Legality, Volume 14, Nomor 2, september 2006-Februari 2007 : 369-383
SARANA TRANSPORTASI SEBAGAI SISTEM PERDAGANGAN PERNIAGAAN NASIONAL Suwardi Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya Jalan. Arief Rachman Hakim 51 Surabaya
Abstrak Sarana transportasi merupaka sarana yang sangat penting dan vital bagi masyarakat dan ekonomi suatu bangsa khususnya Bangsa Indonesia sedang berkembang, dengan demikian dalam perkem bangan yang terjadi seringkali tidak seimbang antara tingkat kebu tuhan yang terjadi dengan tingkat layanan terhadap masyarakat kepelosok-pelosok daerah yang seharusnya sudah tercipta, dalam kondisi demikian akan menciptakan adanya kesen jangan ketidak mampuan masyarakat terhadap dayabeli cara hidup yang jauh tertinggal dengan Negara lain. Untuk penting bagi kita bahwa sarana transportasi merupakan urat nadi bagi perekonomian Bangsa.
Means of transportation merupaka means very important and vital to society and econo my of a nation especially the Indonesian nation is growing, so the developments are often not balanced between the level of demand that occurred with the level of service to the com munity kepelosok-remote areas who should have been created, in such conditions exist it will create gaps inability of the purchasing power of the community way of life that far behind with other countries. For important for us that transportation is the life blood of the nation's economy.
Key Words : Transportation is the lifeblood of economic Pendahuluan Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam meningkatkan suatu perekonomian
Bangsa didalam sistem perdagangan sebagai penghasil devisa negara serta merupakan kebutuhan penting bagi kegiatan masyarakat dalam beraktifi
370
tas dan berprodruksi, sebagai bangsa yang sedang memba ngun seperti Negara Indonesia. Dika takan sangat vital karena didasarkan oleh berbagai faktor: Keadaan geografis Indonesia berupa daratan yang terdiri dari beribu -ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian pulau besar laut dan sungai serta danau memungkinkan dituntut untuk mem bangun sarana trans portasi atau pengangkutan yang memadai serta menunjang dalam memberikan pelayanan kepada masya rakat hingga kepelosok tanah air dengan melalui sarana jalur darat, laut dan udara. Kondisi angkutan tiga jalur tersebut mendorong dan menjadi ala san penggunaan alat transportasi yang memadai sehingga tidak menghambat kemajuan dan perkem bangan yang serba modern ini sebab jika tidak tentunya akan berdam pak bangsa kita akan tertinggal jauh dengan Bangsa-bangsa lain yang sara nanya sudah maju dalam kon disi demikian kita juga tidak akan mampu meng gali potensi alam yang ada di wilayah tanah air kita dengan maksimal sebab itu meru pakan penga hasil devisa negara sebagai modal untuk membangun Bangsa Indonesia tercinta ini. Sarana trans portasi merupakan alat yang tidak bisa kita abaikan begitu saja sebab itu meru pakan sarana vital bagi kebutuhan masyarakat umum mau pun kebutu han perdagangan dan kalangan dunia usaha sehingga dibutuhkan pelayanan yang cepat dan terjamin keamanan nya baik itu dalam mengangkut barang maupun penum pang ketempat tujuan. Disisi yang lain pengangkutan akan menunjang pembangunan diber
bagai sektor hal itu guna mewujudkan penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distri busi hasil pembangunan diberbagai kemajuan keseluruh pelosok tanah air, misalnya sektor Industri, perdaga ngan, pariwisata dan pendidikan. Ser ta mendekat kan jarak antara desa dan kota karena dampak lancarnya pengangkutan itu sendiri. Dengan jarak tempuh antar kota dan desa akan memberikan dam pak baik bagi pekerja dikota tidak harus pindah kekota, mereka yang tinggal dikota tidak perlu kawatir dipeker jakan didaerah luar kota, infomasi timbal balik yang cukup cepat antara desa dan kota, Pola hidup didaerah pede saan cende rung mengi kuti pola hidup didaerah perkotaan. Tingkat berpikir dan ingin maju warga desa dapat tumbuh lebih cepat. Per kembangan dibidang pengangku tan mendorong peningkatan perkem bangan pendidikan dibidang ilmu dan teknologi kearah pengangkutan modern dalam 3 jalur tersebut yaitu jalur darat, jalur laut dan jalur udara. Dengan telah diundangkan beberapa ketentuan ketiga jalur tersebut yaitu untuk jalur darat UU No. 13 tahun 1992 Ps 46 mengatur tentang Per kereta Apiaan serta dilengkapi dengan UU No. 14 tahun 1992 sesuai Ps 74 UUAJ tentang Lalu Lintas yang diperbaharui UU Nomor 22 tahun 2009 dan Angkutan Jalan ditambah lagi UU No. 21 tahun 1992 mengatur tentang Angkutan Jalur Laut atau Pelayaran dengan dileng kapi Ps 132 UUP. Dan yang terakhir telah dikeluar kan pula UU No. 15 Tahun 1992 mengatur tentang jalur Angkutan Udara kusus nya pada Ps
371
