J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016)
Interaksi Genotipe x Lingkungan dan Stabilitas Hasil Biji Kedelai Toleran Naungan Genotype x Environment Interaction and Stability of Grain Yield of Shade Tolerant Soybean Titik Sundari*, Novita Nugrahaeni, dan Gatut Wahyu Anggoro Susanto Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak, Km 8 Malang 65101, Indonesia Diterima 26 Juni 2015/Disetujui 9 Desember 2015 ABSTRACT Twelve soybean shade tolerant promising lines and two check varieties, Pangrango and Argomulyo, were evaluated in eight locations covered varying degree of shades. The objective of this study was to assess the effect of genotype x environment interaction on seed yield and yield components, as well as on adaptation and yield stability of the lines under those environments. The trial, in each location, was arranged in randomized block design repeated four times. The traits evaluated were days of flowering, maturity days, plant height, pod number, 100 seed weight, and seed yield. Light intensity was measured during generative phase, started at plants’ 30 days old, two week interval. The results showed that genotype x environment interaction significantly affected those evaluated traits. Stability analysis revealed that four lines, i.e., IBK5173-5-372, IBM22-861-2-22, IBM22-862-4-1, and IBM22-867-4-7 poorly adapted to the environments as indicated by coefficient regressions approximating 1.0 and low yield average. Eight lines, i.e., IBK5-143-3-7, IBK5-147-2-11, IBK5-1724-36, IBK5-173-5-371, IIj9-299-1-4, IBM22-873-1-13, IBIj11-431-2-20, and AI26-1114-8-28, and the two check varieties, Pangrango and Argomulyo, were unstable. Of the 13 unstable genotypes, two lines, AI26-1114-8-28 and IBM22-873-1-13, gave higher average yield under shade condition (35%-70% shading level), 1.68 t/ha and 1.36 ton ha-1, respectively, than the two check varieties. Keywords: adaptation, Glycine max ABSTRAK Sebanyak dua belas galur harapan kedelai dan dua varietas pembanding, yaitu Pangrango dan Argomulyo diuji di delapan lokasi, dengan tingkat naungan berbeda. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan terhadap komponen hasil dan hasil, serta adaptasi dan stabilitas hasil genotipe kedelai toleran naungan di berbagai lingkungan naungan. Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi adalah rancangan acak kelompok, diulang empat kali. Pengamatan dilakukan terhadap karakter umur berbunga, umur masak, tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan hasil biji. Pengamatan terhadap intensitas cahaya dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 30 hari setelah tanam (HST) hingga panen, dengan interval dua minggu sekali, pada periode antara jam 12.00-13.00 WIB. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interaksi antara genotipe x lingkungan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah polong isi, umur berbunga, umur masak, hasil biji, dan bobot 100 biji. Terdapat empat galur yang stabil dengan koefisien regresi tidak berbeda dengan 1.0 dan rata-rata hasil rendah, yaitu galur IBK5-173-5-372, IBM22861-2-22, IBM22-862-4-1, dan IBM22-867-4-7. Delapan galur (IBK5-143-3-7, IBK5-147-2-11, IBK5-172-4-36, IBK5-1735-371, IIj9-299-1-4, IBM22-873-1-13, IBIj11-431-2-20, dan AI26-1114-8-28) dan dua varietas pembanding (Pangrango dan Argomulyo) dinyatakan tidak stabil. Galur AI26-1114-8-28 dan IBM22-873-1-13 merupakan dua di antara galur yang tidak stabil dengan rata-rata hasil pada lingkungan naungan (tingkat naungan 35%-70%) lebih tinggi dari varietas pembanding (Pangrango dan Argomulyo), yaitu 1.68 ton ha-1 dan 1.36 ton ha-1. Kata kunci: adaptasi, Glycine max PENDAHULUAN Kebutuhan kedelai Nasional dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, namun produksi kedelai mengalami * Penulis untuk korespondensi.
[email protected]
16
penurunan. Penurunan produksi kedelai ini sebagai dampak dari berkurangnya luas panen kedelai. Luas panen kedelai pada tahun 2012 mencapai 567,624 ha, produksi 843,153 ton, dan produktivitas 1.48 ton ha-1 (BPS, 2012), sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan luas panen sebesar 2.83% menjadi 554,132 ha, produksi 807,568 ton (turun 4.22%), dan produktivitas 1.46 ton ha-1 (BPS, 2013). Jumlah Titik Sundari, Novita Nugrahaeni, dan Gatut Wahyu Anggoro Santoso
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) ini dipastikan belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai nasional yang mencapai 2.4 juta ton, sehingga diperlukan impor. Impor kedelai pada tahun 2012 mencapai 1.92 juta ton (BPS, 2012). Pemerintah telah melakukan upaya untuk meningkatkan produksi kedelai nasional melalui peningkatkan luas tanam dan luas panen. Peluang peningkatan luas tanam dan luas panen kedelai akan menjadi lebih besar dengan memanfaatkan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan dan tanaman hutan industri yang masih muda, serta tumpangsari dengan tanaman pangan lain seperti jagung dan ubikayu. Luas perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2012 mencapai kisaran 3,486,800 ha (BPS 2012), dengan target luas peremajaan mencapai 12,225 ha (Ditjenbun, 2012). Tahun pertama penanaman karet, sebanyak 70% dari luas lahan adalah lorong yang dapat ditanami dengan tanaman penutup tanah maupun tanaman pangan. Sejalan dengan bertambahnya penutupan tanah oleh tajuk, pada tahun ketiga lahan tersebut berkurang hingga 50%. Dengan demikian, hingga tahun ketiga 50-70% dari luas lahan yang diremajakan dapat dimanfaatkan untuk perluasan tanam kedelai. Pengembangan kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan tanaman perkebunan, lingkungan agroforestri, atau tumpangsari dengan tanaman pangan lain merupakan alternatif andalan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional yang masih sangat rendah. Namun demikian, menurut Kisman et al. (2007), dijumpai adanya beberapa kendala dalam penanaman kedelai sebagai tanaman sela. Kendala yang utama adalah rendahnya intensitas cahaya akibat naungan. Menurut Pathiratna (2006) dan Wibawa et al. (2006), intensitas cahaya pada dua tahun pertama penanaman tanaman karet mencapai hampir 100%, namun mengalami penurunan pada tahun ke tiga bersamaan dengan pertumbuhan kanopi tanaman karet. Sejalan dengan permasalahan tersebut di atas, maka penanaman genotipe kedelai yang adaptif terhadap naungan dianggap sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas lahan dan memberikan hasil langsung ke petani berupa hasil kedelai. Mengingat respon setiap genotipe terhadap lingkungan beragam, maka untuk mendapatkan genotipe yang adaptif terhadap suatu lingkungan harus dievaluasi di lingkungan yang beragam melalui uji adaptasi (Duzdemir, 2011). Uji adaptasi akan memberikan hasil yang lebih baik apabila dilakukan di banyak lingkungan daripada di banyak tahun (Toledo et al., 2006). Uji adaptasi dimaksudkan untuk mengetahui interaksi genotipe x lingkungan (Sharrifmoghaddassi dan Omiditabrizi, 2010) dan pola respon genotipe terhadap lingkungan (Gauch, 2006). Penggunaan kultivar dengan kemampuan adaptasi luas dan stabil dapat mengurangi pengaruh interaksi genotipe x lingkungan (Barros et al., 2010). Informasi stabilitas suatu genotipe sangat penting bagi pemulia dalam mengidentifikasi dan memilih genotipe yang berpenampilan baik pada kondisi lingkungan yang diberikan (Jandong et al., 2011). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan terhadap komponen hasil
Interaksi Genotipe x Lingkungan.....
dan hasil, serta adaptasi dan stabilitas hasil genotipe kedelai toleran naungan di berbagai lingkungan naungan. BAHAN DAN METODE Bahan genetik yang digunakan adalah lima belas genotipe kedelai toleran naungan, yang terdiri atas dua belas galur harapan kedelai toleran naungan hasil persilangan dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) Malang, yaitu IBK5-143-3-7, IBK5-147-2-11, IBK5-172-4-36, IBK5-173-5-371, IBK5-173-5-372, IIj9299-1-4, IBM22-861-2-22, IBM22-862-4-1, IBM22-8674-7, IBM22-873-1-13, IBIj11-431-2-20, dan AI26-11148-28, dan dua varietas pembanding yaitu Pangrango dan Argomulyo. Kelimabelas genotipe tersebut ditanam di delapan lokasi, di bawah tegakan tanaman jati, karet, jagung hibrida, dan jeruk, pada periode tahun 2011 hingga 2012, dengan tingkat naungan rata-rata 34-75% (Tabel 1). Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi pengujian adalah rancangan acak kelompok, diulang empat kali. Setiap genotipe ditanam pada luasan 12 m2, dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per lubang. Tanaman dipupuk dengan Urea, SP36, dan KCl berturutturut 75 kg ha-1, 100 kg ha-1, 100 kg ha-1 yang diberikan bersamaan pada saat tanam dengan cara ditugal pada jarak 5 cm dari lubang tanam. Lahan yang bereaksi masam (Lampung) diberi kapur dolomit dengan dosis 1 ton ha-1 dan pupuk kandang 2.5 ton ha-1. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 10-14 hari dan 21-28 hari setelah tanam (HST). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan mulai umur 7 HST hingga periode polong masak fisiologis dengan interval 3-5 hari. Umur berbunga, umur masak, dan hasil biji diamati berdasarkan populasi, sedangkan karakter komponen hasil (tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot 100 biji) diamati pada sepuluh tanaman contoh yang diambil secara acak. Intensitas cahaya di masing-masing lokasi diukur pada saat tanaman kedelai berumur 30 HST, 45 HST, 60 HST, dan 75 HST. Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter, pada periode pukul 12.00-13.00 WIB. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk masing-masing lokasi, kemudian dilanjutkan dengan analisis gabungan untuk semua lokasi. Uji beda rata-rata antar nilai tengah menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Stabilitas setiap genotipe ditentukan dengan metode Eberhart dan Russell (1966), yaitu dengan meregresikan rata-rata genotipe terhadap nilai rata-rata umum dari setiap lokasi. Genotipe dikatakan stabil jika nilai koefisien regresi mendekati angka 1 (b = 1) dan simpangan regresinya mendekati nilai 0 (S2di = 0). HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman kedelai di setiap lokasi menunjukkan pola yang berbeda. Cahaya yang diterima oleh tanaman kedelai di bawah tegakan tanaman jati maupun karet berkurang seiring dengan meningkatnya perkembangan kanopi tanaman jati maupun
17
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) Tabel 1. Daftar lokasi dan musim tanam uji adaptasi genotipe kedelai toleran naungan Kode lokasi
Lokasi
Tanaman penaung
Tanggal tanam
Tingkat naungan (%) Kisaran Rata-rata
L1
Ds. Jenggrik, Kec. Kedunggalar, Ngawi
Jati umur 3.5 tahun
10 Pebruari 2011
35-88
59
L2
Ds. Cluring, Kec. Muncar, Banyuwangi
Jati umur 3.5 tahun
12 November 2011 51-69
60
L3
Ds. Sukodadi, Kec. Batanghari Nuban, Lampung TimurKaret umur 3.5 tahun
L4
Ds. Muneng, Kec. Sumberasih, Probolinggo
L5
Ds. Sukodadi, Kec. Batanghari Nuban, Lampung TimurKaret umur 3.5 tahun
L6
Ds Tamberejo, Kec. Toroh Kab. Grobogan
Tumpangsari dengan jagung
L7 L8
Tumpangsari dengan jagung
65-83
75
7 Mei 2011
50-83
69
31 April 2011
62-70
66
5 Juni 2011
73-77
75
Ds. Ngale, Kec. Paron, Kab. Ngawi
Tumpangsari dengan jagung 13 Juni 2011
51-60
56
Ds. Samberejo, Kec. Purwoharjo, Banyuwangi
Tanaman jeruk umur 4 tahun 14 Juli 2011
30-36
34
karet, sedangkan penerimaan cahaya di bawah tegakan tanaman jagung di tiga lokasi, yaitu di L4 (Probolinggo), L6 (Grobogan), dan L7 (Ngawi) menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 1). Perbedaan pola tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat kesuburan pertumbuhan tanaman jagung. Setiap genotipe memberikan respon yang berbeda terhadap perubahan kondisi lingkungan. Intensitas dan kualitas cahaya yang diterima tanaman selama periode pertumbuhan merupakan faktor penentu komponen hasil dan hasil kedelai (Biabani et al., 2008). Perbedaan respon yang ditampilkan oleh setiap genotipe menunjukkan adanya interaksi antara faktor genetik dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan adanya penampilan genotipe yang tidak stabil di berbagai lingkungan (Cucolotto et al., 2007; Peluzio et al., 2008). Hasil analisis ragam gabungan 8 lokasi menunjukkan bahwa lokasi, genotipe, interaksi genotipe x lokasi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah polong isi, umur berbunga, umur masak, hasil biji, dan bobot 100 biji (Tabel 2). Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Ngalamu et al. (2013), bahwa genotipe, lingkungan, dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman; tinggi tanaman, jumlah cabang per tanaman, luas daun, umur berbunga dan hasil biji. Adanya interaksi genotipe x lingkungan menunjukkan perbedaan adaptasi dan stabilitas dari masing-masing galur (Thanki et al., 2010), dan hal ini menimbulkan kesulitan dalam menentukan galur atau varietas yang akan direkomendasikan (Acikgoz et al., 2009). Umur berbunga masing-masing genotipe menunjukkan perbedaan di setiap lokasi (Tabel 3). Perbedaan ini menyebabkan perubahan rangking umur berbunga di setiap lokasi. Rangking pertama rata-rata umur berbunga ditempati oleh galur IBM22-873-1-13, IBIj11-431-2-20, dan AI261114-8-28, serta varietas Argomulyo. Umur masak genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan di semua lokasi, kecuali di lokasi L3 (di bawah tegakan tanaman karet umur 3.5 tahun di Lampung Timur, dengan tingkat naungan 65-83%). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat cekaman naungan yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak optimal. Rata18
