J. Agrivigor 10(3): 292-299, Mei – Agustus 2011; ISSN 1412-2286
SELEKSI KLON HARAPAN KENTANG DI DATARAN TINGGI PADA MUSIM KERING Selection of advanced potato clones in highland at dry season Kusmana E-mail:
[email protected] Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung, 40391
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mempelajari adaptasi kentanf pada musim kemarau di dua lokasi yaitu Banjarnegara dan Garut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2009. Rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok dengan tiga ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas 30 lubang per petak. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa klon yang memberikan hasil tertinggi di Garut adalah klon 8 (19.9 t ha-1), klon 9 (16.9 t ha-1) dan klon 6 (15,4 t ha-1). Sedangkan di daerah Banjanegera adalah klon 1, 2, 4, 6, 8 and 10 dengan hasil 18-19 t ha-1. Jenis kentang yang baik digunakan untuk pembuatan chip bermutu adalahklon 1, 6, 8, 9 and 10.
Kata Kunci: kentang, adaptasi, klon dan musim kemarau
ABSTRACT The objective of the research was to look adaptif potatoes both in Banjarnegara and Garut district in dry season. The experiment was conducted at July unti October 2009. The experimental design was Randomized Complete Block Design consisted of 3 replications. An experiment unit consisted of 30 hills per plot. The experiment resulted that high yielding clones in Garut obtained from clone 8 (19.9 t ha-1), clone 9 (16.9 t ha-1) and clone 6 (15,4 t ha-1). Whereas, the high yielding clones in Banjarnegara were obtained from clones 1, 2, 4, 6, 8 and 10 with yielded ranged from 18-19 t ha-1. Good chipping quality were obtained from clones 1, 6, 8, 9 and 10.
Key words: potatoes, adaptation, clone, and dry season
PENDAHULUAN Karakter kuantitatif seperti hasil umbi, kandungan air pada umbi kentang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, sehingga diperlukan uji adaptasi sebelum varietas tersebut ditanam dan diusahalkan oleh pengguna. Tadinya penelitian ini diseting untuk pengujian multilokasi untuk bahan pelepasan varietas baru, namun dengan adanya peraturan baru yaitu dengan diberlakukannya UU no 38 istilah pelepasan varietas diganti dengan pendaftaran varietas. Langkah yang dilakukan dalam pendaftaran varietas ialah me-
lakukan uji keunggulan dan uji kebenaran varietas. Beberapa varietas unggul telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan swasta namun sampai saat ini yang dominan diusahakan petani baru varietas Granola dan Atlantic. Granola ditanam sebagai kentang sayur sedangkan Atlantic sebagai kentang olahan bahan baku kripik. Penggunaan varietas yang sangat terbatas pada kedua varietas tersebut sebenarnya tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan erosi genetik. Oleh karena itu perlu dihasilkan varietas yang disukai oleh pengguna atau bahkan sangat dianjurkan untuk 292
Seleksi klon harapan kentang di dataran tinggi pada musim kering
