“SEGARA WIDYA” JURNAL HASIL-HASIL PENELITIAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
ISSN: 2354-7154 Volume 2, Nomor 1, November 2014
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN: 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
Pengarah Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (Rektor ISI Denpasar). Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Kes. (PR I ISI Denpasar)
Penanggungjawab Dr. Drs. I Gusti Ngurah Ardana, M.Erg. (Ketua LP2M ISI Denpasar)
Redaktur Drs. I Wayan Mudra, M.Sn. (Kepala Pusat Penelitian LP2M ISI Denpasar)
Dewan Redaksi Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA. (ISI Denpasar) Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, MA. (Undiksha) Prof. Dr. Ir. I Ketut Santriawan, MT. (Unud) Dr. I Komang Sudirga S.Sn., M.Hum. (ISI Denpasar) Drs. I Gusti Ngurah Seramasara, M.Hum. (ISI Denpasar)
Penyunting Bahasa Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum. (Bahasa Inggris) Ni Kadek Dwiyani, SS., M.Hum. (Bahasa Indonesia) Desain Cover Ni Luh Desi In Diana Sari, SSn., M.Sn. Tata Usaha & Sirkulasi Drs. I Ketut Sudiana. I Gusti Ngurah Putu Ardika, S.Sos. I Putu Agus Junianto, ST. I Wayan Winata Astawa. I Made Parwata.
Jurnal “SEGARA WIDYA” terbit sekali setahun pada bulan November. Alamat Jalan Nusa Indah Denpasar (0361) 227316, Fax (0361) 236100 E-mail:
[email protected]
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN : 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014 DAFTAR ISI Ida Ayu Gede Artayani, Agus Mulyadi Utomo, Penciptaan Tegel Keramik Stoneware Dengan Penerapan Motif Tradisi Bali……………………………………………………...…
249
Ida Bagus Kt. Trinawindu, Cok Alit Artawan, Ni Luh Desi In Diana Sari, Aktualisasi Lontar Prasi Di Era Global Menggunakan Teknologi Digital………………..........................
257
Ni Made Ruastiti, Ni Nyoman Manik Suryani, I Gede Yudarta, Rancang Bangun Model Kesenian Lansia Di Kelurahan Tonja Denpasa………………………………………
267
I Nyoman Wiwana. I Wayan Sukarya, Kajian Ornamen Kuno Pada Bangunan-Bangunan Puri Di Kabupaten Karangasem Bali…...……………………………………………………
273
Cok Gd Rai Padmanaba, Made Pande Artadi, Ida Ayu Dyah Maharani, Ungkapan Estetis Sistem Konstruksi Pada Interior Bangunan Tradisional Bali………………………….
285
I Kadek Dwi Noorwatha, I Nyoman Adi Tiaga, Peciren Bebadungan: Studi Identitas Arsitektur Langgam Denpasar………………………………………………………………...
291
I Nyoman Adi Tiaga, I Kadek Dwi Noorwatha, Kajian Ikonografi Lukisan Pada Plafon Interior Ashram Vrata Wijaya Di Denpasar……………………..…………………………...
298
Ida Ayu Dyah Maharani & Toddy Hendrawan Yupardhi, Arsitektur Tradisional Bali Pada Desain Hybrid Bangunan Retail Di Kuta Bali………………………………………….
304
I Wayan Agus Eka Cahyadi, Ni Ketut Rini Astuti, Kajian Makna Tanda-Tanda Budaya Bali Pada Baliho Kampanye Calon Anggota DPD RI Dapil Bali Tahun 2014…………………
314
Nyoman Lia Susanthi, Ni Wy. Suratni, Potret Komunikasi Skaa Janger Kolok Di Desa Bengkala Buleleng…………………………………………………………………………………….
322
Arya Pageh Wibawa1, I Wayan Agus Eka Cahyadi, Amoga Lelo Octavianus, Perbandingan Penggunaan Media Buku Dan Video Tutorial Mata Pelajaran Seni Rupa Pada Siswa SMA Dan SMK Negeri Di Denpasar……………………………………………………….
331
Wahyu Sri Wiyati, Kajian Musisi Dalam Industri Musik Di Villa Sanctus Uluwatu Bali …………...……………………………...…………….....................................................................
336
I Gede Mawan, Revitalisasi Musik Mandolin Di Desa Pupuan Tabanan Sebagai Perekat Budaya Bangsa…………………...……………………………………………….…………………...
346
Ni Ketut Dewi Yulianti, Rinto Widyarto, Ni Ketut Yuliasih, Eksistensi Tari Bali Dan Jawa Dalam Bahasa Indonesia Dan Inggris ......................................................................................
357
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Ni Kadek Dwiyani, I Kadek Puriartha, Peran Stasiun Televisi Lokal Di Bali Dalam Upaya Pemertahanan Bahasa Bali Sebagai Bahasa Ibu…………………………………………...
368
Ni Luh Desi In Diana Sari, Alit Kumala Dewi, Identitas Budaya Lokal Pada Desain Kemasan Oleh-Oleh Kopi Bali………………………………………………………………………
378
I Komang Arba Wirawan, Dari Konflik Desa Ke Layar Kaca: Analisis Wacana Liputanbali TV Berita Bentrok Kemoning-Budaga, Klungkung, Bali……………………….......
