SEMINAR R TJIPT TO UTO OMO: P PEMAN NFAAT TAN SU UMBER R DAYA A ALAM M UNTU UK MEN NINGKA ATKAN N DAYA A SAIN NG INDU USTRI PROSES NA ASIONA AL
Pembuatan Serat Tekstil Bukan Sandang dari Limbah Kantong Plastik Polietilen Noerati, Asril Senoaji Soekoco, Maya Komalasari, Kurniawan, Agus Hananto Politeknik STTT Bandung, Kementerian Perindustrian Jl. Jakarta No 31 Bandung Email:
[email protected],
[email protected] Abstract Indonesia ranked as the second country with the worst plastic waste management in the world after China. Government policy to manage plastic waste could not lead to optimized result, because peoples mostly prefer to buy plastic bags than bring their own bags for shopping. This research conducted on the utilization of plastic bags waste which is made from polyethylene polymer as material for making of non-apparel textile fibers to enhance the economic value of plastic waste. This study used plastic bags waste that can be processed into filament fibers by melt spinning method. The material charaterisation results showed that sample was made from polyethylene. Polyethylene has melting point at 142° C. The polyethylene fiber spinning processed on the 147° C temperature. The resulted polyethyelene fiber morphology is cylindrical shape with circullar crosswise. The test results showed smaller fiber has higher fiber tenacity caused the order molecular chains. The polyethylene fibers produced has a great potential use for non-apparel textiles. Keyword: Polyethylene Plastic Bag Waste, Fiber spinning, Non-apparel Textile 1. Pendahuluan Indonesia sebagai salah satu penghasil limbah plastik yang cukup besar, terus berupaya menangani limbah plastik diantaranya adalah limbah plastik yang berasal dari kantong bekas belanja yang saat ini cukup besar penggunaannya. Limbah kantong plastik belanja merupakan polimer dari polietilen, baik polietilen berdensitas rendah ( Low density polyethylene/ LDPE) maupun polietilen berdensitas tinggi (high density polyethylene/ HDPE). Usaha mengatasi limbah kantong plastik telah banyak dilakukkan misalnya untuk kerajinan atau melalui teknologi degradasi termal untuk memutuskan rantai menjadi rantai polimer yang lebih pendek sehingga dapat diolah untuk menjadi material energi alternatif untuk bahan bakar. Namun pengolahan limbah plastik polietilen menjadi serat tekstil bukan sandang belum pernah dilakukan. Berdasarkan alasan tersebut, maka dilakukan penelitian pembuatan serat dengan memanfaatkan limbah kantong plastik sebagai salah satu usaha untuk menanggulangi limbah plastik yang terus bertambah. Penelitian ini diharapkan dapat menginisiasi penelitian selanjutnya untuk menghasilkan serat ramah lingkungan yang dihasilkan dengan memanfaatkan limbah kantong plastik. Pada penelitian ini dilakukan memanfaatkan limbah kantong plastik yang dapat diproses menjadi serat filament dengan metode pemintalan leleh. Polimer polietilen bersifat termoplastik, sehingga dapat berubah bentuk ketika dipanaskan pada temperatur yang sesuai, dengan demikian memungkinkan untuk dibuat serat tekstil. Pembuatan serat polietilen daur ulang dilakukan dengan metoda pemintalan leleh menggunakan alat pemintalan leleh dengan sistem batang penekan. Serat yang dihasilkan dapat digunakan sebagi tekstil bukan sandang sebagai contoh kain jala maupun sebagai serat penguat untuk komposit. 2. Metodelogi a. Alat Alat pemintalan serat buatan sistem batang penekan dengan kemampuan temperatur proses minimal 150 oC, instrumen FTIR untuk karakterisasi gugus fungsi material dan instrumen SEM untuk mengamati permukaan dan kehalusan serat.
Kimia | 1
b. Bahan Sampel bahan dikumpulkan dari berbagai sumber limbah kantong plastik
Gambar 1 Sampel Kantong Plastik Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Politeknik STTT Bandung, Jl. Jakarta no. 31, Bandung. Untuk pengujian menggunakan alat yang belum dimiliki Politeknik STTT Bandung, dilakukan di lembaga pengujian terkait. c.
Diagram Alir dan Tahapan Penelitian
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian 3.
Kimia | 2
4. Hasil Diskusi a. Pengujian Gugus Fungsi Pengujian gugus fungsi bertujuan untuk memastikan bahwa sampel kantong plastik merupakan polimer polietilen.