5 Januari 2011
rata umur masak terendah dicapai di lokasi L4 (tumpangsari dengan jagung di Probolinggo, dengan tingkat naungan 5083%) dan L8 (di bawah tegakan tanaman jeruk umur 4 tahun di Banyuwangi, dengan tingkat naungan 30-36%), yaitu 73 hari (Tabel 4). Varietas Argomulyo merupakan varietas pembanding yang berumur genjah dan Pangrango berumur panjang. Galur AI26-1114-8-28 merupakan galur berumur tergenjah diantara galur-galur yang diuji, yaitu 78 hari. Galur AI26-1114-8-28 mempunyai rata-rata umur berbunga 33 hari dan umur masak 78 hari. Dengan demikian, galur AI26-1114-8-28 mempunyai periode pengisian polong 45 hari, Argomulyo 43 hari, dan Pangrango 48 hari. Lamanya periode pengisian polong berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji yang terbentuk. Semakin lama periode pengisian polong, semakin banyak jumlah polong dan biji yang terbentuk (Kantolic dan Slafer, 2005). Berdasarkan tinggi tanaman pada Tabel 5, diketahui bahwa galur AI26-1114-8-28 merupakan galur yang tertinggi di antara galur-galur yang diuji, dan mempunyai ukuran buku lebih panjang dibandingkan dengan galur yang lain. Rata-rata tinggi tanaman tertinggi dicapai di lokasi L2 (di bawah tegakan tanaman jati umur 3.5 tahun di Banyuwangi, dengan tingkat naungan 51-69%). Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa intensitas cahaya yang diterima tanaman kedelai pada lokasi L2 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tingkat naungan yang diterima. Semakin tinggi tingkat naungan, semakin rendah intensitas cahaya yang diterima, menyebabkan tanaman mengalami pemanjangan batang atau etiolasi yang mengakibatkan peningkatan tinggi tanaman. Jumlah polong isi setiap genotipe menunjukkan perbedaan di setiap lokasi (Tabel 6). Rata-rata jumlah polong terbanyak dicapai di lokasi L8 (di bawah tegakan tanaman jeruk umur 4 tahun di Banyuwangi, dengan tingkat naungan 30-36%), dengan jumlah polong 37 buah, sedangkan terendah dicapai di lokasi L3 (di bawah tegakan tanaman karet umur 3.5 tahun di Lampung Timur, dengan tingkat naungan 65-83%), dengan jumlah polong 14 buah. Perbedaan jumlah polong yang cukup tinggi disebabkan oleh perbedaan tingkat naungan yang diterima oleh tanaman kedelai. Naungan di bawah tegakan tanaman karet lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah tanaman jeruk. Hasil Titik Sundari, Novita Nugrahaeni, dan Gatut Wahyu Anggoro Santoso
Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%)
Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux)
Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%)
Naungan (%) Naungan (%)
Naungan (%) Naungan (%) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux)
Intensitas cahaya (Lus) Intensitas cahaya (Lus) Intensitas cahaya (Lus) Intensitas cahaya (Lus) Intensitas cahaya (Lus) Intensitas cahaya (Lus)
Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) G.
Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%)
tanaman Di naungan karet Umur umur 3.5 th, Ds.(HST) Sukodadi, Batanghari Di naungan karet umur 3.5(L3) th, Ds. Sukodadi, Batanghari Nuban, Lampung Timur Di naungan karet umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Batanghari Nuban, Lampung Timur (L3) Di naungan karet Timur umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Batanghari Nuban, Lampung (L3) Di naungan karet umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Batanghari 1000 Nuban, Lampung Timur (L3) 1000 Di naungan karet umur th, Ds.1000 Sukodadi, Batanghari 100 Nuban, Lampung Timur3.5 (L3) 1000 100 818 (L3) 1000 900 Lampung Timur 90 Nuban, 1000 911 1000 100 818 900 90 1000 911 800 80 1000 100 818 900 90 702 1000 100 800 80 1000 911 818 700 702 70 900 90 800 80 911 818 900 90 1000 100 700 70 70 600 702 60 800 80 911 700 70 68 702 63 818 62 800 80 900 90 70 600 60 500 702 50 700 70 911 68 63 70 600 60 62 Intensitas 62 cahaya di 700 70 800 80 500 50 68luar 63 400 40 70 600 60 702 500 50 Intensitas cahaya di68 luar 63 70 Intensitas 600 60 700 70 naungan cahaya 400 40 62 di 300 63 30 500 50 luar 68 400 40 62 Naungan naungan 70 500 50 600 60 300 30 Intensitas cahaya di68luar 200 63 20 400 40 naungan Naungan 300 30 62 Intensitas cahaya di luar 400 40 500 50 200 20 naungan Naungan 100 10 300 30 200 20 Intensitas cahaya di luar naungan Naungan 300 30 400 40 100 10 0 2000 20 Naungan 100 10 naungan 200 20 300 30 0 30 010 45 60 75 100 Naungan 0 020 100 10 200 45 60 75 0 30 0 45 Umur tanaman 60 (HST) 75 0 1000 30 10 30 45Umur tanaman 60 (HST) 75 0 30 0 45Umur tanaman 60 (HST) 75 Umur tanaman (HST) 75 30 45Umur 60 (HST) tanaman E. Di naungan karet umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Umur tanaman (HST) Batanghari E. Di naungan karet umur 3.5(L5) th, Ds. Sukodadi, Batanghari Nuban, Lampung Timur E. Di naungan karet umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Batanghari Lampung Timur (L5) E. Nuban, Di naungan karet Timur umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Batanghari Lampung (L5) E. Nuban, Di naungan karet umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Batanghari Nuban, Lampung 881 Timur (L5) 1000 100 850 Batanghari 100 E. Di naungan karet umur 3.5 th, Ds. Sukodadi, Nuban, Lampung Timur (L5) 1000 881 90 800 850 Nuban, Lampung Timur (L5) 800 800 80 90 700 800 700 70 80 600 60 70 600 50 60 60 54 57 60 400 40 50 51 Intensitas cahaya 57 di luar54 400 51 Intensitas cahaya di luar 30 40 naungan naungan 200 20 30 Naungan 200 10 20 Naungan 0 0 10 0 0 30 45 60 75 30 45 60 75 Umur tanaman (HST) Umur tanaman (HST) C. C. C. C. C. C.
