PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SEJARAH RUANG: Gedung Senisono Pasca Proklamasi Kemerdekaan R.I. 1945-1991 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memeperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah
Oleh Yasmine NIM 114314005
PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI SEJARAH RUANG: GEDUNG SENISONO PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN R. I.
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI SEJARAH RUANG: GEDUNG SENISONO PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN R. I. 1945 – 1991 Oleh: Yasmine NIM 114314005
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO: Sebuah perubahan untuk perubahan. Yasmine Pang Kesadaran adalah matahari Kesabaran adalah bumi Keberanian menjadi cakrawala Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata (W.S. Rendra, Depok, 1984)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi berjudul "Sejarah Ruang Gedung Senisono Pasca Proklamasi R.I. 1945 - 1991" ini penulis persembahkan bagi sejarah kesenian di Yogyakarta dan bagi generasi penerus agar mengenal Senisono. Karya ini juga dipersembahkan untuk almamater Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang disebutkan dalam kutipan catatan kaki dan daftar pustaka.
Yogyakarta, 21 November 2016 Penulis,
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Yasmine
Nomor Mahasiswa
: 114314005
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: SEJARAH RUANG GEDUNG SENISONO PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN R. I. 1945 - 1991 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada 21 November 2016 Yang menyatakan
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Yasmine, Sejarah Ruang: Gedung Senisono Pasca Proklamasi Kemerdekaan R. I. 1945-1991. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab empat permasalahan. Pertama, perkembangan Senisono pada masa kemerdekaan dilihat dari teori Lefebvre. Kedua, fungsi Gedung Senisono dalam masyarakat Yogyakarta pada masa awal Republik Indonesia. Ketiga, perubahan fungsi dan dampak adanya Gedung Senisono yang terbuka sebagai ruang berkesenian dalam perkembangan seni dan budaya Yogyakarta tahun 1960 - 1980. Keempat, fungsi Senisono di tahun 1990an. Penelitian ini menggunakan studi literasi, dokumen, koran lokal, Kedaulatan Rakyat serta wawancara. Analisis dilakukan berdasarkan periodisasi produksi ruang. Penelitian ini ingin merekam historiografi sebuah ruang urban, Gedung Societeit yang seiring jaman dapat berubah lentur mengikuti jiwa jaman dan pergolakan kekuasaan, tanpa perubahan bentuk bangunan demi perubahan kegiatan yang melibatkan gedung tersebut. Pada masa revolusi gedung ini menjadi saksi bisu yang menunjang kegiatan-kegiatan tokoh nasionalis. Pada masa revolusi gedung societeit ini mengalami dua kali perubahan yakni menjadi Balai Mataram dengan mengemban fungsi sebagai tempat usaha pergerakan nasional. Pada periode ini Balai Mataram tampak menjadi tempat para nasionalis berkumpul dan rapat, menjadi wadah menuangkan ide-ide revolusi. Kemudian di tahun 1949 berubah nama menjadi Senisono dan berfungsi sebagai gedung bioskop sekaligus gedung serbaguna kesenian kelompok seni rupa SIM. Pada tahun 1967 gedung ini berubah lagi menjadi Art Gallery Senisono yang mewadahi segala aktivitas kesenian hingga awal tahun 1991. Sifat lentur yang melekat oleh gedung tersebut pada masa ini menjadikannya tidak hanya kaku sebagai sebuah ruang pameran tetapi juga merupakan wadah dari berbagai macam aktivitas seni dan budaya di Yogyakarta bahkan menjadi ruang publik kota. Gedung ini menjadi pelopor kesenian modern di tahun 1970 -an hingga menjadi sebuah monumen kesenian modern di Yogyakarta. Penelitian ini mengupas keterlibatan negara yang cukup besar tidak hanya dalam menguasi sumber daya fisik tetapi juga pada produksi ide, dalam kasus ini ruang berkesenian dan kesenian itu sendiri. Dengan bantuan teori ruang Lefebvre, penelitian ini berusaha melihat adanya praktik-praktik mengenali dan menggunakan sebuah ruang pada setiap periode, dan juga berbagai pihak yang mempengaruhi praktik keruangan tersebut. Kata kunci: ruang, gedung societeit, wadah kesenian, ruang publik.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Yasmine, A History of Space: Senisono After Indonesian Independence 19451991. Thesis.Yogyakarta: Department of History, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2016. The aim of this research is to answer four problem formulations. First, the development of Senisono Building seen through Lefebvre’s theory; second, the function of Senisono Building in Yogyakarta society during the first years of Indonesian independence; third, the change of function and the impact of Senisono’s being open publicly for art activities on par with the development of art and cultural movement happening in Yogyakarta within the period of 19601980 and; fourth, the function of Senisono Building in the 1990s. This research employs literature study that involves extensive reading on documents, local newspapers such as Kedaulatan Rakyat and interviews. The analysis is made based on the periodicity of space production. The purpose of this research is to record the historiography of an urban space represented by Societet Building which has been so flexibly adjusted itself to the turns of events and turbulences without a slightest aleration on the physicality of the building itself while at the same time it has served various activities. During the Indonesian revoultion, this building witnessed silently the struggle of nationalists’ activities. In the time of revolution, Societet experienced two changes. First, it became Balai Mataram (Mataram Hall), used by nationalists as a basis of their movement. They would gather here and held meetings, from which the ideas of revolution emerged. In 1949, Balai Mataram became Senisono which now served mainly as movie theatre and the place where the members of SIM, a group of local visual artists, did their activities. In 1967, this building became an art gallery and the centre of all artistic activities until early 1991. Flexibility is a suitable attribute for Senisono, as it has become a place not only for exhibitions but also the place where other forms of artistic and cultural expressions were held. In Yogyakarta, Senisono has attained its place as one of the city’s iconic buildings. From this building, modern art emerged in 1970s. Now, this building is a monument of art in Yogyakarta. This research also discusses the influence of state that controlled not only physical resource but also the idea production – in this case the space of art and the art itself. Supported by Lefebvre’s theory on space, this research manages to trace the practices of recognizing and utilizing the space in each period, as well as the influences of the practices. Keywords: space, Societet Building, art space, public space
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Setelah melewati proses panjang, pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya yang melimpah. Penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis. Ucapan terima kasih dialamatkan kepada: 1. Dosen Pembimbing, Dr. Yerry Wirawan yang juga sekaligus kepala Indonesiana. Dalam kesempatan ini saya mengucap terima kasih yang besar atas kesabarannya membimbing dan mengajar saya selama proses pengerjaan skripsi. 2. Pak Manu, Pak Sandiwan, Pak Purwanta, Pak Rio, Pak Heri Priyatmoko, Pak Heri Santosa, Bu Ning, Mas Greg, Romo Banar, dan Romo Bas yang telah memberikan saya banyak masukan, sumber-sumber terkait yang membuka wawasan beserta semangat. 3. Mas Tri dan Mas Doni staff sekretariat prodi Sejarah, Fakultas Sastra USD terima kasih untuk semua bantuan dan kemudahan yang diberikan dalam mengurus administratif sewaktu saya kuliah. 4. Bu Ugi, Bu Nova, Pak Sunu dan Mas Banu selaku Staff Istana Kepresidenan Yogyakarta yang telah memberikan saya banyak kemudahan mengakses arsip. 5. Terima kasih atas inspirasi dan dorongan semangat dari Papa, Mama, Mak Nur, Kuma, Pak Ye, Pak Liong, Ce Bao You, Ce Bao Xin, Mbah Pon, Bu Yuni, Ecin, Beta, Mas Audy, Mas Agathon, Mas Deaz, Mas Irawan, Adityo Prawinanto, Pandu, Alberd, Mbak Rany, Amalia, Ela dan Ayu Bondink. 6. Terima kasih untuk kekompakan teman-teman Sejarah angkatan 2011; Bito, Ecin, Juan, Rico, Fauzan dan segenap keluarga besar Prodi Sejarah USD. 7. Teman-teman PERWACY, terima kasih atas dukungan yang sudah diberikan: Melina Laoshi, Ce Ratna, Ce Sherly, Ta ke, Aron, Ko Jing Shan, Ko Cau Kuang. Semoga apa yang telah diberikan kepada saya dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhirnya harus diakui bahwa hasil karya ini tidak sempurna, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kepentingan bersama. x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................. HALAMAN MOTTO.......................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................... LEMBAR PERSETUJUAN AKADEMIS............................... ........... ABSTRAK........................................................................................... ABSTRACT......................................................................................... KATA PENGANTAR.......................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................ DAFTAR TABEL................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix x xii xii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... A. Latar Belakang................................................................................. B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup........................................... C. Tujuan Penulisan ............................................................................. D. Manfaat Penelitian........................................................................... E. Kajian Pustaka.................................................................................. F. Landasan Teori................................................................................. G. Metode.............................................................................................. H. Sistematika.......................................................................................
1 1 6 8 8 8 10 11 12
BAB II BALAI MATARAM................................................................ A. Yogyakarta Tahun 1945-1959.......................................................... 1. Praktik Kebudayaan Di Jaman Pendudukan...................................... B. Kelahiran Kota Budaya, Yogyakarta................................................ C. Dinamika Kebudayaan Di Yogyakarta............................................. D. Balai Mataram Dalam Revolusi Kemerdekaan................................
14 14 14 22 29 32
BAB III SOCIETEIT SENISONO........................................................ A. Malioboro Bagi Pertumbuhan Seniman Di Yogyakarta Tahun 1960-1980..................................................................... B. Situasi Kesenian Di Yogyakarta Tahun 1960-1980........................ C. Art Gallery Senisono.......................................................................
41
BAB IV SENISONO MILIK SIAPA?................................................. A. Yogyakarta Tahun 1980-an Hingga Awal 1990-an ....................... B. Kantung Kebudayaan Dekade 1980 -an ....................................... C. Senisono Tahun 1981-1991............................................................. 1. Awal Konflik Persoalan Senisono.................................................... 2. Aksi Cinta Kasih Untuk Senisono.................................................... 3. Negosiasi Persoalan Senisono..........................................................
61 61 64 65 67 70 75
xi
41 48 52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN........................................................................ DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
80 83
DAFTAR TABEL Tabel 3. Organisasi Propaganda Jepang……………………………..
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta DIY tahun 1985 Lampiran 2. Denah Lampiran 3. Foto Gedung Senisono Lampiran 4. Foto Gedung Senisono Lampiran 5. Foto Gedung Senisono Lampiran 6. Foto Gedung Senisono Lampiran 7. Foto Gedung Senisono Lampiran 8. Foto Gedung Senisono Lampiran 9. Foto Gedung Senisono Lampiran 10. Foto Gedung Senisono Lampiran 11. Daftar Narasumber Lampiran 12. Biografi Singkat Para Seniman
xii
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1755 terjadi peristiwa Palihan Nagari atau pembagian dua kerajaan hasil dari perjanjian Giyanti. Palihan Nagari tersebut menghasilkan dua kerajaan otonom dari kerajaan Mataram Baru, Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta. Kraton bernama Ngayogyakarta Hadiningrat dibangun pada oleh Sultan Hamengku Buwono I, Pangeran Mangkubumi. Kelak bernama Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini terkenal dengan nama Kota Yogyakarta. Berawal dari sebuah Kota Istana yang terletak di daerah agraris pedalaman Jawa, disekitarnya bermukim warga kota kerajaan. Sesuai dengan konsep kebudayaan tradisional Jawa, Kota Istana Yogyakarta itu ditempatkan sebagai ibu kota Negara kerajaan dan menjadi pusat pemerintahan, politik, kebudayaan dan dinamika kehidupan peradaban Jawa yang berbudaya tinggi bagi Yogyakarta. Kedatangan Belanda mengawali tumbuhnya kota-kota khas Indies. Pembangunan "kota baru" dengan struktur dan tata wilayah khas Eropa juga menyesuaikan dengan sentuhan artistik kebudayaan lokal maupun Tionghoa.1 Berawal dari pendirian gudang penimbun barang jualan di kota-kota yang berpotensi menjadi pemasok barang dagang dan strategis di tepi pantai. Membangun gudang penyimpanan barang dagang diperkuat dengan benteng
1
Denys Lombard, 2008, Nusa Jawa: Silang Budaya Batas-batas Pembaratan 1, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 179.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
pertahanan yang lambat laun berkembang menjadi kota-kota besar seperti Batavia.2 Pendirian kota-kota dengan tata kota khas Belanda untuk pemukiman para kolonial. Untuk mendukung kolonialisasi perlu didirikan pemukiman yang memadai bagi kelangsungan kehidupan koloni. Pemerintah kota membangun kota-kota yang sesuai kebutuhan masyarakat kolonial. Gedung Societeit merupakan kelengkapan yang harus ada, untuk memenuhi tatanan sebuah masyarakat ideal menurut cara hidup masyarakat Eropa.3 Societeit merupakan sebuah gedung serba guna yang memiliki fungsi rekreatif. Gedung Societeit terletak di tengah kota Yogyakarta. Tepatnya berada di samping kompleks karesidenan Belanda. Gedung ini berseberangan dengan Bank Java di sisi selatan gedung dan di seberang timur berdiri kokoh Benteng Vredeberg. Societeit berada disudut perempatan tengah kota, yang mengarahkan pada Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat di bagian selatan. Dalam kompleks tersebut ada dua gedung yang bersebelahan tepat dengan Societeit yakni gedung Penerangan di samping timur dan gedung kantor berita Antara di samping selatan.4 Sedangkan pada bagian utara berbatasan langsung dengan Karesidenan itu sendiri atau sekarang menjadi Istana Kepresidenan. Gedung ini sendiri dipagari pagar tembok sebatas dada yang tidak terlalu tertutup, atau tidak bersifat privat 2
Djoko Soekiman, 2011, Kebudayaan Indis dari Zaman Kompeni sampai Revolusi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan nilai Tradisional Proyek Inventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional, hlm. 1. 3 Ruckert dan Hoesni Thamrin, 2015, "Bureaucrat and Politician in Colonial Kampong Improvement" dalam Freek Colombijn, (ed), Car, Conduits, and Kampongs The Modernization of the Indonesian City, 1920-1960, Leiden: Brill, hlm. 131. 4 Arwan Tuti Artha, 2000, Yogyakarta Tempo Doeloe Sepanjang Catatan Pariwisata, Yogyakarta: Bigraf, hlm. 22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
dari lingkungan luar. Bagian depan gedung terdapat kolam ikan yang ada air mancur kecil, dan di sekitarnya dihiasi taman yang rapi. Pada perkembangannya kota Istana ini berkembang menjadi pusat kegiatan kebudayaan terutama kota Yogyakarta modern. Tidak hanya menjadi bagian kebudayaannya yang tinggi, tetapi pada perkembangannya didukung kemunculan intelektual yang semakin membuat Yogyakarta hidup. Gedung Societeit ini mengalami tiga periode bersejarah dalam sejarah Indonesia yakni masa penjajahan Belanda (1915-1942), pendudukan Jepang (1942-1945), dan revolusi kemerdekaan (1945-1950). Seiring bergantinya kekuasaan tidak heran banyak nama atau sebutan untuk gedung tersebut. Pada awal mula dibangun tahun 1818 gedung tersebut dikenal sebagai Genever Huis5. Nama Genever Huis diambil dari nama minuman keras khas masyarakat Belanda. Dalam kebudayaan barat merupakan hal yang wajar minuman keras digunakan juga sebagai pembuka obrolan atau pembicaraan.6 Generver Huis atau dikenal juga dengan julukan Roemah Bitjara dengan arti gedung pertemuan untuk perkumpulan kalangan orang Eropa.7
Pada tanggal
4 Juni 1822 gedung ini digunakan oleh sebuah perkumpulan De Vereeniging oleh sebab itu gedung ini dikenal dengan nama Societeitde de Vereeniging Djokdjakarta atau baru setelah peristiwa ini awam menyebutnya Societeit.8 5
Generver Huis adalah nama minuman keras khas Belanda. Wawancara dengan Sandra Niesen, 23 Agustus 2015 di Rumah Budaya Babaran Segara Gunung, Yogyakarta. 6 Wawancara dengan Sandra Niesen, 23 Agustus 2015 di Rumah Budaya Babaran Segara Gunung, Yogyakarta. 7 Dwi Ratna Nurhajarini, (ed.), 2012, Yogyakarta dari Hutan Beringin ke Ibukota Daerah Istimewa, Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, hlm. 49. 8 Dwi Ratna Nurhajarini, (ed.), loc. cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Societeit bisa digambarkan memiliki suasana seperti cafe di masa sekarang. Orang bisa datang makan malam, berkumpul, minum beralkohol, dansa juga mengadakan rapat atau diskusi ringan. Pada dasarnya sebuah ruang yang diciptakan untuk melepas penat dan mencari hiburan masyarakat kolonial. Dalam Societeit tersedia pula billyard. Gedung Societeit di Yogyakarta pada masanya tergolong cukup berkelas, karena di dalamnya menyediakan fasilitas panggung dan ruangan yang memadai untuk acara pesta maupun sebagai sebuah concert hall9. Berbeda dengan Societeit Militair, pada pengguna Societeit De Vereeniging adalah masyarakat kolonial yang berasal dari golongan elite. Societeit Militair dipergunakan untuk para serdadu militer. "Pembangunan gedung societet ini adalah untuk menyalurkan hobi masyarakat elite yang suka mengadakan pesta-pesta mewah disertai dengan dansa-dansi. Di gedung societet, tiap malam minggu tiba berbondong-bondonglah tuan dan nyonya Belanda datang untuk pelesir. Selain bersantai mereka juga mendengarkan lagu-lagu merdu dari rombongan musik yang bermain di tempat itu”.10
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) gedung ini diambil alih oleh Jepang dan berubah nama menjadi Cokan Kantai, dan Karesidenan berubah menjadi Gedung Cokan Kantai.11 Pada masa Revolusi gedung tersebut berubah nama menjadi Balai Mataram atau Gedung Mataram. Nama Balai Mataram diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.12 Sejak revolusi, gedung ini memfasilitasi kegiatan pergerakan nasional.
9
Arsip kepresidenan proposal pemugaran Senisono tahun 1995 Rumekso Setyadi, 2005, "MASA LALU KOLONIAL dalam SINTREN MASA KINI" dalam Budi Susanto S.J., (ed.), Penghibur(an) Masa Lalu dan Budaya Hidup Masa Kini Indonesia, Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino, hlm. 265. 11 Dwi Ratna Nurhajarini, loc. cit. 12 Ibid., hlm. 49 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
Pada periode kolonial Gedung Senisono belum dijadikan satu dengan kompleks kepresidenan sehingga tempat ini terbuka bagi masyarakat Yogyakarta. Terlebih hingga tahun 1970-an di Yogyakarta belum tersedia wadah yang dapat dijadikan sebagai tempat berkumpul seperti studio, maupun rumah budaya. Letak Gedung Senisono yang berada di pusat kota sangat strategis terlebih menjawab kebutuhan masyarakat kota yang membutuhkan wadah berekspresi, sekaligus sebagai melting pot. Gedung societeit ini memiliki sejarah dan kenangannya sendiri bagi para seniman Yogyakarta pada masa lampau. Gedung Senisono dikenal juga sebagai Art Gallery Senisono, atau hanya Senisono. Bagi generasi sekarang Senisono sudah menjadi asing ditelinga masyarakat Yogyakarta. Pasca Senisono disatukan dengan kepresidenan Yogyakarta pada tahun 1991, gedung yang serupa fungsinya dibangun di sebelah selatan pasar Beringharjo. Gedung tersebut diberi nama Taman Budaya Yogyakarta, dan tepat di sampingnya telah berdiri Societeit Militair. Tepat dibelakang kedua gedung ini terdapat sebuah panggung teater berserta pelataran bagi penonton. Pada kompleks inilah fungsi rekreatif masyarakat Yogyakarta dialokasikan sehingga generasi sekarang lebih mengenal Societeit Militair sebagai "societeit", ketimbang Senisono. Saat ini Gedung Senisono sudah tidak lagi dikenal masyarakat awam selayaknya dahulu, apalagi dengan sejarah dari Gedung Senisono itu sendiri. Oleh sebab itu penelitian untuk historiografi gedung Senisono ini penting dan diperlukan. Melihat ada celah yang belum terisi mengenai histriografi Gedung Senisono keterkaitannya dengan kesenian dan kebudayaan di Yogyakarta,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
menarik minat untuk dilakukannya penelitian mengenai Gedung Senisono Pasca Proklamasi Kemerdekaan R.I. 1945-1991. Penelitian ini akan membahas mengenai historiografi Gedung Senisono sebagai ruang produksi kebudayaan masyarakat Yogyakarta. Berikut peristiwa maupun acara penting yang melibatkannya sepanjang periode waktu 1945-1991. Tema yang dipilih tentang Sejarah Ruang, sehingga penelitian ini tidak hanya akan membahas tentang Gedung Senisono sebuah ruang berupa gedung serbaguna, tetapi juga sebuah ruang abstrak atau ide yang selalu persepsikan ulang oleh masyarakat melalui interaksi sehari-hari. sehingga pada awal dekade 1970 an Gedung Senisono mampu muncul kembali sebagai sebuah ruang kebudayaan masyarakat Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Gedung Senisono terletak di jantung kota Yogyakarta saat ini beralamat di Jl. A. Yani No. 1 RT 9, RW III, kampung Ngupasan, kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, kota Yogyakarta13. Namun letaknya sekarang di Kompleks Karesidenan Yogyakarta. Sebelah Selatan Senisono adalah Bank BNI, yang berseberangan dengan Kantor Pos, sebelah Timur Senisono adalah Benteng Vredeberg yang dibelakangnya dahulu adalah Loji. Analisis dari pemetaan kawasan, Gedung Senisono berada di antara Keraton Yogyakarta dan Benteng Vredeberg merupakan tempat bertemunya dua kekuasaan yang ada di Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan simbol dari kekuasaan pribumi dan Benteng Vredeberg merupakan benteng pertahanan Belanda. Fungsi sebuah Gedung 13 Htpps://iaaipusat.wordpress.com/ diakses 24 juni 2015 pukul 12:35 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Senisono memang sebagai ruang hiburan bagi orang Belanda, tetapi disamping itu juga diperuntukan sebagai ruang mediasi bagi kedua kekuasaan besar yang sedang berada di tanah Jawa. Ruang lingkup penelitian dari tahun 1945-1991. Tahun 1945 ditetapkan sebagai awal penelitian karena terdapatnya momentum proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagai awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan status berdirinya sebuah negara baru, perubahan kekuasaan, begitu pula berubahan fungsi dan peran pada Senisono. Kedua masa ini akan memperlihatkan bagaimana Senisono diproduksi lagi oleh para penguasa dan dikemudian hari direpoduksi kembali oleh masyarakat. Jangkauan penelitian diakhiri pada tahun 1991 dengan momentum ditutupnya Gedung Senisono sebagai ruang publik bagi masyarakat Yogyakarta dan menjadi bagian dari karesidenan Yogyakarta yang tertutup untuk publik. Oleh karena itu beberapa pokok permasalahan, yaitu; 1. Bagaimana perkembangan Senisono pada masa kemerdekaan dilihat dari
teori Lefebvre? 2. Bagaimana fungsi Gedung Senisono dalam masyarakat Yogyakarta
pada
masa awal Republik Indonesia? 3. Bagaimana perubahan fungsi dan dampak adanya Gedung Senisono
yang budaya
terbuka sebagai ruang berkesenian dalam perkembangan seni dan Yogyakarta tahun 1960 - 1980? 4. Apa fungsi Senisono di tahun 1990-an?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
C. Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan untuk: 1. Mendokumentasikan Gedung Senisono pada kurun waktu 1945-1991 2. Penelitian ini mengkaji beralihnya fungsi suatu gedung Societeit dalam sejarah ruang di lingkup kota Yogyakarta pada pasca proklamasi R.I. yakni
tahun 1945-1991.