Plastik A
Plastik B
Plastik Standar
Gambar 3 Spektrum FTIR dari Sampel Polietilen Hasil pengujian gugus fungsi dengan FTIR menunjukkan spektrum yang sama identik antara contoh uji polietilen standar dengan bahan baku percobaan. Puncak-puncak spektrum muncul pada daerah bilangan gelombang 2900 cm-1 yang menunjukkan serapan dari stretching CH, CH2, CH3. Puncak spektrum yang muncul pada bilangan gelombang antara 1640 – 1650 cm -1 yang menunjukkan serapan stretching C=C, dan CH2, puncak puncak serapan pada bilangan gelombang 700 - 530 cm-1 yang merupakan daerah sidik jari menunjukkan bentuk puncak serapan yang serupa [6]. Dengan membandingkan spektrum FTIR dari sampel bahan percobaan dengan standar polietilena dapat disimpulkan bahwa bahan limbah plastik yang digunakan adalah polimer polietilena. b. Pengujian Titik Leleh Pengujian titik leleh dilakukan untuk memperkirakan temperatur proses pemintalan serat polietilena. Meskipun telah terdapat literatur tentang sifat fisik titik leleh plastik LDPE/ HDPE namun perlu diuji
Kimia | 3
nilai titik leleh untuk memastikan bahan baku yan dikumpulkan mengingat bahan baku yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Hasil pengujian titik leleh disajikan pada gambar berikut:
Gambar 4 Kurva DTA - TGA Sampel Polietilen Hasil pengujian titik leleh secara manual hasilnya menunjukkan polimer meleleh pada temperatur 139 – 145 oC. Pengujian sifat termal menggunakan DTA menunjukkan titik leleh polimer pada 140 oC dan temperatur transisi gelas pada temperatur 38 oC. Kurva TGA pada gambar diatas menunjukkan temperatur dekomposisi terjadi pada temperatur 431 oC. Hal ini ditandai dengan penurunan berat yang drastis pada temperatur tersebut disebabkan terdegadrasinya polimer akibat perlakuan panas yang diberikan. Dengan demikian agar polimer tidak terdegradasi, pelelehan polimer dilakukan pada rentang daerah temperatur antara 140 oC sampai dengan temperatur dibawah 431 oC. Berdasarkan percobaan (trial and error) yang dilakukan, temperatur yang optimal dilakukan proses pemintalan serat buatan adalah pada temperatur 147 oC, pada kondisi tersebut didapatkan lelehan polimer yang memiliki viskositas yang baik untuk menghasilkan serat yang kontinyu, sehingga ditetapkan proses pemintalan dilakukan pada temperatur 147 oC. c. Pengujian Dimensi Serat Pengujian dimensi serat berupa bentuk penampang serat menggunakan mikroskop electron menunjukkan hasil seperti yang disajikan pada gambar berikut
Kimia | 4
Gambar 5 Penampang Serat Polietilen Hasil Pemintalan Bentuk serat polietilen hasil pemintalan menunjukkan bentuk silinder lurus dengan penampang melintang hampir bulat mengikuti bentuk lubang spinneret. Bentuk penampang yang tidak benarbenar bulat dipengaruhi oleh melebarnya lelehan akibat tegangan permukaan ketika lelehan keluar dari lubang spinneret. Ketika lelehan melewati lubang spinneret makromolekul polietilen akan melepaskan entropinya, dan cenderung mengarah ke bentuk bola, selanjutkan ketika ditarik akan memanjang dengan penampang melintang yang tidak terlalu bulat [3]. Pengaturan besar kecilnya serat yang dihasilkan dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan penggulungan. Hasil percobaan menunjukkan terdapat 5 variasi kehalusan. Hal ini disebabkan perbedaan kecepatan putaran rol penggulung, sehingga terjadi perbedaan kecepatan penarikan polimer yang keluar dari spinneret. Akibatnya terjadi perbedaan kehalusan atau besar kecilnya diameter serat yang dihasilkan. Semakin besar kecepatan putaran rol penggulung semakin besar tarikan serat yang keluar dari spinneret, semakin kecil serat yang dihasilkan. d. Penampakan Serat Hasil Percobaan Contoh penampakan serat hasil percobaan dalam bentuk foto yang disajikan pada Gambar 10 sebagai berikut.
Gambar 6 Serat Polietilen Hasil Pemintalan
Kimia | 2
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Karakterisasi gugus fungsi menunjukkan bahwa limbah plastik yang digunakan merupakan polimer polietilen. Limbah polietilen merupakan polimer termoplastik yang dapat dilelehkan, sehingga memungkinkan dibuat serat dengan pemintalan leleh. Polietilen bahan baku percobaan memiliki titik transisi gelas sebesar 38 oC dan titik leleh sebesar 140 oC. Pemintalan leleh serat polietilen dapat dilakukan pada temperatur pemanasan 147 oC. Semakin tinggi draw ratio, semakin kecil serat yang dihasilkan.
