SEJARAH PERKEMBANGAN KAWASAN LAMONGAN (1569-1942) Nanik Prasasti Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail :
[email protected] Abstrak : tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah kawasan Lamongan sejak tahun 1569 yaitu pada saat adanya Tumenggung pertama sampai masa tahun 1942, yang menandai berakhirnya masa pendudukan kolonial. Penelitian ini menghasilkan suatu tulisan yang menganalisis latar belakang kehidupan awal masyarakat kawasan Lamongan mulai masa praaksara pada masa perundagian di Lamongan dan memiliki nilai religi-magis yang tinggi, serta masa prabu Airlangga dan kerajaan Majapahit di Lamongan yang telah terdapat beberapa lapisan masyarakat. Masa berkembang dan masuknya Islam, dipengaruhi oleh tokoh-tokoh diantaranya adalah Sunan Drajad, Sunan Sendang Duwur serta Rangga Hadi. Masa kolonial dibuktikan dengan adanya Rumah Sakit Darurat Wisma Joewana, Hotel Lamongan, Kantor Pos Lamongan dan Monumen Van der Wijck juga terdapat beberapa peninggalan sekolah Angka I. Nilai pendidikan yang nilai menghargai prestasi, kerja keras, religius, rasa ingin tahu, komunikatif, peduli sosial, toleransi, keadilan sosial, bertanggung jawab, menghargai prestasi dan semangat kebangsaan. Kata Kunci : perkembangan, sejarah daerah, kawasan Lamongan. Penulisan sejarah Lamongan didasarkan pada dua hal yaitu pertama alasan teoritis dan alasan praktis. Alasan teoritis dalam buku Abdullah (1990) yang terdapat beberapa pilihan dalam penulisan sejarah lokal, diantaranya poin keempat yang terkait penulisan sejarah secara umum yaitu perkembangan suatu wilayah (kabupaten/kota) dari masa ke masa. Untuk alasan praktis berdasarkan data empirik yang didapat peneliti pada saat melakukan wawancara dengan beberapa guru sejarah yang ada di Lamongan dan hasil observasi mengenai tulisan sejarah Lamongan. Dari hasil wawancara, penulis menemukan bahwa guru sejarah di Lamongan kekurangan referensi atau rujukan dalam mengajarkan sejarah lokal Lamongan pada siswa-siswi. Dari hasil observasi, hanya ada satu referensi buku sejarah Lamongan yaitu yang diterbitkan pemkab dan buku itu ditebitkan tahun 1994 sehingga banyak informasi mengenai penemuan yang terkait sejarah Lamongan yang terbaru tidak terdapat dalam buku tersebut. Selain itu, buku-buku sejarah dan tulisan tentang Lamongan lebih banyak terfokus pada masa Islam saja sedangkan untuk masa yang lain hampir tidak ada referensi yang tertulis baik berupa buku maupun tulisan ilmiah. Tulisan ini mencoba mempraktekkan fungsi sejarah sebagai kisah dan sejarah sebagai ilmu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Lamongan sejak kawasan tersebut menjadi sebuah wilayah administrasi sampai masa berakhirnya kekuasaan Belanda. Dari tulisan dengan periode waktu yang cukup panjang ini akan digali nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi embrio untuk tulisan-tulisan selanjutnya yang berkaitan dengan sejarah Lamongan yang kemudian bisa lebih dispesifikasikan.
METODE Dalam
penelitian
Sejerah
Perkembangan
Lamongan
(1569-1942),
penulis
menggunakan metode penulisan sejarah (history reseacrh). Pemilihan topik menggunakan dua pendekatan yaitu emosional dan intelektual (Kuntowijoyo. 2005: 95). Pemilihan topik ini dikarenakan adanya kedekatan emosional tempat tinggal, dimana penulis berdomisili di wilayah tersebut serta adanya ketertarikan penulis terhadap sejarah Lokal. Pencarian artikel mengenai Lamongan sering dilakukan oleh penulis. Diantara data tersebut adalah melalui buku yang diterbitkan oleh Pemkab Lamongan pada tahun 1994 berjudul “Lamongan Memayu Raharjaning Praja”.
Penulis juga mengikuti komunitas “Pecinta Budaya dan
Benda Sejarah Lamongan” melalui sosial media online sehingga memiliki cukup banyak link untuk penulisan skripsi ini. Penulis juga telah melakukan interaksi dengan guru sejarah yang ada di Lamongan. Pengumpulan sumber dilakukan untuk mencari data yang diperlukan. Sumber primer yang digunakan penulis berkaitan masa kolonial di Lamongan adalah arsip pemerintah Belanda yang telah penulis dapatkan di Kantor Kearsipan Jawa Timur di Surabaya seperti, Eerste Jaarverslag der te Lamongan gevestigde Stiching Ziekenhuis Wismo Joewono 1941, Jaarverslag van de Vereeniging: Lamongansche Afdelingsbank loopende van af 1 Juli 1913 tot en met ultimo 1914, Provinciaal Blad OostJava 1930: Inhoudsopgave van het Provinciaal Blaad van Oost-Java Jaargang 1930, dan Regentschaap Bodjonegoro Ontwerp-Begrooting van Uitgaven en Ontvangsten Voor het Dienstjaar 1941. Selain berupa arsip, penulis juga menggunakan surat kabar, diantaranya Merdeka Post (1981) berjudul “Tentang Sejarah Lamongan: yang dipangku dan berceceran”.
penulis juga mendapat tulisan yang diterbitkan
ANRI (Arsip Nasional
Republik Indonesia) di kantor kearsipan Surabaya seperti buku Memori Serah Jabatan 19211930: Jawa Timur dan Tanah Kerajaan. Sumber sekunder adalah dengan mempelajari sumber tertulis atau buku yang ditulis oleh sejarawan atau penulis sebelumnya, salah satu
yang digunakan oleh penulis dalam menulis masa kolonial di Lamongan adalah buku “Lamongan Memayu Raharjaning Praja”. Untuk sumber lisan, dalam penulisan masa kolonial di Lamongan penulis telah mewawancarai dosen Universitas Airlangga yaitu Purnawan Basundoro, S.S.,M.Hum. Penulis memilih beliau karena beliau pernah melakukan riset dalam penulisan jurnal yang berjudul “Radikalisme Agama, Kemiskinan Dan Pembangunan Di Lamongan”. Dalam jurnal tersebut, beliau membahas keadaan Lamongan pada masa kolonial Belanda sehingga penulis melakukan wawancara via email dengan beliau. Selanjutnya melakukan kritik sumber yang terbagi menjadi dua, kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal digunakan untuk menguji atau memeriksa sumber sejarah yang telah diperoleh dengan menegakkan sedapat mungkin otensitas dan integritas dari sumber tersebut sedangkan kritik internal yang menyangkut isi dari sumber tersebut. Langkah keempat adalah interpretasi yaitu melakukan proses penafsiran yang dilakukan dengan dua cara yaitu analisis dan sintesis. Analisis yang dilakukan penulis seperti menterjemahkan arsip-arsip Belanda ke bahasa Indonesia dan menguraikan data atau sumber yang telah diperoleh melalui wawancara sampai dari buku-buku yang menunjang dalam penulisan masa kolonial ini. Di mana tujuan dari analisis ini agar menghasilkan fakta yang sesungguhnya terjadi dalam pada masa kolonial di Lamongan. Penulis melakukan tahap sintesis dengan cara menyatukan data/sumber yang telah diperoleh dari berbagai cara misalnya dengan menggabungkan hasil terjemahan arsip-arsip Belanda dengan buku-buku maupun artikel yang menunjang. Penulis dalam menulis suatu kejadian yang utuh tersebut telah melalui berbagai tahap sehingga subjektivitas yang timbul dalam penulisan ini dapat dihindari oleh penulis.Terakhir dari metode penelitian sejarah adalah historiografi atau bisa disebut penulisan kembali secara kronologis sehingga menjadi tulisan yang dapat dipahami oleh orang lain dan tidak meninggalkan keilmiahannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kehidupan Masyarakat Kawasan Lamongan Hingga Masa Hindu-Budha Keberadaan komunitas masyarakat di kawasan yang sekarang disebut Lamongan, telah ada sejak masa Praaksara. Bahkan kelompok ini telah mengenal cara bercocok tanam dan kehidupan religius-magis yang dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan berupa perhiasan, benda-benda besi, gerabah dan nekara. Kawasan Lamongan pada masa tersebut juga memiliki geografis yang cukup strategis yang diidentifikasikan dari lokasi penemuan benda-benda praaksara di wilayah utara dan wilayah selatan. Wilayah utara yang terdapat aliran Bengawan Solo dan selatan yang terdapat aliran Kali Lamong. Kebudayaan masyarakat tersebut berlanjut pada masa Hindu-Budha yang dibuktikan dengan adanya sejumlah prasasti Airlangga dan prasasti Biluluk yang dikeluarkan Hayam Wuruk. Penyebutan status Sima pada wilayah Biluluk dan Tenggulunan yang memiliki jarak sekitar 38 km dari pusat kota Lamongan saat ini. Kawasan Lamongan Tahun 1569-1942 Pada masa Islam telah berkembang kebudayaan lisan-tulis yang dibuktikan dengan adanya naskah badu wanar dan serat yusuf yang tersimpan di museum Sunan Drajad. Selain itu, cerita lisan mengenai Sunan Drajad juga sudah cukup dikenal. Pada masa Mataram, Lamongan berkedudukan sebagai vasal yang dibuktikan sebutan cacah pada Amangkurat II. Pada masa VOC, lamongan menjadi wilayah kekuasaannya, yang dibuktikan dengan adanya perjanjian giyanti. Pada saat itu Lamongan menjadi sebuah kabupaten menengah, hal tersebut dibuktikan dengan gelar Raden Tumenggung pada pemimpin wilayah tersebut. Faktor yang menjadikan Lamongan berkembang selain karena adanya Bengawan Solo, juga karena memiliki pelabuhan di pantai utara yang memudahkan untuk melakukan perdagangan
dan wilayah selatan yang memiliki lahan pertanian yang menghasilkan padi dan tebu yang merupakan hasil pertanian yang dibutuhkan orang-orang Belanda. Nilai-nilai Pendidikan Pembelajaran sejarah lokal akan sangat mendukung prinsip pengembangan kemampuan murid untuk berpikir aktif dan kreatif. Hal ini dikarenakan siswa diajak berrkomunikasi mengenai apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam Kemendiknas (2010: 49), mata pelajaran Sejarah memiliki nilai-nilai yaitu Semangat Kebangsaa, Cinta Tanah Air, Mengharagai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Senang Membaca, Peduli Sosial, Peduli Lingkungan, Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis dan Rasa Ingin Tahu. Pembahasan mengenai sejarah Lamongan dimulai dari manusia pertama yang diperkirakan telah ada di Lamongan, peninggalan Hindu-Budha dan Islam yang menunjukkan penyebarannya di Lamongan sampai masa kedatangan bangsa Belanda di kawasan Lamongan, dari studi tersebut dapat diambil nilai-nilai pendidikan yang bisa dikaitkan dengan pendidikan karakter, diantaranya adalah masa Praaksara yang mengandung nilai religius-magis dan kerja keras. Masa Hindu-Budha mengandung nilai toleransi, rasa ingin tahu dan peduli sosial. Masa Islam mengandung unsur religius, peduli sosial, toleransi, keadilan sosial dan tanggung jawab. Masa masuknya bangsa kolonial mengandung nilai menghargai prestasi dan semangat kebangsaan. KESIMPULAN DAN SARAN Masa praaksara di Lamongan dimulai sejak masa perundagian yaitu dengan ditemukannya benda-benda seperti nekara, manik-manik, benda-benda besi, perhiasan dan sebagainya yang terbuat dari logam. Masa Hindu-Budha di Lamongan dimulai sejak masa Airlangga, karena penelitian yang dilakukan pada tiga tahun terakhir menunujukkan bahwa Lamongan bisa dimungkinkan menjadi ibukota sementara kerajaan Airlangga. Sejumlah prasasti yang dikeluarkan prabu Airlangga menunjukkan wilayah kekuasaannya di Lamongan
cukup luas pada masanya. Selain itu, di Lamongan juga pernah terdapat kekuasaan kerajaan Majapahit dengan bukti adanya prasasti Biluluk I-IV yang berisi tentang pertahanan kerajaan Majapahit.Berkembangnya masa Islam di Lamongan karena terdapat dua wali penyebar Islam yaitu Sunan Drajad dan Sunan Sendang Duwur. Kata “Lamongan” diduga sementara juga diperoleh pada masa Islam yaitu pada masa kekuasaan Rangga Hadi yang kemudian menjadi tumenggung pertama di Lamongan. Penguasaan bangsa asing di Lamongan dimulai sejak 17 Mei 1747 dengan penguasaan VOC. Setelah itu berlanjut dengan penguasaan Belanda dibuktikan dengan adanya Rumah Sakit Darurat Wisma Joewana, Hotel Lamongan, Kantor Pos Lamongan dan Monumen Van der Wijck juga terdapat beberapa peninggalan sekolah Angka I. Masa pendudukan Jepang di Lamongan hanya mempengaruhi kekuatan militer yang ada di Lamongan. Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya adalah masa praaksara yang mengandung nilai menghargai prestasi, kerja keras dan religius. Masa Hindu-Budha mengandung nilai rasa ingin tahu, bersahabat atau komunikatif dan peduli sosial.Masa Islam mengandung unsur religius, peduli sosial, toleransi dan bertanggung jawab. Masa masuknya bangsa asing mengandung nilai menghargai prestasi dan semangat kebangsaan. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih memfokuskan pada satu zaman, tetapi dengan kajian yang lebih mendalam, misalnya masa Hindu-Budha di Lamongan, penelitian selanjutnya bisa mengkaji bagian peninggalan Airlangga di Lamongan berupa sebaran prasastinya yang sampai saat ini masih terus dikembangkan oleh ahlinya, sehingga mungkin bisa didapatkan wacana baru mengenai ibukota sementara Kerajaan Airlangga yang sampai saat ini masih banyak diperdebatkan. Penelitian ini juga hanya terbatasi pada empat zaman, untuk penelitian selanjutnya bisa ditambahkan masa pasca kemerdekaan di Lamongan sampai masa sekarang sehingga menjadi pelengkap dari penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN Abdullah, T. 1985. Sejarah Lokal di Indonesia. Jakarta: Gajah Mada University Press. Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan 1994. 1994. Lamongan: Memayu Raharjaning Praja. Lamongan : Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Lamongan. Tim Peneliti dan Penyusun Sejarah Sunan Drajad. 1998. Sejarah Sunan Drajad : Dalam Jaringan Masuknya Islam di Nusantara. Surabaya: PT. Bina Ilmu. Zed, M. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia.