“SEGARA WIDYA” JURNAL HASIL-HASIL PENELITIAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
ISSN: 2354-7154 Volume 2, Nomor 1, November 2014
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN: 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
Pengarah Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (Rektor ISI Denpasar). Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Kes. (PR I ISI Denpasar)
Penanggungjawab Dr. Drs. I Gusti Ngurah Ardana, M.Erg. (Ketua LP2M ISI Denpasar)
Redaktur Drs. I Wayan Mudra, M.Sn. (Kepala Pusat Penelitian LP2M ISI Denpasar)
Dewan Redaksi Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA. (ISI Denpasar) Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, MA. (Undiksha) Prof. Dr. Ir. I Ketut Santriawan, MT. (Unud) Dr. I Komang Sudirga S.Sn., M.Hum. (ISI Denpasar) Drs. I Gusti Ngurah Seramasara, M.Hum. (ISI Denpasar)
Penyunting Bahasa Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum. (Bahasa Inggris) Ni Kadek Dwiyani, SS., M.Hum. (Bahasa Indonesia) Desain Cover Ni Luh Desi In Diana Sari, SSn., M.Sn. Tata Usaha & Sirkulasi Drs. I Ketut Sudiana. I Gusti Ngurah Putu Ardika, S.Sos. I Putu Agus Junianto, ST. I Wayan Winata Astawa. I Made Parwata.
Jurnal “SEGARA WIDYA” terbit sekali setahun pada bulan November. Alamat Jalan Nusa Indah Denpasar (0361) 227316, Fax (0361) 236100 E-mail:
[email protected]
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN : 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014 DAFTAR ISI Ida Ayu Gede Artayani, Agus Mulyadi Utomo, Penciptaan Tegel Keramik Stoneware Dengan Penerapan Motif Tradisi Bali……………………………………………………...…
249
Ida Bagus Kt. Trinawindu, Cok Alit Artawan, Ni Luh Desi In Diana Sari, Aktualisasi Lontar Prasi Di Era Global Menggunakan Teknologi Digital………………..........................
257
Ni Made Ruastiti, Ni Nyoman Manik Suryani, I Gede Yudarta, Rancang Bangun Model Kesenian Lansia Di Kelurahan Tonja Denpasa………………………………………
267
I Nyoman Wiwana. I Wayan Sukarya, Kajian Ornamen Kuno Pada Bangunan-Bangunan Puri Di Kabupaten Karangasem Bali…...……………………………………………………
273
Cok Gd Rai Padmanaba, Made Pande Artadi, Ida Ayu Dyah Maharani, Ungkapan Estetis Sistem Konstruksi Pada Interior Bangunan Tradisional Bali………………………….
285
I Kadek Dwi Noorwatha, I Nyoman Adi Tiaga, Peciren Bebadungan: Studi Identitas Arsitektur Langgam Denpasar………………………………………………………………...
291
I Nyoman Adi Tiaga, I Kadek Dwi Noorwatha, Kajian Ikonografi Lukisan Pada Plafon Interior Ashram Vrata Wijaya Di Denpasar……………………..…………………………...
298
Ida Ayu Dyah Maharani & Toddy Hendrawan Yupardhi, Arsitektur Tradisional Bali Pada Desain Hybrid Bangunan Retail Di Kuta Bali………………………………………….
304
I Wayan Agus Eka Cahyadi, Ni Ketut Rini Astuti, Kajian Makna Tanda-Tanda Budaya Bali Pada Baliho Kampanye Calon Anggota DPD RI Dapil Bali Tahun 2014…………………
314
Nyoman Lia Susanthi, Ni Wy. Suratni, Potret Komunikasi Skaa Janger Kolok Di Desa Bengkala Buleleng…………………………………………………………………………………….
322
Arya Pageh Wibawa1, I Wayan Agus Eka Cahyadi, Amoga Lelo Octavianus, Perbandingan Penggunaan Media Buku Dan Video Tutorial Mata Pelajaran Seni Rupa Pada Siswa SMA Dan SMK Negeri Di Denpasar……………………………………………………….
331
Wahyu Sri Wiyati, Kajian Musisi Dalam Industri Musik Di Villa Sanctus Uluwatu Bali …………...……………………………...…………….....................................................................
