Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Pengaruh Konsentrasi Penambahan EM4 dan Lama Waktu Fermentasi pada Kualitas Teh Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit sebagai Anti-fungal pada Ganoderma boninense. Sakunda Anggarini, Wignyanto, Nur Hidayat, Randy Yulidar Anggarapuri Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang, 65145 Email:
[email protected];
[email protected] Ph. +62-341-583964
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor konsentrasi penambahan EM4 dan lama waktu fermentasi terhadap kualitas teh kompos yang dihasilkan, khususnya terkait dengan potensi kemampuan antifungal. Proses fermentasi dilakukan secara aerobik dengan pemberian aerasi sebesar 0,4 vvm pada kompos janjang kosong kelapa sawit, air dan molase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan EM4 dan lama waktu fermentasi secara tepat berpengaruh pada kualitas teh kompos. Kualitas terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan penambahan EM4 sebanyak 1.5% (v/v) dan fermentasi selama 72 jam dengan kemampuan penghambatan hingga mencapai 91% pada pertumbuhan jamur patogen Ganoderma boninense. Karakterisasi tambahan pada kompos ini secara singkat dijelaskan oleh nilai parameter pH sebesar 7,11, DO (dissolved oxygen) sebesar 4,18 mg/L serta total bakteri sebesar log 8,61 CFU/mL. Kata Kunci: Antifungal, Daya Hambat, Fermentasi Aerobik, Total Bakteri.
ABSTRACT The purpose of this research is to know the effect of concentration of EM4 addition and fermentation time to the quality of resulted compost tea, concerning to potential of its antifungal activity. Fermentation was executed in an aerobic condition with 0.4 vvm aeration to the mixing of compost of oil palm empty fruit bunch, water and molasses. The result showed that properly concentration of EM4 addition and fermentation time effect to compost tea quality. The best result was gained by 1,5% (v/v) EM4 addition in 72 hours fermentation, which has inhibition ability up to 91% to the growth of pathogenic fungal Ganoderma boninense. Additional characterization were explained by several parameters, those were : pH was in 7,11; DO (dissolved oygen) was in 4,18 mg/L; log total of bacterial population was 8,61 CFU/mL. Keywords : Aerobic fermentation, Antifungal, Inhibition activity, Bacterial population, Fungal population
PENDAHULUAN Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit (Elaeis quinensis Jacq), dilakukan untuk mendukung peran strategis tanaman tersebut pada industri di Indonesia. Namun peningkatan luas perkebunan belum mampu meningkatkan produktivitas secara efektif. Hal tersebut dikarenakan beberapa kendala, diantaranya adanya serangan hama dan penyakit seperti penyakit busuk pangkal batang. Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense (G. boninense) merupakan penyakit paling merusak di perkebunan kelapa sawit khususnya di Indonesia. Jamur ini merupakan patogen tular tanah (soil borne) yang tergolong ke dalam filum Basidiomycota dan famili Ganodermataceae (Cooper et al., 2011). Persentase kejadian penyakit BPB mencapai 80% sehingga penting untuk ditanggulangi. Pengendalian penyakit BPB sering dilakukan dengan penggunaan fungisida kimia karena dianggap lebih efektif dan efisien. Namun penggunaan dalam jangka panjang dapat merusak kondisi tanah dan meninggalkan residu berbahaya. Oleh karena itu diperlukan pengendalian penyakit yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah penggunaan teh kompos. Pengendalian penyakit tanaman menggunakan teh kompos
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-140
