SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
2-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
KATA PENGANTAR
Seminar dengan tema “Meningkatkan Daya Saing Penelitian dengan Konsep Monozukuri” dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2012 di Universitas Darma Persada, bertujuan untuk menghimpun hasil penelitian dosen yang diharapkan dapat menghasilkan inovasi teknologi tepat guna, menyampaikan hasil penelitian kepada khalayak dan antara peneliti/dosen. Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hasil seminar pada semester ganjil tahun akademik 2011/2012. Pada prosiding kali ini dimuat dua puluh lima makalah dengan rincian sebagai berikut : enam belas makalah dari bidang Humaniora, empat makalah dari bidang Teknik dan dua makalah dari bidang Ekonomi-Manajemen.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada para penyaji dan penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama sehingga prosiding ini dapat diterbitkan. Kami berharap prosiding ini bermanfaat bagi pihak–pihak yang berkepentingan.
Jakarta, 14 Maret 2012 Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Kepala
Ttd. Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
2i - 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
2-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
PERGESERAN MAKNA DALAM TERJEMAHAN 咪(MĪ)咪(MĪ) 踢(TĪ) 足(ZÚ) 球(QIÚ) ’MIMI BERMAIN BOLA’ KARYA HUALI XIONG’ Febi Nur Biduri
1–1
ANALISIS PUISI SINGGAH DI BAWAH GUNUNG BEIGU (CÌ BĔIGÙ SHĀN XIÀ
2–1
次北固山下) Emiyasusi Susanti PENGARUH RATA-RATA NILAI UJIAN AKHIR NASIONAL UNTUK MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SMU TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN KOSA KATA MAHASISWA SEMESTER I DI UNSADA Rusydi M. Yusuf
3–1
THE PHONOLOGICAL MODEL OF SOUND PERCEPTION Irna N. Djajadiningrat
4–1
KINERJA DOSEN FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS DARMA PERSADA TAHUN 2011 Albertine S. Minderop
5–1
TEORI DINAMIKA TEKS DALAM PENERJEMAHAN : SEBUAH KAJIAN TEORETIS APLIKATIF Tommy Andrian
6–1
PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING DAN SMALL GROUP DISCUSSION DALAM PERKULIAHAN TEACHING ENGLISH AS A FOREIGN LANGUAGE (TEFL) Kurnia Idawati
7–1
MODALITAS STUDI そうだ/SOUDA、ようだ/YOUDA、DAN らしい/RASHII YANG MENYATAKAN PERTIMBANGAN DALAM BAHASA JEPANG, SEBUAH ANALISIS FUNGSI DAN PENGAJARAN Rini Widiarti
8–1
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK CAMPUR KODE DALAM PERCAKAPAN DOSEN DAN MAHASISWA (STUDI KASUS DI LINGKUNGAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA) Hermansyah Djaya
9–1
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN BAHASA JEPANG MELALUI METODE SQ3R Kun Permatasari
10 – 1
ANALISIS KONTRASTIF DARI MAKNA KAUSATIF BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA, STUDI KASUS PADA MATA KULIAH SAKUBUN Riri Hendriati
11 – 1
2ii- 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
ANALISIS POLA PENGAJARAN KATA GANTI ORANG PERTAMA “WATASHI” PADA BUKU AJAR BAHASA JEPANG TINGKAT DASAR – FOKUS PADA BUKU MINNA NO NIHONGO I & II Hari Setiawan
12 – 1
ANALISIS PEMAKAIAN UNGKAPAN PENGANDAIAN TO, BA, TARA, DAN NARA Irawati Agustine
13 – 1
PENGGUNAAN XING (NAMA KELUARGA) DI KALANGAN ANAK MUDA KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI IDENTITAS SOSIAL, STUDI KASUS MAHASISWA JURUSAN SASTRA CINA UNIVERSITAS DARMA PERSADA. C. Dewi Hartati
14 – 1
MASALAH PENERJEMAHAN UNSUR LEKSIKAL BAHASA MANDARIN KE BAHASA INDONESIA DALAM BUKU AJAR BAHASA MANDARIN TINGKAT SMA/MA Gustini Wijayanti
15 – 1
儿化ERHUA : SUATU MANDARIN Yulie Neila Chandra
16 – 1
TELAAH
MORFOFONEMIK
DALAM
BAHASA
UNJUK KERJA MESIN PENGERING SURYA HIBRID ICDC TIPE RESIRKULASI Kamaruddin Abdullah
17 – 1
DESAIN SEPEDA YANG ERGONOMIS Ade Supriatna
18 – 1
IMPLEMENTASI DATAMINING UNTUK MENDAPATKAN POLA PENGUNDURAN DIRI MAHASISWA STUDI KASUS MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS DARMA PERSADA Suzuki Sofyan
19 – 1
MESIN PENGERING TENAGA SURYA ICDC HYBRID TIPE PANCURAN Yefri Chan
20 – 1
KONSEP PERANCANGAN ENERGI DI DUSUN TANGSI JAYA-GUNUNG HALU, BANDUNG BARAT SEBAGAI MODEL DESA MANDIRI ENERGI (DME) Aep Saepul Uyun
21 – 1
BIOREFINERY SKALA RUMAH TANGGA : INTEGRASI ENERGI DAN PANGAN Roy Hendroko
22 – 1
DATA BASE ALUMNI UNSADA ANGKATAN 1990 – 2010 Firsan Nova
23 – 1
PENGARUH MEDIA INTERNET TERHADAP MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNSADA Sukardi
1iii- 1
MOTIVASI
BELAJAR
24 – 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
PERGESERAN MAKNA DALAM HASIL PENERJEMAHAN m ī m ī
t ī z ú qiú
咪咪 踢足球 ‘MIMI BERMAIN BOLA’ KARYA HUALI XIONG Febi Nur Biduri Jurusan Sastra Cina - Fakultas Sastra
[email protected]
ABSTRACT Pergeseran makna didasarkan pada data empiris, data empiris tersebut akan dikelompokkan, dibedabedakan,dihubung-hubungkan,secara rasional sehingga lahirlah pernyataan yang bersifat teoritis mengenai pergeseran makna. Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian, penyinestesiaan dan pengasosiaan sebuah makna kata yang masih hidup dalam medan makna.Penelitian ini bertujuan untuk 1. Lebih jelasnya pergeseran makna dalam proses penerjemahan, 2. Dapat meminimaliskan pergeseran makna yang mungkin terjadi dalam proses penerjemahan. Metode penelitian yang dipakai ialah metode kualitatif yaitu meneliti pergeseran makna dalam hasil penerjemahan atau dapat disebutkan dengan content analysys. Hasil dari hasil penelitian ini ialah terdapat faktor penyebab terjadinya pergeseran makna, penyebab terjadinya pergeseran makna ialah (1) sebab-sebab linguistik (2) Sebab-sebab kesejarahan,(3) Penciptaan dan penemuan benda baru, (4) Penamaan institusi, (5) Penemuan ide-ide baru, (6) Konsep-konsep ilmu pengetahuan, (7) Sebab-sebab sosial, (8) sebab-sebab Psikologis. Key words: Each language must have a shift of meaning in process of translation.
1. PENDAHULUAN Ada dua macam pergeseran makna yang terjadi dalam penerjemahan. Yang pertama adalah obligatory shift (pergeseran tetap) dan optional shift (pergeseran tidak tetap). Obligatory shift meliputi pergeseran dalam tata bahasa yang terjadi dari teks sumber ke teks sasaran. Pergeseran ini harus dilakukan karena tata bahasa dari teks sumber ke teks sasaran berbeda, dan tentu saja hal ini harus dilakukan agar teks sasaran dapat diterima oleh masyarakat di bahasa sasaran. Optional shift meliputi pergeseran yang terjadi dalam pemaknaan, referensi, dan teks sumber ke teks sasaran. Penerjemah dapat memilih bagaimana dia akan menerjemahkan suatu ekspresi dari teks sumber ke teks sasaran yang sesuai dan dapat diterima oleh masyarakat dari teks sasaran tersebut. dalam optional shift, tidak ada aturan yang menyebutkan bagaimana penerjemah harus menerjemahkan suatu ekspresi karena penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah disesuaikan dengan bahasa, budaya, dan bidang pembelajaran dari teks yang akan diterjemahkan (Benny Hood 2007).
Masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah pergeseran makna terjadi dalam proses penerjemahan Bahasa Mandarin ke dalam Bahasa Indonesia ?, 2. Apakah hanya pergeseran struktur leksikal dan tata bahasa yang terjadi dalam proses penerjemahan Bahasa
12 - 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Mandarin ke dalam bahasa Indonesia ?, 3. Apa yang dimaksud dengan pergeseran makna dalam proses penerjemahan ?
Penulispun mengharapkan manfaat dari penelitian ini adalah agar seorang penerjemah tidak mengulang kesalahan-kesalahan yang telah terjadi sebelumnya. Dan penelitian ini bermanfaat agar penerjemah yang melakukan proses penerjemahan dapat meminimalisasikan pergeseran makna dan membuat hasil makna penerjemahan yang mendekati makna sebenarnya dibahasa sumber.
Fokus penelitian ialah berfokus pada Kompetensi sumber daya manusia dalam menerjemahkan khususnya menerjemahkan bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia. Kompetensi sendiri berfokus pada peningkatan dari kemampuan yang ada di dalam diri masing-masing manusia, yaitu kemampuan berbahasa Mandarin, kemampuan berbahasa Indonesia serta kemampuan dalam menguasai teori terjemahan dan kaidah-kaidah berbahasa yang baik.
2. PENGERTIAN PERGESERAN MAKNA
Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian, penyinestesiaan dan pengasosiaan sebuah makna kata yang masih hidup dalam medan makna. Dalam pergeseran makna rujukan awal tidak berubah atau diganti, akan tetapi rujukan awalnya akan mengalami perluasan rujukan atau penyempitan rujukan. Pergeseran makna dapat tercatat sebagai historis dan dapat pula terjadi secara sinkronis berdasarkan oleh pemakainya. Seperti contohnya kata Ibu dan Bapak dalam bahasa Indonesia yang telah bergeser maknanya dari makna keluarga menjadi yang lebih luas dan besar.
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah pergeseran makna yaitu
Bahasa yang
diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi kegenerasi lainnya baik dengan secara langsung maupun tidak langsung. Persepsi serta tanggapan yang terjadi oleh seorang pembaca terhadap makna bahasa pada konteks pemakainya. Kedua adalah kekaburan dan ketidakpastian makna menjadi salah satu sumber pergeseran makna. Batas antar makna kata tidaklah jelas. Ketidakakraban pemakai bahasa akan makna sebuah kata menjadi sumber kekaburan makna yang berakibatkan pergeseran makna. Ketiga adalah kehilangan motivasi, dimana sebuah kata tetap berpegang teguh pada makna dasar awalnya saja dan pada medan makna yang sama. Akan tetapi, sekali hal tersebut diabaikan maka makna itu akan bergulir lebih jauh dari asalnya dan berkembang tak terkendali (Yusuf Suhendra 1994).
1 - 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Keempat ialah faktor salah kaprah maksudnya adalah kesalahan yang terjadi karena kelaziman atau kebiasaan dengan sesuatu yang salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa usaha perbaikan oleh pemakai, dimana usaha perbaikan datang terlambat sehingga kelaziman pemakaian makna kata menjadi tumpukan walaupun maknanya tersebut telah salah. Terakhir adalah struktur kosakata yang memegang peranan utama dan penting dalam pergeseran makna. Struktur fonologi, morfologi dan sintaksis lebih bersifat tertutup, sedangkan struktur kosakata bersifat terbuka. Setiap makna kosakata dapat berkembang, bertambah, berubah, bergeser atau malah menghilang dari peredaran pemakaian karena tidak diperlukan lagi (Benny Hood 2007).
Penyebab terjadinya pergeseran makna ialah (1) sebab-sebab linguistik yaitu kebiasaan memunculkan dua makna kata bersama-sama dapat menyebabkan terjadinya pegeseran makna. Makna dari sebuah kata dialihkan begitu saja ke dalam makna kata yang sering muncul bersama, kebiasaan kolokasi merambatkan makna kata yang satu ke dalam makna kata yang lain. (2) Sebabsebab kesejarahan, yang dimaksud ialah dimana bahasa pada umumnya lebih konservatif daripada teknologi, dan politik. Benda, lembaga, pikiran, konsep-konsep ilmu pengetahuan berkembang terus sesuai dengan zamannya. Semua perkembangan tersebut memerlukan bahasa sebagai sarana komunikasi dan perekam kemajuan kebudayaan. (3) Penciptaan dan penemuan benda baru, setiap benda yang baru harus memiliki nama baru pula. Nama baru tersebut tercipta dengan inovasi baru, menghidupkan kata lama yang tidak terpakai lagi, menggabungkan makna baru, menerjemahkan dari bahasa yang lain, menyerap dari bahasa yang lain. Hal ini memungkinkan terjadi pergeseran makna. (4) Penamaan institusi, dalam perkembangan masyarakat muncul berbagai macam institusi yang memerlukan nama dan perlu dibedakan, hal ini membawa pergeseran makna. (5) Penemuan ide-ide baru, ide-ide baru pasti memerlukan kata untuk mendukung makna ide baru tersebut. Proses inipun akan menyebabkan pergeseran makna. (6) Konsep-konsep ilmu pengetahuan, perkembangan ilmu pengetahuan banyak memerlukan penambahan kosakata, baik dengan ciptaan baru maupun dengan kata yang telah dan pernah hidup ditengah masyarakat, makna kata dalam ilmu pengetahuan bersumber dari kata umum ditengah masyarakat yang mengalami pereduksian atau pembatasan dan penyempitan makna sesuai dengan bidang ilmunya, konsep ilmu pengetahuan itulah kelak disebut dengan istilah. (7) Sebab sosial, dua gejala dalam hubungan dengan pengaruh sosial terhadap pergeseran makna ialah generalisasi dan spesifikasi. Generalisasi muncul berdasarkan pengalaman masyarakat ketika mereka hendak mengidentifikasi yang berlaku dimana saja dan kapan saja. Spesifikasi makna dilakukan masyarakat berdasarkan pengalaman awal pemakai bahasa. Disamping generalisasi dan spesifikasi akibat pengaruh masyarakat, perlu dicatat pula ‘penghidupan’ dan ‘pemurnian’ kembali makna kata oleh masyarakat pemakai. (8) sebab
11--31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Psikologis, pergeseran makna sering mempunyai akar pada keadaan mental pemakai bahasa atau pada ciri tertentu yang permanen dalam pembentukan mental pemakai bahasa (Benny, Hood 2007).
3. IMPLIKASI PENERJEMAHAN
Dalam penerjemahan yang berhubungan dengan pergeseran makna ialah adanya penambahan dan penghilangan kata. Penambahan leksikan dalam teks bahasa sumber biasanya diperlukan, apabila maksud dari isi teks bahasa sasaran diungkapkan dengan sarana lain termasuk dengan sarana tata bahasa. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan penambahan kata tertentu ialah tanpa menambahkan maksud yang ada dalam teks bahasa sasaran karena dalam teks bahasa sumber sudah tersampaikan informasi yang sama, Penghilangan merupakan gejala yang langsung bertentangan dengan teknik penambahan. Teknik penghilangan dalam proses terjemahan ialah membuang kata yang berlimpah. Biasanya kata yang berlimpah ditemukan dalam kalimat yang mengandung pasangan sinonim atau kesamaan kata. Gejala seperti ini merupakan ciri khas ragam dokumentasi resmi dalam bahasa Inggris yang mungkin tidak cocok untuk Bahasa Indonesia, maka dari itu proses penerjemahannya menggunakan teknik penghilangan ( Rochaya Machali, 2000).
4. METODE PENELITIAN YANG DIPAKAI
Metode penelitian yang dipakai ialah metode kualitatif yaitu meneliti pergeseran makna di dalam hasil penerjemahan mahasiswa atau dapat disebutkan dengan content analysys. Analisis data yang dilakukan ialah analisis makna dari sudut bahasa atau yang biasa disebut dengan Hermenetik. Yaitu dengan menganalisa kaidah-kaidah tata bahasa dari kedua dua buah bahasa yaitu bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bagaimanakah seharusnya penerjemahan yang berlangsung didalamnya. Dan Latar penelitian ini adalah hasil m ī m ī t ī z ú qiú
penerjemahan sebuah cerita anak-anak yang berjudul 咪咪 踢 足球 Mimi bermain bola yang ditulis oleh Huali Xiong dan diterjemahkan oleh Andrew wood.
5. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pergeseran makna seperti yang telah dijelaskan di atas dapat pula terjadi dalam proses penerjemahan seperti contoh – contoh beberapa kutipan berikut ini :
11 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
t ā kàn l e y í zhèn z i yáo yáo tóu shuō dà jiā róng y ì dé mǎntóu dà hàn
a. Kutipan
duō xīnkǔ ā
: 她 看 了 一 爷 子, 爷 爷 爷 爷 :“大家 容 易 得 爷 爷 大 汗 , 多 辛苦啊!”
Terjemahan : setelah beberapa saat, dia menggeleng kepala ya dan berkata :” permainan ini pastilah sangat sulit. Lihat semuanya berkeringat sangat banyak.” Kutipan diatas terdapat pada paragraf 2 secara komunikatif penerjemahan tersebut tidaklah salah duō
xīn k ǔ ā
akan tetapi terjadi penghilangan yaitu dibuangnya kalimat 多 辛苦啊! yang berarti ’banyak kegembiraan’, apabila kata tersebut tidak dihilangkan pada saat proses penerjemahan maka hasil penerjemahan yang ada akan menjadi ’ setelah beberapa saat, dia menggeleng kepala ya dan berkata :” permainan ini pastilah sangat sulit. Lihat semuanya berkeringat sangat banyak.” Banyak kegembiraanya. t ā z ǒ u d à o q i ú chǎng b ǎ y í g è kuāng z ǐ l ǐ d e q i ú quán d ǎ o l e c h ū l á i z h ǐ j i à n q i ú chǎngshàng d à o c h ù d ō u s h ì q i ú
b. Kutipan
: 她走到球 爷 ,把一个 筐 子里的球全倒了出来,只爷 球 爷 上 到爷都是球!。
Terjemahan : mimi berjalan ke lapangan bola dan menumpahkan semua bola ke tanah, sekarang semua bola ada dilapangan. Kutipan diatas terdapat pada paragraf 3 secara komunikatif penerjemahan tersebut tidaklah salah b ǎ
y í g è kuāng z ǐ
akan tetapi terjadi penghilangan yaitu dibuangnya kalimat 把 一个 筐 子 yang berarti ’membawa sekeranjang’, apabila kata tersebut tidak dihilangkan pada saat proses penerjemahan maka hasil penerjemahan yang ada akan menjadi ’Mimi berjalan ke lapangan bola membawa sekeranjang bola dan menumpahkan semuanya ke tanah, sekarang semua bola ada dilapangan. mīmīshuō
wèishénme d à j i ā dōu z à i qiǎng y í g è q i ú n e
m ě i g è qiúyuán dōu t ī
z ì j ǐ d e q i ú b ú s h ì gèng h ǎ o m a
c. kutipan
: 咪咪爷:“爷什爷 大家都在 爷 一个 球 呢? 爷个 球爷 都 踢 自己 的 球不是 更 好爷”。
Terjemahan
: Mimi berkata: “kenapa kalian semua berkelahi hanya karena satu bola? Kenapa kalian tidak dapat satu persatu?”
Kutipan diatas terdapat pada paragraf 5 secara komunikatif penerjemahan tersebut tidaklah salah gèng h ǎ o m a
akan tetapi terjadi penyempitan yaitu dibuangnya kalimat 更 好爷 yang berarti ’bukankah lebih baik’, apabila kata tersebut tidak dihilangkan pada saat proses penerjemahan maka hasil penerjemahan yang ada akan menjadi ‘Mimi berkata: “kenapa kalian semua berkelahi hanya karena satu bola? Kenapa kalian tidak dapat satu persatu bukankah akan lebih baik?’. dāng shǒuményuán d e xióng fēicháng s h ē n g q ì b ǎ
d. Kutipan
m ī m ī
l ā g u ò q ù shuō
n à
n ǐ
l á i dāng shǒu ményuán b a
: 当 守爷爷 的 熊 非常 生气,把 咪咪 拉爷去爷:“那 你 来 当 守爷爷 吧!” 。
11- -51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Terjemahan
: penjaga gawang merasa sangat marah terhadap Mimi. Dia menarik Mimi dan berkata, “ baik, sekarang kamulah penjaga gawangnya”.
Kutipan di paragraf 6 diatas terdapat pergeseran makna dan juga proses penghilangan kata dalam n à
n ǐ
lái
penerjemahannya. Pergeseran makna yang terjadi adalah “那 你 来 “yang secara harfiah berarti ” sini kamu datang ” tetapi dalam proses penerjemahan diatas di utarakan dengan menyuruh agar sesuai dengan konteks yang dimaksudkan oleh penutur aslinya sehingga makna sebenarnya dapat tersampaikan kepada pembaca. Kemudian terjadi pula penghilangan secara leksikal yaitu berupa dāng
kosakata ” 当 ” yang berarti ’menjadi’ hal tersebut dimaksudkan agar kalimat tersebut dapat dimengerti maknanya oleh pembaca dengan menghilangkan sebuah kosakata. m ī m ī h á i m é i zhàn h ǎ o
q ī b ā g è q i ú j i ù xiàng t ā
f ē i l e guòlái xià d é
t ā bào t ó u d à j i à o
jiùm ìng
ā
e. Kutipan : 咪咪 还没 站好,七八个 球 就 向 她 飞了过来,吓 得 她 抱 头 大叫:“ 救命 啊.” Terjemahan
: sebelum Mimi dapat berdiri dengan tegak, banyak bola yang melayang
kearahnya, Mimi sangat ketakutan dan berteriak : ”tolong...”. Kutipan di paragraf 7 diatas terdapat perubahan makna dalam penerjemahannya. Perubahan makna q ī
b ā
g è
qiú
yang terjadi adalah 七 八 个 球 yang secara harfiah berarti ” 7 8 buah bola ” tetapi dalam proses penerjemahan diatas di utarakan dengan ’banyak’ agar sesuai dengan konteks yang dimaksudkan oleh penutur aslinya. z h è s h í h ò u m ī m ī zhēngkāi y ǎ n j ī n g f ā x i à n z ì j ǐ zhèng tǎng z à i c ǎ o dìshàng
h á i h ǎ o z h è z h ǐ s h ì y í g è mèng
f. Kutipan
: 这 时候,咪咪 睁开 眼睛,发现 自己 正 躺 在 草 地上,“还好,这只是 一个 梦 !”
Terjemahan
: Mimi membuka matanya dan menemukan dirinya terbaring diatas rumput. ”
Terimakasih Tuhan, ini hanyalah sebuah mimpi”. Kutipan di paragraf 8 diatas terdapat perubahan makna dan juga proses penyempitan dalam h á i hǎo
penerjemahannya. Perubahan makna yang terjadi adalah “还好” yang secara harfiah berarti ” masih baik ” tetapi dalam proses penerjemahan diatas di artikan dengan ” Terimakasih Tuhan” agar sesuai dengan konteks yang dimaksudkan oleh penutur aslinya. Kemudian terjadi pula penyempitan zhè s h í hòu
secara leksikal yaitu 这时候 ’waktu ini’ oleh penerjemah hal tersebut dimaksudkan agar kalimat tersebut dapat dimengerti maknanya oleh pembaca. zhàn z à i y ìp á n g d e xiǎo xióng jiào dào
g. Kutipan
h á i b ú kuài q ǐ l á i
w ǒ m e n b ú s h ì yuē hǎo y ì q ǐ q ù t ī q i ú m a
: 站 在 一旁 的 小 熊 叫 道:“还 不 快 起来,我们 不 是 约 好 一起 去 踢球 吗!”
11 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Terjemahan
:” Bangun, Mimi. Bukankah kamu mau bermain bola dengan kami?” kata si
Beruang kecil. Kutipan di paragraf 9 diatas terdapat proses penyempitan dalam penerjemahannya. Penyempitan zhàn
zài
y ì páng
d e
xiǎo
xióng
jiào
dào
secara leksikal yaitu 站 在 一旁 的 小 熊 叫 道’ Si Beruang kecil berdiri disamping dan membangunkan’ satu kalimat itu dihilangkan oleh penerjemah hal tersebut dimaksudkan agar kalimat tersebut dapat dimengerti maknanya oleh pembaca dan tidak bertele-tele. z à i liǎo j i ě l e t ī q i ú d e g u ī z é z h ī hò u
m ī m ī wán d é fēicháng k ā i x ī n
z h ī s h ì t ā b ú xiǎng y ì z h í dōu dāng shǒuményuán
h. Kutipan
: 在了解了踢球的 规则 之后,咪咪 玩 得 非常 开心。只 是 她 不 想 一直 都 当 守 门 员 。
Terjemahan
: Setiap orang mengikuti aturan. Mereka mempunyai waktu yang senang.
Bagaimanapun, Mimi tidak ingin menjadi penjaga gawang terus menerus. Kutipan di paragraf 11 diatas terdapat penyempitan dalam penerjemahannya. Penyempitan secara m ī m ī
wán
d é
f ē i cháng
kāixīn
leksikal yang dilakukan yaitu 咪咪 玩 得 非 常 开心’Mimi bermain dengan bahagia’ oleh penerjemah kalimat tersebut tidak diterjemahkan, hal tersebut dikarenakan penerjemah hanya menerjemah inti dari kalimat saja.
6. KESIMPULAN
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah pergeseran makna yaitu
Bahasa yang
diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi kegenerasi lainnya baik dengan secara langsung maupun dengan tidak langsung. Kedua adalah kekaburan dan ketidakpastian makna menjadi salah satu sumber pergeseran makna. Ketiga adalah kehilangan motivasi, Keempat ialah faktor salah kaprah. Terakhir adalah struktur kosakata yang memegang peranan utama dan penting dalam pergeseran makna. Terdapat faktor pemudah dan faktor penyebab terjadinya pergeseran makna , beberapa penyebab terjanya pergeseran makna ialah (1) sebab-sebab linguistic (2) Sebab-sebab kesejarahan, (3) Penciptaan dan penemuan benda baru, (4) Penamaan institusi, (5) Penemuan ideide baru, (6) Konsep-konsep ilmu pengetahuan, (7) Sebab-sebab sosial, (8) sebab-sebab Psikologis.
7. DAFTAR PUSTAKA
Beijing University. 1995. Kamus Besar China-Indonesia. Pustaka Bahasa asing : Beijing. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1997. Kamus besar bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta
11- -71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Drs. Yusuf, Suhendra, M.A.1994. Teori terjemah pengantar ke arah pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik. Mandar maju, Bandung. Hoedoro Hoed, Benny.2006. Penerjemahan dan Kebudayaan.Jakarta: Pustaka Jaya. Kentjono, Djoko. 1997. Dasar – dasar Linguistik umum. Jakarta : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Machali, Rochayah. 2000.Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Newmark, Peter. 1981.Approaches to Translation. Oxford London: Pergamon Press. Newmark, Peter.1988. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall. Yusuf, Suhendra. 1994. Teori terjemah pengantar ke arah pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik.Bandung : Mandar maju. Xiong, Huali. 2003. Mimi plays soccers ‘bilingual with hanyu pinyin’. Singapore: Pan Asia Publishing.
11--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ANALISIS UNSUR FONETIS DALAM PUISI SINGGAH DI BAWAH GUNUNG BEIGU (CI BEIGU SHAN XIA) Emiyasusi Susanti Sastra Cina – Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRACT
This research analysis phonetic elements in poem of Drop in under Beigu Mountain, a Wuyan lüshi form of classic poem that popular in Tang Dynasty (618-907). In doing this research, writer use intrinsic approach. Through intrinsic approach, writer apply concept of syllable compotition, rhythm harmony, rhyme naturity, and easy pronunciation. This research is analytical description, and bibliographic research, that interpretative or analytical with method of data collection in the form of literature text from a poem of Drop in under Beigu Mountain by Wang Wan as primary resource, and be supported by some literature about theory, concept, and relevant definition as secondary resource. Key words: phonetic elements, syllable compotition, rhythm harmony, rhyme naturity, and easy pronunciation.
1. PENDAHULUAN
Bentuk puisi klasik Wuyan lüshi sangat menarik. Wuyan lüshi adalah puisi delapan baris yang tiap barisnya terdiri dari lima huruf dan memiliki pola ritme tertentu. Bentuk puisi ini populer pada jaman dinasti Tang (618-907). Salah satu penyair dinasti Tang yang menulis puisi bentuk Wuyan lüshi adalah Wang Wan (王湾). Sayang sekali data kelahiran dan kematiannya tidak tercatat. Unsur fonetis karya sastra mencakup komposisi suku kata, keharmonisan ritme, kealamian rima, pengucapan mudah, pengucapan sulit, dan lain-lain.
Komposisi suku kata mencakup gabungan kata dengan suku kata proposional dan simetris. Keharmonisan ritme adalah yang menghasilkan nada yang tinggi-rendah, seimbang, atau sama. Pengucapan mudah adalah ketrampilan retorik yang menggambarkan suatu gejala secara ringkas dengan menggunakan bagian yang rimanya lebih rapih. Sedangkan pengucapan sulit adalah suatu permainan bunyi yang memanfaatkan perulangan persilangan kata yang bunyi, rima, dan nadanya sangat rentan keliru dalam kalimat atau paragraf; dibaca sekali lontar dengan cepat atau berulangulang (Han Lihua, 2005).
22--11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Sesuai dengan judul penelitian penulis, yaitu Analisis Unsur Fonetis dalam Puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu (Ci Beigu Shan Xia), maka penulis akan membahas apa dan bagaimana unsur-unsur fonetis puisi tersebut.
Penulis belum menemukan bahwa masalah dan objek penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh penelitian lain.
Tujuan penelitian penulis meneliti puisi ini adalah untuk memahami unsur-unsur fonetisnya.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif analisis. Metode penelitian deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Mula-mula data dideskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan diperbandingkan (Ratna, 2010).
Teori yang penulis gunakan adalah teori struktural atau strukturalisme. Strukturalisme menganalisis teks dan memperhatikan hubungan di antara tiap satuan bahasa (Nan Fan, 2002).
2. TEKS PUISI DAN PEMBAHASAN 次北固山下
Cì Bĕigù Shān xià 客路青山下,
Kè lù qīng shān xià, 行舟綠水前。
Xíng zhōu lǜ shuĭ qián. 潮平兩岸闊,
Cháo píng liăng àn kuò, 風正一帆懸。
Fēng zhèng yì fān xuán. 海日生殘夜,
Hăi rì shēng cán yè, 江春入舊年。
Jiāng chūn rù jiù nián. 鄉書何處達?
Xiāng shū hé chù dá? 歸雁洛陽邊。
Guī yàn Luòyáng biān.
21--21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
2.1. Komposisi suku kata Dalam setiap larik yang terdiri dari 5 huruf sekaligus kata, penyair memilih gabungan pasangan kata yang bersuku genap dan ganjil: Larik 1: “kè lù” (genap), “qīng shān” (genap), dan ” xià” (ganjil). Larik 2: “xíng zhōu” (genap), “lǜ shuĭ” (genap), dan “qián” (ganjil). Larik 3: “cháo píng” (genap), “liăng àn” (genap), dan “kuò” (ganjil). Larik 4: “fēng zhèng” (genap), “yì fān” (genap), dan “xuán” (ganjil). Larik 5: “hăi rì” (genap), “shēng” (ganjil), dan “cán yè” (genap). Larik 6: “jiāng chūn” (genap), “rù” (ganjil), “jiù nián” (genap). Larik 7: “xiāng shū” (genap), “hé chù” (genap), dan “dá” (ganjil). Larik 8: “guī yàn” (genap), “Luòyáng” (genap), “biān” (ganjil).
2.2. Pola ritme Ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu (Ci Beigu Shan Xia) adalah sebagai berikut: (1)
Kè lù qīng shān xià, (2)
Xíng zhōu lǜ shuĭ qián. (3)
Cháo píng liăng àn kuò, (4)
Fēng zhèng yì fān xuán. (5)
Hăi rì shēng cán yè, (6)
Jiāng chūn rù jiù nián. (7)
Xiāng shū hé chù dá? (8)
Guī yàn Luòyáng biān.
Tetapi Menurut Zhang Youzhi (1992), ritme puisi klasik bentuk Wuyan lüshi memiliki pola tertentu. Berikut adalah perbandingan pola ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu
dengan pola ritme puisi klasik bentuk Wuyan lüshi yang jika huruf-
hurufnya ditulis dari atas ke bawah atau format klasik:
21--31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pola ritme Wuyan lüshi:
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pola ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu:
Pola ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu memiliki 4 buah yang tidak sesuai dengan pola ritme Pola ritme Wuyan lüshi, yaitu pada larik 3, 4, 7, dan 8.
2.3. Rima akhir
Rima akhir puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu adalah Ouyun (偶韵Rima berpasangan). Ouyun yaitu pasangan larik yang satu berada di 2 larik berikutnya. Rima akhir puisi tersebut adalah sebagai berikut: (1) Kè lù qīng shān xià, (2) Xíng zhōu lǜ shuĭ qián. (an) (3) Cháo píng liăng àn kuò,
21 - 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(4) Fēng zhèng yì fān xuán. (an) (5) Hăi rì shēng cán yè, (6) Jiāng chūn rù jiù nián. (an) (7) Xiāng shū hé chù dá? (8) Guī yàn Luòyáng biān. (an)
2.4. Pengucapan mudah
Penyair puisi ini memanfaatkan pengucapan mudah dengan menggunakan bagian yang rimanya lebih rapih. Ia tidak memanfaatkan pengucapan sulit berupa perulangan persilangan kata yang bunyi, rima, dan nadanya sangat rentan keliru dalam kalimat atau tiap dua larik. Jika disusun per dua larik, puisi tersebut adalah sebagai berikut: Kè lù qīng shān xià, xíng zhōu lǜ shuĭ qián. (an) Cháo píng liăng àn kuò, fēng zhèng yì fān xuán. (an) Hăi rì shēng cán yè, jiāng chūn rù jiù nián. (an) Xiāng shū hé chù dá?Guī yàn Luòyáng biān.
(an)
3. PENUTUP
Unsur fonetis puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu (Ci Beigu Shan Xia) karya Wang Wang ini cukup bagus. Dalam setiap larik yang terdiri dari 5 huruf sekaligus kata, penyair memilih gabungan pasangan kata yang bersuku genap dan ganjil, menyesuaikan jumlah 5 huruf di tiap lariknya.
Pola ritme puisi tersebut juga cukup banyak menyesuaikan ketentuan pola ritme Wuyan lüshi. Dari jumlah 8 larik yang seluruhnya memiliki 40 huruf sekaligus kata, hanya terdapat 4 huruf yang tidak sesuai dengan pola ritme pola ritme Wuyan lüshi.
Rima akhir puisi ini pun cukup bagus, yaitu pasangan larik yang satu berada di 2 larik berikutnya, membentuk rima akhir an di larik ke-2, dan di 2 larik berikutnya. Keindahan rima akhir di tiap 2 larik puisi ini dipermudah dengan pengucapan per dua larik tersebut, sehingga pembaca mudah membacanya dengan lancar.
Harapan penulis, semoga keindahan rima dan kemudahan pengucapan puisi ini me penciptaan puisi atau syair lagu Indonesia.
12 - 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
DAFTAR PUSTAKA
Chen Fuhua. (1991). Gudai Hanyu cidian. Beijing: Shangwu Yinshuguan. Han Lihua. (2005). Hanyu xiuci jiqiao jiaocheng. Beijing: Huawen Chubanshe. id.wikipedia.org/wiki/Luoyang Kamus elektronik besta®CID-508.Jakarta: PT. Besta Indonesia. Nan Fan. (2002). Wenxue lilun. Hangzhou: Zhejiang Wenyi Chubanshe. Ratna, Nyoman Kutha. (2010). Teori, metode, dan teknik penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswanto. (2010). Metode penelitian sastra: analisis struktur puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wu Qizhu. (2003). Xiandai hanyu jiaocheng. Hunan: Hunan Shifan daxue Chubanshe. Zhang Youchi. (1992). Shici xinshang. Taibei: Zhiyang Chubanshe.
21 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
KORELASI NILAI RATA-RATA UJIAN AKHIR NASIONAL (UN) UNTUK MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SMU TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN KOSA KATA MAHASISWA SEMESTER I JURUSAN SASTRA INGGRIS UNSADA Rusydi M. Yusuf (
[email protected][email protected]) Fakultas Sastra - Jurusan Sastra Inggris ABSTRACT I conducted an empirical research regarding the correlation between National Examination school grade in Senior High School and the grade of teaching and learning process of Vocabulary Building in Semester I of English Department students. To analyze the correlation between National Examination school grade in Senior High School and the grade of teaching and learning process of Vocabulary Building, I used data from National Examination and the grade of teaching and learning process in the classroom. The analysis is conducted by using SPSS 17 program. first, I compute the average points of National Examination and the average points of teaching and learning process. Next, I tried to obtain “r square value” in model summary matrix by using SPSS 17. After comparing between “r square value” and “interval value” of bivariat Parametric Pearson Product Moment I plotted the graph, from the graph, I discover some important information to be concluded. Key words: correlation, National Examination, r square value, model summary, graph.
1. LATA BELAKANG
Bahasa merupakan alat komun ikasi yang paling ampuh untuk menjalin hubungan antara satu dengan yang lain, antara bangsa dengan bangsa lain. Salah satu bahasa yang paling banyak dipakai dalam berkomunikasi di dunia ini adalah Bahasa Inggris yang dipakai hampir pada setiap peristiwa internasional. Di Indonesia Bahasa Inggris sudah dipelajari seorang siswa sejak dia duduk di bangku sekolah menengah pertama, dan dilanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dalam pedoman Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah yang ditetapkan Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2003 bahwa lulusan SMA diharapkan dapat mencapai tingkat informational dimana seorang siswa diharapkan mampu untuk mengemukakan atau mengkonstruksi gagasan atau informasi, karena mereka dipersiapkan untuk memasuki dunia perguruan tinggi.
Dari hasil belajar yang telah mereka lakukan selama lebih kurang 3 tahun tersebut, maka oleh pemerintah dilakukan suatu pengukuran atau penilaian dalam bentuk Ujian Akhir Nasional, namun apakah hasil nilai yang diperoleh selaras dengan tujuan pembelajaran bahasa itu sendiri atau tidak, maka perlu dilakukan penelitian.
32 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Untuk mengetahui hal tersebut saya bermaksud melakukan penelitian mengenai apakah hasil Ujian Akhir Nasional dalam mata pelajaran bahasa Inggris berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam mengembangkan, memahami dan menempatkanfungsi masing masing kata dalam kalimat sederhana?
2. PERUMUSAN MASALAH
Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris diperlukan suatu pengetahuan awal tentang bahasa itu sendiri, selama 6 tahun sejak dari sekolah menegah pertama seorang anak didik telah dibekali dengan ketrampilan berbahasa, namun berdasarkan pengamatan di kelas ketika mereka sudah duduk di bangku perguruan tinggi, sebagian dari mahasiswa tersebut masih saja mengalami kesulitan dalam membedakan fungsi dari masing-masing kata dalm pemakaiannya (usage), Berdasarkan hal tersebutlah saya merumuskan masalah bahwa masih terdapat kesulitan bagi mahasiswa untuk mengembangkan, memahami dan menempatkan fungsi masing masing kosa kata dalam membuat kalimat secara sederhana. Kesulitan ini terjadi mungkin karena selama mereka belajar di sekolah menengah hanya diperkenalkan kepada kalimat secara langsung sehingga mereka tidak dapat membedakan masing masing fungsi dari setiap komponen kalimat. Padahal untuk dapat membuat kalimat dengan benar setiap komponen kalimat harus dikenali fungsinya agar tidak salah dalam penempatan masing masing fungsi yang sebenarnya.
3. HIPOTESIS
Dari identifikasi masalah di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho
Diduga terdapat korelasi dan pengaruh nilai rata rata ujian akhir Nasional untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMU terhadap Proses Pembelajaran Kosa Kata Mahasiswa Semester I di Unsada.
H1
Diduga tidak terdapat korelasi dan pengaruh nilai rata rata ujian akhir Nasional untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMU terhadap Proses Pembelajaran Kosa Kata Mahasiswa Semester I di Unsada
4. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester 1 jurusan sastra Inggris Unsada tahun Akademik 2011-2012 kelas pagi (A dan B) yang mengikuti proses pembelajaran selama 3 bulan dan test secara berkesinambungan sebanyak 3 kali test.
31 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
5. TEKIK ANALISA DATA
Analisa data menggunakan statistic deskriptif yaitu dengan cara mengolah data dengan menggunakan software SPSS 17 yang berhubungan dengan statistic deskriptif, kemudian mendeskripsikan dan menyimpulkan hasil dari data yang telah diolah tersebut.
6. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh nilai Ujian Akhir Nasional dalam mata pelajaran bahasa Inggris terhadap kemampuan pengembangan kosa kata pada tahap awal mereka memasuki perguran tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut saya akan melakukan beberapa tahapan berupa: 1. Mengumpulkan dan menganalisis hasil dari Nilai UN. 2. Menganalisis kalimat kalimat yang dikembangkan pada semester pertama di perguruan tinggi.
8. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam mengetahui kemampuan seorang calon mahasiswa yang akan memasuki perguruan tinggi khususnya jurusan sastra Inggris di UNSADA, sehingga memberikan kemudahan kepada ketua jurusan dan dosen pengajar untuk menyampaikan materi ajar yang akan disampaikan.
9. LANDASAN TEORI
Teori yang dipergunakan adalah teori korelasional yang kegunaannya adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koofesien korelasi. (Subrata : 24)
Arikunto (247-248) dilain hal juga mengatakan bahwa penelitian korelasional adalah penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variable. Dengan teknik korelasi seorang peneliti dapat mengetahui hubungan variasi sebuah variable dengan variasi yang lain. Besarnya atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefesien korelasi.
31 - 31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Dalam penelitian korelasional ini, menurut Donald Ari yang dikutip oleh Arikunto tidak menuntut subjek yang terlalu banyak. Dalam penelitian korelasi ini juga tidak selalu menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara dua variable yang diteliti.
Ada beberapa teori korelasi yang dapat dipergunakan untuk menalisis penelitian, namun yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah “Korelasi bivariat Parametrik Pearson Product Moment”. Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan dua variable., yaitu variable bebas dan variable tergantung yang berskala interval (parametric) yang dalam SPSS disebut “scale” Analisis korelasional juga digunakan untuk melihat kuat lemahnya hubungan antar variable bebas dan variable tergantung. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) atau negative (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif, hubungan kedua variable bersifat searah yang bermakna bahwa jika variable bebas besar, maka variable tergantungya juga besar. Jika korelasi menghasilkan angka negative, hubungan kedua variable bersifat tidak searah yang bermakna bahwa jika variable bebas besar, maka variable tergantungnya kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 s/d 1. Dengan ketentuan jika angka mendekati 1, hubungan kedua variable semakin kuat, jika angka korelasi mendekati 0, hubungan kedua variabel semakin lemah. (Sarwono:37).
Dilain hal menurut Supranto dan Nandan (statistika ekonomi dan bisnis : 124) apabila dua variable X dan Y berkorelasi, maka bentuk hubungan bisa poisitif dan bisa juga bisa negative, yang berarti pengaruh yang ditimbulkan oleh X terhadap Y bisa positif bisa juga negative. Hubungan X dan
Y
disebut
positif
kalau
pada
umumnya
kenaikan/penurunan
X
menyebabkan
kanaikan/penurunan Y yaitu (X↑↓→Y↑↓). sebaliknya hubungan X dan Y disebut negative kalau pada umumnya kenaikan/penurunan X menyebabkan penurunan/kanaikan Y yaitu (X↑↓→Y↓↑). X dan Y dinyatakan tidak berkorelasi kalau naik turunya X tak secara teratur diikuti oleh naik turunya Y. (lihat lampiran diagram pencar). Pada pernyataan lain Supranto dan Nandan (129) berpendapat bahwa apabila ternyata nilai r mendekati 1 (0,9) maka hubungan X dan Y dinyatakan kuat sekali sehingga analisis akan dilanjutkan dengan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan besarnya pengaruh X terhadap Y, dan jika ternyata nilai r mendekati 0 (0,09) maka hubungan X dan Y dinyatakan sangat lemah sekali sehingga analisis tidak dapat dilanjutkan dengan analisis regresi linear.
31 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
9. METODE PENELITIAN
Penelitian ini memakai metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai suatu situasi atau kejadian. (Nazir, 2005 : 57) Sedangkan studi yang dilakukan adalah studi korelasional, dalam masalah ini peneliti akan melakukan analisis data hasil UN, dari hasil data UN tersebut akan mengkorelasikan dengan pemakaian dan fungsi dari masing kata yang dilakukan oleh mahasiswa semester 1 Sastra Inggris Universitas Darma Persada Jakarta angkatan tahun 2011-2012. Selanjutnya akan dilakukan pengambilan data sebanyak lebih kurang 3 kali dalam rentang waktu 3 bulan. Dari ketiga kali pengambilan data tersebut, akan dilihat apakah ada korelasi antara hasil Un terhadap hasil proses pembelajaran vocabulary, dan seberapa besar pengaruh nilai UN terhadap hail proses pembelajaran vocabulary tersebut.
Data dikumpulkan berdasarkan keseluruhan jumlah populasi atau sampel total (Husaini Usman, 2008:42) mahasiswa semester I Jurusan Sastra Inggris yang kuliah di kelas pagi, dan nilai UN yang diteliti adalah mereka yang lulus Sekolah Menengah Umum (SMU) tahun 2010 dan 2011.
10. HASIL PENELITIAN
Dalam bagian ini akan dibahas mengenai hasil olah data penelitian penelitian Korelasi atau asosiasi (hubungan antara variable-variabeli. Di sini akan disoroti dua aspek untuk analisis korelasi, yaitu apakah data dari responden berupa nilai rata rata hasil Ujian Nasional yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabel-variabel yang bersangkutan, dan yang kedua, jika ada hubungan,seberapa kuat hubungan antar variabel tersebut.
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris tahun angkatan 2011-2012 yang mengikuti perkuliahan untuk mata kuliah “Vocabulary Building” adalah sebanyak 36 orang mahasiswa. Dari 36 orang mahasiswa ini yang aktif mengikuti perkuliahan adalah 31 orang mahasiswa. Dari ke 31 orang mahasiswa inilah diperoleh data nilai hasil Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Hasil pengumpulan data tersebut diperoleh data rata rata nilai nya adalah: 7,83 (tujuh koma delapan tiga). (lihat tebel pada lampiran 1), karena nilai rata rata hasil Ujian Nasional cukup besar maka saya berasumsi bahwa diduga terdapat korelasi dan pengaruh antara nilai rata rata ujian akhir Nasional untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMU terhadap Proses Pembelajaran Kosa Kata Mahasiswa Semester I di Unsada.
31 - 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pada tahap selanjutnya untuk membuktikan dugaan tersebut maka dilakukan pengambilan tes pengembangan kosa kata terhadap ke 31 responden di atas. Tes dilakukan sebanyak 3 kali dengan hasil sebagai berikut: tes I yang dilakukan pada tanggal 29.9.2011. untuk sepuluh kosa kata yang diberikan untuk membuat kalimat sederhana nilai rata ratanya adalah: 4,45 (empat koma empat puluh lima). Tes II yang dilakukan pada tanggal 11.10.2012, nilai rata ratanya adalah: 3,90 (tiga koma Sembilan puluh), tes III yang dilakukan pada tanggal 29.11.2012, nilai rata ratanya adalah: 5,05 (lima koma nol lima). (lihat tabel pada lampiran 1).
Untuk mengolah data tersebut maka dipergunakanlah program pengelohan data SPSS 17. Dari pengelolahan data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut : Model Summaryb
Model
R
1
.313a
Change Statistics Adjuste Std. Error R dR of the R Square F Sig. F DurbinSquare Square Estimate Change Change df1 df2 Change Watson .098
-.002
.69768
.098
.976
3
27
.419
1.652
Dari model summary yang diperoleh bahwa R square yang menunjukkan data korelasi antara kedua variable yaitu variable Ujian Nasional yang merupakan Variabel bebas dan variable tes vocabulary yang merupakan variable terikat adalah : 0,098.
Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Supranto dan Nandan (129) bahwa apabila ternyata nilai R square lebih besar atau mendekati 1 (0,9) maka hubungan X dan Y dinyatakan kuat sekali sehingga analisis akan dilanjutkan dengan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan besarnya pengaruh X terhadap Y, dan jika ternyata nilai R square lebih kecil atau mendekati 0 (0,09) maka hubungan X dan Y dinyatakan sangat lemah sekali.
Dilihat dari hasil analisis korelasi dengan memakai program SPSS 17 diperoleh hasil R square adalah: 0.098 yang mendekati 0.09 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara nilai rata rata hasil Ujian Nasional terhadap proses pembelajaran mata kuliah Vocabulary Building I pada semester 1 Jurusan Sastra Inggris Unsada.
Dari diagram pencar (scatter diagram) yang dikemukan oleh Suprapto dan Nandan (124) bahwa X dan Y dikatakan tidak berkorelasi kalau naik turunnya X tak secara teratur diikuti oleh naik turunnya Y. (lihat lampiran diagram pencar).
3 1-6 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pada hasil analisis korelasi dengan memakai program SPSS 17 (lihat gambar di bawah ini) maka terlihat bahwa naik dan turunnya antara X dan Y tidak beraturan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara nilai rata rata hasil Ujian Nasional terhadap proses pembelajaran mata kuliah Vocabulary Building I pada semester 1 Jurusan Sastra Inggris Unsada
11. KESIMPULAN
Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai rata rata hasil UN untuk mata pelajaran bahasa Inggris pada tingkat sekolah menengah atas belum secara signifikan berkorelasi langsung dengan mata kuliah pengembangan kosa kata (vocabulary building) untuk semester I di Unsada tahun angkatan 2011.
12. DAFTAR PUSTAKA
Arikuto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitia. Cetakan ke 7. Jakarta: Rineka Cipta,. Hill, LA. 1982. Word power 1500- Vocabulary Test and Exercises in American English. Tokyo: Oxford University Press. Mas’ud, Fuad. 1992. Essentials of English Grammar-A practical guide. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Redman, Stuart. 1997. English Vocabulary in Use. Australia:Cambridge University Press. Sarwono, Jonathan. 2006. Panduan Cepat dan Mudah SPSS14. Yogyakarta. Penerbit Andi. Supramono, SE., dan Sugianto, Ir., 1993.Satistika. Yogyakarta. Andi Offset.
31--71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Supranto, Prof., Dr., MA., APU. Dan Nandan limakrisna. Dr., H.,Ir., MM., CQM. 2010. Statistika ekonomi dan Bisnis. Mitra Wacana Media. Suryabrata, Sumadi, BA. 1983. Metodologi Penelitian. Universitas Gajah Mada, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 2008. Metodologi Penelitian sosial. Jakarta: Buni Aksara,.
31--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
Lampiran 1
32 -- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lampiran 2
Gambar diagram pencar (scatter diagram)
31 -- 10 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
31 -- 11 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lampiran 3 Grafik hasil analisis kesalahan kalimat oleh mahasiswa Tes Pertama
Tes kedua
31- -12 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Tes ketiga
31- -13 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lampiran 4 Contoh contoh kesalahan kalimat yang dibuat
3 1- 14 -1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
THE PHONOLOGICAL MODEL OF SOUND PERCEPTION Irna Nirwani Djajadiningrat, Fridolini
[email protected] Sastra Inggris – Fakultas Sastra
ABSTRACT
Perception may have a role to play in shaping phonological systems but that it should not be included in the linguistic component of language-specific sound structure The research concerned with the two basic possibilities for modeling speech perception, namely as a general auditory or language-specific process. That is, speech perception could be regarded as a mapping performed by the human auditory system, something that would imply that no linguistic knowledge is involved. Alternatively, it could be considered part of linguistic knowledge, which would imply that experience with a language results in abstract, systematic, and language-specific speech decoding. The research found that sound perception can be viewed as a single perceptual mapping from the acoustic signal onto abstract representations that constitute the phonological structure of a given language. However, both phonetic and phonological facts need to be conveyed to lead to a more adequate model for explaining and describing the knowledge underlying speech perception. This is because the nature of the speech signal requires some kind of phonetic mapping that could also be encoded as phonological knowledge, given the language specificity of perceptual mappings. This research also concluded that there are at least three models of sound categorization, mainly first,.it involves abstract representations and perceptual mappings. Second, it is language specific and language dependent, i.e., the decoding of the speech signal is developmentally shaped by a language environment, and therefore it is only appropriate for such an environment. third, it involves phonological representations whose degree of abstraction should depend on the acoustic properties of the signal and the way in which such properties are encoded in the perceptual mappings. Key words: Sound Perception, speech perception, model, mapping
1. INTRRODUCTION
Speech perception has commonly been modeled within phonetics or psycholinguistics. As it is through speech perception that the decoding of the speech signal into meaningful linguistic units occur. Thus, speech perception is the act by which listeners map continuous and variable speech onto linguistic targets. Such ‘mapping’ of the speech signal is represented by the auditory continuum, and the linguistic units represent the targets of the perceptual mapping.
This linguistic model for speech perception has two mapping components, and three levels of representation. The first mapping is Phonetic Form to Surface Form, and the second mapping is Surface Form to Underlying Form. Meanwhile, the first level representation is Phonetic Form (PF), refers to the phonetic description of a word, i.e., a detailed specification of how speech is actually pronounced, which is commonly written between brackets. The second level presentation is the phonological structure of a word, i.e., the discrete, abstract, and invariant aspects that
42--11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
listeners extract from the signal, which is commonly written between slashes, as in /ðiz/. The third form, the Underlying Form (UF) represents a word as it is stored in the listener’s mental lexicon, i.e., the abstract and word-sized phonological form of a word paired with its meaning. This is commonly written between slashes together with its semantic meaning.
In this research,
we will focus on
two basic possibilities for modelling speech
perception, namely as a general auditory or language-specific process. That is, speech perception could be regarded as a mapping performed by the human auditory system, something that would imply that no linguistic knowledge is involved. Alternatively, it could be considered part of linguistic knowledge, which would imply that experience with a language results in abstract, systematic, and language-specific speech decoding. Based on the stated above, we assume that the two basic possibilities for modeling speech perception, namely as a general auditory or language-specific process. That is, speech perception could be regarded as a mapping performed by the human auditory system, something that would imply that no linguistic knowledge is involved. Alternatively, it could be considered part of linguistic knowledge, which would imply that experience with a language results in abstract, systematic, and language-specific speech decoding
2. THEORETICAL FRAMEWORK
Based on Hyman (2001), linguistic model for speech comprehension has two mapping components, as depicted by the arrows, and three levels of representation. The first representation, the Overt Form (OF) or Phonetic Form (PF), refers to the phonetic description of a word, i.e., a detailed specification of how speech is actually pronounced, which is commonly written between brackets. For example, the word breathe is represented as [bri∂]. The second representation, the Surface Form (SF), refers to the phonological structure of a word, i.e., the discrete, abstract, and invariant aspects that listeners extract from the signal, which is commonly written between slashes, as in /bri∂/. The last form, the Underlying Form (UF), represents a word as it is stored in the listener’s mental lexicon, i.e., the abstract and word-sized phonological form of a word paired with its meaning. This is commonly written between slashes together with its semantic meaning, which is itself commonly written between quotes, as in /bri∂/ ‘connect or reduce the distance between’. That speech perception refers to the mapping of the signal onto phonological structure, it is considered to occur in the first mapping, i.e., OF to SF. With respect to the perceptual mapping, the writers discuss the two basic possibilities for modeling speech perception, namely as a general auditory or language-specific process. That is, speech perception could be regarded as a mapping performed by the human auditory system, something that would imply that no linguistic knowledge
41--21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
is involved. Alternatively, it could be considered part of linguistic knowledge, which would imply that experience with a language results in abstract, systematic, and language-specific speech decoding.
3. FINDING AND DISCUSSION
English listeners could perceive the difference between dental and retroflex stops when the inter-stimulus interval between tokens was short enough to enable auditory perception. As the linguistic nature of the decoding of continuous speech into language-specific sound categories that differentiate between general auditory perception and speech perception where it is argued that the perception of sound segments is shaped by language experience and guided by perceptual mappings that are specific to the language at hand. The decoding of the speech signal into vowels and consonants, i.e., sound categorization is language-specific. The language-specificity of sound categorization is demonstrated with the cross-linguistic differences in the classification of the same acoustic continua found in the speech signal.
Speech perception does not work in the same way for all listeners. Rather it gets warped or attuned to best cope with the acoustic-phonetic properties of a particular language environment. This language specificity of speech perception can be illustrated with the differences found between the perception of sounds as acoustic reality and their interpretation as the speech of one’s native language. When the listeners heard the acoustic dimension that differentiates two tokens in a speech context, their language-specific knowledge guided their discrimination between such tokens, whereas when the auditory difference was placed within a non-speech context, general auditory processing guided their discrimination. Nevertheless,. speech perception theories that are embedded in phonetics such as the Motor Theory (Liberman & Mattingley 1985) claim that listeners perceive either articulatory gestures or the neural commands underlying such gestures.
Most psycholinguistic models distinguish between the mapping from the acoustic signal onto speech perception and the mapping performed for lexical access.. Several psycholinguistic studies have shown that listeners process the signal through an intermediate pre-lexical level that mediates between the raw acoustic information in the signal and the words in the lexicon (McQueen 1998). Thus, many psycholinguistic models, an overview of which can be found in abstract pre-lexical categories rather than being directly mapped onto the lexicon. Below illustrates a psycholinguistic model for word comprehension with two levels of representation and two processes or mappings as illustrated below:
-1 41 -3
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lexicon
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lexical map:
Recognition
Perceptual units
Pre-lexical map:
Perception
The main body of the pre-lexical decoding of the speech signal is derived from the listener’s compensatory effects that result from the processing of co-articulation and speech rate, which have been shown to have a pre-lexical locus. Likewise, the normalization of betweenspeaker variation has been shown to occur through abstract pre-lexical processing and representations. Merge model, which specifically addresses sound perception is not affected by lexical feedback during online speech processing, at the time a phonemic categorization response is given, lexical and perceptual information can merge. In addition, the lexicon can influence perception during offline perceptual learning. It is important to mention that the Merge model assumes that perceptual units or representations are abstract symbolic segments i.e., phonemes. Representation of the Merge model: Pre-lexical bottom-up processing, off-line lexical intervention, merge..
As discussed above, most phonological proposals model perceptual mappings as universal or extralinguistic. With respect to sound representations, phonological models consider the representation of sounds as a phonological structure which is ‘discrete’ and ‘highly abstract’ because it has no relation to the acoustic- phonetic properties of the signal. Also, phonological categories are considered ‘distinctive’ because they exist only if they convey a difference in meaning, i.e., if they form minimal pairs. Thus, phonological theory views the representation of a sound as a contrastive unit because it contains only features that distinguish it from the representations of other sounds. This means that phonological categories do not contain other noncontrastive acoustic-phonetic properties with which sounds are produced. Going back to perceptual mappings, another option within phonological modeling would be to assume that speech perception
14- -14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
is a single linguistic mapping between the acoustic signal and abstract phonological representations. The single linguistic mapping option not only refers to speech perception as a language-specific phenomenon, just like in phonetic and psycholinguistic modeling, but it also incorporates a processing or mapping phenomenon into the domain of honology, i.e., it interprets it as linguistic knowledge.
As previously noted, the present research aims to provide a sound perception model for foreign language speakers. The choice for this type of model is based on the language specificity of the perceptual mapping of the speech signal which renders this phenomenon a subject matter of linguistic modeling. That attempts at modeling speech perception through linguistic means have been made and that it is possible to provide a phonological account of so-called phonetic phenomena, such as the production and perception of the sounds of a language as the nature of perceptual mappings and sound representations differs between phonological and phonetic modelling because while several phonological proposals regard it as universal, most phonetic proposals assume their language-specific nature. According to most phonologists and phoneticians, the study of sound segments within each of these disciplines refers to different phenomena so that these disciplines constitute different but complementary subjects of study. However, the nature of perceptual mappings suggests that phonetics and phonology may describe a single phenomenon because universal speech perception is a highly unlikely concept, as was shown in Cho & Ladefoged (1999) for speech production, and because of the issues discussed.. Therefore, sound perception can be viewed as a single perceptual mapping from the acoustic signal onto abstract representations that constitute the phonological structure of a given language. With respect to the nature of abstract representations and perceptual mappings, it seems that phonetic, phonological, and psycholinguistic models do not fully concur on the precise level of abstraction that phonological categories have. Although most models typically make use of phonemic-like representations when modeling sound perception, other less abstract categories have also been proposed. In the next section, I summarize the proposed possibilities for sound representations and provide an attempt to resolve the nature of the targets of speech perception.
If categories have some level of abstraction and if that level of abstraction depends on the extraction of language-specific linguistic properties from the signal, perceptual mappings must mediate between the continuous and variable acoustic signal and sound representations. What sort of perceptual mappings could provide such mediation? Given the auditory properties of the speech signal, perceptual mappings should be able to process a variety of auditory values that are shared between production environments but that have different distributions and are used in distinctive
14 -- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ways in these different environments. That is, perceptual mappings across languages may behave similarly in that they need to process the same auditory dimensions given the common properties of the speech signal across languages.
However, they also convey the specific ways in which the sounds of a particular language should be optimally perceived. The question, then, is how we can model such a universal and language-specific interaction of the mappings involved in sound perception. Given that the perceptual mapping from acoustics to the abstract representation of sounds is also languagespecific, and therefore represents linguistic knowledge, it should undergo phonological modeling. However, both phonetic and phonological facts need to be conveyed to lead to a more adequate model for explaining and describing the knowledge underlying speech perception. This is because the nature of the speech signal requires some kind of phonetic mapping that could also be encoded as phonological knowledge, given the language specificity of perceptual mappings. Kingston argues that because the forces that underlie speech perception are regulatory and evaluative, they are “in the mind and not in the vocal tract or ear”, adding that “nothing stands in the way of their incorporation into other mental constructions or operations, such as the grammar of a particular language”. This means that the linguistic grammar not only helps speech perception,
The research found that sound perception can be viewed as a single perceptual mapping from the acoustic signal onto abstract representations that constitute the phonological structure of a given language. However, both phonetic and phonological facts need to be conveyed to lead to a more adequate model for explaining and describing the knowledge underlying speech perception. This is because the nature of the speech signal requires some kind of phonetic mapping that could also be encoded as phonological knowledge, given the language specificity of perceptual mappings
This research also concluded that there are at least three models of sound categorization, mainly first,.it involves abstract representations and perceptual mappings. Second, it is language specific and language dependent, i.e., the decoding of the speech signal is developmentally shaped by a language environment, and therefore it is only appropriate for such an environment. third, it involves phonological representations whose degree of abstraction should depend on the acoustic properties of the signal and the way in which such properties are encoded in the perceptual mappings.