dilakukan promosi yang cukup gencar agar varietas yang dihasilkan Badan Litbang pertanian dapat dikenal oleh pengguna. Kabupaten Garut (Jawa Barat) dan Kabupaten Banjarnegara (Desa Batur) merupakan dua sentra pertanaman kentang di Pulau Jawa (Subhan dan Asandhi, 1998). Hasil Penelitian sebelumnya daerah Cikajang Garut merupakan lokasi yang sangat cocok untuk kentang denagn memberikan nilai induk lingkungan yang tinggi (+10.7) dan sebaliknya lokasi Batur memberikan nilai indek lingkungan yang rendah (Kusmana, 2005). Pengujian pada lokasi yang kurang menguntungkan juga perlu dilakukan karena beberapa varietas ada yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang marjinal seperti varietas Panda dan Repita.Penelitian bertujuan mendapatkan klon kentang unggul pada ekosistem dataran tinggi Garut dan Banjarnegara. Keluaran dari Penelitian ini ialah mendapatkan minimal satu klon unggul dengan daya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan setempat. Hipotesis dari Penelitian ini ialah paling tidak akan dihasilkan satu klon unggul berdaya hasil tinggi serta dapat dijadikan sebagai bahan baku kripik kentang.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu di Banjarnegara, Jawa Tengah pada ketinggian tempat 1500 m di atas permukaan laut dan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut (Jawa Barat) pada ketinggian tempat 1200 m di atas permukaan laut. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai November tahun 2009. Bahan Penelitian terdiri dari
293
10 klon kentang hasil persilangan tahun 2005 dengan menggunakan salah satu tetuanya ialah varietas Granola. Rancangan Percobaan yang digunakan ialah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali. Populasi tanaman setiap petak percobaan ialah 30 tanaman (ukuran plot 7,2 m2). Jarak tanam yang digunakan 70 cm x 30 cm. Budidaya tanaman meliputi persiapan lahan dengan cara peng-olahan tanah dengan dicangkul kemudi-an diratakan, dibuat larikan untuk pupuk buatan. Pupuk kandang yang digunakan pupuk kandang ayam se-banyak 15 t ha-1, Pupuk buatan 1200 kg NPK Phonska 15:15:15. Pupuk kandang di-berikan sebelum tanam sedangkan pupuk buatan diberikan dua kali saat tanam dan umur 30 hari setelah tanam. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 30 cm. Pemeliharaan tanaman meliputi pembumbunan dilakukan dua kali yaitu pada umur 3 minggu dan 6 minggu, pada saat pembumbunan pertama sekaligus dilakukan penyiangan. Pe-nyiraman dilakukan 2 kali seminggu dengan cara di Leb (digenangi) mulai saat tanam sampai tanaman berumur 80 hari setelah tanam. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan seoptimal mungkin menggunakan pestisida yang direkomendasikan Balitsa. Bahan tanaman yang digunakan ialah 10 klon baru kentang ditambah 2 varietas pembanding yaitu Granola dan Atlantic. Pengamatan dilakukan terhadap (1) Jumlah tanaman tumbuh diamati dengan cara menghitung tanam-an yang muncul diatas permukaan tanah
Kusmana
pada umur 3 minggu setelah tanam, (2) Vigor tanaman diamati dengan menggunakan skor 1= sangat buruk dan 9= sangat vigor, diamati pada umur 60 hari setelah tanam (3) Jumlah batang menghitung jumlah batang yang keluar dari permukaan tanah, (4) Tinggi tanaman diamati pada saat berbunga dengan cara mengukur mulai dari permukaan tanah sampai bagian tanaman tertinggi, (5) Insiden serangan virus dihitung berdasarkan gejala jumlah tanaman yang terserang, (6) hasil umbi per tanaman jumlah dan bobot, (7) Proporsi umbi konsumsi dan (8) Bobot umbi/ha. Analisis data menggunakan statistik program PKBT STAT 2. Uji lanjut menggunakan Duncan taraf nyata 