75 mengatur seluk beluk jalur udara tersebut. Asas-Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang bersifat publik dan perdata. Untuk publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan dan pihak pemerintah (penguasa). Sedangkan asas-asas yang bersifat per data merupakan landasan hukum pengang kutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak. Asas publik menurut Ps 2 UUKA Ps 2 UUAJ, Ps 2 UU AP dan Ps 2 UUPU adalah untuk kepentingan masyara kat banyak. Usaha bersama dan kekeluargaan usaha tersebut dilaksa nakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegia tannya dapat dilaku kan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai semangat kekeluargaan. Adil dan merata penyelenggaraan pengang kutan harus dapat memberikan pela yanan yang adil dan merata kepada sege nap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masya rakat luas. Dalam rangka kepenti ngan berasas kan publik itu semua tentu ada hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu asas manfaat, kea dilan dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum yang tinggi dan keselamatan penumpang. Begitu juga ada asas yang sangat penting adalah asas yang bersifat Perdata. Menurut ketentuan Ps 25 UUKA, Ps 43 UUAJ, Ps 85 UUAP, Ps 41 UUPU, pengang kutan diadakan dengan perjanjian
antara pihak-pihak. Tiket atau karcis penumpang dan dokumen angkutan lainya meru pakan tanda bukti telah terjadi perjan jian antara pihak-pihak Berdasarkan keten tuan ini maka asas-asas yang bersifat perdata adalah al: Konsensual, Koordi natif, Campu ran, Retensi, Pembuk tian dengan Dokumen. Pengangkutan atau transportasi merupakan proses kegiatan mulai dari pemuatan kedalam alat pengang kut, pemindahan ketempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembong karan atau penurunan ditempat tujuan terse but. Tetapi proses ini baru dapat dia mati bila diterapkan secara nyata pada setiap pengang kutan. Dengan kata lain teori hukum pengangkutan hanyalah mempunyai arti bila diwujud kan melalui setiap jenis pengangkutan, yaitu pengangku tan darat, laut dan udara. Teori hukum pengangkutan meng gambarkan secara jelas rekons truksi ketentuan undang-undang atau perjan jian bagaimana seharusnya para pihak berbuat, sehingga tujuan pengang kutan itu tercapai. Tetapi praktik hukum pengangkutan menya takan peristiwa perbuatan pihak-pihak sehingga tujuan pengangkutan itu tercapai dan ada pula yang tidak tercapai. Tidak tercapainya tujuan dapat terjadi karena wanprestasi salah satu pihak atau karena keadaan memaksa (force ma jeur). Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujua dengan selamat dan meningkatkan nilai guna baik bagi penumpang maupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan arti
372
nya proses pemindahan dari satu tempat ketempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu yang direnca nakan. Dengan selamat artinya penum pang dan barang dalam keadaan aman tidak me ngalami bahaya yang mengakibat kan luka atau rusak, sakit atau mening gal dunia.. Jika yang diangkut itu barang , selamat artinya barang yang diangkut tidak mengala mi kerusakan, kehilangan, kekura ngan atau kemus nahan. Meningkat kan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan. Kegiatan trasportasi memindah kan barang (commodity of goods) maupun penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ketempat lain atau part of destina tion, maka dengan demi kian pengang kut mengahasilkan jasa angkutan atau dengan perkataan lain bermanfaat untuk pemindahan/ pengiriman barang -barangnya atau produk sinya. Dengan adanya jasa produksi yang diperlukan oleh masyarakat dala memindahkan atau mengirimkan ba rang-barang ketempat lain maka memenuhi kepentingan pokok menim bulkan Plase Utility dan Time Utility yang sangat bermanfaat. Plase Utility menimbulkan nilai dari suatu barang tertentu karena dapat dipindahkan itu, dari tempat dimana barang yang berkelebihan kurang diper lukan disuatu tem pat, dimana barang itu sangat dibutuhkan ditempat lain karena langka. Dalam arti perkataan lain, bahwa didaerah dimana barang dihasilkan dalam jum
lah yang berkele bihan nilainya akan turun, dibanding kan jika dia suatu tempat barang ter sebut sangat sukar didapatnya.Tetapi dengan dipindah kan, diki rimkan barang tersebut atau diangkut kedaerah lain maka harga kebutu han dapat disamarata kan. Time Utility menimbulkan sebab karena barang -barang dapat diangkut atau dikirim dari suatu tempat ketem pat lain atau dari part of origin diangkut ketempat tertentu dimana benda atau barang sangat dibutuhkan menurut keadaan, waktu dan kebutu han. Jika kita tinjau hal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengangkutan memegang peranan penting dalam mewujudkan ekono mi dan perdaga ngan sebagai sarana pokok penunjang yang menim bulkan ekternal ekonomi di sektorsektor perdagangan dan industri. Masalah pada masa kini bagaima nakah cara memajukan transportasi yang dapat meng hasilkan jasa pro duksi angkutan yang baik dan murah dapat ditawarkan dan dapat meme nuhi kebu tuhan masyarakat, dengan dapat me nyamaratakan baik harga mutu pelayanan dan waktu dibutuh kan dapat dipenuhi dan bagaimana kah cara fasilitas angkutan itu tersedia dalam jumlah memadai pada masya rakat. Masyarakat ingin terpenuhi kebutuhan produksi jasa angkutan dengan tarif yang rendah tetapi dengan pelayanan bernilai tinggi. Keuntungan yang disebabkan ada nya tersedianya jasa angkutan bagi masyarakat yang selalu menggunakan jasa angkutan barang baik melalui jasa angkutan daratan, angkutan laut mau pun udara maka dengan tercipta nya pengakutan yang baik akan
373
menciptakan suatu pasar yang positip bagi kalangan investor baik dalam maupun luar negeri untuk berinves tasi, dan yang tidak kalah penting adalah berdampak baik pada stabilitas Nasio nal dan pada Masyarakat secara luas pada beberapa hal : Dapat dipertahankan stabilitas ekonomi terutama terhadap harga barang di pasaran. Kepincangan stok barang disuatu daerah penghasil dan daerah yang membutuhkan tidak muncul sehingga menghilangkan praktek mono poli. Naiknya nilai tanah disekitarnya, dimana fasilitas angkutan tersedia dengan baik. Adanya jasa produksi ang kutan, persediaan barang akan lebih merata dan terjangkau. Adanya pengangkutan memungkinkan tersebarnya tenaga kerja yang lebih ekonomis. Produksi dengan istilah lergescale pro duction, dapat dicpai karena adanya transportasi, dapat ditekan pada ting kat paling ekonomis. Pengenaan tarif yang wajar dapat dicapai serta mem perluas kebutuhan Nasional dipasaran dunia yang membutuhkan produk nasional serta mendorong GNP Nasio nal meningkat. Sarana pengangkutan atau trans portasi adalah merupakan bagian hubungan hukum lalu lintas (communication atu verker) dan ang kutan juga terma suk bidang pelaya nan jasa ekono mis, sesuai dengan sifat usaha memindah kan barang dari tempat asal ketem pat lain. Kegiatan transportasi itu sendiri bisa dilakukan dari beberapa sarana yaitu lewat ang kutan kereta api, lewat kendaraan bermotor, lewat angkutan kapal laut
dan melalui angkutan udara. Permasalahan : Guna menghadapi persoalan transpor tasi perniagaan maka kami akan men diskusikan beberapa hal sebagai beri kut : 1. Apakah peranan dan fungsi sarana transportasi dalam perniagaan ? 2. Bagaimanakah sistem penyelengga raan perniagaannya ? Peranan fungsi dan manfaat pengangkutan untuk masyarakat secara umum sebagai citra Bangsa yang besar dan makmur yakni tanah yang subur,kerja keras dan kelancaran pengangkutan menjadi pekerjaan berat bagi pemim pin Bangsa ini mengingat penduduk kita cukup besar jumlahnya dengan demikian pelaya nan terhadap kepentingan untuk pengangkutan orang dan barang dari satu tempat ketempat lainnya diha rapkan tidak terjadi kendala. Dengan transportasi yang memadai dan modern maka akan mampu memasar kan hasil alam kita maupun hasil pro duksi ketujuan Negara-negara yang membutuhkan contohnya hasil-hasil perkebunan, karet ,kopi, kopra dan lainnya sebagai andalan pasar dunia dan sebagai pengahasil devisa untuk Negara kita. Dengan kita mampu mengirim hasil alam kita maka tentu harus dibarengi dengan sarana trans portasi yang baik akibat dari perkem bangan dunia yang serba maju ini maka kita dituntut dari segi pelayanan transportasi memprioritaskan segi ke amanan dan ketepatan waktu. Sara na transportasi yang baik akan berdam pak pada meningkatkan kesejah tera an warganya serta bisa memberi kan lapangan kerja disemua bidang
374
dengan mobilitas tinggi karena akibat sarana transportasi telah terpenuhi dengan baik tersebut. Sistem pengang kutan tersebut adalah harus menjamin keama nan, keselamatan, kecepatan dan terjang kau oleh daya beli masya rakatnya. Maka pengangkutan meru pakan kunci sangat penting untuk saling menghubungkan daerah sum ber bahan baku, daerah produksi, daerah pemasaran dan daerah pemu kiman sebagai tem pat tinggal. Pembahasan Peranan dan Fungsi Sarana Trans portasi Dalam Perniagaan 1. Makna Transportasi Perniagaan Istilah niaga adalah sinonim dari dagang, yaitu kegiatan menjalankan usaha dengan cara membeli barang dan menjualnya lagi atau menyewa kannya dengan tujuan memperoleh keuntu ngan. Pengangkutan adalah kegiatan pemuatan kedalam alat pengangkut, pemindahan ketempat tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan / pem bongkaran dari alat pengangkut baik mengenai penum pang ataupun barang. Jika penggu naan alat pengangkut itu ditarik biaya angkutan sebagai sewanya, maka pengangkutan itu disebut pengangku tan niaga. Jadi, pengangku tan niaga pada hakikatnya adalah menyewakan alat pengangkut kepada penumpang dan/atau pengirim barang, baik dija lankan sendiri ataupun dijalankan oleh orang lain. Istilah niaga ini dipa kai dalam undang-undang pengang kutan perairan, dan udara. Dalam Pasal 1 butir (14) UU No. 15 Tahun