14 -- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
4. SUMMARY
Three main properties of the perception of speech sounds are, first, it involves abstract representations and perceptual mappings. Second, it is language specific and language dependent, i.e., the decoding of the speech signal is developmentally shaped by a language environment, and therefore it is only appropriate for such an environment. Third, it involves phonological representations whose degree of abstraction should depend on the acoustic properties of the signal and the way in which such properties are encoded in the perceptual mappings.
The nature of categories depends on the signal and the mappings The input generates the mappings and they, in turn, generate sound representations. The first model would integrate phonetic and phonological approaches to speech perception. This means that the speech signal is parsed in a bottom-up fashion without feedback from the lexicon which is at a higher level. In other words, there is no top-down processing. Thus, within psycholinguistic modeling, speech perception is viewed as the decoding of the speech signal prior to the access of lexical items.
REFERENCES
Cho, T and P. Ladefoged, “Variation and Universals in VOT: Evidence from 18 Languages,” Journal of Phonetics, 27, 1999, pp. 207-229. Hyman, L. M. (2001). The limits of phonetic determinism in phonology: *NC revisited. In E. Hume & K. Johnson (eds.), The Role of Speech Perception in Phonology, 141-186. New York: Academic Press. Liberman AM, Mattingly IG. (1985). The motor theory of speech perception revised. Cognition. 21(1):1-36. McQueen, J. M., & Cutler, A. (1998). Spotting (different types of) words in (different types of ) context. In Proceedings of ICSLP 98 (pp. 2791–2794). Adelaide, Australia: Causal Productions. Norris, D., McQueen, J. M., & Cutler, A. (1995). Competition and segmentation in spoken-word recognition. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, 21, 1209–1228.
41- -71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KINERJA DOSEN FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS DARMA PERSADA TAHUN 2011 Albertine Minderop, Swany Chiakrawaty, Agustinus H.
[email protected] Sastra Inggris - Fakultas Sastra ABSTRAK
Penelitian yang berjudul: PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KINERJA DOSEN FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS DARMA PERSADA TAHUN 2011 ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memaksimalkan kinerja dosen Fakultas Sastra (FS) agar menghasilkan kualitas akademik dan non-akademik para dosen FS dan mahasiswa serta para lulusan FS. Penelitian mencakup penelusuran persepsi mahasiswa tentang: kepribadian dosen, konten matakuliah dan diktat yang disajikan oleh para dosen. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner berisi 43 pertanyaan kepada mahasiswa dengan target responden berjumlah 1413 responden terdiri dari: 28 pertanyaan tentang kepribadian dosen, 8 pertanyaan dan pernyataan tentang konten matakuliah serta 7 pertanyaan tentang penyediaan diktat oleh dosen. Jumlah dosen yang disurvey sebanyak 92 orang terdiri dari dosen: MKPK/MKDK, jurusan Jepang, jurusan Cina dan jurusan Inggris. Pertanyaan bersifat closed ended (pilihan ganda). Nilai dari tiap pertanyaan bersifat diskret antara 1 hingga 5, berskala Likert (skala pengukuran psikometrik dan berjenjang). Pilihan disajikan: A = 5 = sangat setuju dengan nomor terkait, B = 4 = setuju dengan nomor terkait, C = 3 = netral atas pertanyaan nomor terkait, D = 2 = tidak setuju dengan nomor terkait dan E = 1 = sangat tidak setuju dengan pertanyaan nomor terkait. Kesimpulan yang diperoleh, pada umumnya semua dosen memiliki perbedaan score yang nyata berdasarkan evaluasi mahasiswa, namun terdapat 3 variabel yang tidak berbeda nyata antar dosen, yaitu: evaluasi dosen yang menyediakan diktas selain buku teks (Q5) rata-rata score dari mahasiswa 3,5 (abstain – setuju), artinya mayoritas dosen tidak menyediakan diktat. Evaluasi dosen selalu mengembalikan hasil test/tugas kepada mahasiswa dengan catatan dan komentar (Q17) rata-rata score mahasiswa 3,2 (cenderung abstain), artinya mayoritas dosen tidak mengembalikan tugas kepada mahasiswa. Evaluasi dosen meninggalkan kelas tepat waktu (Q11) rata-rata score 4,0, artinya mahasiswa setuju. Saran kepada semua dosen agar menyediakan diktat selain buku teks dan mengembalikan hasil test/tugas dengan komentar. Terdapat beberapa dosen disarankan agar: selalu hadir pada tiap perkuliahan, hadir di kelas tepat waktu, mengajar dengan metode yang efektif, lebih siap mengajar dan menghormati mahasiswa. Kata kunci: dosen, skala Likert, Mean, Pvalue, uji F.
1. PENDAHULUAN
Fakultas Sastra memiliki jumlah mahasiswa terbanyak di lingkungan UNSADA. Minat calon mahasiswa memilih fakultas ini tentunya dilandasi oleh berbagai alasan antara lain, kualitas dan suasana akademik, pelayanan, sarana dan prasarana serta kualitas akademik para staf pengajar. Salah satu dari unsur di atas yang menjadi perhatian kami adalah kualitas para dosen yang
52 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
mencakup: kepribadian dosen, mata kuliah, dan buku teks/ buku ajar/diktat. Permasalahan dosen perlu kami teliti sehubungan dengan usaha kami untuk terus meningkatkan jumlah calon mahasiswa yang memilih fakultas sastra UNSADA.
Uraian secara kualitatif: terkait dengan upaya peningkatan jumlah calon mahasiswa, kami ingin mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa tentang para dosen fakultas yang mencakup halhal di atas. Asumsi kami apabila mahasiswa memberikan penilaian positif terhadap kinerja dosen, maka jumlah calon mahasiswa yang memilih fakultas sastra UNSADA akan meningkat. Sebaliknya, apabila persepsi mahasiswa terhadap kinerja dosen bersifat negatif, maka kami akan melakukan pembenahan secara komprehensif dan berkesinambungan.
Persepsi mahasiswa diukur secara kuantitatif melalui survey dengan menyebarkan kuesioner. Pertanyaan yang diajukan pada kuesioner merinci peubah (variable) yang spesifik akan kinerja Dosen. Pengukuran secara kuantitatif akan memberikan indikator-indikator terukur sehingga memudahkan pihak Fakultas Sastra UNSADA sebagai penyelenggara penelitian untuk menelaah dan mengenal kelebihan dan kekurangan dari Dosen, Konten Mata Kuliah yang diajarkan serta Buku Diktat dan Ajar sebagai alat bantu ajar mengajar. Hasil dari penelitian secara kuantitatif juga akan diperkuat oleh penejelasan secara kualitatif untuk menginterpretasikan hasil-hasil analisis kuantitatif.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Dasar bidang keilmuan yang digunakan pada penelitian ini adalah bidang ilmu Psikologi Pendidikan. Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu Psikologi yang mempelajari perilaku individu dalam dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan,yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektifitas proses pendidikan. (Woolfolk, A.E., Winne, P.H. & Perry, N.E. 2006.Educational Psychology. Toronto, Canada: Pearson). Penelitian dilakukan dengan pendekatan Analisis Persepsi dari Statistika kuantitatif. Data yang dikumpulkan adalah data kategorik yang berskala ordinal, sehingga dianalisis dengan menggunakan Statistika Non-Parametrik. Statistika Non-Parametrik tidak memprasyaratkan sebaran data mengikuti sebaran Normal/ Parametric. Uji statistik didasarkan kepara ranking atau order(Corder, G.W. & Foreman, D.I. 2009. Nonparametric Statistics for Non-Statisticians: A Stepby-Step Approach, Wiley).
5 1-2 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Berdasarkan Tinjauan Pustaka di atas, tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan dan memaksimalkan kinerja dosen fakultas sastra UNSADA agar menghasilkan kualitas akademik anak didik dan lulusan yang lebih bermutu. Dengan asumsi apabila Kepribadian Dosen, Konten Mata Kuliah serta penyediaan Buku Ajar dan Diktat yang berkualitas akan memiliki nilai yang positif menurut persepsi mahasiswa, maka akan berdampak positif terhadap minat publik/ calon mahasiwa untuk mendaftar di Fakultas Sastra UNSADA.
3. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas UNSADA terhadap Kepribadian Dosen, Kualitas Konten Mata Kuliah serta Buku Ajar dan Diktat adalah dengan menyebarkan kuesioner atau angket.Target responden dari survey ini adalah semua mahasiswa Fakultas Sastra UNSADA. Pertanyaan yang tercantum pada kuesioner sebanyak 43 pertanyaan yang terbagi atas: -
Tentang Kepribadian Dosen sebanyak 28 pertanyaan/ pernyataan
-
Tentang Konten Mata Kuliah sebanyak 8 pertanyaan/ pernyataan
-
Tentang Buku Teks/ Buku Ajar/ Diktat sebanyak 7 pertanyaan/ pernyataan.
Pertanyaan pada kuesioner bersifat Closed ended atau pilihan ganda. Nilai dari setiap pertanyaan akan bersifat diskret antara 1 hingga 5, berskala Likert. Skala Likert adalah skala pengukuran psikometrik, diskret berjenjang atau ber-ranking yang dikenalkan oleh Likert, dimana masing-masing pilihan bersifat disjoint (Likert, Rensis. 1932. A Technique for The Measurement of Attitudes. Archives of Psychology 140: 1-55). Pilihan yang disajikan untuk setiap pertanyaan adalah: 1 = E = Sangat Tidak Setuju atas penyataan pada nomor terkait 2 = D = Tidak Setuju atas penyataan pada nomor terkait 3 = C = Netral atas pernyataan pada nomor terkait 4 = B = Setuju atas penyataan pada nomor terkait 5 = A = Sangat Setuju atas pernyataan pada nomor terkait
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai self assessment bagi Fakultas Sastra UNSADA untuk memahami kualitas dari kepribadian dosen, kualitas konten mata kuliah yang diajarkan dan penyediaan Buku Ajar dan Diktat yang berkualitas. Dengan demikian Fakultas Sastra UNSADA dapat mengetahui
indikator apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan agar
mampu meningkatkan image dan kualitas Fakultas Sastra UNSADA.
1-1 5-3
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Kuesioner dibagikan kepada mahasiswa sebagai responden yang merupakan klien dari setiap dosen. Pengisian kuesioner bersifat self-administered artinya mahasiswa yang mengikuti kelas dari setiap dosen mengisi kuesioner secara sendiri-sendiri dalam waktu yang bersamaan dengan membaca pertanyaan/ pernyataan langsung yang tercantum pada kuesioner secara sekaligus.
4. HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini ditemukannya nilai rataan kinerja dosen jurusan: Jepang, Cina, Inggris dan dosen MKPK/MKDK menurut persepsi mahasiswa. Pembahasan berdasarkan jumlah pertanyaan yang diajukan kepada mahasiswa dalam bentuk kuesioner dan dinilai oleh mahasiswa dalam bentuk nilai rata-rata dan nilai rataan sebagai berikut ini.
TOTAL RESPONDENTS = 1413 (MAHASISWA) P M
r o g r a m K
P
S t u d i
D
K
R
e s p
o n d e n
1 4
1 8 6
1 6
2 1 6
S a s t r a
C
S a s t r a
I n g g r i s
1 8
3 0 6
S a s t r a
J e p
4 4
7 0 5
9 2
1 4 1 3
T
i n a
o s e n
a n g
o t a l
Skala pengukuran yang digunakan adalah pengujian berskala Likert antara1 hingga 5. Score pengujian ini memiliki ordo: 1 berarti sangat tidak setuju, 2 berarti tidak setuju, 3 berarti abstain, 4 berarti setuju, dan 5 sangat setuju menjadi. Hasil dan Pembahasan dosen dari ketiga jurusan dan dosen MKPK/MKDK dilakukan melalui Summary dosen. Pada umumnya semua dosen memiliki perbedaan score yang nyata berdasarkan evaluasi mahasiswa. Namun ada 3 variabel evaluasi yang tidak berbeda nyata antara dosen yaitu pada: Evaluasi dosen yang menyediakan diktat kuliah selain buku teks (Q5). Rata-rata score yang diberikan mahasiswa senilai 3.5 (abstain – setuju). Hal ini cenderung sama antara semua dosen, oleh karenanya variable ini masih perlu ditingkatkan. Evaluasi pada dosen yang meninggalkan kelas tepat waktu (Q11). Nilai rata-rata yang diberikan oleh mahasiswa mendekati 4 (setuju) dan ini berlaku umum dan tidak berbeda nyata bagi semua dosen.
51- -41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Evaluasi bahwa dosen selalu mengembalikan hasil tes/tugas kepada mahasiswa dengan catatan komentar Q17. Rata-rata untuk semua dosen sebesar 3.2 (abstain - setuju) dan tidak berbeda nyata, artinya mahasiswa pada umumnya menilai hampir semua dosen tidak mengembalikan hasil tes/ tugas dengan catatan atau pun komentar. Nilai terbaik dari semua variabale yang diuji adalah pada evaluasi: Pada evaluasi kewibawaan dosen (Q27a) dengan pertanyaan evaluasi yang berbunyi apakah dosen tidak berwibawa di mata mahasiswa, nilai rata-rata yang diberikan oleh mahasiswa adalah 2.1 (tidak setuju), artinya mahasiswa tidak setuju akan pernyataan bahwa dosen tidak berwibawa. Evaluasi pada kesempatan bertanya bagi mahasiswa (Q26) dengan pertanyaan “Dosen tidak memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya” memiliki hasil yang baik yaitu bernilai 2.1 (tidak setuju). Artinya mahasiswa setuju bahwa pada umumnya dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya.
Namun ditemukan ada beberapa variable yang relatif mencolok yang didominasi oleh dosendosen tertentu untuk pertanyaan dan pernyataan (Q) berikut ini. Penilaian diperoleh dari hasil summary. a.
Q1: Dosen sangat siap mengajar di kelas: Untuk jurusan Jepang dan Cina: variabel ini memiliki nilai rataan 4.3 artinya mahasiswa sepakat bahwa dosen memiliki kesiapan untuk mengajar di kelas. Untuk jurusan Inggris: memiliki nilai tengah score 4.17;
namun di saat yang
bersamaan nilai uji F dari variable ini relatif tinggi 10.96, artinya ada dosen-dosen yang cenderung memiliki nilai jauh berbeda dari nilai rataan kelompok. Dosen tersebut berinitial SC, bernilai 2.88 dan dosen RMY dengan nilai 2.93; artinya kedua dosen tersebut tidak siap untuk mengajar. Sementara dosen S dan TAh memiliki nilai yang paling tinggi, yaitu sebesar 4.92; artinya kedua dosen ini sangat siap mengajar. b.
Q2: Dosen memperlihatkan penguasaan materi matakuliah: Variabel ini memiliki nilai tinggi sebesar 4.3, artinya dosen memperlihatkan penguasaan materi matakuliah.
c.
Q4: Dosen selalu hadir saat memberikan matakuliah setiap pertemuan: Untuk dosen MKPK/MKDK: variabel di atas memiliki nilai rataan 3.9, namun terdapat nilai evaluasi yang mencolok dari dosen dengan initial BT dengan nilai 2.6; artinya dosen ini tidak selalu hadir di kelas.
5 1 -- 5 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
d.
Q5: Dosen menyediakan diktat kuliah selain buku teks: Rata-rata score dari mahasiswa 3,5 (abstain – setuju), artinya mayoritas dosen Fakultas Sastra tidak menyediakan diktat.
e.
Q7: Dosen mengajarkan materi dengan metode yang efektif: Untuk jurusan Cina: variabel ini dengan nilai F 13.05 dengan rataan 3.8, namun terdapat dua orang dosen dengan initial AS dan E memiliki nilai terkecil 2.0, yang artinya mahasiswa tidak setuju bahwa kedua dosen tersebut telah mengajarkan dengan metode yang efektif; sedangkan dosen dengan initial JW memiliki nilai tertinggi 4.7, artinya, mahasiswa sepakat bahwa dosen ini mengajar dengan metode yang efektif.
f.
Q9: Dosen sangat komunikatif: Untuk jurusan Jepang: variabel ini memiliki nilai rataan 4.2; artinya dosen jurusan Jepang sangat komunikatif dalam mengajar. Untuk jurusan Cina: variabel ini memiliki variasi yang tinggi F = 12.7, nilai rataan kelompok 4.11; namun dosen dengan initial AS memiliki nilai paling rendah yaitu 2.0; artinya dosen ini tidak komunikatif. Dosen dengan initial JW memiliki nilai 4.7,artinya dosen ini sangat komunikatif.
g.
Q10: Kehadiran dosen di kelas yang tepat waktu: Untuk jurusan Jepang: variabel ini memiliki variasi tinggi, F = 8.28 dengan rataan 3.7; namun dosen dengan initial RM memiliki nilai terendah, 2.0; artinya dosen ini tidak hadir di kelas tepat waktu; sedangkan dosen dengan initial YM memiliki nilai 4.9 dan SO dengan nilai 5.0, artinya mahasiswa sangat setuju bahwa dosen-dosen tersebut hadir tepat waktu. Untuk jurusan Inggris: variabel ini memiliki nilai F 11.203 (tertinggi dari semua variabel yang diuji), rata-rata kelompok bernilai 3.75; namun dosen dengan initial SC memiliki nilai 1.75; artinya dosen ini tidak hadir di kelas tepat waktu; sedangkan di ekstrim tinggi dimiliki oleh dosen dengan initial TAh, 4.92; artinya dosen ini hadir di kelas tepat waktu. Untuk dosen MKPK/MKDK: memiliki nilai rata-rata kelompok 4.0; namun dosen dengan initial NS memperoleh nilai 2.9; artinya dosen ini tidak hadir di kelas tepat waktu.
h.
Q11): Dosen meninggalkan kelas tepat waktu: Rata-rata score 4,0, artinya mahasiswa Fakultas Sastra setuju dengan pernyataan di atas.
i.
Q12: Dosen memperlihatkan sikap menghormati mahasiswa dan mendorong atau memotivasi mahasiswa:
51 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Untuk jurusan Jepang: Variable ini memiliki nilai rata-rata 4.2, artinya dosen di jurusan Sastra Jepang memotivasi dan menghormati mahasiswa saat mengajar. Untuk jurusan Cina: variabel ini memiliki variasi tinggi, F = 11.32 dengan nilai rataan 4.02; namun dosen dengan initial AS memiliki nilai terendah 2.2; artinya mahasiswa tidak setuju dengan pernyataan di atas untuk dosen ini; sedangkan dosen dengan initial JW memiliki nilai 4.7, artinya mahasiswa setuju dengan pernyataan di atas untuk dosen ini. Untuk jurusan Inggris variabel ini memiliki nilai tinggi, 4.13; artinya mahasiswa setuju dengan pernyataan di atas. j.
Q17: Evaluasi dosen selalu mengembalikan hasil test/tugas kepada mahasiswa dengan catatan dan komentar: Rata-rata score mahasiswa 3,2 (cenderung abstain), artinya mayoritas dosen Fakultas Sastra tidak mengembalikan tugas kepada mahasiswa.
k.
Q25: Dosen sangat lambat dalam mengajar sehingga membosankan anda: Untuk jurusan Cina dan Inggris, variabel ini bernilai rata-rata 2.3 dan untuk jurusan Jepang bernilai 2.1; artinya mahasiswa Fakultas Sastra sepakat bahwa dosen mengajar tidak terlalu lambat dan tidak membosankan.
l.
Q26: Dosen tidak pernah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya: Untuk jurusan Inggris variabel ini bernilai 1.94, untuk jurusan Jepang dan MKPK/MKDK bernilai 2.0. Evaluasi variabel ini memiliki hasil yang baik, artinya mahasiswa setuju bahwa pada umumnya dosen tersebut di atas memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya.
m.
Q27a: Dosen tidak berwibawa di mata anda: Evaluasi variabel ini, nilai rata-rata yang diberikan oleh mahasiswa adalah 2.1 (tidak setuju); artinya, umumnya dosen Fakultas Sastra berwibawa di mata mahasiswa.
n.
Q27b: Dosen itu menjadi favorit anda: Untuk jurusan Jepang, nilai tertinggi 4.9 dimiliki oleh dosen dengan initial M.
o.
Q28: Materi matakuliah telah menambah/memperluas pengetahuan dan wawasan mahasiswa: Untuk jurusan Jepang dan Cina, variabel ini memiliki nilai 4.2,artinya mahasiswa sepakat bahwa materi kuliah memperluas pengetahuan dan wawasan mahasiswa. Untuk jurusan Jepang nilai tertinggi 5.0 dimiliki oleh dosen dengan initial J dan SO.
p.
Q35: Matakuliah yang yang diajarkan sulit dipahami:
51 -- 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Untuk dosen MKPK/MKDK, rata-rata nilai kelompok 2.6; namun dosen dengan initial YS memiliki nilai
3.8 dan dosen BT dengan nilai 3.6, di atas rata-rata
kelompok; artinya matakuliah yang diajarkan oleh kedua dosen ini sulit dipahami. q.
Q40: Isi diktat sulit dipahami: Score yang diberikan mahasiswa antara 2.6 – 2.76 (antara tidak setuju dan abstain); tidak berbeda nyata secara statistik antar satu dosen dan lainnya; artinya semua mahasiswa sepakat bahwa isi diktat tidak sulit dipahami.
r.
Q41: Isi buku teks sulit dipahami: Variabel ini memiliki nilai rataan 2.9 dan tidak berbeda nyata secara statistik, artinya bahwa mahasiswa cenderung setuju bahwa isi buku teks tidak sulit dipahami.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada umumnya semua dosen
memiliki perbedaan score yang nyata berdasarkan evaluasi mahasiswa, namun terdapat 3 variabel yang tidak berbeda nyata antar dosen sebagaimana dijelaskan di atas. Saran kepada semua dosen agar menyediakan diktat selain buku teks dan mengembalikan hasil test/tugas dengan komentar. Saran untuk beberapa dosen agar: selalu hadir pada tiap perkuliahan, hadir di kelas tepat waktu, mengajar dengan metode yang efektif, lebih siap mengajar dan lebih menghormati mahasiswa.
6.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan terlaksananya penelitian ini, kami peneliti dari Program Studi Sastra Inggris Universitas Darma Persada mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Yang terhormat: Universitas Darma Persada karena telah menyediakan fasilitas melalui Kontrak No. 003/LP2MK/UNSADA/XI/ 2011 sehingga kami dapat melaksanakan penelitian ini; Prof. Dr. Kamaruddin Abdulah yang pertama kali menyarankan kepada saya, waktu itu selaku Dekan Fakultas Sastra, untuk melakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap kinerja dosen Fakultas Sastra; Dra. Irna Nirwani Djajadiningrat, M.Hum yang selalu membantu kami sehingga penelitian ini dapat terlaksana dan kepada mereka yang terkait dengan penelitiaan ini termasuk para mahasiswa dan rekan-rekan yang membantu.
Penelitian ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun selalu kami harapkan agar penelitian selanjutnya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.
51--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, Wayne W, 1989, Statistika Nonparametrik Terapan (terj.), Jakarta, P.T. Gramedia. Ferguson, George A, 1981, Statistical Analysis in Psychology and Education, Washington, Fifth Edition, Mc.Graw-Hill International Book Company. Freeman, Daniel H., Jr., 1987, Applied Categorical Data Analysis, New York, Marcel Dekker, Inc.
15 - 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
TEORI DINAMIKA TEKS DALAM PENERJEMAHAN: SEBUAH KAJIAN TEORETIS APLIKATIF Tommy Andrian
[email protected] Sastra Inggris – Fakultas Sastra ABSTRACT The process of translating a written text from one language to another, particularly from Indonesian to English and vice versa, needs practical knowledge of both source language and target language. It is due to the fact that, between the two languages, there lieshighly inherent socio-cultural features or sui generis.Words, for instance, are bound by their syntactic, collocational, situational, cultural and individual idiolectal context. The uniqueness of socio-cultural factors that contributes significant influence to translation is reflected on what Newmark calls ‘the Dynamics of Translation’.The objective of this study are to find the dynamic equivalence through the discourse analysis on the pursue of the real meaning intended by the author and expected by the readers, and to give accurate examples. Key words:
the dynamics of translation, discourse analysis, audience design and need analysis, and methods and techniques of translation.
1. PENDAHULUAN
Saat seseorang mempelajari bahasa asing sebagai bahasa keduanya, sebenarnya dia sudah siap untuk menerjemahkan kedua bahasa yang terlibat dalam kehidupannya, yaitu bahasa ibu dan bahasa asing yang dipelajarinya tadi. Namun, pertanyannya apakah dia juga mempelajari budaya yang melatari bahasa asing tersebut? Memahami budaya teks sumber (TSu) menjadi faktor krusial dalam penerjemahan. TSu dapat diibaratkan sebagai sebuah fenomena gunung es bagi penerjemah, dimana masalah pemaknaan sebetulnya jauh lebih besar dan perlu diselami agar terlihat, ketimbang teks itu sendiri.
Penerjemahan adalah kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa dalam kehidupan sosial (Hatim & Mason 1990). Melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekadar kegiatan penggantian karena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada, yakni dalam bentuk teks, tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya apa yang disebut Machali (2009:27) membangun ”jembatan makna” antara produsen TSu dan pembaca TSa. Penerjemah melihat penerjemahan sebagai sebuah proses, tidak seperti pembaca yang melihatnya sebagai sebuah produk. Seorang penerjemah harus melalui tahap-tahap tertentu hingga terciptanya hasil akhir penerjemahan. Penerjemah senantiasa menanyakan kepada dirinya sendiri
26 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
prosedur apa yang harus dilewatinya, metode apa yang digunakan dan mengapa memilih metode itu, mengapa memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan suatu konsep dan bukannya memilih istilah lain dengan makna yang sama, dan sebagainya.
Buku teori penerjemahan yang beredar di Indonesia sangat sedikit untuk tidak dikatakan langka. Belum lagi buku-buku tersebut sangat miskin contoh aplikasi teorinya. Oleh karena itu penulis merasa berkewajiban untuk mengupas teori terjemahan yang berhubungan dengan hal yang teramat penting dalam penerjemahan, yaitu pemaknaan teks. Dalam menganalisis teks untuk mencari makna sesungguhnya diinginkan oleh penulis TSu, penulis akan menggunakan Teori Dinamika Penerjemahan (the Dynamics of Translation) yang dikemukakan Peter Newmark dalam bukunya yang berjudul A Textbook of translation. Aplikasi teori tersebut tentunya akan bersinggungan dengan teori-teori penerjemahan lainnya, seperti: prosedur, metode, teknik, dan lain-lain. Yang menjadi kekuatan, penelitian ini tidak hanya memberikan teori yang relevan tetapi juga memberikan contoh-contoh aplikatif yang bisa menjadi garis tegas pemahaman pemaknaan teks dalam penerjemahan, khususnya bagi penerjemah pemula seperti mahasiswa. Contoh-contoh diambil dari budaya terdekat masyarakat pembacanya sehingga diharapkan lebih mudah dicerna dan mengakar.Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini data-data tertulis dianalisis secara kualitatif; teori dijabarkan secara rinci dan diberikan contoh aplikatif yang pekat sebagai pembeda.
2. TEORI DINAMIKA PENERJEMAHAN MENURUT NEWMARK
Dalam melakukan penerjemahan, Newmark (1988:5) mengajak kita memandang teks sebagai sesuatu yang dinamis dan bukan sekadar sesuatu yang statis. Teorinya itu digambarkan dalam sebuah bagan yang dinamainya The Dynamics of Translation seperti berikut ini: 9. Kebenaran 1. Penulis TSu
5. Pembaca TSa
2. Norma TSu
6. Norma TSa TEKS
3. Budaya TSu
7. Budaya TSa
4. Latar dan Tradisi TSu
8. Latar dan Tradisi TSa 10. Penerjemah
61 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pada dasarnya, sebuah TSu memiliki makna yang dimaksudkan oleh penulisnya. Namun, penerjemahan sebuah teks sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar teks itu. Newmark mengemukakan ada 10 faktor yang mempengaruhi pemaknaan sebuah teks, yaitu: (1) Penulis TSu, (2) Norma TSu, (3) Budaya TSu, (4) Latar dan Tradisi TSu, (5) Pembaca TSu, (6) Norma TSa, (7) Budaya TSa, (8) Latar TSa, (9) Kebenaran, (10) Penerjemah. Dalam sub judul berikutnya, penulis akan membahas bagaimana 10 faktor tersebut di atas menjadi penentu bagi penerjemah dalam menentukan padanan.
3. TEORI DINAMIKA PENERJEMAHAN DALAM ANALISIS TEKS
Penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam teks suatu bahasa atau Teks Sumber (TSu) ke dalam bentuk teks dalam bahasa lain atau Teks Sasaran (TSa). Dengan demikian, teks adalah bahasa. Seperti kita ketahui, bahasa merupakan sistem tanda-tanda yang masing-masing terdiri atas aspek ‘bentuk’ (signifiant) dan aspek ‘makna’ (signifié) (de Saussure, 1916). Dalam bahasa yang berupa tulisan (teks), aspek bentuk adalah apa yang terbaca dan diserap oleh pikiran, dan aspek makna adalah apa yang berada di balik yang terbaca itu yang ditafsirkan oleh pembaca. Dalam teori penerjemahan, aspek makna dilihat secara lebih luas dan disebut ‘pesan’ (message). Pesan ditentukan oleh apa yang dimaksud oleh penulis teks. Masalahnya, apakah ‘pesan’ yang dimaksudkan oleh penulis teks dipahami sama oleh pembaca teks? Teks dalam penerjemahan tidak pernah steril dari penafsiran. Selalu ada yang disebut de Saussure dengan signifiant dan signifié, atau yang disebut Bühler (2004:11) dengan form dan function, atau yang disebut awam dengan ‘bentuk’ dan ‘makna’. TSu “Ini punya kamu?”
1. 2. 3.
Analisis Teks Pertanyaan Penegasan Penyanggahan
1. 2. 3.
TSa “Is this yours?” “Is this really yours?” “This can’t be yours!”
TSu di atas merupakan sebuah kalimat ujaran yang tentu saja pemaknaannya tidak semata bergantung pada unsur gramatika. Ada unsur non gramatika, yaituprosodi(irama, tekanan, dan intonasi), yang terlibat di dalamnya. Dengan mengubah irama, tekanan, dan intonasi pengujaran sebuah kalimat, kita bisa dengan mudah mengubah makna atau pesan yang disampaikan melalui kalimat tersebut tanpa perlu mengubah struktur gramatikanya. Namun perlu kita ingat kembali jika dalam sebuah teks tertulis, prosodi hanya memiliki fungsi,prosodi tidak pernah memiliki bentuk lahiriah. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus mengubah struktur gramatika TSa untuk membedakan makna yang diakibatkan oleh fungsi prosodi tadi. Jika hanya dilihat dari bentuknya, maka TSu di atas ditafsirkan sebagai sebuah ‘pertanyaan’ yang sepadan dengan TSa (1). Namun
1-3 1 6
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
dengan adanya prosodiyang terlibat (meskipun tentunya tidak terlihat), maka TSu di atas dapat ditafsirkan sebagai sebuah ‘penegasan’ yang sepadan dengan TSa (2) atau dapat ditafsirkan sebagai sebuah ‘penyanggahan’ yang sepadan dengan TSa (3). TSu A: “Naik apa kau kemari?” B: “Ya, naik kereta lah Bang”.
1. 2.
Analisis Teks Budaya Nasional Indonesia Budaya Batak
1. 2.
A: B: A: B:
TSa “How did you get here?” “Of course by train”. “How did you get here?” “Of course by motorcycle”.
TSu di atas ditafsirkan penerjemah melibatkan dua budaya, yaitu: budaya Nasional Indonesia dan budaya Batak. Kecermatan penerjemah dalam menafsirkan sangat menentukan keberterimaan makna dalam TSa. Dalam konteks budaya Nasional Indonesia, kereta artinya adalah ‘kereta api’, yang tentunya dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan train. Namun dalam konteks budaya Batak, kereta artinya adalah ‘sepeda motor’, yang tentunya dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi motorcycle. Bisa dibayangkan jika dalam hal ini kita sebagai penerjemah gagal menafsirkan kata yang secara semantis menjadi kata kunci, yaitu kereta.
Nida dan Taber (1969:2) menggambarkan penerjemahan sebagai suatu proses komunikasi. Penerjemah berdiri di antara dua bahasa. Ia menjadi penerima TSu dan kemudian menjadi pengirim dalam TSa. Dalam hal ini, Hoed (2006: 29) menambahkan bahwa penerjemah juga berada di antara dua kebudayaan. Pada bagian ini saya akan menerjemahkan teks dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris dan sebaliknya, dengan memperhatikan faktor-faktor di luar teks seperti yang termaktub dalam bagan The Dynamics of Translation yang dikemukakan Newmark di atas. Masing-masing faktor tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk menganalisis Teks Sumber (TSu) dalam pencarian makna sebenarnya sebelum dituangkan kembali dalambentuk Teks Sasaran (TSa). The Dynamics of Translation (Dinamika Penerjemahan) selalu melahirkan dynamic equivalence (kesepadanan dinamis). Kesepadanan dinamis itu penulis artikan sebagai padanan bersyarat, artinya baik dan benar manakala tepat guna. Oleh karena itu, dalam analisis penulis sengaja memberikan beberapa TSa (termasuk TSa yang kurang tepat atau bahkan salah) untuk sebuah TSa dengan tujuan pembaca dapat dengan jelas membedakan langkah-langkah strategi pemaknaan teks dan hasilnya.
a.
Penulis TSu & Pembaca TSa
Penulis atau pemroduksi teks biasanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dalam hal ini penulis TSu sangat dipengaruhi oleh idioleknya dalam menyampaikan pesan. Newmark
61 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(1988:5) menegaskan bahwa penerjemah dihadapkan dua pilihan, mempertahankan atau menghilangkan idiolek penulis TSu dalam TSa. TSu
“Talk to the hand!”
Analisis Teks Penghilangan idiolek 1. melalui metode penerjemahan idiomatik Pemertahanan idiolek 2. melalui metode penerjemahan harafiah Pemertahanan idiolek 3. melalui metode penerjemahan idiomatik
TSa 1. “Tutup mulutmu!”
2. “Ngomong ama tangan!”
3. “Ngomong ama ember!”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), idiolek adalah keseluruhan ciri perseorangan dl berbahasa. Setiap individu memiliki ciri khas dalam berbahasa atau menyampaikan pesan. Nida dan Taber (1974:12) mendefinisikan bahwa penerjemahan merupakan pengungkapan kembali di dalam bahasa penerima padanan yang terdekat dan wajar dari pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya. Berdasarkan definisi tersebut, terutama berkenaan dengan ‘gaya’, TSa (1) menjadi kurang berterima karena ada gaya atau idiolek yang dihilangkan, walau kemaknawiannya tetap sama. Sedangkan berkenaan dengan ‘terdekat’ dan ‘wajar’, TSa (2) menjadi salah terutama pada pemadanan hand dengan ‘tangan’. Seperti kita ketahui talk to the hand merupakan salah satu ungkapan rasa marah atau kesal masyarakat TSu. Mereka mengatakan itu karena tidak mau mendengarkan lawan bicaranya. Di samping itu, kita juga tahu benar bahwa dengan kondisi yang sama, yaitu: marah, kesal, dan tidak mau dengar, masyarakat TSa yang notabene orang Indonesia tidak mengungkapkannya dengan mengatakan “Ngomong ama tangan”. Mereka cenderung mengungkapkannya dengan mengatakan seperti TSa (3), “Ngomong ama ember!” atau “Ngomong ama tembok!”
b. Norma TSu dan TSa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:787), norma adalah 1 aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dl masyarakat, dipakai sbg panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan berterima; 2 aturan, ukuran atau kaidah yg dipakai sbg tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu. Norma TSu adalah kaidah gramatikal, tekstual, dan sosial bahasa yang bersangkutan. Penggunaan gramatika dan kosa kata dalam hal ini sangat bergantung pada topik dan situasinya.
61--51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
TSu “Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Para hadirin sekalian dimohon berdiri”.
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Analisis Teks 1.
Situasi informal atau semi formal
2. Situasi formal
TSa “Indonesian Anthem. Ladies 1. and Gentlemen, please stand up”. “Indonesian Anthem. Ladies 2. and Gentlemen, please rise”.
Melalui intuisinya, seorang penerjemah yang baik akan langsung bisa menangkap konteks TSu di atas, yakni dalam sebuah upacara resmi kenegaraan. Secara sintaktis, klausa please stand up sepadandengan please rise. Namun, secara semantis keduanya berbeda. Bahasa yang digunakan dalam upacara resmi kenegaraan dikategorikan ke dalam laras bahasa beku (frozen). Penggunaan frasa please stand up dalam konteks ini tidaklah tepat karena bisa bermakna kurang sopan.
c. Budaya TSu dan TSa
Implikasi budaya dalam terjemahan bisa muncul dalam berbagai bentuk berkisar dari lexical content dan sintaksis sampai ideologi dan pandangan hidup (way of life) dalam budaya tertentu. Oleh karena itu penerjemah harus menentukan tingkat kepentingan yang diberikan pada aspek-aspek budaya tertentu dan sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut perlu atau diinginkan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain sangat penting bagi penerjemah untuk mempertimbangkan tidak saja dampak leksikal pada pembaca bahasa sasaran tetapi juga cara bagaimana aspek budaya tersebut dipahami sehingga akhirnya menerjemahkan merupakan suatu keputusan yang harus diambil penerjemah.Sejatinya penerjemah tidak sekadar menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, tetapi juga hendaknya memahami dengan baik budaya yang melekat pada keduanya. Dengan kata lain, penerjemah idealnya adalah seorang dwibahasawan sekaligus juga seorang dwibudayawan, sebab ia tidak saja memainkan peran sebagai pengalih bahasa, tetapi juga sebagai pengalih budaya.
TSu Di pondok kami yang mungil itu, saya biasa tidurdengan adik laki-laki saya.
Analisis Teks 1. Kesejajaran bentuk 2. Kesejajaran semantik
TSa In our tiny cabin, I usually 1. sleep with my little brother. In our tiny cabin, I usually 2. share a bed (room) with my little brother.
Keunikan bahasa membuat penerjemah harus mengubah sudut pandang TSu ke dalam sudut pandang TSa yang berterima. Penerjemah tidak boleh melihat kesejajaran bentuk antara TSu dan TSa saja tetapi juga harus melihat kesejajaran semantiknya. Kesalahan menganalisis teks bisa sangat berbahaya karena akan menghasilkan makna yang berbeda. Frasa ‘tidur dengan’ dan frasa
61 - 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
sleep with memiliki yang sejajar berdasarkan bentuknya, namun tidak semantiknya. Makna frasa verbal ‘tidur dengan’ dalam bahasa Indonesia ditentukan oleh objeknya.Jika objek yang melekatinya berkonotasi seksual maka artinya dalam bahasa Inggris adalahsleep with (atau to have sex with),yang jika diterjemahkan balik (back translation) menjadi ‘bercinta dengan’ atau ‘bersetubuh dengan’. Namun, jika berkonotasi aseksual maka artinya to share a bed (room) with, yang jika diterjemahkan balik menjadi‘berbagi kamar’ atau ‘berbagi tempat tidur’. Maka jelas, ‘tidur dengan’ dalam konteks ini tidak sepadan dengan sleep with tetapi share a bed (room) with. TSu Jari saya terpotong saat mengiris salada kemarin
Analisis Teks 1. Kesejajaran bentuk 2. Kesejajaran semantik
TSa My finger was cut when 1. chopping salad yesterday. I cut my finger when 2. chopping salad yesterday.
Pengubahan sudut pandang teks dari pasif ke aktif dengan teknik modulasi juga terjadi pada TSu dan TSa di atas. Dengan terjemahan balik, My finger was cut artinya adalah ‘Jari saya dipotong’, yang tentunya tidak sepadan dengan TSu. TSu
Analisis Teks 1.
Dia asyik menonton Kuda Lumping makan gabah.
Metode penerjemahan harafiah
• Culture word • Ketidakterjemahan 2. • Teknik penerjemahan deskriptif
TSa He enjoyed himself 1. watching Kuda Lumping eating rice. He enjoyed himself 2. watching Kuda Lumping eating unhulledrice.
Ada beberapa masalah dalam penerjemahan TSu di atas. Pertama adalah masalah kata budaya (culture word). Gabah menurut KBBI (2002:324) artinya adalah butir padi yg sudah lepas dr tangkainya dan masih berkulit. Jika diterjemahkan secara harafiah maka artinya adalah rice. Padahal rice bermakna polisemis jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; rice artinya adalah ‘nasi’, ‘beras’, ‘gabah’, atau ‘padi’. Itu artinya, ‘gabah’ dalam TSu merupakan kata budaya yang tidak ada padananya dalam TSa. Oleh karena itu, penerjemah menyiasatinya dengan melakukan teknik penerjemahan deskriptif, yakni melakukan uraian yang berisi makna kata yang bersangkutan; ‘Gabah’ dipadankan dengan unhulled rice (terjemahan baliknya adalah ‘beras yang belum dikupas kulitnya’). Kedua adalah masalah ketidakterjemahan. Kata ‘dia’, yang sebenarnya juga merupakan kata budaya, tidak mendeskripsikan jenis kelamin seperti he atau she dalam bahasa Inggris. Pemadanan ‘dia’ dengan he pada konteks di atas merupakan salah satu bentuk ketidakterjemahan dalam penerjemahan karena terdapat redundansi jenis kelamin. Bentuk
1 6 -- 1 7
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ketidakterjemahan menjadi wajar asalkan usaha-usaha penerjemahan telah dilakukan sampai batasbatas tertentu.
d. Latar TSu dan TSa
Latar TSu dalam hal ini berhubungan dengan tempat dan waktu produksi, dan format teks yang khas pada TSu. Format teks tentunya berbeda-beda berdasarkan ragamnya; format ragam teks hukum akan berbeda dengan ragam teks jurnalistik, ragam fiksi, dan lain-lain. TSu “Stay away from that bitch!”
1. 2. 3. 4.
Analisis Teks Latar temporal 1980-1990 Latar temporal 1990-1996 Latar temporal 1996-2006 Latar temporal 2006-sekarang
1. 2. 3. 4.
TSa “Jauhin tuh perek!” “Jauhin tuh bispak!” “Jauhin tuh pecun!” “Jauhin tuh jablay!”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:264), diksi adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dl penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (spt yg diharapkan). Diksi dalam konteks ini sangat dipengaruhi oleh latar tempat dan latar waktu. Jarak waktu kerap berujung pada jarak budaya antara TSu dan TSa. Oleh karena itu, jarak waktu perlu mendapat perhatian khusus dari penerjemah. Padanan kata bitch dalam “Stay away from that bitch!” sangat beragam bergantung latarnya, terutama latar waktu atau latar temporal. Untuk latar temporal 1980-1990, bitch sepadan dengan ‘perek’, yang artinyamenurutKamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1332) adalahperempuan eksperimen ‘wanita tuna susila’; untuk latar temporal 1990-1996, bitch sepadan dengan ‘bispak’ yang merupakan singkatan dari ‘bisa (di)pakai’ atau ‘bisa diajak tidur’; untuk latar temporal 1996-2006, bitch sepadan dengan ‘pecun’yang merupakan singkatan dari ‘perek cuma-cuma’; dan untuk latar temporal 2006-sekarang, bitch sepadan dengan ‘jablay’ yang merupakan singkatan dari ‘jarang dibelai’ atau ‘wanita haus seks’. TSu
Analisis Teks 1.
The contract has been signed, sealed, and delivered by both parties.
Metode penerjemahan harafiah
Metode penerjemahan setia untuk teks hukum 2. (legalese) dengan penerapan transposisi
TSa Kontraknya telah 1. ditandatangani, distempel, dan dikirimkan. Kontraknya telah 2. ditandatangani oleh kedua belah pihak.
TSu di atas merupakan ragam teks hukum. Teks hukum memiliki kekhasan karena banyak dipengaruhi oleh struktur, gramatika, dan kosa kata bahasa Prancis, Belanda, dan Latin. Kalimat TSu di atas sangatlah sederhana untuk diterjemahkan. Namun, jika seorang penerjemah gagal
1-8 1 6
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
menganalisis TSu untuk memperoleh makna yang sesungguhnya, maka ia bisa saja menerjemahkan seperti TSa (1). Dalam analisis (1), penerjemah menganggap tidak ada format atau bentuk khusus yang harus dicermati. Padahal ada frasa signed, sealed, and delivered yang sebenarnya merupakan sebuah istilah dalam bahasa hukum. Penerjemah yang berhasil dengan analisisnya akan menerjemahkan seperti TSa (2), di mana signed, sealed, and delivered diterjemahkan dengan teknik transposisi menjadi ‘ditandatangani’. Kata ‘ditandatangani’, yang sudah menjadi istilah dalam budaya masyarakat TSa, merupakan dynamic equivalence (kesepadanan dinamis) untuk signed, sealed, and delivered. Kesepadanan dinamis dalam konteks ini melibatkanpergeseran sudut pandang. Budaya masyarakat TSu, Inggris, masih menganggap ‘stempel’ dan ‘pengiriman’ sangatlah penting untuk dimunculkan bersama ‘tanda tangan’ sebagai satu paket istilah. Masyarakat TSu melihat surat yang sudah ditandatangani tetap menjadi tak berarti jika tidak distempel dan dikirimkan. Sedangkan masyarakat TSa melihat surat yang distempel dan dikirimkan tetap tak berarti apa-apa tanpa tanda tangan. Dengan demikian masyarakat TSa hanya memadankan TSu dengan ‘ditandatangani’.
TSu Tsunami meluluhlantakkan Aceh.
Analisis Teks 1. Ragam teks umum. 2. Ragam teks jurnalistik.
TSa 1. Tsunami devastated Aceh. 2. Tsunami devastates Aceh.
Format penulisan teks memiliki kekhasan berdasarkan ragamnya. Pada analisis (1), penerjemah menangkap TSu sebagai teks umum. Dalam penerjemahan teks umum, gramatika berperan absolut. Kata ‘meluluhlantakkan’ dipadankan dengan kata devastatedkarenaberdasarkan prinsip umum penandaan waktu, Tsunami tersebut dipahami sebagai sesuatu yang telah terjadi sehingga kala atau tenses yang digunakan adalah bentuk lampau atau simple past tense. Sedangkan pada analisis (2), penerjemah menangkap TSu sebagai teks jurnalistik, yakni sebagai salah satu judul artikel dalam sebuahsurat kabar. Penulisan judul artikel surat kabar memiliki format sendiri; gramatika tidak berperan absolut. Yang paling unik dari penulisan judul artikel ragam teks jurnalistik adalah semua bentuk kala atau tenses dibuat dalam bentuk kala kini atau simple present. Jadi, meskipun Tsunami di Aceh telah terjadi, penerjemah tetap menggunakan bentuk kala kini atau simple present untuk kata kerjanya, yakni devastates.
e. Kebenaran dan Penerjemah
Penerjemah dengan segala pandangan dan prasangkanya sangat mungkin bertindak memihak dan subjektif. Namun terlepas dari semua itu, penerjemah harus bisa mengungkapkan
61 -- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
kebenaran (baca: keberterimaan) dalam terjemahannya. Menurut Newmark (1988:189), keberhasilan penerjemah dapat dinilai dengan 4 cara: (1) Translation as a Science (Terjemahan sebagai Ilmu) Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat kebahasaan murni. Gramatika berperan sangat dominan dan menentukan. Kesalahan pada tahap ini sifatnya mutlak sehinggamengakibatkan terjemahan menjadi ‘salah’. TSu
TSa 1.
At first, Fivien works very deligently.
2.
At first, Fivien worked very deligently.
Awalnya, Fivien bekerja sangat rajin.
Keterangan Bentuk verba salah, tidak 1. sesuai penanda waktu At first (= lampau) Bentuk verba betul, sesuai 2. penanda waktu At first (= lampau)
(2) Translation as a Craft (Terjemahan sebagai Kiat) Kebenaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu kiat atau usaha untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam TSa. Rekayasa penerjemah sangat penting perannya. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk. TSu
Domba-domba Allah(*dalam Kitab Injil)
Latar
TSa
1.
The lambs of God
1.
2.
The seals of God
2.
Orang Eskimo di Antartika
Keterangan Penerjemahan betul tetapi buruk, diksi berdasarkan konteks/latar kurang tepat Penerjemahan betul dan baik, diksi berdasarkan konteks/latar tepat (Newmark, 1988)
(3) Translation as an Art (Terjemahan sebagai Seni) Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat estetis. Penerjemah tidak hanya menyampaikan pesan tetapi juga gaya penulisan. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk. TSu
TSa 1.
Far from the sight but near by the heart
2.
Out of sight but near by the heart.
Jauh di mata namun dekat di hati
6 1 - 10 1
Keterangan Penerjemahan betul tetapi 1. buruk, pemadanan idiomatik tidak tepat Penerjemahan betul dan 2. baik, pemadanan idiomatis tepat
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(4) Translation as a Taste (Terjemahan sebagai Selera) Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat pribadi atau berdasarkan selera masing-masing penerjemah. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk; pilihan bersifat sangat subjektif. TSu
Wanita itu cantik tetapi sangat cerewet.
TSa The lady is pretty but very 1. talkative. The lady is pretty yet very 2. talkative The lady is pretty. However, 3. she is very talkative
Keterangan Ketiga TSa betul dan baik berdasarkan selera atau pilihan.
4. KESIMPULAN
Terjemahan antarbahasa pada dasarnya merupakan perbandingan dinamis yang melibatkan dua bahasa dan dua budaya sekaligus. Perbandingan ini pada kenyataanya malah seringkali mempertegas perbedaan yang ada di antara keduanya. Cluver dalam Osimo (2004) mengatakan bahwa sebuah teks terjemahan sudah barang tentu tidak ekuivalen dengan teks aslinya. Bisa dipastikan, sebuah teks terjemahan mengandung sesuatu yang kurang (loss) atau sesuatu yang berlebih (redundant) bila dibandingkan dengan teks sumber. Dalam kaitan inilah penerjemah yang baik pada akhirnya harus menentukan bagian mana yang harus ‘dibongkar’ dari sebuah teks sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press. Hasibuan, Sofia Rangkuti. 1991. Teori Terjemahan dan Kaitannya dengan Tata Bahasa Inggris. Jakarta: Dian Rakyat. Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman. Hatim, Basil dan Ian Mason. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge. Hatim, Basil. 2001. Teaching and Researching Translation. London: Longman. Hervey, Sándor dan Ian Higgins. 1992. Thinking Translation. New York: Routledge. Hoed, Benny H. 2006. Teori dan Masalah Penerjemahan. Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: ProDC. Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar Tentang Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI. Hoed, Benny. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
1 61--11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Hornby, Marry Snell. 1995. Translation Studies. An Integrated Approach. Amsterdam: Jon Benjamin Publishing Co. Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan. Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka. Moentaha, Salihen. 2008. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc Nababan, Rudolf M. 2003. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. New York: Pergamon. Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall. Nida, E.A. dan Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Venuti, Lawrence. 2004. The Translation Studies Reader. New York: Routledge. Widyamartaya, A. 1989. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Williams, Henny dan Andrew Chesterman. 2002. The MAP. A beginner’s Guide to Doing Research in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing.
1 61 - 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING DAN SMALL GROUP DISCUSSION DALAM PERKULIAHAN TEACHING ENGLISH AS A FOREIGN LANGUAGE (TEFL) Kurnia Idawati
[email protected] Sastra Inggris – Fakultas Sastra ABSTRACT The study titled The Application of Discovery Learning and Small Group Discussion Methods in Teaching English as a Foreign Language (TEFL) Class is related to the effectiveness of learning methods using Discovery Learning (DL) in combination with Small Group Discussions (SGD) in TEFL classes for VI semester students. DL is a method of learning that is focused on the utilization of the available information, whether provided by a lecturer or is sought by the students, to build knowledge by independent learning. While SGD is one element of active learning and is a part of the learning models of SCL (Student Centered Learning), such as CL (Cooperative Learning), CBL (Collaborative Learning), PBL (Problem Based Learning) and others. The students were asked to create a small group (4-6 people) to discuss materials that can be provided by the lecturer or material obtained by the members of the group. This method is used to explore the idea, to sum up an important point, to access the skills and knowledge level of the students, to review the topics in previous class, to compare theories, issues and interpretation, even to solve the problem. The results using the t-test showed that there was a significant difference in the effectiveness of application of SGD and DL learning methods compared to the classical lecturing method of studying, where the calculated t-value 3.98 is greater than the value of -t table at alpha 0.01 = 2.04 and alpha 0.05 = 2.75. Thus, the null hypothesis (Ho) is rejected and the alternative hypothesis (Ha) is accepted that the difference in scores is the result of experimental treatments and not the result of coincidence (chance variation). Experimental class achievement is higher than the control class with a mean difference of 79.1750 - 70.2950 = 8.88 so that it can be interpreted that the TEFL classroom performance using learning methods DL and SGD is better than the TEFL classes that do not use these learning methods. Keywords: Learning Methods, Discovery Learning, Small Group Discussion, TEFL, t-test
1.
PENDAHULUAN
Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi menuntut pendekatan belajar yang berpusat pada mahasiswa atau Student Centered Learning (SCL). SCL merupakan disiplin yang melibatkan interaksi kelompok-kelompok mahasiswa dalam rangka melaksanakan pembelajaran secara kreatif sebagaimana kelak di kemudian hari akan dijumpai di dunia nyata/profesinya (Thornburg, 1995). SCL juga diperlukan untuk mengantisipasi dan mengakomodasi perubahan dalam bidang sosial, politik, ekonomi, teknologi dan lingkungan, yang menyebabkan informasi dalam buku teks dan artikel-artikel yang ditulis lebih cepat kadaluarsa. Selain itu, di masa mendatang, dunia kerja membutuhkan tenaga kerja yang berpendidikan baik, yang mampu bekerja sama dalam tim, memiliki kemampuan memecahkan masalah secara efektif, mampu memroses dan memanfaatkan informasi, serta mampu memanfaatkan teknologi secara efektif dalam pasar global, dalam rangka meningkatkan
27 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
produktivitas. Oleh sebab itu, proses pembelajaran harus difokuskan pada pemberdayaan dan peningkatan kemampuan mahasiswa dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Mahasiswa sebagai subyek pembelajaran, perlu diarahkan untuk belajar secara aktif membangun pengetahuan dan keterampilannya dengan cara bekerjasama dan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait.
SCL bukanlah sebuah pendekatan belajar yang baru sama sekali. Ia adalah turunan dari pendekatan belajar Konstruktivisme, yang pada intinya menyatakan bahwa sesungguhnya para pembelajar telah memiliki prior knowledge yang harus diaktifkan dalam situasi pembelajaran yang baru. Pengetahuan, dengan demikian, dibangun secara khas dan individual, dengan berbagai macam cara, dengan menggunakan berbagai alat, sumber, pengalaman, dan konteks. Oleh sebab itu pembelajaran merupakan proses aktif dan reflektif. Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan, melalui asimilasi, akomodasi, atau penolakan terhadap informasi baru. Interaksi sosial mengenalkan adanya berbagai macam perspektif pembelajaran Secara internal, pembelajaran dikendalikan dan dimediasi oleh pembelajar itu sendiri. Sejalan dengan konsep SCL di atas, saya mencoba mengaplikasikan metode belajar dalam SCL, yaitu Discovery Learning (DL) dan Small Group Discussion (SGD).
DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
DL mengacu ke berbagai disain pengajaran yang mendorong
pembelajar, dalam hal ini mahasiswa, untuk belajar melalui penemuan. Model pembelajaran seperti ini bertujuan mengantarkan pada pembelajaran yang dalam, mengembangkan keterampilan metakognitif yakni mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, kreatifitas, dan sebagainya, dan mendorong keterlibatan mahasiswa untuk belajar.
Menurut van Joolingen (1999:385), DL adalah model belajar dimana para pembelajarnya mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dengan bereksperimen dengan suatu ranah, dan menyimpulkan hasil eksperimen tersebut. Pemikiran dasar DL adalah bahwa karena para pembelajar mendisain eksperimen mereka sendiri dalam suatu ranah dan menyimpulkan aturan yang berlaku dalam ranah tersebut, maka sesungguhnya mereka tengah membangun pengetahuan mereka. Karena aktifitas konstruktif ini, di asumsikan bahwa mereka akan memahami ranah itu pada tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan bila informasi atau pengetahuan terkait ranah itu disajiikan oleh pengajar.
71 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Menurut Borthick & Jones (2000:181), dalam DL, para pembelajar belajar mengenali suatu masalah, mencermati jalan keluar seperti apa yang bisa dilakukan, mencari informasi yang relevan, mengembangkan strategi pemecahan masalah, dan menjalankan strategi yang dipilih. DL memberi peluang bagi pembelajar untuk mengembangkan hipotesis guna menjawab pertanyaan-pertanyaan dan berkontribusi bagi pengembangan a lifelong love of learning.
Sedangkan SGD merupakan salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL (Cooperative Learning), CbL (Collaborative Learning), PBL (Problem Based Learning) dan lain-lain. Di dalam kelas, kita dapat meminta para mahasiswa untuk membuat kelompok kecil (misalnya 4 – 6 orang) untuk mendikusikan bahan yang dapat diberikan oleh dosen ataupun bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut. Metode ini dapat digunakan ketika akan menggali ide, menyimpulkan poin penting, mengakses tingkat skill dan pengetahuan mahasiswa, mengkaji kembali topik di kelas sebelumnya, membandingkan teori, isu dan interpretasi, dapat juga untuk menyelesaikan masalah. Menurut Cuseo (
[email protected]), SGD merupakan bentuk dari cooperative learning yang diterapkan dalam pendidikan tinggi. Cooperative learning itu sendiri didefinisikan sebagai proses instruksional yang berpusat pada pembelajar dimana para pembelajar bekerja berkelompok secara independen untuk tugas belajar yang sudah tersusun jelas. Setiap individu pembelajar diberi tanggung jawab untuk unjuk kerja mereka sendiri dan instruktur atau dosen bertindak sebagai fasilitator atau konsultan dalam proses belajar berkelompok tersebut.
Vanessa B (2005) menyebutkan bahwa secara operasional anggota SGD harus mampu berkomunikasi secara bebas dan terbuka dengan semua anggota lain dari kelompok. Kelompok akan mengembangkan norma-norma tentang diskusi dan anggota kelompok akan mengembangkan peran yang akan memengaruhi interaksi kelompok. Kelompok harus memiliki tujuan umum dan mereka harus bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut. Kelompok secara bersama-sama melalui konflik dan ketegangan.
Kagoda (http://maxwellsci.com/print/crjss/) mengutip pernyataan Nicio-Brown et al. mengatakan bahwa ketika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain secara lisan, mereka terlibat dalam sebuah diskusi. Kelompok diskusi sebagai metode mengajar/belajar dikembangkan sebagai reaksi terhadap metode ekspositori stereotip lama yang membuat peserta didik menerima pengetahuan secara pasif. Pendekatan baru ini menyiratkan bahwa mahasiswa sendiri memiliki sesuatu untuk diutarakan kepada teman-temannya satu sama lain dan penekanannya lebih pada hubungan kelompok di kelas. Di sisi lain SGD ini memberi peluang bagi perkembangan intelektual
71- -31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(kognitif) dan personal (afektif) yang tidak bisa dicapai dengan mudah dalam situasi belajar yang standar (Kelly dan Stafford,1993). Karena situasi belajarnya yang lebih personal, SGD memberikan kesempatan berinteraksi yang lebih banyak antara dosen dan mahasiswa, dan di antara para mahasiswa itu sendiri. Interaksi seperti itu dapat mendorong pembelajaran aktif pada tingkat konsep yang tinggi, dan dapat membantu mahasiswa mencapai kemandirian dan tanggung jawab bagi proses belajar mereka sendiri.
Dapat disimpulkan di sini bahwa metode belajar DL dan SGD memiliki beberapa kelebihan antara lain : (1) menambah pemahaman dan daya tangkap materi kuliah, (2) meningkatkan motivasi dan keterlibatan mahasiswa yang lebih besar, (3) mengembangkan prilaku yang positif terhadap penerapan materi yang dipresentasikan dikemudian hari, (4) mengembangkan keterampilan memecahkan masalah yang spesifik terkait materi perkuliahan, (5)memberikan latihan mengaplikasikan konsep dan informasi yang diperoleh untuk masalah-masalah praktis, (6) memunculkan ide-ide di antara para mahasiswa menyangkut cara mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh, dan (7) mengembangkan komitmen mahasiswa terhadap cara-cara yang diperbolehkan dalam menangani masalah.
Berdasarkan paparan di atas, metode DL dan SGD ini saya coba terapkan dalam perkuliahan TEFL (Teaching English as a Foreign Language). TEFL adalah matakuliah yang bertujuan membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang konsep pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris bagi penutur non Inggris dan membekali mereka dengan pemahaman tentang aspekaspek ilmiah yang menjadi landasan bagi proses belajar mengajar bahasa. Penerapan metode DL dan SGD ini dilakukan untuk melihat seberapa efektif kedua metode tersebut dalam berkontribusi meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa. Untuk tujuan tersebut, saya melakukan penelitian kecil dalam rentang tahun akademik 2010/2011 – 2011/2012 pada kelas TEFL semester VI tahun 2010/2011 dan kelas TEFL semester VI tahun 2011/2012. Kelas pertama diperlakukan sebagai kelas kontrol terhadap kelas kedua yang mendapatkan perlakuan eksperimen penerapan metode DL dan SGD.
