Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh : Nur Ashlihah Mansur NIM : 1112034000105
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis” telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Januari 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta, 24 Januari 2017 Sidang Munaqasah,
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA NIP. 19711003 199903 2 001
Dra. Banun Binaningrum, M.Pd NIP. 19680618 199903 2 001 Anggota,
Penguji I
Penguji II
Dr. M. Zuhdi Zaini, M. Ag NIP. 19650817200003 1 001
Drs. Harun Rasyid, MA 19600902 198703 1 001 Pembimbing,
Dr. M. Isa HA Salam, M.Ag NIP. 19531231 198603 1 010
ABSTRAK
NUR ASHLIHAH MANSUR Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis Penggunaan metode maupun pendekatan yang berbeda, akan mengahasilkan perbedaan pemahaman dalam memahami suatu teks, baik itu al-Qur’an maupun hadis. Dalam skripsi ini penulis akan membahas pemahaman hadis terkait dengan pemeliharaan anjing. Dua hadis yang akan penulis bahas adalah hadis tentang tidak masuknya malaikat ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya dan hadis tentang berkurangnya pahala seseorang apabila memelihara anjing selain untuk berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang. Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, penulis menggunakan metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail yang penulis rangkum dari buku karya beliau yang berjudul “Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Telaah Ma’ani alHadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal)”. Empat langkah yang digunakan adalah mencari tahu seputar bentuk matan hadis Nabi dan cakupan petunjuknya, kandungan hadis dihubungkan fungsi Nabi Muhammad, Petunjuk hadis Nabi dihubungkan dengan latar belakang terjadinya, dan petunjuk hadis Nabi yang tampak saling bertentangan. Kesimpulan yang di dapat dalam skripsi ini adalah pemeliharaan anjing dibolehkan selama anjng tersebut digunakan untuk sebuah keperluan. Adapun tiga kategori kegunaan anjng yang disebutkan dalam teks hadis merupakan qiyas dari manfaat yang dihasilkan dari anjing itu sendiri. Karena pada zaman nabi, kegunaan anjing yang diketahui adalah untuk tiga hal tersebut. Sementara untuk saat ini, kegunaan anjing bisa bermacam-macam melihat dari kelebihan yang dimiliki anjing dibandingakn dengan hewan lainnya. Dan kegunaa tersebut antara lain adalah : menjaga rumah beserta harta benda di dalamnya, membantu polisi melacak kejahatan, menemukan narkoba, mencium bila terdapat kebocoran pipa gas, dll.
KATA PENGANTAR
Segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT. yang memberikan begitu banyak nikmat dalam kehidupan yang saya jalani ini, terlebih nikmat untuk menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang kuliah S1 saya ini. Selanjutnya tak lupa saya haturkan shalawat serta salam kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta kepada seluruh umatnya. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) dari Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, dan kini telah berubah menjadi jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Ilm Hadis sebagaimana Surat Keputusan dari Kementrian Agama. Dan Judul yang penulis ajukan adalah “Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis”. Dalam penyusunan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan kesempatan kepada saya mengikuti perkuliahan di Fakultas tersebut hingga akhir. 3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir) dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd (selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir) yang selalu memberikan kemudahan, baik dalam hal administari maupun yang lainnya kepada saya. 4. Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag selaku dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing saya selama proses pembuatan skripsi. 5. Moh. Anwar Syarifuddin, MA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan kemudahan kepada saya pada saat kuliah maupun saat proses awal perencanaan pembuatan skripsi.
iv
6. Jauhar Azizy, MA yang telah membantu saya menguatkan hati untuk tetap mempertahan judul skripsi yang saya buat, serta membantu memberikan pengarahan terkait skripsi yang saya buat ini. 7. Rifqi Muhammad Fatkhi, MA yang juga turut membantu memberikan pengarahan kepada saya saat awal pembuatan skripsi ini. 8. Drs. Mansur HM dan Eviyana, S.Pd kedua orang tua yang tak pernah lelah mendoakan kebaikan untuk anaknya ini, saya mampu menyelesaikan tugas akhir ini tentunya berkat doa dari mereka berdua. Juga adik-adikku tercinta yang berkat merekalah aku semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini As’ad Kholilullah, M. Irsyad Fuadi, dan bidadari kecilku Sayyidah Aliyatul Azizah. 9. Para guru dan dosen yang telah mengajarkan dan memberikan saya ilmu pengetahuan. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka semua. 10. Keluarga Besar PMII Komfuspertum, para senior; k’Baiquni, k’Najib, k’Umam, k’Bahar, k’Rasyidi dan k’Ali yang membantu banyak hal selama saya kuliah. Baik dalam hal akademik mapun yang lainnya. Dan juga sahabat-sahabati yang lain semoga bisa segera menyusul menyelesaikan tugas akhir. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan TH 2012 terkhusus TH C, semoga persahabatan kita tak hanya berakhir sampai sini, terima kasih telah menjadi hal yang berharga karna telah hadir melengkapi hari-hariku. Ala, ninu, zulfa, lia, kang ayat, dll. yang tak bisa disebutkan satu persatu. 12. Ada banyak orang lagi, namun tidak bisa saya sebutkan semuanya. Tapi yang pasti saya sangat berterima kasih atas apa yang telah mereka lakukan.
Saya berharap Allah membalas semua kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat. Ciputat, 12 Januari 2017 Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................iii KATA PENGANTAR..........................................................................................iv DAFTAR ISI.........................................................................................................vi PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................1 B. Permasalahan.............................................................................7 C. Tujuan dan Manfaat...................................................................9 D. Kajian Pustaka.........................................................................10 E. Metodelogi Penelitian..............................................................12 F. Sistematika Penulisan..............................................................13 BAB II
METODOLOGI PEMAHAMAN HADIS A. Pengertian Metode Pemahaman Hadis....................................15 B. Sejarah Metode Pemahaman Hadis.........................................16 1. Ulama Klasik......................................................................16 2. Ulama Kontemporer...........................................................18 C. Metode Pemahaman Hadis Syuhudi Ismail............................20
BAB III
APLIKASI PEMAHAMAN HADIS TENTANG MEMELIHARA ANJING A. Penyebutan Kata Anjing dalam Hadis....................................35
vi
B. Hadis Tentang Memelihara Anjing..........................................40 C. Pemahaman Hadis...................................................................56 1. Hadis
Ditinjau
dari
Bentuk
Makna
dan
Cakupan
Petunjuknya……………………………………………...56 2. Kandungan Hadis dihubungkan dengan Fungsi Nabi……60 3. Petunjuk Hadis Dihubungkan dengan Latar Belakang Terjadinya………………………………………………..62 4. Petunjuk Hadis yang Tampak Saling Bertentangan……..63 D. Manfaat Kegunaan Anjing......................................................68 BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................69 B. Saran-Saran..............................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................71
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Padana Aksara Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ا
Tidak dilambangkan
ب
b
be
ت
t
te
ث
ts
te dan es
ج
j
Je
ح
h
ha dengan garis bawah
خ
kh
ka dan ha
د
d
de
ذ
dz
de dan zet
ر
r
Er
ز
z
Zet
س
s
Es
ش
sy
es dan ye
ص
s
es dengan garis di bawah
ض
ḏ
de dengan garis di bawah
ط
ṯ
te dengan garis di bawah
ظ
ẕ
zet dengan garis di bawah
ع
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
غ
gh
ge dan ha
ف
f
Ef
ق
q
Ki
ك
k
Ka
ل
l
El
م
m
Em
ن
n
En
viii
و
w
We
ه
h
Ha
ء
`
apostrof
ي
y
Ye
B. Vokal Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
َ
a
fatḫah
َ
i
kasrah
َ
u
ḏammah
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
َي
ai
a dan i
َو
au
a dan u
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokla Latin
Keterangan
ىا
â
a dengan topi di atas
ىي
î
i dengan topi di atas
ىو
û
u dengan topi di atas
Adapun untuk vocal rangkap :
C. Vokal Panjang
D. Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu الdialihaksarakan menjadi huruf “l”, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan addîwân. E. Syaddah (Tasydȋd) Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal
ix
ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh haruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata
الضَّر ْورةtidak ditulis dengan ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya. F. Ta Marbȗtah Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berarti sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t). namun jika huruf ta marbûtah diikuti oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” G. Huruf Kapital Huruf kapital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku delam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sangangnya. Contoh : = البخاريalBukhârî.
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hadis Nabi merupakan landasan ajaran kedua setelah al-Qur’an. Selain sebagai penjelas al-Qur’an, hadis terkadang mengkhususkan makna ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum1, serta menjadi penguat terhadap hukum-hukum yang terkandung di dalam al-Qur’an.2 Bahkan terkadang juga hadis menciptakan hukum syari’at yang belum dijelaskan dalam nash al-Qur’an meskipun yang demikian ini masih menjadi perdebatan apakah hadis berdiri sendiri sebagai dalil hukum atau hadis menetapkan dalil yang terkandung atau secara tersirat dalam teks al-Qur’an. Pemahaman terhadap hadis juga tidak jauh berbeda dengan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang senantiasa mengalami perkembangan, baik dalam hal metode maupun pendekatan. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena permasalahan masyarakat terus berkembang, maka pemahaman terhadap hadis ataupun teks-teks agama juga harus berkembang semata-mata untuk mengali pesan-pesan agama yang sesuai dengan konteks kekinian. Proses pemahaman
1
Salah satu ayat yang dikhususkan oleh hadis adalah QS. An-Nisa’ [4]:11 yang berbunyi َّ يوصيكم ي أ ۡو َٰلدك ۡۖۡم للذَّكر م ۡثل حظ ۡٱۡلنثي ۡين ٓ ٱَّلل ف “Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” Dikhususkan dengan hadis ٌ“ نحْ ن معاشر االنبياء ال ن ْورث ما تركناه صدقةkami para nabi tidak diwarisi, sesuatu yang kami tinggalkan menjadi sedekah”.(HR. Muslim) hadis tersebut merupakan pengecualian dari keumuman ayat alQur’an yang menjelaskan tentang disyari’atkannya waris bagi umat Islam. 2 عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بني اإلسْالم على خ ْم ٍس شهادة ا ْن ال اله اال َّ صالة واتاء الزكاة والح ُّخ وص ْوم رمضان َّ “ اَّلل و ا َّن محمدًا َّرس ْول اَّلل واقام الIslam ditegakkan atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari) hadis tersebut mempertegas perintah Allah tentang kewajiban shalat, zakat, puasa dan haji yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2] : 83 tentang mendirikan shalat dan zakat, [2] : 183 tentang kewajiban berpuasa dan QS. Ali Imran [3]:97 tentang mengerjakan ibadah haji.
1
2
terhadap hadis tersebut kemudian menjadi tidak terbatas dan terus berkembang hingga tak terhitung jumlahnya. Salah satu permasalahan yang tengah dihadapi umat Islam saat ini adalah tentang memelihara anjing. Mayoritas umat Islam menganggap bahwa anjing adalah binatang yang najis dan haram dipelihara. Namun di samping itu, saat ini tidak sedikit masyarakat muslim yang memelihara anjing. Apabila kita merujuk kepada al-Qur’an, terdapat kata anjing atau “al-Kalb” dalam empat ayat pada tiga surat al-Qur’an. Pertama, yakni pada surat al-Maidah ayat 4, ayat ini menjelaskan tentang halalnya daging hasil buruan hewan yang telah dilatih dan dilepas dengan menyebut nama Allah. Kedua, pada surat al-A’raf ayat 176 menjelaskan tentang manusia yang tergila-gila kepada dunia dan selalu mengikuti hawa nafsunya diibaratkan seperti anjing yang selalu menghulurkan lidahnya. Dan ketiga, pada surat al-Kahfi ayat 18 dan 22 yang menjelaskan tentang anjing yang menjadi teman sekaligus pelindung pemuda-pemuda beriman yang bersembunyi di dalam gua demi menyelamatkan keimanan mereka.3 Sedangkan di dalam hadis, cukup banyak pembahasan yang berkaitan dengan anjing. Para ulama klasik berbeda pendapat dalam memahami hadis-hadis tentang memelihara anjing. Pemahaman tersebut tentunya tidak terlepas dari beragam cara yang mereka gunakan dalam memahami hadis sehingga
3 Munirah Abdurrazaq, “Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam” dalam Fauzi Daraman, ed., Sunah Nabi Realiti dan Cabaran Semasa, ( Kuala Lumpur: Jabatan al-Qur’an dan hadith,2011), h. 520-521.
3
menghasilkan hukum sesuai ijtihad mereka masing-masing yang kemudian menghasilkan perbedaan sikap dan perilaku terhadap binatang tersebut. Dalam hal ini ulama fiqih sebagai pemegang porsi paling besar dalam membahas masalah memelihara anjing. Hal tersebut bermula dari pemahaman mereka tentang najis atau tidaknya tubuh anjing.
حدَّثنا عبْد هللا بْن يوسف ع ْن مالكٍ ع ْن أبي الزناد ع ْن ْاۡلعْرج ع ْن أبي هريْرة قال أ َّن 4
رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال إذا شرب ْالك ْلب في إناء أحدك ْم ف ْلي ْغس ْله س ْبعًا
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yûsuf dari Mâlik dari Abu Al-Zinâd dari Al-A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci hingga tujuh kali5.” Berdasarkan hadis ini, Imam Syâfi’î menganggap bahwa anjing adalah binatang yang najis, sebab kenajisannya maka Rasul memerintahkan untuk mencuci bekas jilatannya hingga tujuh kali yang mana hal ini menunjukkan bahwa najis anjing adalah najis yang berat. Karena hal itu, Imam Syâfi’î yang dikenal sangat berhati-hati dalam mementapkan suatu hukum, maka memilih untuk menetapkan hukum memelihara anjing untuk keperluan apapun adalah haram. Berbeda halnya dengan Imam Maliki yang tidak menganggap anjing sebagai hewan yang najis dan beliau justru lebih longgar dalam menetapkan hukum dan mengatakan bahwa memelihara anjing untuk keperluan mengamankan rumah hukumnya adalah
4
Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Sahih (selanjutnya disebut Sahih al-Bukhârî), (Beirut:Dar al-Fikr, tt.) kitab al-Tahârah no. 167. 5 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa membersihkan jilatan anjing dengan mencucinya sebanyak tujuh kali yang pertama dengan debu atau tanah, namun ada juga yang menyebutkan bahwa mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali dan yang kedelapan adalah dengan debu atau tanah. Al-Nawawi, Syarh ‘ala muslim Kitab al-Ţahârah bab Hukum jilatan anjing.
4
mubah. Maka apabila terkena jilatan atau tetesan air liurya maka wajib dibersihkan sesuai syari’at Nabi. 6 Pendapat beliau tersebut berdasarkan ayat:
َّ ي ۡسلونك ماذآ أح َّل له ۡۖۡم ق ۡل أح َّل لكم ٱلَي َٰب وما علَّمۡ مم من ۡٱلووارح مكلبين تعلمونه َّن م َّما علَّمكم ۡۖ َّ ۡ ْٱَّلل فكلواْ م َّما ٓ أمۡ س ۡكن عل ۡيك ۡم و ۡٱذكروا َّ ٱَّلل إ َّن َّ ْٱَّلل عل ۡي ۖۡه وٱتَّقوا َّ ٱسم ٱَّلل سريع ۡٱلحساب “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.”7 Di samping perdebatan tentang kenajisan anjing, terdapat pula golongan yang menunjukkan sikap tidak senang terhadap anjing bahkan sampai dengan tega membunuhnya. yang demikian itu berdasarkan sebuah hadis Nabi yang memerintahkan untuk membunuh anjing.
رضي، ع ْن عبْد هللا بْن عمر، ٍ ع ْن نافع، ٌ أ ْخبرنا مالك، حدَّثنا عبْد هللا بْن يوسف ".هللا ع ْنهما "أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أمر بقمْل ْالكالب .”
8
“sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh anjing
Dalam sebuah artikel didapatkan informasi bahwa setiap bulan Ramadhan banyak masyarakat muslim yang membawa anjing mereka ke rumah sakit hewan atau klinik untuk memberikan suntikan mematikan. Alasan yang diberikan oleh
6 Wahbah al-Zuhaylî, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Mu’atsir, 1985), c. 2, jilid 1, h. 153. 7 QS. Al-Maidah [5]:4. 8 Abdullah Muhammad bin Isma’il al- Bukhârî, Sahih Bukhârî, (Maktabah Syamilah), jilid 4, h. 158, no. hadis :3323.
5
mayoritas Muslim ini adalah bahwa Islam melarang mereka untuk memelihara anjing. Selain itu juga terjadi penelantaran terhadap anjing yang akhirnya membuat hewan tersebut mati karena kelaparan tidak mendapatkan makanan, 9 hal tersebut menurut penulis merupakan salah satu akibat dari pemahaman yang kurang tepat yang dilakukan oleh umat Islam terhadap sebuah teks hadis. Kajian tentang memelihara anjing menjadi penting sebab tidak semua umat Islam melarang untuk memelihara anjing dengan menimbang bahwa banyak manfaat yang dihasilkan dari memelihara anjing. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari bagaimana hadis tentang anjing tersebut dipahami. Selain hadis yang telah disebutkan di atas, ada beberapa hadis lain yang juga menjadi penyebab perbedaan pemahaman tentang memelihara anjing. Di antara hadis tersebut adalah yang menjelaskan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang terdapat anjing di dalamnya.
سبَّاق َّ ب ع ْن ابْن ال ٍ ب أ ْخبرني يونس ع ْن ابْن شها ٍ حدَّثني ح ْرملة بْن يحْ يى أ ْخبرنا ابْن و ْه صبح ي ْو ًما ْ َّاس قال أ ْخبرتْني ميْمونة أ َّن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم أ ٍ أ َّن عبْد هللا بْن عب واج ًما فقال ْ ميْمونة يا رسول هللا لق ْد اسْم ْنك ْرت هيْئمك م ْنذ ْالي ْوم قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم إ َّن جبْريل كان وعدني أ ْن ي ْلقاني اللَّيْلة فل ْم ي ْلقني أم وهللا ما أ ْخلفني قال فظ َّل رسول هللا فسَْاطٍ لنا فأمر به
ْب تح ٍ صلَّى هللا عليْه وسلَّم ي ْومه ذلك على ذلك ث َّم وقع في ن ْفسه ج ْرو ك ْل
فأ ْخرج ث َّم أخذ بيده ما ًء فنضح مكانه فل َّما أ ْمسى لقيه جبْريل فقال له ق ْد ك ْن وع ْدتني أ ْن ت ْلقاني صبح رسول هللا صلَّى هللا عليْه ْ ْالبارحة قال أج ْل ولكنَّا ال ندْخل ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ وال صورة ٌ فأ 9
Dr. Ayoub M. Banderker (BVMCh), “Dogs in Islam” diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pada pukul 17.16 dari http://www.islamicconcern.com/dogs.asp
6
صغير ويمْرك ك ْلب ْالحائط َّ وسلَّم ي ْومئ ٍذ فأمر بقمْل ْالكالب حمَّى إنَّه يأْمر بقمْل ك ْلب ْالحائط ال ْالكبير
10
“Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Ibn Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yunûs dari Ibn Syihâb dari Ibn al-Sabbâq bahwa 'Abdullah bin 'Abbâs berkata; Telah mengabarkan kepadaku Maimûnah; bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw. kelihatan diam karena susah dan sedih. Maimunah berkata; "Ya, Rasulullah! Aku heran melihat sikap Anda sehari ini. Apa yang telah terjadi?" Rasulullah saw. menjawab: 'Jibril berjanji akan datang menemuiku malam tadi, ternyata dia tidak datang. Ketahuilah, dia pasti tidak menyalahi janji denganku! ' Demikianlah Rasulullah saw. senantiasa kelihatan susah dan sedih sehari itu. Kemudian beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh keluarkan anak anjing itu. Kemudian diambilnya air lalu dipercikinya bekas-bekas tempat anjing itu. Ketika hari sudah petang, Jibril datang menemui beliau. Kata beliau kepada Jibril: 'Anda berjanji akan datang pagi-pagi.' Jibril menjawab; 'Benar! Tetapi kami tidak dapat masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.' Pada pagi harinya Rasulullah memerintahkan supaya membunuh semua anjing, sampai anjing penjaga kebun yang sempit, tetapi beliau membiarkan anjing penjaga kebun yang luas. Diantara sebab malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjingnya adalah karena anjing memakan apa saja termasuk kotoran (barang najis), Sebab anjing memiliki bau yang buruk, dan malaikat tidak suka terhadap bau yang buruk, dan juga karena dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa sebagian anjing adalah setan, dan malaikat adalah kebalikan (musuh) dari setan.11 Selain itu, ada juga hadis yang menyebutkan bahwa pahala akan berkurang tiap harinya apabila seseorang memelihara anjing.
ير ع ْن أبي سلمة ع ْن أبي هريْرة ٍ حدَّثنا معاذ بْن فضالة حدَّثنا هشا ٌم ع ْن يحْ يى بْن أبي كث رضي هللا ع ْنه قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن أ ْمسك ك ْلبًا فإنَّه ي ْنقص ك َّل ي ْو ٍم م ْن
10
Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, (Maktabah Syamilah) jilid 1 hal 484 jilid 6, h, 156. Abu Zakaria Yahya bin Syarif al-Nawawi, al-Minhaj fii Syarh Shahih Muslim, (Baitul Fikr. 2000), h. 1330. 11
7
ٌ عمله قيرا ٍ ط إ َّال ك ْلب ح ْر ث أ ْو ماشي ٍة قال ابْن سيرين وأبو صالحٍ ع ْن أبي هريْرة ع ْن النَّبي ٍ صلَّى هللا عليْه وسلَّم إ َّال ك ْلب غن ٍم أ ْو ح ْر ث أ ْو ص ْي ٍد وقال أبو حاز ٍم ع ْن أبي هريْرة ع ْن النَّبي 12
صلَّى هللا عليْه وسلَّم ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة
“Telah menceritakan kepada kami Mu'âdz bin Fadâlah telah menceritakan kepada kami Hisyâm dari Yahya bin Abî Katsîr dari Abî Salamah dari Abî Hurairah ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qîrâth13 kecuali menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibn Sîrîn dan Abû Sâlih dari Abî Hurairah ra. dari Nabi saw,: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Abû Hâzim dari Abî Hurairah dari Nabi saw. : "Anjing pemburu atau anjing yang jinak”. Menurut penulis, kedua hadis inilah yang mengindikasikan bahwa memelihara anjing adalah dilarang. Dengan kedua hadis inilah penulis akan meneliti lebih lanjut untuk mendapatkan pemahaman tentang memelihara anjing. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan di atas, penting kiranya bagi penulis untuk menuangkan karya ilmiah berupa skripsi dengan judul : Pemeliharaan Anjing dalam Perspektif Hadis B. 1.
