HAPPY graduation Wisuda Pascasarjana Periode Januari Triana, S.E.,MBA.,CFP (Magister Manajemen) Titien, M.Psi.,Psikolog (Psikologi) Vincent Eddy K H, M.Psi.,Psikolog (Magister Psikologi Profesi) Wisuda D3/S1 Periode Februari Alfredo Joseph, S.T. (S1 Teknik Sipil 2012) Dominic Henrimam Suwito, S.Fil (S1 Filsafat 2012) Gladys Gautama, S.E. (S1 Akuntansi 2013) Silvina, S.E. (S1 Akuntansi 2013) Ng Ya Xin, S.KG (S1 Pend Dokter Gigi 2013) Ng Pui Yen, S.KG (S1 Pend Dokter Gigi 2012) Virya Adi Tama, S.T. (S1 Teknik Sipil 2013) Wisuda Pascasarjana Periode April Lea Sutrisna, Sp.A (MS-PPDS Ilmu Kesehatan Anak) Pelantikan Profesi Apoteker Juliany, S.Farm., Apt. Henry Harto, S.Farm., Apt. Wisuda D3/S1 Periode Mei Bhagya Rexy R, S.Si (S1 Kimia 2012) Michael Tan, S.Farm (S1 Farmasi 2013) Edward Laurent O, S.Farm (S1 Farmasi 2013) Kimelvina, S.Farm (S1 Farmasi 2013) Suyudi Khomarudin, S.H. (S1 Ilmu Hukum 2013) Christine, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Intan Hartandy, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Lily Chandra, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Natalia Christina A, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Susanti Mareta A, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Toni Febriyanto, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Yoko Chairio, S.Ked (S1 Pend Dokter 2013) Tang Sze Mun, S.KG (S1 Pend Dokter Gigi 2013) Sandra Irna, S.KG (S1 Pend Dokter Gigi 2013) Ivan Reinaldo T, S.Psi (S1 Psikologi 2013)
Salam Redaksi Namo Buddhaya, Belakangan ini, khususnya di Indonesia banyak terjadi permasalahan-permasalahan yang terjadi dikarenakan masalah toleransi. Baik toleransi mengenai agama, etnis, jenis kelamin, dan sebagainya. Pada Eka-citta edisi XLIV ini kami membawakan topik Toleransi sebagai bentuk kepedulian kami terhadap isu-isu yang banyak terjadi sekarang ini. Toleransi yang dimaksud disini adalah sikap menghargai pendapat maupun pengertian orang lain meskipun berbeda dari pendapat ataupun pengertian sendiri secara bijaksana. Kita tentu tahu bangsa Indonesia ini terkenal akan banyaknya perbedaan suku, budaya, dan juga agama. Tetapi perbedaan yang seharusnya menjadi keindahan dari bangsa ini terkadang disalahgunakan menjadi sumber pertikaian. Disini, kami tim Eka-citta ingin mengingatkan bahwa agama seharusnya dijadikan sebagai penuntun kehidupan kita agar lebih baik. Bukannya memunculkan lobha, dosa, dan moha pada diri sendiri dan juga makhluk lain. Seringkali kita menganggap bahwa ajaran Buddha adalah yang paling benar dan paling hebat yang malah justru membuat pemikiran kita menjadi sempit dan tidak bijak dalam menggunakan ajaran Buddha. Dalam Eka-citta kali ini, kami menghadirkan berbagai pemahaman akan toleransi yang semoga dengan hasil karya kami ini teman-teman pembaca mendapatkan manfaat yang baik dan semakin bijaksana dalam menyikapi perbedaan. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung dalam pembuatan Eka-citta edisi XLIV ini. Akhir kata semoga semua makhluk hidup berbahagia. Saddhu.. Saddhu.. Saddhu.. Salam hangat, Redaksi
TOLERANSI
1
Daftar Isi Salam Redaksi Daftar Isi Cover Issue Untaian Dhamma Hiburan : teka-teki silang Galeri pelatihan design Info : Guan Yu: Bodhisattva Sangharama Dhammapada Atthakatha Profil dewan pengurus kamadhis ugm wawacara resensi komik dhamma pojok kampus kontak dhamma PonoKamad
Pelindung Pembina
1 2 3 12 16 20 21 23 28 30 32 35 37 38 39 40
: Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng : Dr. Dr. Ir. Effendie Tanumihardja, S.U., MM Dr. Endang Soelistiyowati, S.Pd., M.Pd Penanggung Jawab : Sukhemadewi Pimpinan Umum : Joanna Gautami Djuasa Redaksi : Hery Ciaputra; Laura Haryo; Novie Chiuman; Ricky Setiawan Penyunting dan Tata letak : Michael Tanoto; Cindy Pricillia; Faustine Kachina; Sherly Shenjaya; Vicken Iklan dan Pemasaran : Tiandi Widayat; Juson; Marcel Wirabrata Kami dari tim Eka-citta memohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan maupun informasi pada Eka-citta. Kami menerima kritik dan saran yang dapat disampaikan via email:
[email protected]
2
TOLERANSI
Cover Issue Mari Berbenah! Menghadapi Situasi Darurat Toleransi oleh:Ricky Setiawan Toleransi (bahasa Inggris: tolerance) awalnya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin yaitu tolero yang berarti menahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi didefinisikan sebagai sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan). Dalam Eka-citta edisi ini, 'toleransi' yang akan dibahas lebih merujuk ke toleransi antar umat beragama, dimana kita sebagai umat agama Buddha menghargai umat agama lain. Toleransi adalah suatu p e r b u a t a n y a n g m e l a ra n g terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam masyarakat. Toleransi ini bisa terlihat jelas pada agama, toleransi agama sering kita jumpai di masyarakat. Adanya
toleransi agama menimbulkan s i ka p s a l i n g m e n g h o r m a t i masing-masing pemeluk agama. Pen ger t ia n to lera n s i antarumat beragama yaitu meyakini bahwa agamaku adalah agamaku dan agamamu adalah agamamu. Dengan kata lain toleransi beragama adalah saling menghargai agama orang lain dan tidak boleh memaksakan orang lain untuk menganut agama kita. Serta kita tidak diperbolehkan untuk mengejek ataupun mencela agama orang lain dengan alasan apapun karena sejatinya kita adalah sama yaitu manusia. Sebagai manusia, kita telah memiliki rasa persaudaraan di dalam diri kita masing-masing sejak lahir. Akan tetapi, rasa persaudaraan tersebut terkikis seiring waktu, mungkin karena
TOLERANSI
3
perbedaan etnis/ras, perbedaan agama, perbedaan tempat tinggal, dan lain-lain. Hal ini membuat kita mengembangkan rasa curiga ataupun rasa tidak suka terhadap orang yang kita anggap berbeda dengan kita. L a l u , b a ga i m a n a ca ra k i ta mengembangkan kembali rasa persaudaraan yang pada awalnya telah kita miliki sejak lahir? Kami akan mengutip sedikit paper berjudul “Menghindarkan Diri dari Konflik, Mengembangkan Rasa Persaudaraan dengan Praktik Mettā Bhāvanā” yang ditulis oleh Bhikkhu Sakhadhammo. Menurut Bhikkhu Sakhadhammo, untuk mengembangkan kembali rasa persaudaraan tersebut, kita harus mengembangkan p i k i ra n cinta kasih atau
4
TOLERANSI
mettā. Setiap orang pastinya memiliki rasa cinta kasih, baik terhadap keluarga, teman, maupun kerabat. Rasa cinta kasih yang telah kita miliki ini hendaknya kita kembangkan menjadi rasa cinta kasih terhadap seluruh umat manusia tanpa membeda-bedakan etnis atau ras, agama, dan lain-lain. “Barangsiapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, sematamata terdorong oleh rasa bakti kepada agamanya sendiri dengan pikiran ‘Bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri', justru ia akan merugikan agamanya sendiri. Karena itu kerukunan dianjurkan dengan pengertian biarlah semua orang mendengar dan menghormati ajaran yang dianut orang lain.”
