Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 1
1/21/2016 11:06:01 AM
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Editor: Sari Wahyuni, Wahyuningsih Koordinator Penerbitan: Riana Setyaningrum Manajer Penerbitan dan Produksi: Novietha Indra Sallama Supervisor Editor: Dedy A. Halim Copy Editor: Yuli Setyaningsih Tata Letak: Leonardo Manggala Wardhana, John Roy Sibarani Desain Sampul: Ferdy Firnaldy
Hak Cipta © 2016 Penerbit Salemba Empat Jln. Raya Lenteng Agung No. 101 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610 Telp. : (021) 781 8616 Faks. : (021) 781 8486 Website : http://www.penerbitsalemba.com E-mail :
[email protected]
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud di atas, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Wahyuni, Sari Wahyuningsih Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus/ Sari Wahyuni, Wahyuningsih —Jakarta: Salemba Empat, 2016 1 jil., 248 hlm., 21 × 28 cm ISBN 978-979-061-582-3 1. Profesional I. Judul
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 2
2. Ekonomi II. Sari Wahyuni, Wahyuningsih
1/21/2016 11:06:01 AM
Sa r i Wa h y u n i untuk anakku Mia dan Tito
Wa h yu n i n g si h untuk anakku Revo dan Rani dan Semua Pengembang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Seluruh Indonesia
iii
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 3
1/21/2016 11:06:01 AM
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 4
1/21/2016 11:06:02 AM
Kata PENGANTAR
P
embangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) diharapkan mampu mendongkrak mendongkrak investasi, memberikan hallo economy effect yang berkelanjutan, dan meningkatkan daya saing Indonesia. Di awal tahun 1980-an, hanya pemerintah yang memiliki peran dan kewajiban untuk mengembangkan perekonomian negara. Dalam perkembangannya, pengembangan ekonomi menjadi sebuah usaha kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, pelaku ekonomi, dan universitas, serta lembaga riset yang bekerja sama dan terintegrasi di dalam berbagai level. Akan tetapi, para pelaku di lapangan masih banyak yang belum paham bagaimana cara memformulasikan strategi pengembangan kluster guna mendorong pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, buku ini hadir sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut. Buku ini menyajikan teori-teori terkait dengan proses pengembangan kluster secara terperinci. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan contoh-contoh pengembangan kluster di berbagai negara, seperti Tiongkok (sebelumnya bernama China), Malaysia, dan Thailand sebagai komparasi bagi pengembangan kluster di Indonesia. Harapannya, melalui buku ini, para pembuat kebijakan dan pelaku yang terlibat dalam pengembangan kluster bisa memformulasikan strategi yang tepat guna mendorong pengembangan ekonomi bagi kesejahteraan semua pihak. Perjalanan dalam proses penulisan buku ini melibatkan begitu banyak pihak. Penghargaan kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Riset & Pengabdian Masyarakat (DRPM) Universitas Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan riset KEK dan menulis buku ini. Terima kasih yang tidak terhingga kami ucapkan kepada Bapak Enoh Suharto dan segenap tim di Sekretariat Dewan Nasional KEK, Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia yang telah mengoordinasikan kegiatan lapangan dengan pemerintah daerah dan memberikan support dana untuk kegiatan di lapangan. Global Green Growth Institute (GGI) memberikan kontribusi yang sangat berarti dengan membuat analisis pentingnya sustainable eco-environtment strategy dalam pengembangan strategi di Kawasan Ekonomi Khusus. Kepada Anna van Paddenburg dan Kurnya Roesad dari GGI, terima kasih atas bantuannya untuk menulis dan merangkai beberapa bab buku ini. Perhargaan kami berikan kepada Tim KEK dan Bappeda Provinsi Palu, Lombok, Kalimantan Timur, Manado, dan Palembang atas support-nya yang luar biasa pada saat pengambilan data di lapangan.
v
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 5
1/21/2016 11:06:04 AM
vi
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Kami ucapkan terima kasih kepada para penulis yang berkontribusi pada penulisan setiap bab buku ini. Semoga ilmu dan pengalaman yang ditularkan akan memberikan dampak yang berarti bagi pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia. Buku ini tidak akan tersaji dengan rapi tanpa bantuan Riana, Irfan, dan tim Penerbitan & Produksi Penerbit Salemba Empat. Tiada gading yang tidak retak, begitu pula dengan buku ini. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun bagi pengembangan dan perbaikan buku ini sangat kami terima dengan tangan terbuka. Semoga karya ini dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi pengembangan strategi kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia. Jakarta–Palu, 2016 Sari Wahyuni Wahyuningsih
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 6
1/21/2016 11:06:05 AM
PENDAHULUAN
B
uku Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus disusun sebagai respons atas model baru pengembangan ekonomi yang menekankan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan dan pelaku usaha, serta universitas dan lembaga riset di dalam berbagai level. Di dalam model pengembangan ekonomi ini, pembentukan kluster adalah salah satu kebijakan ekonomi. Pembentukan kluster bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, menstimulasi dan menciptakan inovasi, serta memfasilitasi komersialisasi. Pada akhirnya, kluster ini bisa menciptakan daya saing kompetitif dan penciptaan kemakmuran. Pada bagian awal buku ini, hal-hal terkait dengan daya saing, inovasi, dan kompetisi yang menjadi dasar pembentukan kluster dijelaskan. Penjelasan mencakup siapa saja pihak-pihak yang terlibat di dalam kluster dan fokus kebijakan apa saja yang harus diperhatikan di dalam pembentukan dan pengembangan kluster. Bagian berikutnya membahas tentang kebijakan (policy) Pemerintah Republik Indonesia untuk pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK), tahapan-tahan dalam pengajuan/usulan pembangunan KEK hingga evaluasi kawasan nantinya. Bab ini dilanjutkan dengan strategi pengembangan kluster yang membahas secara terperinci terkait dengan kluster dan daya saing, faktor pendorong suksesnya kluster, pihak yang terlibat di dalam kluster, serta siklus hidup kluster. Penjelasannya dilanjutkan dengan pengembangan strategi dasar kluster dan instrumen untuk formulasi strategi pengembangan kluster. Di sini, delapan instrumen formulasi pengembangan kluster dijelaskan, yang terdiri atas SWOT Analysis, Porter Five Forces, Market Trend Analysis, Value Chain Analysis, Gap Analysis, Product and Market Segmentation, Competitive Positioning Analysis, dan Industry Key Success Factor. Pada Bab 4, Tim peneliti dari Global Green Growth Institute (GGI) juga berperan dalam mengupas pentingnya keberlanjutan lingkungan dan menciptakan sinergi antara perencanaan KEK dan kebijakan pertumbuhan hijau. Menariknya, kebijakan pertumbuhan hijau ini bisa menjadi daya tarik investasi tersendiri dan sekaligus memberikan solusi pembiayaan yang inovatif. Bagian selanjutnya membahas evaluasi pengembangan kluster. Di sini, dijelaskan mengapa sebuah kluster harus diukur perkembangannya, indikator pengukurannya, dan cara pengukurannya. Dari sini, pembahasan diteruskan dengan penjelasan mengenai
vii
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 7
1/21/2016 11:06:07 AM
viii
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
faktor-faktor penyebab suksesnya suatu kluster, seperti kehadiran perusahaan besar, pengelolaan supply chain, intervensi kebijakan infrastruktur, pengembangan semangat kewirausahaan, dan akses pembiayaan. Pada Bab 6, kami memaparkan hasil riset terkait dengan pengembangan strategi kawasan ekonomi khusus (KEK) berdasarkan pengalaman-pengalaman dari beberapa KEK yang telah terbentuk di empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Tiongkok (sebelumnya bernama China). Hasil temuan dijelaskan dalam dua bagian, yaitu analisis faktor input, peran pemerintah, industri pendukung, dan kinerja KEK, serta bagian kedua lebih menekankan pada sistem administrasi yang menggunakan daya saing suatu negara. Bab 7 memberikan contoh yang menarik tentang kisah sukses kemitraan akademisibisnis-pemerintah yang terjadi di Greater Tokyo Initiative, Jepang. Asosiasi ini bukan hanya berhasil melakukan transfer of knowledge (transfer pengetahuan), membentuk center of excellent, serta menarik dana penelitian dan pengembangan, tetapi juga membantu small-medium entreprise di Jepang menjadi pemain skala International. Dua bagian terakhir dari buku ini membahas tentang contoh-contoh pengelolaan kluster di beberapa negara, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Tiongkok. Di bagian ini, kendala-kendala dan faktor-faktor pendorong kesuksesan pengembangan dan pengelolaan KEK di negara-negara tersebut dijelaskan secara riil. Bagian ini bisa digunakan sebagai perbandingan (benchmark) di dalam proses pembentukan dan pengembangan kluster baru. Kesuksesan KEK yang telah ada sebelumnya bisa dijadikan contoh dan panduan untuk pembentukan KEK baru. Kegagalan dan kendala yang dihadapi KEK sebelumnya juga bisa menjadi pembelajaran bagi pembentukan KEK baru. Pada akhirnya, buku ini disusun bukan hanya berdasarkan pada teori ideal saja terkait dengan pengembangan strategi kluster, tetapi juga dilengkapi dengan contoh kasus riil pengembangan strategi KEK di Palu. Hal ini menjadikan buku ini sebagai buku yang bukan hanya bersifat teoretis, tetapi juga praktis yang bisa dijadikan pegangan dan panduan yang lengkap dan menyeluruh bagi pengembangan kluster. Setelah membaca buku ini, pembaca diharapkan bisa memahami dan mengetahui cara-cara pengembangan kluster secara benar berdasarkan teori yang ideal serta juga mampu belajar dari pengalaman-pengalaman pembentukan dan pengembangan kluster yang telah ada di berbagai negara untuk menjamin tujuan pembentukan kluster bisa dicapai, yaitu penciptaan kesejahteraan bersama.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 8
1/21/2016 11:06:07 AM
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN iii Kata Pengantar v PENDAHULUAN VII BAB 1
Daya Saing, Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster 1 PENDAHULUAN 1 PEMBENTUKAN KLUSTER SEBAGAI ALAT KEBIJAKAN EKONOMI 4 APA YANG MEMBUAT KLUSTER SUKSES? 6 Kehadiran Perusahaan-Perusahaan Besar 7 Supply Chain yang Andal 7 Promosi Investasi ke Dalam Negeri 7 Infrastruktur Fisik 8 Pengembangan Kewirausahaan 8 Akses Pembiayaan 8 Langkah yang Saling Melengkapi untuk Kebijakan 9 KESIMPULAN 11 DAFTAR PUSTAKA 11
BAB 2
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia 13 Pendahuluan 13 Konsep Dasar Kawasan Ekonomi Khusus 14 Pengalaman Berbagai Negara dalam Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus/Special Economic Zone 15 Kelembagaan Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus 17 Dewan Nasional KEK 18 Dewan Kawasan KEK 18 Administrator KEK 19 Badan Usaha dan Pelaku Usaha 19
ix
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 9
1/21/2016 11:06:10 AM
x
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Proses dan Tahapan Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus 20 Pengusulan Kawasan Ekonomi Khusus 20 Dokumen Pengusulan Kawasan Ekonomi Khusus 22 Proses Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus 23 Evaluasi Usulan Pembentukan KEK 23 Koordinasi dan Harmonisasi Lintas Kementerian dan Lembaga Terkait 26 Sidang Dewan Nasional Kek 26 Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus 27 Skema Penetapan Pembangun dan Pengelola KEK 28 Pemantauan dan Evaluasi Kawasan Ekonomi Khusus 28 Kemajuan Pengembangan Kek 31 KEK Sei Mangkei 31 KEK Tanjung Lesung 32 KEK Palu 33 KEK Bitung 33 KEK Morotai 34 KEK Tanjung Api-Api 34 KEK Mandalika 35 KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) 35 Komitmen Pemerintah dalam Mendukung KEK 36 Dampak Sosial dan Ekonomi Pengembangan KEK 37 Kawasan Ekonomi Khusus: Isu dan Tantangan ke Depan 38 Daftar Pustaka 39
BAB 3
Strategi Pengembangan Kluster 41 Pendahuluan 41 Kluster dan Daya Saing 41 Faktor Apa Saja yang Mendukung Suksesnya Kluster 43 Siapa Saja yang Terlibat 44 Siklus Hidup Kluster (Cluster Life Cycle) 44 Aspek Kunci Strategi Kluster 46 Instrumen Strategi Pengembangan Kluster 47 Kesimpulan 56 Daftar Pustaka 57
BAB 4
Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia 59 PENDAHULUAN 59 KEK DAN LINGKUNGAN 60 Peran KEK dalam Pembangunan Ekonomi Dasar Pemikiran untuk Internalisasi Biaya
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 10
60 61
1/21/2016 11:06:10 AM
Daftar Isi
KERANGKA PERTUMBUHAN HIJAU UNTUK KEK
xi
64
Lima Hasil yang Diinginkan dari Pertumbuhan Hijau 64 KEK dan Pertumbuhan Hijau 65 KEK dan Kesempatan Investasi Pertumbuhan Hijau di Indonesia 67 Menciptakan Sinergi antara Perencanaan KEK dan Kebijakan Pertumbuhan Hijau 69 PEMBIAYAAN KEK HIJAU 72 Menghubungkan Pengembangan KEK Hijau untuk Mekanisme Pembiayaan yang Inovatif 72 Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) 75 Instrumen Pasar Modal hijau 77 KESIMPULAN 78 DAFTAR PUSTAKA 79
BAB 5
EVALUASI PENGEMBANGAN KLUSTER 81 MENGAPA KITA MENGUKUR KLUSTER? BAGAIMANA MELAKUKAN EVALUASI
81 83
Apa yang Harus Dievaluasi? 83 Siapa yang Seharusnya Mengevaluasi? 84 Berapa Besarnya Biaya Proses Evaluasi? 85 STANDAR KINERJA SEPERTI APA YANG SEHARUSNYA DIGUNAKAN PADA EVALUASI KLUSTER? 87 Metode Evaluasi 87 Expert Judgement 88 Benchmarking 89 Pendekatan Kontrol Grup
90
APA YANG PERLU DILAKUKAN DENGAN HASIL EVALUASI
90
Penghentian Kebijakan (Policy Termination) 91 Apakah yang Harus Diukur? 91 Apakah Jenis Indikator yang Digunakan? 92 MODEL KLUSTER UNTUK PENGUKURAN DAMPAK PARIWISATA PADA PEMBANGUNAN WILAYAH: DAYA SAING DAN KEBERLANJUTAN 93 LANGKAH PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN METODE (CONTOH KASUS: KLUSTER PARIWISATA) 94 METODE PEMETAAN KLUSTER SECARA KUANTITATIF Sumber Data dan Informasi Pengukuran Kluster Belajar dari Pengalaman 100 Mengukur Kesuksesan Intervensi 100 Tipe Indikator yang Dapat Digunakan 101 Kehadiran Jaringan dan Kemitraan 103 Komunitas Praktik 103
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 11
98 100
1/21/2016 11:06:10 AM
xii
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
JARINGAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN Menciptakan Hubungan 103 Apa yang Membuat Jejaring Lebih Efektif DAFTAR PUSTAKA
BAB 6
103
104
106
STRATEGI PENGEMBANGAN Kawasan Ekonomi Khusus 113 PENDAHULUAN
113
MODEL PENELITIAN METODE
114
115
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS
116
Faktor Input, Peran Pemerintah, Industri Pendukung Terkait, dan Kinerja KEK 116 Pendapat Investor 124 KESIMPULAN
125
DAFTAR PUSTAKA
BAB 7
127
Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus TAMA (Jepang) 129 PENDAHULUAN
129
LATAR BELAKANG THE GREATER TOKYO INITIATIVE SUMBER FINANSIAL
129
131
RENCANA KERJA LIMA TAHUNAN
131
TUJUAN DARI GREATER TOKYO INITIATIVE
134
LIMA KUNCI UNTUK MELAKUKAN BISNIS INTERNASIONAL KESIMPULAN
141
DAFTAR PUSTAKA
BAB 8
139
142
Dinamika Kluster: Teori dan Praktik Dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang 143 PENDAHULUAN
143
INDUSTRI ELEKTRONIK MALAYSIA: PERTUMBUHANDENGAN INOVASI YANG TERBATAS 143 RENCANA INDUK INDUSTRI KEDUA (IMP2): PENDEKATAN BERBASIS KLUSTER 144 Sebuah Model Dinamika Kluster 146 Dinamika Kluster Singapura dan Kawasan Johor 148 Penang: Penerapan Model Dinamika Kluster 153 Spesialisasi (Sumber Daya Mikro) 153
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 12
1/21/2016 11:06:10 AM
Daftar Isi
xiii
Perusahaan Wirausaha dan Perusahaan Berkembang 154 Variasi Teknologi 157 Integrasi dan Reintegrasi Horizontal 158 Dinamika Kluster di Penang: Kuat dalam Manufaktur, Lemah dalam Inovasi 159 Kekuatan Penang: Sebuah Platform Manufaktur Elektronik 159 Tantangan yang Dihadapi Penang: Defisit Keterampilan dan Inovasi 160 Implikasi Kebijakan Industri: Kemampuan dan Paradigma Inovasi 163 Pembinaan Dinamika Kluster: Kewirausahaan Perusahaan dan Lembaga Pembangunan 165 Invisible Colleges: Transfer Pengetahuan dan Perusahaan Multinasional 166 Lembaga Difusi Pembentukan Keterampilan Produksi 168 Visible College: Universitas dan Kemitraan Industri dalam Pembentukan Keterampilan 170 Dewan Pertimbangan 172 Pemantauan Inovasi dan Pembentukan Keterampilan 172 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB 9
173
176
Zona Ekonomi Khusus Pertama TIONGKOK: Shenzhen 181 LATAR BELAKANG SHENZHEN SEZ
182
Letak Geografis Shenzhen yang Unik Keterbukaan dan Reformasi 183 PENCAPAIAN PEMBANGUNAN
182
183
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Industrialisasi Kontribusi Shenzhen untuk Bangsa 188 TAHAP PEMBANGUNAN
183
190
Tahap Awal Terobosan 190 Reformasi Komprehensif 191 Kerangka Kerja Sistem Pasar 193 Reformasi secara Menyeluruh 194 PERAN PEMERINTAH
195
Promosi yang Dilakukan Pemerintah Pusat Inisiatif Pemerintah Provinsi 196 Misi dari Pemerintah Setempat 197 KEBIJAKAN ISTIMEWA
199
Perusahaan Asing 199 Industri Berteknologi Tinggi 200 High-tech Venture Capital Investment
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 13
195
200
1/21/2016 11:06:10 AM
xiv
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Sumber Daya Manusia 201 Kebijakan Lahan 201 KUNCI SUKSES SHENZHEN
202
Menciptakan Lingkungan Bernuansa Bisnis 202 Memusatkan Perhatian pada Reformasi Institusional Otonomi Pemerintah Daerah 202 Pemberian Kebijakan Istimewa yang Tepat 202
202
TANTANGAN DAN REKOMENDASI 203 Masa Depan SEZs 204 Rekomendasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA
BAB 10
205
206
KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU, SULAWESI TENGAH 207 PENDAHULUAN
207
GAMBARAN UMUM KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
207
209
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS— STUDI KASUS KLUSTER PERALATAN BERAT (HEAVY EQUIPMENT CLUSTER) 212 Analisis SWOT 212 Porter Five Force Analysis 216 Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) Analisis Kesenjangan 222 KESIMPULAN
220
226
DAFTAR PUSTAKA
227
INDEKS I-1 TENTANG PENULIS TP-1
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 14
1/21/2016 11:06:10 AM
Daya Saing, BAB Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster
1
Sari Wahyuni P E N DA H U LU A N Kemakmuran masyarakat adalah tujuan utama yang ingin dicapai oleh hampir semua negara di dunia. Kemakmuran berarti masyarakat bisa hidup dengan layak, menikmati layanan pendidikan dan kesehatan yang baik, memiliki pendapatan dan pekerjaan yang baik, dan inti dari semua itu adalah meningkatnya standar kehidupan masyarakat yang menjadi penentu utama. Standar hidup yang meningkat ditandai dengan berbagai indikator, salah satunya bertambahnya usia harapan hidup dan tingkat partisipasi sekolah. Secara ekonomi, tingkat kemakmuran masyarakat bisa diukur dari besarnya pendapatan per kapita (per capita income). Pendapatan per kapita diperoleh dari pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Ini berarti apabila pendapatan per kapita suatu negara ingin meningkat, pendapatan nasional negara tersebut harus meningkat dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk stabil atau bisa dikendalikan. Pendapatan per kapita suatu negara ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu produktivitas tenaga kerja (labor productivity) dan utilitas tenaga kerja (labor utility). Tingkat produktivitas tenaga kerja terkait dengan seberapa banyak output produksi yang bisa dihasilkan oleh tenaga kerja. Besarnya tingkat output produksi ini terkait dengan keahlian (skill) tenaga kerja, capital stock, dan total factor productivity. Sementara itu, utilitas tenaga kerja terkait dengan tingkat utilisasi atau pemanfaatan secara optimal tenaga kerja di dalam suatu perekonomian. Utilitas tenaga kerja meliputi tingkat partisipasi angkatan kerja di dalam perekonomian (workforce participation rate), karakteristik usia populasi apakah didominasi oleh penduduk usia produktif ataukah penduduk bukan usia produktif, tingkat pengangguran, serta jumlah jam kerja tenaga kerja. Pendapatan per kapita yang tinggi tidak secara otomatis menandakan tingkat kesejahteraan yang tinggi, domestic purchasing power menjadi penentu akhir kemakmuran. Domestic purchasing power menandakan jumlah barang dan jasa yang bisa dibeli dengan
1
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 1
1/21/2016 11:06:12 AM
2
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
unit uang yang ada. Domestic purchasing power ditentukan oleh tingkat harga-harga barang dan jasa (tingkat inflasi) yang dipengaruhi oleh efisiensi industri lokal dan tingkat kompetisi, serta tingkat pajak yang harus dibayar. Gambar 1.1
Standard Living Inequity
Faktor Penentu Kemakmuran
Prosperity
Domestic Purchasing Power
Local Price Efficiency of local industries Level of local market competition Consumption taxes
Labor Productivity
Skill Capital Stock Total Factor Productivity
Per Capita Income
Labor Utilization
Workforce participation rate Population age profile Unemployment rate Working hours
Sumber: Porter, 2006.
Untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan, diperlukan inovasi serta daya saing kompetitif untuk memenangkan kompetisi. Inovasi adalah kemampuan untuk melahirkan ide-ide serta pengetahuan baru, sedangkan keunggulan kompetitif ditentukan oleh produktivitas suatu negara atau wilayah dalam menggunakan sumber daya manusia, modal, dan sumber daya alam. Daya saing kompetitif, bersama dengan inovasi, akan menentukan level standar hidup negara tersebut. Inovasi bisa bersifat inkremental, yaitu setahap demi setahap, atau bersifat radikal, atau secara menyeluruh. Tingkat inovasi bergantung pada akumulasi pengetahuan dan kemajuan teknologi yang merupakan hasil dari organizational learning seperti penelitian dan pengembangan (research and development—R&D). Inovasi bisa terjadi apabila akses terhadap informasi diperluas dan biasanya muncul sebagai respons terhadap tekanan dan kebutuhan yang mendesak. Sementara itu, keunggulan kompetitif ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor mikroekonomi dan makroekonomi. Faktor mikroekonomi mencakup kualitas dari lingkungan bisnis di suatu negara, tahapan dari pengembangan kluster industri atau ekonomi, dan kemampuan perusahaan di dalam penyusunan strategi dan operasinya. Di sisi lain, faktor makroekonomi mencakup infrastruktur dan kondisi sosial politik serta
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 2
1/21/2016 11:06:12 AM
Bab 1 Daya Saing, Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster
3
kebijakan-kebijakan ekonomi dalam skala agregrat, seperti kebijakan terkait perpajakan dan subsidi. Keunggulan kompetitif ini pada akhirnya akan berjenjang, yaitu keunggulan kompetitif di level suatu negara, keunggulan di level kluster industri atau ekonomi, dan yang lebih kecil lagi, yaitu keunggulan di level perusahaan. Gambar 1.2 Daya Saing Kompetitif, Inovasi, dan Kemakmuran
High and rising standard of living (GDP Per Capita)
Prosperity Growth
Return on Invested Capital
Productivity Growth
Competitiveness Value creation and delivery Capabilities & skills Leveraging specialized assets
Innovative Capacity
New ideas & knowledges – Openness to learn Pressure, necessity, and even adversity Relentless improvement and change Sumber: Porter, 2006.
Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, terutama di level negara, perlu untuk dilakukan integrasi kebijakan mikroekonomi dan makroekonomi. Integrasi kebijakan ini krusial karena pada dasarnya kedua faktor ini saling terkait satu sama lain. Kebijakan yang dibuatpun harus diarahkan supaya kebijakan makroekonomi mampu menciptakan peluang untuk peningkatan produktivitas serta kebijakan mikroekonomi yang mendukung pencapaian produktivitas tersebut. Peningkatan produktivitas pada akhirnya menyebabkan negara memiliki daya saing kompetitif yang akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan tanpa diiringi dengan inflasi. Pengembangan daya saing kompetitif melalui tiga tahap: faktor pendorong ekonomi yang terkait dengan biaya input, faktor pendorong investasi yang terkait dengan kemampuan melakukan efisiensi, dan faktor pendorong inovasi yang terkait dengan kemampuan menciptakan keunikan yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Biaya input akan ditentukan oleh kestabilan kondisi perekonomian, politik, serta kepastian hukum, ketersediaan infrastruktur, dan biaya ekonomi yang rendah dalam melakukan bisnis. Faktor pendorong investasi ditentukan oleh kompetisi di lingkup lokal, keterbukaan pasar, insentif dari pemerintah, serta pembentukan kluster industri atau ekonomi. Sedangkan untuk faktor pendorong inovasi, diperlukan peningkatan keahlian, peningkatan infrastruktur, pemberian insentif yang mendorong inovasi, dan pengembangan kluster.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 3
1/21/2016 11:06:12 AM
4
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Integration of macro– and microeconomic reforms
Gambar 1.3 Faktor Daya Saing Kompetitif
Stability and confidence support investment and upgrading
Macro reform alone leads to short term capital inflows and growth spurts that ultimately are not sustainable
Create the opportunity for productivity
Required to achieve productivity
Macroeconomic reform
Microeconomic reform
Micro reform is impeded by macroeconomic volatility that reduces company investment.
Productivity growth allows economic growth and rising incomes without inflation, making macroeconomic stability easier to achive
Sumber: Porter, 2006.
Pengembangan daya saing kompetitif suatu negara ditentukan oleh strategi ekonomi nasional. Strategi ekonomi nasional ini berhubungan dengan penciptaan nilai (value proposition), yaitu penciptaan keunikan yang dimiliki dalam skala nasional, pengembangan keunikan tersebut, serta bagaimana menjaga keunikan tersebut supaya tetap bisa berbeda dengan negara lain. Salah satu pengembangan daya saing kompetitif suatu negara adalah pembentukan kluster industri atau ekonomi atau biasa dikenal dengan kawasan ekonomi khusus (special economic zones).
P EMB E N T U KA N K LU STER SE BAGAI AL AT K E B IJA K A N E KO N OMI Menurut Porter (1998), kluster atau kawasan ekonomi khusus (KEK) adalah letak geografis yang memiliki konsentrasi pada hubungan perusahaan yang saling terkait satu sama lain, misalnya pemasok khusus, penyedia layanan, perusahaan-perusahaan di industri, dan lembaga terkait, misalnya universitas, lembaga standar, dan asosiasi perdagangan di bidang-bidang tertentu yang bersaing maupun yang dapat bekerja sama. Kluster mencakup keterkaitan antara teknologi, keahlian, informasi, pemasaran, dan konsumen. Di dalam kluster, semua sektor dirangkul termasuk swasta, pemerintah, asosiasi, akademisi, dan lembaga riset. Kluster mampu menciptakan forum yang konstruktif untuk businessgovernment dialogue dan alat untuk mengidentifikasi peluang dan masalah terkait kebijakan sosial dan ekonomi. Pembentukan kluster bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, menstimulasi dan menciptakan inovasi, serta menfasilitasi komersialisasi. Oleh karena itu, pembentukan kluster bisa menciptakan daya saing kompetitif dan penciptaan kemakmuran. Di dalam kluster, perusahaan-perusahaan kecil dimungkinkan untuk
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 4
1/21/2016 11:06:13 AM
Bab 1 Daya Saing, Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster
5
berkompetisi sehingga akan merangsang inovasi serta menekankan setiap perusahaan di dalam kluster untuk meningkatkan produktivitas, membentuk unit bisnis baru, dan meningkatkan keahlian melalui pendidikan, pelatihan, serta dukungan riset dan teknis. Gambar 1.4
Identifying cluster components
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kluster
2
Cluster boundaries are determined by the importance of the linkages between firms, industries, and institutions; or the strength and contribution of spillovers to productivity
Upstream firms and institutions 1 Large firm or concentration of similar firms
3
4
Horizontal links
Supporting institutions
Industries that pass thorugh common channels
2 Downstream firms and Institutions
Industries that produce complementary goods and services Industries that use similar specialized inputs or technologies
5 Supporting government or regulatory bodies
Those that provide specialized skills, technology, capital, infrastructure, or information Collective bodies such as trade associations or groups that set standards
Dalam pembentukan kluster, perlu diterapkan beberapa kebijakan. Kebijakan tersebut harus bersifat netral, artinya harus mendukung semua pihak di dalam kluster. Kebijakan pembangunan dan pengembangan kluster harus mampu melestarikan dan meningkatkan pasar dan persaingan. Kebijakan tersebut tidak boleh memperlambat komersialisasi produk baru. Proses perizinan dan pendirian perusahaan baru pun harus lebih mudah karena di dalam kluster telah tersedia keahlian sumber daya manusia dan pemasok bahan baku. Gambar 1.5 Fokus Kebijakan Pembentukan dan Pengembangan Kluster
Cluster BAsed Public Policy Business Attraction
Education and Workforce Training Science and Technology Infrastructure (e.g. Centers, University departements, technology transfer)
Export Promotion Clusters
Market Information and Disclosure
Setting Standards
Specialized Physical Infrastructure
Environmental Stewardship
Natural Resource Protection Sumber: Porter, 2014, Reshaping Regional Economic Development.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 5
1/21/2016 11:06:14 AM
6
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
- Makroekonomi yg bagus - Pemerintah yg kuat dan bersih - Good corporate governance - Infrastruktur - Kesehatan dan pendidikan
- Strategi kluster yang tepat (supply chain) - Efisiensi pasar - Efisiensi pasar tenaga kerja - Perkembangan pasar keuangan - Kesiapan teknologi - Ukuran pasar
Innovation Driven
Tiga Pilar Tahap Investasi
Eficiency Enhancers
Gambar 1.6
Factor D r i ven
Pembentukan kluster sebagai alat kebijakan ekonomi terjadi karena adanya pergeseran di dalam proses pengembangan ekonomi. Pada masa sebelumnya, hanya pemerintah yang memiliki peran dan kewajiban untuk mengembangkan perekonomian negara. Pengembangan ini dilakukan melalui instrumen kebijakan publik dan pemberian insentif serta subsidi. Pemerintah adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab di dalam proses pengembangan ekonomi, sedangkan pihak lain di luar pemerintah hanyalah pihak pendukung/penyokong. Di dalam model baru, penekanan peran pemerintah sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab mengembangkan perekonomian tidak lagi relevan. Pengembangan ekonomi adalah usaha kolaborasi antara berbagai pihak. Pemerintah, perusahaan dan pelaku ekonomi, serta universitas dan lembaga riset bekerja bersama di dalam berbagai level. Kluster industri/ekonomi adalah salah satu alat dalam mendorong perkembangan ekonomi melalui penciptaan inovasi demi meraih daya saing kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu negara harus menjadi proses yang bottom-up yang memberikan tanggung jawab yang sama kepada semua pihak di dalam negara, bukan hanya pemerintah saja. Pada ujungnya, pembentukan kluster ini bertujuan untuk menciptakan kemakmuran dan peningkatan standar hidup. Akan tetapi, pemerintah Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang belum selesai di dalam pengembangan kluster ini. Investor, sebagai salah satu pendorong pengembangan kluster, harus ditarik ke Indonesia. Untuk menarik para investor tersebut dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang menjadi faktor penarik. Faktor penarik inilah yang biasa disebut sebagai tiga pilar tahap investasi.
- - -
Inovasi dan kreativitas Kerja sama dan koordinasi antarlembaga Pelatihan, pendidikan tinggi, dan transfer of knowledge
Sumber: Wahyuni, 2013
Dari Gambar 1.6, kita melihat bahwa terdapat tiga pilar tahap investasi, yaitu (1) tahap pertama, faktor penggerak ekonomi adalah kebutuhan dasar untuk investasi; (2) tahap kedua, peningkatan efisiensi setiap negara harus dapat mengembangkan strategi kluster dan meningkatkan efisiensi pada proses produksi serta meningkatkan kualitas produk; dan (3) tahap ketiga, penggerak inovasi, yaitu negara bersaing dengan mengembangkan produk baru dan berbeda melalui inovasi dan proses produksi yang lebih baik.
A PA YA NG M E MBU AT KLU STER SU KSE S? Suksesnya suatu kebijakan di dalam pengembangan kluster ditentukan oleh berbagai macam hal. Kebijakan yang tepat akan mendukung pengembangan kluster yang pada
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 6
1/21/2016 11:06:15 AM
Bab 1 Daya Saing, Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster
7
ujungnya akan menciptakan kesejahteraan. Kehadiran perusahaan besar yang akan mendorong perkembangan kluster, pengelolaan supply chain, promosi investasi ke dalam negeri, formulasi kebijakan infrastruktur, pengembangan kewirausahaan, dan akses pembiayaan merupakan rangkaian kebijakan yang harus dibenahi.
Ke h a dira n Perusahaan- Perusahaan Besar Perusahaan besar sering muncul dalam kisah kluster yang sukses. Perusahaan-perusahaan yang banyak diinginkan adalah perusahaan dengan sumber daya teknologi, pasar, dan keahlian. Perusahaan besar bertindak sebagai sistem inovasi miniatur mereka sendiri, yaitu menyediakan ruang inkubasi kepada karyawan, pembiayaan mereka mulai dinaikkan, menyediakan keahlian teknis, spesifikasi produk, dan pasar awal. Perusahaan besar inilah yang kemudian akan menarik perusahan-perusahan pemasok dalam supply chain (rantai pasokan) mereka untuk berinvestasi di tempat yang sama/berdekatan. Ini seperti yang terjadi di KEK Penang yang mana bisa berkembang sangat pesat menjadi silicon valley of the east. Perkembangan tersebut karena adanya “8 samurai” yang terdiri atas perusahaan elektronik besar (Intel, Bosch, Agilent Technologies, AMD, Fairchild, Renesas Electronic, Osram, Clarion), yang kemudian menarik perusahan lainnya untuk berinvestasi di KEK Penang (Wahyuni, 2013).
S u pply C hain yang Andal Penelitian terdahulu telah menyoroti pentingnya pembangunan supply chain (yang mana merupakan mata rantai suatu industri) dalam membangun hubungan antara perusahaan besar dan perusahaan lokal. Hubungan supply chain yang kuat bisa dibangun dengan perusahaan di luar, baik negeri atau OEM (original equipment manufacturer), misalnya sertifikasi pemasok, membangun pembeli/pemasok link yang lebih kuat daripada sekedar hubungan sebagai sub-kontraktor. Dengan demikian, banyak suplly chain yang kemudian menggunakan strategi aliansi, merger, akuisisi, dan juga green field investment di lokasi yang dekat dengan konsumen utama.
P ro mo s i I nvestasi ke Dalam Negeri Menjaring investor, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sangatlah diperlukan agar terjadi hallo effect economy dan transfer of knowledge (transfer pengetahuan) yang besar untuk pengembangan daerah. Promosi investasi yang tepat, terarah, dan berkelanjutan akan sangat diperlukan sebagai bagian dari strategi pengembangan kluster. Hal ini biasa dikatakan sebagai ‘transplantasi’ strategi oleh Enright, yang membedakannya dari pendekatan yang didasarkan pada pertumbuhan organik. Strategi ini ditempuh untuk memperkuat kluster. Tujuan aktivitas ini, tidak lain adalah untuk meningkatkan kepemilikan akan keseluruhan bisnis atau untuk mengisi kelemahan/kekurangan value chain (rantai nilai) pada kluster yang saat ini ada. Contoh transplantasi kluster ini adalah Dubai yang membangun kluster universitas yang terdiri atas universitas-universitas ternama dari seluruh dunia. Universitas-universitas tersebut ditempatkan pada satu lokasi dan menggunakan fasilitas (misalnya, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain) secara bersama-sama sehingga menjadi lebih murah dan attractive untuk universitas dalam lokasi tersebut.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 7
1/21/2016 11:06:15 AM
8
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
In fra s t ru ktur Fisik Jaringan komunikasi, infrastruktur fisik, situs, dan bangunan adalah faktor kunci dalam pengembangan kluster yang sukses. Peran infrastruktur fisik yang modern dan kuat, termasuk fasilitas untuk perusahaan dan karyawan, dan jaringan transportasi serta komunikasi yang baik, adalah hal yang penting bagi pengembangan kluster. Infrastruktur fisik yang baik memiliki potensi untuk mengurangi biaya transportasi, meningkatkan akses ke bahan baku, dan meningkatkan akses ke tenaga kerja terampil. Kedekatan dengan pelanggan dan pemasok merupakan fitur kunci pada keberhasilan banyak kluster. Prasarana transportasi yang baik jelas dapat meningkatkan posisi ini. Sebaliknya, transportasi dan komunikasi yang buruk atau padat dapat bertindak sebagai penghalang bagi pengembangan kluster. Dalam memastikan ruang untuk tumbuh, penyusun strategi pembangunan kluster juga harus mempertimbangkan kecukupan fasilitas yang tersedia untuk pengembangan kluster di masa datang. Ketersediaan situs dan bangunan bagi calon investor dan untuk perluasan usaha merupakan komponen penting untuk menjaga keberhasilan jangka panjang kluster.
Pe n ge mbangan Kew irausahaan Kehadiran semangat kewirausahaan merupakan pengaruh penting dalam pengembangan kluster yang sukses. Hal ini umumnya tercermin dalam pertumbuhan perusahaan serta bisnis start-up dan spin-off dari perusahaan atau lembaga penelitian yang sudah ada. Hal ini dapat terjadi di berbagai tingkat konteks yang luas dalam kluster—dalam perusahaan besar atau kecil, dalam bentuk transfer teknologi, atau dalam “budaya” suatu sektor atau respons dari lembaga-lembaga publik. Salah satu contoh pengembangan kewirausahaan yang berhasil dijelaskan pada bagian mengenai Studi Kasus TAMA di Jepang yang telah berhasil membuat small medium enterprise Jepang menjadi perusahaan global.
Aks e s Pe mbiayaan Kemudahan untuk mengakses keuangan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi keberhasilan pengembangan kluster dengan mendukung pertumbuhan dan perluasan kegiatan kluster terkait. Hal ini termasuk akses kepada modal, sumber daya ventura dan pembiayaan (misalnya untuk investasi masuk) publik dan swasta, pendanaan R&D, pebisnis, dan jaringan investor. Kedekatan dengan perantara seperti bank, perusahaan modal ventura, perusahaan dagang (eksportir, broker, dan pengatur) dan lembaga keuangan lainnya, dipandang sebagai manfaat positif bagi pengembangan kluster. Bagian ini mencerminkan lembaga keuangan untuk merespons perubahan kebutuhan kluster, terutama munculnya pasar baru. Hal ini dapat membantu para praktisi untuk membangun hubungan dengan investasi masyarakat (baik secara informal maupun melalui kemitraan formal). Misalnya, beberapa pebisnis atau pemodal ventura mengkhususkan diri di sektor tertentu dan dapat memberikan sumber keuangan yang berguna dan dukungan.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 8
1/21/2016 11:06:15 AM
Bab 1 Daya Saing, Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster
9
L a n gka h yang Saling M elengkapi untuk Kebijakan Meskipun ada sejumlah faktor lain yang juga dapat memengaruhi perkembangan kluster yang sukses, pada bab ini, kita menguraikan beberapa aspek berikut. • Peran kegiatan penunjang bisnis tradisional. • Konteks di mana kluster beroperasi. • Peran lingkungan kebijakan yang mendukung. D ukungan bag i B i sni s Dalam rangka memfasilitasi perbaikan kinerja, perusahaan sering memberikan dukungan kepada kluster. Dukungan ini bermacam-macam bentuknya. Misalnya, dengan intervensi umum berupa: • Dukungan untuk memulai bisnis baru, transfer of knowledge antarperusahaan dalam kluster, support (dukungan) dari badan penelitian universitas, dan bisnis, misalnya pertumbuhan melalui saran, dukungan TIK (teknologi, informasi, dan komunikasi), atau bantuan hibah. • Saran bisnis dan bimbingan, misalnya teknik manajemen dan produksi, pelatihan, dan perencanaan bisnis. • Pemasaran, intelijen pasar, dan bantuan jaringan—misalnya—yang akan mampu mengarahkan kemampuan teknologi terhadap kebutuhan pasar. Pem im pin Per u sa ha a n ya ng And a l Kluster yang sukses sering dikaitkan dengan kepemimpinan yang kuat, baik dari individu maupun lembaga. Leading industry dapat menjadi sangat penting untuk menghilangkan hambatan, membantu dalam meningkatkan kerja sama, mengembangkan visi, dan bertindak sebagai “juara” untuk strategi masa depan kluster. Pemimpin sipil yang kuat dapat membantu menumbuhkan “keuntungan kolaboratif ” dengan meningkatkan kesadaran bersama melalui kekuatan lokal dan visi bersama untuk pertumbuhan bisnis. Pemimpin biasanya adalah orang yang berkomitmen untuk area lokal, dianggap memiliki pengaruh yang tinggi, dan mampu menumbuhkan interaksi di antara para stakeholder (pemangku kepentingan) kluster. Persaingan dala m K lu ste r a d a la h Ke ku at a n Pe nd o ro ng Kluster dapat berkembang dengan kehadiran pelanggan utama yang mampu merangsang perkembangan, dan terjadi keunggulan kompetitif di antara para pemasok. Kompetisi dapat menginspirasi, memotivasi, dan merangsang budaya inovasi dalam kluster untuk menjadi lebih sukses. Dalam bidang persaingan pembangunan, pesatnya produk baru, perusahaan baru (start-up), dan spin-off teknologi yang berkembang dapat mendukung pengembangan kluster yang dinamis. Persaingan tidak perlu menghalangi kolaborasi dan sesungguhnya perusahaan dapat secara aktif terlibat di keduanya. Tidak ada bukti ditemukannya intervensi oleh para praktisi yang secara langsung mendukung kompetisi.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 9
1/21/2016 11:06:15 AM
10
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Kedekatan dengan Pasar yang Membantu Mengembangkan Kluster Keunggulan dan keberadaan pasar internal baik lokal maupun nasional dan pasar eksternal (global) adalah fitur dari banyak kluster yang sukses. Akses pada populasi besar dan pasar yang dinamis jelas menguntungkan kluster. Pasar lokal dapat membantu kelompok untuk berkembang dan, dalam beberapa kasus, mendapatkan keuntungan sebagai penggerak pertama. Dalam kasus lain, akses ke pasar nasional atau internasional sangat penting untuk mengamankan berlanjutnya ekspansi kluster. Kualitas Hidup Kualitas hidup yang ditawarkan oleh daerah dapat menjadi fitur dalam pengembangan kluster yang sukses. Hal lain dapat dianggap sama dalam lingkungan yang dapat menawarkan keuntungan dalam menarik para pekerja kunci dan perusahaan. Ini telah dipercaya sebagai alat pemasaran oleh banyak organisasi dalam mempromosikan pengembangan kluster. Lingkungan ya ng M e nd u ku ng Lingkungan yang mendukung pada kebijakan yang bersifat kerja sama merupakan instrumen penting dalam pengembangan kluster yang sukses. Porter menyoroti bahwa pengaruh yang paling signifikan terhadap perkembangan industri berasal dari cara kerangka peraturan nasional memengaruhi permintaan produk, program inovasi industri, dan tingkat kewirausahaan. Memang, dalam beberapa kasus keberhasilan kluster, seperti kluster Aerospace dekat Toulouse, Prancis, dapat ditelusuri hampir langsung ke peran kebijakan yang ditempuh oleh negara Prancis dan didukung oleh kebijakan tingkat Eropa tentang persaingan, regulasi, dan program kedirgantaraan. Di tingkat nasional, lingkungan makroekonomi yang stabil merupakan faktor yang sangat positif, sementara di tingkat regional, kebijakan yang mendukung juga sangat berharga. Fitur yang umum adalah komitmen yang kuat dari badan-badan pemerintah lokal dan regional untuk memberikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Bagaimana pemimpin di daerah menentukan kluster industri di wilayah mereka? Pemimpin di daerah perlu memahami posisi wilayah geografis mereka untuk sukses dengan jenis tertentu dari kluster industri. Masalah-masalah utama yang perlu dipertimbangkan, seperti struktur pajak, lingkungan peraturan, biaya dan kualitas tenaga kerja, sistem transportasi, jaringan pemasok, program insentif pembangunan ekonomi, kualitas fasilitas hidup, serta pendidikan. Masyarakat dan negara serta pemimpin dapat membantu kelompok ini berkembang dengan menciptakan lingkungan terbaik untuk operasi keseharian kluster dan pertumbuhan perusahaan. Dengan mendukung kelompok industri tertentu, daerah akan mampu meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan mereka. Akhirnya, para pembuat kebijakan harus menentukan visi untuk masa depan di wilayah mereka. Dengan membangun visi ini, daerah tersebut harus menetapkan ke mana mereka akan pergi dan langkah-langkah kunci apa yang akan dilakukan untuk memastikan keberhasilan dan keberlanjutan program mereka.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 10
1/21/2016 11:06:15 AM
Bab 1 Daya Saing, Inovasi, dan Kompetisi dalam Pembentukan Kluster
11
K E S IM P U LA N Bab ini menganalisis bagaimana meningkatkan kemakmuran suatu negara, perlunya daya saing yang tinggi, dan komponen-komponen penting apa saja yang perlu diperkuat untuk menghasilkan kluster yang sukses. Akhirnya, para pembuat kebijakan harus menentukan visi untuk masa depan di wilayah mereka. Dengan membangun visi ini, pemerintah daerah dan pusat harus menetapkan kluster seperti apakah yang ingin dibangun, kebijakan apakah yang perlu diterapkan untuk menjadikan kluster yang sukses, serta mengapresiasi stakeholder yang ada. Di samping itu, pemerintah perlu mendesain perencanaan yang tepat dan membuat langkah-langkah kunci yang memungkinkan pejabat terpilih dan praktisi pembangunan ekonomi untuk membangun peta jalan guna memastikan keberhasilan kluster yang akan dibangun.
DA F TA R P U S TA K A A Practical Guide to Cluster Development: Evidence Paper (2003). Athreye, S. 2003. “Agglomeration and Growth: A Study of the Cambridge Hi-Tech Cluster”. Dalam Bresnahan T. dan A. Gambardella (para editor). 2004. Building High Tech Clusters: Silicon Valley and Beyond. Cooke, P. (Tanpa Tahun). “Clusters as Key Determinants of Economic Growth: The Example of Biotechnology”. Dalam Mariussen, A. (ed.). 2001. Cluster Policies—Cluster Development? Ecotec Research & Consulting. 2001. “A Practical Guide to Cluster Development”. A Report to the Department of Trade and Industry and the English RDAs. Enright, J. 2001. “An Overview of Regional Cluster and Clustering”. The Competitiveness Institute TCI Annual Conference, Tucson, Arizona. National Governors Association. 2002. A Governor’s Guide to Cluster-Based Economic Development. Litzenberger, T. dan S. Sternberg. 2002. “Clusters, Innovation System and Economic Policy of Baden Wurttemberg”. Annex 1 dalam laporan Ecotec. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press. . 1998. On Competition. Boston, MA: Harvard Business School Press. . 2002. “Building the Microeconomic Foundations of Prosperity: Findings from the Microeconomics Competitiveness Index”. Dalam The Global Competitiveness Report 2002–2003, November, World Economic Forum, Jenewa. . 2006. “A Building Competitive Economy: Implications for Iceland”, http://www. hbs.edu/faculty/Publication.pdf. . 2014. “Reshaping Regional Economic Development: Clusters and Regional Strategy”. http://www.hbs.edu/faculty/Publication. Wahyuni, S. (ed.). 2013. Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, and China. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 11
1/21/2016 11:06:17 AM
12
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 12
1/21/2016 11:06:17 AM
Pengembangan BAB Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
2
Enoh Suharto Pranoto, Sekretaris Dewan Nasional KEK P E N DA H U LU A N Penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia diatur oleh UndangUndang (UU) Nomor 39 Tahun 2009, yang merupakan amanat UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kawasan ekonomi khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Kebijakan pengembangan kawasan ekonomi khusus di Indonesia dilatarbelakangi oleh hal berikut ini. 1. Adanya ketidakseimbangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini bisa dilihat dari proporsi kontribusi produk domestik bruto (PDB—gross domestic product [GDP]) antara KBI pada tahun 2009–2012, yang memberikan kontribusi lebih dari 80 persen terhadap PDB Nasional, dibandingkan dengan KTI, yang hanya memberikan tidak lebih dari 20 persen (Sumber: BPS, diolah kembali). Di sisi lain, daya dukung wilayah Jawa khususnya semakin menurun, seperti ketersediaan lahan, ketersediaan air bersih, dan munculnya degradasi lingkungan. 2. Sebagian besar ekspor barang Indonesia (di luar gas dan minyak) pada periode 1997– 2007 adalah bahan mentah dan semi proceessed goods, diikuti hadirnya kebijakan pemerintah dalam hal mendorong ekspor barang jadi (processed goods). 3. Tingkat pengangguran Indonesia menurun sebanyak 11 s.d. 6,6 persen pada periode 2006–2012, tetapi tingkat pengangguran di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN pada periode yang sama, seperti Malaysia (3,3 s.d. 3,1 persen), Singapura (3,4 s.d. 2,8 persen), Brunei Darussalam (3,1 s.d. 3,8 persen), dan Thailand (11 s.d. 0,7 persen); 4) Foreign Direct Investment, Net Inflow Indonesia meningkat pada periode 2006–2012, tetapi masih jauh di bawah Singapura. 13
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 13
1/21/2016 11:06:19 AM
14
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Dalam rangka mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah dan daya saing nasional, pemerintah proaktif mendorong hadirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Pulau Jawa melalui kebijakan pengembangan kawasan ekonomi khusus (UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus). Pengembangan KEK memanfaatkan instrumen penanaman modal, insentif fiskal, serta insentif nonfiskal untuk menarik dan mendorong hadirnya investasi di wilayah terkait. Pada gilirannya, investasi tersebut diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat di sektorsektor strategis ekonomi domestik serta membentuk daya saing ekonomi wilayah dan nasional, baik di pasar domestik maupun internasional. Kawasan ekonomi khusus di Indonesia didesain untuk mereplikasi kesuksesan Free Trade Zone Batam di wilayah-wilayah lain di Indonesia, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Rumusan akhir bentuk dan pola pengelolaan kawasan ekonomi khusus dikembangkan dari kajian berbagai pengalaman sebelumnya yang mengembangkan berbagai bentuk Growth Center (seperti Kawasan Andalan, KAPET, Bonded Zone/ Warehouse, maupun Free Trade Zone/KPBPB) dan juga mengacu pada pola pengembangan kawasan serupa di Tiongkok (sebelumnya bernama China), India, Malaysia, Filipina, dan lain sebagainya. Sebagai kawasan yang dirancang menjadi bagian dari “value-chain global”, kawasan ini memiliki beberapa insentif dan fasilitas khusus sebagai berikut: 1. Setiap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK diberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh). 2. Insentif yang berlaku pada Bonded Zone berlaku juga di KEK (untuk perpajakan, bea masuk, dan cukai). 3. Perlakuan tenaga kerja di KEK berbeda dengan tenaga kerja di luar KEK. 4. Tidak berlakunya Daftar Negatif Investasi (DNI) pada setiap usaha di KEK, kecuali untuk barang yang dilarang dan pengecualian yang berkaitan dengan bidang-bidang usaha khusus untuk UKM dan koperasi.
KO NS E P DA S A R K AWA SAN EKONOM I KH U SU S Konsep dasar kawasan ekonomi khusus adalah penyiapan kawasan yang lokasinya mempunyai akses ke pasar global (akses ke pelabuhan dan/atau bandara serta transportasi intermoda lainnya). Investor di kawasan tersebut diberikan insentif fiskal dan nonfiskal sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh negara-negara di sekitarnya.
Sasaran utama pengembangan KEK adalah sebagai berikut.
1. Meningkatnya penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. 2. Optimalisasi kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. 3. Adanya percepatan perkembangan daerah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk keseimbangan pembangunan antarwilayah.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 14
1/21/2016 11:06:20 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
15
4. Terwujudnya model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Gambar 2.1 Ilustrasi Konsep KEK
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
P E N GA LAMA N BE R BAGAI NEGARA DAL AM P E N G E MBA N GA N K AWA SAN EKONOM I KH U SU S/ SP E C IA L E C O NOM IC ZONE Kawasan ekonomi khusus (atau dikenal juga sebagai special economic zone—SEZ) secara konsep umum bukanlah hal yang baru bagi peradaban manusia (FIAS, 2008: 2). Dalam perkembangannya, istilah special economic zone, dimaknai juga sebagai free economic zone, free trade zone, export processing zone, zona khusus, dan lain-lain. Negara-negara atau lokasi seperti Gibraltar (1704), Singapura (1819), Hong Kong (1848), Hamburg (1888), dan Kopenhagen (1891) dapat dikatakan sebagai zona khusus (free zone). Berbagai bentuk zona ekonomi yang telah dikenal dan diterapkan di beberapa negara di dunia dapat digambarkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Berbagai Bentuk Zona Ekonomi Varian Special economic zone (SEZ)
Tujuan Pembangunan terintegrasi untuk menarik investasi dan penciptaan lapangan kerja
Besaran Kawasan
Lokasi
Campuran Bervariasi mulai dari 2,4 km2–400 km2
Kegiatan Ekonomi Multisektor
Pasar Multimarket
Pengaturan Pembelian Domestik Diatur sebagai kegiatan impor untuk SEZ- pembebasan dari berbagai aturan fiskal dan PPN
Kewenangan Pengelolaan Kawasan Otoritas kawasan terpisah dari pemerintah lokal
(bersambung)
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 15
1/21/2016 11:06:22 AM
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
16
Tabel 2.1 (lanjutan) Varian
Besaran Kawasan
Tujuan
Free trade zone (FTZ)
Mendukung perdagangan khususnya ekspor
Export processing zone (EPZ)
Orientasi ekspor
Industrial zones/park
Pengembangan industri
< 50 Ha
Bervariasi mulai dari 20 Ha–1.600 Ha < 100 Ha
Lokasi
Kegiatan Ekonomi
Pasar
Pelabuhan dan bandar udara
Dominasi oleh Didominasi perdagangan, ekspor khususnya terkait pengolahan dan jasa pelayanan
Pelabuhan dan bandar udara
Didominasi kegiatan manufaktur
Ekspor
Campuran
Industri
Domestik dan ekspor
Pengaturan Pembelian Domestik Pada umumnya diatur sebagai kegiatan impor Untuk SEZpembebasan dari berbagai aturan fiskal dan PPN Pembelian domestik dan diberlakukan pajak perdagangan domestik Pembelian domestik
Kewenangan Pengelolaan Kawasan Otoritas kawasan terpisah dari pemerintah lokal
Pada umumnya di bawah otoritas pemerintah pusat atau pemerintah lokal Pada umumnya di bawah otoritas pemerintah pusat atau pemerintah lokal
Sumber: Diadopsi dari Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus.
Salah satu hal yang melatarbelakangi pengembangan KEK di Indonesia adalah melihat kesuksesan pengembangan KEK di beberapa negara yang menerapkan KEK. Pengembangan KEK di beberapa negara tersebut memiliki konsep pengembangan yang berbeda-beda. Dilihat dari struktur pemerintahan dan kelembagaannya, pengembangan KEK di Indonesia lebih mengacu pada pengembangan KEK di India dan Filipina. India, mulai mengembangkan KEK setelah ditetapkan UU pada tahun 2005. Kebijakan pengembangan KEK di India ini didasarkan atas hasil kaji ulang terhadap konsep Export Processing Zone (EPZ) yang telah dikembangkan sebelumnya. Hasil evaluasi terhadap EPZ mengindikasikan beberapa kelemahan, seperti rendahnya komitmen pemerintah, reformasi regulasi yang masih dilakukan secara piece meal, kegagalan dalam penyediaan world class infrastructures, insentif yang kurang menarik, serta lemahnya penerapan regulasi dalam zona. Hal tersebut yang menyebabkan adanya kegagalan dalam konsep EPZ di India sehingga seluruh EPZ kemudian diubah menjadi SEZ. Untuk menunjang keberhasilannya, India memberikan iklim investasi yang menarik bagi pengembangan KEK berupa tax holiday 100 persen selama 10 tahun untuk setiap periode 15 tahun. Selain itu, daya tarik yang diberikan adalah berupa penyediaan infrastruktur melalui opsi kerja sama pemerintah swasta (KPS), pendirian offshore banking dan international financial centre, dan pembentukan SEZ authority di dalam kawasan yang didirikan oleh pemerintah untuk pengembangan infrastruktur. Sampai tahun 2006, India telah berhasil menghasilkan beberapa kesuksesan dengan persetujuan terhadap pendirian 212 KEK serta persetujuan prinsip pendirian 152 KEK. Beberapa keberhasilan yang dihasilkan tersebut antara lain: • Peningkatan lapangan kerja bagi sekitar 11.000 orang selama kurun waktu 1998–2003; • Kenaikan investasi lebih dari 70 persen selama tahun 1998 sampai dengan tahun 2003; dan • Kenaikan ekspor hampir tiga kali lipat selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Selain India, Indonesia juga mengacu pada Filipina dalam hal pengembangan KEK. Pada tahun 1995, pemerintah Filipina melakukan reorientasi dalam pengembangan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 16
1/21/2016 11:06:22 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
17
industri. EPZ yang semula hanya dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah, mulai dibuka bagi swasta untuk pengembangan kawasan industri. Demikian pula, dengan tujuan pengembangan yang semula 100 persen untuk ekspor mulai diperlunak dengan membuka pasar domestik bagi produk kawasan industri. Perubahan kebijakan tersebut kemudian diikuti dengan pembentukan Philippine Economic Zone Authority (PEZA) sebagai pengganti EPZA. Beberapa insentif yang diberlakukan dalam pengembangan KEK di Filipina antara lain sebagai berikut. 1. Pembebasan corporate tax selama 4–8 tahun. 2. Pembebasan bea masuk dan pajak untuk barang modal, suku cadang, dan bahan baku. 3. Setelah melewati masa tax holiday, diberikan keringanan pajak pusat dan daerah dengan hanya menerapkan pajak 5 persen dari pendapatan kotor. 4. Pemberian kredit pajak untuk substitusi impor bagi bahan baku untuk memproduksi barang ekspor non-tradisional. 5. Pengurangan pendapatan atas kegiatan pelatihan (tenaga kerja). 6. Diperkenankan mempekerjakan orang asing. 7. Pemberian status permanent resident bagi investor dan keluarganya. 8. Penyederhanaan prosedur impor-ekspor. Sampai tahun 2003, pemerintah Filipina sudah mengembangkan empat ecozone yang menampung 452 perusahaan, sedangkan pihak swasta telah mengembangkan 32 ecozone yang menampung 440 perusahaan. Selama peride kurun waktu 1994–2006, pengembangan KEK di Filipina telah menghasilkan beberapa kesuksesan dan keberhasilan, yaitu: • selama dua belas tahun pelaksanaan SEZ, investasi mengalami peningkatan sebesar 41 kali lipat; • jumlah perusahaan yang melakukan investasi ke Filipina meningkat 332 persen; dan • jumlah pekerja di SEZ yang pada tahun 1994 hanya berjumlah sekitar 92 ribu orang, pada tahun 2006 telah meningkat menjadi sekitar 545 ribu orang.
K E L EMBAGAA N P E NY ELENGGAR AAN K AWASAN E KO NOM I K H U S U S Dalam rangka mengatur, menjalankan, serta mengevaluasi kebijakan pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK), diaturlah pembentukan kelembagaan di pusat dan pemerintah daerah. Pembentukan kelembagaan di tingkat pusat melibatkan berbagai kementerian terkait serta di tingkat daerah pemerintah daerah melibatkan berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai komitmen pada kebijakan desentralisasi di Indonesia. Di sisi lain, kelembagaan di dalam KEK juga diharapkan mampu memberikan jawaban atas tantangan pengelolaan dan pelayanan di KEK yang cepat, nyaman, dan berkualitas bagi para investor.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 17
1/21/2016 11:06:23 AM
18
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
D ewa n Nasional KEK Di tingkat pusat, dibentuk Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2010 yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan beranggotakan: Menteri Keuangan, Menteri/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perhubungan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dewan Nasional KEK mempunyai tugas utama menetapkan kebijakan umum serta langkahlangkah strategis bagi pengembangan dan terbentuknya kawasan ekonomi khusus, serta mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Menyusun Rencana Induk Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. 2. Menetapkan kebijakan umum serta langkah strategis untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK. 3. Menetapkan standar infrastruktur dan pelayanan minimal dalam KEK. 4. Melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan KEK. 5. Memberikan rekomendasi pembentukan KEK. 6. Mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan di wilayah yang potensinya belum berkembang. 7. Menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK serta memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK. 8. Merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan status KEK. Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Nasional KEK, dibentuk Sekretariat Dewan Nasional KEK (Pasal 16 ayat 2, UU No. 39 Tahun 2009). Sekretariat Dewan Nasional KEK secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Dewan Nasional dan secara administratif berkedudukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Pasal 6 ayat 2 Peraturan Presiden [Perpres] Nomor 33 Tahun 2010). Selain itu, Dewan Nasional KEK juga dibantu oleh Tim Pelaksana Dewan Nasional KEK dalam menyusun dan menjalankan serta mengevaluasi kebijakan pengembangan KEK.
Dewan Kawasan KEK Di tingkat provinsi (yang sudah ada lokasi KEK), dibentuk Dewan Kawasan KEK Provinsi yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Dewan Kawasan KEK Provinsi diketuai oleh Gubernur dan sebagai wakil ketua adalah Bupati/Walikota yang ada lokasi KEK, beranggotakan sembilan orang (wakil pemerintah pusat yang ada di provinsi, dan Kepala SKPD pemerintah daerah). Dewan Kawasan bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka pengelolaan KEK di wilayah kerjanya sesuai kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional KEK (Perpres No. 33 Tahun 2010 Pasal 19 ayat 1). Dewan Kawasan KEK mempunyai fungsi: 1. melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional untuk mengelola dan mengembangkan KEK di wilayah kerjanya; 2. membentuk Administrator KEK di setiap KEK;
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 18
1/21/2016 11:06:23 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
19
3. mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi, dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Administrator KEK dalam penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu pintu dan operasionalisasi KEK; 4. menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya; 5. menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional setiap akhir tahun; dan 6. menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat permasalahan strategis kepada Dewan Nasional.
Admin is t rator KEK Administrator KEK adalah unsur pemerintah dengan kabupaten yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pemerintahan di KEK. Tugas Administrator KEK antara lain (Perpres No. 33 Tahun 2010 Pasal 30): 1. melaksanakan pemberian izin usaha dan izin lain yang diperlukan bagi pelaku usaha yang mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK; 2. melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK; dan 3. menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan KEK. Struktur Organisasi Administrator KEK dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2
Kepala Administrator
Struktur Organisasi Administrator KEK
Unit Kesekretariatan
Unit Bidang Perizinan
Unit Pemantauan dan Pengendalian
-
Ketentuan eselonisasi unit organisasi ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kelembagaan perangkat daerah
- -
Ditetapkan oleh Gubernur dalam hal KEK berada pada lintas kabupaten/kota; atau Ditetapkan oleh Bupati/Walikota dalam hal KEK berada pada satu kabupaten/kota
-
Pegawai Administrator berasal dari unsur PNS
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Ba da n Usaha dan Pelaku Usaha Badan Usaha adalah Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK, sedangkan Pelaku Usaha adalah entitas bisnis yang berinvestasi dan melakukan proses produksi di KEK. Kelembagaan KEK di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 19
1/21/2016 11:06:23 AM
20
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
PRESIDEN
Gambar 2.3 Kelembagaan Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Dewan Nasional
(UU No. 39 Tahun 2009, Pasal 14) Ketua: Menko Perekonomian Anggota *): Para Menteri dan Kepala LPNK
Nasional
Tim Pelaksana (Perpres No. 33 Tahun 2010, Pasal 5) & Sekretariat (UU No. 39 tahun 2009, Pasal 16)
Dewan Kasawan
Dewan Kasawan
(UU No. 39 Tahun 2009, Pasal 14)
Provinsi
(UU No. 39 Tahun 2009, Pasal 14)
Ketua: Gubernur Wakil Ketua: Bupati/Walikota Anggota: Aparat Pemerintah, Aparat Pemprov, Aparat Pemkab/kota yang bersangkutan
Ketua: Gubernur Wakil Ketua: Bupati/Walikota Anggota: Aparat Pemerintah, Aparat Pemprov, Aparat Pemkab/kota yang bersangkutan
Sekretariat
Sekretariat
(UU No. 39 Tahun 2009, Pasal 20)
Administrator (PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 43)
KEK A
Kabupaten/ Kota
(UU No. 39 Tahun 2009, Pasal 20)
Administrator (PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 43)
KEK B
Badan Usaha
Badan Usaha
(PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 47)
(PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 47)
Pelaku Usaha
Pelaku Usaha
KEK A
KEK A
Pelaku Usaha
KEK A
KEK B
KEK B
*) Anggota Dewan Nasional KEK: 1. Menteri Keuangan 2. Menteri Perdagangan 3. Menteri Perindustrian 4. Menteri Dalam Negeri 5. Menteri PU 6. Menteri Perhubungan 7. Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi 8. Menteri Bappenas 9. Kepala BKPM
Pelaku Usaha
KEK B
Administrator (PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 43)
KEK C
Administrator (PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 43)
KEK D
Badan Usaha
Badan Usaha
(PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 47)
(PP No. 2 Tahun 2011, Pasal 47)
KEK C
Pelaku Usaha
KEK C
Pelaku Usaha
KEK C
KEK D
Pelaku Usaha
KEK D
Pelaku Usaha
KEK D
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
P RO S E S DA N TA HA PA N PEN Y ELENGGAR AAN K AWA S A N E KO NOM I KH U SU S Pe n gu s u lan Kawasan Ekonomi Khusus Pembentukan kawasan ekonomi khusus dapat diusulkan oleh (1) badan usaha, (2) pemerintah kabupaten/kota, (3) pemerintah provinsi, dan (4) kementerian/lembaga pemerintahan non-kementerian. Badan usaha yang dimaksud pada poin (1) adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK. Jika pembentukan KEK diusulkan oleh badan usaha yang lokasinya dalam satu kabupaten/kota, badan usaha pertama-tama harus menyampaikan permohonan persetujuan kepada pemerintah kabupaten/kota setempat (no. 1). Selanjutnya, pemerintah kota/kabupaten melakukan verifikasi dan evaluasi atas usulan KEK yang diusulkan oleh badan usaha, jika pemerintah kabupaten/kota tersebut menyetujui, selanjutnya usulan evaluasi ini disampaikan kepada pemerintah provinsi (no. 2). Pemerintah provinsi akan melakukan verifikasi dan evaluasi, dan jika pemerintah provinsi menyetujui usulan tersebut, pemerintah provinsi akan mengirimkan surat usulan ke Dewan Nasional KEK (no. 3).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 20
1/21/2016 11:06:24 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Gambar 2.4
Proses Pengusulan Kawasan Ekonomi Khusus
4
Kementerian / LPNK
Badan Usaha 1
Lintas wilayah Kab/Kota
21
Dalam satu wilayah kabupaten/kota
Pemkab/Kota (Verifikasi dan evaluasi)
20 hari kerja
Pemkab/ Kota
2
Pemprov
Pemprov
(Verifikasi dan evaluasi) 20 hari kerja
(Verifikasi dan evaluasi)
3
Pemkab/ Kota 20 hari
Pemkab/ Kota
(persetujuan)
(konsultasi)
kerja 9
7
5
6
11a
Pemprov 20 hari kerja
8
10
Pemprov (konsultasi)
11b 45 hari kerja
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Jika usulan yang dibuat oleh badan usaha berlokasi dalam lintas wilayah kabupaten/ kota, badan usaha mengajukan permohonan persetujuan kepada pemerintah provinsi yang bersangkutan (no. 4). Selanjutnya, pemerintah provinsi akan melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota terkait dan mengajukan permohonan persetujuan kepada masingmasing kabupaten/kota terkait (no. 5). Kemudian, kabupaten/kota akan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap usulan tersebut. Jika telah disetujui, pemerintah provinsi akan mengajukan usulan KEK tersebut ke Dewan Nasional KEK (no. 6). Jika usulan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, hal pertama yang dilakukan adalah mengajukan persetujuan KEK kepada pemerintah provinsi (no. 7). Setelah itu, pemerintah provinsi akan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap usulan yang diberikan dari pemerintah kabupaten/kota. Jika usulan diterima oleh pemerintah provinsi, pemerintah provinsi akan mengajukan usulan ke Dewan Nasional KEK (no. 8). Pemerintah provinsi dapat pula mengajukan usulan KEK dengan pertama-pertama mengajukan permohonan persetujuan kepada kabupaten/kota di mana KEK tersebut diusulkan (no. 9). Jika pemerintah kabupaten/kota menyetujui usulan tersebut setelah
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 21
1/21/2016 11:06:25 AM
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
22
melakukan evaluasi dan verifikasi, pemerintah provinsi dapat melakukan pengusulan ke Dewan Nasional KEK (no. 10). Kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) juga dapat mengajukan usulan KEK dengan memberikan surat pengusulan pembentukan kepada Dewan Nasional KEK (no. 11a). Kementerian/LPNK dalam mengajukan KEK kepada Dewan Nasional KEK juga melakukan konsultasi kepada kabupaten/kota dan provinsi di mana lokasi KEK tersebut diusulkan (no. 11b). Apabila pengusulan KEK ditolak oleh pihak yang dimintai persetujuannya, pihak yang menolak memberikan surat resmi kepada pihak yang mengusulkan. Namun demikian, jika penolakan dilakukan atas dasar kurang lengkapnya dokumen yang disertakan dalam pengusulan, pihak pengusul dapat menyampaikan kembali permohonan persetujuan pengusulannya yang sudah sesuai dengan UU dan PP yang mengatur tentang tata cara pengusulan KEK.
D o ku me n Pengusulan Kawasan Ekonomi Khusu s Pengusulan pembentukan KEK perlu dilengkapi dengan dokumen-dokumen. Dokumen kelengkapan pembentukan KEK dijelaskan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Dokumen Kelengkapan Pembentukan KEK No
Dokumen
1 2
Formulir aplikasi Surat kuasa otoritas (jika pengusul merupakan konsorsium) Akta pendirian badan usaha Profil keuangan tiga tahun terakhir yang sudah diaudit Persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota terkait dengan lokasi KEK yang diusulkan Surat pernyataan kepemilikan nilai ekuitas (paling sedikit 30 persen dari nilai investasi) Deskripsi rencana pengembangan KEK Peta detail lokasi pengembangan serta luasan KEK yang diusulkan Rencana peruntukan lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi Studi kelayakan ekonomi dan finansial Rencana dan sumber pembiayaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK Izin lokasi Penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah Rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung Pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK Komitmen pemkab/pemkot terkait rencana pemberian insentif dan kemudahan
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Badan Usaha √ √
Pemerintah Kabupaten/Kota √ -
Pemerintah Provinsi √ -
Kementerian/ LPNK √ -
√ √
-
-
-
√
-
√
-
√
-
-
-
√ √
√ √
√ √
√ √
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √ √
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ -
√
√
√
-
-
√
-
-
Sumber: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2011.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 22
1/21/2016 11:06:25 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
23
P ro s e s Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus Setelah pengusul menyampaikan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan secara lengkap, dilakukan verifikasi kebenaran dokumen dan evaluasi kelayakan usulan pengembangan KEK. Hasil verifikasi dan evaluasi usulan pembentukan KEK tersebut, dibahas pada rapat koordinasi Tim Pelaksana Dewan Nasional KEK. Selanjutnya, hasil koordinasi Tim Pelaksana dibahas pada Sidang Dewan Nasional KEK.
E va lu a s i U sulan Pembentukan KEK Kriteria umum dalam mengevaluasi lokasi usulan KEK adalah sebagai berikut. 1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung. 2. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK. 3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan. 4. Mempunyai batas yang jelas. Selain hal tersebut, kriteria khusus dalam evaluasi usulan pembentukan KEK secara garis besar terbagi menjadi dua substansi, yaitu (1) kebenaran dan kelayakan usulan KEK yang mencakup isu kebenaran prosedur, kelengkapan, kebenaran, dan kelayakan usulan; serta (2) Kesiapan pembangunan KEK. Evaluasi kebenaran dan kelayakan dokumen pengusul dilakukan dengan memeriksa kembali secara mendalam kebenaran masing-masing dokumen yang telah disampaikan. Tabel 2.3 mendeskripsikan parameter kebenaran dan kelayakan untuk masing-masing dokumen pengusulan. Tabel 2.3 Parameter Kebenaran Dokumen Pengusulan KEK
No
Dokumen
Kebenaran Dokumen Usulan
1
Formulir
1. Formulir memuat: identitas pengusul dan KEK yang diusulkan, dukungan pemerintah daerah, lokasi, tata ruang, rencana pengembangan KEK, dan potensi investor (terlampir). 2. Formulir diisi lengkap baik ditulis tangan/dicetak serta ditandatangani oleh pengusul yang direkatkan materai secukupnya.
2
Surat kuasa otorisasi (jika pengusul merupakan konsorsium)
1. Surat kuasa otorisasi memuat indentitas para anggota konsorsium, kesepakatan untuk mengusulkan KEK, rencana penunjukan badan usaha, serta hak dan kewajiban anggota konsorsium dan hak dan kewajiban penerima kuasa konsorsium. (Contoh surat terlampir.) 2. Surat kuasa otorisasi diisi lengkap baik ditulis tangan maupun dicetak serta ditandatangani oleh seluruh anggota konsorsium pengusul yang direkatkan materai secukupnya.
3
Akta pendirian badan usaha
Fotokopi akta pendirian badan usaha yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang yang dilengkapi dengan persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM.
4
Profil keuangan tiga tahun terakhir yang sudah diaudit
1. Laporan keuangan tiga tahun terakhir yang sudah diaudit. 2. Jika merupakan perusahaan baru, profil keuangan yang digunakan adalah profil keuangan tiga tahun terakhir dari para pemegang saham yang sudah diaudit kecuali untuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. 3. Jika pengusul merupakan konsorsium, profil keuangan yang digunakan adalah profil keuangan tiga tahun terakhir yang sudah diaudit dari masingmasing anggota konsorsium. (bersambung)
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 23
1/21/2016 11:06:25 AM
24
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Tabel 2.3 (lanjutan)
No
Dokumen
Kebenaran Dokumen Usulan
5
Persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota terkait dengan lokasi KEK yang diusulkan
Surat persetujuan permohonan yang disampaikan oleh badan usaha dengan menyertakan pernyataan lokasi KEK telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota yang disertai dengan peraturan daerah (perda) yang ditetapkan. 1. Jika lokasi KEK yang diusulkan lintas kabupaten/kota, lokasi yang diusulkan tersebut harus sesuai dengan RT RW masing-masing kabupaten/kota yang disertai dengan perda. 2. Jika perda masih dalam proses penyesuaian, pernyataan dilampiri persetujuan substansi dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.
6
Surat pernyataan mengenai kepemilikan nilai ekuitas paling sedikit 30 persen dari nilai investasi KEK yang diusulkan
Surat pernyataan memuat modal perusahaan, simpanan, serta tanah dan bangunan. Surat pernyataan diisi lengkap baik ditulis tangan maupun dicetak serta ditandatangani pengusul yang direkatkan materai secukupnya.
7
Deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan
Deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan paling sedikit memuat rencana dan sumber pembiayaan serta jadwal pembangunan KEK. 1. Rencana meliputi kegiatan yang akan dikembangkan, tahapan pembangunan, zonasi kawasan, dan pembangunan infrastruktur. 2. Sumber pembiayaan harus mencantumkan rencana pembiayaan dan jadwal pengeluaran dana. 3. Jadwal pembangunan KEK, yang meliputi: pembebasan tanah dan pelaksanaan pembangunan fisik. Pembangunan KEK harus siap beroperasi dalam waktu tiga tahun setelah penetapan KEK.
8
Peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan
Peta detail lokasi yang mencakup deliniasi (batas-batas kawasan), luasan kawasan, serta dapat menunjukkan akses lokasi KEK yang diusulkan (sesuai ketentuan dalam huruf g, angka 1, Pasal 1 penjelasan PP No. 100 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP No. 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK).
9
Rencana peruntukan ruang 1. Lokasi yang diusulkan untuk KEK telah memuat recana zonasi. pada lokasi KEK yang 2. Peraturan zonasi mengenai rencana pengaturan terhadap kateristik dilengkapi dengan peraturan masing-masing zona: zonasi 1) Penggunaan lahan (penggunaan lahan yang diperbolehkan, yang dibatasi, yang diperbolehkan bersyarat, yang tidak diperbolehkan). 2) Intensitas pemanfaatan ruang (KDB [Koefisien Dasar Bangunan], KLB [Koefisien Luas Bangunan], KDH [Koefisien Dasar Hijau]). 3) Tata masa bangunan (GSB, ketinggian maksimum bangunan, jumlah tingkat lantai maksimum bangunan). 4) Prasarana minimum yang harus ada. 5) Aspek-aspek pembangunan lain yang perlu diperhatikan (misalnya, aspek kebencanaan, dan lain-lain).
10
Studi kelayakan ekonomi dan Studi kelayakan finansial: finansial 1. Financial internal rate of return (FIRR). 2. Financial net present value (FNPV). 3. Debt service coverage ratio (DSCR). 4. Project loan life coverage ratio (PLLCR). Studi kelayakan ekonomi: 1. 2. 3. 4.
11
Rencana dan sumber pembiayaan
Peningkatan pendapatan nasional dan regional. Penambahan atau penghematan devisa. Penambahan lapangan pekerjaan. Penambahan pendapatan pajak.
1. Rencana alokasi pembiayaan untuk pembangunan dan pengoperasian KEK berdasarkan tahap pembangunan. 2. Sumber pembiayaan mengenai pembiayaan internal (APBN, APBD, dan lain-lain) dan eksternal (pinjaman, obligasi, PPP, dan lain-lain). (bersambung)
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 24
1/21/2016 11:06:25 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Tabel 2.3 (lanjutan)
No
25
Dokumen
Kebenaran Dokumen Usulan
12
AMDAL
1. Jika usulan KEK berupa rencana usaha dan/atau kegiatan baru dan/atau rencana kawasan, wajib dilengkapi dokumen lingkungan hidup (AMDAL) dan/atau upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan (UKL/UPL) yang telah disetujui/disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Jika usulan KEK adalah usaha dan/atau kegiatan dan/atau kawasan yang telah berjalan/beroperasi, hanya dapat ditetapkan sebagai KEK jika telah memiliki dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui/disahkan oleh pejabat yang berwenang selama tidak mengubah desain, lokasi, kapasitas, bahan baku. Perlu adanya cap pengesahan komisi penilai untuk dokumen final AMDAL. 3. Pengajuan usulan KEK dapat dilakukan secara paralel dengan proses permohonan izin lingkungan. Namun, pada saat pengusulan Surat Persetujuan KA ANDAL harus sudah selesai. Selanjutnya, penetapan usulan KEK dimaksud hanya dapat dilakukan setelah izin lingkungan dan kelayakan lingkungan diterbitkan.
13
Usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK
Jangka waktu beroperasinya KEK adalah jangka waktu masa berlakunya KEK sejak penetapan. Rencana strategis pengembangan KEK memuat penahapan pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaan KEK.
14
Izin lokasi
1.
Izin lokasi diperlukan dalam hal lahan yang akan digunakan untuk KEK belum dimiliki atau dikuasai oleh pengusul. Terhadap lahan yang telah dimiliki atau dikuasai pengusul, dibuktikan dengan adanya bukti hak atas tanah (hak guna bangunan atau hak guna usaha). 2. Izin lokasi dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan teknis dari kantor pertanahan setempat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Dilengkapi dengan laporan terakhir perolehan tanah yang dilengkapi dengan peta dari kantor pertanahan.
15
Penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah
1. Penetapan lokasi diperlukan dalam hal lahan yang akan digunakan untuk KEK belum dimiliki atau dikuasai oleh pengusul. Terhadap lahan yang telah dimiliki atau dikuasai pengusul, dibuktikan dengan adanya bukti hak atas tanah (hak pengelolaan, hak guna bangunan, atau hak guna usaha). 2. Penetapan lokasi dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan teknis dari kantor pertanahan setempat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16
Rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung
Rekomendasi diberikan dalam bentuk surat dari otoritas pengelola infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan KEK, antara lain: listrik, gas, air bersih, pengelolaan limbah, pelabuhan, bandara, dan telekomunikasi.
17
Pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK
Kesanggupan dituangkan dalam surat pernyataan yang memuat antara lain: identitas pengusul dan pernyataan kesanggupan untuk melakukan pembebasan tanah, pembangunan, dan pengelolaan KEK.
18
Komitmen pemkab/pemkot terkait rencana pemberian insentif dan kemudahan
Komitmen pemerintah kabupaten/kota dibuat dalam bentuk nota kesepahaman antara pemerintah kabupaten/kota dan dewan perwakilan rakyat kabupaten/kota yang memuat: 1. rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah; 2. penyediaan anggaran; dan 3. kemudahan pelayanan (pelayanan terpadu satu pintu). Jika insentif pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah telah ditetapkan di dalam peraturan daerah, peraturan daerah tersebut merupakan komitmen pemerintah kabupaten/kota.
Sumber: PP No. 2 Tahun 2011.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 25
1/21/2016 11:06:25 AM
26
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Evaluasi kesiapan usulan KEK terbagi menjadi lima parameter utama, yaitu 1) dukungan pemerintah daerah; 2) lokasi strategis dan input strategis; 3) tata ruang dan pertanahan; 4) rencana pengembangan KEK dan kajian kelayakan rencana bisnis; serta 5) potensi usaha. Setiap kriteria tersebut memiliki beberapa subkriteria yang tersaji pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Parameter Kesiapan Usulan KEK
Dukungan Pemerintah Daerah
• Komitmen anggaran • Insentif • Kelembagaan perizinan investasi
Lokasi Strategis dan Input Strategis
• Akses pasar • Status pelabuhan laut • Status bandara • Jarak SDA unggulan • Ketersediaan pasokan listrik • Ketersediaan pasokan air
Tata Ruang dan Pertanahan
• Pernyataan kesesuaian RT/RW • Izin/penetapan lokasi • Status kepemilikan lahan • Dampak lingkungan
Rencana Pengembangan KEK dan Kajian Kelayakan
• Rencana bisnis • Rencana pembangunan kawasan, jalan dan drainase • Rencana pembangunan Infrastruktur, air, listrik, dan persampahan • Kelayakan finansial • Kelayakan ekonomi
Potensi Usaha
• Potensi calon investor • Potensi pengembang (pengusul) KEK
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Ko o rdin a si dan Harmonisasi Lintas Kementeria n d an L e mbaga Terkait Proses koordinasi dan harmonisasi lintas kementerian dilakukan dalam rangka memastikan aspek-aspek khusus yang terkait di kementerian atau lembaga tidak akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari bagi pengusulan KEK. Aspek-aspek tersebut misalnya soal tata ruang wilayah, status guna lahan, peruntukan dan fungsi kawasan hutan, hingga aspek legalitas dari pengusul. Koordinasi di atas melibatkan Tim Pelaksana Dewan Nasional yang berasal dari beberapa kementerian dan lembaga. Tujuannya adalah memastikan bahwa sebuah usulan sudah layak dan teruji dari aspek lintas kementerian dan lembaga. Selain itu, hasil dari koordinasi juga dapat berupa rekomendasi hal-hal apa saja yang perlu direvisi ulang dalam proses pengusulan. Misalnya, masterplan pembangunan KEK yang mungkin saja masih belum sesuai dengan peruntukan ruang yang ada dalam dokumen RT RW di wilayah yang bersangkutan.
S ida n g D ewan Nasional KEK Sidang Dewan Nasional KEK adalah sidang yang dilakukan Dewan Nasional KEK dalam rangka untuk mengambil keputusan atau kebijakan pelaksanaan tugas Dewan Nasional. Hasil dari sidang ini dapat berupa rekomendasi penetapan KEK kepada Bapak Presiden, atau menyepakati untuk mengembalikan usulan penetapan KEK kepada pengusul dengan beberapa alasan (lihat Gambar 2.6).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 26
1/21/2016 11:06:25 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Gambar 2.6
27
Proses Evaluasi Penetapan KEK
Ya
Kajian usulan KEK oleh Sekretariat dan Tim Pelaksana Dewan Nasional KEK
Penyampaian rekomendasi kepada presiden untuk PENETAPAN KEK melalui PP
SIDANG DEWAN NASIONAL KEK Diberitahukan kepada pengusul disertai alasan penolakan
Kajian dilakukan terhadap: a. Pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan b. Kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan.
Tidak
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Apabila Sidang Dewan Nasional KEK menyepakati untuk merekomendasikan penetapan KEK kepada presiden, selanjutnya disusun Rancangan Peraturan Presiden tentang penetapan KEK sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, rekomendasi beserta Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan KEK disampaikan kepada presiden.
Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus Setelah suatu usulan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ditetapkan secara resmi sebagai KEK melalui Peraturan Pemerintah, tahapan selanjutnya yang harus dikerjakan oleh pengusul KEK adalah melakukan pembangunan dan pengelolaan kawasan. Pengusul diberikan waktu paling lama tiga tahun untuk membangun KEK sampai siap beroperasi. Selama tiga tahun awal ini, beberapa kegiatan yang perlu dilaksanakan meliputi penetapan Badan Usaha Pembangun, pembentukan kelembagaan, pelaksanaan pembangunan KEK, pelimpahan kewenangan perizinan dari pemerintah dan pemerintah daerah kepada administrator KEK, pemberian insentif dan kemudahan, serta pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. Gambar 2.7 Proses Pembangunan Tiga Tahun Pasca Penetepan KEK
Pembentukan kelembagaan
3 Tahun
Pembangunan KEK
Pelimpahan kewenangan
Penetapan KEK
Operasi KEK
Insentif dan kemudahan daerah Penunjukkan badan usaha pembangunan dan pengelola
Pemantauan dan evaluasi
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 27
1/21/2016 11:06:25 AM
28
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
S ke ma Penetapan Pembangun dan Pengelola KEK Skema penetapan Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK sesuai dengan Tabel 2.4. 1. Jika pengusul KEK Badan Usaha, maka Badan Usaha tersebut ditetapkan sebagai Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK. 2. Jika pengusulnya Pemerintah Kabupaten/Provinsi/Kementetrian/Lembaga NonKementerian, maka ada beberapa pilihan, sebagai berikut. a. Skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS). Skema ini adalah KPS untuk pembangunan dan pengelolaan KEK. Penetapan badan usaha pembangun dan pengelola dilakukan melalui proses pelelangan secara transparan dan terbuka. Pemenang lelang selanjutnya ditetapkan sebagai badan usaha pembangun dan pengelola KEK. b. Skema pembiayaan pembangunan oleh APBN/APBD. Pada skema ini, pembangunan dilakukan oleh pengusul. Pengelolaan dapat dilakukan melalui dua opsi: 1) Pelelangan secara terbuka dan transparan mengikuti ketentuan perundangan dalam bidang pengelolaan barang milik negara/daerah (PP No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Perubahannya) atau ketentuan dalam lampiran PP No. 100 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Pemenang pelelangan dietapkan sebagai Badan Usaha Pengelola KEK. 2) Penyertaan modal kepada BUMN/BUMD. Lahan yang telah dibebaskan serta pembangunan fisik di atasnya yang telah dibangun oleh pengusul, menjadi aset negara/daerah yang kemudian disertakan sebagai penyertaan modal kepada BUMN/BUMD. Selanjutnya, BUMN/BUMD yang ditunjuk untuk diberikan penyertaan modal tersebut ditetapkan sebagai Badan Usaha Pengelola KEK.
Pemantauan dan Evaluasi Kawasan Ekonomi Khusus Pemantauan dan evaluasi KEK dilakukan terhadap tahapan pembangunan dan pengelolaan KEK. Evaluasi Pem b a ng u na n K E K Pada tahap pembangunan, badan usaha yang melaksanakan pembangunan KEK menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non-kementerian setiap dua belas bulan. Badan usaha yang melaksanakan pembangunan KEK menyampaikan laporan status kesiapan KEK kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional KEK selama jangka waktu maksimal 36 bulan (tiga tahun) sejak KEK di tetapkan. Pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian selanjutnya meneruskan laporan perkembangan pelaksanaan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 28
1/21/2016 11:06:25 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Tabel 2.4 Skema Penetapan Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK
Pengusul KEK Badan Usaha
Pemerintah 1. Pemprov 2. Pemkab/Kota 3. Kementerian/LPNK
Sumber Dana
1 2
Badan Usaha KPS
APBN/APBD
3
Skema Penetapan Badan Usaha Pembangun
29
Skema Penetapan BU Pengelola
BU pengusul ditetapkan sebagai BU pembangun sekaligus pengelola KEK Pasal 33A ayat (1) dan ayat (2). PP No. 100 Tahun 2012. Tender Investasi (Penetapan Badan Usaha Pe,bangun dan Pengelola dilakukan berdasarkan hasil pelelangan secara terbuka dan transparan) Pasal 34 ayat (1) huruf b. Pasal 34A ayat (1) huruf b. Pasal 34B ayat (1) huruf b. ayat (2). PP No. 100 Tahun 2012. Penetapan BU pembangun dilaksanakan secara terbuka dan transparan berdasarkan ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perpres No. 54/2010 beserta perubahannya.) (Pasal 34 ayat (1) huruf a. Pasal 34A ayat (1) huruf a. Pasal 34B ayat (1) huruf b. PP No. 100 Tahun 2012.)
Untuk Penetapan BU Pengelola KEK, dapat dipilih dari dua alternatif: 1. Pelelangan secarta terbuka dan transparan, mengikuti: a. Ketentuan perundangan di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah (Pasal 48 ayat (1) huruf a. PP No. 100/2012.) b. Ketentuan dalam lampiran PP No. 100 Tahun 2012 (pasal 48 ayat (1) huruf b. PP 100/2012) 2. Mekanisme penyertaan modal negara/daerah kepada BUMN/ BUMD jika KEK merupakan BUMN/ BUMD dan akan dikelola oleh BUMN/BUMD (Pasal 48 ayat (2), PP 100/2012.)
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
pembangunan KEK dan laporan status kesiapan KEK kepada Dewan Nasional melalui Dewan Kawasan KEK. Kemudian, Dewan Nasional KEK melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembanguan KEK setiap tahun. Hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada pengusul untuk ditindaklanjuti. Jika KEK belum siap beroperasi dalam jangka waktu tiga tahun setelah penetapan KEK, Dewan Nasional KEK akan melakukan perubahan atas usulan sebelumnya mencakup luas area pembangunan, memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK paling lama dua tahun, serta melakukan langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK. Apabila setelah perpanjangan waktu tersebut KEK juga belum siap beroperasi karena force majeure atau bukan karena kelalaian, Dewan Kawasan akan menyampaikan pertimbangan perpanjangan waktu kepada Dewan Nasional dalam waktu paling lambat selama tiga puluh hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu perpanjangan. Dewan Nasional selanjutnya melakukan evaluasi atas pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Kawasan selama jangka waktu tiga puluh hari kerja. Evaluasi dilakukan terhadap kelayakan operasional KEK. Berdasarkan evaluasi tersebut, Dewan Nasional dapat memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK atau menyampaikan usulan pencabutan KEK kepada presiden dengan disertai RPP tentang pencabutan PP tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. Perpanjangan waktu tersebut diberikan untuk periode waktu paling lama lima tahun.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 29
1/21/2016 11:06:25 AM
30
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Jika KEK belum juga dapat beroperasi, Dewan Nasional dapat mengajukan usulan pencabutan penetapan KEK kepada presiden dengan disertai racangan peraturan pemerintah tentang pencabutan peraturan pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. Evaluasi Peng e lo la a n K E K Pada tahap pengelolaan, administrator menyampaikan laporan pengelolaan kepada Dewan Kawasan KEK. Atas dasar laporan administrator tersebut, Dewan Kawasan melakukan evaluasi pengelolaan KEK. Hasil evaluasi oleh Dewan Kawasan kemudian disampaikan kembali kepada administrator KEK dan kepada Dewan Nasional KEK. Administrator menggunakan hasil evaluasi Dewan Kawasan untuk melakukan pengendalian operasional KEK. Kemudian, Dewan Nasional KEK menggunakan hasil evaluasi Dewan Kawasan untuk melakukan penilaian terhadap operasional KEK. Berdasarkan penilaian terhadap operasional KEK tersebut, Dewan Nasional dapat memberikan arahan kepada Dewan Kawasan untuk peningkatan kinerja operasional KEK, melakukan pemantauan pengoperasian KEK, serta memberikan rekomendasi langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK yang berupa pemutusan dan perjanjian pengelolaan KEK atau pengusulan pencabutan penetapan KEK. Mekanisme evaluasi pengelolaan ini melibatkan administrator KEK, Dewan Kawasan KEK dan Dewan Nasional. Secara singkat, hubungan ketiga lembaga tersebut dalam kaitannya dengan evaluasi pengelolaan KEK tersaji dalam bagan berikut. Gambar 2.8 Proses Evaluasi Pengelolaan KEK
5
Dewan Nasional 3
Dewan Kawasan 1
2
Administrator
4
1 Administrator memberikan laporan operasional ke Dewan Kawasan 2 Dewan Kawasan membuat laporan 3 Evaluasi Pembangunan KEK dan menyampaikan kepada Dewan Nasional dan Administrator 4 Administrator menggunakan hasil evaluasi untuk pengendalian operasional 5 Dewan nasional menggunakan laporan untuk penilaian operasionalisasi KEK
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, Dewan Nasional melakukan penilaian operasional KEK dengan mengeluarkan tiga kebijakan utama, yaitu: 1. Memberikan arahan kepada Dewan Kawasan untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK. 2. Melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi KEK. 3. Memberikan rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK berupa pemutusan perjanjian pengelolaan KEK atau pengusulan pencabutan penetapan KEK.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 30
1/21/2016 11:06:25 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
31
K E MA J U A N P E N G E MBANGAN KEK Sampai akhir tahun 2014, Pemerintah telah menetapkan delapan kawasan ekonomi khusus (KEK) meliputi KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara, Tanjung Lesung di Banten, Tanjung Api-Api di Sumatera Selatan, Maloy Batuta Trans Kalimantan di Kalimantan Timur, Palu di Sulawesi Tengah, Bitung di Suilawesi Utara, Mandalika di NTB, dan Morotai di Maluku Utara. Gambar 2.9 Delapan KEK di Indonesia
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
K E K S e i Mangkei KEK Sei Mangkei, seluas 2.002,7 ha, terletak di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Pembangun dan Pengelola KEK Sei Mangkei adalah PTPN III. Industri utama yang akan dikembangkan di KEK Sei Mangkei meliputi industri pengolahan kelapa sawit dan karet, logistik, serta pariwisata. Nilai investasi untuk pembangunan KEK Sei Mangkei diperkirakan sebesar Rp5,7 triliun dengan proyeksi potensi investasi pelaku usaha hingga 2025 sebesar Rp71,9 triliun, serta diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan 83.304 orang. Saat ini, telah masuk tenant atau pelaku global PT Unilever Oleochemical Indonesia (UOI) yang telah membangun pabrik dengan nilai investasi Rp2 triliun dan beroperasi komersial pada Februari 2015. Selain pabrik oleochemical, juga telah dibangun pabrik minyak inti kelapa sawit (400 ton/hari) dengan nilai investasi Rp68,6 miliar, pabrik kelapa sawit (75 ton/jam) dengan nilai investasi sebesar Rp225 miliar, dan pembangkit listrik tenaga biomassa sawit (2 × 3,5 MW) dengan nilai investasi Rp101 miliar.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 31
1/21/2016 11:06:26 AM
32
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Gambar 2.10 KEK Sei Mangkei
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
K E K Ta n jung Lesung KEK Tanjung Lesung, seluas 1.500 ha, terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Pembangun dan pengelola KEK Tanjung Lesung adalah PT Banten West Java Corporation. Fokus bisnis KEK Tanjung Lesung adalah pariwisata, khususnya resort, MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) dan perhotelan. Nilai investasi pembangunan KEK Tanjung Lesung sebesar Rp4,2 triliun dan diproyeksikan potensi pelaku usaha sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp53,28 triliun, serta diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan 85.000 orang. Pelaku usaha yang telah membangun resort, hotel, dan vila meliputi Tanjung Lesung Beach Hotel senilai Rp85,236 miliar, Kalicaa Villa senilai Rp123,123 miliar, Beach Club senilai Rp19,629 miliar, Sailing Club senilai Rp16,21 miliar, Legon Dadap Village senilai Rp5,002 miliar, Blue Fish senilai Rp4,524 miliar, dan Golf Driving Range senilai Rp30,246 miliar. Gambar 2.11 KEK Tanjung Lesung
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 32
1/21/2016 11:06:27 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
33
K E K Pa lu KEK Palu, seluas 1.500 ha, terletak di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Industri utama yang akan dikembangkan di KEK Palu adalah industri pertambangan, agrobisnis (kakao, karet, rotan, dan rumput laut), manufaktur alat-alat berat, dan logistik. Direncanakan investasi pembangunan KEK Palu sebesar Rp1,716 triliun dan diperkirakan potensi investasi pelaku usaha sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp47,4 triliun. KEK Palu diproyeksikan dapat menciptakan lapangan perkerjaan 97.500 orang. Gambar 2.12 KEK Palu
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
K E K Bit u ng KEK Bitung, seluas 534 ha, terletak di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Kegiatan utama yang akan dikembangkan adalah industri pengolahan perikanan, kelapa, bahan baku farmasi, dan logistik. Direncanakan investasi untuk pembangunan KEK Bitung sebesar Rp2,3 triliun dan diperkirakan potensi investasi pelaku usaha sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp16,86 triliun, serta diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan 34.710 orang. Gambar 2.13 KEK Bitung
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 33
1/21/2016 11:06:27 AM
34
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
K E K Mo rotai KEK Morotai, seluas 1.101 ha, terletak di Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara. Pembangun dan pengelola KEK Morotai adalah PT Jababeka Morotai. Kegiatan utama yang akan dikembangkan meliputi pariwisata, pengolahan ikan, dan logistik. Direncanakan nilai investasi pembangunan KEK Morotai sebesar Rp6,8 triliun dan diperkirakan potensi investasi pelaku usaha sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp30,44 triliun. KEK Morotai diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan 58.700 orang. Gambar 2.14 KEK Morotai
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
K E K Ta n jung Api- Api KEK Tanjung Api-Api, seluas 2.000 ha, berlokasi di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Kegiatan utama yang akan dikembangkan meliputi industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia, dan kelapa sawit. Nilai investasi untuk membangun kawasan ini diperkirakan sebesar Rp12,302 triliun dan diproyeksikan potensi pelaku usaha hingga tahun 2025 sebesar Rp56,09 triliun. KEK Tanjung Api-Api diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan 149.500 orang. Gambar 2.15 KEK Tanjung Api-Api
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 34
1/21/2016 11:06:27 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
35
K E K Ma n d alika KEK Mandalika, seluas 1.035,7 ha, berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pembangun dan pengelola KEK Mandalika adalah Bali Tourism Development Corporation (BTDC) dan akan berfokus pada pengembangan kawasan pariwisata. Nilai investasi pembangunan KEK Mandalika sebesar Rp2,2 triliun dan diproyeksikan potensi investasi pelaku usaha hingga tahun 2025 sebesar Rp28,63 triliun, serta diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan 30.000 orang. Gambar 2.16 KEK Mandalika
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
K E K Ma loy Batuta Trans Kalimantan (M BTK) KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (atau disingkat sebagai MBTK), seluas 557,34 ha, terletak di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Pembangun dan pengelola KEK MBTK adalah PT Maloy Batuta Trans Kalimantan. Kegiatan utama yang akan dikembangkan meliputi industri pengolahan kelapa sawit dan logistik. Nilai investasi pembangunan KEK MTBK sebesar Rp3,4 triliun dan diperkirakan potensi investasi pelaku usaha sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp37,71 triliun. KEK MBTK diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 110.000 orang. Gambar 2.17 KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK)
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 35
1/21/2016 11:06:27 AM
36
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
KOMITMEN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG KEK Komitmen dan dukungan dari pemerintah menjadi salah satu hal yang sangat krusial dalam pengembangan KEK. Tanpa adanya komitmen pemerintah, implementasi pengembangan KEK sulit untuk dapat direalisasikan dengan baik. Salah satu komitmen pemerintah yang dibutuhkan adalah dalam penyediaan infrastruktur wilayah. Pengembangan KEK di Indonesia telah mendapat dukungan pemerintah. Hal ini terlihat dalam komitmen untuk penyediaan infrastruktur wilayah yang tertuang dalam Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019. Buku II RPJMN 2015–2019 menetapkan bahwa komitmen pemerintah dalam pembangunan infrastruktur wilayah untuk mendukung delapan wilayah KEK di Indonesia sesuai dengan yang digambarkan oleh Gambar 2.18. Gambar 2.18 Pembangunan Infrastruktur dalam Mendukung KEK
1 7
8
5 6 2
3 4
1. KEK Sei Mangkei • Pelabuhan Kuala Tanjung • Bandara Kualanamu • Akses jalan • Akses jalur (rel) kereta • Pembangkit listrik
2. KEK Tanjung Api-Api • Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II • Akses jalan • Akses jalur (rel) kereta • Pembangkit listrik
3. KEK Tanjung Lesung • Pelabuhan Tanjung Priuk • Bandara Banten Selatan • Akses jalan • Akses ASDP • Akses jalur (rel) kereta • Pembangkit listrik
4. KEK Mandalika • Bandara Int. Lombok • Pelabuhan Lembar Baru • Integrasi moda • Akses penyeberangan (feri) • Pembangkit listrik
5. KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) • Pelabuhan Maloy • Akses jalan • Pembangkit listrik
6. KEK Palu • Bandara Mutiara Sis Aljufri Palu • Pelabuhan Pantoloan • Akses jalan • Akses penyeberangan (feri) • Pembangkit listrik
7. KEK Bitung • Pelabuhan Hub. Int. Bitung • Bandara Samratulangi • Akses jalan • Akses penyeberangan (kapal feri) • Akses jalur (rel) kereta • Pembangkit listrik 8. KEK Morotai • Pelabuhan Ternate • Bandara Pitu Morotai • Akses jalan • Akses penyeberangan (feri) • Pembangkit listrik
Sumber: Diadopsi dari Buku II Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 36
1/21/2016 11:06:29 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
37
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PENGEMBANGAN KEK Jika diakumulasi, pengembangan delapan KEK (sampai dengan tahun 2025) akan meningkatkan investasi sebesar Rp670,75 triliun dan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 594.414 orang. Proyeksi tersebut dengan asumsi tingkat occupancy 70 persen di masing-masing KEK. Tabel 2.5 memberikan proyeksi investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Tabel 2.5 Proyeksi Investasi dan Penciptaan Lapangan Pekerjaan dari KEK
Kawasan Ekonomi Khusus
Total Investasi Pengembang (triliun rupiah)
Total Investasi s.d. 2025 (triliun rupiah)
Sei Mangkei Tanjung Lesung Palu Bitung Tanjung Api-Api Morotai Mandalika MBTK Total
5,7 4,24 1,72 2,3 12,30 6,8 2,2 3,4 36,66
123,37 92,4 92,4 32,89 125,05 67,87 63,80 34,31 632,09
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Total Investasi dan Investasi Pengembang s.d. 2025 (triliun rupiah) 129,07 96,64 94,12 35,19 137,35 74,67 66,00 37,71 670,75
Proyeksi Penciptaan Lapangan Pekerjaan (orang) 83.304 85.000 97.500 34.710 149.500 58.700 30.000 55.700 594.414
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Adapun kontribusi proyeksi tenaga kerja dan investasi tahun 2025 untuk masing-masing KEK tersaji dalam Gambar 2.19 dan Gambar 2.20. Gambar 2.19
140,00 TOTAL INVESTASI (Triliun Rupiah)
Proyeksi Investasi Delapan KEK Tahun 2025
160,00 Rp137,35 T Rp129,07 T
120,00 Rp96,64 T
100,00
Rp94,12 T Rp74,67 T
80,00
Rp66 T
60,00 Rp37,71 T
Rp35,19 T
40,00 20,00 0,00 SEI MANGKEI
TANJUNG LESUNG
BITUNG PALU
MBTK
MOROTAI TANJUNG API-API
MANDALIKA
Investasi pengembang (triliun rupiah) Total investasi hingga tahun 2025 (triliun rupiah) Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 37
1/21/2016 11:06:30 AM
38
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Gambar 2.20
140.000 PROYEKSI TENAGA KERJA (Jiwa)
Proyeksi Penciptaan Tenaga Kerja di Delapan KEK tahun 2025
149.500 Jiwa
160.000
120.000 100.000 80.000
83.304 Jiwa
85.000 Jiwa
97.500 Jiwa
58.700 Jiwa
60.000
34.710 Jiwa
40.000
55.700 Jiwa
30.000 Jiwa
20.000 0 SEI MANGKEI
TANJUNG LESUNG
BITUNG PALU
MOROTAI TANJUNG API-API
MBTK MANDALIKA
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
K AWA S A N E KO N OM I KHUSUS: ISU DAN TA NTA N GA N K E D E PAN Dalam perkembangannya, tentu akan terdapat beberapa faktor yang menjadi tantangan untuk penyelenggaraan KEK ke depan. Penyelenggaraan KEK juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal untuk pencapaian beberapa tujuan pembangunan nasional. Beberapa tantangan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pemerataan pembangunan Adanya ketimpangan pembangunan antarwilayah Jawa dan luar Jawa. Pembangunan industri 70 persen berada di Pulau Jawa. 2. Penciptaan lapangan pekerjaan Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, tingkat pengangguran di Indonesia relatif lebih tinggi. Perlu adanya penciptaan lapangan pekerjaan yang luas dan berkualitas. 3. Pemberlakuan AFTA 2014 Akan diberlakukannya AFTA 2015 memerlukan optimalisasi pengembangan KEK untuk meningkatkan daya saing Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya. Diperlukan adanya peningkatan kualitas SDM dan penciptaan iklim investasi. 4. Pemberlakuan UU Pertambangan Minerba Sebagian besar ekspor minerba adalah dalam bentuk raw material. Dengan diberlakukannya larangan ekspor raw material melalui UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu dikembangkan lokasi-lokasi yang dapat melakukan hilirisasi minerba.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 38
1/21/2016 11:06:31 AM
Bab 2 Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
39
DA F TA R P U S TA K A FIAS, The Multi-Donor Investment Climate Advisory Service of The World Bank Group. 2008. Special Economic Zones—Performance, Lessons, Learned, and Implication for Zone Development. Washington, DC. Hidayat, S. dan A.S. Hidayat (para editor). 2010. Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Republik Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2008. Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Kawasan Ekonomi Khusus. Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Usulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015–2019. Republik Indonesia, Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2010–2014. Kumpulan Materi Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus. Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2010–2014. “Kumpulan Materi Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus”. Jakarta. Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2012. “Analisis Dampak Pengembangan KEK Terhadap Perekonomian Wilayah”. Jakarta. Wahyuni, S. (ed.). 2013. Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, and China. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 39
1/21/2016 11:06:32 AM
40
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 40
1/21/2016 11:06:32 AM
Strategi Pengembangan Kluster
BAB
3
Sari Wahyuni, Wahyuningsih, Muhammad Irfan Syaebani P E N DA H U LU A N Salah satu strategi untuk mencapai kinerja ekonomi yang baik adalah melalui peningkatan ekspor. Untuk mendukung strategi ekspor, banyak negara giat membentuk Special Economic Zones (SEZs atau Kawasan Ekonomi Khusus—KEK). Kawasan tersebut dilihat sebagai instrumen kunci, tidak hanya untuk mempromosikan ekspor dan mendapatkan devisa tetapi juga untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui investasi tambahan, transfer teknologi, dan penciptaan lapangan kerja. KEK telah terbukti dapat membantu investor industri dalam mengatasi berbagai kendala dan memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Penelitian Wahyuni (2013) juga menunjukkan bahwa KEK berperan dalam meningkatkan daya saing negara-negara berkembang. Supaya KEK bisa memberikan hallo effect bagi pertumbuhan ekonomi yang besar, strategi pendekatan kluster sangatlah diperlukan. Di bab ini, akan dibahas hubungan kluster terhadap daya saing, variabel-variabel penting dalam pengembangan kluster dan bagaimana cara mengevaluasi kluster.
K LU S T E R DA N DAYA SAI NG Kluster adalah kelompok industri yang saling terkait dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Mereka memiliki dua elemen kunci. Pertama, perusahaan-perusahaan di kluster harus saling terkait. Kedua, kelompok perusahaan yang saling terkait tersebut memiliki lokasi yang berdekatan. Dengan kata lain kluster adalah: “Letak geografis yang memiliki konsentrasi pada hubungan perusahaaan yang saling terkait satu sama lainnya, misalnya pemasok khusus, penyedia layanan, perusahaanperusahaan di industri terkait, dan lembaga terkait (misalnya, universitas, lembaga penelitian/standardisasi, dan asosiasi perdagangan) di bidang-bidang tertentu yang bersaing atau yang dapat bekerja sama” (Porter, 1998). 41
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 41
1/21/2016 11:06:35 AM
42
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Kluster merupakan hasil dari kompetisi dan kolaborasi dinamis (hal ini biasa disebut sebagai “coopetition”). Kluster yang bagus biasanya juga memiliki kompetisi yang sangat kental, misalnya saja di Penang (Malaysia), perusahaan di dalam kluster saling bersaing satu sama lain sehingga mereka berusaha untuk memberikan competitive advantage yang lebih daripada pesaingnya. Kluster biasanya juga mencakup pemasok dan pengguna akhir dari produk dan jasa yang dihasilkan oleh industri yang ditargetkan. Dengan adanya perusahaan yang terkonsentrasi di satu lokasi, mereka menjalin kerja sama baik vertikal dan horizontal, melalui produk dan layanan pelengkap, penggunaan pemasok yang sama, pengembangan teknologi serta lembaga-lembaga pendukung. Sebagian besar hubungan ini melibatkan hubungan sosial atau jaringan yang menghasilkan manfaat bagi perusahaan yang terlibat. Beberapa studi menunjukkan bahwa pembentukan suatu kluster dapat meningkatkan (lihat Porter, 2008; Wahyuni 2013): • Produktivitas dan/atau Efisiensi Adanya akses yang efisien, mulai dari pemasok dan layanan yang terkonsentrasi, tersedianya staf yang terlatih, lembaga-lembaga pendukung, progam pelatihan, dan lain lain. Lokasi yang terkonsentrasi juga memudahkan koordinasi dan transaksi antarperusahaan. Kompetisi yang terjadi justru meningkatkan kompetisi antarperusahaan. • Inovasi Adanya perusahan sejenis yang terkonsentrasi membuat pertumbuhan inovasi semakin cepat. Misalnya, inovasi terjadi karena adanya kebutuhan yang tak terpenuhi, kecanggihan pelayanan, kombinasi jasa atau teknologi yang terkonsentrasi pada kawasan ekonomi khusus. Di samping itu, kehadiran beberapa pemasok dan lembaga membantu penciptaan pengetahuan • Memfasilitasi komersialisasi dan pembentukan bisnis baru Keberadaan kluster akan memfasilitasi proses komersialisasi dan pembentukan bisnis baru. Dalam hal ini, peluang bagi perusahaan-perusahaan baru dan lini bisnis baru bisa lebih nampak. Kluster sering menjadi tempat di mana komersialisasi gagasan lebih mudah dilakukan. Gagasan-gagasan baru dapat diperkenalkan oleh perusahaan kepada pasar tanpa harus menanggung risiko melakukan semuanya sendiri. Selain itu, dalam kluster industri, persaingan pada dasarnya juga akan meningkat akibat eksternalitas, keterkaitan, serta hubungan antara perusahaan, industri, dan lembagalembaga terkait. Komersialisasi produk baru pun lebih mudah karena tersedianya tenaga ahli, keterampilan, pemasok, dan lain-lain. Jadi, kluster industri biasanya memberikan lingkungan dan kombinasi aset, lembaga, dan pengetahuan yang cenderung menghasilkan tingkat inovasi yang lebih dari biasanya. Secara keseluruhan, kluster mencerminkan pengaruh fundamental dari hubungan dan spillovers seluruh perusahaan serta lembaga yang terkait dalam kompetisi, yang akhirnya akan meningkatkan daya saing perusahaan dalam kluster tersebut. Oleh karena itu, prinsip kebijakan kluster harus mencakup variabel-variabel berikut: netral policy di dalam kluster, meningkatkan produktivitas beberapa perusahaan dan/atau lembaga, memfasilitasi dan/atau memperkuat network serta eksternalitas, memfasilitasi aliran informasi dan/atau pengetahuan seluruh faktor, melibatkan sektor swasta bukan hanya pemerintah, melestarikan dan meningkatkan pasar persaingan, tidak memperlambat komersialisasi produk baru, serta pendirian perusahaan baru harus lebih mudah karena tersedianya keterampilan, pemasok, dan lain-lain.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 42
1/21/2016 11:06:35 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
43
FAK TO R A PA SA JA YANG MENDUKUNG S UK S E S NYA K LU S T ER Setiap kluster mempunyai kunci sukses yang berbeda-beda, tetapi ada faktor-faktor umum yang harus ada. Faktor-faktor umum tersebut mencakup adanya elemen kluster yang sifatnya non-fisik (dengan memperoleh jaringan dan pengembangan kelembagaan) dan juga aspek fisik (infrastruktur atau kehadiran perusahaan besar). Selain itu, adanya unsurunsur lainnya, seperti kepemimpinan atau budaya kewirausahaan merupakan salah satu penyokong pengembangan kluster. Sejumlah faktor lainnya juga memberikan kontribusi pada pengembangan kluster yang sukses. Misalnya, akses ke pasar luar, pembiayaan atau layanan khusus, dan lain-lain. Secara umum, ada tiga “faktor penentu keberhasilan” pengembangan suatu kluster, yaitu: • Adanya pemanfaatan yang baik antara jaringan dan kemitraan. • Adanya basis inovasi yang kuat yang mendukung kegiatan R&D. • Adanya basis keterampilan dan budaya kewirausahaan yang kuat. Seperti yang telah dikemukakan pada Bab 1, ada lima faktor lainnya yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengembangkan kluster, seperti: • • • • •
infrastruktur fisik yang memadai; adanya perusahaan besar; keberadaan suplly chain yang andal; promosi investasi—baik ke dalam maupun ke luar negeri; dan akses ke sumber-sumber keuangan.
Keberadaan semua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam pembuatan strategi kluster. Selain itu, kita perlu memikirkan siapa saja stakeholder yang perlu dilibatkan pada perencanaan dan pengembangan kluster. Gambar 3.1 Faktor Sukses Pengembangan Kluster
Kriteria Sukses
Jaringan partnership Inovasi teknologi Sumber daya manusia Infrastuktur fisik Adanya perusahaan besar Kelompok usaha Akses ke keuangan Layanan khusus Akses ke pemasaran Akses ke bisnis jasa layanan Kompetisi Akses ke infomrasi Komunikasi Kepemimpinan Virtual akses ICT Dampak ekonomi eksternal 0
10
20
30
40
50
60
70
80
% of Articles mentioning success criteria Sumber: Ecotec Research and Consulting, 2001.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 43
1/21/2016 11:06:37 AM
44
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
S I A PA S A JA YA NG T E RLI BAT Para pemain bisnis memiliki peranan penting dalam pengembangan kluster, namun mereka bukanlah satu-satunya pemain. Ada pula pemain lainnya, yaitu dari kalangan akademisi. Lembaga pendidikan dan lembaga penelitian juga memiliki peranan dalam aturan main dan telah terbukti menjadi katalis penting dalam pengembangan kluster di beberapa kasus. Perguruan tinggi tidak hanya memainkan perannya di sektor pendidikan tetapi juga bisa menjadi pemain kunci dalam mempromosikan inovasi R&D dalam kluster. Pemain lainnya termasuk lembaga jasa keuangan, serta semua badan-badan tersebut dapat membantu memperkuat pengembangan kluster dan dapat memainkan peran yang sah dalam perkembangannya. Akhirnya, pemerintah daerah, Badan Pembangunan Daerah (RDA), dan badan-badan pembangunan ekonomi lainnya sangat memiliki kepentingan dalam memfasilitasi pengembangan kluster melalui intervensi berupa dukungan kebijakan. Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan oleh Ecotec (suatu lembaga penelitian yang berbasis di Inggris) menyatakan bahwa kriteria sukses dalam pengembangan kluster yang utama adalah adanya jaringan partnership. Jaringan ini akan berguna di dalam proses promosi dan menarik para investor untuk masuk dan berinvestasi di dalam kluster tersebut. Faktor berikutnya terkait dengan adanya inovasi teknologi. Apabila suatu kluster ingin berkembang dan memberikan kontribusi ekonomi yang besar, maka harus dipastikan bahwa kluster tersebut mampu menyediakan teknologi yang dibutuhkan oleh para investor sehingga mempermudah mereka dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Faktor sumber daya manusia juga menjadi hal kritis dalam pengembangan suatu kluster. Keberadaan sumber daya manusia yang kompeten dan kompetitif memungkinkan kluster tersebut memiliki kemampuan dalam menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan. Tanpa adanya tenaga kerja yang kompeten, mustahil suatu kawasan bisa berkembang. Hal berikutnya yang tak kalah penting adalah terkait masalah infrastruktur fisik. Menurut hasil penelitian Dong (2008), keberadaan infrastruktur fisik yang memadai menyumbang lebih dari 40 persen keberhasilan dari pengembangan suatu kluster ekonomi. Selain itu terdapat faktor-faktor lainnya yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan suatu kawasan, seperti keberadaan perusahaan besar, kelompok usaha, akses ke lembaga keuangan, akses ke pemasaran, akses terhadap informasi, dan lain-lain.
SIKLUS HIDUP KLUSTER (CLUSTER LIFE CYCLE) Perkembangan kluster industri digambarkan sebagai suatu siklus hidup kluster industri. Semenjak tahun 1998 hingga sekarang, telah banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari dinamika kluster dengan tujuan mencari bagaimana bentuk siklus hidup kluster. Penelitian tersebut dilakukan untuk melakukan identifikasi karakteristik serta kebijakan dan strategi yang diberikan dalam tiap tahapan perkembangan kluster. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mempelajari kondisi nyata yang terjadi pada kluster yang telah dikembangkan. Hal itu dilakukan untuk menjawab mengapa kluster-kluster dengan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 44
1/21/2016 11:06:39 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
45
kondisi awal yang sama ketika terbentuk, hasil perkembangannya dapat jauh berbeda. Secara umum, proses siklus kluster terdiri atas empat tahap berikut. • Kluster embrio—kluster berada pada tahap awal kelahiran. • Kluster pendirian—kluster dianggap memiliki ruang untuk pendirian kluster. • Kluster pertumbuhan—kluster berada pada tahap yang stabil atau akan mengalami pertumbuhan selanjutnya yang sulit. • Penurunan kluster—kluster telah mencapai puncak dan mengalami kegagalan atau penurunan—kluster pada tahap ini kadang-kadang dapat menemukan kembali diri mereka sendiri dan memasuki siklus lagi. Siklus kluster ini kurang lebih mirip seperti siklus daur hidup produk (product life cycle). Di tahap embrio, kluster baru berada pada proses awal kelahiran. Pada tahap ini, fase-fase persiapan awal dari pembentukan kluster mulai dibentuk, misalnya perangkat hukum, masalah penyediaan lahan, dan lain sebagainya. Tahap kedua adalah tahap pendirian, yaitu tahap saat kluster sudah siap dibentuk dan aktivitas ekonomi siap dijalankan. Tahap ketiga,yaitu tahap saat kluster mengalami pertumbuhan, dan tahap terakhir adalah saat kluster mengalami penurunan atau bahkan dibubarkan karena sudah dianggap tidak lagi menguntungkan dari sisi ekonomi. Embrio
Gambar 3.2 Tahapan Siklus Kluster
Penurunan
Pendirian
Pertumbuhan Sumber: Ecotec Research and Consulting, 2001.
Perpindahan dari satu tahap ke tahap yang lain ditentukan oleh berbagai macam aspek. Misalnya, di dalam tahap embrio peran pemerintah sangat vital. Di tahap ini, ketersediaan perangkat hukum, masalah perizinan, dan insentif menjadi hal utama yang hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah. Apabila kluster ingin berpindah ke tahap pendirian (tahap kedua), otomatis intervensi pemerintah di tahap embrio harus maksimal. Kluster tidak mungkin bisa berdiri dan berkembang apabila embrionya tidak disiapkan dengan matang. Begitu pula di tahap keempat, yaitu tahap penurunan. Saat tahap ini terjadi, beberapa negara melakukan kebijakan menutup kawasan ekonomi khusus tersebut. Kluster dibubarkan karena dianggap sudah tidak menguntungkan, seperti yang terjadi di Jepang. Meskipun demikian, kluster umumnya selalu diupayakan agar tidak mengalami fase penurunan, tetapi didorong untuk lahir kembali atau diperbarui. Seperti yang diungkapkan oleh
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 45
1/21/2016 11:06:39 AM
46
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Andersson dkk. (2004) yang menemukan kemungkinan adanya beberapa tahapan setelah kluster mengalami tahap decline, yaitu transformation, stagnation, atau “museum”. Siklus hidup yang terakhir ini seperti yang terjadi di kluster otomotif yang melegenda di Detroit yang mana terpaksa harus di-“museum”-kan.
Cluster Life Cycle
Gambar 3.3 Siklus Hidup Kluster
Mature Cluster
Development of cluster
Declining Cluster
Transformation
Developing Cluster Stagnation Emerging Cluster Embryotic Cluster
"Museum" Time
Sumber: Anderson dkk. (2004).
A S P E K K U NC I S T R ATE GI KLU STE R Pengembangan kluster adalah tahap ketiga dalam daur hidup kluster. Di dalam proses pengembangan kluster terdapat aspek-aspek kunci yang harus diperhatikan oleh semua stakeholder yang terlibat. Aspek-aspek ini menjadi faktor utama di dalam pengembangan suatu kawasan ekonomi khusus. Aspek kunci strategi berbasis kluster terdiri atas: 1. Mobilisasi: Meliputi partisipasi dan keinginan untuk membangun dari semua pihak yang terlibat di dalam pengembangan kluster, terutama pemerintah dan pelaku bisnis. Mobilisasi dilakukan untuk menciptakan sinergi antara semua pihak, sehingga semua kekuatan bisa diberdayagunakan bersama. Tanpa adanya mobilisasi, pihak-pihak yang terlibat di dalam pengembangan kluster akan cenderung bergerak sendiri-sendiri, tidak terarah, dan sporadis sehingga tidak ada strategi yang utuh dan padu. 2. Diagnosis: Meliputi mengidentifikasi dan mendefinisikan kluster, kemudian mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kluster. Di sini, kluster dianalisis untuk menentukan keunggulan yang bisa ditawarkan. Hasil diagnosis bisa digunakan untuk keperluan perencanaan strategis pengembangan kluster, misalnya terkait dengan strategi pemasaran dan pengelolaan. Dengan adanya diagnosis ini, kluster akan bisa fokus untuk mengembangkan keunggulan yang dimilikinya sehingga kluster tidak akan mati. 3. Strategi Kolaborasi: Meliputi mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk mempromosikan pengembangan kluster, dalam hubungannya dengan para stakeholder (pemangku kepentingan) utama dalam kluster. Strategi kolaborasi ini sangat penting
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 46
1/21/2016 11:06:40 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
47
dalam menyelaraskan arah kebijakan dari semua pihak. Tanpa adanya strategi kolaborasi dikhawatirkan akan muncul kebijakan yang tidak sinergis dan saling tumpang tindih. 4. Pelaksanaan: Meliputi pelaksanaan dari tindakan-tindakan tersebut. Inilah tahap yang paling penting, yaitu tahap eksekusi dari semua rencana yang telah disusun. Agar eksekusi bisa terarah dan tidak menyimpang dari perencanaan maka diperlukan adanya penilaian. Penilaian bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi hasil serta mengkaji strategi. Hal terpenting untuk diingat adalah langkah-langkah tersebut tidak harus berurutan. Unsur terpentingnya adalah mengembangkan pendekatan terpadu melalui kerja sama dengan perusahaan dan institusi yang terlibat dalam kluster. Melalui diskusi dan kerja sama dengan perusahaan dan institusi yang terlibat, kekuatan dan kelemahan internal dapat diidentifikasi serta ancaman eksternal dapat dilihat. Strategi kluster kemudian dapat diidentifikasi sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat agar sesuai dengan target. Gambar 3.4 Mengembangkan sebuah Strategi Pengembangan Kluster
Elemen kunci
Identifikasi dan menetapkan kluster
Ketertarikan untuk membangun
Kebijakan Kluster Membangun komitmen untuk mengimplementasikan pelaksanaan
Mengidentifikasi dan mampu menghadapi tantangan bagi para stakeholder
Sumber: Ecotec Research and Consulting, 2001.
I N S T R U M E N S T R AT EGI PENGE MBA NGAN K LU S T E R Di dalam proses pengembangan kluster, terdapat beberapa instrumen yang bisa digunakan untuk melakukan diagnosis terkait proses identifikasi kekuatan dan kelemahan kluster. Hasil diagnosis ini selanjutnya digunakan dalam proses pengembangan kluster tersebut. Dari sekian banyak alat analisis untuk memformulasikan strategi pengembangan kluster, sekurang-kurangnya terdapat tujuh instrumen yang harus digunakan. Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa informasi yang diperoleh bisa komprehensif, sehingga formulasi strategi bisa dirumuskan dengan tepat. Berikut ini dijelaskan berbagai instrumen untuk formulasi strategi pengembangan suatu kawasan ekonomi khusus. 1. SWOT Analysis SWOT analysis adalah alat analisis yang mencakup pembuatan daftar kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal dalam mengembangkan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 47
1/21/2016 11:06:42 AM
48
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
kluster. Setiap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dimasukan ke dalam tabel. Dari tabel tersebut kemudian akan muncul kombinasi empat strategi, yaitu strategi untuk mengoptimalkan kekuatan dan peluang (strategi SO), strategi mengoptimalkan kekuatan dan mengatasi ancaman dari luar (strategi ST), strategi meminimalkan kelemahan dan mengoptimalkan peluang (strategi WO), dan yang terakhir strategi meminimalkan kelemahan dan mengatasi ancaman (strategi WT). Sebagai contoh, di kawasan Poso akan dilakukan pengembangan kawasan ekonomi khusus pengembangan cokelat. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan diagnosis yang bertujuan mengidentifikasi semua kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi Poso dalam mengembangkan kluster cokelat tersebut. Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan empat kekuatan utama Poso sebagai kawasan pengembangan cokelat dan tujuh kelemahan. Selain itu, berdasarkan identifikasi juga ditemukan empat peluang dan empat ancaman dari luar yang dihadapi dalam mengembangkan kluster cokelat di Poso. Gambar 3.5 Contoh SWOT Analysis untuk Pengembangan Cokelat Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)
Strength (S) : 1. Suitable cocoa plantation in
Poso 2. High farmer motivation for
cocoa production 3. Farmer institution 4. Cocoa plantation becomes ‘culture community’
External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS)
Weaknesess (W) : 1. Lack of skilled of farmer 2. Lack of cocoa bean quality (non-
fermentation) 3. Farmer still using chemical pesticide 4. Non-superior seed 5. Weak bargaining position of farmers
in the cocoa pricing 6. Lack of capital farmers 7. Access and transport to agricultural
land is limited
Opportunities (O) : 1. Domestic and international
market demand 2. Goverment support 3. Types of processed cocoa
products is very diverse (pasta, powder, butter) 4. Availability of cultivation technology, post harvest and processing results Threat (T) : 1. Price discount (automatic
detection) for export cocoa bean US$90–150/ton especially for US market 2. High plant pest and desease 3. Improved quality and production from other regions led to very high market competition. 4. Climate change inducing irregularity season
Strategy: SO A. Improvement of cocoa production and quality (S 1, 2-O 1, 3, 4) B. Implement guidance and assistance in the framework of institutional strengthening of farmer groups (S 3, 4-O 2)
Strategy: WO D. Improving the quality of Human Resources farmers (W 1,2 ,3,4-O 1,2,4) E. Implementation technology after harvesting (W1, 5, 6-O 1, 2, 3, 4) F. Formation of cooperatives that can bridge between farmers with business actors (W 5, 6-O 2, 3) G. Policy/regulation for supporting cocoa farmer (S 5, 6, 7-O 2, 4)
Strategy: ST C. Development of a conducive business climate for investment in cocoa( S 1, 2, 3, 4-T 3)
Strategy: WT H. Implement cocoa cultivation (Technical Standard) (W 1, 2, 3- T 1, 2) I. Rejuvenate old and poorly performing cocoa trees(W 4-T 2, 3, 4) J. Implementation of quality management systems (SNI and International Standart) (W 4-T 1)
Sumber: Presentasi LERD Poso.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 48
1/21/2016 11:06:42 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
49
Berdasarkan SWOT Analisis maka semua elemen SWOT tersebut kemudian dimasukan ke dalam tabel, lalu dirumuskan masing-masing kombinasi strategi (strategi SO, ST, WO, dan WT). Sebagai contoh, dalam pengembangan cokelat di Poso, strategi SO adalah meningkatkan produksi dan kualitas kakao serta pemberian bantuan terkait pengembangan untuk petani kakao. Sedangkan strategi ST adalah membangun iklim bisnis dan investasi yang kondusif untuk pengembangan cokelat mulai dari pembenahan peraturan sampai dengan insentif. 2. Porter Five Forces Penggunaan alat ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap lima hal yang menjadi kunci utama dalam persaingan dan pengembangan strategi bisnis. Porter mengungkapkan ada lima hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan suatu strategi, yaitu persaingan di antara sesama kompetitor yang ada, kekuatan dari konsumen, kekuatan dari pemasok, ancaman dari produk baru, dan ancaman dari munculnya kompetitor baru. Analisis ini bisa digunakan sebagai penilaian bagi investor untuk memutuskan masuk ke dalam kluster ataukah tidak. Dari hasil analisis bisa terlihat tingkat ketertarikan (attractiveness) dari kluster. Apabila kluster cukup atraktif bagi investor, kluster tersebut akan lebih mudah dikembangkan. Sebaliknya, apabila kluster dianggap kurang atraktif bagi investor, kluster tersebut akan menjadi sulit untuk dikembangkan. Gambar 3.6 merupakan contoh Porter five forces dalam pengembangan strategi kluster di Pakistan yang berfokus pada proses pengolahan batu permata dan perhiasan batu alam. Gambar 3.6 Contoh Five Porter Analysis
Moderate
PROCESSED GEMS AND JEWELRY IN PAKISTAN NWFP
Threat of substitute products or services Moderate
Moderate - Mining segment dominated by fragmented clusters with micro and small sized enterprises - Different suppliers for different stones, hence supply risk is diversified - Supply tends to be irregular depending upon discoveries, season, quality, etc
Bargaining power of suppliers
- Synthetic gemstones are emerging markets - With a few exceptions, most of the stones mined here can also be found in other parts of the world - It is considerably more difficult to flood the market with processed stones then raw stones
Moderate
RIVALRY AMONG EXISTING COMPETITORS -
Moderate High
Competition from India, China, Thailand, Columbia, and Brazil
Threat of new entrants
Bargaining power of buyers
- A combination of processed and rare stones increased bargaineng power against buyer - Buyers generally have different purchasing sources, but more restricted than raw stones - Prices are not standardizes and subject to negotiation
- Only a select group is able to significantly compete in value added gems trading - Still, international competition from established countries like Sri Lanka, India, Australia, and Germany exists. New African countries are emerging as value-added players
Value-added stones place the NWFP gems sector in a better bargaining position with buyers, while it is less threatened by new entrants or substitute products
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 49
1/21/2016 11:06:42 AM
50
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
3. Analisis Tren Pasar (Market Trend Analysis) Alat analisis berikutnya yang digunakan untuk mengembangkan suatu strategi, termasuk strategi pengembangan kluster, adalah analisis tren pasar. Di dalam alat analisis ini dilakukan proses kuantifikasi dari semua tren pasar dan tren global untuk memberikan insight formulasi strategi yang akan disusun. Hasil utama dari analisis ini umumnya terkait dengan strategi pemasaran kluster. Artinya kluster yang dibangun akan dicitrakan sebagai kluster yang seperti apa, siapa yang menjadi target market dari kluster tersebut, siapa kompetitor terdekat dari kluster yang sedang dikembangkan, dan bagaimana cara menarik investor agar mau berinvestasi di kawasan tersebut. Hasil dari analisis tren pasar juga berguna untuk melakukan peramalan terkait iklim usaha di masa depan berdasarkan data-data historis, dengan asumsi bahwa umumnya pola bisnis akan berulang mengikuti pola-pola tertentu. Data-data yang harus dikumpulkan di dalam analisis tren pasar di antaranya mencakup data-data terkait perekonomian global secara makro, seperti tingkat pertumbuhan, nilai tukar, dan kinerja kluster. Selain itu juga harus mencakup data-data terkait kinerja industri secara global, misalnya informasi terkait tenaga kerja, harga bahan baku, dan pasar keuangan. Secara lebih spesifik, data-data terkait kompetisi dan faktorfaktor sukses dari suatu industri juga dikumpulkan dan pada akhirnya data-data ini akan menjadi bahan untuk melakukan peramalan terkait kondisi di masa depan. Gambar 3.7 Contoh Analisis Tren Pasar
Capture and Analize Market Data Data on Global Market
Structure of Global Industry
Global Competitive Environment
Critical Success Factors
- Total volume/value of world market - Total Volume and value of world exports and imports - Rate of growth - Current and historical market share of leading countries - Cluster performance - Country standing vs. regional/global competition
- Determinants and nature of prices - Cost structures used - Role of technology in production - Role and funding of R&D - Level of patents - Trends in innovation - Nature and flow of industry finances - Capacity of labor force
- Rules and regulations affecting global industry - Required global standards - Evolution of regulation - Roles of state and private sector in successful countries - Nature and performance of complementary industries
- Critical success factors for firms/ countries competing in industry - Unique selling propositions/models used by competition
Future Forecasts - Global growth projections for industry - Estimates of future revenue, exports, market share - Location of anticipated demand - Potential changes in value chain/delivery of products or service
4. Value Chain Analysis Analisis value chain merupakan alat analisis yang mencoba menganalisis rantai aktivitas dari suatu perusahaan atau industri maupun kluster, yang bertujuan untuk menyediakan produk atau jasa yang mempunyai nilai lebih di pasar. Semua aktivitas yang dianalisis mencakup semua aktivitas utama (primary activities) dan aktivitas pendukung (support activities) di dalam sebuah perusahaan atau organisasi dan atau industri maupun kluster. Aktivitas yang dianalisis merentang dari mulai proses hulu dan pra-produksi sampai dengan proses hilir dan pasca-produksi. Setiap aktivitas akan dianalisis untuk menentukan aktivitas mana saja yang memiliki keunggulan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 50
1/21/2016 11:06:42 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
51
untuk dioptimalkan. Dengan melakukan analisis ini, akan teridentifikasi aktivitas yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dan aktivitas yang kurang memiliki keunggulan kompetitif. Aktivitas membentuk pondasi dasar dalam keunggulan kompetitif baik dalam biaya maupun diferensiasi. Posisi strategi yang berbeda melibatkan bagaimana aktivitas tersebut menghasilkan suatu produk atau jasa yang khas baik untuk memenuhi kebutuhan spesial dari kelompok special customer. Keunggulan kompetitif mengakibatkan perusahaan mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan biaya yang lebih rendah daripada pesaingnya, melakukan kegiatan yang unik sehingga menciptakan non price customer value & premium price, serta menciptakan value yang tergantung pada bagaimana perusahaan memengaruhi rantai kegiatan dan pelanggannya (customer). Gambar 3.8
FIRM INFRASTRUCTURE Bad management system
Value Chain Analysis Pengembangan Cokelat di Poso
HUMAN RESOURCE MANAGEMENT Lacks of skill farmers and extention officer TECHNOLOGY DEVELOPMENT Not implementedoperational standard product PROCUREMENT Bad waste management Inbound Logistics
Operations
Outbound Logistics
Marketing and Sales
1. Limited of prime cocoa sees 2. Limited infrastructure (roads) 3. Bad waste management 4. Limited infrastructure after harvesting and production
1. Limited skilled farmers and their supervisor's for cultivation and after harvesting 2. Difficulties handling plant of pets and disease 3. Lack of sanitation management 4. Inefficient operational cost
1. Lack of cocoa product diversity 2. Lack of quality control (Indonesia National Standard)
1. Lack of market information 2. Lack of cocoa product promotion 3. Bad value chain 4. Weak marketing system and network for getting profit
Sumber: Presentasi LERD Poso.
Contoh penerapan value chain analysis adalah terkait pengembangan kawasan ekonomi khusus cokelat di daerah Poso. Dalam analisis ini semua aktivitas operasional diidentifikasi dan diklasifikasikan aktivitas mana saja yang termasuk ke dalam aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Untuk aktivitas utama terdapat empat aktivitas yaitu inbound logistic yang terkait dengan proses pengadaan bahan baku, proses operasi, proses output produksi dan proses pemasaran. Dari keempat aktivitas utama tersebut, diidentifikasi aktivitas mana yang memiliki kelemahan yang harus diperbaiki guna meningkatkan keunggulan kompetitif Poso sebagai kawasan pengembangan cokelat. Selain itu, diidentifikasi juga aktivitas pendukung dalam pengembangan cokelat. Di sini teridentifikasi 4 aktivitas pendukung yaitu; infrastruktur, teknologi,
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 51
1/21/2016 11:06:42 AM
52
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
sumber daya manusia, dan proses pengadaan. Keempat aktivitas pendukung ini pun dianalisis kekurangannya untuk diperbaiki dan bisa dioptimalkan guna menciptakan keunggulan kompetitif Poso sebagai kawasan pengembangan cokelat. 5. Analisis Kesenjangan Analisis kesenjangan(gap analysis) adalah alat analisis yang mencoba menganalisis perbandingan antara kinerja aktual dengan kinerja potensial dari sebuah perusahaan atau organisasi maupun kluster. Tujuan analisis ini adalah mengidentifikasi perbedaan (gap) antara penggunaan sumber daya yang direncanakan dengan yang dilakukan secara aktual. Dengan melakukan analisis kesenjangan akan bisa ditemukan faktorfaktor yang masih dianggap kurang optimal dan yang harus diperbaiki, serta menjadi acuan awal di dalam proses penyusunan strategi, termasuk dalam strategi pengembangan kluster. Analisis kesenjangan dilakukan dengan cara membandingkan perusahaan atau industri maupun kluster dengan pesaing. Selain itu analisis kesenjangan juga membandingkan antara kondisi saat ini dengan kondisi masa depan yang diinginkan. Dengan demikian, analisis kesenjangan memberikan suatu mekanisme untuk memetakan berbagai variasi produk dan bisnis dalam suatu perusahaan yang memiliki lebih dari satu produk atau bisnis. Untuk merumuskan analisis gap yang baik, tahap pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara menetapkan hasil atau sasaran yang ingin dicapai dimasa mendatang (dalam periode tertentu) dengan catatan bahwa strategi yang digunakan adalah strategi yang diadopsi saat ini (David, 2009). Jika terjadi kesenjangan atau perbedaan (gap) antara hasil yang telah dicapai dengan hasil yang diproyeksikan, maka muncul yang dinamakan kesenjangan strategik (strategic gap). Secara sederhana, analisis kesenjangan membandingkan antara kondisi saat ini (current situation) dengan keadaan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (future situation). Secara lebih konkret, dapat diungkapkan dengan dua pertanyaan berikut: “Di mana kita sekarang?” dan “Di mana kita inginkan?” (Rothaermel, 2014). Tujuan analisis gap adalah untuk mengidentifikasi gap antara alokasi optimis dan integrasi input, serta ketercapaian sekarang. Analisis kesenjangan membantu organisasi atau lembaga dalam mengungkapkan yang mana yang harus diperbaiki. Analisis kesenjangan dapat ditinjau dari perbedaan perspektif tentang: lembaga atau organisasi, arah organisasi, proses organisasi, dan teknologi informasi. Analisis kesenjangan dapat menjadi dasar untuk mengukur investasi waktu, uang, dan tenaga kerja yang dipakai, variabel ini dapat diukur melalui skala interval: “baik, rata-rata, dan kurang” (Johnson dkk., 2008). Jika terdapat kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharapkan pada masa yang akan datang, diperlukan berbagai langkah untuk menutup kesenjangan tersebut (close the gap). Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menutup atau setidaknya memperkecil kesenjangan, yaitu: • • •
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 52
Mengubah strategi dari satu atau lebih unit bisnis. Mengubah pengalokasian sumber daya di antara unit bisnis. Menambah bisnis baru untuk memperkuat bisnis yang ada.
1/21/2016 11:06:42 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
Tabel 3.1 Contoh Gap Analysis Industri Kakao di Indonesia dan Ghana
• • No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
53
Menghapuskan beberapa unit bisnis yang ada. Mengubah tujuan dan/atau sasaran perusahaan. Key Success Factor Kualitas biji kakao Kontinuitas bahan baku Saluran distribusi Kualitas sumber daya manusia Teknologi Infrastruktur Akses terhadap input modal Akses pasar Riset dan pengembangan (R&D) Kelembagaan, kerja sama, dan kemitraan dan seterusnya Total (1 = sangat kurang, 10 = sangat baik)
Indonesia 8 7 6 7 7 7 6 8 6 8
Ghana 7 8 7 6 8 7 7 7 8 7
70
72
Dengan melakukan analisis kesenjangan antara kluster yang kita miliki dengan kluster pesaing, sebagaimana diilustrasikan pada tabel di atas, dapat diketahui seberapa kuat posisi kita dibandingkan dengan pesaing. Jika nilai secara total lebih rendah dibanding dengan pesaing, maka harus diwaspadai dalam hal apa (key success factor yang mana) posisi kita paling lemah. Mengacu pada contoh di atas, Indonesia memiliki nilai paling rendah dalam hal distribusi, sehingga tantangan bagi Indonesia adalah memperbaiki saluran distribusi kakao jika ingin mengalahkan Ghana. Secara lebih riil, hal-hal yang perlu diperbaiki adalah transportasi, termasuk jalan, jembatan, pelabuhan yang menghubungkan sentra kakao dengan pedagang pengumpul, distributor dan eksportir. Selain masalah distribusi, Indonesia juga dihadapkan pada kontinuitas bahan baku, di mana banyak terjadi kekurangan bahan baku di beberapa daerah karena produksi menurun secara drastis. Untuk mengatasinya pemerintah telah menggalakkan program Gernas Kakao (Gerakan Nasional) untuk menanam bibit kakao dan mengembangkan beberapa teknik budi daya guna peningkatan produksi. Hal ini harus terus diupayakan agar program dapat dilaksanakan secara efektif dan terukur. Salah satu cara agar kita dapat memahami key success factor yang dimiliki oleh pesaing adalah dengan melakukan benchmarking. Benchmarking adalah suatu proses pembandingan, identifikasi, dan belajar dari praktik yang paling baik di mana pun, sebagai cara untuk mencapai perbaikan institusi yang berkelanjutan melalui proses pengukuran yang sistematik dan berkelanjutan. Benchmarking juga digunakan untuk memberikan arahan manajemen dalam pemanfaatan sumber daya manusia, sosial, dan teknis. Ada beberapa alasan mengapa sebuah organisasi melakukan benchmarking, yaitu: (1)mengidentifikasi adanya peluang, (2) menyusun tujuan yang realistis, (3) memberikan tantangan kepada organisasi untuk melakukan hal-hal yang tidak rutin, (4) memahami metode untuk menjadi lebih baik, (5) mengenali kekuatan yang ada dalam organisasi, (6) belajar dari pengalaman pemimpin di organisasi lain, (7) mampu memberikan prioritas pada hal-hal yang mendesak untuk dilaksanakan, (8) mengalokasikan sumber
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 53
1/21/2016 11:06:42 AM
54
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
daya secara lebih baik, (9) memperbaiki kinerja organisasi. Berbagai pertanyaan yang dapat dijawab dengan melakukan benchmarking di antaranya: • • • • • •
Seberapa bagus apa yang kita kerjakan dibanding kluster yang lain? Kita ingin menjadi seperti apa? Siapa yang saat ini kinerjanya terbaik? Bagaimana mereka mencapai kinerja terbaik tersebut? Bagaimana kita mengadopsi apa yang mereka lakukan untuk kluster kita? Bagaimana kita bisa menunjukkan kita lebih baik dibanding mereka?
6. Segmentasi Produk dan Pasar (Product and Market Segmentation) Segmentasi produk dan pasar adalah sebuah cara untuk mengembangkan strategi, dengan cara membagi target pasar dan produk yang dihasilkan ke dalam bagianbagian yang mempunyai kesamaan karakteristik. Tujuannya untuk mempermudah melakukan strategi pemasaran dan memenangkan pangsa pasar seluas-luasnya. Di dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus, hal ini berguna untuk mempermudah proses identifikasi investor yang akan diundang untuk mengembangkan kluster. Segmentasi pasar bisa dilakukan dengan berbagai kriteria, seperti kriteria demografis, geografis, behavioral, dan psikografis. Proses segmentasi ini, akan memudahkan dalam menargetkan siapa yang akan menjadi sasaran utama dalam pemasaran kluster yang sedang dikembangkan. Dari sini pula bisa diformulasikan strategi pendekatan dan pemasaran apa yang paling tepat guna menyasar target yang telah ditentukan, karena kita telah mengetahui karakteristik dari target sasaran tersebut. Harapannya, investor yang menjadi target sasaran kemudian akan tertarik untuk ikut serta mengembangkan kluster. Gambar 3.9 Contoh Cara Melakukan Segmentasi Pasar
SEGMENTASI PASAR METODE
VARIABEL
• Demografis
Usia, Gender, Ukuran Keluarga, Tahap Siklus, Hidup Keluarga, Pendapatan, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Ras/Kebangsaan
• Geografis
Daerah, Ukuran Populasi, Kepadatan, Iklim
• Behavioristis
Manfaat-manfaat yang dicari, penggunaan Volume, Loyalitas produk
• Psikografis
Gaya hidup, Kepribadian
Sumber: Kotler (2005).
7. Competitive Positioning Analysis Alat analisis ini menganalisis produk-produk dari sebuah kluster atau industri atau perusahaan dan membandingkan produk-produk tersebut dengan kompetitor yang ada. Dari hasil perbandingan bisa diketahui kelebihan dan kelemahan dari produk yang dihasilkan, untuk selanjutnya menjadi masukan di dalam formulasi pengembangan strategi. Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark atau perbandingan harus yang paling kritis dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan mutu. Tim yang bertugas meninjau elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan alir dan melakukan diskusi tentang ukuran dan standar yang menjadi fokus. Contohcontoh ukuran adalah misalnya durasi waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap titik pengambilan keputusan, variasi-variasi
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 54
1/21/2016 11:06:42 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
55
waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan, dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap proses ini, maka tuntutan atau kebutuhan (requirements) mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan dalam tahap ini. Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai pelanggan) tentang tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan atau mengkaitkan tuntutan tersebut kepada ukuran dan standar kinerja proses. Tim kemudian menentukan ukuranukuran atau standar yang paling kritis yang akan secara signifikan meningkatkan mutu proses dan hasilnya. Juga dipilih informasi seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Gambar 3.10 Contoh Competitive Positioning Analysis
Competitive Position Analysis
Product Scope and Differentiation
Cost Benchmarking
Assess and benchmark size and share of market
Internal costs
Assess and benchmark product scope
Competitor costs
Assess and benchmark product differentiaton
8. Industry Key Success Factor Industry key success factor (KSF) adalah analisis yang dilakukan untuk menemukan hal-hal yang menjadi penentu utama keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi di dalam suatu industri tertentu yang spesifik. KSF ini sangat penting dalam menentukan keunggulan perusahaan, competitive capabilities, dan business outcome. Key success factor adalah segala sesuatu yang mendukung organisasi (dalam hal ini adalah kluster atau industri) dalam satu kawasan untuk mencapai visi dan tujuannya. Agar dapat unggul dalam persaingan, sebuah organisasi sebaiknya memilih pada tiga hingga lima bidang key success factor yang menjadi fokus organisasi sehingga dapat benar-benar memiliki nilai lebih dibanding pesaing. Jika kluster telah memfokuskan pada beberapa key success factor, kluster tersebut akan terspesialisasi. Kluster yang berhasil adalah kluster yang terspesialisasi, memiliki daya saing dan keunggulan komparatif, jaringan yang luas, akses yang baik pada permodalan, institusi penelitian dan pengembangan serta pendidikan, mempunyai tenaga kerja yang berkualitas, melakukan kerja sama yang baik antara perusahaan dan lembaga lainnya, mengikuti perkembangan teknologi, dan adanya tingkat inovasi yang tinggi. Beberapa key success factor dapat diidentifikasi sebagai berikut.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 55
1/21/2016 11:06:42 AM
56
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
• • • • • •
Akses untuk mendapatkan sumber daya (resource) yang esensial dan unik. Kemampuan untuk mencapai skala ekonomis. Akses terhadap saluran distribusi. Akses terhadap kecanggihan teknologi. Kemampuan dalam riset dan pengembangan. Akses terhadap pasar dan informasi.
Perlu dipahami bahwa key success factor yang dimiliki oleh organisasi akan berubah atau bersifat dinamis seiring dengan berjalannya waktu karena telah ada upaya perbaikan dari organisasi tersebut. Sebagai contoh, dilakukan analisis terkait faktor kesuksesan dari industri otomotif di Amerika. Para pakar menemukan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan industri otomotif Amerika berkembang, yaitu image, kualitas dealer, cost control, dan energy standard. Untuk lebih detail lagi, dilakukan analisis faktor sukses bukan hanya dari industri secara keseluruhan tetapi juga dari masing-masing perusahaan pabrikan otomotif Amerika. Ditemukanlah faktor-faktor sukses dari masing-masing pabrikan mobil Amerika (dalam hal ini Chrysler, Ford, dan GM) dan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pabrikan otomotif kompetitor lainnya seperti buatan Eropa dan Jepang. Industry and Company Critical Success Factors (CSF's)
Gambar 3.11 Contoh Industr y Key Success Factor pada Industri Otomotif di Amerika
US Automatic Industry CSF's • • • •
• • • • • •
Chrysler Cash Image Quality Dealer System Cost Control Meeting Energy Standards
Image Quality Dealer System Cost Control Meeting Energy Standards
• • • • • •
Ford "World Car" Image Quality Dealer System Cost Control Meeting Energy Standards
• • • • • •
General Motors "J" car Image Quality Dealer System Cost Control Meeting Energy Standards
Sumber: Fine dkk. (1996).
Hal yang sama juga dilakukan di dalam pengembangan kluster. Semua faktor yang bisa menjadi penyebab kesuksesan harus mampu diidentifikasi untuk kemudian dikuatkan. Faktor ini akan menjadi kekuatan dan pembeda dari kluster yang sedang dikembangkan.
K E S IM P U LA N Bab ini menunjukkan bahwa untuk strategi kluster, pemagku kepentingan perlu membuat SWOT analyisis, Porter five forces, analisis tren pasar, value chain analysis, analisis kesenjangan, competitive positioning analysis, dan juga harus memahami key
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 56
1/21/2016 11:06:43 AM
Bab 3 Strategi Pengembangan Kluster
57
success factor suatu industri. Dengan demikian, kita bisa memahami faktor penting apa saja yang perlu dikembangkan. Selain itu, pemerintah perlu menerapkan neutral policy di dalam kluster, meningkatkan produktivitas beberapa perusahaan dan/atau lembaga, memfasilitasi dan/ atau memperkuat jaringan (network) dan eksternalitas, memfasilitasi aliran informasi dan/atau pengetahuan seluruh faktor, melibatkan sektor swasta bukan hanya pemerintah, melestarikan dan meningkatkan pasar persaingan, tidak memperlambat komersialisasi produk baru, serta mempermudah pendirian perusahaan baru. Intinya, kita harus melibatkan semua stakeholder yang ada agar bisa mendapatkan dukungan dari mereka. Sinergi dan sekaligus “competition” yang terbentuk di dalam kluster diharapkan akan memberikan hallo economy impact yang besar nantinya.
DA F TA R P U S TA K A Aaker, D.A. 2007. Strategic Market Management. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc. Andersson, N., C.K.W. De Dreu, dan B.A. Nijstad. 2004. “The Routinisation of Innovation Research: A Constructively Critical Review of the State of the Science”. Journal of Organizational Behaviour. Vol 25, Issue 2, hlm. 147–173. David, F.R. 2009. Strategic Management: Concept and Cases. Amerika Serikat: Prentice Hall. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Bidang Akademik). 2006. “Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT)”. Diunduh dari http://sipma.ui.ac.id/files/dokumen/U_SIPMI_ DIKTI/BUKU%20SPM-PT%20DIKTI.pdf. Ecotec Research & Consulting. 2001. “A Practical Guide to Cluster Development”. A Report to the Department of Trade and Industry and the English RDAs. Fine, C.H., R. St. Clair, J.C. Lafrance, dan D. Hillebrand. 1996. “Meeting the Challenge of the US Industry Faces the 21st Century: The US Automobile Manufacturing Industry”. US Department of Commerce Office of Technology Policy. Jianzhong, Dong. 2008. Major Economic Changes in Shenzen. Shenzen: Haitian Press. Johnson, G., K. Scholes, dan R. Whittington. 2008. Exploring Corporate Strategy. Amerika Serikat: Prentice Hall. Kotler, P. 2005. Marketing Management. Amerika Serikat: Prentice Hall. Porter. 1998. On Competition. Boston, MA: Harvard Business School Press. Rothaermel, F.T. 2014. Strategic Management: Concepts. Amerika Serikat: Mc-Graw Hill. Wahyuni, S. (ed.). 2013. Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, and China. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 57
1/21/2016 11:06:45 AM
58
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 58
1/21/2016 11:06:45 AM
Kawasan BAB Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
4
Kurnya Roesad, Anna van Paddenburg, Yong Sung Kim1 P E N DA H U LU A N Seperti disebutkan pada Bab 1, kemakmuran adalah tujuan akhir dari banyak bangsa. ”Green growth” atau pertumbuhan hijau dapat menjadi sarana untuk itu, yang mana kebijakan, inovasi, dan investasi dapat menggerakkan pertumbuhan yang lebih berkualitas yang membawa ke arah kemakmuran suatu bangsa. Kualitas pertumbuhan yang baik, misalnya, akan memberikan tersedianya lapangan kerja baru, tersedianya udara dan saluran air bersih yang lebih menyehatkan, serta ketahanan energi. Kepedulian terhadap lingkungan dan upaya mengurangi risiko terhadap perubahan iklim tidak menjadi halangan pertumbuhan ekonomi dan justru memungkinkan upaya perbaikan yang sistematis untuk mempercepat perubahan struktural dan teknologi untuk terciptanya efisiensi ekonomi yang lebih besar.1 Pertanyaan kunci pada bab ini: Bagaimana KEK dapat mendorong pertumbuhan hijau? Bab ini memberikan kerangka kerja analitis yang secara konseptual menghubungkan pertumbuhan hijau dan kebijakan KEK sehingga melengkapi strategi pengembangan kluster yang termuat di buku ini. Bab ini menjelaskan konsep pertumbuhan hijau dan adanya lima hasil pertumbuhan yang diinginkan. Di samping itu, bab ini menyoroti bagaimana modal alamiah masih memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan dan menggambarkan bagaimana kerangka kebijakan pertumbuhan hijau dan insentif dapat membantu pembuat kebijakan untuk memikirkan dan mengidentifikasi sinergi kebijakan untuk mendorong iklim investasi yang kondusif yang dapat menjadi pemicu bisnis hijau, teknologi, dan inovasi. Bagian pertama akan melihat bagaimana masalah lingkungan telah menjadi faktor penting dalam pengembangan KEK, menguraikan dasar pemikiran keberlanjutan, dan menyoroti internalisasi biaya sebagai penentu daya saing yang sangat penting. Bagian kedua menyajikan kerangka pertumbuhan hijau yang dapat diterapkan untuk merancang Global Green Growth Institute (GGGI)
1
59
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 59
1/21/2016 11:06:46 AM
60
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
atau rancang ulang KEK serta mengidentifikasi dan memperkirakan kesempatan investasi hijau, seperti yang digambarkan oleh dua studi kasus dari zona ekonomi Indonesia yang menggunakan analisis biaya dan manfaat yang diperluas (extended cost benefit analysis— ECBA), dengan memasukkan biaya lingkungan. Bagian ini juga menjelaskan secara garis besar potensi KEK sebagai kawasan inovasi untuk menerapkan kebijakan pertumbuhan hijau. Bagian terakhir membahas implikasi kebijakan dalam hal menciptakan mekanisme pembiayaan yang inovatif untuk mendukung perencanaan dan pengembangan KEK di Indonesia.
K E K DA N LING K U NGAN Peran KE K d a la m Pe m b a n g u n a n E ko n o m i Di banyak negara, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) merupakan bagian dari strategi untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan KEK dapat mencapai tujuan tersebut dengan empat cara. Pertama, KEK dapat berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan daya saing industri dan menarik modal investasi asing langsung (foreign direct investment—FDI). Kedua, KEK dapat mendorong penciptaan lapangan kerja besar-besaran sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan menurunkan tingkat pengangguran. Ketiga, KEK dapat mendukung kebijakan reformasi ekonomi yang lebih luas, misalnya dengan menggalakkan diversifikasi dasar ekspor negara yang masih memproteksi pasarnya. Keempat, KEK dapat memberikan ruang untuk menguji pendekatan kebijakan dan peraturan baru di bidang seperti kepabeanan dan cukai, tenaga kerja, hukum, dan kerja sama pemerintah-swasta (FIAS/World Bank, 2008: 3–8). Secara global, catatan mengenai KEK dalam mencapai tujuan tersebut meliputi banyak aspek, tetapi KEK telah memainkan peran penting dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia, terutama negara-negara “Macan Asia” di Asia Timur dan kemudian Tiongkok.2 Yang jelas, pengembangan KEK tetap menjadi instrumen kebijakan yang populer di banyak negara karena jumlah KEK tumbuh secara signifikan sejak pertengahan 1980-an. Secara global, KEK menyumbang US$200 miliar pada ekspor global dan mempekerjakan 40 juta pekerja pada tahun 2008 di 130 negara (Farole dan Akinci, 2011: 5). Namun, globalisasi ekonomi yang pesat juga telah mengubah sifat dan tujuan KEK. Model KEK lama lebih terfokus pada kegiatan pengolahan ekspor dengan cara menarik kegiatan industri perakitan multinasional dalam jaringan produksi global (Farole dan Akinci, 2011: 1–20). Dalam beberapa tahun terakhir, KEK baru dibangun berdasarkan strategi yang lebih canggih untuk menarik perusahaan multinasional (MNC). Strategistrategi tersebut cenderung bercirikan: bergeser dari insentif fiskal ke layanan nilai tambah; fokus pada peningkatan iklim investasi di dalam kawasan untuk memungkinkan adanya diferensiasi; mengembangkan hubungan strategis, keterkaitan fisik, dan keuangan antara ekonomi kawasan dan ekonomi daerah; mendirikan KEK yang fokus khusus pada industri high-end seperti IT dan bioteknologi; dan munculnya KEK yang dikelola atau dioperasikan oleh badan usaha swasta (Farole dan Akinci, 2011: 7). 2
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 60
Untuk gambaran rinci tentang kinerja KEK, lihat Farole dan Akinci (2011).
1/21/2016 11:06:48 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
61
Yang paling penting, pengembangan KEK harus mengakomodasi pergeseran preferensi konsumen global terhadap pola produksi yang lebih berkelanjutan. Meningkatnya kekhawatiran tentang perubahan iklim global disertai dengan tidak amannya pasokan energi telah meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa yang berdampak pada lingkungan yang berkelanjutan. Perusahaan global saat ini mengkhawatirkan keberlanjutan rantai pasokan mereka. Perusahaan semakin fokus pada kebutuhan untuk memberlakukan standar produksi yang lebih tinggi untuk memastikan efisiensi sumber daya, emisi gas rumah kaca (GRK) yang lebih rendah, polusi daerah lebih rendah, serta minimalisasi limbah dan daur ulang (World Bank, 2014: 5). Oleh karena itu, keberlanjutan dan kesanggupan untuk internalisasi biaya menjadi faktor ekonomi yang semakin menentukan daya saing KEK di negara-negara berkembang.
Das ar Pe m ikira n u n t u k I n t e r n a lis a s i B iaya Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam 30 tahun terakhir, kecuali pada periode krisis keuangan Asia di tahun 1997–1998 dan periode pemulihan setelah itu. Ukuran ekonomi telah tumbuh lebih dari 10 kali dari US$85,3 miliar pada 1983 menjadi US$868,3 milliar (menurut PDB harga berlaku). Pertumbuhan itu telah membawa kemajuan sosial yang sangat besar, dengan turunnya rasio angka kemiskinan dari 23,4 persen pada 1999 menjadi 11,4 persen pada tahun 2013.3 Pertumbuhan ekonomi yang cepat ternyata juga berpengaruh pada biaya sosial dan lingkungan. Di Indonesia, laju deforestasi rata-rata 0,6 persen per tahun sejak 1990; deplesi cadangan mineral sekitar US$10 miliar per tahun; dan rasio cadangan/produksi telah anjlok menjadi 14 untuk batubara dan 11 untuk minyak. Selain itu, emisi karbon per kapita meningkat. Kesenjangan sosial juga menjadi perhatian pembuat kebijakan karena distribusi pendapatan memburuk, seperti yang terlihat pada peningkatan koefisien gini GNI sejak tahun 1990-an (GGGI 2015c, segera dipublikasikan).
-
60%
2
50%
4
40% 6
30%
2010
2008
2006
2004
2002
2000
12
1998
0% 1996
10 1994
10% 1992
8
1990
20%
Gambar 4.2 Emisi Karbon per Kapita 1990–2010 MtCO2/Kapita
70%
Jutaan
Gambar 4.1 Laju Deplisi Hutan dan Mineral 1990–2010
2
1.5
1
0.5
Sumber: Basis data World Bank di data.worldbank.org.
2010
2008
2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
Mineral depletion (US$)
1992
Forrested Area
1990
0
Sumber: Basis data World Bank di data.worldbank.org.
Basis data World Bank di http://data.worldbank.org/indicator/SI.POV.NAHC/countries/ID?display=graph.
3
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 61
1/21/2016 11:06:48 AM
62
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Kebijakan ekonomi mainstream pada umumnya tidak memperhatikan risiko lingkungan dan sosial karena biaya-biaya tersebut di statistik resmi sering tidak tepat perhitungannya. Biaya-biaya tersebut dianggap sebagai biaya eksternal yang bukan merupakan bagian dari analisis biaya-manfaat yang mendasari banyak keputusan investasi. Eksternalitas terjadi ketika suatu kegiatan ekonomi atau produk memengaruhi masyarakat dengan cara yang tidak tercermin dalam harga pasar (The New Climate Economy, 2014: 12). Oleh karena itu, biaya eksternal dapat ditandai sebagai kegagalan pasar dalam mengatasi eksternalitas global, seperti perubahan iklim, atau eksternalitas dalam lingkup nasional dan daerah, seperti polusi udara dan air. Dari perspektif pemerintah, adanya eksternalitas dapat menjadi dasar untuk melakukan intervensi kebijakan publik. Di banyak kasus, biaya eksternal belum dipertanggungjawabkan oleh perusahaan selama proses produksi, tetapi muncul kemudian sebagai biaya untuk melakukan pembersihan (clean-up costs) yang diterima masyarakat. Jika biaya ini diketahui dan dapat diperkirakan, pemerintah memiliki bukti sebagai landasan untuk merancang kebijakan dan peraturan yang membebankan biaya pada penghasil polusi (pencemar). Dengan kata lain, biaya-biaya tersembunyi perlu diinternalisasi, diidentifikasi, dan dimoneterkan (diwujudkan dengan nilai uang). Dari perspektif sektor swasta, menerapkan kebijakan untuk internalisasi biaya seharusnya dilihat sebagai kesempatan bagi perekonomian Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya. Ada bermacam alasan untuk semakin meningkatkan pentingnya kebijakan lingkungan dan manajemen stategis sebagai faktor daya saing. Pertama, ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa regulasi lingkungan yang lebih kuat memiliki efek buruk terhadap daya saing suatu negara. Faktor-faktor seperti kondisi pasar atau kualitas angkatan kerja setempat lebih signifikan dalam memengaruhi pola perdagangan dan investasi dibandingkan dengan regulasi lingkungan. Selain itu, manfaat dari adanya regulasi lingkungan yang kuat sering kali lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan pengusaha, terutama ketika mempertimbangkan manfaat kesehatan yang tidak tampak. Sebagai tambahan, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa regulasi lingkungan dapat mendorong inovasi teknologi ramah lingkungan (Dechezleprete dan Sato, 2014: 6–10). Kedua, eksternalitas lingkungan dan sosial yang negatif menjadi biaya nyata untuk perusahaan dan menimbulkan hambatan untuk investor. Efek eksternalitas negatif seperti polusi, emisi karbon, dan kerusakan ekosistem secara signifikan semakin memengaruhi kesehatan dan menjadi tanggungan masyarakat. Semakin banyak kajian yang menunjukkan bahwa sektor swasta menyumbang porsi yang signifikan atas eksternalitas lingkungan dan sosial. Misalnya, laporan KPMG tahun 2012 menemukan bahwa biaya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh 11 sektor industri utama di tahun 2010 setara dengan 41 persen dari laba sebelum pajak mereka (KPMG, 2014: 10). Seiring meningkatnya populasi, kekayaan dan pertumbuhan konsumsi, sumber daya alam, dan jasa ekosistem menjadi langka. Dengan kelangkaan tersebut, harga input sumber daya alam akan meningkat dalam jangka panjang dan akan memengaruhi tingkat keuntungan perusahaan. Ketiga, internalisasi eksternalitas perusahaan dapat menjadi bisnis yang menguntungkan, memberikan kontribusi terhadap nilai sosial (social value), dan menciptakan pasar baru. Ada tambahan bukti bahwa dengan mengadopsi teknologi
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 62
1/21/2016 11:06:48 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
63
yang meningkatkan eksternalitas positif dan mengurangi yang negatif, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan, memangkas biaya, dan mengurangi risiko. Sebagai contoh, rekondisi atau peremajaan peralatan (retrofit) hemat energi pada bangunan komersial dan publik diperkirakan dapat menciptakan pasar senilai US$127,5 miliar pada tahun 2023. Pengaturan lingkungan yang cerdas diperlukan untuk memberikan insentif bagi perusahaan agar dapat menciptakan eksternalitas positif atau membebankan biaya langsung pada mereka yang menghasilkan eksternalitas negatif (KPMG, 2014: 32). Keempat, kepedulian lingkungan merupakan langkah mitigasi risiko yang penting sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility— CSR). Kesadaran masyarakat tentang eksternalitas yang disebabkan oleh perusahaan semakin tumbuh karena banyaknya informasi yang tersedia sehubungan dengan meningkatnya konektivitas digital secara global. Beberapa KEK mempunyai catatan peningkatan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan masyarakat akibat tidak memperhitungkan isu-isu keberlanjutan. Hal tersebut berakibat pada munculnya konflik sosial, timbulnya masalah operasional pada kegiatan usaha, dan pada akhirnya akan memberikan hambatan disinsentif dan kebijakan untuk menarik investor (DFID dan PWC, 2009: 2). Kebijakan mendukung internalisasi biaya merupakan inti dari upaya untuk mengatasi isu-isu keberlanjutan dan pertumbuhan hijau. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan penghargaan (reward) bagi perusahaan atas upaya mereka untuk menciptakan nilainilai sosial dan/atau membuat mereka sepenuhnya memperhitungkan/membayar biaya yang menjadi beban masyarakat sebagai akibat dari operasi mereka. Kebijakan dapat berbentuk peraturan-peraturan yang dihubungkan dengan tindakan stakeholder (pemangku kepentingan) dan dinamika pasar (KCMG, 2014: 7). Meski demikian, internalisasi biaya—sebagai strategi inti untuk mengatasi masalah keberlanjutan—yang ditambahkan dengan dimensi kebijakan publik lain menjadi dasar tindakan pemerintah. Kebijakan untuk mendukung internalisasi biaya dapat dilihat sebagai bagian dari fungsi pemerintah dalam melindungi barang publik dan memaksimalkan keuntungan sosial atas investasi publik. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang terbaik di lingkungan KEK yang memungkinkan para stakeholder sektor swasta untuk menerapkan manajemen strategi yang memperhitungkan manfaat sosial dalam rangka mitigasi risiko, meningkatkan efisiensi, dan mendorong inovasi (DFID dan PWC, 2009: 2–3). Ada konsensus global yang berkembang bahwa upaya untuk mitigasi eksternalitas global, nasional, dan daerah merupakan solusi win-win yang akan menghasilkan manfaat pembangunan sekaligus mengurangi risiko iklim (New Climate Economy, 2014:...). Misalnya, manfaat dapat direalisasikan dengan menggabungkan kebijakan untuk mengurangi polusi udara daerah dengan kebijakan mitigasi iklim untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Pada tahun 2010, gangguan kesehatan yang disebabkan oleh polusi udara diperkirakan rata-rata 4 persen dari produk domestik bruto (PDB—gross domestic product [GDP]) di 15 negara emiter CO2 terbesar saja. Mengurangi emisi bersamaan dengan langkah-langkah mitigasi gas rumah kaca (GRK) akan menghasilkan manfaat kesehatan senilai US$73/ton CO2 yang berkurang (New Climate Economy, 2014: 1).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 63
1/21/2016 11:06:48 AM
64
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Namun, ketika melakukan langkah perbaikan, pengambil keputusan perlu menyadari potensi biaya transisi dan trade-off lintas sektor dan waktu. Selain itu, dalam ekonomi yang ditandai dengan beberapa ketidaksempurnaan, upaya untuk mengatasinya bisa berbeda dan ada kemungkinan merugikan kesejahteraan sosial (The New Climate Economy, 2014: 13). Sebagai contoh, pengaruh kesempatan kerja dan produktivitas kebijakan hijau memiliki biaya transisi jangka pendek terutama pada polusi di sektor yang intensif karena ekonomi bergeser ke arah proses produksi yang ramah lingkungan (Dechezleprete dan Sato, 2014: 10–11). Oleh karena itu, tantangan bagi para pembuat kebijakan adalah menciptakan mekanisme kelembagaan dan peraturan yang memungkinkan solusi kebijakan yang inovatif dan mengadopsi teknologi baru sejak awal. Hal ini akan membantu untuk mengantisipasi dan meminimalkan biaya transisi. Berkenaan dengan pengembangan KEK untuk menarik investasi asing langsung, pembuat kebijakan harus menghadapi tiga tantangan kritis. Pertama, pembuat kebijakan harus membuat KEK menarik bagi perusahaan-perusahaan dalam menciptakan lapangan kerja, yang sejalan dengan tujuan dari model KEK yang lama. Kedua, pembuat kebijakan harus memastikan bahwa KEK berkelanjutan secara ekonomi dan mendatangkan eksternalitas positif bagi perekonomian daerah dan nasional. Kebijakan mencakup peningkatan infrastruktur atau pemicu transformasi struktural yang lebih luas serta reformasi ekonomi. Ketiga, kebijakan harus memastikan keberlanjutan sosial dan lingkungan KEK dengan meminimalkan eksternalitas dan juga memberikan manfaat non-ekonomi pada masyarakat (Farole dan Akinci, 2011: 7). Bagian berikutnya menjelaskan bagaimana beberapa tantangan dan tujuan yang hendak dicapai KEK di Indonesia dapat diuji dengan mengidentifikasi dan memahami secara jelas hasil yang diinginkan. Kerangka pertumbuhan hijau dapat menjadi titik awal sebagai landasan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan perbaikan kebijakan dan pengambilan keputusan investasi.