Permasalahan Identifikasi Masalah
12
Sahîh Bukhârî, Jilid 3, h. 136. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pahala akan berkurang dua qirath tiap harinya apabila memelihara selain anjing yang disebutkan dalam hadis. Sedangkan besaran ukuran qirath tersebut hanya Allah yang tahu maksud sebenarnya. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang redaksi yang menyebutkan akan berkurang dua qirath , ada yang berpendapat bahwa berkurangnya dua qirath hanya berlaku di Madinah, sedangkan selain di sana, maka pahala yang berkurang satu qirath. Dalam kitab al-Bahr disebutkan bahwa berkurannya pahala adalah dari amalan yang telah lalu, maupun yang yang akan datang. Dikatakan pula bahwa berkurangnya dua qirath tersebut adalah berkurang satu qirath pada siang hari, dan satu qirath pada malam hari. Disebutkan pula bahwa pengurangan tersebut satu qirath untuk amalan yang yang fardu dan satu qirath lagi untuk amalan yang Sunnah. Sedangkan untuk sebab berkurangnya pahala tersebut ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan karena malaikat tidak masuk ke rumah yang terdapat anjing di dalamnya. Imam Nawawî dalam syarh ‘ala muslim. 13
8
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas menghasilkan perbedaan dalam menentuan sikap dalam masalah memelihara anjing. Pemahaman boleh atau tidaknya memelihara anjing menjadi meluas yang kemudian menjadi permasalahan yang kini terjadi di masyarakat. Di sini lah penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut : a. Bagaimana perlakuan umat Islam pada masa Nabi saw. terhadap anjing? b. Bagaimana hukum memelihara anjing dalam konteks kekinian? c. Model metode pemahaman hadis apa yang tepat untuk memahami hadis tentang memelihara anjing? d. Apa yang melatarbelakangi munculnya hadis yang mengindikasikan ‘larangan memelihara anjing?’ e. Bagaimana memahami hadis tentang memelihara anjing dalam konteks kekinian?
2.
Batasan Masalah Berdasarkan beberapa identifikasi yang telah penulis ungkap sebelumnya,
penulis memfokuskan pada poin d dan e yaitu tentang latar belakang munculnya hadis yang mengindindikasi ‘larangan memelihara anjing’ dan bagaimana pemahaman hadits tentang memelihara anjing dalam konteks kekinian. Penulis menggunakan Metode Pemahaman Hadits Syuhudi Ismail dalam memahami hadis tersebut. Sedangkan hadis-hadis tentang memelihara anjing, penulis batasi hanya yang diungkap dalam Kutub al-Sittah. Dalam hal ini, penulis menggunakan kata kunci
المالئكة و بي, نقص, الكلبdan hanya dipilih tema-tema yang mengindikasikan
9
tentang memelihara anjing yaitu malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan tentang pahala atau amal perbuatan yang akan berkurang bagi orang yang memelihara anjing. 3.
Rumusan Masalah Rumusan masalah skripsi ini adalah “Bagaimana memahami hadis tentang
memelihara anjing dalam konteks kekinian?” C. 1.
Tujuan dan Manfaat Tujuan Penelitian a.
Untuk mengetahui beberapa metode pemahaman hadis.
b.
Untuk menjelaskan beberapa perbedaan dalam memahami hadis tentang memelihara anjing.
c.
Untuk menjelaskan kondisi sosial dan sebab munculnya hadis tentang memelihara anjing.
d.
Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat secara metodik dalam memahami hadis dalam konteks kekinian.
2.
Manfaat Penelitian a. Pembaca memahami hadis tentang memelihara anjing dalam konteks kekinian dari perspektif Syuhudi Ismail. b. Pembaca mengetahui kondisi sosial dan sebab munculnya hadis tentang memelihara anjing. c. Menambah khazanah keilmuan, khususnya ilmu memahami hadits.
10
D.
Kajian Pustaka Penulis menemukan beberapa tulisan yang membahas perihal metode
pemahaman hadis serta pemeliharaan anjing, di antaranya : Pertama, “Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan Asbâb al-Wurûd (Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M. Syuhudi Ismail)”, ditulis oleh Siti Fatimah berisi tentang perbandingan metode pemahaman hadis yang salah satunya adalah dengan mempertimbangkan asbâb alwurûd oleh Yûsuf al-Qarḏâwî dan M. Syuhudi Ismail yang mana keduanya memiliki perbedaan dari segi pengungkapan. M. Syuhudi Ismail mengungkapkan bahwa turunnya suatu hadis, adakalanya didahului oleh sebab tertentu, namun adakalanya juga tanpa didahului oleh sebab tertentu sehingga kandungannya harus dipahami secara tekstual maupun kontekstual. Dengan demikian menjadi jelas bahwa dalam Islam terdapat ajaran yang bersifat universal, temporal, dan lokal. Sedangkan Yûsuf al-Qarḏâwî mengungkapkannya secara global yakni suatu hadis harus dipahami berdasarkan kondisi yang meliputinya serta dimana dan untuk tujuan apa hadis tersebut diucapkan. Sehingga maksud hadis dapat diketahui dengan jelas dan terhindar dari perkiraan yang menyimpang serta dapat dibedakan mana hadis yang mempunyai sebab umum atau khusus, dan mana yang bersifat temporal, kekal, parsial atau total.14 Kedua, satu-satunya skripsi yang penulis temukan yang berkaitan dengan anjing adalah “Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab
14 Siti Fatimah, “Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud : Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M. Syuhudi Ismail”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009).
11
Syâfi’î”, ditulis oleh Muhammad Karbi. Skripsi ini menjelaskan tentang hukum jilatan anjing menurut madzhab Maliki dan Syâfi’î yang mana terdapat perbedaan dari keduanya. Madzhab Maliki menetapkan hukum jilatan anjing anjing adalah suci dengan alasan bahwa perintah membasuh hingga tujuh kali bejana yang dijilat anjing sebagai ta’abbud (bentuk ibadah). Sedangkan madzhab Syâfi’î menetapkan hukum jilatan anjing itu adalah najis mutlak karena perintah membasuh hingga tujuh kali itu tidak lain adalah karena najis atau adanya hadas. Dari hal itu mengingat lidah dan mulut adalah anggota utama hewan dan ia dikategorikan sebagai najis, maka sudah tentu seluruh badannya termasuk air yang keluar dari tubuh anjing baik air kencing, kotoran dan juga keringatnya adalah najis.15 Ketiga, pembahasan perihal anjing dalam bentuk buku adalah Sunah Nabi –Realiti dan Cabaran Semasa” yang berisi kumpulan artikel. Salah satu artikel berjudul Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam. Artikel ini ditulis oleh Munirah Abdurrazaq yang di dalamnya membahas tentang hadis-hadis larangan dan kebolehan memelihara anjing antara hadis dan fiqih kemudian dikaitkan sama kebiasaan orang Malaysia yang sering memelihara anjing dan nampaknya makalah ini hanya membahas tentang keharamannya saja tanpa mempertimbangkan persoalan dan kondisi yang lain.16
15 Muhammad Kurbi, “Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab Syâfi’î”, (Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011). 16 Munirah Abdurrazaq, “Hadis-hadis mengenai anjing: Tumpuan Kepada Isu Pemeliharaan dan Pengaruhnya daripada Perspekti Hadis Ahkam” dalam Fauzi Daraman, ed., Sunah Nabi Realiti dan Cabaran Semasa, ( Kuala Lumpur: Jabatan al-Qur’an dan hadith,2011)
12
Kemudian keempat, penulis menemukan skripsi tentang metode pemahaman hadis dengan judul “Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi. saw.” ditulis oleh M. Khoirul Huda membahas tentang penerapan metode pemahaman hadis dengan memilah posisi Nabi saw. yang dikebangkan oleh Ibnu ‘Âsyûr kemudian dibadingkan dengan metode yang seperti Ushul Fiqh serta metode yang dikembangkan dalam ilmu matan hadis seperti Mukhtalif al-Hadîts, Gharîb al-Hadîts dan Asbâb al-Wurûd menggunakan analisis wacana.17 Berangkat dari penelusuran yang penulis lakukan, tentunya bisa dipastikan bahwa pembahasan yang akan penulis kaji dalam skrispi ini berbeda dengan tulisan sebelumnya. Dalam kajian metode pemahaman hadis, penulis hanya terfokus pada metode pemahaman Syuhudi Ismail dengan studi kasus memelihara anjing. E. 1.
Metodologi Penelitian Sumber Data Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat kepustakaan
(Library Research) dengan menggunakan sumber primer seperti kitab Sahih Bukhârî, Sahih Muslim dan kitab hadis lain yang tergolong dalam Kutub al-Sittah, dan buku-buku karya Syuhudi Ismail yang berkaitan dengan metode pemahaman hadis. Sumber pendukung yang akan penulis gunakan adalah kitab-kitab syah hadis Kutub al-Sittah serta referensi-referensi lain, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun hasil penelitian yang terkait dengan kajian/penelitian penulis.
17
M.Khoirul Huda, “Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi saw.” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).
13
2.
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data ini adalah dengan mengumpulkan hadis-hadis
yang membahas mengenai anjing dalam kitab-kitab hadis (Kutub al-Sittah) dengan cara pengumpulannya yaitu dengan mencari kata kunci
المالئكة و بي, نقص, الكلبdan
hanya dipilih tema-tema yang mengindikasikan memelihara anjing yaitu tentang malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan tentang pahala atau amal yang ebrkurang tiap harinya karena memelihara anjing. Metode pencarian ini menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẓ al-Hadîts al-Nabawî karya A. J. Wensinck serta dibantu aplikasi Maktabah Syamilah dan Lidwa. 3.
Analisis Data Setelah data terkumpul penulis akan menganalisis data menggunakan
pendekatan sejarah dan kebahasaan. Pendekatan sejarah di sini tentunya tidak akan terlepas dari sebab turunya hadis (Asbâb al-Wurûd) tersebut dan juga konteks sosial yang terjadi pada saat itu. Adapun pendekatan kebahasaan adalah mengkaji dari segi bahasa teks hadis tersebut supaya mendapatkan makna yang lebih mendalam mengenai apa yang diriwayatkan pada hadis tersebut. Setelah itu penulis mengaplikasikan metode pemahaman yang ditawarkan oleh Syuhudi Ismail yaitu pendekatan kontektual. Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2012-2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14
F. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh maka diperlukan adanya sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab, dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan. BAB pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB kedua akan menguraikan tentang teori pemahaman hadis yang selanjutnya akan lebih terfokus pada metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail. BAB ketiga akan memberikan penjelasan sekitar hadis tentang memelihara anjing terutama pada proses pengumpulan hadis (takhrîj), kemudian melakukan pendekatan kebahasaan, sejarah serta setting sosial pada masa Nabi, serta pengaplikasian metode Syuhudi Ismail pada hadis memelihara anjing yang mana kemudian menghasilkan pemahaman kontekstual terhadap hadis memelihara anjing. BAB keempat yakni penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh uraian yang telah dikemukakan atas permasalahan yang diteliti, kemudian disertai dengan saran-saran yang dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dari penelitian.
BAB II METODE PEMAHAMAN HADIS
Diperlukan adanya analisa untuk menemukan dan mengungkapkan pesanpesan moral atau agama yang terkandung dalam teks hadis. Analisa tersebut memerlukan adanya proses disebut metode pemahaman hadis. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya al-Rûh sebagaimana dikutip oleh Yûsuf al-Qarḏâwî mengatakan bahwa perlu adanya pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud Rasulullah, tanpa dilebih-lebihkan maupun dikurang-kurangi.1 A.
Pengertian Metode Pemahaman Hadis Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani metodhos, yang berarti cara atau
jalan.2 Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan dalam bahasa Arab disebut tharîqah dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuatu dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai yang ditentukan.3 Sedangkan pemahaman dalam Kamus Bahasa Indonesia merupakan kata benda yang merujuk pada proses, cara, perbuatan untuk mengerti atau memahami.4
1
Yusuf al- Qardawi, Kaifa Nata’âmal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo : Dar alSyuruq, 2004), cet. 3, h. 39. 2 Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam Koentjaraningrat (ed.), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia. 1997), h. 16 3 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h.1022. 4 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h.1103.
15
16
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab , al-Fahm ( )الفهمyang berarti mengenali suatu objek dengan hati (ma’rifatuka al-syai’a bi al-qalb).5 Kata al-fahm semakna dengan kata understand, graps, comprehend, realize dan see dalam bahasa Inggris yang berarti tahu, menangkap sesuatu yang sulit dimengerti, mengenal secara sempurna, mengetahui situasi yang terkadang terjadi tiba-tiba dan menemukan suatu pengertian.6 Sehingga penulis bisa katakan bahwa metode pemahaman hadis adalah sebuah cara yang digunakan untuk menangkap maksud dari suatu hadis untuk menemukan suatu pemahaman yang benar. B.
Sejarah Metode Pemahaman Hadis Terdapat pembatasan dalam mengkasifikasikan ulama klasik dan ulama
kontemporer. Pembatasan yang di maksud dengan ulama klasik dalam di sini adalah dimulai dari masa Nabi hingga masa al-Khatîb al-Bagdâdî (464 H)7. Di antaranya adalah para sahabat, tâbi’ dan tâbi’ tâbi’în yang mana di dalamnya termasuk para pensyarah hadis seperti Imam Nawawî, Ibn Hajar al-Asqalânî, dst. Sedangkan ulama klasik adalah masa setelah itu. Dan di antara ualam yang termasuk dalam ulama klasik adalah Imam al-Ghazalî, Yûsuf al-Qardawî dan Syuhudi Ismail. 1.
Ulama Klasik Apabila dirunut dalam sejarah, praktik pemahaman hadis sudah diterapkan
sejak zaman Rasulullah saw. yakni sejak beliau menyampaikan sabdanya kepada
5
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar al-ma’arif)tt. Jilid 5, h. 3481. M. Khoirul Huda, “Memahami Hadis Melalui Pemilah Posisi Nabi saw.”, (Skripsi S1 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 20. 7 M. Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran ‘Ulum al-Hadîs dari Klasik Sampai Modern, (Bukit Tinggi : Pustaka Setia, 2008), h. 12 6
17
sahabat. Demikian pula setelah sabda beliau dikutip, diriwayatkan dan dipahami guna mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dari sanalah proses memahami terjadi dan berkembang semakin sistematis dan kompleks.8 Sahabat diyakini sebagai generasi paling baik dalam memahami hadis karena mereka tidak lain adalah pendengar langsung dari penyampai hadis itu sendiri.9 Namun setelah wafatnya nabi, para sahabat atau lebih tepatnya khalîfah al-Râsyidîn yang menerima estafet kepemimpinan nabi serta generasi setelahnya menghadapi masalah yang tidak terjadi pada masa nabi, sehingga mereka menghasilkan ijtihad sendiri dalam mengambil keputusan. Tentunya keputusan yang mereka ambil berdasarkan nash-nash yang terdapat dalam al-Qur’an maupun Sunnah nabi serta tidak bertentangan dengan keduanya. Dari sinilah muncul beberapa tokoh yang memberikan alternatif dalam memahami setiap persoalan, salah satunya adalah Imam al-Syâfi’î.10
8
Huda, “Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi saw.”, h. 19. M. Khoirul Huda, Metode Pemahaman Hadis dalam Lintas Sejarah” artikel diakses pada 13 Agustus 2016 pada pukul 20.45 dari http://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metodepemahaman-hadis-dalam-lintasan.html . 10 Imam al-Syafi’î memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin al-Said bin Abdil Manaf al-Mutalibi al-Quraisyi. Lahir pada tahun 150 Hijriah (767 Masehi) di Gaza, Palestina. Saat usia 2 tahun beiau dibawa ibunya ke Mekkah dan kemudian dibesarkan dan belajar agama. Belajar dan menghafal al-Qur’an pada usia tujuh tahun, dan beliau juga hafal kitab al-Muwatta’ ketika berusai tiga belas tahun dan membacanya dihadapan gurunya Imam Malik di Madinah. Beliau mengadakan dua kali perjalanan ke Baghdad untuk mempelajari fiqh yakni pada tahun 184 dan 195 H, serta melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun 199 H. Beliau belajar fiqh dari seorang guru yang bernama Muslim bin Khalid al-Zanji, dan dari gurunya inilah beliau mendapatkan iziin untuk berfatwa sebelum umur dua puluh tahun. Beliau adalah pendiri madzhab Syafi’iyah yang tersebar luar ke seluruh penjuru dunia Islam. Ia menguasai bahasa dan syair Arab dengan sangat baik, serta memiliki argumentasi yang sangat kuat ketika berdebatdan dapat menundukkan lawan, baik dari ulama Irak maupun ulama Mesir. Pendapatnya memiliki kelebihan karena mengkkompromikan antara fiqh ulama Hijaz, Irak, dan Mesir. Ulama Hijaz dikenal sebagai ahli hadis, ulama Irak dikenal sebagai ahli ra’yu, sedangkan ulama Mesir dikenal sebagai ahli hadis dan ahli ra’yu. Dengan demikian madzhab Syâfi’î berada di antara ahli hadis dan ahli ra’yu. Subhi al-Sâlih dalam Ulûm al-Hadîts wa Mushtalatuh serta Abdul Majid Khon dalam Takhrij dan Metode Memahami Hadis. 9
18
Imam Syâfi’î hadir menawarkan alternatif dalam memahami hadis yang berkaitan dengan hukum fiqh. Dalam kitabnya yang berjudul ikhtilâf al-hadîts beliau menawarkan metode jam’ dan naskh. Selain itu, ada Ibnu Qutaibah yang hadir memberikan metode dalam memahami hadis seputar perdebatan ilmu kalam dengan kitabnya ta’wîl mukhtalif al-hadits.11 Setelah itu juga, para pengumpul hadis-pun mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan menafsirkan atau memberikan pemahaman terhadap hadis, sebagian pensyarah hadis sahîh Bukhârî menyatakan bahwa pendapat alBukhârî dapat dilihat pada judul bab yang dibuatnya.12 Selanjutnya muncul para pensyarah kitab hadis, di antaranya adalah alNawawî13 dan Ibn Hajar al-Asqalanî14 sebagai pensyarah kitab Sahîh Bukhârî dan Sahîh Muslim. 2.
Ulama Kontemporer
11
M. Khoirul Huda, Metode Pemahaman Hadis dalam Lintas Sejarah.” Huda, “Memahami Hadis Melalui Pemilahan Posisi Nabi saw.”, h. 20. 13 Imam Nawawî penulis kitab Syarh Sahih Muslim memiliki nama lengkap Abû Zakariyâ Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hizm al-Huzami al-Nawawî. Lahir pada bulan Muharram 631 Hijriah di Nawa. Dalam bidang hadis guru-gurunya antara lain adalah ‘Abd al-Azîz bin Muhammad bin ‘Abd al-Muhsin al-Ansârî, Abû Ishâq bin Ibrâhîm bin ‘Umar al-Zain, Khâlid bin Yûsuf bin Sa’ad, Ahmad bin ‘Abd al-Daim, dan Kamâl ‘Abd al-Azîz bin ‘Abd al-Mun’îm. Sementara dalam bidang fiqh gurunya antara lain adalah Ishâq bin Ahmad bin Utsmân al-Ma’ârri dan Kamâl Sallar bin Hasan bin ‘Umar al-Irbilî. Selain syarh sahih muslim, karya lain beliau adalah al-Adzkar al-Nawawî, Riyâdh al-Sâlihîn, Bustân al-‘Ârifîn, al-Rauḏah, al-Minhâj al-Tibyân, al‘Arqâ’ûn, Tahdzîb al-Asma’ wa al-Lughâh, dan Tabaqâh al-Fuqaha. Dalam Abdul Majid Khon Takhrij dan metode memahami hadis. 14 Ibn Hajar al-Asqalânî memiliki nama lengkap Abû Faḏl Ahmad bin ‘Alî bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Alî bin Ahmad al-Kinanî al-Asqalânî al-Qahirî al-Syâfi’î. Lahir pada tahun 773 Hijriah di Mesir. Sejak tahun 777 ia sudah menjadi yatim piatu. Ia mulai belajar al-Qur’an pada usia lima tahun, dan berhasil menghafal al-Qur’an ketika usia Sembilan tahun dan menjadi imam sholat tarawih ketika berumur dua belas tahun. Ia tekun memepelajari hadis dan berguru pada al-Araqi yang memiliki ilmu yang sangat luas. Ia juga berrihla ke Syam, Hijaz dan Yaman. Selanjutnya ia memusatkan perhatiannya pada pengembangan hadis, dan upayanya ini membuat sejumlah ulama mengakuinya sebagai hafiz besar yang sangat masyhur dan tidak ada tandingannya di kalangan muta’akhirin. Salah satu karyanya yang bermanfaat bagi umat islam adalah fath al-bârî. Dalam Abdul Majid Khon Takhrij dan metode memahami hadis. 12
19
Zaman semakin berkembang dan metode pemahaman terhadap hadis pun semakin mengalami perkembangan. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya karya Muhammad al-Ghazâlî dengan kitabnya Al-Sunnah al-Nabawiyyah Bayn Ahl alFiqh wa Ahl al-Hadîts.15 Buku tersebut diterbitkan pada awal tahun 1989 dan mendapat sambutan yang luar biasa hingga dicetak berulang kali. Namun di samping itu, buku tersebut juga menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang hangat antara pro dan kontra yang mana disebabkan oleh rincian atau contoh-contoh hadis dalam buku tersebut yang menyatakan bahwa hadis-hadis sahîh yang dicantumkan perlu dipertanyakan kembali karena dianggap berlawanan dengan alQur’an, kebenaran ilmiah maupun fakta historis. Karena kontroversi yang terjadi akibat munculnya buku Muhammad alGhazâlî, maka al-Ma’had al-‘Alamî Li Fikr al-Islamî (Lembaga Internasional Untuk Pemikiran Islam) meminta Yûsuf al-Qardâwî untuk membuat buku yang membahas luas tentang berbagai metodologi untuk memahami hadis, yang mana lembaga ini pula lah yang sebelumnya meminta kepada Muhammad al-Ghazâlî untuk menulis buku tentang kajian metode pemahaman hadis. Lalu kemudian hadirlah buku Kaifa Nata’ammalu ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah.16 Buku ini juga mendapat sambutan yang luar biasa dan banyak dijadikan panduan dalam mendapatkan metode pemahaman terhadap hadis Nabi.