1410 1410 1410 1410 1410 1410
Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%)
100 100 90 100 90 100 80 90 100 80 90 70 100 80 90 70 80 60 90 70 80 60 70 50 80 60 70 50 60 40 70 50 60 40 50 30 60 40 50 30 40 20 50 30 40 20 30 10 40 20 30 10 20 0 30 10 20 010 020 10 0 10 0 0
1416 100 1303 1416 100 1416 90 1303 100 1416 1303 90 100 80 90 1303 1416 100 80 1303 90 1416 70 100 80 90 56 1303 70 80 69 60 90 70 56 80 69 56 60 70 62 50 80 69 60 56 70 62 50 69 60 cahaya di luar 62 Intensitas56 40 70 50 69 60 cahaya di luar 62 Intensitas 40 naungan 56 50 cahaya di luar 30 69 60 62 Intensitas 40 50 naungan Intensitas 30 Naungan cahaya di luar 40 62 naungan 20 Intensitas cahaya di luar 50 30 40 Naungan naungan 20 30 Naungan Intensitas naungan cahaya di luar 10 40 20 30 Naungan 10 20 naungan Naungan 0 30 10 20 010 45 Naungan 60 75 020 10 45 60 75 0 45 60 75 10 0 45Umur tanaman 60 (HST) 75 0 Umur tanaman 45 60 (HST) 75 Umur tanaman 45 60 (HST) Umur tanaman (HST) 75 Umur tanaman (HST) B. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Cluring, Muncar, tanaman (HST)Muncar, B. DiBanyuwangi naungan jati(L2) umurUmur 3.,5 th, Ds. Cluring, B. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Cluring, Muncar, Banyuwangi (L2) B. Banyuwangi Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Cluring, Muncar, (L2) B. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Cluring, Muncar, 800 100 Banyuwangi (L2) 747 B. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds.747 Cluring, 83 Muncar, 100 Banyuwangi (L2) 800 90 800 100 700 747 83 Banyuwangi (L2) 90 800 100 83 700 747 80 72 90 800 100 700 747 600 72 83 65 80 90 70 700 72 83 800 100 600 80 80 65 90 747 700 70 600 500 72 80 65 83 80 60 90 70 600 72 80 65 80 700 500 60 70 600 516 65 500 80 400 72 50 80 60 459 70 516 80 500 459 600 400 50 65 60 516 40 500 70 400 50 300 459 60 80 241 516 40 400 459 50 500 300 30 241 516 60 40 Intensitas cahaya241 di luar 400 50 300 200 459 30 40 Intensitas cahaya di luar 516 20 300 459 naungan 400 50 200 30 241 40 Intensitas cahaya di luar 300 20 200 100 30 naungan Naungan cahaya 241 10 Intensitas di luar 40 20 200 30 naungan 300 100 241 Intensitas luar Naungan 10 20 2000 naungan cahaya di 100 0 Naungan 30 10 20 Intensitas di luar naungan 100 200 0 010 Naungan cahaya 45 60 75 100 0 30 020 Naungan naungan 10 30 45 60 75 0 1000 30 45Naungan 60 (HST)75 Umur tanaman 10 0 30 0 45Umur tanaman 60 (HST) 75 0 30 0 45Umur tanaman 60 (HST) 75 Umur tanaman (HST) 75 30 45Umur 60 (HST) tanaman D. Tumpangsari dengan jagung, Ds. Muneng-Sumberasih, Umur tanaman (HST) D. Tumpangsari dengan jagung, Ds. Muneng-Sumberasih, Probolinggodengan (L4) jagung, D. Tumpangsari Ds. Muneng-Sumberasih, Probolinggo (L4) D. Probolinggo Tumpangsari(L4) dengan jagung, Ds. Muneng-Sumberasih, D. 1000 Tumpangsari dengan jagung, Ds. Muneng-Sumberasih,100 Probolinggo (L4) 1000 100 D. 1000 Tumpangsari dengan81jagung, Ds.83 Muneng-Sumberasih, Probolinggo (L4) 90 100 80 79 (L4) 81 90 83 1000 100 Probolinggo 800 80 80 90 79 83 1000 100 81 80 800 80 79 90 83 70 81 80 800 80 1000 100 79 90 83757 81738 70 80 800 80 600 79 60 674 738 70 90 83 800 80 757 81 80 600 60 738 674 79 70 757cahaya 674 50 563 600 60 800 80 Intensitas di luar 738 70 757 50 563 600 60 738 Intensitas cahaya di674 luar 400 563 40 757 naungan 50 70 600 60 674 Intensitas cahaya di luar 400 40 738 naungan 50 563 757cahaya di 30 Intensitas luar 400 40 Naungan 600 60 674 50 naungan 563 Intensitas 30 400 40 Naungan 200 563 20 naungan cahaya di luar 30 50 400 40 Naungan Intensitas naungan cahaya di luar 200 20 30 10 Naungan 200 20 400 40 30 naungan Naungan 10 200 20 0 10 30 20000 20 Naungan 010 30 45 60 75 0 0 200 30 20 10 45 60 75 0 0 45 Umur tanaman 60 (HST)75 10 0 30 0 30 45 Umur tanaman 60 (HST) 75 0 30 0 45 Umur tanaman 60 (HST) 75 (HST) 75 30 45 Umur tanaman 60 Umur tanaman (HST) Toroh Kab. F. Tumpangsari dengan jagung, Ds. Tamberejo, F. Tumpangsari dengan jagung, Ds. Tamberejo, Umur tanaman (HST) Toroh Kab. Grobogan (L6) F. Tumpangsari dengan jagung, Ds. Tamberejo, Toroh Kab. Grobogan (L6) F. Grobogan Tumpangsari dengan jagung, Ds. Tamberejo, Toroh Kab. (L6)dengan jagung, 1512 F.1600 Tumpangsari Ds. Tamberejo, Toroh Kab. 100 Grobogan (L6) 1512 1417 1379 1600 F. Tumpangsari dengan jagung, Ds. Tamberejo, Grobogan (L6) 1549 Toroh Kab. 90 100 1400 1417 1379 1549 Grobogan (L6) 80 90 1400 1200 70 80 1200 1000 60 70 70 69 65 1000 65 70 69 800 50 60 65 65 Intensitas cahaya di luar 800 40 50 600 Intensitas cahaya di luar naungan 30 40 600 naungan 400 Naungan 20 30 400 Naungan 200 10 20 200 0 0 10 0 0 30 45 60 75 30 45 60 75 1400 1258 1400 1258 1400 1200 1258 1400 1258 1200 1400 1200 1000 1258 1200 1258 1400 51 1000 1200 1000 800 51 1000 1200 51 800 1000 800 600 51 800 51 1000 600 800 600 400 51 600 800 400 600 400 200 400 600 200 400 200 0 200 400 0 200 0 30 30 2000 30 0 30 0 30 30
Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux)
Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%)
100 100 90 100 90 100 80 90 100 80 90 70 80 100 90 70 80 60 70 90 80 60 70 50 60 80 70 50 60 40 50 70 60 40 50 30 40 60 50 30 40 20 30 50 40 20 30 10 20 40 30 10 20 0 10 30 20 010 020 10 0 10 0 0
Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%) Naungan (%)
Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux)
Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux)
Intensitas cahaya di luar Intensitas cahaya di luar 1000 naungan cahaya 870 Intensitas di luar 1000 naungan Naungan Intensitas cahaya di870 luar 900 1000 naungan 795 Intensitas cahaya di luar 870 Naungan 900 1000 naungan 795 800 Naungan 870 900 Intensitas cahaya di 870 luar 88 1000 naungan 800 Naungan 795 900 88 700 800 1000 Naungan 79576 87088 naungan 900 700 800 79576 600 88 Naungan 700 900 800 88 600 79576 439 700 500 406 600 800 76 700 439 88 406 500 76 600 400 406 439 500 700 600 439 76 400 406 500 300 37 439 36 400 600 406 500 300 37 400 200 406 43936 300 37 500 400 36 200 300 37 100 37 36 200 400 300 36 100 200 100 300 20000 37 36 100 45 60 75 0 30 200 100 30 45 60 75 0 30 45 60 75 1000 Umur tanaman (HST) 30 45Umur tanaman 60 (HST) 75 0 30 45Umur 60 (HST) 75 tanaman Umur tanaman 30 45 60 (HST) 75 Umur tanaman (HST) A. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Jenggrik, (HST) A. Di naungan jatiUmur umurtanaman 3.,5 th, Ds. Jenggrik, Kedunggalar, Ngawi (L1)th, A. Di naungan jatiNgawi umur (L1) 3.,5 Ds. Jenggrik, Kedunggalar, A. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Jenggrik, Intensitas cahaya di luar Kedunggalar, Ngawi (L1) 1000 A. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds.diJenggrik, Intensitas cahaya luar Kedunggalar, Ngawi (L1) naungan 1000 Intensitas cahaya di luar 79 A. Di naungan jati umur 3.,5 th, Ds. Jenggrik, 900 Kedunggalar, Ngawi (L1) 1000 83 di luar naungan Intensitas cahaya 79 900 Naungan 1000 83 di Kedunggalar, naungan Ngawi (L1) Intensitas cahaya luar 800 79 900 1000 Naungan naungan 83 800 79 900 Naungan Intensitas cahaya naungan 65 83 di luar 700 1000 800 79 900 Naungan 83 65 700 naungan 800 Naungan 50 65 600 79 900 700 800 83 50 65 600 Naungan 700 432 500 50 800 65 600 700 432 500 50 516 600 65 432 400 50 700 500 600 516 400 241 432 500 516 300 50268 600 400 500 241 432 516 300 400 241 432 516 200 268 500 300 400 241 268 200 300 516 241 100 400 268 200 300 268 100 200 241 300 100 2000 268 0 30 100 45 60 75 200 0 100 30 45 60 75 45 60 (HST) 75 Umur tanaman 10000 30 30 45 tanaman 60(HST) 75 Umur 0 30 45 60(HST) 75 Umur tanaman Umur tanaman (HST) 75 30 45 60 (HST) Umur tanaman
Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux) Intensitas cahaya (Lux)
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016)
Umur tanaman (HST) Umur tanaman (HST)
Tumpangsari dengan jagung, KP. Ngale, Paron, Ngawi G. (L7) Tumpangsari dengan jagung, KP. Ngale, Paron, Ngawi (L7)
jeruk umur 4 tahun, Ds. Samberejo, Kec. 1 H. H. Tanaman Tanaman jeruk 4 tahun,(L8) Ds. Samberejo, Kec. Purwoharjo, Kab. umur Banyuwangi 1 Purwoharjo, Kab. Banyuwangi (L8) 1 1 Gambar 1. Tingkat naungan dan intensitas cahaya selama pelaksanaan 1 pengujian genotipe kedelai di masing-masing lokasi uji adaptasi 1
Interaksi Genotipe x Lingkungan.....
19
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) Tabel 2. Hasil analisis ragam gabungan untuk komponen hasil dan hasil genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Karakter Sumber keragaman Umur berbunga Umur masak Tinggi tanaman Jumlah polong isi Hasil biji Bobot 100 biji Lokasi 535.54** 1,574.47** 6,851.58** 4,626.94** 17.84** 262.57** Ulangan (Lokasi) 3.53 8.97 22.95 5.99 0.05 0.46 Galur 13.94** 79.70** 2,721.66** 262.41** 0.38** 28.94** Galur x Lokasi 4.81* 14.30** 76.43** 88.50** 0.14** 2.63** Galat 3.63 5.10 12.95 3.26 0.03 0.32 Koefisien keragaman (%) 5.62 2.83 9.09 7.37 12.45 4.42 Keterangan: * dan ** masing masing menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% dan 1%
Tabel 3. Umur berbunga genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Galur IBK5-143-3-7 IBK5-147-2-11 IBK5-172-4-36 IBK5-173-5-371 IBK5-173-5-372 IIj9-299-1-4 IBM22-861-2-22 IBM22-862-4-1 IBM22-867-4-7 IBM22-873-1-13 IBIj11-431-2-20 AI26-1114-8-28 Pangrango Argomulyo Rataan Koefisien keragaman (%)
L1 36a 36a 36a 36a 36a 37a 36a 36a 36a 34a 35a 36a 37a 35a 36 6.91
L2 37a 37a 37a 37a 37a 38a 37a 37a 37a 36a 37a 36a 36a 38a 37 2.52
L3 33a 33a 33a 32a 33a 32a 32a 32a 31a 30a 32a 30a 31a 32a 32 6
Umur berbunga (HST) L4 L5 31ab 40a 32ab 41a 33a 40a 32ab 42a 33a 39a 32ab 41a 32ab 39a 31ab 38a 31ab 40a 29c 41a 30b 37a 29c 42a 30b 38a 29c 43a 31 40 4.67 6.65
L6 33ab 31cd 31cd 32bcd 31cd 34a 31cd 32bcd 31cd 31cd 32bcd 31cd 33ab 30d 32 4.14
L7 32ab 33ab 34a 34a 34a 34a 33ab 33ab 31b 29c 29c 31b 33ab 29c 32 5.92
L8 33a 33a 33a 33a 33a 33a 33a 33a 33a 34a 32a 33a 32a 31a 33 6.45
Rata-rata 34 35 35 35 34 35 34 34 34 33 33 33 34 33
Keterangan: Lokasi L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, dan L8 sama dengan yang tertuang dalam Tabel 1, angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan BNT pada α = 5%
yang sama juga disampaikan oleh Darabi et al. (2014), bahwa naungan menyebabkan pengurangan jumlah polong isi. Menurut Fageria et al. (2006), pengurangan jumlah polong isi disebabkan oleh berkurangnya laju fotosintesis, akibat rendahnya intensitas cahaya yang diterima tanaman kedelai. Varietas Pangrango memiliki rata-rata jumlah polong terbanyak (31 buah), diikuti galur AI26-1114-8-28 (29 buah). Varietas Pangrango memiliki karakter ukuran polong kecil, sedangkan galur AI26-1114-8-28 tergolong besar. Ukuran polong menentukan ukuran biji. Ukuran biji terkecil dicapai oleh varietas Pangrango, yaitu 10.26 g per 100 biji, dan terbesar dicapai galur AI26-1114-8-28 yaitu 14.33 g per 100 biji (Tabel 6).
20
Rata-rata bobot 100 biji tertinggi dicapai di lokasi L2 (di bawah tegakan jati umur 3.5 tahun di Banyuwangi, dengan tingkat naungan 51-69%) sebesar 14.36 g per 100 biji dan terendah dicapai di lokasi L4 (tumpangsari dengan jagung di Probolinggo, dengan tingkat naungan 50-83%) sebesar 7.71 g per 100 biji. Galur AI26-1114-8-28 memiliki rata-rata bobot 100 biji yang tinggi, yaitu 14.33 g per 100 biji. Rata-rata bobot 100 biji tersebut lebih tinggi dari rata-rata yang dicapai varietas Argomulyo yang tergolong berbiji besar, yaitu 13.99 g per 100 biji (Tabel 7). Dengan demikian galur AI26-1114-8-28, termasuk dalam kategori kedelai berbiji besar. Rata-rata hasil biji yang dicapai di 8 lokasi beragam, dengan kisaran 0.91-2.48 ton ha-1 (Tabel 8). Hasil biji
Titik Sundari, Novita Nugrahaeni, dan Gatut Wahyu Anggoro Santoso
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) Tabel 4. Umur masak genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Galur IBK5-143-3-7 IBK5-147-2-11 IBK5-172-4-36 IBK5-173-5-371 IBK5-173-5-372 IIj9-299-1-4 IBM22-861-2-22 IBM22-862-4-1 IBM22-867-4-7 IBM22-873-1-13 IBIj11-431-2-20 AI26-1114-8-28 Pangrango Argomulyo Rataan Koefisien keragaman (%)
L1 83abc 83abc 85ab 85ab 84abc 86a 84abc 83abc 84abc 82bc 85ab 81cd 82bc 78d 83 2.83
L2 88ab 88ab 87b 87b 87b 89a 87b 88ab 89a 89a 88ab 85c 89a 85c 87 1.4
L3 78a 78a 78a 78a 77a 77a 78a 77a 77a 77a 78a 73a 79a 75a 77 3.44
Umur masak (HST) L4 L5 74bc 81ef 74bc 84cd 75abc 92a 73cd 80f 73bcd 83cde 77a 82def 75abc 91a 74bc 87b 73bcd 82def 71e 82def 74bc 83cde 71de 85bc 76ab 91a 70e 83cde 73 85 2.3 2.32
L6 81c 81c 81c 81c 81c 83b 81c 83b 84ab 84ab 84ab 81c 85a 76d 82 2.7
L7 78ab 78ab 79a 79a 79a 79a 79a 78ab 78ab 75b 78ab 75b 79a 71c 77 3.07
L8 73a 72a 73a 75a 72a 76a 73a 72a 76a 74a 76a 72a 74a 67b 73 4.23
Rata-rata 79 80 81 79 80 81 81 80 80 79 81 78 82 76
Keterangan: Lokasi L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, dan L8 sama dengan yang tertuang dalam Tabel 1, angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan BNT pada α = 5%
Tabel 5. Tinggi tanaman genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Galur IBK5-143-3-7 IBK5-147-2-11 IBK5-172-4-36 IBK5-173-5-371 IBK5-173-5-372 IIj9-299-1-4 IBM22-861-2-22 IBM22-862-4-1 IBM22-867-4-7 IBM22-873-1-13 IBIj11-431-2-20 AI26-1114-8-28 Pangrango Argomulyo Rataan Koefisien keragaman (%)
L1 31d 34cd 37c 37c 38c 50b 35cd 34cd 37c 50b 51b 60ab 65a 58b 44 9.41
L2 56bcd 54cde 58bc 60bc 49e 60bc 56bcd 51de 54cde 59bc 52de 86a 62b 62b 58 7.37
L3 28g 28g 29fg 33de 30efg 32def 35d 31efg 33de 39c 42c 53b 60a 51b 37 6.32
Tinggi tanaman (cm) L4 L5 21e 33def 21e 31ef 23de 33def 22e 33def 24de 32def 28cd 40c 24de 32def 21e 31ef 24de 30f 32bc 34de 30c 41c 48a 47b 48a 54a 38b 35d 29 36 14.32 7.71
L6 21gh 21gh 19h 22fg 22fg 25de 21gh 20gh 19h 24ef 27cd 38a 35b 28c 24 8.18
L7 28i 29hi 29hi 32fg 30gh 38e 29hi 30ghi 33f 44d 46c 68a 60b 38e 38 4.32
L8 41e 42e 42e 43de 44de 47de 41e 41e 41e 51cd 56c 75a 78a 65b 50 11.07
Rata-rata 32 32 34 35 34 40 34 32 34 41 43 59 58 47
Keterangan: Lokasi L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, dan L8 sama dengan yang tertuang dalam Tabel 1, angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan BNT pada α = 5%
Interaksi Genotipe x Lingkungan.....
21
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) Tabel 6. Jumlah polong isi genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Galur IBK5-143-3-7 IBK5-147-2-11 IBK5-172-4-36 IBK5-173-5-371 IBK5-173-5-372 IIj9-299-1-4 IBM22-861-2-22 IBM22-862-4-1 IBM22-867-4-7 IBM22-873-1-13 IBIj11-431-2-20 AI26-1114-8-28 Pangrango Argomulyo Rataan Koefisien keragaman (%)
L1 20d 22cd 25abc 27ab 25abc 24bcd 23cd 23cd 25abc 27a 27a 22cd 28a 22cd 24 10.29
L2 19de 22bc 19de 24b 19de 22bc 17e 21cd 17e 24b 21cd 32a 18e 22bc 21 9.03
L3 13cd 11d 12cd 13cd 14bc 14bc 16ab 14bc 12cd 14bc 18a 13cd 18a 11d 14 10.21
Jumlah polong isi L4 L5 13f 29b 15de 38a 14ef 37a 15de 32b 16cd 29b 17c 37a 16cd 20cd 16cd 31b 13f 23c 16cd 30b 15de 32b 22b 19d 26a 29b 17c 23c 16 29 8.21 7.79
L6 19ab 20a 16d 18bc 16d 20a 16d 17cd 14e 17cd 20a 19ab 19ab 16d 18 7.05
L7 29ij 29ij 28j 33g 30hi 37e 31gh 35f 36ef 39d 46c 56a 54b 37e 37 2.4
L8 32def 30f 33def 32def 32def 42c 35d 31ef 34de 31ef 43c 47b 56a 43c 37 6.03
Rata-rata 22 23 23 24 22 26 22 24 22 25 28 29 31 24
Keterangan: Lokasi L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, dan L8 sama dengan yang tertuang dalam Tabel 1, angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan BNT pada α = 5%
Tabel 7. Bobot 100 biji genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Galur
L1 IBK5-143-3-7 13.89cd IBK5-147-2-11 13.26def IBK5-172-4-36 13.41de IBK5-173-5-371 12.55ef IBK5-173-5-372 13.26def IIj9-299-1-4 13.93cd IBM22-861-2-22 13.21def IBM22-862-4-1 12.23f IBM22-867-4-7 13.90cd IBM22-873-1-13 14.66c IBIj11-431-2-20 13.93cd AI26-1114-8-28 16.06b Pangrango 9.88g Argomulyo 18.15a Rataan 13.74 Koefisien keragaman (%) 5.68
L2 13.73def 15.51ab 14.38cde 15.04abc 14.76abc 14.73bc 13.55ef 14.69bc 14.61c 15.59a 13.22f 14.51cd 12.38g 14.43cd 14.36 4.11
L3 13.77abcd 13.45cd 14.31a 13.19cd 13.87abcd 14.31a 14.22a 13.15d 14.20ab 13.90abc 13.26cd 13.82abcd 11.05e 13.48bcd 13.57 3.77
Bobot 100 biji (g) L4 L5 7.63cd 13.77abc 6.93d 13.45bc 7.22cd 14.31a 7.61cd 13.19bc 6.96d 13.87ab 7.55cd 14.31a 6.93d 14.25a 7.32cd 13.15c 9.04b 14.20a 8.37bc 13.90ab 7.30cd 13.26bc 11.27a 13.82abc 5.52e 11.07d 8.30bc 13.48 bc 7.71 13.57 10.82 3.69
L6 11.06g 12.10d 12.06de 11.62ef 12.73c 11.37fg 13.17c 11.66def 12.79c 14.12b 11.51fg 15.18a 10.15h 14.15b 12.4 2.56
L7 13.66ef 13.15fg 15.78a 13.00g 13.33fg 13.04fg 13.44efg 14.01de 12.88g 14.40cd 13.37fg 14.65bc 11.39h 15.04b 13.65 3.25