Dengan asumsi bahwa metode belajar DL dan SGD lebih baik dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa dibandingkan dengan metode belajar classical lecturing (perkuliahan klasikal yang lebih menitikberatkan pada ceramah dan tanya jawab), maka hipotesis kerja (Ha) untuk penelitian ini adalah bahwa ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa kelas TEFL yang menggunakan metode belajar Discovery Learning dan Small Group Discussion dibandingkan dengan yang menggunakan metode belajar klasikal.
71 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
2.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jawaban atas manfaat metode Discovery Learning dan Small Group Discussion dalam perkuliahan TEFL dan diharapkan bermanfaat bagi penerapan dan pengembangan Student Centered Learning sebagai sebuah pendekatan dalam proses belajar mengajar di Unsada, melalui berbagai macam metode belajar sebagai turunannya. Melalui hasil penelitian ini, diharapkan pula metode DL dan SGD bisa digunakan pula dalam perkuliahan mata kuliah yang lain.
Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kaji tindak. Data-data tertulis dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan uji t. Responden berjumlah 40 dan dibagi dalam dua kelompok yang sama jumlahnya. Kelompok satu dijadikan kelas eksperimen dan kelompok dua sebagai kelas kontrol. Penelitian dilakukan terhadap mahasiswa semester VI.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Penerapan DL dan SGD dalam Kelas Experimen
Metode DL dan SGD diterapkan secara terpadu dan simultan dalam satu semester perkuliahan TEFL pada para mahasiswa semester VI tahun akademik 2011/2012. Saat perkuliahan pertama dosen memberikan cakupan materi pembelajaran (silabus) TEFL dengan pokok-pokok pembahasan meliputi: konsep dan makna belajar mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing (the nature of learning and teaching); teori belajar dan dampaknya pada pengajaran dan pembelajaran bahasa (teori belajar behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa); ciri-ciri berbagai metode belajar bahasa sebagai turunan dari teori belajar (pendekatan) behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, berikut kelebihan dan kelemahan tiap-tiap metode belajar; konsep communicative competence dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua/asing beserta elemen bahasa yang tercakup dalam kompetensi tersebut; kompetensi dan peranan guru; deskripsi karakteristik pembelajar berdasarkan usia, gaya belajar, dan perbedaan individu; faktor motivasi pembelajar dalam keberhasilan belajar bahasa; dan kurikulum berbasis kompetensi dalam pengajaran bahasa Inggris dan metode pengajaran bahasa komunikatif terkini (Rincian tentang 4 kompetensi komunikatif dalam dalam KBK bahasa Inggris untuk pendidikan menengah di Indonesia).
71 -- 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Dosen menjelaskan kepada kelas tujuan dan manfaat pembelajaran TEFL, serta kompetensi apa saja yang harus mereka peroleh dalam kelas TEFL. Selanjutnya kelas dibagi dalam kelompokkelompok yang masing-masing terdiri dari 4 anggota. Setiap kelompok diberi tugas yang sama untuk mencari informasi dan data (Discovery Learning), misalnya terkait dengan teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, hakikat ketiga teori tersebut, perbedaannya dan cara ketiga teori tersebut dalam melihat hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa. Tiap-tiap kelompok diminta untuk menuliskan dalam bentuk makalah yang baku dan secara bergiliran mempresentasikannya dalam diskusi yang diikuti oleh kelompok lain (Small Group Discussion). Susunan kursi belajar dibentuk setengah melingkar sehingga masing-masing individu dapat melihat langsung antar teman mereka tanpa terhalang sesuatupun dalam berinteraksi. Untuk mengoptimasikan berlangsungnya kegiatan tersebut, dosen berperan baik sebagai subject matter expert
maupun sebagai group manager
dan merencanakan tugas-tugas kelompok terkait isi
(content to be covered) dan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran kelompok.
Masing-masing anggota kelompok penyaji wajib berpartisipasi aktif dalam menjelaskan temuan mereka dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh anggota kelompok lain. Jika jawaban yang diberikan anggota kelompok tidak memuaskan, kelompok lain dapat menyanggah atau memberikan pendapat. Seandainya pemecahan masalah dianggap menemui jalan buntu, dosen pada akhir diskusi memberikan penjelasan sebagai jalan keluar dan merupakan informasi yang bisa ditambahkan pada makalah akhir kelompok untuk diserahkan pada minggu berikutnya.
Proses pembelajaran dengan metode DL dan SGD berlangsung terus pada setiap perkuliahan TEFL dengan topik-topik bahasan sesuai dengan silabus. Mahasiswa sudah diberitahu urutan topik bahasan diskusi yang harus mereka cari, temukan dan susun materinya sampai akhir program pembelajaran TEFL. Selama proses pembelajaran tersebut berlangsung, mahasiswa tampak sangat berkepentingan untuk menyajikan temuan mereka sebaik mungkin karena dosen terlebih dahulu menginformasikan kepada mereka bahwa partisipasi aktif mereka baik sebagai penyaji, penanya dan pemberi jawaban akan dinilai. Dengan cara demikian, diharapkan DL dan SGD berjalan konsisten.
Penilaian pencapaian prestasi belajar TEFL mereka mengikuti standar baku Unsada. Artinya unsur-unsur penilaian akhir mengikursertakan nilai tugas dan nilai tiap kegiatan proses belajar mereka di kelas, nilai ujian tengah semester dan akhir semester, serta kehadiran mereka di kelas.
71 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
b. Kelas Kontrol
Kelas kontrol yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kelas di mana proses belajar mengajar TEFL menggunakan metode perkuliahan klasikal (classical lecturing). Dosen menjelaskan materi dan diakhiri dengan tanya jawab antara dosen dan mahasiswa pada setiap pertemuan perkuliahan. Prestasi belajar mahasiswa diperoleh dalam tes sebagaimana prosedur ujian pada umumnya di Unsada. Kelas kontrol sebagai pembanding terhadap kelas eksperimen ini adalah para mahasiswa kelas TEFL tahun akademik 2010/2011.
c. Data Skor Prestasi TEFL dan Hasil Perhitungan Statistik
Kedua data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol ini memang diambil dalam waktu yang berbeda mengingat
jumlah peserta kuliah TEFL setiap angkatannya relatif kecil. Data yang
diambil secara acak dari tiap-tiap kelas adalah sama yakni masing-masing berjumlah 20 (dua puluh).
Berikut ini adalah data skor dari kelas eksperimen (label 1) dan kelas kontrol (label 2) seperti yang dapat dilihat pada tabel 1: NO.
SKOR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
85.00 85.00 85.80 70.60 68.70 80.80 68.00 78.80 87.00 72.50 70.60 86.00 78.00 77.20 73.20 88.50 91.50 80.20 80.80 75.30 65.30 76.20 74.50 73.60 65.60 80.00 82.00 67.80 69.20 76.50
KELAS 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
71 -- 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
68.20 73.50 61.50 69.80 81.20 53.10 67.80 66.60 67.20 66.30
2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
Tabel 1. Rekapitulasi Skor Kelas Eksperimen (1.00) dan Kelas Kontrol (2.00)
Data kelas dan skor nya secara deskriptif dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3 berikut ini: Kelas Case Processing Summary
Kelas Skor Eksperimen Kontrol
N 20 20
Valid Percent 100.0% 100.0%
0
Cases Missing N Percent .0%
0
.0%
N 20
Total Percent 100.0%
20
100.0%
Tabel 2. Case Processing Summary
Descriptives Skor
Kelas Eksperimen
Kontrol
Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
Lower Bound Upper Bound
Lower Bound Upper Bound
Statistic 79.1750 75.8707 82.4793 79.1111 79.5000 49.848 7.06033 68.00 91.50 23.50 12.93 -.035 -1.134 70.2950 67.0034 73.5866 70.6000 68.7000 49.466 7.03319 53.10 82.00 28.90 9.40 -.298 .599
Std. Error 1.57874
.512 .992 1.57267
.512 .992
Tabel 3. Deskripsi Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
71 - 81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Data dari dua jenis sampel tersebut dibandingkan untuk melihat ada tidaknya perbedaan setelah sampel-sampel tersebut diberi perlakuan berbeda. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan, dilakukan uji perbedaan dua rata-rata (uji -t). Namun sebelum itu, dilakukan dulu uji tes normalitas untuk melihat apakah kedua sampel berdistribusi normal. Dengan menggunakan SPSS 15.0 for Windows, diperoleh data uji normalitas pada tabel 4 sebagai berikut:
Tests of Normality
Skor
Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic df Sig. .145 20 .200(*) .139 20 .200(*)
Kelas Eksperimen Kontrol
Shapiro-Wilk Statistic df .956 20 .953 20
Sig. .471 .414
* This is a lower bound of the true significance a Lilliefors Significance Correction Tabel 4. Uji Normalitas.
Kedua data baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada tabel 4 berdistribusi normal secara signifikan yakni p> 0.05 (Kolmogorov-Smirnov 0.145 dan 0.139) seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Normal Q-Q Plot of Skor for Kelas= Eksperimen 2
Expected Normal
1
0
-1
-2 65
70
75
80
85
90
95
Observed Value
Normal Q-Q Plot of Skor for Kelas= Kontrol 2
Expected Normal
Gambar 1. Distribusi Normal Skor Kelas Eksperimen 1
0
-1
-2 50
60
70
Observed Value
71 -- 91
80
90
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Setelah dipastikan kedua sampel berdistribusi normal, langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas variansi. Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menentukan uji –t yang sesuai. Uji –t yang dilakukan bila variansi kedua kelas sama adalah uji –t dengan asumsi variansi skor nilai kedua kelas sama atau homogen. Melalui SPSS, diperoleh homogenitas Levene sebagai berikut:
Test of Homogeneity of Variances Skor Levene Statistic df1 df2 Sig. .089 1 38 .767 Tabel 5. Tes Homogenitas Variansi
Statistik Levene untuk homogenitas variansi menunjukkan nilai signifikan 0.089 > 0.05. Dengan demikian, uji perbedaan dua rata-rata dapat dilakukan dengan uji –t menggunakan SPSS. T-Tes
Skor
Kelas Eksperimen
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
20
79.1750
7.06033
1.57874
Kontrol
20
70.2950
7.03319
1.57267
Tabel 6. Group Statistics Independent Samples Test
Tabel 7. Statistik Parametrik 2 Sampel Independen Levene's Test for Equality of Variances
F Skor
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.089
Sig. .767
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
3.985
38
.000
8.88000
2.22839
4.36887
13.39113
3.985
37.999
.000
8.88000
2.22839
4.36887
13.39113
Dari data perhitungan statistik SPSS di atas terlihat bahwa nilai –t hitung adalah 3.985, lebih besar dari nilai –t tabel pada df (derajat kebebasan) 38 dengan tingkat signifikansi 0.05 = 2.04 dan signifikansi 0.01= 2.75. Jika –t hitung > -t tabel, maka hipotesis nol (Ho): ‘tidak ada perbedaan prestasi antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol’ ditolak; dan hipotesis kerja/alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa kelas TEFL yang menggunakan metode belajar Discovery Learning dan Small Group Discussion dibandingkan dengan yang menggunakan metode belajar klasikal, diterima. 95%
1 71--10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
confidence interval of the difference adalah rentang nilai perbedaan yang ditoleransi. Toleransi ini menggunakan taraf kepercayaan 95%, dengan demikian rentang selisih prestasi kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam kisaran 4.36887 sampai 13.39113.
Rata-rata skor prestasi kelas eksperimen adalah 79.175 dan rata-rata skor prestasi kelas kontrol adalah 70.295 sehingga selisih keduanya 8.88. Angka selisih ini cukup signifikan untuk membedakan prestasi kedua kelas tersebut. Jika skor rata-rata kelas eksperimen dikonversikan ke nilai huruf, maka kelas tersebut nyaris mendapat nilai A dengan hanya kekurangan skor 0.824 saja. Skor 79.175 menempatkan rata-rata individu sampel kelas eksperimen pada posisi nilai huruf B ‘gemuk’.
4.
KESIMPULAN
Setelah pengolahan data (analisa kuantitatif) dengan uji –t dilakukan dan analisa kualitatif atas hasil perhitungan dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan di sini bahwa: 1. Metode belajar Discovery Learning (DL) dan Small Group Discussion (SGD) dinilai efektif berkontribusi terhadap peningkatan prestasi mahasiswa dalam belajar TEFL. 2. Metode belajar DL dan SGD yang diterapkan secara terpadu dalam kelas TEFL tidak hanya meningkatkan prestasi kognitif saja melainkan juga mampu meningkatkan kompetensi softskill mahasiswa, diantaranya : kepercayaan diri, tanggung jawab, kerjasama, kemampuan mengekspresikan dan keberanian mengungkapkan pendapat. 3. Tidak bisa dipungkiri bahwa dinamika individu dalam kelompok adalah bervariasi dan dengan sendirinya berpengaruh dalam mencapai tujuan belajar secara individu, namun penilaian atas penerapan DL dan SGD tidak semata dititik beratkan pada kognisi melainkan juga pada proses itu sendiri: proses menjadi individu yang semakin percaya diri, berani mengungkapkan pendapat secara ilmiah, dan seterusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Borthick, A. Faye & Donald R. Jones (2000). The Motivation for Collaborative Discovery Learning Online and Its Application in an Information Systems Assurance Course, Issues in Accounting Education, 15 (2) Colton, Simon, Theory Formation Applied to Discovery, Learning and Problem Solving, Division of Informatics, University of Edinburgh 80 South Bridge, Edinburgh EH1, 1HN, United Kingdom
1 71--11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Joolingen, Wouter van (1999), Cognitive tools for discovery learning, International Journal of Artificial Intelligence in Education, 10, 385-397 Kelly, Mavis and Ken Stafford, Managing Small Group Discussion, Workshop Series No. 9, July 1993 Kagoda, Small Group Discussion, http://maxwellsci.com/print/crjss/, diunduh 9/13/2011 11:19 AM Kirschner, P. A., Sweller, J., and Clark, R. E. (2006). "Why minimal guidance during instruction does not work: an analysis of the failure of constructivist, discovery, problem-based, experiential, and inquiry-based teaching". Educational Psychologist 41 (2): 75–86. Leading Small Group Discussion, Prepared by Lee Haugen, Center for Teaching Excellence, Iowa State University, March, 1998, http://www.celt.iastate.edu/teachingindex/small_group. html , diunduh 9/27/2011 10:19 PM Mayer, R. (2004). "Should there be a three-strikes rule against pure discovery learning? The case for guided methods of instruction". American Psychologist 59 (1): 14–19. Olmstead, Joseph A. Small-Group Instruction: Theory and Practice, Human Resources Research Organization, Alexandria, VA, 1974. Roblyer, Edwards, and Havriluk, 1997, “Discovery Learning” in Instructional Method, http://slate.it.utk.edu/~bobannon/in_strategies.html diunduh 11/17/2011 10:30 PM Smith, Reesa, Student Centered Learning, http:// jtp.ipgkti.edu.my/ppy/resosbestari/…/scl/1, diunduh 10/21/2011 09:23 AM
1 71--12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
MODALITAS STUDI そうだ/SOUDA、 、 ようだ/YOUDA、 、 そうだ ようだ DAN らしい/RASHII YANG MENYATAKAN PERTIMBANGAN らしい DALAM BAHASA JEPANG, SEBUAH ANALISIS FUNGSI DAN PENGAJARAN Rini Widiarti, Yuliasih Ibrahim, Zainur Fitri, Julia Pane
[email protected] Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK Dalam modalitas bahasa Jepang terdapat bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、 らしい/rashii yang merupakan ekspresi untuk mengungkapkan dugaan terhadap suatu kondisi berdasarkan hal yang dilihat, didengar maupun berdasarkan pengalaman. Dari segi makna, そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii ini , memiliki dua arti, yaitu, “kelihatannya” dan “kabarnya/katanya”. Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashiiyang memiliki arti “kelihatannya” (様態/youtai). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengajarkan modalitas tersebut melalui identifikasi fungsi-fungsi bentukそうだ/souda、ようだ/youda、dan らしい/rashiiyang mencakup persamaan maupun perbedaan penggunaan. Hasil dari identifikasi fungsi adalah そうだ/souda digunakan untuk fungsi kesan yang dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat dan fungsi menunjukkan sesaat sebelum kondisi tersebut terjadi sedangkanようだ/youdadigunakan pada fungsi yang menunjukan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri. Modalitasようだ/youdadan らしい/rashiibisa saling menggantikan hanya pada ようだ/youdamenunjukkan tingkat kepastiannya tinggi dan melibatkan perasaan pembicara sedangkan bila menggunakan らしい/rashii tingkat kepastian dugaan rendah ada kesan tidak bertanggung jawab terhadap pernyataan yang diungkapkan. Dugaan dengan tingkat kepastian yang paling tinggi adalah そうだ/souda lalu ようだ/youda, dan yang paling rendah adalah らしい/rashii. Untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai ketiga bentuk modalitas tersebut, model pengajaran dapat menggunakan gambar maupun dialog yang diberikan konteks. Pada saat menggunakan gambar/foto perlu dijelaskan situasi dan konteksnya sehingga pembelajar dapat memahami penggunaan modalitas tersebut. Kata kunci : modalitas, そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii, pertimbangan, tingkat kepastian.
1. PENDAHULUAN
Dalam modalitas bahasa Jepang terdapat bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、 らしい/rashii yang merupakan ekspresi untuk mengungkapkan suatu kondisi berdasarkan hal yang dilihat, didengar maupun berdasarkan pengalaman. Dari segi makna, そうだ/souda、 ようだ/youda、
らしい/rashiiini,
memiliki
dua
arti,
yaitu,
“kelihatannya”
“kabarnya/katanya”/伝聞. Berikut ini beberapa contoh mengenai modalitas tersebut.
82 -- 11
/様態dan
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh 1, situasi : apabila kita menduga seseorang memiliki anak. 1.
田中さんにはどうやら子供がいるらしい/Tanaka-san ni wa douyara kodomo ga iru rashii.
Kelihatannya orang itu memiliki anak. 2.
田中さんにはどうやら子供がいるようだ/Tanaka-sanni wa douyara kodomo ga iru youda.
Kelihatannya orang itu memiliki anak. 3.
田中さんには子供がいるそうだ/Tanaka-sanni wa douyara kodomo ga iru souda.
Kabarnya/katanya orang itu memiliki anak.
Kalimat butir 1,digunakan apabila si pembicara berasumsi dari informasi seseorang, misalnya, ada seseorang yang mengatakan kepada si pembicara bahwa dia melihat Tanaka sedang bermain dengan anak kecil.Butir 1 ini, merupakan dugaan dengan tingkat kepastian yang rendah.Kalimat butir 2, digunakan apabila si pembicara menduga berdasarkan pada kondisi yang dilihat langsung olehnya, misalnya, terdapatnya jemuran baju anak kecil yang tergantung di beranda Tanaka.Sedangkan kalimat butir 3, digunakan bila si pembicara menyatakan hal yang dia dengar dari seseorang, misalnya dari saudara perempuan Tanaka.
Contoh 2, situasi : apabila kita ingin menyatakan bahwa tidak ada lagi cara lain lagi setelah mencoba berbagai hal. 1. いろいろ試してみたが、もうほかに方法がないようだ Iro iro tameshitemitaga, mou hokani houhou ga naiyouda. Saya sudah mencoba berbagai hal tapi kelihatannya sudah tidak ada cara lain lagi. 2. いろいろ試してくれたが、もう他に方法がないそうだ。 Iro iro tameshitemitaga, mou hokani houhou ga naisouda. (seseorang) sudah mencoba berbagai hal untuk saya tapi kabarnya sudah tidak ada cara lain lagi. 3. いろいろ試したようだが、もう他に方法がないらしい。 Iro iro tameshitayoudaga, mou hokani houhou ga nairashii. (seseorang) kelihatannya sudah mencoba berbagai hal tapi kabarnya sudah tidak ada cara lain lagi.
Contoh 2 diatas memberikan gambaran mengenai pemakaian modalitas
そうだ/souda,
ようだ/youda、 らしい/rashii yang memiliki makna “kelihatannya” /様態dan “kabarnya/ katanya”/伝聞 dalam kalimat yang sama.
81 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Penulis membatasi penelitian ini pada そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashiiyang memiliki
arti
“kelihatannya”
(様態/youtai).
Arti
“kelihatannya”
pada
そうだ/souda、
ようだ/youda、らしい/rashiiini, merupakan dugaan pembicara yang melihat suatu kondisi atau keadaan.Terdapat dua macam dugaan terhadap suatu keadaan, yaitu dugaan melalui intuisi dan dugaan
melalui
pengalaman
atau
keadaan
(セルフ・マスターシリーズ文の述べ方:41).
yang
Berikut
dapat contoh
dilihat yang
di
depan
menggambarkan
mata arti
“kelihatannya”.
Contoh 3 : 1.
あの店のラーメンはおいしいようです/Ano mise no ramen wa oishii you desu.
“ramen (sejenis mie) di toko itu kelihatannya enak” 2.
このラーメンはおいしそうです/ Kono ramen wa oishi sou desu.
“ramen (sejenis mie) ini kelihatannya enak”
Dalam kalimat butir 1 dan butir 2 memiliki makna “ramen (sejenis mie) (di toko) ini/itu kelihatannya enak”. Pada kalimatbutir 1, pembicara mengatakan “kelihatannya enak” berdasarkan pertimbangan misalnya, melihat di toko tersebut banyak orang yang antri hendak membeli ramen, sedangkan pada kalimat butir 2 pembicara menyatakan “kelihatannya enak” karena melihat langsung seporsi ramen di depan matanya yang membangkitkan selera. Penggunaan ようだ/youda dan そうだ/soudadalam kalimat butir 1 dan butir 2 menunjukkan kesan yang dirasakan oleh pembicara mengenai ramen dengan pertimbangan yang berbeda.
Teori dalam referensi yang digunakan penulis, menyebutkan bahwa bila kita membandingkan penggunaanようだdan そうだ dapat dijelaskan bahwaようだ merupakan pertimbangan diri sendiri dari informasi tak langsung sedangkanそうだ merupakan pertimbangan secara langsung dari informasi yang dilihat atau didengar.Sedangkan bila kita membandingkan penggunaan ようだdanらしい dapat dijelaskan bahwa ようだ merupakan pertimbangan subjektif dari berbagai informasi tak langsung dan らしいmerupakan pertimbangan berdasarkan informasi tetapi tingkat kepastiannya rendah.
Dengan kata laindalam hal menggunakan bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、 らしい/rashiiperlu diperhatikan, pertimbangan yang digunakan saat mengungkapkan kalimat tersebut. Apakah dugaan tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi yang tidak langsung yang
81 -- 31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
terlihat (pengalaman) atau berdasarkan kondisi langsung yang terlihat (panca indera).Selain poin pertimbangan yang perlu diperhatikan, dalam初級日本語文法と教え方のポイントdisebutkan bahwa ada beberapa kesulitan yang sering muncul dari pembelajar dalam penggunaan modalitas tersebut. Untuk modalitas そうだ/soudapermasalahan yang kerap muncul adalah kebingungan membedakan penggunaan bentuk pertimbangan (様態), misalnya 雨が降りそうだdan penyampaian informasi (伝聞)雨が降るそうだ, kemudian selain
perubahan bentuk kata
sifat dan kata kerja yang mengikuti modalitas, bentuk ingkar dari modalitas ini pun cukup menyulitkan karena ada lebih dari satu bentuk yang memungkinkan seperti berpredikat
kata
kerja,「雨が降りそうだ」dapat
memiliki
bentuk
:「雨が降りそうに(も)ない」maupun「雨が降らなさそうだ」sedangkan berpredikat
kata
sifat,
「この料理はおいしそうだ」dapat
memiliki
kalimat yang ingkar
kalimat
bentuk
yang
ingkar
:
「この料理はおいしくなさそうだ」maupun「この料理はおいしそうじゃ/ではない」. Selain makna pertimbangan dan penyampaian informasi terdapat juga makna yang menunjukkan kemungkinan terjadinya sesuatu, penggunaan makna terakhir termasuk hal yang membingungkan pembelajar. Untuk modalitas ようだ/youdahal yang menyulitkan pembelajar diantaranya adalah pada saat ingin menyatakan perasaan orang ketiga modalitas ini sering terlewati, kemudian hal yang cukup membingungkan adalah makna “kelihatannya” yang dimiliki baik oleh modalitas そうだ/soudamaupun ようだ/youda. Pada modalitas らしい/rashiihal yang membingungkan pembelajar adalah perbedaannya dengan modalitas ようだ/youda yang sama-sama mengandung makna dugaan. Selain itu pada saat menyatakan perasaan orang ketiga, modalitas inipun sering terlewati oleh pembelajar.
Berdasarkan uraian mengenai kesulitan yang kerap muncul dalam pemakaian modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii di atas, karena itu dalam pengajarannya
perlu
dipikirkan strategi agar pembelajar dapat dengan tepat menggunakan modalitas tersebut sesuai dengan konteks dan situasinya. Identifikasi fungsi-fungsi bentukそうだ/souda、 ようだ/youda、 dan らしい/rashii perlu dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi tersebut.Identifikasi fungsi modalitas yang
dilakukan merupakan bagian dari tahapan dalam
menemukan cara pengajaran maupun bahan ajar yang perlu digunakan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi pembelajar maupun bagi pengajar bahasa Jepang di Universitas Darma Persada, yaitu memberi pengetahuan mengenai persamaan serta perbedaan penggunaan そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii. Khususnya
81 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
bagi para pengajar bahasa Jepang, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide dan wawasan baru mengenai pengajaran modalitasそうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.
2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif melalui studi pustaka menggunakan teori dari beberapa referensi seperti “Self Master Series Bun no Nobekata”, “Minna no Nihongo Chuukyuu 1” (kaisetsu), “Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no pointo”, “Nihongo Bunkei Ziten”.
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengedarkan angket (lihat lampiran 1) yang berisi soal-soal yang didalamnya mencakup penggunaan そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii. Responden angket tersebut adalah mahasiswa sastra Jepang Universitas Darma Persada semester VII dengan pertimbangan telah mempelajari bentuk inisebanyak 64 orang. Tujuan penyebaran angket ini adalah untuk mengetahui pemahaman pembelajar bahasa Jepang mengenai bentuk そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii,serta kesalahan yang terjadi dalam menjawab pertanyaan pada angket.
Tahap ke dua adalah menganalisis hasil angket dan kesimpulan atas hasil angket. Selanjutnya
tahap
ke
tiga,
menyajikan
persamaan
maupun
perbedaanpenggunaan
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashiiyang sesuai dengan kebutuhan pembelajar maupun pengajar Bahasa Jepang, serta cara pengajaran yang efektif mengenai bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、らしい/rashii.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil jawaban responden terhadap angket yang disebar kepada 64 orang mahasiswa sastra Jepang semester VII, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa mahasiswa belum paham benar tersebut
mengenai
penggunaanそうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.Ketidakpahaman
kemungkinan
disebabkan
karena
pada
saat
belajar
ada
persepsi
bahwa
modalitasそうだ/souda hanya digunakan untuk menyampaikan kabar yang diperoleh dari sumber informasi yang jelas. Kemudian modalitasそうだ/souda dalam buku “Minna no nihongo” di bab 47
bermakna “katanya” dan secara bersamaan modalitasようだ/youdapada bab yang sama
bermakna “kelihatannya”, menunjukkan kedua modalitas tersebut diajarkan dalam bab yang sama
81 - 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
dengan fungsi yang berbeda. Oleh karena itu pembelajar agak kesulitan memahami modalitas そうだ/soudadanようだ/youdayang memiliki fungsi sama.Selain itu fungsi らしい/rashii sama sekali tidak ada dalam buku bahasa Jepang tingkat dasar, melainkan dalam buku bahasa Jepang tingkat menengah sedangkan modalitas そうだ/souda danようだ/youda diajarkan pada tingkat dasar.Terdapatnya rentang waktu pengajaran ketiga modalitas tersebut diduga merupakan salah satu penyebab pembelajar sulit memahami penggunaannya.
Berikut ini adalah uraian mengenai fungsi modalitas そうだ/souda、 ようだ/youda、 らしい/rashii dan uraian mengenai persamaan maupun perbedaan maknanya. Bagian ini ditutup dengan beberapa model pengajaran yang diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pembelajar tentang modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii
3.1 Fungsi そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii 3.1.1 a.
Fungsi そうだ/souda Bila menempel pada 無意志動詞atau Verba potensial menunjukkan sesat sebelum kondisi tersebut terjadi atau kemung kinan terjadi nya tinggi.
b.
A:
かばんからお財布が落ちそうですよ
B:
ああ、ありがとう
Kesan yang dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat atau di dengar dari pihak ketiga やあ、久しぶり。元気そうですね。
c.
Dugaan berdasarkan pengetahuan umum この分だと、約束の時間には間に合いそうだね。
3.1.2 a.
Fungsi ようだ/youda. Menyatakan dugaan melalui panca indera, pengalaman 隣の部屋にだれかいるようです
b.
Menunjukkan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri 熱があるようです。すみません先に帰らせてください。
c.
Asumsi yang diambil dari pernyataan orang ketiga 今日、先生はいらっしゃらないようです。山田さんがそう言っていました。
d.
Menyatakan pikiran, perasaan dan tindakan orang ketiga 彼は合格していれしいようだ
3.1.3
Fungsiらしい/rashii
81 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
a.
Menunjukkan dugaan berdasarkan asumsi dari pihak luar いいにおいがしてくる。隣の晩ご飯、カレーらしい。
b.
Menyatakan pikiran, perasaan dan tindakan orang ketiga A:テレサちゃんは水泳の時間になると、おなかが痛いと言うんですよ。 B:そうですか。 A:テレサちゃんは水泳が苦手らしいです。
Fungsi-fungsi modalitas yang telah disebutkan di atas tidak mutlak membedakan penggunaan masing-masing modalitas secara tegas. Terdapat perbedaan yang tipis diantara そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii. Ada bentuk yang bisa dipakai bersamaan dengan perbedaan yang tipis.Berikut ini uraian beberapa persamaan dan perbedaan di antara bentuk そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.
3.2 Perbedaan dan persamaan modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii
3. 2.1 Perbedaan そうだ/soudadan ようだ/youda Untuk fungsi kesan yang dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat dan fungsi menunjukkan sesaat sebelum kondisi tersebut terjadi atau kemungkinan terjadinya tinggi hanya bisa digunakan そうだ/souda •
雨が降りそうです
Sedangkan untuk fungsi menunjukan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri hanya bisa menggunakan ようだ/youda •
熱があるようです。先に帰らせてください
3.2.2 Persamaan そうだ/soudadan ようだ/youda Baik そうだ/soudadan ようだ/youda bisa digunakan bersamaan pada fungsi dugaan berdasarkan pengetahuan umum/pengalaman maupun dalam fungsi menyatakan perasaan, pikiran dan tindakan orang ke tiga.Berikut contoh kalimat yang menunjukkan fungsi dugaan berdasarkan pengetahuan umum/pengalaman. •
この分だと約束の時間に間に合うようです。
•
この分だと約束の時間には間に合いそうです。
81 - 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Sebagai catatan, untuk fungsi tersebut di atas, modalitasそうだ/souda hanya bisa しゅんかんどうし
menggunakan 瞬 間 動 詞 , seperti : 間に合う、死ぬ、落ちる、開く、閉まる、止まる、 倒れる、 転ぶ、滑る dan sebagainya. Pada contoh di atas meskipun kedua modalitas tersebut bisa dipakai bersamaan terdapat perbedaan nuansa makna yaitu pada bagian ようだ/youdapembicara berasumsi ketepatan waktu berdasarkan pengalaman saja tapi belum bisa dipastikan ketepatannya sedangkan pada bagian そうだ/souda tingkat ketepatan waktunya lebih tinggi, misalnya sudah terlihat gedung yang akan dituju dan waktunya bisa diperkirakan.
Contoh berikut adalah fungsi yang menyatakan perasaan, pikiran dan tindakan orang ke tiga •
彼女は合格して、うれしそうです。
•
彼女は合格して、うれしいようです。
Pada contoh di atas, bagian yang menggunakan そうだ/soudapembicara berasumsi mengenai kegembiraan orang lain dengan melihat secara langsung ekspresi muka orang tersebut yang menunjukkan kegembiraan sedangkan pada bagian yang menggunakan ようだ/youda, pembicara berasumsi berdasarkan beberapa hal seperti melihat orang tersebut meloncat-loncat karena rasa bahagia atau melihat orang tersebut memeluk seseorang di dekatnya sambil tertawa.
3. 2.3 Perbedaanようだ/youdadan らしい/rashii. Terdapat satu hal yang membedakan penggunaan ようだ/youdadan らしい/rashii, yaitu pada fungsi menunjukan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri. Pada fungsi ini hanya bisa digunakan modalitas ようだ/youda. •
熱があるようです。先に帰らせてください。
3. 2.4 Persamaanようだ/youdadan らしい/rashii. Pada dasarnya ようだ/youdadanらしい/rashii bisa saling menggantikan, hanya ada sedikit perbedaan nuansa makna. Apabila menggunakan modalitas ようだ/youda maka menunjukkan tingkat kepastiannya tinggi dan melibatkan perasaan pembicara sedangkan bila menggunakan らしい/rashii tingkat kepastian dugaan rendah ada kesan tidak bertanggung jawab terhadap pernyataan yang diungkapkan serta tidak melibatkan perasaan pembicara. Contoh : •
隣の部屋に誰かがいるようです。
•
隣の部屋に誰かがいるらしいです。
81--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
3. 2.5 Perbedaanそうだ/soudadan らしい/rashii. Modalitas らしい/rashiitidak bisa digunakan untuk fungsi yang menyatakan kesan yang dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat. •
このラーメンはおいしそうです。
•
このラーメンはおいしいらしい。(Ⅹ) Selain itu juga tidak bisa digunakan untuk fungsi yang menunjukkan sesaat sebelum
kondisi tersebut terjadi atau kemungkinanterjadi nya tinggi. •
雨が降りそうです。
•
雨が降るらしいです。(Ⅹ)
3.2.6
Persamaan そうだ/soudadan らしい/rashii Baik そうだ/soudadan らしい/rashii dapat digunakan untuk fungsi yang menunjukkan
dugaan berdasarkan pengetahuan umum/pengalaman maupun fungsi yang menyatakan perasaan, pikiran dan tindakan orang ke tiga. Bahwa modalitas そうだ/soudatingkat kepastiannya lebih tinggi menunjukkan nuansa makna yang sedikit berbeda dibandingkan dengan らしい/rashii. そうだ/soudaTerlihat dalam contoh berikut : •
この分だと約束の時間には間に合いそうです。
•
この分だと約束の時間に間に合うらしいです。
Perbedaan
Nuansapada
そうだ/souda
menggambarkan
kemungkinan
ketepatan
waktunya sangat tinggi (sebentar lagi terjadi) sedangkan padaらしい/rashii tidak terdapat nuansa yang menunjukkan sebentar lagi terjadi, dan tingkat kapastian dugaannya sangat kecil.
Hal yang sama dapat dilihat pada contoh berikut •
彼女は合格して、うれしそうです。
•
彼女は合格して、うれしいらしいです。(Ⅹ)
•
彼女は最近、落ち込んでいるらしいです。
Perbedaan nuansa padaそうadalah pembicara menduga berdasarkan apa yang dilihatnya sedangkan pada らしい/rashii, pembicara menduga tidak secara langsung tapi berdasarkan buktibukti atau informasi dari orang lain dan tingkat kepastiannya rendah bila dibandingkan dengan
81 - 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
そうだ/souda. Sebagai catatan pada modalitas らしい/rashii tidak dapat digunakan adjektiva yang berkaitan dengan perasaan seperti うれしい、楽しい、悲しい dan sebagainya.
Berdasarkan uraian perbedaan dan persamaan modalitas そうだ/souda、 ようだ/youda、 らしい/rashii
di atas, apabila pembicara ingin mengungkapkan dugaan atau pertimbangan
terhadap suatu hal perlu diperhatikan tingkat kepastiannya, siapa yang dibicarakan dan sebagainya. Oleh karena itu dalam pengajarannya pun perlu dipikirkan strategi yang tepat agar pembelajar dapat dengan tepat menggunakan modalitas tersebut sesuai dengan konteks dan situasinya.
Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa model pengajaran untuk memudahkan pembelajar memahami dan menggunakan modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii
I.
Bahan ajar そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii
Pemahaman pembelajaran dapat dicapai melalui stimuli yang beraneka ragam, menggunakan bahan ajar yang menarik seperti foto atau gambar, menciptakan situasi komunikasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
1.1 Foto atau gambar Berikut ini adalah contoh pengajaran dengan menggunakan gambar yang memperlihatkan dompet yang nyaris jatuh, modalitas yang digunakan adalah そうだ/souda
T :財布が。。。。。。。 S:財布が落ちそうです
81- -10 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
1.2 Gabungan gambar dan dialog Selain itu pengajar juga dapat menstimulasi mahasiswa dengan menggabungkan pemakaian gambar dengan dialog yang mengarahkan pada pemahaman pemakaian modalitas tersebut, seperti pada contoh di bawah ini :
Pengajar dapat memberikan penjelasan dengan bantuan gambar microwave, bahwa pemakaian modalitas ようだ/youdadigunakan apabila pembicara berasumsi berdasarkan timer dan aroma ayam yang sudah matang. Lalu modalitas そうだ/soudadigunakan apabila pembicara melihat langsung ayam yang sudah dikeluarkan dari microwave sehingga bisa berasumsi bahwa ayam tersebut kelihatannya enak meski belum mencobanya.
1.3 Konteks dan situasi Strategi pengajaran yang lainnya adalah memberikan konteks pada situasi tertentu seperti contoh berikut : Contoh 1 : 「ドアにかぎをかけて、買い物に出かけました。うちへ帰ったら、窓が開いていました 。部屋の中の様子がおかしいです。あなたはこれを見て、どう思いますか。」 窓から泥棒が入ったようです。 窓から泥棒が入ったらしいです。
Contoh 2 : Pada contoh ini pembelajar diberikan stimuli tanda-tanda keadaan seseorang, sehingga dapat memahami bahwa modalitas yang digunakan adalah ようだ/youdabukan そうだ/souda
1 81- -11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
II. Pengajaran modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii
Seperti telah diuraikan pada bagian persamaan dan perbedaan modalitas そうだ/souda、 ようだ/ youda、 らしい/rashii di atas, berikut ini beberapa model pengajaran untuk memberikan pemahaman mengenai masing-masing modalitas.
Contoh 2.1 :そうだ/soudadan ようだ/youda Gambar a mengarahkan pembelajar bahwa yang bisa digunakan hanya そうだ/soudasaja karena pembicara berasumsi bahwa donat itu enak dengan melihat langsung.
Gambar a :
Gambar 2 mengarahkan pembelajar bahwa yang bisa digunakan hanyaようだ/youdakarena pembicara berasumsi bahwa kepiting di restoranitu enak melalui bukti banyaknya antrian di depan toko dan tidak melihat secara langsung hidangan kepiting tersebut.
Gambar b :
Contoh 2.2 :ようだ/youdadan らしい/rashii Pada contoh di bawah ini mengarahkan pembelajar bahwa yang bisa digunakan hanyaようだ/youda karena seorang dokter pada saat memeriksa pasien harus memiliki keyakinan
81- -12 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
pada saat memberikan diagnosa berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki. Apabila menggunakan らしい/rashii ada kesan bahwa dokter tidak yakin dengan diagnosanya sendiri. Gambar c :
Contoh 2.3 berikut ini bentuknya merupakan dialog antara dua orang. Dialog ini mengarahkan pembelajar untuk membedakan penggunaan modalitas ようだ/youda danらしい/rashii. 2.3.1
(お酒をすすめられて) A :「もう一杯いかがですか」 B :「いや、もう結構です。少しよったようです」
Pada contoh 2.3.1, modalitas yang bisa digunakan hanya ようだ/youda sesuai dengan fungsi yang dimilikinya yaitu menggambarkan kondisi diri sendiri. 2.3.2 A: 高西さんから手紙が来たんだけど B: 高西さんは元気ですか。 A: うん、元気らしいよ
Pada contoh 2.3.2 modalitasらしい/rashii lebih tepat digunakan karena A menduga bahwa高西 /saudara Takanishi sehat berdasarkan informasi melalui surat saja. Meskipun begitu apabila A memiliki perhatian terhadap高西/saudara Takanishi melalui frekuensi surat-menyurat yang tinggi, A dapat menggunakan modalitas ようだ/youda untuk menggambarkan kondisi 高西 /saudara Takanishi.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk mengajarkan そうだ/souda、 ようだ/ youda、らしい/rashii ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
81--13 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
1.
Pada saat mengajarkan modalitas そうだ/souda, terdapat makna yang berbeda apabila diikuti oleh adjektiva menggambarkan kesan yang dilihat oleh pembicara sedangkan pada kata kerja menggambarkan makna hampir/nyaris. Selain itu pada makna yang menggambarkan kemungkinan terjadinya tinggi, perlu diberikan latihan yang berulang-ulang agar pembelajar terbiasa menggunakannya. Konjugasi modalitas そうだ/souda cukup bervariasi karena itu perlu diajarkan sekaligus dengan latihan penggunaan secara berulang.
2.
Pada saat mengajarkan modalitas ようだ/youda perlu diperhatikan perbedaannya dengan modalitas そうだ/souda yang memiliki makna sama, hanya kemungkinan terjadinya lebih cepat/segera
pada
modalitas
そうだ/souda.
Contoh
雨が降りそうですdan
雨が降るようです, kemungkinan hujan segera turun ditunjukkan pada modalitas そうだ. 3.
Pada saat mengajarkan modalitas らしい/rashii, perlu dijelaskan bahwa baik ようだ/youda maupunらしい/rashii bisa saling menggantikan, hanya saja apabila menggunakan modalitas ようだ/youda maka menunjukkan tingkat kepastiannya tinggi dan melibatkan perasaan pembicara sedangkan bila menggunakan らしい/rashii tingkat kepastian dugaan rendah ada kesan tidak bertanggung jawab terhadap pernyataan yang diungkapkan serta tidak melibatkan perasaan pembicara.
4.
Apabila menggunakan bahan ajar gambar/foto atau dialog, perlu dipertimbangkan ketepatan pemilihan gambar/foto juga konteks dan situasi agar mahasiswa dapat menggunakan modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Chuukyuu kara manabu tema betsu nihongo Minna no Nihongo shokyuu II Minna no Nihongo Chuukyuu 1, 3anet, Japan, 2008. Minna no Nihongo Chuukyuu 1 (kaisetsu), 3anet, Japan, 2008. Nihongo Bunkei Ziten, Kurisio Publishers, 1998 Nihongo chuukyuu dokkai nyuumon, Introduction to Japanese Reading Skills, Alc Publishers, 2001. New Approach chuukyuu Nihongo, Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no pointo Self Master Series Bun no Nobekata.
1 81- -14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lampiran
82 -- 15 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK CAMPUR KODE DALAM PERCAKAPAN DOSEN DAN MAHASISWA (STUDI KASUS DI LINGKUNGAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA) Hermansyah Djaya Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Campur Kode digunakan dan perkembangan penggunaan campur kode dalam percakapan baik antar sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa dilingkungan Fakutas Sastra Universitas Darma Persada. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang menganalisis adanya campur kode luar (out code mixing) dalam percakapan baik antar sesama pengajar di Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang, antara pengajar dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa. Hasil penelitian ini adalah (1) Dalam dialog percakapan terlihat pemakaian campur kode pada tingkat social dan pendidikan yang sama sehingga penutur dapat dengan leluasa menggunakan campur kode baik diantara sesama dosen maupun antara sesama mahasiswa. (2) Perkembangan campur kode dalam percakapan dilingkungan kampus terjadi tidak hanya dalam bentuk percakapan lisan saja, tetapi dalam bentuk tulisan seperti Foster pada majalah dinding kampus, SMS dan Email. Kata Kunci : Out code-mixing, Tingkat Sosial dan Pendidikan, Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat di dunia pada zaman sekarang ini memiliki bilingualisme (kedwibahasaan) untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Jarang sekali kita temui masyarakat yang masih monolingual pada saat ini. Masyarakat monolingual biasanya, masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur yang lain. Maksudnya, kontak bahasa masyarakat tuturnya sangat terbatas, mungkin disebabkan oleh letaknya jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat tutur itu akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang inklusif, dalam arti ia memiliki hubungan dengan masyarakat lain, tentu akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa-peristiwa tersebut yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu, di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, multilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konfergensi dan pergeseran bahasa.
29 - 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Khususnya, lingkup kajian yang akan dibahas dalam makalah ini adalah campur kode dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa.
Gejala sosial dalam pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, antara lain faktor-faktor sosial dan faktor-faktor situasional. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa antara lain tingkat ekonomi, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan sebagainya. Pemakaian bahasa yang dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yaitu siapa yang berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana dan mengenai masalah apa. Hal tersebut dirumuskan secara singkat oleh Fishman (Suwito, 1985) yaitu who speak, what language to whom and when ‘siapa yang berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, dan kapan’.
Dari berbagai macam dimensi tersebut, penulis coba menganalisa dalam lingkungan kampus. Pemakaian bahasa yang digunakan oleh para mahasiswa universitas Darma Persada Jakarta mempunyai keunikan menggunakan campur kode dalam berinteraksi dengan lingkungan kampus khususnya pada Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang, semula penulis merasa pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Jepang dalam percakapan sebagai sebuah kesengajaan tapi setelah melakukan pendekatan dan pengamatan selama ini pemakaian campur kode lebih kepada bentuk mengakrabkan diri dalam kelompoknya, juga untuk menunjukkan identitas kelompoknya.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1
Bagaimanakah Campur Kode digunakan dalam percakapan baik antar sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa dilingkungan Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.
1.2.2
Bagaimanakah Perkembangan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang dalam Komunitas kecil mahasiswa Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Untuk mengetahui bagaimana Campur Kode digunakan dalam percakapan baik antar sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa dilingkungan Fakultas Sastra Universitas Darma Persada.
1.3.2
Untuk mengetahui bagaimana Perkembangan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa
91 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Indonesia dan Bahasa Jepang Dalam Komunitas kecil mahasiswa Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan pembelajaran Sosiolinguistik khususnya yang berhubungan dengan masalah-masalah alih kode dan campur kode pada sebuah komunitas kecil mahasiswa di Perguruan Tinggi.
Dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana Campur Kode digunakan dan perkembangan Campur Kode dalam lingkungan yang kecil seperti di Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada Jakarta.
Penelitian ini juga dapat membuka cakrawala pemikiran bagi pengajar bahasa Jepang khususnya dan pengajar bahasa asing pada umumnya bahwa lingkungan kebahasaan harus diciptakan dimulai dari tahap yang sederhana seperti penggunaan campur kode dalam percakapan baik percakapan antar sesama pengajar maupun antar sesama mahasiswa karena dengan membiasakan menggunakan Bahasa Jepang, mahasiswa akan terbiasa dan tidak canggung lagi dalam menggunakan bahasa Jepang baik dalam konteks kecil seperti salam atau aisatsu yang benar (Reigi Tadashii) maupun pada penggunaan bahasa Jepang sehari-hari (Nichijou Kaiwa) sehingga pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan berbahasa asing khususnya Bahasa Jepang pada sebuah komunitas kecil seperti di Perguruan Tinggi.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Kedwibahasaan (Bilingualisme)
Beberapa ahli yang menerangkan tentang pengertian kedwibahasaan atau bilingualisme. Salah satunya adalah Weinrich (Aslinda dkk., 2007:23), Weinrich menyebutkan bahwa, kedwibahasaan sebagai ‘The practice of alternately using two language’, yaitu kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Dalam penggunaan dua bahasa atau lebih, jika melihat pengertian menurut Weinrich, penutur tidak diharuskan menguasai kedua bahasa tersebut dengan kelancaran yang sama. Artinya bahasa kedua tidak dikuasai dengan lancar seperti halnya penguasaan terhadap bahasa pertama. Namun, penggunaan bahasa kedua tersebut kiranya hanya sebatas penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut.
19 - 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Hal di atas tidak sejalan dengan pengertian bilingualisme menurut Bloomfield (Aslinda dkk., 2007:23) yang mengemukakan bahwa kedwibahasaan adalah native like control of two languages. Menurut Bloomfiled mengenal dua bahasa berarti mampu menggunakan dua sistem kode secara baik. Pendapat Bloomfiled tersebut tidak disetujui atau masih banyak dipertanyakan karena syarat dari native like control of two languages berarti setiap bahasa dapat digunakakn dalam setiap keadaan dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti bahasa pertama yang digunakan penuturnya.
Berbeda dengan Bloomfield, Lado dan Haugen mengemukakan konsep yang berbeda tentang pengertian bilingualisme. Menurut Lado, seorang bilingual tidak perlu menguasai B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya, tetapi kurang baik pun boleh, sedangkan bagi Haugen, seseorang yang mengetahui dua bahasa atau lebih sudah dapat dikatakan sebagai bilingual meskipun dia tidak dapat menggunakan B2-nya secara aktif. Yang terpenting menurut Haugen adalah pemahaman terhadap bahasa kedua yang digunakan olehnya itu.
2.2 Pengertian Kode
Seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode pada lawan bicaranya. Pengkodean ini melalui suatu proses yang terjadi pada pembicaraan tanpa suara yang sudah disepakati sebelumnya oleh lawan bicara. Kode-kode ini harus dimengerti oleh kedua belah pihak, jika yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, ia pasti akan mengalami keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang harus dilakukan (Pateda, 1992).
Beberapa pakar bahasa menerjemahkan kode sebagai bahasa, ada yang menyatakan sebagai ragam, ada yang menyatakan sebagai suatu gaya bahasa. Menurut Suwito (1985) istilah kode dimaksudkan untuk menyebutkan salah satu varian dalam hirarki kebahasaan. Selain kode dikenal beberapa varian lain misalnya varian regional, varian kelas sosial, varian kegunaan,ragam.
Varian kegunaan sering disebut dialek geografis yang dapat dibedakan menjadi dialek regional dan dialek lokal. Varian kelas sosial sering disebut dialek sosial atau sosiolek. Ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa, sedangkan varian disebut register. Masing-masing merupakan tingkat tertentu dalam hirarki kebahasaan dan semuanya termasuk dalam cakupan kode.
19 -- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
2.3 Campur Kode
2.3.1 Pengertian Campur Kode
Bernstein dalam (Suwito: 1985), menyatakan bahwa konsep kode sosiolinguistik mengacu pada penstrukturan makna secara sosial dari pada keragaman realisasi linguistik yang kontekstual. Sosiolinguistik berusaha mengupas sistem-sistem simbolik, baik perwujudannya maupun pengaturan struktur hubungan sosial. Sistem simbolik khusus itu adalah sistem ujaran, bukan sistem bahasa.
Berdasarkan pendapat di atas, diperoleh gambaran bahwa dalam sosiolinguistik ditelaah bagaimana sistem ujaran yang digunakan oleh penutur bahasa. Penutur bahasa terkait dengan aspek sosial. Jadi sosiolinguistik mengkaji tuturan-tuturan atau kode-kode bahasa dalam lingkungan sosial.
Menurut Thelander dan Fasold campur kode dapat berupa pencampuran serpihan kata, frase dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya ada suatu bahasa yang digunakan tetapi didalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain.
2.3.2 Jenis-Jenis Campur Kode
Pemakaian Campur Kode oleh penutur memiliki latar belakang tertentu.. Menurut Pateda (1992: 86) mengutip pendapat Rene Appel, faktor-faktor yang mempengaruhi peralihan kode dalam percampuran kode adalah (1) siapa yang berbicara dan siapa pendengar, (2) pokok pembicaraan, (3) konteks verbal, (3) bagaimana bahasa dihasilkan, apakah lisan atau tertulis, dan (5) lokasi. Sama halnya dengan Pateda, Suwito (1985) juga mengatakan bahwa campur kode dilatarbelakangi oleh faktor subyektif atau ego komunikan. Jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampur bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari,misalnya di daerah Sumatera Barat menggunakan bahasa Minangkabau, lalu dalam pembelajaran digunakan bahasa kedua misalnya bahasa Indonesia, berarti campur kode yang dilakukan disebut campur kode ke dalam atau inner code-mixing. Sebaliknya, jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampur bahasa utama dilaksanakan dalam pembelajaran yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa kedua yaitu bahasa Inggris, berarti campur kode yang dilakukan disebut campur kode ke luar (out code-mixing).
91--51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, jenis campur kode ada dua. Pertama campur kode ke dalam (inner code-mixing) dan campur kode luar (out code-mixing).
2.3.3 Penyebab Terjadinya Campur Kode
Menurut Suwito (1985) latar belakang terjadinya campur kode dapat dikategorikan atas tipe, yaitu (1) tipe yang berlatar belakang pada sikap, dan (2) tipe yang berlatar belakang pada kebahasaan. Berdasarkan tipe tersebut dapat diidentifikasikan beberapa alasan atau penyebab yang mendorong terjadinya campur kode, diantaranya (a) identifikasi peranan, (b) identifikasi ragam, dan (c) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tujuan Operasional Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data faktual tentang bagaimana Campur Kode digunakan dan perkembangannya dalam percakapan baik antara sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa dilingkungan Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dilingkungan Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang. Universitas Darma Persada Jakarta selama satu semester, yaitu dari bulan September 2011 sampai bulan Januari 2012.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah percakapan yang terjadi dilingkungan Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang yang dilakukan oleh sesama pengajar, antara pengajar kepada mahasiswa dan antara sesama mahasiswa.
Dalam percakapan sehari-hari penulis menyadari bahwa seringkali terjadi percakapan alih kode dan campur kode dalam lingkungan Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Budaya Jepang baik yang dilakukan oleh pengajar Native Speaker (Morita Sensei, Sumiko Sensei, Hide Sensei,
91 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Matsumoto Sensei, Chizuru Sensei) dengan pengajar lainnya, maupun kecenderungan yang terjadi dalam percakapan antara sesama mahasiswa.
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan campur kode, sehingga data yang berhasil dicatat dan direkam hanya pada sebuah dialog percakapan yang didalamnya terdapat unsur campur kode luar (out code-mixing) saja. Seperti dialog Percakapan diruang dosen menjelang makan siang yang di catat penulis. Sumiko :
Hermansan mou gohan tabemashitaka?. (Herman sudah makan siang)
Herman :
Belum sensei, demo korekara katte kimasu. (belum sensei, tapi sekarang baru mau beli makanan)
Sumiko :
Aa soudesuka. Saya juga burum makan. (ooh begitu. Saya juga belum makan) Nanka, menyu ga sukunai nee, saya jadi bosan. (Menu nya terlalu sedikit yah, saya jadi bosan) Herman, mata ayam punyetto chuumonsuru no? tidak bosan yah. Kore bakkari taberu no?. (Herman mau pesan ayam penyet lagi yah, memangnya tidak bosan makan setiap hari dengan menu yang sama)
4. HASIL PENELITIAN
4.1 Paparan Data
Dalam hal ini penulis tertarik untuk meneliti fenomena campur kode yang muncul dalam percakapan di lingkungan Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada baik yang dilakukan antara sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa.
Dalam dialog percakapan ini, para dosen dan mahasiswa seringkali melakukan campur kode dengan menggunakan bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia secara berganti-ganti dengan maksud untuk mengakrabkan diri sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam komunitas ini di fakultas sastra jurusan bahasa dan budaya Jepang.
91 - 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Dalam penelitian ini, penulis ingin menjelaskan mengenai bagaimana campur kode luar (out code-mixing) digunakan dan perkembangan campur kode dalam lingkungan kecil seperti di Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada Jakarta.
Berikut ini adalah beberapa contoh dialog percakapan yang dicatat dan direkam penulis yang berkaitan dengan campur kode dalam sebuah percakapan :
a. Dialog Percakapan Antara Sesama Dosen Dialog diruang dosen untuk persiapan mengawas ujian Bahasa Jepang Internasional (Nihongo Nouryoku Shiken) Tia
:
minasan, chotto onegai ga arun desuga, asatte jangan terlambat yah. Soalnya kita susah cari pengganti untuk petugas pengawas ujian nouryoku shiken. (minta tolong sebentar para dosen, untuk besok lusa…..)
Sumiko :
Wakarimashita. Demo Tia Sensei, watashi wa puraturannya masih banyak burum mangarti, nanka IndonesiaGo bakkari kaite arundesuyo. Nihongo ba-shion arimasuka. (saya mengerti Tia Sensei, tapi peraturannya semua tertulis dalam bahasa Indonesia, saya pusing bacanya. Apakah ada yang versi Bahasa Jepang).
b. Dialog Percakapan Antara Dosen dan Mahasiswa Dialog diruang Dosen ketika mahasiswa datang untuk menyerahkan tugas. Karina :
Konnichiwa, chotto ojamaitashimasu ga, Purwani sensei irasshaimasuka. Saya ingin menyerahkan tugas. (selamat siang, mohon maaf mengganggu, apakah ada Ibu Purwani….)
Chizuru : Konnichiwa, watashi wa mada mite imasen ga, mungkin masih mungajaru yah. Sirakan taro situ aja. (selamat siang, saya belum lihat Ibu Purwani, tapi mungkin masih mengajar di kelas, tugasnya silahkan taruh di meja Ibu Purwani saja) c. Dialog Percakapan Antara Sesama Mahasiswa Dialog di Lab Bahasa Lantai 3 ruang S 304, antara sesama mahasiswa mengenai materi kuliah yang akan di photo copy. Laura
:
Minasan mohon maaf ada bahan yang mau di photo copy, hoshikattara sanzen rupiah onegaishimasu. (teman-teman semua ada materi yang harus diphoto copy, kalau butuh tolong keluarkan uang 3000 rupiah)
Karyadi : Laurasan, chotto copy wa nanji ni dekimashitaka.
91- -81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
(Laura Hasil photo copynya jam berapa selesai) Laura
:
Nanti selesai, choukai juugyou yah, 1 ji han. (nanti selesai matakuliah listening, jam setengah dua)
Wita
:
Laurasan, elisasan sama ade…., byoukidesu. Copy shite onegai yah (Laurasan hari ini Elisa dan Ade sakit tidak bisa masuk kuliah tolong copy-in juga yah)
Laura
:
Minasan semuanya jadi 28nin yah, ja 28nin no bun copy shimasu. (temen-temen semuanya jadi 28 orang yah, saya copy untuk 28 orang yah)
4.2 Analisis Data
4.2.1 Bagaimana Campur Kode ke Luar (out code-mixing) digunakan
Dari contoh dialog percakapan diatas dapat dilihat campur kode keluar (out code mixing), penggunaan bahasa asing (bahasa Jepang) dilakukan dalam lingkungan kampus menunjukkan adanya campur kode yang ditandai adanya peralihan dalam percakapan antara bahasa Indonesia ke bahasa Jepang dan sebaliknya.
Dalam dialog percakapan diatas tingkat sosial dan pendidikan yang sama sehingga penutur dapat dengan leluasa menggunakan campur kode baik diantara sesama dosen maupun antara sesama mahasiswa.
4.2.2 Perkembangan Campur Kode ke Luar (out code-mixing) dalam Percakapan Dilingkungan Kampus
Perkembangan campur kode dalam percakapan dilingkungan kampus terjadi tidak hanya dalam bentuk percakapan lisan saja, penulis melihat dalam aksi tulisan seperti foster pada majalah dinding kampus yang dilakukan mahasiswa kecenderungannya makin tinggi seperti foster yang tertempel pada mading (majalah dinding) kampus mahasiswa banyak menggunakan gaya bahasa campuran seperti beberapa tulisan mahasiswa berikut ini oshirase (pengumuman), ayo gabung nihongo kaiwa kurabu (klub conversation Bahasa Jepang), nihongo de hanasou (let’s speak Japanese). disamping itu perkembangan campur kode dalam bahasa tulis juga semakin sering digunakan diantaranya melaui SMS dan Email yang dikirimkan oleh sesama dosen dan juga Mahasiswa dengan gaya bahasa campur kode.
91- -91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2010. Language, Culture, and Education; A Portrait of Contemporary Indonesia. Andira, Bandung. Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Kedwibahasaan, Dwibahasawan, dan Diglosia. Bandung: Refika Aditama Bloomfield, Leonard. 1933. Language. Diterjemahkankan oleh Sutikno. I. 1995. Jakarta: Gramedia. Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta. ----------------. 2004. Sosialinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Hymes, Dell. 1964. Culture and Society. Harper and Row Ltd, London. Nababan, PWJ. 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Pateda, Mansoer. 1992. Sosiolinguistik. Bandung : Angkasa. Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suwito. 1983. Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta : Henry Offset. -----------.1985. Sosiolinguistik : Pengantar Awal. Surakarta : Henri Offset. Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. Fifth Edition Cambridge: Blackwell Publishers.
1 91- -10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN BAHASA JEPANG MELALUI METODE SQ3R Kun Permatasari, Juariah, Tini Priantini, Dilla Rismayanti, Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK Penelitian yang berjudul penerapan metode SQ3R dalam pembelajaran dokkai (Penelitian eksperimen Penelitian Eksperimen pada Mahasiswa Semester III Jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma Persada Tahun Akademik 2011/2012) ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa sebelum dan sesudah penerapan metode SQ3R. Peneliti berpendapat bahwa dengan menerapkan metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen murni. Subyek dari penelitian adalah mahasiswa semester III sebanyak 40 terdiri dari 20 mahasiswa kelas control dan 20 mahasiswa kelas eksperimen. Instrument yang digunakan adalah tes dan tehnik analisis yang dipakai rata-rata dan prosentase. Kemampuan membaca pemahaman mahasiswa setelah diterapkan metode SQ3R terbukti mengalami peningkatan. Hasil rata-rata prates 54,5 yang meningkat menjadi 79,5 pada pascates. penelitian ini menunjukkan bahwa (1) penerapan SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mahasiswa dengan menerapkan metodeSQ3R (2) memberikan dampak positif bagi mahasiswa. Hal tersebut antara lain memudahkan pemahaman mahasiswa membaca isi bacaan, perbendaharaan kosa kata bahasa Indonesia siswa bertambah, lebih terampil merangkai kata dalam kalimat, mampu mengerjakan evaluasi dengan benar, menjawab pertanyaan dosen dan mampu menceritakan kembali isi bacaan. Berdasarkan pada perhitungan diperoleh thitung sebesar 2.85 dengan derajat kebebasan 38. Taraf signifikansi yang digunakan 1 %, maka diperoleh t tabel yaitu 2.43. dengan demikian thitung > ttabel (2.85 > 2.43). Maka penerapan metode SQ3R dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bahasa Jepang. Dengan demikian hipotesis yang peneliti ajukan diterima yaitu penerapan metode SQ3R dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bahasa Jepang semester III FSJ Unsada tahun akademik 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti memberikan rekomendasi kepada (1) pengajar untuk menggunakan metode SQ3R sebagai alternative metode pengajaran membaca pemahaman (2) peneliti yang lain untuk mencoba mengembangkan penelitian lanjutan menggunakan metode SQ3R yang mencakup jenisjenis membaca lain, karena penelitian ini masih terbatas pada membaca pemahaman. Kata kunci: SQ3R , Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman, Dokkai
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pengajaran bahasa asing adalah agar pembelajar bahasa memiliki empat keterampilan berbahasa yaitu berbicara, menulis, mendengar dan membaca. Mata kuliah dokkai pada jurusan bahasa Jepang adalah salah satu mata kuliah yang mengembangkan ketrampilan membaca.
