V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Harapan Jaya merupakan salah satu dari enam kelurahan yang
berada di dalam Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis kondisi alam Kelurahan Harapan Jaya adalah berupa dataran rendah dengan ketinggian tanah kurang dari 500 mdpl. Adapun suhu rata-rata berkisar antara 36-37 0C dan memiliki curah hujan yang bervariasi antara 2000 3000 mm per tahun. Batas wilayah Kelurahan Harapan Jaya secara administratif adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria
Sebelah Barat
: Kelurahan Medan Satria, Kecamatan Medan Satria
Sebelah Timur
: Kelurahan Perwira
Sebelah Selatan
: Kelurahan Marga Mulya
Berdasarkan data monografi Kelurahan Harapan Jaya pada tahun 2010 diketahui bahwa kelurahan Harapan Jaya memiliki 29 rukun warga (RW) yang terdiri dari 256 rukun tetangga (RT). Adapun jumlah penduduk Kelurahan Harapan Jaya mencapai 75.705 jiwa yang terbagi dalam 19.266 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing secara berurutan adalah 37.764 jiwa dan 37.941 jiwa. Selain itu, penduduk Kelurahan Harapan Jaya juga dikategorikan menjadi dua kelompok usia, yakni kelompok usia pendidikan dan kelompok usia tenaga kerja. Kategori usia kelompok pendidikan yang dimulai dari balita hingga remaja berjumlah 71.349 jiwa, sedangkan untuk kategori usia tenaga kerja yang dimulai dari usia 10 – 57 tahun ke atas berjumlah 56.392 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar
penduduk di Kelurahan Harapan Jaya merupakan penduduk dengan kategori usia pendidikan. Data mengenai jumlah penduduk menurut tingkat usia tersaji pada Tabel 6. Tabel 6.
Jumlah Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Menurut Tingkat Usia
a.
Kategori Kelompok Menurut Usia Kelompok Pendidikan
b.
Kelompok Tenaga Kerja
Usia (tahun) 00-06 07-18 ≥ 19 10-19 20-56 ≥ 57
Jumlah/Jiwa 14.956 17.371 38.842 17.551 29.683 9.159
Sumber: Data Monografi Kelurahan Harapan Jaya, 2010
Selanjutnya, luas wilayah Kelurahan Harapan Jaya mencapai 490,07 Ha atau sekitar 4,9 km2. Adapun dibandingkan dengan enam kelurahan lainnya di Kecamatan Bekasi Utara, Kelurahan Harapan Jaya memiliki persentase luas wilayah terbesar yakni mencapai 26% dari luas Kecamatan Bekasi Utara. Selain itu kepadatan penduduk di wilayah ini juga menempati urutan teratas di Kecamatan Bekasi Utara dan Kota Bekasi yakni mencapai 15.597 jiwa per km2. Kondisi ini diduga sebagai dampak dari pembangunan industri dan pemukiman yang cukup pesat sejak sepuluh tahun terakhir, sehingga menyebabkan peningkatan arus kedatangan penduduk di Kelurahan Harapan Jaya setiap tahunnya. Adapun mengenai kondisi sarana dan prasarana publik yang dimiliki oleh Kelurahan Harapan Jaya dapat dikatakan sudah cukup memadai. Beberapa fasilitas yang cukup vital bagi masyarakat, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, perhubungan, hingga telekomunikasi telah tersedia dan memiliki kondisi yang cukup baik. Kegiatan perekonomian masyarakat di Kelurahan Harapan Jaya juga cukup ditunjang dengan keberadaan industri-industri, baik
53
yang berskala besar, sedang, kecil, hingga yang berskala rumah tangga. Keberadaan industri-industri ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena membuka kesempatan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan indsutri tersebut. Data mengenai sarana dan prasarana pembangunan publik di Kelurahan Harapan Jaya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.
Jumlah Sarana Pembangunan Publik di Kelurahan Harapan Jaya Jenis Sarana Pembangunan
Agama a. Masjid b. Gereja c. Sarana Lainnya/Musholla Pendidikan a. Pendidikan Umum 1. Taman Kanak-kanak (TK) 2. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah 3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah 4. Sekolah Menengah Atas (SMA) b. Pendidikan Khusus 1. TPA 2. Pondok Pesantren 3. Majelis Ta’lim Kesehatan a. RSU Swasta b. RS Bersalin Pemerintahan/Swasta c. Puskesmas d. Apotek e. Klinik 24 jam Sarana Perhubungan a. Jalan b. Terminal Industri a. Besar b. Sedang c. Kecil d. Rumah Tangga
Jumlah (unit) 31 5 31
15 31 8 3 3 2 26 2 3 1 3 15 1 1 20 1 2 43
Sumber : Data Monografi Kelurahan Harapan Jaya, 2010
5.2
Kondisi Hidrologi Kelurahan Harapan Jaya Berdasarkan hasil inventarisasi potensi air tanah seluruh Indonesia yang
dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan pada tahun 1993 yang dikutip
54
oleh Naryanto et al. (2007), wilayah Bekasi berada pada sistem Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta dan CAT Karawang-Jatibarang. Kemudian Naryanto et al. (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa di bagian utara Kota Bekasi banyak dijumpai pemboran air tanah yang menghasilkan sumur-sumur artesis positif. Keberadaan sumur-sumur bor ini yang berada di antara Kali Bekasi dan Kali Cikarang yang mengindikasikan adanya suatu sistem air tanah berproduktifitas tinggi. Dari data-data pemboran, berdasarkan kedalamannya maka akuifer air tanah di kawasan Bekasi dan sekitarnya (Jabodetabek) dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok akuifer produktif, yaitu kelompok akuifer dengan kedalaman kurang dari empat puluh meter (< 40 m), kelompok akuifer dengan kedalaman 40–140 m, dan kelompok akuifer dengan kedalaman lebih dari seratus empat puluh meter (>140 m). Produktivitas akuifer yang tinggi di daerah Bekasi terdapat baik pada akuifer dalam maupun akuifer dangkal. Seluruh sumur bor mengambil air dari kelompok akuifer kedua yaitu pada kedalaman saringan antara 40 – 140 m di bawah muka tanah setempat. Walaupun jumlah data tersebut belum mencukupi untuk mengetahui secara pasti bagaimana karakteristik produktivitas pada setiap kelompok akuifer di atas, karena masing-masing sumur menyadap air tanah pada dua atau tiga kelompok akuifer. Berdasarkan interpretasi rekonstruksi geometri akuifer yang dilakukan oleh Naryanto et al. (2007), maka dapat disimpulkan bahwa di Kota Bekasi terdapat dua lapisan akuifer, yaitu lapisan akuifer tertekan (confined aquifer) dan lapisan akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer). Kedalaman akuifer tertekan sangat bervariasi, namun akuifer yang berpotensi sebagai akuifer produktif berada
55
pada kedalaman rata-rata antara 100 – 140 m. Ketebalan akuifer yang mencukupi dan mempunyai penyebaran yang luas memberikan cadangan air tanah yang baik. Walaupun demikian, hal ini akan sangat dipengaruhi juga oleh jumlah resapan air tanah yang dapat masuk ke dalam akuifer. Kawasan yang menjadi daerah resapan akuifer terletak di bagian selatan yang letaknya lebih tinggi, yakni Kabupaten Bogor dan sebagian Kelurahan Bojong Menteng dan merupakan kawasan di luar daerah penelitian. Jumlah resapan air tanah dapat dihitung melalui jumlah simpanan air tanah (storage) hasil perhitungan neraca keseimbangan dan luas wilayah resapan masing-masing akuifer. Data mengenai perhitungan volume resapan air pada akuifer tertekan dan akuifer tidak tertekan di Kota Bekasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8.
Perhitungan Volume Resapan Air pada Akuifer Tertekan dan Akuifer Tidak Tertekan di Kota Bekasi Secara Umum
Jenis Akuifer
Luas wilayah resapan (m2)
Akuifer tertekan Akuifer tidak tertekan Total
Jumlah simpanan air (mm)
Volume resapan (m3)
4.246.266
363
1540 x 109
212.313
363
77 x 109 167 x 109
Sumber : Naryanto, et.al., 2007
Apabila melihat pada kondisi saat ini, dimana daerah resapan seperti Kabupaten Bogor ataupun Kelurahan Bojong Menteng di bagian selatan Kota Bekasi telah berada dalam kondisi yang juga cukup mengkhawatirkan. Kawasan yang seharusnya dipertahankan menjadi daerah resapan (recharge area) telah berubah fungsi menjadi kawasan industri baru yang diikuti dengan pembangunan pemukiman yang juga semakin pesat. Kondisi ini juga semakin diperburuk dengan kegiatan ekstraksi air tanah yang berlebihan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif seperti yang kini terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.
