SELAMAT MEMILIH KEHIDUPAN1 ULANGAN 30:15-20 Bila kita memperhatikan lingkungan dan kondisi di sekeliling kita sekarang di Jerman ini, maka terlihat: • Berbagai jenis burung telah terbang ke selatan. Demi kehidupan. • Banyak pohon - dedaunannya telah bergururan. Demi kehidupan. • Pakaian musim dingin telah dipersiapkan. Demi kehidupan. • Harus kerja-keras menyongsong musim dingin. Demi kehidupan. • Beberapa jenis coklat bergaya natal telah dipersiapkan. Benarkah demi kehidupan ? • Berbagai penginapan telah dibooking untuk liburan dan perayaan natal. Benarkah demi kehidupan ? • Berbagai bentuk Santa Klaus telah bermunculan. Benarkah demi kehidupan ? • Kalau di Indonesia, panitia perayaan natal telah mulai dibentuk – benarkah demi kehidupan ? • Parcel Natal – telah dipersiapkan daftar yang layak menerima. Benarkah karena kehidupan ? • Juga telah ada yang menetapkan pelaksanaan Puasa. Demi kehidupan ? Itulah yang sedang terjadi di masa Advent ini. Advent berarti kedatangan. Kedatangan kehidupan. Apa bedanya dengan minggu lain ? Mengapa terkesan “sama saja seperti sebelumnya” ? Apa uniknya perayaan masa raya Advent ? Advent memiliki makna yang sangat mendalam, karena satu hal, yakni “Pengharapan.” Kalau minggu lalu, kita merayakan “peringatan kematian/hidup kekal”. Kita merasa sedih, terharu, terutama bagi saudara yang telah kehilangan orang yang dikasihi. Termasuk saudara-saudara kita di daerah Bohorok, Indonesia yang karna hancurnya hutan – ratusan meninggal dan hilang. Kita sedih, karena kita merasakan seakan kematian adalah akhir, gelap, putus hubungan. Tetapi advent memberitakan harapan kehidupan, harapan datangnya hidup. Masa raya Advent adalah masa menyongsong kehidupan: dulu, kini dan mendatang. Firman Tuhan yang telah kita baca dan dengarkan bersama, menyatakan bahwa hidup adalah pilihan. Memilih antara kehidupan dan keberuntungan atau kematian dan kecelakaan. Berulang-ulang pilihan ini dinyatakan oleh Allah kepada umat manusia. Peristiwa Taman Eden adalah pilihan antara kehidupan dan kematian. Panggilan Abraham adalah undangan memilih kehidupan. Peristiwa Sina’i adalah peristiwa dimana Allah menawarkan pilihan kehidupan. Ketika telah memasuki tanah Kanaan, kembali Yosua menyatakan pilihan kehidupan (Yosua 24). Dan hampir di sepanjang sejarah Israel, panggilan memilih kehidupan selalu dikumandangkan, terlebih-lebih pada masa Nabi-nabi. Pada zaman raja Yosia, ketika kitab Ulangan 5 – 26 ditemukan di bait suci, undangan memilih kehidupan dan bukan kematian kembali dikumandangkan. Pilihan raja Yosia adalah kehidupan, sehingga ia melakukan pembaharuan. Ketika mereka berada di pembuangan Babel, kepada meeka diperhadapkan pilihan kehidupan atau kematian. Latar-belakangnya begini: Allah telah berjanji kedamaian, kesejahteraan, kehidupan, tanah perjanjian – tetapi yang mereka rasakan justru sebaliknya. Hidup sebagai orang buangan. Jauh dari Sion (yang dianggap tempat kudus, dimana Allah bersemayam). Hidup dalam keterbatasan, hidup dalam kemelaratan. Kehidupan seakan suram, seakan tanpa keberuntungan. Tetapi Firman Tuhan menyapa mereka bahwa bukan Allah yang tidak peduli, justru mereka yang telah mengambil jalan sendiri, mereka yang justru memilih “kutuk” dari pada “berkat”. Mereka yang justru meninggalkan Allah, dan menyembah 1
Renungan yang disampaikan pada persekutuan Indonesia di Germany, bertempat di ruang pertemuan UEM Wuppertal, tanggal 5 Desember 2004.
1
Allah lain. Mereka yang meninggalkan kehidupan. Tetapi karena kasih Allah, ia mengembalikan mereka tanah perjanjian. Di sini Allah kembali menawarkan pilihan kepada umat israel: kehidupan atau kematian. Pilihah pada kehidupan berarti pilihan “menyongsong hidup yang datang”. Pilihan yang didasarkan akan cinta akan Allah. Menuruti jalan-Nya, menaati firmanNya. Dalam seminar kemitraan Indonesia-Jerman kemarin di “Holy Mountain”, kita menggumuli soal hati nurani, hati yang mendengarkan Allah. Hati yang senantiasa diperbaharui oleh Firman Allah dan itu terungkap atau tercermin dalam kehidupan setiap hari. Ada banyak orang yang tidak memiliki kehidupan, tetapi kematian. Nampak dalam realita kehidupan setiap hari. Ada banyak yang memilih Atheis di Eropah ini. Ada banyak orang di berbagai belahan dunia ini memilih kesenangan diri sendiri (hedonis) yang menampilkan hidup bebas (narkoba), seks bebas yang menghasilkan HIV-AIDS. Ada Negara yang memilih perang. Ada banyak orang yang memilih kekerasan. Ada banyak orang yang memilih “harta besar” dengan mengeksploitasi secara besar-besaran hasil alam ini, dan seterusnya…. (masih bisa diperpanjang). Perikop kita pada masa Advent ini juga panggilan untuk memilih kehidupan dan bukan kematian. Memilih kehidupan berarti memilih jalan Tuhan. Yakni mengikuti kehendak-Nya, memberlakukan yang diberlakukan Allah di tengah dunia ini. Memilih kehidupan berarti memilih damai sejahtera, menegakkan keadilan dan kebenaran dan mewujudkan cinta kasih di tengah dunia ini. Lebih dari itu, memilih kehidupan berarti menjadi berkat bagi sesama, dan alam semesta ini. Mengakhiri renungan ini, perkenankan saya memperdengarkan sebuah kisah: Sebuah kapal yang sedang berlayar kandas diterpa badai dan angin rebut. Dua orang dari antara penghuni kapal berhasil menyelamatkan diri dan terkampar di sebuah pulau kecil. Tetapi daerah itu adalah padang pasir. Kedua orang yang selamat tersebut sepakat untuk berdoa memohon mujijat dari Tuhan. Mereka sepakat untuk berbagi tempat. Si A di sebelah timur dan si B di sebelah barat. Lalu, si A mulai berdoa. Ia mula-mula meminta makanan karena sudah lapar. Mujijat terjadi, keesokan harinya ia melihat pohon yang sedang berbuah dan cocok untuk dimakan sehingga ia dapat bertahan hidup. Setelah beberapa waktu, si A merasa kesepian. Lalu ia berdoa kepada Tuhan agar diberikan isteri. Mujijatpun terjadi. Ada kapal lain yang kandas dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah perempuan. Wah, si A sangat gembira karena merasa doanya didengarkan Tuhan.Sementara di tempat di B tidak terjadi apa-apa. Lalu si A melanjutkan doanya: ia meminta rumah, pakaian, makanan yang cukup – dan Tuhan mengabulkannya. Suatu saat, ia meminta kapal dan Tuhan pun mengabulkannya. Lalu secara diam-diam si Adan isterinya hendak meninggalkan pulau tersebut, termasuk si B yang menurut si A tidak mendapat berkat, doanya tidak didengar oleh Tuhan. Kemudian, ketika mereka hendak berangkat ada suara dari Surga berkata: “hai manusia…. mengapa engkau dan isterimu tega meninggalkan si B…? Si A menjawab: “ia wajar ditinggalkan, sebab doanya tidak dikabulkan.” Lalu suara itu berkata: “Engkau keliru. Justru doanya yang telah Aku kabulkan.” Si A terkejut dan berkata, bagaimana mungkin, sementara tidak terjadi apa-apa di tempat si B? Lalu suara dari Surga itu terdengar: “ketahuilah bahwa si B itu hanya punya satu permohonan, yakni agar Aku mengabulkan semua yang engkau minta. Itulah yang aku kabulkan”.
Hari ini, Tuhan memperhadapkan kehidupan atau kematian. Apa pilihan anda? Pilihlah kehidupan dan berbagilah dalam kehidupan. Amin. 2
DOSA, DIMANA-MANA DOSA2 (Suatu refleksi tentang pemberontakan manusia dan kasih karunia Allah bagi dunia)
Ada sebuah puisi yang pernah dikumandangkan oleh anak-anak dalam natal Sekolah Minggu, dengan judul “Dosa”: Di sana dosa, di sini dosa, dimana-mana dosa. Benar juga, di sana dosa, di sini dosa: baik di kota maupun di desa. Baik di luar gereja, maupun dalam gereja, baik di kalangan elite, maupun di kalangan biasa bahkan kaum papa sekalipun. Baik di kalangan yang disebut awam, maupun yang bernama rohaniawan/wohaniawati. Baik yang tergolong buta huruf, maupun di kalangan terpelajar. Baik pegawai Negara maupun pegawai swasta. Baik di kantor maupun di sawah dan ladang. Baik mahasiswa umum, maupun mahasiswa teologi. Dimana-mana ada dosa. Bila dipikir-pikir dan melakukan refleksi pada diri sendiri, isi puisi yang dikumandangkan anakanak itu hendak menantang orang dewasa dan sekaligus memberi peringatan sebagaimana dirumuskan oleh Paulus: seperti ada tertulis: Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. (Roma 3:10-12). Ingat, upah dosa ialah maut. Maut berarti kebinasaan, kematian, berada di tempat penyiksaan dan kesiasiaan. Itulah upah semua, termasuk aku dan kau. Tetapi, Gloria in exelsis deo (kemuliaan bagi Allah), karena kita telah diselamatkan. Maka wajarlah kita mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru. Ya’ahowu. Tetapi, itu dari tahun ke tahun. Gloria in exelsis Deo hadir sebagai tamu tahunan. Namun kehidupan “masih seperti yang dulu”. Natal seakan tamu rutin yang pergi tanpa pesan, berlalu tanpa kenangan. Terangnya redup dan mati hanya sebatas tahannya lilin dalam material dan bukan dalam symbol. Ia telah menjadi rutinitas bagi kita yang menamakan diri “kaum beriman”. Bahkan telah menjadi komoditi kaum kapitalist, lewat penggunaan dan penciptaan elemen natal untuk bisnis. Realitanya… kehidupan umat manusia, dunia kita terus sakit dan mengalami kekhaosan. Kenyataannya: sara wawa ndregendrege ba tesao wa lo sokhi. Kehidupan berteriak Hossiana. Ya Tuhan tolong dan selamatkanlah….. Adakah kita mendengar ? Atau telinga kita telah penuh dengan suara gemuruh dunia yang gebiar dan glamour ini ? Atau karena kita telah menjadi bagian yang tidak pro-kehidupan melainkan pelopor kematian ? Natal adalah kelahiran. Natal adalah datangnya kehidupan. Keluarga besar STT-BNKP Sundermann merayakan natal, berarti merayakan kehidupan dan damai sejahtera. Itu berarti siap menerima kehidupan dan saling berbagi dalam kehidupan. Untuk itu, mari kita ingat tema Natal: "For the Healing of the World." Itulah tema sidang Raya Lutheran World Federation yang dilaksanakan tanggal 21-31 Juli 2003 di Winnipeg, Canada tahun lalu. Tema tersebut merupakan ungkapan keprihatinan atas realita dunia yang sedang sakit dan chaos oleh dampak negatif globalisasi (multidimensi), berdaulatnya kekerasan (baik dalil imperialist baru maupun dalil teroris. Baik dalam diri sendiri maupun terhadap sesama, bahkan antar suku, ras, golongan, gender dan agama), hancurnya lingkungan hidup (environment), 2
Refleksi Natal tahun 2003 di aula STT-BNKP Sundermann oleh Pdt. Tuhoni Telaumbanua.
3
munculnya raja kematian dengan senjata ampuh HIV/AIDS dan berbagai hal yang menghancurkan kehidupan, yang membuat dunia kita sedang sakit. Tema tersebut tidak hanya slogan hasil karya para teolog atau cerdik pandai, tetapi merupakan konteks pergumulan umat manusia secara menyeluruh tanpa batasan ruang dan waktu. Ia merupakan konteks dari gereja-gereja di seluruh dunia, tanpa memandang kota ataupun desa. Ia adalah kondisi kontekstual. Dalam konteks tersebutlah gereja-gereja terpanggil tidak hanya untuk berteori, tetapi menyatakan komitment untuk menjadi penyembuh dunia, demi kehidupan yang damai sejahtera. Dalam kerangka Tema tersebut kita akan melangkah dengan visi dan misi yang jelas. Kita diutus untuk menjadi penyembuh dunia. Selamat memberi diri disembuhkan oleh Bayi Natal dan selamat menjadi penyembuh Dunia. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, kita akan memasuki yang disebut: “Pesta demokrasi”. Untuk ini saya ingin kita semua berpegang pada nasehat Yesus: Cerdiklah seperti ular dan tulus seperti merpati. Agar jangan tersesat dalam gombalan orang-orang yang cerdik tanpa tulus. Kalau kita di Indonesia mengenal peribahasa: “Maling teriak maling”, di Hadramaut, Yaman dikenal pepatah: “MALING yang pertama selalu lebih "bijak" dari maling yang belakangan.” Pepatah ini lahir dari kejadian di sebuah desa di Hadramaut, di mana sering terjadi pencurian kain kafan pembungkus mayat di dalam kubur. Di dalam kuburnya mayat itu ditelanjangi dan dicopot kain kafannya. Begitu rapih, lincah dan cerdik sehingga sukar diketahui siapa pencurinya. Hingga pada suatu hari seseorang meninggal dunia dan kain kafannya tidak ada yang mencuri, baru ketahuan bahwa dialah pencurinya. Kedamaian di desa Hadramaut itu tak berlangsung lama, karena kemudian terjadi lagi pencurian kain kafan dengan cara yang lebih mengerikan. Setelah kain kafannya dicopot, mayat itu dibiarkan tergeletak di tepi kubur, dan tidak dikembalikan lagi ke liang kubur. Orang di desa itu mengatakan bahwa maling yang dulu, jauh lebih "beradab" dari “maling terakhir”. Kasusnya sama dan tetap, yakni pencurian kain kafan. Hakekatnya tetap sama bahwa pencurian adalah sebuah kejahatan, namun cara mencuri tergolong pada "beradab" dan “biadab”. Pada hakekatnya, manusia dimanapun di seantero dunia ini selalu cenderung melakukan kejahatan. Dimana-mana kejahatan ada. Hanya kadang kala ada yang sangat rapih dan cerdik sehingga tidak diketahui bahkan dianggap “beradab”, tetapi banyak juga yang sangat kasat mata, lalu diberi label “biadab”. Bertolak dari realita yang terjadi dewasa ini, muncul ungkapan: bahwa “era reformasi”– sarat dengan kejahatan. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sudah semakin meraja lela. Ada ungkapan sinis mengatakan bahwa di Indonesia ada banyak jenis pabrik, kecuali satu yang tidak ada, yakni “pabrik keadilan”. Tetapi, bukan berarti bahwa hanya di “era reformasi” ada kejahatan atau KKN. Dimana-mana ada. Dizaman orde lama ada, apalagi dizaman orde baru. Hanya saja, kejahatan di masa lalu sering diberi label “beradab” karena sangat rapih dan kadang dirasionalkan. Kajahatan itu, ada yang perorangan dan ada Negara dan ada dalam bentuk system. Mungkin dengan label “colonial”, “kapitalis”, “memberi pinjaman kepada negara berkembang”, “rasis”, globalisasi ekonomi, pasar bebas, atau sekarang kren istilah “memerangi teroris”. Semua sama, pelaku kejahatan. Bahkan bila kita jeli mengkajinya, maka kejahatan yang dilaksanakan oleh “maling yang berlabel biadab” – sering disebabkan oleh “maling yang beradab”. Negara yang terkenal korupsi sering dikondisikan oleh kepentingan Negara maju. Di tengah kondisi ini, Allah masih berbelas-kasihan. Ia peduli dan menghasihi ciptaanNya. Kasih itulah yang kita rayakan pada Natal Kristus. Selamat menerima kasih, dan selamat mewujudkan kasih di tengah dunia yang khaos ini. Amin.
4
TUHAN ALLAH MENGHAPUS AIR MATA3….!
Yesaya 25:6-12 BAPAK/IBU/SAUDARA yang dikasihi Tuhan Yesus, dan yang pasti bersukacita malam ini. Dalam sukacita, terimalah salam natal dari Saya: SELAMAT HARI NATAL, YA’AHOWU. Pernah ada analisa arti kata “Selamat”, dan ternyata ada 2 makna terdalam. (1) lepas dari maut atau bahaya (kereta api bertabrakan, tetapi penumpang “selamat”. Pesat jatuh, tetapi pilot dan penumpang selamat. Bom di Gereja Palu, penjaga gereja “selamat”.). dan (2) Semoga selamat (misalnya, selamat jalan, selamat tidur, dst). Ketika kita menggunakan kata : Selamat Natal”, maknanya tidak hanya salah satu, tetapi duaduanya. Pertama dalam arti melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia, kita telah ditebus dari hukuman dosa, kita telah diselamatkan dari kebinasaan oleh maut. Dalam Lukas 2:7 dikatakan: “Sebab hari ini telah lahir bagimu Kristus Yesus di kota Daud”. Kita seharusnya binasa, bahaya maut menjemput, tetapi Yesus datang untuk menyelamatkan. Arti kedua adalah sebuah harapan bahwa di dalam kita memasuki hari esok, menjalani tahun depan dan masa depan – bersama Yesus kita hidup dalam pengharapan yang pasti. Bagi kita ono Niha, bila seseorang telah lepas dari maut, maka dilaksanakan pesta (owasa), dan agar selamat ke depan juga dilaksanakan pesta (owasa). Dan dengan Natal Yesus, kita semua lepas dari kebinasaan dan memiliki harapan memasuki masa depan. Oleh karena itu, biarlah setiap orang menyatakan sukacitanya dengan memberi salam pada orang yang ada di kiri dan kananya, mengucapkan selamat Natal, karena kita telah lepas dari maut. (.....owasanya ? tentu potong babi .... nanti). Bapak ibu dan suadara-saudara. Tetapi bagaimana Natal membawa sukacita, keselamatan dan damai, sementara dalam realita yang kita hadapi ialah ketakutan “jangan-jangan ada bom”, sehingga keamanan siaga penuh untuk menjaga gereja dan gereja-gereja yang merayakan Natal pun juga waspada. Bagaimana Natal membawa sukacita, Keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian, sedangkan realita yang kita hadapi adalah penderitaan, stress, kesulitan hidup, kesulitan mendapatkan pekerjaan, kesulitan memenuhi kebutuhan, mungkin ada tekanan dari sesama, mungkin ditipu dan dibohongi orang lain, mungkin persoalan-persoalan dalam keluarga, mungkin persoalan dalam menghadapi pembinaan anak, mungkin persoalan dalam hidup kemasyarakatan. Bagaimana tema Natal: Keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian dapat terwujud, sedangkan realita yang kita hadapi ialah semakin berdaulatnya kekerasan, penindasan, kerusuhan, dengki – yang terjadi setiap hari ? Harapan pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun ternyata belum juga menjadi realita. Apakah dengan demikian, Natal masih memberi sukacita atau kita berhimpun sekarang hanya karena tradisi, rutinitas ? Bapak, ibu, saudara. Nas dan tema renungan kita malam ini sangat menarik. Apakah karena kesadaran atau tidak, apakah disengaja atau tidak, tetapi nas ini akan menuntun kita menjawab pertanyaan dan pergumulan kita seperti dikemukakan tadi. Saya katakan menarik, karena perikop ini berbicara tentang realita hidup orang Israel pada masa menjelang mereka dibuang ke Babel. 3
Renungan Natal, 25 Desember 2004 di Jemaat AMIN Jakarta, oleh Pdt. Tuhoni Telaumbanua
5
Nas dan tema tentang “Tuhan Sumber kehidupan dan damai sejahtera” – justru berada dalam konteks Nubuatan tentang Hukuman kepada bangsa Israel. 1. Pertama-tama Nas ini hendak mengatakan bahwa Hukuman akan menimpa setiap orang, bahkan persekutuan orang percaya – karena meninggalkan Allah dan melakukan ketidakadilan, kejahatan dan hidup keseharian. Perbuatan jahat ini terutama ditampakkan oleh para pemimpin: 1:23 Para pemimpinmu adalah pemberontak dan bersekongkol dengan pencuri. Semuanya suka menerima suap dan mengejar sogok. Mereka tidak membela hak anak-anak yatim, dan perkara janda-janda tidak sampai kepada mereka. Hebatnya lagi, mereka rajin beribadah, apalagi para petinggi negara dan kaum elite, tetapi coba perhatikan pasal 1: 10-17. Manusia hidup seperti di Sodom dan Gomora. Ibadah, persembahan, korban – tanpa disertai kesetiaan dan keadilan dalam hidup setiap hari – semuanya adalah omong kosong. Allah Tidak suka. Oleh karenanya Ia menuntut umatnya untuk bertobat. Tobat tidak hanya dengana kata-kata, tetapi menyatunya kata dalam hidup setiap hari. So ba gamaedola ba khoda: No ihaogo mbawa, ba no ihaogo li, ba no sa mudadao bakha ba dodo zilatao wa lo sokhi. Bapak ibu saudara. Justru hal pertama yang merupakan panggilan NATAL bagi kita ialah panggilan bertobat. Sebelum Yesus datang, Yohanes pembabtis telah menyerukan: Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat (Mat 3:2). Saya ajak kita membaca Lukas 3:8-14 – untuk memahami panggilan pertobatan ini. 3:8 Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! 3:9 Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api." 3:10 Orang banyak bertanya kepadanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?" 3:11 Jawabnya: "Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian." 3:12 Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" 3:13 Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." 3:14 Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu. Ingat bapak ibu, bahwa bangsa Israel yang tidak mau bertobat walau sudah diperingatkan oleh Nabi Yesaya – akibatnya mereka dibuang ke Babel. Yerusalem dihancurkan. 2. Hal kedua, adalah Janji Keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan Di tengah-tengah kehidupan yang kacau, di tengah-tengah kebobrokan para pemimpin waktu itu, di tengah-tengah ibadah yang munafik, di tengah-tengah frustrasi umat – Yesaya menubuatkan keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan. Nas ini hendak mengatakan: karena para pemimpin umat memberontak, KKN, merampok, dll- maka umat jangan kecut dan putusasa, karena akan datang pemimpin yang adil, bijaksana, membela kebenaran, menghadirkan kesejahteraan bagi semua umat. Dalam nas khotbah kita ada 4 gambaran yang dikemukakan: 6
• • • •
Jamuan dengan hidangan anggur tertua dan makanan bersumsum (6) Mengoyakkan perkabungan (meniadakan frustrasi) – ay 7 Meniadakan maut (ay 8) Penyertaan Tuhan pada umatnya menghadapi „kecongkakan dunia ini“ (moab) – 1012 Gambaran ini menyatakan Keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan yang dijanjikan Allah. Bapak-ibu-saudara. Janji keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan itu telah digenapi, telah terbukti, telah terlaksana di dalam Yesus yang telah datang ke dalam dunia. Inilah sukacita Natal, bahwa disamping keadilan Allah, Dia mengasihi kita. (Yoh 3:16). Ia datang bagi kita semua. Kapankah Ono Niha merayakan Natal pertama kali ? Pada tahun 1876. Dua tahun setelah baptisan pertama. Ada kisah menarik. Jauh sebelum tanggal 25 Desember, misionaris Kramer mengumumkan kepada orang Kristen pertama itu bahwa tanggal 25 desember kita akan merayakan Owasa besar, yaitu NATAL. Ada tokoh adat bertanya: Haniha zangowasa ba tuha.
