II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biskuit Bonggol Pisang Biskuit merupakan produk panggang berukuran kecil yang dibuat dari tepung,
gula, dan lemak. Biskuit memiliki kandungan air kurang dari 4% dan ketika dikemas dalam kemasan kedap uap air dapat memiliki umur simpan yang lebih panjang, sekitar 6 bulan atau lebih. Biskuit dibuat dalam beragam bentuk, ukuran dan setelah dipanggang biskuit dapat dilapisi dengan coklat, diberi isi dengan krim seperti sandwhich atau diberi tambahan flavor (Manley, 1998).
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Syarat mutu biskuit yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian tercantum
dalam
Standar
Nasional
Indonesia
(SNI.01-2973-1992).
Berikut
merupakan syarat mutu biskuit ditinjau dari aspek objektif (analisis kimia) :
Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992) Kriteria Mutu Air Protein Lemak Karbohidrat Abu Logam berbahaya Serat kasar Kalori Jenis tepung Bau dan rasa Warna
Klasifikasi Biskuit Maksimum 5% Minimum 9% Minimum 9,5% Minimum 70% Maksimum 1,6% Negatif Maksimum 0,5% Minimum 400 kal/100 gr Terigu Normal, tidak tengik Normal
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 1992
Biskuit bonggol pisang merupakan salah satu produk hasil diversifikasi pangan sebagai hasil dari pemanfaatan limbah dan sumber daya alam lokal di
6
FTIP001650/023
7
Indonesia. Biskuit bonggol pisang tidak menggunakan tepung terigu pada formulasinya, melainkan memanfaatkan limbah bonggol pisang batu dan ubi jalar kuning yang ditepungkan sebagai pengganti terigu. Berdasarkan hasil penelitian Jasmin (2010), imbangan tepung bonggol pisang dan ubi jalar 55 : 45 menghasilkan biskuit dengan karakteristik yang paling disukai oleh panelis, yaitu warna, aroma, rasa, kerenyahan, dan kenampakan keseluruhan. Biskuit bonggol pisang yang dihasilkan Jasmin (2010) masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (1992) tentang biskuit karena kandungan protein biskuit bonggol pisang tidak mencapai 9% sehingga diperlukan penambahan bahan pangan yang dapat meningkatkan kandungan protein biskuit namun tidak
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
mengubah tingkat kesukaan penalis terhadap karakteristik biskuit. 2.1.1. Bahan-Bahan Penyusun Biskuit Bonggol Pisang Matz and Matz (1978) membagi bahan-bahan penyusun biskuit menjadi dua bagian yaitu: bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi sebagai perapuh tekstur yang akan mepengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi sebagai pengikat atau pembentukan adonan yang kompak, yaitu tepung, air, susu, dan putih telur. Sedangkan yang termasuk bahan perapuh, antara lain: gula, kuning telur, bahan pengembang, dan shortening. Mentega, gula, telur, dan tepung mempengaruhi pembentukan struktur pada produk biskuit yang dihasilkan. Bahan tambahan seperti bahan pengemulsi, bahan pengembang adonan, garam, flavor, juga berpengaruh terhadap fungsi dan kualitas produk (Faridi, 1994). Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan biskuit terdiri dari :
FTIP001650/024
8
1. Tepung Bonggol Pisang Tepung bonggol pisang merupakan bentuk olahan bonggol pisang setengah jadi yang dibuat dengan menggiling bonggol pisang yang telah dikeringkan (Jasmin, 2010). Menurut Ardiyanto (2008), tepung bonggol pisang adalah butiran halus yang lolos ayakan 80 mesh yang dihasilkan dari proses penggilingan gaplek bonggol pisang. 2. Tepung Ubi Jalar Tepung ubi jalar dapat dihasilkan dari berbagai jenis ubi jalar dan akan menghasilkan tepung yang beragam. Ubi jalar yang sesuai digunakan untuk pembuatan tepung adalah ubi yang memiliki kadar bahan kering dan pati yang tinggi,
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
serta kadar air yang rendah. Kadar bahan kering yang tinggi akan menghasilkan rendemen tepung yang tinggi. Besarnya kadar bahan kering ubi jalar tergantung pada jenis, lingkungan dan umur tanamannya (Antarlina, 1994 dikutip Jasmin, 2010). Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain sebagai tepung komposit, antara lain terigu, tepung kacang-kacangan, jagung, maupun jenis tepung lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan baku pangan. Tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan untuk membuat produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain-lain (Jasmin, 2010). 3. Gula Gula penting dalam menghasilkan citarasa dan struktur biskuit. Menurut Hui (2006) gula merupakan bahan yang penting pada produk bakery, selain berfungsi sebagai bahan pemanis, gula juga berpengaruh pada proses fermentasi, memberi flavor, berpengaruh pada proses pencoklatan, dan berfungsi sebagai humektan (bahan yang dapat
FTIP001650/025
9
menyerap lembab) pada produk akhir. Jumlah gula yang digunakan pada pembuatan biskuit cukup banyak untuk jenis adonan biskuit keras, lebih sedikit untuk adonan semisweet dan sangat sedikit untuk adonan crackers dan wafer (Manley, 1998). Jumlah gula dan sirup gula yang digunakan pada produk bakery sangat bervariasi tergantung dari jenis produknya, kandungan gula pada produk bakery dapat berkisar antara 0% - 40% namun untuk produk biskuit, jumlah kandungan gula dalam formulasi dapat berkisar antara 20% 40% (Hui 2006). Jika jumlah gula yang digunakan pada formulasi biskuit tinggi (> 40%) maka akan terbentuk lapisan keras setelah proses pemanggangan. 4. Lemak dan Minyak Lemak dan minyak berfungsi untuk memerangkap dan menahan udara yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
masuk selama proses creaming pada tahap pencampuran, dan untuk menghasilkan sifat sensori seperti kelembaban, kerenyahan, kegaringan, dan shortness (Faridi, 1994). Selama pencampuran terjadi kompetisi di permukaan terigu antara lapisan air dan lemak. Jika lemak menyelimuti tepung terigu maka air atau sirup gula yang berinteraksi dengan gluten akan membentuk sifat kohesif dan daya tarik sehingga tekstur biskuit setelah pemanggangan menjadi tidak terlalu keras dan mudah lumat di dalam mulut. Jumlah lemak yang digunakan dalam formulasi tergantung pada jenis adonan yang diinginkan dan jenis biskuit yang dibuat. Lemak yang digunakan jumlahnya lebih banyak bila ingin membuat adonan biskuit jenis soft dough dibandingkan pada adonan jenis hard dough (Manley, 1998). Jenis lemak yang dapat digunakan pada produk biskuit antara lain : mentega dan margarin. Mentega atau margarin digunakan sebagai shortening dan menghasilkan flavor pada produk biskuit. Flavor pada mentega dan margarin semakin kuat selama proses pemanggangan.
FTIP001650/026
10
5. Telur Telur mengandung beberapa protein dan berfungsi untuk membentuk karakteristik produk cookies dan crackers. Telur mengandung protein globulin yang berperan dalam proses aerasi pada saat pengadonan biskuit. Protein ovomucin berfungsi untuk menstabilkan busa. Lemak pada kuning telur yang mengandung fosfolipid berfungsi sebagai bahan pengemulsi dan pengaerasi (Faridi, 1994). 6. Garam Garam digunakan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan pada pembuatan biskuit (McWilliams, 2008). Pada pembuatan biskuit, garam berfungsi untuk memberi rasa dan aroma, memperkuat gluten dan memberikan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
warna lebih putih pada remahan biskuit. Sebagian besar formula biskuit menggunakan 1% garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal kecil untuk mempermudah kelarutannya. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. 7. Bahan Pengembang (Leavening Agent) Pengembang adonan yang dapat digunakan pada produk baking terdiri dari dua jenis, yaitu bahan pengembang biologi dan kimia. Biological agent yang dapat digunakan pada produk baking seperti roti dan biskuit adalah ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan gabungan dari bakteri dan yeast (L. sanfrancisco, ragi Saccharomyces exigus dan S. inusitatus) (McWilliams, 2008). Chemical Agent yang biasa digunakan pada produk baking terdiri dari dua jenis bahan yaitu golongan asam dan golongan alkali. Efektifitas dari komponen bahan pengembang dalam memproduksi gas tidak
FTIP001650/027
11
hanya bergantung pada jumlah gas yang dihasilkan, tetapi juga pada kecepatan reaksi pengembangannya (McWilliams, 2008) Baking powder merupakan bahan pengembang kimia yang sering digunakan pada pembuatan biskuit. Baking powder terdiri dari Natrium Bikarbonat (alkali), garam asam, dan pati jagung. Alkali dan asam berfungsi untuk menghasilkan gas karbondioksida, sedangkan pati jagung berfungsi untuk memperpanjang umur simpan bubuk dengan menyerap kelembaban yang masuk ke dalam kemasan, sehingga dapat mencegah pelarutan alkali dan asam yang dapat mempengaruhi keaktifan bahan pengembang (McWilliams, 2008). 8. Air
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Air berfungsi mengontrol kepadatan adonan, suhu adonan, melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan tepung, membasahi dan mengembangkan pati. Penggunaan air dalam pembuatan biskuit tidak mutlak bahkan beberapa biskuit dibuat tanpa menambahkan air sedikitpun. 9. Susu Menurut Matz and Matz (1978) penggunaan susu untuk produk-produk bakery berfungsi untuk membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porus. Selain itu, protein susu (kasein) berfungsi untuk membentuk warna dengan adanya reaksi pencoklatan dan juga berpengaruh pada karakterisitik sensori biskuit yaitu keempukan. Penggunaan susu pada biskuit juga bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi produk, karena susu memiliki kandungan gizi lengkap. Jenis olahan susu yang digunakan pada pembuatan biskuit ini adalah susu full krim. Susu full krim berfungsi untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi.
FTIP001650/028
12
2.1.2. Proses Pembuatan Biskuit Pembuatan biskuit berbahan baku tepung komposit bonggol pisang dan ubi jalar didasarkan atas hasil penelitian Jasmin (2010). Formulasi yang digunakan yaitu tepung bonggol pisang 55 g, tepung ubi jalar 45 g, gula tepung 70 g, minyak nabati 50 g, susu full krim 40 g, kuning telur 30 g, air 48 g, garam 0,8 g, baking soda 0,7 g, dan baking powder 0,5 g. Tahapan pembuatan biskuit bonggol pisang selengkapnya meliputi : a. Penyiapan bahan Penyiapan bahan meliputi tahap penimbangan bahan-bahan yang digunakan yaitu: tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar, garam, gula tepung, minyak nabati, susu
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
full krim, kuning telur dan bahan pengembang (baking powder dan baking soda). b. Pencampuran bahan I Pencampuran bahan I yaitu mencampurkan bahan seperti gula tepung, garam dan minyak nabati yang diaduk dengan mixer (10 menit) sampai terbentuk krim. c. Pencampuran bahan II Penambahan susu full krim dan kuning telur ke dalam krim, lalu diaduk kembali sampai tercampur halus (4 menit). d. Pencampuran bahan III Penambahan tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar dengan imbangan yang telah ditentukan, juga ditambahkan bahan pengembang. e. Pembentukan Adonan Pembentukan adonan dilakukan dengan mengaduk bahan-bahan yang telah tercampur di atas dengan menggunakan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk adonan yang merata.
FTIP001650/029
13
f. Aging (15-30 menit) Setelah adonan terbentuk, dilakukan proses aging pada suhu ruang ± 27°C. Aging diperlukan untuk memberi kesempatan kepada bahan pengembang untuk bekerja. g. Pencetakkan Sebelum dicetak, adonan yang telah diaging mengalami penipisan terlebih dahulu sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan yaitu sekitar 3 mm, lalu dicetak. h. Pemanggangan Pemanggangan pada pembuatan biskuit dilakukan dengan menggunakan oven listrik suhu 180oC selama 15-18 menit. i. Pendinginan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Setelah keluar dari oven, biskuit harus cepat didinginkan pada suhu ruang (25°C) untuk menurunkan suhu dan mengeraskan biskuit akibat pemadatan gula dan lemak. Prosedur pembuatan biskuit selengkapnya terdapat pada Gambar 1.
FTIP001650/030
14
70 g Gula tepung, 50 g Minyak nabati, dan 0,8 g Garam
40 g Susu full krim 30 g Kuning telur 55 g Tepung bonggol pisang 45 g Tepung ubi jalar 0,7 g Baking soda 0,8 g Baking powder
Pencampuran Bahan I (Pengadukan dengan mixer kecepatan tinggi sampai tebentuk krim selama 10 menit)
Pencampuran Bahan II (Pengadukan dengan mixer kecepatan rendah selama 4 menit)
Pencampuran Bahan III 48 g Air Pembuatan adonan (Penambahan air sedikit demi sedikit)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Aging (15-30 menit)
Pencetakan
Pemanggangan T : 160°C ; t : 15-18 menit
Pendinginan
Biskuit bonggol pisang
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biskuit Bonggol Pisang (Jasmin, 2010)
2.2.
Konsentrat Protein Whey Whey merupakan produk yang didapatkan dari susu setelah lemak dan kasein
dihilangkan. Protein whey adalah protein yang tetap larut ketika kasein tersebut terkoagulasi oleh enzim atau asam. Whey umumnya merupakan limbah dari kasein atau dari pembuatan
FTIP001650/031
15
keju. Whey terdiri dari 80% - 90% total volume susu yang masuk ke dalam proses pembuatan keju atau kasein dan mengandung 50% dari kandungan gizi susu (Bylund, 1995). Komponen utama dari whey adalah 95% air, karbohidrat terutama laktosa, protein, dan mineral. Whey harus cepat disimpan pada suhu rendah kira-kira 5°C untuk menghentikan pertumbuhan bakteri sementara waktu (Bylund, 1995). Kasein yang terkandung dalam whey dapat menyebabkan dampak yang merugikan pada saat pemisahan lemak, sehingga kasein harus dihilangkan terlebih dahulu. Teknik pemisahan yang dapat digunakan untuk memisahkan kasein dan lemak, yaitu dengan sentrifugasi. Whey krim yang terpisah setelah sentrifugasi dapat digunakan kembali untuk pembuatan keju setelah melalui tahap pemasakan dan pemeraman karena masih memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 25% – 30%
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
(Bylund, 1995). Cairan whey yang didapat setelah proses pemisahan harus segera didinginkan atau dipasteurisasi. Pendinginan whey dilakukan selama 10 jam – 15 jam cukup untuk mengurangi aktivitas bakteri, sedangkan bila ingin disimpan lebih lama maka whey perlu dipasteurisasi terlebih dahulu. Skema proses pemisahan kasein dan lemak pada whey dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan : 1 : Tangki Penampungan Whey 2 : Alat Pemanas 3 : Saringan berputar (Rotating Strainer) 4 : Tangki Pengumpul Whey halus
5 : Separator whey krim 6 : Tangki whey krim 7 : whey untuk proses selanjutnya
Gambar 2. Skema Proses Pemisahan Kasein dan Lemak dari Whey (Bylund, 1995)
FTIP001650/032
16
Konsentrat protein whey (KPW) diperoleh dari pengeluaran secukupnya unsurunsur pokok yang bukan protein dari pasteurisasi whey sehingga produk kering akhir mengandung 34% - 80% protein (Whey Product-United State, 2004). KPW memiliki asam amino yang sangat baik dengan kandungan lisin dan sistein yang paling tinggi. KPW bubuk dibuat dengan mengeringkan retentat whey dari proses ultrafiltrasi. Membran
ultrafiltrasi
menyerap
laktosa
dan
zat
abu
serta
dapat
mengkonsentrasikan protein dari whey, dengan demikian menjadikan membran ultrafiltrasi sebagai alat standar untuk memproduksi konsentrat protein whey (KPW). Lebih banyak jumlah laktosa dan abu yang dihilangkan maka semakin besar kandungan protein pada KPW (Whey Product-United State, 2004). Kandungan protein dari hasil
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
pengeringan ini dapat berkisar antara 35% - 85% (Bylund, 1995). Skema proses pembuatan KPW dengan ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Keterangan : 1 : Unit Ultrafiltrasi 2 : Tangki penampungan retentat 3 : Tangki penampungan whey retentat
4 : Evaporator 5 : Alat pengering (Spray Drying) 6 : Pengemasan
Gambar 3. Proses Pengolahan Konsentrat Protein Whey (KPW) dengan Ultrafiltrasi (Bylund, 1995)
Protein pada whey sangat mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial dalam proporsi yang tepat, dan digolongkan sebagai sumber nutrisi yang
FTIP001650/033
17
terbaik. Protein whey secara proporsional mempunyai kandungan asam amino sistein dan metionin lebih banyak daripada kasein, sehingga rasio PER (Protein Efficiency Ratio) konsentrat protein whey (KPW) lebih tinggi daripada kasein. Nilai PER KPW yang lebih dari 3,0 digolongkan sebagai protein dengan nutrisi terbaik, karena profil asam amino protein whey yang seimbang, produk whey merupakan bahan dasar yang sangat baik bagi fortifikasi protein. Susunan komposisi umum beberapa jenis whey dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Susunan Komposisi Umum Dairy Product Berdasarkan The American Dairy Product Institute (ADPI)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Kriteria
Whey Kering (Tipe Manis) 11,0-14,5% 63,0 -75% 1,0 -1,5% 8,2 – 8,8% 3,5 – 5,0% <30.000/gr <10/gr Test Negatif
Permeat (Produk Susu Padat) 3,0 – 5,0% 65,0 – 85,0% 0,0 – 1,5% 8,0 – 20,0% 3,0 – 5,0% <30.000/gr <10/gr Test Negatif
Whey Mineral Tereduksi 11,0 – 15,0% 70,0 – 80,0% 0,5 – 1,8% 1,0 – 7,0% 3,0 -4,0% <30.000/gr <10/gr Test Negatif
Konsentrat Protein Whey 34,4 – 79,9% 10,0 – 55,0% 1,0 – 10,0% 4,0 – 8,0% 3,0 -4,0% <30.000/gr <10/gr Test Negatif
Listeria
Test Negatif
Test Negatif
Test Negatif
Test Negatif
Staphylococci
Test Negatif
Test Negatif
Test Negatif
Test Negatif
Partikelpartikel rusak Asam tertitrasi pH Warna
7,5 – 15,0 mg
7,5 – 15,0 mg
7,5 – 15,0 mg
7,5 – 15,0 mg
Isolat Protein Whey 92,0% 0,5% 1,0% 2,0% 4,5% <30.000/gr <10/gr Test Negatif Test Negatif Test Negatif 7,5 – 15,0 mg
Protein Laktosa Lemak susu Abu Kelembaban SPC Koliform Salmonella
0,10 – 0,15%
0,10 – 0,15%
-
-
-
5,8 – 6,5 Putih – krem sampai Krem
Putih – krem sampai Krem
6,0 -6,7 Putih sampai krem muda
Rasa whey normal ≤ 225 ml 0,1N HCl/100g
Rasa whey normal
6,2 – 7,0 Krem sampai krem tua Rasa whey normal
6,7 – 7,5 Putih sampai krem muda Tawar, bersih
Rasa Alkanitas Abu
Tawar, bersih
Sumber : Whey Product-United States-Handbook, 2004
FTIP001650/034
18
2.3.
Probiotik Para peneliti di dunia membuktikan pentingnya peranan mikroflora atau
bakteri saluran pencernaan bagi kesehatan, diantaranya adalah bakteri asam laktat yang berperan positif menjaga keseimbangan mikroflora usus serta membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dikenal sebagai efek probiotik (Surono, 2004). Fuller (1989) dikutip Surono (2004) mendefinisikan probiotik sebagai suplemen mikroba hidup yang memberikan efek positif manusia atau hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Saat ini definisi probiotik adalah adanya penekanan perlunya jumlah mikroba yang cukup agar memberikan efek positif bagi kesehatan, bisa berkolonisasi sehingga bisa mencapai jumlah tertentu selama waktu
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
tertentu (Surono, 2004). Klein dkk. (1998) dikutip Surono (2004) melaporkan taksonomi dan fisiologi spesies Lactobacillus probiotik, yaitu termasuk ke dalam kelompok a) L. acidophilus, b) L. casei, dan c) L. reuteri/L. fermentum. Hingga pertengahan tahun 1980-an, genus Bifidobacterium diklasifikasikan sebagai Lactobacillus spp, dan dewasa ini 30 jenis spesies yang berbeda telah diidentifikasi. Bakteri asam laktat dan Bifidobacteria secara alami terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan, dan dalam makanan fermentasi seperti yakult, yogurt, keju, berbagai produk salami, pikel buah dan sayuran dikenal aman (GRAS : Generally Recognize as Safe) (Surono, 2004). Beberapa karakteristik penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih strain probiotik potensial mencakup aspek keamanan, fungsional, dan teknologi, diilustrasikan pada gambar berikut :
FTIP001650/035
19
Tahan asam & empedu Berasal dari manusia
Terbukti secara klinis terhadap kesehatan
Melekat ke sel usus
Karakteristik Strain Probiotik
Aman dalam makanan dan klinis
Bertahan daam saluran usus
Produksi antimikroba Antagonis terhadap patogen
Gambar 4. Kriteria Seleksi Bakteri Probiotik (Saarela et al., 2000 dikutip Surono, 2004)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Lactobacillus acidophilus L. acidophilus pertama kali di isolasi pada tahun 1900 oleh Moro, warga Negara Australia dari feses bayi yang diberi susu dalam botol dan bakteri tersebut diberi nama Bacillus acidophilus (Kanbe, 1992). L. acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang dari famili Lactobacillaceae yang termasuk golongan gram positif, bersifat mesofilik dan tidak dapat membentuk spora. L. acidophilus bersifat homofermentatif dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat. L. acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus kecil dan bagian awal usus besar. Bakteri ini memproduksi asam organik, hidrogen peroksida dan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri pembusuk, hal ini menunjukkan sifat antimikroba bakteri gram positif lebih kuat dari pada bakteri gram negatif. Hal itu juga yang mengklaim bahwa aktivitas antimikroba L.
FTIP001650/036
20
acidophilus paling kuat dalam menghambat bakteri patogen. L. acidophilus dalam saluran pencernaan dapat juga menghambat bakteri patogen. L. acidophilus dalam saluran pencernaan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau pembusuk yang menyebabkan masalah usus, diare dan gangguan pencernaan serta berperan dalam menjaga kesehatan (Kanbe, 1992). Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis, diantaranya adalah L. casei subsp. casei Shirota strain yang terdapat dalam yakult, Bifidobacterium, L. acidophilus dan beberapa bakteri asam laktat lainnya. Bakteri yogurt, yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak termasuk probiotik, meskipun enzim yang dihasilkan mengatasi intoleransi laktosa, namun tidak bisa lolos berbagai rintangan dalam saluran
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
pencernaan untuk tetap hidup di usus. Yogurt biasanya ditambah bakteri probiotik seperti L. acidophilus agar mempunyai efek fungsional bagi kesehatan. Karakteristik bakteri L. acidophilus diantaranya: 1) tidak tumbuh pada suhu 15ºC dan tidak dapat memfermentasi ribosa, 2) suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 35 - 38ºC dan pH optimum 5,5 – 6,0, 3) di dalam susu sapi, bakteri ini memproduksi 0,3 - 1,9% asam laktat, 4) umumnya membutuhkan nutrisi berupa asetat, riboflavin, asam pantotenat, kalsium, niasin dan asam folat, 5) resisten terhadap asam empedu, 6) memproduksi threonine aldolase dan alcohol dehydrogenase yang mempengaruhi aroma (Kanbe, 1992).
2.4.
Yogurt Probiotik Menurut Tamime dan Robinson (2007), yogurt didefinisikan sebagai produk
pangan berbahan dasar susu, membentuk gel atau semi padat dimana telah mengalami
FTIP001650/037
21
perubahan struktur dasar melalui fermentasi yang melibatkan mikroorganisme spesifik dari starter asal. Code of Federal Regulation (Amerika Serikat) mendefinisikan yogurt sebagai minuman yang dibuat dari susu segar, susu skim, atau kombinasi keduanya yang difermentasi oleh starter yang mengandung bakteri asam laktat, yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. Bakteri yogurt merupakan bakteri asam laktat yang bersifat tahan panas (termodurik), bekerja pada satu macam substrat (selektif), dan homofermentatif yang berarti hanya menghasilkan asam laktat hingga lebih dari 85%. Keaktifan dari bakteri yogurt sangat dipengaruhi oleh suhu inkubasi dan pH. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri L. bulgaricus adalah 45ºC, sedangkan S. thermophilus adalah 37ºC. L. bulgaricus menyukai lingkungan yang agak asam (pH 5,5)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
untuk pertumbuhan optimumnya sedangkan S. thermophilus memiliki pH optimum 6,5. Oleh karena itu, pada awal fermentasi S. thermophilus tumbuh dengan cepat, setelah terbentuknya sejumlah asam laktat yang diikuti penurunan pH substrat maka pertumbuhan bakteri ini terhambat, sedangkan pada saat itu L. bulgaricus akan tumbuh cepat. Bakteri yogurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus) tidak termasuk bakteri probiotik karena bakteri ini tidak dapat lolos berbagai rintangan dalam saluran pencernaan untuk tetap hidup di usus, maka untuk membuat yogurt probiotik diperlukan bakteri probiotik ditambahkan pada bakteri starter yogurt. Salah satu bakteri probiotik yang digunakan adalah L. acidophilus. L. acidophilus merupakan salah satu spesies bakteri yang mampu melewati hambatan-hambatan di dalam saluran pencernaan. Spesies ini resisten terhadap enzim dalam air liur, asam lambung, dan asam empedu sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. L. acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus halus dan bagian awal usus
FTIP001650/038
22
besar. Bakteri ini mampu memproduksi berbagai zat metabolit, seperti : asam organik, hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Kanbe, 1992). Hasil akhir produk yang difermentasi dengan L. acidophilus ditemukan dalam jumlah 2 x 108 – 4 x 108 cfu/ml. Prinsip proses pembuatan yogurt adalah proses penggumpalan susu oleh bakteri asam laktat pada kondisi pertumbuhan yang optimal. Tahap-tahap pembuatan yogurt yang utama adalah pemanasan, pendinginan, dan pemeraman (Hadiwiyoto, 1983). a. Pemanasan Pemanasan dimaksudkan untuk membunuh semua mikroba patogen yang terdapat di dalam susu. Suhu pemanasan adalah 80-85ºC dan waktu pemanasan 15 - 30 menit.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
b. Pendinginan Tujuan pendinginan adalah untuk memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan bakteri starter. Pendinginan dilakukan sampai mencapai suhu 43ºC. c. Penambahan Starter Starter ditambahkan sebanyak 5% dari jumlah susu. Starter yang digunakan untuk membuat yogurt adalah bakteri-bakteri pembentuk asam laktat yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. d. Pemeraman Pemeraman dilakukan pada suhu 43ºC selama 4 jam, atau dilakukan pada suhu 37ºC selama 24 jam. Kriteria selesainya pemeraman adalah pH yogurt yang telah mencapai 4,5 atau kadar asam telah mencapai 0,85% - 0,95%. Selama pemeraman akan dihasilkan asam laktat, asetaldehid, diasetil, asam asetat, dan senyawa-
FTIP001650/039
23
senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri starter. Diagram alir pembuatan yogurt secara rinci disajikan pada Gambar 5.
Susu Susu skim 5% Pemanasan (T : 80-85ºC ; t : 15 menit) Pendinginan (T : 43ºC) 5 % v/v Starter L. b: S. t = 1 : 1
Inokulasi
Inkubasi (T : 43-45ºC, t : 3 jam)
Yogurt
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Gambar 5. Diagram Proses Pembuatan Yogurt (Hadiwiyoto, 1983)
2.5.
Krim Krim Sandwich pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890. Krim merupakan
dispersi partikel padat yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Krim pada dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan penambahan flavor serta pewarna jika dianggap perlu (Matz and Matz, 1978). Dalam krim manis, bahan baku utama yang digunakan adalah gula dan lemak. Asal dan jumlah lemak memegang peranan penting dalam menentukan karakter krim. Biasanya formula krim mengandung 30% lemak (Faridi, 1994), tetapi juga dapat mengandung lemak dalam jumlah 20% 40% (Manley, 1998). Beberapa produsen menambahkan susu bubuk, tepung jagung,
FTIP001650/040
24
coklat bubuk, garam, lesitin, tepung kedelai, dekstrosa, kelapa dan sebagainya untuk mendapatkan karakter krim yang diinginkan (Smith, 1972). Lemak yang paling banyak digunakan dalam krim adalah lemak kelapa terhidrogenasi dan lemak sawit. Lemak kelapa sering disebut minyak laurat. Lemak ini memiliki titik leleh yang tidak jauh di atas suhu ruang walaupun merupakan lemak jenuh karena mengandung asam lemak rantai pendek dalam persentase besar (Matz and Matz, 1978). Lemak sawit hanya memiliki 0,1% asam laurat, tetapi banyak mengandung asam lemak palmitat (46,8%). Titik leleh minyak sawit adalah 27ºC 50ºC. Lemak sawit memiliki struktur β’ yang stabil dimana struktur ini sangat penting dalam proses pembentukan krim.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Parameter yang diperhatikan untuk memilih lemak yang ideal untuk krim biskuit adalah blandness, creamability, dan ketahanan terhadap ketengikan (Smith, 1972). Berbagai macam shortening dapat digunakan sebagai bahan baku krim, penggunaan campuran lemak keras dan lunak yang tepat dapat menghasilkan konsistensi krim yang diinginkan. Icing sugar (gula tepung) adalah pemanis yang paling sering digunakan dalam pembuatan krim sandwich. Produsen biskuit sandwich juga banyak menggunakan glukosa bubuk atau dekstrosa pada krim dimana gula jenis ini dapat mengurangi kemanisan serta menimbulkan sensasi dingin di mulut. Untuk menghasilkan krim dengan tingkat penerimaan maksimum, ukuran partikel gula harus cukup kecil untuk meleleh dimulut, yaitu kurang dari 40µ. Menurut Manley (2001) gula yang digunakan harus gula yang 95% lolos ayakan 200 mesh. Selain ukuran partikel gula, krim yang baik juga dipengaruhi oleh lamanya pengadukan maka semakin kecil partikel dan semakin lama waktu pengadukan karakteristik krim yang dihasilkan akan semakin baik.
