UPI Kampus Tasikmalaya
CONNECTING THE ABILITY TO WRITE POETRY ON THE ENVIRONMENT AND ATTITUDE TOWARDS THE ENVIRONMENT WITH STUDENT BEHAVIOUR IN MAINTENANCE OF HYGIENE ENVIRONMENTAL SCHOOL by: Maemunah (SMPN 1 Singaparna Kab. Tasikmalaya)
[email protected]
ABSTRACT This qualitative study takes the object of the whole phenomenon of individuals, data, and events of class VIII SMP Negeri 1 Singaparna which amounted to 125 people with the results There is a relationship between the ability to write poems about the environment with the behavior of the students maintain the cleanliness of the school environment's ability to write poems about the environment contributes as much as 27,7% on student behavior maintain good environmental hygiene school the ability to write poems about the environment, the better the behavior of the students maintain the cleanliness of the school environment. attitude towards the environment accounted for 41.4% of the behavior of the students maintain a clean school environment .. the ability to write poems about the environment and attitudes towards the environment accounted for 56.5% of the behavior of the students maintain the cleanliness of the school environment. Key words: capable, writing, poetry, environment, attitude, behavior
HUBUNGAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI TENTANG LINGKUNGAN DAN SIKAP TERHADAP LINGGKUNGAN DENGAN PRILAKU SISWA DALAM MEMELIHARA KEBERSIHAN LINGKUNGAN SEKOLAH Abstrak Penelitian kualitatif ini mengambil objek seluruh gejala individu, data, dan peristiwa siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Singaparna yang berjumlah 125 orang dengan hasil Ada hubungan antara kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dengan perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah kemampuan menulis puisi tentang lingkungan memberikan kontribusi sebesar 27,7% terhadap perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah Semakin baik kemampuan menulis puisi tentang lingkungan, maka akan semakin baik perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah. sikap terhadap lingkungan memberikan kontribusi sebesar 41,4 % terhadap perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah.. kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dan sikap terhadap lingkungan memberikan kontribusi sebesar 56,5% terhadap perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Kata kunci: mampu, menulis, puisi, lingkungan, sikap, prilaku
A. Pendahuluan Lingkungan mempunyai peran yang amat penting bagi kehidupan, maka dalam pengelolaan dan pengembangannya harus diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha yang dapat dilakukan. Pengelolaan mutu dan fungsi lingkungan dengan cara dipelihara dan ditingkatkan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April (2016)
Selanjutnya perlu ditingkatkan upaya keserasian penduduk dengan lingkungannya, juga dikembangakn tingkat kesadarannya serta didorong partisipasinya dalam melestarikan keseimbangan lingkungan. Salah satu masalah bangsa Indonesia saat ini adalah merosotnya kualitas lingkungan/krisis lingkungan akibat eksploitasi yang tidak terkendali serta akibat rendahnya kepedulian warga sekolah terhadap lingkungan dan kurang mewarga sekolahnya budaya peduli terhadap kebersihan 127
Maemunah .