15 Buku tersebut telah diterjemahkan Muhammad al-Baqir ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit Mizan dengan judul “Studi Kritis Atas Hadis Nabi saw. : Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual”. 16 Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, Penterjamah Muhammad alBaqir, (Bandung: Karisma, 2000) Cet 2 h. xi
20
Selanjutnya lahirlah pemikiran baru tentang pengembangan metode pemahaman hadis dari Syuhudi Ismail (1943-1995) yakni seorang ilmuan yang memiliki dedikasi tinggi terhadap pengembangan-pengembangan ilmu hadis di Indonesia. Beliau melontarkan metode kritik matan hadis dengan melihat nuansa tekstual dan kontekstual hadis dengan tinjauan makna mempertimbangkan ajaran Islam yang universal, temporal dan lokal. C.
Metode Pemahaman Hadis Syuhudi Ismail Metode Pemahaman hadis Syuhudi Ismail tidak terkonsep secara langsung,
tetapi metodenya tergambar dalam buku karyanya yang berjudul “Hadis yang Tekstual dan Kontekstual”. Buku tersebut menjelaskan secara rinci bagaimana cara memahami hadis yang benar, Syuhudi Ismail menyimpulkan bahwa dalam memahami hadis terkadang harus tesktualis, kontekstualis atau menggunakan keduanya tergantung konten dari hadis yang ingin dipahami17. Syuhudi dalam pendahuluan buku tersebut mengungkapkan “kalau ajaran Islam yang sesuai dengan waktu dan tempat itu dihubungkan dengan berabagai kemungkinan persamaan dan perbedaan masyarakat tersebut, maka berarti dalam Islam ada ajaran yang berlakunya tidak terikat oleh waktu dan tempat, selain itu ada ajaran yang terikat oleh waktu dan tempat tertentu. Jadi, dalam Islam ada ajaran yang bersifat universal, yang temporal dan ada yang lokal” 18 Pernyataan Syuhudi ini mengambarkan bahwa dalam memahami hadis harus sesuai dengan tempat, lokasi dan hal-hal yang bersifat umum. Namun demikian, Syuhudi dalam paparannya juga memberikan kaidah dan cara memahami hadis dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut ini :
17 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009)cet 2 h. 89. 18 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual. h. 3-4.
21
1.
Memperhatikan Bentuk Matan Hadis
(Ditinjau dari Makna Bahasa dan
Kandungannya) a. Jawâmi’ al-Kalim Maksud Jawâmi’ al-Kalim ini adalah ungkapan yang singkat namun padat makna. Jawâmi’ al-Kalim merupakan indikator dari ciri khas kenabian. Nabi bersabda :
: أ َّن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال، رضي هللا ع ْنه، ع ْن أبي هريْرة بعثْ بووامع الكلم Dari Abî Hurâirah r.a Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda : Saya dibangkit (oleh Allah) dengan kemampuan untuk menyatakan) ungkapan-ungkapan yang singkat, namun padat makna19 Syuhudi menyebutkan bahwa dengan pernyataan tersebut, tidak diherankan apabila tidak sedikit dijumpai matan hadis yang berbetuk Jawâmi’ al-Kalim. Sejalan dengan Syuhudi Ismail, Imam al-Bukhari sebagaimana dikutip oleh Daniel Juned mengatakan bahwa “Jawâmi’ al-Kalim adalah khusus untuk Muhammad, Allah memadukan persoalan yang banyak, yang termaktub dalam kitab-kitab sebelumnya, ke dalam satu atau dua persoalan saja atau yang sama” 20. Sedangkan Ibnu Abd Al-Barr “Jawâmi’ al-Kalim adalah hadis yang ucapannya sedikit tetapi mencakup makna yang banyak dan faidahnya bernilai tinggi”21. Daniel Juned menyimpulkan dalam bukunya, bahwa Jawâmi’ al-kalim adalah nas-nas agama baik al-Qur’an atau hadis yang mengandung makna kuliyyah, yakni mengandung makna umum dan luas. Walaupun ada beberapa pendapat yang
19
Sahîh Bukhârî dalam kitab bada’ al-Khalq Juz 4 h. 65. Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 191 21 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 191 20
22
mengatakan bahwa Jawâmi’ al-kalim hanya terdapat dalam al-Qur’an. Namun, pernyataan ini terbantahkan dengan sendirinya karena kenyataan empiris membuktikan bahwa Jawâmi’ al-kalim juga banyak terdapat dalam hadis, atas dasar inilah para ahli hadis mengatakan bahwa Jawâmi’ al-kalim diberikan oleh Allah kepada Rasulullah terdiri dari dua macam, yang pertama, terdapat dalam al-Qur’an seperti terdapat dalam ayat yang menjelaskan tentang perintah berlaku adil. Kedua, Jawâmi’ al-kalim terdapat dalam hadis-hadis Nabi yang tersebar dalam kitab induk hadis dan jumlah ulama telah menghimpun Jawâmi’ al-kalim dalam beberapa kitab.22 Ada beberapa kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi yang berbentuk Jawâmi’ al-kalim, misalnya al-Ijaz wa Jawâmi’ al-Kalim min al-Sunan alMa’tsurah yang disusun Abu Bakr bin Al-Sina, Al-Syihab fi Hakam wa al-Adab susunan Abu ‘Abd Allah al-Qadha’i, al-Ahadits al-Kulliyah susunan Abu ‘Amr bin al-Shalah; dan Jami’ al-Ulum wa al-Hikam fi Syarh Khamsina Haditsan min Jawâmi’ al-Kalim susunan Zain al-Din Abu Fajr ‘Abd al-Rahman bin Rajab alHanbali.23 Hadis yang diambil Syuhudi untuk memberikan contoh hadis yang Jawâmi’ al-kalim ini adalah hadis yang menjelaskan bahwa perang itu siasat.
، أ ْخبرنا ابْن عييْنة ع ْن ع ْم ٍرو سمع جابر بْن عبْد هللا، حدَّثنا صدقة بْن ْالفضْل 24
22
." ٌي صلى هللا عليه وسلم ْالح ْرب خدْعة ُّ قال النَّب: قال، رضي هللا ع ْنهما
Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 193 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h.10. 24 Sahîh Bukhârî dalam kitab bada’ al-wahy, jilid 4, h. 77 ; Sahîh Muslim dalam bab jawâz al-khadâ’ fî al-harb, jilid 5, h. 143; serta diriwayatkan pula dalam Sunan Abû Dâud dan juga Sunan Tirmidzi. 23
23
“Menceriatakan kepada kami sadaqah bin al-Fasl, mengabarkan kepada kami Ibn ‘Uyainah dari ‘Umar mendengar Jâbir bin ‘Abdullah ra. berkata : bersabda Nabi saw. Perang itu siasat (tipu daya).” Syuhudi menjelaskan bahwa hadis ini harus dipahami sesuai teksnya karena setiap perang pastilah memakai siasat, dan ini berlaku secara universal sebab tidak terkait dengan waktu dan tempat tertentu. Begitu pula dengan hadis lain yang berbentuk Jawâmi’ al-kalim menuntut untuk melakukan pemahaman secara tekstual, namun di samping itu ada juga yang dapat dilakukan pemahaman secara kontekstual dan menunjukkan adanya bagian ajaran Islam yang bersifat temporal di samping yang univesal.25 b. Bahasa Tamsil Tamsil atau perumpamaan juga sering digunakan oleh Nabi dalam teks hadis. Salah satu hadis yang dijelaskan oleh Syuhudi Ismail adalah tentang dunia sebagai penjara. 26
ْ م ْن ح َّج ََّّلل فل ْم ي ْرف .ث ول ْم ي ْفس ْق رجع كي ْوم ولدتْه أ ُّمه
“Barang siapa melaksanakan ibadah haji karena Allah semata, lalu (selama melaksakan ibadah haji itu) dia tidak melakukan pelanggaran seksual dan tidak berbuat fasik, niscaya dia seperti pada hari dia dilahirkan oleh ibunya.” Pemahaman kontekstual terhadap hadis di atas yakin yang dimaksud seperti pada hari dia dilahirkan oleh ibunya itu adalah diampuni segala dosanya dan dimaafkan segala kesalahannya oleh Allah apabila ia berhasil menunaikan ibadah haji menurut petunjuk syariat agama.27 c. Ungkapan Simbolik
25
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 11-13. Sahîh Bukhârî Juz 2, h. 164. 27 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 14. 26
24
َّ : فقال. عمرأن رسول هللا ص م ذكر الدَّ َّجال بيْن ظهراني النَّاس َّ إن هللا عن ابن 28
َّ إن المسيح الدَّجال أعور العيْن اليمنى ك َّ اال و.تعالى ليْس بأعور .ٌأن عيْنه عنيةٌ طائفة
“Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. menyebut al-Masih alDajjal di muka orang banyak. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak buta sebelah mata. Ketahuilah, sesungguhnya al-Masih al-Dajjal itu buta matanya sebelah kanan, sedangkan matanya seperti buah anggur yang timbul.” Apabila hadis ini dipahami secara tekstual, maka akan timbul pemahaman bahwa sosok Dajjal adalah yang bermata satu sebelah kanan, dan matanya seperti buah anggur yang timbul. Syuhudi mengatakan bahwa hadis ini perlu dipahami secara kontekstual dan bermata satu dalam teks hadis tersebut dijadikan hanya sebagai simbol saja, yang mana menunjukkan adanya ketimpangan ketika penguasa yang lalim, kaum miskin idak diperhatikan, amanah dikhianati dan kemaksiatan melanda. 29 d. Bahasa Percakapan (Dialog) Nabi hidup di tengah-tengah masyarakat, tentunya sebagai seorang Rasul beliau sering mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang ajaran Agama Islam yang dibawanya. Dari sini lah terjadi percakapan atau dialog yang kemudian menjadi sebuah hadis.30 Syuhudi dalam bukunya mencontohkan hadis-hadis tentang amalan utama yang diajarkan oleh Agama Islam. Dari beberapa hadis yang disebutkan terdapat jawaban berbeda-beda. Hal tersebut mungkin bermaksud untuk menyesuaikan dengan keadaan si penanya ataupun keadaan kelompok masyarakat pada saat pertanyaan tersebut dilontarkan. Karena tentunya jawaban Nabi nantinya akan
28
Sahîh Bukhârî Juz 4, h. 278 ; Sahîh Muslim Juz 4 h. 2247. M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 19. 30 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 21. 29
25
menjadi petunjuk masyarakat pada saat itu. Dari sinilah bukti bahwa hadis nabi bersifat temporal, atau lebih tepatnya disebut kondisional.31 e. Ungkapan Analogi Analogi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan persamaan atau persesuaian dari dua hal yg berlainan.32 Analogi dalam teks hadis dicontohkan oleh Syuhudi Ismail tentang laki-laki dari Bani Fazarah yang mengadu kepada Nabi perihal istrinya yang melahirkan seorang anak laki-laki berkulit hitam dan sangat berbeda dengan kulitnya, hal tersebut membuat ia menyangkal anak tersebut. Maka terjadi dialog sebagai berikut :
قال له رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ه ْل لك م ْن إب ٍل قال نع ْم قال فما أ ْلوانها قال ح ْم ٌر قال ه ْل فيها م ْن أ ْورق قال إ َّن فيها لو ْرقًا قال فأنَّى ترى ذلك جاءها قال يا رسول هللا 33
.ص له في اال ْنمفاء م ْنه ْ ع ْر ٌق نزعها قال ولع َّل هذا ع ْر ٌق نزعه ول ْم يرخ
Nabi bertanya : “Apakah kamu mempunyai unta ?” orang itu menjawab : “Ya.” Nabi bertanya lagi : “Apa warna untamu itu” Dia menjawab : “Merah” Nabi bertanya lagi: “Apakah (mungkin untamu itu) dari (keturunan unta) yang berwarna abu-abu?” Dia menjawab: “Sesungguhnya (bisa saja) untu itu berasal dari (unta yang) berwarna abu-abu.” Nabi bersabda : “Maka sesungguhnya saya menduga juga (untah merah) dating (berasal)dari (unta abu-abu).” Orang itu berkata : “Ya Rasulullah, keturunan (unta merahku) berasal darinya.” Nabi kemudia bersabda : “(Masalah anakmu yang berkulit hitam itu) semoga berasal juga dari keturunan (nenek moyang)nya, dan (nenek moyang yang berkulit hita,) tidaklah menurunkan keturunan yang menghilangkan (tanda-tanda keturunan) darinya.” Analogi dalam hadis tersebut yakni kesamaan antara ras yang diturunkan manusia dan unta. Terjadinya perbedaan warna kulit antara lelaki tersebut dengan anaknya berasal dari nenek moyangnya.
31
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 22-26. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h. 60. 33 Sahîh Bukhârî Juz 9, h. 125, dll ; Sahîh Muslim Juz 4, h. 211, dll ; Sunan al-Tirmdzî Juz 4, h. 439 ; Sunan al-Nâsaî Juz 6, h.178 ; Sunan Ibn Mâjah Juz 3, h. 168. 32
26
2.
Dihubungkan Dengan Fungsi Nabi (Sebagai Manusia Biasa atau Rasulullah) Menurut Mahmud Syaltut, sebagaimana dikutip oleh Syuhudi bahwa sangat
besar manfaatnya mengetahui posisi Nabi Muhammad yang selain berfungsi sebagai seorang Rasul juga sebagai kepala negara, panglima perang, hakim, tokoh masyarakat, suami dan pribadi.34 Sebagian ulama menyatakan bahwa contoh hadis yang berhubungan dengan fungsi Nabi sebagai Rasul adalah penjelasan Nabi tentang kandungan al-Qur’an, berbagai macam ibadah dan penetapan hukum tentang halal haramnya sesuatu, dan hadis yang dikemukakan oleh Nabi dalam kapasitasnya sebagai Rasulullah maka ulama menyatakan kesepakatan tentang wajib mematuhinya. Sedangkan hadis yang dikemukakan dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara dan pemimpin masyarakat, kalangan ulama menyatakan bahwa hadis tersebut tidak menjadi ketentuan syariat yang bersifat umum. Dengan demikian, akal pikiran didorong untuk mewujudkan kemaslahatan berdasarkan petunjuk-petunjuk umum syariat.35 Dalam hal ini, Syuhudi mencontohkan tentang keharaman kedelai kampung.
ي صلى هللا عليه وسلم ع ْن أ ْكل ُّ نهى النَّب: قال، رضي هللا ع ْنهما، عن ابْن عمر .36لحوم ْالحمر اۡل ْهليَّة “Dari Ibn ‘Umar ra. Berkata : Nabi saw. melarang makan daging keledai kampung.”
34
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 33. M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 34. 36 Sahîh Bukhârî, Juz 5, h. 173. Hadis semakna juga diriwayatkan dalam Sahîh Muslim, Sunan al-Tirmidzî, Sunan Ibn Mâjah,dll. 35
27
Jika dipahami secara tektual makan akan menghasilkan sebuah pemahaman bahwa memakan daging keledai kampung adalah haram atau makruh. Namun berbeda dengan Ibn Abbas, sahabat Nabi yang pakar dalam tafsir al-Qur’an dan banyak meriwayatkan hadis Nabi. Beliau berpendapat daging keledai kampung halal dimakan berdasarkan salah satu ayat al-Qur’an.37 Dalam kitab fath al-bâri dan Nail al-Auṯar sebagaimana dikutip oleh Syuhudi bahwa Ibn Abbas tidak mengerti tentang latar belakang keharaman daging keledai kampung tersebut, apakah bertujuan untuk memelihara populasi keledai kampung, atau larang tersebut hanya berlaku dalam peperangan khaibar saja. Pendapat yang menyatakan keharaman ditetapkan oleh nabi antara lain adalah karena keledai kampung itu termasuk binatang yang kotor; binatang tersebut merupakan binatang piaraan di rumah; dan karena Nabi telah melarangnya.38 Syuhudi menjelaskan bahwa “perbedaan pendapat tersebut menunjukkan adanya perbedaan pandangan tentang fungsi Nabi tatkala beliau menyatakan hadis tersebut. Sebagian golongan berpendapat bahwa pada saat itu fungsi Nabi sebagai Rsulullah; dan sebagian lagi berpendapat bahwa pada saat itu Nabi berfungsi sebagai kepala Negara atau pemimpinn masyarakat. Bagi golongan pertama, larangan tersebut bersifat universal, dengan bagi golongan yang disebutkan terakhir, larangan bersifat temporal atau lokal.”39 Contoh lain yang disebutkan oleh Syuhudi adalah tentang pelukis yang disiksa: ٓ َّ ي مح َّر ًما عل َٰى طاع ٖم ي َۡعمهۥٓ إ ٓ َّ قل37 س أ ۡو ٌ ال أن يكون م ۡيمةً أ ۡو دما َّمسۡ فو ًحا أ ۡو ل ۡحم خنز ٖير فإنَّهۥ ر ۡج َّ ال أجد في ما ٓ أوحي إل ۡ ٱَّلل بهۦ فمن َّ فسۡ قًا أه َّل لغ ۡير يمٞ ور َّرح ٞ اغ وال عادٖ فإ َّن ربَّك غف ٖ ٱضَ َّر غ ۡير ب "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" Q.S al-An’am (6): 145. 38 39
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 41-43. M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 43.
28
ق في دار ٍ كنَّا مع مسْرو: حدَّثنا اۡلعْمش ع ْن مسْل ٍم قال، حدَّثنا س ْفيان، ي ُّ حدَّثنا ْالحميْد ي صلى هللا عليه َّ سم ْع النَّب: سم ْع عبْد هللا قال: يسار بْن نمي ٍْر فرأى في صفَّمه تماثيل فقال 40
َّ " وسلم يقول ."إن أشدَّ النَّاس عذابًا ع ْند هللا ي ْوم القيامة المصورون
“Sesungguhnya orang-orang yang menerima siksaan paling dahsyat di hadirat Allah pada hari kiamat kelak ialah para pelukis.” Syuhudi menjelaskan bahwa pemahaman secara kontekstual juga diperlukan dalam memahami hadis. Berkaitan dengan hadis ini memang cukup banyak hadis yang melarang pembuatan dan pemajangan lukisan, sehingga tidak heran jika pemahaman tekstual cukup banyak pendukungnya, namun meskipun demikian perlu diingat bahwa larangan melukis tersebut memiliki latar belakang hukum, yakni masyarakat pada zaman Nabi belum lama terlepas dari kepercayaan menyekutukan Allah yakni dengan menyembah patung dan semacamnya. Dan sebagai Rasul, tentunya beliau ingin umat Islam terlepas dari kemusyrikan tersebut. Dengan alasan itulah, maka Nabi mengeluarkan larangan membuat lukisan maupun memajang lukisan dengan ancaman siksaan yang berat.41 Jika memang latar belakang hukum yang dikemukakan di atas adalah benar, maka apabila kekhawatiran akan kemusyrikan tersebut tidak lagi terjadi, maka melukis maupun memajang lukisan diperbolehkan, sebagaimana kaidah ushul fikih الحكم يد ْور مع العلَّة وجدودًا وعد ًماmaksudnya yakni hukum itu ditentukan oleh illat-nya, jika illat-nya ada, maka hukumnya ada, dan sebaliknya.
40 41
Sahîh Bukhârî dalam kitab bada’ al-Khalq Juz 7, h. 215. M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 37.
29
3.
Melihat Latar Belakang Munculnya Hadis (Asbâb al-Wurûd al-Hadîts) Menurut Abdul Aziz dalam Ensiklopedia Hukum Islam. Sebagaimana
dikutip oleh Miftahul Asror dan Imam Musbikin, bahwa pada mulanya dalam kajian Ilmu Hadis, Asbâb al-Wurûd al-Hadîts dianggap cukup hanya masuk ke dalam pembahasan Ilmu Sejarah (Târîkh), namun dikarenakan tidak semua peristiwa yang menjadi sebab-sebab munculnya hadis itu tercakup di dalam Ilmu Târîkh, maka kemudian dianggap penting untuk menjadikannya sebagai satu cabang Ilmu Pengetahuan tersendiri.42 Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa Ilmu Asbâb al-Wurûd al-Hadîts adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menyampaikan sabdanya dan waktu pada saat hadis itu didatangkan. Mengetahui ilmu ini sangat penting karena sangat membantu untuk memahami sebuah hadis, sebagaimana Ilmu Asbâb alNuzûl yang membantu dalam memahami al-Qur’an.43 Yûsuf al-Qarḏâwî juga mengatakan bahwa mencari tahu latar belakang turunnya suatu hadis sangat penting dilakukan, sebab tiap hadis yang turun pasti ada kaitan dengan illah (alasan, sebab) tertentu yang berkaitan dengan kondisi pada saat itu guna mendapat kemashlahatan, mencegah sesuatu yang mudharat, serta mengatasi masalah yang terjadi. Yang mana hal itu menunjukkan bahwa suatu hadis adakalanya bersifat umum tanpa ada batas waktu, namun ada juga yang bersifat khusus berlaku pada waktu tertentu. Apabila ada hukum yang berkaitan
42 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabi SAW., (Yogyakarta: Jaya Star Nine, 2015) h. 251. 43 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 121.
