SELEKSI GALUR F5 KEDELAI TOLERAN NAUNGAN Purwantoro dan Titik Sundari Peneliti Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak, km 8, Kotak Pos 66, Malang 65101
ABSTRAK Pengembangan kedelai toleran cahaya rendah diperlukan untuk optimalisasi produksi di bawah naungan. Seleksi galur F5 kedelai toleran naungan dilaksanakan pada MK II 2013 di Kebun Percobaan Kendalpayak, Malang, menggunakan 700 galur F5. Seleksi dilakukan di bawah naungan buatan (paranet hitam) dengan tingkat naungan ± 50%. Setiap galur ditanam dalam plot baris tunggal sepanjang 3 m, dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan dosis pupuk Urea 50 kg, SP36 100 kg dan KCl 75 kg/ha. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomis (bentuk daun, umur berbunga, umur masak, tinggi tanaman, jumlah buku subur, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan bobot biji). Pengamatan terhadap intensitas cahaya, suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari antara pukul 12.00–13.00 WIB. Terpilih sebanyak 300 galur F5 yang mempunyai umur berbunga 28–36 hari, umur masak 77–84 hari, tinggi tanaman 39–105 cm, jumlah buku subur 4–21 buku/tanaman, jumlah cabang 0–5 cabang/tanaman, jumlah polong isi 13–59 polong/tanaman, dan bobot biji 6,01–30,31 g/tanaman, dengan ukuran biji tergolong sedang hingga besar. Kata kunci: kedelai, Glycne max, seleksi, naungan
ABSTRACT Selection of F5 shade-tolerant conducted in the second dry season at 2013 in the Kendalpayak station research at Malang, using 700 F5 lines. Selection is done under artificial shade (black paranet) with ±50% shade level. Each lines is grown in a single row along the 3 m, with a spacing of 40 cm x 15 cm, two plants per hill. Fertilization done at the time of planting with a dose of 50 kg urea, 100 kg SP36 and KCl 75 kg / ha. Data were collected for agronomic characters (leaf shape, flowering, ripe age, plant height, number of fertile nodes, number of branches, number of pods, number of empty pods and seed weight). Observation of the light intensity, temperature and humidity done every day between the 12:00 to 13:00 pm. Was selected 300 F5 lines that have days to flowering between 28 and 36 days, maturity age between 77 to 84 days, plant height between 39 to 105 cm, the number of fertile nodes 4 to 21 books /plant, number of branches 0 to 5 branches/plant, number of pods between 13 to 59 pods/plant and seed weight between 6.01 to 30.31 g/plant, the seed size were moderate to large. Keywords: soybean, Glycne max, selection, shade
PENDAHULUAN Hayder et al. (2003) menyampaikan bahwa pengurangan cahaya yang diterima kanopi tanaman kedelai dalam sistem tumpangsari dengan jagung mengakibatkan penurunan hasil kedelai. Pengurangan cahaya yang mencapai kanopi tanaman sela ketika
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
117
ditumpangsarikan dengan jagung berkisar antara 30%–50% (Polthance dan Treloges 2003). Intensitas cahaya rendah (30% dari cahaya normal) menyebabkan penurunan hasil biji secara nyata, baik pada musim hujan maupun kemarau (Polthanee et al 2011). Penurunan hasil kedelai tersebut, terutama disebabkan oleh adanya naungan yang menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu (Panhwar et al. 2004), berkurangnya produksi bahan kering (Kakiuchi dan Kobata 2004), jumlah polong per tanaman (Kakiuchi dan Kobata 2006, Polthanee et al. 2011), dan bobot 1000 biji (Hayder et al 2003). Menurut Liu et al. (2010), perubahan lingkungan menyebabkan perubahan ukuran biji. Kultivar dengan ukuran biji kecil, lebih stabil dibandingkan dengan biji ukuran sedang. Kultivar berbiji besar mempunyai ukuran biji yang tidak stabil. Meskipun ukuran biji maksimum pada tanaman kedelai dapat ditentukan oleh potensi genetiknya, namun ukuran biji masih dapat dimodifikasi oleh kondisi lingkungan, dan dampaknya dapat dinyatakan melalui pengendalian internal ukuran biji dari semua polong yang ada pada batang utama. Ini menunjukkan bahwa melalui redistribusi sumber daya yang tersedia di batang utama, tanaman kedelai menunjukkan mekanismenya dalam upaya mempertahankan atau