Daftar Pustaka [1] Amato M.D., Dorigato A., Fambri L.,2012 High Performance Polyethylene Nanocomposite Fibers, Express Polymer Letter. 6. 954-964 [2] Chaudary M, Srivastava V, Agarwal V.C., 2014. Effect of Waste Low Density Polyethylene on Mechanical Properties of Concrete, Journal of Academia and Industrial Research, 3. 123 – 126. [3] Dong Zhang, 2014. Advances in Filament Yarn Spinning of Textiles and Polymer, Woodhead Publishing Cambridge . [4] Eichhorn SJ., Hearle W.S., Jaffe M., Kikutani T., 2009. Handbook of Textile Fibre Structure, Woodhead Publishing in Textile New Delhi. [5] Fambri Luca, Izabela D, Ceccato R, 2014 Melt Spinning and Drawing of Polyethylene Nanocomposite Fiber with Organically Modified Hydrotactile, Journal of Aplied Polymer Science 10.1002 40277 – 40290 [6] Gulmine JV., Janissek PR., Heise HM., Akcelrud L.,2002. Polyethylene Characterization by FTIR, Polymer Testing., 21. 557 - 563 [7] Hamad K., Kaseem M., Deri F., 2013 Recycling of Waste from Polymer Material, Polymer Degradation and Stability, 98. 2801 – 2812 [8] Lee HT., Boey FYC., Khor KA., 1995. X ray Diffraction Analysis Technique for Determining The Polymer Crystalinity in a Polyphenilene Sulfide Composit. Polymer Composites. 16. 481 488 [9] Martines A.D.L, Patino M.L.D. 2014 Characterization by Thermogravimetric Analysis of Polymeric Concrete with High Density Polyethylene Mechanical Recycled. Journal of Mineral and Material Characterizatin and Engineering, 2, 259 - 263 [10] Marissen Roelof, 2011. Design with Ultra Strong Polyethylene Fibers, Materials Sciences and Application, 2, 319 – 330 [11] Oza S, Ruoyang Wang, 2011. Thermal and Mechanical Properties of Recycled High Density Polyethylene/hemp Fiber Composites International Journal of Applied Science and Technology ,1 31 - 36 [12] Rohit B., Wang S., Koenig JL., 2003 FTIR Spectroscopy of Polymer System. Advance Polymer Science 163. 137 – 191
Kimia | 3
Sintesis Zeolit Na-A Menggunakan Kaolin Belitung Endang Sri Rahayua, Herawati Budiastutia, Ken Putria, Nisa Mardiyah.a a Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung,Bandung 40012 E-mail :
[email protected] ABSTRAK Zeolit Na-A merupakan bahan mikropori yang dapat digunakan sebagai adsorben, penukar ion, katalis dan detergen, yang banyak dibutuhkan pada pemurnian biogas, pengolahan air limbah, proses katalisis ataupun sebagai komponen pada pembuatan detergen. Bahan alam mengandung SiO2 dan Al2O3 sangat banyak ditemukan di alam Indonesia, dan akan sangat baik apabila dapat termanfaatkan dengan diversitas tinggi, dan menjadi bahan yang lebih berharga. Bahan alam kaolin di Indonesia yang secara umum memiliki kandungan SiO2 dan Al2O3 dalam persentase tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan semua jenis zeolite. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan resep dan prosedur pembuatan zeolit Na-A dari kaolin Belitung. Resep dan prosedur yang dikembangkan mencakup sintesis zeolite Na-A menggunakan bahan kaolin tanpa penambahan sumber silica dari bahan sintetik. Prosedur sintesis zeolite Na-A dari kaolin telah berhasil dilakukan, menggunakan kaolin Belitung yang diaktifkan melalui kalsinasi di dalam alat furnace, pada temperature 650oC selama 3 jam untuk membentuk metakaolin. Temperatur kalsinasi ditentukan berdasarkan analisis termal kaolin menggunakan alat DSC/TGA ((Differential Scanning Calorimetry/Thermogravimetry Analysis). Sintesis zeolite Na-A dilakukan secara hidrotermal dengan menggunakan resep dan prosedur: bahan metakaolin dengan rasio molar SiO2/Al2O3 = 2.87 mol/mol tanpa penambahan SiO2, rasio metakaolin/larutan NaOH 3.5M =15%-b, temperatur sintesis hidrotermal = 80oC selama 12 jam, dan perlakuan aging terhadap campuran awal pada temperature ruang selama 24 jam. Sintesis dilakukan dalam reactor berpengaduk yang dilengkapi refluk untuk menjaga rasio padatan/larutan dalam reactor. Produk zeolite Na-A terbaik memiliki kekristalan 80.3%-b dengan kemurnian dan perolehan tinggi dalam campuran reaksi. Keberhasilan ini terutama ditentukan oleh kemampuan larutan NaOH sebagai mineralizer melarutkan SiO2 dan Al2O3 