30
dengan illah tertentu, maka bila illah-nya hilang, maka hukum tersebut bisa jadi tidak berlaku kembali.44 Adapun Daniel Juned menambahkan bahwa konteks asbâb al-wurûd bukan hanya dalam konteks hadis qauliyyah (perkataan) melainkan juga hadis fi’liah (aksi nyata) dan taqririyyah (sikap). Dari sini dapat diperoleh informasi bahwa sabab alwurûd erat kaitannya dengan waktu dan tempat terjadinya persitiwa yang melatar belakangi lahirnya suatu hadis. Daniel menambahkan bahwa asbâb al-wurûd terjadi karena ada pertanyaan dari para sahabat, riwayat lain yang terkait dengan peristiwa, tempat yang memperlihatkan para penerima hadis mendengar, melihat dan terlibat dalam penerimaan hadis. 45 Syuhudi membagi pembahasan asbâb al-wurûd ini menjadi tiga cabang pembahasan antara lain sebagai berikut : 1) Hadis yang tidak mempunyai Asbâb al-Wurûd al-Hadîts secara khusus
ع ْن أبي ب ْكر بْن، ب ٍ عن ابْن شها، ع ْن عق ْي ٍل، حدَّثنا اللَّيْث، حدَّثني يحْ يى بْن بكي ٍْر َّ "ال ي ْزني: أ َّن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال، ع ْن أبي هريْرة، الرحْ من الزاني َّ عبْد وال يسْرق حين يسْرق، وال ي ْشرب ْالخ ْمر حين ي ْشرب و ْهو مؤْ م ٌن، حين ي ْزني و ْهو مؤْ م ٌن 46
".و ْهو مؤْ م ٌن وال ي ْنمهب ن ْهبةً ي ْرفع النَّاس إليْه فيها أبْصاره ْم حين ي ْنمهبها و ْهو مؤْ م ٌن
“Pezina tidak akan berzina tatkala ia berzina dalam keadaan beriman; Peminum khamar tidak akan minum khamar tatkala dia minum dalam keadaan beriman, dan Pencuri tidak akan mencuri tatkala dia mencuri dalam keadaan beriman, begitu juga tidak akan merampas, merebut hak orang lain yang mempunyai nilai tinggi sehingga penglihatan manusia tertuju kepadanya, jika ketika itu dia di dalam keimanan.” 44 Yûsuf al- Qardawi, Kaifa Nata’âmal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Kairo : Dâr alSyurûq, 2004), cet. 3, h. 145 45 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 175 46 Sahih Bukhâri juz 8, h. 195 dan lain-lain; Sahih Muslim juz 1, h. 54-55
31
Hadis Nabi ini tidak didahului oleh sebab tertentu. Secara tekstual, hadis ini menyebutkan bahwa apabila seseorang berzina, mencuri dan meminum khamar tentunya ia tidak dalam keadaan beriman. Secara logika dipahami bahwa ia bukan lagi orang mukmin. Secara kontekstual, hadis ini dipahami bahwa keadaan iman dalam hati seseorang yang sedang berzina, mencuri, meminum khamar dan perbuatan maksiat lainnya sedang berada pada titik paling bawah. Hal ini berdasarkan dari al-Qur’an yang menjelaskan bahwa keimanan seseorang dapat bertambah apabila seseorang sedang dibacakan ayat-ayat al-Qur’an. Secara logika dapat pahami bahwa ketika intensitas keimanan bisa bertambah saat dibacakan ayat-ayat al-Qur’an, maka saat mengerjakan maksiat pastinya keimanan tersebut sedang menurun dan berada pada kumulasi paling bawah.47 2) Hadis yang mempunyai Asbâb al-Wurûd al-Hadîts secara khusus
: أ َّن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال- رضي هللا ع ْنهما، ع ْن عبْد هللا بْن عمر 48
.إذا جاء أحدكم ْالومعة ف ْلي ْغمس ْل
“Apabila kamu sekalian hendak datang (menunaikan shalat) jum’at, maka hendaklah (terlebih dahulu) mandi.” Berdasarkan hadis ini bagi para ulama yang memahami secara tekstual, mereka mengatakan bahwa hukum mandi pada hari jum’at adalah wajib.49 Syuhudi mengatakan bahwa “Hadis tersebut mempunyai sebab khusus. Pada waktu itu ekonomi para sahabat Nabi umumnya masih berada dalam keadaan sulit. Mereka memakai baju wol yang kasar dan jarang dicuci. Mereka banyak yang 47
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 50-51 Sahih Bukhâri juz 2, h. 2 dan lain-lain; Sahih Muslim juz 3, h. 2-3; Sunan Abû Dâud Juz 1, h. 134; Sunan al-Tirmidzî Juz 2, h. 364 ; Sunan al-Nasâî Juz 3 h. 93,dll. ; Sunan Ibn Mâjah Juz 2, h.197. 49 Pendapat-pendapat ulama terkait hadis ini dapat di lihat pada al-Syayyid Imam Muhammad bin Ismâ’îl al-Kahlanî, subul al-salâm, (Kairo: Dâr al-Fikr, 1998) Juz 1, h.87-88 dan Ibn Hajar al-Asqalânî, bulûgh al-marâm, (Jakarta : Dar al-Kuttab , 2000)Juz 1. H.177-178. 48
32
menjadi pekerja kebun, setelah mereka menyiram tanam-tanaman, mereka banyak yang langsung pergi ke masjid untuk menunaikan shalat jum’at. Pada saat shalat jum’at itu cuaca sedang sangat panas. Masjid masih sempit. Tatkala Nabi berkhutbah, aroma keringat dari orang yang berbaju wol kasar dan jarang mandi itu menerpa hidung Nabi dan suasana dalam masjid terganggu oleh aroma yang tidak sedap tersebut. Nabi lalu bersabda yang semakna dengan matan hadis di atas.”50 3) Hadis yang terkait dengan keadaan yang sedang terjadi (berkembang) Adakalanya suatu hadis berkaitan dengan keadaan yang sedang terjadi atau dengan keadaan yang akan berkembang. Keadaan tersebut tentu tidak termuat dalam matan hadis, namun dapat diketahui melalui ilmu pendukung lain seperti ilmu sejarah, asbâb al-wurûd, dan lainnya. Salah satu contoh hadis terkait ini, Syuhudi mengambil contoh hadis tentang mematikan lampu tatkala hendak tidur.
ْ "أ: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: ع ْن جاب ٍر قال طفئوا ْالمصابيح باللَّيْل إذا َّ رقدْت ْم وغلقوا اۡلبْواب وأ ْوكوا اۡلسْقية وخمروا َّ الَعام وال ."شراب
51
“Matikan lampu-lampu pada waktu malam ketika kamu seklaian hendak tidur; kuncilah pintu-pintu; ikatilah tempat-tempat air minum (yang terbuat dari kulit); dan tutupilah makanan dan minuman.” Pada zaman Nabi, alat penerang ketika malam hari adalah lampu minyak. Apabila lampu dinyalakan ketika hendak tidur, maka dikhawatirkan akan terjadi kebakaran yang disebabkan mungkin lampu tersebut disentuh oleh binatang semisal tikus atau juga karena hembusan angin. Untuk keamanan bersama dan juga penghematan, maka penghuni rumah perlu mematkan lampu-lampu sebelum tidur. Sedangkan pada zaman sekarang, banyak rumah yang mengunakan lampu listrik, sehingga keamanan pun tetap terjaga meski lampu tidak dimatikan ketika
50 51
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 58-59. Sahih Bukhâri juz 8, h. 81.
33
penghuninya sedang tidur. Menurut Syuhudi, hadis ini harus dipahami secara kontekstual karena ajaran yang terkandung dalam hadis ini bersifat temporal.52 Sejalan dengan pendapat Syuhudi, Daniel Juned ingin memperlihatkan bahwa dalam melihat konteks Asbâb al-wurûd al-Hadîts harus melihat 4 konteks: Pertama, geografi dengan melihat kontek tanah Arab yang sangat gersang.53 Kedua, antropologi dengan melihat kabilah-kabilah yang ada di wilayah Arab seperti kabilah Qurais dan yang lain.54 Ketiga, Sosiologi-kultural dengan melihat budaya Arab.55 Keempat, zaman kenabian dengan melihat perjuangan Nabi Muhammad menenggakkan agama Islam. 56 Dari beberapa uraian di atas ini, membuktikan bahwa pemahaman hadis tidak hanya memfokuskan pada pengkajian yang bersifat informatif tentang apa dan bagaimana kedudukan dan fungsi hadis, tetapi melihat siapa dan kapan hadis tersebut terjadi dan berupaya melacak struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses berbagai aspek. Semuanya ini menuntut adanya berbagai analisa yang tajam untuk membuktikan mis ke-rahmatan Nabi Muhammad SAW. 4.
Melihat Petunjuk Hadis Yang Tampak Bertentangan (Ikhtilâf al-Hadîts) Syuhudi
menjelaskan
bahwa
untuk
mneyelesaikan
hadis
yang
kandungannya tampak bertentangan (yakni hadis yang sanadnya sahîh, Karena hadis yang ḏâif tidak temasuk dalam kajian ini) antara lain adalah dengan al-Tarjîh, al-Jam’u, al-Naskh wa al-Mansukh, dan al-Taufiq. Yang mana adanya
52
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 67-67. Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 180. 54 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 184 55 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 187 56 Daniel Juned, Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, h. 188 53
34
penyelesaian tersebut memberi petunjuk bahwa secara substantif sesungguhnya pertentangan dalam hadis itu tidak ada, sekalipun ada, pasti ada implikasi pemikiran tertentu di balik petunjuk hadis tersebut.57 Dari beberapa kaidah yang disusun oleh Syuhudi Ismail memberikan kemudahan bagi para pengkaji hadis untuk memahami hadis dengan melihat berbagai aspek mulai dari bentuk bahasanya yang terdapat dalam matan hadis, apakah hadis memiliki latar belakang (sebab hadis tersebut muncul), apakah hadis tersebut terkait dengan konteks kekinan atau tidak, pengkaji hadis harus bisa memahami apakah hadis lain yang sejenis yang konten hadisnya bertentangan, sehingga dengan kaidah ini akan diketahui mana hadis yang harus dipahami secara tekstual dan hadis yang harus dipahami secara kontekstual. Pemahaman hadis dikatakan tekstualis yakni ketika pemahaman tersebut hanya berakar dari teks-teks sunnah atau yang berotasi hanya pada seputar teks. Sedangkan pemahaman kontekstualis yakni pemahaman yang berusaha mencari makna dibalik sebuah teks melalui beberapa pendekatan, yang mana pendekatan tersebut antara lain adalah pendekatan sosiologi, psikologi, sejarah dan cabang ilmu pengetahuan lain yang ada.58
57
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, h. 71-74 Misbahuddin, “Sunnah Dalam Pemahaman Tekstual dan Kontekstual pakar hadis dan pakar fiqih”, Jurnal Farabi, Vol 11. No 1. (Juni 2014), h. 7. 58
BAB III APLIKASI PEMAHAMAN HADIS TENTANG MEMELIHARA ANJING
Sebelum masuk pada pembahasan penting dalam skripsi ini yakni tentang pengaplikasian metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail dalam hadis-hadis terkait memelihara anjing, penulis akan menyebutkan tema-tema hadis yang berkaitan dengan anjing serta melakukan proses pen-takhrîj-an pada dua hadis yang akan diteliti guna membantu proses penjelasan yang akan penulis paparkan. A.
Penyebutan Kata Anjing dalam Hadis Nabi Berdasarkan pencarian kata dengan menggunakan kata الكلبdalam kitab
Mu’jam al-Mufahras ditemukan hadis yang membahas tentang anjing dengan tema antara lain sebagai berikut : a.
Tidak Masuknya Malaikat ke dalam Rumah yang Terdapat Anjing
ُّ حدَّثنا ابْن مقات ٍل أ ْخبرنا عبْد هللا أ ْخبرنا م ْعم ٌر ع ْن الز ْهري ع ْن عبيْد هللا بْن عبْد هللا أنَّه رسول هللا صلَّى هللا
أبا ط ْلحة يقول سم ْع 1
َّاس رضي هللا ع ْنهما يقول سم ْع ٍ سمع ابْن عب
عليْه وسلَّم يقول ال تدْخل ْالمالئكة ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ وال صورة تماثيل
"Telah bercerita kepada kami Muqâtil telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari al-Zuhrî dari 'Ubaidullah bin 'Abdullah dia mendengar Ibn 'Abbâs RAa berkata, aku mendengar Abu Talhah berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing dan (atau) gambar patung".
1
Abdullah Muhammad bin Isma’il al-Bukhârî, Sahîh Bukhârî, (Maktabah Syamilah), jilid
4, h. 138.
35
36
b.
Anjing Hitam Adalah Setan
أ ْخبرنا ع ْمرو بْن علي ٍ قال أ ْنبأنا يزيد قال حدَّثنا يونس ع ْن حميْد بْن هال ٍل ع ْن عبْد هللا صام ع ْن أبي ذ ٍر قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم إذا كان أحدك ْم قائ ًما يصلي َّ بْن ال لرحْ ل فإنَّه ي ْقَع َّ الرحْ ل فإ ْن ل ْم يك ْن بيْن يديْه مثْل آخرة ا َّ فإنَّه يسْمره إذا كان بيْن يديْه مثْل آخرة صفر م ْن ْاۡلحْ مر فقال سأ ْل ْ صالته ْالم ْرأة و ْالحمار و ْالك ْلب ْاۡلسْود ق ْل ما بال ْاۡلسْود م ْن ْاۡل رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم كما سأ ْلمني فقال ْالك ْلب ْاۡلسْود شيَْان
2ٌ
"Telah mengabarkan kepada kami 'Amrû bin 'Alî dia berkata; telah memberitakan kepada kami Yazîd dia berkata; telah menceritakan kepada kami Yûnus dari Humaid bin Hilâl dari Abdullah bin Al-Sâmit dari Abî Dzarr dia berkata; Apabila salah seorang diantara kalian shalat, hendaknya dia membuat pembatas di hadapannya seperti kayu yang dijadikan sandaran di belakang pelana. Karena kalau tidak ada pembatasnya, shalatnya akan terputus apabila lewat di hadapannya seorang perempuan, keledai dan anjing hitam. Lalu aku bertanya kepada Abî Dzarr, kenapa yang berwarna hitam, bagaimana dengan warna kuning atau merah? Dia menjawab, "Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. sebagaimana yang anda tanyakan kepadaku, dan beliau Saw. menjawab; Anjing hitam adalah setan." c.
Anjuran Mencuci Bekas Jilatan Anjing
حدَّثنا عبْد هللا بْن يوسف ع ْن مالكٍ ع ْن أبي الزناد ع ْن ْاۡلعْرج ع ْن أبي هريْرة قال أ َّن 3
رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال إذا شرب ْالك ْلب في إناء أحدك ْم ف ْلي ْغس ْله س ْبعًا
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yûsuf dari Mâlik dari Abî Al-Zinâd dari Al A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci hingga tujuh kali."
2 Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali Syu’aib, Sunan al-Nasâ’î, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h. 63, no. 750 3 Sahîh Bukhârî, jilid 1, h. 54, no. 172
37
d.
Kebolehan Membunuh Anjing Buas
ي صلَّى هللا عليْه َّ أ ْخبرنا يزيد بْن هارون أ ْخبرنا يحْ يى ع ْن نافعٍ ع ْن ابْن عمر أ َّن النَّب 4
س ال جناح في قمْل م ْن قمل م ْنه َّن ْالغراب و ْالفأْرة و ْالحدأة و ْالع ْقرب و ْالك ْلب ْالعقور ٌ وسلَّم قال خ ْم
“Telah mengabarkan kepada kami Yazîd bin Hârûn telah mengabarkan kepada kami Yahya dari Nâfi' dari Ibn ‘Umar bahwa Nabi saw. bersabda; "Lima binatang yang tidak ada dosa bagi orang yang untuk membunuhnya, yaitu; Burung gagak, tikus, elang, kalajengking, anjing buas." e.
Anjing Menggangu Konstrasi Sholat dan Membatalkannya
حدَّثنا أحْ مد بْن منيعٍ حدَّثنا هش ْي ٌم أ ْخبرنا يونس بْن عب ْي ٍد وم ْنصور بْن زاذان ع ْن حميْد بْن صام قال سم ْع أبا ذ ٍر يقول قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم َّ هال ٍل ع ْن عبْد هللا بْن ال الرحْ ل قَع صالته ْالك ْلب ْاۡل ْسود َّ الرحْ ل أ ْو كواسَة َّ الرجل وليْس بيْن يديْه كآخرة َّ إذا صلَّى و ْالم ْرأة و ْالحمار فق ْل ۡلبي ذ ٍر ما بال ْاۡلسْود م ْن ْاۡلحْ مر م ْن ْاۡلبْيض فقال يا ابْن أخي سأ ْلمني ٌ َْكما سأ ْل رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم فقال ْالك ْلب ْاۡلسْود شي ان قال وفي ْالباب ع ْن أبي ٌ سعي ٍد و ْالحكم بْن ع ْم ٍرو ْالغفاري وأبي هريْرة وأن ٍس قال أبو عيسى حديث أبي ذ ٍر حد يث حس ٌن صالة ْالحمار و ْالم ْرأة و ْالك ْلب ْاۡلسْود قال َّ صحي ٌح وق ْد ذهب ب ْعض أ ْهل ْالع ْلم إليْه قالوا ي ْقَع ال صالة وفي ن ْفسي م ْن ْالحمار و ْالم ْرأة ش ْي ٌء قال َّ أحْ مد الَّذي ال أش ُّك فيه أ َّن ْالك ْلب ْاۡلسْود ي ْقَع ال 5
إسْحق ال ي ْقَعها ش ْي ٌء إ َّال ْالك ْلب ْاۡلسْود
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manî' berkata; telah menceritakan kepada kami Husyaim berkata; telah mengabarkan kepada kami Yûnus bin Ubaid dan Mansûr bin Zadzân dari Humaid bin Hilâl dari Abdullah bin Al-Sâmit ia berkata; "Aku mendengar Abu Dzarr berkata; "Rasulullah saw. bersabda: "Jika seorang laki-laki shalat sedang di depannya tidak ada pelana atau sekedup yang dipasang di atas hewan tunggangan, maka shalat akan rusak dengan melintasnya anjing hitam, wanita atau keledai." Maka aku pun bertanya kepada Abu Dzar, "Kenapa harus hitam dan tidak merah atau putih?" ia menjawab, "Wahai 4 Abdullah bin Abdurrahman al-Darimî, Sunan al-Dârimî, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h. 56, no. 1816 5 Isya Mhammad Isya, Sunan al-Turmudzî, (Maktabah Syamilah), jilid 2, h. 161, no. 338
38
saudaraku, engkau telah bertanya kepadaku dengan sesuatu yang pernah aku tanyakan kepada Rasulullah saw., beliau bersabda: "Anjing hitam adalah setan." Ia berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abî Sa'îd, Al-Hakam bin 'Amru Al Gifârî, Abu Hurairah dan Anas." Abu Îsa berkata; "Hadits Abu Dzar ini derajatnya hasan Sahih.6 Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadits ini, mereka berkata; "Shalat akan batal dengan melintasnya keledai, wanita dan anjing." Ahmad berkata; "Aku tidak ragukan lagi bahwa anjing hitam dapat membatalkan shalat. Sedangkan keledai dan wanita masih menyisakan keraguan dalam hatiku." f.
Jual Beli anjing adalah haram
الرحْ من ع ْن ٍ حدَّثنا عبْد هللا بْن يوسف أ ْخبرنا مالكٌ ع ْن ابْن شها َّ ب ع ْن أبي ب ْكر بْن عبْد أبي مسْعو ٍد ْاۡل ْنصاري رضي هللا ع ْنه أ َّن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم نهى ع ْن ثمن ْالك ْلب 7
وم ْهر ْالبغي وح ْلوان ْالكاهن
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yûsuf telah mengabarkan kepada kami Mâlik dari Ibn Syihâb dari Abî Bakar bin 'Abdurrahman dari Abî Mas'ûd Al Ansharî ra. bahwa Rasulullah saw. melarang uang hasil jual beli anjing, mahar seorang pezina dan upah bayaran dukun.” g.
Barang siapa yang memelihara anjing maka pahalanya akan berkurang
ير ع ْن أبي سلمة ع ْن أبي هريْرة ٍ حدَّثنا معاذ بْن فضالة حدَّثنا هشا ٌم ع ْن يحْ يى بْن أبي كث رضي هللا ع ْنه قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن أ ْمسك ك ْلبًا فإنَّه ي ْنقص ك َّل ي ْو ٍم م ْن ٌ عمله قيرا ٍ ط إ َّال ك ْلب ح ْر ث أ ْو ماشي ٍة قال ابْن سيرين وأبو صالحٍ ع ْن أبي هريْرة ع ْن النَّبي ٍ صلَّى هللا عليْه وسلَّم إ َّال ك ْلب غن ٍم أ ْو ح ْر ث أ ْو ص ْي ٍد وقال أبو حاز ٍم ع ْن أبي هريْرة ع ْن النَّبي 8
صلَّى هللا عليْه وسلَّم ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة
“Telah menceritakan kepada kami Mu'âdz bin Fadâlah telah menceritakan kepada kami Hisyâm dari Yahya bin Abî Katsîr dari Abî Salamah dari Abî Hurairah 6
Yang di maksud dengan hadis hasan sahih menurut Ibnu hajar adalah suatu hadis yang mempunyai dua sanad atau lebih yang mana salah satu sanadnya berderajat sahih, dan yang lainnya berderajat hasan. Atau bisa saja apabila hadis tersebut hanya memiliki satu sanad dan memiliki lafadz yang menurut pandangan sekelompok ulama adalah hadis hasan, dan menurut pandangan sekelompok lain adalah hadis sahih. 7 Sahîh Bukhârî, jilid 3, h. 110, no. 2237 8 Sahîh Bukhârî, jilid 3, h. 136 no. 2322
39
ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qîrâth kecuali menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibn Sîrîn dan Abu Sâlih dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Abu Hâzim dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Anjing pemburu atau anjing yang jinak”. h.
Halalnya daging hasil buruan anjing
َّ حدَّثنا ابْن أبي عمر حدَّثنا س ْفيان ع ْن موال ٍد ع ْن ال ش ْعبي ع ْن عدي بْن حات ٍم قال سأ ْل رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم ع ْن صيْد ْالك ْلب ْالمعلَّم قال إذا أ ْرس ْل ك ْلبك ْالمعلَّم وذك ْرت اسْم هللا فك ْل ما أ ْمسك عليْك فإ ْن أكل فال تأْك ْل فإنَّما أ ْمسك على ن ْفسه ق ْل يا رسول هللا أرأ ْي إ ْن خالَ ْ كالبنا كالبٌ أخر قال إنَّما ذك ْرت اسْم هللا على ك ْلبك ول ْم ت ْذك ْر على غيْره قال س ْفيان صحاب النَّبي صلَّى هللا ْ أ ْكره له أ ْكله قال أبو عيسى و ْالعمل على هذا ع ْند ب ْعض أ ْهل ْالع ْلم م ْن أ صيْد والذَّبيحة إذا وقعا في ْالماء أ ْن ال يأْكل فقال ب ْعضه ْم في الذَّبيحة َّ عليْه وسلَّم وغيْره ْم في ال ْ إذا قَع ْالح ْلقوم فوقع في ْالماء فمات فيه فإنَّه يؤْ كل وهو ق ْول عبْد هللا بْن ْالمبارك وق ْد اخملف صيْد فقال أ ْكثر أ ْهل ْالع ْلم إذا أكل ْالك ْلب م ْنه فال تأْك ْل وهو َّ أ ْهل ْالع ْلم في ْالك ْلب إذا أكل م ْن ال َّ ق ْول س ْفيان وعبْد هللا بْن ْالمبارك وال شافعي وأحْ مد وإسْحق ور َّخص ب ْعض أ ْهل ْالع ْلم م ْن 9
صحاب النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم وغيْره ْم في ْاۡل ْكل م ْنه وإ ْن أكل ْالك ْلب م ْنه ْ أ
“Telah menceritakan kepada kami Ibn Abî Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyân dari Mujâlid dari Al-Sya'bî dari 'Adî bin Hâtim ia berkata; Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang berburu dengan anjing terlatih. Beliau menjawab: "Jika engkau mengutus anjingmu yang terlatih dan menyebut nama Allah, maka makanlah apa yang ditangkapkan untukmu. Jika ia memakannya maka janganlah engkau memakannya, karena ia menangkap untuk dirinya." Aku bertanya; Wahai Rasulullah, jika anjing kami bercampur dengan anjing lain? Beliau menjawab: "Sesungguhnya engkau menyebut nama Allah untuk (melepas) anjingmu dan engkau tidak menyebutnya (asma Allah, basmalah) untuk yang lain." Sufyan berkata; Aku memakruhkan untuk memakannya. Abu Isa berkata; Hadits ini menjadi pedoman amal menurut sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi 9
Sunan al-Turmudzî, jilid 4, h. 68, no. 1470
40
saw. dan selain mereka tentang hewan buruan dan sembelihan jika jatuh ke dalam air agar tidak memakannya. Sebagian mereka berpendapat tentang hewan sembelihan; Jika terpotong tenggorokannya lalu jatuh ke dalam air dan mati maka ia dimakan, ini menjadi pendapat Abdullah bin Al Mubarak. Sedangkan para ulama berselisih tentang anjing yang memakan hewan buruan, kebanyakan mereka berpendapat; Jika anjing itu makan darinya maka jangan engkau makan, ini menjadi pendapat Sufyân dan Abdullah bin Al-Mubârak, Al-Syâfi'i, Ahmad dan Ishaq, namun sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi saw. dan selain mereka membolehkan makan darinya meskipun anjing memakan darinya.” B.
Hadis Tentang Memelihara Anjing
Untuk menemukan hadis-hadis yang membahas terkait memelihara anjing, penulis melakukan proses Takhrîj al-Hadits. Muhammad Zuhri menyebutkan bahwa “Para ulama terdahulu tidak membutuhkan metode Takhrîj al-Hadits karena pengetahuan mereka terhadap sumber-sumber syari’at sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat. Ketika membutuhkan sebuah hadis sebagai dalil, dalam sekejap mereka dapat menemukannya di kitab mana hadis itu berada. Namun setelah berabad-abad muncul problem karena kelemahan penguasaan generasi penerus mengetahui sumber hadis/riwayat. Pengambilan dalil (hadis) sering kali dilakukan dengan cara merujuk kitab-kitab sembarangan. Di sisi lain, tidak semua hadis yang dimuat dalam buku rujukan berkualitas layak. Itulah sebabnya diperlukan penelusuran dalil, yang lazim disebut takhrîj.”10 Takhrîj digunakan untuk beberapa kepentingan, yakni untuk menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut; untuk mengeluarkan dan meriwayatkan satu hadis dari beberapa kitab, guru atau teman, dan juga untuk menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang di dalamnya ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.11 Penulis mengambil kesimpulan bahwa proses Takhrîj adalah proses untuk mengeluarkan hadis-hadis semakna yang berada di dalam kitab-kitab hadis untuk diketahui siapa saja yang meriwayatkan hadis tersebut, yang tentunya akan
10 Muhammad Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), cet. 2, h.149. 11 M. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, h. 150.
41
diketahui kemudian bagaimana kualitas hadis tersebut berdasarkan ke-tsiqah-an para periwayatnya. Dalam mencari hadis terkait memelihara anjing penulis menggunakan kamus Miftâh al-Kunûz12 dan Al-Mu’jam al- Mufahras13 untuk men-takhrîj dua hadis yang berkaitan dengan pemeliharaan anjing. Sebagaimana telah penulis sebutkan dalam batasan masalah, bahwasanya dalam proses takhrîj penulis hanya mencantumkan hadis-hadis terkait pemeliharaan anjing dalam enam kitab hadis (kutûb al-sittah). hadis yang akan penulis takhrîj adalah hadis yang menyebutkan bahwa apabila seserorang memelihara anjing, maka malaikat tidak akan masuk ke dalam rumahnya dan juga hadis yang menyatakan bahwa siapa yang memelihara anjing selain untuk beberapa keperluan maka pahalanya akan berkurang. Hasil takhrîj adalah sebagai berikut : 1.
Hadis tentang Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat
anjing di dalamnya
سبَّاق َّ ب ع ْن ابْن ال ٍ ب أ ْخبرني يونس ع ْن ابْن شها ٍ حدَّثني ح ْرملة بْن يحْ يى أ ْخبرنا ابْن و ْه صبح ي ْو ًما ْ َّاس قال أ ْخبرتْني ميْمونة أ َّن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم أ ٍ أ َّن عبْد هللا بْن عب واج ًما فقال ْ ميْمونة يا رسول هللا لق ْد اسْم ْنك ْرت هيْئمك م ْنذ ْالي ْوم قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم إ َّن جبْريل كان وعدني أ ْن ي ْلقاني اللَّيْلة فل ْم ي ْلقني أم وهللا ما أ ْخلفني قال فظ َّل رسول هللا
12 Miftâh al-Kunûz adalah kamus hadis yang digunakan untuk mencari hadis bedasarkan tema-temanya. 13 Sedangkan Mu’jam al- Mufahras adalah kamus hadis yang digunakan untuk mencari hadis berdasarkan kata yang terdapat dalam hadis tersebut.
42
فسَْاطٍ لنا فأمر به
ْب تح ٍ صلَّى هللا عليْه وسلَّم ي ْومه ذلك على ذلك ث َّم وقع في ن ْفسه ج ْرو ك ْل
فأ ْخرج ث َّم أخذ بيده ما ًء فنضح مكانه فل َّما أ ْمسى لقيه جبْريل فقال له ق ْد ك ْن وعدْتني أ ْن ت ْلقاني صبح رسول هللا صلَّى هللا عليْه ْ ْالبارحة قال أج ْل ولكنَّا ال ندْخل ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ وال صورة ٌ فأ صغير ويمْرك ك ْلب ْالحائط َّ وسلَّم ي ْومئ ٍذ فأمر بقمْل ْالكالب حمَّى إنَّه يأْمر بقمْل ك ْلب ْالحائط ال 14
ْالكبير
“Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Ibn Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yûnus dari Ibn Syihâb dari Ibn Al-Sabbâq bahwa 'Abdullah bin 'Abbas berkata; Telah mengabarkan kepadaku Maimunah; bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw. kelihatan diam karena susah dan sedih. Maimunah berkata; "Ya, Rasulullah! Aku heran melihat sikap Anda sehari ini. Apa yang telah terjadi?" Rasulullah saw. menjawab: 'Jibril berjanji akan datang menemuiku malam tadi, ternyata dia tidak datang. Ketahuilah, dia pasti tidak menyalahi janji denganku! ' Demikianlah Rasulullah saw. senantiasa kelihatan susah dan sedih sehari itu. Kemudian beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh keluarkan anak anjing itu. Kemudian diambilnya air lalu dipercikinya bekas-bekas tempat anjing itu. Ketika hari sudah petang, Jibril datang menemui beliau. Kata beliau kepada Jibril: 'Anda berjanji akan datang pagi-pagi.' Jibril menjawab; 'Benar! Tetapi kami tidak dapat masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.' Pada pagi harinya Rasulullah saw. memerintahkan supaya membunuh semua anjing, sampai anjing penjaga kebun yang sempit, tetapi beliau membiarkan anjing penjaga kebun yang luas. Berdasarkan hadis ini, penulis tidak menemukan tema yang menyebut malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya dalam kitab Miftâh al-kunûz,baik menggunakan kata kunci al-Kalb maupun al-Malâikah , namun dalam kitab Mu’jâm al-Mufahras penulis dengan menggunakan kata kunci al-Kalb15 dan al-Bait16 mendapatkan hasil sebagai berikut :
14
Abi Husain Muslim, Sahîh Muslim, (Maktabah Syamilah), jilid 6, h. 156, no. 2105 Arnold John Wensink, dkk, al-Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-hadîts al-nabawî (Istanbul: Darul al Dawah, 1989), jilid 6, h. 51-54. 16 Arnold John Wensink, dkk, al-Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-hadîts al-nabawî (Istanbul: Darul al Dawah, 1989), jilid 1, h. 235-240. 15
43
No.
Hadits Riwayat
Kitab
Bab
No. Hadis
Kata kunci al-Kalb
1
Bukhari
Awal Penciptaan
2
Magâzî
3
Pakaian
4
Muslim
Pakaian
5
Abu Daud
Bersuci
6
Pakaian
7
Turmudzi
Adab
8
al-Nasa'i
Bersuci
Bab Apabila salah seorang kalian mengucap âmîn… dan Bab apabila lalat mengenai minuman salah seorang kalian, maka bersihkanlah...... Bab… (setelah syuhud malaikat badr) Bab al-tasoir (gambar) dan tidak masuk malaikat ke dalam rumah yang terdapat gambar Bab Malaikat tidak masuk rumah yang terdapat anjing dan gambar, Bab membunuh anjing selain anjing pemburu dan penjaga tanaman Bab Gambar di dalam rumah Bab sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat gabar dan anjing Bab dalam junub apabila tidak berwudhu Kata kunci al-Bait
9
Bukhari
10 11 12
Awal Penciptaan Para Nabi Magâzî Pakaian
Bab Apabila salah seorang kalian mengucap âmîn... dan Bab apabila lalat mengenai minuman salah seorang kalian, maka bersihkanlah...... Bab Firman Allah SWT. واتخذ هللا إبراهيم خليال
Bab… (setelah syuhud malaikat badr) Abu Daud Bab Gambar di dalam rumah Jumlah hadis yang memiliki matan hadis terkait tidak masuknya maaikat ke dalam rumah yang terdapat anjing adalah sebanyak 26 hadis dari enam kitab hadis. Berikut adalah teks hadisnya : Sahîh Bukhârî
ْ ى بن عبْد هللا حدَّثنا س ْفيان قال حف ُّ ظمه م ْن الزهري كما أنَّك هاهنا ُّ حدَّثنا عل3322 ْ َّاس عن أبي طلحة رضي هللا ع ْنهم عن النبي ص م قال ال تدْخل ٍ أخبرني عبيْد هللا عن ابن عب 17ٌ المالئكة ب ْيمًا فيْه كلبٌ وال صورة ُّ معمرعن الزهري عن عبيد هللا بن حدثنا ابن مقاتل أخبرنا عبد هللا أخبرنا3225 ٌ عبد هللا أنه سمع ابن عباس رضي هللا عنهما يقول سم ْع أبا طلحة يقول سم ْع رسول هللا 18ٌ ص م يقول ال تدْخل المالئكة ب ْيمًا فيه كلبٌ وال صورة 17 18
Sahîh Bukhârî, jilid 4, h. 158 Sahîh Bukhârî, jilid 4, h. 138
44
ب قال حدَّثني عمر هو ابْن مح َّم ٍد 3227حد َّثنا يحْ يى بْن سليْمان قال حدَّثني ابْن و ْه ٍ ي صلَّى هللا عليْه وسلَّم جبْريل فراث عليْه حمَّى ا ْشمدَّ على النَّبي ع ْن سال ٍم ع ْن أبيه قال وعد النَّب َّ ي صلَّى هللا عليْه وسلَّم فلقيه فشكا إليْه ما وجد فقال له إنَّا ال صلَّى هللا عليْه وسلَّم فخرج النَّب ُّ ْ 19 ندْخل ب ْيمًا فيه صورة ٌ وال كلب 4002حدَّثنأ إبراهيم بن مسى ْ أخبرنا هشا ٌم عن م ْعم ٍرعن ُّ الزهرى حدَّثنا إسْماعيل قال ب عن عبيْد هللا بن عمْبة بن ق عن ابن شها ٍ حدَّثني أخى عن سليمان عن مح َّمد بن أبي عمي ٍ مسْعو ٍد َّ َّاس رضي هللا عنهما قال أخبرني أبو طلحة رضي هللا ع ْنه صاحب رسول أن ابن عب ٍ هللا ص م وكان ق ْد شهد بد ًْرا مع رسول هللا أنَّه قال ال تدْخل المال ئكة ب ْيمًا فيه كلبٌ وال صورة ٌ 20 اۡلرواح يريْد المماثيل الَّمي فيْها ْ ب عن ُّ الز ْهرى عن عبيْد هللا بن عبْد هللا بن عمبة 5949حدَّثنا آدم حدَّثنا ابن أبي ذئ ٍ عن ابن عبَّاس عن أبي طلحة رضي هللا عنهم قال قال النَّبي ص م ال تدْخل المال ئكة ب ْيمًا فيه 21 كلبٌ وال تصاوير ب قال حدثني عمر هو ابن مح َّم ٍد عن 5960حدثنا يحي بن سليْمان قال حدثني ابن وه ٍ سالم عن أبيه قال وعد النبي ص م جبريل فراث عليْه حمَّى ا ْشمدَّ على النَّبي ص م فخرج النَّبي 22 ص م فلقيه فشكا إليْه ما وجد فقال له إنَّا ال ندْخل ب ْيمًا فيه صورة ٌ وال كلبٌ Sahîh Muslim
الرحمن عن عائشة أنَّها قال : 2104 -81حدَّثني سويْد بن سعي ٍد حدَّثنا ابن عبد َّ سالم في ساع ٍة يأتيه فيها فواء ْ ساعة ول ْم يأتيه ت تلك ال َّ واعد رسول هللا ص م جبريل عليه ال َّ ب صا فأ ْلقاها من يده ,وقال :ما ي ْخلف هللا وعْده وال رسله ز ث َّم المف فإذا ج ْرو كل ٍ وفي يده ع ً تح سريره فقال :يا عائشة ممى دخل هذا الكلب ههنا ؟ فقال :وهللا ما در ْي ,فأمر به فأ ْخرج ,فواء جبريل ,فقال رسول هللا ص م :واعدْتني فول ْس لك فل ْم تأت .فقال :منعني الكلب الذي كان في بيْمك ,إنَّا ال ندْخل ب ْيمًا فيه كلبٌ وال صورة ٌ حدَّثنا إ ْسحق بن إبراهيْم الح ْنظلي . ْ أخبرنا الم ْخزومي ,حدَّثنا وهيْبٌ عن أبي حازم بهذا اإلسناد أن جبْريل وعد رسول هللا ص م 23 أن يأتيْه ,فذكر الحديث ,ول ْم يَو ْله كم ْ ْ َويل ابن أبي حاز ٍم. ب ،أ ْخبرني يونس ،عن ابْن )2105( – 82حدَّثني ح ْرملة بْن يحْ يى ،أ ْخبرنا ابْن و ْه ٍ َّاس ،قال :أ ْخبرتْني ميْمونة ،أ َّن رسول هللا صلَّى ب ،عن ابْن ال َّ سبَّاق ،أ َّن عبْد هللا بْن عب ٍ شها ٍ صبح ي ْو ًما واج ًما ،فقال ْ ميْمونة :يا رسول هللا ،لقد اسْم ْنك ْرت هيْئمك م ْنذ ْالي ْوم، هللا عليْه وسلَّم أ ْ قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم« :إ َّن جبْريل كان وعدني أ ْن ي ْلقاني اللَّيْلة فل ْم ي ْلقني ،أم 19
Sahîh Bukhârî, jilid 4, h. 139 Sahîh Bukhârî, jilid 5, h. 105 21 Sahîh Bukhârî, jilid 7, h. 215 22 Sahîh Bukhârî, jilid 7, h. 217 23 Sahîh Muslim, jilid 6, h. 155 20
45
وهللا ما أ ْخلفني» ،قال :فظ َّل رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم ي ْومه ذلك على ذلك ،ث َّم وقع في ب تحْ فسَْاطٍ لنا ،فأمر به فأ ْخرج ،ث َّم أخذ بيده ما ًء فنضح مكانه ،فل َّما أ ْمسى ن ْفسه ج ْرو ك ْل ٍ لقيه جبْريل ،فقال له« :ق ْد ك ْن وعدْتني أ ْن ت ْلقاني ْالبارحة» ،قال« :أج ْل ،ولكنَّا ال ن ْدخل ب ْيمًا صبح رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم ي ْومئ ٍذ فأمر بقمْل ا ْلكالب ،حمَّى فيه ك ْلبٌ وال صورة ٌ» ،فأ ْ 24 صغير ،ويمْرك ك ْلب ْالحائط ْالكبير إنَّه يأْمر بقمْل ك ْلب ْالحائط ال َّ عم ٌرو النَّاقد وإسْحق بن 2106 -83حدثنا يحي بن يحي وأبو ب ْكر ابن أبي شيبة ,و ْ إبراهيم (قال يحي و إسحق ْ : أخبرنا ,وقال اآلخران :حدَّثنا س ْفيان بن عييْنة عن ُّ الز ْهري , َّاس ,عن أبي طلحة ,عن النَّبي ص م :ال تدْخل المالءئكة ب ْيمًا فيه عن عبيْد هللا ,عن ابن عب ٍ ٌ25 ك ْلبٌ وال صورة .... -84حدَّثني أبو الَاهر و ح ْرملة بن يحي قاال ْ : ب ,أخبرني يونس أخبرنا ابن وه ٍ َّاس يقول :سم ْع أبا طلحة ب ,عن عبيد هللا بن عبْد هللا عمْبة أنَّه سمع ابن عب ٍ عن ابن شها ٍ يقول :سمع رسول هللا ص م يقول :ال تدْخل المالئكة ب ْيمًا فيه كلبٌ وال صورةٌ. الر َّزاق ْ , وحدَّثناه إسْحق بن إبراهيم و عبْد بن حميْد ,قاال ْ : أخبرنا م ْعم ٌر أخبرنا عبْد َّ 26 الزهري ,بهذا اإلسناد مثْل حديْث يونس وذ ْكره ْ عن َّ اۡلخبار في اإلسْناد. ...... -87حدثنا إسحق بن إبراهيم أخبرنا جرير عن سهيل بن أبي صالح عن سعيد ابن يسار ,ابي الحباب ,مولى بني الن َّوار عن زيد ابن خال ٍد الوهيني عن أبي طلحة االبصاري 27 .قال :سمع رسول هللا ص م :ال تدخل المالئكة بيما فيه كلب وال تماثيل شر يعني ابن )2115( -103حدثنا أبو كامل ,فضيل بن حسين الوحدري حدثنا ب ٌ مفضل حدثنا سهيل عن ابيه عن ابي هريالة َّ صحب المالئكة أن رسول هللا ص م قال :ال ت ْ رس ر ْفقةً فيها كلب وال ج ٌ ب حدثنا جرير ح و حدثنا قميبة ,حدثنا عبد العزيز (يعني .....و حدثني زهير بن حر ٍ 28 الدراوردي) ,كال هما عن سهيْل ,بهذا اإلسناد. Sunan Abû Dâud
ى حدَّثنا ش ْعبة ع ْن على بْن مدْركٍ ع ْن أبى ز ْرعة - 227حد َّثنا ح ْفص بْن عمر النَّمر ُّ ب -رضى هللا عنه - ير ع ْن عبْد هللا بْن نو ٍى ع ْن أبيه ع ْن على بْن أبى طال ٍ بْن ع ْمرو بْن جر ٍ عن النَّبى -صلى هللا عليه وسلم -قال « ال تدْخل ْالمالئكة ب ْيمًا فيه صورة ٌ وال ك ْلبٌ وال جنبٌ 29 ».
