SEJARAH BURGERLIJK WETBOEK (BW) Berbicara tentang sejarah Burgerlijk Wetboek atau yang disingkat dengan BW adalah kitab Hukum Perdata Tertulis yang dipakai sebagai hukum positif di Indonesia.Pada dasarnya hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hukum publik dan hukum privat,(hukum perdata).Hukum publik merupakan ketentuan hukum yang mengatur tentang kepentingan umum,sedangkan hukum perdata mengatur kepentingan yang bersifat keperdataan.Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh prof.Djojodiguno sebagai terjemahan dari burgerlijkrecht pada masa pendudukan Jepang.Disamping istilah itu,sinonoim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht. Hukum perdata yang berlaku pada saat ini merupakan produk pemerintahan Hindia belanda yang berlaku di indonesia berdasarkan atas asas Konkordansi,artinya bahwa hukum yang berlaku di indonesia sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri Belanda.Disamping itu yang menjadi dasar hukum berlakunya berlakunya KUH Perdata di Indonesia adalah Pasal II aturan peralihan UUD 1945 dan masih dibutuhkan.KUH Perdata ditetapkan pada tahun 1848 dinegeri Belanda,sedangkan di indonesia ditetapkan pada tahun 1848.KUH Perdata terdiri atas empat buku,yaitu buku I tentang hukum orang,Buku II tentang hukum benda,Buku III tentang perikatan dan Buku IV tentang pembuktia dan daluwarsa. Dari keempat Buku tersebut belum ada yang dicabut secara total,namun ada beberapa bagian yang tidak berlaku lagi.Hal ini disebabkan karena telah dicabut dengan berbagi
UU
yang
baru.Hal-hal
yang
telah
dicabut,yaitu
tentang
hipotek
dan
perkawinan.Hipotek yang diatur dalam Buku II telah dicabut dengan buku nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,sedangkan perkawinan yang diatur dalam Buku I KUH Perdata telah dicabut dengan UU no 1 tahun 1974 tentang perwakinan dan peraturan pelaksanaannya.
Oleh karena UU yang mengatur tentang Hukum Perdata secara khusus di indonesia belum ada maka menjadi acuan didalam pengkajian dan penelaahan buku pengantar perdata tertulis (burgerlijk wetboek) ini adalah kepada KUH Perdata ,yang merupakan produk pemerintahan Hindia Belanda.Hukum Perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.Hukum privat yang berlaku di perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code civil (hukum perdata) dan code de Commerce (hukum dagang) sewaktu perancis menguasai belanda (1806-1813).Kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813) Pada tahun 1814 Belanda mulai menyusun
kitab
undang-undang
Hukum
Perdata
(Sipil)
atau
KUHS
negeri
Belanda,berdasarkan kodifikasi hukum belanda yang dibuat MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya Kemper meninggal dunia pada tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai ketua Pengadilan Tinggi Belgia keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia. Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hukum PerdataEropa atau disebut dengan Burgelijk Wetboek (BW) yang kalauditerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia lazim disebut denganKitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer)Dengan diundangkannya KUH Perdata dan Kitab Undang-undangDagang pada tahun 1847 untuk golongan Eropa diHindia Belanda, maka tugas-tugas kerja yang bersangkut pautdengan upaya kodifikasi yang diprakarsai dan ditata oleh eksponeneksponenbewuste rechtspolitiek untuk mengukuhkan supremasihukum di Hindia Belanda.3 Alasan diterapkannya KUH Perdata diHindia Belanda antara lain di sebutkan oleh Cowan yaitu: Pertama,hukum adat
yang tak tertulis akan menimbulkan ketidakpastian hukum, dan apabila orang hanya bersandar pada hukum adat makasulit untuk memperkirakan apa yang boleh dijangka akan diputusoleh hakim. Kedua, penerapan berbagai hukum untuk berbagai ragamgolongangolongan penduduk akan melahirkan situasi yangmembingungkan dan kritis.Sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukumperdata adalah rangkaian peraturan yang mengatur hubungan antarawarga negara perseorangan dengan warga negara perseorangan yanglain. Sedangkan hukum perdata tertulis yang dimaksud dalammakalah ini adalah hukum perdata yang diatur di dalam KUHPerdata (Burgelijk Wetboek). Sejak awal kemerdekaan sudah ada usaha untuk mengantikanseluruh hukum kolonial dengan sistem hukum nasional, namunkegagalan karena adanya perbedaan pandangan dalam melihatpembangunan hukum, yaitu apakah harus mengunakan hukum nasional dan membuang sama sekali hukum sisa peninggalankolonial, di lain pihak masih banyak yang menghendaki berlakubersama-sama, selain itu ada pandangan untuk mengunakan hukumadat sebagai hukum nasional.Hukum perdata semula berasal dari bangsa Romawi yaitulebih kurang 50 SM pada masa pemerintahan Yulius Caesar berkuasadi Eropah Barat yang sejak waktu itu hukum Romawi diberlakukandi Perancis walaupun bercampur dengan hukum asli yang sudah adasebelum orang Romawi menguasai Galis (Perancis). Keadaan sepertiini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Louis XVyaitu dengan diawalinya usaha kearah adanya kesatuan hukum yangkemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang diberi nama “CodeCivil Des Francois”7 pada 21 Maret 1804 yang kemudian pada 1807diundangkan kembali menjadi “Code Napoleon”.Kodifikasi ini sangat berbau Romawi tetapi para penyusunnyabanyak juga memasukkan kedalamnya unsur-unsur hukum asli yaituhukum adat Perancis Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku diEropah Barat sebelum orang-orang Romawi menguasai Perancis.Sebagai campuran ketiga di dalam isi Code Civil itu adalah hukumgereja atau hukum Katolik yang didukung oleh gereja Roma Katolikketika itu.
Pada 1811, Belanda di jajah oleh Perancis dan seluruh CodeCivil yang memuat ketiga unsur yaitu hukum Romawi, HukumGerman dan hukum Gereja diberlakukan di negeri Belanda dan olehkarena Indonesia pada waktu itu merupakan jajahan Belanda makahukum perdata Belanda yang sebagian besar berdasarkan pada CodeCivil itu diberlakukan pula untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848dengan Staatsblad tahun 1847 No. 23. Namun demikian, hukum perdata di Indonesia agak berlainan dengan hukum perdata yangberlaku di negeri Belanda apalagi jika dibandingkan dengan CodeCivil Perancis, hanya asas-asasnya banyak diambil dari Code Civil.Berlakunya hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia bertalian erat dengan politik hukum pemerintah Hindia Belanda yangmembagi penduduk Hindia Belanda menjadi 3 golongan yaitu: (1)Golongan Eropa yaitu semua orang Belanda, orang
yang
berasal
dariEropa,
orang
Jepang,
orang
yang
hukum
keluarganya
berdasarkanazas-azas yang sama dengan hukum Belanda beserta anak keturunanmereka; (2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing bukanTionghoa misalnya orang Arab, India dan Pakistan; (3) Mereka yangtelah meleburkan diri dan menyesuaikan hidupnya dengan golonganBumi Putera.Penggolongan tersebut diatur dalam pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang sampai sekarang masih tetap berlaku berdasarkanketentuan pasal 2 Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945.8Mengenai hukum apa yang berlaku bagi masing-masinggolongan diatur dalam pasal 131 IS yang menentukan, bahwa:Pertama, bagi golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukumDagang yang berlaku di Negara Belanda atas dasar azaskonkordansi. Kedua, bagi golongan Timur Asing Tiongha berlakuhukum perdata yang diatur dalam BW dan Hukum Dagang yangdiatur dalam KUHD (WvK ) dengan beberapa pengecuaian dan penambahan sebagaimana diatur dalam stablad tahun 1917 Nomor129 jo Stb. Tahun 1925 Nomor 557. Pengecualian dan penambahanmeliputi : (a) Upacara Perkawinan; (b) Pencegahan Perkawinan; (c)Kantor Pencatatan Sipil (Burgerlijk Stand); (d) Pengangkatan anak(adopsi); (e) Peraturan tentang kongsi. Bagi golongan timur
asingbukan Tinghoa berlaku hukum perdata Eropa sepanjang mengenaihukum harta kekayaan sedang mengenai hukum kekeluargaan danhukum waris tunduk pada hukum asli mereka sendiri. Hal inidiatur dalam Staatblad tahun 1924 Nomor 556 yang mulai berlakusejak 1 Maret 1925. Ketiga, dari golongan bumi putra berdasarkanketentuan pasal 131 ayat 6 IS berlaku hukum perdata adat yaitukeseluruhan peraturan hukum yang tidak tertulis tetapi hidup dalamtindakan – tindakan rakyat sehari –hari. Dalam pada itu hukumperdata adat masih belum seragam sesuai dengan banyaknyalingkungan hukum adat (adat rech skiringen) di Indonesia.Dalam pada itu, berdasarkan ketentuan pasal 131 ayat 2 ISperaturan–peraturan untuk orang Eropa dapat diberlakukan
untukgolongan
Indonesia
asli/Timur
Asing
secara
utuh
maupun
denganperubahan–perubahan, untuk membuat peraturan baru yang berlakuuntuk semua golongan bersama- sama dan diadakan penyimpangan–penyimpangan umum/masyarakat memerlukan. Pertama, beberapaketentuan BW dan WvK yang dinyatakan berlaku bagi golonganbumi putra, yaitu: (a) Pasal-pasal tentang perjanjian kerja atauperburuhan (Ps. 16011603 lama BW ); (b) Pasal – pasal tentangpermainan dan perjudian pasal 1788- 1791 BW); (c) Pasal–pasalmengenai hukum laut (buku II titel IV KUHD Stb. 1933 Nomor 49).Kedua, beberapa peraturan yang berlaku bagi semua golongan(Gemeen schappelijk recht), yaitu: (a) Undang – undang Hak Pengarang(Auterswet St. 1912- 308); (b)Peraturan umum tentang koperasi (Stb.tahun 1933 Nomor 108); (c) Ordonansi pemberantasan riba (Stb. 938No. 524); (d) Ordoonansi pengangkutan udara (Stb. 1939 No. 98).Ketiga, beberapa peraturan yang secara khusus di buat untuk orangIndonesia, yaitu: (a) Ordonansi perhimpuan Indonesia (Stb. 1939 No.570 ); (b) Ordonansi maskapai andil Indonesia (Stb. 1939 – Nomor569) dan (c) Ordonansi perkawinan orang Indonesia Kristen (Stb. 1933Nomor 74 jo S. 1933 Nomor 73)
DAFTAR PUSTAKA
3 Soetandjo Wingjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm.56 4Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet. XXVII, (Jakarta: Intermasa,1995), hlm. 10. 5Ibid. 6Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.4 7Wirjono Projodikoro, Azas-azas Hukum Perdata, Cet. IX, (Bandung: Sumur Bandung, 1983), hlm. 9.