6
2.1.2. Sebagai bahan dalam pembuatan produk kosmetik dan obatobatan Menurut Pahan (2008), hasil pengolahan kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan dalam pembuatan produk kosmetik dan obatobatan. Beberapa contoh produk yang dihasilkan adalah sabun, krim, shampo, lotion, vitamin, dan beta carotene. 2.1.3. Sebagai bahan baku untuk industri berat dan ringan Menurut Gustriandi (2007), industri yang memanfaatkan hasil pengolahan kelapa sawit sebagai bahan baku diantaranya : - Pada industri kulit dengan tujuan untuk membuat produk kulit yang dihasilkan menjadi halus, lentur, dan tahan terhadap tekanan tinggi atau temperatur tinggi. - Pada industri logam berfungsi sebagai
bahan pemisah logam dari
material cobalt dan tembaga. 2.2. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi dan penyebaran kelapa sawit merupakan pengetahuan dasar untuk memehami tanaman tersebut. sawit di klasifikasikan sebagai berikut. Divisio
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Klas
: Monocotyledonae
Ordo
: Palmaeles
Famili
: Palmae
Genus
: Elaeis
Menurut Pahan 2008, Tanaman kelapa
7
: Elaeis guineensis Jack
Spesies
2.3. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif.
Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,
batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembang biakan terdiri dari bunga dan buah (Fauzi dkk, 2005). 2.3.2. Akar Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai menyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing dan bewarna putih atau kekuningan (Fauzi dkk, 2005). Tanaman kelapa sawit berakar serabut, terdiri dari akar primer, skunder, tersier dan kuarterner.
Akar primer keluar dari pangkal batang puluhan ribu
jumlahnya dengan diameter 5-10 mm. Akar primer tumbuh kebawah mencapai 1,5 m.
Akar tertier dan kwarter berada 2,0-2,5 m dari pangkal pohon atau
sedikit diluar batas piringan, yang tanahnya lebih lembab serta banyak bahan organik. Akar-akar tertier dan kwarter banyak dijumpai pada kedalaman 0-20 cm dari permukaan (Suwanto, dkk, 2005). Penyebaran akar dipengaruhi oleh kondisi tanah.
Sistem perakaran
cenderung tumbuh kearah bawah tetapi penembusan selanjutnya dibatasi oleh kedalaman permukaan air tanah.
Pada tanah yang berstektur halus, akar
8
memadat, kurang baik bila dibanding dengan perkembangan akar pada tanah yang beraersi baik dan bertekstur longgar (Amir dan Wahono, 2005). Sebagian besar perakaran kelapa sawit terutama berada dekat dengan permukaan tanah. Hanya sedikit akar kelapa sawit yang berada pada kedalaman 90 cm, padahal permukaan atas air tanah cukup dalam. Dengan demikian sistem perakaran yang aktif berada antara kedalaman 5-35 cm (Pahan, 2008). Pertumbuhan dan percabangan akar dapat terangsang bila konsentrasi hara dalam tanah (terutama N dan P) cukup besar. Kerapatan akar yang tinggi terjadi pada daerah gawangan, dimana daun-daun (hasil tunasan) ditumpuk dan mengalami dekomposisi. Pemberian pupuk dipiringn dibenarkan karena alasan kemudahan untuk mengontrol dosis dan pelaksanaan pemupukan (Pahan, 2008).
Gambar 1. Perakaran kelapa sawit (Sumber : Suwanto, dkk, 2005). 2.3.3. Batang Batang kelapa sawit tumbuh tegak, dibalut oleh pangkal pelepah daun. Batang berbentuk silindris dan mempunyai diameter 45 cm – 60 cm pada tanaman dewasa. bonggol batang.
Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk), disebut Sampai tanaman berumur tiga tahun batang belum terlihat
karena masih terbungkus pelepah.
Tergantung dari varitas dan kondisi
lingkungannya, yaitu pupuk yang diberikan, iklim, dan kerapatan tanam,
9
kecepatan tumbuh atau pertambahan tinggi batang per tahun rata-rata 20-60 cm (Suwanto, dkk,2005). Kelapa sawit yang dibudidayakan mencapai ketinggian 1518 m, namun kelapa sawit liar mencapai 30 m (Halim, 2009). Pada umumnya, untuk beberapa tahun, batang masih tetap terbungkus oleh pelepah daun, oleh karena itu lingkar batang menjadi lebih besar. Apabila pelepah di pangkas secara teratur, bekas kaki-kaki (pangkal pelepah) daun nampak pada batang yang letaknya teratur seperti spiral.
Pada umumnya
tanaman kelapa sawit mempunyai 8 spiral yang letaknya agak tegak dan mengarah kekanan atau kekiri.
Pangkal pelepah daun biasanya mulai lepas
(jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih (Setyamidjaja, 1991). Batang mempunyai tiga fungsi utama, yaitu yang pertama sebagai struktur yang mendukung daun, bunga dan buah, yang kedua sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis dari daun ke bawah dan yang ketiga kemungkinan berfungsi sebagai organ penimbunan makanan (Pahan, 2008).
Gambar 2. Batang tanaman kelapa sawit (Sumber : Suwanto, dkk, 2005). 2.3.4. Daun Daun pertama yang muncul pada stadia bibit berbentuk lanceolate kemudian muncul bifurcate dan selanjutnya muncul bentuk pinnate. Pada bibit
10
yang berumur 5 bulan misalnya akan dijumpai 5 lanceolate, 4 bifurcate, dan 10
pinnate. Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m.
Kelapa sawit yang
tumbuh normal jumlah pelepahnya bervariasi antara 40-60 buah. Jumlah daun yang terbentuk ± 20 - 24 pelepah/tahun.
Jumlah anak daun disetiap pelepah
berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup bewarna kuning pucat.
Pada tanah yang subur daun cepat membuka sehingga makin efektif
melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. daun tergantung iklim setempat.
Produksi
Daun kelapa sawit yang sehat dan segar
bewarna hijau tua (Halim, 2009) Jumlah kedudukan pelepah daun pada batang kelapa sawit disebut juga phyllotaxis yang dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8 artinya setiap satu kali putaran melingkari batang terdapat pelepah sebanyak 8 helai.
Pertumbuhan
melingkar duduk daun mengarah ke kanan atau kekiri menyerupai spiral (Fauzi dkk, 2005). Arah duduk daun sangat berguna untuk menentukan letak duduk daun ke 9 dan ke 17 saat pengambilan contoh daun. Disampin itu, duduk daun juga berguna untuk menentukan jumlah daun yang harus tetap ada di bawah buah terendah yang disebut songgoh (Fauzi dkk, 2005).
11
Keterangan : Sp (spines) = duri Pe (petiole)
= pangkal pelepah
Vl (vinnata)
= pangkal pelepah dengan duri yang tidak tumbuh normal
Ra (rachis)
= bagian tengah pelepah dengan daun-daun normal
Tl
= sepasang daun terakhir yang bentuknya oval
Hs (sheate)
= bagian tengah daun dilihat dari atas menunjukan letak daun yang tidak teratur. Gambar 3. Bentuk dan susunan daun kelapa sawit (Sumber : Suwanto, dkk, 2005).
12
2.3.5. Bunga Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga jantan dan betina pada satu tandan (hermaprodid) (Pahan, 2008) Rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun.
Sebelum bunga
mekar dan masih diselubungi dengan seludang, dapat dibedakan bunga jantan dan betina, yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang degan ujung kelopak agak runcing dan garis bunga lebih kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar (Fauzi dkk, 2005). Pada tanaman muda sering dijumpai bunga abnormal seperti bunga banci (hermaprodid).
Tandan bunga terletak diketiak daun mulai tumbuh setelah
tanaman berumur satu tahun. Primordia (bakal bunga) terbentuk sekitar 33-34 bulan sebelum bunga matang (siap melakukan penyerbukan) (Amir dan Wahono, 2005). Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian dengan rangkaian bunga betina, sehingga pembungaan secara bersamaan jarang terjadi. Pada umumnya, dialam hanya berlangsung penyerbukan silang, sedangkan penyerbukan sendiri secara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan serbuk sari yang diambil dari bunga jantan dan ditaburkan pada bunga betina (Fauzi dkk, 2005). Tingkat perkembangan bunga betina dapat dilihat dari perbedaan warnanya.
Pada hari pertama setelah bunga mekar akan bewarna putih,
sedangkan pada hari kedua berubah jadi kuning gading. Pada hari ketiga warna
13
bunga berubah menjadi agak kemerahan dan pada hari ke empat berubah menjadi merah kehitam-hitaman.
Pada hari keempat tersebut bunga betina
mengeluarkan bau harum dan lendir yang menarik serangga, sehingga penyerbukan dapat terjadi. Selain oleh serangga, penyerbukan dapat dibantu oleh angin. Waktu penyerbukan terbaik yaitu hari pertama sampai hari ketiga sesudah bunga mekar, walaupun peyerbukan masih dapat dilakukan pada hari keempat (Halim, 2009). Masa resesif (masa subur) bunga betina adalah 36-48 jam, tetapi tidak semua bunga terbuka pada waktu yang sama. Terdapat tenggang waktu sampai dua minggu antara terbukanya bunga betina pertama dengan bunga terakhir dalam satu rangkaian bunga. Pada satu rangkaian bunga betina yang normal, pembukaan pada hari kedua merupakan saat yang tepat untuk melakukan penyerbukan sebab pada waktu itu rata-rata 82% bunga betina sudah terbuka (Fauzi dkk, 2005). Bunga jantan juga mengalami tingkat perkembangan mulai dari terbentuknya kelopak bunga sampai siap melakukan perkawinan.
Pada hri
pertama setelah kelopak terbuka, serbuk sari keluar dari bagian ujung tandan bunga, pada hari kedua dibagian tengah, sedangkan pada hari ketiga dibagian bawah. Pada hari ketiga keluar serbuk sari, bunga jantan jga mengeluarkan bau yang khas (Fauzi dkk, 2005). Hal diatas menandakan bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat diambil untuk penyerbukan buatan. Dari sebuah rangkaian bunga jantan dapat diperoleh kurang lebih 50 gram serbuk sari (Fauzi dkk, 2005). Produksi bunga jantan perpokok pada tanaman muda lebih sedikit dibanding dengan produksi bunga betina. Pada tanaman muda tandan bunga
14
jantan yang dihasilkan sekitar 4-6 tandan/tahun dan pada tanaman dewasa dapat mencapai 7-10 tandan bunga / tahun. Untuk bunga betina, pada tanaman muda dihasilan sebanyak 15-25 tandan / tahun dan pada tanaman dewasa 9-15 tandan bunga / tahun. Bunga-bunga tersebut akan muncul pada akhir musim hujan (Fauzi dkk, 2005).
Gambar 4. Bunga jantan (kiri) dan bunga betina (kanan) tanaman kelapa sawit (Sumber : Suwanto, dkk, 2005). 2.3.6. Buah Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji perkecambahan di pembibitan.
Namun jika dihitung mulai penanaman
dilapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varitas dan umurnya (Fauzi dkk, 2005). Buah kelapa sawit tersusun dalam tandan buah. Tiap buah panjangnya 2-5 cm dan beratnya dapat melebihi 30 gram, akan masak kira-kira 5-6 bulan setelah penyerbukan yang terdiri dari beberapa bagian diantaranya: kulit buah (exocarp), daging buah (mesocarp) banyak mengandung minyak, cangkang (tempurung, shell, endocarp), dan inti (kernel, endosperm) juga mengandung minyak dan didalam inti terdapat embryo (Amir dan Wahono, 2005).
15
Gambar 5. Buah tanaman kelapa sawit (Sumber : Suwanto, dkk, 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah buah dalam satu tandan yaitu umur tanaman, faktor lingkungan, faktor genetis dan faktor budidaya yang diterapkan.
Tanaman kelapa sawit akan menghasilkan 20-22 tandan buah
pertahun, tetapi semakin tua semakin menurun menjadi 12-14 tandan / tahun. Tahun pertama berat tandan buah mecapai 3-6 kg.
Pada tanaman tua akan
meningkat berkisar 25-35 kg / tandan dengan banyak buah pertandan bisa mencapai 1600 buah (Amir dan Wahono, 2005). 2.4. Varietas kelapa sawit Dikenal banyak varietas kelapa sawit di Indonesia. tersebut dapat dibedakan berdasarkan marfologinya,
Varietas-varietas
diantara varitas-varitas
tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibanding dengan varietas lainnya, diantaranya tahan terhadap hama dan penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi (Fauzi dkk, 2005). 2.4.2. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah Menurut Fauzi dkk (2005), berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit terdiri dari beberapa varietas yaitu Dura, Pisifera, Tenera dan Macro carya.
16
Tabel 1. Varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung dan daging buah Varietas
Dura
Pisifera
Tenera
-
Macro carya -
Deskripsi Tempurung tebal (2-8 mm) Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50% terhadap buah Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura Daging biji sangat tipis Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan Hasil dari persilangan Dura dan Pesifera Tempurung tipis (0,5-4 mm) Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah) Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil Tempurung tebal sekitar (5 mm) Daging buah sangat tipis
Gambar 6. Penampang membujur dan melintang buah sawit 2.4.3. Varietas berdasarkan warna kulit buah Menurut Fauzi dkk (2005), berdasarkan warna kulit buah Varietas kelapa sawit yaitu varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Tabel 2. Varietas kelapa sawit berdasarkan warna kulit buah
17
Varietas Nigrescens
Warna buah muda Ungu kehitam-hitaman
Virescens
Hijau
Albescens
Keputih-putihan
2.5.
Warna buah masak Jingga kehitam-hitaman Jingga kemerahan tetapi ujung buah tetap hijau Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik faktor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis dan faktor teknis agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal (Fauzi dkk, 2005). 2.5.2. Iklim Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah
tropika basah disekitar lintang utara selatan 12 derjat pada ketinggian 0-500 m dpl (Fauzi dkk, 2005). A. Curah hujan Curah hujan optimal yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm / tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan (Fauzi dkk, 2005). Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit.
Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit
18
menyerap mineral didalam tanah.
Oleh sebab, musim kemarau yang
berkepanjangan akan menurunkan produksi. Daerah di indonesia yang sering mengalami kekeringan adalah Lampung dan Jawa Barat, sedangkan Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya hampir setiap 5-6 tahun sekali (Fauzi dkk, 2005). Pada umumnya daerah dengan jumlah hujan yang tinggi terkadang menjadi masalah terutama jalan untuk transport, pemeliharaan, pemupukan dan pencegahan erosi (Fauzi dkk, 2005). B. Sinar matahari Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah.
Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama
penyinaran amat berpengaruh (Fauzi dkk, 2005). Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam / hari. Penyinaran yang kurang dapat menyebabkan gangguan penyakit (Fauzi dkk, 2005). C. Suhu Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu berkisar 24-280C untuk tumbuh dengan baik.
Meskipun
demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18 0 C dan tertinggi 320C (Fauzi dkk, 2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu adalah lamanya penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat, makin tinggi suhunya.
Tanaman kelapa sawit yang
ditanam lebih dari ketinggian 500 m dpl akan terhambat berbunga satu tahun jika dibandingkan dengan yang ditanam didaerah rendah (Fauzi dkk, 2005).
19
D. Kelembaban udara, angin dan pH Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%.
Kecepatan angin 5-6 km / jam sangat baik untuk
membantu proses penyerbukan.
Angin yang kering menyebabkan penguapan
yang lebih besar, mengurangi kelembaban, dan dalam waktu lama menyebabkan tanaman menjadi layu (Fauzi dkk, 2005). Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik diberbagai jenis tanah asalkan memiliki sifat fisik dan kimia yang baik dengan pH 5,5-7,0 (Gustriandi, 2007). 2.5.3. Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, aluvial atau regosol. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat fisik dan sifat kimia tanah (Fauzi dkk, 2005). A. Sifat fisik tanah Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan air tanah (Fauzi dkk, 2005). Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 2060%, debu 10-40% dan liat 20-50%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal (Fauzi dkk, 2005).
20
B. Sifat kimia tanah Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah (Fauzi dkk, 2005). Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah (Fauzi dkk, 2005). Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
Tanah dengan pH rendah
biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut (Fauzi dkk, 2005). Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%. Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg
0,4-1,0 me/100
gram, sedangkan K 0,15-1,20 me/100gram. Namun, faktor pengelola budidaya atau teknis agronomis dan sifat genetis induk tanaman kelapa sawit juga sangat menentukan produksi kelapa sawit (Fauzi dkk, 2005). 2.5.4. Pemanfaatan limbah tanaman kelapa sawit Menurut Suwanto, dkk (2005), limbah pabrik merupakan produk sampingan yang dihasilkan oleh pabrik CPO dari proses pengolahan TBS menjadi CPO. Terdapat dua macam limbah pabrik, yaitu limbah padat berupa tandan
21
kosong, cangkang, fiber dan limbah cair. Tandan kosong yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, dan sumber hara setelah terurai. Cangkang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat jalan, dan fiber dapat dimanfaatkan sebagai mulsa. Sedangkan limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai sumber air dan sumber hara setelah terurai. 2.5.5. Potensi lahan Menurut Anonim (2007), potensi suatu lahan selalu dikaitkan dengan produksi yang dihasilkan. Artinya lahan yang dapat memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun dengan biaya pengolahan yang rendah. Lahan yang perpotensi dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 2.6. Budidaya Kelapa Sawit 2.6.2. Persiapan lahan Menurut Hartono (2008) tanaman kelapa sawit sering ditanam pada areal/lahan; -
Bekas hutan (bukaan baru, new planting)
-
Bekas perkebunan karet atau lainnya (konversi)
-
Bekas tanaman kelapa sawit Menurut Hartono (2008) pembukaan lahan secara mekanis pada areal
bukaan baru dan konversi terdiri dari beberapa pekerjaan sbb: A. Menumbang
yaitu
memotong
pohon
besar
dan
kecil
dengan
mengusahakan agar tanahnya terlepas dari tanah B. Merumpuk yaitu mengumpul dan menumpuk hasil tebangan untuk memudahkan pembakaran
22
C. Merencek dan membakar yaitu memotong dahan dan ranting kayu yang telah ditumpuk agar dapat disusun sepadat mungkin, setelah kering lalu dibakar. Pembakaran dilakukan berulang kali sampai semua batang dan ranting menjadi abu. D. Mengolah tanah secara mekanis Menurut Hartono (2008) pembukaan lahan secara mekanis pada tanah bukaan ulangan terdiri dari pekerjaan sebagai berikut; a) Pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan traktor b) Meracun batang pokok kelapa sawit dengan cara membuat lobang sedalam 20 cm pada ketinggian 1 meter pada pokok tua. Lubang diisi dengan Natrium arsenit 20 cc per pokok, kemudian ditutup dengan bekas potongan lubang c) Membongkar,
memotong
dan
membakar.
Dua
minggu
setelah
peracunan, batang pokok kelapa sawit dibongkar sampai akarnya dan setelah kering lalu dibakar d) Pada bukaan ulang pembersihan bekas-bekas batang harus diperhatikan dengan serius karena sisa batang, akar dan pelepah daun dapat menjadi tempat berkembangnya hama (misalnya kumbang Oryctes) atau penyakit (misalnya cendawan Ganoderma). 2.6.3. Pengajiran Pengajiran dilakukan setelah areal/lahan sudah bersih dari pohon dan semak-semak. Pengajiran dilakukan sesuai jarak yang kita inginkan bisa 9,4 X 9,4 m, 9 X 9 m dan 9,1 X 7,7 m. Pengukuran dilakukan dengan water pass sedangkan bahan yang digunakan sebagai ajir yaitu bambu atau kayu kecil (Suwanto, dkk, 2005).
23
2.6.4. Pembuatan Lobang Tanam Pembuatan lobang tanam dikerjakan 1 minggu sebelum kelapa sawit ditanam dengan ukuran 60 X 60 X 60 cm. Cara pembuatan lobang tanam adalah tanah digali dengan ukuran 60 X 60 X 60 cm, lapisan tanah bagian atas (top soil) dipisahkan sebelah kanan dan bagian bawah bagian kiri atau sebaliknya (Suwanto, dkk, 2005). 2.6.5. Persiapan bahan tanam Pada umumnya tanaman kelapa sawit diindonesia berasal dari bibit yang dikembangbiakan dengan cara generatif, yaitu dengan biji. Cara pengadaan bibit seperti ini memiliki kendala yaitu bahan bibit yang akan diperoleh terbatas dan bervariasi.
Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi, pengadaan bibit
kelapa sawit sudah dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi kultur jaringan.
Cara ini dianggap lebih praktis dan mampu mengatasi beberapa
kendala pengembangbiakan yang berasal dari biji (Fauzi dkk, 2005). A. Jenis-jenis bibit kelapa sawit a. Benih dan bibit liar Menurut Fauzi dkk (2005) beberapa ciri-ciri fisik yang dapat digunakan untuk mengetahui benih/bibit kelapa sawit liar adalah sebagai berikut;
Ciri-ciri fisik biji/kecambah liar - Tempurung bijinya tipis - Banyak mengandung serabut, permukaannya kasar dan kotor karena pengupasannya tidak dilakukan dengan benar
24
- Panjang radikula (calon akar) dan plumula (calon batang) tidak seragam -
Persentase
kematian
sebelumnya
dari
biji/kecambah
cukup
besar
karena
biji tidak direndam dalam fungisida.
Ciri-ciri fisik bibit liar - Pertumbuhan bibit tidak seragam - Persentase pertumbuhan bibit yang abnormal cukup tinggi - Bibit terlihat kurus karena endosperm yang berisi cadangan makanan berukuran kecil - Lebih mudah terserang hama dan penyakit.
Ciri-ciri fisik tanaman yang berasal dari bibit liar - Banyak dijumpai tanaman yang tumbuh abnormal - Pertumbuhan tidak seragam baik tinggi, besar batang, dan lebar tajuk
b. Benih unggul Menurut Fauzi dkk (2005) beberapa ciri yang dapat digunakan untuk menandai kecambahan yang dikategorikan baik dan layak untu ditanam antara lain sebagai berikut; - Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan - Ukuran radikula lebih panjang dari pada plumula - Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah - Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3 cm Menurut Amir dan Wahono (2005) biji yang dikecambahkan ini diambil dari buah yang telah dipilih. Cara yang baik untuk mendapatkan biji yang akan dikecambahkan adalah sebagai berikut; - Pilih tandan buah dari kebun induk yang jumlahnya berjumlah 300 atau
25
Lebih. - Tandan dicincang untuk memisahkan spikelet dan buah dari bokol. - Spikelet dan buah dimasukkan kedalam kotak fermentasi 1 selama 3 hari dan setiap harinya disiram dengan air. - Buah yang telah lepas dimasukkan kedalam kotak fermentasi 2 selama 3 hari dan setiap hari disiram dengan air untuk membantu mempercepat pembusukan daging buah. - Buah dimasukkan kedalam depericarper untuk memisahkan daging buah dan serat dari biji. - Serabut yang tersisa pada biji dikupas dan dibersihkan dengan pisau. Kemudian biji direndam kedalam larutan Dithen M 45 selama 3 menit untuk mencegah serangan cendawan serta dikering anginkan selama 24 jam. - Biji yang luka, rusak dan terlalu kecil dibuang, sedangkan yang bagus disimpan pada kotak/rak dikamar yang ada AC. Penyimpanan dilakukan minimal 2 bulan dengan tujuan untuk menghilangkan masa dormansi dan menunggu saat proses pengecambahan. Menurut Amir dan Wahono (2005) Pengecambahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Ab-ab pengecambahan alamiah, biji didederkan sedalam lebih kurang 3 cm pada bedegan-bedengan yang terdiri dari campuran pasir dan tanah.
Biji-biji ini akan berkecambah secara tidak teratur antara 3-6 bulan.
Untuk mempercepat perkecambahan secara alamiah dapat dilakukan dengan cara mempertipis kulit biji dengan cara mengasah kulit biji yang keras dan tebal tetapi tidak sampai melukai endosperm. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara merendam biji dengan larutan asam klorida (HCl) 0,1 % dengan tujuan
26
supaya air yang sangat dibutuhkan dalam pengecambahan tidak terhalang oleh minyak dan dapat meresap melalui kulit biji. Pengecambahan germinator.
dengan
memekai
kamar
pengecambahan
atau
Biji yang akan dikecambahkan diletakkan dalam kotak-kotak
pengecambahan dicampur dengan serbuk arang dan kotak ini dimasukkan kedalam germinator yang dapat diatur kelembaban dan suhu udara didalamnya. Pemanasan dengan suhu 38-400C dalam germinator selama 40 hari akan menghasilkan sejumlah besar biji yang berkecambah baik dan merata (Amir dan Wahono, 2005) 2.6.6. Penanaman Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada polibag (Anonim, 2007) Menurut
Ikhsanu
(2011),
setelah
melakukan
pengajiran
lakukan
penanaman dengan cara; a. Taburkan pupuk awal dengan menggunakan pupuk TSP 400 gr diberi ½ dari dosis kemudian ditaburkan kedalam lobang tanam b. Bibit dimiringkan, sisi polibag disayat dari bawah keatas selanjutnya polibag ditarik kemudian bibit dimasukkan kedasar lubang sesuai dengan baris tanaman c. Masukkan tanah bagian atas (top soil) terlebih dahulu kira-kira setengah dari lubang tanam. Selanjutkan masukkan tanah lapisan bawah (sub soil) sampai kepermukaan kemudian dipadatkan. d. Selanjutnya buat piringan disekeliling tanaman dengan diameter 1 m e. Taburkan sisa pupuk tersebut secara merata dilingkaran piringan f.
Tancapkan ajir disisi tanaman dan bekas polibag diletakkan di ujung ajir.
27
2.6.7. Pemeliharaan a. Pemupukan Pemupukan merupakan upaya untuk meningkatkan produksi tanaman. Pemupukan harus mendapat perhatian yang serius karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Disamping itu biaya pemupukan menyedot dana 50-60% dari biaya pembangunan kebun dan cenderung meningkat sejalan dengan meingkatnya harga pupuk (Amir dan Wahono, 2005). Kekurangan atau difisiensi unsur hara tanaman, dapat diketahui dari gejala-gejala yang tampak pada tanaman. Defisiensi unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan produktifitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kematian (Fauzi dkk, 2005). Menurut Pahan (2008), kunci ringkas untuk melihat tanda dan gejala defisiensi hara dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini: Tabel 3. Tanda dan gejala defisiensi hara pada tanaman kelapa sawit. 1
2
Tanda dan gejala muncul dari daun yang tertua Defisiensi a. Daun menguning (klorosis) mulai dari ujung anak Unsur N daun b. Bagian tepi daun mengering (nekrosis) K c. Terjadi klorosis pada daerah sekitar tulang daun Mg sedangkan bagian helaian daunnya masih hijau d. Daun menjadi coklat, kelabu dan bercak-bercak putih Mn e. Anak daun dan pelepah menjadi kemerah-merahan P Tanda dan gejala muncul dari daun yang termuda Defisiensi a. Daun menjadi hijau kekuningan dengan tlang daun Unsur S kekuning-kuningan b. Daun menjadi hijau kekuningan dengan tulang daun Fe tetap hijau c. Muncul bercak-bercak kecoklatan Mn d. Ujung daun termuda putih Cu e. Daun termuda menjadi kecoklatan, membengkok, B
28
tumbuh pendek sehingga ujung pelepah melingkar, anak daun pada ujung pelepah muda berubah bentuk menjadi kecil seperti rumput atau tumbuh rapat, pendek, seolah olah bersatu, dan padat Sebelum memupuk piringan harus bersih. Pemupukan harus berpedoman pada 5T yaitu tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, tepat jenis dan tepat sasaran (Amir dan Wahono, 2005). Adapun cara memupuk yang baik menurut Amir dan Wahono (2005) adalah sebagai berikut; a. Areal rata, pupuk ditabur merata pada piringan b. Areal teras, pupuk ditabur merata pada teras, 2/3 pada setengah lingkaran dalam teras, 1/3 pada setengah lingkaran luar teras c. Arel tanpa teras, pupuk diletakkan pada parit lingkaran pokok lebar 20 cm kedalaman 5 cm pada jarak 50 cm dari pokok lalu ditimbun d. Pokok pinggir parit / rorak, posisi pupuk jangan kearah pinggir parit / rorak. Pupuk yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit adalah pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk organik dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah dan memberi hara pada tanaman. Umumnya bahan organik ini biasanya berupa limbah sehingga tersedia secara murah, terutama bila diaplikasikan dekat dengan tempat pembuatannya. Daur-ulang limbah dari proses pengolahan dipabrik akan sangat bermanfaat bagi tanaman karena secara komparatif memberikan unsur hara yang murah tanpa adanya risiko keracunan bagi tanaman (Pahan, 2008). Pemberian bahan organik sebagai pupuk memberikan pengaruh yang sangat kompleks bagi pertumbuhan tanaman. Pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman terutama karena kemampuannya memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Pahan, 2008).
29
Salah satu contoh pupuk organik adalah janjangan kosong. Janjangan kosong merupakan produk dari pabrik kelapa sawit (PKS) setelah tandan buah segar (TBS) diproses di sterilizer dan stripper. Janjang kosong kaya kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman.
Aplikasi janjang kosong dapat
meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi dan kimia pada tanah meningkat. Janjang kosong juga meningkatkan peremajaan tanah yang penting untuk jangka waktu lama dalam rangka mempertahankan produksi TBS agar tetap tinggi.
Aplikasi janjang kosong sangat efektif sebagai mulsa.
Cara ini dapat menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembaban dan membantu mengurangi dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman serta produksi pada saat kemarau (Pahan, 2008). Untuk areal
yang curah
hujannya tinggi
janjang kosong dapat
mengurangi kerugian nutrisi melalui proses pencuian dan aliran permukaan atau menjaga terjadinya erosi (Pahan, 2008). Menurut Pahan (2008), persentase unsur hara yang terdapat pada janjang kosong: Tabel 4. Persentase unsur hara pada janjangan kosong Hara Utama N P K Mg
Persentase unsur hara dalam janjangan kosong Kisaran Rata-rata 0,32-0,43 0,37 0,03-0,05 0,04 0,89-0,95 0,91 0,07-0,10 0,08
Sebanding dengan pupuk per ton janjangan kosong 8,00 kg Urea 2,90 kg RP 18,30 kg MOP 5,00 kg Kieserit
Untuk mengetahui jumlah pupuk yang harus diberikan maka dilakukan diagnosis kebutuhan pupuk.
Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan
agar diperoleh hasil yang optimal.
Kebutuhan pupuk dapat diketahui dengan
cara analisis tanah dan analisis jaringan daun (Pahan, 2008).
30
Menurut Pahan (2008), analisis tanah umumnya diterapkan dengan konsep ”ketersediaan” hara.
Masalah utama dalam analisis tanah ini terletak
pada ekstraksi dan metoda kalibrasi yang sesuai.
Hal ini disebabkan karena
ketersediaan unsur hara berdasarkan metoda ekstraksi yang sama dapat berbeda-beda pada tipe dan subtipe tanah yang berbeda-beda.
Pemilihan
metode ekstraksi yang sesuai sebaiknya dikalibrasi: a. Dengan percobaan dilapangan b. Dengan melihat gejala difisiensi c. Dengan analisis jaringan tanaman Analisis jaringan tanaman dapat menggambarkan jumlah pupuk yang harus ditambah dimasa yang akan datang umumnya dalam periode satu tahun (Pahan, 2008). Rekomendasi pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM): Tabel 5. Rekomendasi pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM) (Sumber: Direktorat jendral perkebunan, 1993, cit Fauzi dkk, 2005) Dosis (kg/pohon)
Umur tan (thn)
ZA
TSP-RP
MOP
Kieserit/Dolomit
3-5 6-12
0,5-1 0,5-1
0,5-1 1-2
0,25-0,5 0,75-1,5
0,5-1 0,5-1
>12
0,75-1,5
0,5-1
0,75-1
0,25-0,75
Frekuensi pemberian (kali/thn) ZA (2), RP (1), TSP (2), MOP (2),dan Kies/Dol (2)
b. Penyiangan (pemberantasan gulma) Menurut Pahan (2008), gulma adalah tumbuhan yang tumbuhnya salah tempat.
Sebagai tumbuhan, gulma selalu berada disekitar tanaman yang
dibudidayakan dan berasosiasi dengannya secara khas. Gulma dapat tumbuh pada tempat yang miskin nutrisi sampai yang kaya nutrisi. Umumnya gulma mudah melakukan regenerasi sehingga unggul dalam persaingan dengan tanaman budidaya (Pahan, 2008).
31
Menurut Fauzi dkk (2005), gulma yang tumbuh disekitar bibit atau tanaman kelapa sawit perlu diberantas sebab dapat merugikan tanaman pokok, bahkan dapat menurunkan produksi.
Gulma menjadikan tanaman pokok
berkompotisi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya maupun CO 2. Selain itu, gulma dapat berperan sebagai tanaman inang bagi hama dan penyakit. Beberapa gulma tanaman kelapa sawit adalah: Imperata cylindrica (alang-alang) Cyperus rotundus (teki-tekian) Cyperus cyperoidis (teki-tekian) Mikania micrantha (mikania) Gleichenia linearis (pakis kawat) Pada dasarnya ada 3 cara pemberantasan gulma, yaitu secara mekanis (manual),
kimia
dan
biologis.
Pemberantasan
secara
mekanis
adalah
pemberantasan dengan menggunakan alat dan tenaga secara langsung.
Alat
yang digunakan antara lain sabit, cangkul dan garpu. Pemberantasan mekanis dapat dilakukan dengan cara clean weeding atau penyiangan bersih pada daerah piringan dan selective weeding yaitu penyiangan untuk jenis rumput tertentu, seperti alang-alang, krisan dan teki.
Pemberantasan gulma dengan cara ini
dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama atau tergantung keadaan perkebunan (Fauzi dkk, 2005). Pemberantasan gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida.
Keuntungan cara kedua ini adalah penggunaan tenaga kerja yang
relatif sedikit.
Namun, cara ini dapat mengganggu organisme lain dan
kelestarian alam (Fauzi dkk, 2005).
32
Pemberantasan gulma secara biologi yaitu dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan atau organisme tertentu yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh buruk dari gulma.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif,
pemberantasan gulma tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan kombinasi ketiga cara yang telah disebutkan (Fauzi dkk, 2005). Pengendalian gulma dilakukan dengan pendekatan konsep ambang ekonomis. tersebut
Artinya, selama kerugian yang ditimbulkan oleh kehidiran gulma masih
lebih
kecil
dari
biaya
yang
harus
dikeluarkan
untuk
pengendaliannya maka pengendalian tidak perlu dilakukan (Pahan, 2008). Gulma yang paling berbahaya di perkebunan adalah ilalang karena sangat merugikan dan gampang berkembang biak dengan cepat. Pengendalian ilalang dapat dilakukan metode ilalang sheet, ilalang sporadis, dan ilalang kontrol. Metoda pengendalian ilalang sheet yang efektif adalah dengan cara kimia, yaitu menyemprotkan herbisida secara menyeluruh (blanket spraying). Pertumbuhan ilalang yang sporadis (terpencar-pencar) akan lebih efektif jika diberantas dengan metoda spot spraying. Sementara, pada kondisi yang ilalangnya sudah normal (ilalang kontrol) diberantas dengan cara wiping (diusap denga kain yang dibalut di jari tangan (Pahan, 2008). c. Pemangkasan daun (pruning/penunasan) Penunasan adalah suatu sistem pengelolaan kanopi tanaman sedemikian rupa
sehingga
tidak menimbulkan
kerugian
terutama
dalam memenuhi
kebutuhan sinar matahari untuk tanaman dan pelaksanaan panen (Amir dan Wahono, 2005). Menurut Amir dan Wahono (2005) tujuan penunasan; 1. Menjaga kebersihan tanaman
33
2. Memperlancar proses penyerbukan 3. Mengurangi kehilangan brondolan 4. Memudahkan pengamatan tandan matang Menurut Amir dan Wahono (2005) penunasan songgo satu adalah mempertahankan minimal 40-48 pelepah yaitu saat tanaman berumur > 8 tahun. Penunasan songgo dua adalah mempertahankan minimal 48-56 pelepah yaitu saat tanaman berumur < 8 tahun (meninggalkan 2 buah pelepah dibawah buah). Menurut Amir dan Wahono (2005) tunas berat adalah melakukan pemotongan pelepah secara berlebihan.
Pengaruh buruknya adalah dapat
menyebabkan: 1. Mengurangi jumlah spikelet dan bunga per spikelet 2. Meningkatkan aborsi bunga, jumlah buah berkurang 3. Menurunkan produksi 10-20% Amir dan Wahono (2005) menyebutkan penunasan ada 2 jenis; 1. Tunas selektif pada umur 3-4 tahun.
Rotasi pekerjaan 4X setahun
dengan kriteria songgo tiga. 2. Tunas rutin, mulai 15 bulan setelah panen pertama dengan rotasi 6-12 bulan sekali. Untuk terus melangsungkan metabolisme dengan baik, seperti proses fotosintesis dan respirasi maka jumlah pelepah pada setiap batang tanaman harus dipertahankan dalam jumlah tertentu sesuai dengan umur tanaman (Fauzi dkk, 2005). Untuk tanaman berumur antara 3-8 tahun, jumlah pelepah yang optimal sekitar 48-56 (6-7 lingkaran duduk daun) dan untuk tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun, jumlah pelepah sekitar 40-48 pelepah (5-6 lingkaran duduk daun).
34
Pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali untuk TBM dan 8 bulan sekali untuk TM (Fauzi dkk, 2005).
d. Pengendalian hama penyakit Hama dan penyakit adalah salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembudidayaan kelapa sawit. Akibat yang akan ditimbulkan sangat besar, seperti penurunan produksi dan bahkan kematian tanaman. Hama dan penyakit dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan serangga dan sebagian lagi adalah mamalia, sedangkan penyakit yang menyerang disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus (Fauzi dkk, 2005). Ulat kantong Serangan ulat kantong menyebabkan kehilangan daun yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi.
Kehilangan daun (defoliasi) yang
mencapai hampir 100% pada TM berdampak langsung terhadap penurunan produksi hingga 70% (1 kali serangan) dan 93% (terjadi serangan ulang ditahun yang sama).
Hal ini menerangkan betapa seriusnya serangan ulat kantong
(Pahan, 2008). Gejala yang ditimbulkan dari ulat kantong adalah; daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang. epidermis.
Kerusakan
lebih
Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan lanjut
adalah
mengeringnya
daun
yang
menyebabkan tajuk bawah bewarna abu-abu dan hanya daun muda yang masih bewarna hijau (Fauzi dkk, 2005).
35
Penyebab dari hama ini ada 3 yaitu Metisa plana, Mahasena corbetti, dan
Crematosphisa. Penyebaran hama ini sangat cepat, karena sifatnya yang mudah berpindah dari satu daun ke daun yang lain atau dari pokok yang satu kepokok yang lain.
Pada setiap perpindahan, ulat betina akan membentuk kantong-
kantong. Setelah terbungkus kantong, ulat hanya bergerak dan memakan daun dengan cara mengeluarkan kepala dan tungkai depannya (Fauzi dkk, 2005). Adapun metoda pengendalian hama ulat kantong menurut Pahan (2008) adalah; Tabel 6. Metoda pengendalian hama ulat kantong Umur tanaman
< 3 tahun
3-7 tahun
7-15 tahun
>15 tahun
Metoda pengendalian Bila rata-rata populasi larva <10 ekor/pelepah dan areanya terbatas maka dilakukan
handpicking
Bila rata-rata populasi larva >10 ekor maka dilakukan penyemprotan insektisida atau virus dengan knapsack sprayer atau mist blower Semprot insektisida atau virus menggunakan mist blower atau pulsfog Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangannya terbatas Semprot insektisida atau virus menggunakan
pulsfog
Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangannya terbatas Semprot insektisida atau virus menggunakan
pulsfog
Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangannya terbatas
Kumbang tanduk Kumbang tanduk dapat dikendalikan dengan menggunakan feromon. Senyawa yang terkandung dalam feromon mampu menarik kumbang-kumbang untuk datang. Kumbang akan menganggap bahwa bau itu merupakan bau dari kumbang pasangnya (Suroso,2011).
36
Tikus Pada pembibitan, tikus menyerang bagian pucuk daun bibit. Pada TBM tikus memakan pelepah daun, sedangkan pada tanaman TM tikus menyerang buah baik buah mentah maupun buah masak.
Apabila tikus menyerang titik
tumbuh, dapat menyebabkan tanaman mati.
Dalam kondisi yang tidak
terkendali, populasi tikus dapat mencapai 300 ekor/ha(Fauzi dkk, 2005). Kondisi demikian dapat menurunkan produksi 5-15%. tergolong mamalia.
Hama tikus ini
Menyerang tanaman pada semua umur, mulai dari
pembibitan hingga TM (Fauzi dkk, 2005). Hama tikus pada umumnya sulit diberantas, karena daerah hidupnya sangat luas.
Pemberantasan dapat dilakukan secara eposan pada sarangnya.
Secara biologis dengan predator kucing, ular dan burung hantu (Fauzi dkk, 2005). Adapun penyakit yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah: Penyakit busuk tandan buah (Marasmius) Adapun penyebab dari penyakit busuk tandan buah adalah cendawan
Marasmius palmiforus, yaitu cendawan saprofit yang umumnya hidup pada bermacam-macam bahan mati/sisa-sisa makanan.
Perkembangan cendawan
saprofit menjadi parasit tergantung dari keadaan, seperti cuaca (kelembaban) dan tersedianya sumber makanan diperkebunan (Pahan, 2008) Menurut Pahan (2008), Pengendalian penyakit busuk tandan buah dapat dilakukan dengan cara kultur teknis maupun secara kimiawi. Cara kultur teknis, pengendaliannya dilakukan sebagai berikut;
37
-
Semua bunga dan buah yang busuk dibuang. Penunasan juga perlu dilakukan pada cabang daun sebelum dan sesudah panen secara teratur disekitar pangkal batang.
-
Tandan yang lewat masak jangan dibiarkan tetap berada dipohon, khusus didaerah pengembangan.
Tandan-tandan yang belum
mencapai ukuran tertentu dipotong dengan teratur, meskipun pabrik belum siap. -
Tandan yang terserang berat oleh cendawan sebaiknya tidak dikirim kepabrik karena akan meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak.
Pengendalian secara kimiawi dilakukan jika pengendalian secara kultur teknis tidak dapat menekan perkembangan penyakit. Fungisida yang dianjurkan adalah Difolatan (Kaptafol) dengan dosis 0,7 liter/ha dengan volume semprot 150 liter/ha. Penyemprotan dilakukan dua minggu sekali (Pahan, 2008).
Gambar 7. Penyakit busuk tandan buah (Sumber : Suwanto, dkk, 2005). Penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma boninense) Penyakit ini semakin lama semakin meningkat karena pada mulanya hanya menyerang tanaman kelapa sawit tua (>25 tahun). Namun pada akhirakhir ini ternyata penyakit busuk pangkal batang dapat menyebabkan kerugian besar pada tanaman yang berumur 10-15 tahun (Pahan, 2008).
38
Menurut Pahan (2008) penyebab penyakit ini adalah Ganoderma
boninese.
Patogen ini mempunyai kisaran inang yang luas, terutama dari
kelompok Palmae/Cocoidae. akar maupun melalui spora.
Pada tanaman tua, infeksi terjadi melalui kontak Sedangkan pada tanaman muda infeksi hanya
melalui kontak akar. Metoda pengendalian penyakit ganoderma sebagai berikut; -
Pembersihan sumber infeksi sebelum penanaman ulang/replanting
-
Pencegahan penyakit dalam kebun yaitu dengan cara sensus pokok terhadap tanaman umur empat tahun keatas, pokok-pokok yang terserang ditandai dengan cat.
Tanaman yang sakit berat perlu
segera ditumbangkan dan diberi tanda ganoderma tumbang(GT). Serangan pada pokok yang sakit (gejala ringan), digunakan fungisida Bayfidan 259 EC dengan cara trunk infection. Dosis yang digunakan yaitu 15 ml/pokok. 2.6.8. Panen Pekerjaan potong buah merupakan pekerjaan utama diperkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Dengan demikian, tugas utama personil dilapangan yaitu mengambil buah dari pokok pada tingkat kematangan yang sesuai dan menghantarkannya kepabrik sebanyak-banyaknya dengan cara dan waktu yang tepat (pusingan potong buah dan transport) tanpa menimbulkan kerusakan pada tanaman. Cara yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi), sedangkan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi /asam lemak bebas atau FFA (Pahan, 2008).
39
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3
tahun.
Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah
penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol (Fauzi dkk, 2005). Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak , memungut brondolan dan mengangkutnya dari pohon ketempat pemungutan hasil (TPH) serta kepabrik.
Pelaksanaan
pemanenan tidak secara sembarang (Fauzi dkk, 2005). Perlu memperhatikan beberapa kriteria tertentu dalam pelaksanaan panen sebab tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan adalah matang panen, cara panen, alat panen, rotasi dan sistem panen serta mutu panen (Fauzi dkk, 2005). Menurut Amir dan Wahono (2005) keberhasilan panen tergantung pada beberapa hal; -
Bahan tanaman (varitas, klon)
-
Manusia (pemanen) dengan kapasitas kerja
-
Peralatan
-
Transportasi
-
Keadaan areal
-
Organisasi panen
a. Kriteria mutu buah dan potong buah
40
Sesuai dengan ketentuan bahwa buah dikatakan masak jika terdapat dua berondolan yang lepas per TBS. Sementara, kriteria matang panen adalah hasil potong buah dikatakan baik jika komposisi buah/TBS normal/masak sebesar 98% dan buah mentah serta busuk maksimum 2%.
Pemotongan buah mentah
merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan oleh pemanen. Hal ini sama seringnya dengan meninggalkan brondolan dipiringan (Pahan, 2008). b. Cara panen Menurut Amir dan Wahono (2005) urutan pekerjaan panen kelapa sawit adalah sebagai berikut; -
Memotong pelepah daun yang mengganggu buah, bekas potongan pelepah menyerupai tapak kuda miring keluar membuat sudut 15-300.
-
Memotong tandan buah; dipotong dengan dodos, kampak, atau egrek.
-
Pelepah daun yang ditunas ditumpuk teratur pada gawang mati.
-
Brondolan dikumpul dan masukkan kedalam karung.
-
TBS dan brondolan dibawa ke TPH dengan dipikul atau gerobak dorong.
-
Tandan buah yang masih bergagang panjang dipotong semepet mungkin Di TPH buah disusun rapi 5-10 tandan/baris, gagang menghadap keatas, dan pangkal gagang ditulis nomor pemanen.
-
TBS dan brondolan segera dibawa ke PKS. c. Rotasi (pusingan panen) dan sistem panen Menurut Amir dan Wahono (2005) pusingan panen adalah lamannya
waktu antara panen yang satu dengan panen berikutnya dalam satu ancak panen. Pusingan panen yang baik adalah bila pada saat panen tidak ada pohon
41
yang punya buah lewat matang. Pusingan panen bergantung kepada kerapatan panen; 1. Kerapatan panen rendah; rotasi bisa diperlambat 1-10 hari 2. Kerapatan panen tinggi; rotasi panen bisa dipercepat 5-6 hari Menurut Amir, Wahono (2005) sistem panen adalah cara pembagian ancak panen, yang terbagi atas sistem ancak giring dan sistem ancak tetap. 1. Sistem ancak giring Sistem ancak giring yaitu apabila suatu ancak telah dipanen maka pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor. Sistem ini memudahkan dalam pengawasan pekerjaan dan hasil panen lebih cepat sampai ke TPH. Namun pemanen cenderung memanen buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah dan brondol yang tertinggal di lapangan. 2. Sistem ancak tetap Sistem ancak tetap yaitu pemanen diberi ancak dengan luasan tertentu dan tidak berpindah-pindah. Hal ini menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang optimum namun kelemahannya adalah buah lambat keluar sehingga lambat sampai ke pabrik.
Gambar 8. Buah yang telah dipanen (Sumber : Suwanto, dkk, 2005).
42
2.7.
Pengolahan Hasil Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk
memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingannya (Fauzi, dkk, 2008). Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak adalah sebagai berikut: 2.7.1. Pengangkutan TBS ke pabrik TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak segera diolah, akan mengalami kerusakan. Juga pemilihan alat angkut yang tepat, dapat membantu mengatasi kerusakan buah. Alat angkut yang digunakan dari kebun menuju pabrik diantaranya lori, traktor gandengan, atau truk. Pengangkutan dengan lori dianggap lebih baik dibanding dengan alat pengangkutan lain. Guncangan lebih banyak terjadi bila menggunakan truk atau traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah lebih banyak. Setelah TBS sampai ke pabrik, segera dilakukan penimbangan,
karena
penimbangan
sangat
penting
dilakukan
untuk
mendapatkan angka-angka yang berkaitan dengan produksi, pembayaran upah pekerja dan perhitungan rendemen minyak sawitt (Fauzi, dkk, 2008).
43
Data peningkatan
kadar ALB akibat TBS lama diolah yang disebabkan
adanya kerusakan di pabrik atau menginap di lapangan yang disebabkan adanya kerusakan saat transportasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Peningkatan ALB minyak akibat TBS lama diolah atau menginap di lapangan. (Sumber : A. U. Lubis, 1992). Lamanya menginap di lapangan ( hari ) 0 1 2 3
Rendemen minyak terhadap buah (%) 50,44 50,60 50,73 48,66
Kadar A.L.B (%) 3,90 5,01 6,09 6,90
TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuangkan langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi plat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45º. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Kotoran yang jatuh melalui kisi-kisi
ditampung
oleh
dirt
conveyor
sehingga
memudahkan
dalam
pembuangan. Loading ramp dilengkapi pintu-pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolik sehingga memudahkan dalam pengisian TBS ke dalam lori untuk proses selanjutnya (Fauzi, dkk, 2008). 2.7.2. Perebusan TBS TBS dimasukkan ke dalam lori dan selanjutnya direbus dalam sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama satu jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya,
44
besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125º C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan yang terlalu pendek menyebabkan banyaknya buah yang tidak rontok dari tandannya (Fauzi, dkk, 2008). Pada dasarnya tujuan perebusan adalah : a.
Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB.
b.
Mempermudah pelepasan buah.
c.
Memperlunak daging buah
sehingga
mempermudah pemisahan minyak. d.
Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan minyak.
2.7.3. Stasiun pemipilan (Stripper) Lori-lori yang berisikan TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hoisting
Crane
yang
digerakkan
dengan
motor.
Hoisting
Crane
akan
membalikkan TBS ke atas mesin perontok buah (thresher). Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuah screw
conveyor
untuk
dikirim
kebagian
digesting
dan
pressing.
Sementara,tandan (janjang) kosong yang keluar dari bagian bawah pemipil
45
ditampung oleh elevator. Kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper untuk dijadikan pupuk janjang kosong (Fauzi, dkk, 2008).
2.7.4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser) Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkat kebagian pengadukan / pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan / pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah dibagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang dibagian atas alat pencacah (digester). Putaran lenganlengan pengaduk berkisar 25-26 rpm( Fauzi, dkk, 2008). Tujuan dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Brondolan yang tlah mengalami pencacahan keluar melalui bagian bawah digester berupa bubur lalu masuk ke alat pengempaan yang berada persis dibawah bagian digester. Alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah yang biasa digunakan pabrik kelapa sawit adala screw press ( Fauzi, dkk, 2008). Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan oleh sliding cone. Screw dan sliding cone berada dalam sebuah selubung baja yang disebut press cage, dimana
dindingnya
berlubang-lubang
diseluruh
permukaannya.
Dengan
demikian, minyak dari bubur buah yang terdesak ini akan keluar melalui lubanglubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah antara sliding cone dan press cage( Fauzi, dkk, 2008).
46
2.7.5. Stasiun pemurnian ( Clarifier) Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan dari pembersihan atau penjernihan minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar. Karena masih mengandung kotoran berupa partikelpartikel kasar dari tempurung dan serabut serta 40-50%
air. Agar diperoleh
minyak sawit yang bermutu baik, minyak kasar tersebut diolah lebih lanjut, yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (crude oil tank). Setelah
melalui
pemurnian
atau
klarifikasi
yang
bertahap,
akan
menghasilkan minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung dalam tangki-tangki penampung dan siap dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (Fauzi, dkk, 2008). 2.7.6. Pengeringan dan pemecahan biji Biji sawit yang telah dipisah dari proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah biji-bijidikeringkan dalam silominimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50º C. Akibat proses pengeringan ini inti sawit akan mengerutsehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji-biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecahan biji(Fauzi, dkk, 2008).
2.8.
Manajemen Perusahaan
47
Menurut Suwanto, dkk, (2005), manajemen dalam arti umum adalah pengelolaan atau ketatalaksanaan yang merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit biasanya ditentukan oleh kemampuan dari pengusaha dalam mengelola dan melaksanakan manajemen tersebut. Manajemen yang baik harus dilengkapi 4 (empat) unsur manajemen diantaranya : -
Perencanaan ( Planning )
-
Organisasi perusahaan ( Organitation )
-
Penggerak ( Actuating )
-
Pengawasan dan evaluasi ( Controlling ) Bila semua unsur manajemen dapat dilakukan dengan sebaik - baiknya
maka sasaran tujuan dari perusahaan dapat tercapai. A. Perencanaan Sebelum melakukan suatu kegiatan terlebih dahulu disusun perencanaan yang berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang dimaksud. Perencanaan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap mutu dari kegiatan yang dilaksanakan. Menurut ilmu manajemen, keberhasilan suatu kegiatan yang terlihat sebesar 40 % dari perencanaan dan 60 % dari pelaksanaan.
48
B. Organisasi perusahaan Suatu perusahaan dalam mencapai tujuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang menentukan kesuksesan dalam mencapai tujuan perusahaan adalah organisasi yang tersusun dengan baik dan teratur. Struktur organisasi yang baik dengan garis-garis koordinasi yang jelas akan memberikan kemudahan dan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan disuatu perusahaan. Dengan garis-garis koordinasi yang jelas maka semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan akan dapat dijalankan dengan baik dan tidak akan terjadi tumpang tindih aktifitas di perusahaan, selain itu juga akan terjadi hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan sehingga tujuan yang diinginkan akan dapat tercapai. C. Penggerakan ( Actuating ) Pada perusahaan perkebunan pada umumnya sebelum melakukan kegiatan (pekerja, mandor dan asisten) terlebih dahulu berkumpul di kantor divisi. Pelaksanaan kegiatan di lapangan dimulai pada pukul 06.30 WIB. Pada saat apel pagi dilakukan pengabsenan dan pemberian pengarahan oleh asisten divisi pada mandor tentang apa yang akan dikerjakan di lapangan nantinya. Di lapangan pekerja mendapat pengarahan dari mandor dan mandor membuat laporan kerja harian yang diserahkan pada waktu selesai jam kerja. Untuk mendorong, memacu dan meningkatkan mutu kerja dan karyawan dalam mengerjakan pekerjaan di lapangan perlu adanya suatu motivasi. Gunanya motivasi adalah agar karyawan bermotivasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, perusahaan dengan diwakili Estate memberikan imbalan dan penyediaan fasilitas.
49
D. Pengawasan dan Evaluasi Pengawasan pada perusahaan perkebunan sangat penting sekali karena banyaknya pemakaian sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber dana. Pengawasan harus dilakukan pada seluruh proses kegiatan di semua lini. Pengawasan yang baik akan lebih mempermudah manajemen dalam mengukur kemajuan usaha, pengambilan keputusan atau kebijaksanaan lain. Untuk itu diperlukan organisasi pengawasan yang terorganisir dari lini paling bawah sampai lini teratas.