. 568
SEKILAS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
'-_ _ _ _ _ _ _ _ Oleh : Az. Nasution, S.H. _ __ _ _ __ __ Akan keliru kalau dengan menye· but Hukum Perlindungan Konsumen kita berharap akan menemukan suatu perangkat hukum seperti halnya kalau kita berhadapan dengan Hukum Per· data, Hukum dagang, Hukum Pidana dan lain·lain. Hukum Perlindungan Konsumen sebagai demikian, pada saat ini maupun di masa-masa depan yang dekat, tampaknya tidak akan kita temui atau kita punyai. Bahkan sementara
orang
mempertanyakan,
apakah memang diperlukan adanya Hukum Perlindungan Konsumen yang khusus atau tersendiri. Kami tidak ber· maksud untuk memperdebatkannya. Untuk sekedar bahan pemikiran cukuplah ditunjukkan "kondisi" hu· kum bagi perlindungan konsumen di negeri ini sebagai berikut : a. Hukum acara yang berlaku dan di· selenggarakan di pengadilan·penga· dilan kita saat ini, kurang mendu· kung penanggulangan sengketa kon· sumen terutama sengketa "konsu-
men kecil" atau "konsumen kelom· pok", baik dari sudut biaya, acara dan pembuktian, serta waktu yang diperlukan. b. Terdapat sifat·sifat khusus tertentu dari sengketa konsumen yang tidak terakomodasi dalam hukum positif kita, sedang yurisprudensi tidak atau belum memberikan pegangan· pegangan yang diperlukan.
c. Pada dasamya konsumen Indonesia itu adalah seluruh penduduk Indo· nesia. lni berarti kepentingan atas
suatu perlindungan hukum bagi konsumen, merupakan kepentingan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kepentingan konsumen itu sangat· lah luas. Tidak mungkin dapat diba· has dalam satu kesempatan seperti sekarang ini. Untuk mendapatkan sekedar gambarannya maka kami akan mencoba menunjukkan berbagai ke· pentingan konsurnen terse but. Hal itu akan dilakukan dalam bagian pertama naskah inL Selanjutnya, pada saat ini apa yang disebut sebagai Hukum Perlindungan Konsumen itu tersebar dalam berba· gai bentuk peraturan perundang·un· dangan dan dalam berbagai cabang hukum. Norma-norma perlindungan konsu-
men terdapat dalam Undang-undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Peraturan-peraturan Menteri dan lain-lain. Begitu pula ia terdapat dalam cabang hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana dan hukum administrasi. Kadangkadang jelas terlihat sebagai melindungi konsumen, kadang tercampuraduk sehingga memerlukan penafsiran, kadang-kadang pula sekedar sebagai sampiran dari suatu pengaturan lain-
Perlindunllon Kon,umen
nya tertentu. Pada bagian kedua kami mencoba menunjukkan beberapa dian· taranya dengan mengungkapkan masa· lah perlindungan konsumen yang dira· sakan dan dialami. Pad a bagian ini akan dilihat hukum perlindungan konsumen mana yang dapat diman· faatkan dari hukum per data kita (da· lam arti luas). Upaya perlindungan konsumen, se· cara hukum, sesungguhnya akan sangat terbantu apabila kewenangan alat·alat Negara dalam pengusutan/penuntutan suatu peristiwa pidana, yang berkaitan dengan perlindungan Konsumen, dija· lankan secara konsisten oleh mereka itu. Demikian pula tindakan·tindakan administratif yang dapat dijalankan oleh alat·alat Negara tertentu. Pada bagian ketiga hal·hal di atas akan dike· mukakan . Perkembangan (perekonomian) In· donesia, termasuk didalamnya akibat/ pengaruh hubungan·hubungan inter· nasional, membawa pula berbagai rna· salah baru bagi perlindungan konsu· 'men kita. Banyak di an tara kegiatan· kegiatan usaha yang semula belum atau tidak kita kenal, karena itu be· lum tertampung dalam perangkat per· aturan perundang·undangan kita, telah diselenggarakan pula di negeri ini. Commodity . Fu fUre Trading yang di Amerika pada suatu ketika telah memaksa pembuat undang·undang ne· geri itu "mendirikan" suatu Commodity Fu fUre Trading Commission (CFTC) yang ditugasi mengatur dan mengawasi kegiatan tersebut, di sini te lah pula terjadi dan kita tidak tahu bagaimana mengatasi masalahnya. Bai; and switch advertising, exclusive dealing, misleading or deceptive conduct, false representation atau refferal sell· ing, barangkali buat kita masih meru·
569 pakan sekedar berbagai istilah baru . Padahal perbuatan·perbuatan demikian itu termasuk perbuatan yang dilarang di negeri asalnya. Di negeri ini kegiat· an usaha seperti itu telah terjadi dan kita tidak sadar. Kesemua hal terse· but akan kami kemukakan pad a bagian keempat tulisan ini. KEPENTINGAN·KEPENTINGAN KONSUMEN Dalam perundang·undangan kita pa· ling sering disebut ten tang kepenting· an kesehatan dan kese/amatan rakyat. U.U. No.9 th o 1960 tentang Pokok· Pokok Kesehatan, U UNo. 10 tho 1961 tentang Barang, U UNo. 11 th. 1962 tentang Hygiene untuk Usaha· usaha Bagi Umum, U UNo. 2 tho 1966 ten tang Hygiene, P P No.7 tho 1973 ten tang Pengawasan atas Per· edaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Keputusan Menteri Kesehat· an No. 950/Ph/65/b Th. 1965 tentang Ketentuan Pemeriksaan dan Peng· awasan Produksi dan Distribusi Obat, Keputusan Menteri Kesehatan No. 125 Th.I971 tentang Wajib Daftar Obat, Keputusan Menteri Kesehatan No. 220 Th. 1976 tentang Produksi dan Per· edaran Kosmetika dan Alat Kesehatan, serta berbagai peraturan perundang· undangan lainnya membuat kepenting· an konsumen tersebut. Sayangnya ti· dak pernah terdapat penjelasan ten· tang apa yang dimaksud denga!, kese· hatan dan apa pula keselamatan. Keduanya disebut saja secara senafas. Dalam KUHPidana menyangkut ke· pentingan konsumen ini, kita lihat termuat dalam Pasal 204, 205, 359, 360, 387 ds!. Secara umum agaknya dapat pul~ dikemukakan ten tang kepentingan·ke· Desember J986
