The
WAHID Institute Monthly
Report
Pengantar Redaksi Dari dua daerah yang terpaut ribuan mil, Cinere Depok dan Dumai Riau, masalah ke bebasan beragama bagi masyarakat non muslim masih jadi momok. Di depok, Wa likota Nur Mahmudi Ismail mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja HKBP Cinere. Salah satu alasan kader PKS ini, karena adanya penolakan warga setempat. Sebuah surat yang diterimanya pada 19 Februari silam juga jadi rujukan. Padahal, rekomendasi FKUB setempat sudah dikan tongi pihak HKBP. Gereja HKBP Simpang Murini Dumai Riau lebih parah. Gereja yang sedang direno vasi pertengahan Maret itu malah dibong kar paksa satpol PP yang dipimpin langsung lurah setempat. Alasannya, gereja tak me meroleh izin. Hingga kini status renovasi gereja itu tak jelas. Protes yang dilayangkan dan hasil musyawarah yang gelar setelah insiden juga masih gelap. Dari hiruk-pikuk pemilu legislatif ke marin, isu agama tampaknya masih jadi jualan politik para politisi. Sejumlah politisi menggunakan simbol-simbol agama dalam media kampanye mereka. Yasin atau pan duan salat sunah bergambar caleg. Pengu rus PKNU “menjual” isu pembubaran Ah madiyah untuk meraih suara. Dan, masih ada sederet isu agama dalam pemilu ke marin seperti desakan untuk tak memilih caleg poligami. Hanya jika dibandingkan dengan pemilu tahun lalu, harus diakui jum lahnya mulai menurun. Edisi ini Monthly Report juga menyorot kasus-kasus keagamaan lain seperti de sakan tokoh agama dari kalangan NU untuk menerapkan syariat Islam sebagai tindakan preventif paska beroperasinya jembatan Suramadu di Jawa Timur; isu aliran sesat seperti yang terjadi di Bawean Jawa Timur, Bandung, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kasus lain bisa Anda simak di edisi ini. Selamat membaca!
Ed
is i
19 Ap
r
0 il 2
on Religious Issues
Walikota Depok Cabut IMB Rumah Ibadah
S
ebulan terakhir ini jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cinere Depok mengalami ujian berat dalam memperoleh hak-hak mereka men jalankan agama. Sebuah Surat Keputusan dari Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail telah merenggut hak mereka sebagai warga negara khususnya hak mendirikan tempat ibadah. Surat tertanggal 27 Maret 2009 yang berisi pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja HKBP Cinere ini telah memupuskan harapan tidak kurang dari 500 kepa la keluarga HKBP Cinere untuk memi liki tempat ibadah sendiri. Surat ini juga telah menegaskan keberadaan jemaat HKBP Cinere sebagai seke lompok umat yang harus kesana kemari mencari gereja yang mau menampung mereka beribadah. Kenyataan ini menjadi sesuatu yang ironi karena negara yang ber kewajiban melindungi dan memfasilitasi warganya dalam beribadah justru mengingkari kewajiban ter sebut. Terlebih, pencabutan IMB dilakukan ketika berbagai persya ratan pembangunan gereja sudah terpenuhi seperti jumlah jemaat, Surat Rekomendasi dari Forum Keru kunan Umat Beragama (FKUB) Kota Depok dan tentu saja IMB. Pencabutan IMB ini juga dilaku-
09
Kenyataan ini menjadi sesuatu yang ironi karena negara yang berkewajiban melindungi dan memfasilitasi warga nya dalam beribadah justru mengingkari kewajiban tersebut. kan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pihak HKBP Cinere. Alasan-alasan pencabutan banyak yang bertentangan dengan Peraturan Bersama 2 Menteri tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Berbagai alasan tersebut telah melahirkan penolakan dari pihak Gereja HKBP Cinere, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Setempat (PGIS) dan lebih luas lagi umat Kristen di Kota Depok. Sebagai sebuah keputusan negara, Keputusan Walikota Depok dengan Nomor: 645.8/144/Kpts/ Sos/Huk/2009 ini memang patut dilihat secara kritis. Selain merupakan
Penerbit The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Alamsyah M. Dja’far, Badrus Samsul Fatah | Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Suhendy (Jawa Barat), Nur Kholik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Adhan (Makassar), Akhdiansyah (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email:
[email protected] Website: www.wahidinstitute.org
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
jenis keputusan yang membatasi hak warga, keputusan ini hanya didasarkan pada penolakan sekelompok umat Islam setempat tanpa memperhatikan dasar hukum yang lebih kuat yang dimiliki HKBP Cinere. Sebagaimana tertuang dalam keputusan tersebut, Nur Mahmudi melihat pembangunan gereja hingga saat ini tidak bisa terealisasikan karena adanya penolakan dari warga yang tergabung dalam Forum Solidaritas Umat Muslim Cinere, Pondok Cabe, Pangkalan Jati, Krukut, Meruyung, Limo dan sekitarnya. Ia merujuk pada terjadinya beberapa kali konflik (baca: gangguan dari umat muslim) pada saat pelaksanaan pembangunan. Nur Mahmudi juga merujuk surat penolakan dari elemen umat muslim di atas kepada Walikota pada tanggal 19 Februari 2009 lalu. Surat yang menurutnya sudah cukup menjadi dasar untuk Walikota turun tangan menjaga keamanan dan ketertiban. Cara yang dimak-
sud tentu saja adalah mengikuti tuntutan para penolak gereja dan mencabut IMB Gereja HKBP Cinere yang sudah dikeluarkan Bupati KDH Tigkat II Bogor pada tanggal 13 Juni 1998 sewaktu Depok masih menjadi bagian wilayah Kabupaten Bogor. Dengan pencabutan IMB ini, praktis keberlanjutan pembangunan gereja yang beralamat di Jalan Jl. Pesanggrahan Cinere, Limo-Depok ini terhenti, dan jemaat HKBP Cinere harus rela lebih lama menumpang ibadah di beberapa gereja sekitar, seperti gereja milik Angkatan Laut Pangkalan Jati. Selain itu, menyikapi surat Walikota yang menurut mereka tidak adil ini, HKBP Cinere telah melakukan beberapa langkah baik yang bersifat politik maupun hukum. Langkah pertama, melalui perpanjangan tangan PGI Kota Depok telah melayangkan surat penolakan pencabutan kepada Walikota. Dalam surat ini dibeberkan berbagai kelemahan dasar pencabutan
IMB seperti pertimbangan Walikota yang sepihak, prosedur pencabutan yang tidak sesuai PBM, pengambil alihan peran dan tugas FKUB Kota Depok, pengabaian hak umat Kristen Depok yang juga menunaikan berbagai kewajiban sebagai warga negara dan berbagai kelemahan lain. Surat yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum MPH PGIS ini juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Agama RI, Menteri Dalam Negeri, Kepala Kepolisian RI dan Komnas HAM. Langkah kedua, melakukan tun tutan hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Langkah ketiga, melakukan doa bersama terus menerus di semua gereja untuk memohon pertolongan Tuhan. Dan langkah keempat, apabila berbagai upaya tersebut tidak berhasil, umat Kristen se-Kota Depok berencana akan mendatangi kantor walikota untuk menyampaikan penolakan. (Subhi Azhari)
Gereja HKBP Simpang Murini Dumai Dibongkar Aparat
S
ekitar pukul 15.00 WIB, rom bongan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berjumlah sekitar delapan orang datang dan merobohkan bangunan gereja HKBP Simpang Murini Resort Immanuel Dumai Distrik XXII Riau yang tengah direnovasi. Rombongan Rabu Sore (18/03) itu dipimpin langsung Waginen, Lurah Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur dan Isap Ketua RT 01. “Mereka mengobrakabrik mallcoran dan besi penyangga bangunan. Beberapa orang dari Majelis Gereja dan ibu-ibu warga jemaat di sekitar gereja hanya bisa melihat sedih,” begitu yang tertulis dalam kronologis peristiwa yang diterima Monthly Report beberapa
2
hari setelah kejadian. Pembongkaran paksa ini buntut kisruh atas izin pembangunan gereja oleh aparat setempat. Gereja yang berdiri sejak 2001 itu dianggap tak berizin, dan karena itu mesti dibongkar. Tapi kepada Monthly Report Sihar Manaili Gurning, Pimpinan Jemaat HKBP Simpang Murini mengaku mereka sendiri tengah mengurus izinnya. “Kami sedang urus perizinannya,” katanya pertengahan April ini melalui sambungan telpon. Sayangnya, kata Sihar, izin itu juga tak pernah keluar dari Lurah setempat dengan alasan ada sebagian warga yang menolak kehadiran gereja. Sebelum insiden, pagi hari seki-
tar pukul 10.00 WIB sepucuk surat sebetulnya sudah dilayangkan Lurah Bukit Nenas terkait renovasi gereja. Yang mengantar Ketua RT 12 Bukit Nenas, Bonadi. Isinya menjelaskan, pengurus Gereja HKBP Simpang Murini diminta hadir pukul 8.30 di Aula Kelurahan pada Jumat, 20 Februari untuk membicarakan penertiban rumah ibadah. Selang beberapa jam, Camat Bukit Kapur dan Lurah dengan beberapa staf langsung meninjau lokasi yang saat itu tengah dikerjakan tiga orang pekerja. Sekitar pukul 12 siang, Lurah Nenas kembali ke lokasi gereja dan menemui warga sekitar gereja untuk menyampaikan “panggilan menghadap” hari itu
The WAHID WAHID Institute Institute The
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
Politisasi Agama Masih Warnai Pemilu Legislatif
M
eski tak semarak pemilu sebelumnya, agama ma sih menjadi barang seksi bagi para politisi di Tanah Air. Tak peduli apakah penggunaan simbolsimbol agama demi meraih simpati politik itu benar-benar manjur atau tidak, berbagai kampanye terselubung menggunakan media agama nyatanya masih mewarnai pemilu legislatif April ini. Tengok apa yang dilakukan sejumlah partai dan calon anggota legislatif (caleg) di berbagai daerah yang menuai protes karena dianggap “menjual”
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Salatiga mengecam kedua-nya karena dianggap menyinggung umat Islam terkait penggunaan me dia agama dalam kampanye.
juga (18/04) pukul 14.00 WIB. Saat itu Sihar tak ada di tempat. Ia sudah berangkat ke Dumai menemui Pendeta Ressor untuk mendiskuskan isi surat Pak Lurah yang dikirim pagi pukul 10.00 WIB itu. Ketika kembali ia hanya bisa menyaksikan gereja yang sedang direnovasi itu tak ber bentuk. Sihar sendiri menyayangkan si kap kepolisian yang tak bisa men cegah terjadinya insiden. Aparat yang datang tiga jam setelah kejadian mengaku tak bisa berbuat apa-apa lantaran Gereja memang tak memiliki izin. Atas kejadian ini, selain surat protes pihak Gereja HKBP menurut Sihar sudah mendatangi Lurah Bukit Nenas untuk memecahkan kasus tersebut, termasuk Walikota Dumai.
The TheWAHID WAHIDInstitute Institute
agama dalam Pemilu kali ini. 1. Kasus Caleg PDIP dan Golkar di Salatiga Entah apa yang mengilhami Sri Utami Djatmiko, caleg DPR RI PDI Perjuangan, hingga memuat gambarnya dan suaminya Djatmiko Wardoyo dalam buku Surat Yasin. Buku yang dicetak 2000 eksemplar dan dibagikan gratis kepada konstituen itu mencantumkan gambar keduanya di halaman pertama setelah sampul bagian depan dan belakang dengan latar merah. Sedangkan Yoyon Taryono, ca leg DPRD Kota Salatiga Partai Golkar daerah pemilihan (dapil) Sidorejo dipermasalahkan karena fotonya berada di balik sampul bagian bela kang buku panduan salat sunah. Di dalamnya tertulis kalau buku itu diterbitkan DPP Partai Golkar.
Hasilnya hingga saat ini masih gelap. Ut Omnes Unum Sint Institute (Institut Satu Adanya) pada 23 Maret juga sempat mengirimkan surat melayangkan protes terkait peristiwa ini kepada Lurah Bukit Ne nas. Tembusan surat juga ditujukan ke 28 pihak termasuk Presiden dan Wakil Presiden. Mereka mengecam tindakan Luran Nenas yang dinilai arogan dan tak konsisten. Oleh lembaga ini, Lurah dan RT dinilai tak berwenang melakukan eksekusi pembongkaran gereja. Yang berwenang seharusnya pengadilan. Selain itu, mereka juga beranggapan aksi tersebut melanggar HAM, yakni hak beragama, beribadah, berkepercayaan dan berkeyakinan sebagaimana diatur dalam UUD
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Salatiga mengecam keduanya karena dianggap menyinggung umat Islam terkait penggunaan me dia agama dalam kampanye. Ketua MUI Kota Salatiga KH Saifuddin Zuhri meminta pihak kepolisian di Salatiga dan Panwaslu mengusut tuntas pemakaian simbol agama Islam untuk kampanye ini. “Pemasangan caleg di Surat Yasin dan tahlil serta buku panduan salat ini harus diusut tuntas. Kami meminta pihak terkait untuk menindaklanjutinya sehingga permasalahan ini tidak berkembang. Dan umat Islam tidak terprovokasi,” tegas Saifudin. Saifudin juga menjelaskan, pi haknya mendapat laporan langsung dari masyarakat. Bahkan bukti tersebut ditemukan di daerah pemilihan Sidorejo oleh kader MUI. “Barang bukti sudah kami simpan dan akan
1945 dan peraturan lainnya seperti Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang RI. No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Sihar sendiri mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima klarifikasi apapun dari pihak terkait. Jika dalam sebulan ini tak ada per nyataan, Sihar dan pihak gereja ngotot untuk terus melanjutkan renovasi gereja. Monthly Report juga sempat menghubungi Lurah Nenas melalui sambungan telpon ke nomor yang diberikan Sihar pertengahan April. Sayang, tak ada jawaban (Alamsyah M. Dja’far)
3
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
digelar rapat lengkap pengurus MUI Salatiga untuk mengambil langkah tegas. Dan kami sudah mencari ta hu di mana saja beredarnya buku tersebut,” tandasnya. Penggunaan simbol agama Islam oleh caleg nonmuslim lanjut Saifuddin sebagai hal yang melanggar etika keagamaan. Bila persoalan tersebut tak segera disikapi, dikhawatirkan akan terjadi ketersing gungan umat, yang dapat berakibat munculnya isu SARA.’’Apalagi me ngingat warga Salatiga saat ini sedang berikhtiar sungguh-sungguh
Ini bisa dikatakan men jelek-jelekan agama ter tentu karena ini membuat seolah-olah agama begitu keji, menyalahkan orang yang memilih selain Golkar. Ini bukan masalah agama, orang Golkar yang berma salah dalam membangun sikap saling pengertian dan pemahaman antar umat beragama,’’ ujarnya. Menyikapi protes MUI, Sri Utami Djatmiko saat dikonfirmasi Rabu (4/3) menjelaskan, pembuatan bu ku Yasin dan tahlil yang di dalamnya ada sampul gambar dirinya dan suaminya Djatmiko Wardoyo tersebut merupakan permintaan konsti tuen dan bukan inisiatif dirinya. “Saya tidak memberi, tetapi mereka meminta agar dibuatkan buku Yasin dan tahlil. Lalu diberi gambar saya dan suami sebagai caleg. Bahkan yang memesan adalah para tokoh muslim yang mendukung pencalonan saya,” ujar Sri Utami. Sri yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga itu menyatakan tak ada niat sedikit pun melecehkan agama apapun dan siapapun. Buku itudiminta oleh konstituen di Kabupaten Kendal. “Kalau hal ini diang gap tidak pas, saya minta maaf,” kata Sri (Suara Merdeka Cyber News
04/03/2009 22:29 wib) yang saat ini juga tengah terbelit kasus dugaan korupsi buku ajar PT Balai Pustaka (Solo Pos Digital Media 07-April-2009 18:38). 2.Iklan Sesat Bupati Indramayu Bupati Indramayu Irianto MS Syafi uddin dan Partai Golkar oleh Direktur Eksekutif Central for Electoral Reform (Cetro), Hadar N Gumay dianggap telah melakukan pelanggaran pemilu. Sebabnya, mereka menjelek-jelekkan agama tertentu dalam sebuah iklan kampanye Partai Golkar di daerah tersebut. Dalam Iklan yang dimuat di sebuah koran lokal tersebut, terpampang foto Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin dan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla dan tulisan “Pilih pimpinan Golkar yang terbaik. Sebab kalau tidak kita akan terma suk golongan orang yang mengkhianati Allah, Rasul, dan kaum muslimin. Hal ini demi terwujudnya Indramayu yang religius.” Tak jelas apa yang dimaksudkan Irianto dengan mengkhianati Allah dan Rasulullah ini. Namun nampaknya sang Bupati ingin me nyentuh sentimen keagamaan warga Indramayu untuk memilih caleg-caleg dari Partai Golkar dalam pemilu 2009. “Ini bisa dikatakan menjelek-je lekan agama tertentu karena ini membuat seolah-olah agama begi tu keji, menyalahkan orang yang memilih selain Golkar. Ini bukan masalah agama, orang Golkar yang bermasalah,” tandasnya. Iklan yang menyesatkan itu di anggap tak mendidik dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan bagi pemilih, karena isinya menakut-nakuti masyarakat dengan agama. Sebab itu dia meminta Panwas untuk memproses kasus ini agar tidak berlarut-larut. Dalam menyikapi kasus ini, Gumay menegaskan panitia pengawas
(Panwas) pemilu tak perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat. “Bisa ini temuan Panwas. Tapi jika tak mau diangkat, ini masalah, mungkin Panwasnya ada hubungannya dengan Golkar,” kata Ha dar N Gumay. Hadar melihat, kasus ini juga merupakan peringatan bagi Golkar untuk mengontrol para caleg. “Jangan sampai membuat iklan-iklan murahan seperti itu,” jelasnya (okezone.com, Jumat 13/2/2009). Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rahbani Ahyar mengatakan sangat tidak etis jika agama dikaitkan dengan kegiatan politik. “Agama, al-Quran, dan Hadis tidak digunakan untuk mengkultuskan pribadi atau kelompok ter tentu. Jadi sangat tidak etis jika hal itu dikaitkan dengan agama, maka dengan hal ini MUI akan menyelidiki bahasa yang ada di iklan tersebut tergolong dalam penistaan agama atau tidak,” ujar Rahbani (okezone. com, Kamis 12/2/2009). 3. Janji PKNU Bubarkan Ahmadi yah Tak hanya melalui simbol-simbol agama seperti pemasangan foto dan iklan seperti kasus di Salatiga dan Indramayu, politisasi agama ini juga dilakukan dalam bentuk janji pelarangan terhadap kelompokkelompok yang dianggap menodai agama Islam seperti Ahmadiyah. Itulah yang akan dilakukan Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) jika calon-calonnya menang di pemilu mendatang. Dalam sebuah kampanye terbuka putaran pertama di Rawa Badak, Jakarta, Sabtu (21/03/09) lalu, juru kampanye PKNU, Salim Bin Umar Al-Attar menjanjikan pembubaran Ahmadiyah jika calegnya berhasil memperoleh kursi di DPR RI. “Janji kita, caleg kita akan berjuang sekuat tenaga membubarkan Ahmadiyah begitu menduduki kursi di DPR,”
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
tegas Habib Salim (gatra.com, 22/03/2009 06:34). Sang Jurkam juga mengatakan, telah menggandeng Front Pembela Islam (FPI) untuk mendukung partai berbasis Nahdatul Ulama (NU) tersebut memperoleh suara pada pemilu legislatif pada 9 April 2009. PKNU, lanjutnya, juga telah melakukan komunikasi langsung kepada Ketua FPI Rizieq Shibab guna memperoleh dukungan. “Ka rena itu pada kampanye terakhir tanggal 31 Maret nanti kita siap memutihkan Jakarta dengan satu juta pendukung,” teriak Salim, di hadapan massa pendukungnya. Partai yang salah satunya didirikan KH Ma’ruf Amin ini memang getol menyuarakan pembubaran Ahmadiyah. Bukan kali ini saja mereka menyerukan pembubaran aliran yang mereka anggap sesat ini. Dalam beberapa kesempatan, Ketua Umum PKNU, Choirul Anam menyarakan sikap antipatinya terhadap Ahmadiyah. Dia bahkan pernah mendesak pemerintah segera mengeluarkan sikap tegas yang me nyatakan Ahmadiyah sebagai aliran non-Islam. Ia menganalogikan Ahmadiyah dengan warga negara Indonesia harus mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. “Kalau tidak mau mengakui Pancasila berarti melanggar konstitusi, melanggar ideologi. Ini jatuhnya subversif,” katanya (Berita Sore, 9/05/2008). 4. Disoal Karena Dompleng Na ma Ulama Besar PKNU tidak hanya melakukan kampanye negatif dengan menjual kebencian terhadap Ahmadiyah kepada masyarakat. Partai bernomor urut 34 itu juga mendompleng nama ulama besar untuk meraih simpati pemilih. Dan tindakan yang terakhir ini menuai protes. Adalah dua pentolan PKNU yang
The WAHID Institute
juga menjadi caleg, Alwi Shihab dan Zainal A Shahab terjerat masalah setelah memajang tampang almarhum Habib Umar bin Hood Alatas dalam background baliho dan kaos kampanye mereka (RMonline, 08/04/2009, 01:35:15). Tindakan yang dilakukan keduanya selama kampanye legislatif ini juga telah dianggap melakukan pencemaran nama baik ulama besar Indonesia tersebut. Pihak keluarga mengaku kaget dengan penggunaan nama sang ulama. Pasalnya dari dulu mereka menegaskan bahwa Habib Umar (alm) tidak boleh dilibatkan dalam politik praktis. “Tindakan tersebut dilakukan tanpa terlebih dahulu memberitahukan,berkonsultasi ataupun meminta izin kepada pihak keluarga besar almarhum Habib Umar bin Hood Alatas,” kata Wakil Keluarga Besar Almarhum Habib Umar bin Hood Alatas, Habib Agil Salim di Jakarta, Selasa (Trijaya, 7/4/2009). Salim yang kecewa akibat ulah kedua caleg itu mengaku baru mengetahui kalau gambar almarhum dijadikan materi kam panye saat peringatan Maulid Nabi sekaligus haul almarhum di Cipayung, 29 Maret lalu. Dia menduga tindakan tersebut sengaja dilakukan agar masyarakat, khususnya simpatisan Habib Umar mendu kung mereka berdua. Tindakan ini menurutnya adalah kalimat yang tidak bertanggungjawab dan telah mencemarkan nama baik Habib dari kalangan ahlul bait tersebut. Habib Umar bin Hood Alatas sendiri adalah ulama kharismatik yang memiliki banyak murid dan pengikut. Habib yang dilahirkan di Hadramaut (1891) ini datang ke Indonesia pada usia 20 tahun. Pertama kali tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat. Kemudian pindah ke Cicurug, Sukabumi, dan sebelum ke Condet, tinggal di Pasar Minggu,
dan Cipayung, Bogor. Di tempattempat tersebut ia membangun majelis taklim dan masjid. Habib Umar meninggal empat tahun lalu dalam usia lebih dari 100 tahun. Dia dimakamkam di Pemakaman alHawi, Condet, yang tidak jauh dari kediamannya. Ratusan ribu kaum Muslimin memberikan penghormatan terakhir kala itu (Republika online, 25/11/2008 pk. 07:25:00). Selama hidupnya, sang Habib dikenal sebagai tokoh yang tidak pernah mau terlibat dalam politik praktis. Karena itu beralasan jika pihak keluarga besar almarhum meminta dua caleg PKNU tersebut memberikan klarifikasi atas tindakan mereka. Keluarga juga menuntut permohonan maaf dari yang bersangkutan karena melakukan hal yang mereka nilai tak etis itu. Jika permintaan tersebut tidak dilakukan, maka pihak keluarga akan mengambil langkah-langkah hukum dengan melaporkan yang bersangkutan ke Bawaslu. “Kami akan ke Bawaslu untuk mendesak Bawaslu mendiskualifikasi yang bersangkutan sebagai calon legislatif,” pungkasnya. Sementara itu, anggota Bawaslu Bambang Eka Cahyo Widodo mengaku pihaknya siap menerima pengaduan keluarga yang merasa keberatan atas tindakan kedua caleg PKNU itu. Selanjutnya, Bawaslu akan meneliti apakah tindakan Alwi masuk kategori pelanggaran pemilu atau pidana umum (Berita Kota, 08/04/2009 08:35). 5. MUI Tak Satu Suara soal Poli tisasi Simbol Agama Menyikapi berbagai tindakan para politisi yang ramai menggunakan simol-simbol agama untuk me raih simpati pemilih sebanyak-banyaknya ternyata menjadi polemik tersendiri di internal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga yang belum lama mengeluarkan fatwa
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
haram tak ikut memilih (golput) ini terbelah terkait penggunaan atribut agama dalam kampanye. Apakah hal tersebut etis dilakukan atau tidak. Ketua MUI Kota Salatiga, KH Saifuddin Zuhri tegas menyatakan, penggunaan atribut agama dalam kampanye tidak bisa dibenarkan karena dapat menyinggung umat agama yang bersangkutan (Suara Merdeka Cyber News, 04/03/2009 22:29). Begitu pula Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rahbani Ahyar yang mengatakan sangat tidak etis jika agama dikaitkan dengan kegiatan politik (okezone, Kamis 12/2/2009). Akan halnya kedua MUI daerah di atas, MUI NTB melarang para caleg dan parpol berkampanye dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran, baik kampanye terbuka maupun pada alat peraga seperti stiker. Pasal nya, ayat-ayat al-Quran bukan untuk dipolitisasi untuk kepentingan sesaat. “Kampanye itu kan janji-janji dan memprovokasi masyarakat untuk memilih mereka. Ayat-ayat al-
Quran seharusnya tidak digunakan untuk mengumbar janji dan memprovokasi,” tegas Ketua MUI NTB Prof H Saiful Muslim (Lombok Post -JPNN Grup, 03 Maret 2009). Namun bagi Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, penggunaan simbol-simbol dan atribut keagamaan dalam pelaksanaan kampanye dianggap sah-sah saja asalkan pada posisi yang tepat. Dan tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang sifatnya bertentangan dengan kesucian ajaran agama tersebut. “Sahsah saja sepanjang proposional asal tidak disalahgunakan, kalau parpol Islam sah-sah saja menggunakan simbol-simbol agama Islam,” kata Ma’ruf Amin dalam jumpa pers, di Sekretariat MUI, Jakarta (www.eramuslim.com, 13/03/2009 18:03). Senada dengan itu, Ketua MUI lainnya, KH. Kholil Ridwan menyatakan, penggunaaan simbol agama pada partai politik tidak menyalahi aturan. Bahkan, dia mencontohkan, adanya partai politik Islam yang
menggunakan kakbah sebagai lambang parpol, bukan termasuk pe nyalahgunaan simbol agama. Namun, lanjutnya, yang dianggap penyalahgunaan, apabila gambar calon legislatif dicantumkan pada halaman depan bagian dalam al-Quran. “Itu merupakan penodaan agama, bisa dituntut di pengadilan, ada aturannya,” tandasnya. Sementara itu, mengenai kampanye negatif, MUI juga menganggap sah-sah saja asalkan sifatnya bukan gibah (menyerang keburukan orang lain, red) dan dalam rangka menjaga kehancuran bangsa dari tokoh-tokoh yang tidak bertang gungjawab. “Kalau hanya untuk menjatuhkan, bukan untuk menjaga bangsa dan negara dari kerusakan kalau yang bersangkutan terpilih, itu tidak boleh,” tegas Ma’ruf Amin (www. eramuslim.com, 13/03/2009, 18:03). (M. Subhi Azhari)
Jelang Pemilu, Caleg Berpoligami Kembali Digugat
M
enjelang pemilihan umum (pemilu) legislatif, 9 April , isu poligami kembali mencuat dan menuai kontroversi. Solidaritas Perempuan Indonesia (SPI) mengumumkan daftar 21 nama ca leg pelaku dan pendukung poligami Jumat (27/03/2009). Pengumuman nama-nama hasil pengamatan SPI
Poligami yang marak dilaku kan beberapa petinggi dan caleg parpol itu dinggap bu kan sekadar mendiskreditkan kaum perempuan semata, tapi bisa makin mendekatkan diri ke perilaku korupsi
selama Maret 2009 itu diikuti seruan agar para pemilih terutama perempuan tak mereka di pemilu legislatif. Selain tujuan mengajak sesama perempuan tak memilih para caleg, organisasi ini berasalan kaum hawa menginginkan wakil rakyat yang me miliki perspektif perempuan. “Kita prihatin, mereka tidak terang-terangan. Kalau mereka melakukan poligami harus diberitahukan kepada masyarakat. Sebagai masyarakat pemilih, kita ingin tidak mereka menyembunyi kan track record-nya,” jelas Koordinator Solidaritas Perempuan Indonesia Yeni Rosa Damayanti. Bagi Yeni, sudah saatnya isu poligami para caleg ini dibawa ke meja politik. Poligami yang marak dilaku-
kan beberapa petinggi dan caleg parpol itu dianggap bukan sekadar mendiskreditkan kaum perempuan semata, tapi bisa makin mendekatkan diri ke perilaku korupsi. ”Poligami itu memperpendek jalan ke korupsi. Se bab, setiap poligami selalu diawali dengan perselingkuhan dan pengkhianatan” terangnya. Dalam pengumuman yang dirilis di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta, dan dihadiri sejumlah artis seperti Trie Utami, Ria Irawan, dan Nia Dinata tersebut, Yeni menyebut sejumlah politisi partai pelaku poligami. SPI juga menyebut sejumlah politisi yang tidak melakukan poliga mi tetapi dianggap pendukung poligami.
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
Meski tidak membantah pengumuman nama-nama tersebut sebagai bentuk politisasi isu poligami, Yeni enggan disebut langkahnya ini sebagai kampanye hitam. Dirinya hanya ingin memberikan informasi kepada masyarakat. Data yang akan dijabarkan valid dan tidak bermaksud untuk menjatuhkan seseorang. Keputusan akan memilih caleg yang bersangkutan atau tidak, lanjutnya, tergantung masyarakat. “Kalau diperboleh oleh aturan kenapa tidak diumumkan. Biar masya-rakat yang menentukan,” jelasnya (inilah. com 26/03/2009 - 20:25). Bahkan, dalam sudut pandang Islam lanjutnya, Nabi Muhammad pun sebenarnya menolak adanya poligami. Kalaupun Nabi berpoligami, karena situasi pada saat itu sedang dilanda peperangan. Sehing ga banyak janda-janda yang terlantar karena suaminya tewas dalam peperangan. ”Tapi fakta bahwa Nabi Muhammad yang pernah menolak anaknya Fatimah dipoligami, itu justru tidak banyak dijadikan acuan” keluhnya. Menyikapi pengumuman tersebut, sejumlah nama yang disebut bereaksi. Sekjen PKS Anis Matta menanggapi miring pengumuman tersebut. Menurut dia, gerakan itu berbau kepentingan politis menjelang pemilu. Namun baginya, masyarakat Indonesia saat ini su dah cukup cerdas untuk bisa membedakan masalah pribadi dan yang bukan. Poligami adalah masalah
pribadi yang tidak pantas dibawa ke ranah publik. ”Ini menunjukkan betapa tidak dewasanya mereka dalam berpolitik. Jangan mencampurbaurkan hal yang bersifat pribadi dengan politik,” katanya. Bahkan istri pertama Anis, Ana way Irianti Mansyur ikut bereaksi membela suaminya. ia menilai tinda kan SPI merupakan fitnah kaum femi nis, (detikcom, Jumat, 3/4/2009). Menurut Presiden PKS Tifatul Sembiring, tidak ada kaitan langsung antara pesoalan poligami dengan pemilu. “Terus orang ngomong soal kawin lari, ada yang kawin lagi se perti Syekh Puji, saya tidak perduli persoalan itu. Itu bukan persoalan Partai. Kalau dia salah hukum saja, Partai tidak mengurusi soal-soal itu. Apa kaitan pemilu dengan poligami?” tanya Tifatul usai kampanye di Lapangan Merdeka Balikpapan, Kalimantan Timur. Reaksi keras juga datang dari Ali Mochtar Ngabalin, caleg DPR RI dari dapil Sulawesi Selatan 3 dari Partai Bulan Bintang (PBB). Ia menilai orang berpoligami semata-mata untuk menjalankan syariat Allah. Karena itu ia meminta isu poligami ini tidak perlu dipolitisasi. “Hanya orang gila dan sinting yang melanggar hukum-hukum Allah. Poligami adalah syariat Allah bukan aturan dan kebijakan partai politik,” kata Ngabalin ketika diminta tanggapan (detik.com, Jumat,3/4/2009). Sementara Wakil Ketua Umum PPP Chozin Chumaidy menang-
gapi santai pengumuman tersebut. Menurutnya, poligami diperboleh kan oleh agama, karena itu sah-sah saja dilakukan. “Di kalangan wanita muslimah itu sudah tahu benar bahwa poligami itu dibolehkan dalam Islam. Pemilih muslim sekarang ini sudah mulai cukup cerdas, mereka sudah paham kalau poligami itu bukan perbuatan jahat,” ujarnya. Secara implisit pengamat politik dari UI Rocky Gerung membantah pernyataan para politisi tersebut. Ia mengungkapkan bahwa selama ini isu poligami lebih banyak dikaitkan sebagai isu agama daripada isu sosial. Menurutnya, pembelaan para pelaku poligami sering menggu nakan dalil agama ketimbang ke adilan. Padahal menurut Rocky, poligami merupakan problem sosial kemasyarakatan. “Tapi yang ada, upaya mencari keadilan tertutup dengan didahulukannya argumenargumen keadilan,” urai Rocky. Dalam Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, poligami diperbolehkan dengan sejumlah persyaratan yang ketat. Namun berbagai persyaratan tersebut nampaknya tidak selalu dipenuhi oleh mereka yang hendak berpoligami, karena yang menjadi acuan utama bahwa Undang Undang tersebut ti-dak melarang poligami. Dan hal tersebut akan terus terjadi sebelum ada aturan yang lebih tegas berikut sanksi bagi yang melanggar. (M. Subhi Azhari)
Habis Suramadu Terbitlah Syariat Islam?
B
erbekal keinginan agar kultur santri di pulau berpenduduk sekitar 4 juta itu terjaga, para pengurus Pimpinan Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) se-Madura menggelar pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur Sokarwo di kantor Gubernuran, Gedung Grahadi
The WAHID Institute
Surabaya, 30 Maret 2009. Kiai-kiai pesantren ini merasa penting membuat “kesepakatan” dengan orang nomor satu di Jawa Timur itu terkait dengan segera selesainya pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Pulau Jawa (Surabaya) dan Madura
(Kamal, Bangkalan) tersebut. Salah seorang pengurus PC NU Sumenep menjelaskan, ide menggelar audiensi kemungkinan besar muncul dari Ketua PCNU Kabupaten Sumenep, K.H. Abdullah Khalil. Apalagi organisasi yang di pimpinnya saat ini menjadi Koordi-
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
nator Daerah (Korda) untuk seluruh PCNU di Pulau Madura. KH. Abdullah Khalil sebelumnya pernah juga mencetuskan ide pemberlakuan syariat Islam di Sumenep. Tapi, gagal lantaran tak cukup dukungan politik dari pihak-pihak lain yang cukup memiliki otoritas di Sumenep. Ide pertemuan dengan Gubernur itu kemudian dikomunikasikan ke pengurus PCNU lain di Madura. Terlepas dari berbagai kepentingan yang mungkin menyertainya, ide pertemuan akhirnya disepakati. K.H. Syafi’, Rois Syuriah PCNU Sampang, sekaligus didapuk sebagai pihak penghubung antara para pengurus PCNU se-Madura dengan Gubernur Jawa Timur. Oleh banyak kalangan, KH Syafi’ dianggap punya akses baik dengan Gubernur. Walhasil pertemuan pun berhasil digelar dan KH. Abdullah Khalil bertindak sebagai koordinator untuk perwakilan pengu rus PCNU se-Madura di acara pertemuan itu. Inti pertemuan itu mendiskusikan berbagai kemungkinan yang akan dihadapi masyarakat Madura, terutama dampak negatif, begitu jembatan
Memang, perda syariat Is lam bukanlah satu-satunya poin yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. Tapi, dari sembilan poin hasil per temuan tersebut, agaknya isu syariat Islam ini menjadi isu krusial Suramadu selesai dan dioperasikan. Demi “melindungi” masyarakat Madura inilah mereka mengusulkan perlunya perda syariat Islam. Pemikiran itu lalu dituangkan di butir dua dan tiga dalam Sembilan Pokok-Pokok Hasil Audiensi PCNU se-Madura dengan Gubernur Jawa Timur di Surabaya, 30 Maret 2009: “(2) dalam hal pengembangan industri di Madura, diperlukan adanya regulasi dan selektifitas industri yang ‘menjamin’ terpeliharanya nilai-nilai aga-
Sembilan Pokok Hasil Audiensi PCNU se Madura dengan Gubernur Jawa Timur Surabaya, 30 Maret 2009 1.
Persoalan perencanaan tata ruang (master plan), visi/misi, dan program pembangunan di Madura segera di susun dengan melibatkan bupati (pemkab) se Madura bersama stakeholders yang pelaksanaannya difasilitasi gubernur.
2.
Dalam hal pengembangan industri di Madura, diperlukan adanya regulasi dan selektifitas industri yang ‘menjamin’ terpeliharanya nilai-nilai agama, tradisi lokal/kultur Madura serta memprioritaskan pekerja pribumi Madura
3.
Perda berbasis syariah sebagai upaya memperkuat nilai-nilai agama dan tradisi lokal Madura
4.
Untuk menjamin peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masyarakat Madura, perlu langkah ekstrim dalam hal pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan.
5.
Pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi dan pendidikan yang lebih merata dengan memperhatikan prioritas pembanguan di pedesaan.
6.
Optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Madura harus dimaksimalkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Madura dengan memperhatikan efek/dampak eksplorasi SDA tersebut.
7.
Pesantren dan madrasah (diniyah) mendapat pelakuan yang sama dengan pendidikan umum.
8.
Kasus PT. Garam segera diselesaikan
9.
Sebagai follow up auidensi ini, disepakati dibentuk forum yang melibatkan NU/kiai, bupati dan Pemprov dan stakeholders.
ma, tradisi lokal/kultur Madura serta memprioritaskan pekerja pribumi Madura; (3) perda berbasis syariah sebagai upaya memperkuat nilai-nilai agama dan tradisi lokal Madura. Dua poin ini mengindikasikan, jembatan Suramadu merupakan tahap awal industrialisasi di Madura yang bisa berdampak terhadap pengikisan nilai-nilai agama dan kultur lokal Madura. Jika kultur lokal Madura selama ini dianggap berkultur santri, maka Islamlah yang paling terancam dengan gela itu. Perda syariat Islam lalu dianggap bisa menyelesaikan kemungkinan pengikisan Islam di masa depan. Memang, perda syariat Islam bukanlah satu-satunya poin yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. Tapi, dari sembilan poin hasil pertemuan tersebut, agaknya isu syariat Islam
ini menjadi isu krusial (lihat Sembilan Pokok Hasil Audiensi). Apalagi, Pamekasan, salah satu kabupaten di Madura, dinilai telah “berhasil” menjadi salah satu kabupaten di Indonesia yang sejak awal pascareformasi secara sadar menerapkan perda yang terinspirasi syariat Islam. Alasan yang digunakan juga identitas kesantrian Madura: menjadikan Madura sebagai serambi Madinah. Isu ini agakanya masih terus meng gelinding. Hasil pertemuan menyepakati, upaya preventif itu akan ditindaklanjuti dengan membentuk forum yang melibatkan tokoh-tokoh NU, bu pati, pemerintahan provinsi termasuk para pemangku kepentingan lain. Upaya yang sepertinya hendak ditindaklanjuti secara sungguh-sungguh. (Ahmad Zainul Hamdi)
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
Pakem Bandung: AKI Tidak Sesat
P
engawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kabupa ten Bandung menyimpulkan, kelompok Amanah Keagungan Ilahi (AKI) pimpinan Wahyu Kurnia bukan termasuk aliran sesat. Putusan ini jatuh setelah sebelumnya sekelompok orang yang tergabung dalam Garis (Gerakan Reformis Indonesia) terhadap mereka sebagai ajaran sesat yang harus dilarang aktivitasnya dan pemeluknya diharuskan bertobat. Sebelum keputusan Pakem turun, massa Garis mendemo markas AKI di Perumahan Parahyangan Kencana Blok C13 Nomer 7/9, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung karena dianggap menyebarkan ajaran sesat. Massa yang berjumlah sekitar seratus orang ini bahkan hendak menyegel dan membubarkan aktifitas pengikut AKI. Sembari beorasi, mereka juga membentangkan spanduk hijau yang berbunyi, “Amanah Keagungan Ilahi (AKI) adalah Aliran Sesat dan Sudah Ditutup oleh Kaum Muslimin pada 9 Januari 2009. Kalau Membangkang Berarti Perang”. Demo ini dijaga oleh 50 petugas kepolisian (detik.com, 09/01/09). “Kami harus melakukan penye gelan ini. Sebab, AKI Merupakan ajaran sesat. Ini mesti segera dibubarkan,” jelas Ketua PW Garis Jabar
Suryana Nurfatwa. Suryana menyatakan, AKI sudah meresahkan dan mencoreng agama Islam. Ia juga berpendapat, ajaran yang disampaikan pengikutnya sesat. “Jamaah AKI be nar-benar sesat karena menganut aliran kesucian. Mereka membenci Islam. Juga penganutnya tidak perlu salat. Sebab salat bagi mereka cukup bergaul saja,” tambahnya. AKI akhirnya memutuskan untuk menghentikan segala aktifitas dan kegiatan yang dinilai Garis menyimpang dari syariat Islam setelah berlangsung negosiasi antara perwa kilan Garis, MUI Cangkuang, dan pihak AKI. Per-nyataan AKI ini tertuang dalam selembar kertas bermaterai dan dibacakan di hadapan pengunjuk rasa. Masih belum puas, seperti dilansir detik.com, Garis meminta Wahyu membaca syahadat layaknya orang yang baru masuk Islam. Pihak Garis juga mengancam akan menindak
“Temuan Garis terhadap 34 ajaran AKI yang dianggap sesat merupakan AKI dari kelompok Andreas, bukan kelompok Syamsu. Jadi, kesim pulan Pakem Kab. Bandung menyatakan AKI di Cang kuang bukan kelompok sesat,” jelas KH. Aziz (pikiranrakyat. com, 24/03/09)
tegas AKI jika melakukan kembali aktifitasnya yang menyimpang itu. Ternyata tuduhan Garis ini tidak cukup kuat bagi Pakem Kab. Ban dung untuk memutus AKI pimpinan Wahyu Kurnia sebagai aliran sesat. “AKI memiliki banyak versi sehingga perlu kehati-hatian dalam menjatuhkan keputusan,” terang KH. Anwar Saifuddin Kamil, Ketua MUI Kabupaten Bandung yang juga tim Pakem. AKI, menurut Kiai Anwar, memiliki dua versi; AKI versi Syamsu dan AKI versi Andreas. AKI kelompok Syamsu, menurut KH. Aziz Kawakibi yang merupakan Ketua Dai Kamtibmas, mengamalkan amalan-amalan yang sama dengan penganut Islam lainnya. Mereka melakukan zikir, wirid, dan salawatan yang tidak jauh beda de ngan muslimin lainnya. Sedangkan AKI kelompok Andreas mencampuradukkan antara ajaran Islam dengan ajaran agama lainnya. AKI pimpinan Wahyu ini bersambung dengan AKI kelompok Syamsu sehingga tidak bisa dihukumi sesat. “Temuan Garis terhadap 34 ajaran AKI yang dianggap sesat merupakan AKI dari kelompok Andreas, bukan kelompok Syamsu. Jadi, kesimpulan Pakem Kab. Bandung menyatakan AKI di Cangkuang bukan kelompok sesat,” jelas KH. Aziz (pikiranrakyat. com, 24/03/09). (Nurun Nisa’)
Diduga Sesat, Ali Akbar Ditangkap Lalu Diusir
D
engan alasan menghindari amuk warga, Ali Akbar (45), lelaki yang sehari-hari berprofesi sebagai dukun kampung ditangkap aparat Polsek Sangkapura Selasa (10/02) pertengahan Maret
The WAHID Institute
lalu. Di beberapa media lelaki ini ditulis dengan Soleh Akbar. “Untuk menghindari konflik, kami amankan (ditangkap—red) saja pelaku dan meminta menghentikan praktik pengobatan alternatifnya,” kata Wa
kil Kepala Polsek Sangkapura, Aiptu Hariri kepada wartawan keesokan harinya seperti dilansir beberapa media. Polisi menjemput Ali Akbar dari kediamannya Selasa siang sekitar
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
“Diamankannya” pria yang mengaku warga Sidoarjo dan Cirebon ini buntut dari gejolak yang berkembang di sebagian warga Desa Daun, Bawean, Gresik, Jawa Timur agar pria yang akrab disapa Gus Ali itu menutup praktik pengobatannya pukul 11.00 WIB. Lelaki ini sempat pingsan ketika dinaikkan ke sepeda motor polisi. “Herannya mengapa tidak pingsan saat keluar rumah menuju sepeda motor,” kata Abdul Basit Karim pimpinan Gerbang Bawean, sebuah LSM lokal di pulau di sebelah utara Kabupaten Gresik ini. Kepada Monthly Report pertengahan April, Basit menuturkan saat pingsan itu tubuh Ali sempat dibawa ke salah satu rumah warga untuk disadarkan. Ketika sadar, lelaki berkalung taring hewan itu kata Basit menyebut-nyebut “aliran sesat”, “jangan disiksa” berkali-kali kepada warga yang waktu itu memintanya mengucap syahadat. “Diamankannya” pria yang me ngaku warga Sidoarjo dan Cirebon ini buntut dari gejolak yang berkembang di sebagian warga Desa Daun, Bawean, Gresik, Jawa Timur agar pria yang akrab disa pa Gus Ali itu menutup praktik pengobatannya. Desakan juga datang dari unsur Musyawarah Pim pinan Kecamatan (Muspika) dan MUI setempat yang menganggapnya menjalankan praktik aliran sesat. Isu yang berkembang, dalam praktik pengobatannya pria berambut gondrong ini sering meminta pasien memujanya sebagai Tuhan. Ia juga mengganti bacaan syahadat yang jika diIndonesiakan menjadi “saya bersaksi saya Allah dan saya bersaksi saya Muhammad Rasulullah” dan menginjak-injak al-Quran. Kepada
10
pasiennya, menurut cerita warga, Ali bahkan sempat membuat pema kaman di Bukit Temu Kunci yang jika dirinya mati, warga diminta untuk memuja pemakamannya. Ketika dimintai keterangan aparat di kantor Polsek, lelaki yang sudah setahun tinggal di pulau berpenduduk 70 ribu jiwa ini membantah tuduhan tersebut. Ia tak menginjak al-Quran, hanya menaruh kitab suci umat Islam itu di bawah kakinya. Dalam ritual pengobatannya ia juga berterus terang memang menjadikan al-Quran sebagai pegangan. Entah apa yang ia maksud dengan menjadikan al-Quran sebagai pegangan itu. “Omongnya ngelantur,” jelas AKP Zamzami mengomentari hasil pemeriksaan anak buahnya terhadap pria yang tak memiliki KTP itu (11/2/2009). Kepada Basit, pria yang belaka ngan mengaku keturunan ningrat dari Surakarta ini sempat melontarkan pernyataan jika dirinya sekarang sudah tak mau berhubungan dengan manusia. Karena itu sekarang menyepi di Gunung Temu Kunci. Di gunung itu pengikut Ali Akbar tengah bekerja membuat padepokan dan kuburan untuknya. “Silakan foto kuburan yang saya buat, tapi setelahnya kamu akan mati,” ujar Ali Akbar sembari mengatakan
Di desa Daun Ali biasa memberi obat kepada pasiennya dengan obat-oba tan dari sebuah perusahaan multilevel marketing ter kenal. jika dia sebenarnya sudah mati. Sedang yang ada sekarang Ki Ageng Temu Kunci. “Alhamdulillah sampai sekarang ini saya masih hidup,” kata Basit sambil tertawa. Sebelum dibawa ke kantor Pol sek, akhir Januari 2008 Soleh sebetulnya sudah diperingatkan un-
tuk segera menghentikan praktik pengobatan. Menurut ke-terangan Nizam Ketua Pengurus NU Cabang Bawean, semula pria itu bersedia menuruti desakan tersebut. Namun selang bebe-rapa lama, ia kembali membuka praktek pengobatannya. Bahkan dengan mengerahkan pasiennya, ia mendesak Muspika mencabut larangan tersebut. Soleh sendiri sempat mendirikan ruang rawat inap lantaran banyaknya pasien yang berobat. Biaya pengobatan ada yang digratiskan, tapi ada juga yang konon mencapai Rp 6 juta. Atas sikapnya ini, masih menurut Nizam, Soleh Akbar diminta hengkang dari desa tempat tinggalnya selama ini. Sebelum di desa Daun, Ali pertama kali membuka praktiknya di desa Diponggo Kecamatan Tambak Bawean. Namun paska tiga bulan berjalan, pemilik kontrakan kebe ratan kontrakannya menjadi tempat praktik Ali. Menurut Basit Di Desa Daun Ali biasa memberi obat kepada pasiennya dengan obat-obatan dari sebuah perusahaan multilevel marketing terkenal. “Harga yang dipatok, tiga kali lipat lebih mahal dari harga aslinya”. Inilah yang kemudian didalami Unit Pelaksana Tugas Dinas Kesehatan Sangkapura apakah obat yang diberikan aman atau yang bersangkutan melanggar aturan atau tidak dalam memberikan obat kepada parapasien. Namun setelah diamankan selama 24 jam, kamis (12/2) lelaki yang konon mengaku pernah sekolah di negeri Swiss ini akhirnya dibebaskan. Pihak kepolisian mengaku belum berani menetapkannya sebagai tersangka, karena belum memiliki bukti kuat atas dugaan pelecehan agama. Ketua Cabang NU, Syariful Mizan, bisa memaklumi langkah kepolisian ini. Supaya kepolisian, kata Mizan, tak salah dalam bertindak. Masih menurut Mizan, sebetulnya para pemuka tak mempermasalahkan pembe basan Soleh. Yang dipersolakan lebih
The WAHID Institute
n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
karena pelecehan agama Islam itu. Untuk menindaklanjuti kasus ini, MUI setempat beserta para pemuka agama dan Muspika Sangkapura menggelar rapat demi menentukan sikap. Semuanya sepakat, Ali Akbar mesti minggat dari Sangkapura. Selain meresahkan, alasan penguatnya Ali ternyata tidak memiliki identi-
tas atau KTP sebagaimana mestinya. Meski demikian keputusan itu masih mendapat “perlawanan” dari sang dukun. Ali Akbar dikabarkan tetap ngotot membuka praktek di sebuah gunung dengan mendirikan padepokan. Mungkin alasannya persis seperti yang disampaikan di kantor polisi. “Masa saya yang
dikeluarkan dari perut ibu langsung membawa identitas seperti KTP,” kata Ali seperti ditirukan Abdul Basit. “Identitas saya al-Quran dan Hadis,” kata Ali. Sumber: kompas. com, 11/02/09, tvone.co.id 11/02/09, okezone.com 11/02/09, dutamasyarakat.com, 13/02/09) (Alamsyah M. Dja’far)
Ajarkan Aliran Tegak Mandiri, Sholihin Dihajar Masa
U
nit Reskrim Polsekta Tegal Selatan mengungkap sesu atu yang menarik saat memeriksa dukun Solikhin yang dihajar massa warga RT 04/RW 02, Kelu rahan Debong Kulon, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Di balik praktik pengobatan secara gaib, sang dukun yang masih membu-
Aliran itu diperoleh setelah dirinya mendalami Laku Ngelih atau melakukan puasa total tanpa makan dan minum pada hari-hari tertentu. Terutama tepat pada hari kelahirannya. jang itu ternyata melakukan praktik pengajaran aliran yang diduga sesat bernama ’’Tegak Mandiri’’. Di hadapan penyidik, dukun yang tinggal di RT 21/ RW 05, Desa Pacul, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, menceritakan panjang lebar soal aliran yang diajarkan ke pasien dan keluarga pasien. Aliran itu diperoleh setelah diri nya mendalami Laku Ngelih atau melakukan puasa total tanpa makan dan minum pada hari-hari tertentu. Terutama tepat pada hari kelahirannya. ’’Saya memperoleh wangsit dari roh halus bernama Ki Gede atau Ki
The WAHID Institute
Agung tahun 1994, saat berada di tempat angker di Desa Pacul dan tempat-tempat lain,’’ ujar dia. Roh halus itu membisikkan kalimat yang berisi ”ajaran” sembahyang tidak harus lima waktu, melainkan cukup dilakukan bila ada niat. Menjalankannya pun, tak harus seperti layaknya umat Islam yang menjalankan salat. Sambil Duduk ’’Cukup sambil duduk, dan baca bismillahirrohamnirrohiim. Lalu ucap kan niat untuk menyembah dan meminta petunjuk Allah,’’ kata dia di hadapan Kapolsekta Tegal Selatan AKP I Wayan Sudiasa dan sejumlah wartawan. Alasannya, salat dijalankan bila ada niat saja, karena orang Islam sekarang sudah rusak. Berbeda dengan dulu yang masih suci, benar, dan jujur. Karena itulah salat lima waktu hukumnya tak wajib. Ajaran seperti itu dan Laku Ngelih juga dianjurkan bagi pasien yang meminta penyembuhan dari diri nya. Bila tak mematuhi ajarannya, sulit untuk disembuhkan, bahkan bisa merembet ke kematian. ’’Pasien saya yang tak patuh dengan perintah bisikan Ki Gede, rata-rata tak sembuh. Bahkan di kemudian hari akhirnya cepat meninggal dunia,’’
kata dia. Sedangkan soal meninggalnya Dewi Anggraeni, kata Solikhin, bukan semata tidak patuh. Melainkan kepatuhannya sudah terlambat dan penyakitnya sudah sangat parah sehingga sulit untuk disembuhkan. Soal berapa pengikutnya, dukun Solikhin masih tertutup untuk me nyebutkannya. Dia tetap berkilah bahwa dia menyebarkan ajarannya hanya sebatas pada pasien yang berobat ke dirinya untuk meminta kesembuhan. Kapolresta AKBP Drs Ahmad Husni melalui Kapolsekta Tegal Selatan AKP I Wayan Sudiasa menyatakan, pihaknya kini tengah melakukan upaya penyidikan intensif terhadap pelaku, ibu korban, dan para saksi. ”Kami juga berkoordinasi dengan satuan Intelkam terkait aliran kepercayaan sesat yang dimungkinkan disebarkan sang dukun di wilayah hukumnya,” ujarnya. Sang dukun sendiri mengaku belum sempat mendirikan semacam perkumpulan untuk menampung pengikutnya yang berhasil digaet demi mendalami aliran yang dijalan kannya. Dia mengaku anggotanya hanya Ny Sopiah saja. sumber: Suara Merdeka, 15 April 2009, Radar Semarang, 15 April 2009) (Tedi Kholiludin)
11
■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009
Paham Ukhuwah Islamiyah Gowa Dituding Sesat
M
asyarakat Barombong, Kabu paten Gowa,mulaimengkhawatirkan berkembangnya ajaran yang dibawa Ukhuwah Islamiyah (UI) melalui para mubalignya. Ajaran mereka dinilai sesat lantaran meminta kaum muslim tak mengikuti Nabi Muhammad. Masalah ini sempat menjadi pem bicaraan serius dalam pertemuan sejumlah ormas Islam lokal Barombong di kediaman Abdul Kadir Alam, guru spiritual al-Kalam. Dalam pertemuan itu terungkap, ajaran ini sudah berkembang sejak Ramadhan tahun lalu. Menurut Ketua Masjid Nurul Huda Desa Bilaji Barombong, Ibrahim seperti dikutip sejumlah media akhir Maret lalu, mubalig UI pernah menyatakan kepada jamaahnya untuk tak mengikuti Rasul yang dilahirkan di Mekkah, wafat di Madinah dan dimakamkan di masjid Nabawi (31/03). Rasul itu, kata Ibrahim, jelas merujuk kepada Nabi Muhammad. Beberapa masjid di wilayah Ba rombong, termasuk Masjid Nurul Huda pernah didatangi mubalig Ukhuwah Islamiyah. Namun saat menyampaikan dakwahnya yang dianggap melenceng, mubalig itu pernah ditegur tokoh-tokoh agama setempat.
Mubalig UI pernah menyatakan kepada jamaahnya untuk tak mengikuti Rasul yang dilahirkan di Mekkah, wafat di Madinah dan dimakamkan di masjid Nabawi (31/03). Rasul itu, kata Ibrahim, jelas merujuk kepada Nabi Muhammad.
12
UI diduga berpusat di desa Pac ciro, Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Di desa itu UI mendirikan gedung Lembaga Dakwah Ukhu wah Islamiyah (LD-UI). Gedung yang menelan biaya 200 juta itu diresmikan akhir 2008 lalu oleh Wakil Bupati (Wabup) Gowa, Razak Badjidu. Dalam peresmian itu, kepada ha dirin Ketua Yayasan LD-UI KH Hasan Tahir mengatakan, saat ini anggota Ukhuwah Islamiyah yang berada di Gowa mencapai kurang lebih 30 ribu orang. Jumlah ini katanya belum termasuk anggota UI yang berada di kabupaten lain di Sulawesi Selatan dan juga beberapa daerah provinsi lainnya di Tanah Air. Sang ketua juga menambahkan, selain aktif mensyiarkan Islam melalui dakwah baik di masjid-masjid maupun kegiatan keagamaan lainnya, yayasannya juga aktif melakukan pengkaderan dai. Jumlah yang berhasil dikader saat itu 142 orang. KH Hasan Tahir menambahkan, dalam melakukan aktivitas dakwah, pihaknya berpedoman pada alQuran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. “Insya Allah, jika umat ini tetap berada dalam perintah al-Quran dan Hadist maka yakin saja hidup akan menjadi lebih nikmat, indah dan ber arti. Kita akan menjadi lebih tenang dalam melakoni hidup sehari-hari nya,” pungkas KH Hasan Tahir seper ti dikutip ujungpandangekspress. com. Menurut pengakuan salah seorang pengajian Al-Kalam Rusdi Mannan, dalam ceramah mereka para para mubalig UI pernah mengatakan Nabi Muhammad SAW pernah bersyahadat atas nama Muhammad. Dan Muhammad yang kedua itu bukanlah Nabi Muhammad, tapi Muhammad yang lain. “Makanya mere-
ka selalu mengajarkan pengikutnya agar mengikuti rasul yang ada dalam dirimu,” katanya. Rusdi sendiri mengaku telah me ngirim surat terkait isu ini kepada DPRD Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Gowa dan Departemen Agama Sulsel. Pimpinan spiritualKalam sendiri menghimbau pihak terkait mengambil tindakan, karena khawa-tir persoalan ini akan menimbulkan persoalan dan meresahkan masyarakat. ”Ini sudah pelecehan terhadap Nabi Muhammad, sangat berbahaya bila dibiarkan,” ujar pria ini. Ketua Komisi IV DPRD sulsel, M. Ruslan, meminta semua pihak agar tidak melakukan tindakan yang bisa merugikan semua pihak (kapan). Ruslan menyarankan jalan dialog harus dikedepankan. Menurutnya, pihak DPRD sendiri telah menjadwalkan pertemuan dengan pihak terkait untuk membicarakan aliran Ukhuwah Islamiyah. Anggota Fraksi Golkar ini juga mengaku telah meminta Kanwil Depag Sulsel, Depag Gowa, MUI serta Ormas Islam hadir dalam pertemuan tersebut. Kalau dalam pertemuan itu dianggap sesat, Ruslan menyatakan terserah pihak yang berwenang mau diapakan Pihak UI tak terima atas tudingan sesat itu. Mereka lalu melaporkan Ketua Masjid Nuruh Huda, Ibrahim, ke Mapolresta Gowa pada senin (30/3). “Kami bukan aliran sesat. Kami menjalankan Islam sesuai petunjuk al-quran dan sunnah Rasul,” kata pendiri Ukhuwatul Islamiyah, KH Muhammad Hasan Tahir, di sekre tariat Yaya-san Ukhuwatul Islamiyah, Bajeng, Gowa, Rabu (1/4/2009) seperti dikutip fajar.co.id. Sumber: fajar. co.id, ujungpandangekspress.com) (Syamsurijal Adhan)
The WAHID Institute