10 2 --11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Dalam silabus pembelajaran mata kuliah dokkai disebutkan tujuan dari pembelajaran mata kuliah dokkai adalah mahasiswa memiliki kemampuan berbahasa Jepang dalam hal ini adalah membaca dan menanamkan ketrampilan berbahasa Jepang dengan menerapkan pola kalimat tingkat dasar bahasa Jepang. Namun kenyataan membuktikan bahwa mahasiswa sering dihadapkan pada masalah dan kesulitan dalam memahami bacaan bahasa Jepang. Hal ini bisa terlihat dari soal-soal yang diberikan tidak mencapai sasaran pada jawaban mahasiswa.
Catatan kami selama memegang mata kuliah dokkai di Universitas Darma Persada membuktikan bahwa (1) kemampuan mahasiswa dalam mata kuliah ini jauh dari kategori baik, padahal semua tata bahasa, kanji dan yang berkaitan dengan bacaan sudah diberikan materinya. (2) hal ini bisa diperkuat pula dengan adanya keluhan-keluhan yang disampaikan mahasiswa kepada peneliti, bahwa mereka kesulitan dalam memahami bacaan bahasa Jepang Rendahnya kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan bahasa Jepang yang mereka pelajari pada mata kuliah dokkai tidak bisa dilepaskan dengan strategi pembelajaran yang selama ini diterapkan di jurusan bahasa Jepang.
Berdasarkan permasalahan di atas, kami berupaya untuk mengupayakan pemecahan terhadap masalah tersebut. Salah satunya yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang dengan menerapkan metode pembelajaran SQ3R.
Masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sbb : 1)
Kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang mahasiswa masih rendah.
2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang.
3)
Strategi pembelajaran yang dilaksanakan sampai saat ini.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah ada perbedaan kemampuan membaca mahasiswa sebelum menggunakan metode SQ3R dengan kemampuan membaca mahasiswa sesudah menggunakan metode SQ3R dalam pembelajaran dokkai ?
1 -- 12 10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Membaca
Ada pakar yang membatasi membaca sebagai suatu proses (dengan tujuan tertentu) pengenalan, penafsiran, dan menilai gagasan yang berkenaan dengan bobot mental atau kesadaran total sang pembaca. Itu semua merupakan suatu proses
yang rumit yang bergantung pada
perkembangan bahasa pribadi, latar belakang pengalaman, kemampuan kognitif dan sikap terhadap bacaan. Kemampuan membaca merupakan akibat dari penerapan faktor-faktor tersebut sebagaimana pribadi berupaya mengenali, menginterpretasi dan mengevaluasi gagasan dari bahan tertulis (Mc Ginnis & Smith, 1982:14).
Menurut Smith, (1986:235) membaca pemahaman adalah sejenis kegiatan membaca yang berupaya menafsirkan pengalaman; menghubungkan informasi baru dengan yang telah diketahui; menemukan jawaban pertanyan-pertanyaan kognitif dari bahan (bacaan) tertulis.
West (1962) yang mengajar Bahasa Inggris di India, berpendapat bahwa belajar membaca secara lancer jauh lebih penting bagi orang india yang belajar bahasa Inggris daripada berbicara. West menganjurkan penekanan pada membaca bukan hanya karena dia menganggap hal itu sebagai keterampilan yang paling bermanfaat yang harus diperoleh dalam bahasa asing, tetapi juga karena hal itulah yang paling mudah, suatu keterampilan dengan nilai tambah yang paling besar bagi siswa pada tahap awal pembelajaran bahasa.
Orang dapat melihat dengan jelas pemisahan fase-fase aktif dan pasif pembelajaran bahasa, pendekatan analitis terhadap tata bahasa bagi tujuan membaca pemahaman, penekanan pada pengalaman membaca yang meningkat, baik tipe membaca intensif maupun tipe membaca ekstensif , penundaan pelatihan berbicara dan menulis, dan perhatian yang berkesinambungan terhadap kata lisan, dan perhatian terhadap pembelajar secara individual, yang merupakan cirri pokok metode membaca’ (Bond, 1953: 29-30)
Tujuan metode membaca secara tegas dibatasi hanya untuk melatih para siswa agar terampil dalam membaca pemahaman. Metode membaca merupakan suatu teori pengajaran bahasa yang secara tegas membatasi tujuan pengajaran bahasa pada salah satu kegunaan praktis yang dapat dicapai.
10 1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Teknik-teknik metode membaca menurut Stern (1987: 461) 1.
Penggunaan B1 tidak dilarang
2.
Pengalaman B2 diadakan secara lisan
3.
Ucapan dan inti ajaran sangat penting
4.
Beberapa teknik terambil dari pengajaran membaca bahasa asli
5.
Kontrol kosa kata dalam teks bacaan sangat penting
6.
Kontrol kosa kata merupakan pembeda membaca ekstensif
1.3.2 Memahami bacaan
Kegiatan membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan membaca dapat memperkaya dan memperluas wawasan kehidupan, sehingga pembaca semakin mampu untuk mendewasakan diri. Proses pendewasaan diri melalui membaca merupakan pengejawantahan dari konsep humaniora. Dengan demikian, sesungguhnya kegiatan membaca membawa misi humaniora (Koendjono, 1987: 86)
Hal ini juga ditekankan oleh Tarigan (1986) bahwa membaca merupakan salah satu keterampilan bahasa yang harus dikuasai. Apabila seseorang mampu menangkap ide secara tepat di dalam bacaan maka ia dikatakan telah memahami isi bacaan. Untuk memahami isi bacaan diperlukan kemampuan penguasaan kosakata (Tarigan, 1986:14). Berkaitan dengan itu, Aswandi (1991: 42) mengatakan bahwa bagaimanapun baiknya penguasaan kosakata dan cara membaca tidak ada artinya, kecuali pembaca tahu maknanya. Jika tidak demikian, mereka akan mengalami kesuliatan dalam memahami isi bacaan. Senada dengan itu, Tarigan (1986: 9) mengemukakan bahwa tujuan utama membaca adalah untuk mencari informasi menyangkut isi dan memahami makna bacaan.
Nuttal (1982) mengartikan reading comprehension sebagai interpretasi symbol verbal yang bermakna. Ini berarti bahwa membaca merupakan suatu hasil interaksi antara persepsi simbul graphic yang merepresentasikan ketrampilan bahasa. Dalam proses ini penulis suatu teks bacaan mengharapkan pembacanya untuk mampu memahami ide yang tersirat dan tersurat didalamnya.
Comprehension atau pemahaman dalam membaca memegang suatu peranan penting. Menurut Wirama Jaya (2002: 6) inti dari aktivitas membaca adalah kemampuan untuk mendapatkan suatu makna yang tepat dari informasi tertulis yang dibaca, maka dari itu pembaca memerlukan pengetahuan sebagai elemen dasar dari comprehension. Berkaitan dengan hal ini,
10 1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Carnine, et.al (1984) menyatakan bahwa reading comprehension adalah suatu proses berpikir melalui membaca. Suatu proses yang berdasar pada ketrampilan intelektual kognitif, pengalaman, dan ketrampilan bahasa si pembaca.
Greenwood (1985) juga menyatakan bahwa ketrampilan yang diperlukan oleh siswa untuk memahami teks bacaan adalah (1) mereka mampu mengidentifikasi ide pokok, yaitu siswa mampu menemukan informasi umum dari suatu teks, (2) mereka mampu mengetahui dan mengungkapkan kembali informasi spesifik yang mereka dapat pada teks bacaan, (3) mereka mengetahui hubungan antara ide-ide pokok beserta dengan pengembangannya, (4) mereka mampu memahami apa yang tersirat didalam teks bacaan, atau reading between the line dan terakhir mereka dapat menarik kesimpulan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Carnine, dkk (1984:145) menyatakan bahwa membaca pemahaman adalah suatu aktivitas untuk mengerti dan mendapatkan ide dibalik sebuah kalimat atau paragraph, tidak hanya sekedar merangkai makna setiap kata yang tersusun. Membaca pemahaman memerlukan beberapa keterampilan, yaitu: membaca sepintas kilas (scanning), menafsirkan (previewing and predicting), pengetahuan kosakata untuk membaca efektif (vocabulary knowledge for effective reading), membaca sepintas dengan tujuan (skimming), membuat kesimpulan tentang informasi yang implisit (making inference), dan meringkas (summarizing).
Lebih jauh, Dubin (1982) menyatakan bahwa dalam memahami teks tertulis, para siswa diharapkan mampu menyerap informasi dengan menggunakan keterampilan membaca pemahaman. Mereka membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan informasi yang mereka dapatkan dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.
Shepherd (1979) juga meyakini bahwa membaca pemahaman merupakan kemampuan siswa memahami informasi yang disampaikan oleh penulis. Ia juga mengemukakan bahwa membaca pemahaman ditandai dengan kemampuan siswa menjawab pertanyaan tentang bacaan tersebut. Dengan demikian, dalam kelas membaca guru bahasa Inggris harus memiliki kemampuan mengajar. Memiliki kemampuan mengajar sangatlah penting, sebagaimana yang dinyatakan oleh Dubin (1982) sorang guru hanya bisa membantu siswa memahami bacaan apabila dia mampu mengajar siswa dengan baik.
10 1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Keberhasilan memahami suatu bacaan sangat bergantung pada tingkat kemampuan bahasa siswa dan tingkat kesulitan bahasa yang digunakan penulis. Dengan demikian, materi atau bahan bacaan haruslah dipilih sehingga sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa siswa. Hal ini sangat penting, mengingat siswa akan lebih termotivasi untuk membaca teks yang bisa mereka pahami. (Dubin, 1982:127)
Berbahasa pada dasarnya adalah proses interaktif komunikatif yang menekankan pada aspek-aspek bahasa.
Kemampuan
memahami
aspek-aspek tersebut
sangat
menentukan
keberhasilan dalam proses komunikasi. Aspek-aspek bahasa tersebut antara lain keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Secara karakteristik, keempat keterampilan itu berdiri sendiri, namun dalam penggunaan bahasa sebagai proses komunikasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Membaca, terutama membaca pemahaman bukanlah sebuah kegiatan yang pasif. Sebenarnya, pada peringkat yang lebih tinggi, membaca itu, bukan sekedar memahami lambanglambang tertulis, melainkan pula memahami, menerima, menolak, membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap pada sekolah (Tompubolon: 1987).
1.3.3 Tujuan Membaca
Secara umum, tujuan membaca adalah (1) mendapatkan informasi, (2) memperoleh pemahaman, (3) memperoleh kesenangan. Secara khusus, tujuan membaca adalah (1) memperoleh informasi faktual, (2) memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (3) memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, (4) memperoleh kenikmatan emosi, dan (5) mengisi waktu luang (Nurhadi, 1987:11).
Lebih lanjut Nurhadi (1987) yang mengutip pendapat Waples (1967) menuliskan bahwa tujuan membaca adalah : 1) mendapat alat atau cara praktis mengatasi masalah 2) mendapat hasil yang berupa prestise yaitu agar mendapat rasa lebih bila dibandingkan dengan orang lain dalam lingkungan pergaulannya; 3) memperkuat nilai pribadi atau keyakinan; 4) mengganti pengalaman estetika yang sudah usang; 5) menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan, atau penyakit tertentu.
10 1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Hal menarik diungkapkan oleh Nurhadi (1987) bahwa tujuan membaca akan mempengaruhi pemerolehan pemahaman bacaan. Artinya, semakin kuat tujuan seorang dalam membaca maka semakin tinggi pula kemampuan orang itu dalam memahami bacaannya.
Memahami bacaan merupakan suatu kegiatan membaca yang tujuan utamanya adalah memahami bacaan secara tepat dan cepat. Sejumlah aspek yang perlu diperlukan pembaca dalam membaca pemahaman adalah: a) memiliki kosa kata yang banyak; b) memiliki kemampuan menafsirkan makna kata, frasa, kalimat, dan wacana; c) memiliki kemampuan menangkap ide pokok dan ide penunjang; d) memiliki kemampuan menangkap garis besar dan rincian; e) memiliki kemampuan menangkap urutan peristiwa dalam bacaan (Kamidjan,1996).
1.3.4 Metode SQ3R (Survey – Question – Read - Recite – Review)
Metode SQ3R memberi kemungkinan kepada para mahasiswa untuk belajar secara sistematis, efektif, dan efisien dalam menghadapi berbagai materi ajar. Metode ini lebih efisien dipergunakan untuk belajar (Nur, 1999) karena mahasiswa dapat berulang-ulang mempelajari materi ajar dari tahap : meneliti bacaan atau materi ajar (Survey), bertanya (Question), membaca/mempelajari (Read), menceritakan/menuliskan kembali (Recite) dan meninjau ulang (Review). Pembelajaran dengan menggunakan metode SQ3R ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional, namun metode ini lebih produktif karena mahasiswa terlibat aktif secara mental yang merupakan kunci belajar yang efektif (Fisher, 1990). Metode membaca ini juga dapat mengembangkan metakognitif mahasiswa, yaitu dengan menugaskan mahasiswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh.
1.4 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa
10 1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
dalam memahami bacaan bahasa Jepang melalui metode pembelajaran SQ3R, dimana mahasiswa dituntut untuk dapat memahami bacaan bahasa Jepang secara cepat dan terarah.
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
a. Bagi Universitas Darma Persada Hasil kegiatan penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada bidang pendidikan dan pengajaran. Melalui penelitian ini akan dikembangkan suatu metode pembelajaran SQ3R yang mampu meningkatkan kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang mahasiswa. b. Bagi Dosen Pelaksanaan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga bagi dosen pemegang mata kuliah Dokkai tentang metode pembelajaran yang perlu dikembangkan guna mengoptimalkan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kemampuan memahami bacaan mahasiswa. c. Bagi Mahasiswa Hasil kegiatan penelitian ini akan bermanfaat bagi mahasiswa terutama dalam usaha meningkatkan partisipasi mereka dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan penelitian ini mereka dituntut bukan hanya memahami bacaan bahasa Jepang saja tetapi juga mereka mampu memahami bacaan secara cepat dan terarah/terorganisir.
2. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain pretest dan post-test. Dalam penelitian ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Sumber data adalah mahasiswa semester III tahun ajaran 2011/2012 jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma Persada. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Darma Persada, Jakarta
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian eksperimen murni yang memenuhi persyaratan. Yang dimaksud persyaratan dalam eksperimen adalah adanya kelompok lain yang tidak dikenai eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan. Dengan adanya kelompok lain yang disebut kelompok pembanding atau kelompok control ini akibat yang diperoleh dari perlakuan dapat diketahui secara pasti karena dibandingkan dengan yang tidak mendapat perlakuan. (arikunto, 2006:86)
10 1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, tes diberikan sebanyak dua kali yaitu pre-test dan post-test. Test dilakukan di kelas Fakultas sastra Jepang, lantai 1 ruang 103. Tes diberikan kepada sample penelitian yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen sebanyak 20 orang mahasiswa tahun ajaran 2011/2012 semester III dari kelas C dan keompok control sebanyak 20 orang mahasiswa semester III dari kelas B.
Adapun pengolahan hasil tes dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pengolahan Data Pre-test
Berikut ini adalah table hasil perolehan mahasiswa dalam pre-test. Data X dan Y diperoleh dari dua sample yang berbeda yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control. Data Hasil Perolehan Siswa dalam Pre-test NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑ M
X
Y
80 80 75 60 60 55 55 55 55 55 50 50 50 45 45 45 45 45 45 40 1090 54.5
80 75 75 75 70 65 60 60 60 60 60 55 55 55 55 50 50 50 45 45 1200 60
x 25.5 25.5 20.5 5.5 5.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 -4.5 -4.5 -4.5 -9.5 -9.5 -9.5 -9.5 -9.5 -9.5 -14.5 0
1 -–19 10
y 20 15 15 15 10 5 0 0 0 0 0 -5 -5 -5 -5 -10 -10 -10 -15 -15 0
x2 650.25 650.25 420.25 30.25 30.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 20.25 20.25 20.25 90.25 90.25 90.25 90.25 90.25 90.25 210.25 1782.5
y2 400 225 225 225 100 25 0 0 0 0 0 25 25 25 25 100 100 100 225 225 1200
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Berdasarkan tabel data di atas maka pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mencari mean dari kedua variable dengan menggunakan rumus : Mx = ∑x = 1090 = 54.5 N1
20
My = ∑y = 1200 = 60 N2
20
2. Mencari standar deviasi dari variable X dan Y dengan menggunakan rumus : __
______
______
SDx = √ x² = √ 1782.5 = √ 89.13 = 9.44 N1
20
___
______
___
SDy = √ y² = √ 1200 = √ 60 N2
=
7.75
20
3. Mencari standart error mean kedua variable tersebut dengan menggunakan rumus :
SEMx = SDx = 9.44 = √n1-1
√ 20-1
9.44 =
9.44 = 2.17
√1 9
4.36
SEMy = SDy = 7.75 = 7.75 = 7.75 = 1.78 √n2-1 √ 20-1 √ 19
4.36
4. Mencari standart error perbedaan mean X dan Y dengan menggunakan rumus : _____________
__________
_________
_____
SEMx-SEMy = √ SEMx²+ SEMy² = √ 2.17²+ 1.78²= √4.71 + 3.17 = √ 7.88
= 2.81
Dari proses pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa hasil perolehan data di atas adalah sebagai berikut:
101–- 10 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Hasil Perolehan Data Pre-test
Kelompok Eksperimen 54.5 9.44 2.17 2.81
Rata-rata Standar Deviasi Standar Error SEMx - SEMy
Kelompok Kontrol 60.0 7.75 1.78 2.81
Sebagai penafsiran data yang diperoleh, penelitian ini menggunakan standart penilaian Unsada, yaitu:
Penafsiran Standar Penilaian Unsada Angka 100 - 80 79 - 68 67 - 56 55 - 46 45 - 0
Keterangan Sangat baik Baik Cukup Kurang Buruk
Berdasarkan keterangan diatas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan dokkai mahasiswa pada kelompok eksperimen adalah 54.5 dan nilai rata-rata pada keompok control adalah 60. Menurut table penafsiran, maka kemampuan dokkai mahasiswa baik pada kelompok eksperimen dikategorikan kurang mendekati cukup dan kelompok kontrol dikategorikan cukup tetapi mendekati kurang.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari nilai t hitung dengan menggunakan rumus: t 0=
Mx-My
= 54.5 - 60.0 = -5.5 = -1.95
SEMx-SEMy
2.81
2.81
2. Mencari signifikansi dengan derajat kebebasan (df/db) df atau db = (N1+N2)-2 = (20+20)-2 = 38 Nilai ttabel untuk db 38 adalah sebagai berikut: - Pada taraf signifikansi 1% ttabel = 2.43 Dengan demikian, t
hitung
jauh lebih kecil daripada ttabel dan hipotesa diterima. Hal ini
berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen
101 –- 111
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
dan nilai rata-rata kelompok control sebelum diberikan perlakuan berupa pembelajaran dokkai dengan menggunakan metode SQ3R.
b. Pengolahan Data Post-test
Berikut ini adalah table hasil perolehan mahasiswa dalam post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok control setelah diberikan pembelajaran dokkai dengan menerapkan metode SQ3R.
Data Hasil Perolehan Mahasiswa dalam Post-test NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑ M
X 100 100 95 90 90 85 85 85 80 80 80 75 75 75 70 70 65 65 65 60 1590 79.5
Y 100 85 85 75 75 70 70 70 70 65 65 65 65 65 65 60 60 60 60 60 1390 69.5
x 20.5 20.5 15.5 10.5 10.5 5.5 5.5 5.5 0.5 0.5 0.5 -4.5 -4.5 -4.5 -9.5 -9.5 -14.5 -14.5 -14.5 -19.5 0
y 30.5 15.5 15.5 5.5 5.5 0.5 0.5 0.5 0.5 -4.5 -4.5 -4.5 -4.5 -4.5 -4.5 -9.5 -9.5 -9.5 -9.5 -9.5 0
x2 420.25 420.25 240.25 110.25 110.25 30.25 30.25 30.25 0.25 0.25 0.25 20.25 20.25 20.25 90.25 90.25 210.25 210.25 210.25 380.25 2645
y2 930.25 240.25 240.25 30.25 30.25 0.25 0.25 0.25 0.25 20.25 20.25 20.25 20.25 20.25 20.25 90.25 90.25 90.25 90.25 90.25 2045
Berdasarkan tabel data diatas maka pengolahan data dilakukan sama dengan pengolahan pre-test diatas. Dari proses pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa hasil perolehan data diatas adalah sebagai berikut :
10 1 –- 112
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Hasil Perolehan Data Post-test Kelompok Eksperimen 79.5 11.5 2.64 3.51
Rata-rata Standar Deviasi Standar Error SEMx - SEMy
Kelompok Kontrol 69.5 10.11 2.32 3.51
Berdasarkan table ini, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan dokkai mahasiswa pada kelompok eksperimen adalah 79.5 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol adalah 69.5 . Menurut table penafsiran penilaian Unsada, maka nilai rata-rata kemampuan dokkai mahasiswa pada kelompok eksperimen setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan strategi SQ3R dikategorikan baik. Sedangkan nilai rata-rata kemampuan dokkai pada kelompok kontrol dikategorikan cukup.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mencari nilai t hitung dengan menggunakan rumus: t 0=
Mx-My
= 79.5- 69.5 = 10
SEMx-SEMy
3.51
= 2.85
3.51
2. Mencari signifikansi dengan derajat kebebasan (df/db) df atau db = (N1+N2)-2 = (20+20)-2 = 38 Nilai ttabel untuk db 38 adalah sebagai berikut: - Pada taraf signifikansi 1% ttabel = 2.43 Dengan demikian, t
hitung
sebesar 2,85 > ttabel yang berarti H0 diterima. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen dan nilai rata-rata kelompok kontrol setelah dilaksanakan dengan menggunakan metode SQ3R.
4. KESIMPULAN
Pada akhir penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Sebelum diberi perlakuan tidak terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata kemampuan dokkai kelompok eksperimen dan kelompok control. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test kelompok eksperimen sebesar 54.5 dan kelompok control sebesar 60. Dan menurut standar penilaian Unsada, maka hasil pre-test kelompok eksperimen kurang dan kelompok control dikategorikan cukup. 2. Setelah diberikan perlakuan, terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan dokkai mahasiswa yang menggunakan metode SQ3R dengan mahasiswa kelompok control. Hal ini
1 101–- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ditunjukkan dengan post-test, rata-rata yang diperoleh kelompok eksperimen sebesar 79.5 dan kelompok control sebesar 69.5. Hal ini berarti bahwa metode SQ3R dapat meningkatkan kemampuan dokkai.
Berdasarkan pembahasan penelitian diatas, maka rekomendasi yang bisa disampaikan adalah (1) penerapan metode SQ3R dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai alternative pembelajaran bahasa Jepang khususnya dokkai sehingga terdapat variasi dalam pengajaran di kelas yang membuat motivasi belajar mahasiswa semakin meningkat. (2) peneliti yang lain untuk mencoba mengembangkan penelitian lanjutan menggunakan metode SQ3R yang mencakup jenisjenis membaca lain, karena penelitian ini masih terbatas pada membaca pemahaman.
DAFTAR PUSTAKA
Husna, Asmaul. 2011. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas VII SMPN 2 Bojong
Kabupaten
Tegal
melalui
Penggunaan
Model
Jigsaw,
(Online),
(http://farichinfarich.blogspot.com/2011/03/peningkatan-kemampuan-membacapemahaman.html, diakses 26 Juni 2011). Edelsky, C. & Altwelger, B.(1994).Whole Language, What’s the Difference?. N.H: Heinemann Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud. Nurhadi, 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru. ________, 2004. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung: Sinar Baru Algensindo Rosenblatt, L.M. (1988). Writing and Reading: The Transactional Theory, Technical Report No. 416. Cambridge: Bolt, Beranek, and Newman Inc. Spada, N & Lightbown, P.M. (1993). How Languages Are Learned. Oxford: Oxford Univ. Press Sujana, A.S.H. 1988. Modul materi pokok membaca UT. Jakarta: Karunika. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa ___________. Metodologi Pengajaran bahasa 2. Angkasa bandung, 2009 Weaver, C. (1994). Reading Process and Practice from Socio-Psycholinguistics to Whole language. N.H : Heinemann Nur, Mohamad. 1999. Teori Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Slavin, Robert E. 2010 .Cooperative Learning : Teori, Aplikasi dan Praktek. Cetakan kedelapan. Bandung: Nusa Media.
1 -–114 10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ANALISIS KONTRASTIF MAKNA KAUSATIF BAHASA JEPANG (SHIEKI) DAN BAHASA INDONESIA STUDI KASUS PADA MATA KULIAH SAKUBUN Riri Hendriati, Indun Roosiani, Sari Kartika, Dinny Fujiyanti Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK Fokus penelitian ini adalah makna kata kerja bentuk kausatif dalam bahasa Jepang (shieki) pada karangan mahasiswa dengan tujuan mengidentifikasi ragam makna yang digunakan oleh mahasiswa jurusan sastra Jepang Universitas Darma Persada. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara meminta mahasiswa Sastra Jepang semester 3 dan semester 5 membuat karangan dengan tema kenangan masa anak-anak. Hasil analisis menunjukkan makna kalimat shieki yang muncul pada karangan mahasiswa cukup bervariasi, namun ditemukan juga adanya beberapa kesalahan atau yang pemakaiannya tidak tepat. Meskipun masih ada kekeliruan pada pemakaian kalimat bentuk shieki, namun jumlah kalimat yang benar masih lebih banyak dari pada kalimat yang salah. Adanya kekeliruan mahasiswa ketika membuat kalimat dengan kata kerja shieki ini karena banyak struktur kalimat bahasa Indonesia yang diterjemahkan secara otomatis ke dalam bahasa Jepang. Dengan kata lain ada pengaruh bahasa ibu. Kata Kunci: Makna, kata kerja, kausatif, karangan, menyuruh
1. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari peran bahasa. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain (Dedi Sutedi, 2004:2). Menurut Keraf, ada dua pengertian bahasa, pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, pengertian kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Bahasa adalah aspek terpenting dalam kebudayaan. Setiap bahasa memiliki karakter dan cara pemakaiannya yang berbeda-beda di setiap bangsa. Ketika mempelajari bahasa asing khususnya bahasa Jepang, kita akan menemui kata kerja kausatif atau yang juga disebut dengan shieki.
Pada penelitian ini kami bermaksud membuat suatu perbandingan makna kausatif bahasa Jepang (shieki) dengan bahasa Indonesia menggunakan analisis kontrastif.
11 2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
2. PERUMUSAN MASALAH
Makna shieki dalam bahasa Jepang tidak sesederhana makna kausatif dalam bahasa Indonesia. Pada Kamus Linguistik, makna kausatif dalam bahasa Indonesia hanya mempunyai satu makna, yaitu “menyebabkan/membuat jadi” sementara bentuk shieki mempunyai lebih dari satu makna yang tidak bisa dipadankan dengan mudah dalam bahasa Indonesia.
3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Analisis Kontrastif Analisis kontrastif adalah perbandingan struktur antara dua bahasa yaitu bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) yang dipelajari oleh para mahasiswa dan menghasilkan indentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. Perbedaan antara dua bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbahasa yang dihadapi para mahasiswa.
Pendapat lain menyatakan bahwa analisis kontrastif adalah suatu metode analisis pengkajian kontrastif, menunjukkan kesamaan dan perbedaan antara dua bahasa dengan tujuan untuk menemukan prinsip yang dapat diterapkan pada masalah praktis dalam pengajaran bahasa atau terjemahannya. Perbandingan kontrastif dapat dilakukan melalui empat bidang tata bahasa, yaitu: (1). Bidang tata bunyi (2). Bidang kosa kata (3). Bidang tata bahasa Fungsi gramatikal Satuan gramatikal; kata, frase, klausa, kalimat Kategori gramatikal Kalimat dasar dan kalimat perluasan Ragam bahasa (4). Bidang makna Pada penelitian ini kami akan membuat perbandingan kontrastif melalui bidang makna, dengan kata lain kami akan membuat perbandingan dengan tinjauan semantik. Semantik adalah cabang dari linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain.
1 -–12 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
3.2 Shieki
Dalam buku Nihongo Bunpou Enshuu :Jidoushi / Tadoushi, Shieki-Boisu, shieki mempunyai empat makna yaitu: (a) Kyousei Shieki yang menunjukkan makna paksaan/perintah dimana pihak pertama tidak mengindahkan keinginan pihak kedua. Pihak pertama adalah orang, sedangkan pihak kedua bisa orang atau binatang. (1) 部長は課長 部長 課長を会議に出席させました。 課長 P-1
(MN II : 188)
P-2
‘Buchou menyuruh Kachou menghadiri rapat.’ (b) Kyoka/Hounin Kyoka/Hounin menunjukkan makna pemberian ijin dimana pihak pertama menyetujui apa yang diinginkan oleh pihak kedua. Pihak pertama dan kedua adalah orang. (2) わたしはこども わたし こどもに好きな仕事をさせました。 こども P-1
P-2
‘Saya mengijinkan anak-anak bekerja yang sesuai dengan keinginannya.’ (c) Yuuhatsu Yuuhatsu menunjukkan makna terpicunya perubahan perasaan pihak kedua akibat tindakan atau keadaan pihak pertama. Biasanya kata yang digunakan menunjukkan perasaan, seperti : warau, yorokobu, shinpai suru,dan lain-lain. Pihak pertama adalah orang, binatang, atau benda mati, sedangkan pihak kedua adalah orang. (3) 田中さんはじょうだんを言って、みんな みんなをわらわせました。 田中さん みんな P-1
P-2
‘Karena Tanaka berkelakar, membuat semua tertawa.’ (d) Sekinin Sekinin menunjukkan rasa tanggung jawab yang disebabkan oleh kelalaian atau ketidakmampuan pihak pertama yang menyebabkan sesuatu yang buruk terjadi pada pihak kedua. Pihak pertama adalah orang dan pihak kedua adalah orang, binatang, atau benda mati. (4) わたしは娘 わたし 娘をにけがをさせてしまいました。 P-1
P-2
‘Saya membuat anak perempuan saya terluka.’
1 -–13 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
4. TUJUAN PENELITIAN
Dengan pengertian analisis kontrastif diatas maka kami memaknai analisis kontrastif yaitu sebuah kajian bahasa yang memperbandingkan dua bahasa antara bahasa sumber dan bahasa target agar dosen mengetahui letak kesalahan dan kekeliruan siswa dalam mempelajari bahasa target.
Penelitian ini mempunyai tujuan utama, Menganalisis perbedaan pemakaian kata kerja kausatif (shieki) antara bahasa Jepang dengan bahasa ibu agar pengajaran berbahasa berhasil dengan baik.
5. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa dan membantu mahasiswa untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga dengan mahasiswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari.
6. METODOLOGI PENELITIAN
Sasaran penelitian adalah mahasiswa S1 semester 3 dan semester 5 Universitas Darma Persada
fakultas Sastra jurusan Bahasa Jepang. Para mahasiswa tersebut diminta membuat
karangan dalam bahasa Jepang dengan tema 子どもの思いで (kodomo no omoide). Lalu agar peneliti dapat memahami maksud mahasiswa, mereka juga diminta menuliskannya dalam bahasa Indonesia.
Cara analisis adalah dengan mengutip kalimat-kalimat yang diperkirakan mengandung katakerja kausatif (shieki) dari karangan yang ditulis oleh mahasiswa.
7. HASIL DAN PEMBAHASAN
7.1 Perbandingan Makna Shieki dengan Bahasa Indonesia 7.1.1 Makna Kyousei dalam Bahasa Indonesia
Kalimat dengan Makna Kyousei dalam Bahasa Indonesia adalah: Menyuruh + kata kerja
1 –- 14 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh: (1). Saya menyuruh anak minum obat (2). Guru menyuruh murid-murid belajar
Contoh kalimat tersebut di atas adalah kalimat yang mempunyai fungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain, kalimat jenis ini termasuk kalimat berita. Dalam bahasa Indonesia ada kalimat suruh tetapi berbeda dengan kalimat bentuk shieki yang artinya menyuruh dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia kalimat suruh adalah kalimat langsung yang berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara.
Menurut Prof. Drs. M. Ramlan, Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu: 1). Kalimat suruh yang sebenarnya Contoh: -
Beristirahatlah!
-
Duduk!
2). Kalimat persilahan Contoh: -
Silahkan Bapak duduk di sini!
-
Silahkan datang ke rumahku!
3). Kalimat ajakan Contoh: -
Mari kita berangkat sekarang
-
Ayo kita bermain sepak bola
4). Kalimat larangan Contoh: -
Jangan baca buku itu!
-
Jangan suka menyakiti hati orang
Untuk jenis kalimat suruh no. 1 dan 2 dapat dijadikan kalimat berita dengan memakai kata menyuruh. Contoh: - Beristirahatlah!
111 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Menjadi → saya menyuruh B (orang lain) beristirahat. Dalam bahasa Jepang: わたしはBさんをやすませました。
Kalimat tersebut bisa jadi tidak hanya mempunyai makna kyousei, mungkin saja menjadi bermakna kyoka. Apabila B merasa terpaksa beristirahat maka kalimat tersebut masuk dalam makna kyousei, tetapi bila B merasa senang dan memang ingin beristirahat, maka masuk ke dalam makna kyoka. Jadi, tidak semua kalimat dalam bahasa Indonesia yang menggunakan kata “menyuruh” mempunyai makna kyousei.
7.1.2 Makna Kyoka dan Hounin dalam Bahasa Indonesia Kalimat dengan Makna Kyoka dan Hounin dalam bahasa Indonesia adalah: Membiarkan + kata kerja Mengijinkan + kata kerja Memperbolehkan + kata kerja
Contoh kalimat shieki dengan makna kyoka dan hounin yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: 自由に意見を言わせます。 →
membiarkan mengemukakan pendapat dengan bebas. ②
→
部長は鈴木さんを3時間休ませます。
Kepala bagian mengijinkan Tn. Suzuki beristirahat 3 jam.
Seperti halnya kalimat bermakna kyousei, kalimat ini juga merupakan kalimat berita, menyampaikan informasi kepada orang lain. Maka apabila pemelajar bahasa Jepang membuat kalimat dengan bentuk “KK te mo ii” untuk menerjemahkan makna “memperbolehkan” atau “mengijinkan” adalah tidak tepat. Karena “KK te mo ii” merupakan kalimat langsung kepada lawan bicara.
7.1.3 Makna Yuuhatsu dalam Bahasa Indonesia Kalimat dengan Makna Yuuhatsu dalam Bahasa Indonesia adalah: Menyebabkan/membuat jadi + kata kerja
11 1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh: ① わらわせます →
menyebabkan/membuat jadi tertawa ②
→
なかせます
menyebabkan/membuat jadi menangis
Kata kerja yang digunakan dalam kalimat shieki dengan makna ini adalah kata kerja yang berhubungan dengan emosi dan perasaan.
Bahasa Indonesia juga mempunyai kata yang bermakna “menyebabkan/membuat jadi.” Yaitu dengan memberikan imbuhan ME------KAN pada kata dasarnya. Tetapi dalam bahasa Indonesia bukan hanya kata kerja saja yang dapat diberikan imbuhan sehingga bermakna “menyebabkan/membuat jadi,” kata sifat dan kata keterangan pun dapat diberi imbuhan seingga menjadi bermakna “menyebabkan/ membuat jadi.”
Contoh:
ME+kata sifat+KAN Kepala sekolah akan melebarkan jalan di depan sekolah kami. Melebarkan artinya membuat jadi lebar.
ME+kata kerja keadaan+KAN Angin kencang merontokkan bunga kesayanganku. Merontokkan artinya menyebabkan/membuat jadi rontok.
ME+kata kerja yang punya ciri khas+KAN Kami akan membukukan hasil seminar. Membukukan artinya membuat jadi buku.
ME+kata keterangan yang menyatakan derajat+KAN Tim Kami berhasil menyamakan kedudukan. Menyamakan artinya membuat jadi sama.
Bila kita lihat dari beberapa contoh di atas tidak semua bahasa Indonesia yang bermakna “menyebabkan/membuat jadi” itu dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dengan
1 -–17 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
menggunakan kata kerja bentuk shieki, kecuali untuk beberapa kata kerja saja yang menyatakan sikap, emosi atau perasaan. Misalnya: kaget atau khawatir.
7.2 Hasil Analisis pada Karangan Mahasiswa 7.2.1 Objek Penelitian
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil karangan mahasiswa Universitas Darma Persada program S1 semester 3 dan 5 yang ditulis pada bulan Nopember 2011.
Tabel 1. Rincian Responden Jumlah Karangan
Jumlah Karangan mengandung KK Shieki
Semester III
42
2
Semester V
61
44
7. 2. 2 HasilAnalisis
Hasil karangan mahasiswa yang telah diterima kami baca satu persatu, kemudian apabila ada kalimat yang mengandung kata kerja bentuk shieki diberi tanda. Setelah itu kami mengklasifikasikannya ke dalam kelompok makna. Makna kalimat shieki yang muncul pada karangan mahasiswa cukup bervariasi, namun ditemukan juga adanya beberapa kesalahan atau yang pemakaiannya tidak tepat. Hal ini diketahui setelah membaca karangan dan menangkap maksud dari mahasiswa tersebut.
Kesalahan yang umum adalah pada pemakaian kata bantu は (wa) atau に (ni) yang tidak tepat, sehingga mempengaruhi makna kalimat secara keseluruhan. Atau ada juga kesalahan responden dengan menggunakan kata kerja bentuk shieki padahal seharusnya tidak perlu. Seperti contoh berikut ini:
末っ子から、私は両親に甘えさせた。(NR V.30)
Maksud responden adalah ingin mengatakan, “karena anak bungsu, saya jadi manja kepada orang tua” . Jadi kalimat yang tepat adalah: 末っ子から、私は両親に甘えた.
11 1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Meskipun ada kekeliruan pada pemakaian kalimat bentuk shieki, namun jumlah kalimat yang benar masih lebih banyak dari pada kalimat yang salah. Tabel 2. Jumlah Pemakaian Kata Kerja Shieki pada Tiap-tiap Makna
jumlah
Kyousei
Kyoka/Hounin
Yuuhatsu
Sekinin
*Salah
25
6
14
-
12
Tabel 3. Makna Shieki pada hasil karangan mahasiswa Makna
Contoh Kalimat
Kyousei
いつも彼女にごはんを食べさせて、シャワーをあびさせて、テレビをみさせた。(NRV.8) “itsumo kanojo ni gohan o tabesasete, shawa- o abisasete, terebi o misaseta” = saya selalu menyuruhnya makan, mandi dan menonton televisi.
母は私に外で待たせた。(NR V.46) “haha wa watashi ni soto de mataseta” = ibu menyuruh aku menunggu di luar. 先生はお母さんに電話をかけて、私に一人で帰らせた。(NR V.47) “sensei wa okaasan ni denwa o kakete, watashi ni hitoride kaeraseta” = bu Guru menelepon Ibu, lalu menyuruh saya pulang sendirian.
Kyoka/ Hounin
両親が私を自由に遊ばせましたので、子どもの時はとても楽しかったです。(NR
III.20) “ryoushin ga watashi o jiyuu ni asobasemashita node, kodomo no toki wa totemo tanoshikatta desu” = Masa anak-anak saya sangat menyenangkan karena orang tua saya membiarkan saya bebas bermain.
ある日、母は私に自転車に乗らせなかったが...(NR V. 42) “ aruhi, haha wa watashi ni jitensha ni norasenakatta ga…” = suatu hari ibu tidak mengijinkan saya naik sepeda, tapi…
Yuuhatsu 夜寝る前に父は私たちに面白い物語を話したから、みんなに笑わせた。(NRV.7) “yoru neru mae ni chichi wa watashitachi ni omoshiroi monogatari o hanashita kara, minna ni warawaseta” = karena malam hari sebelum tidur ayah menceritakan cerita yang lucu, membuat semua orang tertawa. そしてその友達を泣かせてしまった。(NR V.32) “soshite sono tomodachi o nakasete shimatta” = dan saya membuat teman itu menangis. とつぜんびっくりさせることがあった。(NR V.24)
“totsuzen bikkuri saseru koto ga atta” = tiba-tiba ada yang membuat terkejut. Sekinin
Tidak ada
Ket: NR = Nomor Responden
1 -–19 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
8. KESIMPULAN DAN SARAN
Mahasiswa Semester 5 sudah dapat membuat karangan dalam bahasa Jepang dengan menggunakan kata kerja bentuk Shieki dan lebih bervariasi. Walaupun pelajaran mengenai kata kerja bentuk shieki telah dipelajari pada semester 3, tapi ternyata masih belum cukup membuat mahasiswa semester 3 percaya diri membuat kalimat dengan menggunakan kata kerja bentuk shieki tersebut. Sementara itu bagi mahasiswa semester 5, selain sudah mempelajari kata kerja bentuk shieki pada buku Minna no nihongo II, di semester 5 mereka juga mempelajarinya pada buku New Approach Chuukyuu Nihongo.
Adanya kekeliruan mahasiswa ketika membuat kalimat dengan kata kerja shieki ini karena banyak struktur kalimat bahasa Indonesia yang diterjemahkan secara otomatis ke dalam bahasa Jepang. Dengan kata lain ada pengaruh bahasa ibu.
DAFTAR PUSTAKA
-Alieva, N.F. et. Al. 1991. Bahasa Indonesia Deskripsi dan Teori.Kanisius, Jakarta. -Alwi, Hasan., Darjowidjoyo,Soedjono., Lapoliwa,Hans., dan Moeliono, Anton M.2003.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Edisi ketiga.Balai Pustaka, Jakarta. - Ando, Setsuko. 2001. Nihongo Bunpou Enshuu: Jidoushi/Tadoushi, Shieki, Ukemi – Boizu-. Tokyo: 3A Corporation. -Chaer, Abdul.1998.Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.Edisi Revisi Rineka Cipta, Jakarta. -Ramlan, M.2001.Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis.CV.Karyono,Yokyakarta. -Sutedi, Dedi.2003.Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang (日本語学の基 礎). Humaniora, Bandung. - Tanaka, Yone. 2002.Minna no Nihongo II. Tokyo: 3A Corporation. - Tjandra, Sheddy N., 2009. Materi kuliah Kajian Linguistik Jepang. Kajian Wilayah Jepang, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
111 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ANALISIS POLA PENGAJARAN KATA GANTI ORANG PERTAMA “WATASHI” PADA BUKU AJAR BAHASA JEPANG TINGKAT DASAR – FOKUS PADA BUKU MINNA NO NIHONGO I & II Hari Setiawan Sastra Jepang – Fakultas Sastra ABSTRAK Perkenalan diri atau “Jikoshoukai” merupakan pokok bahasan yang diperkenalkan di awal pelajaran bahasa Jepang. Dalam memperkenalkan diri, pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia kerap kali menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi” pada kalimat perkenalannya namun hal tersebut merupakan hal yang tidak alami karena penutur asli bahasa Jepang tidak menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi” pada kalimat perkenalannya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada suatu faktor yang menimbulkan penggunaan tersebut. Kali ini penulis ingin mencari kemungkinan adanya faktor penyebab tersebut pada buku ajar bahasa Jepang tingkat dasar, dalam hal ini buku ajar yang digunakan sebagai objek penelitian adalah buku Minna no Nihongo I dan II. Buku ajar dipilih sebagai objek penelitian karena dianggap sebagai media yang dominan yang digunakan oleh pembelajar bahasa Jepang di Indonesia untuk belajar sehingga diperkirakan memiliki potensi untuk menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan. Data diambil dari bagian utama (Honbun) dan bagian latihan A (Renshu A) karena bagian tersebut dianggap sebagai bagian yang paling menonjolkan materi yang sedang dibahas dalam setiap babnya. Data yang diambil dari bagian buku ajar di atas adalah kalimat yang di dalamnya terdapat kata “Watashi”. Partikel yang muncul setelah kata “Watashi” pun memiliki makna gramatikal yang mempengaruhi posisi kata ganti orang pertama “Watashi”, jadi membatasi hanya kalimat yang diawali dengan pola “Watashi wa” saja yang diambil sebagai data. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan jenis kalimatnya. Dari proses analisis didapatkan hasil bahwa ditemukan beberapa faktor yang dianggap memiliki potensi menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”. Faktor-faktor tersebut adalah, pola kemunculan contoh kalimat yang menggunakan kata ganti orang pertama, kemudian pola latihan yang mengarah ke penggunaan kata ganti orang pertama yang berlebihan, lalu adaanya contoh kalimat yang tidak alami dan yang terakhir adalah tidak adanya penjelasan yang detail mengenai penggunaan kata ganti orang tersebut. Kata kunci : Jikoshoukai, Watashi, pola kemunculan kalimat
1. PENDAHULUAN
Dalam pendidikan bahasa Jepang dasar ada bagian pelajaran yang dinamakan Jikoshoukai「自己紹介」, yang berarti perkenalan diri. Kegiatan ini merupakan langkah awal komunikasi dan dalam pendidikan Jepang dasar menjadi bagian terdepan dalam proses belajarmengajar.
Dalam memasuki ruang lingkup sosial Jepang, pekenalan diri merupakan salah satu faktor yang dianggap penting, karena dengan melakukan perkenalan diri dengan baik secara tidak langsung kita bisa mendapatkan kesempatan yang relatif lebih besar untuk masuk lebih jauh ke
12 2 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ruang lingkup sosial masyarakat Jepang. Perkenalan diri dalam masyarakat Jepang terkadang menjadi media yang menunjukan karakter dan impresi dari si pembicara yang akan berpengaruh ke kehidupan sosialnya di tempat yang baru, karena itu tidaklah berlebihan jika perkenalan diri dalan bahasa Jepang dikatakan sebagai salah satu kunci utama untuk memasuki ruang lingkup sosial Jepang.
Berdasarkan pengalaman penulis di dalam dunia pendidikan bahasa Jepang baik sebagai pembelajar maupun sebagai pengajar, penulis sering menemukan pola perkenalan diri seperti di bawah ini :
初めまして。
(Hajimemashite/Perkenalkan) わたしはXXです。
(Watashi wa XX desu/Saya XX) XXから来ました。
(XX kara kimashita/Saya berasal dari XX) どうぞよろしくお願いします。
(Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)
初めまして。
(Hajimemashite/Perkenalkan) わたしはXXです。
(Watashi wa XX desu/Saya XX) 今XX才です。XXに住んでいます。
(Ima XX sai desu. XX ni sunde imasu/Umur saya XX tahun. Tinggal di XX) どうぞよろしくお願いします。
(Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)
Sebatas observasi yang dilakukan secara acak oleh penulis, pola di atas adalah pola yang kerap kali dilakukan oleh kebanyakan pembelajar bahasa Jepang di Indonesia termasuk penulis pada masa awal proses belajar. Fenomena tersebut tidak hanya tampak di kalangan pembelajar tingkat dasar, penulis juga kerap mendengar pola perkenalan di atas digunakan oleh pembelajar dengan masa belajar yang relatif cukup lama atau pembelajar tingkat menengah ke atas.
Sekarang penulis merupakan pengajar aktif bahasa Jepang Jurusan Sastra Jepang Universitas Darma Persada. Pada pertemuan pertama dengan mahasiswa biasanya penulis meminta
12 1 -–12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
para mahasiswa untuk memperkenalkan diri. Dari kegiatan tersebut, penulis dapat melihat penggunaan pola di atas pada kalimat perkenalan diri mahasiswa. Sebagai perbandingan, mari kita lihat pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang.
初めまして
(Hajimemashite/Perkenalkan) XXです。/XXと申します。
(XX desu/ XX to moushimasu/Saya XX) どうぞよろしくお願いします。
(Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)
Jika dibandingkan, perbedaannya adalah pada penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”. Di dalam pola perkenalan diri pembelajar orang Indonesia terlihat penggunaan kata ganti orang pertama sementara di dalam pola penutur asli tidak ada. Selain itu, pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia juga kerap kali menambahkan informasi yang terkadang dipikir tidak terlalu penting dalam konteks komunikasi bahasa Jepang terutama pada saat perkenalan diri, seperti usia, tempat tinggal dan sebagainya.
Dilihat dari sisi makna, tidak ada yang salah dengan pola perkenalan diri yang dilakukan pembelajar orang Indonesia di atas, jika melakukan perkenalan diri dengan pola tersebut komunikasi akan tetap terjalin. Namun secara pragmatis penggunaan kata ganti orang pertama merupakan hal yang tidak lazim dan tidak muncul dalam pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang. Hal ini bisa penulis tegaskan berdasarkan pengalaman penulis selama tinggal di Jepang. Selama penulis tinggal di lingkungan masyarakat Jepang, penulis hampir tidak pernah melihat ataupun mendengar penggunaan pola perkenalan diri nomor ① dan ② pada penutur asli bahasa Jepang. Dalam pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang, setelah mengucapkan Hajimemashite「初めまして」tidak ada pengucapan “Saya” namun langsung menyebutkan nama.
Selain pada perkenalan diri, penggunaan kata ganti orang pertama juga kerap muncul pada awal kalimat pembelajar orang Indonesia yang berisikan identifikasi lingkungan pembelajar. Sebagai contoh adalah ketika pembelajar akan memberikan informasi berkisar tentang tempat tinggalnya, ketika akan berbicara pembelajar akan memulainya dengan terlebih dahulu mengatakan “Saya” atau dalam bahasa Jepang “Watashi”. Sama halnya pada pola perkenalan diri, di dalam pola komunikasi penutur asli bahasa Jepang tidak terlihat adanya penggunaan kata ganti orang pertama dengan frekuensi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kata ganti orang pertama “Saya” atau
121 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
“Watashi” merupakan informasi yang lama jika diucapkan pada kalimat ke-2 dan dianggap sebagai informasi yang tidak diperlukan. Demikian juga pada pola perkenalan diri, karena konteksnya sudah merupakan perkenalan dirinya maka penutur yang bersangkutan tidak perlu lagi mengucapkan kata “Watashi”.
Faktor penyebab yang paling dekat dan yang paling bisa terprediksi pada saat ini adalah pengaruh dari bahasa Ibu. Karena kita dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia cukup banyak bergantung pada kata “Saya”. Namun dengan keadaan pembelajar Indonesia yang memiliki keterbatasan dalam bersinggungan dengan bahasa Jepang yang alami penulis berasumsi tentang adanya faktor penyebab lain selain pengaruh bahasa ibu. Kali ini penulis akan melihat kemungkinan adanya pengaruh yang berasal dari buku ajar.
Dalam proses pembelajaran bahasa Jepang jika dilihat dari pengaruh lingkungannya dibagi menjadi 2 kondisi, yaitu proses pembelajaran bahasa Jepang sebagai bahasa asing (Japanese as a Foreign Language, untuk selanjutnya disebut JFL) dan proses pembelajaran bahasa Jepang sebagai bahasa ke-2 (Japanese as a Second Language, untuk selanjutnya disebut JSL) (Sakoda, 2008). Proses belajar bahasa Jepang sebagai bahasa asing adalah kondisi dimana pembelajar mempelajari bahasa Jepang di negara asalnya dan bukan di negara Jepang, sedangkan proses belajar bahasa Jepang sebagai bahasa ke-2 adalah kondisi dimana pembelajar mempelajari bahasa Jepang di Jepang dan menggunakan bahasa Jepang sebagai alat komunikasi sehari-hari. Jika kita melihat 2 proses tersebut dari sudut pandang input bahasa, proses pembelajaran JSL lebih menguntungkan dibanding JFL karena pembelajar JSL memiliki akses yang lebih luas terhadap input bahasa Jepang baik langsung maupun tidak langsung. Selain input dengan jumlah yang tak terbatas, pembelajar JSL juga menerima input yang berkualitas karena input tersebut berasal dari penutur asli yang memiliki tingkat kealamiahan bahasa yang tinggi. Dari hal tersebut, tanpa melakukan penelitian mendetail pun kita bisa menyimpulkan bahwa tingkat pencapaian hasil belajar dari pembelajar JSL akan jauh lebih tinggi dibanding dengan pembelajar JFL.
Dibanding dengan pembelajar JSL, pembelajar JFL memiliki keterbatasan dalam menerima input bahasa. Selain itu, lingkungan pembelajar JFL juga tidak mengizinkan pembelajar untuk memaksimalkan output yang mereka hasilkan.
Input utama yang digunakan oleh pembelajar JFL adalah buku ajar. Walaupun buku ajar menyediakan berbagai macam informasi yang bisa digunakan pembelajar untuk menguasai bahasa Jepang namun banyak buku ajar yang tidak menuliskan penjelasan yang detail mengenai latar
12 1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
belakang dan petunjuk penggunaan informasi tersebut. Kalaupun ada penjelasan yang tertulis adakalanya penjelasan itu terlewatkan oleh pengajar atau pembelajar sehingga akhirnya mempengaruhi hasil belajar.
Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia sudah mulai sejak zaman revolusi, tepatnya pada masa pendudukan militer Jepang. Kini pendidikan bahasa Jepang berkembang lebih pesat dari sebelumnya dikarenakan adanya dorongan kebutuhan masyarakat terhadap bahasa ini. Faktor yang paling mendominasi munculnya kebutuhan itu adalah bertambahnya perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia yang menyebabkan kebutuhan akan tenaga kerja berbahasa Jepang meningkat. Sampai saat ini, walaupun pendidikan bahasa Jepang di Indonesia sudah didukung dengan bertambahnya jumlah native speaker, pendidikan bahasa Jepang di Indonesia masih sangat bergantung dengan buku ajar sebagai media belajar. Dengan berkembangnya internet, media belajar bahasa Jepang pun semakin meluas, namun tetap belum bisa menggeser dominasi penggunaan buku ajar sebagai media yang terdekat dengan pembelajar. Bertolak belakang dengan fakta tersebut, ada penelitian yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan cara penyajian pelajaran di buku ajar justru dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam proses belajar (Noda, 2001).
Dari latar belakang tersebut di atas, penulis akan melakukan analisis terhadap pola pengajaran kata ganti orang pertama “Watashi” pada buku ajar bahasa Jepang dasar untuk melihat ada atau tidaknya kemungkinan bagi pola pengajaran tersebut menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, objek yang diteliti adalah buku ajar bahasa Jepang tingkat dasar. Kali ini penulis mengangkat buku Minna no Nihongo I dan II sebagai objek penelitian. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa buku ini merupakan buku yang memiliki penggunaan terluas khususnya di wilayah Asia. Selain itu buku ini juga merupakan buku ajar yang digunakan sebagai buku ajar utama dalam proses belajar –mengajar di instansi di mana penulis bekerja, sehingga diharapkan hasil penelitian ini bisa segera diaplikasikan.
Data diambil dari bagian utama (Honbun) dan bagian latihan A (Renshu A) karena bagian tersebut dianggap sebagai bagian yang paling menonjolkan materi yang sedang dibahas dalam setiap babnya. Data yang diambil dari bagian buku ajar di atas adalah kalimat yang di dalamnya terdapat kata “Watashi”, sedangkan kalimat yang memiliki kata ganti orang pertama selain
121 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
“Watashi”, seperti Boku, Ore dan lain-lain tidak diambil sebagai data. Partikel yang muncul setelah kata “Watashi” pun memiliki makna gramatikal yang mempengaruhi posisi kata ganti orang pertama “Watashi”, jadi untuk dapat fokus ke satu makna saja, penulis membatasi hanya kalimat yang diawali dengan pola “Watashi wa” saja yang diambil sebagai data.
Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan jenis kalimatnya. Lalu untuk menarik kesimpulan, dilakukan analisis terhadap kalimat-kalimat di tiap klasifikasi dan melihat pola penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi” sembari mencerminkan hal tersebut dengan penjelasan yang ada di buku ajar yang dianggap sebagai pola pengajaran buku ajar tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari proses pengumpulan data terhadap buku ajar Minna no Nihongo I dan II didapatkan data sejumlah 167 buah kalimat yang berawalan “Watashi wa”. 167 buah kalimat tersebut jika diklasifikasikan ke dalam jenis kalimat berdasarkan jenis katanya dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu, kalimat nominal (Meishi Bun), kalimat adjektival (Keiyoushi Bun) dan kalimat verbal (Doushi Bun). Dari ketiga jenis kalimat tersebut, yang paling mendominasi jumlah data adalah kalimat verbal dengan mendominasi jumlah data hingga lebih dari 80%, kemudian disusul oleh kalimat adjektival sebanyak 13% dan kalimat nominal yang hanya 4%.
Kemudian untuk distribusi penyebaran kalimat-kalimat tersebut, jika dilihat secara keseluruhan, kalimat-kalimat dengan awal “Watashi wa” memiliki kecenderungan muncul dengan jumlah yang relatif banyak pada bab-bab awal (Minna no Nihongo I) dengan frekuensi kemunculan yang konstan, kemudian pola tersebut berubah ketika memasuki buku Minna no Nihongo II. Di buku Minna no Nihongo II, frekuensi kemunculan kalimat tidak sekonstan dan seintens pada buku Minna no Nihongo I. Distribusi penyebaran data perbab dapat dilihat di diagram berikut.
Diagram 1. Distribusi penyebaran data perbab
121 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Data yang dikumpulkan adalah kalimat yang berada di bagian utama buku ajar, dalam hal ini adalah bagian pola kalimat (Bunkei), bagian contoh kalimat (Reibun) dan bagian latihan A (Renshu A). Pada bab-bab awal, data muncul di setiap bagian baik Bunkei maupun Renshu, namun di pertengahan dan di akhir, data lebih cenderung muncul di bagian Renshu. Jika dilihat persentasinya, data yang muncul di Bunkei adalah 18%, kemudian ada sebagian kecil di bagian Reibun, yaitu sekitar 1% lalu di bagian Renshu yang memiliki presentasi kemunculan paling tinggi yaitu 81%.
Dari hasil di atas kita bisa menilai bahwa kalimat yang berawalan “Watashi wa” selalu dimunculkan walaupun tidak berturut-turut. Di bab-bab awal kalimat tersebut dimunculkan secara intens dan dimunculkan di tempat yang dianggap paling strategis dalam proses pembelajaran yaitu bagian Bunkei. Di bagian Bunkei ini, berisi contoh-contoh kalimat yang di dalamnya terdapat pelajaran yang akan dipelajari di setiap babnya, sehingga muncul kemungkinan bahwa dengan seringnya kalimat “Watashi wa” ini muncul di bagian Bunkei, secara tidak langsung menanamkan dibenak pembelajar bahwa kalimat ini wajar dan bisa digunakan. Khususnya di bab pertama, contoh kalimat yang muncul pertama adalah sebagai berikut.
わたしはマイク・ミラーです。(Minna I, p. 6) (Watashi wa Maiku Miraa desu/Saya Mike Miller.)
Contoh kalimat di atas di munculkan di bagian Bunkei yang merupakan bagian awal sebuah bab. Pada masa awal pembelajaran siswa diajarkan bagaimana memperkenalkan diri, dengan adanya contoh kalimat di atas, ada kemungkinan pembelajar menangkap ini sebagai pola yang umum dalam memperkenalkan diri. Setelah contoh kalimat di atas, masih di bab yang sama, muncul beberapa contoh kalimat dengan pola yang sama di bagian Reibun. Contoh kalimatnya adalah sebagai berikut.
・・・はい、[わたしは] マイク・ミラーです。(Minna I, p. 6) (…Hai, {Watashi wa} Maiku Miraa desu/…Ya, saya Mike Miller.)
Di dalam contoh kalimat di atas, kata “Watashi” diposisikan di dalam kurung yang mengindikasikan ada niatan dari penulis untuk menyampaikan bahwa keberadaan kata “Watashi” tersebut bukan sebuah kewajiban. Namun hal tersebut tidak didukung dengan penjelasan karena tidak ada sama sekali penjelasan mengenai hal tersebut baik di buku utama maupun di buku ajar
1 –- 17 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
pendukungnya (Terjemahan). Hal ini juga memungkinkan untuk menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam pemakaian kata ganti orang “Watashi”.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, contoh kalimat yang diambil sebagai data berasal dari 3 bagian yaitu, Bunkei, Reibun dan Renshu. Jika dilihat dari penempatannya maka gambaran distribusi data akan terlihat seperti di diagram berikut.
Diagram 2. Distribusi data per bagian
Dari diagram tersebut kita bisa melihat distribusi contoh kalimat yang besar di bagian Renshu. Contoh kalimat yang diambil dari bagian ini adalah hanya pada bagian Renshu A yang merupakan latihan pola dengan mengisi bagian yang kosong dengan kata yang sedang dipelajari. Dengan melihat kondisi ini berarti secara tidak langsung pembelajar diarahkan untuk memproduksi kalimat dengan pola yang sudah disediakan atau dengan kata lain pembelajar diarahkan untuk banyak memproduksi kalimat yang berawal “Watashi wa”, sehingga tidaklah mengherankan jika dalam sistem bahasa pembelajar tertanam pola penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi” yang bisa kita observasi sekarang ini.