D. Manfaat Penelitian Memperkaya tulisan mengenai sejarah ruang Sejarah Ruang dengan studi kasus Gedung Senisono pada ruang lingkup di daerah Yogyakarta pasca Proklamasi Kemerdekaan R.I. 1945-1991. Selain itu penulisan ini juga bermanfaat memberikan wawasan akan pentingnya bangunan-bangunan bersejarah dan memperkenalkan pada masyarakat eksistensi historis mengenai Gedung Senisono. Tulisan ini juga diharakan mampu memberikan wawasan akan pentingnya bangunan-bangunan kuno karena memiliki nilai historis, arkeologis dan estetis serta mewakili zaman yang dilewatinya.
E. Kajian Pustaka Buku yang dijadikan acuan dalam penelitian, Dari Malih o Borok sampai Seni sono Pilihan Tanda-tanda Zaman karya Dick Hartoko, diterbitkan oleh Gramedia tahun 1992. Buku ini menjelaskan dalam sudut pandang budaya berdasar kronologi waktu mengenai perkembangan Indonesia khususnya peristiwa yang terjadi di pulau Jawa. Meski dari judulnya tercantum "Seni sono", tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
pembahasan tentang Gedung Senisono maupun seni modern tidak dikupas secara komprehensif, dalam artian cukup menyeluruh dan mendalam. Penulisan yang dilakukan pun lebih mengarah pada karya sastra daripada tulisan yang ilmiah sehingga sedikit akan sumber dan cara penulisan yang berbeda. Kemudian Memoar Halim HD mengenai pengalamannya semasa studi di Yogyakarta berinteraksi dengan para pelopor kesenian modern di lingkungan Malioboro. Dalam memoar tersebut penulis memaparkan pengalamannya berinteraksi dengan penghuni malam Malioboro, bahkan turut menjadi bagian dari Universitas Terbuka Malioboro berproses bersama para seniman dan pemikir terdahulu. Sedikit banyak beliau juga menyinggung tentang Senisono sebagai "ruang kelas" Universitas Malioboro atau ruang bagi para seniman. khusus untuk bagian senirupa terdapat sebutan "Fakultas" Senisono yang berarti tempat pagelaran para perupa muda pada era tersebut. Buku-buku
yang
membahas
tentang
Gedung
Senisono
hanya
menyinggung sedikit tentang gedung ini. Seperti pembahasan yang ada hanya sekilas dalam sub bab buku ataupun memoar. Dari beberapa kilasan itu pun antara satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan tahun pendirian gedung dan peruntukannya. Dengan alasan tersebut dilakukan penelitian lebih mendalam tentang Sejarah Ruang: Gedung Senisono Pasca Proklamasi Kemerdekaan R.I. 1945-1991 penting dan diperlukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
F. Landasan Teori Untuk menjelaskan fenomena mengenai pokok rumusan masalah di atas teori yang berhubungan untuk menganalisa permasalahan di atas yaitu, teori ruang produksi karya Henri Lefebvre.
Konsep Spasial Practice atau Praktek Spasial merujuk pada dimensi berbagai praktik dan aktivitas serta relasi sosial. Berisi jaringan interaksi, komunikasi serta berbagai proses produksi dan pertukaran dalam masyarakat yang tumbuh dalam kehidupan sehari-hari. Praktek Spasial bersifat Perceived atau persepsi bahwa setiap ruang memiliki aspek perseptif dalam arti dapat diakses oleh panca indera sehingga memungkinkan terjadinya praktik sosial.14 Konsep Representation of Space atau Representasi Ruang adalah ruang dalam berbagai image dan konseptualisasi sehingga disebut sebagai ruang. Representation of Space bersifat Conceived atau konsep bahwa ruang dipahami,
14
hlm. 33.
Lefebvre, Henri, 1984, The Production of Space, USA: Blackwell Publishing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
dimengerti oleh pikiran. Pemahaman mengenai ruang sebagai konsep yang merupakan produksi pengetahuan tentang ruang.15 Representational Space atau ruang representasi merupakan pembalikan dari konsep representasi ruang. Pada konsep ruang representasi, ruang dipersepsikan sebagai sebuah simbolik yang menegakkan elemen yang bukan merujuk pada ruang itu sendiri melainkan kepada sesuatu yang lain di luar pemahaman mengenai ruang tersebut. Seperti menerangkan kekuatan adikodrati, bahasa, negara, prinsip-prinsip maskulin dan feminimitas dan lain sebagainya. Pada konsep ini ruang diterjemahkan sebagai sebuah dimensi yang imajinatif, menghubungkan ruang dengan simbol-simbol dan makna. Contohnya, monumen, artefak, tugu, yang terlepas dari berbagai konsepsi dan saintifikasi mengenai ruang. Ruang juga senantiasa terdiri dari pengalaman hidup manusia yang aktif. Ruang Representasi bersifat lived space atau ruang yang difahami sebagai ruang yang melalui proses kehidupan sehari-hari. Kehidupan dan pengalaman manusia menurut Lefebvre tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh analisis teoritis, senantiasa terdapat surplus, sisa atau residu yang lolos dari bahasa atau konsep, dan seringkali hanya dapat diekspresikan melalui bentuk-bentuk artistik.16
G. Metode Untuk merekonstruksi Sejarah Ruang: Gedung Senisono Pasca Proklamasi 1945 - 1991, menggunakan metode ilmu sejarah yang dibagi ke dalam empat tahapan, Pemilihan subyek kajian, pengumpulan sumber (Heuristik), kritik ekstern 15 16
Ibid., hlm. 33. Ibid., hlm. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
dan kritik intern (Verifikasi), analisis dan sistesis (Interpretasi), kemudian penulisan (Historiografi).17 Sumber acuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang berasal dari pelaku atau pun saksi dari sebuah kejadian atau peristiwa sejarah, sedangkan sumber sekunder merupakan fakta sejarah yang didapat melalui perantara atau bukan orang yang mengalami kejadian secara langsung.18 Penelitian ini menggunakan heuristik sumber primer wawancara dengan pengelola Art Gallery Senisono, para seniman pengguna gedung tersebut, iklan dan pemberitaan di surat kabar, arsip-arsip, dan foto gedung maupun foto aktivitas yang melibatkan bangunan tersebut. Sumber sekunder diambil dari studi pustaka dari buku, artikel, skripsi atau jurnal yang membahas mengenai Senisono. Studi literasi yang sama juga dilakukan pada teori ruang yang digunakan. Lokasi penelitian dilakukan di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Perpustakaan Malioboro, Pusat Arsip Daerah Kota Yogyakarta, dan Perpustakaan FIB-UGM.
H. Sistematika Penulisan Penelitian mengenai Sejarah Ruang: Gedung Senisono Pasca Proklamasi R. I. 1945-1991 ini akan disusun dalam lima bab, dengan urutan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan akan membahas Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. 17
Louis Gottschalk,1969, Mengerti Sejarah Pengantar Metode Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia, hlm. 32-34. 18 Ibid., hlm. 35-37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Bab II merupakan latar belakang kota Yogyakarta dan kesenian pada tahun sebelumnya yakni pendudukan Jepang dan fungsi gedung Senisono pada tahun 1945 hingga 1960. Bab III berjudul Societeit Senisono akan memaparkan kondisi Yogyakarta dan masyarakat terkait dengan kegiatan seni dan kebudayaan modern tahun 1960 1980. Bab IV Senisono Milik Siapa? Akan mendokumentasikan perkembangan kantung kesenian pada dekade 1980 -an dan demonstrasi Senisono tahun 1991. Bab V Kesimpulan. Merupakan kesimpulan dari seluruh bab berikut pembahasan mengenai teori yang dipakai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II BALAI MATARAM A.Yogyakarta Tahun 1945-1959 Pasca pendudukan Jepang dan proklamasi gambaran kota kebudayaan semakin melekat pada kota Yogyakarta. Predikat tambahan itu disandang seperti memang telah menjadi konstelasi politik kebudayaan nasional.19 Selain juga karena Yogyakarta salah satu kota kerajaan yang berperan sangat aktif dalam revolusi nasional Indonesia, tetapi juga karena warisan budaya dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang menyerap pada rakyat kota ini. Tetapi NKRI memang "berhutang" besar atas segala bantuan yang diberikan oleh Sultan Hamengku Buwono IX demi kelahiran dan kestabilan Indonesia yang pada waktu itu baru seusia jagung.20
1. Praktik Kebudayaan Di Jaman Pendudukan Pendudukan Jepang (1942 - 1945) merupakan masa imperialis singkat yang sangat destruktif. Dibandingkan kolonialisasi Belanda, pendudukan Jepang memakan waktu sangat pendek, tapi memberi dampak kerugian yang cukup besar dan trauma yang mendalam. Sumber praktik kebudayaan pada masa pendudukan Jepang sebagian besar diambil dari buku Kebudayaan dan kekuasaan di Indonesia
19
Wawancara dengan Halim HD, 1 Mei 2016, di Solo. Mohtar Mas‘oed (ed), "Social Resources for Civility and Participation: The Case of Yogyakarta, Indonesia" dalam Robert W. Hefner, 2001, The Politics of Multiculturalism Pluralism and Citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia, Honolulu: University of Hawai‘i Press, hlm.120. 20
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
karya Tod Jones dan Kuasa Jepang di Jawa Perubahan Sosial di Pedesaan 19421945 karya Aiko Kurasawa. Misi utama dari pendudukan adalah pemenuhan kebutuhan perang dunia kedua21 dan membangun kawasan Asia Raya dengan Jepang sebagai negara pemimpin.22 Bagi pemerintahan pendudukan "kebudayaan" merupakan sarana jitu untuk mengendalikan penduduk, memobilisasi kelompok dan individu menjadi seirama dengan visi imperialis Jepang.23 Pemerintah militer Jepang berusaha mengambil hati rakyat, mengindoktrinasi dan menjinakkan mereka. Dengan anggapan bahwa dengan memobilisasi seluruh masyarakat dan mereformasi budaya masih dengan kesesuaian budaya timur akan membawa sepenuhnya mentalitas rakyat Indonesia menuju kesesuaian dengan ideologi Jepang tenang Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya akan mempermudah jalannya misi pendudukan.24 Dengan transformasi mentalitas mengubah perilaku dan atribut orang perorangan bangsa Indonesia menjadi mentalitas orang Jepang harapannya akan mempermudah dan mempercepat mobilisasi total untuk upaya perang.25 Infrastruktur kebijakan budaya pendudukan Jepang dipusatkan pada produksi propaganda kebudayaan Jepang. Propaganda merupakan bagian penting untuk menunjang upaya perang Jepang dan hadir di semua wilayah yang diduduki Jepang.
21
Tod Jones, 2015, Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia, Kebijakan Budaya Selama Abad ke-20 Hingga Era Reformasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 66. 22 Ibid., 69. 23 Ibid., 69. 24 Aiko Kurasawa, 2015, Kuasa Jepang di Jawa, Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, Jakarta: Komunitas Bambu, hlm. 247. 25 Tod Jones, op. cit., 71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Pada Agustus 1942 dibentuklah sebuah departemen dibawah badan pemerintahan militer (Gunseikanbu), Departemen Propaganda (Sendenbu) terdiri dari tiga bagian: Administrasi, Berita dan Pers dan Propaganda. Bertugas secara sistematis menggerakkan mobilisasi dengan melakukan kegiatan langsung.26 Seiring berjalannya waktu Sendenbu membentuk enam organisasi dibawah kontrolnya dengan lebih spesifik dan tugasnya.27 (lihat tabel) Organisasi Propaganda No Nama Organisasi Didirikan 1 Jawa Hoso Kanrikyoku Oktober 1942 (Biro Pengawas Siaran Jawa)
2
Jawa Shinbunkai Desember (Perusahaan Koran jawa) 1942
Fungsi Siaran domestik (pengelolaan dipercayakan kepada NHK, Siaran Radio Jepang) Penerbitan surat kabar
3
Domei (Kantor Berita)
korespondensi
4
Jawa Engeki Kyokai Tidak (Perserikatan Oesaha diketahui Sandiwara Jepang) N i hon Eigasha atau April 1943 Nichi'ei (Perusahaan Film Jepang)
Produksi seni teater
Eiga Haikyusha atau Eihai April 1943 (Perusahaan Pendistribusian)
Distribusi Film
5
6
26 27
Aiko Kurasawa, op. cit., 274. Ibid., 248.
Oktober 1942
Produksi Film
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
Selain itu, pada April 1943 dibentuk sebuah organisasi di luar Sendenbu yakni Keimin Bunka Shidosho atau Poesat Keboedajaan.28 Fungsi organisasi ini adalah mempromosikan kesenian tradisional Indonesia, memperkenalkan dan menyebarkan kebudayaan Jepang, serta mendidik dan melatih seniman Indonesia.29 Keimin Bunka Shidosho dikepalai oleh direktur Sendenbu.30 Keimin Bunka Shidosho terdiri dari lima seksi yang setiap seksi dipimpin oleh seorang spesialis Indonesia yang bekerja sebagai staf purnawaktu. Ke lima seksi administrasi antara lain sastra, musik, seni rupa, dan seni pertunjukan (teater, tari, film). Sendenbu mengirim intruktur Jepang untuk melatih mereka.31 Dengan terbentuknya organisasi dan biro khusus tersebut, Sendenbu tidak lagi menjalankan kegiatan propaganda secara langsung. Sendenbu menjadi markas besar pengawasan dan koordinasi berbagai bidang operasi propaganda. Sendenbu hanya membuat master plans propaganda kemudian mendelegasikan kepada unitunit kerja yang bersangkutan.32 Selanjutnya, langsung di bawah Gunseikanbu pada tanggal 9 Maret (1943) dibentuk Poesat Tenaga Rakyat (Poetera) dengan merekrut tokoh-tokoh nasionalis yaitu Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan Kjai Hadji Mas Mansur.33 Aktivitas Poetera meliputi bidang sosial ekonomi dan membina masyarakat untuk memusatkan potensi dalam keperluan dan tujuan pemerintah Jepang. Para seniman yang bergabung dalam bagian kebudayaannya, juga 28
Tod Jones, op. cit., 72. Aiko Kurasawa, op. cit., 249. 30 Ibid., 249. 31 Ibid., 249. 32 Ibid., 249. 33 Tod Jones, op. cit., 72. 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
merupakan bekas seniman Persagi.34 Bagian seni rupa dalam Poetera merupakan Persagi yang dilembagakan. Poetera cukup menunjang kegiatan politik dan kebudayaan namun juga sebagai upaya untuk membersihkan pengaruh Eropa.35 Aktivitas Poetera tetap tidak lepas dari kontrol pemerintah. Adanya Poetera justru menyuburkan semangat nasionalisme dan mengurangi dukungan pada pemerintah militer Jepang. Jepang begitu ketat dan sangat berhati-hati memberikan usaha propaganda yang terselubung dalam orgnisasi massa yang dibentuk agar tidak meletupkan revolusi. Tetap berbagai metode dan organisasi yang dibuat dalam usaha pemenuhan kebutuhan militer pada akhirnya tumbang dengan gerakan perang balik secara bergelombang melawan Jepang.36 Muncul sebuah kekuatan dari dalam bangsa Indonesia yang bekerja menentang pencapaian tujuan kebijakan budaya pemerintahan pendudukan. Para nasionalis kebudayaan mengambil keuntungan dari peluang yang disediakan oleh kebijakan budaya Jepang dalam rangka mencapai tujuan mereka sendiri.37 Media lembaga kesenian dan kebudayan seperti ini tidak tersedia pada masa pemerintah kolonial Belanda. Dengan terciptanya media kebudayaan seperti ini menjadi sarana para nasionalis kebudayaan dalam revolusi kemerdekaan sesuai bidangnya. Praktik kebudayaan yang diterapkan oleh Jepang adalah budaya komando, struktural dari atas ke bawah. Organisasi yang didirikan pemerintah pendudukan 34
Persagi singkatan dari Persatuan Ahli Gambar Indonesia lahir pada tahun 1938 di Jakarta. Persagi merupakan kelompok seniman lukis yang bertujuan mengembangkan karya seni yang kreatif dan berkepribadian Indonesia.Persagi lahir atas kritik terhadap aliran Mooi (yang artinya cantik) yang dibawa oleh bangsa barat dalam melukiskan keindahan Indonesia. Persagi berusaha merubah perspektif seni lukis seniman Indonesia, dengan menolak melukiskan hanya berdasar pada keindahan semata. 35 Tod Jones, op. cit., 75. 36 Ibid., 67. 37 Ibid., 71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
Jepang berupaya keras mengembangkan jaringan propaganda dari lapisan atas hingga yang paling rendah ke setiap karesidenan.38 Lembaga-lembaga kebudayan yang sudah ada sebelumnya dibubarkan, sedang lembaga negara yang disetujui, dikelola oleh negara.39 Dalam menjalankan misinya pemerintah pendudukan memanfaatkan struktur yang sudah ada dalam masyarakat. Hierarki rasial kebudayaan direstrukturisasi dalam kebijakan budaya Jepang tetapi tidak dibuang.40 Selama masa pendudukan Jepang, kebudayaan dilibatkan dalam upaya yang jauh lebih ambisius untuk mentransformasi masyarakat Indonesia karena gerakan intervensionis dalam pemerintahan Jepang yang diperkuat oleh tekanan untuk memenangkan perang.41 Kebudayaan dalam usaha propaganda memainkan peranan yang begitu penting berambisi mengubah mental bahkan atribut orang Indonesia dan kecenderungan budaya Barat yang masih melekat untuk ditransform ke dalam budaya Timur. Sedang budaya Timur yang disuntikkan oleh Jepang merupakan pan-Asia yang berujung pada promosi kebudayaan Jepang. Seketika Jepang menduduki Indonesia banyak organisasi yang telah ada dibubarkan, namun tidak dibuang. Tetapi kemudian direstruktur.42 Melalui Poetera, Poesat Keboedayaan dan Sendenbu para seniman Indonesia terwadahi ke dalam suatu lembaga organisasi yang secara khusus membutuhkan kemampuan seniman-budayawan-politikus untuk menunjang misi propaganda dan pembersihan ideologi "ke barat-baratan". Mereka secara khusus
38
Aiko Kurasawa, op. cit., 249. Tod Jones, op. cit., 74. 40 Tod Jones, loc. cit. 41 Tod Jones, loc. cit. 42 Tod Jones, op. cit., 72. 39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
diberikan ruang untuk berkreasi, mendapat tenaga pengajar, bahkan sarana untuk muncul, seperti Sudjono diberi kesempatan pameran, atau Sanusi Pane editor dalam majalah Keboedajaan Timoer.43 Praktik kebudayaan pada masa Jepang meskipun sangat ketat dan komando, tetapi mewadahi pertumbuhan dan perkembangan
seniman
Indonesia.
Terlepas
dari
tarik-menarik
definisi
kebudayaan Indonesia semestinya ke arah Timur atau Barat, pengalaman para seniman yang memiliki kesempatan berproses di Poetera pada masa revolusi memberikan sumbangsih yang begitu besar. Begitu pun seterusnya ketika kongres-kongres kebudayaan maupun usaha merumuskan kebudayaan Indonesia. Masa Pendudukan Jepang merupakan masa penentuan bagi kelangsungan perkembangan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Propaganda yang diupayakan oleh Jepang tidak bisa diadili sebagai hitam dan putih atas salah atau benar begitu saja, karena berkat upaya brainwash kebudayaan Timur dalam propaganda panAsia Jepang atas budaya Barat, perkembangan kebudayaan Indonesia mengalami kritisasi dari dalam pada masa revolusi. Seperti corak seni rupa yang telah dapat didefinisikan oleh para perupa nasionalis yang merumuskan bahwa karater seni rupa di Indonesia tidak melulu melukiskan keindahan, tetapi juga realitas sosial yang tak semua indah di lukis.44 Menolak faham Mooi / Indie atau keelokan, kecantikan yang merupakan perspektif para perupa Barat.45 Pada awal Agustus 1945 Amerika meluluh lantahkan Jepang dengan melepaskan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pada 14 Agustus 1945 Jepang 43
Tod Jones, loc. cit Baca juga tentang Persagi di http://archive.ivaa-online.org diakses pada tanggal 28 Juni 2016. 45 Kusnadi, op. cit., 193. 44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
segera menyerah tanpa syarat. Mengetahui sedang terjadi pergolakan global, kekosongan kekuasaan dengan menyerahnya Jepang, Nasionalis Indonesia mengambil kesempatan memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dimulailah periode awal sejarah bangsa Indonesia, pembabagan masa Revolusi. Jiwa jaman revolusi begitu membakar semangat dan membangkitkan jiwa patriot, terlihat dalam karya-karya maupun pemberitaan dalam surat kabar. Pada headline news surat kabar harian lokal Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat tanggal 22 Desember 1945, "Lebih baik Semarang kita hantjoerkan sendiri. Dari pada melihat moesoeh masih tinggal disitoe." atau Seperti kata-kata sekedar pembangkit semangat terdapat ditengah-tengah kolom harian "biasa menjembelih kambing, siap menjembelih moesoeh!".46 Memperlihatkan jiwa jaman yang sedang berada dalam semangat berperang untuk mencapai impian sebuah kemerdekaan. Segala pemberitaan dan produksi seni budaya diarahkan membakar semangat seluruh rakyat Indonesia dalam revolusi.
