Sekolah HighScope Indonesia BULLETIN
FOKUS
AGUSTUS 2017
Screen Time, Isu Parenting Paling Kekinian BERANDA
BERANDA
Membaca Itu Menyenangkan PIGURA
Penghargaan Bagi 21 Tahun HighScope Indonesia
SAPA
Antarina SF Amir, Founder HighScope Indonesia Institute (HSII)
S
HighScope
mengupasnya dari perspektif kedokteran anak
Indonesia Institute (HSII) dengan berbagai
dan edukasi, dilengkapi kiat dan aturan praktis
stakeholder pendidikan negeri ini, termasuk para
yang bukan cuma berlaku bagi anak, namun
orangtua yang menjadi mitra kolaborasi sekolah,
juga orangtua.
HILink,
media
komunikasi
hadir kembali. Kami mengabarkan berbagai
Kami juga mengupas program benchmarking
inovasi, tantangan, dan perkembangan dunia
yang rutin HSII dilakukan dengan mengunjungi
pendidikan Indonesia.
dan
mempelajari
kinerja
lembaga-lembaga
Bagaimana liburan panjang Anda dan
terbaik di berbagai belahan dunia. Pada 2017
keluarga jelang tahun ajaran baru? Pastinya
ini, benchmarking dilakukan ke Amerika Serikat,
menyenangkan! Saat waktu banyak terluang,
Selandia Baru hingga Finlandia. Semuanya,
yang memberi kesempatan anak-anak lepas
sesuai filosofi HSII, melakukan yang terbaik
dari kegiatan rutin, juga dalam keseharian
untuk anak. Semangat tahun ajaran baru!
mereka, paling konsep
2
isu hangat,
parenting
dan
penggunaan
screen time
pendidikan gadget
Salam
dan
mengemuka. SHIlink
Antarina SF Amir
FOKUS
Screen Time, Isu Parenting Paling Kekinian
Susy P Wihadi, SpA, M. Kes,
Balita dengan tablet di tangannya, Youtube susul menyusul memutar video nyanyian tentang alphabet, hingga boneka dan mobilmobilan favoritnya. Sang kakak, siswa kelas 3 SD pun begitu akrab dengan tablet, memainkan game, musik dan tentunya video dari para vlogger idolanya. Perilaku yang sama pun bisa dijumpai pada para remaja hingga orang dewasa, dan bisa jadi, juga menjadi gaya hidup kita.
S
HILink menjumpai Dr. Susy P Wihadi, SpA, M. Kes, yang berpraktik di RS Mitra Keluarga Depok untuk mencari tahu lebih jauh, kiat agar keluarga, juga anak-anak, bisa tetap sehat psikis dan fisik ditengah gempuran gadget atau gawai. Gencarnya isu ini, kata Susy, bahkan telah menimbulkan revisi atas rekomendasi dua jam sebagai waktu maksimal berhadapan dengan gawai, serta memacu timbulnya istilah screen time. “Dua jam sebagai batasan maksimal yang dulu disepakati sebagai batasan maksimal anak-anak menonton televisi,
main game atau menggunakan komputer, kini sudah tak relevan. Gadget, dengan segala bentuk dan fungsinya, mulai personal computer, laptop, tablet hingga telepon pintar, telah masuk dalam kegiatan pembelajaran serta komunikasi, sehingga para ahli merumuskan kembali isu ini,” kata Susy. American Academy of Pediatrics (AAP), organisasi dokter anak Amerika Serikat (AS) dan Kanada, yang juga menaungi berbagai penelitian tentang kesehatan mental dan fisik anak yang menjadi salah satu rujukan kalangan kedokteran anak dunia, kata Susy, pada Oktober
3
FOKUS 2016 lalu telah mengumumkan rekomendasi terbaru tentang penggunaan media pada anakanak. Anak-anak saat ini, kata Susy, para digital native dibesarkan dengan aneka rupa wujud dan isi media digital. Semua peranti itu memiliki dampak positif and negatif perkembangan kesehatannya. Ada beberapa rekomendasi praktis yang berisi aturan serta peranti perencanaan media interaktif yang bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing keluarga. Aturan yang diberikan tak hanya berlaku bagi anak, namun juga orangtua. “Rekomendasi-rekomendasi ini akan membantu keluarga menyeimbangkan kehidupan digital serta kehidupan nyata,” ujar Susy. Definisi dan aturan baru Susy yang dua anaknya bersekolah di Sekolah HighScope Indonesia, menegaskan, istilah Screen Time yang kini mencuat, berkorelasi dengan waktu yang dihabiskan didepan layar gawai, diluar kepentingan belajar dan bekerja. Screen Time merujuk pada waktu untuk mengakses sosial media, bermain game, menonton video serta konten hiburan lainnya di gawai. “Karena kini di kelas dan
4
Sejak pendidikan usia dini, anak-anak telah diperkenalkan dengan teknologi informasi, jam pasir digunakan sebagai penanda giliran mereka. di rumah, saat belajar dan mengerjakan tugas-tugasnya, anak-anak mulai usia SD, telah menggunakan laptop, termasuk di Sekolah HighScope Indonesia,” kata Susy. Secara umum, lanjut Susy, penggunaan media digital yang berlebihan akan berisiko pada berkurangnya waktu untuk bermain atau beraktifitas fisik, belajar, tidur serta berbincangbincang secara langsung. Orangtua dan guru, pun kini juga punya tugas menjadi mentor media, mendorong siswa menggunakan media untuk berkreasi, menjalin koneksi serta belajar. Strategi orangtua “Kiatnya, orangtua harus punya strategi dan gesit, misalnya saat anak laki-laki saya
suka main games, saya memperbolehkan dia, syaratnya harus main games yang sudah saya pilih, yang mengharuskan dia untuk bergerak. Ini menghindarkan dia dari perilaku sedentary, yang minim aktivitas fisik,” ujar Susy. Tak kalah pentingnya, kata Susy, orangtua harus memahami juga berkomitmen atas penegakan aturan. Berbagai batasan waktu, tempat dan perilaku juga berlaku. Implementasinya, mesti diawali dari orang dewasa terdekat dengan anak-anak, terutama orangtua. “Teladan itu selalu lebih efektif dibandingkan hanya kata-kata. Berikan role model bagi mereka, dan jika terpaksa kita melanggarnya, untuk alasan yang masuk akal, berikan penjelasan yang rasional bagi
FOKUS anak-anak,” kata Susy yang mengaku, keluarganya punya aturan tak menggunakan telepon pintar dalam perjalanan bersama. Ketika ia terpaksa menjawab pesan atau panggilan telepon atau, Susy memberikan penjelasan, bahwa sebagai dokter ia bertanggung jawab atas pasien-pasiennya, sehingga wajib merespon panggilan dari pasien atau tim rumah sakit. Langkah lainnya yang tak kalah penting, konsisten pada aturan, bersikap tegas atau firm. Ketegasan itu, lanjut Susy, dipastikan akan mengalami banyak tantangan di awal, karena lazimnya anak, bahkan
Aktivitas diluar ruang sangat penting bagi anak, sehingga orangtua dan guru harus menjaga agar anaknya tak tenggelam dengan gadget.
orang dewasa sekalipun, akan menguji konsistensi penegakan regulasi itu. Susy menerapkannya dengan konsisten memberikan kuota data terbatas untuk telepon pintar pada anaknya.”Jika sudah habis, ya sudah. Diawal pasti protes, tapi ya aturannya sudah begitu. Di awal pasti challenging, tapi jika firm, untuk selanjutnya sudah
enak dan nyaman buat semua.” Wajah media dan interaksinya pada manusia, seperti yang dikutip AAP, memang senantiasa berubah, namun sebagian besar aturan parenting ini tetap berlaku agar orangtua sukses mendorong anaknya mendapat pengalaman positif di jejaring maya, dan tentunya dunia nyata.
Ini Aturan Bergawai Cerdas dan Sehat u Untuk anak di bawah 18 bulan, hindarkan mereka dari paparan layar gawai apa pun. Susy menegaskan, rekomendasi ini sekaligus meruntuhkan anggapan tentang manfaat tayangan televisi bagi bayi. “Sebisa mungkin, hindarkan dari paparan gawai, baik saat mereka sedang terbangun bahkan saat tidur,” kata Susy. u
Anak usia 18 hingga 24 bulan mulai bisa diperkenalkan pada media digital, namun harus dipastikan kualitas tayangannya serta wajib didampingi, agar anak memahami apa yang dilihatnya.
u
Untuk anak usia 2 hingga 5 tahun, batasannya adalah satu jam selama satu hari, dengan syarat utama, kualitas tayangan harus dipastikan betul serta mendampingi untuk membantu anak memahami tontonannya serta mengaplikasikannya dalam dunia nyata.
u
Untuk anak usia 6 tahun keatas, tetapkan batasan waktu dan jenis media yang bisa mereka akses. Pastikan alokasi waktu itu tak mengganggu jam tidur, aktivitas fisik serta perilaku lain yang penting bagi kesehatan.
u
Pastikan waktu bebas media digital yang berlaku bagi seluruh anggota keluarga, misalnya saat makan bersama serta mengemudi. Tentukan juga lokasi bebas media digital, diantaranya kamar tidur.
u
Pastikan orangtua mengkomunikasikan tentang aturan keamanan dan etika berperilaku di dunia online, termasuk cara memperlakukan orang lain dengan hormat, baik di dunia maya maupun nyata.
5
FOKUS
Eksis di Dunia Maya, Sukses di Dunia Nyata
Gadget menjadi salah satu materi presentasi. Teknologi informasi dan gadget semestinya menjadi salah satu pendukung utama pembelajaran, bukan sumber kekuatiran. Di Sekolah HighScope Indonesia, komputer telah diperkenalkan sejak Early Childhood Educational Program (ECEP), siswa pun mulai membawa laptop sejak elementary. Bagaimana pihak Sekolah memastikan agar media digital itu mendatangkan manfaat, bukan sebaliknya, SHILink mewawancarai Diana Kartika Sari dan Citra Cininta dari tim Training, Research and Development (TRD) HighScope Indonesia Institute. Bagaimana HighScope melibatkan gadget dalam proses pembelajaran? Kami sudah mengenalkan anak-dengan media teknologi dan Screen Time dari kelas usia preschool. Anak dikenalkan cara menggunakan teknik
6
dasar seperti, menyalakan dan mematikan komputer, menggunakan teknologi secara tepat. Namun, software yang digunakan harus interaktif dan sesuai usia perkembangan anak, sehingga mereka memperoleh pembelajaran yang memotivasi
untuk sukses. Kegiatan dilakukan saat Work Time selama 5 hingga 10 menit. Sand timer digunakan sebagai bantuan visual untuk mengenalkan waktu dan pengingat untuk menggunakan komputer secara bergiliran dengan teman kelasnya. Di elementary, komputer disiapkan untuk memperkaya computer literacy anak dan digunakan saat pembelajaran dikelas. Sumber-sumber online yang terpercaya juga disiapkan guru untuk mendukung pembe-
FOKUS lajaran di kelas. Untuk middle school dan high school, siswa menggunakan komputer untuk mengerjakan tugas, namun dibatasi peraturan kelas dan instruksi guru.Terkadang, ada pula workshop atau eksperimen tanpa komputer. Apa dampak positif penggunaan gawai dalam dunia pendidikan, serta dampak negatif yang harus diwaspadai? Sebenarnya banyak manfaat penggunaan gawai dalam proses pembelajaran, seperti saat ini guru-guru banyak menggunakan Edmodo untuk pemberian tugas dan PR, yang memudahkan dalam mengakses tugas dan PR, kapan dan di mana saja. Di dalam Sekolah HighScope Indonesia Electronic Database System (SHIELDS), kami juga mengaplikasikan sistem pengecekan nilai untuk grading dan reporting online. Masalah apa saja yang mungkin mengemuka akibat dampak negatif penggunaan gawai? Salah satu dampak negatif yang harus diwaspadai adalah jika gawai digunakan diluar konteks pembelajaran, misalnya bermain game tanpa batas
atau akses website yang tidak sesuai umur dan perkembangan anak. Akibatnya, terjadi gangguan perilaku dan perkembangan, misalnya kurang tidur, kesehatan anak mencontoh perilaku negatif. Anak preschool umumnya menggunakan tablet atau telepon pintar untuk bermain game atau menonton video. Ketika
jadi penyendiri, susah bergaul. Untuk anak yang beranjak remaja, siswa SMP, biasanya cenderung menggunakan gawai untuk sosial media, untuk memperluas pertemanan dan menjaga eksistensi diantara temannya. Yang harus diwaspadai, tidak semua teman di sosial media adalah orang yang mereka kenal sesuai
Sistem penilaian berbasis online di Sekolah HighScope Indonesia menghubungkan siswa, guru dan orangtua. diminta berhenti, mereka akan menangis dan menjerit supaya gawainya dikembalikan. Ada juga yang ketika mau tidur, harus menonton dulu TV atau memainkan gawainya dulu. Sedangkan untuk anak yang lebih besar, siswa SD, penggunaan gawai dalam waktu yang terlalu lama bisa berakibat pada kemampuan sosial anak.Mereka cenderung men-
identitasnya. Sangat mungkin ada predator yang memanipulasi identitas untuk melakukan kejahatan.Waspadai juga cyberbully, anak menjadi pelaku, maupun korban. Apa saran sekolah pada orangtua mendukung anak berperilaku positif dengan gawai? Orang tua dan anak ha-
7
FOKUS rus membuat rencana penggunaan media digital yang telah didiskusikan dan disepakati bersama. Lokasi penempatan atau penyimpanan juga harus diperhatikan, seperti penempatan komputer harus berada di ruangan yang terbuka dan bisa diawasi orang tua atau orang dewasa lainnya. Apa kiat yang bisa diaplikasikan orangtua untuk memastikan anaknya tak terpapar dampak negatif media digital? Orangtua harus menjadi teman anaknya dalam media sosial, agar bisa mengawasi aktivitas mereka serta mengenal teman-temannya di media sosial untuk mengantisipasi predator dan cyberbully. Sekolah juga menggandeng orangtua untuk bekerjasama menerapkan peraturan yang sama secara konsisten, sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Bagaimana dengan kekuatiran mengenai pengaruh negatif penggunaan gadget oleh anak terhadap proses tumbuh kembang anak? Intinya, penggunaan yang tidak tepat, baik waktu, cara dan konten akan berpengaruh terhadap tahapan perkembangan anak, risikonya, ada taha-
8
Teknologi informasi telah menjadi bagian dari pembelajaran sehari-hari, siswa meriset, merumuskan analisa dan menggunakannya sebagai materi presentasi. pan yang bisa terlewati atau tidak terpenuhi. Khusus pada usia dini, pada tahapan ini, harus banyak bergerak, berinteraksi dengan teman-temannya maupun orang dewasa di sekitarnya. Dari situ, mereka akan belajar secara real life, problem solving. Selain itu, secara fisik, dengan bergerak, anak-anak akan melatih otot kasar dan halusnya dan itu akan sulit terpenuhi jika sehari-hari ia terlalu lekat dengan gadget-nya. Waspadai juga jika anak terbiasa duduk dengan posisi “W”, kaki hingga pahanya dilipat merapat ke lantai, yang biasanya jadi favorit anak menggunakan gadget, jika dilakukan terus menerus, akan berpengaruh pada perkembangan fisiknya.
Isu yang tak kalah pentingnya, tentunya mata yang akan cepat lelah saat terlalu banyak terpapar screen. Apakah ada aturan tertentu yang diterapkan Sekolah HighScope Indonesia dalam penggunaan gadget ini? Kami berfokus untuk mengempower siswa untuk memahami dan berlatih mengaplikasikan aturan, cara penggunaan serta kontennya. Guru memberikan penjelasan, mengingatkan hingga memberitahu dampak negatif atau konsekuensi logis jika mereka melanggar. Ada juga pembelajaran tentang keterampilan mengatur waktu. Empowerment itu penting karena orangtua dan guru tak bisa selamanya mendampingi anaknya.
FOKUS
Kuncinya, Sepakati Aturan! Mengapa anak-anak, terutama yang masih belia tetap penting bermain dengan orang-orang dan benda-benda di sekelilingnya, walaupun dia terlihat sangat asyik dengan gadget-nya? Bermain dengan bendabenda nyata dan orang-orang di sekelilingnya penting karena di dunia nyata, dia harus berupaya memanipulasi agar mainannya sesuai keinginannya. Dia harus membentuk, menggerakkan atau membunyikannya, termasuk dengan suaranya sendiri. Namun, di sisi lain, games di gadget, memperluas fantasi dia. Jadi, agar seimbang, gawai boleh dimainkan, sesuai aturan, untuk anak 2 hingga 5 tahun, sesuai batasan durasi sesuai rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP), selama satu jam. Tapi ingat, itu tak dilakukan terus menerus, harus ada jedanya, begitu pula di tahapan usia selanjutnya. Apa kunci utama isu screen time ini, dihubungkan dengan parenting kekinian? Pendampingan menjadi kuncinya, tentunya disesuaikan
dengan usia anak. Dampingi anak usia dini dan bagi yang lebih besar, yang terpenting, kesepakatan terhadap aturan yang dibuat bersama. Aturan ini hanya bisa didiskusikan jika ada kedekatan, komunikasi yang baik. Jadi, dibutuhkan foundation untuk menyepakati rules mana yang boleh dan tidak boleh. Namun, penting pula menentukan batasan privacy, sebatas aman, kepercayaan itu harus diberikan. Bagaimana jika anak terlanjur akrab dengan gawai padahal aturan itu belum disepakati? Mulailah secara bertahap untuk membuat, menyepakati dan menegakkan aturan. Jika saat ini tingkat konsumsinya berlebihan, kurangi perlahan penggunaannya,. Kasus yang biasa mengemuka soal gawai ini? Anak malas baca, buku dianggap tak menarik, nggak mau buka buku atau pegang pensil. Karena, buku untuk kan hanya hitam putih, sedikit atau
tak ada gambar, harus dibuka dengan jari dan tangan, sementara gawai tak perlu energi, bisa tampil begitu menarik, penuh warna, bisa bergerak, dan mudah didapat. Padahal secara akademik dia mampu belajar. Belum lagi potensi gangguan fokus dan mata. Ada juga kasus kecanduan games. Makin menjadi-jadi karena dia sudah sampai di tingkat mendapatkan hadiahhadiah dan uang karena kepiawaiannya bermain games, sehingga sekolah dan kuliahnya terbengkalai. Ada yang bahkan bisa menjawab tantangan orangtuanya untuk mendapat uang Rp5 juta dari hasil dia menjual asesoris yang didapat berkat gamesnya. Ada juga mahasiswa yang drop out karena dia bermain games online dengan temannya yang berasal dari luar negeri yang berbeda waktu. Disebut kecanduan karena sudah sampai dalam tahap, jika keinginan bermain games tidak tercapai, dia nggak suka, tak bahagia, melakukan perlawanan.