Dalam bukunya yang berisi penjelasan mengenai tata bahasa Jepang tingkat menengah ke atas, Iori dkk menegaskan bahwa penggunaan kata ganti orang pertama dalam bahasa Jepang bukan dihilangkan namun lebih tepat jika dikatakan dipastikan waktu penggunaannya. Kata ganti orang pertama akan terdengar janggal pada jawaban untuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak (yes/no question). Kemudian kata ganti orang pertama juga akan terdengar janggal pada kalimat yang mengekspresikan perasaan dari alat indera, contohnya sebagai berikut :
1 -–18 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
ああ、{私は}頭が痛い。薬、ありませんか? (Aa, {Watashi wa} atamaga itai. Kusuri, arimasen ka/Aduh, kepala (saya) pusing. Ada obat tidak.)
Namun pada buku Minna no Nihongo I terdapat contoh kalimat yang merupakan Yes/no question yang jawabannya justru memunculkan kata ganti orang pertama “Watashi”. Conoth kalimat tersebut adalah.
・・・はい、[わたしは]マイク・ミラーです。(Minna I, p. 8) (Watashi wa Maiku Miraa desu/Saya Mike Miller.)
・・・いいえ、[わたしは]学生じゃありません。(Minna I, p. 8) (…Iie, {Watashi wa} gakusei ja arimasen/…Bukan, {Saya} bukan pelajar.)
Walaupun kata ganti orang pertamanya berada di dalam kurung, tidak ada penjelasan yang menegaskan bahwa keberadaan kata ganti tersebut bukanlah suatu kewajiban, karena itu hal ini bisa menjadi pemicu terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”.
Selanjutnya adalah waktu komunikasi yang mengizinkan kemunculan kata ganti orang pertama. Kata ganti orang pertama akan terdengar alami ketika mengekspresikan perbandingan, sebagai contoh :
ゴールデンウィークに私は沖縄に行きます。 (Goorden wiiku ni watashi wa Okinawa ni ikimasu/Golden week kali ini saya akan ke Okinawa.)
Dalam kalimat tersebut terkandung makna perbandingan bahwa “kalau jadwal liburan milik saya selama golden week adalah pergi ke Okinawa (mungkin jadwal orang lain akan berbeda) ”. Hal ini juga merupakan hal yang dianggap terabaikan dalam buku Minna no Nihongo I dan II karena tidak ada bagian yang menjelaskan bahwa penggunaan partikel “Wa” akan memunculkan atau memperkuat makna perbandingan sehingga akan terdengar tidak alami ketika pembelajar menggunakan pola kalimat “Watashi wa” ketika dia memaparkan informasi yang tidak menuntut untuk diperbandingkan dengan informasi yang dimiliki orang lain.
121 –- 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
4. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kesalahpahaman dalam pemakaian kata ganti orang pertama “Watashi”. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut: Kemunculan di bab pertama Contoh kalimat yang menggunakan kata “Watashi” muncul di bab pertama dimana pola perkenalan diri dalam bahasa Jepang juga diperkenalkan. Contoh kalimat tersebut muncul di bagian teratas dalam alur pengajaran, yaitu di bagian Bunkei bagian dimana pokok utama dalam setiap bab diuraikan dalam bentuk contoh kalimat. Hal tersebut bisa menjadi faktor penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan kata ganti orang pertama karena pembelajar dapat menyimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dia bisa menggunakan kata ganti orang pertama tersebut karena pembelajar mengaitkannya dengan pola perkenalanan diri yang diajarkan di waktu yang sama. Pola kemunculan contoh kalimat pada bagian Renshu Di bagian ini contoh kalimat dengan pola “Watashi wa” sangat sering dimunculkan sehingga membuat pembelajar untuk memproduksi kalimat dengan pola tersebut dan akibatnya pola tersebut bisa tertanam pada sistem bahasa pembelajar sebagai suatu pola yang baik dan benar. Hal tersebut bisa berujung pada penggunaan kata ganti orang pertama yang berlebihan dan menimbulkan ketidakalamian dalam tuturan pembelajar. Kemudian, jika dilihat secara keseluruhan contoh kalimat yang menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi” banyak muncul di bab-bab awal buku ajar yang merupakan masa kritis pembelajar dalam memahami bahasa Jepang dengan kondisi demikian, pembelajar bisa menyerap pemahaman yang salah dan pemahaman yang salah tersebut bisa tertanam dalam sistem bahasa sebagai sesuatu yang benar. Contoh kalimat yang tidak alami Kata ganti orang pertama “Watashi” tidak akan terdengar alami jika hal tersebut muncul dari pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban ya atau tidak (Yes/no question), namun pada buku Minna no Nihongo ada contoh kalimat yang merupakan jawaban dari Yes/no question yang menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi”. Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, partikel “Wa” jika digunakan akan menimbulkan atau memperkuat unsur perbandingan dalam kalimat, namun hal tersebut tidak dihiraukan dan hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya kemunculan contoh kalimat dan latihan yang menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi”.
1 121–- 10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Tidak adanya penjelasan Faktor yang terakhir adalah tidak adanya penjelasan mengenai penggunaan kata ganto orang pertama “Watashi”. Hal ini merupakan bagian yang diprediksi sebagai faktor yang dominan penyebab kesalahpahaman penggunaan kata ganti orang tersebut.
5. SARAN
Dalam laporan ini sudah dibahas hasil analisis pengajaran kata ganti orang pertama “Watashi” dengan objek penelitian buku ajar bahasa Jepang tingkat dasar, Minna no Nihongo I dan II. Dari kesimpulan yang didapat kita bisa berpikir bahwa hal yang berpotensi menjadi faktor terjadinya kesalahpahaman adalah faktor yang berasal dari buku ajar itu sendiri. Dari hal ini kita bisa melakukan pola-pola pencegahan agar kesalahpahaman tidak terjadi dan bahkan sampai tertanam di sistem bahasa pembelajar. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah memperhatikan komposisi contoh kalimatnya, kemudian untuk penggunaan kata ganti orang pertama, khususnya pada kalimat perkenalan diri, kita bisa memperhatikan percakapan yang ada di bab pertama sehingga pemahaman pembelajar terhadap cara memperkenalkan diri dalam bahasa Jepang tidak salah. Kemudian karena kata ganti orang pertama “Watashi” ini muncul banyak di bagian latihan, maka kita bisa menjelaskan penggunaanya pada saat berlatih.
6. DAFTAR PUSTAKA
Iori Isao dkk. 2000. Shokyu wo Oshieru Hito no tame no Nihongo Bunpo Handbook. 3A Network., Jepang Ito Kosuke. 1997. Nihongo no Shukaku wo Hyouji suru Joshi no Kaisouteki Bunseki. Ishikawa Nou Tankidaigaku Hou 27: 13-26 Ishizawa Hiroko. 2005. Minna no Nihongo I. 3A Network., Jepang Ichikawa Yasuko. 2009. Shokyu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo. 3A Network., Jepang Kudo Hiroshi. 1996. Nihongo Yousetsu. Hitsuji Shobo., Jepang Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Gadjah Mada University Press., Indonesia Tanaka Hiroshi. 2006. Hajimete no tame no Nihongo no Oshiekata Handbook. Kokusaigogakusha., Jepang Yoshioka Hideyuki dkk. 1992. Nihongo Kyouzai Gaisetsu Handbook of Japanese Language TeachingMaterials. Hokuseido Shoten., Jepang
121–- 11 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Lampiran Data Penelitian Minna no Nihongo I Honsatsu No Kalimat 1 わたしはマイク・ミラーです。
Halaman Bab 6 1
Letak 文型
2
・・・はい、[わたしは]マイク・ミラーです。
6
1
例文
3
・・・いいえ、[わたしは]学生じゃありません。
6
1
例文
4
わたしはマイク・ミラーです。
8
1
練習
5
わたしはカール・シュミットじゃありません。
8
1
練習
6
わたしは9時から5時まで働きます。
30
4
文型
7
わたしは朝6時に起きます。
30
4
文型
8
わたしはあさからばんまで働きます。
32
4
文型
9
わたしはげつようびからきんようびまで働きます。
32
4
練習
10
わたしは毎朝7じはんに起きます
32
4
練習
11
わたしはまいにち勉強します。
32
4
練習
12
わたしはあした勉強します。
32
4
練習
13
わたしはきのう勉強しました。
32
4
練習
14
わたしはおととい勉強しました。
32
4
練習
15
わたしは東京へ行きます。
38
5
文型
16
わたしはタクシーでうちへ帰ります。
38
5
文型
17
わたしは家族と日本へ来ました。
38
5
文型
18
わたしはスーパーへ行きます。
40
5
練習
19
わたしはかいしゃへ行きます。
40
5
練習
20
わたしはとうきょうへ行きます。
40
5
練習
21
わたしはバスで会社へ行きます。
40
5
練習
22
わたしはちかてつで会社へ行きます。
40
5
練習
23
わたしはじてんしゃで会社へ行きます。
40
5
練習
24
わたしはミラーさんと日本へ来ました。
40
5
練習
25
わたしはともだちと日本へ来ました。
40
5
練習
26
わたしはかぞくと日本へ来ました。
40
5
練習
27
わたしはらいしゅう国へ帰ります。
40
5
練習
28
わたしはにちようびに国へ帰ります。
40
5
練習
29
わたしは7がつ15にちに国へ帰ります。
40
5
練習
30
わたしはジュースを飲みます。
46
6
文型
31
わたしは駅で新聞を読みます。
46
6
文型
32
わたしはパンを食べます。
48
6
練習
33
わたしはくだものを食べます。
48
6
練習
34
わたしはにくとやさいを食べます。
48
6
練習
35
わたしは何もかいません。
48
6
練習
121–- 12 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
36
わたしは何もたべません。
48
6
練習
37
わたしは何もしませんでした。
48
6
練習
38
わたしはデパートで時計を買いました。
48
6
練習
39
わたしはあのみせで時計を買いました。
48
6
練習
40
わたしはとうきょうでで時計を買いました。
48
6
練習
41
わたしはワープロで手紙を書きました。
56
7
文型
42
わたしは木村さんに花をあげました。
56
7
文型
43
わたしはカリナさんにチョコレートをもらいました。
56
7
文型
44
わたしはにほんごでレポートを書きました。
58
7
練習
45
わたしはえいごでレポートを書きました。
58
7
練習
46
わたしはちゅうごくごでレポートを書きました。
58
7
練習
47
わたしはさとうさんに電話をかけます。
58
7
練習
48
わたしはともだちに電話をかけます。
58
7
練習
49
わたしはちちに電話をかけます。
58
7
練習
50
わたしはワットさんに本を借りました。
58
7
練習
51
わたしはせんせいいに本を借りました。
58
7
練習
52
わたしはかいしゃのひとに本を借りました。
58
7
練習
53
わたしはイタリア料理が好きです。
72
9
文型
54
わたしは日本語が少しわかります。
72
9
文型
55
わたしはえいがが好きです。
74
9
練習
56
わたしはスポーツが好きです。
74
9
練習
57
わたしはかんこくりょうりが好きです。
74
9
練習
58
わたしはひらがながわかります。
74
9
練習
59
わたしはかんじがわかります。
74
9
練習
60
わたしは日本語がわかります。
74
9
練習
61
わたしはカメラがあります。
74
9
練習
62
わたしはくるまがあります。
74
9
練習
63
わたしはやくそくがあります。
74
9
練習
64
わたしはようじがあります。
74
9
練習
65
わたしは日本に1年います。
88
11
文型
66
わたしは国で5しゅうかん日本語を勉強しました。
90
11
練習
67
わたしは国で6かげつ日本語を勉強しました。
90
11
練習
68
わたしは国で1ねんぐらい日本語を勉強しました。
90
11
練習
69
わたしは1年で夏がいちばん好きです。
96
12
文型
70
わたしはパソコンが欲しいです。
104
13
文型
71
わたしはてんぷらが食べたいです。
104
13
文型
72
わたしはフランスへ料理を習いに行きます。
104
13
文型
73
わたしはくるまが欲しいです。
106
13
練習
74
わたしはうちが欲しいです。
106
13
練習
121–- 13 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
75
わたしはともだちが欲しいです。
106
13
練習
76
わたしはカメラをかいたいです。
106
13
練習
77
わたしは家族にあいたいです。
106
13
練習
78
わたしは外国ではたらきたいです。
106
13
練習
79
わたしは神戸へあそびに行きます。
106
13
練習
80
わたしは神戸へロシア料理をたべに行きます。
106
13
練習
81
わたしは神戸へかいものに行きます。
106
13
練習
82
わたしは神戸へびじゅつのべんきょうに行きます。
106
13
練習
83
わたしはトモです。
111
13
練習
84
わたしは毎朝奥さんと散歩に行きます。
111
13
練習
85
わたしは朝から晩まで忙しいです。
111
13
練習
86
わたしは猫といっしょに休みたいです。
111
13
練習
87
わたしは奥さんと散歩や買い物に行きます。
111
13
練習
88
わたしは京都にすんでいます。
124
15
練習
89
わたしはマリアさんをしっています。
124
15
練習
90
わたしはとても寒い所にすんでいます。
129
15
練習
91
わたしは赤い服が好きです。
129
15
練習
92
わたしは1年に1日だけ働kます。
129
15
練習
93
わたしは独身ですから子どもがいません。
129
15
練習
94
わたしはこの仕事がとても好きです。
129
15
練習
95
わたしは沖縄へいったことがあります。
156
19
練習
96
わたしは富士山にのぼったことがあります。
156
19
練習
97
わたしはすしをたべたことがあります。
156
19
練習
98
わたしはあした東京へいく。
166
20
練習
99
わたしは毎日いそがしい。
166
20
練習
100 わたしは相撲が好きだ。
166
20
練習
101 わたしはサラリーマンだ。
166
20
練習
102 わたしは富士山にのぼりたい。
166
20
練習
103 わたしは大阪にすんでいる。
166
20
練習
104 わたしは市役所へいかなければならない。
166
20
練習
105 わたしはレポートをかかなくてもいい。
166
20
練習
106 わたしはドイツ語をはなすことができる。
166
20
練習
107 わたしはドイツへいったことがない。
166
20
練習
108 わたしは駅からちかいうちが欲しいです。
182
22
練習
109 わたしは広い庭があるうちが欲しいです。
182
22
練習
110 わたしはカラオケ・パーティーができるうちが欲しいです。
182
22
練習
111 わたしは手紙をかく時間がありません。
182
22
練習
112 わたしは本をよむ時間がありません。
182
22
練習
113 わたしは朝ごはんをたべる時間がありません。
182
22
練習
12 – 14 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
114 わたしは木村さんに本を貸してあげました。
198
24
文型
115 わたしは山田さんに病院の電話番号を教えてもらいました。
198
24
文型
116 わたしはカリナさんにCDをかしてあげました。
200
24
練習
117 わたしはカリナさんに電話番号を教えてあげました。
200
24
練習
200
24
練習
119 わたしは山田さんに大阪城へつれていってもらいました。
200
24
練習
120 わたしは山田さんに引越しをてつだってもらいました。
200
24
練習
121 わたしは山田さんに旅行の写真をみせてもらいました。
200
24
練習
122 わたしはイーさんにプレゼントをもらいました。
201
24
練習
123 わたしはおじいさんに道を教えてもらいました。
201
24
練習
124 わたしは佐藤さんに傘を貸してもらいました。
201
24
練習
118
わたしはカリナさんにことばの意味をせつめいしてあげました 。
121–- 15 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Minna no Nihongo II Honsatsu No 1
Kalimat わたしは運動会に参加しません。福岡へ出張するんです。
Halaman Bab 4 26
練習
2
わたしは運動会に参加しません。用事があるんです。
4
26
練習
3
わたしは運動会に参加しません。都合が悪いんです。
4
26
練習
4
わたしは日本語が少し話せます。
10
27
文型
5
わたしははしがつかえます。
12
27
練習
6
わたしはきものがきられます。
12
27
練習
7
わたしはにほんごしかわかりません。
12
27
練習
8
わたしは日本語が少ししか話せます。
12
27
練習
9
わたしはきのう日本語を1じかんしか勉強しませんでした。
12
27
練習
10
わたしはずっと日本にすむつもりです。
46
31
練習
11
わたしは将来大学でけんきゅうするつもりです。
46
31
練習
12
わたしは国へ帰らないつもりです。
46
31
練習
13
わたしは来年の試験をうけないつもりです。
46
31
練習
14
わたしは部長にほめられました。
96
37
練習
15
わたしは部長に仕事をたのまれました。
96
37
練習
16
わたしは星を見るのが好きです。
102
38
文型
17
わたしはクラシック音楽をきくのが好きです。
104
38
練習
18
わたしは絵をかくのが下手です。
104
38
練習
19
わたしはあるくのが速いです。
104
38
練習
20
わたしはたべるのが遅いです。
104
38
練習
21
わたしはワット先生に本をいただきました。
128
41
文型
22
わたしは課長に手紙のまちがいを直していただきました。
128
41
文型
23
わたしは息子に紙飛行機を作ってやりました。
128
41
文型
24
わたしはしゃちょうにお土産をいただきました。
130
41
練習
25
わたしはせんせいにお土産をいただきました。
130
41
練習
26
わたしはやまださんにお土産をいただきました。
130
41
練習
27
わたしは息子にお菓子をやりました。
130
41
練習
28
わたしはいもうとにお菓子をやりました。
130
41
練習
29
わたしはいぬにお菓子をやりました。
130
41
練習
30
わたしは先生に京都へつれていっていただきました。
130
41
練習
31
わたしは先生に日本語をおしえていただきました。
130
41
練習
32
わたしは先生に大学をあんないしていただきました。
130
41
練習
33
わたしは娘に英語を教えてやりました。
130
41
練習
34
わたしは娘を学校までむかえにいってやりました。
130
41
練習
35
わたしは娘の宿題をみてやりました。
130
41
練習
36
わたしはこどもにぎゅうにゅうをのませます。
188
48
練習
37
わたしはむすめにがいこくごをべんきょうさせます。
188
48
練習
121–- 16 1
Letak
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
38
わたしはこどもにすきなしごとをさせます。
188
48
練習
39
わたしはむすこにほしいものをかわせます。
188
48
練習
40
私はアメリカから参りました。
202
50
文型
41
私はミラーともうします。
204
50
文型
42
私はアメリカから参りました。
204
50
文型
43
私はIMCにつとめております。
204
50
文型
12 – 17 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ANALISIS PEMAKAIAN UNGKAPAN PENGANDAIAN TO, BA, TARA, dan NARA Irawati Agustine, Metty Suwandany, Hani Wahyuningtias, Tia Martia Sastra Jepang - Fakultas Sastra agustineira @yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi kasus penggunaan bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara, nara. Studi kasus dilakukan pada mahasiswa semester 3 jurusan Jepang program S1 di mana pada semester sebelumnya mereka telah mempelajari bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara, nara. Dalam penelitian ini kami menyebarkan angket sebanyak 37 responden. Berdasarkan pada angket pertama ditetapkan untuk mengujikan kembali soal yang sama pada peserta yang sama. Namun sebelum diberikan soal tersebut dilakukan penjelasan terlebih dahulu oleh tim kami. Hal itu dikarenakan kedua data tersebut akan digunakan untuk membandingkan hasil test pertama dan kedua untuk mengetahui alasan yang menjadi penyebab kesalahan pada mahasiswa jurusan bahasa Jepang terhadap pemakaian kalimat pengandaian.
1. PENDAHULUAN
Penggunaan ungkapan pengandaian dalam bahasa Jepang berbeda dengan yang ada dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh, pada kalimat yang mengandung makna “jika, kalau, andaikan” yang dalam bahasa Jepang diekspresikan dalam bentuk “to, ba, tara, nara” Dalam bahasa Jepang penggunaan “to, ba, tara, nara” memiliki aturan yang khusus. Oleh karenanya siswa pembelajar perlu memahami dengan baik aturan pemakaiannya secara benar. Contoh : 春になると、花が咲きます。 (Kalau musim semi, bunga bermekaran)
Contoh kalimat di atas hanya bisa diisi dengan “to” dan tidak bisa dipertukarkan dengan “ba, tara, dan nara”. Namun demikian apabila pembelajar bahasa Jepang tidak menguasai pemakaian keempat ungkapan tersebut, kemungkinan salah dalam pemakaian dirasa cukup tinggi.
Dengan adanya peraturan/kaidah khusus pada keempat bentuk ungkapan pengandaian tersebut, maka dirasa perlu untuk mengkaji kembali dalam bentuk tes tertulis yang akan diikuti dengan analisa kesalahan berdasarkan jawaban yang diterima dari pembelajar tersebut. Dengan menganalisa kesalahan tersebut, maka dapat dijadikan parameter bagi pengajar untuk menciptakan metode pengajaran yang lebih efektif, dengan harapan siswa tidak salah lagi dalam pemakaiannya.
Fokus penelitian ini adalah mengenai penggunaan ungkapan pengandaian dalam bahasa Jepang.
13 2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah bentuk kesalahan dalam penggunaan ungkapan pengandaian bahasa Jepang yang dibuat oleh mahasiswa sastra Jepang (S1)Universitas Darma Persada.
Penelitian ini bertujuan memetakan kesalahan penggunaan ungkapan pengandaian dalam bahasa Jepang mahasiswa sastra Jepang.
1.1 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data bersumber dari hasil kerja mahasiswa Unsada program studi Jepang S1 semester 3 yang berjumlah 39 orang selaku informan dalam mata kuliah dokkai 3. Sumber data diambil dari buku berjudul Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun, Mondai Shirizu 6 [Setsuzoku no Hyougen] yang ditulis oleh Yokobayashi Hisayo dan Shimomura Akiko. Selain itu data juga bersumber dari buku-buku lainnya yang menunjang pada fokus penelitian ini.
1.2 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini ditunjang oleh penggunaan analisis kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa adalah salah satu cabang ilmu linguistik terapan yang khusus mempelajari kesalahan dalam pembelajaran bahasa yang sering terjadi termasuk penyebabnya. Menurut Yoshikawa dalam Nihongo Goyou Bunseki (1997: 4) jenis-jenis kesalahan yang umumnya dilakukan oleh pembelajar bahasa Jepang sebagai bahasa kedua, adalah (1) kesalahan fonologis yang meliputi aksen dan intonasi , (2) kesalahan huruf, baik dalam menulis maupun membaca, (3) kesalahan pemahaman kosa kata, (4) kesalahan bentuk gramatikal, dan (5) kesalahan dalam kesepadanan kata.
1.3 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Dengan menggunakan metode analisis isi, penelitian ini menganalisis bentuk kesalahan pemakaian ungkapan pengandaian yang terdapat pada hasil kerja mahasiswa.
1.4 Pengertian Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa (erorologi) adalah salah satu cabang ilmu lingustik terapan yang khusus mempelajari kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran bahasa yang sering terjadi termasuk
1 -–12 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
penyebabnya. Kesalahan/eror adalah kekeliruan-kekeliruan mengenai bahasa target yang dilakukan oleh pembelajar suatu kemahiran bahasa asing. 1
Menurut
Yoshikawa, jenis-jenis kesalahan yang umumnya dilakukan oleh
pembelajar bahasa Jepang sebagai bahasa kedua, adalah (1) kesalahan fonologis yang meliputi aksen dan intonasi, (2) kesalahan huruf, baik dalam menulis maupun membaca, (3) kesalahan pemahaman kosa kata, (4) kesalahan bentuk gramatikal, dan (5) kesalahan dalam kesepadanan kata.2
Selanjutnya,Yoshikawa menyebutkan penyebab dari kesalahan berbahasa adalah, (1) Adanya interferensi bahasa asing yang pertama kali dipelajari, (2) Adanya pemahaman yang kurang terhadap bahasa yang dipelajari, (3) Adanya penjelasan yang kurang dari pengajar ketika mempelajari bahasa tersebut, (4) Adanya penyimpangan analogi bahasa, (5) Adanya pemakaian unsur kalimat yang berlebihan, dan lain sebagainya.3
Secara umum, analisis kesalahan bahasa merupakan proses penentuan munculnya sifat, sebab, dan akibat kegagalan pembelajaran bahasa. Terdapat dua faktor penyebab munculnya kesalahan bahasa, yaitu : a). Kesalahan antarbahasa (interlingual) Kesalahan antarbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa sumber yang mengarah ke pengaruh negatif terhadap bahasa sasaran. Dalam hal ini bahasa sumber dianggap suatu hal yang mengganggu dalam upaya mempelajari bahasa sasaran. b). Kesalahan intrabahasa (intralingual) Kesalahan intrabahasa adalah kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dalam tahap pengembangan pemerolehan bahasa sasaran yang mengarah kepada karakteristik umum atau kompleksitas dari aturan bahasa sasaran yang dipelajari. Kesalahan intrabahasa biasanya muncul dalam bentuk kesalahan karena generalisasi berlebihan, mengabaikan pembatasan kaidah bahasa sasaran, penerapan kaidah tidak sempurna dan perumusan konsep kaidah secara keliru. Kesalahan ini disebabkan oleh : 1) penyamarataan berlebihan, 2) ketidaktahuan pembatasan kaidah, 3) penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan 4) salah menghipotesiskan konsep. c). Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna
1
Suenobu Mineo. Communicability within Errors, Kobe Unity of Commerce, Kobe, 1995/1996 dalam Seminar Gakkai oleh Sheddy N. Tjandra, Erorologi Jepang Indonesia Tingkat Chuukyuu, UI Jakarta, 2003, h. 1 2 Yoshikawa Taketoki, dalam Nihongo Goyou Bunseki (Tokyo: Meiji Shoin, 1997), h. 4 3 Ibid, h. 11
13 1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Dalam klasifikasi kesalahan berbahasa terdapat kesalahan sebagai akibat dari interferensi pada tataran fonologi, tataran morfologi, tatarn sintaksis, dan tataran semantik. Kesalahan-kesalahan dapat dikelompokkan sebagai berikut : -
Penghilangan butir-butir bahasa yang tidak memegang peranan yang penting untuk makna sebuah kalimat. Butir-butir bahasa yang hanya berfungsi gramatikal dihilangkan atau ditinggalkan karena butir bahasa tersebut tidak mempunyai fungsi semantik.
-
Penandaan ganda pada bentuk-bentuk semantik yang tidak perlu
-
Ketaat asasan pada kaidah yang ada
-
Salah letak/tidak runtun
-
Kesalahan keberkembangan/developmental error
Analisis kesalahan terhadap pembelajaran bahasa akan membawa dampak yang positif. Bahasa sebagai perangkat kebiasaan, dimiliki setiap orang sebagai media komunikasi. Ada kecenderungan setiap pemakai bahasa lebih sering mengikuti jalan pikirannya tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada dalam tata bahasa. Sebaliknya, pemakai bahasa yang selalu mempertimbangkan kaidah-kaidah tata bahasa
berupaya menghasilkan konsep sesuai
dengan struktur bahasa yang dipelajari.
2. DASAR-DASAR PENGGUNAAN TO, BA, TARA, NARA
2.1 Penggunaan ~To
Berikut ini adalah pola kalimat penggunaan ~と, yang dikonjugasikan dengan kata kerja, kata sifat I, kata sifat II, dan kata benda dalam bentuk positif dan negatif. A とB
= kalau/ saat A→ maka B
2.1.1 Pada saat kondisi A dilakukan, maka kondisi B akan terwujud segera secara otomatis (biasanya berhubungan dengan kondisi yang tetap, kejadian alam, kebiasaan dan lain-lain). Contoh : a. 四月になると、東京では桜が咲きます。 Saat bulan April tiba, di Tokyo bunga Sakura bermekaran. b. 教師だと、特別な割引があります。 Kalau anda seorang guru, maka akan ada potongan harga khusus. Pada kalimat bagian B, tidak dapat memakai kalimat yang menyatakan keinginan, maksud, kalimat perintah maupun kalimat ajakan.
1 –- 14 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh : a.
あさねぼう を
すると、学校に遅れましょう。(*)
Kalau bangun kesiangan, mari terlambat ke sekolah. b.
授業が早い終わると、映画を見ませんか。(*) Kalau kuliah cepat selesai, maukah nonton film?
contoh kalimat 4,5 di atas tidak tepat, bila digunakan dengan と.
2.1.2
Pada bagian B (menggunakan bentuk lampau) untuk menyatakan suatu “hal yang tidak diduga”. Contoh : a. 先生を見舞いに病院へ行くと、もう退院していました。 Saat( begitu) saya pergi menjenguk guru di rumah sakit, ternyata sudah pulang. b. 停留場に着くと、バスも出発だった。 Saat( begitu ) saya tiba di terminal, bisnya sudah berangkat.
2.2
Penggunaan
∼ば
2.2.1 Bentuk pengandaian ∼ ば digunakan pada kalimat yang menggambarkan hubungan antara dua kalimat
dimana kalimat pertama (A) menggambarkan keadaan/kondisi sedangkan
kalimat selanjutnya (B) mengandung kebenaran. Contoh : a. これは 松本先生に 聞けば
わかります。
Kalau ini kita tanyakan kepada Matsumoto Sensei, kita akan mengerti b. その町は 車で 行けば 三十分で
いける。
Kota itu kalau ditempuh dengan mobil, bisa dalam waktu 30 menit (Nihongo Kihon Bunpo Jiten : 82) 2.2.2 Pada bentuk pengandaian ∼ ば、(B) tidak dapat menggambarkan keadaan waktu lampau, seperti dalam contoh : 日本へ
行けば
日本語が上手に
なった。( X )
Akan tetapi, pada (A) bisa mengandung makna lampau apabila menyatakan bentuk “kebiasaan”. Contoh : a. もっと安ければ 買いました。 Kalau harganya lebih murah, saya selalu membeli. b. 雨が
降れば よく家で 本を読んだ ものだ。
13 1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Saat hari hujan saya lebih sering di rumah membaca buku) (Nihongo Kihon Bunpo Jiten : 83)
contoh kalimat 3,4 di atas tidak tepat, bila digunakan dengan ば. Dengan demikian aturan dasar pemakaian ば, sama halnya dengan とdi atas,
harus ditekankan sejak awal
pembelajaran joken hyogen. Seandainya aturan dasar ini tidak diajarkan dengan baik, ada kecenderungan siswa mengalami kesalahan dalam pemakaian ば. 2.2.3 Kalimat bentuk pengandaian ∼ ば、umumnya pada bagian (B) mengandung bentuk keinginan, harapan, perintah, atau permohonan dari pembicara. Contoh : a. 時間が あれば 京都へも
行きたい。
Kalau ada waktu, saya ingin juga ke Kyoto b. 安ければ 買います。 Kalau murah, akan saya beli (Nihongo Kihon Bunpo Jiten : 82)
2.2.4 「A も∼ば、Bも∼」 Contoh : 様々な料理がきれいに 並んでいる。フランス料理もあれば、中国 料理もすしもある。 Aneka jenis masakan tertata rapih. Ada masakan Perancis, ada juga masakan Cina, juga sushi.
2.3 Penggunaan ~たら dirangkum seperti di bawah ini.
2.3.1 もしーたら Pola diatas menyatakan pengandaian bersyarat yang ditambahkan もし. もし menunjukkan syarat yang dipikirkan si pembicara 1. もし山田さんが来たらわたしは帰ります。 Kalau Yamada san datang, saya pulang. (A Dictionary of Basic Japanese Grammer: 454) 2. もし雨が降ったら、ピクニックに行きません。
13 1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Kalau hujan turun, kita tidak akan pergi piknik. (Shin Nihongo Kiso I: 64) 2.3.2
―たらVた Pola diatas menyatakan “sesudah/setelah” atau” kalau sudah” diikuti kata kerja bentuk た pada akhir kalimat. 3. お酒を飲んだら寝てしまった。 Kalau sudah minum sake, saya mengantuk (A Dictionary of Basic Japanese Grammar: 455) 4. 五月に入いたら急に暑くなった。 Kalau sudah bulan kelima udaranya panas (Nihongo Bunkei Jiten: 209)
2.3.3
Kalimat bentuk pengandaian ∼∼たらdapat pula diartikan “kalau sudah selesai.....” Biasanya bentuk ini diikuti oleh suatu ajakan, saran, harapan, atau permohonan dari pembicara. 5. お風呂に入ったらすぐ寝なさい。 Kalau sudah selesai mandi segeralah tidur. (Nihongo Bunkei Jiten: 205) 6. 仕事が早く終わったら僕のうちに来てください。 Kalau pekerjaannya cepat selesai, tolong datang ke rumah saya. (A Dictionary of Basic Japanese Grammar: 454)
2.3.4
Bentuk ∼たら dapat pula berarti ketika atau jika 7. 十二時になったら帰ります。 Saya akan pulang jam 11. 8. A: あしたまでにレポートを出さなければなりませんか。 Apakah besok harus mengumpulkan laporan? B: いいえ、無理だったら、金曜日に出してください。 Tidak, jika tidak memungkinkan, tolong kumpulkan pada hari Jumat. (Minna no Nihongo I : 206)
2.3.5
Vたらいい 2.3.5.1 V―たらいい
〈勧め〉
Pola kalimat ini menunjukkan penggunaan bentuk たら
yang berati memberi
saran atau rekomendasi berdasarkan topik pembicaraan lawan. 山田君に頼んだらいいよ。どんな仕事でもいやな顔しないよ。
13 1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Sebaiknya meminta tolong kepada Yamada. Pekerjaan apapun dia tidak pernah memperlihatkan wajah tidak suka. (Nihongo Bunkei Jiten: 212) 2.3.5.2 .. たらいい 〈願望〉 Bentuk kalimat ini biasanya berisi ungkapan permintaan atau keinginan sipembicara Kalimat ini sering diikuti ungkapan のに atau なあatau のだが. 9. 生まれてくる子が男の子だったらいいのだが。 Anak yang lahir lebih baik anak laki-laki. (Nihongo Bunkei Jiten: 212) 10. 明日、晴れたらいいなあ。 Besok seandainya cuaca cerah bagus ya. (Nihongo Bunkei Jiten : 212)
2.4 Penggunaan ~なら dirangkum seperti di bawah ini.
2.4.1
KBなら、~ Bentuk ini digunakan untuk memberikan informasi atas topik yang diangkat oleh lawan bicara. Contoh: A: 佐藤さん見ませんでしたか。 Apakah tidak melihat Sato? B: 佐藤さんなら、図書館にいましたよ。 Kalau Sato, (dia) ada di perpustakaan. (Nihongo Bunkei Jiten: 396) Bentuk ini , bisa diikuti dengan bentuk permintaan dan kata kerja potensial, seperti contoh di bawah ini: a.
旅行のことなら当旅行社にお申し付けください。 Mengenai tamasya, bicarakan saja pada kantor travel yang bersangkutan.
b.
ひらがななら 読める。 Kalau hiragana, saya bisa membacanya.
2.4.2 Nなら~Nだ Nなら〕yang
diikuti dengan Nだ〕atau 〔Nに限る〕〔Nが一番だ〕〔Nがいい〕
untuk menyatakan penilaian yang paling tinggi atas sesuatu yang diangkat sebagai topik.
13 1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh: a. 山ならやっぱり富士山だ。 Kalau mengenai gunung, tentu saja Gunung Fuji yang paling bagus. b.
ストレス解消法ならゴルフに限る。 Kalau menghilangkan stress, paling asyik main golf.
2.4.3(助詞)なら Kata benda, kata keterangan yang diikuti dengan partikel+なら,
digunakan untuk
menyatakan bahwa dalam kasus lain hal ini tidak berlaku, tapi jika ini menyangkut X, sudah pasti Y akan terjadi . Contoh: a.
あの人となら結婚してもいい。 Kalau dengan orang itu saya mau menikah.
b.
あと一人だけなら入場できます。 Kalau hanya satu orang saja, bisa masuk.
2.4.4
....(の)なら Bentuk ini digunakan untuk menyatakan pendapat, permintaan, atau rekomendasi terhadap topik pembicaraan yang diangkat oleh lawan bicara. Contoh: a.
行きたくない(の)ならやめておいたらどうですか。 Kalau tidak ingin pergi, bagaimana kalau diurungkan saja niat untuk itu?
b. 真相を知っている(の)なら私に教えてほしい。 Kalau tahu kebenarannya, beritahukanlah pada saya. 2.4.5
~なら ならyang melekat pada kata benda atau kata sifat II, menunjukkan arti pengandaian yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan: “ kalau...”. Bentuk ~nara ini bisa digantikan dengan ~tara atau ~ba. Contoh: a. なっとう以外なら日本の食べ物はなんでも好きです。 Selain nattou, semua masakan Jepang saya suka. b. そのアパート、学校に近くてやすいんならぜひ借りたいですね。 Kalau apartemen itu dekat dari sekolah dan juga murah, saya ingin menyewanya. (Gaikoku jin no tame no nihongo reibun, mondai shirizu 6 “Setsuzoku no Hyougen”: 4)
13 1 –- 18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
2.4.6
Dalam bentuk ~(よ)うものなら, digunakan untuk mengandaikan jika hal yang tersebut di kalimat sebelumnya itu terjadi, maka akan terjadi hal yang kurang baik di kalimat berikutnya. Contoh: そんなことをしようものなら死んでしまう。 Seandainya kamu melakukan hal seperti itu, bisa mati.
2.4.7
~ものなら Bentuk ini menyatakan, untuk merealisasikan X memang sulit, tetapi ada harapan dari pembicara jika hal tersebut bisa terealisasikan alangkah baiknya. Contoh: できるものなら、定年退職後はのんびりと好きなことをして暮らしたい。 Seandainya bisa, setelah pensiun berharap bisa santai dan melakukan hal-hal yang disukai. (Gaikoku jin no tame no nihongo reibun, mondai shirizu 6 “Setsuzoku no Hyougen”:5)
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Pelaksanaan Penelitian 3.1.1 Praobservasi Praobservasi dilaksanakan dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada mahasiswa semester 3. Peserta responden sebanyak 37 responden. Kuesioner secara langsung disebarkan kepada mahasiswa tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu karena dianggap pernah belajar bentuk to, ba, tara, nara pada semester sebelumnya.
A. Hasil Tes Sebelum Penjelasan
13 1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Berdasarkan hasil tes yang diberikan kepada mahasiswa sebelum diberi penjelasan tabel diatas terlihat jelas bahwa hasil kuesioner kurang memuaskan. Kami berasumsi hasil tes mahasiswa akan baik karena dianggap mahasiswa pernah belajar bentuk to, ba, tara, nara pada semester sebelumnya. a) Contoh pemakaian と pada soal no1 – 4 そんなに食べる(
)太りますよ。
Kalau makan seperti itu gemuk lho.
Pada contoh kalimat di atas, jawaban yang paling tepat adalah と. Hanya ada beberapa yang menjawab benar selebihnya banyak siswa yang melakukan kesalahan dengan memilih jawabanばdanたら. Jawaban kalimat diatas とdianggap paling tepat. Hal ini dikarenakan とdi atas menunjukkan hasil. b) Contoh pemakaian ば pada soal no 5- 8 父はわたしの顔を見る (
)「勉強しろ」と言う。
Ayah kalau melihat muka saya berkata “belajar!” Pada contoh kalimat diatas jawaban yang paling tepat adalah ば karena menunjukkan kebiasaan. c) Contoh pemakaian たら pada soal no 9 – 12 3時になる(
)休憩しましょう
Kalau sudah jam 3 (tiga) ayo istirahat.
Pada contoh kalimat diatas jawaban yang paling benar adalah tara. Ada beberapa mahasiswa yang menjawab to dan nara. Jawaban yang paling tepat adalah tara karena bentuk pengandaian ∼∼たらdapat pula diartikan “kalau sudah selesai.....” Biasanya bentuk ini diikuti oleh suatu ajakan, saran, harapan, atau permohonan dari pembicara. d) Contoh pemakaian たら pada soal no 13 – 16 安い(
)買ったほうがいいですよ。
Kalau murah sebaiknya membeli.
Pada kalimat diatas jawaban yang benar adalah nara. Jawaban yang tepat adalah nara karena kalimat diatas menyatakan pendapat, permintaan, atau rekomendasi terhadap topik pembicaraan yang diangkat oleh lawan bicara.
131 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
B. Hasil Tes Setelah Penjelasan
Berdasarkan hasil tabel 2 di bawah ini dapat diketahui bahwa mahasiswa tidak melakukan kesalahan sebanyak sebelumnya. Dengan adanya penjelasan dosen di kelas, siswa bisa mengingat kembali materi yang dipelajari di semester sebelumnya, dan menerapkan pemahaman mereka dalam lembar jawaban.
Tabel 2 Hasil Tes Setelah Penjelasan
Contoh kesalahan yang paling sering dilakukan oleh siswa, tertera pada contoh (4) berikut ini: そんなに食べる(
)太りますよ。
Pada contoh kalimat di atas, jawaban yang paling tepat adalah と. Namun demikian, banyak siswa yang melakukan kesalahan dengan memilih jawabanばdanたら. Mengapa jawaban とdianggap paling tepat? Hal ini dikarenakan,とdi atas menunjukkan hasil.
Selanjutnya siswa juga banyak melakukan kesalahan pada nomor (6) seperti di bawah ini. 先生に聞く(
)説明してもらいますよ。
Pada contoh kalimat di atas, jawaban yang paling tepat adalah ば. Kalimat ini menunjukkan bahwa dengan melakukan X, maka ada kemungkinan bisa mendapatkan Y. Siswa
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
banyak menjawab とdanたら.Dengan demikian siswa belum memahami bahwa untuk menunjukkan adanya ‘kemungkinan’, hanya bisa digunakan ば.
Kesalahan yang juga banyak dilakukan siswa adalah pada contoh (7) di bawah ini. 父は私の顔を見る(
)「勉強しろ」と言う。
Jawaban yang paling tepat adalah ば. Mengapa demikian, karena kalimat ini menunjukkan adanya pengulangan atas kejadian yang berulang-ulang terjadi, sehingga bisa dikatakan sebagai suatu kebiasaan. Sama halnya dengan contoh (6), ばdi atas menunjukkan adanya kecenderungan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya kami berkesimpulan bahwa : -
Mahasiswa sudah jauh lebih memahami penggunaan dan perbedaan ungkapan pengandaian と、ば、たら、ならdaripada sebelumnya. Hal itu terlihat dari hasil tes kedua yang lebih memuaskan dibandingkan dengan hasil pertama.
Ternyata asumsi peneliti terhadap
mahasiswa jauh berbeda dengan kenyataan yang terdapat pada hasil tes pertama. Meskipun mahasiswa pernah mempelajari ungkapan pengandaian と、ば、たら、ならpada semester sebelumnya bukan berarti mereka sudah memahami. Dengan demikian, sebagai pengajar perlu menciptakan metode pengajaran pemakaian と、ば、たら、なら yang mudah dipahami siswa. -
Pada saat dosen mengajarkan materi tersebut, perlu diberikan latihan yang variatif, dengan harapan siswa bisa membedakan keempat bentuk pengandaian tersebut.
5. PERMASALAHAN YANG AKAN DATANG
Pokok permasalahan yang belum terbahas dalam penelitian ini adalah:
-
Analisa Konjugasi Kata Sifat dan Kata Kerja Di bab IV dibahas mengenai kesalahan yang terdapat pada 16 soal yang diberikan di kelas. Namun demikian, pada jawaban yang dianggap bernilai setengah, di sana bukan hanya kesalahan pemilihan jawabanと,ば,たら, dan なら, melainkan kesalahan konjugasi yang dilakukan oleh siswa.
13 1 –- 111
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh: 先生に聞く( )説明してもらいますよ。 Pada bagian yang digarisbawahi, kata kerja聞く, seharusnya berubah menjadi 聞けば. Namun siswa tidak merubahnya, sehingga jawaban menjadi聞くば. Apa yang menyebabkan mahasiswa tidak mengkonjugasikan kata kerja tersebut dan menjawab dengan 聞くば? Hal ini perlu dicari penyebabnya, sehingga tidak akan terulang kesalahan yang sama di masa yang akan datang.
-
Memberi angket kepada siswa tentang apa penyebab kesalahan atau kesulitan pemakaian と,ば,たら, dan なら.
DAFTAR ACUAN
Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai
Pustaka, 2003.
Alwasilah, A. Chaedar. Linguistik: Suatu Pengantar,Bandung: Angkasa, 1993. Gurupu Jamashii. Nihongo Bunkei Jiten. Kuroshio Shuppan, 1998. Moentaha, Salihen. Bahasa dan Terjemahan, Bekasi: Kesaint Blanc,2006. Sutedi, Dedi. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang,Bandung:Humaniora Utama Press, 2003. Suwandi, Sarwiji. Semantik : Pengantar Kajian Makna, Yogyakarta: Media Perkasa, 2008. Taketoki, Yoshikawa. Nihongo Goyou Bunseki, Tokyo: Meiji Shoin, 1997. Yokobayashi, Hisayo. Gaikoku jin no tame no nihongo reibun, mondai sirizu 6 [Setsuzoku no Hyougen], Tokyo: Aratake Shuppan, 1988.
13 1 -–112
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
PENGGUNAAN XING (NAMA KELUARGA) DI KALANGAN ANAK MUDA TIONGHOA, STUDI KASUS MAHASISWA JURUSAN SASTRA CINA UNIVERSITAS DARMA PERSADA C. Dewi Hartati, Hin Goan Gunawan Sastra Cina - Fakultas Sastra ABSTRAK
Nama keluarga merupakan suatu identitas etnis atau identitas sosial yang dapat membentuk identitas seseorang dan memperkuat kesadaran identitas etnis sebagai orang Tionghoa. Bagi sebagian masyarakat dapat membentuk suatu jaringan sosial. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat tumbuh kesadaran multikulturalisme dan pemahaman dalam hubungan antar etnis khususnya di dalam lingkungan kampus Universitas Darma Persada . Bagi sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa, nama keluarga dan nama Tionghoa tidak menjadi perhatian karena mereka telah memakai nama Indonesia saja tetapi tidak tertutup kemungkinan di masa reformasi ini di mana budaya Tionghoa dihidupkan kembali, nama keluarga dan nama Tionghoa menjadi salah satu dari identitas sosial. Kata Kunci : identitas sosial, jaringan sosial, multikulturalisme
1. PENDAHULUAN
Penelitian ini perlu dilakukan karena penelitian yang bertemakan masalah identitas khususnya identitas sosial yang terwujud dalam penggunaan nama keluarga Tionghoa di kalangan anak muda dirasakan belum terlalu banyak. Pada zaman modern, etnisitas yang tercermin dalam penggunaan nama keluarga Tionghoa sangat jarang ditemukan atau malah bahkan hampir tidak ditemui. Khususnya bagi golongan kaum muda Tionghoa yang memang sudah tidak menggunakan nama keluarganya karena pengaruh Peraturan pada masa Orde Baru yang melarang penggunaan nama Tionghoa. Akan tetapi seiring dengan perubahan zaman dan politik di saat ini, di mana budaya Tionghoa dapat berkembang dan mendapat tempat dalam masyarakat Indonesia, penulis melihat nama keluarga bagi golongan kaum muda Tionghoa tidak mendapat perhatian.
Nama keluarga merupakan suatu identitas etnis atau identitas sosial yang dapat membentuk identitas seseorang dan memperkuat kesadaran identitas etnis sebagai orang Tionghoa. Bagi sebagian masyarakat dapat membentuk suatu jaringan sosial. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat tumbuh kesadaran multikulturalisme dan pemahaman dalam hubungan antar sukubangsa khususnya di dalam lingkungan kampus Universitas Darma Persada .
14 2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Bagi sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa, nama keluarga dan nama Tionghoa tidak menjadi perhatian karena mereka telah memakai nama Indonesia saja tetapi tidak tertutup kemungkinan di masa reformasi ini di mana budaya Tionghoa dihidupkan kembali, nama keluarga dan nama Tionghoa menjadi salah satu dari identitas sosial.
Khususnya bagi Program Studi Sastra Cina di mana mahasiswa di jurusan ini terdiri dari golongan keturunan Tionghoa dan non-Tionghoa, peneliti akan meneliti bagaimana para mahasiswa keturunan Tionghoa memahami dan menggunakan nama keluarganya dalam kehidupan mereka sehar-hari. Apakah kaum muda keturunan Tionghoa masih tetap memiliki nama keluarga, menggunakannnya dan nama keluarga itu sendiri berfungsi sebagai hal-hal apa saja merupakan suatu tujuan dari penelitian ini.
Sehingga diharapkan melalui penelitian ini diharapkan dapat terlihat fungsi suatu nama keluarga dan nama Tionghoa di kalangan anak muda keturunan Tionghoa khususnya di Program Studi Sastra Cina, Fakultas Sastra Universitas Darma Persada.
2. METODE PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini bersifat eksploratif dan deskriptif. Penelitian eksploratif bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu atau mendapat ide-ide baru mengenai gejala itu sehingga dapat merumuskan masalah secara lebih terperinci. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena penelitian ini akan memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu keadaan, gejala atau kelompok tertentu.
Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan, wawancara, dan observasi. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data, yaitu konsep-konsep. Penelitian lapangan akan dilakukan melalui wawancara, penyebaran angket dan observasi. Penelitian lapangan akan dilakukan di suatu organisasi marga dan klenteng untuk melihat aktivitas kaum muda di tempat tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara dan observasi serta penelitian terhadap para mahasiswa Sastra Cina Unsada, sebagian memiliki nama Tionghoa namun ada pula yang tidak. Mereka berasal dari Sukubangsa Ke dan Hokkian. Dari sukubansa Ke yaitu Xu Guozhen (许 国真)dan Cai Mui Fung
1 -–12 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(蔡美鳯). Mereka mengetahui nama Tionghoa dari orang tua dan kakek (公公)gonggong. Mereka menyatakan menggunakan nama marga Tionghoa jika ada acara berkumpul keluarga besar khususnya dari pihak ayah karena ayah masih mempertahankan tradisi. Ada juga yang digunakan jika sedang les privat karena guru pembimbing hanya memanggil dengan nama Tionghoa. Dalam kehidupan sehari-hari nama Tionghoa tidak pernah dipakai.
Para anak muda keturunan Tionghoa mengetahui sedikit sekali tentang perkumpulan marga, mereka hanya mengetrahui marga besar saja sementara perkumpulan nama marga sendiri tidak tahu. Mengetahui perkumpulan nama marga saja juga hanya karena pernah melihat perkumpulan tersebut.
Keyakinan religi anak muda tersebut sebagian besar Buddha, ada yang Kristen, yang Kristen ini tidak mempunyai nama Tionghoa. Meskipun mereka beragama Budha namun masih pergi ke Klenteng karena orangtuanya juga masih memeluk Konghuco. Kepercayaan mereka masih Samkauw yaitu gabungan tiga ajaran Budha, Konghucu dan Taoisme.
Mereka masih mengikuti perayaan tradisional Tionghoa seperti Imlek, Cap Gomeh, Pehcun, Cengbeng, Cioko, Sembahyang ce it cap go setiap bulannnya.
Mereka masih mengerti makna perayaan-perayaan tersebut. Untuk asal usul nama marga mereka tidak tahu sama sekali, hanya mengerti jika marga Cai adalah marga besar dari Kalimantan. Untuk asal tempat marga, mereka juga tidak tahu.
Hubungan dengan sesama marga hanya yang berasal dari keluarga saja dalam kekerabatan, dan sebatas pada keluarga jauh.
Marga penting sebagai identitas, meskipun bagi kaum muda dirasakan tidak terlalu signifikan tetapi bagi kaum muda jika berhubungan dengan kelompok yang lebih tua marga dirasakan karena sangat penting karena kaum orang tua jika menanyakan marga anak muda, anak muda tersebut tidak tahu maka hubungan tidak akan menjadi dekat. Akan tetapi jika si anak muda tahu tentang marganya, maka hubungan dapat lebih dekat dan anak muda tersebut lebih dihargai. Hal tersebut menunjukkan sangat perlunya nama marga Tionghoa.
14 1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Nama marga perlu dipertahankan untuk penerus, mengetahui asal usul keluarga. 沈爱丽(Ria),邓爱雪
(Agnes).
胡亚梅
(Hu sejenis kecapi alat musik Cina),黄香兰, 黄军容 Mereka
memiliki nama marga dan nama Tionghoa dan mengetahuinya dari orang tuanya. Mereka mengatakan menggunakan nama Tionghoa hanya untuk keperluan tertentu misalnya mengikuti ujian Kemampuan bahasa Mandarin (HSK/ Hanyu Shuiping Kaoshi) saja.
Untuk yang beragama Buddha nama Tionghoa masih digunakan untuk mendaftar di Vihara sebagai data umat. Nama marga digunakan jika sedang dalam interaksi dengan keluarga. Ada beberapa yang tahu tentang organisasi marga tetapi tidak menjadi anggota dalam perkumpulan tersebut. Mereka hanya mengetahui kalau perkumpulan marga merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dalam marga yang sama.
Bagi yang beragama Buddha masih turut dalam perayaaan tradisional Cina, seperti Imlek,. Cioko,Cengbeng, Pehcun, Sembahyang tangal satu dan 15 setiap bulannya. Bagi yang beragama Kristen hanya merayakan Imlek untuk berkunjung ke saudara. Mereka rata-rata tidak mengetahui arti dan asal usul nama marga tersebut, hanya mengetahui dari sub etnis mana seperti Hokkian, Ke, Teochiu tetapi seseorang yang bermarga Shen tahu jika asala nama marganya berasal dari Hubei. Mereka walaupun tidak bergabung dalam suatu perkumpulan marga tetapi sering berhubungan dengan orang-orang semarga.
Fungsi nama marga adalah untuk mengenali mana yang semarga dan yang tidak semarga, untuk keperluan khusus mengikuti ujian, juga agar tidak mendapatkan pasangan dari marga yang sama. Nama marga dirasa perlu untuk mempertahankan budaya Cina.Ada yang berasal dari Kalimantan Barat, nama masih digunakan karena Huang adalah marga terbesar di Kalimantan barat. Ada yang mengatakan nama marga dan nama Cina belum dirasakan gunanya(Amel).
Buat sebagian anak perempuan nama marga tidak perlu karena nantinya akan mengikuti nama marga suaminya. Nama marga digunakan di Litang, Vihara saja. Terlihat dari sini, nama marga dan nama Tionghoa tidak terlalu penting dalam interaksi social mereka dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga menjadi sangat penting bila berhubungan dengan orang tua, pihak asing dalam hal ini ujian HSK, dan data sebagai umat di suatu klenteng, atau Vihara.
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
14 1 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
1.
Sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa tidak menggunakan nama keluarga dan nama Tionghoa.
2.
Sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa mengetahui nama keluarga dan nama Tionghoa dan dapat menuliskannnya dalam aksara Han.
3.
Sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa mengetahui asal-usul tempat nama keluarga dan nama Tionghoa mereka tetapi tidak mengetahui sejarahnya.
4.
Anak muda keturunan Tionghoa menggunakan nama marga dan nama Tionghoa hanya jika berinteraksi dengan kalangan orang tua saja.
5.
Dalam keseharian nama Tionghoa tidak digunakan hanya digunakan waktu ujian, dan dalam lingkungan klenteng atau vihara saja.
6.
Dalam situasi tertentu nama keluarga dan nama Tionghoa digunakan.
7.
Nama keluarga dan nama Tionghoa akan terus dipertahankan sebagai suatu bentuk kesadaran dan identitas sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abdilah, Ubed S. 2002 . Politik Identitas Etnis Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, Magelang, Indonesiatera Baker, Hugh DR. 1979. Chinese Family and Kinship, London: The Macmillan Press LTD Barth, Fredrik. 1969. Ethnic Groups and Boundaries, Boston, Little Brown and Company Cushman, Jennifer dan Wang Gungwu (ed), 1991, Perubahan Identitas Orang Cina di Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Lash Scott& Jonathan Friedman (ed), 1991, Modernity and Identity, Oxford : Blackwell Samovar, 2007, Communication Between Culture, Newyork Dobleday Xie, Yue Xiang (ed), 2000, Baijiaxing Xinbian, Zhongzhou Guji Chubanshe, Beijing
141 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
MASALAH PENERJEMAHAN UNSUR LEKSIKAL BAHASA MANDARIN KE BAHASA INDONESIA DALAM BUKU AJAR BAHASA MANDARIN TINGKAT SMA/MA Gustini Wijayanti Sastra Cina – Fakultas Sastra
[email protected] ABSTARCT The title of this research is about the translation problems on translating lexical units.in the Mandarin Textbook for Senior High School. Lexical unit is from the vocabulary of a language such as words or phrases are listed in dictionaries as lexical items, where each word has a specific meaning. System of meaning of words in one language is usually not completely the same as the system of meaning of words in another language. Similarly, the idiom that is a series of words that has significance, which is different from the meaning of each word in the circuit. Because it has a different meaning, the idiom is often a problem in translation. Translating is an inter language activities which have an important role in the transfer of information, communication, and culture. Therefore, the translation does not simply involve two different languages, but also two different culture that shape the text are involved in translation. in the idiomatic translation, before translating , we should always consider the context. If we find idiomatic expressions, we must try to translate with idiomatic translation method, but if we can not find an equivalent idiomatic expression, we can use the method of semantic interpretation or communicative translation. Keyword: translation, lexical units, idiom, translation method
1. PENDAHULUAN
Terjemahan merupakan salah satu bentuk komunikasi, oleh karena itu, penerjemah harus mampu mencari kesepadanan antara teks yang diterjemahkan dengan terjemahannya, sehingga pembaca atau pendengar dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis atau penutur. Menurut Hoed, untuk menghasilkan pesan yang sepadan, penerjemah harus memahami dan menyesuaikan terjemahannya dengan (calon) pembaca atau pendengarnya.4
Kegagalan terjemahan bahan ajar seperti dalam instruksi latihan, penjelasan tata bahasa, kosakata akan mengakibatkan buku ajar menjadi tidak komunikatif karena makna atau pesan yang disampaikan tidak dipahami baik oleh guru maupun siswa, sehingga buku ajar tersebut kurang dapat membantu dan pada akhirnya kurang dapat memotivasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Indikator keberhasilan suatu terjemahan adalah, pesan atau informasi yang disampaikan melalui bahasa sasaran dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar. 4
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan. (Jakarta:Dunia Pustaka Jaya, 2006) hlm. 24
152–- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Untuk mendapat hasil penerjemahan yang dapat diterima,
penerjemah dituntut untuk
menguasai beberapa aspek seperti leksikal, gramatikal, keterampilan membaca dan analisis wacana. Selain dituntut menguasai beberapa aspek tersebut , untuk memecahkan permasalahan dalam penerjemahan, seorang penerjemah juga dituntut untuk menguasai teori , metode serta teknik dan strategi penerjemahan.
Masalah penerjemahan adalah persoalan pengalihan makna, baik secara leksikal, semantik atau secara pragmatik dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Dalam proses pengalihan seringkali mengalami hambatan yang antara lain ketidaktersediaannya kosakata dalam bahasa sasaran dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas hasil terjemahan.
Dalam studi semantik, terdapat beberapa istilah, salah satunya yaitu leksikal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, leksikal berkaitan dengan kata, leksem dan kosakata. Sedangkan unsur leksikal adalah satuan dari kosakata bahasa seperti kata atau frasa yang didaftarkan dalam kamus.
Sebagai unsur leksikal, kata memiliki makna. Sistem makna kata dalam satu bahasa biasanya tidak sepenuhnya sama dengan sistem makna kata dalam bahasa lain. Demikian pula dengan idiom. Idiom merupakan rangkaian kata yang memiliki makna tersendiri, yang berbeda dari makna tiap kata dalam rangkaian tersebut. Karena memiliki perbedaan makna tersebut, seringkali idiom menjadi masalah dalam penerjemahan.
Menurut Larson, faktor kesulitan bagi seorang penerjemah adalah selain mampu menggunakan struktur gramatikal dan leksikon yang sesuai dengan bahasa sasaran dan konteks budayanya, penerjemah juga mengalami kesulitan ketika mereka harus menerjemahkan kata-kata yang berupa idiom dalam sumber ke dalam bahasa sasaran.5
Melihat fenomena penerjemahan dalam buku ajar Bahasa Mandarin tingkat SMA/MA, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah penerjemahan kata idiom yang banyak terdapat dalam buku ajar tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan disampaikan adalah metode apakah yang digunakan dalam menerjemahkan idiom bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa) dalam Buku Ajar Bahasa Mandarin Tingkat SMA/MA 5
Mildred Larson, Meaning Based Translation (Lanham:University Pres of America,1984) hlm.9
151 –- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Penerjemahan
Penerjemahan adalah suatu upaya mengungkapkan kembali pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Dalam terjemahan, isi teks bahasa sasaran harus sama dengan isi teks bahasa sumber, atau bisa saja bentuknya berbeda namun makna tetap harus sama. Dengan demikian makna atau pesan yang dimaksud dalam bahasa sumber dapat dipahami dan memiliki nilai yang sama dengan bahasa sasaran.
Berbagai definisi telah diberikan oleh berbagai ahli mengenai istilah penerjemahan. Catford memberikan definisi penerjemahan sebagai “suatu kegiatan dalam bahasa: sebuah proses pengalihan teks suatu bahasa ke teks bahasa lain” Ia menekankan pada medium, yaitu melihat penerjemahan sebagai pengalihan suatu bahasa ke bahasa lainnya.6
Definisi penerjemahan menurut Venuti adalah “.Proses pengalihan teks bahasa sumber ke teks bahasa sasaran yang memerlukan kekuatan interpretasi penerjemah.”7 Pengalihan makna dari bahasa sumber diperlukan kesepadanan makna dengan bahasa sasaran, dan untuk mendapatkan makna yang sepadan, penerjemah harus memiliki kemampuan interprestasi untuk menemukan padanan makna pada kata, frasa, klausa, maupun tingkat kalimat.
Dari definisi penerjemahan di atas, apabila dilihat lebih jauh kembali, dapat disarikan sebagai berikut penerjemahan merupakan suatu proses, produk pengalihan makna suatu teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran, dengan menggunakan padanan yang sesuai dengan leksikon dan struktur gramatikal.
Masalah perbedaan gramatikal antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran, biasanya akan menghasilkan terjemahan yang dilakukan secara harfiah, seluruh konsep informasi yang terkandung di dalam bahasa sumber tidak mungkin didapatkan. Namun, jika beberapa kategori gramatikal tidak ada dalam bahasa sasaran, proses penerjemahan dapat dilakukan dengan mencari padanan leksikal.