B. Kelahiran Kota Budaya, Yogyakarta Yogyakarta telah dikenal sebagai yang berbudaya tinggi sejak awal beridirnya kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Bahkan melewati perjalanan waktu kultur kebudayaan Jawa tetap terjaga di tengah kolonialisasi. Pada dasarnya masyarakat Yogyakarta tumbuh dengan kesadaran toleransi multikultural yang tinggi, dan identik dengan tradisi Jawa sehingga kultur masyarakat ini terjaga
46
Kedaulatan Rakyat, 7 Juni 1946
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
kelestariannya.47 Memasuki era modern Yogyakarta dianggap daerah yang tenang dan relatif stabil ditengah pergolakan dunia.48 Semua tak lepas dari pemegang kekuasaan tertinggi, Sri Sultan Hamengku buwono IX yang telah terdidik dengan pola pikir barat. Hal tersebut mendasari pandangannya menghadapi situasi politik dan kebijaksanaannya dalam pengambilan keputusan terhadap situasi yang tengah terjadi.49 Sultan Hamengku Buwono IX terkenal sebagai raja yang sangat nasionalis dari kebanyakan raja di Jawa pada saat itu.50 Latar belakangnya yang dekat dengan budaya barat sempat diasuh dalam keluarga belanda dan mengenyam pendidikan di Belanda membuat pemikiran Sultan Hamengku Buwono IX lebih terbuka terhadap modernisasi. Sejak berumur 4 tahun Beliau beserta beberapa anak Sultan Hamengku Bowono VIII dititipkan pada keluarga Belanda.51 Anakanak tersebut tidak tinggal dalam satu keluarga Belanda, melainkan terpisah satu sama lain pada keluarga Belanda yang berbeda-beda.52 Mereka hidup secara sederhana dan mandiri. Dengan cara ini harapannya dapat menyerap kebiasaan hidup sederhana dan penuh disiplin seperti halnya hidup di kalangan orang-orang Belanda. Dengan pendidikan ini, Sultan memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang mahir, dan memiliki pola pikir seperti halnya orang Barat. Sultan Hamengku Buwono VIII memiliki pandangan jauh ke depan, untuk mendidik keturunannya
47
Mohtar Mas‘oed, op. cit., 119. Mohtar Mas‘oed, op. cit., 121. 49 Ibid., 122. 50 Ibid., 122. 51 Atmakusumah (ed.), 2011, Tahta Untuk Rakyat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 9. 52 Ibid., 9-11. 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
agar mampu bertahan menghadapi para penjajah kelak.53 Dalam sebuah wawancara, Sultan pun sependapat dengan pendidikan Barat yang telah ditempuhnya hingga ke tingkat universitas di Belanda adalah langkah yang tepat. Saat Sultan ditanya jika seandainya Indonesia tidak merdeka dan tetap terjajah, apakah mengaggap pendidikan sistem pendidikan Barat merupakan langkat tepat, bahkan untuk dipraktekan pada anak-anak Sultan? Sultan menjawab,"Saya kira demikian. Saya merasa dapat menyelami karakter orang Belanda melalui pendidikan dan pergaulan dengan Belanda. Ini akan sangat membantu bagi siapa pun yang dalam pekerjaannya akan selalu berhubungan dengan orang Belanda."54 Pendidikan a la Barat yang diterima Sultan, tidak serta-merta menjadikan Sultan pribadi yang sepenuhnya berubah menjadi orang Barat. Namun Pendidikan sejak dini dari in de kost55 pada keluarga Belanda hingga pendidikan ingin mendukung pemerintahan kolonial Belanda. Sultan justru memobilisasi rakyatnya supaya mendukung para pejuang nasionalis. "... the momentous decision by Sultan Hamengku buwono IX in the mid-1940s to endorse the declaration of Indonesia’s independence from the Dutch and to help revolutionary groups fight the Dutch effort to recolonize Indonesia. The sultan did so at a time when many other kingships in the Netherlands Indies were eager to support the returning Dutch colonial government. By contrast, the sultan mobilized his subjects to support the nationalist cause. He let his royal residence to be used as an in-town guerilla sanctuary, and dispensed his personal fortunes to help finance the nationalist struggle ...".56
Sultan membiarkan Yogyakarta digunakan sebagai medan gerilya, terlebih lagi Sultan bersedia mengeluarkan dari kantung pribadinya untuk membantu mendanai perjuangan nasionalis. Pendidikan tersebut berhasil membentuk Sultan menjadi 53
Ibid., 13. Ibid., 21. 55 Ibid., 9. 56 Mohtar Mas‘oed, loc. cit., 122. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
Raja dengan kesadaran nasional yang tinggi dan pengayom untuk bersatu dalam sebuah bangsa dan negara yang satu. Sultan banyak memberikan sumbangsih demi kelahiran dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan memperkenalkan reformasi kebijakan yang ditujukan untuk memodernisasi sistem politik lama dianggap Sultan sebagai benteng tradisionalisme Jawa. Proklamasi kemerdekaan bukan menjadi akhir dari perjuangan, justru menjadi awal perjuangan revolusi kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Segera setelah ini terjadi tarik menarik kekuasaan terutama oleh Belanda yang masih mengincar untuk dapat menempatkan kembali pemerintahannya dan menjajah. 1 Januari 1946, Jakarta kacau akibat pasukan NICA Inggris, beserta kaki tangannya.57 Jakarta semakin tidak aman bagi jalannya roda pemerintahan dan para pemimpin negara. Mengetahui ancaman tersebut, Sultan langsung mengeluarkan inisiatif agar pemerintahan pusat pindah ke lokasi pedalaman yang lebih aman, yakni kotanya sendiri Yogyakarta. Tawaran tersebut disambut hangat oleh Presiden. Pada tanggal 4 Januari 1946 Yogyakarta resmi menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia. Konstalasi politik nasional mulai melibatkan Yogyakarta dengan menjadikannya sebagai Ibukota darurat. Seiring berjalannya hal itu, Sultan juga sedang melakukan reformasi pada pemerintahannya. Setahun sebelum perpindahan Ibukota, Agustus 1945, terjadi banyak peritiwa penting yang mengawali Yogyakarta dengan lembaran reformasi. Patih
57
Pramoedya Ananta Toer, 1999, Kronik Revolusi Indonesia Jilid II (1946), Jakarta: KPG, hlm. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Sultan meninggal dan tidak seorang ditunjuk menggantikan posisi sebagai patih.58 Itu berarti Sultan merangkap tugas ganda yang biasa ditangani patih. Sultan mengadakan perubahan struktur dan sistem dalam pemerintahannya dengan menghapus divisi yang tidak, dan menempatkan orang yang lebih berkompeten dalam bidangnya, agar bekerja maksimal dan tepat sasaran.59 Memangkas banyak divisi untuk mengerjakan suatu tugas.60 Sultan mulai mengadakan suatu sistem yang dia dapat dari Barat, yaitu demokrasi.61 Dalam usaha merformasi kepemerintahannya, Sultan turun ke daerah-daerahnya dan melantik sendiri suatu kepanitia yang akan pembantu pemerintah pusat, yang dipilih langsung oleh penduduk daerah tersebut.62 Sehingga perekrutan tidak lagi berdasar keluarga bangsawan atau jenjang pendidikan yang relatief sulit ditembus, namun berdasar kecakapan seseorang dan dipilih oleh para penduduk daerah tersebut. Perubahan dilakukan baik dalam susunan struktur kepemerintahan maupun hubungan sosial yang (cenderung feodal) ada di dalamnya. "Ketika panitia ini diresmikan di kecamatan Sentolo, di pendopo kediaman bupati, salah seorang anggota dengan sopan mengutarakan rasa terima kasihnya karena ia telah diperkenankan memasuki pendopo bupati dan duduk di atas kursi, bukan di atas lantai seperti yang harus dilakukan oleh orangorang setingkatnya di masa lampau."63
Sejak tahun 1940 -an, pergolakan kekuasaan dari kolonial, pendudukan hingga revolusi secara cepat menuntut pula masyarakat yang mendiami kota Yogyakarta beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung. 58
hlm. 442.
59
M. C. Ricklefs, 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Serambi,
Selo Soemardjan, 1986, Perubahan Sosial di YOGYAKARTA, Yogyakarta: Cornell University Press, hlm. 52-55. 60 Ibid., 53. 61 Ibid., 77. 62 Ibid., 54. 63 Ibid., 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
Perubahan yang paling kentara adalah pada masa revolusi, Yogyakarta mulai menunjukan dinamisme. Secara mendadak Yogyakarta terlibat langsung dengan menjadi kota Revolusi. Pada 1946 dengan berpindahnya ibu kota, masyarakat Yogyakarta juga mengalami kosmopolitanisasi dampak dari eksodus penduduk Jakarta yang turut bermigrasi.64 Serta-merta kondisi sosial-budaya yang hidup di Yogyakarta mengalami perubahan. Migrasi berbondong pasca perpindahan ibu kota sementara ke Yogyakarta (1946-1949) tersebut, membawa dampak difusi budaya kota besar, Jakarta. Di dalamnya membawa serta para pegiat seni.65 Kedatangan para seniman besar seperti Affandi,
66
S. Sujojono,67 dan seniman ibu kota lainnya pada akhirnya
menetap di Yogyakarta membuka cakrawala baru bagi masyarakat Yogyakarta. Di antara para seniman yang kemudian ikut bermigrasi memperkenalkan nafas segar dalam dunia kesenian di Yogyakarta tersebut terdapat pula kotribusi seniman yang berasal dari keluarga kerajaan. Mereka adalah dari anggota keluarga kerajaan itu sendiri, Wisnu Wardono dan Bagong Kusudiharjo. Akulturasi antara budaya tradisioal yang telah mendarah daging dalam masyarakat Jogja dan budaya modern yang sedang dalam proses.68 Keduanya melahirkan karya kontemporer inovatif, dari lukisan batik, tari Jawa, dan wayang. Peristiwa urbanisasi masyarakat Jakarta yang berpindah ke Yogyakarta pada masa revolusi dapat dikatakan sebagai praktek spasial. Seniman pendatang tersebut kemudian menjalin 64
Mohtar Mas‘oed, op. cit., 125. Ibid., 125. 66 Ajib Rosidi, 1979, Pelukis Affandi Biografi untuk Anak-anak, Jakarta: Pustaka Jaya, hlm. 34. 67 Ajib Rosidi, 1982, Pelukis S. Sujojono Biografi untuk Anak-anak, Jakarta: Pustaka Jaya, hlm. 36. 68 Mohtar Mas‘oed, op. cit., 125. 65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
hubungan dengan para seniman lokal dan masyarkat. Akibatnya terjadi akulturasi budaya tradisional dan modern yang menghasilkan budaya baru bagi masyarakat Yogyakarta. Walaupun dinilai dari perspektif tradisi estetika, karya-karya mereka nampak memiliki kecenderungan radikal atau memberontak.69 Jelas, karena seni kontemporer adalah seni modern yang keluar dari tatanan atau pakem tradisional. Pada masanya, hal tersebut sering disama artikan dengan merusak atau melanggar tatanan ideal yang semestinya. Wisnu Wardono memperkenalkan wayang dalam waktu dua jam, dengan bahasa pengantar Indonesia.70 Keluar dari alur pada umumnya yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar. Dan Bagong Kusudiharjo membuat koreografi tari baru dari tarian-tarian tradisional Jawa pada umumnya. Membawa nafas baru tentang identitas kebudayaan yang tidak lagi hanya berbicara akan identitas kedaerahan, tapi lompat sebagai sebuah entitas identitas dari Asia.71 Julukan Yogyakarta bertambah satu dan menjadikannya kian identik dengan atmosfir kota yang tengah terbangun yakni Kota Budaya juga atau Kota Seniman. Julukan Kota budaya telah muncul sejak jaman kerajaan, sedang pertumbuhan budaya baru yang terbawa oleh eksodus, kian melekatkan profil kota yang berjiwa seni dan berbudaya. Atmosir ke-seniman-an mulai terbangun seiring dengan pergumulan para seniman dalam masyarakat. Kemunculan sejumlah besar imigran
69
dengan
Ibid., 125. Ibid., 125. 71 Ibid., 125. 70
budaya
yang
dibawanya,
memperkenalkan
masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Yogyakarta kepada budaya dan peradaban kosmopolitan sebuah kota besar. Kedatangan para seniman berkumpul di Yogyakarta pada masa transisi, kemudian mengubah ruang kebudayaan yang sebelumnya tradisional menjadi modern. Pembentukan kebudayaan modern, salah satunya berawal dari kota Yogyakarta ketika menjadi ibu kota yang menjadi pusat roda pemerintahan berikut sebagai pelopor kota kebudayaan. Dari titik ini Yogyakarta tidak hanya menjadi kota kebudayaan yang luhur dari segi kultur Jawanya yang lestari tetapi juga kota kebudayaan dalam persepsi kebudayaan modern. Hal tersebut membuktikan bahwa Yogyakarta telah mengalami perubahan pada representasi ruang setelah mengalami dialektika kebudayaan. Perubahan representasi ruang tersebut dapat dilihat dari perubahan yang terjadi dalam pertunjukan wayang yang dibawakan oleh Wisnu Wardhana. Pertunjukan tersebut dibawakan menggunakan bahasa pengantar Indonesia dan dengan waktu yang lebih singkat. Pada sisi pendidikan, pendudukan Belanda (1946) atas Jakarta dan Bandung merenggut pula universitas-universitas yang ada di Jakarta.72 Pada tahun 1946 dibuka Unversitas Gadjah Mada (UGM) masih menggunakan bagian depan Istana73 dan sebagian ruang kelas universitas menggunakan wilayah dalam kraton sebagai tempat belajar mengajar. Perguruan tinggi mulai tumbuh dan berkembang di Yogyakarta, menjadi fasilitas munculnya budaya lokal baru, sekaligus stimulus kelahiran negara bangsa yang modern. Sementara warisan penting bagi kehidupan kesenian Indonesia adalah didirikannya beberapa sekolah tinggi seni. Pada 1953 ada empat sekolah seni yang disponsori negara yang ada di Jawa, tiga di antaranya 72 73
Ricklefs, op. cit., 443. Ibid., 443.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
menjadi Bagian Seni Rupa.74 Akademi Seni Rupa (ASRI) adalah perguruan tinggi seni pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1949 di Yogyakarta.75 Konservatori Karawitan Indonesia berdiri pada tahun 1950 di Solo. Sekolah Musik Barat dibawah kendali Dinas Kebudayaan di didirikan di Jakarta. Berkembang pesatnya perguruan tinggi di Yogyakarta menjadi daya tarik bagi para pelajar daerah dari seluruh penjuru Indonesia. Semakin menarik migrasi dari berbagai daerah di Indonesia untuk datang dan mengenyam pendidikan lanjut. Dampaknya, Yogyakarta menjadi lebih ramai akan berbagai orang dari berbagai suku bangsa dan daerah dari seluruh Indonesia. Selain karena pertumbuhan kota yang cepat, sifat orang Yogyakarta terkenal ramah dan mudah beradaptasi dengan budaya baru. Hal itu menjadikan pesatnya laju migrasi ke Yogyakarta dan menjadi kota plural.76 Yogyakarta, kota kerajaan yang tradisional, mulai bertransformasi dan menjadi kosmopolitan.
C. Dinamika Kebudayaan Di Yogyakarta Kongres kebudayaan diadakan pada tanggal 23, 27, dan 28 Agustus 1948, diprakarsai dan diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta dengan dukungan
74
dari
Gubernur Yogyakarta
dan Kementrian Pendidikan
dan
Tod Jones, op. cit., 103. Kusnadi (ed), 1979, Sejarah Seni Rupa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 194. 76 Sutrisno Kutoyo (ed), 1977, Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan, hlm. 348. 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Kebudayaan di Magelang.77 Kongres tersebut merupakan kongres besar pertama dan dihadiri oleh Presiden dan Wakil presiden.78 Merupakan kongres pertama yang melebih kongres lainnya, mampu membangkitkan kembali tema perdebatan kebudayaan nasionalis. Bung Hatta menaruh simpati dan perhatian yang besar dalam masalah keberbudayaan.79 Beliau memiliki pandangannya tentang kebudayaan, bahwa penting menjadi bangsa yang memiliki keseimbangan antara mengejar produksi kebudayaan material (seperti Barat) tetapi juga harus stabil dalam kebudayaan spiritualnya. Dalam prosesnya terjadi polemik kebudayaan yang menarik antara kebudayaan Timur dan Barat seperti yang telah terjadi pada tahun 1935 -an, menyoroti pada bidang pendidikan.80 “Revolusi Nasional kita harus membawa revolusi di lapangan kebudayaan. Sampai sekarang revolusi kebudayaan belum dilakukan oleh Pemerintah. Sesuai statement bersama tgl. 20 Mei 1948 dari segenap partai-partai dan organisasi-organisasi lainnya, maka dalam negara Indonesia yang merdeka, kebudayaan bangsa Indonesia harus berjiwa demokrasi yang antiimperialis. Sesuai dengan ukuran ini, maka program dan jiwa program pelajaran di sekolah-sekolah, juga buku-buku pelajaran kita harus diubah sama sekali".81
Kongres Budaya yang pertama merupakan ruang perhelatan pertama yang membahas hubungan negara dengan kebudayaan Indonesia.82 Negara diberi tempat penting dari awal kongres dan budaya ditempatkan pada penghargaan tertinggi diakui menjadi unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.
77
Pramoedya Ananta Toer, 1999, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), Jakarta: KPG, hlm. 551. 78 Tod Jones, op. cit., 89. 79 Ibid., 91. 80 Ibid., 90-91. 81 Pramoedya Ananta Toer, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), loc. cit. 82 Tod Jones, op. cit., 91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Meski pun pada akhirnya, tidak ada mencapai satu kesepakatan yang jelas tentang bagaimana hubungan negara dengan budaya.83 Kongres Kebudayaan diadakan dengan harapan akan muncul tindakan untuk menyelematkan kebudayaan dari ancaman pengaruh difusi kebudayaan asing. Selain juga berusaha mengangkat kembali perbincangan tentang definisi kebudayaan Indonesia yang antikolonial dan demokratis. "Hendaknya Kongres Kebudayaan di magelang dapat menetapkan plan perobahan di lapangan kebudayaan, menuju kebudayaan yang antikolonial dan demokratis.".84 Dalam rangkaian kongres kebudayaan yang terjadi pada bulan Agustus 1948 tersebut, berusaha memupuk rasa kebanggaan atas tradisi leluhur warisan bangsa. Dengan tumbuhnya rasa kebanggaan terhadap budaya sendiri, harapannya tumbuh rasa mempertahankan kebudayaan bangsa dari pengaruh asing. "Di antara ciptaan-ciptaan baru yang merupakan experimen dalam dunia kesenian seperti pernah kita kabarkan kemarin, yang disetelengkan dalam Kongres Kebudayaan ialah Wayang Suluh. Wayang Suluh dibikin dari kulit, tetapi pelaku-pelakunya adalah simbolik dari golongan buruh, tani, pemuda dan juga gambar-gambar dari pemimpin kita, misalnya Presiden, Wakil Presiden, H.A. Salim, bekas PM Amir Sjarifuddin, Diponegoro dll. Wayang ini diusahakan oleh BKPRI (Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia) dan sejak diadakan pertunjukan pertama di Madiun tgl. 10/3 - 1947 maka wayang ciptaan baru ini diberi nama oleh rakyat Wayang Suluh. Untuk memberi pendidikan kepada rakyat secara massal hingga sampai ke desa-desa, maka pada tgl. 2/41947 bertepatan dengan konperensi DPP, 52 setel wayang suluh itu juga dikirimkan ke Sumatera. Hingga sekarang pertunjukan wayang suluh itu telah ditonton oleh beribu-ribu rakyat dan menarik perhatian penonton, karena lakonlakon wayang itu mengambil thema yang selaras dengan perjuangan bangsa kita sekarang. Dalam tempo 2 tahun selama wayang tersebut tumbuh, di seluruh Jawa kini sudah ada 70 dalang wayang suluh, di antaranya 3 wanita, semuanya dari angkatan muda. Akhirnya dapat diterangkan, bahwa wayang suluh juga mendapat perhatian dari tamu-tamu asing yang pernah mengunjungi tempat pembikinan wayang suluh."85
83
Ibid., 91. Pramoedya Ananta Toer, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), loc. cit. 85 Pramoedya Ananta Toer, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), op. cit., 564-565. 84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Dengan mengubah cerita rakyat lebih kontekstual dengan kejadian masa kini yang relevan dengan jiwa jaman pada masa itu. Menumbuhkan kembali pertunjukan wayang dengan gaya cerita yang diubah mengikuti perkembangan zaman dan ide dari penokohan yang dibalut cerita para tokoh revolusionis Indonesia. Hasil dari konferensi kebudayaan menetapkan definisi yang luas tentang kebudayaan. Bahwa kebudayaan mencakup semua aspek kehidupan manusia dalam masyarakat baik fisik maupun rohani. Bukan hanya soal seni.86 "Kongres Kebudayaan di Magelang membentuk Badan Kebudayaan Nasional yang dipimpin oleh Mr. Wongsonegoro dan Dr. Abu Hanifah".87 Hasil yang lebih kongret dari Kongres Kebudayaan terbentuknya suatu lembaga kebudayaan yang penting, yakni Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) yang kemudian berubah nama menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Pada lembaga ini bermuara acara-acara dan organisasi kebudayaan selanjutnya. Konferensi Kebudayaan di tahun 1950 di selenggarakan oleh LKI.88
D. Balai Mataram Dalam Revolusi Kemerdekaan Zaman pendudukan Jepang (1942) Gedung Societeit berubah nama menjadi Cokan Kantai.89 Namun tidak ada dokumen atau arsip yang dapat
86 87
567.
88
Tod Jones, op. cit., 92. Pramoedya Ananta Toer, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), op. cit.,
Tod Jones, op. cit., 93 Dwi Ratna Nurhajarini, (ed), 2012, Yogyakarta dari Hutan Beringin ke Ibukota Daerah Istimewa, Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, hlm. 49. 89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
menjelaskan perubahan nama dan fungsi gedung pasca pendudukan Jepang. Pasca Proklamasi Kemerdekaan, gedung tersebut menyandang nama Balai Mataram. Nama Balai Mataram merupakan pemberian oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX.90 Sultan merupakan bagian dari ruang representasi, karena perubahan yang terjadi pada gedung tersebut merupakan visi dari Sultan Hamengku Buwana IX. Visi tersebut, kemudian merubah fungsi gedung dari wadah kebudayaan Hindia Belanda menjadi wadah pergerakan nasional Indonesia. Balai Mataram periode tahun 1945 hingga 1949 terbuka bagi para nasionalis yang membutuhkan tempat untuk acara kongres atau pun rapat. Balai Mataram bahkan menjadi simbol kebebasan. "Pada masa Kemerdekaan, gedung Societeit de Vereeniging tersebut menjadi tempat berlangsungnya Kongres Pemuda I, dari tanggal 10-11 November 1945. Nafas persatuan, kebebasan, hak bicara dari para pemuda menjadi simbol baru dari gedung ini. Namun sebagai ruang publik, gedung ini tidak mengalami perubahan citra, selain juga tetap menjadi simbol kebebasan. Perubahan fungsi ruang-ruang yang ada membangun citra-citra baru atas ruang tersebut. Ketika Kantor Kementerian Penerangan menjalankan segala aktivitasnya di gedung ini, yang terbangun adalah simbol informasi, yang berarti sebuah keterbukaan. Hal ini lebih diperkuat lagi karena gedung ini juga menjadi kantor Berita Antara, yakni kantor berita nasional yang dimiliki Republik Indonesia. Jadi, societeit ini antara tahun 1945-1949 mengalami perubahan simbol-simbol dari kolonial ke Indonesia, dari simbol kemewahan 91 ke informasi, dan dari ruang tertutup menjadi ruang terbuka."
Peralihan kekuasaan dari Jepang ke Republik Indonesia membuat Balai Mataram lebih terorientasi lebih pada kebutuhan masa itu, sebagai tempat usaha pergerakan nasional. Pada periode ini Balai Mataram tampak menjadi tempat para nasionalis berkumpul, menuangkan ide-ide untuk kepentingan bangsa, dan keluar dengan berbagai terobosannya.
90 91
Ibid., 49 Dwi Ratna Nurhajarini, op. cit., 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
Fungsinya menjadi wadah bagi kongres-kongres atau acara apapun yang berkaitan dengan revolusi kemerdekaan. Pada tanggal 8 bulan november 1945 digunakan sebagai tempat rapat umum Kongres Umat Islam Indonesia.92 Pembahasan dalam rapat ini membangkitkan semangat revolusi menggunakan dasar agama Islam. Mengumpulkan para pemeluk agama Islam untuk berjuang di Jalan Allah, memerangi imperialis dan jika meninggal dalam keadaan Jihad. Berbagai macam cara mengumpulkan massa untuk berperang, salah satunya dengan doktrin agama. "Hari ini tanggal 10-11 kongres Pemoeda seloeroeh Indonesia jang mengandoeng sedjarah moelai diboeka bertempat di gedoeng Balai Mataram dikoendjoengi oleh segenap Pemoeda dari seloeroeh Indonesia jakni dari Djawa, Soematera, Soelawesi, Borneo, Soenda Ketjil, Maloekoe jang berjoemlah koerang lebih 2000 orang. Presiden Repoeblik Indonesia P.J.M. Ir. Soekarno, Wakil Presiden P.J.M. Drs. Moeh. Hatta, memerloekan djoega datang. Selandjoetnja tampak Menteri Dalam Negeri P.T. Wiranatakoesoema, Menteri Penerangan P. Toean2 Amir Sjarifoedin, Mr. Iwa Koesoema Soemantri Menteri Sosial, Menteri Pengadjaran K. H. Dewantoro, Secretaris Negara Abd. Gafar 93 Pringgodigdo, Mr. Ali Sastroamidjojo, dan lain-lainnja...".
Pada masa pasca proklamasi, fungsi ruang Balai Mataram tidak mengalami perubahan yang signifikan. Justru menjadi lebih formil, dengan rangkaian acara kongres atau rapat yang selalu menggunakan ruangan sebagai tempat acara. Terlebih, jiwa jaman pada saat itu masa revolusi kemerdekaan., sehingga sedikit orang berfoya-foya untuk kesenangan semata. Peralihan kekuasaan pun membuat Balai Mataram lebih terorientasi lebih pada kebutuhan masa itu, sebagai tempat usaha pergerakan nasional. "Pada tanggal 11-11-1945 sesoedah Kongres Pemoeda Indonesia selesai, laloe disoesoel dengan Kongres Pemoeda Sosialis Indonesia (Pesindo) jang pertama, bertempat di Balai Mataram dimoelai djam 22.30 malam. Jang hadir pada waktoe itoe ialah oetosan2 dari : 1. Djakarta; 2. Bogor; 3. Priangan; 4. Banten; 5. Tjirebon; 6. Pekalongan; 7. Semarang; 8. Banjoemas; 9. Kedoe; 10. Mataram; 92 93
Kedaulatan Rakyat, 5 November 1945 Kedaulatan Rakyat, 10 November 1945
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
11. Solo; 12. Pati; 13. Bodjonegoro; 14. Madioen; 15. Kediri; 16. Soerabaya; 17. Malang; 18. Besoeki; 19. Madoera; 20. Soenda ketjil; 21. Palembang; 22. 94 Bengkoelen; 23. Lampoeng; dan 24. Kalimantan..".
Seusai Kongres Pemuda selesai, segera dilanjutkan Kongres Pemoeda Sosialis Indonesia ke-1. Kongres tersebut menetapkan beberapa putusan kongres sebelumnya yakni: struktur organisasi, cabang di daerah, anggaran rumah tangga, visi dan misi, segala sesuatu yang berkatian dengan profile dan starting organisasi. Para pengguna Balai Mataram pun lebih bebas dan terbuka, mengikuti acara yang berlangsung. Setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama selesai disusul pula dua hari kemudian pada tanggal 13 November 1945 acara rapat Barisan Buruh Indonesia.95 "untuk memperingati hari kemenderkaan indonesia, maka besok tg 17-11-1945 atas usaha pesindo mataram diselenggarakan rapat umum pemuda bertempat di balai mataram pada djam 16 sore. kunjungilah berbondong-bondong rapat itu."96 Selanjutnya digunakan sebagai tempat Rapat Oemoem Pemoeda pada tanggal 17 November 1945. Rapat Pembentoekan Pesindo TJB Jogjakarta pada 18 November 1945. Kemudian pada tanggal 21 November 1945 digelar rapat pembentukan Barisan pemberontak Putri Mataram. Berhasil mendapat 200 orang untuk membantu para prajurit yang di medan perang, yang dibagi menjadi dua pekerjaan, bagian palang merah dan bagian makanan. Beberapa orang juga dilatih tentang keprajuritan, memegang senjata dan hal berhubungan dengan itu. Keesokan hari ini tanggal 22 November 1945 ada beberapa orang dari palang 94
Kedaulatan Rakyat, 15 November 1945 Kedaulatan Rakyat, 13 November 1945 96 Kedaulatan Rakyat, 16 November 1945 95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
merah Barisan Pemberontak Putri diberangkatkan kejurusan Semarang bersama dengan Prajurit Pemberontak.97 Ditahun 1946 penggunaan gedung masih dalam suasana upaya revolusi, pada tanggal 4 Juni 1946 dilangsungkan rapat anggota untuk acara pembubaran Persatuan Perjuangan. Semua anggota hadir kecuali PKI. Pembubaran Persatuan Perjuangan karena telah beredar rumor di antara sebagian besar anggota telah dibentuk Konsentrasi Nasional.98 Dalam koran harian Kedaulatan Rakyat pada hari yang sama, 4 Juni 1946 terdapat pula pengumunan dari Badan pekerja Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Indonesia (DPPPI) yang ditujukan pada para pimpinan organisasi yang tergabung dalam badan Kongres Pemuda Republik Indonesia. "Merdeka. Dengan ini dipermakloemkan bahwa pada tg. 8-9 Djoeni 1946 akan diadakan Kongres Pemoeda Indonesia ke-II bertempat di Balai Mataram Jogjakarta...".99 Pada tanggal 7 Juni 1946 Balai Mataram digunakan sebagai tempat Pertemuan Perkenalan Konperensi Barisan Buruh Wanita Indonesia (BBWI). Para hadirin yang hadir dalam pertemuan itu selain utusan Konferensi, wakil-wakil Kementerian, badan-badan dan pers. Salah satu acara dalam pertemuan tersebut terdapat pidato tentang Kapitalisme, Sosialisme dan Lenninnisme. Sesudah sosialisasi tentang perjuangan buruh adalah usaha menuju ke masyarakat yang sosialistis. Lebih lanjut diterangkan tentang feminisme pada buruh wanita. Bahwa
97
Kedaulatan Rakyat, 22 November 1945 Kedaulatan Rakyat, 4 Juni 1946 99 Kedaulatan Rakyat, 4 Juni 1946 98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
hendaknya buruh wanita berani bersaing bersama para laki-laki, untuk menunjukkan persamaan derajat diantara keduanya.100 Tanggal 8 Juni 1946 digelar Kongres Pemuda ke-II di Balai Mataram, sesuai dengan undangan yang telah disebar pada tanggal 4 Juni 1946. Kongres Pemuda ke II tersebut dihadiri presiden, menteri pertahanan, menteri negara, wakil S l. kg. Sultan S.P. Kg. G. Paku Alam dan wakil-wakil perhimpunan, badan dan golongan.101 Susunan ageda rapat pada hari itu membicarakan politik dalam negeri, 2. politik luar negeri, 3. Organisasi.102 Pasca pengeboman oleh Inggris yang salah sasaran, bagian depan Balai Mataram hancur, menyisakan schouwburg. Sisa bangunan kemudian direnovasi. Pada tahun 1950 gedung ini kemudian berubah nama menjadi Senisono.103 Gedung Senisono ini kemudian dipergunakan juga sebagai gedung kesenian dan sempat menjadi gedung bioskop. Pada tanggal 29 Januari 1950, di gelar Seteling Seni Lukis atau pameran Seni Lukis di Senisono. Acara besar ini telah dibuka sejak tanggal 17 Januari 1950.104 Dalam acara Seteling Seni Lukis ini memamerkan 22 buah lukisan hasil pekerjaan 11 orang anggota SIM105. Koleksi-koleksi tersebut bernilai tinggi,
100
Kedaulatan Rakyat, 7 Juni 1946 Kedaulatan Rakyat, 7 Juni 1946 102 Kedaulatan Rakyat, 8 Juni 1946 103 Arwan Tuti Artha, op. cit., 23 104 Kedaulatan Rakyat, 17 Januari 1950 105 Eksodus pemerintahan tersebut menarik serta seluruh elemen dalam masyarakat berikut seniman. Para pegiat seni atau seniman yang turut bermigrasi ke yogyakarta ternyata tidak hanya dari Jakarta melainkan dari berbagai wilayah di Indonesia. Pada tahun 1948, atas prakarsa Sudjojono dan teman-teman lahirlah SIM. Seniman Indonesia Muda atau disingkat SIM merupakan organisasi seni rupa yang sengaja dibuat untuk turut meramaikan semangat revolusi melalui karya-karya mereka. SIM lahir di Madiun, kemudian menetap di Yogyakarta. 101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
sehingga patut dibanggakan dalam sejarah Seni Lukis Indonesia. Seorang autoriteit pecinta kesenian akan mengusahakan supaya koleksi-koleksi tersebut dapat dipertunjukan di luar Jogja.106 Selasa 21 februari 1950 gedung Senisono digunakan sebagai acara Peringatan 4 tahun berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia.107 Hari minggu 19 Maret 1950 Halaman Senisono dijadikan start dan finish untuk lomba balap sepeda, dalam rangkaian acara "Programma Pertundjukan Peringatan Berdirinja Ngajogjakarta".108 Penggunaannya masih pada acara formil sekitar kongres dan rapat. Tetapi jiwa jaman telah berubah menjadi lebih stabil karena gencatan senjata telah selesai. Kemerdekaan telah sepenuhnya menjadi milik bangsa Indonesia, sehingga haluan konsentrasi berpindah ke arah sosial dan budaya. Sehingga penggunaan keruangan Senisono pasca revolusi menjadi lebih lentur lagi.
106
Kedaulatan Rakyat, 29 Januari 1950 Kedaulatan Rakyat, 21 Februari 1950 108 Kedaulatan Rakyat, 13 Maret 1950 107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Pada pertengahan tahun 1950 Senisono mulai menjadi bioskop.
"Bioskop Senisono 28 juni 1950 : tinggal 1 hari s/d 29 Juni segala umur. Penjelmaan King Kong / Mighty Joe Young, menyusul tgl 30 Juni - 3 Juni 17th ke atas Tersohor Buruknja / Notorius. Kemudian tersedia Buku lengganan berisi 10 lembar dapat di beli di Soboharsono / Senisono biasa dibeli siang/malam, supaya 109 tidak antri.".
Gedung Senisono berubah fungsi menjadi gedung bioskop, namun Bioskop Senisono memiliki perbedaan dari bioskop-bioskop di Jogja yang seringnya memutar film berbau seks. Di bioskop Senisono memutar film-film yang menceritakan kisah perjuangan bangsa, atau juga film anak-anak, "Bioskop Senisono Rabu 16 Agustus 1950: malam ini dan berikutnya jam 5/7/9 segala umur menyambut hari ulang 5 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Film Indonesia
109
Kedaulatan Rakyat, 28 Juni 1950
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
: Utk Sang Merah Putih.".110 Meskipun ada pula film 17 tahun ke atas yang diputar di Senisono. Seperti cuplikan di atas, film Tersohor Buruknja dan, "Bioskop Senisono (12 Juli 1950) tinggal 2 hari s/d 13 Juli 17th keatas Sekolah St. Maria".111
110 111
Kedaulatan Rakyat, 16 Agustus 1950 Kedaulatan Rakyat, 12 Juli 1950
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III SOCIETEIT SENISONO
A. Malioboro Bagi Pertumbuhan Seniman Di Yogyakarta Tahun 1960-1980 Bagi pertumbuhan seni dan budaya modern di Indonesia Jalan Malioboro memiliki sejarah penting berkaitan dengan kelahiran situasi atmosfir seniman. Di sepanjang Jalan Malioboro terjadi diskursus diantara para seniman muda yang berguru pada seniman-seniman senior. Malioboro merupakan melting pot atau tempat bertemu berbagai seniman maupun intelektual. Suasana yang terbangun santai mengikuti lingkungan Malioboro. "kemudian poros Malioboro, mengapa Malioboro? karena dianggapnya sebagai melting pot -nya disitu, titik pertemuannya di situ. Karena Malioboro tahun-tahun itu belum menjadi pusat pasar. Seniman, sastrawan, intelektual masih bisa nongkrong disepanjang Malioboro itu. Bertemu ngbrol, melahirkan ide-ide sastra, melahirkan ide-ide seni rupa, melahirkan ideide pengetahuan itu masih di situ.."112
Hijrahnya para seniman nasional dari berbagai daerah di Indonesia terutama ibu kota ketika revolusi, menjadi salah satu pertumbuhan atmosfir kebudayaan yang lebih hidup lagi di Yogyakarta. Dengan berkumpulnya para seniman, sastrawan dan budayawan seperti Umbu Landu Paranggi (lahir 1943), Affandi (lahir 1907), Umar Kayam (lahir 1932), Saptoraharjo (lahir 1955) dan nama-nama penting lainnya, menjadi stimulus penting bagi pembentukan itu. Terutama mengisi perhelatan kebudayaan besar yang menjadi kehidupan
112
Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Malioboro dan seniman pada tahun 1960-an. Begitu pula dalam perjalanan sejarah kebudayaan yang berkembang di Yogyakarta pada dekade 1960-an akhir. "Komunitas yang dipimpin oleh sang presiden penyair Malioboro kelahiran Waikabubak Sumbawa (Umbu Landu Paranggi) sempat mewarnai perjalanan seni dan budaya di kota pelajar ini. Setidaknya Umbu telah mampu membangkitkan gairah kawan-kawannya dalam sebuah dialektika kesusastraan yang bermarkas di jalan Malioboro: pusat keramaian kota Gudeg (Yogya) yang dikenal ke seluruh penjuru Nusantara ini."113
Umbu salah satu Guru yang menghidupkan Malioboro dengan suasana seniman, dan melahirkan banyak penyair maupun sastrawan seperti Emha Ainun Najib (lahir 1953), Imam Budhi Santosa (lahir 1948), Yudhistira A.N.M. Massardi (lahir 1954), Halim H.D. (lahir 1951), Ebiet G. Ade (lahir 1954), Linus Suryadi A.G. (lahir 1951), Landung R. Simatupang (lahir 1951) dan puluhan nama penting lainnya.114 Suasana kesenian dalam masyarakat Yogyakarta sangat hidup dan merangsang pada tahun-tahun itu, begitu juga dengan apresiasi pada penciptaan puisi. Malioboro sendiri menjadi sebuah kawasan penting, karena di sepanjang jalan Malioboro hidup oleh aktivitas para seniman pada malam harinya, ketika semua toko telah tutup dan pelataran Malioboro berganti dengan aneka kuliner yang sudah mulai menggelar dagangannya sejak sore hari. Lebar Jalan Malioboro pun masih sempit, tak heran karena jumlah pemilik kendaraan bermotor bahkan mobil masih sangat sedikit. Prioritas utama kemudian pada pejalan kaki. "yang menarik dari situasi 70-an itu karena ruas jalan Malioboro itu kan tidak sepadat sekarang. Jadi ada warung-warung misalkan tempat bertemu teman113
Bustan Basir Maras, 2015, "Umbu Landu Paranggi -Iman Budhi Santosa (: Sang Presiden dan Juru Kunci")", Sabana, No. 6, Februari 2015, 23-24. 114 http://www.tempo.co/read/kolom/2013/03/15/659/mengenang-umbu-dangerakan-1970 diakses 4 April 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
teman itu di taman garuda yang sekarang gak tau jadi apa di situ ada kios nah di situ tempat nongkrong. Lalu ada warung gudeg tempat nongkrongn ya Pak Umar Kayam kalo makan malam di situ kalo udang tengah malam Affandi, Saptoraharjo, gudeg persis di depan pintu gerbangnya.. dulu ada pintu gerbangnya pasar beringharjo, kalau kita menghadap pasar sebelah kiri. Nah di situ gudeg yang sangat terkenal dan kita penulis-penulis baru wah.. sulit makan disitu kalo ga di traktir karena itu kan udah kelas ini kan kebanyakan tokoh-tokoh. Ah lalu kita ada tempat nongkrong lagi. Di sekarang perpustakaan Malioboro. Di depan (Hotel) Garuda, nah di bawahnya itu. Lalu di depan Senisono. Karena ada warung kopi di situ, warung kopi sama warung susu dan juga karena ada ruangnya ya".115
Dialektika yang terbangun dari diskusi lahir secara santai dan natural. Suasana yang terbangun santai, mereka sendiri biasa menyebutnya nongkrong tak sedikit pula yang memperkenalkan diri sebagai "gelandangan".116 Bukan makna yang sesungguhnya, tetapi kecenderungan seniman yang berjiwa merendah. Tempat mereka berkumpul pasti berdekatan dengan warung, rumah makan, kedai, atau lesehan. Selalu mendekat dengan pusat-pusat makanan atau minuman. Karena obrolan mulai cair dan kian mendalam dengan sedikit sesuguh. Ruang dialog seni dan kebudayaan tersebut berlangsung dari sore ketika semua aktivitas berdagang pada pecinan jalan raya Malioboro mulai usai dan tutup, kemudian berganti dengan bedagang asongan, gerobak maupun pikul yang memilah tempat berjualan masing-masing. Malioboro kala itu, masih rindang dengan pohon-pohon beringin yang berjejer rapi diantara Jalan malioboro dan toko-toko. "Muncul para seniman, pelukis, penyanyi, pengrajin yang menggelar kebolehannya. Muncul pula para pedagang kecil menjajakan makanan khas dan minuman yang mendukung aktivitas seni jalanan ini di Malioboro. Budaya lesehan mulai dikenal di sini. Denyut kehidupan seni jalanan ini terus
115
Wawancara dengan Halim HD, 1 Mei 2016, di Solo. RS Rudhatan, 2015, "Orang-orang Malioboro", Sabana, No. 6, Februari 2015, hlm. 10-11. 116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
berjalan hingga menjadi bagian dari identitas Malioboro. Perjalanan ini terhenti ketika pada tahun 1990 an gedung Senisono ditutup."117
Hal ini yang lantas menjadikan Yogyakarta sebagai poros perkembangan kebudayaan modern di Indonesia. "bahwa kebudayaan dan komunitas kesenian menjadi jiwa dari Jogja, itu menarik juga. Bahwa Senisono adalah salah satu bagian penting dari pertemuan kebudayaan dan sebagainya. Ini penting, kenapa? karena Senisono itu, atau kebudayaan itu sebetulnya kan masyarakat jogja itu tidak secara langsung mereka datang ke pameran-pameran kan? terapi mereka merasa bahwa jogja adalah kota budaya, mereka mengakui itu. Meskipun mereka tidak pernah masuk dalam ruang-ruang pameran, tapi mereka memaklumi itu, dari mana? dari kegiatan-kegiatan dan mereka memahami itu."118
Dengan kata lain, kota Yogyakarta merupakan kota pelopor bagi kelahiran kebudayaan modern Indonesia. Masyarakat Yogyakarta lebih mudah menerima hal baru dan perubahan. Berbeda dengan kota-kota yang juga tak kalah berbudaya seperti Bali, Padang, atau mungkin Bandung, Yogyakarta memiliki iklim seniman yang khas, yang otentik dan hanya ditemui di Yogyakarta. Para penghuni malioboro tersebut biasa berkumpul di sepanjang Malioboro dari Taman Garuda (sekarang tempat parkir bertingkat Malioboro) hingga halaman depan Senisono, dari seniman maupun budayawan senior seperti Umar Kayam, Affandi, dan seniman serta sastrawan lainnya berkumpul bersama dan dengan santai membuka diskusi. Mereka yang datang tak memperdulikan formalitas, mereka bisa datang dan akrab hanya dengan kaos oblong dan sandal jepit.119 Para penonton yang turut berkumpul di sepanjang Malioboro hingga Senisono, diskusi bersama para budayawan, seniman, maupun cendekiawan senior
117
Sunyoto Usman, Op. Cit.,10-11. Wawancara dengan Fx. Harsono, 14 Mei 2016, di Yogyakarta. 119 Wawancara Pang Warman, 26 Juni 2016, di Yogyakarta. 118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
tersebut antara lain adalah para mahasiswa atau pelajar yang juga sedang mengikuti masa studi di Yogyakarta. Misalnya Halim HD yang tengah dalam studi Filsafat di UGM, Emha Ainun Najib dari Ekonomi UGM, ataupun Fx. Harsono dari ASRI dan lainnya. Sore hari seusai kegiatan di kampus, mereka datang menengok Malioboro. Sewaktu-waktu para seniman atau sastrawan senior datang lalu membuka diskusi panjang dan besar yang hadir mengalir begitu saja di setiap malam.120 "yang saya ingat pada waktu jaman itu, adalah pameran tunggalnya Rusli. Itu cukup menjadi satu hal yang penting satu untuk seni rupa ya. Terus kemudian yang lain adalah ulang tahun Sanggar Bambu (SABU) yang ke sepuluh tahun enam puluh sembilan. Itu di situ juga. Itu diskusi besar itu. Saya hadir di situ. Trus kemudian setiap tahun ada atau di pakai untuk dies natalis asri. Saya gatau persis itu tiap tahun atau engga, tapi bahwa dipake untuk dies natalis ASRI. Dan Dies natalis ASRI itu besar, karena ASRI pada waktu itu adalah bukan hanya lembaga pendidikan. ASRI pada waktu itu adalah lembaga pendidikan di mana para seniman-seniman besar Indonesia ngumpul. Jadi jangan dibayangan seperti ISI sekarang. Isi yang sekarng itu hanya para pengajar ngumpul ngajar. Kalo dulu para dosen, seniman ngumpul, ngajar. tetapi ketika mereka sudah mulai ASRI, pada waktu itu namanya mulai ASRI dari namanya sampe menjadi STRRI, ya itu mereka Dies Natalis di situ (Senisono)."121
Berkumpulnya para seniman senior yang membuka diskursus pada generasi yang lebih muda di Malioboro menciptakan iklim kesenian yang segar di tahun 1960-hingga akhir dekade 1970-an. Iklim penciptaan yang terjadi di sepanjang jalan Malioboro, menjadi latarbelakang pertumbuhan kesenian modern. "kemudian poros malioboro, mengapa malioboro?karena dianggapnya sebagai melting potnya disitu, titik pertemuannya disitu. karena malioboro tahun-tahun itu belum menjadi pusat pasar. seniman, sastrawan, intelektual masih bisa nongkrong disepanjang malioboro itu. bertemu ngbrol, melahirkan ide-ide sastra, melahirkan ide-ide senirupa, melahirkan ide-ide pengetahuan itu masih di situ. Pada tahun-tahun 70-an, 80-an itu. jadi poros bulak sumur, poros gampingan, poros malioboro itu menunjukan kutubkutub pergulatan intelektual, seniman, melting pot. tidak pecah justru sangat jelas garis dermakasinya itu. kalo mau ngomong intelektual di utara, kalau ngomong kesenimanan di Gampingan, kalau mau ketemu keduanya, bahkan 120 121
Wawancara Halim HD, 1 Mei 2016, di Solo. Wawancara dengan Fx. Harsono, 14 Mei 2016, di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
ketemu pasar, ketemu gelandangan, ketemu masyarkat.. Malioboro gitu. Nah tahun 80-an itu masih nyata adanya."122
Di Yogyakarta mampu terbangun atmosfir yang mendukung karena kondisi masyarakatnya yang ramah dan adat istiadat yang tidak tertutup dengan kebudayaan baru. Seniman dan budayawan penghuni Malioboro tersebut yang menghidupkan suasana kebudayaan Yogyakarta hinggi menjadi magnet bagi kebudayaan nasional. Dari Yogyakarta lahir berbagai macam ide, dan menulari kota-kota lain.123 Dialektika seni-budaya yang terbangun di Malioboro menunjukkan adanya praktek spasial. Terdapat pula beberapa kantung-kantung berkesenian seperti Bentara Budaya, Karta Pustaka, LIP, Museum Sonobudoyo, dan Sport Hall Kridosono yang juga sering digunakan sebagai tempat pertunjukan atau acara seni dan budaya.124 Namun diantara ruang-ruang tersebut, Senisono memiliki kedekatan khusus dan spesial dibandingan kantung kesenian yang ada di Yogyakarta kala itu. Kedekatan tersebut terjalin melalui interaksi yang terjadi di setiap saat, pagi maupun malam ketika para seniman, sastrawan dan akademisi berkumpul. Letak strategis Senisono, berada tepat di pusat kota, yang mengakhiri Jalan Malioboro dan di kelilingi gedung strategis seperti kantor Berita Antara, Departemen Penerangan, dan Persabo menjadikan Senisono sebagai titik temu. Pada periode tahun 1960 hingga 1980 kota Yogyakarta menjadi sebuah kota kecil yang relatif cukup stabil situasi politiknya di bawah pemerintahan
122
Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta. Wawancara dengan Pang Warman, 26 Juni 2016, di Yogyakarta. 124 Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 13 Maret 2016, di Yogyakarta. 123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Sultan dan Pakualam. Bahkan ketika terjadi peristiwa 1965 diikuti peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto, dan terjadi pembantaian besar-besaran. "pokokn ya jalan antara jogja solo. itu sama saja kaya kemarin waktu kerusuhan jakarta 98. Jogja kan gapapa ya. Yg ribut kan antara jogja solo. Tapi Solonya hanya beberapa. Aku punya famili yang katanya sih ikut dibakar. Toko dan ndilalah. Toko ban ne yo .. heh heh.. ya kayanya jogja aman-aman saja ya. yang mencekam itu di daerah Selatan.." 125
Yogyakarta termasuk wilayah yang relatif lebih tenang dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Meskipun juga terjadi peristiwa penculikan, dan pembunuhan. "Penculikan ya. Jadi, artinya di samping tentara ya, di tentara itu kemudian kan ya mau tidak mau PKI katakanlah ya PKI mereka mendapatkan musuh PKI kan banyak dari PNI juga dari Masyumi juga, dari aritkan kan kebanyakan kan karena kebayakan pki kan tidak.. anu kan.. single fighter kan. Kolaborasi itu ga model. Dia yakin sekali dengan ideologinya kan gitu. Sehingga nah pada saat itu ketika tampak bahwa di jakarta ada gerakan yang membunuh jendral begitu. Yang terdengarkan Jendral-jendral dibunuh gerwani, dibunuh pki, meskipun kenyataannya.. kan ndak tau kita. Nah itu kemudian nyampe di daerah kan mereka bertindak. Jadi.. betul di apa, malam-malam gitu pada ronda. takut meskipun, Nah kemudian.. sampe desadesa, ada ronda. oleh masyarkat tapi yang jelas kemudian masyarakat begitu ada peristiwa itu, kemudian untung ke pegang. mereka kan pada tahu udah banyak hilang pada ga tampak. karena tau-tau malam hari itu diciduk. dan lain dengan gali, kalau gali diciduk langsung ditembak. kalau itu ndak tau di mana. jadi memang dulu di kalo di bantul itu dulu dia anu di tahannya di ribuan itu. yang saat ini untuk BRI. Dulu kan belum ada bangunan itu masih tanah kosong. kali, itu dulu ada kalinya terbuka, jadi itu dulu mereka kalo mandi segala macam itu ya di situ. di kalen-kalen itu. (Jadi Cuman Barak?) Iya."126
Namun wilayah Yogyakarta tetap cenderung lebih aman dan terkendali. Situasi yang terbangun di Yogyakarta menjadi lebih lentur dan ramah. Sehingga tidak heran jika pada geger peristiwa G30S kota Yogyakarta menjadi sebuah kota kecil yang relatif cukup stabil situasi politiknya selain juga di bawah kendali Sultan dan Pakualam.