Sumber: Dra. Surastuti Hadiwinoto Nurdadi, M.Si, pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan konsultan Sekolah HighScope Indonesia.
9
BERANDA
Pembelajaran Calistung Usia Dini
Berburu Huruf, Menghitung Batu
Selling Day, salah satu cara mengenalkan anak dengan konsep-konsep dasar matematika. Mari berburu huruf! Huruf plastik dikubur dalam pasir lalu anakanak pun sibuk menggali. Ketika buruannya ditemukan, mereka diminta menyebutkan huruf itu dan membunyikan lafalnya.
D
alam aktivitas Early Childhood Educational Program (ECEP) yang dikorelasikan dengan pembelajaran membaca, menulis dan menghitung (calistung), anakanak Brown Room Sekolah HighScope Indonesia (SHI) TB Simatupang, Jakarta Selatan, diminta mengambil buku favorit nya dan menyalin tulisan dari sampul buku cerita tersebut. Kegiatan tak kalah seru dilakukan saat anak-anak
10
diajak keliling taman bermain untuk mengumpulkan ranting, daun, batu atau biji-bijian, lalu memilih, dan kemudian mengelompokkannya. “Untuk pelajaran berhitung, kami juga melakukannya dengan kegiatan menari. Anak diminta menunjukkan atau memilih angka tertentu, lalu mereka akan berdansa dengan temannya sesuai dengan jumlah angka yang ditunjuk itu, misalnya berdansa bertiga atau
berempat, dan seterusnya. Konsep angka yang abstrak dibuat lebih konkret dan nyata,” kata Dian Lestari, guru Brown Room tentang kegiatan belajar calistung di kelasnya. Dukungan guru Berangkat dari aktivitas favorit anak-anak, Dian dan rekan gurunya juga memberikan scaffolding atau dukungan pada masingmasing anak saat mereka mengeksplorasi rhyming words atau kata berima. “Beberapa pekan terakhir ini anak-anak senang memainkan
BERANDA
Book Celebration, acara sekolah untuk merayakan kecintaan pada literasi sekaligus melatih keterampilan siswa, salah satunya dengan melakukan presentasi pada orangtua.
rhyming words, contohnya Sienna rhyme with Diana, car rhyme with star. Mereka juga sudah mulai belajar blending sound menggunakan phonics contohnya /r/, /a/,/t/ dibaca rat,” ujar Dian. Guru kemudian memberikan dukungan menggunakan gambar atau pictorial, ketika Greeting Time, guru membacakan Message Board dengan menggunakan letter links serta membunyikan letter name dan sound, lalu mencontohkan cara memadukan huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata. “Kami juga memberikan kesempatan anak-anak yang sudah siap ntuk menulis morning message-nya sendiri di papan tulis. Lalu ketika Story Time, guru menunjuk kata per kata agar anak mengenali atau terbiasa dengan tulisan
dan bacaannya. Setiap term guru juga meminjam buku di perpustakaan yang berkaitan dengan Key Developmental Indicators (Early Childhood Curriculum), diantaranya tentang matematika dan literasi. Kami lalu membacakan buku-buku yang memaparkan cara berhitung dan membaca itu pada anak-anak,” kata Dian. Kurikulum komprehensif Berbagai kegiatan di kelas Early Childhood Educational Program (ECEP) itu, kata Titiasari Indayani, dari Training, Research and Development (TRD) HighScope Indonesia Institute (HSII), adalah implementasi HighScope Preschool Curriculum dan HighScope Infant-Toddler Curriculum yang sangat komprehensif, menyasar semua aspek perkembangan
anak usia dini melalui content area dan Key Developmental Indicators. “Kurikulum kami meliputi Approach to Learning Social and Emotional Development, Physical Development and Health, Language, Literacy and Communication, Mathematics, Creative Arts, Science and Technology serta Social Studies. Jadi, calistung termasuk salah satu content area perkembangan yang dikembangkan pada anak, sejak program InfantToddler. Dengan demikian, pembelajaran di HighScope tidak hanya menitikberatkan pada akademik atau calistung saja namun semua aspek perkembangan, seluruhnya mendapat support yang sama,” kata Tias. Berlandaskan pada tahapan perkembangan otak
11
BERANDA David Weikart Award manusia, SHI mengembangkan konsep sekolah ideal. Pada ECEP, fokus pada keterampilan sosial emosional. Kemudian, dilanjutkan dengan elementary school yang berfokus pada dasar calistung. Di tingkat SMP, pada kemampuan berpikir. Sedangkan SMA, keterampilan belajar atau learn to learn skill. Selanjutnya, berpikir konseptual dan keterampilan mengambil keputusan di pendidikan tinggi, sehingga mereka mampu menghadapi masa depan. “Bukan berarti kita tidak mengajarkan calistung. Namun, cara mengajarkan disesuaikan perkembangan anak dan otak. Strategi yang diterapkan, misalnya, dengan nyanyian atau menari. Ini yang membedakan dengan pengajaran di sekolah lain. terutama sistem konvensional. Menjadi keharusan bagi guru HighScope untuk menjalankan pengajaran secara active learning, dengan memastikan semua ingredients-nya yaitu material, manipulation, choice, language from the child, and adult’s support atau scaffold terjadi di setiap pembelajaran,” ujar Tias. Konkret ke abstrak Selain itu, lanjut
12
Tias,
Sistem pendidikan usia dini harus kaya material dan strategi pengajaran. merujuk teori Piaget, tokoh psikologi kognitif, pembelajaran harus berangkat dari konkret ke abstrak. Melalui pembelajaran secara aktif, anak belajar menggunakan material dan memiliki pengalaman langsung, sehingga mereka bisa membangun pemahamannya sendiri. Maka, saat belajar tentang huruf melalui letter jar, botol berisi air, glitter, dan plastic letter, anak-anak mengocok botolnya, menemukan huruf dan menyebutkan nama dan membunyikannya, mereka belajar calistung dari pengalaman yang lebih kaya dan menyenangkan. Menulis pesan Keseruan belajar calistung itu terus berlanjut di Brown
Room. Anak-anak asyik bermain di papan tulis, salah satu material yang beberapa pekan terakhir jadi favorit mereka. “Jadi saya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menulis pesan di papan tulis. Selain itu mereka juga sedang senang sekali mengetik di komputer, beberapa anak sudah bisa mengetik nama teman, orangtua dan mainan tanpa melihat tulisannya. Jadi saya memberikan kesempatan anak-anak mengetik menggunakan huruf yang besar dan berwarna-warni. Karena menulis bukan hanya kemampuan motorik halus saja melainkan kemampuan untuk mengembangkan daya imajinasi dan ide-ide kreatif,” kata Dian.