Hukum dcn Pembcngunan
570 penlingan konsumen seperti secara tegas terinci dalam putusan Sidang Umum PBB dalam Sidang ke-I06 tanggal 9 April 1985. Resolusi PBB ten tang Perlindungan Konsumen (Resolusi 39/248) menyebutkan ada- _ nya 6 kelompok kepentingan konsumen, yaitu : I. Perlindungan konsumen dari bahaya lerhadap kesehalan dan ke-
amanannya. 2. Promosi dan Perlindungan pada kepentingan ekonomi konsumen. 3. Tersedianya informasi yang mencukupi sehingga memungkinkan dUakukannya pUihan sesuai kehendak dan kebutuhan. 4. Pendidikan konsumen. 5. Tersedianya cara-cara ganti rug! yang efektif. 6. Kebebasan membentuk organisasi konsumen dan diberinya kesempatan pada mereka untuk menyatakan pendapat sejak saat proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Perlindungan hukum pada kepentingan-kepentingan konsumen inUah kiranya yang harus kita cari di dalam perangkat hukum yang ada, apakah telah cukup tersedia dan kalau tersedia bagaimana dapat diterapkan secara efektif. Pada kesempatan kali ini rasanya tidakiah cukup waktu dan bahan untuk dapat melakukannya. Oleh karena itu kami bermaksud membatasinya pada dua kelompok kepentingan konsumen
saja, yaitu: I. Kelompok kesehatan dan keamanan. 2. Kelompok kepentingan ekonomis. Ke dalam kelompok kesehatan dan keamanan konsumen dimaksudkan per-
buatan-perbuatan dalam hubungan konsumen-pengusaha yang dapat berakibat pada kesehatan tubuh atau keamanan jiwa konsumen (bandingkan dengan Pasal 204 KUHPid. " ... berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang ... ").
Sedang dengan kelompok kepentingan ekonomis konsumen dimaksudkan antara lain perbuatan-perbuatan dalam hubungan konsumenusahawan yang dapat berakibat meruglkan keuangan konsumen. Variasi perbuatan-perbuatan demikian sangat luas; mulai dari perbuatan-perbuatan yang sekedar menyesatkan sampai dengan secara jelas menipu, menyangkut pemakaian nama atau keadaan palsu atau dipandang palsu (dari segi pidananya) maupun menyangkut perikatan-perikatan yang tidak seimbang atau perikatan dengan syarat-syarat baku (standard-contract) dari segi hukum perdatanya. Kiranya perlu diperingatkan bahwa selalu ada masalah-masalah perbatasan , baik karena tercampurnya kedua kepentingan dalam satu hubungan konsumen-pengusaha atau sukar menen tukan kepentingan mana yang dihadapi ataupun keduanya. Hal ini agaknya dapat dipahami oleh karena pembedaan yang diadakan sesungguhnya hanyalah suatu upaya untuk memperjelas masalah saja. Kesemuanya menyangkut perlindungan hukum bagi kepentingan konsumen yang dicoba membeda-bedakan tetapi tidak memisah-misahkannya. Agaknya suatu hal lagi perlu dikemukakan berkaitan dengan mengapa kepentingan-kepentingan konsumen itu perlu dilindungi. Untuk itu karni ingin menunjuk pada konsideren Resolusi 39/248 PBB yang berbunyi seba-
PerUndunlfJn KOI1,sumen
gai berikuI:
taking into account the interest and needs of consumers in all countries, particularly those in developing countries; recoqnizing that consumers often faces imbalances in economic terms, educational level, and bergaining power . (garis bawah dari kami). Bukankah pada hakikalnya, hukum itu diciptakan untuk melindungi mereka yang lemah? "PERLINDUNGAN"I) HUKUM PERDATA Kegiatan konsumen dalam menda· patkan barang atau jasa yang dibutuhkannya, selanjulnya disebul Iransaksi konsumen, pada umumnya dikuasai oleh hukum perdata dalam arti luas. Dengan menyebut demikian saja kita lelah menyinggung salu kesukaran, yailu hukum perdala yang mana. Sebagaimana dikelahui, hukum perdala kila adalah " berbhinneka,,2). Pada kesempalan ini kami lidak ber· maksud membicarakan len lang keaneka-warnaan alau kebhinnekaan hukum perdata itu. Yang penting adalah dikelahui bahwa di sini ada masalah yang memerlukan perhatian karena pada satu kelika ia dapal menjadi hambatan alaupun mungkin pula duo kungan dalam upaya pengembangan hukum perlindungan konsumen . Kewajiban hukum yang dilelakkan U U 3) pad a pundak hakim untuk 1). Rasanya pengertian perlindungan di sini kurang begitu tepat, karena itu diktakkan di antara tancia kutip. 2). Liliat Prof. Subekti, Pokok-pokok dari Hukum Perdata (1975) . 3). Pasal 22 A.B.