388
I Wayan Adnyana, Modal Sosial Institusional Pita Maha (Praktik Sosial Pelukis Bali 1930An)............................................................................................................................................................
394
Nyoman Dewi Pebryani, Dewa Ayu Sri Suasmini, Inventarisasi Dan Identifikasi Motif Tenun Endek Di Kabupaten Gianyar………………………………………………………………..
402
I Wayan Budiarsa, Suminto, Bentuk Pertunjukan Dramatari Genggong Di Desa Batuan Gianyar………………………………………………..……………..…………………………………
412
Ni Ketut Rini Astuti, Cokorda Alit Artawan, Media Promosi Objek Wisata Monkey Forest Ubud Gianyar Bali Sebuah Kajian Semiotika ……………………………………………..
421
I Nyoman Laba, I Made Bayu Pramana, Modifikasi Bentuk dan Ornamen Penjor Di Desa Kapal Di Kabupaten Badung Bali…………………………………………………………….
431
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
JURNAL “SEGARA WIDYA” Diterbitkan oleh LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR ISSN: 2354-7154, Volume 2, Nomor 1, November 2014
PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL PADA JURNAL”SEGARA WIDYA” Jurnal “Segara Widya” adalah publikasi ilmiah khusus hasil-hasil penelitian dibidang seni rupa, desain dan seni pertunjukan. Naskah artikel yang diterima adalah hasil penelitian yang belum pernah dipublikasikan pada jurnal yang lain. Naskah yang diterima harus memenuhi persyaratan penulisan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan MS Word pada kertas A4, font Times New Roman 11, spasi 1 termasuk abstrak, daftar pustaka dan tabel. Margin batas atas 2,5 cm, bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2,5cm. Jumlah halaman artikel maksimal 12 halaman. Kerangka tulisan berurutan sebagai berikut: a. JUDUL (ukuran huruf 12) b. Nama peneliti (tanpa gelar) c. Nama program studi, fakultas dan institusi. d. Email peneliti (ketua dan anggota). e. Abstrak dalam Bahasa Indonesia maksimal 200 kata, abstrak juga ditulis dalam bahasa Inggris, lengkap dengan kata kunci. Abstrak berisi uraian tujuan penelitian, metode dan hasil penelitian. f. PENDAHULUAN (uraiannya berisi latar belakang, perumusan masalah, teori, hipotesis, tujuan). g. METODE PENELITIAN (berisi uraian waktu dan tempat, bahan/cara pengumpulan data, metode analisa data) h. HASIL DAN PEMBAHASAN i. SIMPULAN j. DAFTAR PUSTAKA Judul, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan dan daftar pustaka diketik dengan huruf kapital tebal (bold). Judul maksimal 12 kata dan mencerminkan inti tulisan. Jika penulis lebih dari satu orang nama penulis diletakkan di belakang nama sebelumnya. Kata kunci 2 – 5 kata, ditulis italic. Jika menggunakan bahasa daerah atau bahasa Inggris, ditulis dengan huruf miring (italic) Redaksi: editor/penyunting mempunyai kewenangan mengedit dan mengatur pelaksanaan penerbitan sesuai format jurnal “Segara Widya” Naskah dapat dikirim ke LP2M ISI Denpasar dengan alamat Jalan Nusa Indah Denpasar (0361) 227316, Fax (0361) 236100. Kontak Person : Pak Mudra (03617889910), atau dikirim melalui email:
[email protected]
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
PECIREN BEBADUNGAN: STUDI IDENTITAS ARSITEKTUR LANGGAM DENPASAR
I Kadek Dwi Noorwatha, I Nyoman Adi Tiaga Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar
[email protected].
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian untuk merumuskan ciri khas arsitektur langgam Denpasar (ALD) sebagai patokan dalam memahami keanekaragaman elemen-elemen arsitektur tradisional Bali (ATB). Penelitian ini juga tidak berhenti pada tahap perumusan identitas yang bersifat romanticretrospektif semata, namun melihat fenomena aplikasi identitas tersebut dalam arsitektur kekinian yang bersifat critical-prospektif. Dengan pemahaman tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang secara induksi mengamati, mengklasifikasikan dan menginterpretasi elemen-elemen arsitektural sehingga dapat merumuskan suatu identitas ALD yang disebut peciren bebadungan. Hasil penelitian menunjukkanbahwa identitas ALD ditandai dengan pemakaian batu bata sebagai unsur utama dan modulasi bangunan. ALD lebih adaptif terhadap perpaduan dengan budaya asing dan proporsi bangunan ALD tampak lebih lebih lebar yang memberikan karakter kokoh dan tegas, mencerminkan karakter masyarakat Denpasar. Unsur-unsur yang menjadi pembentuk peciren bebadunganadalah: Unsur Kreatifitas yaitu unsur pengembangan elemen yang disesuaikan dengan aspek fungsi namun tetap mempertahankan karakter Bali. Unsur Akseptabilitas yaitu unsur keterbukaan terhadap akulturasi dengan budaya asing tanpa menghilangkan karakter dan jati diri. Unsur Komformitas yaitu kesesuaian peruntukan dan visualisasi bangunan untuk mengakomodasi kebutuhan dan gaya hidup Modern.
Kata kunci: Peciren Bebadungan, Identitas Arsitektur, Langgam Arsitektur Denpasar
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Abstract The goal of this research is to formulate the characteristic of Denpasar architectural style (DAS) as a benchmark in understanding the diversity of the elements of traditional Balinese architecture. The study also does not stop at the stage of formulation of romantic-retrospective perspective identity alone, but also to look at the phenomenon of the application of the identity in contemporary architecture that is critical–prospective. With this understanding , this study is a descriptive - qualitative research which inductively observes, classifies and interprets architectural elements so as to formulate an identity of DAS called Peciren Bebadungan. The findings of this research shows that the identity of the DAS which is characterized by the use of brick as the main elements and the modulation of the building. DAS is more adaptive to the combination with other foreign culture and the proportions of the building looks wider that shows strong and firm characters, reflecting the character of Denpasar community. The elements that form peciren bebadungan are: the elements of creativity that is to say elements of the development which are customized with the element of function but still retaining the character of Balinese architecture. The element of acceptability namely the element of “openness” towards acculturation with the foreign culture without eliminating the character and identity as Balinese. The elements of comformity i.e. conformance designation and visualization of buildings to accomodates modern needs and modern lifestyle.
Keywords : Peciren Bebadungan , Architecture Identity , Denpasar Architectural Style
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
PENDAHULUAN Menggeliatnya gerakan untuk merekontruksi kembali arsitektur tradisional untuk mengakomodasi kehidupan modern menjadi suatu fenomena tersendiri dalam kalangan arsitek dan desainer Indonesia. Seluruh kota-kota besar di Indonesia sekarang semakin giat dalam menata, menggali dan bahkan meneguhkan warisan budaya khususnya arsitektur tradisionalnya untuk memperkuat karakter, jati diri dan identitas daerah; salah satunya adalah Kotamadya Denpasar. Dalam konteks arsitektur, proses pelestarian bangunan pusaka (heritage) tidak semata-mata melestarikan secara fisikal namun juga yang non fisikal seperti nilai budaya, filosofis dan estetis. Kedua unsur tersebut (fisikal maupun non fisikal) membangun satu kesatuan wujud fisik bangunan yang mencitrakan identitas suatu kota. Jati diri dengan landasan kebudayaan Bali ini menjadi kata kunci bagi keberhasilan pembangunan Kota Denpasar. Jati diri tidak sekadar identitas dan pembeda satu kelompok masyarakat dengan yang lain. Jati diri pun sekaligus menjadi pencitraan yang sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Apakah arsitektur langgam Denpasar (ALD) tersebut? Arsitekturlanggam Denpasar atau lebih dikenal dengan Peciren Bebadungan (wawancara dengan AA Gde Kusuma Wardana (Penglingsir Puri Kesiman) dan Kadek Wahyudita (kelihan Penggak Men Mersi Puri Agung Kesiman 2013). Dalam prakteknya, ALD masih tenggelam akan hegemoni Arsitektur tradisional Bali (ATB). Dalam realitas lapangan, seluruh Kabupaten di Bali memiliki ciri khas arsitektur tradisional tersendiri baik dari pemanfaatan material, tata letak, arah orientasi, proporsi dan karakteristik dekorasi. Eksplorasi tentang peciren bebadungan sebagai jatidiri ALD menarik untuk digali selanjutnya, sebagai penguatan citra kota Denpasar sebagai Kota Kreatif Berbasis Budaya Unggulan yang nantinya dijadikan acuan pengembangan kota lainnya di Bali. Dari pemaparan di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu: Apakah identitas peciren bebadungan sebagai jatidiri arsitektur langgam Denpasar? Unsur-unsur apa sajakah yang menjadi pembentuk peciren bebadungan sebagai identitas langgam arsitektur Denpasar? Eksplorasi peciren bebadungan sebagai identitas arsitektur langgam Denpasar merupakan suatu usaha untuk melihat artefak budaya arsitektur sebagai media simbolisasi yang menggambarkan sisi historis, sosial, budaya dan teknologi yang berkembang pada jamannya. Dengan eksplorasi tersebut dapat diimplementasikan kedalam beragam jenis visualisasi desain arsitektural maupun interior kekinian, namun tetap mempertahankan jiwa peciren bebadungan yang masih relevan dengan konteks kehidupan modern. Proses eksplorasi tersebut juga menghindarkan desainer dari penggunaan ornamen, material, proporsi, tata letak yang bersifat tempelan dalam bangunan modern sebagai inti dari gerakan regionalisme; dan juga dapat menguatkan citra jati diri kota Denpasar sebagai kota “metropolitan” yang berwawasan budaya. Identitas kota adalah ciri khas yang membedakan kota tersebut dengan kota lainnya. Karakter sebuah kota muncul dari banyak hal. Sejarah kota, kosmologi kota, kepercayaan masyarakatnya dan seterusnya (Kusuma, 2013).Dalam konteks struktur pembentuk arsitektur, Frick dan Purwanto (1998: 13-15) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya arsitektur selalu berhubungan erat dengan cara kontruksi dan bahan bangunan yang laku pada jaman itu (terbangunnya). Di samping fungsi statis dalam pembentukan arsitektur sebagai penguat bangunan dan menyalurkan segala beban maupun tekanan ke dalam tanah, di Asia sering pengaruh simbol dan mistik lebih diutamakan. Hiasan yang sejak dahulu kala digunakan untuk menyampaikan gagasan kosmologis dan metafisis dalam bentuk simbol dan bukan melambangkan alam sebagai sumber fungsi statis. Pada jaman Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