L8 14.53cde 15.08ab 14.59bcd 13.77f 14.36de 14.74bcd 14.03ef 13.14h 13.70fg 14.71bcd 13.23gh 15.36a 10.65i 14.92abc 14.06 2.53
Rata-rata 12.76 12.86 13.25 12.5 12.89 12.99 12.85 12.42 13.16 13.7 12.38 14.33 10.26 13.99
Keterangan: Lokasi L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, dan L8 sama dengan yang tertuang dalam Tabel 1, angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan BNT pada α = 5%
22
Titik Sundari, Novita Nugrahaeni, dan Gatut Wahyu Anggoro Santoso
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) Tabel 8. Hasil biji genotipe kedelai toleran naungan di 8 lokasi uji adaptasi Galur
L1 IBK5-143-3-7 1.57de IBK5-147-2-11 2.10ab IBK5-172-4-36 1.94bc IBK5-173-5-371 1.86bcd IBK5-173-5-372 1.89bc IIj9-299-1-4 1.65cde IBM22-861-2-22 1.82bcd IBM22-862-4-1 1.79cd IBM22-867-4-7 1.76cd IBM22-873-1-13 2.29a IBIj11-431-2-20 1.85bcd AI26-1114-8-28 1.84bcd Pangrango 1.74cd Argomulyo 1.39e Rataan 1.82 Koefisien keragaman (%) 11.72
L2 L3 0.92cdef 0.93bcd 0.79g 0.78de 0.98abcd 0.94bcd 0.93bcde 0.86cde 1.04a 0.91bcd 0.84fg 1.00abc 0.95bcde 1.01abc 0.98abcd 1.03abc 0.95bcde 0.71e 0.90def 1.05ab 0.88ef 1.16a 1.01ab 1.15a 1.01ab 0.80de 0.93bcde 0.78de 0.94 0.94 6.22 13.20
Hasil biji (ton ha-1) L4 L5 L6 L7 0.74ef 0.86f 0.85bcd 1.48bc 0.71ef 0.98ef 0.98bc 1.41bc 0.65f 1.42ab 0.89bcd 1.33bc 0.84de 1.02ef 1.01b 1.60ab 0.79ef 1.18cde 0.96bc 1.42bc 1.07bc 1.40ab 0.80cd 1.18c 0.79ef 1.02ef 0.94bcd 1.35bc 0.81de 1.29bc 0.84bcd 1.41bc 0.81de 1.03def 0.93bcd 1.37bc 0.95cd 1.23bcd 0.89bcd 1.42bc 0.84de 0.99ef 0.81cd 1.19c 1.72a 1.43ab 1.55a 1.88a 1.17b 1.01ef 1.01b 1.50b 0.84de 1.58a 0.77d 1.58b 0.91 1.17 0.94 1.44 10.66 12.40 13.36 14.37
L8 2.51bcd 2.40de 2.29de 2.16de 2.51bcd 2.82ab 2.22de 2.27de 2.45cde 2.13e 2.80abc 2.89a 2.31de 2.91a 2.48 10.35
Rata-rata 1.23 1.27 1.30 1.28 1.34 1.34 1.26 1.30 1.25 1.36 1.31 1.68 1.32 1.35
Keterangan: Lokasi L1, L2, L3, L4, L5, L6, L7, dan L8 sama dengan yang tertuang dalam Tabel 1, angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan BNT pada α = 5%
merupakan fungsi diferensial respon genotipe terhadap lingkungan (Akçura et al., 2011). Hasil biji lebih sensitif terhadap interaksi genotipe x lingkungan dibandingkan dengan karakter agronomi lainnya (Yan et al., 2010).
Rata-rata hasil biji tertinggi dicapai di lokasi L8 (di bawah tegakan tanaman jeruk umur 4 tahun di Banyuwangi, dengan tingkat naungan 30-36%), dengan kisaran 2.16-2.91 ton ha-1 dan terendah dicapai di lokasi L4 (tumpangsari
Tabel 9. Rentang hasil, rata-rata hasil, koefisien regresi (bi), dan simpangan regresi (S2di) dari 12 galur dan 2 varietas pembanding kedelai Galur/varietas IBK5-143-3-7 IBK5-147-2-11 IBK5-172-4-36 IBK5-173-5-371 IBK5-173-5-372 IIj9-299-1-4 IBM22-861-2-22 IBM22-862-4-1 IBM22-867-4-7 IBM22-873-1-13 IBIj11-431-2-20 AI26-1114-8-28 Pangrango Argomulyo
Rentang hasil (ton ha-1) 0.74-2.51 0.71-2.40 0.65-2.29 0.84-2.16 0.79-2.51 0.80-2.82 0.79-2.22 0.81-2.27 0.71-2.45 0.89-2.29 0.81-2.80 1.01-2.89 0.80-2.31 0.77-2.91
Rata-rata hasil (ton ha-1) 1.23 1.27 1.30 1.28 1.34 1.34 1.26 1.30 1.25 1.36 1.31 1.68 1.32 1.35
Koefisien regresi (bi) 1.04tn 1.12tn 0.96tn 0.88tn 1.04tn 1.11tn 0.88tn 0.89tn 1.03tn 0.91tn 1.18tn 0.91tn 0.86tn 1.18tn
Simpangan regresi (S2di) 0.013 0.017 0.024 0.013 -0.003ns 0.041 0.001ns 0.002ns -0.001ns 0.049 0.026 0.074 0.012 0.083
Keterangan: tn = tidak berbeda dengan 1 (satu); ns = tidak berbeda dengan 0 (nol)
Interaksi Genotipe x Lingkungan.....
23
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) dengan jagung di Probolinggo, dengan tingkat naungan 5083%), dengan kisaran 0.65 -1.72 ton ha-1. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pengujian di bawah naungan tanaman karet mampu memberikan hasil biji antara 1.412.75 ton ha-1 (Sopandie dan Trikoesoemaningtyas, 2011). Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang dicapai di bawah naungan tanaman karet pada penelitian ini. Pada penelitian ini, penanaman di bawah naungan karet memberikan kisaran hasil antara 0.78-1.16 ton ha-1 dan 0.851.58 ton ha-1. Perbedaan hasil tersebut, diduga karena adanya perbedaan tingkat naungan yang ditimbulkan oleh kanopi tanaman karet, yang menyebabkan perbedaan penerimaan cahaya. Cahaya merupakan sumber energi yang digunakan untuk proses fotosintesis, sehingga perbedaan jumlah cahaya yang diterima tanaman berpeluang menyebabkan terjadinya gangguan proses fotosintesis. Nilai koefisien regresi (bi) dan simpangan regresi (S2di) genotipe yang diuji disajikan pada Tabel 9. Empat dari dua belas galur yang diuji, yaitu IBK5-173-5-372, IBM22-861-2-22, IBM22-862-4-1, dan IBM22-867-4-7 dinyatakan stabil, karena mempunyai nilai bi = 1 dan S2di = 0, sementara itu delapan galur yang lain dan dua varietas pembanding (Pangrango dan Argomulyo) dinyatakan tidak stabil karena nilai bi = 1 dan S2di ≠ 0. Keempat galur tersebut mempunyai rata-rata hasil yang rendah. Menurut Eberhart dan Russell (1966), genotipe dengan nilai bi = 1 dan S2di = 0 didukung dengan rata-rata hasil yang rendah digolongkan sebagai genotipe yang beradaptasi buruk di semua lingkungan pengujian. Dua diantara galur yang tidak stabil, memiliki ratarata hasil lebih tinggi dari varietas pembanding (Pangrango dan Argomulyo), yaitu galur IBM22-873-1-13 (1.36 ton ha-1) dan AI26-1114-8-28 (1.68 ton ha-1). Menurut Eberhart dan Russell (1966) serta Gurmu et al. (2009), genotipe tidak stabil yang didukung dengan rata-rata hasil tinggi digolongkan pada genotipe yang beradaptasi sempit. Hal ini menunjukkan galur AI26-1114-8-28 tergolong beradaptasi sempit dan direkomendasikan untuk lingkungan tumpangsari dengan jagung, di bawah tegakan jati umur 3.5 tahun (Ngawi), dan di bawah tegakan tanaman jeruk umur 4 tahun (Banyuwangi), sedangkan galur IBM22-873-113 direkomendasikan untuk lingkungan di bawah tegakan tanaman jati umur 3.5 tahun (Ngawi) dan di bawah tegakan tanaman jeruk umur 4 tahun (Banyuwangi). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interaksi antara genotipe x lingkungan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah polong isi, umur berbunga, umur masak, hasil biji, dan bobot 100 biji. Terdapat empat galur yang stabil dengan rata-rata hasil rendah, yaitu galur IBK5-173-5-371, IBM22-861-2-22, IBM22862-4-1, dan IBM22-867-4-7, serta delapan galur (IBK5143-3-7, IBK5-147-2-11, IBK5-172-4-36, IBK5-173-5372, IIj9-299-1-4, IBM22-873-1-13, IBIj11-431-2-20, dan AI26-1114-8-28) dan dua varietas pembanding (Pangrango dan Argomulyo) dinyatakan tidak stabil. Galur AI26-
24
1114-8-28 dan IBM22-873-1-13 merupakan dua diantara delapan galur yang tidak stabil dengan rata-rata hasil pada lingkungan naungan (tingkat naungan 35-70%) lebih tinggi dari varietas pembanding (Pangrango dan Argomulyo), yaitu 1.68 ton ha-1 dan 1.36 ton ha-1. DAFTAR PUSTAKA Akçura, M., S. Taner, Y. Kaya. 2011. Evaluation of bread wheat genotypes under irrigated multi-environment conditions using GGE biplot analysis. Agriculture 98:35-40. Acikgoz, E., A. Ustun, I. Gul, E. Anlarsal, A. S. Tekeli, I. Nizam, R. Avcıoglu, H. Geren, S. Cakmakci, B. Aydinoglu, C. Yucel, M. Avci, Z. Acar, I. Ayan, A. Uzun, U. Bilgili, M. Sincik, M. Yavuz. 2009. Genotype × environment interaction and stability analysis for dry matter and seed yield in field pea (Pisum sativum L.). Span. J. Agric. Res. 7:96-106. Barros, H.B., T. Sediyatama, C.D. Cruz, R.C. Teixeira, M.S. Reis. 2010. Análise de adaptabilidade e estabilidade em soja (Glycine max L.) em Mato Grosso. Ambiência, Guarapuava. Ambiência Guarapuava (PR). 6:75-88. Biabani, A., M. Hashemi, S.J. Herbert. 2008. Agronomic performance of two intercropped soybean cultivars. Int. J. Plant Prod. 2:215-222. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id [24 Januari 2014]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id [24 Januari 2014]. Cucolotto, M., V.C. Pípolo, D.D. Garbuglio, N.da S.F. Junior, D.Destro, M.K. Kamikoga. 2007. Genotype x environment interaction in soybean: evaluation through three methodologies. Crop Breed. App. Biot. 7:270-277. Darabi, F., A. Hatami, M.J. Zare. 2014. Plant growthpromoting rhizobacteria improved growth, yield and yield components of lentil (Lens culinaris Medic) under shading growing conditions. Int. J. Biosci. 4:346-352. [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan: Pedoman teknis peremajaan tanaman karet tahun 2012. http://www.deptan.go.id [24 Januari 2014]. Duzdemir, O. 2011. Stability analysis for phenological characteristics in chickpea. Afr. J. Agric. Res. 6:16821685.
Titik Sundari, Novita Nugrahaeni, dan Gatut Wahyu Anggoro Santoso
J. Agron. Indonesia 44 (1) : 16 - 25 (2016) Eberhart, S.A., W.A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci. 6:36-40.
for improvement. Bull Rubber Res. Institute Sri Lanka. 47:8-16.
Fageria, N.K., C.V. Baligar, R.B. Clark. 2006. Photosynthesis and crop yield. p. 95-116. In N.K. Fageria, V.C. Baligar, Ralph Clark (Eds.). Physiology of Crop Production. Food Products Press, New York.
Peluzio, J. M., R.R. Fidelis, P. Giongo, J.C. Silva, D. Cappellari, H.B. Barros. 2008. Adaptabilidade e estabilidade de cultivares de soja em quatro épocas de semeadura no sul do Estado Tocantins. Revista Ceres. 55:34-40.
Gauch, H.G. 2006. Statistical analysis of yield trials by AMMI and GGE. Crop Sci. 46:1488-1500. Gurmu, F., H. Mohammed, G. Alemaw. 2009. Genotype x environment interactions and stability of soybean for grain yield and nutrition quality. ACSJ. 17:87-99. Jandong, E.A., M.I. Uguru, B.C. Oyiga. 2011. Determination of yield stability of seven soybean (Glycine max) genotypes across diverse soil pH levels using GGE biplot analysis. J. Appl. Biosci. 43:2924-2941. Kantolic, A.G., G.A. Slafer. 2005. Reproductive development and yield components in indeterminate soybean as affected by post-flowering photoperiod. Field Crop. Res. 93:212-222. Kisman, N. Khumaida, Trikoesoemaningtyas, Sobir, D. Sopandie. 2007. Karakter morfo-fisiologi daun, penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Bul. Agron. 35:96-102. Ngalamu, T., M. Ashraf, S. Meseka. 2013. Soybean (Glycine max L) genotype and environment interaction effect on yield and other related traits. American J. Exp. Agric. 3:977-987. Pathiratna, L.S.S. 2006. Management of intercrops under rubber: Implications of competition and possibilities
Interaksi Genotipe x Lingkungan.....
Sharrifmoghaddassi, M., A.H. Omiditabrizi. 2010. Stability analysis of seven Iranian winter safflower cultivars. World Appl. Sci. J. 8:1366-1369. Sopandie, D., Trikoesoemaningtyas. 2011. Pengembangan tanaman sela di bawah tegakan tanaman tahunan. Iptek Tanaman Pangan. 6:168-182. Thanki, H.P., S.L. Sawargaonkar, B.V. Hudge. 2010. Genotype x environment interaction for biometrical traits in pigeonpea (Cajanus cajan L. Millsp.) under varying spacings. Elec. J. Plant Breed. 1:925-928. Toledo, K.F.F., C.G.P. Carvalho, C.A.A. Arias, L.A. Almeida, R.L. Brogin, M.F. Oliveira, J.U.V. Moreira, A.S. Ribeiro, D.M. Hiromoto. 2006. Genotype and environment interaction on soybean yield in Mato Grosso State, Brazil. Pesq. Agropec. Bras. 41:785791. Wibawa, G., L. Joshi, M. van Noordwijk, E.A. Penot. 2006. Rubber based agroforestry systems (RAS) as alternatives for rubber monoculture system. p.1-23. IRRDB annual conference. Ho-chi-minh city. Viet Nam 17 November 2006. Yan, Z., J.G. Lauer, R. Borger, N. de Leon. 2010. Effects of genotype x environment interaction on agronomic trait in soybean. Crop Sci. 50:696-702.
25