. Hadia zalua ya ho ba tuha ? . Lalu tokoh adat ini terkejut dan bepikir sejenak. Lalu ia bertanya: Lowalangi tobali Ono Niha, mado hadia ya o ba tuha ? . 3. Melangkah ke depan dengan semangat Natal Tetapi apakah dengan mendengar berita Natal, berita sukacita, berita keselamatan dan kesejahteraan, maka segenap pergumulan yang telah kita singgung pada awal tadi – otomatis dapat lenyap ? Bapak-ibu-saudara, Pertama-tama penting dipahami dulu apa yang disebut dengan “sukacita Natal”. Apakah seperti yang kita lihat di Televisi – dengan gebyar natal, dengan dangdut natal, dengan makanan special natal, dengan pakaian natal, dengan segala yang serba wah ? Bapak ibu saudara. Untuk memahami ini, saya ingin mengakhiri khotbah ini dengan menjelaskan awal perayaan natal tanggal 25 desember. Perayaan natal bermula di Eropa sekitar abad ke-4. Latar-belakang perayaan Natal tanggal 25 Desember adalah bertolak dari konteks eropa. Di sana – mulai bulan 22 September – mulai juga yang disebut dengan musim gugur. Musim sebelumnya adalah musim panas. Pada musim panas, siang jauh lebih panjang dari pada malam. Tetapi mulai musim gugur – siang mulai berkurang dan malam mulai semakin lama. Puncak dari malam yang panjang adalah tanggal 24 Desember. Lalu tanggal 25 desember – secara bertahap terang mulai terbit lebih lama dan nanti puncaknya musim panas. Sehingga orang Eropa merayakan tanggal 25 desember sebagai hari Matahari. Ini yang menyemangati mereka mampu bertahan dan bekerja keras memasuki musim dingin dengan turunnya salju. Kekristenan mengambil alih perayaan ini, dengan mengatakan bahwa bukan matahari terang yang sesungguhnya. Telah ada terang yang lebih besar, yaitu dia yang mengatakan dalam Yohanes 8:20 : "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup. 7
Terang itulah Yesus Kristus yang telah datang ke dalam dunia. Dialah harapan yang sesungguhnya. Dialah yang menyertai umatnya memasuki tantangan hidup, sekalipun musim salju. Dia bagaikan pohon pinus yang tidak pernah gugur dan layu pada musim apapun. Dia bagaikan Lilin yang berkorban menerangi kegelapan. Sejak itulah tanggal 25 desember – dirayakan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Itulah yang kita rayakan sore dan malam hari ini. Bapak ibu, suka cita Natal justru terletak pada sikap dan respons kita. Dalam Lukas 2:20, kita baca bagaimana para Gembala di padang: Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.Kita bersukacita karena: 1. Allah mengasihi kita dan karena itu kita dapat saling mengasihi 2. Ada harapan yang pasti bahwa Tuhan beserta kita dalam melangkah ke depan. Dengan harapan ini, melahirkan semangat (bukan bermalas-malasan), dan semangat melahirkan kerja keras untuk mengisi kehidupan sesuai dengan kehendak Bapa. Dialah sumber pengharapan kita – memasuki masa depan. Dialah sumber kehidupan dan dalam sejahtera. Dialah yang menyertai kita memasuki hari depan yang mungkin penuh tantangan. SELAMAT NATAL TUHAN MEMBERKATI. AMIN
8
SELAMAT BERDIAM DI DALAM DIA Yohanes 15:1-8 Saya yakin bahwa kita semua sangat akrab dengan perikop – nas renungan kita pagi ini. Sejak sekolah minggu hingga sekarang, nas ini sering dinyanyikan: Yesus Pokok dan kitalah carangnya, tinggallah di dalamnya 3 X Pastilah kau akan berbuah. Melalui perumpamaan ini, Yesus menyatakan bahwa “Hidup hanya akan bermakna kalau menghasilkan buah yang baik dan benar”. Saya percaya bahwa dari antara kita yang hadir saat ini, mendambakan kehidupan yang berbuah baik dan benar….. Amin…… Kebun anggur merupakan salah satu gambar tentang kehidupan umat Allah, Israel. Ada dua gambaran yang diungkap: 1. Kebun anggur yang berbuah baik, indah dan benar. Kebun anggur yang ini merupakan pusaka yang sangat berharga bagi pemilik-Nya. Sebab dari buah anggur dapat dibuat roti (makanan) dan minuman yang enak serta berharga. Buah anggur yang baik akan memberikan kesegaran dan kesejukkan. Buah anggur yang baik inilah yang diberikan sebagai persembahan kepada Allah. 2. Alkitab juga menggambarkan kebun anggur yang berbuah, tetapi tidak baik, tidak enak, melainkan „asam“. Mari kita baca Yesaya 5:1-7 Nas ini menjelaskan tentang umat Tuhan yang telah meninggalkan Allah, yang telah hidup dalam kejahatan, ketidak-adilan, keonaran dan moralnya telah jauh merosot. Dan inilah yang melatar-belakangi Yesus mengungkap perumpamaan dalam Yohanes 15 ini. Yesus hendak mengatakan kepada umat Israel, „Kalian memang kebun anggur Tuhan, tetapi kalian telah menjadi liar, karena meninggalkan Allah. Sekarang Aku datang memperbaharuinya. Yesus berkata: Akulah Pokok anggur yang benar. Bila mau berbuah --- datanglah kepada-Ku dan tinggallah di dalam-Ku. Bapak-ibu-saudara. Kalau ada yang pernah ke Taman Buah, Cibubur, akan melihat berbagai tanaman, yang masih sangat pendek, tetapi sudah berbuah. Berbagai buahan dapat langsung dipetik, karena terjangkau tangan. Tetapi rupanya, agar Taman itu menarik, ada pohon tertentu yang sebenarnya tidak berbuah, tetapi dilengketkan buah plastik yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau tidak dipetik, maka hampir sulit dibedakan dengan yang asli. Jadi kalau ke Taman Buah, perhatikanlah baik-baik – ada pohon yang sungguh-sungguh berbuah banyak, indah dan enak, tetapi ada juga pohon yang buahnya plastik. Jadi kalau dulu pohon digambarkan dengan yang berbuah baik, yang berbuah asam dan tidak berbuah. Sekarang sudah dapat ditambahkan: Yang berbuah palsu. Ada banyak orang Kristen sekarang ini yang berbuah asam dan palsu, dan mungkin lebih banyak yang palsu. Kristen, tetapi sebenarnya palsu. Rajin ke gereja, rajin ke persekutuan, tetapi dalam kehidupan setiap hari, penuh dengan kejahatan dan keonaran. Palsu. Bapak/ibu/saudara…. Ada beberapa ungkapan yang pernah saya dengar sebagai kritik terhadap kita: 1. Ketika saya mengikuti seminar “partneschaft Indonesia-Jerman” di Wuppertal, Germany, Seorang teman menyidir saya dengan berkata: Negaramu hebat ya. Apanya yang hebat ? Ya... terdapat segala macam perusahaan, komoditi hasil pertanian dan lautan sangat kaya, dan 9
alamnya sangat indah. Tapi sayang, ada satu hal yang tidak dimiliki. Apa itu? Hanya satu yang tidak ada. Apa itu, tanya saya ? Perusahaan keadilan dan kejujuran. 2. Seorang teman berkata: “Nias itu hebat ya, mayoritas penduduknya beragama Kristen!” Dengan bangga saya menjawab: Oh, ya… pulau kami adalah pulau Kristen. “Tapi, bukan hanya itu, pulau kalian kecil tapi sudah masuk anggota NATO. Ungkap teman tersebut. Ah, jangan ngeledek lah, pulau kami saja harus mengimport beras sekitar 40 ribu ton pertahun, bagaimana kami masuk Organisasi negara-negara maju di dunia.Ya… tapi bukan itu maksudnya. Lalu apa? Nato itu kepanjangan dari: “No Action Talking Only” (Tidak ada tindakan, hanya omong doang). Mayoritas Kristen, tetapi tidak tampak buah-buah kekristenan dalam kehidupannya. Banyak kepalsuan, banyak kemunafikan. • Lihatlah kehidupan para pelajar. Ada banyak kepalsuan. Sekarang sudah terdengar “pelacur berseragam”, “PPS” (Pelajar Penjaja Seks). Sudah terdengar “PHSN” (pelajar hamil sebelum nikah). • Sudah terdengar di pulau yang majoritas Kristen ini soal narkoba, dan ada indikasi terinfeksi HIV/AIDS. • Lihatlah “kepalsuan” melalui usaha mendapatkan “bantuan rumah” – padahal waktu gempa rumahnya tidak rusak. • Lihat “kepalsuan” dalam diri para pemakai seragam PNS, yang sering kali terkena virus KKN. • Lihatlah “Kepalsuan” juga pada diri para pelayan gereja, yang justru dalam hidup keseharian penuh dengan sikap egois, materialis, dan tidak menyatakan sikap kasih. • Lihatlah “kepalsuan” di zaman ini. Mengaku Kristen, tetapi masih ada yang terikat oleh kuasa-kuasa kegelapan, dukun, dsb. • Mungkin masih bisa diperpanjang.... tentang kepalsuan dalam hidup orang kristen. 3. Ungkapan lain yang sering saya dengar tentang kekristenan kita, adalah: KTP, maksudnya: (1) Dalam KTP tertulis beragama Kristen, tetapi tidak hidup menurut ajaran Kristus. (2) KTP dipanjangkan dengan “Kristen tanpa Pengharapan”. Bapak-ibu saudara, ungkapan dan sindiran tersebut, hendak menunjukkan tentang kualitas hidup. Dan hidup yang berkualitas itu .... tampak dari buah yang dihasilkannya. Itulah ilustrasi yang diungkapan oleh Yesus melalui perumpamaan tentang pokok Anggur yang benar. Yesus ingin agar kita memiliki hidup yang berkualitas, yakni berbuah. Hidup yang berbuah dapat terlihat dalam rangkuman Firman yang diungkapkan oleh Yesus, yakni: Mengasihi Tuhan dan Mengasihi sesama (Matius 22:37-38). Tidak sulit untuk membedakan buah yang asam dan palsu dengan buah yang baik. Paulus menjabarkan buah iman, buah roh itu dalam Galatia 5:19-22: Galatians 5:19-26 19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, 20 penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, 21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu seperti yang telah kubuat dahulu bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. 22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, 23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. 24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. 25 Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, 26 dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki. Yesuslah pokok anggur yang benar. Kalau mau berbuah baik, banyak dan berkualitas, maka tinggallah di dalam Dia. Minggu kita hari ini bernama Katante artinya: “Nyanyikanlah nyanyian 10
baru bagi Tuhan.” Minggu ini hendak mengajak saudara dan saya untuk meninggalkan “Lagu lama, kemunafikan, kepalsuan” – dan mau menerima hidup yang berkualitas. Amin. Itu hanya ada di dalam Dia. Tinggallah di dalam Dia, maka saudara dan saya akan berbuah banyak. Akan menyenangkan orang lain, memberi kehidupan bagi yang lain, dan memuliakan nama Tuhan di surga. Tinggal di dalam Dia berarti: (1) Hidup dalam kontak selalu dengan Sumber kehidupan. Jadi kehidupan Doa orang percaya sangat penting dipelihara. (2) Hidup di dalam Firman-Nya Bagaimana supaya dapat hidup dalam Firman? Ada 5 hal yang harus dilakukan: Mendengar Sering terjadi... masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Ada nyanyian tentang ini: Omasido möi ba migu, isaisido fömörö, ba iwaö bakha tödögu so luo migu sambua tö. Andö ulau mörö u’osindruhugö Afu tola mbotogu na moluo mohalöwö. Ba me möido ba gosali, ba nahia wangandö Ba iwaö bakha tödögu, böi angandrö aila’ö Andrö no udölö no u’osatulö, mamotu zamahaö udehedehe manö. (Roma 10:17... dari mendengar timbul iman...) Membaca Pernah dengar kisah Agustinus ? Ia ini, semula seorang ahli filsafat dan ahli hukum. Ibunya Moningka, adalah seorang yang setia kepada Tuhan. Tapi Agustinusnya... seorang yang tak peduli dengan agama, dengan gereja. Masa mudanya diisi dengan berfoya-foya, mabukmabukan, dan berbagai perbuatan yang tidak sesuai dengan iman kekristenan. Ibunya... sedih melihat kenyataan itu... dan ia hanya dapat berdoa terus menerus.... (dari kisah inilah dicipta lagu: Di doa ibuku...namaku disebut....di doa ibu kudengar...). Tapi suatu saat, ketika ia sedang ditaman rumahnya, ia mendengar nyanyian anak-anak, yang isinya: Ambillah dan Bacalah.... Agustinus gelisah, lalu ia ambil Alkitab, ia buka dan pas terlintas di matanya Roma 13:13-14: Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. Dengan ayat ini dia bertobat... Ambil dan bacalah. Kisah inilah yang menginsprirasikan nyanyian: ”Baca kitab suci, doa tiap hari-doa tiap hari, doa tiap hari. Baca kita suci, doa tiap hari...kalau mau hidup” Merenungkan Orang bisa mendengar dan bisa membaca...tetapi kalau tidak merenungkan itu siang dan malam, maka bisa lupa, bisa hilang. Itulah sebabnya dikatakan ‘taruhlah... dalam hatimu dan dalam jiwamu.....dst. Jangan lupakan.... (tanda di tanganmu, lambang di dahimu – Ulangan 6:6-9) Mengajarkan Anak-anakmu...ingatlah janji baptismu.... 11
Melaksanakan Artinya, apapun yang hendak kita lakukan dalam kehidupan ini (dalam keluarga, pekerjaan, kegiatan adat-istiadat, kemasyarakatan, kegerejaan, dalam bersahabat, dll), tanyakan apakah sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak. Kolose 3:17: Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus…
Ingatlah, bahwa bila anda hidup dalam Dia, berpegang pada Firmannya, hidup anda akan diberkati. Janji Tuhan dalam ayat 7 ”Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” akan digenapi dalam kehidupanmu. Kalaupun menghadapi tantangan, Tuhan menyertai dan menguatkan. Tetapi sebaliknya, ingatlah bahwa pohon yang berbuah asam akan di tebang, dan ranting yang tidak berbuah akan dipotong dan tidak akan berguna. John 15:5 ”Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
12
HANYA DIA4...! YOHANES 1:29-42 Tak terasa kita telah memasuki hari ke-16 tahun yang baru ini. Ada yang mungkin menganggapnya “meneruskan rutinitas tahun lalu”, tapi saya percaya ada banyak pergumulan: Bagaimana kita menjalani masa depan yang tak seorangpun tahu apa yang akan terjadi. Sama seperti tahun lalu, tak ada seorangpun tahu bahwa 26 Desember 04 terjadi bencana Gempa dan Tsunami yang mengakibatkan kematian ribuan orang dan kehancuran yang luar biasa. Para Ahli metreologipun, ahli Tsunamipun tak ada yang tahu. Tapi, saya kurang tahu apakah ada yang sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya esok, lusa dan seterusnya. Karena tidak ada seorangpun yang tahu, makanya ada pergumulan dan pertanyaan: Bagaimana kita melangkah memasuki hari esok dan masa depan ? Jawabannya: tergantung pada “1. Tujuan dan Andalan hidup dan 2. Pola hidup yang kita lakoni. Dalam perikop ini kedua hal itu dikemukakan kepada kita hari ini. Apa pelajaran yang dapat kita teladani dari Yohanes Pembaptis ialah “ DIA dan bukan AKU”. • Perhatikan ayat 19-27 – dipertanyakan apakah Yohanes Pembaptis adalah mesias – jawaban Yohanes – “Bukan Aku” • Ayat 29 – 34 – Yohanes Pembaptis menyaksikan: Dialah…. Yesus • 35-42 – Yohanes justru merelakan bahkan penyuruh muridnya menjadi murid Yesus. (Ini kosekwensi dari kesaksian). Dari sini bapak ibu, hendak dikatakan kepada kita bahwa dalam menjalani masa depan – Yohanes memberi kesaksian pada kita bahwa Hanya dia. Dialah (yang telah menjadi manusia) Anak domba Allah. Dialah Juru Slamat. Dialah Gembala bagi umatNya. Dialah Immanuel (Allah beserta kita). Dialah, Yesus andalan, gunung batu – menjalani hari esok. Dialah Rabi, guru yang mengajari kita menjalani kehidupan. Amin !
4
Khotbah Pdt. Tuhoni Telaumbanua di BNKP Jemaat Jakarta, tanggal 16 Januari 2005
13
Inilah andalan, pegangan, pedoman, pemandu – hidup menjalani kehidupan, baik suka maupun duka. Baik senang maupun derita. Baik menang maupun kalah. Amin. Kedua bahwa dalam perikop ini, Yohanes memberi teladan kepada kita tentang pola hidup berperilaku, bergaul dengan sesama. Apa teladan itu: Dia dan bukan Aku. Bapak-Ibu-Saudara. Teladan Yohanes ini sangat penting. Mengapa ? Karena salah satu sifat hakiki manusiawi adalah keakuan (egoisme/faya’osa). Dewasa ini, keakuan tersebut semakin merajalela, termasuk dalam kehidupan kita Ono Niha. • Karena “keegoisan” – muncul pertentangan/konflik/ perang dalam keluarga, antara suami – istri, orangtua- anak, di antara anak. <Apa sebenarnya di balik kata-kata: “siapa dulu donk bapaknya... siapa dulu donk ibunya...>. • Perang, teroris, dll – adalah berakar dari keakuan. • Karena “keegoisan” – muncul gengsi – gengsi gedegedean (ganuno). Pada hal so ba gamaedoma – sökhido towi 2 x, sangalai bakha mbösi. • Karena “keegoisan” – muncul keangkuhan (fa’asilöyawa, ba li ia da’e mangosipade, lö ahe ba danö, no iböka galogo, lö ba hörönia niha). Padahal so wofo yawa mba’e. So göfa sihombo yawa wofo. So Wondrehe Zalawa – yawa göfasihombo. • Karena “keegoisan” – muncul Iri Hati (fa’afökhö dödö). Idöni tou nawonia. I’obou’obousi nawonia. Osili wamaigi olowingö nawö, ba hiza sa mongamohi geu ba kha ba hörönia, ba lö i’ila. • Karena “keegoisan” – muncul kerakusan (fa’olualua), fangisö (fa’anani) ba fangisu (menipu). Ifalala-lala ba ifalalilali sa’ae cara-cara. Andrö dania so wehede: Cara-caramö ... lö baga.... • Karena “keegoisan” – muncul sikap Fakhögusa (segala sesuatu adalah miliku). Hulö ngenu nono sitatalu me la’ötö molö manaho iraono Zalawa: Akha mate ami si darua, alasa wöi auri ndra’o Ya’o mötö zangokhögö harato, ya’o mötö wangali mbörö sisi Dan rupanya, sikap keegoisanpun kadang-kadang terbawa-bawa dalam gereja. Saya ingin ceriterakan kepada bapak ibu, ketika perayaan natal oleh Ono Niha Kristen pertama di Nias pada tahun 1876 di Gunungsitoli. Kisahnya begini: Jauh sebelum tanggal 25 Desember, misionaris Kramer mengumumkan kepada orang Kristen pertama itu bahwa tanggal 25 desember kita akan merayakan Owasa besar, yaitu NATAL. Ada tokoh adat bertanya: Haniha zangowasa ba tuha. . Hadia zalua ya hö ba tuha ? . Lalu tokoh adat ini terkejut dan bepikir sejenak. Lalu ia bertanya: Lowalangi tobali Ono Niha, mado hadia ya ö ba tuha ? Jangan-jangan perayaan natal sekarangpun – mengikuti itu. Madoma, ngafuma, organisasima, banuama… Apa yang ada di balik itu ? Keakuan. Ngambatö, Madoma. Banuama. Karena itulah konflik, perpecahan dalam gereja sering terjadi. Apakah tidak perlu lagi „keakuan“ ? Apakah tidak perlu kepentingan pribadi ? Perlu, tetapi AKU yang sudah diperbaharui. Aku yang sudah bertobat. (kalau belum bertobat, walau sudah natal dan Tahun Baru – alua Sarawawa ndregendrege ba tesao wa lö sökhi). Aku yang oleh Paulus mengatakan: Hidupku bukannya aku lagi, tetapi Yesus dalamku. Nasehat Paulus dalam Filipi 2:2-4 dikatakan: 14
2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. SELAMAT MENGANDALKAN YESUS DALAM MENJALANI TAHUN 2005 DAN SELAMAT HIDUP DALAM KERENDAHAN HATI DAN MENGASIHI SESAMA. AMIN.
15
JANGAN TAKUT, AKU INI MENYERTAI ENGKAU5 Yesaya 43:1-7 Ketakutan. Itulah yang telah merajai kehidupan manusia sejak awal manusia hidup dalam lumuran dosa hingga sekarang ini. Kegelapan dan kekelaman dosa, telah menobatkan ketakutan merajai kehidupan. Ketakutan telah melahirkan penderitaan, kesengsaraan dan kematian. Ketakutan bangsa Israel pada waktu berada dalam pembuangan di Babel adalah: - Ketakutan akan terus berada di bawah penjajahan bangsa lain (sebelumnya Babel dan pada akhir pembuangan – telah muncul kekuasaan baru dari Persia, dengan rajanya Koresy). - Ketakutan terus berada sebagai warga negara nomor – 2 di negeri orang dengan status sosial yang lebih rendah. - Ketakutan akan terus berada dalam keterpurukan ekonomi, walaupun ada sebagian kecil yang menikmati kemakmuran. - Ketakutan terus jauh dari Yerusalem, pusat ibadah dan agama, apalagi karena ’RUMAH IBADAH” telah dihancurkan oleh Babel. - Ketakutan akan pengaruh budaya dan agama yang ada di Babel dan sekitarnya. Ketakutan terus terjadi. Dulu, di sepanjang sejarah, dan hingga kini. Secara umum, terjadi: • Ketakutan terhadap diri sendiri, yang dilahirkan oleh kurang PD • Ketakutan terhadap sesama yang seakan hadir sebagai penindas, pemeras, terorist, musuh bebuyutan dan sumber segala kekerasan... • Ketakutan terhadap sistem politik yang kadang kurang menciptakan keadilan, kesetaraan, kesejahteraan bagi seluruh lapisan... • Ketakutan terhadap sistem ekonomi yang melahirkan jurang yang sangat mendalam antara sekelompok kaya dengan kebanyakan miskin dan termiskin... • Ketakutan para petani akan kegagalan panen... dan harga produksi yang tak menentu. • Ketakutan akan harga barang yang luntang-lantang karena harga minyak dunia yang memaksa bangsa kita harus menaikkan harga BBM... • Ketakutan akan merajalelanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang sudah merasuk seluruh lapisan, hingga ke daerah-daerah.... apalagi dengan masih merajalelanya para pelaku, mulai dari yang terduga, tersangka hingga pada yang terpidana. • Ketakutan terhadap globalisasi yang memiliki sisi neo-kapitalis dan neo-imperialis yang dampak positif dan negatifnya. • Ketakutan terhadap penyakit perenggut kehidupan: HIV-AIDS, Plu Burung, Demam Berdarah, dan berbagai penyakit sosial masyarakat lainnya. • Ketakutan terhadap perubahan ideologi yang dapat melahirkan diskriminasi. Kalau kita dekatkan di Nias. Apa yang menjadi ketakutan kita sekarang ini? • Ketakutan terhadap lingkungan hidup yang seakan kurang bersahabat: Angin yang dapat memporaporandakan sarana kehidupan Gempa yang dapat meluluh-latahkan segala bangunan manusia Tsunami, yang dapat menghanyutkan dengan menyapu bersih Banjir yang dapat menenggelamkan dan menghanyutkan, udara terpolusi yang mengotorkan kehidupan Tanah longsor yang mengubur manusia hidup-hidup Sistem ekosistem yang terganggu karena ulah manusia 5
Disampaikan pada pembukaan Rapat Kerja Pendeta BNKP Februari 2006.
16
• •
• •
•
Ketakutan tidak terbangunnya gedung gereja yang telah porak-poranda akibat gempa. Ketakutan ”semakin berkurangnya warga jemaat BNKP” karena berpindah ke Gereja lain, walaupun itu terjadi karena domba-domba yang terabaikan, kelaparan, dan tak punya gembala. Dalam konteks pilkada, terjadi: Ketakutan akan lahirnya pemimpin yang bejat & tak bermoral atau yg tak mengindahkan nilai-nilai kesusilaan. Ketakutan akan terjadinya ”Serangan Fajar” tanggal 27 dan 28 Februari pada pilkada mendatang oleh mereka yang haus kekuasaan shg menempuh cara kotor. Itu berarti dapat menghasilkan pemimpin yang korupt, yang dapat membawa Nias ke jurang kehancuran. dsb....
Dalam kondisi ”ketakutan” baik yang bersifat global maupun lokal – yang demikian, Firman Tuhan yang kita renungkan dan menghibur kita sejak Natal tahun 2005 dan hingga satu tahun ke depan adalah: Jangan Takut, Aku menyertai engkau. I.
Mengapa tidak perlu takut? Jangan takut karena Allah telah menebus, telah mendamaikan, atau telah mengampuni dosa bangsa itu, bahkan menerima mereka kembali sebagai ”Umat-Nya”. Ini bukan usaha manusia, tetapi karena Anugerah Allah.
II.
Siapakah ”pelepas” itu ? Allah sendiri yang melepaskan umatnya dari keterjajahan, dari keterpurukan, dari penindasan, dari ketakutan, dari kemiskinan, dari keterisolasian, dsb. Tetapi ketika genap 70 tahun di pembuangan Babel, Allah menggunakan Koresy untuk membebaskan umatnya. Pemerintah dipakai Allah mendatangkan damai sejahtera, pembebasan, ketakutan. Walaupun dalam sejarah Israel, bahkan dalam sejarah kekristenan – Raja atau pemimpin tidak selamanya pembawa damai dan pembebasan, melainkan menjadi penindas, pemeras, penjajah, dan menjadi musuh umat Tuhan.
III.
Bagaimana sikap umat menyambut kelepasan itu? (1) Menyambut dengan iman/percaya berita pembebasan itu (2) Mau keluar dari penindasan (ada aksi) (3) Mau berjalan menuruni lembah, menyeberangi sungai, melewati padang gurun. Jadi bukan hal yang instant – demi Kanaan yang berlimpah madu dan susunya.
Selamat menyambut pembebasan, selamat dipakai Allah mendatangkan pembebasan, dan selamat berjuang melewati padang belantara, menyeberangi sungai, dan melewati lembah untuk Kanaan yang berlimpah Madu dan Susunya. Tuhan memberkati. AMIN
17
BERITAKANLAH INJIL6 Markus 16:15-20 Empat hari lalu, nama minggu kita adalah Rogate, artinya berdoa (BERKOMUNIKASI TERUSMENERUS). Dalam kalender tahun gereja, Rogate ditempatkan sebelum kenaikan Yesus (sebelum perpisahan) – mempunyai makna penguatan „murid, umat“ agar dalam menjalani dan menjalankan tugas hidup di dunia ini, hendaknya tetap dalam relasi yang tak berkeputusan dengan DIA. Sekarang „perpisahan“ itu kita rayakan. Tentu berbeda jauh dengan perpisahan anak kelas tiga yang akan lulus. Di situ yang ditinggal memberi amanat, petuah atau nasehat. Juga berbeda dengan „perpisahan“ apabila di kantor terjadi mutasi, sebab di sana „kesan dan pesan“ dari kedua belah pihak yang ada. Memang mirip, tetapi masih berbeda dengan „perpisahan“ antara anak dan orang-tua yang hendak meninggal dunia, sebab kitab suci mencatat bahwa tidak ada lagi relasi/hubungan antara yang hidup dan yang mati. Lalu apa arti dan maknanya kita rayakan perpisahan atau kenaikan Tuhan Yesus? (1) Kita bersukacita karena Yesus yang telah mati dan bangkit, telah naik ke surga – menjadi Tuhan dan Raja, baik di bumi maupun di surga. Bila dalam Johanes 20:1-2 dikatakan: “Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. 2 Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan." Tetapi sekarang, dalam Pengakuan Iman, kita mengaku: “..naik ke surga, duduk di sebelah Allah yang mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.” Yesus itu telah dilantik sebagai Tuhan dan Raja. Dialah raja kita, dialah kepala kita, Dialah junjungan kita. AMIN! Lalu, mengapa kita sering melupakan bahwa DIALAH Tuhan dan raja kita? Mengapa kita sering mengabdi dan beribadah kepada yang lain? Dia adalah Tuhan dan Raja. Segala kuasa telah diberikan kepadaNya, sehingga kita tidak perlu khawatir dan takut. Kita dapat berkata seperti Paulus dalam Filipi 4:13 “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” AMIN. Tetapi, mengapa justru ketakutan dan kekhawatiran yang sering menghantui diri dan kehidupan kita, sehingga ada yang mencari “kuasa lain”, dan karena kekhawatiran, sering muncul keserakahan atau menjadikan uang, harta dan jabatan sebagai “tuhan”? Hari ini, melalui perayaan kenaikan Tuhan yesus, kita semua dipanggil untuk bersyukur dan memuliakan raja kita. Kita dipanggil untuk hanya mengabdi kepadaNya. Kita dipanggil untuk hanya berharap kepadaNya, sebab raja kita – bukan raja yang lalim, yang korup, yang serakah, tetapi RAJA DAMAI. Dialah JALAN (bukan penghalang), Dialah KEBENARAN (bukan kebohongan dan kemunafikan) dan HIDUP (bukan sumber kematian). (2) Melalui perayaan kenaikkan Yesus, kita diingatkan bahwa kita ini hidup antara kenaikkan dengan kedatanganNya yang kedua kali. Kita berada di zaman akhir – menanti dan menyambut kedatanganNya. 6
Khotbah pada kebaktian pagi kedua di Jemaat BNKP Kota Gunungsitoli, pada perayaan Kenaikan Tuhan Yesus tahun 2007, oleh Pdt. Tuhoni Telaumbanua
18
Kapan Dia datang? Tak seorangpun tahu kapan waktunya. Yang pasti dia akan datang. Bila Ia datang, apakah saudara dan saya sudah siap? Adakah dia akan temukan iman di bumi? Pada tahun 1916, seorang guru bantu di Helefanikha bernama Filemo, merenungkan pertanyaan ini: Bagaimana kalau Yesus datang tiba-tiba? Lalu ia gemetar amat hebat dan berteriak: dosaku-dosaku.... Inilah awal pertobatan massal, yang dikenal dengan nama Fangesa dodo sebua. Bagaimana dengan kita? Seorang teman saya pernah berkata dalam suatu pertemuan di jakarta berkata: „Gempa di Nias 2 tahun lalu itu, menghancurkan banyak bangunan, menelan banyak korban, dan menimbulkan trauma mendalam. Tetapi Gempa itu gagal untuk satu hal, yakni: Gagal menghancurkan „benteng dosa masyarakat Nias, malah sekarang semakin kokoh.“ Mudah-mudahan ungkapan itu tidak benar, tetapi bila ya, maka saatnya kita dipanggil: „Bertobatlah“ dan bersiaplah senantiasa. (3) Hal yang ketiga: Arti dari perayaan kenaikan Yesus yakni: Pemberian Amanat atau mandat kepada kita orang percaya. Mandat apa? Mark 16:15 "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Mandat penginjilan. Mandat untuk bermisi, yakni memberitakan kabar baik, keselamatan, kehidupan dan damai sejahtera - yang tersedia di dalam Kristus. Barangsiapa yang percaya dan dibaptis akan mendapatkannya. Jadi pada minggu kenaikkan ini, kita sebagai pengikut Yesus diingatkan bahwa tugas kita adalah membawa dan menyatakan damai, sukacita, pembebasan dan keselamatan kepada segala makhluk. Mari, setiap kita merenungkan kembali apakah kita, entah dalam keluarga, di kantor, di pasar, di masyaraat dan dimanapun – telah menjadi pembawa sukacita? Atau justru yang mendatangkan malapetaka, kesulitan bagi orang lain, menjadi beban, menjadi penyesat, menjadi batu sandungan, menjadi sumber kehancuran makhluk lain, menjadi penghalang berkat bagi yang lain? Kata yang dipakai oleh Matius ketika berbicara tentang sasaran misi, yakni “segala bangsa” – untuk menyatakan tugas PI kepada suku bangsa. Tetapi Markus memakai istilah “segala makhluk”. Dalam bahasa Yunani dipakai kata kti,sij {ktis'-is} artinya (1) ciptaan, (2) setiap orang, (3) segenap dimensi hidup (manusia sebagai makhluk sosial, ekonomi, politik, hukum, dst). (4) Ktisis juga berarti institusi (organ-isasi). Dengan demikian, misi itu adalah membawa pembebasan, kehidupan, damai sejahtera kepada semua orang tanpa membedakan status sosial, tanpa membedakan jenis kelamin, tanpa dibatasi oleh suku, ras dan bahasa. Kepada segala makhluk ciptaan allah. Misi itu menembus hingga ke dimensi sosial, ekonomi, hukum, politik, dsb – agar dimensi ini menjadi sumber damai sejahtera dan bukan yang menindas, bukan yang mematikan. Inilah amanat itu yang diberikan kepada kita semua, kepada gereja sebagai persekutuan orang percaya. Dengan kesadaran ini, sekarang marilah kita sejenak melihat realita kehidupan kita di Nias ini, agar kita menyadari akan bidang misi, dimana kita dipanggil dan diutus: Minggu lalu, dalam Harian Batak Pos – saya membaca bahwa di lokasi “Pasar Lagundri” sedang merajalela praktek pelacuran, yang melibatkan para pemuda, pelajar, penarik becak dan kaum hidung belang. Dua minggu sebelumnya, kami menemani mahasiswa di desa-desa untuk program Live in. Sungguh memprihatinkan, bahwa di sekitar kota, kehidupan masyarakat 19
berkelimpahan, tetapi sekarang di desa – ada banyak masyarakat yang hanya makan nasi sekali sehari, lainnya mengandalkan pisang dan ubi. Lebih memprihatinkan lagi, bahwa ada banyak rakyat yang rumahnya hancur waktu gempa – belum dibangun, sementara ada yang tidak hancur rumahnya, sedang hancur. Manarik juga ketika berbicara dengan para petani. Ada satu ungkapan yang menyentak saya begini: Untuk apa bekerja keras pak pendeta, toh semuanya diatur dan ditentukan oleh pedagang atau toke. Ketika kami menjual hasil pertanian kami, toke yang menentukan harga. Ketika kami membeli kebutuhan, juga toke dengan suka hati menentukan. Ketika saya bertanya kepada anak-anak SD, mau jadi apa? Ada yang menjawab: “jadi pemborong”, ada yang menjawab jadi Pegawai Negeri dan ada yang mau jadi polisi. Mengapa? Kata mereka – banyak uangnya, banyak untungnya. Saya tambahkan, baik yang halal maupun yang haram. Tentang gaya hidup. Menurut data sementara, bahwa dari beberapa kabupaten yang tergolong miskin, Niaslah yang terbesar mengeluarkan uang untuk HP dan Pulsa. Coba perhatikan, sebagian anak SD, SMP dan hampir semua anak SMA dan mahasiswa – sudah punya HP. Padahal, ada banyak dari orang-tuanya yang justru miskin. HP menjadi HIDUP PALSU. Sebelum Gempa, hanya sekitar 20-an organisasi gereja di Nias ini, sekarang sudah lebih 50 puluhan. Apakah ini misi atau pencarian jabatan, posisi dan keserakahan? Di salah satu Desa Binaan STT, pernah petugas lapangan cerita bahwa masyarakat yang mereka layani, mau kembali ke BNKP asalkan mereka dapat bantuan. Jangan-jangan ini penyebabnya. Sekarang ini, jumlah masyarakat Nias yang menyebar di luar Nias diperkirakan mencapai 60-ribuan. 10 % para pns, pengusaha atau wiraswasta. 10 % mahasiswa. 80 % adalah pekerja kasar di pabrik atau buruh tani di perkebunan, atau penarik becak, dan berbagai pekerjaan rendah lainnya. Mereka umumnya miskin dan memprihatinkan. Masih bisa diperpanjang… Yang saya mau katakan ialah: bahwa bidang pelayanan kita sangat luas. Pergilah, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Mulailah dari keluarga anda masing-masing. Keluarga adalah jantung misi. Ciptakanlah keluarga sebagai tempat bertumbuhnya cintakasih, damai, keadilan dan sejahtera. Ketahuilah bahwa dalam menjalankan misi ini, Tuhan senantiasa menyertai kita. Ia memberi kekuatan dan karunia-karunia untuk dapat melakukan tugas ini. Memang banyak yang menjadi penghalang. Kuasa kegelapan atau yang digambarkan dengan setan-setan – yang mau menghalangi berita sukacita itu. Nero, pemerintah pernah digambarkan sebagai setan atau iblis. Dan ada banyak jelmaan lain yang menghalangi Berita Injil. Tetapi, Tuhan memampukan kita menghadapi dan keluar dari tantangan itu. Bisa juga tantangan kelemahan, penyakit, kemiskinan, alam, dsb. Di sini Tuhan menguatkan kita dengan memberi karunia: ada karunia penyembuhan. Dia memberi kita akal untuk mengembangkan pelayanan kesehatan. Tuhan senantiasa menyertai kita dalam menyatakan Kabar baik. "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan." (Roma 10:11) Selamat bermisi, Tuhan memberkati. Amin!
20
KAMU ADALAH SAKSI7 Kis 1:8 Doa: • Memahami dan merenungkan perbuatan besar Allah, yang telah menjadikan kita umatNya, dalam persekutuan sebagai Gereja, tubuh Kristus, di muka bumi yang penuh dengan tantangan ini, kita akan membaca dan mendalami Alkitab pada saat ini, dalam terang hikmat dan pimpinan Roh Kudus. Mari kita berdoa: o Datanglah ya Roh Kudus, pulihkanlah umat-Mu o Datanglah ya Roh Kebenaran, nyatakanlah kebenaran Sabda-Mu o Datanglah ya Roh Penghibur, hiburkanlah dan sembuhkanlah umat yang sedang hancur remuk, menderita sengsara, tersingkir dan terabaikan. o Datanglah ya Roh Pendamai, nyatakanlah perdamaian di dunia ini o Datanglah ya Roh pemersatu, persatukanlah umat-Mu. o Datanglah...datanglah, hati kami terbuka menyambut kehadiran-Mu. Amin. •
Di bawah Tema HUT: Roh Tuhan memulihkan kehidupan umatNya. Saya sengaja memilih nas Firman Tuhan dari Kis 1:8, yang berbunyi: Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.