571 menemukan hukum, sesungguhnya merupakan sarana penting ke arah ilu. la, hakim, mudah-mudahan mau dan mampu memadu kekayaan hukum per· data adal kila dengan hukum perdata (baral), memadu hukum perdala lak terlulis dan hukum perdala lerlulis, dalam menemukan hukum dan menetapkan keadilan dalam sualu sengkela konsumen. Sural Edaran Mahkamah Agung RI langgal 3 Seplember 1963 No. 3/ 1963 tenlang Gagasan menganggap BW tidak sebagai U U , dan dengan ilu M.A. menganggap beberapa pasal BW an lara lain Pasal·pasal 108- 110 (Ientang wewenang seorang islri) dan 1460 (tenlang risiko seorang pembeli barang) , tidak berlaku lagi karena sudah ti dak sesual dengan zaman kemerdekaan Indonesia, merupakan salah salu contoh menarik. Terlepas dari " kekualan hUkum" Sural Ed.ran M.A. , kami melih.lnya sangat bermanfaat dalam pengembangan hukum perdata di masa depan dihubungkan deng.n berbagai pol.-lingkah baru manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Namun demikian, lanpa bermaksud mengurangi makna dan petanan hukum pe rdala I.k terlulis kila, pada tulisan ini kami lerpaksa lerulama membicarakan beberapa bagian KUH· Perd. (BW) dan KUHD (WvK) yang kami anggap pen ling dan berkaitan eral dengan perlindungan konsumen dari segi hukumnya. Hal ini kami lakukan karena lernyala di samping BW makin banyak dimanfaalkan dalam proses sengketa perdala di pengadilan· pengadilan kita, lerulama di kota-kota yang telah masuk dalam " suasana kola besar", juga hubungan-hubungan (eko. nomi) anlar·bangsa menunjukkan pemanfaalan lersebut. Sedang bagian Desember 1986
572 lain dari hukum perdata dalam arti luas (hukum dagang), KUHD dianggap telah gerecipieerd di kalangan usahawan indonesia4) yang mau tidak mau memberikan pengaruhnya pula pada transaksi konsumen. Dalam hubungan dengan hal-hal dikemukakan di atas, Buku ke -lJl tentang Perikatan dan Buku ke-JV tentang Pembuktian dan Daluwarsa dari KUHPerd_ memerlukan perhatian khusus_ Sementara asas hukum yang dianut bagian hukum perdata ini telah melahirkan bentuk-bentuk perikatan yang lernyata kemudian memberikan dampak tertentu pada upaya perlindungan konsumen_ Ianpa diadakannya pengendalian atau penentuan "batas-
Hukum dan Pembongunan
b. kecakapan untuk mengadakan perikatan c. mengenai suatu hal tertentu d. adanya causa yang hala!.
Dari sudut kepentingan perlindungan konsumen, syarat pertama tentang sahnya suatu persetujuan tersebut di atas - kesepakatan bebas para pihak - agaknya memerlukan perhatian khusus. Kesepakatan tidak sah (Pasal 1321) apabila diberikan karena kekhilafan, paksaan atau penipuan. Selanjutnya Pasal-pasal 1322- 1328 memerinci akibat-akibat dari berbagai penyebab tidak sahnya kesepakatan sebagal tersebut di atas. Syarat sahnya persetujuan yang dikebatas maksimum" tertentu, kami men· mukakan di atas memang merupakan duga konsumen yang "berada dalam syarat subjektif. Kita sudah meposisi tidak seimbang dalam segi ekongetahui beda antara tidak dipenuhinomi, pendidikan dan daya saing" nya syarat-syarat subjektif (perikatan dibanding dengan kalangan usahawan dapat dibatalkan) dan syarat-syarat penyedia kebutuhan konsumen, akan objektif (perikatan batal demi huterjepil. kum) . Yang menjadi masalah dalam hubungan dengan perlindungan konsuPerikalan pada Umumnya men agak berbeda tetapi tidak terlepas Dari "pelajaran di sekolah" kita dari hal di atas. mengetahui bahwa perikatan dapat Perkembangan dunia usaha menghatimbul baik karena persetujuan/perjan- . silkan makin meningkatnya produksi jian maupun karena Undang-undang. barartg/jasa kebutuhan masyarakat. Perikatan suatu transaksi konsumen Baik dalam jenis maupun dalam volupada umumnya terjadi karena persetume/jumlah. Bersamaan dengan itu mejuan, atau "dianggap" karena persetuningkat pula pihak-pihak yang menyejuan. Selanjutnya, kita telah mengetalenggarakan distribusi barang/jasa terhui pula (Pasal 1320 KUHPerd.) sebul. Dapat dibayangkan betapa maten tang syarat-syarat sahnya suatu kin meluasnya hubungan-hubungan persetujuan, yaitu: yang terjadi berkaitan dengan pemaa. kesepakatan (yang bebas) dari para saran barang/jasa tadi. Iidak saja antapihak ra produsen satu sarna lain, produsen
4) . Lihat Prof. Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi M.A., Alumni Bandung, 1974, him. 119.
