SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA KONGRES KE 15 DAN TEMU ILMIAH INTERNASIONAL PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA TAHUN 2014
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang Saya Hormati: 1. Menteri Pertanian RI 2. Menteri Perikanan dan Kelautan RI 3. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY. 5. Ketua DPP PERSAGI dan DPD PERSAGI seluruh Indonesia 6. Pembicara dari Dalam dan Luar Negeri 7. Seluruh peserta Kongres dan Temu Ilmiah Internasional. 8. Tamu Undangan dan hadirin yang berbahagia. Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kita kesehatan dan kesempatan untuk dapat menghadiri kegiatan yang penting dan strategis ini, yakni KONGRES NASIONAL PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA KE 15 dan TEMU ILMIAH AHLI GIZI INDONESIA. Saya menyampaikan apresiasi, atas terselenggaranya kegiatan ini dan merasa bangga dapat menjadi bagian dari kesempatan yang hanya terjadi setiap 5 tahun sekali; terlebih lagi kongres dan temu ilmiah ini mengambil tema penguatan peran profesi gizi untuk mendukung pemerintah dalam mencegah masalah stunting dan penyakit degeneratif di Indonesia.
1
Hadirin yang berbahagia Kita baru saja memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 50 tahun 2014. Pencanangan oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta adalah dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan masyarakat Indonesia pada saat itu yakni penyakit malaria. Saat ini, kita berada di Yogyakarta, kembali akan menyelesaikan salah satu masalah kesehatan masyarakat dengan pendekatan perbaikan gizi yakni stunting yang angkanya cukup tinggi yakni mencapai 37,2% dari seluruh Balita di Indonesia dan penyakit degeneratif yang kecenderungannya semakin meningkat dalam 10 tahun terakhir. Secara nominal, jumlah Balita stunting di Indonesia mencapai 8,8 juta jiwa. Bukan angka yang kecil apabila dikaitkan dengan daya saing daerah, daya saing bangsa di era keterbukaan dan borderless saat ini. Bonus demografi yang akan terjadi pada periode 2020 – 2030 bisa jadi akan kehilangan makna, apabila sumberdaya manusia Indonesia bukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, anak-anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting mempunyai potensi tiga kali lebih besar untuk menderita penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya, serta mempunyai umur harapan hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak yang lahir dengan berat badan dan tinggi badan normal. Tentu ini akan menjadi beban secara ekonomi bukan hanya bagi dirinya namun juga bagi Negara, apalagi di era Jaminan Kesehatan Nasional yang akan diikuti oleh seluruh penduduk Indonesia dan orang asing yang tinggal 6 bulan atau lebih di Indonesia. Akan mengakibatkan biaya kesehaatn menignkat dengan tajam. Hadirin yang saya hormati Pemerintah telah mencanangkan visi Indonesia 5(lima) tahun kedepan yakni Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian, Berlandaskan Gotong Royong; melalui 7 (tujuh) misi 2
yang akan dilakukan dan dua diantaranya berkaitan dengan kualitas hidup manusia yaitu : 1). Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera serta 2). Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Kualitas hidup manusia tentunya harus dikaitkan dengan derajat kesehatan sedangkan bangsa yang berdaya saing selalu dikaitkan dengan produktivitas baik dalam ukuran - ukuran ekonomi maupun sosial. Menurut data UNDP (Tahun 2013) Indonesia berada pada peringkat ke-108 dari 187 negara dengan nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,684 mengalami peningkatan 0,003 poin dibandingkan tahun 2012. Peningkatan terjadi pada umur harapan hidup dari 70,6 menjadi 70,8 poin dan indikator PNB per kapita (GNI per kapita) dari 8,601 menjadi 8,970 poin. Namun dua indikator lainnya yakni angka lama sekolah dan rata-rata lama sekolah tidak mengalami peningkatan. Di Indonesia masalah gizi terjadi hampir di semua golongan umur sesuai siklus kehidupan. Hasil Riskesdas pada tahun 2013, prevalensi BBLR sebesar 10,2 persen. Besar kemungkinan, kejadian BBLR diawali berasal dari ibu yang hamil dengan kondisi Kurang Energi Kronis (KEK) dan anemia, dan usia hamil yang terlalu dini (15 -19 tahun). Proporsi ibu hamil KEK di Indonesia berdasarkan Riskesdas sekitar 20 - 38% dan yang anemia sebesar 37,1%. Dipahami pula bahwa, ibu yang masih muda atau menikah di usia remaja 15-19 tahun cenderung melahirkan anak berpotensi pendek dibanding ibu yang menikah pada usia 20 tahun keatas. Prevalensi anak pendek pada balita adalah sebesar 42,8 persen dari ibu yang berusia menikah pertama usia 15 -19 tahun dan 34,5 persen dari ibu berusia menikah pertama usia 24 - 29 tahun. Pada anak usia sekolah diketahui bahwa 31-35% tergolong pendek, kurus 8,9-10,1%. Remaja dan usia produktif yang menderita anemia sebesar 17-18% sedangkan yang Kurang Energi Kronik (KEK) pada usia
3
15-19 tahun dan 20-24 tahun masing-masing sebesar 46% dan 31%. Pada golongan lanjut usia, dihadapkan pada meningkatnya masalah gizi lebih, anemia dan penyakit tidak menular. Hadirin yang saya hormati; Agenda pembangunan dalam bidang kesehatan tahun 2015 – 2019 adalah mewujudkan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang semakin mantap. Pengertian dasarnya adalah; setiap orang mendapatkan hak pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan, di tempat pelayanan kesehatan yang terstandar, dilayani oleh tenaga kesehatan yang kompeten, menggunakan standar pelayanan, dengan biaya yang terjangkau serta mendapatkan informasi yang adekuat atas kebutuhan pelayanan kesehatan. Pendekatan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu bagi setiap orang pada setiap tahap kehidupan dengan pendekatan satu kesatuan pelayanan melalui intervensi komprehensif secara paripurna yang meliputi 3 (tiga) fokus yaitu pertama, fokus pada semua kelompok usia, yaitu : ibu hamil, bayi, balita, anak usia sekolah, remaja putri, pekerja wanita, PUS dan lansia sebagai satu kesatuan pendekatan yang dikenal dengan continuum of care through out life cycle. Kedua, fokus pada daerah dengan populasi tinggi, terpencil, perbatasan, kepulauan;
dengan
penguatan
tanggungjawab
Kabupaten/Kota
sebagaimana prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang berlaku saat ini dan Ketiga, fokus pada pendekatan komprehensif, integratif promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta kemitraan antar pelaku sesuai strata kewenangan. Untuk itu, keberadaan tenaga gizi baik di Puskesmas dan atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya menjadi sangat penting dan menentukan keberhasilan penanggulangan masalah gizi masyarakat.
4
Kegiatan
Temu
Ilmiah
yang
diselenggarakan
diharapkan
mampu
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan kebersamaan dengan profesi lain dalam penanganan permasalah gizi masyarakat Indonesia. Secara organisatoris, PERSAGI sebagai tempat berhimpunnya sekitar 34.000 ahli gizi di seluruh Indonesia ini, menjadi organisasi yang sangat strategis dalam membantu menyelesaikan permasalahan gizi di masyarakat.
Saat
ini,
Saudara
–
Saudara
berkumpul
untuk
menyelenggarakan KONGRES yang salah satu agendanya adalah memilih kepengurusan baru untuk 5 tahun yang akan datang. Tentu saya berharap, pemilihan ini bersifat demokratis partisipatif dari, oleh dan untuk Saudara – Saudara semuanya dengan mempertimbangkan tantangan pengelolaan organisasi dan program kerja riil bagi masyarakat khususnya secara aktif berperan dalam penyelesaian permasalahan gizi di masyarakat Indonesia.
Saudara-saudara sekalian, Salah satu komitmen pemerintah dalam upaya percepatan perbaikan gizi, adalah dengan adanya Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi sesuai Perpres nomor 42 tahun 2013. Gerakan ini bukanlah inisiatif baru ataupun pendanaan baru, melainkan merupakan peningkatan efektivitas dari berbagai inisiatif dan program/kegiatan yang sudah ada melalui dukungan
dari
kepemimpinan
nasional,
penetapan
prioritas,
dan
harmonisasi program. Oleh karena itu, para ahli gizi secara individual dan PERSAGI sebagai organisasi perlu mengetahui dan menjadi bagian utama dalam Gerakan Nasional ini khususnya berfokus pada aspek - aspek promotif dan preventif serta memberdayakan masyarakat untuk dapat
5
meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan pengolahan pangan serta pola konsumsi pangan yang baik dan benar terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Saya mengharapkan pada semua yang hadir disini, khususnya para pengurus dan anggota PERSAGI, untuk: 1. Mau dan mampu bertindak sebagai agen perubahan sehingga dapat memberi kontribusi nyata terhadap upaya perbaikan gizi; baik intervensi spesifik maupun sensitif; 2. Menghasilkan produk ilmiah yang inovatif yang sesuai perkembangan IPTEK dan kearifan local yang ada di masyarakat dalam upaya mempercepat perbaikan gizi; 3. Memberikan masukan/kritikan yang konstruktif dan solusinya, berdasarkan hasil pengalaman di lapangan, riset terhadap berbagai dampak pembangunan kesehatan khususnya bidang gizi; 4. Meningkatkan professional dalam pelayanan gizi baik untuk perorangan maupun masyarakat dan mencegah timbulnya mal praktik gizi; 5. Mau dan mampu berkerjasama dengan semua profesi kesehatan dalam memecahkan masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat; Saudara – Saudara Mengakhiri Sambutan saya, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pengurus PERSAGI 2009 – 2014 baik di tingkat Pusat dan atau Daerah beserta seluruh anggota PERSAGI yang telah secara aktif bersama
–
sama
pemerintah
dan
masyarakat
mendukung
dan
mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat; Saya berharap kepengurusan
kedepan
dan
program
kerjanya,
benar
–
benar 6
didedikasikan untuk kepentingan organisasi dan kesejahteraan anggotanya serta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selamat menjalankan Kongres ke XV dan Selamat mengikuti temu ilmiah, Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk dan hidayahNya kepada kita. Dengan mengucap Bismillaahirrahmaanirrahiim acara Temu Ilmiah Internasional Persagi kami buka secara resmi. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Yogyakarta, 26 November 2014 Menteri Kesehatan RI
Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K)
7