•
Demikianlah Alkitab telah berkata. Berbahagialah yang mendengarkannya, merenungkannya di dalam hati dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari”. Hosiana....
Renungan: Hari ini, saudara-saudara merayakan HUT ke-59. Saya sebagai pendeta BNKP, saudara dari Gereja AMIN, turut berbahagia dan mengucapkan Selamat berulang tahun, Syalom, Ya’ahowu. Mari kita meniup lilin dan memotong kue serta membagikannya melalui perenungan: apa yang sedang kita hadapi, dan apa yang hendak kita lakukan ? Bapak-Ibu-saudara.... 1. Menarik mencermati sejarah. Para penulis sejarah gereja menyatakan bahwa Gereja AMIN lahir tanggal 1 Mei 1946. Tapi dari dokumen sejarah Gereja AMIN ditulis tanggal 12 Mei 1946. Tanpa mempersoalkan sejarah perpecahan atau perpisahan, bagi saya menarik menghubungkan HUT pada Pentakosta. Minimal mau menyatakan bahwa Gereja AMIN sebagai GEREJA, ada bukan karena awalnya bergabung 11 jemaat di wilayah Idanoi dan membentuk satu sinode bernama AMIN. Juga bukan karena berpisah dari BNKP, tetapi hendak menyatakan bahwa gereja ada karena Karya Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah memanggil kita dari kegelapan kematian – dan membawa kita pada Terang Kehidupan; serta telah mengutus umat-Nya menjadi saksi bagi-Nya di tengah dunia ini. Pada perayaan HUT ke-59 tahun ini, di sini kita dapat bergembira bersukacita dan dapat menyanyikan lagu: Selamat Ulang Tahun.... atau Panjang Umurnya.... atau supaya lebih kren: Happy birth day to you... Tetapi ketahuilah bahwa saudara-saudara kita di Nias … mereka memasuki hari ini dengan ketakutan. Karena kemarin dengan kekuatan lebih 6,7 skala richter 7
Khotbah pada perayaan Ulang Tahun Gereja AMIN Jakarta, pentakosta 2005
21
– gempa kembali mengguncang Nias. Tidak hanya karena itu, tetapi karena spekulasi atau dugaan tentang ada 3 hari besar gerejawi yang perayaannya di Nias 2 hari berturut-turut. Apa maksudnya ? Mereka menafsir begini: - Perayaan Natal kedua, tanggal 26 Desember 2004 – Gempa dan Tsunami menghancurkan kehidupan. - Perayaan Paskah kedua, tanggal 28 Desember 2005 – gempa kembali menghancurkan kehidupan. - Maka, jangan-jangan pada pentakosta 1 atau ke-2 ini kembali terjadi sesuatu yang menghancurkan kehidupan. Itulah sebabnya, ada banyak saudara-saudara kita di Nias yang perumahannya di dataran rendah, dekat Pantai --- sudah mengungsi ke dataran tinggi, karena ketakutan, karena trauma. Bapak-ibu-saudara.... HUT tahun ini kita rayakan pada saat masyarakat kita sedang menjerit, menangis, ketakutan. Sebelum gempa saja sudah menderita karena kemiskinan dan keterbelakangan, kini semakin disengsarakan oleh bencana yang menimpa terus-menerus. Seusai dilanda tanah longsor dan banjir tahun 2001 dan 2002 yang melanda 9 kecamatan, lalu disusul dengan Gempa dan Tsunami tanggal 26 Desember 2004, yang juga menerpa 9 kecamatan yang berbeda. Lalu, 11 Maret 2005 Golambanua-2, Nias Selatan - dilanda oleh angin puyuh yang menerbangkan 28 atap rumah. Kemudian tanggal 28 maret 2005 dihancurkan oleh Gempa Tektonik yang menggoncang dan menghancurkan, serta menyengsarakan seluruh wilayah Nias. Dalam kemiskinan, keterbelakangan, kehancuran, ketakutan, kesengsaraan, saudara-saudara kita dan kita di sini berteriak, seperti: Eli Eli lama sabach tani. Nampak dari kata-kata yang terungkap: - Tologa So’aya (Tolong kami ya Tuhan..) - Hana öröiga ba So’aya (Mengapa Engkau meninggalkan kami Tuhan) - Hadia horöma ba So’aya (Apa dosa kami Tuhan) - Oroma’ö wa’abölömö ba So’aya (Tunjukkan Kuasa-Mu Tuhan) Apa yang dialami oleh saudara-saudara kita, dan termasuk kita di sini, walau pun alasan penderitaan, kepanikan – berbeda, hendak menyatakan bahwa sepertinya – dunia ini gelap gulita, kacau-balau, belum berbentuk dan kosong. Kita menanti dan merindukan kehidupan. Tapi kapan ? Kalau dulu orang Israel merayakan Pentakosta, 50 hari setelah Paskah, dalam arti perayaan hasil panen dari kebun mereka.....lalu apa yang dirayakan oleh masyarakat Nias: - Harga karet yang dulu Rp 3800 sekarang turun menjadi 2000an - Coklat yang dulu Rp 12.000/kg sekarang turun menjadi 7000an - Bagaimana orang Nias dapat merayakan panen sementara harga kebutuhan melambung tinggi. - Bagaimana orang Nias dapat bersukaria dan bersorak-sorai, sementara bantuan yang seharusnya untuk rakyat, tertahan di gudang khusus oknum-oknum tertentu, baik pemerintah maupun swasta dan terdengar ada dari kalangan hamba Tuhan... - Bagaimana orang Nias, terutama di pedalaman dapat bersorak-sorai sementara... bantuan hanya dapat mencapai kecamatan dan hingga kini ada desa yang hanya pernah 1 kali menerima bantuan. - Mungkinkah akan bersukacita dengan dibentuknya BRR Aceh-Nias. Sementara dari 43 Triliun, Nias hanya dapat 2 triliun ? Jangan-jangan BRR menjadi böi era’era, böi rörö’ö (lö harazaki ba Nias).
22
-
Bagaimana juga kita di Jabotabek ini dapat bersukacita, sementara realita hidup ditandai dengan kekerasan, pola hidup yang serba instan dan egois, sulitnya mendapatkan pekerjaan, udara dan air yang telah tercemar, jalan yang macet, dsb.... ?
Kita masih dapat memperpanjang... tentang kondisi dan penderitaan yang sedang kita alami, yang sering membawa kita pada pertanyaan: Dimanakah Tuhan ? Mengapa Ia tak mendengar teriakan umatNya ? Saudara-saudara, Hari ini kita merayakan Pentakosta. Makna Pentakosta bagi umat percaya, tidak lagi hanya sebatas perayaan panen. Lebih dari itu, justru dalam Pentakosta, melalui pencurahan Roh Kudus, maka sumber kehidupan, sumber berkat – diam di dalam kita kita. Allah Bapa ada di atas kita, Allah anak ada di antara kita, dan Allah Roh Kudus ada di dalam kita. Ia mendiami hati kita. Ia menopang kita dari dalam, dengan kuasa, kebijaksanaan, dengan berbagai karunia. Ia menguatkan kita menghadapi bencana, penderitaan dan ketertinggalan. Ini bukti bahwa Kasih Allah tak pernah berkesudahan. Ia tidak pernah membiarkan kita dalam menjalani kehidupan. Roh Allah melayang-layang di atas permukaan bumi, seakan mengerami dan menciptakan secara baru. Dan inilah yang kita sambut hari ini, yakni Allah hadir dan diam di dalam kita. Ia menciptakan baru dan memberikan kehidupan. Ia menyertai kita senantiasa, dari kekal hingga kekal. Ia memberikan kekuatan dan kuasa melalui kuat kuasa Roh Kudus. Inilah yang memampukan kita dapat hidup dan menata kehidupan di tengah penderitaan dan bencana yang ada. Kalau sebelum kekristenan yang memiliki Eheha hanya anak sulung dari Salawa atau Balugu, sedangkan orang kebanyakan tidak memiliki Eheha. Maka kini, dalam pemahaman kekristenan, pencurahan Eheha justru kepada semua, tanpa membedakan anak bangsawan dengan orang kebanyakan dan budak. Tanpa membedakan laki-laki dan perempuan. Dicurahkan kepada semua. Di sini Allah melakukan pemulihan ciptaan sebagai gambar Allah. - Semua orang sama dan satu di hadapan Allah. Kehidupan yang telah tercerai-berai pada masa Babel, dipersatukan. - Roh Kudus memberikan keberanian dan menghilangkan ketakutan. - Satu dengan yang lain saling mengerti, walau bahasa, suku, ras yang berbeda. (Saya agak sedikit heran melihat saudara-saudara asal Nias yang berada di jabotabek ini, karena bahasa dan suku sama, namun seringkali justru tidak saling mengerti, bahkan gontokgontokan. Jangan-jangan bukan Eheha Ni’amoni’o yang ada tapi Eha.... lolai na tenga eha si miwo. 2. Bagaimana kita menerima Roh Kudus, agar kehidupan kita diperbaharui, dipulihkan dan beroleh kehidupan yang sejati ? Ini juga merupakan pertanyaan orang banyak waktu itu kepada Petrus. Jawaban Petrus kita dapat baca dalam Kis 2:38-40 : 38 Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. 2:39 Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita." 2:40 Dan dengan banyak perkataan lain lagi ia memberi suatu kesaksian yang sungguh-sungguh dan ia mengecam dan menasihati mereka, katanya: "Berilah dirimu diselamatkan dari angkatan yang jahat ini. Kita sudah dibaptis. Apakah sudah bertobat? Ingatlah saudara-saudara, pertobatan massal yang merobah pola kehidupan Ono Niha tahun 1916 – berawal dari wilayah Idanoi, yakni Helefanikha-Humene. 23
3. Apa artinya kita menerima Roh Kudus ? Seorang murid bertanya kepada Rabbi. Rabi, apa bedanya ulang tahun bagi anak-anak, pemuda dan orangtua ? - Si anak mengharapkan kado - Si pemuda mengharapkan cinta (makanya kurang syurr tanpa idola, si dia)...lalu, Orang tua ? - Orang tua memberi kado dan cinta Umur 59 itu sudah tergolong tua ? Itu berarti, baginya berulang-tahun adalah “memberi” karena sudah menerima. Memberi kado dan cinta bagi yang lain. Apa Kado dan cinta yang hendak saudara bagikan pada ULTA ini ? Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. Inilah kado yang amat besar yang harus kita lakukan sebagai gereja. Menjadi Saksi. Ada satu ungkapan dari seorang Teolog mengatakan: Gereja yang tak bermisi adalah bagaikan bangunan Menara Babel....... Ingat saudara bahwa kita tidak sedang berada di awang-awang, tetapi masih berada di dunia. Kita memang bukan dari dunia, tetapi berada serta diutus ke dalam dunia. Kalau menurut lokasi... bagi saya menarik penggantian kepanjangan AMIN. Dari kata Idanoi ke Indonesia. Ini hendak menyatakan bahwa kita terpanggil untuk menjadi saksi tidak lagi hanya dalam konteks Idanoi, tetapi konteks kita adalah Nias dan Indonesia, bahkan mau tidak mau, dalam era globalisasi – kita terhisap dalam konteks Internasional. (Idanoi-IndonesiaInternasional). Di tengah itulah kita terpanggil menjadi saksi kristus, membawa Syalom. Saudara-saudara. Kalau memperhatikan kisah jemaat mula-mula – yang menyerahkan dirinya dipimpin oleh Roh Kudus menyaksikan kristus, maka saya mencatat beberapa hal: 1. Mereka hidup dalam persekutuan yang indah dan giat dalam memberitakan Kabar Baik bagi semua orang. Ini sebuah keunikan, apalagi di tengah dunia yang semakin egoistis ini. Kalau jemaat ini merayakan 59 tahun Gereja Amin, maka panggilan pertama ialah berkumpul dalam persekutuan yang indah dan menjadi saksi Kristus. Sering kali, orang di gereja, dapat duduk berdampingan, tetapi hati berpalingan. Ini bukan pekerjaan Roh Kudus, tapi sudah Roh Kuda, saling menyepak. 2. Jemaat mula-mula hidup saling mendukung dan menopang. Coba perhatikan Kisah 2:44-47: 44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, 45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masingmasing. 46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, 47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Intinya ialah hidup dalam kasih yang sejati. Betapa indah dan menarik. 3. Mereka melaksanakan diakonia. Mereka memikirkan saudara-saudara mereka yang miskin, yatim piatu dan para janda. Dalam HUT ke-59 ini, justru sekarang kita terpanggil untuk melaksanakan pelayanan kasih kepada saudara-saudara kita yang sedang menderita di Nias. 24
-
Ingatlah, ada banyak saudara kita yang sedang menderita karena masalah kebutuhan hidup. - Ingalah, ada banyak saudara kita yang trauma, stress dan depresi karena dampak Gempa. - Ada banyak anak-anak yang terancam putus sekolah, karena ketiadaan biaya. - Ada banyak yang harus mengungsi ke luar Nias mencari kehidupan yang lebih baik. Tapi andalannya, tenaga, karena hanya lulus SD dan sebagian SMP dan SMA. - Lebih 1376 gedung gereja yang hancur, di antaranya 67 gereja AMIN dan lebih 800-an BNKP. - Ingatlah ada banyak anak-anak kecil yang kekurangan Gizi akibat keterpurukan ekonomi. Apa yang dapat jemaat ini berikan sebagai kado ulang tahun ? 4. Ingatlah bahwa hanya ada satu Roh, tetapi rupa-rupa karunia. Kita memiliki karunia yang mungkin berbeda-beda, tetapi ketahuilah bahwa semua itu berguna untuk pembangunan tubuh Kristus. Ini hendak menyatakan bahwa kalau mau jemaat ini bertumbuh, maka seluruh jemaat terpanggil untuk melayani dan bertanggung-jawab. Tentu menurut kemampuan atau karunia yang ada pada setiap orang. Selamat Ulang Tuhan, selamat bersyukur dan membagikan kado kehidupan atas pimpinan Roh Kudus. Amin.
25
FUASÖ Yeremia 36:6-15 Inötö si so ita ia da’e ba gotalua ndra talifusöda Dawa, ya’ia nifotöi Fuasö (puasa). Na ta’osisi’ö geluaha wu’asö ba khöndra talifusöda – ba mo’ohitö dödö: • Ena’ö so Wanasai horö • Ena’ö so wanaha tödö ba ngawalö hadia ia. Awö wamamaha ba lala wa’auri fangidengide’ö. • Ena’ö te’oaurifagö mbuabua si sökhi molo’ö Qur’an. Ba fefu da’e molualua ba wanöndra salöfö (pahala ma) he ia’e (di dunia) ba he göi ba mbanua furi (akhirat) Itaria’i so wanofu na mu’osisi’ö ngawalö zalua: - Hana wa tedou ngawalö zoguna (böra, btn) na fanaha tödö ba fangidengide’ö gohitö dödö wuasö - Hana wa alua wamakiko nifotöi “Tempat hiburan” na fanaha tödö gohitö wuasö. Eluahania, mufakiko ua gafökha faoma “fa’afaito” – ena’ö tola möna wolawa afökha. - Hana wa lömamalömalö zi lö sökhi na ohitö dödö wuasö – fangoaurifagö taroma li molo’ö qura’a? Sambua ‘i wanofu sasese alua baeha: Hadia so göi Wuasö ba Niha Keriso ? -
So zanguma’ö lö’ö börö me amuata ba wolo’ö oroisa da’ö, ba tenga sa’ae ba wolo’ö oroisa so niha samati khö Yesu. - So zanguma’ö ah, buabua ndra “kharismatik” da’ö. Lafo’eluaha daroma li secara bebas - So zanguma’ö So Wuasö ba Niha Keriso, börö me tenga ba wowu’ai huku/Oroisa möi Yesu, möi ia ba wanga’aro’ö. Ba hana ‘i khöda ba BNKP wa lö hadöi tefalua Wuasö ? Hana ba gereja-gereja Kharismatik wa so wuasö, itaria na’i lafaogö ba wangandrö ni’osarawongigö <doa semalam suntuk> ? Hana ba RK wa ero’ero ahatö Paskah so Wuasö ? Hana ba Methodis, lö ya’i lafaso ba la’o’ou ena’ö so wuasö ero luo rabu ? Tatu mukhölö khöda danö. Hana khöda ba BNKP ? Hadia mo amböta ita ba wamo’eluaha Taroma li ? Ba hana göi wa simanö HKBP, GPIB, GBKP, btn ? Ira ama, ina ba talifusö fefu ni’omasi’ö ba khö Zo’aya. Famalua Fuasö andre ba gereja-gereja oi fabö’öbö’ö. Hulö wamalua Ame’ela si sambua ni’ofulu. • So zanguma’ö lö tola lö mube’e, da’ö ia game;ela sindruhu. • So göi zanguma’ö lö moguna sa’ae, me huku barö goroisa da’ö, ba lö i’orifi niha oroisa • So göi zanguma’ö tola mufalua, ba tenga nifaso, asala soroi ba dödö. Na tafaigi ba Daroma Li, Yesu samösa ba lö irai itenawa wamalua fuasö. NitenawaNia, ya’ia wamalua fuasö – samini tödö (munafik). Ifa’ele’ö ba niha wa fuasö ia, ba awai zamariko sa bakha dödö. Andrö iwa’ö Yesu, Na mamoni ami, ba böi mifangerau mbawa simane samini tödö..... bayoini högöu ba sasai mbawau, ena’ö lö oroma wa mamoni ndra’ugö (Mat 6:16-18). Ba gamabu’ula li siföföna, tefalua göi wuasö. Lö manga, lö mamadu, lö mohalöwö. Itaria ma’ökhö, itaria 3 ngaluo. Ba so göi fitu ngaluo. Hadia gohitö: 26
-
Na no tefalua zi lö zikhö ba mu’andrö wa’ebua dödö Yehowa, ena’ö böi tesulöni khöra golalöwara andrö. Famaduhu’ö olalöwa, ba fawu’usa li ba lö mufalua sa’ae da’ö Na so nudu sitebai mulawa na dali ira. Andrö la’andrö watolosa Yehowa Na so bencana alam – samakiko ono wabanuasa Na so gere, salawa – zedöna tefataro Ba mbanua niha Keriso si föföna– tefalua wuasö na so zedöna mufataro ba halöwö fa’asinenge Yesu, ba ba wamalua halöwö fangomasi’ö (diakonia).
Oi faehu-faehu gohitö wamalua Fuasö ba ginötö andre: • Ba gosali ba danö Geremani, lafalua göi wuasö ndrege da’e, ero’ero wamörögö ngaluo Advent. Famaluara: Lö manga laluo, ba lö manga jenis gö tertentu, duma-duma lö i’a coklat. Ba fefu mböli gö si lö i’a andrö labe’e ba wanolo sinumana, dana diakonia. • Ba “kharismatik” – tanda wamalua fangandrö ni’osindruhugö, ma soroi ba dödö. • Ba Methodis – mo’ohitö dödö ba wamamaha ba wango’aurifagö hidup sederhana, ba famalua halöwö diakonia • Ba RK – moguna ba wamoni (fanaha tödö), fangosindruhugö wangandrö, ba famalua halöwö diakonia. Hewisa ita göi. Lö fanenawa ba Tata Gereja ma goigoi ba BNKP ba lö göi fango’ou. I’otarai ginötö misi luo no – ba da’e nihöndrögö: MAKNA ma Eluaha sodanedane ba matai’o 6:16-18. Ya’ia da’ö MAKNA pertobatan, menahan diri dari segala dosa, dan kasih. Awai ya’i me ha makna difaluada, itaria ambö penghayatan (fango’aurifagö). Edöna uwa’ö wa lö fasala na so zamalua fuasö, alasa böi ataya geluaha sindruhu: Famaduhu’ö olalöwa, Famalalini era’era, Famalua fangandrö soroi dödö, ba Famalua Fangomasi’ö. Da’e nösi zedöna göi tefaehagö ba mbörö huhuo khöda ma’ökhö. Kasus/masalah – salua ba ginötö razo Yoyakhim: Lafalua Wuasö awö ngawalö kegiatan peribadatan, bahiza ba lala wa’auri sero ma’ökhö so tölu ngawalö zalua: - Fangolowalangigö Lowalangi bö’ö (berhala) - Alua wangöhöndrögö ba famera’ö awö ba wamarukhu ba lala halöwö - Te’osiwawöi wanolo sinumana (si lö ama si lö ina, lakha mbanua ba sifatewu) - fatuwusa ira Daroma Li Lowalangi nifa’ema ndra sama’ele’ö. Andrö ba mbörö huhuo andre tefa’ema Daroma Li Lowalangi Yeremia melalui Barukhi – tebaso ba gosali ba Yeruzalema. Osi daroma li andre, ya’ia da’ö: Ena’ö mufalua wuasö so ohitö Fangandrö ba Famalalini era’era. Na lö famalalini era’era – ba sitetibo ba tekiko mbanua andre. Bila tidak ada pertobatan, maka hukuman Allah akan jatuh atas mereka, yakni kebinasaan. Hadia zalua ba wamondrongo Taroma Li andrö ? So zifaya’ia ba atau, soaekhuta ba Daroma Li; ba hiza razo Yoyakhi samösa awö mbanua sato – lö famalalini era’era – itunu na’i so Daroma Li Lowalangi nibaso Barukhi no mege. Lua-lua ba fa’atekiko. Tetibo ira tobali sawuyu, sobali soi ni’oloi’ö ba mbabeli. Ira ama, ina ba talifusö fefu. Khöda göi tetandrösaigö Daroma Li Lowalangi andre ma’ökhö. Mu’ao khöda Barukhi – imane” Mifalalini Gera’erami. Mi’angalulu khö Yehowa ba wangandrö fa’ahakhö dödö. Miwu’ai mbua’buami. Ena’ö böi miradö fatambu ba dambu horö. Mifalalini gera’erami, me no ahatö mbanua zorugo. Mifalalini gera’erami – faböi tetibo ami ba narako alitö, ba nahia watangisa 27
mboha. Khöda fefu, falalini gera’erau. Böi simane Yoyakhi – tenga ha itimbagö daroma li andre, itunu na’i so – ba fa’atekiko lua-lua.
Sasese alua ba lala wa’auri niha bongi ma’ökhö, tenga famalalini era’era. Hadia’i? “mafalalini göra’öra”, ba ma “falalilali gera’era”. Mendrua manö na mutundreheni gamuata da’e ba fehede fanguma’ö: “dua wulu a’öfa ja zi ma’öma’ökhö, tewu’awu’ai dödö niha”. Ba da’e te’amenesi ita, ena’ö böi hulö cerita Guro faoma ulö. Mamo’a uli guro, uli dibohou, ba mangawuli tobali uro, ba högö so zita’unö. Ibohouni gulinia ulö (mangulu). Tebohouni wö sa, ba ulö lö mamalö ulö, itugu esolo ba mobiso. Famalalini era’era ba da’e, ya’ia da’ö : - Fa’aboto ba dödö wa no fatambu horö ita - Tafaduhu’ö da’ö föna Lowalangi - Ta’andrö wangefa - Tafalua wawu’usa li wondröi da’ö fefu - Ba mu’okhögö mbuabua sibohou, buabua wamati. No irai falukha danö niha howuhowu Fangesa dödö me döfi 1916-1930. Alua wamohouni sindruhusindruhu ba lala wa’auri nono niha. Da’e mbörö göi wa arakha 95 % danö Niha “Niha Keriso”. Töra moroi ba da’ö, tebohouni lala wa’auri. Lö fa’afökhö dödö ba nawö, lö langu, lö fanagö, lö si göna siasat börö wohorö. Lö famunu niha. Lö fa’olu’alu’a (fa’agambödo). Alua wahasara dödö ba wango’aurifagö Taroma Li lowalangi. Falukha Howuhowu mbanuada. Andrö börö da’ö, na omasi ndra ama-ina-talifusö falukha howu-howu Lowalangi, ba tenga fa’atekiko. Inötö si sökhi ia da’e ba wangai angetula wa lö omasi ita sa’ae ono bua gafökha. Hewisa da’ö. Ondrasi gahe röfa Yesu, angalulu ba wangombakha horö, ba tema wangefa soroi Ia. Na ba khö Keriso so Niha, ba no sibohou mufasökhi ia (2 Kor 5:17). Na ba khö Keriso so ita, ba tola tafalua hadia niwa’ö ba nitanö ba dödö, ba zura Efeso 4:2, Ya’a’oi so wa lö fayawa ami, awö wa’asökhi dödö, awö wa’ebolo dödö, mibologö dödömi khö nawömi, mi’omasi’ö ia. Da’e mbuabua wamoni/fuasö. Puasa: Pertobatan, menyangkal diri, hidup baru, dan memiliki kasih kepada Tuhan dan sesama. SELAMAT menunaikan IBADAH. Amin.
28
TOBALI SAMADUHUÖ8 MATAI’O 10:32-42 Ya’ami ira talifusö ni’omasi’ö Zo’aya Yesu. Sambua wehede sasese tarongo wa: “Banua Niha Keriso sauri ba si bihafö, ya’ia mbanua niha Keriso samalua Famaduhu’ö ba gulidanö” (Jemaat yang hidup dan dewasa adalah jemaat yang bermisi di dunia ini atau jemaat yang misioner). Moguna ta erönusi wehede da’e, fa ta’ila, hadia jemaat misioner Jemaat BNKP Jakarta andre, ba ma jemaat sifagohigohi ba nahia. Hadia dandra nifotöi Jemaat Misioner ? Jemaat Misioner, ya’ia da’ö, na banua niha Keriso tobali: 1. Sanuriaigö Taroma Li Lowalangi, Turia somuso dödö 2. Samalua famahaö 3. Sangokhögö fariawösa si sökhi ba soadu ba gotalua mbanua niha keriso, ba gotalua ndra sohalöwö, ba ma ba gotalua zohalöwö faoma banua niha keriso. 4. Samalua halöwö fangomasi’ö sinumana, sitosasa tödö, sofökhö ba sangaröngarö. 5. Sangoroma’ö bua wamati ba lala wa’auri wabanuasa, hada, fareta, ba ba ngawalö sifalukha ba gulidanö. Lö omasido u’ohe ita ba wangosisi’ö, ba wanekhegö “fetaro” jemaat Jakarta, ma banua niha Keriso ba da’e. Awai’i moguna ta’ila wa banua niha Keriso ba Danö Niha --- latötöna wa jemaat Jakarta andre, tobali tulada, tobali duma-duma, tobali sondrönia’ö ba wa’a Jemaat Misioner. Hewisa ena’ö tobali Jemaat Misioner ? Ba daroma li Lowalangi ma’ökhö andre, tefatunö khöda halöwö famatenge ndra nifahaö ba wamaduhu’ö Turia Somuso dödö. So 3 ngawalö zinangea ta’erönusi ba halöwö famaduhu’ö: (1) Amakhaita zamaduhu’ö khö zamatenge (Hubungan pemberita dengan yang mengutus-Nya); (2) Amakhaita zamaduhu’ö khö nifatenge ya’ia (hubungan pemberita dengan umat); dan (3) Luo zamaduhu’ö awö zanundreheni halöwö famaduhu’ö (Upah setiap orang yang mendukung misi). 1. Amakhaita zamaduhu’ö khö zamatenge (Hubungan pemberita dengan yang mengutus-Nya). Haniha halöwö Famaduhu’ö (Pekerjaan siapakah misi itu ?) Halöwö andrö no halöwö Lowalangi (Misio Dei), bahiza tekaoni dozi samati ba wamaduhu’ö fangorifi andrö ba gulidanö. (Mat 28:19-20; Hal 1:8; 1 Fetero 2:9-10) Dozi samati tetötöi nifahaö. Mo’ömö zamati ba wamaduhu’ö Keriso. Bahiza so syarat ba nifotöi Nifahaö/samaduhu’ö Keriso. Hadia da’ö: I’omasi’ö Lowalangi, töra moroi ba danö bö’ö fefu. (Mat 22:37: Omasi’ö Zo’aya ya’ugö, Lowalangiu andrö, moroi si’aikö ba dödöu, nosou ma’asambua zangomasi’ö Ya’ia, ba öhorigö gera’erau, wangomasi’ö ya’ia). Na tabaso ayati 34-39 .... tola manö tamane, ae lö baga we amöi niha keriso andre. Hewisa ba wolohe fa’udusa möi Yesu. Hewisa wa ifa’udu ira nono nama awö zoroiyomo fefu ?
8
Khotbah di BNKP Jemaat Gunungsitoli, 2002.