24
Sahîh Muslim, jilid 6, h. 156 Sahîh Muslim, jilid 6, h. 156 26 Sahîh Muslim, jilid 6, h. 157 27 Sahîh Muslim, jilid 6, h. 157 28 Sahîh Muslim, jilid 6, h. 157 29 Abi Daud Sulaiman, Sunan Abû Dâud, (Maktabah Syamilah), jilid 1, h. 90 25
46
- 4154حد َّثنا ح ْفص بْن عمر حدَّثنا ش ْعبة ع ْن على ْبن مدْركٍ ع ْن أبى ز ْرعة بْن ير ع ْن عبْد هللا بْن نو ٍى ع ْن أبيه ع ْن عل ٍى رضى هللا عنه عن النَّبى -صلى هللا ع ْمرو بْن جر ٍ 30 عليه وسلم -قال « ال تدْخل ْالمالئكة ب ْيمًا فيه صورة ٌ وال ك ْلبٌ وال جنبٌ ». -4155حدَّثنا و ْهب بْن بقيَّة أ ْخبرنا خالدٌ ع ْن سه ْي ٍل -ي ْعنى ابْن أبى صالحٍ -ع ْن سعيد ى- بْن يس ٍ ار اۡل ْنصارى ع ْن زيْد بْن خال ٍد ْالوهنى ع ْن أبى ط ْلحة اۡل ْنصارى قال سم ْع النَّب َّ ْ ْ صلى هللا عليه وسلم -يقول « ال تدْخل المالئكة ب ْيمًا فيه كلبٌ وال ت ْمثا ٌل » .وقال ا ْنَل ْق بنا إلى أم ْالمؤْ منين عائشة نسْألها ع ْن ذلك .فا ْنَل ْقنا فق ْلنا يا أ َّم ْالمؤْ منين إ َّن أبا ط ْلحة حدَّثنا ع ْن رسول ى -صلى هللا عليه وسلم -ي ْذكر ذلك قال ْ هللا -صلى هللا عليه وسلم -بكذا وكذا فه ْل سم ْع النَّب َّ ال ولك ْن سأحدثك ْم بما رأيْمه فعل خرج رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم -فى ب ْعض مغازيه وك ْن أتحيَّن قفوله فأخ ْذت نم ً سالم َا كان لنا فسم ْرته على ْالعرض فل َّما جاء اسْم ْقب ْلمه فق ْل ال َّ ْ ْ عليْك يا رسول هللا ورحْ مة هللا وبركاته الح ْمد ََّّلل الَّذى أع َّزك وأ ْكرمك فنظر إلى الب ْي فرأى ى ش ْيئًا ورأ ْي ْالكراهية فى وجْ هه فأتى النَّمط حمَّى همكه ث َّم قال « إ َّن هللا ل ْم النَّمط فل ْم يردَّ عل َّ يأْم ْرنا فيما رزقنا أ ْن ن ْكسو ْالحوارة واللَّبن » .قال ْ فقَ ْعمه وجع ْلمه وسادتيْن وحش ْوتهما ليفًا 31 ى. فل ْم ي ْنك ْر ذلك عل َّ ب عن ابْن ب أ ْخبرنى يونس عن ابْن شها ٍ - 4159حدَّثنا أحْ مد بْن صالحٍ حدَّثنا ابْن و ْه ٍ ى -صلى ال َّ سبَّاق عن ابْن عب ٍ َّاس قال حدَّثمْنى ميْمونة ز ْوج النَّبى -صلى هللا عليه وسلم -أ َّن النَّب َّ ْ ْ َّ سالم كان وعدنى أ ْن يلقانى الليْلة فل ْم يلقنى » .ث َّم وقع هللا عليه وسلم -قال « إ َّن جبْريل عليْه ال َّ ب تحْ بساطٍ لنا فأمر به فأ ْخرج ث َّم أخذ بيده ما ًء فنضح به مكانه فل َّما لقيه فى ن ْفسه ج ْرو ك ْل ٍ ى -صلى هللا عليه جبْريل عليْه ال َّ سالم قال إنَّا ال ندْخل ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ وال صورة ٌ فأ ْ صبح النَّب ُّ 32 ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ صغير ويمْرك كلب الحائط الكبير. وسلم -فأمر بقمْل الكالب حمَّى إنَّه ليأمر بقمْل كلب الحائط ال َّ Sunan al-Tirmidzî
- 2804حدثنا سلمة بن شبيب و الحسن بن علي الخالل و عبد بن حميد و غير واحد واللفظ للحسن بن علي قالوا حدثنا عبد الرزاق أخبرنا معمر عن الزهري عن عبيد هللا بن عبد هللا بن عمبة :أنه سمع ابن عباس يقول سمع أبا طلحة يقول سمع رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول ال تدخل المالئكة بيما فيه كلب وال صورة وال تماثيل قال أبوعيسى هذا حديث حسن صحيح 33 قال الشيخ اۡللباني :صحيح - 261أخبرنا إسحاق بن إبراهيم قال حدثنا هشام بن عبد الملك قال أنبأنا شعبة ح وأنبأنا عبيد هللا بن سعيد قال حدثنا يحيى عن شعبة واللفظ له عن علي بن مدرك عن أبي زرعة عن عبد هللا بن نوي عن أبيه عن علي رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال :ال تدخل المالئكة بيما فيه صورة وال كلب وال جنب 34 قال الشيخ اۡللباني :ضعيف 30
Sunan Abû Dâud, jilid 4, h. 121 Sunan Abû Dâud, jilid 4, h. 121 32 Sunan Abû Dâud, jilid 4, h. 123 33 Sunan al-Turmudzî, jilid 5, h. 114 34 Sunan al-Nasâ’î, jilid 1, h. 141 31
47
- 4276أخبرنا كثير بن عبيد قال حدثنا محمد بن حرب عن الزبيدي عن الزهري قال أخبرني بن السباق قال أخبرتني ميمونة :أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قال له جبريل عليه السالم لكنا ال ندخل بيما فيه كلب وال صورة فأصبح رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يومئذ فأمر بقمل الكالب حمى إنه ليأمر بقمل الكلب الصغير 35 قال الشيخ اۡللباني :صحيح بلفظ يقمل كلب الحائط الصغير ويمرك كلب الحائط الكبير - 4281أخبرنا محمد بن بشار قال حدثنا محمد ويحيى بن سعيد قاال حدثنا شعبة عن علي بن مدرك عن أبي زرعة عن عبد هللا بن نوي عن أبيه عن علي بن أبي طالب عن النبي صلى هللا عليه و سلم قال :المالئكة ال تدخل بيما فيه صورة وال كلب وال جنب 36 قال الشيخ اۡللباني :صحيح ق دون قوله وال جنب كلب وال صورة قال الشيخ اۡللباني :صحيح
37
- 4283أخبرنا محمد بن خالد بن خلي قال حدثنا بشر بن شعيب عن أبيه عن الزهري قال أخبرني بن السباق عن بن عباس قال أخبرتني ميمونة زوج النبي صلى هللا عليه و سلم : أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم أصبح يوما واجما فقال له ميمونة أي رسول هللا لقد اسمنكرت هيئمك منذ اليوم فقال إن جبريل عليه السالم كان وعدني أن يلقاني الليلة فلم يلقني أما وهللا ما اخلفني قال فظل يومه كذلك ثم وقع في نفسه جرو كلب تح نضد لنا فأمر به فأخرج ثم أخذ بيده ماء فنضح به مكانه فلما أمسى لقيه جبريل عليه السالم فقال له رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قد كن وعدتني أن تلقاني البارحة قال أجل ولكنا ال ندخل بيما فيه كلب وال صورة قال فأصبح رسول هللا صلى هللا عليه و سلم من ذلك اليوم فأمر بقمل الكالب 38 قال الشيخ اۡللباني :صحيح - 5347أخبرنا قميبة قال حدثنا سفيان عن الزهري عن عبيد هللا بن عبد هللا عن بن عباس عن أبي طلحة أن النبي صلى هللا عليه و سلم قال :ال تدخل المالئكة بيما فيه كلب والصورة 39 قال الشيخ اۡللباني :صحيح - 5348أنبأنا محمد بن عبد الملك بن أبي الشوارب قال حدثنا يزيد قال حدثنا معمر عن الزهري عن عبيد هللا بن عبد هللا عن بن عباس عن أبي طلحة قال سمع رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول :ال تدخل المالئكة بيما فيه كلب وال صورة تماثيل 40 قال الشيخ اۡللباني :صحيح
35
Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 184 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 185 37 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 185 38 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 186 39 Sunan al-Nasâ’î, jilid 8, h. 212 40 Sunan al-Nasâ’î, jilid 8, h. 212 36
48
Sunan Ibn Mâjah
-3649حدَّثنا أبو ب ْكر بْن أبي شيْبة ،حدَّثنا س ْفيان بْن عييْنة ،عن ُّ الز ْهري ،ع ْن عبيْد َّاس ،ع ْن أبي ط ْلحة ،عن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال :ال هللا ْبن عبْد هللا ،عن ابْن عب ٍ ٌ 41 تدْخل ْالمالئكة ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ ،وال صورة. -3650حدَّثنا أبو ب ْك ٍر ،حدَّثنا غ ْند ٌر ،ع ْن ش ْعبة ،ع ْن علي بْن مدْركٍ ،ع ْن أبي ب ،عن النَّبي صلَّى هللا عليْه ز ْرعة ،ع ْن عبْد هللا بْن نوي ٍ ،ع ْن أبيه ،ع ْن علي بْن أبي طال ٍ ٌ 42 وسلَّم قال :إ َّن ْالمالئكة ال تدْخل ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ ،وال صورة. ي بْن مسْه ٍر ،ع ْن مح َّمد بْن ع ْم ٍرو ، -3651حدَّثنا أبو ب ْكر بْن أبي شيْبة ،حدَّثنا عل ُّ سالم ع ْن أبي سلمة ،ع ْن عائشة قال ْ :واعد رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم جبْريل عليْه ال َّ ي صلَّى هللا عليْه وسلَّم فإذا هو بوبْريل قائ ٌم على في ساع ٍة يأْتيه فيها ،فراث عليْه ،فخرج النَّب ُّ ْالباب .فقال :ما منعك أ ْن تدْخل ،قال :إ َّن في ْالب ْي ك ْلبًا ،وإنَّا ال ندْخل ب ْيمًا فيه ك ْلبٌ وال ٌ 43 صورة. Hadis tentang berkurangnya pahala apabila memelihara anjing di rumah
2.
ير ع ْن أبي سلمة ع ْن أبي هريْرة حدَّثنا معاذ بْن فضالة حدَّثنا هشا ٌم ع ْن يحْ يى بْن أبي كث ٍ رضي هللا ع ْنه قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن أ ْمسك ك ْلبًا فإنَّه ي ْنقص ك َّل ي ْو ٍم م ْن عمله قيرا ٌ ط إ َّال ك ْلب ح ْر ٍ ث أ ْو ماشي ٍة قال ابْن سيرين وأبو صالحٍ ع ْن أبي هريْرة ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم إ َّال ك ْلب غن ٍم أ ْو ح ْر ٍ ث أ ْو ص ْي ٍد وقال أبو حاز ٍم ع ْن أبي هريْرة ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة
44
“Telah menceritakan kepada kami Mu'âdz bin Fadâlah telah menceritakan kepada kami Hisyâm dari Yahya bin Abî Katsîr dari Abî Salamah dari Abî Hurairah ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qîrâth kecuali menyentuh anjing ladang atau anjing jinak". Berkata, Ibnu Sîrîn dan Abu Sâlih dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing atau ladang atau anjing pemburu". Dan berkata, Abu Hâzim dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Anjing pemburu atau anjing yang jinak”.
41
Abi Abdullah Muhammad, Sunan Ibn Mâjah, (Maktabah Syamilah), jilid 4, h. 622 Sunan Ibn Mâjah, jilid 4, h. 623 43 Sunan Ibn Mâjah, jilid 4, h. 624 44 Sahih Bukhârî, jilid 3, h. 136, no. 2322 42
49
Pencarian dalam kamus Miftâh al-Kunûz yang penulis gunakan adalah dengan kata kunci الكلب45 )anjing( dan mendapatkan hadis yang bertemakan tentang “Siapa yang memelihara anjing yang bukan digunakan untuk menjaga ladang atau mengembalakan ternak maka akan berkurang amalnya setiap hari satu qîrâth.” Dengan hasil sebagai berikut : -
Sahîh Bukhârî = Kitab 41) (المزارعةBab 3; Kitab 59) (بدء الخلقbab 7 dan 17; Kitab 64 )(مغازيbab 12; Kitab 72) (ذبائحbab 6; Kitab 77 )(لباسbab 88. Sahîh Muslim = Kitab 22 hadis 50-66; Kitab 37) (لباسhadis 81-85,87, 103. Sunan Abû Dâud = Kitab 16 bab 22; Kitab 13 bab 54. Sunan al-Turmudzî = Kitab 12 bab 25; Kitab 14 bab 44. Sunan al-Nasâ’î = Kitab 42 bab 9-14; Kitab 84 bab 130. Sunan Ibn Mâjah = Kitab 28 bab 2; Kitab 29 bab 44. Sunan al-Dârimî = Kitab 7 bab 2Kitab 19 bab 37. Muwatha’ al-Mâlik = Kitab 45 hadis 12, 13. Musnad Ahmad bin Hanbal = Awal : 80,83,85,104,105,139,148,150; Kedua : 4,8,27,37,47,55,60,71,79,113,147,156,262,267,305,311,327,343,345,390, 425,444,473,487,537; Keempat : 220,353; Keenam: 142,280,330. Dengan tema lain yakni “Memelihara anjing untuk berkebun, berburu, dan
berladang” ditemukan hasil sebagai berikut : - Sahîh Bukhârî = Kitab ) (المزارعةbab 3; Kitab 59) (بدء الخلقbab 17; Kitab 72) (ذبائحbab 6. - Sahîh Muslim = Kitab 22 hadis 46-61. - Sunan Abû Dâud = Kitab 16 bab 22. - Sunan al-Nasâ’î = Kitab 42 bab 9, 10, 12-14 15. - Sunan Ibn Mâjah = Kitab 28 bab 1 dan 2. - Sunan al-Dârimî = Kitab 7 bab 2. - Muwatha’ al-Mâlik = Kitab 54 bab 12, 13. - Musnad Ahmad bin Hanbal = Kedua : 4,8,27,37,47,55,60,79,113,147,156, 267,345,473; Keempat : 85,86 ; dan Kelima : 56,57,219,220.
45
M. Fuad Abdul Baqi, Miftâh al-kunûz (Lahor : Ma’arif lahor, 1987), h. 420-421
50
Sedangkan pencarian dalam kitab mu’jâm al-mufahras penulis mengunakan kata kunci Naqasa46 dan Ajr47. Yang mana hasil tersebut telah penulis ringkas tabel di bawah ini : No.
Hadits Riwayat
Kitab
Bab
No. Hadis
Kata Kunci Naqasa Bukhari 1
Bab apabila lalat mengenai minuman seorang kalian, maka bersihkanlah......
Awal salah Penciptaan dzabâih
2 Muslim
masâqâh
3
Bab barang siapa memelihara anijng selain anjing… Bab Perintah membunuh anjing, dan penjelasan penghapusannya, dan penjelasan keharaman memeliharanya kecuali….. Kata Kunci Ajr
4
Bukhari
dzabâih
Muslim
masâqâh
al-Nasa'i
Perang
5
6
Bab barang siapa memelihara anijng selain anjing… Bab Perintah membunuh anjing, dan penjelasan penghapusannya, dan penjelasan keharaman memeliharanya kecuali….. Bab Sifat anjing yang diperintahkan untuk dibunuh, Bab larangan malaikat memasuki rumah yang terdapat anjing, Bab keringanan dalam menahan anjing untuk dijinakan, Bab keringan dalam menahan anjing untuk berburu, Bab keringan dalam menahan anjing untuk berkebun atau menjaga ladang.
Jumlah hadis yang memiliki matan hadis terkait berkurangnya pahala apabila memelihara anjing adalah sebanyak 35 hadis dari enam kitab hadis. Berikut adalah teks hadisnya : Sahih Bukhârî
ير ع ْن أبي سلمة ع ْن ٍ حدَّثنا معاذ بْن فضالة حدَّثنا هشا ٌم ع ْن يحْ يى بْن أبي كث-2322 أبي هريْرة رضي هللا ع ْنه قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن أ ْمسك ك ْلبًا فإنَّه ي ْنقص ٌ ك َّل ي ْو ٍم م ْن عمله قيرا ٍ ط إ َّال ك ْلب ح ْر ث أ ْو ماشي ٍة قال ابْن سيرين وأبو صالحٍ ع ْن أبي هريْرة 46 Arnold John Wensink, dkk, al-Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-hadîts al-nabawî (Istanbul: Darul al Dawah, 1989), jilid 6, h. 535-540. 47 Arnold John Wensink, dkk, al-Mu’jam al Mufahras li al fâzh al-hadîts al-nabawî. h. 20.
51
ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم إ َّال ك ْلب غن ٍم أ ْو ح ْر ٍ ث أ ْو ص ْي ٍد وقال أبو حاز ٍم ع ْن أبي هر ْيرة 48 ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة 3324حدَّثنا موسى بن إسْماعيْل حد َّثنا ه َّما ٌم ع ْن يحي قال حدَّثني أبو سلمة َّ أن أبا وم هريْرة رضي هللا عنه حدَّثه قال قال رسول هللا ص م من ْأمسك كلبًا ي ْنقص من عمله ك َّل ي ٍ 49 قيْرا ٌ ط َّإال ك ْلب ح ْر ٍ ث ْأو ك ْلب ماشي ٍة 3325حدَّثنا عبْدهللا بن مسْلمة حدَّثنا سليْمان قال أخبرني يزيْد بن خصيْفة قال أخبرني ير ال َّ ى أنَّه سمع رسول هللا ص م يقول من ا ْقمنى ال َّ سا ئب بن يزيد سمع سفيان بن أبي زه ٍ شنئ َّ عا نقص من عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ سائب أن سمع هذا ط فقال ال َّ عا وال ضر ً ك ْلبًا ال ي ْغنى ع ْنه ز ْر ً 50 من رسول هللا ص م قال إى ورب هذه القبلة 5480حدثنا مو سى بن بن إسماعيل حدثنا عبد العزيز بن مسلم حدثنا عبد هللا بن دينار قال سمع ابن عمر رضي هللا عنهما عن النبي ص م قال من اقمنى كلبا ليس بكلب 51 ماشية او ضارية نقص كل يوم من عمله قيراطان ى بن إبراهيم اخبرنا حنظلة بن ابي سفيان قال سمع سالما يقول 5481حدثنا المك ُّ ضار لصيد او سمع عبد هللا بن عمر يقول سمع النبي ص م يقول من اقمنى كلبا اال كلب ٍ 52 كلب ماشية فإنه ينقص من اجره كل يوم قيراطان سائب ْبن يزيد 5482حدَّثنا عبْد هللا بْن يوسف أ ْخبرنا مالكٌ ع ْن يزيد بْن خصيْفة أ َّن ال َّ صحاب النَّبي صلَّى هللا حدَّثه أنَّه سمع س ْفيان بْن أبي زهي ٍْر رج ًال م ْن أ ْزد شنوءة وكان م ْن أ ْ عا عليْه وسلَّم قال سم ْع رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم يقول م ْن ا ْقمنى ك ْلبًا ال ي ْغني ع ْنه ز ْر ً عا نقص ك َّل ي ْو ٍم م ْن عمله قيرا ٌ ط ق ْل أ ْن سم ْع هذا م ْن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وال ض ْر ً 53 وسلَّم قال إي ورب هذا ْالمسْود Sahih Muslim
- 4106حدَّثنا يحْ يى بْن يحْ يى قال قرأْت على مالكٍ ع ْن نافعٍ عن ابْن عمر قال قال رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم « -من ا ْقمنى ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ماشي ٍة أ ْو ضارى نقص م ْن عمله 54 ك َّل ي ْو ٍم قيراطان ».
48
Sahih Bukhârî, jilid 3, h. 136 Sahih Bukhârî, jilid 4, h. 158 50 Sahih Bukhârî, jilid 4, h. 159 51 Sahih Bukhârî, jilid 7, h. 112 52 Sahih Bukhârî, jilid 7, h.112 53 Sahih Bukhârî, jilid 3, h. 136 54 Sahih Muslim, jilid 5, h. 36 49
52
ب وابْن نمي ٍْر قالوا حدَّثنا س ْفيان - 4107وحدَّثنا أبو ب ْكر بْن أبى شيْبة وزهيْر بْن ح ْر ٍ عن ُّ الز ْهرى ع ْن سال ٍم ع ْن أبيه عن النَّبى -صلى هللا عليه وسلم -قال « من ا ْقمنى ك ْلبًا إالَّ ك ْلب 55 ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة نقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيراطان ». - 4108حدَّثنا يحْ يى بْن يحْ يى ويحْ يى بْن أيُّوب وقميْبة وابْن حوْ ٍر -قال يحْ يى بْن ار أنَّه سمع يحْ يى أ ْخبرنا وقال اآلخرون حدَّثنا إسْماعيل -و ْهو ابْن ج ْعف ٍر -ع ْن عبْد هللا بْن دين ٍ ابْن عمر قال قال رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم « -من ا ْقمنى ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ضاري ٍة أ ْو ماشي ٍة 56 نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيراطان ». - 4109حد َّثنا يحْ يى بْن يحْ يى ويحْ يى بْن أيُّوب وقميْبة وابْن حوْ ٍر قال يحْ يى أ ْخبرنا وقال اآلخرون حدَّثنا إسْماعيل ع ْن مح َّم ٍد -وهو ابْن أبى ح ْرملة -ع ْن سالم بْن عبْد هللا ع ْن أبيه أ َّن رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم -قال « من ا ْقمنى ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ماشي ٍة أ ْو ك ْلب ص ْي ٍد 57 نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط » .قال عبْد هللا وقال أبو هريْرة « أ ْو ك ْلب ح ْر ٍ ث ». - 4110حدَّثنا إسْحاق بْن إبْراهيم أ ْخبرنا وكي ٌع حدَّثنا ح ْنظلة بْن أبى س ْفيان ع ْن سال ٍم ار أ ْو ماشي ٍة ع ْن أبيه ع ْن رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم -قال « من ا ْقمنى ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ض ٍ نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيراطان » .قال سال ٌم وكان أبو هريْرة يقول « أ ْو ك ْلب ح ْر ٍ ث » .وكان 58 صاحب ح ْرثٍ. - 4111حدَّثنا داود بْن رش ْي ٍد حدَّثنا م ْروان بْن معاوية أ ْخبرنا عمر بْن ح ْمزة بْن عبْد هللا بْن عمر حدَّثنا سالم بْن عبْد هللا ع ْن أبيه قال قال رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم « -أيُّما 59 أ ْهل د ٍار اتَّخذوا ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ماشي ٍة أ ْو ك ْلب صائ ٍد نقص م ْن عمله ْم ك َّل ي ْو ٍم قيراطان ». - 4112حدَّثنا مح َّمد بْن ْالمثنَّى وابْن ب َّ ار -واللَّ ْفظ البْن ْالمثنَّى -قاال حدَّثنا مح َّمد بْن ش ٍ ج ْعف ٍر حدَّثنا ش ْعبة ع ْن قمادة ع ْن أبى ْالحكم قال سم ْع ابْن عمر يحدث عن النَّبى -صلى هللا عليه وسلم -قال « من اتَّخذ ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ز ْرعٍ أ ْو غن ٍم أ ْو ص ْي ٍد ي ْنقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط 60 ». - 4113وحدَّثنى أبو َّ ب أ ْخبرنى يونس عن ابْن الَاهر وح ْرملة قاال أ ْخبرنا ابْن و ْه ٍ ب ع ْن سعيد بْن ْالمسيَّب ع ْن أبى هريْرة ع ْن رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم -قال « من شها ٍ ض فإنَّه ي ْنقص م ْن أجْ ره قيراطان ك َّل ي ْو ٍم » .وليْس ا ْقمنى ك ْلبًا ليْس بك ْلب ص ْي ٍد وال ماشي ٍة وال أ ْر ٍ 61 فى حديث أبى َّ ض ». الَاهر « وال أ ْر ٍ الر َّزاق أ ْخبرنا م ْعم ٌر عن ُّ الز ْهرى ع ْن أبى - 4114حدَّثنا عبْد بْن حم ْي ٍد حدَّثنا عبْد َّ سلمة ع ْن أبى هريْرة قال قال رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم « -من اتَّخذ ك ْلبًا إالَّ ك ْلب ماشي ٍة 55
Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 57 Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 58 Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 59 Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 60 Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 61 Sahih Muslim, jilid 5, h. 37 56
53
أ ْو ص ْي ٍد أ ْو ز ْرعٍ ا ْنمقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط » .قال ُّ ى فذكر البْن عمر ق ْول أبى الز ْهر ُّ 62 هريْرة فقال ي ْرحم هللا أبا هريْرة كان صاحب ز ْرعٍ. ى - 4115حدَّثنى زهيْر بْن ح ْر ٍ ب حدَّثنا إسْماعيل بْن إبْراهيم حد َّثنا هشا ٌم الدَّسْموائ ُّ ير ع ْن أبى سلمة ع ْن أبى هريْرة قال قال رسول هللا -صلى هللا عليه حدَّثنا يحْ يى بْن أبى كث ٍ 63 وسلم « -م ْن أ ْمسك ك ْلبًا فإنَّه ي ْنقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط إالَّ ك ْلب ح ْر ٍ ث أ ْو ماشي ٍة ». ى حدَّثنى - 4116حدَّثنا إسْحاق بْن إبْراهيم أ ْخبرنا شعيْب بْن إسْحاق حدَّثنا اۡل ْوزاع ُّ الرحْ من حدَّثنى أبو هريْرة ع ْن رسول هللا -صلى ير حدَّثنى أبو سلمة بْن عبْد َّ يحْ يى بْن أبى كث ٍ ْ 64 هللا عليه وسلم -بمثله. ير - 4117حدَّثنا أحْ مد بْن ْالم ْنذر حدَّثنا عبْد ال َّ صمد حدَّثنا ح ْربٌ حدَّثنا يحْ يى بْن أبى كث ٍ بهذا اإلسْناد مثْله. - 4118حدَّثنا قميْبة بْن سعي ٍد حدَّثنا عبْد ْالواحد -ي ْعنى ابْن زيا ٍد -ع ْن إسْماعيل ْبن ين قال سم ْع أبا هريْرة يقول قال رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم« - سميْعٍ حدَّثنا أبو رز ٍ 65 من اتَّخذ ك ْلبًا ليْس بك ْلب ص ْي ٍد وال غن ٍم نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط ». سائب - 4119حد َّثنا يحْ يى بْن يحْ يى قال قرأْت على مالكٍ ع ْن يزيد بْن خصيْفة أ َّن ال َّ صحاب رسول هللا - بْن يزيد أ ْخبره أنَّه سمع س ْفيان بْن أبى زهي ٍْر -وهو رج ٌل م ْن شنوءة م ْن أ ْ صلى هللا عليه وسلم - -قال سم ْع رسول هللا -صلى هللا عليه وسلم -يقول « من ا ْقمنى ك ْلبًا عا نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط » .قال آ ْن سم ْع هذا م ْن رسول عا وال ض ْر ً ال ي ْغنى ع ْنه ز ْر ً 66 ْ هللا -صلى هللا عليه وسلم -قال إى ورب هذا المسْود. - 4120حدَّثنا يحْ يى بْن أيُّوب وقميْبة وابْن حوْ ٍر قالوا حدَّثنا إسْماعيل ع ْن يزيد بْن سائب بْن يزيد أنَّه وفد عليْه ْم س ْفيان بْن أبى زهي ٍْر ال َّ ى فقال قال رسول هللا خصيْفة أ ْخبرنى ال َّ شنئ ُّ ْ 67 صلى هللا عليه وسلم -بمثله.Sunan al-Turmidzî
- 1487حدَّثنا أحْ مد بْن منيعٍ حدَّثنا إسْمعيل بْن إبْراهيم ع ْن أيُّوب ع ْن نافعٍ ع ْن ا ْبن ار وال ك ْلب عمر قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن ا ْقمنى ك ْلبًا أ ْو اتَّخذ ك ْلبًا ليْس بض ٍ ماشي ٍة نقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيراطان قال وفي ْالباب ع ْن عبْد هللا بْن مغفَّ ٍل وأبي هريْرة وس ْفيان بْن أبي زهي ٍْر قال أبو عيسى حديث ابْن عمر حد ٌ يث حس ٌن صحي ٌح وق ْد روي ع ْن النَّبي ْ صلَّى هللا عليْه وسلَّم أنَّه قال أ ْو كلب ز ْرعٍ قال ابو عيسى حديث ابن عمر حديث حسن صحيح وقد روي عن النبي أنه قال أو كلب زرع
62
Sahih Muslim, jilid 5, h. 38 Sahih Muslim, jilid 5, h. 38 64 Sahih Muslim, jilid 5, h. 38 65 Sahih Muslim, jilid 5, h. 38 66 Sahih Muslim, jilid 5, h. 38 67 Sahih Muslim, jilid 5, h. 39 63
54
قال الشيخ اۡللباني :صحيح
68
ي حدَّثنا أبي ع ْن ْاۡلعْمش ع ْن إسْمعيل - 1489حدَّثنا عبيْد بْن أسْباط بْن مح َّم ٍد ْالقرش ُّ بْن مسْل ٍم ع ْن ْالحسن ع ْن عبْد هللا بْن مغفَّ ٍل قال إني لم َّم ْن ي ْرفع أ ْغصان ال َّ شورة ع ْن وجْ ه رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم وهو ي ْخَب فقال ل ْوال أ َّن ْالكالب أ َّمةٌ م ْن ْاۡلمم ۡلم ْرت بقمْلها فا ْقملوا م ْنها ك َّل أسْود به ٍيم وما م ْن أ ْهل ب ْي ٍ ي ْرتبَون ك ْلبًا إ َّال نقص م ْن عمله ْم ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط إ َّال ك ْلب ث أ ْو ك ْلب غن ٍم قال أبو عيسى هذا حد ٌ ص ْي ٍد أ ْو ك ْلب ح ْر ٍ يث حس ٌن وق ْد روي هذا ْالحديث م ْن غيْر وجْ ٍه ع ْن ْالحسن ع ْن عبْد هللا بْن مغفَّ ٍل ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم 69 قال الشيخ اۡللباني :صحيح Sunan al-Nasâ’î
- 4280أ ْخبرنا ع ْمران بْن موسى قال حدَّثنا يزيد بْن زريْعٍ قال حدَّثنا يونس ع ْن ْالحسن ع ْن عبْد هللا بْن مغفَّ ٍل قال قال رسول هللا صلَّى هللا عل ْيه وسلَّم ل ْوال أ َّن ْالكالب أ َّمةٌ م ْن ْاۡلمم ۡلم ْرت بقمْلها فا ْقملوا م ْنها ْاۡلسْود ْالبهيم وأيُّما ق ْو ٍم اتَّخذوا ك ْلبًا ليْس بك ْلب ح ْر ٍ ث أ ْو ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة فإنَّه ي ْنقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط 70 قال الشيخ اۡللباني :صحيح صر بْن سو ْي ٍد قال أ ْنبأنا عبْد هللا وهو ابْن ْالمبارك ع ْن - 4284أ ْخبرنا سويْد بْن ن ْ ح ْنظلة قال سم ْع سال ًما يحدث ع ْن ابْن عمر قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن ا ْقمنى ك ْلبًا نقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيراطان إ َّال ضاريًا أ ْو صاحب ماشي ٍة 71 قال الشيخ اۡللباني :صحيح ي ع ْن ي بْن حوْ ر بْن إياس بْن مقاتل بْن مش ْمرج بْن خال ٍد ال َّ س ْعد ُّ - 4285أ ْخبرنا عل ُّ سائب بْن يزيد أنَّه وفد عليْه ْم إسْمعيل وهو ابْن ج ْعف ٍر ع ْن يزيد وهو ابْن خصيْفة قال أ ْخبرني ال َّ ْ َّ س ْفيان بْن أبي زهي ٍْر ال َّ ي وقال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلم م ْن ا ْقمنى كلبًا ال ي ْغني شنائ ُّ ْ عا نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط قل يا س ْفيان أ ْن سم ْع هذا م ْن رسول عا وال ض ْر ً ع ْنه ز ْر ً ْ هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال نع ْم ورب هذا المسْود 72 قال الشيخ اۡللباني :صحيح - 4286أ ْخبرنا قميْبة قال حدَّثنا اللَّيْث ع ْن نافعٍ ع ْن ابْن عمر أنَّه سمعه يقول إ َّن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال م ْن أ ْمسك ك ْلبًا إ َّال ك ْلبًا ضاريًا أ ْو ك ْلب ماشي ٍة نقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيراطان 73 قال الشيخ اۡللباني :صحيح - 4287أ ْخبرنا عبْد ْالوبَّار بْن ْالعالء ع ْن س ْفيان قال حدَّثنا ُّ ي ع ْن سال ٍم ع ْن أبيه الز ْهر ُّ ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال م ْن ا ْقمنى ك ْلبًا إ َّال ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة نقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيراطان 68
Sunan al-Turmudzî, jilid 4, h. 79 Sunan al-Turmudzî, jilid 4, h. 80 70 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 185 71 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 186 72 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 187 73 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 188 69
55
قال الشيخ اۡللباني :صحيح
74
- 4288أ ْخبرنا مح َّمد بْن ب َّ ار قال حدَّثنا يحْ يى وابْن أبي عدي ٍ ومح َّمد بْن ج ْعف ٍر ع ْن ش ٍ ع ْوفٍ ع ْن ْالحسن ع ْن عبْد هللا بْن مغفَّ ٍل ع ْن النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال م ْن اتَّخذ ك ْلبًا إ َّال ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ماشي ٍة أ ْو ز ْرعٍ نقص م ْن أجْ ره ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط 75 قال الشيخ اۡللباني :صحيح الر َّزاق قال حدَّثنا م ْعم ٌر ع ْن ُّ الز ْهري - 4289أ ْخبرنا إسْحق بْن إبْراهيم قال أ ْنبأنا عبْد َّ ع ْن أبي سلمة ع ْن أبي هريْرة ع ْن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال م ْن اتَّخذ ك ْلبًا إ َّال ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ز ْرعٍ أ ْو ماشي ٍة نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط 76 قال الشيخ اۡللباني :صحيح ي بْن حوْ ٍر قال حدَّثنا إسْمعيل ي ْعني ابْن ج ْعف ٍر قال حدَّثنا مح َّمد بْن - 4291أ ْخبرنا عل ُّ أبي ح ْرملة ع ْن سالم بْن عبْد هللا ع ْن أبيه قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم م ْن ا ْقمنى ك ْلبًا إ َّال ك ْلب ماشي ٍة أ ْو ك ْلب ص ْي ٍد نقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط قال عبْد هللا وقال أبو هريْرة أ ْو ك ْلب ح ْر ٍ ث 77 قال الشيخ اۡللباني :صحيح ب قال أ ْخبرني يونس قال أ ْنبأنا ابْن ان قال حدَّثنا ابْن و ْه ٍ - 4290أ ْخبرنا و ْهب بْن بي ٍ ب ع ْن سعيد بْن ْالمسيَّب ع ْن أبي هريْرة ع ْن رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم قال م ْن ا ْقمنى شها ٍ ْ ْ َّ ْ ض فإنه ينقص من أجْ ره قيراطان ك َّل ي ْو ٍم ك ْلبًا ليْس بكلب ص ْي ٍد وال ماشي ٍة وال أ ْر ٍ 78 قال الشيخ اۡللباني :صحيح Sunan Ibn Mâjah
ي ,حدَّثني يحْ يى -3204حدَّثنا هشام بْن ع َّم ٍ ار ،حدَّثنا ْالوليد بْن مسْل ٍم ،حدَّثنا اۡل ْوزاع ُّ َّ َّ ير ،ع ْن أبي سلمة ،ع ْن أبي هريْرة ،قال :قال رسول هللا صلى هللا عليْه وسلم : بْن أبي كث ٍ 79 من ا ْقمنى ك ْلبًا ،فإنَّه ي ْنقص م ْن عمله ك َّل ي ْو ٍم قيرا ٌ ط ،إالَّ ك ْلب ح ْر ٍ ث أ ْو ماشي ٍة. ب حدَّثني -3205حدَّثنا أبو ب ْكر بْن أبي شيْبة حدَّثنا أحْ مد بْن عبْد هللا ع ْن أبي شها ٍ يونس بْن عب ْي ٍد ع ْن ْالحسن ع ْن عبْد هللا بْن مغفَّ ٍل قال قال رسول هللا صلَّى هللا عليْه وسلَّم ل ْوال أ َّن ْالكالب أ َّمةٌ م ْن ْاۡلمم ۡلم ْرت بقمْلها فا ْقملوا م ْنها ْاۡلسْود ْالبهيم وما م ْن ق ْو ٍم اتَّخذوا ك ْلبًا إ َّال 80 ك ْلب ماشي ٍة أ ْو ك ْلب ص ْي ٍد أ ْو ك ْلب ح ْر ٍ ث إ َّال نقص م ْن أجوره ْم ك َّل ي ْو ٍم قيراطان. -3206حدَّثنا أبو ب ْكر بْن أبي شيْبة ،حدَّثنا خالد بْن م ْخل ٍد ،حدَّثنا مالك بْن أن ٍس ،ع ْن ي صلَّى يزيد بْن خصيْفة ،عن ال َّ سائب بْن يزيد ،ع ْن س ْفيان بْن أبي زهي ٍْر ،قال :سم ْع النَّب َّ 74
Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 188 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 188 76 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 189 77 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 189 78 Sunan al-Nasâ’î, jilid 7, h. 189 79 Sunan Ibn Mâjah, jilid 4, h. 363 80 Sunan Ibn Mâjah, jilid 4, h. 364 75
56
ك َّل، نقص م ْن عمله، عا ً وال ض ْر، عا ً ال ي ْغني ع ْنه ز ْر، من ا ْقمنى ك ْلبًا: هللا عليْه وسلَّم يقول ٌ ي ْو ٍم قيرا .ط 81 . ورب هذا ْالمسْود. ي ْ إ: أ ْن سم ْع من النَّبي صلَّى هللا عليْه وسلَّم ؟ قال: فقيل له C.
Pemahaman Hadis Sebagaimna telah dibahas sebelumnya bahwa syuhudi menggunakan empat
langkah untuk mendapatkan pemahaman terkait suatu hadis. Berikut adalah metode pemahaman hadis Syuhudi Ismail yang diaplikasikan kepada hadis-hadis terkait memelihara anjing : 1.
Hadis ditinjau dari bentuk matan dan cakupan petunjuknya a. Hadis tentang malaikat tidak masuk ke dalam rumah Dari segi bahasa, dalam hadis ini tidak terdapat tamtsil, symbol maupun
ungkapan analogi. Kalimat yang digunakan dalam sebagian hadis ini adalah percakapan antara Nabi dan Malaikat Jibril juga antara Nabi dan istri beliau terkait keadaan beliau ketika Malaikat Jibril tak kunjung datang. Dan dari proses takhrîj diketahui bahwa sebagian besar hadis yang menunjukkan bahwa Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing82 di dalamnya adalah berdasarkan ucapan Nabi sendiri, mesipun di samping itu ada juga hadis yang menyebutkan bahwa Malaikat Jibril sendiri yang mengatakan bahwasanya Malaikat tidak memasuki rumah yang terdapat anjing. Imam Nawawî dalam syarah Muslim menjelaskan bahwa setidaknya ada empat sebab malaikat tidak mau masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing.
81
Sunan Ibn Mâjah, jilid 4, h. 364 Selain anjing, teks hadis-hadis tersebut juga menyebutkan bahwa gambar, lonceng dan oarng yang sedang junub menjadi sebab malaikat tidak masuk ke dalam rumah. Namun tidak penulis sebutkan karena yang tersebut tidak masuk dalam pembahasan penulis. 82
57
Pertama, karena anjing sering memakan makanan yang najis. Kedua, karena sebagian anjing ada yang disebutkan sebagai setan dalam beberapa hadis, sedangkan malaikat adalah musuhnya setan. Ketiga, anjing memiliki bau yang busuk, sedangkan malaikat membenci bau yang busuk. Dan keempat, karena memelihara anjing adalah merupakan perkara yang dilarang, sehingga yang tetap memeliharanya dihukum dengan terhalangnya malaikat untuk memasuki rumahnya, berdoa di dalamnya, memohonkan ampunan untuknya, memberkati dia juga rumahnya, dan menahannya dari gangguan setan. Malaikat tersebut adalah malaikat rahmat yang memohonkan keberkahan dan ampunan untuk penghuni rumah, bukan malaikat yang mencatat amal ibadah manusia, karena malaikat pencatat amal ditugaskan untuk selalu berada di sekitar manusia dalam kondisi apapun.83 Al-Khaththabi berkata sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Nawawî dalam al-Minhâj bahwa “sesungguhnya malaikat rahmat hanya tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat gambar dan anjing yang diharamkan kepemilikannya. Adapun anjing yang tidak diharamkan kepemilikannya seperti anjing berburu, anjing pertanian, dan anjing perternakan tidak menghalangi malaikat untuk masuk rahmat masuk ke rumah”.84 Imam Nawawî mengatakan bahwa hadis tersebut bersifat umum pada setiap anjing dan gambar, dan terhalangnya malaikat masuk ke dalam rumah lantaran hadis yang bersifat umum. Termasuk ketika ada anak anjing di rumah Nabi dan berada di bawah ranjang, mestinya beliau mendapat udzur karena sesunguhnya beliau tidak mengetahuinya. Namun meskipun demikian, Malaikat Jibril tetap menolak untuk masuk rumah Nabi dengan alasan tersebut. Dikatakan bahwa
83 Imam Nawawî, Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim, terjm. Agus Ma’mun, dkk (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2015), cet. Kelima, jilid 10, h. 173-174 84 Imam Nawawî, Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim. h. 174
58
seandainya udzur tentang keberadaan gambar dan anjing tidak menghalangi para Malaikat, maka pastilah Jibril tidak terhalangi. Diakhir perkataanya terkait hal ini beliau mengatakan wallahu a’lam; Allah lebih mengetahui. b. Berkurangnya pahala apabila memelihara anjing Terkait hadis tentang pahala seseorang akan berkurang apabila memelihara anjing selain untuk berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang, Imam Nawawî menyebutkan bahwa terdapat perbedaan ketentuan dalam menentukan hukuman pengurangan pahala tersebut. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa pahala akan berkurang satu qîrâth setiap harinya, namun dalam riwayat lain disebutkan bahwa pahala yang berkurang sebanyak dua qîrâth. 85 Untuk membedakan jumlah tersebut adalah dengan membandingkan dua jenis anjing yang mana salah satunya lebih galak dibanding yang lain, dan hukuman dua qîrâth adalah untuk pemelihara anjing yang lebih galak. Selain itu, yang membedakan adalah berdasarkan tempatnya, yakni dua qîrâth adalah khusus di Madinah sebab Madinah memiliki keutamaan melebihi tempat yang lain, sedangkan satu qîrâth untuk pemelihara anjing di tempat lain. Atau bisa jadi hukuman dua qîrâth untuk orang yang berada di wilayah perkotaan dan pemukiman padat penduduknya, sementara satu qîrâth untuk orang yang yang berada di wilayah pedalaman.86 Dari kemungkinan yang disebutkan oleh Imam Nawawî penulis menyimpulkan bahwa hukuman akan lebih banyak diberikan apabila kerugian yang dihasilkan oleh anjing tersebut lebih besar.
85 Imam Nawawi, Al-Minhâj Syarh Sahih Muslim, terjm. Agus Ma’mun, dkk (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2015), cet. Kelima, jilid 7, h. 732. 86 Imam Nawawi, Al-Minhâj Syarh Sahih Muslim. h. 737.
59
Sedangkan untuk besaran qîrâth sendiri, al-Nawawî lebih memilih untuk menyebutkan bahwa kadar tersebut hanya diketahui oleh Allah SWT.87 Badruddin al-Aini mengatakan bahwa yang di maksud dengan qîrâth adalah sama dengan seperenam dirham.88 Dalam sebuah hadis dalam Sahih Muslim dikatan bahwa ukuran qîrâth adalah sama seperti gunung yang sangat besar.89 Imam Nawawî mengatakan bahwa kepemilikan anjing adalah dilarang jika tanpa adanya keperluan, dan boleh memilikinya untuk keperluan berburu, menjaga ladang, dan ternak. Terkait kebolehan untuk menjaga rumah, orang jalan, dan semacamnya terdapat dua pandangan dalam masalah ini. Pertama, tidak boleh memiliki anjing untuk keperluan tersebut berdasarkan makna eksplisit (tersurat) hadis yang menegaskan larang memiliki anjing kecuali untuk keperluan ladang, berburu, atau menjada ternak. Kedua, boleh memiliki anjing untuk keperluan tersebut dengan di-qiyâsh-kan (dianalogikan) dengan tiga keperluan yang dijelaskan dalam hadis, sebagaimana pengamalan terhadap alasan yang dapat dipahami dari hadis-hadis, yaitu adanya sebuah keperluan.90 Yang demikian ini juga disepakati oleh Abu Tayyib dalam kitab syarh Abû Dâud yang mengatakan bahwa tidak salah apabila memelihara anjing untuk selain keperluan berburu, menjaga tanaman, dan berladang, misalnya untuk menjaga rumah atau keperluan lainnya.91
87
Imam Nawawi, Al-Minhâj Syarh Sahih Muslim. h. 737. Badruddin al-Aini, ‘Umdah al-Qârî, (maktabah syamilah), jilid 18, h. 275. 89 Sahih Muslim, (dalam bab keutaman menyolati jenazah), jilid 3, h. 51 90 Imam Nawawi, Al-Minhâj Syarh Sahih Muslim. h. 734. 91 Abu al-Tayyib Muhammad Syams al-Haqq bin Amir ‘Ali, ‘Aun al-Ma’bûd syarh Abû Dâud, (Maktabah Syamilah), jilid 1, h. 378. 88
60
2.
Kandungan hadis dihubungkan dengan fungsi Nabi Shopia Menache mengatakan bahwa terhalangnya malaikat masuk ke dalam
rumah yang terdapat anjing adalah berasal dari tradisi Yahudi rabbinic. Dalam Talmud Babilonia92 dikatakan bahwa “Barang siapa memelihara anjing di rumahnya, dia telah menjauhkan kasih sayang dari rumahnya.”93 Hal tersebut tentunya menunjukkan bahwa adanya keterkaitan tentang hadis yang menjelaskan bahwa Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya dengan tradisi Arab sebelum Islam, namun tentunya ini merupakan petunjuk Allah melalui Hadis Nabi untuk menjelasakan bahwa banyak kerugian yang didapat apabila menaruh anjing di dalam rumah. Saat ini, Teknologi semakin berkembang dan dunia kesehatan menemukan fakta bahwa terdapat bakteri pada anjing yang dapat dengan mudah menular kepada manusia. Bakteri tersebut berasal dari cacing pita pada anjing yang bersarang di dalam saluran pencernaan dan kemudian dapat berpindah ke bagian tubuh yang lain dan akan keluar bersamaan dengan tinja yang dikeluarkan. Berawal dari situlah bakteri tersebut bisa menular kepada manusia karena telur cacing pita dapat mencemari lantai, tanah atau barang lain. Penularan yang berasal dari cacing pita ini dapat melalui penembusan kulit oleh larva cacing yang dapat berpindah tempat melalui sirkulasi darah, sehingga mencapai organ tubuh tertentu dan membentuk
92
Talmud Babilonia adalah kitab suci Yahudi Shopia Menache, “Dogs : God’s Worst Enemies”, Jurnal of Society and Animals 5, no. 1 (1997): h. 23. 93
61
jaringan tumor.94 Mungkin inilah hikmah dari dilarangnya memelihara anjing di rumah atau tidak bolehnya anjing berada di dalam rumah. Anjing dikatakan sebagai hewan yang memiliki naluri atau insting yang sangat kuat sebagai indra keenam. Dia mampu merekam sesuatu yang berada di sekitarnya. Naluri tersebut alami berasal dari dalam dirinya sehingga tidak bisa ditipu atau direkayasa oleh siapapun.95 Mungkin hal ini jugalah yang menjadi sebab Malaikat Jibril tidak mau masuk ketika terdapat anjing di dalam rumah Nabi, sebab jika anjing dapat mengetahui kedatangan Malaikat Jibril yang merupakan makhluk ghaib bisa jadi anjing tersebut akan terus menyalak. Dan tentunya jika memang demikian, larang memelihara anjing hanya terkhusus kepada Nabi Muhammad saja yang pada kala itu menerima wahyu dari Allah melalui Malaikat Jibril. Jika memang demikian faktanya, maka bisa dikatakan bahwa posisi Nabi pada saat itu adalah sebagai utusan Allah yang sedang menerima wahyu. Berdasarkan ini kita bisa mencerna, bahwa terkait dengan hadis yang menjelasakan malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing Nabi memposisikan sebagai diri sebagai utusan Allah. Sama hal nya dengan hadis terkait dengan berkurangnya pahala apabila seseorang memelihara anjing selain untuk berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang-pun ketika itu Nabi memposisikan diri sebagai utusan Allah. Karena adanya ketekaitan sebab antara kedua hadis tersebut.
94
Soeharsono, Penyakit Zoonotik Pada Anjing dan Kucing, (Yogyakarta: Kanisius, 2007)
95
N. S. Budiana, Anjing (Jakarta: Penebar Swadaya, 2008), cet. 4, h. 30
h, 89-90.
62
3.
Petunjuk hadis nabi dihubungkan dengan latar belakang terjadinya Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tiap hadis ada yang
diucapkan oleh Nabi karena ada sebab tertentu, dan ada juga yang tidak diiringi oleh sebab. Bahkan Syuhudi Ismail membaginya menjadi 3 kategori, yakni ada hadis yang mempunya sebab secara khusus, ada yang tidak mempunyai sebab secara khusus, serta hadis yang diucapkan terkait keadaan yang sedang terjadi.96 Dalam kasus tentang memelihara anjing, ditemukan bahwa sebab munculnya hadis-hadis yang terkait dengan memelihara anjing bermula dari hadis yang menyebutkan bahwa malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya. Dari hadis tersebut pula kemudian muncul perintah Nabi untuk membunuh semua anjing hingga ditemukan hadis dalam riwayat Imam Muslim kitab al-masâqâh bahwasanya Jabir berkata : “Rasulullah memerintahkan kami untuk membunuh anjing.” Hingga ada seekor anjing milik seorang wanita yang mana anjing itu selalu mengawal tuannya dari dusun. Kemudian Rasulullah melarang membunuh anjing seperti itu, dan bersabda : “Hendaklah kalian membunuh anjing yang seluruh bulunya berwarna hitam dengan dua titik di keningnya, karena anjing seperti itu adalah setan.” Menurut Imam Syâfi’î dari hadis inilah diketahui bahwa perintah membunuh semua anjing telah dihapus.97 Al-Qadi Iyad dalam syarah Sahih Muslim berpendapat bahwa “pada mulanya larangan kepemilikan anjing bersifat umum, lalu Nabi memerintahkan untuk membunuh semua anjing, kemudian beliau melarang pembunuhan anjing kecuali
96 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009), cet 2, h. 50-67 97 Imam As-Suyuthi, Asbab Wurud al-Hadits terjm. Muhammad Ayyub, dkk (Jakarta : Pustaka as-Sunnah, 2012) h. 342
63
anjing yang berwarna hitam dan melarang pemilikan terhadap seluruh anjing kecuali anjing pemburu, atau untuk keperluan penjaga ladang atau ternak.”98 Sehingga penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hadis terkait pemeliharaan anjing merupakan hadis yang turun karena ada hal tertentu yang terjadi pada Nabi Muhammad saw. yakni ketidakhadiran Malaikat Jibril yang kemudian diketahui bahwa sebabnya adalah ada anjing di dalam rumah beliau. Bermula dari hadis tersebutlah kemudian muncul hadis tentang perintah membunuh anjing dan berkurangnya pahala seseorang yang memelihara anjing. 4.
Petunjuk hadis nabi yang tampak bertentangan Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Syuhudi Ismail
menyebutkan bahwa terdapat empat cara yang bisa digunakan untuk menyelesaikan hadis-hadis yang kandungannya bertentangan, yakni antara lain adalah di tarjîh (meneliti dan menentukan petunjuk hadis yang lebih kuat), al-Jam’u (kedua hadis dikompromikan, atau sama-sama diamalkan sesuai konteksnya), al-naskh wa almansûkh (petunjuk dalam hadis yang mana salah satunya telah dikatakan dihapus, dan yang lainnya dikatakan sebagai penghapus dari ketentuan hadis tersebut, dan terakhir yakni al-taufiq (ditunggu sampai ada dalil lain yang menyelesaikan pertentangan). Dalam hadis terkait pemeliharaan anjing, menurut penulis ada hadis yang tampak saling bertentangan. Yakni antara hadis yang menyebutkan tentang anjuran membasuh bekas jilatan anjing, dengan halanya hasil buruan anjing, yang mana
98
Imam Nawawi, Al-Minhâj Syarh Sahih Muslim. h. 733.
64
kedua hal itu sama-sama bersumber dari mulut anjing. Juga antara perintah membunuh anjing, dan kebolehan memeliharanya untuk kebutuhan berburu, dan penjagaan. Hadis yang tampak bertentangan antara perintah membunuh anjing dan kebolehan memelihara anjing untuk menjaga ladang, ternak dan untuk berburu telah dijelaskan oleh Imam al-Syâfi’î bahwa perintah membunuh anjing telah dihapus oleh hadis kebolehan memelihara anjing untuk kebutuhan berburu, menjaga ladang dan menjaga ternak.99 Di sinilah proses nash wa al-mansûkh terjadi. Selanjutnya dengan cara men-tarjîh kedua hadis yang nampak bertentangan. Selain penjelasan terkait telah dihapusnya perintah membunuh anjing, terbukti juga dengan melihat hasil proses takhrîj yang telah penulis lakukan untuk menemukan aau memunculkan riwayat yang menyebutkan hadis kebolehan memelihara anjing yakni sebanyak 35 hadis dari enam kitab hadis. Sedangkan hadis tentang perintah nabi membunuh anjing lebih sedikit. Yang demikian itu juga bertentangan dengan ayat al-Qur’an surat al-An’âm : 130 yang mengatakan bahwa “dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat seperti kamu.” Yang mana ayat ini menjelaskan bahwa binatangpun termasuk umat atau ciptaan Allah seperti manusia, maka tidak mungkin Allah menciptakan anjing jika kemudian diperintahkan untuk dimusnahkan atau dibunuh.
99
Imam As-Suyuthi, Asbab Wurud al-Hadits, h. 342
65
Terakhir dengan menggunakan cara al-Jam’u yakni mengumpulkan kedua hadis tersebut, dikompromikan dan digunakan sesuai konteksnya. Imam alHaramain sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawî mengatakan bahwa pada mulanya Nabi saw. menyuruh untuk membunuh semua anjing, lalu kemudian ketentuan itu dihapus dan beliau hanya mengkhususkan pembunuhan tersebut terhadap anjing hitam pekat.100 Karena anjing yang berwarna hitam dikatakan sebagai jelmaan dari setan.101 Makna dari syaiṯân ( ) شيَا نadalah menentang, menyalahi, menjauhkan dari kebaikan, menyimpang, membangkang, durhaka, berbuat seperti perbuatan setan, perbuatan kejahatan, ruh jahat, iblis dan setan jahat.102 Ada pula yang memaknai syaṯanu ( شَن
) adalah mengikat dengan tali
yang panjang, jika dalam bentuk lafal syâṯinun ( ) شا طنadalah jauh dari kebaikan, yang keji, yang memiliki hawa nafsu. Setan adalah makhluk hidup yang memiliki pengetahuan, yang dapat berupa jin, manusia atau binatang.103 Dalam buku Hewan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains dikatakan bahwa persepsi tentang anjing hitam itu mewakili suatu kejahatan dan merupakan perwujudan iblis adalah berasal dari mitologi pada masa pra-Islam.104 Dijelaskan juga bahwa setan setan dimaknai sebagai perbuatan yang jahat, jauh dari kebaikan, yang dapat menimpa setiap makhluk dengan dihinggapi oleh perbuatan jahat itu.105 Ibn Qutaibah menjelaskan bahwa tidak ada salahnya bagi kita membunuh anjing hitam yang mana biasanya 100
Imam Nawawi, Al-Minhâj Syarh Sahih Muslim. h. 733. Lihat Sahîh Muslim jilid 2, h. 59, hadis no. 1165 102 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 721. 103 Abû Fadl Jamâl al-Dîn Muhammad bin Makram, Lisân al-‘Arab, (Beirūt: Dãr Şadir, t.th.), Jilid VIII, h. 238. 104 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran, Hewan dalam al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah, 2012) h. 61. 105 Abû Fadl, Lisân al-‘Arab, h. 238-239. 101
66
yang berwarna hitam itu paling berbahaya dan ganas, juga anjing tersebut diketahui paling sedikit manfaatnya, dan paling buruk untuk hal penjagaan, sebab jauh dari buruan dan paling banyak tidur.106 Berangkat dari hadis kebolehan memelihara anjing untuk berburu, menjaga tanaman dan menjaga ternak, sebagian fuqaha' menghukumi boleh memelihara anjing selama ada kebutuhan. Lebih jelasnya, Ibn ‘Abd al-Barr menegaskan bahwa kebolehan itu didasarkan pada jaib al-manafi’ wa duf’u al-mafasid (ambil yang bermanfaat, dan tinggalakan yang merusak) seperti menjaga tanaman, ternak, menanggulangi tindak kriminal, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dicontohkan dalam hadis. Dengan demikian, tanpa ada kebutuhan. ulama hampir sepakat atas keharaman memelihara anjing. Namun, sebagian fuqaha menghukumi makruh. Alasannya, kalau saja memelihara anjing itu haram, tentu harus berlaku di setiap kondisi, baik pahalanya berkurang atau tidak, sebagaimana tersurat dalam hadis. Selanjutnya. di antara yang disepakati ulama adalah tentang keharaman memelihara anjing yang suka menggigit (galak).107 Pelarangan memelihara anjing menurut al-San’anî adalah karena mempertimbangkan terhadap kenajisan tubuh anjing.108 al-Nawawî dalam syarh riyad al-shâlihîn mengatakan bahwa memelihara anjing hukumnya haram karena anjing bertaring, mengingong dan lain alasan seperti ini sangat tekstualis sekali kalau kita mempertimbangkan dengan mengunaan pendekatan kontekstualis
106
Ibn Qutaibah, Ta’wîl Mukhtalaf al-Hadiîts, terj. Team Foksa, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), h. 231. 107 Abu Yazid, Fatwa Tradisional Untuk Orang Modern, (Surabaya: Peerbit Erlangga 2000) h. 125. 108 Al-Sayyid Muhammad bin Ismail al-Kahlani dan Al-San’anî, Subul as-Salam (Bandung: Maktabah Dahan, tt), Juz 2, h. 218.
67
tentunya tidak akan memberikan semacam komentar atau pendapat bahwa anjng itu haram. Karena apabila ditinjau dari kemaslahatan akan memunculkan hukum bahwa
pemeliharaan
anjing
itu
diperbolehkan.
Badaruddin
al-‘Aini
memperbolehkan pemeliharaan anjing yang digunakan untuk pengamanan109, senada dengan Badaruddin, al-Mubarakfuri juga mengatakan bahwa kata illah dalam hadis yang berisi pengecualian berarti membolehkan pemelihaaraan anjing.110 Terakhir, bagaimana seharusnya berinteraksi dengan anjing Seyogianya dalam berinteraksi dengan hewan apa pun manusia dianjurkan untuk menggaulinya dengan baik. Di antaranya tidak boleh menelantarkannya. Apalagi membebani sesuatu di luar kemampuan hewan itu. Senada dengan hal ini, Dr. asy-Syirbashi menuturkan bahwa kelak Allah akan menghisab perilaku manusia terhadap hewan peliharaan yang selalu berinteraksi dengannya. Jadi, sesuatu yang kita lakukan pada hewan apa pun pasti akan diperhitungkan kelak di hari akhir.111 Maka karena itulah, kita harus melayani hewan peliharaan itu dengan Iebih baik, anjing sekalipun. Jika khawatir anjing itu akan mengotori rumah atau perabot yang lain, ada baiknya dibuatkan tempat khusus agar anjing itu tidak berkeliaran dan kebersihannya lebih terjaga. 112
109
Badruddin al-‘Aini, ‘Umdatul Qari Syarah Sahih Bukhârî. Juz 18, no. 321 . Al-Mubarakfuri, Tufatul al-Ajhwadzi Syarah Sunan at-Tirmidzi, (Maktabah Syamilah) juz 8 no 113. 111 Al-Sayyid Muhammad bin Ismail al-Kahlani dan Al-San’anî, Subul as-Salam (Bandung: Maktabah Dahan tt) Juz 2 h 218. 112 Abdur Rasyid SaIim, Hidayah al-Anam Syarah Riyadus Shalihin (Bairut:Maktabah asSuruq 2008), h 210. 110
68
D.
Manfaat Kegunaan Anjing Di antara manfaat dari memelihara anjing yaitu, Oleh beberapa polisi
ataupun masyarakat pada umumnya, anjing digunakan sebagai alat untuk melacak perampok, teroris dan lain-lain bahkan anjing dipergunakan sebagai penjaga rumah atau pengaman rumah dari gangguan pencuri113. Anjing dapat mengetahui adanya zat narkotika yang diletakan di dalam kaleng yang disembungikan dalam beberapa lapisan kotak, ia juga dapat mendeteksi kebocoran gas pada pipa-pipa yang ditaman di dalam tanah sehingga ia akan menggonggong apabila mencium bau gas, anjing juga bisa mengenali sekitar 100 ribu orang melalui baunya, tentunya dengan syarat anjing tersebut sudah pernah mencium bau orang-orang tersebut. Yang demikian itu karena indra pencuimannya lebih tajam dibanding hewan lainnya bahkan sejuta kali lebih peka dibandingkan indra penciuman manusia.114
113
Sayyid Tsabiq, Fiqus Sunnah, (Bairut:Dar al-Kutub, 1993), h. 68. Dr. Nadiah Tharayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an, (Jakarta : Zaman, 2014), cet. Ketiga, h. 630. 114
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan Apabila memahamai hadis terkait memelihara anjing secara tekstual, maka
akan mendapat kesimpulan bahwa memelihara anjing adalah dilarang, dan siapa yang memelihara anjing selain untuk keperluan berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang maka akan mendapat hukuman dikurangi pahala dari amal perbuatannya sebesar satu atau dua qîrâth. Namun, apabila di kontektualisasikan, maka akan mendapatkan pemahaman bahwa memelihara anjing diperbolehkan dengan syarat anjing tersebut dipergunakan untuk suatu keperluan. Karena pada zaman Nabi, kegunaan anjing dengan kelebihan yang dimilikinya hanya bisa dimanfaatkan untuk berburu, menjaga ladang dan ternak saja sebagaimana disebutkan dalam teks hadis, namun pada saat itu dengan kelebihan yang dimiliki anjing, maka kita bisa mempergunakannya juga untuk kebutuhan yang lain. Seperti menjaga rumah, membantu polisi untuk melacak bukti kejahatan, dll. B.
Saran-saran Setelah penulis membahas terkait “pemeliharaan anjing dalam perspektif
hadis”, penulis berharap bahwa sudut pandang orang muslim terhadap anjing akan berubah. Tentunya dapat menghilangkan kekasaran terhadap anjing karena menganggap bahwa anjing adalah hewan yang haram dan boleh disakiti. Tentunya Allah menciptakan ciptaan-Nya -termasuk dalam hal ini adalah anjing- tentunya dengan maksud tertentu dan juga dengan manfaat tertentu pula. Terbukti bahwa
69
70
anjing memiliki kelebihan dibanding hewan lain yang bisa kita ambil manfaat dari padanya. Pembahasan dalam skripsi ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Penulis hanya meneliti dua hadis terkait memelihara anjing, di samping itu masih ada terkait perbedaan ulama terkait kenajisan air liur anjing tidak penulis bahas secara detail, terkait pembahasan tentang hadis yang disebutkan bahwa Nabi memerintahkan untuk membunuh anjing, serta bagaimana interaksi orang Muslim yang memelihara anjing termasuk bagaimana merawatnya juga tidak penulis bahas dalam skirpsi ini. Penulis berharap semoga ada karya selanjutnya yang bisa melengkapi dan menyempurnakan kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdallah, Ulil Abshar, “Muslim dan Canine-Phobia”, artikel diakses pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 11.44 dari http://islamlib.com/gagasan/anjing/anjing-dalam-islam-1/ Ahmad, Abu Abdurrahman. Sunan al-Nasâ’î, Maktabah Syamilah. al-Asqalani, Ibn Hajar. Bulûgh al-Marâm, Jakarta : Dar al-Kuttab , 2000. Asror, Miftahul dan Musbikin, Imam. Membedah Hadis Nabi SAW., Yogyakarta: Jaya Star Nine, 2015. Asshiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002. Banderker, Ayoub M. “Animal Abuse and Welfare in Islam” artikel diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pada pukul 17.16 dari http://www.islamicconcern.com/dogs.asp Baqi, M. Fuad Abdul. Miftâh al-kunûz, Lahor : Ma’arif lahor, 1987. Budiana, N. S. Anjing, Jakarta: Penebar Swadaya, 2008. al-Bukhârî, Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil. al-Jâmi’ al-Sahih. Beirut: Dar al-Fikr, tt. al-Darimî, Abdullah bin Abdurrahman. Sunan al-Dârimî, Maktabah Syamilah. Daraman, Fauzi ed., Sunah Nabi Realiti dan Cabaran Semasa. Kuala Lumpur: Jabatan al-Qur’an dan hadith,2011: h. 517-532. Fatimah, Siti “Metode Pemahaman Hadis Nabi dengan Mempertimbangkan Asbabul Wurud : Studi Komparasi Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan M. Syuhudi Ismail”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. al-Ghazali, Muhammad. Studi Kritis Atas Hadis Nabi saw. : Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, trjm. Muhmammad al-Baqir, Bandung: Mizan, 1992. Hewan dalam al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah, 2012. Huda, M. Khoirul, “Metode Pemahaman Hadis dalam Lintasan Sejarah, artikel diakses pada 13 Agustus 2016 pada pukul 20.45 dari http://jurnalulumulhadis.blogspot.co.id/2014/01/metode-pemahaman-hadisdalam-lintasan.html Huda, M.Khoirul, “Memahami Hadis dengan Pemilahan Posisi Nabi saw.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
71
72
Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009. Isya, Isya Muhammad. Sunan al-Turmudzî, Maktabah Syamilah. Juned, Daniel. Ilmu Hadis: Pradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis, Jakarta: Erlangga, 2010, h. 191 Al-Kahlani, as-Syayyid Imam Muhammad bin Ismail. subul al-salâm, Kairo: Dar al-Fikr, 1998. Khon, Abdul Majid. Takhrîj dan metode memahami hadis Koentjaraningrat ed. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia. 199. Kurbi, Muhammad, “Hukum Jilatan Anjing Menurut Madzhab Maliki dan Madzhab Syâfi’î”, Skripsi S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011. Mandzur, Ibn. Lisan al-Arab, Dar al-ma’arif, tt. Menache, Shopia. “Dogs : God’s Worst Enemies”, Jurnal of Society and Animals 5, no. 1, 1997 Misbahuddin. “Sunnah Dalam Pemahaman Tekstual dan Kontekstual Pakar Hadis dan Pakar Fiqih”, Jurnal Farabi, Vol 11. No 1. (Juni 2014). Muhammad, Abi Abdullah. Sunan Ibn Mâjah, Maktabah Syamilah. Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. Muslim, Abi Husain. Sahîh Muslim, Maktabah Syamilah. al-Nawawî, Abû Zakaria Yahya bin Syarif. al-Minhaj fii Syarh Shahih Muslim, Baitul Fikr. 2000. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. al-Qardâwî, Yûsuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi, terj. al-Baqir, Muhammad, Bandung: Karisma, 2000. al-Qardâwî, Yûsuf. Kaifa Nata’âmal Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah, Kairo : Dar al-Syuruq, 2004. Al-Qattan, Syaikh Manna’, mabâhits fii ‘Ulûm al-Hadîts, terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2015. Qutaibah, Ibn. Ta’wîl Mukhtalaf al-Hadiîts, terj. Team Foksa, Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.
Rudliyana, M. Dede. Perkembangan Pemikiran ‘Ulum al-Hadîs dari Klasik Sampai Modern, Bukit Tinggi : Pustaka Setia, 2008
73
Soeharsono. Penyakit Zoonotik Pada Anjing dan Kucing, Yogyakarta: Kanisius, 2007. Sulaiman. Abi Daud Sunan Abû Dâud, Maktabah Syamilah. al-Suyûthî. Asbab Wurud al-Hadits terjm. Muhammad Ayyub, dkk., Jakarta : Pustaka as-Sunnah, 2012. Tharayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an, Jakarta : Zaman, 2014. al-Zuhayli, Wahbah. Mu’asir, 1985.
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut: Dar al-Fikr al-
Zuhri, Muhammad Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003.
74