K E R A N G K A P E R T U MBU H AN H I JAU U NTU K KEK Lima Hasil yang Diinginkan dari Pertumbuhan Hijau Saat ini, program pertumbuhan hijau di Indonesia oleh Global Green Growth Institute (GGGI) bertujuan mendorong pertumbuhan hijau di Indonesia dengan memasukkan nilai modal alamiah, meningkatkan ketahanan, dan membangun ekonomi daerah yang inklusif dan adil (GGGI, 2012: 8). Berdasarkan konsultasi dengan stakeholder, GGGI dengan pemerintah Indonesia sedang mengembangkan kerangka kerja dan seperangkat alat yang dapat digunakan pemerintah Indonesia untuk membantu kelancaran pertumbuhan hijau secara lebih sistematis ke dalam instrumen perencanaan dan penilaian investasi yang sudah ada. “Pertumbuhan hijau adalah suatu paradigma yang terus berkembang di mana kebijakan hijau, inovasi, dan investasi mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Lebih luas lagi, pertumbuhan hijau adalah suatu pendekatan untuk mencapai sejumlah tujuan untuk membawa Indonesia lebih dekat dalam mencapai pembangunan berkelanjutan yang sebenarnya: dengan menghindari dan membatasi emisi gas rumah kaca, membangun ketahanan terhadap iklim ekstrem dan perubahan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 64
1/21/2016 11:06:49 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
65
jangka panjang, menggunakan sumber daya yang lebih efisien, meningkatkan PDB yang terdistribusi secara merata dan berkelanjutan serta meningkatkan standar hidup, dan menghitung secara ekonomi kekayaan alam yang sering tidak terlihat membawa keberhasilan ekonomi selama berabad-abad” (GGGI 2015c, segera dipublikasikan). “Intisari dari kerangka kerja ini adalah untuk membuat pertumbuhan hijau yang terukur sesuai dengan lima hasil yang diinginkan, secara garis besar lihat di gambar di bawah ini. Hasil yang diinginkan tersebut saling terkait dan memberikan kontribusi positif terhadap salah satu dan pada saat yang sama memberikan manfaat kepada yang lain. Hanya dengan membuat kemajuan bersama, semua hasil ini dapat Indonesia rencanakan untuk pertumbuhan yang adil dan merata serta berkelanjutan selama beberapa generasi. Konsep pertumbuhan hijau di Indonesia telah diinformasikan oleh pandangan organisasi internasional terkemuka yang terlibat dalam perencanaan dan pembangunan pertumbuhan hijau” (GGGI 2015c, segera dipublikasikan). Gambar 4.3 Lima Hasil yang Diharapkan pada Pertumbuhan Hijau yang Dikembangkan Stakeholder Berpengaruh di Indonesia
Greenhouse Gas Emissions Reduction
GREEN GROWTH Inclusive and Equitable Growth
Sustained Economic Growth
Social, Economic, and Environmental Resilience Healthy and Productive Ecosystems Providing Services
KE K d an Pe r t u m bu h a n H ija u Bagaimana pengembangan KEK dapat berkontribusi terhadap hasil yang diinginkan? Pendapat utama yang dapat dikemukakan adalah KEK dapat dilihat sebagai kawasan inovasi yang potensial, di mana pemerintah, perusahaan, dan stakeholder dapat melakukan eksperimen untuk menemukan kombinasi optimal instrumen kebijakan dan mekanisme pengaturan yang memaksimalkan manfaat ekonomi dari internalisasi biaya dan pemanfaatan berkelanjutan modal alamiah dan jasa ekosistem. Pengembangan “KEK hijau” atau “KEK rendah-karbon” dapat dilihat sebagai kesempatan untuk menciptakan mekanisme inovatif dalam skala yang lebih kecil, yang kemudian dapat menggerakkan pertumbuhan hijau yang lebih luas—reformasi berorientasi pada seluruh ekonomi (lihat Kotak 1). Sejauh mana kebijakan dan tujuan kebijakan diterapkan tergantung pada sifat dari KEK. Menurut Yeo dan Akinci (2008), hal tersebut berguna untuk konsep karbon rendah atau KEK hijau dalam tiga tahap pengembangan.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 65
1/21/2016 11:06:49 AM
66
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Kotak 1 Tiga Kebijakan Utama untuk Merancang KEK Hijau Kebijakan untuk membangun KEK hijau dapat menyumbang hasil pertumbuhan hijau dalam skala ekonomi yang lebih luas melalui tiga cara: 1. Mendorong produk hijau masuk KEK. Cara ini akan mengatur dan menjadi contoh yang baik di luar kawasan, termasuk produk-produk manufaktur ekspor dan impor. Secara khusus, KEK hanya akan menerima produk untuk diproses lebih lanjut dan produk hilir ketika produk tersebut terbukti memiliki sertifikasi dari lembaga independen bahwa produk tersebut tidak mencemari lingkungan atau telah menaati semua peraturan lingkungan dalam proses produksinya. 2. Merancang kebijakan pertumbuhan hijau untuk seluruh KEK pada tahap perencanaan awal: Seperangkat kebijakan ditujukan untuk merencanakan dan membangun KEK untuk meningkatkan kinerja lingkungan secara umum di seluruh kawasan dengan memastikan semua investasi harus memerhatikan lima hasil yang diinginkan dari pertumbuhan hijau. Kebijakan akan mencakup perencanaan penggunaan lahan, perlindungan dan pengenalan ruang hijau, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan kebutuhan listrik, penggunaan energi terbarukan untuk mengoperasikan dan membangkitkan semua industri di KEK, dan mendorong standar tinggi perundangan yang mengatur tentang pengolahan limbah padat dan cair perusahaan. 3. Memberikan insentif dan mengatur kegiatan ekonomi untuk menarik teknologi ramah linkungan dan inovasi dalam KEK: Tujuan ini akan menghasilkan kebijakan KEK yang akan meminimalkan risiko investasi hijau dengan mengurangi biaya operasional investor. Insentif khusus seperti pengurangan pajak, subsidi modal, atau keringanan bertujuan untuk menarik investor ke dalam KEK, insentif ini tidak akan tersedia di lokasi lain pada suatu negara. Kebijakan insentif sangat berguna dalam mempromosikan inovasi hijau dan mendatangkan teknologi baru. Contohnya, teknologi bangunan hemat energi atau teknologi daur ulang. Misalnya, teknologi daur ulang yang mengubah sampah dalam satu industri menjadi input untuk industri lain, seperti dalam kasus abu (fly ash/slag) dalam industri semen (GGGI, 2014: 32). Investasi ke dalam kegiatan produksi yang meningkatkan nilai tambah produksi juga akan berkontribusi terhadap hasil pertumbuhan hijau seperti mengubah limbah ikan menjadi minyak ikan (lihat Kotak 2).
Bentuk awal dari KEK hijau dipandang sebagai penataan lingkungan atau kawasan pengendalian pencemaran, dengan fokus pada adopsi dan penegakan standar pengelolaan lingkungan. Pada tahap ini, pembuat kebijakan ingin memastikan bahwa peraturan dasar lingkungan nasional dapat dipatuhi dan standar internasional yang bersifat suka rela bisa diterima dan diadopsi oleh perusahaan yang beroperasi di KEK (Yeo dan Akinci, 2008: 285). Contoh peraturan salah satunya adalah AMDAL, perusahaan di Indonesia wajib membuat analisis dampak lingkungan (AMDAL), sedangkan sertifikat ISO 14001 merupakan contoh standar internasional yang diterima secara sukarela. Kawasan eco-industri melangkah lebih jauh dengan mengurangi dampak negatif dari polusi dan mengembangkan proses manajemen efisien yang terintegrasi (pakai ulang dan daur ulang) dalam seluruh sistem produksi daerah (World Bank, 2014: 10–11). Proses tersebut sangat memerlukan koordinasi dan kolaborasi perusahaan yang beroperasi di KEK untuk mengembangkan jaringan guna membangun sistem terintegrasi dan pemanfaatan ulang material input. Salah satu contoh adalah Ulsan Eco-Industrial Park di Korea, yang menaungi 897 perusahaan dari berbagai sektor industri seperti petrokimia, otomotif, dan industri berat (World Bank, 2014: 12). KEK Ulsan menerapkan teknik simbiosis industri
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 66
1/21/2016 11:06:49 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
67
untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya atau proses pengolahan limbah/daur ulang antarperusahaan seperti pertukaran uap antara dua perusahaan. Pada tahun 2013, 22 proyek simbiosis industri telah terdaftar dan membuat perusahaan tertarik untuk membelanjakan penelitian dan pengembangan (R&D) hingga US$2,5 juta. Diperkirakan, 331 Mt emisi Co2 tahunan telah berkurang karena KEK Ulsan (World Bank, 2014: 12). KEK karbon rendah atau KEK hijau (low carbon or green SEZs) merupakan konsep yang paling mutakhir dan komprehensif dalam hal pelestarian lingkungan, KEK telah dikonseptualisasikan, dikelola, dan dioperasikan untuk mengurangi jejak karbon sejak awal dan secara efektif melakukan mitigasi perubahan iklim dalam proses kegiatan ekonomi dan sosial (Yeo dan Akinci, 2008). Kerangka KEK hijau/karbon rendah akan mencakup kebijakan berikut: sasaran emisi gas rumah kaca, infrastruktur yang berkelanjutan (misalnya, bangunan hemat energi), strategi investasi yang komprehensif untuk menarik investasi hijau, kebijakan insentif dan peraturan karbon rendah, serta pembiayaan karbon. Beberapa KEK dengan target emisi gas rumah kaca khusus sudah ada. Kawasan perdagangan bebas Incheon di Korea Selatan diberi target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 30 persen dibandingkan dengan skenario BAU pada tahun 2020. KEK Jilin di Tiongkok memiliki target pengurangan 37 persen dibandingkan BAU pada tahun 2030. KEK di Falta, India, memiliki target untuk mengurangi intensitas emisi sebesar 20 persen pada tahun 2020 dibandingkan dengan tingkatan tahun 2005 (World Bank, 2014: 55).
KEK dan Kesempatan Investasi Pertumbuhan Hijau di Indonesia Saat ini, pelaksanaan dan perencanaan KEK di Indonesia masih jauh dari yang dipahami sebagai KEK hijau. Sebagian besar KEK terlihat sebagai kawasan ekonomi konvensional tanpa adanya kerangka pengelolaan lingkungan yang koheren. Oleh karena itu, tantangan jangka pendek bagi para pembuat kebijakan di Indonesia adalah mengidentifikasi potensi dan menunjukkan kelangsungan intervensi kebijakan pertumbuhan hijau di KEK yang sudah ada. Dalam jangka menengah dan jangka panjang, para pembuat kebijakan idealnya sejak awal merencanakan dan membangun kawasan hijau dan ekonomi rendah karbon yang komprehensif. Tantangan bagi para pembuat kebijakan adalah menemukan cara membuat ketertarikan secara ekonomis bagi konsumen dan produsen untuk bersama-sama meminimalkan deplesi komoditas sumber daya dan memaksimalkan nilai jasa ekosistem. Banyak komoditas sumber daya dan jasa ekosistem yang tidak dinilai dalam bentuk uang secara ekonomi, kegiatan ekonomi dan proyek memiliki banyak biaya sosial yang tersembunyi. Jadi, langkah pertama mengidentifikasi kesempatan investasi hijau di KEK adalah memberikan penilaian yang komprehensif mengenai biaya moneter dan manfaat yang terkait dengan dampak lingkungan proyek. Green Growth Assessment Framework (GGAP) dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia dan GGGI untuk membuat indikator khusus proyek, sektoral, kabupaten, provinsi, dan negara dengan menggunakan alat untuk memprioritaskan dan menilai proyek atau kebijakan pertumbuhan hijau secara konsisten, seperti analisis multikriteria
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 67
1/21/2016 11:06:49 AM
68
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
(multi-criteria analysis—MCA). Kerangka penilaian tersebut memungkinkan proses pengujian secara sistematis dan langkah-demi-langkah untuk mengidentifikasi, memperkirakan, dan memprioritaskan intervensi kebijakan guna meningkatkan kinerja proyek pertumbuhan hijau. Khususnya, analisis biaya dan manfaat yang diperluas (expanded cost-benefit analysis—eCBAs) yang dapat digunakan untuk mengembangkan model finansial bisnis dan merumuskan kebijakan yang memungkinkan kondisi untuk mengembangkan proyek-proyek hijau (lihat Gambar 4.4).4 Gambar 4.4 Green Growth Assestment Framework (GGAP) GGF
Step 1
Step 2
GGAP
Step 3
GGP
National and Regional Plans
Greenhouse gas emission reduction Social, Economic, and Sustained Environmental Economic Green Resilience Growth Growth Services Inclusive and Equitable Growth
Healthy and Productive Ecosystems Providing
Towards a green growth vision
Sector Plans Energy and extractives Manufacturing Renewable natural resources Connectivity Emerging natural capital
Business as Usual National Province Corridor
Revisit policy and enablers to remove barriers and ensure projects fully allign with green growth planning approach
Policies and Enablers National Province Corridor District Sector
Project generation and identification
Feasibility assessment GG potential assessment eCBA Business Cases
Targets inform and test the vision
Step 4 Step 5 Step 7
Monitoring and Evaluation
Roadmap and setting targets
eCBA
Step 8
Roadmap
Dua contoh menggambarkan manfaat yang didapat dari intervensi pertumbuhan hijau KEK di Indonesia (perhatikan Kotak 2). Analisis biaya dan manfaat yang diperluas (eCBA) diaplikasikan untuk mengidentifikasi nilai moneter barang publik, eksternalitas lingkungan dan keuntungan sosial yang terkait dengan banyak proyek di kawasan ekonomi Maloy, Kalimantan Timur dan Mamminasata, Sulawesi Selatan. Manfaat bersih yang diharapkan sangat signifikan antara US$355 juta dan US$3,8 miliar dalam nilai sekarang (GGGI 2015a dan 2015 b). Dengan demikian, hasil dari eCBA dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan ukuran dari aliran investasi publik dan swasta yang diperlukan untuk memaksimalkan nilai-nilai tersebut dari waktu ke waktu. Perlu dicatat bahwa contoh-contoh yang ada menggambarkan manfaat dari rancang ulang (re-design) proyek yang sudah ada di kawasan ekonomi dan intervensi kebijakan yang diidentifikasi akan membuat kawasan menjadi “lebih hijau” jika dibandingkan dengan skenario BAU. Kebanyakan intervensi yang direkomendasikan memerlukan kombinasi kebijakan insentif, adopsi standar, dan sertifikasi yang ditentukan agar dapat menarik teknologi hijau masuk ke KEK. Rekomendasi hanya memberikan gambaran tindakan individu dan kebijakan berorientasi proyek, bukan solusi terintegrasi untuk mengurangi jejak karbon dari seluruh KEK. Idealnya, penggunaan eCBAs untuk mememperkirakan
4
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 68
Penjelasan yang komprehensif dari GGAP dapat dibaca dalam dokumen yang akan segera dipublikasikan oleh Pemerintah Indonesia dan GGGI, yaitu GGGI. 2015c (segera dipublikasikan), "Delivering Green Growth in Indonesia: A Roadmap for Policymakers”. Unpublished Working Paper. Jakarta: Pemerintah Indonesia—GGGI Green Growth Indonesia Program.
1/21/2016 11:06:49 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
69
Kotak 2 Menerapkan analisis biaya dan manfaat yang diperluas untuk mengidentifikasi intervensi kebijakan pertumbuhan hijau di Kawasan Ekonomi Khusus Maloy dan Kawasan Nasional Strategis Mamminasata Melakukan analisis biaya dan manfaat yang diperluas adalah sebuah proses yang bergantung pada dukungan dan keahlian dari para stakeholder daerah dan nasional. Proses konsultasi kegiatan meliputi: - Mengidentifikasi project baseline dengan bantuan perwakilan proyek dan stakeholder di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. - Identifikasi opsi untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan hijau dengan bantuan para stakeholder daerah dan ahli pertumbuhan hijau. - Memetakan jalur dampak, menghubungkan perubahan investasi dengan menghitung nilai moneter dampaknya pada stakeholder. - Identifikasi nilai moneter barang publik, eksernalisasi lingkungan dan keuntungan sosial yang terkait dengan proyek. - Memvalidasi data, asumsi-asumsi, dan hasil dengan para stakeholder daerah. KIPI Maloy terletak di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Tujuannya adalah membangun kluster industri yang kompetitif dan menghasilkan peningkatan nilai tambah kegiatan ekonomi dan industri berbasis sumber daya alam, khususnya kelapa sawit, dan kegiatan berbasis batubara (oleokimia, biodiesel, ekspor olahan) yang merupakan sebagian besar output kawasan.
KSN Mamminasata terletak di propinsi Sulawesi Selatan dan meliputi empat wilayah, yaitu Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, dan Maros. Kegiatan di kawasan tersebut meliputi pembangunan infrastruktur (jalan, kereta api, pasokan air), pengelolaan limbah padat dan cair, reboisasi, pembangunan pemukiman baru, dan pengembangan kawasan maritim.
Intervensi kebijakan pertumbuhan hijau yang diusulkan meliputi: - Substitusi batubara untuk biomassa pembangkit listrik. - Pelaksanaan best management practice (BPM) pada pengolahan minyak sawit. - Mendorong pengolahan batubara menjadi pupuk dan gas alam. - Mengubah jalur kereta angkutan batubara di sepanjang jalan yang ada dan menatanya ulang untuk digunakan sebagai angkutan CPO.
Intervensi kebijakan pertumbuhan hijau yuang diusulkan meliputi: - Mengubah limbah padat perkotaan (MSW) menjadi energi dan gas metana yang timbul dari TPA perkotaan. - Menciptakan nilai tambah produk perikanan (tepung ikan, minyak ikan) melalui pemanfaatan limbah pengolahan ikan. - Reboisasi DAS Jeneberang.
Instrumen kebijakan yang direkomendasikan antara lain: - Harga jual layak (feed-in tariff) untuk listrik biomassa. - Subsidi modal dan jaminan keuangan. - Pembayaran jasa ekosistem.
Instrumen kebijakan yang direkomendasikan antara lain: - Jaminan feed-in tariff. - Keringanan pajak untuk investasi peralatan yang digunakan untuk mengubah limbah menjadi energi. - Dukungan dana untuk industri lokal tepung ikan.
Total potensi manfaat sosial bersih dari intervensi kebijakan Total petensi manfaat sosial bersih dari intervensi kebijakn melalui lima hasil pertumbuhan hijau: melalui lima hasil pertumbuhan hijau: - Net present value sebesar US$3,8 miliar (tingkat diskonto - Net present value sebesar US$355 juta (tingkat diskonto 10%) setara dengan 10% dari PDB Kalimantan Timur tahun 10%) setara dengan 6% dari PDB Sulawesi Selatan tahun 2012. 2012. Sumber: GGGI (2015a, 2015b).
dampak dan mengidentifikasi intervensi pertumbuhan hijau diterapkan sebelum KEK dirancang untuk menarik para investor hijau.
M e n c i p t a ka n S i n e rg i a n t a ra Pe re n c a n a a n KEK dan Keb i j a ka n Pe r t u m bu h a n H i j a u Tujuan utama merancang KEK “hijau” untuk memastikan masalah keberlanjutan dimasukkan ke dalam proses kebijakan. Namun, para pembuat kebijakan harus menyadari bahwa mereka menghadapi banyak faktor pendorong dan isu keberlanjutan (lihat Gambar 4.5). Oleh karena itu, para pembuat kebijakan perlu memperhitungkan strategi pengelolaan dan menentukan prioritas (policy trade-off), setidaknya dalam jangka
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 69
1/21/2016 11:06:50 AM
70
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
pendek. Sementara banyak intervensi kebijakan hijau akan menghasilkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, beberapa perusahaan dan stakeholder lainnya menghadapi biaya langsung (immediate costs) sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi hijau. Gambar 4.5 Faktor Pendorong dan Isu Keberlanjutan di KEK
Politisi lokal/ Nasional
Tekanan Pelanggan
Teknologi
Peraturan
Perpajakan
Rantai Pasokan Pemerintah dan Bisnis Media
Pemegang Saham Biaya Energi
Tata Kelola & Akuntabilitas Pengusaha
Pesaing
Sumber: DFID dan PWC (2009: 2).
Kompleksitas faktor dan pendorong membuat proses kebijakan partisipatif menjadi penting. Diperlukan proses yang melibatkan stakeholder dan kesepakatan yang dibangun bersama antara pemerintah dan perusahaan termasuk keahlian dari pelaku berbagai sektor yang berhubungan. Selain itu, peraturan dan kebijakan insentif untuk internalisasi biaya berdampak kuat pada berbagai tingkatan dalam rantai nilai (value chain): hulu di rantai pasokan; di tingkat operasional dalam proses manufaktur; dan ketika produk perusahaan digunakan dan dibuang (DFID dan PWC, 2009: 4). Mengingat kompleksitas faktor-faktor keberlanjutan dan faktor pendorong, sinergi kebijakan perlu diidentifikasi agar memungkinkan para pembuat kebijakan merancang instrumen regulasi insentif yang inovatif untuk memaksimalkan manfaat pertumbuhan hijau. Dalam hal ini, KEK menawarkan lingkungan yang ideal untuk eksperimen kebijakan publik pertumbuhan hijau karena terbentuk dalam kantong yang relatif “terisolasi” dan sudah memiliki mekanisme penataan yang biasanya tidak ada di luar kawasan. Contohnya meliputi penerbitan izin, kemampuan untuk memantau perusahaan-perusahaan dalam jangka waktu yang singkat, dan tentunya kemampuan untuk mencabut lisensi, mengakhiri sewa, atau menyita barang (DFID dan PwC, 2009: 6). Sinergi kebijakan mengharuskan pembuat kebijakan untuk menemukan kombinasi ideal yang sesuai dengan kebijakan berorientasi pasar bebas yang biasanya mengatur pengelolaan KEK dan intervensi kebijakan fiskal maupun kebijakan publik untuk mendapatkan solusi kebijakan pertumbuhan hijau. Banyak rekomendasi kebijakan dengan skenario pertumbuhan hijau yang sebenarnya selaras dengan kebijakan KEK yang lama dalam arti bahwa mereka membuat kebijakan fiskal dan peraturan insentif untuk mengurangi beban biaya bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi baru. Seperti sudah dijelaskan dalam dua studi kasus di Indonesia, pembebasan pajak dan subsidi modal dapat digunakan untuk mempercepat penyebaran (deployment) energi terbarukan di KEK. Subsidi untuk pengurangan polusi memberikan insentif kepada sektor swasta. Peraturan yang lebih jelas yang mengatur sektor seperti pengelolaan sampah atau minyak sawit dapat mengurangi biaya usaha (GGGI 2015a: 71–75; GGGI 2015b: 62–65).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 70
1/21/2016 11:06:50 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
71
Untuk mengidentifikasi kompleksitas sinergi kebijakan dan mengembangkan intervensi yang inovatif, perlu membangun kerangka analisis kluster dari rekomendasi kebijakan yang dikembangkan oleh Wahyuni (2013: 33). Rekomendasi kebijakan utama untuk mengembangkan KEK di Indonesia dirancang dalam tiga tahap (Gambar 4.6). Pada tahap pertama, perekonomian berada dalam situasi di mana kebijakan terutama ditujukan untuk memaksimalkan keuntungan dari faktor-faktor produksi (endowments) suatu negara atau wilayah. Pada tahap kedua, para pembuat kebijakan dapat menerapkan kebijakan meningkatkan efisiensi untuk meningkatkan kualitas produk yang diproduksi di KEK. Pada tahap ketiga dan terakhir, pemerintah mampu menyediakan lingkungan kebijakan di mana perusahaan dapat mengembangkan dan menerapkan proses produksi yang inovatif dan canggih, yang menghasilkan produk yang sangat kompetitif. Gambar 4.6 Kerangka Kerja KEK dan Pertumbuhan hijau yang Terintegrasi
Mengembangkan KEK Tradisional Analisis Kluster Faktor Pendorong
Pendorong Efisiensi
Inovasi–Penggerak
Makro ekonomi yang baik Pemerintahan yang kuat dan bersih Tata kelola perusahaan yang baik Sarana prasarana Pendidikan Kesehatan
Strategi kluster yang sangat baik Efisiensi tenaga kerja Pertumbuhan pasar keuangan Kesiapan teknologi Ukuran pasar
Pertumbuhan hijau lemah Penataan Lingkungan/ Pengendalian Pencemaran KEK Identifikasi hambatan kebijakan dan adopsi langkah-langkah internalisasi biaya dasar
Pertumbuhan hijau moderat
Pertumbuhan hijau yang kuat
KEK Eco–Industrial Memperkuat kebijakan penciptaan lingkungan yang kondusif
Hijau/Rendah Karbon SEZ Kebijakan pemerintah yang proaktif untuk merangsang intervensi pertumbuhan
Contoh: Reformasi sistem subsidi energi Rancangan sistem feed in tariff yang baik Pinjaman dana murah, subsidi modal ditargetkan pada industri terpadu hijau di KEK
Contoh: Pajak karbon untuk seluruh perekonomian yang sejalan dengan insentif khusus KEK KEK dirancang sebagai kluster ekonomi pertumbuhan hijau sejak tahap perencanaan
Contoh: Sertifikasi SPO diperlukan untuk operasi minyak sawit di KEK Pungutan pencemaran daerah di KEK
Inovasi dan kreativitas Kemitraan dan koordinasi antar-lembaga Pendidikan & pelatihan kejuruan Transfer pengetahuan
Analisis Pertumbuhaan Hijau: GGAP dan eCBAs Mengembangkan KEK hijau atau rendah karbon
Secara konseptual, dapat dikatakan bahwa kebijakan tersebut tergantung sampai batas tertentu pada tingkat pendapatan suatu negara. Semakin tinggi pendapatan satu negara semakin besar kemungkinan secara fiskal menghasilkan kebijakan yang bertujuan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 71
1/21/2016 11:06:50 AM
72
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
menarik aliran investasi yang didorong oleh inovasi dan nilai tambah yang lebih tinggi. Kondisi kebijakan investasi Indonesia saat ini masih sangat mencerminkan ciri-ciri di tahap pertama ketika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan (Wahyuni, 2013: 33). Secara khusus, kebijakan terlalu fokus pada ekstraksi sumber daya alam, tetapi mengabaikan kebutuhan untuk meningkatkan produksi dan tingkatan rantai nilai. Konsekuensinya, dilihat dari perspektif pertumbuhan hijau, kesempatan investasi dan intervensi terbesar di KEK Indonesia kebanyakan mengembangkan skenario pertumbuhan hijau yang lemah dalam arti menekankan penerapan strategi internalisasi biaya yang sangat dasar. Hal ini pada umumnya terkait dengan kebijakan di kawasan penataan lingkungan atau pengendalian pencemaran. Tantangan bagi para pembuat kebijakan saat ini adalah menilai apakah mungkin untuk melakukan lompatan besar (leapfrog) untuk memperkuat intervensi kebijakan dengan skenario pertumbuhan hijau moderat dan kuat untuk mengembangkan KEK eko-industri dan KEK hijau yang terintegrasi. Bahkan, KEK sebagai kantong ekonomi yang “terisolasi” dapat memberikan tempat yang ideal untuk eksperimen rezim investasi pertumbuhan hijau yang inovatif dan dengan demikian memberikan kesempatan untuk melakukan lompatan kebijakan nasional. Namun, rezim KEK yang lebih ambisius dengan desain kebijakan “pertumbuhan hijau yang kuat” membutuhkan peraturan dan struktur manajemen yang canggih, dan biasanya menjadi kekurangan di banyak provinsi di Indonesia. Namun demikian, penggunaan pertumbuhan hijau dan kerangka eCBA dapat membantu pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi pilihan-pilihan kebijakan pertumbuhan hijau yang realistis dan bersinergi dalam perencanaan KEK. Masalahnya adalah apakah upaya pencegahan KEK tersebut dapat bebas dari distorsi yang lebih luas dalam perekonomian dan apakah kapasitas sumber daya fiskal dan SDM pemerintah daerah sudah cukup dalam mempersiapkan kondisi yang memungkinkan untuk melakukan lompatan besar pada tingkat KEK yang bersifat nilai tambah lebih besar dan hijau. Berpijak dari hal tersebut, peran penting dari mekanisme keuangan internasional adalah mengurangi risiko bagi sektor swasta dalam melakukan investasi hijau di KEK dan meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah.
P E MBIAYAA N K E K H I JAU Meng hubu n g ka n Pe n ge m b a n ga n K E K H ija u u n t u k Mekani s me Pe m b iaya a n ya n g I n ovat if Apa implikasi kebijakan yang utama untuk perencanaan dan pengembangan kawasan ekonomi khusus hijau atau rendah emisi di Indonesia? Pertama, sangat potensialnya manfaat secara moneter yang terkait dengan intervensi pertumbuhan hijau di KEK, seperti dua contoh yang ditunjukkan di bagian yang membahas mengenai “KEK dan Kesempatan Investasi Pertumbuhan Hijau di Indonesia”. Kedua, banyak manfaat yang dapat diidentifikasi merupakan kasus intervensi kebijakan publik, jika dapat terwujud dalam bentuk aliran investasi publik dan swasta. Oleh karena itu, para stakeholder perlu melakukan intervensi kebijakan publik untuk menghitung manfaat secara moneter sebagai dasar untuk investasi pada proyekproyek rendah emisi di KEK dan menemukan cara untuk mendanai investasi tersebut.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 72
1/21/2016 11:06:51 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
73
Perencanaan KEK, kebijakan, pengembangan proyek, dan mekanisme keuangan yang ada perlu melakukan aliansi strategis untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi investor. Berikut ini kami sajikan beberapa pemikiran tentang proses penyelarasan konsep dan beberapa tantangan yang dihadapi, terutama dari perspektif pemerintah daerah yang tertarik pada pengembangan KEK hijau (Gambar 4.7). Gambar 4.7 Hubungan Perencanaan dan Pembiayaan
Kebijakan KEK Hijau, Perencanaan dan Pengembangan Proyek Pembangunan
Pengembangan Proyek Hijau yang Bankable dan Mengamankan Pembiayaan Proyek
Menilai Viability Gap Keuangan dan Ekonomi
Mendanai Pengembangan Proyek
Mengidentitfikasi Intervensi Pertumbuhan Hijau
Menggabungkan instrumen Keuangan
Kehutanan dan guna Transportasi lahan
Energi
Infrastruktur lain
Pemilihan proyek: Intensitas modal Proyek hijau individu KEK hijau
Stakeholder utama: Pemerintah daerah Sektor swasta, organisasi masyarakat sipil
eCBAs and GGAP Distorsi Eksternalitas Kebijakan
Manfaat Moneter Ketahanan Pertumbuhan Menurunkan GRK Ekuitas Ekosistem Sehat
Pemerintah Indonesia Anggaran Negara BUMN Dana bergilir
Dana Iklim Internasional
KPS
Sektor Swasta Intervensi Pertumbuhan Hijau
Stakeholder utama: Pemerintah daerah, Sektor Swasta, organisasi masyarakat sipil, penelitian/lembaga akademis, lembaga donor
Sumber Keuangan dan Mekanisme
Stakeholder utama: Instansi Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah
Pasar Modal Obligasi infrastruktur Obligasi hijau Obligasi Daerah YieldCos
Masyarakat Internasional Pasar Keuangan Internasional Lembaga pemeringkat
Dalam banyak hal, perencana KEK menghadapi kendala yang sama untuk menarik aliran pembiayaan dan investasi hijau seperti dalam kasus menghimpun dana untuk proyek-proyek infrastruktur besar. Banyak proyek emisi rendah atau infrastruktur hijau tidak memiliki penilaian/profil risiko dan keuntungan yang menarik secara finansial tidak hanya karena adanya biaya modal yang tinggi dan distorsi harga, tetapi juga karena eksternalitas. Bahkan, pada kasus-kasus di mana ada potensi menguntungkan, premi risiko yang lebih tinggi harus ditambahkan karena ada kesenjangan informasi di pasar modal tentang sifat kebanyakan proyek hijau (World Bank, 2012: 6–10). Langkah penting pertama untuk menarik aliran keuangan untuk KEK hijau adalah mengidentifikasi manfaat moneter proyek rendah emisi dan menilai dana viability gap (kelangsungan kesenjangan) untuk mendanai proyek-proyek. Dalam menilai viability gap ini, perencana harus melihat di luar biaya keuangan proyek dan mengungkap potensi ekonomi proyek hijau yang memperhitungkan manfaat moneter yang diharapkan dari intervensi pertumbuhan hijau. Seperti ditunjukkan pada bagian sebelumnya, manfaat moneter tersebut dapat menjadi signifikan, dengan justifikasi penggunaan alat penilaian pertumbuhan hijau seperti eCBAs dalam perencanaan KEK di Indonesia. Manfaat yang diharapkan dari
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 73
1/21/2016 11:06:51 AM
74
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
cakupan intervensi proyek meliputi berbagai sektor infrastruktur, tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat sektor: energi konvensional dan terbarukan, penggunaan lahan dan kehutanan, transportasi, serta infrastruktur fisik lainnya. Manfaat tersebut kemungkinan lebih besar, mengingat karena tidak adanya data primer manfaat dan biaya terkait dengan jasa-jasa ekosistem berada di bawah nilai sebenarnya. Selain itu, penting juga untuk memutuskan apakah konseptualisasi KEK hijau atau KEK karbon rendah sejak awal atau mengadopsi intervensi pertumbuhan hijau pada proyek-proyek khusus dalam KEK yang sudah ada atau sudah direncanakan. Pada kasus Indonesia, sampai saat ini tidak ada KEK hijau. Analisis biaya dan manfaat yang diperluas (eCBAs) untuk kawasan ekonomi Maloy dan Mamminasata dilakukan relatif terlambat dalam siklus pelaksanaan dan perencanaan proyek. Adopsi awal eCBAs di prastudi kelayakan atau pada tingkat studi kelayakan akan memungkinkan para pembuat kebijakan mengidentifikasi tambahan biaya dan manfaat jangka panjang terkait dengan jasa ekosistem dan efisiensi penggunaan modal alamiah (GGGI 2015a, 2015b). Selanjutnya, dalam mengidentifikasi proyek-proyek hijau yang memenuhi syarat untuk mendapat dukungan keuangan, perencana perlu membedakan antara proyek-proyek padat modal dan kurang padat modal. Proyek padat modal biasanya dapat ditemukan pada pembangunan infrastruktur seperti proyek pembangkit listrik terbarukan. Proyek kurang padat modal ditandai dengan mengadopsi langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi produksi, biasanya sebagai respons terhadap peraturan yang mewajibkan program efisiensi energi atau standar sertifikasi. Perbedaan ini sangat penting dalam menarik dukungan keuangan: proyek padat modal biasanya membutuhkan sarana pembiayaan proyek yang kompleks, sementara uang yang mengalir ke proyek-proyek hijau kurang padat modal dapat disalurkan melalui neraca keuangan stakeholder yang berpartisipasi (World Bank, 2012: 7–14). Setelah stakeholder menyepakati intervensi pertumbuhan hijau khusus untuk KEK, kepemimpinan sektor publik yang efektif diperlukan untuk menarik pembiayaan dan investasi. Karena hanya ada dana iklim global terbatas yang tersedia, pembuat kebijakan perlu menemukan cara kreatif menggabungkan beberapa instrumen publik dan swasta secara terpadu agar dapat memanfaatkan penggunaan terbatasnya sumber daya domestik dan dana internasional secara optimal. Mekanisme pendanaan internasional multilateral untuk investasi hijau merupakan sumber utama pemerintah untuk mengakses pendanaan iklim dalam bentuk instrumen pinjaman seperti pembiayaan lunak dan hibah langsung. Dana iklim—terdiri atas dana teknologi ramah lingkungan dan dana iklim strategis—menyediakan sumber dana US$6,4 miliar (per 2012) untuk membantu negara-negara berkembang yang telah merintis proyek rendah emisi pada infrastruktur inti dan guna lahan/sektor kehutanan (World Bank, 2012: 1–5). Badan internasional lainnya meliputi Global Environmental Facility (GEF), Global Energy Efficiency and Renewable Energy Fund (GEEREF) dan CDM. CDM menghadapi ketidakpastian masa depan pasca-protokol Kyoto (World Bank, 2012: 1–5). Pembiayaan hijau dapat digunakan untuk mendukung gabungan instrumen kebijakan domestik dan menutup vialibility gap dalam dua cara. Pertama, pembiayaan hijau dapat membantu penyeimbangan ulang distorsi kebijakan yang membuat beberapa investasi rendah emisi tidak layak. Kedua, pembiayaan hijau mendapatkan manfaat moneter yang
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 74
1/21/2016 11:06:51 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
75
diperoleh dari mengurangi eksternalitas. Instrumen kebijakan pertumbuhan hijau akan memberikan dukungan anggaran bagi pemerintah untuk mensubsidi feed in tariff secara khusus guna mendorong penyerapan energi terbarukan. Hal ini diperlukan terutama di negara-negara seperti Indonesia yang mana pemerintah merasa sulit secara politik untuk mengurangi subsidi BBM dan listrik yang tidak hanya menguras sumber daya publik, tetapi juga mendistorsi harga energi. Dana pinjaman (leverage) internasional juga bisa digunakan untuk mendanai proyek yang mengurangi emisi GRK dan mengatasi eksternalitas negatif seperti polusi udara atau polusi air di daerah. Insentif fiskal dalam negeri termasuk pemotongan pajak, kredit bersubsidi untuk menginstal, atau mengimpor teknologi ramah lingkungan seperti peralatan pengolahan air limbah. Semua instrumen ini bertujuan untuk meminimalkan risiko proyek hijau dan menciptakan peluang suksesnya proyek rendah emisi maupun tinggi emisi (World Bank, 2012: 15–21). Penerapan kebijakan ini sangat tergantung pada kapasitas fiskal dan hubungan antara entitas pemerintah nasional dan daerah. Laporan dari Ministry of Finance Indonesia and Climate Policy Inititive (2014) menemukan adanya hambatan aliran cepat pendanaan iklim domestik untuk pemerintah daerah. Anggaran pusat dialokasikan untuk mitigasi iklim (US$678 juta pada tahun 2011), termasuk uang internasional, yang disalurkan terutama untuk pemerintah pusat (97%), sisanya mengalir ke pemerintah daerah (Ministry of Finance Indonesia and Climate Policy Inititive, 2014: 1–4). Selanjutnya, aliran investasi yang terkait mitigasi iklim (climate mitigation) dari pemerintah pusat melalui penyertaan modal dan dana bergulir khusus—dilihat sebagai instrumen yang berpotensi efektif untuk meningkatkan pendanaan leverage internasional—juga dicairkan perlahan. Kesenjangan antara aliran investasi dan realisasi pencairan menunjukkan masalah kapasitas fiskal, mengganggu pelaksanaan kegiatan proyek langsung. Gambar 4.7 menggambarkan aliran keuangan potensial dari mekanisme pendanaan internasional untuk tingkat nasional dan daerah, menunjukkan bahwa aliran dana sebagian besar melalui pemerintah yang sahamnya dimiliki BUMN dan sektor swasta (Ministry of Finance Indonesia and Climate Policy Inititive, 2014: 15).
Kerj a S am a Pe m e r in t a h S wa s t a ( K P S ) Mengingat bahwa saat ini tidak ada pasar yang layak untuk proyek hijau di Indonesia, pemerintah dapat menggunakan Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk menarik investasi sektor swasta. Pemerintah Indonesia telah menerapkan kerangka KPS sebagai bagian dari percepatan proyek dalam bentuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). KPS secara umum didefinisikan sebagai perjanjian kontrak jangka panjang antara perusahaan swasta dan badan publik dalam hal penyediaan layanan (Merk dkk., 2012: 29). Ada berbagai perjanjian kontrak karena KPS akan berbeda dalam hal pembagian risiko dan skema manajemen. Terdapat perbedaan penting antara KPS dalam menjalankan konsesi, di mana perusahaan yang beroperasi tergantung pada retribusi sebagai sumber pendapatan utama, dan KPS sebagai inisiatif pembiayaan swasta (private finance initiatives—PFI), di mana pembayaran kepada operator swasta tergantung pada penyediaan infrastruktur.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 75
1/21/2016 11:06:51 AM
76
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Perbedaan ini memiliki implikasi penting untuk alokasi risiko, dengan jenis konsesi KPS operator swasta memikul banyak beban risiko permintaan (Merk dkk., 2012). Dari perspektif pertumbuhan hijau, beberapa tantangan penting perlu diatasi jika sarana pembiayaan KPS berhasil digunakan untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur hijau. Masalah pertama adalah bahwa kerangka KPS tidak berisi prosedur resmi yang tepat untuk memastikan bahwa proyek-proyek dirancang dengan cara “hijau”. Tujuan lingkungan yang jelas perlu diintegrasikan dalam proses pemberian dan harus dianggap sebagai kriteria evaluasi kritis yang mendorong KPS hijau yang efektif (Merk dkk., 2012: 35). Lembaga pemerintah yang tertarik mengembangkan proyek-proyek infrastruktur hijau harus meminta pengembang proyek untuk menilai proyek-proyek yang masuk dengan ketat, kemungkinan besar menggunakan Green Growth Assesment Process (GGAP) dan eCBAs sebagai bagian dari kewajiban pra studi kelayakan dan studi kelayakan, terutama ketika mengakses Viability Gap Fund (VGF) di bawah pengawasan Kementerian Keuangan.5 Isu penting kedua adalah KPS tidak dapat dipisahkan entitasnya tetapi perlu disertakan dalam bentuk dukungan fiskal dan paket jaminan risiko agar KPS bekerja dengan baik. Salah satu contohnya adalah Korea, yang telah menerapkan paket kebijakan fiskal yang komprehensif untuk meminimalkan risiko di bidang infrastruktur hijau kota. Ini termasuk instrumen seperti subsidi konstruksi; mekanisme kompensasi untuk mengurangi risiko investasi operator swasta; infrastruktur penjaminan dana kredit; dan insentif pajak (Merk dkk., 2012: 33). Kerangka KPS Indonesia saat ini mengupayakan bahwa setiap lembaga pengontrakan (contracting) pemerintah yang tertarik mengembangkan proyek dapat mengajukan permohonan insentif pajak kepada Kementerian Keuangan. Sebagai tambahan, jaminan risiko dan fasilitas pembiayaan utang murah dapat disediakan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) (Bappenas, 2013: 14–17).6 Namun, jumlah proyek terealisasi di lapangan sangat terbatas dan waktu penyelesaianya panjang. Satu-satunya proyek yang berhasil didokumentasikan KPS masih jauh dari penerapan praktik terbaik berstandar internasional (Strategic Asia, 2012: 36). Hambatan pelaksanaan efektif dari perusahaan KPS adalah kurangnya kapasitas pelaku sektor publik karena kurang memahami mekanisme KPS; kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah; peraturan yang tumpang tindih; dan masalah yang terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang Pembebasan Lahan (Strategic Asia, 2012: 24–28). Dari perspektif pemerintah daerah, pengayaan kapasitas untuk membangun kerja sama yang efektif dan memastikan komitmen tinggi pemerintah pusat dan mitra sektor swasta merupakan hal sangat penting. Pemerintah perlu memiliki kapasitas dan keahlian yang cukup untuk mengevaluasi proyek. Hal ini diperlukan pada tahap negosiasi dengan penawar dari sektor swasta untuk menghasilkan persaingan yang cukup untuk memastikan kemungkinan pemilihan proyek terbaik. Selain itu, kerja sama yang efektif merupakan elemen penting untuk keberhasilan pelaksanaan proyek berbasis KPS. Karena proyek KPS hijau merupakan usaha jangka panjang, kemungkinan berlangsung setidaknya dalam 15 tahun, komitmen yang tinggi dan kerja sama perlu dilembagakan (Merk dkk., 2012). Dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri PMK No 223/PMK.011/2012. Bappenas, 2013, Rencana Proyek Infrastruktur Kemitraan Pemerintah dan Swasta di Indonesia
5 6
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 76
1/21/2016 11:06:51 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
77
I n s t ru m e n Pa s a r M o d a l h i j a u Dalam beberapa tahun terakhir, mekanisme pasar modal hijau telah muncul sebagai sumber pendanaan inovatif karena memiliki potensi untuk menekan biaya infrastruktur. Obligasi infrastruktur memungkinkan investor institusional (misalnya, dana pensiun) dapat langsung berinvestasi dalam jangka panjang dan berisiko rendah. YieldCos adalah perusahaan ekuitas yang mengemas ekuitas dan utang dalam satu paket sehingga dapat menghindari premi pembiayaan proyek yang terkait dengan proyek tunggal. Obligasi daerah juga dapat menurunkan biaya pendanaan proyek-proyek dengan pemerintah daerah mengambil peran sebagai investor itu sendiri dan memikul risiko ekuitas (The New Climate Economy, 2014: 3). Instrumen pasar modal paling menjanjikan adalah obligasi hijau. Terdapat beragam obligasi infrastruktur, tetapi obligasi atau portofolio obligasi yang dinilai berwawasan lingkungan atau proyek-proyek “hijau” (HSBC, 2013: 1–2). Obligasi tersebut ditargetkan untuk investor dengan preferensi berinvestasi pada proyek-proyek ramah lingkungan. Bahkan, obligasi tersebut menciptakan pasar keuangan hijau baru, yang mungkin bisa menurunkan biaya pendanaan proyek infrastruktur hijau dalam jangka panjang melalui kekuatan kompetitif. Pada tahun 2013, obligasi hijau yang dikeluarkan senilai US$11 miliar, nilai tersebut masih sebagian kecil dari pasar obligasi global tetapi salah satu yang tumbuh (The New Climate Economy, 2014: 11). Di Indonesia, BUMN dan pemerintah daerah akan menjadi entitas yang paling jelas untuk menerbitkan obligasi hijau, tetapi pasar untuk produk-produk keuangan hijau masih dalam masa pertumbuhan. Pembentukan bank investasi hijau, mengikuti contoh seperti KFW Jerman, China Development Bank, atau New Development Bank yang baru-baru ini didirikan (sebelumnya, dikenal sebagai BRICS Development Bank), dapat membantu menggerakkan permintaan investor untuk aset rendah karbon di pasar domestik, terutama jika fokus akan berinvestasi dalam proyek-proyek infrastruktur hijau daerah (The New Climate Economy, 2014: 11–16). Namun, seperti halnya di negara maju, investor di pasar keuangan Indonesia masih berorientasi pada pertumbuhan jangka pendek dan lebih cenderung mencari aset likuid. Selain itu, aturan yang membingkai industri keuangan saat ini, baik aturan akuntansi maupun investasi, mungkin juga menghalangi investor institusional (seperti dana pensiun) dari aset jangka panjang dan aset tidak likuid seperti obligasi infrastruktur hijau (The New Climate Economy, 2014: 12). Relevansi untuk situasi di Indonesia, khususnya, adalah peraturan yang mewajibkan aturan kecukupan modal yang lebih ketat yang dimaksudkan untuk mengurangi eksposur bank untuk utang jangka panjang. Sementara iyu, upaya dalam memenuhi permintaan lingkungan keuangan yang lebih menerapkan kehatihatian, yang merupakan warisan krisis keuangan pada tahun 1998 dan 2008, yang mana juga membatasi kemauan dan kemampuan bank dalam negeri dalam menangani investasi hijau, termasuk obligasi hijau.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 77
1/21/2016 11:06:51 AM
78
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
K E S IM P U LA N Bab ini menjelaskan cara mengintegrasikan tujuan pertumbuhan hijau ke dalam perencanaan dan pengembangan kawasan ekonomi khusus. Bagian pertama melihat bagaimana isu-isu lingkungan menjadi faktor penting dalam pengembangan KEK dan menyoroti secara garis besar alasan keberlanjutan dan internalisasi biaya untuk dimasukkan sebagai faktor penting dalam menentukan daya saing. Bagian kedua memberikan kerangka analisis pertumbuhan hijau untuk mendapatkan lima hasil yang diinginkan dari pertumbuhan tersebut dengan cara: menghindari dan membatasi emisi gas rumah kaca, membangun ketahanan terhadap iklim ekstrem dan perubahan jangka panjang, menggunakan sumber daya yang lebih efisien, berkelanjutan, dan peningkatan PDB dan standar hidup yang terdistribusi merata, dan secara ekonomi menghitung kekayaan alam yang sering tidak terlihat membawa keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Bab ini menunjukkan secara garis besar potensi KEK sebagai kawasan inovasi untuk menerapkan kebijakan pertumbuhan hijau. Tiga intervensi kebijakan utama untuk merancang KEK hijau telah diidentifikasi. Pertama, pemberian insentif untuk memastikan bahwa produk hijau masuk KEK; kedua, menerapkan kebijakan pertumbuhan hijau untuk seluruh KEK sejak tahap perencanaan awal sehingga menjamin kinerja lingkungan terbaik bagi seluruh kawasan ekonomi; dan ketiga, memungkinkan insentif dan regulasi kegiatan ekonomi untuk menarik teknologi hijau dan inovasi dalam KEK. Kerangka pertumbuhan hijau ini dapat diterapkan untuk merancang atau rancang ulang KEK serta mengidentifikasi dan memperkirakan kesempatan investasi hijau dengan menggunakan analisis biaya manfaat yang diperluas (eCBAs). Manfaat moneter diharapkan terkait dengan intervensi kebijakan pertumbuhan hijau yang berpotensi besar, seperti yang ditunjukkan dalam dua contoh kasus kawasan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi, membuat proyek-proyek layak investasi (investable) hijau membutuhkan intervensi kebijakan publik untuk meningkatkan manfaat proyek dan/atau mengurangi risiko proyek. Bagian ketiga dan terakhir memberikan cara mengidentifikasi mekanisme pembiayaan yang inovatif untuk mendukung perencanaan dan pengembangan KEK hijau di Indonesia. Para stakeholder perlu melakukan intervensi kebijakan publik untuk menghitung keuntungan berinvestasi dalam proyek-proyek rendah emisi di KEK dan menemukan cara untuk mendanai investasi tersebut. Perencanaan KEK, kebijakan-kebijakan, pengembangan proyek, dan mekanisme keuangan yang tersedia perlu diselaraskan dengan cara strategis untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investor. Dari perspektif pemerintah nasional dan daerah, kerja sama pemerintah swasta (KPS) dan instrumen baru seperti obligasi hijau merupakan sumber keuangan yang menjanjikan untuk proyek-proyek infrastruktur hijau, tetapi masih ada hambatan kelembagaan dan kebijakan yang harus segera diatasi sebelum instrumen tersebut efektif digunakan di pasar keuangan Indonesia. Jika intervensi dan kebijakan berorientasi pada pengembangan KEK hijau, pengelolaan modal alam yang lebih baik akan dipastikan dan prospek manfaat meningkatnya kesejahteraan bagi ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan akan jauh lebih baik.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 78
1/21/2016 11:06:52 AM
Bab 4 Kawasan Ekonomi Khusus dan Pertumbuhan Hijau di Indonesia
79
DA F TA R P U S TA K A Bappenas. 2013. Public-Private Partnerships Infrastructure Project Plans in Indonesia. DFID and PWC. 2009. Bangladesh Economic Zones: A Sustainability Framework. Dechezleprete, A. dan M. Sato. 2014. “The Impacts of Environmental Regulations on Competitiveness”. Policy Brief. November. Graham Research Institute on Climate Change and the Environment and Global Green Growth Institute. Farole, T. dan G. Akinci (para editor). 2011. . Washington, D.C.: The World Bank. FIAS/World Bank. 2008. Special Economic Zones: Performance, Lessons Learned, and Implications for Zone Development. Washington, D.C.: The World Bank Group. GGGI. 2014. “Green Industry Mapping Strategy (GIMS) in Indonesia”. International Leading Practice Report. Jakarta: Pemerintah Indonesia—GGGI Green Growth Indonesia Program. GGGI. 2015a. “KIPI Maloy: Moving Towards Green Growth”. Technical Report. Jakarta: Pemerintah Indonesia—GGGI Green Growth Indonesia Program. GGGI. 2015b (segera dipublikasikan). “KSN Mamminasata: Moving Towards Green Growth”. Technical Report. Jakarta: Pemerintah Indonesia—GGGI Green Growth Indonesia Program. GGGI. 2015c (segera dipublikasikan). “Delivering Green Growth in Indonesia: A Roadmap for Policymakers”. Unpublished Working Paper. Jakarta: Pemerintah Indonesia—GGGI Green Growth Indonesia Program. HSBC. 2013. “Bonds and Climate Change. The State of the Market in 2013”. Climate Bonds Initiative. Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. “Climate Change 2007”. Synthesis Report. Jenewa: IPCC. IPCC. 2011. Special Report on Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation. Cambridge: Cambridge University Press. KPMG International Cooperative. 2014. “A New Vision of Value: Connecting Corporate and Societal Value Creation”. Diunduh dari https://www.kpmg.com/Global/en/topics/ climate-change-sustainability-services/Documents/a-new-vision-of-value.pdf. Merk, O., S. Saussier, C. Staropoli, E. Slack, dan J.H. Kim. 2012. “Financing Green Urban Infrastructure”. OECD Regional Development Working Papers. 2012/10, OECD Publishing. Diunduh dari http://dc.doi.org/10.1787/5k92p0c6j6r0-en. Ministry of Finance Indonesia and Climate Policy Initiative. 2014. “The Lansdscape of Public Climate Finance in Indonesia”. Jakarta. Navigant Research. 2014. “Energy Efficient Retrofits for Commercial and Public Buildings”. Strategic Asia. 2012. “Public Private Partnerships (PPPs) in Indonesia: Opportunities from the Economic Master Plan”. Makalah yang disiapkan oleh Strategic Asia for the UK Foreign Office. The New Climate Economy. 2014. “Better Growth, Better Climate”. Laporan Global Commission on the Economy and Climate. Washington, D.C.: New Climate Economy/ World Resources Institute.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 79
1/21/2016 11:06:54 AM
80
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Wahyuni, S. (ed.). 2013. Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, and China. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. World Bank. 2010. “Development and Climate Change”. World Development Report. New York : Oxford University Press. . 2012. “Green Infrastructure Finance”. Framework Report. Washington, D.C.: The World Bank. . 2014. Low Carbon Zones: A Practitioner’s Handbook. Washington, D.C.: The World Bank. Yeo, Han-Koo dan Gokhan Akiinci. 2008. “Low Carbon, Green Special Economic Zones”. Dalam Farole, Thomas dan Gokhan Akinci (para editor). 2011. Special Economic Zones: Progress, Emerging Challenges and Future Directions. hlm. 283–308.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 80
1/21/2016 11:06:54 AM
EVALUASI PENGEMBANGAN KLUSTER
BAB
5
Sari Wahyuni, Maeyta Selli Pada bagian sebelumnya telah dijabarkan pentingnya mengembangkan strategi kluster. Selanjutnya pada bagian ini, akan ditekankan pentingnya mengukur pengembangan kluster. Memiliki umpan balik kuantitatif yang baik, serta menginformasikan pengembangan strategi itu sendiri merupakan bagian penting dari proses peninjauan strategi. Namun, dari pekerjaan yang dilakukan, dan dilaporkan dalam Evidence Paper, masih sedikit pembuktian terkait penggunaan indikator yang konsisten untuk mengukur pengembangan kluster. Pada bagian ini akan dibahas pendekatan untuk menyeleksi indikator. Pendekatan ini dimulai dengan mencermati penggunaan indikator sebagai alat bantu pengambilan keputusan, kemudian mempertimbangkan kerangka monitoring (pemantauan) yang berpotensi untuk digunakan. Memahami berbagai elemen kluster dan kinerja masing-masing merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi kekuatan maupun kelemahan kluster dan intervensi yang tepat untuk tahap selanjutnya. Identifikasi mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif mencakup analisis statistik atau numerik pada variabel, seperti pekerjaan atau output. Analisis kualitatif mencakup diskusi dengan para pelaku bisnis di kluster tentang content inovatif dari berbagai proyek, atau penilaian berbagai dimensi kluster yang lebih “soft” (soft dimension dari kluster).
M E N GA PA K ITA M E NGUKUR KLUS TER? Salah satu alasan mengapa kita mengukur kluster adalah untuk membangun sistem yang mampu melacak kinerja kluster dari waktu ke waktu dan ruang. Apalah gunanya membuat strategi yang bagus tapi tidak kita monitor pelaksanaannya. Dengan demikian diperlukan pengukuran terhadap kluster yang berguna untuk: • Menilai dampak dari langkah-langkah kluster • Perbandingan kinerja
81
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 81
1/21/2016 11:06:55 AM
82
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Memahami berbagai elemen kluster dan kinerja masing-masing merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi, apakah kluster tersebut semakin kuat atau semakin lemah dan yang mana intervensi berikutnya akan cocok dilakukan. Proses pengukuran ini melibatkan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif mencakup analisis statistik atau numerik pada variabel-variabel penentu, seperti peningkatan produk domestik bruto (PDB—gross domestic product [GDP]), penyerapan tenaga kerja, angka ekspor impor, dan sebagainya. Analisis kualitatif mencakup diskusi dengan para pebisnis di kluster atas content inovatif proyek, dampak pengembangan kluster terhadap lingkungan, atau analisis lainnya. Para pembuat kebijakan perlu mengetahui apakah adanya intervensi dapat meningkatkan kinerja kluster dalam mencapai tujuan yang dimaksud. Mereka juga perlu mengetahui mengapa intervensi belum berhasil. Hal ini dapat membantu dalam mengidentifikasi apakah pendekatan kebijakan tertentu yang efektif dan efisien sudah sesuai. Mengukur keberhasilan juga dapat dilakukan secara mutlak (absolute), yaitu dengan melakukan intervensi sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Monitoring dapat membantu untuk memastikan apakah intervensi dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan rencana dan apakah memiliki dampak yang diinginkan. Di samping itu, monitoring juga dapat bertindak sebagai langkah pengingat apabila timbul kesulitan. INNO Germany AG (2010) menjelaskan bahwa pengukuran (evaluasi) dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk meraih akuntabilitas dan pembelajaran kebijakan (accountability dan policy learning). Dalam beberapa dekade terakhir, evaluasi kluster menjadi makin relevan dan menjadi suatu kebutuhan guna memunculkan kelayakan, feasibility, efektivitas dan efisiensi kebijakan publik. Evaluasi kebijakan kluster mampu mendukung proses pengambilan keputusan dalam hal: 1. Pembiayaan kluster terpilih 2. Peningkatan berbagai program kebijakan kluster 3. Menyudahi dukungan kluster (exit from cluster support) Dalam pembahasan selanjutnya, kami sajikan berbagai rekomendasi pragmatis dan membumi bagi para pengambil keputusan, tentang bagaimana merencanakan dan menggunakan evaluasi kluster (di mana evaluasi kluster tersebut harus memperhatikan dan memperjelas berbagai informasi berikut): 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tujuan proses monitoring dan evaluasi Subjek evaluasi Pihak yang melakukan evaluasi Waktu yang tepat utnuk melakukan evaluasi Para stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat dalam proses evaluasi Berbagai biaya terkait dengan proses evaluasi
Tantangan utama yang terjadi adalah kompleksnya kebijakan kluster dan pengukuran atas kebijakan tersebut. Untuk alasan pertanggungjawaban, para pembuat keputusan biasanya paling tertarik pada isu sumber daya yang telah dikeluarkan dan pengukuran yang akurat atas dampak positif kluster (dalam satuan moneter). Sebagai contoh, para pengambil keputusan biasanya ingin mengetahui, sejauh mana kebijakan kluster telah berdampak pada:
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 82
1/21/2016 11:06:55 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
83
Meningkatnya inovasi (peluncuran produk baru, R&D swasta) Penambahan aktivitas riset (paten, publikasi, dll.) Pembentukan perusahaan baru (hasil inkubasi) Penciptaan lapangan pekerjaan Pertumbuhan penjualan Investasi Penguatan dinamika kluster (keanggotaan, network meeting, komunikasi) Daya tarik sumber daya (FDI yang masuk, dan SDM yang terampil)
Menurut Sölvell dkk. (2009: 92), hal terpenting bagi pembuat kebijakan adalah dampak nyata dari kebijakan kluster tersebut. Meskipun demikian, pembuat kebijakan dapat menggunakan berbagai hasil awal dari evaluasi dan secara berkelanjutan menggunakan berbagai indikator sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning system). Sementara itu, proses monitoring yang berkelanjutan tetap menjadi fokus utama dalam pengelolaan kluster dan proses memimpin. Sistem monitoring berfokus pada pertanyaan, “Apakah perusahaan-perusahaan memperoleh berbagai keuntungan dari keberadaan kluster?”
BAGA IMA NA M E LA K UKAN EVALU ASI Proses evaluasi harus didasarkan pada berbagai referensi yang membahas tentang evaluasi kluster dan pengalaman para manajer serta pembuat kebijakan. Beberapa pertanyaan berikut menjadi titik awal sistem monitoring dan evaluasi, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Apa tujuan proses monitoring dan evaluasi? Apa yang akan dievaluasi? Siapa yang seharusnya melakukan evaluasi? Siapa yang akan terlibat dalam proses evaluasi? Berapa besar biaya evaluasi?
Dalam hal ini, evaluasi kluster harus mengikuti berbagai informasi yang dibutuhkan dan dengan jelas menegaskan berbagai tujuan evaluasi tersebut. Sölvell dkk. (2009: 123), menjelaskan bahwa dengan melakukan proses evaluasi, sebuah kluster, dan para pembuat kebijakan dapat: 1. Memprioritaskan ide pembentukan kluster (cluster initiatives). 2. Meningkatkan pemahaman kerja dengan kebijakan pembangunan wilayah. 3. Menciptakan pembelajaran dasar dan menciptakan dialog pada pola pembangunan berkelanjutan. 4. Mengerti dengan lebih baik berbagai kebutuhan dan keinginan para partisipan kluster. 5. Melegitimasi berbagai aktivitas kluster dan meningkatkan mobilitas di sekitar prakarsa kluster (Sölvell, 2009: 123).
Ap a yang H a ru s D ieva lu a s i? Evaluasi pada konteks kluster dapat berfokus pada prakarsa kluster (cluster initiative) dan/atau tatanan manajemen, kluster secara keseluruhan atau kelompok dari kluster yang berbeda. Para pembuat kebijakan perlu mengetahui bahwa tidak ada suatu ketentuan umum dalam memutuskan, apa yang perlu dievaluasi. Lebih jauh lagi, objek evaluasi
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 83
1/21/2016 11:06:57 AM
84
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
akan berbeda seiring dengan berbedanya kluster dan kekhasan wilayah serta berbagai hal yang telah diputuskan dalam proses konsultasi dengan para stakeholder dalam kluster tersebut. Objek evaluasi juga akan bergantung pada berbagai faktor, misalnya: tujuan umum evaluasi (akuntabilitas, pembelajaran kebijakan (policy learning), dll) atau tahapan perkembangan kluster. Berbagai keputusan yang dibuat berdasarkan tujuan-tujuan dan objek yang dievaluasi akan berdampak pada pemilihan indikator dan standar kinerja. Kapan Evaluasi Dilakukan. Pada kenyataannya, evaluasi sering dilakukan saat implementasi ataupun saat mendekati akhir dari suatu program kebijakan. Ada dua jenis evaluasi yang dilakukan: Evaluasi Ex-Ante: merupakan evaluasi yang berfokus pada ketepatan pengukuran kebijakan dan uji feasibility-nya dilakukan sebelum atau pada saat program tersebut dimulai. Evaluasi seperti ini, idealnya dimulai dengan menyusun suatu prakarsa (inisiasi) kluster, misalnya menyusun suatu gambaran ex-ante dari struktur jejaring (network) dan memungkinkan intensifikasi dari waktu ke waktu. Evaluasi Ex-Post: Dalam evaluasi ini, logika yang sama berlaku untuk evaluasi yang didesain guna mengukur dampak jangka panjang dari kebijakan kluster. Evaluasi ini jarang ditemukan di kebijakan kluster yang melibatkan banyak aktor dan pengukuran (Jappe-Heinze dkk., 2008: 1). Namun, saat evaluasi tersebut dilakukan, para evaluator dan pembuat kebijakan, perlu mengetahui dampak apa yang secara realistis diharapkan dari tahap awal siklus kebijakan kluster, mengingat dampak tersebut membutuhkan waktu untuk terlihat dampaknya. Selain itu, evaluasi Ex-Post ini, berfokus pada pengaruh eksternal dan ekonomi jangka pendek. Miles dan Cunningham (2006: 93) mengikhtisarkan beberapa sistem evaluasi ekonomi. Sistem tersebut dijelaskan dalam Gambar 5.1. Gambar 5.1 Sistem Evaluasi Ekonomi
The modular economic evaluation system Ex post Evaluation
Short–run economic and external effects
Just after programme termintaion
Long–term evaluation
Economic impacts and external effects
About ten years after project start–up
Infrastructure evaluation
Network and external effects
Just after, then ten years later
Economic evaluation
Time series analysis combining company and project information to estimate rate of return
Time series
Ex–ante evaluation
Start–up expectations of economic and external effects
Year after start–up
Sumber: Economic evaluation systems, (Miles / Cunningham 2006: 93).
Dalam hal ini, pemerintah ataupun manajemen kluster dapat memilih tipe evaluasi yang cocok bagi kluster mereka, yang sangat tergantung juga pada umur (lifecycle) kluster mereka.
S i ap a yan g S e h a ru s n ya M e n geva lu a s i? Evaluasi dapat dilakukan secara internal oleh instansi pemerintah yang ditunjuk oleh pengelola kluster atau dapat pula dilakukan secara eksternal oleh pihak ketiga yang tidak
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 84
1/21/2016 11:06:57 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
85
berpihak, misalnya: konsultan swasta atau para akademisi (di mana mereka biasanya memiliki kredibilitias yang tinggi). Dalam hal ini, evaluator memang seharusnya tidak berpihak dan bebas dari konflik kepentingan (Miles dan Cunningham, 2006: 189). Di sisi lainnya, para pembuat keputusan dan pengelola kluster biasanya lebih memiliki pengetahuan yang mendalam atas proses internal kluster dan memiliki akses yang lebih mudah atas anggota-anggota kluster, sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik (dekat). Oleh karena itu, berbagai organisasi pengelola kluster idealnya ikut dalam aktivitas monitoring dan pengumpulan data time series. Melekatkan rutinitas aktivitas monitoring dalam program kebijakan kluster juga dapat menjaga efisiensi proses evaluasi (menjadi lebih ekonomis). Idealnya, para pengambil kebijakan perlu mendesain proses monitoring berbarengan dengan proses evaluasi atau merencanakan proses monitoring yang terkoordinasi dengan strategi organisasi. Hal ini memungkinkan evaluator eksternal untuk bekerja lebih dekat dengan pengelola kluster dan menyampaikan berbagai informasi yang dibutuhkan, sehingga berbagai indikator dapat secara kontinu dimonitor. Sementara itu, Miles dan Cunningham (2006), menuliskan konsensus di mana dalam proses evaluasi, para stakeholder dalam kebijakan kluster (para partisipan dalam kluster, pengelola kluster, dan para pihak yang terpengaruh) perlu dilibatkan dalam proses evaluasi. Bergantung pada pendekatan evaluatif yang digunakan, tingkat keterlibatan partisipan kluster dan/atau pengelola dapat mulai dari menyediakan data hingga aktif berpartisipasi untuk turut serta dalam proses mendesain evaluasi dan menentukan berbagai pertanyaan serta kriteria evaluasi yang digunakan. Keterlibatan para stakeholder dalam proses evaluasi dapat membantu meraih kepercayaan dari para pihak yang sedang dievaluasi (yaitu pengelola kluster: para perusahaan yang berpartisipasi dalam kluster) dan meningkatkan partisipasi dalam upaya pengumpulan data para evaluator. Selain itu, hal ini juga meningkatkan rasa kepemilikan pada upaya riset yang dilakukan, sekaligus meningkatkan keinginan para pihak untuk membuka informasi dan juga menjadi sumber pembelajaran yang melibatkan semua pihak. Miles dan Cunningham (2006: 95) juga menyarankan untuk mendiskusikan berbagai indikator pengukuran bersama para programme stakeholder, guna meningkatkan pemahaman dan penerimaan yang baik.
B e rap a B e s a r n ya B i aya P ro s e s E va l u a s i ? Secara umum, Miles dan Cunningham (2006: 88), mengungkapkan besaran antara 1–5% dari total besaran biaya program. Sementara itu, standar program evaluasi terdiri atas beberapa tahapan, sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan dalam penilaian. 2. Menetapkan standar kinerja yang menjadi penentu kesuksesan/kegagalan, berdasarkan pada nilai dari kriteria terpilih. 3. Memutuskan apakah akan mengintegrasikan berbagai pertimbangan menjadi suatu penilaian intervensi yang menyeluruh (Sölvell dkk., 2009: 84).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 85
1/21/2016 11:06:57 AM
86
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Saat mengevaluasi kluster, sangat penting untuk mendefinisikan masing-masing kriteria nilai yang merepresentasikan berbagai dimensi teoretis dari kegagalan dan kesuksesan terkait kebijakan kluster. Berbagai kriteria tersebut dapat ditentukan sebelum intervensi kebijakan, selama proses evaluasi, atau setelah dilakukannya evaluasi. Sölvell dkk. (2009) mengusulkan sejumlah kriteria yang umum digunakan dan sangat berguna, yang terdiri atas hal yang bersifat substantif (goal oriented), ekonomi (effectrelated) dan kriteria proses: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kriteria substantif—apa yang menjadi tujuan? Tujuan (goals): tentang efektivitas evaluasi. Tujuan dan kriteria guna menilai berbagai efek samping. Kriteria klien. Kriteria dari para profesional: kriteria dari rekan sejawat (peer criteria), juga kriteria dari diri sendiri (self-criteria). Berbagai pertimbangan dan isu dari para stakeholder. Kriteria ekonomi (analisis dampak). Produktivitas (rasio hasil pada biaya). Efektivitas (biaya–kegunaan).
Evaluasi tentang kluster mengusung berbagai cara yang berbeda untuk mengkategorisasikan berbagai indikator yang relevan berkaitan dengan kebijakan kluster. Salah satu cara termudah adalah dengan mencermati kinerja pada tingkatan mikro/tingkat perusahaan, meso (tingkatan kluster), dan tingkat makro. Gambar 5.2 Kerangka Kerja Monitoring dan Evaluasi Kluster
Outputs Cluster projects
Micro Level objectives
Cluster level objectives
Macro level objectives
Performance measures
Performance measures
Performance measures
• Active Participation in networks
• The number of patents
• Productivity
• Number of businesses trading online
• Number of strategic alliances, JVs and collaborations • Level of value add per employee
• Level of investment in R&D
• Growth in new fim information
• Level of venture finance
• Number of high performing firms • Increase number of active networks
Baselines
• Average wages
• Level of venture finance • Wage growth
• Level of GDP/ capita
Annual Reports
• Cost of living • Exports
• Improve specialist labour pools
Performance Assessment
Cluster Time Frame (years) Sumber: Learmonth dkk. (2002: 569).
Berbagai variabel pada tiap tingkatan yang lebih rendah dapat menjadi prekondisi bagi tingkatan yang lebih tinggi. Pada tingkatan perusahaan, kebijakan kluster secara langsung
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 86
1/21/2016 11:06:57 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
87
bertujuan meningkatkan kinerja perusahaan. Pada tingkatan kluster (meso), evaluasi berfokus pada indikator-indikator seperti perbaikan kapasitas inovasi, pembangunan dan pendirian perusahaan yang bertumbuh pesat, daya tarik dari keuangan ventura dan pengembangan berbagai pusat pengembangan bakat (Learmonth dkk., 2003: 568). Pada tatanan makro, berbagai indikator yang digunakan salah satunya termasuk berbagai tujuan terkait kebijakan utama kluster yang berhubungan dengan berbagai aktivitas, seperti penciptaan lapangan kerja dan produktivitas. Sementara itu, indikator pada tatanan mikro dapat diukur lebih awal dalam proses pengembangan kluster (kluster dan tujuan makro dari kluster diharapkan terjadi di jangka menengah dan jangka panjang). Sekali lagi, para pembuat kebijakan semestinya tidak sungkan untuk bekerja di tatanan mikro dalam arti sebagai sistem peringatan dini. Pada saat yang sama, mereka perlu menginterpretasikan berbagai hasil yang telah diperoleh di awal, karena mereka bersingungan dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Para pembuat kebijakan lokal dan regional yang terlibat dalam sebuah prakarsa (initiative) riil kluster, kemungkinan besar akan berfokus pada tatanan mikro dan berbagai indikator pada tatanan kluster. Pada tatanan mikro, pembedaan yang nyata dapat dibuat terkait dengan strategi pada tatanan kluster, organisasi dan penyusunan jejaring (network) saat prakarsa kluster sedang diimplementasikan dan dampak langsung dari berbagai aktivitas kluster pada perusahaan ataupun anggota-anggota kluster yang lainnya.
S TA N DA R K I N E RJA SEPER TI A PA YA NG S E HA R U S NYA D I G U NAK AN PADA EVALUASI K LU S T E R ? Perlu diingat, evaluasi adalah lebih dari mengukur berbagai indikator. Sederhananya, evaluasi merupakan perbandingan berbagai indikator yang digunakan dengan standar kinerja, guna menghasilkan hasil yang bermakna terkait kualitas kebijakan kluster. Pada praktiknya, proses evaluasi seharusnya mempertimbangkan berbagai output (keluaran) dari aktivitas-aktivitas kluster, seperti jumlah aplikasi paten, artikel-artikel ilmiah atau proyek-proyek R&D yang telah selesai dikerjakan.
Metod e E va lu a s i Secara teoretis, evaluasi kebijakan kluster terdiri atas berbagai metode dan teknik (guna mengevaluasi kebijakan terkait perkembangan riset dan teknologi). Berbagai pendekatan metodologis dan teknik tersedia mulai dari yang bersifat kualitatif dan semi kualitatif [wawancara, studi kasus, panel ahli, hingga metodologi modeling, seperti pendekatan grup kontrol, model, dan simulasi mikro-makro ekonomi, metode analisis data statistik (seperti benchmarking dan survei inovasi)]. Dalam praktiknya, evaluasi kluster dewasa ini, lebih condong pada metode kualitatif. Hal ini didasari dari berbagai temuan tentang berbagai kondisi sifat dasar kluster yang tidak spesifik, juga bermunculannya berbagai tujuan kebijakan kluster yang bersifat kualitatif (learning effects, pengembangan kompetensi dan kapasitas organisasi regional atau peningkatan intensitas kerja sama dan kesulitan untuk mengakses data primer yang relevan untuk digunakan dalam analisis ekonometrik (Kiese dan Schätzl, 2008: 32;
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 87
1/21/2016 11:06:58 AM
88
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Kulicke, 2009: 14). Oleh karena itu, hanya pendekatan kuantitatif saja, tanpa dibarengi dengan unsur kuantitatif, tidak sesuai untuk evaluasi kebijakan kluster ini. Permasalahan ini, dapat diilustrasikan dengan contoh tentang tujuan kluster, guna meningkatkan intensitas dan kualitas networking, yang membutuhkan perpaduan dari metode-metode yang berbeda, seperti wawancara, survei atau analisis jejaring (network analysis) (Miles dan Cunningham 2006: 96). Seperti biasanya, pemilihan metode-metode tersebut, harus sesuai dengan berbagai pertanyaan dan informasi yang dibutuhkan pada situasi yang spesifik dan dianggap harus sesuai oleh pihak yang dievaluasi. Kesesuaian dan ketepatan berbagai metode tersebut, juga berbeda-beda bergantung pada tingkatan evaluasi yang dilakukan (apakah mikro, meso, atau makro). Bagian selanjutnya akan menjelaskan beberapa metode yang dapat digunakan dalam evaluasi kluster.
E x p er t Ju d ge m e n t Expert judgement—dalam bentuk panel ahli/wawancara (merupakan metode yang populer dalam evaluasi kebijakan kluster). Metode-metode tersebut dapat digunakan sebelum proses pemetaan kluster, guna mengidentifikasi kluster yang menjanjikan (kandidat kluster). Selain itu, berbagai metode tersebut juga dapat digunakan bersama atau sebagai evaluasi setelah program selesai dan untuk penilaian posisi program kluster dan “kecocokannya” pada keseluruhan wilayah atau sebagai gambaran kebijakan inovasi nasional. Adanya kompleksitas dan karakter inovasi kebijakan kluster, serta kesulitan menguantifikasikan dampak sosial ekonomi menyebabkan wawancara dan studi kasus sering menjadi pilihan metode yang sesuai. Kedua pendekatan ini menggunakan observasi langsung dari kejadian alami yang terjadi. Selain itu, kedua pendekatan ini juga dari sudut pandang para partisipan program dan para stakeholder—untuk menginvestigasi berbagai perilaku dan distimulasi oleh program-program inovasi serta keadaan sosial yang asli (Miles dan Cunningham 2006: 139). Tiap kluster dapat dijadikan sebuah kasus, di mana sang evaluator berupaya mengerti proses yang pokok. Studi kasus dipahami sebagai suatu kerangka kerja evaluasi yang dapat melibatkan pengumpulan data kualitatif ataupun data kuantitatif, misalnya melalui survei, content analysis, ataupun analisis statistik dari data sekunder ataupun observasi. Metode studi kasus tidak sesuai untuk menguji hubungan kausal, namun metode ini berguna untuk menginvestigasi bagaimana berbagai faktor berhubungan dengan dampak yang terjadi (Stern, 2002: 173). Suatu studi standar evaluasi kluster sering kali kembali pada suatu paduan analisis dokumen, berbagai kuesioner tertulis, berbagai survei berbasis e-mail dan/atau web, serta berbagai wawancara personal dan konsultasi ahli. Berbagai pertanyaan yang didesain dapat saja berfokus pada hasil terdekat (segera), namun juga pada dampak tidak langsung dari kebijakan kluster tersebut. Misalnya, para partisipan dapat ditanya secara langsung nilai tambah yang diciptakan oleh para partisipan tersebut untuk sebuah kluster. Bagaimanapun, masalah yang muncul dengan pertanyaan seperti ini adalah adanya kemungkinan bahwa para partisipan memberikan jawaban yang over-positif supaya tetap diberi dukungan oleh berbagai pihak.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 88
1/21/2016 11:06:58 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
89
Kemajuan dari penggunaan studi kasus adalah pengujian bagaimana perubahan perilaku kluster dihubungkan dengan kinerja para anggota kluster dan bagaimana dampak bagi kluster tersebut sebagai suatu keseluruhan. Hal ini menjadi relevan dalam kebijakan kluster karena berarti ini membicarakan berbagai dampak dalam kluster sebagai keseluruhan (Raines, 2003: 198)
Benchm a rkin g Benchmarking merupakan metode yang makin sering digunakan dalam evaluasi kebijakan. Proses ini biasanya melibatkan perbandingan dengan berbagai indikator kuantitatif yang telah ditetapkan sebelumnya. Benchmarking ini dapat diaplikasikan pada berbagai subjek, seperti layanan, produk, kebijakan, struktur dan proses. Benchmarking ini juga dianggap sebagai sebuah alat pembelajaran guna merefleksikan kinerja suatu objek referensi terhadap yang lain dan menimbulkan berbagai perbaikan (Miles dan Cunningham, 2006: 139; Polt, 2002: 201). Dalam hal ini, perlu dibedakan antara benchmarking dan stocktaking. Stocktaking merupakan metode pemeringkatan yang utamanya adalah untuk membangun kesadaran dan fungsi pemasaran. Sementara benchmarking bertujuan memperbaiki proses berdasarkan berbagai insight yang membuat berbagai proses tersebut berjalan efektif dan efisien (IRE 2006: 6). Pada aplikasi kluster, benchmarking dapat digunakan untuk menyediakan informasi bagi jejaring (networks) tentang struktur, proses, berbagai perkembangan, metode ataupun layanan dari suatu kluster dengan kluster lainnya (Wessels/Meier zu Köcker, 2009: 39 dalam INNO Germany AG 2010). Selain itu, benchmarking juga menjadi salah satu alat penilaian proses mapping kluster guna mempelajari positioning kluster. Benchmarking bukan hanya sekedar melakukan pemeringkatan, namun harus dipahami sebagai bentuk aktif pembelajaran dan proses perbaikan yang berkelanjutan. Wessels/Meier zu Köcker (2009) juga mengungkapkan bahwa salah satu keuntungan benchmarking, adalah para anggota kluster hanya perlu sedikit upaya dalam prosesnya (mereka tidak perlu terlibat). Bahkan, para praktisi juga dapat menggunakan benchmarking untuk mengidentifikasi perbandingan kluster yang lebih lemah. Sementara itu, analisis jaringan (network analysis), digunakan dalam evaluasi untuk menjelaskan perilaku para partisipan melalui berbagai karakter hubungan kerja sama di antara mereka (Lengrand, 2006: 139). Dikarenakan kebijakan kluster dimaksudkan untuk membentuk perubahan struktural dan perilaku dalam organisasi kluster, analisis jaringan nampak menjadi suatu cara utama yang berguna untuk memperbaiki berbagai proses dalam kluster. Evaluasi yang berfokus pada dampak jejaring (network) terkait kebijakan kluster dapat berpangkal pada berbagai pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah kebijakan membuat para anggota bergabung dalam kluster? 2. Sampai seberapa jauh, para anggota menyadari the fenomena cluster-wide secara bersama-sama, sebagaimana ditunjukkan oleh perilaku jejaring individu mereka. 3. Apakah kebijakan kluster tersebut, meningkatkan nilai kluster dan collective action bagi para anggota kluster? (Raines, 2003: 197)
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 89
1/21/2016 11:06:58 AM
90
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Di sisi lainnya, analisis jaringan juga menawarkan banyak kemungkinan untuk perbaikan kebijakan, salah satunya terdapat dalam ikhtisar yang diungkapkan oleh Bührer (2002: 189): 1. Mengidentifikasi berbagai titik kelemahan dalam komunikasi dan kerja sama antaranggota. 2. Menyediakan hasil yang mengejutkan bahkan untuk para anggota jaringan. 3. Perbandingan kelompok-kelompok partisipan yang terpisah dalam suatu jejaring. 4. Mendapatkan faktor sukses yang spesifik dengan membandingkan berbagai tipe jejaring yang berbeda. 5. Berpotensi menghasilkan best practice dari membandingkan berbagai tipe network yang berbeda serta model organisasi mereka. Pelaksanaan analisis jejaring (network analysis) dapat menjadi cukup resource-intensive dikarenakan detailnya data tentang kluster/network yang harus dikumpulkan. Ini semua, dapat dilakukan dengan metode survei oleh para anggota kluster, dengan pertanyaan terstandardisasi tentang berbagai karakteristik dan perilaku kerja sama para anggota kluster, dan dapat pula dilengkapi dengan wawancara-wawancara personal. Selain kendala waktu yang dibutuhkan, berbagai kesulitan lain juga kemungkinan muncul, guna mendapatkan tingkat respons yang tinggi dari para anggota kluster (Bührer, 2002: 189; Kiese dan Schätzl, 2008).
Pend ekat a n Ko n t ro l G ru p Metode ini paling menarik, saat kita ingin mencermati dampak intervensi kebijakan pada para partisipan program, sebagai perbandingan dengan non-partisipan. Berbagai kesulitan praktis kadang menjadi kendala, seperti kurangnya (ketiadaaan) grup kontrol sebagai pembanding karena hampir semua KEK di Indonesia masih pada tahap persiapan. Kluster biasanya sangat unik dalam konteks kewilayahan (regional) dan masingmasing memiliki tahap pembangunan yang berbeda. Demikian juga, saat kebijakan kluster menjadi popular di banyak wilayah (region), menjadi sulit untuk mendapatkan kluster yang tidak bergantung pada dukungan kebijakan.
APA YA N G P E R LU D I LAKUK AN DENGAN H ASIL E VA LU A S I Berbagai hasil evaluasi harus berguna bagi pembuat kebijakan dan para stakeholder. Praktik evaluasi yang terencana dan tereksekusi dengan baik dapat dengan mudah digunakan untuk akuntabilitas publik (pertanggungjawaban publik). Hal ini dapat dilakukan dengan cara memublikasikan secara penuh, berbagai laporan evaluasi di domain publik dan secara transparan menunjukkan bagaimana akhir dari efektivitas program yang telah dicapai. Berdasarkan pertanyaan evaluatif yang diajukan, para penyusun kebijakan dapat menerima berbagai rekomendasi spesifik tentang berbagai program cluster policy.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 90
1/21/2016 11:07:00 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
91
Peng hent ia n Keb ija ka n ( Po licy Te r m in at io n ) Penghentian kebijakan bukan sekedar tentang inefisiensi program atau pengurangan biaya. Contohnya, ketika kebijakan kluster memengaruhi pembangunan kluster melalui pembiayaan awal, maka pembuat kebijakan dapat berpikir tentang bagaimana mengurangi dukungan publik. Beberapa pertanyaan yang paling relevan adalah: 1. Bagaimana kebijakan ditarik kembali tanpa banyak melukai kluster? 2. Bagaimana kita memastikan bahwa kluster dapat berlanjut untuk meraih kemakmuran, dengan tenaganya sendiri. 3. Bagaimana pengurangan kebijakan pembiayaan tersebut dapat tergantikan? (apakah dengan mekanisme iuran dari para anggota kluster atau dengan mencari investor baru)? Di sisi lain, pertanyaan tentang apakah, kapan, dan bagaimana untuk mundur (membatalkan diri) dari kebijakan kluster (cluster policy) bagaimanapun, merupakan pertanyaan yang tidak lazim dalam praktik kebijakan kluster. Sementara sekelompok ahli mempertimbangkan diperlukannya dukungan yang berkelanjutan bagi keberlanjutan kluster, para ahli yang lainnya menekankan pentingnya waktu yang cukup untuk pembatalan kebijakan kluster. Di Indonesia sendiri sudah di jelaskan dalam peraturan bahwa setelah 3 tahun pengangkatan Kawasan Ekonomi Khusus, kluster yang bersangkutan harus sudah jalan. Apabila belum mampu, penetapan sebagai kawasan khusus akan ditarik kembali. Secara teoretis, kesuksesan maupun kegagalan kebijakan kluster memerlukan penghentian kebijakan (termination). Jika suatu ambang batas dihubungkan dengan kesuksesan kebijakan kluster atau kegagalan, evaluasi dapat membantu memutuskan apakah akan diambil keputusan untuk mengakhiri dan/atau keluar dari kebijakan tersebut. Praktik kebijakan kluster dewasa ini nampaknya semakin menunjukkan sudut pandang yang lebih konkrit atas konsekuensi dari berbagai kluster yang tidak berkinerja baik (underperform) daripada kluster-kluster yang sempurna (unggul).
Ap akah ya n g H a ru s D iu ku r ? Kluster adalah multi-faceted dan dalam mengukur kluster, kita harus menyadari hal ini. Dalam praktiknya aspek-aspek yang disebut-sebut sebagai yang paling penting dalam pengembangan kluster, seperti jaringan dan pengembangan modal sosial, saat ini tidak diukur secara teratur atau konsisten. Sebagian besar langkah-langkah yanga ada berfokus pada kinerja ekonomi kluster. Hal ini tidak dapat memberikan informasi tentang apa yang terjadi pada faktor pendorong keberhasilan kluster. Berbagai perbedaan dimensi kluster secara luas dapat diklasifikasikan berdasarkan salah satu dari empat bagian yang secara luas dapat dirangkum dalam 4 driver utama. Keempatnya adalah: • • • •
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 91
Jaringan dan kemitraan—tingkat modal sosial. Inovasi dan R&D—tingkat inovasi dan kapasitas R&D. Keterampilan—ketersediaan dan kualitas tenaga kerja dalam kluster. Ekonomi dan perusahaan—tingkat kesempatan kerja, jumlah perusahaan dan kinerja serta hasilnya.
1/21/2016 11:07:00 AM
92
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Sebagai prinsip keberhasilan, intervensi tertentu harus dinilai berdasarkan apa yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Selain itu, intervensi seharusnya dapat menilai bagaimana kontribusi kinerja terhadap kluster itu sendiri. Pengukuran kinerja kluster yang didasarkan pada peningkatan kinerja (anggota dan/ atau bagian dari kluster), dan berbagai usaha dilakukan untuk: • Mengidentifikasi hasil dari intervensi • Mengetahui hasil yang dicapai dan potensinya • Mengetahui dampak suatu aktivitas/kebijakan terhadap pengembangan kluster secara keseluruhan. Gambar 5.3 Ilustrasi Kerangka Monitoring Driver – Networks and Partnership
Driver – Innovation and R&D
Driver – Human Resources
• Number of partnership arrangements
• R&D employment
• Number of vacancies
• Number of cooperation agreements
• R&D expenditure
• Educational attaintment rates
• Number of networking events
• Number of business spin–outs
• Number of defined qualifications
• Number of joint research activities
• Number of patents applied for
• Extent of measured skills gaps
• Extent of social capital
• Number of innovation awards • Number of new products/processes adopted
Outcome – Economy and Enterprise • Net employment change
• Levels of Investments
• Increase in GVA/GDP
• Levels of profitability
• Growth of existing businesses
• Value of exports
• Number of fim within the cluster
Sumber: INNO Germany AG, 2010.
Ap akah J e n is I n d ikat o r ya n g D ig u n a ka n ? Pilihan terkait indikator apa yang digunakan bergantung pada: • Sifat kluster. • Sifat dari intervensi yang diadopsi. • Tujuan kebijakan secara keseluruhan. Sebaiknya, ketika mengukur perkembangan kluster, kita seharusnya membedakan berbagai dimensi kluster. Selain itu, pemilihan indikator harus mencerminkan pendekatanpendekatan yang telah dijelaskan melalui Gambar 5.2. Temouri (2012), menjelaskan beberapa indikator tentang pengukuran kinerja bagi kluster bisnis lokal dengan menggunakan konsep “The Cluster Scoreboard”, yang menggunakan empat indikator utama, sebagai berikut.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 92
1/21/2016 11:07:00 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
93
1. Entrepreneurialism: bagian kepemilikan dari perusahaan dalam kluster (dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun). 2. Employment Growth: tingkat rerata pertumbuhan tenaga kerja dalam kluster (average growth rate of employment in cluster firms) 3. Economic Growth: • Turnover Growth: tingkat pertumbuhan perputaran dalam kluster. • Profitability: tingkat pertumbuhan returns on total assets (ROTA) perusahaanperusahaan dalam kluster 4. Financial Viability • Liquidity Ratio: (current fixed assets – stocks)/current liabilities • Solvency Ratio: shareholder funds/total assets Cunha dan Cunha (2005) juga mengukur dampak kluster pariwisata pada pembangunan wilayah dengan melakukan penilaian terhadap interaksi dalam kluster, dampak daya saing, serta keberlanjutan ekonomi, masyarakat, dan lingkungan. Konsep dasar model ini terbentuk dari konsep kluster dan adaptasi tipologi, integrasi daya saing sistemik, serta konsep kesinambungan dalam ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan dimensi politik. Model yang diusung merupakan model yang holistik, multidisiplin, dan memiliki sudut pandang pembangunan wilayah multisektor yang disajikan melalui suatu pendekatan sistematis, melalui konsep daya saing (competitiveness), modal sosial (social equity), dan keberlanjutan (sustainability). Hasil pengukuran model ini, memungkinkan untuk dijadikan petunjuk strategis bagi pihak yang berkepentingan, untuk mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan sektor pariwisata, sebagaimana juga strategi untuk daya saing, kompetisi, kerja sama, dan keberlanjutan antara perusahaanperusahaan swasta dan berbagai institusi.
MOD E L K LU ST E R U NTUK PENGUKUR AN DAM PA K PA R IW I SATA PADA PE MBA NGUN AN WI LAYA H : DAYA S A I NG DAN KE B ERL ANJU TAN Guna melakukan analisis perbandingan kluster (lihat Gambar 5.4), metode yang digunakan haruslah metode yang generik. Metode tersebut perlu memperhatikan semua pelaku dalam kluster, hubungan antar-mereka dan berbagai faktor yang menyebabkan daya saing di berbagai level/tingkatan (tingkatan meta, makro, meso, dan mikro) serta unsur keberlanjutan (ekonomi, sosial, lingkungan, budaya, dan politik-institusi). Demikian pula, berkaitan dengan analisis keterkaitan, antara para pelaku dan tentang daya saing serta keberlangsungan yang merangsang berbagai faktor di dalam kluster, sehingga penggunaan berbagai teknik yang dapat diaplikasikan pada situasi yang berbeda dapat direncanakan (Cunha dan Cunha, 2005).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 93
1/21/2016 11:07:01 AM
94
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Gambar 5.4 Analisis Perbandingan Kluster
Meso Competitiveness
Sumber: http://www.anpad. org.br/ Sieglinde Kindl da Cunha and João Carlos da Cunha.
Social Sustainability
Environmental Sustainability
Tourism Cluster Tourism Stores
Macro Competitiveness
Agencies
Tourism Products
Meta Competitiveness Guides
Restaurants Lodging Economic Sustainability Cultural Sustainability Institutional Sustainability Micro Competitiveness
L A N G KA H P E N G EMBANGAN DAN PENER APAN M E TO D E ( CO NTO H K A SUS: KLUS TER PA R IW I SATA ) Langkah ke-1: Mengidentifikasi dan Menyusun Karakteristik Kluster Dalam menentukan dengan tepat kluster pariwisata, disarankan untuk mengidentifikasi beberapa hal berikut: • Produk atau produk pariwisata dan daya tarik serta potensi keberagaman. • Sekumpulan pengusaha yang berpotensi membentuk struktur. • Supra-struktur pendukung bagi produk pariwisata (seperti restoran, hotel, biro perjalanan, perniagaan, kerajinan tangan, layanan pendukung pariwisata, dsb). • Infrastruktur pendukung (jalan raya, sanitasi, energi, komunikasi, dsb). • Layanan pendukung institusional (institusi pemerintahan, asosiasi pengusaha dan pekerja, pusat pelatihan pekerja, institusi promosi, dll). Berdasarkan identifikasi berbagai komponen di atas, serta hubungan antarkomponen tersebut dan ketepatan pembatasan cluster spatial, disarankan untuk melakukan beberapa
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 94
1/21/2016 11:07:02 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
95
langkah selanjutnya, guna mengidentifikasi berbagai karakter kluster dan menganalisis keberagaman terkait: • Diagnosis sektor pada tingkatan internal dan eksternal. • Definisi tujuan-tujuan umum yang menjadi tujuan umum kluster: untuk meningkatan daya saing dan keberlanjutan. • Langkah generik maupun strategis yang perlu diformulasi guna mencapai berbagai tujuan. Langkah ke-2: Mengidentifikasi Aktor-Aktor Utama/Berbagai Elemen Pembentuk Kluster Sebagai Suatu Jejaring. Proses ini meliputi: • Mengidentifikasi dan melakukan penilaian berbagai faktor yang meningkatkan daya saing di berbagai tingkatan (meta, makro, meso, dan mikro). • Mengidentifikasi dan melakukan penilaian berbagai faktor yang meningkatkan keberlanjutan di berbagai tingkatan (ekonomi, sosial, lingkungan, budaya, dan politik institusi). • Menganalisis keterkaitan antara berbagai faktor yang membentuk daya saing dan keberlanjutan, serta pelaku utama dalam kluster. • Membangun dan menganalisis profil institusi yang mencirikan para pelaku dalam kluster yang terorganisasi. Langkah ke-3: Melakukan survei lapangan dan desain matriks pengaruh silang di mana daftar agen dan aktor wilayah di salah satu axis dan subfaktor dan variabel pada pembangunan wilayah di axis lain. • Tiap faktor pembentuk daya saing dan keberlanjutan, dibagi ke dalam beberapa subfaktor dan variabel, kemudian diberi bobot (secara relatif) tergantung pada seberapa besar pengaruhnya pada proses pembanguan wilayah. • Intensitas pengaruh faktor, subfaktor, dan variabel dinilai dengan cara dilakukan grading oleh para pelaku dalam kluster: perusahaan, institusi publik dan swasta, serta para wakil masyarakat (dengan mewawancarai mereka). • Tiap orang yang diwawancarai akan menilai sejauh mana tiap subfaktor dan variabel berpengaruh pada pembangunan daerah, dengan memberi nilai dalam skala likert: sangat baik (+2), baik (+1), netral (0), tidak baik (-1), atau sangat tidak baik (-2). • Nilai tersebut akan dipertimbangkan dengan mengacu pada bobot relatif yang telah dilekatkan sebelumnya pada tiap subfaktor tersebut. • Total jumlah penilaian (grading) dari tiap subfaktor menjadi nilai relatif pada tiap faktor. Langkah ke-4: Metodologi Informasi Statistik—Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama (main component analysis), sebuah analisis statistik multivarian, digunakan untuk memilih dan mengklasifikasikan berbagai tingkatan dan berbagai variabel yang memengaruhi daya saing dan keberlanjutan sistemik dari suatu kluster pariwisata serta dampaknya pada pembangunan daerah. Teknik statistik ini memungkinkan pengurangan karakteristik variabel daya saing dan keberlanjutan menjadi sejumlah kecil komponen utama—dengan metode kombinasi linear dari variabel aslinya.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 95
1/21/2016 11:07:02 AM
96
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Analisis komponen utama berupaya menemukan jumlah minimum dari kombinasi linear yang dapat digunakan untuk menjelaskan penyebaran, sebagaimana nampak dalam matriks informasi dasar (basic information matrix). Langkah 5: Pengklasifikasian menjadi berbagai tingkatan dari faktor yang menyebabkan dampak negatif dan positif daya saing dan keberlanjutan kluster pariwisata. Langkah 6: Hasil riset akan dievaluasi melalui workshop dengan para pelaku di kluster. Dalam workshop tersebut, berbagai hasil dipresentasikan untuk diapresiasi dan dilakukan debat dengan para pelaku tersebut, yang dapat mengindikasikan berbagai saran yang memungkinkan untuk peningkatan potensi potensial kluster, mengurangi dampak negatif ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya. Langkah 7: Mempersiapkan laporan akhir guna mempersiapkan berbagai temuan utama riset. Lebih lanjut, Carpinetti dkk. (2008) mengungkapkan bahwa untuk mengukur dan mengelola kinerja kluster, secara teoretis mirip dengan mengukur kinerja suatu perusahaan, di mana pengukuran difokuskan pada wilayah kinerja yang diturunkan dari tujuan kinerja dan kebutuhan, serta ekspektasi para stakeholder, guna membangun hubungan sebab akibat antara hasil dan penentu hasil (determinant). Dalam kasus kluster, terlepas dari para stakeholder (pelanggan, pemegang saham, supplier, dan karyawan), satu kategori pemegang saham yang penting adalah institusi yang memimpin kluster tersebut. Untuk stakeholder ini, ekspektasi dihubungkan dengan pertumbuhan dan daya saing kluster secara keseluruhan dan memiliki kontribusi untuk membentuk kerja sama antar-stakeholder, terutama di antara para pengusaha di kluster tersebut. Oleh karena itu, dapat dibayangkan jika konsep model sistem pengukuran kinerja kluster berdasarkan konsep sudut pandang kinerja yang seimbang perlu memperhatikan pengukuran kinerja, yang terkait dengan konsep efektivitas kolektif dan berbagai pemicunya. Dengan memperhatikan hal tersebut, kerangka konseptual yang diusung oleh konsep ini, didasarkan pada empat sudut pandang kinerja sebagaimana penjelasan berikut ini. 1. Hasil secara ekonomi dan sosial Pengukuran ini terkait pada local gross product, kerja para tenaga kerja dan berbagai hasil yang membawa pada manfaat ekonomi dan sosial. 2. Kinerja perusahaan Pengkuran terkait dengan hasil berupa pertumbuhan dan daya saing perusahaan, yang diukur melalui kinerja keuangan dan non-keuangan perusahaan dalam kluster tersebut. 3. Efisiensi collective (collective efficiency) Pengukuran terkait dengan faktor ekonomi dan perilaku kerja sama antar-perusahaan di dalam kluster tersebut. 4. Modal sosial Pengukuran ini terkait dengan nilai-nilai budaya, misalnya kepercayaan dan kerja sama.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 96
1/21/2016 11:07:03 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
97
Adopsi model ini mampu membantu institusi mengatur klusternya, guna mengembangkan berbagai indikator utama, yang berfokus pada kinerja perusahaan, modal sosial, dan efisiensi kolektif yang akan membawa pada pertumbuhan ekonomi dan sosial, yang diukur dari ketertinggalan berbagai indikator, yang berhubungan dengan pencapaian ekonomi dan sosial. Pengadopsian model ini, akan menjadi bagian dari proses pengembangan berbagai indikator yang akan digunakan untuk menilai kinerja, sesuai dengan tujuan dari berbagai kinerja kunci dan berbagai kebutuhan stakeholders. Evaluasi implementasi hasil dari implementasi aksi dengan menggunakan indikator kinerja mampu memberikan informasi umpan balik bagi manajer untuk bertindak dan memberikan suatu control loop yang positif. Modelnya ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Economic/ Social Results
Gambar 5.5 Empat Variabel Penentu Kinerja Social Capital
Cluster Performance
Company's Performance
Collective Efficiency
Sumber: https://www.scribd.com/doc/258732732/Carp-in-Etti.
Tabel 5.1 mencakup beberapa pengukuran terkait dan definisi pengukuran yang digunakan (metric definition), serta tujuan pengukuran yang dipakai: Tabel 5.1
Perspektif
Objektif
Definisi Pengukuran
Kinerja Perusahaan
Peningkatan Pangsa Pasar
Rerata Harga Jual
Memperbaiki Produktivitas
Nilai Tambah per Karyawan
Peningkatan Laba
Total Biaya
Perbaikan Peluang Kerja
Total Angkatan Kerja
Perbaikan Ketersediaan atas Tenaga Kerja yang Terspesialisasi
Total Jumlah Orang yang Dilatih
Pengurangan Biaya
Total Jumlah Akuisisi Kolektif dari Bahan Mentah
Modal Sosial
Peningkatan Jumlah Partisipan
Persentase Jumlah Perusahaan yang Terlibat dalam Kerja sama
Environmental Impact
Peningkatan Pengumpulan Residu (Limbah) Industri
Pengumpulan Residu (Limbah) Industri
Definisi Pengukuran
Hasil dalam Sosial dan Ekonomi
Sumber: Carpinetti dkk., 2008.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 97
1/21/2016 11:07:03 AM
98
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Model selanjutnya yang diajukan oleh Carpinetti dkk. (2008), yang dinilai lebih menyeluruh dalam menangkap seluruh proses perencanaan, implementasi, dan monitoring untuk memperbaiki efisiensi kolektif suatu kluster, sekaligus memperhatikan sudut pandang manajemen kinerja yang relevan dari perusahaan-perusahaan dan kluster itu sendiri, menegaskan pentingnya mengukur berbagai dimensi kinerja yang sudah terkemuka dan masih tertinggal, seperti efisiensi kolektif dan hasil secara ekonomi/sosial. Metrik (ukuran) yang digunakan untuk kasus keduanya (seperti nilai tambah per karyawan dan total biaya) akan membantu mengelola kinerja mereka dan metrik (ukuran) yang terkait dengan kinerja kluster secara keseluruhan (seperti total tenaga kerja yang dipekerjakan dan akuisisi kolektif yang terjadi atau ukuran tingkat kepentingan berbagai agen pemerintahan guna mengevaluasi kinerja pembangunan ekonomi dan sosial dan kerja sama). Berbagai sudut pandang dari kinerja juga dapat dipertimbangkan, bergantung pada aplikasinya (misalnya, saat diaplikasikan pada kasus keberlanjutan lingkungan). Gambar 5.6
Stakeholders Needs
Contoh Alur Pemetaan Kluster
Strategic Orientation
Objective of Performance
Metric Development
Stakeholders Contribution
Evaluation of Results
Social Capital
Improvement Actions
Infrastructure for Cooperation
Sumber: https://www.scribd.com/doc/258732732/Carp-in-Etti.
M ETO D E P EM E TAA N KLUS TER SECAR A K UA NT I TAT I F Secara umum, metode kuantitatif berupaya mengidentifikasi kluster dengan melibatkan metode statistik dan dapat diaplikasikan tanpa keterlibatan langsung dari kluster. Ini merupakan alat analisis yang bersifat top-down. Sekumpulan metode kuantitatif yang dapat digunakan untuk pemetaan kluster dapat dilihat pada Tabel 5.2. Sementara itu, penggunaan metode survei untuk pengumpulan data, memungkinkan pemetaan kluster yang melibatkan interaksi antara berbagai universitas dan institusi. Namun kekurangan metode ini adalah tingginya biaya dan tingkat ketergantungan atas response rate serta susunan sample (Kiese dan Schätzl, 2008).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 98
1/21/2016 11:07:04 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
99
Tabel 5.2
Metode
Penjelasan
Metode Kuantitatif untuk Pemetaan Kluster
Spatial Concentration
Koschatzky dan Lo merekomendasikan metode ini sebagai langkah pertama dalam identifikasi kluster (menetukan suatu spatial concentration).
Localisation Quotients
Ini merupakan indikator yang cukup populer dalam keberadaan kluster (menurut Sölvell dkk., 2009). Misalnya, membandingkan antara share industri atas total lapangan kerja pada wilayah tertentu dengan share industri atas total lapangan kerja di keseluruhan area geografis. Jika terdapat suatu aglomerasi pada suatu industri di sebuah negara, “Location Quotient” semestinya lebih dari “1”. Menurut DTI (2001), “localisation quotient” yang bernilai lebih dari 1,25 adalah syarat mutlak bagi kluster. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja dalam industri tersebut di wilayah tersebut berkisar sekitar 25 persen di atas rerata nasional. Sebuah metode alternatif untuk “localisation quotient” didasarkan pada turnover data bagi perusahaan yang terdaftar. Kelebihan dari metode ini adalah data dengan mudah diakses melalui EUROSTAT, atau sumber-sumber nasional/ regional. Di sisi lainnya, “localisation quotient” berdasarkan berbagai sumber data berorientasi pada berbagai industri tradisional dan sangat bergantung pada pemilihan batasan. Kesulitan terjadi karena beberapa kluster mungkin hanya teridentifikasi di suatu skala geografis yang kecil sementara pada situasi yang lain kluster membutuhkan skala geografis yang lebih luas (Andersen dkk., 2006).
Ripley’s K-Method
Metode ini merupakan pendekatan teknis guna mengidentifikasi kluster, menghindari permasalahan pemilihan batasan dan menjadikan ukuran dari region menjadi apriori. Metode ini didasarkan pada data dari keseluruhan jarak semua perusahaan di setiap industri dalam lokasi kluster (Andersen dkk., 2006: 17).
Export Data
Metode ini lebih sering digunakan untuk menilai relevansi global suatu industri. Dikarenakan data-data ekspor tersedia di tatanan nasional, metode ini jarang digunakan dalam identifikasi kluster. DTI (2001) menggunakan metode export data untuk mengukur kinerja kompetisi global suatu industri.
Graph Analysis
Metode ini mengidentifikasi kumpulan dan linkage jejaring lainnya antara perusahaan-perusahaan atau kelompok industri. Metode ini memberi gambaran kluster yang lebih detail meski dengan biaya yang lebih tinggi. Guna memperoleh informasi yang bernilai, data yang terpilih dengan baik dan interaksi berbagai metrik yang berasal dari survei (DeBresson dan Xiaoping Hu, 1999).
Input-Output Method
Metode ini mengindikasikan berbagai interaksi antara berbagai perusahaan dan kekuatan dari interaksi tersebut. Pada tahap pertama, berbagai industri dikelompokan berdasarkan data ekspor atau berdasarkan fokus transaksitransaksi terbesarnya (secara relatif ) dalam industri. Pada tahap kedua, pola kluster disusun melalui analisis grafis. Kelemahan metode ini adalah ketiadaan co-location sebagai suatu kriteria di dalamnya dan kesulitan untuk memperoleh input-output data pada tatanan sub nasional (Andersen dkk., 2006 dan Kiese, 2008). Oleh karena itu, analisis input-output sulit dilakukan pada tingkatan regional.
Network Analysis
Analisis jejaring ini berfokus pada interaksi antara para pelaku. Selain trade/ innovation based, table input output, dan survei, sumber-sumber kualitatif juga digunakan guna mengidentifikasi berbagai hubungan tersebut. Data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan suatu matriks atau dengan graphical network analysis. Kualitas hubungan dapat di akses dengan menganalisis pemusatan.
Sumber: Kiese dan Schätzl, 2008.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 99
1/21/2016 11:07:04 AM
100
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
S um b er D at a d a n I n fo r m a s i Pe n g u ku ra n K lu st e r Secara umum, ada tiga potensi sumber informasi yang mungkin perlu diperhatikan untuk menilai pengukuran (pengembangan) kluster: • Data statistik resmi. • Hasil survei. • Pemahaman kualitatif berdasarkan diskusi dengan anggota kluster. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan untuk dipilih sebagai indikator yang tepat dalam pengukuran. Ketepatan ini juga bergantung pada salah satunya adalah kemudahan akses informasi. Pengukuran beberapa indikator menemui kesulitan terkait cara pengumpulan data secara statistik. Semua ukuran yang berbeda harus secara hati-hati dinilai sebelum indikator digunakan dalam pengukuran pengembangan kluster. Keseluruhan data dan informasi dari ketiga sumber yang disebutkan di atas, akan memberikan pemahaman sepenuhnya atas pengembangan kluster dan efeknya terhadap kinerja ekonomi yang lebih luas. Namun tentu saja selalu terdapat trade off antara sumber daya yang dikeluarkan dan kedalaman pemahaman yang dicapai. Fakta empiris juga membuktikan bahwa praktisi juga menggunakan beberapa metode yang lebih canggih bagi pengembangan kluster, seperti profil bisnis (analisis perusahaan dengan produk), analisis rantai pasokan dan analisis input/output. Analisis terakhir ini dapat disempurnakan sampai ke tingkat daerah dan dapat memberikan data-data penting tentang keterkaitan antarsektor.
Bel aj ar d a r i Pe n ga la m a n Tujuan mengukur pengembangan kluster adalah agar kita bisa belajar dari pengalaman, untuk meningkatkan tindakan yang kita ambil. Evaluasi dan monitoring merupakan bagian dari kebijakan siklus. Informasi yang diperoleh dari pengukuran pengembangan kluster harus disatukan kembali ke dalam proses kebijakan, untuk menginformasikan pengembangan kebijakan di masa depan. Persyaratan ini sendiri kemungkinan memengaruhi jangka waktu pengadopsian terkait monitoring pengembangan kluster.
Meng uku r Ke s u ks e s a n I n t e rve n s i Pengukuran terhadap kesuksesan intervensi dipelukan karena para pembuat kebijakan ingin mengetahui apakah intervensi yang diadopsi untuk meningkatkan kinerja kluster telah mencapai tujuan yang diinginkan. Mereka juga ingin mengetahui mengapa intervensi yang dilakukan belum berhasil. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi apakah suatu pendekatan kebijakan, sudah efektif atau efisien, dan apakah sudah sesuai. Mengukur keberhasilan sepenuhnya mutlak dapat dilakukan, yaitu dengan mencermati apakah intervensi telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, namun dapat juga dipertimbangkan secara relatif terhadap tindakan lainnya atau dengan pendekatan serupa yang diadopsi di lokasi lain. Monitoring berkala juga akan membantu memastikan bahwa intervensi telah dilaksanakan sebagaimana yang direncanakan dan memiliki efek sebagaimana dimaksudkan, sebagai suatu peringatan dini dari setiap potensi kesulitan. Mengukur keberhasilan melalui berbagai intervensi yang berbeda, akan berkontribusi pada kebijakan monitoring dan evaluasi pengembangan kluster secara keseluruhan. Hal ini
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 100
1/21/2016 11:07:04 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
101
penting untuk memahami, apakah keberhasilan atau kegagalan adalah karena intervensi yang diadopsi atau karena berbagai faktor lain di luar kendali pembuat kebijakan. Pengukuran kluster mampu mengidentifikasi tiga hal kunci berikut ini: 1. Kesesuaian Intervensi Pengukuran kluster berarti mengukur apakah kebijakan atau intervensi sudah relevan dengan berbagai masalah sosial ataupun ekonomi yang akan dipecahkan. 2. Efektivitas Intervensi Dengan mengukur pengembangan kluster berarti mencermati apakah efek yang diharapkan telah diperoleh dan apakah tujuan telah dicapai. Hal ini dihitung dengan indikator-indikator kuantitatif yang berhubungan dengan output, serta hasil atau dampak terhadap tujuan yang terukur. 3. Efisiensi Intervensi Berarti terkait pengukuran tentang sejauh mana efek intervensi dicapai dengan biaya yang wajar (reasonable). Indikator efisiensi biasanya diperoleh dengan membagi anggaran (sebagai input) dengan jumlah efek yang sudah berhasil diperoleh.
Ti p e I nd i kat o r ya n g D ap at D ig u n a ka n Pilihan terkait indikator-indikator yang akan digunakan sangat bergantung pada: 1. Sifat dasar (nature) dari kluster. 2. Sifat dasar (nature) dari intervensi yang adopsi. 3. Tujuan umum kebijakan yang diambil. Sebaiknya ketika mengukur perkembangan kluster, kita harus membedakan berbagai dimensi yang berbeda dari kluster. Pemilihan indikator harus mencerminkan pendekatan ini. Beberapa indikator keberhasilan yang disarankan dapat dicermati kembali pada Gambar 5.3. Indikator-indikator tersebut tidak definitif dan mungkin belum lengkap, namun mampu memberikan gambaran indikator yang potensial bagi pengukuran pengembangan kluster. Secara umum, terdapat tiga sumber informasi potensial yang dapat digunakan untuk menilai pengembangan kluster, yaitu: 1. Sekumpulan data statistik dari lembaga yang resmi (official statistical data sets). 2. Hasil pekerjaan survei yang ditugaskan (commissioned survey work). 3. Pemahaman kualitatif (riset kualitatif ) berdasarkan diskusi dengan anggota kluster. Tiap sumber informasi di atas memiliki kekuatan dan kelemahan. Pemilihan indikator yang tepat dipengaruhi oleh kemudahan akses terhadap informasi yang dituju. Pengukuran beberapa indikator menjadi lebiih sulit dikarenakan cara pengumpulan data statistiknya. Pro dan kontra dari berbagai ukuran harus dinilai secara hati-hati sebelum indikatorindikator tersebut dianggap berasal dari tindakan tertentu. Perpaduan ketiga sumber informasi yang disebutkan di atas akan memberikan pemahaman yang mendalam atas pengembangan kluster dan dampaknya terhadap kinerja ekonomi yang lebih luas. Di sisi lainnya, akan terjadi trade off antara sumber daya yang dikeluarkan dan kedalaman pemahaman yang dapat diperoleh. Terdapat bukti (meskipun relatif terbatas) bahwa praktisi menggunakan metode yang lebih canggih
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 101
1/21/2016 11:07:04 AM
102
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
dalam pengembangan kluster, seperti business profiling (analisis perusahaan dengan produk), analisis rantai pasokan dan analisis input/output. Alat analisis yang terakhir, dapat disempurnakan sampai ke tingkat daerah, sehingga mampu memberikan data-data penting tentang keterkaitan antarsektor. Kluster membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkembang. Kluster yang paling sukses, memiliki sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah masa lalunya pada beberapa dekade lalu. Dalam memutuskan kerangka monitoring yang tepat, sangat penting untuk memastikan bahwa bauran indikator mampu memberikan informasi secara teratur, guna membantu pemahaman tentang kemajuan menuju target jangka panjang. Idealnya, kerangka monitoring mampu menetapkan sejumlah indikator yang mampu diukur setiap tahun. Berbagai aspek pengembangan kluster yang berbeda juga membutuhkan jadwal monitoring yang berbeda, dan hal ini dapat dibangun ke dalam kerangka kerja yang baru saja dijelaskan. Sebagai contoh, intervensi pendukung inovasi membutuhkan beberapa tahun untuk mendatangkan hasil (memperlihatkan hasil), sementara intervensi berupa inisiatif pembangunan kemitraan awal, dapat memiliki jangka waktu yang lebih pendek. Sebuah kerangka kerja yang mengidentifikasikan indikator dan target serta mampu dipantau dan ditinjau secara berkala, dengan siklus 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun, dapat memberikan bauran informasi yang responsif terhadap perubahan. Hal tersebut, juga memungkinkan set data yang berbeda untuk dikumpulkan, berdasarkan pada siklus pelaporan statistik dan frekuensi survei yang dapat dilakukan. Menetapkan sasaran (target) untuk indikator tertentu merupakan aspek penting dari inisiatif pengembangan kluster. Hal ini penting, tidak hanya untuk mengetahui arah (tujuan) yang kita ingin capai, namun juga seberapa jauh kita harus melangkah dan berapa lama tujuan sasaran tersebut akan tercapai. Sasaran (target) seharusnya: 1. 2. 3. 4. 5.
Bersifat khusus berdasarkan inisiatif yang dimiliki; Terukur menggunakan set data yang teridentifikasi; Mampu dicapai dengan inisiatif yang terkait dengan sumber daya yang tersedia; Realistis, sesuai dengan keadaan yang terjadi; dan Mencermati keterbatasan waktu (timebound), di mana terdapat data yang disepakati untuk diakses (diperoleh).
Tujuan pengukuran pengembangan kluster adalah agar kita bisa belajar dari berbagai pengalaman, guna memperbaiki berbagai tindakan yang kita ambil. Tindakan yang gagal harus dihentikan, sementara tindakan-tindakan yang sukses harus diteruskan, bahkan direplikasi di tempat yang relevan atau dihentikan jika tidak sesuai lagi. Berbagai tindakan baru harus diadopsi sesuai dengan input yang disediakan oleh informasi-informasi yang diperoleh, yang menunjukkan munculnya kelemahan atau hadirnya kesempatan (opportunity), dan berbagai hal sebaiknya ditinggalkan manakala tidak ada tindakan yang perlu dilakukan. Evaluasi dan monitoring merupakan bagian dari siklus kebijakan, dan informasi yang diperoleh dari mengukur pengembangan kluster harus dimasukkan kembali ke dalam proses kebijakan, untuk menginformasikan pengembangan kebijakan di masa depan. Persyaratan ini memengaruhi jangka waktu yang diadopsi untuk melaksanakan monitoring pengembangan kluster.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 102
1/21/2016 11:07:04 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
103
Kehad i ra n J a r in ga n d a n Ke m it ra a n Jaringan yang menghasilkan arus formal dan informal, baik untuk pengetahuan dan informasi seluruh kluster, harus ada secara kontinu. Adanya akses ilmu pengetahuan, dapat mendukung pembelajaran secara kolektif dan kinerja yang lebih kompetitif. Jaringan (network) dapat menjadi sarana, melalui berbagai kegiatan pengembangan kluster. Kluster yang sukses cenderung memiliki jaringan yang tertanam kuat dan hubungan yang baik. Kepercayaan dan hubungan antar-pribadi yang sangat berkembang, menyediakan kluster suatu tingkatan modal yang kuat. Mengembangkan hubungan ini membutuhkan waktu. Dengan demikian, jaringan dapat didukung melalui struktur kelembagaan yang kuat atau melalui nilai-nilai budaya bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Nilai jaringan informal, berdasarkan hubungan sosial dan bahkan perpindahan pekerjaan, memungkinkan transfer pengetahuan sekitar kluster. Sarana penyebaran informasi seperti kolaborasi informal dan jaringan kontak yang luas, dapat menciptakan sebuah “komunitas pengetahuan”. Jaringan dapat bervariasi dalam ukuran perusahaan yang bekerja sama pada tatanan ide-ide kolaboratif. Jaringan dan kemitraan adalah bagian dari lanskap industri di beberapa kluster, seperti di Italia Utara, yang berkembang secara alami melalui hubungan sosial dan budaya. Di tempat lain, jaringan dan kemitraan dikembangkan oleh perusahaan dalam kluster, atau intervensi sektor publik, yang sering kali berperan sebagai respons terhadap kelemahan yang teridentifikasi.
Komuni ta s P ra k t ik Jejaring (network) dalam suatu kluster seharusnya berperan lebih dari sekedar memberikan kesempatan untuk bertemu. Jejaring idealnya membentuk “komunitas praktik” (practical community), seiring dengan banyaknya jejaring yang hadir dalam setiap kluster, terkait dengan kepentingan yang berbeda. Faktor yang menyebabkan satu perusahaan atau kepentingan bergabung dalam suatu kluster tidak akan sama untuk semua pihak, dan kebutuhan masing-masing perusahaan cenderung bergeser seiring berubahnya waktu. Sangat dimungkinkan bahwa network akan terus membentuk dan mereformasi keanggotaannya serta mengalami berbagai perubahan kebutuhan. Perkembangan praktik di masyarakat juga dapat membantu perusahaan untuk berbagi ide, melakukan berbagai aktivitas perdagangan atau berinovasi dengan ideide baru. Selain itu, mereka juga dapat beroperasi di kluster (misalnya untuk tujuan pelatihan).
JARINGAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN Menci p ta ka n H u bu n ga n Membina hubungan antar-anggota kluster adalah salah satu elemen yang paling penting dari setiap strategi pengembangan kluster. Dalam banyak kasus, jaringan yang terbentuk, secara alami oleh kluster berbasis perusahaan. Network dan kemitraan dapat mendukung
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 103
1/21/2016 11:07:05 AM
104
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
pengembangan produk baru, seperti melalui berbagi informasi di antara lembaga penelitian, di antara lembaga riset dan perusahaan atau hanya antar-perusahaan. Setelah jaringan terbentuk, manfaat yang lebih luas lainnya dapat mulai terealisasi. Network menyediakan sarana membangun kepercayaan dan pemahaman, serta menyebarkan pengetahuan dan kecerdasan. Network memberikan fasilitasi secara alami, menyediakan forum bagi peserta untuk menilai potensi kerja sama dan kolaborasi di daerah tertentu.
Apa yang Membuat Jejaring Lebih Efektif Dalam mempertimbangkan jenis jejaring (network) yang paling efektif ada tiga unsur yang menonjol, yaitu: • • •
Jaringan harus mampu menyebarkan praktik yang baik; Jaringan perlu melampaui kluster; dan Jaringan harus bersifat internasional.
Jaringan dan kemitraan dapat berada pada berbagai tahap siklus hidup yang berbeda. Pada tahap embrio dalam siklus hidup kluster, pembentukan, penciptaan, dan pemeliharaan jaringan serta kemitraan muncul sebagai suatu hal yang penting.
Ko mbin a s i Ko m p o sisi d an Ke ah l ian ad al ah Pe n t in g Kluster yang sukses memerlukan berbagai keterampilan dan kemampuan yang sesuai. Jenis-jenis keterampilan bisnis yang dicari di dalam kluster yang sukses, mencakup orang-orang yang terkait dengan bisnis global. Jenis kemampuan yang dicari meliputi keterampilan manajemen strategis bagi para pemimpin bisnis, kewirausahaan bagi lulusan, teknik manajemen dan produksi, keterampilan kepemimpinan, serta mentoring/ bimbingan dan keterampilan pengembangan pribadi.
M e mper l u a s Basis Ke te r am p il an Kluster memerlukan keterampilan dasar yang lebih mendalam. Intervensi yang berfokus pada pengembangan keterampilan berkelanjutan, dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat keterampilan karyawan, melalui pembelajaran seumur hidup (termasuk keterampilan utama) dan inisiatif pengembangan karyawan. Pelatihan TIK/e-commerce untuk pemesanan on-line merupakan hal yang umum dalam sektor jasa, sementara pelatihan CADdan teknik lean manufacturing juga merupakan hal yang umum digunakan dalam pembuatan dasar kluster.
Pe n ge mba ng an M an aje m e n Pengembangan keterampilan juga harus mempertimbangkan kebutuhan manajemen dan pemilik dalam kluster. Keterampilan manajemen strategis bagi para pemimpin bisnis, kewirausahaan bagi lulusan, pelatihan manajemen dan teknik produksi serta keterampilan kepemimpinan, secara keseluruhan terbukti berhasil dalam mempromosikan pengembangan perusahaan. Keterampilan ini sangat berguna ketika kita berupaya melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan tertentu bagi kluster.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 104
1/21/2016 11:07:05 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
105
M en gemba n g k an Pu sat Ke te r am p il an Dalam beberapa kasus kluster, ada tekanan untuk membangun infrastruktur pelatihan baru, melalui pelatihan yang tepat guna. Hal ini penting, karena infrastruktur yang ada perlu diarahkan, agar dapat memberi fokus yang bernilai.
Inter vensi-Inter vensi Keterampilan pada Berbagai Tahap Siklus Hidup Pengembangan keterampilan dan inisiatif bagi “pendatang baru” dalam kluster dapat menjadi komponen yang berharga untuk mendukung pengembangan embrio kluster. Terdapat bukti bahwa kekurangan ketrampilan dapat terjadi pada semua tahap siklus hidup kluster. Namun, mekanisme yang dipilih untuk mendukung pengembangan keterampilan dapat berubah-ubah selama masa perputaran.
K a pa s ita s R&D d an I n ovasi Bukti menunjukkan bahwa pengembangan produk dan struktur penelitian yang berkembang dengan baik, bersama dengan bentuk-bentuk inovasi, sangat penting untuk kluster yang dinamis. Inovasi mampu mempertahankan kluster di garis depan pasar berbasis R&D yang kuat, serta dapat menghasilkan ide-ide dan produk untuk pengembangan di masa mendatang. Promosi inovasi dan R&D adalah dua kegiatan yang terpisah, meskipun saling terkait satu sama lain. Inovasi umumnya mengacu pada produk atau proses pembangunan, sedangkan R&D mengacu pada pengembangan pengetahuan baru. Dalam kasus-kasus terbaik, inovasi yang sukses adalah hasil dari proses R&D.
K ata l i s u n tu k Pe n e l it ian d an I n ovasi Lembaga penelitian yang meliputi universitas, yayasan nonprofit, dan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang R&D, dapat memainkan peran penting sebagai katalis untuk penelitian dan inovasi. Lembaga tersebut tidak hanya dapat menjadi dasar untuk pengembangkan ide-ide baru dan aplikasi, tetapi juga dapat memainkan peran penting dalam memelihara wirausaha teknologi tinggi. Dalam hal ini, fasilitas penelitian publik dan swasta dapat menjadi pendorong utama dalam kluster.
Ko l a b o r a s i adalah Kunci Praktisi R&D harus menghindari mempromosikan kegiatan dalam suatu perusahaan atau lembaga ketika mendukung inovasi jika mereka bertujuan untuk memperkuat kluster. Hal ini dikarenakan mempromosikan kegiatan dalam suatu perusahaan atau lembaga kemungkinan tidak akan memberikan manfaat yang lebih luas untuk kluster atau mendukung pengembangan kluster itu sendiri. Sebaliknya praktisi harus mengambil setiap kesempatan untuk mempromosikan kerja sama dan berbagi informasi, misalnya melalui proyek penelitian bersama, sehingga memberikan kontribusi bagi pengembangan jaringan dengan tujuan yang sama.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 105
1/21/2016 11:07:05 AM
106
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
In ova s i da n S ik l u s H id u p K l u ste r Ide-ide baru harus menyerap pada seluruh siklus hidup. Misalnya kebijakan reinvention dan inovasi yang merupakan bagian penting dari kebanyakan kelompok. Dukungan untuk perbaikan produk dan proses, menjadi hal penting bagi kelompok mapan dan matang serta UKM pendukung, untuk mempersiapkan pasar baru.
DAFTAR PUSTAKA Andersen, T., M. Bjerre, E.W. Hansson. 2006. The Cluster Benchmarking Project: Pilot Project Report—Benchmarking clusters in the knowledge based economy. Oslo, Norway: Norden—Nordic Innovation Centre. Athreye, S. 2003. “Agglomeration and Growth: A Study of the Cambridge Hi-Tech Kluster”. Dalam Bresnahan, T. dan A. Gambardella (para editor). 2004. Building High Tech Klusters: Silicon Valley and Beyond. Cambridge: Cambridge University Press (segera diterbitkan). Bergman, E.M., P. den Hertog, D.R. Charles, dan S. Remoe. 2001. Innovative Clusters: Drivers of National Innovation Systems. Paris: Organisation of Economic Cooperation and Development. Bernard, P. (dir.). 1996. “Dynamiques territoriales et mutations économiques”. L’Harmattan, dont Georges Benko, Mick Dunford & Alain Lipietz, Les districts industriels revisités et Lahsen Abdelmalki (et alia), Technologie, Institutions et territoires: le territoire comme création collective et resource institutionnelle. Boari, C. 2001. Industrial Clusters: Focal Firms, and Economic Dynamism: Perspective from Italy. Washington, D.C.: World Bank Institute, The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. Bortagaray, I. dan S. Tiffin. 2000. “Innovation Clusters in Latin America”. Fourth International Conference on Technology Policy and Innovation, Curitiba, Brasil, 28–31 Agustus. Braczyk, H.J., P. Cooke, dan M. Heidenreich (para editor). 1998. Regional Innovation Systems. London: UCL Press. Bührer, S. 2002. “Network Analysis”. Dalam Fahrenkrog, G., W. Polt, J. Rojo, A. Tübke, K. Zinöcker (para editor). RTD Evaluation Toolbox. Seville: European Commission, hlm. 201–209. Carpinetti, L.C.R., E.C. Galdámez, dan M.C. Gerolamo. 2008. “A Measurement System for Managing Performance of Industrial Clusters: A Conceptual Model and Research Cases”. International Journal of Productivity and Performance Management, 57(5), doi: 10.1108/17410400810881854, hlm. 405–419. Chinitz, B. 1961. “Contrasts in Agglomeration: New York and Pittsburgh”. American Economic Review (51), hlm. 279–289.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 106
1/21/2016 11:07:07 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
107
Collaborative Economics. 1999. “The Changing Face of the Software Cluster in Arizona”. Arizona Department of Commerce, Governor’s Strategic Partnership for Economics Development. Dalam Conjunction with Morrison Institute for Public Policy. Agustus. Phoenix, AZ. Cunha, S.K. dan J.C. Cunha. 2005. “Tourism Cluster Competitiveness and Sustainability: Proposal for a Systemic Model to Measure the Impact of Tourism on Local Development”. Brazilian Administration Review, 2(2), doi: 10.1590/S1807-76922005000200005, hlm. 47–62. Davis, C.H. dkk. 2006. What Indicators for Cluster Policy in the 21st Century. Dahl, M.S. dan B. Dalum. 2001. “The ICT Kluster in Denmark”. Dalam OECD (editor). Innovative Klusters: Drivers in National Innovation Systems. Paris: Organisation for Economic Cooperation and Development. Daynac, M. 1994. “Le secteur textile dans le bassin de Castres-Mazamet”. Dalam Dupuy C., J.P. Gilly (sous la dir.de). L’industrie de Midi-Pyrénées: entre tradition et modernité. LEREP, Presses de l’Université des Sciences Sociales de Toulouse, hlm. 151–207. DCMS. 2002. Creative Industries Fact File. London: Department of Culture, Media and Sport. DeBresson, C. dan Xiaoping Hu. 1999. “Identifying clusters of innovative activity: A new approach and a toolbox”. Dalam Boosting Innovation: The Cluster Approach, hlm. 27–59. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development, Paris. Defence Material Organisation. 2001. “How the Klustering of SMEs Can Assist Defence, ISO, South Australia Syndicate 1”. Syndicate Reports, Defence and Industry Study Course. Canberra. DETR. 2000. Planning for Klusters: A Research Report. London: Department of the Environment Transport and the Regions. Denscombe, M. 1998. The Good Research Guide for Small-Scale Social Research Projects. London: Open University Press. DeBresson, C. dan Hu Xiaoping. 1999. “Identifying Clusters of Innovative Activity: A New Approach and a Toolbox”. Dalam Boosting Innovation: The Cluster Approach. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development, hlm. 27–59. Dixon, R.J. dan A.P. Thirwall. 1975. “A Model of Regional Growth Rate Differentials along Kaldorian Lines”. Oxford Economic Papers, Vol. 27, hlm. 201–214. Downer, S. 2003. “Skills White Paper Set to Weld Learning and Work”, New Start, Sheffield, 21 Mei. DTI. 2001. “Business Klusters in the UK: A First Assessment”. Volume 1 (Februari), Trends Business Research Report to the Department of Trade and Industry. London: Department of Trade and Industry. . 1999. Biotechnology Clusters. London: Department of Trade and Industry. Enright, M.J. 2001. “Regional Clusters: What We Know and What We Should Know”. Paper Prepared for the Kiel Institute International Workshop on Innovation Klusters and Interregional Competition, 12–13 November 2001. European Commission. 2002. “Regional Klusters in Europe”. Observatory of European SMEs 2002, No. 3. Luxembourg: European Communities.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 107
1/21/2016 11:07:07 AM
108
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Federal Statistical Office. 2002. “Statistic Yearbook 2002 for the Federal Republic of Germany”. Federal Statistical Office, Wiesbaden, Stuttgart. Feenstra, R.C. dan H.H. Gordon. 1996. “Globalization, Outsourcing, and Wage Inequality”. American Economic Review, Vol. 86 (2), hlm. 240–245. GFA Management. 2001. “Best Practice in Developing Industry Clusters and Business Networks”. ADB-SME Development, TA Policy Discussion Paper No. 8 (November), Asian Development Bank, Manila. Gollub, J.O. 2000. “Regional Cluster Strategy and Successful Science and Technology Parks”. ICF Consulting Project. Granovetter, M. 1973. “The Strength of Weak Ties”. American Journal of Sociology, 78, hlm. 1360–1380. Green, R. dkk. 2001. “The Boundaryless Cluster: Information and Communications Technology in Ireland”. Dalam Bergman, E.,D. Charles, dan P. den Hertog (para editor). Innovative Klusters: Drivers of National Innovation Systems. Paris: Organisation of Economic Cooperation and Development. Grossetti, M. 2000. “Les effets de proximité spatiale dans les relations entre organisations: Une question d’encastrements”. Espace et Sociétés. Grotz, R.J dan B. Braun. 1997. “Territorial or Trans-territorial Networking: Spatial Aspects of Technology-oriented Co-operation within the German Mechanical Engineering Industry”. Regional Studies, Volume 31 (6), hlm. 545-557. . 1993. “Networks, Milieux and Individual Firm Strategies: Empirical Evidence of an Innovative SME Environment”. Geografiska Annaler, Vol. 75B, hlm. 149–163. Guillaume R. (sous la dir.). 2001. “Les Systèmes productifs locaux en Midi-Pyrénées: vers l’émergence de systèmes régionaux?”. Juin, rapport d’étape pour le Conseil Général de Midi Pyrénées. Laporan tersedia di http://www.univ-tlse2.fr/cieu/operations/CCRRDT/ Pageaccueil.html. Hassink, R. 1992. “Regional Innovation Policy: Case Studies from the Ruhr Area, BadenWürttemberg and the North East of England”. Nederlandse Geografische Studies, Vol. 145. Haug, P. 1986. “US High Technology Multinationals and Silicon Glen”. Regional Studies, 20 (2), hlm. 103–116. Hayward, K. 2002. UK Aerospace and the Regions: A National Industry with a Regional Impact. London: The Society of British Aerospace Companies. Hecquet V. dan F. Lainé. 1999. “Structures industrielles locales et formes d’organisation économique”. Dalam Revue Economie et Statistiques, dossier intégration économique et localisation des entreprises, No. 326–327, INSEE. Heidenreich, M. dan G. Krauss. 1998. “The Baden-Württemberg Production and Innovation Regime, Past Success and New Challenges”, Dalam Braczyk, H. J. dkk. (para editor). Regional Innovation Systems, The Role of Governances in a Globalized World, hlm. 214–244. London: UCL Press. Hoover, E.M. 1937. Location Theory and the Shoe and Leather Industries. Cambridge, MA: Harvard University. . 1948. The Location of Economic Activity. New York: McGraw Hill.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 108
1/21/2016 11:07:07 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
109
INNO Germany AG. 2010. “Clusters and Clustering Policy: A Guide for Regional and Local Policy Makers”. Catalogue No/; QG-80-10-194-EN-C. Belgia: Uni Eropa. Isard, W. 1951. “Interregional and Regional Input-Output Analysis: A Model of Space Economy”. Review of Economics and Statistics, (33), hlm. 318–328. IRE Innovation Network. 2006. “Innovating Regions in Europe: Mutual Learning Platform Synthesis Report”. Jappe-Heinze, A., E. Baier, dan H. Kroll. 2008. Clusterpolitik: Kriterien für die Evaluation von regionalen Clusterinitiativen. Fraunhofer Institut für System-und Innovationsforschung: Arbeitspapiere Unternehmen und Region, N3. 3 / 2008, Karlsruhe, Jerman. Kaldor, N. 1970. “The Case for Regional Policies”. Scottish Journal of Political Economy, November, hlm. 337–348. Kiese, M. dan L. Schätzl. 2008. Cluster und Regionalentwicklung: Theorie, Beratung und Praktische Umsetzung. Dortmund. Konstadakopulos, D., J.R. Diez, U. Kockel, dan B. Mildhan. 2001. “Knowledge Companies in Britain and Germany: A Common Response to the Challenges of the Emerging Knowledge-based Economy?” Juni, Anglo-German Foundation for the Study of Industrial Society, London. Krugman, P. 1991. “Increasing Returns and Economic Geography”. Journal of Political Economy, 99 (3), hlm. 483–499. Kulicke, M. 2009. “Cluster-und Netzwerkevaluation: Eine kurze Bestandsaufnahme”. Dalam Wessels, J. (ed.) 2009. Cluster-und Netzwerkevaluation. Aktuelle Beispiele aus der Praxis. AK Forschungs-, Technologie- und Innovationspolitik der DeGEval in cooperation with the Institut für Innovation und Technik (iit), proceedings of the spring conference “Cluster-und Netzwerkevaluation” dalam Berlin, 9 May 2008. Berlin: Institut für Innovation und Technik: hlm. 11–1 Landesstiftung Baden-Württemberg (2002) Zukunftsinvestitionen in Baden-Württemberg, zusammengefasste Projektergebnisse. Online [01.10.02]: http://www.badenwuerttemberg.de/land/service/info/ Larosse, J. dkk. 2001. ICT Klusters in Flanders: Co-operation in Innovation in the New Network Economy, Flemish contribution to the focus group on “Kluster Analysis and Kluster Based Policy”, April, TIP/OECD, Paris. Leisink, P.L.M. 2001. Multimedia Klusters and Business Development in the Netherlands. Belanda: Utrecht School of Governance, Utrecht University. Learmonth, D., A. Munro, dan J.K. Swales. 2003. “Multi-sectoral Cluster Modeling: The Evaluation of Scottish Enterprise Cluster Policy”. European Planning Studies 11(5), hlm. 567–584. Lever, B. 2001. “Knowledge Based Klusters in Central Scotland”. Dipresentasikan di the Department of Urban Studies Annual Conference, Cities and The Knowledge Economy, Regional Studies Association, Glasgow. Lowe, E. 2003. Championing the Entrepreneurial Spirit, Edward Lowe Foundation, Cassopolis, Michigan. Lengrand, L. dkk. 2006. & Associés; PREST University of Manchester; ANRT (Association nationale de la recherche technique) (2006): SMART INNOVATION: A Practical Guide to Evaluating. A Study for DG Enterprise and Industry, Innovation Programmes, Reidev Ltd.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 109
1/21/2016 11:07:07 AM
110
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Maillat, D. 1996. “Du district industriel au milieu innovateur: contribution à une analyse des organisations productives territorialisées”, Working Papers No. 9606a, November. . 1995. “Milieux innovateurs et dynamiques territorial”. Dalam Rallet A. dan A. Torre. “Economie industrielle et économie spatial”, Economica, hlm. 211–231. Mair, A. 2001. “North West England Aerospace Kluster: Kluster Mapping Project”. Final Report, (Mei). North West Development Agency, North West Aerospace Alliance, UK Regional Partnerships, Warrington. Mariussen, A. (ed.). 2001. Cluster Policies: Cluster Development? Nordregio, Stockholm. Marsh, P. 2003. “Britain Falls Behind Rivals on Innovation”. FT.com, 19 Mei. Marshall, A. 1919. Principles of Economics, Industry and Trade. London: Macmillan. Martin, R. dan P. Sunley. 2001. “Deconstructing Clusters: Chaotic Concept or Policy Panacea?”. Versi makalah yang telah diperbaiki dan dipresentasikan di Regional Studies Association Conference on Regionalising the Knowledge Economy, London, 21 November 2001. Massachusetts Technology Collaborative. 2001. Index of the Massachusetts Technology Collaborative. Westborough, MA McCormick, D. 1999. “Enterprise Clusters in Africa: On the Way to Industrialisation?” IDS Discussion Paper 366, Juli, Institute of Development Studies, University of Sussex, Brighton. Mills, E.S. 1980. Urban Economics. Glenview, IL: Scott, Foresman and Co. Miles, I. dan P. Cunningham. 2006. Smart Innovation: A Practical Guide to Evaluating Innovation Programmes. Brussels: European Commission (DG Enterprise). Ministry of Economic Affairs Baden-Württemberg. 2000. “Innovation System BadenWürttemberg, Promotion of Innovation and Technology as the Issue of Economic Policy”. Online [01.10.02]: http://www.wm.baden-wuerttemberg.de/daten/index. html. Morgan, K. 1999. “The Auto Kluster in Baden-Württemberg”. Dalam Barnes, T. J. dan M. S. Gertler (para editor). The New Industrial Geography, Regions, Regulation and Institutions. hlm. 74–97, Routledge, London. Mumby-Croft, B. 2002. “Oxfordshire Bioscience: Pulling Together”. Naturejobs, Spotlight, 17 April, Nature Publishing Group, London. National Governors Association. 2002. “A Governor’s Guide to Cluster-Based Economic Development”. North, D.C. 1955. “Location Theory and Regional Economic Growth”. Journal of Political Economy, 63 (3), hlm. 243–258. O’Donell, R. 2000. “The New Ireland in the New Europe”. Dalam O’Donnell, R. (ed.). Europe: The Irish Experience. Dublin: Institute for European Affairs. OECD. 2002. “Glossary of Key Terms in Evaluation and Results Based Management”. Juli, Organisation for Economic Cooperation and Development, Paris. . 1996. “Networks of Enterprises and Local Development: Competing and Cooperating in Local Productive Systems”. Organisation for Economic Cooperation and Development, Paris. Ohlin, B. 1933. Interregional and International Trade. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 110
1/21/2016 11:07:07 AM
Bab 5 Evaluasi Pengembangan Kluster
111
Ozawa, T., S. Weiler, dan E. Thompson. 2001. “The Evolution of a New Industrial District: The Automobile Industry in the American Southeast”. Planning and Markets, Vol. 4 (1), hlm. 24–29. Paija, L. 2000. “ICT Kluster: The Engine Of Knowledge-Driven Growth In Finland”. Keskusteluaiheita - Discussion Paper No. 733, The Research Institute of the Finish Economy, Helsinki. Pavlik, J.V. 1999. “Content and Economics in the Multimedia Industry”. The Case of New York’s Silicon Alley. Dalam Braczyk, H. J., G. Fuchs, dan H. G. Wolf. (para editor). Multimedia and Regional Economic Restructuring, Routledge, New York. Perroux, F. 1950. “Economic Space: Theory and Applications”. Quarterly Journal of Economics, (64), hlm. 89–54. Pinch, S. dalam N. Henry. 1999. “Paul Krugman’s Geographical Economics, Industrial Klustering and the British Motor Sport Industry”. Regional Studies, 33 (9), hlm. 815– 827, dicetak kembali dalam Daniels, P., M. Bradshaw, dan J. Sidaway (para editor). Human Geography: Issues for the 21st Century. hlm. 342–373, Harlow: Prentice Hall. Polt, W. 2002. Benchmarking. Dalam Fahrenkrog, G., W. Polt, J. Rojo, A. Tübke, dan K. Zinöcker (para editor). RTD Evaluation Toolbox. Seville: European Commission, hlm. 201–209. Porter, M.E. 2002. “Building the Microeconomic Foundations of Prosperity: Findings from the Microeconomics Competitiveness Index”. Dalam The Global Competitiveness Report 2002-2003, (November), World Economic Forum, Jenewa. . 1998. On Competition. Boston, MA: Harvard Business School Press. . 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press. Powell, W.W. dkk. 2002. “The Spatial Clustering of Science and Capital: Accounting for Biotech Firm-Venture Capital Relationships”. Regional Studies, Vol. 36 (3), hlm. 291–305. Proulx Marc-Urbain (dir.). 2000. “Territoires et développement économique, L’Harmattan’, dont Hsaini Abderraouf ”. Le dépassement des économies d’agglomération comme seules sources explicatives de l’efficacité des systèmes de production territorialisée. Revue d ‘Economie Régionale et Urbaine, No.2. Raines, P. 2003. “Cluster Behaviour and Economic Development: New Challenges in Policy Evaluation”. International Journal Technology Management, Vol. 26, hlm. 191–204. Segal Quince Wicksteed. 2001. “Study of the Information Technology, Communications and Electronics Sectors”. Report to the CBI Information Age Partnership on the Information Technology, Communication and Electronics Sectors (ITCE) Clusters, (February), SQW Economic and Management Consultants Limited, London. Smith, H.L., D. Mihell, dan D. Kingham. 2000. “Knowledge-complexes and the Locus of Technological Change: The Biotechnology Sector in Oxfordshire”. Area, Vol. 32 (2), hlm. 179–188. Sölvell, Ö., C. Ketels, dan G. Lindqvist. 2009. “The European Cluster Observatory: EU Cluster Mapping and Strengthening Clusters”. Europe INNOVA Paper n°12. http:// www.europeinnova.eu/c/document_library/get_file?folderId=26354&name=DLFE-524. pdf.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 111
1/21/2016 11:07:07 AM
112
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Statistisches Bundesamt. 2002. “Statistisches Jahrbuch 2002 für die Bundesrepublik Deutschland”. Wiesbaden: Metzler-Poeschel. Sternberg, R. 1998. “Innovative Linkages and Proximity: Empirical Results from Recent Surveys of Small and Medium-sized Enterprises in German Regions”. Regional Studies, Volume 33 (6), hlm. 529–540. Taulelle F. dan M. et Vidal. 2001. “L’ouverture des systèmes productifs localisés et ses conséquences sur les acteurs publics locaux”. Colloque de Tarbes, Janvier. Temouri, Y. 2012. “The Cluster Scoreboard: Measuring the Performance of Local Business Clusters in the Knowledge Economy”. OECD Local Economic and Employment Development (LEED) Working Papers, 2012/13, OECD Publishing, http://dx.doi. org/10.1787/5k94ghq8p5kd-en. Tiebout, C.M. 1956. “Exports and Regional Economic Growth”. Journal of Political Economy, 64 (2), hlm. 160–169. The Executive Office of Economic Affairs and the University of Massachusetts. 1993. “Choosing to Compete: A Statewide Strategy for Job Creation and Economic Growth”, (Mei), Office of the Governor, and University of Massachusetts President’s Office, Boston, MA. Veltz, P. 1993. “Logiques d’entreprises et territoires: les nouvelles règles du jeu”. Dalam Savy, M. dan P. Veltz (para editor). Les nouveaux espaces de l’entreprise, DATAR, Editions de l’Aube. WEF. 2002. “Regional Competitiveness Report”. World Economic Forum, Jenewa. Wicksteed, B. dkk. 2000. “The Cambridge Phenomenon Revisited: Parts One and Two”. London: SQW Ltd.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 112
1/21/2016 11:07:07 AM
STRATEGI BAB PENGEMBANGAN Kawasan Ekonomi Khusus
6
Sari Wahyuni
P E N DA H U LU A N Tujuan dari kebijakan ekonomi Indonesia adalah untuk meningkatkan investasi asing (penanaman modal asing), mengurangi kemiskinan, dan mengurangi pengangguran. Tujuan ini secara otomatis akan menuju pada kinerja perekonomian yang lebih baik dan peningkatan indeks daya saing. Menurut IMD, daya saing didefinisikan sebagai “Bagaimana negara-negara dan dunia usaha mengelola keseluruhan kompetensi mereka untuk mencapai kemakmuran yang lebih besar”. Pada tahun 2009, daya saing Indonesia meningkat dari 51 menjadi 42, dan IMD menggambarkan ini sebagai kemajuan yang spektakuler (IMD, 2009). Salah satu strategi untuk mencapai kinerja ekonomi yang baik adalah melalui peningkatan ekspor. Untuk mendukung strategi ekspor, banyak negara giat mempromosikan Export Processing Zones (EPZs), Special Economic Zones (SEZs) atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), atau Free Trade Zones (FTZs). Istilah-istilah ini telah digunakan secara bergantian melalui berbagai literatur manajemen. Kawasan tersebut dilihat sebagai instrumen kunci tidak hanya untuk mempromosikan ekspor dan mendapatkan devisa tetapi juga untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui investasi tambahan, transfer teknologi, dan penciptaan lapangan kerja. KEK telah terbukti dapat membantu investor industri dalam mengatasi berbagai kendala dan memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi negara. KEK juga berperan dalam meningkatkan daya saing negara-negara berkembang. IFC dan World Bank dalam laporan tahunannya mengenai Reformasi dalam Waktu yang Sulit, mengategorikan Indonesia sebagai pembaharu regulasi usaha yang paling aktif di Asia Timur dan Pasifik. Sebagai hasil dari reformasi tersebut, Indonesia naik ke peringkat 121 dari 122 pada peringkat kemudahan melakukan bisnis (World Bank, 2011). Apakah kita puas dengan hasil ini? Tidak, kita harus terus meningkatkan posisi jika tidak ingin dikalahkan oleh negara-negara tetangga yang juga melakukan upaya terbaik mereka untuk menarik investor. Di Tiongkok, Thailand, Vietnam, dan Malaysia, KEK telah menjadi kekuatan pendorong dalam membangun kapasitas industri dan telah menjadi tujuan utama investor 113
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 113
1/21/2016 11:07:09 AM
114
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
asing. Di negara-negara tersebut, sebagian besar perusahaan multinasional manufaktur berlokasi di KEK. Sebagai contoh, di Penang, banyak perusahaan terkenal seperti Dell, IBM, AMD, dan lainnya yang secara agresif memperluas bisnis mereka di Malaysia. Mereka tidak hanya mengoperasikan satu pabrik tetapi juga telah mengembangkan beberapa lini produksi di Penang. Bahkan, Dell telah memindahkan call center mereka ke Penang. Lokasi strategis KEK di Penang (hanya 10 menit dari bandara dan 15 menit dari pelabuhan) memungkinkan Dell untuk mengirimkan produk mereka di Penang ke Amerika Serikat hanya dalam waktu 28 jam. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa lokasi SEZ di Penang sangat strategis. Infrastruktur yang dilengkapi dengan baik, transparansi di bea cukai dan kantor pajak, serta ketersediaan tenaga kerja berbahasa Inggris menjadi sumber daya saing mereka. Daya saing yang sama juga ditunjukkan di Thailand. Meskipun tidak semua orang Thailand dapat berbicara bahasa Inggris, kluster otomotif yang kuat di Thailand memberikan nilai tambah kepada investor. Sebagai contoh, Triumph (perusahaan motor Inggris) melakukan ekspansi internasional pertama di Thailand pada tahun 2002. Hanya dalam waktu enam tahun, Triumph telah membangun tiga pabrik di Thailand untuk melayani pasar di Amerika, Eropa, dan Australia (wawancara dengan Direktur Triumph di Thailand, Juni 2011). Indonesia sejauh ini masih kurang komprehensif dalam membentuk strategi KEK dan juga tertinggal dalam daya saing industri. Keadaan tersebut tidak menjamin bahwa KEK dapat berfungsi sebagai mesin pertumbuhan yang sama untuk Indonesia seperti yang telah terjadi di negara-negara lain. Penelitian ini mencoba untuk memberikan alternatif dalam memperbaiki kebijakan KEK di Indonesia dengan menyediakan perbandingan pelaksanaan di Tiongkok, Malaysia, dan Thailand. Sementara Tiongkok memiliki program KEK paling mapan, KEK dan insentif investasi di Malaysia dan Thailand juga telah sangat baik. Tiongkok dan Malaysia telah mengembangkan KEK dalam jumlah yang signifikan tetapi keunggulan terbesar didapatkan dari kawasan dengan lokasi yang menguntungkan, perencanaan yang baik, dan akses ke sumber daya. Thailand memiliki lebih sedikit KEK tetapi memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.
MOD E L P E NE LIT IA N Berdasarkan studi literatur, kami mengembangkan model penelitian untuk mengukur daya saing negara yang diwakili oleh Gambar 6.1. Dari model ini, kita dapat melihat bahwa daya saing KEK dapat diukur dari faktor-faktor input, peran pemerintah, dan industri pendukung yang terkait. Ketiga variabel akan diukur secara kualitatif berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Khusus untuk infrastruktur administrasi, kita akan menggunakan data sekunder tentang daya saing negara yang diukur setiap tahun oleh banyak organisasi internasional. Dalam hal ini, daya saing dapat didefinisikan sebagai seperangkat institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara (Bilbao-Osorio dkk., 2011). Tingkat produktivitas, pada gilirannya, menentukan tingkat kemakmuran yang dapat diterima oleh suatu perekonomian. Tingkat produktivitas juga menentukan tingkat
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 114
1/21/2016 11:07:10 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
115
keuntungan yang diperoleh oleh investasi dalam perekonomian, yang pada gilirannya menjadi penggerak fundamental dari tingkat pertumbuhan. Gambar 6.1 Model Daya Saing KEK
INPUT FAKTOR: • Natural Resources • Human Resources • Physical Infrastructure QUANTITY AND COST • Scientific and Technological Infrastructure • Administration Infrastructure
Role of The Government
SEZ COMPETITIVENESS
SEZ PERFORMANCE • Contribution to GDP
RELATED & SUPPORTING INDUSTRIES • Presence of capable, locally–based suppliers Sumber: Bilbao-Osorio, 2011.
M E TO D E Analisis dalam studi ini didasarkan pada data sekunder tentang daya saing negara, yaitu wawancara mendalam dan kunjungan lapangan/observasi langsung di wilayah KEK yang dipilih di Indonesia, Malaysia, Tiongkok, dan Thailand. Analisis terhadap KEK di Indonesia berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dkk. (2010) terhadap KEK di Batam. Di samping itu, riset ini memperbarui data yang ada dengan melakukan wawancara terhadap staf ahli di MP3EI, Sekretaris Dewan Pengembangan BBK, dan perwakilan direksi BKPM. Pengumpulan data di tiga negara lainnya dilakukan selama bulan Mei–Agustus 2011. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa unit analisis penelitian ini adalah KEK di empat negara, yang terdiri atas: 1. lima wilayah KEK di Batam, Indonesia yang dikategorikan sebagai daerah KEK tertua dan terbesar di Indonesia; 2. wilayah KEK di Penang, Malaysia yang tercatat memiliki jumlah investasi tertinggi di Malaysia; 3. wilayah KEK di Amatha Nakorn, Thailand yang diakui sebagai yang tertua dan daerah KEK paling sukses di Thailand; dan 4. wilayah KEK di Tianjin, Tiongkok yang relatif mapan dan dekat dengan Beijing, ibukota Tiongkok. Selain pertimbangan di atas, pilihan lokasi KEK juga didasarkan pada apakah KEK memiliki kluster elektronik sehingga kita dapat membandingkannya dengan Batam yang
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 115
1/21/2016 11:07:11 AM
116
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
dikenal sebagai pusat produksi elektronik. Dengan berfokus pada satu industri, diharapkan kita dapat belajar bagaimana negara-negara lain mengembangkan kluster elektronik mereka. Tujuan dari pengamatan ini secara tidak langsung adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan gambaran tentang karakteristik operasional, infrastruktur, dan perbedaan yang mungkin ada dalam empat KEK tersebut. Selain itu, kami juga melakukan wawancara mendalam kepada dewan investasi di masing-masing negara, manajemen, dan investor KEK di lokasi. Secara total kami melakukan 17 wawancara di luar Indonesia dengan total durasi wawancara 48,5 jam. Di Indonesia, riset Wahyuni dkk. (2010) melakukan sembilan puluh delapan wawancara mendalam dengan para investor bersamaan ketika mereka mengisi kuesioner. Informasi yang kami terima dari penelitian kuantitatif telah diperiksa ulang dengan informasi dari wawancara mendalam. Metode triangulasi ini diharapkan dapat meningkatkan keandalan data.
T E M U A N LA PA N GA N DAN ANALI SI S Kajian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menganalisa faktor input (kecuali sistem administrasi), peran pemerintah, industri pendukung terkait, dan kinerja Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Bagian kedua lebih menekankan pada variabel sistem administrasi dengan menggunakan data sekunder, yaitu daya saing suatu negara.
Fa k t o r I n p u t , Pe ra n Pe m e r i n t a h , I n d u s t r i Pend ukun g Te rka it , d a n K in e rja K E K Hasil pengamatan dan wawancara mendalam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara satu negara dengan negara lainnya yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Ringkasan Hasil Pertemuan Variabel Faktor Input
Indonesia
Malaysia
Thailand
Tiongkok
1. Sumber daya alam (SDA)
SDA melimpah
SDA terbatas
SDA terbatas
SDA terbatas
2. Sumber daya manusia (SDM)
Sebagian besar tenaga TK terdidik, bisa kerja (TK) terlatih berbahasa asing terdapat di luar Batam (Inggris)
Sulit untuk menemukan TK melimpah, rajin, teknisi terlatih pada kebayakan tidak bisa level manajer berbahasa asing (Inggris)
3. Infrastruktur fisik
Cukup baik
Sangat baik
Baik
4. Infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi Peran Pemerintah Pemerintah pusat Pemerintah daerah Industri Pendukung Terkait
Tidak Baik
Baik
Cukup Baik
Baik, dibangun oleh pemerintah pusat Baik
Sangat Kuat Kuat
Sangat Kuat Sangat Terbatas
Sangat Kuat Sangat Kuat
1. Kualitas dan spesifikasi
Rendah-menegah
Tinggi
Menengah-tinggi
Rendah-menegah-tinggi
Ya, khususnya untuk industri berbasis teknologi rendah dan menengah
Ya, khususnya untuk elektronik berbasis teknologi tinggi
Ya, khususnya untuk industri otomotif dan suku cadang elektronik
Ya, baik untuk industri elektonik berbasis teknologi rendah maupun teknologi tinggi
2. Kemampuan pemasok lokal
Sumber: Wahyuni dkk., 2010.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 116
1/21/2016 11:07:12 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
117
Hasil temuan pada Tabel 6.1 dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
Fa kto r I n put Terdapat empat variabel yang digunakan untuk menghitung faktor input, yaitu sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), infrastruktur fisik, dan infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi dan persepsi dari investor terkait variabel-variabel ini dijelaskan sebagai berikut. 1. Indonesia Penelitian yang kami lakukan di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) menunjukkan bahwa terdapat dua faktor penting yang berpengaruh sangat signifikan dalam menentukan daya saing BBK, yaitu letak geografis BBK (kedekatan dengan Singapura) dan faktor SDM. Tabel 6.2 SDM Berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Kepuasaan
Tingkat Kepentingan (Skala 1-5)
Tingkat Kepuasan dengan KEK BBK (Skala 1-5)
Faktor tenaga kerja
4,37
2,93
Faktor kelembagaan
4,67
3,06
Faktor pemerintah
4,69
2,91
Faktor iklim usaha
4,32
3,28
Faktor infrastruktur
4,71
3,40
Faktor daya saing secara keseluruhan
4,55
3,16
2. Malaysia SDA tampaknya bukan menjadi faktor pendorong investor dalam memilih Malaysia sebagai tempat investasinya. Hal ini tercermin dari opini beberapa investor dalam kutipan berikut:
“Kami memilih Penang karena beberapa pertimbangan: 1) supporting manufacturing operation, 2) infrastruktur yang baik: lokasi dekat dengan bandara dan pelabuhan, 3) insinyur yang terampil dan berbakat, 4) perguruan tinggi berkualitas yang dapat melatih karyawan kami, 5) pemerintah sangat ramah, 6) Tax Holiday, 7) Keberadaan dari Intel, Motorola, dan perusahaan multinasional lainnya yang akan kami pasok” (Direktur Utama Benchmark Malaysia).
Kutipan di atas dengan jelas menunjukkan bahwa SDM di Malaysia sangat dihargai oleh investor sebagai tenaga kerja yang berpendidikan dan produktif. Fakta bahwa mereka fasih berbahasa Inggris membuat komunikasi dan transfer pengetahuan lebih mudah. Selain itu, pendidikan di Malaysia juga mendukung pertumbuhan industri manufaktur: Infrastruktur fisik di Malaysia jelas sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan-kutipan di atas baik menurut Benchmark maupun Venture. KEK di Penang sangat dekat dengan bandara dan pelabuhan sehingga biaya transportasi sangat murah dan meminimalkan waktu pengiriman produk. Untuk menjamin ketersediaan infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi, Human Resource Development Fund (HRDF) Malaysia meluncurkan program yang
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 117
1/21/2016 11:07:12 AM
118
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
mendorong pelatihan, pelatihan ulang, dan peningkatan keterampilan di sektor swasta. Pengusaha di sektor manufaktur dan jasa yang berkontribusi untuk mendanai program ini berhak untuk mengajukan permohonan hibah untuk membiayai atau mensubsidi biaya yang timbul dalam pelatihan dan pelatihan kembali tenaga kerja mereka. Pemerintah juga telah mendirikan lembaga untuk pendidikan kebutuhan industri yang disebut Penang Skill Development Centre (PSDC). Selain itu, pemerintah telah memulai proses transfer ilmu pengetahuan dengan mendirikan Fabtronics, sebuah perusahaan industri elektronik. Mereka bekerja sama dengan AMD untuk memastikan bahwa ada transfer pengetahuan dari perusahaan asing bagi TK Malaysia. 3. Thailand SDA di Thailand memang penting tetapi bukan yang paling menarik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
“SDA diimpor. Hal yang terpenting bagi kami di sini adalah ketersediaan pasokan air dan lain-lain” (Triumph Management di Thailand).
Untuk mengetahui alasan mengapa investor memilih Thailand, Triumph menyatakan:
“Alasan utama kami memilih Thailand didorong oleh beberapa alasan berikut: (1) Industri otomotif di Thailand sudah berdiri dalam waktu yang cukup lama. Perusahaan mobil dan sepeda motor asal Jepang sudah berada di sini selama bertahun-tahun. Jadi, banyak indutri pemasok berbasis di Thailand; (2) Mereka memiliki tenaga kerja terlatih, insinyur Thailand sangat penting bagi kami. Kebanyakan dari mereka bekerja sangat baik, mereka berkembang bersama perusahaan ini. Kami telah merekrut mereka ketika mereka berumur sekitar 24-25 dan mereka telah berkembang cukup baik bersama Triumph. (3) Sikap pemerintah terhadap investasi asing sangat positif ” (Triumph Manajemen di Thailand).
Sedangkan mengenai tenaga kerja, hasil wawancara menunjukkan adanya masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja di Thailand. Sebagian besar dari mereka memiliki banyak ekspatriat karena jika mereka menggunakan orang Thailand, harapan pelanggan tidak akan tercapai. Hal menarik yang kami dapatkan dari Triumph adalah bahwa hubungan tenaga kerja (termasuk serikat pekerja) khususnya pengadilan tenaga kerja di Thailand tidak baik, mereka selalu berada di posisi membela karyawan. Buruknya lagi adalah tidak adanya standar hukum tertentu karena pengadilan tenaga kerja dapat memerintahkan perusahaan untuk membayar gaji karyawan dalam jumlah yang tak terbatas. Terkait dengan infrastruktur fisik, investor merasa bahwa infrastruktur fisik sangat mendukung pertumbuhan investasi. Hal itu memudahkan operasional perusahaan sehari-hari. Infrastruktur fisik selalu mendukung kawasan industri seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 118
“Bandara direlokasi lima tahun yang lalu untuk mengakomodasi kawasan industri (dari Don Muang ke Svarnabhumi). Hal ini memudahkan perusahaan dalam melakukan ekspor dan impor. Pelabuhan laut dalam juga dipindahkan, saat ini lebih dekat dengan Amata. Jadi, hal ini adalah salah satu alasan mengapa investor
1/21/2016 11:07:12 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
119
memilih Amata. Alasan lain mengapa Amata sangat terkenal adalah karena akses transportasi yang mudah. Ada dua jalan utama yang terhubung ke Amata Nakorn sehingga lokasi ini tidak terkena kemacetan lalu lintas. Ekspatriat juga bisa tinggal di Bangkok karena lokasinya tidak jauh” (Amata Manajemen). Selain Infrastruktur fisik umum, Amata Nakorn mencoba untuk menarik investor dengan menyediakan fasilitas sosial, kualitas pelayanan, dan juga kawasan industri yang ramah lingkungan. Tidak seperti kawasan industri lainnya, Amata juga menyediakan executive club dan fasilitas golf di dalam kawasan industri. 4. Tiongkok SDA juga tidak menjadi daya tarik utama di Tiongkok karena sejak awal sudah mulai dibatasi. “SDA yang dapat menarik investor hampir tidak ditemukan di Tiongkok, Tianjin sesungguhnya hanya membutuhkan pemerintah dalam rangka menyediakan listrik dan gas”. (Tianjin Park Management.) SDM di Tiongkok sangat melimpah, tenaga kerja di sana juga rajin, mereka bersedia bekerja lembur dengan gaji yang sesuai. Namun demikian, berdasarkan pengalaman kami selama wawancara dan pengamatan, kita harus mengakui bahwa tenaga kerja yang bisa berbahasa asing (Inggris) sangat langka dan hal itu dapat menghambat komunikasi dan transfer pengetahuan. Infrastruktur fisik cukup dikembangkan di Tiongkok, bahkan sebelum KEK dan kawasan industri dikembangkan. Sebagian besar pembangunan infrastruktur ini diprakarsai oleh pemerintah. “Tianjin Balitai Industrial Park (TBIP) terletak di antara darat dan laut sehingga lokasi tersebut benar-benar strategis”. (Tianjin) Infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi didukung oleh budaya belajar dari Tiongkok dan pelatihan yang diberikan oleh perusahaan.
“Transfer pengetahuan dilakukan melalui: 1) Pelatihan yang diberikan kepada karyawan, 2) dukungan moral dari para karyawan untuk terus belajar, dan 3) pelatihan di luar negeri yang didukung oleh perusahaan. Selain itu, pemerintah selalu memberitahu orang-orang untuk terus belajar dari perusahaan-perusahaan asing karena hal itu adalah salah satu media transfer ilmu pengetahuan” (Kawasan Industri Tianjin Balitai).
Pe ra n Pe me r in t ah 1. Indonesia Faktor kelembagaan dari daya saing BBK terkait dengan kepuasaan, kebijakan, kepuasan terhadap dukungan pemerintah, dan tata kelola BBK. Tabel 6.3
Koefisien Korelasi
Kelembagaan di Indonesia
Kebijakan dan peraturan
0,872
Dukungan pemerintah
0,381
Tata kelola
0,823
Sumber: Wahyuni dkk., 2010.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 119
1/21/2016 11:07:12 AM
120
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.3, kebijakan, peraturan, dan tata kelola memiliki korelasi yang kuat dengan faktor kelembagaan. Sebaliknya, dukungan pemerintah memiliki korelasi yang lemah. Kondisi ini ditunjukkan dalam kutipan berikut: “Tidak ada dukungan dari legislatif ”, “Tidak ada kesinambungan program dari Kantor Walikota”, “Tidak ada konsistensi dalam aturan, peraturan, dan program”. Aspek penting lainnya dari masalah kelembagaan di BBK ini terkait dengan koordinasi dan respons yang sangat terkait dengan tata kelola: “Sistem di Indonesia membuat hal-hal berjalan lambat”. (General Manager Industrial Park di Batam). Dalam hal ini, penting untuk dicatat bahwa kebijakan dan peraturan memiliki nilai korelasi tertinggi yang akan memengaruhi bisnis dan perusahaan pada umumnya. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:
“Dibutuhkan stabilitas politik. Di Malaysia, situasi politik tampaknya tidak ada masalah signifikan terhadap lingkungan bisnis, tetapi situasi yang berbeda ditemui di Indonesia” (CEO di Batam).
Goncangan politik tidak hanya memengaruhi arah tetapi juga dapat menghambat proses pelaksanaan. “Peraturan mudah berubah sejalan dengan perubahan pejabat pemegang kekuasaan. Akibatnya, tidak ada konsistensi dalam aturan, peraturan, dan program” (Ketua Asosiasi di BBK). 2. Malaysia Peran pemerintah di Malaysia banyak dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini diwakili oleh MIDA yang menjadi titik kontak pertama bagi investor. Mereka sangat membantu, ramah, profesional, dan bersih (setiap tahun ada program monitoring yang dilakukan pemerintah untuk memeriksa harta kekayaan para pegawai MIDA). Hasil wawancara kami menunjukkan bahwa pemerintah Malaysia dikenal oleh investor sangat kaku tetapi mereka ramah, baik, efisien, dan bersih. Selain itu, mereka menetapkan peraturan yang mendukung pertumbuhan investasi di Malaysia. Dengan kata lain, mereka tahu persis apa yang dibutuhkan oleh investor. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini bahwa citra yang baik dari pemerintah dianggap sangat penting oleh investor.
“Pemerintah tahu banyak tentang kebutuhan investor untuk bertahan di Malaysia dan mereka juga sangat efisien” (Venture).
“Regulasi di Tiongkok sangat kaku tetapi tidak jelas (peraturan berbeda di setiap provinsi), regulasi di Malaysia juga cukup kaku, tetapi sangat jelas dan bersih” (Benchmark).
3. Thailand Peran pemerintah di Thailand (dalam bidang investasi) sebagian besar dilakukan oleh Board of Investment/BOI (BKPM-Thailand). Seperti di Malaysia dan Tiongkok, pemerintah pusat memiliki peranan besar dalam mengatur investasi, sedangkan pemerintah provinsi hampir tidak memiliki peran sama sekali. Sentralisasi di Thailand menghasilkan peraturan yang jelas, tidak bias, dan tidak tumpang tindih
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 120
1/21/2016 11:07:12 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
121
antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Berdasarkan wawancara kami, dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah Thailand melalui BOI sangat mendukung investor, mereka bersih dari korupsi dan transparan. 4. Tiongkok Pemerintah Tiongkok sedikit unik dalam membuat peraturan untuk investasi. Peraturan sering tidak jelas dan tidak terintegrasi. Regulasi di satu wilayah dapat berbeda dengan wilayah lain. Mereka juga membuatnya sedikit rumit seperti yang dituturkan beberapa investor di bawah ini.
“Regulasi di Tiongkok sangat kaku tetapi tidak jelas (peraturan berbeda di setiap provinsi), regulasi di Malaysia juga cukup kaku, tetapi sangat jelas dan bersih” (Benchmark).
“Tiongkok memiliki peraturan yang cukup kaku. Mereka memiliki kecenderungan untuk mengubah peraturan dengan cepat. Secara tiba-tiba, mereka akan menerapkan peraturan bahwa Anda tidak akan dapat mendaftarkan sepeda motor Anda di kota itu atau tidak dapat mengendarai sepeda motor di kota ini pada hari-hari tertentu. Bagi kami, Tiongkok adalah pasar yang besar tetapi untuk ukuran perusahaan kami, cukup berisiko besar memasuki ke pasar Tiongkok” (Triumph).
In du s tri- I n d u st r i Pe n d u ku n g Te r k ait 1. Indonesia Terkait dengan industri-industri pendukung, sebagian besar pemasok tersedia di BBK tetapi ketika mencari informasi kepada pemerintah daerah terkait siapa yang bertanggung jawab untuk investasi di BBK, mereka tidak tahu berapa banyak perusahaan elektronik yang tersedia di Batam dan spesifikasi produk apa saja yang dihasilkan. Untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang hubungan antara perusahaan-perusahaan yang ada di BBK dengan pasar internasional, kami mengukur dengan melihat hubungan perusahaan dengan pasar dan pemasok dari negara-negara di seluruh dunia, hubungan dengan perusahaan dan lembaga di Singapura, dan juga hubungan di Indonesia seperti kawasan industri, asosiasi bisnis, dan KADIN. Hasil dari analisis faktor ini ditunjukkan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4
Koefisien Korelasi
Hubungan dengan Stakeholders
Hubungan dengan pasar dan pemasok internasional
–0,045
Hubungan dengan perusahaan dan lembaga di Singapura
0,920
Hubungan di Indonesia
0,923
Sumber: Wahyuni dkk., 2010.
Cukup menarik untuk dicatat bahwa hubungan antara pasar dan pemasok internasional tidak memiliki korelasi yang nyata karena koefisien korelasinya hanya –0,045 atau mendekati 0, sementara hubungan dengan perusahaan dan lembaga di Singapura dan Indonesia memiliki korelasi mendekati 1 (0,920 dan 0,923). Rupanya, perusahaan di BBK memiliki hubungan yang lemah dengan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 121
1/21/2016 11:07:12 AM
122
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
negara-negara di dunia karena kebanyakan perusahaan di BBK hanya memiliki hubungan dengan negara-negara yang dekat secara geografis dengan Indonesia. Dengan kata lain, hubungan itu ada karena posisi lokasi. Jika kita melihat hubungan Singapura dan Indonesia dengan faktor hubungan secara keseluruhan, korelasinya sangat signifikan. 2. Malaysia Menurut investor, industri pendukung di Malaysia sangat baik. Ada banyak pemasok yang bekerja sama dengan investor. Hal ini disebabkan kluster strategi di Malaysia yang membuat kawasan tertentu lebih difokuskan pada industri tertentu. Jadi, investor dalam industri yang sama akan terletak di dekat industri pendukungnya. Investor melihat industri pendukung terkait merupakan faktor yang sangat penting yang dapat membuat value chain efektif dan efisien, seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut.
“Investor memilih Penang karena pasokan bahan baku berasal dari daerah ini. Lokalisasi rantai nilai akan membuat biaya lebih rendah, lead time akan pendek. Jadi, merupakan ide yang baik untuk membangun kerja sama strategis dengan perusahaan lain untuk membangun rantai nilai yang kuat” (Venture).
3. Thailand Investor melihat Thailand sebagai negara yang memiliki bisnis industri otomotif yang matang. Mereka mengatakan bahwa ketika suatu negara memiliki industri yang telah berdiri cukup lama, pasti akan ada banyak industri pendukung terkait yang tersedia dan siap untuk mendukung permintaan industri tersebut. Investor pada awalnya melihat pemasok di Thailand sebagai pemasok yang tidak berkualitas tetapi seiring berjalannya waktu mereka percaya bahwa pemasok di Thailand telah meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir. Peningkatan ini membuat mereka mulai membeli bahan-bahan dari pemasok lokal. Kita dapat menyimpulkan bahwa industri pendukung terkait telah meningkat cepat baik secara kualitas maupun kuantitas. Seperti yang terlihat pada hasil wawancara di bawah ini.
“Kenapa Thailand? Thailand sudah memiliki industri otomotif yang telah berdiri dalam waktu yang cukup lama” (Komatsu). “Ketika memulai bisnis ini, kami menggunakan banyak pemasok yang ada di luar Thailand tetapi sekarang kami lebih banyak menggunakan pemasok lokal. Lokalisasi sangat penting karena saya melihat prospek pasar ASEAN di masa depan” (Triumph).
4. Tiongkok Tiongkok dikenal dengan pendekatan kluster industri yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dan kemudian didukung oleh pemerintah pusat. Strategi kluster adalah perusahaan umum dikelompokkan bersama-sama dan dikelilingi oleh industri pedukung terkait. Tentu saja perusahaan melihat ini sebagai kesempatan supaya lebih dekat dengan pemasoknya.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 122
1/21/2016 11:07:12 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
123
Kinerja KEK 1. Indonesia Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB—gross domestic product [GDP]) sekitar US$ 707 miliar pada tahun 2010 dan merupakan yang terbesar di Asia Tenggara (BKPM 2010). Sedikit terpengaruh oleh krisis keuangan global, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,5 persen pada tahun 2009 dan 6,1 persen pada tahun 2010 dan diperkirakan akan mencapai 6,4 persen pada tahun 2011. Jadi, dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, Indonesia telah melakukan pekerjaan besar dengan sukses. Jika kita melihat pertumbuhan PDB riil pada Gambar 6.2, kinerja Indonesia relatif stabil dari tahun 2000 dan seterusnya, tetapi masih berada di bawah Tiongkok dan India. Gambar 6.2
15%
Pertumbuhan PDB Riil
10%
Tiongkok India
5%
-10%
2009*
2008
2007
2006
2004 2005
2003
2002
2001
2000
1999
1998
-5%
1997
-0%
1996
Indonesia
Note: *Estimate
-15% Sumber: EIU.
2. Malaysia Wawancara kami dengan MIDA menunjukkan bahwa KEK di Malaysia memberikan kontribusi 9 persen terhadap PDB dan 26 persen dari total investasi yang berlokasi di Penang. Pada tahun 2011, ada 300 perusahaan asing di Penang (kebanyakan dari Singapura, Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat). Selain peningkatan nilai investasi, investor terbesar juga berubah setiap tahunnya. Sebagian besar investasi (60,6 persen) berasal dari produk elektronik dan listrik. Sisanya berasal dari industri pendukung seperti plastik, medis, transportasi, dan lain-lain. Meskipun Penang dikenal dengan kluster industri elektronik, menariknya ada industri lain (seperti, berlian dan lainlain) yang terletak di zona mereka. Pemerintah tidak membatasi jenis industri yang terletak di zona tersebut. Dengan demikian, kluster industri elektronik dikembangkan karena mekanisme pasar. 3. Thailand Investasi di Thailand merupakan salah satu komponen PDB yang banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian Thailand sejak tahun 1980-an. Meskipun FDI (foreign direct investment) sendiri hanya menyumbang sekitar 3-4 persen sejak 2000–2009 (ASEAN Economic Community Chartbook 2010), hal itu merupakan efek dari investasi yang membuat PDB Thailand terlihat baik. Efek dari investasi di
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 123
1/21/2016 11:07:13 AM
124
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Thailand membuat komponen PDB lainnya tumbuh setara atau bahkan lebih tinggi dari laju pertumbuhan investasi itu sendiri. Ekspor adalah aspek yang dipengaruhi oleh komponen investasi. Hal ini karena sebagian besar FDI di Thailand merupakan perusahaan perdagangan yang berorientasi ekspor. Mengundang perusahaan yang berorientasi ekspor juga merupakan salah satu tujuan pemerintah Thailand yang dinyatakan dalam strategi menarik investor. Melihat negara-negara tetangga (negara ASEAN), sebagai pesaing tujuan FDI, Thailand telah menerima 16,6 persen dari investasi yang datang ke ASEAN dari tahun 2004 sampai 2009. Hal ini membuat Thailand sebagai negara peringkat kedua penerima FDI di kawasan ASEAN setelah Singapura (43,1 persen). Di antara negaranegara ASEAN, IMT-GT (Segitiga Pertumbuhan Indonesia Malaysia Thailand) mempunyai pertumbuhan yang tinggi dalam aspek FDI dengan Indonesia (12,3 persen) menduduki peringkat penerima FDI tertinggi ketiga di antara negara-negara ASEAN, dan Malaysia (10,8 persen) sebagai keempat tertinggi penerima FDI (ASEAN Economic Community Chartbook 2010). 4. Tiongkok KEK memberikan kontribusi yang penting terhadap kesuksesan Tiongkok dan berhasil membangun model acuan yang diikuti di seluruh Tiongkok (Zhong dkk., 2009). Secara ekonomi, KEK telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB nasional, lapangan kerja, ekspor, daya tarik investasi asing, pengembangan teknologi baru, serta penerapan praktik-praktik manajemen modern. Pada tahun 2006, KEK menyumbang 5 persen dari total PDB riil Tiongkok, 22 persen dari ekspor barang dan 9 persen dari total FDI yang masuk. Pada saat yang sama, 54 Economic and Technological Zone (ETDZ) nasional menyumbang 5 persen dari total PDB, 15 persen dari ekspor dan 22 persen dari total FDI yang masuk. Adanya KEK di Tiongkok juga berhasil memacu tumbuhnya perusahaan Tiongkok yang baru dan berteknologi tinggi. Pada tahun 2007, sebanyak 54 SEZ di Tiongkok menjadi tuan rumah pengembangan ilmu pengetahuan dan inkubator teknologi. Ini terbukti dengan terdatanya 50.000 paten penemuan dan lebih dari 70 persen yang terdaftar adalah perusahaan dalam negeri (Zhong dkk., 2009). Mereka juga menghasilkan 1,2 juta penelitian dan pengembangan personel (18,5 persen karyawan SEZ) dan menyumbang 33 persen teknologi tinggi nasional (Qian, 2008).
Pend ap at I nve s t o r Apa pandangan investor yang sebenarnya mengenai Indonesia dan tiga negara dalam tulisan ini? Tabel 6.5 akan menggambarkan dan memilah kekuatan dan kelemahan dari keempat negara tersebut. Tentu setiap negara memiliki kekuatan dan kelemahan yang perlu menjadi perhatian. Namun demikian, harapan besar masih digantungkan ke Indonesia. Ukuran pasar yang besar dan tingkat konsumsi dalam negeri menjadi salah satu daya tarik Indonesia.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 124
1/21/2016 11:07:13 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Tabel 6.5 Opini Investor Mengenai Kekuatan dan Kelemahan antara Indonesia, Malaysia, Tiongkok, dan Thailand
Negara
Kekuatan
Kelemahan
Indonesia
•
•
•
• •
Kaya sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah Masyarakat di Indonesia memiliki sikap bersahabat dan lebih terbuka dalam pertukaran ide dan pekerjaan Pasar yang besar dan tingkat konsumsi yang bagus Sistem perbankan sedang berkembang
• • • • • • •
Malaysia
• • • • •
Thailand
• • • •
Tiongkok
• • • •
125
Pemerintahan pusat yang lemah, investor sangat menkhawatirkan bagaimana pemda setempat akan memperlakukan investor Logistik dan pemasok tidak siap Keterbatasan infrastruktur Korupsi Biaya overhead yang tinggi, terutama upah tenaga kerja Ketidakpastian UU tenaga kerja. UU No. 3 tahun 1992 mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja tidak berpihak pada pengusaha Infrastruktur, terutama terkait impor, sangat kurang Strategi pemerintah yang buruk
Infrastruktur yang sangat • memadai • Rantai nilai dan kluster yang memuaskan Dukungan kuat dari pemerintahan pusat • Akses mudah untuk mendapatkan tenaga kerja terampil Pelayanan kesehatan, pendidikan kejuruan, dan pelatihan yang memadai
Pasar di Penang sangat kecil dibandingkan Tiongkok Ketersediaan tanah terbatas sehingga sangat mahal (tanah di Penang bahkan lebih mahal dari tanah di Kuala Lumpur) Malaysia melindungi pasar dalam negeri mereka
Kluster dan rantai pasokan yang memadai Mudah dalam melakukan usaha Customs clearance relatif baik Pemerintah pusat sangat mendukung
•
Masyarakat di Thailand cukup terpelajar tetapi sulit berbahasa Inggris Peningkatan biaya overhead dan upah tenaga kerja (direct cost) Sumber daya manusianya masih butuh pengembangan
Pasar besar Value chain dan logistik sangat maju Mudah mendapatkan bahan baku Infrastruktur baik
•
• •
• • • •
Masuk ke Tiongkok sangat mudah tetapi untuk keluar sangat sulit terutama untuk investasi Biaya produksi di Tiongkok semakin tinggi Adanya penjiplakan dan pemalsuan produk Peratuan pemerintah yang rumit Tiongkok identik dengan mafia (kebijakan tidak diimplementisikan dengan semestinya dan mereka tidak peduli dengan perusahaan Anda)
Sumber: hasil wawancara.
K E S IM P U LA N Diskusi pada bab ini memberikan pesan yang kuat bahwa pemerintahan Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang berat untuk meningkatkan kapasitas, kinerja, dan daya saingnya. Pada kenyataannya, negara-negara tetangga berlomba-lomba menarik investor dan mendorong perlunya reformasi. Kita harus sadar bahwa melimpahnya sumber daya alam bukanlah pemikat utama bagi investor. Ada hal-hal lain yang menjadi pertimbangan investor. Pemerintah Indonesia sebaiknya memberikan perhatian pada pengembangan masing-masing ketiga pilar tahap investasi tersebut dalam rangka meningkatkan efisiensi dan inovasi untuk barang dan jasa.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 125
1/21/2016 11:07:14 AM
126
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Pesan dari penelitian ini jelas: iklim investasi tidak dapat berkembang hanya dengan menerapkan UU investasi, mengeluarkan kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus, mengurangi kewenangan pusat, dan lain-lain. Ada hal-hal lain yang perlu ditingkatkan dan diberdayakan. Agenda reformasi yang perlu di dukung oleh pemerintah, masyarakat pengusaha, dan seluruh lapisan rakyat Indonesia dapat dibagi menjadi lima bagian. Pertama, keberhasilan KEK memerlukan pemerintahan yang cakap dan sistem pasar yang baik. Untuk dapat memiliki KEK yang sukses, pemerintah perlu mencoba pendekatan kluster dengan lebih mengedepankan pendekatan bottom up dibandingkan top down. Dalam pengertian ini, meningkatkan daya saing saja tidaklah cukup. Kita perlu mengukur sinyalemen pasar dan memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap keunggulan komparatif domestik dan situasi pasar (baik domestik maupun internasional). Rantai pasokan yang tepat dan industri pendukung terkait seharusnya dikembangkan menjadi penguat dalam menentukan posisi kluster. Saat ini, ada ketimpangan pengetahuan dan informasi mengenai pemasok domestik yang prospektif di BBK. Hal ini dapat dicarikan jalan keluar dengan menciptakan database yang andal dan pengetahuan mendalam terhadap perusahaan yang ada di wilayah KEK. Kedua, perhatian yang cukup seharusnya juga diberikan kepada lokasi KEK, infrastruktur di sekitarnya, kualitas pemerintahan yang mengatur atau berada di dalam kawasan itu sendiri, dan dikombinasikan dengan penawaran paket insentif dari pemerintah pusat dan daerah. Kawasan yang berlokasi dekat dengan pusat kota dapat menyediakan tenaga kerja, sarana, dan prasarana yang lebih baik yang pada gilirannya menimbulkan hallo effect pada ekonomi domestik, yang kemudian disebut sebagai “keterkaitan (linkages)”. Sedangkan KEK yang terletak dekat dengan bandara dan pelabuhan memiliki kemungkinan lebih berhasil dalam kegiatan ekspor (Semil Shah, 2008). Kualitas infrastruktur sekitar kawasan, baik infrastruktur keras (seperti, jalan dan air) dan lunak (seperti, sekolah dan layanan kesehatan), memberikan efek yang signifikan, sebagaimana kualitas pemerintahan. Pendekatan kluster semestinya dikembangkan pada tempatnya dengan mengundang investor yang kredibel yang dapat mengembangkan efek ekonomi berkesinambungan di wilayah tersebut. Sebagai tambahan, pemerintah perlu menciptakan sistem regulasi yang efektif dan kondusif bagi iklim dunia usaha dan menjadikan KEK menarik bagi investor. Justin Lin berkata, “Sebagai pelengkap dalam mekanisme pasar yang efektif, pemerintah seharusnya proaktif memainkan peranannya, peran fasilitasi dalam diversifikasi industri dan meningkatkan proses pengembangan infrastruktur” (Lin, 2010). Ketiga, riset ini menunjukkan bahwa faktor kualitas tenaga kerja memainkan peranan yang penting. Infrastruktur first-world dengan mentalitas dunia-ketiga tentunya tidak akan menghasilkan produk yang diinginkan. Investasi di dunia pendidikan, pelatihan dan pengembangan keterampilan dapat menentukan kapasitas suatu bangsa untuk berubah seiring perubahan waktu. Tingkat pelatihan staf yang kesinambungan, on-the-job training, dan transfer ilmu pengetahuan perlu ditingkatkan. Keempat, daya tarik paket kebijakan ekonomi adalah untuk menciptakan investasi yang menguntungkan. Selama bertahun-tahun, Indonesia telah meformulasikan dan mengiplementasikan beberapa jenis paket kebijakan investasi yang bertujuan untuk menarik investasi asing (FDI) ke Indonesia. Namun, efektifitas kebijakan tersebut masih
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 126
1/21/2016 11:07:14 AM
Bab 6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
127
perlu dipertanyakan. Paket kebijakan tersebut apakah tidak efektif menarik investasi asing ataukah tidak dilaksanakan dengan konsisten dan tepat waktu. Untuk meningkatkan iklim investasi, Indonesia perlu memiliki strategi yang koheren yang didukung dengan pemerintahan yang baik. Untuk itu, kita harus serius menghilangkan birokrasi yang berbelit dan berlebihan, regulasi yang berlebihan, korupsi, dan ketidakjujuran, yang pada gilirannya memperlambat proses pembangunan ekonomi (Bilbao-Osorio dkk., 2011). Sangatlah penting mengembangkan key contact point untuk investor (seperti peran MIDA di Malaysia) yang sangat membantu investor serta tidak korup dan profesional. Pada akhirnya, kita harus sadar bahwa untuk membangun KEK yang berhasil diperlukan keseluruhan strategi yang koheren, dan hubungan erat antara ekonomi dan politik. Memang sistem politik kita saat ini sulit untuk membentuk sebuah strategi koheren tetapi tidak ada yang tidak mungkin. Kesuksesan KEK banyak yang tergantung dengan kejelasan visi pemerintah, yaitu kapasitas teknokratik untuk membentuk strategi kluster yang andal, transparan, dan mampu membuat kebijakan operasional yang tepat. Lebih lanjut, strategi harus diimplementasikan dengan konsitensi yang tinggi dan dalam jangka waktu lama. Hal ini akan menciptakan kondisi yang dapat diprediksi dan memberikan kenyamanan bagi investor lokal dan asing. Dengan pemahaman daya saing nasional dan daerah yang dipadukan dengan strategi yang komprehensif, diharapkan KEK yang terkemuka dapat terwujud di Indonesia.
DA F TA R P U S TA K A ASEAN Economic Community. 2010. ASEAN Economic Community Scorecard, Charting Progress Towards Regional Economic Intergration. Bilbao-Osorio, B, dkk. 2011. The Global Competitiveness Report 2011–2012. World Economic Forum. BKPM report . 2011. www.bkpm.go.id/. BOI Thailand. 2010. “Thailand BOI sets positive outlook for 2010 80% surge in 2009 investment value shows investors’ confidence”. www.boi.go.th. Breakstone Group. 2010. US Investors View about China (lihat www.breakstone-group. com). Competitiveness Support Fund. 2007. Special Economic Zone Benchmarking and Policy Action Plan, USAID and Ministry of Finance Government of Pakistan. Doing Business. 2010. Reforming Trough Difficult Times, Comparing Regulations in 183 Economies. Http://www.imd.ch/research/centers. IMD. 2009. IMD World Competitiveness Yearbook 2009, The World Competitiveness Scoreboard 2009. INBC. 2011. “Doing Business in Indonesia: A Norwegian Perspective 2011”. Laporan dari Indonesia Norway Business Council dan The Royal Norwegian Embassy, 4 Februari, Jakarta. Lin, Justin Yifu. 2010. “New Structural Economics: A Framework for Rethinking Development”. Policy Research Working Paper 5197. Washington, D.C.: World Bank.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 127
1/21/2016 11:07:15 AM
128
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Ministry of Finance. Tanpa Tahun. Economic Reports 2001/2002/2006. Kuala Lumpur. Porter, M. 2008. “The Five Compettitive Forces That Shape Strategy”. Harvard Bussines Review. Qian, J. 2008. “National High-Tech Industry Development Zones,” Presentation to the EU Science and Technology Counselors Meeting. Desember. Beijing. Shah, Z. 2008. Special Economic Zones in South Asia, A Comparative Analysis of Bangladesh, Sri Lanka, and India. UNCTAD. 2011. “United Nation Conference on Trade and Development”. World Investment Report. Wahyuni, S. 2012. Conducting Qualitative Research Method. Jakarta: Salemba Empat. Wahyuni, S. dan E.S. Astuti S.A. 2010. “What Investors Think About Our Free Trade Zone (FTZ) Areas? Case Study on Batam, Bintan, Karimun”. MRC Working paper, http:// mrc.pascafe.ui.ac.id. Wahyuni, S. dkk. 2010. The Study of Regional Competitiveness in Batam, Bintan, and Karimun. World Bank. 2011. “Doing Business 2010: Reforming through Difficult Times”. World Bank and IFC Publications. World Economic Forum. 2011. Global Competitiveness Report 2011–2012. Jenewa, Swiss. Zeng, Douglas Zhihua. 2010. Building Engines for Growth and Competitiveness in China: Experience with Special Economic Zones and Industrial Clusters. World Bank. . 2011. “How Do Special Economic Zones and Industrial Clusters Drive China’s Rapid Development”. Policy Research Working Paper 5583. World Bank. Zhong, J. dkk. (para editor). 2009. Annual Report on the Development of China’s Special Economic Zones. Beijing: Social Sciences Academy Press.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 128
1/21/2016 11:07:15 AM
Bagaimana BAB Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus TAMA (Jepang)
7
Kenji Onodera1, Sari Wahyuni2, Wahyuningsih3 P E N DA H U LU A N Banyak usaha kecil dan menengah (UKM) di Jepang, maupun di negara lain, yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan bisnis mereka karena keterbatasan sumber daya, kemampuan, dan jaringan (linkage). Dalam rangka membantu perusahaanperusahaan tersebut di daerah Western Metropolitan Tokyo, asosiasi Greater Tokyo Initiative (TAMA Association) didirikan dengan bantuan dari Biro Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Wilayah Kanto (METI Kanto). Asosiasi ini selanjutnya dikenal sebagai asosiasi TAMA yang bergerak di wilayah barat Tokyo dan merupakan singkatan dari Technology Advanced Metropolitan Area. Tujuan pendirian TAMA adalah memberikan dukungan yang terintegrasi di bidang R&D, sumber daya manusia, dan pengembangan bisnis internasional dengan menggunakan pendekatan kemitraan ABG (Academic-Business-Government). Bab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai Greater Tokyo Initiative dalam membentuk kemitraan ABG. Latar belakang dan dukungan strategis Greater Tokyo Initiative akan diperkenalkan dan dibahas di bagian selanjutnya. Selain itu, kasus perusahaan yang berhasil dengan dukungan dari Greater Tokyo Initiative juga akan disertakan.123
LATAR BELAKANG THE GREATER TOKYO INITIATIVE Greater Tokyo Initiative adalah asosiasi untuk manfaat publik, terletak di Hachioji City, Tokyo, Jepang, dan dibuat pada tahun 1998 dengan misi untuk menghidupkan industri di TAMA melalui kolaborasi inovasi antara industri, universitas, pemerintah, dan lembaga keuangan. Secara geografis, Greater Tokyo Initiative mencakup bagian barat Greater Tokyo Metropolis, termasuk prefektur Tokyo, Kanagawa, dan Saitama.
1 2
3
Assistant Manager Departemen Pemasaran dan Bisnis Internasional, the Greater Tokyo Initiative (TAMA Association). Senior lecturer at the Faculty of Economics, University of Indonesia and Editor in Chief the South East Asean Journal of Management. Senior lecturer and the Head of Management Department at the Faculty of Economics, University of Tadulako, Palu–Indonesia.
129
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 129
1/21/2016 11:07:18 AM
130
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Greater Tokyo Initiative hingga Agustus 2014 terdiri atas 602 afiliasi termasuk 41 universitas, 20 pemerintah daerah, 36 kamar dagang dan kelompok industri, lembaga keuangan, dan perusahaan. Dari jumlah tersebut, sekitar 300 anggota merupakan perusahaan yang berfokus pada inovasi teknologi canggih. Untuk melayani perannya sebagai asosiasi pendukung, Greater Tokyo Initiative mempromosikan inovasi dan kolaborasi seluruh jaringan ABG dan bank. Tujuannya tidak hanya mengembangkan jaringan regional, sehingga beberapa proyek bisa berjalan lancar dengan didukung oleh ABG, tetapi juga menciptakan kerja sama dengan kluster lainnya di Jepang dan di dunia, untuk berkontribusi terhadap inovasi global dengan memperkuat jaringan mereka. Tujuan Greater Tokyo Initiative dan jumlah jaringannya dapat diilustrasikan pada Gambar 7.1. Gambar 7.1 Skema Jaringan yang Dibangun Greater Tokyo Initiative
Inkubator
Pemerintah 20
7
Kamar
Dagang 36 Jaringan Global
Bank 9
Industri 305
Koordinator 155
Universitas 41
Jaringan Regional
INOVASI Global
Anggota 602
SUKSES! Sumber: Outline of Greater Tokyo Initiative, hlm. 6, TAMA, Jepang.
Fungsi utama TAMA tidak hanya memelihara kerja sama tetapi juga untuk menghasilkan jaringan dan memperluas bisnis. Hal yang sangat menarik adalah dikarenakan kuatnya linkage, banyak UKM di Jepang mampu memperluas bisnis mereka ke luar negeri dan akhirnya menjadi perusahaan multinasional di seluruh dunia (lihat kotak studi kasus: Perusahaan Jepang yang menyasar pasar Tiongkok di halaman 140). Pembentukan kemitraan antara industri, universitas, pemerintah, dan bank memberikan hubungan yang berharga untuk setiap jenis kerja sama dan pengembangan bisnis baru. Seperti yang disebutkan oleh Douglas dan Nancy (2008): ketika kolaborasi berjalan dengan baik, semua pihak akan bersinergi sehingga mereka menghasilkan lebih dari biaya yang dikeluarkan. Lebih khususnya, seperti aset lainnya, kolaborasi yang melintasi batas-batas organisasi membutuhkan investasi dari boundary spanners dan organisasi mereka. Kedua organisasi harus bersedia untuk terlibat dalam beberapa pengambilan risiko dan menginvestasikan sumber daya manusia, sosial, dan modal. Pengembangan aset membutuhkan kesabaran, goodwill, dan waktu. Bahkan dengan investasi tersebut, aset kolaborasi tidak akan sempurna tanpa adanya boundary spanners yang dapat mempersatukan orang-orang, serta mengelola dan mengembangkan aset kolaborasi. Untuk alasan ini, setiap boundary spanners harus saling percaya dan dipercaya oleh organisasi masing-masing, agar aset kolaborasi dapat bertahan dalam proses pembelajaran lintas organisasi.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 130
1/21/2016 11:07:18 AM
Bab 7 Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus Tama (Jepang)
Gambar 7.2
Generasi Jaringan
Peran TAMA
Kolaborasi
131
Bisnis Baru
Industri Universitas Bank
Industri
Universitas
Industri
Industri
Ekspansi Bisnis
Produk baru
Layanan baru
Pemerintah
Asosiasi TAMA (4 Divisi)
Koordinator TAMA
Sumber: Kegiatan dari Greater Tokyo Initiative (TAMA Association), Outline of Greater Tokyo Initiative, hlm. 8.
SUMBER FINANSIAL Sejak berdiri pada tahun 1998, Greater Tokyo Initiative telah menerima dukungan keuangan yang besar dari biro Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI Kanto). Selama tahap awal operasinya, program dukungan yang diberikan asosiasi dibiayai oleh hibah atau bantuan dari METI Kanto, di luar biaya keanggotaannya. Dikarenakan pertumbuhan anggotanya dan menu layanan yang diberikannya, Greater Tokyo Initiative membutuhkan hibah atau bantuan yang lebih banyak untuk memberikan dukungan terintegrasi bagi perusahaan anggotanya. Selain dana dari METI, hibah atau bantuan juga diperoleh dari otoritas nasional dan lokal, seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MEXT), Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi (MIC), Badan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Metropolitan Tokyo, dan pemerintah daerah lainnya.
RENCANA KERJA LIMA TAHUNAN Serangkaian rencana kerja telah dirancang dengan hati-hati untuk mencapai tujuan asosiasi serta membantu perusahaan anggotanya. Rencana aksi tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu jaringan, penelitian dan pengembangan proyek serta bisnis baru, manufaktur ramah lingkungan, dan eco-clustering. Rencana kerja lima tahunan yang pertama pada periode 1998–2002 difokuskan pada pembentukan “jaringan”. Ketika Greater Tokyo Initiative baru didirikan, asosiasi tersebut tidak memiliki pemahaman fundamental yang cukup dalam hal teknologi, infrastruktur, dan kemitraan. Mengakui kekurangannya, rencana aksi lima tahunan pertama dimulai dengan pembangunan infrastruktur dan pembangunan jaringan. Beberapa kegiatan yang mendukung dalam membangun infrastruktur jaringan adalah pengembangan jaringan informasi, pertemuan antara akademisi dan industri, pameran teknologi TAMA, pengembangan search engines untuk integrasi akademik dan industri, serta pameran bisnis dan pengembangan laboratorium virtual.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 131
1/21/2016 11:07:21 AM
132
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Setelah membangun jaringan, Greater Tokyo Initiative berkonsentrasi pada pembuatan proyek penelitian dan pengembangan (R&D) baru dengan mempromosikan kemitraan akademis dan bisnis dalam rencana kerja lima tahunan kedua (2003–2007). Pada tahap ini, kolaborasi antara akademis dan bisnis difokuskan pada penciptaan teknologi baru dan mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan pasar. Setelah kebangkrutan Lehman Brothers, paket stimulus ekonomi pemerintah Jepang yang mencakup keringanan pajak untuk mobil hemat bahan bakar dan ramah lingkungan dirilis. Dengan demikian, Greater Tokyo Initiative diarahkan untuk lebih ramah lingkungan. Dalam rencana kerja lima tahunan ketiga (2008–2012), “manufaktur ramah lingkungan” dengan menciptakan merek global yang disebut “kluster manufaktur” direncanakan untuk dibangun. Greater Tokyo Initiative saat ini berada dalam rencana kerja lima tahunan keempat (2013–2017) dan berfokus pada “eco-cluster dalam TAMA”. Selain terus mengimplementasikan rencana aksi lima tahunan sebelumnya, Greater Tokyo Initiative berniat untuk membuat sepuluh perusahaan global niche top (GNT). Dengan memiliki pangsa pasar yang tinggi di pasar global, GNT akan mempromosikan daerah TAMA kepada dunia. Gambar 7.3 Rencana Kerja Lima Tahunan Greater Tokyo Initiative
Vision and Mission
Our activities are financially supported by national and local governments. From 2013 to 2017
The declaration of TAMA Brand - Business development based on three departments - Implement GNT creation project - Establish a research group for Green & Live Innovation - Promote Regional Innovation R&D project - Construct a green value chain - Start a TAMA Star Exhibition project - Establish regional sales-order partnership - Establish local officer for ASEAN business development - Implement the founding of TAMA board project
IV
From 2008 to 2012
ECO–CLUSTER in tama
Eco-friendly Manufacturing
Promotion of eco-friendly manufacturing and eco-cluster implementation
Establishment of a global brand called "Manufacturing Cluster" for a symbiosis with the environment
Continuous creation of GNT (Global Niche Top) companies to establish the TAMA brand Greater Tokyo Innitiative TAMA-TLO
2012
Mission
Banks
Vitalize industries in TAMA by innovating collaborations among industries, universities, governments and financial institutions.
History
From 1998 to 2002
Networking
I
Development of infrastucture and network construction Greater Tokyo Innitiative TAMA-TLO
1998
1999
Greater Tokyo Innitiative TAMA-TLO
2011
2010
Industries
1998: Established as a private organization 2001: Registered as an assosciation 2010: Registered as a general association - Industrial Cluster Plan by METI (from 2001) - Regional center for industry-academiagovernment collaboration (from 2009) - Basic Plan for Tokyo Metro Area by METI (from 2010, participating 43 municipal governments) - Regional Innovation Strategy Support Program by MEXT (from 2011, participating 14 organizations)
TAMA Globalization Network Universities
2000
Governments
From 2003 to 2007
The TAMA eco-Eriendly Manufacturing Charter - Organized TAMA Industry-University-GovernmentFinance Summit - Founded the TAMA Eco-friendly Manufacturing Award - Selected as a regional hub for industry-universitygovernment partnership - Formed a community for measuring analysis instruments - Established Western Tokyo region - Established a basic plan for Tokyo region - Established offices in China and Taiwan - Selected as a regional innovation strategy region - Offered a course for Global Human Resource Development - Set up programs for securing human resources
II
New R&D projects and businesses
Construct network infrastrukture - Development of information network - Assemblies between industries and universities - TAMA Technology exhibitions - Development of search engines for universityindustry integration - Established Mini TAMA - Constructed the TAMA coordinator system - Organized business fairs - Constructed a virtual laboratory - Established TAMA-TLO
2001
III
2007 2006
Precedents - Created the Southwest Forum 2005- Held exchange assemblies with Korea and Italy Greater Tokyo Innitiative TAMA-TLO - MEMS Prototype Center - Established an office in Korea 2003 - Strengthened the network between young people and companies 2002 - ABE Management Private School - TCS Project - Implemented external evaluation Development a new technology or products and creation of new businesses by promoting industry-university partnership
Sumber: Five-year Action Plan, Outline of Greater Tokyo Initiative, TAMA, hlm. 12.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 132
1/21/2016 11:07:21 AM
Bab 7 Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus Tama (Jepang)
133
Untuk mewujudkan rencana lima tahunan di atas, TAMA mengembangkan strategi terpadu yang ditunjukkan pada Gambar 7.4. Strategi terpadu tersebut adalah pertama, pemerintah pusat menetapkan kebijakan untuk mendukung industri. Kedua, sesuai dengan kebijakan, pemerintah pusat memberikan bantuan dan dukungan kepada kebijakan yang difokuskan di daerah tersebut. Contohnya, penggunaan “gas oktan tinggi” untuk perusahaan di daerah tertentu. Ketiga, melakukan kerja sama antarinstansi pendukung lokal, seperti pemerintah daerah, kamar dagang, METI Kanto, dan TAMA untuk memberikan dukungan terhadap industri sasaran. Keempat, dukungan dan kebijakan tersebut akan menghidupkan industri dengan akumulasi industri dan jaringan yang dibentuk. Kelima, sebagai akibatnya hal tersebut mengarah pada kenaikan lapangan pekerjaan dan penerimaan pajak. Dengan adanya peningkatan penerimaan pajak, pemerintah dapat meningkatkan jumlah bantuan hibah (keenam). Siklus ini dapat terus diulangi untuk menghidupkan industri. Gambar 7.4 Strategi 1 TAMA Share of Budgets
Targets
Budgets for Pref.
5. Increases of employments, Tax revenue
Networking & Clustering
4. Industrial Vitalization
Engines for Industrial Vitalizations
Budgets for Cities
6. Increases of Gov't aids 1. Policies for Industries Grant Aids
Industry Accumulation
3. Supports
High Octane Gas
Sharing function of supports Share of Roles
Roles of Pref. Roles of Cities
Local Gov't
Chamber of Commerce
Kanto METI
TAMA Assoc.
Local Supporting Agencies
Top Companies Effective policies and determination of focused areas
2. Supports from Clutering Policy
The Clustering Policy make stronger engine Sumber: Industrial Vitalization with Local Gov’s (for the 1st five-year plan), Outline of Greater Tokyo, TAMA.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 133
1/21/2016 11:07:21 AM
134
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Gambar 7.5
Dispatching Specialists
TAMA Business Fair
Technology Licencing Organization
After-sales Service
Orders & Production
Market Dev. Assistance
Expanding Overseas Foreign Gov't
Funding & Staffing
Sup. Org.
R&D Support
Market Development
Local Co.
Test Marketing
Major Co.
Local Banks
Research & Development
Univ.
Introduction of Seeds
Technology Seeds Survey
Technical Analysis
Strategy Formulation
Market Research
TAMA collaboration Square
TAMA Fund
Growth & Development
Strategi 2 TAMA: Dukungan yang Diberikan
Industry-Academia Collaboration
HR Recruitment & Training Support
In order to create regional innovations, TAMA Assosiation help collaborations among local universities and institutions with helps of local governments. The combinations of support measures result in a synergistic effect. 2007 Industry-Academia-Government Collaboration Award Recipient 13
Sumber: Industrial Vitalization with Local Gov’s (for the 1st five-year plan), Outline of Greater Tokyo, TAMA.
Gambar di atas menjelaskan langkah-langkah dalam pengembangan bisnis dari tahap awal hingga tahap akhir, dan dukungan TAMA di setiap tahap. Dalam setiap tahap, TAMA menyediakan berbagai dukungan mulai dari R&D dengan kolaborasi antara industri dan universitas, hingga pemasaran melalui pameran bisnis atau investasi (dana TAMA), serta dalam hal sumber daya manusia dan pelatihan. Sebagai contoh, dalam melaksanakan grand strategy di atas, TAMA menyediakan dukungan berikut ini.
• • • • • • •
Pemberdayaan key person untuk menghidupkan industri lokal. Mendukung pembentukan dan analisis strategi untuk industri baru. Mendukung perencanaan rencana vitalisasi industri. Memecahkan masalah sosial di wilayah tersebut. Mendukung kerja sama dengan daerah lain. Mendukung pemasaran di Greater Tokyo Area. Mendukung pemasaran di luar negeri.
TUJUAN DARI GREATER TOKYO INITIATIVE 1. Membentuk Jaringan Regional, Jaringan Global, dan Inovasi Global Greater Tokyo Initiative berkolaborasi dengan perusahaan anggota, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan organisasi lainnya berusaha mempromosikan inovasi dalam daerahnya. Kolaborasi ini juga dilakukan dengan kluster lainnya di Jepang dan di dunia, untuk berkontribusi terhadap inovasi global dengan memperkuat jaringan. Mempromosikan inovasi ditempuh melalui dua tahap. Pertama, menciptakan jaringan regional untuk memecahkan isu-isu regional, melalui solusi yang diperoleh
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 134
1/21/2016 11:07:22 AM
Bab 7 Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus Tama (Jepang)
135
dari kerja sama antar-jaringan TAMA. Selanjutnya, menciptakan jaringan global untuk memecahkan masalah di Jepang serta di dunia melalui kerja sama antara TAMA dan jaringan global. Pada akhirnya, tujuan untuk mengembangkan produk dan/atau teknologi yang dapat diterima secara global dapat dicapai melalui mekanisme jaringan. 2. Penciptaan Perusahaan GNT Baru Setelah pembangunan jaringan global dan inovasi global, Greater Tokyo Initiative berencana untuk mengembangkan sepuluh perusahaan GNT sebagaimana disebutkan dalam rencana aksi lima tahunan keempat. Perusahaan GNT ini harus dapat menawarkan produk atau teknologi autentik dan unik. Bukan hanya teknologi unik yang diperlukan namun juga membutuhkan sumber daya manusia yang terampil sesuai dengan kebutuhan internasional. 3. Dukungan untuk Membuat Perusahaan GNT Baru: Tiga Jenis Dukungan Greater Tokyo Initiative, setelah bertahun-tahun bekerja dengan UKM, menyadari bahwa UKM memiliki produk dan/atau teknologi yang menarik, tetapi mengalami kesulitan untuk menjangkau pasar global secara sendirian. Untuk membantu UKM dengan produk dan/atau teknologi yang menarik dapat menjadi perusahaan GNT baru, Greater Tokyo Initiative menyediakan tiga jenis dukungan. Dukungan diberikan dalam hal Penelitian & Pengembangan (R&D), Pemasaran dan Bisnis Internasional, serta Sumber Daya Manusia. I. Dukungan untuk Penelitian dan Pengembangan (R&D) Dukungan R&D diperlukan untuk pengembangan produk yang unik dan teknologi state-of-art yang mengakomodasi kebutuhan pasar. Untuk memberikan solusi bagi kebutuhan tersebut, Greater Tokyo Initiative membangun kemitraan antara akademisi dan industri. Kemitraan tersebut berfokus terutama pada penyediaan solusi terhadap isu-isu di daerah perkotaan, dan pengembangan teknologi untuk mendorong kreasi solusi yang terjangkau dalam meningkatkan kualitas hidup. Di daerah perkotaan, seperti daerah metropolitan Tokyo, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan penuaan penduduk menimbulkan masalah serius seperti peningkatan biaya kesejahteraan dan kesehatan, kekurangan panti jompo, serta isu-isu sosial dan lingkungan lainnya. Tujuan pengembangan R&D adalah memecahkan isu-isu tersebut dan memperkuat daya saing UKM, dengan cara menggabungkan kemampuan universitas dan UKM. Program terkait isu-isu lingkungan dan aging population telah diluncurkan untuk mempromosikan inovasi daerah, dengan dukungan dari MEXT, METI, dan MAFF (Departemen Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang). Program yang diluncurkan menawarkan empat kegiatan kelompok kerja, dan terdiri atas peneliti akademis, perwakilan perusahaan, dan pemerintah daerah. Dalam kelompok kerja, diskusi dengan sudut pandang yang berbeda diadakan untuk memicu inovasi baru.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 135
1/21/2016 11:07:22 AM
136
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Teknologi yang unik dari perusahaan dan universitas diperkenalkan dalam laporan PR (Public Relations) dan diterbitkan setiap tahun untuk memaparkan hasil riset dan teknologi baru agar dapat meningkatkan kerja sama (Gambar 7.6). Laporan PR dibagikan kepada anggota dan perusahaan besar untuk menominasikan calon rekan bisnis. Beberapa pertemuan kolaborasi antara universitas dan perusahaan dijadwalkan untuk mempercepat kolaborasi dan meninjau laporan PR, misalnya Technology Joint Meeting yang diadakan setiap Oktober. Kegiatan yang dilakukan setiap tahun ini menghidupkan kerja sama antara perguruan tinggi, perusahaan, dan pemerintah untuk pertumbuhan industri regional dan penciptaan perusahaan GNT. Gambar 7.6 Dukungan R&D dan Pertemuan Kolaborasi
Databases of Regional Technologies PR Reports for Universities
Collaborative Meetings
PR Reports for Companies
Total of 210 researchers - Life innovation (96) - Green innovation (81) - Fundamentals (33)
Product evolution for the growth of regional industries
- Japanese (1020) - English (376) - Chinese (120)
Number of attendees 2006 2007 SMEs 49 51 Major Corps. 9 12 Universities 0 0 Number of Interviews 91 105
Technology Joint Meeting Statistics 2008 93 21 0 167
2009 92 21 0 147
2010 127 25 0 169
2011 170 32 7 255
2012 155 34 7 265
2013 150 41 8 324
Sumber: Super for Regional Development, Outline of Greater Tokyo Initiative, TAMA.
II. Dukungan untuk Sumber Daya Manusia Greater Tokyo Initiative menyediakan dua jenis program untuk mendukung UKM dalam hal sumber daya manusia, yaitu pelatihan memupuk pemimpin global dan program kolaborasi untuk menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Program-program tersebut, saat ini didanai oleh METI dan dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan siswa setiap tahun dengan melakukan survei sebelum pelatihan. (1) Program untuk Memupuk Pemimpin Dunia Terdapat dua jenis pelatihan yang ditawarkan, yaitu pelatihan dasar dan lanjutan. Pelatihan dasar memberikan pengetahuan mengenai pemasaran, analisis data, dan akuntansi. Pelatihan ini ditujukan untuk kandidat eksekutif yang perlu mengetahui lebih banyak tentang perusahaan mereka sendiri. Pelatihan lanjutan mengajarkan tentang kemampuan presentasi dan komunikasi, serta pengetahuan pasar global. Selain pengetahuan yang diajarkan, siswa juga memiliki kesempatan untuk membangun jaringan dengan teman satu pelatihan. Kegiatan kerja sama tim dari orang-orang dengan latar belakang dan sudut pandang yang berbeda membantu untuk mendapatkan perspektif baru dan mengembangkan jaringan pribadi. Dengan menyelesaikan program tersebut, mahasiswa dan/atau calon pemimpin, tidak hanya mendapatkan ide-ide dasar dan keterampilan untuk bertahan hidup di pasar global, tetapi juga memiliki potensi mendapatkan mitra untuk inovasi.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 136
1/21/2016 11:07:22 AM
Bab 7 Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus Tama (Jepang)
137
(2) Program Menjamin Ketersediaan Sumber Daya Manusia Menjamin ketersediaan sumber daya manusia merupakan salah satu program yang dilakukan melalui kolaborasi UKM dan mahasiswa di universitas. UKM pada umumnya tidak terlalu dikenal mahasiswa jika dbandingkan dengan perusahaan besar. Namun, terdapat banyak manfaat dengan bekerja untuk UKM, yang tidak disadari lulusan perguruan tinggi. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran dan daya tarik UKM dengan mempromosikan UKM kepada mahasiswa, merupakan prioritas pertama untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Greater Tokyo Initiative telah mendorong perguruan tinggi untuk merancang pelatihan, termasuk studi kasus mengenai isu yang dihadapi UKM. Program magang jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang juga ditawarkan untuk memperkenalkan UKM kepada mahasiswa. Dalam upaya membantu mahasiswa mencari pekerjaan di UKM, job fair diadakan untuk mencocokkan kualifikasi pekerjaan yang dibutuhkan oleh UKM dan kemampuan mahasiswa tersebut. Job fair diadakan beberapa kali dalam setahun oleh Greater Tokyo Initiative sendiri atau dengan cara cohosting dengan perguruan tinggi. III. Dukungan untuk Pemasaran dan Bisnis Internasional Salah satu perbedaan utama antara Greater Tokyo Initiative dan organisasi pendukung UKM lainnya adalah bahwa Greater Tokyo Initiative menyediakan dukungan pemasaran dan bisnis internasional sebagai bagian dari pelayanan terpadu untuk UKM. Hal ini sangat penting karena pemasaran dan terlibat dalam bisnis internasional adalah masalah yang paling sulit dihadapi oleh UKM. Sekitar 30 persen UKM di Jepang memiliki motivasi untuk memperluas bisnisnya secara internasional. Ketika masuk ke bisnis internasional, banyak perusahaan mencari bantuan dari Japan External Trade Organization (JETRO) yang menyediakan informasi pasar luar negeri dan layanan konsultasi. Namun, hanya mengetahui fakta-fakta ekonomi dari pasar luar negeri belum cukup untuk sebagian besar UKM. Banyak UKM yang berniat untuk memperluas pangsa pasar secara global (go global), namun tidak mengetahui bagaimana mereka harus memulai bisnis secara internasional. Greater Tokyo Initiative menilai kemungkinan keberhasilan bisnis internasional dengan mengevaluasi teknologi dan/atau produk perusahaan sebagai faktor kunci dalam bisnis internasional. Selanjutnya, misi pengembangan bisnis internasional hanya disarankan untuk UKM dengan teknologi dan/atau produk yang menjanjikan. (1) Misi Pengembangan Bisnis Internasional Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari lima misi pengembangan bisnis internasional dijadwalkan oleh Greater Tokyo Initiative setiap tahunnya. Pada tahun 2014, terdapat misi pengembangan bisnis internasional yang
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 137
1/21/2016 11:07:22 AM
138
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
menggajak setidaknya 5 hingga 10 anggota UKM untuk mengunjungi Taiwan, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Amerika Serikat. UKM ini menghadiri pameran dan/atau pertemuan bisnis dengan perusahaan lokal untuk melakukan survei kebutuhan lokal atau pasar, dan menemukan peluang bisnis serta mitra lokal. Greater Tokyo Initiative bekerja sama dengan lembaga lokal di luar negeri, seperti board of investments dan kamar dagang untuk mencapai hasil terbaik dalam pertemuan bisnis. Selain itu, dukungan dari organisasi lokal dapat membantu mencari mitra bisnis lokal dalam memenuhi kebutuhan tertentu dari peserta misi luar negeri. Greater Tokyo Initiative memiliki koordinator berpengalaman di setiap negara yang dituju. Koordinator tersebut berperan dalam menjembatani kesenjangan pengetahuan tentang perusahaan Jepang, antara peserta misi dan lembaga lokal di negara tersebut. Greater Tokyo Initiative menyediakan dukungan di luar negeri dengan mendirikan kantor di Taiwan, Shanghai, Korea, Filipina, dan Vietnam (lihat Gambar 7.7). Kantor perwakilan tersebut membantu peserta misi untuk melakukan tindak lanjut setelah misi tersebut diadakan, memberikan layanan dasar seperti ruang untuk menampilkan produk, layanan penerjemahan, dan sebagainya. Dengan bantuan dari kantor perwakilan di luar negeri, peserta misi luar negeri dapat mengurangi risiko dan kesulitan dalam membangun bisnis dengan perusahaan asing. Gambar 7.7 Kantor TAMA di Luar Negeri
Hanyang University From April 2005
Yuengjin College From April 2012
Korea Vietnam From April 2014
Shanghai From March 2010
Taiwan From April 2011 From March 2011 Established a new company in Taiwan with a function of international trade in 2014
DAITEC Company
Philippines From April 2014 Gulliver Offshore Outsourcing Company
Sumber: Division of Marketing & International Business-2, Outline of Greater Tokyo Initiative, TAMA.
(2) Transformasi Kantor Perwakilan Greater Tokyo Inisiative di Luar Negeri Pada tahun 2014, kantor perwakilan Greater Tokyo Inisiative di Taiwan telah berkembang menjadi sebuah perusahaan dengan fungsi bisnis yang independen. Sebelum pendiriannya sebagai perusahaan, kantor perwakilan di Taiwan hanya menawarkan dukungan bisnis untuk UKM anggota. Kantor tersebut dikukuhkan sebagai perusahaan untuk memenuhi kebutuhan UKM anggota yang mencari peluang bisnis di Taiwan. Dengan bantuan dari perusahaan baru tersebut, UKM anggota menjadi lebih mudah untuk memulai bisnis internasionalnya. Karena Taiwan dan Tiongkok Daratan berasal dari keturunan Tiongkok yang sama, sukses di pasar Taiwan juga dapat menyebabkan keberhasilan di pasar Tiongkok.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 138
1/21/2016 11:07:23 AM
Bab 7 Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus Tama (Jepang)
139
LIMA KUNCI UNTUK MELAKUKAN BISNIS INTERNASIONAL Meskipun tidak ada jalan yang cepat dan mudah untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis internasional, Greater Tokyo Initiative percaya ada lima kunci untuk memulai bisnis di pasar luar negeri. 1. Memperkenalkan Produk yang Sukses kepada Dunia Menjual produk ke luar negeri tentu lebih sulit daripada menjualnya di dalam negeri. Bisnis internasional, berdasarkan sifatnya, melibatkan perbedaan trade barriers serta rasa dan preferensi konsumen. Persoalan dan masalah yang dihadapi dalam bisnis internasional lebih luas dan lebih kompleks dibandingkan dengan bisnis dalam negeri (Hill, 2013). Secara umum, produk atau teknologi yang sulit untuk terjual di pasar domestik juga sulit untuk terjual di pasar luar negeri. Oleh karena itu, Greater Tokyo Initiative merekomendasikan bahwa produk atau teknologi yang bertujuan untuk pasar internasional lebih baik sukses terlebih dahulu di Jepang. 2. Mendengarkan Kebutuhan Lokal Kebutuhan untuk produk dan teknologi dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, regulasi, dan lain-lain. Produk harus disesuaikan dengan kebutuhan lokal agar dapat berhasil di pasar lokal. Sebagai contoh, mobil dengan banyak fungsi yang menarik di pasar Jepang mungkin tidak cocok dengan beberapa pasar luar negeri yang mempertimbangkan harga sebagai prioritas utama. Untuk dapat menjual mobil di pasar tersebut, biaya dapat dikurangi dengan memproduksi beberapa fungsi yang diperlukan saja. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menyesuaikan produk dan teknologi agar sesuai dengan kebutuhan lokal. 3. Dukungan dari Perusahaan dan Organisasi yang Berpengalaman Tidaklah mudah untuk mengetahui kebutuhan lokal tanpa jaringan di negara sasaran. Greater Tokyo Initiative merekomendasikan untuk meminta bantuan dari perusahaan atau organisasi yang memiliki pengalaman dan/atau pengetahuan tentang negara sasaran. Perusahaan atau organisasi tersebut dapat memberikan informasi mengenai kebiasaan bisnis, budaya, dan menghubungi pihak terkait di negara sasaran. Informasi tersebut sangat berguna untuk mempercepat keputusan bisnis dan menghindari keputusan yang salah di pasar sasaran. 4. Skenario Pemasaran (Strategi untuk Negara Sasaran) Setelah mengumpulkan kebutuhan dan informasi mengenai pasar lokal, dianjurkan untuk merencanakan strategi dan membuat skenario untuk memasarkan produk atau teknologi yang terbarukan. Ketika mengunjungi negara asing untuk pertemuan bisnis, perusahaan sering menghadapi situasi di mana diperlukan untuk membuat keputusan dalam waktu yang singkat. Tanpa skenario yang tepat, risiko sampai ke keputusan yang salah sangat tinggi.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 139
1/21/2016 11:07:24 AM
140
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
5. Jadilah Mitra Sejajar dengan Perusahaan Lokal Faktor kunci lainnya untuk menjadi sukses di pasar internasional adalah memperlakukan perusahaan lokal secara sejajar dan terhormat. Peran apa pun yang dilakukan perusahaan lokal tersebut, UKM perlu bergantung pada mereka untuk menangani masalah-masalah lokal, kebiasaan bisnis, hukum, dan prosedur yang terkait pemerintah. Oleh karena itu, UKM dan perusahaan lokal harus dalam posisi yang sejajar dan membangun kemitraan bisnis yang baik untuk memaksimalkan keberhasilan di pasar internasional.
Ka s u s : Me n ge mba n gkan Fire Extinguisher untuk Pasar Tion g kok Sebuah perusahaan dengan 25 karyawan, kami sebut perusahaan “K”, menyediakan layanan pengerjaan permukaan logam di Tokyo. Karena kebanyakan pelanggan mereka pindah ke pabrik di luar negeri, pesanan untuk pengerjaan permukaan logam mengalami penurunan, sehingga penjualan terus menurun. Untuk bertahan hidup, perusahaan memutuskan untuk mereformasi bisnis mereka dan memproduksi produk mereka sendiri, yaitu alat pemadam api (fire extinguisher). Sebuah alat pemadam api menggunakan teknologi penanganan gas bertekanan tinggi, yang merupakan teknologi yang sama seperti yang digunakan perusahaan “K” untuk membersihkan permukaan logam. Langkah-langkah yang dilakukan perusahaan dalam mereformasi bisnis meliputi: Langkah pertama. Meskipun perusahaan “K” memiliki pengetahuan mengenai gas bertekanan tinggi, perusahaan masih membutuhkan rekanan untuk mengembangkan alat pemadam api. Dengan demikian, perusahaan memperluas jaringannya untuk menemukan mitra kerja, dengan menghadiri pertemuan bisnis dan kelompok belajar bisnis internasional yang diselenggarakan oleh Greater Tokyo Initiative. Setelah menemukan 20 calon mitra kerja di Jepang, perusahaan “K” mulai mengembangkan alat pemadam api dengan bantuan dari METI pada tahun 2005. Perusahaan “K” dan rekanannya berhasil merancang alat pemadam api untuk mobil pada tahun 2009. Selain fungsi aslinya sebagai alat memadamkan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 140
api, alat tersebut juga memiliki fungsi penting saat kecelakaan mobil terjadi. Salah satunya adalah fungsi palu yang berguna untuk memecahkan jendela mobil ketika pintu mobil tenggelam di bawah air. Fungsi lainnya adalah kemampuan untuk memotong sabuk pengaman ketika sabuk pengaman terkunci karena kemiringan mobil. Langkah kedua. Setelah sukses di pasar domestik, perusahaan “K” mulai memperluas pangsa pasar internasionalnya pada tahun 2010. Salah satu pasar yang menjadi sasarannya adalah pasar Tiongkok. Mereka telah mengikuti misi bisnis Tiongkok di Shanghai yang diselenggarakan oleh Greater Tokyo Initiative. Tujuan misi tersebut adalah melakukan riset pasar dan menciptakan jaringan di Tiongkok. Selain itu, mereka juga menghadiri pameran industri otomotif pada tahun 2010 dan 2011. Tindak lanjut misi tersebut dilakukan oleh kantor perwakilan Greater Tokyo Initiative di Shanghai. Langkah ketiga. Setelah tantangan agresif di pasar Tiongkok, perusahaan “K” akhirnya menemukan rekanan di Shanghai. Selanjutnya mereka mendirikan perusahaan joint venture dengan dukungan dari Greater Tokyo Initiative pada tahun 2011. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa suku cadang diproduksi di Jepang dan setup untuk inspeksi merupakan tanggung jawab pihak Tiongkok. Perusahaan “K” dan mitra kerja mereka di Tiongkok bekerja sama untuk memenuhi pasar Tiongkok yang besar, dengan tujuan menjual sepuluh ribu alat pemadam kebakaran dalam satu bulan.
1/21/2016 11:07:24 AM
Bab 7 Bagaimana Memperkuat Kemitraan A-B-G? Studi Kasus Tama (Jepang)
141
Strategi tersebut koheren dengan riset bisnis internasional yang dilakukan oleh Wahyuni (2013), Wahyuni, Ghauri, dan Karsten (2007), Connell dan Voola (2013). Kebanyakan dari studi tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan tentang negara setempat beserta keahlian dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang asing sangat penting untuk kesuksesan kemitraan bisnis. Pengetahuan tentang negara setempat merujuk terutama untuk pengetahuan implisit, yaitu pengetahuan mengenai kualitas pribadi, dan sulit untuk dikodifikasi dan dikomunikasikan (Nonaka, 1994). Hal ini berarti bahwa perusahaan yang ingin melakukan outsourcing, misalnya di Tiongkok, akan membutuhkan keahlian individu yang dapat berfungsi sebagai jembatan budaya terkait kompetensi teknis di antara perusahaan dan mitra Tiongkok mereka.
KESIMPULAN Dalam bab ini, kami menjelaskan bagaimana asosiasi TAMA membantu bisnis menjadi kompetitif secara internasional, dengan menerapkan pendekatan kemitraan yang kuat antara Akademisi, Bisnis, dan Pemerintah (ABG). Profil dan dukungan yang diberikan TAMA atau Greater Tokyo Initiative mencakup pembentukan jaringan, kolaborasi, serta ekspansi bisnis baik di dalam negeri dan luar negeri. Saat ini, banyak universitas di Jepang yang memiliki kantor untuk membangun jaringan kerja sama antara pihak akademik dan pelaku bisnis. Di sisi lainnya, banyak perusahaan yang menawarkan layanan perekrutan pekerja, untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi UKM mereka. Banyak perusahaan dan organisasi di Jepang menawarkan dukungan bisnis internasional untuk UKM seperti yang dilakukan oleh Greater Tokyo Initiative. Namun, perbedaan utama antara Greater Tokyo Initiative degan perusahaan atau organisasi lainnya adalah Greater Tokyo Initiative menawarkan serangkaian dukungan terintegrasi dan komprehensif untuk UKM, di bagian barat wilayah metropolitan Tokyo. Ketika UKM mencoba untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, dukungan yang hanya diberikan untuk bisnis internal saja tidak cukup dalam kebanyakan kasus. Biasanya, UKM perlu mempersiapkan sumber daya manusia dan produk yang unik sebelum bersiap-siap untuk berbisnis di negara lain. Berdasarkan hal tersebut, Greater Tokyo Initiative menyediakan dukungan yang komprehensif dengan biaya yang rendah dan menggunakan bantuan hibah pemerintah. Selain itu, dikarenakan kebutuhan UKM yang berubah seiring dengan waktu, Greater Tokyo Initiative terus menyesuaikan menu layanan mereka, sesuai dengan kondisi ekonomi dan regional untuk memberikan dukungan terbaik bagi UKM. Dengan demikian, UKM dapat meningkatkan kemampuannya untuk memperluas bisnisnya ke luar negeri, menciptakan kemitraan internasional, dan menjadi lebih kompetitif secara internasional.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 141
1/21/2016 11:07:25 AM
142
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
DAFTAR PUSTAKA Connell, J. dan R. Voola. 2013. “Knowledge Integration and Competitiveness: a Longitudinal Study of an Industry Cluster”. Journal of Knowledge Management. Vol. 17.2. hlm. 208–225. Douglas, G. dan N. Wolf. 2008, Working Together: a Corrections-Academic Partnership That Works, Equal Opportunities International. 27.2. Emerald, hlm. 148–160. Hill, Charles W.L. 2013. International Business. USA: The McGraw Hill Companies. Nonaka, I. 1994. “A Dynamic Theory of Organizational Knowledge Creation”. Organizational Science. Vol. 5. No. 1. hlm. 14–37. Small and Medium Enterprise Agency (2014). “2014 White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan”. hlm. 295–369 (dalam bahasa Jepang). Wahyuni, S. Tanpa Tahun. “Developing Special Economic Zone: Benchmarking between Indonesia, Thailand, Malysia and China”. Indonesian Ministry of Trade dan Universitas Indonesia. Dalam Wahyuni, S. (ed.). 2013. Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, and China. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Wahyuni, S., P.N. Ghauri, dan L. Karsten. 2007. “Managing International Strategic Alliance Relationships”. Thunder Bird International Business Review. November. Yuanyuan Wu. 2011. “Capability Development in the Early Stages of Firms: Internal Building, External Leveraging, and Flexibility”. ProQuest, UMI Dissertations Publishing.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 142
1/21/2016 11:07:26 AM
Dinamika Kluster: Teori dan Praktik Dalam Industri Elektronik di Singapura/ Johor dan Penang
BAB
8
Michael H. Best Center for Industrial Competitiveness University of Massachusetts Lowell Visitor Judge Institute of Management Cambridge University Lent Term
PENDAHULUAN Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian besar industri elektronik Malaysia yang dilaksanakan oleh Organisasi Pengembangan Industri PBB dan Institute of Strategic and International Studies (ISIS) Malaysia untuk Unit Perencanaan Ekonomi Departemen Perdana Menteri, Malaysia, dan disponsori oleh United Nations Development Programme, Malaysia. Sebagian besar penelitian dilaksanakan di Penang berdasarkan wawancara pribadi yang dilakukan oleh penulis pada bulan Maret tahun 1997 dan September tahun 1998 yang disusun oleh Lim Pao Li dan Anna Ong dari DCT Konsultan dan Lim Hooi Kah TEC Centre. Tanpa peran serta mereka, tidak mungkin dapat terselenggara wawancara yang dilakukan kepada mereka yang memegang peranan dalam industri elektronika di Penang, baik di sektor swasta maupun publik, dimulai dengan wawancara terhadap Kepala Pemerintahan Penang, Dr. Koh Tsu Koon.1
I N D U ST R I E L E KT RO NIK MA L AYSI A: P E RT U MB U HA N D E N GAN IN OVASI YANG T E R BATAS 1 Industri elektronik Malaysia membingungkan. Industri ini telah memberikan kontribusi setengah dari total ekspor Malaysia dan menyerap seperempat lapangan pekerjaan buruh industri Malaysia. Tingkat pertumbuhan ekspor tahunan sejak 1970–1995 telah lebih dari 25 persen per tahun dan industri elektronik terhitung menyumbang dua per tiga nilai ekspor Malaysia. Selama periode yang sama, ekspor sektor pertanian turun dari hampir
1
Sektor elektronik biasanya menggabungkan produk elektronik dan listrik tetapi produk elektronik membuat lebih dari 90 persen dari total output dan kesempatan kerja (MITI, 1996, hlm. 52–54). 143
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 143
1/21/2016 11:07:29 AM
144
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
75 persen menjadi 13 persen dan sektor manufaktur meningkat dari 11 persen menjadi 80 persen. Memang, spesialisasi Malaysia dalam industri elektronik lebih tinggi dibandingkan kebanyakan negara-negara OECD yang mana memberikan Malaysia fondasi yang kuat di sektor paling inovatif dalam industri modern. Yang membingungkan adalah mengapa pendapatan per kapita Malaysia sangat rendah mengingat struktur industrinya yang jelas? Bahkan, sebelum krisis Asia, pendapatan per kapita Malaysia kira-kira $4.000, seperenam dari pendapatan per kapita Singapura. Keunggulan kompetitif industri elektronik Malaysia telah bergeser dari kegiatan manufaktur padat karya dengan upah rendah yang diselenggarakan oleh perusahaan multinasional berbasis asing (MNC) ke kegiatan manufaktur terotomatisasi yang rendah biaya, menggunakan tenaga outsources, dan bervolume tinggi dengan kemampuan khusus dalam perakitan, pengujian, dan pengemasan semikonduktor dan hard disk drive (Best, 1997a). Namun demikian, industri elektronik Malaysia telah mencapai kebuntuan yang kritis, yaitu terjebak dalam persaingan dengan rival berupah lebih rendah yang meniru kemampuan produksi Malaysia saat ini dan persaingan dengan produsen yang lebih unggul performanya dan memiliki kemampuan inovasi. Pertumbuhan berkelanjutan tergantung pada pembuatan transisi sampai spektrum kemampuan produksi. Pertanyaannya adalah bagaimana? Pemerintah menyadari betul lemahnya nilai tambah pada produk elektronik Malaysia. Menyadari masalah tersebut, Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri dan Lembaga Perencanaan Ekonomi dari Kantor Perdana Menteri mencoba mengembangkan strategi berbasis kluster.
R E N CA N A I N D U K I N DUSTRI KEDU A (I M P2): P E ND E K ATA N B E R BASI S KLU STER Rencana Induk Industri Kedua: 1996–2005 (Second Industrial Master Plan—IMP2), disiapkan oleh Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri, memutuskan bahwa untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan berkelanjutan industri elektronik harus dilakukan transisi “... untuk meningkatkan otomatisasi yang melibatkan teknologi tinggi dan kemampuan kendali tiap tahapan proses”. Itu bukan hal yang sederhana: “... kelompok yang terhubung secara internasional ini menghadapi sejumlah tantangan yang didorong oleh perubahan dalam teknologi yang cepat, perkembangan dan inovasi produk, perubahan preferensi konsumen, dan siklus hidup produk yang pendek” (MITI, 1996: 63). Seventh Malaysian Plan dari Unit Perencanaan Ekonomi (Economic Planning Unit— EPU) menandai pergeseran halus dalam ketergantungan pada perusahaan asing yang mulanya sebagai investor asing langsung menjadi sumber teknologi: “Kontribusi utama teknologi akan terus bersumber dari perusahaan asing...” (EPU, 1996: 2). Penerapan pendekatan berbasis kluster, bagaimanapun, menandai arah baru. “IMP2 ... berfokus pada pendekatan pembangunan industri berbasis kluster [untuk] meningkatkan landasan industri yang ada di sektor manufaktur. Hal ini diharapkan akan lebih memperkuat hubungan industri baik dari segi kedalaman maupun keluasan di semua tingkat rantai nilai.” (ditulis bercetak tebal dalam aslinya, hlm. 30). “Strategi
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 144
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
145
proses manufaktur berbasis kluster + + ... mencakup dua ide pokok: transisi yang dilakukan sejalan dengan rangkaian nilai kerja sama yang ada dan tetap berorientasi akhir untuk memperoleh perbaikan pada kedua belah pihak dalam rantai nilai...[dan] pergeseran seluruh rantai nilai ke tingkat yang lebih tinggi sehingga meningkatkan nilai tambah di setiap titik sepanjang rantai nilai...” (EPU, 1996: 31). Seventh Malaysian Plan juga menekankan peran insentif pemerintah untuk mendorong keterlibatan sektor swasta dalam strategi berbasis produktivitas. Serangkaian kebijakan pemerintah terkait teknologi diperkenalkan. Sayang, take-up rate (kemampuan mengadopsi transisi teknologi yang dinyatakan dalam persentase) rendah dan indikator pengetahuan dan teknologi tidak mengindikasikan peningkatan yang diharapkan (Rasiah, 1998). Singkatnya, laju adopsi dan difusi teknologi sementara masih rendah dalam sektor industri elektronik Malaysia. Jawaban mudah untuk pertanyaan mengapa proses adopsi program rendah adalah perusahaan Malaysia belum memiliki kemampuan manajemen teknologi yang diperlukan dalam strategi transisi yang berbasis produktivitas. Ini harus diperbaiki jika transisi ke pertumbuhan berbasis produktivitas ditetapkan sebagai langkah strategis. Pertanyaannya adalah: Akankah penekanan pada pembangunan berbasis kluster mendorong transisi? Titik awal pendekatan berbasis kluster adalah untuk memisahkan industri menurut wilayah. Kenyataannya, industri elektronik Malaysia adalah gabungan dari tiga kluster (wilayah) mikro yang kira-kira berukuran sama dalam hal besaran pekerja, yaitu Penang, Lembah Klang, dan Johor. Penang memiliki konsentrasi terbesar dengan lebih dari 90.000 pekerja, diikuti oleh Lembah Klang dengan 85.000 pekerja, dan Johor dengan hampir 80.000 pekerja (MITI, 1996: 38). Sementara ketiga daerah tersebut adalah varian dari Singapura atau model ketiga, bahwa mereka didorong oleh perusahaan multinasional, pola hubungan dengan pusat perusahaan multinasional tidak sama, yang berarti dinamika di dalam maupun di antara perusahaan juga tidak sama. Bukti akan disajikan di bawah ini bahwa industri elektronik di Penang memang “mengembangkan kemiripan kluster industri”, tetapi untuk kemiripan yang akan dikonversi menjadi pendorong strategi berbasis produktivitas, kemampuan produksi dan organisasi industri perusahaan harus ditingkatkan dan proses pembentukan keterampilan harus ditingkatkan secara substansial. Bentuk inisiatif apakah yang dapat mendorong kemajuan dalam kemampuan manajemen teknologi perusahaan? Kami mengambil kesimpulan bahwa kebijakan industri yang sukses harus berlabuh pada pemahaman tentang kekuatan yang mampu menggerakkan sektor industri. Perspektif manajemen teknologi menawarkan pemahaman tentang kekuatan-kekuatan ini. Namun, apa hubungan antara kluster dan manajemen teknologi? Apa hubungan antara kluster dan pertumbuhan berbasis produktivitas? Kami membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut dari sudut pandang teoretis dan praktis. Pada bagian berikut, model dinamika kluster akan kami jabarkan. Model tersebut diterapkan terhadap Singapura. Penerapan model ke Singapura pada saat yang sama juga diterapkan di Johor karena dua wilayah tersebut yang terintegrasi ke dalam satu kluster elektronik. Keberhasilan Singapura menawarkan kriteria untuk menilai situasi kluster lainnya. Berbekal teori dan bagaimana aplikasinya di lapangan, kita beralih ke kasus kluster elektronik Penang.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 145
1/21/2016 11:07:31 AM
146
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
S ebuah M o d e l D in a m ika K lu s t e r Sentra industri Marshall dan kluster Porter memperkenalkan organisasi industri ke dalam analisis pertumbuhan industri. Pertumbuhan melibatkan beberapa kombinasi dari peningkatan populasi perusahaan dan/atau perkembangan yang pesat dalam perusahaan. Perusahaan yang baru dan berkembang pesat, bagaimanapun, tidak berkembang dalam isolasi tetapi tumbuh dari pengembangan infrastruktur industri yang dibentuk dari jumlah populasi perusahaan-perusahaan spesialis yang lebih besar. Gambar 8.1 menjelaskan tipe dan cakupan spesialisasi perusahaan-perusahaan dalam populasi suatu wilayah. Spesialisasi yang lebih besar dalam kluster terkait dengan sumber keuntungan produktivitas yang diidentifikasi oleh Smith dan Marshall. Porter value chain juga menunjukkan spesialisasi dalam penyediaan bahan baku perusahaan dan spesialisasi pada hasil produksi. Spesialisasi yang tinggi antara perusahaan-perusahaan di dalam kluster adalah bagian dari proses secara keseluruhan yang menghasilkan kapabilitas yang unik dan keunggulan kompetitif regional suatu wilayah. Gambar 8.1 Model Dinamika Kluster
Kluster spesialisasi perusahaan
Pengembangan Perusahaan spin-off (pemutakhiran) teknologi
Integrasi dan Reintegrasi Horizontal sistem terbuka
Variasi Teknologi spesialiasasi industrial
Kluster yang dinamis adalah kluster yang memberi serangkaian efek umpan balik yang meningkatkan keragaman teknologi suatu wilayah. Pemacunya adalah dinamika produktivitas internal perusahaan entrepreneurial. Dinamika yang dijelaskan di atas adalah hasil dari interaksi ekspansi kemampuan produktif yang berasal dari keberhasilan menyelesaikan proyek/target yang ditetapkan, yang mana peluang produktif yang muncul diidentifikasi dan dimanfaatkan oleh pengusaha atau tim entrepreneurial. Dinamika ini merupakan sumber utama keuntungan produktivitas yang tersembunyi dalam teknologi yang tersisa atau jumlah total faktor produktivitas dalam teori pertumbuhan makro. Ini adalah dinamika organisasi yang tidak bergantung pada ekspansi dalam faktor produksi tetapi dalam perkembangan kemampuan produktif dan interaksi mereka
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 146
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
147
dalam menyikapi peluang pasar negara berkembang.2 Pengembangan produk baru yang membentuk kembali dan meningkatkan jenis pasar merupakan salah satu wujud dari dinamika produktivitas. Perusahaan entrepreneurial, atau Penrosian, diwakili oleh kotak di sebelah kanan gambar dinamika kluster sebelumnya. Perusahaan kewirausahaan menghasilkan kemampuan produktif yang unik, memacu keragaman teknologi, menciptakan peluang pengembangan produk baru, dan kesempatan asuh bagi perusahaan-perusahaan lain dalam “celah” (lihat di bawah) yang semuanya memperluas potensi spesialisasi spektrum distrik industri (diwakili oleh kotak bagian atas gambar). Perusahaan kewirausahaan tidak hanya meningkatkan spesialisasi dengan menambahkan keragaman perusahaan dalam populasi regional; kumpulan perusahaan kewirausahaan merupakan salah satu sumber penting dalam kategori perusahaan dalam pembangunan perekonomian: “perusahaan berkembang”. Perusahaan berkembang memegang peranan penting dalam meningkatkan level kecakapan teknologi dan keterampilan dasar dalam suatu kluster regional. Contoh dalam lampiran model manajemen teknologi adalah Springfield Armory yang menerapkan dan mengembangkan prinsip interchangeability di Fairchild Silicon Valley yang menjadi cikal bakal berkembang pesatnya teknologi di Silicon Valley.3 Sementara perusahaan kewirausahaan, dan terutama perusahaan berkembang, menjadi pendorong utama kemajuan ekonomi; pada saat yang sama kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan spesialisasi dan mengembangkan kompetensi utamanya tergantung pada “dinamika kluster” yang mana perusahaan saling menyesuaikan untuk bersinergi. Dalam kluster dinamis yang organik, perusahaan berspesialisasi diri dalam kegiatan yang membutuhkan kemampuan yang mirip dan bermitra dengan perusahaan yang berspesialisasi dalam aktivitas yang komplementer tetapi tidak sama. Kotak sebelah kiri dari Gambar 8.1 menunjukkan “integrasi horizontal”, “sistem terbuka”, atau kelompok jaringan perusahaan spesialis. Dinamika produktivitas Penrosian tidak bergantung pada distrik industri atau kluster jenis Porter, tetapi bergantung pada integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan atau penerapan model keiretsu untuk memperkuat industri yang ada. Silicon Valley bisa memiliki pertumbuhan yang berkelanjutan karena Penrosian dikombinasikan dengan integrasi horizontal memberikan value added yang sangat kuat. Ini menjadi kekuatan yang mendasari integrasi horizontal yang diidentifikasi oleh Saxenian (1994) dan Grove (1996) sebagai sumber utama keunggulan organisasi Silicon Valley. Ini adalah model organisasi industri yang paling tepat untuk mengembangkan suatu produk. Teori Ini telah lama ditolak dalam teori ekonomi konvensional yang dibangun di atas asumsi pasar atau teori “make and buy”.
2
3
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 147
Kemampuan produktif adalah atribut dari masing-masing perusahaan. Kemampuan produktif harus dibedakan dari kemampuan produksi yang atribut generiknya didefinisikan dalam prinsip-prinsip produksi. Sementara istilah perusahaan kewirausahaan dan perusahaan berkembang digunakan secara bergantian dalam teks yang memiliki konotasi berbeda, keduanya memiliki karakteristik berkembang pesat, sistem kerja terintegrasi, terdiri atas tenaga insinyur/sains profesional, dan menyelenggarakan pengembangan produk baru. Dikatakan sebagai perusahaan berkembang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa perusahaan memainkan peran penting dalam mengembangkan keterampilan dasar wilayah tersebut. DEC, misalnya, sebagai perusahaan dari puluhan ribu staf teknis dan insinyur merupakan kontributor utama pembentukan keterampilan daerah Route 128, keterampilan yang penting untuk mempertahankan inovasi setelah DEC mengalami penurunan penjualan. Sebuah perusahaan berkembang analog dengan waralaba atlet di tim olahraga profesional, yaitu sejenis perusahaan persero dan individual yang secara regional dan tim dibangun dan dikembangkan. Akhirnya, sebuah perusahaan berkembang menjadi milik pemerintah, seperti dalam kasus Springfield Armory yang memiliki peran vital dalam pengembangan dan difusi prinsip pertukaran.
1/21/2016 11:07:31 AM
148
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Hubungan antara kotak di sebelah kanan dan bawah mewakili dinamika antara perusahaan kewirausahaan dan “spin-off ” dari keduanya dan perusahaan baru yang mengembangkan keragaman teknologi regional, mengisi ulang dinamika kluster, dan mempertahankan pertumbuhan. Sebuah perusahaan kewirausahaan menghasilkan kemampuan produktif baru dalam bentuk kemungkinan teknologi baru yang hanya sebagian yang dapat mengejar, kotak bawah mewakili munculnya perusahaan baru untuk mengeksploitasi peluang produktif baru. Dalam proses itu, mereka menciptakan peluang untuk spesialisasi oleh perusahaan lainnya. Ini diambil dalam jumlah yang lebih besar dengan kluster “sistem terbuka” yang memiliki potensi besar untuk membentuk kombinasi baru dari sumber daya (kotak kiri pada gambar), atau perusahaan spesialis baru yang beberapa akan menjadi perusahaan kewirausahaan baru. Bahkan, kesempatan dan percepatan inovasi berkelanjutan terkait erat dengan sumber beragam teknologi yang menyediakan kemungkinan baru dan kombinasinya dapat dikembangkan.4 Selain itu, spin-off dari variasi teknik dapat menyebabkan industri baru subsektor yang juga akan difasilitasi oleh distrik industri perusahaan spesialis. Sebuah perusahaan baru dapat mengkhususkan dalam mengembangkan ide inovatif dan bermitra dengan spesialis lain untuk melengkapi nilai tambah yang dipersyaratkan dalam suatu aktifitas. Integrasi horizontal itu sendiri merupakan bagian keragaman teknologi, membentuk beragam sumber pengetahuan kolektif atau “invissible college”, dan merupakan pembelajaran kolektif yang dicatat oleh Saxenian. Dalam semua cara ini, kecepatan integrasi horizontal dan penguatan proses yang mana kombinasi baru dari perusahaan, atau jejaring, dibentuk untuk mengeksploitasi peluang baru.5 Kluster sistem terbuka secara terus menerus direvitalisasi seiring berjalannya proses. Proses penyesuaian bersama dijabarkan dalam pola kewirausahaan sebagai dasar dari pertumbuhan dinamis bottom-up analog dengan self-assembly atau proses self-organizing dari teori sistem. Proses tersebut adalah konstitutif dari industri fashion yang desainintensif dari Third Italy. Model kawasan industri yang dinamis atau kluster telah menyebar ke industri elektronik serta sebagian dalam respons terhadap pembentukan kemampuan produksi dan manajemen organisasi yang mendukung strategi produksi. Ini adalah pengelolaan infrastruktur terhadap desentralisasi dan difusi desain yang mencirikan Manajemen Teknologi 5 (lihat Tabel 1, Best, 1998).
Di nam i ka K lu s t e r S in gap u ra d a n Kawa s a n J o h o r Industri elektronik di Asia Tenggara dimulai di Singapura menyusul misi investasi Amerika Serikat pada tahun 1967 untuk menjadikan Singapura sebagai sebuah platform
4
5
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 148
Ronald Kostoff telah menggariskan beberapa faktor yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan dan berkelanjutan inovasi (1994). Ini seperti sebuah “kolam” sumber pengetahuan canggih, pengakuan peluang teknis dan kebutuhan, seorang pengusaha yang memenangkan inovasi, dukungan finansial, keahlian manajerial, dan inovasi yang berkelanjutan juga pengembangan berbagai bidang. Apa yang mulai muncul di sini adalah ide bahwa komponen vital pembangunan daerah berkelanjutan adalah aksesibilitas perusahaan dengan “kolam” sumber pengetahuan teknis yang perlahan menyatu dengan sumber pengetahuan manajemen. Untuk terus memperdalam pengetahuan teknik, untuk mendidik dan melatih pekerja dan manajer untuk mengikuti arus pengetahuan, dan untuk berdifusi dengan pengetahuan aspek teknis berkelanjutan, kolaboratif perilaku sangat penting. Istilah integrasi horizontal dimaksudkan untuk menunjukkan: pertama, desentralisasi dan difusi desain dan kedua, pembelajaran bersama,. Contoh pertama mencakup hubungan antara pengguna dan perusahaan pembuat alat mesin di TM1 atau desain modularisasi dan aturan bersama dijelaskan dalam TM5. Contoh pembelajaran bersama (atau distrik industri Marshall) adalah saluran komunikasi yang terbuka di seluruh perusahaan yang digunakan tidak hanya untuk memecahkan masalah tapi juga untuk menilai peluang.
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
149
industrial lepas pantai (Chia Siow Yue, 1998: 12). Pada tahun yang sama, Texas Instruments mendirikan pabrik perakitan semikonduktor untuk merakit dan menguji sirkuit terpadu sederhana untuk re-ekspor ke Amerika Serikat, disusul masuknya Amerika, kemudian perusahaan multinasional dari Eropa, dan diikuti Jepang. Mencerminkan spesialisasi nasional, perusahaan multinasional Amerika cenderung untuk berinvestasi dalam komponen elektronik (semikonduktor dan perakitan disk drive) dan industri elektronik (komputer dan telekomunikasi) dan perusahaan multinasional Jepang terutama dalam produk konsumsi elektronik dan listrik. Mengingat pasokan tenaga kerja yang terbatas, fokus awal pada kegiatan perakitan padat karya menyebabkan kenaikan upah dan menekan margin keuntungan. Semakin rendahnya nilai tambah manufaktur mengakibatkan kegiatan operasi dipindahkan ke negara tetangga dengan upah minimum yang lebih rendah. Upah tinggi di Singapura berarti migrasi besar-besaran dari pabrik ke wilayah yang berdampingan, yaitu Malaysia.6 Singapura berisiko kehilangan basis manufaktur dan muncul kekhawatiran pengosongan industri. Meskipun Johor dialihkan menjadi wilayah industri elektronik yang mempekerjakan hampir 80.000 orang, pendapatan per kapita daerah belum sebanding dengan Singapura. Kendati Malaysia memiliki surplus tenaga kerja, belum tentu mereka bisa mengisi lapangan kerja yang ada karena terbatasnya kemampuan para pekerja lokal. Akhirnya, 20 persen dari lapangan kerja diisi oleh tenaga kerja asing. Pada tahun 1997, kondisi upah Malaysia adalah seperempat dari upah di Singapura dan harga properti adalah kurang dari seperlima bagian dibandingkan Singapura (Sin Ming-Shaw, 1997: 64). Deindustrialisasi pada prinsipnya adalah merelokasi pabrik. Kendati demikian, perusahaan multinasional tidak akan merelokasi seluruh operasi ke wilayah yang memiliki upah lebih rendah dan surplus tenaga kerja. Sebaliknya, mereka tetap mempertahankan manufaktur padat non-tenaga kerja dan kegiatan pelayanan terkait di Singapura, sedangkan yang dipindahkan adalah kegiatan padat karya lepas pantai. Pengetahuan dan nilai tambah dari aktivitas pengembangan teknologi intensif tidak dipindahkan meskipun operasi manufaktur berlangsung di pabrik yang berlokasi di Malaysia (dan dalam beberapa kasus, banyak insinyur Malaysia yang bekerja untuk perusahaan multinasional yang mempunyai regional-headquarter di Singapura). Industri Singapura berfokus pada kegiatan pengembangan teknologi intensif, termasuk otomatisasi, desain ulang produk, desain untuk manufaktur, dan fungsi logistik yang terkait dengan pengadaan regional, termasuk kegiatan transaksi bisnis, logistik, pengadaan, dan keuangan. Sebagai contoh, divisi untuk proyek-proyek pengembangan produk berfokus desain industrial, kegiatan pengembangan hulu dan hilir di Singapura, dan kegiatan manufaktur produk yang berulang dilaksanakan terutama di Malaysia, diikuti oleh Thailand, Indonesia, dan Tiongkok (Tang, 1996: 231). Sebagian besar kegiatan manufaktur yang dihasilkan di region Johor Malaysia merupakan produk tingkat ketiga dan keempat, tidak memerlukan keterampilan, padat karya, dengan konsumen industri elektronik terkait.
6
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 149
Pada awal 1980, lebih dari 50 persen dari investasi asing langsung oleh produsen yang berbasis di Singapura ke Malaysia (Pang, 1995: 117).
1/21/2016 11:07:31 AM
150
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Transformasi tidak berhenti dengan redivisi kegiatan dalam perusahaan multinasional. Keunggulan kompetitif dan model bisnis Singapura mengalami transformasi. Industri elektronik Singapura secara strategis dikonversi dari platform operasi manufaktur padat karya, perusahaan multinasional yang terintegrasi secara vertikal, menjadi kluster layanan manufaktur terintegrasi secara horizontal dengan perkembangan yang semakin meningkat dari kegiatan manufaktur layanan-gratis seperti perbaikan intensif redesain produk dan proses otomatisasi dan bisnis pelengkap layanan-gratis yang terkait dengan koordinasi regional, pengadaan, pengembangan, dan kegiatan integrasi. Industri elektronik Singapura, dari perspektif ini, telah berhasil melakukan dua transisi: secara internal dalam perusahaan multinasional dari padat karya ke otomatisasi dan dari otomatisasi menjadi manufaktur terintegrasi dan dari perusahaan multinasional yang terintegrasi secara vertikal ke sebuah kluster dinamis. Pada pertengahan 1990an, industri elektronik menjadi industri manufaktur yang paling penting di Singapura, terhitung 36 persen dari nilai tambah produksi, 25 persen dari angkatan kerja manufaktur, dan memberikan kontribusi 12 persen dari produk domestik bruto Singapura (Pang Eng Fong, 1995: 122–123). Penanaman modal asing pangsa industri elektronik Singapura adalah 88 persen pada tahun 1992. Semua angka ini setara dengan industri elektronik Malaysia. Namun, kesetaraan berhenti di sini. Nilai tambah dan perbedaan pendapatan per kapita antara industri elektronik Singapura dan Malaysia cukup mencolok. Sebagai perbandingan, Penang merupakan kawasan industri paling maju dari tiga region elektronik Malaysia dan memiliki sekitar 87.000 pekerja, sangat kontras dengan Singapura yang mempekerjakan 127.000 orang. Namun, industri elektronik Penang menghasilkan kurang dari 4 miliar ringgit (lebih dari US$1 miliar) dibanding Singapura yang menghasilkan US$13,20 miliar (US$8 miliar) yang berarti US$12.000 nilai tambah per orang di Penang dibandingkan US$63.000 di Singapura. Pendapatan per kapita Singapura sekitar lima kali lipat pendapatan per kapita Malaysia, bahkan lebih dari enam kali lipat di tahun 1997 (US$26.475 berbanding dengan US$4.320 dengan kurs US$1 = RM2,81) (EPU, 1998; Chia, 1998: 1). Sebuah kesenjangan yang besar antara tingkat pendapatan di Johor dan Singapura bertahan meskipun keduanya adalah elemen dari sistem produksi tunggal yang terintegrasi. Kenapa? Apa yang bisa dipelajari dari pengalaman Singapura yang bisa menghasilkan pertumbuhan yang cepat? Manajemen teknologi dan model dinamika kluster memberikan sejumlah petunjuk. Masing-masing karakteristik berikut ada di Singapura. Pada saat yang sama, mereka menawarkan kriteria untuk menilai tiga region industri elektronik Malaysia saat ini dan untuk membentuk visi transformasi mereka. Kewirausahaan perusahaan. Sebuah dasar kewirausahaan yang dinamis sangat penting untuk mengembangkan teknologi dan memanfaatkan peluang pasar. Kebijakan industri Singapura mengakui: pertama, peran penting kewirausahaan perusahaan tersebut dapat berupa perusahaan lokal, usaha patungan, dan anak perusahaan asing; kedua, bahwa kemampuan pengusaha pribumi tidak cukup; dan ketiga, kewirausahaan perusahaan merupakan perusahaan yang selalu belajar dan memiliki keinginan besar untuk menjadi perusahan dengan kemampuan pengembangan produk baru.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 150
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
151
Strategi pengembangan didasarkan pada pembentukan keterampilan sinkronisasi dengan perkembangan perusahaan sepanjang spektrum kemampuan produksi. Strategi ini tidak didasarkan pada lompatan teknologi tetapi pada kemajuan inkremental dalam kemampuan produksi yang memfasilitasi transisi seluruh model manajemen teknologi. Strategi itu tidak berdasarkan pada R&D atau desain tetapi berdasarkan pada peningkatan kemampuan manufaktur yang selaras dengan keterampilan teknik dan teknis dasar.7 Pembentuk an keterampilan tek nik dan tek nis. Peran pembentukan keterampilan layak mendapatkan perhatian khusus. Siow Yue Chia, direktur Institut Studi Asia Tenggara di Singapura, berkata: “... Sejak tahun 1960, sistem pendidikan secara berkelanjutan telah direstrukturisasi, dengan penekanan pada pendidikan teknis dan kejuruan di bawah tingkat tersier untuk memberikan semakin banyak sumber pekerja terampil dan teknisi, dan percepatan ekspansi inovasi dan pengembangan produk, pendidikan bisnis dan komputer di tingkat tersier. Empat puluh persen dari lulusan politeknik dan universitas dilatih dalam pengembangan produk, metode, dan hal-hal teknis. Proporsi kelompok usia yang terdaftar di politeknik dan universitas ditargetkan mencapai 60 persen pada tahun 2000. Pendidikan formal ini dilengkapi dengan pelatihan di lembaga pelatihan industri khusus untuk menghasilkan pengrajin dan teknisi berkualitas. Pembentukan Skills Development Fund menyediakan pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan mereka yang sudah berada di dalam industri” (1998: 2–3). Menyesuaikan kemampuan produktif dan peluang produktif. Ketergantungan terhadap perusahaan multinasional menjadi sarana untuk berfokus pada pembangunan manufaktur dan kemampuan manajemen teknologi yang sesuai dengan peluang pasar yang muncul (peluang produktif dalam model dinamika kluster). Dengan perkembangan kemampuan desain, perusahaan manufaktur komponen primer (atau anak perusahaan) mengambil langkah besar untuk menjadi perusahaan kewirausahaan. Perusahaan tersebut masih jauh dari memiliki kemampuan inovasi, setidaknya dalam kasus elektronik. Inovasi terobosan terkonsentrasi dalam kluster industri elektronik khususnya di Silicon Valley dan Route 128. Keunggulan kompetitif di bidang manufaktur dan jasa yang terkait dengan teknik produksi berbiaya-rendah dan berkualitas tinggi. Singapura tidak berusaha untuk masuk ke dalam persaingan dengan wilayah lain yang memiliki keunggulan kompetitif dalam perangkat lunak atau integrasi perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih pada membangun keunggulan kompetitif dalam pengiriman murah dan jasa inovasi produk berkualitas tinggi. Keunggulan kompetitif ini melampaui
7
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 151
Mike Hobday menyajikan sebuah studi kasus Wearnes Hollingsworth Group, sebuah perusahaan kewirausahaan milik orang Singapura. Wearnes dimulai sebagai sub-kontraktor dari konektor dan berkembang menjadi OEM, ODM, dan OBM dalam komputer pribadi dan menambahkan perangkat lunak dan R&D kemampuan keterampilan dasar dalam manufaktur elektromekanik dan menciptakan presisi. Pada catatan Hobday tertulis, “Pada awal 1990, Wearnes masih melihat kekuatan utama teknologi adalah produk berkualitas tinggi yang diterapkan pada elektromekanik dan fungsi elektronik interface, dalam pembuatan konektor, kemasan chip, cetakan plastik, dan lempeng listrik, dari perangkat lunak atau R&D “(1995: 1183).
1/21/2016 11:07:31 AM
152
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
kemampuan manufaktur untuk “pengemasan dan integrasi” yang mendukung Singapura sebagai kantor pusat regional bagi penyediaan jasa manufaktur. Analisis kluster mampu menangkap sepenuhnya makna layanan manufaktur. S i n g a p u ra s e b a g a i i n d u s t r i p e n g e m a s a n d a n i n te gr a to r. Istilah “industri pengemasan dan integrator” berasal dari Enright, Scott, dan Dodwell (1997). Ia menangkap gagasan bahwa Hong Kong atau, dengan ekstensi, perusahaan Singapura tidak hanya sebagai koordinator kegiatan regional tetapi “penggerak dan inisiator” dari kegiatan ekonomi, sesuai dengan permintaan dan penawaran pada tingkat lokal, regional, dan global. Perusahaan tersebut (atau kelompok jejaring perusahaan) mewujudkan kegiatan kompleks yang memungkinkan mereka untuk menambah nilai melalui pengetahuan mereka tentang sumber dan tujuan pasar, melalui pemahaman mereka tentang kemapuan produksi ribuan pabrik yang tersebar di seluruh Asia, melalui keunggulan dalam bidang logistik, dan melalui keahlian dalam mengelola subkontraktor. Daripada sebagai ‘perantara’, perusahaan Hong Kong [kata ganti Singapura] lebih tepat sebagai mitra bisnis yang lengkap bagi pelanggan, mengoordinasikan dan menempatkan bersama-sama, ‘mengemas, dan mengintegrasikan’ berbagai kegiatan yang sering di luar kemampuan pelanggan. Mereka menyediakan markas lengkap untuk manajemen, pembiayaan, teknologi, desain, prototyping, kontrol kualitas, pemasaran, dan layanan distribusi antara pabrik perakitan yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk pembeli ritel (1997: 55). Kluster yang mencakup semua perusahaan yang terlibat dalam kegiatan ‘pengemasan dan integrator’ membagi manufaktur/jasa dikotomi: lebih jauh, kluster melampaui metafora rantai nilai dengan jaringan nilai (value network). Gagasan tentang rantai nilai berasal dari konteks lini perakitan; gagasan jaringan nilai menangkap gagasan koordinasi real-time dan integrasi desain seluruh kegiatan. Pada kotak kiri diagram model dinamika kluster, ditunjukkan bahwa horizontal integration dan reintegration akan mampu meningkatkan nilai network suatu kluster. Kemampuan integrasi jaringan yang beroperasi pada tingkat kluster sebanyak kemampuan integrasi sistem beroperasi pada tingkat perusahaan. Dalam hal ini, masing-masing unit bersifat fleksibel dan desain-responsif dan seluruhnya ditujukan untuk rancang ulang demi mengatasi tantangan-tantangan baru. Integrasi sistem tergantung pada aturan teknis antarmuka, sedangkan integrasi jejaring tergantung pada interaksi sosial yang terpercaya. Ketepatan penilaian menjadi sangat penting, yang mana keduanya merupakan keunggulan metropolitan. Tingkat dan jenis spesialisasi yang ditunjukkan pada kolom atas dinamika kluster diilustrasikan dalam aliran sirkuler kluster metropolitan yang dinamis yang memiliki seluruh aspek aktivitas jasa. Dalam kasus Singapura, elemen kluster yang ada terarah pada manufaktur jasa. Singapura mengabaikan peran perusahaan pemasok “berteknologi rendah” dan lebih mengarah kepada kluster “berteknologi tinggi” yang lebih fleksibel. Keterampilan Singapura telah memasok aliran tenaga kerja terampil untuk mempertahankan usaha kecil dan menengah daerah (UKM) berbasis pasokan yang terdiri atas perakitan mesin, pekerjaan logam, pengolahan plastik, pembuatan cetakan, pembuatan instrumen, dan spesialis terkait untuk keperluan manufaktur.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 152
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
153
Pertumbuhan dan tingginya nilai tambah yang diperoleh Singapura berasal dari perkembangan dinamika kluster yang melibatkan penguatan bersama perusahaan kewirausahaan, pengembangan kemampuan yang unik, spin-off dan start up yang difasilitasi oleh pembentukan keterampilan dan infrastruktur, dan proliferasi perusahaan spesialis yang secara horizontal dapat bergabung kembali dengan cepat untuk melaksanakan proyek. Ada bukti bahwa industri elektronik Penang berada di tengah transisi lebih dalam pada keunggulan kompetitif, garis-garis besar yang menjadi lebih jelas. Munculnya keunggulan kompetitif didorong oleh berbagai “dinamika kluster” yang mana masingmasing berlabuh pada model bisnis baru yang telah didirikan oleh perusahaan elektronik terkemuka dan kawasan industri di mana mereka beroperasi.
Penang : Pe n e rap a n M o d e l D in a m ika K lu s t e r Penang, salah satu dari tiga belas negara bagian Malaysia, cukup menderita pada akhir tahun 1960. Sejarah peran perdagangannya hilang secara virtual akibat kekacauan politik dan perombakan pemerintahan dan pengangguran mencapai hampir 15 persen (Koh Tsu Koon, 1995: 2). Pada tahun 1969, pemerintah negara bagian membentuk Penang Development Corporation untuk “melakukan dan meningkatkan pembangunan sosialekonomi Penang” (PDC, 1994: 4). PDC mengembangkan program dalam industrialisasi, urbanisasi, peremajaan kota, promosi pariwisata, dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam 25 tahun ke depan, Penang telah menjadi pusat manufaktur: pangsa manufaktur dalam PDB meningkat dari 13 persen menjadi 50 persen (Koh Tsu Koon, 1995: 2–3). Namun, apakah industri elektronik Penang adalah dinamika kluster? Jika demikian, mengapa tidak menghasilkan kinerja nilai tambah yang lebih tinggi. Kami beralih ke bukti bahwa sistem manufaktur berbasis kluster muncul menggunakan model dinamika kluster.
S p es i al i s a s i ( S u m b e r D aya M ik ro ) Sementara wilayah Penang memulai dengan spesialisasi terkonsentrasi tinggi perakitan, diikuti oleh pengemasan dan pengujian semikonduktor, Penang membangun kemampuan produksi bervolume tinggi dalam komponen elektronik yang menyebar ke hard disk drive dan, lebih banyak lagi baru-baru ini, ke segudang elemen pasokan PC (DCT, 1998).8 Sementara banyak bagian dan komponen merupakan elemen dalam jejaring produksi global yang dikoordinasikan di kantor pusat perusahaan multinasional, beberapa tahun terakhir telah terjadi transisi menjadi basis pasokan regional dengan pertumbuhan tingkat integrasi horizontal lokal. Hal ini disertai dengan munculnya basis pemasok milik lokal dengan meningkatnya kemampuan manajemen teknologi. Sejumlah studi dilakukan terhadap kinerja unggul dari wilayah Penang di antara tiga konsentrasi industri elektronik dan produk listrik regional di Malaysia. Sebagai contoh, dalam sebuah studi penyerapan teknologi dan difusi antara perusahaan pendukung lokal
8
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 153
DCT Consultancy Services, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki Penang Development Corporation, telah mengidentifikasi puluhan bagian dan komponen spesialis sepanjang rantai produksi yang diproduksi di Penang dan perusahaan yang terlibat (DCT, 1998).
1/21/2016 11:07:31 AM
154
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
dalam industri elektronik, Suresh Narayanan memberikan bukti kesenjangan yang besar antara Penang dan Lembah Klang. Dia membuat pernyataan ringkasan berikut: “Dalam hal kerangka transfer kami, sementara semua perusahaan di kedua area telah lulus tahap pertama transfer (adopsi), kemajuan dalam penyerapan tahap kedua antara perusahaan-perusahaan pendukung di Penang relatif sangat berbeda dibandingkan perusahaan-perusahaan di Lembah Klang. Sementara lebih dari setengah perusahaan di Penang telah melangkah ke tahapan ketiga dan keempat penyerapan teknologi (perbaikan/modifikasi keterampilan), mayoritas perusahaan di Lembah Klang masih pada tahap pertama penyerapan” (1997: 22). Semakin tingginya tingkat difusi teknologi di Penang berhubungan dengan proporsi kegiatan outsourcing lokal oleh perusahaan lokal yang lebih tinggi. Narayanan menemukan bahwa perusahaan pendukung lokal di Penang mendapatkan 46 persen pendapatan mereka secara lokal, tetapi untuk perusahaan Lembah Klang hanya di bawah 13 persen (1997: 23). Dalam sebuah studi rinci tentang hubungan antara tujuh perusahaan elektronik dan sembilan perusahaan peralatan mesin di Penang, Rasiah (1994) menemukan bahwa keduanya mendorong pertumbuhan pemasok lapis kedua dan ketiga. Narayanan merangkum temuan Rasiah (1997: 25). Vendor lapis pertama (mereka yang memiliki hubungan pertama dengan perusahaan sektor elektronik) telah memilih untuk mengkhususkan diri dalam fungsi tertentu dan lulus pada beberapa tugas mereka sebelumnya untuk perusahaan lapis kedua, yaitu perusahaan peralatan mesin yang kini mereka layani. Perusahaan lapis kedua ini kemudian akan menghasilkan perusahaan lapis ketiga, yaitu subkontrak mereka sendiri, memberikan mereka tugas sederhana seperti mengelola bagian peralatan yang tidak lagi menguntungkan bagi mereka. Dengan cara ini, tidak hanya jumlah perusahaan peralatan mesin meningkat tetapi terjadi peningkatan tingkat spesialisasi kegiatan produksi di antara mereka. Penemuan ini menawarkan difusi teknologi yang lebih luas dari agen perusahaan lapis pertama menjadi sebuah idustri kecil yang melayani kebutuhan mereka. Penemuan dalam studi ini telah diperkuat oleh pengamat lainnya (sebagai contoh Lim, 1992 [sic]; Teh, 1989). Kombinasi dari pengembangan konsentrasi daerah (manufaktur volume tinggi komponen elektronik) dan spesialisasi perusahaan adalah blok bangunan untuk dinamika kluster. Namun demikian, industri elektronik Malaysia memiliki basis kecil UKM berdasarkan perbandingan internasional. Sejak berdirinya pabrik semikonduktor pertama di Penang pada 1972, industri telah berkembang menjadi lebih dari 850 perusahaan. Industri elektronik Taiwan, yang memiliki industri yang kurang lebih berjumlah sama dari total karyawan, terdiri atas lebih dari 3.300 perusahaan (Dahlman, 1993: 257).
Pe ru s a h a a n W i ra u s a h a d a n Pe ru s a h a a n Berkem b a n g Strategi PDC adalah untuk mencari perusahaan elektronik yang paling memiliki nilai kewirausahaan di dunia, yang mana cocok dengan apa yang Intel Andrew Grove (1996: 42) jelaskan sebagai ‘industri komputer horizontal baru’ (TM 5 pada Tabel 1, model bisnis yang terkait dengan integrasi horizontal, pembelajaran kolektif, dan lembaga masyarakat). Contoh perusahaan yang memimpin termasuk Intel, Motorola, dan Dell.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 154
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
155
Industri elektronik Penang telah maju dengan perkembangan perusahaan tersebut. Lim (1991) menjelaskan secara rinci langkah progresif Intel dari perakitan ke perubahan untuk menghasilkan kemampuan tambahan sehingga memungkinkan bagi kantor pusat untuk mentransfer teknologi ke Penang dan bagi manufaktur lokal untuk beralih ke kegiatan yang lebih kompleks yang menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi. Pusat desain Intel di Penang, didirikan pada tahun 1980, memiliki 250 orang dan telah berkembang melalui tiga tahap. Pertama, mereka terlibat dalam desain dan desain ulang produk matang, misalnya Intel 286 mikroprosesor, untuk meningkatkan optimasi, tingkat hasil, dan ketahanan. Pada saat yang sama, mereka mengembangkan kemampuan untuk mendesain chip yang akhirnya menuntun mereka pada 1992–1994 menuju tahap kedua: proliferasi produk. Selama periode ini, paten pertama diberikan. Tahap ketiga telah melibatkan pusat desain Penang dalam desain asli untuk komoditas atau aplikasi tertanam dan untuk central processing unit (CPU) komputer dan chip set. Sebuah paten kedua diberikan untuk intelektual properti dari pekerjaan mereka dalam 8 bit CPU baru untuk aplikasi mikroprosesor tertanam, empat paten lainnya tertunda. Misi dari pusat desain adalah “untuk memberikan produk yang menarik lebih cepat daripada pesaing kami”. Motorola adalah cerita yang sama (lihat Ngoh, 1994). Pusat R&D yang dimulai dengan empat insinyur memiliki hampir 120 hari. Motorola Penang menikmati kepemimpinan desain di Asia untuk telepon nirkabel CT2. Pusat R & D ini melakukan desain produk baru, antarmuka proses produk, dan pengolahan manufaktur canggih. Markas Asia Dell berada di Penang. Dell adalah industri inovator, merupakan contoh terkemuka dari kesempatan bahwa Internet telah diciptakan untuk membangun model bisnis sesuai pesanan massal. Model bisnis “memproduksi untuk pesanan” Dell menggabungkan sistem produksi Toyota (manufaktur seluler, JIT, kanban, kemampuan berubah/modifikasi dengan cepat, perbaikan terus-menerus, kinerja tim yang mampu mengatur diri sendiri) dengan Internet untuk mengintegrasikan produksi dan distribusi menjadi satu proses yang menghasilkan output berkualitas tinggi. Pabrik Dell merespons langsung ke konsumen akhir, semua jaringan distribusi perantara dieliminasi. Era kustomisasi massal, yang mana setiap produk dirakit untuk memenuhi spesifikasi pelanggan tertentu, telah dijanjikan selama satu dekade tetapi dengan kemampuan pengelolaan Dell ditambah Internet, permintaan tersebut dimungkinkan. Implikasinya berpotensi sama besarnya dengan inovasi teknologi besar lainnya seperti redesign arsitektur pabrik Ford karena kedatangan fraksional tenaga kuda, unit motor elektrik akan mencapai sinkronisasi atau produksi massal untuk pertama kalinya (TM 2 pada Tabel 1). Guna mencapai peluang model baru, Dell telah mengembangkan kemampuan ramp-up yang tidak terkecuali bahkan untuk Penang, atau mungkin Dell berkantor pusat regional di Penang karena keunggulan kompetitif dalam kecepatan scale up produksi. Dell mencapai sertifikasi ISO 9002 dalam waktu singkat, hanya 8 bulan terhitung dari saat memulai produksi. Selanjutnya, Dell mengejar strategi peluncuran simultan. Ini berarti bahwa produk yang dibuat di Penang adalah produk generasi pertama, produk yang sama dibuat di pabrik asal Dell. Hal ini meningkatkan tantangan dan peluang bagi pemasok lokal untuk mendukung Dell dalam pengembangan produk baru dan teknologi.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 155
1/21/2016 11:07:31 AM
156
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Rasiah (1995, Bab 6–7) mengidentifikasi kasus pendalaman modal manusia pada divisi lokal perusahaan multinasional mendorong transfer teknologi, terutama melalui tenaga terampil pindah ke perusahaan lokal. Rasiah berkata,“Intel, AMD, National Semiconductor ... dan Motorola Malaysia melaporkan bahwa mantan personel ... telah memulai perusahaan baru, dan telah menawarkan dukungan teknis yang besar untuk perusahaan lokal” (1998: 10). Hal ini tidak mengherankan karena perusahaan-perusahaan ini perusahaan berkembang di Amerika Serikat dan memiliki sejarah panjang spin-off. Anak perusahaan National Semiconductor di Penang, Dynacraft and Micro Components Technology, melatih banyak personel kunci di kawasan ini dalam presisi inovasi dan pengerjaan logam yang sekarang menjalankan perusahaan lokal yang sukses, termasuk Rapid Synergy. Perkembangan perusahaan pemasok di pengerjaan logam, mesin dan perkakas, dan plastik adalah penting untuk mempertahankan keunggulan kompetitif elektronik di Penang. Namun, pada saat yang sama, jumlah perusahaan kewirausahaan yang dimiliki Malaysia (perusahaan dengan kemampuan desain dan pengembangan produk baru) dalam industri elektronik masih terbatas. Contoh yang luar biasa di Penang adalah Eng Teknologi Holdings, UNICO Teknologi, dan Globetronics. Masing-masing profil mereka telah dipublikasikan oleh Lim Kah Hooi (1997). Eng memegang 8 persen pangsa pasar di seluruh dunia untuk pasar produk disk drive actuator (komponen presisi); pelanggannya adalah siapa saja di seluruh dunia yang memanfaatkan disk drive dan industri semi-konduktor. Dimulai pada tahun 1974 dengan menawarkan jig dan fixturing, Eng menghasilkan die set yang presisi dan tooling yang dipasok ke industri elektronik yang berkembang pesat. Saat ini, Eng memiliki empat anak perusahaan, mempekerjakan 350 orang, dan juga terlibat dalam serangkaian patungan usaha di Penang, Filipina, dan Hong Kong untuk memasok actuator secara JIT (Lim, 1997; Rajah, 1998b dan 1999). UNICO didirikan pada tahun 1992 oleh Intel Cooperative; produk pertamanya adalah perakitan mother board untuk Intel Penang (Lim, 1992; 1997). Beberapa manajer Intel diperbantukan saat start-up. Manajemen telah dengan cepat mengintegrasi hulu dari perakitan papan sirkuit cetak menjadi produsen produk kotak OEM dan ODM melalui aliansi dengan perusahaan di Kanada dan Eropa. Pada tahun 1996, UNICO menandatangani empat perjanjian patungan untuk memproduksi workstation PC, komputer notebook Pentium, modem, CD ROM drive, dan telepon nirkabel digital. Usaha tersebut menjadikan UNICO bernilai US$1 miliar pada tahun 2002. Globetronics, didirikan pada tahun 1990, didirikan oleh dua pengusaha teknologi lokal yang meninggalkan Intel Penang untuk melakukan kontrak manufaktur.9 Dalam kata-kata Lim (1997): “Saat itu, Intel mentransfer produk baru dengan cepat dari korporasi kantor pusat dan Intel Penang sedang mencari cara cepat untuk membangun kapasitasnya. Dengan demikian, Intel Penang memutuskan untuk mentransfer keluar produk lama bersama-sama dengan seluruh set peralatan untuk Globetronics.” Globetronics telah membentuk patungan usaha dengan Sumitomo Metal Electronics Devices dari Jepang untuk memasok industri semi-konduktor dengan keramik sub-strates, 9
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 156
MTDC memiliki 30 persen saham Globetronics.
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
157
perakitan PCB, leadframe plating, dan layanan burn-in. Tujuan perusahaan adalah menjadi pilihan utama untuk melayani industri semikonduktor. Selain UNICO dan Globetronics, para CEO Sanmatech, Rodel, dan Molex, dan Altera (studio desain pertama di kawasan ini) berasal dari Intel.10 Mantan manajer Intel juga memainkan peran kunci dalam pengembangan Dell-Penang dan AIC Semiconductor, yang dimiliki secara lokal). Dua insinyur desainer meninggalkan Intel untuk membantu mendirikan pusat desain AMD. Spin-off Motorola yang memasok perusahaan multinasional dengan kinerja produksi kelas dunia termasuk Sanda Plastik, LBSB, Eastrade, dan BCM Electronics. Micro Machining, anak perusahaan National Semiconductor, mengembangkan keterampilan pelaku kunci dalam Prioritas Plus (manufaktur kontrak lokal) dan Rapid Synergy (pembuat cetakan dan produk plastik). Intel, Motorola, dan Dell memiliki komitmen luar biasa dalam mendukung inovasi lokal dan dalam memanfaatkan peluang untuk mengemudikan dinamika kluster. Mereka adalah perusahaan berkembang dalam konteks visi Penang, yaitu meningkatkan keterampilan dasar regional (keterampilan teknis dan manajerial), sebuah prasyarat untuk membuat transisi ke manufaktur yang terintegrasi terkait dengan MT 4 dan MT 5 pada Tabel 1. Yang dibutuhkan adalah puluhan perusahaan kewirausahaan lokal seperti ENG, UNICO, dan Globetronics. Martin Bell dan Mike Hobday melakukan survei terhadap rekayasa, pendukung teknis, R&D, dan inovasi baru dalam dua puluh perusahaan elektronik terkemuka di Malaysia. Data mereka menunjukkan “dukungan teknis substansial untuk produksi dan kebutuhan teknologi jangka pendek” (1995: 47) dan “banyak kegiatan inovatif dilakukan, tidak hanya dalam perubahan produk dan proses, tetapi juga dalam desain dan penerapan perubahan organisasi” (hlm. 47). Mereka juga berkata, “Dalam kasus penelitian jangka panjang atau penelitian dasar (misalnya, menjadi bahan baru atau rekayasa perangkat lunak canggih) dilakukan secara lokal... Dalam beberapa kasus, beberapa penelitian yang berkaitan dengan desain produk dan pengembangan proses dilakukan oleh perusahaanperusahaan terbesar” (hlm. 47).
Var i as i Te k n o lo g i Tidak mengherankan, kotak di sebelah bawah memasukkan contoh spesialisasi teknologi (atau penciptaan sub-sektor industri baru) pada skala dunia. Hal ini terutama karena perusahaan elektronik multinasional melakukan ‘proliferasi produk’ daripada mendesain produk ataupun mengembangkan produk baru di Penang. Namun, variasi teknologi untuk region ini tetap terjadi. Perkembangan awal kreasi produk dan perakitan yang lebih presisi adalah contoh sub-sektor baru sebagai upaya peningkatkan potensi keanekaragaman teknologi regional. Di masa depan, wadah untuk menemukan potensi untuk spin-off terkait teknologi berada dalam kemampuan desain perusahaan kewirausahaan. Munculnya Altera, studio desain pertama, menandakan pengembangan penting baru dalam transisi Penang. Keterampilan yang diperlukan untuk operasi “front-end” seperti 10
Informasi dalam paragraf ini diberikan oleh Wong Siew Hai, Managing Director Intel Malaysia, dan Anna Ong, DCT Consultants, berdasarkan wawancara pribadi.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 157
1/21/2016 11:07:31 AM
158
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
desain cip, integrasi sistem, rekayasa aplikasi kurang tersedia di Penang dan keterampilan tersebut hanya terkumpul di fasilitas R&D perusahaan-perusahaan multinasional. Design Center Intel adalah mikrokosmos, bagan internal Intel, yang merupakan jenis kemampuan desain yang perlu menjadi bagian dari kemampuan kluster yang lebih luas di Penang untuk bertransisi membangun dinamika kluster yang lebih kuat. Penang Design Center memfokuskan tiga fase dalam pengembangan kemampuan desain dan perakitan terkait disiplin berikut: teknik mesin, teknik elektro, teknik perangkat lunak, media dan komunikasi, desain industri, dan manufaktur.11 Terdapat sembilan belas perangkat lunak yang berbeda yang digunakan dan Penang Design Center memiliki setidaknya satu pelatih untuk setiap perangkat. Pentingnya pengembangan keterampilan lokal harus lebih ditekankan. Seperti dikatakan oleh salah satu CEO, “Jika perubahan di luar organisasi yang terjadi lebih cepat daripada perubahan di dalam sebuah organisasi, kejatuhan sudah dekat” (Lim, 1997: 4). Ini adalah tema yang berulang.
I ntegras i d a n Re in t egra s i H o r izo n t a l Perusahaan seperti Intel, Motorola, dan HP telah menarik pemasok tingkat pertama kelas dunia termasuk perusahaan jasa maklon seperti Solectron, yang pada gilirannya, telah menjadi pemasok pilihan basis industri komputer dalam kawasan ini untuk perakit komputer inovatif seperti Dell. Strategi Dell yang menggabungkan sistem produksi Toyota dengan saluran distribusi Internet telah merevolusi industri komputer; sebuah fitur kedua dari strategi Dell, yaitu meluncurkan produk simultan ke seluruh dunia, telah menciptakan tekanan dalam basis pemasok Penang untuk beroperasi pada batas kemampuan produksi dengan teknologi generasi pertama. Saat ini, Penang menawarkan kemampuan produksi produk berkualitas dan percepatan perbaikan yang menghasilkan standar kinerja yang tinggi kepada perusahaan berbasis pasar atau berbasis desain dari seluruh dunia. Xircom, misalnya, adalah perusahaan telekomunikasi yang tumbuh dengan pesat yang “memulai revolusi mobile computing” dengan adaptor berukuran kecil dan murah yang memungkinkan pengguna laptop untuk mengakses jejaring perusahaan mereka. Adaptor Xircom mengubah laptop menjadi komputer desktop dalam segi konektivitas untuk jejaring area lokal tanpa mengorbankan mobilitas laptop. Produk Xircom hanya dibuat di Penang. Para direktur lokal dipilih karena jaringan mereka di Penang. Xircom mampu membangun sebuah tim manajemen; membentuk personel operasional; mengidentifikasi, menyediakan, dan memfasilitasi kebutuhan pabrik, dan mampu menjadikannya berjalan dengan kinerja tinggi dalam rentang waktu yang mungkin tercepat di dunia. Agar pabrik beroperasi dengan baik, dibutuhkan kerja sama berkelanjutan dengan Automated Technology, yaitu perusahaan penyedia jasa automasi proses yang berlokasi dekat dengan pabrik. Personel Automated Technology bekerja di dalam pabrik Xircom. Inilah yang disebut dengan integrasi horizontal dan pembelajaran bersama.
11
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 158
Penang Design Center berupaya untuk mengembangkan kemampuan desain dan manufaktur untuk mengubah konsep produk menjadi produk yang layak. Kemajuan dalam perangkat lunak, dan modularisasi, telah menekan siklus waktu desain. Proses desain memiliki lima tahap: definisi produk, desain fungsional, desain logika, desain sirkuit, dan desain tata letak.
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
159
D i n a m i ka K l u s t e r d i Pe n a n g : Ku at d a l a m Manufakt u r, L e m a h d a la m I n ova s i Industri elektronik Penang merupakan kluster yang dinamis yang memiliki kekurangan dalam keterampilan teknik, jaringan nilai yang padat dan luas, dan perusahaan kewirausahaan. Pada saat yang sama, Penang memiliki kemampuan manufaktur yang bisa dijadikan sebagai platform untuk membuat transisi menjadi dinamika kluster yang dipacu oleh inovasi industrial. Mari kita lihat optimisme potensi transisi berdasarkan kekuatan Penang yang diperhitungkan.
Kekuatan Pe n a n g : S ebu a h P lat fo r m Manufakt u r E le k t ro n ik Pertama, perusahaan multinasional memutuskan tetap berlokasi di Penang karena Penang menawarkan mereka platform produksi yang kuat. Saat ini, platform produksi ini memiliki banyak kelebihan yang tidak tersedia di tempat lain. Kedua, perusahaan multinasional, dalam rangka mempertahankan kemampuan kompetitif, telah mengembangkan kemampuan manufaktur kelas dunia di Penang pada tingkat MT 2 (lihat Tabel 1), yaitu produksi massal termasuk JIT dan sistem TQM dengan sejumlah contoh MT 3. Praktikpraktik produksi yang ada memungkinkan perusahaan berpartisipasi untuk mencapai standar kinerja kelas dunia dalam biaya, kualitas, dan waktu. Ketiga, perusahaan multinasional Amerika yang terletak di Penang cenderung mengikuti model bisnis Silicon Valley yang menekankan integrasi horizontal, pembelajaran bersama, dan identitas komunitas. Banyak fitur dari Silicon Valley telah ditransplantasikan hanya karena fitur tersebut dibangun dalam model bisnis yang menginformasikan praktik sehari-hari mereka. Keempat, keragaman perusahaan, jasa, dan pembagian tenaga kerja di Penang merupakan suatu distrik industri “sistem terbuka” yang mana hampir semua kegiatan yang diperlukan untuk membangun dan meningkatkan volume produksi berbasis JIT secara cepat dapat diperoleh dalam satu lokasi. Kelima, Penang Development Corporation telah menjelma menjadi organisasi perantara teladan dalam mengidentifikasi dan bertindak atas kebutuhan kolektif dan memfasilitasi perusahaan-perusahaan lokal untuk menangkap peluang pembangunan yang muncul oleh kehadiran perusahaan multinasional. Contoh yang luar biasa digambarkan dengan keberadaan Penang Skills Development Centre (lihat Lampiran 3). Keenam, industri elektronik Penang, sebagai sentra industri, merupakan pilihan utama perusahaan multinasional tetapi diimbangi dengan meningkatnya partisipasi lokal, didorong oleh seperangkat kekuatan dinamis yang dibangun ke dalam kompetisi berbasis produk. Kekuatan ini menciptakan peluang baru untuk memajukan kemampuan lokal jika kebijakan yang tepat dikembangkan. Ketujuh, pembentukan keterampilan “invisible college” perusahaan cukup besar di Penang. Banyak perusahaan Amerika dan Jepang berinvestasi dalam jumlah yang cukup besar, baik secara individual maupun kolektif, dalam keterampilan operasi produksi. Audit kuantitas dan kualitas lulusan dari program “invisible college” ini akan menghadirkan aset regional yang dapat diperhitungkan atau “modal sosial”. Keterampilan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 159
1/21/2016 11:07:31 AM
160
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
ini mencerminkan besarnya aset regional yang telah bertumbuh dalam 25 tahun terakhir. Kedelapan, kemampuan dalam percepatan integrasi dan reintegrasi horizontal untuk memasok produk baru membutuhkan waktu untuk berkembang, tidak mudah ditiru, dan merupakan persoalan di daerah dengan upah yang tinggi. Hal-hal tersebut menawarkan platform keunggulan kompetitif yang memungkinkan Penang dapat memacu pertumbuhan kemampuan manajemen teknologi yang lebih tinggi. Langkah-langkah yang pasti adalah transisi ke manufaktur komputer terpadu (computer integrated manufacturing = CIM) dengan volume yang lebih kecil dan output campuran yang lebih tinggi. Ini memiliki analogi, dalam hal produksi dan kemampuan organisasi, dengan transisi dari TM2 ke TM3 pada Tabel 1. Langkah kedua adalah untuk berpindah menuju kemampuan maklon regional yang di saat yang sama mampu menyediakan teknologi terkait jasa, termasuk jasa desain, uji invensi dan desain peralatan, kualifikasi komponen, analisis kegagalan, analisis nilai/value engineering, dan pembuatan prototipe (Kimmel, 1993: 156).
Tantanga n ya n g D ih a d ap i Pe n a n g : D e f is it Keteram p ila n d a n I n ova s i Penang merupakan kisah sukses industri elektronik tetapi meskipun Penang telah menarik banyak perusahaan elektronik terkemuka dunia dan membangun kluster elektronik, level nilai tambahnya kecil dan semakin menurun.12 Rendahnya total faktor produktivitas tercermin dalam rendahnya tingkat pendapatan per kapita relatif terhadap Singapura (sekitar seperenam). Mengapa pertumbuhan yang tinggi dan keuntungan yang terbatas dalam pendapatan per kapita? Sebagian besar pertumbuhan ini terkait dengan akumulasi atau pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan pendapatan, bukan keuntungan dalam kemampuan organisasi. Hal ini, pada gilirannya, mencerminkan kenyataan yang mengkhawatirkan: kemampuan manufaktur semakin menjadi seperti komoditas. Dengan membangun kemampuan produksi bervolume tinggi di seluruh Asia Timur, pabrik berada dalam kondisi kelebihan pasokan. Kemampuan berkembang Tiongkok dalam area ini hanya akan mengintensifkan kecenderungan memproduksi secara massal menjadi manufaktur produk yang bersifat terkomodifikasi. Sebaliknya, kegiatan “pengemasan dan integrasi”, yang menghubungkan permintaan global dengan produksi, dan “layanan dan teknologi” yang meningkatkan kemampuan manufaktur relatif langka dan mengharuskan imbal hasil yang lebih tinggi.13 Masalahnya adalah bahwa Penang kurang baik dalam kemampuan “pengemasan dan integrasi” relatif terhadap Singapura dan kemampuan inovasi teknologi dibandingkan Taiwan; alih-alih, sebagai pusat manufaktur, pemerintah region menekan dengan kapabilitas serupa di seluruh Asia Timur. Lebih buruk lagi, sebagai pengikut, Penang memiliki sedikit potensi dalam diri untuk bergulat mengembangkan baik keuntungan metropolitan seperti yang dimiliki Singapura dari kegiatan “pengemasan dan integrasi” maupun pembentukan keterampilan baik yang dimiliki Taiwan atau Singapura dalam invensi manufaktur-intensif. Selanjutnya,
12 13
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 160
Lim (1997) menunjukkan penurunan nilai tambah elektronik dari 31,4% pada tahun 1985 menjadi 19,4% pada tahun 1994. Cary Kimmel, seorang eksekutif Xerox, melaporkan hasil survei pemasok Xerox di Asia Timur yang dilakukan selama 1987-1989 dengan kesimpulan berikut: Perusahaan yang menyediakan S & T [faktor yang berhubungan dengan layanan dan teknologi] mengalami tingkat pertumbuhan lebih dari 400 persen selama periode tiga tahun dibandingkan dengan perusahaan manufaktur kontrak tradisional hanya mengalami peningkatan 30 persen. Hal ini lebih dari melewati bunga pertumbuhan terbesar yang dialami oleh perusahaan-perusahaan yang berlokasi di negaranegara yang terdefinisi memiliki kebijakan nasional yang baik, mendorong kapabilitas S&T (1993, p.158).
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
161
meskipun Penang mendapatkan manfaat dari dinamika kluster dalam terbatasnya jumlah perusahaan elektronik, faktor-faktor, seperti keragaman teknologi, start-up, dan spinoff, menunjukkan bahwa itu adalah dinamika kluster yang lemah dan tanpa suntikan bermakna baik dari lembaga penelitian, seperti di Taiwan, maupun pelengkap intensitas sektor jasa, seperti yang dimiliki Singapura. Dari perspektif ini, kelembagaan Penang, pembentukan fisik dan infrastruktur keterampilan yang diatur oleh Penang Development Corporation sukses dalam membimbing transisi ke kluster manufaktur volume tinggi. Tapi transisi baru ini ditujukan untuk dan akan memerlukan kapabilitas pembentukan institusi dan keterampilan yang sama sekali berbeda. Sayangnya, untuk memenuhinya, strategi sejenis atau konsensus belum dikembangkan untuk mulai memobilisasi sumber daya. Yang paling penting dalam jangka pendek adalah dalam pembentukan keterampilan yang diperlukan untuk mendorong perusahaan-perusahaan kewirausahaan dan inovasi industri. Tidak ada jalan pintas: inovasi dalam invensi elektronik intensif. Inovasi Penang terbatas keterampilan terkait, mengingat kemampuan manufaktur yang cukup besar, menggambarkan batas infrastruktur elektronik yang tidak termasuk kapabilitas yang lemah dalam pembentukan keterampilan di berbagai bidang seperti desain inovasi, ilmu komputer, analisis sistem, dan teknologi informasi pada umumnya. Masalah yang terjadi di Penang, telah dipahami. Koh Tsu Koon, Kepala Kementerian Penang, mengindikasi beberapa aspek yang terkait jika tidak skala investasi dalam pendidikan yang lebih tinggi diperlukan untuk mengatasi tantangan: “Diperkirakan bahwa sekarang ada sekitar 12.000 ilmuwan dan insinyur dengan gelar Bachelor of Science atau setara bekerja di Penang. Ini menunjukkan besaran rasio 10.000 ilmuwan dan insinyur per juta penduduk, yang lebih rendah dibandingkan dengan lebih dari 25.000 per juta penduduk di Singapura dan Hong Kong. Oleh karena itu, kita harus memperjuangkan untuk mencapai rasio 25.000 tahun 2002 ... Dengan jumlah penduduk Penang diperkirakan akan mencapai 1,4 juta orang, kita akan membutuhkan setidaknya 35.000 ilmuwan dan insinyur pada saat itu, yang artinya, kita harus memproduksi dan merekrut sekitar 23.000 ilmuwan dan insinyur dalam delapan tahun ke depan, atau sekitar 3000 per tahun. Ini adalah kebutuhan yang sangat tinggi memang” (1995, hlm. 12). Dengan rasio 10.000 ilmuwan dan insinyur per juta penduduk, Penang mengharapkan empat kali lipat dari angka nasional Malaysia 2.300 per juta. Ini berarti bahwa Penang kemungkinan akan harus menghasilkan insinyur dan ilmuwan sendiri. Sementara perusahaan individu dapat memberikan pendidikan untuk menghasilkan para insinyur dan dapat merekrut mahasiswa, kawasan secara keseluruhan harus menanam bibit baru dalam bentuk memperluas minat siswa masuk ke teknik dan program terkait teknologi informasi. Industri dan pemerintah memiliki sejarah di Penang melakukan kolaborasi responsif dalam pembentukan keterampilan di tingkat keterampilan teknis. Setiap tahun PSDC menawarkan kursus untuk lebih dari 8.000 siswa (lihat Lampiran 3). Kolaborasi ini telah memberikan kontribusi terhadap sasaran kurikulum dan peningkatan keterampilan teknis yang tepat untuk volume produksi yang tinggi.14 Saat ini, PSDC bergerak dalam
14
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 161
Dokumen Lim kedua area kekuatan dan area yang hilang (1997).
1/21/2016 11:07:31 AM
162
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
bidang teknologi informasi dengan serangkaian proyek percontohan, jika ditingkatkan, dapat memberikan kontribusi besar untuk meningkatkan kemampuan TI dari tenaga kerja manufaktur. Bangalore, perusahaan pelatihan software India telah dikontrak untuk mengajarkan keterampilan pemrograman komputer. Mengapa kurang program serupa di tingkat pendidikan teknik? Dihadapkan dengan kekurangan keterampilan manufaktur dan keterampilan teknisi, industri dan pemerintah menciptakan Penang Skill Development Center untuk mengembangkan keterampilan. Jawaban utama adalah bahwa, di seluruh dunia, bahkan perusahaan besar tidak memiliki waktu yang cukup untuk terlibat dalam investasi pembentukan keterampilan untuk insinyur atau ahli komputer. Ini adalah masalah bulanan yang tidak terpecahkan dalam hitungan hari, antara waktu konsep PSDC yang didirikan pada bulan Mei tahun 1989 dan program tetap terus berlangsung, dalam beberapa bulan perusahaan sudah dapat menikmati manfaat dari program pelatihan. Alasan pertama, adalah skala waktu: dibutuhkan bukan bulan tetapi tahun untuk pelatihan insinyur, insinyur perangkat lunak dan pengembang. Alasan kedua adalah bahwa kualifikasi bagi guru jauh lebih tinggi. Dalam kasus teknisi dan keterampilan manufaktur, perusahaan itu sendiri menjalankan program pelatihan terkait dan dengan cepat bisa meningkatkan kualitas staf pengajar. Oleh karena itu, kendala hambatan dalam pembentukan keterampilan insinyur teknik adalah guru yang berkualitas. Dibutuhkan empat tahun untuk meningkatkan output dari insinyur baru atau ilmuwan bergelar sarjana, bahkan jika pasokan yang masuk universitas yang berkualitas tersedia. Untuk meningkatkan aliran dengan 3.000 per tahun berarti 12.000 siswa dalam program empat tahun dan, dengan rasio siswa dibandingkan guru 15:1, 800 fakultas tambahan dengan qualifikasi teknik dan ilmu yang tepat. Mengingat kekurangan insinyur dan ilmuwan di Penang, menemukan lebih dari 800 fakultas berkualitas dengan kemampuan dan pengalaman yang diperlukan akan sulit. Sumber utama calon akan cenderung berasal dari dalam perusahaan multinasional dan tenaga ahli Malaysia yang bekerja di luar negeri. Untuk menarik fakultas akan membutuhkan perhatian yang cukup untuk masalah mutu hidup, tetapi juga akan melibatkan cukup perhatian terhadap kurikulum yang tepat untuk membangun kekuatan dan peluang strategis untuk industri Elektronik Malaysia. Manfaat dari membangun program pendidikan universitas di bidang teknik tidak hanya dalam keterampilan pembentukan insinyur. Perkembangan dari kedua kluster elektronik Route 128 dan Silicon Valley melibatkan pengembangan simultan universitas, institut penelitian dan kurikulum, di satu sisi, dan pertumbuh yang cepat perusahaan kewirausahaan, di sisi lain. Dinamika ini adalah lingkungan yang panas yang dijaga wirausahawan bidang teknologi, penggerak penting dalam dinamika kluster.15 Menangkap tantangan untuk membuat transisi: tanpa lulusan yang memadai, lulusan baru tidak dapat diproduksi. Namun, mereka harus. Ini adalah kasus di Penang. Ini akan membutuhkan pengembangan rencana di mana perusahaan, universitas, pemerintah daerah dan nasional semua membuat kontribusi besar. Memenuhi “urutan tinggi” akan memerlukan pembangunan lembaga yang akan, pada gilirannya, memerlukan komitmen pendanaan besar pemerintah, kepemimpinan
15
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 162
Model terbaik Asia untuk pengembangan wirausahawan bidang teknologi adalah Taiwan.
1/21/2016 11:07:31 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
163
politik lokal, dan lembaga industri/pendidikan bermitra untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat transisi. Berbagai insentif yang menarik perusahaan multinasional ke Penang berhasil tetapi mereka tidak sesuai untuk mengatasi tantangan transisi. Insentif fundamental ekonomi—insentif yang jika ditarik, tidak akan meninggalkan kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah—harus dihindari. Kebijakan industri yang efektif lebih tentang kebijakan pendidikan dan kebijakan teknologi dari sekitar insentif pajak.
I m p l i ka s i Keb i j a ka n I n d u s t r i : Ke m a m p u a n dan Parad i g ma I n ova s i Kebijakan industri, secara eksplisit maupun implisit, berlabuh di paradigma pertumbuhan ekonomi. Tantangan pertumbuhan elektronik Malaysia adalah untuk membawa transisi dalam bagaimana lini (perusahaan, pemerintah, lembaga pendidikan) berinvestasi dan mengatur untuk memfasilitasi dinamika kluster yang dijalankan oleh perusahaan kewirausahaan. Kemampuan membangun visi yang jelas untuk menjawab tantangan tergantung pada perubahan yang dilakukan terhadap kebijakan industri yang disusun berdasarkan pada paradigma yang fokus terhadap dampak pasar, tenaga kerja dan pertumbuhan modal, menjadi paradigma yang fokus pada kapabilitas, inovasi, dan perluasan pengetahuan. Sebuah kebijakan industri diarahkan untuk merangsang dinamika kluster harus fokus pada penciptaan pengetahuan, pengembangan usaha, dan inovasi industri. Saat ini, langkah kebijakan industri dan teknologi diarahkan untuk merangsang investasi asing langsung (FDI) sebagai akumulasi sumber modal bukannya FDI sebagai pemenuhan dana dinamika perusahaan kewirausahaan (kapabilitas menjadi produktif/kesempatan yang produktif) yang merangsang keragaman usaha melalui spin-off dan start-up dan, pada gilirannya, pola baru jejaring antarperusahaan. Ada alasan besar lain untuk melakukan investasi. Keterampilan dan sekolah bersifat lokal, sumber daya tidak bergerak. Lulusan dari perguruan tinggi daerah dan sekolah teknik di seluruh dunia cenderung tetap berada di wilayah tersebut. Dengan inovasi industri kita merujuk tidak hanya untuk jumlah ilmuwan yang bekerja di laboratorium penelitian (inovasi eksogen dari paradigma lampau tentang pertumbuhan) tetapi untuk produk dan proses perbaikan, pengembangan produk baru, desain dan kemampuan manajemen teknologi, aplikasi prinsip produksi baru, diversifikasi teknologi, dan spesiasi industri, atau munculnya dari subsektor industri baru. Paradigma berfokus pada pasar mengaburkan hubungan dan kemampuan (produksi dan organisasi) dari inovasi dan pertumbuhan industri. Titik awal institusional adalah perusahaan kewirausahaan. Ide perusahaan kewirausahaan adalah bahwa kapabilitas, serta sebagai modal dan tenaga kerja, harus dipupuk dan dikembangkan. Dari perspektif produksi, ini terlihat bahwa kegiatan produksi tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga yang sama pentingnya adalah merangsang dan memproduksi ide-ide baru. Tantangannya adalah untuk menemukan dan mengintegrasikan ide-ide baru ke dalam kemampuan produktif/dinamika peluang menjadi produktif. Ide adalah bahan baku untuk proses inovasi perusahaan dan kluster (sekelompok perusahaan), dengan meningkatkan keanekaragaman teknologi dan menghasilkan sub-sektor industri baru. Ide, akhirnya,
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 163
1/21/2016 11:07:31 AM
164
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
bisa datang dari mana saja: pelanggan, pekerja, pemasok, insinyur, manajer, pesaing ... Dalam kelompok yang dinamis, seperti distrik industri Marshall, ide memperanakkan lebih banyak ide.16 Perusahaan-perusahaan yang ada tidak bersaing sendirian di pasar tetapi sebagai anggota kelompok jejaring perusahaan. Kerja sama antar-perusahaan dalam penciptaan pengetahuan merupakan pusat dinamika (non-price) proses penyesuaian yang meningkatkan kapabilitas produktif dan meningkatkan inovasi. Tugas para pembuat kebijakan industri, sebagian, adalah untuk menyusun bentuk persaingan dan pola kerja sama antara perusahaan dalam domain mereka, ini berarti memajukan kemampuan regional untuk bereksperimen, berinovasi, dan membentuk keterampilan sehingga sekelompok perusahaan, yang berbeda dengan perusahaan individual, tetap layak dalam menghadapi perubahan lingkungan yang tak terelakkan. Sistem kompetitif memiliki aspek generik dan unik. Mereka generik dalam hal mereka konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendasari produksi dan organisasi namun unik karena perusahaan kewirausahaan dan kawasan industri membangun aset produktif yang telah digabungkan dan dikembangkan dalam pola yang unik dan dengan demikian mereka dapat menikmati peluang produktif yang unik. Tantangan bagi perusahaan dan kluster adalah untuk membangun kemampuan inti untuk menetapkan penawaran unik yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan dan kluster lain. Ini melibatkan bangunan strategi pengembangan produk berdasarkan basis teknologi yang dikembangkan dari pengetahuan formal dan taktis yang dimiliki perusahaan, juga kemitraan tidak dapat dijalankan bagi mereka yang tidak memiliki kedalaman dan luasnya pengalaman yang sama, serta perlu adanya kerja sama tim dan jejaring yang luas untuk bermitra. Kemampuan/kerangka peluang menawarkan kriteria untuk membedakan industri yang statis dari kluster organik yang, pada gilirannya, membuat organisasi industri dan kebijakan industri bersifat endogen. Terkait masalah kemampuan produksi termasuk manajemen teknologi tidak lagi eksogen terhadap perspektif pertumbuhan ekonomi. Peran teknologi dalam pembangunan ekonomi jauh lebih luas, misalnya, perusahaan dapat mengejar pengembangan teknologi dengan membeli peralatan R&D atau dengan membangun kapabilitas manajemen teknologi, daripada mendanai penelitian laboratorium. Demikian pula, fokus pada kapabilitas, dikombinasikan dengan dinamika kluster, menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru bagi dinamika pertumbuhan pemahaman dan kebijakan strategis bidang industri. Sebagai contoh, kebijakan industri terlalu sering berusaha untuk mengidentifikasi dan mengisi “perusahaan yang hilang” atau input dalam rantai nilai. Sebaliknya, analisis dinamika kluster berfokus pada jaringan organik yang muncul dalam proses pemecahan masalah oleh perusahaan kewirausahaan. Singapura dan Hong Kong memiliki jejaring yang luas dan padat yang memungkinkan keberlangsungan “pengemasan dan integrasi” tetapi ini tidak bisa diprediksi. Tugas kita adalah untuk mengidentifikasi kemunculan jaringan dan mendorong mereka. Seperti yang dikembangkan dalam Best (1998), peluang bagi kebijakan industri pada setiap tahapan waktu tergantung pada hubungan antara kemampuan produktif dan 16 Untuk perusahaan kewirausahaan, optimalitas jangka pendek mungkin menjadi kematian jangka panjang. Sejak perusahaan dan dinamika kluster akhirnya memaksa transisi pasar dan redefinisi, keberlanjutan menuntut perusahaan harus berinvestasi dalam penelitian dan percobaan. Investasi ini mahal dalam jangka pendek tetapi penting untuk kelangsungan hidup dalam jangka panjang.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 164
1/21/2016 11:07:32 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
165
biaya produksi relatif terhadap region lain. Model pertumbuhan ini berasal dari kerangka kerja manajemen teknologi yang diilustrasikan pada Tabel 1. Sebagai region industri berkembang, variasi dan keunikan di antara perusahaan berlanjut dan kemampuan regional yang unik muncul.
Pe m b i n a a n D i n a m i ka K l u s t e r: Kew i ra u s a h a an Perus aha a n d a n L e m b aga Pe m b a n g u n a n Tujuan dari kebijakan industri adalah untuk mendorong dinamika kluster. Hal ini juga berarti mengembangkan lembaga regional yang merangsang inovasi dan pertumbuhan industri dengan mendorong perusahaan jaringan yang dinamis. MIT dan Stanford University merupakan contoh paradigma lembaga pendidikan yang telah mendorong pengembangan kluster organik yang berlabuh pada teknologi baru. Demikian pula, Electronics Research and Service Organization (ERSO) di Taiwan telah mendorong munculnya perusahaan berbasis teknologi yang, pada gilirannya, telah mendorong dinamika kluster yang sesuai dengan prinsip-prinsip interaktif spesialisasi, variasi, dan keunikan tersendiri.17 Di Jepang dan Korea, instansi pemerintah seperti MITI telah mensponsori program transfer teknologi, di samping proyek pembangkit R&D dalam model bisnis kaisha dan chaebol.18 Di Singapura, Dewan Pembangunan Ekonomi telah banyak berinvestasi dalam pembentukan keterampilan termasuk ilmuwan dan insinyur dan infrastruktur yang memberikan insentif bagi perusahaan multinasional yang mampu mentransfer kemampuan desain produk ke Singapura (Magaziner dan Patinkin, 1989; SISIR, 1992; Dolven, 1998; Best, 1997b). Tidak mengherankan, pengikut teknologi telah mengembangkan kebijakan industri untuk memajukan kemampuan produksi dan mengasuh perusahaan kewirausahaan. Dalam semua kasus, badan perantara berdasarkan misi telah ditetapkan baik oleh organisasi pemerintah atau perantara untuk mengelola program yang memungkinkan perusahaan dan seluruh kelompok untuk melakukan transisi sepanjang spektrum kemampuan produksi. Kluster berteknologi tinggi sangat tergantung pada institusi dan aktivitas pembentukan keterampilan dalam kluster. Definisi dan pengukuran pengetahuan pekerja harus jelas. Ini melibatkan sistem pendidikan formal dan informal, tipe pembelajaran formal dan pembelajaran dalam orientasi kerja. Kami telah mencatat pengembangan bersama yang dilakukan di MIT dan Route 128, Fakultas Teknik Universitas Stanford, dan Silicon Valley. Kedua region tersebut telah berhasil memproduksi “knowledge worker”. Kedua region tersebut, tiap tahunnya menghasilkan proporsi kecil lulusan setingkat insinyur. Sekitar 5.000 gelar insinyur akan diberikan setiap tahun oleh Universitas Massachusetts (MTC, 1997: 22, Massachusetts memiliki tenaga kerja berjumlah kurang lebih tiga juta orang).
17
18
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 165
ERSO, sebuah lembaga publik yang didirikan pada tahun 1974, “.. berdiri di antara perusahaan elektronik dalam negeri dan dunia yang bertujuan memfasilitasi transfer dan asimilasi teknologi canggih “ (Wade, 1990: 107). Lihat deskripsi Wade untuk ERSO sebagai katalis untuk pengembangan industri teknologi informasi Taiwan, termasuk rumah proliferasi desain (1990: 103–108). Untuk perbedaan kontras antara kebijakan industri dan organisasi industri Taiwan dan Singapura, lihat di Dolven (1998). Kaisha dan Chaebol juga dapat dilihat sebagai contoh dari kebijakan industri untuk mendirikan perusahaan berkembang yang, pada gilirannya, menjadi pendorong kemajuan teknologi, serupa, pengeluaran R&D pemerintah Amerika Serikat sering dimanfaatkan untuk pengembangan perusahaan yang melahirkan industri-industri baru. Sebuah kasus paradigma penyaluran dana pemerintah federal kepada BBN Corporation Cambridge MA untuk ARPA Network, cikal bakal Internet.
1/21/2016 11:07:32 AM
166
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Sejak tahun 1991, upaya sensus dilakukan untuk mengukur teknologi informasi pekerja di Malaysia berdasarkan bidang pekerjaan yang dipilih. Dari total angkatan kerja sekitar enam juta, studi memperkirakan pembagian pekerjaan sebagai berikut: sekitar 7.800 orang (0,13 persen tenaga kerja) berada di kategori Analis Sistem atau Pemrogram Komputer dan Teknisi Statistik dan Matematika, sekitar 6.000 orang dalam kategori Teknisi dan Insinyur Elektronika, dan sekitar 28.000 orang dalam kategori Teknisi dan Asisten Teknik Listrik dan Elektronika serta Teknisi Terkait (UNDP, 1998: 43). Angka-angka ini mungkin jauh dari sasaran. Angka-angka ini menunjukkan bahwa aliran insinyur baru di Massachusetts menggambarkan jumlah yang sebanding dengan ketersediaan insinyur di Malaysia. Tidak ada yang lebih penting dalam mengembangkan ekonomi inovasi daripada pembentukan keterampilan. Untungnya, banyak yang bisa dilakukan dalam “invisible college” untuk meng-upgrade tingkat pembentukan keterampilan, begitu pula dilakukan dalam visible college. Kita beranjak ke sumber keterampilan dan induk pengetahuan di Penang, baik formal maupun informal. Pertumbuhan dan keberlanjutan kluster bergantung pada dua proses pengetahuan yang berhubungan, yaitu proses inovasi (ini termasuk manajemen, pengembangan, dan penyebaran teknologi) dan proses pembentukan keterampilan.
I nv i s i bl e C o llege s : Tra n s fe r Pe n ge t a h u a n da n Perus aha a n M u lt in a s io n a l Intinya, yaitu menyiapkan bahan baku mentah untuk proses inovasi; keduanya terikat dengan kerangka dasar pembentukan keterampilan. Pembentukan keterampilan merupakan proses jangka panjang, meliputi sub-proses formal dan informal yang tertanam dalam hubungan kemitraan antar-sekolah, perusahaan, pemerintah, dan perwakilan politik. Pemeliharaan atas hubungan tersebut merupakan dasar bagi proses pembentukan keterampilan sebagai investasi dalam infrastruktur fisik yang ditujukan untuk manajemen rantai pasokan dalam proses manufaktur. Banyak perusahaan besar Amerika dan Jepang terus berinvestasi dalam keterampilan operasi produksi. Bahkan, peran “invisible college” dalam pembentukan keterampilan perusahaan yang cukup besar di Penang. Sebuah audit kuantitas dan kualitas “invisible college” yang lolos dari program tersebut mengungkapkan aset regional yang cukup besar atau disebut “modal sosial” (Lim, 1998, menawarkan titik awal survei keterampilan). Keterampilan ini merupakan aset regional yang cukup besar dan telah terakumulasi selama 25 tahun. Perusahaan multinasional yang berada di Malaysia adalah representatif atau elemen dari sistem inovasi nasional negara asal mereka. Artinya bahwa setiap organisasi anak perusahaan yang berada di Malaysia merupakan elemen sistem peningkatan-pengetahuan produksi meskipun kemungkinan ide menciptakan anak perusahaan belum dikembangkan atau dieksploitasi dalam konteks Malaysia. Realisasi potensial pengetahuan-penciptaan bergantung pada jaringan, hubungan baik dengan elemen lainnya dalam sistem inovasi nasional masing-masing. Namun, banyak yang bisa dipelajari dari representasi lokal masing-masing sistem nasional dan “infrastruktur” atau jaringan yang setara secara fungsional dari institusi komplementer dapat dikembangkan untuk lebih mengeksploitasi kemampuan pengetahuan-penciptaan yang ditekankan.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 166
1/21/2016 11:07:32 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
167
Perusahaan multinasional dengan anak perusahaan yang berlokasi di Penang sering memiliki program dan proses kelas dunia yang diadakan region lain yang dapat dijadikan acuan dan diterapkan di Penang. Faktanya, embrio dari program dan proses seperti itu sering kali dapat ditemukan di anak perusahaan. Berikut adalah tiga contohnya. Salah satu contoh adalah Kegiatan Kelompok Kecil (Small Group Activity—SGA) yang merupakan organisasi kerja dari banyak perusahaan Jepang. Hitachi, di Penang, menggunakan sistem perbaikan berkelanjutan, sistem kerja kaizen yang menjadikannya perusahaan pemimpin dunia dalam berbagai sub-sektor elektronik. Kinerja operasional pabrik Penang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi pada level operasi produksi dalam keterbatasan infrastruktur inovasi. Hitachi-Penang tidak menerapkan kerja sama antar-lokasi dalam kegiatan penelitian dan manufaktur serta tidak berintegrasi, menerapkan dan mengembangkan penelitian secara lokal. Konsekuensinya, potensial produktivitas dari sistem ini terbatas. Pada saat yang sama, SGA merupakan prasyarat untuk menciptakan transisi dari TM2 ke TM3 (lihat Tabel 1) karena memberikan fleksibilitas dan menunjukkan kemampuan pemecahan masalah operasi yang diperlukan untuk aliran bauran-produk (mixed-product). Oleh karena itu, hal tersebut merupakan tantangan bagi inovasi industri pada level yang lebih tinggi. Ini adalah model yang jika dikembangkan akan mampu meningkatkan pembentukan keterampilan regional. Contoh kedua adalah program pengembangan pemasok Motorola di Amerika Serikat yang sering kali digunakan sebagai acuan oleh perusahaan lainnya. Fitur utama dari program ini adalah kerja sama industri dan networking dengan perguruan tinggi junior untuk mengembangkan kurikulum dan melatih para pengajar. BCM adalah penerima manfaat dari program pengembangan pemasok Motorola di Penang. Metodologi transfer teknologi lima tahunan telah dikembangkan dengan dua kegiatan yang saling melengkapi: sistem manufaktur know how dan rekayasa know how (engineering know how). Sistem manufaktur know how mencakup urutan berikut: • Proses manufaktur back end dari produk pelengkap (1993–4). • Front end build dari produk pelengkap (transfer surface mount technology, transfer keterampilan) 1995. • Pengadaan bahan baku, manajemen gudang, dan penyimpanan (perencanaan, pembelian, hubungan dengan vendor, mini-bank) 1996. • Manajemen turnkey (pencarian dan pengadaan bahan baku) 1997. Engineering know-how melewati langkah-langkah berikut: • Rekayasa kualitas bahan baku—materials quality engineering — (analisis kegagalan, pengembangan pemasok, karakterisasi proses pemasok) 1996. • Proses/reverse engineering (karakterisasi proses internal, analisis akar penyebab masalah dan desain eksperimen, metode proses pengendalian statistik, peningkatan produk, prototyping, manufaktur percontohan) 1997. • Upaya penelitian dan pengembangan (sistem telepon, teknologi frekuensi radio) 1998.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 167
1/21/2016 11:07:32 AM
168
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Contoh ketiga adalah pelatihan eksekutif teknologi informasi. Dell Computer telah mensponsori “Eksekutif Studio”—pengalaman kerja langsung dan fasilitas pelatihan bagi para pimpinan eksekutif—bersama West London Training and Enterprise Council (Manchester, 1998: xii). Studio ini memberikan pengalaman nyata cara menggunakan TI bagi manajer senior. Berikut kutipan dari Phil Blackburn, pimpinan eksekutif West London TEC: “TI menuntut generasi baru manajer senior. E-commerce muncul di hadapan kita seperti gelombang pasang dan manajemen senior harus mampu mengendalikan gelombang. Jadi, studio ini tidak hanya mengenai kesadaran TI, tetapi juga memberikan pimpinan eksekutif kepercayaan diri dan kompetensi untuk menggunakan TI secara langsung.” Kasus Motorola sangat instruktif sebagai metodologi yang potensial, sudah diujicobakan di kawasan Malaysia yang dapat menjadi dasar bagi program pengembangan keterampilan berbasis luas. Proses spin-off dan start-up adalah proses lain yang dapat dipelajari dari keberhasilan lokal. Contoh dari Intel dan Unico adalah studi kasus mengenai proses terjadinya pertumbuhan yang cepat yang secara lokal dapat memberikan petunjuk dan pembinaan bagaimana proses pembentukan perusahaan baru. Konversi dari salah satu proyek percontohan (pilot project) ke dalam metodologi untuk difusi dalam suatu lembaga merupakan kebijakan industri yang sangat penting. Difusi yang sukses membutuhkan kemitraan industri, pemerintah, dan institusi pendidikan.
Lem b aga D if u s i Pe m b e n t u ka n Keteram p ila n P ro d u ks i Transisi industri dapat dilaksanakan secara bertahap dan memerlukan lembaga penggerak yang juga bersifat perantara/intermediasi (bukan merupakan perusahaan bisnis atau instansi pemerintah) yang merupakan bagian integral dari sistem bisnis regional dan nasional. Diabaikan oleh banyak literatur organisasi industri, organisasi-organisasi perantara dapat dibentuk oleh para pembuat kebijakan industri, oleh kelompok perusahaan, atau oleh asosiasi profesional. Hal-hal tersebut adalah contoh bagaimana kebijakan industri yang paling efektif dapat dilakukan atas nama pendidikan dan kebijakan ketenagakerjaan. Difusi teknologi dan pembentukan-keterampilan saling terkait dalam transisi industri. Proses difusi teknologi bergantung pada tingkat pembentukan keterampilan dalam organisasi kerja perusahaan di suatu wilayah tertentu. Kecepatan ditingkatkan oleh basis pemasok bersama milik UKM yang dapat mencapai standar kinerja kelas dunia dalam hal biaya, kualitas, dan waktu. Bahkan, setiap daerah yang telah melakukan transisi ke TM3 (lihat Tabel 1) secara simultan telah menerapkan varian dari sistem kaizen atau model perbaikan berkelanjutan di dalam organisasi kerja di seluruh massa kritis perusahaan pemasok UKM. Dilihat dari perspektif nasional atau regional, memajukan keterampilan operasi produksi meningkatkan persoalan kebutuhan sumber daya guru. Jumlah guru, kelayakan tempat, dan kurikulum membatasi pada percepatan pembentukan keterampilan. Program yang sukses memiliki fitur umum: pelatihan guru dirancang ke dalam program. Pada
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 168
1/21/2016 11:07:32 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
169
bagian lainnya, kami menjelaskan tema dengan contoh JUSE19 dan Japanese Human Relations Association20 (Best, 1997c). Model pelatihan lainnya adalah program Pelatihan Dalam Industri (Training Within Industry—TWI). Pelatihan Dalam Industri dikembangkan di Amerika tapi sebenarnya diimplementasikan di Jepang. Beberapa berpendapat bahwa ekspor paling penting dari Amerika ke Jepang adalah program Pelatihan Dalam Industri.21 Program ini patut mendapatkan perhatian khusus karena mampu mengilustrasilan baik program difusi pembentukan-keterampilan operasi produksi maupun keberhasilan mentransfer sebuah insitusi. Efektivitas program Pelatihan Dalam Industri jelas ditunjukkan selama Perang Dunia Kedua, ketika Amerika Serikat secara dramatis meningkatkan produksinya sementara pada saat yang sama melakukan jutaan distribusi langsung dalam upaya perang. Hal itu dilakukan dengan mengembangkan program pelatihan bagi pool tenaga kerja baru yang mayoritas adalah perempuan dan direkrut dari sektor non-manufaktur. Pelaksanaannya diambil alih oleh Departemen Perang (Departement of War) dan didasarkan pada analisis upaya pelatihan industri yang paling berhasil seluruh negeri, Pelatihan Dalam Industri memerinci sistem pelatihan sampai hal yang mendasar. Mereka membuat lima perbedaan penting: pengetahuan tentang bekerja, tanggung jawab pengetahuan, instruksi kerja (setiap supervisor harus diajarkan cara untuk melatih pekerja yang lain), metode kerja (setiap supervisor harus diajarkan pentingnya metode, khususnya prinsip laju proses), dan pelatihan kepemimpinan. Dua penekanan yang pertama bersifat spesifik dan tiga terakhir disebut sebagai 3J. Kunci untuk program ini adalah dampak yang mengalir ke bawah yang bermakna yang dilatih menjadi pelatih. Pasca-perang, Jepang memahami nilai yang dihasilkan, khususnya Departemen Tenaga Kerja yang menyewa pelatih asal Amerika Serikat yang diberhentikan oleh Pemerintah AS. Kementerian terus memberikan lisensi kepada beberapa kelompok untuk mengajarkan program di perusahaan. Toyota memiliki sistem mereka sendiri, mereka menyebutnya TTWI (Toyota Training Within Industry). Di Canon, setiap pelatihnya tersertifikasi oleh TWI. Penang Skills Development Centre, sebuah kemitraan antara pimpinan industri, perusahaan serta pemerintahan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan keterampilan teknisi memainkan peran serupa di Penang (lihat Lampiran 3). Lembaga seperti ini akan terus menjadi penting dalam upaya peningkatan kemampuan inovasi industri di Malaysia. Keunggulan daerah akan bergantung tidak hanya pada inovasi, tetapi pada difusi, keberhasilan penerapan, dan peningkatan teknologi yang telah terbukti. UKM,
19
20
JUSE didirikan pada tahun 1947 untuk menyebarluaskan pengendalian kualitas, pengendalian proses statistik dan manajemen kualitas total, tercatat dalam dua jurnal, dan diterbitkan dalam beberapa buku. PDCA sebagai contohnya, telah diperkenalkan ke berbagai perusahaan. Kaoru Ishikawa, orang yang menemukan metode tulang ikan (fishbone), adalah presiden JUSE untuk waktu yang lama. Seperti kebanyakan organisasi lain, JUSE telah menyediakan perusahaan-perusahaan Jepang dengan pendekatan perbaikan berkelanjutan untuk produksi dan pendekatan partisipatif untuk industri engineering (lihat Best, 1990). JHRA mengkhususkan diri pada metode perbaikan berkelanjutan. Kaizen tiean adalah sistem untuk memunculkan komitmen dari setiap pekerja untuk berkontribusi dalam perbaikan yang sedang berlangsung. Sistem kotak saran sendiri telah lama ada di Amerika dan telah menjadi alat organisasi yang kuat di Jepang serta bukan untuk memunculkan sebuah ide besar, tetapi untuk mendorong partisipasi. Ide-ide partisipasi bertujuan untuk melibatkan setiap orang dalam sebuah konsep kerja dengan tujuan peningkatan produktivitas melalui akumulasi sejumlah perbaikan kecil. Kunci perbaikan kedua dalam sistem kotak saran, yaitu memberikan kewenangan persetujuan dan pelaksanaan ke garis depan (front line). Idenya adalah tidak hanya memberikan saran, tetapi juga mengimplementasikan saran yang artinya mendidik dan memberdayakan tim kerja untuk mengendalikan proses. Kemampuan implementasi yang kontras ditunjukkan oleh fakta bahwa 0,2 ide per pekerja per tahun disampaikan di AS, sementara 20 ide per pekerja per tahun disampaikan di Jepang (JHRA, hlm. xiii).
Bagian ini digambarkan dengan bahasan yang cukup berat oleh Robinson dan Schroeder, 1992.
21
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 169
1/21/2016 11:07:32 AM
170
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
di seluruh dunia, bergantung pada lembaga pembentukan keterampilan seperti PSDC untuk metodologi dan peningkatan kemampuan praktik terbaik. Lim mendokumentasikan area kekuatan dan kelemahan operasi produksi dalam praktik manufaktur modern di pabrik Penang. Secara jelas, PSDC dapat berfungsi bahkan berperan lebih luas sebagaimana UKM memulai proses panjang dari modernisasi manufaktur. 22
Vi s i bl e C o llege : U n ive rs it a s d a n Ke m it ra a n I nd us tr i d a la m Pe m b e n t u ka n Ke t e ra m p ila n Integral kesetaraan untuk kluster organik dan pertumbuhan merupakan seperangkat interaksi dinamis antara kluster dan institusi pembentukan keterampilan. Proses pertumbuhan industri yang intensif pada pengetahuan dibatasi oleh pasokan kebutuhan personel teknik dan ilmuwan untuk perusahaan dengan pertumbuhan staf yang pesat. Setiap perusahaan individu dapat menarik dari sumber daya yang ada dengan menawarkan gaji dan fasilitas yang superior. Namun, keberhasilan regional bergantung pada pertumbuhan sumber daya. William Foster dari Stratus menggunakan metafora rantai makanan untuk menggambarkan proses perekrutan: “Hal yang paling penting dalam memulai sebuah perusahaan komputer adalah masuk ke wilayah yang terdapat banyak perusahaan komputer besar di dalamnya, dari situlah maka Anda dapat menarik orang yang berpengalaman dari mereka. Perusahaanperusahaan komputer besar lokasinya perlu berada di area dengan banyak sekolah sehingga ketika perusahaan kehilangan pekerja, mereka dapat menggantinya dengan lulusan baru dari sekolah. Saya melihat bahwa kunci bagi keseluruhan rantai makanan berada di daerah Route 128. Jika perusahaan-perusahaan besar tidak ada di sini, kita tidak akan berada di sini, dan jika sekolah tidak ada di sini, perusahaan-perusahaan besar tidak akan berada di sini” (Rosegrant dan Lampe, 1992, hlm 158–159). Perkembangan dari kluster elektronik Route 128 dan Silicon Valley di satu sisi melibatkan perkembangan yang simultan dari departemen universitas, lembaga penelitian, dan kurikulum serta di lain sisi melibatkan percepatan pertumbuhan perusahaan kewirausahaan. Dinamika ini adalah lingkungan terbaik yang telah dipelihara pengusaha bidang teknologi sebagai penggerak dari dinamika kluster.23 Hal ini menunjukkan tantangan dalam membuat transisi: tanpa lulusan yang memadai, lulusan baru tidak dapat tercipta. Namun, mereka harus ada. Ini adalah kasus di Penang. Kasus tersebut akan membutuhkan pengembangan rencana di mana perusahaan, universitas, dan pemerintah daerah serta nasional berkontribusi besar. Berbagai insentif yang menarik perusahaan multinasional ke Penang memang berhasil, tetapi insentif-insentif tersebut tidak tepat untuk mengatasi tantangan transisi. Insentif yang meliputi fundamental ekonomi—insentif yang apabila ditarik, tidak akan menyisakan kegiatan ekonomi sama sekali di wilayah regional—harus dihindari. Kebijakan industri yang efektif lebih mengarah pada kebijakan pendidikan dan kebijakan teknologi dari pada kebijakan seputar insentif pajak.
22
23
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 170
Untuk penilaian Manufacturing Extension Partnership Amerika, jaringan teknologi nasional dan penyedia layanan bisnis lihat Shapira (1998). Model terbaik Asia untuk pengembangan pengusaha bidang teknologi adalah Taiwan.(Wade, 1990; Dolven, 1998).
1/21/2016 11:07:32 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
171
Keterampilan dan sekolah bersifat lokal, sumber daya tidak bergerak. Lulusan dari perguruan tinggi dan sekolah teknik regional di seluruh dunia cenderung tetap berada di region tersebut. Peran pengembangan industri perguruan tinggi atau universitas regional menjadi tanggung jawab bersama yang melibatkan industri dan pemerintah dalam pembentukan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan region tersebut. Investasi dalam keterampilan membutuhkan waktu dan hubungan yang kuat antara lembaga pendidikan dan perusahaan bisnis. Penang dan Malaysia saat ini menghadapi masa yang sulit, terungkap dalam pembentukan keterampilan self-reinforcing dengan memberikan perhatian khusus pada lulusan pendidikan TI. Tanpa lulusan ini, perusahaan tidak dapat mengembangkan kemampuan inovasi dan tanpa inovasi industri, siswa yang berkemampuan tidak akan menemukan peluang kerja. Ini adalah hambatan kritis yang dihadapi industri elektronik Malaysia. Masalahnya adalah proses pembentukan keterampilan tidak dianggap sebagai suatu proses yang memerlukan proses integrasi infrastruktur yang sama dengan yang diperlukan dalam manufaktur modern. Manufaktur tangkas (agile manufacturing) adalah pelanggan dan pemasok bahan baku harus dilibatkan dalam proses. Hanya dengan hubungan yang berkelanjutan dengan pelanggan, dapat dihasilkan proses manufaktur yang bersifat responsif terhadap kebutuhan pelanggan (kita menggambarkan hal di atas dengan produk Dell, yaitu strategi pesanan), begitu pula, hanya dengan hubungan konsultatif yang erat dengan pemasok akan memungkinkan menerapkan JIT dan mengembangkan produk baru. Ide dari proses integrasi dapat diterapkan pula untuk proses pembentukan keterampilan. Artinya, institusi harus dibuat dan memungkinkan untuk tetap berlanjut, membina hubungan konsultatif dengan pelanggan, dalam kasus ini pengusaha yang merekrut para lulusan; produsen dalam kasus ini adalah institusi pendidikan dan pemasok bahan bakunya adalah para siswa. Produsen utama lainnya dalam proses pembentukan keterampilan adalah guru, baik pada level sekunder maupun tersier. Keluar dari diskusi yang sedang berlangsung, berbagai program dapat dikembangkan untuk meningkatkan minat siswa masuk ke program TI; untuk memajukan sumber daya dan kurikulum sekolah yang responsif; dan untuk menciptakan peluang bagi mahasiswa dan dosen untuk bekerja dan belajar di perusahaan, sedangkan bagi perusahaan yakni untuk secara bersama-sama mengembangkan kesadaran di sekolah mengenai peluang masa depan. Dalam menghadapi “permintaan yang berlebihan”, akan diperlukan pembangunan institusi sesuai dengan kasus ini yang pada gilirannya akan memerlukan komitmen besar dari dana pemerintah, kepemimpinan politik lokal, dan kemitraan industri/pendidikan. Kebijakan industri di sini secara bersamaan juga merupakan kebijakan pendidikan. Namun, sering kali kebijakan industri yang paling berhasil adalah kebijakan pendidikan. Hal ini menjelaskan mengapa kebijakan industri yang direncanakan belum berperan dalam beberapa kasus dari pengembangan industri regional yang paling berhasil seperti industri perangkat lunak Bangalore—Bangalore memiliki banyak institusi pendidikan (Balasubramanyam dan Balasubramanyam, 1998). Tanpa dorongan besar, industri elektronik berisiko tetap terjebak dalam penciptaan dan pemanfaatan sumber daya dengan keterampilan yang rendah.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 171
1/21/2016 11:07:32 AM
172
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Dewan Pe r t im b a n ga n Instrumen pasif seperti insentif pajak tidak cukup untuk mendorong transisi industri dalam hal intensif-pengetahuan ekonomi. Tantangan bagi pemerintah adalah menyusun kemampuan pembuatan kebijakan yang dapat mengurangi risiko dan meningkatkan insentif bagi perusahaan untuk melakukan investasi jangka panjang yang diperlukan untuk membentuk kemampuan keorganisasian yang diperlukan. Kerja sama yang serius antara pemerintah dan industri diperlukan dalam menyusun kebijakan publik. Bentuk kerja sama akan bervariasi, institusi dewan pertimbangan akan efektif dalam mengelola hubungan antara pemerintah dan para pemimpin industri untuk menyusun dan mencapai tujuan. Dewan pertimbangan memiliki empat tugas pokok (Campos dan Root, 1996: Bab 4): 1. membantu pemerintah dalam perumusan strategi dan kebijakan; 2. membentuk forum yang transparan untuk membahas aturan, regulasi, dan kebijakan yang berdampak pada industri dan profitabilitasnya; 3. menunjukkan komitmen dari pemerintah untuk memberikan prioritas untuk investasi jangka panjang dalam pembuatan kebijakan dibandingkan untuk tujuan stabilisasi jangka pendek; dan 4. menciptakan sebuah sarana demi mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan produksi regional dan nasional, termasuk pembentukan keterampilan, penelitian dan pengembangan, serta manajemen teknologi. Penang memiliki infrastruktur bagi dewan pertimbangan. Bahkan, pembagian tugas telah dibuat untuk menanggapi krisis yang mencakup perusahaan terkemuka di wilayah tersebut. Pemerintah pusat yang bekerja sama dengan Penang Development Corporation dan keduanya merupakan institusi pembentukan keterampilan yang terlihat dan tak terlihat, dapat memainkan peran integratif dalam pembentukan institusi untuk menciptakan pendidikan mendasar demi mendorong kemampuan industri elektronik Penang ke level berikutnya. Hal tersebut kemudian akan menjadi model untuk daerah industri elektronik lainnya di Malaysia dan kluster berkembang lainnya.
Pemantauan Inovasi dan Pembentukan Keterampilan Sering kali, kebijakan industri mengukur keberhasilan dan mengembangkan kebijakan terkait dengan ekuilibrium paradigma ekonomi konvensional. Satu-satunya ruang konseptual untuk kebijakan industri dalam paradigma ini adalah kegagalan pasar; peran kemitraan publik dan swasta dalam membantu perkembangan seluruh jangkauan kemampuan dan dinamika yang terkait dengan paradigma pengetahuan dan inovasi masih tidak jelas jika dirasakan. Teori kegagalan-pasar dalam kebijakan industri ditekankan dalam paradigma ekuilibrium (keseimbangan) tidaklah salah, permasalahannya adalah unit analisis yang mendefinisikan banyak hal merupakan pilihan individu. Sebaliknya, paradigma pengetahuan dan inovasi mendefinisikan ekonomi dalam kegiatan institusional. Kemampuan yang menjadi titik pusat dan dinamika adalah norma. Pengertian dinamika, yaitu tidak ada dua pilihan yang sama karena terlalu berlebihan dalam memilih serangkaian umpan balik berpengaruh dalam gerakan yang mengubah
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 172
1/21/2016 11:07:32 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
173
lingkungan. Namun, pengertian dinamika lebih dari sekedar pengenalan waktu, dinamika adalah pembelajaran yang tertanam dalam aktivitas. Tiga dinamika pembelajaran sangat penting untuk kebijakan industri: dinamika intra-perusahaan antara kemampuan dan peluang yang produktif, dinamika antar-perusahaan seperti kemampuan dikembangkan serta jaringan dijalin kembali, dan dinamika sektoral sebagai sub-sektor baru meningkatkan keragaman-teknologi dari kluster. Sasaran kebijakan dan ukuran keberhasilan industri tergantung paradigma. Inovasi, misalnya, diukur berdasarkan jumlah ilmuwan yang terlibat dalam proses penemuan, bukan dari komponen kegiatan yang sedang berlangsung yang mendasari perekonomian. Paradigma pengetahuan dan inovasi membutuhkan jangkauan indikator inovasi yang lebih luas. Menetapkan tujuan di area ini dan membangun program kolaboratif privatpublik sangat penting untuk proses pertumbuhan. Paradigma inovasi industri memerlukan metrik yang dapat digunakan untuk peningkatan target dan peluang inovasi. Metrik menyoroti komponen penting dari yang tidak penting dan dengan demikian memusatkan perhatian dan mengarahkan orang ke seputar tujuan yang spesifik. Setiap kerangka kerja konseptual berikut dapat digunakan untuk mengembangkan indikator yang sesuai dengan keadaan. 1. Spektrum kemampuan produksi. 2. Model manajemen teknologi dan prinsip-prinsip produksi terasosiasi. 3. Dinamika kluster (perusahaan kewirausahaan, perusahaan baru, spin-off, sub-sektor baru, keragaman usaha). 4. Latihan penilaian internal seperti yang digunakan untuk mengesahkan vendor. 5. Pembentukan keterampilan. Masing-masing hal di atas memberikan ukuran-ukuran untuk tujuan meningkatkan kemampuan produksi dan kinerja sistem. Kebijakan industri yang sukses bergantung pada pengembangan yang sederhana, ukuran-ukuran yang dapat digunakan. Untuk mengukur dinamika kluster, misalnya, indikator pembentukan perusahaan kewirausahaan dan perusahaan baru, sangat penting dalam menetapkan target kebijakan industri. Perusahaan kewirausahaan meningkatkan kemampuan produktif lokal dan menciptakan spin-off peluang; sebaliknya, memberi subsidi perusahaan besar non-inovasi dapat menghambat pertumbuhan. Demikian pula, ukuran bentuk spin-off dari perusahaan yang ada di suatu region memonitor penggerak pertumbuhan yang besar. Hal ini mengubah arah gelombang energi dari mengejar FDI menjadi mendorong perkembangan perusahaan lokal.
DAFTAR PUSTAKA Balasubramanyam, V.N. dan A. Balasubramanyam. 1998. “The software cluster in Bangalore”. Dalam John Dunning (editor)—segera diterbitkan, Regions, Globalization and the Knowledge Based Economy. Oxford: Oxford University Press. Bartlett, Christopher A. dan G. Sumantra. 1989. Managing Across Borders: The Transnational Solution. Boston: Harvard Business School Press. Bell, Martin dan Mike Hobday dengan masukan dari Paramjit Singh, Samion Abdullah, dan Norlela Ariffin. 1995. “Aiming for 2020: A Demand-Driven Perspective on Industrial
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 173
1/21/2016 11:07:33 AM
174
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Technology Policy in Malaysia”. Dalam Technology Development for Innovation: Towards Malaysia’s Vision 2020. Kuala Lumpur: World Bank/UNDP Report. Best, M. 1990. The New Competition. Harvard University Press, Cambridge, MA. Best, M. 1997a. “Electronics Expansion in Malaysia: The Challenge of a Stalled Industrial Expansion”, IKMAS Working Papers. Institute of Malaysian and International Studies, Universiti Kebangsaan Malaysia, No. 11. Best, M. 1997b. “National Systems of Technology Management: Lessons from East Asia”. Tidak dipublikasikan. Best, M. 1997c. “East Asian Production Systems and Technology Policy”. Tidak dipublikasikan. Best, M. 1998. “Production Principles, Organizational Capabilities and Technology Management”. Dalam Michie, J. dan J. Grieve-Smith (para editor). Globalization, Growth, and Governance, hlm. 3–29. Oxford: Oxford University Press. Campos, Jose Edgardo dan Hilton L. Root. 1996. The Key to the Asian Miracle. Brookings, Washington, D.C. Chia Siow Yue. 1998. “Singapore: Destination for Multinationals”. Dalam John Dunning (ed.)—[akan terbit], Regions, Globalization and the Knowledge Based Economy. Oxford: Oxford University Press. Dahlman, Carl. 1993. “Electronics Development Strategy: The Role of Government”. Dalam Bjorn Wellenius, A. Miller, dan C. J. Dahlman (para editor). Developing the Electronics Industry: A World Bank Symposium. Washington, D.C.: World Bank. DCT. 1998. Personal Computer Material Chain, Figures 1–6. Penang: DCT Consultancy Services. Dolven, Ben. 1998. “Taiwan’s Trump”. Far Eastern Economic Review. 6 Agustus, hlm. 12–16. Enright, M., E. Scott, dan D. Dodwell. 1997. The Hong Kong Advantage. Hong Kong: Oxford University Press. EPU. 1996. Seventh Malaysian Plan 1996–2000. Kuala Lumpur: Economic Planning Unit, Prime Minister’s Department. EPU. 1998. The Malaysian Economy in Figures 1998. Kuala Lumpur: Economic Planning Unit, Prime Minister’s Department. Grove, Andrew. 1996. Only the Paranoid Survive. New York: Doubleday. Hobday, Mike. 1995. “East Asian Latecomer Firms: Learning the Technology of Electronics”. World Development. Vol. 23, No. 7, hlm. 1171–1193. Hiroshi Itagaki (ed.). 1997. The Japanese Production System: Hybrid Factories in East Asia. London: MacMillan. JHRA. 1992. Kaizen Teian 1. Diedit oleh Japan Human Relations Association. Cambridge, MA: Productivity Press. Kimmel, Cary. 1993. “Trends in Worldwide Sourcing in The Electronics Industry”, Dalam Wellenius, B., A. Miller, dan C.J. Dahlman (para editor). Developing the Electronics Industry: A World Bank Symposium. Washington, D.C.: World Bank. Koh Tsu Koon. 1995. “The Penang Strategic Development Plan”. Dalam Koh Tsu Koon (editor). Penang into the 21st Century: Outlook and Strategies of Malaysia’s Growth Centre. Petaling Jaya, Malaysia: Pelanduk Publications.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 174
1/21/2016 11:07:33 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
175
Kostoff, Ronald N. 1994. “Successful Innovation: Lessons from the Literature”. ResearchTechnology Management. Maret–April, hlm. 60–61. Lim Kah Hooi. 1997. “Paper on Competitiveness of the Electronics Industry in Malaysia”. Penang: ESP Management Consultants. . 1998. “Productivity Enhancement and Human Resource Development”. Tidak dipublikasikan. Lim, P. 1991. From Ashes Rebuilt to Manufacturing Excellence. Petaling Jaya, Malaysia: Pelanduk Publications. Magaziner, I. dan M. Patinkin. 1989. The Silent War: Inside the Global Business Battles Shaping America’s Future. New York: Random House. Manchester, Philip. 1998. “Scarcity of IT People with Business Minds”. Financial Times. 5 November, hlm. xii. MITI. 1996. Second Industrial Master Plan 1996–2005. Kuala Lumpur: Ministry of International Trade and Industry. MTC. 1997. Index of the Massachusetts Innovation Economy. Westborough MA: Massachusetts Technology Collaborative. Narayanan, Suresh. 1997. “Technology Absorption and Diffusion among Local Supporting Firms in the Electronics Sector”. IKMAS Working Papers. Institute of Malaysian and International Studies, Universiti Kebangsaan Malaysia, No. 9. Ngoh, C. L. 1994. Motorola Globalization: The Penang Journey. Kuala Lumpur: Lee and Sons. Penang Development Centre. 1994. Penang Development Corporation: 1969–1994. Penang Skills Development Centre. 1998. Penang Skills Development Centre Update, Juni. Pang Eng Fong. 1995. “Foreign Direct Investment and Technology Transfer in the Malaysian Electronics Industry”. Dalam Nomura Research Institute and Institute of Southeast Asian Studies. The New Wave of Foreign Direct Investment in Asia. Singapura: Institute of Southeast Asian Studies. Penrose, E. 1959. The Theory of the Growth of the Firm. Edisi revisi, 1995. Oxford: Oxford University Press. Rasiah, R. 1994. “Flexible Production Systems and Local Machine Tool Subcontracting: Electronics Component Transnationals”. Cambridge Journal of Economics. 18 (3), hlm. 279–298. Rasiah, R. 1995. Foreign Capital and Industrialization in Malaysia. New York: St. Martin’s Press. Rasiah, R. 1998a. “Policy Recommendations: Flexible and Demand-Driven“. Tidak dipublikasikan. Rasiah, R. 1998b. “From Backyard Workshop to High Precision Machine Tool Factory: Eng Hardware”. Tidak dipublikasikan. Rasiah, R. 1999 [akan terbit]. “Politics, Institutions and Flexibility: Microelectronics Transnationals and Machine Tool Linkages in Malaysia”. Dalam Doner, Richard dan F. Deyo (para editor), Flexible Specialization in Asia. Ithaca: Cornell University Press. Richardson, G.B. 1972. “The Organization of Industry”. Economic Journal. 82, hlm. 883–896.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 175
1/21/2016 11:07:33 AM
176
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Robinson, A. dan D. Schroeder. 1992. California Management Review. Rosegrant, S. dan D.R. Lampe. 1992. Route 128: Lessons from Boston’s High-Tech Community. New York: Basic Books. Saxenian, AnnaLee. 1994. Regional Advantage: Culture and Competition in Silicon Valley and Route 128. Cambridge: Harvard University Press. Shapira, P. 1998. “Manufacturing Extension: Performance, Challenges, and Policy Issues”. Dalam Branscomb, Lewis dan J. Keller (para editor). Investing in Innovation. MIT Press, hlm. 250–275 . Singh, A. (1995). “How Did East Asia Grow so Fast?” (Geneva: UNCTAD) No. 97, Februari. Singh, Ajit dan A. Zammit. 1998. “Foreign Direct Investment: Towards Co-Operative Institutional Arrangements Between The North And The South”. Dalam Michie, J. dan J. Grieve-Smith (para editor). Globalization, Growth, and Governance. Hlm. 30–49. Oxford: Oxford University Press. Sin-Ming Shaw. 1997. “Is Singapore’s Future in Malaysia?” Asia, Inc. Maret, hlm. 64. SISIR. 1992. Technology Adoption by Small and Medium-sized Enterprises in Singapore. Singapore Institute for Standards and Industrial Research, Saskatchewan Research Council, and University of Saskatchewan. Dipublikasikan oleh Saskatchewan Research Council, Saskatoon. Tang, H.K. 1996. “Hollowing-Out or International Division of Labour? Perspective from the Consumer Electronics Industry and Singapore”. International Journal of Technology Management. Vol. 12, No. 2, hlm. 231–241. Teh, A. 1989. “Ancillary Firms Serving the Electronics Industry: the Case of Penang”. Dalam Suresh Narayanan, dkk. (para editor). Changing Dimensions of the Electronics Industry in Malaysia: The 1980s and Beyond, hlm. 96–103. Penang: Malaysian Economic Research Association dan Malaysian Institute of Economic Research. United Nations Development Programme. 1998. A Study of the Manpower Requirements to Support the Application and Diffusion of IT in Malaysia: Interim Report. 10 September. Kuala Lumpur. Wade, Robert. 1990. Governing the Market: Economic Theory and the Role of Government in East Asian Industrialization. Princeton NJ: Princeton University Press. World Bank/UNDP. 1995. Technology Development for Innovation: Towards Malaysia’s Vision 2020. Kuala Lumpur.
LAMPIRAN Lampiran 1: Strategi Rencana Induk Industri Kedua: 1996–2005 dan Seventh Malaysia Plan: 1996–2000 Seventh Malaysia Plan (7MP) mencakup “... merencanakan pengalihan dari strategi input-driven atau investement-driven... menjadi productivity-driven”. Strategi baru “... mengakui sentralitas sumber daya manusia” dan kebutuhan untuk “.. memperkaya basis ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology—S&T) di Malaysia” dan “...
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 176
1/21/2016 11:07:34 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
177
menyatukan usulan-usulan untuk mencapai perbaikan kualitatif seperti mendorong partisipasi sektor swasta dalam pengembangan S&T, memelihara inovasi dan penemuan dalam negeri, dan mendorong kerja sama yang lebih baik antara lembaga penelitian, industri, dan universitas” (dari Perdana Menteri berdasarkan Seventh Malaysia Plan, hlm. v-vi, EPU, 1996). Seventh Malaysia Plan (7MP) menekankan teknologi sebagai sarana untuk mencapai tujuan: “Dalam lingkungan global yang semakin kompetitif, di mana teknologi telah menjadi fokus peluang baru bagi investasi dan pertumbuhan, akan ditekankan sepenuhnya untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan teknologi yang sudah ada, memperbaiki teknologi yang diimpor, serta menghasilkan teknologi yang diciptakan sendiri.” (EPU, hlm. 447) 7MP tidak beralih dari ketergantungan pada investasi asing langsung: “Tujuannya adalah memberikan kontribusi lebih banyak untuk pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan, perkembangan, dan daya saing dalam perekonomian. Sumber utama teknologi akan terus berasal dari perusahaan asing yang akan berfungsi sebagai dasar untuk meningkatkan partisipasi Malaysia dalam kegiatan dan pelayanan industri intensif-teknologi tingkat tinggi” (cetak miring yang ditambahkan, hlm. 433, lihat juga hlm. 439–445 di mana penjelasan kebijakan pemerintah dijelaskan). Rencana Induk Industri Kedua didasarkan pada “strategi Manufaktur + + berbasiskluster”: “Strategi Manufaktur ++ Malaysia bukan hanya akan bergerak seputar rantai nilai (value-chain), tetapi penekanan pentingnya pada pertumbuhan berbasis produktivitas (productivity-driven) sehingga nilai-tambah (value-added) per pekerja meningkat ke tingkat yang lebih tinggi pada semua tingkat rantai nilai (hlm. 13). Perkembangan industri berbasis kluster memberikan kerangka dasar yang menunjukkan permasalahan pasar, hubungan, dan jaringan serta mengaitkannya dengan dasar kompetensi yang penting bagi daya saing kluster industri (hlm.10). IMP2 menekankan keberlanjutan operasi manufaktur untuk memasukkan R&D dan kemampuan desain, pengembangan industri pendukung yang terintegrasi, pengemasan, serta kegiatan distribusi dan pemasaran” (hlm.3). Kelompok industri elektronik dan listrik (electronic and electrical—E&E), IMP2 menekankan, “... mungkin merupakan satu-satunya sektor industri yang telah mengembangkan kemiripan dari kluster industri” (hlm.14, bercetak tebal sesuai aslinya).
Lampiran 2: Strategi-Strategi Transisi: Model Investasi Modal Asing Langsung Best (1997c) menjelaskan tiga model percepatan pertumbuhan perkembangan-institusi yang berhasil mendorong transisi seperti: model Jepang dan Korea didorong oleh perusahaan bisnis besar milik konglomerat dalam negeri yang beraliansi erat dengan strategi kebijakan industri yang dikomitmenkan untuk mengembangkan kemampuan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 177
1/21/2016 11:07:34 AM
178
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
manajemen teknologi dalam negeri. Model “distrik industri” Taiwan didasarkan pada proliferasi perusahaan berukuran kecil dan sedang, beberapa di antaranya menjadi perusahaan berkembang dan kebijakan industri diarahkan ke pengembangan usaha berbasis teknologi; dan model Singapura didorong oleh divisi lokal perusahaan multinasional milik asing serta kebijakan industri yang berorientasi pada sumber daya manusia dirancang untuk mentransfer kemampuan dari kantor pusat perusahaan ke divisi lokal yang kemudian berperan sebagai pusat sistem produksi regional. Malaysia telah mengikuti varian dari model Singapura bahwa industri elektronik hampir seluruhnya dimiliki pihak asing. Pada periode 1984–1989, Malaysia adalah penerima terbesar kelima aliran dana FDI yang disalurkan kepada pelaku ekonomi berkembang dan Asia, tetapi menjadi yang terbesar kedua pada periode 1990-1994 (Singh, 1998).24 Dalam besaran absolut, FDI tahunan ke Malaysia meningkat dari rata-rata $0,84 miliar selama 1982–1987 menjadi antara $4–4,5 miliar pada 1991–1993 (World Bank/ UNDP, 1995, vol. I, hlm. 19). Hubungan antara karakteristik manajerial negara asal FDI, kekuatan eksternal yang menjalankan FDI, dan difusi teknologi membutuhkan pengawasan lebih lanjut. Peningkatan besar dalam FDI selama dekade terakhir berkorelasi erat dengan pertumbuhan lapangan kerja di sektor elektronik dari 57 ribu tahun 1986 meningkat menjadi 329 ribu satu dekade kemudian. Jadi, FDI memiliki dampak yang cukup besar pada kontur produksi dan organisasi produk elektronik dan listrik Malaysia. Sebagai contoh, investasi Singapura sangat terkonsentrasi dan merupakan pemasok lapis ketiga dan keempat perusahaan di region Johor dengan kemampuan minimal dalam manajemen teknologi; pertumbuhannya dipicu oleh transisi dari kemampuan manufaktur Singapura dari produksi massal menjadi otomatis dan meningkat menjadi produksi yang fleksibel dengan inovasi dan kematangan kemampuan dalam mendesain ulang produk. Jepang dan Taiwan telah menjadi investor terbesar selama periode 1991–1995 (EPU, 1996: 275). Banyak investasi perusahaan multinasional Jepang pada sektor elektronik konsumsi dan telah didorong oleh apresiasi yen pasca-1986, kenaikan biaya produksi domestik yang terkait dengan apresiasi yen dan friksi perdagangan antara Jepang dan negara-negara industri maju lainnya. Selain itu, akhir preferensi tarif GSP untuk produk yang dibuat di Taiwan pada awal dekade telah membuat investasi di negara-negara ASEAN menarik bagi perusahaan multinasional yang menjual ke pasar Amerika dan Eropa. Sumber terbesar ketiga FDI adalah Amerika Serikat yang cenderung lebih terkonsentrasi di Penang dalam komponen elektronik dan komputer; hal itu juga tampaknya didorong oleh strategi perusahaan dan dinamika organisasi yang berbeda dan telah menjalin hubungan yang berbeda dengan pemerintah dan perusahaan setempat. Telah disampaikan bahwa Penang Development Corporation telah memainkan peran pro-aktif dalam membentuk FDI ke dalam sebuah kluster dinamis yang muncul dengan keunggulan kompetitif regional dalam volume yang tinggi—produksi yang terotomatisasi.
24
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 178
Selama periode 1984–1989, Singapura memimpin dengan 28,3% diikuti oleh Hong Kong dengan 12,2%, Inggris dengan 11,5%, Belanda dengan 9,9%, dan Malaysia dengan 8,8%; Taiwan menerima 3,3%, Tiongkok 1,8%, Indonesia 1,6%, Korea 1,4%, dan India 0,2%. Selama periode 1990–1994, Singapura tetap menjadi pemimpin dengan 28,4%, diikuti oleh Malaysia sebesar 22,4%, Belanda 12,2%, Tiongkok dengan 11,6%, dan Inggris sebesar 10,5% (Singh, 1998).
1/21/2016 11:07:35 AM
Bab 8 Dinamika Kluster: Teori dan Praktik dalam Industri Elektronik di Singapura/Johor dan Penang
179
Para ahli berpendapat bahwa karakteristik manajerial perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial negara asal mereka (Bartlett dan Ghoshal, 1989; Itagaki, 1997). Perusahaan multinasional Jepang, misalnya, merefleksikan kurangnya keberagaman dalam masyarakat Jepang dan konsentrasi yang berlebihan dari informasi dan otoritas di perusahaan induk. 25 Pada saat yang sama, perusahaan multinasional Jepang umumnya mentransfer teknologi perangkat lunak yang dihubungkan dengan partisipasi tenaga kerja di manajemen operasi produksi seperti JIT, TQM, dan aktivitas kelompok kecil yang dihubungkan dengan aliran multi-produk. Dalam setiap kasus, sangat tidak mungkin bagi FDI untuk terus mengalirkan dana ke industri elektronik Malaysia dalam kurun waktu dekade mendatang tak peduli berapa pun besaran insentif yang mungkin akan ditawarkan. Sangat penting untuk mengejar nilai tambah dan pendekatan perlu diperjuangkan. Sebelum beralih ke Penang, kita bahas deskripsi singkat hubungan antara kluster elektronik Singapura dan region Johor. Mengembangkan strategi industri untuk elektronik di region Johor akan memerlukan pengamatan lebih lanjut terhadap hubungan kerja sama ini.
Lampiran 3: Pusat Pengembangan Keterampilan Penang Pemerintah Negara Bagian Penang dan Penang Development Corporation bermitra dengan industri, terutama perusahaan multinasional, untuk mendirikan lembaga pelatihan pertama yang digerakkan oleh industri di Malaysia.26 Pada seminar yang diselenggarakan oleh American Business Council pada bulan September, 1987, masalah terkait tenaga kerja terampil menjadi sorotan utama. Dalam serangkaian proses pertemuan dengan para CEO perusahaan multinasional, sebuah konsep pusat pelatihan teknis di Penang dikembangkan. Pada April 1989, konsep Penang Skills Development Corporation menjadi kenyataan dengan pemilihan Dewan Manajemen yang selanjutnya mengumpulkan 24 perusahaan yang berjanji untuk menjadi Founder Members. Misi PSDC adalah: “Untuk menjadi Sumber bagi Promosi Belajar Bersama untuk Manufaktur & Industri Pelayanan dengan Menyediakan Inisiatif HRD Proaktif untuk Dukungan Strategis & Memperkuat Persyaratan Bisnis” (Penang Sklills Developement Centre, 1998, hlm. 3). Sembilan tahun setelah pembukaan, PSDC memiliki 81 perusahaan anggota yang mempekerjakan lebih dari 75.000 pekerja (PSDC, hlm. 1). Dua puluh satu Dewan Manajemen terdiri atas 11 orang yang terpilih, 4 ditunjuk, dan 6 anggota ex-officio yang mewakili industri, pemerintah, dan institusi pendidikan. Semua perusahaan berhak untuk mengirim anggota untuk menjadi Komite Pelatihan yang dibagi menjadi dua sub-komite yang “... mengidentifikasi dan merekomendasikan program kerja dalam bagian khusus (peningkatan kinerja dan kemajuan karir) dari program pelatihan secara keseluruhan.” Sub-komite pelatihan merupakan forum untuk mendefinisikan kebutuhan pelatihan; mereka mengawasi analisis kebutuhan pelatihan tahunan, menyiapkan kalender pelatihan
25
26
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 179
Banyak yang berpendapat bahwa FDI Jepang di Malaysia cenderung terjalin dalam transfer teknologi yang minimal (meskipun banyak yang tidak setuju tapi jika demikian adanya, hal tersebut mungkin berhubungan dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada produk elektronik dan listrik konsumsi). Hal ini juga menunjukkan bahwa divisi perusahaan Jepang di Malaysia memiliki manajemen puncak ex-patriot dan lebih sedikit dalam mengandalkan pada manajer lokal. Lihat Itagaki (1997). Materi pada bagian ini didasarkan pada publikasi dari PSDC dan wawancara dengan direktur eksekutif Boonler Somchit.
1/21/2016 11:07:35 AM
180
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
tahunan, mendapatkan umpan balik dan mengevaluasi efektivitas program, menganjurkan pembagian sumber daya di antara perusahaan anggota melalui PSDC, dan membantu Direktur Eksekutif dalam upaya pendanaan. Partisipasi industri dalam struktur manajemen PSDC telah meningkatkan kesesuaian permintaan dan pasokan keterampilan. Hampir satu lokasi dengan perusahaan anggota, PSDC ini mudah diakses. Hampir 40.000 telah terdaftar dalam kursus yang telah berkembang dari 32 program studi yang ditawarkan pada 1989–1990 menjadi 495 pada 1997–1998 (PSDC, hlm. 11). Tabel 1 Lima Kasus Manajemen Teknologi
Kasus
Prinsip Produksi
Aplikasi
MT 1
Armory
Inter-changability
Replace hand fitters
Performance Breakthrough Kinerja produk
MT 2
Ford
Mengalir
Produk tunggal
Biaya
MT 3
Toyota
Mengalir
Produk beragam
MT 4
Canon
Mengalir, Integrasi Sistem
Biaya, kualitas, lead time Inovasi Produk
MT 5
Intel
Mengalir, Integrasi Sistem
Pengembangan produk baru, integrasi teknologi umum Konsep produk baru, Produk canggih Desain sistem baru
Kemampuan Organisasi Produk, keahlian teknik, peralatan dan mesin khusus Proses, keahlian teknik, sinkronisasi GT, seluler, manufaktur dan kaizen R & D terapan, pengembangan teknologi paten Rekayasa software, ilmu pengetahuan dan jaringan dan integrasi teknologi, transisi sistem
Sumber: Best (1998).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 180
1/21/2016 11:07:35 AM
BAB Zona Ekonomi Khusus Pertama TIONGKOK: Shenzhen1
9
Yiming Yuan, Hongyi Guo, Hongfei Xu, Weiqi Li, Shanshan Luo, Haiqing Lin, dan Yuan Yuan2
Terletak di Pearl River Delta, Shenzhen berfungsi sebagai jembatan penghubung antara Hong Kong, Tiongkok, dan Tiongkok Daratan. Shenzhen Special Economic Zone (SEZ) merupakan SEZ pertama yang ditetapkan di awal reformasi sistem perekonomian modern Tiongkok. Pada 6 Agustus 1980, Anggota Standing Komite of National People Congress menetapkan area seluas 327,5 km2 didesain sebagai wilayah percobaan zona ekonomi. Ketetapan Zona Ekonomi di Provinsi Guangdong ini ditandai dengan pengesahan Shenzhen SEZ.1,2 Shenzhen’s SEZ berperan sebagai “jendela dunia” dan “lahan percobaan” bagi Tiongkok, semenjak Tiongkok menjadi bangsa yang terbuka terhadap dunia luar. Semangat yang tinggi, kreativitas, inisiatif, dan ketekunan masyarakat Shenzhen menjadikannya menonjol dalam mengimplementasikan serangkaian reformasi yang penting, seperti pengelolaan penjualan ke luar negeri-pengelolaan lahan-pengelolaan hak guna pakai, pilot percontohan pertukaran saham, reformasi sistem personel, dan meminimalkan proses administratif dalam perizinan. Pada tahun 2007, Shenzhen menduduki peringkat pertama sebagai kota yang dinilai memiliki daya saing di antara kota-kota Tiongkok Daratan lainnya (Chinese Academy of Social Sciences, 2008). Pada tahun 2008, produk domestik bruto (PDB—gross domestic product [GDP]) Shenzhen mencapai RMB 780,65 miliar3, meningkat 12,1 persen dari tahun sebelumnya. Pendapatan ekonomi totalnya setara dengan pendapatan provinsi menengah di Tiongkok dan menduduki peringkat keempat di antara kota-kota besar di Tiongkok. Shenzhen
1
2
3
Jurnal ini diterbitkan dalam Policy Research Working Paper 5583, World Bank, African Region, Maret 2011. Publikasi ulang atas izin International Bank for Reconstruction and Development/International Development Association orThe World Bank, Copyright © 2011. Diterjemahkan dari artikel Yiming Yuan, Hongyi Guo, Hongfei Xu, Weiqi Li, Shanshan Luo, Haiqing Lin, Yuan Yuan, “China’s First Special Economic Zone: The Case of Shenzhen” dalam Sari Wahyuni, Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, and China (Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2013), Chapter 10. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Douglas Zhihua Zeng, senior economist at the World Bank, atas masukannya yang sangat berharga. Terima kasih juga kepada Profesor David Dodge atas bantuannya dalam tata bahasa Inggris dan Hao Lin yang telah menterjemahkan versi terakhir. Yiming Yuan, Ph.D., adalah professor of economics di China’s Center for Special Economic Zone Research, Shenzhen University. RMB adalah mata uang Tiongkok dan yuan adalah unit mata uang.
181
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 181
1/21/2016 11:07:35 AM
182
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
menjadi salah satu kota terproduktif di Tiongkok, dengan pendapatan per kapita tertinggi senilai RMB 89.814 pada tahun 2008 (meningkat dari RMB 606 di tahun 1979), dan merupakan kota dengan perdagangan internasional tertinggi di antara seluruh kota-kota di Tiongkok selama 16 tahun terakhir; pelabuhan internasional Shenzhen menduduki peringat keempat dunia selama 11 tahun berturut-turut. Shenzhen juga berkembang sebagai penghubung transportasi yang penting di laut Tiongkok Selatan dan merupakan basis perekonomian untuk industri berteknologi tinggi, layanan finansial, ekspor, dan layanan transportasi maritim. Di tahun-tahun mendatang, kota tersebut akan terus memainkan peran eksperimental dan sebagai model/contoh dalam sejumlah aspek reformasi institusional selanjutnya di Tiongkok dan semakin meluas di seluruh dunia.
L ATA R B E LA KA N G S HENZHEN SEZ Shenzhen adalah sebuah desa nelayan tradisional yang kaya sumber daya lahan dan mempunyai keuntungan geografis karena berbatasan dengan Hong Kong sehingga terpilih sebagai jendela Tiongkok ke dunia luar dan sebagai ladang percobaan untuk reformasi sistem ekonomi nasional. Salah satu alasan utamanya, karena Shenzhen adalah desa nelayan yang dulunya terpencil yang tidak banyak menentang perubahan-perubahan kebijakan institusional yang terjadi. Pada akhir tahun 1970, pemerintah Tiongkok membuat keputusan bersejarah dengan membuka diri dan mereformasi sistem yang sudah ada. Dalam hal ini, menetapkan Special Economic Zones (SEZs) merupakan langkah penting. Reformasi ini mendesak untuk dilakukan karena beberapa alasan: pertama, karena perekonomian dalam negeri diam di tempat sebagai akibat Revolusi Kebudayaan yang telah berlangsung selama 10 tahun dan, kedua, karena beberapa negara, khususnya negara tetangga, mengalami pertumbuhan yang cepat, sehingga mengambarkan kekontrasan yang tajam terkait lambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan rendahnya standar hidup di Tiongkok. Untuk mengubah keadaan dan mengejar perkembangan dunia, Tiongkok memilih kebijakan reformasi institusional dan membuka diri terhadap dunia luar.
Letak G e o gra f is S h e n zh e n ya n g U n ik Terletak di sebuah pantai, 45 menit perjalanan dari Hong Kong, Tiongkok, Shenzhen adalah satu-satunya kota di Tiongkok Daratan yang berbatasan dengan negara bagian, dengan perkembangan ekonomi yang baik. Sebuah pulau yang juga kota modern, serta menjadi pusat finansial internasional, pusat pelayaran dan perdagangan regional, serta pasar bebas dunia. Shenzhen menikmati keuntungan geografis karena Shenzhen telah lama menjadi jalur paling penting yang menghubungkan antara Tiongkok Daratan dan Hong Kong, terkait perputaran komoditas dan kegiatan impor. Hal yang lebih penting adalah, Hong Kong, mengikutsertakan Shenzhen dalam upaya membangun sebuah sistem berorientasi pasar. Shenzhen memiliki luas total 1.985 kilometer persegi, dengan garis pantai sepanjang 230 kilometer, kaya sumber daya laut, pelabuhannya sangat baik dan membuka akses ke teluk, serta memiliki semua keungguluan superior dalam transportasi kelautan. SEZ saat ini menjadi bagian integral dari Shenzhen. Kecuali untuk provinsi Hainan, Shenzhen adalah
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 182
1/21/2016 11:07:36 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
183
SEZ terbesar yang ditetapkan pada awal reformasi di Tiongkok. Luasnya wilayah daratan menjanjikan potensi sumber daya yang potensial untuk pengembangan industri. Wilayah pantai timur dan pantai barat Shenzhen juga memiliki sumber daya laut yang kaya. Zona pantai timur dan barat Shenzhen kaya akan sumber daya laut. Di sekeliling Shenzhen, sejumlah 160 sistem pengairan berasal dari aliran sungai timur dan sungai Pearl, dengan 24 tempat penampungan air yang kapasitas penyimpanannya 5,25 miliar meter kubik. Shenzhen bagian timur, memiliki tempat penampungan air dengan kapasitas penyimpanan lebih dari 4 miliar meter kubik dan berperan sebagai sumber air utama untuk seluruh kota Shenzhen dan Hong Kong.
Keter buka a n d a n Re fo r m a s i Berdasarkan berbagai alasan, setelah tahun 1949, provinsi yang terletak di pantai selatan seperti, Fujian dan Guangdong (yang dimiliki oleh Shenzhen) tidak menerima banyak perhatian dalam pembangunan sistem ekonomi yang direncanakan. Pada akhir tahun 1970, hampir tidak ada industri milik negara yang berada di wilayah tersebut dan produksinya masih sangat tergantung pada sektor pertanian. Sebagian besar dari wilayah tersebut, dengan penduduknya yang berjumlah 31,41 juta, bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani sebelum reformasi Tiongkok yang dimulai pada tahun 1978. PDB Shenzhen hanya US$2,87 juta pada tahun 1978, dan PDB per kapitanya hanya US$88,86 per tahun. Penduduk kota, saat itu berpendidikan dan berstandar kehidupan rendah. Secara keseluruhan gambaran kondisi masyarakatnya adalah setara, tetapi miskin, dan struktur sosialnya sederhana, dengan tidak terlihat adanya konflik terkait kesenjangan sosial dan ekonomi. Dengan kondisi tersebut, maka menumbuhkan motivasi yang kuat untuk menerima perubahan, dan resistensinya kecil saat diperkenalkan dengan institusi perekonomian yang baru. Selain itu, masyarakat yang berada dekat dengan Hong Kong4 dan Makau5, yang secara geografis sama, menikmati kondisi hidup yang sangat kontras. Kekontrasan yang sangat tajam tersebut, menjadi pemacu bagi penduduk Shenzhen untuk meningkatkan standar hidupnya, melalui perombakan institusi perekonomian dan membuka diri ke dunia luar.
P E N CA PA IA N P E MBANGU NAN Setelah 29 tahun pembangunan, Shenzhen menjadi salah satu wilayah paling penting dalam penelitian dan pengembangan (R&D) produk berteknologi tinggi, serta tempat produksi di Tiongkok. Saat ini Shenzhen menjadi pelabuhan terbesar keempat di dunia, memiliki bandara terbesar keempat di Tiongkok, dan menduduki urutan keempat tujuan wisata di antara kota-kota lainnya di Tiongkok.
Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Industrialisasi Sejak tahun 1980 hingga 2008, PDB Shenzhen meningkat dari US$4 juta menjadi US$114,47 miliar, dengan rata-rata laju pertumbuhan tahunan tumbuh sebesar 26,9 persen. Pendapatan per kapita meningkat secara dramatis dari US$122,43 menjadi US$13.196,21.
4
5
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 183
Sejarah nama Hong Kong merujuk pada masa sebelum 1 Juli 1997, saat Hong Kong sebagai jajahan Inggris dikembalikan kepada Tiongkok; Hong Kong, menjadi bagian Tiongkok sejak tanggal tersebut. Sejarah nama Makau merujuk pada masa sebelum 20 Desember 1999, saat Makau oleh pemerintah Portugis dikembalikan kepada Tiongkok, dan menjadi bagian Tiongkok sejak tanggal tersebut.
1/21/2016 11:07:38 AM
184
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Pada tahun 1978, Shenzhen hanya memiliki 174 pabrik, dengan total output industri bernilai kurang dari US$10,25 juta. Industrialisasi di Shenzhen dimulai pada tahun 1980, ketika SEZ mulai diumumkan dan diimplementasikan. Proses industrialisasi di Shenzhen mengalami beberapa tahap, dengan skala industri meningkat dari berskala kecil menjadi berskala besar, produk-produknya meningkat dari produk yang bernilai relatif rendah menjadi produk berteknologi tinggi, faktor tenaga kerja juga meningkat dari berbasis padat karya menjadi berbasis teknologi. Shenzhen telah bermetafora menjadi pusat industri berteknologi tinggi baru. Sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 2007 (lihat pada Tabel 9.1), rata-rata tingkat pertumbuhan per tahun dari ketiga sektor (pertanian, produk jadi, dan jasa) masing-masing adalah 3,3 persen, 37,8 persen, dan 24,8 persen, secara berurutan. Bermula dari industri kecil yang terbelakang pada tahun 1979, industri di kota Shenzhen, telah mengalami tiga lompatan besar terkait nilai output industri: senilai RMB 10 miliar (US$1,46 miliar) meningkat hanya dalam sembilan tahun, berikutnya RMB 100 miliar (US$14,64 miliar) meningkat dalam waktu tujuh tahun dan RMB 200 miliar (US$29,28 miliar) baru-baru ini meningkat hanya dalam waktu lima tahun. Pada tahun 2008, nilai output kotor dari industri di Shenzhen meningkat kembali sebesar 12,4 persen dan nilainya mencapai US$521,49 miliar. Sejak tahun 1990, pertumbuhan industri Shenzhen memegang kendali penting dalam mengemudikan pembangunan ekonomi, serta memberikan kontribusi setengah dari pertumbuhan PDB. Pada tahun 1994, industri Shenzhen berkontribusi sebesar 43,0 persen dibandingkan pada tahun 1979 yang hanya berkontribusi sebesar 11,8 persen; dan sejak tahun 1994, nilainya tidak pernah lebih rendah dari 40 persen (Tabel 9.2). Dengan cepatnya industrialisasi, proporsi produksi pertanian mengalami penurunan secara bertahap. Pada tahun 1980, industri tersier merupakan fokus utama dalam sektor jasa. Pada masa itu, layanan utama ini dan industri perakitan sederhana menyumbang porsi utama dalam perekonomian Shenzhen. Tiga puluh tahun kemudian, persentase kontribusi dari ketiga sektor telah berubah menjadi 0,1; 48,9 dan 51,0 (Tabel 9.3), dengan industri sekunder dan industri jasa berteknologi tinggi menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi. Tabel 9.1 PDB & PDB Per Kapita Kota Shenzhen, Tahun Terpilih, 1980−2008
PDB
1980
1985
US$ miliar
0,04
0,57
Per kapita
122,43
1990 2,52
705,13 1.279,18
1995 12,35
32,07
2005
2006
2007
2008
72,60
85,25
99,74
114,47
2.866,57 4.809,38 8.915,10
10.183,28
11.678,15
13.169,21
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009.
Tabel 9.2 Kontribusi Industri terhadap Pertumbuhan PDB di Shenzhen, 1979-2008
2000
Tahun 1979 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2008
Nilai Tambah Industri (US$ juta) 3,37 5,43 149,71 945,60 4.942,08 14.116,57 36.419,21 53.054,55
Pertumbuhan Indutrial (%) 32,45 34,90 41,39 29,28 26,08 31.34 24,41 12,40
Kontribusi terhadap PDB Dihitung terhadap Kontribusi terhadap Proporsi PDB (%) Pertumbuhan PDB (%) − 11,80 13,80 6,46 26,20 61,92 37,60 58,90 40,01 44,61 44,01 61,06 50,16 63,35 − 46,40
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009. Catatan: − = not available (n.a.).
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 184
1/21/2016 11:07:38 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
Tabel 9.3 Perubahan Struktur Ekonomi di Shenzhen, Tahun Terpilih 19792008
Tahun 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2006 2007 2008
PDB (US$ miliar) 0,04 0,57 2,52 12,35 32,07 72,60 85,25 99,74 114,47
Industri Primer (RMB miliar) 0,08 0,26 0,70 1,24 1,56 0,97 0,70 0,69 0,67
Industri Sekunder (RMB miliar) 0,07 1,94 7,69 42,21 108,61 263,34 304,95 340,48 381,58
Industri Tersier (RMB miliar) 0,12 2,01 8,77 40,79 108,58 230,74 275,71 338,99 398,41
185
% industri primer; sekunder; dan sekunder 2,96; 25,9; 44,4 6,2; 46,1; 47,7 4,1; 44,8; 51,1 1,5; 50,1; 48,4 0,7; 49,7; 49,6 0,2; 53,2; 46,6 0,1; 52,5; 47,4 0,1; 50,1; 49,8 0,1; 48,9; 51,0
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009. Catatan: − = not available (n.a.).
Di sisi lainnya, struktur ketenagakerjaan juga turut berubah secara drastis. Pada akhir tahun 2007, jumlah tenaga kerja yang terhitung sebesar 7,7 juta: dengan sejumlah 7.000 tenaga kerja berkecimpung dalam industri primer, sejumlah 4 juta tenaga kerja (sekitar 54 persen) di industri sekunder, dan sejumlah 3 juta tenaga kerja (sekitar 46 persen) di bidang industri tersier. Pasar asing. Setelah 30 tahun reformasi ekonomi dan keterbukaan di Tiongkok, perekonomian Shenzhen berkembang menjadi berorientasi ekspor. Sejak 1979 sampai 2007, total transaksi perdagangan meningkat dari US$17 miliar menjadi US$287,5 miliar. Bahkan saat menghadapi kirisis keuangan global tahun 2008, jumlah impor dan ekspor Shenzhen masih terus tumbuh sebesar 4,3 persen dan bernilai US$299,95 miliar, dengan ekspornya senilai US$179,7 miliar (lihat pada Gambar 9.1). Sejak tahun 2007, Shenzhen menduduki peringkat pertama dalam total nilai perdagangan, di antara semua kota di Tiongkok Daratan selama lebih dari 10 tahun. Gambar 9.1 Tingkat Pertumbuhan dan Total Nilai Ekspor di Shenzhen, Tahun 1979−2008
ekspor (US$ miliar) 200 122,45 180 160 140 120 100 80 60 22,53 40 22,22 20 16,96 20,52 0 1979 1980 1985 1990 1995 2000 total ekspor (US$ miliar)
tingkat pertumbuhan (%) 120 100 80 60 30,39
34,07
40
23,8 6,60
2005
2006
2007
2008
20 0
tingkat pertumbuhan (%)
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009.
Foreign Direct Investment. Foreign Direct Investment (FDI—Investasi Langsung Luar Negeri) telah memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap industrialisasi Shenzhen. Saat Shenzhen SEZ ditetapkan tahun 1980, FDI hanya berjumlah US$0,73 juta. Setelah 30 tahun dari reformasi Tiongkok dan keterbukaan terhadap dunia, serta bersamaan dengan implementasi dari berbagai kebijakan investasi, rata-rata pertumbuhan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 185
1/21/2016 11:07:38 AM
186
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
modal asing di Shenzhen adalah sekitar 28,6 persen per tahun. Pada tahun 2008, arus masuk modal asing adalah US$4,03 miliar, meningkat 10,1 persen dari tahun 2007 (Tabel 9.4). FDI yang disumbangkan oleh sektor manufaktur nilainya terhitung sebesar 37,5 persen dari total FDI. Transportasi, jasa penyimpanan dan jasa pengiriman nilainya sebesar 7,5 persen; penyewaan bangunan dan usaha di bidang jasa sebesar 9,4 persen; dan real estat sebesar 10,6 persen. Tabel 9.4 Pertumbuhan FDI Shenzhen, Tahun Terpilih, 1978−2008
PDB Jumlah modal dari luar negeri yang digunakan secara aktual a
1980 1985 1990 0,005 0,025 0,18
1995 0,39
2000 1,31
2005 1,981
2006 2007 2008 2,969 3,662 4,03
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009 a Jumlah total FDI merupakan contracted number; FDI yang digunakan secara aktual merupakan bagian dari jumlah tersebut.
Baru-baru ini, sebagian besar modal asing ditujukan untuk industri yang bergerak di sektor jasa, dan secara aktual FDI mengalami pertumbuhan yang sangat pesat (Gambar 9.2). Pada tahun 2008, Shenzhen menyetujui 3.046 proyek FDI baru, dengan nilai pemanfaatan secara aktual sejumlah US$7,28 miliar. Di antara proyek tersebut, sebanyak 355 proyek adalah di sektor manufaktur dengan nilai sebesar US$1,53 miliar (pemanfaatan secara aktual) dan 2.691 proyek adalah di industri jasa dengan nilai investasi sebesar US$4,94 miliar. Dari keseluruhan total FDI, industri sekunder dan industri tersier masing-masing besarannya adalah 11,65 persen dan 88,35 persen. Gambar 9.2
2.500
FDI yang Digunakan Secara Aktual di Shenzhen, Tahun 1979−2007 US$ juta
2.000
1.500
1.000
500
1979
1980
1985
1990 tahun
1995
2000
2005
2007
Industri Jasa transportasi dan pengiriman Perdagangan, katering, dan pergudangan Real estat dan layanan sosial Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008.
Dalam sektor industri sekunder, modal asing yang mengalir ke industri tekstil dan peralatan dasar untuk manufaktur tumbuh sebesar 36,4 persen dan 47,0 persen, masingmasing. Di sektor jasa, modal asing yang mengalir ke penelitian ilmiah, layanan teknis
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 186
1/21/2016 11:07:38 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
187
dan pengembangan geologis tumbuh hingga 201,7 persen. Investasi di sektor penjualan grosir dan retail, nilai investasinya meningkat hingga mencapai 159,5 persen. Pada tahun terakhir, kebanyakan modal asing terarah pada industri jasa, dan investasi. Di sisi lainnya, perusahaan multinasional (MNCs) di peringkat 500 top dunia menanamkan investasinya dengan penuh antusias. Pada akhir tahun 2008, sebanyak 164 perusahaan multinasional berinvestasi di Shenzhen. Investasi tersebut menggerakkan arus nilai investasi asing sebesar US$4,3 miliar. Di antara negara asal-perusahaan multinasional tersebut, tiga teratas adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Prancis, kemudian diikuti oleh Inggris, Jerman, Republik Korea, Hong Kong (Tiongkok), Taiwan (Tiongkok), Swiss, Kanada, Australia, Singapura, dan Finlandia. Pengembangan industri berteknologi tinggi. Setelah ditetapkan sebagai SEZ, Shenzhen memulai ekspansinya terutama dalam proses pengolahan, perdagangan, dan kegiatan perakitan. Sejak 1995, pemerintah daerah Shenzhen mempromosikan inovasi teknologi dan pengembangan industri berteknologi tinggi, untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi dan transfer teknologi baru pada industri yang sudah ada. Setelah perjuangan selama 15 tahun, industri berteknologi tinggi yang ada di Shenzhen berkembang pesat, dan kota tersebut menjadi pusat pengembangan industri berteknologi tinggi di Tiongkok. Sejak tahun 1991 sampai 2007, output total dari industri berteknologi tinggi yang ada di Shenzhen meningkat dari US$0,34 miliar menjadi US$111,42 miliar (Tabel 9.5), meningkat lebih dari 300 kali. Dibandingkan dengan Beijing, Guangzhou, Shanghai, dan Tianjin, industri berteknologi tinggi yang ada di Shenzhen menduduki peringkat pertama, dari sudut nilai tambahnya maupun kontribusinya terhadap PDB. Tabel 9.5 Nilai Output Industri Berteknologi Tinggi di Shenzhen, Tahun Terpilih 1991−2008
Tahun 1991 1995 2000 2005 2006 2007 2008 Tingkat pertumbuhan tahunan (%)
Nilai output kotor (US$10 juta) 33,52 331,11 1.560,78 7.163,12 9.246,89 11.141,88 12.772,65 −
Tingkat pertumbuhan (%) 50,39 54,46 29,84 49,51 29,09 20,50 14,60
Nilai output kotor sektor industri (%) 7,43 20,33 36,08 51,06 54,02 54,90 −
43,98
−
Kontribusi terhadap total output di Guangdong's (%) 27,96 33,54 37,39 45,74 40,56 − − −
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009. Catatan: − = not available (n.a.).
Sementara itu, ekspor produk berteknologi tinggi tumbuh secara terus menerus. Dari tahun 2001 ke tahun 2008, nilainya meningkat dari US$11,37 miliar menjadi US$79,37 miliar (laju pertumbuhan di tahun 2008 adalah 9,4 persen), menyumbang 44.2 persen dari total nilai ekspor pada tahun 2008 (Tabel 9.6). Tabel 9.6 Nilai Ekspor ProdukBerteknologi Tinggi dari Shenzhen 2001−2008
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 187
US$ miliar
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Ekspor produk berteknologi tinggi
11,370
15,689
25,143
35,057
47,092
61,352
72,545
79,372
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009.
1/21/2016 11:07:38 AM
188
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Jumlah aplikasi paten di Shenzhen juga bertambah dengan pesat. Dari tahun 1999 ke tahun 2008, proporsi inovasi independen di bidang industri berteknologi tinggi terus meningkat, dengan sebagian besar industri berteknologi tinggi berubah dari mengimpor teknologi menjadi berinovasi sendiri. Pada akhir 2008, nilai output dari industri berteknologi tinggi dengan kekayaan intelektual independen menjadi sangat tinggi, yaitu sebesar US$75,49 miliar. meningkat 15,6 persen dari tahun sebelumnya dan nilainya meningkat 59,1 persen dari total output di sektor industri berteknologi tinggi (Tabel 9.7). Tabel 9.7 Nilai Output dari teknologi tinggi dengan Hak Cipta Independen, 2000−2008
US$ miliar Produksi (RMB miliar) Tingkat pertumbuhan Persentase dari total Industri berteknologi tinggi yang terproteksi
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 53,45 74,56 95,45 138,66 165,31 282,42 365,33 445,44 514,82 39,37 39,49 31,00 45,25 33,35 33,35 29,40 21,90 15,60 50,22 53,87 55,82 88,85 56,73 57,81 57,90 58,62 59,10
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009.
Kontr i bus i S h e n zh e n u n t u k B a n g s a Dalam hal ukuran ekonomi, Shenzhen merupakan kota terbesar keempat di Tiongkok. Kontribusinya kepada bangsa, meskipun demikian, mencapai lebih dari apa yang dapat diukur dengan sekedar sebuah angka pada PDB. Dalam bidang seperti reformasi sistem ekonomi, reformasi sistem sosial, daya saing pasar, dan hubungan industri, Shenzhen merupakan contoh yang luar biasa untuk dijadikan contoh bagi kota dan daerah lainnya. Reformasi sistem. Sumber utama pembangunan Shenzhen SEZ merupakan hasil transformasi dari sistem perekonomian terencana menjadi sistem berbasis pasar. Dengan mengadopsi mekanisme pasar, memungkinkan SEZ untuk membangun sistem pembangunan perekonomian baru. Secara garis besar, Shenzhen memainkan peran penting bagi Tiongkok dalam mendemonstrasikan keberhasilan proses reformasi dan rekonstruksi terkait permasalahan yang berhubungan dengan perkotaan, yang mencakup kepemilikan tanah, sistem harga, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, dan reformasi kegiatan usaha. 1. Reformasi hak kepemilikan tanah. Shenzhen adalah kota pertama di Tiongkok yang menawarkan pasar lahan, dan lahan untuk perumahan. Sepanjang tahun 1980 sampai 1984, She Kou Industrial Park, salah satu area industri Shenzhen, mulai memperkenalkan komersialisasi perumahan bagi karyawan, suatu langkah pertama dalam reformasi perumahan di Tiongkok. Selanjutnya, Shenzhen mulai memperkenalkan kebijakan “cash transfer” (transfer tunai) sebagai kompensasi bagi penduduk, saat harga rumah dan juga sewanya meningkat, untuk mencerminkan biaya pembangunan perumahan yang disediakan. Sejak saat itu, Shenzhen menjadi lahan uji coba Tiongkok dalam mereformasi sistem perumahan dan telah memberi warna baru terhadap prototype asalnya yang telah diimplementasikan di seluruh negara dalam beberapa dekade baru-baru ini. 2. Reformasi sistem harga. Pada tahun 1980, Shenzhen mulai melonggarkan kendali harga atas produk modal, untuk memudahkan pembatasan terkait penetapan harga
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 188
1/21/2016 11:07:38 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
189
dan tarif yang terkait dengan beberapa komoditas. Tujuan akhirnya adalah mengatur mekanisme pasar, di mana harga komoditas ditetapkan berdasarkan penawaran dan permintaan di pasar. Pada tahun 1984, Shenzhen menghapuskan penggunaan kuota voucer untuk pembelian bahan makanan, yang mencakup minyak goreng, daging (babi), sayuran, dan pembelian pakaian. Adanya penghapusan tersebut, menyebabkan ditinggalkannya sistem administrasi yang bertujuan untuk mendistribusikan produk keperluan harian. Sejak 1994, voucer untuk bahan makanan sudah tidak lagi digunakan di Tiongkok, dan merupakan suatu reformasi nasional yang terjadi selama 10 tahun, setelah diuji cobakan pertama kalinya di Shenzhen. 3. Reformasi pasar tenaga kerja. Semenjak diberlakukannya SEZ, Shenzhen mulai melakukan reformasi progresif dalam upah buruh, mobilitas, dan kontrak tenaga kerja, serta hal-hal lainnya yang terkait. Sejak tahun 1990-an, reformasi terkait tenaga kerja, penetapan upah, dan asuransi pensiun telah diimplementasikan. Pada tahun 1984, Shenzhen mulai mereformasi prosedur pemerintah dalam menentukan upah buruh yang selama ini terintegral dalam perekonomian terencana. Di dalam sistem yang baru, upah dikaitkan dengan kontribusi karyawan, dengan membagi upah menjadi fixed part (upah tetap) dan floating part (upah berdasarkan efisiensi kerja). Sejak pertengahan tahun 1985, reformasi struktur upah ini telah diterima secara luas dan diterapkan di wilayah lainnya dari negara tersebut. Sebagai upaya Untuk melindungi penduduk yang berpenghasilan rendah, pemerintah daerah menerapkan kebijakan upah minimum pada tahun 1992. 4. Reformasi sistem keuangan. Shenzhen adalah kota di Tiongkok yang pertama kali mengizinkan kehadiran bank asing. Pada tahun 1982, Nan Yang Commercial Bank, yang merupakan lembaga keuangan asing, mulai membuka cabang pertamanya di Shenzhen, yang menandai sebuah terobosan besar dalam reformasi keuangan Tiongkok. Pada tahun 1987, Shenzhen Development Bank didirikan sebagai bank komersial regional pertama yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah, perusahaan, dan individu. Beberapa kejadian tersebut mengisyaratkan berakhirnya monopoli pemerintah Tiongkok atas sistem keuangannya. Pada tahun 1987, perusahaan sekuritas yang pertama di Tiongkok, terdaftar di Shenzhen, kemudian pada tahun 1990 didirikan bursa efek nasional pertama, yaitu Shenzhen Stock Exchange. Berbeda dengan latar belakang ketatnya pengendalian atas pertukaran valuta asing di Tiongkok. Shenzhen didirikan untuk menjadi pusat transaksi valuta asing yang pertama, dan merupakan sebuah langkah besar dalam memacu dan meningkatkan transaksi valuta asing. 5. Reformasi BUMN. Pada bulan Oktober 1986, pemerintah daerah Shenzhen memilih beberapa BUMN sebagai pilot reformasi, dengan mengubah kepemilikan sahamnya menjadi saham-bersama. Pada tahun berikutnya, Investment Management Corporation kota Shenzhen didirikan dan kemudian mengambil alih pengelolaan serta manajemen aset nasional. Pada Juni 1988 terjadi ratifikasi terhadap seluruh perencanaan terkait manajemen aset nasional di Shenzhen dan oriansi pasar aset negara mulai diujicobakan. Akhirnya, pada tahun 1990, Shenzhen mengambil inisiatif dan memberi izin pada investor dalam dan luar negeri untuk berinvestasi
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 189
1/21/2016 11:07:38 AM
190
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
dalam perusahaan yang mulanya adalah BUMN. Berdasarkan hal tersebut, status hukum perusahaan yang sahamnya dimiliki bersama secara resmi disahkan. Penciptaan lapangan kerja bagi tenaga kerja pedesaan. Sebagai pelaksana terdepan reformasi di Tiongkok, Shenzhen menarik sejumlah besar imigran dari daerah pedalaman. Jumlah pekerja imigran yang besar, tidak hanya menjadi sebuah kekuatan utama untuk proses pembangunan kota yang sedang berlangsung dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sebagai solusi utama dan inovatif terkait masalah ketenagakerjaan yang kurang-dikembangkan di daerah pedalaman (Tabel 9.8). Tabel 9.8 Tenaga Kerja di Shenzhen, Tahun Terpilih 1979−2007
Tahun 1979 1984 1989 1994 1999 2004 2006 2007
State-owned units 3,37 14,14 30,34 38,71 32,94 31,94 39,85 40,03
Urban collective owned units 0,65 2,15 4,85 8,28 4,17 1,66 1,57 1,50
Other ownership units 1,00 2,04 13,05 35,30 55,41 102,28 142,83 151,83
Urban selfemployment 0,41 0,50 2,19 54,63 120,86 204,16 267,40 283,74
Migrant workers from town and villages 9,52 8,43 43,22 135,73 213,22 220,97 193,91 176,76
Sumber: Shenzhen Statistics Bureau, 2008, 2009. Note: = sebuah unit adalah sebuah unit usah yang menggambarkan keberadaan tenaga kerja.
TA H A P P E MBA NG U N AN Dari sudut pandang reformasi ekonomi, 30 tahun berdirinya Shenzhen SEZ terbagi menjadi empat tahap. Satu-per-satu tahapan terobosan terjadi sepanjang tahun 1980– 1985, pembaruan secara menyeluruh terjadi selama tahun 1986–1991, tahap reformasi terkait kerangka kerja pasar terjadi di tahun 1992–1997, dan reformasi menyeluruh dimulai pada tahun 1998, sampai saat ini.
Tahap Awa l Te ro b o s a n Satu per satu langkah yang terukur di setiap tahapan merupakan “tahap awal terobosan”. Tahap awal terobosan berlangsung selama kira-kira lima tahun, dari tahun 1980 sampai tahun 1985, yang mencakup bebeberapa reformasi parsial dan sejumlah terobosan yang lingkupnya terbatas. Pada tahap ini, perhatian pemerintah daerah Shenzhen terutama terfokus pada reformasi dalam manajemen pembangunan infrastruktur dan dalam penetapan harga, dua sistem yang sangat dipengaruhi oleh sitem ekonomi terencana dan sangat membatasi pembangunan SEZ saat itu. Langkah utama dalam reformasi tersebut meliputi. 1. Mendorong kompetisi dalam desain dan konstruksi. Terkait pembangunan infrastruktur, Shenzhen mulai memperkenalkan sistem tender proyek dan secara bertahap mengukuhkannya sebagai prosedur yang dipersyaratkan. Sistem tender menggantikan sistem manajemen model lama, termasuk administratif alokasi tiap proyek, dan membentuk sistem pasar dalam industri konstruksi. 2. Mengganti kompensasi hak guna pakai atas lahan dan biaya sewa pemanfaatan lahan. Pada tahun 1980, Shenzhen Real Estate Corporation merupakan perusahaan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 190
1/21/2016 11:07:40 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
3.
4.
5.
6.
191
Tiongkok yang membuka pasar lahan, dan mengambil inisiatif untuk mempromosikan perumahan secara komersialisasi. Shenzhen Real Estate Corporation kemudian, mendorong pemerintah Shenzhen untuk melaksanakan reformasi di seluruh kota. Proses reformasi mematahkan tatanan perumahan konvensional dan mempercepat pengembalian modal terkait pembangunan perumahan. Hal tersebut menyebabkan standar hidup di Shenzhen meningkat secara dramatis. Meruntuhkan sistem manajemen harga yang terencana. Shenzhen memelopori berkurangnya kontrol harga atas komoditas modal. Pada tahun 1980, Shenzhen mulai mengurangi pembatasan harga beberapa komoditas dan mempromosikan harga yang berorientasi pasar. Menghapuskan kuota voucer dan mengabaikan sistem alokasi secara administrasi yang diatur dalam sistem ekonomi terencana. Tiongkok menghentikan kuota voucer bahan pangan pada tahun 1994 di seluruh negeri, sepuluh tahun setelah Shenzhen menghapuskannya. Mengimplementasikan sistem kontrak kerja buruh yang baru dan mereformasi kontrak kerja, upah, serta asuransi pensiun. Shenzhen memperkenalkan sistem kontrak kerja yang disertai eksperimen dalam reformasi upah, hingga implementasi sistem upah struktural, Shenzhen melakukan langkah besar dalam menyesuaikan sistem kontrak tenaga kerja, yang dipersyaratkan oleh perekonomian berdasarkan pasar. Pada saat yang sama, Shenzhen melakukan reformasi pensiun dengan mendirikan perusahaan asuransi tenaga kerja, dan menyediakan asuransi sosial tenaga kerja untuk tenaga kerja yang terikat dengan kontrak kerja. Melakukan penyesuaian sistem manajemen administratif. Sejak tahun 1981, Shenzhen telah mereformasi sistem manajemen administrasinya, dengan melakukan penyederhanaan dan penyesuaian terhadap departemen manajemen ekonomi dan mendirikan departemen manajemen ekonomi industri. Mereformasi sistem keuangan dan investasi. Menyusul keberadaan bank asing pertama di Shenzhen pada tahun 1982, Joint Investment Corporation of Bao An County menerbitkan saham pertamanya pada bulan Juli tahun 1983. Pada tahun 1985, Shenzhen mendirikan Shenzhen Foreign Exchange Center, yang membuka jalan baru dalam mengalokasikan pertukaran valuta asing di Tiongkok, yang sebelumnya diatur dalam sistem manajemen valuta asing yang sangat terpusat. Selain itu, Shenzhen juga menetapkan standar pajak penghasilan.
Reformasi “berorientasi pasar” ini mematahkan belenggu perekonomian terencana dan secara jelas meletakkan arah reformasi, mengubah cara mengalokasikan sumber daya, dan berhasil menyelesaikan percobaan pre-liminary dalam perekonomian yang berbasis pasar.
Refor m as i Ko m p re h e n s if Antara tahun 1986 dan 1991, Shenzhen SEZ mengubah kebijakan investasi dan teknologi perindustriannya. Perubahan tersebut mencakup serangkaian ukuran kebijakan seperti dalam bidang kontrak usaha, saham, pengalihan hak properti, kepailitan, pembiayaan, perbankan, perpajakan, perdagangan internasional, valuta asing, manajemen aset negara, serta pemanfaatan lahan dan perumahan.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 191
1/21/2016 11:07:40 AM
192
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
1. Mereformasi pemanfaatan lahan milik negara dan menerapkan komersialisasi perumahan. Shenzhen mengimplementasikan reformasi manajemen lahan yang luar biasa, dengan melakukan percobaan pengelolaan lahan milik negara, untuk diuji coba dikelola dengan sistem tender. Lelang ke publik, yang pertama kali diterapkan Shenzhen terkait hak untuk mengelola lahan milik negara dikenal sebagai revolusi “pertama”, dalam reformasi sistem manejemen lahan di Tiongkok. Pemerintah daerah menyerahkan pengelolaan tanah milik negara melalui proses lelang, tender, dan kontrak, sehingga menjadikan Shenzhen sebagai kota pertama di Tiongkok dengan kompensasi penggunaan lahan. Shenzhen juga memulai komersialisasi pengadaan perumahan serta meletakkan dasar bagi pembentukan kota yang berbasis pasar real estat. 2. Mengupayakan reformasi tambahan yang berkaitan dengan harga. Dalam mendobrak kekakuan sistem harga tradisional, Shenzhen menggunakan berbagai langkah untuk membatasi, menyesuaikan, atau menurunkan harga, dan untuk memperkuat manajemen harga. Reformasi terkait manajemen lahan dan penetapan harga merupakan dua area di mana Shenzhen SEZ melanggar sistem ekonomi terencana yang telah berlaku dan merupakan realisasi dari alokasi sumber daya yang berorientasi pasar. 3. Pembentukan sistem ketenagakerjaan dan asuransi pensiun. Shenzhen memimpin reformasi sistem ketenagakerjaan di Tiongkok, dengan tidak memfokuskan alokasi lulusan dari universitas Shenzhen untuk bekerja di sektor pemerintahan. Tiongkok kemudian mengadopsi langkah-langkah yang diambil oleh Shenzhen dan mengeluarkan peraturan terkait reformasi sistem ketenagakerjaan, serta mereplikasi sistem kontrak tenaga kerja secara nasional. 4. Menginstitusikan sistem layanan sipil. Shenzhen mengeluarkan rencana pertama untuk mengatur sistem layanan sipil dan menerapkan pilot program di beberapa departemen, seperti departemen HRD, perdagangan, perpajakan, keuangan, dan audit. Rincian regulasi tentang rekrutmen, evaluasi, apresiasi hasil kerja, dan kedisiplinan disahkan, sehingga terbentuk sebuah sistem yang relatif kompetitif. 5. Melaksanakan reformasi secara komprehensif terkait sistem manajemen administratif. Pemerintah kota Shenzhen melakukan reformasi dalam skala besar dengan mengurangi tahapan administratif, dan membentuk tiga lapisan sistem utama yang dikenal sebagai manajemen komprehensif, manajemen administratif, dan manajemen aset. Selanjutnya struktur administratif pemerintah daerah dan sistem manajemen direformasi, dengan tujuan melengkapi sistem manajemen administratif dengan fungsi yang komprehensif, yang mencakup perdagangan, manajemen transaksi, daya tarik investasi, dan manajemen kota. 6. Mendorong entrepreneurship. Shenzhen mendorong para professional bidang teknologi tinggi untuk menjadi pemegang saham di perusahaan swasta dengan berinvestasi dalam bentuk tunai, barang berwujud, paten individu, teknologi yang secara khusus dimiliki, merek, dan sejenisnya, serta dengan mempromosikan teknologi dalam produksi. Tindakan ini mengilhami sejumlah profesional bidang teknologi untuk mendirikan usaha di bidang teknologi. 7. Privatisasi BUMN. Fokus reformasi tahap kedua adalah privatisasi BUMN. Pada tahun 1986, Shenzhen menjadi kota pertama di Tiongkok yang melaksanakan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 192
1/21/2016 11:07:40 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
193
privatisasi. Pada tahun 1987, Shenzhen mendirikan Investment Management Corporation untuk mengelola dan mengoperasikan aset milik negara. Pada tahun 1990, Shenzhen menjadi kota pertama di Tiongkok yang mengizinkan BUMN untuk melakukan go public di dalam dan di luar negeri. 8. Mendirikan pasar sekuritas. Shenzhen mendirikan Securities Corporation of Shenzhen SEZ, yang menerbitkan saham untuk publik dan menjadi pelopor dalam pasar sekuritas Tiongkok. Bank pertama didirikan oleh perusahaan swasta, dengan nama China Merchants Bank, yang juga didirikan di Shenzhen. Pada tahun 1988, debut public dari Shenzhen Development Bank menandakan kelahiran bursa efek Shenzhen. Pada Juli 1990, Shenzhen secara resmi mendirikan Securities Registry Corporation dan Shenzhen Stock Exchange, dan memindahkannya untuk mengesahkan dan menstandardisasikan pasar efek Shenzhen. 9. Membuat pusat transaksi valuta asing. Setelah mendirikan pusat transaksi valuta asing pertama di Tiongkok pada tahun 1985 (yang menstabilkan pasar valuta asing dan meningkatkan perdagangan internasional), Shenzhen menetapkan zona perdagangan bebas, yang disebut zona perdagangan bebas Shatoujiao (FTZ Shatoujiao), bersamaan dengan pendirian pasar barang modal dan bursa berjangka yang pertama, yaitu Shenzhen Nonferrous Exchange. Selain itu, bank sentral juga menerapkan sistem kredit hipotek untuk perusahaan swasta di Shenzhen. Reformasi tersebut akhirnya menciptakan perekonomian berorientasi pasar di Shenzhen.
Kerang ka Ke rja S is t e m Pa s a r Selama lima tahun dari tahun 1992 ke tahun 1997, pemerintah kota Shenzhen melanjutkan rangkaian reformasi institusionalnya. Reformasi tersebut memengaruhi mekanisme tender proyek, ketenagakerjaan, upah, dan perlindungan sosial; manajemen utilitas publik; dan selanjutnya memengaruhi privatisasi BUMN. 1. Meningkatkan tender proyek. Sejak tahun 1993, Shenzhen telah menerapkan perubahan terkait mekanisme tender dalam proyek-proyek konstruksi pemerintah. Dalam menyederhanakan transaksi terkait proyek konstruksi dan mengatasi masalah korupsi terkait dengan tender proyek, pemerintah kota mendirikan Construction_ Project Transaction Service Center. 2. Melakukan inovasi dalam ketenagakerjaan, sitem upah dan sistem perlindungan sosial. Shenzhen juga memprakarsai inovasi dalam ketenagakerjaan, upah, dan perlindungan sosial dengan mendobrak tradisi alokasi pekerjaan di sektor pemerintah dan menetapkan sistem pemilihan dua-arah, di mana perusahaan dan karyawan saling memilih satu sama lain dalam bursa kerja, dan mengadopsi upah minimum serta perlindungan bagi pekerja. Selain itu, pemerintah daerah meningkatkan sistem keamanan sosial dengan memberikan dana pensiun, asuransi kesehatan, dan perumahan bersubsidi. Semua tindakan ini membantu dalam mempromosikan reformasi terkait alokasi tenaga kerja dalam negeri. 3. Mendirikan sistem manajemen utilitas publik yang modern. Pemerintah kota telah menerapkan serangkaian reformasi institusional untuk memperkuat manajemen utilitas publik. Reformasi ini, mencakup membangun dan meningkatkan struktur
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 193
1/21/2016 11:07:40 AM
194
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
organisasi pemerintahan serta melakukan eksperimen dengan menggunakan metode manajemen masyarakat modern, yang memenuhi standar internasional. Keberlanjutan reformasi BUMN. Pada tahun 1992, pemerintah kota Shenzhen juga memperluas skala reformasi terkait privatisasi BUMN dan menciptakan dua jenis privatisasi. Salah satunya mengikuti pola perusahaan modern, melalui reformasi sistem dalam BUMN. Jenis privatisasi lainnya, dengan memisahkan perusahaan swasta dari perusahaan milik pemerintah, dan kemudian memisahkan kepemilikannya dari manajemen pemerintah. Reformasi BUMN tidak terbatas kepada privatisasi BUMN, tetapi juga mencakup reformasi terkait instansi dan juga sistemnya. Contoh reformasi misalnya, peningkatan sistem pengelolaan perbatasan, penyesuaian sistem perpajakan, penguatan sistem keamanan sosial, serta secara dramatis melakukan penyesuaian terhadap skala, struktur dan fungsi lembaga pengelolaan aset untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan aset milik negara.
Refor m as i s e c a ra M e n ye lu ru h Tahun 1997, merupakan tahun bersejarah bagi Tiongkok, semenjak reformasi dan membuka diri pada dunia luar. Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa secara signifikan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Tiongkok, dan Shenzhen secara kontinu melakukan restrukturisasi institusional. 1. Membentuk pasar untuk memperdagangkan lahan. Shenzhen adalah kota pertama di Provinsi Guangdong yang menjual lahan industri. Pemerintah kota menetapkan bahwa pengalihan hak guna lahan harus berlangsung secara terbuka dalam pasar untuk jual beli lahan. Ketetapan ini membantu memperkuat hukum pemanfaatan lahan dan mempertajam reformasi sistem pemanfaatan lahan dengan membangun pasar yang terbuka dan adil. 2. Menyertakan dana pensiun untuk para pekerja dalam sistem kontrak kerja. Pada tahun 2001, Shenzhen menjadi kota pertama yang memberikan dana pensiun untuk para pekerjanya, dan dinyatakan dalam sistem kontrak kerja. Tak lama kemudian kebijakan ini diterapkan di seluruh negara, dan sistem keamanan sosial nasional didirikan berdasarkan pengalaman dari Shenzhen. 3. Mendirikan pasar modal untuk industri berteknologi tingggi dan pasar sekuritas. Dalam merangsang industri berteknologi tinggi, pada bulan Oktober 2000, Shenzhen mendirikan International High-Tech Equity Transaction Center, yang menyediakan platform untuk transaksi ekuitas industri berteknologi tinggi bagi seluruh bangsa. Tidak lama kemudian “SME board”6 terbentuk di Shenzhen Stock Exchange. 4. Mereformasi unit layanan publik. Pemerintah Shenzhen melakukan tiga langkah dalam mereformasi unit layanan publik milik pemerintah (ULP). Pertama, pemerintah mengklasifikasi ULP ke dalam tiga kategori: inspeksi dan pengawasan, layanan bisnis, serta layanan publik. Kedua, pemerintah mempertajam reformasi personel, anggaran, dan akuisisi materi untuk ketiga kategori yang berbeda dari masing masing ULP. Ketiga, sesuai dengan prinsip-prinsip pemisahan administrasi pemerintahan dari kegiatan bisnis, ULP dengan kekuatan secara administratif dari pemerintah
6
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 194
Ini adalah sistem pasar modal untuk usaha kecil dan menengah.
1/21/2016 11:07:40 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
195
dikonversi menjadi organisasi administratif. Reformasi tersebut mengakselerasi sistem institusional dan upaya pemasaran jasa UPL. 5. Meningkatkan efisiensi sistem otorisasi pemerintah. Pada tahun 1998, Shenzhen mulai mereformasi sistem otorisasi pemerintah. Dalam meningkatkan efisiensi dan peran pasar terkait pengalokasian sumber daya, pemerintah melakukan efisiensi prosedur pemeriksaan dan persetujuan, serta meminimalkan intervensi dalam administratif. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik, Shenzhen meluncurkan sistem monitoring elektronik sebagai bentuk supervisi dalam proses administrasi pengajuan lisensi. Selain itu, beberapa sistem pengawasan disiapkan untuk proyekproyek investasi penting. Teknologi informasi juga disiapkan untuk membantu pengawasan. Shenzhen juga mendirikan sebuah online platform pengadaan barang dan jasa untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi serta mencegah korupsi dalam pemerintahan. Seluruh tindakan tersebut dilakukan sebagai langkah kontribusi bagi perbaikan lingkungan investasi di Shenzhen. 6. Mengevaluasi kinerja sistem audit. Shenzhen mengambil inisiatif tersebut dalam membentuk peraturan lokal yang diperlukan pemerintah dalam melaksanakan audit kinerja untuk meningkatkan efisiensi administratif. Mengikuti persyaratan ini, Shenzhen menerapkan suatu sistem evaluasi untuk kinerja administratif dan serangkaian peraturan audit yang spesifik terkait kinerja dari proyek-proyek di mana pemerintah berinvestasi. Misalnya, adanya peraturan yang dipaksakan untuk mengaudit 12 rumah sakit umum. Shenzhen secara kontinu berupaya untuk meningkatkan sistem pasar. Melalui tahapantahapan dalam reformasi struktural dan inovasi, Shenzhen berhasil menjadi pusat ekspor yang andal.
PE R A N P E M E R INTA H Shenzhen SEZ merupakan titik kritis reformasi di Tiongkok dan keterbukaannya terhadap dunia luar. Pemerintah pusat memegang peranan penting dalam menetapkan kebijakan, misalnya kebijakan terkait SEZ dan kebijakan otonomi daerah. Pemerintah provinsi Guangdong juga punya andil besar dalam mendorong pembentukan SEZ, pengambilan inisiatif dalam perencanaan, dan memfasilitasi pendirian SEZ. Pada akhirnya, pemerintah kota Shenzhen memainkan peran kunci dalam melaksanakan reformasi dan juga menunjukkan keberanian yang besar dalam mendobrak sistem pemerintahan tradisional.
P rom os i ya n g D ila ku ka n Pe m e r in t a h P u s at Dalam sesi ketiga rapat pleno pada 11th Chinese Communist Party Central Committee (CCPCC), pemerintah pusat memutuskan untuk menerapkan reformasi dan kebijakan “Open Door”. Kebijakan tersebut menjadi pendobrak perubahan, sekaligus menjalankan terobosan langkah-langkah baru dalam tata laksana perizinan, promosi, dan pembangunan Shenzhen SEZ. Pada pertengahan tahun 1979, CCPCC dan State Council menyetujui proposal tertulis dari pemerintah provinsi Guangdong dan Fujian, yang mengajukan kebijakan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 195
1/21/2016 11:07:41 AM
196
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
khusus dan kebijakan yang fleksibel terkait kegiatan ekonomi luar negeri di provinsi tersebut dan memutuskan untuk memberikan izin beroperasinya zona khusus di kota Shantou, Shenzhen, Xiamen, dan Zhuhai. Secara resmi disebut sebagai Special Economic Zones (SEZs). Dengan adanya SEZ maka terdapat kewenangan khusus, jika dibandingkan saat menjalankan prosedur perekonomian sebelumnya. Penyebab utamanya adalah, karena pemerintah pusat menyakini bahwa pengembangan daerah Guangdong sangatlah penting, adanya penetapan SEZ memungkinkan pemerintah provinsi dapat mengambil langkah awal untuk mengimplementasikan kebijakan khusus dan juga kebijakan yang lebih fleksibel, dalam proses reformasi dan keterbukaan Tiongkok terhadap dunia luar. Kecuali untuk perkeretaapian, pos dan telekomunikasi, perbankan, penerbangan sipil, dan pertahanan nasional, semua otoritas pengelolaan sumber daya lainnya didelegasikan kepada pemerintah provinsi. Pemerintah daerah diberikan fleksibilitas lebih dalam melaksanakan perdagangan luar negeri, meningkatkan nilai tukar mata uang asing, dan mempercepat pembangunan ekonomi lokal. Selain itu, pemerintah pusat juga memberikan keluasan kewenangan bagi pemerintah provinsi Guangdong dan pemerintah di daerah zona khusus, terkait kebijakan dalam bidang perencanaan, penetapan harga, upah tenaga kerja, manajemen bisnis, dan kegiatan ekonomi dengan pihak asing. Pemerintah pusat tidak hanya mendorong kebijakan inovasi, tetapi juga memberikan pengakuan penuh terhadap kebijakan fungsional. Pada tahun 1992, pemerintah pusat memberikan kekuatan legislatif pada Shenzhen SEZ dan memberikan otoritas kepada Shenzhen Municipal People’s Congress seperti halnya yang diberikan kepada Standing Committee, kewenangan dalam menetapkan peraturan sesuai dengan situasi tertentu dan kebutuhan aktual, di bawah hokum Konstitusi, dasar hukum, dan peraturan administratif. Pada waktu itu, selain National People’s Congress dan Standing Committee, hanya pemerintah provinsi saja yang memiliki kewenangan tersebut. Bahkan Ibukota provinsi hanya diberi sebagian kewenangan legislatif. Seluruh kewenangan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat sangat penting untuk menjaga momentum inovasi kebijakan dan memastikan keberlangsungan proses pembangunan.
I ni s i ati f Pe m e r in t a h P rov in s i Dalam proses pelaksanaan SEZs, pemerintah provinsi Guangdong berinisiatif mengirimkan laporan berkala kepada State Council (Dewan Negara), sebagai ungkapan dukungan yang kuat. Selain itu, pemerintah provinsi juga melakukan serangkaian investigasi, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang ada dan untuk memastikan perkembangannya ke depan. Selama proses pendirian SEZs, pemerintah provinsi Guangdong melakukan serangkaian kajian lapangan, mengumpulkan pandangan masyarakat setempat, dan menyerahkan laporan data Wilayah Administratif Khusus kepada Dewan Nasional. Laporan tersebut menyarankan bahwa Zhuhai dan Baoan dapat dijadikan basis untuk industri dan produksi pertanian berteknologi tinggi serta ekspor. Selain itu, kedua kota tersebut juga berpotensi untuk dijadikan resort bagi turis dari Hong Kong dan Makau. Laporan tersebut juga mengusulkan agar kedua kota diubah menjadi kota berskala menengah dan mengungkapkan harapan agar pemerintah pusat mengizinkan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 196
1/21/2016 11:07:41 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
197
Guangdong untuk menerapkan kebijakan khusus dan kebijakan yang lebih fleksibel, serta memungkinkan Guangdong untuk mengambil inisiatif dalam mengubah zona Shantou, Shenzhen, dan Zhuhai sebagai lingkaran luar perdagangan internasional. Di sisi lainnya, pemerintah provinsi Guangdong meminta pemerintah pusat untuk melonggarkan peraturan dalam upaya membuka diri secara lebih luas, sehingga memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar di dalam negeri, dan untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah lokal. Setelah serangkaian konferensi dan diskusi, pemerintah Guangdong membuat beberapa keputusan berikut ini. 1. Dikarenakan pemerintah provinsi bertanggungjawab secara langsung terhadap sistem politik dan pembangunan ekonomi di Shenzhen, perencanaan ekonomi juga menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. 2. Kekuasaan kemungkinan menjadi kebijakan yang tepat dalam desentralisasi untuk menunjang perdagangan internasional: untuk merangkai atau mengelola proyek yang tidak memerlukan peralatan impor atau yang memerlukan peralatan impor dengan nilai kurang dari US$1 juta, proyek tersebut dapat disetujui oleh pemerintah lokal Shenzhen. Jika nilai proyek lebih dari US$1 juta, persetujuan menjadi wewenang pemerintah provinsi. 3. Berdasarkan peraturan pemerintah pusat terkait penetapan zona khusus di Shenzhen dan berdasarkan kesepakatan bahwa kota Shenzhen dapat memperjuangkan pendekatan keterbukaan bangsa dibandingkan daerah pedalaman, pemerintah provinsi berfungsi sebagai perantara pemerintah pusat dalam mengantisipasi isu-isu terkait pendirian SEZs. Pemerintah provinsi berperan merangkai prosedur dengan peraturan yang relevan. Desentralisasi pemerintahan Guangdong berhasil dalam meningkatkan laju keterbukaan di Shenzhen. Selain itu, perluasan otorisasi pemerintah lokal membantu Shenzhen menarik investasi asing dan memperluas perdagangan internasionalnya.
Mi s i d ar i Pe m e r in t a h S e t e m p at Pemerintah setempat mengeluarkan upaya yang sangat besar untuk memastikan SEZ bekerja. Beberapa langkah spesifik di antaranya. 1. Menumbuhkan atribut lingkungan investasi. Pemerintah lokal Shenzhen SEZ bekerja keras dalam membangun perencanaan dan secara berkelanjutan meningkatkan infrastruktur untuk mendukung terciptanya lingkungan investasi yang menguntungkan. Selain itu, pemerintah Shenzhen SEZ membentuk institusi penggalangan dana yang khusus dibentuk untuk menjamin pendanaan pembangunan SEZ. 2. Mendorong investasi asing. Pada tahun 1979, Shenzhen mulai memperkenalkan tiga bentuk kerja sama (joint venture, joint venture modal antara Tiongkok–investor asing, dan investasi dari perusahaan asing) dan sebanyak 37 proyek investasi telah disetujui. Pada Desember 1986, Shenzhen meratifikasi Peraturan Provinsi terkait pelaksanaan kontrak dengan investor asing, yang bertujuan memperkuat manajemen proyek yang dibiayai investor asing. Pada tahun 1987, Shenzhen mendirikan Kantor Promosi Investasi Asing (Office of Foreign Investment Promotion) yang berfungsi mengawasi perencanaan, koordinasi, persetujuan, manajemen, dan penyediaan layanan untuk
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 197
1/21/2016 11:07:41 AM
198
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
3.
4.
5.
6.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 198
proyek-proyek yang terkait dengan investasi asing. Pada tahun 1996, Kantor Promosi Investasi Asing digantikan dengan Badan Promosi Investasi Shenzhen. Sejak tahun 2000, Shenzhen mendorong perusahaan swasta dalam negeri yang berkualitas, untuk memperluas jangkauannya ke pasar internasional yang disebut strategi “going out”. Pada tahun 2006, Shenzhen menerapkan Scheme for Shenzhen Strategic Expansion dan 11th Five Year Plan of Shenzhen Economic Cooperation. Langkah tersebut dianggap sebagai strategi yang memelopori pembangunan di Shenzhen. Sementara itu, Badan Perdagangan dan Industri Shenzhen menyelenggarakan serangkaian kegiatan promosi terkait investasi di dalam dan luar negeri. Selain itu, pada tahun 1987 Shenzhen mendirikan Kawasan Industri Berikat Shatoujiao, kawasan berikat pertama di negara tersebut, yang bertujuan menarik investasi asing. Sejauh ini, pemerintah kota telah menetapkan tiga kawasan sejenis yang meliputi Futian, Shatoujiao, dan Yantian Port Tariff-Free zone and Bonded Logistics Park. Futian Tariff-Free Zone menjadi jembatan (ekspor–impor) yang menghubungkan Shenzhen dengan Hong Kong, Tiongkok, yang juga merupakan kawasan industri jasa berteknologi tinggi dan logistik yang modern. Yantian Port Tariff-Free Zone dan pelabuhan Yantian memfasilitasi kolaborasi antara area berikat dan pelabuhan. Keduanya memiliki spesialisasi dalam industri logistik modern dan berinteraksi secara intensif. Membuat pasar yang teratur. Shenzhen juga mengeluarkan sejumlah kebijakan dan peraturan yang terkait dengan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Selain itu, pemerintah juga mendirikan Kantor Hak atas Kekayaan Intelektual dan pengadilan khusus, yang didedikasikan untuk perlindungan HAKI. Di sisi lainnya, serangkaian kebijakan dan tindakan dilakukan, untuk memastikan perlindungan kekayaan intelektual telah tertuang dalam hukum, peraturan, formulasi kebijakan, dan proses implementasi berkaitan dengan fungsi SEZ. Pada tahun 2002, Shenzhen mendirikan WTO Affairs Center yang bertujuan menyediakan layanan profesional seperti layanan konsultasi, pelatihan, forum, dan konseling hukum berkaitan dengan isu WTO. Secara berkelanjutan mengembangkan infrastruktur. Shenzhen secara konsisten mengikuti standar international dalam membangun infrastruktur perkotaan. Pemerintah daerah menanamkan modal dalam jumlah besar untuk mengembangkan jaringan transportasi laut, udara, dan darat, termasuk mendirikan sistem transportasi publik terpadu yang sangat efisien dan tepat, yang terdiri atas layanan bus dan kereta bawah tanah. Mendorong industrialisasi melalui kawasan industri. Dalam meningkatkan potensi pembangunan ekonomi dan mengoptimalkan struktur industri, pemerintah kota Shenzhen memberikan Shenzhen Export Processing Zone Management Committee (Komite Pengelolaan Zona Proses Ekspor Shenzhen Shenzhen Export Processing Zone Management Committee) otoritas pengelolaan tingkat kota. Komite tersebut bertanggungjawab untuk mendirikan Zona Industri Utama Shenzhen, yang terletak di kawasan timur laut Shenzhen, dengan alokasi lahan seluas 39,57 kilometer persegi. Kawasan ini sebelumnya dimanfaatkan sebagai pusat pengolahan produk ekspor dan kawasan bioindustri. Sejak tahun 1990, industri berteknologi tinggi di Shenzhen telah mengalami perkembangan pesat. Pada saat yang sama, terdapat banyak permintaan untuk
1/21/2016 11:07:41 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
199
melakukan upgrade infrastruktur dan perluasan wilayah produksi, sebagai bentuk penyesuaian terhadap meningkatnya kompetisi eksternal yang semakin sengit. Dalam mempromosikan industri berteknologi tinggi, Shenzhen menyiapkan kawasan industri yang secara khusus ditujukan untuk industri berteknologi tinggi. Hasilnya, beberapa industri berteknologi tinggi didirikan di bawah kepemimpinan, manajemen dan perencanaan dari pemerintah daerah, yang bertanggung jawab untuk memilih industri, membuat kebijakan, meningkatkan lingkungan investasi, dan memberikan pelayanan yang diperlukan. 7. Memperkuat sistem hukum. Rangkaian inovasi legislatif diselaraskan dengan keberadaan Shenzhen SEZ. Sejak 30 Juni 2007, Anggota Kongers Kota Shenzhen dan Standing Committee telah mengadopsi 296 peraturan dan membuat kebijakankebijakan yang berhubungan dengan semua aspek ekonomi dan masyarakat kota. Di antara peraturan dan keputusan tersebut, terdapat penerapan sistem hukum 1 orang petugas melayani 3 warga (satu-tiga—one-third) yang diterapkan Hong Kong, Tiongkok, dan negara asing lainnya; model pelayanan satu-tiga disahkan dengan dilakukan modifikasi seperlunya, penambahan dan perbaikan terhadap hukum dan regulasi yang berlaku, didasarkan pada pengembangan ekonomi yang dibutuhkan Shenzhen SEZ; model pelayanan satu-tiga disesuaikan dengan tujuan menguatkan sistem administrasi, perlindungan lingkungan, manajemen urban (perkotaan) dan pembangunan kebudayaan.
K E B IJA K A N IS T IM E WA Shenzhen SEZ menerapkan serangkaian kebijakan istimewa untuk menarik investasi luar negeri dan domestik. 7 Terutama yang melibatkan perusahaan asing, industri berteknologi tinggi, high-tech venture capital investment, sumber daya manusia, dan kebijakan terkait lahan.
Perus aha a n A s in g Perusahaan asing yang berinvestasi menikmati sejumlah kebijakan istimewa, termasuk penerapan tarif pajak. Misalnya, tarif pajak pendapatan usaha adalah 15 persen, lebih rendah daripada yang diterapkan untuk perusahaan domestik, yaitu sebesar 30 persen. Selain itu, perusahaan asing dibebaskan dari pajak pendapatan lokal yang dikenakan pada tingkat 3 persen. Perusahaan manufaktur asing mendapat penghapusan pajak pendapatan perusahaan selama dua tahun dan keringanan hanya membayar setengah beban pajak selama dua tahun berikutnya. Setelah periode berakhirnya penghapusan dan keringanan beban pajak, perusahaan berorientasi ekspor yang bersertifikat mendapatkan pengurangan pajak penghasilan perusahaan sebesar 10 persen, terhadap 70 persen nilai ekspor, atau bahkan untuk total seluruh output industri. Perusahaan asing tersertifikasi yang menggunakan teknologi yang sangat modern, setelah periode penghapusan dan keringanan beban pajak, berhak mendapatkan pengurangan tarif pajak sebesar 10 persen untuk 3 tahun. Perusahaan investasi asing yang
7
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 199
Bagian ini sebagian besar diperolehi dari dokumen-dokumen yang relevan dan peraturan dari pemerintah kota Shenzhen. Terima kasih kepada Dr. Ziling Cai atas bantuannya yang berharga dalam membantu penyusunan materi ini.
1/21/2016 11:07:42 AM
200
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
bergerak di sektor jasa dengan nilai investasi lebih dari US$5 juta dan sudah beroperasi selama lebih dari 10 tahun (dihitung dari tahun pertama perusahaan tersebut memperoleh laba) memperoleh satu tahun penghapusan pajak pendapatan perusahaan, dan keringanan beban pajak sebesar setengah tarif pajak menyusul dua tahun berikutnya.
I nd us tr i B e r t e k n o lo g i Tin gg i Bagi perusahaan manufaktur Sirkuit Terpadu (ST), dari semenjak sertifikasi hingga akhir tahun 2010, pengembalian nilai pajak terbayar akan dilaksanakan sebagai bagian pajak pertambahan nilai (PPN) penjualan produk ST dalam negeri sebesar 6 persen. Jumlah tersebut lebih kecil jika dibandingkan besaran PPN yang berlaku bagi wajib pajak umum yang harus dibayarkan sebesar 17 persen. Pengembalian nominal pajak diharapkan dipergunakan oleh perusahaan untuk penelitian dan pengembangan terkait produk ST, serta perluasan produksi, dan tidak berlaku untuk pajak pendapatan usaha sampingan. Perusahaan yang bergerak di bidang desain ST dikategorikan sebagai perusahaan perangkat lunak dan berhak menikmati kebijakan pajak yang sama. Bagi perusahaan perangkat lunak yang baru bersertifikat, perusahaan dapat menikmati dua tahun penghapusan pajak pendapatan perusahaan, terhitung sejak tahun pertama memperoleh laba, dan keringanan beban pajak sebesar setengah tarif pajak untuk tiga tahun berikutnya. Perusahaan perangkat lunak yang diakui oleh negara, provinsi, atau pemerintahan kota dapat menikmati lima tahun penghapusan pajak pendapatan perusahaan, dan menyusul setengah tarif pajak untuk lima tahun.
H i g h-tech Ve n t u re C ap it a l I nve s t m e n t Jika venture capital investment agencies menanamkan investasinya dalam proyek-proyek yang terdaftar dalam Guide to Venture Capital Investment in Hi-Tech Industries (yang diterbitkan oleh pemerintah daerah Shenzhen), dan total nilai investasinya melebihi modal yang terdaftar atau terhitung sebesar 70 persen dari total nilai yang diinvestasikan, dan tidak kurang dari 30 persen diinvestasikan sebagai modal awal perusahaan, venture capital investment agencies dapat mengambil keuntungan dari kebijakan istimewa yang berlaku untuk perusahaan berteknologi tinggi. Dimulai pada tahun 2000, Municipal Finance Bureau (Badan Keuangan Kota) telah mengalokasikan dananya sebesar RMB 10 juta (US$1,46 juta) dan Funds for Technologies mengalokasikan dananya sebesar RMB 20 juta (US$2,93 juta) setiap tahunnya, untuk mendorong pelajar mancanegara memulai usaha bisnis mereka sendiri di Shenzhen. Pertama, dana khusus tersebut akan digunakan untuk mendirikan dan membangun kawasan Overseas Student Venture Park dalam kawasan industri berteknologi tinggi. Kedua, dana tersebut akan digunakan untuk mensubsidi pinjaman bagi perusahaan berteknologi tinggi yang didirikan oleh pelajar mancanegara. Untuk mendukung pembangunan kawasan, maksimal sebesar RMB 3 juta (US$0,44 juta) subsidi akan ditujukan bagi kawasan usaha berteknologi tinggi, yang disertifikasi oleh penanggung jawab bidang teknologi dalam pemerintah daerah. Tujuannya adalah mendukung pembangunan fasilitas publik yang kondusif bagi pengembangan usaha berbasis teknologi, seperti platform sarana publik, jaringan komunikasi, serta fasilitas dan peralatan untuk para pekerja profesional yang berkerja di laboratorium.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 200
1/21/2016 11:07:42 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
201
S um b er D aya M a nu s ia Dalam menarik minat SDM berbakat, Shenzhen telah melakukan serangkaian inisiatif konstruktif. Rangkaian tersebut mencakup membangun perusahaan jasa buruh dan tenaga kerja, mengembangkan sebuah pasar kemampuan intelektual tenaga kerja, membangun sebuah lembaga pusat evaluasi dan rekomendasi untuk posisi senior manager sebuah perusahaan, pasar tenaga asing, juga menjadi fasilitator pertemuan-pertemuan tenaga ahli. Implementasi dari inisiatif tersebut telah menarik minat orang berbakat dari Tiongkok dan luar negeri. Kebijakan khusus tersebut di tujukan untuk menarik minat para pekerja yang bertalenta di bidang teknologi tinggi. Para sarjana dan/atau para pakar yang berpendidikan tinggi dalam bidang pengembangan perangkat lunak, dan para profesional tingkat menengah maupun senior, serta mereka yang memiliki invensi-invensi penting beserta pasangan dan anak mereka (yang belum dewasa) diizinkan untuk menetap di Shenzhen, serta terdaftar sebagai penduduk dan dibebaskan dari beban biaya pembangunan infrastruktur kota. Selain itu, pemerintah kota juga memberikan subsidi pada pusat penelitian pascadoktoral melalui hibah sebesar RMB 50.000 (US$7.320,64) setiap tahunnya, setelah peneliti tersebut bergabung dalam pusat penelitian pasca-doctoral. Selain itu, pemerintah Shenzhen juga meyediakan beberapa penghargaan untuk menghargai talenta yang luar biasa. 1. Penghargaan untuk bakat dalam bidang Pembangunan Industri dan Inovasi di Shenzhen dibuat untuk menghargai orang-orang yang telah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi pengembangan industri dan inovasi yang independen untuk perekonomian kota. 2. Pemerintah kota mengalokasikan hadiah sebesar RBM 200 juta (US$29,28 juta) untuk penghargaan tersebut (diambil dari anggaran daerah). 3. Pemerintah kota memberikan penghargaan khusus untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Penghargaan tersebut meliputi Shenzhen Mayor’s Award, Shenzhen Scientific and Technological Progress Award, dan Shenzhen Technological Invention Award. Setiap tahun, hadiah senilai RMB 8 juta (US$1,17 juta) diberikan kepada pakar teknologi yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam pengembangan industri berteknologi tinggi bagi kota Shenzhen.
Keb i j akan L a h a n Untuk menarik investor, perusahaan tersertifikasi yang berorientasi ekspor dan mengaplikasikan teknologi tinggi, hanya perlu membayar setengah dari keseluruhan biaya pemanfaatan lahan industri untuk lima tahun pertama. Selain itu, untuk perusahaan berteknologi tinggi, aktivitas penelitian dan produksi dibebaskan dari biaya pengalihan hak pemanfaatan lahan, biaya registrasi, biaya perdagangan serta biaya terkait fasilitas produksi dan kegiatan operasional serta biaya properti. Pembelian properti untuk mendirikan fasilitas produksi dan operasional bagi perusahaan dan proyek berteknologi tinggi dibebaskan dari pajak bangunan untuk lima tahun, dimulai dari tanggal pembelian selesai dilaksanakan.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 201
1/21/2016 11:07:42 AM
202
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
K UN C I S U K S E S S H E N ZH E N Shenzhen menjadi model untuk reformasi dan proses keterbukaan di Tiongkok, dan pengalaman Shenzhen menjadi contoh yang sangat berharga untuk seluruh bangsa. Key experience (pengalaman kunci) Shenzhen mencakup membangun lingkungan bernuansa bisnis, reformasi institusional, adanya otoritas bagi pemerintah lokal untuk membuat keputusan dan kebijakan-kebijakan khusus.
Menci p ta ka n L in g ku n ga n B e r nu a n s a B is n is Dalam memastikan tertibnya perekonomian dan pembangunan perkotaan serta membangun kepercayaan investor, pemerintah pusat dan pemerintah kota Shenzhen bekerja keras untuk menghasilkan lingkungan bernuansa bisnis. Lingkungan tersebut mencakup sistem hukum, dukungan kebijakan maupun penyediaan infrastruktur. Selain itu, pemerintah juga menyediakan perencanaan yang efektif untuk pengembangan SEZ dan mendirikan lembaga yang melindungi hak cipta untuk memastikan pasar yang adil.
Memusatkan Perhatian pada Reformasi Institusional Sebagai kota di Tiongkok yang pertama kali menjalankan SEZ, Shenzhen berfokus pada proses reformasi institusional yang diperlukan untuk membangun sistem perekonomian baru yang berorientasi pasar. Uji coba reformasi dimulai saat hampir seluruh negeri baru menerapkan perekonomian terencana, dan Shenzhen mencoba seluruh alat yang tersedia, termasuk belajar dari pengalaman negara lain, untuk membangun lingkungan hukum dan peraturan yang kondusif, sistem administrasi yang efisien, pasar tenaga kerja yang fleksibel, dan sebagainya. Jangka waktu 30 tahun terkait pembangunan yang berlangsung dengan cepat telah membuktikan pentingnya pembangunan institusional.
O tonom i Pe m e r in t a h D a e ra h Suatu aspek khusus dari Shenzhen SEZ adalah adanya kebebasannya dalam mencoba semua jenis uji coba ekonomi. Misalnya, Shenzhen adalah kota pertama yang menyelenggarakan penyelesaian persetujuan proyek dalam waktu 1 × 24 jam, serta mengembangkan sistem shift untuk memfasilitasi kebijakan tersebut dengan cara melakukan penambahan pegawai. Integral dengan status khusus ini adalah diberikannya kekuatan legislatif oleh pemerintah pusat. Selain itu, SEZ juga memperoleh hak istimewa untuk menentukan sendiri strategi manajemen ekonominya. Setiap otonomi yang diberikan pada Shenzhen berperan penting dalam keberhasilan SEZ.
Pem b er i a n Keb ija ka n I s t im ewa ya n g Tep at Shenzhen SEZ menikmati fleksibilitas yang tinggi dalam menempatkan dana asing, terkait pengenalan teknologi dari luar negeri, dan melakukan kolaborasi ekonomi dengan luar negeri. Kebijakan istimewa tersebut melengkapi kebijakan lainnya yang telah diberikan dalam bidang pajak, bea cukai, kepegawaian, penggunaan lahan, dan sejenisnya. Sebagai contohnya, laba perusahaan asing yang dikirimkan ke luar negeri dibebaskan dari pajak
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 202
1/21/2016 11:07:44 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
203
penghasilan, dan perusahaan sejenisnya juga tidak dikenai beban pajak bangunan untuk tiga tahun setelah berdirinya unit usaha.
TA NTA N GA N DA N R E KOM E NDASI Meskipun dikatakan sukses luar biasa, Shenzhen SEZ menghadapi banyak tantangan untuk pembangunan masa depan. 1. Perubahan Kebijakan setelah bergabung dengan WTO. Adanya hak istimewa terkait kebijakan pajak untuk investasi asing menyebabkan konflik kepentingan berkaitan dengan investasi asing dan investasi domestik. Pertama, biaya keseluruhan untuk penerapan kebijakan tarif pajak khusus untuk investasi luar negeri sangat tinggi. Berdasarkan data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional, FDI Tiongkok tercatat sebesar 18 persen dari total fixed-asset investasi negara, sementara rata-rata tarif pajak yang dibebankan ke perusahaan luar negeri sekurang-kurangnya adalah 4 persen lebih rendah daripada yang dibebankan ke perusahaan yang modalnya berasal dari dalam negeri. Kedua, karena BUMN, collective companies, perusahaan swasta, dan perusahaan perseorangan dalam negeri tidak dapat menikmati keringanan pajak yang sama seperti perusahaan yang modalnya dari investasi asing, mereka berupaya mencari berbagai cara untuk menghindari beban pajak dengan cara memalsukan status perusahaannya sebagai perusahaan joint venture dengan luar negeri. Dalam menghadapi kondisi tersebut, kebijakan FDI harus disesuaikan, berdasarkan ketetapan WTO. 2. Menurunnya efek reformasi institusional. Shenzhen SEZ adalah hasil perjuangan Tiongkok dalam upaya mengejar perubahan, dari perekonomian yang terencana menjadi ekonomi berbasis pasar. Shenzhen SEZ merupakan produk dari penyesuaian sistem yang diperlukan dan merupakan bagian integral dari langkah-langkah strategi reformasi di Tiongkok. Awalnya, perekonomian pasar yang baru didirikan secara signifikan meningkatkan insentif bagi perekonomian rakyat. Dalam beberapa waktu, Shenzhen menikmati dampak positif dari reformasi institusional yang menghasilkan sistem pasar yang baru. Saat ekonomi pasar secara bertahap menjadi kukuh, “inspiration effect” menurun, menyisakan masalah yang sebagian besar masih belum terpecahkan. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan terkait lahan, air, listrik, dan sumber daya lainnya menjadi meningkat secara nyata. 3. Degradasi lingkungan. Dengan pertumbuhan ekonomi sebagai fokus pembangunan, upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat mendapatkan perhatian yang paling utama. Pada waktu yang sama, lingkungan telah mengalami kerusakan yang cukup besar, dan kualitas lingkungan menurun dengan cepat sebagai hasilnya. Selain itu, sejak SEZs memiliki sumber daya dan kapasitas yang terbatas, pertumbuhan ekonomi tidak dapat secara eksklusif bergantung pada sumber daya yang ada. Bergantung pada sumber daya eksternal dengan demikian menjadi faktor penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Oleh karena memelihara kualitas lingkungan secara langsung memengaruhi kemampuan pemerintah kota dalam menarik sumber daya eksternal, ketersediaan sumber daya menjadi variabel penting bagi keberlanjutan perkembangan SEZs. Meningkatkan kualitas lingkungan dengan demikian menjadi salah satu prioritas utama.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 203
1/21/2016 11:07:45 AM
204
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
4. Konflik terkait budaya. Gelombang massa dari berbagai wilayah dengan latar belakang budaya yang berbeda dapat menyebabkan konflik di dalam masyarakat, sehingga memerlukan waktu untuk mengatasinya dan memerlukan upaya koordinasi yang sangat besar. Membangun masyarakat yang harmonis merupakan tantangan yang signifikan bagi pemerintah Shenzhen.
Mas a Dep a n S E Zs Selama tiga dekade reformasi dan membuka diri terhadap dunia, perekonomian Tiongkok telah berhasil mempertahankan tingkat pertumbuhan yang menakjubkan. Sekarang, kerangka dasar ekonomi pasar telah dijalankan di seluruh negeri. Kondisi khusus Tiongkok sebagai negara besar yang sedang berkembang, menyebabkan masalah seperti ketidaksetaraan, asimetris informasi dan belum matangnya fungsi beberapa institusi masih terjadi. Hasilnya sistem pasar masih jauh dari sempurna dan misi yang diisyaratkan SEZs sebagai “ladang percobaan” untuk reformasi ekonomi masih merupakan hal yang penting. Misi SEZs adalah mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses pembangunan ekonomi Tiongkok. Wilayah Baru Pudong didirikan di Shanghai untuk melayani sebagai paket stimulus pembangunan wilayah-wilayah seperti Yangtze River Delta dan di seluruh negri. Tianjin Binhai New Area dibangun sebagai langkah Tiongkok untuk mulai terintegrasi ke dalam perekonomian dunia, yang menuntut strategi pembangunan yang dikombinasikan dengan perencanaan untuk penggunaan lahan, desain yang efektif terkait logistik global, sumber daya manusia, dan arus informasi. Tiongkok memilih wilayah segitiga Changsha-Zhuzhou-Xiangtan, Chongqing, dan Wuhan sebagai wilayah uji coba koordinasi antara daerah perkotaan dan pedesaan, dan dikaitkan dengan reformasi secara menyeluruh. Hal ini merupakan strategi utama Tiongkok dalam mengembangkan wilayah tengah dan barat di negara tersebut. Daerah tersebut juga dianggap sebagai daerah percobaan untuk membangun masyarakat yang harmonis dengan menerapkan konsep pembangunan berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam proses modernisasi, Tiongkok masih menghadapi banyak masalah. Dengan menjadikan Shenzhen SEZ sebagai ladang uji coba paling penting dalam pengembangan perekonomian Tiongkok, maka semakin besar peranan yang dapat dijalankan, sehingga semakin banyak peluang pengembangan yang akan dimiliki oleh kota Shenzhen. Reformasi Tiongkok bermula dari perubahan dalam institusi perekonomiannya. Ekonomi pasar memerlukan sistem hukum yang baik, kompetisi yang jujur dan insentif yang seimbang dengan daya saing. Sistem ekonomi seperti ini juga membutuhkan lingkungan politik yang mendukung, dan hal inilah yang menjadi alasan mengapa reformasi sistem politik memainkan peran penting dalam memajukan pembangunan ekonomi Tiongkok. Meskipun demikian, mereformasi sistem politik dengan jelas melibatkan berbagai kepentingan, dan memulai reformasi pada tingkat nasional bukanlah hal yang mudah. Dalam keadaan seperti itu, SEZ menjadi ladang uji coba reformasi yang paling tepat. Tugas baru tersebut, bagi Shenzhen dan SEZ lainnya memberikan kesempatan pembangunan yang baru pada waktu yang sama.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 204
1/21/2016 11:07:45 AM
Bab 9 Zona Ekonomi Khusus Pertama Tiongkok: Shenzhen
205
Rekom en d a s i Keb ija ka n Beberapa rekomendasi kebijakan secara luas harus dipertimbangkan, sehingga memungkinkan SEZ mengatasi tantangan yang ada dan melanjutkan tahapan keberhasilan. Di antara rekomendasi tersebut, reformasi institusi dan penyesuaian yang terfokus pada reformasi, mulai dari pertumbuhan hingga perkembangannya merupakan hal yang penting. SEZ harus lebih fokus pada beberapa aspek penting. Reformasi institusi. Reformasi institusi merupakan faktor kunci di balik kesuksesan Shenzhen SEZ, dan pemerintah lokal menjadi pemain penting dalam reformasi institusional yang diperlukan. Sebagai konsekuensinya, merupakan hal yang nyata bahwa insentif yang disediakan bagi pemerintah dipersiapkan sebagai mesin penggerak program reformasi dan nantinya menjadi kekuatan pendorong pembangunan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, Shenzhen SEZ menjadi SEZ yang paling sukses di Tiongkok. Di masa depan, logika di balik kesuksesan ini akan terus dipertahankan. Selama periode yang sangat penting dalam modernisasi Tiongkok, reformasi institusional merupakan satu faktor terpenting yang memungkinkan Shenzhen SEZ untuk secara kontinu memimpin dalam pembangunan ekonomi dan sosial selama 10 atau 15 tahun ke depan. Hanya jika Shenzhen terus mempertajam reformasinya dan membuka diri secara lebih luas ke dunia luar, dalam proses membangun mekanisme pasar yang berfungsi dengan baik, Shenzhen dapat mempertahankan peran terdepannya dalam reformasi di Tiongkok. Salah satu prasyarat untuk mencapai keberhasilan tersebut adalah dengan menciptakan insentif yang lebih besar bagi pejabat pemerintah untuk melakukan inovasi institusional lebih lanjut. Menyesuaik an fokus reformasi. Pada tahap ini, sangat penting untuk memperdalam reformasi administratif yang diperlukan untuk memastikan formulasi yang sangat efisien dan sistem administratif yang fleksibel sehingga secara efektif dapat mendukung pembangunan ekonomi dan mengembangkan ekonomi pasar. Pada saat ini, struktur administratif SEZ relatif besar. Koordinasi dari berbagai departemen menjadi semakin sulit dan menghasilkan tingkat efisiensi yang rendah. Dengan demikian, hal tersebut merupakan bukti bahwa, perubahan dalam fungsi pemerintahan belum dilaksanakan secara efektif dan banyak intervensi administratif yang tidak diperlukan dalam kegiatan ekonomi masih terjadi. Mereformasi sistem manajemen pemerintah dengan belajar dari pengalaman internasional untuk memastikan keberlanjutan pembangunan ekonomi, berlangsung dengan cepat dan sehat menjadi tugas utama. Dari per tumbuhan ekonomi tumbuh menjadi pembangunan yang lebih luas. Dalam 30 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi telah menjadi prioritas utama Tiongkok. Sejauh ini, tujuan ini telah tercapai melalui masuknya modal asing, serta metode manajemen dan teknologi yang maju. Dalam beberapa tahun terakhir, industri yang mengandalkan investasi domestik telah mengalami pengembangan yang cepat. Saat keunggulan komparatif perlahan-lahan pudar dan pasokan tenaga kerja serta lahan berkurang, konflik antara pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi, antara
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 205
1/21/2016 11:07:45 AM
206
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
income generation dan degradasi lingkungan, serta antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan menjadi lebih tajam dari sebelumnya. Di tahuntahun mendatang, aspek-aspek tersebut harus diperhitungkan, dan tujuan utamanya harus diubah, dari hanya mengejar pertumbuhan ekonomi menjadi meliputi cakupan pembangunan sosial yang lebih luas. Jika transformasi ini berhasil dicapai, maka tahapan pembangunan baru yang konsisten, dengan segala hambatannya akan meraih keberhasilan. Shenzhen secara kontinu dapat menjadi teladan bagi era baru pembangunan lebih lanjut di Tiongkok.
DA F TA R P U S TA K A Chinese Academy of Social Sciences. 2008. 2007 Blue Book of China’s City Competitiveness. Beijing: Social Science Publishing House. Fan, Gang. 2009. Research on China’s Special Economic Zones: Yesterday and Tomorrow’s Theory and Practice. Beijing: China’s Economy Press. Hongyun, Fan dan Ling Jin. 2008. Major Legislation Events in Shenzhen. Shenzhen: Haitian Press. Jianzhong, Dong. 2008. Major Economic Changes in Shenzhen. Shenzhen: Haitian Press. “Notification on Taxation Policies to Encourage the Development of Software Industry and Integrated Circuit Industry”. 2000. Journal of Chai Shui, 25. Shenzhen Reform Office, Integrated Development Institute. 2008. “Shenzhen’s Reform of the Past 28 Years”. Study of the Shenzhen Special Economic Zone, the Policy Research Office of the CPC Shenzhen Municipal Committee. Shenzhen: Haitian Press. Shenzhen Statistics Bureau. 2008. Shenzhen Statistical Yearbook 2008. Beijing: China Statistics Press. . 2009. Shenzhen 2008 National Economic and Social Development Statistical Bulletin. Shenzhen Daily, March 24th, Edition A7. Wei, Meng. 2008. Major Social Change in Shenzhen. Shenzhen: Haitian Press. Yuan, Yiming. 2008. “Endogenous Factors of Industry Development and Its Structural Change in Shenzhen SEZ: An Institutional Economics Analysis”. Management World 10, hlm. 55–60. Yong-qing, Li. 2008. Major Administrative Changes in Shenzhen. Shenzhen: Haitian Press.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 206
1/21/2016 11:07:46 AM
BAB
KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU, SULAWESI TENGAH
10
Wahyuningsih, Maskuri Sutomo1
PENDAHULUAN Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Palu memiliki lokasi seluas 1.500 ha yang berada di Kecamatan Tawaeli, Palu, Sulawesi Tengah. Kawasan tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) area, yaitu area industri, area logistik, dan area proses ekspor. Potensi dan komoditas yang akan dikembangkan dalam kawasan ini adalah pengolahan rumput laut, hasil perikanan, hasil pertambangan (nikel), dan logistik. Pemilihan komoditas ini didasarkan pada kenyataan bahwa Sulawesi Tengah merupakan penghasil terbesar berbagai jenis komoditas tersebut sebagaimana telah ditetapkan dalam koridor Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).1 Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus mengamanatkan bahwa perlu dilakukan percepatan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. Jika kawasan ekonomi khusus ini dapat segera dioperasionalkan, akan berdampak pada peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, dan daya saing daerah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan semua tujuan ini, perlu disusun perencanaan, strategi, dan arah kebijakan yang jelas, terarah, dan tepat.
GAMBARAN UMUM KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU Kota Palu adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah dengan penduduk berjumlah 347.856 jiwa yang memiliki sumber daya alam melimpah dan potensi sektor industri yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Sektor industri yang berpotensi untuk berkembang, antara lain (1) sektor agroindustri (pengolahan hasil pertanian kehutanan); (2) sektor
1
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako, Palu.
207
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 207
1/21/2016 11:07:49 AM
208
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
kelautan dan perikanan (pengolahan hasil kelautan); (3) sektor pertambangan dan energi; (4) sektor pariwisata; dan (5) logistik. Guna melakukan akselerasi pembangunan di sektor-sektor tersebut, perlu pengelolaan secara terpadu dan terintegrasi dalam satu zonasi atau kawasan industri agar lebih mudah untuk dikoordinasi dan dikontrol. Kawasan industri terpadu di Palu ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Palu. Kawasan ekonomi khusus ini terletak dalam wilayah Kecamatan Tawaeli, Kota Palu. Batas wilayah ini dipilih karena memiliki aksesibilitas lahan (sarana dan prasarana transportasi dekat pelabuhan dan dilintasi Jalan Trans Sulawesi), berada dalam kawasan industri terpadu (KIP), serta didukung sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup memadai. Kawasan Ekonomi Khusus Palu terdiri atas Zona Industri, Zona Logistik, dan Zona Pengolahan. Kawasan Ekonomi Khusus Palu memiliki luas total sebesar 1.500 ha dengan fungsi kawasan industri sebagai kegiatan utamanya dan didukung oleh kawasan-kawasan penunjang lainnya. Kawasan ini dijadikan sebagai kawasan pengolahan hilir dari komoditas utama Sulawesi Tengah, seperti rotan, kakao, rumput laut, hasil pertambangan (nikel), dan logistik. Keuntungan strategis KEK Palu antara lain: ■ Secara geografis, wilayah Kota Palu terletak sangat strategis, yaitu berhadapan dengan selat Makassar di laut Sulawesi yang merupakan jalur lalu lintas laut ALKI 2 sekaligus pintu gerbang konektivitas regional, nasional, dan internasional. Menurut pemetaan yang telah ditetapkan dalam MP3EI, Kota Palu merupakan salah satu simpul ekonomi Indonesia Bagian Timur dalam Koridor Ekonomi Sulawesi (koridor 4). ■ Lokasi strategis dengan jarak tempuh yang dekat dengan negara-negara tujuan ekspor komoditi seperti Malaysia, Tiongkok, Hong Kong, Vietnam, Jepang, dan Korea Selatan. ■ Lokasi Provinsi Sulawesi Tengah yang berbatasan langsung dengan 5 (lima) provinsi darat dan 3 (tiga) provinsi laut, cocok bekerja sama mengolah dan memperdagangkan bahan baku (kakao, rumput laut, rotan) dan pertambangan (nikel) dari provinsi perbatasan. ■ Lima ratus meter dari KEK Palu terdapat pelabuhan peti kemas Pantoloan yang merupakan salah satu pintu gerbang utama perdagangan lokal dan regional Sulawesi Tengah.
Semua potensi dan keuntungan strategis ini dapat dijadikan sebagai engine of growth dalam mempercepat pembangunan dan peningkatan daya saing Kota Palu sebagai kawasan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di lokasi ini. Kawasan ekonomi khusus Kota Palu yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Tengah tidak terlepas dari tema koridor ekonomi Sulawesi secara umum. Berdasarkan hal tersebut, kawasan ekonomi khusus Kota Palu direncanakan menjadi pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan pertambangan. Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional di pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Nilai investasi Kawasan Ekonomi Khusus Palu diperkirakan mencapai Rp40 triliun pada akhir tahun 2020. Jumlah investasi ini direncanakan berasal dari enam investor utama yang bergerak di beberapa sektor pengembangan, antara lain smelter untuk nikel, logistik, karet, elektronik, dan alat berat. Keenam investor tersebut adalah BUMN Tiongkok Nan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 208
1/21/2016 11:07:49 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
209
Li yang bergerak di bidang pengembangan logistik dan produk-produk elektrik, Sinosteel yang akan membangun smelter nikel, Sinotruk untuk industri otomotif, Volvo yang bergerak di industri perakitan dan pemeliharaan (assembling and maintenance), dan PT. Multistrada Arah Sarana, Tbk yang bergerak di sektor pengolahan karet dan turunannya, serta investor dari Singapura yang bergerak di sektor pengolahan rumput laut. Melihat minat investor tersebut, pemerintah daerah Palu (baik provinsi maupun kota) bersama-sama dengan pelaku usaha dan masyarakat harus terus berupaya untuk memberikan pelayanan, kenyamanan, fasilitas, dan regulasi yang mendukung.
VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi merupakan suatu pernyataan ringkas tentang cita-cita yang berisikan arahan yang jelas pada masa yang akan datang (Rothaermel, 2014). Dengan demikian, visi merupakan gambaran masa depan dan perwujudan masa depan yang selama ini belum pernah diwujudkan. Visi yang baik harus dapat memberikan inspirasi dan semangat seluruh sumber daya yang ada untuk mewujudkannya. Dengan kata lain, visi merupakan cita-cita yang sangat menginspirasi dan menantang untuk diraih. Visi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu adalah: “Menjadi Kawasan Ekonomi Terbaik Berbasis Industri Pengolahan dan Perdagangan Berwawasan Lingkungan sebagai Pilihan Investasi Bisnis di Asia-Pasifik.” Visi tersebut bermakna bahwa KEK Kota Palu akan menjadi kawasan ekonomi terbaik berbasis industri dan pengolahan yang akan dijadikan pilihan investasi bisnis di Asia-Pasifik. Industri dan pengolahan ini tentunya didasarkan pada potensi yang dimiliki Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu rotan, kakao, rumput laut, nikel, dan potensi lainnya. Jika potensi yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah dapat dikelola secara profesional dan optimal yang mana simpul hilirnya dipusatkan di Kota Palu, akan dapat terwujud perdagangan yang berdaya saing. Artinya, perdagangan dan bisnis yang dilakukan di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu dapat memiliki keunggulan bersaing dibandingkan daerah lain. Dalam mengembangkan kawasan menjadi pusat industri dan perdagangan, harus berwawasan lingkungan sehingga percepatan pembangunan yang dilakukan bersifat sustainable. Visi tersebut kemudian dijabarkan menjadi empat misi sebagai berikut: 1. Menyediakan kawasan ekonomi khusus dengan infrastruktur yang kuat, terintegrasi, berwawasan lingkungan di kawasan Asia-Pasifik. 2. Menyediakan kawasan industri pengolahan berbasis sumber daya alam lokal dengan orientasi pada penguatan nilai tambah bagi pengembangan ekonomi wilayah dalam koridor pengembangan ekonomi nasional. 3. Mengembangkan pusat perdagangan internasional di gerbang utara Indonesia. 4. Menarik penanaman modal asing maupun lokal untuk berinvestasi dalam kawasan KEK. Tujuan dari masing-masing misi serta kondisi yang diharapkan adalah: 1. Menata kawasan ekonomi khusus untuk mendukung pembangunan 100 Ha, 500 Ha, sampai 900 Ha pada tahun 2035 secara bertahap. 2. Mengembangkan industri pengolahan (hillirisasi) komoditas lokal yang potensial berskala ekspor.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 209
1/21/2016 11:07:50 AM
210
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
3. Membangun pusat perdagangan yang didukung oleh sistem manajemen dan pusat logistik/pergudangan berstandar internasional. 4. Meningkatkan investasi di berbagai zona dalam kawasan KEK untuk mendukung industri, membangun pusat bisnis, dan mengembangkan perdagangan internasional dalam kawasan KEK. Keterkaitan antara visi, misi, dan tujuan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dapat dirangkum dalam gambar dan tabel berikut. Gambar 10.1 Visi, Misi, dan Tujuan KEK Kota Palu
Visi: "Menjadi Kawasan Ekonomi Terbaik Berbasis Industri Pengolahan dan Perdagangan Berwawasan Lingkungan Sebagai Pilihan Investasi Bisnis di Kawasan Asia-Pasifik MISI 1
MISI 2
MISI 3
MISI 4
Menyediakan kawasan ekonomi dengan infrastruktur yang kuat, terintegrasi dan berwawasan lingkungan
Menyediakan kawasan industri pengolahan berbasis SDA lokal orientasi pada penguatan nilai tambah bagi pengembangan ekonomi wilayah
Mengembangkan perdagangan internasional di pintu gerbang utara Indonesia
Menarik penanaman modal asing dan lokal berinvestasi dalam kawasan KEK
TUJUAN
TUJUAN
TUJUAN
TUJUAN
Menata kawasan KEK untuk mendukung pembangunan bertahap 100 Ha; 500 Ha; 900 Ha KEK
Mengembangkan industri pengolahan dan pemasaran komoditas potensial berskala ekspor
Membangun pusat perdagangan yang didukung oleh sistem manajemen dan sistem logistik berstandar internasional
Meningkatkan investasi di berbagai zona dalam kawasan KEK untuk mengembangkan industri, pusat bisnis, dan perdagangan
Sumber: Renstra Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu.
Tabel 10.1 Misi dan Tujuan serta Kondisi yang Diharapkan di Masa Depan
No Misi 1 Menyediakan kawasan ekonomi dengan infrastruktur yang kuat, terintegrasi, dan berwawasan lingkungan yang memiliki akses langsung ke pintu gerbang perdagangan Asia-Pasifik. 2
3
4.
Menyediakan kawasan industri pengolahan berbasis sumber daya lokal dengan orientasi pada penguatan nilai tambah komoditas bagi pengembangan ekonomi wilayah dalam koridor pengembangan ekonomi nasional. Mengembangkan pusat perdagangan internasional.
Menarik penanaman modal asing maupun lokal untuk berinvestasi dalam kawasan KEK.
Tujuan Mengembangkan penataan KEK untuk mendukung pembangunan bertahap 100 Ha, 500 Ha, sampai 900 Ha pada tahun 2035. Mengembangkan industri pengolahan dan pemasaran (hilirisasi) komoditas lokal potensial berskala ekspor. Membangun pusat perdagangan yang didukung oleh sistem manajemen dan pusat logistik/pergudangan (sistem online) berstandar internasional. Meningkatkan investasi bisnis di berbagai zona untuk pengembangan industri, pusat bisnis, dan perdagangan dalam kawasan KEK.
Sumber: Renstra Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 210
1/21/2016 11:07:50 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
211
Sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan KEK Kota Palu dapat dirumuskan berdasarkan tujuan-tujuan yang ada. Tujuan yang akan dicapai tergantung seberapa tepatnya sasaran yang dirumuskan terealisasi. Turunan tujuan menjadi beberapa sasaran dapat disajikan dalam tabel tujuan dan sasaran yang diinginkan. Tabel 10.2 Tujuan dan Sasaran yang Akan Dicapai
No Tujuan Sasaran 1 Mengembangkan penataan 1. Terbangunnya infrastruktur utama dan infrastruktur pendukung KEK untuk mendukung secara terintegrasi di dalam kawasan, (seperti listrik, air, jaringan pembangunan secara bertahap jalan, drainase, persampahan, telekomunikasi) dan luar kawasan mulai 100 Ha, 500 Ha, sampai (seperti jaringan jalan/akses dari dan menuju kawasan). 900 Ha. 2. Terbangunnya infrastruktur utama dan penunjang lanjutan 500 Ha sampai 900 Ha yang berwawasan lingkungan pada tahun 2035. 2
Mengembangkan industri pengolahan dan pemasaran (hilirisasi) komoditas lokal potensial berskala ekspor.
3
Membangun pusat perdagangan yang didukung oleh sistem manajemen dan pusat logistik/pergudangan berstandar internasional.
4
Meningkatkan investasi dalam kawasan KEK untuk mendukung industri, pusat bisnis, dan pengembangan pusat perdagangan.
1. Terwujudnya peningkatan nilai tambah komoditi lokal sebagai suatu kluster industri dari sektor industri pengolahan, perdagangan, dan jasa: a. Terbangunnya industri pengolahan biji kakao menjadi cocoa butter dan cocoa powder untuk diekspor. b. Terbangunnya industri hilir berbasis rotan; mebel/funitur untuk expor, industri kerajinan rotan bernilai seni tinggi untuk dekorasi, dan pernak-pernik peralatan rumah tangga. c. Terbangunnya industri besar berbasis rumput laut chips, karagenan skala menengah, dan industri IKM makanan berbasis rumput laut. d. Terbangunnya industri pendukung dan terkait, seperti peralatan dan pengemasan. 2. Terkuasai teknologi industri pengolahan berbasis sumber daya lokal untuk mendapatkan nilai tambah . 3. Terbukanya lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja dalam berbagai level dan spesifikasi. 4. Tercapainya peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sekitar KEK Palu. 1. Tersedia sistem logistik, sarana, dan prasarana pergudangan. 2. Tersedia sistem pengurusan ekspor-impor untuk kebutuhan kawasan KEK dan efektifitas pabean pelabuhan internasional dengan menggunakan sistem online. 3. Tersedia manajemen yang andal yang memenuhi standar kelas internasional. 1. Terwujudnya peningkatan investasi dalam kawasan untuk mendukung industri pengolahan, pusat bisnis, dan pusat perdagangan. 2. Terbentuknya badan pengelola kawasan dan administrator untuk pelayanan kepada tenant. 3. Tersedianya layanan terpadu untuk meningkatkan investasi bisnis di dalam kawasan KEK. 4. Tersedia industri pendukung dan terkait dalam kawasan. 5. Terbangun kemandirian masyarakat untuk berinvestasi di bidang industri dan perdagangan.
Sumber: Renstra Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 211
1/21/2016 11:07:50 AM
212
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS—STUDI KASUS KLUSTER PERALATAN BERAT (HEAVY EQUIPMENT CLUSTER) Selain industri pengolahan komoditas yang dimiliki Sulawesi Tengah dan beberapa daerah interline dalam radius 500 km, para investor juga tertarik dalam industri penyediaan alat berat (heavy equipment). Potensi pasar yang cukup besar di wilayah Indonesia timur akan kebutuhan alat berat saat ini cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh meningkatnya rencana pembangunan infrastruktur nasional dalam dua tahun ke depan yang banyak membutuhkan penggunaan alat berat. Ketersediaan alat-alat berat saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan untuk mengejar target pertumbuhan infrastruktur nasional. Tingginya kebutuhan akan alat berat tersebut telah membuat produsen alat-alat berat memaksimalkan penetrasi produk mereka di Indonesia. Beberapa negara, seperti Jepang, Jerman, Singapura, Swedia, Tiongkok, dan India yang selama ini memasok kebutuhan alat berat di Indonesia sangat tertarik untuk membangun industri perakitan alat beratnya di Indonesia sebagai pasar potensial. Kota Palu memiliki keunggulan geografis yang dapat menjangkau lebih efisien pasar di wilayah timur dan barat Indonesia dibandingkan wilayah Jawa yang selama ini menjadi basis perakitan alat berat. Kondisi ini menjadikan Kota Palu menjadi satu pilihan strategis bagi investor di bidang industri alat berat. Berdasarkan kondisi tersebut, penting kiranya untuk mempersiapkan pengembangan kluster industri alat berat di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu sebagai awal pembangunan kawasan dan menjadi anchor atau daya tarik bagi tumbuhnya kluster industri lain dan turunannya. Penetapan strategi yang tetap untuk mengembangkan kluster industri alat berat dalam Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu menjadi hal yang sangat penting bagi keberlangsungan seluruh industri yang ada di dalamnya. Berikut akan dipaparkan strategi pengembangan kluster industri alat berat di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu melalui beberapa alat analisis seperti SWOT Analysis, Porter Five Force Analysis, Value Chain Analysis, dan Gap Analysis. Alat strategi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan kluster industri alat berat di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu ke depan.
Anal i s i s S W OT Pada bagian ini, akan dikaji faktor internal yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan (strength and weakness) dan faktor eksternal yang terdiri atas peluang dan ancaman (opportunity and threat) pengembangan kluster industri alat berat di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu.
Keku ata n (S t re n g t h ) Kekuatan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Kota Palu dapat diidentifkasi sebagai berikut: • Secara geografis, wilayah Kota Palu terletak sangat strategis, berhadapan dengan Selat Makassar di laut Sulawesi yang merupakan jalur lalu lintas laut ALKI 2, sekaligus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 212
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
• •
•
•
• •
•
213
pintu gerbang konektivitas regional, nasional, dan internasional. Menurut peta MP3EI, Kota Palu merupakan salah satu simpul ekonomi Indonesia Bagian Timur dalam Koridor Ekonomi Sulawesi (koridor 4). Lokasi strategis dengan jarak tempuh yang dekat dengan negara-negara tujuan ekspor seperti Malaysia, Tiongkok, Hong Kong, Vietnam, Jepang, dan Korea Selatan. Pelabuhan peti kemas Pantoloan hanya berjarak 500 meter dengan kawasan industri terpadu yang sekarang menjadi KEK sehingga mempermudah akses jalur perdagangan. Dalam radius 500 km di sekitar Kota Palu banyak memiliki bahan mineral tambangan yang merupakan sumber bahan baku dan juga merupakan pasar bagi produk alat berat untuk memasarkan produknya pada industri tambang tersebut. Potensi sumber energi listrik yang dimiliki Sulawesi Tengah cukup besar, khususnya potensi sumber listrik terbarukan atau hydropower plant di Sulawesi Tengah dapat mencapai 3000 mw. Dukungan pemerintah daerah untuk memberikan reduksi pajak dan restribusi selama lima tahun sebesar 75 persen sesuai lingkup kewenangan Pemda. Telah terbangunnya kerja sama Kota Palu dengan Negara Swiss dalam symbiosis city. Melalui kerja sama tersebut, diharapkan dapat menjadikan kekuatan dalam membangun kawasan industri yang ramah lingkungan (green industry). Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2014, telah ditetapkan Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. Hal ini tentunya menjadi daya tarik yang cukup tinggi bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di Kota Palu, mengingat adanya insentif fiskal dan nonfiskal serta kemudahan investasi yang disediakan di wilayah kawasan ekonomi khusus.
Kel e ma h a n ( We akn e ss) Dalam pengembangan kluster industri alat berat pada Kawasan Ekonomi Khusus di Kota Palu, terdapat beberapa kelemahan sebagaimana dapat diidentifkasi sebagai berikut: • Aspek Penguasaaan Teknologi. Kawasan yang akan dikembangkan sebagai kluster industri alat berat masih sangat terbatas dalam hal penguasaan teknologi. • Aspek Finansial. Kemampuan keuangan daerah yang masih sangat minim dalam pengelolaan sebuah kawasan industri seluas 1500 Ha. • Aspek Tenaga Kerja. Walaupun banyak tenaga kerja terdidik yang tersedia, namun ketersediaan tenaga kerja yang terampil dalam dunia industri masih kurang dan masih terbatasnya ‘manufacture entreprenuership’ di kalangan pengusaha yang ada di Kota Palu dan sekitarnya. • Aspek Infrastruktur. Pada saat ini, infrastruktur pendukung industri belum secara keseluruhan memadai, seperti: → Jalan darat dari dan ke kawasan industri. Walaupun lokasi kawasan sangat dekat dengan Pelabuhan Pantoloan tetapi kualitas jalan (aksesnya) masih sulit dilalui oleh kendaraan yang berkapasitas besar. → Listrik. Masih sangat terbatasnya ketersediaan/pasokan listrik, baik di kawasan pada khususnya maupun di Kota Palu pada umumnya.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 213
1/21/2016 11:07:52 AM
214
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
→ Air. Terbatasnya sumber air yang ada, seperti sungai yang berada di dalam kawasan bersifat intermiten (ada jika musim hujan dan kering jika musim kemarau). • Rendahnya Kualitas dan Kuantitas UMKM. Belum berkembangnya industri pendukung dan industri terkait di Kota Palu dan sekitarnya untuk mendukung industri utama di dalam kawasan maupun di luar kawasan, seperti industri jasa perbengkelan mesin industri.
Pe l u a n g (O p p o r t u n it y ) Analisis lingkungan ekternal yang memperlihatkan peluang yang dapat diraih bagi pengembangan kluster industri alat berat Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu dapat dilihat sebagai berikut. • Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2014 tentang larangan ekspor mineral mentah memberikan peluang bagi industri penyediaan alat berat, yaitu dengan pelarangan tersebut industri pertambangan akan melakukan pengolahan di dalam negeri dan hal ini tentunya permintaan alat berat yang juga akan meningkat. • Pertumbuhan permintaan alat berat di Indonesia saat ini tumbuh sebesar 30 persen per tahun, akan tetapi sebesar 40 persen kebutuhan alat berat belum terpenuhi. Pertumbuhan ini dipicu oleh perkembangan pembangunan fisik, baik oleh pemerintah maupun swasta, yang membutuhkan alat berat sebagai sarana pembangunannya. • Perencanaan MP3EI membangun pelabuhan ekspor internasional dan menjadikan Pelabuhan Pantoloan sebagai international hub logistic. • Komitmen pemerintah pusat dalam pemberian insentif fiskal dan nonfiskal untuk industri yang ada di wilayah kawasan ekonomi khusus sebagai stimulus bagi para investor. Insentif ini akan memberikan daya tarik yang cukup besar bagi para investor untuk masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. • Perencanaan pemerintah pusat untuk membangun international training center di Kota Palu memberikan peluang untuk pengembangan sumber daya manusia (tenaga kerja) yang berstandar internasional.
A n c a ma n ( Th re at ) Selain peluang yang dimiliki oleh Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu dalam pengembangan kluster industri alat berat, KEK Palu juga memiliki ancaman yang dapat menghambat perkembangan kluster industri alat berat. • Rencana Malaysia mengembangan Pelabuhan Tawau sebagai hub internasional merupangan ancaman bagi pengembangan Pelabuhan Pantoloan yang juga berada pada posisis strategis yang sama. • Semakin tumbuhnya sentral industri di Pulau Jawa yang menyediakan lahan industri dengan dukungan infrstruktur yang lebih baik • Impor alat berat bekas dari Singapura dan Malaysia akan berdampak pada pasar. • Kota Palu tercatat sebagai daerah rawan gempa karena memiliki aktivitas tektonik tertinggi di Indonesia. Penyebab utamanya tidak lain karena di kota Palu terdapat patahan kerak bumi (sesar) berdimensi cukup besar, dikenal dengan sesar Palu Koro.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 214
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
215
Kondisi ini tentunya menjadi ancaman bagi para investor dalam mengembangkan industrinya di wilayah ini. Matriks SWOT adalah alat lanjutan yang digunakan untuk mengembangkan empat tipe pilihan strategi: SO, WO, ST, dan WT. Kunci keberhasilan penggunaan matriks SWOT adalah mempertemukan faktor kunci internal dan eksternal untuk membentuk satu strategi. Berikut gambaran matriks SWOT dalam pengembangan kluster industri alat berat Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. Tabel 10.3 Matriks SWOT Pengembangan Kluster Industri Alat Berat Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal
KEKUATAN 1. Palu merupakan lokasi yang strategis di Indonesia dalam rute perdagangan dunia. 2. KEK Palu terintegrasi dengan fasilitas logistik dan pelabuhan. 3. Tersedianya bahan baku mineral tambang di sekitar radius 500 km. 4. Potensi sumber energi listrik dari hydropower plant dapat mencapai 3000 mw. 5. Insentif fiskal hinga 75 persen dari pemerintah daerah. 6. Kerja sama Kota Palu dengan Swiss dalam symbiosis city (green industry). 7. Telah ditetapkannya Palu sebagai kawasan ekonomi khusus. STRATEGY S-O 1. Percepatan pembangunan Pelabuhan Pantoloan sebagai hub logistik internasional (S-1,2) (O-,3). 2. Pengembangan sistem transportasi yang menghubungkan kawasan ekonomi khusus dengan sumber bahan baku dan pasar (S-1,3,4) (O-2). 3. Mengembangkan pasar bagi industri alat berat (S-1,2,4,7) (O-1,2,5). 4. Pengembangan industri pengolahan hasil tambang (S-3,5,7) (O-1,3,4).
PELUANG 1. Kebijakan pemerintah dalam pelarangan ekspor bahan tambang. 2. Pertumbuhan permintaan alat berat 30 persen per tahun, dan 40 persen tidak terpenuhi. 3. Perencanaan MP3EI membangun pelabuhan international export dan menjadikan Pelabuhan Pantoloan sebagai International Logistic Hub. 4. Komitmen pemerintah pusat dalam pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. 5. Meningkatnya permintaan alat berat dalam negeri. 6. Rencana pembangunan pusat pelatihan internasional. ANCAMAN STRATEGY S-T 1. Rencana Malaysia mengembangkan 1. Meningkatkan komunikasi pemasaran pelabuhan Tawau. (S-1,3,5) (T-1,2,3). 2. Pertumbuhan sentral industri di 2. Mengembangkan konsep industri Jawa. ramah lingkungan (green industry) (S-6) 3. Tingginya impor alat berat bekas. (T-1,2). 4. Ancaman gempa.
KELEMAHAN 1. Penggunaan teknologi yang masih rendah. 2. Keterbatasan finansial 3. Tenaga kerja tidak terampil untuk industri manufaktur. 4. Infrastruktur yang masih terbatas. 5. Rendahnya kualitas dan kuantitas UMKM.
STRATEGY W-O 1. Membangun konsorsium untuk mendukung pembangunan infrastruktur di dalam KEK (W-2,4,) (O-2). 2. Menyediakan pusat pelatihan tenaga kerja internasional (W-3,5) (O-2,). 3. Mendorong pemberian insentif fiskal dan nonfiskal dari pemerintah pusat (W-2) (0-5). 4. Pelatihan bagi sumber daya manusia melalui keterlibatan dan kerja sama Academic Business and Government (AGB) untuk meningkatkan nilai tambah produk (W-1,3,5) (O-5,6).
STRATEGY W-T 1. Penetapan regulasi dalam transfer teknologi bagi industri yang masuk ke KEK Palu (W-1,3) (T-3). 2. Membuka pendidikan kejuruan jurusan industri (W-1,3) (T-3). 3. Membangun asosiasi UKM yang dukungan industri alat berat (W-1,3,5)(T-2,3).
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 215
1/21/2016 11:07:52 AM
216
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Por ter Fi ve Fo rc e A n a lys is Analisis lima kekuatan Porter adalah suatu kerangka kerja untuk analisis industri dan pengembangan strategi bisnis yang dikembangkan oleh Michael Porter dari Sekolah Bisnis Universitas Harvard pada tahun 1979. Porter mengidentifikasi lima kekuatan yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri (Porter, 1998), yaitu (1) daya tawar konsumen, (2) daya tawar pemasok, (3) ancaman pendatang baru, (4) ancaman pesaing, serta (5) ancaman produk pengganti. Dalam analisis ini, akan dibahas daya tarik kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu bagi pengembangan industri alat berat dan kondisi persaingan industri. Untuk memperoleh posisi industri pada lingkungan internal, dalam penetapannya digunakan pembobotan dan pemberian skor pada masing-masing parameter yang ditetapkan sehingga akan dihasilkan nilai akhir posisi industri dalam persaingan. Berikut analisis lima kekuatan Porter pada industri alat berat. Pemberian bobot tiap faktor disesuaikan dengan kepentingan faktor tersebut yang dinilai dari 0 (0,0) sangat tidak penting hingga 1 (100) sangat penting. Pemberian skor atau peringkat mulai dari 1 hingga 9 pada masing-masing faktor, penilaian 1 adalah sangat tidak berkaitan, dan 9 sangat berkaitan sekali dengan masing kekuatan porter yang di analisis. Nilai yang dihasilkan akan menentukan kategori, sebagai berikut. Rendah : apabila nilai 0–3 Sedang : apabila nilai 3,1–6 Tinggi : apabila nilai 6,1–9
D aya Tawa r Pe m aso k Daya tawar pemasok yang dimaksud adalah kemampuan pemasok dalam memengaruhi proses produksi industri. Daya tawar pemasok pada konteks strategi pengembangan KEK pada kluster industri alat berat adalah posisi tawar dari suplier yang menyediakan bahan baku bagi keberlangsungan operasionalisasi industri alat berat yang akan masuk ke KEK Palu. Berikut gambaran beberapa parameter daya tawar pemasok bagi industri alat berat di KEK Palu. Tabel 10.4 Kekuatan Tawar Pemasok
No 1
3
Parameter Dominasi pemasok Ketersediaan bahan baku Tenaga kerja
4
Air dan listrik
2
Indikator Jumlah penyedia suku cadang bahan baku yang masih relatif kurang Bahan baku berupa mineral tambang cukup banyak tersedia di radius 500 km Tenaga kerja di sekitar kawasan belum memiliki keterampilan yang memadai bagi industri pengolahan Memiliki potensi cukup besar yang dapat digunakan untuk operasionalisasi industri KEK Palu
Total
Bobot (%) 30
Rangking 7
Nilai 2,1
25
7
1,75
20
4
0,8
25
4
1
5,65
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Berdasarkan hasil analisis di atas, terlihat bahwa kekuatan tawar pemasok yang mendapatkan skor 5,65 apabila dibandingkan dengan kategori yang telah di bahas di
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 216
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
217
atas, kekuatan tawar pemasok masuk ke dalam kategori SEDANG. Hal ini bermakna bahwa pemasok bahan baku bagi kepentingan operasional pengelolaan kawasan industri kluster untuk industri alat berat tidak memengaruhi secara mutlak pengelolaan kawasan industri.
D aya Tawa r Pe m b e l i Daya tawar pembeli adalah kemampuan pembeli dalam memengaruhi profitabilitas industri. Dalam hal ini pembeli adalah seluruh investor yang akan mengembangkan industri alat berat di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. Pembeli menjadi ancaman manakala memiliki daya tawar yang tinggi, sehingga kebijakan pengelolaan kawasan sangat tergantung pada pembeli. Berikut ini merupakan parameter daya tawar pembeli untuk kluster industri alat berat di KEK Palu. Tabel 10.5 Kekuatan Tawar Pembeli
No 1
2
3
4
Parameter Indikator Dominasi pembeli Jumlah perusahaan alat berat relatif sedikit, hanya beberapa perusahaan asing berskala besar yang bergerak di industri alat berat Margin pembeli Dengan nilai investasi yang tinggi, perusahaan alat berat mengharuskan mendapatkan margin yang tinggi Pertumbuhan Pertumbuhan kebutuhan alat berat yang pasar tinggi, menyebabkan tumbuhnya industri alat berat di wilayah Asia Informasi produk Product knowledge yang cukup baik dari dalam membantu dalam memahami kawasan industri yang strategis
Total
Bobot (%) 30
Rangking 8
Nilai 2,4
25
6
1,5
25
4
1
20
7
1,4
100
6,3
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa kekuatan tawar pembeli mendapatkan skor 6,3 sehingga masuk pada kategori TINGGI. Hal ini bermakna bahwa pembeli dalam hal ini user atau tenant, yang akan masuk dalam kawasan industri sangat memengaruhi kebijakan pengelolaan kawasan. Jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri alat berat yang relatif sedikit, informasi mereka tentang kawasan industri yang sangat baik, serta harapan margin pembeli yang tinggi, akan membuat mereka sangat selektif dalam memilih kawasan industri yang akan dimasukinya.
A n c a ma n Pe n d at an g Bar u Pendatang baru adalah sebuah perusahaan atau institusi yang akan mengembangkan kawasan industri, khususnya bagi kluster industri alat berat. Pendatang baru dapat menjadi ancaman yang tinggi, manakala mampu memberikan value added yang tinggi bagi tenant yang akan masuk di dalamnya. Hambatan untuk masuk dalam pengelolaan kawasan industri akan mengurangi ancaman pendatang baru. Berikut ini merupakan gambaran ancaman pendatang baru dari beberapa parameter pengukurannya.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 217
1/21/2016 11:07:52 AM
218
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Tabel 10.6 Ancaman Pendatang Baru
No 1
Parameter Biaya modal
2
Pengalaman
3
Teknologi
4
Kebijakan pemerintah
Indikator Untuk masuk dalam penyediaan kawasan industri pada kluster ini dibutuhkan biaya modal yang cukup besar sehingga rintangan masuknya cukup tinggi Butuh pengalaman yang cukup tinggi untuk masuk dalam pengelolaan kawasan industri Membutuhkan teknologi yang cukup tinggi dalam menyediakan kawasan industri Menyediakan kawasan industri membutuhkan kebijakan pemerintah, dengan tingkat birokrasi yang cukup kompleks
Total
Bobot (%) 30
Rangking 2
Nilai 0,6
25
3
0,75
20
4
0,8
25
3
0,75
100
2,9
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Ancaman pendatang baru dalam industri ini masuk dalam kategori RENDAH, seperti yang terlihat dari angka 2,9. Rendahnya ancaman pendatang baru disebabkan oleh rintangan masuk bagi pendatang baru dalam membuka kawasan industri, bagi kluster industri alat berat sangat tinggi. Kebutuhan modal yang besar, pengalaman pengelolaan, penggunaan teknologi yang tinggi, serta perlunya kebijakan pemerintah untuk membuka kawasan industri, membuat rintangan masuk bagi pendatang baru semakin tinggi. Hal ini menunjukkan hal yang positif bagi pengelolaan kluster industri alat berat di KEK Palu.
A n c a ma n Pro d u k Pe n g g an t i Produk pengganti dalam pengelolaan kawasan industri kluster untuk industri alat berat adalah perusahaan yang membangun sendiri industrinya, tanpa masuk dalam sebuah kawasan yang dikelola oleh swasta maupun pemerintah. Produk pengganti menjadi ancaman yang serius, manakala industri tersebut dapat lebih memperoleh value added yang lebih tinggi, dibandingkan industri yang masuk dalam kawasan industri yang dikelola oleh pihak ketiga. Berikut ini merupakan gambaran ancaman produk pengganti bagi pengelolaan kawasan kluster industri alat berat pada KEK Palu. Tabel 10.7 Ancaman Produk Pengganti
No Parameter 1 Biaya modal
2
Insentif fiskal dan nonfiskal
3
Biaya operasional
Indikator Kebutuhan modal dalam pengelolaan mandiri industri lebih tinggi dibandingkan masuk dalam kawasan industri Kurangnya insentif fiskal dan nonfiskal yang diberikan pemerintah manakala industri tidak tersentralisasi Biaya operasional dalam pengelolaan mandiri industri lebih tinggi dibandingkan operasional bersama
Total
Bobot (%) 35
Rangking 4
Nilai 1,4
30
4
1,2
35
5
1,75
100
4,35
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Ancaman produk pengganti dalam industri pengelolaan kawasan kluster alat berat termasuk dalam kategori SEDANG. Kondisi ini dimungkinkan, karena perusahaan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 218
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
219
yang mengelola kawasannya sendiri lebih tinggi biaya operasional dan modalnya. Hal ini tentunya mengakibatkan margin yang diperoleh terbatas, sehingga produk pengganti kurang memberikan ancaman bagi industri pengalolaan kawasan industri alat berat pada KEK Palu.
A n c a ma n Pe r sain g an Pesaing dalam bisnis ini adalah perusahaan, institusi atau pemerintah yang mengelola kawasan industri, khususnya industri alat berat. Persaingan kawasan di Indonesia masih didominasi oleh kawasan industri yang berada di Pulau Jawa, untuk wilayah timur, persaingan kawasan industri masih relatif kurang. Namun, dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus, terdapat lima Kawasan Ekonomi Khusus yang terbuka pada Tahun 2014 termasuk KEK Palu. Berikut gambaran ancaman persaingan antarpesaing dalam industri pengelolaan kawasan. Tabel 10.8 Persaingan Antarpesaing dalam Industri yang Sama
No 1
Parameter Jumlah pesaing
2
Hambatan mengundurkan diri
3
Pertumbuhan industri
4
Diferensiasi produk
Indikator Jumlah penyedia kawasan industri di Indonesia masih terbatas, khususnya di wilayah timur Indonesia Untuk keluar dari industri pengelolaan kawasan sangat sulit, hal ini berkaitan dengan modal yang besar ketika masuk industri dan kontrak dengan tenant yang ada di dalamnya Pertumbuhan industri pengelolaan kawasan saat ini mulai meningkat, seiring dengan pertumbuhan investasi di Indonesia yang semakin meningkat Produk pengelolaan kawasan tidak terlalu banyak perbedaan
Total
Bobot (%) 30
Rangking 4
Nilai 1,2
25
6
1,5
25
6
1,5
20
5
1
100
5,2
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Nilai 5,2 untuk ancaman persaingan masuk kategori SEDANG. Jumlah pesaing yang masih kurang, diferensiasi produk yang tidak signifikan, tingginya pertumbuhan industri serta sulitnya untuk keluar dari persaingan mengakibatkan ancaman persaingan masuk kategori sedang. Secara keseluruhan analisis kekuatan persaingan Porter untuk kluster industri alat berat pada Kawasan Ekonomi Khusus Palu dapat dilihat sebagai berikut. Gambaran Porter’s Five Force kluster industri alat berat pada Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu, secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada kluster ini kondisi persaingan termasuk kategori sedang, atau memberikan peluang yang cukup baik bagi perusahaan atau investor untuk masuk dalam kluster industri alat berat di KEK Palu. Untuk dapat meningkatkan daya tarik kluster ini di KEK, tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah daerah selaku pengusul, yang nantinya akan menjadi pengelola kawasan, untuk mengembangkan kelima faktor sebagai upaya untuk mengurangi daya tawar pembeli, dengan membangun pasar untuk hasil dari kluster industri ini.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 219
1/21/2016 11:07:52 AM
220
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Gambar 10.2 Porter’s Five Force Kluster Industri Alat Berat pada Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu
PORTER'S FIVE FORCE
1. 2. 3. 4.
Hambatan Masuk Biaya tinggi untuk masuk industri (–) Membutuhkan pengalaman dan keahlian tinggi (–) Teknologi yang tinggi untuk masuk industri (–) Kebijakan pemerintah bagi industri teknologi tinggi (–) RENDAH (2,9)
DAYA TAWAR SUPLIER 1. 2. 3. 4.
DAYA TAWAR PEMBELI
PERSAINGAN
Jumlah UKM penyedia material terbatas (–) Ketersediaan pasokan bahan baku di sekitar radius 500 km (+) Tenaga kerja tidak terampil dalam industri manufaktur (–) Ketersediaan listrik dan air (+)
1. 2. 3. 4.
Sedikit pesaing dalam industri (–) Rintangan masuk tinggi (+) Pertumbuhan industri yang tinggi (+) Diferensiasi produk rendah (–) SEDANG (5,2)
SEDANG (5,65)
1. 2. 3. 4.
Jumlah pasar alat berat cukup besar (+) Keuntungan cukup besar (+) Tingginya pertumbuhan permintaan untuk alat berat (+) Kemudahan akses informasi (–) TINGGI (6,3)
PRODUK SUBTITUSI 1. 2. 3.
Biaya modal tinggi (+) Tidak memperoleh insentif fiskal (–) Biaya operasional pengelolaan tinggi (+) SEDANG (4,35)
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Anal i s i s Ra n t a i N ila i ( Va lu e C h a in A n a lys is ) Rantai nilai adalah rangkaian kegiatan terkait operasi perusahaan dalam industri untuk menghasilkan margin atau keuntungan. Rantai kegiatan yang baik dalam perusahaan akan memberikan nilai tambah yang tinggi bagi perusahaan. Rantai nilai terdiri atas aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Akititas utama utama mencakup: logistik masuk, operasi (produksi), logistik keluar, pemasaran, dan penjualan (permintaan), dan jasa (pemeliharaan). Aktivitas pendukung meliputi: manajemen infrastruktur administratif, manajemen sumber daya manusia, teknologi (R&D), dan pengadaan. Saat ini rantai nilai yang terdapat dalam Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu masih belum memberikan nilai tambah yang tinggi bagi perusahaan yang akan masuk dalam kawasan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas utama dan pendukung pengelolaan kawasan yang masih belum maksimal, seperti yang terlihat sebagai berikut.
A kti v i ta s Ut am a • Inbound Logistik Aliran bahan baku yang masuk ke wilayah KEK Palu atau inbound logistik, seperti sarana transportasi dari penyedia bahan baku ke kawasan masih sangat sederhana. transportasi laut juga belum memiliki pelabuhan yang dapat mengelola bongkar muat dalam kapasitas yang besar. Sarana transportasi menuju kantong produksi atau dalam hal ini pemasok suku cadang alat berat, baik di dalam negeri maupun luar negeri sangat tergantung pada transportasi laut. Selain sarana transportasi yang masih belum memadai untuk memasukkan bahan baku ke KEK, jumlah pemasok bahan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 220
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
221
baku atau suku cadang masih sangat kurang. Jumlah perusahaan yang membuat suku cadang untuk alat berat, khususnya di Indonesia masih sangat kurang. Saat ini suku cadang dalam industri assembling alat berat di Indonesia, banyak dipasok dari negara Thailand, Tiongkok, dan Jerman. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas aktivitas inbound logistik, bagi perusahaan yang akan masuk dalam kawasan, sehingga memberikan nilai tambah yang tinggi pada aktivitas ini, maka diperlukan sarana transportasi yang memadai, dalam hal ini pelabuhan dan jalan menuju lokasi bahan baku yang memadai, serta membangun kerja sama dengan penyedia bahan baku industri alat berat. • Operasi Aktivitas proses manufaktur bagi perusahaan yang akan masuk juga belum menggunakan teknologi yang tinggi, sehingga diperlukan adanya penyiapan penggunaan teknologi tinggi melalui kerja sama dengan perguruan tinggi. • Outbound Logistik Dalam aktivitas outbound logistik KEK Palu telah menyediakan fasilitas logistik yang terintegrasi dengan kawasan industri, namun dukungan infrastrukturnya saat ini belum sepenuhnya berfungsi. Dalam hal ini, pengelola kawasan seharusnya segera menyiapkan infrastruktur di zona logistik KEK Kota Palu. • Pemasaran dan Penjualan Nilai tambah yang diberikan dalam aktivitas pemasaran dan penjualan telah dilakukan melalui penyediaan pusat promosi yang berada di Jakarta, untuk mempromosikan seluruh produk yang dihasilkan di Kota Palu. Pusat promosi ini, telah bekerja sama dengan beberapa agensi exibition di beberapa negara, yang bertujuan mempromosikan produk Kota Palu. Hal ini tentunya akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang akan masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu, dengan adanya sarana promosi yang disiapkan pihak pengelola kawasan.
A ktiv ita s Pe n d u ku n g Selain aktivitas utama yang harus diperbaiki, untuk dapat meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan yang akan masuk dalam kawasan, aktivitas pendukung juga harus diperbaiki, agar akitivitas utama perusahaan dapat berjalan dengan baik. Penyediaan infrastruktur yang memadai dalam kawasan, penguatan sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kerja terampil, penyediaan teknologi yang tinggi, serta kemudahan dalam memperolah bahan baku, menjadi syarat mutlak untuk dapat mendukung penciptaan nilai tambah perusahaan yang ada dalam kawasan. Gambaran aktivitas pendukung dalam rantai nilai Kawasan Ekonomi Khusus Palu kluster alat berat adalah sebagai berikut. • Infrastruktur Kondisi infrastruktur di dalam Kawasan Ekonomi Khusus masih sangat terbatas, begitu juga infrastruktur pendukung di luar kawasan. Infrastruktur jalan darat yang menghubungkan kawasan industri dengan pasar serta bahan baku masih sangat kurang. Namun, infrastruktur transportasi laut di Kota Palu telah tersedia dan sangat dekat dengan wilayah kawasan industri yang berjarak kurang lebih 500 meter. Selain itu rencana pengembangan pelabuhan Pantoloan yang akan menjadi hub
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 221
1/21/2016 11:07:52 AM
222
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
internasional, memungkinkan kapal-kapal besar untuk dapat bersandar di Pelabuhan Pantoloan, karena memiliki tingkat kedalaman yang cukup tinggi dibandingkan beberapa pelabuhan lainnya di Indonesia. Sulawesi Tengah juga memiliki potensi pasokan energi listrik terbarukan yang cukup besar bagi kebutuhan industri, namun potensi tersebut belum termanfaatkan sepenuhnya, karena masih perlu dilakukan peningkatan terkait pemanfaatan sumber energi listrik terbarukan untuk kepentingan pengembangan industri yang ada di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. • Sumber Daya Manusia Tenaga kerja yang terampil dalam bidang industri perakitan, dan automotif di wilayah Sulawesi Tengah masih sangat kurang, meskipun demikian pemerintah daerah telah mengupayakan solusi atas persoalan tersebut dengan membuka jurusan industri dan automotif pada beberapa sekolah kejuruan di Provinsi Sulawesi Tengah. Perencanaan pembangunan dari Balai Latihan Kerja Internasional di Kota Palu diharapkan dapat menghasilkan tenaga kerja yang siap dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri. • Teknologi R&D Penggunaan teknologi dalam proses produksi di Provinsi Sulawesi Tengah masih sederhana, yaitu belum digunakannya teknologi yang tinggi dalam proses produksi pada beberapa industri yang ada. Hal ini berkaitan dengan kurangnya penguasaan teknologi dan mahalnya teknologi terbaru dalam proses produksi. • Perolehan Dalam radius 500 km dari Kota Palu, banyak terdapat bahan baku yang dapat digunakan untuk diproses menjadi bahan pembuat suku cadang industri alat berat. Bahan baku biji besi banyak tersebar di wilayah Morowali, Touna, Kalimantan Timur, dan Toli-Toli. Karet dapat diperoleh di beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah. Hal ini bermakna bahwa ketersediaan bahan baku yang akan digunakan dalam industri alat berat cukup memadai. Gambar 10.3 merupakan gambaran rantai nilai yang terdapat dalam kluster industri alat berat di Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa secara keseluruhan, rantai nilai kluster industri alat berat pada Kawasan Ekonomi Khusus di Kota Palu, belum cukup baik dalam menciptakan nilai tambah pada tiap-tiap aktivitas utamanya. Diperlukan perbaikan pada aktivitas inbound logistik hingga pemasaran, serta meningkatkan kualitas pada beberapa aktivitas pendukungnya, sehingga dapat memberikan dukungan bagi penciptaan nilai tambah yang tinggi pada tiap aktivitas utamanya
Anal i s i s Ke s e n ja n ga n Analisis kesenjangan (gap analysis) merupakan analisis yang digunakan untuk melihat kesenjangan antara perusahaan dengan pesaing terdekatnya berdasarkan faktor kunci keberhasilan industri (Aaker, 2007; David, 2009). Dalam analisis ini digunakan kesenjangan dan posisi KEK Palu, dibandingkan dengan pesaing atau kawasan industri yang menyediakan layanan yang relatif sama dengan KEK Palu, berdasarkan faktor kunci keberhasilan. Dalam analisis ini, Kawasan Ekomomi Khusus Palu diperbandingkan
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 222
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
223
Gambar 10.3 Rantai Nilai Kluster Industri Alat Berat pada Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu
SUPPORT ACTIVITY
INFRASTRUKTUR 1. Terbatasnya infrastruktur pendukung di KEK Palu (–) 2. Tersedianya area fasilitas logistik (–)
3. Ketersediaan pelabuhan (kedalaman 400 m) (+) 4. Ketersediaan suplai energi bagi industri (130+375 MW dan PLTA Sulewana) (+)
SUMBER DAYA MANUSIA Tersedianya sumber daya manusia lulusan politeknik dan sekolah kejuruan (–) TEKNOLOGI R&D Penggunaan teknologi yang rendah dalam industri pengolahan (–)
Tersedianya banyak bahan baku tambang di sekitar 500 km (+) Rendahnya UKM sebagai pasokan komponen (–)
INBOUND LOGISTICS Existing: 1. Transportasi masih sederhana (–) 2. Belum memiliki jaringan pasokan (–) Need: 1. Pelabuhan Pantolan sebagai hubungan internasional 2. Kerja sama jaringan UKM 3. Pengembangan sistem transportasi
OPERATIONS
OUTBOUND LOGISTICS
Existing: Proses produksi alat berat tahap pertama adalah perakitan (–)
Existing: Logistik sangat dekat dengan kawasan (500 ml), tapi infrastruktur belum siap (–)
Need: 1. Menggunakan Need: teknologi tinggi dalam 1. KEK terhubung proses produksi dengan logistik 2. Memproduksi alat 2. Tersedianya Asosiasi berat dan ringan Logistik (INSA)
M A RGIN
PROCUREMENT
MARKETING AND SALES Existing: Pemerintah lokal telah memiliki pusat promosi di Jakarta untuk mempromosikan produk Palu (+)
Need: 1. Pengembangan pemasaran dan penjualan melalui IT 2. Pusat perdagangan melalui one stop service 3. Tersedianya layanan bank devisa
PRIMARY ACTIVITY Sumber: Data primer FGD yang diolah.
dengan kawasan industri di luar negeri. Untuk kawasan industri dalam negeri, KEK Palu dibandingkan dengan kawasan industri Jababeka, sedangkan untuk luar negeri dibandingkan dengan kawasan industri Amata Nakorn, Thailand. Faktor kunci terkait suksesnya pengembangan sebuah Kawasan Ekonomi Khusus terbagi ke dalam tujuh faktor utama, di mana masing-masing faktor kunci terdiri atas beberapa indikator sebagai berikut. 1. 2. 3. 4.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 223
Posisi strategis Ketersediaan bahan baku Infrastruktur Sumber daya manusia
1/21/2016 11:07:52 AM
224
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
5. Teknologi 6. Aksesibilitas pasar 7. Dukungan pemerintah Ketujuh kunci sukses tersebut diberikan penilaian pada masing-masing kawasan industri yang menjadi perbandingan bagi KEK Palu, dengan pemberian skor berupa Tinggi, Sedang, dan Rendah. Berikut ini merupakan hasil perbandingan ketiga kawasan industri, berdasarkan tujuh faktor kunci sukses dalam pengembangan kawasan industri. Tabel 10.9 Analisis Kesenjangan
No
FAKTOR KUNCI SUKSES
1
Posisi Strategis Aksesibilitas pelayaran internasional Ketersediaan lahan untuk pengembangan Ketersediaan Bahan Baku Ketersediaan komponen pendukung Ketersediaan bahan baku Infrastruktur Infrastruktur dalam kawasan Infrastruktur jalan Infrastruktur pelabuhan Sumber daya Manusia Ketersediaan SDM berkualitas Technologi R&D Penggunaan teknologi R&D Aksesibilitas Pasar Efisiensi jangkauan pasar Besaran pasar Dukungan Pemerintah Kebijakan fiskal dan non-fiskal Kemudahan dalam berinvestasi
2
3
4 5
6
7
KAWASAN EKONOMI KHUSUS PALU
KAWASAN INDUSTRI JABABEKA
KAWASAN INDUSTRI AMATA NAKORN THAILAND
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah Rendah Rendah
Tinggi Sedang Sedang
Tinggi Tinggi Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah Rendah
Sedang Sedang
Tinggi Tinggi
Tinggi Sedang
Tinggi Tinggi
Sedang Tinggi
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Tinggi
Sumber: Data Primer FGD yang diolah.
Dari analisis kesenjangan dapat disimpulkan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus Palu masih belum memiliki keunggulan pada tujuh faktor kunci sukses dibandingkan dengan kedua kawasan industri yang diperbandingkan. Hanya satu keunggulan KEK Palu dibandingkan yang lainnya, yaitu memiliki posisi yang strategis, baik dilihat dari jangkauan bahan baku maupun pasar. Lokasi yang berada di tengah dan merupakan daerah yang dilintasi oleh jalur pelayaran dunia, menjadikan lokasi geografis Kota Palu menjadi keunggulan kompetitif bagi KEK Palu.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 224
1/21/2016 11:07:52 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
Gambar 10.4
225
Posisi Strategis 8.0
Contoh A nalisis Kesenjangan Dukungan Pemerintah
Akses Pasar
Teknologi R&D
7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Ketersediaan Bahan Mentah
Infrastruktur
Sumber Daya Manusia PALU SEZ JABABEKA AMATA NAKORN
Berdasarkan analisis kesenjangan tersebut, untuk mengurangi kesenjangan antarkompetitor, langkah yang harus di tempuh adalah dengan menutup gap atau kesenjangan tersebut, melalui beberapa langkah berikut ini. Tabel 10.10 Langkah-Langkah untuk Menutup Kesenjangan
NO
KEY SUCCESS FACTORS
1 2
The strategic position Availability row material
3
Infrastructure
4
Human resource
5
Technology and R&D
6
Market accessibility
7
Government support
CLOSE THE GAP 1. Percepatan pelabuhan Pantoloan sebagai Hub Internasional 1. Membangun kerja sama dengan asosiasi perusahaan penyedia komponen alat berat 2. Membangun sistem yang efisien antarpemasok penyedia komponen melalui Inter Organisation Sistem (IOS) 3. Membangun jaringan kerja sama dengan IKM yang memproduksi komponen 1. Membangun infrastruktur dalam dua tahap, yaitu 100 Ha dan 1400 Ha 2. Membangun sistem transportasi yang menghubungkan KEK dengan bahan baku dan pasar 3. Mengembangkan Pelabuhan Pantoloan menjadi 2500M CY 150 Ha 1. Membuka pusat pelatihan tenaga kerja bertaraf internasional 2. Membuka sekolah berstandar internasional 3. Membuka sekolah kejuruan yang berbasis pada industri manufaktur 1. Mengembangkan kerja sama dengan universitas 2. Membangun institusi penelitian dan pengembangan melalui kerja sama antara akademisi, bisnis, pemerintah, dan bank (ABGB) 3. Menetapkan kebijakan transfer teknologi di dalam industri 1. Mengembangkan pemasaran dan penjualan melalui IT 2. Menyediakan layanan perbankan khusus ekspor–impor 3. Membangun pusat perdagangan sebagai sarana pemasaran dan promosi 4. Membangun partnerships dengan pasar regional 1. Pembebasan bea impor untuk mesin, bahan baku, dan bahan pendukung 2. Mengembangkan one stop service bagi investor
Sumber: Data primer FGD yang diolah.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 225
1/21/2016 11:07:53 AM
226
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Untuk dapat mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu, khususnya pada kluster industri alat berat yang diharapkan menjadi anchor atau daya tarik bagi kluster industri lainnya, perbaikan dan pembenahan yang cukup besar masih perlu dilakukan. Terdapat tiga hal utama yang menjadi perhatian dalam mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu dengan rincian sebagai berikut: 1. Penguatan infrastruktur pendukung untuk kawasan industri 2. Peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dalam bidang perindustrian 3. Membangun jaringan kerja sama dengan akademisi, bisnis, bank, dan pemerintah dalam rangka mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu Ketiga aspek penting ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu bagi investor, khususnya pada kluster industri alat berat, melalui penciptaan daya tarik industri alat berat di Kota Palu dan rantai nilai industri, yang menguntungkan bagi investor bila menginvestasikan dananya pada kluster ini.
KESIMPULAN Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu yang memiliki luas 1.500 ha sangat potensial sebagai pendorong percepatan pembangunan dan peningkatan daya saing daerah. Visi yang ingin dicapai dari pengembangan KEK ini adalah menjadi kawasan ekonomi terbaik berbasis industri pengolahan dan perdagangan berwawasan lingkungan sebagai pilihan investasi bisnis di kawasan Asia-Pasifik. Visi ini akan dapat terwujud jika semua stakeholder (pemangku kepentingan) pembangunan di daerah ini memiliki persepsi dan tujuan yang sama dalam pengembangan KEK. Peran pemerintah (pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, dan Pemerintah Kota Palu), peran pelaku usaha, dan dukungan masyarakat merupakan hal penting dalam mencapai keberhasilan KEK Kota Palu. Bab ini juga telah menguraikan secara terperinci rumusan strategi pengembangan KEK dengan menggunakan pendekatan berbagai analisis, yaitu SWOT analysis, Porter five force analysis, value chain analysis, dan analisis kesenjangan (gap analysis). Berdasakan analisis ini, khususnya analisis SWOT, beberapa strategi dapat dirumuskan. Strategi SO (strength-opportunity): percepatan pembangunan Pelabuhan Pantoloan sebagai hub logistik internasional, pengembangan sistem transportasi yang menghubungkan KEK dengan sumber bahan baku dan pasar, memperluas akses pasar, serta pengembangan industri pengolahan hasil tambang. Rumusan strategi WO (weakness-opportunity): membangun konsorsium untuk mendukung pembangunan infrastruktur di dalam KEK, menyediakan pusat pelatihan tenaga kerja internasional, mendorong pemberian insentif fiskal dan nonfiskal dari pemerintah pusat, serta pelatihan bagi sumber daya manusia melalui keterlibatan dan kerja sama Academic Business and Government (AGB) untuk meningkatkan nilai tambah produk. Strategi ST (strength-threat): meningkatkan komunikasi pemasaran, mengembangkan konsep industri ramah lingkungan (green industry). Yang terakhir, strategi WT (weakness-threat): penetapan regulasi terkait
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 226
1/21/2016 11:07:54 AM
Bab 10 Kawasan Ekonomi Khusus Palu, Sulawesi Tengah
227
transfer teknologi bagi industri yang masuk ke KEK Palu, membuka pendidikan kejuruan jurusan industri, membangun asosiasi UKM yang mendukung industri alat berat. Dalam mengembangkan KEK Kota Palu yang mengacu pada analisis kesenjangan, ada tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu penguatan infrastruktur pendukung untuk kawasan industri, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dalam bidang perindustrian, serta membangun jaringan kerja sama dengan akademisi, bisnis, bank, dan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A. 2007. Strategic Market Management. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc. David, Fred R. 2009. Strategic Management: Concept and Cases. Amerika Serikat: Prentice Hall. Diskumperindag Palu. 2012. Renstra Kawasan Ekonomi Khusus Kota Palu. Porter, Michael E. 1998. Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors. Amerika Serikat: Free Press. Rothaermel, Frank T. 2014. Strategic Management: Concepts. Amerika Serikat: Mc-Graw Hill.
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 227
1/21/2016 11:07:55 AM
228
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 228
1/21/2016 11:07:55 AM
INDEKS
A administrator KEK 18 anak perusahaan 150 analisis biaya dan manfaat yang diperluas (expanded cost-benefit analysis—eCBAs) 68 analisis jejaring (network analysis) 88 analisis kesenjangan (gap analysis) 52, 222 analisis komponen utama (main component analysis) 95 analisis kualitatif 81 analisis lima kekuatan Porter (Porter five force analysis) 212, 216 analisis multikriteria (multi-criteria analysis—MCA) 68 analisis rantai nilai (value chain analysis) 220 analisis statistik 88 analisis SWOT (SWOT analysis) 47, 212 analisis tren pasar (market trend analysis) 50
B badan usaha 19 badan usaha milik daerah 20 badan usaha milik negara (BUMN) 20, 77 Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK 28 bahan baku 8 benchmarking 53, 89
biaya transportasi 8 bonded zone 14 boundary spanners 130
C chaebol 165 competitive opositioning analysis 54 content analysis 88
D daftar negatif investasi (DNI) 14 data kualitatif 88 data kuantitatif, 88 daya saing kompetitif 2 daya tawar pemasok 216 daya tawar pembeli 217 degradasi lingkungan 203 deindustrialisasi 149 Dewan Kawasan KEK 18 Dewan Kawasan KEK Provinsi 18 Dewan Nasional 196 Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus 18 Dewan Pertimbangan 172 diagnosis 46 difusi teknologi 168 domestic purchasing power 1
efisiensi collective (collective efficiency) 96 ekspor 14, 41, 66, 82, 113, 143, 185, 207 eksternalitas 57, 62 employment growth 93 entrepreneurialism 93 evaluasi 83 evaluasi Ex-Ante 84 evaluasi Ex-Post 84 expert judgement 88 export data 99 Export Processing Zone (EPZ) 16, 113
F FDI (foreign direct investment) 123, 185 feed in tariff 75 financial viability 93 Free Trade Zone Batam 14
G graph analysis 99 greater Tokyo Initiative 131 Green Growth Assesment Process (GGAP) 76 green growth 59
E
I
economic growth 93 ecozone 17 efisiensi 3, 42
impor 14, 66, 82, 185, 198 inbound logistik 220 income generation 206 indikator 100 I-1
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 1
1/21/2016 11:07:56 AM
industri 66, 129, 161, 187, 199, 207, 209 industri elektronik 144, 148 industri penyediaan alat berat 212 industri perakitan 222 industri primer 185 industri sekunder 185 industri semi-konduktor 156 industri tersier 185 industrialisasi 153, 184 key success factor (ksf) 55 inflasi 3 informasi 42, 100 infrastruktur 16, 43, 105, 116, 131, 190, 209 infrastruktur elektronik 161 infrastruktur fisik 8, 43, 74, 117 infrastruktur ilmu pengetahuan 117 inovasi 2, 42, 65, 88, 129, 134, 144, 195 inovasi global 135 input-output method 99 insentif fiskal 14, 214 insentif nonfiskal 14 insentif pajak 172 integrasi horizontal 158 internalisasi biaya 63 international hub logistic 214 internet 155 investasi 3, 83, 113, 134, 162, 187, 208 investor 14, 63, 117, 144, 208 invissible college 148
J jaringan (network) 57 jaringan nilai (value network) 152
K kaisha 165 Kawasan Barat Indonesia (KBI) 13 kawasan ekonomi khusus (KEK) 4, 13, 41, 60, 113, 207 Kawasan Ekonomi Khusus Palu 208
Kawasan Timur Indonesia (KTI) 13 kebijakan fiskal 70 kebijakan kluster (cluster policy) 91 kebijakan makroekonomi 3 kebijakan publik 70 keiretsu 147 KEK Bitung 33 KEK karbon rendah 67 KEK hijau 67 KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan 35 KEK Mandalika 35 KEK Morotai 34 KEK Palu 33 KEK Sei Mangkei 31 KEK Tanjung Api-Api 34 KEK Tanjung Lesung 32 kekayaan intelektual 188 kemakmuran 4, 114 kemitraan 166 kemitraan bisnis 140 kerja sama pemerintah dan swasta (kps) 75 kesenjangan strategik (strategic gap) 52 keunggulan kompetitif 2, 51, 151, 224 kewirausahaan 8, 43, 150 kluster 41, 81, 114, 134, 144 kluster industri 2, 42, 214 kluster organik 165 knowledge worker 165 komunitas praktik (practical community) 103 koperasi 20 kualitas hidup 10
L lingkungan 10 linkage 130 liquidity ratio 93 local gross product 96 localisation quotients 99
M makroekonomi 2 manajemen rantai pasokan 166 manufaktur komputer terpadu (computer integrated manufacturing—CIM) 160 manufaktur tangkas (agile manufacturing) 171 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 75, 207 matriks informasi dasar (basic information matrix) 96 matriks SWOT 215 mikroekonomi 2 mobilisasi 46 modal 8, 130 modal sosial 159 monitoring 100
N network analysis 99 neutral policy 57 nilai tambah (value added) 149, 217
O outbound logistik 221 outsourcing 141, 154
P paten 155, 188 pelaku usaha 19 Pelatihan Dalam Industri (Training Within Industry—TWI) 169 pemasok 158 pemerintah 6, 16, 63, 114, 129, 161 pemerintah daerah 44, 73, 170, 190 pemerintah provinsi 20 penanaman modal asing 113, 150, 209 penciptaan nilai (value proposition) 4 pendapatan nasional 1 pendapatan per kapita 1, 150, 182
I-2
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 2
1/21/2016 11:07:56 AM
I-3
pendidikan 5 penelitian dan pengembangan (research and development— R&D) 2, 132, 183 perusahaan kewirausahaan 147 perusahaan multinasional (MNCs) 114, 144, 187 populasi 10, 146 Porter five forces 49 Porter value chain 146 privatisasi BUMN 194 produk domestik bruto (PDB—gross domestic product [GDP]) 13, 65, 82, 123, 153, 181 produktivitas 2, 14, 42, 64, 87, 114, 145 produktivitas tenaga kerja 1 profitability 93
R rantai nilai (value chain) 7, 122, 70, 152, 220 rantai pasokan (suplly chain) 7, 43, 166 reformasi Tiongkok 204 rekayasa know how (engineering know how) 167 Ripley’s K-Method 99
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 3
S segmentasi produk dan pasar (product and market segmentation) 54 Shenzhen Special Economic Zone 181 Sidang Dewan Nasional KEK 26 siklus kluster 45 sistem manufaktur know how 167 sistem peringatan dini (early warning system) 83 skala ekonomis 55 skala Likert 95 solvency ratio 93 spatial concentration 99 spesialisasi 165 stakeholder (pemangku kepentingan) 9, 43, 63, 82, 226 stocktaking 89 strategi kolaborasi 46 sumber daya alam (SDA) 117, 207 sumber daya manusia (SDM) 5, 52, 117, 130, 153, 214 survei 88
teknologi informasi 162 tenaga kerja 14 the Cluster Scoreboard 92 tiga pilar tahap investasi 6 tingkat partisipasi sekolah 1 trade barriers 139 transfer of knowledge 9 transfer teknologi 167, 187 turnover growth 93
U universitas 4, 41, 129, 170 urbanisasi 153 usaha kecil dan menengah (UKM) 129 usia harapan hidup 1 utilitas tenaga kerja 1
V Viability Gap Fund (VGF) 76 visible college 166
W workforce participation rate 1
T TAMA Association 129 teknologi 4, 51, 66, 117, 144, 130, 187, 222
1/21/2016 11:07:56 AM
I-4
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 4
1/21/2016 11:07:56 AM
TENTANG PENULIS
Sari Wahyuni, SIP., M.Sc., Ph.D. adalah Pengelola Program Pasca Sarjana Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sari menyelesaikan S-1 dari Universitas Gadjah Mada, kemudian memperoleh gelar M.Sc. dan Ph.D. dari University of Groningen, Belanda. Karier internasionalnya dimulai ketika dia mengajar di Universiy of Groningen dan menjadi Associate Professor di Nottingham University, Malaysia Campus. Pada tahun 2006, ia memutuskan kembali ke tanah airnya dan bergabung dengan Universitas Indonesia. Sejak 2003–2011, Sari tercatat sebagai Visiting Profesor tahunan di Universitas Groningen Belanda untuk mengajar LERD (Local Economic Resource Development Programme). Ketertarikannya terhadap pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dimulai dengan keterlibatannya dalam beberapa riset international untuk pengembangan kluster dan menulis buku Competitiveness of Special Economic Zone: Comparison between Indonesia, Malaysia, Thailand, dan China. Aktif sebagai penulis di berbagai jurnal internasional, Sari juga adalah Founder dari the South East Asean Journal of Management dan Ketua Asosiasi Manajemen Stratejik Indonesia (AMASTI).
Wahyuningsih, S.E., M.Sc., Ph.D. memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang pada tahun 1995 pada Jurusan Manajemen. Gelar Master diperoleh dari The University of Groningen, The Netherlands dan gelar doctor (Ph.D.) dari Monash University, Australia. Saat ini, ia menjadi Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Kepiawaiannya dalam bidang manajemen tidak hanya di dunia akademisi, namun juga di-back-up dengan pengalamannya di dunia praktisi, yaitu dengan memberikan konsultasi manajemen pada beberapa perusahaan. Selain itu, ia merupakan staf ahli Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah bidang Ekonomi dan tim ahli Dewan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Wahyuningsih juga aktif menjadi pembicara di beberapa seminar, baik tingkat nasional maupun internasional.
TP-1
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 1
1/21/2016 11:07:59 AM
TP-2
Panduan Praktis Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Panduan Praktis_KEK_Sari Wahyuni.indb 2
1/21/2016 11:07:59 AM