29
Tenga da’ö geluaha ira ama-ina. Justru ba ayati 34-39 --- tefangelama zamati, wa so 3 ngawalö zitola tobali ba’aba’a ba wangomasi’ö ba ba wolo’ö somasi Keriso. Hadia da’ö? (1) Keluarga (ama, ina / matua, soroi yomo). Ba ngawua wehede ia da’e.... ya’ia nifotöi NEPOTISME. Tenga da’e geluaha ayati da’e: wa ba da’ö möi Yesu – ba wama’udu sifatalifusö. – ba wama’udu ono khö nama/ina/matua. – Ba wama’udu sifaronga. – TENGA DA’ö GöI GELUAHA WA Lö MOGUNA MANGOWALU, ME TOLA TOBALI BA’ABA’A WAMADUHU’ö KERISO. Ayati da’e no famangelama. Wa tola tobali ba’aba’a keluarga. - tola manö satua tobali solohe ba wa’atekiko ndraono. - tola göi iraono ifaelungu zatua – ena’ö ifalua zi lö sökhi. - tola göi matuada – i’ohe ita ba wa atekiko. - tola göi fo’omo (apakah ira matua ba ma ira alawe) i’ohe ita ba wamalua si lö sökhi, samabali ya’ita ba khö Yesu. (tola manö korupsi niha börö zoroiyomo). - Tola manö talifusö – i’ohe ita ba gowöhöna. Ba na alua da’ö – ba da’e niwa’ö Yesu – tatimbagö wamaelungu andrö, hewa’ae satuada, talifusöda ia, hewa’ae fo’omoda. Harus barani ita ba wa lö molo’ö - fehede nama/ina/matua/talifusö/ fo’omo sekalipun – na ba zi lö sökhi aekhu lualua wehede andrö. (Me luo da’ö so ndraono zangai angetula tobali niha keriso, bahiza satuania niha Yahudi. Latenawa ndraonora tobali niha Keriso. Ba zimane da’e – iwa’ö Yesu.... ena’ö böi mangawuli furi. Harus berani bersikap. Mengatakan tidak pada hal-hal yang memisahkan kita dari Kristus, walaupun itu datang dari keluarga). (2) Ba’aba’a sidua, (ay 38) ya’ia da’ö: Fa’atage ba Fangawuli furi. Folu’i röfa ba da’e – tenga: - fangosangosa’ö eu ni’ehao röfa. Na so zamalua da’ö, lamane „no manaere“ (miring) - ifake naya röfa, ma ati-ati röfa, ma ifalemba röfa ba mbagolö nomonia, ma ifalemba röfa ba nomo ma ba mobil. Eluaha wolu’i röfa, ya’ia Fa lö atage, ba fa lö faröi, he wa’ae itaria falukha wa’afökhö. Moguna aboto ba dödöda, wa na so niha ni’etu’ö hukuma niföröfa, ba no to’ölö ba niha Yunani: - Wa nihuku andrö zonoro röfa, - I’otarai mofanö moroi ba nahia wangetu’ö huku irugi nahia wamoröfa – lö fabaliwa lala, ba lö lala wangawuli furi, me no lafatambai ira saradadu. Andrö na iwa’ö „folu’i röfa”, eluahania da’ö: Lö fa’atege; Lö fa’afaröi, Lö fabali dödö, böi fabali wa’omasi – hewa’ae abua ba afokho. Mendröfia so Sinetron “Cintaku terbagi dua”. Aefa da’ö itugu tedou : “Cintaku terbagi lima”. Lö u’ila ha’uga tefaosa mifönada andre. Hadia nila’aini ba Sinetron – arakha no khilikhili zalua ba wa auri sero ma’ökhö. Alua ba wariawösa zibohou ebua (si hino döla, sibolo wua), irege so nifotöi “cinta monyet, mata kerangjang”, btn. Alua ba wa’auri wongambatö – tefaosa wa’omasi. Irege ato tarongo zifabali auri, ba ma zui so zangirö (simpanan). Hana ? Notefaosa wa’omasi. 30
Folu’i röfa, eluahania göi : so wanaha tödö ba Lö fangawuli furi. Da’e zinangea ta’okhögö – ya’ia sotöi enoni Lowalangi. (3) Ba’aba’a sitölu (ayati 39), si tola mamabali ya’ita khö Lowalangi, ya’ia: Faya’osa dalam pengertian keakuan dan keangkuhan. Hadia geluaha na iwa’ö: “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” - Moroi ba wa abölö ba fa’atuatuania – i’alui lala wangorifi ya’ia. Irege, tola lö moguna khöNia Lowalangi. Na perlu, ibali’ö Ia fagölö khö Lowalangi. - Abölö isia’aigö zomasimasi dödönia – moroi ba zomasi Lowalangi. - Wa fefu nisöndra-Nia, lö iakui wa no moroi khö Lowalangi. Lö i’akui wa ha fa’ahakhö dödö da’ö fefu. Molo’ö ia, wa börö ia da’ö fefu. Na alua da’e, ba iwa’ö ba ayati 39 andre, wa sitekiko niha andrö. Si tölu ngawalö da’e, moguna muangelamaisi, ena’ö böi ifabali ita khö zi no mogaoni ba mamatenge ya’ita tobali samaduhu’ö. Osinia, wa omasi Yesu na ta’omasi’ö ia ba wa’aurida ma’asambua (100 %), me no göi oföna i’omasi’ö ita (100%). 2. Amakhaita zamaduhu’ö ba nifatenge ya’ia (hubungan pemberita dengan umat). Awena manöi ba mowua zi sambua-sambua orahua, na so wahasara dödö, na faoma so wanundeheni lala halöwö. Awena mowua halöwö famaduhu’ö na so wanema’ö moroi ba niha samondrongo Taroma Li Lowalangi. Ba ayati 40-42 oroma khöda wa dozi sanema’ö ba sanolo ira enoni Lowalangi, ba falukha howu-howu nösi nomo andrö. Hadia geluaha da’e, ya’ia na so wanundeheni halöwö famaduhu’ö, lala halöwö ba gotalua mbanua niha Keriso. Ifodumaduma ba da’e Yesu wa dozi sanema’ö enoni-Nia. Dozi sanolo enoni-Nia – ba no fagölö ira “no itema’ö Yesu ba nomo ba ba wa’auri Nia”. Hewisa na möi Yesu ba nomoda ? Hadia zalua ba nomo andrö? Falukha howu-howu. Falukha zalöfö. Na ufahatö khöda ba BNKP. Na ba danö Niha, hewa’ae ba wa’atosasa so mbanuada, börö wa’anuma – bahiza EBUA dödöra khöndra enoni. He na tawa’ö, lö tola terbayar zoguna khöndra enoni ba mbanua, bahiza lö mofa’ambö, börö me hadia zi so ba mbanua niha Keriso (sinanö, urifö, sia’a wangahalö – ba lö irai lö latörö tödö ndra enoni). Faduhu dödögu wa simanö mbanua niha Keriso ba Jakarta andre. Tenga börö me fandrita BNKP ndra’o wa’uwa’ö da’e. Ba tenga da’ö geluaha, wa ena’ö sa’ae ero’ero so zangombakha wa dozi keluarga moguna lafa’anö amplop wanolo ndra enoni. Tapi sedöna uwa’ö, wa na omasi ita manöi halöwö duria somuso dödö ba gotalua mbanua niha Keriso, ba tola tobali ita howu-howu ba niha bö’ö – ba moguna so wanundreheni halöwö ndra enoni. Tenga ha fanolo ba zo’amakhaita ba material, tolotolo ba gera’era göi, tolo-tolo ba halöwö, ya’ia na talulu wa’aurida awö ginötöda ba halöwö ba mbanua Lowalangi. Na tabe’e kritik membangun göi khöndra enoni – no göi fanundrehenida da’ö, ena’ö böi fahole, 31
ena’ö so wa’atedou. Ba böi olifu ita wa na tatema’ö, ba tatoloni ndra enoni Lowalangi, ba no göi khö Lowalangi tafalua da’ö. 3. Luo zamaduhu’ö awö zanundreheni halöwö famaduhu’ö (Upah setiap orang yang mendukung misi). Hadia luo nifabu’u Yesu ba niha samaduhu’ö ya’ia ? Tafuli ita ba ayati 32-33 Ternyata ha dombaua: - Samaduhu’ö Yesu – ba isöndra luo: Tefaduhu’ö khö Nama ba Zorugo. Tefaduhu’ö: • wa no nifahaö Yesu (murid Yesus) • wa no Samati khö Yesu (Orang beriman) • Wa no sifao ba halöwö Lowalangi ba wangombakha turia wangorifi andrö (saksi) • Wa no Ono Sanöndra Ondröita (Anak yang menerima warisan), ya’ia Wa’auri Si lö Aetu. - Ba dozi sangosilö’ögö Yesu, ba khöra göi dania iwa’ö Yesu, Lö u’ila haniha ami. Ba itohugö wanguma’ö : Labu’ögö ni’elifi namagu, hiza sitou nahau. YA’AHOWU ZAMADUHU’O KERISO. YADUHU
32
ROGATE9 Mazmur 66:8-20.
Nama minggu kita adalah Rogate, artinya „Berdoa“. Tema tentang berdoa sangat menarik, karena kehidupan adalah berdoa. Seorang reformator, Calvin mengajar kita dengan berkata: Doa adalah nafas kehidupan orang percaya. Doa adalah kehidupan, karena melalui doa kita terhubungkan dengan sumber hidup. Doa adalah komunikasi dengan Tuhan. Karenanya, tak ada alasan kita untuk tidak berdoa. Orang yang tidak berdoa berarti orang yang tidak mau terhubungkan dengan Tuhan, berarti mau putus hubungan. Putus hubungan berarti mati, walaupun hidup. Itu apa namanya ? Mayat hidup. Dan justru itulah yang sering terjadi di zaman maju/modern ini. Prinsip hidup ialah time is money (waktu itu adalah uang). Sehingga gaya hidup pun sudah serba instan, praktis, cepat, sekali pakai, tidak merepotkan dan mendatangkan keuntungan. Bila tidak, maka harus dihindari, termasuk Doa yang kini sudah dianggap kuno dan menghabiskan waktu saja. Sehingga di zaman modern ini – ada banyak orang yang tidak tahu dan tidak mau berdoa. Bila ada persekutuan, hamba Tuhan meminta tuan-rumah berdoa, maka diarahkan ke “Nyonya rumah”. Penghargaan? Bukan, tapi karena “tuan-rumah” tak tahu berdoa. Sekarang, saya ingin mengajak kita semua yang hadir di sini, untuk melihat diri kita. Silahkan jawab dalam hati masing-masing, apa yang kita ingat dan lakukan dikala bangun pagi: • Mungkin ada yang ingat pekerjaan kantor • Mungkin ada yang ingat HP – belum dicharges • Mungkin ada yang langsung buka TV mencari berita, terlebih paska gempa di Nias • Mungkin ada yang langsung minta kopi, teh, capucino, dll • Mungkin ada yang langsung mandi, karena bergegas di tempat kerja. • Mungkin ada yang langsung ke dapur, mempersiapkan sarapan pagi. • Mungkin ada yang langsung urus anak, karena harus cepat-cepat kerja. • Mungkin ada yang langsung bingung karena pikirkan politik • Mungkin para pemuda/pemudi bangun pagi langsung cemberut karena ingat pacar. • Tetapi saya yakin bahwa ada juga yang ketika bangun, berhenti sejenak dan berkomunikasi dengan Tuhan melalui Doa. Berapa orang yang melakukan itu dari jemaat ini ? <mudah-mudahan semua> Bapak ibu saudara, MENGAPA KITA PERLU BERDOA ? Perhatikan ayat 8-9 Karena Allah, pemberi hidup. Allah benteng kehidupan. Allah penjaga dan pemelihara. Tidak ada yang lain. Pengakuan ini muncul dari pengalaman bangsa israel. Mereka mengaku bahwa segala ciptaan, apalagi ciptaan manusia, bukanlah Allah. Ciptaan tetaplah ciptaan. Hanya Tuhanlah Allah. Tiada yang lain, sehingga apapun yang dialami, dihadapi – suka-duka, aman-tidak aman, bumi bergoncang, laut bergemuruh – hanya Allah yang menjadi andalan, karena Dialah Penjaga dan pemelihara. Penjagaan dan pemeliharaan Allah, bukan baru terjadi ketika kita berdoa. Allah selalu bertindak. Tetapi doa adalah sambutan terhadap Allah itu. Doa adalah kesediaan kita membuka hati ketika Allah mengetok. Doa adalah penyataan bahwa hanya Dialah andalan kita.
9
Khotbah minggu di BNKP Jemaat Jakarta, tahun 2005.
33
Tetapi persoalan, manusia seringkali menciptakan andalan baru. Pernah ada yang berkata kepada saya, Gempa di Nias itu adalah amarah Allah. Saya tanya, mengapa ? Karena orang Kristen di sana hanya nama, dan yang diandalkan bukanlah Tuhan, tapi jimat, ilmu hitam. Lalu saya bilang. Gempa adalah bencana. Bencana bisa terjadi di mana-mana dalam bentuk yang berbedabeda. Dan apapun yang terjadi dengan bumi ini, kalau belum waktunya, tidak akan meninggal – ada saja jalan bagi Tuhan untuk menyelamatkan. Tentang jimat dan ilmu hitam. Itu juga ada dimana-mana. Di Jakarta ada, mungkin dalam bentuk lain. Jimat itukan andalan. Lalu apa yang diandalkan orang Jakarta ? Uang, HP, kepintaran, koneksi, dll. Bukan lagi Allah. Saya bukan membenarkan diri, membela orang Nias. Tetapi yang saya mau katakan ialah bahwa manusia dewasa ini – dimanapun tempatnya, seringkali melupakan Allah dan menciptakan Allah yang baru. Lupa bahwa hanya karena Allah kita hidup, kita kokoh, kota tak goyah. Kalaupun ada yang berdoa, seringkali hanya dikala hidup terancam, menderita, sengsara, kalau ada tantangan. Bapa – ibu – saudara. Seorang Rabi bercerita. Pada waktu yang sama, Sopir dan imam meninggal dunia. Ketika menghadap sang khalik, si sopir langsung menghadap, sedangkan imam – diminta menunggu. Melihat itu, si imam bertanya kepada penerima tamu. Mengapa saya disuruh menunggu, dan Sopir itu langsung menghadap. Saya inikan imam. Lalu penerima tamu itu menjawab. Ketika imam berkhotbah, semua pendengar mengantuk. Sedangkan ketika Sopir membawa bis, semua penumpang berdoa. Ceritera ini bukan mau menyatakan bahwa sopir masuk surga dan imam masuk neraka. Tapi hendak mengatakan bahwa orang baru mau berdoa, ketika kendaraan dalam bahaya. Orang baru mau berdoa, ketika ada susahnya, ketika ada persoalan, ketika ada pertentangan, ketika ada penderitaan. Kalau keadaan aman-aman, maka gaya hidup instan – itulah yang dilakonkan. Saudara-saudara, 2 minggu lalu, terjadi gempa susulan di Nias dengan kekuatan 6,2 skala richter. Lumayan keras goncangannya. Saya ada dan menyaksikan. Orang-orang keluar rumah, sambil lari ke dataran tinggi, kata-kata yang sering terucap: Tolo so’aya. Bahkan ada yang bernyanyi: “He Yesu, Aine tolodo, he Yesu Aine tolodo………” Ifadögö duru danö, ba awena oi fa So’aya. Awena oi owölö’ölö wangandrö. Awena oi owölö’ölö möi ba Migu, PA, KKR. Awena ahatö ba gahe röfa. Ini adalah sifat manusia secara umum. Kala suasana kondusif, Tuhan dilupakan, tapi kalau datang bencana, derita, dll – baru dekat pada Tuhan. Tidak hanya di Nias, termasuk kita di sini. Ini gaya hidup kita. Tetapi Firman Tuhan mengajar kita hari ini – bahwa kita harus senantiasa berhubungan dan terhubungkan dengan Tuhan, karena dialah penjaga hidup kita. Amin...... Ayat 10-12 Orang yang hidup mau atau tidak mau, menghadapi tantangan. Mengapa ? Karena Iblis tak pernah puas kalau kita berada dalam rangkulan Allah. Tetapi mengapa seakan-akan Allah membiarkan ? Allah tidak membiarkan saudara, tapi ingat Ayub, justru tantangan, bencana, penderitaan adalah “api pengujian” (ujian iman), supaya lebih dewasa.
34
Allah tidak pernah membiarkan, tetapi Ia mau kita bertumbuh dewasa. Ia mau melihat siapa yang kita andalkan ketika ujian itu tiba. Martin Luther pernah berkata: “Hari ini saya sangat sibuk, dan menghadapi tantang yang berat – karena itu, saya harus lebih lama berdoa”. Mengapa ? Karena kita tidak dapat berbuat kalau hanya dari diri kita. Kita hanya dapat hidup karena Anugerah. Kita hanya dapat bekerja kalau Allah bekerja di dalam kita. Dan ayat 12, perhatikan – bahwa Allah mengeluarkan. Ketika bangsa israel keluar dari Mesir – situasi bukan aman. Di belakang ada Firaun dan bala tentaranya, di depan ada laut Teberau. Situasi ini, lawaö ba khö “Sagi”, lö lala-lala dödö” (Maju kena, mundur kena). Apa yang dilakukan oleh orang Israel ? Ada yang takut, ada yang menyesali Musa dan ada juga yang berserah kepadaNya. Keluaran pasal 14 – kita baca, bahwa Allah mengeluarkan mereka dari ancaman tersebut. Tapi sering muncul ungkapan begini: Apakah masih perlu berdoa. Saya tak henti-hentinya berdoa, bahkan samapai-sampai meneteskan air mata, tetapi seakan-akan Tuhan tidak mau mendengar doaku. - pekerjaan/usahaku tak ada kemajuan - anak-anakpun semakin bandel - orang lain selalu membenci dan mencari jalan menjatuhkan - bahkan di Nias- gempa menghancurkan semua. - Ketika lari dari Nias menghindari Gempa, tiba di Sibolga – justru diterima oleh Gempa. Tiba di Padang, justru disambut oleh Gempa. Bagaimana ini. Tuhan toh tak mau dengar doaku. Untuk apa berdoa. Bapak ibu-saudara...... Ada satu ceritera. Seorang ayah mempunyai 3 akan. Yang sulung – sudah dewasa. Ada adiknya masih remaja, dan satu anak perempuan yang sudah gadis. Suatu waktu – anak sulung meminta uang pada ayahnya. Babe... minta uang donk. Untuk apa ? Beli pisau silet. Untuk apa ? Untuk cukur kumis dan jenggot. Mendengar itu --- langsung diberikan. Melihat si abang sudah dapat uang dari si ayah, maka anak remajapun juga meminta uang. Alasan sama: beli pisau silet. Lalu si ayah menjawab, jangan sekarang anakku... tunggu ada kumis dan jenggotmu. Tunggu dulu. Anak perempuan juga mengajukan permintaan. Untuk apa ? Beli pisau silet. Untuk apa ? cukur kumir dan jenggot. Si ayah langsung menjawab, Tidak, karena itu bukan untukmu. Bapak – Ibu – saudara. Janganlah berhenti berdoa, dan ingatlah jawaban doa ada tiga. Ya, Tungguh Dulu, dan Tidak. Mengapa ? Karena doa yang terkabul adalah doa bukan karena keiinginan, tetapi karena kebutuhan. Inilah kunci doa yang terkabul seperti yang dikemukakan dalam ayat 20. Doa tidak terkabul, kalau apa yang kita minta justru untuk keinginan-keinginan kita (Yakobus 4:2b-3). Ayat 13-17 di sini kita melihat apa unsur-unsur doa: 1. Bersyukur dan beribadah Karena Allah telah menyelamatkan, maka kita dipanggil untuk bersyukur kepada Allah (Asese so niha, arörö ba mbuala, olifu ba zamuala). Bersyukur adalah nazar, tanggungjawab, hutang. Kalau kita tidak bersyukur kepada Tuhan, itu berarti kita memperbesar hutang. Apa yang harus kita berikan dalam bersyukur ? Tidak hanya beribadah di gereja, aktif persekutuan dan aktif memberi persembahan. Tetapi dalam Roma 12:1-2 dikatakan: persembahkanlah tubuhmu dan jangan sama dengan dunia ini. Segenap yang kita pikirkan, ungkapkan dan kerjakan – menjadi 35
persembahan bagi Tuhan, menjadi puji-pujian kepada Tuhan. Ingat, kamu adalah surat Kristus yang dibaca oleh semua orang. 2. Kesaksian, yakni menceriterakan karya, perbuatan Allah yang besar bagi kehidupan kita. 3. Syafaat. Berdoa berarti juga mengingat dan membawakan orang lain kepada Allah. Melalui Doa kita dipersekutukan kepada Allah. Melalui doa, kita membuang keegoisan kita. Melalui doa kita dihubungkan dengan Tuhan dan sesama kita. SELAMAT BERDOA
36
“MELAYANI TUHAN TANPA PENGHALANG10.....” 1 Kor 7:35b Bapak, Ibu, saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus Yesus mengajar kita untuk mengasihi Tuhan dan semua orang, bahkan mengasihi musuh sekali pun. Maka tidak berlaku bagi orang Kristen pepatah, “karena tak kenal maka tak sayang”. Tapi betapa indahnya bila saudara seiman saling mengenal, saling mengasihi, saling mendukung satu dengan lainnya. Saya Pdt. T. Ony Telaumbanua. Pendeta BNKP. Sejak Agustus tahun lalu, saya berada di jakarta/Bekasi bersama istri dan anak, karena alasan studi. Isteri saya sedang studi S2 di STT jakarta, dan saya sendiri sedang merampungkan disertasi di Utrecht University, Negeri Belanda. Kami tinggal di jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi. Saya senang beribadah bersama dengan bapak ibu di sini untuk menggumuli persoalan-persoalan keseharian kita dalam terang Firman Allah. Bila minggu lalu, kita diperhadapkan pada persoalan kepribadian, yakni dosa kesombongan, maka minggu ini kita menggumuli tentang MISI dan KELUAGA dalam KERAJAAN ALLAH. Ini menarik karena ternyata yang menghalangi pelaksanaan misi kerajaan Allah – bukan hanya Teroris (ingat kisah 11 september), bukan hanya saudara-saudara yang fanatik yang menutup gereja dengan alasan SKB 2 Menteri, bukan hanya ideologi seperti dulu di uni sovyet – tetapi rupanya KELUARGA atau BERKELUARGA dapat menghalangi pelayanan misi kerajaan Allah. Apakah bapak-ibu-saudara setuju kalau dikatakan bahwa keluarga atau berkeluarga dapat menghalangi pelaksanaan misi dan dapat menghalangi kita untuk setia kepada Allah ? Tentu ada yang mengatakan ya, tapi ada juga yang tidak setuju. Tapi, ketahuilah bahwa itulah yang terjadi di Korintus. Ada satu kelompok warga jemaat yang menganjurkan untuk hidup selibat, jangan menikah. Bahkan ada yang menyuruh keluarga yang beranggotakan “non Kristen” agar cerai saja. Alasannya ialah dapat menghalangi pekerjaan misi. Dengan anjuran ini, maka kebanyakan orang Kristen bertanya kepada Paulus: Benarkah tidak boleh menikah agar dapat setia dalam iman kekristenan ? Persoalan lain ialah: Bolehkah berpisah tempat suami - istri ? Bolehkah janda muda kawin lagi atau tidak ? Kalau akhir zaman sudah dekat, apakah seharusnya anak-anak gadis menikah dulu, supaya jangan ada pertanyaan nanti: apakah anda sudah menikah ? Haruskah bercerai apabila salah seorang dari keluarga “belum menjadi Kristen“ ? Semua ini ditanyakan sehubungan dengan gagasan yang mengatakan berkeluarga dapat menghalangi kita dalam bermisi. Seandainya pertanyaan yang sama saya ajukan kepada bapak/ibu/sdr di sini: APAKAH KERLUARGA ANDA DAPAT MEN.JADI PENGHALANG BAGI PELAKSANAAN MISI DI GKI ? Atau pertanyaan dalam bentuk lain: Apakah kehidupan keluarga anda – tidak menghalangi dan tidak menjadi batu sandungan dalam berbuat baik, dalam memuji Tuhan, dalam mengasihi sesama ? Bukanlah ada banyak kisah dalam Alkitab, yang justru keluarga membuat orang jauh dari Tuhan ? 10
Khotbah di GKI Kampung Rambutan, Nopember 2005.
37
• • • •
Mulai saja dari keluarga Adam dan Hawa. Terlepas dari siapa yang salah, tapi toh keluarga itu justru menjadi keluarga yang memberontak kepada Allah. Lihatlah Salomo, raja yang dikenal bijaksana, tetapi keluarganya membelokkan hatinya, sehingga menyembah allah lain pada masa tuanya. Ingatlah kisah raja Ahab. Dengan skenario istrinya Izebel, membunuh Nabot yang tak bersalah demi sebidang kebun Anggur. Oh ya... pasti tahu kisah Ananias dan Safira. Ini pasangan yang sehati-sepikir, tapi bukan untuk menaati sepenuhnya kehendak Allah. Seia-sekata untuk membohongi Allah.
Dari beberapa contoh itu bapak-ibu-saudara, kita melihat bahwa keluarga – dapat menjadi penghalang dalam misi kerajaan Allah. Dari dimensi inilah, maka para pelayan di gereja Katolik Roma – hidup selibat. Tujuannya: Agar mereka dapat sepenuhnya melayani Tuhan. Dapat sepenuhnya bermisi. Agar keluarga jangan menjadi penghalang dalam bermisi. Coba bapak-ibu-saudara renungkan, dengan melihat potret keluarga masing-masing. Pernahkah bapak atau ibu, menjadi penghalang – keluarga tidak beibadah hari minggu misalnya. “Pak…nga usah deh ke gereja hari ini, kita ke puncak yok…”, kita istrirahat dulu ya…nga usah deh, minggu depan aja. Pernahkah bapak atau ibu, menjadi penghalang anak-anak untuk datang kepada Tuhan, misalnya melalui tingkah laku orangtua yang asyik berhantam melulu, atau orangtua yang sibuk dengan bisnisnya masing-masing dan tidak membimbing anaknya untuk takut akan Tuhan ? Belum lagi berbicara masalah-masalah di seputar keluarga. Salah satu yang sangat terkenal dewasa ini adalah selingkuh. Orang yang suka itu, pasti menggunakan secara harfiah 1 Kor 7:29 “…orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri..”. Bagi laki-laki yang genit, pasti mencatat ayat ini untuk membenarkan diri – apabila suatu waktu ketemu anak gadis – lalu si bapak mengaku bujangan… Kalau ditanya mengapa ngaku bujangan ? Kan ada 1 Kor 7:29… berlaku seolah-olah tidak beristri….. Sehingga kalau naik bis kota, bila anak gadis di samping kiri, doanya “jadilah kehendakmu”, tapi kalau nenek-nenek di sebelah kanannya, doanya “jangan bawa kami dalam pencobaan.” Ada banyak persoalan-persoalan keluarga dewasa ini – yang tidak lagi mencerminkan perbuatan anak-anak terang, anak-anak Kerajaan Allah. - Kumpul kebo, free seks, - Perceraian - Istri atau suami punya simpanan, - poligami, - pisah ranjang, dst,..... Bila ini yang terjadi dalam keluarga Kristen, maka saya ingin bertanya: Apakah perbuatan seperti itu mendukung misi kerajaan Allah atau menghalangi ? Tentu jawabnya: Menghalangi. Lalu apakah dengan demikian, seperti yang muncul di Korintus waktu itu – melarang orang menikah karena alasan menghalangi misi kerajaan Allah ? Bapak – ibu – saudara-saudara. Jawaban Paulus dalam 1 Korintus 7 ini sangat menarik, karena Ia berbeda dengan pendapat yang muncul waktu itu yang melarang orang menikah. - Paulus tidak melarang orang kawin dan juga memuji orang yang memilih tidak kawin. - Menurutnya “kawin tidak salah dan tidak kawin adalah juga lebih baik.” Untuk menjawab tuntas persoalan ini, Paulus justru menyadarkan jemaat dan kita juga pada saat ini tentang waktu kita berada di dunia ini, yakni antara kedatangan Yesus yang pertama dengan 38
kedatanganNya yang kedua. Dan dalam ayat 26, 29 Paulus menasehati jemaat bahwa WAKTUNYA DARURAT, WAKTUNYA TELAH SINGKAT. Karena waktunya singkat, maka Paulus menasehati – agar mencari perkara yang lebih utama, yakni keselamatan di dalam Yesus Kristus dan panggilan untuk bermisi. 1. Bagi yang berkeluarga, maka biarlah keluarga anda mencerminkan hidup baru dalam Kristus. Artinya, bagaimana agar keluarga-keluarga Kristen menjadi keluarga yang bermisi, keluarga yang mengutamakan Allah dalam kehidupannya. Ketahuilah bapak-ibu-saudara, pengertian dari kata-kata...seolah-olah tidak beristri, seolah-olah tidak menangis, seolah-olah tidak bergembira, seolah-olah tidak membeli... (ayat 29-31) mau menyatakan agar: - jangan mengikuti pola berkeluarga yang belum lahir baru, yang cekcok, yang bukan ribut-rukun, tapi ribut terus.... Kalau itu yang terjadi kan bisa menghalangi orang datang pada Allah. Menghalangi misi. Kalau harus menghalangi orang beriman, maka Yesus sendiri mengatakan: Siapa yang mengikut Aku dan tidak membenci ayah, ibu dan saudaranya, ia tidak layak bagiku. - jangan mengikuti pola hidup yang menangis seperti tradisi kekafiran yang sampai memukul-mukul badan, menangis gaya yang belum lahir baru, tanpa pengharapan (KTP) - Jangan mengikuti pola hidup yang bergembira seperti tradisi kekafiran yang berpesta pora dan mabuk-mabukan. Belum hidup baru. - Jangan mengikuti gaya hidup orang kafir yang memamerkan kekayaan yang ia sudah beli. Gaya yang belum lahir baru. 2.
Bagi yang mengambil keputusan untuk tidak menikah, itu pun tidak salah, bahkan Paulus memuji dan untuk itu fokuskanlah dirimu untuk melayani Tuhan. Dan ingat dari awal Paulus sudah ingatkan: 7:9 Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu
3. Baik yang telah berkeluarga atau yang mau berkeluarga, maupun yang memilih tidak berkeluarga, bahwa kita punya tujuan, yakni: berbuat baik dan benar, serta melayani Tuhan tanpa ganggungan. Bapak-ibu-saudara-saudara. Jemaat ini telah lahir dan terpanggil terus untuk bertumbuh dan dewasa atau mandiri. Firman Tuhan hari ini mengundang saudara agar setiap keluarga menjadi keluarga yang bermisi, yang beribadah, yang berbuat baik dan melayani Tuhan. Melayanilah menurut karunia yang Tuhan berikan pada anda, kapan dan dimanapun anda berada. Utamakanlah Allah dalam segala hal, dan hiduplah sebagai anak-anak yang telah lahir baru. AMIN.
39
MARI, KITA AKAN BERBALIK KEPADA TUHAN11 Pembacaan Hosea 6:1-6:
Bapak-Ibu-Saudara yang kekasih dalam Kristus Yesus. Pada kebaktian Minggu lalu, kita telah diperhadapkan pada dua pilihan: Hidup atau Mati, Berkat atau Kutuk, Tuhan Allah atau allah lain. Tidak ada banyak pilihan, tidak banyak persimpangan jalan. Ketika pertanyaan ini diperhadapkan kepada bapak-ibu-saudara minggu lalu, tentu pilihannya ialah kehidupan dan bukan kematian. Memilih Berkat dan bukan kutuk. Memilih Tuhan Allah dan bukan Allah lain. Amin bapak-ibu-saudara ? Amin. Ketika memilih Tuhan, kehidupan, berkat --- itu berarti kita mengikat perjanjian dengan Allah. Isi perjanjian: Kita menjadi umat-Nya dan Dia menjadi Allah kita, tak ada yang lain. Gambaran yang sering digunakan untuk hubungan ini ialah: - bapak dan anak - Ibu dan anak (Ye 31:5 Seperti burung yang berkepak-kepak melindungi sarangnya, demikianlah TUHAN semesta alam akan melindungi Yerusalem, ya, melindungi dan menyelamatkannya, memeliharanya dan menjauhkan celaka) - Gembala dan domba - Suami dan Isteri Pada kitab Hosea ini, gambaran hubungan Tuhan dengan manusia adalah seperti hubungan SUAMI – ISTERI. Ada 4 hal minimal yang harus dimiliki dalam hubungan suami isteri. Saya sebut 4 K: - Kasih (saling mengasihi) - Korban (saling berkorban) - Kudus (saling menjaga kekudusan dan ketulusan, transparance) - Kekal (setia sampai akhir) Rupanya bangsa Israel, umat Tuhan “Ingkar Janji”. Mereka mengkhianati Allah. Mereka meninggalkan Allah. Dan dalam Hosea 1:2 mereka digambarkan dengan “perempuan sundal”, pelacur, atau istilah kren di zaman pasar bebas ini: PSK: Pekerja Seks Komersial). Mengapa? Karena mereka telah menyembah allah lain, yaitu Baal, dewa kesuburan orang Palestina. Ada upacara dalam agama Baal, yakni drama perkawinan ilahi. Para penyembah berhubungan seks dengan para persundal, dan Gomer (yang nantinya menjadi isteri Hosea) adalah salah seorang dari yang menggambarkan dewi Anat. Para penyembah melakonkan dewa Baal. Dengan acara tersebut mereka meyakini akan turun hujan dan tanah menjadi subur. Inilah persundalan suci dalam agama Baal. Acara inilah yang diikuti dan dipercayai oleh bangsa Israel. Padahal dalam khotbah minggu lalu, kita baca kembali Ulangan 11:13-14: Jika kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, sehingga kamu mengasihi TUHAN, Allahmu, dan beribadah kepada-Nya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, maka Ia akan memberikan hujan untuk tanahmu pada masanya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga engkau dapat mengumpulkan gandummu, anggurmu dan minyakmu. 11
Khotbah di BNKP Jemaat Jakarta 2004
40
Persoalannya ialah: Hujan tidak turun. Katakanlah sekarang ini: Ada tantangan, ada kesulitan, ada persoalan dalam kehidupan. Mengapa hujan tidak turun ? Jawabnya: Karena mereka tidak mendengar, menaati dan meyakini Firman Tuhan. Jadi mereka yang salah. Nah… sudah salah begitu…. Apa yang dilakukan. Bukannya kembali kepada Allah, tetapi justru mereka meninggalkan Allah, mereka mencari andalan lain. Dan oleh karena itu… dalam Hosea ini mereka digambarkan seperti PELACUR. Jadi umat Tuhan, kekasih Tuhan – yang sudah meninggalkan Allah, yang sudah mendua hatinya, yang mencari andalan lain disebut PELACUR. Satu sebutan yang sangat memalukan, apalagi kalau kita Ono Niha, yang mempertahankan lakhomi, yang berprinsip: Wa oya zitebaitebai manö. Dulu, bagi Ono Niha hukumannya adalah hukuman Mati. Bagaimana orang kristen dewasa ini. Bagaimana bapak-ibu-saudara-2 di sini, yang disebut dgn umat Tuhan, kekasih Tuhan, anak-anak Tuhan? Untuk menyeledikinya, mari kita jawab masing-masing: Apa yang bapak-ibu-saudara lakukan ketika berada dalam kesulitan, menghadapi tantangan, dilingkupi persoalan ? Apakah kita tidak mencari andalan lain ? Silahkan jawab sendiri. Bila nyatanya kita justru melupakan Allah dan mencari andalan lain dalam menghadapi realita hidup... maka kita diberi nama PELACUR. Apakah bapak-ibu-saudara mau disebut pelacur ? Bapak-ibu saudara, Allah kita adalah Allah yang Maha Kasih dan Pengampun. Umat-nya sudah menyeleweng, sudah melacur... tapi apa yang dilakukan-Nya ? Seharisnya “hukuman mati”. Tetapi Allah tidak melakukan itu. Ia menyusuh Hosea, nabiNya untuk menikah dengan Gomer, sang pelacur. Apa artinya ? Bahwa Allah tidak melihat dosa, pelanggaran, pengkhiatan umat-Nya, Ia tepat mengasihi. Itulah yang dilakukan oleh Yesus. Dalam ayat hafalan hari ini dikatakan “...karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mat 9:13c).
Tapi apa yang umat Tuhan lakukan ? Apa yang bapak-ibu-sdr lakukan menyambut pengampunan dan kasih Allah itu ? Sering kita tidak taat dan setia kepada Allah. Itu yang digambarkan dalam Hosea, tentang ketidak-setiaan Israel. Coba perhatikan pasal 2:6 + 3:1 2:6 Dia akan mengejar para kekasihnya, tetapi tidak akan mencapai mereka; dia akan mencari mereka, tetapi tidak bertemu dengan mereka. Maka dia akan berkata: Aku akan pulang kembali kepada suamiku yang pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari pada sekarang. 3:1 Berfirmanlah TUHAN kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis." Jadi sangat bertolak-belakang. Allah yang Kasih, pengampun dan Allah yang Setia, tetapi justru umat Allah seringkali menyeleweng, meninggalkan Allah. Bukanlah kita juga demikian ? Oleh karena itu, dalam khotbah kita, merupakan panggilan untuk kembali kepada Allah. Mari, berbaliklah kepada Tuhan. Mari, sungguh-sungguh mengenal Allah– yang artinya terhubungkan, menyatu dengan Allah. Sebab Dialah sumber berkat. Dialah penjaga kita senantiasa (ayat 2....). karena itu kembalilah kepadanya.
Tetapi bapak-ibu-saudara. 41
Ingatlah bahwa bagi yang tidak mau berbalik kepada Tuhan, dalam Hosea ini, juga dikemukakan hukuman (Ayat 5) Bahkan nama anak-anak Hosea, merupakan peringatan akan hukuman yang akan menimpa „isteri“ (umat) yg tak mau bertobat“. Baca ayat 4-9: 4 Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: "Berilah nama Yizreel kepada anak itu, sebab sedikit waktu lagi maka Aku akan menghukum keluarga Yehu karena hutang darah Yizreel dan Aku akan mengakhiri pemerintahan kaum Israel. 5 Maka pada waktu itu Aku akan mematahkan busur panah Israel di lembah Yizreel." 6 Lalu perempuan itu mengandung lagi dan melahirkan seorang anak perempuan. Berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: "Berilah nama Lo-Ruhama kepada anak itu, sebab Aku tidak akan menyayangi lagi kaum Israel, dan sama sekali tidak akan mengampuni mereka. 7 Tetapi Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka demi TUHAN, Allah mereka. Aku akan menyelamatkan mereka bukan dengan panah atau pedang, dengan alat perang atau dengan kuda dan orang-orang berkuda." 8 Sesudah menyapih LoRuhama, mengandunglah perempuan itu lagi dan melahirkan seorang anak laki-laki. 9 Lalu berfirmanlah Ia: "Berilah nama Lo-Ami kepada anak itu, sebab kamu ini bukanlah umat-Ku dan Aku ini bukanlah Allahmu. Karena itu, kepada kita di sini saat ini, dipanggil untuk berpaling dari kehidupan kita yang telah menyimpang dan kembali kepada Allah. Dia senang, kita aktif beribadah, kita berkumpul, kita memberi persembahan, kita aktif berdoa, kita aktif PA, memberi persembahan, dsb... tetapi itu tidak cukup. Ayat 6 Allah mau kasih-setia, mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Allah inginkan keadilan dan kejujuran dalam kehidupan kita setiap hari. Allah mau, kita mencari Allah lebih dahulu sebagaimana dikatakan dalam matius 6:33: Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
SELAMAT KEMBALI KEPADANYA DAN MENGUTAMAKAN DIA DALAM SEGALA SESUATU. AMIN
42
BERHATI NURANI SEPERTI KRISTUS (Galatia 6:1-5)12 Ada sebuah pepatah dari Hadramaut, Yaman: MALING yang pertama selalu lebih "bijak" dari maling yang belakangan. Pepatah ini lahir dari kejadian di sebuah desa di Hadramaut, di mana sering terjadi pencurian kain kafan pembungkus mayat di dalam kubur. Di dalam kuburnya mayat itu ditelanjangi dan dicopot kain kafannya. Begitu rapih, lincah dan cerdik sehingga sukar diketahui siapa pencurinya. Hingga pada suatu hari seseorang meninggal dunia dan kain kafannya tidak ada yang mencuri, baru ketahuan bahwa dialah pencurinya. Kedamaian di desa Hadramaut itu tak berlangsung lama, karena kemudian terjadi lagi pencurian kain kafan dengan cara yang lebih mengerikan. Setelah kain kafannya dicopot, mayat itu dibiarkan tergeletak di tepi kubur, dan tidak dikembalikan lagi ke liang kubur. Orang di desa itu mengatakan bahwa maling yang dulu, jauh lebih "beradab" dari “maling terakhir”. Kasusnya sama dan tetap, yakni pencurian kain kafan. Hakekatnya tetap sama bahwa pencurian adalah sebuah kejahatan, namun cara mencuri tergolong pada "beradab" dan “biadab”. Pada hakekatnya, manusia dimanapun di seantero dunia ini selalu cenderung melakukan kejahatan. Dimana-mana kejahatan ada. Hanya kadang kala ada yang sangat rapih dan cerdik sehingga tidak diketahui bahkan dianggap “beradab”, tetapi banyak juga yang sangat kasat mata, lalu diberi label “biadab”. Realita yang terjadi dewasa ini, sangat kasat mata bahwa Negara-negara yang ada di Afrika dan Asia, termasuk Indonesia – sarat dengan kejahatan. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sudah sangat terkenal di Indonesia. Ada ungkapan sinis mengatakan bahwa di Indonesia ada banyak jenis pabrik, kecuali satu yang tidak ada, yakni “pabrik keadilan”. Tetapi, bukan berarti bahwa hanya di Afrika dan Asia (Indonesia) ada kejahatan atau KKN. Dimana-mana ada. Hanya saja, kejahatan di Negara yang disebut maju, mungkin diberi label “beradab” karena sangat rapih dan kadang dirasionalkan. Kajahatan itu, ada yang perorangan dan ada Negara dan ada dalam bentuk system. Mungkin dengan label “colonial”, “kapitalis”, “memberi pinjaman kepada negara berkembang”, “rasis”, globalisasi ekonomi, pasar bebas, atau sekarang kren istilah “memerangi teroris”. Semua sama, pelaku kejahatan. Bahkan bila kita jeli mengkajinya, maka kejahatan yang dilaksanakan oleh “maling yang berlabel biadab” – sering disebabkan oleh “maling yang beradab”. Negara yang terkenal korupsi sering dikondisikan oleh kepentingan Negara maju. Jadi, berbicara mengenai korupsi atau kejahatan lainnya – merupakan gejala manusiawi secara menyeluruh. Ada dimana-mana. Hanya saja prakteknya mungkin berbeda dan penanganannya juga berbeda. OLEH KARENA ITU, merupakan tugas bersama dalam misi dan oikumene. Renungan kita pagi ini mengatakan: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus”. (Gal 6:2). Berpartner-lah kamu dalam saling menanggung beban. Latar-belakang sasehat ini adalah karena dalam jemaat Galatia ada “kelompok yang kuat imannya” dan ada “yang lemah imannya”, ada yang pro Taurat dan ada yang tidak. Ada pemisahan antara Yahudi dan Yunani. Terjadi bias Gender antara laki-laki dan perempuan. Ada yang menerima Paulus sebagai Rasul dan ada yang menolak. Oleh karena itu Paulus dalam Galatian 3:27-28 mengatakan: “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”
12
Khotbah pada seminar kemitraan antara gereja-gereja Germany dengan Indonesia, Noepember 2004 di Wuppertal
43
Dalam konsep “satu dalam Kristus”, maka Paulus menasehati agar saling menolong satu dengan lainnya. Saling memperhatikan. Saling menopang dan menguatkan. Saling mendoakan. Saling menghargai. Saling membimbing satu dengan yang lainnya. Untuk ini, Paulus menegaskan: 1. Ayat 1 - Perlu hati-hati agar jangan jatuh dalam pencobaan. Artinya: jangan sampai melakukan kejahatan dan jangan arogan, jangan sombong kalau sudah menolong orang lain. 2. Ayat 3 – Jangan menganggap diri penting, orang hebat – padahal ia sama sekali tidak berarti. 3. Ayat 4 – bahwa perlu setiap orang mengevaluasi dirinya, pekerjaannya di hadapan Tuhan – dan bukan justru asyik mengintip dan menyoroti orang lain. Dalam matius 7:3 Yesus pernah berkata: “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” Ketahuilah bahwa apa yang kita lakukan harus kita pertanggung-jawabkan kepada Tuhan. 4. Ayat – 6 hiduplah saling membagi dan saling merawat. 5. ayat 9-10 janganlah jemu-jemu berbuat baik. Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa biarlah seminar ini mengkaji bagaimana konteks kehidupan dimana gereja berada, baik di Indonesia maupun juga di German ini – agar dapat bersama-sama, bertolong-tolongan dalam misi, dalam menanggung beban. Biarlah juga seminar ini sekaligus kesempatan mengevaluasi diri masing-masing dalam berpartner. Ingat, hidup bukan untuk menyombongkan diri, tetapi untuk saling membagi dan merawat kehidupan. Amin.
44
NILAI PERSEMBAMBAHAN13 Lukas 21:1-4 1. Suatu waktu dalam sebuah diskusi, ada pertanyaan dari warga jemaat sehubungan dengan persembahan Awam = Mengapa kita memberi persembahan ? Pendeta = Sebagai tanggapan syukur kita, karena Tuhan telah memberkati kita. Awam = Kepada siapa sebenarnya persembahan itu ? Pendeta = Kepada Tuhan. Awam = Apakah Tuhan perlu uang ? Bukankah Ia kaya ? Pendeta = Ya, tapi maksudnya kita memberi kepada Tuhan, untuk maksud/sasaran pelayanan Tuhan di gereja dan dunia. Dalam dialog tersebut ada pertanyaan tentang mengapa, kepada siapa dan bagaimana memberi persembahan ? Ada lagi plesetan yang sering saya dengar di Nias ini, sebagai respons ketidak-senangan/tidak mauan “memberi persembahan”: BNKP= Be’e Gefe (Hana wa oya manö ni’andrö-andrö). Persoalan lain adalah beragamnya motivasi, cara dan ukuran dalam memberi persembahan. 2. Mengapa kita memberi persembahan ? Jawaban singkatnya adalah: Sebagai Ungkapan Syukur kita kepada Tuhan, atas keselamatan, atas kehidupan dan atas berkat yang telah kita terima. Memberi karena telah lebih dahulu menerima. Kita ada, kita hidup, kita bisa beraktifitas – hanya karena Anugerah Tuhan sematamata. Contoh kecil: “Kita kini dinyatakan hidup, karena bisa bernafas, berjalan dan beraktifitas. Nafas yang kita hirup adalah ciptaan Tuhan. Dalam bahasa Rumah Sakit, udara itu disebut Oksigen. Bila kita menghirup udara atau oksigen itu setiap hari jumlahnya misalnya 10 tabung. Berapa harga yang harus dibayar ? Kita tak mampu membayar. Tetapi semua adalah cuma-cuma.” Ini hanya contoh kecil, belum lagi soal penebusan, soal keselamatan dan berkat lainnya. Maka tidak ada alasan untuk tidak bersyukur, untuk tidak memberi persembahan kepada Tuhan. Bila kita menelaah Alkitab, maka kita melihat beberapa hal: • Dalam PL kita melihat bahwa persembahan berkaitan dengan 3 hal: (1) Korban: (Im 1-7 : Korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapusan dosa, dan korban penebus salah). (2) Kebutuhan ibadah. Dalam bait Allah, di tempat/ruangan kaum perempuan ditempatkan 13 tempat persembahan (berbentuk trompet – terbalik). Di sini jemaat memberi persembahan – yang tujuannya untuk ibadah, seperti: untuk pengadaan kayu – guna membakar korban; untuk dupa, untuk pemeliharaan bejana, dsb. (3) Kebutuhan pelayan, pelayanan dan diakonia, yakni dengan persembahan persepuluhan dan persemban lainnya (dari ternah, hasil tanaman ataupun uang). Persembahan ini ditujukan untuk: kebutuhan pelayan, biaya kegiatan perayaan keagamaan di Yerusalem, dan untuk membantu orang-orang miskin: Janda, Yatim piatu dan orang asing. Katakanlah, untuk membantu kaum terlantar. •
13
Dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam gereja mula-mula – masih meneruskan tradisi Yahudi tersebut, kecuali dalam kaitan dengan korban – dimana kita tidak lagi mempersembahkan korban bakaran - sebab Tuhan Yesus telah menebus dan
Khotbah minggu tanggal 18 Maret 2001 di BNKP Jemaat kota Gunungsitoli
45
menyelamatkan kita. Yesus telah mempersembahkan diriNya untuk keselamatan kita. PersembahanNya – sekali untuk selamanya. Dalam jemaat mula-mula – persembahan itu lebih mendapat penekanan pada: (1) Kebutuhan Pekabaran Injil dalam penyebaran Berita Kerajaan Allah di dunia, dan (2) Pelayanan Diakonia. Inilah yang menjadi dasar bagi gereja kita dalam hal persembahan, maka “Keuangan gereja harus selalu diukur dengan dua hal ini: Pelayanan dan Diakonia, baik ke dalam maupun ke luar. 3. Bagaimana kita memberi persembahan ? Pertama: dalam nas ini kritik Tuhan Yesus ditujukan kepada orang-orang Farisi dan Ahli Taurat – serta orang-orang kaya. Ada apa rupanya ? - Mereka memamerkan jumlah persembahan yang diberikan - Mereka ingin pujian atau memuji diri sendiri bahwa mereka memberi lebih banyak jumlahnya. Hati-hati saudara, bagi yang pamer, ingin diketahui namanya dalam memberi, ingin pujian ini dikritik dan ditolak oleh Tuhan Yesus. Yang kedua, memberi dari sisa atau kelebihan walaupun jumlahnya besar, namun kecil nilainya bagi Tuhan Yesus. Apalagi kalau yang diberikan itu hasil dari sogokan, hasil money politics, hasil pemerasan, hasil KKN. Tiada nilai dan kecil nilainya bagi Tuhan Yesus. Memang persembahan yang telah diberikan di tempat persembahan tidak dikembalikan, tetapi nilainya kecil atau tiada. Memberi dari kelebihan atau sisa, nilainya kecil. Itulah alasan mengapa ada nilai atau batas minimal, yakni sepersepuluh (perpuluhan). Bila perpuluhan di jemaat ini berjalan dengan baik, maka saya percaya bahwa jemaat ini akan semakin meningkat dalam pelayanan ke dalam, terlebih-lebih ke luar. Bila mau berandaiandai. Seandainya yang aktif memberi perluluhan: 500 dari 1054 kelapa keluarga saja dengan rata-rata penghasilan Rp 300.000 perbulan; maka persembahan persepuluhan di jemaat ini adalah 15 juta rupiah perbulan (Kalau pendapatan rata-rata 500.000 – berarti 25 juta /bulan, berapa perpuluhannya?) Tetapi sering orang menggunakan matematika dalam memberi. Ah terlalu besar. Ah, nanti saya berkekurangan, ah famoto talu wandita manö wö game’ela andrö. Dan sebenarnya di sinilah salah satu ujian iman. Apakah kita mau bersyukur dan berharap kepada Tuhan atau tidak. Yang khawatir berkekurangan bila memberi per-10-an, itu berarti sedang menggantungkan dirinya pada uang dan bukan pada Tuhan, padahal Tuhan berkata dalam Maleakhi 3:10: “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu, dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Persepuluhan – hanyalah ukuran minimal dalam memberi secara kristen. Sebab bila kita melihat nas khotbah kita, justru persembahan seorang janda, yang walaupun jumlahnya 2 lepta (peser) – 1 lepton adalah ukuran uang terkecil yang ada waktu itu. Lepto = kurus. 2 peser hanya cukup untuk makanan sehari. Dan hanya itulah yang dimiliki oleh janda ini. Jadi 46
ia memberi tidak hanya 10 % tetapi justru 100 %. Makanya Tuhan Yesus mengatakan bahwa pemberian janda itulah yang memiliki nilai besar (nilai A). Mengapa? (1) Si Janda miskin itu memberi berdasarkan iman. Artinya, apa yang dimilikinya berasal dari Tuhan, dan tentang masa depannya – Ia menggantungkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam doa Bapa kami ada ungkapan: Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, bukan berilah kami makanan kami 1 tahun ini. Mengapa ? Agar kita setiap hari bergantung kepada Tuhan. Jangan menjadi egois, atau meng-Tuhankan uang. (2) Memberi berdasarkan iman, juga berarti memberi dengan hati yang tulus, tidak dengan paksa, tidak untuk mencari pujian atau prestise (di sinilah “Lelang” sering diperdepatkan – karena muncul gejala prestise, cari nama). Hati yang tulus dalam memberi – berarti tidak ada penyesalan dan sungut-sungut: Tuagu zamasokhi osali andre, lahe dangagu, okhotagu mege wangehao mimbar andro, khoma zi lalo yawa malige, btn). Sebaiknya kita belajar dari orang Israel, dimana persemban itu selalu disisihkan yang terbaik. Tidak seperti yang sering terjadi justru menyisihkan yang terkecil, bahkan kadang terdapat uang yang sudah robek, kusut dan yang tidak laku. Hati-hati saudara, nilainya kecil dan ditolak Allah. Sebelum kebaktian, berdoa dan putuskan berapa jumlah persembahan anda. Jangan baru ketika kantong kolekte disebarkan, baru cari uang terkecil. (3) Memberi berdasarkan iman, berarti memberi seluruh kehidupan dan yang dimiliki. Dan itulah persembahan yang harum dan sejati, bila kita mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan (Roma 12:1). Artinya, persembahan kepada Tuhan itu, tidak hanya yang 10 %, tidak hanya yang kita berikan di kantong persembahan, tetapi seluruh yang kita miliki menjadi persembahan kepada Tuhan. Segenap hidup kita menjadi persembahan bagi Tuhan. Apa maksudnya ? Artinya, pergunakanlah uang atau harta yang anda miliki – yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Ibe’e game’ela, ibe’e zi 1/10 – ba hiza aefa da’ö sitoröi khönia: - ibali’ö fayawasa - ihöndrögö nawönia - i’oguna’ö ba zi lö sökhi (narkoba, pelacuran, perselingkuhan) Ini bukan persembahan yang diinginkan Tuhan. Persembahan sejati dengan mempersembahkan tubuh, berarti apapun yang kita rencanakan, kita lakukan, kita ucapkan – hendaknya menjadi kemuliaan bagi Tuhan. (4) Memberi berdasarkan iman, berarti memberi karena Allah telah lebih dahulu memberi, dan bukan memberi supaya diberi ( bukan lakhö). Akhirnya saya ingin mengakhiri renungan ini dengan mengatakan berilah hati dan kehidupanmu kepada Tuhan, itulah dasar yang menggerakkan dan mendasarkan persembahanmu melalui pelayanan gereja. Tuhan memberkati. AMIN.
47
48
BUANGLAH SEGALA DURHAKA14 Ezekiel 18:30-32 Bapak – Ibu – saudara yang dikasihi Yesus….. Seorang missionaris yang melayani di daerah perkotaan, suatu waktu berdiri di pinggir jalan di dekat sebuah halte bus. Sebagai penginjil, tak henti-hentinya ia berteriak: “Siapa yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, maka ia akan diselamatkan.” Ia juga meneriakan agar semua manusia bertobat dan tak berbuat dosa lagi. Ia memanggil setiap orang yang lewat untuk membawa beban dosanya di hadapan salib Kristus. Tiba-tiba seorang anak muda datang dan berdiri di depannya lalu bertanya; “Bapak missionaris; Anda mengatakan bahwa semua manusia adalah orang-orang berdosa tanpa terkecuali. Membawa serta dosa dalam diri sendiri sama dengan memikul sebuah beban yang amat berat. Namun saya tak pernah merasakannya sedikitpun. Katakanlah padaku, berapa berat sebuah dosa itu? Lima kilo? Sepuluh kilo? Atau seratus kilo?” Sang missionaris memperhatikan anak muda tersebut dengan seksama, lalu balik bertanya; “Bila kita meletakan 500 kilo beban ke atas mayat, apakah mayat tersebut akan merasa bahwa beban yang dipikulnya itu berat?” Dengan cepat dan pasti anak muda tersebut menjawab; “Tentu saja tidak!! Ia pasti tidak merasa berat karena ia telah mati.” Sang pendeta mengagumi anak muda tersebut. Sambil tersenyum ia menjawab; “Hal yang sama terjadi pada kita. Kita tentu tak merasa bahwa beban dosa yang kita pikul itu berat. Karena pada saat kita berada dalam dosa, saat itulah kita sebetulnya telah mati.” Bapak-ibu-saudara. Bukanlah manusia dalam kehidupan sekarang ini, sering seperti “pemuda” dalam kisah tadi, merasa tidak berdosa, dan tidak merasakan beban apa-apa? Bila demikian halnya, itu berarti manusia bagaikan mayat yang tidak merasakan beban apa-apa, karena manusia sedang mati dalam kehidupan ini. Semoga hadirin sekalian tidak demikian. Amin! (puji Tuhan). Tetapi, saya mengajak kita sekalian untuk melakukan refleksi dari syair lagunya Iwan Vals yang berjudul TIKUS-TIKUS KANTOR: (Saya bacakan syairnya) Kisah usang tikus-tikus kantor, yang suka berenang di sungai yang kotor, Kisah usang tikus-tikus berdasi, yang suka ingkar janji lalu sembunyi, Di balik meja teman sekerja, di dalam lemari dari baja, Kucing datang cepat ganti muka, segera menjelma bagai tak tercela, masa bodoh hilang harga diri, asal tak terbukti, ah, tentu sikat lagi. Tikus-tikus tak kenal kenyang, rakus-rakus bukan kepalang. Otak tikus memang bukan otak udang, kucing datang, tikus menghilang. Kucing-kucing yang kerjanya molor, tak ingat tikus kantor datang mentelor Cerdik licik tikus bertingkah tengik, mungkin karna sang kucing, pura-pura mendelik, tikus tahu kucingpun lapar, kasih roti, jalanpun lancar. Memang sial tikus teramat pintar, atau kucing yang memang kurang ditatar.
14
Khotbah di BNKP Jemaat Kota Gunungsitoli, tanggal 11 Nopember 2007. Pada acara tersebut dilaksanakan kebaktian pengutusan Misionaris local ke daerah pedesaan Nias dan Pulau-pulau Batu.
49
Syair nyanyian ini sedang mengkritisi maraknya praktek korupsi dan suap, dan juga tingkah manusia secara umum – yang sudah berprinsip: “Masa bodoh harga diri, asal tak terbuksi, tentu sikat lagi.” Orang sudah tidak lagi takut kehilangan harga diri. Orang sudah tidak lagi takut malu. Orang sudah semakin kebal dengan dosa. Orang sekarang ini sudah seperti dalam lagunya Iwan Vals, yakni bagaikan tikus yang cepat ganti wajah, atau sering pakai topeng. Apa yang terjadi kini, ketahuilah bahwa itu juga pengalaman bangsa Israel dalam perikop kita. Pada waktu itu mereka sedang dihukum, yakni dibuang ke Babel, karena pemberontakan, karena kebejatan, karena penyelewengan dan kerakusan. Sebelum dibuang, mereka hidup bagaikan “tikus yang berenang di sungai yang kotor”. Mereka sudah melupakan Tuhan, korupsi, memeras dan menindas kaum lemah, mengandalkan diri sendiri dan melupakan Tuhan, bahkan mereka menyembah illah lain. Tetapi dalam kata-kata mereka mengaku bahwa mereka adalah umat Tuhan. Anehnya, ketika mereka di pembuangan, dosa dan kesalahan itu ditimpakan kepada nenek-moyangnya atau orang-tuanya. Menyalahkan orang lain. Itu namanya, mencari kambing hitam. Rupanya sama saja, dari dulu hingga sekarang, kecenderungan manusia adalah berbuat dosa, membuang tanggung-jawab, bahkan menyalahkan orang lain. Tetapi saudara-saudara, firman Tuhan hari menyatakan dua hal: (1) Bahwa setiap orang harus memiluk atau menanggung dosanya sendiri, menurut tindakannya. Siapapun dia. Bila ini yang menjadi ukuran, maka adalah manusia yang tidak berdosa? Adakah manusia yang benar di hadapan Allah? Sekarang periksalah dirimu….. sekarang, setiap yang membawa Alkitab, bukalah Roma 3:10-18 "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. 11 Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. 12 Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. 13 Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. 14 Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, 15 kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. 16 Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, 17 dan jalan damai tidak mereka kenal; 18 rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." Selanjutnya ketahuilah bahwa upah dosa adalah maut. (2) Tetapi, yang kedua, yang dikatakan dalam perikop kita adalah bahwa Allah tidak menghendaki kita mati dalam dosa kita. Dia ingin kita beroleh kehidupan dan keselamatan. Oleh karena itu, pada ayat 32, dikatakan bertobatlah, supaya kamu hidup. Roma 6:23 mengatakan: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskah hatimu!” Ibrani 4:7. Saudara-saudara, pada hari ini peristiwa penting dalam gereja kita di BNKP. Hari ini kita mengutus para misionaris di daerah pedesaan, daerah yang kurang mendapat pelayanan, daerah terpencil. 9 orang misionaris kita utus hari ini, untuk menyatakan “panggilan pertobatan, dan berita pengampunan demi kehidupan dan keselamatan.” Mereka diutus ditempat yang sunyi dan jauh dari kebisingan kota. Mereka diutus untuk menyatakan damai sejahtera. Oleh karena itu, kepada bapak ibu yang tergerak hatinya, yang berhati misi, jadikanlah ini sebagai pokok doamu. Doakanlah dan dukunglah mereka dalam pelayanan misi. Kepada para misionaris yang diutus hari ini, selamat melayani, Tuhan menguatkan dan memberkati. Amin.
50
BUANGLAH SEGALA DURHAKA15 Ezekiel 18:30-32 Bapak – Ibu – saudara yang dikasihi Yesus….. Seorang missionaris yang melayani di daerah perkotaan, suatu waktu berdiri di pinggir jalan di dekat sebuah halte bus. Sebagai penginjil, tak henti-hentinya ia berteriak: “Siapa yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, maka ia akan diselamatkan.” Ia juga meneriakan agar semua manusia bertobat dan tak berbuat dosa lagi. Ia memanggil setiap orang yang lewat untuk membawa beban dosanya di hadapan salib Kristus. Tiba-tiba seorang anak muda datang dan berdiri di depannya lalu bertanya; “Bapak missionaris; Anda mengatakan bahwa semua manusia adalah orang-orang berdosa tanpa terkecuali. Membawa serta dosa dalam diri sendiri sama dengan memikul sebuah beban yang amat berat. Namun saya tak pernah merasakannya sedikitpun. Katakanlah padaku, berapa berat sebuah dosa itu? Lima kilo? Sepuluh kilo? Atau seratus kilo?” Sang missionaris memperhatikan anak muda tersebut dengan seksama, lalu balik bertanya; “Bila kita meletakan 500 kilo beban ke atas mayat, apakah mayat tersebut akan merasa bahwa beban yang dipikulnya itu berat?” Dengan cepat dan pasti anak muda tersebut menjawab; “Tentu saja tidak!! Ia pasti tidak merasa berat karena ia telah mati.” Sang pendeta mengagumi anak muda tersebut. Sambil tersenyum ia menjawab; “Hal yang sama terjadi pada kita. Kita tentu tak merasa bahwa beban dosa yang kita pikul itu berat. Karena pada saat kita berada dalam dosa, saat itulah kita sebetulnya telah mati.” Bapak-ibu-saudara. Bukanlah manusia dalam kehidupan sekarang ini, sering seperti “pemuda” dalam kisah tadi, merasa tidak berdosa, dan tidak merasakan beban apa-apa? Bila demikian halnya, itu berarti manusia bagaikan mayat yang tidak merasakan beban apa-apa, karena manusia sedang mati dalam kehidupan ini. Semoga hadirin sekalian tidak demikian. Amin! (puji Tuhan). Tetapi, saya mengajak kita sekalian untuk melakukan refleksi dari syair lagunya Iwan Vals yang berjudul TIKUS-TIKUS KANTOR: (Saya bacakan syairnya) Kisah usang tikus-tikus kantor, yang suka berenang di sungai yang kotor, Kisah usang tikus-tikus berdasi, yang suka ingkar janji lalu sembunyi, Di balik meja teman sekerja, di dalam lemari dari baja, Kucing datang cepat ganti muka, segera menjelma bagai tak tercela, masa bodoh hilang harga diri, asal tak terbukti, ah, tentu sikat lagi. Tikus-tikus tak kenal kenyang, rakus-rakus bukan kepalang. Otak tikus memang bukan otak udang, kucing datang, tikus menghilang. Kucing-kucing yang kerjanya molor, tak ingat tikus kantor datang mentelor Cerdik licik tikus bertingkah tengik, mungkin karna sang kucing, pura-pura mendelik, tikus tahu kucingpun lapar, kasih roti, jalanpun lancar. Memang sial tikus teramat pintar, atau kucing yang memang kurang ditatar.
