Jakarta, 16 Oktober 2012 Nomor : 267.PBH.ADIN.X.2012 Lampiran : 1 (satu) berkas. Perihal : Harmonisasi RPP BANKUM Kepada Yth, Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Jl. HR. Rasuna Said Kav 6-7 Kuningan - Jakarta Selatan Dengan hormat, Merujuk Surat Pengurus Pusat POSBAKUMADIN Nomor 262.PBH.ADIN.X.2012 tertanggal 16 Oktober 2012 Perihal: Harmonisasi RPP BANKUM dengan ini disampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Hasil Seminar Talkshow yang digelar pada Legal Expo tanggal 19-20 Oktober 2012 di Hall Taman Pintar Kota Yogyakarta, dihadiri oleh peserta sebanyak 100 (seratus) orang lebih dari semua unsur pemerintah maupun swasta memberikan perhatian khusus dalam menyusun RPP BANKUM untuk menghindari terjadinya ”KEGAGALAN” seperti Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 aquo; Demikian surat ini disampaikan semoga mendapat perhatian khusus Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dan PENGURUS PUSAT POSBAKUMADIN mengucapkan terima kasih.-
SALAM JUANG “Fiat Justitia Ruat Coelum” PIMPINAN PUSAT POSBAKUMADIN,
HALIM YEVERSON RAMBE, SH Ketua
BAHDER JOHAN, SH, MH Sekretaris
Tembusan: Kepada Yang Terhormat, 1. Bapak Presiden Republik Indonesia; 2. DR. Wicipto Setiadi, SH, MH (BPHN Kemenkumham R.I.); 3. Nasrudin, SH, MH (Direktur Harmonisasi PP); 4. DR. Diani Sadiawati, SH, LL.M (BPHN Kemenkumham R.I.); 5. Mardiharto, SH, LL.M (Bappenas); 6. S. Aditya Wijaya, SH (Bappenas); 7. Budiman, SST, SE, MBA, Ak (Kemendagri R.I.); 8. Wisnu Setiawan, SH, MH (Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu R.I.); 9. Heni Susila Wardoyo, SH, MH (Direktorat Harmonisasi); 10. Reza Fikri Febriansyah, SH, MH (Ditjen PP Kemenkumham R.I.); 11. Dodot Adikoeswanto, SH, MH (Biro Perencanaan Kemenkumham R.I.); 12. Widoyoko, SH, MHum (Kejaksaan Agung R.I.); 13. Alvon Kurnia Palma, SH (YLBHI); 14. DR. Otto Hasibuan, SH, MM (PERADI); 15. Alexander Lay, SH, LL.M (PERADI); 16. Ropaun Rambe (PBH ADIN); 17. Bambang Soetono (World Bank); 18. Anis Hamim (SAJI-UNDP); 19. Sabela Gayo (SAJI-UNDP); 20. Toman Tobing (SAJI-UNDP); 21. Jawardi, SH, MH (BPHN Kemenkumham R.I.); 22. Eko Suparmiyati, SH, MH (BPHN Kemenkumham R.I.); 23. Liestiarini Wulandari, SH, MH (BPHN Kemenkumham R.I.); 24. C. Kristomo, SS (BPHN Kemenkumham R.I.); 25. Indah Rahayu, SH (BPHN Kemenkumham R.I.);
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR ....... TAHUN ...... TENTANG PEMBERIAN DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dipandang perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan pelaksanaan Undang-undang tersebut;
Mengingat
:
Pasal 15 ayat(5) dan Pasal 18 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PEMBERIAN DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. 2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. 3. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. 4. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. 5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. 6. Kelembagaan adalah lembaga Pemberi Bantuan Hukum yang telah memperoleh pengesahan berbadan hukum dari kementerian. 7. Litigasi adalah penanganan perkara yang dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan perkara Pidana dan Perdata. 8. Non litigasi adalah penanganan perkara dilakukan di luar pengadilan untuk penyelesaiannya. 9. Verifikasi dan Akreditasi adalah proses penilaian dan penetapan kelayakan kelembagaan yang berbadan hukum sebagai Pemberi Bantuan Hukum. 10. Sertifikasi adalah penetapan hasil verifikasi dan akreditasi Pemberi Bantuan Hukum. BAB II ORGANISASI BANTUAN HUKUM Bagian Kesatu
Kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum Pasal 2 (1) Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. berbadan hukum; b. memiliki Sertifikasi; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus; e. memiliki program Bantuan Hukum; dan f. tidak berafiliasi ke partai politik. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf-a adalah Kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum yang telah memperoleh : a. pengesahan badan hukum dari Kementerian sebelum undang-undang ini berlaku. b. pengesahan badan hukum dari Kementerian yang diperoleh setelah undang-undang ini berlaku menunggu 3 (tiga) tahun untuk dapat diverifikasi dan diakreditasi. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf-c adalah memiliki kantor tetap dan alamat yang jelas dibuktikan dengan surat-surat yang sah. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf d adalah memiliki Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Anggota yang dituangkan dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf e adalah mempunyai Program Bantuan Hukum sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Bantuan Hukum. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) huruf f adalah partai politik baik yang telah lulus verifikasi maupun yang belum lulus verifikasi di Kementerian. Pasal 3 (1) Pemberi Bantuan Hukum yang akan menerima dana Bantuan Hukum harus memiliki Sertifikasi. (2) Kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum yang dapat diverifikasi dan diakreditasi merujuk pada Pasal 2 ayat (2). Bagian Kedua Panitia Verifikasi dan Akreditasi Pasal 4 (1) Verifikasi dan Akreditasi Pemberi Bantuan Hukum dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh Menteri. (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, panitia bersifat independen yang berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal 5 Panitia bertugas menyeleksi dan mengevaluasi calon Pemberi Bantuan Hukum untuk memenuhi kelayakan sebagai Pemberi Bantuan Hukum dalam melaksanakan kegiatan Bantuan Hukum. Pasal 6
(1) Panitia sebagaimana dimaksud Pasal 4, mempunyai susunan keanggotaan yang terdiri atas: a. 1 (satu) orang Ketua dari Kementerian; b. 1 (satu) orang Wakil Ketua; c. 1 (satu) orang Sekretaris; d. 1 (satu) orang Wakil Sekretaris; e. 1 (satu) orang Bendahara; f. 1 (satu) orang Wakil Bendahara; g. 3 (tiga) orang anggota. (2) Panitia Verifikasi dan Akreditasi terdiri dari unsur : a. 3(dua) orang dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia; b. 2 (dua) orang Akademisi; c. 2 (dua) orang tokoh masyarakat; dan d. 2 (dua) orang dari lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum. (3) Panitia Verifikasi dan Akreditasi sebagaimana dimaksud ayat (1) bertanggungjawab kepada Menteri. (4) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Panitia Verifikasi dan Akreditasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. berusia minimal 30 (tiga puluh) tahun dan maksimal 65 (enam puluh lima) tahun; c. memahami asas, tujuan, dan fungsi lembaga pemberi bantuan hukum; d. pendidikan minimal S-1 Ilmu Hukum; dan e. khusus anggota dari organisasi Pemberi Bantuan Hukum, harus berpengalaman dalam pemberian bantuan hukum minimal 2 (dua) tahun dan tidak berafiliasi ke partai politik. Pasal 7 Dalam melaksanakan tugas Verifikasi dan Akreditasi, Panitia menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Pasal 8 Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 7 Panitia menjalankan fungsi memeriksa mengenai kebenaran dari suatu laporan, pernyataan, keberadaan, menetapkan tingkat/kelas/ranking serta memberikan Sertifikasi kelayakan sebagai Pemberi Bantuan Hukum yang berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkan. Pasal 9 Panitia Verifikasi dan Akreditasi bersifat ad hoc dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 10 Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi Panitia, dibantu sekretariat yang mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi. Pasal 11 Sekretariat panitia sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 merupakan unit kerja di lingkungan Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada ketua panitia. Pasal 12
a. Sekretariat Panitia Verifikasi dan Akreditasi dipimpin oleh seorang ketua yang tugas dan fungsinya terkait dengan Bantuan Hukum di lingkungan Kementerian. b. Biaya yang timbul dalam kesekretariatan Panitia Verifikasi dan Akreditasi dibebankan pada anggaran kementerian. Bagian Ketiga Pemberian Bantuan Hukum Pasal 13 (1) Anggota Pemberi Bantuan Hukum harus mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum untuk memenuhi Standar Bantuan Hukum, meliputi Hukum Acara dan Pemberkasan perkara serta Administrasi hukum. (2) Kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum menyelenggarakan pendidikan Bantuan Hukum harus memiliki Ijin dari Intansi yang berwenang dan mempunyai Kurikulum dan buku-buku yang berkenaan dengan pendidikan itu. Pasal 14 (1) Bantuan Hukum diberikan kepada orang atau kelompok orang miskin yang dibuktikan dengan menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh Lurah/ Kepala desa atau pejabat setingkat. (2) Pemberi Bantuan Hukum menerbitkan Kartu Perlindungan Masyakarat Bantuan Hukum (KPM BANKUM) Gratis kepada masyarakat miskin. (3) Dalam hal calon penerima bantuan hukum tidak memiliki identitas, Lurah/Kepala Desa di tempat kejadian perkara wajib mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Mampu untuk keperluan penerimaan Bantuan Hukum. Pasal 15 Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak memiliki identitas resmi, maka penerima dapat mengajukan alamat sementara secara tertulis yang dapat dipertanggung-jawabkan dimana Pemberi Bantuan Hukum berdomisili. Pasal 16 (1) Pemberian Bantuan hukum meliputi masalah-masalah hukum yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat baik secara litigasi maupun non litigasi. (2) Pemberian Bantuan Hukum dilakukan secara litigasi dan non litigasi diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memiliki Sertifikasi. Pasal 17 (1) Penerima Bantuan Hukum mengajukan permohonan bantuan hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. identitas Penerima Bantuan Hukum, dan b. uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum. Pasal 18 (1) Penerima Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis dapat mengajukan permohonan secara lisan. (2) Permohonan secara lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk tertulis dengan dibantu oleh Pemberi Bantuan Hukum.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani atau dicap jempol oleh Penerima Bantuan Hukum. Pasal 19 (1) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan kepastian pemberian Bantuan Hukum secara tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. (2) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya permohonan bantuan hukum. Pasal 20 Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, berhak meminta surat kuasa dari penerima bantuan hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari. Pasal 21 Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa. Pasal 22 (1) Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dan non litigasi dilakukan oleh anggota yang ditugaskan dari kelembagaan yang telah memperoleh Sertifikasi. (2) Pemberian Bantuan Hukum secara litigasi dilakukan mulai adanya penyelidikan perkara sampai proses di Pengadilan baik perkara pidana maupun perdata. (3) Pemberian Bantuan Hukum secara non litigasi meliputi kegiatan : a. penyuluhan Hukum, yaitu salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat. b. konsultasi Hukum, yaitu pemberian pelayanan jasa hukum berupa nasihat, penjelasan, informasi atau petunjuk kepada anggota masyarakat yang mempunyai permasalahan hukum untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. investigasi kasus, yaitu upaya untuk mengungkap suatu kasus pelanggaran hukum sampai memperoleh informasi tentang kasus. d. pendokumentasian hukum, yaitu upaya penyimpanan data hukum, baik secara elektronik maupun non elektronik e. penelitian hukum, yaitu upaya sistematis dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengetahui berbagai permasalahan yang terkait dengan hukum. f. mediasi, yaitu upaya penyelesaian permasalahan hukum dengan menggunakan jasa pihak ketiga. g. negosiasi, yaitu pertemuan antara pihak-pihak yang berbeda kepentingan untuk mencapai kesepakatan bersama.
h. pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi; dan/atau i. pendampingan di luar pengadilan, yaitu suatu upaya atau proses pemberdayaan pelaku dan korban dalam menghadapi permasalahan hukumnya; (4) Pemberian Bantuan Hukum secara non litigasi sebagaimana dimaksud ayat (3) merujuk pada Pasal 14 ayat (2). (5) Pemberian Bantuan Hukum secara non litigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diberikan pada pelaku dan korban. BAB III PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM Bagian Kesatu Pengajuan Anggaran Dana Pasal 23 (1) Menteri mengajukan Rencana Anggaran Dana Penyelenggaraan Bantuan Hukum setiap tahun anggaran. (2) Rencana pengajuan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sejalan dengan: a. Rencana pembangunan jangka panjang, b. Rencana pembangunan jangka menengah, dan c. Rencana kerja Pemerintah. (3) Rencana pengajuan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait keuangan negara. Pasal 24 Dalam pengajuan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum, Menteri wajib mempertimbangkan sisa anggaran yang tidak terserap karena kasus yang ditangani oleh Pemberi Bantuan Hukum belum selesai pada tahun anggaran sebelumnya. Pasal 25 Pemberi Bantuan Hukum mengajukan Rencana Anggaran Bantuan Hukum kepada Penyelenggara Bantuan Hukum pada pertengahan tahun untuk tahun berikutnya. Pasal 26 (1) Alokasi anggaran bantuan hukum kepada pemberi bantuan hukum harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis yaitu: a.Kriteria Umum : Kelembagaan berbadan hukum; b.Kriteria Khusus : Kelembagaan memiliki Sertifikasi. c. Kriteria Teknis : Kelembagaan telah melaksanakan Kerjasama (MoU) dengan Pengadilan dan Program Kartu Perlindungan Masyarakat Bantuan Hukum (KPM BANKUM) Gratis. (2) Besaran alokasi Anggaran Bantuan Hukum pada Pemberi Bantuan Hukum ditentukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis; (3) Alokasi Anggaran Bantuan pada pemberi bantuan hukum ditetapkan dengan keputusan Menteri atau pejabat yang dikuasakan
Pasal 27 (1) Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana anggaran Bantuan Hukum tahun anggaran berikutnya kepada menteri secara tertulis setelah rencana kerja anggaran kementerian disetujui DPR (2) Dalam pengajuan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Bantuan Hukum harus melampirkan sertifikasi. (3) Pengajuan anggaran Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari Bantuan Hukum Litigasi dan Non Litigasi. (4) Pengajuan anggaran Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum ditetapkan dengan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya memuat: a. Identitas Pemberi Bantuan Hukum b. Proposal dan jumlah perkara yang akan diberikan bantuan hukum Pasal 28 (1) Menteri atau pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap berkas pengajuan anggaran Bantuan Hukum. (2) Menteri atau pejabat yang berwenang memberitahukan hasil pemeriksaan berkas pengajuan anggaran Bantuan Hukum dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya berkas. Pasal 29 (1) Dalam hal pengajuan anggaran Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Menteri atau pejabat berwenang wajib memberikan pernyataan secara tertulis mengenai kelengkapan persyaratan. (2) Dalam hal pengajuan anggaran Bantuan Hukum belum memenuhi persyaratan, berkas dikembalikan kepada Pemberi Bantuan Hukum untuk dilengkapi. (3) Dalam hal pengajuan anggaran Bantuan Hukum ditolak, Menteri atau pejabat berwenang wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis. Bagian Kedua Pencairan Dana Pasal 30 Pencairan dana Bantuan Hukum litigasi dan non litigasi dilakukan dengan penunjukan langsung kepada Pemberi Bantuan Hukum yang memiliki sertifikasi dan diberikan sekaligus dari anggaran yang disetujui Menteri. Pasal 31 (1) Pencairan dana Bantuan Hukum litigasi dan non litigas diberikan melalui bank yang ditunjuk dengan mempertimbangkan jumlah perkara yang ditangani Pemberi Bantuan Hukum dan dicairkan pada awal penanganan perkara dalam tahun anggaran berjalan. (2) Komponen yang dibiayai dan dibayarkan dengan dana bantuan hukum litigasi untuk kepentingan Penerima Bantuan Hukum sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sebagai biaya pendampingan yang meliputi : a. perkara pidana diberikan pada awal penanganan perkara dimulainya penyelidikan, dan penyidikan dibuktikan dengan permintaan dan Laporan Polisi (LP) dari Kepolisian dan atau dibuktikan dengan penetapan penunjukan dari majelis hakim kepada Pemberi Bantuan Hukum; b. perkara perdata diberikan pada saat perkara Permohonan atau Gugatan didaftarkan di Kepaniteraan oleh Pemberi Bantuan Hukum dibuktikan dengan nomor register perkara permohonan atau gugatan.