BERANDA
Membaca Itu Menyenangkan Kegiatan membaca buku bersama, memacu penambahan kosa kata, keterampilan membaca, serta tentunya memupuk kecintaan pada literasi.
Proses belajar harus menyenangkan namun penuh makna, karena itu pembelajaran membaca anakanak Early Childhood Educational Program (ECEP) Sekolah HighScope Indonesia dilaksanakan dalam berbagai kegiatan, baik yang rutin dilakukan setiap hari, misalnya Story Time, Reading Time, aktivitas dalam Small Group Time (SGT) maupun Large Group Time (LGT) hingga berbagai event seperti Water Activity, Field Trip hingga Cooking Project.
Citra Cininta, dari tim Training, Research and Development (TRD) HighScope Indonesia Institute menjelaskan, keterampilan membaca, merupakan bagian dari sistem kurikulum yang diterapkan di ECEP HighScope, selain matematika, sains serta perkembangan fisik. “Membaca menjadi dasar proses belajar, bukan hanya untuk saat ini, namun hingga melanjutkan pendidikan tinggi hingga dewasa kelak. Oleh karena itu kami mendukung anak menempuh pembelajaran ini sebagai kegiatan menyenangkan serta bermanfaat, apa pun minat dan pilihan mereka di masa depan. Bukan se-
baliknya, anak di-driling, prosesnya bisa cepat, namun anak bisa jenuh bahkan antipati,” kata Ninin. Pembelajaran membaca di ECEP HighScope, lanjut Ninin, mengacu pada kurikulum yang dikembangkan HighScope Educational Research Foundation, Amerika Serikat. Aneka strategi Aplikasinya, sekolah dan guru mendesain berbagai kegiatan untuk mendorong anak mengalami Key Development Indicator, yang pada topik terkait membaca, disebut Language, Literacy and Communication.
13
BERANDA Lebih spesifik lagi, para guru pun mengaplikasikan berbagai strategi yang dikembangkan HighScope Educational Research Foundation dalam metode Growing Readers. Sebagai alat ukur proses pembelajaran anak, diukur dengan yaitu Early Literacy Skill Assessment (ELSA), yang sesuai dengan perkembangan anak, bukan tes yang membuat anak merasa stres dan tertekan. Print rich environment “Kelas dan lingkungan sekolah kami pun print rich environment, ada banyak huruf, kata dan yang dibuat oleh atau bersama anak. Anak-anak, sesuai kemampuannya yang terus guru scaffold, belajar menulis namanya setiap pagi sebelum masuk, membaca message board setiap pagi serta menandai cubby mereka dengan melihat simbol gambar yang mewakili huruf depan namanya. Mereka pun mencocokkan material yang mereka pakai, kemudian kami mendukung anak untuk merapikan kembali pada Clean Up Time, dengan melihat simbol, gambar dan tulisan di setiap rak. Guru membuat proses belajar ini aktif dan menyenangkan melalui permainan (imitation), beat the clock, paper bag, music clean-up,” ujar
14
Melatih motorik halus. Ninin. Book Area, yang wajib ada di setiap kelas, dengan jumlah buku 2-3 kali lipat jumlah anak di setiap kelas, selalu menjadi favorit anak-anak. Suasana membaca juga dibuat nyaman dengan karpet, beanbag, bantalan, serta area dibuat lebih shaddy untuk membaca buku dengan tenang. Book Area Di luar kegiatan Story Time dan Reading Time saat Work Time, ketika anak-anak melakukan kegiatan sesuai pilihannya untuk melatih kemampuan PlanDo-Review mereka, Book Area pun menjadi favorit mereka. “Anak yang belum sepenuhnya bisa baca, biasanya berpura-pura membacakan buku pada temannya, dengan membaca gambar. Masih terkait kegiatan belajar membaca
dalam Work Time, yang didasarkan atas inisiatif siswa, mereka sendiri yang mencari kertas, mainan alfabet dan pensil untuk men-trace alfabet di kertas. Itu favorit mereka lo, selain menggunting berbagai huruf dari halaman-halaman majalah. Awalnya, guru melakukannya saat SGT, dan karena mereka suka, anak berinisiatif melanjutkannya saat Work Time. Dalam semua aktivitas itu, guru melakukan scaffolding masing-masing anak. Di antaranya menggunakan open-ended question untuk mendorong anak terus mengembangkan kemampuannya.” HighScope, lanjut Ninin, memang mendorong anak memahami kegiatan dan proses membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan sekaligus penting untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
BERANDA
Kiat Seru Belajar Baca di Rumah!
Sediakan sebanyak mungkin buku, majalah dan materi cetak lainnya di rumah.
1
Jadikan rumah sebagai area rich print environment, tempelkan huruf berupa kata-kata penanda benda atau kalimat-kalimat motivasi di berbagai area. Libatkan anak dalam membuat dan menempelkan tuilsan untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap lingkungannya.
2
Membaca buku, majalah, koran dan materi cetak lainnya bersama anak, kegiatan ini bisa menjadi kegiatan penuh makna yang bukan cuma mengajarkan anak soal huruf, tapi juga berbagai nilai, pengetahuan dan tak kalah pentingnya, menguatkan relasi anak dan orang tua
3
Sediakan material di rumah, koran dan majalah bekas untuk dicoret, digambari hingga digunting. Hadirkan juga buku-buku sesuai minat dan kemampuan mereka, orangtua bisa mendiskusikannya dengan guru untuk memperoleh informasi buku kegemaran anak.
4
Kendati informasi kini juga bisa diperoleh melalui gadget, namun kenalkan anak dengan bahan bacaan konvensional karena dengan memegang buku, koran atau majalah. Anak juga bisa belajar soal kasar dan halus, tebal dan tipis, serta menyeimbangkan mereka dari dominasi gawai dalam kehidupan sehari-hari. Materi membaca yang dapat dimanipulasi anak akan lebih menarik minat baca anak.
5
Diskusikan isi buku dengan mereka, tanyakan pendapat, perasaan mereka atas cerita yang dibacakan. Jangan lupa kenalkan juga mereka dengan konsep penulis, ilustrator serta wujud buku seperti sampul hingga nomor halaman. Anak akan belajar tentang hak cipta, angka serta fisik buku, sebagai salah satu sumber referensi penting.
15
PIGURA
David Weikart Achievement Award
Penghargaan Bagi 21 Tahun HighScope Indonesia
Antarina SF Amir, founder HSII bersama Cheryl Polk, President HighScope Educational Research Foundation. Perjalanan HighScope Indonesia Institute (HSII) selama 21 tahun, mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pendidikan progresif, mendapat apresiasi dari HighScope Educational Research Foundation Amerika Serikat (AS).
16
D
avid Weikart Achievement Award tahun ini diberikan pada Antarina SF Amir, founder HSII pada hari terakhir HighScope Annual Conference yang diselenggarakan di Detroit, pada 19-21 April 2017. ”Ketika tim dari HighScope Educational Research Foundation datang ke sini, melihat sendiri apa yang sudah kami lakukan dan capai, mungkin kami dinilai pantas untuk award ini. Buat kami, ini sangat berharga, memvalidasi apa yang telah kami kembangkan selama ini, menambah motivasi untuk lebih berkembang,” kata Antarina. Penghargaan diberikan President HighScope Educational Research Foundation, Cheryl Polk, dihadiri para pakar dan pengembang kurikulum, serta para pendidik, dari lingkungan HighScope maupun institusi pendidikan lainnya. “Ini adalah bentuk penghargaan terhadap dedikasi dan komitmen Anda terhadap pendidikan berkualitas bagi anak-anak, terimakasih atas
PIGURA
dedikasi Anda,” kata Polk yang pada Agustus 2016 berkunjung ke Sekolah HighScope Indonesia (SHI) TB Simatupang, SHI Kelapa Gading, serta SHI Bali, tiga dari 11 sekolah yang dinaungi HSII. Memvalidasi kiprah HighScope Indonesia Antarina menegaskan, penghargaan ini memvalidasi penerapan pendekatan child centered, filosofi utama HighScope, yang diterapkan di SHI, mulai Early Childhood Eduactional Program (ECEP), elementary, middle school hingga high school. “Dengan award ini, tak ada lagi keraguan, konsep HS bisa diterapkan mulai preschool hingga SMA, karena ini sudah berjalan dan berhasil di Indonesia,” ujar Antarina. “Award ini sangat berarti bagi kami, HSII, mengubah tantangan-tantangan yang muncul dalam mengembangkan ini, menjadi bahagia dan syukur, bahwa kerja keras kami diakui di dunia internasional,” kata Antarina.
HighScope Annual Conference di Detroit, Amerika Serikat (AS), pada 19-21 April 2017
Award untuk Dedikasi Para Pendidik Penghargaan ini diberikan tahunan, menjadi salah satu rangkaian acara HighScope International Conference yang diadakan oleh HighScope Educational Research Foundation yang berkantor pusat di Ypsilanti, Michigan, Amerika Serikat (AS). Penghargaan ini diberikan pada individu diluar tim internal HighScope Foundation yang dinilai telah memperlihatkan dedikasi nyata pada visi dan misi HighScope. Dedikasi itu diperlihatkan dalam berbagai kegiatan pelatihan, impelementasi kurikulum HighScope serta kepemimpinan luar biasa pada komunitasnya dalam memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak. Sumber: highscope.org
17
PIGURA
Konsisten dari Usia Dini Hingga SMA Konsistensi HighScope Indonesia Institute (HSII) mengimplementasikan pendekatan pendidikan progresif dan berpusat pada anak, selama 21 tahun, bukan cuma berwujud pada 11 Sekolah HighScope Indonesia (SHI) yang tersebar di seluruh Indonesia, namun juga beroleh David Weikart Achievement Award. Berikut percakapan dengan founder HSII Antarina SF Amir: HSII konsisten mengembangkan sistem pendidikan progresif ditengah kultur Indonesia yang belum terbiasa dengan pendekatan itu, dan kini mendapat David Weikart Achievement Award, bagaimana Anda melihatnya? Perjalanan ini tidak mudah, SHI mulai beroperasi pada 1996, 21 tahun lalu. Kami mengaplikasikan pendekatan pendidikan child centered dan active learning yang saat itu sangat berbeda dengan lingkungan Indonesia juga Asia. Misalnya, saat masa merintis, atau bahkan hingga kini, calon orangtua murid Early Childhood Educational Program (ECEP) yang datang ke sekolah
18
kami, selalu bertanya tentang pelajaran membaca, menulis, menghitung. Kami mulai dengan 8 murid, satu putra saya sendiri dan lima lainnya adalah anak para pendiri HighScope dan guru-guru, dan hanya dua yang tidak terhubung dengan kami, mereka datang, melihat-lihat dan kemudian mendaftar. Saat itu, kami membuka sekolah di rumah sewaan di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan dan kini berkembang menjadi 11 sekolah, tersebar di seluruh Indonesia. Ini bukan perjalanan mudah, melewati blood and tears, sehingga penghargaan ini berarti sekali. Kami berterimakasih pada manajemen dan dewan direktur HighScope Educational Research Foundation, untuk penghargaan dan pengakuan dalam bentuk award ini. Award ini menjadi inspirasi bagi kami untuk terus bekerja, karena ini adalah panggilan, sehingga sama seperti HighScope Educational Research Foundation, kami tidak akan berhenti. Bagaimana bentuk dukungan dari HighScope Educational Research Foundation? Penghargaan ini sangat
berarti bagi kami, saya mengucapkan terimakasih bagi trainer pertama saya, para konsultan, yaitu Debbie Hender, Diana Jo Jhonston dan Julie Wigton serta staf HighScope Foundation. Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kepercayaannya, bahwa kami mampu mengembangkan sistem pendidikan ini. Mereka telah menjadi promotor yang baik bagi saya. Dalam perjalanan 21 tahun ini, berbagai pengembangan kami lakukan, diantaranya dengan mendatangkan berbagai konsultan untuk melakukan observasi dan pelatihan, memberikan konsultasi, juga menghadiri berbagai konferensi di berbagai negara. Ketika kami memulai dengan delapan anak, Julie Wigton bilang, nanti akan full, bahkan ada waiting list. Saya bilang, Julie bagaimana kamu bisa bilang begitu? Ternyata sekarang memang telah ada waiting list dan kami telah mewujudkan visi, leading in human development program di Indonesia. Kami akan terus menyakinkan pada Indonesia dan seluruh dunia, ini adalah program dan pendekatan yang bagus!