~ Piagam Asoka ~ Di dalam Majjhima Nikaya 22, Sang Buddha bersabda, “Di sini, para bhikkhu, beberapa
orang sesat mempelajari D h a m m a — k h o t b a h , s y a i r, penjelasan, bait-bait, ungkapan kegembiraan, sabda-sabda, kisah-kisah kelahiran, keajaibankeajaiban, dan jawaban-jawaban a t a s p e r t a n y a a n pertanyaan—tetapi setelah mempelajari Dhamma, mereka tidak memeriksa makna dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan. Tanpa memeriksa makna-makna dari ajaran-ajaran i t u d e n ga n ke b i j a ks a n a a n , mereka tid ak memp eroleh penerimaan mendalam akan ajaran-ajaran itu. Sebaliknya mereka mempelajari Dhamma hanya demi untuk mengkritik orang lain dan untuk memenangkan perdebatan, dan mereka tidak mengalami kebaikan yang karenanya mereka mempelajari Dhamma. Ajaranajaran itu, karena secara keliru dipahami oleh mereka, akan mengakibatkan bencana dan penderitaan untuk waktu yang
lama. Mengapa? Karena menggenggam secara keliru pada ajaran-ajaran itu.” Akhir-akhir ini banyak diadakan dialog lintas agama maupun debat antar agama dan tidak dapat dipungkiri, umat Buddha pun juga mengikutinya. Yang harus kita sadari adalah terkadang kita terjebak dalam pemikiran yang sempit dan kita terlalu merasa hebat dalam debat teoretis namun kurang bijak dalam penerapannya dalam kehidupan kita sendiri. Agama yang seharusnya menjadi t u nt u n a n k i ta d a l a m menjalani kehidupan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain j u g a dapat
TOLERANSI
5
disalahgunakan sebagai p e m e c a h ke r u k u n a n k i t a . Tidakkah lebih baik kita tetap menjaga toleransi kita antar umat beragama yaitu agamaku adalah agamaku dan agamamu adalah agamamu dan tidak merendahkan kepercayaan orang lain baik di hadapannya maupun di belakang meskipun dengan orang-orang dari agama sendiri. Di dunia ini kita mengenal berbagai agama dari agama yang masih primitif (animisme dan dinamisme) sampai dengan agamaagama besar dunia. Di antara agamaa g a m a tersebut, agama Buddha adalah salah satuny a. Oleh
6
TOLERANSI
s e b a b i t u , a ga m a B u d d h a menyadari keberadaan keyakinan dan agama lain serta berusaha hidup rukun, damai, dan harmonis dengan keyakinan lain tersebut melalui toleransinya yang besar terhadap ajaran lain tersebut. Hal ini sudah terjadi sejak zaman Buddha Gautama hidup dulu di India sampai saat ini di mana agama Buddha menyebar ke berbagai penjuru dunia. Buddha mengajar bukan untuk mendapatkan pengikut ataupun mengubah keyakinan atau cara hidup seseorang, melainkan untuk menunjukkan jalan melenyapkan permasalahan kehidupan (dalam istilah Buddhis disebut penderitaan atau dukkha) tanpa seseorang harus terikat dengan m e n ga n u t a ga m a B u d d h a . Contohnya, ajaran Buddha tentang meditasi ketenangan batin dapat dijalankan oleh siapa saja, dari agama manapun dan
bangsa manapun, tanpa perlu menjadi umat Buddha (telah terdapat banyak bukti bahwa meditasi bisa meningkatkan ku a l i ta s h i d u p s e s e o ra n g , terutama dalam hal kesehatan) B u d d h a j u g a mengajarkan agar para pengikutNya tidak terbawa emosi positif atau negatif saat seseorang memuji ataupun merendahkan ajaran Beliau, melainkan menjelaskan mana yang benar dan mana yang tidak benar atas pandangan terhadap ajaran Buddha tersebut sehingga dapat membebaskan agama Buddha dari pandangan salah orangorang yang tidak tahu atas ajarannya. Mempraktikkan Toleransi antar Aliran Buddhis Setiap aliran Buddhis, baik Theravada, Mahayana, maupun Vajrayana semuanya meyakini Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha) dan memiliki pokok ajaran yang
sama, yakni: empat kebenaran mulia (Cattāri Ariyasaccāni), hukum sebab-musabab yang saling berhubungan (Paticcasamuppāda), hukum kamma dan tumimbal lahir (Punabhava), dan tiga corak u m u m ( T i l a k k h a n a ) . Ya n g membedakan mereka adalah tata cara, upacara, dan meditasi permulaan. Bahkan ketiganya menjalani meditasi tingkat lanjut yang sama. Selain itu, renungilah bahkan sesama umat Buddha dengan aliran yang sama juga memiliki keyakinan yang tidak sama persis. Setiap orang diberi ke b e b a s a n u n t u k m e m i l i h alirannya masing-masing. Perbedaan aliran bukannya menghambat persatuan, melainkan memberi lebih beraneka ragam pilihan cara untuk mempelajari Buddhisme, tanpa harus terpaksa menyerah karena cara pendekatan yang kurang sesuai. Bagaikan suatu
TOLERANSI
7
ruangan besar dengan banyak p i n t u , s e t i a p o ra n g b o l e h memilih pintu masuk dan ke l u a r nya m a s i n g - m a s i n g . Tetaplah bersahabat mereka yang berbeda. Meskipun ada yang membenci, hadapilah dengan tanpa kebencian (dosa). “Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci; di antara orang-orang yang membenci; kita hidup tanpa membenci.” (Dhammapada XV: 197) Rasisme dan Penyebab Keberadaannya Pada beberapa dekade akhir, seringkali kita mendengar kabar di berbagai media mengenai kasus rasisme. Mungkin tidak hanya mendengar, bahkan kita melihat secara langsung kasus rasisme tersebut. Tindakan rasisme tersebut didasari oleh beberapa
8
TOLERANSI
faktor yang salah satunya adalah perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Kasus rasisme paling populer sepanjang masa terjadi pada tahun 1930-an di negara sub-Sahara, yaitu Afrika. Pada saat itu, masyarakat Afrika yang b e r ku l i t h i ta m m e n ga l a m i diskriminasi pada bidang sosial, e ko n o m i m a u p u n p o l i t i k . Tepatnya di Afrika Selatan, dimana segala aspek kehidupan diatur oleh pemisahan ras. Sistem pemisahan ras ini d in a m a ka n s eb a ga i s istem Apartheid. Sistem ini berlangsung hingga tahun 1990 sampai akhirnya Nelson Mandela memimpin gerakan AntiApartheid, kemudian sistem itu dicabut pada tahun 1994 dan akhirnya rakyat Afrika Selatan memiliki kebebasan dan hak yang sama. Berdasarkan Oxford Dictionaries, racism sendiri berarti prasangka, diskriminasi,
atau kebencian secara langsung terhadap seseorang dengan ras yang berbeda dan merasa bahwa kepercayaannya sendiri yang paling benar (superior). Pertanyaan besar melintas di benak banyak orang selama ini. Apakah rasisme itu secara natural ada dalam diri manusia? Pertanyaan ini dijawab oleh Robert Wright
pada artikelnya. Ia menuliskan bahwa, tidak ada alasan yang tepat untuk mempercayai bahwa manusia terlahir rasis secara natural. Di lain sisi, ada beberapa peneliti ya n g j u ga m e n e nta n g d a n mengatakan bahwa rasisme merupakan hal yang natural serta menunjukkan beberapa bukti, seperti contohnya