56
Berdasarkan hasil pemantauan kondisi air tanah yang dilakukan oleh BPLH Kota Bekasi pada tahun 2006 diperoleh bahwa kondisi air tanah di Kelurahan Harapan Jaya telah masuk ke dalam kategori zona rawan hingga rusak. Pengelompokan zonasi air tanah ini didasarkan pada empat parameter utama yakni tingkat eksploitasi air tanah, tingkat penurunan muka air tanah, tingkat penurunan kualitas air tanah dan dampak negatif lingkungan yang timbul akibat adanya migrasi antar sistem akuifer ataupun masuknya zat pencemar ke dalam sistem akuifer. Kategori zona air tanah ditentukan berdasarkan pemantauan dan pengujian teknis oleh pihak BPLH Kota Bekasi dengan menggunakan keempat parameter tersebut untuk dapat menentukan kondisi air tanah di suatu wilayah tertentu. Kondisi air tanah di Kota Bekasi berdasarkan zonasinya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Kondisi Air Tanah Berdasarkan Zonasi Air Tanah di Kota Bekasi, Tahun 2006
Zona Aman
Lokasi Keterangan Kec. Bekasi Barat Akuifer 45-145 m Kec. Bekasi Utara (sebagian besar) Kedalaman muka air tanah 18 m Kec. Medan Satria (bagian tengah) Kel. Jaka Setia Kel. Jaka Mulya Rawan Kel. Medan Satria Akuifer 45-98 m Kel. Pejuang Kedalaman muka air tanah 1827 m Kel. Harapan Jaya Kel. Bojong Menteng Kel. Kaliabang (sebagian) Kel. Marga Jaya Kritis Kec. Medan Satria Akuifer 45-98 m Kel. Pejuang Kedalaman muka air tanah 2736 m Kel. Harapan Jaya Rusak Kel. Medan Satria Akuifer 45-98 m Kel. Pejuang Kedalaman muka air tanah <36 m Kel. Harapan Jaya Sumber: Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, 2006
Pencemaran air tanah saat ini tidak dapat dihindari lagi akibat peningkatan populasi penduduk yang disertai dengan perkembangan pemukiman yang semakin
57
pesat, rapat dan tidak teratur di Kelurahan Harapan Jaya. Menurut Saeni (1997), kondisi pemukiman yang cenderung rapat dan tidak teratur dapat merusak kualitas air tanah akibat perembesan zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran pembuangan limbah yang konstruksinya kurang memadai ke dalam sistem akuifer. Apabila kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan akan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius di masa yang akan datang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saeni (1997) mengenai kualitas air tanah dangkal daerah pemukiman di Kota Bekasi secara umum ditemukan bahwa terdapat beberapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang telah ditentukan menurut PP. No.20 Tahun 1990, KEP.02/MENKLH/I/1988, dan
PERMENKESH
No.01/BIRHUKMAS/I/1975.
Kondisi
tersebut
menyebabkan air tanah (air sumur) tidak lagi layak untuk dikonsumsi secara langsung, misalnya untuk keperluan minum. Gambaran umum mengenai kualitas air di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun parameter yang melebihi (tidak sesuai) baku mutu antara lain : 1.
Kemasaman air tanah latosol rata-rata berkisar 4,6 – 5,6. Tingkat kemasaman air ini terlalu rendah, sehingga apabila digunakan untuk keperluan minum kurang layak dan tidak baik untuk kesehatan gigi.
2.
Kekeruhan rata-rata berkisar 5,2 – 10,0 NTU. Bahkan dibeberapa lokasi ditemukan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi yakni Kelurahan Harapan Jaya, Perumnas I, Perumnas III, dan Desa Setya Mekar yang mencapai 18 – 27 NTU. Adapun batas maksimum kekeruhan yang ditentukan oleh untuk air minum adalah 5 NTU.
58
3.
Ammonia bebas rata-rata berkisar 0 – 0,182 mg/l. Menurut PERMENKESH No. 01/BIRHUKMAS/I/1975 telah melebihi baku mutu air minum baku. Pada beberapa tempat juga dijumpai pula ammonia bebas yang melewati ambang batas untuk perikanan dan peternakan, yaitu 0,02 mg/l, yakni daerah Pasar Kranji, Desa Harapan Jaya, Desa Setya Mekar, dan Bojong Menteng.
4.
Besi berkisar 0,61 – 1,25 mg/l. Hampir di seluruh tempat lokasi penelitian memiliki kandungan besi yang cukup tinggi. Adapun batas maksimum yang ditetapkan oleh PERMENKESH No. 01/BIRHUKMAS/I/1979 yaitu 1 mg/l.
5.
Kandungan Mangan berkisar 0,05 – 0,057 mg/l. Lokasi penelitian yang kandungan mangannya tinggi adalah PERUMNAS I, di Kelurahan Kranji, mencapai 0,70 mg/l.
6.