FTIP001650/041
25
Bahan penyusun krim yang lainnya, antara lain susu bubuk tanpa lemak (susu skim) dan emulsifier. Penggunaan susu bubuk dalam formulasi krim dapat mengurangi kemanisan namun terjadi perbaikan citarasa pada krim yang dihasilkan. Penambahan susu biasanya sekitar 5% dari total berat krim. Fungsi emulsifier pada krim adalah untuk mengontrol pemisahan minyak, meningkatkan volume, meningkatkan retensi air, memperbaiki penampakan, tekstur dan mouthfeel, mengurangi waktu pengadukan, membantu aerasi dan memperpanjang umur simpan. Proses pembuatan krim dimulai dengan pengadukan lemak (butter, margarin) dengan menggunakan horizontal mixer dengan kecepatan rendah selama 1 menit. Kemudian pengadukan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama 2 menit.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Kemudian dilakukan penambahan Icing sugar (gula halus) dan susu cair. Semua bahan diaduk dengan kecepatan rendah selama 1 menit, selanjutnya dengan kecepatan tinggi 3 menit (hingga adonan menjadi kalis). Diagram proses pembuatan kirm secara lengkap adalah sebagai berikut : 10 g Butter + 10 g Margarin
Pengadukan dengan horizontal mixer kecepatan rendah (posisi 1) selama 1 menit 75 g gula tepung Pengadukan dengan kecepatan tinggi (posisi 5) selama 2 menit Pengadukan dengan kecepatan rendah (posisi 1) selama 1 menit
Pengadukan dengan kecepatan tinggi (posisi 5) selama 3 menit
Krim
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Krim Biskuit Sandwich (Rieuwpassa, 2005)
FTIP001650/042
26
Parameter Mutu Krim 1. Densitas Densitas merupakan salah satu sifat fisik dari suatu bahan, yang didefinisikan sebagai massa bahan per unit volume dengan satuan gram per ml (Kenkel, J., 2002). Densitas krim dapat digunakan untuk mengukur tingkat inkorporasi udara dalam krim melalui aerasi. Pada akhir pengadukan densitas krim dapat bervariasi antara 0,75 g/ml 1,15 g/ml (Manley, 1991). Menurut Matz and Matz (1978), densitas krim dipengaruhi oleh jenis lemak yang dipakai, ukuran partikel padatan, temperatur bahan, laju perpindahan panas selama pengadukan, serta jumlah penambahan lesitin. Kemampuan lemak untuk memerangkap
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
udara selama pengadukan disebut creaming quality. Jenis lemk yang memiliki creaming quality baik adalah yang memiliki komponen jenuh yang tinggi (Pyler, 1973). Ukuran gelembung udara yang terdispersi dalam lemak dapat dikurangi apabila emulsifier ditambahkan ke dalam lemak. Dalam krim, gelembung udara yang terperangkap dalam lemak akan distabilkan dengan cara absorbsi oleh partikel gula yang terdapat pada interfase lemak/udara (Stauffer, 1990). Shortening yang biasanya digunakan untuk krim mengandung 2% - 3% α-monogliserida. α-monogliserida berfungsi untuk memperbaiki aerasi dan whippability, serta menstabilkan krim selama penyimpanan. Kristal α-monogliserida dari asam lemak jenuh memiliki kemampuan aerasi yang lebih baik daripada α-monogliserida dari asam tidak jenuh. 2. Kekerasan Kekerasan didefinisikan sebagai sifat suatu bahan untuk menahan penetrasi benda lain ke dalamnya. Kekerasan dinyatakan sebagai rasio dari gaya yang
FTIP001650/043
27
dibutuhkan untuk menahan dibanding dengan luas permukaan tekanan (Vasic dan deMan, 1968 dalam deMan, 1976). Nilai yang menyatakan kekerasan suatu bahan dapat dikonversi dari pembacaan nilai kedalaman penetrasi cone penetrometer (Vasic dan deMan, 1968 dalam deMan, 1976). Kekerasan krim merupakan karakteristik penting sehubungan dengan proses sandwiching. Krim tidak boleh terlalu lembek, karena krim yang terlalu lembek akan mudah keluar dari sandwich. Jarak krim dari tepi biskuit yang ideal adalah ¼ inchi pada saat pengisian krim, dan menyebar menjadi ¼ inchi pada saat ditumpuk dengan biskuit di atasnya (Smith, 1972). 3. Setting Setting krim merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
keadaan krim yang cukup keras untuk menjaga bentuk krim dalam sandwich dan menjaga agar kedua keping sandwich tidak mudah lepas. Menurut Manley (1991), sifat fisik lemak dalam krim harus dapat memberikan konsistensi yang kaku pada suhu ruang tetapi dapat mencair dengan cepat dalam mulut sehingga gula dan flavor dapat terasa. Krim harus keras pada suhu ruang untuk memudahkan penanganan dan mencegah krim keluar dari biskuit pada saat digigit. Sandwich tidak boleh terlepas selama penyimpanan, penempelan krim pada biskuit bisa didapat dengan kombinasi penempelan krim secara mekanik dengan mengepres krim pada biskuit berpermukaan kasar dan dengan migrasi lemak cair dari krim ke permukaan biskuit sebelum proses pendinginan (Manley, 1991). Setting dipengaruhi oleh lemak krim. Setting yang baik dapat diperoleh bila pada saat proses sandwiching terdapat sejumlah lemak dalam bentuk cair yang kontak dengan permukaan biskuit. Lemak cair ini kemudian memadat pada saat proses
FTIP001650/044
28
pendinginan dan akan mengikat biskuit. Biskuit yang digunakan sebaiknya tidak terlalu dingin karena krim yang diisikan pada biskuit akan segera memadat dan menghasilkan adhesi yang jelek. Krim harus cukup keras sehingga tidak ada krim yang keluar ketika biskuit sandwich diangkat dan menerima tekanan normal dari tangan. Setting yang baik bisa didapat jika jumlah panas yang hilang dari sandwich pada saat proses pendinginan sudah cukup. Setting yang buruk dapat mengakibatkan biskuit berada pada posisi yang salah (miring), sandwich dan kemasan menjadi kotor sehingga dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. 4. Viskositas
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Viskositas merupakan salah satu sifat reologi bahan. Vikositas suatu fluida berbeda antara bahan Newtonian dan non-Newtonian. Krim biskuit merupakan suspensi gula dan padatan lain dalam medium lemak, maka kehadiran partikel padat ini menyebabkan krim sandwich termasuk pada golongan non-Newtonian. NonNewtonian didefinisikan sebagai klasifikasi bahan yang memiliki laju alir yang dipengaruhi oleh share rate, misalnya coklat dan emulsi (krim) (McWilliams, 2008). Viskositas krim dipengaruhi oleh kadar lemak dan ukuran partikel padat. Semakin banyak jumlah lemak yang digunakan maka viskositas akan semakin rendah. Penurunan sifat fluiditas ini akibat dari pengecilan ukuran partikel yang disebabkan oleh peningkatan luas permukaan kontak antara lemak dengan padatan (Manley, 1991). Viskositas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar air partikel gula dan kehadiran surfaktan. Air yang terdapat pada permukaan gula mengakibatkan fraksi antara partikel gula sehingga pergerakan partikel terhambat.