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Klon-klon yang menampilkan jumlah tanaman hidup terbanyak ditampilkan varietas pembaniding Granola diikuti klon 2, klon 3, klon 7 dan klon 8 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding Atlantic. Klon 4, klon 6 serta Atlantic diduga tidak toleran terhadap kekeringan karena pada awal pertumbuhan tidak ada hujan serta air irigasi sangat terbatas. Pertumbuhan awal tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi, kesiapan tunas serta gangguan hama dan penyakit. Perkembangan tunas otomatis akan membentuk pertumbuhan organ tumbuh lainnya seperti batang, daun, stolon dan umbi. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal tanaman kentang selama pertumbuhannya memerlukan air antara 100 – 200 liter tanaman-1 (Haverkort, 1982). Untuk mensiasati ke-
kurangan air di musim kemarau petani biasanya menggunakan benih berukuran besar sehingga dihasilkan per-tumbuhan tanaman yang seragam serta vigor tanaman yang baik. Hal ini karena pada umbi bibit yang berukuran besar memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan umbi bibit berukuran kecil. Namun demikian penggunaan umbi bibit besar memberikan konsekuensi tidak efisien karena diperlukan bibit sebanyak 2,5 – 3,5 ton ha-1 atau dua kali lebih banyak dibandingkan benih ukuran normal. Pemuliaan toleransi terhadap kekeringan dihadapkan pada tiga permasalahan proses fisiologi tanaman yaitu efisiensi fotosintetis dan pertumbuhan kanopi, inisiasi umbi serta penyebaran hasil fotosintetis (Vayda, 1994). Tanaman tertinggi dihasilkan klon 3, diikuti klon 1 dan klon 5 nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Granola dan Atlantic. Tinggi tanaman dapat dibedakan dari tipe pertumbuhan tipe determinate memiliki tinggi lebih rendah dibanding-kan dengan yang indeterminate (Struik and Wiersema, 1999). Tanaman yang determinate berumur panjang dan umumnya produktivitasnya tinggi. Tinggi tanaman merupakan karakter kuantitatif dimana ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil yang dicapai varietas pembanding Granola pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mencapai 59 cm (Kusmana dan Basuki, 2004). Jumlah batang terbanyak dihasilkan klon 8 (4.5 buah) yang merupakan satu-satunya klon yang menampilkan jumlah batang nyata lebih tinggi dari
294
Seleksi klon harapan kentang di dataran tinggi pada musim kering
varietas pembanding Atlantic dan Granola (2.5 buah). Untuk mendapatkan jumlah batang yang ideal dapat dilakukan dengan cara menggunakan ukuran umbi bibit dan mempelajari umur fisiologi bibit (Wiersema, 1987). Umbi bibit ukuran besar akan menghasilkan jumlah tunas dan batang lebih banyak dibandingkan dengan umbi bibit ukuran kecil. Demikian juga penggunaan bibit pada stadia “multiple sprout” akan menghasilkan jumlah batang yang banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit pada stadia apical. Jumlah mata tunas akan menentukan jumlah batang yang dihasilkan, selain jumlah tunas ditentukan oleh ukuran umbi juga di-pengaruhi secara genetis atau oleh varietas yang digunakan (Struik and Wiersema, 1999).