dari metakaolin tanpa memacu reaksi lanjut dari produk zeolite Na-A menjadi sodalit, melalui penetapan kondisi proses dan rancangan campuran awal yang tepat, sekaligus membenarkan hipotesis bahwa metakaolin merupakan sumber SiO 2 dan Al2O3 yang lebih murah, yang dapat dimanfaatkan. Selain itu keberhasilan ini juga memberikan masukan terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk mensintesis zeolit Na-A dibutuhkan campuran awal dengan rasio molar SiO2 /Al2O3 = 1.75-2 mol/mol, sedangkan pada penelitian ini digunakan rasio molar SiO2 /Al2O3 = 2.87 mol/mol, yang berasal dari kaolin. Kata Kunci Kaolin, aktivasi, metakaolin, mineralizer, komposisi, sintesis hidrotermal, zeolit Na-A. 1. PENDAHULUAN Zeolit Na-A merupakan zeolite sintetik, mengandung senyawa aluminosilikat dengan rasio molar SiO2/Al2O3 sekitar 1 mol/mol, yang dapat digunakan untuk komponen adsorben, penukar ion, katalis dan detergen. Zeolit Na-A dapat dibuat melalui sintesis secara hidrotermal suatu fasa gel, dengan campuran awal mengandung sumber SiO2 dan Al2O3 serta mineralizer OH-. Menurut Murat dkk, (1992), rasio molar SiO2/Al2O3 tersebut disarankan pada rentang 1.75 – 2 mol/mol, sedangkan rasio molar H2O/ Na2O pada rentang 30-100. Sumber silika dan alumina dapat digunakan dari bahan sintetik ataupun bahan alam yang tentu lebih murah, seperti kaolin dan dolomit. Dalam dua decade terakhir ini, para peneliti dari banyak negara telah melakukan sintesis zeolit Na-A dengan menggunakan bahan alam kaolin, dan di Indonesia hingga sekarang masih sedikit publikasi mengenai sintesis zeolite Na-A menggunakan bahan baku kaolin. Sementara itu ketersediaan bahan alam kaolin di Indonesia cukup melimpah (Rahayu, E., 2015). Sintesis zeolite Na-A secara Kimia | 4
hidrotermal telah dilakukan oleh Affandry T., dkk (2010) menggunakan sumber silika dari metakaolin dan kondisi proses pada temperatur 80oC selama 8 jam. Melalui analisis XRD (X-Ray Diffraction) hasil sintesis terindikasikan sebagai zeolit Na-A. Penelitian yang sama dilakukan oleh Tety, W., dkk., (2011), yang mensintesis zeolit dari kaolin secara hidrotermal, menggunakan larutan NaOH 3-7M pada temperatur 100oC selama 24 jam, dan menghasilkan campuran produk zeolit Na-A, sodalit dan zeolit X. Penelitian menggunakan bahan kimia sintetik pada sintesis zeolit Na-A dilakukan Nurul W. dkk. (2014), dengan menggunakan formulasi campuran awal: 3,165Na2O: Al2O3:1,926SiO2:128H2O, disertai penambahan template organic. Hasil penelitian berupa zeolit Na-A dalam berbagai ukuran, sebagai fungsi dari jumlah penambahan template. Johson E., dkk (2014) telah mensintesis zeolit Na-A menggunakan kaolin yang telah diaktifkan pada temperatur 800oC selama 5 jam. Produk sintesis berupa campuran zeolit A dan sodalit, dan reaksi sangat dipengaruhi oleh konsentrasi hidroksida dalam campuran reaksi. Sintesis zeolit Na-A dari kaolin yang lain dilakukan Novembre D., dkk. (2011), menggunakan campuran awal dengan rasio molar SiO2/Al2O3 = 2.2 mol/mol, dan larutan NaOH 4 M. Hasil sintesis berupa campuran zeolit Na-A dan sodalit, setelah waktu sintesis melebihi 8 jam. Mostafa, Na-A., dkk (2011) mensintesis zeolit Na-A dari kaolin yang diaktifkan selama 5 jam, menghasilkan zeolit Na-A dan produk samping sodalit apabila aktivasi kaolin pada temperatur rendah, dan produk samping zeolit P apabila aktivasi kaolin pada temperatur tinggi. Produk sintesis zeolit Na-A sangat bervariasi, bergantung pada metode sintesis, komposisi campuran awal, kondisi proses pra sintesis dan sintesis hidrotermal ataupun kondisi proses metakaolinasi kaolin. Kondisi ini memberikan tantangan untuk terus menggali cara proses sintesis dengan lebih efektif dan efisien. Goujazeh M., dan Buhl J., C., (2014) mengungkapkan bahwa konsentrasi OH- memegang peranan dalam pelarutan awal SiO2 dan Al2O3 dari metakaolin. Namun demikian produksi sodalit akan menaik dengan tingginya kandungan OH-, sehingga dapat menurunkan produk zeolit Na-A. Breck (1974) mengungkapkan bahwa ketika rasio SiO2/Al2O3 adalah sama, maka produk akhir akan bergantung pada OH-. Hidroksida ini secara kuat mempercepat