Sekretariat Negara Republik Indonesia
Sambutan Presiden RI - Menerima DPP AKLI dan DPP APEI, Jakarta, 15 Juni 2016 Rabu, 15 Juni 2016
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MENERIMA DPP ASOSIASI KONTRAKTOR LISTRIK
DAN MEKANIKAL INDONESIA (AKLI) DAN DPP ASOSIASI
PROFESIONALIS ELEKTRIKAL INDONESIA (APEI)
ISTANA NEGARA, JAKARTA
15 JUNI 2016
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang saya hormati Menteri ESDM dan Menteri PUPR,
Yang saya hormati Ketua dan seluruh jajaran Pengurus dan Anggota AKLI dan APEI yang pada pagi hari ini hadir,
Saya kira kita tahu semuanya bahwa pemerintah punya program 35.000 MW. Itu untuk pembangkit listriknya. Transmisinya kurang lebih 46.000 kilometer dalam lima tahun.
Banyak yang menyangsikan bahwa itu bisa tercapai karena memang logikanya, kalau pakai hitung-hitungan logika, memang tidak masuk. Sampai saat ini, 70 tahun, kita hanya punya—informasi yang saya terima—hanya punya 53.000 MW. Ini kok dalam lima tahun mau nambah 35.000 MW. Apakah mungkin?
Sekali lagi ini bukan target. Ini kebutuhan. Ini kebutuhan. 35.000 itu kekurangan kita yang harus kita isi secepatnya kalau kita ingin industri kita berkembang, usaha-usaha kecil, usaha mikro, usaha menengah yang ada di kampung, yang ada di desa semuanya juga ikut berkembang. Kemudian anak-anak kita di banyak sekali kabupaten, kota, dan desa juga bisa belajar di malam hari. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 26 February, 2017, 20:28
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Jadi saya sampaikan kepada Menteri, dengan cara apa pun ini harus bisa diselesaikan. Kalau biasa kerja satu shift, ya sekarang kerja tiga shift. Kalau dengan tiga shift kan, 5 tahun x 3 = 15 tahun artinya. Ini dikerjakan siang-malam.
Sampai saat ini, akhir Desember kemarin, yang sudah ditandatangani ada 17.300. Dan ini sudah beberapa—kemarin saya datangi—sudah dimulai, dimulai, dimulai. Tetapi sekali lagi, ini pekerjaan besar, pekerjaan besar.
Tentu saja, kalau saya sebetulnya kan sangat senang sekali kalau yang 35.000 MW ini semua anggota dari APEI dan AKLI bisa semuanya terlibat dalam proyeknya. Nanti setelah ini rampung, juga dalam mendistribusikannya ke rumah tangga, ke industri, ke hotel, dan lain-lain. Siapa sih yang bisa melakukan itu? Ya enggak ada yang lain, kecuali BapakIbu semuanya. Masak PLN mau menyambungkan sendiri? Kan enggak mungkin.
Hanya masukan-masukan tadi, saya masih belum detail. Tolong nanti mungkin dengan menteri akan lebih detail.
Memang problem negara kita ini terutama di bidang investasi itu. Investasi itu jangan berpikir selalu, kalau saya ngomong investasi, orang berpikirnya investor besar, investor asing, tidak. Investasi itu usaha mikro, usaha kecil yang mengembangkan usahanya, yang memperluas usahanya. Itu juga investor. Usaha menengah yang mengembangkan usaha, memperluas, itu juga investor.
Yang keliru itu yang nulis dari media, atau yang keliru yang nangkap. Kalau saya itu, enggak pernah investor itu mikirnya asing, ndak. Investor itu banyak sekali. Ada investor asing. Ada investor lokal. Ada investor besar. Ada investor menengah. Ada investor kecil. Ada investor mikro. Semuanya investor.
Ini urusan kembali lagi ke urusan perizinan. Ya memang perizinan kita ini, pertama, ruwet; yang kedua, bertele-tele; yang ketiga, dari meja ke meja enggak rampung-rampung; yang keempat, harus membayar semuanya. Bapak-Ibu mengalami semuanyalah. Pindah meja, nanti bayar. Pindah meja, nanti bayar. Ini yang harus kita selesaikan, dan ini akan saya selesaikan.
Tapi ini pekerjaan besar, pekerjaan besar, bukan pekerjaan yang mudah juga. Seperti baru kemarin, saya hapuskan 3.143 perda. Yang di situ saya baca urusan apa? Perda mengenai perizinan, perda mengenai retribusi. Itu kan menambah masalah saja, menambah ruwet perda-perda seperti itu.
Sama juga yang di kita, di sini juga, di kementerian-kementerian. Enggak tahu sudah berapa yang kita hapus.
Tidak, kita ini berhadapan dengan kompetisi, berhadapan dengan persaingan antarnegara. Perlu kecepatan: kecepatan memutuskan, kecepatan bertindak di lapangan. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 26 February, 2017, 20:28
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Lah kalau aturannya ribet, ruwet, bertele-tele seperti itu, kecepatannya dari mana? Saya bisa ngomong karena saya pernah mengalami. Bapak-Ibu juga sekarang sama. Kan pelaku-pelaku itu mengalami semuanya. Saya bukan asal ngomong.
Saya berikan contoh mengurus yang kecil sajalah: SIUP. Coba, SIUP saja masak bisa berminggu-minggu? Itu urusan apa sih?
SIUP itu hanya satu lembar kayak gini. Tulisannya apa di situ? Nama perusahaan, nama pemilik, alamat, modal usaha, jenis usaha apa. Hanya itu saja.
Saya pernah datangi itu kantor yang mengurusi SIUP. Saya datangi. saya mau ngerti, sebetulnya mengurus SIUP itu yang benar berapa hari atau berapa jam sih. Saya datang ke kantor di depan. Dicoba, contoh, saya mau cari SIUP.
Sekarang ini syaratnya diketik, computerized, tek-tek-tek-tek-tek. Saya catat waktunya berapa menit. Hanya dua menit, rampung. Lah kok bisa berminggu-minggu?
Saya tanya, “Ini sudah jadi. Kok bisa berminggu-minggu? Itu ruwetnya di mana?― Saya tanya yang di kantor depan. “P ini yang lama yang di lantai 3, Pak.― “Ada apa di lantai 3 itu?― “Itu, Pak, menandatangani berkas yang dari lantai baw
Tanda tangan itu kan enggak ada satu menit, ya ndak? Apa sih tanda tangan itu? Sret-sret-sret. Dua-tiga detik rampung gitu lo.
Jengkel saya. Saya naik ke atas, ke lantai 3. Saya datangi. Untung saja kepala kantornya itu enggak ada. Kalau kepala kantornya ada, enggak tahu. Mungkin saya emosi, saya gaplok betul itu. Iya, paling lama di situ kok.
Ternyata yang di front, di depan ini cepat juga. Saya catat waktunya: dua menit. Lah kalau ini diantar ke atas, kan yang minta izin enggak usah pulang dong. Ditunggu saja: ke atas, tanda tangan, kembali, “Ini, Pak.― Selesai.
Ini kecepatan, ini persaingan. Kompetisi seperti ini, masih tanda tangan sampai berminggu-minggu. Ini kan bukan hanya SIUP saja. Urusan kita ini kan banyak sekali.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 26 February, 2017, 20:28
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Saya lihat di urusan pembangkit listrik saja kemarin 59 izin. Lembarnya ada 270 lembar. Gila-gilaan kita ini.
Sudah kita potong menjadi 22 izin. Dari 59 izin, kita potong jadi 22. Juga masih lama, masih 256 hari. Ya masih hampir satu tahun.
Ini urusan apa? Kapan kita mau cepat? Enggak bisa. Artinya ini problemnya, Pak Ketua. Ini bukan urusan di kelistrikan saja. Di semua sektor itu kita bermasalah.
Ini kan kemarin baru 3.143 yang kita langsung hapus. Saya perintah: hapus dan enggak usah pakai kaji-kajian lagi. Saya tanya, “Kalau pakai kajian berapa?― “Sebulan hanya dapat tujuh.― Berapa puluh tahun ini akan rampung kalau kayak
Enggak, enggak bisa, kita enggak bisa nunggu-nunggu seperti itu. Ada perda, ada aturan, dikaji, dikaji. Aduh. Kalau perdanya sudah bermasalah, ya sudah hapus. Masak pakai dikaji, dikaji? Berapa tahun kita akan rampung? Langsung hapus. Perintah saya: kumpulkan, langsung hapus sudah.
Untung kemarin Mendagrinya juga cepat, langsung. Saya perintah, “Tiga bulan. Sudah?― “Sudah, Pak. Ini ada 3.143.â hapus. Umumkan sudah.―
Nanti ada peraturan. Kita punya aturan berapa? 42.000 aturan regulasi kita. Bapak-Ibu bisa bayangkan pusingnya kayak apa. Kita saja pusing, apalagi yang pelaku-pelaku.
Saya bisa mbayangin. Itu pelaku, kalau mencari izin, pusingnya. Mbayangin, Bapak-Ibu, saya mbayangin.
Tapi saya minta detilnya dari APEI, biar detail. Jadi tembakannya bisa langsung kena. Kalau enggak kita carikan caracara cepat seperti itu, enggak rampung-rampung masalah.
Kita ini bangsa besar, negara besar. Jadi, kalau cara-caranya masih cara-cara lama yang kita gunakan, sudah kesalip itu sama negara-negara tetangga kita karena integrasi antarnegara, integrasi antarkawasan enggak bisa kita tolak sudah. Negara sudah tanpa batas.
Kita ini baru masuk ke Masyarakat Ekonomi ASEAN. Nanti masuk lagi ke TPP, masuk lagi ke RCEP, masuk lagi ke EFTA-nya EU, Uni Eropa. Sudah tidak bisa ditolak seperti itu.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 26 February, 2017, 20:28
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Satu-satunya jalan apa? Mempersiapkan SDM kita, mempersiapkan skill kita, mempersiapkan keahlian-keahlian kita agar mampu bersaing dengan mereka. Dan saya yakin kita mampu, kita mampu melakukan itu. Tapi harus dengan cepat. Jangan ketinggalan dengan mereka.
Dan tadi yang berkaitan dengan paket-paket pekerjaan, ini apa saja coba? Detail, detail, detail. Kita sekarang poinnya gitu saja: tertulis tapi jangan banyak-banyak. Satu lembar cukup buat saya. Sekarang kita hal-hal sederhana, simpel saja. Usulan satu lembar, saya putuskan. Kalau berlembar-lembar, aduh bacanya saya malas.
Sekarang kita bekerjanya harus seperti itu. Ini kecepatan, kecepatan, kecepatan yang dibutuhkan oleh negara kita.
Kemudian yang kedua—saya titip kepada pelaku-pelaku ini di lapangan, Bapak-Ibu semuanya di lapangan—masalah yang berkaitan dengan kualitas pekerjaan. Tolong sampaikan kepada seluruh anggota bahwa kualitas pekerjaan ini akan sangat menentukan nantinya kalau ada standarisasi internasional maupun SNI kita.
Jadi harus betul-betul karena mau tidak mau, dalam era keterbukaan seperti ini, standar-standar itu pasti akan muncul, pasti. Entah dua tahun, entah tiga tahun, entah lima tahun, pasti akan muncul. Siapa yang punya kualitas baik, harganya efisien, dan kecepatan pekerjaan bisa dilakukan, itu yang akan menang.
Pertarungan negara juga hanya itu nanti. Produk dari negara mana yang harganya kompetitif. Yang kedua, produknya punya kualitas yang baik. Yang ketiga, delivery-nya jadinya biar cepat. Itu yang akan menang.
Bapak-Ibu jangan berpikir hanya bekerja di Indonesia. Bisa saja Bapak-Ibu semuanya ini mengerjakan di Malaysia, di Myanmar, dan mungkin naik ke kelasnya lagi di Uni Eropa pada integrasi kawasan nanti. Itu akan kejadian. Sudah bukan bayangan, melainkan itu akan kejadian. Hanya tahunnya kapan, itu yang kita belum tahu. Semuanya akan.
Saya yakin, kalau di sisi harga, kita masih bisa melawan. Harga masih bisa asalkan izin-izin jangan banyak pungutan. Kemudian harga bahan baku juga bisa kita tekan yang baik. Saya yakin bisa bersaing karena orang-orang kita ini sebenarnya dari sisi skill itu memiliki kemampuan yang baik, mempunyai kemampuan.
Jadi, kalau kita katakanlah nanti mulai terbuka, kelihatan peluangnya. Bisa saja Bapak-Ibu mengerjakan mungkin sekian ratus ribu rumah yang ada di Myanmar. Bisa saja. Kenapa tidak? Mengerjakan sekian ratus ribu rumah, garap barengbareng yang berada di Laos misalnya, berada di Malaysia misalnya. Kenapa tidak? Inilah dunia kompetisi, dunia persaingan yang kita hadapi. Dan saya harapkan semuanya kita siap.
Dan mengenai pelatihan-pelatihan tadi, juga tolong saya diberikan catatan-catatan apa-apa-apa, biar saya mempunyai bayangan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 26 February, 2017, 20:28
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya kira relasi, hubungan seperti ini sangat baik. Saya mendapatkan informasi-informasi dari tangan pertama, pelaku kelistrikan dan problem-problem yang ada. Semoga nanti bisa kita selesaikan bersama-sama.
Kita masih dalam proses memotong, menyederhanakan, meng-online-kan hal-hal yang bisa mempercepat itu. Tetapi, sekali lagi semuanya butuh waktu. Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 26 February, 2017, 20:28