(3) Komponen Biaya upaya hukum banding dan kasasi masing-masing sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dibuktikan dengan pernyataan banding dan kasasi yang dikeluarkan kepaniteraan pengadilan (4) Komponen yang dibiayai dan dibayarkan dengan dana bantuan hukum non litigasi untuk kepentingan Penerima Bantuan Hukum disesuaikan menurut kegiatan yang diajukan oleh Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (3). (5) Setiap tahun kementerian meninjau ulang besaran dana bantuan hukum sebagaimana dimaksud ayat (2) dengan mempertimbangkan perkembangan komponen biaya penanganan perkara oleh Pemberi Bantuan Hukum. Pasal 32 Pencairan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilaksanakan melalui unit kerja kementerian yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan pemberian bantuan hukum. Pasal 33 (1) Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah anggaran yang dialokasikan untuk Kementerian. (3) Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan. (4) Selain anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (3) dapat berasal dari hibah dan/atau bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat. Bagian Ketiga Pertanggungjawaban Pasal 34 (1) Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana Pemberian Bantuan Hukum wajib dibukukan dan dilaporkan sesuai dengan Standar Akuntasi Pemerintahan yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait keuangan negara. (2) Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum wajib dilaporkan kepada Menteri setiap akhir tahun anggaran. Pasal 35 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 untuk perkara litigasi harus disampaikan tentang Perkembangan perkara yang sedang dalam proses penyelesaian; (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, untuk non litigasi harus disertai laporan kegiatan yang telah dilaksanakan. Pasal 36 Menteri wajib menyampaikan laporan penggunaan anggaran pemberian bantuan hukum pada setiap akhir tahun sebagai bentuk pertanggung-jawaban pelaksanaan pemberian bantuan hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 37 (1) Pemberi Bantuan Hukum wajib mengelola secara terpisah administrasi keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan administrasi keuangan lainnya. (2) Pemberi Bantuan Hukum wajib membuat dan menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan dana pemberian bantuan hukum kepada Menteri. (3) Mekanisme pertanggungjawaban lebih lanjut diatur oleh Menteri. Bagian Keempat Pengawasan Pasal 38 (1) Menteri bertanggung jawab melakukan pengawasan atas penerimaan dan penggunaan anggaran Bantuan Hukum yang dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum di pusat dan daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di daerah provinsi, kabupaten/kota dibantu oleh unit kerja kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan pemberian bantuan hukum. (3) Pengawasan penyelenggaraan Bantuan Hukum di daerah bekerjasama dengan pemerintah daerah. Bagian Kelima Penindakan Pasal 39 (1) Pemberi Bantuan Hukum dapat dikenai tindakan dalam hal ditemukan adanya : a. laporan Penerima Bantuan Hukum yang tidak mendapatkan haknya sesuai Pasal 12 Undang-undang Bantuan Hukum; b. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan Standar Bantuan Hukum; c. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela; d. penyalahgunaan penggunaan dana pemberian bantuan hukum; (2) Menteri meneruskan temuan sebagaimana dimaksud ayat (1) kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 (1) Jenis Tindakan yang dapat dikenakan terhadap Pemberi Bantuan Hukum berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan Sertifikasi. (2) Sebelum Pemberi Bantuan Hukum dikenai tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemberi Bantuan Hukum diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. (3) Ketentuan tentang jenis tindakan yang dapat dikenakan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Standar Bantuan Hukum yang ditetapkan oleh Menteri. BAB IV
Pos Bantuan Hukum Pasal 41 (1) Pos Bantuan Hukum pada Pengadilan sebagaimana dimaksud UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 57 ayat (1) berdasarkan Peraturan ini setiap Pengadilan wajib melaksanakan kerjasama (Memorandum of Understanding) dengan kelembagaan pemberi Bantuan hukum yang telah memiliki Sertifikasi untuk pembentukan Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM). (2) Pemberian dana bantuan hukum untuk Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) yang dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah ini. (3) Dalam hal peningkatan pelayanan pemberian bantuan hukum pada setiap Pengadilan harus dibentuk Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM). BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan tentang Bantuan Hukum yang ada di berbagai Kementerian/Lembaga, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 43 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Kementerian. Pasal 44 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal .............2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta, Pada tanggal .......2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd DR.AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR ......