125 126
Wawancara dengan Nin Bakdi Soemanto, 13 Agustus 2016, di Yogyakarta. Wawancara dengan Fajar Suharno, pada 11 September 2016, di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Dari sektor pendidikan sendiri, masyarakat Yogyakarta masih terlampau banyak buta huruf. Pasca revolusi masyarakat Yogyakarta mulai sadar akan pendidikan sejak dini. Tahun 60-an terjadi lonjakan jumlah pelajar maupun sekolah di kota maupun desa.127 Begitu pun pendidikan tingkat lanjut dengan pertumbuhan berbagai macam universitas dan perguruan tinggi di Yogyakarta, bertambah pula sekolah-sekolah dan kesadaran akan pendidikan.128
B. Situasi Kesenian Di Yogyakarta Tahun 1960-1980 Para tokoh yang berkotribusi dalam akulturasi antara budaya tradisional yang telah menjadi darah daging masyarakat Yogyakarta dan budaya modern yang sedang dalam proses, merupakan anggota keluarga dari kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Mereka adalah Wisnu Wardono dan Bagong Kusudiharjo.129 Bagong Kussudardja salah satu penari yang menciptakan tarian modern. Lahir pada tahun 9 Oktober 1928. Bagong merupakan keturunan Sultan HB VII. Pertama kali berkenalan dengan seni tari ketika mengikuti Krida Beksa Wirama. Wisnu Wardhana Lahir pada tahun 1929, putra dari Pangeran Suryodiningrat yang mendirikan organisasi kesenian Jawa Krida Beksa Wirawa. Keduanya melahirkan
127
Selo Soemardjan, 1986, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm : 289-293 128 Ibid, hlm: 293-295. 129 Mohtar Mas‘oed, (Ed.), 2001, The Politics of Multiculturalism Pluralism and Citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia, Honolulu: 125.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
karya kontemporer inovatif, merubah dan meninggalkan pola lama yang sudah jadi.130 Akulturasi tersebut merupakan pengaruh Barat yang dibawa sepulang studi di Amerika. Bagong Kussudiardja dan Wisnu Wardana sempat menempuh pendidikan di Martha Graham di Amerika Serikat. Meski banyak perubahan yang dilakukan, tetap terdapat gerakan esensial dari tari-tarian tradisional yang dipertahankan.131 Walaupun dinilai dari perspektif tradisi estetika, karya-karya mereka memiliki kecenderungan menyalahi norma yang berlaku.132 Pada masanya, hal tersebut disama artikan dengan merusak atau melanggar tatanan ideal yang semestinya. Meskipun begitu, perubahan tetap dapat terjadi dan semakin meriah. Ini adalah salah satu faktor, kebudayaan modern Indonesia bisa lahir di kota Yogyakarta tidak di Bali. Menghadapi era modern untuk menarik minat regenerasi, wisata atau bahkan difusi budaya, mesti terjadi adaptasi. Maka dari itu Yogyakarta berpotensi menjadi pelopor kota kebudayaan modern di Indonesia. Semangat yang membedakan kesenian di tahun 1960 -an hingga 1970 -an adalah olah rasa dalam kesenian, berdasar pada hal-hal yang terjadi di dalam masyarakat. Kesenian pada saat itu sangat hidup dan memiliki roh. Para seniman menyadari posisi mereka merupakan bagian dari masyarakat. Sehingga memiliki tugas merumuskan dan memberi jawaban oleh masalah atau situasi yang sedang
130
Siti Adiyati, 1992, "Meninggalkan Pola Gaya Lama", dalam Jejak dan Pengalaman Bagong Kussudiardja, Yogyakarta: Padepokan, hlm. 95-97. 131 W. S. Rendra, 1992, "Menolak Statisme Tradisi", dalam Jejak dan Pengalaman Bagong Kussudiardja, Yogyakarta: Padepokan, hlm. 20-21. 132 Mohtar Mas‘oed, op. cit., 125.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
terjadi dalam masyarakat.133 Karya yang dihasilkan kemudian sedikit banyak berupa kritik sosial. Karya-karya seorang seniman pada masa itu, berusaha untuk menampilkan pada khalayak umum tentang situasi dan keadaan pada masanya. Perubahan yang dilakukan seniman generasi pada tahun 1960 -an hingga 1970 -an ini adalah letak sebuah seni dan kebudayaan dalam sumbangannya untuk perubahan. Seniman bertugas merumuskan keadaan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Seniman adalah bagian dari masyarakat dan usaha serta upayanya harus berkaitan dengan masyarakat dan memberikan dampak pada perubahan sosial. Dari segi ideologi, seni modern merupakan gebrakan baru dalam membuka tatanan-tatanan klasik yang membelenggu. Dalam perspektif sendiri, seni merupakan bagian dari masyarakat sehingga hendaknya segala usaha dan upaya dalam melahirkan sebuah karya serta-merta demi terjadinya perubahan atas rumusan dari keadaan sosial. Diskursus yang terbentuk di sepanjang jalan Malioboro merubah Yogyakarta menjadi ruang representasi dari kebudayaan modern. Seniman nasional lain yang kala itu sudah tenar dan merasa memiliki keterkaitan dengan Kota Budaya ini adalah W. S. Rendra.134 Pada waktu yang hampir bersamaan (1964-1967) Rendra menempuh pendidikan lanjut di Amerika dan sekembalinya ke tanah air beliau membuat perubahan dalam bidang seni panggung atau teater.135
133
Wawancara dengan Pang Warman, 1 Juni 2016, di Yogyakarta. Seorang sutradara teater modern Indonesia, lahir pada 7 November 1935 di Solo. Rendra sempat menjalani berbagai seminar dan program studi seni dan humaniora di Amerika sejak tahun 1964 hingga 1967. 135 Yudiaryani, 2015, WS Rendra dan teater Mini Kata, Yogyakarta: . 134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Perubahan yang dilakukan para seniman pada tahun 1960 -an hingga 1970 -an terpengaruh oleh pengalaman mereka selama proses belajar di luar negeri. Tidak hanya Sultan HB IX, yang pulang dengan membawa segudang perubahan birokrasi kraton, tetapi perubahan juga terjadi pada bidang seni dan budaya. Masa Orde Baru Soeharto dituangkan dalam konsep repelita I ketika modal asing masuk. Masyarakat mengalami kekecewaan terhadap konsep pembangunan Soeharto yang membuka modal asing namun kesejahteraan masyarakat masih terpuruk. Pada masa Orde Baru, perijinan pementasan maupun pameran terbilang sulit, terutama bagi para tokoh seniman yang terkenal nasionalis yang sering mengkritisi penguasa. Menjadi syarat setiap karya yang akan dipamerkan dan dipentaskan harus melewati sensor polisi. Dalam artian, mendapatkan izin dari kepolisian setempat.136 Bagi karya yang tidak mendapat izin polisi, berarti tidak bisa mengadakan acara. Hal ini dialami Rendra, ketika hendak mementaskan teatrikal Mastodon dan Burung Kondor perdana di Sport Hall Kridosono.137 Tepat ketika konstelasi politik melibatkan Yogyakarta sebagai kota budaya, maka diskursus dan pertumbuhan dunia seni, budaya dan sastra berkembang pesat dan menjadi kiblat. Hari-hari tersebut Jalanan Malioboro menjadi panggung meriah dengan tergelarnya kehidupan seni dan budaya pada malam harinya.
136
Wawancara dengan Suwarno, 13 Maret 2016, di Yogyakarta. Dwi Klik Santosa (ed.) , 2011, Mastodon dan Burung Kondor,Yogyakarta: Burung merak press, hlm. 10. 137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Seiring
dengan
perkembangan
Malioboro
ke
arah
pariwisata,
terkooptasilah jalanan Malioboro menjadi sebuah pasar yang riuh dan menjauhkannya dari aktivitas para seniman dan budayawan Yogyakarta. Pada tahun 1970 -an awal para seniman mulai hijrah perlahan dari Malioboro menuju tempat lain yang atmosfirnya lebih memadai dalam berkreativitas. Di tahun yang sama Malioboro mengalami renovasi untuk kepentingan pariwisata.
C. Art Gallery Senisono Pada tahun 1967 Gedung Senisono masih berfungsi sebagai gedung bioskop.
Sejak menjadi Gedung Bioskop, Gedung Senisono sendiri sudah
terkenal "angker" atau berhantu. "Senisono itu ada pintu yang menuju gedung Agung. soale di situ ki banyak.. banyak demit e. demit demit bener. Dan ya itu yang ngeri, yang di deket pintu yang menuju ke Gedung Agung itu. Belakang ada pintu. kayanya aku tu dulu nonton apa ya.. dulu berhantu. dan itu yang mepet ke ini, gedung agung."138
Terkait dengan peristiwa G30S pun tergolong gedung yang aman dari grebek atau razia, walaupun Senisono memang berada di tengah-tengah titik rawan. Gedung Senisono dikelilingi oleh tempat-tempat penting berkaitan dengan situasi politik saat itu, Gedung Senisono bersebelahan dengan Kantor PWI dan Antara, pada bagian belakang Gedung Senisono bersebelahan dengan gedung Departemen Penerangan.139 Gedung Senisono berseberangan dengan markas PKI, ARMA 11 yang tepatnya terletak di sebelah sebelah selatan Jl. Ahmad Dahlan.
138 139
Wawancara dengan Nin Bakdi Soemanto, 13 Agustus 2016, di Yogyakarta. Lihat denah lampiran no. 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Ketika geger peristiwa 1965 ARMA 11 terkena penyisiran dan diduduki oleh tentara. Barulah setelalah penyisiran dijadikan markas KAPI140 dan KAMI141. "Selatannya di ARMI 11 itu, kan markas KAPI markas KAMI di situ, di ARMA 11 itu. Nah itu dulu yang ARMA 11 itu dulu tempatnya PKI, kantor PKI. sing kidul dalan, bar e gang (yang selatan jalan, setelah gang). Dulu kan ada ARMA di situ. Kemudian di serang kan orang bilang banyak panah, banyak pedang. Tetapi sudah ada tentaranya kan dalam operasi."142
Pada tahun 1968 atas permintaan dari Sultan HB IX lahirlah Yayasan Senisono. Permintaan tersebut digagas oleh Sultan agar seniman-seniman Yogyakarta lebih terorganisir dan membuat suatu badan hukum dalam menggunakan Gedung Senisono. Hal tersebut disampaikan Pak Selo Soemardjan sekretaris pribadi Sultan HB IX kepada Suliantoro Sulaiman.143 Sultan merupakan bagian dari ruang representasi, karena perubahan yang terjadi pada gedung tersebut merupakan visi dari Sultan Hamengku Buwana IX. Visi tersebut, kemudian merubah fungsi gedung dari wadah pergerakan nasional Indonesia menjadi wadah aktivitas seni-budaya modern di Yogyakarta. Sehingga sejak tahun 1969 Senisono dibuka sebagai Art Gallery (Galeri Seni). Meskipun pada tahun 1950, telah terselenggara pemakaian ruang untuk sanggar SIM.144 Namun mengalami perubahan fungsi menjadi gedung bioskop pada tahun 1955, kemudian baru benar-benar berubah fungsi menjadi Art Gallery pada tahun 1969. Ketika peralihan fungsi menjadi Art Gallery, fungsi yang sebenarnya mampu digunakan adalah sebatas ruang pamer saja. Kesenian yang 140
Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia 142 Wawancara dengan Fajar Suharno dan Pang Warman, 11 September 2016, di Yogyakarta. 143 Wawancara dengan Suliantoro Sulaiman, 19 Februari 2016, di Yogyakarta. 144 Kedaulatan Rakyat 17 Oktober 1950. 141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
sering menggelar acara pada awal berubahnya menjadi Art Gallery hanyalah seni rupa. Hal tersebut dikarenakan faktor konstruksi panggung yang sudah rusak berat hingga tidak dapat digunakan. Barulah pada tahun 1976 mulai banyak seni pertunjukan yang menggelar pementasan karena telah dilakukan perbaikan pada panggung.145 Perhelatan besar yang terjadi di ruang bebas terbuka sepanjang Jalan Malioboro mulai dari Taman Garuda (kini parkiran bertingkat Malioboro) hingga Senisono pada akhirnya membutuhkan suatu tempat untuk menelurkan karya hasil dari diskursus yang telah terjadi. Tempat yang juga memiliki roh yang dapat merepresentasikan jati diri para seniman tersebut. Tempat yang juga menjadi wadah dalam berdinamika. Tempat yang mampu menyalurkan aspirasi, gagasan, ide, bahasa para seniman dan budayawan tersebut. Senisono, kemudian menjadi panggung ajang berkreativitas para seniman, sastrawan, budayawan bahkan siapa pun. Senisono pada masa ini menjadi ruang publik yang merdeka. Pada tahun 1970-1980 Art Gallery Senisono merupakan gedung kesenian satu-satunya sekaligus yang mampu mewadahi kegiatan kesenian dan kebudayaan kota Yogya dengan lingkungan sekitarnya yang mendukung. Seni dan budaya yang berlangsung di Malioboro, dapat diibaratkan seperti oase di padang gurun. Diskusi yang terjadi memiliki motif mendekati warung makan, begitu pula diskurus yang muncul selalu mencari para senior yang sedang menjajaki kuliner di Malioboro. Begitu pula yang dapat terjadi pada kompleks Senisono yang juga terdapat warung makan, warung kopi dan roti bakar. Selain juga memiliki 145
Wawancara dengan Suharno dan Pang Warman, 11 September 2016, di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
lingkungan yang strategis untuk bertemu. Tak heran, karena Lingkungan komplek Senisono yang strategis berada di pusat kota kemudian menjadi titik temu lintas displin. "Karena senisono itu sebagai ruang pameran saja terlalu steril. Justru diluar Senisono banyak sekali interaksi yang menarik sekali. Diantaranya anak-anak asri selalu ngumpulnya di depan Senisono, aku. Pertemuan anak-anak asri dengan gajah mada, terutama jurusan filsafat dan psikologi itu di senisono. Terus kemudian pertemuan anak-anak senirupa dan kelompok sastra tempatnya umbu landu paranggi itu, persada studi klub. Itu di situ ada Emha Ainun Najib, Linus, nah itu pertemuannya disekitar situ. Di situ menariknya dari Senisono bukan hanya menjadi ruang pameran tapi menjadi bagian dari ruang publik tadi."146
Letak Senisono yang berada di tengah kota dan merupakan ujung dari Jalan Malioboro, kemudian menjadi akhir atau pusat dari keramaian Malioboro akan kehidupan seni dan budayanya di tahun-tahun tersebut. "Senisono, salah satu bangunan dalam kompleks Gedung Agung pun ditasbihkan sebagai pusat aktivitas para seniman dengan kawasan Malioboro sebagai panggungnya. Muncul para seniman, pelukis, penyanyi, pengerajin yang menggelar kebolehannya."147 Sejak tahun 1971 telah muncul diskursus mengenai pundi-pundi kebudayaan di Yogyakarta. Masyarakat menyadari kebutuhan akan ruang publik. "Berita penyelenggaraan pameran gambar anak-anak di Art Gallery Senisono telah dimuat di "KR" Kamis 28 Januari, kemarin di halaman I. Penyelenggaraan tersebut dikerjakan bersama-sama antara Perpustakaan Anak-anak KR dengan TVRI Jogja. Dalam liputan ini diberitakan jarang melakukan aktivitas pameran maupun kegiatan seni yang sering dilakukan di Art Gallery Senisono belakangan ini. Juga tercantum issue bahwa Art Gallery Senisono akan dialih fungsikan kembali menjadi bioskop karena stagnansi tersebut. Namun hal tersebut segera disanggah oleh pelukis Abbas Alibasjah yang mengatarkan anak-anaknya mengikuti pameran dan lomba gamber di Senisono. Ia berkeyakinan bahwa generasi muda mendatang tersalurkan kreativitasnya melalui kerjasama antara TVRI dan KR. Senisono belum semarak seperti yang dibayangkan hanya karena kurang pemikiran yang matang dan kerja sama dengan para seniman. Sebagai seorang pelukis ia ingin melihat bakat-bakatnya diwarisi oleh anak-anak generasi mendatang. 146 147
Wawancara dengan Suwarno, 13 Maret 2016, di Yogyakarta. Sunyoto Usman, Op. Cit.,10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Di bidang lain menurut pelukis Abbas, Senisono dapat tumbuh menjadi tempat menyalutkan bakat-bakat terpendam, seni musik, seni tari, seni merangkai bunga, seni lukis dan lainnya. Predikat "Kota Kebudayaan" tidak akan sia-sia. Sementara perbincangan dengan seorang ahli di bidang pariwisata, juga tidak setuju Art Gallery Senisono dikembalikan fungsinya sebagai gedung bioskop. Alasannya karena wisatawan-wisatawan asing ingin menikmati pusat kota Jogja sebagai "gudang kreativitas seni yang khas Jogja".148
Masyarakat sendiri menilai keberadaan Art Gallery Senisono pada era tersebut merupakan tempat yang sesuai. Melihat aspirasi yang ditulis berdasarkan perbincangan oleh pelukis Abbas, Senisono menjadi satu-satunya ruang yang mewadahi ruang yang mampu menyalurkan kegiatan, pertunjukan, dan aktivitas seni dan budaya yang tengah berkembang di kota Budaya ini. Acara di Senisono selanjutnya yang menarik banyak perhatian terkhusus pada perkembangan kritis seni rupa adalah pameran seni rupa dari kelompok PIPA. PIPA merupakan akronim dari Seni Kepribadian Apa yang melanjutkan gerakan kritis dari gebrakan seni rupa sebelumnya GSRB149 yang pamerannya digelar di Jakarta dan Bandung. GSRB dan PIPA merintis seni rupa kontemporer yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Dalam pameran tersebut mereka memasukan unsur-unsur lain yang sebelumnya tidak ada dalam kaidah seni rupa, seperti musik, dan karya instalasi. Pameran ini berusaha membuka pembaruan terhadap perspektif kesenian yang dianggap konservatif, stagnan, dan mengalami krisis idealisme.150
148
Kedaulatan Rakyat, 29 Januari 1971, Gerakan Seni Rupa Baru (1974), merupakan aksi protes lanjutan dari Desember Hitam yang memprotes penjurian yang dianggap tidak adil dan relevan terhadap tema perlombaan seni rupa. Aksi-aksi ini ingin mengangkat perspektif baru dari kesenian seni rupa yang dianggap sudah harus mengalami perubahan seiring dengan jaman, dan dialog dalam kreativitas ide. GSRB mengawali seni rupa kontemporer di Indonesia. 150 http://archive.ivaa-online.org/events/detail/25 diunduh pada 4/25/2016 149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Sebagai Art Gallery Senisono telah kerap kali menyelenggarakan pameran-pameran lukisan.151 Tidak hanya sebatas menyelenggarakan pameran Seni Rupa, Art Gallery Senisono juga mewadahi seluruh kegiatan Seni dan Budaya. Seperti Pameran Foto di Art Gallery Senisono, Acara Remaja di Senisono dengan Gitar, Lukisan dan Fotografi, Diskusi sastra, Diskusi Seni Rupa, Diskusi komik nasional tahun 1981, pertunjukan Teater, pemutaran dan diskusi film, pertunjukan musik dan tari, merangkai bunga Mayasari, juga pembacaan puisi. Dari dinamika yang terjadi di Art Gallery Senisono, fungsi yang melekat juga sebagai Art Space dari pada sekedar Art Gallery.152 Terjadi sebuah proses berkesenian, bahkan dari berbagai haluan seni modern maupun kontemporer yang menjadikan Art Gallery Senisono sebagai salat satu wadah kesenian modern pertama di Yogyakarta. Art Gallery Senisono pada dasarnya mewadahi segala aktivitas dan dinamika seni dan budaya modern," Gamelan rasanya juga tidak pernah ada. Dangdut gitu ga ada. Orkestra tu ya sering. Yang harus ada kuratornya. Misalnya seni rupa."153 Ruang yang mewadahi kegiatan seni dan kebudayaan tradisional telah memiliki tempat-tempat lain seperti museum Sonobudoyo. Art Gallery Senisono sempat menjadi tempat perlombaan Macapat DIY tahun 1980 dikarenakan evakuasi sesaat karena lingkungan tidak kondusif bersamaan dengan kegiatan ritual tahunan pasar sekaten.154
151
Wawancara dengan Suliantoro Sulaiman, 19 Februari 2016, di Yogyakarta. Art Space ruang berkesenian, tidak sebatas karya seni yang bersifat pajangan semata, tetapi juga ruang yang mewadahi kegiatan dan diskursus seni. 153 Wawancara dengan Suliantoro Sulaiman, 19 Februari 2016, di Yogyakarta. 154 Kedaulatan Rakyat, Rabu 9 Januari 1980 152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Di tahun 1980 -an diselenggarakan Pameran Komik Se-Indonesia pertama kali dan berlangsung di Art Gallerie Senisono. Puncaknya adalah pada tanggal 12 November 1980 dengan acara seminar komik nasional. "Diikuti karya 31 orang cergamis dan 8 Taman Bacaan tidak banyak sesungguhnya. Tapi cukup mewakili cergam yang terhampar di sepanjang trotoar jalanraya dan di balik etalase toko buku di tanahair. Lebih dari itu malah, pameran juga menyajikan kemungkinan-kemungkinan baru—yang dengan jujur diakui pencergamnya sebagai eksperimen--, baik dalam tema, gaya seni rupa (walau tetap dekoratif) maupun gaya seni sastranya. Buku Tamu Museum Perjuangan, misalnya, diangkat cergamis Hasmi dari sejak Taufiq Ismail dalam judul sama yang dipajangnya pula bersama cergam itu sebagai bahan banding. Partakrama Si Jon dan Purwokinanti dengan coretan dan tema tak beda dari RA Kosasih, tapi dengan pengolahan dan pengucapan kontemporer. Hanya mereka yang mengeramatkan nilai-nilai klassikal barangkali merasa tersengat oleh cergam Si Jon ini. Diikutkannya sebagian dari serial Put On Kho Wang Gie (juga Hasmi tsb) dan Pemilu Teguh Santoso (?), antara lain, paling tidak menunjukkan bahwa komik bukan hanya wayang, legenda, babad dan cerita horor. Begitu pula beberapa cergamis mencoba dengan gaya dekoratif abstrak, sayang (beberapa diantaranya) tidak ditopang oleh kekuatan teknik yang meyakinkan. Bagaimanapun Pabrik Tulisan sudah berhasil menunjukkan apa yang sudah dan apa yang mungkin digarap. Selamat."155
Pada awal dekade 1980 Senisono masih sering dipergunakan untuk acara kesenian. Art Gallery Senisono memiliki aksesibilitas yang sangat mudah dan murah bagi para seniman maupun budayawan.156Dalam sebuah wawancara Emha menegaskan proses peminjaman gedung begitu mudah dan fleksibel. Mereka yang hendak menggunakan fasilitas di Senisono bisa datang dan menemui Pak Marto157 untuk melihat jadwal dan memesan tanggal main.158 155
Testimonial Hersri Setiawan untuk acara Pabrik Tulisan, 6-12 November 1980, Senisono, Yogyakarta. Arsip milik Pabrik Tulisan. 156 Wawancara dengan Emha Ainun Najib, 3 Maret 2016, di Yogyakarta. 157 Pak Marto adalah penjaga sekaligus kebersihan Art Galery Senisono, sejak tahun 1950 -an. 158 Wawancara dengan Butet, 15 Mei 2016, di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
"oh sangat mudah. dulu tu cuma hubungan sama penjaga gedung aja. Gak ada birokrasi. hanya gedung nanti kita kasih uang apa ya, istilahnya kaya uang sapulah gitu. ga ada birokrasi sama sekali. ga ditanyain ijinnya gimana ga ada. udah pake, pakai. Jadwalnya kosong tanggal berapa, oh ini sudah ada yang makai. udah gitu aja. jadi prosedurnya tu prosedur persaudaraan. Lalu setelah itu mulai periode ada penataan kan ada birokrasi, itu dengan purna budaya harus mengajukan proposal. dulu ga ada proposal-proposalan kalo dulu. Kalo Senisono itu relative gampang-gampanganlah, cuma ngintip jadwal ketemu yang jaga, pak aku tanggal semene pak, main pak, tulung dicatet kui. Udah gitu aja. nanti ngasih uang kebersihan. (itu sampai ditutupnya gitu ya om?) Iya, seinget saya gitu."159