Vigor tanaman yang ditampilkan dengan nilai antara 5.7 – 9 (sedang – sangat baik). Vigor dengan nilai 9 hanya ditampilkan oleh kedua varietas pembanding namun demikian tidak berbeda nyata dengan yang ditam-pilkan klon 1, klon 4 dan klon 9. Tanam-an yang sangat vigor dicirikan dengan penampilan yang sangat subur, batang kekar dan besar serta kanopi daun rimbun menutupi bagian batang dan tanah dibawahnya.Gejala serangan virus tidak ditemukan pada klon 4, klon 9 serta pada varietas Granola dan Atlantic dikedua lokasi uji. Klon-klon yang me-miliki serangan gejala virus rendah juga dihasilkan klon 2, klon 3, klon 8. Klon 1 dan klon 7 merupakan klon yang paling banyak terserang virus (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah tanaman tumbuh, tinggi tanaman, jumlah batang utama, jumlah tanaman terserang virus
Klon
Klon 1 Klon 2 Klon 3 Klon 4 Klon 5 Klon 6 Klon 7 Klon 8 Klon 9 Klon 10 Granola Atlantic
295
Tanaman tumbuh (#) 24.3 bc 27.7 abc 28.7 ab 17.3 e 24.3 bc 20.3 de 27.7 abc 28.0 abc 24.7 bc 23.7 cd 29.7 a 21.7 d
Tinggi tanaman (cm) 69,6 ab 49.2 cde 74.4 a 54.0 bc 60.0 ab 49.2 de 38.4 f 50.4 de 48.0 e 49.0 de 51.6 de 50.4 de
Jumlah tanaman (#) 1.7 a 2,3 a 2.9 a 1.5 a 2.1 a 2.6 a 2.3 a 4.5 b 2.6 a 2.3 a 2,5 a 2.1 a
Vigor Tanaman (1-9) 7.7 abc 6.3 cd 6.3 cd 7,.7 abc 5.7 d 8.3 ab 7.0 bcd 5.7 d 7.7 abc 5.7 d 9.0 a 9.0 a
Jumlah Tanaman terserang virus Garut (#) 3a 0b 0b 0b 1b 0b 7a 1b 0b 1b 0b Ob
Banjarnegar a (#) 7 ab 1 cd 1 cd 0 cd 5 bc 7 ab 10a 1 cd 0d 1 cd 0d 0d
Kusmana
Gejala serangan virus lebih banyak ditemukan dilokasi Banjarnegara, hal ini karena pada elevasi yang lebih tinggi gejala serangan virus lebih mudah diamati karena symptomnya lebih cepat muncul. Jenis virus yang ditemukan pada pe-nelitian ini ialah virus daun menggulung (PLRV) dengan gejala yang khas yaitu tanaman yang terserang pada bagian daunnya menggulung dari bagian atas sampai bagian bawah daunnya. Me-nurut Hooker (1982) menyebutkan bahwa serangan virus dapat menyebab-kan kehilangan hasil, infeksi laten, per-ubahan warna daun, pertumbuhan kerdil, matinya jaringan daun dan nekrosis pada umbi serta umbi dapat berubah bentuk. Varietas Granoala ter-masuk varieta yang toleran terhadap beberapa virus penting. Kendali genetik untuk ketahanan virus oligogenik sehingga pemuliaan untuk ketahanan virus relatif lebih mudah dilakukan. Pada tanaman kentang OPT (Organisme pengganggu tumbuhasn) virus termasuk salah satu OPT utama karena kentang diperbanyak secara vegetatif sehingga virus seringkali terbawa benih. Virus pada kentang selain dibawa bibit juga dapat ditularkan oleh vektor dan secara mekanis (Hooker, 1982). OPT lainnya yang ditemukan di penelitian ini ialah ulat penggorok umbi namun tingkat serangannya relatif rendah (< 10%) untuk semua perlakuan. Ulat penggorok masuk kedalam umbi terutama pada umbi yang tidak tertutup tanah. OPT penyakit yang timbul namun serangannya juga rendah ialah OPT Alternaria spp.
Hasil dan kualitas umbi Umbi yang dihasilkan per-tanaman untuk seluruh klon maupun varietas yang diuji relatif rendah, yaitu kurang dari 10 umbi/tanaman (Tabel 2). Rendahnya umbi yang dihasilkan karena kekeringan, hal ini sependapat dengan Vayda (1994) bahwa tanaman kentang sangat sensitif terhadap terjadinya kekeringan dan cuaca panas. Varietas Granola dalam keadaan kecukupan air dapat menghasilkan umbi sampai 13 umbi/tanaman (Kusmana, 2003). Jumlah umbi/tanaman berpengaruh terhadap bobot hasil, semakin banyak umbi yang dihasilkan semakin besar bobot umbi. Pembentukan umbi kentang diawali dengan formasi stolon dan stolon mulai terbentuk sejak tanaman muncul dari permukaan tanah. Banyaknya stolon yang dibentuk ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya varietas, kedalaman tanam, ukuran umbi bibit, kelembaban tanah serta ketersediaan nutrisi (Struik and Wiersema, 1999). Pemberian air irigasi yang cukup pada saat pembentukan stolon akan menstimulasi tumbuhnya stolon yang banyak, sebaliknya dengan kurang-nya pemberian air pada awal masa pertumbuhan berakibat rendahnya jumlah umbi yang dihasilkan. Bobot hasil tertinggi di Garut dihasilkan klon 8 (19.9 t ha-1), diiukuti klon 9 (16.9 t ha-1) dan klon 6 (15,4 ton ha-1) setara dengan hasil varietas pem-banding Granola dan Atlantic. Untuk lokasi di Banjarnegara hasil tertinggi ditampilkan varietas Granola (548 g tanaman-1) kendati tidak berbeda nyata dengan klon-klon lainnya kecuali dengan klon 3 yang menampilkan hasil terendah. Demikian juga untuk hasil per hektar di
296
Seleksi klon harapan kentang di dataran tinggi pada musim kering
Tabel 2. Jumlah umbi per tanaman, bobot umbi per tanaman, bobot umbi per ha, persentase umbi konsumsi Klon
Klon 1 Klon 2 Klon 3 Klon 4 Klon 5 Klon 6 Klon 7 Klon 8 Klon 9 Klon 10 Granola Atlantic
Jml. Umbi
Bobot umbi tan-1 (g)
Tanaman-1 (#) 7.5 a 4.9 bcd 5.1 abc 5.1 abc 4.8 bcd 5.6 abc 6.9 ab 6.7 ab 6.5 ac 4.7 bcd 7.6 a 4.0 cd
Garut (g) 270 cd 187 d 210 cd 293 bcd 300 bcd 370 abc 260 cd 477 a 407 abc 360 bcd 373 abc 397 abc
Banjar negara (g) 432 ab 433 ab 211 c 460 ab 346 ab 447 ab 352 ab 444 ab 379 ab 444 ab 548 a 407 ab
Umbi konsumsi
Hasil ton ha-1 Garut (ton) 11.2 cd 7.80 d 8.70 cd 12.2 bcd 12.5 bcd 15.4 abc 10.8 cd 19.9 a 16.9 abc 15.1 abc 15.6 abc 16.5 abc
Banjar negara (ton) 18.0 ab 18.0 ab 8.70 c 19.2 ab 12.5 b 18.6 ab 14.7 b 18.5 ab 15.8 ab 18.5 ab 22.8 a 17.0 ab
Garut (%) 59 ab 71 ab 42 abc 77 a 68 ab 85 a 19 c 63 ab 72 ab 79 a 64 ab 84 a
Banjar negara (%) 14 e 27 e 38 cde 73 a 40 bc 75 a 44 bc 63 ac 67 ab 59 ad 80 a 59 b
Tabel 3. Warna daging umbi, rasa dan penampilan krippik 1o klon kentang dan dua varietas pembanding Karakteristik kripik Rasa umbi Warna daging Klon dikukus Warna Kerenyahan Gosong umbi (1 -3) (1 -3) (1-3) (1-3) Klon 1 Krem (cream) 3 Putih (white) 3 3 Klon 2
Krem (cream)
1
kuning (yellow)
1
1
Klon 3
Krem (cream)
2
kuning (yellow)
2
3
Klon 4
Krem (cream)
3
kuning (yellow)
3
2
Klon 5
Krem (cream)
3
kuning (yellow)
3
2
Klon 6
Krem (cream)
3
Putih (white)
3
3
Klon 7
Putih (white)
3
Putih (white)
3
3
Klon 8
Krem (cream)
2
kuning (yellow)
2
2
Klon 9
Putih (white)
3
Putih (white)
3
2
Klon 10
Putih (white)
3
Putih (white)
3
3
Granola
kuning (yellow)
3
Putih (white)
2
1
Atlantic
Krem (cream)
2
Putih (white)
3
3
Keterangan: 1=buruk, 2 = cukup, 3=baik
297
Kusmana
Garut tertinggi dihasilkan klon 8 (19.9 t ha-1),
9 (16,9 t
ha-1),
klon 10 (15,1 t
ha-1),