PENJELASAN
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR ....... TAHUN ...... TENTANG PEMBERIAN DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM I.
UMUM Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini disebut secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun prinsip negara hukum adalah antara lain menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law), tidak terkecuali bagi orang atau kelompok miskin yang selama ini belum terjangkau oleh keadilan. Permasalahan hukum yang banyak menjerat orang atau kelompok miskin saat ini semakin kompleks sehingga menuntut Pemerintah untuk segera memperhatikan dan mengaturnya secara terencana, sistematik, berkesinambungan dan mengelolanya secara profesional. Oleh karena itu, adanya Peraturan Pemerintah mengenai Syarat dan Tata Cara Pemberian dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum ini, sebagai amanat dari Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang merupakan bagian dari penyelenggaraan bantuan hukum diarahkan dapat menjadi dasar hukum bagi penyusunan peraturan penyelenggaraan bantuan hukum di daerah serta mencegah terjadinya penyelenggaraan bantuan hukum sebagai praktek industri yang berorientasi pada keuntungan semata dan mengabaikan kepentingan-kepentingan para penerima bantuan hukum itu sendiri. Dalam Peraturan Pemerintah ini pemberian bantuan hukum meliputi ranah pidana dan perdata, baik secara litigasi maupun non litigasi yang sepenuhnya dilakukan oleh Para Pemberi Bantuan Hukum yang terdiri dari Organisasiorganisasi Bantuan Hukum. Bahwa aturan mengenai para Pemberi Bantuan Hukum atau Organisasi Bantuan Hukum harus berbadan hukum, tidak dimaksudkan untuk membatasi hak konstitusional dan kemandirian masyarakat dalam berorganisasi, akan tetapi hal ini harus dipahami sebagai suatu strategi nasional dalam manajemen organisasi yang profesional, efektif, dan berdaya saing serta untuk memudahkan dalam melakukan kerjasama dan koordinasi yang efektif, baik dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun antar sesama pemberi bantuan hukum atau organisasi bantuan hukum.
Dengan kejelasan dan ketegasan pengaturan mengenai syarat pemberian bantuan hukum, tata cara pemberian bantuan hukum, pengajuan anggaran, pencairan dana dan pertanggung‐jawaban serta dengan berdasarkan prinsip ketersediaan, keterjangkauan, keberlanjutan, kepercayaan, dan pertanggungjawaban, diharapkan Peraturan Pemerintah ini dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan bantuan hukum itu sendiri.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat 1 : huruf f : kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum tidak mempunyai hubungan dengan Partai Politik, misalnya kelembagaan bukan dibentuk oleh partai politik dan atau kelembagaan sebagai underbow partai politik ayat(2): Cukup jelas ayat(3): Surat-surat yang sah dimaksud adalah surat hak milik, sewa, pinjam pakai, hibah, wakaf, dan sebagainya ayat(4): Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang masih berlaku dan diakui oleh pengurus dan anggota. ayat(5): Program tersebut sudah ada sebelum Unang-Undang ini berlaku. Organisai Pemberi Bantuan Hukum yang lahir setelah undang-undang ini baru dapat mengajukan anggaran bantuan hukum mulai tahun 2015. Program Bantuan Hukum yang dimaksud sekurang-kurangnya berisi tentang jumlah kasus yang ditangani termasuk yang melibatkan orang miskin, jenis kasus, waktu penanganan kasus, dan jumlah personalia yang menangani kasus Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) : Dalam hal pelaksanaan Verifikasi dan Akreditasi di daerah, panitia dibantu oleh unit kerja kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan bantuan hukum bekerjasama dengan pemerintah daerah.