Meski terbilang sangat mudah menjangkau gedung tersebut, tidak sembarang acara dapat digelar. Tetap ada dewan kurator yang menilai layak tidaknya sebuah pameran maupun acara seni lainnya. Senisono memiliki kedekatan dengan para seniman dan budayawan, karena bisa dikatakan dari berbagai kota tidak hanya Yogyakarta pada waktu itu Yogyakarta merupakan kiblat perkembangan seni dan budaya di Indonesia. Salah satu seniman yang merasa memiliki kedekatan dengan Art Gallery Senisono adalah pelukis Fx. Harsono. Senisono merupakan tempat yang menentukan jalan hidupnya sebagai seoarng seniman sejati. "nah ketika diskusi ulang tahun Sanggar Bambu itu, karena saya ikut sanggar bambu. Jadi di situ saya melihat waduh.. saya.. luar biasa buat saya itu. Wah saya ngumpul sama seniman-seniman top. Itu di situ kemudian saya mulai hari ini saya tidak lagi kuliah di APTN. Saya sepenuhnya di ASRI.. kemudian di situlah kemudian saya merasa ini.. ini.. artinya suatu momentum yang menentukan nasib hidup saya."160
Melalui diskusi Sanggar Bambu tersebut bagi beliau, Senisono memiliki sejarah yang penting untuk masa depannya pada awal mula terjun ke dalam dunia kesenian. Bagi seniman yang pernah berkiprah di Yogyakarta, Senisono
159 160
Wawancara dengan Butet, 15 Mei 2016, di Yogyakarta. Wawancara dengan Fx. Harsono, 14 Mei 2016, di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
merupakan ruang berkesenian yang pasti pernah memberi andil dalam meniti karir.161 "Jadi hampir semua seniman dalam berbagai profesi apapun di Jogja pada periode 45 sampai 80 -an, pasti pernah bersinggungan dengan Senisono. Itu saya jamin, dari Affandi, Pak Bagong, sampe seniman-seniman seni rupa, teater, sastra, semua. Saya jamin pasti itu. Itu bagian integral dari pertumbuhan seni di Jogja."162
Dengan adanya Art Gallery Senisono sebagai ruang berkesenian masyarakat Yogyakarta dan memiliki fungsi laten sebagai ruang publik kota, pertumbuhan Seni dan Budaya menjadi semakin hidup karena memiliki fasilitas yang mewadahi kegiatan. Masyarakat Kota Yogyakarta sendiri menjadi beradaptasi dengan perubahan arah kota yang telah masuk ke dalam politik nasional sebagai kota Budaya. Meski sebetulnya tidak seluruh masyarakat kota Yogyakarta mengerti tentang kehidupan seni dan budaya yang terjadi di sepanjang Jalan Malioboro atau di dalam Art Gallery Senisono, namun dengan terbukanya Art Gallery Senisono juga sebagai ruang publik masyarakat menjadi faham dan beradaptasi dengan perubahan yang sedang terjadi.163
161
Wawancara dengan Butet, 15 Mei 2016, di Yogyakarta. Wawancara dengan Butet, 15 Mei 2016, di Yogyakarta. 163 Wawancara dengan Fx. Harsono, 14 Mei 2016, di Yogyakarta. 162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV SENISONO MILIK SIAPA?
A. Yogyakarta Tahun 1980-an Hingga Awal 1990-an Dari waktu ke waktu dinamika kebudayaan tetap berlangsung aktif di Yogyakarta. Hal ini tampak dengan terselenggaranya Simposium Nasional Kesusastraan Indonesia Modern yang dilangsungkan di UGM pada 26-27 Oktober 1984. Simposium dihadiri para tokoh terpenting dalam kesusastraan Indonesia yang membahas mengenai perkembangan sastra di jaman tersebut.164 Dari makalah dan diskusi yang berlangsung dalam simposium tersebut menanggapi perkembangan sastra dianggap stagnan. Sastra seharusnya mampu menjadi sebuah corong atas refleksi maupun kritik terhadap realitas sosial yang tengah berlangsung dalam masyarakat.165 Sastra seharusnya memiliki peralatan dan tujuan dalam menghadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan.166 Masalah yang timbul dan menjadi pembahasan kemudian adalah fungsi sosial sebuah karya sastra, disamping juga kecenderungan-kecenderungan pada sastra Indonesia Modern.167 Dalam Simposium Nasional Kesusastraan Indonesia Modern itu
164
hlm. 9.
Ariel Heryanto, 1985, Perdebatan Sastra Kontekstual, Jakarta: CV. Rajawali,
165
Ibid., hlm.137. Ibid., hlm. 149. 167 Ibid., hlm. 150. 166
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
sendiri membahas kejenuhan para sastrawan pada Era ini, namun lebih mengkukuhkan status quo dari stagnansi tersebut.168 Pada periode ini pun suasana kesenian mengalami pertumbuhan yang terpisah-pisah dan menyebar di Yogyakarta. Dalam kubu seniman sendiri terdapat perpecahan.169 Pada era 1980-an ini seniman tampak memiliki kelompokkelompok yang tidak bersatu seperti pada era sebelumnya. "karena setelah 80-an itu dek, 80-an 90-an, itu seniman sudah rewel, sudah penuh curiga satu sama lain kubu-kubuan." Menengahi kesaksian tersebut pada pihak seniman sendiri, Suwarno Wisetrotomo, lebih melihat perpecahan yang ada di dalam seniman lebih kepada pertumbuhan pada bidang masing-masing yang bersamaan dan menyebar di Yogyakarta pada era 1980-an. "Seusungguhnya di Jogja ini begini, selalu terjadi polarisasi. Kubu-kubu itu selalu ada, cuma karena kota ini kecil, perkubuan itu tidak menjadi friksi yang terlalu serius, atau tidak menjadi friksi yang kemudian menjadi benturan dan kemudian menjadi kubu-kubu yang terpisah tidak. konflik tidak. Kalau pun ada konflik, konflik yang tersembunyi yang muncul dalam bentuk gyuonan, ledekan atau apa, tetapi tidak sungguh-sungguh menjadi sebuah pertarungan."170
Pengkubuan tersebut kemudian membawa pada sebutan yang kini dikenal dengan garis demarkasi yang menonjolkan kekhasan wilayah Utara dan Selatan di Yogyakarta. "Nah baru kemudian saya menulis, setelah Gampingan tahun 84 gampingan itu kan berubah nama menjadi ISI, menjadi bagian dari ISI. Bertemunya akademi musik dan akademi tari. Jadi ISI didirikan tahun 84 di Gampingan. Tidak lagi menjadi kampus ASRI tetapi kampus ISI. Meskipun masih pecahpecah baru kemudian sepuluh tahun kemudian kampusnya menyatu di Sewon, saya pernah menulis porosnya tetap Bulak Sumur, poros Sewon, dan 168
Ibid., hlm. 9. Wawancara dengan Emha Ainun Najib, 3 Maret 2016, di Yogyakarta. 170 Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta. 169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
plus kantung-kantung kebudayaan di Yogyakarta.. Pada tahun-tahun 70-an, 80-an itu. Jadi poros Bulak Sumur, poros Gampingan, poros Malioboro itu menunjukan kutub-kutub pergulatan intelektual, seniman, melting pot. Tidak pecah justru sangat jelas garis dermakasinya itu. Kalo mau ngomong intelektual di Utara, kalau ngomong kesenimanan di Gampingan, kalau mau ketemu keduanya, bahkan ketemu pasar, ketemu gelandangan, ketemu masyarakat.. Malioboro gitu. Nah tahun 80 -an itu masih nyata adanya"171
Pengelompokan daerah Selatan identik dengan aktivitas seni dan budaya, dan Utara identik dengan kemajuan dalam bidang akademis. Pencitraan tersebut diambil dengan simbolisasi kampus ASRI yang terletak di Gampingan dan daerah Utara dengan kampus UGM yang terletak di Bulak Sumur.172 Kemudian pada 23 Juli 1984, diresmikanlah bergabungnya ASRI dengan Ami dan ASTI dengan membentuk ISI dan pindah ke Sewon.173 Pada era 1960 hingga 1980 sebelumnya merupakan pertumbuhan kehidupan seni kritis yang membudaya di Yogyakarta. Melanjutkan jiwa jaman saat itu, era ini juga memiliki tokoh-tokoh masyarakat yang kritis terkait dengan kebudayaan. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya174 adalah seorang pastur yang memiliki keahlian dalam bidang arsitek dan juga merupakan sastrawan. Dikenal dengan panggilan akrab Romo Mangun, yang juga sangat peduli pada masalah sosial dan kebudayaan. Salah satu bentuk kepeduliannya dalam kasus sengketa
171
Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo 173 SK Presiden RI, No. 39/1984 174 Y.B. Mangunwijaya Lahir di Ambarawa, 6 Mei 1929 dan meninggal di Jakarta 10 Februari 1999. Pada tahun 1936 masuk ke sekolah HIS Fransiscus Xaverius Muntilan. Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1943 di Magelang, pendidikan SMP pada tahun 1947 di Yogyakarta, dan pendidikan SMA pada tahun 1951 di Malang. Tahun 1951 Mangunwijaya masuk seminari menengah di Yogyakarta. Dan tahun 1952-1953 Mangunwijaya masuk lagi ke Seminari menengah di Mertoyudan Magelang. Kemudian pada tahun 1959 masuk ke Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli Yogyakarta, pada tahun yang sama ditasbihkan sebagai iman (Pastor). Barulah pada tahun 1959 awal perjumpaannya dengan dunia Arsitektur. 172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
tanah Kedungombo, Romo Mangun membela rakyat kecil memerjuangkan suara dan haknya melawan pemerintah. Beliau bahkan menghimpun sejumlah mahasiswa untuk berpartisipasi menolong masyarakat Kedungombo.175 Beliaupun sangat memperhatikan generasi muda, penerus bangsa yang semestinya sadar bahwa dirinya adalah seorang manusia yang harus dimanusiakan. Dengan mendirikan sekolah di bantaran sungai Code, beliau terjun langsung dalam masyarakat pinggiran sungai dan mulai membangun masyarakat dengan "memanusiakan manusia".
B. Kantung Kebudayaan Dekade 1980 -an Pada dekade 1980-an para seniman seni rupa mengalami kolonjakan pembeli. Para seniman yang karyanya laris terjual diminati pasaran kemudian membangun galeri-galeri ruang pamer. Tak sebatas itu, banyak juga dari mereka yang membangun art space diberbagai wilayah menyebar di Yogyakarta.176 "Nah sampai pada 90-an itu terjadi booming seni rupa kantung-kantung kesenian terutama seni rupa itu muncul seperti jamur, banyak banget. Karena apa? Seniman-seniman yang baik secara pasar diserap pasar dengan baik, bikin ruangruang pameran."177 Kemunculan berbagai Art gallery, maupun Art Space tersebut serta merta membuat kantung kebudayaan tidak lagi terpusat di pusat kota seperti dekade sebelumnya, tetapi mulai menyebar rata di seluruh wilayah Yogyakarta. Sehingga 175
Tempo, "Mereka yang Bertahan di Kedungombo" 27 April 1991, hlm. 21 Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta. 177 Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta. 176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
mulai dari dekade 1980-an ini, terdapat pertumbuhan merata dan menyebar di Yogyakarta terkhusus pada bidang kesenian. Dengan bermunculannya berbagai kantung kebudayaan tersebut membuat kutub-kutub kesenian yang sebelumnya terpusat di pusat kota seperti pada Art Gallery Senisono, Karta Pustaka178, LIP179 dan Taman Budaya180 kini menyebar dan membuat gerakan kecil-kecil namun tetap juga saling menyapa satu sama lain.181 Persaingan sehat dan kerjasama diantaranya semakin menyemarakan kehidupan kesenian di Yogyakarta. "Contohnya lahirlah Sangkring Art Space miliknya Putu Sitawijaya. Lahirlah swasta juga menginisiasi Tembi Rumah Budaya di Tembi. Lahirlah Sarang Building miliknya Alfi. Lahirlah Nalar Rupa di daerah Bantul selatan. Kersan Art Studio. Banyak sekali kantung-kantung kebudayaan yang membangun terutama menjadi ruang pameran seni rupa."182
C. Senisono Tahun 1981-1991 Art Gallery Senisono sendiri mulai usang ditelan jaman memasuki paruh abad ke dua. Tanpa adanya perhatian berupa perawatan pada fisik gedung Art Gallery Senisono, mustahil rasanya gedung tua tersebut tetap berdiri kokoh dan
178
Karta Pustaka adalah sebuah yayasan pusat studi bahasa asing Belanda yang didirikan pada tahun 1967 oleh Nyonya E H. M. L. Loeff, SJ. Karta Pustaka menyediakan perpustakaan yang secara resmi dibuka pada 11 Maret 1968 yang bekerja sama dengan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Karta Pustaka di bawah asuhan Romo Dick Hartoko pada dekake 1980 banyak memberi kontribusi ruang berkesenian bagi perkembangan seni dan kebudayaan Indonesia terkhusus Yogyakarta. 179 Lembaga Indonesia Perancis atau disingkat LIP didirikan pada tahun 1975. 180 Purna Budaya merupakan kantung kesenian yang dibangun pada tahun 1977 dan diresmikan pada 1978 oleh Wakil Presiden R.I. Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan surat keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tahu 1978, didirikan pusat-pusat kebudayaan lainnya di beberapa provinsi di Indonesia dengan nama Taman Budaya. 181 Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta. 182 Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, 24 Agustus 2016, di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
cantik tanpa tersentuh pengkikisan. Pada tahun 1982 panggung dalam gedung Senisono roboh.183 Pembiayaan gedung Art Gallery Senisono sempat menjadi masalah, dikarenakan tidak teralokasikannya dana anggaran untuk merawat bangunan heritage tersebut. Pembiayaan terkait kegiatan yang berlangsung di sana hanya sebatas penggratisan dana Air dan Listrik. Hingga Senisono dalam wacana akan diperbolehkan untuk menjadi gedung acara pernikahan. Namun hal tersebut segera disanggah oleh Suliantoro Sulaiman, pengurus harian Art Gallery Senisono. "Ya tetap pak wali kota yang membayar. Kita tidak mempunyai SK apa-apa dari wali kota. Malah waktu kita melapor itu, pak wali kota mengatakan pokokn ya mau di sewakan jadi gedung pernikahan ya boleh-boleh saja wong kami tidak akan membayari gitu lho. Tidak akan mengeluarkan biaya tetap untuk senisono. Jadi kalo bisa disewakan kan bisa untuk menjalankan gitu. Tapi kami membalasnya kami tidak akan menyewakan gedung itu untuk pernikahan. Ha lucu to itu? Ya seperti kalau sekarang grahasaba pramana untuk nikahan kan sebetulnya yo lucu to? Wong itu universitas e. Nah ini gallery. Gallery seni murni lagi. Wong untuk pameran di situ harus diperbincangkan dulu. Misalnya orang mendaftar pameran itu dewan kuratornya pameran saya undang."184
Meski dengan keadaan seperti itu, Senisono tetap dipergunakan untuk acara-acara kesenian. Seperti Konser Besar SMM yang akan di pentaskan pada 12 Februari 1984185, pentas Wayang Orang Wiromo Budoyo pada hari Sabtu 4 Februari 1984186. Pada 1 Juli 1986 diresmikanlah panggung terbuka Senisono.187 Panggung Kesenian Terbuka diresmikan pemakaiannya Minggu malam oleh Walikodya Yogyakarta, letkol Djatmikanto, peresmian berlangsung tepat saat
183
Arsip Istana Kepresidenan Yogyakarta. Wawancara dengan Suliantoro Sulaiman, 19 Februari 2016, di Yogyakarta. 185 Kedaulatan Rakyat, 3 Februari 1984 186 Kedaulatan Rakyat, 4 Februari 1984 187 Kedaulatan Rakyat, 1 Juli 1986 184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
mengenang Yogya Kembali. Walikodya pun menyatakan terima kasih atas sumbangan panggung yang cantik itu, dan harapan semoga dapat memenuhi keinginan kita semua. Pendopo berukuran 9m x 4m di Taman Senisono Jalan A Yani I adalah hadiah dari Yayasan Bentara Rakyat Jakarta yang dirancang oleh Y.B. Mangunwijaya. Roestam Affandi mewakili pihak Kompas dan Gramedia mengatakan pendirian panggung tersebut merupakan tanggung jawab sosial kepada para pembaca dan masyarakat, untuk membantu seniman dan perajin yang masih membutuhkan bantuan.188
1. Awal Konflik Persoalan Senisono Menurut arsip pengembangan istana kepresidenan, wacana mengenai penataan ulang Senisono telah muncul sejak 1989. Gedung Senisono direncanakan akan di pugar. Desas-desus mengenai pembongkaran Senisono mulai mencuat ke media massa di awal tahun 1991. Berita mengejutkan muncul di koran harian Yogya Post, "Mulai 1 Maret Senisono Dibongkar". Diberitakan bahwa menurut rencana mulai 1 Maret gedung kesenian tersebut akan dibongkar. Pembongkaran tersebut dalam rangka perluasan taman Istana Kepresidenan Gedung Agung (GA). Diberitakan juga bahwa perintah tersebut berasal dari dari pusat (Jakarta) dan akan ditangani juga oleh tim dari Jakarta. Sumber yang bisa dipercaya dan tak disebut identitasnya tersebut, juga mengatakan tim yang akan menangani juga sudah berada di Yogya sekarang ini. Di lain pihak Suliantoro
188
Kedaulatan Rakyat, 1 Juli 1986
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Sulaiman selaku ketua Yayasan Senisono mengatakan tidak mengetahui bahwa senisono akan dibongkar 1 Maret. Art Gallery Senisono sendiri pada tanggal 28 februari 1991 masih digunakan untuk acara kesenian. meskipun dirinya mengaku pernah diundang rapat perihal tersebut. Suliantoro sendiri tetap berusaha mempertahankan Senisono agar tetap berdiri megah ditempat strategis tersebut.189 Pihak pemerintah sendiri tampak semakin memperjelas rencananya seperti yang dilaporkan pada wartawan. "Dalam suatu sidang pleno DPRD DIY beberapa bulan lalu; masalah ini pernah mencuat. Malahan dari sidang ini tercetus, DPRD DIY memberikan lampu hijau. Dengan catatan, gedung tersebut harus dicarikan penggantinya, yakni di kompleks societeit dekat Beringharjo. Rencananya di kompleks itu akan dibuat gedung kesenian yang sangat representatif, sehingga mampu menampung segala aktivitas seni".190
Societeit Militair (TBY sekarang) pun mulai dilirik guna menjadi pengganti Senisono.191 Kondisi senisono Militair sendiri masih belum bisa gunakan untuk acara kesenian, karena masih belum tertata dan kotor. Hal tersebut disebabkan selain gedung Societeit Militair digunakan untuk gudang penyimpanan bahan pangan pasar Beringharjo dan rumah tinggal sejumlah anggota ABRI, juga dipergunakan untuk berjualan para pedangan masih seputaran aktivitas pasar Induk Beringharjo.192 Letak Societeit yang bersebelahan dengan pasar Beringharjo membuat area sekitaran Societeit juga turut digunakan untuk berjualan, sehingga terkesan kumuh. Konflik antara seniman yang berusaha mempertahankan Senisono muncul terang-terangan ketika mengetahui langsung bahwa Senisono akan dibongkar 189
Yogya Post,"Mulai 1 Maret Senisono Dibongkar" 27 Februari 1991 Yogya Post,"Mulai 1 Maret Senisono Dibongkar" Rabu 27 Februari 1991 191 Bernas, " Sositet Militer Pengganti Senisono" Rabu 13 Maret 1991 192 Bernas, " Sositet Militer Pengganti Senisono" Rabu 13 Maret 1991 190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
total.193 Pada 25 Maret 1991, dalam dialog antara Dirjen Cipta Karya dengan Linus Suryadi AG (anggota DKY) dan Suliantoro Sulaiman (pengelola Art Gallerie Senisono) muncul perbedaan pendapat yang menegaskan bahwa sesuai dengan rencana global, Art Gallery Senisono akan dibongkar total, bahkan dipastikan pembongkaran dilakukan mulai di tahun tersebut. Bekas gedung Senisono akan dijadikan taman kota yang merupakan bagian dari taman Gedung Agung dan secara lebih global lagi akan merupakan bagian dari kawasan kebudayaan itu. Perombakan akan sampai pada gedung Antara dan PWI. Akan tetapi, gedung tersebut tidak dibongkar total hanya dipugar sehingga bisa menjadi bagian Gedung Agung. "Pembongkaran Senisono merupakan langkah awal untuk mewujudkan kawasan tersebut," kata Dirjen. Societeit Militair lagi-lagi sebut akan menjadi pengganti Senisono, namun pemindahaan segala aktivitas dilaksanakaan ketika gedung Societeit Militair telah dipugar. Ibu Suliantoro terus terang mengatakan keberatannya kepada Dirjen," Kami mohon agar Bapak Dirjen meninjau kembali rencana itu dan mendengarkan suara seniman Yogya... Kami kebetulan menyimpan rekaman suara para seniman Yogya yang keberatan atas rencana dibongkarnya Senisono. Berilah kesempatan bagi seniman Yogya untuk memiliki bagian dari Malioboro, walau hanya Senisono". Dirjen Cipta Karya sendiri tidak bisa berbuat lain, karena selain perintah membongkar Senisono sudah ada, dana anggaran pun sudah turun. Senisono tetap akan dibongkar untuk sesuatu yang kebih besar, yakni kawasan kebuadyaan yang merupakan bagian dari rencana penataan kawasan Malioboro. Rombongan DKY kemudian mengunjungi 193
Yogya Post, "Terjadi Ketegangan di Jakarta Menyangkut Nasib Senisono" Selasa 26 Maret 1991
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
DKI, DKJ dan menemui Dirjen Kebudayaan untuk menyampaikan masalah yang sama. Rombongan DKY antara lain diikuti Assekwilda II Pemda DIY drs Pramono Hari, para pengurus DKY, anggota komisi E DPRD DIY dan sejumlah wartawan.194
2. Aksi Cinta Kasih Untuk Senisono Seniman dan Budayawan Yogyakarta mulai angkat bicara mengenai permasalahan Senisono. Ketua Dewan Kesenian Yogyakarta Fred Wibowo, YB Mangunwijaya dan Dick Hartoko sangat menyayangkan keputusan yang merugikan
banyak
pi ha k
baik
pemerintah,
seniman,
masyarakat
dan
kebudayaan.195 Menurut Romo Mangun, pemusnahan Senisono tidak dapat dibenarkan secara apapun, sebab pada dasarnya merugikan semua pihak baik pemerintah, seniman, masyarakat dan kebudayaan Yogya itu sendiri. Terlebih dari sudut pandang arsitektural dan periwisata yang sedang digalakkan sejak tahun 1990, Senisono merupakan asset penting baik sebagai karya arsitektur, menumen bersejarah maupun sebagai wadah berbagai macam karya seni. Menurut sumber terpercaya dan tidak mau disebutkan namanya, keputusan penghancuran Senisono adalah penafsiran yang salah dari keinginan Presiden Soeharto. Disebutkan bahwa ketika Suharto bekunjung dan menginap di Gedung Agung, beliau melihat Gedung Senisono dan berkomentar kondisi atap Senisono yang rudak dan 194
Yogya Post, "Terjadi Ketegangan di Jakarta Menyangkut Nasib Senisono" Selasa 26 Maret 1991 195 Bernas, "Soal Pembongkaran Senisono Seniman-Budayawan Angkat Bicara" 5 April 1991
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
terkesan tidak terawat. Menurut Dick Hartoko, pemimpin redaktsi majalah Kebudayaan Basis, Senisono memiliki nilai historis yang tidak bisa ditransfer begitu saja ke tempat lain, sehingga tukar guling Senisono dengan Sositet Militer tidak menyelesaikan permasalahan. Dalam konteks historis Romo Mangun menambahkan sentilan, "Sebenarnya yang menjadi sasaran (bom sekutu ketika agresi militer belanda I) adalah BNI-46, yang ketika itu merupakan pos siaran Radio Republik. Untung hanya bagian depan Senisono saja, yang terkena bom. Setelah selamat dari bom Sekutu, ternyata kini Senisono "dibom" Ditjen Cipta Karya PU".196
Bagi
seniman
Fred
Wibowo,
Senisono
memiliki
arti
politis.
Keberadaannya yang terletak di tengah kota sangat strategis, merupakan bentuk penghargaan tertinggi kepada kesenian dan seniman. "Jika lokasi ini digusur, sama halnya memninggirkan kesenian. Ini merupakan penghinaan bagi seniman dan kesenian" kata Fred. Menanggapi issue pembongkaran Senisono atas dasar pembangunan taman yang jangka panjangnya merupakan kawsan kebudayaan ataupun keamanan karena letaknya bersebelahan dengan Gedung Agung, Fred menambahkan, "Umpamakan alasan ini dasar pemikirannya, yang paling tepat adalah memindahkan Gedung Agung ke tempat yang lebih luas dan aman serta lebih indah... Toh taman itu nantinya akan dipagari. Masyarakat tetap tak bisa menikmati". Konflik atas Senisono semakin berlarut tidak hanya antara pihak seniman maupun pegiat seni dengan pemerintah, namun masyarakat awam pun mulai turun melibatkan diri mempertahankan keberadaan Senisono. Pembongkaran Senisono
196
Bernas, "Soal Pembongkaran Senisono Seniman-Budayawan Angkat Bicara" 5 April 1991
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
sendiri dikarena faktor keamanan dengan letaknya yang bersebelahan dengan Istana Kepresidenan sehingga harus dijauhkan dari Istana Kepresidenan, dan faktor kondisi bangunan yang dianggap sudah tidak layak berdiri lagi. Kemudian bermunculan aksi-aksi solidaritas atau mereka menyebutnya Aksi Cinta Kasih. Para seniman yang merasa telah dibesarkan oleh Senisono memberikan uluran tangan berupa apa pun dengan kemampuan mereka. Suminto A. Sayuti197 dalam Senisono dan Dinding-dinding Kota Yogya di koran harian Bernas, "Di Senisono sejak berpuluh tegar-sapa budaya berangsung, kreativitas kesenian diasah, puisi-puisi mekar, teater dipentaskan dan didiskusikan, musik mengalun, lukisan terpajang, tawar-menawar nilau berlangsung. Siapa pun dia dan di mana pun berada, yang memiliki rasa budaya dan mengenal Yogya, pasti tahu pula; abc-nya Senisono".198
Persoalan mengenai pembongkaran Senisono mengorek kembali romantisme masa lalu yang telah terjadi di gedung tersebut. Baginya Senisono sangat berarti bagi kehidupan kesenian di Yogyakarta, selain juga gedung tersebut menjadi saksi bisu sejarah sejak jaman Kolonial. Dalam tulisannya Suminto membahas Senisono melalui syair puisi Linus Suryadi AG dan Emha Ainun Najib. Pada tanggal 10 april 1991 berlangsung aksi cinta kasih oleh sejumlah besar mahasiswa dan pecinta seni dengan melakukan segala aktivitas kesenian yang biasanya berlangsung di ISI kini berpindah tempat di gedung Senisono maupun di halaman Senisono, mulai dari seni patung, melukis dengan membuat sket, teater hingga olah vokal. Tidak hanya dari seniman, kelompok atas nama
197
Seorang penyair terkenal yang sejak tahun 1970 -an merasa diasuh atau dibesarkan namanya juga oleh Senisono. 198 Bernas, "Senisono dan Dinding-dinding Kota Yogya" Sabtu 6 April 1991
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
mahasiswa arsitektur juga menggelar pameran panjang di Gedung Senisono199. Aksi Cinta Kasih tersebut berlanjut dengan mendirikan kemah di Senisono. Ratusan seniman muda Yogyakarta berkumpul dan melangsungkan acara yang mereka sebut "Kemah Gerakan Kebudayaan Dewan Seniman Muda Indonesia".200 Dewan Seniman Muda Indonesia (DSMI) sendiri berdiri 2 April 1991 tak lama setelah mencuat persoalan Senisono ke media masa. DSMI lahir sebagai bentuk dari keprihatinan atas rencana pembongkaran Senisono. DSMI Yogyakarta melakukan unjuk kasih dengan diwarnai pementasan musik, lawak dan berbagai atraksi kesenian lainnya.201 Aksi cinta kasih tersebut direncanakan berlangsung selama lima hari. Aksi kemah tersebut dilakukan sebagai lambang kedekatan para seniman dengan Senisono.202 Dalam acara tersebut para seniman spontan turut menyertakan Pak Marto untuk tampil berbicara. Juru kunci Senisono yang sehariharinya bertugas menjaga Senisono sejak tahun 1952 tersebut dengan polos mengatakan harapannya agar rencana pembongkaran tidak jadi dilaksanakan. "lha wong setiap hari tu ada saja persoalan. Ada lagi sing bikin nanti malem mau ada gini, besok malam ada gini. waduh duh! makin lama makin tegang itu to... Wong aku yo geli ono ibu ki teko nggowo nganu nuknuk makanan tu lho (Aku juga geli ada ibu itu datang membawa makanan itu lho). anak saya tu ga pulang-pulang katanya ikut demo di Senisono, jadi saya ya ke sini. trus saya pikir... iki hari ini berapa yang demo ? kalo kekuatan kita 300 mungkin bu. Waduh nek ngono aku tak melu-melu (Waduh kalau gitu aku ya ikutan). Pesen gudheg 300 nuk coba. Itu ya orang yo dengan segala senang hati nuk e itu yo dikei ndog segala macem dinggo wong demonan Senisono (orang dengan senang hati menambahkan telur dan segala
199
1991
200
Bernas, "Di Senisono Pagi Ini Berlangsung Aksi Cinta Kasih" Rabu 10 April
Suara Merdeka, "Memprotes Pembongkaran Senisono" Kamis 11 April 1991 Kedaulatan Rakyat, "Unjuk Kasih" Kamis 11 April 1991 202 Suara Merdeka, "Memprotes Pembongkaran Senisono" Kamis 11 April 1991 201
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
macam dalam gudeg untuk orang-orang yang tengah berdemo di Senisono). Iya."203
Aksi cinta kasih yang dilakukan sekelompok seniman dan pecinta seni atas nama DSMI tersebut pada akhirnya berlangsung hingga satu bulan lebih.204 Berbagai acara diselenggarakan para seniman, budayawan maupun pecinta seni untuk mempertahankan Senisono. Salah satunya happening art persembahan dari Liga Senirupawan Muda Yogyakarta (LMSY) turut mewarnai Kemah Kebudayaan tersebut.205 Pertunjukan berlangsung sebagai berikut: seusai magrib mereka berjalan dari gedung DPRD DIY menyusuri jalan Malioboro menuju gedung Senisono. Pada paling depan empat orang pembawa setanggi yang diapit dua embawa obor. Dibelakangnya pembawa batu nisan yang bertulis Senisono, diikuti "keranda mayat" yang ditutup kain putih. Beberapa pelayat mengenakan topeng berjalan di belakang keranda, diikuti puluhan pelayat yang sebagian besar seniman berambut gondrong. Ketika iring-ringan menembus kebisingan lalu lintas itu tiba di Gedung Agung, lagu kematian mengalun panjang dari tiupan terompet.206 Plaza di depan gedung Senisono yang bertatapan langsung dengan Monumen 1 Maret di jantung Kota Yogyakarta tersebut, seketika disulap menjadi kompleks pemakaman. Ada nisan Pegangsaan Timur 65 Jakarta, Rumah Sakit Simpang, Gedung Harmoni, dan Senisono. Nisan-nisan tersebut merupakan simbol dari gedung-gedung bersejarah yang kemudian dibongkar. Upacara pemakaman didahului penyerahan ”SK Kematian Senisono" oleh kelompok bertopeng yang melambangkan pejabat. Ketika upacara selesai, kelompok 203
Wawancara dengan Suliantoro Sulaiman, 19 Februari 2016, di Yogyakarta. Tempo, "Setumpuk Batu Senisono" 20 April 1991 205 Tempo, "Keranda Mayat di Senisono", 11 Mei 1991 206 Tempo, "Keranda Mayat di Senisono", 11 Mei 1991 204
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
bertopeng tersebut meninggalkan makam diiringi jerit tangis kelompok seniman. Tiba-tiba keranda Senisono berguncang hebat, menyibak kain putih penutupnya. Dari dalam keranda bangun sesosok tubuh yang membisu, dan membagi-bagikan kertas kuning berisi bait-bait puisi, yang antara lain berisi, "Aku belum mati! Dan tidak mau mati! Aku memang sakit, ya aku sakit. Tapi atas hak apa mereka mau membunuhku?"207 Serangkaian demonstrasi yang dibungkus dengan tema Aksi Cinta Kasih terhadap Senisono merupakan bagian dari ruang representasi. 3. Negosiasi Persoalan Senisono Setelah berbagai aksi protes mengenai rencana pembongkaran gedung kesenian Senisono pemerintah akhirnya melalukan mediasi. Dua puluh tiga tokoh terkait persoalan Senisono diundang ke Jakarta untuk membahas penanganan kawasan Senisono dalam rangka peremajaan kawasan Malioboro.208 Pihak-pihak yang menyatakan kesanggupan hadir antara lain, Wali kota Djatmikanto, Rektor ISI yang diwakili Purek II Sudarso SP, Ketua Dewan Kesenian Yogyakarta (DKY) Ki Nayono, Ketua Himpunan Seni Rupa Indonesia (HSRI) Amri Yahya, Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Azwar AN, Pengurus Yayasan Senisono Dra. Ir. Larasati Suliantoro, Ketua Komite Seni Rupa Indonesia Tulus Warsito, Bagong Kussudiardjo dan Karkono Kamajaya. Terdapat juga perwakilan dari DSMI yakni Pambudi Sulistyo, Eliya Kristanto, Hari Mulyono, Whani Darmawan dan Brotoseno. Budayawan Emha Ainun Najib sendiri belum memberikan kepastian akan hadir di Jakarta. Pihak seniman yang diundang ke 207 208
Mei 1991
Tempo, "Keranda Mayat di Senisono", 11 Mei 1991 Yogya Post, "23 Tokoh Yogya Diundang ke Jakarta, Soal Senisono" Rabu 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Jakarta yang selama ini memprotes rencana pembongkaran Senisono tetap akan mempertahakan prinsip mereka yakni eksistensi gedung kesenian Senisono dalam foum tersebut. Sedangkan dari pihak Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Yogyakarta telah menyiapkan Plan B dengan membawa proposal rencana renovasi Senisono lengkap disertai dengan gambar alternatif berntuk rancangan renovasi yang akan dipresentasikan di forum. Dari pihak IAI Ahmadi selaku ketua IAI Yogyakarta beserta 9 staf dan dibantu tim mahasiswa Arsitektur UGM sudah matang dengan rencana renovasi. Di hari yang sama experimental arts yang berjudul Luka Nurani Peradaban rencananya akan dilaksanakan pada 14 Mei 1991 pukul 5.30 WIB di 10 lokasi mewakili penjuru kota Yogyakarta oleh 50 orang anggota DSMI batal karena sesuatu pertimbangan. Alasannya secara terperinci sendiri tidak diketahui. Sehari setelah pertemuan di Jakarta tersebut muncul pemberitaan di korankoran bahwa Senisono dipastikan akan dibongkar.209 Seniman Yogyakarta mengaku sangat kecewa dengan keputusan yang diutarakan seusai pertemuan tersebut. Terlebih ketika rapat ditutup oleh Dirjen Cipta Karya beliau juga menyatakan bahwa pertemuan hanya untuk mencari masukan. Menjelang rapat ditutup wakil ketua yayasan Senisono Suliantoro Sulaiman angkat tangan dan menyampaikan keluhnya, "Bagaimana kalau masyarakat Yogya menanyakan hla ini kepda kami. soalnya, setiap setiap kali telepon rumah berdering terus membuat saya stress... karena seperti dikatakan Ketua Bappeda, Pak Bondan, hari ini pun Senisono bisa dibongkar, Kita tidak ingin ada berita lewat telepon, Senisono dibongkar. Seperti beberapa waktu lalu, begitu terima telepon Senisono mau dibongkar, kita ke Senisono. Ternyata gedung tidak dibongkar, hanya "mesin giling" yang lewat mau mengeraskan jalan saja".210 209
Yogya Post, "Senisono Dipastikan Dibongkar" Kamis 16 Mei 1991 Bernas," Pertemuan tentang Senisono Seniman Yogyakarta Kecewa dan Menolak" Kamis 16 Mei 1991 210
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Keputusan akan persoalan Senisono ternyata tetap sama, akan dilakukan pembongkaran, meskipun para rombongan dari Yogyakarta telah berusaha melakukan sumbang saran dan protes usai pertemuan tersebut. Para seniman kecewa kedatangan mereka ternyata tidak mengubah keputusan, "Kalau memang tak ada keputusannya, ya percuma saja datang di Jakarta ini dengan harapan bakal ada kepastian dibongkar atau tidaknya Senisono. Ternyata hanya mencari masukan, jelas kita kecewa" ujar Budayawan Karnoko. Negosiasi antara seniman dan pihak negara merupakan bagian dari representasi ruang dengan adanya proses dialektika tersebut. Di tahun yang sama jajaran Departemen Penerangan yang berkantor di Jalan KH. Ahmad Dahlan No. 2-4 berikut Senisono telah mengosongkan gedung.211 Berdasarkan Keppres No. 16 Tahun 1994, penyerahan hak pakai atas tanah gedung Kanwil Departemen Penerangan Propinsi D.I. Yogyakarta beserta jajarannya termasuk Gedung Senisono kepada Sekertariat Negara c. q. Rumah Tangga Kepresidenan. Gedung Senisono diputuskan tidak dibongkar atau dirobohkan, akan tetapi mendapatkan renovasi atau pemugaran dan menjadi satu dengan kompleks Istana Kepresidenan atau Gedung Agung. Gedung Senisono, Gedung PWI dan Gedung Perfebe kemudian dikenal dengan sebutan kompleks Senisono. Pada 26 Juli 1998, Presiden BJ Habibie meresmikan purna pugar gedung serba guna atau gedung Senisono yang telah dipugar di kompleks Istana Negara
211
Sumber Surat Menteri Penerangan Republik Indonesia No. 47/SM/K/VII/R/1995, dari arsip Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Gedung Agung, Yogyakarta.212 Pasca pemugaran Senisono menjadi Auditorum yang dipergunakan sebagai tempat pertunjukan kesenian terpilih yang berkaitan dengan acara kenegaraan. Fungsi keruangan gedung Senisono kemudian berubah menjadi gedung pementasan seni untuk acara-acara kesenian negara yang bersifat tertutup bagi kalangan pejabat negara atau tamu kenegaraan.213 Pada Tahun 2004 Senisono berubah fungsi lagi menjadi ruang rapat.214 Negara menjadi bagian ruang representasi yang ditandai dengan diambil alihnya Senisono oleh pemerintah. Konflik penutupan Senisono antara pihak seniman dan pemerintah pada akhirnya menemui titik tengah dengan ditutupnya Senisono sebagai wadah kesenian dan dilakukannya pemugaran pasca dijadikan satu dengan Gedung Agung. Wadah kesenian kemudian dialokasikan dan dipusatkan ke kompleks TBY dan juga dilengkapi berbagai fasilitas yang lebih menunjang. Akan tetapi penutupan Senisono menjadi milik Gedung Agung tidak menjawab persoalan sebagai bangunan bersejarah dan monumen kesenian yang layak dikonsumsi publik secara bebas. Kebijakan tersebut, membuat Senisono teraleniasi dari masyarakat. Menjadikannya sebagai ruang museum bagi karya koleksi Istana Kepresidenan, justru membuatnya menjadi gudang benda antik. Tanpa memberikan kesempatan pada publik untuk mengenal sebuah monumen kesejarahan dunia kesenian modern yang ada di kota Budaya. Sedikit ironi, kota budaya yang terkenal bahkan 212
Bernas, "Presiden Janji membantu", Minggu 26 Juli 1998 Wawancara dengan Sunu Sudibyo, Jumat 9 September 2016 di Yogyakarta 214 Wawancara dengan Sunu Sudibyo, Jumat 9 September 2016 di Yogyakarta 213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
di dunia internasional, namun masyarakat lokal mulai dari generasi 1990 -an sudah asing akan alkisah Senisono yang menyumbang banyak baik pada jaman revolusi hingga pembentukan kebudayan Indonesia modern. Fungsi ruang Senisono pada akhirnya menjadi steril. Situasi sosial politik pasca Malari, membuat ketegangan antara Soeharto, aktivis dan segala yang dicurigai memiliki arah mengkritisi Orde Baru. Rezim ini mulai jeli dan lebih rapat lagi melemahkan segala aktivitas yang berpotensi menimbulkan kritikan pada pemerintahan Soeharto. Senisono dan sekitarnya, berikut Malioboro yang pada beberapa dekade sebelumnya begitu gegap gempita dengan Universitas Malioboro-nya mulai surut perlahan. Mati pada akhirnya terenggut oleh kuasa negara yang faham dengan kebutuhan warga kota. Ruang publik kawasan Malioboro terkooptasi oleh para pedagang.215 Ruang Senisono dan aktivitas diskusi Malioboro terenggut oleh rezim dengan teralokasinya kegiatan kesenian ke kawasan baru yakni Taman Budaya Yogyakarta.
215
beliau.
Wawancara dengan Suwarno Wisetrotomo, Minggu 6 Maret 2016, dikediaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN
Skripsi ini pada dasarnya ingin merekam historiografi sebuah gedung kesenian di Yogyakarta pada tahun 1945-1991. Dengan meminjam teori Produksi Ruang untuk membaca perubahan fungsi keruangan Gedung Senisono di setiap zaman. Ruang urban di sini difahami lebih dari sebuah unsur fisik sebuah bangunan saja, melainkan sebuah unsur sosial yang difahami sebagai sesuatu yang diorganisasikan secara spasial. Menurut Lefebvre, ruang adalah seusuatu kongkrit yang teralineasi menjadi sesuatu yang abstrak, sehingga ruang adalah produk sosial.216 Ruang yang pada awalnya dibentuk oleh seperangkat proses dinamis yang terkait dengan persoalan dominasi kekuasaan dan simbolis, kemudian mengalami perubahan. Dominasi kekuasaan mendikte ruang dan aktivitas sosial yang terjadi. Negara dalam studi kasus ini memegang hak politis dan teritori spasial yang absolut di muka bumi, sehingga negara pada akhirnya memiliki suara paling dominan dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan maupun fungsi ruang. Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada bab I Pendahuluan, maka dapat diperoleh jawaban penting atas pertanyaan: 1.Pada masa awal Republik Indonesia, Gedung Senisono mengalami dua kali perubahan fungsi dan nama. Sultan memiliki peranan utama dalam perubahan gedung tersebut. Sultan merupakan bagian dari ruang representasi, 216
Ibid., hlm. 26.
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
karena perubahan yang terjadi pada gedung tersebut merupakan visi dari Sultan Hamengku Buwana IX. Visi tersebut, kemudian merubah fungsi gedung dari wadah kebudayaan Hindia Belanda menjadi wadah pergerakan nasional Indonesia. Pada masa awal Republik Indonesia hingga pada tahun 1949 gedung tersebut dikenal dengan nama Balai Mataram dengan mengemban fungsi sebagai tempat usaha pergerakan nasional. Pada periode ini Balai Mataram tampak menjadi tempat para nasionalis berkumpul dan rapat, menjadi wadah menuangkan ide-ide revolusi. Jiwa jaman pada masa itu begitu kental dengan semangat revolusi, tampak dalam karya-karya maupun pemberitaan dalam surat kabar periode tersebut. Segala pemberitaan dan produksi seni budaya diarahkan membakar semangat seluruh rakyat Indonesia menuju revolusi kemerdekaan. Balai Mataram bahkan menjadi simbol kebebasan. Tahun 1949 berubah nama menjadi Senisono dan berfungsi sebagai Gedung Bioskop sekaligus gedung serbaguna kesenian kelompok seni rupa SIM. Peralihan kekuasaan pun membuat lebih terorientasi lebih pada kebutuhan masa itu. Hingga pada masa ini tanpa perubahan yang signifikan terhadap arsitektural bangunan, gedung tersebut telah mengalami tiga kali pergantian nama berikut fungsi pada konsep awalnya. Pada awal pendirian, gedung tersebut berfungsi menjadi gedung societeit beralih menjadi Balai Mataram dengan fungsi ruang rapat pada masa revolusi kemerdekaan R.I. dan setelah pemerintahan R. I. stabil menjadi bioskop dan sanggar seni SIM. 2. Pada tahun 1960 - 1980 Gedung Senisono berfungsi sebagai Art Space atau wadah kesenian masyarakat Yogyakarta. Pada tahun 1967 atas kewenangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
dari Wali kota DIY Gedung Senisono berubah menjadi Art Gallery Senisono. Pada perjalanannya gedung tersebut mengemban fungsi tidak hanya sebagai ruang pameran tetapi juga menjadi Art Space atau ruang berkesenian yang menjadi wadah bermacam kegiatan seni dan budaya sekaligus menjadi ruang publik kota. Letaknya yang berada di pusat kota dan peraturan yang longgar membuat Senisono juga menjadi ruang publik. 3.Pada awal tahun 1990-an Senisono setelah melalui konflik antara seniman, masyarakat dan pemerintah akhirnya Senisono ditutup untuk publik dan menjadi satu dengan istana kepresidenan. Fungsi keruangan Senisono menjadi ruang rapat terkhusus staff istana maupun pejabat dan steril dari kegiatan publik. Negara penguasa tertinggi pada akhirnya menjadi penentu paling dominan. Situasi sosial politik pasca Malari, membuat ketegangan antara Soeharto, aktivis dan segala kegiatan dicurigai memiliki arah menjatuhkan Orde Baru. Meski pada awalnya Senisono di-issue-kan akan dibangun ulang dengan menjadi taman kota, pada akhirnya diugar dan menjadi ruang rapat. Senisono dan sekitarnya, berikut Malioboro yang pada beberapa dekade sebelumnya begitu gegap gempita dengan Universitas Malioboro-nya mulai surut perlahan. Pada akhirnya mati terenggut oleh kuasa negara. Kawasan Malioboro terkooptasi oleh para pedagang. Senisono yang dianggap telah menjadi sebuah monumen bersejarah bagi kesenian modern di Yogyakarta pun terenggut oleh rezim dengan teralokasinya kegiatan kesenian ke kawasan baru yakni Taman Budaya Yogyakarta. Senisono pada tahun 1990-an ini menempati tahapan representational space dengan sifat lived.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Abdurrachman Surjomihardjo, 2000, Kota Yogyakarta 1880-1930 Sejarah Perkembangan Sosial, Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia. Ajib Rosidi, 1979, Pelukis Affandi Biografi untuk Anak-anak, Jakarta: Pustaka Jaya. Ajib Rosidi, 1982, Pelukis S. Sujojono Biografi untuk Anak-anak, Jakarta: Pustaka Jaya. Ardyan M. Erlangga (ed.), 2011, Ruang Kota, Yogyakarta: Ekspresi Buku. Arwan Tuti Artha, 2000, Yogyakarta Tempo Doeloe Sepanjang Catatan Pariwisata,
Bigraf: Yogyakarta.
Asti Kleinsteuber, 2010, Istana-istana Kepresidenan di Indonesia State Palaces In
Indonesia, Jakarta: Genta Kreasi Pustaka.
Booker, M. Keith (ed.), 2011, The Encyclopedia of Literary and Cultural Theory: Cultural Theory Volume III, United Kingdom: Blackwell. Budi Susanto S.J., (ed.), 2005, Penghibur(an) Masa Lalu dan Budaya Hidup Masa Kini Indonesia, Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino. Colombijn, Freek (ed.), 2015, Car, Conduits, and Kampongs The Modernization of
the Indonesian City, 1920-1960, Leiden: Brill.
Dick Hartoko, 1992, Dari Maliho O Borok sampai Seni Sono Pilihan Tandatanda Zaman, Jakarta: PT. Gramedia.
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Djoko Soekiman, 2011, Kebudayaan Indis dari Zaman Kompeni sampai Revolusi, Yogyakarta: Komunitas Bambu. Djoko Soekirman, 1986, Sejarah Kota Yogyakarta, Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan nilai Tradisional Proyek
Inventaris
dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Dwi Klik Santosa (ed.), 2011, Mastodon dan Burung Kondor, Yogyakarta: Burung
Merak Press.
Dwi Ratna Nurhajarini (ed.), 2012, Yogyakarta dari Hutan Beringin ke Ibukota Daerah Istimewa Yogyakart,Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Edi Sedyawati (ed.), 2009, Sejarah Kebudayaan Seni Pertunjukan dan Seni Media,
Jakarta: Rajawali Press.
Firdaus M. Yunus, 2004, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial - Paulo Freire & Y.B.
Mangunwijaya, Yogyakarta: Logung Pustaka.
Garda Maeswara, 2010, Sejarah Revolusi Indonesia 1945-1950 Perjuangan Bersenjata & Diplomasi untuk Mempertahankan Kemerdekaan, Jakarta: Narasi. Houben, Vincent J.H., 2002, Keraton dan Kompeni Surakarta dan Yogyakarta, 1830- 1970, Yogyakarta: Bentang Budaya. Jim Supangkat (ed.), 1979, Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, Jakarta: Gramedia. Kusnadi (ed.), 1979, Sejarah Seni Rupa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Kurasawa, Aiko, 2015, Kuasa Jepang di Jawa, Perubahan Sosial di Pedesaan 1942- 1945, Jakarta: Komunitas Bambu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Lefebvre, Henri, 1984, The Production of Space, USA: Blackwell Publishing. Lombard, Denys, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu Bagian
I: Batas-Batas Pembaratan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. , 1937, Gedenkboek Societeit de Vereeniging Djokjakarta 1822 -
1937, Djokjakarta : Kolff-Buning. Pramoedya Ananta Toer, 1999, Kronik Revolusi Indonesia Jilid II (1946), Jakarta: KPG. Pramoedya Ananta Toer, 1999, Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948), Jakarta:
KPG.
Ricklefs, M.C., 2008, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi. Selo Soemardjan, 1962, Social Changes in Jogjakarta, New York: Cornell University
Press.
Sutrisno Kutoyo (ed.), 1977, Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Proyek.
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat, Direktorat
Sejarah dan
Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Yudiaryani, 2015, WS Rendra dan teater Mini Kata, Yogyakarta: Galang Pustaka.
MAJALAH Sabana No. 6 terbitan Februari 2015. Retorik Vol. 1 terbitan Desember 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
ARSIP Arsip Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta Arsip Pusat Daerah Kota Yogyakarta
SURAT KABAR Bernas terbitan 13 Maret 1991. Bernas terbitan 5 April 1991. Bernas terbitan 6 April 1991. Bernas terbitan 10 April 1991. Bernas terbitan 26 Juli 1998. Kedaulatan Rakyat terbitan 5 November 1945. Kedaulatan Rakyat terbitan 10 November 1945. Kedaulatan Rakyat terbitan 13 November 1945 Kedaulatan Rakyat terbitan 15 November 1945. Kedaulatan Rakyat terbitan 16 November 1945 Kedaulatan Rakyat terbitan 22 November 1945 Kedaulatan Rakyat terbitan 4 Juni 1946. Kedaulatan Rakyat terbitan 7 Juni 1946. Kedaulatan Rakyat terbitan 8 Juni 1946. Kedaulatan Rakyat terbitan 17 Januari 1950.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Kedaulatan Rakyat terbitan 29 Januari 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 21 Februari 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 13 Maret 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 28 Juni 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 12 Juli 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 16 Agustus 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 17 Oktober 1950. Kedaulatan Rakyat terbitan 29 Januari 1971. Kedaulatan Rakyat terbitan 9 Januari 1980. Kedaulatan Rakyat terbitan 3 Februari 1984. Kedaulatan Rakyat terbitan 4 Februari 1984. Kedaulatan Rakyat terbitan 1 Juli 1986. Kedaulatan Rakyat terbitan 11 April 1991. Kompas terbitan 14 April 1991. Suara Merdeka terbitan 11 April 1991. Tempo terbitan 20 April 1991. Tempo terbitan 27 April 1991. Tempo terbitan 11 Mei 1991. Yogya Post terbitan 27 Februari 1991. Yogya Post terbitan 26 Maret 1991.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Yogya Post terbitan 15 Mei 1991. Yogya Post terbitan 16 Mei 1991.
INTERNET http://hannahwinkle.com/ccm/Lefebvre.htm http://www.tempo.co/read/kolom/2013/03/15/659/mengenang-umbu-dan-gerakan1970 htpps://iaaipusat.wordpress.com htpps://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/21/pemanfaatan-bangunan-indis-disekitar-nol-kilometer-yogyakarta http://www.vredeburg.web.id/web/koleksibelanda/378/Maket+Komplek+Senison o+dan+Balai+Mataram+Tempo+Dulu http://old.setkab.go.id/en/nusantara-12945-tinggalkan-bali-presiden-tinjaugedung-seni-sono.html http://www.gurusejarah.com/2013/03/profil-istana-gedung-agung-jogja.html http://www.republika.co.id http://archive.ivaa-online.org http://isi.ac.id/program/sarjana/seni-rupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sumber: Arsip Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 11
DAFTAR NARASUMBER No.
Nama
L/P
Tahun
Profesi
Alamat
Lahir 1
Butet Kartaredjasa
L
1961
Seniman, Art Yogyakarta Organizer
2
Emha Ainun Najib
L
1953
Budayawan
Yogyakarta
3
Fajar Suharno
L
1947
Sutradara
Yogyakarta
Teater 4
Fx. Harsono
L
1949
Pelukis
Jakarta
5
Greg Wuryanto
L
1972
Dosen
Yogyakarta
6
Halim HD
L
1951
Art
Solo
Networker 7
Imam Budhi Santosa
L
1948
Penyair
Yogyakarta
8
Larasati
Suliantoro P
1934
Budayawan
Yogyakarta Yogyakarta
Sulaiman 9
Nin Bakdi Soemanto
P
1946
Penerjemah
10
Nova Heni Susanti
P
1980
Staff
Istana Yogyakarta
Kepresidenan Yogyakarta 11
Pang Warman
L
1956
Seniman
12
Sugiarti
P
1961
Staff
Yogyakarta
Istana Yogyakarta
Kepresidenan Yogyakarta 13
Sunu Sudibyo
L
1961
Staff
Istana Yogyakarta
Kepresidenan Yogyakarta
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 12
Biografi Singkat Para Seniman
Affandi lahir di Cirebon, Jawa Barat, 1907. Mengenyam sekolah Hollandsch Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dan Algemeene Middelbare School (AMS). Sebelum memutuskan sebagai pelukis, tahun 1930-an, ia sempat bekerja sebagai petugas jaga karcis maupun juru gambar poster gedung bioskop, di Bandung. Lalu bergabung dalam Kelompok Lima Pelukis Bandung. Pameran tunggal pertamanya terjadi saat pendudukan Jepang, 1943, di Gedoeng Poetera Djakarta. Menjelang 1950, ia dapat beasiswa di sekolah seni rupa Santiniketan, India. Tapi karena dianggap tak perlu lagi belajar melukis, ia gunakan dananya buat keliling India sambil berpameran. Sepanjang hidupnya, ia telah hasilkan lebih 2000 lukisan. Diakui sebagai maestro, caranya melukis langsung dari tangan (tanpa kuas) bisa dianggap mengubah kemungkinan ekspresi diri lewat media cat minyak: ia melukis bagai penari yang tengah kesurupan. Ia wafat pada usia 83 tahun di Yogyakarta. Butet Kartaredjasa, lahir di Yogyakarta tahun 1961. Beliau merupakan anak dari pelukis Bagong Kussudihardja. Dikenal akrab dengan nama Butet, Beliau aktif dalam kegiatan kesenian dan kebudayaan seperti Teater, Filmografi, Pentas Monolog, juga menulis buku dan program kebudayaan dalam yayasan yang diketuainya, Yayasan Bagong Kussudihardja. Emha Ainun Najib, lahir di Jombang tahun 1953. Pernah belajar di pondok pesantren
Gontor
d an
juga
fakultas
Ekonomi
UGM.
Dalam
mengasah
keterampilannya bermain kata dalam syair dan puisi Emha aktif dalam Persada Studi Klub. Beberapa karyanya, "Lautan Jilbab" (1975), "Cahaya Maha Cahaya" (1991), 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
"Indonesia Bagian dari Desa Saya" (1992) dll. Emha juga aktif dalam kegiatan teater, dan mendakwah. Pada Maret 2011, Emha dianugerahi Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kini aktivitas seorang sastrawan dan budayawan sekaligus pendakwah kerap melakukan perjalanan keliling berbagai wilayah Indonesia dalam aktivitasnya berdakwah kepada masyarakat. Ebiet G. Adbe, lahir di Wanadadi, Banjarnegara tahun 1954. Melanjutkan sekolah menengah di Yogya, namun urung masuk ke Fakultas Ekonomi UGM, karena faktor biaya. Tiap malam keluturan di jalan Malioboro, akhirnya bergabung dengan penyair muda yang mengerumuni Umbu Landu Paranggi. Selanjutnya berkomplot dengan Emha Ainun Najib, mengolah musikalisasi puisi. Sikap romantik, peka pada alam dan kehidupan sekitar, menjiwai puisi-puisinya yang ditulis dan dilantunkan dengan petikan gitar. Sempat mendalami permainan gitar akustik dengan Koesbini --pencipta lagu "Padamu Negeri". Namun tampak pergaulan dalam komunitas (penyair muda) yang informal, serba otodidak, intuitif, lebih mempengaruhi karyanya sebagai balada yang memotret kehidupan Indonesia tahun 70-an. Fajar Suharno, lahir di Bantul, Yogyakarta tahun 1947. Masuk jurusan sastra UGM, 1967. Berkenalan dengan panggung sandiwara melalui kegiatan fakultas, yang diasuh Bakdi Sumanto. Kemudian bergabung dalam Bengkel Teater, pimpinan W.S Rendra, 1970. Untuk persiapan satu pementasan tahun 1973, ia turut berguru silat di PGB Bangau Putih, Bogor. Kegemarannya menulis sekaligus terhadap dunia pentas, bukan saja melahirkan naskah lakonnya yang berjudul "Dinasti Mataram", 1977. Bersama Tertib Suratmo dan Gajah Abiyoso, ia mendiri Teater Dinazti, dan menyutradarai naskah tersebut. Dari sana pula mengalir kemudian pementasan "Palagan Palagan"(1977,) "Jendral Mas Galak" (1978,) "Raden Gendrik Sapu Jagad" (1980,) "Sosok Diam Di Kandung Macan" (1984,) "Patung Kekasih" (1985). Di era 90-an hingga kini, ia kembali ke dusunnya, Dayu, Gadingsari, Sanden, Bantul. Sehari-hari mengolah kebun dan berlatih silat. Sesekali menjadi juri festival teater, mendapat 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
casting main film maupun drama panggung. Kerja besar yang belakangan menguras energinya, adalah pentas keliling "Tikungan Iblis" ( Yogya, Jakarta dan Surabaya, 2008); atas kerjasama Teater Dinasti dengan Emha Ainun Najib. FX Harsono lahir di Blitar, Jawa Timur, 1949. Studi di STSRI "ASRI", 1969. Ia merupakan salah seorang tokoh Gerakan Seni Rupa Baru, 1974. Karena mendobrak kemapanan arus utama wacana seni rupa kala itu, ia beserta beberapa rekan lainnya, terkena sangsi dikeluarkan dari perguruan tinggi tersebut. Sejak itu, namanya terpateri dalam sejarah seni rupa kontemporer Indonesia. Melanjutkan minat akademisnya di Institut Kesenian Jakarta, 1987. Selain mengajar, karyanya telah digelar di ajang pameran Asia, Australia, Eropa maupun Amerika. Halim HD, lahir di Serang, Banten, Jawa Barat tahun 1951. Sejak kecil gemar membaca. Melanjutkan sekolah menengahnya di Yogya; ia pernah membolos, mengayuh sepeda ke pantai Parangtritis, sekadar ingin menengok Perkemahan Kaum Urakan, yang digagas W.S Rendra, 1972. Kemudian ia memilih masuk Fakultas Filsafat UGM. Namun tahun 1977, bangku akademis itu ditinggalkannya. Sebagaimana rekan-rekan penyair lain kala itu, yang tiap malam nongkrong di sepanjang trotoir bersama Umbu Landu Paranggi, Malioboro sudah laiknya kampus sejati baginya. Imam Budhi Santosa, lahir di Magetan, Jawa Timur tahun 1948. Pada 1969, ia membantu pendirian Persada Studi Klub. Ia dikenal sebagai penyair kawakan, juga seorang pengamat kebudayaan Jawa. Beberapa tulisannya, Profesi Wong Cilik (1999), Saripati Ajaran Hidup Dahsyat dari Jagad Wayang (2011), Ngudut cara orang Jawa menikmati Hidup (2012). Landung R. Simatupang, lahir di Yogyakarta tahun 1951. Alumnus Jurusan Inggris Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada ini merupakan seorang aktor film dan teater
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serta sutradara teater. Salah satu karyanya adalah Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festival Film Indonesia 2011, dalam film Rindu Purnama Linus Suryadi A.G., lahir di Yogyakarta tahun 1951 dan meninggal di Yogyakarta tahun 1999. Beliau adalah sastrawan, budayawan kota Yogyakarta yang banyak menulis puisi. Penghargaan yang pernah diperoleh antara lain: Hadiah Seni dari pemerintah Yogyakarta untuk bidang sastra tahun 1984, dan mendapat penghargaan dari BBC London Seksi Indonesia dalam rangka peringatan penyair sekaligus sastrawan Indonesia yang telah wafat, untuk puisinya yang berjudul Berlayar (1976, mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa Jakarta untuk kumpulan puisinya Rumah Panggung (1994). Larasati Suliantoro Sulaiman, lahir di Bumiayu, Jawa Tengah, tahun 1934. Sarjana pertanian dan filsafat UGM ini, adalah pendiri Perkumpulan Perangkai Bunga Mayasari Indonesia, di awal 1970-an. Pada masa itu juga menjabat sebagai pimpinan pengelola Gedung Senisono Yogyakarta. Ia juga seorang aktifis di bidang konservasi batik
tradisional,
sebagai
ketua Paguyuban
Pencinta Batik
Sekar Jagad.
Kesibukannya yang terakhir adalah meneliti bahan herbal pewarna alami, di berbagai wilayah sentra produksi batik di Jawa. Nin Bakdi Soemanto, lahir di Yogyakarta tahun 1946. Beliau adalah istri dari alm. Prof. Dr. C. Soebakdi Soemanto SU. Pada masa SMA hingga perkuliahan Nin aktif pada kegiatan seni dan teater di Yogyakarta. Sebelum menjadi penerjemah lepas, Nin pernah menjadi penulis naskah dan penyiar TVRI, Yogyakarta, menerjemahkan untuk Foster Parents Plan, Sekertaris Direktur di Cigar Company di Yogyakarta tahun 1975. Mulai tahun 1980, Nin bekerja sebagai penerjemah lepas dan bekerja untuk GMU Press, Gramedia Pustaka Utama, Penerbit Grafiti, Bentang Pustaka, Penerbit Kanisius, Elex Media Komputindo dan Penerbit Bentang. Sampai sekarang Nin sudah menerjemahkan lebih dari 50 buku sosial-budaya-sejarah, menyunting beberapa buku, serta banyak terjemahan cerita pendek di berbagai surat kabar. 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saptoraharjo, lahir di Jakarta tahun 1955 dan meninggal di Yogyakarta tahun 2009. Lembaga pendidikan formal yaitu Sanggar tari dan Karawitan Arena Budaya Yogyakarta tahun 1963-1977 dan pernah menempuh pendidikan di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta tahun 1975-1977. Suwarno Wisetrotomo, Lahir di Kulon Progo, Yogyakarta, tahun 1962. Masuk ke dunia seni rupa melalui Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia. Meraih sarjana S1 di Institut Seni Indonesia, 1988. Pascasarjana S-2 di Program Studi Sejarah, 2001, dan Program Doktoral Kajian Budaya dan Media UGM, 2009. Kini aktif sebagai kurator independen serta pengajar di almamaternya. S. Sujojono, lahir di Tebing Tinggi tahun 1913 dan meninggal di Jakarta tahun 1985. Pada 1935 memenangkan pameran berhadiah di Kunstkring yang juga merupakan batu loncatan awal kiprah Sudjojono dalam dunia Seni Rupa Indonesia. Selanjutnya selain aktif dalam organisasi kesenian seperti SIM (Seniman Indonesia Muda), beliau juga turut mendirikan PERSAGI, pada jaman pendudukan Jepang Sudjojono membantu organisasi Poetra (Poesat Tenaga Rakyat). Pasca proklamasi Sudjojono menggabungkan diri dengan API (Angkatan Pemuda Indonesia). Sudjojo pun sempat terjun dalam dunia politik dengan menjadi Anggota DPR dari fraksi partai PKI tahun 1950-an. Namun tidak lama kemudian keluar dan kembali aktif sebagai seniman seni rupa. Pelukis Indonesia pertama yang membawakan nuansa ekspresionistik. Karyakaryanya sebagian besar merupakan kritik terhadap realtias sosial. Atas dedikasinya pada dunia Seni Rupa Indonesia, Sudjojono diberi gelar Bapak Seni Rupa Indonesia Modern. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya pada tahun 1960 Sudjojono memperoleh Anugerah Seni dalam bidang seni lukis dari pemerintah Republik Indonesia.
13