dengan "konsumen antara", distributor dengan konsumen (akhir) dan sebagainya. Hubungan-hubungan ini mau tidak mau harus diselenggarakan deDesember 1986
573 ngan mengadakan berbagai perundingan yang diakhiri dengan persetujuanpersetujuan dan perikatan-perikatan_ Keadaan di atas berlaku pula dalam hubungan dengan usahawan di luar negeri_ Kita dapat merasakan betapa rumitnya kalau hubungan-hubungan tenebut diselenggarakan secara satu persatu; masing-masing dengan kondisi yang berbeda-beda_ Di samping cara tenebut meningkatkan jumlah kerja, iapun dengan sendirinya meningkatkan biaya usaha_ Untuk mengatasi halhal di atas, mulailah muncul perjanjidengan syarat-syarat an-pe!]an),.n baku 5 ); yaitu perjanjian yang syaratsyaratnya dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak (biasanya dari pihak pengusaha). Pihak lainnya tinggal memilih untuk setuju atau tidak setuju dengan segala akibat-akibatnya pada perjanjian dengan syarat-syarat baku (perjanjian baku) itu. Dengan cara demikian lahirlah suatu perikatan yang syarat-syarat perjanjiannya telah dipersiapkan atau dibuatkan formulirnya terlebih dahulu. Mulai di sini timbullah masalah, terutaroa bagi konsumen-konsumen di negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Keadaan kedudukan konsumen yang tidak seirnbang dibanding dengan kedudukan pengusaha, kurangnya pengaturan yang melindungi mereka dibarengi dengan lemahnya penerangan peraturan perundang-undangan oleh pihak-pihak yang berwenang, agaknya menjelaskan mengapa masalah timbu!. Syarat-syarat baku yang disusun, pada umumnya bertujuan m,e5). Selanjulnya libat: E.H. Hondius, Syarat:yorot Baku Doiam Hukum Kontrak, tennuat dalam Compendium Hukum Belanda, Leiden 1978, him. 140-158.
ngecualikan berbagai kewajiban pem. buatnya atau mengurangi atau bahkan menghilangkan hak pihak lainnya, Hak memin ta keadilan ke pengadilan kalau merasa dirugikan, dapat dihapus, oleh suatu syarat baku tertentu. Barang yang lerdapat di dalam suatu kendaraan bermotor dan kendaraan motor itu sendiri kalau hilang pada waktu diparkir di suatu temp at perparkiran , tidak dijarnin ol~ pihak parkir, barang kiriman melalui suatu usaha jasa pengirirnan barang, kalau hilang hanya diganti rugi lOX ongkos kirim, barang-barang penumpang bus antar kota kalau hilang tidak ditanggung pengusaha bus, merupakan beberapa contoh saja 6) Syarat-syarat baku demikian sudah sangat meluas, di bidang tenaga kerja perbankan, perumahan, perdagangan eceran, pokoknya harnpir di dalam semua bidang kebutuhan hidup. Dan ... tidak ada pengaluran yang membatasinya atau memberikan batas-batas yang patut. Dapat dikatakan, bahwa dalam keadaan ini konsumen semata-mata menyerahkan nasibnya pada pengusaha bersangkutan. Hondius bahkan sampai mengatakan " pembuat syarat-syarat baku berlindak sebagai " pembuat undang-undang dan hakim swasta". Kalau begitu dapatkah dikatakan "terdapat kesepakatan yang bebas dari para pihak? Dalam keadaan konsumen hanya terpojok dalam posisi " take it or leave it", menuru t perasaan keadilkita, adakah kesepakatan yang bebas itu? Menurut hemat kami, sepatutnya sudah ada perhatian pada masalah
an
6). Bandinglean dengan Pasal 28 UU Lalu lintas Jalan, UU No.2 Th.1933 berikut perubahan·perubahannya. Desember 1986
574 yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bentuk perjanjian baku itu. Sejak 1960 perhatian ke arah ini telah menguat di Negeri Belanda setelah dikeluarkannya rancangan pendahuluan Buku ke-6 BW Belanda memuat hal-hal yang berkaitan dengan itu 7) . Apa yang diperlukan konsumen dalarn hubungan konsumen-pengusaha pada suatu transaksi konsumen adalah adanya "keten.tuan-ketentuan perlindungan" bagi mereka yang membatasi atau mencegah secara begitu saja dikurangi atau dihapus (dikecualikan) tanggung-jawab/kewajiban pengusaha atau dikurangi atau dihapus hak-hak yang wajar dari konsumen . Semen tara itu belum ada agaknya peranan aktif hakim dalam menemukan hukum di pengadilan-pengadilan akan sangat membantu. Tanggung Jawab Penyedia Barang/Jasa Kerugian yang diderita konsumen karena suatu transaksi konsumen dapat berupa kerugian flsik (kesehatan dan kearnanannya) atau kerugian ekonomis atau kedua-duanya. Kerugian flsik dapat teIjadi kalau makanan yang dibeli konsumen temyata mengandung bahan-bahan yang membahayakan (pisang sale tercemar pestisida, makanan/ minuman kedaluwarsa, celak mata mengandung iogarn berat berlebihan, alalalaI listrik yang tidak arnan dan sebagainya). Sedang kerugian ekonomis dapal teIjadi karena barang atau jas. yang dibeli tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan/ diiklankan (barangbarang palsu, pendidikan di luar negeri, pembelian perumahan/real-eslale, ukuran-Iakaran-timbangan yang tidak 7). Infra No.5, hhn. 143.