proses kristalisasi dan memacu terjadinya reaksi lanjut zeolit Na-A menjadi sodalit. Kaolin merupakan mineral dalam katagori clay, mengandung SiO2 dan Al2O3 dalam persentase tinggi, dan terdapat dalam jumlah yang besar di Indonesia. Oleh karena itu, kaolin berpeluang untuk diolah menjadi zeolit dalam berbagai jenis dan fungsi. Kaolin mengandung beberapa komponen kristal terutama kaolinit dengan komposisi kimia Al2Si2O5(OH)4. Silika dan alumina dalam kaolinit bersifat tidak aktif sehingga memerlukan pengaktifan melalui kalsinasi. Hasil kalsinasi kaolinit dapat digunakan untuk mensintesis zeolit atau saringan molekul (Breck, D., 1974). Perlakuan panas pada kaolin mengakibatkan terjadinya transformasi fasa kaolin dari fasa kristalin menjadi fasa amorf metakaolin, dan disebut metakaolinasi. Pada temperatur 450–700o C kaolin mengalami transformasi fasa disertai dehidroksilasi (Subagjo, 2015) dan menghasilkan metakaolin Al2Si2O7, yang mengandung SiO2 dan Al2O3 aktif. Hasil kalsinasi kaolinit ini dapat digunakan untuk mensintesis zeolit atau saringan molekul (Breck, D. 1974). Dalam sintesis zeolit dari kaolin, para peneliti pada umumnya mengaktifkan kaolin dengan kalsinasi pada satu temperatur tertentu dan mempelajari pengaruh temperatur terhadap hasil sintesis (Feng, dkk. 2009; Miao, dkk. 2009; Gougazeh dan Buhl, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan resep pembuatan zeolit Na-A, yang disusun dengan memanfaatkan hasil penelitian beberapa peneliti, terutama penelitian dari Murat dkk., (1992) dan Novembre, D., dkk (2011). dengan menggunakan sumber SiO2 dan Al2O3 dari kaolin Belitung. 2. MATERIAL DAN METODOLOGI Metakaolinisasi dilakukan terhadap kaolin Belitung, pada temperatur yang ditentukan melalui analisis termal dengan alat DSC/TGA (Differential Scanning Calorimetry/Thermogravimetry Analysis). Kurva hasil analisis termal akan menunjukkan rentang temperatur di mana konversi kaolinit menjadi metakaolin berlangsung. Metakaolinisasi dilakukan di dalam furnace, pada temperature dari hasil analisis DSC/TGA dan waktu operasi 3 jam. Kimia | 5
Analisis kimia Analisis kimia kaolin dilakukan dengan alat XRF (X-Ray Fluorescence), bertujuan untuk mengetahui kandungan silica dan alumina, serta impuritas dalam kaolin, berkaitan dengan feasibilitas kaolin sebagai bahan baku untuk sintesis zeolite Na-A. Sintesis zeolit Na-A Sintesis zeolit Na-A dari kaolin Belitung dilakukan secara hidrotermal, mengacu dan memodifikasi penelitian Murat dkk., (1992) dan Novembre, D., dkk (2011). Sintesis dilakukan tanpa menambahkan silika, dengan variabel tetap: a) Waktu aging campuran awal 10 jam pada suhu ruang sebelum reaksi hidrotermal. b) Sintesis hidrotermal dilakukan pada temperatur 80oC. c) Sintesis dilakukan dalam reaktor berpengaduk teflon berukuran 1 liter, dilengkapi dengan refluk untuk menjaga nilai rasio padatan/larutan dalam reactor tetap, dan kecepatan pengadukan sekitar 175 rpm. Selanjutnya variable tidak tetap, ditetapkan untuk: a) Molaritas larutan NaOH: 1.5M, 2.5M dan 3.5M. Pelarutan. Sodium hidroksida grade teknis dan akuademin digunakan dalam pembuatan larutan NaOH. b) Waktu sintesis 4, 8, 12 jam. c). Rasio metakaolin/larutan NaOH: 5, 8, 15, dan 20 %-b. Produk sintesis diuji menggunakan alat XRD, untuk mengetahui kandungan mineral yang dihasilkan. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Termal Hasil analisis termal kaolin Belitung disajikan pada Gambar 1. yang memperlihatkan kurva TGA mulai menurun pada temperatur 480 -600oC. Keadaan ini mengindikasikan bahwa konversi kaolin menjadi metakaolin mulai berlangsung, dengan pelepasan air terikat dari kaolin yang disebut dehidroksilasi, di mana reaksi metakaolinasi berlangsung endoterm, seperti dinyatakan pada persamaanberikut: 2 Al2Si2O5(OH)4 Kaolinit
2 Al2Si2O7 + H2O Metakaolin
(1)
Pada proses ini struktur kaolinit runtuh dan membentuk struktur alumina silika amorf yang disebut metakaolin. Struktur kristal beraturan pada kaolinite dengan ikatan Si-O dan Al-O yang tidak aktif diubah menjadi struktur alumina silikat amorf tidak beraturan dengan ikatan Al-O yang aktif.