Dalam terjemahan, isi teks sasaran harus sama atau mendekati dengan teks sumber, atau bisa saja bentuknya berbeda, namun maknanya tetap harus sama. Dengan demikian makna atau 6 7
J.C. Catford, A Linguistic Theory of Translation. (London: Oxford University Press, 1965) hlm.1 Lawrence Venuti, The Translator’s Invisibility A History of Translation (London and New York: Routledge,1995) hlm.17
151–- 31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
pesan yang dimaksud dalam bahasa sumber dapat dipahami dan memiliki nilai yang sama dengan bahasa sasaran.
Salah satu kajian penerjemahan dalam teori penerjemahan adalah
bertujuan untuk
mengembangkan teori penerjemahan sebagai landasan kajian dan bukan sekedar hubungan antar bahasa, melainkan hubungan antar budaya.
Newmark mengemukakan cara menganalisis teks bahasa sumber dengan mendiskusikan hubungan antar makna, bahasa, budaya, dan terjemahan. Menurutnya setiap kelompok bahasa memiliki kultur yang spesifik, seorang penerjemah dituntut untuk dapat menghubungkan bahasa dengan faktor budaya yang terkandung dalam teks bahasa sumber.8
2.2 Metode Penerjemahan
Menerjemahkan adalah proses reproduksi dalam bahasa sasaran, padanan yang secara wajar paling mendekati pesan yang disampaikan oleh bahasa sumber. Salah satu cara untuk mendapatkan padanan yang paling mendekati dengan bahasa sasaran adalah dengan menggunakan metode penerjemahan. Metode dalam penerjemahan berkaitan dengan keseluruhan teks. Pemilihan metode dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, berorientasi pada bahasa sumber dan prosedur penerjemahan untuk mendapatkan kesepadanan. Newmark mengemukakan delapan metode penerjemahan. Empat dari delapan metode tersebut berorientasi pada bahasa sumber, empat lainnya berorientasi pada bahasa sasaran. Oleh Newmark kedelapan metode penerjemahan tersebut digambarkan dalam suatu diagram yang dikenal dengan diagram V.9
Penekanan Bahasa Sumber
Penekanan Bahasa Sasaran
Penerjemahan kata demi kata
Penerjemahan adaptasi
Penerjemahan harfiah
Penerjemahan bebas
Penerjemahan setia
Penerjemahan idiomatik
Penerjemahan semantis
Penerjemahan komunikatif
Penerjemahan kata demi kata (word for word translation) dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan membiarkan susunan kalimat tetap seperti teks bahasa sumber.
8 9
Newmark, op.cit,hlm. 94 Newmark, loc.cit,hlm. 45
151 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Metode penerjemahan ini biasanya digunakan sebagai proses awal pengalihan bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Penerjemahan harfiah (liberal translation) lebih mementingkan bentuk bahasa sumber. Struktur gramatikal bahasa sumber dicari padanannya yang paling dekat dengan bahasa sasaran, penerjemahan leksikalnya atau katanya dilakukan terpisah dari konteksnya. Metode penerjemahan ini juga dapat digunakan sebagai proses awal pengalihan.
Penerjemahan setia
adalah metode penerjemahan yang berorientasi pada makna
kontekstual dengan berusaha mempertahankan bentuk bahasa sumber. Metode ini mengalihkan kata-kata budaya dengan tetap mempertahankan bentuk gramatikal bahasa sumber.
Penerjemahan semantis. Metode penerjemahan semantis lebih memperhitungkan nilai estetika keindahan dan kealamiahan teks sumber. Metode ini juga berkompromi dengan makna yang sesuai selama masih dalam kewajaran.
Penerjemahan adaptasi. Metode ini merupakan bentuk terjemahan paling bebas, biasanya digunakan untuk menerjemahkan teks drama, puisi.
Penerjemahan bebas merupakan metode penerjemahan yang tidak terikat struktur dan ketentuan tertentu. Metode ini hanya menekankan pada pengalihan isi pesan.
Penerjemahan idiomatik. Metode penerjemahan yang menghasilkan kembali pesan bahasa sumber dan menghasilkan makna dengan menggunakan kosakata dan idiom yang tidak terdapat dalam bahasa sumber.
Penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan ini bertujuan menyampaikan makna kontekstual pesan dalam bahasa sumber dengan cara sedemikian rupa sehingga isi diterima dan dipahami oleh pembaca.
Menurut Newmark, metode penerjemahan semantis, idiomatis dan komunikatif yang hasilnya dapat disebut penerjemahan. Tujuan menggunakan metode tersebut dalam penerjemahan adalah untuk memperoleh hasil yang sepadan bagi pembaca atau pendengar bahasa sumber dan bahasa sasaran.
15 – 5 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Dalam penerjemahan semantis, penerjemah sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci, ataupun ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Penerjemahan idiomatis mengupayakan padanan istilah, ungkapan dan idiom dari apa yang tersedia dalam bahasa sasaran. Sedangkan penerjemahan komunikatif dilakukan apabila dalam penerjemahan yang dipentingkan pesannya, tanpa harus menerjemahkan secara bebas. 10
Sebagaimana telah disinggung di atas, seorang penerjemah harus mampu menerapkan metode penerjemahan sebagai suatu strategi dalam mengatasi kendala dalam penerjemahan. Pemilihan metode yang tepat pada akhirnya akan menghasilkan terjemahan yang baik.
2.3 Hakikat Leksikal dan Idiom
Leksikal merupakan bentuk adjektiva dari kata leksikon. Secara umum, leksikon merupakan kumpulan leksem dari suatu bahasa, dengan demikian leksikon dapat disepadankan dengan kosakata.
Kata sebagai salah satu unsur leksikal, mengungkapkan sebuah gagasan atau sebagai alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain.
Menurut Abdul Chaer, idiom adalah satuan bahasa yang dapat berupa kata, frasa maupun kalimat yang maknanya tidak dapat “ditarik dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tertentu, atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya”.11
Dengan kata lain, idiom adalah rangkaian kata yang mengandung satu
pengertian sendiri.
Idiom tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa asing, karena idiom merupakan persoalan pemakaian bahasa oleh penutur bahasa aslinya, sebagai contoh idiom dalam bahasa Indonesia ‘meja hijau’ tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi green table.
Dalam proses penerjemahan idiom, seorang penerjemah juga dituntut untuk mengenal dan memahami bentuk. Terdapat dua bentuk idiom, yaitu: 1. Idiom penuh yaitu maknanya sama sekali tidak dapat diartikan berdasarkan unsur leksikalnya (kata). 10 11
Newmark, loc.cit,hlm. 47-48 Abdul Chaer, Kamus Idiom Bahasa Indonesia (Ende Flores:Nusa Indah, 1984) hlm.7
151 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Contoh: ringan tangan, tinggi hati 2. Idiom sebagian yaitu maknanya masih dapat ditafsirkan dari salah satu unsur pembentuknya. Idiom bentuk ini, salah satu unsurnya tetap memiliki makna leksikal. Contoh: kabar burung, pusing tujuh keliling
3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penerjemahan idiom bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam Buku Ajar Bahasa Mandarin Tingkat SMA/MA.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis, yaitu dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang penerjemahan idiom. Manfaat secara praktis, yaitu dapat menjadi kontribusi dalam dunia pendidikan, terutama dalam pengajaran Bahasa Mandarin agar buku ajar yang digunakan sebagai dasar penyampaian pelajaran bahasa Mandarin di sekolah SMA dapat tersusun secara komunikatif termasuk dalam penerjemahan bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia.
4. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi dengan pendekatan kualitatif.
5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data berupa idiom yang terdapat dalam sumber data, didapat beberapa temuan permasalahan dalam penerjemahan.
Idiom dalam bahasa Mandarin 成爷 chéngyŭ biasanya terdiri atas empat kata yang masingmasing memiliki referen yang berbeda, namun jika keempat kata tersebut dirangkai akan melambangkan satu referen.
(01/BP /XII/78) BSu
: 大同小异 dà tóng xiăo yì
BSa
: Besar sama kecil beda
15 1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(02/BP/XII/07) Bsu
: 五光十色 wŭ guāng shí sè
Bsa
: Lima cahaya sepuluh warna
(03/BP/XII//78) Bsu
: 爷天爷地 tán tiān shuō dì
Bsa
: Bicara langit bicara bumi
Idiom pada data 1, 2, dan 3 jika diterjemahkan dengan menggunakan metode penerjemahan harfiah, secara gramatika akan menghasilkan sebuah terjemahan yang berterima. Namun secara leksikal hasil terjemahan ketiga idiom tersebut masih kurang terdengar alamiah. Untuk menghasilkan sebuah terjemahan yang benar-benar berterima, cara terbaik untuk menerjemahkan idiom 1, 2 dan 3 adalah dengan metode penerjemahan semantis, yang menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci dan ungkapan yang dihadirkan dalam terjemahan. Penerjemahan dengan metode semantis akan menghasilkan padanan fungsional, yaitu padanan yang dapat dipahami dengan mudah. Dengan demikian pemadanan fungsional pada data 1,2, dan 3 akan menghasilkan terjemahan sebagai berikut : 1: Tidak berbeda jauh; berbeda tipis 2: Beraneka warna; beraneka ragam 3: Membicarakan topik apapun
(04/BP/XI/21) Bsu
: 胸有成竹 xiōng yŏu chéng zhú
Bsa
: Di dada sudah ada bambu
(05/BP/X/59) Bsa
: 爷爷起舞 wén jī qĭ wŭ
Bsu
: Terbangun dini hari saat mendengar ayam berkokok
(06/BP/XII/114) Bsu
: 爷翁失爷 sài wēng shī mă
Bsa
: Kakek tua yang kehilangan kuda di suatu tempat yang strategis
Idiom pada data 4, 5, dan 6 jika diterjemahkan secara bebas, akan menghasilkan terjemahan yang tidak berterima. Hasil terjemahan idiom 4, 5, dan 6 makna bahasa sumber berubah 151 –- 18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
bahkan cenderung seperti tidak bermakna dan hanya sedikit memiliki nilai komunikasi. Karena bagian leksikalnya juga diterjemahkan secara harfiah, maka hasilnyapun tidak terdengar alami. Untuk memecahkan masalah penerjemahan ketiga idiom tersebut dapat terlebih dahulu dengan menggunakan metode penerjemahan idiomatik, namun dalam bahasa Indonesia tidak ditemui padanan yang juga merupakan ungkapan atau idiom. Dengan demikian, cara terbaik untuk menerjemahkan idiom pada data 4, 5, dan 6 adalah dengan menggunakan metode penerjemahan komunikatif, yang bertujuan menyampaikan makna kontekstual bahasa sumber dengan cara sedemikian rupa sehingga isi pesan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca.
Dengan menggunakan metode penerjemahan komunikatif, akan menghasilkan terjemahan Bsa sebagai berikut: 4: memiliki rencana yang sudah dipikirkan secara matang 5: orang yang rajin dan tekun berlatih 6: sesuatu yang tidak pasti; kemalangan dapat berubah menjadi keberuntungan dan sebaliknya.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam proses penerjemahan idiom, pertama kali yang harus diperhatikan adalah konteks kalimatnya apakah mengandung ungkapan atau idiomatik. Jika kalimat tersebut mengandung ungkapan, maka yang harus dilakukan adalah berusaha menggunakan metode penerjemahan idiomatik, yaitu berusaha mencari padanan yang tepat berupa ungkapan dalam teks sasaran.
jika tidak ditemui padanan yang tepat, maka selanjutnya dapat menggunakan metode penerjemahan semantik atau metode penerjemahan komunikatif , sehingga pesan atau makna yang dimaksud dalam teks sumber akan sampai dan dapat diterima oleh pembaca teks sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Catford,J.C. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press, 1965 Chaer, Abdul. Kamus Idiom Bahasa Indonesia .Ende Flores:Nusa Indah, 1984 Chen Ronglan. Bahasa Tionghoa 爷爷 Buku Teks SMA/MA kelas X . China, Beijing: Jiaoyu Kexue Chubanshe, 2007 Chen Ronglan. Bahasa Tionghoa 爷爷 Buku Teks SMA/MA kelas XI . China, Beijing: Jiaoyu Kexue Chubanshe, 2007 Chen Ronglan. Bahasa Tionghoa 爷爷 Buku Teks SMA/MA kelas XII . China, Beijing: Jiaoyu
15 1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Kexue Chubanshe, 2007 Hatim, Basil. and Jeremy Munday. Translation An Advanced Resource Book. London and New York: Routledge Taylor and Francis Group, 2004. Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2006. Kamus Praktis Indonesia-Tionghoa Tionghoa-Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat, 2001 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008 Larson, Mildred. Meaning Based Translation. Lanham:University Pres of America,1984 Li, Charles N dan Sandra A.Thompson, Mandarin Chinese A Functional Reference Grammar. Berkeley,Los Angeles,London:University of California Press.1981 Machali, Rochayah Pedoman bagi Penerjemah;Panduan Lengkap Bagi anda Yang Ingin Menjadi Penerjemah Profesional Bandung:PT Mizan Pustaka,2009. Nababan, Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Nida, E.A dan Charles Taber, The Theory and Practice of Translation. Boston:E.J.Brill, 1982 Newmark, Peter. A Textbook of Translation. United Kingdom: Prentice Hall International, 1988. Simatupang, Maurits D.S. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 1999/2000. Venuti, Lawrence. The Translator’s Invisibility A History of Translation. London and New York: Routledge,1995 Wang Liti. Zhongguo Chengyu Dacidian. Shanghai: Shanghai Cishu Chubanshe, 1992
1 151–- 10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
儿化 érhuà: SUATU TELAAH MORFOFONEMIK DALAM BAHASA MANDARIN Yulie Neila Chandra
[email protected] Sastra Cina - Fakultas Sastra ABSTRACT
Erhua (儿化), can be called as erhuayun(儿化韵), is one of morphophonemic phenomenon in Mandarin, typical of the pronunciation of standard Chinese (putonghua) and some other Chinese dialect, such as Peking dialect (north dialects). Many Mandarin language learners (especially students in Chinese Department Darma Persada University) cannot comprehend the suffixation of morphemes –r, even though the pronunciation and the meaning of erhua as a morphophonemics. The retroflex ending –r must not be pronounced separately, causes the preceding phoneme to be retroflexed. The research of morphophonemic erhua is also related to the functions or the meaning of the retroflex ending –r. Therefore, the analysis of the phonological factors which affect the appearance of morphemes, or correspondingly, the gramatical factors which affect the appearance of phonemes. Thus, through the deductive method and distributional analysis, the analysis of morphophonemic erhua indicate the rules for pronunciation changes due to compatibility or incompatibility finals of morphemes with retroflexion; incompatibility causes some alteration, for example nasal endings are incompatible with erhua, therefore they must be eliminated. In addition to the analysis of erhua, particularly function to express informal situation, affection, happiness, smallness, and also to form nouns. Key words: morphophonemic, morpheme, phoneme, retroflex ending, final.
1. PENDAHULUAN
Penggunaan ejaan 爷爷拼音 Hanyu pinyin sebagai standar fonetik Bahasa Mandarin memengaruhi sistem fonem Bahasa Mandarin. Lazimnya, sebuah morfem dibentuk oleh beberapa fonem. Namun, di dalam Bahasa Mandarin terdapat morfem yang hanya terdiri atas satu fonem, khususnya fonem vokal, seperti fonem vokal laminal a pada morfem 阿 a, dan fonem vokal retrofleks er [ɚ] pada morfem儿 er. Keadaan itu disebabkan oleh sistem tulisan Bahasa Mandarin yang disebut aksara silabis atau aksara morfemis. Karena itu, setiap aksara mewakili sebuah silabis atau dapat pula mewakili sebuah morfem dan kata.
Dalam Bahasa Mandarin Putonghua, dialek Beijing dijadikan standar bunyi Bahasa Mandarin. Salah satu ciri Bahasa Mandarin Putonghua adalah banyaknya penggunaan 儿er di dalam kosakatanya, terutama dalam ragam lisan. 儿er dalam kedudukannya sebagai sebuah fonem, termasuk fonem vokal retrofleks. Vokal retrofleks ialah vokal yang dihasilkan dengan cara melekukkan lidah tepat di tengah atau pusat rongga mulut. Sementara itu, di dalam kedudukannya sebagai morfem, er memiliki makna leksikal ‘anak lelaki’; dan makna gramatikal sebagai ‘sufiks’
16 2 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
yang berfungsi sebagai pembentuk nomina. Er yang berfungsi sebagai sufiks disebut 儿化 erhua atau 儿化韵erhuayun, yakni penambahan akhiran “-r” pada nomina, dan kadang-kadang verba, yang menyebabkan adanya retrofleksi vokal di depannya. Karena itu, di dalam penulisan ejaan Hanyu pinyin, 儿er yang berfungsi sebagai sufiks suatu morfem hanya ditulis “r”, tanpa e [ə]; sedangkan dalam International Phonetic Alphabet (IPA) ‘Alfabet Fonetik Internasional’ dapat ditulis [ɚ] atau [r]. Contoh: 小孩儿 xiao hair, 孩hai + 儿er dalam penulisan Hanyu pinyin menjadi hair. Dalam pengucapannya, fonem /i/ dilesapkan sehingga menjadi [xaɚ].
Keadaan di atas menunjukkan adanya gejala morfofonemik di dalam Bahasa Mandarin. Pada umumnya, proses morfofonemik terjadi untuk mempermudah dan memperlancar ucapan. Akan tetapi, di dalam Bahasa Mandarin proses tersebut tidak semata-mata untuk mempermudah dan memperlancar ucapan, tetapi juga berkelindan dengan proses infleksi dan derivasi. Berdasarkan hal itu, penulis ini tertarik untuk menelaah gejala tersebut. Disamping itu, gejala morfofonemik erhua tersebut belum sepenuhnya dapat dipahami oleh pemelajaran Bahasa Mandarin, khususnya mahasiswa pada Program Studi Sastra Cina Universitas Darma Persada.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut M. Ramlan (1967/1980), morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Sejalan dengannya, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, Hasan Alwi, dan Soenjono Dardjowidjojo (1988) mengemukakan bahwa proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya dinamakan proses morfofonemik. Dalam Bahasa Indonesia, proses morfofonemik antara lain dapat dilihat dari proses pengimbuhan prefiks {ber-}, {men-}, dan {per}. Contoh: {ber-} + {ajar}, menjadi belajar; {men-} + {pukul}, menjadi memukul ; dan {per-} + {kerja}, menjadi pekerja. Dari contoh di atas, tampak bahwa dalam proses morfofonemik Bahasa Indonesia dapat terjadi perubahan, penambahan, atau pelesapan fonem.
Sementara itu, dalam Bahasa Inggris morfofonemik antara lain dapat dilihat pada afiksasi morfem prefiks {in-}, dan sufiks {-ity}, contoh: {in-} + {possible} ‘mungkin’, menjadi impossible ‘takmungkin’; dan {divine} ‘bersifat ketuhanan; hebat; meramalkan’ + {-ity}, menjadi divinity ‘ketuhanan’.
Zhao Yuanren (1968/1985) dalam bukunya yang berjudul A Grammar of Spoken Chinese, mengemukakan bahwa salah satu morfofonemik Bahasa Mandarin adalah afiksasi retrofleks er.
161–- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Kajiannya tidak menggunakan ejaan standar Bahasa Mandarin, yakni Hanyu Pinyin. Karena itu, kajiannya kurang dapat dipahami sehingga menyulitkan untuk diikuti. Namun, yang membuat kajian Zhao Yuanren menarik adalah ia mengungkapkan bahwa morfofonemik mengakibatkan perubahan pada final dari morfem yang diikuti oleh sufiks er. Prinsip dasar perubahan tersebut mengikuti kesesuaian artikulasi final morfem secara simultan.
Penelitian mengenai morfofonemik Bahasa Mandarin juga telah dilakukan oleh seorang ahli Bahasa Mandarin dari Universitas Cambridge, bernama Paul Kratochvil (1968: 82-88) dalam bukunya yang berjudul The Chinese Language Today: Features of an Emerging Standard. Telaahnya tidak secara spesifik menguraikan erhua. Ia mengungkapkan bahwa keberadaan sufiks 儿er yang melekat di akhir sebuah morfem dapat mengubah bangun morfem tersebut, dan juga maknanya.
Lü Shuxiang (1996/2010: 191-192) dalam bukunya yang berjudul 爷代爷爷八百爷 mengemukakan bahwa 儿 er merupakan 后爷 sufiks, yang diletakkan di belakang nominal atau unsur lain sehingga membentuk 名爷 nomina. 儿er diucapkan menjadi satu dengan unsur (morfem atau kata) di depannya. Er tersebut dinamakan 儿化 erhua. 儿化 Erhua merupakan salah satu ciri khas dialek Beijing yang digunakan sebagai standar dalam ragam lisan. Karena itu, dalam ragam tulis umumnya tidak dituliskan.
Struktur dan makna 儿 er sebagai sufiks: 1. Terletak di belakang nomina sehingga menunjukkan sesuatu yang kecil. Contoh: 穗儿 suir ‘butir-butir padi/gandum’, 爷儿 yur ‘ikan’,dan lain-lain. 2. Terletak di belakang nomina, tetapi tidak menunjukkan sesuatu yang kecil. Contoh: 核儿 her ‘nuklir’, 爷爷儿 wentir ‘masalah’,dan lain-lain. 3. Terletak di belakang nomina, yang mengakibatkan perubahan makna dari nomina tersebut. Contoh: 皮儿 pir ‘benda yang berbentuk irisan tipis seperti kulit’,腿儿 tuir ‘benda yang bagian bawahnya digunakan seperti tungkai’, dan lain-lain. 4. Terletak di antara dua buah nomina, yang menimbulkan makna baru. Contoh: 猫儿眼 maoryan ‘batu mulia’,片儿爷 pianrtang ‘sejenis makanan’,dan lain-lain. 5. Terletak di belakang kata penggolong, yang mengakibatkan perubahan kelas kata, yakni nomina. Contoh: 个儿 ger,片儿 pianr,把儿 bar,dan sebagainya.
161 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
6. Terletak di belakang adjektiva, yang mengakibatkan perubahan kelas kata, yakni nomina. Contoh: 空儿 kongr ‘kosong/waktu luang’, dan lain-lain. 7. Terletak di belakang verba, yang mengakibatkan perubahan kelas kata, yakni nomina. Contoh: 盖儿 gair ‘penutup’,爷耍儿zashua ‘pertunjukan,dan sebagainya.
Xu Shirong (1999: 133-136) mengemukakan erhua secara lebih komprehensif di dalam bukunya yang berjudul 普通爷爷音常爷 Putonghua Yuyin Changshi. Menurutnya, di dalam Bahasa Mandarin terdapat sejumlah kata, terutama nomina, yang diberi sufiks 儿er, dan dilafalkan dalam satu kesatuan bunyi sehingga dapat menimbulkan perubahan bunyi.
Xu Shirong mengungkapkan 儿化erhua dari segi fonetiknya (1999: 28-29; 133). Dimulai dengan menyatakan bahwa er termasuk salah satu vokal yang istimewa (特殊元音 teshu yuanyin) dalam Bahasa Mandarin. Er [ɚ] atau ditulis [r] termasuk vokal retrofleks.
Sejalan dengan telaah fonetiknya, Xu Shirong juga mengungkapkan dalam telaah fonemik sekaligus morfologi, bahwa er yang merupakan fonem retrofleks ini dilekatkan di belakang unsur final sebuah sukukata atau morfem sehingga dapat menyebabkan perubahan pada final tersebut. Perubahan final yang disebabkan oleh retrofleks er ini disebut 儿化韵 erhuayun. Selain mengungkapkan berbagai perubahan tersebut, Xu Shirong juga melengkapi kajiannya dengan memaparkan berbagai makna sufiks er, yang dikaitkan dengan kegunaan sufiks tersebut. Menurut Xu Shirong (1990: 135-136), cara pengucapan erhuayun dapat dilihat berdasarkan kemudahan retrofleksi dari unsur final suatu morfem atau kata sehingga membuat perbedaan tingkat perubahan pengucapan.
3. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses morfofonemik di dalam Bahasa Mandarin, khususnya mengenai erhua. Tujuan lainnya adalah untuk memahami perubahan makna yang diakibatkan oleh proses morfologis erhua tersebut, serta memahami kebertelingkahan (ketidaksesuaian) final suatu morfem/kata dengan sufiks er. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai erhua atau erhuayun dalam proses morfofonemik, khususnya bagi pemelajar Bahasa Mandarin di Universitas Darma Persada.
161–- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
4. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian mengenai erhua ini bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode induktif, yang dilakukan dengan tahapan, yaitu 1.
Pengumpulan dan pengamatan data Data yang digunakan adalah data lisan dan tulis. Data lisan diperoleh dari acara televisi berbahasa Mandarin, seperti CCTV. Sementara itu, data tulis diperoleh dari kepustakaan, yakni pelbagai buku, majalah, dan suratkabar berbahasa Mandarin. Setelah dikumpulkan, data diklasifikasikan agar memudahkan dalam menganalisis. Selain itu, data mengenai pemahaman 儿化erhua pemelajar Bahasa Mandarin, diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para mahasiswa Program Studi Sastra Cina Semester I, III, dan V Universitas Darma Persada.
2.
Analisis data Pada tahap ini, data yang telah diamati/diklasifikasi mulai dianalisis. Analisis data menggunakan
metode
distribusional,
untuk
mendapatkan
kaidah-kaidah
mengenai
morfofonemik erhua di dalam Bahasa Mandarin. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi terhadap morfem yang bertemu dengan sufiks er sehingga dapat dipahami kebertelingkahan morfem tersebut dengan erhua atau erhuayun. 3.
Penyajian data Pada tahap ini, dilakukan penyajian data, yakni berupa pemilahan, telaah, serta kaidah yang ditemukan, serta kesimpulannya.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini diawali dengan mengamati hasil kuesioner para mahasiswa untuk mengetahui tingkat pemahaman para mahasiswa sebagai pemelajar Bahasa Mandarin. Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari separo mahasiswa semester satu tidak mengenal 儿 er sebagai 儿化atau 儿化韵. Hampir separo mahasiswa kurang mengerti cara pengucapan erhua, begitu pula dengan perubahan bunyi dari final yang diakibatkan oleh erhua tersebut. Kemudian, dalam hal pengetahuan mengenai kegunaan 儿化 erhua, ditemukan banyak yang tidak mengetahui kegunaan 儿化erhua, hubungannya dengan makna kata/morfem, termasuk perubahan makna tersebut.
儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun di dalam data tulis hanya ditemukan sedikit. Pada umumnya ditemukan dalam kata-kata yang sering digunakan sehari-hari. Sementara itu, dari data lisan cukup banyak ditemukan 儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun tersebut. Yang diperoleh dari data tulis, umumnya juga digunakan secara lisan.
161 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Data lisan mengenai 儿化 erhua yang diperoleh dari tayangan drama serial televisi (CCTV) kebanyakan muncul karena pengaruh dialek Beijing (dialek utara). Karena itu, erhua tersebut tidak dituliskan di dalam teks tayangan tersebut. Namun, penggunaannya lebih menunjukkan kedekatan, keakraban, dan ketidakformalan di antara penutur-penuturnya. Karena itu, dalam tayangan berita yang umumnya bersifat formal tidak banyak dijumpai penggunaan erhua.
Morfofonemik erhua (erhuayun) di dalam Bahasa Mandarin bertalian dengan keadaan final suatu morfem. Hubungan tersebut bergantung pada ketakbertelingkahan atau kebertelingkahan final itu (khususnya bunyi akhir) dengan sufiks er atau dapat ditulis menjadi {-r}. Keadaan hubungan tersebut menyebabkan muncul berbagai proses, seperti proses pelesapan, penambahan, atau perubahan.
Pertama-tama, penulis ini membahas final suatu morfem yang tidak bertelingkah dengan sufiks 儿er. Final tersebut adalah 1. Final tunggal yang berupa fonem vokal rendah a, vokal tengah e, o, dan vokal tinggi u, tidak bertelingkah dengan sufiks 儿er. Karena itu, tidak terjadi perubahan bunyi atau perubahan bangun morfem/kata yang bertemu dengan sufiks 儿er tersebut. Contoh: 哪 na + 儿 er
哪儿
nar [naɚ] atau ditulis [nar] ‘mana’. 2. Final rangkap berupa diftong naik ou yang memiliki bunyi inti o dan bunyi akhir u; serta diftong naik ao yang memiliki bunyi intinya a dan bunyi akhir o, tidak bertelingkah dengan sufiks 儿 er, maka tidak terjadi perubahan bunyi atau perubahan bangun morfemnya. Contoh : 老 lao + 儿 er
老儿laor [ laoɚ] atau ditulis [laor] ‘tua’.
3. Final rangkap berupa diftong turun ua yang memiliki bunyi inti a, diftong turun ia yang memiliki bunyi inti a, dan diftong turun uo yang memiliki bunyi inti o; ketiga final tersebut tidak memiliki bunyi akhir, dan tidak bertelingkah dengan sufiks 儿 er. Karena itu, keadaan tersebut juga tidak mengalami perubahan bunyi atau perubahan bangun morfemnya. Contoh: 花 hua + 儿er
花儿 huar [xuaɚ] atau ditulis [xuar] ‘bunga’.
4. Final rangkap yang berupa triftong iao dan iou, juga takbertelingkah dengan sufiks 儿 er, maka tidak terjadi perubahan bunyi atau perubahan bangun morfemnya. Contoh: 牛niu + 儿 er 牛儿 niur [niouɚ] atau ditulis [niour]; [niəur] ‘sapi’
161–- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Keempat kondisi yang tidak bertelingkah dengan 儿化 erhua tersebut tidak mengalami proses perubahan, baik itu proses penambahan maupun pelesapan pada morfem-morfemnya. Karena itu, bangun morfem yang diikuti oleh sufiks 儿er sebagai 儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun dilafalkan utuh, hanya menambah –r di belakangnya.
Sebaliknya, final suatu morfem yang bertelingkah dengan sufiks 儿er sebagai 儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun, akan mengalami proses perubahan, baik penambahan maupun pelesapan. Proses perubahan tersebut menimbulkan pola-pola yang teratur bila dilihat dari posisi final suatu morfem. Pola-pola tersebut, yakni 1.
Final tunggal yang berupa fonem vokal apikal depan –i [ ɿ ] dan belakang –i [ ʅ ] bertelingkah dengan sufiks 儿 er, maka fonem vokal apikal tersebut dilesapkan, dan diganti oleh fonem tengah [ə]. Contoh: 爷 zi + 儿 er
2.
爷儿 zir [tsəɚ] atau ditulis [tsər] ‘modal’.
Final suatu morfem yang memiliki bunyi akhir konsonan nasal/sengau ng [ ŋ ] bertelingkah dengan erhua. Final tersebut adalah ang, eng [əŋ], iang, uang, ong [uŋ] atau [oŋ], dan iong [iuŋ] atau [ioŋ]. Karena itu, bunyi akhir tersebut dilesapkan, dan bunyi inti yang diduduki oleh vokal di depan konsonan nasal itu mengalami nasalisasi sehingga dalam pengucapannya berubah menjadi bunyi vokal nasal. Contoh: 扛 kang + 儿er
3.
扛儿 kangr [k’aɚ] atau ditulis [k’ar] ‘panggulan’
Final suatu morfem yang memiliki bunyi akhir i, yakni di dalam final yang berupa diftong naik ai dan ei, serta yang berupa triftong uai dan uei (dalam ejaan Hanyu pinyin: ui) , bertelingkah dengan erhua. Karena itu, bunyi akhir i pada final tersebut dilesapkan. Contoh: 眉 mei + 儿er
4.
眉儿 meir [meɚ] atau ditulis [mer] ‘alis’.
Final suatu morfem yang memiliki bunyi akhir berupa konsonan nasal/sengau n, seperti di dalam final an [ɑn], en [ən], ian [iɛn] atau [iæn], uan [uɑn], uen [uən], üan [yɛn], bertelingkah dengan erhua. Karena itu, bunyi akhir n tersebut dilesapkan. Contoh: 院 yuan + 儿er
5.
院儿 yuanr [yaɚ] atau ditulis [yær] ‘taman’.
Morfem yang memiliki final berupa fonem vokal tinggi i [ i ] dan ü [ y ] bertelingkah dengan erhua. Karena itu, terjadi proses penambahan vokal tengah e [ə] di belakangnya, tetapi diucapkan sangat pendek dan lemah. Contoh: 米mi + 儿er
米儿 mir [mi:əɚ] atau ditulis
[mi:ər] ‘beras’. 6.
Morfem yang memiliki final berupa in, un, dan ün [yn] yang memiliki bunyi inti vokal tinggi i,u, dan ü, juga bertelingkah dengah erhua. Karena itu, bunyi akhir konsonan nasal n dilesapkan. Selain proses pelesapan itu, juga terjadi proses penambahan vokal tengah e [ə] di
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
belakang bunyi inti i atau ü. Vokal tersebut juga diucapkan sangat pendek dan lemah. Contoh: 棍 gun + 儿er 7.
棍儿 gunr [ku:əɚ] atau ditulis [ku:ər] ‘tongkat’.
Morfem yang memiliki final berupa diftong turun ie [iɛ] dan üe [yɛ], yang memiliki bunyi inti berupa vokal tinggi i dan ü, dan bunyi akhir berupa vokal tengah e [ɛ], bertelingkah dengan erhua. Karena itu, bunyi akhir e [ɛ] berubah menjadi e [ə], namun diucapkan lebih panjang dan kuat. Contoh: 爷 ye + 儿 er
8.
爷儿 yer [i-əɚ] atau ditulis [i-ər] ‘kakek’.
Morfem yang memiliki final ing [iŋ] bertelingkah dengan erhua, maka bunyi akhir konsonan nasal ng [ŋ] pada final tersebut dilesapkan, dan mendapat penambahan bunyi e [ə] yang diucapkan sangat pendek dan lemah. Namun, bunyi vokal e tersebut mengalami proses nasilisasi sebagai akibat pelesapan bunyi akhir pada morfem. Contoh: 明 ming + 儿 er 明儿 mingr [mi:əɚ] atau ditulis [mi:ər] ‘esok’.
Selain berfungsi untuk mempermudah dan memperlancar pengucapan, morfofonemik erhua juga memiliki beberapa fungsi. Dari data yang penulis ini peroleh, fungsi erhua yang dominan ada empat, yaitu 1.
Untuk menunjukkan keakraban, kedekatan, keramahan, kehangatan, atau ketidakformalan di antara penuturnya. Fungsi ini umumnya menunjukkan pengaruh dialek Beijing (dialek utara) dari para penuturnya. Karena itu, erhua lebih sering muncul dalam ragam lisan pada suasana santai, misalnya pada tayangan drama mengenai kehidupan sehari-hari.
2.
Untuk menunjukkan suatu kesenangan atau kesayangan. Fungsi ini juga umumnya muncul dalam ragam lisan.
3.
Untuk menunjukkan suatu benda atau barang (baik bernyawa maupun tidak) berbentuk kecil. Fungsi ini dapat muncul baik dalam ragam lisan maupun tulis. Misalnya小孩儿 xiao hair ‘anak kecil’, 小爷儿 xiao niaor ‘burung kecil’, dan sebagainya.
4.
Sebagai pembentuk nomina (nominalisasi). Misalnya 画hua ‘melukis/menggambar’ (verba) 花儿 huar ‘lukisan’ (nomina).
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Telaah morfofonemik Bahasa Mandarin, khususnya pada erhua atau dapat juga disebut erhuayun, sangat bergantung pada keadaan atau posisi final suatu morfem atau kata. Terlebih lagi, bergantung pada jenis bunyi akhir di dalam final tersebut. Apabila final suatu morfem tidak bertelingkah dengan erhua, maka tidak menimbulkan perubahan pengucapannya. Namun
161–- 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
sebaliknya, apabila final suatu morfem bertelingkah dengan erhua, maka akan terjadi proses perubahan, baik pelesapan maupun penambahan fonem. Pada umumnya erhua digunakan di dalam ragam lisan, khususnya percakapan sehari-hari. Penggunaan di dalam ragam tulis dapat dikatakan cukup langka. Yang muncul di dalam ragam tulis kebanyakan adalah kata-kata umum yang sering digunakan sehari-hari. Kata-kata tersebut juga muncul di dalam ragam lisan.
Kenyataannya, masih banyak pemelajar Bahasa Mandarin yang kurang memahami erhua, baik dari segi pelafalan maupun penggunaannya. Meskipun erhua atau erhuayun hanya merupakan bagian yang sangat kecil dalam linguistik Bahasa Mandarin, kehadirannya menambah keunikan Bahasa Mandarin. Karena itu, pemelajar Bahasa Mandarin dipandang perlu memahami erhua atau erhuayun tersebut.
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terlaksananya penelitian ini, penulis ini menghaturkan terima kasih kepada Rektor, Wakil Rektor Universitas Darma Persada, Dekan, Wakil Dekan Fakultas Sastra, Ketua Jurusan dan rekan-rekan dosen Sastra Cina Universitas Darma Persada.
Ucapan terima kasih juga secara khusus dihaturkan kepada kepala Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan, serta Kepala Biro Administrasi dan Keuangan Universitas Darma Persada, yang telah memfasilitasi, mewadahi, memotivasi, serta memberi kesempatan kepada penulis ini sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. London: Edinburgh University Press. Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe Guo Zhenhua. 2000. Jianming Hanyu Yufa. Beijing: Sinolingua. Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: Macmillan Press. Kratochvil, Paul. 1968. The Chinese Language Today: Features of an Emerging Standard. London: Hutchinson University. Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
161 –- 18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Li Zhenlin. 1957. Fayin Jichu Zhishi. Shanghai: Xin Zhishi Chubanshe. Lü Shuxiang. 2010. Xiandai Hanyu Babai Ci. Beijing: Shangwu Yinshuguan. Ramlan, M. 1980. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: UP. Karyono. Xu Shirong. 1999. Putonghua yuyin Changshi. Beijing: Yuwen Chubanshe. Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue Chubanshe. Zhao Yuanren. 1968. A Grammar of Spoken Chinese. Berkeley: University California Press.
16 – 9 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
UNJUK KERJA MESIN PENGERING SURYA HYBRID ICDC TIPE RESIRKULASI Kamaruddin A, Aep Saepul Uyun, Yefri Chan. dan Yendi Esye Departemen Teknik Mesin/Laboratorium Teknik Konversi Energi Surya /Program Studi Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada
[email protected] ABSTRAK Protoipe mesin pengering surya hybrid ICDC tipe resirkulasi dengan ukuran panjang 3m, lebar 3 m dan tinggi 3m telah berhasil dirancang dan di fabrikasikan. Mesin ini terdiri atas beberapa komponen utama yaitu, ruang pengering yang juga berfungsi sebagai pengumpul panas tenaga surya, konveyor pneumatic, distributor, vortex, hopper dan pemanas tambahan. Konveyor pneumatikselain berfungsi sebagai alat angkut dengan menggunakan kipas sentrifugal juga berfungsi sebagai tempat proses pengeringan yang berlangsung secara turbulen. Keunggulan dari sistempengering yang sedang diteliti ini terletak pada bentuk dan konfigurasi rancangan yang memungkinkan terjadinya, proses pengeringan serentak pada tiga komponen mesin yaitu selain dalam konveyor, juga terjadi pada ruang pengering utama, dan pada ruang di atas hopper dan terjadinya proses tempering pada setiap siklus pengeringan. Hasil unjuk kerja untuk mengeringkan gabah menghasilkan kesimpulan dimana dengan beban 200 kg dengan kadar air awal 26%bb menjadi 14% bb memerlukan lama pengeringan 10.22 jam, dengan laju rata-rata pengeringan sebesar 1.17%/jam pada suhu pengeringan dikonveyor antara 40 -60oC dan suhu ruang pengering antara 30.3-41.8 oC. Hasil pengeringan menunjukkan kualitas hasil yang cukup baik dimana butir gabah yang retak hanya 2%. Daya kipas konveyor penumatik selama pengeringan relatip konstan pada 500 W dengan konsumsi listrik 5.11 kWh , dimana energy spesifik proses pengeringan terhitung 0.172 kWh/kg air yang diuapkan atau setara dengan 0,695 MJ/kg air yang diuapkan. Mesin pengering ini dapat di terapkan di daerah penghasil beras, seperti Jawa, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan di DME (Desa Mandiri Energi)/E3i yang mempunyai PLTMH atau di pembangkit energy panas bumi, dan untuk meningkatkan keuntungan ekonominya perlu digabung dengan mesin penampi (winnower) dan penggiling padi dalam bentuk Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK) Kata kunci: pengering surya hibrid, tipe resirkulasi, konveyor pneumatik, unjuk kerja, UPSK, DME/Desa E3i.
1. PENDAHULUAN
Dalam Buku Putih Kementrian Negara Riset dan Teknologi tahun 2006 telah dirumuskan peta jalan (road map) energi surya termal, dimana mulai pada tahun 2011 sudah dapat dihasilkan produk seperti alat pengering dengan energi surya yang mempunyai kapasitas yang sesuai untuk kegiatan produksi masyarakat pengguna sehingga mampu menghasilkan keuntungan penggunanya. Salah satu penerapan dari hasil penelitian surya termal ini nanatinya adalah pemanfaatannya pada UPSK di berbagai DME, apalagi saat ini beberapa PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) dengan kapasitas 20 -100 kW yang dibangun diberbagai DME hanya digunakan untuk penerangan malam hari sedangkan siangnya dibiarkan mubazir. Pada masing-masing DME umumnhya sudah tersedia pengelola unit pembangkit energi ditingkat desa. Hal ini akan sangat menguntungkan apabila hasil penelitian ini dapat diintegrasikan dengan sistem pemanfaatan listrik
17 – 1 2-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
dari PLTMH karena telah tersedia tenaga penuh waktu (full timer ) untuk mengelola penerapan hasil penelitian ini di lokasi DME. Program DME ini sebenarnya sejalan dengan konsep desa E3i(Energy, Economy, Environment) yang diajukan oleh penulis tahun 2007 dalam seminar nasional dan pelatihan pemanfaatan sumber energy terbarukan setempat. Mesin pengering dengan tenaga surya yang di sampaikan dalam makalah ini menggunakan konveyor pneumatic karena dari hasil penelitian sebelumnya berhasil mengangkut bahan granular seperti gabah (Hosokawa, dkk, 1980, Bala,1997, Hanafi,2006).
Makalah ini bertujuan untuk mengenalkan teknologi pengering energy surya hybrid yang diharapkan mampumemanfaatkan listrik PLTMH yang nantinya dapat diintegarsikan dengan mesin pengolahan lain dalam bentuk Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK, Kamaruddin 2007) untuk memacu terjadinya proses industrialisasi di DME /Desa E3i
2. PENGERING SURYA ICDC HIBRID TIPE RESIRKULASI
Pada gambar 1., ditunjukkan hasil rancang bangun mesin pengering surya ICDC hibrida tipe resirkulasi.Mesin pengering ini mempunyai ukuran panjang 3 m, lebar 3 m dan tinggi total 3 m juga. Komponen utama terdiri atas kolektor yang juga berfungsi sebagai ruang pengering (3), bak penampung (hopper) (5), konveyor pneumatik (8), distributor (2), vortex (1) dan tungku biomassa (7). Bentuk rancang bangun mesin memungkinkan terjadinya proses pengeringan di tiga lokasi dalam komponen mesin secara serentak, yang merupakan keunggulan dari mesin ini. Proses pengeringan dan pemanasan awal dapat terjadi pada bagian atas hopper (5) karena energy surya dan udara dapat masuk dan lewat melalui kedua sisi jendela transparan yang diberi pintu udara masuk dan keluar berbentuk louver.Proses pengeringan berikutnya terjadi dalam konveyor pneumatic, dimana udara panas pasokan dari tungku (7) disamping berfungsi sebagai pengangkut bahan (carrier) juga berfungsi untuk mengeringkan bahan yang mengalir secara turbulen. Pengeringan berikutnya terjadi dalam ruang pengering-kolektor surya (PKS) dimana bahan jatuh bebas sambil menggelinding diatas permukaan plat besi hitam yang panas yang merupakan lantai dari ruang pengering-kolektor surya (PKS) tadi. Disamping keunggulan terjadinya proses pengeringan serentak dalam tiga komponen mesin, dalam hopper terjadi proses pemerataan kadar air dalam bahan (tempering) yang juga dapat mempercepat proses pengeringan. Pilihan mode angkutan dengan sistem konveyor pneumatik, dikarenakan sistem ini ternyata hanya memerlukan daya yang relatip kecil persatuan laju angkutan.
1 -–12 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 1.Tampak samping dari mesin pengering hybrid ICDC tipe re-sirkulasi
3. TEORI
Proses pengeringan yang terjadi dalam komponen mesin dapat dihitung dengan mengasumsikan bahwa bahan yang dikeringkan berbentuk bola dan difusi uap air berlangsung secara merata dari dalam bahan. Perubahan kadar air dalam bahan M (%bk) dengan radius r yang mempunyai difiusivitas massa Dv, dapat dinyatakan oleh persamaan berikut. (Crank, 1975) ∂M ∂2M 2 ∂M = Dv { 2 . + . .}........ .......... .......... .......... ... dt r ∂r ∂r
(1)
Untuk kondisi awal, pada t=0, 0<Mo
0, pada r=R, M=Me, pemecahan pers.(1) untuk kadar air rata-rata dalam bahan adalah (Henderson dan Perry, 1979). M − Me 6 1 1 = 2 {exp( − Dv π 2 t / R 2 ) + exp( −9 Dv π 2 t / R 2 ) + exp( − 25 Dv π 2 t / R 2 )}..... M0 − Me π 9 25
(2)
Dan bila ruas kedua, ketiga dan seterusnya diabaikan maka proses perubahan kadar air rata-rata dalam bahan yang diasumsikan berbentuk bola menjadi M − M0 6 = 2 exp( − Dv π 2 t / R 2 ) Me − M 0 π
(3)
171 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pers, (2) dapat disederhanakan menjadi
M − M0 = exp(−kt ) Me − M 0
(4)
k= Dv π 2 / R 2
(5)
Dimana
4. PERCOBAAN
4.1. Besaran yang diukur dan instrumentasi
Mesin pengering yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada gambar. 1 dan telah diterangkan sebelumnya mengenai cara kerjanya. Pada saat akan memulai percobaan semua sensor untuk mengukur suhu, RH,daya kipas, iradiasi surya, penurunan tekanan dipasang pada masing-masing lokasi yang tepat untuk menentukan: a)
Energi pengeringan pada konveyor dan ruang pengering dengan memasang termokopel cc, pada masing-masing pintu masuk udara pengering pintu masuk dan pintu keluar pipa konveyor ruang pengering, yang kemudian masing-masing dihubungkan dengan termometer dijital merek Lutron tipe TM-903A dengan skala 0,1 0C.
b)
Penurunan tekanan dua-fase, dengan memasang sensor berupa pipa kecil dikedua ujung pipa konveyor pneumatic, dan diantara belokan untuk kemudian di sambung dengan pipa plastic transparan dan dihubungkan dengan manometer pipa U alkohol .
c)
Pasokan energi dari radiasi surya menggunakan piranometer digital merek Tenmarr tipe TM206 skala 1 W/m2
d)
RH udara luar (lingkungan) dan RH diatas hopper dengan mengukur bola basah dan bola kering dengan alat ukur merek Lutron tipe BG-UT-02P skala 1 %
e)
Daya kipas dengan menggunakan Volt dan amper meter dengan merek Lutron tipe DW-6060 dengan skala 0,1 volt dan 0,1 ampere
f)
Perubahan kadar air dengan menggunakan moisture tester merek Crown tipe TA-5 dan perubahan massa gabah sebelum dan sesudah proses pengeringan dengan timbangan analog merek Henherr Tipe H5-K dengan skala 0,5 kg.
4.2. Prosedur percobaan
Gabah yang baru dipanen dengan kadar air awal 26%bb, didapatkan dari petani sejumlah 200 kg. Gabah kemudian sekaligus dimasukkan kedalam hopper melalui jendela transparen (4)
1 -–14 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
yang diberi louver (celah udara masuk) yang juga berfungsi jalkan masuk sinar matahari dan udara luar agar diatas hopper dapat terjadi pemanasan dan pengeringan awal gabah. Jendela ini terletak pada kiri kanan, bagian samping mesin pengering (4) pada gambar 1. Tungku kemudian dioperasikan sampai tercapai suhu udara yang dalam pipa keluar tungku berada meningkat mencapai suhu dan RH yang sesuai untuk proses pengeringan pada kondisi gabah mengalir dalam kondisi mengalir. Suhu dan RH dipertahankan pada kondisi mantap (steady state). Pada saat kondisi mantap data penurunan tekanan dalam pipa konveyor, perubahan suhu udara pada pintu masuk dan keluar masing-masing komponen mesin mulai dicatat dengan data logger, begitu juga halnya dengan suhu dan RH udara luar, daya blowerdari bacaan amper dan voltmeter, serta iradiasi energi surya. Setelah itu klep pipa penghubung hopper dan pipa konveyor pneumatik dibuka dan proses pengering akan berlangsung serentak dalam konveyor pneumatik, dalam PKS, dan diatas hopper. Sementara itu proses tempering berlangsung dalam hopper dan setelah itu bahan akan jatuh secara gravitasi kembali kedalam konveyor pneumayik untuk menyelesaikan satu siklus pengeringan. Sambil pencatan data suhu, RH, penurunan tekanan udara dalam konveyor penumatik dan iradiasi energy surya, perubahan kadar air gabah diukur secara berkala setiap satu jam dengan mengambil sampel yang jatuh dari PKS.
Percobaan tahap awal dilakukan dengan beban 200 kg gabah dengan kadar air awal 25% bb dan percobaan kedua dengan beban 380.5 kg dengan kadar air awal 27.1%bb.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data percobaan
Gambar 3, 4, 5 dan 6 menunjukkan hasil percobaan pertama dengan beban 200kg dan kadar air awal 26%, dengan kebutuha daya rata-rata 500W dan laju gabah 583.5kg/jam. gambar 3 adalah perubahan iradisi surya, pada 4 jam 30 menit pertama dari percobaan pengeringan untuk mencapai kadar air akhir 19.6%. Pada kondisi tsb.iradiasi surya berfluktuasi anatara 50 W/m2-700 W/m2, dengan persentasi iradiasi dibawah 500 W/m2 sangat tinggi yaitu mencapai 78.3 %. Gambar. 4 ditunjukkan perubahan suhu udara yang keluar dari tungku pemanas Tstove, dan perubahan suhu ruang diatas hopper selama proses pengeringan.Suhu keluar tungku yang paling tinggi mencapai suhu 80 oC, tetapi kemudian menurun selama pengeringan pada tingkat suhu antara 50oC – 60oC. Pada beberapa grafik berikut data percobaan sengaja disambung untuk dapat dengan mudah mengikuti kecenderungan perubahan dan bukan hasil pengukuran yang kontinyu.Terlihat pada
171–- 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
gambar. 3
kondisi cuaca saat percobaan pengeringan berada dalm kondisi mendung dan
berfluktuasi sehingga masukan energi matahari berkurang. Walaupun demikian suhu udara pengeringan dapat dipertahankan tetap tinggi dengan dioperasikannya tungku biomassa.
Gambar 3. Perubahan iradiasi surya selama percobaan pengeringan 4 jam 30 menit pertama dengan kadar air awal 26%bb.
Hal ini terlihat lebih jelas lagi pada gambar. 5, dimana suhu udara pengeringan pada pintu masuk dan keluar pipa konveyor dapat dipertahankan stabil pada suhu sekitar 40oC-50oC, walaupun pada awalnya mengalami fluktuasi. Perbedaan suhu pada pintu masuk keluar bervariasi antara 4.9 – 13.4 derajat Celcius.
Gambar 4. Perubahan suhu ruang dan suhu udara dari tungku
Gambar 5. Hasil percobaan perubahan suhu udara masuk dan keluar dari pipa konveyor pneumatik.
171 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 6. Perbadingan antara hasil percobaan dan teori untuk k=1.25 (1/jam) dan Me=5.0 %bk, waktu tempering, 36.4 detik.
Gambar 6, menunjukkan perubahan kadar air dari 26%bb menjadi 19.6% bb, yang berlangsung antara jam 11:10 – 16:10 WIB dengan waktu istirahat jam 30 menit antara jam 13:00 13:30. Karena itu total waktu pengeringan efektip tahap pertama adalah 4 jam 30 menit. gambar.7 dan 8, adalah hasil percobaan ke dua dengan kadar air awal 19.5%bb dan beban 192 kg.Disini terlihat bahwa hasil perhitungan lebih besar disbanding data percobaan.
Gambar 7. Perubahan iradiasi surya pada 4 jam dan 30 menit pertama dari percobaan kedua dengan kadar air awal 19.5%bb, dan beban 192 kg.
Pada gambar.7, ditunjukkan perubahan iradiasi surya selama percobaan dan seperti pada percobaan sebelumnya berada pada kondisi mendung. Iradiasi surya pada saat percobaan tahap kedua ini berkisar diantara 50 W/m2-700 W/m2, dimana iradisasi >500 W/m2 mendominasi dengan nisbah sebesar 78.9%.
171 –- 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 7 dan 8, adalah hasil percobaan ke dua dengan kadar air awal 19.5%bb dan beban 192 kg. Pada Gambar.7, ditunjukkan perubahan iradiasi surya selama percobaan dan seperti pada percobaan sebelumnya berada pada kondisi mendung. Iradiasi surya pada saat percobaan tahap kedua ini berkisar diantara 50 W/m2-700 W/m2, dimana iradisasi >500 W/m2 mendominasi dengan nisbah sebesar 78.9%.Dengan mengoperasikan tungku biomassa suhu udara dalam pipa keluar tungku biomassa sudah dapat menunjukkan kondisi yang lebih stabil pada suhu sekitar 65 oC, walaupun masih berfluktuasi, bervariasi, begitu juga dengan suhu ruang diatas hopper berada pada tingkat suhu yang relatip konstan pada kisaran 40 oC -50 oC.
Gambar. 8, menunjukkan perubahan suhu pada pintu masuk dan keluar dari pipa konveyor yang bervariasi sekitar antara 51.1 – 53.8 oC pada pintu masuk dan antara 41.1 - 45.3 oC pada pintu keluar dengan perbedaan keduanya berkisar antara
6.2 – 10.3 derajat
Celcius. Gambar 9
menunjukkan perubahankebutuhan daya angkut konveyor pneumatik selama percobaan ke-2 hari pertama. Besarnya daya relatip konstan sebesar 500 W dan total konsumsi energi listrik selama 2 hari percobaan adalah 5.75 Wh.
Gambar 8. Perubahan suhu udara masuk dan keluar dari pipa konveyor pneumatik. .
Gambar 9. Perbandingan antara data dan teori pada pengeringan tahap kedua. Disini nilai k, Me dan waktu tempering sama dengan pada Gambar.6.
17 – 8 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar. 9 berikut menunjukkan perubahan kadar air dari kondisi awal 19.5% bb menjadi 14% basis basah serta perbandingannya dengan hasil perhitungan, dengan total lama pengeringan 7 jam. Dari jumlah siklus resirkulasi sebesar 20 siklus dapat dihitung lama pengeringan yaitu 20 (siklus) x 0.347 (jam/siklus) = 6.94 jam, sesuai dengan pengamatan. Dengan demikian total lama pengeringan untuk 200 kg gabah (k.a.26%bb) menjadi 11 jam 30 menit. Umumnya para petani memerlukan lebih dari satu hari untuk mendapatkan kadar air 14% bb. Selain itu petani memerlukan hamparan luas untuk menjemur beban dengan massa yang sama.
Gambar 10. Perbandingan antara hasil perhitungan dan data pada beban 380.5kg, k.a. awal 27.2%bb. Disini nilai k=1.0 )1/jam) Me=6%bk dan waktu tempering 0.095 jam
Gambar 10 menunjukkan perbandingan antara data dan teori dimana disini teori sudah lebih mendekati data hasil percobaan. Nilai,k data difusivitas massa pada kondisi pengeringan dengan bahan mengalir cenderung lebih besar dibanding data pada pengeringan stasioner seperti data Bala (1997) dikarenakan pada sistem resirkulasi perpindahan massa dan kalor berlangsung secara lebih intens. 5.2.
Energi spesifik
Energi spesifik adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk proses penguapan air dari bahan yang dikeringkan. Dari hasil percobaan dapat dihitung nilai energi spesifik berdasarkan energi listrik yang dipakai atau energi biomassa yang digunakan yang merupakan energi “komersial”.
17 1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Untuk nilai energi spesifik berdasarkan energi listrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
Es = Pw t D /
( X i − X f )W } (1 − X f )
(6)
Dari data percobaan diketahui jumlah air yang diuapkan adalah 29.79 kg sedangkan jumlah energi listrik yang dikonsumsi adalah 5.75 kWh sehingga nilai energi spesifik menjadi Es = 0.193 kWh/kg air yang diuapkan (setara dengan 0.695 MJ/kg air yang diuapkan) dan bila diperhitungkan konsumsi energi tungku maka energi spesifik mesin pengering menjadi 5.806 kJ/kg air yang diuapkan.
5.3.
Kualitas hasil pengeringan
Hasil akhir pengeringan relatip merata yaitu 14%bb ± 1.36% dengan 2% gabah yang retak. Dengan demikian dapat dianjurkan penggunaan konveyor penumatik untuk pengeringan tipe resirkulasi.
6.
KESIMPULAN
1)
Pengeringan dengan beban 200 kg gabah, 26% bb., memerlukan waktu 11,22 jam untuk mencapai kadar air akhir 14%bb dengan kebutuhan daya 500W untuk menggerakkan konveyor pneumatik (setara dengan energy 5,75 kWh), sedangkan untuk beban 380.5 kg (k.a. 27.1%bb) lama pengeringan untuk mencapai 14% diperkirakan 8.5 jam.
2)
Energi spesifik pengeringan adalah 0.193 kWh (0.695 MJ)/kg air yang diuapkan.
3)
Penerapan teori difusi dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan kadar air selama pengeringan, dimana nilai k antara 1.0-1.25 (1/jam), Me=5-6%b.
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional atas dana Penelitian Hibah Kompetensi,Surat Penugasan Penelitian No:413/SP2H/PP/DP2M/VI/2010.
1 171–- 10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
KEPUSTAKAAN
Akira Hosokawa, et.al,. 1980. Nosan Kikai Gaku, Bunko-Do.Japan. Bala,B.K, 1997. Drying and storage of cereals, India Book House, LTD. Crank, J., 1975,The Mathematics of Diffusion,2nd Ed.Oxford Sceince Publications, 2n Hanafi, 2006. Skripsi, Jurusan Teknik Pertanian, Fateta, IPB S.M. Henderson and Perry,R.L., 1976, Agricultural Process Engineering, 3rd Edition, Wiley, New York. Kamaruddin, A., 2007.Teknologi Berbasis Sumber Energy Terbarukan untuk Pertanian.CREATAIPB.
1 171–- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
DESAIN SEPEDA KELUARGA YANG ERGONOMIS Ade Supriatna Teknik Industri – Fakultas Teknik ABSTRAK Penelitian ini mengkaji aspek ergonomis dari sepeda Tandem. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah antropometri yang digunakan untuk menentukan ukuran sepeda yang ergonomis. Tujuannya adalah menentukan desain sepeda tandem yang ergonomis. Penentuan desain berdasarkan pada keluhan pengguna sepeda yang didapat dengan melakukan sampling purposive. Keluhan yang banyak terjadi adalah pegal/nyeri pada bokong 20% dan kaki dan tangan 18%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain sepeda ergonomis adalah dengan merubah tinggi stang dan juga mengurangi jarak dari sadel ke stang. Pengukuran berdasarkan antropometri dihasilkan tinggi stang 114.05 cm hal ini lebih tinggi dibanding tinggi stang awal 100.5 cm dan jarak dari stang ke sadel dari 71.5cm dikurangi menjadi 37.24cm, hal ini membuat posisi tubuh saat bersepeda lebih tegap, sehingga beban tubuh merata dibanding desain awal. Kata Kunci :Ergonomi, Sepeda Tandem, Desain sepeda, antropometri.
1. PENDAHULUAN
Beberapa produk sepeda yang ada di pasaran ada juga yang telah memperhatikan aspek kenyamanan tetapi belum memperhatikan aspek ergonominya, misalkan saja jarak antara stang dengan jok yang terlalu jauh, jarak antara sadle dengan jok yang tidak proporsional dan lain sebagainya, dengan kata lain disain sepeda tersebut tidak memperhatikan ukuran tubuh manusia (antrophometri). Hal ini dapat mengakibatkan beban kerja yang tidak merata dan pada umumnya bagian lengan, pinggang dan kaki mendapatkan beban yang paling besar.
Dengan mengkaji dalam aspek ergonomi penelitian ini menoba merancang sepeda tandem. Pedekatan yang dilakukan adalah dengan antropometri. Untuk mendapatkan ukuran tubuh, dilakukan pengukuran sample yang dilakukan pada 51 orang mahasiswa yang dipilih secara purposive yang diuji dengan validitas data agar mendapatkan rancangan sepeda tandem yang ergonomis.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Profile Responden
Survei ini dilakukan di Fakultas Teknik Industri terhadap merk sepeda X. peneliti mengambil 51 responden. Berikut ini adalah profile responden tersebut :
18 2 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Jenis Kelamin
Berdasarkan data responden dari 51 orang, laki-laki berjumlah 29 orang atau 57% sedangkan perempuan 22 orang atau 43%.
Tabel 1 Jumlah & Persentase jenis kelamin responden
Jenis Kelamin
Jumlah
%
laki
29
57
perempuan
22
43
51
100
R es ponden P erempuan 43% L elaki 57%
Gambar 1 Persentase jenis kelamin responden
Usia Responden
Komposisi responden berdasarkan usia, untuk usia paling tua adalah 1 orang (2%) dan paling muda 18 tahun sebanyak 4 orang (8%), sedangkan responden terbanyak adalah yang berusia 19 tahun (37%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 2 Usia Responden
Jenis Kelamin
Umur
Umur
18
19
20
21
22
23
24
Jumlah
laki
1
11
6
4
5
1
1
29
perempuan
3
8
8
3
Jumlah
4
19
14
7
18 1 -–12
22 5
1
1
51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Umur, 1, 2% Umur, 1, 2% Umur, 5, 10%
Umur, 4, 8%
Umur, 7, 14%
Umur, 14, 27%
Umur, 19, 37%
Gambar 2. Persentase Usia Responden
2.2 Validasi, Reliabiltas
Suatu penelitian dapat dikatakan valid apabila hasil dari butir-butir pertanyaan yang diajukan ke responden pada kolom corrected item-total correlation menujukan hasil yang positif dan lebih besar dari 1,677 (r hitung > r tabel). Begitu pula dengan reliabilittasnya, reliabilitas instrumen lebih besar dari tabel (0,863>0.6 maka varaibel-variabel tersebut valid.