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 telah banyak dilakukan. Teh kompos diketahui dapat mengendalikan penyakit tanaman dan mengurangi kebutuhan pestisida (Campbell, 2007). Teh kompos dihasilkan dari pencampuran kompos dengan air dan disimpan selama beberapa waktu dengan atau tanpa bahan tambahan (Scheuerell and Walter., 2002). Salah satu kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai teh kompos adalah kompos janjang kosong yang diolah dari janjang/tandan kosong limbah pengolahan kelapa sawit. Pengolahan janjang kosong menjadi kompos dapat mengurangi volume limbah hingga 85% (Su Yien et al., 2014). Dalam pembuatan teh kompos terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas teh kompos yang dihasilkan, diantaranya penambahan microbial supplement dan lama waktu fermentasi. Penambahan microbial supplement pada teh kompos berfungsi untuk memperkaya mikroba, sehingga dari banyak mikroba yang terkandung dalam teh kompos diharapkan terdapat beberapa kelompok mikroba yang antagonis terhadap patogen G. boninense. Pada penelitian ini, microbial supplement yang digunakan adalah EM4.Pembuatan teh kompos juga memperhatikan lama waktu fermentasi untuk mempertimbangkan efisiensi waktu. Menurut (Gaspers, 2005) waktu dalam sistem produksi diartikan sebagai waktu kerja aktual yang dijadwalkan atau tersedia pada pusat kerja selama periode tertentu. Efisiensi adalah faktor yang mengukur performansi terhadap standar yang ditetapkan dan dihitung dengan membandingkan waktu proses dan hasil. Sehingga waktu proses fermentasi penting untuk menghasilkan produk yang optimal dengan waktu yang lebih singkat, terutama jika proses akan diaplikasikan untuk skala pilot dan/atau skala industri. Berdasarkan uraian di atas penambahan EM4 dan waktu fermentasi diduga mempengaruhi kualitas teh kompos dari janjang kosong. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan konsentrasi EM4 dan lama waktu fermentasi untuk mengetahui kondisi optimum dari kedua faktor tersebut. Teh kompos janjang kosong diharapkan dapat mengendalikan jamur patogen G. boninense. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos janjang kosong yang diambil dari perkebunan Riau, yang dimasukkan dalam wadah tertutup rapat kemudian dimasukkan kotak kayu dan diangkut dengan jasa pengiriman barang. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan teh kompos yaitu aquades (RRT), molase, EM4 dan air. Untuk analisa pH digunakan buffer pH 4 dan 7. Analisa TPC (Total Plate Count) membutuhkan teh kompos janjang kosong, PCA(plate count agar), larutan pepton, dan alkohol 70% (RRT). Uji efektivitas daya hambat menggunakan isolat G. boninense, PDA (potato dextrose agar), dan teh kompos. Isolat G. boninense yang digunakan merupakan koleksi dari laboratorium Hama & Penyakit Tanaman, Universitas Brawijaya. Uji patogenitas membutuhkan teh kompos dan (BAP) blood agar plate. Metode Penelitian Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu konsentrasi penambahan EM4 (E) ( E1=0,5%v/v; E2=1,5%v/v; E3=2,5%v/v) dan waktu fermentasi (T) (T1=24jam; T2=48jam; T3=72jam), dengan 3 ulangan. Berikutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) Apabila dari hasil uji menunjukkan ada pengaruh signifikan, maka dilanjutkan uji Duncan Multile Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 5%. Fermentasi teh kompos dilakukan dengan modifikasi metode pada Ingram and Millner (2007), yaitu mencampur 3 (bagian) air : 1 (bagian) kompos, baru ditambahkan bahan lainnya. Kecepatan aerasi diatur sebesar 0,4 vvm dengan waktu fermentasi sesuai perlakuan (Damanik, 2014). Setelah waktu fermentasi tercapai, teh kompos disaring dengan kain saring dan dilakukan uji. Parameter uji kimia diwakili oleh parameter pH yang diukur dengan menggunakan pH meter YSI model 52 (metode sesuai SNI 06-6989.11-2004) dan DO (Dissolved Oxygen) yang diukur dengan DO meter model HI 221 (metode sesuai SNI 6989.59-2008), sedangkan parameter biologis ditunjukkan oleh jumlah total bakteri dan total jamur yang diuji dengan metode yang sesuai dengan prosedur pada Cappucino dan Natalie (2013). Uji Daya Hambat dilakukan sesuai dengan
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-141
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 metode yang dijelaskan oleh Lestari, dkk (2012), dan Uji patogenitas diaplikasikan dengan metode yang mengacu pada Sharma and Gupta (2014). HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Hambat Nilai rerata persentase daya hambat dari teh kompos yang dihasilkan mencapai 80,37% – 91,00%. Berdasarkan hasil analisis, lama fermentasi (T) dan interaksi antara faktor konsentrasi penambahan EM4 dan lama fermentasi (ExT) berpengaruh signifikan terhadap penghambatan Ganoderma boninense, sedangkan penambahan konsentrasi EM4 (E) tidak berpengaruh signifikan (analisis ragam tidak ditunjukkan).