atau kesehatan lingkungan. Permasalahan lingkungan semakin dirasakan oleh manusia baik pada tingkat global sampai ke tingkat lokal. Gejala kerusakan lingkungan dapat disaksikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengembangan pola hubungan manusia dengan alam lingkungannya ditentukan oleh kearifan serta rasa tanggung jawab dari manusia itu sendiri sebagai makhluk dominan dalam memanfaatkan alam lingkungannya. Kearifan serta tanggung jawab dalam mengelola lingkungan baik sebagai jaminan kelangsungan hidup dan merupakan perwujudan kesadaran etik lingkungan hidup dalam diri setiap manusia. Sekolah merupakan tempat berkerja guru dan tempat belajar siswa. Agar guru bisa bekerja dan siswa bisa belajar baik, maka mutu lingkungan sekolah harus baik, yaitu lingkungan yang dapat membuat guru dan siswa melakukan aktivitas secara kondusif. Hal ini berarti pengelolaan sekolah harus dilaksanakan dengan baik Kebersihan lingkungan sekolah adalah suatu faktor pembentuk mutu lingkungan sekolah. Oleh karena itu sekolah yang bersih akan membuat guru dan siswa melakukan aktivitas secara kondusif di sekolah mengakibatkan guru dan siswa merasa nyaman di sekolah. Sebaliknya sekolah yang kotor akan membuat guru dan siswa kurang senang dan kurang nyaman di sekolah, yang mengakibatkan guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar tidak nyaman. Oleh karena itu kebersihan lingkungan sekolah perlu mendapat perhatian dari semua pihak, terutama pihak sekolah yang terdiri dari Kepala Sekolah, guru dan siswa. Dengan perkataan lain supaya lingkungan sekolah bersih, maka perilaku guru dan siswa harus baik, disiplin sesuai dengan ketentuan dan harapan. 128 Pendidikan lingkungan
Lingkungan sekolah merupakan suatu sistem yang bereksistensi sebagai suatu kekuatan yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang satu sama yang lain saling berkaitan. Apabila terdapat kekurangan pada bagian tertentu, maka bagian lain akan terganggu sehingga akan menghambat pencapaian tujuan pendidikan. Di sisi lain, sekolah dipandang sebagai suatu warga sekolah yang utuh dan bulat serta memiliki kepribadian sendiri, menjadi tempat untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar. Sekolah berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam arti menumbuhkan, memotivasi, dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang mencangkup etika, logika, estetika, dan praktika sehingga tercipta manusia Indonesia yang utuh dan berakar pada budaya bangsa. Sekolah merupakan suatu kesatuan yang memilki tata kehidupan budaya. Sekolah tidak hidup menyendiri melepaskan diri dari tatanan warga sekolah, melainkan merupakan suatu sistem atau subsistem dari kehidupan berbangsa, bernegara, dan berwarga sekolah. Kesenjangan atau kendala yang terjadi di SMP Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya ternyata masih adanya siswa yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan sekolah, Jika kita melihat kenyataan di apangan, masalah kebersihan menjadi masalah yang utama. Masih banyak sampah terlihat di dalam kelas ataupun di halaman sekolah. Fakta di atas memperlihatkan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan masih kurang optimal, yaitu misalnya sampah berserakan, corat-coret tembok atau corat coret meja belajar dengan tip-ex, kebersihan jamban yang tidak terpelihara, limbah sekolah yang tidak terurus, taman sekolah yang tidak terurus,banyak debu di atas meja dan
UPI Kampus Tasikmalaya
lemari yang tak pernah tersentuh kemoceng, dan alat-alat belajar yang tidak disimpan pada tempatnya. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan perialku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan kurang optimal. Kemampuan siswa dalam menulis puisi tentang lingkungan harus didasari oleh pengetahuan yang cukup dari siswa tentang lingkungan. Pengetahuan merupakan komponen kognitif bagi seseorang untuk berperilaku. Seseorang yang memiliki bekal pengetahuan yang cukup akan berperilaku lebih konsisten di banding mereka yang tidak yang berperilaku tanpa di dasari pengetahuan. Faktor lain yang juga turut berengaruh terhadap perilaku seseorang adalah sikap. Sikap merupakan predisposisi dari perlaku yang pada siswa akan mendorong siswa untuk berperilaku memelihara kebersihan termasuk memelihara kebersihan di lingkungan sekolah. Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, 2007). Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menujukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap suatu stimulus tertentu. Yang dalam kehidupan sehari-hari sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah satu ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April (2016)
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek Menurut Azwar (2012: 23) struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang. Mann(1969) dalam Azwar (2012: 24) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Kompoenen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruhpengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen konatif merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Seperti yang telah dikemukakan, komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.Kepercayaan datang dari apa yang kita lihat atau apa yang kita ketahui. Berdasarkan hal tersebut kemudian terbentuk ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek.Seringkali kepercayaan yang telah terbentuk menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. Reaksi emosional merupakan komponen afektif yang banyak dipengaruhi oleh kepercayaan. Seseorang yang memiliki kepercayaan positif terhadap suatu objek maka akan timbul sikap suka atau sikap positif 129
Maemunah .