Hukum dan PembClngunan
benar dan sebagainya). Gabungan kerugian dapat pula lerjadi dal.m hal barang mengandung bahan yang membahayakan sedang pengeluaran uang guna pembelian barang tersebul menjadi sia-sia. Kewajiban penjual sebagaimana termuat dalam KUH Perd. kila hanyalah untuk menyerahkan hak milik atas barang dan menjarnin kenikmatan secara tenteram dan terhadap cacat-cacal tersembunyi(pasaI1473- 1512). Tentang cacal tersembunyi ditentukan (pasal 1504) bahwa penjual me· nanggung cacat tersembunyi barang yang dijualnya, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksudkan atau yang demikian mengurangi pemakaiannya. Selanjutnya terdapat perbedaan tanggung jawab penjual itu apabila ia mengetahui atau tidak mengetahui adanya cacat tersembunyi itu. Bagaimanapun barangkali lelah se· cara hati-hati dipertimbangkan keseimbangan keadilan antara pengusaha dan pembeli pada penyusunan pasal-pasal terse but, bagi konsumen ia tidak terasa melindungi; ia hanya sekedar mengatur saja. Dari pengalaman nyatalah bahwa penanggulangan penyelesaian sengketa konsumen seperti ini, tidak saja susah, berlarut-Iaru t dan menjengkelkan, juga bahkan membebankan biaya yang seharusnya tidak perlu ada. Alasan demi alasan, bahkan tidak kurang yang malah mempersilahkan konsumen sendiri, telah dikemukakan oleh pihak penjual, sebelum pada akhirnya ia dengan enggan mau mengganti barang atau mengembaiikan uang harga. Membawanya langsung ke pengadilan? Pasal 1865 KUHPerd. mengatakan
Perlindungan Konsumen
bahwa setiap orang yang mendaJilkan mempunyai sesuatu hak atau untuk meneguhkan haknya, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa. Dan, kita semua tahu bahwa membuktikan sesuatu, apalagi cacat tersembunyi yang sangat teknis, merupakan suatu pekerjaan yang melelahkan dan memakan biaya. ApaJagi un tuk membuktikan bahwa si penjual mengetahui adanya cacat tersembunyi it'l atau tidak mengetahuinya 8) Makin meningkatnya teknologi pada masa kini, di samping memberikan dampak positif, bagi banyak konsumen ia pun merupakan suatu kesukaran. Barangbarang yang makin canggih, menyebabkan kita makin "tidak mengenalnya". Berapalah di antara kita yang memahami peralatan teknis alat-alat elektronika seperti radio, t.v., tape recorder atau video. Atau bahkan komputer mulai yang sederhana sampai pada yang sophisticated? Padahal komoditi ini telah merupakan barang umum yang siapa mampu dapat membelinya. Dengan demikian, karena tidak mampu menentukan pilihan barang, maka kita meletakkan " kepercayaan sepenuhnya pada penjuaJ".
575 nis atau jurnlah atau teknologi yang diperlukan untuk membuat suatu komoditi konsumen, makin kita tergantung pada penyedia barang atau jasa itu. Karena itu prinsip caveat emptor9) yang masih dianut pada masa kini haruslah ditinggaikan dan diganti menjadi caveat venditor (pengusaha bertanggung jawab). Tanggung jawab itu tidak saja tanggung jawab teknis mengenai produk yang mereka hasilkan, juga seharusnya dibebani tanggungjawab dalam proses hukum. Dengan itu dirnaksudkan beban pembuktian ten tang tidak terdapatnya kesalahan pada pihaknya, seharusnya ialah yang memikulnya (pembuktian terbalik). Menurut hem at kami, dilihat dari sudut konsumen, keadaan sebagai disebut cukup adil oleh karen a dan sebagai irnbangan dari kepercayaan dan ketergantungan konsumen pada para pengusaha. Beracara di Pengadilan
Yang normal adalah setiap sengketa diselesaikan di depan pengadilan yang disediakan untuk itu. Kewajiban hakim untuk sebelum melanjutkan pemeriksaan sengketa di pengadilannya menganjurkan agar para pihak berdaMeletakkan kepercayaan seharusmai, berkembang dengan usaha-usaha nya diimbangi dengan memikul tangmenyelesaikan sengketa secara diluar gung jawab. Walaupun terasa tidak pengadilan. [ni tidak salah, sepan"Sfeg", tetapi banyak terjadi penjuaJ jang diselenggarakan dengan itikad menepiskan tanggung jawab dengan baik dan pemahaman tentang pihak mengatakan bahwa ia hanya penjual yang bersengketa. Dalam kaitan tulisan saja. Dalam keadaan demikian kiranya ini pemahaman ten tang konsumen kini kita melihat adanya "Iubang mayang merupakan salah satu pihak sengsalah" daJam hu bungan dengan tanggung jawab penjual. Sebagai telah di- . keta. Berpijak pada landasan itu, Lembaga Konsumen telah mencoba bertinkemukakan di atas J makin besar je-
8). Lihat Prof. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung,1981, him. 32.
9) Libat Gordon Borrie cs, The Consumer, Society and The Law, Penguin Books, Middlesex England 1981, him. 18- 19. Desember 1986
576 dak sebagai medial or dalam sengkela antara konsumen dengan pengusaha tertentu. Ada yang berhasil, dan meng· gembirakan hali, telapi lidak sedikil yang menghasilkan kekecewaan. Upa· ya menyelenggarakan penyelesaian. sengketa konsumen secara sukarela itu
memberikan keyakinan len lang benar· nya keadaan konsumen Indonesia " . . . faces imbalances in economic
terms, educational level and bargain· ing power. . . .. (konsideran Resolusi PBB 39/248).