HIGHLIGHT
World Forum on Early Care and Education
Dari Indonesia untuk Pendidikan Usia Dini Dunia
L
ebih dari 4.000 profesional yang bergelut dalam pendidikan anak usia dini dari sedikitnya 80 negara bertemu di Skycity Auckland Convention Centre Hotel di Auckland, Selandia Baru pada World Forum on Early Care and Education ke 11, 9 hingga 12 Mei 2017. HSII (HighScope Indonesia Institute) pun menjadi peserta sekaligus pengisi satu sesi pada rangkaian seminar dan pelatihan bertema A World of Ideas on Caring for the Children of the World itu. Sesi HSII “Kekuatan pendorong utama gerakan ini, setiap delegasi memiliki sesuatu yang bernilai untuk berkontribusi,” kata Citra Cininta, anggota tim Training, Research and Development (TRD) Department HSII yang bersama Antarina SF Amir, founder HSII sekaligus World Forum on Early Care and Education National Representative dari Indonesia, menjadi delegasi Indonesia. HSII, kata Ninin, mengisi pelatihan bertopik Plan-Do-
Penampilan Indonesia dalam salah satu rangkaian kegiatan World Forum on Early Care and Education di Selandia Baru. Review, Process to Support Executive Function. “Forum ini menampilkan perkembangan pendidikan anak usia dini dari seluruh dunia yang tentunya sangat bermanfaat bagi HSII maupun sekolah-sekolah yang kami bina,” kata Ninin. Wakil Indonesia Antarina menjelaskan, salah satu tugas National Representative adalah memastikan inisiatif tersebut berhasil dilaksanakan secara lokal. “World
Forum Foundation memang menunjuk profesional pegiat pendidikan sebagai penggerak, untuk mewakili di negara-negara di seluruh dunia,” ujar Ninin. Selain itu, lanjut Antarina, representative menjadi kontak atau penghubung utama antara perwakilan dari Indonesia, baik dari sektor pemerintah, dewan pengurus, profesional, praktisi serta komunitas dengan perwakilan organisasi nasional dan internasional yang mendukung World Forum Foundation.
19
HIGHLIGHT
School Visit ke Amerika, Selandia Baru Hingga Finlandia
Belajar dan Memvalidasi Sistem
Sekolah HighScope Indonesia melakukan rangkaian kunjungan ke sekolah-sekolah di Finlandia. Halaman dengan 21 buah kotak isian dengan tulisantulisan, diantaranya ‘problem’, ’research qustion’, ‘plan of action’, ‘design ideas’, ‘photo of your product’, serta evaluation’ itu menjadi buku kerja pelajaran sains siswa Birkdale Intermediate School. Sekolah tingkat SMP di Auckland, Selandia Baru itu dikunjungi founder HighScope Indonesia Institute (HSII) Antarina SF Amir serta Citra Cininta, dari Training, Research and Development (TRD) Department HSII. Kunjungan itu dilakukan disela-sela keikutsertaan dalam The 11th World Forum on Early Care and Education di Auckland pada 9 hingga 12 Mei
20
2017. “HSII rutin melakukan benchmarking dengan sekolahsekolah di seluruh dunia, untuk memvalidasi sistem yang telah kami terapkan serta belajar dari keunggulan yang ditemukan di sana, berdiskusi dengan pihak sekolah dan melihat langsung implementasinya di lapangan,” ujar Antarina. Dari berbagai kunjungan itu, kata Antarina, pihaknya mendapat validasi tentang sistem yang telah diberlakukan HighScope Indonesia selama ini. “Benchmarking itu memvalidasi bahwa HighScope Indonesia sudah berada di jalur yang benar, baik dalam pengembangan kurikulum maupun implementasinya. Ada juga be-
berapa input yang kami dapat dan menjadi pembelajaran berharga dalam pengembangan sistem pendidikan HighScope,” kata Antarina. Selandia Baru Buku kerja sains, poster hasil project siswa yang ditempel di dinding hingga tulisan di muka kelas, Learning, to be effective must enable the learner to own the learner process itu memvalidasi sistem pembelajaran yang sejalan antara HighScope Indonesia dengan program Middle School di Birkdale Intermediate School. “Birkdale Intermediate School, melaksanakan Thinking Based Learning yang seja-
HIGHLIGHT lan dengan sistem HighScope,” ujar Ninin. Sedangkan untuk program Early Chidlhood Educational Program (ECEP), Tim HSII berkunjung, berdiskusi dan melakukan pengamatan langsung ke sekolah Magic Garden serta New Shoots di Auckland. Benchmarking ke Birkdale Intermediate School merupakan inisiatif mandiri HighScope Indonesia,sedangkan kunjungan kedua sekolah ECEP ini menjadi bagian dari rangkaian acara World Forum on Early Care and Education. Acara seminar dan pelatihan itu, kata Ninin, menjadi ajang pembelajaran praktik-praktik terbaik pendidikan anak usia dini, termasuk dalam kunjungan lapangannya langsung ke sekolahsekolah. Finlandia Sebelumnya, kunjungan juga dilakukan HighScope Indonesia sebagai rangkaian keikusertaan pada EUROPENPEN International 47th Members Meeting pada 7 hingga 9 November 2016 di Finlandia. Antarina dan Upie Naimah, Training, Research and Development Assistant Director HSII mengikuti pertemuan rutin anggota EUROPEN-PEN International yang diselenggarakan
Dalam kegiatan School Visit, tim sekolah HighScope Indonesia bertemu dengan pimpinan sekolah hingga mengamati praktik pembelajaran di kelas. dua kali setahun. “HSII sebagai penyelenggara Virtual Company Indonesia (VCI) menjadi salah satu member. Kami membahas perkembangan program practice entreprise masing-masing negara. Organisasi ini menghubungkan 7.500 practice enterprise di 40 negara,” kata Upie. Kunjungan ke Oulu Vocational College serta Business Kitchen kemudian menjadi wahana benchmarking. “Oulu Vocational College sendiri setingkat SMA, serupa SMK di Indonesia sedangkan Business Kitchen adalah entrepreneurship hub yang dikelola Universitas Oulu, wujudnya berupa komunitas dan co-working space yang didirikan untuk mendorong anak-anak muda menemukan dan melakukan
inovasi-inovasi dalam bisnis dan kehidupan,” ujar Upie. VCI sendiri, sejak berdiri pada 2013 telah menaungi 19 perusahaan virtual dari 5 SMKN di Jakarta Selatan serta 3 perusahaan yang dikelola siswa SMA SHI. Rutin dan berkesinambungan Upaya benchmarking yang telah dilakukan HSII, mulai dari kunjungan ke berbagai sekolah di Amerika Serikat, Inggris, Australia, hingga Selandia Baru serta Finlandia itu, kata Antarina, akan terus dilakukan untuk terus mengembangkan diri. “Karena kami institusi pendidikan, guru dan sekolah juga harus belajar, mengembangkan diri, memvalidasi dan memperbaharui sistem secara berkesinambungan.”