beberapa studi menemukan bahwa ketika kulit putih bertemu kulit hitam, terjadi penambahan aktivitas pada bagian otak yang bernama Amygdala, struktur otak yang berkaitan dengan emosi dan deteksi akan ancaman. Penelitian yang baru mengenai amygdala juga diterbitkan di Journal of Cognitive Neuroscience, Eva Tezler dari UCLA dan 3 peneliti lain melaporkan bahwa mereka telah melakukan penelitian pada seorang anak dan orang dewasa. Terdapat sesuatu yang menarik dari penelitian ini, sensitivitas rasial dari Amygdala tidak berfungsi lagi hingga umur 14. Muncul lagi pernyataan dukungan untuk penelitian ini yang dimana kalaupun amygdala ini berefek, efek yang dirasakan tiap orang tidak akan sama. Semakin berbeda secara rasial kelompok bermain anda, efek dari amygdala akan semakin
TOLERANSI
9
melemah. Menurut Robert Wright, sebenarnya manusia tidak secara natural rasis, tapi manusia secara natural suka mengelompokkan (groupist). Efek dari evolusi juga membuat manusia mudah sekali menganggap bahwa kelompok l u a r m e r u p a ka n a n ca m a n . Sebenarnya ras merupakan suatu sususan sosial, bukan merupakan kategori yang selamanya berkaitan dengan pola ketakutan, kebencian atau p e m i k i ra n . J a d i i t u d a l a m kekuasaan kita untuk membangun sebuah masyarakat di mana ras bukan sebuah susunan yang berarti. (Wright, 2012) Semua dari kita pastinya percaya bahwa ras yang dimiliki tiap orang di dunia itu memiliki strata yang sama atau sejajar. Kemudian yang menarik adalah: “Mengapa orang di luar sana masih saja membandingbandingkan atau menjelek-
10
TOLERANSI
j e l e k ka n ra s o ra n g l a i n ? ”. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab dari eksistensi kasus-kasus rasisme yang terjadi. Faktor-faktor itu merupakan sebagai berikut: 1. Kita terbiasa mengadopsi pendapat dan perilaku orang lain 2 . Kita cen d eru n g b ergau l dengan orang yang memiliki kriteria yang sama dengan kita 3. Kita cenderung terlalu cepat menilai orang lain 4. Kita cenderung menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi ke kita Jadi sebenarnya, rasisme itu tidak secara alamiah tumbuh dalam diri manusia, melainkan terdapat faktor-faktor tertentu, seperti lingkungan tempat bersosialisasi, pola pikir yang dibentuk dan perilaku antarkelompok. Hanya saja yang cukup mengkhawatirkan saat ini adalah manusia cenderung suka
mengelompokkan. Ditambah lagi, akhir-akhir ini permasalahan rasisme ini berada dimana-mana. Hal ini lah yang kemudian harus menjadi perhatian pusat masyarakat luas. Karena kemudian, hal-hal kecil inilah yang membuat permasalahan besar di kemudian hari. Kita sebagai mahasiswa dengan pendidikan yang tinggi, seharusnya dapat ikut andil d a l a m m e n g u ra n g i t i n g kat
rasisme yang ada di tempat kita berada. “No one is born hating another person because the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love, for love comes more naturally to the human heart than it's opposite” Nelson Mandela (AntiApartheid Revolutionary)
Daftar Pustaka: Anonymous. 2015. Pengertian Toleransi. Diakses dari http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian toleransi/, pada tanggal 1 Mei 2017 Anonymous. 2015. Toleransi dalam Agama Buddha. Diakses dari http://www.kompasiana.com/mr_ded/toleransi-dalam agama-buddha_54ff6eefa33311804c510162, pada tanggal 1 Mei 2017 Farid, Y. 2010. Apartheid di Afrika Selatan-Dunia-Hitam-Putih. DW. Diakses dari http://www.dw.com/id/apartheid-di-afrika-selatan-duniahitam-putih/a-5239303, pada tanggal 14 April 2017. Wright, R. 2012. New Evidence That Racism isn't 'Natural'. The Atlantic. Diakses dari https://www.theatlantic.com/health/archive/2012/10/new -evidence-that-racism-isnt-natural/263785/, pada tanggal 14 April 2017. Bhikku Sakhadhammo, 2010, Menghindarkan Diri dari Konflik, Mengembangkan Rasa Persaudaraan dengan Praktik Mettā Bhāvanā, STAB: Kertarajasa Pannavaro, Sri. 2013. Dharma – Bagian 1. Diakses dari http://segenggamdaun.com/2013/11/kumpulan-ceramah bhante-pannavaro-bag-1/, pada tanggal 7 Maret 2017.
TOLERANSI
11
Untaian Dhamma Menyampaikan Pendapat Berbeda oleh:Laura Haryo Adanya perbedaan pendapat merupakan hal wajar yang dialami antar-sesama yang belum mencapai penerangan sempurna (nibbana). Pendapat bisa berbeda dari segi proses pengerjaan, kebenaran, atau bahkan kedua-duanya. Perlu direnungkan kembali bahwa kebenaran mutlak hanyalah satu, yaitu kebenaran yang sesuai dengan ajaran Buddha (Buddhadhamma). Benar bahwa kita harus meluruskan pendapat kebenaran orang lain yang salah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berucap telah diuraikan dalam Anguttara Nikaya V: 198, yaitu: apakah sudah tepat waktu, apakah sudah benar, apakah sudah disampaikan dengan sopan, apakah bermanfaat, dan apakah disampaikan dengan kehendak
12
TOLERANSI
baik. Dengan kata lain, ada halh a l l a i n s e l a i n ke b e n a ra n pendapat yang perlu diperhatikan sebelum disampaikan. Terkadang, ada orang yang menyampaikan pendapat orang lain yang ia yakin tidak benar, berharap dengan demikian, ia b i s a m e n g h i n d a r i ko n f l i k . Mungkin ia berhasil menghindari konflik dengan orang lain, namun konflik dalam dirinya sendiri akhirnya menyebabkan hilangnya jati diri dan kurangnya ke m a m p u a n u n t u k mengungkapkan pendapat diri s e n d i r i b i s a m e n i m b u l ka n frustasi karena orang lain secara tidak langsung telah mengontrol dirinya. Padahal, hal ini juga disebabkan oleh diri sendiri yang belum sanggup mengontrol diri sendiri dengan baik, membiarkan
orang lain berusaha m e n go nt ro l nya . “Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seseorang pun yang dapat mensucikan orang lain.” (Dhammapada XII: 165) Seperti halnya kesucian, tidak ada seorang pun yang bisa menyampaikan pendapat orang lain. Maksudnya, bisa saja seseorang menyampaikan pendapat orang lain dengan inti dan kata-kata yang sama, namun tetap ada perbedaan proses pemikiran setiap orang yang menimbulkan perbedaan penyampaian makna pendapat yang lebih mendalam. Apabila kita menyampaikan pendapat orang lain yang sangat berbeda dengan pendapat pribadi dan yang bertentangan dengan Buddhadhamma, hal itu berarti kita telah menyampaikan kata-
kata yang tidak benar. Padahal sebelumnya, telah dijelaskan bahwa kita perlu memerhatikan kebenaran pendapat sebelum disampaikan. Dan, hal ini juga bertentangan dengan salah satu tekad yang wajib ditanam dalam batin, yang telah diuraikan dalam Pancasilasikkha, yaitu tekad untuk menghindari kata-kata yang tidak benar: Musavada veramani sikkhapadam samadiyami. Melakukan hal yang bertentangan dengan kebaikan itulah sumber timbulnya frustasi. “Di dunia ini ia bersedih hati. Di dunia sana ia bersedih hati. Pelaku kejahatan akan bersedih hati, di kedua dunia itu. Ia bersedih hati dan meratap, karena melihat perbuatannya sendiri, yang tidak bersih.” (Dhammapada I: 15) Pemakaian kata-kata sopan dan m e m p e r h at i ka n ke te p ata n waktu merupakan kunci penyampaian pendapat yang sudah benar, sudah bertujuan