15
Khotbah di BNKP Jemaat Kota Gunungsitoli, tanggal 11 Nopember 2007. Pada acara tersebut dilaksanakan kebaktian pengutusan Misionaris local ke daerah pedesaan Nias dan Pulau-pulau Batu.
51
Syair nyanyian ini sedang mengkritisi maraknya praktek korupsi dan suap, dan juga tingkah manusia secara umum – yang sudah berprinsip: “Masa bodoh harga diri, asal tak terbuksi, tentu sikat lagi.” Orang sudah tidak lagi takut kehilangan harga diri. Orang sudah tidak lagi takut malu. Orang sudah semakin kebal dengan dosa. Orang sekarang ini sudah seperti dalam lagunya Iwan Vals, yakni bagaikan tikus yang cepat ganti wajah, atau sering pakai topeng. Apa yang terjadi kini, ketahuilah bahwa itu juga pengalaman bangsa Israel dalam perikop kita. Pada waktu itu mereka sedang dihukum, yakni dibuang ke Babel, karena pemberontakan, karena kebejatan, karena penyelewengan dan kerakusan. Sebelum dibuang, mereka hidup bagaikan “tikus yang berenang di sungai yang kotor”. Mereka sudah melupakan Tuhan, korupsi, memeras dan menindas kaum lemah, mengandalkan diri sendiri dan melupakan Tuhan, bahkan mereka menyembah illah lain. Tetapi dalam kata-kata mereka mengaku bahwa mereka adalah umat Tuhan. Anehnya, ketika mereka di pembuangan, dosa dan kesalahan itu ditimpakan kepada nenek-moyangnya atau orang-tuanya. Menyalahkan orang lain. Itu namanya, mencari kambing hitam. Rupanya sama saja, dari dulu hingga sekarang, kecenderungan manusia adalah berbuat dosa, membuang tanggung-jawab, bahkan menyalahkan orang lain. Tetapi saudara-saudara, firman Tuhan hari menyatakan dua hal: (3) Bahwa setiap orang harus memiluk atau menanggung dosanya sendiri, menurut tindakannya. Siapapun dia. Bila ini yang menjadi ukuran, maka adalah manusia yang tidak berdosa? Adakah manusia yang benar di hadapan Allah? Sekarang periksalah dirimu….. sekarang, setiap yang membawa Alkitab, bukalah Roma 3:10-18 "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. 11 Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. 12 Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. 13 Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. 14 Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, 15 kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. 16 Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, 17 dan jalan damai tidak mereka kenal; 18 rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." Selanjutnya ketahuilah bahwa upah dosa adalah maut. (4) Tetapi, yang kedua, yang dikatakan dalam perikop kita adalah bahwa Allah tidak menghendaki kita mati dalam dosa kita. Dia ingin kita beroleh kehidupan dan keselamatan. Oleh karena itu, pada ayat 32, dikatakan bertobatlah, supaya kamu hidup. Roma 6:23 mengatakan: “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskah hatimu!” Ibrani 4:7. Saudara-saudara, pada hari ini peristiwa penting dalam gereja kita di BNKP. Hari ini kita mengutus para misionaris di daerah pedesaan, daerah yang kurang mendapat pelayanan, daerah terpencil. 9 orang misionaris kita utus hari ini, untuk menyatakan “panggilan pertobatan, dan berita pengampunan demi kehidupan dan keselamatan.” Mereka diutus ditempat yang sunyi dan jauh dari kebisingan kota. Mereka diutus untuk menyatakan damai sejahtera. Oleh karena itu, kepada bapak ibu yang tergerak hatinya, yang berhati misi, jadikanlah ini sebagai pokok doamu. Doakanlah dan dukunglah mereka dalam pelayanan misi. Kepada para misionaris yang diutus hari ini, selamat melayani, Tuhan menguatkan dan memberkati. Amin.
52
HE ONO NIHA AMA’ELE’O!16 (Hesekieli 37:1-14) Ira Ama, Ina, talifusö – ni’omasi’ö ba khö Keriso Yesu. Fehede töla soköliköli ba da’e, no nifo’amaedola ba wola’aini ngawalö zifalukha soi niha Gizera’eli, me tetibo ira ba Mbabeli. Töla soköliköli, eluahania si no mate. So dombua geluaha mate ba zura ni’amoni’ö, ya’ia da’ö: (1) Mate mondröi ulidanö; (2) Mate fa’afabali gamakhaita niha khö Lowalangi. Dombua geluaha da’e, tela’aigö ba mbörö huhuo andre. - Ato ndra saradaru awö nono wabanuasa soi niha Gizera’eli zi no mate ba wasuwöta wolawa saradadu Mbebeli - No so ba wa’atosasa dödö, fa’anumana, fangaröngarö, famakao – niha Gizera’eli – me no tetibo’ö ira ba mbabeli. Hana wa tetibo? Börö me no laröi Lowalangi. No faefa gamakhaitara khö Lowalangi, no la’erogö Lowalangi, ba no la’o’ö nifakhoi dödöra samösa. Ira Kubalo (baso faza 34 – no kubalo si lö sökhi, ha so kubaloi botora samösa, ba labali’ö femangamangara mbiribiri nikubaloi. Andrö wa biri-biri a’oi muzaewe, a’oi muzawili. Bahiza wa’omasi Lowalangi, lö idölö wofönu ba mbörö huhuo andre, ifatenge Hezekieli – ena’ö tobali enoniNia, fakake Lowalangi ba wama’ele’ö Fangorifi, ba wolohe fa’auri, ba wamonga’eu fa’ohahau dödö. Fama’ele’ö Hezekieli andre, tefalua ia me tefuli dania ira ba danöra, ba mendrua manö maulu: ba wangorifi, wangefa, wa’ohahau dödö – ba khö Yesu Keriso, si no kubalo si sökhi, kubalo sindruhu. Ira Ama Ina Talifusö ni’omasi’ö. Khilikhili niha Gizera’eli nifo’amaedolagö “Töla zimate” – lö göi mamalö falukha ita irugi da’e. Duhu, ato ita, 60 % moroi ba nono mbanua Kabupaten Nias/Nisel – no ndrotondroto BNKP. Bahiza, hadia tenga göi simane amaedola “döla soköliköli” lala wa’auri mbanuada? Ba wola’aini da’e – omasido u’ombakha’ö khöda ilustrasi huhuo Moderator VEM (Dr. Stefani Kameta) me sidang ba Philipina me bawa si 10 2004. Ibe’e judul ilustrasi nia The smile of Satan – ba li niha: “Boho-boho gafökha”. Utunö molo’ö gayagu samösa, sambil ufatöfa ia khöda iada’e. Imane: Samuza luo migu möi Gafökha ba golayama gosali. Ba ero i’ila zi möi ba gosali, ba ibohoboho. Tohare wandrita/pastor – ba iboho. Tohare ndra Satua Niha Keriso - ba iboho. Tohare ngasi Komisi wanita – iboho. Tohare aktivis pemuda, sasese fao ba kor faoma vokal grup – ba iboho. Tohare panitia pembangunan – iboho. Tohare Gubernur/Bupati - iboho. Tohare pejabat (kepala dinas/badan/kantor) – iboho. Tohare wa’i fefu niha si möi ba gosali, ba iboho. Ha fa’itari wösa ifakuru gangango. Me la’ila da’ö ira malaika moroi ba Zorugo – lamane, hana wa ibohoboho manö Afökha andre, ba wamaigi niha si möi ba gosali ? Tenga abu dödönia. Hadia zalua. Andrö wa’i samösa 16
Khotbah pada penutupan rapat kerja Pendeta BNKP, Februari 2005, di BNKP Jemaat Denninger.
53
zanofu khö Gafökha. He Afokha, hana wa ba da’e so’o ? Itema li Afokha, hana wa manofu’ö simanö, no so ba zura, heza ifasindro gosali-Nia Lowalangi, ba ifangai goi khonia Afokha. Ba hana wa öbohoboho ba wamaigi niha si möi ba gosali ba Afökha ? Iboho, ebua bohobohonia, itema li wanguma’ö: (1) Ndrotondroto Gosali andre, töra lima ngahönö ba awai zimöi ba gosali ha ma to dua ngaotu. Tanö bö’önia – ono buagu. No urörö ira modaodao ba lafo, mamadumadu tuo, famai, ba so göi zimörö, awö zanörönörö. Jadi abölö ato zi lö möi moroi ba zi möi, andrö uboho. Ba tenga ha da’ö: (2) Fefu zi möi ba gosali andre, ba ha si sambö töra dua za andre – la o’ono Lowalangi ira, aefa da’ö sa’ae ono buagu, ono gafökha. (3) Ba so na’i zi möi ba gosali andre, ba lafalua ngawalö goigoi si no utanögö ba dödöra. Imane malaika – hadia goigoimö ba Afkha? - Mifaigi atö ira andrö. So zifangai ba wedadao – ba sindruhunia lö fa halö alitö wösa ira andrö. - So keluarga, no fangai, lö paepa-paepa, ba sindruhunia bohou fa’udu ira khö nawöra, ba lö sangatulö. So ndramatua ilaulau moko ikhu ba danö bö’ö, ba so göi ndra’alawe ifalua lekeleke ba ndramatua bö’ö. - So ndra enoni (fandrita, sinange, satua niha keriso, btn) si möi ba gosali andrö – no lahaogo wedadao, no lahaogö mbawa hulö ma’uwu si’ai Gaberahamo – ba sindruhunia na muwa’ö khönia wangai halöwö fangombakha taromali Lowalangi, halöwö fokubaloi – ba oi mamaigi bawa, isaisi fa’areu, ba fa’udu wö na i ira ndra enoni wamadöni tana khö, wamadöni kuaso. So göi zangisö ba mangisu ba gana’a. Arörö ira ba da’ö ba oi muzawili mbiribiri nikubaloira. - So ndra pemuda da’ö, manunö ira awai li mi ya’ami malaika, no alösö ae dölötölö, ba zindruhunia so wö zo narkoba ira andrö, so göi zi kumpul kebo, so göi zi pergaulan bebas. Cocoklah molo’ö nibe’egu ba dödöra ba ningöngönigu ba dalingara. - Mifaigi ndra pejabat-pejabat negara andrö, no lafake nukha sa lösö, baru luo döi meföna, so göi zamake nukha sotöra. Ba egebua labe’e game’elara. Lafahököhökö na so zangombakha. Tanö föna la’iagö na’i awai sokhö famati si tola mamawu’a hili – ba sindruhunia ni’angeragöra andrö – hewisa wogao dana proyek awö dana pembangunan, lö sa latörö tödö wa no ato sibai nono mbanua sinumana, si lö sekola, no göna tsunami, btn. - Mifaigi Komisi Wanita. Duhu owölö’ölö ba ngawalö kegiatan. Töra moroi ba danö bö’ö. So khöra Bible study. Ba sindruhunia, lafatoutou nawöra wösa ia andrö. So göi ba gotaluara zi lö fahede. So göi zigayafö – wangoroma wa mokhö. Oya khöra mode, irege modesao. - Mifaigi ndra sotöi “tokoh masyarakat, tokoh jemaat”. Awai ehomo gosali ira. Awai ama zamati töra moroi khö gaberahamo. Asese labe’e gö niha. Latolo zinumana. Ba sindruhunia – aefa ira ba gosali andre, famakiko kefe, famera’ö awö nifa’uka ba nifa’uke dödöra. Awai hörö gehai ba gosali, ba aefa da’ö awai hörö mao kara. - Na ba Deninger andre so ia, te inötö wanguma’ö: Duhu sohalöwö ba Deninger ia da’e hasara dödöra irege tola lasawa gosali andre, bahiza sedang ufa’anö proposal wama’udu ya’ira, ya’ia da’ö ba wamadöni dadaoma/fetaro dania miföna andre. - Pokoknya, mifaigi ira fefu. He na so zangodödögö wolo’ö Yesu, ba lö ato sibai, andro itaria ufakuru gangagogu na u’ila ira. Ba sedang mafa’anö proposal awö strategi wangakali ya’ira – ena’ö tobali ono buagu fefu. Andrö wa ubohoboho na möi ira ba gosali. Sökhi na’i da’ö ha kha Hulö nono bua Yesu ira sa, ba sindruhunia sa Ono buagu. Imane Malaika, sindruhu ndra’ugö andre sa Afökhö. Atulö sibai niwa’ö Wetero, wa Afökha andrö hulö zingo si ndröndröndröndrö, i’alu’alui haniha ni’ania. Mofanö malaika no mege, mangawuli ia si fao fa’abu dödö, tenga fa’omuso dödö. Me no ato zangotöi niha keriso – ba si ndruhunia sa no ono bua gafökha. 54
Na tesöndra zimane ba gotalua mbanua niha Keriso ba BNKP, ba no khilikhili “Döla soköliköli” zimane da’ö, no amaedola zimate, me no sangerogö Lowalangi. Andrö moguna wamalalini era’era. Moguna so wamohouni sindruhundruhu. Ba hiza ira ama ina talifusö. No sebua fa’omasi ba fa’ahakhö dödö Lowalangi. Lö ilulu ba wa’atekiko mbanuaNia. Na me föna ifatenge Hezekieli tobali fakekeNia ba wolohe fangorifi ba fa’aohahau dödö, ia da’e mohede khödaYehowa: He Ono Niha, Ama’ele’ö (Turiaigo wangorifi andro kho Lowalangi ba kho Yesu Keriso. - Ama’ele’ö ya’ugö ama/ina ba nomo – wawolohe fangorifi ba fa’ohahau dödö ba nösi nomou. - Ama’ele’ö ya’ugö sohalöwö ba gödo – ohe wangorifi ba fa’ohahau dödö ba nono wabanuasa, ya’ia na muhaogö lala halöwö domosa si no mutou’ö ba dangau. - Ama’ele’ö ya;ugö pemuda – ohe wangorifi ba fa’ohahau dödö ba nawöu pemuda, ena’ö böi aekhu ba narkoba, foyafoya, judi, femabumabu, fohorö, fanagö, btn. - Ama’ele’ö ya’ugö BPHMS – ohe wangorifi ba fa’ohahau dödö ba nono mbanua niha keriso ba BNKP ma’asagörö. - Ama’ele’ö ya’ugö BPHMS – kata’ö zambö enahöi na tesöndra ba gotalua zamatörö. - Ama’ele’ö ya’ugö Fandrita – Ohe wangorifi ba fa’ohahau dödö ba ndrotondroto mbanua niha keriso ba nifataro ya’ugö. Rongo wangaröngarö dödöra, rara dödö zi no fawuka tödö, ohe wa’atulö ba ngambatö zi no fatiti, angandrö salahi zowökhö, ba fao ba wangotomosi lala wa’auri mbanua niha Keriso. - Ama’ele’ö ya’ugö Fandrita si bohou – ohe duria wangorifi ba fa’ohahau dödö gofu heza lafataro ami, he ba dalu danö, he göi ba mbanua sebua, ombakha’ö daroma li fangorifi gofu heza nahia ba inötö. Tekaoni ita fefu tobali enoni Lowalangi ba wolohe fangorifi ba fa’ohahau dödö ba gulidanö. Ba böi olifu ita, hadia zi no iwa’ö Lowalangi khö Hezekieli – ba khöda isugi Lowalangi na lö tahalö halöwö andrö. Imane ba faza 3:17-19. Böi ata’u ita, Eheha Lowalangi zangabölö’ö ba sangatuatua ya’ita ba wangai halöwö andrö si no ifaduhusi tödö khöda. Yaduhu.
55
MENCINTAI TANPA PUAS17 Nas: Pengkhotbah 5:9-11 “9. Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan, tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun siasia. 10. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain daripada melihatnya? 11. Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak, tetapi kekenyangan orang kaya sekalikali tidak membiarkan dia tidur. (Pengkhotbah 5:9-11). 1. Ketika bertanya kepada web site Google di internet tentang KAYA, maka ribuan artikel yang menjelaskan langkah-langkah untuk menjadi kaya, baik dengan cara halal maupun dengan menghalalkan segala cara. Tetapi, tidak kalah banyaknya, ribuan juga artikel yang menentang orang menjadi kaya karena karena berbagai alasan, mulai dari soal kerakusan, perampasan (baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara halus), menerima suap, korupsi, dan tak kalah pentingnya alasan men-Tuhan-kan harta. Melihat ini, kita sebagai orang percaya bisa bingung. - Bukankah ini SUMUT? Semua Urusan Mesti Uang Tunai - Bukankah UUD itu sekarang telah diplesetkan jadi: Ujung-Ujungnya Duit? - Bukankah banyak kalangan dan suku bangsa di Indonesia ini sudah mengenal ungkapan Batak: “Ise na mangatur Negara on? Hepeng! Kita sering bingung, karena pada satu sisi – dalam realita hidup sehari-hari – harta adalah hal penting sebagai alat untuk memperlancar segala sesuatu yang kita butuhkan dan lakukan. Sehingga tidak ada orang yang tidak mau kaya atau berkecukupun. Sebab untuk makan – perlu uang. Mau bangun rumah – perlu uang. Sekolahkan anak – perlu uang. Apapun yang kita butuhkan dan inginkan sekarang ini – tidak ada yang gratis, semua dengan uang. Tetapi pada sisi lain – juga berdasarkan pengalaman – bahwa harta seringkali tidak membahagiakan, bahkan memperbudak dan mengacaukan. 2. Hari ini, kita diajar oleh kitab Pengkhotbah tentang harta. Bertolak dari pengalaman hidup, pengkhotbah menyimpulkan bahwa menginginkan/mencintai uang dan harta adalah sia-sia. Segalanya sia-sia. Apakah itu artinya bahwa kitab pengkhotbah melarang orang-orang beriman untuk menjadi kaya? Tetapi bukankah sejak penciptaan, Tuhan telah memberi mandat untuk mengelola dunia ini? Bukankah Abraham, bapak orang beriman itu memiliki kekayaan yang melimpah? Bukankah ada janji berkat bagi orang yang taat dan percaya kepada Tuhan? Tetapi, mengapa Pengkhotbah mengatakan bahwa semua itu sia-sia? Bapak-ibu-saudara. Pertama-tama, Kitab pengkhotbah tidak melarang orang menjadi kaya atau memiliki uang. Tetapi yang disoroti oleh pengkhotbah adalah: “Mencintai uang” atau “Harta”. Kata mencintai dalam bahasa Ibrani adalah ahab. Artinya: - Memikirkan terus menerus uang atau harta - Membulatkan tekad untuk uang atau harta 17
Khotbah yang disampaikan di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), jemaat Gunungsitoli, pada tanggal 19 Juli 2009.
56
-
Mengupayakan dengan semangat penuh, meraih uang atau harta Menyerahkan diri untuk uang atau harta Menganggantungkan diri pada uang atau harta.
Kata ahab ini layaknya hanya kepada Tuhan dan untuk arti mengasihi sesama. Sehingga, ketika ahab ditujukan pada uang, maka di sinilah malapetaka itu. Pada ayat 7 dikemukakan bahwa karena ahab terhadap uang dan harta, maka: (1) Terjadi penindasan atau pemerasan terhadap orang miskin (2) Terjadi pemerkosaan terhadap hukum dan keadilan Para pelakunya adalah oang-orang yang berkuasa. Ahab akan uang atau harta – maka berlaku seperti raja Ahab – yang membunuh Nabot demi harta yang indah, yakni kebun anggur. Dewasa inipun, ada banyak orang, para penguasa dan pengusaha (tentu ada kekecualian), justru telah dirasuki oleh Ahab akan uang atau harta, yang mengakibatkan: - Menggunakan jabatannya untuk menerima suap, - mengkorupsikan dana-dana pembangunan - berkolusi untuk meraup keuntungan - Berbohong/menipu dalam aktifitas dagang - Membunuh demi uang dan harta (demi uang orang rela membawa bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriot) Di Indonesia, - Ada banyak kasus pencurian dan penjualan bayi – demi uang - Ada banyak orang yang menjadi germo yang menjual abg – demi uang - Ada banyak yang menjual dirinya menjadi pelacur – demi uang - Ada banyak juga yang masuk prostitusi – mentang-mentang punya uang - Ada banyak yang menjadikan hobi berjudi – mentang-2 punya uang - Ada banyak kasus penipuan berkedok koperasi – demi uang - Ada banyak kasus penjualan narkoba – demi uang - Ada banyak kasus formalin untuk daging, tahu/tempe, dll – demi uang - Ada banyak yang menjadi parmitu – mentang-2 punya uang - Ada banyak kasus pemalsuan barang-barang dagangan – demi uang - Dan seterusnya, masih bisa diperpanjang….. Karena Ahab – akan uang dan harta, maka benarlah yang dikatakan dalam 1 Timotius 6:10 bahwa cinta akan uang adalah sumber segala kejahatan. Inilah yang disoroti oleh kitab pengkhotbah. Suatu waktu, seorang pengusaha datang kepada Pastor. Ia bertanya, “pastor, bagaimana hal-hal Rohani dapat menolong orang hidup di dunia, seperti aku ini?” Pastor menjawab: “Engkau akan kubantu untuk memiliki lebih lagi.” “Bagaimana caranya”, Tanya pengusaha! Lalu, dengan tatapan mendalam, Pastor berkata: “Engkau akan memperoleh lebih, apabila engkau “menginginkan kurang daripada sekarang.” Maksudnya, kurangi keinginan atau kerakusan akan harta. Hiduplah sederhana. Sang pengusaha pulang dengan kecewa, karena dipikirnya, pastor member langkahlangkah untuk menjadi kaya dan sekaligus bahagia secara rohani. Ini sama dengan kasus seorang kaya, yang datang kepada Yesus, dan bertanya: Bagaimana agar aku dapat selamat? Semua hokum Taurat sudah kupatuhi. Apa lagi? Lalu Yesus katakana, juallah semua yang engkau punya, bagikan pada orang miskin, dan ikut57
lah Aku. Mengapa Yesus menyuruh jual? Karena hati orang tersebut telah tertambat pada uang, dan bergantung pada uang. Ini tidak layak dalam kerajaan surga.
Kedua, ayat 10, pengkhotbah mengemukakan realita bahwa semakin banyak uang/harta, maka semakin banyak juga yang menggunakannya. Orang yang punya uang, tingkat konsumsinyapun cukup tinggi. Harus membayar keamanan, pembantu, dan sebagainya. Orang kaya sering jadi sasaran empuk para pejabat, sasaran proposal dari berbagai kegiatan, sasaran minta tolong dari orang-orang miskin. Sehingga, pengkhotbah mengatakan bahwa sama saja, banyak akan habis dan sedikit juga akan habis. (Pada waktu itu, kritikan ini, memang ditujukan kepada orang-orang Persia yang kaya raya dan menindas orang miskin). Apa yang hendak dikemukakan oleh pengkhotbah di sini? Ia hendak menyatakan tiga hal: (1) Uang atau harta jangan dijadikan sebagai alat pengkotak-kotakan manusia: orang kaya > < orang miskin; orang besar > < orang kecil; orang berada > < orang biasa; orang yang punya rumah seperti istana > < orang yang hanya punya rumah sangat sederhana. (2) Pengkhotbah hendak mengumandangkan pola hidup sederhana. Sebab pada waktu itu, orang-orang Israel banyak yang tergoda untuk sama seperti orang kaya, dengan menghalalkan segala cara. Ini sebuah nasihat agar mencukupkan diri pada apa yang ada. Ketiga, ayat 11, pengkhotbah mengemukakan pengalaman hidupnya bahwa memiliki uang dan harta memang dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginan kita, tetapi tidaklah segala-galanya. Ada ungkapan mengatakan: - Dengan uang, memang kita dapat membeli tiket untuk pergi kemanapun kita mau, kecuali ke Surga - Dengan uang, kita dapat membeli segala jenis makanan yang kita inginkan, kecuali makanan rohani. - Dengan uang, kita dapat mendapatkan segala-galanya, kecuali kebahagiaan. Cobalah ingat kembali pengalaman hidup bapak-ibu. Mana lebih sejahtera: - Meninggalkan rumah dengan emas/harta yang melimpah atau - Meninggalkan rumah tanpa emas/harta yang melimpah? Bagi yang tidak memiliki emas/harta yang melimpah – akan dapat pergi dengan tenang, atau akan dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi, sebaliknya bagi yang memiliki emas/harta – maka ia selalu gelisah atau resah dan terus memikirkan emas/hartanya. Saya punya teman yang menginvestasikan uangnya di reksa dana sebelum krisis keuangan global. Saya mencermati teman saya ini. Setiap pagi, ia harus bukan intenet untuk melihat angka pembelian dan penjualan saham. Sorenya, demikian juga. Ketika harga saham naik, ia berteriak – hore… hanya dalam tempo satu hari, keuntungan 13 juta. Luar biasa. Tetapi ketika harga saham turun, maka ia berkata… wah… turun lagi. Terus-menerus demikian. Ketika harga saham naik, ia gembira, tetapi ketika turun…. Ia gelisah. Lalu, ketika ada krisis global yang melanda Amerika dan sampai ke Indonesia, harga sahamnya turun drastic dan teman saya ini rugi. Semua keuntungan selama ini habis, bahkan modalpun ikut berkurang. Akhirnya, teman saya ini berkata: Yah… ternyata tak ada tempat investasi yang aman di dunia ini…..! Bapak ibu saudara. Yesus berkata, dimana ada harta, di situ jugalah hatinya ada. Dan inilah yang justru dipersoalkan oleh pengkhotbah. Ketika mencintai uang atau harta, maka hati manusia itupun hanya pada uang/harta. Dan di sinilah muncul godaan: mencuri, merampas, korupsi, suap, membunuh, menindas; dan mempertuhankan uang/harta. 58
3. Lalu bagaimana seharusnya? Pada ayat 18, pengkhotbah justru mengemukakan jalan yang tepat bagi orang percaya. Memiliki uang atau harta tidak salah, asalkan: (1) Diperoleh dengan cara halal dan tidak menghalalkan segala cara. Bekerja adalah ibadah. (2) Diimani bahwa uang atau harta merupakan karunia Tuhan, dan oleh karenanya senantiasa menyatakan syukur kepada Tuhan. (3) Uang/Harta sebagai karunia Allah itu harus digunakan pada jalan yang lurus dan benar. Tidak untuk meninggikan diri, tidak untuk menindas orang lain, tidak untuk marjuji, marmite, main perempuan/laki-laki; narkoba, dll. (4) Uang/harta itu hanyalah alat atau benda, dan oleh karenanya jangan dijadikan Tuhan, tempat bergantung atau bersandar. (5) Uang/harta adalah untuk menyatakan kasih terhadap sesame yang menderita dan miskin. Dengan demikian, uang/harta tidaklah salah, tetapi mencintai (ahab - uang adalah sumber segala kejahatan). Uang itu adalah alat. Ia seperti lautan bagi kapal. Kapal berada dan berlayar di laut. Tetapi ketika air laut masuk ke dalam kapal, maka kapal akan dapat tenggelam. Demikianlah juga uang. Anda dapat berlajar dengan uang, tetapi ketika uang memasuki kapal saudara, maka anda akan ditenggelamkannya. Oleh karena itu, menerapkan hidup dan gaya hidup sederhana – merupakan langkah mengatasi kerakusan dan keinginan akan uang. Mencukupkan diri dengan apa yang ada, dan tidak terpengaruhi oleh hiru-pikuk dunia ini. Selamat hidup sederhana. Amin
YA’AHOWU ZANGODALIGO YEHOWA18 Yesaya 55:8-13
Ira Ama, Ina, talifusö ni’omasi’ö ba khö Zo’aya... Na ta’erei ta’osisi’ö gofanöda wa’aurida ba ginötö si no tatalu’i, faduhu dödögu, wa asese ihawui ita nifotöi ba li ndrawa: KECEWA. Ba li khöda: Afatö dödö, Afatö Haro, Aetu wanötöna. Hana? Börö na lö mofozu, lö mo’ölö gohitö dödö. Tola kecewa ita ba wa’aurida samösa, kecewa ita ba danö bö’ö, kecewa ita ba nösi nomoda, kecewa ita khö zifahuwu khöda, ba itaria kecewa ita khö Lowalangi, na hulö lö irongo wangandröda. So samösa lakha mbanua, tefatalu niha. Halöwönia: Sangehao ba samawa TEMPE. Da’e gumbu zinöndrania. So ba laku tempe ba falukha mbalazo lakha mbanua andre. Na lö atö tempe ba ma na lö laku, ba falukha lofo lakha mbanua andre. Si mane sito’ölö ero tanö owi i’ehao Tempe (moroi ba kacang kedele, ifaruka ragi, btn), ba ba zihulö wongi dania ba no tobali tempe kacang kedele. Irege, ero sihulö wongi, ba mofanö ninada andre möi ba fasa wamawa Tempe. Samuza inötö, mofanö ninada andre möi ba fasa, bahiza tokea ia lö si majadi Tempe. Lö sasoso, awena matonga asoso. Abu dödönia, imane alai na tebai mamawa ndra’o ma’ökhö. Bahiza ba wa’abu dödönia andrö, itörö tödönia Lowalangi. Ihonogö ia, ilau mangandrö: 18
Khotbah di BNKP Jemaat Bekasi, Jawa Barat, tahun 2004.
59
“He Lowalangi, aboto ba dödögu wa no Lowalangi solomasi ndra’ugö, ba tola öfalua ngawalö zahölihöli dödö. Lö sitebai khöU So’aya. Yaduhu.” Awai da’ö, ifaigi naha wangehao Tempe, bahiza, Kedele .... lö sitobali Tempe. Afatö dödönia. Awai’i, lö na aetu wanötöna. Imane tödönia, te ambö enahöi wangandrögu andrö. Ambö fatöfa. Ifuli ilau mangandrö, imane te baga na cara-cara zolau tatawo andrö ucoba wangandrö. ITUFA TANGA NAHA WANGEHAO TEMPE, MANGANDRö IA, EBUA LINIA IMANE: BA DöI LOWALANGI AMA, BA DöI YESU KERISO, BA BA DöI GEHEHA NI’AMONI’ö, YATOBALI TEMPE – KEDELE ANDRE. NA SO WA’AböLö GAFöKHA SOMBA’AGö FA’ASOSO TEMPE ANDRE – UFOFANö BA DöI YESU. Yaduhu. Awai da’ö ibokai naha Tempe, ifaigi – bahiza, itugu afusi mbawania, lö majadi. Kedele, lö si tobali Tempe. Abu dödö ninada andre, ibörögö ihawui ia fa’afatö dödö. Bahiza, itörö tödönia Khotba Wandrita, wa so tölu wanema li wangandö: Lau, Baloi Ua, lö’ö. Imane tödönia, pasti ba numero dua so ndra’o: BALOI UA. Andrö ilau manö mofanö möi ba fasa, si fao fanötöna wa ba dalu lala dania, ifalua zahölihöli dödö So’aya. Fatua lö mofanö ifuli mangandrö. Gaya, sito’ölö ia. Imane: He Yesu Solomasi, Tolodo ena’ö tola ulau mamawa ma’khö andre. Mofanödo, ba faduhu dödögu wa na so urugi fasa, ba no tobali maulu wa’asoso Tempe andre. Yaduhu. Mofanö ia, möi ba fasa. Bahiza me irugi fasa, ibokai naha Tempe khönia, ifaigi hadia no alua mujijat. Bahiza..... hadia zalua, Lö sitobali Tempe. Lö mamalö ha matonga asoso. Me i’ila da’ö, afatö haronia, afatö dödönia, aetu wanötöna. Sungguh-sungguh kecewa. Mu’ao ia: HADIA HOROGU BA SO’AYA. Aefa da’ö lö hedehedenia. No tehasu tou ba danö. Ogömi khönia gulidanö. Imane, awai sa’ae khönia ma’ökhö andre. Lö usöndra zoguna. Sungguh kecewa. Hadia no irai falukha ita zimane ? Hulö na lö ifondrondrongo wangandröda Lowalangi ? - Mungkin, lö lulus ba ujian Nasional, - mungkin lö lulus ba seleksi PT, - mungkin lö biaya wanohugö Sekola, hewa’ae so mena’ö wa’edöna. - Mungkin gagal ba usaha. - Mungkin, iraono matua/ono alawe, kecewa na no aetu gamakhaita (ihie mbagi ba hogu doru). - Mungkin so zafatö dödö me lö falukha howuhowu fa’atumbu ndraono ba keluarga, - Mungkin so zafatö dödö me lö musöndra halöwö he wa’ae no mufazaewe lamaran - Mungkin satua kecewa ia ba ndraononia, me lö mofozu hadia zi no i’era’era ma idö’udö’u satua. - Mungkin so zaetu fanötöna, me mu osindruhugö wangandrö bahiza lö manö döhö wökhö si no göna ba mboto. - Mungkin so zi kecewa, me lö manö fa’amanöi wetaro ba gödo, hewa’ae no sinangea mena’ö. - Mungkin tola tatörö tödöda ngawalö wa’akecewada, me lö mofuzu gohitö dödöda, lö mo’ölö ba lö tarugi zawatöda. Kecewa.... Iraono Gizara’eli göi ba mbörö huhuoda andre.... no tetibo ira ba Mbambeli, ba lamane mato döfi ya’i dania ba ifangawuli ita Lowalangi. Ya’ita andre kan “Soi Lowalangi”. Pasti ifangawuli ita. Bahiza me no fulu fakhe, dua wulu fakhe, tölu ngafulu fakhe, lima wulu fakhe.... lö manö mangawuli. Aetu wanötöna. Mendrua manö me ba wa’amarase so. Töinia “tawanan”: - si so barö mbawa... (jajahan) - sifatewu (kelas numero dua) - siwa soi ba siwa ngawalö a’oi fa’ambö soguna (fa’anumana) - no aröu ira moroi ba Yeruzalema, aröu moroi ba gosali nahia Lowalangi (Andrö ero mangandrö ira – la’otahögö Yeruzalema) 60
duhu-duhu wa ba wa’amarase so ira. Aetu wanötöna. Lamane, te sa’ae lö ibe’e dödö Lowalangi ita. Lö irongo Lowalangi wangandröda. No ibini’ö ia khöda. Ba wa’aetu dötönafö si manö, ba da’ö iwa’ö daroma li andre Lowalangi, si no börö huhuo khöda ma’ökhö andre. (Ayat 8-12 – ifaduhu’ö Lowalangi wa lö irai iröi ira Lowalangi. Lö irai ahou ia ba wanolo (Allah tidak pernah terlambat untuk menolong). Tafuli ita khö zamawa Tempe. Ba wa ogömi gulidanö khönia, me lö manö maulu wa’atobali Tempe – Kedelei tokea ia me so samöna niha mohede khönia. Imane: He ina, hadia so khöu ba da’e Tempe si ha matonga asoso ? Omasido u’öli, ufaohe’ö ba keluarga ba Manado. Tokea ninada no mege, iwai sangifi ia. Imane ba dödönia, He So’aya... böi sa’ae fondrondrongo wangandrögu siföföna.... la’ua manö hana na lö maulu wa’asoso Tempe. Yaduhu. Ibokai tempe sifao fanizi dödö, alai na no fakhamö ibali’ö tempe, So’aya.... Andrö le... lö fakhamö tobali wa’amaulu Tempe. Imane wanguma’ö – Bologö dödöu khögu So’aya, me oi si sökhi nifalua-U ba wa’aurigu. Itörö tödönia sinunö 68: “Ama zi lö Ama, ba sendroro lakhambanua Ia Yehowa ba nahiania ni’amoni’ö andrö. Ira Ama-Ina-Talifusö. Ba da’e tefahaö ita, wa no si sökhi gohitö dödö Lowalangi ba wa’aurida. Ohitö dödö ba wangorifi, tenga ba wamakiko (Yeremia 29:11). Ba hana wa si falukha bongi ma’ökhö famakao ba fangaröngarö, fa’ate’ala, fa aetu dötönafö, fa lö moharazaki ? Hana. Hana wa awena dania mangawuli ndraono Gizera’eli ba danöra....me no sa’ae irugi 70 fakhe? Ira Ama-ina talifusö. Si sökhi dödö Lowalangi ba mbanua-Nia, bahiza na ta’osisi’ö mbörö huhuo andre, wa tetibo ira – börö me no la’erogö Lowalangi. No laröi Lowalangi. So önö ngawalö zi no börö wa tetibo ira. Utunö faoma famalale fehede (istilah), nitötöigu 6G: 1. Ganuno (Sombong)....Alua da’e ba faosatö niha so’ana’a, si so töi. La be faohi me no so khöra, irege lö ba höröra zinumana, lö ahera ba danö. Andrö wa’iwa’ö ba Yes 2:1112: 11 Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu. 12 Sebab TUHAN semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh serta menghukum semua yang meninggikan diri, supaya direndahkan. 2. Gama’u’u/gambödo. Afuafunia khönia gulidanö. No nasa kayo, ba ifera nasa zinumana. No so sambua nomo, omasi dombua. No so sara mobil, nönö nasa. Ambö, ba fa’ambö’ambö manö. Andrö iwa’ö ba Yes 10:1-2 . 1.Celakalah mereka yang menentukan ketetapanketetapan yang tidak adil, dan mereka yang mengeluarkan keputusan-keputusan kelaliman, 10:2 untuk menghalang-halangi orang-orang lemah mendapat keadilan dan untuk merebut hak orang-orang sengsara di antara umat-Ku, supaya mereka dapat merampas milik janda-janda, dan dapat menjarah anak-anak yatim! 3. Gamarete. Soya lela, ma soya bewe ba khöda. Bahiza ya’ira ba da’e, tenga ha gamarete ba huhuo sero ma’ökhö. Justru gamarete ira ba wolau ibadah. Oya gowuloa lafalua, bahiza lö i’o’ö amuatara. Oya kegiatan ibadah nifaluara, bahiza – lö sa la’omasi’ö Lowalangi. Andrö iwa’ö ba Yes 1:11-15 (baso) 4. Garifö. Mohokha, mangisu ba mangisö. Ba Yes 1:9-10 Tedumaigö ira simane Sodomo ba Gomora, pelacuran, homoseksual, lesbi, btn.) 5. Gawino (Börö me arörö mabu-mabu – andrö wa i’o’ö ira femörömörö. 61
28:1 Celaka atas mahkota kemegahan pemabuk-pemabuk Efraim, atas bunga yang sudah mulai layu di perhiasan kepala mereka yang indah-indah -- yaitu kota yang terletak tinggi di atas bukit, di atas lembah yang subur yang penuh peminum anggur yang sudah pening --! 6. Ganöwö. Ganöwö (simbol lowalangi bö’ö, afökha si manga nia). Ya’iara, no la’olowalangigö Lowalangi bö’ö. Sedöna tewa’ö khöda ba da’e. Börö wamakao ba fangaröngarö, solohe ba wa aetu dödö, aetu wanötöna (abu dödö khöda yawa gate, abu dödö khöda yawa mbo...): Siföföna: Börö me ya’ita banua-nia zi no mondröi Ya’ia. Amaedola ndraono Gizera’eli ba mbörö huhuo andre. Ma amaedola nono selungu. Ba da’e iwa’ö taromali Lowalangi ayat 6-7: 6Mi’alui Yehowa, fatua I’oro’ö, mi’angaröfili Ia, fatua ahatö Ia. 7Sebua horö, ba yamuröi lala-Nia andrö, ba si lö atulö ba yamuböhöli nikhoi dödönia, yamufuli ia khö Yehowa, ba ihakhösi tödö; ba khö Lowalangida, sangöhöna dania fame’e aefa horönia., ena’ö Sidua. Tola göi falukha wamakao ba fangaröngarö, tola göi hulö lö tefondrondrongo gangandröwada, börö ba wamareso fa’aro dödöda khö Lowalangi. Fanandraigö wamati. Duma-duma Yobi. Ba da’e tekaoni ita ena’ö aro dödö. Lö faröi. Me fefu wanandraigö oi mu aekhula ba wangi’ila lahe. Ba da’e moguna wanaha tödö. Sitölu. Tola göi falukha ita wamakao ba fangaröngarö, börö wamatida. Eluahania, börö me niha keriso, börö me samati khö Yesu – alua wolohi. Duma-duma :Banua niha keriso siföföna, ba mungkin irugi ita mane ma’ökhö andre. Taroma li Lowalangi, irara dödöda ba da’e: “He utörö mbawa danö si göna lumö wa amate, ba lö ata’udo me Yehowa gubalo” (Sinunö 23). Bu’u li Yehowa....ba hiza faofao khömi ndra’o bongi ma’ökhö, irugi gamozua götö danö andre. Andrö börö da’ö, ira ama ina talifusö. Na omasi ita falukha howu-howu, simane niwa’ö ba ayati 12-13: (12 Fa’omuso dödö sa khömi ba wofanö ba tefasao ami, lö hadia ia. Ma’iki hili ba hilihili fönami, ebua li, ba molau tatawo fefu hogu geu ba mbenua. 13 Auri sa’ae ndruria salahi manaze, ba salahi lato, ba malimbi. Ba tobali fangebua döi Yehowa, tandra si lö tebulö, si tebai mate.) Ba sinangea tafalua, ya’ia da’ö: 1. Alui Yehowa, fatua i’oro’ö Ia. Eluahania, tema’ö wangorifi andrö si no i’amualagö ba khö zo’aya ya’ita yesu Keriso. Si no elungu, fuli’ö, tema’ö Yesu. 2. Ena’ö ta’odaligö Lowalangi ba wangalö hadia ia. Na ba khöda, asese so mene-mene: tufoi mbeweu bulu lato hatö muhede’ö. Na ölau nilaumö, faigi furi, faigi föna, faigi gabera, faigi gambölö. Na no öfasui höröu ba fangerangerau daö fefu, ba tola sa’ae ölau nilaumö. Lö atulö da’e. Si ndruhunia: Ofönai’ö faigi Si yawa, (si so siyawa mifatoutou tödömi) awena faigi kiri-kanan, muka-belakang. Heluahania: Mi’ofönai’ö wangalui banua Lowalangi, ba tebe’e nönönönö dania da’ö khömu fefu. 3. Ena’ö lö faröi ita khönia, gofu hadia zifalukha, he ba ginötö wa’atosasa. Töngöni, lö irai ohitödödö si lö sökhi gohitö dödö Lowalangi ba wa’aurida. Amaedola nama ba nononia, afu-afunia falukha wa’omuso dodo nono andrö. U’ila sa, hewisa dödögu khömi, iwa’ö Yehowa. Tödö ba wangorifi, ba tenga ba wamakiko. Ya’ahowu zangalui Yehowa ba si lö faröi khönia. Yaduhu.
62
TERLEPAS DARI MULUT SINGA19 Daniel 6:11-19 1. Dalam kehidupan di dunia ini, manusia dikelilingi oleh berbagai cobaan, penderitaan dan maut, baik yang datang karena diri sendiri, maupun dari luar diri sendiri, dan “sering” disebut datangnya dari si Iblis. Dan karena itu juga, saya yakin bahwa setiap orang, tanpa kecuali (orang tua, dewasa, pemuda, remaja dan anak-anak) sangat mendambakan “kelepasan” atau lolos dari cobaan, penderitaan dan maut. 2. Bagaimana cara lepas atau lolos dari cobaan, derita dan maut? Mati kita menelusuri dengan seksama kisah Daniel yang lolos dari mulut dan cabikan Singa. Perikop kita mengatakan bahwa Daniel dibuang ke dalam gua singa, karena melawan hokum dan tidak menghormati raja. Ia dituduh telah melanggar Undang-undang, KUHP atau perda yang dikeluarkan terutama tentang “Undang-undang Keberagamaan”. Kosekwensinya adalah hukuman mati, yakni dibuang ke dalam gua singa. Mengapa? Alasan hukuman adalah melanggar undang-undang. Isi pelanggaran: Tidak taat undang-undang, melainkan beribadah kepada Tuhan-nya. Namun, kalau diperhatikan dengan saksama perikop kita, akar tuduhan tersebut adalah “iri hati”. Rekan sekerja Daniel di pemerintahan “iri hati” melihat keberhasilan yang diraih Daniel. Ia melebihi yang lain di istana raja. Saudara-saudara, rupanya penyakit Iri hati ini telah lama ada dan merajalela di dunia ini, dan masih terdapat hingga sekarang ini. Ada “iri hati” kalau melihat orang lain berhasil, melihat orang lain naik pangkat, atau melihat usaha orang lain berjaya. Terdapat di kalangan siswa atau mahasiswa yang iri hati melihat nilai temannya lebih baik dari dirinya. Ini masih bisa diperpanjang…. Tetapi ketahuilah bahwa iri hati menghasilkan dusta. Dusta menghasilkan pembunuhan. Hal tersebut tampak pada Daniel 6:5-10. Dalam perikop ini dikemukakan bahwa karena rekan kerja Daniel tidak menemukan kesalahan Daniel dalam bidang pekerjaan, maka senjata mereka terakhir adalah “agama”. Karena iri hati yang telah menguasai mereka, maka pada ayat 6-8 dikatakan bahwa semua para pejabat pemerintah itu “berdusta”. Akibat kebohongan atau istilah kren yang popular dewasa ini adalah “rekayasa” para pejabat, maka dikeluarkanlah undang-undang, yang isinya: “tidak boleh beribadah kepada yang lain selama 30 hari, kecuali menyembah raja. Barangsiapa yang melanggar undang-undang tersebut, akan dikenakan hukuman mati. Hukum harus ditegakkan. Tak ada kelepasan bagi yang telah melanggarnya. Oleh karenanya, ketika Daniel dilaporkan bahwa telah melanggar undang-undang, maka Raja Darius terpaksa menjatuhkan hukuman mati. Hukumannya adalah dibuang di gua singa. Walaupun sebenarnya, Raja Darius sangat sayang pada Daniel, tetapi hokum harus ditegakkan. 3. Bagaimana Daniel menghadapinya? (1) Daniel tidak mau mengkhianati Allah walau harus kehilangan pekerjaan, jabatan, bahkan kematian mengancam. (2) Ia juga tidak mau mengkhianati Raja. Ia tidak mau berkolusi dengan raja Darius, ia tidak mau membatalkan undang-undang hanya untuk melepaskannya, ia juga tidak melakukan kudeta terhadap raja Darius. 19
Khotbah di BNKP Jemaat Gunungsitoli, 15 Februari 2004.
63
(3) Ia serahkan segala pergumulannya kepada Allah. • Tiga kali sehari ia berlutut dan berdoa. Ia menyerahkan diri kepada Allah • Ia berdoa mengarah ke Yerusalem, karena keyakinan bahwa Allah ada di Sion dan tetap memperhatikan umat-Nya (1 Raj 8:44. 48; Maz 28:3). • Ia berdoa dan memuji Allah. Ia mengucap syukur senantiasa (bnd Flp 4:6; Kol 4:2) Komunikasi yang baik dengan Tuhan telah memberi kekuatan, semangat, kebajikan kepada Daniel, sehingga ia dikenal sebagai yang rajin, cerdas, dan berhikmat. Melalui Daniel, Allah dimuliakan oleh bangsa-bangsa kafir. Inilah tindakan orang beriman. 4. Daniel Lolos Sekalipun kebenaran, kejujuran dan kesetiaan terinjak-injak oleh “dusta”, dan terkesan dikalahkan oleh undang-undang buatan manusia, tetapi kuasa Allah tidak dapat dikalahkan. Kebenaran tampil sebagai pemenang. Apa rahasianya? 4.1. Daniel berhasil/sukses dalam pekerjaan karena mendasarinya pada takut akan Tuhan, dan bukan: dengan korupsi, menerima suap, menipu atau menindas. Firman Tuhan mengatakan bahwa Daniel adalah seorang yang setia pada Allah. Ia seorang yang beriman dan selalu beribadah hanya kepada Tuhan. 4.2. Ia seorang yang jujur dalam pekerjaan. Tak ada kelalaian dan kesalahan. Ia seorang yang tenang, cermat, cakap dan cerdas. Tuhan melepaskannya. Ketika manusia tidak dapat menolong, ketika raja Darius tidak dapat membantu, karena jeratan undang-undang oleh orang-orang yang iri hari pada Daniel; Allah bertindak. Tindakan Allah tidak pernah terlambat. Hukuman mati yang dijatuhkan manusia tidak dapat melawan keselamatan yang dari Allah. Bagi Allah, tidak ada yang mustahil. Allah mampu membebaskan, bahkan pada akhirnya, Daniel diberikan kedudukan tinggi (6:29). Selamat Setia.
64
GARAM & TERANG: (Khotbah Yesus di Bukit – Matius 5:13-14)
1. Firman Tuhan pagi ini disebut dengan Khotbah di Bukit/Gunung (Matius 5-7). Kita teringat dengan Gunung Sina’i, tempat dimana Allah memberikan Hukum Taurat. Musa naik ke atas Gunung (murid-murid naik). Orang banyak berada di bawah kaki gunung (orang banyak berbongong-bondong). Di Sina’i Allah memberikan Tauratnya sebagai pedoman hidup bagi orang Israel; namun lebih dari itu, khotbah Yesus di bukit adalah berita tentang Kerajaan Allah. Berita sukacita tentang syalom yang hadir di dalam Yesus Kristus. Kabar baik tentang kehidupan yang berkualitas di dalam pemerintahan Allah. Khotbah di bukit ini dimulai dengan Ucapan Bahagia. Kabar baik tentang hidup dalam Kerajaan Allah. Ini merupakan dambaan yang telah lama dinantikan, karena mereka telah lama menderita dalam penjajahan Romawi, hidup mereka yang penuh dengan kesengsaraan, ketertindasan dan kemiskinan, serta berada dalam cengkraman maut.
Golongan-golongan yang miskin, menderita dan tertindas – itulah yang kebanyakan hadir mendengar khotbah Yesus di bukit. Yesus menghibur dan menguatkan mereka dengan ungkapan “berbahagia” (Matius 5:3-12). Ini hendak menegaskan bahwa: -
hanya di dalam Yesus ada sukacita, kebahagiaan ataupun syalom. Hanya di dalam Yesus manusia masuk ke dalam Kerajaan Allah. Bahwa di dalam Yesus manusia hidup dalam kelemah-lembutan, kasih, kerendahan hati, penghiburan; dan beroleh upah besar di surga.
Mendengar berita Bahagia ini, memunculkan semangat dan kekuatan dalam kehidupan yang mendengarnya. Ia memberi dorongan dan daya hidup kepada mereka yang tidak berdaya lagi dalam masyarakat. Kerajaan Allah berarti daya baru untuk berjuang. Untuk memperjuangkan keadilan. Kerajaan Allah ditujukan kepada orang miskin, justru memperlihatkan apa sebetulnya Kerajaan Allah. Kerajaan Allah tampak sebagai daya pembebasan. Kerajaan Allah adalah daya kekuatan hidup bagi mereka yang hanya dapat menemukannya dalam diri sendiri dan tidak dapat bersandar pada apa dan siapapun juga di luar mereka. Allah mencintai mereka, melindungi mereka, dan menghendaki supaya mereka hidup.
2. Menyusul ungkapan bahagia, Yesus berbicara tentang peranan yang positip dari pengikutpengikutNya. Perkataan kamu dalam bahasa bahasa Yunani, yakni (bentuk benda, kata ganti nominatif dalam bentuk jamak) yang berarti pribadi kamu sendiri, atau “Kamu masing-masing” pengikut dan pendengar khotbah Yesus. Itu berati alamat kata “kamu” ditujukan baik kepada para murid (rasul) maupun kepada orang banyak. Hal ini hendak mengungkapkan beberapa pengertian: - Pertama, Yesus menegaskan bahwa mereka yang dianggap “tidak berguna” karena kemiskinan dan keterbelakangan (orang dusun) – di dalam Kerajaan Allah, justru memiliki peran sebagai penyedap rasa, pencegah kebusukan dan penerang dunia. - Kedua, Yesus menegakkan keadilan dan kemanusiaan bahwa semua orang sama, tidak dibedakan oleh perbedaan status sosial, ekonomi, politik ataupun religious. 65
-
Ketiga, Yesus juga hendak menegaskan soal partisipasi aktif para pengikut Yesus dalam menyambut anugerah Kerajaan Allah. Maksudnya ialah bahwa para pengikut Yesus harus aktif memperjuangkan keadilan, kebebasan dan kesejahteraan, dengan melawan (tanpa kekerasan) segala bentuk ketidak-adilan di dalam semua bidang kehidupan.
3. Peran yang Yesus berikan ialah “menjadi garam dan terang dunia” Bagi bangsa Israel garam dipakai untuk rupa-rupa maksud: -
-
-
membersihkan makanan, khususnya daging dari ruparupa kotoran (itulah sebabnya bayi yang baru lahir pada masyarakat Yahudi dimandikan dengan air yang dibubuhi dengan garam). Garam juga berguna untuk memelihara makan dari kerusakan, untuk mengasinkan dan membuatnya menjadi enak (Bnd Ayub 6:6; Mrk 9:50). Juga dalam hidup keagamaan, garam mendapat tempat penting, misalnya korban persembahan yang harus digarami (Bnd Im 2:13), juga untuk roti sajian (Im 24:7); juga pada minyak urapan (Kel 30:35). Garam juga sering dijadikan sebagai “tanda” perjanjian (Bnd. Istilah garam perjanjian – Bil 18:19; 2 Taw 13:5) dalam arti perjanjian dilakukan dalam kemurnian dan kedua belah pihak punya hubungan yang erat satu dengan lainnya.
Demikian halnya dengan terang. -
-
Orang Yahudi memahami bahwa Allah adalah sumber terang, dalam arti sumber kebahagiaan, kesejahteraan, kegembiraan dan karunia-karunia lainnya (Bnd Maz 27; Yes 58:8; Amos 5:20; Mat 4:16; Luk 1:79; 2:32). Mereka juga memahami bahwa karena Allah adalah terang, maka mereka juga berfungsi sebagai terang (Bnd Yes 60:1). Selain sebagai tanda atau kiasan, soal terang sudah merupakan hal yang umum dalam kehidupan keseharian, seperti terang matahari, bulan, api, obor, lampu dan pelita (pada umumnya lampu dan pelita ditempatkan di atas kaki dian atau suatu tempat yang agak tinggi).
Dari konteks dan tradisi tersebut di atas, garam dan terang yang diambil alih oleh Yesus dan mengkhotbahkannya di atas bukit, untuk menerangkan fungsi dan peranan pengikutpengikutNya, yakni:
Jenis
Fungsi
Penjelasan/Latar-belakang
66
Aplikasi
Kamu adalah garam berarti hidupmu harus murni, suci, berharga dan karena itu jangan dikotori oleh Lumpur dosa. Jangan dicemarkan oleh kedurjanaan dunia ini. Jangan dinodai oleh keinginan duniawi.
Dalam pengalaman orang Yahudi, garam tersebut sangat besar peranannya dalam membersihkan Pembersih kotoran, terutama pada daging. Makanya anak kecil dimandikan dengan air yang sudah ditaburi garam.
Ini hendak menegaskan fungsi kita sebagai pengikut Kristus, yakni membersih kotoran, bukan menjadi pengotor. Memberantas KKN, bukan pelaku KKN. Penegak keadilan dan bukan pelaku ketidak adilan.
Garam
Garam dihubungkan dengan kemurnian. Hal itu dapat dimengerti karena garam berwarna putih mengkilap dan jernih. Orang Lambang Romawi menganggap garam kesucian sebagai benda yang paling bersih & dan jernih, karena ia berasal dari kemurnian benda yang juga paling bersih dan jernih, yaitu matahari dan laut. Garam adalah korban yang paling disukai dan berharga bagi para dewa.
Bahan Pengawet
Di dunia Kuno garam merupakan bahan pengawet. Garam itu dipakai untuk mengawetkan agar benda-benda tidak rusak, dan juga untuk menjaga pantai tetap bersih. (Plutarkh mengatakan bahwa daging sebenarnya adalah tubuh yang mati atau bagian tubuh yang mati, dan kalau dibiarkan akan mati rusak. Tetapi garam mengawetkan dan memelihara daging tersebut sehingga tetap segar. Karena itu garam adalah seperti jiwa yang dimaksukkan ke dalam tubuh yang mati.
67
Dunia ini bapak ibu, sedang menuju kebusukan oleh ulah manusia. Dunia kita sedang kacau-balau. Dunia kita sedang sakit. Di Winipeg – Kanada; tanggal 21-31 Juli baru lalu melihat penyakit dunia saat ini, seperti: soal bias gender, soal HIV/AIDS, soal Narkoba, masalah Korupsi-KolusiNepotisme, masalah lingkungan hidup, masalah supremasi hukum dan HAM, masalahmasalah sebagai dampak negatif dari globalisasi, masalah teroris/bom dengan jaringan internasional dan ancama kehidupan lewat perang. Di sini kita terpanggil untuk mencegah kebusukan dunia. Mulai dari upaya mencegah kebusukan dalam keluarga, baru di lingkungan dan di tempat kerja kita.
Penyedap rasa
Makanan tanpa garam akan menjadi sesuatu yang hambar, bahkan memuakkan. Garam merupakan bumbu yang menyedapkan dan mengenakkan. Ia memberi cita rasa dan keharuman.
Ini berarti kita dipanggil untuk menjadi penyedap rasa bagi yang lain. Bukan memberi kepahitan hidup bagi yang lain. Bukan menekan, menindas yang lain. Bukan menghina yang lain. Tetapi biarlah hidup kita menyenangkan Tuhan dan sesama.
Penawar haus
Garam dapat juga menawar kehausan. Kita ditawar untuk minum terus.
Menjadi garam berarti membuat orang lain semakin haus akan Firman Tuhan.
Rumah di Palestina zaman dulu sangat gelap, karena biasanya hanya punya satu jendela kecil dengan garis tengah 30 x 40. Pelita yang dipakai berbentuk seperti perahu kecil yang diisi minyak, dengan sumbu yang terapung. Ia ditempatkan pada sebuah tiang kecil, sehingga pelita tersebut dapat dilihat jelas.
Orang Kristen adalah pelita yang dilihat oleh orang lain. Istilah yang dipakai oleh Paulus adalah “surat Kristus yang dibaca oleh setiap orang”.
Bagaikan Terang lampu pembimbing bagi kapal di laut, bagaikan lampu jalan pembimbing bagi yang sedang berjalan. Ia bagaikan obor bagi yang sedang berjalan di waktu malam. Terang selalu menerangi jalan atau ruangan. Terang menjadi pembimbing pada jalan yang aman dan baik.
Orang Kristen adalah pembimbing bukan penyesat.
Terang
Terang untuk dilihat (Pedoman )
Pembimbi ng
Itu berarti apa yang ditampilkan oleh orang Kristen dilihat dan dinilai oleh orang lain.
- Orang tua harus menjadi pembimbing bagi anakanaknya, bukan menyesatkan anak-anak. Apa dan bagaimana orang tua membina anaknya – itu hanya ada dua kemungkinan: menghidupkan atau justru menyesatkan. - Para pelayan adalah pembimbing jemaat, bukan membiarkan mereka dan bukan menyesatkan mereka. - Para pemimpin adalah pembimbing dan bukan penyesat.
Pemberi Peringatan
Ia bagaikan lampu yang memberi peringatan. Di Palestina dulu, lampu diletakkan di jalan yang didepannya “berbahaya”.
Di sini ada peran orang Kristen menyatakan kebenaran. Memberi peringatan agar orang jangan celaka. Kita terpanggil menunjukkan jalan yang benar dan bukan jalan yang menuju kehancuran.
68
Penyalur Damai sejahtera
Bagi orang Israel, dipahami terang sebagai simbol dari kebahagiaan, kesejahteraan dan kegembiraan. (Bnd Maz 27; Yes 58:8; Amos 5:20; Mat 4:16; Luk 1:79; 2:32).
Orang Kristen yang telah beroleh syalom, bahagia terpanggil untuk membahagiakan orang lain, menyalurkan kasih kepada yang lemah, memberikan kegembiraan. Orang Kristen terpanggil untuk menghibur. Orang Kristen terpanggil untuk hidup berdiakonia.
Dengan menyatakan “kamu adalah garam dan terang dunia”, Yesus hendak memberikan pujian serta penghargaan yang besar kepada setiap orang. Di dunia kuno, garam merupakan barang yang sangat berharga. Orang Yunani menganggap garam itu ilahi (theion). Ada ungkapan latin yang dipakai oleh orang Romawi: “Tidak ada sesuatu yang lebih berguna daripada matahari dan garam”. Ini penghargaan kemanusiaan dan menyatakan hakekat dan fungsi sesungguhnya dari umat percaya.
4. Ketika Garam Kehilangan Khasiat dan Terang tersembunyi ! Fungsi garam (pembersih, pengawet, penyedap rasa, penawar haus dan penjaga kesucian), serta fungsi terang (penyuluh, pedoman, pembimbing dan pemberi sukacita/kebahagiaan) bagi dunia – itulah yang harus dilakukan oleh “umat Allah”. Itulah tugas yang diperoleh dari Yesus sebagai Mesias, yang telah memilih, memanggil dan menempatkan dalam situasi baru (Kerajaan Allah) yang Yesus bawa. Di “dunia” umat Allah harus menunaikan tugas sebagai garam dan terang bagi manusia dan kosmos. Tidak boleh melarikan diri dari tugas tersebut. Sebab melarikan diri berarti menolak untuk berfungsi sebagai garam atau berhenti menjadi garam, dan itu juga berarti pelita yang telah ditempatkan di bawah gantang. Kalau itu yang terjadi, maka tidak ada guna sama sekali.
Di dunia modern ini, merupakan satu pokok dialog dari para ahli tentang “garam yang tawar”. Benarkah garam (NACL) kehilangan kekuatan atau menjadi tawar ? Pada umumnya garam yang digunakan untuk makanan tidak pernah menjadi tawar rasanya meskipun sudah bertahuntahun tidak dipakai. Untuk ini perlu diketahui: bahwa menjadi tawar yang dimaksud adalah telah terjadinya pencampuran garam dengan zat-zat lain sehingga menjadi kurang berfaedah. Ini dapat dipahami karena garam di palestina diambil dari Laut Mati dan mengandung unsurunsur lain di dalamnya. Jika garam itu diguyur hujan, unsur garamnya larut dan terbawa air, yang tersisa adalah unsur-unsur yang lain saja. Pada pihak lain, menjadi tawar juga sering dipakai sebagai ungkapan kiasan di palestina, yakni untuk arti: “menjadi bodoh”, sebab dalam budaya Ibrani garam dipakai sebagai lambang pengetahuan.