Gambar 1. Persentase Daya Hambat Teh Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit pada Lama Fermentasi yang berbeda Gambar 1. menunjukkan bahwa peningkatan waktu fermentasi dan konsentrasi EM4 dapat meningkatkan persentase daya hambat. Waktu fermentasi lebih mempengaruhi daya hambat teh kompos, karena waktu yang cukup pada proses fermentasi akan dapat lebih optimal untuk melarutkan senyawa yang secara alami terdapat pada bahan dan/atau senyawa hasil metabolisme mikroba (metabolit) (Scheuerell et. al., 2002). Senyawa metabolit dapat berperan sebagai senyawa antifungal. Ingham (2005) menjelaskan bahwa waktu fermentasi yang optimal dapat meningkatkan antimikroba dalam teh kompos, sehingga pengaturan waktu fermentasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daya hambat teh kompos. Hasil menunjukkan bahwa waktu fermentasi hingga 3 hari dapat meningkatkan daya hambat teh kompos janjang kosong terhadap pertumbuhan G. boninense. Diduga fermentasi hingga 3 hari masih waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan daya hambat teh kompos. Namun merujuk pada nilai prosentase pemnghambatan tertinggi sebesar 91%, maka teh kompos janjang kosong terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan penambahan EM4 sebanyak 1.5% (v/v) dan fermentasi selama 72 jam. Karakteristik Biologis dan Kimia Total Bakteri Gambar 2 menunjukkan profil populasi bakteri yang ada pada teh kompos janjang kosong kelapa sawit. Nilai log total bakteri berkisar antara 7,42 – 8,70. Dari data pada gambar tersebut, diduga bahwa bakteri telah mengalami masa pertumbuhan lambat dan cepat sampai dengan waktu fermentasi 24 jam. Setelah 24 jam bakteri telah mencapai fase pertumbuhan tetap (stasioner). Hal ini dapat dilihat bahwa selama 48 dan 72 jam jumlah total bakteri tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang berarti. Fase stasioner adalah tahap dimana hampir tidak ada kenaikan atau penurunan jumlah sel, sehingga kecepatan pertumbuhannya disebut sebagai nol. Walaupun
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-142
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 populasi sel tidak meningkat, namun fungsi sel masih terus berjalan, termasuk didalamnya adalah metabolism energi dan proses biosintesis (Madigan et al., 1997). Lebih lanjut Madigan et al. (2012) menjelaskan bahwa mendekati atau bahkan tepat pada fase stasioner, mikroorganisme akan memproduksi metabolit sekunder. Metabolit sekunder adalah senyawa-senyawa yang tidak bersifat essensial bagi pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme. Selain itu, metabolit sekunder biasanya berupa kelompok senyawa yang bersifat mirip serta diproduksi dalam jumlah yang besar/banyak. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah senyawa antimikrobial. Senyawa antimikrobial yang diproduksi tersebut akan bersifat antagonistik bagi mikroorganisme lainnya, dan kemampuan antagonistik dari sebuah antimikrobial itulah yang kemudian digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau bahkan membasmi mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil uji daya hambat sebelumnya, diketahui bahwa teh kompos dengan daya hambat terbaik memiliki populasi bakteri yang ditunjukkan oleh log total sebesar 8,61 CFU/mL.