TOLERANSI
13
baik, dan ada manfaatnya. Meskipun bisa saja penyampaian pendapat berbeda menimbulkan konflik dengan orang lain, bisa juga hal itu sebaliknya dihargai orang bijaksana. Dengan bantuannya, orang bijaksana yang memahami kesalahannya bisa menjadi orang yang lebih baik dan mengurangi timbulnya kamma buruk yang berakar dari ketidaktahuan (moha). “Jangan karena demi kesejahteraan orang lain lalu seseorang melalaikan kesejahteraan sendiri. Setelah memahami tujuan akhir bagi diri sendiri, hendaklah ia teguh melaksanakan tugas kewajibannya.” (Dhammapada XII: 166) Rintangan-rintangan dicaci-maki, dijauhi, dipukul, dll bisa tetap ada meskipun kita telah menyampaikan pendapat d e n ga n t e p a t . R i n t a n ga n rintangan tersebut biasanya merupakan kamma buruk
14
TOLERANSI
lampau yang akhirnya berbuah. Buah dari kamma lampau yang tidak bisa dihindari. “Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun juga, dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya.” (Dhammapada IX: 128) Hadapi dan sadari rintangan-rintangan yang sudah timbul. Biarkan segala rintanganrintangan itu berlalu karena suatu saat, mereka akan lenyap setelah habis masanya. Bersyukur karena timbulnya rintangan-rintangan itu berarti sebagian buah kamma buruk sebelumnya telah berlalu dan menjadi pembelajaran baru. Menyampaikan pendapat yang benar merupakan salah satu wujud rasa peduli (karuna), ingin memperbaiki pandangan salah orang lain. Tidak menerima hasil
menimbulkan kamma buruk yang baru. Jangan ikuti pendapat salah, tetap yakini pendapat benar. Jangan paksakan orang untuk berpendapat sama, beri ruang atas perbedaan tanpa mengikuti kesalahan. Wajar apabila ada timbul perbedaan pendapat. Selain pendapatnya sudah benar, perlu ada pertimbangkan sebelum disampaikan, apakah waktu penyampaiannya sudah tepat, apakah itu bermanfaat, apakah tu sopan, dan apakah tujuannya untuk kebaikan. Pendapat yang
sudah tepat patut disampaikan, pendapat salah tidak sepatutnya disampaikan. Rintanganrintangan tetap bisa muncul meskipun pendapat benar sudah disampaikan dengan tepat karena adanya buah kamma buruk yang lampau. Hadapi dan sadari munculnya semua rintangan. Tidak memaksa orang lain untuk berpendapat sama bukan karena tidak peduli, tetapi bertujuan untuk memberi ruang atas perbedaan sebagai wujud toleransi antar-sesama yang sedang mencari jalan yang benar.
Daftar Pustaka: Carvalho, L.. n.d.. Speaking Your Mind Without Being Hurtful. Diakses dari http://tinybuddha.com/blog/speakingyour-mind-without being-hurtful/, pada tanggal 16 April 2017. Hidalgo, C.. n. d.. How to Speak Your Mind Without Making Someone Else Wrong. Diakses dari http://tinybuddha.com/blog/how-to-speak-your-mindwithout-making-someone-else-wrong/, pada tanggal 14 April 2017. Samaggi Phala, n. d.. Dhammapada. Diakses dari https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/ dhammapada/, pada tanggal 16 April 2017.
TOLERANSI
15
Hiburan
Peraturan TTS: 1. Isilah TTS yang disediakan dan kirimkan foto hasil isian TTS ke timeline LINE kamu dengan hashtag #TTSEc44 2. Sertakan nama, alamat, dan nomor HP yang bisa dihubungi 3. Bagi 5 pengirim pertama yang menjawab dengan benar akan mendapatkan hadiah dari tim Eka-citta. *hanya berlaku bagi yang berdomisili di Yogyakarta *batas pengiriman jawaban sampai 30 Agustus 2017
16
TOLERANSI
Jl. Monjali 40A (50 meter Utara PDAM), Yogyakarta Telp : (0274) 5305688 / 5305788 / 5306288 / 624942 / 08112645689 / 085104547270 Hot Line 5305599 Email :
[email protected]
KAMI MENYEDIAKAN BERBAGAI MACAM NETWORKING DIBAWAH INI:
Anumodana, Tim Eka-citta Kamadhis UGM mengucapkan terima kasih kepada donatur,
Semoga jasa-jasa kebajikan atas dana yang dipersembahkan dapat menyokong pembabaran Dhamma serta pematangan parami yang dipupuk dalam kehidupan.
Pelatihan Design Kamadhis UGM 2017 oleh:Faustine Kachina
Pelatihan Design Kamadhis UGM 2017 adalah program kerja sama dari Eka-citta dan Bidang Dhamma dan Pendidikan Kamadhis U G M . Pe l a t i h a n i n i dilaksanakan di Ruang Sidang III Gelang gang Mahasiswa UGM dengan pemateri saudara Ryan Kurnia dan saudara Kwan, William Kurniawan. Para peserta diajarkan mengenai penggunaan software desain dari dasar secara singkat dan diakhiri dengan mendesain sebuah poster. Pelatihan Design Tahun ini mengusung judul “Creativity is All We Need”. Harapannya, di pelatihan ini para peserta dapat menuangkan kreatifitasnya pada aplikasi-aplikasi grafis yaitu Adobe Photoshop dan CorelDRAW. Acara diawali dengan pelatihan CorelDRAW oleh pemateri saudara Ryan Kurnia. Saudara Ryan memulainya dengan materi dasar desain grafis dan CorelDRAW. Lalu dilanjutkan dengan meminta para peserta untuk membuat duplikat dari gambar-gambar yang telah disiapkan untuk Pelatihan Design ini. Setelah materi untuk
CorelDRAW selesai, para peserta diberikan waktu istirahat untuk menikmati konsumsi yang telah disediakan. Usai istirahat, Pelatihan Design dilanjutkan oleh pemateri kedua yaitu saudara Kwan, William Kurniawan. Saudara Kwan mengawalinya dengan membagikan sampel foto yang diambil oleh saudara Kwan sendiri sebagai bahan materinya. Lalu, para peserta diajarkan mengenai fungsi dari alatalat sederhana pada Adobe Photoshop dan diaplikasikan pada foto yang telah dibagikan. Dikarenakan waktu yang terbatas, untuk materi Adobe Photoshop tidak dapat diajarkan lebih lanjut lagi karena memang Adobe Photoshop memiliki banyak fungsifungsi yang tidak dapat diajarkan hanya dalam 1 pertemuan. Pemberian materi pun selesai dalam menyampaikan pelatihan dan dilanjutkan sesi lomba. Selanjutnya para peserta diberikan file bahan-bahan untuk lomba dan mendesain sedemikian rupa dengan sekreatif masingmasing peserta sehingga
TOLERANSI
21
menghasilkan sebuah info grafis. Para peserta mengikuti lomba dengan antusias karena setelahnya akan dinilai oleh para juri. Dari hasil lomba ini pun a k h i r ny a d i d a p a t ka n j u a ra pertama yaitu saudari Julie Vidalia dan juara kedua yaitu saudara Anathapindika Kamandjaja. Secara keseluruhan acara ini telah
22
TOLERANSI
membawa banyak manfaat untuk para peserta dimana kemampuan untuk mendesain pada zaman sekarang ini banyak dibutuhkan, apakah itu dalam hal kepanitiaan, CV, dan sebagainya. Sabbe satta bhavantu sukkhitatta. Saddhu . . . Saddhu . . . Saddhu . . .
Info Guan Yu: Bodhisattva Sangharama oleh:Hery Ciaputra Sejarah Singkat Guan Yu Sebagian besar orang bisa saja tidak mengenal nama Bodhisattva Sangharama, tetapi begitu melihat citra rupang seorang jendral gagah perkasa dengan jenggot panjang indah bergemulai dan paras muka merah lebam berkilau, maka mereka pasti akan langsung tahu. Ya, Bodhisattva Sangharama adalah Guan Yu alias Guan Gong (Kwan Kong). Siapa tidak tahu Guan Yu? Banyak orang mengetahuinya dari cerita Sam Kok (Kisah Tiga Negara) dan game Dynasty Warrior. Namun, tahukah kita bagaimana latar belakang Guan Yu hingga dinobatkan sebagai Dharmapala (Pelindung Dharma) dalam tradisi Mahayana Tiongkok? S e j a k ke c i l G u a n Yu
dididik dalam bidang kesusastraan dan sejarah. Salah satu watak istimewa yang dimiliki Guan Yu adalah jiwa setia dan ksatria, beliau berani membela yang lemah dan tertindas. Tahun 184, Guan Yu melarikan diri dari kampung halamannya setelah membunuh orang demi membela kaum lemah. Beliau menuju wilayah Zuo, kemudian berkenalan dengan Liu Bei (劉備) dan Zhang Fei (張 飛). Karena memiliki cita-cita yang sama, maka mereka bertiga menjalin tali persaudaraan yang dikenal dengan sebutan Tiga Pertalian Setia di Taman Bunga Persik dan berkomitmen sehidup semati m e m p e r j u a n g ka n c i ta - c i ta penegakan hukum demi membersihkan Kerajaan Han dari gerogotan korupsi dan pengkhianatan.
TOLERANSI
23
Namun Kerajaan Han yang telah berdiri kokoh selama 400 tahun itu akhirnya terpecah menjadi 3 kerajaan, yang mana Liu Bei sebagai salah satu ang gota keluarga kerajaan menyatakan diri sebagai penerus Dinasti Han. Era inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan San Guo (Sam Kok - Tiga Negara). Perjuangan keras tiga bersaudara Taman Bunga Persik untuk mempersatukan Tiongkok tidak berhasil. Begitulah hingga usia 60 tahun, Guan Yu bersama putranya, Guan Ping, akhirnya gugur dalam pertempuran. Awal Mula Sebagai Pelindung Dharma (Dharmapala) Kisah berikut ini terjadi beberapa ratus tahun setelah gugurnya Guan Yu. Berdasarkan catatan sejarah Buddhis - Fozhu To n g j i ( 佛 祖 統 紀 - Ta i s h o Tripitaka 2053), pada awal bulan 12 Imlek tahun 592 M, (Dinasti Sui, era Kai Huang ke12), Pendiri
24
TOLERANSI
Aliran Tian Tai Tiongkok – Master Zhi Yi (智顗), tiba di sekitar Gunung Yuquan di Dangyang, Jingzhou dan bermaksud membangun sebuah vihara untuk membabarkan Dharma di tempat itu. Di situ ada sebuah telaga besar, dari telaga itu terpisah seratus langkah lebih ada sebuah pohon besar yang sangat rindang, Zhi Yi kemudian bermeditasi di bawah pohon itu. Pada suatu hari, langit tiba-tiba menjadi gelap, cuaca berubah, di empat penjuru tertampak para makhluk gaib. Saat itulah muncul seekor ular raksasa ganas yang panjangnya sepuluh zhang lebih (1 zhang sekitar 3,33 meter). Tertampak berbagai wujud hantu dan siluman dengan bermacam senjata seperti golok, pedang dan panah yang jatuh dari langit bagaikan air hujan. Penampakan ini berlangsung terus selama 7 hari, namun Zhi Yi tidak tergoyahkan. Selepas hari ke-7, Zhi Yi berucap,
“Yang kalian lakukan ini adalah karma buruk yang menyeret pada proses kelahiran dan kematian. Serakah pada buah karma baik duniawi yang tersisa, pun tidak menyesali apa yang kalian perbuat.” Begitu ucapan ini berakhir, segala penampakan menyeramkan itu hilang lenyap. Cuaca kembali menjadi cerah, bulan terlihat jelas sekali dan muncul dua orang lelaki yang tampak berwibawa. Yang lebih tua berjanggut lebat, sedang yang lebih muda mengenakan topi dan berwajah rupawan. Lelaki yang lebih tua maju ke hadapan Zhi Yi dan menjelaskan bahwa ia adalah Guan Yu dan menanyakan apa tujuan Zhi Yi di sana. Guan Yu pun meminta maaf dan membantu membuatkan sebuah vihara untuk Master Zhi Yi. Master Zhi Yi kemudian kembali bermeditasi, 7 hari kemudian menuju ke tempat ya n g d i s e b u t ka n G u a n Yu .
Te r n y a t a t e m p a t y a n g sebelumnya merupakan telaga yang sangat dalam telah menjadi rata dan terlihat sebuah vihara yang megah dan menawan. Vihara itu kemudian diberi nama Vihara Yuquan (玉泉寺). Selain kisah di atas, ada satu versi lain tentang kisah bagaimana Guan Yu menjadi s e o ra n g p e l i n d u n g a ga m a Buddha. Dikatakan bahwa pada suatu malam Guan Yu menemui Biksu Zhi Kai (智 鎧), murid dari Tiantai Master Zhi Yi, dan menerima Trisarana dari Biksu Zhi Kai. Kemudian Biksu Zhi Kai melaporkan perjumpaan dengan Guan Yu tersebut kepada Yang Guang, Pangeran Jin (yang kelak akan dikenal sebagai Kaisar Sui Yang Di - 隋煬帝). Pangeran Yang Guang memberikan Guan Yu gelar “Bodhisattva Sangharama”. Itulah asal muasal dari mana gelar Sangharama diberikan kepada Guan Yu.
TOLERANSI
25
Sifat Keteladanan Guan Yu Meskipun pemujaan Guan Yu tersebar di berbagai kalangan, seperti lingkungan ibadah, kepolisian, bahkan hingga kalangan mafia yang konon dikatakan meneladani sikap kesetiakawanan Guan Yu, namun tidak berarti aspek negatif dari dunia mafia lalu dikaitkan dengan sosok Guan Yu. Ini hanyalah cermin kebebasan orang dalam memilih tokoh pemujaan. Terlepas dari hal ini, ada baiknya kita melihat sifat mulia yang tercermin dari sosok Guan Yu, yang bisa menjadi teladan bagi kita semua. 1. Patriotisme 2. Menjaga norma susila 3. Tidak tergiur akan kesenangan/kenikmatan 4. Tidak silau akan nama dan harta 5. Tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama 6. Tidak melupakan kesetiaan persaudaraan
26
TOLERANSI
7. Berjiwa altruis
(mementingkan orang lain) Guan Yu bukan saja telah menjadi sosok yang identik dengan pemujaan spiritual, pun adalah penyatu kultur masyarakat Tiongkok di manapun berada dan menjadi sebuah maskot tentang semangat pengabdian, kesetiaan dan sikap lurus. Sebagai penutup, kita kutip sebuah sajak yang dilantunkan sebagai apresiasi t e r h a d a p G u a n Yu d a l a m Penuntun Kebaktian Sore kalangan Mahayana Tiongkok: “Pemimpin Sangharama, yang mempunyai wibawa dan keagungan menata seluruh vihara. Dengan penuh sujud dan kesetiaan menjalankan Buddha Dharma. Selalu melindungi dan mengayomi Dharma Raja Graha. Te m p at S u c i s e l a l u d a m a i tenteram selamanya. Namo Dharmapala Garbha Bodhisattva Mahasattva
Mahaprajnaparamita.” Daftar Pustaka: Hendrick Tanuwidjaja, Tjahyono Wijaya, dan Tan Tiong Bing. 2010. Bodhisattva Sangharama (Guan Yu dalam Agama Buddha). Surabaya: Buddhist Education Center Surabaya
Thangka Tibetan Guan Di dengan 3 Lama Gelug, Zhou Cang, dan Guan Ping
TOLERANSI
27
Dhammapada Atthakatha DHAMMAPADA ATTHAKATHA XCV: KISAH BHIKKHU SARIPUTTA THERA Pada suatu akhir masa Vassa, Bhikkhu Sariputta Thera berangkat untuk suatu perjalanan bersama beberapa pengikutnya. Seorang bhikkhu muda pengikut, yang memiliki dendam terhadap Bhikkhu Sariputta, mendekati Buddha dan memfitnah beliau, mengatakan bahwa Bhikkhu Sariputta telah mencaci dan memukulnya. Buddha memanggil Bhikkhu Sariputta dan bertanya kepadanya, apakah ia melakukan demikian. Bhikkhu Sariputta menjawab, “Bhante, bagaimanakah seorang bhikkhu, yang dengan tenang menjaga pikirannya, yang berangkat untuk suatu perjalanan tanpa kesalahan, melakukan kejahatan terhadap bhikkhu pengikutnya sendiri? Saya bagaikan tanah yang tidak marah ketika sampah dan kotoran dibuang di atasnya. Saya bagaikan keset, pengemis, ataupun kerbau jantan dengan tanduk yang patah. Saya juga merasa enggan terhadap kekotoran tubuh dan tidak lagi terikat olehnya.” Ketika Bhikkhu Sariputta berbicara, bhikkhu muda itu merasa s a n gat te r te ka n d a n m e n d e r i ta . A k h i r nya , i a m e n ga ku kebohongannya. Kemudian, Buddha menyarankan Bhikkhu Sariputta untuk menerima permohonan maaf bhikkhu muda itu. Apabila tidak dimaafkan, akibat buruk yang berat akan menimpanya. Bhikkhu muda itu mengakui kesalahannya dan memohon maaf dengan hormat. Bhikkhu Sariputta memaafkan bhikkhu muda itu dan juga memohon maaf apabila ia telah berbuat kesalahan. Semua yang hadir memuji Bhikkhu Sariputta. Buddha berkata: “Para bhikkhu, seorang Arahat seperti Sariputta tidak memiliki kemarahan ataupun keinginan jahat. Bagaikan tanah dan tugu kota, ia
28
TOLERANSI
toleran, teguh; bagaikan danau yang tidak berlumpur, ia tenang dan bersih.” Lalu, Buddha membabarkan syair 95 berikut ini: “Bagaikan tanah, demikian pula orang suci. Tidak pernah marah, Teguh pikirannya bagaikan tugu kota (indakhila), Bersih tingkah lakunya bagaikan kolam tak berlumpur. Bagi orang suci seperti ini, tidak ada lagi siklus kehidupan.”
Tim Eka-citta Kamadhis UGM mengucapkan
Terim Kasih kepada
TOKO MAS TUGU MAS JL. KETANDAN NO.16 TELP. (0274) 515449 YOGYAKARTA
TOLERANSI
29
profil dewan pengurus Nama Tempat, tanggal lahir Program Studi Jabatan Moto
: Sukhemadewi : Jakarta, 16 Januari 1998 : Legal Science (International Undergraduate Program) : Ketua Umum : Happiness is here and now, I have dropped my worries (Plum Village)
Kesan dan Pesan: Bergabung bersama Kamadhis UGM adalah salah satu impian saya sejak saya masih duduk di bangku SMA. Tekad saya adalah bergabung dengan Kamadhis dimanapun saya berkuliah, untuk belajar mengaktualisasikan diri ke arah yang benar dan berorganisasi. Ternyata apa yang saya dapatkan dari Kamadhis UGM lebih dari apa yang saya harapkan. Keluarga yang hangat, keceriaan, kerja sama dan bonding dalam Dhamma adalah hal yang membuat saya merasa harus memberikan sesuatu atas apa yang Kamadhis UGM telah berikan kepada saya. Cara terbaik menurut saya adalah dengan tumbuh dan berkembang bersama teman-teman dewan pengurus, pengurus harian dan Eka-citta. Dalam dhamma saya percaya bahwa “Menuntun diri yang benar adalah berkah utama”. Bergabung dengan Kamadhis UGM adalah salah satu cara untuk membawa diri ke arah yang lebih baik dan mulia dengan mewujudkan visi misi Kamadhis UGM. Semoga dalam kepengurusan saya dan teman-teman board bisa membawa Kamadhis UGM kearah yang lebih baik dan maju. Semoga Kamadhis UGM selalu dilindungi Tiratana. Saddhu, saddhu, saddhu. Nama Tempat, tanggal lahir
: Yensita : Pekanbaru, 24 September 1997 Program Studi : Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Jabatan : Sekretaris Umum Moto : Always be grateful, be honest, be respectful and be positive Kesan dan Pesan: Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Gadjah Mada (Kamadhis UGM), disinilah saya benar-benar merasakan apa yang dimaksud keluarga dalam suatu organisasi, yang akan berbagi suka duka bersama. Sebuah karma baik, saya dapat mengenal dan belajar banyak di dalam Kamadhis UGM. Banyak pelajaran berharga yang akan anda
30
TOLERANSI
dapatkan dalam Kamadhis UGM, tidak hanya dalam dhamma, namun juga softskills yang akan membuat diri Anda semakin berkembang. Saya berharap generasi selanjutnya dapat lebih peka, saling menghormati, menghargai, peduli terhadap sekitarnya, juga aktif berkontribusi dalam setiap kegiatan. Anda tidak akan pernah menyesal telah menjadi salah satu anggota dalam keluarga ini. Semoga Kamadhis UGM semakin jaya, viva Kamadhis! Nama Tempat, tanggal lahir Program Studi Jabatan Moto
: Willy Sandi Lious : Medan, 20 Januari 1997 : Teknik Sipil dan Lingkungan : Bendahara Umum : Try to be a rainbow in someone's cloud
Kesan dan Pesan: Pertama kali saya mengenal Kamadhis UGM, saya tidak pernah menyangka bisa jadi pengurus Kamadhis UGM. Bukan hanya masalah menjadi pengurus, yang lebih berharga bagi saya adalah ketika saya bisa diterima sebagai anggota keluarga baru di Kamadhis UGM. Saat itu saya hanya berpikir bahwa menjadi pengurus hanyalah untuk mengisi kekosongan di sela-sela kuliah, mungkin sama seperti teman-teman yang lain juga. Menikmati setiap proses pembelajaran di Kamadhis UGM adalah tujuan saya dan tidak pernah menjadikannya beban adalah prinsipku. Saya sangat berterima kasih kepada Kamadhis UGM yang telah mengajari saya banyak hal dan sekarang saatnya untuk saya memberi apa yang saya dapatkan untuk Kamadhis UGM kedepannya. Nama Tempat, tanggal lahir Program Studi Jabatan Moto
: Suryanto : Pekanbaru, 25 Mei 1998 : Teknik Mesin : Ketua Bidang Dhamma dan Pendidikan : Never Give Up
Kesan dan Pesan: Kamadhis UGM merupakan organisasi yang membuat saya belajar banyak mengenai organisasi dan bagaimana berhubungan dengan masyarakat. Selama saya menjadi pengurus harian, saya mendapat cerita-cerita yang lucu dan menarik bersama teman-teman Kamadhis UGM baik yang seangkatan maupun yang berbeda angkatan
TOLERANSI
31
karena di Kamadhis UGM, angkatan bukanlah menjadi suatu permasalahan dalam pergaulan. Semua terbuka untuk bercerita dan berbagi pengalaman serta berbagi canda tawa dengan cara-cara yang baik dan tetap menjunjung moralitas. Sebagai penutup, ada sebuah kalimat indah yang selalu saya ingat, “masalah ada untuk diselesaikan bukan untuk dipusingkan” terima kasih. Nama Tempat, tanggal lahir Program Studi
: Graciella Alva Cristian : Jakarta, 9 Desember 1998 : Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Jabatan : Ketua Bidang Sosial dan Pengabdian Masyarakat Moto : Try, experience, and never regret, no matter what the outcome will be Kesan dan Pesan: Awalnya ikut acara-acara Kamadhis UGM hanya untuk ngisi waktu kosong, tapi gak nyangka lama kelamaan Kamadhis UGM bisa menjadi sesuatu yang sangat berarti bagiku. Mulai dari iseng daftar pengurus harian, sampai sekarang menjabat sebagai Dewan Pengurus, tidak pernah terpikir dulunya. Satu tahun pertama ikut kepanitiaan, bikin capek tapi ngangenin, ketemu orang-orang luar biasa yang aku yakin tidak bisa didapatkan dari tempat lain selain Kamadhis UGM, satu kata untuk Kamadhis UGM, “unforgettable!” Harapanku utuk Kamadhis UGM kedepannya bisa semakin jaya, anggotanya juga semakin kompak. Viva Kamadhis! Nama Tempat, tanggal lahir Program Studi Jabatan Moto
: Joanna Gautami Djuasa : Padang, 10 Maret 1999 : Psikologi : Pimpinan Umum Eka-citta : Be good, be brave, be strong
Kesan dan Pesan: Tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya untuk bisa aktif di organisasi kerohanian. Tetapi, saya merasa Kamadhis UGM merupakan organisasi yang berbeda dengan organisasi lain. Di Kamadhis UGM saya benar-benar belajar mengenai banyak hal yang mungkin tidak didapatkan di tempat lain. Menjadi Pimpinan Umum Eka-citta merupakan suatu tanggung jawab yang tidak mudah. Namun, saya bersyukur dapat dipercaya dalam mengemban tugas ini dan semoga saya dapat memberikan kemajuan untuk Eka-citta dan Kamadhis UGM kedepannya.
32
TOLERANSI
Wawancara Nama lahir Tempat/tanggal lahir Nama penahbisan Tanggal penahbisan Pendidikan
: Ronald Satya Surya : Samarinda/30 Nov 1988 : Bhikkhu Ratanadhiro : 28 Februari 2016 : S1 Teknik Mesin UGM S2 Marine Science Xiamen University
Apa cerita di balik keputusan Bhante dari mengenal agama Buddha sampai menjadi seorang Bhikkhu? Sedari kecil, saya dibesarkan dalam keluarga buddhis yang selalu menanamkan nilai-nilai ajaran agama Buddha. Meskipun demikian, tidaklah mudah melepaskan ikatan duniawi yang begitu kuat. Menjadi seorang Bhikkhu adalah keputusan terberat sekaligus terbaik yang pernah saya ambil sampai saat ini. Bagaimana pandangan Bhante mengenai isu toleransi yang ada di Indonesia ini? Indonesia merupakan negara majemuk, kaya akan budaya, tradisi, suku, bahasa, termasuk agama. Secara konstitusional, ada 6 agama yang diakui di Indonesia. Selain itu juga ada ratusan kepercayaan lainnya. Perbedaan ini semestinya diterima dan dihargai oleh semua lapisan masyarakat. Namun apa yang terjadi belakangan ini malah menjurus kepada intoleransi. Banyak konflik, perselisihan, bahkan peperangan yang muncul karena perbedaan agama, menganggap bahwa agama sendiri yang paling benar sedangkan agama lainnya salah.
TOLERANSI
33
Apakah Bhante pernah terlibat dialog toleransi beragama dan apa saja pertanyaan-pertanyaan yang membekas pada Bhante? Saya belum pernah terlibat dalam dialog lintas agama secara formal. Namun saya beberapa kali menerima kunjungan dari umat beragama lain untuk berdialog secara terbuka, mulai dari akademisi, ormas, sampai pemuka agama. Semuanya mengharapkan kerukunan beragama selalu terjalin di bumi nusantara.
34
Bagaimana menghadapi pandangan perbedaan aliran dalam agama Buddha? Segala macam perbedaan seharusnya semakin merekatkan bukan malah menjauhkan, menyatukan bukannya memisahkan. Sebagaimana telapak tangan yang terdiri dari 5 jari yang berbeda bentuk dan fungsi, tidak banyak hal yang dapat diperbuat oleh 1 jari, tetapi ketika semuanya bergabung maka apapun dapat dilakukan. Begitu pula banyaknya aliran yang ada justru terlihat indah apabila bersatu dalam Dhamma. Seorang pujangga buddhis telah merumuskan sebuah slogan sederhana tetapi sarat makna, "Bhinneka Tunggal Ika", walaupun terdapat banyak perbedaan tetapi sesungguhnya adalah satu. Apa sebenarnya batas toleran itu? Contoh kasus dimana seorang wanita beragama Buddha yang menikah dengan seorang pria dari agama lain dan sang wanita berpindah agama mengikuti sang pria namun tetap menjaga silanya. Apakah hal tersebut dapat disebut toleran dalam hal kepercayaan? T
TOLERANSI
Toleransi berarti menerima perbedaan dengan bijaksana, bukan menerima segala sesuatu secara membuta. Toleran terhadap kepercayaan lain diwujudkan dari hidup berdampingan tanpa harus mengikuti kepercayaan tersebut. Walaupun demikian, apabila wanita itu tidak lagi beragama Buddha, tetapi hidup sesuai dengan ajaranajaran yang membawakan kebaikan, dia juga dapat merasakan kebahagiaan. Akan tetapi, cepat atau lambat pasti muncul sejumlah masalah di kemudian hari terkait perbedaan ajaran yang diyakini. Bersiaplah menghadapi berbagai tantangan kehidupan berumah tangga akibat konsekuensi dari pilihannya. Diwawancarai oleh: Tim Eka-citta
Anumodana, Tim Eka-citta mengucapkan terima kasih kepada donatur,
Anonim Semoga jasa-jasa kebajikan atas dana yang dipersembahkan dapat menyokong pembabaran Dhamma serta pematangan parami yang dipupuk dalam kehidupan. Laporan Keuangan Eka-citta edisi 43/XLIII Saldo Awal
Rp
2.732.290,10
Surplus biaya operasional Eka-Citta edisi XL Sponsor Predator Donasi a.n. Maria Yosefa Deni Subtotal Pendapatan
Rp Rp Rp Rp
17.500,00 300.000,00 250.000,00 567.500,00
Pengiriman Eka-citta edisi XLII Cetak proposal (1xlembar A3, 2 muka) Cetak Draft Cetak cover (2 muka, 75 lbr, @3600) Cetak isi (150 eks,@2100) Subtotal Pengeluaran
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
29.000,00 7.200,00 2.000,00 270.000,00 315.000,00 623.200.00
Saldo Akhir
Rp
2.676.590,10
TOLERANSI
35
resensi THE MONK WHO SOLD HIS FERRARI: A FABLE ABOUT FULFILLING YOUR DREAMS AND REACHING YOUR DESTINY oleh: Novie Chiuman Judul buku :The Monk Who Sold His Ferrari: A Fable AboutFulfilling Your Dreams and Reaching Your Destiny Pengarang :Robin S. Sharma Penerbit :Harper One Tahun Terbit :Cetakan pertama,1996 Cetakan kedua, 1999 Tebal buku :208 halaman The Monk Who Sold His Ferrari: A Fable About Fulfilling Your Dreams and Reaching Your Destiny merupakan sebuah kisah yang menceritakan tentang seorang pengacara kaya raya dan terkenal bernama Julian Mantle yang telah kehilangan tujuan hidupnya dan memutuskan untuk meninggalkan dunia kerjanya yang tidak seimbang. Suatu hari, Julian mendapat serangan jantung di ruangsidang saat menangani kasus pembunuhan yang kemudian membuatnya harus mengikuti masa pemulihan yang begitu lama. Ketika masa pemulihan itulah Julian merasa bahwa ia perlu merubah gaya hidupnya. Buku ini ditulis menurut sudut pandang John, teman baik sekaligus kolega Julian, yang menyaksikan langsung perjalanan spiritual Julian. John mendeskripsikan Julian sebelum memulai perjalanan spiritualnya sebagai lelaki umur 53 yang tampak seperti berumur 70, mengidap penyakit obesitas, senang berfoya-foya, dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah ia capai. Pernikahannya gagal, hubungannya dengan ayah kandungnya retak, dan meskipun ia memiliki harta dan kekayaan yang hampir tiada habisnya – jet pribadi, rumah besar bak istana, dan sebuah mobil Ferrari merah – ia tak pernah menemukan apa yang selama ini ia cari, sampai akhirnya ia menjual semua yang ia miliki dan melakukan perjalanan spiritual ke pegunungan Himalaya di India. Perjalanan spiritual Julian sangat menarik untuk disimak. Terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari buku fiksi karya Robin S. Sharma ini, antara lain mengembangkan pikiran yang bahagia, mencari makna dan tujuan hidup, menghargai waktu, serta menjalani kehidupan yang sederhana dan bahagia.
36
TOLERANSI
Komik Dhamma
TOLERANSI
37
pojok kampus Cultural Festival 6 oleh:Novie Chiuman Sesuai dengan tema Eka-citta pada edisi kali ini, Pojok Kampus kembali hadir dengan acara di Kampus UGM yang mengusung tema toleransi, yaitu Cultural Festival. Cultural Festival merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh UGM Residences dan pada tahun keenam ini, Cultural Festival mengangkat tema “Harmoni Budaya Menuju Kejayaan Nusantara”. Kegiatan ini pada awalnya diciptakan sebagai wadah untuk bersatunya berbagai macam karya seni dari berbagai macam budaya yang beraneka di Indonesia, dimana masing-masing budaya tersebut melambangkan moto Negara Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika. Tujuan dari acara ini adalah untuk mengharmonisasikan budaya demi menggapai Nusantara yang semakin jaya. Cultural Festival tahun ini akan diadakan pada Minggu, 30 April 2017 di Lantai 2 Grha Sabha Pramana (GSP) UGM. Rangkaian acara tahun ini mencakup pawai dan pameran budaya, pasar kuliner, serta penampilan seni dan budaya. Untuk para pengunjung, tersedia puluhan stand ORMADA UGM dan UKM UGM yang dapat dikunjungi. Para pengunjung juga dapat mengunjungi stand makanan daerah untuk mencicipi cita rasa khas Nusantara, atau menikmati permainan khas Nusantara di arena permainan daerah. Selain itu, tersedia doorprize bagi pengunjung yang beruntung. Semua ini dapat dilakukan oleh pengunjung tanpa harus mengeluarkan sepersen pun, alias free entry. Pada tahun ini, kegiatan akan dimeriahkan oleh Sastromoeni, Dimas Diajeng Jogja, Koko Cici Jogja, dan masih banyak lagi. Untuk informasi lebih lanjut, dapat dihubungi kontak di bawah ini:
38
TOLERANSI
kontak dhamma Rubrik ini diasuh oleh Romo Effendie Tanumihardja. Bila pembaca ingin mengirim pertanyaan dapat dikirim ke e-mail Eka-citta:
[email protected]. Pertanyaan terpilih akan dijawab dari hasil diskusi dengan Romo Effendie. 1. Apakah perkawinan beda agama di dalam agama Buddha itu diperboleh? lalu ketika dalam proses perceraian dalam agama Buddha atas harta itu nanti bagaimana? Jika mengacu kepada nasihat Buddha: 1) Jangan menikah dengan kelompok pemuja api. 2) Jangan menikah dengan kelompok petapa telanjang 3) Sang Buddha mengingatkan untuk tidak menikah dengan penganut kepercayaan lain karena menimbang dampaknya terhadap setiap keputusan bersama apapun yang akan diambil. Misal keputusan untuk: a. menentukan tujuan travelling wisata religi yang berbeda. b. menentukan penataan rumah yang berdasar kepercayaan yang berbeda c. menentukan cara mendidik anak ikut kepercayaan siapa d. dan lain-lain yang berdasar pada beda kepercayaan. Maka perkawinan beda agama tidak diperbolehkan kecuali menjadikan pasangan yang berbeda agama menjadi buddhis. Agama Buddha tidak menganjurkan perceraian maupun poligami/poliandri berdasar pada dampak negatif yang akan terjadi. Proses pernikahan dan perceraian serta pembagian harta, agama Buddha menyerahkan kepada aturan hukum yang berlaku di negara / daerah masingmasing. 2. Saya pernah mendengar bahwa pembunuhan mau bagaimanapun tidak dapat dibenarkan. Tetapi bagaimana bila contoh kasusnya adalah anjing peliharaan yang sudah berpenyakit dan biasanya pemiliknya memilih agar anjingnya disuntik mati daripada merasakan penderitaan? Pembunuhan tetap tidak boleh. Walau dengan cetana karuna dan metta tetap akan memberi akusalakammaphala tetapi mungkin kecil sekali. Manusia maupun binatang menderita sakit separah apapun, sebenarnya sedang memetik kammaphala nya sendiri (jangan kalau memperoleh senang/untung saja mengatakan inilah buah karma ku). Manusia diberi kesadaran untuk menentukan apa dan mana yang terbaik atau yang paling minimal memberikan akusalakamma. Eutanasia baik untuk manusia maupun untuk binatang harus dipertimbangkan dengan matang kebaikan dan kerugiannya. Andaikata sangat amat terpaksa dilakukan, maka melakukannya harus dengan tanpa cetana (sesuai dengan sabda Buddha bahwa: "Cetana itulah yang kumaksud dengan kamma"). Pertanyaannya: mampukah manusia berbuat tanpa didahului cetana? Kalau Arahat iya pasti bisa. Tetapi ingat bahwa penderitaan sebagai akusalakammaphala belum selesai (lunas), akan tersambung di kehidupan yang akan datang. Bisa dilemahkan bahkan sampai terhapus kalau di kehidupan yang akan datang membuat garukakusalakamma. Semoga jawaban ini makin membingungkan. Makin bingung seseorang akan menyebabkan orang makin mencari informasi melalui membaca dan mendalami melalui pendalaman intuisi lewat latihan-latihan bhavana. Sadhu.. Sadhu.. Sadhu..
TOLERANSI
39
Ponokamad
40
TOLERANSI
Waroeng SS Perjuangan Jl. Kaliurang KM 3 Barat Grha Sabha Pramana UGM, Mlati Waroeng SS Babarsari 1 Timur Pertigaan babarsari, Depok Waroeng SS Condong Catur Barat Timur Perempatan Ringroad Utara Condong Catur, Depok Waroeng SS Pandega Jl. Pandega Marta, Mlati Waroeng SS Besi Jl. Pandega Marta, Mlati Waroeng SS Monjali Jl. Monjali, Mlati Waroeng SS Godean Timur Jl. Godean Km 5, Godean Waroeng SS Condong Catur Timur Jl. Ringroad Utara, Depok Waroeng SS Godean Barat Jl. Godean KM 5,5, Godean Waroeng SS Babarsari 2 Jl. Babarsari (Samping SMA Babarsari). Depok
Kamadhis UGM
@uhp2234o
kamadhis_ugm
@KamadhisUGM
kamadhis.ukm.ugm.ac.id
[email protected]