non teknis dan administrasi yang berhubungan dengan tes kesehatan dan waktu tunggu yang lama membuat mahasiswa mengundurkan diri. Salah satu yang membuat mereka tetap semangat adalah cerita tentang pengalaman kakak kelas dan keinginan kuat mereka untuk pergi ke luar negeri mencari pengalaman (Official notes of On-the Job Training of Diploma III and IV Program 20032014). Tabel di bawah ini menggambarkan kecakapan wirausaha Sifat-sifat optimis Individu mempunyai visi inisiatif pengendalian diri berpendirian teguh Kecakapan Interpersonal
Kecakapan berpikir kritis dan kreatif
Kecakapan praktis
Management skills
motivasi dan kepemimpinan kecakapan komunikasi kecakapan mendengarkan hubungan personal negosiasi etika berpikir kreatif pemecahan masalah kemampuan mengenali kesempatan penentuan tujuan perencanaan dan pengorganisasian pembuatan keputusan kecakapan mengatur waktu dan mengelola orang
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
kecakapan sebagai tim dan individu kemampuan tugas multi kemampuan bekerja dibawah tekanan kemampuan mengambil resiko kemampuan membuat jaringan dan kontak
(Diadaptasi dari http://www.mindtools.com dan http://www.bioscience.heacademy.ac.uk, 2014) Kemampuan Bahasa Inggris Merupakan Keharusan Mari kita lihat bahasa Inggris seperti apa yang diperlukan dalam kompetisi global. Sebagai salah satu contoh industri perhotelan yang memiliki 7 posisi dari staf yunior, staf senior, staf dengan kecakapan multi, penyelia, manajer muda, manajer madya, eksekutif dan CEO. Terkecuali staf yunior, semua posisi memerlukan kecakapan berbahasa Inggris yang dalam hal ini TOEIC, dan mereka juga memerlukan bahasa Inggris untuk tujuan khusus atau English for Specific Purpose yang berhubungan dengan administrasi umum, kepemimpinan, pelatihan, keuangan, manajemen, kantor depan, tata graha, produk makanan dan minuman, dan pelayanan makanan dan minuman (Workplace Qualification Framework of Hotel Industry, 2003). Kondisi ini mengharuskan pembelajaran tentang isi atau content dalam bahasa Inggris menjadi sangat penting utamanya bagi mahasiswa vokasi Untuk mengantisipasi hal ini pembelajaran isi dalam bahasa Inggris harus diakomodasi sedemikian rupa karena mahasiswa harus mahir dalam bahasa Inggris untuk mendukung karir mereka. Bahasa Inggris apa yang diperlukan bergantung pada karir mereka kelak yang mereka inginkan ( Muhrofi-G p.82) Diantara negara-negara ASEAN Indonesia adalah paling besar penduduknya dalam namun bahasa persatuan ASEAN bukan bahasa Indonesia tetapi bahasa Inggris. Hal ini sudah disetujui oleh negara-negara anggota ASEAN. Dalam hal pengembanagan sumberdaya
51 manusia salah satu prioritas adalah pelaksanaan mendukung pembelajaran bahasa-bahasa di negara ASEAN dan mendukung pertukaran ahli bahasa , mendukung penguasaan bahasa Inggris sehingga warga ASEAN dapat berkomunikasi secara langsung dan ikut berpartisipasi dalam masyarakat internasional (ASEAN Socio-Cultural Community Blue Print p12-13). Bahasa Inggris di Indonesia adalah bahasa asing sementara di Singapura, Malaysia, Brunei dan Pilipina adalah bahasa kedua. Dari posisi ini Indonesia ketinggalan jauh dalam penguasaan bahasa Inggris. Salah satu cara untuk menanggulangi hal ini bagi mahasiswa vokasi a merevitalisasi proses belajar mengajar dengan selalu mengikuti perkembangan industri dan mengecek Standar Kompetensi Nasioanal Indonesia yang dapat digunakan sebagai pemetaan dan mengevaluasi kembali kurikulum yang sudah ada. Agar tidak ketinggalan terlalu jauh dalam penguasaan bahasa Inggris mengirimkan mahasiswa vokasi untuk praktek kerja atau program pertukaran ke luar negeri merupakan program yang sangat strategis. Dengan lingkungan semacam ini ada nuansa keharusan untuk mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis dan pada saat yang sama juga belajar kemampuan wirausaha dan budaya yang amat penting sebagai kunci sukses dalam kompetisi global. Pengetahuan dan Kecakapan Kepekaan Budaya Dalam isu pengajaran bahasa Inggris yang sekarang ini adalah kecakapan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis, pembelajaran budaya diprediksi menjadi kecakapan yang berikutnya. Seperti yang disampaikan Tomalin bahwa pembelajaran budaya termasuk memahami budaya, bagaimana mengembangkan kepekaan budaya dan kecakapan budaya. Hal ini termasuk bagaimana Anda membangun kesadaran budaya, berhubungan dengan budaya lain dan melakukannya secara berhasil dalam berhubungan dengan orang yang berbeda budaya (Tomalin,B. 2008, p.1). Hal ini sesuai dengan kondisi perpindahan sumberdaya dari satu negara ke negara lain yang membuat komunikasi antar bangsa menjadi lebih mudah. Salah satu contoh adalah negosiasi antara orang Jepang dan orang Barat ketika berhubungan dalam hal pasar internasional, dan salah satu
52 hal yang paling berharga adalah Anda harus paham dengan adat istiadat sosial dasar negara tersebut (Hirschkorn 2014,p.1).Seorang teman Jepang menceritakan bahwa sopan santun merupakan hal yang sangat penting ketika seseorang melakukan pendekatan bisnis atau kerjasama. Menundukkan badan adalah bahasa tubuh yang sangat baik dan cara melakukannya adalah sampai rekanan Jepang tidak ada di depan kita, dan itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan. Ada juga kiat mempelajari tentang filosofi Budha ketika akan berhubungan dengan rekanan Jepang. Pentingnya mengetahui kepekaan budaya dapat dilihat dari fakta perusahaan nasional dalam mempekerjakan orang asing. Ketidaktepatan dalam menjalankan normanorma akan berdampak pada masalah yang serius. Kaput(2013,p.1) menyatakan bahwa perusahaan sering mempekerjakan orang asing dan kelompok orang asing karena operasinya telah sampai ke tingkat global, dan perusahaan mendapatkan keuntungan dari pasar baru di negara lain. Hal ini membuat kepekaan budaya dalam bisnis lebih penting dari waktu sebelumnya. Menyepelekan norma budaya suatu negara dapat melukai perasaan pelanggan penting dan menjauhkan atau mengasingkan pegawai di negara lain dan bahkan dapat mengakibatkan pengurangan produk dan pelayanan penjualan. Contoh lain berhubungan dengan komunikasi yang salah yang dapat mengakibatkan pemborosan waktu dan masalah komunikasi tidak hanya disebabkan oleh kurangnya penguasaan bahasa tetapi juga budaya (Siftar, Miriam, 2013, p.1). Hal tersebut diatas pernah dialami oleh Diploma III-IV Pariwisata Universitas Merdeka Malang saat menirimkan mahasiswa ke hotel bintang 6 di kota Muscat, Oman pada tahun 2009. Hotel tersebut mempekerjakan staf dari 48 negara. Hal ini merupakan tantangan besar bagi para pengajar dalam membekali mahasiswa akan pengetahuan dan kecakapan budaya yang pada saat itu belum terpikirkan dengan baik. Dengan semakin bertambahnya migrasi dan perkembangan jumlah pekerja multibudaya pengetahuan, kecakapan dan kepekaan budaya hendaknya menjadi prioritas untuk dipelajari.
Kun: Mempersiapkan Mahasiswa
Penutup Dunia global berari karir global, dan ini akan dialami oleh mahasiswa vokasi dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Banyak program dan kegiatan yang harus dipertimbangkan dan segera dilaksanakan. Kecakapan wirausaha, penguasaan bahasa khususnya bahasa Inggris dan kepekaan budaya adalah bagian dari program yang dapat mendorong dan mempercepat mahasiswa vokasi memenangkan persaingan global apabila diimplementasikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Entrepreneurial Skills: The Skills You Need to Build a Great Business http://www.mindtools.com Hirschkorn, Jenny. 2014 Business etiquette: the importance of cultural sensitivity. Available at http://www.telegraph.co.uk/sponsored/ business/sme-home/businesstips/10607741/business-etiquette-culturalsensitivity.html How the new geography of talent will transform human resources strategies. global talent.pdf Kaput. Michael Batton 2013, The Importance of Cultural Sensitivity in Business Dealings Available at http://smallbusiness.chron.com/ importance-cultural-sensitivity-businessdealings-20503.htm Konggres Nasional Pendidikan Tinggi Vokasi,28 Oktober 2014Yogyakarta: Universitas Gajah Mada . Muhrofi- G Kun A, 2013 ESP: Anticipating Indonesia Qualification Framework From Compatible to Obligatory Content. Proceeding of International ELITE Conference UIN Maliki Malang, Official notes of On-the Job Training of Diploma III and IV Program 2003-2014 Skilled workers are nowadays eager to work abroad Oct 10th 2014 | Business and finance http://www.economist.com/news/busines s-and-finance/21624059, Socio-Cultural Community Blue Print. 2013.Cetakan kedua. Jakarta : Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementrian Luar negeri Republik Indonesia
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Siftar, Miriam. 2013 Cultural Awareness Training: A New 'must' for Business. Available at http://www.bizjournals.com/ philadelphia/blog/guest-comment/2013 Tomalin, Barry. 2008. Culture-the fifth language skills. Created 29 September 2008. Available at www. teachng english.org.uk What are regarded as entrepreneurial skill? http://www.bioscience.heacademy.ac.uk Workplace Qualification Framework of Hotel Industry, 2003
53
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN KEMASAN BERBASIS PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PADA PENGRAJIN KERAMIK DINOYO BINAAN POLITEKNIK NEGERI MALANG KOTA MALANG
Ita Rifiani Permatasari, Politeknik Negeri Malang
[email protected]
ABSTRACT Malang, a city in East Java, besides being popular as an education city and a tourist destination is famous for its ceramic products. The center of ceramic crafts in Malang is Kampung Wisata Keramik Dinoyo, which has been designated as a tourism village. In the 1970s until the 1980s, Dinoyo ceramics were very well known, including abroad, but then its popularity began to decline and some ceramics industries in the area even went bankrupt. The program aimed to help overcome the problems the SMEs of Dinoyo Malang Ceramics had. The problems faced by ceramics entrepreneurs were (1) unstable production quality and (2) uninteresting product packaging. The purpose of this activity was to increase the quality of the SMEs’ products and packaging so that it can compete and increase sales. The program used a method of training and mentoring which were conducted for three months in Dinoyo village, Kecamatan Lowokwaru, Malang. Keywords: ceramics, quality products and packaging Dalam kondisi perekonomian Indonesia yang tidak menentu mengakibatkan perusahaanperusahaan besar mengalami kebangkrutan dan kehancuran. UKM, justru dapat bertahan dan bahkan dapat menghasilkan devisa. Disamping itu, sektor UKM melalui perannya mampu menjadi penggerak perekonomian daerah/lokal dalam penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha baru. Kota Malang di Jawa Timur selain terkenal sebagai kota pendidikan dan kota tujuan wisata,juga terkenal dengan produksi keramiknya. Sentra kerajinan keramik kota Malang adalah di Kampung Wisata Keramik Dinoyo, yang ditetapkan sebagai kampung wisata. Pada era tahun 1970 sampai tahun 1980 an, keramik Dinoyo sangatlah terkenal, hingga keluar negeri, tetapi setelah itu perlahan-lahan mulai mengalami penurunan, bahkan ada beberapa yang sudah gulung tikar. Sejak lama, warga Kelurahan Dinoyo yang terletak di Jalan MT Haryono Gg XI ini telah memproduksi kerajinan keramik sebagai
mata pencarian. Akhirnya pada tahun 2010 lalu diresmikanlah wilayah ini sebagai Kampung Wisata Keramik Dinoyo oleh Pemerintah Kota Malang, dan sebagai sarana untuk meningkatkan promosi maka pada tahun 2011 diadakan Festival Keramik yang diikuti 52 stand pengrajin keramik Di sentra kerajinan yang terletak di Jl MT Haryono XI, sekitar 20 meter ke arah barat setelah pertigaan Dinoyo ini, terdapat sekitar 30 toko yang menjual kerajinan keramik khas kota Malang. Baik peralatan dapur, perlengkapan terapi, atau hiasan unik. Keramik yang termasuk peralatan dapur diantaranya seperti mug, gelas, cangkir, piring kecil, dan poci. Perlengkapan terapi seperti cawan kecil, dan wadah air. Sedangkan keramik untuk hiasan rumah seperti vas bunga, asbak, guci, tempat tisu, dan berbagai hiasan unik lainnya. Agar bisa bersaing dengan keramik yang berasal dari Cina,maka perlu diadakan pengabdian tentang kualitas produk dan kemasan produk keramik, untuk dapat
54
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
meningkatkan penjualan dan meningkatkan kemampuan bersaing. Rumusan Masalah Perumusan masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas produk dan kemasan pada pengrajin keramik Dinoyo Malang binaan posdaya Polinema Tinjauan Pustaka Pengertian Produk Pengertian produk ( product ) menurut Kotler & Armstrong, (2001: 346) adalah “segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan”. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Produk dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Tingkatan Produk Menurut Sunarto,2004, perencanaan produk harus memikirkan produk dan jasa dalam tiga tingkatan, yaitu: 1. Produk Inti Tingkatan yang paling dasar adalah produk inti. Tingkatan ini menjawab pertanyaan Apa yang benar-benar dibeli oleh konsumen? Produk inti terdapat di pusat produk total. Produk inti tersebut terdiri dari berbagai manfaat pemecahan masalah yang konsumen cari ketika membeli produk tertentu. Oleh karena itu, dalam mendesain produk, para pemasar harus lebih dulu mendefinisikan manfaat inti yang akan diberikan oleh produk tersebut kepada konsumennya. 2. Produk Aktual Produk aktual perlu dibangun di berbagai posisi yang dekat dengan produk inti. Produk aktual tersebut
55 minimal harus mempunyai lima sifat: tingkatan kualitas, fitur, desain, merek, dan kemasan. Hal ini mampu memberikan manfaat inti yaitu cara yang mudah dan berkualitas tinggi untuk menangkap kejadian-kejadian penting. 3. Produk Tambahan Terakhir perencana produk tersebut harus membangun produk tambahan di sekitar produk inti dan aktual dengan cara menawarkan layanan dan manfaat tambahan bagi konsumen, misalnya memberikan garansi. Itulah alasannya mengapa produk bukanlah sekedar kumpulan dari fitur berwujud. Konsumen cenderung melihat produk sebagai paket manfaat yang rumit yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Ketika merancang produk para pemasar harus lebih dahulu mengidentifikasi kebutuhan inti konsumen yang akan dipenuhi oleh produk tersebut. Kemudian mereka mendesain produk aktual dan mencari cara menambah manfaat produk tersebut untuk menciptakan paket manfaat yang paling memuaskan konsumen (Kotler & Armstrong, 2001: 348). Kualitas Produk (Product Quality) Goets dan Davis (1994) dalam Tjiptono (2004) merumuskan bahwa “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi / melebihi harapan”. Konsep itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh produk mampu memberi persyaratan / spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Menurut Kotler dan Armstrong, (2001:354) “kualitas produk yaitu kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya, meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya.”
56 Kemasan Produk Kemasan dapat didefinisikan sebagai seluruh kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk. Kemasan meliputi tiga hal, yaitu merek, kemasan itu sendiri dan label. Ada tiga alasan utama untuk melakukan pembungkusan, yaitu: 1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan kemanfaatan. Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen. Produk-produk yang dikemas biasanya lebih bersih, menarik dan tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca. 2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing. Kemasan merupakan satusatunya cara perusahaan membedakan produknya. 3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan laba perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin. Dengan kemasan yang sangat menarik diharapkan dapat memikat dan menarik perhatian konsumen. Selain itu, kemasan juga dapat mangurangi kemungkinan kerusakan barang dan kemudahan dalam pengiriman. Hermawan Kartajaya, seorang pakar di bidang pemasaran mengatakan bahwa teknologi telah membuat packaging berubah fungsi, dulu orang bilang “Packaging protects what it sells (Kemasan melindungi apa yang dijual).” Sekarang, “Packaging sells what it protects (Kemasan menjual apa yang dilindungi).” Dengan kata lain, kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau wadah tetapi harus dapat menjual produk yang dikemasnya. Tujuan dan Manfaat Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan ini adalah a. Memberikan bimbingan dan pendampingan tentang pentingnya kualitas produk dan kemasan produk agar dapat meningkatkan daya saing produk pengrajin keramik Dinoyo.
Ita: Peningkatan Kualitas Produk
b.
Memberikan bimbingan dan pendampingan pentang pentingnya kualitas produk dan kemasan produk agar dapat meningkatkan penjualan produk pengrajin keramik Dinoyo.
Manfaat Kegiatan Manfaat dari pengabdian ini adalah : a. Kelompok Pengrajin Keramik Dinoyo akan dapat membuat kualitas produk yang baik sehingga dapat bersaing dan dapat meningkatkan penjualan. b. Kelompok Pengrajin Keramik Dinoyo akan dapat membuat kemasan produk yang baik sehingga dapat bersaing dan dapat meningkatkan penjualan.
MATERI DAN METODE Khalayak Sasaran Yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah: Pemilik dan pekerja pengrajin keramik di jl.MT Haryono XI sebanyak 10 orang. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan yang ditawarkan adalah tatap muka dengan cara : a. Ceramah, yang meliputi teori dan informasi tentang kualitas produk dan kemasan produk. b. Diskusi/tanya-jawab, yang dikaitkan dengan kualitas produk dan kemasan produk. c. Pemecahan masalah/kasus, berdasarkan pengalaman yang ada. Rancangan Evaluasi Rancangan evaluasi yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat sehingga akan didapatkan suatu metode yang tepat untuk melaksanakan pelatihan. Hal-hal yang akan dievaluasi dalam kegiatan ini adalah efektivitas, ketepatan, kemampuan untuk mengerti dan menerapkan kualitas produk dan kemasan produk. Pembahasan dan Hasil Pembahasan Pemberian Materi Pelatihan diberikan secara berkelompok pada 15 orang, yang dilakukan di halaman sebuah pabrik keramik
57
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
yang sudah lama tidak berproduksi. Materi yang diberikan adalah tentang Kualitas Produksi dan Kemasan Produk. Disamping pemberian materi juga dilakukan pendampingan dan diskusi, untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Setelah pemberian Materi dilakukan diskusi, untuk mengidentifikasi permasalahan yang dialami selama ini.
Hasil Hasil dari pengabdian dengan judul Bimbingan dan Penyuluhan tentang Kualitas Produk dan Kemasan Produk agar dapat Meningkatkan Daya Saing dan Penjualan Produk pada UKM Keramik hal paling penting yang dihadapi adalah kualitas bahan baku dalam hal ini tanah liat, yang semakin mahal, juga perlu kemampuan membuat beragam desain yang disukai konsumen. Proses produksi juga menjadi penting agar mendapatkan produk yang berkualitas yang disukai oleh konsumen. Kemasan juga menjadi penting, terutama karena sifat keramik yang mudah pecah, sehingga diperlukan desain kemasan yang kuat tetapi tetap indah dipandang. Kesimpulan Dari hasil monitoring dan evaluasi kegiatan maka dapat diambil kesimpulan: 1. Untuk meningkatkan kualitas produk, salah satunya adalah ditentukan oleh kualitas bahan baku dalam hal ini tanah liat. 2. Untuk meningkatkan kualitas produk, maka harus mengurangi tingkat cacat produk, dengan meningkatkan pengawasan produk. 3. Kemasan produk harus dirancang ulang sesuai dengan standar kemasan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Amstrong, dkk. 2008. Prinsip - Prinsip Pemasaran Edisi Keduabelas Jilid 1 Jakarta: Penerbit Erlangga. Kotler, Philip. 1990. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan Implementasi Dan Pengendalian, Jilid 2. Jakarta: Erlangga Kotler & Armstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid I. Jakarta: Erlangga. Marianne, Sandra. 2007. Desain Kemasan. Jakarta: Erlangga. Sunarto. 2004. Prinsip-prinsip Pemasaran. Yogyakarta: Universitas Sarjanawiya. Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran Jilid III. Yogyakarta: PT. Andi.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENTINGNYA PEMAHAMAN TENTANG ERGONOMI BAGI MAHASISWA SEBAGAI CALON PEMILIK USAHA DAN TENAGA KERJA Farika Nikmah Politeknik Negeri Malang ABSTRACT Students are prospective business owners and employees, meaning that they will be involved in particular occupations. The students, in this case referring to those studying in Business Administration Department, State Polytechnic of Malang, are expected to be employed to handle management and office work. The work activities will include typing, copying, archiving, and other office activities. The activities are done by sitting, standing, or alternately sitting and standing and often deal with office equipment such as computers, copiers, telephones, fax machines, and others. In those activities, ergonomics is important because work activities neglecting ergonomic will cause inconvenience, high costs, accidents, illnesses, and reduced performances. Therefore, it is necessary that the students to understand ergonomics before they work or do business. Keywords: ergonomics, work activities Ergonomi adalah ilmu kerja (science of work), juga merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya (OSHA dalam Moekidjat, 2008). Ilmu ini membahas tentang manusia yang sedang bekerja dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dari pekerjaan tersebut. Tidak hanya pekerjaan yang berpotensi bahaya lebih besar seperti pada bagian produksi di suatu perusahaan, pertambangan, bengkel namun pemahaman tentang ergonomi wajib dimiliki oleh tenaga kerja di seluruh bidang tugas. Sejalan dengan kemajuan teknologi, bahwa di seluruh bidang kerja selalu bersentuhan dengan teknologi. Artinya bahwa teknologi sebagai penunjang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas pada berbagai jenis pekerjaan. Dampak positif pasti sejalan dengan munculnya juga dampak negatif. Seperti penggunaan komputer, pekerjaan menjadi lebih cepat selesai, hasilnya lebih akurat dan rapi, namun juga memberi dampak negatif bagi pekerja jika pekerja tersebut menggunakan komputer dengan tidak memperhatikan faktor ergonomi. Tidak hanya komputer, bagi pekerja di bagian administrasi, sekretaris dimana sebagian besar waktu dalam bekerja meliputi kegiatan
menghimpun, mencatat, menggandakan, mengirim, menerima dan mengarsip dokumen, tata letak (layout) kantor, terutama lingkungan kerja terdekat seperti posisi meja, kursi, peralatan penunjang lainnya juga penting. Hal itu karena pekerjaan yang dilakukan terkait satu dengan lainnya. Dalam menyusun draft dokumen, memerlukan komputer, dimana dalam aktivitas pekerjaan ini terdapat kegiatan mengetik yang memerlukan posisi ergonomis agar tidak merasa capek yang berlebihan, postur tubuh menjadi kurang bagus, yang semua efek tersebut akan dirasakan dalam jangka panjang, maka harus dilengkapi dengan meja dan kursi yang mendukung. Seperti yang terjadi pada mahasiswa. Harus merubah perilaku yaitu perilaku yang berbasis pada keselamatan (behavior based savety). Meskipun sudah mendapat materi tentang ergonomi, dan pentingnya kenyamanan postur tubuh saat bekerja, tetap saja sering melakukan seperti membaca sambil tidur, dengan adanya laptop menjadikan terbiasa mengetik dilakukan dengan tengkurap selonjor, atau bahkan termakan oleh promosi produk yang sebenarnya produk tersebut tidak diciptakan berdasarkan prinsip ergonomi, seperti sepeda motor dimana cara menyetirnya
58
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
harus dengan membungkuk yang jelas akan memberikan efek pegal pada bagian punggung. Hal itu tidak menjadi pertimbangan ketika memilih produk, asal terlihat keren Mahasiwa tidak aware terhadap kesehatan tubuh untuk jangka panjang, hanya berfikir bahwa ketika melakukan sekarang dan tidak ada ruginya, maka kesalahan itu akan dilakukan berulang- ulang pada akhirnya menjadi kebiasaan yang membudaya. Dari penjelasan di atas, bahwa ergonomi merupakan bidang yang tidak hanya berlaku pada salah satu bidang kerja, tapi juga menyentuh keseluruhan bidang kerja, maka penting bagi mahasiswa yang pada kasus ini dikhususkan bagi mahasiswa dengan latar belakang pendidikan sosial, untuk diberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap ergonomi yang sebenarnya adalah bermanfaat untuk diri mereka sendiri ketika masuk pada dunia kerja. Mahasiswa memahami tentang savety culture, karena semua demi meningkatkan kualitas kerja yaitu meningkatkan keselamatan, kesehatan, dan produktivitas kerja. KEPUSTAKAAN Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah praktek dalam mendesain peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja. (Moekidjat, 2008). Ergonomi adalah suatu ilmu tentang manusia dan usahanya untuk meningkatkan kenyamanan dalam lingkungan kerjanya. (Nurmianto, 2004). Menurut Tarwaka (2004) ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi ntuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktifitas atau beristirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ergonomi adalah segala usaha manusia untuk menuju lebih baik dalam menciptakan kenyamanan kerja.
59 Tujuan Ergonomi Menurut Tarwaka (2004) tujuan penerapan ergonomi adalah : 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja; 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif; 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Prinsip Ergonomi Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau pekerjaan meskipun ilmu tentang ergonomi terus mengalami kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah. Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja, terdapat 12 prinsip ergonomi yaitu: Bekerja dalam posisi atau postur normal Mengurangi beban berlebihan Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan Minimalisasi gerakan statis Minimalisasikan titik beban Mencakup jarak ruang Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti Mengurangi stres Pekerjaan Perkantoran Pekerjaan kantor (office work) atau pekerjaan administratif (clerical work) meliputi penyampaian keterangan secara lisan dan pembuatan warkat-warkat tertulis dan laporan-
60 laporan sebagai cara untuk meringkaskan banyak hal dengan cepat guna menyediakan suatu landasan fakta bagi tindakan kontrol dari pimpinan. (Moekijat, 2008) Lebih lanjut, yang termasuk pekerjaan kantor menurut Sukoco (2007), sebagai berikut : a. Mengumpulkan/menghimpun, yaitu kegiatan mencari dan mengusahakan tersedianya segala keterangan yang tadinya belum ada atau berserakan di mana-mana, menjadi siap dipergunakan bila mana diperlukan b. Mencatat, yaitu kegiatan membubuhkan dengan berbagai macam peralatan sesuai dengan perkembangan teknologi modern dan kebutuhan keterangan yang diperlukan, sehingga wujudnya langsung siap pakai c. Mengolah, yaitu macam-macam kegiatan mengerjakan keterangan dengan maksud menyajikan dalam bentuk yang lebih berguna d. Menggandakan, yaitu kegiatan memperbanyak dengan berbagai cara dan alat, sebanyak jumlah yang diperlukan e. Menyimpan, yaitu kegiatan menaruh atau melekatkan dengan berbagai cara dan alat tempat tertentu sehingga sistematis dan aman Prosentase Pekerjaan Kantor Menurut Terry (2005) prosentase pekerjaan kantor untuk menunjang tugas utama perusahaan adalah : Prosentase No Jenis Kegiatan (%) 1 Typing 24,6 2 Calculating 19,5 3 Checking 12,3 4 Filling 10,2 5 Telephoning 8,8 6 Duplicating 6,4 7 Mailing 5,5 8 Others 12,7 TOTAL 100 TELAAH Mahasiwa adalah anak-anak muda yang memiliki motivasi, idealisme untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik di masa depan. Kualitas hidup yang baik salah satunya adalah memiliki pekerjaan yang sesuai dengan
Farika: Pentingnya Pemahaman
bidang dan merasa mencintai akan pekerjaan tersebut. Seringkali mahasiswa memulai hidup yang lebih baik, menata waktu dan diri adalah pada saat memulai atau awal masuk pada dunia kerja. Tidak pada saat mereka sedang kuliah, dimana apa yang disampaikan oleh pengajar baik materi mata kuliah ataupun nasehat hanya setengah-setengah atau bahkan sambil lalu diperhatikan dan dijalankan. Seperti halnya materi tentang ergonomi, yang sebenarnya sangat penting untuk diketahui karena nantinya jika terjun ke dunia kerja hal inilah yang selalu dihadapi setiap hari karena ergonomi melekat dengan aktifitas kerja yang dilakukan. Terlebih jika dikaitkan dengan kepentingan kesehatan pribadi untuk jangka panjang, bekerja dengan mengikuti prinsip ergonomi memberikan manfaat bagi tubuh seperti tidak merasa cepat capek, menjaga postur tubuh tetap ideal, dan tentunya tubuh tidak menjadi sakit karena rutinitas pekerjaan. Telaah tentang ergonomi dikhususkan pada mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang sebagai subyek pengamatan. Harapan output mahasiswa jurusan Administrasi Niaga terserap pada bidang-bidang kerja perkantoran, sehingga mata kuliah disusun sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang harus dimiliki sebagai calon tenaga kerja. Materi ergonomi diselipkan pada beberapa topik pada mata kuliah, seperti Keyboarding Skill, Korespondensi Bisnis, Kesekretariatan, Business Typing, Laporan Bisnis, dan Simulasi Bisnis. Berdasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Terry (2005) bahwa pekerjaan perkantoran jika dilihat dari prosentase aktifitas perharinya meliputi kegiatan mengetik, menghitung, memeriksa, mengarsip, bertelepon, menggandakan, korespondensi dan lain-lain. Maka, disampaikan pemahaman tentang ergonomi dalam menjalankan beberapa pekerjaan tersebut, yaitu : 1. Posisi duduk dalam bekerja Sebagian besar pekerjaan perkantoran dilakukan dengan duduk, maka penting untuk mengetahui posisi duduk yang benar sehingga terhindar dari penyakit punggung, cedera dan gangguan fisik yang lain. Posisi duduk yang benar ketika bekerja adalah :
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Gambar 1. Contoh Posisi Duduk yang Benar Saat Bekerja - Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu kebelakang. Paha menempel di dudukan kursi dan pantat harus menyentuh bagian belakang kursi. - Memusatkan beban tubuh pada satu titik agar seimbang dan diusahakan tidak boleh membungkuk - Posisi kaki berada pada alas kaki yang dapat bebas bergerak dan fleksibel - Istirahat setiap 30-45 menit dengan cara berdiri, peregangan sesaat, atau berjalanjalan di sekitar meja kerja untuk mengembalikan kesegaran tubuh agar dapat tetap berkonsentrasi dalam bekerja 2. Posisi Mengetik Menggunakan Komputer Materi ini disampaikan pada mata kuliah Keyboarding Skill, yaitu mahasiswa diwajibkan mampu mengetik membuta dengan lancar menggunakan teknik sepuluh jari. Tujuan dari kegiatan ini salah satunya adalah membagi secara rata beban pada masing-masing jari sehingga tidak hanya pada dua jari telunjuk kanan dan kiri yang biasa disebut mengetik sebelas jari.
Gambar 2. Contoh Posisi Benar dan Salah pada saat Mengetik
61
Gambar 3. Contoh Posisi Benar dan Salah pada saat Memegang Mouse Posisi yang benar pada saat mengetik dan memegang mouse tampak pada gambar di atas, yaitu : - Pergelangan tangan dengan telapak tangan sejajar, pergelangan tangan lemas, seperti mengambang dan tidak tegang - Siku dalam posisi bebas menggantung. - Menekan tombol dengan tenang, dan perlu diingat bahwa sedang mengetik, bukan memukul tombol keyboard - Selalu ingat untuk melemaskan jari-jari dan lengan pada saat tidak sedang mengetik. Serta disampaikan pemahaman bahwa jika mengetik tidak dilakukan dengan posisi yang benar, akan menyebabkan cedera tangan disebabkan oleh sendi yang terjepit dan otot yang tegang. Gejala yang muncul yaitu kesemutan, kram, nyeri hingga mati rasa. 3. Posisi berdiri dalam bekerja Posisi berdiri adalah posisi dimana tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bagi sekretaris, administrator, kasir, customer service, terdapat beberapa pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri dan duduk secara berulang-ulang. Seperti pada saat melayani konsumen atau nasabah, menggandakan dokumen dalam jumlah yang banyak, menemani tamu atau pimpinan ke suatu tempat atau acara, dan aktifitas yang lainnya. Bekerja dengan posisi berdiri terus-menerus akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, yang dapat menyebabkan kaki sakit, pembengkakan
62
Farika: Pentingnya Pemahaman
kaki, varises, kelelahan otot umum, nyeri pinggang serta kekakuan pada leher dan bahu sehingga diperlukan posisi berdiri yang benar dengan menerapkan ergonomi, yaitu : - Membagi beban yang sama pada kedua kaki, dengan cara berdiri tegak dan tidak membiarkan satu kaki menekuk - Berdiri bebas, tidak bersandar di dinding - Sesekali berpindah tempat, sehingga member kesempatan pada bagian-bagian kaki untuk bergerak - Pada saat berjalan, ayunkan kaki dengan ringan tidak menyeret - Bahu tidak membungkuk, dada dibusungkan dengan wajar Selain usaha di atas, untuk mendukung penerapan ergonomi menjadi maksimal adalah pemilihan bentuk dan ukuran sepatu yang sesuai dengan ukuran kaki. Apabila sepatu tidak pas (sempit) maka jari kaki, mata kaki dan bagian telapak kaki akan bengkak. Untuk itu diperlukan sepatu ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki, bukan kaki yang direpotkan untuk menahan sepatu. Ukuran sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki demi menghindari kaki cepat lelah. Pada Jurusan Administrasi Niaga Polinema, telah diterapkan aturan tentang penggunaan sepatu yang ergonomis sesuai dengan kebutuhan kerja di waktu mendatang dengan membiasakan mahasiswa memakai sepatu yang sesuai pada saat perkuliahan. KESIMPULAN Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar karyawan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaannya. Penerapan ergonomi menyentuh keseluruhan bidang kerja, mengingat setiap aktifitas kerja selalu berpotensi risiko. Penting bagi mahasiswa untuk memiliki pemahaman tentang ergonomi, karena mahasiswa adalah calon-calon pemilik usaha dan tenaga kerja, yang pada setiap gerakan dalam menjalankan aktifitas pekerjaannya nanti harus dilakukan secara benar dengan
menerapkan ergonomi. Hal itu untuk kemanfaatan jangka panjang, terutama bagi diri mereka sendiri yang berkaitan dengan kesehatan tubuh, menjaga postur tubuh, serta keselamatan kerja. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Perlunya penyampaian informasi, materi dan masukan dari institusi melalui pengajar untuk mentransfer ilmu tersebut disela-sela materi perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA Sukoco, Badri Munir. 2007. Manajemen Administrasi Perkantoran Modern. Erlangga: Jakarta Moekijat. 2008. Administrasi Perkantoran. Mandar Maju: Jakarta Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press: Surakarta Nurmianto, E. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya : Jakarta Terry, George R. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MICROSOFT POWERPOINT UNTUK MENUNJANG PROSES BELAJAR MENGAJAR PADA GURU SD NEGERI MERJOSARI III LOWOKWARU, MALANG Tri Istining Wardani Politeknik Negeri Malang ABSTRACT The purpose of this community service activity was to provide training in using Microsoft PowerPoint and to equip teachers with up-to-date science and technology knowledge to help them improve the quality of learning support services, especially their presentation skills to the students. The activity was carried out in Merjosari III Elementary School, Lowokwaru Malang using knowledge transfer, discussion and questions and answers, and problem discussion methods. The result of this community service activity was an increase in the participants’ utilization of science and technology to support their teaching and learning activities to improve the quality of their service to the students. Keywords:
Microsoft PowerPoint, Teaching and Learning, Elementary School Teachers
SD Negeri Merjosari III – Malang adalah salah satu SD Negeri di lingkungan kelurahan Merjosari yang cukup diminati masyarakat. Dengan jumlah siswa sebanyak 171 orang dan dibimbing oleh sejumlah 7 orang guru tetap (4 orang sudah ter-sertifikasi) dan 4 orang guru tidak tetap diharapkan SD Negeri Merjosari III – Malang akan mampu mengemban fungsinya melayani masyarakat melalui para siswa dalam bidang pendidikan. Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi pada era global seperti sekarang ini, untuk memaksimalkan mutu layanan pembelajarannya sudah selayaknya seorang guru terus berupaya mencari terobosan baru untuk mengembangkan diri dengan meningkatkan produktifitas dan efektifitas proses belajar mengajar melalui teknologi informasi. Dijelaskan oleh Yuniarti dan Ali (2008) bahwa perkembangan ilmu dan teknologi pada bidang informasi dan komputer dalam proses pembelajaran melibatkan 3 (tiga) unsur yaitu: (1) Penyediaan sarana dan prasarana berupa hardware dan software, (2) Sumber daya manusia, dan (3) Pengembangan sumber belajar. Pemanfaatan teknologi secara maksimal oleh seorang pengajar terhadap
ketiga unsur di atas dalam suatu proses belajar mengajar, menjanjikan peluang yang luar biasa untuk mengembangkan proses belajar mengajar yang semakin produktif dan efisien. Ketiga unsur tersebut tentu saja mempunyai hubungan yang sangat erat. Pemanfaatan hanya sebagian unsur saja, misalnya sarana prasarana hardware dan software sudah tersedia dengan baik, tetapi apabila sumber daya manusia tidak memiliki kesiapan yang memadai dalam menjalankannya, maka proses belajar mengajar dan pelayanan terhadap siswa tidak akan bisa berjalan dengan maksimal. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap cara penanganan sarana penunjang belajar mengajar guru-guru SD Negeri Merjosari III - Malang, serta wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah serta beberapa perwakilan guru, diperoleh beberapa informasi sebagai berikut : (1) Semua guru sudah memiliki laptop, tetapi mereka masih belum memiliki kompetensi dalam memanfaatkan beberapa aplikasi dasar yang disediakan Microsoft Office untuk menunjang kegiatan penunjang pembelajaran (2) Menyampaikan materi pelajaran di depan siswa adalah merupakan tugas pokok seorang
63
64 guru, namun faktanya hampir semua guru belum belum menguasai teknik presentasi yang efisien menggunakan software Microsoft PowerPoint. Untuk mempertajam analisa permasalahan yang terjadi pada kegiatan penunjang pembelajaran berdasarkan aspek Mutu Layanan dari unsur Sumber Daya Manusia, berikut ini disajikan informasi komponen Penunjang Pembelajaran yang disajikan dalam bentuk matrix mengadopsi sisi SWOT (Strengths – Weaknesses – Opportunities - Threats). Tabel 1 : Analisa SWOT terhadap KomponenPenunjang Pembelajaran SD NEGERI Merjosari III – Lowokwaru, Malang Komponen Penunjang Pembelajaran Analisis Strengths : - Merupakan Sekolah Dasar dengan status sebagai Sekolah Negeri dengan NSS: 101056104012 - Memiliki ruang kelas, lapangan bermain, taman dan ruang guru yang memadai. - Memiliki fasilitas buku dan alat pendidikan dengan jumlah yang memadai - Semua guru sudah memiliki Laptop pribadi - Sedang mempersiapkan 1 kelas laboratorium komputer untuk fasilitas belajar mengajar siswa. - Rasio antara jumlah Guru-Tetap dan Guru tidak Tetap ( 11 guru kelas dan 1 Kepala Sekolah) dengan Siswa yang cukup memadai (171 : 11) = 15,5 % Analisis Weaknesses : - Guru belum memiliki kemampuan untuk menggunakan aplikasi komputer dengan maksimal - Guru (unsur Sumber Daya Manusia) belum memanfaatkan kemudahan yang disediakan aplikasi dalam komputer untuk meningkatkan efisiensi pelayanan kepada siswa. Seperti misalnya: penggunaan aplikasi presentasi Microsoft PowerPoint untuk menunjang tugas utama seorang guru dalam penyampaian materi pembelajaran ataupun tugas lain yang memerlukan ketrampilan presentasi.
Tri: Pembuatan Media Pembelajaran
Analisis Opportunities : Tersedianya sebagian besar komponen belajar yang diperlukan dalam suatu proses pembelajaran misalnya : Jumlah rasio guru yang cukup memadai (people), Fasilitas buku dan alat pendidikan (materials), Laptop pribadi (devices), Gedung dan Ruang kelas yang memadai (setting), SD NEGERI Merjosari III – Lowokwaru, Malang memiliki peluang untuk meningkatkan pelayanannya terhadap siswa dengan cara meningkatkan efisiensi pelayanan terhadap siswa dengan meningkatkan aplikasi iptek untuk menunjang proses belajar mengajar. Silalahi (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, memaksimalkan pemanfaatan media yang ada untuk membantu proses pembelajaran bisa disebut sebagai bentuk pemecahan masalah belajar . Analisis Threats : Dengan tidak mengadopsi cara yang lebih efisien dalam meningkatkan mutu layanan kepada siswa dalam rangka menyiapkan sarana penunjang pembelajaran, khususnya dalam hal penyampaian materi pembelajaran dengan memanfaatkan kemajuan iptek untuk penyusunan media pembelajaran sehingga penyampaian kepada siswa menjadi lebih efisien, daripada hanya sekedar menuliskannya di papan tulis. Dengan adanya kelemahan tersebut, dalam jangka panjang dikawatirkan Mutu Layanan kepada siswa akan menjadi semakin merosot. Sumber : SD Negeri Merjosari III – Malang, 2013 (data diolah) RUMUSAN MASALAH Dari uraian tersebut di atas, permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana meningkatkan ketrampilan presentasi guru SD Negeri Merjosari III Lowokwaru, Malang dalam rangka meningkatkan mutu layanan penunjang pembelajaran kepada siswa ?” TINJAUAN PUSTAKA PERAN TEKNOLOGI DALAM DUNIA PENDIDIKAN Globalisasi menyebabkan pergeseran paradigma semua kegiatan di berbagai lini
65
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
kehidupan manusia, tidak terkecuali bidang pendidikan untuk menjadi lebih efisien. Hal ini didukung dengan peran teknologi informasi yang semakin berkembang dan memberikan fasilitas yang tidak terbatas untuk menyederhanakan kegiatan yang sebelumnya dilakukan berulang-ulang (looping) sehingga membuang waktu, biaya dan tenaga menjadi suatu proses yang jauh lebih ringkas (efficient) dengan memanfaatkan peran teknologi. Perkembangan teknologi informasi mempunyai peran yang sangat besar dalam bidang pendidikan. (Ali, 2009) mengelompokkannya dalam 7 aspek yaitu: (1) Peningkatan produktivitas, (2) Alat bantu (Media) pembelajaran, (3) Akses informasi, (4) Manajemen pendidikan, (5) Penelitian, (6) Kerja kolaborasi, dan (7) Hiburan. Dijelaskan dalam aspek ke-1 bahwa untuk meningkatkan produktivitas suatu proses pembelajaran dalam dunia pendidikan, teknologi informasi telah terbukti mampu melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan pengolahan data menjadi informasi, serta proses pendistribusian informasi tersebut dalam batas ruang dan waktu. Selanjutnya (Ali, 2009) juga menjelaskan bahwa meningkatan produktivitas dalam dunia pendidikan melalui teknologi informasi dapat dilakukan melalui beberapa aplikasi dasar komputer (software) yang terdapat di bawah Microsoft Office seperti misalnya: Pengolah kata (Word), Pengolah angka ( Spreadsheet), Pengolah presentasi (PowerPoint), Pengolah gambar ( Graphic), Pengolah suara dan video, dan Pengolah data statistik. Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh guru di SD Negeri Merjosari III – Malang yang berkaitan dengan cara meningkatkan ketrampilan presentasi dalam rangka meningkatkan mutu layanan penunjang pembelajaran kepada siswa, maka yang sesuai untuk menjawab rumusan masalah adalah dengan memanfaatkan keunggulan fasilitas yang dimiliki oleh aplikasi Microsoft PowerPoint. APLIKASI PENGOLAH PRESENTASI Microsoft PowerPoint merupakan perangkat lunak yang mudah dan sering digunakan untuk membuat media pembelajaran. Di dalam PowerPoint terdapat menu-menu yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan
mengembangkan media pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif dan lebih menyenangkan. Pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) kali ini akan dijelaskan langkah-langkah pembuatan media pembelajaran interaktif yang dilengkapi dengan evaluasi. Bagian-bagian penting yang akan dijelaskan pada PKM ini meliputi: 1. Pembuatan Slide Master 2. Pengisian Konten/Materi Pelajaran 3. Pembuatan Evaluasi dan Daftar Pustaka 4. Penambahan Animasi Teks, Gambar dan Video 5. Penambahan Hyperlink PEMBUATAN SLIDE MASTER Langkah-langkah pembuatan slide master: Buka program Microsoft PowerPoint 2007 1. Klik menu Insert >> kemudian klik Shapes, pilih Rectangles.
2. Letakkan kursor pada bagian atas slide presentasi, tariklah dari pojok kiri atas sampai dengan pojok kanan sehingga diperoleh hasil seperti berikut.
3. Untuk mengganti warna (shape fill), shape outline maupun shape effect, klik dua kali
66
Tri: Pembuatan Media Pembelajaran
pada kotak yang baru saja dibuat, kemudian pilih opsi yang terdapat pada ribbon Shapes Styles. Misalnya shape outline kotak berwarna pink tadi diganti dengan outline yang lebih tebal.
9. Klik menu Insert kemudian klik Shapes, pilih Action Buttons: Home.
4. Kita akan mulai membuat tombol-tombol interaktif, dengan cara : Klik menu Insert kemudian klik Shapes, pilih Pentagon. 5. Letakkan kursor di kanan bawah, tekan dan tahan sehingga diperoleh tampilan seperti berikut. 6. Untuk mengganti warna, klik dua kali pada bentuk Pentagon, Kemudian lakukan langkah-langkah seperti pada no.4. Pilih warna sesuai keinginan, misalkan dipilih warna Kuning. 7. Selanjutnya, Klik menu Insert kemudian klik Shapes, pilih Rounded Rectangles untuk membuatlah Kotak-Menu dengan ukuran yang proporsional sesuai dengan lebar slide, dan letakkan pada bagian atas slide presentasi. Pada bagian ini Anda juga dapat mengganti warna sesuai dengan keinginan. 8. Tekan Ctrl+D (Duplicate) untuk menggandakan Kotak-Menu tersebut sebanyak 4 kali. Aturlah dengan mouse (geser kanan/kiri/atas/bawah) sehingga diperoleh tampilan seperti berikut.
10. Kemudian letakkan di kanan atas slide presentasi. Lanjutkan dengan memilih Hyperlink to: First Slide. Klik OK apabila sudah selesai.
11. Klik menu Insert kemudian klik Shapes, pilih Equation Shapes: Multiply. Letakkan di pojok kanan atas. Gantilah warnanya menjadi merah.
Sehingga menjadi tampilan slide akan nampak sebagai berikut :
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
12.
Selanjutnya kita akan menambahkan navigasi slide presentasi. Klik menu Insert kemudian klik Shapes, pilih Block Arrows: Left Arrows untuk arah kiri dan Block Arrows: Right Arrows untuk arah kanan. Letakkan di pojok kanan bawah. Gantilah warnanya sesuai keinginan Anda.
Sehingga menjadi tampilan slide akan nampak sebagai berikut :
13. Klik kanan pada Kotak-Menu, PILIH Edit Text, isikan dengan teks TOPIK. Dengan cara yang sama isikan untuk kotak menu yang lain, yaitu KOMPETENSI, TUJUAN, MATERI, EVALUASI dan DAFTAR PUSTAKA, sehingga diperoleh tampilan berikut. Pada langkah ini Anda dapat mengatur ukuran dan warna teks.
67
14. Tambahkan teks yang dibuat di luar slide presentasi, kemudian letakkan/geser pada bagian atas slide presentasi dengan cara Klik menu Insert, pilih Text Box. Misalnya akan menambahkan Teks berikut ini : SDN MERJOSARI 3 MALANG Media Pembelajaran Seni Budaya Kelas VI
15. Template presentasi Anda sudah lengkap. Langkah berikutnya adalah, template tersebut akan dipindahkan ke Slide Master dengan cara : - Tekan Ctrl+A untuk menyeleksi semua objek pada slide presentasi kemudian tekan Ctrl+X. - Buka menu View, pilih Slide Master, pilih slide yang paling atas setelah itu Ctrl+V. - Kembalikan ke Normal View, caranya klik menu View Normal. - Sampai dengan langkah ini Slide Master sudah berhasil dibuat, dan setiap kali New Slide kita akan memperoleh template presentasi yang sudah dibuat. - Jangan lupa untuk selalu menyimpan file Anda. PENGISIAN KONTEN/MATERI PELAJARAN Berikut ini langkah-langkah pembuatan konten/materi pelajaran. 1. Pada halaman pertama slide pertama, tuliskan informasi : Topik Media Pembelajaran, Semester, Kelas dan Penyusun media pembelajaran. Atur sesuai keinginan Anda (rata kiri/kanan/tengah), dengan cara : Klik Insert > pilih Text Box.
68 Apabila ingin menambahkan gambar maka : Klik Insert > pilih Picture dan arahkan ke tempat Anda meletakkan file-file gambar. 2. Klik kanan pada Slides, plih New Slide. - Tambahkan teks untuk SK/KD. Sesuaikan dengan Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar Anda. Gunakan menu Insert > kemudian pilih Text Box. - Tambahkan slide untuk slide TUJUAN, kemudian lakukan hal yang sama untuk mengisi teks pada slide tersebut. - Untuk mengatur jenis dan ukuran teks gunakan menu utama Home > pilih pada Ribbon Font (Jenis Huruf dan ukuran huruf). 3. Tambahkan slide untuk slide MATERI. - Isikan materi pelajaran sesuai dengan data Anda. Untuk mengisi materi pelajaran gunakan menu Insert > kemudian pilih Text Box. - Tambahkan slide jika Anda menginginkan slide masih kurang. Ulangi langkah ini sampai semua materi pelajaran Anda dapat dimuat di slide presentasi. - Jangan lupa untuk selalu menyimpan file Anda. - Pada Slide Contoh, Materi diasumsikan terdiri dari 5 slide, yaitu Slide Fungsi Seni Musik, Slide Jenis-Jenis Alat Musik Berdawai, Slide Jenis-Jenis Alat Musik Ritmis, Slide Apresiasi Karya Seni, dan Slide Musik dan Lagu Nusantara. PEMBUATAN EVALUASI P ada bagian ini akan dijelaskan langkah-langkah pembuatan evaluasi dengan memberikan 2 macam soal, yaitu : Soal-1 Uraian dan Soal-2 Pilihan Berganda 1. Tambahkan slide baru. Klik kanan pada slide > pilih New Slide. 2. Klik Insert > pilih Text Box > Ketikkan semua Soal-1 Uraian Lakukan hal yang sama untuk mengetikkan Soal-2 Pilihan Berganda 3. Buat slide baru untuk mengisikan Jawaban dari Soal-1 Uraian. Lakukan hal yang sama untuk mengisikan Jawaban dari Soal-2 Pilihan Berganda 4. - Pilih kembali slide yang berisi SOAL 1. Blok pada teks LIHAT JAWABAN, klik kanan pilih Hyperlink.
Tri: Pembuatan Media Pembelajaran
- Pilih slide yang berisi jawaban SOAL 1. Sesuaikan dengan slide yang sudah dibuat. Klik OK jika sudah selesai. - Untuk mengecek apakah link sudah dibuat berhasil atau tidak, tekan Shift+F5. Jika sudah benar tekan ESC, untuk kembali ke slide semula. 8. Untuk membuat soal kedua, ketiga dan seterusnya lakukan langkah yang sama seperti langkah 3.1. 9. Jika semua soal telah dibuat, selanjutnya Anda tambahkan slide baru, yaitu slide DAFTAR PUSTAKA. 10. Jangan lupa untuk selalu menyimpan file Anda PENAMBAHAN ANIMASI TEKS, GAMBAR DAN VIDEO Animasi dalam PowerPoint penting untuk menarik perhatian audiens dan membuat presentasi lebih interaktif, tidak membosankan dan lebih menyenangkan. Namun demikian, penggunaan animasi yang berlebihan justru akan mengaburkan isi presentasi. Gunakan animasi teks dan gambar seperlunya saja. Dalam PowerPoint terdapat 2 jenis animasi utama yang dapat digunakan, yaitu: - Animasi slide transition (perpindahan antarslide) - Custom Animation (untuk animasi teks dan gambar) Anda dapat memilih jenis animasi untuk teks yang dibuat sesuai dengan keinginan. Namun demikian, usahakan agar animasi yang digunakan konsisten dan jangan terlalu banyak jenis animasi dalam satu slide. Pada langkah ini akan dijelaskan penambahan animasi pada teks, dan gambar. Selain itu, akan dijelaskan juga cara memasukkan video pada slide presentasi PowerPoint. 1. Klik kembali slide 1 yang berisi informasi media pembelajaran. Klik dua kali pada teks yang ingin ditambahkan efek dan animasi teks. 2. Perhatikan kanan atas pada menu Format. 3. Pilih WordArt Styles sesuai dengan keinginan Anda. PENAMBAHAN HYPERLINK Setelah semua slide lengkap dan animasi sudah ditambahkan pada slide, maka langkah
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
selanjutnya adalah menambahkan Hyperlink pada Slide Master. Dengan Slide Master maka kita cukup membuat satu kali Hyperlink pada menu dan navigasi di semua slide. 1. Klik menu View, pilih Slide Master. 2. Pilihlah slide paling atas dari slide presentasi yang tersedia. 3. Blok pada simbol HOME, klik kanan lalu pilih Hyperlink. 4. Pilih Place in This Document, klik pada Slide 1, karena Slide 1 berisi slide paling depan dari slide presentasi. Klik OK jika sudah dipilih. 5. Dengan cara yang sama lakukan untuk menu TOPIK, KOMPETENSI, TUJUAN, MATERI, EVALUASI & DAFTAR PUSTAKA. 6. Misalnya untuk hyperlink pada slide TOPIK seperti berikut. TOPIK di-link-kan ke Slide 2. Klik OK jika sudah dipilih. Jika semua menu sudah dibuat hyperlink-nya, maka pada bagian navigasi juga perlu ditambahkan hyperlink. Caranya, klik pada gambar navigasi ke slide sebelumnya dan sesudahnya. 7. Pilih menu Insert, klik Actions. 8. Pilih: Hyperlink to: Previous Slide. Klik OK jika sudah selesai. 9. Lakukan cara yang sama untuk navigasi ke slide berikutnya. Klik OK jika sudah selesai. 10. Terakhir, lakukan untuk tombol Close. Pilih tombol Close. 11. Pilih menu Insert, klik Actions. Pilih: Hyperlink to: End Show. Klik OK jika sudah selesai. 12. Klik menu View, pilih Normal View kembali. 13. Tekan F5 untuk melihat hasil seluruh slide presentasi yang Anda buat. MENGGUNAKAN FASILITAS EXTENDED DESKTOP SAAT PRESENTASI Ketika kita sedang melakukan presentasi dengan Powerpoint dalam waktu yang sama kita dapat mengerjakan hal lain pada komputer kita (misal Sambil presentasi kita mengedit file Excel atau lainnya) tanpa harus keluar dari slideshow. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengaktifkan Extended Desktop. Menggunakan fasilitas ini caranya sangat mudah, tapi masih sangat jarang dilakukan Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Pastikan LCD Projector aktif dan telah terhubung dengan laptop anda.
69 2. Atur Display Setting A. Windows XP Buka Control Panel > Display > Setting. Aktifkan (klik) Secondary Display. Beri tanda seleksi (centang) pada “Extend my Windows desktop onto this monitor” Klik „Apply‟, „OK‟. B. Windows 7 Pada Windows 7 konsep dasarnya sama dengan Windows XP, hanya langkahnya sedikit lebih simple. Buka Control Panel Klik Connect to a Projector pada menu Hardware and Sound > Pilih (klik) Extend. 3. Atur Setting Slide Show pada Powerpoint Aktifkan Ms. Office Powerpoint (Sebagai contoh: Office 2007). Klik menu „Slide Show‟, „Set Up Slide Show‟, beri tanda seleksi pada „Show Presenter View‟, klik „OK‟ (Perhatikan gambar di bawah). Jika kita membuka file*pps, slide show hanya akan terlihat di monitor yang dipancarkan oleh LCD projector, dan kita dapat membuka file/program lain pada laptop sementara slide show tetap berjalan. TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN TUJUAN KEGIATAN Tujuan dari pengabdian pada masyarakat ini adalah : 1. Memberikan pelatihan dalam bidang iptek, khususnya aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint untuk membantu para guru meningkatkan mutu layanan penunjang pembelajaran dalam hal ketrampilan presentasi kepada siswa. 2. Membekali para guru dengan pengetahuan iptek yang sesuai dengan perkembangan jaman. MANFAAT KEGIATAN Manfaat yang diharapkan dari pengabdian pada masyarakat ini adalah : 1. Bagi lembaga, terjalinnya kerja sama dengan pihak luar dan sebagai salah satu bentuk kepedulian Politeknik Negeri Malang pada program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam upaya mengembangkan
70 Sumber Daya Manusia (guru) pada bidang ilmu pengetahuan dan komputer. 2. Bagi institusi, mendapatkan pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya tentang aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint untuk menunjang efisiensi kerja seorang guru agar supaya mutu layanan terhadap siswa akan meningkat. MATERI DAN METODE KHALAYAK SASARAN Sebagai sasaran dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini adalah Kepala sekolah dan tenaga pengajar (guru) SD Negeri – Merjosari III, Lowokwaru – Malang. METODE PKM Metode yang digunakan dalam kegiatan PKM ini adalah : Alih Pengetahuan Alih pengetahuan diberikan dengan metode penyampaian materi aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint, meliputi serangkaian topik yang akan menunjang pencapaian efisiensi penyampaian materi pembelajaran dengan ketrampilan presentasi yang lebih baik. Diskusi dan Tanya Jawab Dilaksanakan untuk memberikan ruang kepada khalayak sasaran dalam memahami lebih lanjut tentang materi yang disampaikan serta membantu membangun hubungan yang lebih erat antara pelaksana PKM dan khalayak sasaran. Pembahasan Masalah Dalam kegiatan ini khalayak sasaran akan diberikan sejumlah latihan soal sesuai dengan materi yang telah diberikan untuk mempersiapkan mereka terhadap bermacammacam variasi masalah yang bisa diselesaikan dengan aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint. RANCANGAN EVALUASI Rancangan evaluasi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : Evaluasi sebelum kegiatan PKM Menganalisis situasi dengan menjadikan kepala sekolah dan para tenaga pengajar (guru) sebagai sasaran wawancara, dimana dilengkapi dengan interview guide untuk memudahkan
Tri: Pembuatan Media Pembelajaran
dalam pengumpulan data dan informasi. Isi dari interview guide adalah seputar kegiatan pengelolaan nilai maupun administrasi data siswa yang selama ini dilakukan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menilai sampai sejauh mana para tenaga pengajar (guru) memanfaatkan peralatan teknologi yang telah dimiliki dalam mempersiapkan sarana penunjang pembelajaran. Evaluasi selama kegiatan PKM Evaluasi pada tahap ini meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Evaluasi terhadap penyerapan materi aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint yang telah diberikan melalui serangkaian latihan soal sesuai dengan teori. b. Evaluasi terhadap penyerapan materi aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint yang telah diberikan melalui serangkaian latihan soal yang factual / variasi soal dibuat mendekati dengan permasalahan yang terjadi. Evaluasi akhir kegiatan PKM Untuk mengukur capaian kompetensi mereka masing-masing terhadap tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan di awal, maka pada akhir kegiatan pelatihan khalayak sasaran akan diberikan ujian praktek dengan metode simulasi, yaitu mempraktekkan kegiatan riil mereka sehari-hari dalam hal mengelola nilai dan administrasi data siswa dengan memanfaatkan aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil yang dapat dicapai dari kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini adalah : 1. Meningkatnya pemanfaatan fasilitas ilmu pengetahuan dan teknologi peserta pelatihan untuk kegiatan penunjang pembelajaran 2. Meningkatnya mutu layanan penunjang pembelajaran peserta pelatihan dalam hal efisiensi pengelolaan nilai dan administrasi siswa 3. Meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya tentang aplikasi pengolahan presentasi Microsoft PowerPoint untuk menunjang efisiensi kerja guru dan tenaga administrasi agar supaya
71
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
mutu layanan meningkat.
terhadap
siswa
akan
PEMBAHASAN Faktor Penghambat Pelaksanaan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dirasakan tidak ada faktor penghambat yang berarti. Peserta pelatihan memiliki pengetahuan iptek yang sangat beragam. Proses pelatihan dilakukan dengan beberapa cara yang sedapat mungkin mengakomodasi semua peserta dengan perbedaan masing-masing. Faktor Pendorong Beberapa faktor pendorong terselenggaranya kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat sehingga dapat terlaksana dengan lancar adalah : Minat dan semangat para peserta dalam mengikuti kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat sangat besar sekali, dibuktikan dengan kehadiran peserta yang selalu penuh dalam setiap pembahasan topik Fasilitas alat elektronik (laptop) yang telah dimiliki sendiri oleh para peserta pelatihan, menambah semangat dan motivasi untuk mempelajari aplikasi/software yang pada dasarnya sudah tersedia di dalam peralatannya. Kepala Sekolah SD Negeri – Merjosari III, Lowokwaru – Malang memiliki visi dan misi yang sangat menunjang dan memotivasi para peserta pelatihan untuk selalu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Para pengajar yang mumpuni dan berpengalaman mengajar mata kuliah aplikasi pengolah presentasi Microsoft PowerPoint selama bertahun-tahun. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dengan selesainya kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : Para guru telah mendapatkan pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya tentang aplikasi pengolahan data dan angka menggunakan aplikasi presentasi Microsoft PowerPoint untuk meningkatkan kinerja guru dalam meningkatkan mutu layanan terhadap siswa akan.
SARAN Karena ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dan mengalami perubahan yang sangat cepat, agar supaya para peserta pelatihan tidak gagap teknologi, disarankan agar mereka tidak berhenti di satu titik hanya pada saat pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat saja, tetapi bisa pro-aktif untuk memperdalam pengetahuannya dari berbagai sumber.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhamad, 2009, Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Pembelajaran Melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi di Universitas Negeri Yogyakarta, Prosiding SENTIA 2009, Politeknik Negeri Malang. Florida Gulf Coast University, 2007, Office 2007 Tutorials (PowerPoint), 2007, online http://www.fgcu.edu Hillsborough Community College - Professional Development and Web Services, 2007, Microsoft PowerPoint 2007, online http://pds.hccfl.edu Setiawan, Agung, 2005, Pengantar Sistem Komputer, Bandung, Penerbit INFORMATIKA. Silalahi, Hannes, “Pengembangan Media Slide Powerpoint Tentang Persiapan Kemerdekaan Indonesia”, hhtp://jm.tp.ac.id/, diunduh pada : 7 Mei 2012. Wardani, Tri.Istining, 2007, Panduan Microsoft PowerPoint, Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang. Wereka, Peter, 2007, Microsoft PowerPoint 2007 All In One Desk Reference For Dummies, Wiley Publishing, Inc., Indianapolis. Yuniarti, Ali, 2008 ”Peran Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran di Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY”, Jurnal Edukasi Elektro FT UNY Volume 4 No. 2 Januari 2008, Yogyakarta. ----------------, Ebook Belajar Office PowerPoint 2007, online http://www.catatanteknisi.com
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
KAJIAN KEBIJAKAN PADA PROGRAM STUDI DIII TEKNIK ELEKTRONIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS MACMILLAN SEBAGAI IMPLEMENTASI STRATEGI STABILITAS DALAM RANGKA MENGHADAPI PENERAPAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN TAHUN 2015 Doddy Maulana Politeknik Negeri Malang
[email protected]
ABSTRACT Electronics Engineering Study Program of the State Polytechnic of Malang has not determined the best policies in order to implement Stability Strategies to face ASEAN Economic Community in 2015. The objective of this research was to obtain the best strategic policies on implementing Stability Strategies for the study program to face ASEAN Economic Community in 2015. The method of the research was MacMillan Matrix Analysis and Determination of strategic policy. The results of the research was the improvement of strategic policies at Electronics Engineering Study Program of the State Polytechnic of Malang as an implementation of Stability Strategies to face ASEAN Economic Community in 2015 covering the aspects of teaching and education, students and graduates, research and community service, education management systems, human resources, finance, quality assurance systems and facilities. Keywords: strategies, policies, MacMillan Matrix, competitive, public service Program Studi DIII Teknik Elektronika merupakan salah satu program studi tertua di lingkungan Politeknik Negeri Malang yang merupakan perguruan tinggi negeri penyelenggara pendidikan vokasi tertua dan terkemuka di Indonesia. Sebagai bagian tak terpisahkan dari Politeknik Negeri Malang, Program Studi DIII Teknik Elektronika harus mampu mendukung Rencana Strategis Politeknik Negeri Malang dalam menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Oleh karenanya, Program studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang harus terus menerus melakukan perubahan ke arah perbaikan. Perubahan tersebut disusun dalam suatu tahapan yang konsisten dan berkelanjutan agar dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil atau manfaat yang optimal. Oleh karenanya untuk merealisasikan hal itu, Program studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang perlu menerapkan Manajemen
Strategis. Penerapan Manajemen Strategis ditujukan untuk mengantisipasi lingkungan yang selalu berubah, baik lingkungan eksternal maupun internal organisasi. Situasi dan kondisi lingkungan yang selalu berubah dapat menjadi peluang, tetapi tidak menutup kemungkinan perubahan tersebut justru merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup organisasi, apabila tidak berhasil menyesuaikan kegiatan usahanya dengan perubahan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang kami lakukan pada tahun 2009 yang berjudul “Kajian Penerapan Strategi Fokus pada Program Studi Teknik Elektronika dalam Menghadapi Era Globalisasi Tahun 2020” (Doddy, 2009), yang telah dipublikasikan dalam Jurnal BISTEK tahun 2009, serta berdasarkan hasil evaluasi diri dalam rangka pengajuan Akreditasi Program Studi di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) pada tahun 2011, strategi yang sesuai bagi Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang adalah Strategi Stabilitas. Agar strategi tersebut dapat
72
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
direalisasikan secara efektif, maka perlu ditetapkan implementasi strategi yang tepat. Proses penetapan implementasi strategi yang tepat itu bukanlah hal yang mudah, karena diperlukan pengkajian menyeluruh atas semua fungsi organisasi. Berkaitan dengan implementasi strategi tersebut, peneliti mencoba mengambil topik kajian kebijakan pada Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang sebagai implementasi strategi Stabilitas dalam rangka menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, dengan menggunakan alat analisa Matriks MacMillan dan didukung dengan analisa SWOT dan 7S. Hasil analisa tersebut dipergunakan untuk menetapkan kebijakan strategis di masa yang akan datang. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka perumusan permasalahan yang akan dibahas sesuai dengan judul dari kajian ini adalah sebagai berikut: Kebijakan apa yang perlu ditetapkan sebagai implementasi strategi stabilitas pada Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang dalam rangka menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015? Batasan Masalah Masalah dibatasi hanya pada: Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang dalam rangka menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Tinjauan Pustaka Kajian Empiris Penelitian yang dilakukan oleh Doddy Maulana (2009) yang berjudul “Kajian Penerapan Strategi Fokus pada Program Studi Teknik Elektronika dalam Menghadapi Era Globalisasi Tahun 2020”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh strategi organisasi yang tepat bagi Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang dalam menghadapi era Globalisasi tahun 2020. Hasil kajian menunjukkan bahwa strategi tingkat organisasi yang dapat dipilih adalah Strategi Stabilitas.
73 Strategi tingkat bisnis yang paling sesuai adalah strategi Fokus dengan strategi fungsional meliputi aspek : sistem manajemen pendidikan, sumber daya manusia, keuangan, sistem jaminan mutu, penelitian dan pengabdian masyarakat, serta sarana dan prasarana. Dari hasil evaluasi diri dalam rangka pengajuan Akreditasi Program Studi di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) pada tahun 2011 diperoleh pembaharuan analisa TOWS dimana Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang memiliki beberapa Peluang dan Hambatan dari Lingkungan Eksternal dan beberapa Kekuatan dan Hambatan dari Lingkungan Internal Organisasi
Kajian Teoritis Pengertian Manajemen Strategis Suwarsono (2008: 6) mendefinisikan manajemen strategis sebagai usaha manajerial menumbuh kembangkan kekuatan perusahaan untuk mengeksploitasi peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai dengan visi yang telah ditentukan. Proses Manajemen Strategis Dalam penerapannya, manajemen strategis adalah proses yang berkesinambungan sesuai alur yang telah dipilih dan ditetapkan organisasi. Proses manajemen strategis banyak dikemukakan oleh para ahli manajemen menurut versinya masing-masing. Salah satunya yaitu model manajemen strategis yang dikemukakan oleh Suwarsono (2008: 7) yaitu: (1) analisis lingkungan bisnis yang diperlukan untuk mendeteksi peluang dan ancaman bisnis; (2) analisis profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan; (3) strategi bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memperhatikan; (4) Visi dan Misi Perusahaan. Selanjutnya, Suwarsono juga menyatakan bahwa terdapat tiga proses yang saling kait mengait dan tidak terputus dalam manajemen strategis yaitu proses perumusan, proses implementasi dan proses evaluasi(2008: 7).
74
Doddy: Kajian Kebijakan
Alternatif Strategi Nawawi (2005 : 176) mengutarakan beberapa alternatif strategi yang dapat dipilih dan diterapkan bagi organisasi non profit adalah sebagai berikut : -
-
-
-
-
-
-
Strategi Agresif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan mendobrak penghalang, rintangan atau ancaman untuk mencapai keunggulan /prestasi yang ditargetkan Strategi Konservatif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan dengan cara yang sangat hati-hati disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku Strategi Difensif (Bertahan) Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan untuk mempertahankan kondisi keunggulan atau prestasi yang sudah dicapai Strategi Kompetitif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan untuk mewujudkan keunggulan yang melebihi organisasi non profit lainnya yang sama posisi dan jenjangnya sebagai aparatur pemerintah Strategi Inovatif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan agar organisasi selalu tampil sebagai pelopor pembaharuan sebagai sebuah keunggulan atau prestasi Strategi Diversifikasi Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan yang berbeda dari strategi yang biasa dilakukan sebelumnya, atau berbeda dari strategi yng dipergunakan organisasi lainnya Strategi Preventif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan untuk mengoreksi dan memperbaiki kekeliruan, baik yang dilakukan oleh organisasi sendiri maupun yang diperintahkan organisasi di atasnya
-
-
-
-
-
Strategi Reaktif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan yang bersikap menunggu dan hanya memberikan tanggapan jika telah memperoleh petunjuk, pengarahan, pedoman pelaksanaan, dan lain-lain dari organisasi di atasnya Strategi Oposisi Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan yang bersikap menolak dan menantang atau sekurang kurangnya menunda pelaksanaan setiap perintah, petunjuk, pengarahan dan bahkan mungkin peraturan perundang-undangan dari organisasi di atasnya, yang dianggap tidak menguntungkan, mempersulit atau tidak mungkin dilaksanakan karena tidak mungkin mewujudkan keunggulan yang diinginkan Strategi Ofensif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan yang selalu berusaha memanfaatkan semua dan setiap peluang, baik sesuai maupun tidak sesuai dengan pengarahan, petunjuk, pedoman, peraturan dari organisasi di atasnya, bahkan dengan perundang-undangan yang berlaku bagi semua organisasi non profit Strategi Menarik Diri Strategi ini dilakukan dengan kecenderungan menghindari untuk membuat program-program dan mengatur langkah-langkah atau tindakan sesuai petunjuk, pengarahan dan pedoman karena beberapa sebab, diantaranya karena menghindari dari tanggungjawab terutama yang berat, organisasi memiliki kinerja yang relatif rendah dan takut gagal, program dan/atau proyek tidak sesuai dengan kebutuhan lingkungan/masyarakat dan lainlain. Strategi Kontijensi Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan sebagai cara pemecahan masalah, dengan memilih alternatif yang paling menguntungkan atau terbaik di antara berbagai alternatif sesuai dengan petunjuk, pengarahan dan pedoman
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
-
dari organisasi atasan dan bahkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku Strategi Pasif Strategi ini dilakukan dengan membuat program-program dan mengatur langkahlangkah atau tindakan mengikuti perintah, petunjuk, pengarahan, pedoman dan perundang-undangan yang berlaku dan lebih dominan pada pelaksanaan pekerjaan rutin yang sudah berlangsung lancar.
Pemilihan Alternatif Strategi Menurut Nawawi (2005 : 179), tidak semua alternatif strategi dapat dipergunakan dalam manajemen strategis sebuah organisasi. Tidak semua strategi dapat mewujudkan keunggulan berupa prestasi yang diinginkan sebuah organisasi. Strategi itu harus dipilih yang paling sesuai berdasarkan hasil Analisis Lingkungan Industri. Dengan bantuan alat-alat analisa yang ada maka sebuah organisasi memilih alternatif strateginya. Setiap organisasi dalam waktu yang sama dapat menggunakan dua atau lebih strategi yang saling menunjang, namun tidak mungkin menggunakan dua atau lebih strategi yang saling bertentangan. B.5. Implementasi Strategi Organisasi Non Profit Menurut Nawawi (2005 : 152), pada organisasi non profit, pengimplementasian Strategi dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan pengawasan. Hasil yang diperoleh dapat berbentuk barang (pembangunan fisik termasuk pengadaan peralatan dan perlengkapan kerja), jasa atau hasil yang bersifat non fisik. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas dan formalitas implementasi strategi antara lain ukuran besarnya organisasi, gaya manajemen dari manajemen puncak, kemampuan menterjemahkan strategi menjadi proses atau rangkaian kegiatan pelaksanaan pekerjaan sebagai lembaga pelayanan umum yang efektif, efisien dan berkualitas. Alat-alat analisis Matriks Macmillan Matrik yang dikembangkan oleh Dr. Ian Macmillan ini, dirancang khusus untuk
75 membantu organisasi nirlaba, seperti Perguruan Tinggi, untuk merumuskan strategi organisasi. Terdapat tiga asumsi yang menjadi dasar pendekatan ini : Kebutuhan sumberdaya pada dasarnya bersifat kompetitif dan semua organisasi yang ingin bertahan hidup harus menyadari dinamika itu; Oleh karena sumberdaya yang tersedia itu sangat terbatas, maka tidak ada ruang untuk duplikasi layanan jasa kepada satu konstituen karena hal ini dipandang sebagai pemborosan dan tidak efisien; Layanan jasa yang berkualitas rendah atau biasa-biasa saja dan diberikan kepada khalayak luas kurang disukai dibandingkan dengan jasa berkualitas tinggi dan diberikan kepada khalayak khusus. Hal ini dapat ditindak lanjuti dengan penghentian programprogram tertentu untuk meningkatkan jasa dan kompetensi utama, memberikan programprogram dan khalayak sasaran yang lebih efisien dan efektif, atau berkompetisi secara agresif melalui program-program yang tingkat efisiensi dan efektifitasnya rendah. Matrik MacMillan menguji empat dimensi program yang dapat membantu penempatan dalam kisi-kisi strategi dan mengindikasikan strategi yang dapat dipilih. Kesesuaian dengan visi, misi, dan tujuan Program-program Perguruan Tinggi yang tidak sejalan dengan visi, misi, dan tujuan Perguruan Tinggi, tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan organisasi, tidak memungkinkan bagi Perguruan Tinggi untuk melakukan penggunaan sumber daya bersama, dan / atau tidak memungkinkan bagi Perguruan Tinggi untuk melakukan koordinasi kegiatan lintas program sebaiknya dikurangi. Pertanyaan yang harus dijawab : Apakah program ini selaras dengan tujuan dan misi organisasi secara keseluruhan, dan melakukan program ini / itu bisa memanfaatkan keterampilan yang ada dalam organisasi dan berbagi sumber daya / mengkoordinasikan kegiatan dengan program lain? Ya ____ Tidak _____
Posisi Kompetitif Posisi kompetitif mengacu pada sejauh mana Pe rguruan Tinggi memiliki kekuatan dan potensi yang lebih kuat untuk mendanai program dan
76 memberikan layanan berbasis klien dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi lain di sekitarnya. Keunggulan-keunggulan itu dapat berupa : sistem pengiriman logistik yang baik, tingkat loyalitas pelanggang dan masyarakat yang baik, memiliki kualitas dan citra pelayanan serta distribusi yang lebih baik daripada pesaing, pangsa pasar yang besar dari target pelanggan, memiliki keunggulan dalam keterampilan teknis, biaya layanan yang efektif Pertanyaan yang harus dijawab : Apakah Anda berpikir program anda berada dalam "posisi kompetitif" yang kuat? Bisakah organisasi Anda menyediakan layanan yang lebih baik daripada organisasi lainnya? Kemenarikan Program Kemenarikan program dilihat dari kompleksitasnya terkait dengan pengelolaan porgram itu sendiri. Program-program dengan penolakan yang rendah dari klien, mengalami pertumbuhan layanan berbasis klien, mudah keluar dari hambatan yang dihadapi, dan didukung sumber daya keuangan yang stabil merupakan program yang sederhana dan “mudah dikelola.” Level kemenarikan program juga mencakup perspektif ekonomi atau telaah terhadap peluang investasi sekarang dan masa yang akan datang. Pertanyaan yang harus dijawab : Apakah program ini sangat menarik atau memiliki potensi untuk menarik sumber daya? Cakupan Alternatif Cakupan alternatif adalah banyaknya organisasi lain yang berusaha untuk memberikan atau ingin berhasil melaksanakan program yang sama di wilayah yang sama dan kepada konstituen yang sama pula. Pertanyaan yang harus dijawab : Apakah ada banyak organisasi, atau beberapa organisasi, yang menyediakan layanan serupa di masyarakat? Matrik MacMillan terdiri dari sepuluh sel untuk menempatkan program - program yang telah ditelaah atas dasar empat dimensi tersebut.Masing-masing sel digunakan untuk menetapkan strategi yang mengarahkan langkah kedepan dari program-program yang tercantum dalam sel itu.
Doddy: Kajian Kebijakan
Tabel 1 Matrik MacMillan
Analisis TOWS Salah satu diagram TOWS yang digunakan adalah diagram yang dikemukakan oleh Suwarsono (2008,174) yang membagi atas 8 (delapan) Sel. Dalam Gambar 1 menunjukkan Diagram TOWS serta pilihan strategi yang dapat dilakukan pada tiap sel. Lingkungan S W O Strategi S - O Strategi W - O T Strategi S - T Strategi W - O Sumber : Suwarsono 2008: 175 Gambar 2.1. Diagram TOWS Analisis 7S Pendekatan 7S pertama kali diperkenalkan oleh McKinsey. Suwarsono mencoba menjelaskn konsep 7S dari McKinsey tersebut, yaitu bahwa untuk mengetahui profil perusahaan, pendekatan 7S ini mensyaratkan mengetahui dan mengevaluasi 7 (tujuh) variable organisasi yaitu : Struktur (Structure), Strategi (Strategy), Staf (Staff), Gaya manajemen (Management Style), system dan Prosedur (Systems and Procedures), Keahlian (Skills) dan Budaya Perusahaan (Shared Values). Manajemen dituntut untuk mengarahkan keseluruhan variable tersebut dalam gerakan yang seirama (2008: 145) Metode Penelitian Alur Kajian Kajian ini dilakukan di Politeknik Negeri dengan cakupan penelitian hanya terbatas di lingkungan Politeknik Negeri Malang. Alur penelitian ini adalah : -
Analisa TOWS Analisa 7S Analisa Matriks Macmillan Penetapan Kebijakan Strategis
77
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Lingkup dan objek kajian Agar hasil penelitian yang dilakukan dapat terarah dan tepat pada sasarannya, maka Lingkup Penelitian difokuskan pada bidangbidang manajemen strategis. Sementara objek kajiannya adalah Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang. Sumber data Sumber-sumber data yang diperoleh berasal dari: - Data primer yaitu data yang dikumpulkan langsung melalui obyeknya, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan sejarah Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang, Kondisi terkini yang terjadi, rencana pengembangan yang telah ditetapkan dan sebagainya - Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi, meliputi data tentang organisasi dan sumber daya manusia, keuangan, operasional dan pemasaran, struktur organisasi dan personilnya dan sebagainya. Metode pengumpulan data Metode yang dipakai untuk mendapatkan data dan keterangan dalam kajian tersebut berupa: - Kajian kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan informasi dari dokumen atau catatan yang berhubungan dengan materi penulisan ini. - Kajian lapangan yaitu kajian secara langsung terhadap obyek yang diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data melalui: - Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan wawancara dengan responden di Politeknik Negeri Malang yaitu Direktur, Pembantu Direktur bidang Pendidikan, Ketua jurusan, Ketua Program Studi, Kepala laboratorium dan Bengkel. - Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek kajian. - Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mengolah laporan-
laporan atau catatan-catatan yang terdapat di pusat dokumentasi organisasi. Teknik analisis Dalam hubungannya dengan teknik analisis, alat analisis yang dipergunakan dalam Kajian ini yaitu analisis MacMillan Matrix yang ditunjang dengan analisis TOWS dan analisis 7S, Key Performance Indicator. Instrumen yang digunakan untuk melakukan pengujian pada analisis ini adalah dengan menggunakan kuisioner. Dalam kuisioner tersebut terdapat pertanyaan yang sesuai dengan kebutuhan analisa. Kuisioner tersebut disebarkan kepada seluruh unsur-unsur penentu kebijakan pada Politeknik Negeri Malang.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Strategi Tingkat Organisasi Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Doddy Maulana pada tahun 2009 yang berjudul “Kajian Penerapan Strategi Fokus pada Program Studi Teknik Elektronika dalam Menghadapi Era Globalisasi Tahun 2020” (Doddy, 2009), yang telah dipublikasikan dalam Jurnal BISTEK tahun 2009, serta berdasarkan hasil evaluasi diri dalam rangka pengajuan Akreditasi Program Studi di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) pada tahun 2011, telah dihasilkan analisa TOWS Program Studi Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang. Hasil kajian menunjukkan bahwa strategi tingkat organisasi yang dapat dipilih adalah Strategi Stabilitas. Strategi tingkat bisnis yang paling sesuai adalah strategi Fokus dengan strategi fungsional meliputi aspek : pendidikan dan pengajaran, mahasiswa dan lulusan, penelitian dan pengabdian masyarakat, sistem manajemen pendidikan, sumber daya manusia, keuangan, sistem jaminan mutu serta sarana dan prasarana. Penetapan Kebijakan Tingkat Fungsional Untuk menunjang keberhasilan strategi tingkat organisasi, maka dalam aspek fungsional harus ditetapkan kebijakan tingkat fungsional yang sesuai. Penetapan kebijakan tingkat fungsional tersebut dilakukan dalam beberapa tahap. Setiap tahap tersebut dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh unsur penentu
78 kebijakan di Program Studi Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang. Unsur-unsur tersebut dimulai dari Direktur, Pembantu Direktur bidang Pendidikan, Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi DIII Teknik Elektronika, Kepala Laboratorium, Kepala Bengkel, Dosen Pembina Akademik dan beberapa perwakilan Dosen. Pelibatan seluruh unsur penentu kebijakan ini dilakukan dalam rangka memperkecil pengaruh subjektif dari setiap orang. Tahap pertama adalah inventarisasi seluruh kebijakan yang sudah ada sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan melakukan evaluasi dari kebijakan-kebijakan tersebut. Tahap evaluasi kebijakan yang sudah ada ini dilakukan dengan mengaitkannya dengan kesesuaian dan efektifitas dalam mencapai Strategi yang baru dari Politeknik Negeri Malang. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan alat analisa 7S. Tahap kedua adalah melakukan penetapan kebijakan baru dengan menggunakan alat analisa SWOT sehingga didapat kebijakan baru. Kebijakan baru tersebut mencakup strategi SO, strategi ST, Strategi WO dan Strategi WT. Dalam tahapan ini seluruh unsur penentu kebijakan dalam Program Studi Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang Kebijakan tingkat fungsional yang telah diperoleh diimplementasikan dalam bentuk rencana pelaksanaan (action plan) tiap fungsi. Sebagai langkah berikutnya dalam proses penetapan kebijakan adalah memanfaatkan matriks Macmillan untuk menentukan strategi pelaksanaan yang tepat dari setiap program atau kebijakan yang sudah ditetapkan. Proses pertama dari matriks Macmillan ini adalah menentukan jawaban dari setiap pertanyaan yang ada pada setiap dimensi program. Setelah menjawab pertanyaan tersebut, maka langkah berikutnya adalah menetapkan penempatan program atau kebijakan organisasi tersebut pada kisi-kisi strategi pada sel yang terdapat pada matriks Macmillan. Pada akhirnya kita memperoleh strategi pelaksanaan yang tepat bagi masing-masing kebijakan organisasi yang telah ditetapkan. Dalam proses penetapan penempatan kebijakan dalam kisi-kisi strategi pada matriks Macmillan ini, unsur subjektifitas penentu kebijakan sangat besar pengaruhnya. Untuk
Doddy: Kajian Kebijakan
memperkecil unsur subjektifitas dari penentu kebijakan, maka perlu dilakukan secara bersama dari semua unsur penentu kebijakan dalam organisasi tersebut. Dalam kasus pada penelitian ini, maka unsur - unsur organisasi yang dilibatkan adalah semua unsur yang ada dalam struktur organisasi pada Program Studi Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang. Unsur-unsur tersebut dimulai dari Direktur, Pembantu Direktur bidang Pendidikan, Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi DIII Teknik Elektronika, Kepala Laboratorium, Kepala Bengkel, Dosen Pembina Akademik dan beberapa perwakilan Dosen. Hasil pembahasan matriks Macmillan Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang dirangkum dalam Tabel di bawah ini. Tabel 2 Rangkuman Matriks Macmillan Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang
Kesimpulan dan Implikasi Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menunjang keberhasilan strategi tingkat organisasi, yaitu Strategi Stabilitas dan strategi tingkat Bisnis berupa Strategi Fokus, maka dalam aspek fungsional harus ditetapkan kebijakan yang sesuai. Kebijakan - kebijakan fungsional tersebut meliputi aspek pendidikan dan pengajaran, mahasiswa dan lulusan, penelitian dan pengabdian masyarakat, sistem manajemen pendidikan, sumber daya manusia, keuangan, sistem jaminan mutu serta sarana dan prasarana.
79
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Penetapan kebijakan tingkat fungsional tersebut dilakukan dalam beberapa tahap. Setiap tahap tersebut dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh unsur penentu kebijakan dalam Program Studi DIII Teknik elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang. Pelibatan seluruh unsur penentu kebijakan ini dilakukan dalam rangka memperkecil pengaruh subjektif dari setiap orang. Terdapat 6 (enam) kebijakan/program strategis yang diusulkan untuk dilaksanakan oleh Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang dengan strategi implementasi berupa Kompetisi Agresif. Fokus utama Program-program tersebut adalah berupa penguatan program studi yang unik dan berbeda dengan perguruan tinggi yang lain, melakukan Aliansi Strategis dengan stakeholder, melakukan benchmarking dengan perguruan tinggi vokasi dari negera maju, melakukan re-engineering organisasi, serta menjalankan sistem penjaminan mutu. Implikasi Tindak lanjut atas simpulan adalah : - Peningkatan komitmen kuat dari setiap unsur di Program Studi DIII Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang dalam merealisasikan implementasi strategi berupa strategi Kompetisi Agresif. - Menyelenggarakan Pendidikan Vokasi Bertaraf Internasional. - Memenuhi Prinsip-Prinsip Good Governance serta menumbuh kembangkan company culture dan company image dalam Sistem Manajemen Pendidikan. - Penyusunan relevansi kurikulum dengan industri. - Peningkatan kualitas dan kuantitas mahasiswa baru. - Peningkatan kualitas proses belajar mengajar. - Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. - Meningkatkan kualitas kegiatan kemahasiswaan. - Meningkatkan kualitas dan kuantitas Penelitian Hibah Kompetisi.
- Meningkatkan jumlah karya ilmiah yang terpublikasikan dalam Jurnal Terakreditasi.
DAFTAR PUSTAKA Laporan Evaluasi Diri Program Studi Teknik Elektronika Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang, 2011 Doddy Maulana, 2009, Kajian Penerapan Strategi Fokus pada Program Studi Teknik Elektronika dalam Menghadapi Era Globalisasi Tahun 2020, Jurnal BISTEK, 17 (1) : 26 -35 Suwarsono, Manajemen Strategik; Konsep dan Kasus, Edisi 4, Penerbit Akademi Manajemen Program Studi YKPN, Yogyakarta. 2008. Nawawi, Hadari, Prof DR H, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005. Glueck, William F., and Jauch, Lawrence R, Manajemen Strategis dan Kebijakan Program Studi, Terjemahan, Murad, Erlangga, Jakarta, 1993
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ENTREPRENEURSHIP BERBASIS LEARNING MANAGEMENT SYSTEM (LMS) UNTUK MENINGKATKAN PENCAPAIAN OBYEKTIF PEMBELAJARAN DI POLITEKNIK MALANG Mohammad Maskan, Ahmad Fauzi Politeknik Negeri Malang
ABSTRACT The development of the use of information technology in the learning process at the State Polytechnic of Malang tends to increase. This condition changes the pattern of learning, from the assumption of the lecturer’s position as the only source of learning to that as a motivator and facilitator equipped with a wide range of instructional media. One of these instructional media is the internet. This study aimed to implement an integrated model of entrepreneurship learning with intranet/internet-based LMS (Learning Management System) at the State Polytechnic of Malang by referring to the results of the development of the LMS-based entrepreneurship learning model generated in the first year, to get inputs to validate the application in accurate and applicable manners. This research was a developmental research. The data collection methods used were interviews, documentation, and observation. The population was 600 students and 240 lecturers of the sixth semester in all departments, from which 15% was used as the sample selected using purposive sampling. The data analysis technique was qualitative descriptive analysis. Year II research result showed that the LMS-based entrepreneurship learning, as evaluated by subject matter experts, instructional designers, technology experts, and students, could be applied. In addition, the application of LMS-based entrepreneurship learning model could increase the attainment of leaning objectives (viewed from cognitive, affective and psychomotor aspects) at the State Polytechnic of Malang. Keywords: Entrepreneurship, LMS, Internet/Intranet, E-learning Penerapan pembelajaran Enterpreneurship (Eship) yang berbasis Learning Management System (LMS) di Politeknik Negeri Malang merupakan pelengkap dari proses pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa mata kuliah Entrepreneurship banyak materi yang harus dipelajari mahasiswa, namun jumlah perkuliahan terbatas. Oleh karena itu, dengan penerapan pembelajaran Entrepreneurship berbasis LMS dapat memungkinkan mahasiswa menambah wawasan, pengetahuan dan kompetensinya dengan cara mengakses langsung web www.kuliahusaha.com secara mandiri, kapanpun dan dimanapun berada. Pendekatan pembelajaran saat ini. sangat sesuai karena mahasiswa sebagai subyek, sehingga akan lebih
meningkatkan keaktifan mahasiswa, karena mahasiswa membangun pengetahuan sendiri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pendekatan student center learning (SCL) kiranya lebih sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang ini. Dalam pendekatan pembelajaran ini, dosen bertindak sebagai fasilitator, mediator dan motivator mahasiswa dalam pembelajaran. Disamping itu, penilaian kepada mahasiswa juga lebih menyeluruh dan meliputi tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Penerapan metode pengajaran pengajaran Entrepreneurship berbasis ICT yaitu aplikasi LMS (Learning Management System) berbantuan media internet/intranet untuk mahasiswa Politeknik Negeri Malang diharapkan dapat
80
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
meningkatkan pencapaian obyektif pembelajaran di Politeknik Negeri Malang. Rumusan Masalah Bagaimanakah penerapan model pembelajaran Entrepreneurship berbasis Learning Management System (LMS) untuk meningkatkan pencapaian obyektif pembelajaran di Politeknik Negeri Malang?
TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Model Pembelajaran Kewirausahaan Berbasis LMS Berbantuan Internet/Intranet LMS adalah aplikasi yang mengotomasi dan memvirtualisasi proses belajar mengajar secara elektronik. Sedangkan pengembangan berbagai model mengajar sampai pada pelibatan dan pemberian kesempatan peserta didik untuk melakukan eksplorasi keilmuan, menurut Jerry Aldridge dan Renitta Goldman disebabkan oleh perubahan-perubahan worldviews pada anak dan mempengaruhi proses pembelajaran. Dalam pendidikan dikenal tiga worldviews, yaitu : 1. Aliran organis : menekankan pada teori, bahwa dalam belajar itu harus memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, lingkungan pasif. 2. Aliran mekanis : menekankan pada teori, bahwa lingkungan aktif dan anak pasif 3. Aliran kontekstualis : menekankan pada teori, bahwa interaksi antara siswa dengan lingkungan belajarnya, antara siswa dengan gurunya, dengan penilaian yang seimbang antara kualitatif dengan kuantitatif, sehingga teori inilah yang terus dikembangkan dalam teori mengajar karena dianggap lebih relevan. (Aldridge, 2002:68). Interactive learning, memberi stimulus bagi guru untuk merefleksikan berbagai pengalamannya dengan siswa untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran kedepan, dengan memperbaiki berbagai perencanaan. Belajar adalah perubahan perilaku, perubahan perilaku tersebut terdiri dari berbagai proses modifikasi menuju bentuk permanen, dan terjadi dalam aspek perbuatan, berpikir, sikap, dan perasaan.
81 Oleh karena itu belajar menurut (Kochhar, 1967:27) itu tiada lain adalah memperoleh berbagai pengalaman baru, dimana belajar tersebut akan sukses jika memenuhi dua persyaratan, yaitu : 1. Belajar merupakan sebuah kegiatan yang dibutuhkan oleh mahasiswa, yakni mahasiswa merasa perlu akan belajar. Semakin kuat keinginan mahasiswa untuk belajar, maka akan semakin tinggi keberhasilannya. 2. Ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan siswa untuk memperoleh pengalamanpengalaman baru, baik pengetahuan maupun keterampilan. Dalam mata pelajaran apa pun, apakah mata pelajaran akademik, olah raga, bahkan keterampilan membutuhkan kesiapan untuk belajar.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (development research) Rancangan Penelitian Tahap pertama yaitu mengembangkan topik Entrepreneurship ke dalam tampilan pembelajaran berbasis internet/intranet Tahap kedua sebagai tahapan uji coba produk rancangan pembelajaran berbasis internet/intranet, yaitu terdiri dari tinjauan ahli dan tahapan uji coba lapangan. Pelaksanaan Penelitian Dalam penelitian ini akan dilakukan uji coba perorangan, kelompok kecil dan kelas dari mahasiswa untuk validasi produk pengembangan model pembelajaran kewirausahaan berbasis LMS berbantuan internet yang sudah jadi. Setelah direvisi, maka selanjutnya akan diadakan diseminasi model pembelajaran ini kepada dosen Kewirausahaan di Politeknik Negeri Malang. Data dan Sumber Data Data yang dihimpun melalui serangkaian uji coba ini, ditinjau dari fungsinya, dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu 1) data dari evaluasi tahap pertama yang berfungsi sebagai dasar untuk merevisi produk
82
Mohammad, Ahmad: Penerapan Model
pengembangan, dan 2) data dari evaluasi tahap kedua yang berfungsi untuk menilai kualitas produk pengembangan. 3) hasil pembelajaran pada penerapan pembelajaran Entrepreneurship berbasis LMS. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data Dalam upaya pengumpulan data berupa dokumentasi nilai pembelajaran (kognitif, afektif dan psikomotorik), angket analisis kebutuhan, dan digunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Populasi dan Sampel Jumlah populasinya adalah 600 mahasiswa yang telah mendapatkan perkuliahan Entrepreneurship dan 20 dosen Entrepreneurship di enam Jurusan Politeknik Negeri Malang. Sedangkan sampel besarnya adalah 15% dari populasi yang diambil secara purposive sampling. Teknik Analisis Data Analisis Isi Data kualitatif yang diperoleh dari hasil kajian ahli bidang studi dan ahli rancangan/pengembang, dan melalui serangkaian uji coba dianalisis dengan teknik analisis isi yang berupa masukan, tanggapan, kritik, dan saran perbaikan dikelompok-kelompokkan. Hasil analisis ini kemudian dijadikan pijakan untuk merevisi produk pengembangan. Analisis Statistik Deskriptif Data yang dihimpun melalui angket, prates dan pascates dianalisis secara deskriptif persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase tiap butir adalah sebagai berikut: Tingkat keefektifan:
81 – 100% 66 – 80% 56-65% 0 – 55%
= sangat baik/menarik/sesuai = baik/menarik/sesuai = kurang baik/menarik/sesuai = sangat kurang baik/menarik/sesuai
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penilaian Mahasiswa Setelah produk hasil pengembangan yang berupa GBPP dan SAP, modul Kewirausahaan, power point setiap bab/pokok bahasan, manual dan software LMS selesai, maka setelah ketiga ahli tersebut akan mengadakan penilaian, maka pada tahun kedua ini mahasiswa akan melakukan penilaian terhadap produk hasil pengembangan model Entrepreneurship berbasis LMS yang terdiri atas Uji Coba Perorangan, Kelompok dan Kelas. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1: Rekapitulasi Uji Coba Perseorangan, Kelompok dan Kelas
Sumber: Data primer diolah (2014) Berdasarkan rekapitulasi data uji coba perorangan, kelompok dan kelas pada Tabel 1 di atas diperoleh hasil sebagai berikut : a. Tingkat kejelasan petunjuk cara mengerjakan tes prasyarat, kemudahan soal untuk dipahami dan kesesuaian jumlah soal dengan waktu yang tersedia (77,12%), tingkat kejelasan petunjuk cara mengerjakan prates, kemudahan butir soal untuk dipahami, dan kesesuaian jumlah soal dengan waktu yang tersedia (74,3%), tingkat kejelasan petunjuk cara mengerjakan pascates, kemudahan soal untuk dipahami, kesesuaian tingkat kesulitan butir soal dengan tingkat kemampuan mahasiswa, kesesuaian butir soal dengan TKP, dan kesesuaian jumlah soal dengan TKP, dan kesesuaian jumlah soal dengan waktu yang tersedia (80,32%), dan manfaat software bagi mahasiswa (93,36%), tingkat kejelasan informasi tentang jumlah waktu, nilai, dan balikan (76,96%), keseluruhannya mendapat nilai baik. Hal ini berarti bahwa pada tahap uji
83
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
kelompok ahli komponen-komponen tersebut memiliki penilaian yang baik, khususnya pada tingkat kejelasan, kemudahan untuk dipahami untuk mengerjakan tes prasyarat, soal latihan, pascates dan manfaat software pembelajaran ini. b. Bahan penarik perhatian (86,47%), tingkat kejelasan sajian petunjuk cara mengerjakan pada komponen prates, kemudahan butir soal untuk dipahami, dan kesesuaian jumlah soal memperoleh (77,12%), pada komponen tingkat kejelasan rumusan TUP dan kemampuan TKP dalam memberikan informasi tentang apa yang harus dipelajari (80,32%), tingkat kejelasan uraian isi bahasan mengenai konsep rangkaian, kejelasan uraian mengenai Konsep Kewirausahaan untuk memudahkan pemahaman konsep tentang konsep pemecahan masalah, peranan gambargambar untuk memperjelas uraian mengenai business plan dan kejelasan contoh-contoh kalimat (80,85%), tingkat kemudahan uraian balikan untuk dipahami, peranan balikan dalam memudahkan belajar mahasiswa, kemampuan balikan dalam mendorong mahasiswa untuk mencari jawaban yang benar, dan manfaat untuk mencari motivasi belajar siswa (79,35%), tingkat kemudahan rangkuman untuk dipahami, dan peranan rangkuman dalam membantu mempermudah pemahaman isi bahasan (80,62), tingkat kemudahan uraian penjelasan untuk dipahami (81,87%),tingkat kepraktisan software LMS untuk dioperasikan mendapat (71,09%), tingkat kejelasan bahasa yang digunakan (78,54%), besarnya huruf yang digunakan (78,45%), tingkat kemenarikan software bagi mahasiswa (88,73%), dan peran software untuk mengurangi dominasi dosen di kelas dan untuk meningkatkan belajar mandiri (81,07%), keseluruhannya mendapat nilai rata-rata baik. Hal ini berarti bahwa pada tahap uji perorangan komponenkomponen tersebut memiliki penilaian yang sangat baik, khususnya pada bahan penarik perhatian, tingkat kejelasan tujuan pembelajaran, tingkat kepraktisan pengoperasian software, dan peran produk
pembelajaran untuk mengurangi dominasi dosen di kelas untuk meningkatkan proses belajar mandiri. Berdasarkan rekapitulasi data uji coba pada mahasiswa tersebut bahwa seluruh komponen butir-butir penilaian hasil pengembangan produk model pembelajaran Kewirausahaan berbasis Learning Management System (LMS) adalah baik dan layak digunakan. Adapun apabila dilihat pada pencapaian obyektif pembelajaran dari penerapan pembelajaran Entrepreneurship berbasis LMS dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2: Hasil Pencapaian Obyektif Pembelajaran Rata-rata pada Penerapan Pembelajaran Entrepreneurship Berbasis Learning Management System (LMS) No
Jenis Obyektif Pembelajaran
Model Model Pembelajaran PembelajaKlasik ran LMS
1
Kognitif
70
85
2
Afektif
3,50
3,62
3
Psikomotorik
3,00
3,10
Sumber: Data primer diolah (2014) Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa hasil pencapaian obyektif pembelajaran pada mata kuliah Entrepreneurship berbasis LMS menunjukkan skor hasil pembelajaran yang lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran konvesnional, dimana untuk pencapaian obyektif pembelajaran kognitif sebesar 85 lebih besar daripada 75, untuk skor afektif didapatkan sebesar 3,62 lebih tinggi daripada 3,50 dan skor psikomotorik didapatkan sebesar 3,10 lebih tinggi daripada 3,00. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa dengan penerapan model pembelajaran berbasis LMS, mahasiswa dapat mempelajari materi pembelajaran Entrepreneurship dalam frekuensi yang lebih banyak di luar jam perkuliahan resmi. Disamping itu juga, dengan adanya pembelajaran yang bersifat e-learning dapat menarik minat mahasiswa untuk mempelajari materi Entrepreneurship sehingga kemungkinan akan mendapatkan penguasaan materi lebih banyak juga. Hal ini sesuai dengan kurva pembelajaran (learning curve) yang menyatakan bahwa apabila kita sering melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dalam jangka panjang, maka kita akan menguasai hal tersebut.
84 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan a. Komponen-komponen produk pengembangan metode pembelajaran Kewirausahaan berbasis LMS yang telah diujicobakan melalui tiga tahap dan revisi, pada mahasiswa perseorangan, kelompok dan kelas, dimana hasil penilaiannya adalah rata-rata baik b. Hasil penerapan pembelajaran kewirausahaan berbasis LMS menunjukkan pencapaian kognitif, sikap kewirausahaan (afektif) dan kompetensi kewirausahaan (psikomotorik) mahasiswa yang lebih tinggi. Implikasi dan Tindak Lanjut Implikasi Teoritis Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis LMS dapat membentuk sikap kewirausahaan dan kompetens kewirausahaan. Disamping itu, model pembelajaran ini memotivasi mahasiswa untuk bersifat proaktif terhadap proses pembelajaran. Artinya mahasiswa merupakan subyek pembelajaran, dimana banyak-sedikit materi pembelajaran yang dikuasai mahasiswa sangat tergantung keaktifan mahasiswa dalam mempelajari materi perkuliahan dengan beberapa media pembelajaran dan penilaian yang multi dimensi serta kontekstual. Disamping itu, model pembelajaran ini melibatkan mahasiswa secara aktif, kooperatif, partisipatorik, bersifat reaktif dan menyenangkan. Dengan demikian, model pembelajaran LMS memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa model pembelajaran berbasis internet dapat meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran. Implikasi Praktis Hasil penelitian pembelajaran Entrepreneurship berbasis LMS memberikan data empiris bahwa penerapan pembelajaran berbasis internet dapat meningkatkan keterlibatan mahasiswa di dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pencapaian obyektif pembelajaran. Untuk itu, maka pembelajaran berbasis internet dapat dikembangkan di Politeknik Negeri Malang.
Mohammad, Ahmad: Penerapan Model
Rekomendasi Pengembangan Produk Lebih Lanjut Untuk pengembangan produk hasil pengembangan model pembelajaran berbasis LMS, maka dapat diterapkan pada mata kuliah lain sehingga hasil pembelajaran untuk semua mata kuliah dapat meningkat, baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
DAFTAR PUSTAKA Adri, Muhammad, 2008, Pengembangan Model Belajar Jarak Jauh FT UNP dengan P4TK Medan dalam Rangka Perluasan Kesempatan Belajar, Komunitas e-learning Ilmu Komputer.com Anwas, Oons, 2003, Definition of Educaional Technology, Association for Educational Adcroft, Andy; Willis, Robert & Dhaliwal, 2004, Missing Point? Management Education and EntrepreneurShip, Management Decision, Vol. 42, No. 34, pp. 521 – 530. Aji, Deddy Kusbianto Purwoko, 2007, Analisa Kesiapan Adopsi Pembelajaran Elekronik di Politeknik Negeri Malang, Politeknik Negeri Malang. Ary, D., Lucy C.J. & Asghar R., 2002, Introduction to Research in Education, Belmont Wadsworth Thomson Learning.Communication and Technology, Washington, D.C. Anderson, T. (1996) What in the world is Constructivism. Learning.March/April, p.4851 Burke, John, W,. 1995. Competency Based Educational and Training. New York: The Palmer Prest. Cronbach, Lee. J., 1980, Essential of Psychological Testing, New York: Harper & Row Publisher Davies, I.K. 1971 The Management of learning. MC Graw-Hill Book Company, Ltd. Degeng, Nyoman S., 2001, Pokok Pikiran Revolusi Belajar di Perguruan Tinggi, FISIP Unmer Malang. Degeng, INS, 1997, Strategi Pembelajaran, Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi: IKIP Malang dan IPTPI.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Dick, W, L. Carey & J.O. Carey, 2001, The Systematic Design of Instruction, 5th edition, New York: Harper Collin Publisher. Hadi, Soetrisno, 2001, Statistik, Jilid 2, Andi Ofset, Yogyakarta Harmanto, 2002, Pengembangan Pembelajaran Mata Kuliah Metodologi penelitian dengan Word Wide WEB di STIKOM Surabaya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Hidayat, W., dan Fauzie, D., 2003, Pengalaman Menyelenggarakan School of Internet (SDI): Makalah dalam Workshop E-Learning di Perguruan Tinggi, ITB, Bandung Nuraini, Nuning, 2003, Modul Multi Media Sebagai Salah Satu Sarana Peningkatan Motivasi Mahamahamahasiswa dalam Mempelajari Kalkulus, Makalah Seminar eLearning, ITB Bandung. Kemp, E.,J., dan Dayton,K.D., 1985, Planning and Producing Intructional Media, Harper & Publihers, New York Maskan, Mohammad, 2009, Pengembangan Model Pembelajaran Kewirausahaan untuk Meningkatkan Sikap dan Kompetensi Wirausaha pada Siswa SMK di Kota Malang, Disertasi, Program Doktor Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Malang. Oetomo, Budi S. Dharma, 2002, e-Education: Konsep, Teknologi dan Aplikasi Internet Pendidikan, Andi Ofse, Yogyakarta Patmanthara, Syaad, 2004, Pembelajaran Berbantuan Komputer Sebagai Manfaat Media Pembelajaran, Jurnal Teknologi Elektro dan Kejuruan, Oktober, 2004 Pancariana, Firman, 2005, Pengembangan Bahan Ajar Tekstual dan Digital pada Pembelajaran Aplikasi Komputer di Perguruan Tinggi, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pavlik, John V., 1996, New Media Technology: Culture and Commercial Perspectives, Singapore: Ally and Bacon
85 Pramono, Y.G. Harto, 2002, Pengembangan Pembelajaran Berbantuan Komputer dalam Pokok Bahasan Present Tense Mata Kuliah Bahasa Inggris Program Studi Bahasa Inggris FKIP Katolik Widya Mandala Surabaya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Purbo, Onno W., 2002, Teknologi e-Learning Berbasis PHP dan MySQL: Merencanakan dan Mengimplementasikan Sistem eLearning, Jakarta: Gramedia. Raharjo, Budi, 2001, Pergolakan Informasi di Indonesia akan Siaran?, Artikel Majalah Tempo, Jakarta: November 2001. Saepudin, Asep, 2003, Penerapan Teknologi Informasi dalam Pendidikan Masyarakat, Journal Tekno, Pustekom. Soekartawi, 2003, Prinsip Dasar E-Learning: Teori dan Aplikasinya di Indonesia, Jurnal Teknodik, Oktober 2003 Siswandari, 2006, Peningkatan Transferable Skills Mahamahamahasiswa Pendidikan Ekonomi Melalui Pengembangan Model Pembelajaran Statistika Berbantuan Komputer, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Soekartawi, Soehardjono, Hartono dan Ansyarullah, 1999, Meningkatkan Instructional Design untuk Meningkatkan Kualitas Belajar-Mengajar, Grafindo Persada, Jakarta Sugianto, Siagian, D., Sunaryanto, L.,T., Oetomo, D.S., Teknik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syakur, Abdus, 2006, Pengembangan Bahan Ajar Digital Mata Kuliah Aplikasi Komputer di STAIN Pamekasan, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Zahorik, John A. 1995. Constructivist Teaching, Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation. Zuriah, Nurul, 2006, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori – Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
TINGKAT PEMENUHAN (COMPLIANCE) KONTRAKTOR BESAR YANG BERSERTIFIKAT ISO9000 TERHADAP PENERAPAN TQM Fajar Susilowati Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta
[email protected]
ABSTRACT The enactment of the free trade system in several countries including Indonesia requires us to have a quality management system that covers the entire support system involving all functions and levels of organizations, especially major construction contractors. This study on the implementation of the quality management using Total Quality Management (TQM) approach conducted on 18 ISO9000 certified contractors in Bandung and Jakarta showed that 83.33% of the contractors were generally considered to have high/very high compliance levels on the TQM implementation. The compliance level of the TQM implementation was measured against the implementation of the stages and conditions of the TQM elements. The results of the analysis of the compliance level of the TQM implementation on major contractors indicated the extent to which ownership of ISO9000 reflected the TQM implementation in major contractors in Indonesia. Keywords: TQM, Compliance
Permintaan disain konstruksi yang semakin bervariasi, menuntut adanya suatu manajemen pengelolaan yang baik agar dapat menghasilkan suatu produk dan jasa yang berguna dalam memenuhi keinginan dan harapan customer. Persaingan antar perusahaan konstruksi juga semakin ketat sehingga upaya peningkatan terhadap kualitas perlu dilakukan agar mampu bersaing secara sehat dengan perusahaanperusahaan konstruksi lainnya. Selain itu dengan diberlakukannya sistem perdagangan bebas, nantinya akan menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Oleh karena itu penerapan standar-standar internasional mulai menjadi perhatian dan mulai diterapkan diberbagai sektor khususnya bidang konstruksi. Namun disisi lain sering muncul pertanyaan sejauh mana perusahaan yang sudah bersusah payah mengikuti standar internasional tersebut memang berhasil meningkatkan kinerja perusahaan mereka. Konsep Total Quality Management (TQM) merupakan salah satu metode pendekatan terhadap manajemen kualitas yang telah
diterima sebagai suatu filosofi kesuksesan manajemen pada industri manufaktur dan jasa. Selain itu konsep ini juga terbukti mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas pada industri konstruksi (Pheng & Teo, 2004). Istilah TQM sering disamakan dengan ISO9000, padahal sebenarnya ISO9000 hanya merupakan sub bagian dari TQM dimana ISO9000 tersebut memberikan dukungan pada suatu organisasi dalam menerapkan TQM. Perbedaan utama antara ISO9000 dengan TQM adalah tingkat keterlibatan organisasi secara keseluruhan (total). Dimana TQM membutuhkan keterlibatan dari seluruh fungsi dan tingkatan dalam organisasi, sedangkan dalam ISO9000 tidak memasukkan seluruh fungsi dan hanya merupakan suatu aturan yang secara tidak langsung membantu dalam merealisasikan produk dan jasa. Fungsi yang tidak termasuk dalam ISO9000 meliputi sumber daya manusia, finansial, dan marketing (Geotsch dan Davis, 1994). Studi manajemen kualitas di Indonesia sendiri juga telah banyak dilakukan, sebagian besar penelitian yang ada hanya sebatas pada
86
87
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Tabel 1 Karakteristik TQM dibandingkan dengan ISO9000 (Geotsch dan Davis, 1994) Karakteristik TQM
ISO9000:2000
TQM
Fokus pada customer Obsesi pada kualitas Pendekatan ilmiah dalam pemecahan masalah Komitmen Jangka Panjang Kerjasama Tim Perbaikan proses dan produk secara terus menerus Pendidikan dan pelatihan yang intensif Kebebasan yang terkontrol Kesatuan tujuan Keterlibatan dan pemberdayaan pekerja
√ -
√ √
√
√
Kadangkadang -
Action By
Preparation
Top 1 Executive Consultant Total Quality Steering Committee Steering Committee Augmented
Planning
TINJAUAN LITERATUR DEFINISI TQM DAN ISO9000 Perbedaan utama antara ISO9000 dengan TQM adalah tingkat keterlibatan organisasi secara keseluruhan (total). Dimana TQM membutuhkan keterlibatan dari seluruh fungsi dan tingkatan dalam organisasi, sedangkan ISO9000 tidak memasukkan seluruh fungsi dan tingkatan, hanya sebagai aturan yang secara tidak langsung mendukung dalam realisasi produk atau jasa. Fungsi yang tidak termasuk dalam ISO9000 meliputi sumber daya manusia, keuangan (finansial), dan penjualan (marketing). Untuk lebih menjelaskan perbedaan antara ISO9000 dan TQM dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut.
TAHAPAN DALAM PENERAPAN TQM Dalam model penerapan total quality terdapat tiga fase yang harus dilalui, yaitu : a. Fase Persiapan (The Preparation Phase) b. Fase Perencanaan (The Planning Phase) c. Fase Pelaksanaan (The Execution Phase) Tahapan dalam penerapan TQM dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 1 tentang Langkahlangkah penerapan TQM sebagai berikut
Execution
studi kasus dan studi terhadap penerapan ISO9000. Penelitian ini akan membahas lebih jauh mengenai penerapan manajemen kualitas pada kontraktor besar, sejauh mana kepemilikan ISO9000 merefleksikan penerapan TQM khususnya pada kontraktor besar di Indonesia.
2
Commitment to Total Quality Form Total Quality Steering Committee 3 Team Building 4 Total Quality Training for the Steering Committee 5 Create Vision, Guiding Principles 6 Set Broad Strategic Objectives 7 Communicate and Publicize 8 Identify Organizational Strengths and Weaknesses 9 Identify Avocates and Resisters 10 Baseline Employee Satisfaction/Attitudes 11 Baseline Customer Satisfaction 12
Steering Committee
Project Teams
Steering Committee
Time
Plan the Implementation Approach .. Plan – Do – Check – Adjust 13 Identify Projects 14 Establish Team Composition 15 Provide Team Training 16 Team Activation and Direction >> (PDCA Cycle) Team Feedback Loop with 17 Steering Committee Customer Satisfaction 18 Feedback Loop Employee Satisfaction 19 Feedback Loop 20 Modify Infrastucture as Necessary · · · ·
Procedure/Processes, etc Organizational Structure Reward/Recognition System Union Rules
Gambar 1 Langkah-langkah penerapan TQM (Geotsch dan Davis, 1994) ELEMEN DALAM TQM Elemen kunci dari suatu Kualitas Total (Total Quality) terdiri dari sepuluh bagian yang membentuk struktur TQM yang ada pada perusahaan konstruksi seperti dijelaskan dalam Gambar 2.
√ Gambar 2 Struktur TQM dalam bidang konstruksi (Chase, 1993)
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Kadangkadang
√
Sepuluh bagian penyusun struktur TQM pada perusahaan konstruksi (Gambar 2) dapat dijelaskan lebih lanjut pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Elemen struktur TQM dalam konstruksi (Chase, 1993) No 1
Elemen Pelatihan
Uraian Pelatihan merupakan suatu hal yang penting karena TQM menggunakan suatu partisipatif, disiplin, dan pendekatan organisasi untuk mengidentifikasi masalah dan
88
Fajar: Tingkat Pemenuhan (Compliance)
No
Elemen
2
Visi, Misi, Sasaran, dan Prinsip-prinsip Dasar
3
Keterlibatan Top Management, Komitmen, Kepemimpinan
4
Perbaikan Komunikasi
5
Kerjasama Tim
6
Kepuasan Customer
7
Perbaikan Supplier
8
Perbaikan Proses
9
Fokus pada pekerja
Uraian menemukan solusi permasalahan · Visi merupakan pernyataan tentang akan menjadi apa perusahaan ke depan nantinya. · Misi merupakan pernyataan tentang upaya yang dilakukan untuk mencapai visi perusahaan. · Sasaran merupakan target yang diperoleh dari visi dan misi yang ingin dicapai. · Prinsip-prinsip dasar merupakan pernyataan umum yang merefleksikan sistem nilai perusahaan dan pendekatan kualitas Tanpa keterlibatan Top Management, komitmen, dan kepemimpinan, TQM tidak dapat berjalan dengan baik. Aturan dalam Top Management merupakan sesuatu yang mutlak harus ada untuk mencapai kesuksesan dalam TQM. Komunikasi menduduki posisi sub dasar dari struktur TQM yang ada, merupakan kunci dalam pencapaian empat elemen diatasnya yaitu : kepuasan customer, perbaikan supplier, perbaikan proses dan fokus pada pekerja. TQM mengenalkan bahwa orang bekerja bersama-sama dalam kelompok untuk mencapai sasaran yang saling menguntungkan adalah lebih efektif dibandingkan kerja sendiri secara individu. Dalam perencanaan dan konstruksi suatu bangunan, perlu lebih ditekankan dalam memahami kebutuhan dan keinginan customer, agar dapat mewujudkan kebutuhan dan keinginan mereka ke dalam suatu disain dan spesifikasi yang akurat. Menjaga hubungan baik dan selektif dalam menentukan supplier maupun sub kontraktor. Difokuskan pada identifikasi masalah dan solusi permasalahan. Pekerja merupakan pelaku utama, sehingga perlu diperhatikan beberapa hal rencana pengembangan karir, kepemilikan jumlah pekerja, peningkatan program latihan,
No
Elemen
10
Perbaikan secara berkelanjutan
Uraian keterlibatan pekerja, dan penerimaan terhadap pekerja (Chase, 1993). Hal ini selalu dilakukan untuk mencapai kepuasan customer 100% dan tidak melakukan kesalahan sekecil apapun.
METODE PENELITIAN Analisis data terhadap hasil kuesioner yang telah diperoleh, dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap masing-masing indikator berdasarkan tahapan dan indikator berdasarkan elemen penerapan TQM. Selanjutnya melakukan tabulasi data dari masing-masing jawaban responden untuk mendapatkan total nilai dari masing-masing responden pada bagian identifikasi tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM berdasarkan tahapan dan elemen yang ada. Kemudian ploting data terhadap sumbu X dan sumbu Y (Gambar 3), dimana penilaian berdasarkan tahapan penerapan TQM sebagai sumbu X dan penilaian berdasarkan elemen dalam TQM sebagai sumbu Y.
Gambar 3 Alat ukur pemenuhan (compliance) kontraktor besar terhadap penerapan TQM Dari Gambar 3 di atas, dapat dijelaskan bahwa alat ukur di atas merupakan alat ukur terhadap tingkat pemenuhan (compliance) suatu perusahaan terhadap penerapan TQM. Dimana prediksi yang dilakukan melalui alat ukur ini, menjelaskan bahwa kontraktor yang dinilai memiliki tingkat pemenuhan (compliance) sangat tinggi adalah kontraktor yang melaksanakan keseluruhan tahapan TQM
89
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
dan mengelola elemen TQM dengan sangat baik. Dari definisi tersebut, maka pada Gambar 3 tersebut menunjukkan zona-zona tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM dari tingkat pemenuhan (compliance) sangat tinggi sampai tingkat pemenuhan (compliance) sangat rendah. PEMBAHASAN Tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM pada 18 kontraktor besar yang telah memiliki sertifikat ISO9000 yang menjadi responden dalam penelitian ini, dapat diketahui dengan menggabungkan nilai masing-masing kontraktor terhadap tahapan dan elemen dalam TQM. Selanjutnya hasil rekapitulasi nilai masing-masing kontraktor tersebut kemudian diploting ke dalam diagram untuk mengetahui tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM dari masing-masing kontraktor. Hasil ploting untuk mengetahui tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM dari masing-masing kontraktor dapat dilihat dalam Gambar 4 berikut.
terhadap penerapan TQM berdasarkan Gambar 4 di atas, dapat diketahui komposisi kontraktor berdasarkan tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM adalah sesuai Tabel 3 berikut. Tabel 3 Komposisi kontraktor berdasarkan tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM No
Tingkat Compliance
1 Compliance sangat tinggi 2 Compliance tinggi 3 Compliance sedang 4 Compliance rendah 5 Compliance sangat rendah Jumlah
Kontraktor Ju Prosentas ml e ah 1,2,3,4,5,1 8 1,12,13 44.44% 6,7,8,9,10, 7 14,15 38.89% 16,17 2 11.11% 18 1 5.56% 18 100.00%
Komposisi kontraktor berdasarkan tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM pada Tabel 3 di atas, dapat digambarkan dalam diagram pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5 Diagram komposisi kontraktor berdasarkan tingkat pemenuhan (compliance) terhadap penerapan TQM
Gambar 4 Tingkat pemenuhan (compliance) kontraktor besar terhadap penerapan TQM Berdasarkan ploting terhadap tingkat pemenuhan (compliance) kontraktor besar
KESIMPULAN Hasil penelitian terhadap tingkat pemenuhan (compliance) kontraktor besar terhadap penerapan TQM menunjukkan bahwa sekitar 44.44% kontraktor besar yang memiliki sertifikat ISO9000 di Indonesia sudah memiliki tingkat pemenuhan (compliance) yang sangat tinggi terhadap penerapan TQM sebagai bagian dari sistem manajemen yang mereka miliki. Sisanya sekitar 38.89% telah memiliki tingkat pemenuhan (compliance) tinggi, 11.11% memiliki tingkat pemenuhan (compliance) sedang, dan 5.56% lainnya tingkat pemenuhan (compliance) mereka terhadap penerapan TQM
90 masih rendah. Hal ini juga menunujukkan sejauh mana kepemilikan ISO9000 merefleksikan penerapan TQM pada kontraktor besar di Indonesia. Namun demikian kepemilikan sertifikat ISO9000 pada kontraktor besar tidak menjamin suatu perusahaan tersebut telah menerapkan TQM sepenuhnya. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan sertifikat ISO9000 telah membantu para kontraktor besar dalam menerapkan TQM, hal ini ditunjukkan dengan prosentase dari kontraktor besar yang dinilai telah memiliki tingkat pemenuhan (compliance) tinggi sampai sangat tinggi yaitu sebesar 83.33% atau hanya sekitar 16.67% saja kontraktor besar yang memiliki tingkat pemenuhan (compliance) sedang/rendah.
DAFTAR PUSTAKA Chase, G. W. (1993). “Effective Total Quality Management (TQM) Process for Construction.” Journal of Construction Engineering and Managemen”. Vol 9, No.4, October, pp. 0004-0433. Chin, K. S. and Choi, T. W. (2003). “Construction in Hong Kong : Success Faktors for ISO9000 Implementation.” Journal of Construction Engineering and Management. Vol 129, No.6, December 1, pp. 599-609. Farooqui, R. U. and Ahmed, S. M. (2009). “ISO 9000 : A Stepping Stone to Total Quality Management for Construction Companies?” 7th Latin American and Caribbean Conference for Engineering and Technology, Juni 2-5. Goetsch, D.L. and Davis, S. B. (1994). “Quality Management : Introduction to Total Quality Management for Production, Processing, and Services.”, Pearson Pretice Hall, 13. Pheng, L. S. and Hui, M. S. (2004). “Implementing and Applying Six Sigma in Construction.” Journal of Construction Engineering and Management. Vol 130, No.4, August 1, pp. 482-489.
Fajar: Tingkat Pemenuhan (Compliance)
Pheng, L. S. and Teo, J. A. (2004). “Implementing Total Quality Management in Construction Firms.” Journal of Construction Engineering and Management. Vol 20, No.1, January 1, pp. 8-15 Razek, R. A. (1998). “Quality Improvement in Egypt: Metodhology and Implementation.” Journal of Construction Engineering and Management. Vol 124, No.5, September/October, pp. 03540360.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
MUTU PELAYANAN AKADEMIK DALAM PENINGKATAN KEPUASAN DAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA Agung W. Kurniawan Universitas Negeri Makassar
[email protected]
ABSTRACT This paper aimed to examine the quality of academic services affecting the students’ satisfaction level and learning motivation. Academic service can be defined as a Higher Education institution’s attempts to better meet students’ academic needs. The academic service system at least comprises of: academic system, administrative system, and information system. Academic service quality is based on the performance of teachers and administrative staff. This paper suggests that managing an education institution requires an academic service quality system capable of satisfying its customers (students). The students’ satisfaction of the service quality is expected to increase the students' learning motivation. The practical implication is that Higher Education institutions’ efforts to improve the academic service quality to improve student achievement should lead to the provision of satisfactory academic services, which can motivate students to learn. Keywords: academic service quality, satisfaction, motivation Paper ini bertujuan menelaah mutu pelayanan akademik –khususnya yang terjadi di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar (FE UNM)- yang mempengaruhi tingkat kepuasan dan motivasi belajar mahasiswa. UNM sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan harus melakukan langkah antisipasi guna menghadapi persaingan yang semakin kompetitif serta bertanggung jawab untuk menggali dan meningkatkan segala aspek pelayanan yang dimilikinya, termasuk dalam hal pelayanan akademik. Pelayanan akademik dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh perguruan tinggi untuk memberikan kemudahan pada pemenuhan kebutuhan mahasiswa dalam hal yang berkaitan dengan kegiatan akademik. Fakultas Ekonomi sebagai fakultas termuda, masih dalam proses pengembangan dan memiliki permasalahan yang kompleks. Berdasarkan observasi Fakultas Ekonomi memiliki permasalahan pada sistem pelayanan akademik (sistem akademik, sistem administrasi, dan sistem informasi). Mayoritas keluhan mahasiswa tertuju pada pelayanan dari ketiga hal tersebut.
Pelayanan akademik yang dikeluhkan oleh sebagian besar mahasiswa di Fakultas Ekonomi terkait masih adanya dosen yang acap kali tidak menunaikan tugasnya bahkan seringkali terlambat, intensitas keluarnya nilai perolehan akhir mahasiswa yang seringkali tidak tepat waktu, bimbingan/konsultasi akademik yang tidak memuaskan, sulitnya mendapatkan informasi terkait beasiswa, rendahnya fasilitas yang mendukung proses perkuliahan seperti LCD, dan ruang kuliah, serta kebersihan toilet dan fasilitas pendukung perkuliahan lainnya yang tidak memadai. Sementara di sisi lain mahasiswa dituntut untuk mampu menghasilkan prestasi akademik yang baik dan semakin meningkat. Keberhasilan fakultas sebagai unit kerja dalam perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh mutu pelayanan yang diberikan, dimana pelayanan yang bermutu dapat diidentifikasi melalui kepuasan pengguna jasa, dalam hal ini adalah mahasiswa. Kepuasan adalah hasil dari pemenuhan konsumen bahwa pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang (Irawan,
91
92 2002). Untuk mencapai tingkat kepuasan yang tinggi, diperlukan adanya pemahaman apa yang diinginkan konsumen, dengan mengembangkan komitmen setiap orang yang ada dalam lembaga untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Cravens, 1994). Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Dalam hal layanan pendidikan, banyak mahasiswa yang tidak puas atas sejumlah pelayanan yang diberikan pengelola perguruan tinggi. Dalam hal motivasi, tidak sedikit mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas kuliah, datang sering terlambat, mengobrol ketika dosen menjelaskan, mencontek/menjiplak ketika ujian, plagiat ketika membuat makalah, dan sudah puas ketika mendapat nilai berkadar cukup (C). Pembahasan Mutu Pelayanan Akademik Goesth dan Davis (dalam Tjiptono, 2005) mengemukakan bahwa mutu atau kualitas dapat diartikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan. Mutu berkaitan dengan pencapaian standar yang diharapkan, dimana harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan. Layanan adalah suatu kegiatan yang terjadi atas interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau benda secara fisik dan menghasilkan kepuasan pelanggan. Menurut Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993, pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat/ daerah, BUMN/BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mutu pelayanan adalah pencapaian standar harapan pelanggan untuk memenuhi hal yang berkaitan dengan keinginan mereka. Pelanggan dalam hal ini adalah mahasiswa terhadap layanan perguruan tinggi. Menurut Tjiptono (2005) pendekatan mutu pelayanan/jasa yang banyak digunakan adalah model ServQual yang dikembangkan Parasuraman, Zeithaml dan Berry. ServQual dibangun dengan membandingkan dua faktor utama yaitu layanan yang diterima
Agung: Mutu Pelayanan Akademik
dibandingkan dengan harapan konsumen. Perbandingan dua faktor utama tersebut terdapat dalam lima dimensi kualitas layanan dari model ServQual yang telah dikembangkan, yaitu: a. Reliability (Keandalan). Keandalan merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja yang ditampilkan harus sesuai dengan harapan pelanggan seperti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik serta dengan tingkat akurasi yang tinggi. b. Responsiveness (Daya Tanggap). Daya tanggap merupakan kemauan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan serta cepat mengakomodasi keluhan pelanggan. c. Assurance (Jaminan). Jaminan yang ditampilkan bisa berupa pengetahuan yang dimiliki, sopan santun dan kemampuan pegawai menumbuhkan rasa percaya para pelanggannya terhadap perusahan. Hal ini terlihat dalam komponen komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. d. Empathy (Empati). Empati merupakan perhatian yang tulus dan bersifat individual yang diberikan kepada pelanggan dalam upaya memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik. e. Tangible (bukti fisik). Bukti fisik merupakan kemampuan perusahaan/lembaga dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Hal ini ditunjukkan oleh penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Penampilan dan kemampuan yang diberikan meliputi fasilitas fisik seperti gedung, perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta penampilan pegawai. Mutu pelayanan akademik yang baik didasarkan pada kinerja berbagai kalangan baik tenaga pengajar, tenaga administrasi bahkan hingga petugas kebersihan. Tenaga pengajar
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
(dosen) harus memberikan jasa pengajaran yang berkualitas kepada peserta didik. Tenaga administrasi harus mendukung dan melayani kebutuhan mahasiswa yang berkaitan dengan administrasi sebaik mungkin sehingga mahasiswa mampu melakukan aktivitas akademiknya. Demikian pula dengan petugas perlengkapan dan kebersihan, petugas perlengkapan harus mempersiapkan sarana penunjang proses belajar-mengajar yang dibutuhkan dosen dan mahasiswa, petugas kebersihan harus senantiasa menjaga kebersihan fasilitas sehingga tidak mengganggu jalan proses belajar-mengajar di lingkungan kampus. Perguruan tinggi atau lebih khususnya pada tingkat fakultas sebaiknya memberikan pelayanan akademik yang memuaskan dan menunjang kelancaran proses belajar-mengajar. Pelayanan akademik yang baik akan menghasilkan output yang baik pula dan secara tidak langsung akan memberikan manfaat yang signifikan terhadap keberlangsungan pendidikan tinggi. Konsep Kepuasan Yamit (2004) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang dirasakan atas penggunaan produk atau jasa, yang dirasakan terhadap produk atau jasa tersebut sama atau melebihi harapan yang diinginkan oleh konsumen. Kepuasan pelanggan tercapai bila kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan terpenuhi. Perusahaan/lembaga harus berusaha mengetahui apa yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa yang dihasilkan. Harapan pelanggan dapat diidentifikasi secara tepat apabila perusahaan/lembaga mengerti persepsi pelanggan terhadap kepuasan. Mengetahui persepsi pelanggan terhadap kepuasan sangatlah penting, agar tidak terjadi kesenjangan (gap) persepsi antara perusahaan dengan pelanggan. Penentukan tingkat kepuasan pelanggan, menurut Lupiyoadi (2001) terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu: 1) kualitas produk, 2) kualitas pelayanan, 3) emosional, 4) harga, dan 5) biaya. Kualitas/mutu pelayanan mencerminkan perbandingan antara tingkat layanan yang diberikan perusahaan dibandingkan dengan
93 ekspektasi/harapan pelanggan (Tjiptono, 2005). Untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik/sesuai dengan yang apa yang diharapkan oleh pelanggan. Mahasiswa dalam manajemen mutu terpadu perguruan tinggi merupakan pelanggan yang harus dipuaskan. Untuk member kepuasan kepada mahasiswa, perlu diketahui faktor apa yang dominan menentukan tingkat kepuasan. Fakultas harus peka dan terus mengevaluasi sistem pelayanannya, variabel/indikator apa yang harus dipertahankan dan apa yang harus ditingkatkan, sehingga kepuasan mahasiswa atas pelayanan yang diberikan terus meningkat. Motivasi Belajar Mahasiswa Motivasi merupakan pendorong yang ada dalam diri individu yang memberikan daya penggerak untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin. Apabila individu tersebut mempunyai motivasi yang tinggi maka dia akan berkinerja tinggi (Kurniawan, 2011). Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar mahasiswa. Motivasilah yang mendorong mahasiswa ingin melakukan kegiatan belajar dan meningkatkan prestasi akademiknya. Sedangkan, belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (Aunurrahman, 2010). Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat dari bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya. Teori dua faktor yang menjadikan puas dan tidak puasnya menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor permotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dangan pengawas, hubungan dengan subordinat, upah, keamanan, kondisi kerja, dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factor yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it
94 self, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab (Mangkunegara, 2009). Menurut Herzberg faktor hygienis/ extrinsic tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Herzberg, 2000). Sedangkan, faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis). Motivasi belajar mahasiswa sedikit/banyak dipengaruhi oleh kepuasan terhadap lingkungan belajarnya. Lingkungan belajar tersebut termasuk pelayanan akademik/pendidikan yang terdiri dari pelayanan administrasi oleh pegawai administrasi, pelayanan dosen dalam pengajaran dan bimbingan, penyediaan sarana/peralatan penunjang pembelajaran, kebersihan dan kenyamanan lingkungan kampus, dan lain sebagainya. Hubungan Mutu Pelayanan Akademik, Kepuasan Mahasiswa, dan Motivasi Belajar Mahasiswa Interaksi yang terjalin antara pegawai administrasi, dosen, dan mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh bagaimana persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pendidikan tersebut. Lingkungan pendidikan tersebut meliputi sarana dan prasarana sebagai pendukung kegiatan proses belajar-mengajar, dosen sebagai pendidik, dan tenaga pendukung lain yang ada dalam lingkungan pendidikan tersebut. Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan berbedabeda, oleh karena itu persepsi mempunyai sifat yang subyektif. Demikian pula halnya, persepsi mahasiswa terhadap suatu mutu pelayanan pendidikan antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lain akan berbeda-beda, sehingga
Agung: Mutu Pelayanan Akademik
hal ini akan menyebabkan perbedaan pula dalam dorongan/motivasi pada mahasiswa tersebut untuk melakukan aktifitas belajar (Sutisna, 2001).
Gambar 1 Model Hubungan Mutu Pelayanan Akademik, Kepuasan Mahasiswa, dan Motivasi Belajar Mahasiswa Mengelola suatu lembaga pendidikan diperlukan sistem pelayanan akademik yang bermutu, yang mampu memuaskan pengguna jasa (mahasiswa). Kepuasan yang dirasakan oleh mahasiswa atas pelayanan yang berkualitas tersebut diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Penutup Untuk dapat melaksanakan penjaminan mutu pendidikan tentunya modal dasar utamanya adalah keinginan untuk melaksanakannya. Dalam upaya melaksanakan inilah perlu adanya sistem yang baik agar penjaminan mutu ini dapat berjalan sebagaimana mestinya. Peningkatan motivasi belajar, kepuasan, dan prestasi akademik mahasiswa merupakan suatu tujuan pendidikan yang senantiasa berkesinambungan yang merupakan bagian dalam usaha penjaminan mutu pendidikan, sehingga berbagai upaya terus dilakukan. Secara teoritis, kualitas pelayanan akademik mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa secara tidak langsung atau dimediasi oleh faktor lain, dan faktor yang memediasi tersebut adalah kepuasan mahasiswa atas pelayanan akademik yang diberikan oleh penyedia jasa pendidikan (FE UNM). Selain itu, implikasi praktisnya adalah bahwa upaya perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas pelayanan akademik guna meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, hendaklah mengarah pada pemberian layanan akademik yang memuaskan, sehingga dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
95
DAFTAR PUSTAKA Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Cravens. 1994. Strategic Marketing. Texas Christian University, Richard E. Irwin Inc. Herzberg, 2000. Teori Dua Faktor. http://repository.ipb.ac.id. diakses tanggal 19/11. 2014. Irawan, H, 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia. Kurniawan AW, 2011. Peran Kepemimpinan dan Pengembangan SDM untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan Bank Sulselbar. Proseding. Seminar Nasional & Call For Paper UMSIDA 2011, Sidoarjo.
Lupiyoadi, Rambat, 2001. Manajemen Pemasaran Jasa (Teori dan Praktek). Edisi Pertama. Depok: PT. Salemba Empat. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sutisna, 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cetakan I. Tjiptono, 2005. Pemasaran Jasa . Malang: Bayumedia Yamit, Z. (2004). Manajemen Kualitas: Produk dan Jasa. Yogjakarta: Ekonisia Keputusan MenPAN Nomor 81 tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Layanan Umum
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
SOCIAL CAPITAL PADA PEREMPUAN PENGRAJIN BATIKTULIS DI DESA KLAMPAR KECAMATAN PROPPO PAMEKASAN MADURA Ike Kusdyah Rachmawati, Dewi Puspita Ayu STIE ASIA Malang ABSTRACT This study aimed to determine the roles of social capital (trust, networks, and norms) in the village of Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Madura by using qualitative research methods. The components described in this study were the roles of social capital in the form of trust, networks, and norms in the batik industry in the village of Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Madura. This study used the primary data obtained through direct observation and interviews to 50 female artisans in 1 batik industry center in the village of Klampar. The results of the study showed that the main aspects of social capital referring to the trust, norms and networks shown by the batik artisans indicated the existence of social capital value which were formed and existed among the artisans from different industry centers. There were also informal rules applied in and obeyed by groups of batik artisans. Keywords: social capital, networks, trust and norms Berkembangnya industri rumah tangga pada saat sekarang banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain dengan adanya usaha rumah tangga dapat membantu perekonomian keluarga dan juga bisa mengurangi jumlah pengangguran, selain faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi semakin berkembangnya industri rumah tangga, modal sosial yang ada di masyarakat industri rumah tangga juga sangat mempengaruhi keberadaan industri rumah tangga, tidak hanya di lihat dari berkembangnya atau tidak sebuah industri rumah tangga tetapi juga dilihat sudah seberapa lama dia mempunyai industri rumah tangga tersebut dan juga bagaimana usaha industri rumah tangga itu bisa membantu perekonomian keluarga. Untuk dapat mempertahankan usaha industri rumah tangga yang kebanyakan juga di lakukan oleh orang lain di dalam masyarakat, modal sosial memegang peranan penting untuk tetap menjaga eksistensi sebuah industri rumah tangga. Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerja sama , pertukaran sosial,
saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut. Bentukbentuk modal sosial pada dasarnya terbentuk dari dua jenis solidaritas sebagai usaha individuindividu untuk berkelompok, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik (mengacu pada pendapat Emile Durkheim dalam Schaefer, 2006). Coleman (2008) mendefinisikan modal sosial sebagai aspek dari struktur hubungan antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai baru. Coleman (dalam Hasbullah,2006) juga mendefinisikan konsep modal sosial sebagai varian entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu struktur sosial. Modal sosial inheren dalam struktur relasi antar individu. Struktur relasi dan jaringan inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, dan menetapkan norma dan sanksi sosial bagi para anggotanya. Ilmu ekonomi dan sosiologi yang merupakan cabang ilmu sosial memiliki beberapa perbedaan yang dianggap tidak dapat menjadikan keduanya diintegrasikan dalam satu konsep bersama. Ilmu ekonomi menganggap struktur sosial tidak berpengaruh terhadap
96
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
kegiatan ekonomi, sedangkan sosiologi tidak menyetujui konsep rasionalitas material ilmu ekonomi untuk strategi pembangunan. Namun, menurut Yustika, sejak tahun 1980-an, kedua ilmu ini mulai dapat diintegrasikan melalui beberapa konsep, salah satunya adalah konsep modal sosial (2008: 177). Modal sosial merupakan salah satu sumber daya sosial yang dapat dijadikan investasi untuk mendapatkan sumber daya baru lain dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan modal sosial dapat dikaitkan dengan komunitas, masyarakat sipil, maupun identitas-identitas lain yang kokoh. Bourdieu menekankan bahwa modal sosial terdiri dari dua unsur, yaitu jalinan sosial yang memungkinkan masing-masing anggota dapat berhubungan langsung dalam kelompok, serta jumlah dan mutu dari sumber daya anggota kelompok tersebut (Leksono, 2009: 38). Dari beberapa pengembangan konsep modal sosial, definisi oleh Putnam dan Fukuyama memiliki karakteristik khusus. Putnam menyebutkan bahwa modal sosial merupakan penampilan organisasi sosial, seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerja sama bagi keuntungan bersama. Sedangkan Fukuyama mengartikan modal sosial sebagai kemampuan yang timbul dari kepercayaan dalam sebuah komunitas (Suharto: 2). Ridell menyebutkan beberapa parameter modal sosial, antara lain kepercayaan, norma,dan jaringan (Suharto: 4). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga parameter modal sosial tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti melihat fenomena di Desa Klampar Kecamatan Proppo yang ada pada industri rumah tangga batik , dimana industri rumah tangga batik di daerah tersebut sekarang cukup banyak dan juga bagi sebagian masyarakat pembuat pengrajin batik usaha tersebut merupakan mata pencaharian utama. Untuk itu peneliti ingin meneliti tentang bagaimana modal sosial yang ada dalam masyarakat Desa Klampar Kecamatan Proppo yang mempunyai usaha industri rumah batik, karena pada dasarnya modal sosial yang kuat merupakan kunci utama keberhasilan suatu usaha. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan permasalahan “Bagaimana modal sosial
97 dalam industri rumah tangga batik di Desa Klampar Kecamatan Proppo kabupaten Pamekasan Madura ?”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana modal sosial dalam industri rumah tangga kerupuk di Desa Klampar Kecamatan Proppo kabupaten Pamekasan Madura. KAJIAN PUSTAKA Pembangunan ekonomi berkorelasi dengan modal sosial. Modal sosial merupakan konsep yang muncul sebagai hasil dari interaksi masyarakat dalam jangka waktu yang lama dan terus-menerus. Interaksi, komunikasi, dan kerja sama yang ada dipengaruhi keinginan untuk mencapai tujuan bersama yang terkadang berbeda dengan tujuan dari sendiri. Hal ini akan menciptakan ikatan emosional untuk menyatukan masyarakat sehingga menghasilkan kepercayaan dari relasi yang lama. Modal sosial merupakan energi pembangunan. Hal ini dikarenakan modal sosial akan mempengaruhi kekuatan masyarakat dan dasar kemasyarakatan dalam memecahkan permasalahan yang timbul. Modal sosial akan memberikan dorongan keberhasilan bagi berbagai pihak karena dapat mendorong masyarakat secara swadaya untuk mencapai tujuan yang maksimal. Coleman menyatakan bahwa struktur modal sosial yang terbangun berdasarkan ekspektasi akan mengarah kepada perilaku kerja sama yang saling menguntungkan (Yustika , 2008: 185). Modal sosial dapat diterapkan untuk berbagai kebutuhan, namun yang paling banyak adalah untuk upaya pemberdayaan masyarakat. Perhatian mengenai peran modal sosial semakin mengarah pada persoalan pembangunan ekonomi yang bersifat lokal, termasuk mengenai pengurangan tingkat kemiskinan. Hal ini akan mudah dicapai dan berbiaya rendah apabila terdapat modal sosial yang besar. Seperti dikatakan Tonkiss bahwa modal sosial akan bernilai ekonomi saat dapat memberikan dampak positif bagi individu maupun kelompok, seperti untuk mengakses informasi, menemukan pekerjaan, merintis usaha, serta meminimalkan biaya transaksi (Santoso: 5). Putnam dan Fukuyama juga menekankan bahwa modal sosial berperan dalam mengurangi biaya transaksi (Field, 2005: 79).
98 Secara umum modal sosial adalah merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota masyarakat (bangsa) secara bersama-sama (Supriono, Flassy & Rais). Hal senada juga diungkapkan Arsyad, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa modal sosial juga merupakan sebuah fenomena yang tumbuh dari bawah (bottom-up phenomenon), yang berasal dari sekumpulan individu yang membentuk pola jalinan sosial (social network) yang didasarkan atas prinsip saling mempercayai (trust), resiprositas sosial, norma dalam berperilaku, serta aksi kolektif. Fukuyama menyatakan bahwa modal sosial dalam suatu komunitas berupa kebaikan dan perilaku koperatif yang didasarkan norma bersama akan membantu memperkuat entitas masyarakat tersebut (Hasbullah, 2006: 42). Modal sosial dengan beragam komponennya, seperti kemampuan untuk menciptakan dan mentransfer ide dan pemikiran melalui mekanisme sosial, misalnya agama, tradisi, dan kebiasaan turun menurun, mampu berpengaruh kuat terhadap perkembangan sektor-sektor ekonomi. Putnam mengungkapkan bahwa modal sosial merupakan corak kehidupan sosial yang terdiri dari jaringan, norma, dan kepercayaan yang membuat para partisipan sanggup untuk bertindak efektif secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama (Field, 2005: 45). Wallis, Killerbym dan Dollery menambahkan bahwa modal sosial juga memfasilitasi pengelolaan kepemilikan bersama dan penyediaan barang publik, peningkatan investasi, dan mengurangi biaya sosial kriminalitas, korupsi, dan bentuk tindakan tercela lainnya (Yustika, 2008: 203). Yustika menguraikan hubungan antara modal sosial dan pembangunan ekonomi.Bahwa kegiatan ekonomi selalu berupa kerja sama, baik dalam pengertian kompetisimaupun saling membantu, antar-pelakunya, dengan beragam motif, baik itu mengenaiprofit, status, harga diri, dan preferensi. Kerja sama tersebut membutuhkan kepercayaanyang dalam ekonomi modern dapat digantikan dengan
Ike, Dewi: Social Capital
mekanisme formal untuk mencegah kecurangan atau penipuan (2008: 201). Dari banyaknya perbedaan batasan antar ahli tentang modal sosial, Syahyuti (2008) melihat beberapa ahli lebih menekankan pada pentingnya trust, sebagian lagi social network dan behavioral norms dalam modal sosial. Pengertian trust secara sederhana adalah “willingness to take a risk”, yaitu, interaksiinteraksi yang didasari perasaan yakin (sense of confidence), bahwa orang lain akan memberikan respon sebagaimana diharapkan dan akan saling mendukung, atausetidaknya orang lain tak akan bermaksud menyakiti. Sehingga menimbulkan rasa aman (perceived safety) ketika berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, Syahyuti juga menyatakan bahwa untuk mengembangkan modal sosial kata kuncinya adalah “waktu” (Syahyuti: 2008). Semakin lama seseorang terlibat dalam interaksi, maka modal sosial yang akan dimilikinya akan ikut meningkat. METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis yang berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berfikir maupun bertindak orang atau obyek penelitian. Menurut Indriantoro dan Supomo, pendekatan fenomenologi mencoba untuk menemukan masalah penelitian berdasarkan hasil observasi terhadap fakta atau kejadian (2002: 48).Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan melalui pendekatan interpretasi dan penafsiran. Sumarni dan Wahyuni, tujuan penelitian deskriptif adalah memperoleh jawaban dari pertanyaan tentang siapa, apakah, kapan, dimana, dan bagaimana dari suatu topik penelitian (2006: 52).Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini. Menurut Leksono, penelitian kualitatif merupakan pengembangan strategi penelitiansebagai akibat pendekatan realitas sosial daripada proses intersubyektif antar-pelaku. Berdasarkan keadaan yang apa adanya, penelitian kualitatif memiliki strategimembangun, bukan menguji teori (2009: xxxix). Menurut Somantri, penelitian kualitatif sangat memperhatikan proses, peristiwa, dan otentisitas (2005: 58). Nilai peneliti bersifat eksplisit dalam situasi yang
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
terbatas dan melibatkan subyek dengan jumlah yang relatif sedikit. Peneliti kualitatif biasanya terlibat dalam interaksi dengan realitas yang ditelitinya. Peneliti kualitatif menjalin interaksi secara intens dengan obyek penelitiannya. Populasi dari penelitian ini adalah pengrajin batik perempuan yang melakukan kegiatan membatik di desa Klampar Kecamatan Proppo kabupaten Pamekasan Madura. Dimana jumlah pengrajin tidak kurang dari 12.000 orang yang tersebar di Kecamatan tersebut .Teknik purposive sampling, digunakan dalam penelitian ini . yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja atau dengan pertimbangan tertentu. Sedikitnya ada enam titik sentra batik di kabupaten tersebut. Kecamatan Pamekasan seebanyak 5 sentra batik tulis, Kecamatan Proppo sebanyak 12 sentra batik, Kecamatan Palengaan terdapat 6 sentra, Kecamatan waru ada 1 sentra, Kecamatan Pegantenan 2 sentra dan Kecamatan Tlanakan 1 sentra batik. Karena pertimbangan luasnya daerah penelitian , maka kajian ini hanya memusatkan obseravasi di Kecamatan Proppo yaitu desa Klampar 5 sentra. Dengan jumlah sampel yang banyak dan tersebar luas, maka peneliti mengambil 50 pengrajin yang terpusat di 1 sentra saja.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari lapangan menunjukkan bahwa usaha batik di Desa Klampar Kecamatan Proppo ini mulai berkembang dari tahun 2000 an. Namun,hubungan kerja sama antar sesama kelompok pengrajin masih terbatas baik dalam hal kerja sama maupun koordinasi antar kelompok. penyediaan bahan baku, proses produksi maupun pemasaran. Selain itu, kurangnya keterlibatan pemerintah dalam menunjang usaha pemberdayaan masyarakat kurang yang sedang naik daun di Desa Klampar Kecamatan Proppo. Modal finansial sangat membantu pelaku usaha untuk lebih mengembangkan bisnisnya. Modal sosial juga tidak kalah penting peranannya, seperti yang disebutkan oleh Siregar (2011)menyebutkan bahwa modal sosial ini merupakan salah satu bagian dari modal manusia di samping modal-modal lainnya seperti kompetensi, motivasi, sikap kerja, dan budaya/etos kerja. Di antara macam -macam
99 modal sosial yang ada, faktor kepercayaan, jaringan dan norma tentu saja memiliki peranan penting dalam mengembangkan usaha ini, terkait dengan adanya interaksi yang terjalin antara pelaku usaha yang ada, antara pelaku usaha dengan penyedia bahan baku dan juga antara pelaku dengan pembeli Kepercayaan (trust) Kepercayaan (trust), ini merupakan unsur utama dalam membina sebuah hubungan antar dua individu atau lebih, terutama dalam sebuah hubungan kerjasama dan kepercayaan juga merupakan alasan utama yang juga sebagai modal sosial individu untuk mencapai tujuannya. Kepercayaan satu sama lain (mutual trust) berguna untuk tetap menjaga hubungan yang telah terbina agar tetap terpelihara dengan baik. Kepercayaan yang terjadi menghasilkan suatu hubungan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, sehingga kepercayaan yang terjadi akan sangat mempengaruhi Keputusan yang akan diambil oleh individu, apakah dia akan mempercayai seseorang ataupun tidak. Dari hasil lapangan diatas disimpulkan bahwa kepercayaan (trust) kepada individu lain dari pengusaha batik menjadi sangat penting bagi mereka karena mereka menganggap dalam suatu hubungan, baik itu hubungan sosial ataupun bisnis harus ada rasa saling percaya/kepercayaan jika tidak ada rasa saling percaya itu bukan merupakan suatu hubungan Kepercayaan pengusaha kepada orang lain dalam suatu hubungan itu akan ada dan timbul dengan pertimbangan melihat track record (seperti tingkah laku,tindakan, perilaku, sifat dan pengalaman berhubungan dengan orang lain), rentang waktu kenal dan orang dekat, jika orang tersebut walaupun tetangga dekat kita atau kawan dekat kita track record nya tidak bagus maka tidak usah dipercayai dan diberikan kepercayaan, dalam hal apapun (kehidupan pergaulan, bisnis). Ada kepercayaan satu sama lain dalam setiap hubungan, pemberian kepercayaan ini didasarkan pada kejujuran yang diperlihatkan individu lain, tingkah laku dan perilaku. Jaringan mempunyai jaringan sosial yang informal. Kondisi ini dikarenakan ikatan pertetanggaan
100 dan ikatan kekerabatan yang masih kental di lingkungan mereka Yang menjadi basis jaringan utama responden dalam kehidupan sehari-hari .. Jaringan sosial informal yang ada dapat merupakan potensi yang besar dalam mengembangkan kelompok. Ikatan yang lebih personal membuat hubungan-hubungan sosial antar anggota kelompok menjadi lebih dekat dan dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi upaya-upaya yang dibutuhkan kelompok untuk mengoptimalkan usaha ekonomi anggotanya. Hanya saja, hubungan sosial dengan pihak di luar kelompok belum terjalin dengan baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola interaksi yang dibentuk oleh pengrajin ke pengrajin lain di luar sentra kurang terjalin, .Hubungan antara pengrajin ke pengrajin lainnya terbentuk sejak awal ,. Terlihat bahwa net works (jaringan) berperan sebagai keuntungan bersama karena sesama pengrajin saling bergantung Norma Norma, norma merupakan suatu bentuk aturan baik itu bersifat tertulis maupun tidak tertulis yang senantiasa dipatuhi dan dijalankan oleh individu dalam setiap perilakunya. Norma sosial merupakan suatu bentuk norma yang sifatnya lebih sosial, dimana norma sosial ini tidak menutup kemungkinan bersumber dari norma yang berorientasi pada norma agama (ajaran agama), norma sosial ini lebih mengarah kepada suatu bentuk aturan yang dipakai individu dalam melakukan hubungan sosial atau interaksi sosial dengan individu lain. Aturan-aturan yang ada dalam perkumpulan atau asosiasi sosial individu dapat dikatakan sebagai suatu norma sosial, dalam penelitian ini perkumpulan atau asosiasi sosial yang diikuti oleh pengrajin batik tidak mempunyai aturan secara tertulis dan mengikat serta mempunyai sangsi jika tidak mematuhi, aturan – aturan ini sifatnya tidak wajib dan bukan merupakan suatu keharusan jika para pengrajin ini tidak mengikuti perkumpulan yang timbul hanya rasa ewuhpekewuh pada anggota lain karena tidak datang, untuk menghindari rasa ini walau pun tidak datang tetap membayar iuran wajib untuk mengisi kas dengan menitipkannya pada anggota lain atau menyuruh teman mereka untuk membayarkan, jadi dalam setiap perkumpulan yang diikuti
Ike, Dewi: Social Capital
tidak ada suatu aturan yang mengikat namun ada suatu kewajiban untuk membayar iuran walaupun tidak datang, di perkumpulan yang diharapkan hanya kehadiran untuk mau datang . Dari perilaku dalam setiap kegiatan perkumpulan, aturan yang tidak mengikat ini dapat dikatakan norma sosial yang terbentuk dalam diri individu dalam hal ini pengrajin batik merupakan norma formalitas suatu bentuk saja bukan merupakan suatu keharusan yang diwajibkan , mengikat dan mempunyai sangsi seperti jika para pengrajin ini tidak dapat mendatangi kegiatan perkumpulan mereka akan secara serta merta tetap membayar iuran dan sumbangan (bentuk formalitas), Selain itu norma sosial yang terwujud juga dapat dilihat dari kebaikan seseorang yang tidak membedakan tindakan, perilaku yang dilakukan dalam setiap berhubungan dengan individu lain. Karena dengan melihat tindakan, perilaku yang sering mereka lakukan ketika mereka berhubungan sosial atau berinteraksi dengan orang kita dapat melihat apa saja bentuk norma sosial yang sering mereka lakukan dan dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku. Dalam setiap hubungan sosial atau interaksi dengan orang ada suatu prinsip atau aturan yang dipegang dan sering dilakukan para pengrajin batik, antara lain seperti dituturkan oleh informan-informan berikut ini, di mana pendapat satu dengan yang lain semakin memperjelas dan memberikan gambaran yang Dari hasil lapangan di atas dapat kita lihat dan simpulkan bahwa wujud dari norma - norma sosial itu ada norma formalitas, norma menghormati orang lain,norma menghargai orang lain (menghargai pendapat), norma untuk tidak menyinggung orang lain dan ada norma untuk selalu berbuat baik kepada setiap orang.
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : Modal sosial pengrajin batik desa Klampar Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Madura adalah sebagai berikut: Partisipasi dalam perkumpulan RT/RW, Kelompok Pengajian,mesjid/langgar, Muslimat, Wanita Islam, Paguyuban Kampung Wisata Batik,,Tukar menukar kebaikan (reciprocity)
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
yang sering dilakukan antara lain: dalam daur kehidupan ditandai dengan saling menyumbang jika ada yang kesusahan, ada kegiatan dalam perkumpulan(kelompok, organisasi ,asosiasi) maupun ada yang punya kerja, tolongmenolong pada orang lain yang membutuhkan. Hubungan yang dijalin dalam tukar menukar kebaikan ini saling menguntungkan satu sama lain, memperoleh banyak manfaat(pahala). Ada kepercayaan satu sama lain dalam setiap hubungan yang dibangun, kepercayaan ini mempertimbangkan dari track record dan rentang rasa percaya (lama berhubungan, dan siapa orangnya (saudara, teman, tetangga)). Norma sosial yang terdapat dalam kehidupan sosial bermasyarakat pengrajin batik antara lain adalah formalitas, menghormati, menghargai, tidak menyinggung orang lain, dan saling menguntungkan atau bermanfaat bagi orang lain. Norma-norma sosial yang ada ini cenderung didasarkan dan dipengaruhi oleh norma agama, karena seperti diketahui kehidupan sosial pengrajin batik ini, norma agama mempunyai peran yang paling besar. Dan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan sosialnya adalah pencapaian, ketaatan, kejujuran, tolong menolong dan individualistik. Tindakan proaktif yang sering dilakukan oleh pengrajin batik dilakukan secara spontan dan atas inisiatif yang datang dari dalam diri sendiri seperti membantu orang lain,mencari informasi, dan mengikuti perkumpulan. Manfaat yang diperoleh, bila hubungan sosial dijalin dengan baik, maka akan mempererat tali persaudaraan dan memperluas pertemanan.
DAFTAR PUSTAKA Coleman, James S. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital. The American Journal of Sociology , Supplement: Organizations and Institution: Sociological and Economic Approaches to the Analysis of Social Structure 94:95-120. Elmes, Michael B, Diane M. Strong and Olga Volkoff. 2005. Panoptic empowerment andreflective conformity in enterprise systems-enabled organizations. Journal of Information and Organization 15: 1–37. Edward Elgar Publishing Limited.Ekonomi Di Perdesan.Bogor: Pusat Analisis Sosial
101 Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.Analisis Kebijakan Pertanian. 5 (1): 15-25. Fukuyama, F. 195. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: Fre Pres.Furubotn, Eirik G dan Rudolf Richter. 2005. Institutions andLeksono, S. 2009. Runtuhnya Modal Sosial Pasar Tradisional. Perspektif Emic Kualitatif. Penerbit Percetakan CV Citra Malang Indriantono, N dan Supomo, 1999. Metode Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Bisnis. BPFE, Yogjakarta. Towards Social Accord. United Nation Support for Indonesia Recovery. Working Paper. Indriantoro, N dan Supomo. 2003. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Prenhalindo.Jakarta. Islam, I. 1999. Regional Decentralization in Indonesia: Putnam, R.D. 192. The Prosperous Community: Social Capital and Public Life .American Prospect, 13, Spring, 35- 42. In Elinor O. AndT.K. Ahn. editors. Foundation of Social Capital. Masachusets: Siregar. 2011. Modal Sosial Para Pedagang Kaki Lima Etnis Jawa Studi di Daerah NagoyaKota Batam. Jurnal Fisip UMRAH. Vol 1(1): 93-106 Sumarni, Murti dan Salamah Wahyuni (2006). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: CV. Andi Offset Syahyuti. 207. Jangan Gegabah Bikin Gapoktan. htp:/websyahyuti.blogspot.com/ 207/07/. Syahyuti. 207. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) SebagaiKelembagan Syahyuti. 208. Peran Modal Sosial (Social Capital) dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Forum Penelitan Agro Ekonomi Volume 26 No.1, Juli 2008 Suharto, Edy. 2007. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. pdf (secured). 23/6/2007. 1:49PM
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
STUDI TENTANG PENINGKATAN KUALITAS GURU TPQ DAN PONDOK PESANTREN MELALUI PELATIHAN PEMBELAJARAN BERBASIS WEB DI MERJOSARI KOTA MALANG Bambang Soepeno, Mohammad Maskan Politeknik Negeri Malang
ABSTRACT Teachers are the backbone for the progress of a nation. This is understandable as the teachers have strategic roles in the formation of the nation’s human resources through the learners’ process of learning. The improvement of teachers’ quality becomes a major factor in aligning technological advances in learning. One method that can be used to improve the teachers’ quality is the training in the Internet-based learning. The results of this study showed that the training in the web-based learning could improve the teachers’ teaching quality at TPQ and Pondok Pesantren. This was because the web-based learning could increase learning motivation, creativity and context in accordance with the ever-changing era. Therefore, the development of teachers’ quality at TPQ and Pondok Pesantren in other subject matters is essential to ensure that the quality of teachers can meet the up-to-date demands and development. Keywords: teacher development, learning, web Menurut Degeng (2001:30) belajar adalah proses pemaknaan informasi baru. Sebab segala sesuatu bersifat temporer, berubah dan tidak menentu. Kitalah yang memberi makna terhadap realitas. Untuk itu, proses pembelajaran harus dapat menghasilkan sosok manusia yang mampu menggunakan pengetahuan secara bermakna, memperhatikan pola pandang si peserta didik, aktivitas belajar dalam konteks nyata dan menekankan pada proses. Dengan demikian, strategi pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan milenium tersebut adalah strategi konstruktivistik, dimana dalam strategi ini memiliki karakteristik: penyusunan makna secara aktif, menuntut pemecahan ganda dan evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran. Oleh sebab itu, guru sebagai salah satu faktor eksternal yang penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik harus berperan dengan baik dan memiliki kinerja yang baik. Menurut. Sahertian (1992), menjelaskan bahwa ciri guru yang memiliki kinerja yang baik adalah sebagai berikut: (1) guru dapat melayani pembelajaran peserta didik secara individual, (2) guru memberi persiapan dan perencanaan
pembelajaran yang diperlukan, (3) guru mengikutsertakan peserta didik dalam berbagai pengalaman belajar, dan (4) guru menempatkan diri sebagai pemimpin yang aktif bagi peserta didik. Disamping itu, guru dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan pengetahuan dan kompetensi pedagogiknya yang relevan dengan perkembangan jaman, dimana salah satunya adalah memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sebagai media pembelajaran. Bukan jamannya lagi, guru di dalam proses pembelajaran hanya mengandalkan pendekatan klasikal tanpa melibatkan teknologi informasi di dalam pembelajarannya. Penggunaan buku elektronik, radio, film, TV, multimedia interaktif dan internet merupakan media yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasilnya. Rumusan Masalah Bagaimanakah peningkatan kualitas para guru di TPQ dan pondok pesantren melalui pelatihan pembelajaran berbasis web agar pembelajaran lebih efektif di masa mendatang?.
102
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
TINJAUAN TEORI Pengertian Website Website merupakan kumpulan dari semua halaman web yang terangkum dalam satu kesatuan ‘penerbitan’ di Internet. (Tim Penelitain dan Pengembangan Wahana Komputer, 2002). Sedangkan definisi lain dari website adalah sebuah kumpulan halaman (webpages) yang diawali dengan halaman muka (homepages) yang berisikan informasi, iklan, serta program interaksi.(A to Z internet, 2003). Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa website adalah istilah penunjukan alamat internet yang berisikan kumpulan dari semua halaman web yang terangkum dalam satu kesatuan yang dapat dijadikan media untuk penyampaian informasi baik untuk perorangan maupun organisasi atau perusahaan. Kajian Teoritik tentang Pembelajaran Berbasis Komputer Menurut Kulik dan Kulik (1978), pembelajaran berbasis/berbantuan komputer memiliki kelebihan sebagai berikut: Pertama, memberi kemudahan bagi tenaga pendidik untuk merancang dan memberikan kuis, latihan dan tugas (task) sebanyak yang diperlukan. Kedua,memberi kemudahan bagi tenaga pendidik merancang dan memberikan balikan (feedback) sesegera mungkin terhadap jawaban siswa. Ketiga,memberi kemudahan bagi tenaga pendidik untuk merancang bentuk remediasi (remedial) bagi siswa yang belum berhasil mencapai tingkat penguasaan yang telah ditetapkan. Peluang lebih besar bagi pembelajaran berbasis komputer untuk meningkatkan prestasi belajar juga dimungkinkan karena perkembangan mutakhir teknologi komputer memasuki abad-20 yang semakin terpadu dengan teknologi komunikasi, telekomunikasi dan audio-visual. Semula, komputer hanya dipakai untuk kegiatan berdiri sendiri (stand alone), tidak terpadu dalam sebuah jaringan (network). Kini, setelah komputer makin terpadu dengan berbagai bentuk media dan jaringan telekomunikasi, maka teknologi komputer memungkinkan para penggunanya (user) dalam waktu yang bersamaan namun tetap dalam kerangka pelaksanaan suatu pembelajaran yang bersifat individual (melayani individu siswa).
103 Fasilitas yang dimaksud dalam kaitan uraian di atas merujuk adanya perkembangan dalam jaringan global (global net) tanpa batas (dunia maya) yang didukung fasilitas jaringan internet dalam menciptakan dunia maya secara nyata lewat teknologi komunikasi dan teknologi komputer. Maka konsep yang muncul kemudian, bahwa pembelajaran yang dilaksanakan lewat pemanfaatan internet sebagai penghubung ke berbagai jaringan dan situs-situs dunia maya tersebut memungkinkan para pebelajar/siswa dan juga pembelajar/guru/instruktur dapat dengan mudah melakukan interaksi lewat perangkat komputer yang berada di dekatnya, bebas waktu dan tempat, dimanapun para pengguna (user) sedang berada. Maka semakin nyatalah dimunculkannya konsep Pembelajaran Berbantuan Internet sebagai bagian penting dari konsep pembelajaran berbantuan komputer berbasis komputer . Pada perkembangan selanjutnya, maka konsep Pembelajaran Berbantuan Internet dengan menggunakan dan memanfaatkan jaringan internet tidak sekedar melaksanakan pembelajaran yang hanya menggunakan perangkat teknologi komputer secara berdiri sendiri, tetapi juga akan mengaplikasikan kemajuan-kemajuan dalam bidang teknologi telekomunikasi, teknologi digital, teknologi audio-visual, animasi dan cinematografi, serta teknologi pembelajaran itu sendiri, sehingga tercipta proses pembelajaran yang efektif (Stai & Pohl, 1981). Pada kenyataannya, dunia pendidikan harus mempersiapkan SDM yang siap bersaing dalam era globalisasi (http://Teknologi.US), dimana fasilitas internet semestinya dapat digunakan pula untuk melakukan konsultasi masalah belajar siswa, pemberian tugas, balikan, ujian dan remidiasi bagi siswa, dan menciptakan kegiatan layanan secara interaktif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa dalam melakukan pengayaan bahan-bahan belajar bagi kepentingan perkuliahan. Dengan demikian fasilitas pembelajaran berbantuan internet dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif.
104 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang menjelaskan tentang peningkatan kualitas guru TPQ dan pondok pesantren melalui pelatihan pembelajaran berbasis web. Data Penelitian Data penelitian berupa data primer, berupa kuesioner dan wawancara kepada para guru TPQ dan pondok pesantren. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh guru TPQ dan pondok pesantren se Merjosari Kota Malang. Adapun sampelnya sebanyak 20 orang guru TPQ dan pondok pesantren. Metode Analisa Data Metode analisa data menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang menjelaskan tentang pengembangan pembelajaran berbasis internet (on line). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan kualitas guru melalui pelatihan pembelajaran berbasis web dapat meningkatkan kemampuan kualitas guru TPQ dan pondok pesantren dalam pembelajaran karena hal-hal sebagai berikut: Relevansi Metode pelatihan dengan praktek yang mempunyai tujuan membekali ketrampilan dalam menyiapkan materi dan menyampaikan materi pembelajaran berbasis internet, meskipun dengan suasana nonformal, namun sangat relevan bagi peserta dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya. Akseptabilitas Materi yang diberikan mudah diterima dan dimengerti oleh peserta, karena materinya bersifat praktis dan bahasa yang efektif, walaupun materi yang disampaikan termasuk materi yang sangat baru bagi para peserta, khususnya pembelajaran berbantuan internet.
Bambang, Mohammad: Studi Tentang Peningkatan
Efektifitas Pelatihan ini efektif mencapai tujuannya terutama bagi mereka yang mempunyai daya kreativitas yang tinggi. Ketepatan Ketrampilan yang diberikan sangat tepat sekali, karena akan memperkaya materi pembelajaran dan metode pembelajaran yang sangat bervariasi dan menarik siswa/santri sehingga tidak membosankan dan berguna sebagai bekal dihari kelak untuk memperkaya pengetahuan dan memajukan pembelajaran. Kegunaan Materi ini sangat berguna untuk mengantisipasi di keadaan masa datang, yang berhubungan dengan penganekaragaman materi dan teknik pengajaran yang menarik. Pengaruh jangka panjang Akan membawa kemajuan metode pembelajaran di lingkungan TPQ atau Pondok Pesantren dalam rangka mensukseskan program pendidikan dan membekali pengetahuan dan ketrampilan Daya ulang dan kreativitas Untuk dapat menerapkan ketrampilan dengan lancar dan baik, harus selalu diadakan latihan yang serius dan kontinyu agar bekal ketrampilan yang telah diberikan tidak hilang. Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maskan (2009), terlihat bahwa 91,3% siswa sangat antusias dan tertarik dalam pembelajaran Pemasaran Internasional berbasis WEB Modular berbantuan internet/intranet. Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945, guru memiliki peranan yang utama dan mulia. Sehingga kinerja guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan, oleh sebab itu guru dituntut dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi guru berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 10, kompetensi guru meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dinyatakan bahwa proses pembelajaran mencakup hal-hal sebagai berikut : (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus memberikan keteladanan. (3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran seperti yang dikehendaki pada aturan tersebut , menuntut Guru untuk memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif, terutama pembelajaran yang berbasis konstruktifistik. Adapun model pembelajaran pemecahan masalah yang berorientasi WEB Modular mendorong siswa mampu memecahkan permasalahan dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Paradigma WEB Modular memandang siswa tidak sebagai “kertas kosong” melainkan sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal dalam mempelajari sesuatu. Pada model ini, proses pembelajaran dipandang sebagai pemberian makna oleh siswa pada pengalamannya, sedangkan proses mengajar bukan hanya mengarahkan siswa untuk bisa membangun sendiri pengetahuan melainkan juga turut berpartisipasi dengan siswa untuk membentuk pengetahuan baru pada siswa, membuat makna, mencari kejelasan dan bersikap kritis terhadap hal-hal yang telah
105 dipelajari melalui suatu proyek. Peran guru dalam pembelajaran ini adalah mengarahkan siswa bisa “mengkonstruksi metode belajarnya sendiri”. Model pembelajaran tersebut memberikan peluang terjadinya proses aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memanfaatkan sumber belajar secara beragam. Model ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk berkolaborasi dengan teman bahkan dengan guru-guru, serta mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dengan konsep-konsep, ide dan prinsip-prinsip. Siswa tidak akan begitu saja menerima pengetahuan dari guru kemudian menyimpannya di dalam kepalanya, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah bagaimana siswa dapat memecahkan permasalahan dan mengembangkan produk baru untuk dikaitkan dengan pengetahuan yang didapat dari lingkungan sekitarnya, kemudian membangun pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan menurut alam pemikiran siswa itu sendiri. Pembelajaran berbasis WEB Modular ini guru memberikan kebebasan dan keberagaman kepada siswa. Kebebasan yang dimaksudkan di sini adalah kebebasan untuk melakukan pilihanpilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukan siswa. Sedangkan keberagaman yang dimaksud adalah siswa menyadari bahwa individu berbeda dengan orang/kelompok lain dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya. Disamping itu, dalam pelaksanaan pembelajaran guru memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruk pengetahuan yang baru. Siswa juga akan berinteraksi dengan lingkungannya. Semakin sering siswa berinteraksi maka akan semakin banyak pengalaman yang dimiliki yang berarti dasar pengetahuannya juga semakin banyak. Konstruktivisme mengajarkan bahwa manusia di dalam proses belajar adalah constructing understanding atau knowledge yang dilakukan dalam mencocokkan ide, aktivitas yang baru dengan pengetahuan yang telah ada dan percaya bahwa sudah dipelajari. Menurut teori ini, ciri khusus proses belajar adalah siswa mendapatkan pengetahuan secara individual kemudian menemukan dan
106 mengubah informasi yang kompleks menjadi lebih sederhana dan bermakna. Pengetahuan tidak pernah dapat diamati secara independen dan harus diperoleh secara personal dalam perasaan, tidak dapat ditransfer dari seseorang ke orang lain seperti mengisi air ke dalam botol kosong. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Untuk membentuk pengetahuan siswa harus aktif: (1) melakukan kegiatan, (2) berpikir, (3) menyusun konsep, dan (4) memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari (Budiningsih A., 2005). Jadi, meskipun kemampuan awal siswa sangat sederhana dan tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya guru dapat menerima dan menjadi dasar pembelajaran dan pembimbingan. Guru yang baik harus mampu memahami jalan pikiran siswa dan tidak memaksakan agar siswa mau mengikuti cara-cara yang diberikan guru. Sebagaimana yang dikatakan Dahar R.W. (1988) bahwa peran guru dalam proses belajar adalah membantu siswa dalam membentuk pengetahuannya sendiri. Glover, J.A. dan Bruning R.H (1990) menambahkan bahwa “the best teachers, of course, have many fine atributes in addition to teaching skills – they know a great deal about students, they enjoy students, and they are knowledgeable and enthusiastic about their subject matter”. Kemudian Orlich D.C. (1998) menambahkan bahwa “good teachers are able to develop student thinking, facilitate student development, manage classrooms effectively, deliver high quality instruction, evaluate learning and adapt to changing requirements”. Untuk itu guru tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan/informasi kepada siswa melainkan merupakan suatu membantu membentuk pengetahuan yang dilakukan siswa dari pengalaman yang telah dimilikinya. Siswa akan menjadi subyek yang kritis menganalisis sesuatu. Hal ini dibuktikan hasil penelitian Aji (2007) yang menemukan bahwa. pemanfaatan internet/intranet di Politeknik belum optimal digunakan untuk pembelajaran, dimana hanya 7,1% guru di lingkungan Politeknik Negeri
Bambang, Mohammad: Studi Tentang Peningkatan
Malang yang sudah menggunakan model pembelajaran berbasis komputer dengan berbantuan internet/intranet SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelatihan pembelajaran berbasis web dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasi dalam rangka meningkatkan kemampuan mengajar yang berbasis teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena motivasi peserta sangat tinggi, dimana hal ini terlihat dari antusiasnya peserta mengikuti sampai akhir program dan penerimaan materi yang disampaikan oleh instruktur cukup baik. Saran - Agar pengetahuan dan ketrampilan dan aplikasi pembelajaran berbasis internet yang telah diberikan tidak hilang, maka perlu kiranya diberikan pelatihan pembuatan materi pembelajaran berbasis komputer di masa mendatang. - Untuk lebih banyak memperdalam dan memperoleh keterampilan yang lain maka perlu kiranya ditingkatkan kerja sama dengan pihak terkait di Kota Malang pada masa mendatang..
DAFTAR PUSTAKA Aji, Deddy Kusbianto Purwoko, 2007, Analisa Kesiapan Adopsi Pembelajaran Elekronik di Politeknik Negeri Malang, Politeknik Negeri Malang. Degeng, INS, 1997, Strategi Pembelajaran, Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi: IKIP Malang dan IPTPI. Maskan, Mohammad,2009, Pengembangan Model Pembelajaran Pemasaran Internasional Berbasis WEB Modular, Polteknik Negeri Malang. Nuraini, Nuning, 2003, Modul Multi Media Sebagai Salah Satu Sarana Peningkatan Motivasi Siswa dalam Mempelajari Kalkulus, Makalah Seminar e-Learning, ITB Bandung. Patmanthara, Syaad, 2004, Pembelajaran Berbantuan Komputer Sebagai Manfaat Media Pembelajaran, Jurnal Teknologi Elektro dan Kejuruan, Oktober, 2004
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Pancariana, Firman, 2005, Pengembangan Bahan Ajar Tekstual dan Digital pada Pembelajaran Aplikasi Komputer di Perguru an Tinggi, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pramono, Y.G. Harto, 2002, Pengembangan Pembelajaran Berbantuan Komputer dalam Pokok Bahasan Present Tense Mata Kuliah Bahasa Inggris Program Studi Bahasa Inggris FKIP Katolik Widya Mandala Surabaya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
107 Syakur, Abdus, 2006, Pengembangan Bahan Ajar Digital Mata Kuliah Aplikasi Komputer di STAIN Pamekasan, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Zuriah, Nurul, 2006, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori – Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
PENDAFTARAN LISENSI MEREK SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Galuh Kartiko Politeknik Negeri Malang
[email protected]
ABSTRACT In general, brand functions as an identification that shows the origin of goods and services, as well as links the goods and services with the producers. The brand should be easily remembered by consumers and associated with a given service area. When the brand becomes a part of the business strategy, then in winning the business competition it should also be given legal protection. The rule of law regarding the brand has relevance to the rules regarding the trade monopoly and business competition. Therefore, long before the Act no.15 of 2001 on the brand created, since 1999, Indonesia has had laws regarding the prohibition of trade monopoly and the business competition law no.5 of 1999 on the prohibition of monopolistic practices and unfair business competition (competition law). The background of the enactment of law No.5 of 1999 on the prohibition of monopolistic practices and unfair business competition (RI gazette No.33 of 1999) was the unfair business competition climate in Indonesia, namely the concentration of economic power on individuals or entities, either in the form of monopoly and other forms of unfair competitions. This research discussed the legal protection given by trademark registration against the unfair brand competition practice and how article 50 paragraph b. business competition law, especially the license agreement, was implemented. Keywords: brand right, unfair business competition, license. Perjanjian lisensi merek adalah suatu cara yang dilakukan pelaku usaha agar dapat menggunakan hak merek orang lain yang bersifat eksklusif yang cenderung bersifat monopoli. Melalui perjanjian lisensi merek, hak monopoli terhadap suatu barang akan dikurangi, sehingga pihak lain selaku penerima lisensi dapat menggunakannya untuk memproduksi barang dan atau jasa. Baik pemberi lisensi (licensor) maupun penerima lisensi (licensee) selaku pelaku usaha saling mendapatkan keuntungan. Pada akhirnya, lisensi merek tersebut dapat mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat dan jujur. Keterkaitan yang sangat erat antara produsen, pedagang dan konsumen dalam penggunaan merek maka menjadikan merek dapat diibaratkan sebagai mesin yang menggerakkan roda perdagangan. Merek mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis bagi pemilik suatu produk khususnya untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan. Dalam kaitan hubungan merek antara produsen, pedagang dan konsumen, A Setiawan (A Setiawan, 2010 : 1) berpendapat, merek sendiri memiliki variasi dalam hal kekuatan dan nilai yang dimilikinya di pasar. Pada satu sisi ada merek yang dikenal dan ada pula merek yang tidak dikenal. Kemudian, ada merek yang memiliki tingkat penerimaan merek (brand acceptability) yang tinggi. Ada pula merek yang menikmati preferensi merek yang tinggi. Akhirnya, ada merek yang memiliki tingkat kesetian merek (brand loyalty) yang bagus. Dalam konteks peranan merek bagi pemilik suatu produk khususnya untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, Citrawinda (Citrawinda, 2007 : 1) mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena mengingat fungsi merek itu sendiri untuk
108
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
membedakan ketika suatu barang dan/atau jasa dengan barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda diperkenalkan kepada publik atau calon konsumen.. Lebih jauh Citrawinda (Citrawinda, 2007:2) mengatakan bahwa; Dengan memiliki suatu merek berarti telah dapat diterapkan salah satu strategi pemasaran, yaitu strategi pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik atau tidaknya mutu suatu barang yang bersangkutan. Jadi merek akan selalu dicari apabila produk atau jasa yang menggunakan merek mempunyai mutu dan karakter yang baik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar. Fungsi merek dapat dilihat dari tiga sudut, yaitu sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas dan pemakaiannya. Dari pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran. Dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibelinya. Namun secara umum, merek berfungsi sebagai tanda pengenal yang menunjukkan asal barang dan jasa, sekaligus menghubungkan barang dan jasa Yang bersangkutan dengan produsennya. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap merek seringkali kurang berjalan dengan semestinya, akibat persepsi publik terhadap HKI itu sendiri. Kendala lain adalah karena merek yang sudah didaftarkan masih menjadi sengketa antara para pihak yang mengangap memiliki hak atas merek yang bersangkutan. Penyebab terjadinya sengketa merek lainnya karena adanya indikasi pelanggaran merek dengan didaftarkannya merek-merek yang tidak sepatutnya didaftar, misalnya, karena merek itu sama atau serupa dengan merek terkenal, merek didaftar terebih dahulu oleh pihak lain yang ternyata juga diterima pendaftarannya oleh Ditjen HKI, atau merek yang didaftarkan
109 dengan itikad buruk. (Margono, 2003 : 30). Permasalahan dalam artikel ini adalah : Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan dari pendaftaran merek terhadap tindakan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam bidang merek. dan implementasi Pasal 50 huruf b UU Persaingan Usaha khususnya terhadap perjanjian lisensi. Perlindungan Hukum Terhadap Lisensi Merek Perlindungan hukum terhadap penerima lisensi merek hanya diberikan kepada penerima lisensi beritikad baik yang mencatatkan perjanjian lisensinya pada Dirjen HKI sehingga terhadap pembatalan kepemilikan merek dari pemberi lisensi yang bersangkutan, pihak penerima lisensi masih dapat melanjutkan perjanjian lisensi tersebut terhadap pemilik merek yang dinyatakan berhak melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Hukum Merek dan Tujuan UU Merek Sherman dan Lionel Bently (Lionel Bently & Brad Sherman, 2004 : 35) mengemukakan pendapatnya bahwa Tuhan telah menyediakan awal untuk melakukan proses kreativitas dan kemudian konstribusi yang diberikan oleh pencipta, pendesain, dan penemu yang di ekspresikan dalam berbagai bentuk tersebut harus dilindungi oleh hukum.. Dengan kata lain, yang dilindungi oleh hukum adalah unsur kreatif manusia yang diwujudkan dalam produk yang dihasilkan. Menurut Djumhana dan R. Djubaedillah (Djumhana dan R. Djubaedillah 2003 : 170) merek memiliki beberapa fungsi, antara lain; a. Merek mempunyai fungsi menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya, sehingga menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. b. Merek berfungsi memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan. c. Merek berfungsi sebagai sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan. d. Merek berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sahat yang menguntungkan semua pihak.
110 Pendaftaran Merek Dan Perjanjian Lisensi Menurut Gautama (Gautama, 2002 : 106) pendaftaran merek bukan merupakan suatu kewajiban. Pemilik merek tidak diwajibkan dan tidak dipaksa untuk mendaftarkan merek. Tiap orang yang mempunyai suatu merek dapat memakai mereknya itu tanpa mendaftarkan merek-mereknya. Hal ini seringkali kurang dimengerti oleh khalayak ramai. Pada umumnya publik menganggap bahwa hanya suatu merek yang terdaftar adalah yang terkuat karena pendaftaran dianggap menciptakan hak atas suatu merek. Tetapi bukan demikian halnya. Justru melalui pemakaian pertama di Indonesia adalah yang menciptakan atas suatu merek. Bukan pendaftarannya yang tidak merupakan suatu keharusan. Pendaftaran hanya memudahkan pembuktian tentang pemakaian pertama ini. Secara umum, dikenal 4 (empat) sistem pendaftaran merek yang lazim digunakan di dunia, yaitu; a. Pendaftaran tanpa pemeriksaan merek terlebih dahulu. Menurut sistem ini merek yang dimohonkan pendaftaran segera didaftarkan asal syarat-syarat permohonannya telah dipenuhi, antara lain pembayaran biaya permohonan, pemeriksaan, pendaftaran b. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Jepang, menyelenggarakan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum mendaftarkan suatu merek dalam daftar umum merek, terlebih dahulu diumumkan dalam trade journal untuk jangka waktu tertentu memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang mengajukan keberatan. Apabila dalam jangka waktu yang diberikan tidak ada keberatan-keberatan yang diajukan, maka pendaftaran merek dikabulkan c. Pendaftaran dengan pengumuman sementara. Sebelum merek bersangkutan didaftarkan, merek itu diumumkan terlebih dahulu untuk memberi kesempatan kepada pihak lain mengajukan keberatan-keberatan tentang pendaftaran merek tersebut. d. Pendaftaran dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang adanya merek lain terdaftar
Galuh: Pendaftaran Lisensi
yang ada persamaanya. (Djumhana dan R. Djubaedillah 2003 : 184) Perlindungan Hukum Yang Diberikan Dari Pendaftaran Lisensi Merek Terhadap Tindakan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Bidang Merek Terdapat keterhubungan antara Hukum Persaingan Usaha dengan Hak atas Kekayaan Intelektual. Sepintas mungkin terlihat bahwa keberadaan konsepsi HKI dengan Hukum Persaingan Usaha seakan-akan saling bertentangan satu sama lain, namun kedua domain hukum tersebut memiliki sifat komplementer atau saling mengisi untuk keharmonisan sistem hukum itu sendiri, yakni meningkatkan efisiensi sistem perekonomian. Untuk memperkuat posisi pengawasan persaingan usaha dan sebagai pintu harmonisasi antara rezim lisensi hak atas kekayaan intelektual (HKI) dan hukum persaingan usaha, ditetapkanlah Pasal 50 b UU No. 5 Tahun 1999. Pada pasal tersebut, dijelaskan bahwa perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek, dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba dikecualikan dari ketentuan UU No.5/1999. HKI merupakan insentif dan alasan diberikan hak memonopoli dan proteksi karena HKI membutuhkan sumber daya dan waktu dalam upaya mendapatkannya. Undang-undang HKI sendiri menjamin bahwa penemuan paten dan lain-lain akan diberikan perlindungan sebelum dapat menjadi milik public (public domain). Faktor ini menjadi penentu bagi perusahaan karena insentif ini dianggap sebagai jalan menguasai pasar tetapi tidak merupakan pelanggaran undang-undang Sejauh ini, negara dan hukum telah memberikan hak istimewa yang sangat besar pada pemegang hak cipta. Namun banyak orang yang salah kaprah, menyangka bahwa lahirnya hak eksklusif dalam lingkup HKI seolah-olah secara otomatis melahirkan pula praktek monopoli dan perilaku persaingan usaha tidak sehat. Padahal, seharusnya keberadaan hak eksklusif tersebut dipisahkan terlebih dahulu dari tindakan pengeksploitasiannya. Hak eksklusif hanya memberikan landasan hukum untuk
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
memonopoli, tetapi sifatnya fakultatif atau optional. Artinya, kalau pemegang hak cipta memutuskan untuk tidak mengeksploitasi secara komersial ciptaannya, misalnya dengan memberikan share-alike license, maka tidak akan terjadi suatu kondisi persaingan usaha tidak sehat. Hukum hak cipta mengatur tentang apa saja yang dapat dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam suatu kegiatan perdagangan. Sedangkan, hukum persaingan usaha dan perlindungan konsumen mengatur tentang batasan-batasan agar pemegang hak cipta dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan tidak merugikan konsumen. Oleh karena itu pemegang hak cipta diharap mampu menjaga persaiangan usaha secara sehat dan tidak merugikan konsumen. Dapat disimpulkan bahwa hukum Persaingan dan HKI dianggap sebagai ketentuan hukum yang bersifat komplementer atau saling mengisi untuk keharmonisan sistem hukum nasional Indonesia. Kesamaan yang dimiliki oleh kedua rezim hukum tersebut diantaranya ialah pada tujuannya yaitu untuk memajukan sistem perekonomian nasional di era perdagangan bebas dan globalisasi, mendorong inovasi dan kreatifitas, serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Walaupun pada kenyataannya HKI dapat memberikan hak eksklusifitas (bahkan memonopoli) sebagai insentif dari penemuan HKI tersebut.
Perjanjian-Perjanjian di Bidang HKI yang Dikesampingkan Oleh UU Anti-Monopoli. Dalam rangka penegakan hukum persaingan usaha, maka sangatlah penting untuk meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, baik melalui kesepahaman atas hukum persaingan usaha maupun melalui harmonisasi kebijakan persaingan dengan kebijakan pemerintah lainnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur beberapa ketentuan antara lain yang berkaitan dengan: a. Perjanjian yang dilarang; (Pasal 4-16, BAB III Undang-Undang No.5 Tahun 1999) b. Kegiatan yang dilarang; (Pasal 17-24, BAB IV Undang-Undang No.5 Tahun 1999)
111 c. Posisi dominan; dan (Pasal 25-29 BAB V Undang-Undang No.5 Tahun 1999) d. Sanksi terhadap pelanggar ketentuan yang diatur. (Pasal 47-49 BAB VIII Undang-Undang No.5 Tahun 1999) Lebih lanjut dalam Pasal 50 BAB IX, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara general dijelaskan tentang pengecualian terhadap larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU No.5/1999), yakni sebagai berikut: a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang undangan yang berlaku; atau b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau h. Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya. Penerapan Pasal 50 Huruf b. UU Persaingan usaha khususnya terhadap perjanjian lisensi Perjanjian lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan lisensi, sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi. Pengertian lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
112 obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai imbalan atas pemberian lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat hak ekonomis yang terkandung dalam setiap hak eksklusif adalah banyak macamnya, maka perjanjian lisensi pun dapat memiliki banyak variasi. Ada perjanjian lisensi yang memberikan izin kepada penerima lisensi untuk menikmati seluruh hak eksklusif yang ada, tetapi ada pula perjanjian lisensi yang hanya memberikan izin untuk sebagian hak eksklusif saja, misalnya lisensi untuk produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja. (Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan UU No.5 Tahun 1999 : 14.)
Aspek Yuridis Lisensi Merek Merujuk pada UU Merek yang mengatur pengertian atau defenisi Lisensi, maka Lisensi dikatakan sebagai izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Dari pengertian tersebut terkandung beberapa prinsip dan aspek yuridis dalam perjanjian lisensi khususnya lisensi merek, yang antara lain meliputi; 1. Izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar; 2. Penyerahan kepada pihak lain;
Galuh: Pendaftaran Lisensi
3. Dengan media atau jalur perjanjian; 4. Adanya prinsip pemberian hak (bukan pengalihan hak); 5. Dalam rangka menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan; 6. Untuk jangka waktu dan syarat tertentu. Persaingan Usaha dan Jenis Perjanjian yang Dilarang dalam UU Anti Monopoli Sebagaimana diketahui, persaingan usaha yang sehat bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan perbuatan monopoli dagang. Hal tersebut didasari oleh keyakinan bahwa persaingan atau kompetisi idelanya harus sehat dan baik dalam rangka mengefektifkan dunia usaha sehingga konsumen dapat dilindungi dan diuntungkan akibat persaingan yang dapat berimplikasi pada ditekannya harga sedapat mungkin. Selain itu, persaingan usaha juga dapat mendorong kondusifitias iklim usaha yang akan semakin terjamin dengan adanya optimalisasi proses produksi dan distribusi barang. Hal tersebut seiring dengan tujuan pembentukan UU Persaingan usaha sebagaimana diatur pada Pasal 3, yang berbunyi; Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk: a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Perjanjian lisensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual adalah perjanjian. Perlu dipahami bahwa dalam bidang Hak atas Kekayaan Intelektual, dikenal dua macam lisensi, yaitu lisensi kontraktual (contractual licence) dan
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
lisensi wajib (compulsory licence). Kontraktual ataukah wajib, suatu lisensi di bidang hak atas kekayaan intelektual tetap suatu perjanjian yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang secara umum termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan Undang-undang AntiMonopoli. Dalam konteks hukum Hak Kekayaan Intelektual, lisensi sendiri adalah suatu perjanjian dengan mana pihak pemilik sah dari suatu hak atas kekayaan intelektual memberikan ijin (lisensi) kepada pihak lain apakah untuk (i) menggunakan barang yang dilindungi dengan/oleh hak atas kekayaan intelektual untuk pemakaian sendiri, atau (ii) mengkomersialisasikan barang-barang yang menggunakan hak atas kekayaan intelektual tersebut dengan jalan memperbanyak, mendistribusikannya dan memperdagangkannya untuk tujuan komersial, dengan atau tanpa royalti. Bilamana Peraturan Pemerintah tentang tata cara pendaftaran perjanjian lisensi telah diundangkan dan oleh karenanya sistem pendaftaran perjanjian lisensi telah menjadi efektif, sebelum Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual mengabulkan permohonan pendaftaran perjanjian lisensi tersebut, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dapat diminta untuk menilai apakah perjanjian lisensi hak atas kekayaan intelektual tersebut bertentangan atau tidak dengan Undang-undang Anti-Monopoli. Lagipula, pemegang lisensi (licensee) bukanlah pemilik hak eksklusif hak kekayaan intelektual yang atas dasar kewenangan sendiri dapat mencegah orang lain untuk menggunakan hak kekayaan intelektual yang menjadi obyek dari perjanjian lisensi, karena pemegang lisensi hanyalah menerima ijin dari pemilik hak kekayaan intelektual apakah untuk (i) menggunakan barang yang dilindungi dengan/oleh hak kekayaan intelektual untuk pemakaian sendiri, atau (ii) mengkomersialisasikan barang-barang yang menggunakan hak atas kekayaan intelektual tersebut dengan jalan memperbanyak, mendistribusikannya dan memperdagangkannya untuk tujuan komersial, dengan atau tanpa royalti. Kewenangan tersebut hanya dapat dilaksanakan sesuai
113 dengan kuasa yang diberikan oleh pemilik hak kekayaan intelektual (licensor) kepada pemegang lisensi (licensee) berdasarkan perjanjian lisensinya, kuasa mana hanya dapat dijalankan untuk kepentingan pemilik hak kekayaan intelektual (licensor) dan bukan untuk pemegang lisensi (licensee). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Perlindungan hukum terhadap penerima lisensi merek hanya diberikan kepada penerima lisensi beritikad baik yang mencatatkan perjanjian lisensinya pada Dirjen HKI sehingga terhadap pembatalan kepemilikan merek dari pemberi lisensi yang bersangkutan, pihak penerima lisensi masih dapat melanjutkan perjanjian lisensi tersebut terhadap pemilik merek yang dinyatakan berhak melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 2. Sesuai asas dan tujuan yang termaktub dalam Undang-Undang Persaingan Usaha bahwa pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum, maka pengecualian yang diatur dalam Pasal 50 huruf b harus dimaknai secara selaras dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam asas dan tujuan yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Persaingan Usaha. Patut pula diperhatikan bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha terhadap pelaksanaan perjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan: (a) perjanjian lisensi HKI tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundang-undangan HKI, dan (b) adanya kondisi yang secara nyata menunjukkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Saran 1. Perjanjian lisensi harus didaftarkan pada kantor Dirjend HKI untuk dicatat dan diumumkan. Tujuannya supaya masyarakat mengetahui adanya perjanjian lisensi tersebut. Agar perjanjian lisensi dapat terlaksana dengan baik di masa mendatang, maka sesuai amanat yang terkandung dalam Undang-undang Merek, peraturan pelaksana
114 semisal Keputusan Presiden yang mengaturnya secara lebih medetail harus segera diterbitkan. 2. Agar perjanjian lisensi mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, sebaiknya setiap pelaku usaha dalam melakukan perjanjian lisensi harus dicatatkan sebab jika tidak dicatatkan tidak akan mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, yang dengan sendirinya tidak termasuk kategori pengecualian Pasal 50 huruf b. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004. Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Press) Amirudin dan Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers) Asshiddiqie Jimly, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi (Konpress) Citrawinda, Cita, 2003, Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Gautama, Sudargo & Rizawanto Winata, 2002, Undang-Undang merek baru Tahun 2001, Citra Aditya Bakti, Bandung. Gie Kwik Kian, 1995 Saya Bermimpi Jadi Konglomerat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama) Hansen Knud, 2002 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Katalis –Publishing- Media Services. Ibrahim Johnny, 2007, Hukum dan Persaingan Usaha – Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia. (Bayumedia Publishing: Malang) Kenny Wiston, Klausula Hitam dan Kebebasan Berkontrak, artikel lepas, 29 April 2010. Lihat: http://www.peradicabmalang.org/index. php?option=com_content&view=article& id=72:klausula-hitam-dankebebasanberkontrak. Diakses20 November 2014.
Galuh: Pendaftaran Lisensi
L. Kagramanto Budi, 2007 , “Implementasi UU No 5 Tahun 1999 Oleh KPPU”, Jurnal Ilmu Hukum Yustisia Lionel Bently & Brad Sherman, 2004. Intellectual Property Law, (Oxford: Oxford University Press. Lubis Andi Fahmi, dkk., 2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Jakarta, Oktober) Margono, Suyud, 2003, Hukum & Perlindungan Hak Cipta, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta. Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003. Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti). Prasetiantono A Tony, 1995 Agenda Ekonomi Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama). Purba Zen Umar, 2000, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia) p.1. Setiawan, A Judhi, Pesan Komunikasi: Merek, Modul III Komunikasi Pemasaran Terpadu, Universitas Mercu Buana, Bahan Ajar Sjahdeini Sutan Remy, “Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” Jurnal Hukum Bisnis (Volume 10) Suryomucitro, Goenawan, 2006, Laporan Akhir Tentang Kompilasi Bidang Hukum Perjanjian Lisensi, BPHN, Jakarta. Terry A and Giugni D, 1997. Business, Society and the Society, (Australia: Harcourt Brace dan Compan,)
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
IMPLEMENTASI AHP PADA APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEREKRUTAN KARYAWAN DI PT. YAMAHA MUSICAL PRODUCTS INDONESIA Deddy Kusbianto, Abdur Rahman Politeknik Negeri Malang
[email protected]
ABSTRACT PT. YAMAHA MUSICAL PRODUCTS INDONESIA (PT YMPI) is a Foreign Investment Company belonging to Yamaha Corporation Japan (YCJ) group headquartered in Japan and, therefore, PT.YMPI management is directly responsible to YCJ. In processing employee candidates applying to the company, it still used a manual system. As there were some criteria used for selecting the applicants, the manual system could not be fast in concluding which candidates were the best. To solve the problem, a recruitment system was designed. This design used PHP programming language, used MySQL database format, and used AHP (Analytical Hierarchy Process) as the tool of Decisions Support Systems. With the design of the application, it is expected that the company will be faster and more efficient in processing the candidates. Keywords: PT YMPI, AHP, DSS PT. YMPI adalah jenis perusahaan manufacturing yang bergerak di bidang produksi alat musik tiup beserta spare part dan case. Dengan kerja sama antara pekerja-pekerja terampil Indonesia dan teknologi modern Jepang, PT.YMPI menghasilkan produk dengan kesatuan yang baik dan tepat bagi industri alat musik yang menekankan pada kualitas yang tinggi baik dari segi proses pembuatan maupun kualitas hasil produksi. Pada kenyataannya, data atau informasi maupun pengetahuan tidak selalu kita miliki , sehingga bobot yang diberikan juga tidak berdasar, asal-asalan yang pada akhirnya hasil atau keputusan yang diambil tidak tepat. Metode DS/AHP dikembangkan untuk mengatasi permasalahan ini. Dalam metode DS/AHP, ketiadaan data atau informasi maupun pengetahuan juga diberikan nilai atau bobot, yaitu dengan cara mengikut sertakan kumpulan seluruh kriteria atau alternatif sebagai salah satu item pembobotan. Adanya prosedur ini setidaknya dapat membantu sistem dalam memproses aktivitas data dalam penyesuaian dengan sistem seleksi yang ada serta memperoleh informasi mengenai
proses penerimaan karyawan secara tepat, tepat dan akurat sehingga tidak terjadi pemborosan waktu, biaya dan tenaga kerja untuk mendapatkan karyawan yang dibutuhkan. Untuk itu perlu pembangunan sumber daya manusia yang terus-menerus sesuai dengan perkembangan organisasi dan tuntunan tugas mendatang. Menurut David E. Bowen dan Edward E. Lawyer (2004), proses seleksi mempunyai dampak yang signifikan terhadap kualitas dan performansi dari karyawan. Sedangkan menurut Indah Wijayanti (2010) pada tugas akhir untuk mengetahui pengaruh seleksi pada kinerja karyawan, diketahui bahwa seleksi mempunyai sumbangan sebesar 57,7% terhadap kinerja karyawan Sehingga proses seleksi penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia yang akan membangun sebuah organisasi. Rivai (2008), mengungkapkan bahwa kriteria dalam proses seleksi memegang peranan penting dalam mencari karakteristik karyawan. Sedang karakteristik karyawan akan menunjukkan performansi kerja dari calon karyawan tersebut nantinya.
115
116 PENELITIAN TERDAHULU Menurut Denny (2006) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode untuk memecahkan suatu situasi yang kompleks tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Menurut Hasan (2004) metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Ramadhan et.al. (2013) disebutkan bahwa metode AHP dapat digunakan dalam penyeleksian pegawai baru. Metode ini menggunakan proses pemeringkatan untuk menyeleksi obyek yang memiliki multikriteria. Seleksi yang menggunakan metode AHP tersebut diharapkan dapat memenuhi kriteriakriteria yang ditentukan, sehingga calon karyawan yang berkualitas dapat tersaring sesuai kebutuhan perusahaan. Sehingga diharapkan perusahaan dapat menghindari perekrutan pegawai secara subjektif. Obyektifitas penerimaan karyawan dengan penunjang keputusan dalam seleksi karyawan diharapkan dapat membantu dan mempercepat tercapainya tujuan perusahaan. AHP sendiri adalah model hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Motode AHP ini dikembangkan oleh Thomas L Saaty, AHP berfungsi untuk memecahkan masalah yang kompleks menjadi sub-sub masalah lalu menyusunnya ke dalam bentuk hirarki. (Husni, 2010) dan (Sukenda, 2012). Struktur sebuah model AHP adalah model dari sebuah pohon terbaik. Ada suatu tujuan tunggal di puncak pohon yang mewakili tujuan dari masalah pengambilan keputusan. Seratus persen bobot keputusan ada di titik ini. Tepat di bawah tujuan adalah titik daun yang menunjukkan kriteria, baik kualitatif maupun kuantitatif. Bobot Tujuan harus dibagi di antara
Deddy, Abdur: Implementasi AHP
titik-titik kriteria berdasarkan rating (Amborowati, 2010). Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dalam system analisisnya sehingga metode ini banyak digunakan. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah kesatuan (unity), kompleksitas (complexity), saling ketergantungan (inter dependence), struktur hirarki (hierarchy structuring), pengukuran (measurement), konsistensi (consistency), sintesis (synthesis), trade off, penilaian dan consensus (judgement and consensus), pengulangan proses (process repetition) . Prinsip dasar dalam metode AHP adalah membuat hierarki, penilaian criteria dan alternative, menentukan prioritas dan menentukan konsistensi logis (Asria, 2010) IMPLEMENTASI Diagram Konteks Dibuat untuk menggambarkan sumber data yang akan diproses atau dengan kata lain diagram tersebut digunakan untuk menggambarkan system secara umum dari keseluruhan system yang ada. Pada sistem ini melibatkan 2 entity. Diagram konteks ini dapat ditunjukkan pada gambar 1 sebagai berikut :
Gambar 1 Diagram Konteks Sistem Informasi Penilaian Karyawan Kontrol sistem akan berpengaruh pada input, proses dan output. Input yang masuk berupa data, yang kemudian di proses oleh pengolah data atau transformasi sehingga menghasilkan sebuah output. Output tersebut kemudian di analisa dan kemudian menjadi umpan balik bagi penerima dan umpan balik ini akan muncul segala pertimbangan untuk input berikutnya. Selanjutnya siklus ini akan berkembang sesuai dengan permasalahan yang ada.
117
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Diagram Alir Data
memudahkan aktivitas untuk memperoleh informasi. Basis Data dimaksudkan untuk mengatasi problem pada sistem yang memakai pendataan berbasis berkas. Basis Data mempunyai prinsip utama yaitu pengaturan data arsip. Dan tujuan utamanya adalah memberi kemudahan dan kecepatan dalam pengambilan kembali data atau arsip. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2 Diagram Level 1 Aplikasi Penerimaan Baru Dari gambar di atas dapat dilihat terdapat 3 proses, yaitu proses aplikasi Penerimaan baru, proses login admin dan konten web, juga terdapat dua entity yaitu admin dan user HRD, dan empat table data storage, diantaranya tabel candidate, tabel rating, tabel sistem rating, tabel user.
Setelah kebutuhan untuk membangun sistem informasi tersebut telah terpenuhi, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan implementasi sistem yang telah dibuat. Oleh karena itu, implementasi sistem ini akan dijelaskan berdasarkan jenis pengguna masingmasing beserta menu-menu yang dapat diakses. Halaman Login Admin Pada halaman ini berisi tampilan form username dan password untuk login admin yang akan melakukan entry data. Seperti pada gambar berikut.
Gambar 4 Form Login Admin Halaman Admin Pada halaman ini berisi menu yang ada di admin area. Seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 3 Diagram Level 2 Proses Login Admin Pada gambar di atas, terdapat satu entitas dan data storage, serta mempunyai 2 proses, yaitu proses input data admin, dan proses validasi admin. Jika berhasil login, maka admin dapat menginputkan data di Aplikasi. Basis Data Basis Data adalah suatu pengorganisasian sekumpulan data yang saling terkait sehingga
Gambar 5 Halaman Admin Halaman Data Calon Karyawan Pada halaman ini berisi kolom Nomer, Nama dan Menu untuk untuk edit dan hapus data.
118
Deddy, Abdur: Implementasi AHP
Pada gambar di bawah ini adalah dropdown pilihan data penilaian rekrutmen, setelah itu klik Selanjutnya.
Gambar 6 List Data Calon Karyawan Halaman Data Penilaian Pada halaman ini berisi kolom Nomor, Penilaian dan untuk edit dan hapus data kriteria. Seperti gambar berikut.
Gambar 10 Dropdown Penilaian Dari pemilihan prioritas penilaian di atas, maka akan tampil halaman baru seperti di bawah ini.
Gambar 7 List Data Penilaian Halaman Data Profil Admin Pada halaman ini berisi form isian untuk merubah nama dan password login dari admin, seperti pada gambar berikut.
Gambar 11 Halaman Hasil Kriteria Pada gambar di atas, HRD harus menilai salah satu pegawai dengan pegawai lainnya, jika sudah semua pada prioritas kriteria penilaian, untuk melihat hasil analisa AHPnya, dapat diperoleh dengan menekan tombol menu Hasil Analisa, dan hasilnya sebagai berikut:
Gambar 8 Form Ubah Password Admin Halaman Petugas Penerimaan Halaman ini berisi langkah step by step untuk melakukan penilaian untuk merekrut calon karyawan perusahaan yang baru. Seperti pada gambar - gambar berikut.
Gambar 9 Halaman Utama HRD
Gambar 12 Halaman Hasil Analisa AHP KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dengan 5 (lima) orang, didapatkan bahwa aplikasi sistem pendukung keputusan ini berguna untuk membantu dan mempermudah Pimpinan dan HRD dalam menentukan 5 (lima) calon karyawan terbaik untuk bisa di terima di PT. YAMAHA MUSICAL PRODUCT INDONESIA
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
119
DAFTAR PUSTAKA Amborowati, Armadyah. 2010. Sistem penunjang Keputusan Pemilihan Perumahan Dengan Metode AHP Menggunakan Expert Choice. www.elearning.amikom.ac.id di akses 1 November 2013. Asria, Idrus , 2010, Implementasi Sistem Metode Ahp Sebagai Alat Bantu Pengambilan Keputusan Pemilihan Calon Tenaga Kerja Di Pt. Danagung Ramulti. www.journal. amikom.ac.id diakses 2 November 2013. Bowen, David E. and Edward E. Lawyer.(2004). Total Quality Oriented Human Resource Management. Los Angeles : CEO of University of Southern California. CEO Publication G 92-1. Denny, H., 2006. Frame Work Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Metode AHP, Yogyakarta, Skripsi Ilkom FMIPA UGM. Hasan, Iqbal. 2004. Pokok-pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Husni A, Imam., 2010, Sistem Informasi pendukung Keputusan Pada Seleksi Peneriman Pegawai Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal Dinamika Informatika Vol.2 No.2 (2010)
Ramadan K., A., Budi, S., M. Aziz M.,2013, Decision Making and Evaluation System for Employee Recruitment Using Fuzzy Analytic Hierarchy Process, International Refereed Journal of Engineering and Science (IRJES) ISSN 2319183X, Vol.2 Issue 7 (July 2013), PP.24-3 Rivai, Veithzal 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sukenda, Zeny, P.A, 2012, Sistem Pendukung Keputusan Untuk Memilih Kendaraan Bekas Dengan Menggunakan Metode Analitic Hierarchy Process (AHP). http://repository.widyatama.ac.id diakses 1 November 2013 Wijayanti, Indah. 2010. Pengaruh Seleksi Penerimaan karyawan dan Penempatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Wangsa Jatra Lestari Pajang Sukoharjo. Skripsi Thesis: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2442-5486
FEASIBILITY GREEN MARKETING PRODUK OLAHAN SINGKONG DI KAMPUNG CIRENDEU CIMAHI
Mutia Tri Satya, Reni Marlina, Lina Said STIE Ekuitas Bandung
[email protected]
ABSTRACT The current product packaging displays “Serba Singkong Cirendeu” brand, product composition, and the PIRT code. The packaging is traditional and made of plastic and, therefore, does not meet the green packaging standard (reduce, reuse, and recycle). The use of the packaging is due to the high cost of using green packaging. This research was aimed at investigating the feasibility of applying green marketing from the consumers’ perspective and how far business owners applied green marketing. From the consumers’ perspective itself, consumers had positive perspective on the cassava products. As consumers are more aware of the importance of consuming healthy food, Cirendeu cassava products can serve as an option for healthy food. Keywords: Green marketing, cassava products Lingkungan sekitar menjadi masalah yang paling utama di setiap daerah. Mulai dari pertumbuhan penduduk, pembangunan infrastruktur, polusi, krisis energy, sampai ke eksploitasi sumber daya alam secara besarbesaran yang mengakibatkan global warming. Sebagian para pelaku usaha yang belum menyadari tentang pentingnya memperhatikan lingkungan sekitar pada saat pengolahan produk. Ini terbukti dengan beberapa produk yang dihasilkan dalam pengolahan produk limbah yang dibuang sehingga mencemari lingkungan, kemasan plastik yang tidak bersahabat dengan kondisi alam, pewarna makanan yang tidak layak, polusi udara ketika memproses produksi dan masih banyak lagi dampak pengolahan produk yang bisa mencemari lingkungan. Kecenderungan yang terjadi di dalam dunia usaha dimana terjadi persaingan yang sangat kompetitif. Perusahaan berlomba-lomba untuk menarik konsumen di dalam membeli produk untuk meningkatkan penjualan. Tuntutan untuk melakukan diferensiasi produk untuk menambah value suatu produk, dengan memodifikasi produk, packaging, maka
dilakukanlah pengeksploitasian sumberdaya sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memenangkan pasar tanpa memperhatikan dampak untuk lingkungan sekitar. Berdasarkan hal itulah konsep green marketing muncul di dunia pemasaran yang digunakan sebagai strategi untuk menarik konsumen dengan cara melakukan perubahan dalam inovasi produk. Green marketing adalah konsep lama yang diaplikasikan sekarang ini setelah banyaknya permasalahan yang terjadi dalam lingkungan. Dengan diterapkan konsep green marketing ini menarik perhatian konsumen. Produk yang dihasilkannyapun berbeda dengan produk yang tidak menerapkan konsep ini. Dimana munculnya produk-produk organik baik itu makanan dan minuman, handicraft yang bahan dasarnya dari daur ulang, sampai kepada pembuangan limbah produk yang dimanfaatkan kembali agar tidak mencemari lingkungan. Cimahi adalah salah satu kota yang ada di Jawa Barat, yang pertumbuhan UKMnya sangat pesat. Salah satu kelompok usaha yang menjadi sorotan untuk saat ini adalah kelompok usaha
120
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
yang berada di kampung Cireundeu. Kampung ini adalah sebuah bukit kecil yang dihuni oleh 350 KK. Sebagian penduduk Cireundeu, sejak ratusan tahun silam (sejak tahun 1918), tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai bahan makanan pokok. Mereka mengolah singkong untuk dijadikan makanan pokok sehari-hari. Untuk pengganti beras, singkong yang ada diolah menjadi rasi (beras singkong). Seiring dengan perubahan jaman, pola prilaku, ditambah dengan masyarakat Cireundeu yang merupakan generasi ke-5, dengan masuknya beberapa pendatang baru yang disebabkan adanya pernikahan. Pendatang baru, ada yang langsung mengikuti kebiasaan makan singkong tetapi ada juga yang masih mencampur antara nasi dan singkong. Hasil dari survey hanya 64 KK yang murni mengkonsumsi singkong sebagai makanan sehari-hari. Hal inilah yang menjadikan kampung Cireundeu ini menjadi kampung yang unik, selain itu masyarakatnya yang sangat mencintai lingkungan, budaya sunda dan kesenian khas masih terjaga dan terpelihara, sebagian masyarakatnya masih mempertahankan adat leluhurnya. Budaya makan singkong inilah yang dipertahankan sampai sekarang. Sehingga kampung Cireundeu dikenal sebagai desa wisata ketahanan pangan (Dewitapa). Karena keunikan inilah yang menjadikan kampung ini menjadi dikenal, dan banyak wisatawan, baik itu domestik maupun mancanegara yang datang mengunjungi kampung ini. Selain wisatawan domestik juga banyak wisatawan asing yang pernah datang ke kampung ini seperti dari Negara Korea, India, Belanda dan lain-lain. Jumlah kedatangan tamu ke kampung ini untuk di weekend sekitar 200 tamu. Tujuan mereka yang datang ingin menikmati produk olahan singkong kampung Cireundeu. Melihat animo masyarakat luar yang ingin berkunjung ke kampung Cireundeu, dengan dibantu dari beberapa kalangan perguruan tinggi. mereka mengolah singkong tidak hanya menjadi rasi saja tapi mengolah menjadi produk lain, seperti eggroll (produk olahan singkong pertama yang dibuat) kecimpring, cheesestick, nastar, cireng kering, lumpia, keripik bawang, pastel, dendeng kulit singkong, kicipir, saroja dan rempeyek.
121 Rasa dan kualitas dari produk itu tidak kalah enak dengan produk- produk yang ada di pasaran. Ini disebabkan karena singkong Cireundeu berbeda dengan singkong daerah lain. Karena tekstur tanah dan kualitas air yang lebih bagus sehingga singkong ini lebih enak. Ini bisa dibuktikan ketika ada masyarakat di daerah lain mencoba menanam singkong di daerah lain kualitasnya ternyata berbeda. Jadi pelaku usaha Cireundeu tidak pernah membeli singkong di luar daerahnya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Variasi rasa yang berbeda untuk produk olahan singkong ini disesuaikan dengan perubahan selera konsumen. Sehingga ada unsur rasa tradisional dan modern yang disatukan untuk menjadikan produk ini lebih menarik konsumen. Keunggulan produk ini dari semua bahan tidak menggunakan pengawet sehingga aman untuk dikonsumsi. Begitu pula dengan kemasannya yang cukup menarik konsumen. Tapi memang belum memenuhi syarat untuk dikatakan green packaging. Kendalanya karena mahalnya biaya kemasan yang menggunakan kertas atau alumunium foil. Di dalam kemasan sudah tertera merk “Serba Singkong Cireundeu”, komposisi dan PIRT. Harga untuk masing-masing produk bervariasi terkandung dari rasa dan besarnya ukuran produk. Harga yang diberikan juga tidak terlalu mahal, antara Rp. 12.000,- – Rp. 40.000,-, untuk semua jenis produk olahan singkong. Untuk menentukan harga kelompok usaha ini mempertimbangkan aspek-aspek seperti bahan baku produk, kemasan dan label. Pelaku usaha produk olahan singkong ini terdiri dari 15 orang ibu-ibu yang membentuk kelompok usaha. Sistem pembayaran mereka dihitung harian yaitu sebesar Rp. 17.500,dengan jam kerja dari mulai pukul 13.00 – 20.00. Untuk hari tertentu, misalnya hari raya, setiap anggota kelompok diberikan bonus sebesar Rp. 400.000,-. Produk ini menggunakan bahan baku singkong yang merupakan sumber daya alam. Mengingat masyarakat disini juga menjadikan singkong sebagai makanan sehari-hari, mereka berupaya agar singkong ini dapat tumbuh dengan cepat. Permasalahan yang mereka hadapi adalah bagaimana membuat produk olahan singkong ini tetap memperhatikan dari
122 sisi lingkungan, baik pada saat penyiapan bahan baku, pengolahan sampai kepada pemasaran. Selain itu pemahaman mengenai green marketing sendiri apakah sudah diterapkan di kelompok usaha kampung Cireundeu ini. Berdasarkan pra survey penerapan konsep green marketing ini belum maksimal diterapkan di pelaku usaha kampung Cireundeu, hal ini disebabkan karena: 1. Mahalnya biaya produksi untuk menerapkan konsep green marketing dalam produknya dan secara otomatis karena mahalnya biaya produksi maka berpengaruh juga terhadap harga jual. 2. Kurangnya pemahaman dari para pelaku usaha tentang konsep green marketing itu sendiri. 3. Perilaku konsumen secara umum yang masih kurang menyadari pentingnya suatu usaha mempunyai konsep green marketing Hipotesis sementara, dengan melihat potensi ekonomi di kampung Cireundeu, sebenarnya cukup menjanjikan untuk menerapkan konsep green marketing. Ditambah dengan animo masyarakat luar yang berdatangan baik itu domestik maupun mancanegara, kecenderungan untuk meningkatkan value produk agar dapat meningkatkan nilai jual memungkinkan untuk diterapkan. Berdasarkan hal inilah penulis ingin melakukan penelitian tentang feasibility dari green marketing untuk bisa diterapkan di kelompok usaha pengolahan produk singkong di kampung Cireundeu. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana feasibility dari green marketing pengolahan produk singkong di kampung Cireundeu 2. Bagaimana kesadaran kelompok usaha pengolahan produk singkong di kampung Cireundeu terhadap green marketing 3. Tantangan/hambatan apa yang dihadapi kelompok usaha pengolahan produk singkong di kampung Cireundeu apabila mengaplikasikan green marketing
Mutia, Reni, Lina: Green Marketing
TINJAUAN PUSTAKA Green marketing sekarang ini menjadi topik yang hangat dibicarakan di dunia industri, dan strategi ini sudah diterapkan di beberapa pelaku usaha. Berubahnya pola mindset pelaku usaha mengenai pentingnya menjaga lingkungan baik itu ketika menyiapkan bahan baku, pengolahan, pengemasan sampai produk tersebut dijual. Konsep green marketing itu sendiri menurut American Marketing Association (AMA) adalah “the marketing of products that are presumed to be environmentally safe” Menurut MCDaniel dan Rylander (1993) konsep Green Marketing sudah diperkenalkan oleh Bell, Emeri dan Feldman (1971), mereka menyatakan bahwa konsep pemasaran telah salah penempatan, karena hanya sebatas memuaskan keinginan konsumen tapi dengan mengabaikan kepentingan masyarakat dan lingkungan jangka panjang. Peattie (1995) seperti dikutip dari Karna, Hansen dan Juslin, 2001 memberi definisi green marketing sebagai proses manajemen holistik yang bertanggung jawab mengidentifikasi, mengantisipasi dan memuaskan keinginan konsumen dan masyarakat dengan jalan yang menguntungkan dan sustainable (berkelanjutan). Mintu and Lozada (1993) dalam Lozada (2000) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) sebagai “aplikasi dari alat pemasaran untuk memfasilitasi perubahan yang memberikan kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan pemeliharaan, perlindungan, dan konservasi pada lingkungan fisik”. Sedangkan Pride and Farrel (1993) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) sebagai sebuah upaya orang mendesain, mempromosikan, dan mendistribusikan produk yang tidak merusak lingkungan. Charter (1992) memberikan definisi Pemasaran hijau (green marketing) merupakan holistik, tanggung jawab strategik proses manajemen yang mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan dan memenuhi kebutuhan stakeholders untuk memberi penghargaan yang wajar, yang tidak menimbulkan kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan alam. Ottman (2006) mengemukakan bahwa dimensi green marketing, dengan mengintegrasikan lingkungan ke dalam semua aspek pemasaran
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
pengembangan produk baru (green product) dan komunikasi (green communication). Polonsky, Michael Jay. (1994b) (Rawat & Garga, 2012) defines green marketing as, “set of all the activities designed to generate and facilitate any exchange intended to satisfy human needs or wants, such that the satisfaction of these needs and wants occur, with minimal detrimental impact on the natural environment.” Green marketing is the process of developing products and services and promoting them to satisfy the customers who prefer products of good quality, performance and convenience at affordable cost, which at the same time do not have a detrimental impact on the environment. (Mishra & Sharma, 2012) Green marketing as the application of marketing tools to facilitate exchanges that satisfy organizational and individual goals in such a way that the reservation, protection, and conservation of the physical environment is upheld. (Ghosh 2010) Hawkins, Mathersbaugh dan Best (2007) mendefinisikan green marketing ke dalam beberapa indikator sebagai berikut : 1. Green marketing melibatkan proses mengembangkan produk yang mana proses produksi, penggunaan dan pembuangan sampahnya tidak membahayakan lingkungan dibandingkan dengan jenis produk tradisional lainnya 2. Green marketing melibatkan proses mengembangkan produk yang memiliki dampak positif kepada lingkungannya 3. Green marketing harus mengikatkan penjualan produk dengan organisasi maupun even-even peduli lingkungan terkait Green marketing itu suatu strategi yang bisa diterapkan dan dikembangkan di dalam dunia usaha, baik itu skala kecil, menengah dan besar. Walaupun kecenderungannya penerapan konsep ini masih belum semua pelaku usaha menjadikan konsep green marketing ini sebagai strategi untuk menjadi daya saing dan value added untuk suatu produk. Inti dari green marketing menurut Haryani dan Sartana (2013) adalah organisasi atau perusahaan memiliki aktivitas pemasarannya berusaha memuaskan
123 kebutuhan dan keinginan konsumen, aktivitas pemasaran tersebut dilaksanakan dengan cara yang lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan pesaing serta aktivitas pemasaran ini memberikan dampak minimal pada perusakan lingkungan alam sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. Konsep yang sedikit berbeda menurut Otman (2006) yaitu peraturan pertama green marketing adalah memfokuskan pada konsumen, hal ini dimungkinkan karena bila konsumen melihat keuntungan dari pembelian, mereka akan tertarik untuk melakukan pembelian lagi. Melalui konsep ini, faktor lingkungan menjadi penghubung untuk terjadinya pembelian. Sedangkan menurut Grant (2007), green marketing memiliki lima I yaitu (1) Intuitive, (2) Integrative, (3) Innovative, (4) Inviting, and (5) Informed. Green Marketing Mix Menurut (Singh 2013) bauran dari Green Marketing terdiri dari 4 P yaitu product, price, place dan promotion. Dimana 4 P ini berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan lingkungan yang sesuai dengan konsep green marketing : Product: Identify customers’ environmental needs and develop products to address these needs. Develop environmentally responsible products that have less adverse impact on the environment compared to the products offered by competitors. Price: Most customers will only be prepared to pay a premium if there is a perception of additional product value. Environmental benefits are usually an added bonus but will often be the deciding factor between products of equal value and quality. Promotion: This includes paid advertising, public relations, sales promotions, direct marketing and on-site promotions. Green marketers will be able to reinforce environmental credibility by using sustainable marketing and communications tools and practices. Place: Few interested customers will go out of their way to buy green products merely for the sake of it. In most cases, green products need to be broadly positioned in the marketplace so they have a wider appeal and do not cater to only a niche segment. In-store promotions and visually appealing displays or using recycled materials can be used to
124 emphasize the environmental and other benefits of the products. Marketing Mix of Green Marketing Menurut Sandeep Tiwari (2011): Product: The ecological objectives in planning products are to reduce resource consumption and pollution and to increase conservation of scarce resources (Keller man, 1978) Price: Price is a critical and important factor of green marketing mix. Most consumers will only be prepared to pay additional value if there is a perception of extra product value. This value may be improved performance, function, design, visual appeal or taste. Green marketing should take all these facts into consideration while charging a premium price. Promotion: There are three types of green marketing advertising: Campaigns that address a relationship between a product/service and the biophysical environment, campaign that promote a green lifestyle by highlighting a product or services, campaign that present a corporate image of environmental responsibility Place: The choice of where and when to make a product available will have significant impact on the customers. METODE PENELITIAN Dengan menggunakan metode survey melalui kuesioner yang sudah dipersiapkan, peneliti akan melakukan pedalaman penelitian ke objek yang akan diteliti. Sehingga hasil yang diharapkan akan sesuai dengan tujuan penelitian. Metode survey ini akan menghasilkan penelitian yang lebih akurat, karena peneliti betul betul mencari objek yang sesuai dengan kriteria. Teknik sampel yang digunakan adalah probability sampling dengan menggunakan metode simple random sampling. Penulis menggunakan cara yang dikembangkan oleh (Arikunto, 2002) yaitu: “Jika subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subyeknya berjumlah besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau 30-35% atau lebih”. Dari jumlah populasi yang ada, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 250 konsumen dari kelompok usaha
Mutia, Reni, Lina: Green Marketing
Usaha Pengolahan Produk Singkong di Kampung Cireundeu. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1: Lama Konsumsi
Gambar 1 menjelaskan tentang lamanya responden mengkonsumsi produk olahan singkong produksi dari Cireundeu. Rata-rata responden sudah mengkonsumsi produk olahan singkong produksi Cireundeu selama 3 tahun (56%), responden yang mengkonsumsi produksi dari Cireundeu kurang dari 1 tahun sebanyak 36%, sedangkan yang mengkonsumsi produk olahan singkong antara 1 – 2 tahun sebanyak 4% sama banyak dengan responden yang mengkonsumsi produk olahan singkong selama 2 – 3 tahun sebanyak 4%.
Gambar 2: Frekuensi Pembelian
Gambar 2 menjelaskan tentang frekuensi pembelian produk olahan singkong Cireundeu. Rata-rata pembeli tidak membeli secara rutin akan tetapi membeli sesuai dengan keinginan (94% ), pembeli yang membeli 1 kali sebulan sebanyak 4%, yang membeli 2 kali sebulan sebanyak 2%.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Gambar 3: Produk Olahan Singkong Yang Paling Disukai
125 Gambar 5 menjelaskan bahwa responden mayoritas bertempat tinggal di perkotaan (54%), sedangkan yang tinggal di pedesaan sebanyak 46%. Gambar 6: Informasi Tentang Produk Olahan Singkong
Gambar 3 menjelaskan produk olahan yang paling disukai responden adalah egg roll (44%), kemudian cireng kering (24%), produk lainnya sebanyak 23%, dan produk keju sebanyak 9%.
Gambar 4: Tujuan Datang Ke Kampung Cireundeu
Gambar 6 menggambarkan bahwa mayoritas responden menerima informasi tentang produk olahan singkong Cireundeu melalui teman/saudara (87%), dari media elektronik sebanyak (7%), dan 6% responden menerima informasi tentang produk olahan singkong Cireundeu dari media lain. Gambar 7: Sebagai Konsumen Peduli Terhadap Produk Ramah Lingkungan
Gambar 4 menjelaskan tentang tujuan responden datang ke kampong Cireundeu. Mayoritas responden datang untuk berwisata (38%), keperluan lain-lain (37%), untuk tujuan menambah ilmu tentang budaya olahan singkong sebanyak 22%, dan sisanya sebanyak 3% untuk tujuan penelitian Gambar 5: Daerah Tempat Tinggal Gambar 7 menggambarkan tentang kepedulian responden terhadap produk yang ramah lingkungan. Mayoritas responden menyatakan sangat peduli terhadap produk ramah lingkungan (71%), sedangkan yang peduli sebanyak 28%, sisanya sebanyak 1% kurang peduli terhadap produk ramah lingkungan.
126
Mutia, Reni, Lina: Green Marketing
Gambar 8: Mengetahui Produk Yang Ramah Lingkungan
Gambar 10: Bersedia Membayar Harga Yang Lebih Tinggi Untuk Produk Yang Ramah Lingkungan
Gambar 8 menjelaskan responden mengetahui produk yang ramah lingkungan (59%), sangat mengetahui mengenai produk yang ramah lingkungan sebanyak 36%, responden yang kurang mengetahui mengenai produk yang ramah lingkungan sebanyak 4%, sisanya 1% tidak mengetahui mengenai produk yang ramah lingkungan.
Gambar 10 menyatakan mayoritas responden setuju membayar harga yang lebih tinggi untuk produk yang ramah lingkungan(36%), 34% kurang setuju bila membayar harga yang lebih tinggi, 21% sangat setuju bila produk ramah lingkungan dijual lebih mahal, sisanya sebanyak 9% menyatakan tidak setuju bila produk ramah lingkungan dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Gambar 9: Mudah Menemukan Produk Yang Ramah Lingkungan
Gambar 9 Tentang kemudahan responden menemukan produk yang ramah lingkungan. 45% responden menyatakan setuju, 27% sangat setuju, 21% kurang setuju, 6% tidak setuju tentang kemudahan responden menemukan produk yang ramah lingkungan.
Gambar 11: Bersedia Menggunakan Produk Yang Ramah Lingkungan
Gambar 11 menggambarkan bahwa mayoritas responden (53%) bersedia menggunakan produk yang ramah lingkungan, 46% sangat bersedia, dan sisanya 1% tidak bersedia menggunakan produk yang ramah lingkungan.
127
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
Gambar 12: Membeli Produk Karena Mengetahui Produk ini Merupakan Produk Ramah Lingkungan
Gambar 14: Kemasan Aneka Makanan Singkong Dapat di Recycle, Reuse
Gambar 12 menggambarkan bahwa 53% responden bersedia membeli produk olahan singkong Cireundeu karena mengetahui produk ini merupakan produk yang ramah lingkungan, 41% responden sangat bersedia dan sisanya sebanyak 4% tidak bersedia membeli produk olahan singkong yang ramah lingkungan.
Gambar 14 menggambarkan tentang persetujuan responden terhadap recycle dan reuse kemasan makanan singkong. Mayoritas responden setuju apabila kemasan di recycle dan di reuse, sedangkan 22% menyatakan kurang setuju, 15% menyatakan sangat setuju, 11% tidak setuju terhadap recycle dan reuse kemasan makanan singkong.
Gambar 13: Produk Olahan Cireundeu Menggunakan Bahan-Bahan Alami
Gambar 15: Makanan Berbahan Singkong Cireundeu berbeda dengan Pesaing Lain
Gambar 13 menyatakan responden yang mengetahui bahwa produk olahan Cireundeu menggunakan bahan-bahan alami sebanyak 50%, 47% sangat mengetahui produk olahan Cireundeu menggunakan bahan-bahan alami.
Gambar 15 menunjukkan responden yang setuju produk makanan singkong Cireundeu berbeda dengan pesaing lain sebanyak 53% dan sisanya 42% sangat setuju bahwa produk makanan singkongan Cireundeu berbeda dengan pesaing lain.
128
Mutia, Reni, Lina: Green Marketing
Gambar 16: Produk Olahan Cireundeu Diproduksi secara Hyginies
Gambar 18: Tanggapan Responden Mengenai Green Marketing Produk Olahan Singkong Cirendeu
Gambar 16 menggambarkan bahwa 56% responden mengetahui produk olahan Cireundeu diproduksi secara hyginies, 37% sangat mengetahui, 6% kurang mengetahui, dan 1% tidak mengetahui bahwa produk olahan Cireundeu diproduksi secara hyginies.
Gambar 17: Penataan yang Menarik dan Bersih untuk Display Produk Olahan Singkong
Gambar 17 menyatakan bahwa responden setuju apabila penataan produk olahan singkong ditata dengan menarik dan bersih (58%), 39% sangat setuju, dan sisanya 3% kurang setuju apabila produk olahan singkong ditata dengan menarik dan bersih.
Gambar di atas menunjukkan Tanggapan Responden Mengenai Green Marketing Produk Olahan Singkong Cirendeu. Dalam kepedulian terhadap produk ramah lingkungan , di atas 50% konsumen sangat memperhatikan hal itu. Ini disebabkan konsumen yang sudah mulai teredukasi dengan baik mengenai produk green ditambah lagi dengan perubahan pola prilaku konsumen dalam hal mengkonsumsi produk. Perubahan pola fikir konsumen yang disebabkan dengan perkembangan ilmu, teknologi dan pendidikan yang menjadikan konsumen sekarang ini lebih selektif didalam memilih produk. Pada saat membeli produk mereka tidak sekedar membeli tetapi sejauhmana manfaat dan efek samping ketika konsumen mengkonsumsi produk tersebut. Produk olahan singkong Cirendeu merupakan produk yang menarik minat konsumen untuk membeli. Selain dengan bahan baku singkong yang merupakan jenis panganan yang sangat aman untuk kesehatan. Rata-rata
129
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen
konsumen sangat antusias untuk membeli produk ini. Kesadaran Kelompok Usaha Pengolahan Produk Singkong di Kampung Cireundeu terhadap Green Marketing Untuk mengetahui tingkat kesadaran dari Kelompok Usaha Pengolahan Produk Singkong di Kampung Cireundeu terhadap Green Marketing, masih dalam tahap penyusunan kuisioner. Untuk selanjutnya akan disebarkan kuisioner kepada kelompok usaha tersebut. Tantangan/Hambatan yang Dihadapi Kelompok Usaha Pengolahan Produk Singkong di Kampung Cireundeu apabila Mengaplikasikan Green Marketing Berdasarkan hasil wawancara awal, tantangan/hambatan yang dihadapi dalam mengaplikasikan Green Marketing ini antara lain terbatasnya teknologi dan pengetahuan tentang green marketing. Untuk mendapatkan informasi lebih detail tentang tantangan/hambatan yang dihadapi, akan dilakukan wawancara dan observasi lanjutan kepada kelompok usaha. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian hingga laporan ini disusun, dapat disimpulkan bahwa: 1. Konsumen menilai bahwa konsep Green Marketing untuk Produk Olahan Singkong di kampung Cireundeu secara umum sudah dapat diterapkan dengan baik. Ini bisa dilihat dari jawaban responden yang rata-rata positif menilai produk ini. baik itu dari sisi bahan baku, kualitas produk, display dan atribut produk lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran konsumen mengenai konsep green marketing sudah sangat baik. Mereka mengkonsumsi produk tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan saja tetapi juga ada nilai kesehatan dan keamanan ketika mengkonsumsi produk. 2. Dalam rangka mengetahui tingkat kesadaran Kelompok Usaha Pengolahan Produk Singkong di Kampung Cireundeu terhadap Green Marketing dan tantangan/hambatan yang dihadapi dalam mengaplikasikan Green Marketing akan dilakukan wawancara dan observasi lanjutan kepada kelompok usaha.
DAFTAR PUSTAKA Barker, Chris; Nabcy Pistrang & Robert Elliot,2002, Research Method in Clinical Psychology: an Introduction for Student and Practitioners,2nd edition. John Wiley & Sons. England. Grant, John, 2007, Green Marketing Manifesto, West Sussex : John Willey & Sons Ltd Husein Umar, 2005, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Penerbit PT. Gramedia Jakarta Karna, Jari. Eric Hansen and Heiki Juslin, 2003, Social Responsibility in Environment Marketing Planning. European Journal of Marketing, Vol 37 No. 5/6 Kasali, Rhenald, 2005, Sembilan Fenomena Bisnis, Manajemen Student Society MSS, FEUI Official Site Ken Peattie, Martin Charter, 2012, Green Marketing : Challenges and Opportunities for Business Lozada, H.R, 2000, Ecological Sustainability and Marketing Strategy : Review and Implication. Seton Hall University Mc.Daniel, Stephen W.Rylander, David H, 1993, Strategic Green Marketing. Journal of Consumer Marketing Vol 10 N0. 3 Omkareshwar Manappa, 2012, Green Marketing Initiatives by Corporate World; A Study, International Journal of Innovative Research and Development, Vol I Issue 5 Ottman, J.A, 2006, Green Marketing Myopia : Ways to Improve Consumer Appeal for Environmentally Preferable Products. Environment volume 48, Number 5, Heldref Publication Reni Hariyani, Brury Trya Sartana, 2013, Praktik Green Marketing pada Perusahaanperusahaan di Indonesia, Jurnal Universitas Budi Luhur. Saefudin Azwar, 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ke-3. Cetakan Ke-1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sandeep Tiwari, Durgesh Mani Tripathi, Upasana Srivastava, Yadav, 2011, Green Marketing – Emerging Dimension, Journal of Business Excellence Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, Alfabeta, Bandung Sugiyono, 2011, Metodologi Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabeta, Bandung.
SENABISMA Prosiding Seminar Nasional Bisnis dan Manajemen Alamat Redaksi: Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno Hatta No. 9 PO Box 04 Malang 65145 Telp. (0341) 404424, 404425, Fax. (0341) 404420
ISSN: 2442-5486