Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
KONSEP TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DALAM RANGKA MENGATASI PENURUNAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN (Studi Kasus : Perumahan Puri Pamulang – Tangerang Selatan) Sarjono Puro 1 dan Nina Restina2 1
Program Studi Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Bung Karno Jl. Kimia No 20 Menteng Jakarta Pusat Email :
[email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Bung Karno Jl. Kimia No 20 Menteng Jakarta Pusat Email:
[email protected]
ABSTRAK Air tanah atau akuifer merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup yang tersimpan dalam lapisan tanah. Pada saat musim hujan, muka air tanah cenderung tinggi dan sangat rendah pada musim kemarau. Banyaknya konstruksi yang dibuat diatas tanah menyebabkan kedap air akibatnya air mengalir dengan mudah diatas permukaan tanah pada saat hujan turun sehingga mengurangi serapan air yang masuk kedalam tanah. Penerapan teknologi konservasi air melalui pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan untuk memberikan alternatif solusi. Strategi membuat lubang drain disepanjang jalan komplek perumahan merupakan satu teknologi yang dapat dipakai melalui pemberdayakan masyarakat pada kawasan perumahan. Tujuan pembuatan lubang drain untuk mengetahui besarnya volume air yang meresap kedalam tanah. Diameter lubang drain 0,10 m, kedalaman 1 m, dibuat pada selokan disepanjang jalan kawasan perumahan. Jarak antar lubang minimal 50-60 cm. Setiap lubang diisi batu kerikil dan di permukaan lubang dipasang paralon setinggi 20 cm lalu ditutup dengan ijuk untuk mencegah terjadi longsor pada permukaan lubang. komplek Perumaha Puri Pamulang luasnya 9238 m2 (kurang dari 1 Ha) dapat meresapkan air sebesar 4,6 m3/hr. Dengan membuat lubang drain akan membantu air meresap kedalam tanah dan diharapkan tinggi muka air tanah dapat dipertahankan serta persediaan air di dalam tanah terutama saat musim kemarau tiba dapat terjaga. Kata Kunci : sumber air, konservasi air, lubang drain, pemberdayaan masyarakat, tinggi muka air tanah.
1.
PENDAHULUAN
Pengembangan rumah untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti fasilitas perumahan, yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Ayu dan Ardy, 2012) akan sejalan penambahan jumlah anggota keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan perumahan biasanya berkisar antara 5 sampai 15 tahun atau dapat lebih cepat tergantung dari lokasi perumahan dan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang dimiliki perumahan tersebut. Akibat urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan kebutuhan akan air akan meningkat (Husni dan Santoso, 2015). Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi dihampir semua lokasi perumahan, rumah-rumah dikembangkan kearah horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika dibandingkan dengan pengembangan kearah vertikal. Hal ini berakibat garis sempadan bangunan antara 3 – 4 m dari tepi jalan (Saragih, 1997) yang semula diperlukan untuk area resapan air dan penghijauan atau taman menjadi tidak ada atau berubah menjadi kedap air, sehingga pada waktu musim hujan volume aliran air permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam tanah menjadi sangat sedikit, yang mengakibatkan genangan-genangan air bahkan banjir dan berkurangnya persediaan air tanah pada lokasi perumahan. Air tanah merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur resapanyang akan memberikan keuntungan antara lain menambah jumlah air tanah, mengurangi jumlah limpasan. Pemasangan sumur resapan dapat dilakukan dengan model tunggal dan komunal dimana sumur resapan model tunggal digunakan untuk satu rumah, sedangkan yang komunal satu sumur resapan digunakan secara bersama-sama untuk lebih dari satu rumah.Sumur resapan akan membantu menjaga kestabilan tinggi muka air tanah. Perumahan di kota perbatasan dengan kota besar rata-rata masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih biasanya dilanda kekeringan atau menurunnya
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 209
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
permukaan air tanah dimusim kemarau. Salah satu faktor yang menyebabkan banjir dan menurunnya permukaan air tanah di kawasan perumahan adalah proses alih fungsi lahan. Ilustrasi perubahan ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1. Ilustrasi perubahan fungsi lahan Proses alih fungsi lahan dari lahan pertanian atau hutan ke perumahan akan dapat menimbullkan dampak negatif, apabila tidak diikuti oleh upaya-upaya menyeimbangkan kembali fungsi lingkungan. Pengembangan fisik bangunan rumah yang terlalu pesat ke arah horisontal yang menyebabkan tidak adanya lagi area terbuka sebagai resapan air, sehingga air yang meresap ke dalam tanah menjadi kecil dan memperbesar volume aliran air permukaan. Disisi lain Sistem drainase suatu kawasan perumahan biasanya direncanakan sesuai dengan jumlah volume air permukaan yang berasal dari rumah-rumah per-blok dengan kondisi rumah yang standar (rumah belum dikembangkan). Kondisi ini yang membuat dimensi saluran drainase tidak dapat menampung lagi volume air permukaan sejalan dengan pengembangan rumah-rumah, yang berakibat terjadinya genangan-genangan air bahkan banjir pada kawasan tersebut dan sekitarnya.
2.
KAJIAN PUSTAKA
Faktor penyebab menurunnya permukaan air tanah Berbagai aktivitas manusia dan derap pembangunan yang berkembang pesat akan mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap lahan. Perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian dan hutan menjadi lahan untuk perumahan, akan berpengaruh pada berkurangnya tingkat peresapan air ke dalam tanah yang menyebabkan banjir pada musim hujan dan menurunnya permukaan air tanah. Terjadinya banjir pada kawasan perumahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Pengembangan rumah yang melewati batas Garis Sempadan Bangunan (GSB). Pengembangan kearah horisontal yang berakibat garis sempadan bangunan yang semula diperlukan untuk area resapan air dan penghijauan atau taman menjadi tidak ada atau berubah menjadi kedap air. Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik. 2. Sistem drainase suatu kawasan perumahan biasanya direncanakan sesuai dengan jumlah volume air permukaan yang berasal dari rumah-rumah per-blok dengan kondisi rumah yang standar (rumah belum dikembangkan). Kondisi ini yang membuat dimensi saluran drainase tidak dapat menampung lagi volume air permukaan sejalan dengan pengembangan rumah-rumah, yang berakibat terjadinya genangan-genangan air bahkan banjir pada kawasan tersebut dan sekitarnya. Perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air secepatnya mengalir dan seminimal mungkin menggenangi daerah layanan (Adi, 2007). Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di kawasan perumahan biasanya dilakukan ada yang bekerjasama dengan dinas kebersihan Pemerintah Kota (Pemko) atau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan ada yang dikelola secara swadaya masyarakat. Pengelolaan secara swadaya masyarakat sering menimbulkan masalah karena menyangkut kesadaran dan partisipasi dari masingmasing individu. Pembuangan sampah tidak pada tempatnya merupakan penyebab awal terjadinya penyempitan saluran drainase tidak dapat berfungsinya saluran drainase secara optimal, yang berakibat meluapnya air dan berubah menjadi genangan-genangan bahkan banjir sehinggan partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembangunan (sistem jaringan drainase) sangat diperlukan (Ari, 2007) Identifikasi muka air tanah Air Permukaan Air permukaan terdiri dari air yang ada di dalam danau, situ, waduk/resevoir buatan, dan yang mengalir di sungai. Berdasarkan studi Ditjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1994, potensi air permukaan di Indonesia adalah sebesar 1.789 miliar m3/tahun. Hasil pengukuran rutin pada beberapa sungai besar di Indonesia yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa pada umumnya volume air sungai cukup besar, yaitu di atas 1.000 juta m3. Selain air permukaan, bumi Indonesia mempunyai potensi airtanah yang tersimpan di bawah permukaan dalam sistem akifer. Air tanah ini berasal dari proses infiltrasi yang besarnya kira-kira 10 persen dari rata-rata curah hujan tahunan. Penelitian Departemen ESDM menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi airtanah sebesar 485 x 109 m3 per tahun yang terdiri dari airtanah bebas sebesar 472 x 109 m3 dan airtanah tertekan sebesar 12,6 x 109 m3 . Dari potensi air tanah sebesar itu, sekitar 67 persen berada di Sumatra dan Papua. Guna mendukung data potensi air permukaan perlu identifikasi dan analisis tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah berdasarkan pertimbangan penurunan kualitas air tanah tertekan maupun tidak tertekan (DHL dan TDS) dan berdasarkan penurunan muka air tanah, yaitu dengan menggunakan Kepmen ESDM
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 210
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui kawasan yang kondisi dan lingkungan air tanahnya sudah rusak atau belum rusak yang dibedakan menjadi empat tingkatan, yaitu zona aman, zona rawan, zona kritis dan zona rusak seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Selain air permukaan, bumi Indonesia mempunyai potensi air tanah yang tersimpan di bawah permukaan dalam sistem akuifer. Air tanah ini berasal dari proses infiltrasi yang besarnya kirakira 10 persen dari rata-rata curah hujan tahunan. Tabel 1. Tingkat kerusakan kondisi air tanah berdasarkan kualitas air tanah dan pemanfaatan air tanah No 1
2
3
4
Klasifikasi Zona aman
Zona rawan
Zona Kritis
Zona rusak
Keterangan Penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut kurang dari 1.000 mg/l atau DHL < 10.00 µmhos/cm
penurunan muka air bawah tanah kurang dari 40% penurunan muka air bawah tanah 40% – 60% penurunan muka air bawah tanah 60% – 80% penurunan muka air bawah tanah lebih dari 80%
penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut antara 1.000-10.000 mg/l atau DHL antara 1.0001.500 µmhos/cm penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut antara 10.000-100.000 mg/l atau DHL antara 1.5005.000 µmhos/cm penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut lebih dari 100.000 mg/l atau tercemar logam berat dan atau bahan berbahaya dan beracun atau DHL > 5.000 µmhos/cm Sumber : Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000
Konsep drainase berwawasan lingkungan Banyak konsep drainase berwawasan lingkungan (eco-drainage) yang berorientasi pada konservasi sumber daya air. Konsep-konsep tersebut ditunjukkan pada Gambar 2, yang prinsipnya air secepatnya dibuang dari suatu genangan agar tidak terjadi banjir. Menurut (Suripin ,2004) fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpanan dan tipe peresapan. Tipe penyimpanan dapat berupa danau, kolam dan kali, sedangkan tipe peresapan berupa air permukaan yang diresapkan dengan berbagai teknologi yang sudah banyak dibuat dan digagas oleh banyak orang. Sementara (Sunyoto, 1987) mengatakan perancangan drainase diperlukan bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus berazas pada konservasi air.
(a) Priyantoro et al (2013)
(b) Yusuf (2007)
(c) Haryanto et al (2014)
Gambar 2. Konsep Drainase Penerapan konstruksi sumur resapan air Sumur resapan sumur yang dibuat berfungsi untuk memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi adalah daerah peresapan air di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas umum lainnya. Sumur resapan yang telah banyak dibuat adalah berupa sumur yang dibuat dari bahan beton atau pasangan bata dengan ukuran seperti yang ditetapkan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaaan Umum menetapkan data teknis sumur resapan air sebagai berikut : (1) Ukuran maksimum diameter 1,4 meter, (2) Ukuran pipa masuk diameter 110 mm, (3) Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm, (4) Ukuran kedalaman 1,5 sampai dengan 3 meter, (5) Dinding
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 211
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
dibuat dari pasangan bata atau batako dari campuran 1 semen : 4 pasir tanpa plester, (6) Rongga sumur resapan diisi dengan batu kosong 20/20 setebal 40 cm, (7) Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil. Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan diatas atap rumah dan meresapkannya ke dalam tanah (Dephut,1994). Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain : (1) mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, (2) mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, (3) mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai, (4) mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, dan (5) mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah (Dephut, 1995). Mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 68/2005 tentang Pembuatan Sumur Resapan (pasal 2) tentang mengoptimalkan pembuatan sumur resapan dikalangan masyarakat yang bertujuan untuk menampung, menyimpan dan menambah cadangan air tanah serta dapat mengurangi limpasan air hujan ke pembuangan saluran dan badan jalan. Pasal 4, wajib kepada perorangan atau badan hukum untuk membuat sumur resapan dan Pasal 5, Setiap pemohon IMB wajib membuat perencanaan dan pembuatan sumur resapan. Kemampuan air meresap kedalam tanah dipengaruhi oleh besarnya permeabilitas tanah. Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat dilalui oleh air. Kemampuan air meresap kedalam tanah sangat tergantung dari jenis tanah. Kuantitas resapan air pada tanah jenis lempung (clay) sangat kecil karena memiliki konduktivitas sangat kecil, berkisar 10-12 sampai 10-9 m/detik. (Sukamto, Joko.,1992) Tabel 1. Hubungan Kecepatan Infiltrasi Dan Tekstur Tanah Kecepatan Infiltrasi Kriteria (mm per jam) Pasir berlempung 25 – 50 sangat cepat Lempung 12,5 – 25 cepat Lempung berdebu 7,5 – 15 sedang Lempung berliat 0,5 – 2,5 lambat Liat < 0,5 sangat lambat Sumber: Sitanala Arsyad, 1976 Tekstrur Tanah
Menurut Departemen Kehutanan (1995), manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain: (1) mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi; (2) mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah. Partisipasi masyarakat Salah satu permasalahan yang sering timbul baik diperkotaan ataupun dipermukiman adalah banjir. Penanggulangan banjir memerlukan penanganan yang cukup serius serta memerlukan biaya besar yang harus dilakukan oleh pemerintah dan peran serta masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah seluruh masyarakat yang ada baik di pedesaan, perkotaan, di hulu daerah aliran sungai (DAS) maupun hilir, kaya atau miskin, akademisi atau non akademisi, bahkan semua insane yang mempunyai hubungan dengan air. (Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001). Partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembanguan adalah sebagai berikut: (Pranoto 2005) 1. Survei dan investigasi: memberi informasi lokasi dan kondisi setempat. 2. Perencanaan: persetujuan, kesepakatan, penggunaan. 3. Pembebasan tanah: member kemudahan dan kelancaran proses. 4. Pembangunan: membantu pengawasan dan terlibat dalam pelaksanaan. 5. Operasi dan pemeliharaan: terlibat dalam pelaksanaan, ikut memelihara, melaporkan jika ada kerusakan. 6. Monitoring dan evaluasi: memberikan data yang nyata, dilapangan tentang dampak yang terjadi pasca pembangunan.
3. PERMASALAHAN Salah satu faktor menurunnya muka air tanah di kawasan perumahan khususnya adalah dipicu oleh pengembangan fisik bangunan rumah yang terlalu pesat. Pada umumnya pengembangan bangunan kearah horizontal, sehingga tidak
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 212
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
ada lagi area terbuka sebagai resapan air. Akibatnya air yang meresap kedalam tanah menjadi sangat kecil dan volume aliran air permukaan sangat besar. Sebagai gambaran dalam permasalahan ini diambil sebagai contoh salah satu perumahan berada diwilayah Tangerang Selatan, yaitu perumahan Puri Pamulang. Luas wilayah perumahan tersebut adalah 9.278 m2 yang merupakan perumahan dengan tipe rumah sederhana dan dibangun pada tahun 2003. Seringnya banjir/genangan sesaat pada musim hujan menandakan air mengalir dipermukaan tanah dan kekurangan air pada musim kemarau menandakan menurunnya/rendahnya muka air tanah. Pembersihan dan pengerukan selokan air hujan tidak memberikan jalan keluar dari permasalahan disetiap perumahan. Air yang masuk kedalam selokan berasal dari buangan rumah tangga dan air hujan. Kawasan perumahan umumnya dibuat tertata dengan satu rumah satu kavling, dimana setiap rumah dibuatkan fasilitas untuk menampung air buangan rumah tangga, yaitu berupa Septic Tank dan saluran drainase yang berupa selokan. Air buangan rumah tangga berasal dari air glontoran kotoran manusia yang ditampung Septic Tank dan air sisa cuci, mandi dan masak ditampung atau disalurkan kedalam saluran drainase/selokan depan rumah masingmasing. Air yang masuk ke selokan tidak saja dari rumah-rumah penduduk, melainkan juga dari air hujan apabila hujan turun. Dari selokan air mengalir kearah yang lebih rendah dan kemudian masuk ke saluran drainase kota yang berupa kali. Dalam mengatasi permasalahan tersebut perlu dibuat Konsep Teknologi Konservasi air, dimana konsep tersebut dengan mengusahakan air sebanyak-banyaknya masuk dan meresap kedalam tanah. Pembuatan sumur resapan air hujan merupakan salah satu solusi untuk menjaga cadangan dan kualitas air agar terjaga dengan baik. Dalam skala yang lebih luas dapat pula memperbaiki kualitas lingkungan sekitar. Kita bisa mulai membuatnya di rumah yang kita tempati. Namun alangkah baiknya jika dilakukan secara bersama-sama dan menjadi gerakan massal. Sebuah tindakan kecil sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan yang kita tempati. Konsep-konsep yang sudah ada perlu pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Bertolak dari itu diperlukan suatu teknologi yang mudah dibuat oleh masyarakat secara mandiri, secara kolektif atau terorganisir, tidak memerlukan tempat yang luas dan biaya mahal.
4. KARAKTERISTIK PERUMAHAN PURI PAMULANG Perumahan Puri Pamulang berada di Kota Tangerang Selatan dan terletak di bagian timur Provinsi Banten. Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah berdasarkan Undangundang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah seluas 147, 19 km2 atau 14.719 hektar. Batas administrasi wilayah Kota Tangerang Selatan sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan yang dahulunya bagian dari Kabupaten Tangerang, yaitu Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur. Perumahan Puri Pamulang berada di kecamatan Pamulang, kelurahan Pamulang Barat, dibangun diatas tanah seluas 9.278 m2 pada tahun 2003. Pada pembangunan tahap I terdiri dari 284 unit/kavling rumah yang terdiri dari 2 tipe bangunan, yaitu 40 unit tipe 36/72 dengan lebar muka 6 meter dan 270 unit tipe 29/60 dengan lebar muka 5 meter. Site-plan perumahan Puri Pamulang memanjang dan ditengah komplek terdapat kali yang letaknya membujur, berasal dari setu Benda yang membelah perumahan seperti Gambar 3.
Gambar 3. Site Plan Perumahan Puri Pamulang Tahap 1
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 213
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Saluran drainase berupa selokan dibuat didepan halaman setiap rumah, tepatnya dibahu kiri dan kanan jalan komplek. Selokan ini kondisinya berair (walaupun tidak hujan) yang berasal dari aliran air Setu (danau) yang berada di hulu dan air buangan rumah tangga (cuci, mandi dan siraman), yang kemudian semuanya mengalir kearah kali yang membelah perumahan. Tinggi genangan air pada selokan sekitar 5-10 cm pada kondisi tidak hujan, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kondisi saluran drainase Puri Pamulang Lingkup lokasi yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah Perumahan Puri Pamulang dengan luas wilayah 9.278 m2 terdiri dari perumahan dengan tipe sederhana yang berjumlah 284 kavling rumah. Ada 2 tipe bangunan yang dibuat, yaitu 47 unit tipe 36/72 dengan lebar muka 6 meter dan 237 unit tipe 29/60 dengan lebar muka 5 meter. Kondisi perumahan seperti pada gambar 5, yaitu setiap kavling diperumahan dibuat saluran drainase dengan posisi kiri-kanan bahu jalan. Air yang masuk ke saluran drainase berasal dari setu pamulang (dari arah hulu perumahan), air hujan dan air buangan rumah tangga. Saluran drainase berair sepanjang hari setinggi 5-10 cm pada kondisi tidak hujan dan bisa lebih tinggi apabila hujan turun. (lihat gambar 5).
Gambar 5. Kondisi saluran drainase.
5. PEMBAHASAN Konsep resapan air (lubang drain) Desain resapan air yang dibuat berupa lubang drain yang ditempatkan disepanjang selokan depan rumah warga. Diameter lubang direncanakan 10 cm dan tinggi atau kedalaman lubang 100 cm. Jarak antar lubang minimal 50-60 cm. Desain perletakan lubang drain seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Desain perletakan dan detil lubang drai
Bahan yang digunakan adalah sbb: 1. Paralon piber ukuran diameter 4 inch 2. Ijuk dan batu kerikil 3. Penutup saringan/drain
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 214
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Alat yang digunakan (lihat Gambar 7): 1. Alat gali ( alat biopori Hak paten IPB Bogor atau hand bor) 2. Alat pertukangan
Gambar 7. Alat dan ilustrasi pembuatan lubang drain Teknik pembuatan lubang drain Lubang digali kedalaman 100 cm berdiameter 10 cm, dengan alat gali (alat biopori hak paten IPB atau hand bor sebagai alat gali sumur). Tiap lubang diisi kerikil setinggi 80 cm, bagian atas lubang diberi paralon setinggi 20 cm lalu diisi ijuk (untuk menyaring endapan lumpur). Di bagian paling atas yaitu penutup lubang alat saringan /drain untuk menjaga benda padat masuk. Analisis perhitungan lubang drain: Panjang saluran drainase yang ada di sepanjang perumahan adalah: P1 = 47 x 6 m + 237 x 5 m = 1467 m’ Pada saluran drainase ada bagian yang ditutup beton sebagai jembatan dan diasumsikan 50% dari panjang saluran, sehingga panjang saluran yang dapat dimanfaatkan dibuat lubang drain adalah: P2 = 50% x 1467 m = 734 m’ Lubang drain dibuat pada salutran drainase dengan diameter 10 cm dan tinggi 100 cm, Jarak antara lubang = 60 cm atau 0,6 m. Jumlah lubang yang dapat dibuat di sepanjang saluran drainase = 734 m/0,6m = 1223 lubang. Pada lubang drain diberi kerikil dan diatasnya ditutup ijuk sebagai penyaring endapan, sehingga diasumsikan volume air yang masuk ke dalam lubang drain : V1 = 50% x volume lubang, yaitu: V1 = 50% x 1.4 π (0,1 m)2 x 1,0 m = 0,003925 m3 per lubang Apabila kecepatan rembesan air kedalam tanah untuk tanah lempung (k): k = 2 cm/jam = 0,2 m/jam = 0,48 m/hr. volume air yang meresap kedalam tanah arah gravitasi (V2): V2 = 0,48 x ¼ π x 0,12 = 0,003768 m3/hr = 3,768 lt/hr/lubang. Volume rembesan total yang dapat diresapkan ke dalam tanah (V 3): V3 = 1223 lubang x 3,768 lt = 4.608 lt/hr = 4,6 m3/hari Analisis perhitungan biaya tiap lubang drain Paralon 4 “ harga Rp. 80.000,- / 6 m panjang, dapat dipotong menjadi 30 buah ukuran masing-masing 20 cm. harga Rp. 2.700,-/bh. Ijuk Rp. 30.000,-/ikat. Dapat dibagi menjadi 10 bagian, sehingga Rp 3.000,-/bagian. Batu kerikil Rp. 800.000,-/1 m3. Dapat dijadikan 1m3/0.00785 = 127 bagian. Jadi harga batu kerikil Rp. 6300,/lubang. Ongkos tukang 2 orang Rp. 200.000,-/hari, dimana sehari pekerja dapat membuat 10 lubang drain. Jadi Rp. 20.000,- /lubang drain. Harga biaya per-lubang apabila dikerjakan sendiri adalah Rp.(2.700 + 3.000 + 6.300) = Rp 12.000,- /lubang. Harga biaya per-lubang apabila dikerjakan oleh tukang adalah Rp. (12.000 + 20.000)= Rp 32.000,-/lubang. Harga tersebut diatas belum termasuk pembelian/sewa alat gali, karena pengadaannya dapat dilakukan melalui kas RT/RW agar dapat digunakan secara bergantian.
6. KESIMPULAN Dengan adanya konsep lubang drain yang ditempatkan di sepanjang saluran drainase komplek Perumaha Puri Pamulang yang luasnya hanya 9238 m2 (kurang dari 1 Ha) dapat /meresapkan air sebesar 4,6 m3/hr.
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 215
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Lubang drain yang dibuat dengan ukuran diameter 10 cm, tinggi 100 cm dan jarak antar lubang 60 cm, mudah dibuat oleh setiap orang dewasa. Biaya per-lubang apabila dikerjakan sendiri adalah Rp 12.000,-//lubang Biaya per-lubang apabila dikerjakan oleh tukang adalah Rp 32.000,-/lubang. Pembuatan lubang drain bias diterapkan di Perumahan-perumahan lain dan akan lebih mudah pelaksanaannya di perumahan yang masih baru dimana belum banyak dilakukan penutupan sebagian saluran drainase. Pemberdayaan masyarakat dalam pembuatan lubang drain, dapat menekan biaya sekecil mungkin. Masyarakat yang menentukan pilihan apakah dikerjakan secara mandiri atau kolektif dengan membayar sebesar biaya per-lubang. Pemeliharaan lubang drain dapat dilakukan oleh perorangan atau secara kolektif seperti halnya mengelola sampah
DAFTAR PUSTAKA Adi Yusuf Muttaqin. (2007), Kinerja Sistem Drainase Yang Berkelanjutan Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus di Perumahan Josroyo Indah Jaten Kabupaten Karanganyar), Media Teknik Sipil Ahmad Husni Mubarak Kurnia Zain. (2012). Sebaran TDS, DHL, Penurunan Muka Airtanah dan Prediksi Intrusi Air Laut di Kota Tangerang Selatan, Skripsi, Intitut Pertanian Bogor Departemen Pekerjaan Umum. (1990). SK SNI T-06-1990-F, “Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan”, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung. Dephut. (1994). Pedoman Penyusunan Rencana Pembuatan Bangunan Sumur Resapan Air. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta. Dephut. (1995). Petunjuk Teknis Uji coba Pembuatan Percontohan Sumur Resapan Air. Departemen Kehutanan, Jakarta. Nusa Idaman Said, Haryoto Indriatmoko, Nugro Raharjo, Arie Herlambang. (2014), Teknologi Konservasi Air Tanah Dengan Sumur Resapan, Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan Kedeputian Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material, BPPT Pasaribu. (1999). Sumur Resapan Air Mengurangi Genangan Banjir Dan Mengembalikan Persediaan Air. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.5 No.19 Th.V IKIP Medan, Medan. Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 68. (2005). “Pembuatan Sumur Resapan, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta” Sobriyah dan Wignyosukarto, Budi (2001), “Peran Serta Masyarakat Dalam Pengendalian Banjir” Untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah”., Makalah Pada Kongres ke VII dan PIT VIII Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI), Malang. Suripin. (2004). “ Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan”, Penerbit Andi, Yogyakarta
.
Paper ID : SDA01 Sumber Daya Air 216