V. DEFISIT DAN BEBAN UT ANG PEMERINTAH
5.1. Dinamika Utang Luar Negeri
Sejarah utang luar negeri Indonesia sudah dimulai sejak masa orde lama yang berkuasa selama dua puluh tahun.
Dalam kurun waktu
tersebul, akumulasi utang luar negeri pemerintah sebesar 2.38 milyar US $. Dari segi jumIah. utang luar negeri orde lama tersebut memang tidak besar dibandingkan dengan masa pemerintahan sesudah itu. Pada masa pemerintahan Soeharto, Habibie, Abdurahman Wahld, rata-rata utang luar negeri per tahun yang dibuat pemerintah mencapai 5 US $ milyar. Penggunaan utang luar negeri pada masa orde lama tidak berjalan ekonomis, karena kapasitas perekonomian ketika itu masih rendah. Selain itu alokasi pemanfaatan utang luar negeri lebih pada proyek-proyek mercusuar dan membiayai angkatan bersenjata. Konsekuensinya adalah hasil dari utang luar negeri tidak dapat menggerakkan perekonomian nasional dan tidak menghasilkan devisa. Sebagaimana dipahami bahwa devisa diharapkan tercipta agar dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri tersebut.
Sampai dengan akhir PELITA I posisi utang luar negeri telah meneapai 5 055.4 juta US $, dan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun (rabel 8). Pada akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I), utang pemerintah sebesar 52 461 juta US $.
liS
Tabel8. Posisi Utang Luar Negeri, PEurA I-V No. 1. 2. 3. 4. 5.
Sumber .. Depkeu
Uraian Pelita I Pelita II Pelita III PelitaN Pelita V
Ju ml ali auta US $) 5055.4 12742.6 20 717.3 39697.1 52461.0
Pasisi utang luar negeri tersebut selama PjPT I tidak pernah mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan hahwa walaupun setiap tahun telah dibayarkan cici1an bunga dan pokok yang dianggarkan da1am APBN, namun penarikan utang setiap tahun juga menga1ami peningkatan hahkan dengan nilai yang lebib besar. Saat krisis terjadi tahun 1998, posisi
utang luar negeri mencapai 67 321 juta US $. Sampai dengan triwulan I tahun 2004, posisi utang luar negeri sudab mencapai 82 113 juta US $. Perkembangan pasisi utang luar negeri da1am kurun waktu 1999-2003 ditunjukkan pada Tabel9.
Tabel9. Pasisi Utang Luar Negeri Menurut Persyaratan, Tabun 1999-2003 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
Menurut Persyaratan (US $) Komersil Bukan Komersil 2529 73334 2423 72494 4301 67076 2501 72160 3106 78559
Sumber . Bank Indonesia
Jumlab auta US $) 75863 74917 71377 74661 81665
116
Dengan utang luar negeri di atas 80 milyar US $ lebih memaksa pemerintah untuk bekerja keras bagaimana beban utang tersebut mampu diatasi dengan sistematis.
Kecenderungan yang masih mungkin akan
dilihat daIam beberapa tahun mendatang tampaknya akan punya pola dan trend sebagaimana yang telah terjadi selama ini. Hal itu berarti bahwa utang luar negeri masih mendapat porsi yang cukup besar daIam rangka menjaga keberlanjutan anggaran negara. Kemampuan daIam menarik utang seliap tahun tidak sepenuhnya dapat digunakan daIam kegiatan perekonomian, hal ini disebabkan ada kewajiban membayar pokok dan bunganya. Tabel 10 mengilutrasikan perkembangan pembiayaan pokok dan bunga pinjaman luar negeri selama lima tahun terakhir. DaIam dua tahun pertama tampak bahwa pembiayaan bunga utang lebih·· besar dibandingkan pembiayaan pokoknya. Keadaan sebaliknya terjadi daIam kurun waktu tiga tahun terakhir, dimana pembayaran pokok lebih besar dibandingkan bunganya. Pembayaran pokok utang tahun 2003 sebesar 4 000 juta US $ dan bunganya sebesar 2 451 juta US $, sehingga total cicilan utang tahun 2003 meneapai 6 451 juta US $. Angka tersebut mengaIami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang meneapai 7 374 juta US $. Sampai dengan triwulan I tahun 2004 besamya dcilan utang yang telah dibayar sebesar 2 062 juta US $, yang lerdiri alas pembayaran pokok sebesar 1 499 juta US $ dan bunga sebesar 563 juta US $.
117
Tabel10. Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Luar Negeri, Tabun 1999-2003 Tabun
1999 2000 2001 2002 2003
C i c il a n (Iuta US $) Pokok Bun!!:a 2580 3220 1769 3543 3619 3429 5008 2366 4000 2451
Jumlah auta US $) 5800 5312 7048 7374 6451
Sumber : Bank IndonesIa
Utang loar negeri yang diperoleh Indonesia bempa pinjaman dapat dikategorikan dalam beberapa jenis mata uang.
Tabel 11
menunjukkan komponen utang luar negeri berdasarlan mata uang. Dari Tabel 11 tersebut dapat dikatakan babwa pembayaran dalam bentuk dollar Amerika mendominasi komposisi utang loar negeri, karena persentasenya mencapal lebih dari 30% dari total utang loar negeri. Komponen pembiayaan utang loar negeri dalam bentuk mata uang Yen Jepang juga berada di alas 30%, tetapi masih di bawab mata uang dollar Amerika.
Sedangkan mata uang lain seperti Dollar Singapora, Euro,
hanya mengambil porsi yang kecil.
5.2 Dinamika Utang DaIam Negeri
Sepanjang sejarab anggaran Indonesia, utang dalam negeri sebagai pembiayaan pembangunan baru dikenal sejak krisis ekonomi tahun 1998. Pada saat ito utang dalam negeri dalam bentuk obligasi diterbitkan oleh pemerintah untuk membanto bank yang terkena dampak krisis dengan
lJ8
menempatkan sejumlah dana daIam bentuk obligasi pada bank tersebut untuk memenuhi capital adequate Tatio (CAR).
Sejak krisis ekonomi
melanda Indonesia, pembiayaan defisit anggaran yang dilakukan oleb pemerintah tidak hanya bertumpu pada utang luar negeri, telapi juga menggali sumber pembiayaan daIam negeri.
Tabel11. Posisi Utang Luar Negeri Pernerintah menurut Mala Uao.g, Tahun 1999-2003 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
USD 28570 29530 30939 29127 29665
Mala UaIl2 aula us $) SDR EUR GBP JPY 27428 10352 1206 25038 11134 1521 1154 22162 9283 7027 1158 24981 9105 8624 1312 28284 10656 10560 1447
Lainnva 8306 6539 809 1511 1064
Jumlah 75862 74916 71378 74660 81666
Sumber: Bank Indonesla
Posisi portofolio obligasi pemerintah dapat dilihat pada Tabel 12. Secara total, posisi utang daIam negeri selalu meningkat setiap tahun. Kalau pada tahun 1999, posisi utang daIam negeri meocapai Rp 281 831 milyar, maka pada tahun 2003 sudah berada angka Rp 403 442 milyar. Sebenarnya pada tahun 1999 utang daIam negeri lebib besar lagi, karena
.
utang daIam negeri sebesar Rp 281 830 milyar hanya digunakan untnk program rekapitalisasi perbankan, dimana tipe obligasi berupa fixed Tate,
variable Tate dan hedge bonds. Jika ditambah dengan obligasi program penjaminan sebesar Rp 218 316 milyar dan kredit program sebesar
119
Rp 9 970 milyar, maka total utang dalam negeri tahun 1999 meneapai Rp 510 117 milyar.
Tabe112. Posisi Obligasi Pemerintah menurut Jenis, Tahun 1999-2003 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
Fixed Rate 51292 179442 175464 154458 159039
Ten i s (Milyar Rp Variable Rate 203898 219479 219479 239602 213443
Hed!(e Bonds 26640 32880 40359 25299 12959
Sumber. Bank indonesIa
Total utang da\am negeri tahun 2003 sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 12 sebesar Rp 404 774 milyar merupakan jenis
tradable bonds dan non tradable bonds yang jatuh temponya berkisar tahun 2004 sampai dengan tahun 2020.
Jika ditambahkan dengan jenis non
tradable bonds lainnya yang dipegang oleh Bank Indonesia yang meneapai Rp 219 165 milyar, maka posisi utang da\am negeri tahun 2003 sebesar Rp 623 940 milyar.
Sampai dengan September 2004, posisi utang da\am
negeri mencapai Rp 625 087 milyar, terdiri alas tradable bonds, non tradable
bonds dan international bonds (fabelI3). Kepemilikan ,obligasi pemerintah sebagai instrumen utang dalam negeri sebagian besar (58%) dimiliki oleh bank pemerintah sebagai bank peserta program rekapitalisasi.
Komposisi obligasi negara lainnya
dipegang oleh non bank sebesar Rp 52.13 trilyun atau 13.39% dari total
120
Tabe113. Posisi Utang Dalam Negeri Pemerintah, Bulan September 2004 No. 1.
2. 3. 4.
J e n i s Bonds
Nilai (Milyar Rp)
Tradable Bonds a. Fixed Rate Bonds b. Variable Rate Bonds Non Tradable Bonds Hedge Bonds Non Tradable Bonds yang Dipegang BI InternanonalBonds
169232 221475 6114 219165 9100
Sumber : Depkeu
Bank Pembangunan Daerah (BPD) merupakan bank rekapitalisasi yang memegang obligasi negara paling sedikit yaitu 0.31% alau Rp 1.19
trilyun. Bank peserta rekapitalisasi dapat dikelompokkan menjadi bank pemerintah, bank swasta. bank take uver, BPD, sehingga kepemilikan obligasi dapat dibedakan alas bank rekapitalisast bank non rekap dan bukan bank. Secara rind kepemilikan obligasi negara dan jumlah obligasi
yang dimilikinya dapat dilihat pada Tabe114.
Tabel14. Komposisi Kepemilikan Obligasi Negara, Bulan Maret 2003 No. 1.
2. 3.
Kepemilikan Bank Rekapitalisasi a. Bank Pemerintah b. Bank Swasla c. Bank Take Over d.BPD Bank Non Rekap Non Bank Jumlah
Sumber .. Depkeu
Nilai TrilyunRp Persenlase (%) 226.25 22.45 75 1.19 11.34 52.13 388.36
58.13 5.77 16.27 0.31 2.91 13.39 100
121
Komitmen
politik
pemerintah
untuk
membenahi
industri
perbankan yang runtuh diterpa krisis melalui program rekapitalisasi semakin memberatkan posisi pembiayaan pembangrman.
Program
rekapitalisasi dilakukan dengan cara pemerintah menyertakan tambaban modal pada bank-bank dengan menggunakan obligasL
Kepemilikan
obligasi (surat utang negara) oleh bank-bank tersebut kemudian meuimbulkan kewajiban bagi pemerintah untuk membayar bunganya. Restrukturisasi perbankan meuimbulkan beban berat pada APBN karena
besarnya
kewajiban
pembayaran
utang
domestik
yang
ditimbulkannya. Sebagaimana diketahui restrukturisasi perbankan teIah masuk menjadi bagian dari pengeluaran negara dalam APBN terhitung sejak tahun anggaran 1998/1999. Beban bunga yang barns ditanggung oleh APBN pada tahun 1998/1999 mencapai Rp 8.34 trilyun atau setara dengan 0.9% dari PDB.
Dari Tabel 15 tampak bahwa beban bunga
tersebut semakin meuingkat dan pada tahun 2001 mencapai Rp 58.20
trilyun atau 3.96% dari PDB atau terbadap total pengeluaran negara sebesar 18.12%.
Pada tahun 2002 dan 2003, beban bunga masing-masing
sebesar Rp 62.26 dan 46.35 trilyun. Program rekapitalisasi perbankan menggunakan dua instrumen pembiayaan, yaitu surat utang dan obligasL Surat utang diterbitkan oleh pemerintah kepada Bauk Indonesia untuk pembiayaaan program penjaminan dengan tingkat suku bunga 3% atas pokok yang diindeks menurut indeks harga konsumen. Surat utang tersebut merupakan surat
122
berharga yang tidal< dapat dipindahtangankan dan tidal< dapat diperjualbelikan. Instrumen obligasi diterbitkan untuk dapat mencapai rasio kecukupan modal bank dan ditempatkan di bank-bank yang direkap sebagai tambaban modal untuk mencapai CAR sebesar 4%. Obligasi yang ditempatkan pada bank peserta rekap dibagi alas seri-seri dan dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Tabel15. Beban Bunga Utang Dalarn Negeli, Tahun 1998/1999-2003
Tahun Anggaran
BebanBunga (MilyarRp)
1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003
8384.8 22230.4 31237.9 58197 62260.6 46355.9
Rasia (%) Terhadap Terbadap Total PDB PenJ1:eiuaran NeJ1:ara 4.99 0.88 10.1 2.02 15.86 2.46 18.12 3.% 19.32 3.86 12.29 2.59
Sumber: Depkeu, dlOlah
5.3. Kinerja Utang Pemerintah Kebutuban utang pemerintah untuk pembiayaan pembangunan bagi Indonesia tampaknya suatu pilihan yang sulit dihindari mengingat besarnya pengeluaran pembangunan yang barns dibiayai pemerintah setiap tahun. Utang memberikan kontribusi berarti dalarn pembiayaan pembangunan, hal itu bisa dilihat pada Tabel 16 yang menggambarkan proporsi utang pemerintah terhadap pengeluaran negara.
Tabe116. Proporsi Utang Pemeriotah terhadap Pengeluaran Pemeriotah, Tahun 1999-2003 UtangDalam Negeri Nilai (T Rp) % 220 510.12 1999/00 295 653.82 2000 659.02 202 2001 650,43 202 2002 165 623.94 2003
Tahun
Utang Luar Negeri Nilai (T Rp) 518.37 653.19 656.32 667.47 691.30
Jumlah Nilai (T Rp) 1028.48 1307.01 1315.34 1317.90 1315.24
%
223 295 192 207 183
% 443
590 394 409 348
Keterangan: T = Trilyun % adalah terhadap Pengeluaran Pemerintah Sumber : Depkeu, diolah
Utang dalam negeri sejak tahun anggaran 1999/2000 nilainya hampir berimbang dengan utang luar negeri.
Kalau pada tahun
1999/2000 utang dalam negeri sebesar Rp 510.12 tri1yun atau 220% dari total belanja pemerintah, maka utang luar negeri berjumiah Rp 518.37 tri1yun (223%). Pada tahun 2003, posisi utangdalam negeri meningkat
menjadi Rp 623.94 1:rilyun. tetapi juga terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sehiogga rasionya menurun menjadi 165%. Pada waktu yang sarna, posisi utang luar negeri sebesar Rp 691.3 tri1yun aau 183 % dari pengeluaran negara.
Secara agregat terjadi peningkatan stok utang
pemerintah dari tahun 1999 yang nilainya sebesar Rp 1 028.48 tri1yun menjadi Rp 1 315.24 tri1yun pada akhir tahun 2003.
Peningkatan
pengeluaran pemeriotah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan stok utang menyebabkan rasio utang total terhadap pengeluaran pemerintah menurun dan 443 % pada tahun 1999 menjadi
348% pada tahun 2003.
124
Kinerja utang pemerintah dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusinya untuk membiayai defisit anggaran. Jika diamati perkembangan pembiayaan anggaran selama lima tahun terakbir dapat
dikatakan babwa antara tahun anggaran 1999/2000 sampai dengan 2000 pembiayaan luar negeri mendominasi dalam pembiayaan defisit. Keadaan sebaliknya terjadi pada tahun 2001 sampai dengan 2003 di mana pembiayaan dati dalam negeri memberikan kontribusi yang besar seeara relatif dibandingkan pembiayaan luar negeri dalam membiayai defisit anggaran. Peningkatan pembiayaan dalam negeri dalam kurun waktu 2001-2003 lersebul disebabkan meningkatnya penerimaan dati penjnalan asel program restrukturisasi perbankan dan hasil privatisasi BUMN. Sebaliknya, penurunan pembiayaan defisit dari luar negeri selain disebabkan oleh menurunnya penarikan pinjaman yang· berhasil diperoleh juga karena pembayaran cicilan pokok yang meningkal sebelum tahun20oo. Dengan demikian, dapal disimpulkan babwa setelah krisis ekonomi tahun 1998 lerjadi perubahan yang mendasar pada aspek pembiayaan defisil anggaran. Kalau sebelum krisis, pemerintah sangal tergantung pada utang luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan negara, maka setelah krisis berlalu dan Indonesia mamasuki reccruery ekonomi maka pembiayaan pembangunan, dalam arti pembiayaan defisit anggaran selain berusaha memperolah pinjaman dari luar negeri juga dengan mengusahakan dari pembiayaan dalam negeri.
Bahkan pada
125
tahun 2003 pembiayaan dalam negeri jauh lebih besar yang meneapai Rp 36.21 trilyun dibandingkan pembiayaan dari luar negeri yaitu sebesar Rp 19.4 trilyun.
5.4. Peranan Utang dalam Anggaran Negara Dalam kaitan dengan struktur anggaran negara, maka ada dua hal yang harus diperbatikan.
Pertama, adanya perubaban periode tahun
anggaran, dimana sebelum tahun 2000 periode anggaran ber1angsung bulan April sampai dengan bulan April tahun depannya, sehingga pada tahun 2000 periode anggaran dimulai bulan April hingga Desember pada tahun yang sama. Dan sejak tahun 2001, tahun anggaran dimulai Januari sampai dengan Desember, sehingga ada kesamaan antara tahun anggaran dan tahun kalender. Perubaban yang kedua adalab format APBN. Sejak tahun anggaran 2000 penyusunan APBN menggunakan I-aceount yang mengikuti standard Gauernment Financial Statistics (GFS). Sebelum tahun tersebut APBN menggunakan format T-account. Dalam kaitan dengan perubaban format APBN terjadi perubaban pada pos utang. Dengan format lama, utang dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan negara. Utang luar negeri dikatakan sebagai penerimaan pembangunan yang dapat dibedakan alas bantuan program dan bantuan proyek. Sedangkan cicilan utang luar negeri berupa bunga dan pokok masuk pada pos pengeluaran rutin. Dengan format barn maka posisi utang adalab sebagai pembiayaan defisil anggaran. Pembiayaan defisit
126
anggaran terdiri atas pembiayaan daiam negeri dan pembiayaan luar negeri.
Pembiayaan daiam negeri terdiri atas basil divestasi saham pemerintah pada BUMN (privatisasi), basil penjualan kekayaan (aset) perbankan progran rekapitalisasi dan penjualan obligasi negara sebagai instrumen utang daiam negeri.
Pembiayaan bersih obligasi meliputi
penerbitan obligasi pemerintah yang bam dan pembayaran cidlan pokok utang obligasi daiam negeri yang mengurangi nilai obligasi bersih. Sedangkan pembiayaan luar negeri meliputi penarikan pinjaman dari luar negeri yang menambah nilai pembiayaan delisit, dan pembiayaan cicilan pokok
utang luar negeri
(amortisasi)
yang
mengurangi nilai penarikan utang luar negeri. Sedangkan cicilan bunga utang luar negeri masih tetap pada pos pengeluaran rutin. Format bam APBN tersebut diilustrasikan pada Tabel17. Perubahan format tersebut dimaksudkan agar dapat memberikan informasi yang transparan mengenai proporsi dan perubahan daiam pendapatan, belanja, pinjaman dan pembayaran utang, delisit anggaran dan sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup delisit Tujuan perubahan format APBN tersebut adalah (Depkeu, 2001): 1. Meningkatkan transparasi dalam penyusunan APBN.
2. Mempermudah analisis, pemantauan dan pengendalian daiam pelaksanaan dan pengelolaan APBN.
127
Tabe117. Struktur Pembiayaan Anggaran dalam APBN I-Account Realisasi, Tahun 2002 Uraian A. Pendap.tm Negu. dan Hibah L Penerimaan ON 1. Penerimaan Perpaiakan 2 Penerimaan Bukan Pajak CSDA Mi2:as) IT. Hibah
Nil. i (Milyar Rp) 298 527.6 298 527.5 210087.5 88440 0.1
B. Belani. Negara
m. Dana Otonomi Khusus dan Pe~imbang
322179.7 223 975.6 186 650.9 39479.6 12776.9 87667.0 62260.6 25406.4 43628.1 31161.7 12466.4 3099.3 37324.7 25 608.2 11716.5 94 656.6 3547.5
C. Keseimbmgan Primer (A- (B - BILe )
64 014.9
D. Supl
23 652.1)
L Be1an'a Pemerintah Pusat 1. Peo2:eiuaran Rutin a. Beiania Pettawai b. Belanja Barang c. Pembavaran Bunga UtaIYL i. Utang; Dalam Ne2eri ii. Utang Luar N~eri
d. Subsidi i. Subsidi BBM ii. SUbsidi Non BBM e. Pemreluaran Rutin Lainnva 2. PenJteiuaran Pembangunan a. Pembiavaan R!lpiah b. Pembiavaan Provek
II. Dana Perimbangan
lSit AnJUtaraD (A - B)
E. PembiayiWl Anv.garan L Pembiayaan Dalam NeR"eri 1. Perbankan Dalam Nelleri
2 Non Perbankan Dalam N~ a. Privatisasi BUMN b. Penjualan Aset Program
23 652.1 17024.1 (8140.11_ 25164.2 7664.9 19438.7
Resbukturisasi Perbankan c. Penerimaan Penerbitan Obli2asi, bersih
n. Pembiavaan Luar Nep:eri (netto 1. Penarikan Pinjaman Luar Ne~eri (bruta) a. Pinjaman Progr~m b. Piniaman Provek 2. Pembavaran Cicilan Pokok Sumber: Depkeu
1939.4 6628.0 18886.6 7170.1 11 716.5 (12 258.6)
128
3. Mempermudah analisis perbandingan dengan budget negara lain. 4. Mengantisipasi pelaksanaan UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Satu hal mendasar yang dapat 'litarik dari perubahan format APBN yaitu kalau sebelumnya utang masuk sebagai komponen penerimaan negara, maka dengan format baru utang masuk sebagai pembiayaan defisit anggaran, karena pada kenyataannya kebijakan anggaran adalah kebijakan anggaran defisit yang harus dieari sumber pembiayaannya baik dari da1am negeri dan luar negeri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa format baru tersebut lebih jelas posisi utang sebagai pembiayaan defisit anggaran.
5.5. Beban Utang Pemerintah SebagaiJnana dikemukakan pada Bab Pendahuluan bahwa utang selain sebagai sumber pembiayaan defisit, di sisi lain merupakan beban bagi perekonomian nasional. Hal itu disebabkan bunga utang yang harus ditanggung oleh pemerintah membebani fiskal negara.
Cicilan utang
tetah masuk sebagai pengeluaran rutin dalam anggaran negara. Besarnya
.
.
beban anggaran yang ditanggung akibat pembayaran bunga utang tersebut dapat dilihat pada Tabe118. Dari Tabel 18 tampak bahwa rasio cicilan bunga utang dalam negeri terhadap total pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan cicilan bunga utang luar negeri, begitu pula rasionya terhadap PDB. Hal
129
Tabe118. Beban Bunga Utang Pemerintah. Tabun 1999/2000-2003
Tahun 1999/2000 2000 2001 2002 2003
Rasia 8unga Utang lerhadap peJU!:.iuaran N""",a (%)
Dalam
Luar
Ne~eri
Ne~eri
9.59 14.10 17.04 19.32 12.28
8.84 8.50 8.47 7.88 6.06
Jumlab 18.43 22.60 25.51 27.20 18.34
Rasio Bunga Ulang terhadaD POD
Dalam
Luar
N~eri
N~eri
2.02 2.46 3.96 3.86 2.59
1.86 1.49 1.97 1.58 1.28
%)
Jumlab 3.88 3.95 5.93 5.44 3.87
Sumber: Depkeu, dlOlah
ini mengindikasikan babwa akibat dari krisis yang menimpa tabun 1998
yang memaksa pemerintab menerbitkan obligsai, termasuk di dalamnya untuk membenabi sektor perbankan membawa beban berat pada APBN di tabun-tabun berikutnya. Karena beban bunga yang ditinggalkannya sangat membebani fiskal negara. Kalau pada tabun anggaran 1999/2000, rasio cicilan bunga utang dalam negeri terhadap pengeluaran pemerintab sebesar 9.59%, maka angka itu terus merungkat pada tabun berikutnya. Rasio tertinggi terjadi pada tabun 2002 yang mencapai 19.32% dan mengalami penurunan pada tabun berikutnya sehingga menjadi 12.28%. Pada sisi lain, rasio cicilan bunga utang luar negeri terhadap pengeluaran pemerintab menunjukkan rasio yang relatif konstan antara kurun waktu 1999-2001 yakni eli alas 8%.
Dua tabun berikutnya
mengalami penurunan dari 7.88% pada tabun 2002 menjadi 6.06% pada tabun2oo3. Dari analisa di atas maka menjadi beralasan untuk mengatakan
babwa dampak dari program restrukturisasi perbankan dan pembenaban
130
sektor moneter dalam rangka recauery ekonomi sangat memberatkan anggaran negara. Alasannya jelas karena menguras anggaran yang cukup besar, relatif terhadap pengeluaran lain dalam APBN. Secara total, rasio bunga utang dalam negeri dan luar negeri terhadap pengeluaran pemerintah selama kurun waktu 1999-2003 berada pada kisaran 18% sampai dengan 27%.
Rasio terbesar pada tahun 2002 yang mencapai
27.2%, dan meningkat pesat dari tahun 1999 denganrasio 18.43%.
5.6. Indikator Ekonomi Vtang Pemerintah Vntuk mengetahui lebih jauh beban utang pemerintah dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari beberapa rasio yang dapat dianggap sebagai peringatan diui seberapa jauh utang sudah menjadi beban pembangunan dan menjadi sesuatu yang berlebihan dalam membiayai pembangunan. Rasio dcilan utang terhadap PDB merupakan salah satu rasio yang sering digunakan untuk melihat seberapa besar beban utang terhadap kapasitas perekonomian suatu negara. Semakin kecil rasio tersebut dapat mengindikasikan bahwa fiskal dalam keadaan
sustainable. Table 19 menunjukkan nilai rasio dcilan utang terhadap PDB tahun 1980 sampai dengan 2003. Utang dalam negeri mulai ada sejak krisis ekonomi
melanda
pertengahan
tahun
1997.
Untuk
mengatasi
permasalahan perbankan saat itu diterbitkan obligasi untuk membenahi sektor perbankan, dan sejak itu utang dalam negeri masuk sebagai
]31
komponen dalam utang pemerintah dan cicilan bunganya juga masuk dalam pengeluaran rutin APBN. Rasio ctcilan utang terhadap PDB menunjukkan niJai yang masih cukup aman. Pada tahun 1980, rasio tersebut sebesar 1.67% dan dalam sepuluh tahun meningkat menjadi 5.97%. Ketika terjadi krisis, rasio ini meningkat menjadi 6.58% dan tahun 2003 sebesar 5.58%.
Dengan
Tabe119. Rasio Cictlan Utang Pemerintah terhadap PDB, Tahun 1980-2003 Tahun 198U 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2001 2002 2003
Bunga/PDB (%j 0.90 0.79 0.99 1.44 1.67 1.73 2.70 2.67 2.97 2.64 2.35 2.02 2.05 1.87 1.61 1.45 1.24 1.72 3.44 3.89 3.96 5.94 5.44 3.88
Sumber. Depkeu dan BL dlOlah
Pokok,fPDB (%j 0.77 0.77 0.93 1.24 1.39 1.63 1.87 3.68 4.36 3.92 3.61 3.02 3.00 3.30 3.18 3.05 3.06 2.97 3.14 1.84 0.60 1.08 1.01 1.71
Total/PDB (%j 1.67 1.57 1.92 2.68 3.06 3.35 4.57 6.34 7.34 6.56 5.97 5.04 5.04 5.17 4.79 4.51 4.30 4.70 6.58 5.72 4.56 7.02 6.45 5.58
132
demikian, dalam kaitan dengan kapasilas negara dalam pembiayaan cicilan utang, maka cicilan utang pada kondisi saat ini masih dapat dikatakan sustainable. Perkembangan rasio cicilan utang terhadap ekspor atau sering disebut Debt Service Ratio (DSR) dapat dilihat pada Tabel 20. Sebelurn tahun 1986 angka rasio tersebut menunjukkan kisaran yang cukup aman karena masih di bawah 25%.
Kurun waktu 1986-1990 menunjukkan
keadaan yang cukup berat karena kemarnpuan ekspor menanggung beban utang semakin berat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya rasio dimana pada tahun 1998 mencapai 36%. Sejak tahun 1990 sampai dengan sekarang rasio tersebut tidak pemah Iagi mencapai angka rasio yang menjadi titik kritis ciciIan utang terhadap ekspor. Indikator utang Iainnya adaIah rasio antara total utang terhadap ekspor (fabel 21). Tampak bahwa rasio tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Beban utang semakin berat dalam kurun waktu 1986-1988, karena rasio tersebut berada di alas 200% yang merupakan tingkat utang yang wajar dalam menilai kinerja utang terhadap penerimaan ekspor. Sebelurn dan sesudah kurun waktu tersebut kisaran rasio utang terhadap ekspor beada di bawah titik kritis, bahkan tahun 1980-1982 rasio tersebut di bawah 100%.
133
Tabe120. Vebt Service Ratio, Tahun 1980-2003 Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 19% 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Bun2a/Ekspor (%) Pokok/Ekspor(%) TotaI/Eksuor (% 3.49 2.98 6.46 3.58 7.24 3.66 4.32 8.94 4.62 5.57 12.06 6.49 6.16 13.55 7.39 8.12 8.62 16.74 11.77 28.77 17.00 18.33 31.62 13.29 21.69 36.46 14.77 19.05 31.88 12.83 17.28 11.25 28.53 14.49 9.69 24.19 8.97 13.12 2209 15.48 8.76 24.24 15.20 2288 7.68 7.08 14.85 21.93 6.07 14.95 21.02 7.76 13.38 21.14 8.09 16.93 8.84 13.44 6.35 19.80 9.84 1.50 11.34 16.54 3.01 19.55 16.86 19.97 3.11 13.32 19.20 5.87
Sumber : Depkeu dan BL dtolah
Beban utang kembali terasa berat sesaat setelah krisis ekonomi
tahun 1997. Beban puncak terjadi pada tahun 1999 di mana total utang mencapai 323% terhadap penerimaan ekspor. Peningkatan yang begitu besar ini terjadi karena pada tahun tersebut sudah masuk utang dalam negeri yang jum1ahnya hampir sarna dengan utang luar negeri. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya walau trendnya menunjukkan penurunan
134
tetapi rasio tersebut masih eli atas 200%, dengan komposisi utang luar negeri dan dalam negeri yang bampir berimbang.
Tabel21. Rasio Utang Pemerintah terbadap Ekspor, Tahun 19802003 Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
ULN/Ekspor ('!o) 66.73 67.85 81.80 106.20 103.37 140.90 268.87 232.29 214.08 195.37 175.41 159.06 148.19 156.95 158.82 133.75 112.53 131.23 114.55 163.06 128.37 124.55 128.34 133.03
UDN/Ekspor ('!o) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27.22 160.46 128.49 125.07 125.06 120.07
Keterangan.. ULN .. Utang Luar Negen
.
T
kspor ('!o) 66.73 67.85 81.80 106.20 103.37 140.90 268.87 23229 214.08 195.37 175.41 159.06 148.19 156.95 158.82 133.75 112.53 131.23 141.77 323.52 256.85 249.62 253.40 253.10
UDN : Utang Dalam Negeri
Sumber: Depkeu dan BL diolah
Berdasarkan kriteria Maastrich Treaty bahwa suatu fiskal dikatakan
sustainable jika rasio defisit terbadap PDB dan atau rasio total utang terbadap PDB masing-masing berada berada di bawah 3% dan 60%. Tabel
•
nilai 3.03%. SeteJah krisis, rasio tersebut selalu berada di alas 1 %, dimana defisit terbesar terjadi pada tahun 1999 sebesar 2.84%.
SeJama kurun
waktu 1980-2003, anggaran hanya pemah surplus pada tahun 1990 dan 1994-1997, dimana surplusnya di bawah 2% dart PDB.
Tabel22. Rasio Defisit dan Utang Pemerintah terhadap PDB, Tahun 1980-2003 Tahun DEFjPDB(%) ULN/PDB (%) UDN/PDB(%) !rota. Utang/PDB (%) 17.27 1980 -1.59 17.27 0 14.67 1981 0 -1.98 14.67 17.58 -2.32 1982 17.58 0 -1.87 1983 23.59 0 23.59 -0.67 1984 0 23.34 23.34 -1.23 1985 0 28.23 28.23 -3.03 1986 42.72 0 42.72 1987 -0.51 46.60 46.60 0 -2.22 1988 43.07 43.07 0 1989 -0.66 40.19 0 40.19 1990 1.16 36.68 36.68 0 1991 -0.80 33.15 33.15 0 1992 -1.13 33.83 33.83 0 1993 -0.52 33.45 33.45 0 1994 1.00 33.21 33.21 0 1995 1.32 27.48 27.48 0 1996 0.76 23.02 23.02 0 1997 0.47 29.17 29.17 0 1998 -1.70 44.54 10.59 55.13 1999 -2.84 47.14 46.39 93.52 2000 -1.28 51.69 103.33 51.64 2001 -2.76 89.62 44.72 44.90 2002 -1.47 81.83 41.44 40.39 2003 -2.03 38.69 73.61 34.92
..
Keterangan: DEF : Defislt Anggaran ULN: Utang Luar Negeri
UDN: Utang Dalam Negeri Sumber: Depkeu dan BI, diolah
136
Sampai
dengan
tahun
1998,
rasio
utang
terhadap
PDB
menunjukkan ni1ai di bawah 60%, dimana rasionya berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Besarnya beban utang sejak tahun 1999 disebabkan selain karena nilai utang luar negeri dalam rupiah menjadi semakin besar alabat depresiasi rupiah terhadap US $, juga karena sejak tahun 1999 telah masuk komponen utang dalam negeri. Pada tahun 1999, rasio utang terhadap PDB mencapai 93%, bahkan pada tahun berikutnya meneapai 103%. Tiga tahun terakhir rasio tersebut masih menunjukkan nilai yang menurut krlteria Maastrich Treaty menunjukkan kondisi yang tidak
sustainable, karena rasionya di atas 60%. Namun demikian, untuk menguji seeara tepat kondisi fiscal
sustainability akan dikaji lebih jauh pada Bab VI dan VII dengan menggunakan pendekatan Ekonometrika Time Series.
Dari basil kajian
tersebut akan dapat diketahui keadaan fiscal sustainabilty, dan juga dapat diketahui apakah krlteria Maastrich Treaty juga relevan dengan kondisi anggaran Indonesia.
5,7. Kebijakan Pengelolaan Utang Pemerintah Usaha mendapatkan utang sebagai pembiayaan defisit atau secara umum
pembiayaan
pembangunan
bertujuan
keberlanjutan anggaran (fiscal sustainability).
untuk
menjamin
KeberJanjutan anggaran
untuk saat ini menjadi perhatian pemerintah mengingat isu tentang
keberJanjutan anggaran terkait dengan jadwal jatuh tempo utang
137
pemerintah
Adanya kecenderungan beban bunga utang yang makin
meningkat dari tabun ke tahun secara simultan akan membuat pemerintab mengubab tititk berat kebijakan dari jisCIJI stimulus menjadi
fiscal sustainability. Hal tersebut tidak dapa! dihindarkan mengingat utang merupakan janji yang harus dipenuhi pada waktu yang ditentukan (Depkeu, 2001), sehingga kamampuan pemerintab untuk melakukan investasi akan semakin terbatas. Dengan demikian diperlukan kebijakan pengelo1aan utang yang tepat da\am menjaga keberlanjutan fiskal.
Kerangka kebijakan
pengeIo1aan utang pemerintab untuk menjaga fiscal suslainability dari sisi APBN (Depkeu, 2002) : 1. Memperbesar primary
balance surplus melalui berbagai upaya
meningkatkan pendapatan negara dan penghematan belanja negara, sehingga surplus tersebut dapat digunakan untuk mengurangi pokok utang pemerintah 2. Peningkatan pendapatan negara. dengan menetapkan \angkab\angkab strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak (lax 10 GDP
ratio) dan non pajak. 3. Penghematan belanja negara, dengan memperbaiki sistem dan mekansime anggaran agar terjadi efisiensi dan mengurangi secara
bertahap berhagai bentuk subsidi dan pengeluaran yang kurang produktif.
138
Kerangka kebijakan pengeJolaan utang pemerintah dari sisi pengeJolaan utang dalam negeri : 1. Mengurangi jumJah obligasi rekap yang beredar dengan membelinya kembaJi (buy back) dari basil penjnalan aset BPPN, basil privatisasi BUMN, menukarkan obligasi dengan aset meJalui program asset to bond swap dan surplus APBN di masa depan. 2. Menyeimbangkan struktur jatuh tempo
obligas~
dan menerbitkan
obligasi jangka panjang (refunding bonds) untuk membeli obligasi jangka pendek. 3. Mengembangkan pasar sekunder obligasi yang Jikuid, dan yang memiliki basis investor yang besar dan beragam. 4. Memperknat koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia untuk mengupayakan agar tingkat sukn bunga 58! menjadi lebih rendah, sehingga beban pembayaran bunga obligasi dapat menurun. Sedangkan kebijakan pengelolaan utang pemerintah untuk menjaga keberlanjutan fiskaI dari sisi pengelolaan utang Iuar negeri ditempuh dengan cara : 1. Melanjutkan kebijakan penarikan utang baru yang berhati-hati. 2.
Mengup~yakan
fasilitas debt swaps (debt for nature, debt for paverty, debt
for trade, debt for investment). 3.
Meningkatkan kapasitas pengeJolaan utang dan pemanfaatan utang yang produktif dan efisien.
139
S.S. Lembaga Pengeioia Utang Pemerintah Pengeioaan utang negara Indonesia melibatkan beberapa iembaga, bail< yang terkait secara langsung dan tidal< langsung, dan beium ada suatu iembaga yang menjadi koordinator dari beberapa lembaga tersebut. Beberapa iembaga yang dimaksud ada1ah : 1. Bank Indonesia (BI). Dalam kaitannya dengan pengelolaan utang, Bank Indonesia berfungsi mem bantu pemerintah dalam menerbitkan, menatausabakan obligasi pemerintah bail< di pasar primer dan pasar sekunder, serta mendorong pengembangan pasar obligasi pemerintah.
Untuk bal ini, BI
melakukan kerjasama dengan BAPEPAM sebagai otoritas pasar modal. 2. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Perdagangan obligasi pemerintah tunduk pada UU Pasar Modal, karena obligasi pemerintah merupakan efek
Berarti BAPEPAM
memiliki kewenagan dalam pembinaan. pengaturan dan pengawasan perdagangan obligasi pemerintah. Sebenarnya terjadi tumpang tindih pengawasan perdagangan obligasi pemerintah antara BAPEPAM dan BI, karena menurut Pasal 19 Peraturan Bank Indonesia (PBI) bahwa BI melakukan pengawasan terhadap sub-registry dan market maker atas kegiatan yang terkait dengan obligasi pemerintah.
140
3. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Peraturan
Bank
Indonesia
2/2/B1
2000
menyatakan
bahwa
perdagangan obligasi pemerintah dapat dilakukan dengan cara cruer the
counter dan atau di bursa. 4. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Lembaga ini terkatt dengan obligasi pemerintah, karena hasil penjulan aset yang
dikelolanya digunakan untuk pembayaran obligasi
pemerintah. Pendirian BPPN untuk membantu memulihkan sektor perekonomian nasional meIalui penjaminan pernetintah, penyehatan perbankan serta meIakukan restrukturisasi utang perusahaan. Pada tahun 2004 BPPN telah menyelesaikan tugasnya sehingga badan ini dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON). Lembaga ini secara struktural berada di bawah Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. Fungsi utama dari badan ini yaitu: a. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen obligasi di dalam pelaksanaan manajernen portofolio untuk mendukung tercapainya tujuan meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali. b. Pengembangan dan pembinaan pasar
obligas~
baik pasar perdana
dan pasar sekunder, yang likuid dan efisien.
c. Menyiapkan perumusan pedoman dan petunjuk pelaksanaan program di bidang manajemen obligasi.
141
d. Pengolahan, pengkajian dan penyajian data serta informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penge101aan dan perdagangan obligasi. Restrukturisasi Departemen Keuangan tahun 2005 membuat PMON berada di bawah Direktorat renderal Perbendaharaan dengan nama Direktorat Pengelo1aan Surat Utang Negara. Dengan pasisi tersebut maka pengelo1aan obligasi berada di bawah Ditjen yang secara teknis menangani masalah perbendaharaan negara. Badan Penyehatan Perbankan Nasional adalah lembaga khusus yang dibentuk oleh pemerintah pada tahun 1998, yang mewakili pemerintah secara langsung dan tidak langsung menguasai aset yang dimillki oleh swasta.
Program restrukturisasi utang perusahaan yang
dija1ankan oleh BPPN bertujuan untuk penyehatan sektor rill melalui perbaikan struktur pembiayaan perusahaan dengan mengutamakan penyelesaian secara komersial. Basil dari restrukturisasi pembiayaan atau utang tersebut dikembalikan ke sektor perbankan. Program divestasi yang di1akukan oleh BPPN bertujuan untuk : 1. Mempercepat pengembalian aset-aset ke sektor swasta (privansation) agar sektor rill dapat bergerak kembali. 2. Memberikan kontribusi terhadap APBN. 3. Menggairahkan kembali pasar modal dengan menarik minat investasi para investor asing dan lokal.
142
Rekapitalisasi yang dilakukan pemerintah dilakukan dalam bentuk penyertaan modal berupa obligasi.
RekapitaJisasi tersebut dilakukan
dimana pemegang saham tetap memiliki kesempatan pertama untuk melakukan rekapitalisasi selama memenuhi persyaratan. Monitoring terbadap Bank Oalam Penyebatan (BOp) dilakukan BPPN dengan tujuan terutama untuk mengantisipasi setiap kejadian yang dapat mempengaruhi kinerja bank dan menghambat proses penyebatan bank.
Sedangkan program penjuIan aset adaJah usaha memaksimaJkan
pengembalian uang negara dengan memperbatikan kepentingan nasionaJ dan dilakukan meJalui proses yang transparan. Pada tahun 2003 target finansiaJ yang ditetapkan BPPN
sebanyak Rp 26 019 milyar, dimana
diharapkan penerimaan tertinggi dicapai pada kuartal ketiga. Dar! gambaran di atas tampak bahwa lembaga-Iembaga yang ada lebib menitikberatkan pada upaya pengelolaan utang dalam negeri. Pengelolaan utang negara baik dar! dalam negeri dan luar negeri yang terintegrasi pada satu lembag", atau paling tidak adanya koordinator dar! semua lembaga tersebut tampaknya menjadi satu hal yang perlu diperbatikan.
Hal tersebut terkait dengan pembiayaan pembangunan
dengan menggunakan pembiayaan utang dalam dan luar negeri yang perlu dikelola dengan bail< dalarn rangka menjaga fiscal sustainabilty.