1992 tentang Pener bangan ditentu kan, angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran. Dengan demi kian, sudah tepat jika bidang kegiatan pengang kutan yang dikaji ini disebut pengangkutan niaga. Hukum yang mengatur pengangkutan niaga disebut hukum pengangkutan niaga. Hukum pengangkutan niaga selalu berdimen si bisnis. Dasar Hukum Transportasi Niaga transportasi niaga atau pengangkutan niaga yang dimaksud meliputi pengangkutan darat, perairan, dan udara. Aspek hukum publik pada pengangkutan diatur dengan undangundang, sedang kan aspek hukum per data pada pengangkutan diatur dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak dan kebiasaan yang hidup dalam masyara kat. a.Pengangkutan Dengan Api
Darat
Kereta
Pengangkutan darat dengan kereta api diatur dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perke reta apian, Lembaran Negara No. 47 Tahun 1992, untuk memudahkan penyebutan selanjutnya disingkat UUKA. Menurut Pasal 46 UUKA, undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992. Pada saat mulai berlakunya undang -undang ini, maka semua peraturan perundang-undangan yang menga tur tentang perkeretaapian yang masih berlaku sejak zaman kolonial Belanda dahulu, dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 45 UUKA). Pengangkutan dengan kereta api diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak. Karcis penumpang
375
atau surat angkutan barang merupa kan tanda bukti terja dinya perjan jian pengang kutan (Pasal 25 ayat (2) UUKA). Karcis penumpang diter bitkan atas tunjuk (to bearer), setiap pemegang karcis penumpang berhak untuk diangkut. b.Pengangkutan Darat Dengan Kenda raan Bermotor. Pengangkutan darat dengan kenda raan bermotor diatur dengan Undang -undang No. 14 tahun 1992 yang diper baharui UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lem baran Negara No. 49 tahun 1992, untuk memu dahkan penyebutan selanjutnya disingkat UUAJ. Menu rut pasal 74 UUAJ undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992. Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka Un dangundang No. 13 tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya di nyata kan tidak berlaku lagi (Pasal 73 UUAJ). Selain itu, pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor juga diatur dalam Buku I Bab V Bagian 2 dan 3 Pasal 90 s.d. 98 KUHD. Keten tuan pasal-pasal KUHD tersebut bersifat lex generalis, artinya berlaku umum untuk semua jenis pengang kutan darat dengan kendaraan ber motor. Pengangkutan darat dengan ken daraan bermotor diadakan dengan perjan jian antara pihak -pihak. Kar cis penum pang atau surat angkutan barang meru pakan tanda bukti telah terjadinya per janjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan (Pasal 43 UUAJ). Karcis penumpang
dapat diterbitkan atas tunjuk (to bea rer) dan atas nama (on name). c. Pengangkutan Perairan Kapal Pengangkutan perairan dengan kapal diatur dengan UU No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran, Lem baga Negara No. 98 tahun 1992, untuk memudah kan penyebutan selanjutnya disingkat UUAP. Menu rut Pasal 132 UUAP, undangundang ini diundang kan pada tang gal 17 September 1992. Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka semua perundang-unda ngan yang berkenaan dengan pengangkutan perairan yang masih berlaku sejak zaman kolonial Belanda dahulu, dinya takan tidak berlaku lagi (Pasal 131 UUAP). Selain itu, pengangkutan perairan juga diatur dalam KUHD, yaitu Buku II Bab V tentang perjanjian carter kapal, Buku II Bab V A tentang pengang kutan barang, Buku II Bab V B tentang pengangkutan penumpang. Pengangkutan perairan diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak. Karcis penumpang dan dokumen muatan merupakan tanda bukti telah terjadinya perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan (Pasal 85 UUAP). Dokumen muatan pada pengangkutan laut disebut konosemen. Karcis penumpang diter bitkan atas nama. Sedangkan konose men dapat diterbitkan atas nama, atas tunjuk, dan atas pengganti. d.Pengangkutan Udara
Udara
Pesawat
Angkutan udara dengan pesawat uda ra diatur dengan UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan
376
yang diperbaharui UU No. 1 tahun 2009., Lembaga Negara No. 53 tahun 1992, untuk memudahkan penye butan selanjutnya disingkat UUPU. Menurut Pasal 76 UUPU, undang-undang ini mulai berlaku pada tang gal 17 September 1992. Sejak berla kunya undang-undang ini, maka undang-undang No. 83 tahun 1958 tentang Penerbangan dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 75 UUPU). Tetapi menurut keten tuan Pasal 74 ayat (1) UUPU, Ordonansi Pengangkutan Udara Stb. No. 100 tahun 1939 dinya takan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undangundang ini, atau belum diganti dengan undang-undang yang baru. Angkutan udara diadakan dengan perjanjian antara pihakpihak. Tiket penumpang atau tiket bagasi merupa kan tanda bukti telah terjadi perjan jian pengangkutan dan pemba yaran biaya angkutan (Pasal 41 UUPU). 2.Pengangkutan Niaga Melalui Per janjian Pokok bahasan ini menguraikan dua konsep, yaitu konsep pengang kutan niaga dan konsep perjanjian pengang kutan niaga. Pengangkutan niaga ada lah konsep mengenai gejala peris tiwa, sedangkan perjanjian pengangkutan niaga adalah konsep mengenai gejala hukum yang menga tur peristiwa pengangkutan niaga. Pengangkutan niaga merupakan rang kaian kegiatan (peristiwa) peminda han penumpang dan/atau barang dari satu tempat pemu atan (embarkasi) ketempat tujuan (disembarkasi) seba