21
SCHOOL CARE PROGRAM
RPTRA Intan, Dari HighScope untuk Jakarta
Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saat meresmikan RPTRA Intan.
Masyarakat Jakarta harus saling memberdayakan, menguatkan dan berinteraksi. Kegiatan berbagi dan belajar itu diwadahi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), yang kini telah berjumlah 186 di seluruh DKI Jakarta, salah satunya RPTRA Intan di Jalan Intan, RW O2 RT 02, Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak.
22
R
PTRA Intan diresmikan Rabu (24/5) dan menjadi yang pertama di kelurahan itu. Peresmian RPTRA dilakukan oleh Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot SaifulHidayat serta Founder HighScope Indonesia (SHI), Antarina SF Amir. “Terimakasih pada Yayasan Belajar Aktif Indonesia yang telah berkontribusi pada pembangunan RPTRA ini. Kami ingin masyarakat Jakarta bisa beriteraksi, di tengah
kesibukan dan padatnya pemukiman. RPTRA ini menjadi bagian dari upaya kami menjadikan DKI Jakarta ini Provinsi Ramah Anak. Karena kita lihat, Jakarta sangat sibuk, individualis, tidak saling kenal, itu tidak sesuai dengan Pancasila. Dengan memperbanyak ruang publik, wajahnya bisa berubah. Kita sudah punya 186 RPTRA dan akan ngebut membangun 100 RPTRA baru,” ujar Djarot dalam sambutannya. RPTRA Intan dibangun
SCHOOL CARE POGRAM berkat kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Yayasan Sekolah Belajar Aktif Indonesia yang menaungi SHI TB Simatupang dan berlokasi tepat dibelakangnya. Pembangunan RPTRA ini menjadi salah satu wujud program pertanggungjawaban sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) HighScope Indonesia Institute. Berbagi di RPTRA Antarina memaparkan, kontribusi alam pembangunan RPTRA Intan ini sejalan dengan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan serta komitmen mendukung program pemerintah dalam memenuhi hak tumbuh kembang anak serta pemberdayakan masyarakat. “Harapan kami, RPTRA Intan ini dapat memberi manfaat seluas-luasnya bagi warga, dan dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya karena RPTRA ini akan menjadi tanggung jawab warga dan pemerintah setempat,” ujar Antarina. HighScope Indonesia, kata Antarina, juga berkomitmen mengisi kegiatan-kegiatan RPTRA yang sejalan dengan kompetensi sebagai institusi pendidikan. ”Kami akan menjalankan pelatihan Bahasa Inggris,
Matematika, pelatihan parenting untuk para orangtua. Selain itu juga ada PAUD untuk anak-anak usia 2-4 tahun dan seni bagi anak-anak sekolah. Tentunya program-program ini akan disinkronisasikan dengan pemerintah, warga serta HighScope Indonesia yang memang memiliki program Community Work, yang mengharuskan
baguna terbuka, perpustakaan, PKK Mart, ruang laktasi, ruang pe-ngelola serta amphiteater. Selain fasilitas standar tersebut, juga tersedia ruang musik untuk memfasilitasi aspirasi warga yang disampaikan saat diskusi kelompok terfokus. “Untuk melengkapi ruang musik itu, kami menyediakan peralatan marawis, ada pula
Selain lahan bermain dan berbagai fasilitas publik, RPTRA Intan akan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk para ibu dan anak-anak setempat. siswa berbagi dengan sekitarnya,” ujar Antarina. Aspirasi warga RPTRA Intan menyediakan berbagai fasilitas publik, diantaranya lapangan yang bisa digunakan untuk futsal, badminton, voli dan basket, wahana bermain anak, ruang ser-
kontribusi kami berupa buku untuk menambah koleksi perpustakaan. Untuk perawatan fisik, sesuai perjanjian, kami juga akan melakukannya selama enam bulan dan setelahnya akan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” kata Etika Hia, Wakil Kepala Sekolah K-9 Program SHI.
23
SEKOLAH HIGHSCOPE INDONESIA JAKARTA: SHI – T.B Simatupang School of Early Childhood, Elementary, Middle School & High School Program P: (021) 7591.7888 E:
[email protected] SHI – Bintaro School of Early Childhood, Elementary & Middle School Program P: (021) 748.64640 E:
[email protected] SHI – Kelapa Gading School of Early Childhood, Elementary & Middle School Program P: (021) 4587.5288 / 4586.0927 E:
[email protected] SHI – Alfa Indah School of Early Childhood, Elementary & Middle School Program P: (021) 585.6977 / 584.1059 E:
[email protected] SHI – Kuningan School of Early Childhood Educational Program P: (021) 829.2034 E:
[email protected] SHI – Pluit School of Early Childhood Educational Program P: (021) 6667.3006 E:
[email protected] OUTSIDE JAKARTA SHI – Medan School of Early Childhood, Elementary & Middle School Program P: (061) 822.0888 E:
[email protected] SHI – Bali School of Early Childhood, Elementary & Middle School Program P: (0361) 849.5811 E:
[email protected] SHI – Rancamaya School of Early Childhood, Elementary Program Sekolah HighScopeindo Indonesia P: (0251) 824.8889 E:
[email protected]
@highscopeindo @highscopeindo
www.highscope.or.id
SHI–Bandung School of Early Childhood Educational Program P: (022) 420. 8094 E:
[email protected] SHI – Palembang School of Early Childhood Educational Program P: (0711) 321.120 E:
[email protected]