Gambar 2. Total Bakteri pada Teh Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit pada Konsentrasi Penambahan EM4 dan Lama Fermentasi yang berbeda Namun demikian, untuk teh kompos dengan perlakuan penambahan EM4 2,5% (v/v), pada lama fermentasi 48 dan 72 jam, telah mengalami sedikit penurunan jumlah bakteri. Diduga metabolit sekunder yang diproduksi oleh bakteri pada teh kompos tidak hanya berperan sebagai penghambat pertumbuhan patogen, tetapi pada kondisi tertentu juga bersifat membunuh spesiesnya sendiri. Hal ini juga yang mempengaruhi penurunan jumlah bakteri pada lama waktu fermentasi tertentu (Hibbing et al., 2010). pH dan DO (Dissolved Oxygen) Teh Kompos Nilai pH untuk semua perlakuan berkisar antara 6,04 – 7,11, hal ini menunjukkan bahwa teh kompos bersifat cenderung normal (sedikit asam-sedikit basa). Terlihat pada Gambar 3(a) bahwa tidak terjadi perubahan pH yang sangat berarti pada teh kompos dengan konsentrasi EM4 yang berbeda selama waktu fermentasi 24-72 jam. Lebih lanjut, teh kompos dengan perlakuan konsentrasi penambahan EM4 sebesar 1,5% (v/v) memiliki rerata pH yang tertinggi (6.66), dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya (0,5% = 6,17 dan 2,5% = 6,30). Hal ini diduga penambahan EM4 sebanyak 1,5% (v/v) merupakan kisaran yang tepat untuk menstimulasi peningkatan jumlah mikroorganisme yang tepat pula untuk dapat mendegradasi zat organik, sehingga pH meningkat. Proses hidrolisis bahan-bahan organik pada kompos dan molase akan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana, dan beberapa senyawa dengan kandungan nitrogen akan menstimulasi produksi ammonia dan menyebabkan penetralan asam (Tripetchkul, et. al., 2010). Namun secara umum kisaran pH yang ditunjukkan oleh teh kompos pada semua kombinasi perlakuan memenuhi kriteria pH pertumbuhan yang tidak menguntungkan bagi jamur G. boninense. Nawawi and Ho (1990) secara jelas menyatakan sejumlah besar miselium G. boninense tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,7-5,0, tumbuh sangat sedikit pada pH 6,4 dan hampir sama sekali tidak terlihat pertumbuhannya pada kisaran pH 6,9-7,5. Hasil penelitian ini menunjukkan teh kompos dengan daya hambat terbaik memiliki kandungan pH sebesar 7,11.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-143
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
(a)
(b)
Gambar 3. Profil (a) pH dan (b) DO (Dissolved Oxygen) Teh Kompos Janjang Kosong Kelapa Sawit pada Lama Fermentasi yang berbeda Parameter lain yaitu DO menunjukkan kisaran nilai sebesar 4,18 – 6,65 mg/L. Gambar 3(b) menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dan semakin tinggi konsentrasi penambahan EM4, rerata DO semakin rendah. Tidak dilakukannya pengadukan pada proses fermentasi diduga mempengaruhi semakin cepat habisnya O2 terlarut. Dengan tidak adanya pengadukan yang mampu melarutkan O2, maka begitu dihembuskan dari aerator, sejumlah besar udara langsung menguap di udara tanpa sempat dipecah dan dilarutkan dalam cairan, dan O2 yang tersedia bagi mikroorganisme untuk mendukung metabolismenya menjadi semakin sedikit. Lebih dari itu diketahui bahwa mikroorganisme saling berkompetisi untuk mendapatkan makanan, ruang untuk hidup, air dan lain-lain, termasuk oksigen (Ingham, 2005). Pertambahan konsentrasi EM4 menyebabkan jumlah mikroorganisme semakin meningkat dan mengakibatkan tingkat persaingan mikroba mengkonsumsi oksigen semakin meningkat, sehingga menurunkan jumlah oksigen terlarut. Pada waktu fermentasi hingga 72 jam, rerata nilai DO lebih rendah daripada waktu fermentasi 24 jam dan 48 jam. Adapun teh kompos janjang kosong kelapa sawit dengan daya hambat terbaik memiliki kandungan DO sebesar 4,18mg/L. Patogenitas Uji patogenitas perlu dilakukan untuk mengetahui apakah produk mempunyai potensi menjadi patogen bagi manusia, karena teh kompos akan diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit yang merupakan salah satu tanaman pangan. Patogenitas dapat dilihat dengan adanya perubahan warna dari blood agar medium (Barron et al., 2005) akibat aktivitas enzim yang diproduksi oleh bakteri (Sharma and Gupta, 2014). Pengujian hanya dilakukan pada sampel teh kompos dengan hasil terbaik. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
2 3
1 C
Gambar 4. Hasil Uji Patogenitas
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-144
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa di sekeliling media blood agar (agar darah) yang telah ditetesi teh kompos janjang kosong terbentuk zona bewarna hijau kecoklatan (tanda 1, 2, dan 3). Zona berwarna hijau kecoklatan pada sekitar agar darah disebut hemolisis alfa ( ). Adapun sebagai kontrol (tanda C) digoreskan ose tanpa diberi teh kompos. Menurut Wayne (2007) hemolisis alfa ( ) adalah ketika di sekitar agar terbentuk zona gelap dan kehijauan yang merupakan hemolisis tidak sempurna, sedangkan hemolisis gamma ( ) adalah ketika tidak terjadi perubahan pada media agar darah. Maka dapat disimpulkan bahwa teh kompos janjang kosong mengandung mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap manusia pada taraf rendah yang bersifat hemolisis alfa ( ). Berbagai cara harus dilakukan agar teh kompos yang dihasilkan tidak mengandung mikroorganisme patogen. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah kemungkinan kandungan mikroorganisme patogen dari bahan teh kompos, seperti: air dan kompos janjang kosong. Selain itu kondisi fermentasi yang tidak disanitasi diduga dapat memperbesar kemungkinan terdapatnya mikroorganisme patogen pada teh kompos yang dihasilkan. Kompos mengandung mikroorganisme patogen dalam jumlah kecil (Scheuerell, 2003). Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan patogen pada kompos salah satunya dengan mengolah kompos sesuai standar suhu termofilik (Ingram, 2007). Berdasarkan penelitian Ingham (2005), setidaknya kompos diperlakukan dengan suhu minimal 57oC secara terus-menerus selama 3 hari pada seluruh bagian kompos, sehingga diperlukan pengadukan secara merata pada seluruh bagian kompos. Selain itu, molase diduga dapat mempercepat pertumbuhan patogen dari kompos ataupun patogen yang terdapat pada alat fermentasi yang tidak disanitasi. Hal ini didukung oleh Scheuerell (2003), gula sederhana dan molase berpotensi meningkatkan pertumbuhan E. coli dan Salmonella dari kompos dan peralatan yang tidak bersih pada saat fermentasi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pada skala laboratorium teh kompos janjang kosong dapat dijadikan sebagai penghambat terhadap pertumbuhan jamur Ganoderma boninense. Hasil menunjukkan bahwa faktor lama waktu fermentasi berpengaruh signifikan terhadap persentase daya hambat. Namun demikian, kombinasi perlakuan lama waktu fermentasi dan kadar penambahan konsentrasi EM4 terbaik adalah lama waktu fermentasi 72 jam dengan penambahan konsentrasi EM4 1,5% (v/v) dengan memperhitungkan semua parameter yang terlibat. Persentase daya hambat teh kompos janjang kosong terhadap pertumbuhan jamur Ganoderma boninense pada perlakuan tersebut mencapai 91% dengan karakteristik total log bakteri 8,61 atau 4,11x10 8 CFU/ml; pH 7,11; dan dissolved oxygen (DO) 4,18. Saran Beberapa treatment tambahan perlu dilakukan dalam rangka pengendalian mikroorganisme patogen pada kompos sebelum digunakan. Sebaiknya dilakukan identifikasi dan pemisahan mikroorganisme patogen sebelum teh kompos diaplikasikan ke tanaman. Berikutnya identifikasi mikroorganisme dan senyawa (metabolit) yang terkandung dalam teh kompos janjang kosong yang bersifat antagonistik terhadap G. boninense perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Barron, E.J., Weinstein, M.P., Dunne, W.M.J., Yagupsky, P., Welch D.F., Wilson D.M eds., and Cumiteeh, I.C. 2005. Blood Cultures IV. AMS Press. Washington DC. Cappucino, J.G. dan Natalie S. 2013. Manual Laboraturium Mikrobiologi, edisi 8. Manurung dan Henrita (ed). EGC. Jakarta. Campbell, A. 2007. Overview of Compost Tea Use in New South Wales, second edition. Department of Environment and Conservation New South Wales (NSW). Sydney.