336
I Gede Mawan, Revitalisasi Musik Mandolin Di Desa Pupuan Tabanan Sebagai Perekat Budaya Bangsa…………………...……………………………………………….…………………...
346
Ni Ketut Dewi Yulianti, Rinto Widyarto, Ni Ketut Yuliasih, Eksistensi Tari Bali Dan Jawa Dalam Bahasa Indonesia Dan Inggris ......................................................................................
357
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Ni Kadek Dwiyani, I Kadek Puriartha, Peran Stasiun Televisi Lokal Di Bali Dalam Upaya Pemertahanan Bahasa Bali Sebagai Bahasa Ibu…………………………………………...
368
Ni Luh Desi In Diana Sari, Alit Kumala Dewi, Identitas Budaya Lokal Pada Desain Kemasan Oleh-Oleh Kopi Bali………………………………………………………………………
378
I Komang Arba Wirawan, Dari Konflik Desa Ke Layar Kaca: Analisis Wacana Liputanbali TV Berita Bentrok Kemoning-Budaga, Klungkung, Bali……………………….......
388
I Wayan Adnyana, Modal Sosial Institusional Pita Maha (Praktik Sosial Pelukis Bali 1930An)............................................................................................................................................................
394
Nyoman Dewi Pebryani, Dewa Ayu Sri Suasmini, Inventarisasi Dan Identifikasi Motif Tenun Endek Di Kabupaten Gianyar………………………………………………………………..
402
I Wayan Budiarsa, Suminto, Bentuk Pertunjukan Dramatari Genggong Di Desa Batuan Gianyar………………………………………………..……………..…………………………………
412
Ni Ketut Rini Astuti, Cokorda Alit Artawan, Media Promosi Objek Wisata Monkey Forest Ubud Gianyar Bali Sebuah Kajian Semiotika ……………………………………………..
421
I Nyoman Laba, I Made Bayu Pramana, Modifikasi Bentuk dan Ornamen Penjor Di Desa Kapal Di Kabupaten Badung Bali…………………………………………………………….
431
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN: 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL PADA JURNAL”SEGARA WIDYA” Jurnal “Segara Widya” adalah publikasi ilmiah khusus hasil-hasil penelitian dibidang seni rupa, desain dan seni pertunjukan. Naskah artikel yang diterima adalah hasil penelitian yang belum pernah dipublikasikan pada jurnal yang lain. Naskah yang diterima harus memenuhi persyaratan penulisan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan MS Word pada kertas A4, font Times New Roman 11, spasi 1 termasuk abstrak, daftar pustaka dan tabel. Margin batas atas 2,5 cm, bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2,5cm. Jumlah halaman artikel maksimal 12 halaman. Kerangka tulisan berurutan sebagai berikut: a. JUDUL (ukuran huruf 12) b. Nama peneliti (tanpa gelar) c. Nama program studi, fakultas dan institusi. d. Email peneliti (ketua dan anggota). e. Abstrak dalam Bahasa Indonesia maksimal 200 kata, abstrak juga ditulis dalam bahasa Inggris, lengkap dengan kata kunci. Abstrak berisi uraian tujuan penelitian, metode dan hasil penelitian. f. PENDAHULUAN (uraiannya berisi latar belakang, perumusan masalah, teori, hipotesis, tujuan). g. METODE PENELITIAN (berisi uraian waktu dan tempat, bahan/cara pengumpulan data, metode analisa data) h. HASIL DAN PEMBAHASAN i. SIMPULAN j. DAFTAR PUSTAKA Judul, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan dan daftar pustaka diketik dengan huruf kapital tebal (bold). Judul maksimal 12 kata dan mencerminkan inti tulisan. Jika penulis lebih dari satu orang nama penulis diletakkan di belakang nama sebelumnya. Kata kunci 2 – 5 kata, ditulis italic. Jika menggunakan bahasa daerah atau bahasa Inggris, ditulis dengan huruf miring (italic) Redaksi: editor/penyunting mempunyai kewenangan mengedit dan mengatur pelaksanaan penerbitan sesuai format jurnal “Segara Widya” Naskah dapat dikirim ke LP2M ISI Denpasar dengan alamat Jalan Nusa Indah Denpasar (0361) 227316, Fax (0361) 236100. Kontak Person : Pak Mudra (03617889910), atau dikirim melalui email:
[email protected]
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
KAJIAN IKONOGRAFI LUKISAN PADA PLAFON INTERIOR ASHRAM VRATA WIJAYA DI DENPASAR
I Nyoman Adi Tiaga, I Kadek Dwi Noorwatha Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Art
[email protected]
Abstrak Ashram Vrata Wijaya merupakan sebuah bangunan arsitektur Ashram yang berusaha menyelaraskan diri dengan lokasi dan lingkungannya. Ashram Vrata Wijaya dengan bentuk interior plafon dengan lukisannya yang unik menjadi daya tarik bagi pemakai ruang dan mereka yang memasuki ruangan, menjadi bahan pertanyaan, apa maksud dan makna dari lukisan plafon tersebut? Sehingga untuk itu agar menghindari terjadinya kesalahan informasi maka penelitian ini sangat diharapkan nantinya sebagai sumber yang akurat mengenai makna yang terkandung dari lukisan plafon pada interior Ashram Vrata Wijaya. Ashram Vrata Wijaya dibangun sebagai tempat memperdalam ilmu spiritual khususnya kesiwaan. Arsitektur dan interiornya bukan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan fungsi sebagai tempat suci untuk menaungi kebutuhan aktivitas para bhakta (umat) namun juga sebagai usaha penyelasaran hubungan manusia dengan alam. Lukis pada plafon interior banyak dibuat dalam bentuk dan motif karya dua dimensi lukis bercorak lukis wayang kamasan dilihat dari teknik pengerjaan dan bahan-bahan yang digunakan sebagai usaha memunculkan makna dan keindahan dimasa proses pebangunan arsitektur dan interiornya jika dieksplor secara mendalam makna yang terkandung dalam lukisan plafon ashram ini ingin mengabadikan semangat pengabdian yang tulus yang lahir dari dalam diri bakta untuk menjadi bakta yang baik dan berbakti pada ajaran jnana buda siwa. Kata kunci : lukisan plafon interior Ashram Vrata Wijaya, ikonografi, wujud, makna.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Abstract Ashram Vrata Wijaya is an architectural building of Ashram which tries to align themselves with the location and its surroundings. The building is unique in the shape of the building, especially the interior of its ceiling which has a shape whose form is full with a variety of symbols and their meanings. Ashram Vrata Wijaya with the interior of ceiling with unique paintings, becomes interesting for the user space and those who enter the room, becomes the subject of the question, what is the purpose and meaning of the painting in the ceiling? So in order to avoid misinformation, this study is expected as an accurate source of meaning contained in the interior of the ceiling painting in Ashram Vrata Wijaya. Ashram Vrata Wijaya was built as a place of learning spiritual knowledge, especially kesiwaan deepen. Architecture and interior are not only to meet the needs of the function as a shrine to protect the need of activities of devotees (people) but also as an attempt to harmonize the relationship between man and the nature. The painting on the ceiling interior are made in many shapes and motifs of two-dimensional works of painting with puppet painting Kamasan seen from the construction techniques and materials that are used, as an attempt to bring meaning and beauty in the process of building the architecture and interior. If explored deeply the meaning contained in the ceiling painting of this ashram is that to capture the spirit of sincere devotion born from the devotees to be good devotees at the teachings of jnana buda Siwa.