terhadap objek tersebut. Konsistensi antara kepercayaan, sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif dan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap Sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi yang afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individual dan merupakan perilaku tertutup (Mar’at 1982). Menurut Mar’at (1982) bahwa jika sikap telah diketahui maka dapat diramalkan kecenderungan dan kesediaan perilaku yang akan terjadi. Menurut Allport (1954) bahwa sikap diperoleh dari interaksi dengan manusia lain, baik di rumah, sekolah, tempat ibadah, ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan atau percakapan. Sikap merupakan tafsiran dari perilaku dan kecenderungan untuk bertindak.Pendapat ini didukung oleh Krech (1962) yang menyatakan bahwa sikap mencakup kesiapan perilaku. Jadi jika seseorang memiliki sikap positif terhadap suatu objek maka ia cenderung siap membantu, mendukung, mendekati dan menerima untuk menjadikannya dalam kondisi seimbang. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi seseorang bereaksi dengan stimulus yang diterimanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap berbeda dengan pengetahuan, karena memberikan kesiapan yang menunjukkan aspek positif atau negatif yang berorientasi kepada halhal yang bersifat umum. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya 130 Pendidikan lingkungan
akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek. Dari batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (merupakan kesiapan) kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan, suatu prilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka/ tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Hasil penelitian ini mengambil objek seluruh gejala individu, data, dan peristiwa yang akan diselidiki adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Singaparna yang berjumlah 125 orang. . B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi data disajikan setelah data mentah hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif melalui program SPSS. Angka-angka statistik deskripsi yang dihasilkan meliputi: (1) nilai ratarata (mean), (2) angka tengah (median), (3) nilai yang sering muncul (modus), (4) simpangan baku (standar deviasi), (5) nilai minimum, (6) nilai maksimum, dan 7) gambar histogram. Untuk mengetahui kategori dari data masing-masing variabel selanjutnya penulis membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum
UPI Kampus Tasikmalaya
ditambah dengan standar deviasi, dengan pedoman sebagai berikut: a. Jika (mean) ≥ skor min + 4 SD (standar deviasi) = sangat baik b. Jika skor min + 3 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < skor min + 4 SD (standar deviasi) = baik c. Jika skor min + 2 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < skor min + 3 SD (standar deviasi) = cukup d. Jika (mean) < skor min + 2 SD (standar deviasi) = kurang Pengambilan data dilakukan pada sampel penelitian yang berjumlah 65 orang. Kemudian hasil dari tes diolah/dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 yang menunjukan bahwa skor minimum sebesar 5 dan untuk skor maksimum yaitu sebesar 25. Dengan rata-rata (mean) 16,58 dengan standar deviasi 5,36 dan nilai tengahnya sebesar 15. Deskripsi umum dari data kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Data Hasil Penelitian Variabel Kemampuan Menulis Puisi Tentang Lingkungan Nilai Standar Skor Rata-rata Tenga Deviasi Minimum h 16,58
15
5,36
5
Untuk mengetahui kategori dari data variabel kemampuan menulis puisi tentang lingkungan selanjutnya penulis membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum ditambah dengan standar deviasi, dengan pedoman sebagai berikut : Jika (mean) ≥ skor min + 4 SD (standar deviasi) = sangat baik Jika skor min + 3 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < 4 SD (standar deviasi) = baik
Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April (2016)
Jika skor min + 2 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < skor min + 3 SD (standar deviasi) = cukup Jika (mean) < skor min + 2 SD (standar deviasi) = kurang Adapun data dari kemampuan menulis puisi tentang lingkungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10 Pengkategorian Dan Frekuensi Data Kemampuan Menulis Puisi Tentang Lingkungan No Rentang skor Kategori Frekuensi
Kurang
14
2
15,72 ≤ < 21,08
Cukup
33
3
21,08 ≤ < 26,44
Baik
18
Sangat Baik
0
1
4
< 15,72
≥ 26,44
Berdasarkan data dalam Tabel 4.10 diketahui bahwa kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan termasuk kategori cukup, hal ini terlihat dari skor rata-rata mendekati skor mediannya dan nilai rata-rata (mean) sebesar 16,58 < nilai skor min + 2 SD sebesar 15,72. Gambaran skor dapat dilihat pada Skorhistogram kemampuan menulis puisi Maksimum tentang lingkungan berikut: 25
Gambar 4.5 Histogram Kemampuan Menulis Puisi Tentang Lingkungan
Untuk analisis gambar histogram kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan data tersebut dikelompokan dengan membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum ditambah dengan standar 131
Maemunah .