Di samping itu, tanpa bermaksud meremehkan, kila menyadari bagai· mana "lugunya·' konsumen Indone· sia, terutama konsumen-konsumen miskin. Rekan·rekan aktivis LBH ten· tu Ie bill memahami bagaimana kondisi mental-psikologis dad "orang kita" apabila harus berhadapan dengan pengo adilan, sekalipun sebenaroya dialah yang memintakan keadilan bagi diri· nya sendiri. Sayang tidak peroah dise· lenggarakan penelilian tentang berapa banyak orang·orang yang lidak mau ke pengadilan sekalipun ia dirugikan dan karenanya merupakan haknya un· tuk menyembuhkan kerugiannya ilu. Tidak kurang seorang Ibu janda se· orang dekan fakullas hukum di negeri ini·, enggan meneruskan kasus kerugian yang menimpa dirinya tanpa kesalahan padanya ke pengadilan. Bagaimana dengan konsumen keeil yang sekedar membeli sandal "jepang" baru dipakai sehari sudah eopot, seorang konsumen membeli kue dalam kaleng yang ter· nyata telah bernlat, atau membeli cat tembok a netlo 5 kg teroyata hanya bruto 4,5 kg+ sebuah gelas min urn de· ngan merk cat tembok itu, atau yang membeli setabung Elpiji rumah tangga yang isinya hanya 11-11,5 kg padahal
Hukum dan Pembangunan
seharusnya 13 kg? Apakah mereka mau alau mampu "maju" sidang ke· pengadilan? Secara naluriah didasarkan pada berbagai conloh pengalaman, saya sampai pada kesimpulan mereka lidak akan ke pengadilan . Dilillat dari sudul mana pun, baik dari sudut perlindungan konsumen maupun . bukan perlindungan konsumen, saya berkeyakinan ini merupakan masalah bangsa. Keengganan orang maju ke pengadilan apabila ia dirugikan merupakan "peri· ngatan jelek" lenlang apa yang dicanangkan sebagai kesadaran hukum rna· syarakat, pembinaan hukum dan yang sejenis dengan ilu. Mengapa demikian?, Hukum acara perdata yang berlaku bagi pengadilan· pengadilan kita, mengharuskan dimasukkannya surat gugatan dan dibayarnya uang muka biaya perkara dari seliap kasus yang diajukan kepadanya. Pada dasaroya tidak ada perbedaan anlara perkara besar alau perkara "keeil", keeuali tenlang biaya karena berbedanya jumlah lergugat atau jarak yang harus dilempuh guna penyampaian panggilan-panggilan atau karena adanya permohonan berperkara cuma-
euma (masill adakah atau kalau ada berapa % kah golongan ini?). Pekerjaan membual sural gugatan dan biaya yang harus dibayar merupakan penyebab pertama. Proses persidangan pun sarna saja antara perkara besar dan keeil. Akibatnya masa persidangan sampai jaluh pu lusan pengadilan jarang-jarang kurang dari 3- 6 bulan. Bahkan mungkin lebill. Sampai dijaluhkannya putusan yang mempunyai kekuatan Ie tap bisa sudah dibayangkan jangka waktu yang meneapai tahunan. Ini penyebab kedua. Kemudian untuk membuklikan berhaknya konsumen alas sualu ganli
Perllndun.on Koruumen
577
rugi, ia dibebani kewajiban membukti· kan haknya itu. Dari pengalaman suo dah dapat diketahui bahwa pekerjaan pembuktian adalah pekerjaan melelah· kan dan tidak mudah. Apalagi bagi seorang
konsumen
awam
hukum.
Pembuktian bahwa meninggalnya atau menjadi sakitnya seseorang karena suatu makanan misalnya, me·
merlukan hasil pemeriksaan laborato· rium. lni memakan biaya lagi dan, percayalah, pembuktian ini sama sekali tidak mudah atau sederhana. Kita per· nah mengalami peristiwa kematian yang diduga pihak yang satu sebagai karena keracunan insektisida , tetapi pi· hak lain menyatakan sebagai karena penyakit tertentu yang tidak ada kait· an dengan insektisida itu dan karena kurang gizi! Menurut hemat kami kesemua hal di atas yang berkaitan dengan hukum acara yang berlaku di pengadilan itu· lah yang menjadi penyebab, di sam· ping penyebab lainnya, mengapa orang segan ke pengadilan. lni pun logis dilihat dari sudu t si konsumen. Untuk apa seorang yang merasa dirugikan sejumlah kecil, katakanlah sampai jumlah Rp 500.000,- harus bersusah payah menjalani "beban" seperti itu. Tidak seimbang antara manfaat dan biaya+be ban men taL Keadaan di atas bukan merupakan pengalaman kita sendiri. Di ban yak negeri lain keadaannya hampir bersa· maan. Hasil penelitian Consumer Council lnggris pada tahun 1968 10) sampai pada kesimpulan yang sarna pula. Mereka kemudian mencarikan ' to). The Consumer Council, Justice Out of Reach, a case for small claims court, H.M.S. Office London. 1970.