69
Hal yang sama tentang Pelita. Bahwa biasanya di palestina menyalakan pelita ditempatkan di atas kaki dian, sehingga tinggi dan dapat menerangi setiap orang yang ada di rumah. Hanya pada waktu tidur, pelita diletakkan di bawah gantang (tempayan) sehingga terang tidak kelihatan.
Ada beberapa hal yang hendak ditegaskan oleh Yesus: (1) agar para pengikutnya senantiasa menyatakan fungsi pengawetan dan penyedap rasa, jangan sampai kehilangan khasiat. (2) Yesus menegaskan bahwa para pengikutnya adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan, hikmat dan sikap hidup rohani yang dapat memperbaiki kekhaosan dunia ini, dan mereka bukan sebaliknya (3) Yesus memperingatkan pengikutnya supaya jangan menjadi murid yang tak berguna, yang telah bercampur atau banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur luar, sehingga tidak berhasil melaksanakan fungsi sebagai garam. (4) Agar para pengikut Yesus jangan tertidur, tetapi berjaga-jaga senantiasa. Jangan sampai pengikut Kristus dikuasai kegelapan (Roma 13:12-13) tetapi senantiasa memancarkan terang yang dari Allah ke dalam dunia. SELAMAT MENJADI GARAM DAN TERANG DUNIA
70
SAUDARAKU YANG PALING HINA20 Matius 25:40 Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Truly, I say to you, as you did it to one of the least of these my brethren, you did it to me.' Saudara-saudara. Apa pemahaman Gereja setelah Tsunami dan Gempa melanda Nias lebih setahun yang lalu? Saya mencatat ada 3 pemahaman yang muncul: 1. Tsunami dan Gempa melanda Nias – karena “orang-orang Nias hanya Kristen KTP, berlumuran dengan dosa.” Penderitaan, kehancuran, malapetaka – dipahami sebagai murka Allah. Akibatnya, maka tindakan yang dilakukan adalah: Menobatkan orang Nias melalui KKR (puji tuhan Haleluya), melalui evangelisasi, dll. Aliran tertentu menganggap bahwa “perlu mencari domba-domba yang hilang” (yang belum bertobat), sekalipun itu berada di kandang gereja lain. Sembako, bantuan gedung gereja dan KKR merupakan senjata untuk mencari jiwa yang hilang ini. 2. Ada juga yang memahami bahwa Tsunami dan Gempa adalah Bencana alam, bukan murka, tetapi perlu orang kristen memeriksa diri, melakukan reflleksi dari peristiwa yang terjadi. Dengan pemahaman seperti ini, maka ada tindakan yang mencoba ikut serta melakukan tindakan memberi bantuan pada korban bencana, baik dari kemampuan sendiri, tetapi terutama dari bantuan pihak lain. Ada juga refleksi di kalangan gereja, minimal membentuk Tim Kerja Bersama (TKB), walaupun kegiatannya hanyalah sebatas berkumpul membagi-bagi dan kadang memperebutkan bantuan untuk gedung gereja. Jadi ada kecenderungan “eklesiologi dan misiologi gereja” yang mengarahkan diri pada gedung-gedung dan institusi. 3. Ada yang mengembangkan Teologi Bencana (Distaster Teology). Ini terutama muncul dikalangan para Teolog yang bekumpul di Makasar tahun lalu, dan kemudian menjadi sangat populer di Jerman dan Belanda. Apa ini? Pertama dipahami bahwa Bencana bukanlah murka, tetapi peristiwa alam Akibat bencana, ada banyak umat manusia yang menderita, dan dipahami bahwa yang menderita itu adalah Tuhan. Allah sedang menderita. Oleh karena itu, misi gereja – bukanlah pertama-tama pada bangunan, melainkan “menjadi sahabat, teman, pendamping, penguat dan pemberdaya umat yang sedang menderita. Sebab Allah ada di dalam mereka. Allah yang sedang menderita. Untuk berbuat terhadap mereka yang paling hina ini, maka gereja perlu hadir memikul salib. Dalam arti apa? Gereja harus siap mengosongkan diri, menderita, memikul salib, merendahkan diri – demi saudara yang sedang menderita.
20
Renungan Pada Penutupan Training Trauma Healing, 19 April 2005, kerjasama STT-BNKP Sundermann-ICCOKIA Belanda. 71
4. Matius 25 – yang telah kita baca tadi menunjukkan tentang Allah yang sedang menderita dalam diri umat manusia yang sedang menderita. Perkataan yang digunakan di sini adalah “paling hina/terhina”. Dalam bahasa Yunani disebut Elakhitos. Ada tiga arti dari kata ini: Terkecil (very small, smalest) • Terkecil dalam ukuran (smallest least in size) • Terkecil dalam jumlah (smallest least in amount) • Terkecil dalam peran (smallest least in role) • Terkecil dalam kuasa (smallest least ini authority) • Terkecil dalam tingkatan (smallest least ini rank and exelence) Terhina dan Termiskin (Humbleness and poorest) Menderita (Suffer) dan tertindas (oppressed) Tuhan Yesus mendatakan apa yang kamu perbuat kepada yang terkecil, terhina, termiskin dan menderita ini, engkau telah melakukannya kepada-Ku. 5. Kalau demikian, maka umat Allah yang sedang menderita di Nias menyatakan kepada kita bahwa Allah sedang menderita. Apa yang hendak kita lakukan? Pelatihan yang telah terjadi menyatakan bahwa kita terpanggil untuk melakukan pastoral konseling kepada mereka yang terkecil, terhina, termiskin dan menderita. Konseling pastoral jangan hanya dibatasi pada percakapan peribadi, penyembuhan kelompok, tetapi harus mengarah pada pemberdayaan dan pembebasan. Apa, mengapa dan bagaimana itu, anda telah diperlengkapi dalam training ini. 6. Akhirnya, saya mengajak kita untuk pulang dengan semangat dari Santo Fransiskus – yang juga merupakan doa harian dari ibu Teresa: Ya, Tuhan, jadikanlah kami berguna Untuk melayani sesame manusia di seluruh dunia, Yang hidup dan yang mati Yang dalam kemiskinan dan kelaparan. Berikanlah kepada mereka rezeki pada hari ini Lewat tangan-tangan kami, melalui cinta kasih kami yang penuh pengertian. Berikanlah kepada mereka rasa damai dan gembira di dalam hati. Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai. Bila terjadi kebencian Jadikan aku pembawa cinta kasih Bila terjadi penghinaan, jadikan aku pembawa pengampunan. Bila terjadi perselisihan Jadikan aku pembawa kerukunan. Bila terjadi kesesatan, jadikan aku pembawa kebenaran. 72
Bila terjadi kebimbangan Jadikan aku pembawa kepastian. Bila terjadi keputus-asaan Jadikan aku pembawa harapan. Bila terjadi kegelapan Jadikan aku pembawa terang. Bila terjadi kesedihan Jadikan aku pembawa kegembiraan. Tuhan Semoga aku lebih ingin menghibur Daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai, sebab dengan memberi, kami menerima, dengan mengampuni, kami diampuni, dengan mati suci, kami akan bangkit untuk selama-lamanya, Amin.
SELAMAT MELAYANI YESUS MELALUI MEREKA...
73
EFESUS 5:22-3321 Bapak-Ibu-Saudara yang dikasihi Yesus. Acara kita hari ini adalah Fangohori Halöwö inönö Famotu. Menurut penelitian saya, di Lahewa acara Famotu dilaksanakan pada waktu Pesta. Penganten perempuan Lafotu ira Satua, dan penganten Laki-laki Lasika Gera’era Mböwö, yang maknanya juga Famotu ba fangerai fo’ömö sitosai. Sedangkan di Öri Lahömi dilaksanakan sebelum Pesta, pada waktu Fame’e, dan dilaksanakan kepada kedua pengantin. Kalau kita mau melihat makna famotu (nasehat), isinya ialah: 1. Agar kedua pengantin hidup dalam kasih, saling menghormati, dan saling mendukung satu dengan lainnya. 2. Agar kedua pengantin menghormati, mengasihi keluarga, sanak saudara, dan Banua. Contoh di Lahomi: Khö nono alawe : - Fabö’ö ira me’ono alawe ndra’ugö, me no tobali’ö u’mönö sa’ae, a’muata si lö sökhi me so ö barö ba röi furi, ba khamö gamuata si sökhi ba nirugimö. - Ni fo i’o nasu nogu, böi kö’u’ö ba böi kö’a’ö - ö’fadaya-daya manö. E’luahania böi fayawa’ö ba nirugi mö. - Böi fo’idanö ndrekhalö, ba böi fo’idano ndrao. Lö mamalö e’luahania amuata si sökhi somasi lowalangi ba somasi niha daö nifaluau - Böi talu’i niwaö ninau, na sara wongi, niwaö-nia ba wanöröu ba khöda ba böi fo dua wongi. - Na ö ta’u nidanö ba böi fo öfa nasoa ba galisiu sitola ö’ohe a’ i e’luahania böi lawukho’ö ma ganuno. Khö nono matua : - Na so’ö ba tuwu-tuwu, ba böi wuwu’ö furi na’ö’i laga banua ndra’amau andre, o’hede khöma. - Ono ma andre ba böi fofanö lö awö, böi kho-khoi mbolania, he tufonia na fau’du ami - Na’ahulu ndraugö ba ndrou (mamolo) ba’ö falua öma - Na’alua mbua nowiu ba ö falua öma - Na ö’bözi nonoma andre na faudu ami ba na i’olembai daru-taru nawu ba böi bözi sa’ae ia me salahi ninania daö sanolo yaia. Na’ö sawö da’ö fefu ba lafatö lada si matonga ahurö ba höröu, ba a’soso gömöu sadaha-daha 8 alisi bawi. Fotu Simane wô onogu, ena’ô nalô mabe’e goroisa fehede khôu ya’ugô onoma, wa, afôkhô khôma namarongo nalabe’e famago mbawau si so fônau malawai si lô mufotu tuturu ndra’ugô, ba andrô ma’oroi’ô khôu zisambua li, he ôhalô he lô’ô. Ba bôi wa’ô dôdôu ya’ugô onoma hana izumagô ndra inagu. No bôwô da’ô onogu, me ni tôwu gaweda ba nitôwu ninada, andrô môi ita nitôwu gôi ma’ôkhô. Me oroisa me bôwô, andrô lawaô, enaô na tenga oroisa, enaô na tenga bôwô lô same’e ononia ba zi sara idanô, ba me bôwô onogu ba me oroisa ba me niwaô ba goroisa, famatôla hônô mbanua nono alawe da’e nifaluada ma’ôkhô andre ba andrô mawaô na lawaô, na no môi sinôwu gana’a, ba amuata mbôli gana’a nio’ô, andrô dania na’ôrugi dania zanôwu ya’ugô, ba faigifaigi ba tôngôni hewisa lala ba wombambaya hewisa lala ba wangai halôwô da’ô o’ô. Dst. (Asese labe’e dumaduma ninada Hezara Gana’a, si dasiwa niha).
21
Renungan pada acara Famotu Ono Nihalo, di rumah orangtua pengantin perempuan, pak Zendrato.
74
Saya bukan sedang melaksanakan Famotu, tetapi intinya sama, dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan – bahwa keluarga itu harus hidup dalam kasih, kekudusan, kesetiaan dengan saling menghormati, saling mendukung satu dengan yang lain. Ada 3 hal yang perlu dipahami dalam pernikahan Kristen berdasarkan Efesus 5:22-32 ini: (1) Keluarga itu harus dibangun di atas dasar Kristus, dengan ikatan KASIH. Keluarga yang dibangun dengan dasar yang lain: Uang/harta; kedudukan, apalagi kalau masih ada kuasa kegelapan Fokasi/mudo maka itu mudah hancur. Lö arara ba lö aroro – isawa wa’atekiko. Tetapi bila keluarga itu dibangun dengan dasar kristus, itu pertama-tama bahwa pasangan suami – dan isteri itu adalah pasangan yang beriman. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Dengan demikian, membangun keluarga itu dengan dasar, sifat atau perbuatan kasih (1 Kor 13:4-13; Filipi 2:2-4). (2) Pola hubungan antara suami dan isteri adalah seperti Kristus dengan Jemaatnya. Coba perhatikan ayat 22-23: Suami adalah kepala seperti Kristus adalah Kepala
Isteri tunduk
seperti
Jemaat
tunduk pd Kristus
Pola hubungan ini saudara-saudara sangat penting, dan inilah yang membedakan antara tradisi waktu itu dengan ajaran Paulus. Waktu itu, suami adalah kepala dalam pengertian penguasa dan sering sebagai penindas. Perempuan sama dengan “owöliwa” (pembelian), dan sering diberlakukan seperti barang pembelian lainnya. Lalu Paulus mengatakan bahwa bagi kekristenan, konsep kepala keluarga sama seperti Yesus yang adalah kepala jemaat. Apa artinya ? • Sebagaimana Yesus telah mengasihi umatnya, demikian juga suami mengasihi isterinya. • Sebagaimana Yesus berkorban, menanggung derita hingga di kayu salib demikian juga suami berkorban demi kesejahteraan isterinya. • Sebagaimana Yesus memberikan Syalom bagi umatnya, demikian juga suami harus berjuang menghadirkan syalom bagi isterinya. • Sebagaimana Yesus setia kepada umatnya, demikian juga suami harus setia kepada isterinya Jadi suami sebagai kepala – tetap ada dalam ajaran Paulus ini, dalam kekristenan – tetapi harus dipahami dalam pengertian tadi. Untuk diketahui, kata kepala dalam bahasa Yunaninya adalah KEFALE artinya: SUMBER KEHIDUPAN. Bukan sebaliknya, seperti yang sering terjadi: Suami tidak/kurang mengasihi, kurang tidak/berkorban; tidak berupaya menghadirkan syalom; tidak setia kepada isterinya justru: 75
-
sering memperbudak isterinya, sering menindas isterinya sering menyepelekan isterinya, sering menghina isterinya sering memfitnah isterinya sering menempatkannya hanya sebatas istilah kuno yang telah lama terdengar: sumur (tukang cuci), dapur (tukang masak); kasur (bowoa nono).
Bahkan, dewasa ini peranan KEPALA keluarga itu sering tidak lagi dilaksanakan oleh suami, melainkan isteri: • yang mengasihi keluarga adalah isteri • yang mencari nafkah keluarga adalah isteri • yang membimbing anak-anak adalah isteri • yang mengemudi perahu keluarga adalah isteri sementara sang suami: asyik ngobrol di kedei; asyik main judi; asyik laga ayam; asyik mabuk-mabukan, dst. Sebaliknya, isteri juga diberi nasehat: • Tunduk kepada suami, sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus • Mengasihi suami, sebagaimana jemaat mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal-budi. • Taat kepada suami sebagaimana jemaat menaati Sabda Yesus. Tapi ingat – taat di dalam Tuhan. Bukan berarti kalau suami suruh mencuri – lalu diikuti. Bahkan ada di kota-kota besar, suami suruh isterinya melacur – demi uang. Ini berbahaya. Konsep ini diperkuat dengan kata-kata yang dipakai. Kata tunduk dalam bahasa Yunani hupotasso artinya merendahkan diri di bawah; sedangkan untuk suami, kata yang dipakai adalah kasih (Agapao/agape) arti harfiahnya adalah memberi diri; atau menempatkan diri di bawah. Jadi sebenarnya dari segi arti kata yang sebenarnya, nasehat kepada isteri untuk tunduk dan nasehat kepada suami untuk mengasihi mempunyai perintah untuk saling memberi diri, saling menghormati, saling menghargai, saling menaati, saling.menolong dan saling mendukung satu dengan lainnya. Itulah yang dikemukakan dalam ayat 33: Kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.
(3) Akhirnya saudara-saudara… Inilah pandangan Kristiani mengenai kedudukan suami dan istri. Keduanya berbeda dan berbagi tugas untuk fungsi yang berlainan. Suami adalah kepala keluarga. Namun keduanya mempunyai nilai dan derajat yang sama. Mereka bukan atasan – bawahan. Mereka adalah mitra. Di dalam mengambil keputusan, mereka saling mengikut-sertakan, saling menghargai. Yang di atas tidak menindas – yang di bawah tidak terjajah. AGUSTINUS (BAPAK GEREJA) PERNAH MENULIS SAJAK Wanita diciptakan dari rusuk pria Bukan dari kepala untuk menjadi atasan Bukan pula dari kaki untuk dijadikan alas. Melainkan dari sisinya; Untuk menjadi mitra sederajat Dekat dengan lengannya untuk dilindungi 76
Dan dekat dengan hatinya untuk dicintai.
77
AMIN
HE HAD COMPASSION FOR THEM22
Matthew 9:35-38 35 Then Jesus went about all the cities and villages, teaching in their synagogues, and proclaiming the good news of the kingdom, and curing every disease and every sickness. 36 When he saw the crowds, he had compassion for them, because they were harassed and helpless, like sheep without a shepherd. 37 Then he said to his disciples, "The harvest is plentiful, but the laborers are few; 38 therefore ask the Lord of the harvest to send out laborers into his harvest." My dearest brothers and sisters in Jesus Christ. I am so glad that I am in the midst of this congregation today especially that an opportunity knocks once again to meet Rev. Peter van Bruggen, a dear friend who had his mission in Nias and who is presently having his mission in this congregation. And for today’s reflection, allow me to share it to you based from the BNKP-Nias setting (Agenda/Perikop). Brothers and sisters, Plato, a Greek philosopher, had categorized groups of human into three: manusia serba OTAK (GREAT THINKERS), manusia serba PERASAAN (GREAT FEELERS), and manusia serba PERUT (GREAT EATERS). The last category focused on the needs and pleasures that could satisfy an individual such as eating, sleeping, having fun and enjoyment (hedonism), etc. These were the classifications of mankind tousand years ago. In this modern era in which economic system is dominated mostly by capitalist, human beings are often divided in associated with FOODS. Foods defined in this sense are enlisted into four types: 1. “THE EMPTY-HANDED EATERS”. Human beings who fall in this category frequently struggle and ask: What he ought to eat in this time of poverty and isolation? Majority of the world’s populace falls into this type. They are the ones who reside at below-poverty line. 2. “THE WHAT EATERS”. These are human beings who always ask the KIND of food to eat once they’re about to have it. The individuals in this type don’t find a hard time seeking for food to eat but they’re those who consider the varieties of food to eat before having them. Only few people fall in this type. Perhaps, they are into middle class societies. 3. “THE WHERE EATERS”. The type of human beings who aren’t only choosing the type of food listed in the menu but moreover, they are frequently considering the place to have their meals. 4. “THE WITH WHOM EATERS”. People of this type don’t only think about the varieties of food to eat, nor the place to have a meal but these are the people described as roaring lions looking for someone to devour. Based from the above-given categories, the ones who suffer the most are those who fall into the first type, the “empty-handed eaters.” These are the people who are the poorest, the most deprived, the most unprivileged, and the most impoverished. In Indonesia, there is a term quoted as “sampah masyarakat” or in a way, described as “useless mankind”, the left-behind ones in the society. They are the nameless and oftentimes become the subject for those who are situated in the fourth type or who we mentioned as “with whom eaters”. The United Nation research shows that 25 000 individuals dying from hunger are those people who are under this type. My dearest brothers and sisters, At the time of Jesus, societies that were indigent and regarded as immoral or faithless – were claimed as those were fruitless and ”shelterless”. Mankinds who were weak, poorest, oppressed and forgotten. The Pharisees looked at them as useless people and who were not in need of anything and who should be secluded if needed. 22
Khotbah minggu di jemaat Ijmuiden, Amsterdam, tanggal 22 Februari 2009. Khotbah yang sama disampaikan kepada jemaat GKI Nederland, pada sore harinya. Dapat dilacak di internet.
78
But as we look at it, despite of every weep and every weakness of them, there is still someone who cares and who responds by an unconditional love, wherein we can include as the fifth type – this is ”THE FOOD GIVER”, the source of life. He is in every part of the towns and the cities spreading the Kingdom of Heaven’s News as well as healing all the diseases and tiresomeness. He is Jesus. He is the comfort of those who are forlorn and despair. He cares for those who are suffering, for those who are despondent, for those who are left-behind and sick and even for those who are quoted as ”sampah masyarakat” or the waste of the society for they are useless creatures. He is the bread and water of life. Brothers and sisters, everyone of us has his own burdens. Perhaps, when we look at the economic aspect, others might fall into type 1, or maybe 2, 3 or 4 but it should not be an excuse to stop struggling to live. Perhaps, one’s difficulty is on his job. Others might be struggling to individualistic problems amidst this social growth. There are also unnoticeable conflicts in the issues about human rights, children, economy, unpredictable weather change (global warming in particular), social relationships and the likes. In short, no one is exempted in the what we called ”life’s problem”. Amidst these burdens, struggles and weariness, once there is no one to help, once we lose hope, Jesus comes amidst us and walks silently by His unselfish love. He comes to carry our burdens. The statement ”walking by passion and selfish love” has an equivalent word in Greek which is ” splagchnizomai”. This word was also used in describing the text from Luke 7 which was about the woman from Na’in who lost her son. Jesus worked by showing His compassion to this woman when He said, ”JANGAN MENANGIS” or ”DON’T WEEP”, then He rose this man up from his death. In this text, the word splagchnizomai is used in spreading His love, sympathy and help to those who are grieving, suffering and burdened-up. God’s Words reminds us that there is someone who cares, consoles and befriends you and me or us... He is JESUS. This is a very good news for all of us!!! Emmanuel, He is upon us! Based from Stoa philosophy, our God is far from us and shows apathy towards us, doesn’t care and doesn’t feel something for us. But in our text, Jesus is present everywhere, and He is moving by His unselfish love. According to Calvanist teaching, God is a god who is working the most to save us. He is proclaiming the IRRESISTIBLE GRACE. This ”splagchnizomai” which is described as God’s compassion is really needed by every human being in this world. This text also teaches us to follow the deeds of Jesus Christ and that is to show compassion, solidarity and attention to those who are desperate and burdened-up with heavy loads. Now, we are called to spread and show love/compassion and/or solidarity to our brothers and sisters who are presently experiencing discrimination, disapproval and injustices in Indonesia, Sri Lanka, Middle East, Palestine, Israel, Congo and in other places. We are called to disseminate solidarity to our brothers and sisters worldwide specifically tho those who are suffering from natural disasters. We are called to spread compassion/solidarity to all migrant workers in the Netherlands, to all HIV-AIDS victims, to all the victims of greediness and the likes. Enjoy following God’s deeds in spreading His compassion to all people in all parts of the world. Amen.
79
LEHON MA TU HAMU SADARION HANGOLUON SIAP ARI!23 4 Musa 11:31-35 Molo sepintas jinaha perikop on, songon na so domu turpuk ni jamita sadarion tu filsafat manang prinsip ni bangso Batak. Boasa? Ai molo sinungkun, aha tahe na pinasitasita ni rohata-be? Alusna: Hamoraon, Hagabeon, dohot Hasangapon (hamuliaon). Asa mamora, porlu usaha, mangula, jala mangumpulhon arta. Molo boi, pinapungu mai godang, asa mamora. Jala sita-sita bangso Batak, sai marisi pasu-pasu, songon pandok ni si jolojolo tubuh: Anduhur martutu, di atas ni Purbatua Sai Sinur ma Pinahan, gabe na ni’ula. Alai, turpuk ni jamita-ta, ndanda mangorai jolma na porsea MAMORA, MANGULA, manang MARUSAHA, alai naeng patangkas on dua hal: (1) Tujuan utama ni bangso Israel, dang tinggal manang ngolu di padang Gurun, alai Tano parpadanan. Jadi padang gurun holan sementara (numpang lewat), dang tujuan akhir. (2) Adong do tujuan na utama, porlu prinsip ni ngolu on, ima hidup dalam ketergantungan tu Debata, parasi roha’i. Di son ma songon tangiang ni Yesus, Lehon ma tu hami sadarion, hangoluan siap ari. Umbahen I, adong aturan: Papungu ma menurut keperluan, uang lobi sian takaran. Molo lobi sian haporluan, ima goarnya HAHISAPAN, Jala hona uhum ni Jahowa doi. Inganannya: KIRBOT -TA’AWA – INGANAN NI JOLMA NA HISAPAN. Kuburan orang-orang rakus. Alani’i, sian turpul ni jamita on, dijou ganup halak na porsea asa: Haluarma sian KIRBOT TA’AWA (nafsu kerakusan), masuk ma tu Hazerot (huta sederhana jala sonang) menuju tujuan na utama ima TANO PARPADANAN (TANAH PERJANJIAN).
Huria na hinahilongan. Boasa marpiapiar muruk ni Jahowa mida bangsoi, jala diuhum – hape Jahowa do na mangalehon JUHUT manang Lote tu bangso i. Di lehon pasu-pasu, jalan ndang dinikmati dope sude pasupasu i, nga muruk Ibana. Boasa! Dang na na so parasi roha Debata. Alai muruk do Jahowa di nasida, ala: (1) Marmungut-mungut (dang hea puas tu na adong) do bangso i. Nang pe di lehon Debata Manna di nasida, alai sai didok “hurang”, “dang tabo”, “dang adong dengke, dohot angka na asing.” Alani’i, nga piga-piga hali hona uhum nasida, ala sikap “sai hurang”. Marmungutmungut nasida, ala dang disyukuri pasu-pasu ni Debata di ngolu nasida. Naeng ma nian sikap nasida, songon istilah si nuange: “Molo endahan nasi dohot Babi kecap – Haleluya. Jala molo endahan holan Nasi dohot kecap – tong do HALELUYA, UANG HALILINTAR. Unang marmungut-mungut. Lobi sian i, ai adongdo sikap hurang puas tu pangurupion ni Debata. Sai dipangido asa mulak nasida tu Misir, nang pe gabe hatoban (budak). Masai godang do jolma songon i. Olo gabe hatoban ni dosa/sibolis, asa boi dapot dengke dohot arta. On do asal muasal korupsi, suap, marnipu, dohot angka na asing. Adong na menarik di son, molo jinaha ayat 14, parmungut ni bangso i, ima ala adong pihak luar, halak gambal-gambal, perusuh di tonga-tonga nasida. Angka penafsir mandok: “halak gambal-gambal on memprovokasi bangso Israel”. Dipatuduhon halak luar on do angka juhut 23
Khotbah di HKBP Jemaat Gunungsitoli.
80
na pinangap nasida. Jala mangida juhut na pinatudu halak gambal-gambal on, gabe tangis bangso i. Ima wujud protes manang mungut-mungut. Tergoda manang terprovokasi do nasida dibahen halak gambal-gambal. Di pardalanan ni ngolon on, menuju Yerusalem na imbaru, mansai godang/bahat do godaan, rayuan, provokasi na menguluhon hita marmungut-mungut, jala gabe dang merasa puas tu na adong. Sai hurang: • Olo do tergoda alani mengida gaya hidup halak na asing • Olo tergoda alani rayuan IKLAN di Televisi. Gaya hidup si nuaeng mansai canggih. Dang songon na jolo. Molo na jolo – gaya hidup: Mangan –Modom – miting; nuaeng nga gabe: Mangan – model – mobile. Jala rayuan marhite-hite Iklan, menggoda jolma asa gabe konsumtif. Alani’o, porlu do bisuk mangadopi rayuan ni tano’on. Porlu maroha to godaan halak gambalgambal. (2) Hurang haporseaon nasida tu janji ni Debata. Gok habiaran di bagasan ngolu nasida. Di tingki di jou Debata nasida haluar sian Misir, nga adong Padan (janji) ni Debata di nasida. Ima PADAN (janji) pangurupion dohot pamasumasuon. Jala nga diida nasida hagogon ni Debata di tingki haluar sian Misir, di tingki menyeberang laut mati, di tingki aek na pahit gabe boi ni’inum, di tingki di lehon Debata di nasida MANNA. Sai diurupi Debata do nasida. Alai, ima tahe jolma on, sai HOLSOAN (khawatir) di bagasan ngolu on. Angka na holsoan di ngoluna, angka na hurang porsea di padan ni Debata, gabe jolma na “manduahon Debata” : porsea tu Debata, jala tong dope porsea tu angka na asing (dirinya, dana/arta, dukun, dohot angka na asing. Ende nasida ima: “Cintaku terbagi dua”. Ndang masa songon in di tonga-tonga halak Kristen Batak, ala adong do prinsip ni bangso Batak, ima sai tongtong do pangurupion ni Debata di ngolu nasida. Ingot pandohan si jolojolo tubu: Disi rungguk, di si do si tata Ia disi hita hundul, disi do ompunta Debata. Holsoan on, nga gabe kharakter ni sude jolma manisia. Alani’i do Tuhan Yesus mandok di Matius 6:31-33: “Antong......” 3. Sian holsoan tubuh hahisapon Nang pe marmungut-mungut bangso Israel, alai tong do dipatuduho Debata asi ni rohan-Na tu nasida. Sian hagogoanna, dilehon Debata do nasida JUHUT, ima lote. Dilehon Debata pasupasuNa lobi sian na pinangido bangso i. Ima juhut na boi gabe sipanganon nasida dang holan sadari, dua ari, 5 ari, 10 ari, alai sabulan. Alai boasa didokl hahisapan Israel? Aha salah nasida molo mangula/kerja keras papunguhon lote, ima pasu-pasu sian Debata? Boasa gabe muruk Debata tu nasida? Huria na nihaholongan, Nga adong poda (tona) ni Debata tu nasida, asa dipapungu Manna dohot lote – menurut ukuran “haporluon di bagasan sadari” (kebutuhan sehari), ima 1 gomer (sasolup) ganup jolma. Asa tangkas di hita 1 gomer = 3,6 liter. Cukup do panganon ni sahalak di bagasan sadari. 81
Alai aha na masa? Hehe bangso i papungohon lote: - Manipat sadarinai - Manipat borngin - Manipat sadari marsogot. Jala naumotik papunguhon tong do dapot 10 homer. Adong 2 hal di son: (1) Gabe lupa bangso i tu na mangalehon pasu-pasu, ima Debata, ala rohana holan di pasupasu. (2) Ukuran ni hukum, ima 1 gomer= 3,6 liter, alai na pinapungu nasida: 10 homer, jala 1 homer = 360 liter. Ima lapatanna, 10 homor=3,6 ton. On ma hahisapon i. Mangida perilaku ni bangso i, muruk ma Debata. Di Yunani, adong pandohan: “Hamatean do uju parhisapon”. Domu tu si adong mitos: “Seorang laki-laki yang bertapa, ingin merobah nasib. Setelah beberapa lama bertapa, dewa berkata: ‘engkau diberi tiga tawaran’. Setelah berpikir panjang, maka permintaan pertamanya ialah kesehatan. Dewa mengabulkannya. Lalu kedua, ia meminta isteri yang cantik. Dewa juga mengabulkannya. Tinggal sekali lagi. Laki-laki ini memutuskan untuk meminta harta/emas. Oh dewa mengabulkannya. Apa yang terjadi? Semua yang dipegang oleh si lakilaki ini menjadi emas. Ia pegang makanan, belum sempat dimakan sudah menjadi emas, ia pegang kursi, juga menjadi emas. Tetapi terakhir, ia menjadi sangat sedih dan sengsara, karena ia memegang isterinay, juga menjadi emas. Inilah akibat dari keserakahan. Alani’i do, Jesus mangajari hita martangiang: “lehon ma tu hami hangoluoan siap ari.” On do dalan pengontrolan diri, jala torus bergantung tu Debata. Amin.
82