meningkatkan hasil dalam lingkungan yang terus berubah (Liu et al. 2010). Secara fisiologis, kultivar yang mampu beradaptasi terhadap intensitas cahaya rendah mempunyai kandungan klorofil b lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar rentan. Karakter fisiologi ini dapat digunakan sebagai indikator dalam program pemuliaan kedelai toleran naungan (Polthanee et al. 2011). Untuk mendapatkan hasil maksimal dari kedelai di bawah cekaman cahaya rendah, pemilihan kultivar yang cocok memainkan peranan penting dalam pengembangan kedelai di bawah naungan. Respon pertumbuhan dan hasil kedelai terhadap cekaman naungan beragam. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan galur F5 kedelai yang toleran terhadap naungan, berbiji besar, berumur sedang hingga genjah.
BAHAN DAN METODE Seleksi galur F5 kedelai toleran naungan dilaksanakan pada MK II 2013 di KP. Kendalpayak, menggunakan 700 galur F5 dari 16 kombinasi persilangan (Tabel1). Seleksi dilakukan di bawah naungan buatan (paranet hitam) dengan tingkat naungan ±50%. Untuk mendapatkan tingkat naungan 50% digunakan dua lapis paranet hitam yang dipasang pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah. Perlakuan naungan diberlakukan mulai saat tanam hingga panen. Setiap galur ditanam dalam plot yang berbentuk baris tunggal sepanjang 3 m. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan Urea 50 kg, SP36 100 kg, dan KCl 75 kg/ha. Untuk mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan, pada 1–2 minggu sebelum tanam lahan disemprot menggunakan herbisida dengan dosis 2 cc/lt air, dan dilakukan penyiangan pada umur 4 minggu setelah tanam (mst). Pengendalian hama dilakukan 3 hari sekali dengan volume semprot 400 l/ha untuk fase vegetatif dan 500 l/ha untuk fase generatif. Pengairan dilakukan pada saat tanam dan pembentukan polong. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomis (umur berbunga, umur masak, tinggi tanaman, jumlah buku subur, jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan bobot biji). Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi silsilah. Pengamatan terhadap intensitas cahaya dilakukan setiap hari antara pukul 12.00–13.00 WIB.
118
Purwantoro dan Sundari: Seleksi Galur F5 Kedelai Toleran Naungan
Tabel 1. Kombinasi persilangan galur F5 kedelai toleran naungan. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kombinasi Grobogan x IAC100/Tanggamus Argopuro x IAC100/Burangrang//Kaba Grobogan x Malabar/IAC100 MLG 0706 x Malabar/IAC100 IAC100/Tanggamus x Argopuro Argomulyo/Pangango x Argopuro Grobogan x IAC100/Burangrang//Kaba Argopuro x IAC100/Tanggamus Malabar/IAC100 x Grobogan MLG 0706 x Argomulyo/Pangango IAC100/Burangrang//Kaba x Argopuro Grobogan x Argomulyo/Pangango MLG 0706 x IAC100/Tanggamus Argomulyo x Panderman Grobogan x Argomulyo Grobogan x Panderman Jumlah
Jumlah 75 141 55 10 40 15 32 28 3 2 134 11 13 7 115 19 700
HASIL DAN PEMBAHASAN Fluktuasi penerimaan intensitas cahaya di luar dan dalam naungan selama penelitian disajikan pada Gambar 1. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara di dalam naungan disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar 1 diketahui adanya perlakuan naungan yang menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya yang diterima kanopi tanaman kedelai. Pengurangan intensitas cahaya berkisar antara 45–55%. Hasil ini berdampak pada perubahan suhu dan kelembaban. Kondisi suhu dan kelembaban udara di bawah naungan disajikan pada Gambar 2. Suhu udara di bawah naungan berada pada kisaran 35–40 oC, dengan kelembaban udara berkisar 40–58 oC. Hasil penelitian Tanny et al. (2009), menunjukkan bahwa naungan menyebabkan terjadinya pengurangan suhu udara pada siang hari (maksimum 1,5 °C) dan peningkatan suhu udara di malam hari (maksimum 0,5°C). Dibanding tanpa naungan, perlakuan naungan menyebabkan penurunan suhu harian sebesar 2 °C. Suhu meningkat dengan meningkatnya persentase naungan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
119
Gambar 1. Fluktuasi intensitas cahaya selama pelaksanaan penelitian berlangsung. KP Kendalpayak, 2013.
Gambar 2. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara selama pelaksanaan penelitian. KP Kendalpayak, 2013.
Pertumbuhan galur-galur F5 di bawah naungan sangat beragam, dari genjah hingga dalam, beberapa galur sudah menunjukkan gejala penuaan (daun menguning) sementara beberapa galur yang lain masih terlihat segar. Ukuran dan warna polong juga menunjukkan keragaman. Ukuran polong berkisar antara kecil hingga sedang, dengan warna polong masak antara coklat terang hingga coklat gelap. Berdasarkan ukuran biji, bobot biji pertanaman, dan umur masak terpilih 300 galur F5 dengan kriteria ukuran biji besar >14 g/100 biji, bobot biji/tanaman >5 g/tanaman, dan umur masak antara genjah (<80 HST) hingga sedang (80–84 HST). Keragaan komponen hasil dan hasil galur-galur F5 terpilih disajikan pada Tabel 2.
120
Purwantoro dan Sundari: Seleksi Galur F5 Kedelai Toleran Naungan
Tabel 2. Karakter komponen hasil dan hasil galur F5 kedelai toleran naungan terpilih. KP Kendalpayak, 2013. Karakter Umur berbunga (HST) Umur masak (HST) Tinggi Tanaman (Cm) Jumlah buku subur Jumlah cabang Jumlah polong isi Jumlah polong hampa Bobot biji (g/tanaman)
Minimum
Maksimum
Rata-rata
28 77 39 4 0 13 0 6,01
36 84 105 24 5 59 5 30,31
33 79 65,33 11 2 26 1 11,66
Galur-galur F5 terpilih memiliki rentang tinggi tanaman yang cukup lebar, berkisar antara 39–105 cm, rata-rata 65,3 cm. Demikian juga dengan umur berbunga, umur masak, jumlah buku subur, jumlah cabang, maupun jumlah polong isi, dan bobot biji per tanaman (Tabel 2). Sebanyak 102 galur F5 terpilih memiliki tinggi tanaman antara 61–70 cm, dan hanya sebagian kecil yang memiliki tinggi tanaman >70 cm (Gambar 3). Galur-galur terpilih memiliki batang yang kekar dan kuat, tidak menunjukkan gejala etiolasi, dan terjadi pemanjangan batang secara cepat, berwarna pucat, dan batang tipis dan lemah. Galurgalur terpilih tersebut terindikasi toleran naungan, karena pertumbuhan tanaman normal, batang kekar dan kuat, serta tidak mengalami gejala etiolasi. Menurut Valladares dan Ülo Niinemets (2008), tanaman yang toleran naungan sedikit mengalami pemanjangan batang (etiolasi), karena tingkat plastisitas fenotipik yang rendah. Menurut Delagrange et al. (2004), tanaman mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk menyesuaikan morfologi dan fisiologinya dalam menghadapi kondisi cahaya tertentu.
Gambar 3. Distribusi tinggi tanaman galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Jumlah cabang galur-galur F5 terpilih menunjukkan keragaman, dengan kisaran antara 0–5 cabang/tanaman, rata-rata dua cabang/tanaman (Tabel 2). Sebagian besar galur F5 terpilih memiliki dua cabang/tanaman (Gambar 4). Rendahnya jumlah cabang kemungProsiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
121
kinan disebabkan oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan yang menyebabkan rendahnya jumlah cabang yang terbentuk adalah rendahnya intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman, yang menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis secara optimal. Akibatnya, alokasi fotosintat yang didistribusikan untuk pembentukan cabang berkurang. Menurut hasil penelitian Tracewicz (2011), berkurangnya cahaya yang diterima tanaman kedelai akibat naungan menyebabkan pemanjangan ruas batang dan mengurangi jumlah percabangan.
Gambar 4. Distribusi jumlah cabang/tanaman galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Rentang jumlah buku subur galur-galur F5 terpilih cukup lebar, berkisar antara 4 –21 buku subur/tanaman, rata-rata 11 buku subur/tanaman (Tabel 2). Sebagian besar galurgalur F5 terpilih memiliki 12 buku subur/tanaman (Gambar 5).
Gambar 5. Distribusi jumlah buku subur/tanaman galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Dari Tabel 2 diketahui bahwa jumlah polong isi galur-galur F5 terpilih berada pada kisaran 13–59 polong isi/tanaman, rata-rata 26 polong isi/tanaman. Distribusi jumlah polong isi pada galur terpilih disajikan pada Gambar 6, dann sebagian besar galur menghasilkan 21 – 30 polong isi/tanaman. 122
Purwantoro dan Sundari: Seleksi Galur F5 Kedelai Toleran Naungan
Gambar 6. Distribusi jumlah polong isi/tanaman galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Menurut hasil penelitian Egli dan Bruening (2005), naungan 60% yang diberlakukan sejak tanaman mulai berbunga hingga masak menyebabkan pengurangan jumlah polong per tanaman rata-rata 24%, sedangkan naungan 90% secara terus-menerus menyebabkan pengurangan jumlah polong per tanaman sebesar 71%. dan peningkatan jumlah polong rontok 80%. Hal ini menunjukkan adanya perlakuan naungan yang mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena berkurangnya energi cahaya yang diterima daun. Gangguan proses fotosintesis menyebabkan berkurangnya fotosintat yang berdampak pada berkurangnya distribusi asimilat ke organ reproduktif, seperti polong, yang menyebabkan polong gagal berkembang dan akhirnya rontok. Galur-galur F5 terpilih memiliki jumlah polong hampa rata-rata 2 polong per tanaman (Gambar 7). Rendahnya jumlah polong hampa yang dimiliki galur-galur terpilih menunjukkan galur-galur terpilih mampu memanfaatkan cahaya matahari yang terbatas untuk proses fotosintesis, dan memanfaatkan fotosintat yang terbentuk untuk pengisian polong.
Gambar 7. Distribusi jumlah polong hampa/tanaman galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Umur berbunga beragam mulai dari 28 HST hingga 36 HST, dan sebagian besar waktu berbunga pada umur 33 HST (Gambar 8). Umur masak berada pada kisaran 77–84 HST yang tergolong genjah hingga sedang, dan sebagian besar masak pada umur 78 HST atau tergolong genjah (Gambar 9).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
123
Sebagian besar galur-galur F5 terpilih mempunyai umur masak yang tergolong genjah (<80 hari) dan hanya sebagian kecil yang berumur sedang (80< x <85 hari) (Gambar 9).
Gambar 8. Distribusi umur berbunga (HST) galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Gambar 9. Distribusi umur masak (HST) galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Bobot biji yang dihasilkan galur-galur F5 terpilih sangat beragam, dengan kisaran antara 6,0–30,31 g/tanaman (Tabel 2). Sebagian besar galur terpilih memiliki bobot biji 10,0–15,0 g/tanaman, dengan rata-rata 11,7 g/tanaman (Gambar 10). Berdasarkan distribusi bobot biji per tanaman diketahui galur-galur F5 terpilih memiliki hasil yang cukup tinggi di bawah naungan. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan naungan tidak memberikan banyak pengaruh terhadap hasil. Kenyataan ini didukung oleh jumlah polong masing-masing galur terpilih (Gambar 6). Menurut Polthanee et al. (2011), jumlah polong isi yang terbentuk memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap hasil di bawah naungan.
124
Purwantoro dan Sundari: Seleksi Galur F5 Kedelai Toleran Naungan
Gambar 10. Distribusi bobot biji (g/tanaman) galur F5 terpilih pada seleksi galur F5 kedelai toleran naungan. KP Kendalpayak, 2013.
Dari ukuran biji yang diamati secara visual diketahui pula bahwa galur-galur terpilih memiliki ukuran biji sedang hingga besar, biji berwarna kuning, mulai dari kuning kusam hingga mengkilat, dengan bentuk biji antara oval hingga bulat. Tabel 3. Kombinasi persilangan galur-galur F5 terpilih. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kombinasi Grobogan x IAC100/Tanggamus Argopuro x IAC100/Burangrang//Kaba Grobogan x Malabar/IAC100 MLG 0706 x Malabar/IAC100 IAC100/Tanggamus x Argopuro Argomulyo/Pangrango x Argopuro Grobogan x IAC100/Burangrang//Kaba Argopuro x IAC100/Tanggamus Malabar/IAC100 x Grobogan MLG 0706 x Argomulyo/Pangrango Total
Jumlah 48 137 14 2 39 6 21 28 3 2 300
Galur-galur F5 terpilih berasal dari 10 kombinasi persilangan, dan sebagian besar dari persilangan Argopuro x IAC100/Burangrang//Kaba, diikuti oleh Grobogan x IAC100/Tanggamus, dan IAC100/Tanggamus x Argopuro (Tabel 3).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terpilih 300 galur F5 yang mempunyai umur berbunga antara 28–36 hari, umur masak antara 77–84 hari, tinggi tanaman 39–105 cm, jumlah buku subur 4–21 buku/tanaman, jumlah cabang 0–5 cabang/tanaman, jumlah polong isi 13–59 polong/tanaman, dan bobot biji 6,01–30,31 g/tanaman, dengan ukuran biji tergolong sedang hingga besar.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
125
Saran Galur-galur terpilih pada seleksi F5 perlu dilanjutkan pada tahapan seleksi berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA Bjorkrnan O. 1981. Response to different quantum flux densities. In: Lange OL, Nobel PS, Osmond CB, Ziegler H, eds. Physiological plant ecology I. Encyclopedia of plant physiology, Springer-Verlag, Berlin, p. 57–107. Delagrange, S., C. Messier, M.J. Lechowicz and P. Dizengremel. 2004. Physiological, morphological and allocational plasticity in understory deciduous trees: importance of individual size and light availability. Tree Physiol. 24:775–784. http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/15123449 Diakses tanggal 7 April 2014. Egli D.B., and W.P. Bruening. 2005. Shade and temporal distribution of pod production and pod set in soybean. Crop Science .45:1764–1769. Gao W.R., X.S.H. Wang, P. Liu, Ch. Chen, J.G. Li, J.S. Zhang, and H. Ma. 2008. Comparative analysis of ESTs in response to drought stress in chickpea (Cicer arietinum L.). Biochem. and Biophysical Res. Comm. 376:578–583. Guo W.H, B. Li, X.S. Zhang, and R. Wang. 2007. Architectural plasticity and growth responses of Hippophae rhamnoides and Caragana intermedia seedlings to simulated water stress. J Arid Environ 69:385–99. Heindl J.C., and W.A. Burn. 1983. Light and shade effects on abscission and 14C-photoassimilate partitioning among reproductive structures in soybean. Plant Physiol. 73: 434–439. Hayder, G., S.s. Mum-raz, A. Khan, and S. Khan. 2003. Maize and soybean intercropping under various levels of soybean seed rates. Asian Journal of Plant Sciences, 2(3), 339– 341. doi:10.3923/ajps.2003.339.341 Diakses tanggal 28 Maret 2013. Kakiuchi, J. and Kobata, T. 2004. Shading and thinning effects on seed and shoot dry matter increase in determinate soybean during the seed-filling period. Agron. J. 96, 398–405. doi:10.2134/agronj2004.0398 Diakses tanggal 28 Maret 2013. Kakiuchi, J. and Kobata, T. 2006. The relationship between dry matter increase of seed and shoot during the seed-filling period in three kinds of soybeans with different growth habits subjected to shading and thinning. Plant Production Sci. 9(1), 20–27. doi:10.1626/ pps.9.20 Diakses tanggal 28 Maret 2013. Liu, B., X.B.Liu, C. Wang, Y.S. Li, J.Jin, and S.J.Herbert. 2010. Soybean yield and yield component distribution across the main axis in response to light enrichment and shading under different densities. Plant Soil Environ. 56(8):384–392. Panhwar, M.A., Mempn, F.H., Kalhoro, M.A. and Somro, M.I. 2004. Performance of maize in intercropping system with soybean under different planting patterns and nitrogen levels. J. of Appl. Sci. 4(2): 201–204. doi:10.3923/jas.2004.201.204 Diakses 28 Maret 2013. Polthanee, A. and Treloges, V. 2003. Growth, yield and land use efficiency of corn and legumes grown under intercropping systems. Plant Production Sci. 6(2):139–146. doi:10.1626/pps.6.139 Diakses 28 Maret 2013. Polthanee, A., K. Promsaena, and A. Laoken. 2011. Influence of low light intensity on growth and yield of four soybean cultivars during wet and dry seasons of Northeast Thailand. Agric. Sci. 2(2) 61–67. http://www.scirp.org/journal/AS/ Diakses tanggal 28 Maret 2013. Tanny J., S. Cohen, A. Graha, A. Naor, and V. Lukyanov. 2009. The Effect of shading screens on microclimate of Apple Orchards. Proc. IS on Prot. Cult. Mild Winter Climate. Y. Tüzel et al. (Eds.) Acta Hort. 807, ISHS. http://www.hit.ac.il/.upload/imported_files/segel_nahat/joseftanny/joseftanny7.pdf. Diakses 7 April 2014.
126
Purwantoro dan Sundari: Seleksi Galur F5 Kedelai Toleran Naungan
Tracewicz E.G., E.R. Page, and C.J. Swanton. 2011. Shade avoidance in soybean reduces branching and increases plant-to-plant variability in biomass and yield per plant. Weed Science.Vol. 59(1):43–49. http://wssajournals.org/doi/abs/10.1614/WS-D-10-00081.1?JournalCode=wees Diakses tanggal 8 April 2014. Valladares F., and Ülo Niinemets. 2008. Shade tolerance, a key plant feature of complex nature and consequences. Annual Review of Ecology, Evolution, and Systematics.Vol. 39: 237– 257. http://www.annualreviews.org/eprint/ Diakses tanggal 7 April 2014. Xiong L, R.G. Wang, G. Mao, and J.M. Koczan. 2006. Identification of drought tolerance determinants by genetic analysis of root response to drought stress and abscisic acid. Plant Physiol. 142(3):1065–1074. http://dx.doi.org/10.1104/pp.106.084632 Diakses 9 April 2013. Zhang J, D.L.Smith, W. Liu, X.Chen, and W. Yang. 2011. Effects of shade and drought stress on soybean hormones and yield of main-stem and branch. The African Journal of Biotech. 10(85):14392–14398, http://dx.doi.org/10.5897/AJB11.2143 Diakses 9 April 2013.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
127