Gambar 1. Kurva DSC/TGA kaolin Belitung thd temperatur pemanasan Untuk menyempurnakan proses pembentukan metakaolin, maka proses aktifasi kaolin ditetapkan pada temperatur 650oC selama 3 jam (Rahayu, E., S., 2015). Proses aktifasi kaolin dilakukan di dalam furnace dengan laju pemanasan 52oC/menit dan tekanan autogeneous.
Kimia | 6
Hasil Analisis Kimia Hasil analisis kimia kaolin ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil analisis kimia, kaolin Belitung memiliki kualitas baik sebagai sumber SiO2 dan Al2O3 karena kedua oksida tersebut terkandung dalam persentase yang tinggi. Dengan impuritas oksida – oksida logam yang rendah. Dalam besaran molar, rasio molar SiO2 / Al2O3 = 2.88 mol/mol, suatu nilai yang lebih besar dari yang dirumuskan Murat dkk (1992) untuk sintesis zeolit Na-A. Bahan baku kaolin Belitung yang demikian baik, ditambah dengan aktifasi kaolin pada kondisi proses yang tepat akan mendukung proses transformasi fasa kaolin Tabel 1. Komposisi kimia kaolin Belitung Komposisi Kimia
%-mass
SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO Na2O K2O Hilang Pijar Total
48,08 36,13 0,65 0,26 0,01 0,02 0,04 0,32 14,49 100
menjadi kaolin aktif metakaolin secara maksimal, untuk digunakan sebagai nutrien pada sintesis zeolite Na-A. Kandungan Fe2O3 yang agak tinggi diharapkan tidak berpengaruh terhadap kecepatan kristalisasi zeolite (Rahayu, 2015), walaupun tetap dapat memberikan warna pada produk zeolit. . Hasil Sintesis Zeolite Na-A Gambar 2 menampilkan difraktogram salah satu hasil sintesis zeolit Na-A, yang diproses secara hidrotermal dengan campuran awal dari 15%-b metakaolin dalam larutan NaOH 3.5 M, pada temperature 80oC selama 12 jam. Proses sintesis ini menghasilkan kekristalan 80% dengan kemurnian
Gambar 2 Difraktogram zeolit Na-A dari kaolin zeolite Na-A tinggi, yang diperlihatkan oleh puncak-puncak kristal zeolite Na-A yang sangat kuat pada posisi-posisi sudut 2 theta yang hakiki milik zeolite Na-A. Sebaliknya, puncak-puncak kristal hasil samping seperti sodalit, tidak tampak pada posisi-posisi 2 theta milik sodalit. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kandungan sodalit dalam produk sangat rendah. Kondisi temperature 80oC Kimia | 7
diprediksi merupakan kondisi yang tepat untuk sintesis zeolite Na-A dari kaolin, yang dapat mencegah terjadinya reaksi lanjut dari zeolite Na-A menjadi solidat. Tabel 2 menampilkan nilai factor-faktor difraksi pada interaksi sinar X dengan produk - produk zeolite Na-A. Tabel 2. Jarak antar atom zeolite Na-A, sudut difraksi dan intensitas sinar X pada produk zeolite Na-A
2Theta (o ) 10.13 12.42 16.07 21.63 23.95 27.07 29.90 34.14
Produk Zeolit Na-A Hasil Penelitian Murat, D. dkk dIntensitas d2- Theta spacing relatif spacing o () (Å) (%) (Å) 8.74 48.1 10.4 8.73 7.15 28.6 12.5 7.12 5.55 15.5 16.5 5.51 4.15 36.4 21.8 4.11 3.75 68.6 24.2 3.71 3.32 76.1 27.2 3.29 3.00 100 30.2 2.99 2.64 69 34.4 2.62
Komersial 2- Theta (o )
d-spacing (Å)
10.17 12.46 16.11 21.36 23.99 27.11 30.83 34.18
8.71 7.11 5.51 4.11 3.71 3.27 2.98 2.62
Untuk menguatkan kehakikian produk zeolite Na-A yang diperoleh, dilakukan pengamatan terhadap factor-faktor difraksi sinar X pada produk zeolite Na-A hasil penelitian Murrat dkk., (1992) dan suatu produk komersial. Nilai sudut 2 theta pada ketiga produk pada posisi-posisi sudut 2 theta hakiki milik zeolite Na-A bernilai hampir sama, demikian juga nilai d-spacing antar atom pada ketiga produk zeolite Na-A Perbedaan kecil nilai diprediksi oleh factor pemasangan specimen dalam difraktometer (Whittingham, M., 1997). Pengaruh Kondisi Proses pada Kekristalan Produk Tabel 3 menampilkan pengaruh molaritas larutan NaOH, rasio berat padatan metakaolin/ larutan NaOH dan waktu sintesis pada kekristalan produk yang diperoleh. Tabel 3 Pengaruh kondisi proses pada kekristalan Produk Parameter Kondisi Proses Larutan NaOH, molar Rasio metakaolin/larutan NaOH 3.5M, %-b Waktu sintesis, jam
Nilai 1.5 2.5 3.5 5 8 15 20 8 12
Kekristalan (%-b) 78.4 82.8 77.5 77.5 78.6 80.0 78.2 75.6 77.5
Kimia | 8
Molaritas Larutan NaOH Larutan NaOH dalam sintesis zeolite Na-A berfungsi sebagai mineralizer atau pelarut SiO2 danAl2O3 dari metakaolin pada awal reaksi (Goujazeh dan Buhl, 2014). Selanjutnya larutan NaOH akan mendukung percepatan pembentukan sistem9 zeolite Na-A, dan memacu reaksi lanjut membentuk produk samping sodalit. Tabel 3 baris ke-2 dan Gambar 3 memperlihatkan bahwa larutan NaOH 1.5M mampu melarutkan SiO2 dan Al2O3 dari metakaolin untuk membentuk kristal zeolite Na-A pada temperature 80oC dan waktu sintesis 12 jam, dalam campuran reaksi di mana rasio metakaolin/larutan NaOH rendah (5%-b). Sementara itu larutan NaOH 3.5M pada rasio metakaolin/larutan 5%-b tidak cukup mampu mendukung terjadinya reaksi lanjut dari zeolite Na-A menjadi sodalit. Di luar dugaan pula, larutan NaOH 3,5M menghasilkan penurunan kekristalan produk. Larutan NaOH 2.5M dapat menghasilkan kekristalan yang lebih baik. Studi lanjut perlu dilakukan untuk meningkatkan efisensi produk, melalui peningkatan rasio metakaolin/larutan NaOH.
Gambar 3 Difraktogram Zeolit Na-A dan pengaruh molaritas pada kekristalan produk Rasio metakaolin/larutan NaOH, %-b Rasio padatan/larutan dalam sistem reaksi sering menjadi perhatian, untuk menentukan berapa banyak larutan dperlukan untuk menguras atau melarutkan bahan padat, sebelum reaksi yang sebenarnya berlangsung. Tabel 3 baris 2 dan Gambar 4 menyajikan hasil penelitian dari sintesis
Gambar 4: Difraktogram Zeolit Na-A dan pengaruh rasio metakaolin/larutan NaOH pada kekristalan produk Kimia | 9
zeolite Na-A dengan campuran reaksi menggunakan larutan NaOH 3.5M dan waktu sintesis 12 jam. Rasio metakaolin /larutan NaOH 3.5M divariasikan, untuk memperoleh zeolite Na-A dengan kualitas dan kuantitas tinggi. Hasil pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa kekristalan produk dapat dinaikkan dengan menaikkan rasio metakaolin/larutan NaOH 3.5M. Konsep ini didukung oleh sifat kinetika reaksi, di mana laju pembentukan produk berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa dalam larutan (Levenspiel, O.,1999). Namun demikian terdapat pembatas yaitu kemampuan maksimal larutan NaOH untuk melarutkan metakaolin. Tabel 3 memperlihatkan bahwa larutan NaOH 3.5M dapat melarutkan metakaolin secara maksimal, untuk mempercepat proses kristalisasi pada rasio 15%-b, dan ketidak hadiran produk samping sodalit diamati pada Gambar 4. Waktu Sintesis Waktu reaksi merupakan factor penting dan sangat berpengaruh pada sintesis zeolite di samping konsentrasi NaOH dan temperature reaksi, dan lainnya. Reaksi lanjut yang menghasilkan produk samping sering ditemui pada waktu sintesis dengan waktu melebihi dari waktu yang seharusnya. Afandry dkk. berhasil dengan baik dalam mensintesis metakaolin menjadi zeolite Na-A pada temperature 80oC dalam watu 8 jam. Namun demikian pada penelitian yang dilakukan dengan rasio MK/larutan NaOH 3.5M, 5%-b, temperature 80oC dan waktu sintesis 12 jam ini, terbukti menghasilkan kekristalan yang lebih baik, dari sntesis 8 jam, tanpa reaksi lanjut yang dapat menghasilkan sodalit, seperti ditampilkan pada Tabel 3 dan Gambar 5. Sintesis yang dilakukan selama 12 jam dalam kondisi proses yang sama masih dapat meningkatkan kekristalan dari sintesis 8 jam, tanpa terjadi reaksi lanjut dari produk zeolit Na-A. Berdasarkan hasilhasil proses sintesis zeolite Na-A ini, diperkirakan bahwa larutan NaOH 3.5M baik untuk digunakan sebagai mineralizer metakaolin
Gambar 5 Difraktogram Zeolit Na-A dan pengaruh waktu sintesis pada kekristalan produk tanpa kecenderungan reaksi lanjut terhadap zeolite Na-A yang dihasilkan. Sebagai perbandingan, Novembre, D., dkk. (2011) yang telah melakukan proses yang sama, menggunakan kaolin dengan rasio molar SiO2/Al2O3 mol/mol, larutan NaOH 4M dan waktu sintesis 8 jam, menghasilkan zeolite Na-A dan produk samping sodalit.