Ayat (2) Yang dimaksud independen adalah bebas dari pengaruh pihak manapun dan tidak terikat dengan struktur jabatan birokrasi. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Akademisi dimaksud direkomendasikan secara tertulis oleh Dekan. Huruf c Tokoh masyarakat dimaksud direkomendasikan oleh ketua organisasi kemasya rakatan berskala nasional. Huruf d Direkomendasikan secara tertulis oleh ketua umum lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf e: Khusus keanggotaan dari lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan dibuktikan dengan keanggotaan di Organisasi Bantuan Hukum. Pasal 7 Koordinasi adalah suatu proses penyatupaduan berbagai sub sistem yang ada dalam suatu sistem untuk mencapai kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Integrasi adalah satu proses yang menyatupadukan berbagai kelompok untuk membentuk satu kesatuan bersama. Sinkronisasi adalah proses penyeragaman beberapa proses pada saat yang bersamaan. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Akademisi dimaksud direkomendasikan secara tertulis oleh Dekan.
Huruf c Tokoh masyarakat dimaksud direkomendasikan oleh ketua organisasi kemasya rakatan berskala nasional. Huruf d Direkomendasikan secara tertulis oleh ketua umum lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf e: Khusus keanggotaan dari lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan dibuktikan dengan keanggotaan di Organisasi Bantuan Hukum. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Koordinasi adalah suatu proses penyatupaduan berbagai sub sistem yang ada dalam suatu sistem untuk mencapai kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Integrasi adalah satu proses yang menyatupadukan berbagai kelompok untuk membentuk satu kesatuan bersama. Sinkronisasi adalah proses penyeragaman beberapa proses pada saat yang bersamaan. Pasal 13 Ayat (1) Dengan maksud anggota Kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum mampu , siap memberikan dan menjalankan praktek-praktek hukum ditengah-tengah masyarakat Ayat (2) Kelembagaan Pemberi Bantuan Hukum menyelenggarakan Pendidikan Bantuan Hukum bagi anggota-anggotanya memiliki izin menyele nggarakan kursus/ pendidikan keterampilan bantuan hukum yang mempunyai garis besar pokok bahasan ter-struktur sehingga mem punyai nilai tambah bagi setiap pesertanya Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud pejabat setingkat antara lain : Banjar, Kepala Nagari, Gampong, Kampung, Negeri atau dengan nama lain. Ayat(2) Penerima Bantuan Hukum menerima KPM Bankum Gratis memberikan foto kopi Kartu Tanda Penduduk sebagai bukti bagi kelembagaan pemberi bantuan hukum terlaksananya program bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin. Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Berupa surat keterangan tertulis yang ditandatangani dan stempel oleh pemberi Bantuan Hukum Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 20 Surat Kuasa dimaksud adalah Surat Kuasa khusus pemberian bantuan hukum yang ditandatangani atau cap jempol oleh Penerima Bantuan Hukum Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Pejabat yang berwenang adalah Kuasa Pengguna Anggaran dilingkungan Kementerian yang tugas dan fungsinya menangani Bantuan Hukum. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat(2):
Kelembagaan pemberi bantuan hukum menerima biaya sebesar Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam penanganan perkara untuk transportasi dan akomodasi serta administrasi penanganan perkara dari awal sampai pada tingkat pertama . Ayat(3) Kelembagaan pemberi bantuan hukum menerima biaya sebesar Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) dalam penanganan perkara untuk transportasi dan akomodasi serta administrasi mengajukan upaya hukum banding dan Kelembagaan pemberi bantuan hukum menerima biaya sebesar Rp.5.000. 000 (lima juta rupiah) dalam penanganan perkara untuk transportasi dan akomodasi serta administrasi mengajukan upaya hukum kasasi Ayat(4) : Cukup jelas Ayat (5) : Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .....