SEMBELIHAN YANG SYAR’I DALAM PERSPEKTIF HADIS H. Abdullah Nur Abstrak:
Tulisan ini mencoba mengungkapkan bagaimana ajaran Islam tentang kehalalan makanan terutama yang berasal dari daging hewan. Dalam kenyataannya menurut penggarisan agama Islam ada binatang yang hukumnya haram dimakan disebabkan beberapa hal antara lain karena hewan tersebut memang secara syar’i telah ditetapkan bendanya yang haram seperti babi, dan ada yang diharamkan karena cara membunuh (menyembelihnya) yang tidak syar’i, bahkan ada yang haram karena proses pengolahannya yang bercampur dengan benda yang haram. Masalah penyembelihan dalam syariat Islam telah diatur syarat dan rukunnya demi menjaga dan melindungi umat dari bahaya makanan haram. Dan agar makanan itu terpenuhi dua unsur yaitu halalan dan thayyiban.
Abstrac This paper attempts to reveal how Islamic teaching towards halal food especially animal flesh. In fact, according to the Islamic law, there are some animal fleshes regarded as haraam caused by several factors. One is that in shar’I it is predetermined as haraam object such as pork. Other can also be haraam because the slaughter is not based on the shar’ie or the food process is mixed or contained by unlawful object (haram). Slaughter issue in Islamic law has been set up based on the terms of islam in order to protect people from the harmful of haram food. So that, the food must be halalan and thayyiban. Kata kunci : Sembelihan yang syar’i, halalan, thayyiban.
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 152
Pendahuluan Allah swt menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai makhluk yang paling mulia. Kemuliaan manusia disebabkan ia dilengkapi dengan akal dan hatinurani, dengan daya akalnya dapat mengembangkan potensi pikir dan berkreasi menciptakan kemudahan, kemajuan dalam hidupnya menuju kepada kesejahteraan dan kemakmuran sebagaimana maksud pengangkatannya sebagai khalifah Allah di atas bumi ini. Sebagai khalifah Allah di atas bumi, maka Allah menyerahkan segala potensi yang ada di bumi ini untuk dimanfaatkan manusia di dalam mencapai tujuan hidupnya. Sebagaimana firman-Nya dalam S. Al-Baqarah : 29
ﺟﻤـــــﯿﻌــــﺎ
اﻻرض
ﻓﻲ
ﻣـﺎ
ﻟـــﻜﻢ
ﺧﻠـــــﻖ
اﻟـﺬى
ھـــﻮ
Terjemahnya: “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (manusia)”.1 Ayat ini menjelaskan bahwa manusia telah diberikan kekuasaan oleh Allah untuk mengelola segala sumber daya alam dengan baik sesuai aturan dan kehendak Allah, artinya prinsip pertama yang ditetapkan Islam pada asalnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah adalah halal. Tidak ada yang haram kecuali jika ada nash (dalil) yang shahih dan sharih dari Allah yang mengharamkannya2. Bila tidak ada nash yang shahih dan sharih, maka sesuatu kembali kepada hukum asalnya yaitu halal. termasuk di dalamnya masalah makanan dan minuman untuk kelangsungan hidup manusia. Makanan dan minuman dengan segala macam dan ragamnya baik yang bersumber dari unsur nabati maupun unsur hewani harus 1
Deprtemen Agama RI, Alqur’an dan terjemahnya (jakarta, CV.Indah Press, 1994), h. 13 2 Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, (Solo, Era Intermedia, 2003), h. 36
153 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … terpenuhi dua syarat utama yaitu: pertama: halal hukumnya menurut syar’i, kedua: memenuhi unsur thayyibat (suci, baik, bergizi dan tidak membahayakan).sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah : 168 :
ﯾـﺎﯾـﮭﺎ اﻟﻨــﺎس ﻛﻠــﻮا ﻣﻤـﺎ ﻓﻲ اﻻرض ﺣــﻼﻻ طﯿــﺒﺎ وﻻ ﺗـﺘـﺒـﻌــﻮا ﺧﻄــﻮات ( 168 : اﻟﺸـﯿﻄـﺎن اﻧــﮫ ﻟﻜــﻢ ﻋـﺪو ﻣــﺒــــــــﯿﻦ )اﻟﺒﻘﺮة Terjemahnya: “Wahai sekalian manusia makanlah sebagian dari makanan yang ada di bumi ini yang halal dan baik dan janganlah kamu menuruti jejak langkah syetan, sesungguhnya syetan itu adalah musuh kamu yang nyata”.3 Begitu pula firman Allah dalam surat al-Maidah: 88
وﻛﻠـــﻮا ﻣﻤــﺎ رزﻗــﻜﻢ ﷲ ﺣــﻼﻻ طﯿــﺒـﺎ واﺗـﻘــﻮا ﷲ اﻟــﺬى اﻧـﺘـــﻢ ﺑــﮫ ( 88 : ﻣـﺆﻣﻨــــــــﻮن )اﻟﻤﺎﺋﺪة Terjemahnya: “Dan Makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya”4 Kedua ayat tersebut menjelaskan perintah Allah kepada umat manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan bersih, baik dan bergizi dan tidak membahayakan jiwa dan kehidupan manusia. Salah satu aturan agama untuk menjaga kehalalan daging hewan yang walau hukumnya menurut agama adalah halal, yaitu menyembelihnya dengan cara yang syir’i. Dari uraian singkat di atas dapat dirumuskan masalah : bagaimana cara dan syarat sembelihan yang syar’i ? Sembelihan Yang Syar’i
3 4
Dep. Agama RI, op.cit, h. 41. Ibid, h. 176
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 154
Dalam bahasa arab ada tiga kalimat yang sering dipakai dalam pengertian sembelihan yaitu و اﻟﻨﺤﺮ, و اﻟﺬﻛﺎة او اﻟﺘﺬﻛﯿﺔ, اﻟﺬﺑﺢketiga kalimat sinonim walaupun dalam cara pelaksanaannya memiliki pengertian yang berbeda.
Al-Zabhu adalah ( ھﻮ ﻓﺮي اﻟﻌﺮوق وھﻲ ارﺑﻌﺔ اﻟﺤﻠﻘﻮم ) اﻟﺬﺑﺢ )واﻟﻤﺮئ واﻟﻮدﺟﺎن:memotong kerongkongan, tenggorokan, dan kedua urat nadi di samping leher. Sedangkan al-Dzakat adalah: ( ) اﻟﺬﻛﺎة: ھﻲ ﻗﻄﻊ ﻣﺎ ﺑﯿﻦ اﻟﻠﺒﺔ واﻟﻠﺤﯿﺔmemotong sisi leher di bawah dagu , sementara al-Nahr ( )اﻟﻨﺤﺮ: ھﻲ ﻓﺮي اﻷوداج وﻣﺤﻠﮫ أﺧﺮ اﻟﺤﻠﻖyaitu menggorok atau memotong pangkal bawah leher5. Menurut Imam as-Syafii disunatkan bila menyembelih unta memakai cara Nahr.6 Hukum dari penyembelihan adalah sebagai syarat halalnya untuk dimakan hewan yang hidup di darat yang menurut syara’ hewan tersebut halal hukumnya dimakan. Oleh karena itu tidak halal dimakan tanpa penyembelihan yang syar’i, sebagaimana petunjuk ayat al-Maidah:3 yang mengaitkan kehalalan dengan sembelihan ( اﻻ ) ﻣﺎ ذﻛﯿﺘﻢ Adapun hikmah dari penyembelihan adalah untuk menjaga kesehatan dan keselamatan hidup manusia, menghindarkan tubuh manusia dari sesuatu yang mudharat (membahayakan) dengan memisahkan antara daging hewan dengan darahnya, di samping itu darah masfuh (encer) diharamkan Allah karena tempat berkembangnya bakteri dan mikroba, demikin pula darah itu hukumnya adalah najis. Sembelihan sekaligus menjelaskan akan haramnya bangkai (binatang yang mati dengan sendirinya) karena masih ada darah dalam tubuhnya.7
5
Wahbah al-Zuhaeli, al-Fiqhul Islamiy wa Adillatuh, Jilid 4, cet. VIII (Bairut, Dar al-Fikr, 2005), h. 2758 6 Ibid. 7 Ibid, h. 2759
155 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … Tukang Sembelih ()اﻟـــﺬاﺑــﺢ Tukang sembelih (potong) terbagi atas tiga kelompok : 1) kelompok yang disepakati Ulama keharaman sembelihannya, 2) kelompok yang disepakati kebolehan dimakan sembelihannya, 3) kelompok yang diperdebatkan. 1) Kelompok yang haram dimakan sembelihannya menurut kesepakatan ulama adalah orang kafir (kecuali ahlul kitab) seperti orang musyrik, penyembah berhala, orang yang tidap menganut suatu agama, dan orang murtad (keluar dari agama Islam) walau ia menjadi penganut agama ahlul kitab (Yahudi dan nasrani), begitu pula orang zindiq. Inplikasi dari hal tersebut, maka daging inport dari negara penyembah alam (alWatsaniy) seperti Jepang atau negara komunis seperti Rusia dan Cina, atau negara yang tidak menganut agama samawi seperti Hindu hukumnya haram di makan.8 2) Kelompok yang disepakati halalnya sembelihannya adalah orang Muslim, balig sehat akal, laki-laki, tidak pernah melalaikan salat.9 3) Kelompok yang terjadi perbedaan pandangan ulama tentang sembelihannya adalah: Ahlul Kitab, al-Majusi, al-Shabiin (orang yang mengikuti syariat nabi-nabi terdahulu, atau orang-orang yang menyembah binatang atau dewa-dewa), perempuan, anak-anak, orang gila, orang mabuk, pencuri/perampok. a. Sembelihan ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) boleh dimakan sesuai petunjuk Dzahir ayat 5 surat al-Maidah:
(5 : وطﻌـــﺎم اﻟﺬﯾﻦ اوﺗـﻮا اﻟﻜﺘـﺎب ﺣـﻞ ﻟـﻜﻢ وطﻌــﺎﻣﻜـﻢ ﺣـﻞ ﻟﮭــــﻢ )اﻟﻤﺎﺋﺪة 8 9
Ibid, h. 2760 Ibid.
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 156 Terjemahnya:
“Dan makanan (sembelihan) ahlul Kitab hlal bagi kamu dan makanan sembelihan) kamu halal bagi mereka”. Sebagian besar ulama tafsir menafsirkan kalimat Thaamu (=)طﻌﺎمsembelihan. Menurut Ibnu Abbas sesungguhnya dihalalkan sembelihan ahlul kitab Yahudi dan Nasrani karena mereka percaya kepada kitab Taurat dan Injil. (H.R.al-Hakim dan mensahihkannya). Begitu pula Jumhur Ulama membolehkannya. Apa bila ahlul kitab menyembelih dengan menyebut nama Isa atau tuhan Yesus, atau orang yahudi menyebut nama Uzair, maka jumhur ulama mengatakan sembelihannya itu haram dimakan.10 b. Sembelihan orang Majuzi: Sebagian besar Ulama mengharamkan sembelihannya berdasakan hadis Riwayat Ahmad bin Hambal dari Qais bin Sakan al-Asdy: Nabi saw bersabda:
ﻋﻦ ﻗـﯿﺲ ﺑﻦ ﺳـﻜﻦ اﻷﺳـﺪى ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳـﻮل ﷲ ص م اﻧـﻜﻢ ﻧـﺰﻟﺘـﻢ ﺑﻔـﺎرس ﻣﻦ وان, ﻓﺎن ﻛﺎن ﻣﻦ ﯾﮭــﻮدي او ﻧﺼــﺮاﻧﻲ ﻓـﻜــﻠـﻮا, ﻓـﺎذا اﺷـﺘـﺮﯾﺘــﻢ ﻟﺤﻤــﺎ,اﻟﻨـﺒـﻂ رواه اﺣﻤﺪ, ﻛﺎن ذﺑـﯿـﺤــــﺔ ﻣﺠــــﻮﺳﻲ ﻓــﻼ ﺗــﺄﻛـﻠـــــﻮا Artinya: “ Dari qais bin Sakan, Nabi saw bersabda: kamu sekalian akan sampai di Persia dari Nabath, bila kamu membeli daging, bila dari orang Yahudi atau Nasrani makanlah, tetapi bila sembelihan orang Majusi jangan kamu memakannya.”11 c. Sembelihan orang Shabiin: menurut Imam Syafii bila pokok aqidah mereka sama dengan ahlul kitab; maka boleh dimakan sembelihannya, tetapi bila aqidahnya 10 11
Ibid, h. 2761 Imam Ahmad bin Hambal, Musnad, jilid...(Bairut: Dar al-Fikr, t.th),
157 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … antara majusi dan nasrani, atau mereka mempercayai pengaruh bintang, maka haram dimakan sembelihannya, namun Imam Malik secara mutlak mengharamkan sembelihan orang shabiin.12 d. Sembelihan Perempuan dan anak-anak: halal sembelihannya perempuan walau dalam keadaan menstruasi dan anak-anak yang sudah mumayyiz. Dengan dalil: seorang budak perempuan Ka’ab bin Malik menggembalakan kambing di Sal’ah, lalu seekor kambing mereka ditimpa batu, dan masih sempat disembelihnya dengan batu yang tajam, lalu mereka tanyakan kepada Nabi saw, kemudian Nabi berkata ”makanlah”(H.R. Bukhari dan Ahmad) e. Sembelihan orang gila dan orang yang mabuk: menurut jumhur ulama tidak sah sembelihan keduanya. Walaupun Imam Syafii membolehkannya tetapi makruh. f. Sembelihan pencuri atau perampok; Jumhur ulama membolehkan, kecuali mazhab al-Dzahiriy.13 Secara rinci syarat yang harus dimiliki oleh seseorang tukang sembelih adalah: 1) mumayyiz, sehat akal, muslim atau ahlul kitab, zimmi atau harbiy, bermaksud menyembelih, laki-laki atau perempuan, suci atau junub, melihat atau buta, adil atau fasiq, oleh karena itu tidak sah sembelihan orang anak yang belum mumayyiz. 2) Menurut Jumhur Ulama (kecuali Syafii) orang gila dan orang mabuk tidak sah sembelihannya. 3) Tidak boleh dimakan sembelihan orang musyrik, majusi, penyembah berhala dan orang yang murtad (keluar dari Islam) 12 13
Wahbah, op.cit, h. 2762. Ibid, h. 2763
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 158
4) Makruh menurut Imam Syafii sembelihan orang buta, anak yang belum mumayyiz dan orang mabuk, 5) Menurut jumhur ulama makruh hukumnya sembelihan orang Yahudi, Nasrani, orang Fasiq dan orang yang tidak salat.14 Syarat-Syarat Penyembelihan Selain dari pada syarat harus terputus urat nadi di samping leher dan kerongkongan dan tenggorokan, juga harus dipercepat pemotongan agar tidak menyiksa binatang juga disyaratkan hal-hal sebagai beriku: 1. Niat untuk menyembelih 2. Membaca Basmalah pada saat menyembelih, dan disunatkan juga membaca takbir ( ) ﺑﺴﻢ ﷲ وﷲ اﻛﺒﺮ. Menurut jumhur Ulama (kecuali Syafii) mensyaratkan membaca basmalah ketika menyembelih, oleh karena itu tidak sah sembelihan yang sengaja tidak membaca basmalah, dan sembelihannya dianggap bangkai. Kecuali ia lupa membaca basmalah, maka tetap boleh dimakan, menurut mazhab Hambaly barang siapa yang tidak membaca basmalah pada waktu berburu baik sengaja atau lupa, maka binatang hasil buruannya tidak boleh dimakan, sedangkan menurut mazhab al-Zhahiri membaca basmalah adalah bersifat mutlak, sehingga tidak boleh dimakan sesuatu yang tidak dibacakan basmalah baik sengaja maupun lupa.15 Mazhab Syafii berpendapat membaca basmalah hukumnya sunnah, tidak wajib, dan meninggalkan adalah makruh. Adapun yang haram dimakan adalah binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah (S.alAn’am:121)16 14
Ibid, h. 2764 Ibid, h. 2769. 16 Ibid, h. 2770 15
159 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … Sunnah-Sunnah Dalam Penyembelihan Disunnahkan ketika menyembelih hal-hal sebagai berikut: a. Membaca basmalah b. Disembelih pada siang hari, menyembelih pada malam hari hukumnya makruh menurut mazhab Hanafiy. c. Menghadapkan kearah kiblat hewan yang akan disembelih dan orang yang akan menyembelih, sebagaimana yang dilakukan para sahabat nabi bila menyembelih. d. Membaringkan hewan tersebut ke sisi kirinya dengan lemah lembut, mengangkat sedikit kepalanya, dan membiarkan kaki kanan bergerak setelah disembelih agar memberi kesempatan bernafas dengan gerakannya. Kecuali unta disembelih dalam keadaan berdiri dan dilipat kaki kirinya, sedangkan kambing dan sapi dibaringkan ke sisi kirinya dan dilepaskan kaki kanannya dan diikat kuat kakinya yang lain. Sepakat semua ahlul ilmi bahwa unta disembelih dengan cara Nahar( )ﻧﺤـــﺮdan binatang lainnya dengan cara dzabah ()ذﺑــــﺢ17 e. Diputus urat nadinya dan dipercepat cara sembelihnya. f. Pisau harus diasah sampai tajam sebelum hewan dibaringkan, Umar bin Khatab menegur seorang laki-laki yang sudah membaringkan hewan yang mau disembelih bari laki-laki itu mengasah pisaunya disaksikan oleh hewan tersebut, Umar berkata apakah kamu mau membunuh hewan ini dua kali?. Demikian pula tidak boleh menyembelih hewan sementar hewan lainnya menyaksikan temannya disembelih. g. Berlaku lemah lembut kepada binatang, tidak boleh menyiksa hewan yang disembelih seperti memotong sampai terlepas kepalanya, atau mematahkan lututnya, menguliti sebelum jelas kematiannya (masih bergerak), atau membuangnya di air panas seperti ayam untuk mencabut bulu-bulunya.
17
Ibid, h. 2772
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 160
7 Macam Yang Haram Dimakan Dari Hewan Yang Disembelih Menurut Mazhab Hanafiy 7 macam tidak boleh dimakan dari hewan yang sudah disembelih yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Darah yang mengalir Kemaluan (Tonti) Buah pelir (torpedo) Vagina Gondok (daging menumpang antara kulit dan daging akibat penyakit) 6. Kantong kemih 7. Empedu.18 Pengaruh Janin Terhadap Sembelihan Induknya A. Pengaruh sembelihan terhadap janin yang masih berada dalam perut induknya ada 4 kemungkinan yaitu: 1. Ditemukan janin itu mati sebelum induknya disembelih, sepakat semua ulama tidak boleh dimakan. 2. Ditemukan janin itu hidup sebelum induknya disembelih, tidak boleh dimakan kecuali ia harus disembelih juga. 3. Ditemukan janin itu hidup sesudah induknya disembelih, kalau masih dapat disembelih dalam keadaan hidup boleh dimakan, kecuali tidak dapat disembelih dalam keadaan hidup maka ia termasuk bangkai. 4. Ditemukan janin itu mati sesudah induknya disembelih, terjadi perbedaan pendapat ulama yaitu: a. Menurut pendapat mazhab Hanafi tidak boleh dimakan karena sembelihan induknya, dan termasuk bangkai dengan alasan bahwa janin itu belum memiliki hidup, dan setiap binatang yang mati tanpa disembelih maka 18
Ibid, h. 2778
161 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … hukumnya bangkai; haram. Dan bila dikira ia masih hidup sesudah disembelih induknya, maka wajib juga ia disembelih untuk mengeluarkan darahnya, menjadikan ia halal, dan tidak halal karena sembelihan induknya. Belum cukup dengan sembelihan induknya. b. Menurut Jumhur Fuqaha: halal hukumnya bila janin itu ikut mati karena sembelihan induknya. Imam Maliki mensyaratkan janin itu harus sudah sempurna dan lengkap semua anggota tubuhnya/ciptaannya, tumbuh bulubulunya. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ka’ab bin Malik bahwa sahabat Nabi saw berkata” bila janin sudah tumbuh bulunya maka sembelihannya adalah sembelihan induknya.19 B. Pengaruh sembelihan terhadap binatang yang sakarat karena sakit Bila hewan itu sakarat disebabkan karena tercekik, dipukul atau diterkam binatang buas, kemudian masih sempat disembelih atau tidak lalu ia mati, hal ini terjadi 4 kemungkinan: 1. Bila ia mati sebelum disembelih, maka haram hukumnya dimakan menurut ijma’ ulama kecuali ia sempat disembelih. (lihat al-Maidah: 3), اﻻ ﻣﺎ ذﻛـــﯿـﺘــــــــﻢ 2. Bila masih hidup atau menurut perkiraan hewan tersebut masih hidup, seperti ia dikena suatu yang bisa membunuhnya, lalu ia disembelih, maka menurut ijma’ ulama boleh dimakan. c. Pengaruh Sembelihan terhadap hewan yang sakit Sepakat Ulama tentang perlunya disembelih hewan yang sakit yang belum tampak tanda-tanda kematiannya. Manurut jumhur ulama tentang hukum hewan yang tercekik, terjatuh dari tempat tinggi dan yang ditanduk yaitu:
19
Ibid, h. 2780
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 162
a. Bila diketahui kambing itu masih hidup pada waktu disembelih maka dapat dimakan secara mutlak walau tidak bergerak lagi dan tidak mengalir keluar darahnya. b. Bila tidak diketahui hidupnya lalu bergerak atau keluar darah, maka halal hukumnya. Sebaliknya bila tidak ada gerak dan tidak keluar darah, maka hukumnya haram. Tanda-tanda kematian antara lain: terbuka mulut atau mata, lurus kaki, rebah bulu-bulu. Mazhab Maliki menyebut lima tandatanda kehidupan yaitu: 1). mengalir darah (tidak keluar hanya sedikit), 2). Kaki atau tangannya masih menendang, 3). Masih berkedip matanya, 4). Bergerak ekornya, 5). Keluar nafasnya. bila masih bergerak tetapi tidak lagi mengalir darahnya, masih boleh dimakan. Tetapi bila darahnya masih mengalir namun tidak lagi bergerak anggota tubuhnya, maka tidak boleh lagi dimakan20. Alat-Alat Untuk Menyembelih Sepakat semua ulama bahwa setiap yang bisa mengalirkan darah dan memutus urat nadi kerongkongan dan tenggorokan baik berupa besi, batu, kayu, rotan/bambu dan kaca semuanya boleh dipakai menyembelih. Namun terjadi perbedaan pendapat tentang kuku, gigi, dan tulang. imam Hanafi dan Maliki membolehkannya, sedangkan Syafii dan Hambali melarangnya, berdasarkan hadis yang sharikh dan sahih nasnya dari Rafi’ bin Khudaij, Rasulullah bersabda:
ﻣـﺎ ﻟـﻢ ﯾـﻜﻦ ﺳــﻨــﺎ او ظﻔــﺮا,ﻣﺎ اﻧﮭـــﺮ اﻟـﺪم وذﻛــﺮت اﺳــﻢ ﷲ ﻓـﻜﻠــﻮا واﻣــﺎ اﻟﻈـﻔــــﺮ ﻓـﻤــــﺪى,وﺳــﺄﺣـﺪﺛـــﻜﻢ ﻋـﻦ ذﻟﻚ أﻣــﺎ اﻟﺴـــﻦ ﻓـﻌـﻈـــــﻢ اﻟﺤـﺒـﺸـــــــﺔ رواه اﺣﻤﺪ Artinya: “setiap yang bisa mengalirkan darah dan dibacakan nama Allah maka makanlah, kecuali gigi dan kuku, dan aku akan jelaskan 20
Ibid , h. 2785
163 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … kepada kamu sekalian bahwa gigi itu adalah bagian dari tulang, sedangkan kuku adalah kulit yang memanjang “(H.R. Ahmad) Juga hadis Nabi sebagai jawaban terhadap pertanyaan seorang pemburu yang tidak memiliki pisau kecuali hanya batu yang tajam Nabi bersabda:
اﻣـــﺮ اﻟــﺪم ﺑﻤـﺎ ﺷــﺌـﺖ واذﻛــﺮ اﺳـــﻢ ﷲ ﻋـﻠﯿــــﮫ " رواه اﺣﻤﺪ واﺑﻮ داود وﻏﯿﺮھﻤﺎ Artinya: “Alirkanlah darah dengan apapun yang kau bisa lakukan dan sebutlah nama Allah atasnya”21 Pada perkembangan teknologi dewasa ini di beberapa negara bahkan di Indonesia sudah dipraktekkan ketika mau menyembelih hewan seperti sapi, mereka menyetrom dengan sengatan listrik untuk melemaskan hewan itu agar tidak memberontak, bukan membunuhnya dengan sengatan listrik, tetapi hanya melemaskan, baru disembelih, hal ini perlu kehati-hatian, karena jangan sampai kematian hewan itu disebabkan oleh sengatan listrik (sengatan listrik dapat juga membunuh dengan sangat cepat), minimal muncul keraguan apakah matinya karena sembelihan pisau kita? atau karena listrik, apa bedanya dengan hewan yang ditembak lalu jatuh dan mati di air? Nabi melarang kita memakan hasil buruan yang ditemukan mati di air. Hewan Yang Akan Disembelih Hewan yang akan disembelih ada tiga macam yaitu: hewan yang hidup di air, hewan yang hidup di darat, dan hewan yang hidup pada dua alam (di darat dan di air). Hewan tersebut ada yang bisa dimakan tanpa disembelih, ada yang harus disembelih dahulu, dan 21
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, juz 3 (Indonesia; Maktabah Dahlan, t.th) , h. 103
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 164
ada yang tidak boleh dimakan walau telah disembelih. Semua binatang yang hidup di darat tidak halal (haram) dimakan kecuali setelah disembelih.22 1. Hewan Yang Hidup Di Air Hewan yang tidak bisa hidup kecuali hanya di air saja terdapat dua pandangan ulama yaitu: a. Menurut Imam Hanafi: semua binatang yang hidup di air adalah haram kecuali khusus ikan, karena ikan halal dimakan walau tidak disembelih, kecuali yang mati terapung (perutnya di atas) tidak boleh dimakan. Berdasarkan sharikh ayat alMaidah: 3 dan al-A’raf : 157, selain dari ikan seperti kodok, ular dan binatang lainnya adalah termasuk al-Khabaits (kotor).23 b. Menurut jumhur selain Hanafi segala yang tidak bisa hidup kecuali di air seperti ikan dan sebagainya semuanya halal walau tanpa disembelih, bagimanapun cara matinya, namun Imam Malik menganggap makruh babi laut, sedangkan menurut al-Laits bin Saad bahwa ikan duyung (manusia air) dan babi laut keduanya tidak boleh dimakan.24 2. Hewan Yang Hidup Di Darat Hewan darat ini ada tiga kelompok: a. Hewan yang tidak memiliki darah sama sekali; seperti belalang, lalat, semut, lebah, ulat, kumbang, laba-laba, jengkrik, kalajengking, semuanya haram kecuali belalang, dengan alasan termasuk hewan yang kotor. b. Hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir; seperti ular, tokek dan sejenisnya, semua macam serangga, hama perusak seperti tikus, kutu hewan, landak, biawak, semuanya haram 22
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, (Solo, Era Intermedia, 2003), h. 87 23 Wahbah, al-Fiqhul..., op,cit, h. 2791 24 Ibid, h. 2792
165 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … karena kotor, memiliki racun dan Rasulullah perintahkan untuk membunuhnya. Sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi :
ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸـﺔ رﺿﻲ ﷲ ﻋـﻨﮭــﺎ ﻗﺎﻟﺖ ﻗﺎل رﺳــﻮل ﷲ ص م ﺧﻤـﺲ ﻓـﻮاﺳــﻖ اﻟﺤـﯿــﺔ واﻟﻐـــﺮاب اﻻﺑﻘــﻊ واﻟﻔــﺄرة و اﻟﻜﻠــﺐ: ﯾـﻘـﺘـﻠــﻦ ﻓﻰ اﻟﺤــﻞ واﻟﺤــﺮم اﻟﻌـﻘـــﻮر و اﻟﺤــﺪاﯾـﺎ " وﻓﻰ رواﯾﺔ "اﻟﻌـﻘــــﺮب" ﺑـﺪل "اﻟﻐـﺮاب" رواه ﻣﺴــﻠﻢ واﻟﻨﺴـــﺎﺋﻲ واﺑـﻦ ﻣﺎﺟــﮫ Artinya: “Dari Aisyah ra. Nabi bersabda: lima binatang perusak halal dibunuh baik dalam keadaan tahallul maupun Ihram yaitu: ular, burung gagak yang putih dadanya, tikus, anjing gila, burung rajawali. Pada riwayat lain “kalajengking” sebagai pengganti “burung gagak”.25 Imam Hanafi mengharamkan daging biawak dengan alasan bahwa Nabi melarangnya untuk dimakan, sebagaimana hadis Abdurahman bin Syibli:
ان رﺳـــﻮل ﷲ ﺻﻠﻲ ﷲ ﻋـﻠﯿﮫ وﺳــﻠـﻢ ﻧﮭﻲ ﻋـﻦ أﻛـﻞ ﻟﺤــﻢ اﻟﻀـﺐ رواه اﺑﻮ 26 داود Namun jumhur Ulama selain Abu Hanifah membolehkan daging biawak, dengan alasan hadis taqrir Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Khalid bin Walid makan daging biawak di hadapan Nabi dan Nabi saw tidak menegurnya, walaupun Nabi tidak makan karena merasa jijik, masyarakat arab di kampung Rasulullah tidak biasa memakannya. Sementara Imam Syafii membolehkan makan daging landak () اﻟﻘـﻨـﻔـﺬ, sejenis musang () اﺑﻦ ﻋﺮس, pelanduk 25 26
h. 354
Ibnu Majah, op.cit, h. 1031 Abu Daud, Sunan Abu Daud, jilid 3 (Indonesia; Maktabah Dahlan, T.th),
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 166
()ﺛﻌﻠﺐ, dan rubah dengan alasan bahwa orang arab (penduduk Hijaz) menganggapnya suci dan setiap yang dianggap orang Hijas suci berarti halal, sebaliknya setiap yang dianggap kotor berarti haram.27 c. Hewan yang memiliki Darah yang Mengalir Hewan seperti ini ada : 1) Yang dipelihara manusia, 2. Yang masih Liar. Hewan yang dipelihara manusia (jinak) sepakat semua Ulama tentang halalnya seperti unta, sapi kerbau, kambing domba berdasarkan ayat Alqur’an surat l-Nahl :5
: واﻷﻧﻌــــﺎم ﺧـﻠـﻘـــﮭﺎ ﻟــﻜﻢ ﻓـﯿـــﮭﺎ دفءوﻣﻨــــﺎﻓـﻊ وﻣﻨــﮭﺎ ﺗـﺄﻛﻠــــــــﻮن )اﻟﻨﺤﻞ (5 Terjemahnya: “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu, padanya ada bulu yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.28 Juga dalam surat al-Maidah: 1
(1 : اﺣـــﻠــﺖ ﻟــــﻜﻢ ﺑـﮭـﯿـﻤــــﺔ اﻷﻧﻌــــﺎم اﻻ ﻣــﺎ ﯾـﺘـــﻠﻲ ﻋـﻠــﯿـــﻜـﻢ )اﻟﻤﺎﺋﺪة Terjemahnya: “Dan dihalalkan bagi kamu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu”.29 Kedua ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt menghalalkan binatang yang diternakkan oleh manusia dan menjadi jinak seperti sapi, unta, kambing dan domba, kecuali binatang-binatang yang akan dijelaskan Allah dan Rasulnya secara rinci mengenai keharamannya. 27
Wahbah, op.cit, h. 2794 Dep.Agama RI, op.cit, h. 403 29 Ibid. h. 156 28
167 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … Alqur’an telah menjelaskan bahwa ada empat macam binatang diharamkan oleh Allah swt berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw pada awal perkembangan agama Islam, sebagaimana firman-Nya dalam surat al-An’am :145
ﻗــﻞ ﻻ اﺟــﺪ ﻓﻲ ﻣـﺎ اوﺣـﻲ اﻟﻲ ﻣﺤـﺮﻣـﺎ ﻋـﻠﻲ طـﺎﻋـﻢ ﯾﻄﻌـﻤــﮫ اﻻ ان ﯾـﻜــﻮن ﻣـﯿـﺘــﺔ او دﻣــﺎ ﻣﺴـــﻔـﻮﺣـﺎ او ﻟﺤــﻢ ﺧــﻨـﺰﯾـﺮﻓــﺎﻧـﮫ رﺟـﺲ او ﻓـﺴــﻘـﺎ أھــﻞ ﻟﻐــﯿﺮ ﷲ ﺑـﮫ ﻓـﻤﻦ اﺿﻄــﺮ ﻏــﯿﺮ ﺑـــﺎغ وﻻ ﻋـــﺎد ﻓــﺎن رﺑـﻚ ﻏـﻔــــﻮر (145 : رﺣــــــﯿﻢ )اﻷﻧﻌﺎم Terjemahnya: “Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah, barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas maka sesungguhnya Tuhanmu Maha pengampun lagi Maha Penyayang”30 Ayat ini telah merinci bahwa baru ada empat macam makanan yang diharamkan Allah berdasakan wahyu yang telah diterima oleh Nabi saw ketika itu yaitu bangkai, darah yang mengalir, daging babi dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah, namun hal tersebut bukanlah berarti hanya empat macam itu saja yang diharamkan, dalam perjalanan waktu dan kesempurnaan syariat agama, ternyata masih banyak yang lainnya yang tetapkan oleh Allah keharamannya, seperti dalam surat al-Maidah ayat 3
ﺣــﺮﻣﺖ ﻋـﻠﯿـﻜﻢ اﻟﻤـﯿـﺘــﺔ واﻟـﺪم وﻟﺤــﻢ اﻟﺨــﻨﺰﯾـﺮ وﻣـﺎ اھـﻞ ﻟﻐـﯿﺮ ﷲ ﺑـﮫ واﻟﻤـﻨـﺨـﻨـﻘــﺔ واﻟﻤـﻮﻗـﻮذة واﻟﻤـﺘـﺮدﯾــﺔ و اﻟﻨـﻄـﯿـﺤــﺔ وﻣـﺎ اﻛـﻞ اﻟﺴــﺒﻊ اﻻ ﻣـﺎ : )اﻟﻤﺎﺋﺪة...ذﻛـﯿـﺘـــﻢ وﻣـﺎ ذﺑــﺢ ﻋـﻠﻲ اﻟﻨـﺼــﺐ وان ﺗـﺴـﺘـﻘـﺴــــﻤـﻮا ﺑـﺎﻷزﻻم (3 30
Ibid, h. 213.
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 168
Terjemahnya: “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala, dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah... (al-Maidah:3)”31 Pada ayat ini sudah menjadi sepuluh yang diharamkan Allah yang secara rinci yaitu: 1). bangkai, 2). darah, 3). daging babi, 4) binatang yang disembelih tidak dibacakan basmalah, 5) yang mati karena tercekik, 6), mati karena dipukul, 7) mati karena jatuh dari tempat yang tinggi, 8), mati karena ditanduk, 9). Mati karena diterkam binatang buas, 10), binatang yang disembelih untuk berhala. Nomor 5 sampai 9 keluar dari hukum haram dan menjadi halal apabila masih diketemukan masih dalam keadaan hidup dan sempat disembelih. Perkembangan berikutnya orang-orang jahiliyah dulu biasa memotong punuk unta dan paha kambing ketika masih hidup, bahkan di jaman modern sekarang ini orang sering mencari cara yang praktis dan simple untuk mengambil sebagian daging hewan yaitu dengan cara mutilasi, hal ini tentu merupakan bentuk penyiksaan terhadap binatang, Rasulullah telah menjelaskan hukum haramnya dengan sabdanya:
ﻣﺎ ﻗـﻄـﻊ ﻣﻦ اﻟﺒﮭـﯿــﻤﺔ وھﻲ ﺣـﯿـﺔ ﻓﻤﺎ ﻗـﻄـﻊ ﻣﻨﮭﺎ ﻓﮭﻮ ﻣـﯿـﺘـﺔ رواه اﺑﻮ داود واﻟﺘﺮﻣﺬى واﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ وﻏﯿﺮه Artinya: “Bagian yang dipotong dari hewan ketika masih hidup adalah bangkai”32 31
Ibid. h, 157 Muhammad bin Yazid al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah, juz 2 (Indonesia; Maktabah Dahlan, t,th), h. 1072 32
169 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … Rasulullah saw melarang daging Bigal dan daging Himar, dan menghalalkan daging Kuda, tetapi Imam Hanafi memakruhkannya (makruh Tanzih) dengan alasan bahwa kuda dan himar dipakai mengangkut peralatan perang dan dikendarai oleh pasukan perang, bila dibebaskan untuk dipotong, maka dikhawatirkan populasinya akan habis dan punah. berdasarkan hadis Jabir bin Abdillah yang berbunyi:
ﻧﮭﻲ رﺳــﻮل ﷲ ص م ﯾﻮم ﺧﯿـﺒﺮ ﻋـﻦ ﻟﺤــﻮم اﻟﺤﻤــﺮ اﻷھـﻠﯿـﺔ وأذن ﻓﻲ ﻟﮭـﻮم "اﻟﺨﯿــﻞ "ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ Artinya: “Nabi saw melarang pada waktu perang Khaibar daging Himar yang jinak dan membolehkan daging kuda (H.Muttafaq alaihi). Imam Malik masyhur pendapatnya mengharamkan daging kuda. Adapun Ulama yang menghalalkan daging kuda mereka berpegang pada hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Asma binti Abu Bakar mengatakan: 33
ﻧﺤــﺮﻧﺎ ﻓـﺮﺳـﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﮭــﺪ رﺳـﻮل ﷲ ص م واﻛـﻠــﻨـﺎه وﻧﺤـﻦ ﺑﺎﻟﻤـﺪﯾﻨــﺔ "رواه " اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ Artinya: “Asma’ berkata bahwa kami menyembelih kuda pada masa Rasulullah masih hidup dan kami memakannya, dan kami masih di Madinah” (H.R. Bukhari Muslim). Secara Ijma’ Ulama menghalalkan burung yang dipelihara oleh manusia yang tidak memiliki cakar sebagai pemangsa seperti ayam, itik, merpati, tekukur dan angsa dan mengharamkan binatang yang bergigi taring yang dipelihara manusia seperti anjing, kucing, dsb.
33
Wahbah, op.cit, h. 2795
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 170
Adapun binatang yang masih liar menurut jumhur ulama (kecuali Imam Malik) haram dimakan semua binatang buas yang bergigi taring (memangsa buruannya dengan gigi taringnya) dan semua burung yang bercakar (yang memangsa buruannya dengan cakarnya) karena semuanya pemakan bangkai seperti harimau, serigala, singa, beruang, monyet, gajah, cita dan lalinnya. Sedangkan burung yang bercakar seperti elang, rajawali, kelelawar gagak, kakaktua, dan lainnya. Imam syafii mengharamkan burung kakaktua dan merak karena dagingnya kotor sebagaimana ia juga mengharamkan burung hudhud dan burung suradi. Selain dari binatang yang tidak memiliki gigitaring dan burung yang tidak memiliki cakar yang masih liar halal hukum dimakan. Seperti sapi liar, himar liar, dan lainnya. Nabi menghalalkan pula daging kelinci, sebagaimana hadis Nabi saw bahwa Anas bin Maliki menangkap kelinci lalu ia berikan kepada Abu Thalhah lalu ia menyembelihnya dan mengirimkan kedua punggung dan kakinya kepada Nabi dan Nabi menerimanya.(H.R.Jamaah).34 3. Hewan Yang Hidup Pada Dua Alam (Ampibi) Binatang ini dapat bertahan hidup pada dua alam (air dan darat) seperti katak, buaya, kepiting, ular, kura-kura, anjing laut dan semacamnya, hal ini terdapat tiga pendapat ulama yaitu: a. Menurut Hanafi dan Syafii tidak boleh dimakan karena termasuk binatang yang kotor, dan mempunyai bisa (racun) pada ular. Nabi saw melarang sahabat membunuh kodok sebagai jawaban bagi seorang dokter yang bertanya tentang obat yang terbuat dari daging/tulang kodok. Seandainya ia halal tentu nabi saw tidak melarang membunuhnya35. b. Imam Malik membolehkan daging kodok, serangga, kepiting, dan kura-kura (penyu) karena tidak ada nash yang sharikh mengharam kannya. 34 35
Lihat wahbah, op.cit, h. 2798 Abu Daud, op.cit, juz 4, h. 368
171 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … c. Imam Hambali memisahkan bahwa setiap yang bisa hidup di darat dari binatang air tidak halal kecuali harus disembelih seperti burung air, penyu, anjing laut, kecuali yang tidak memiliki darah seperti kepiting, maka halal walau tidak disembelih. Berbeda dengan yang memiliki darah maka tidak boleh dimakan kecuali harus disembelih. Sebagaimana haramnya kodok apalagi buaya lebih haram lagi karena termasuk bintang buas yang memiliki gigi taring.36 Hikmah Tentang Larangan Makan Bangkai Sesuatu yang dilarang atau diharamkan dalam agama, pasti ada hikmahnya, hikmah dilarangnya memakan bangkai antara lain: 1. Naluri manusia yang sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia pasti menganggapnya kotor, sesuatu perbuatan yang rendah dan menurunkan martabat dan moral manusia. 2. Menyembelih hewan adalah mengeluarkan hewan tersebut dari statusnya sebagai bangkai. 3. Binatang mati dengan sendirinya pada umumnya mati karena ada sebab mungkin penyakit yang mengancam, atau karena sesuatu makanan atau minuman yang mengandung racun yang telah dimakan atau diminumnya, yang semuanya tidak ada jaminan tidak membahayakan manusia yang memakan bangkai tersebut.37 Kesimpulan 1. Allah swt telah menyerahkan kepada manusia segala yang ada di atas bumi ini untuk dikelola dan dimanfaatkan sesuai aturan dan penggarisan Allah dalam syariat agamanya, demi keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia. 36
Ibnu Majah, Sunan, jilid 2 , op.cit, h. 1077 Imam Al-Gazali, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, (Surabaya, Putra Pelajar, 2002), h. 109 37
Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014 172
2. Binatang yang hidup di darat, di air, maupun pada dua alam sudah dijelaskan dengan rinci oleh Alqur’an dan Hadis Nabi yang mana yang halal dan mana yang haram. Terpenuhi dua unsur : Halalan dan Thayyiban 3. Untuk menjadikan binatang yang hidup di darat itu halal dimakan maka disyariatkan adanya sembelihan yang syar’i, agar daging binatang tersebut terpisah dengan darahnya, dan tidak tergolong bangkai. 4. Sembelihan yang syar’i harus terpenuhi seluruh syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syariat agama Islam. yaitu membaca basmalah,dipotong di tenggorokan, memutuskan kerongkongan (jalan makanan dan minuman di leher) dan urat nadi yang ada di leher. 5. Tidak menyebut nama selain nama Allah.
173 Abdullah Nur, Sembelihan yang Syar’i dalam Perspektif … DAFTAR PUSTAKA Dawud, Abu. Sunan Abu Dawud, juz 3 Indonesia; Maktabah Dahlan, t.th. Departemen Agama RI, Alqur’an dan terjemahnya Jakarta, CV.Indah Press, 1994. Gazali, Imam. Benang Tipis Antara Halal dan Haram, Surabaya, Putra Pelajar, 2002. Imam Ahmad bin Hambal, Musnad, jilid... Bairut: Dar al-Fikr, t.th.. al-Qardhawi, Yusuf. Halal Haram dalam Islam, Solo, Era Intermedia, 2003. al-Qazwiniy, Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah, juz 2 Indonesia; Maktabah Dahlan, t,th. Wahbah al-Zuhaeli, al-Fiqhul Islamiy wa Adillatuh, Jilid 4, Cet. VIII Bairut, Dar al-Fikr, 2005.