Kimia | 10
4. KESIMPULAN Prosedur sintesis zeolite Na-A dari kaolin telah berhasil dikembangkan untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produk yang tinggi. Kualitas produk diukur dari nilai kekristalan produk, dan kuantitas produk diukur dengan kuantitas metakaolin yang digunakan dalam sintesis, yang akan membentuk zeolite Na-A. Sehingga produk yang dianggap terbaik adalah produk yang memiliki kekristalan tinggi: 80.3% dengan kemurnian tinggi, dengan kuantitas tinggi dalam campuran reaksi. Resep dan prosedur pembuatan zeolit Na-A dari kaolin yang telah menghasilkan produk zeolite Na-A tersebut menggunakan metakaolin dengan rasio molar SiO2/Al2O3 = 2.87 mol/mol tanpa penambahan SiO2 , rasio metakaolin/larutan NaOH 3.5M =15%-b, temperature untuk sintesis hidrotermal = 80oC selama 12 jam, dan perlakuan aging terhadap campuran campuran awal pada temperature ruang selama 24 jam. Keberhasilan ini membenarkan hipotesis bahwa metakaolin merupakan sumber SiO2 dan Al2O3. Selain itu keberhasilan ini juga memberikan masukan terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk mensintesis zeolit Na-A dibutuhkan campuran awal dengan rasio molar SiO2 /Al2O3 = 1.75-2 mol/mol, dan keberhasilan ini dibuat pada penggunaan rasio molar SiO 2/Al2O3 = 2,87 mol/mol yang terdapat dalam kaolin. UCAPAN TERIMA KASIH Ditujukan Kemristek-dikti, atas dukungan finansial untuk penelitian ini melalui hibah penelitian terapan program PNBP Polban 2016. DAFTAR PUSTAKA [1] Affandry T. , Fajril A., Silvia R., Y., (2010): Kajian metakaolinisasi terhadap sintesa zeolit 4A dari kaolin, Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau [2] Breck, D.,W., (1974): Zeolite Molecular Sieves: Structure, Chemistry, and Use. John Wiley & Sons, New York, 1974. [3] Feng, H., Li, C., and Shan, H, (2009): Effect of Calcination Temperature of Kaolin Microspheres on the In situ Synthesis of ZSM-5”, Catal Lett, vol. 129, pp.71-78. [4] Gougazeh, M., and Buhl, ., C., (2014): “Synthesis and characterization of zeolite A by hydrothermal transformation of natural Jordanian kaolin, Journal of the Assiciation of ARAb Universities for Basic and Allied Sciences, vol.15, pp.35-42. [5] Miao, Q., Zhou, Z., Yang, J., Lu, J., Yan,S, and Wang, J., (2009): “Synthesis of NaA zeolite from kaolin source”, Front. Chem. Eng. China, vol.3, no. 1, pp. 8-11. [6] Murat, M., Amokrane, A., Bastide, J.,P., and Montanaro, L., (1992): Synthesis of Zeolites From Themally Activated Kaolinite. Some Observation On Nucleation and Growth, Clay Minerals. [7] Novembre, D., Di Sabatino, B. , D., and Pace1, C. (2011), Synthesis and characterization of Na-X, Na-A and Na-P zeolites and hydroxysodalite from metakaolinite, The Mineralogical Society v.46 no. 3 p. 339-354. [8] Rahayu, E., S., Subagjo., Tjokorde, W., S., Melia, L., G., (2014): Development of Hydrocracking Catalyst Support from Kaolin of Indonesian Origin, Advanced Materials Research, Switzerland, vol. 896 (2014) pp 532-536. [9] Rahayu, E., S., (2015): Konversi Kaolin Menjadi Zeolit Y-Oksida Amorf Sebagai Penyangga Katalis Perengkahan Hidrogenasi, Laporan Disertasi, Teknik Kimia ITB, Bandung [10] Subagjo., Rahayu, E., S., Tjokorde, W., S., Melia, L., G., (2015): Synthesis of NaY Zeolite by Using Calcined Bangka Kaolins, J.Eng.Technol.Sci., vol.47, No.6, 609-615. [11] Tety W., M., Sunardi, S., Utami, I., (2011): The Effect of NaOH Concentration towards Characteristic of Zeolite Synthesized from from Kaolin of South Borneo, Universitas Lambung mangkurat, Indonesia. [12] Whittinghams, M.,S.,, (1997): “X-Ray Analysis of a Solid Experiment Developed” with National Science Foundation Funding, 1997. [13] Zheng, S., Sun, S., Zhang., Gao, X., and Xu, X. (2005): “Effect of Properties of Calcined Microspheres of Kaolin on The Formation of NaY, Bulletin of The Catalyst Society of India, vol. 4, pp. 12-17. Kimia | 11