gai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan. Rangkaian peris tiwa pemindahan itu meliputi kegiatan: (a) memuat penumpang dan / atau barang kedalam alat pengangkut; (b) membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan; (c) menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tuju an. Pengangkutan niaga yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesa tuan proses yang disebut pengang kutan niaga dalam arti luas. Di sam ping dalam arti luas, pengangkutan niaga juga dapat dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegia tan membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun/terminal/ pelabu han/ bandara tem pat pemberangkatan kestasiun /terminal/pelabuhan/ ban dara tujuan Untuk menentukan pengangkutan niaga itu dalam arti luas atau arti sempit tergan tung pada perjanjian yang dibuat oleh pihakpihak, bahkan kebiasaan masya rakat. Pada pengangkutan darat dengan kere ta api, tempat pemuatan dan tempat penurunan penumpang atau pembong karan barang disebut stasiun. Pada pengangkutan darat dengan kenda raan bermotor disebut terminal, pada pengangkutan perairan dengan kapal disebut pelabuhan, dan pada pengang kutan udara dengan pesawat terbang disebut bandara (bandar udara). Dengan demikian, proses yang digam barkan dalam konsep pengangku tan niaga berawal dari stasiun/ termi nal/pelabuhan/ bandara pemberangka tan dan berakhir di stasiun/ terminal/
377
pelabuhan/ bandara tujuan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian. Untuk menyelenggarakan pengang kutan niaga, lebih dahulu harus ada perjanjian antara pengangkut dan penumpang/pengirim. Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetu juan dengan mana pengangkut mengi katkan diri untuk menyelenggarakan pengang kutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikat kan diri untuk membayar biaya angkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen pengangku tan yang membuktikan bahwa perjan jian sudah terjadi. Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkutan baru diseleng garakan setelah biaya angkutan dibayar lebih dahulu. Tetapi di samping keten tuan undang-undang juga berlaku kebia saan masyarakat yang dapat membayar biaya angkutan kemudian. Perjanjian pengangkutan niaga biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa, dan menurunkan/membongkar, kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain. Pengangkutan niaga dalam arti luas ini erat hubungannya dengan tang gung jawab pengangkut apabila terjadi peris tiwa yang menimbulkan kerugian. Artinya tanggung jawab pengangkut mulai berjalan sejak penumpang dan /atau barang dimuat kedalam alat pengangkut sampai penumpang diturunkan dari alat pengangkut atau barang dibongkar dari alat pengangkut atau diserahkan kepada penerima. Tanggung jawab
dapat diketahui dari kewa jiban yang telah ditetapkan dalam per janjian atau undang-undang. Kewajiban pengangkut adalah menyelengga rakan pengangkutan. Kewajiban ini mengikat sejak penumpang atau pengirim melunasi biaya angkutan. Apabila penumpang mengalami kecelakaan ketika naik alat pengang kut, atau selama diangkut, atau ketika turun dari alat pengangkut, maka pengangkut bertanggung jawab mem bayar segala kerugian yang timbul akibat kecelakan yang terjadi itu. Demikian juga halnya pada pengang kutan barang, pengangkut bertang gung jawab atas kerugian yang timbul akibat peristiwa yang terjadi dalam proses pengangkutan sejak pemuatan sampai pembongkaran ditempat tuju an, kecuali jika diperjanjikan lain. Tetapi tang gung jawab pengangkut ini dibatasi oleh undang-undang. Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang timbul akibat kesalahan/ kelalaian mengangkut. Sedangkan mengenai kerugian yang timbul akibat: (a) keadaan majeur);
memaksa
(b) cacat pada penumpang barang itu sendiri; (c) kesalahan/kelalaian atau pengirim;
(force atau
penumpang
Pengangkut dibebaskan dari tang gung jawab membayar ganti kerugian Pembatasan atau pembebasan tang gung jawab pengangkut yang ditentukan dalam undang-undang maupun perjanjian disebut eksonerasi.Luas tanggung jawab pengangkut dapat di baca dalam Pasal 1236 dan 1246
378
KUHPdt. Menurut ketentuan Pasal 1236 KUH Pdt, pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita, dan bunga yang layak diteri ma bila dia tidak dapat menyerahkan atau tidak mera wat sepatutnya untuk menyelamatkan barang muatan. Dalam Pasal 1246 KUHPdt ditentukan bahwa biaya, kerugian, dan bunga pada umum nya terdiri dari kerugian yang telah dide rita dan laba yang seharusnya akan diterima. Apabila tanggung jawab tersebut tidak dipenuhi, maka dapat diselesaikan melalui gugatan kemuka pengadilan yang berwenang. 3.Sistem Tanggungjawab Pengang kutan Niaga a.PengertianTanggungjawab Pengang kutan Niaga Dalam hukum pengangkutan dike nal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesa lahan, tanggung jawab karena pra duga, dan tanggung jawab mutlak. Hukum pengangkutan Indonesia umumnya menganut prinsip tang gung jawab karena kesalahan dan karena praduga. b.Tanggung Jawab karena Kesala han (Fault Liability) Menurut prinsip ini, setiap pengang kut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangku tan harus bertanggung jawab mem bayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuk tikan kesalahan pengangkut. Beban pem buktian ada pada pihak yang dirugi kan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini diatur dalam Pasal 1365
KUHPdt tentang perbuatan mela wan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Sedangkan aturan khusus ditentu kan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. Pada pengangkutan dengan kereta api, tanggung jawab ini ditentukan dalam Pasal 28 UU KA yang menya takan: (1) Badan penyelenggara bertang gung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengguna jasa dan/atau pihak ketiga yang timbul dari penyelenggaraan pelayanan angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana di maksud ayat (1)diberikan dengan ketentuan : a. Sumber kerugian berasal dari pelayanan angkutan dan harus dibuktikan adanya kelalaian petugas, atau pihak, lain yang dipe kerjakan oleh badan penye lenggara b.besarnya gantrugi dibatasi sejumlah maksimum asuransi yang ditutup oleh badan penye lenggara dalam hal penyeleng garaan kegiatannya. Pengertian "kerugian yang dide rita oleh pengguna jasa" tidak terma suk keuntungan yang akan diperoleh atau pun bagian biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati. Pada pengangkutan dengan kendaraan bermotor, tanggung jawab ini ditentu kan dalam Pasal 28 UUAJ yang menyatakan: Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/ atau pemi lik barang dan/atau pihak
379
ketiga, yang timbul karena kelala ian atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan ken daraan bermotor. Dalamm penjelasan pasal ini dinya takan bahwa dalam hal kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu orang pengemudi, maka tanggung jawab terhadap kerugian materi yang ditim bulkan ditanggung secara sama-sama. Pada pengangkutan dengan kapal, tang gung jawab ini ditentukan dalam Pasal 86 UUPP yang menyatakan : Perusahaan angkutan diperairan ber tanggung jawab atas akibat yang ditim bulkan oleh pengoperasian kapalnya berupa : (a) kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; (b) musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; (c)keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; (d) kerugian pihak ketiga. Dalam penjelasan pasal ini dinyata kan bahwa tanggung jawab itu (hurut a)diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakaan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan perundang-unda ngan yang berlaku. Tanggung jawab menge nai barang (huruf b) sesuai dengan perjanjian pengangkutan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab pelayanan (huruf c) meliputi antara lain mem berikan pela yanan dalam batas-batas kelayakan sesuai dengan kemampuan perusahaan angkutan diperairan kepa da penumpang selama menunggu ke berangkatan dalam hal terjadi keter lambatan keberangkatan karena kela
laian perusahaan angkutan terse but, mengingat perusahaan angkutan dipe rairan yang masih tergolong usaha ekonomi lemah. Yang dimaksud dengan pihak ketiga pada butir (d) adalah orang atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengope rasian kapal tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian kapal. Pada pengang kutan dengan pesawat terbang, tang gung jawab ini ditentukan dalam Pasal 43 UUPU yang menyatakan: (1) Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga bertanggung jawab atas: a.kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; b.musnah, hilang atau rusaknya ba rang yang diangkut; c.keterlambatan angkutan penum pang dan/atau barang yang diang kut apa bila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut. (2) Batas jumlah ganti rugi terhadap tanggung jawab pengangkut sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan peme rintah. Dalam penjelasan pasal terse but dinyatakan banwa tanggung jawab perusahaan angkutan udara sebagai mana dimaksud dalam keten tuan ini adalah apabila kematian atau lukanya penumpang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengang kutan udara dan terjadi didalam pesa wat udara, atau kecelakaan pada saat naik ke atau turun dari pesawat udara. Termasuk dalam pengertian lukanya penumpang adalah cacat fisik dan/ atau cacat mental.
380
c.Tanggung Jawab Praduga (Presumption Liability) Menurut prinsip ini, pengang kut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang tim bul dari pengangkutan yang diseleng garakannya, Tetapi jika pengangkut dapat mem buktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tang gung jawab membayar ganti kerugian itu. Yang dimaksud dengan "tidak bersa lah" adalah tidak melaku kan kelalaian, telah berupaya melaku kan tinda kan yang perlu untuk menghindari keru gian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuk tian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menun jukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselengga rakan oleh pengang kut. Prinsip ini hanya dijumpai dalam Pasal 86ayat (2) UUAP yang menya takan, jika perusahaan angkutan perai ran dapat membuktikan bahwa keru gian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan disebabkan oleh kesala hannya, maka dia dapat dibebaskan sebagian atau seluruh dari tang gung jawabnya. Walaupun hanya terdapat pada pengangkutan perairan, bukan berarti pada pengangkutan darat dan pengangkutan udara tidak dibolehkan. Dalam perjanjian pengang kutan, peru sahaan angkutan dan pengirim boleh menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga,biasanya dirumuskan dengan "kecuali jika perusahaan ang kutan dapat membuktikan bahwa kerugian itu bukan karena kesalahan nya". KUHD juga menganut prinsip
tang gung jawab karena praduga. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 468 ayat (2) KUHD yang menentukan bahwa "apa bila barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau selu ruhnya atau rusak, pengangkut ber tanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali jika dia dapat mem buktikan bahwa tidak diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari ter jadinya..." Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan Indone sia prinsip tanggung jawab karena kesa lahan dan karena praduga keduaduanya dianut. Tetapi prinsip tang gung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah penge cualian. Artinya pengangkut bertang gung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pe ngangku tan, tetapi jika pengangkut ber-hasil mem buktikan bahwa dia tidak bersalah lalai, maka dia dibe baskan dari tang gungjawab. d.Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability) Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengang kutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, un sur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tang gung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan
381
kali mat: "Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang tim bul karena peristiwa apapun dalam penyeleng garaan pengangkutan ini". e.Pembatasan tanggung jawab pengangkut (limitation of liability) Bila jumlah ganti rugi sebagai mana yang ditentukan oleh pasal 468 KUHD itu tidak dibatasi, maka ada kemungkinan pengangkut akan men derita rugi dan jatuh pailit. Menghin dari hal ini,, maka undang-undang memberikan batasan tentang ganti rugi. Jadi, pem batasan ganti rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sen diri dengan cara menga dakan klau sula dalam perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pemben tuk undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 475, 476 dan pasal 477 KUHD. 11 Mengenai pem batasan tanggung jawab pengangkut dalam angkutan udara, diatur dalam pasal 24 ayat (2), pasal 28, pasal 29 ayat (1) dan pasal 33 Ordonansi Pengangkutan Udara. Pasal 30 meru pakan pembatasan tanggung jawab yaitu bahwa tanggung jawab pengangkut udara dibatasi sampai jumlah Rp.12.500,- per penumpang. Pasal 24 merupakan pembatasan siapa-siapa saja yang berhak meneri ma ganti rugi, yang dalam hal ini adalah : Suami/istri dari penumpang yang tewas, Anak atau anak-anaknya dari si mati Orang tua dari simati. Pasal 28 menentukan ini bahwa pengangkut udara tidak bertanggung jawab dalam hal kelambatan, pasal ini berbunyi “Jika tidak ada persetujuan Ijin, maka pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul karena kelambatan dalam pengangku tan penumpang, bagasi dan barang”.
Pada Undang-undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung jawab pengangkut dapat dilihat pada pasal 141 – 147. Pasal 141 (1)Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/ atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipeker jakannya, pengangkut bertang gung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Aturan ini menggunakan Prinsip Tang gung jawab Mutlak (Strict Liability) , dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang dari pengangkut. Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga, seperti yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29 OPU; Pengangkut tidak bertanggungjawab untuk kerugian, apa bila :
382
1.ia dapat membuktikan bahwa ia dan semua buruhnya telah mengambil segala tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian; 2.ia dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin mengambil tindakan pence gahan itu; 3.kerugian itu disebabkan oleh kesala han yang menderita itu sendiri; 4.kesalahan penderita kerugian mem bantu terjadinya kerugian itu Dari penjelasan diatas, aturan mengenai tanggung jawab tadi merupakan salah satu bentuk perlin dungan hukum bagi para pihak khususnya pengguna jasa angkutan udara. Tang gung jawab yang ditegaskan dalam undang-undang tadi akan mening katkan kualitas dalam pemberian kenyamanan, pelayanan serta kesela matan bagi penumpang. Artinya secara norma tif perlindungan hukum bagi penum pang telah ada, tinggal bagaimana pelaksanaan dari aturan tadi. f. Presumtion of non Liability Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab.13 Dalam hal ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya ataupun di nyata kan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi terdapat pengecua lian-pengecualian dalam mempertanggungjawabkan suatu keja dian atas benda dalam angkutan. Pengaturan ini ditetapkan dalam : 1. pasal 43 ayat 1 b UU penerbangan 2. pasal 86 UU pelayaran Dalam perundang-undangan menge nai pengangkutan, ternyata prinsip
tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang beru saha di bidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti bah wa pihak-pihak tidak boleh menggu nakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanji kan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesa ian tanggung jawab, berda sarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prin sip ini digunakan maka didalam per janjian pengangkutan harus dinyata kan dengan tegas, misalnya pada dokumen pengangkutan per jan jian. Kesimpulan Dalam sistem perdagangan tidak lepas adanya peran trasnportasi kare na sangat penting sekali sehingga perkem bangan yang serba cepat dan instan maka dituntut segi pela yanan transportasi harus mumpuni dengan semakin banyak nya berinteraksi dengan kebu tuhan public dan dengan kemajuan dunia transportasi maka secara langsung harus mempersiap kan segala sesuatunya baik itu SDM mauppun sarana dan prasarana supa ya mumpuni memberikan pelayanan terbaik, disinilah dampak global per dagangan tersebut bagi mereka yang kurang siap dan tidak tanggap situasi akan tertinggal dengan sendirinya. Disatu sisi bagi negara yang sudah mempersiapkan lebih dini akan dapat mengambil banyak manfaat dari per dagangan yang global tersebut sehing ga akan menciptakan peluang kerja secara luas bagi masyarakat dunia yang lebih komplek. Transportasi itu sendiri harus mengikuti terhadap tun tutan pasar sebab disinilah bagi kala
383
ngan pembisnis baik itu dalam negeri maupun luar maka mereka harapkan kelancaran didalam pendistribusian hasil produk dari maupun ke tempat tujuan dengan lancar dan aman serta dibarengi dengan cost yang terjang kau maka lembaga atau instisusi ditun tut untuk menciptakan adanya situasi yang kondunsif. Saran Sebagai harapan semua pihak bah wasannya harus memperhatikan peningkatan seca ra ekonomis karena hanyasitulah akan tercipta peluang kerja yang sehat baik itu bagi kala ngan pengusaha maupun pekerja yang men ciptakan situasi sama-sama mem butuh kan dan senergis dalam rangka mencip takan lapangan kerja maka ciptakanlah situasi aman tidak terlalu banyak mem bebani kalangan pengu saha hal pajak dipermudah dengan demikian menciptakan kegairahan dunia bisnis kita yang berdampak men ciptakan peluang kerja bagi masyarakat kita sendiri dalam demi kian akan menciptakan situasi aman bagi wilayah Negara ndonesia karena kebutuhan akan pekerjaan dan kebutu han nafkah telah terpenuhi. Daftar Pustaka Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Adhitya Bakti, Jakarta 1998. Achmad Ichsan, Hukum Dagang-Lem baga Perserikatan Surat-surat 1999 Ul
Bambang Winarno, Hukum Pengangkutan, FH Unibraw. 1995, Disiplin Berlalu Lintas, Rineka Cipta, Jakarta. 1999
E. Suherman, Hukum Udara Indo ne sia dan Internasional, Alumni, Bandung 2003 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hu kum Pengangkutan, Djamba tan, Cet IV. Lestari Ningrum, 2004, Perundang-undangan Lalu Lintas dan Angkutan Jalanraya, Penumpang, Rineka Cipta, karta. Soekardono, 1996, Hukum Dagang Indonesia, Jifid II, Rajawali, Jakarta 2002 Sution UsmanAdji, dkk,. Hukum PengangkutandiIndonesia,Rine ka 1999