2.3 Keluhan
Beberapa keluhan yang kerap terjadi saat bersepeda adalah bokong, dari 51 responden 10 orang atau 19% menjawab merasa sakit pada bagian tersebut, 9 orang pegal/nyeri pada tangan dan kaki, dan bagian lainnya yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Hal ini dapat disebabkan karena stang yang terlalu pendek hingga posisi tubuh akan membungkuk saat bersepeda.
Tabel 3 Keluhan saat bersepeda KELUHAN PADA JUMLAH RESP.
Tangan 9
Punggung 8
Leher 2
Kaki, 18%
Lengan 6
Bokong Paha 10 7
Tangan, 18%
Paha, 14%
Punggung , 16% Leher, 4% Lengan, 12%
Bokong, 20%
Gambar 3 Persentase keluhan pada anggota badan
18 1 -–13
Kaki 9
51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
2.4 Dimensi Ukuran Tubuh
Berikut ini adalah desain sepeda tandem yang ergonomis dimana terdapat perubahan beberapa bagian dari desain sebelumnya. Perubahan ini yaitu pada bagian : 42 cm 37.24 cm 11.22 cm
107 cm
39.42 cm
7.30 cm 161 cm
65 cm
9.79 cm
15 cm 35 cm 45.96 cm 44.11
114.05 cm
80.58 cm
45.44 cm
9.75cm
Gambar 4 Dimensi Desain Sepeda
Tabel 4 Hasil Ukuran Antropometri Sepeda
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tinggi Sadel Lebar Sadel Tinggi Pedal Jarak dari Sadel ke Pedal Lebar pedal Panjang Stang lebar stang Diameter stang Tinggi stang
Dimensi Desain Ergonomis (cm) 80.58 39.42 44.11 45.44 9.79 45.96 11.22 7.30 114.05
10
Jarak dari Sadel ke stang
37.24
No.
Dimensi Sepeda
Dimensi Nyata (cm) 87,5 20 54 54.5 9.5 49 11 11 100.5 71.5
3. KESIMPULAN DAN SARAN
a.
Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan pada pengendara sepeda saat mengendarai sepeda lipat yaitu posisi tinggi stang, posisi sadel, jarak antara sadel dan stang, serta Pedal.
181 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
b.
Perbedaan yang cukup signifikan adalah pada tinggi stang menjadi 114.05 cm dari 100.5 cm dan jarak dari stang ke ke sadel dari 71.5cm dikurangi menjadi 71.5cm, hal ini membuat posisi tubuh saat bersepeda lebih tegap, sehingga beban tubuh merata dibanding desain awal.
4. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada Universitas Darma Persada atas peran aktif berupa dukungan materi maupun moril guna selesainya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Averill, 2007, Simulation Modeling & Analyssis, Edisi Empat, LAW Muslim, Erlinda, 2009, Analisis Ergonomi Sepeda Lipat Terhadap Pengendara Pria Dengan Posture E valuation Index Dalam Virtual Environment M odeling, Prosiding Seminar Nasional TIMP IV , ITS, Surabaya Nurmianto, Eko, , 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Pertama, Guna Widya, Surabaya. Sutalaksana., 2006, Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, Guna Widaya, Surabaya,. Wigjosoebroto, Sritomo, 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Edisi Pertama, PT. Gunawidya.
181–- 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
IMPLEMENTASI DATAMINING UNTUK MENDAPATKAN POLA PENGUNDURAN DIRI MAHASISWA STUDI KASUS MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS DARMA PERSADA Suzuki Syofian, Wahyudi Teknik Informatika - Fakultas Teknik [email protected] , [email protected] ABSTRAK Program studi teknik informatika merupakan program studi yang baru berdiri di fakultas teknik. Animo masyarakat cukup besar terhadap program studi ini, terbukti dari laporan bagian panitia pendaftaran mahasiswa baru (PPMB). Minat calon mahasiswa urutan kedua setelah program studi sastra jepang yang ada di Universitas Darma Persada. Tahun akademik berjalan, ada kecenderungan mahasiswa tersebut mengundurkan diri tidak melakukan registrasi ulang. Hal ini ada dua kemungkinan pertama mahasiswa tersebut cuti dan yang kedua mahasiswa tidak melanjutkan kuliah. Penelitian ini membahas mahasiswa yang tidak melanjutkan kuliah dengan kata lain mengundurkan diri. Pola undur diri ini hampir terjadi tiap semester. Namun sangat di sayangkan mahasiswa yang mungkin berpotensi tidak mampu dipertahankan untuk belajar di program studi teknik informatika. Tujuan dari penelitian ini mengimplementasikan algoritma apriori untuk mendapatkan pola pengunduran diri mahasiswa. Sebagai parameter tambahan yang dijadikan isian data kuesioner yaitu dari variable-variabel salah mengambil jurusan, biaya, lokasi, dosen, hubungan antar mahasiswa dan sarana perkuliahan yang dijadikan sebagai tolok ukur dari penyebaran informasi yang diolah. Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adanya aplikasi datamining yang dapat menampilkan informasi pola pengunduran diri mahasiswa teknik informatika. Keywords : Datamining, Algoritma Apriori, registrasi, undur diri
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Awal berdiri program studi teknik informatika yang disingkat TIF di Universitas Darma Persada mendapat animo yang baik dari masyarakat. Tahun 2002 penerimaan mahasiswa baru sebanyak 49 orang. Sudah delapan tahun teknik informatika berdiri, tentunya berharap program studi ini lebih maju hendaknya. Sampai saat ini prodi ini masih di minati oleh masyarakat, terbukti tahun 2009 penerimaan mahasiswa baru sebanyak 110 orang.
Kalau dihitung sejak awal berdiri hingga sampai saat ini tahun 2010, jumlah mahasiswa teknik informatika sebanyak 500 orang belum dikurangi dengan mahasiswa yang sudah lulus. Namun dalam proses belajar mengajar mahasiswa yang aktif hanya mencapai 250 orang. Kurang
2 -–11 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
lebih 50 % mahasiswa yang telah mendaftar bahkan sudah mengikuti perkuliahan di program studi TIF ini mengundurkan diri tanpa diketahui penyebabnya.
Melihat referensi bagaimana suatu prodi berhasil dalam mengolah mahasiswa tentunya rasio mahasiswa yang mendaftar dengan yang lulus minimal 5 berbanding 1, artinya mahasiswa yang masuk 5 orang dan yang lulus hendaknya 1 orang.
Kontradiksi dengan ketentuan yang di atas. Dalam program studi tif mahasiswa yang tidak registrasi kurang lebih 50%, bukan mahasiswa yang lulus. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian, bagaimana mendapatkan informasi dari masalah yang dihadapi oleh program studi TIF, sehingga diharapkan dengan penemuan pola atau kecenderungan
dari 50% data yang
mengundurkan diri dapat didefinisikan dengan jelas bagaimana bentuk informasi dari data mahasiswa yang tidak melakukan registrasi ulang alias yang mengundurkan diri tersebut.
Salah satu cara untuk melakukan analisis kemungkinan pengunduran diri seorang mahasiswa adalah dengan melakukan analisis asosiasi yang dikenal sebagai salah satu metode data mining yang menjadi dasar dari berbagai metode data mining lainnya. Aturan asosiasi memberikan informasi dalam bentuk hubungan if-then atau jika-maka. Aturan ini dihitung dari data yang sifatnya probabilistik. [5]
1.2 Perumusan Masalah •
Bagaimana mendapatkan pola pengunduran diri mahasiswa?
•
Parameter apakah yang digunakan untuk menentukan pola pengunduran diri?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini mengimplementasikan algoritma apriori untuk mendapatkan pola pengunduran diri mahasiswa. Sebagai parameter tambahan yang dijadikan isian data kuesioner yaitu dari variable-variabel salah mengambil jurusan, biaya, lokasi, dosen, biaya, hubungan antar mahasiswa dan sarana perkuliahan yang dijadikan sebagai tolok ukur dari penyebaran informasi yang diolah. Hasil dari penelitian ini berupa aplikasi datamining untuk mengetahui pola pengunduran diri mahasiswa teknik informatika unsada.
1.4. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam pengumpulan data sebagai berikut:
191 –- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
1.
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Metode wawancara : Melakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas. Metode ini dilakukan dengan panduan daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
2.
Studi pustaka : Studi pustaka sumber yang dapat dijadikan sebagai rujukan data dan literature.
3.
Browsing internet : Browsing rujukan bersumber dari internet
2. TINJAUAN PUSTAKA
Datamining merupakan analisis dari peninjauan kumpulan data untuk menemukan hubungan yang tidak diduga dan meringkas data dengan cara yang berbeda sebelumnya, yang dapat dipahami dan bermanfaat bagi pemilik data.[2]
Hubungan atau pola yang dicari dalam datamining dapat berupa pola antara dua atau lebih dalam satu dimensi. Sebagai contoh dalam dimensi produk kita dapat melihat keterkaitan pembelian suatu produk dengan produk yang lain. Selain itu, hubungan dapat dilihat antara dua atau lebih atribut dan dua atau lebih objek [3].
Datamining disebut juga knowledge discovery in database (KDD) adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, pemakaian data historis untuk menemukan keteraturan, pola atau hubungan dalam set data berukuran besar. Keluaran datamining dapat digunakan untuk memperbaiki pengambilan keputusan di masa depan. [5]
Pengelompokan datamining berdasarkan tugas yang dapat dilakukan antara lain: deskripsi, estimasi, prediksi, klasifikasi, pengklusteran, dan asosiasi [2].
Algoritma untuk menemukan frequent itemset yang menjadi dasar pembacaan data dalam database adalah sebagai berikut: [4] foreach item, ckheck if it is afrequent itemset k=1 repeat foreach new frequent itemset Ik with k items Generate all itemset I k+1 with k +1 items, Ik Scan all transaction once and check if
19 1 -–13
I k+1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
The generated k+1 itemset are frequent k = k+1 until no new frequent itemsets are identified
Algoritma ini membagi beberapa tahap yang disebut iterasi. Tiap iterasi menghasilkan pola frekuensi tinggi dengan panjang yang sama dimulai dari pass pertama yang menghasilkan pola frekuensi tinggi dengan panjang satu. Di iterasi pertama ini, support dari setiap item dihitung dengan membaca data.
Algoritma apriori termasuk jenis aturan asosiasi pada datamining. Aturan yang menyatakan asosiasi antara beberapa atribut sering disebut affinity analysis atau market basket analysis. Analisis asosiasi adalah teknik datamining untuk menemukan aturan asosiatif antara satu kombinasi item. Dalam asosiasi terdapat istilah antecedent dan consequent, antecedent untuk mewakili bagian “jika” dan consequent untuk mewakili bagian “maka”. Dalam analisis ini, antecedent dan consequent adalah sekelompok item yang tidak punya hubungan secara bersama [5].
Metodologi dasar analisis asosiasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap analisis pola frekuensi tinggi dan tahap pembentukan aturan asosiasi. [2]
Tahap analisis frekuensi tinggi dengan mencari item yang memenuhi syarat minimum dari nilai support dalam data. Nilai support dari sebuah item diperoleh dengan rumus:
Jumlah transaksi mengandung A Support(A) =
…………..…..…(1)
Total transaksi Rumus untuk support dari 2 item yaitu : Support (A,B) = P (A ∩ B)
∑ Transaksi mengandung A dan B Support (A,B) =
………………(2)
∑ Transaksi
Tahap pembentukan aturan asosiasi dilakukan setelah semua pola frekuensi tinggi ditemukan, barulah dicari aturan asosiasi yang memenuhi syarat minimum untuk confidence dengan
19 – 4 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
menghitung confidence aturan asosiasitif A → B. Nilai confidence dari aturan A → B diperoeh dari rumus berikut:
∑ Transaksi mengandung A dan B Confidence = P(B| A) =
……..(3)
∑ Transaksi mengandung A
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk melakukan analisis kemungkinan pengunduran diri seorang mahasiswa adalah dengan melakukan analisis asosiasi yang dikenal sebagai salah satu metode data mining yang menjadi dasar dari berbagai metode data mining lainnya.
Analisis asosiasi dikenal sebagai algoritma apriori. Untuk menemukan pola frekuensi tinggi digunakan algoritma apriori. Pola frekuensi tinggi adalah pola-pola item di dalam suatu data yang memiliki frekuensi atau support di atas ambang batas tertentu yang disebut dengan istilah minimum support atau threshold. Threshold adalah batas minimum transaksi. Jika jumlah transaksi kurang dari threshold maka item atau kombinasi item tidak akan diikutkan pada perhitungan selanjutnya. Penggunaan threshold juga dapat mempercepat perhitungan.
Tabel 1 berikut menjelaskan analisis pembentukan kategori yang diambil dari dari database akademik yang ada. Penentuan kategori ini digunakan berdasarkan mahasiswa ada yang hanya aktif semester satu, semester dua, semester tiga, semester empat, semester lima, semester enam, lebih dari semester enam.
Tabel 1. Kategori Kategori S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
Keterangan Mahasiswa Aktif sampai semester satu Mahasiswa Aktif sampai semester dua Mahasiswa Aktif sampai semester tiga Mahasiswa Aktif sampai semester empat Mahasiswa Aktif sampai semester lima Mahasiswa Aktif sampai semester enam Mahasiswa Aktif sampai semester enam lebih
19 – 5 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Tabel 2. Hubungan Kategori dengan Data Kuesioner NIM
Kategori
Salah Jurusan
2010230018 2010230054 2010230024 2010230105 2010230084 2005230021 2005230018 2010230027 2005230901 2010230001
S1 S1 S1 S1 S1 S4 S5 S2 S2 S2
Ya ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Dari data diatas didapat
kandidat Pertama. Ditetapkan threshold= 3. Maka kandidat
dengan nilai kurang dari 3 akan dieliminasi seperti terlihat pada table 3.
Tabel 3. Hasil Eliminasi Itemset S1 S2 Ya Tidak Dari data diatas didapat
Jumlah 5 3 4 6
kandidat Pertama. Ditetapkan threshold= 3. Maka kandidat
dengan nilai kurang dari 3 akan dieliminasi.
Tabel 4. Kandidat kedua Itemset S1, Ya S1, Tidak S2, Ya S2, Tidak
Jumlah 4 1 0 3
Tabel 5. Tabel Setelah Dieliminasi Threshold = 3 Itemset S1, Ya S2, Tidak
Jumlah 4 3
Dari tabel 5 diatas dapat dihitung dengan rumus support dan confidence Support S1, Ya= 4 / 10 Support S2,Tidak = 3 / 10 Confidence S1, Ya = 4 / 5
19 1 - –1 6
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Confidence S2, Tidak = 3 / 3 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa alasan memutuskan kuliah pada semester ke 2 (S2) “bukan pada pola salah mengambil jurusan.”
Pada gambar 1 berikut ini merupakan tampilan awal aplikasi datamining. Ada beberapa fasilitas pada aplikasi ini antara lain: proses mining, sinkronisasi data, cleaning data, pengelolaan user management.
Gambar 1. Tampilan awal aplikasi
Gambar 2 berikut merupakan tampilan aplikasi untuk pengelolaan user. Bagi pengguna aplikasi ini wajib memasukkan user name dan password. Pada tampilan ini dapat juga untuk mengubah password yang sudah ada.
Gambar 2. Tampilan user managemen
Gambar 3. berikut merupakan form yang disediakan untuk memasukkan data atribut hasil kuesioner yang didapat.
19 – 7 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 3. Input Data Kuesioner
4.
KESIMPULAN
Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa aplikasi datamining dapat digunakan untuk menampilkan informasi pola pengunduran diri mahasiswa teknik informatika unsada. Aplikasi datamining ini dapat digunakan sebagai kajian untuk mempertimbangkan keputusan yang akan datang.
5.
SARAN
Untuk pengembangan lebih lanjut
aplikasi datamining dapat diarahkan untuk
mencari pola atribut-atribut lainnya yang ada dalam database akademik.
6. [1]
DAFTAR PUSTAKA Connolly Thomas. (2005) “Database Systems: A Practical Approach to Design, Implementation, and Management”, University of Paisley, Paisley, Addison Weslay.
[2]
Kusrini, dan Emha Taufik Luthfi, 2009, “Algoritma Data Mining”, Penerbit Andi, Yogyakarta.
19 1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
[3]
Poniah, P, 2001, “Datawarehouse Fundamentals: A Comprehensive Guide for IT Profesioanal”, John Willey & Sons, Inc.
[4]
Ramakrisnan, Ragu, 2004, “Sistem Manajemen Database”, Edisi 3, Andi Offset, Yogyakarta.
[5]
Santosa, Budi, 2007, “Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis”, Graha Ilmu, Yogyakarta
191–- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
ANALISIS TEORITIK PEMANASAN RUANG MESIN PENGERING TENAGA SURYA ICDC HIBRID TIPE PANCURAN (FLUIDISASI) Yefri Chan, Kamaruddin Abdullah Teknik Mesin – Fakultas Teknik ABSTRAK
Panas yang terjadi didalam ruang pemanas sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari yang dikenal dengan efek rumah kaca (Green House Effect), diserap benda yang ada didalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang tidak tembus penutup transparan. Ruang pemanas yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tabung dengan diameter 2m dan tinggi 2,7 m. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data awal suhu ruang pemanas untuk pengeringan gabah. Suhu ruang pengering tertinggi berdasarkan hasil perhitungan didapatkan 72 0C dan suhu lantai 0
70 C. Keyword : Efek Rumah Kaca, Suhu, Ruang Pengering, ICDC, Fluidisasi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim akibat pemanasan global telah menyebabkan tidak menentunya musim hujan. Musim hujan bisa saja terjadi pada saat panen sehingga penjemuran dapat tertunda. Hal ini akan menyebabkan bahan akan berjamur atau berkecambah sehingga tidak dapat dikonsumsi maupun dijual.
Saat ini sudah banyak dikembangkan mesin pengering berenergi surya di negara kita dan di dunia. Beberapa tipe yang yang tersedia tsb. ada yang stasioner, dengan menggunakan bak, atau rak, dan ada tipe dimana bahan yang dikeringkan bergerak secara kontinu seperti tipe drum dan tipe rak bergetar.
Mesin pengering bertenaga surya hibrid ICDC tipe pancuran yang dibuat ini merupakan tipe baru yang belum tersedia di negara kita ataupun di luar negeri. Perbedaan yang mendasar antara mesin pengering sebelumnya dengan mesin pengering bertenaga surya ICDC hibrid tipe pancuran ini, adalah bahwa daya listrik yang digunakan persatuan laju angkutan relatip kecil, dimana bahan yang dikeringkan dipancarkan secara turbulen dalam ruang pengering yang juga
202–- 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
berfungsi sebagai pengumpul panas energy surya, sehingga proses pengeringan berjalan cepat dan merata tanpa kerusakan kualitas yang berarti. Disamping itu mesin pengering bertenaga surya hibrid ICDC tipe pancuran ini, dapat terjadi proses tempering berupa waktu tinggal dalam hopper untuk meratakan kadar air dalam bahan Sistem terpadu yang diajukan pada invensi ini dapat meningkatkan frekuensi pengeringan dalam setahun, tidak tergantung tenaga listrik PLN, mudah dioperasikan dan mempunyai kapasitas yang cukup besar untuk mencapai nilai keekonomiannya (>2-3 ton basah) untuk bahan seperti gabah, kopi, jagung, lada serta bahan granular lainnya. Agar mendapatkan nilai tambah yang lebih besar invensi mesin pengering bertenaga surya hibrid ICDC tipe pancuran ini perlu diintegrasikan tungku biomassa atau pemanas tambahan lain, dan dengan mesin pengolahan lain sehingga dioperasikan sepanjang tahun tanpa tergantung cuaca dan akan dapat dihasilkan produk akhir dengan nilai tambah tinggi seperti dalam bentuk beras, kopi bubuk, tepung jagung, dll.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal suhu ruang pengering berdasarkan hasil rancangan yang dibuat.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah 1. Mendapatkan data awal suhu ruang pengering dan suhu keluaran tungku gas atau biomassa agar suhu ruang pengering diatas 60 oC dan bisa dipertahankan diatas suhu 60 0C. 2. Untuk sistem pengeringan dimana bahan mengalir pada suhu 60 oC tidak akan merusak gabah yang sedang mengalami proses pengeringan
2. TEORI
Ruang pemanas efek rumah kaca yang digunakan untuk pengeringan (green house effect solar dryer) diperkenalkan oleh Kamaruddin A. et al. Pada tahun 1990. Panas yang terjadi didalam ruang pemanas merupakan efek rumah kaca (Green House Effect) sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada didalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang tidak tembus penutup transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang.(Kamaruddin A.et al.,1990)
20 – 2 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar itu diteruskan selain di serap dan dipantulkan kembali. Oleh karena itu penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki daya tembus (transmissivity) yang tinggi dengan daya serap (absortivity) dan daya pantul (reflectivity) yang rendah agar dapat memerangkap gelombang pendek sebanyak mungkin .(Kamaruddin A.et al.,1990)
Tabel berikut ini menyajikan karakteristik beberapa bahan tembus cahaya.
Tabel 1. Karakteristik transmitivitas bahan tembus cahaya (Nelson, 1978) Jenis Bahan Udara Kaca (double strength) Polyetylene: a. 1 lapisan b. 2 lapisan Fiberglass: a. bening (clear) b. warna jade c. kuning d. putih salju e. hijau f. merah kekuningan (coral) g. jernih (canary)
Transmisi Cahaya (%) 100 90
Transmisi Panas (%) 100 88
88 81
-
92-95 81 64 63 62 61 25
63-68 61-68 37-43 30-34 60-68 57-66 20-23
2.1 Simulasi Temperatur Ruang
Perhitungan pada kondisi unsteady state dilakukan untuk menduga/ menggambarkan berapa kebutuhan panas yang diperlukan untuk mencapai suhu/temperatur ruang yang diinginkan. Persamaan unsteady state bisa memberikan gambaran perubahan suhu terhadap waktu, berikut ini persamaan yang digunakan dalam simulasi :
Suhu ruangan (Tr) :
ma .cpa .
dTr = Cpa (m& ai .Tot − m& ro .Tr ) − U L . Aw (Tr − Ta ) + h f . A f (Tr − Ta ) dt
ma = Vr − Vh Suhu lantai (Tf) :
(m.c p ) f
dT f dt
= −( h. A) f (T f − Tr ) + τ .α .I . A f − K . A f
20 1 -–13
(T f − T fo ) ∆x
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
dimana :
h f = 1,533{
(T f − Tr ) 0, 25 } L f .0.303
1 BTU = 5,678 W dimana : Tr = Temperatur ruangan (°C)
Aw = Luas keseluruhan dinding (m2)
I = Intensitas surya (W/m²)
Ta = Temperatur udara luar / lingkungan (°C)
Afw = Luas dinding carbonat yg terkena sinar Ta = Temperatur udara luar / lingkungan (°C) matahari (m2) h = Koefesien perpindahan panas konveksi Tf = Temperatur lantai (oC) (W/m2.oC) ṁ = Laju massa udara (kg/s)
K = Koefesien perpindahan panas konduksi (W/m.oC) τ.α = Konstanta tranmisi dan absorbsi dari o
cp = Panas spesifik udara (kJ/kg. C)
polycarbonat
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh ∆x = Ketebalan lantai (m) (W/m2)
3. METODOLOGI
3.1 Cara Kerja
Cara kerja mesin pengering surya ICDC hibrida tipe fluidisasi pada invensi ini secara lengkap dapat diterangkan dengan menggunakan Gambar. 1,2,3 dan 4.
Mesin pengering ini
mempunyai ukuran diameter 2 m dan tinggi total 3 m. Komponen utama terdiri atas kolektor yang juga berfungis sebagai ruang pengering (3), hopper (5), konveyor pneumatic (8), distributor (2), vortex (1) dan tungku biomassa (7). Bahan granular seperti gabah, jagung pipil, lada, kopi, kedele, dll. pertama-tama dimasukkan kedalam hopper (5) melalui pintu transparan (4). Pintu dibuat transpan dimaksudkan agar tenaga matahari dapat masuk kedalam hopper (5) sehingga akan terjadi pemanasan/pengeringan pendahuluan dari bahan yang dikeringkan. Bagian bawah hopper (5) mengerucut dengan sudut dengan bidang datar >30 derajat dan bersambung dengan pipa konveyor pneumatik (8) dengan pipa (9), sehingga gabah dalam hopper akan jatuh secara gravitasi kedalam pipa konveyor (8). Udara panas dari tungku pemanas (7) disalurkan melalui pipa pemanas (6) masuk ke pipa konveyor (8) melalui pipa pemasok (10). Gabah akan terdorong dan terangkut melalui pipa konveyor (8) akibat dorongan kipas sentrifugal (11), Gabah akan terdistribusi dalam
20 – 4 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
distributor (2) dan disebarkan secara merata kedalam kolektor surya-ruang pengering (KSP) (3). Gabah yang tersebar kedalam KSP ini akan jatuh secara gravitasi kedalam hopper (5) dan untuk seterusnya secara gravitasi masuk ke pipa konveyor melalui pipa (9) mengulangi siklus resirkulasi. Dalam KSP ini terjadi proses pengeringan dimana udara pengering masuk dari pintu (12) berbentuk segi empat yang akibat pemanasan oleh kolektor surya akan bergerak keatas disebabkan karena kerapatannya menjadi ringan disamping daya hisap dari vortex (1) yang terletak diatas distributor (2).Udara panas dari pipa pemanas (6) juga memasok udara panas kotak penukar panas yang terletak di bagian bawah KSP (3) untuk memasok panas saat cuaca buruk atau saat matahari tidak ada. Udara panas ini akan terbuang keluar dari cerobong dekat dibagian atas KSP (3) dibawah distributor. Sumber panas dapat dipasok dari tungku pemanas (7) dengan bahan bakar arang, limbah biomassa, batu bara, uap dari pembangkit panas bumi ataupun kompor minyak BBN ataupun LPG.
Gambar 2. Gambar pengering surya ICDC tipe fluidisasi
Gambar 2. Foto alat pengering ICDC tipe fluidisasi
201 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
4. HASIL DAN ANALISA
4.1 Suhu Ruang Pengering Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan suhu ruang tertinggi yaitu 72,46 oC, suhu ruang pengering sangat dipengaruhi oleh suhu keluaran dari tungku gas , massa udara, massa alat dan suhu lantai . 80
Temperatur ruang (C)
70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Waktu (jam)
Gambar 3. Grafik suhu ruang terhadap waktu
4.2 Suhu Lantai Ruang Pengering Suhu lantai tertinggi didapatkan 70,13 oC, suhu lantai dipengaruhi oleh suhu ruang, intensitas matahari dan suhu tungku gas atau biomassa. Dalam perhitungan ini intensitas matahari dianggap konstan 150 W/m2 tujuannya agar dapat mengetahui kebutuhan tambahan energi panas dari tungku gas atau biomassa. 80 Temperatur Lantai (C)
70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
Waktu (Jam)
Gambar 4. Grafik suhu lantai terhadap waktu
20 – 6 1-1
8
9
10
11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
5. KESIMPULAN 1. Suhu ruang pengering hasil perhitungan tertinggi adalah 72,6 oC dan suhu lantai tertinggi didapat 70,7 oC. 2. Suhu tungku minimal yang dibutuhkan untuk mendapatkan temperature diatas 60 oC adalah 800C.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada LP2MK Universitas Darma Persada yang telah memberikan dana penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akira Hosokawa, et.al,. 1980. Nosan Kikai Gaku.(Agricultural Process Engineering and Machinery) Bunko Do.Japan. Bala,B.K, 1997. Drying and storage of cereals, Oxforrd and IBH, Publishing Co.PVT, LTD. Bird, R.B., Steward, W.E., and Lightfoot, E.N., 1960. Transport Phenomena, John Wiley and Sons, Inc., London.Crank.J, 1986. Mathematics of Diffusion, Oxford Science Publications, Clarendon Press, Oxfor Hanafi, 2006. Skripsi, Jurusan Teknik Pertanian, Fateta, IPB Kementrian Negera Riset dan Teknologi, 2006. Buku Putih. Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025 Kamaruddin Abdullah, , M. Adhitya, and Ashary,D.:,2007.Solar Recirculation Dryer, Regional Workshop, UKM, Bangi, Malaysia Meeso, N.; Soponronnarit, S.; Wetchacama, S. Evaluation of drying system performance in rice mills. quality assurance in agricultural produce. In ACIAR Proceedings 100, Australia, 2000; pp. 286-291. Mohammed Ahiduzzaman, and Abul K. M. Sadrul Islam,2009, Energy Utilization and Environmental Aspects of Rice Processing Industries in Bangladesh, Energies, ISSN 1996-1073. (www.mdpi.com/journal/energies) Spivakovsky, A.1982. PAHCПOPTИPУЮЩИE MAШИЬI. Terjemahan. Don Danemanis. Conveyors and Related Equipment.Peace Publishers, Moscow, Rusia. Stoecker,W.F.,1989. Design of Thermal Systems,McGraw Hill, inc.
201 –- 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Treybal, R.E, 1968. Mass Transfer Operations.Second edition. McGraw- Hill Book Company, New York, St.Louis, San-Fransisco, London, Mexico,Panama, Sysdney, Toronto. Vernamkhash,M.G. H.Mobli, A.Jafar,S.Rafiee,M.Heidarysoltanabadi and K, Kheiralipour, 2007. Some Engineering Properties of Paddy (var. Sazan degi)/ Int. Journal of Agricultural Biology, Vol.9, No.5. Wijaya, 2011.Pengaruh kadar air gabah terhadap mutu fisik beras giling, Staf Pengajar Fakultas Pertanian,
Unswagati,
Cirebon.http://www.scribd.com.doc40319990/kadar-air.
Dikunjungan 22 September 2011.
20 1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
BIOREFINERY SKALA RUMAH TANGGA : INTEGRASI ENERGI TERBARUKAN - BIOGAS dan PANGAN Roy Hendroko1), Tony Liwang2), Salafudin3), L.O. Nelwan4), Praptiningsih, G.A.5), dan Satriyo K. Wahono6) 1 *)
UNSADA, Mahasiswa Pasca Sarjana – Energi Terbarukan, Jl. Raden Inten II, Jakarta 13450 2) PT Smart Tbk., Plaza BII Menara II, Lantai 10, Jl. MH. Thamrin No. 51, Jakarta 10350 3) Teknik Kimia ITENAS, Jl. PHH Mustafa No.23, Bandung 40123 4) FATETA, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16002 5) Universitas Merdeka Madiun, Jl. Serayu, PO. Box 12, Madiun 63131 6) UPT BPPTK LIPI, Jl. Jogja-Wonosari km 31,5 Desa Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta 55861 *) Alamat korespondensi Telp : 062-8159555028 dan 062-8812555028 [email protected]
ABSTRAK
Bioenergi sering dipertentangkan dengan ketersediaan pangan. Makalah ini melaporkan biogas sebagai energi terbarukan yang dikelola secara terpadu dengan tanaman pangan dalam konsep biorefinery. Biogas diperoleh dari digester berwujud septic tank toilet/ WC yang dimodifikasi. Sebagai bahan baku adalah campuran tinja dan limbah pertanian, khususnya limbah pengolahan Crude Jatropha Oil berupa bungkil (seed cake) dan daging buah (capsule husk) Jatropha curcas Linn, kultivar Jatromas. Limbah padat digester berupa sludge digunakan sebagai campuran pakan ikan lele (Clarias gariepinus) dan pupuk organik padat. Slurry sebagai limbah cair digunakan sebagai pupuk organik cair, pengisi air kolam lele, media tumbuh paku-pakuan air Azolla microphylla, sayuran kangkung (Ipomea aquatica), dan mikroalga Scenedesmus sp. Paku-pakuan aquatik, mikroalga, dan tanaman sayuran dikelola dalam sistem akuakultur (aquaponik) dengan tujuan memurnikan air kolam lele. Khusus tanaman sayuran ditumbuhkan di rakit apung (floating hydroponics). Penelitian dilakukan di kebun riset PT Bumimas Ekapersada, Bekasi, Jawa Barat pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Maret 2012. Pada makalah ini dilaporkan sebagian hasil penelitian, khususnya modifikasi septic tank sebagai digester biogas. Simpulan penelitian menunjukkan sistem ini mampu menghasilkan biogas sejumlah satu meter kubik per 72 jam, dengan kadar metana lebih besar dari 70 persen. Namun tekanan biogas relatif rendah, sehingga dibutuhkan pompa/ blower yang bekerja secara periodik untuk menarik biogas. Telaah dilakukan pula pada digester fibre glass sebagai biogas WC. Kajian ekonomi menunjukkan kelayakan dibanding LPG. Saat ini kajian masih berlanjut pada optimasi waktu kerja pompa/ blower. Masih sedang berlangsung pengamatan integrasi lele dengan slurry biogas serta Azolla microphylla dan kangkung. Hal yang sama, pengamatan unjuk kerja mikroalga Scenedesmus sp yang tumbuh di slurry untuk purifikasi gas bio. Kata kunci : Biogas/bio-metana WC-Toilet, Biorefinery, Jatropha curcas Linn
1. PENDAHULUAN
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara G-20 di Pittsburgh - USA, tanggal 25 September 2009 menyatakan Indonesia akan mengurangi emisi CO2 pada tahun 2020 sejumlah 26 persen dengan dana dalam negeri. Apabila tersedia tambahan dana dari luar negri maka Indonesia akan mampu menurunkan emisi CO2 sejumlah 41 persen (Sumiarso, L. 2011). Dengan tujuan merealisasi pernyataan ini telah diterbitkan Peraturan Presiden No. 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Peraturan Presiden No. 71/2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.
21 2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gas karbon dioksida (CO2) merupakan bagian dari Gas Rumah Kaca (GRK) yang menumpuk di troposefer dan berdampak pada global warming. Agustina, S.E. (2010) dan Bongardt, D. (2009) menunjukkan dampak negatif GRK bagi bumi pada kenaikan suhu bumi, pencairan es di kutub, kenaikan permukaan air laut dengan dampak sejumlah pesisir dan pulau akan terbenam, perubahan iklim, penurunan produktivitas tanaman budi daya, berkembangnya organisme pengganggu tanaman, penurunan ketersediaan air bersih, dan munculnya berbagai penyakit pada manusia, antara lain kangker kulit, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), dan lainlain. Gas CO2 berperan negatif karena volumenya mencapai 70 persen dari GRK meskipun memiliki GWP (global warming potensial) relatif lemah. Gas metana (CH4) yang menempati volume terbesar kedua setelah CO2 sebenarnya lebih berbahaya. Gas CH4 digolongkan GWP 21, artinya setiap molekul metana berpotensi memanaskan bumi 21 kali lipat dari molekul karbon dioksida (Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, 2006; Iklim Carbon, tt; dan Sumiarso, L.2011).
Metana dilepaskan oleh membusuknya bahan-bahan organik seperti kayu, sampah perkotaan atau pertanian / perkebunan, serta oleh gas buang atau kotoran makluk hidup. Salah satu kotoran mahluk hidup adalah tinja manusia. Tinja yang dihasilkan dari BABS atau dikumpulkan dalam ruang bawah tanah (septic tank) sebagai tempat penyimpan sementara akan memproduksi metana. Meskipun metana adalah salah satu dari GRK, namun gas CH4 adalah energi seperti terdapat pada LNG (Liquified Natural Gas), CNG (Compressed Natural Gas), dan biogas/biometana. Aziz (1991), Kosaric dan Velikonja (1995) dalam Soerawidjaja, T.H. (2011) menyatakan satu m3 biogas mencukupi untuk memasak 3 jenis masakan untuk satu keluarga terdiri 4 orang, dapat menyalakan lampu kaos/petromax setara 60 watt selama 7 jam, dapat membangkitkan listrik 1,25 kWh listrik, dapat menjalankan mesin 2 PK (HP) selama satu jam, dan dapat menjalankan lemari es kapasitas 300 liter selama tiga jam.
Sejumlah pakar mengemukakan bahwa tinja manusia mampu memproduksi
biogas
sejumlah 20 – 70 liter/kg (Afro Biogas dalam W.,Andrias, 2011; GTZ, 2009; Mang, 2005; Nagamani dan Ramasamy,1999; Sasse, L. 1988; dan UN, 1984 dalam FAO, 1996). Lebih lanjut, Jha, P.K. (2005); Nagar, N.A. dan M. H. Panchani (2011); Werner, dkk. (1989) mengemukakan setiap orang menghasilkan tinja setara 0,02 - 0,04 m3 biogas per hari. Estoppey, N (2010) mengemukakan penelitiannya di Kochi, South India bahwa septic tank dengan 2 orang dewasa dan 2 anak mampu menghasilkan 690 liter biogas/hari. Hagan, B. (2009) dalam Mahama, A. dkk. (2009) menyatakan dengan digester sebesar 35 m3 di Dodowa Senior High School di Ghana mampu memproduksi 6 – 10 m3 biogas/hari. Bustare, A. dan A. Kimaro (2002) melaporkan 1.500
1 –- 12 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
orang di Lembaga Pemasyarakatan Cyangugu, Rwanda dengan digester 150 m3 mampu menghasilkan 75.000 liter biogas/hari.
Pondok Pesantren Darul Quran, Kabupaten Gunung Kidul, dengan 400 santri melalui biogas WC mampu menghemat bahan bakar kebutuhan dapur sebesar Rp 2,5 juta/bulan (Kumoro, H.S., 2009). Yayasan Pondok Pesantren SPMAA (Sumber Pendidikan Mental Agama Allah) di Desa Turi, Kecamatan Turi, Lamongan, Jawa Timur dengan biogas WC dari 450 santri mampu menghemat bahan bakar berupa 2 truck kayu seharga Rp 1,5 juta/ bulan (Hidayat, N. dkk., 2008). Pondok Pesantren Putra-Putri dan Madrasah Nurul Furqon, Desa Kenteng, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan digester berbahan baku campuran kohe sapi sejumlah 20 ekor dan tinja dari 70 orang santri mampu menghidupkan dua lampu petromax sepanjang malam dan tidak lagi disibukkan dengan pembelian 7 tabung elpiji, 30 liter minyak tanah dan mencari kayu bakar (Sulaeman, D., 2009). Pondok Pesantren Saung Balong, Majalengka, Jawa Barat menikmati ribuan watt listrik dari jamban komunal (Saepudin, A, 2012, dalam Tunggal, N. 2012).
Disamping mencegah pelepasan metana dan memperoleh energi terbarukan, teknologi biogas WC diharapkan akan meminimasi pencemaran air sungai/ air tanah. Prihantono, W. (2011) menyatakan air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi dan PDAM Jaya Jakarta tercemar bakteri escherichia coli (E-Coli) yang diduga berasal dari pembuangan tinja secara serampangan ke Kali Bekasi. Bakteri Coli adalah penyebab terjadinya infeksi melalui air seperti diare, tifus, kolera dan hepatitis (Sumengen, S., 2011). Ambang batas maksimal kandungan bakteri E Coli dalam air 50/ 100 mililiter, namun dijumpai kandungan bakteri E Coli dalam air Kali Bekasi pernah mencapai 100 ribu/ 100 mililiter. Lebih lanjut, Badan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta menyatakan hampir 90 persen air tanah di DKI Jakarta mengandung bakteri e-coli dan sudah termasuk dalam kategori mengkhawatirkan. Banyaknya air tanah di Jakarta yang mengandung bakteri e-coli disebabkan karena baru tiga persen warga Jakarta yang dilayani Intalansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), sementara 97 persen lainnya masih menggunakan septic tank yang mengakibatkan air tanah menjadi tercemar air limbah (BPLHD, 2011). Bustare, A. dan A. Kimaro (2002) menunjang Sumengen, S. (2011) dengan mengemukakan data WHO bahwa 80% kematian di negara berkembang adalah akibat dari kontaminasi air oleh tinja manusia.
Feachem, B., dkk. (1983) dan Theilen (1990)
mengemukakan teknologi biogas WC
berdampak positif bagi kesehatan, karena sebagian besar patogen akan mati di proses fermentasi anaerob. Bensah, E.C., dkk (2010) menyatakan bahwa mikroorganisme, antara lain Typoid, Para
211 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Typoid, Vibro Cholera, dan bakteri Dysentria akan mati dalam dua minggu, sedang Hookworm dan Bilherzia akan mati dalam tiga minggu di proses anaerobik. Meynel, P.J. (1980) menambahkan data bahwa pathogen E. Coli, Salmonellae, dan Shigellae akan mati di bulan kedua dalam proses anaerobik.
MCK Plus-Plus di kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat yang dihibahkan oleh USAID di April 2007 dan dikunjungi oleh Hilarry Clinton, Menteri Luar Negri USA pada 19 Pebruari 2009, dibangun dengan biaya Rp 360 juta. “MCK
++
“ ini terdiri dari 4
kamar mandi, 6 WC dan 1 kamar mandi dan WC untuk anak, melayani lebih kurang 80 kepala keluarga RT 2, 3, 12, 13, dan 14 di RW 08 dilengkapi digester biogas berupa sebuah kubah berdiameter 4,5 meter dan tinggi 1,75 meter (Hidayat, N., dkk. 2008; Sulistyawaty, A.R. 2011). Memang relatif mahal untuk membangun sarana biogas WC dengan sistem DEWATS (Decentralized Wastewater Treatment System) seperti Petojo. Apabila akan membangun biogas WC individual, dengan teknologi anaerobik relatif sederhana dibutuhkan sebuah digester biogas dari fibre glass 4 m3 dengan perlengkapannya senilai Rp 8 – 10 juta, franco di Jakarta (Wahyuni, S. , 2011).
Dengan tujuan minimasi biaya maka diperlukan teknologi rekayasa unit biogas WC dengan pemanfaatan septic tank yang telah ada/tersedia. Keluaran yang diharapkan dari rekayasa ini adalah teknologi murah untuk membangun sebuah unit biogas WC guna mencegah pelepasan metana ke troposefer, mencegah pencemaran air tanah, dan memperoleh biogas sebagai energi terbarukan guna kebutuhan memasak.
2. BAHAN DAN METODA
Tempat kajian di kebun riset PT Bumimas Ekapersada, Bekasi, Jawa Barat. Septic tank yang digunakan berukuran (panjang x lebar x tinggi) = 2,4 x 1,4 x 1,6 meter,. Dinding septic tank terbuat dari batu bata tanpa di-aci.
3. HASIL REKAYASA DAN PEMBAHASAN
3.1. Biogas WC Dengan Blower
21 1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 1 menunjukkan kondisi septic tank sebelum rekayasa
U
Gambar 1. Kondisi Septic Tank Sebagai Bahan Kajian
Gambar 1 (kiri) menunjukkan bahwa pipa inlet ke septic tank dari jamban dalam posisi menggantung. Dinding septic tank terbuat dari bata tanpa di-aci di gambar 1 (kanan). Perbaikan dilakukan dengan mengaci dinding tersebut setinggi lebih kurang 50 persen, khususnya pada batas antara dinding dan tutup septic tank. Pipa buangan udara dipotong dan tutup septic tank diganti dengan beton untuk mencegah kebocoran agar proses anaerobik dapat berlangsung.
Dengan
pertimbangan permukaan air tanah di lokasi kajian relatif tinggi khususnya di musim hujan (tanah liat dengan draninase jelek), maka dibuat bak resapan berukuran 1,5 x 1,5 x 1 meter. Dari bak resapan dipasang pula pipa pembuangan kelebihan air ke parit. Gambar skematik, rekayasa yang telah dilakukan pada septic tank yang difungsikan sebagai digester tercantum di gambar 2.
Gambar 2. Skematik Rekayasa Septic Tank yang Difungsikan Sebagai Digester
Gambar 2 menunjukkan bak 2 - resapan yang berfungsi sebagai penampung air luapan dari bak 1 - septic tank agar di bak 1 selalu terdapat ruang sebagai penampung gas bio. Apabila di bak 2 terjadi gas bio maka akan mengalir ke bak 1. Gambar 2 menunjukkan pula bak 1 – septic tank disamping menerima tinja dari jamban, dimungkinkan pula menerima masukan limbah organik
21 1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
yang lain. Di PT Bumimas Ekapersada, dimasukkan bahan organik berupa limbah pengolahan CJO (Crude Jatropha Oil) yakni bungkil (seed cake) dan daging buah (capsule husk). Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan produksi biogas karena masukan berupa kuantitas tinja relatif kurang dan menaikkan C/N rasio tinja yang relatif rendah. Teknik ini disarankan oleh Dorothee , S. (2010); Nicolas, E. (2010), dan Tunggal, N. (2012).
Gambar 2 menunjukkan pula rekayasa yang dilaksanakan membutuhkan pompa penghisap/ blower untuk menarik gas bio dari septic tank ke holder penyimpan gas bio.
Tindakan ini
dilakukan karena gas bio lebih mudah keluar lewat “leher angsa” jamban daripada masuk ke holder penyimpan gas bio. Gambar 3 menjelaskan permasalahan ini.
Gambar 3a. Skematik “Leher Angsa” di Jamban
Gambar 3b. Skematik Digester Biogas
Gambar 3b menunjukkan skema digester dengan persyaratan tinggi larutan/ substrat di lubang pengeluaran sebesar 1.000 mm agar terdapat tekanan yang cukup untuk mendorong gas bio. Namun pada rekayasa di PT Bumimas Ekapersada, tinggi air di “leher angsa” sebagai water trap hanya 20-30 mm. Ketinggian air ini tidak mampu menahan gas bio untuk bertekanan cukup tinggi. Dampak masalah ini, bila gas bio tidak ditarik secara periodik oleh blower maka gas bio akan keluar lewat “leher angsa” jamban.
Dengan rekayasa biogas WC seperti tersebut di atas, dan biaya lebih kurang Rp 2 juta telah dapat difungsikan sebuah septic tank sebagai digester biogas. Data menunjukkan rekayasa ini, mampu menghasilkan purata gas bio sejumlah satu meter kubik per 72 jam.
3.2. Biogas WC Tanpa Blower
Namun dengan pertimbangan kesulitan operasi blower, dan biaya operasional berupa listrik maka disarankan rekayasa untuk tindak lanjut sebagai tercantum di gambar 4.
211 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 4a.
Gambar 4b.
Gambar 4. Skematik Penyempurnaan Biogas WC
Gambar 4a. menunjukkan biogas WC tanpa blower dengan persyaratan kemiringan pipa inlet diatur sedemikian rupa agar ujung pipa masuk ke dalam air/ substrat di septic tank. Demikian pula harus diupayakan tersedia ruang kosong setinggi 50-100 cm dengan mengatur ketinggian substrat di dalam septic tank. Dengan rekayasa ini maka gas bio akan mampu masuk ke holder. Gambar 4 b menunjukkan biogas WC tanpa holder. Teknologi ini dapat dilaksanakan dengan mengatur ketinggian ruang kosong di atas permukaan substrat sebesar lebih dari 100 cm.
Rekayasa sesuai gambar 4 seyogianya dilengkapi dengan bak resapan untuk membuang kelebihan substrat, khususnya pada daerah dengan permukaan air tanah tinggi. Tindakan ini harus dilakukan agar ruang kosong setinggi 50 – 100 em atau lebih dari 100 cm dapat terbentuk. Demikian pula dibutuhkan tukang batu yang handal, agar septic tank dapat kedap udara. Mengatasi masalah kedap udara, ditampilkan rekayasa biogas WC dengan digester fibre glass (Wahyuni, S. 2011) di gambar 5.
Gambar 5. Rekayasa Biogas WC Dengan Digester dari Fibre Glass
211 –- 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 5 menunjukkan sebuah digester dari fibre glass difungsikan sebagai septic tank. Sedang septic tank yang telah tersedia digunakan sebagai bak resapan. Telaah ekonomi pada rekayasa ini, tercantum di tabel 1.
Tabel 1. Analisa Ekonomi Biogas WC
Tabel 1 menunjukkan bahwa biogas WC layak dilaksanakan karena terdapat penghematan dan keuntungan ekonomi dibanding pemakaian LPG. Perhitungan ekonomi menunjukkan NPV dalam 15 tahun sebesar Rp 15.511.623,07; ROI sebesar 9,69 %, dan BEP pada tahun 9 – 10. Sebagai catatan penjual/pembuat digester menyatakan umur digester fibre glass adalah 15 – 20 tahun, dengan masa garansi alat selama 5 tahun. Telaah di tabel 1, dihitung dengan harga digester Rp 8 juta, dan ongkos pengangkutan dari Jakarta ke lokasi sebesar Rp 2 juta. Harga LPG dihitung sebesar Rp 5.850 per kg sesuai ketentuan di Perpres No. 104/2007 dan Permen ESDM No. 28/2008 (pada saat makalah ini ditulis, 9 Maret 2012, harga LPG di Malang - Jatim = Rp 6.167/kg atau Rp 74.000 di tabung biru – 12 kg, di Madiun – perbatasan Jatim-Jateng sebesar Rp 6.417/kg, dan di Adepura – Papua = Rp 17.917 per kg atau Rp 145.000 di tabung biru – 12 kg).
3.3. Biorefinery – Integrasi Biogas dan Pangan.
Gambar 2 dan 5 menunjukkan outlet biogas WC ke bak resapan. Namun di PT Bumimas Ekapersada, outlet digester biogas dimanfaatkan untuk sejumlah kegiatan terkait pangan. Tindakan biorefinery ini dilakukan sebagai jawab atas sejumlah tentangan terhadap bioenergi yang dikhawatirkan menghambat penyediaan pangan dan pakan. Gambar 6 menunjukkan kegiatan biorefinery tersebut.
21 1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 6. Biorefinery – Integrasi Biogas Pangan dan Pakan
Gambar 6 menunjukkan pelaksanaan biorefinery yakni limbah suatu proses menjadi bahan baku proses lain untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan, dengan perkataan lain “zero waste”. Digester biogas mengelola limbah tinja, kotoran hewan, limbah CJO berupa bungkil dan daging buah Jatropha curcas Linn. Limbah dari dari digester biogas berupa slury dan sludge didayagunakan sebagai pupuk organik, air pengisi kolam lele (Clarias gariepinus), campuran pakan lele, budi daya kangkung (Ipomea aquatica),
mikroalga Scenedesmus sp dan
Azolla
microphylla. Kangkung dikelola di rakit (floating hydroponics) yang mengapung di slury dan/ atau air kolam lele. Tanaman paku-pakuan air Azolla microphylla dan mikroalga Scenedesmus sp ditumbuhkan dalam sistem akuakultur (aquaponik) dengan tujuan memurnikan air kolam lele dan meningkatkan kualitas kadar metana biogas, seperti tampak di gambar 7.
Gambar7. Biorefinery – Integrasi Kangkung, Lele, dan Azolla micropylla di PT Bumimas Ekapersada
Azolla, mikro alga, dan sludge dikelola sebagai campuran pakan lele. Dengan tindakan integrasi ini, diharapkan sebuah rumah tangga akan memperoleh energi terbarukan – biogas, dan
211 –- 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
sayuran, serta protein hewani berupa ikan. Hasil pengamatan biorefenery ini sedang berlangsung, dan akan dilaporkan lebih lanjut.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
a) Dengan biaya sebesar lebih kurang Rp 2 juta, sebuah septic tank mampu difungsikan sebagai digester untuk menghasilkan energi terbarukan – biogas. b) Dibutuhkan pompa/ blower untuk menarik produksi gas bio. c) Purata produksi gas bio, sejumlah satu meter kubik per 72 jam. d) Biogas WC dengan digester fibre glass layak dikembangkan di masyarakat karena telaah menunjukkan keuntungan ekonomi bila dibanding dengan penggunaan energi fosil LPG 12 kg - tabung biru.
4.2. Saran a) Penyempurnaan lebih lanjut rekayasa biogas WC, khususnya pada penggunaan non blower. b) Pengamatan rinci biorefinery – integrasi antara
biogas – pakan – pangan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya di pedesaan.
5. DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S.E., 2010. Biomass and Other Renewable Energy in Indonesia. Engineering Fair – BEM Fakultas Teknik, Univ.Indonesia. Jakarta, 2 November 2010 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian .2006: Varietas Padi Rendah Emisi Gas Rumah Kaca. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28 No. 4 tahun 2006. Bensah, E.C., E. Atwi, and J.C. Ahiekpor. 2010. Improving Sanitation in Ghana – Role of Sanitary Biogas Plants. Journal of Engineering and Applied Sciences 5 (2). 125 – 133, 2010 Bongart, D., F. Rudolph, W. Sterk, 2009. Transport in Developing Countries and Climate Policy : Suggestions for a Copenhagen Agreement. Wuppertal Papers. No. 179. May 2009. Wuppertal Institute for Climate Environment and Energy. BPLHD,
2011.
Air
Tanah
Jakarta
Tercemar
Bakteri
E-Coli.
Dikutip
http://www.jpnn.com/read/2011/06/08/94358/Foke-Ingatkan-Air-Tanah-JakartaTercemar-Bakteri-E-Coli. Tanggal 25 Desember 2011
211 –- 110
dari
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Bustare, A. dan A. Kimaro.2002. Anaerobic Technology for Toilet Wastes Management: The Case Study of The Cyangugu Pilot Project. World Transactions on Engineering and Technology Education Vol.1, No.1, 2002 Estoppey, N. 2010. Evaluation of Small-Scale Biogas Systems for The Treatment of Faeces and Kitchen Waste. Case Study Kochi, South India. Eawag (Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology) and Sandec (Department of Water and Sanitation in Developing Countries) FAO . 1996. Biogas Technology - A Training Manual for Extension. Consolidated Management Services Nepal Ltd. and Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). Feachen, R., D. Bradley, H. Garelick, and D. Mara 1983. Sanitation and Disease:Health Aspects of Excreta and Wastewater Management. Chichester, England: John Wiley & Sons GTZ. 2009. Biogas Sanitation for Blackwater or Brownwater, or Excreta Treatment and Reuse in Developing Countries. Eschborn: German Agency for Technical Cooperation (GTZ) GmbH and Sustainable Sanitation Alliance Hidayat, N., B., Siregar, S., Hidayat, dan N. C., Zaein. 2008. Biogas – Dari Perut Kembali ke Perut. Dikutip dari http://irdy74.multiply.com/links/item/77. Tanggal 25 Desember 2011 Iklim Carbon ( tt) . Gas-gas Rumah Kaca. Dikutip
dari http://iklimkarbon.com/perubahan-
iklim/gas-gas-rumah-kaca/. Tanggal 25 Desember 2011 Jha. P.K. 2005. Recycling and reuse of human excreta from public toilets through biogas generation to improve sanitation, community health and environment. International Seminar on Biogas Technology for Poverty Reduction and Sustainable Development. Ministry of Agriculture, PRC and
Asian and Pacific Centre for Agricultural
Engineering & Machinery, Beijing, 17-20 October, 2005 Kumoro,
H.S.,
2009.
Biogas
Kotoran
Manusia
Terus
Dikembangkan.
Dikutip
dari
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/11/01/20535377/biogas.kotoran.manusia.terus.d ikembangkan. Tanggal 20 Desember 2011. Mahama, A., L. Millar, W. A. Togobo, J. Issah and M. Abdul-Kudus . 2009. Sustainable Energy for Cooking for The Ghana School Feeding Programme.
May 12-13, 2009, Tamale,
Ghana Mang, H. P. 2005. Biogas Sanitation Systems. Chinese Academy of Agricultural Engineering, Beijing.
211–-11 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Meynell P. J., 1980, Feasibility Study for a Sanitation Scheme to Produce Biogas from Human Waste in Kirillapone Shanty, Colombo, Sri Lanka, Intermediate Technology Consultants Ltd., London UK Nagamani, B., dan Rasamany, K. 1999. Biogas Technology –an Indian Perspective. Current Science , Vol 77, pp. 44-55. Nagar, N.A. dan M. H. Panchani .2011. Development of Complete Waste Management System at Domestic Level for Rural Areas.
International Journal of Earth Sciences and
Engineering , Volume 04, October 2011, pp. 434-437 Prihantono, W. 2011. Bakteri E-Coli Cemari Air Baku PDAM Bekasi dan Jakarta. Dikutip dari http://www.tempo.co/read/news/2011/09/29/057359022/Bakteri-E-Coli-Cemari-AirBaku-PDAM-Bekasi-dan-Jakarta. Tanggal 20 Desember 2011. Sasse, L. 1988. Biogas Plants. German Appropriate Technology Exchange (GATE) and German Agency for Technical Cooperation (GTZ) GmbH. Soerawidjaja, T.H. 2011
Prospek dan Potensi Teknologi Pencernaan Anaerobik di dalam
Perekonomian Berbasis Nabati. Seminar Nasional Green Productivity II “Desa Produktif Berwawasan Lingkungan”. KADIN, Jakarta, 20 April 2011 Sulaeman, D., 2009. Kotoran Santri dan Sapi Bergabung Hasilkan Biogas. Sulistyawaty, A.R.
2011. MCK Petojo, Riwayatmu Kini. Dikutip dari
http://digilib-
ampl.net/detail/detail.php?row=0&tp=artikel&ktg=sanitasi&kd_link=&kode=2587.Tan ggal 28 Desember 2011. Sumengen, S., 2011. Jarak Septic Tank ke Sumur Tentukan Kualitas Air Bersih. Dikutip dari http://www.today.co.id/read/2011/03/21/18704/jarak_septic_tank_ke_sumur_tentukan_ kualitas_air_bersih. Tanggal 15 Desember 2011. Sumiarso, L. 2011,
Global Energy Crisis and Solution Via Biogas Development.
Green
Productivity Biogas Seminar. Kadin, Jakarta, 21 Pebruari 2011 Spuhler D. 2010. Anaerobic Digestion (Small Scale) dikutip dari www.ssmw.info. Tanggal 22 Desember 2011. Theilen, U. 1990. Biogas - An Appropriate Technology for Third World Countries. Gate 2: 15-21 Tunggal, N. 2012. Teknologi Bioelektrik, LIPI Mengoptimalkan Biogas. Kompas, 2 Maret 2012. Hal. 14. Werner, U., Stoehr, U., Hees, N. 1989. Biogas Plants in Animal Husbandry. German Appropriate Technology Exchange (GATE) and German Agency for Technical Cooperation (GTZ) GmbH Wahyuni, S. 2011. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke 10. Jakarta, 8 – 10 November 2011
1 211–- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Wiji, A, 2011. Menggagas Biogas Sebagai Energi Alternatif yang Ramah Biaya dan Ramah Lingkungan. Seminar Nasional Green Productivity II “Desa Produktif Berwawasan Lingkungan”. KADIN, Jakarta, 20 April 2011
211–- 13 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
KONSEP PERANCANGAN ENERGI DI DUSUN TANGSI JAYA- GUNUNG HALU, BANDUNG BARAT SEBAGAI MODEL DESA MANDIRI ENERGI (DME) Aep Saepul Uyun, Kamaruddin Abdullah Dosen di Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Program Pasca Sarjana Energi Terbarukan-UNSADA
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model perancangan energi dengan menerapkan konsep desa E3i (Energy, Economy and Environment) sebagai perwujudan desa mandiri energy (DME) di Dusun Tangsi Jaya-Gunung Halu, Bandung Barat. Konsep perancangan energy yang digunakan dalam penelitian ini dengan menerapkan model input-output (I/O Table) wilayah tersebut. I/O table digunakan dengan mengidentifikasi sektor ekonomi yang utama dan produk lokal yang sangat berpengaruh dalam pertumbungan ekonomi di wilayah tersebut. Long Range Energy Alternatives Planning System (LEAP software) digunakan untuk membuat model skenario kebutuhan energi yang akan datang, biaya ekonomi serta mitigasi lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Keyword: I-O table, LEAP, Pertumbuhan Ekonomi
1. PENDAHULUAN
Lebih dari 20 juta penduduk Indonesia atau sekitar 13% dari populasi masih tergolong masyarakat miskin yang sebagian besar tinggal di perdesaan. Untuk mengentaskan kemiskinan tersebut salah satunya adalah dengan menjaga kesinambungan penyediaan energi dengan memanfaatkan potensi energi setempat. Ketersediaan sumber energi dapat menggerakan kegiataan ekonomi sehingga dapat memperluas lapangan kerja yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut.
Jumlah konsumsi energi di suatu wilayah juga menunjukan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Sehingga dengan tersedianya sumber energi di perdesaan, maka konsep Desa Mandiri Energi (DME) selaras dengan konsep E3i (Energy, Economy and Environment) yang diajukan oleh Universitas Darma Persada pada tahun 2007. Pertumbuhan dalam ketersediaan, akses dan keterjangkauan energi di tingkat desa dapat membantu tercapainya program MDG dengan sasaran target pengentasan kemiskinan dan terjaganya lingkungan hidup.
Perencanaan energi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan konsep Input/Output Table dan software LEAP (Long Term energy Alternatives Planning System) yang dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute (SEI). I/O table digunakan untuk melihat struktur ekonomi pada saat ini dan selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mencari sektor ekonomi yang
1 -–11 22
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
potensial yang sesuai dengan penerapan teknologi energi terbarukan yang ada di wilayah tersebut. LEAP model digunakan untuk mensimulasikan kondisi awal dari sosial-ekonomi serta penggunaan energi saat ini dari setiap sektor di I/O table. Dengan mengidentifikasi setiap sektor ekonomi dimana sumber energi terbarukan dapat dipakai pada sektor tersebut, LEAP software dapat membuat skenario dan proyeksi kebutuhan energi yang mendukung proses industrilisasi pada desa tersebut. I/O table dapat menunjukan pengaruh pemanfaatan teknologi energi terbarukan terhadap GDP dari desa dan perubahaannya dari setiap tahun sesuai dengan skenario yang dibuat.
2. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1) Untuk membuat struktur ekonomi saat ini di dusun Tangsi Jaya dengan menggunakan konsep I/O table. 2) Untuk melihat perubahan dalam I/O table setelah teknologi energi terbarukan diaplikasikan di dusun tersebut. 3) Untuk melihat kemungkinan skenario pengembangan ekonomi dan perubahan yang terjadi di I/O table dengan menggunakan LEAP software untuk 20 tahun yang akan datang.
3. METODOLOGI
Perancangan energi untuk pengembangan ekonomi untuk Dusun Tangsi Jaya ini akan meneliti keberlanjutan dari proyek microhidro dalam pemanfaatan energi terbarukan setempat. Untuk mencapai tujuan tersebut, I/O table dan LEAP software digunakan sebagai alat analisis. Model struktur pemanfaatan energi saat ini dapat ditentukan dan dengan data seluruh sumber energi terbarukan yang tersedia dapat di rekomendasikan sebagai bagian dari kebijakan energi setempat untuk mencapai target MDG yang menjamin keberlanjutan pengembangan wilayah tersebut. Dari I/O table, pertumbuhan ekonomi dan perubahaan struktur ekonomi termasuk perubahan dalam komposisi pemanfaatan beberapa sumber energi dapat diprediksi. Selain itu, model LEAP dapat menjelaskan skenario pertumbuhan ekonomi dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan dan mengurangi kebutuhan energi berbasis energi fosil.
22 1 –- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
4. DATA DAN HASIL
Kondisi Geografi dari Dusun Tangsi Jaya
Peta lokasi Dusun Tangsi Jaya seperti terlihat di gambar 1. Dusun Tangsi Jaya terletak pada ketinggian 1100 m diatas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 26-30 C dan curah hujan 2500 mm/tahun. Dusun Tangsi Jaya termasuk ke wilayah Kecamatan Gunung Halu, provinsi Bandung barat. Terdiri dari dua Rukun Tangga (RT) dengan luas wilayah 15 ha.
Dusun Tangsi Jaya dapat ditempuh dari Jakarta menggunakan angkutan darat melalui kota Padalarang- Bandung. Kemudian perjalanan dilanjutkan menggunakan angkutan umum melalui Sindangkerta-Cililing yang dapat ditempuh dalam dua jam perjalanan.
Gambar 1. Lokasi Dusun Tangsi Jaya
Kondisi Sosial Ekonomi Berdasarkan sensus 2010, populasi dari Dusun Tangsi Jaya sebanyak 272 orang dengan 77 rumah tangga dimana sebanyak 66 keluarga (71%) dikategorikan sebagai keluarga pra-sejahtera. Mata pencaharian utamanya adalah bercocok tanam padi dengan rata-rata luas tanam 3 gawang
1 -–13 22
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
(0.12 Ha) per keluarga. Para petani bercocok tanam padi dengan varietas local yang dapat dipanen setelah 7 bulan dengan rata-rata menghasilkan 0.6 ton/gawanga atau 1.8 ton/tahun. Kebanyakan hasil panen padi untuk dikonsumsi sendiri.
Sekitar 20 keluarga selain bercocok tanam padi juga bertanam sayuran dengan rata-rata waktu panen setiap 3 bulan. Pendapatan rata-rata dari bercocok tanam sayuran adalah sekitar 2 juta/keluarga/musim. Hampir semua hasil panen sayuran dijual ke pasar terdekat selain di konsumsi sendiri.
Selain sebagai petani padi dan sayuran, sekitar 70 keluarga juga merupakan petani kopi. Perkebunan kopi berada disekitar hutan dengan dengan sistem bagi hasil dengan pihak Perhutani sebagai pemilik lahan. Setiap keluarga rata-rata memiliki 0,12 ha dengan 300 pohon kopi. Setiap pohon kopi menghasilkan 600 kg biji kopi setiap panen dan dijual langsung ke penadah. Pendapatan rata-rata dari bertanam kopi adalah sekitar 1,8 juta/keluarga/tahun.
Beberapa keluarga juga memiliki ternak peliharaan. Sebanyak 14 keluarga berternak kambing/domba dengan kepemilikan rata-rata 5 ternak, selain itu sekitar 9 keluarga sebagi peternak dengan sistim bagi hasil dengan pemilik ternak. Di Dusun Tangsi Jaya juga ada beberapa kios kecil yang menyediakan keperluan sehari-hari penduduk selain pasar yang terletak sekitar 6 km ke kota Kecamatan Gunung Halu.
Struktur Konsumsi Energi
Semua rumah tangga menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama untuk memasak selain beberapa rumah tangga telah mengunaakn LPG. Rata-rata konsumsi kayu bakar untuk memasak adalah 1 m3/hari yang dikumpulkan dari ranting-ranting sekitar hutan terdekat.
Di tahun 2008, pemerintah mencanangkan Desa Mandiri Energi (DME) dengan daya 18 kW mikrohidro yang bersumber dari aliran sungai Ciputri di dusun Tangsi Jaya. Mikrohidro beroperasi rata-rata selama 16 jam/hari kecuali hari jumat dan minggu yang beroperasi 24 jam. Dalam setahun menghasilkan listik 119 808 kWh dengan 6656 jam operasi. Berdasarkan survey tahun 2010, keluarga pra-sejahtera menggunakan listrik 1 A dan dibebaskan dari biaya bulanan untuk keluarga yang tidak mampu. Untuk keluarga sejahtera menggunakan daya maksimum 2 A (450 W) dan ada 10 keluarga menggunakan listrik dari PLN (450 W).
221 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Table 1. Penggunaan Listrik di Dusun Tangsi Jaya Kategori A B C D
Kapasitas 1 A (220 W) tanpa TV 1A (220 W) dengan TV 2A (450 W) Fasilitas Umum, sekolah, sarana ibadah dan lain-lain. PLN 450 W
E
Iuran per-bulan Rp Bebas 16,000 18,000. 0
Jumlah Keluarga 5 48 14
10
Untuk keperluan memasak, setiap keluarga menggunakan kayu bakar yang dikumpulkan di hutan sekitar Dusun Tangsi Jaya.Rata-rata konsumsi kayu bakar adalah rata-rata 12 m3/tahun untuk keluarga pra-sejahtera dan 24 m3/tahun untuk keluarga sejahtera. Selain itu keluarga sejahtera juga telah menggunakan LPG dengan rata-rata pemakaian 90 kg/tahun.
Table 1. Komposisi Konsumsi Energi Rumah Tangga di Dusun Tangsi Jaya Kategori
Sejahtera
Deskripsi
Penerangan
Memasak
Penggunaan lain PraSejahtera
Penerangan
Memasak
Penggunaan lain
Jenis
Tipe Energi
Mikrohidro A 1 A (220 W) Mikrohidro B 1 A (220 W) Mikrohidro C 2 A (440 W) PLN (450 W) Tungku bakar Tradisional Tungku kayu bakar dng efisiensi tinggi Tungku LPG TV, dan lain-lain
Mikrohidro A 1 A (220 W) Mikrohidro B 1 A (220 W) Mikrohidro C 2 A (440 W) PLN (450 W) Tungku bakar Tradisional Tungku kayu bakar dng efisiensi tinggi Tungku LPG TV, dan lain lain
221 –- 15
Unit
Jumlah Keluarga
Intensitas setiap Keluarga
Listrik
kWh
0
0
Listrik
kWh
0
0
Listrik
kWh
12
1464.32
Listrik Kayu bakar
kWh m3
10 22
2096 24
Kayu bakar LPG Listrik
m3
0
10
Kg kWh
6 22
90 210
Listrik
kWh
5
585.73
Listrik
kWh
48
732.16
Listrik
kWh
2
1464.32
Listrik Kayu bakar
kWh m3
0 55
0 24
m3
0
10
Kg kWh
0 48
0 166
Kayu bakar LPG Listrik
22 1 -–16
Intermediate Input Intermediate Import Salary Surplus Primary Import
1 Paddy 2 Vegetables 3 Coffee 4 Paddy Industry 5 Coffee Industry 6 Vegetables Industry 7 Transportation 8 Electricity 9 Fuel 10 Fuel wood 11 Shop
SECTOR
Intermediate Input Intermediate Import Salary Surplus Primary Import
1 Paddy 2 Vegetables 3 Coffee 4 Paddy Industry 5 Coffee Industry 6 Vegetables Industry 7 Transportation 8 Electricity 9 Fuel 10 Fuel wood 11 Shop
SECTOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3
64,000,000 0 0 0 207,900,000 138,600,000 1,008,100,000 617,400,000 1,216,000,000 756,000,000
Coffee
64,525,600 0 1,072,500,000 1,257,986,740 2,330,486,740
753,818,290 2,043,148,000
2,796,966,290
138,600,000 1,216,000,000 756,000,000 249,480,000 49,183,750 0 144,144,000 33,117,540 693,000 184,800,000 24,948,000
final demand
-6,930,000 0 0 6,930,000 6,930,000
Impor
0 0 0 0 0
2,861,491,890 466,479,550
8
262,800 0 32,850,000 4,740 32,854,740
0 0 0 0 0 0 0 262,800 0 0 0
Electricity
2,395,012,340
138,600,000 1,280,000,000 756,000,000 0 0 0 0 33,117,540 0 184,800,000 2,494,800
Total Output
0 0 43,800,000 -43,800,000 0
138,600,000 0 1,280,000,000 0 756,000,000 0 249,480,000 249,480,000 49,183,750 49,183,750 0 0 144,144,000 144,144,000 33,643,140 525,600 693,000 693,000 184,800,000 0 24,948,000 22,453,200
Total Demand
0 0 0 0 0
4 5 6 7 Paddy Industry Coffee Industry Vegetable Industry Transportation -6,930,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Household Export Intermediate Sector Consumption 0 0 138,600,000 64,000,000 67,452,000 1,148,548,000 0 0 756,000,000 0 249,480,000 0 0 49,183,750 0 0 0 0 0 144,144,000 0 525,600 33,117,540 0 0 693,000 0 0 184,800,000 0 0 24,948,000 0
6,930,000 0 485,100,000 -353,430,000 131,670,000
1 2 Paddy Vegetables 6,930,000 0 0 64,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Fuel
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10
0 0 54,750,000 130,050,000 184,800,000
Fuel Wood
11
262,800 0 109,500,000 -107,268,000 2,232,000
0 0 0 0 0 0 0 262,800 0 0 0
Shop
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Analisi I/O Table dan LEAP
I/O Table dari Desa Tangsi Jaya I/O Table dari Dusun Tangsi Jaya seperti ditunjukan dalam Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat
ditunjukan bahwa sektor ekonomi yang paling dominan adalah sektor pertanian. Dalam kondisi ini,
industri pengolahan kopi masih belum ada dan industri pengolahan beras masih tetap tergantung
dari luar.
Table 3. I/O Table (Year : 2010) of the Tangsi Jaya hamlet
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
LEAP model digunakan untuk melihat pengaruh dari pembuatan unit pengolah skala kecil (UPSK) padi terhadap struktur ekonomi di Dusun Tangsi Jaya. Hasil perhitungan seperti di lihat dalam Tabel 4. Efek dari pembangunan UPSK dapat dilihat dengan membandingkan dengan total PDRB dimana terjadi peningkatan PDRB sekitar 40 % dibandingkan dengan kondisi tanpa UPSK pada tahun 2020.
Table 4. Perubahan PDRB dan Pendapatan/hari/orang Dengan UPSK Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Tanpa UPSK PDRB Orang/ hari 2,395,012,340 21,304 2,428,877,246 21,605 2,468,713,747 21,960 2,511,171,643 22,337 2,560,934,228 22,780 2,602,903,492 23,153 2,682,820,658 23,864 2,770,193,181 24,641 2,854,670,585 25,393 2,955,358,750 26,289 3,053,875,772 27,165 3,158,852,041 28,099 3,271,235,991 29,098 3,390,813,314 30,162 3,515,342,000 31,270 3,648,148,087 32,451 3,788,890,045 33,703 3,937,782,326 35,027 4,096,907,531 36,443 4,261,668,741 37,908 4,437,120,943 39,469
PDRB 2,274,772,340 2,483,377,246 2,716,123,747 3,277,142,300 3,475,520,680 3,688,452,000 3,926,834,700 4,186,606,760 4,464,460,860 4,769,880,680 5,097,822,060 5,415,896,400 5,760,667,420 6,130,578,620 6,529,270,900 6,958,747,700 7,419,605,040 7,915,934,400 8,451,520,420 9,025,652,860 9,643,163,140
Orang/ hari 20,235 22,090 24,161 29,151 30,916 32,810 34,930 37,241 39,712 42,429 45,346 48,176 51,242 54,533 58,079 61,900 65,999 70,414 75,178 80,285 85,778
Dengan UPSK (Mengimpor padi sebesar 13%) PDRB Orang/hari 2,274,772,340 2,488,777,246 2,728,123,747 3,493,696,643 3,812,274,228 4,182,028,492 4,622,835,658 5,141,453,181 5,751,975,585 6,482,488,750 7,351,950,772 8,359,147,041 9,579,065,991 11,059,953,314 12,866,052,000 15,077,968,087 17,794,100,045 21,142,742,326 25,281,882,531 30,409,413,741 36,775,570,943
20,235 22,138 24,267 31,077 33,911 37,200 41,121 45,734 51,165 57,663 65,397 74,356 85,208 98,381 114,446 134,122 158,282 188,069 224,888 270,498 27,127
Tabel 4 juga menunjukan bahwa dari dari perhitungan dengan asumsi 13% merupakan padi dari luar Dusun Tangsi Jaya. Hasil perhitungan menunjukan terjadi kenaikan sekitar 44.2 % dari PDRB dibandingkan dengan hanya mengolah padi yang dihasilkan sendiri. Dengan kenaikan PDRB menyebabkan tingkat penghasilan perkapita juga mengalami peningkatan menjadi 69.5 % dibandingkan tanpa pembangunan SPU.
22 1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Analisis LEAP model untuk Tangsi Jaya hamlet Pembuatan Skenario a). Komposisi Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Dusun Tangsi Jaya diasumsikan 1.025 %/tahun berdasarkan laju pertumbuhan rata-rata Provinsi Bandung Barat. Diasumsikan juga terjadi perubahan komposisi jumlah keluarga sejahtera dan pra-sejahtera, dimana terjadi penurunan jumlah keluarga prasejahtera yang disebabkan oleh peningkatan kesempatan kerja dengan dibangunnya UPSK. Jumlah keluarga sejahtera diasumsikan 50% pada tahun 2020 dan 70% diakhir tahun 2030. Diasumsikan juga tidak ada laju urbanisasi atau perpindahan penduduk dari dan ke Dusun Tangsi Jaya. Komposisi penduduk dapat dilihat pada gambar 2.
140
House Hold
120 100 80 60 40 20 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
0
Year Welfare HH
Subsistent HH
Gambar 2. Perubahan komposisi jumlah populasi penduduk di Dusun Tangsi Jaya
b). Kebutuhan Konsumsi Beras Berdasarkan hasil survey menunjukan hasil rata-rata panen padi adalah 3.3 ton/ha lebih rendah dari rata-rata produksi padi di Jawa Barat sebesar 5.6 ton/ha. Diasumsikan dengan menggunakan varietas baru yang menghasil panen tinggi dan konsumsi beras 135 kg/kapita/tahun, maka diperlukan pertumbuhan produksi padi sebesar 7%/ tahun untuk dapat mempertahankan swasembada beras sampai tahun 2020.
1 -–18 22
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 3. Perkiraan komposisi penduduk hasil perhitungan dengan menggunakan LEAP . 200 180 160 Paddy (Ton)
140 120 100 80 Paddy demand
60 40
Growth 7%
20 2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
0
Year
Gambar 4. Pertumbuhan produk beras dan kenaikan konsumsi beras yang disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk di Dusun Tangsi Jaya.
c). Perubahan Konsumsi Listrik untuk Penerangan Gambar 5 menunjukan perubahan konsumsi lisrik dimana konsumsi listrik keluarga prasejahtera akan naik karena perubahan menuju keluarga sejahtera sehingga aka nada penambahan daya dari 1 A menjadi 2 A. Jika mikrohidro terpasang saat ini sebesar 18 kW atau sebesar 119 808 kWh selama setahun, dengan kebutuhan konsumsi listrik tersebut diperkirakan pada tahun 2019 daya terpasang mikrohidro sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan listrik di dusun tersebut. Sehingga direkomendasikan untuk mencari sumber energi listrik lainnya semisal dari PLN atau membangun pembangkit listrik lainnya.
22 1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Electricity Demand (x 1000 kWh)
160 140 120 100 80 60 40
Lighting (Micro-Hydro)
20
Capacity
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
0
Year
Gambar 5. Pertumbuhan kebutuhan listrik untuk penerangan
d). Penerapan Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK) Saat ini terdapat satu UPSK kopi yang diberikan oleh kementrian energi dan sumber daya mineral dibawah program pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan listrik yang dihasilkan oleh mikrohidro. Akan tetapi, karena tidak ada modal pendukung dan daya listrik penggerak motor sangat besar maka UPSK tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk dapat meningkatkan taraf hidup penduduk setempat maka potensi energi yang ada harus dimanfaatkan secara optimal dengan mengoperasikan mikrohidro 24 jam. Kelebihan energi listrik yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menggerakan sektor ekonomi lain yang dapat meningkatkan pendapatan penduduk.
Pembuatan unit pengolahan skala kecil untuk pengolahan padi dan kopi merupakan salah satu opsi yang dapat digunakan untuk memanfaatkan sumber energi tersebut. Analisis yang digunakan berdasarkan rencana pembuatan unit pengolahan beras pada tahun 2013 dan hasil perhitungan panen dengan asumsi kenaikan rata-rata 6% / tahun untuk padi serta 7 % / tahun untuk kopi. Gambar 6 menujukan perkiraan pertumbuhan beras dan kopi di dusun Tangsi Jaya, sedangkan Gambar 7 menunjukan kenaikan permintaan energi yang diperlukan untuk penerangan dan UPSK .
221 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Gambar 6. Perkiraan pertumbuhan produksi beras dan kopi di Dusun Tangsi Jaya.
Gambar 7. Perkiraan pertumbuhan kebutuhan listrik total untuk rumah tangga dan Estimated grow on electricity demand from house hold and SPUs
KESIMPULAN
I/O Table dan LEAP software dapat digunakan sebagai alat analisis dalam perancangan dan pengembangan konsep Desa Mandiri Energi (DME) di Dusun Tangsi Jaya dengan memanfaatkan sumber daya alam mikrohidro yang tersedia. Hasil kajian menggunakan alat analisis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Dari hasil analisis I/O Table pada dusun Tangsi Jaya, terdapat dua sektor ekonomi yang dapat dikembangkan dengan sumber energi yang tesedia untuk meningkatkan taraf hidup penduduk yaitu industri pengolahan beras dan kopi. Terjadi peningkatan PDRB Dusun Tangsi Jaya
221–- 11 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
sebesar 40% dan kenaikan pendapatan per-kapita 69.5 % di tahun 2020 setelah pembangunan industri pengolahan beras dan kopi. 2.
Karena kenaikan jumlah permintaan listrik untuk penerangan dan industri pengolahan beras dan kopi, maka listrik yang dihasilkan oleh mikrohidro terpasang saat ini tidak mencukupi untuk kebutuhan tahun 2020. Sehingga perlu pembangunan unit mikrohidro lain atau sumber energi lain semisal dari PLN.
DAFTAR PUSTAKA Stockholm Environment Institute, 2005, Long-range Energy Alternative Planning System; User Guide, SEI, Boston, USA. Stockholm Environment Institute, 2010, Long-range Energy Alternative Planning System; Training Exercise, SEI, Boston, USA. Winarno, O.T., 2008, Long-range Energy Alternative Planning System; Panduan Perencanaan Energi, Pusat Kajian Kebijakan Energi- Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia. Badan Pusat Statistik, 2010. Laporan Bulanan-Data Sosial Ekonomi. Badan Pusat Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, 2011. Berita Resmi Statistik-BPS Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id Ahmed, S.S., Muhammad, S., Shabbir, R., and Wahid, A. 2010.
Predicting Future Energy
Requirements of Punjab (Pakistan) Agriculture Sector Using Leap Model. World Applied Sciences Journal 8 (7): 833-838.
221–- 12 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
PENGARUH MEDIA INTERNET TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNSADA Sukardi, Fauzi Baisyir Manajamen – Fakultas Ekonomi ABSTRAK Perkembangan teknologi jaringan Internet saat ini sudah merupakan kebutuhan pokok bagi siapa saja yang membutuhkan informasi dengan cepat. Masalah pemanfaatan internet untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa masih rendah, umumnya mahasiswa mengakses internet tidak lebih untuk jejaring social, download music, film dan game online. Peneliti mencoba mengukur besarnya pengaruh media internet terhadap motivasi belajar mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara media internet terhadap motivasi belajar mahasiswa. Penelitian dilakukan selama enam bulan di fakultas ekonomi Unsada. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel media internet dan motivasi belajar mahasiswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah sampel 200 responden. Metode analisis dengan pendekatan korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motiv responden akses internet adalah untuk jejaring social sebesar 72%, sedangkan untuk mecari materi kuliah sebesar 62%. Sedangkan hubungan antara variabel media internet dan motivasi belajar mahasiswa cukup kuat sebesar 50,4% dan variabel media internet memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar sebesar 25%, sisanya sebesar 75% di pengaruhi factor lain seperti halnya : lingkungan keluarga, lingkungan kampus, teman dekat maupun fasilitas belajar lainnya. key
1. PENDAHULUAN
Internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali dimana setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya. Internet itu sendiri berasal dari kata Interconnection Networking, yang berarti hubungan dari banyak jaringan komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon, salelit, dan lainnya.
Dalam mengatur integrasi dan komunikasi jaringan komputer ini menggunakan protokol yaitu TCP/IP. TCP (Transmission Control Protocol) bertugas untuk memastikan bahwa semua hubungan bekerja dengan benar, sedangkan IP (Internet Protocol) yang mentransmisikan data dari satu komputer ke komputer lain. TPC/IP secara umum berfungsi memilih rute terbaik transmisi data, memilih rute alternatif jika suatu rute tidak dapat di gunakan, mengatur dan mengirimkan paket-paket pengiriman data.
Internet memberikan banyak sekali manfaat, ada yang bisa memberikan manfaat baik dan buruk. Baik bila digunakan untuk pembelajaran informasi dan buruk bila digunakan untuk hal yang
23 1 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
tidak memberikan nilai manfaat dan umumnya berbau pornografi, informasi kekerasan, dan lainlainnya yang negatif.
Zaman sekarang, internet merupakan kebutuhan bagi banyak orang kususnya anak muda (mahasiswa) Fakta menunjukkan :
Tabel-1 Statistik Pengguna dan Populasi Internet di Indonesia (Tahun 2000-2010) Tahun Pengguna Populasi % Percen 2000 2,000,000 206,264,595 1.0 % 2007 20,000,000 224,481,720 8.9 % 2008 25,000,000 237,512,355 10.5 % 2009 30,000,000 240,271,522 12.5 % 2010 31,000,000 242,968,342 12.3 % sumber : http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm, Nopember 2011
Saat ini Internet bukan teknologi asing lagi namun merupakan salah satu alat yang sangat strategis dan penting di era informasi dan globalisasi ke depan. Dampak penggunaan internet yang tidak terkontrol dapat menimbulkan hal negatif. Oleh karena itu manusia dalam menggunakan internet sebaiknya juga memahami kebutuhan informasi yang dapat memberikan manfaat posif.
Seiring dengan perubahan dan paradigma proses pembelajaran, maka keberhasilan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengajar/dosen, melainkan juga keaktifan mahasiswa. Kurikulum baru tahun 2004 mempertegas bahwa proses pembelajaran harus berpusat pada peserta belajar, pengajar bukan sebagai satu-satunya sumber belajar atau sumber informasi, melainkan berperan sebagai fasilitator, dinamisator, dan motivator dalam pembelajaran.
Selain sumber belajar berupa perpustakaan yang tersedia di kampus, sekarang ini berkembang teknologi internet yang memberikan kemudahan dan keleluasaan dalam menggali ilmu pengetahuan. Melalui internet mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur dan referensi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat mempermudah proses studinya.
Penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar pengaruh media internet terhadap motivasi belajar mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Darma Persada pembelajaran di bangku kuliah.
23 1 -–12
guna
mendukung proses
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pokok masalahnya : a.
Motif apa yang paling dominan mahasiswa menggunakan internet ?
b.
Bagaimana pengaruh media internet
terhadap motivasi belajar mahasiswa di Fakultas
Ekonomi Unsada ? .
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a.
Prosentase motif mahasiswa menggunakan internet.
b.
Kuat lemahnya hubungan dan pengaruhnya media internet terhadap motivasi belajar mahasiswa fakultas ekonomi unsada.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : Bagi mahasiswa untuk belajar sendiri secara cepat, sehingga akan meningkatkan dan memeperluas pengetahuan, belajar berinteraksi, dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian Bagi para dosen bermanfaat dalam mengembangkan profesinya seperti : (a) meningkatkan pengetahuan, (b) berbagi sumber diantara rekan sejawat, (c) bekerjasama dengan pengajar di luar negeri, (d) kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung, (e) mengatur komunikasi secara teratur, dan (f) berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun internasional
2. TINJAUAN TEORI
Pengertian Internet Secara harfiah, Internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah sistem global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Manakala Internet (huruf 'I' besar) ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol)[12]
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Internet
23 1 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Jaringan
internet
juga
didefinisikan
sebagai
jaringan
komputer
yang
mampu
menghubungkan komputer di seluruh dunia sehingga berbagai jenis dan bentuk informasi dapat dikomunikasikan antar belahan dunia secara instan dan global. [13]
Selain kedua pengertian di
atas, internet juga disebut sebagai sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dari sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (e-mail, chat), diskusi (usenet news, milis, bulletin board), sumber daya informasi yang terdistribusi (World Wide Web, Ghoper), remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), serta berbagai layanan lainnya,[14].
Sejalan dengan perkembangan internet, telah banyak aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, seperti e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learning dan lainnya. Salah satu aktivitas yang berkaitan dengan proses pembelajaran adalah e-Learning. ELearning adalah wujud penerapan teknologi informasi di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. E-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar di sekolah dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet.
Internet dalam Kegiatan Belajar
Menurut Fred S Keller (2008), seorang teknolog pendidikan era tahun 1960-an mengkritik penerapan metode-metode pembelajaran konvensional yang kurang menarik perharian peserta didik. Fred menyatakan peserta didik harus diberi akses yang lebih luas dalam menentukan apa yang ingin mereka pelajari sesuai minat, kebutuhan, dan kemampuannya. Dikatakannya pula bahwa guru bukanlah satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas. Siswa harus diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar [15]
Kekayaan informasi yang sekarang tersedia di internet telah lebih mencapai harapan dan bahkan imajinasi para penemu sistemnya. Melalui internet dapat diakses sumber-sumber informasi tanpa batas dan aktual dengan sangat cepat. Adanya internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika Serikat dalam bentuk Digital Library. Sudah banyak pengalaman tentang kemanfaatan internet dalam penelitian dan penyelesaian tugas akhir mahasiswa. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar dapat juga dilakukan melalui
13
www.jurnal-kopertis4.org www.andhika.com 15 http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/13/09380069/Kunci.Sukses.Membuat.Motivation.Statement 14
23 1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
internet. Tanpa teknologi internet banyak tugas akhir dan thesis atau bahkan desertasi yang mungkin membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikannya .[16]
Para akademisi merupakan salah satu pihak yang paling diuntungkan dengan kemunculan internet. Berbagai referensi, jurnal, maupun hasil penelitian yang dipublikasikan melalui internet tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Para mahasiswa tidak lagi kesulitan mencari informasi maupun materi ajar di perpustakaan sebagai bahan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat. Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat ditemui di internet cenderung lebih up to date.
Bagi para dosen maun mahasiswa, internet bermanfaat dalam mengembangkan profesinya seperti : (a) meningkatkan pengetahuan, (b) berbagi sumber diantara rekan sejawat, (c) bekerjasama dengan pengajar di luar negeri, (d) kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung, (e) mengatur komunikasi secara teratur, dan (f) berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun internasional. Di samping itu para pengajar juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber bahan mengajar dengan mengakses rencana pembelajaran atau silabus online dengan metodologi baru, mengakses materi kuliah yang cocok untuk mahasiswanya, serta dapat menyampaikan ideidenya.
Sementara itu mahasiswa juga dapat menggunakan internet untuk belajar sendiri secara cepat, sehingga akan meningkatkan dan memeperluas pengetahuan, belajar berinteraksi, dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian.[17]
Selanjutnya manfaat internet bagi pendidikan di Indonesia, yaitu : akses ke perpustakaan, akses ke pakar, perkuliahan online, layanan informasi akademik, menyediakan fasilitas mesin pencari data, menyediakan fasilitas diskusi, dan fasilitas kerjasama.
Pengertian Media Sumber Belajar
Menurut Association for Educational Communications and Technology sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan 16 17
ww.jurnal-kopertis4.org http://re-searchengines.com/artikel.html
23 1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sumber pembelajaran dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu : - Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan - Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar-salah satunya adalah media massa.
Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting ialah "The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spartially separated”. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet) [18 ]
Berdasarkan kajian pustaka di atas menunjukkan bahwa peningkatan kualitas pendidikan di perguruan tinggi dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain : peningkatan kompetensi dosen, peningkatan muatan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian hasil belajar, peningkatan bekal ketrampilan mahasiswa, penyediaan bahan ajar yang memadai, dan penyediaan sarana belajar. Ketersediaan bahan ajar dan sarana belajar merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Namun demikian sering kali bahan ajar yang ada di perpustakaan tidak mampu memenuhi kebutuhan belajar mahasiswa, sehingga perlu memanfaatkan sumber belajar yang lain. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan oleh mahasiswa secara mandiri adalah jaringan internet. Untuk itu, bekal ketrampilan mahasiswa khususnya dalam memanfaatkan teknologi internet sangat diperlukan.
18
http://artikel.us/mangkoes6-04-2.html).
231 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Melalui internet, mahasiswa dapat mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan sesuai kebutuhan yang relevan dengan subjek mata kuliah. Sehingga pemanfaatan jaringan internet sebagai sumber belajar, akan membantu mempermudah dan mempercepat penyelesaian tugas-tugas perkuliahan, termasuk penyelesaian tuga akhir.
Oleh karena itu, dosen sebagai motivator dan dinamisator dalam pembelajaran hendaknya memberi dorongan serta menciptakan kondisi agar mahasiswa dapat secara aktif menemukan ilmu pengetahuan baru melalui pemanfaatan teknologi internet.
3. MOTIVASI BELAJAR
Pengertian Motivasi
Huitt, W. (2004) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status internal (kadangkadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.
Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2007), yaitu: Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan
23 1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian.
Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu: 1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka. 2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
4. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat penelitian : Waktu penelitian mulai awal semester ganjil 2011-2012 sampai akhir sementer ganjil 2011-2012 atau selama 6 (enam) bulan. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di lingkungan Universitas Darma Persada kususnya kepada mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ekonomi yang aktif pada semester Ganjil 2011/2012.
Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian survai, yang dipakai untuk tujuan eksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang hubungan internet dengan motivasi belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsada.
Media Internet (X) (Variabel dipenden)
Motivasi Belajar (Y) (Variabel Indipenden)
Gambar -2, Disain Penelitian
23 1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2002:72).
Sasaran populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang menggunakan media internet sebagai pembelajaran
media belajar dan
mampu meningkatkann
motivasi
mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada. Jumlah populasi dalam penelitian ini
belum dapat diketahui secara pasti karena tidak ada data yang menunjukkan berapa jumlah mahasiswa yang memanfaatkan media internet untuk mendukung belajarnya.
Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono 2002:73). Populasi dan wilayah generalisasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa yang menggunakan internet sebagai media belajar yang meliputi seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsada. Sampel penelitian diambil dengan pendekatan tabel issac dan michale dengan asumsi seluruh mahasiswa pernah menggunakan internet. Jumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi sebanyak N=465 dengan tingkat kesalahan 5% maka sampel di ambil sebanyak 200 responden.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran kuesioner kepada responden yang telah ditentukan
untuk diisi dan dikembalikan pada peneliti
sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Teknik Analisis Data Teknik analisa data pengolahan data dibantu dengan Program SPSS Seri 17 dengan menggunakan data yang terkumpul untuk dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan persentase serta menggunakan pendekatan Regresi dan korelasi sederhana. Y = a + bX Dimana : Y = Motivasi Belajar Mahasiswa (variabel terikat/dependent variabel) X = Media belajar Internet, (variabel bebas/independent variabel) a = konstanta b= Koefisien
23 1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Signifikasi regresi diuji dengan t test pada alpha 0,05 Sedangkan untuk mengihitung korelasi di gunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut : r_xy=(∑xy)/√((∑x^2 )(∑y^2 ) )
Keterangan: r_xy =Koefisiensi korelasi anatara variabel X dan variabel Y:dua variabel yang dikorelasikan ∑xy
=Jumlah perkalian x dengan y x^2 =Kuadrat dari x (deviasi x) y^2 =Kuadrat dari y (deviasi y)
Nilai r terbesar adalah +1 dan r terkecil adalah 0. r = +1 menunjukkan hubungan positip sempurna, sedangkan r = 0 menunjukkan tidak adanya hubungan. r tidak mempunyai satuan atau dimensi. Tanda + atau - hanya menunjukkan arah hubungan. Intrepretasi nilai r adalah sebagai berikut:
Tabel-2, Pedoman interprestasi Nilai r Korelasi Nilai r 0 0,00-0,20 0,21-0,40 0,41-0,60 0,61-0,80 0,81- 0.99 1
Interprestasi Tidak ada korelasi Korelasi sangat lemah Korelasi lemah Korelasi cukup kuat Korelasi kuat Korelasi sangat kuat Korelasi sempurna
Sumber : J. Supranto dalam Statistik Bisnis
Definisi Operasional Variabel Variabel Terikat (X) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Media belajar Internet yaitu merupakan salah satu media belajar dengan perangakat elektronik yang dapat terhubung dengan jaringan secara luas.
Variabel Bebas (Y) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar mahasisa yaitu motivasi yang timbul dari diri mahasiswa yang di picu oleh factor-faktor lain dari lingkungannya, termasuk media belajar internet.
231–- 10 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Internet Adalah jaringan komputer yang mampu menghubungkan komputer di seluruh dunia sehingga berbagai jenis dan bentuk informasi dapat diakses dari berbagai belahan dunia secara cepat.
Media Belajar Segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk menunjang pembelajaran, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan meningkatkan motivasi belajar secara efektiv dan efisien.
5. HASIL PENELITIAN
Pada bab ini merupakan pembahasan hasil penelitian dari tabulasi jawaban responden ke dalam bentuk yang telah diolah dengan program excel sedemikian rupa sehingga dapat di analisis sebagai berikut :
5.1 Profil Responden Untuk mendapatkan gambaran kondisi dan profil responden berikut ini hasil olah data dapat disajikan sebagaimana Tabel-2 berikut ini : Tabel -3, Profil Responden Profil Responden Jenis Kelamin Jurusan Umur Lama waktu akses internet
Lokasi akses internet
Motif akses internet
Variable pertanyaan 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Manajemen 2. Akuntansi 1. 17-20 th 2. 21-25 th 3. >26 th 1.1 Jam 2.2 jam 3.> 3 jam 1. Di rumah 2. Di Warnet 3. Di kampus 4. Di Kantor 1. Mencari materi kuliah 2. Mengirim/menerima e-mail 3.Main games 4.Untuk Jejaring Sosial
Frekuensi 62 138 108 92 149 47 4 38 53 109 126 26 71 6 124 95 63 144
Prosentase 31% 69% 54% 46% 75% 24% 02% 19% 26% 55% 63% 13% 36% 03% 62% 47% 37% 72%
5.Belanja online 6.Mengisi waktu luang
18 102
09% 51%
Sumber : Data Penelitian diolah 2012 231 –- 111
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Profil responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas berjenis kelamin perempuan dari 200 responden
138 diantaranya responden perempuan atau sebesar 69%.
Sedangkan dari umur rata-rata responden berumur antara 17-20 tahun sebanyak 149 responden atau sebesar 75%. Umumnya responden menggunakan waktu untuk akses internet rata-rata di atas 3 Jam yaitu sebanyak 109 responden atau sebesar 55%. Tempat akses internet mayoritas responden di rumah sebanyak 126 responden atau sebesar 63%. Jika di lihat dari motif responden akses internet umumnya memiliki alasan yang berbeda-beda yaitu sebanyak 166 responden mencari informasi materi kuliah atau sebesar 83%, dan sebanyak 144 responden akses internet untuk jejaring social atau sebesar 72%, sedangkan 102 responden menyatakan hanya mengisi waktu luang atau sebesar 51%.
Uji Validitas Data
Uji validitas data variable (X) Media Internet Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas.
Validitas adalah tingkat keandalah dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2004:137). Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur.
Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment. Berikut uji validitas terhadap variable dependen (X) Media Belajar Internet dengan mengambil taraf significant 5% pada N=200 Nilai r product moment.
231–- 12 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
Tabel -4, Nilai Uji validitas dependen dengan r table product moment Pertanyaan P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6 P-7 P-8 P-9 P-10 P-11 P-12 P-13 P-14 P-15
r-hitung variable (X) 0.52 0.60 0.57 0.61 0.51 0.54 0.49 0.53 0.57 0.65 0.60 0.50 0.54 0.50 0.55
r-hitung variable (Y) 0.49 0.65 0.57 0.63 0.51 0.24 0.56 0.48 0.69 0.63 0.61 0.50 0.60 0.55
r-tabel/r-kritis n=200, α=0.05
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0.14
Sumber : Data Penelitian diolah 2012 Uji validitas data variable (Y) Motivasi Belajar
Selanjutnya dilakukan pengujian validitas terhadap variabel (X) Media internet dan variable (Y) Motivasi belajar mahasiswa. Berikut ini hasil uji validitas terhadap variabel (X) Media internet dan variable dependen (Y) Motivasi belajar mahasiswa
dengan mengambil taraf significant 5%
pada N=200 Nilai r product moment.
Analisis Korelasi Berdasarkan data yang diolah menggunakan SPSS 17 di dapat hasil R, R square sebagai berikut: Tabel-5 Model Perhitungan SPSS Model Summaryb
Model
R
Adjusted R Square R Square
1 .504a .254 a. Predictors: (Constant), X
.251
Change Statistics
Std. Error of the Estimate
R Square Change
F Change
df1
4.06606
.254
67.586
1
b. Dependent Variable: Y
23 – 13 1-1
DurbinSig. F Watson df2 Change 198
.000
1.729
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Pada tabel-3 nilai R sebesar 0.504 atau sebesar 50,4%, hal ini menunjukkan hubungan variable (X) Media belajar internet terhadap variable (Y) motivasi belajar mahasiswa memiliki hubungan cukup kuat (skala 0.41-0.60). Nilai R Square = 0.254 atau sebesar 25, 4% yang disesuaikan dengan Adjusted R Square = 0,251 artinya sebesar 25% variabel terikat (Y) motivasi belajar mahasiswa dapat ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu media belajar internet (X). Sedangkan sebesar 75% ditentukan oleh variabel–variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,254, berarti bahwa variable dependen (X) media belajar internet memberikan sumbangan sebesar
25% terhadap motivasi belajar mahasiswa fakultas
ekonomi Universitas Darma Persada.
Untuk mengetahui hubungan variable bebas (X) Media belajar Internet terhadap variable (Y) Motivasi belajar mahasiswa digunakan analisis correlations
Tabel-6 Model Perhitungan SPSS dengan Model ANOVAb Model 1
a.
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1117.381
1
1117.381
Residual
3273.499
198
16.533
Total
4390.880
199
F 67.586
Sig. .000a
Predictors: (Constant), X
a. Dependent Variable: Y
Pengaruh variabel dipenden (X) media belajar internet di dapat dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS 17 for windows. Nilai F-hitung nyata pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukkan nilai dari F hitung sebesar 67,599 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, artinya media internet ada pengaruhnya terhadap motivasi belajar mahasiswa.
Selanjutnya dari hasil perhitungan SPSS dapat dilakukan uji hipotesis nyata model regresi linier dengan mengambil hipotesis : H0 = Diduga Variabel
dipenden (X) tidak mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar
mahasiswa berupa garis linier.
231 –- 114
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
H1= Diduga variabel dipenden (X) mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa berupa garis linier.
Jika F hitung < F tabel 0,01 H0 diterima atau sebaliknya.
Untuk menguji hipotesis tersebut ada hubungan atau tidak variabel dipenden (X) terhadap variabel indipendek (Y) dapat dilihat dari hasil pengujian nilai F sebesar 67.586, dengan mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 1% maka dari tabel distribusi F di dapat nilai F sebesar F,0.01,5,283 = 3.02. Dikarenakan F-hitung sebesar 67.586 > dari F-tabel 3.02, maka H0 ditolak, artinya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara linier antara variabel dipenden (X) media belajar internet dengan variable indipenden (Y) motivasi belajar mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada.
Analisi Regreasi
Regresi linier sederhana adalah regresi yang melibatkan hubungan antara satu variable tak bebas (Y) dihubungan dengan satu variabel bebas (X). Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana adalah: y = a + bx
Dimana: y = variabel (Motivasi belajar mahasiswa) a = intersep (titik potong kurva terhadap sumbu y) b = kemiringan (slope) kurva linear x = variabel (Media belajar internet)
Berikut ini hasil perhitungan SPSS sebagaimana ditunjukkan dalam table-6 berikut ini : Tabel-7, Model Perhitungan SPSS Model Coefficientsa
Model 1
(Constant)
Variabel (X) a. Dependent Variable: Y
Unstandardized Coefficients B
Std. Error
18.496
3.256
.522
.063
231–- 15 1
Standardized Coefficients
t
Sig.
5.681
.000
8.221
.000
Beta .504
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Hasil regresi linier berganda,
di-formulasikan persamaan regresi untuk mengestimasi
variabel terikat dengan menggunakan variabel bebas ádalah sebagai berikut : Y = 18.496 + 0.522 X
Dari persamaan regresi di atas diketahui bahwa variabel bebas : Media belajar Internet memiliki pengaruh yang
searah
(X)
terhadap variabel terikat Motivasi Belajar Mahasiswa (Y).
Pengaruh ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan pada variabel bebas seperti dosen dalam memberikan tugas-tugas kuliah selalu dihubungan dengan media internet maka akan meningkatkan pula variabel terikat.
Pembuktian Hipotesis Pembuktian Hipótesis menggunakan Uji t (Parsial ) untuk melihat pengaruh secara parsial dari variable bebas Media belajar internet (X),
terhadap variabel terikat Motivasi belajar
mahasiswa (Y). Adapun kriteria pengujiannya adalah : H0 diterima : Sig t > 0,05 dan t hitung < t tabel. Ho diterima : Sig t < 0,05 dan t hitung > t tabel. H0 : Variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Ha : Variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas Media belajar Internet (X) terhadap variabel terikat Motivasi belajar mahasiswa (Y). H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel
bebas Media belajar Internet (X)
terhadap variabel terikat Motivasi belajar mahasiswa (Y).
Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa dilihat dari tabel t hitung untuk variabel Media belajar internet (X) adalah 8.221 > t tabel sebesar 1.960 dan tingkat signifikan 0,000 (p<0,05) maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel Media belajar internet terhadap Variabel Motivasi belajar mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pengaruh media belajar internet terhadap motivasi belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada dapat disimpulkan bahwa berdasarkan profil dari 200 responden menunjukkan secara umum responden berjenis kelamin perempuan
231 –- 116
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
sebanyak 138 responden atau sebesar 69%. Sedangkan dari segi umur umumnya berumur 17-20 tahun sebanyak 149 responden atau 74.6%. Waktu yang digunakan untuk akses internet sebanyak 109 responden dan umumnya lama akses internet di atas 3 jam di rumah sebesar 126 responden atau 63%. Sedangkan motif mengakses internet digunakan untuk mencari materi kuliah sebanyak 166 atau 83%, untuk jejaring social sebanyak 144 responden atau 72%. Sedangkan dari 102 responden mengakses internet hanya mengisi waktu luang saja.
Selanjutnya hasil analisis statistic dengan pendekatan korelasi dan regresi menunjukkan hasil bahwa hubungan antara media belajar internet terhadap motivasi belajar mahasiswa di fakultas ekonomi menunjukkan 0.504 atau 50% yang berarti variabel (X) media internet memiliki hubungan cukup kuat dengan variabel (Y) motivasi belajar mahasiswa. Sedangkan jika dilihat dari besarnya pengaruh variabel (X) media internet terhadap variabel (Y) motivasi belajar mahasiswa sebesar 0.254 atau sebesar 25.4% mampu memberikan kontribusi terhadap motivasi belajar mahasiswa. Sedangkan sebesar 74.6% di di pengaruhi oleh factor lain seperti : Buku-buku perpustakaan, lingkungan kampus, dosen serta factor keluarga yang tidak diteliti pada penelitian ini.
Saran-saran
Untuk memanfaatkan fasilitas media internet dalam proses pembelajaran, sebaiknya para dosen ketika memberikan tugas-tugas kepada para mahasiswa, mencari data-data agar selalu menggunakan media tersebut. Perubahan informasi yang cepat dan instan adalah melalui media internet. Saran lain yang konkrit saya sampaikan adalah sbb : Dosen lebih menekankan tugas-tugas mahasiswa dengan menggunakan media internet SAP
Setiap mata kuliah sumber referensi selain buku2 perlu ditambah dengan
pemanfaatan internet. Fasilitas internet di lingkungan kampus perlu di tingkatkan seperti sudut kampus yang belum ada jaringan dengan wireless.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2005). Sekilas Perkembangan Internet di Indonesia. Anonim. (2005). Kamus Istilah Internet. Arif A Mangkoesapoetro. (2004). Pemanfaatan Media Massa Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Di Tingkat Persekolahan.
231–- 17 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Fred S. Keller - 2008 Psychologists have been ardent professionals, an eager, easily PRINTED IN THE UNITED STATES OF AMERICA E-50005 EDITORS INTRODUCTION Andhika. (2005). Apa itu Internet ? Huitt, W. (2004). Values. Educational psychology interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. J. Supranto (2001), Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi enam, Jilid 2 Erlangga. Marsell Ruben Payong. (2005). Good Bye Teacher. Philip Rechdalle.(2005). Internet dan Pendidikan. Sugiyono 2002, Metode Penelitian Bisnis, Jakarta Thursan Hakim (2000). Belajar secara efektif, Pustaka Swadaya Pembangunan Nusantara http://id.wikipedia.org/wiki/Internet, Nopember 2011 www.jurnal-kopertis4.org, Nopember 2011 www.andhika.com, Desember 2011 http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/13/09380069/Kunci.Sukses.Membuat.Motivation.Stateme nt, Nopember 2011 http://re-searchengines.com/artikel.html
23 – 18 1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012
DATA BASE ALUMNI UNSADA TAHUN 1991 – 2011 Firsan Nova, Jombrik dan Dini Rahayu, Manajemen - Fakultas Ekonomi Unsada [email protected] ABSTRAK
Sebagai output universitas, alumni merupakan aset penting Unsada. Masalah penelitian ini adalah bagaimana profil alumni Unsada tahun 1991-2011. Khususnya mengenai pengalaman kerja, posisi, industri, kompetensi, lama bekerja, kesesuaian pendidikan dengan pekerjaan dan lain-lain. Analisa data yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi. Mayoritas responden adalah lulusan tahun 2007. Kesimpulan yang bisa diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut: posisi alumni saat ini didominasi sebagai staf di tempat mereka bekerja, jenis perusahaan tempat alumni bekerja adalah swasta, ruang lingkup industri yang digeluti alumni Unsada saat ini adalah pendidikan, pendidikan alumni sesuai dengan pekerjaannya saat ini, alumni Unsada tidak memakan waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan pertamanya, dan ilmu yang diterima alumni saat di kuliah dapat diterapkan di tempat bekerjanya saat ini.
Kata Kunci: data base alumni
1. PENDAHULUAN
Setelah 25 tahun Unsada berdiri, data base tentang alumni Unsada tidak terdata dengan baik. Hal ini merugikan ketika akreditasi dilakukan. Di luar akreditasi, bagaimanapun juga Unsada harus memiliki database alumninya. Sebagai output universitas, alumni merupakan aset penting Unsada.
Masalah penelitian ini adalah bagaimana profil alumni Unsada angkatan 1991-2011. Khususnya mengenai pengalaman kerja, posisi, industri, kompetensi, lama bekerja, kesesuaian pendidikan dengan pekerjaan dan lain-lain.
Alumni, kampus, dan dunia global dibutuhkan untuk saling mendukung satu sama lain. Alumni menjadi penghubung kampus dengan dunia global, alumni juga berfungsi sebagai media yang menyampaikan visi dunia kepada kampus. Dengan demikian, perlu kesiapan dari Universitas untuk meningkatkan peran alumni terutama dalam mengembangkan rencana strategis universitas ke depan.
Alumni Unsada sudah tersebar di ranah intelektual, bisnis, dan pemerintah. Ini merupakan kekayaan tersendiri untuk dapat dijadikan sebagai penghubung kampus dengan dunia praktis. Sementara itu, salah satu indikator tercapainya kinerja sebuah universitas menurut Times Higher Education adalah terkait daya serap lulusan. 24 1 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Sebagai Univesitas yang mempunyai komitmen tinggi untuk mencetak sumber daya manusia berkualitas di Indonesia, diharapkan Unsada dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi unggulan lain. Saingan dari lulusan Unsada bukan hanya dari kampus yang terbaik di Indonesia, tetapi juga kampus-kampus terbaik di dunia.
Dengan demikian, Unsada harus mempersiapkan penyelenggaraan pendidikan yang mampu bersaing dengan univrsitas lain. Kualifikasi lulusan yang dihasilkan pun harus berkualitas internasional.
Peran alumni sangat strategis dalam penilaian kerja universitas. Akreditasi nasional dan internasional ukurannya antara lain adalah keberhasilan alumni. Keberhasilan alumni adalah keberhasilan Unsada. Alumni sukses, Unsada juga sukses.
2. METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh alumni Unsada dari angkatan pertama tahun 1991-2011 sebesar 5370 alumni dengan sampel sebesar 586 alumni. Namun kuesioner yang terkumpul sebanyak 353 buah kuesioner. Kendala terbesar pada pengumpulan data adalah kurangnya data sekunder mengenai nomer telepon yang bisa dihubungi, email ataupun alamat rumah atau kantor. Sejumlah responden bisa dihubungi namun tidak mengembalikan kuesioner yang kami kirimkan.
Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh langsung dari sumber informasi yaitu alumni Unsada yang menjadi objek pada penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan menghubungi alumni melalui telepon, email, faximilie, pertemuan, jejaring sosial dan lainnya.
Teknik Analisa Data Analisa data yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Contoh statistika deskriptif yang sering muncul adalah, tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain di
24 1 -–12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
majalah dan koran-koran. Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. Informasi yang dapat diperoleh dari statistika deskriptif ini antara lain ukuran pemusatan data, ukuran penyebaran data, serta kecenderungan suatu gugus data.
Statistik deskriptif (descriptive statistic) secara umum merupakan ilmu statistik yang mempelajari tata cara pengumpulan, pencatatan, penyusunan dan penyajian data penelitian dalam bentuk distribusi frekuensi atau grafik dan selanjutnya dilakukan pengukuran nilai-nilai statistiknya seperti rata-rata (mean), median, modus, deviasi standar, varians dan sebagainya.
Statistik deskriptif juga mencakup perhitungan-perhitungan sederhana, yang biasanya merupakan statistik dasar, yang meliputi perhitungan frekuensi, frekuensi kumulatif, persentase, persentase kumulatif, skor tertinggi, range dan lain-lain. Statistik deskriptif merupakan salah satu ilmu statistik yang jamak dipergunakan dan dapat dengan mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun.
Jangka Waktu Penelitian Jangka waktu penelitian ini sekitar 6 bulan dari bulan Oktober 2011 - Maret 2012.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data alumni yang mengisi kuesioner adalah dengan bertemu langsung sebesar 43,8%, telepon sebesar 22,3%, e-mail sebesar 17,1%, jejaring sosial sebesar 16,2%, dan yang tidak melalui kelimanya sebesar 0,6%.
b.
Jenis Kelamin Jenis kelamin alumni yang mengisi kuesioner adalah laki-laki sebesar 51,9% dan perempuan sebesar 48,1%.
c.
Usia Usia alumni yang mengisi kuesioner adalah < 25 tahun sebesar 29,3%, 31-35 tahun sebesar 21,4%, 26-30 tahun sebesar 20%, 36-40 tahun sebesar 19,7%, ≥ 40 tahun sebesar 6,1%, dan yang tidak mengisi sebesar 3,5%.
d.
Status Status alumni yang mengisi kuesioner adalah belum menikah sebesar 50,4%, menikah sebesar 44,1%, yang tidak mengisi sebesar 3,8% dan janda/duda sebesar 1,7%.
24 1 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
e.
Fakultas Fakultas alumni yang mengisi kuesioner adalah fakultas sastra sebesar 40,6%, fakultas ekonomi sebesar 35,1%, fakultas teknik sebesar 24,1%, dan fakultas teknologi kelautan sebesar 0,3%.
f.
Jurusan Jurusan alumni yang mengisi kuesioner adalah Manajemen 27%, Jepang S1 17,1%, Akuntansi 8,1%, Cina D3, Elektro, dan Industri 6,7%, Inggris S1 5,8%, Cina S1 4,9%, Jepang D3 4,1%, Sistem Informasi dan Informatika 3,8%, Inggris D3 2% dan sistem perkapalan 0,3%.
g.
Tahun Lulus Tahun lulus alumni yang mengisi kuesioner adalah 2011 sebesar 27%, 1999 sebesar 9,6%, 1998 sebesar 9%, 2010 sebesar 8,1%, 2009 sebesar 6,7%, 2000 dan 2001 sebesar 5,2%, 2007 sebesar 4,9%, 2008 sebesar 4,6%, 2002 sebesar 3,5%, 2006 sebesar 2,6%, 1997, 2003 dan 2005 sebesar 2,3%, 1995 dan 2004 sebesar 1,7%, 1994 sebesar 1,2%, 1996 sebesar 0,9%, 1992 sebesar 0,6%, 1993 dan yang tidak mengisi sebesar 0,3%.
h.
Status Masuk Kuliah Status mahasiswa saat alumni masuk ke UNSADA yang mengisi kuesioner adalah mahasiswa baru sebesar 94,8%, lanjutan D3 ke S1 sebesar 2,9%, pindahan sebesar 2%, dan yang tidak mengisi sebesar 0,3%.
i.
Lama Kuliah Lama kuliah alumni di UNSADA yang mengisi kuesioner adalah 4 thn sebesar 38%, yang tidak mengisi sebesar 24,1%, 5 th sebesar 18,8%, 3 th sebesar 8,4%, 6 thn sebesar 6,7%, 7 thn sebesar 2,6%, 1 dan 9 thn sebesar 0,6%, dan 2 thn sebesar 0,3%.
j.
IPK IPK alumni yang mengisi kuesioner adalah IPK 2,50-2,99 sebesar 36,2%, IPK 3,00-3,50 sebesar 35,4%, IPK 3,51-4,00 sebesar 12,2%, yang tidak mengisi sebesar 10,7%, dan IPK 2,00-2,49 sebesar 5,5%.
k.
Pencarian Kerja Pencarian kerja (lama waktu yang dihabiskan untuk memperoleh pekerjaan pertama) alumni yang mengisi kuesioner adalah 0-6 bulan sebesar 70,7%, 6-12 bulan sebesar 16,8%, yang tidak mengisi sebesar 7,6%, 1-2 thn sebesar 3,2%, dan > 2 thn sebesar 1,7%.
l.
Bekerja/Tidak Bekerja Bekerja atau tidaknya alumni saat ini yang mengisi kuesioner adalah bekerja sebesar 88,4%, tidak bekerja 9,9% dan yang tidak mengisi sebesar 1,7%.
24 1 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
m.
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Kesesuaian Pendidikan Kesesuaian bidang pendidikan dengan pekerjaan alumni yang mengisi kuesioner adalah sesuai dan cukup sesuai sebesar 27,2%, sangat sesuai sebesar 22,6%, tidak sesuai sebesar 13,3%, yang tidak mengisi sebesar 8,4%, dan sangat tidak sesuai sebesar 1,2%.
n.
Prosentase Ilmu yang Dikuasai Prosentase ilmu yang diterapkan alumni yang mengisi kuesioner adalah 51% - 100% sebesar 41,2%, 26% - 50% sebesar 32,2%, 1% - 25% sebesar 14,2%, yang tidak mengisi sebesar 9%, 0% sebesar 3,5%.
o.
Jenjang Karir Jenjang karir alumni yang mengisi kuesioner adalah mungkin sebesar 45,2%, sangat mungkin sebesar 26,4%, cukup mungkin sebesar 16,8%, yang tidak mengisi sebesar 9,3%, tidak mungkin sebesar 1,7%, dan sangat tidak mungkin sebesar 0,6%.
p.
Jumlah Pindah Kerja Jumlah pindah kerja alumni yang mengisi kuesioner adalah 1 kali sebesar 36,5%, yang tidak mengisi sebesar 25,5%, 2 kali sebesar 19,1%, 3 kali sebesar 12,8%, 4 kali sebesar 4,1%, dan ≥ 5 kali sebesar 2%.
q.
Lama Bekerja Lama bekerja alumni yang mengisi kuesioner adalah < 3 tahun sebesar 34,2%, yang tidak mengisi sebesar 22,6%, 10-12 thn sebesar 14,5%, 4-6 thn sebesar 11%, 13-15 thn sebesar 7,5%, 7-9 thn sebesar 6,7%, dan ≥ 15 thn sebesar 3,5%.
r.
Pengeluaran Pengeluaran alumni yang mengisi kuesioner adalah > Rp 1 juta - Rp 3 juta sebesar 46,1%, > Rp 3 juta - Rp 5 juta sebesar 18,3%, < Rp 1 juta sebesar 10,1%, > Rp 5 juta - Rp 7,5 juta sebesar 8,1%, yang tidak mengisi sebesar 10,8%, > Rp 7,5 juta - Rp 10 juta sebesar 3,2%, > Rp 10 juta - Rp 12,5 juta sebesar 2%, dan > Rp 15 juta sebesar 1,4%.
s.
Studi Lanjut Studi lanjut alumni yang mengisi kuesioner adalah tidak sebesar 42%, lanjut 39,7%, dan yang tidak mengisi sebesar 18,3%.
t.
Jenjang Studi Lanjut Jenjang studi lanjut alumni yang mengisi kuesioner adalah yang tidak mengisi sebesar 60,9%, S2 sebesar 33,9%, S1 sebesar 3,5%, dan S3 sebesar 1,7%.
u.
Kesesuaian Studi Lanjut dengan Pendidikan Sebelumnya Kesesuaian studi dengan pendidikan terakhir alumni yang mengisi kuesioner adalah yang tidak mengisi sebesar 60,3%, sesuai sebesar 28,1%, dan tidak sesuai sebesar 11,6%.
24 1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
v.
Jenis Perusahaan Jenis perusahaan tempat alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah swasta 63,5%, yang tidak mengisi sebesar 11%, wiraswasta dan professional 7,2%, BUMN 4,9%, Ibu rumah tangga 2,9%, PNS 2,6%, TNI dan lainnya sebesar 0,3%.
w.
Ruang Lingkup Ruang lingkup perusahaan tempat alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah pendidikan 26,1%, yang tidak mengisi sebesar 15,3%, financial 11,9%, lainnya 9,3%, otomotif industry 6,4%, informasi dan telekomunikasi 6,1%, properti dan retail 4,1%, transportasi, logistik dan pergudangan 3,5%, jasa profesional (konsultan) 2,6%, hospitality industries 2,3%, food and beverages 2%, entertainment (EO) 1,7%, electronics industries 1,4%, pertambangan 1,2%, pertanian, kehutanan dan perikanan 0,9%, jasa kesehatan dan LSM sebesar 0,6%.
x.
Posisi Posisi alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah staff 60%, yang tidak mengisi 23,8%, supervisor 9,9%, owner 7%, manajer 5,8%, pengajar 3,8%, general manajer dan direktur 0,9%.
y.
Masa Kerja Masa kerja alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah 1-3 thn 38%, yang tidak mengisi 14,8%, 8-10 thn 11,9%, 3-5 thn 11,3%, 10-13 thn 10,7%, 5-7 thn 9%, > 15 thn 2,3%, 13-15 thn 1,7%.
z.
Pendapatan Pendapatan alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah > Rp 1 - 3 jt sebesar 35,9%, > Rp 3 - 5 jt sebesar 26,1%, yang tidak mengisi sebesar 16,5%, > Rp 5 - 7,5 jt sebesar 6,7%, > Rp 15 jt sebesar 4,1%, < Rp 1 jt dan > Rp 7,5 - 10 jt sebesar 3,8%, > Rp 12,5 - 15 jt sebesar 1,7%, > Rp 10 - 12,5 jt sebesar 1,4%.
4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Posisi alumni saat ini didominasi sebagai staf di tempat mereka bekerja. 2. Jenis perusahaan tempat alumni bekerja adalah swasta. 3. Ruang lingkup industri yang digeluti alumni Unsada saat ini adalah pendidikan. 4. Pendidikan alumni sesuai dengan pekerjaannya saat ini. 5. Alumni Unsada tidak memakan waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan pertamanya. 6. Ilmu yang diterima alumni saat di kuliah dapat diterapkan di tempat bekerjanya saat ini.
24 1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada LP2MK dan Universitas Darma Persada atas kerjasama dan kesempatan yang sudah diberikan kepada kami untuk melakukan penelitian ini. Semoga kerjasama selama ini bisa diteruskan pada program penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Freddy Rangkuti. 1997. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sugiyono. 2002. Riset Bisnis. Donald R. Cooper & Pamela S. Schindler. 2003. Metode Riset Bisnis. Media Global Edukasi, Jakarta Uma Sekaran. 2009. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat, Jakarta. Ronald E.Walpole. Pengantar Statistika, halaman 2-5". 1993. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-403-313-8 Dergibson Siagian & Sugiarto. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi, halaman 4-6". 2002. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-655-924-2 http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/statistik-deskriptif.html
24 1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
1-1