klon 6 (15,4 t ha-1) setara dengan varietas Granola (15,6 t ha-1), dan Atlantic (16,5 t ha-1). Varietas Granola masih terbaik di Banjarnegara dengan hasil 22.8 t ha-1 walaupun hasil yang ditampilkan tidak berbeda nyata dengan klon 1, klon 2, klon 4, klon 6, klon 8 dan klon 10. Hasil dan kkualitas umbi kentang dikendalikan oleh banyak gen dan pewarisan sifat kuantitatif sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga klon yang baik pada suatu lokasi belum tentu baik apabila ditanam pada lokasi lainnya. Respon hasil yang berbeda pada setiap lingkungan terjadi akibat adanya interaksi antara genotip dengan lingkungannya (Eberhurt and Russell, 1966) Hasil yang tinggi menjadi kurang berarti apabila umbi yang dihasilkan berukuran kecil, karena umbi yang kecil memiliki nilai jual yang rendah. Proporsi yang ideal dikehendaki petani ialah 70-80% umbi berukuran besar (umbi kelas konsumsi) dan sisanya yaitu 20-30% ukuran bibit. Klon yang menghasil-kan proporsi hasil umbi ideal di Garut dihasilkan klon 2, klon 4, klon 9 dan klon 10. Untuk lokasi Banjarnegara proporsi umbi ideal dihasilkan klon 4, klon 6 dan Granol Kualitas Olahan Hasil tes yang dilakukan di Laboratorium pasca panen Balitsa 7 klon yang memiliki rasa enak ketika dikukus.yaitu berasal dari klon 1, klon 4, klon 5, klon 6, klon 8, klon 9 dan klon 10 sebanding dengan rasa varietas Granola. Untuk hasil olahan kripik yang memiliki kombinasi renyah dan tampilan kripik
yang baik dihasilkan klon 1, klon 6, klon 8, klon 9 dan klon 10 sebanding dengan varietas olahan Atlantic.Kendala utama industri kripik ialah terbatasnya bahan baku yang cocok untuk industri. Varietas yang diinginkan industri ialah tidak gosong ketika digoreng, rasa enak serta menghasilkan rendemen kripik yang tinggi. Warna kecoklatan setelah digoreng disebabkan oleh tingginya kandungan gula reduksi (Saona dan Wrolstand, 1997; Roe et al., 1991)
KESIMPULAN Klon yang menampilkan hasil tinggi di Garut dihasilkan klon 8 (19.9 t ha-1), diiukuti klon 9 (16.9 t ha-1) dan klon 6 (15,4 t ha-1). Klon yang menampilkan hasil tinggi di Banjarnegara dihasilkan klon 1, klon 2, klon 4, klon 6, klon 8 dan klon 10 dengan kisaran hasil umbi antara 18-19 t ha-1. Hasil olahan kripik terbaik ditampilkan klon 1, klon 6, klon 8, klon 9 dan klon 10.
DAFTAR PUSTAKA Eberhurt, S.A. and W.A. Russell. 1966. Stability Parameter for Comparing Varieties. Crop Sci. 3(6): 36-40. Hooker. W.J. 1982. Virus Diseases of Potato. Technical Information Bulletin 19. International Potato Center. CIP-Lima, Peru. 22pp Kusmana. 2003. Evaluasi beberapa klon kentang asal stek batang untuk uji ketahanan terhadap Phytophtora infestans. J. Hort. 13(4): 220-228 Kusmana, R.S. Basuki. 2004. Produksi dan mutu umbi klon kentang dan kesesuainya sebagai bahan baku kentang goring dan kripik kentang J. Hort. 14(4): 246-252
298
Seleksi klon harapan kentang di dataran tinggi pada musim kering
Kusmana. 2005. Uji Stabilitas Hasil Umbi 7 Genotipa Kentang di Dataran Tinggi Pulau Jawa. J. Hort. 15(4): 224-259. Roe, M.A. and R.M. Faulk 1991. Color Development in a Model System during Frying:Role Individual Amino Acid Sugar. J. Food. Sci. 56(6): 1711-1713 Subhan dan A.A. Asandhi, 1988. Waktu Aplikasi Nitrogen dan Penggunaan Kompos dalam Budi Daya Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8(2): 1072-1077.
299
Saona. L.E.R. R.E. Wrolstad. 1997. Influence of Potato Composition of Chip Color Quality. Am. Potato. J. 74: 87-106. Struik, P.C.and S.G. Wiersema.1999. Seed Potato Technologi Wageningen Pers. Wageningen The Netherland. 381 pp. Vayda. M.E.,1994. Environmental Stress and Its Impact on Potato Yield. In. J.E. Bradshaw and Mackay. G. R. (ed.). Potato Genetics. CAB. International, Wallingford,pp.239261