Bahan organik total (BOT) rata-rata berkisar 12,49 – 20,50 mg/l. Kandungan BOT di seluruh lokasi telah melampaui baku mutu, baik menurut PP No. 20 maupun pada PERMENKESH No. 01. Demikian pula untuk keperluan perikanan minimum adalah 3 mg/l.
7.
Oksigen – terlarut rata-rata berkisar 20,3 – 2,59 mg/l. Batas minimum yang diperbolehkan untuk air minum baku minimum adalah 3 mg/l, sehingga air ini tidak layak sebagai air minum baku. Demikian pula untuk keperluan perikanan minimum adalah 3 mg/l.
8.
Deterjen berkisar 0,491 – 2,117 mg/l. Kandungan deterjen di seluruh lokasi telah melewati ambang batas dalam PP No. 20 Tahun 1990 golongan A dan B, kecuali di Desa Bojong Menteng. Baku mutu untuk keperluan perikanan dan peternakan adalah 0,2 mg/l.
59
9.
Sulfida berkisar 0,77 – 2,26 mg/l. Batas maksimum yang diperbolehkan dalam PP No. 20 Tahun 1990 golongan B adalah 0,1 mg/l, sehingga kandungan sulfida di semua sumur telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk perikanan dan peternakan adalah 0,002 mg/l, sehingga air ini juga tidak layak jika dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
10.
Jumlah Coliform berkisar 46 – 508 individu/100 ml. Batas yang ditetapkan dalam PERMENKESH No. 01 adalah 3 individu/100 ml, sehingga pada umumnya sumur di daerah penelitian tercemar bakteri koliform.
11.
Kandungan bakteri E.Coli berkisar 41 – 457 individu/100 ml. Batas yang ditetapkan dalam PERMENKESH No. 01 adalah 0, sehingga pada umumnya di daerah penelitian telah tercemar E.coli.
5.3
Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden diperoleh berdasarkan survei terhadap 100
rumah tangga di Kelurahan Harapan Jaya. Sebagian besar informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini disampaikan oleh satu orang yang bertindak sebagai perwakilan dari satu rumah tangga, yakni seorang kepala keluarga. Kepala keluarga dalam suatu rumah tangga diduga telah memiliki informasi yang cukup mengenai penggunaan sumber air, volume, serta perilaku rumah tangganya terhadap kondisi air tanah. Pada penelitian ini karakteristik responden dibagi ke dalam enam karakteristik, antara lain tingkat usia, tingkat pendidikan formal, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, kategori penduduk dan lama tinggal. Data mengenai karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10.
60
Tabel 10. Data Karakteristik Responden Kategori 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Responden Jumlah
Persentase
Kategori Penduduk a.
Asli Bekasi
22
22%
b.
Pendatang
88
88%
Lama Tinggal a.
< 10 tahun
17
17%
b.
10 – 20 tahun
46
46%
c.
20 – 30 tahun
28
28%
d.
> 30 tahun
9
9%
a.
15 – 30 tahun
8
8%
b.
31 – 40 tahun
27
27 %
c.
41 – 50 tahun
36
36 %
d.
51 – 60 tahun
23
23 %
e.
> 60 tahun
6
6%
Usia
Pendidikan Formal a.
SMP
21
21 %
b.
SMA
54
54 %
c.
strata-1 (S1)
22
22 %
d.
strata-2 (S2)
3
3%
8
8%
Pendapatan a.
< 1 juta
b.
1 – 2 juta
36
36 %
c.
2 – 3 juta
38
38 %
d.
> 3 juta
18
18 %
3
3%
Pekerjaan a.
tidak bekerja
b.
buruh
6
6%
c.
karyawan swasta
45
45 %
d.
wiraswasta
29
29 %
17
17 %
e. PNS Sumber: Data Primer, 2012
Berdasarkan data karakteristik responden yang diperoleh, sebagian besar responden yang diwawancarai merupakan kategori penduduk pendatang yang telah menetap selama 10 – 20 tahun. Selain itu sebagian besar respoden berada pada rentang usia 41 – 50 tahun, berpendidikan formal terakhir hingga tingkat SMA, memiliki jenis pekerjaan sebagai karyawan swasta dan memiliki
61
pendapatan pada rentang 2 – 3 juta. Adapun hasil penelitian tersebut sangat dipengaruhi oleh pemilihan responden yang sebagian besar merupakan kepala keluarga dalam rumah tangga. Selain itu karakteristik lokasi penelitian yang berada disekitar kawasan industri juga sangat mempengaruhi karakteristik pekerjaan responden yang memang sebagian besar adalah karyawan swasta pada pabrik-pabrik yang berada di sekitar Kelurahan Harapan Jaya.
62