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-145
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Cooper, R.M., J. Flood, dan R.W. Rees. 2011. Ganoderma boninense in Oil Palm Plantations: Current Thinking on Epidemiology, Resistance, and Pathology. Journal of The Planter. 87(1024): 23-30. Damanik, Y. 2014. Pengaruh Penambahan Molase dan Lama Waktu Fermentasi pada Kualitas Teh Kompos sebagai Biobakterisida terhadap Pengendalian Bakteri Ralstonia solancearum. Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang. Gaspers, V. 2005. Production Planning and Inventory Control. Gramedia. Jakarta. Hibbing, M.E., Fuqua, C., Parsek, M.R., and Peterson, S.B. 2010. Bacterial competition : surviving and thriving in the microbial jungle. Nat Rev Microbiol. 8 (1) : 15-25 Ingham, E. R. 2005. The Compost Tea Brewing Manual fifth edition. US Printings. Australia. Ingram. D. T. and P. D. Millner. 2007. Factors Affecting Compost Tea as a Potential Source of Escherichia coli and Salmonella on Fresh Produce. Journal of Food Protection. 70(4): 828834. Lestari, E. A., Rahmat J., Muhammad Y. 2012. Potensi Ekstrak Daun Sirih (Piper betle liin) sebagai Biofungisida Penyakit Busuk Buah Stroberi (Colletotrichum fragariae brooks) secara In-Vitro. Jurnal Agroteknos. 2(3): 45-55. Madigan, T.M., Martinko, J.M., and Parker, J. 1997. Biology of Microorganism, 8th Edition. Upper Saddle River, NJ. USA. Madigan, T.M., Martinko, J.M., Stahl, D.A., and Clark, D.P. 2012. Biology of Microorganism, 13th Edition. Pearson Education Inc. San Fransisco. Nawawi, A., and Y.W. Ho. 1990. Effect of Temperature and pH on Growth Pattern of Ganoderma boninense from Oil Palm in Peninsular Malaysia. Journal of Pertanika. 13(3): 303-307. Scheuerell, S.J., dan Walter M. 2002. Compost Tea Principles and Prospects for Plant Disease Control. Journal of Compost Science & Utilization. 10(4): 313-338. Scheuerell, S.J. 2003. Understanding How Compost Tea Can Control Disease. Journal of BioCycle. 44(2): 20-25. Sharma, R., and Gupta, A. 2014. Differentiation of Oral Streptococcal Species by Haemolysis in Blood Agar Medium In Vitro. International Journal of Engineering and Advanced Technology (IJEAT). 3(4): 143-144. SNI. 2004. Air dan Air Limbah-Bagian 11 : Cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. Badan Standarisasi Nasional. SNI 06-6989.11-2004. SNI. 2008. Air dan air limbah-Bagian 59: Metoda pengambilan contoh air limbah. Badan Standardisasi Nasional. SNI 6989.59:2008. Su Yien, A.D., Alex H., dan Ka L.P. 2014. Indigenous Actinomycetes from Empty Fruit Bunch Compost of Oil Palm: Evaluation on Enzymatic and Antagonistic Properties. Journal of Biocatalysis and Agricultural Biotechnology. 3(1): 310-315. Tripetchkul, S., Kusuwanwichid, S., Koonsrisuk, S., and Akeprathumchai, S. 2010. Utilization of Wastewater Originated from Naturally Fermented Virgin Coconut Oil Manufacturing Process for Bioextract Production: Physico-Chemical and Microbial Evolution. Journal of Bioresource Technology. 3(101): 6345-6353. Wayne, A. 2007. Clinical and Laboratory Standards Institutes, Principles and Procedures for Blood Cultures, Approved Guideline. CLSI Document M47-PA.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-146