Keywords: the ceiling painting of Ashram Vrata Wijaya interior, iconography, form, meaning
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
PENDAHULUAN Setiap kegiatan masyarakat Bali sangat terkait dengan kesenian dan yadnya. R.M Soedarsono menegaskan, Bali sebagai pulau dewata tidak lepas dari sifat masyarakat Bali itu sendiri, yakni masyarakat yang terbuka dan sangat kreatif. Pengaruh dari luar seperti apapun setelah jatuh ke tangan seniman Bali selalu berciri Bali. Walaupun di bawah kekuasaan Jawa (Majapait) kesenian Hindu Bali mempunyai sifat dan corak tersendiri. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika Vickers dalam Bukunya berjudul Bali Paradise diketemukanya Bali itu berarti pembukaan tabir yang meliputi suatu keindahan dan kemolekan yang mempesonakan. Pulau Bali taman firdaus, kata Houtman. Keindahan yang tidak lepas dari aktifitas ritual sebagai pengisi aktifitas masyarakat Bali yang menyatu dalam olah seni.(Vickers,1989: 242). Pada setiap cabang kesenian di Bali bisa ditemukan beberapa ikon yang memiliki referensi berupa benda nyata maupun benda abstrak, dari cerita-cerita mitologi. Seperti pada lukisan di langit-langit (plafon) bale kambang Kertagosa (Klungkung) yang merupakan ikon dengan mengambil referensi cerita perjalanan hidup manusia sejak mulai dilahirkan hingga kematiannya, yang secara implisit mengandung ajaran-ajaran moral yang harus dipatuhi sehingga bisa dipertanggungjawabkan di dunia akhirat nantinya. Demikian juga dengan arsitektur tradisional Bali yang memiliki ciri khas sangat spesifik Pembagian ruang luar, jenis dan bentuk bangunan, serta interior pada arsitektur disesuaikan dengan fungsi dan kedudukannya masing-masing di dalam suatu tatanan adat tertentu. Seperti pada bangunan yang difungsikan untuk melakukan upacara keagamaan (ibadah) bangunan Ashram salah satunya yang saat ini sudah mulai berkembang di Bali. Ashram Vrata Wijaya yang dibangun pada daerah perkotaan tepatnya di Tohpati Denpasar Timur adalah salah satu bangunan Ashram yang dibangun menyesuaikan kondisi lingkungan dengan memanfaatkan lahan yang sangat terbatas seluas 5,5 are atau 550 M² ini merupakan suatu arsitektur Ashram yang berusaha menyelaraskan diri dengan lokasi dan lingkungannya. Memiliki keunikan tersendiri. Pada bangunanya baik arsitektur dan interiornya memiliki bentuk yang sarat dengan simbol-simbol dan berbagai makna terkandung didalamnya, salah satunya pada bagian interior desain plafonnya menggunakan lukisan yang sangat unik sehingga menarik untuk diungkap sebagai topik dalam penelitian ini.
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kualitatif sehingga analisa yang relevan adalah analisis deskriptif kualitatif. Metode ini dilakukan dalam proses penyusunan, pengkategorian, pencarian tema atau pola dengan tujuan memahami maknanya, dengan langkah deskripsi data, reduksi data, interpretasi data dari unsur –unsur bentuk lukis plafon interior Ashram Vrata Wijaya dengan menggunakan analisis metode ikonografi Erwin Panofsky yang menerapkan tiga langkah dalam menganalisa yaitu (1) pre-ikonografi, (2) ikonografis dan (3) ikonologi. Ketiga langkah pokok pembahasan ini menurut Erwin Panofsky (1955), oleh peneliti untuk memahami atau mengkaji makna elemen bentuk dan tema lukis plafon interior Ashram Vrata Wijaya sebagai sebuah karya seni, Panofsky memberi tiga tahapan atau tingkatan dalam menganalisis, tahapan tersebut dijelaskan dalam bukunya berjudul “Meaning in The Visual Arts” yaitu: tahapan deskripsi pra-ikonografi (preiconographical description), analisis ikonografis (iconographical analysis) dan interpretasi ikonologis (iconological interpretation) (Panofsky, 1955: 26-40)
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Deskripsi Pra-ikonografi (makna primer) Berisi tanggapan awal terhadap aspek tekstual yang berada dalam batasan dunia motif artistik. Dunia motif artistik merupakan makna primer yang terbentuk dari makna faktual dan ekspresional. Makna faktual dipahami dengan cara mengidentifikasikan bentuk yang tampak dengan obyek tertentu dan mengidentifikasi perubahannya dengan aksi atau peristiwa tertentu. Makna ekspresional dipahami dengan cara “empati”, dimana si pengamat mampu mengartikan sesuatu yang diamatinya, berdasarkan rasa familier yang dimiliki terhadap obyek dan peristiwa. Makna primer wujud dab tema lukis plafon Interior Ashram Vrata Wijaya Denpasar dapat dipahami dengan mengidentifikasikan bentuk murni yaitu, konfigurasi tertentu dari garis, warna, bentuk, dan juga teknik, dan material yang digunakan dalam pembuatan lukisan pada plafon interior Ashram Vrata Wijaya, sebagai representasi dari objek alami seperti, manusia, binatang, tanaman, peralatan dan sebagainya, dengan mengidentifikasikan hubungan dari keduanya sebagai peristiwa-peristiwa dan merasakan kualitas ekspresional sebagai karakter dari pose atau bahasa tubuh dari objek (Panofsky, 1955: 33-34). Alat yang digunakan dalam deskripsi pra-ikonografi adalah selain pengalaman praktis dan rasa familier terhadap objek dan peristiwa juga perlu dihubungkan dengan prinsip korektif terhadap kondisi historis yang bervariasi yang disebut dengan sejarah gaya / style. Maka untuk melihat sejarah gaya / style lukis plafon interior Ashram Vrata Wijaya Denpasar dapat ditinjau dari perkembangan karakteristik lukis wayang tradisional Bali yaitu gambar Wayang Kamasan yang ada di Klungkung, Bali.
Analisis ikonografi (Makna sekunder) Analisis Ikonografis merupakan tahapan untuk mengidentifikasi makna sekunder, dengan melihat hubungan antara motif sebuah karya seni lukis plafon dari tema dan konsep, yang dimanifestasikan dalam gambar, cerita, dan motif. Hal ini menunjukan sesuatu yang lebih dari rasa familier terhadap objek dan peristiwa yang diperoleh dari pengalaman praktis. Sesuatu yang lebih dari rasa familier tersebut mengisyaratkan rasa familier terhadap tema dan konsep dari suatu karya seni, seperti yang dikirimkan melalui sumber literatur, apakah didapatkan melalui membaca atau melalui tradisi mulut ke mulut atau narasumber pembuatnya, (Panofsky, 1955: 35).
Interpretasi ikonologis (Makna intrinsik) Interpretasi ikonologis merupakan tahapan yang paling hakiki dan mendasar (esensial) untuk memahami isi dari sebuah karya seni. Interpretasi yang mendalam dari makna instrinsik dapat dipahami dengan menegaskan prinsip dasar yang memaparkan perilaku dari suatu bangsa atau kelompok, zaman, kelas, persuasi filosofis dan religiusitas yang dapat memenuhi syarat kepribadian dan dipadatkan ke dalam satu karya. Untuk mendapatkan prinsip dasar yang mendasari pilihan dan interpretasi dari gambar, cerita, dan alegori, yang dapat memberikan makna pada susunan formal dan prosedur teknis yang digunakan, menurut Panofsky sangat diperlukan kemampuan mental, yang disebut dengan “intuisi sintesis”, (Panofsky, 1955: 38). Namun semakin subyektif dan irasionalnya sumber interpretasi tersebut, maka semakin diperlukan aplikasi dari korektif, seperti halnya pengalaman praktis yang harus dikoreksi oleh suatu pandangan ke dalam cara di mana proses penggalian makna, menurut kondisi sejarah yang bervariasi, obyek dan peristiwa dinyatakan oleh bentuk sejarah gaya, tema Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
dan konsep dinyatakan melalui obyek dan peristiwa, maka intuisi sintetis yang dimiliki juga harus dikoreksi oleh pandangan ke dalam cara di mana interior Ashram itu dibentuk, di bawah kondisi sejarah yang bervariasi, tendensi umum dan esensial dari pikiran manusia dinyatakan melalui tema dan konsep khusus, yang disebut dengan sejarah gejala cultural atau “simbol” dalam makna Ernst Cassirer. Sejarah gejala cultural dalam penelitian ini akan ditinjau berdasarkan budaya masyarakat Bali di mana objek lukis plafon tentunya ada fungsi dan pesan yang ingin disampaikan. Pada penelitian ini peneliti akan menerapkan tiga langkah proses analisa yang didapat dari metode ikonografi Erwin Panofsky yang akan di analisis berurutan dan akan diperkuat dengan teori-teori bantu yang dianggap relevan yaitu teori dari Edmund Burke Feldmen, terkait dengan struktur dan gaya/style seni yang dijelaskan dalam bukunya berjudul “Art as Image and Idea”. Teori ini nantinya akan digunakan untuk mengkaji aspek dan unsur-unsur bentuk garis dan warna lukis plafon interior Ashram Vrata Wijaya pada tahap deskripsi pra-ikonografi. Kelebihan metode ikonografi ini dari metode yang lain menurut penulis menganggap kemampuannya dalam membongkar bentuk dan makna yang dipakai untuk memahami secara kritis bahasa rupa yang terselubung secara idiologi yang direproduksi oleh suatu sistem petanda. Sebagai kasus dalam penelitian ini adalah lukis plafon pada interior Ashram Vrata Wijaya yang sarat dengan muatan simbol pada setiap elemen lukis plafonya interiornya. untuk mengungkap makna isi dibalik semua unsur lukisan plafon pada interior Ashram Vrata Wijaya tersebut dapat diurai dengan analisis pre-ikonografi, ikonografis, yang telah dipaparkan pada di atas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh di lapangan akan dianalisis dengan pendekatan ikonografi Panofsky, yang merupakan salah satu pendekatan sejarah yang sangat komperhensif untuk bisa melihat fenomena penelitian dalam bidang seni rupa, yaitu lukis plafon pada interior Ashram Vrata Wijaya dengan data-data yang dijumpai di lapangan antara lain Ashram Vrata Wijaya terletak di jalan Siulan gang Nusa Indah no 4, Tohpati, Denpasar Timur. Bangunan ini memiliki daya tampung 250 hingga 300 orang. Arsitekturnya terbagi dalam tiga zona yaitu zona bawah, zona tengah dan zona atas. Ada pun lokasi Ashram Vrata Wijaya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Pera Pulau Bali, (Sumber : www, google earth.com, Th 2014)
Gambar 2. Site Plan Ashram Vrata Wijaya (Sumber : www, google earth.com, Th 2014)
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Kondisi Bangunan Ashram Vrata Wijaya menurut fungsi dan aktifitas spiritualnya, terdiri dari tiga zona yaitu: zona atas yang berfungsi sebagai tempat pemujaan yang ditempati khusus untuk Maha Guru sebagai pemimpin jalannya ritual upacara, zona tengah adalah area persiapan untuk melakukan persembahyangan dalam mengiringi prosesi ritual dan sebagai tempat bhakta melakukan doa atau pemujaan. Zona bawah merupakan area paling bawah sebagai ruang terbuka yang terdapat beberapa lingga seperti Lingga Sri Karnath, Lingga Nandini, Lingga Guru. Pembagian zona pada Ashram Vrata Wijaya digambarkan pada gambar 2a denah zona dengan perbedaan zona antar zona yang lain dengan perbedaan warna. Zona atas digambarkan dengan warna merah, zona tengah digambarkan dengan warna biru dan zona bawah digambarkan dengan warna hijau. Sedangkan Lay out Ashram Vrata Wijaya pada gambar 2b dijelaskan dengan area bawah atau area ruang luar yang terdiri dari beberapa Lingga yaitu: A) Sri Karnath, B) Lembu Nandini, C) Lingga Guru, D)Beji Agung, Area tengah yang di tempati oleh : E) Graha Guru, F) Graha Tapa, G) area Pemujaan, H) Area Altar Shiva sebagai sentra pemujaan utama, I) Ruang Persiapan, J) Kori Agung, K) Kori Samping.
Gambar 3. Pembagaian zona (area) Pada Ashram Vrata Wijaya, (Sumber : Dokumen Penulis 27 Maret 2013)
Gambar 4. Lay out Ashram Vrata Wijaya ( Sumber : Dokumen Penulis 27 Maret 2013)
Lukisan plafon pada Ashram Vrata Wijaya terletak pada bangunan wantilan yang terbagai dalam sebelas prim adegan yang masing- masing adegan memiliki cerita yang saling terkait di pasang mengelilingi semua plafon pada wantilan Ashram ini merupakan tempat pemujaan siwa yang di lakukan setiap tanggal 10 dan tangal 13 setiap bulannya atau pada hari purnama dan tilem.
Bentuk plafon Bentuk plafon pada bangunan wantilan dibuat dengan plafon ekspos berbahan kayu dan penutup anyaman bambu untuk memunculkan kesan tradisi, pada plafon dipasang lukisan yang akan di bahas sebagai onbyek penelitian pada kasus ini.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Gambar 5. Banguan wantilan Ashram Vrata Wijaya ( Sumber : Dokumen Penulis 20 mei 2014)
Gambar 6. Letak lukisan plafon pada Ashram Vrata Wijaya. (Sumber: Dokumen Penulis 20 Mei 2014)
Pre-Ikonografi lukisan pada plafon interior arsitektur ashram vrata wijaya. Ashram Vrata Wijaya dibangun sebagai tempat memperdalam ilmu spiritual yang berlandaskan ajaran kesiwaan. Arsitektur dan interiornya bukan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan fungsi akan tempat untuk menaungi kebutuhan aktivitas para bhakta (umat) namun juga sebagai usaha penyelasaran hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan tuhan (siwa). Arsitektur dan interior banyak dibuat dalam bentuk dan motif hias yang memunculkan makna dan keindahan salahsatunya lukisan pada plafonya memiliki pesan dan tujuan tertentu tidak hanya sekedar penutup atap jika dieksplor secara mendalam. Lukis pada plafon interior pada arsitektur Ashram Vrata Wijaya yang difokuskan dalam penelitian ini hanya akan mengupas bentuk, fungsi dan makna lukisan plafonya yang memiliki bentuk sangat unik yang tidak anya sekedar sebagai unsure pembentuk ruang semata. Berdasarkan analisa awal dari paparan diatas dapat diputuskan bahwa lukisan pada plafon yang ada pada ashram vrata wijaya ini terinfirasi dari bentuk plafon lukis wayang yang ada pada bangunan balai kambang kerta gosa Kelungkung. Namun keunikan dan perbedaan yang membedakan lukis plafon yang di ashram dengan di kerta gosa Kelungkung, berbeda pada bentuk dan cerita yang menjadi tema lukisan pada masing plafon tersebut. Bentuk Lukisan yang dibuat pada plafon interior nya memiliki bentuk yang menunjukkan usaha untuk menceritakan semua proses perjuangan bakta dalam melaksanakan darma kewajibannya sebagai bakta dalam mebangun tenpat pemujaan yang sekarang diberi nama Ashram Vrata Wijaya. Lukisan plafon pada ashram terbentuk dalam sebelas prin yang saling berkaitan antar prim yang ada. Lukisan plafon dalam Ashram ini terpampang pada plafon wantilan yang merupakan tempat pemujaan dalam Ashram Vrata Wijaya, Bangunan Wantilan mengambil bentuk bangunan wantilan pada umumnya di Bali namun fungsinya yang berbeda. Wantilan pada umumnya berfungsi sebagai fasilitas umum kegiatan masyarakat warga banjar (Dwijendra, 2009:24). Berbeda dengan di Ashram Vrata Wijaya bangunan Wantilan sebagai fasilitas kegiatan ritual dan aktifitas pembelajaran dalam Ashram. Lukisan plafon Ashram mengambil bentuk dasar lukisan tradisi yang bercorak teknik lukis wayang kamasan begitu juga Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
pewarnaan dan material yang di gunakan. Bentuk-bentuk yang di gambarkan menceritakan jalan cerita proses pembuatan ashram , di munculkan gambaran pigur-pigur manusia tidak berupa gambar wayang sehinga hal ini yang membedakan lukisan kamasan dengan lukis plafon pada Ashram Vrata Wijaya. Setiap prim dari sebelas prim menceritakan kejadian peristiwa demi peristiwa dengan adegan sesuai dengan peoses yang terjadi saat pembangunan arsitektur dan interior ashram itu sendiri. Ikonografi Arsitektur dan Interior Ashram Vrata Wijaya Pada tahapan ikonografi lukisan plafon pada interior Ashram Vrata Wijaya dikaji berdasarkan tempat pemujaan siwa yang saat ini di beri nama Ashram Vrata Wijaya seperti yang sudah dijelaskan diatas terdiri dari sebelas prim dengan adegan dan menggambarkan peristiwa kejadian menjadi satu deretan peristiwa yang terjadi saat proses terbentuknya arsitektur ashran ini: prim satu mengisahkan kejadian turunya pada dewa memberikan restu untuk membangun tempat suci yaitu Ashram, prim dua mengisahkan bakta memohon petunjuk pada mahaguru mengenai keinginan bakta akan membangun ashram, prim tiga mengisahkan bakta mendapat restu langung saat bermeditasi yaitu restu tembat lahan untuk membangun ashram, prim empar menceritakan bakta melakukan meditasi dilahan rencana tempat membangun ashram dan meyaksikan lingga yoni tegak dihadapanya, prim lima menggambarkan bakta bergotong royong di tenpat lahan yang akan di bangun ashram, prim enam masi menyambung cerita prim lima, prim tujuh menggambarkan prosesi peletakan batu pertama pembangunan ashram, prim delapan menceritakan kejadian demi kejadian hadirnya sosok naga dan empas saat proses pembangunan ashram, prim sembilan menggambarkan semangat para bakta saat menempatkan batu sebagai lingga guru, prim sepuluh menggambarkan proses pembentukan patung siwa, ganesa dan hanoman, serta prim sebelas sebagai prim terahir menceritakan proses ditemukanya batu lingga nandini di pantai batu kelotok kelungkung, saat ini menjadi lingga nandini yang di tempatkan diarea Asheram Vrata Wijaya, terlihat pada gambar 4 diatas. Interpretasi Ikonologi Kori Agung Ashram Vrata Wijaya Tahapan ikonologi merupakan pemahaman mengenai makna intrinsik yang terdapat dalam objek lukisan plafon dengan mengungkapkan prinsip-prinsip dasar yang kemudian dapat menunjukkan perilaku sikap dasar dari sebuah bangsa atau masyarakat tertentu dalam hal ini bakta ashram yang masih memegang teguh tatanan tradisi yang memperlakukan semua benda sebagai mahluk hidup seperti arsitektur atau bangunan bukan sekedar benda mati semata, Keindahan bentuk yang menghadirkan nilai-nilai merupakan wujud simbolisasi perjuangan dan pengorbanan bakta saat membangun tempat suci ashram, Tentunya kerelijiusan dan kesakralan yang tersirat pada lukisan plafon bangunan arsitektur dan interior Ashram Vrata Wijaya merupakan usaha sebagai upaya menggambarkan kemahakuasaan dan kekuatan Shiva serta sifat-sifatnya sebagai jalan untuk mempertebal keyakinan dan kepercayaan pemakai ruang atau umat (bhakta).
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
SIMPULAN Ashram Vrata Wijaya dibangun sebagai tempat memperdalam ilmu spiritual khususnya kesiwaan. Arsitektur dan interiornya bukan semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan fungsi akan tempat untuk menaungi kebutuhan aktivitas para bhakta (umat) namun juga sebagai usaha penyelasaran hubungan manusia dengan alam. Lukis pada plafon interior banyak dibuat dalam bentuk dan motif karya dua dimensi lukis bercorak lukis wayang kamasan dilihat dari teknik pengerjaan dan bahan-bahan yang di gunakan sebagai usaha memunculkan makna dan keindahan dimasa proses pebangunan arsitektur dan interiornya jika dieksplor secara mendalam makna yang terkandung dalam lukisan plafon ashram ini ingin mengabadikan semangat pengabdian yang tulus yang lahir dari dalam diri bakra untuk menjadi bakta yang baik dan berbakti pada ajaran jenana bunda siwa.
DAFTAR PUSTAKA Dwijendra, Ketut Acwin.(2008), Arsitektur Bangunan Suci Hindu berdasarkan Asta Kosala-kosali. Penerbit CV. Bali Media Adhikarsa dan Udayana University Press, Denpasar Bali Feldmen, Edmund Burke. (1967), Art As Image And Idea, Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Lauraen, Jaice Marcella. (2004), Arsitektur & Perilaku Manusia. Penerbit Grasindo Jakarta Moleong, Lexy J. (2010), Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya. Bandung Panofsky, Erwin, Meaning In The Visual Art, The Uneversity Of Chicago Press (1979), The Meaning of art, Washington, Praeger Publ. Inc., New York Sudana, I Nyoman Gede, (2005), Arsitektur Bertutur, Yayasan Pustaka Bali
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154