deviasi, sebagai berikut: yang memiliki kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dengan kategori kurang sebanyak 14 orang, yang memiliki dengan kategori cukup sebanyak 33 orang; yang memiliki kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dengan kategori baik sebanyak 18 orang dan yang memiliki kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dengan kategori sangat baik sebanyak 0 orang. Sikap Terhadap Lingkungan Pengambilan data dilakukan pada sampel penelitian yang berjumlah 65 orang. Diperoleh skor minimum 57 dan skor maksimum 133, rata-ratanya sebesar 98,68 standar deviasi sebesar 20,12 dan nilai tengahnya sebesar 99. Deskripsi umum dari data sikap terhadap lingkungan , dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini. Tabel 4.11 Data Hasil Penelitian Variabel Sikap Terhadap Lingkungan RataNilai Standar Skor rata Tengah Deviasi Minimum 98,68 99 20,12 57
Untuk mengetahui kategori dari data variabel sikap terhadap lingkungan selanjutnya penulis membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum ditambah dengan standar deviasi, dengan pedoman sebagai berikut: a. Jika (mean) ≥ skor min + 4 SD (standar deviasi) = sangat baik b. Jika skor min + 3 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < 4 SD (standar deviasi) = baik c. Jika skor min + 2 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < skor min + 3 SD (standar deviasi) = cukup d. Jika (mean) < skor min + 2 SD (standar deviasi) = kurang 132 Pendidikan lingkungan
Data sikap terhadap lingkungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.12 Pengkategorian Dan Frekuensi Data Sikap Terhadap Lingkungan No Rentang skor Kategori Frekuensi 1
2
97,24 ≤ 117,36
3
117,36 ≤ 137,48
4
Kurang
22
<
Cukup
30
<
Baik
13
Sangat Baik
0
< 97,24
≥ 137,48
Berdasarkan data dalam Tabel 4.4 diketahui bahwa nilai sikap ter-hadap lingkungan termasuk kate-gori cukup, hal ini terlihat dari skor ratarata mendekati mediannya dan nilai rata-rata (mean) sebesar 98,68 > nilai skor min + 2 SD sebesar 97,24 . Gambaran skor dapat dilihat pada histogram sikap terhadap lingkungan berikut: Skor Maksimum 133
Gambar 4.6 Lingkungan
Histogram
Sikap Terhadap
Untuk analisis gambar histogram sikap terhadap lingkungan tersebut, data tersebut dikelompokan dengan membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum ditambah dengan standar deviasi, sebagai berikut: sikap terhadap lingkungan dengan kategori kurang sebanyak 22
UPI Kampus Tasikmalaya
orang, sikap terhadap lingkungan dengan kategori cukup sebanyak 30 orang; sikap terhadap lingkungan dengan kategori baik sebanyak 13 orang dan sikap terhadap lingkungan dengan kategori sangat baik sebanyak 0 orang.
Data dari perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.14 Pengkategorian Dan Frekuensi Data Perilaku Siswa Dalam Memelihara Kebersihan Lingkungan Sekolah
Perilaku siswa memelihara Kategori Kebersihan Lingkungan Seko- No Rentang skor Frekuensi lah. Kurang 16 < 95,62 1 Pengambilan data dilakukan Cukup 34 pada sampel penelitian yang 95,62 ≤ < 120,93 2 berjumlah 65 orang. Diperoleh Baik 15 120,93 ≤ < 146,24 3 skor minimum sebesar 45 dan Sangat Baik 0 untuk skor maksimum yaitu ≥ 146,24 4 sebesar 140. Dengan rata-rata (mean) 99,51 dengan standar deviasi Berdasarkan data dalam Tabel 25,31 dan nilai tengah sebesar 98. 4.14 diketahui bahwa nilai perilaku Deskripsi umum dari data siswa dalam memelihara kebersihan perilaku siswa dalam memelihara lingkungan sekolah dapat kebersihan lingkungan sekolah dapat dikategorikan cukup, hal ini dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini. dikarenakan skor rata-rata mendekati skor mediannya dan nilai rata-rata Tabel 4.13 (mean) 99,51 > nilai skor min + 2 SD Data Hasil Penelitian Perilaku Siswa Dalam sebesar 95,62. Memelihara Kebersihan Lingkungan RataNilai Standar Skor Skor Gambaran skor dapat rata Tengah Deviasi Minimum Maksimum 99,51
98
25,31
45
Untuk mengetahui kategori dari data variabel perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah selanjutnya penulis membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum ditambah dengan standar deviasi, dengan pedoman sebagai berikut : a. Jika (mean) ≥ skor min + 4 SD (standar deviasi) = sangat baik b. Jika skor min + 3 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < 4 SD (standar deviasi) = baik c. Jika skor min + 2 SD (standar deviasi) ≤ (mean) < skor min + 3 SD (standar deviasi) = cukup d. Jika (mean) < skor min + 2 SD (standar deviasi) = kurang Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April (2016)
histogram 140 memelihara berikut:
dilihat pada perilaku siswa dalam kebersihan lingkungan
Gambar 4.7 Histogram Perilaku Siswa Dalam Memelihara Kebersihan Lingkungan Sekolah
Untuk analisis gambar histogram perilaku siswa dalam memelihara 133
Maemunah .
lingkungan sekolah, data tersebut dikelompokan dengan membandingkan antara nilai rata-rata dengan skor minimum ditambah dengan standar deviasi, sebagai berikut: perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah dengan kategori kurang sebanyak 16 orang, perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah dengan kategori cukup sebanyak 34 orang; perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah dengan kategori baik sebanyak 15 orang dan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah dengan kategori sangat baik sebanyak 0 orang. Rangkuman hasil uji linearitas regresi terdapat dalam Tabel 4.16 berikut ini. Tabel 4.17 Rangkuman Analisis Regresi Kemampuan Menulis Puisi tentang Lingkungan (X1) Dengan Perilaku Siswa Dalam Memelihara Lingkungan Sekolah(Y) Keterangan Hasil Analisis Konstanta a 58,323 arah regresi b 2,483 F 24,126 hitung
Koefisien Korelasi (R) Koefisien Determinasi (R2)
0,526 0,277
Kekuatan hubungan antara kemampuan menulis puisi tentang lingkungan (X1) dengan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah (Y) pada model persamaan Y = 58,323 + 2,483 X1 dapat dilihat pada koefisien determinasi (R2) adalah 27,7 % Ini berarti kemampuan menulis puisi tentang lingkungan memberikan konstribusi sebesar 27,7% terhadap perilaku siswa dalam memelihara lingkungan sekolah , sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diantaranya kebiasaan, motivasi, minat, dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara 134 Pendidikan lingkungan
kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan sekolah dengan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah yang termasuk kategori keeratan sedang hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,526 dan memberikan kontribusi sebesar 27,7%. Hal ini mengandung makna bahwa perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan dipengaruhi oleh motivasi hidup bersih. Artinya bahwa semakin baik kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan maka, akan semakin baik perilaku siswa dalam memelihara lingkungan sekolah. Pengetahuan yang terbentuk pada seseorang merupakan hasil dari proses tindakan manusia dengan melibatkan seluruh keyakinan yang berupa kesadaran dalam menghadapi objek yang ingin dikenal. Dalam perolehannya melibatkan proses belajar/ pendidikan. Proses belajar memuat informasi mengenai lingkungan yang diperolehnya melalui proses perceptual menjadi punya arti dan makna bagi proses pemelihan tindakan. Perubahan prilaku seseorang terjadi melalui proses belajar. Pengetahuan merupakan salah satu hasil belajar yang akan diperkaya dengan pengalaman. Dengan demikian secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang lingkungan merupakan hasil belajar tentang konsep-konsep dan teori tentang lingkungan yang diperkaya dengan pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingungannya. Upaya merubah perilaku dalam memelihara kesehatan merupakan suatu proses yang bermula dari perilaku yang tidak baik menuju kepada yang baik. Dalam hal ini perlu di awali dengan adanya pengetahuan dari diri seseorang untuk merubah perilaku tersebut menjadi lebih baik.
UPI Kampus Tasikmalaya
Menurut Feisbein dan Ajzen (1975) yang dikutip Azwar (2012 : 74) “Pengetahuan akan membentuk sikap dan selanjutnya niat untuk melakukan tindakan. Perilaku yang dilakukan oleh masyarakat sudah dilakukan bertahuntahun dan biasanya bersifat lokal spesifik, terjadi pada suatu golongan, ras atau daerah tertentu. Perilaku masyarakat tersebut menurut sudut pandang kita disebut sebagai perilaku negatif yang dipengaruhi oleh sosial, budaya dan ekonomi yang pada hakikatnya merupakan interaksi dari pengaruh lingkungan yang bersifat alami atau buatan”. Menurut teori kognitivisme, semua perilaku tersusun secara teratur. Individu mengatur pengalamannya ke dalam aktivitas untuk mengetahui (cognition) yang kemudian menyimpannya dalam struktur kognitifnya (conitive sturcture). Struktur ini menentukan respon seseorang. Kognitif menurut Neisser adalah aktivitas untuk mengetahui, misalnya kegiatan untuk mencapai apa yang dikehendaki, peraturannya, dan penggunaannya. Proses kognisi atau pengetahuan dimulai dengan persepsi seseorang terhadap rangsangan yang datang dari luar. Apa yang diterima olehnya mempunyai arti melalui proses belajar, yaitu membandingkan pengalaman masa lampau dengan apa yang sedang diamatinya. Melalui proses belajar, individu membandingkan beberapa kemungkinan pilihan cara pemecahannya, untuk kemudian sampai kepada pilihan tertentu. Pilihan tertentu itulah yang nantinya akan tercermin dalam perilakunya yang nampak nyata dalam tindakannya. Tindakan ini selanjutnya menjadi dasar pengetahuannya dalam melakukan proses persepsi selanjutnya. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi, proses belajar, dan pemecahan persoalan merupakan dasar Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April (2016)
perilaku seseorang. Demikian juga dengan pengetahuan tentang lingkungan siswa yang kemudian dituangkan dalam kemampuanya menulis puisi tentang lingkungan akan menjadi dasar bagi untuk berperilaku dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan sikap terhadap lingkungan dengan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah yang termasuk dalam kategori sangat kuat, hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,643 yang memberikan kontribusi sebesar 41,4%. Hal ini mengandung makna bahwa perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah dipengaruhi oleh sikap terhadap lingkungan. Artinya bahwa semakin baik sikap terhadap lingkungan maka akan semakin baik perilaku siswa dalam memelihara lingkungan sekolah. Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari bentuk tekanan atau hambatan yang mengganggu ekspresi sikapnya, maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku yang ditempatkannya merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya. Artinya, potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu. Apabila individu mengalami atau merasakan adanya hambatan yang dapat mengganggu kebebasannya dalam menyatakan sikap yang sesungguhnya, atau bila individu merasakan adanya ancaman fisik maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat pernyataan sikap yang hendak dikemukakannya, maka apa yang diekspresikan oleh individu sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan dengan sikap 135
Maemunah .
hati nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan dengan apa yang dipegangnya sebagai keyakinan. Lewrence Green dalam Notoatmodjo (2003) menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan bahwa kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor perilaku dan faktor luar perilaku. Perilaku itu sendiri atau dibentuk dari 3 faktor berikut: 1. Faktor predisposisi (presdisposing factor) terwujud dalam pengetahuan, pendidikan, sikap dan persepsi 2. Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkup fisik, ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan pendapatan keluarga dan lain-lain 3. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap petugas, orang tua dan lain-lain. Yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Demikian pula sikap, akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilakunya. Kondisi apa, waktu apa, dan situasi bagaimana saat individu tersebut harus mengekspresikan sikapnya merupakan sebagian dari determinan-determinan yang sangat berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap dengan pernyataannya dan antara pernyataan sikap dengan perilaku. Menurut Ajzen dan Fisbein (Azwar 2012: 21-22) menyatakan bahwa bila konsistensi sikap dan perilaku dilihat dri korelasional antara keduanya, maka hasil studi telah memperlihatkan bahwa adanya hubungan sikap dan perilaku hanya tampak apabila pengukuran sikap itu erat berkaitan dengan macam perilaku yang bersangkutan. Sehingga sikap terhadap lingkungan merupakan predisposisi siswa untuk berperilaku memelihara kebersihan lingkungan sekolah. 136 Pendidikan lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan dan sikap terhadap kebersihan lingkungan dengan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah yang termasuk dalam kategori keeratan sangat kuat, hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,751 dan memberikan kontribusi sebesar 56,5%. Hal ini mengandung makna bahwa dengan perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan dipengaruhi oleh kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan dan sikap terhadap kebersihan. Artinya semakin baik kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan dan sikap terhadap kebersihan, semakin baik maka akan semakin baik dengan perilaku siswa dalam memelihara lingkungan. Perubahan perilaku seseorang terjadi melalui proses belajar. Pengetahuan merupakan salah satu hasil belajar yang akan diperkaya dengan pengalaman. Dalam hal ini perlu diawali dengan adanya pengetahuan dari diri seseorang untuk merubah perilaku tersebut menjadi lebih baik. Melalui proses belajar, individu membandingkan beberapa kemungkinan pilihan cara pemecahannya, untuk kemudian sampai kepada pilihan tertentu. Pilihan tertentu itulah yang nantinya akan tercermin dalam perilakunya yang nampak nyata dalam tindakannya. Tindakan ini selanjutnya menjadi dasar pengetahuannya dalam melakukan proses persepsi selanjutnya. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi, proses belajar, dan pemecahan persoalan merupakan dasar perilaku seseorang. Pengetahuan menjadi bekal bagi siswa untuk mampu menulis puisi tentang kebersihan lingkungan tentang lingkungan, karena tanpa bekal
UPI Kampus Tasikmalaya
pengetahuan siswa tidak mungkin mampu membuat puisi tentang kebersihan lingkungan yang harus didasari oleh argumen yang masuk akal. Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kemampuan menulis puisi tentang kebersihan lingkungan dengan perilaku siswa memelihara lingkungan. Begitu juga dengan sikap, sikap merupakan faktor presdisposisi yang melandasi perilaku seseorang sehingga sudah pasti ada hubungan antara sikap dengan perilaku seseorang termasuk juga di dalamnya sikap siswa terhadap kebersihan lingkungan akan mendasari perilaku siswa untuk berperilaku memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Perilaku manusia itu ada tiga domain, ranah atau kawasan, yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga domain tersebut mempunyai aspek-aspek sebagai berikut: Kognitif, terdiri dari aspek; mengingat pemahaman, aplikasi, analisis sintesis dan kreasi; Afektif, terdiri dari aspek; menerima, merespons, menghargai, mengorganisasi, Psikomotor, terdiri dari aspek: persepsi, respons, mekanisme dan adopsi. Dengan demikian perilaku siswa dalam memelihara kebersihan lingkungan dapat dikatakan merupakan cermin pengetahuan yang tertuang dalam kemampuan siswa dalam membuat puisi tentang lingkungan dan sikapnya terhadap lingkunga C. Simpulan Perolehan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,526 yang termasuk kategori keeratan sedang dan memberikan kontribusi (R2) sebesar 27,7%, artinya bahwa ada hubungan antara sikap terhadap lingkungan dengan perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,643 yang Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April (2016)
termasuk kategori keeratan kuat dan memberikan kontribusi (R2) sebesar 41,4%, artinya semakin baik sikap terhadap lingkungan maka semakin baik perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Ada hubungan antara kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dan sikap terhadap lingkungan dengan perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,751 yang termasuk kategori keeratan kuat dan memberikan kontribusi (R2) sebesar 56,5%, artinya semakin baik kemampuan menulis puisi tentang lingkungan dan sikap terhadap lingkungan maka semakin baik perilaku siswa memelihara kebersihan lingkungan sekolah. D. Daftar Rujukan Alma Buchari (tanpa tahun) guru propesional menguasai metode dan terampil belajar, Jakarta Kagan (1999), Hopkin dalam Tim Pelatih Proyek PGSM Lie Anita (2001) cooperative Learning di ruang-ruang kelas, Bandung Grasindo Mc. Beach (1956), Lih Bugelski, tentang belajar Nana Sujana (1995) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Oemar Hamatik (2014) Teori belajar Slavin Robert E (2009) cooperative Learning Teori Riset dan Praktek, Bandung Grasindo Nusa Media Sujana Nana (2013) Penilaian Hasil Belajar , Bandung PT Remaja Rosda Karya. Biodata singkat: Penulis guru SMPN 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.
137