FTIP001650/045
29
Kehadiran emulsifier dapat mempengaruhi kemudahan pergerakan partikel. Pengikatan emulsifier dengan air yang terdapat pada permukaan gula dapat meningkatkan mobilitas partikel dan pada akhirnya dapat menurunkan viskositas krim yang dihasilkan. 5. Stabilitas Emulsi Pemisahan fase pada suatu emulsi krim merupakan hal yang tidak diinginkan dan harus dikontrol dengan cara pemilihan bahan emulsifier yang sesuai. Emulsifier dapat menjaga kestabilan emulsi krim sandwich, misalnya lesitin, mono-digliserida, polisorbat, propilen glikol mono-diester, sodium stearoil laktat, sorbitan monostearat, monogliserida teretoksilasi, dan monogliserida terlaktilasi. Emulsifier yang umum
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
digunakan pada krim sandwich adalah lesitin kedelai. 6. Sifat Organoleptik a. Flavor Flavor mewakili gabungan penerimaan antara rasa dan aroma di dalam mulut. Sifat organoleptik ini sangat penting pada suatu makanan dan sulit untuk digambarkan. Mekanisme penilaian flavor dilakukan secara subjektif dengan cara yang sederhana yaitu dengan menilai tingkat penerimaan total flavor pada makanan (McWilliams, 2008). Menurut Manley (1991), gula tidak boleh kasar ketika dimakan dan semakin kecil ukuran partikel gula maka semakin mudah larut dalam mulut. Namun hal tersebut tidak dapat mempengaruhi flavor dan tekstur pada krim. Flavor pada krim dipengaruhi oleh susu skim bubuk, coklat bubuk, dan perasa sintetis maupun alami. Kandungan lemak pada suatu bahan dapat mempengaruhi rasa dari makanan tersebut.
FTIP001650/046
30
Lemak yang banyak digunakan adalah lemak yang tahan terhadap off-flavor. Emulsifier juga dapat mempengaruhi flavor akhir produk, semakin banyak jumlah emulsifier yang ditambahkan maka flavor pada krim akan semakin buruk. a. Tekstur Kualitas tekstur bahan pangan memiliki hubungan dengan penampilan atau wujud suatu produk. Penilaian tekstur dapat dilakukan dengan menggunakan tangan maupun mulut. Penilaian tekstur di dalam mulut dilakukan untuk menilai mouthfeel suatu makanan. Beberapa aspek mouthfeel yang umumnya dievaluasi pada produk krim antara lain smoothness (kehalusan), viscosity (kekentalan), grittiness (berpasir), slickness (licin), stickiness (kelengketan), moistness (kelembaban), greasiness
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
(berminyak) dan hardeness (kekerasan). Ukuran partikel gula mempengaruhi tekstur krim terutama smoothness sehingga berpengaruh pada tingkat penerimaan terhadap konsumen. Viskositas krim dapat mempengaruhi mouthfeel pada saat penilaian tekstur krim. Viskositas banyak dipengaruhi oleh jenis dan jumlah lemak serta jumlah penambahan emulsifier yang digunakan. Sifat berminyak di dalam mulut pada krim juga diinginkan oleh konsumen.
2.6.