jalan keluarnya. Hasilnya adalah dibentuknya Small Claims Court untuk keperluan itu. Keadaan yang sarna diselenggarakan pula oleh Amerika, Hongkong, Denmark dan beberapa negara lainnya. Apakah kita tidak patut memperhatikan upaya penyelesaian konsumen keeil seperti itu? Sejarahlah yang akan menentukan. PERAN PENERAPAN H. PIDANA DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF Berdasarkan KUHAP (UU. No. 8 tahun 1981 ) kewenangan pengusutan suatu tindak pidana dibebankan pada pejabat Polisi Negara atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang·undang. Pe· nuntutannya di depan pengadilan merupakan kewenangan pihak kejak· saan. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 220 tahun 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan Pasal 28, Permenkes No. 329 tahun 1976 Pasal 35, Permenkes No. 280 tahun 1976 Pasal 8, Pemenkes No. 179 tahun 1976 tentang Produksi dan Distribusi Obat Tradisional Pasa! 25, masing·masing memberikan kewenangan kepada OiL Jen. Pengawasan Obat dan Makanan untuk mengambil tindakan adminis· tratif terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan tertentu dari Permenkes-permenkes tersebut. Dari beberapa peraturan perundangundangan sebagai disebut di atas ter1ihatlah bahwa alat·a1at negara (kepolisian, kejaksaan dan DirJen. POM) mempunyai wewenang untuk mengusut, menuntut atau mengambil tin-
dakan-tindakan administratif terhadap pe1anggar-pelanggar peraturan perunDesember 1986
578
dang-undangan tertentu. Hal ini menyebabkan semua kegialan unluk mengusut dan mengajukan ke peng· adilan atau dijatuhkannya tindakantindakan administratif (an tara lain peneabutan no. dafar produk terten- . tu, peneabutan izin produksi atau tindakan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku) dijalankan dan dibiayai oleh instansi bersangku tan! negara. Dijatuhkannya putusan pengadilan atas perilaku perbuatan pidana yang berkaitan dengan kepentingan konsumen (seperti perbuatan pemalsuan barang-barang tertentu) sangat membantu konsumen dalam menuntut ganti rugi dalam arli konsumen dapat menggunakan putusan (vonis) tersebut untuk gugatannya. Bahkan KUHAP membuka kemudahan baru yailu dengan memberikan kesempatan pada pihak yang dirugikan oleh perbuatan yang menjadi dasar dakwaan sualu perkara pidana untuk menggabungkan perkaranya (perdata) ke dalam perkara pidana ilu (pasal98 dan 99). Tindakan adm·i nistratif dari pejabat yang berwenang atas perusahaan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran tertenlu (misalnya membuat label dengan meneantumkan komposisl makanan, isi, berat atau hal-hal lain yang tidak sesuai dengan apa yang termuat atau tidak meneantumkan peringalan tertenlu padahal ilu diharuskan) , juga membantu dan melindungi konsumen. Betapa tidak, dengan dieabutnya nomor daftar suatu produk maka produk itu terlarang diedarkan sehingga konsumen lidak "tersalah" membeli dan menggunakannya. Demikian pula peneabu Ian izin produksi. Jadi jelaslah bahwa penerapan peraturan perundang-undangan yang pada
Hukum dan Pembangunan
satu segi "mengganjar" pelaku pelang· gar, melekat padanya upaya melindungi konsumen. Kalau ia dijalankan secara konsisten maka perannya dalam perlindungan konsumen memang sa· ngat besar. Juslru pada konsislensinya penerapan itu kini masih menjadi masalah. Masih begitu banyak makananminuman yang tidak terdaftar beredar seeara leluasa, bahkan di supermarkelsupermarket. Makanan yang sudah daluwarsa pun ada pula. Termasuk pula penjualan barang-barang yang di sam ping lidak benar ukuran atau timbangannya juga menggunakan satuan ukuran yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kesemuanya berjalan dengan aman-tentram saja. Pertanyaan yang
.dikemukakan ten tang keadaan ini lazimnya mendapat jawaban "kami kurang tenaga dan dana". Seberapa jauh hal ini benar atau tidak, kami tidak mengetahuinya. Keengganan konsumen "maju perkara" disebabkan hal-hal diuraikan di muka dan kurang konsistennya penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pasti menimbulkan "kerugian", karena itu haruslah dicarikan pemecahan masalahnya. Di samping apa yang lelah dikemukakan di alas barangkali dengan diberinya hak pada organisasi masyarakat yang khusus bergerak dalam bidang bersangku tan (perlindungan konsumen atau lingkungan hidup) untuk atas namanya sendiri mengajukan gugalan lerhadap perbuatan-perbualan yang merugikan konsumen seperti yang berlaku di negara lerlentu, barangkali akan turut memeeahkan masalah.
Perllndungcn Kondumel1
BEBERAPA HAL BARU Merupakan pengalaman kita bersarna babwa negeri kita pada saat ini menghadapi hal-hal baru yang pengaturannya belum terakomudasi dalam peraturan perundang-undangan kita atau barangkali dengan cara penafsiran hukum masih dapat tertampung tetapi yurisprudensi guna pegangan untuk itu belum terwujud. Hal ini tidak perlu diherankan oleh karen a bukankab "perkembangan masyarakat selama· nya lebih cepat dari pengembangan hukum yang akan menguasainya? Masuknya Indonesia ke dalam jaringan kegiatan dunia, ekonomi, politik, budaya, dan entah apalagi lainnya, mau tidak mau harus menerima pula konsekuensi itu. Tinggal terserah pada kita , dari kesemua pengaruh· pengaruh yang masuk atau yang berkembang sendiri di sini, untuk apakab menyaringnya, mengadopsinya atau babkan menolak pengembangannya. Beberapa di antara hal-hal itu dicoba
rnengemukakannya di sini.
Kartu Jaminan Sekalipun ten tang jaminan atas suatu barang bukan merup'!kan hal yang baru tetapi kartu-kartu jarninan produk (guaranty card) yang mendampingi suatu produk yang dijual agaknya perlu diperhatikan . Pada umum kartu jaminan (manufacturer's guaranty ) itu diJampirkan pada suatu pniduk yang dijual dan dibeli konsumen. Pada konsumen dirninta agar setelab mengisi kartu tersebut agar segera mengirirnnya kembali kepada produsen atau pada penjual/retailernya. Kalau dibaca dengan teliti maka pada kartu garansi itu terlihat begitu
579 banyak "syarat-syarat baku" sehingga kita menjadi bingung untuk mengetahui apanya sebenamya yang dijamin oleh produsen tersebul. Begitu banyak istilah-istiJab teknis yang sukar
dimengerti konsumen awam, seperti begitu pula banyaknya "trik'.' yang kalau salah diterapkan akibatnya garansi itu sarna saja dengan tidak ada garansi. Mengingat menandatangani kartu dan kemudian mengirirnnya kembali sudab merupakan perjanjian yang mengikat konsumen pada segala "yang tersurat dan tersirat" dalam kartu garansi itu, maka kiranya perlu· lah hal ini diperhatikan. Dalam ke adaan seperti di atas, barangkali ada baiknya kartu garansi itu tidak dikembalikan saja. Dengan demikian untuk cacat produk itu lebih menguntungkan untuk kembali berpegang pada ketentuan hukum yang ada dan bagairnana sulitnya ini lebih jelas (pasal 1504 BW).
Iklan Pancingan (bait and switch advertising) Dengan iklan pancingan ini dirnaksudkan pemasangan iklan menawarkan barang-barang tertentu dengan harga khusus (biasanya dengan potongan harga menarik) padabal ia (perusahaan terse but) tidak bermaksud untuk melakukannya atau melakukannya dalam jumlab yang tidak wajar (sedikit sekali). Sasarannya adalah kalau konsumen terpikat dan mengunjungi penjual tersebut, mereka dibujuk untuk membeli barang sejenis atau barang lainnya tetapi pada tingk&t harga yang normal. Kalau ditanyakan tentang barang yang dliklankan dikat.kan babwa barang itu sudab habis. Di Jak.rta praktek pen.waran baDesember 1986
580 rang seperti ini sudah terjadi dan diselenggarakan oleh sebuah perusahaan yang cukup terkenal di Jalan Juanda. Tindak pengiklanan seperti ini sebe narnya sarna saja dengan menipu atau setidak-tidaknya menyesatkan konsu men.
Di Australia perbuatan seperti ini merupakan perbuatan melanggar hukum 11) dan dianearn hukuman A $ 10.000,- atau penjara 6 bulan (apabila dilakukan oleh perorangan) dan A$ 50 .000,- apabila dilakukan oleh perusahaan. Begitu pula halnya di Amerika, sekalipun agak berbeda da-
lam ancaman hukumannya 12).
Dari Pintu ke Pintu (door to door . sales) Meningkatnya produk mendorong penggunaan berbagai eara dalam upaya memasarkannya. Salah satu dian taranya adalah penjualan dari pintu ke
pintu, langsung menemui konSllmen di rumah masing-masing. Walaupun kelihatannya enak, barang ditawarkan dirumah kita, tetapi sesungguhnya ia menimbulkan masalah dalam perlindungan konsumen. Antafa lain rnenurut Epstein llL 1. Konsumen seakan-akan terperangkap dirumahnya sendiri dan tidak dapat pergi meninggalkan si salesman apahila ia bersikap tidak memuaskan, 'seperti kalau konsumen belanja di toko. 2. Umumnya yang berada di rumah adalah ibu-ibu rumah tangga, anak11) Com"!otlwealth of Australia Trade Practices Act 1977, Pasal56 jo. 79. 12) David G. Epstein, Consumer Protection in Nutshell, West Publishing Co . Texas,
1976, hlm. 26-27. 13) Ibid.. him. 33- 37.
Hukum dan Pembanllunan
<
anak atau orang sakit/jompo (konsumen rawan) yang pasti tidak akan mampu, keeuali sangat sederhana, memahami syarat-syarat pembelian barang yang ditawarkan. 3. Konsumen tidak dapat membanding-bandingkan antara barang-barang yang ditawarkan ten tang har ga, kualitas, syarat-syarat pembelian dan lain -lainnya seperti kalau ia berbelanja di toko. Adakah dalam hukum kita yang mengatur ten tang penjualan dari pintu ke pintu seperti ini? Oi Inggris berdasakan Hire Purchase Act 1974, setiap kesepakatan untuk mengadakan beli-sewa barang yang terjadi di rumah berlaku ketentuan cooling-off period selama 5 hari dihitung dari saat perusahaan mengirimkan dan diterima oleh konsumen copy dari pe rjanjian yang telah ditandatangani bersama. Selarna "masa tenang" itu konsumen dapat dengan alasan apa pun membatalkan perjanjian yang telah disepakatinya tanpa akibat apa pun. Di Amerika juga bersamaan dan hanya berbeda ten tang masa te nangnya saja (3 hari). Ketiga "praktek pemasaran" di atas merupakan praktek-praktek pemasaran yang diselenggarakan secara meluas di negara -negara yang maju. Masih ban yak lagi lainnya, tetapi tiga contoh ini kiranya cukup untuk bahan pertimbangan. Praktek seperti ini rupanya di temp at asalnya !elah beljalan be-
gi!u rupa sehingga menirnbulk an halhal yang dapat merugikan konsumen. Dan memang berbagai kerugian telah terjadi sehingga memaksa para pihak yang be rtanggung-jawab di negaranegara te rsebut mengambil langkal,langkah untuk menanggulanginya_
PerlindunRGn Konllumen
Untuk itu telah diterbitkan berbagal perundang-undangan untuk mengendalikan kegiatan niaga tersebut dan melindungi konsumen_ Kita kini, para usahawan kita, telah pula mengambil oper berbagai praktek pemasaran tersebut, tanpa memahami,
581 atau memahami tetapi acuh, ten tang dampak negatifnya untuk pihak lain_ Semen tara itu konsumen kita lugu dan peraturan perundang-undangan tidak mendukung_ Atau barangkali alaah untuk apa repot-repot nanti juga adem lagi.
Desember 1986