dahulu kebanyakan bentuk struktur yang autotonos sangat terbatas menurut pengalaman dan teknik pertukangan maupun oleh faktor-faktor metafisis (adat, primbon, tantangan agama, dsb) menurut bentuk, lebar bentang, serta bahan bangunan yang digunakan secara tradisional, seperti misalnya pendopo dan saka guru di Jawa atau struktur rumah Toba Batak. Pada jaman dahulu sistem bentuk struktur merupakan faktor kecil pada keindahan sebuah gedung. Struktur bangunan yang tidak diselimuti sering dianggap kasar dan belum selesai, dibandingkan dengan masa kini yang menilai keindahan makin lama makin lebih baik dibandingkan dengan sekedar logika sistem bentuk struktur yang berhubungan dengan bentuk arsitektur.Dalam konteks penelitian identitas arsitektur langgam daerah tertentu, Edi Sedyawati, 1990 (dalam Munandar, 2005: 11) mengemukakan bahwa karya arsitektur yang termasuk dalam bentuk kebudayaan materi sehingga mudah diamati dan diobservasi. Dalam mengkaji karya arsitektur terdapat tiga aspek besar yang dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya: (1) aspek struktur (2) aspek makna simbolis, dan (3) aspek fungsi sosial. Ketiganya memang berkaitan satu sama lain, tetapi masih mungkin dibahas secara terpisah. Dalam penelitian ini diarahkan pada kajian terhadap aspek struktur dalam arsitektur langgam Denpasar yang dikaitkan dengan khasnya dan kedua adalah aspek makna simbolis dari masingmasing struktur pembentuk tersebut.Jika merujuk pengertian identitas dalam perspektif cultural studies khususnya dalam cultural identity, identitas dapat didefinisikan dalam istilah persamaan (sameness) dan perbedaan (difference). Lebih spesifik, perbedaan (masih dalam koridor differance (keliyanan)) selalu terdapat identitas yang tampak sama; meskipun fixity (perpotongan, pemutusan hubungan positioning) secara temporer diperlukan pada proses identitifikasinya, “selalu ada sesuatu yang ditinggalkan (Hall dalam Rutherford, 1990: 55). Penerapan identitas budaya dalam konteks arsitektur dalam suatu kawasan membuat suatu citra kota yang khas sesuai dengan budaya yang direpresentasi tersebut. Berbagai desain arsitektural yang menjadi elemen kota (gedung, monumen, lapangan, kawasan permukiman etnis, kawasan kota lama, pantai dan lain-lainya), akan memberikan ciri karateristik atau identitas pada kota. Objek-objek kota tersebut memberikan ciri khas pada kota terhadap sejarah perkembangan suatu kota. Identitas kota timbul dari pandangan seseorang terhadap suatu elemen atau objek yang ada pada suatu kota. Pandangan seseorang terhadap suatu elemen kota akan dikenang selamanya olehnya dan menjadi ikatan terhadap kota tempat tinggalnya (Heryanto dkk, 2012).
METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar Provinsi Bali, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif (descriptive research methods) (Nazir, 2003) yang bersifat kualitatif. Untuk pemilihan objek penelitian dilaksanakan dengan purpossive sampling dengan memilih sampel yang dipilih yang dianggap mewakili identitas arsitektur langgam Denpasar dengan sebelumnya disesuaikan dengan literature (Sugiyono, 2011). Sampel yang dipilih berdasarkan kriteria: (1) Bangunan berumur diatas 50 tahun Selain merupakan fasad dari suatu bangunan tradisional bangunan tersebut harus berumur 50 tahun dari sejak penelitian ini dilakukan (dibangun di atas tahun 1970 an). (2) Material menggunakan bahan lokal Denpasar yaitu menggunakan batu bata merah, tanah pol-polan dll. Sebagai variabel dalam penelitian ini dan disesuaikan dengan literatur dan narasumber, maka variabel dalam penelitian ini adalah: Struktur: dapat diartikan sebagai struktur bentuk pemesuan dibagi menjadi angkul-angkul cacadian dan atau makakerep. Material: dapat diartikan material adalah seluruh bahan bangunan mentah sebagai bahan penyusun wujud fisik bangunan. Proporsi: dapat diartikansebagai perbandingan tinggi dan Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
lebar pemesuan (secara tampak depan) dan dihitung berdasarkan jumlah batu batanya. Dekorasi: dapat diartikan sebagaielemen dekorasi pada arsitektur tradisional Bali yaitu pepalihan, kekarangan, bebaturan, elemen patung dan lain-lain. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: observasi, wawancara (interview) interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah structured interview dan dokumentasi. analisis data adalah kualitatif adalah bersifat induktif. Data ditabulasikan untuk kemudahan pembacaan dan proses perumusan suatu kesimpulan-kesimpulan awal yang kemudian disusun menjadi suatu kesimpulan akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah diadakannya survey pada kecamatan Denpasar Timur, maka didapat gambaran mengenai penerapan identitas arsitektur langgam Denpasar di berbagai tempat. Untuk mempermudah tahap analisis data maka data dimasukan ke dalam tabel seperti yang tampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.2. Sebaran Data Objek Penelitian Berdasarkan Lokasi No.
Lokasi Penelitian
Jumlah Total
Umah
Puri
Pura
1.
Kelurahan Kesiman
18
5
6
7
2.
Desa Kesiman Petilan
39
4
3
32
3.
Desa Kesiman Kertalangu
11
7
0
4
4.
Desa Penatih Dangin Puri
33
8
0
25
5.
Kelurahan Penatih
15
3
0
12
6.
Desa Dangin Puri Kelod
2
0
0
2
7.
Desa Sumerta Kauh
1
0
0
1
8.
Kelurahan Sumerta
16
3
0
13
9.
Desa Sumerta Kaja
3
0
0
3
10.
Desa Sumerta Kelod
11
1
Jumlah Objek Penelitian Jumlah total Objek Penelitian
31
10 9
109 149
Sumber: Hasil Survey 2014
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Dari tabel dapat dilihat masing-masing objek penelitian dari lokasi penelitian yang spesifik. Tampak pada tabel di atas dari total 149 buah objek, objek penelitian berupa pura mempunyai jumlah yang paling besar yaitu 109 buah atau 73 % dari jumlah seluruh objek. Objek penelitian berupa umah berjumlah 31 buah atau sekitar 20,8 % dan Objek penelitian puri berjumlah 9 buah atau sekitar 6,04 %. Dari data tersebut dapat ditarik suatu pemahaman awal bahwa arsitektur tradisional yang masih dipertahankan tersebut adalah suatu arsitektur yang mencirikan identitas Denpasar atau menggunakan peciren Bebadungan. Dari data tersebut dapat ditarik suatu pemahaman awal bahwa arsitektur tradisional yang masih dipertahankan tersebut adalah suatu arsitektur yang mencirikan identitas Denpasar atau menggunakan peciren Bebadungan. Sehingga dapat dipastikanbahwa objek yang telah terpilih merupakan arsitektur asli Denpasar yang selanjutnya akan dianalisis berdasarkan variabel penelitian (struktur, material, proporsi dan dekorasi) sehingga didapatkan suatu rumusan identitas langgam arsitektur Denpasar sebagai kesimpulan akhir. Alasan dibalik masih dipertahankannya arsitektur asli Denpasar tersebut menurut beberapa narasumber terdapat beragam alasan yang melatarbelakanginya antara lain: Alasan Warisan leluhur, bahwa arsitektur asli yang dianggap sebagai representasi peciren bebadungan sampai saat ini dilestarikan karena beberapa hal yaitu: Pertama adalah masih adanya kepercayaan bahwa peninggalan leluhur tersebut wajib dilestarikan akibat dari mitos kutukan (tulah, kepongor dll); pun jika mengubah diwajibkan tidak menggunakan bahan yang jauh berbeda dan memperhatikan wujud, proporsi dan elemen pembentuknya terutama dimensi (sikut) dan peletakannya. Kedua, material batu bata menurut beberapa narasumber merupakan representasi dari arsitektur Majapahit. Dari pemahaman tersebut dalam konteks pura kawitan, masih dipertahankannya wujud arsitektural tersebut sebagai penanda pemilik atau pengempon pura tersebut adalah keturunan Dalem (Majapahit) sebagai peletak dasar kebudayaan Bali Madya atau Bali Arya di Bali. Alasan Ekonomis, pengempon mengaku tidak adanya dana untuk pembangunan baik secara renovasi ataupun membangun yang baru. Alasan Durabilitas, dimana para pengempon masih mengakui bahwa material dan struktur bangunan masih layak dipertahankan karena dirasakan masih kokoh dan layak ditempati. Alasan Konservasi, dimana para pemilik bangunan yang sadar bahwa wujud bangunan tersebut merupakan warisan leluhur dan jikalau terjadi kerusakan parah baik akibat bencana alam, manusia maupun korosi. Alasan konservasi ini telah dilakukan oleh Puri Agung Kesiman (Wawancara dengan AA. Gde Kusuma Wardana dan I Kadek Wahyudita tahun 2013) untuk merestorasi Beberapa bangunan purinya. Diperlukan dedikasi yang tinggi, kesadaran akan sejarah dan ekonomi untuk mempertahankan arsitektur “asli” Denpasar ini. Jadi dapat dijelaskan bahwa identitas langgam asitektur Denpasar adalah karakteristik yang khas dalam wujud arsitektural heritage (warisan) yang berlokasi di Denpasar; dengan menggunakan material, ungkapan estetis dan struktur yang mencitrakan tipikal (stereotype) masyarakat Denpasar dalam konteks sosial budaya. Langgam arsitektur Denpasar dikenal dengan istilah beblakasan yaitu visual langgam arsitektur yang minim dekorasi, hanya menggunakan pepalihan (permainan pasangan batu bata), mayoritas batu bata, ukirannya tidak mendetail cenderung besar-besar, struktur yang lebih lebar, tebal dan tinggi. Sedangkan arsitektur Gianyar yang agak “monyer” yaitu dekorasi yang agak rumit, mendetail, kecil-kecil, memenuhi bidang, biasanya ukiran diwarnai mencolok dipadukan cat emas (prada); struktur lebih ramping (kurus) dan lengkap menempatkan elemen dekorasi seperti pepalihan, kekarangan, pepatran, keketusan, bebaturan dll.