Sistem Imunitas Tubuh Sistem imunitas merupakan sistem pertahanan yang disusun untuk melindungi
integritas suatu organisme dengan menghilangkan semua elemen yang dirasa sebagai benda asing. Fungsi perlindungan dilakukan oleh jaringan komplek dari sel dan molekul yang mampu mengenali dan membunuh berbagai jenis mikroorganisme patogen (Charalampopoulos dan Robert, 2009). Sistem imun terdiri dari kompenen
FTIP001650/047
31
bawaan (respon non spesifik) dan komponen adaptif (respon spesifik). Respon imun non spesifik merupakan pertahanan pertama inang dan meliputi kumpulan mekanisme perlawanan non spesifik pada patogen. Sel-sel pertahanan pada sistem imun bawaan diantaranya sel fagosit (neutrofil/sel polimorponuklear (PMNs), monosit/makrofag dan sel dentritik) dan sel pembunuh alami (natural killer cells). Kegagalan dari sistem bawaan untuk menghalangi infeksi akan mengaktifkan respon imun adatif (Charalampopoulos dan Robert, 2009). Sistem imun adatif (spesifik) terdiri dari komponen selular dan humoral. Komponen selular dari sistem adatif tersusun atas sel T limfosit helper (Th) dan sel T limfosit sitotoksik (Tc) yang dihasilkan kelenjar timus, dan sel B limfosit yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
dihasilkan oleh sum-sum tulang belakang dan sel tambahan lainnya seperti sel dendritic dan makrofag. Sel Th terbagi atas 2 jenis, yaitu Th1 dan Th2, masing-masing sel memiliki fungsi yang berbeda dan berlawanan. Keseimbangan yang tepat antara respon imun Th1 dan Th2 kritis untuk imun homeostatis. Sel T mempengaruhi aktivitas komponen imun lainnya dengan memproduksi sitokin dalam jumlah besar. Sistem imun adatif humoral tersusun atas antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma (sel b limfosit). Aktivasi pusat dan pengeluaran respon imun diproduksi oleh sitokin (seperti interferon, interleukin, faktor stimulasi kolon) (Charalampopoulos dan Robert, 2009). Antibodi merupakan respon terhadap gangguan dari luar, senjata yang dibentuk oleh limfosit B. Antibodi tersusun dari protein yang disebut sebagai immunoglobulin (Ig). Ada 5 jenis immunoglobulin (serum protein globulin), yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD. IgG adalah antibodi yang paling banyak terdapat dalam darah yaitu sebesar 80%. Antibodi IgA terdiri dari 2 macam, yaitu serum IgA dan
FTIP001650/048
32
sekretori IgA yang banyak ditemukan dalam air liur, mukus, air mata, dan sekresi eksternal lainnya. IgE yang terdapat pada kulit, saluran pencernaan, dan cairan tubuh bertanggung jawab dalam reaksi alergi, seperti pada penyakit asma. Sedangkan IgD paling sedikit dijumpai dalam darah. Mukus disekresikan pada permukaan mukosa usus dan mengandung faktor pelindung humoral seperti laktoferin, lisozime, asam empedu dan faktor pelindung selular seperti neutrofil dan makrofag (Surono, 2004).
2.7.
Pengujian In Vivo Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan hewan percobaan untuk menguji keamanan atau efek samping dari suatu
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
bahan kimia atau alami di dalam tubuh. Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium (Malole et al., 1989 dikutip Harianti, 2009). Hewan percobaan harus memiliki kriteria jika digunakan dalam penelitian, antara lain kemiripan fungsi fisiologis dengan manusia, perkembangbiakan yang cepat, mudah didapat dan dipelihara serta murah secara ekonomi (Subahagio et al., 1997 dikutip Harianti, 2009). Tikus putih sering digunakan sebagai hewan percobaan karena sesuai dengan kriteria karena memiliki saluran pencernaan yang menyerupai saluran pencernaan manusia, sehingga yang dimakan oleh manusia juga dapat dimakan oleh tikus. Terdapat tiga galur tikus putih yang umum dikenal, yaitu galur Sprague Dawley, galur Winstar, dan galur Long-Evans. Tikus galur Sprague Dawley umumnya sering digunakan pada penelitian karena memiliki sifat yang lebih tenang sehingga mudah
FTIP001650/049
33
dalam penanganan, tikus ini memiliki warna putih albino, berkepala kecil, leher sedang, dan panjang tubuh bisa sama panjang atau lebih pendek dari pada ekor. Bobot tikus jantan pada umur 12 minggu dapat mencapai 300 g, sedangkan tikus betina hanya mencapai 200 g (Tabel 3).
Tabel 3. Data Biologis Tikus Putih
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Kriteria Berat badan dewasa jantan Berat badan dewasa betina Berat lahir Temperature tubuh Harapan hidup Konsumsi makanan Konsumsi air minum Jumlah pernapasan Kawin setelah beranak Konsumsi oksigen
Nilai 300 – 400 g 250 – 300 g 5-6g 36 -39ºC (rata-rata 37,5ºC) 2 -3 tahun, dapat sampai 4 tahun 10 g/ekor/hari 10 – 12 ml/ekor/hari 65 – 115/menit 1 – 24 jam 1,29 – 2,68 ml/g/jam
Sumber : Malole et al., 1989 dikutip Harianti, 2009
Tikus putih liar aktif pada malam hari (nocturnal), sedangkan tikus putih percobaan biasanya aktif pada siang hari. Tikus putih yang digunakan di laboratorium umumnya ditempatkan di kotak yang terbuat dari plastik dan diberi alas kandang secukupnya, kotak tersebut diberi tutup berupa kawat. Alas kandang yang baik dapat berupa sekam padi atau serbuk gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas debu, bila digunakan sekam padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewijoyo, 1987). Tikus putih yang digunakan sebagai hewan percobaan biasanya diberikan makanan berupa pelet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia pada kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang terbuat dari kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas. Botol dan selang
FTIP001650/050
34
harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu (Smith dan Mangkoewijoyo, 1987). Sebelum masa perlakuan semua tikus perlu diadaptasikan selama 7 hari agar seragam. Penyeragaman pola makan dan minum, kondisi kandang dan lingkungan merupakan usaha untuk mencapai kehomogenan. Satu pertiga dari komposisi fekal adalah bakteri yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sekitar 99% bakteri tersebut bersifat anaerob. Usus besar atau kolon ditempati sekitar 400 – 500 jenis bakteri yang jumlahnya triliunan bakteri, dan bakteri laktat jumlahnya 104 – 109 CFU/ml bakteri (Surono, 2004) sehingga fekal dapat dijadikan sampel percobaan untuk menganalisis bakteri asam laktat. Berikut adalah komposisi mikroflora pada saluran pencernaan :
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Tabel 4. Komposisi Mikroflora pada Saluran Pencernaan Lokasi
Jenis Mikroflora
Mulut Lambung Usus 12 jari Usus Halus Usus Besar
Streptococcus, peptosterptococcus, fusobacterium Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacillus Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Enterococcus Coliform, Bacteroides, Bifidobacterium Clostridium, Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacillus
Jumlah (koloni/ml) 107 – 108 < 103 103 – 104 106 – 1010 1011 – 1012
Sumber : Young dan Huffman, 2003 dikutip Surono, 2004)
FTIP001650/051