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Analisis Struktur Tampak pada objek penelitian fasad arsitektural rumah tinggal mayoritas menggunakan angkulangkul cacadian pada bagian “kepala”angkul-angkul. Tampaknya para penghuni mementingkan aspek fungsi dan durabilitas. Pemilihan material juga dipilih berdasarkan kekuatannya kecuali pada batu bata yang menurut narasumber merupakan identitas khas Denpasar atau Badung. Para pemilik rumah tinggal yang mempertahankan angkul-angkul batu bata pada umumnya “takut” mengubah struktur dasar dari angkul-angkul warisan pendahulunya;meskipun menurut para pemilik bahan batu bata mempunyai kelemahan terhadap cuaca dan cepat korosi dibandingkan dengan material yang lain.Struktur pemesuan dalam arsitektur Denpasar 53 objek (85,4%) menggunakan struktur lengkap dan 9 objek (14,5%) menggunakan struktur belum lengkap. Ketidaklengkapan tersebut tampak pada tidak diterapkannya unsur lelengen. Hal tersebut membuktikan bahwa (1) dalam arsitektur Denpasar masih mengacu pada struktur pemesuan arsitektur tradisional Bali (2) terjadi penyederhanaan bentuk dari struktur lengkap pemesuan tradisional Bali. Aspek fungsional kembali menjadi faktor dominan dalam visualisasi bentuk arsitektur Denpasar dibandingkan sisi kelengkapan secara tradisional. Dapat disimpulkan sementara dari segi struktur, arsitektur berlanggam Denpasar masih mempertahankan struktur kelengkapan bentuk dari pemesuan namun untuk beberapa kasus telah memodifikasi berdasarkan aspek fungsional. Aspek fungsional kembali menjadi faktor dominan dalam visualisasi bentuk arsitektur Denpasar dibandingkan sisi kelengkapan secara tradisional. Dapat disimpulkan sementara dari segi struktur, arsitektur berlanggam Denpasar masih mempertahankan struktur kelengkapan bentuk dari pemesuan namun telah mengadakan modifikasi berdasarkan aspek fungsional semata dan tetap mempertahankan karakter aslinya yaitu penggunaan batu bata.
Analisis Proporsi Dalam proses tabulasi selanjutnya dalam konteks proporsi, dengan jalan menganalisis hasil dokumentasi berupa foto yang didapat pada survey penelitian. Untuk penghitungan proporsi akan dihitung jumlah batu bata baik untuk lebar maupun tinggi bangunan dengan memakai standar batu bata: lebar 8 cm, panjang 24 cm dan tebal 5 cm. Berdasarkan data lapangan dapat dilihat perbandingan proporsi pemesuan berlanggam Denpasar secara umum yang berkisar pada proporsi antara tinggi berbanding dengan lebar pemesuan adalah: 1:1 (sejumlah 13buah), 2:1 (sejumlah 1 buah), 3:2 (sejumlah 4 buah), 5:6 (sejumlah 1 buah) , 6:5 (sejumlah 14 buah), 7:5 (sejumlah 8 bah), 8:5 (sejumlah 3 buah), 9:5 (sejumlah 1 buah), 11:10 (sejumlah 8 buah), 12:5 (sejumlah 1 buah) dan 17:10 (sejumlah 2 buah). Proporsi 6:5 paling banyak diterapkan pada bangunan arsitektur Denpasar, diikuti dengan proporsi 1:1, selanjutnya 11:10 dan 7:5. Dapat diketahui bahwa perbandingan antara tinggi dan lebar yang membentuk proporsi arsitektur Denpasar mendekati 1:1. Jadi dapat disimpulkan sementara, bahwa dari segi proporsi langgam arsitektur Denpasar menggunakan proporsi 1:1. Citra langgam arsitektur Denpasar dibangun melalui proporsi bangunan yang mengesankan bangunan yang kuat dan kokoh dengan menampilkan kelebaran bentuk fasad. Aspek kuat dan kokoh tersebut didukung dengan aspek dekorasi yang terkesan minimalis, tanpa ukiran yang menjelimet dan menggunakan permainan pasangan batu bata sebagai elemen dekorasinya. Kejelasan struktur dan material sangat diperlihatkan yang menambah kesan penyederhanaan bentuk arsitektur tradisional Bali dalam wujud langgam arsitektur Denpasar.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Analisis Material Dari 149 objek penelitian dapat ditabulasikan penggunaan material pada bangunan arsitektural yang nantinya memberikan suatu gambaran material bangunan yang mencirikan arsitektur berlanggam Denpasar, seperti yang tampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.3 Penerapan Material Pada Objek Penelitian No.
Material
Jumlah
Presentase
1.
Tanah Citakan/Pol-Polan
2
1,34 %
2.
Kombinasi Tanah Citakan dan Batu Bata
1
0,67 %
3.
Batu Bata Kasar
62
41,61%
4.
Batu Bata dengan Finishing
2
1,34 %
5.
Batu Bata Kombinasi Paras
26
17,44 %
6.
Paras
3
2,01 %
7.
Batu Bata dengan Atap Genteng
18
12,08 %
8.
Batu Bata dengan Atap Beton
35
23,74 %
149
100 %
Jumlah Sumber: Hasil Survey 2014
Mayoritas objek pada tabel di atas menggunakan batu bata kasar yaitu bata bata tanpa finishing tambahan yaitu berjumlah 62 buah yaitu 41,61 %. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan narasumber yang menyebutkan arsitektur tradisional Denpasar menggunakan material utama batu bata kasar. Bahkan dengan tegas narasumber mengemukakan bahwa material batu bata memang mencirikan arsitektur Denpasar sebagai penanda bangunan Majapahit. Pada urutan berikutnya adalah batu bata dengan beratap beton berjumlah 35 buah yaitu 23,74 % dan batu bata beratap genteng berjumlah 18 buah yaitu 12,08%. Kedua material tersebut yaitu beratap genteng dan beton menurut narasumber penerapannya dimulai setelah Belanda memerintah di Denpasar. Aspek material selain menggunakan material lokal yang dekat dekat lokasi pembangunan, juga menjadi semacam penanda langgam arsitektur tertentu (Majapahit). Jadi dapat disimpulkan sementara bahwa material yang digunakan lebih kepada penanda suatu citra tertentudibandingkan aspek durabilitas semata.
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
Analisis Dekorasi Untuk mencari kekhususan dekorasi arsitektur langgam Denpasar maka akan dibahas beberapa dekorasi yang unik, terutama yang menurut beberapa narasumber mencitrakan langgam arsitektur Denpasar; seperti yang tampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.6 Penggunaan Dekorasi Pada Arsitektur Berlanggam Denpasar No.
Objek Dekorasi
Image
Keterangan
1.
Ornamen Kolonial
Ornamen diterapkan pada bagian gidat pemesuan merajan kauhan Puri Penatih. Visual estetis menggunakan estetika Bali yaitu dengan motif pepatran. Menunjukkan perpaduan antara ornamen asing dengan ekspresi estetis Bali mengesankan kesatuan.
2.
Kekarangan 1
Penerapan ornamen yang merupakan simplifikasi dari motif kekarangan khususnya karang sae atau karang boma yang ditempatkan di gidat pemesuan. Bentuk ornamen tersebut dibentuk dari permainan susunan batu bata yang membentuk motif kekarangan.
3.
Kekarangan 2
Penempatan elemen dekorasi kekarangan yang dibentuk dari susunan batu bata. Meskipun tata urutannya mengikuti pakem tradisional, namun secara visualisasi bentuknya menjadi minimalis karena dibentuk dari susunan batu bata yang menyerupai bentuk kekarangan tertentu. Tampak ada usaha meminimalisasi bentuk ornamen namun tetap mempertahankan karakternya.
4.
Penerapan Piring China
penerapan tempelan piring keramik China sebagai unsur penambah estetika dalam bangunan. Piring keramik China dianggap sebagai barang mewah pada masanya untuk menambah prestise dan status sosial pemilik bangunan. Tempelan piring keramik tersebut ditempatkan pada permainan pasangan batu bata, sehingga terkesan terintegral dengan keseluruhan bangunan.
5..
Pepalihan 1
Permainan pasangan bata dengan penjorokan dan cerukan yang menimbulkan bentuk-bentuk tertentu. Bentuk tersebut adalah bentuk dasar dari kekarangan dalam keseluruhan bebaturan bangunan Bali. Pepalihan ini adalah salah satu ciri khas arsitektur berlanggam Denpasar.
6.
Pepalihan 2
Permainan pasangan batu bata yang menghiasi lobang pintu masuk yang membentuk bentuk tertentu. Dekorasi ini biasanya digunakan pada kori agung pada bangunan Pura yang besar. Pepalihan ini juga menjadi salah satu ciri khas pada arsitektur berlanggam Denpasar namun jarang digunakan secara umum, khususnya untuk bangunan pura dan puri semata. Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
7.
Pepalihan 3
Permainan pasangan bata dengan penjorokan dan cerukan yang menimbulkan bentuk-bentuk tertentu. Dekorasi ini menghiasi lobang angin disamping lobang pintu masuk. Di sampingnya dihiasi bentuk ornamen yang melengkung yang membentuk telinga atau sayap. Pepalihan ini adalah salah satu ciri khas arsitektur berlanggam Denpasar.
Sumber: Hasil Survey 2014
Dari segi dekorasi ada beberapa hal penting yang dapat disimpulkan sementara yaitu: Permainan pasangan batu bata baik penjorokan atau cerukan yang biasa disebut pepalihan yang mencirikan arsitektur berlanggam Denpasar. Pasangan batu bata tersebut selain menjadi bagian dari konstruksi bangunan juga sekaligus menjadi elemen dekorasi bangunan.. Pada pepalihan tersebut juga terdapat penyederhanaan bentuk kekarangan ataupun pepatran menyebabkan arsitektur berlanggam Denpasar selain berkesan lebih minimalis dibandingkan arsitektur daerah Bali lainnya namun tetap mempertahankan karakter bangunan Bali tersebut. Terdapat suatu kreatifitas pengembangan dekorasi bangunan tradisional Bali yang merupakan sebuah keberanian untuk keluar dari pakem arsitek tradisional Bali. Kreatifitas tersebut masih dalam koridor konsep dekorasi arsitektur tradisional Bali.Adanya akulturasi budaya luar yang diadopsi dalam arsitektur berlanggam Denpasar menegaskan bahwa arsitektur berlanggam Denpasar terbuka untuk dimasukan unsur-unsur budaya lainnya; namun tetap mempertahankan karakter bangunan, ungkapan estetik dan gaya pengerjaan yang mengacu kepada arsitektur tradisional Bali. Dari ketiga kesimpulan sementara tersebut bahwa bangunan berlanggam Denpasar terbukti mampu mengakomodasi perkembangan jaman.
SIMPULAN Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Identitas peciren bebadungan sebagai jatidiri arsitektur langgam Denpasar dapat dijabarkan sebagai berikut: Pemakaian Batu bata merah sebagai unsur utama dan modulasi bangunan. Batu bata merah tersebut di satu sisi merupakan penanda arsitektur Majapahit di sisi lain warna merah pada batu bata juga menyiratkan karakter atau watak Denpasar yang berani, tegas, beblakasan dan to the point. Karakter arsitektur langgam Denpasar juga lebih mementingkan aspek kejelasan struktur pasangan batu bata sebagai elemen dekorasi dengan menerapkan aspek repetisi dan permainan pemasangannya (rhythm). Langgam Arsitektur Denpasar lebih adaptif terhadap perpaduan dengan budaya asing, ditandai banyaknya perpaduan gaya Eropa dan China pada wujud fasad tanpa menghilangkan karakter bangunan Bali itu sendiri. Proporsi bangunan arsitektur langgam Denpasar tampak lebih tinggi dan lebih lebar dengan proporsi yang memakai perbandingan 1:1, 2:1, 3:2, 5:6, 6:5, 7:5, 8:5, 9:5, 11:10, 12:5 dan 17:10. Proporsi tersebut memberikan karakter kokoh dan tegas mencerminkan karakter masyarakat Denpasar.Unsur-unsur yang menjadi pembentuk peciren bebadungan sebagai identitas langgam arsitektur Denpasar adalah:Unsur Kreatifitas yaitu unsur pengembangan elemen arsitektur tradisional Bali yang disesuaikan dengan aspek fungsi namun tetap mempertahankan karakter dari bangunan tradisional Bali.Unsur Akseptabilitas yaitu unsur keterbukaan terhadap akulturasi dengan budaya asing yang Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154
dengan “damai” melebur pada artefak budaya lokal tanpa menghilangkan karakter dan jati diri arsitektur tradisional Bali. Unsur Komformitas yaitu kesesuaian peruntukan dan visualisasi bangunan berlanggam Denpasar untuk mengakomodadi kebutuhan dan gaya hidup Modern.
DAFTAR PUSTAKA Frick, Heinz dan Purwanto, LMF, 1998, Sistem Bentuk Struktur Bangunan: Dasar-Dasar Konstruksi Dalam Arsitektur, Seri Konstruksi Arsitektur 1, Semarang: Kanisius Heryanto, Bambang dan Ihsan dan Venny Veronica Natalia, 2012, Identitas Kota dan Keterikatan Pada Tempat, Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Volume 6 Desember 2012, Makassar: Universitas Hasanudin Kusuma, Dewa, 2013, Arsitektur Kota Denpasar Berbasis Kearifan Budaya Lokal, makalah dalam Sarasehan Arsitektur “Arsitektur Kreatif Berbasis Budayaan Unggulan di Kota Denpasar, yang dilangsungkan di Ruang Pertemuan Sewaka Dharma, Kantor Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar, 13 Desember 2013. Munandar, Agus Aris, 2005, Istana Dewa Pulau Dewata: Makna Puri Bali Abad ke 14-19, Depok: Komunitas Bambu Nazir, Moh., 2003, Metode Penelitian, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Rutherford, Jonathan Eds., 1990, Identity: Community, Culture, difference, London: Lawrence & Wishart Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta
Jurnal “Segara Widya”. Volume 2. Nomor 1. 2014. ISSN: 2354-7154