Tantangan Pendidikan Islam
Peran Pendidikan Islam Dalam
Mewujudkan Kerukunan Antarumat Beragama Oleh Imam Moedjiono Pembantu Dekan III Dan Dosen Fakultas Tarbiyah UII Yogyakarta
ampai pertengahan dasa war-
berdampingan secara harmonis.
sa 90-an, masalah hubungan dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia
Kemudian, kesadaran yang menclptakan kebersamaan tersebut, digiring menjadi ke-
S
telah mencapai tlngkat menggembirakan. Banyak negara lain yang merasa "iri" sehingga me
rasa perlu "belajar" dari Indonesia da
lam hal menciptakan kerukunan hi-
dup antarumat ber agama di negaranya.
Realita kerukun
mauan untuk melak-
Namun, potret kerukunan antarumat beragama tersebut, sempat terusik oleh munculnya fenomena ''amuld'yang memprihatinkan berbagai kalangan belakangan ini, dan teijadi justru di lingkungan masyarakat yang "kental** keagamaannya
sanakan pembangunan di berbagai bidang, menuju terwujudnya suatu masyarakat yang dicita-citakan, yakni masyarakat adtl makmur di da lam sebuah baldatun
thayyibatun zvarabbun ghafur. Namun, potret keukunan antarumat
yang langsung jadi, tetapi merupa-
beragama tersebut, sempat terusik oleh munculnya fenomena "amuk"
kan buah dari suatu usaha panjang dan serius berbagai pihak. Mereka
yang memprihatinkan berbagai kalangan belakangan ini, dan terjadi
(pemerintah, masyarakat, dan individu-individu), senantiasa mendorong agar tumbuhnya kesadaran para pemeluk agama untuk saling menghormati dan dapat hidup
justru di lingkungan masyarakat yang "kental" keagamaannya. Kesan adanya friksi keagamaan, diperkuat oleh kenyataan bahwa di antara yang menjadi sasaran
an yang dimaksud, bukanlah sesuatu
26
iPlFakultas Tarbiyah UII. Vol.3 TH.IIMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
amukan adalah sarana ibadah. Se-
rentetan peristiwa tersebut mengundang polemik tajam berbagai kalangan, terutama yang me-
nyangkut latar belakang terjadinya peristiwa amuk tersebut. Muncullah berbagai analisis dan kesimpulan, mulai faktor kesenjangan ekonomi, arogansi kekuasaan, suksesi
nasional, sampai kepada friksl keagamaan.
bagai komunitas terbesar dalam negara ini, kembali teruji, terutama dalam ihengamankan pilar-pilaf persatuan yang akan menjamin kelanjutan pembangunan nasional In donesia. Dalam lingkup yang lebih sempit, bagaimanakah peran pen didikan Islam sebagai bagian sistem pendidikan nasional, dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia?
Apapun yang menjadi faktor pe^ nyebab munculnya fenomena "amuk" Manusia dan Keharusan Universal inl, peristiwa tersebut telah meningDalam buku The Mankind Un galkan kesan mendalam di kalang- known, Alexis Carrel sebagaimana an umat beragama di Indonesia, dan yang dikutip Syahminan Zaini cenderung dinilai te dinyatakan, bahwa lah merugikanbangsa ilmu pengetahuan eksistensi masyarakat moderenbelummamyang selama ini dimuslim sebagai kenal sebagai bangsa pu mengungkap komunitas terbesar yang ramah. Di bahakekat manusia gian lain, langsung dalam negara ini, (Syahminan Zaini, atau tidak langsung, kembali teruji, 1984:10). Sementara sekaligus telah meterutama dalam itu dalam edisi renurunkan kredebimengamankan pUarvisi buku yang dilitas umat beragama beri judul Man the pilar persatuan yang yang sebelumnya diUnknown, Carrel, akan menjamin kenal memiliki tingpenerima hadiah kelanjutan kat kerukunan dan Nobel 1948, mepembangunan toleransi yang tinggi. ngungkapkan kem nasional Indonesia Untuk itu, maka dabali bahwa penge lam perjalanan bang tahuan manusia tensa ini untuk masa selanjutnya, diper- tang manusia belum mencapai kelukan sikap bijak dari segenap ka- majuan yang setara sebagaimana langan dalam berupaya memper- yang telah dicapai dalam bidang tahankan keutuhan bangsa yang ilmu pengetahuan yang lain (Qumulai meninggalkan keterbelakang- raish Shihab, 1996: 277). annya. Dalam hal ini kaum agamawan Dalam konteks tersebut, maka dapat berkomentar bahwa penge eksistensi masyarakat muslim se tahuan tentang manusia yang JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
27
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
mengalami situasi sedemikian itu, lebih disebabkan oleh keberadaan
akan menjadikannya absurd dan siasia. Oleh karenanya, manusia akan memegang erat-erat hal tersebut dan dengan penuh semangat serta
manusia sendiri sebagai makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh ilahi, Padahal, manusia ketaataii. Dalam pada itu, Allah juga me tidak diberi pengetahuan tentang nyatakan bahwa manusia meruparuh, kecuali sangat sedikit. Namun demikian, ada juga ula- kan karya puncak ciptaan-Nya, dan ma yang berusaha mencari hakekat dengan tingkat kesempumaan ser manusia melalui berbagai penelu- ta keunikan yang prima dibanding suran. Misalnya, Murtadha Muthah- makhluk lainnya (QS. 95:4). Namun hari (1992:62-83) menyatakan bah- demikian Allah juga mengingatkan wa manusia sama dengan makhluk bahwa kualitas kemanusiaannya hidup lainnya, yakni la memiliki masih belum "selesai", sehingga dihasrat dan tujuan. Pembeda antara tuntut untuk berjuang menyempurkeduanya adalah bahwa manusia nakan dirinya sendiri (QS. 91:7-10). Proses penyemberjuang untuk mepurnaan itu sendiri raih tujuannya de memang dimungngan didukung oleh manusia akan kinkan, karena pada pengetahuan dan memeluk keimanan hakekatnya manusia kesadarannya. Sedengan menghargai itu fitri, hanif, dan dangkan hewan ber dan berakal. Bahkan le juang untuk memememuliakannya, bih dari itu, terutanuhi hasratnya de sehin^a dipahami ma bagi seorang mukngan didukung oleh bahwa hidup tanpa min, petunjuk primorinstingnya. Perbedaan lain
keimanan akan
dial ini masih di-
tambah lagi dengan datangnya Rasul Tuabsurd dan sia-sia han pembawa kitab dap agama. Manu suci yang dapat mensia menggunakan jadi petunjuk dalam agama untuk mehidupnya (QS. 4:174). ngatasi sifat mementingkan diri sen Dalam tradisi kaum sufi, terda diri, dan egoisme melalui keimanan untuk menciptakan kesalihan pada pat postulat yang menyatakan bah masing-masing pribadi. Pada saat wa Man 'arafa nafsuhu faqad 'arafa yang sama, manusia akan memeluk rabhahu, yaitu "siapa yang telah mekeimanan dengan menghargai dan ngenal dirinya maka ia (akan mumemuliakannya, sehingga dipaha- dah) mengenal Tuhannya." Jadi, pemi bahwa hidup tanpa k^manan ngenalan diri adalah tangga yang terlihat pada komit-
menjadikannya
men manusia terha-
28
JPI Fakultas Tarbiyah Ull, Vol.3 TH.II Mei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikati
harus dilewati oleh seseorang un-
bayang-bayang surga di muka bu
tuk mendaki ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mengenal
mi ini (QS. 2:3). Terlebihlagi, dalam tradisi sufi terdapat keyakinan yang populer bahwa manusia sengaja
Tuhan.
Sementara itu, persoalan serius
yang menghadang, sebagaimana juga diakui kalangan psikolog, filsuf, dan ahli pikir pada umumnya ialah, bahwa manusia sekarang se-
diciptakan Tuhan, karena dengan penciptaan tersebut Tuhan akan melihat dan menampakkan kebe saran diri-Nya. Keyakinan tersebut didasari oleh sebuah Hadits, Kuntu
makin mendapatkan kesulitan un- kanzan makhfiyyan fa ahbabtu an tuk mengenal jati diri dan hakekat u'rafa fakhalaqtu al-khalqa fabii 'arakemanusiaannya. Komariiddin Hi- fuunii - Aku pada mulanya adalah dayat (1994:187-189) bahkan mem- harta yang tersembunyi, kemudian bedakan dua paradigma pema- Aku ingin dikenal maka kuciptakan makhluk, dan melalui Aku merekahaman terhadap manusia, yaitu pa radigma materialisme-atheistis dan pun kenal pada-Ku (Harun Nasution, 1992:61). paradigma spiritualKalangan sufi isme-theistis. Aspek cenderimg sepakat yang pertama berkedalam tradisi sufi bahwa manusia ada yakinan pada teori bahwa semua realitas adalah materi.
Sedangkan yang kedua berkeyakinan bahwa dunia materi
ini hakekatnya berasal dari realitas yang bersifat immateri.
Bagi kalangan yang berpandangan atau terbiasa dengan metode berpikir em-
terdapat keyakinan yang popular bahwa manusia sengaja diciptakan Tuhan, karena dengan penciptaan tersebut
Tuhan akan melihat
dan menampakkan kebesaran diri-Nya
pirisme-materialistis, akan sulit diajak untuk menghayati makna penyempurnaan kualitas insani sebagaimana yang ditegaskan da lam al-Quran, yakni manusia ada lah wakil Tuhan di muka bumi un
tuk melaksanakan apa yang telah ditentukan Allah, membangun JPl Fakultas Tatbiyah Ull. Vol.3 THAIMet 1997
lah
mikrokosmos
yang memiliki sifatsifat menyerupai Tu han danpalingpotensial mendekati Tu
han (bandingkan QS. 4153). Sementara itu, Allah (QS. 4153) me-
nyatakan bahwa da lam diri manusia tej>
dapat unsur ilahi yang menurutAlquran min ruhi. Itulah sebabnya, inti tasawuf adalah ajaran yang menyatakan bahwa hakekat keluhuran nilai
seseorang bukanlah terletak pada wujud fisiknya, melainkan pada kesudan dan kemuHaanhatinya, sehinggaia bisa sedekat mungkin dengan Tuhan Yang Maha sud.
29
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
Ajaran spiritualitas seperti ini tidak hanya terdapat dalam Islam, melainkan juga terdapat dalam agama lain. Dari kenyataan ini maka tidak salah kiranya bila ada yang berpendapat bahwa potensi dan kecenderungan kehidupan batin manusia ke arah kehidupan mistis, bersifat natural, dan universal. Universalitas tersebut tercermin
pada nurani manusia (apapun agamanya) yang di dalamnya ter dapat cahaya suci yang senantiasa ingin menatap Yang Maha cahaya
atau memiliki daya perekat sosial yang kuat sehingga dapat mempersatukan masyarakat. Di Indonesia,
agama telah terbukti memiliki daya rekat dalam perspektif sosio-historis agama dan menjadi kekuatan pemersatu bangsa Indonesia. Di Indonesia, keberadaan Islam
sebagai agama yang dianut oleh mayoritas bangsa ini, telah menjadi faktor penentu dalam menyatukan
(Tuhan), karena dalam kontak dan
suku-suku bangsa di negeri ini. Karena kesamaan agama, perbedaan suku dan ras dapat disatukan. Namun di sisi lain, agama juga me
kedekatan antara nurani dan Tiohan
miliki potensi untuk mendorong munculnya konflik sehingga ia dapat
itulah muncul kedamaian dan keba-
hagiaan yang pa ling prima. Di satu sisi, hal ini menjadi titik awal keberangkatan munculnya fanatisme keagama-
karena dalam kontak dan
memecah belah per satuan sebuah ma
syarakat. Kenyataan sejarah telah menunantara nurani jukkan adanya kon dan Tuhan flik yang dipicu oleh motif-motif yang an secara berlebihitulah muncul bergerak atas unsur an, karena masingkedamaian dan keagamaan. masing merasa mekebahagiaan Adanya potensi miliki truth claim yang paling agama imtuk meme (klaim kebenaran). prima cah persatuan sebu Di sisi yang lain, hal ah masyarakat lebih ini dapat mencairdisebabkan oleh tiga kan fanatisme yang watak suatu agama. Pertama, karena berlebihan dan membuahkan uniagama memiliki sifat yang absolut. versalisme. Diet! Syamsuddin (1997:6), mem- Akibatnya, rasa keberagamaan benarkan bahwa agama mem- hanya dirasakan dan diyakini oleh punyai watak yang mendua terha- pemeluknya sebagai sesuatu yang dap masalah kerukunan dan ke- mutlak. Oleh karena itu, masingsatuan. Pada satu sisi, ia dapat men- masing pemeluk agama akan medorong persatuan antar manusia yakini kebenaran agamanya
30
kedekatan
JPI Fakultas Tarbiyah UIl, Vol.3 TH.II Mei 1997
Imam Moedjiono, Perart Pendidikan
sebagai yang mutlak. Di sinilah dalam perwujudan sosiologisnya dapat terjadi benturan karena masing-masing mengakui dan bahkan mengeksplisitkan dalam kehidupan sosial bahwa agamanya yang pa ling benar. Kedua, agama memiliki karak-
teristik yang cenderung untuk mengadakan penyebaran diri. Di sini para pemeluk suatu agama melakukan penyebaran agama mereka sehingga dapat berkembang sampai jauh di luar tanah kelahirannya, bahkan mendunia. Kecenderungan tersebut semakin menguat akibat adanya legitimasi. dari firman Tuhan dalam kitab suci.
Ketiga, agamamempunyai keeenderungan untuk memben-
tuk masyarakat atau pengelompokan so sial yang berdasarkan atas kesamaan
agama. Inilah yang melahirkan konsep umat, dan kemudian bahkan meluas dan
subyektif dan-personal, yang berhubungan erat dengan realitas yang Scingat tiiiggi. Ketiga karakteristik tersebiit tidak dapat dihapuskari
begitu saja. Akan tetapi, mereka sebenarnya dapat dieliminasikan sedemikian rupa sehingga akan diperoleh titik temu keberagamaan menurut karakteristik masing-mas-
ing agama> yakni dengan menonjolkan kesalehan sosial, untuk menghasilkan suatu dorongan agar aga
ma dapat menjaga perdamaian abadi di muka bumi ini.
Diskusi teologis yang menitikberatkan pada truth claim telah menyita banyak energi sehingga terkadang melupakan aspek Jika truth claim hanya esoteris agama-agaterbatas pada aspek mayangada (M Amm ontologis-metafisis, AbdiillaK 1996:47). barangkali ia tidak Jika truth claim ha perlu dirisaukan. nya terbatas pada Namim yang tetjadi aspek ontologissebaliknya, bahwa metafisis, barang Truth claim kali ia tidak perlu meinasuki wilayah dirisaukan. Namun yang terjadi seba sosio-politik'yang liknya, bahwa Truth praktis-enipiris
kemudian melahir
claim memasuki wi
kan eksklusifisme.
layah sosio-politik
atau fanatisme yang kaku. Mengingat ketiga watak agama-
yang praktis-empiris. Studi orientalisme yang mefnpelajari agama-
tersebut,,dapat diketahui bahwa
agama di Timur, berujung pada
betapa masing-masing agama me-
dominasi dan hegemoni Barat
milUd tingkatkepekaanyang relatif terhadap Timur (Edward W. Said, tinggi. Terutama karena agama 1978:239). Sedang Islam saat ini ledihayati oleh masing-masing pe- bih dianggap momok yang ditakuti meluknya sebagai sesuatu yang Barat, ketimbang sebagai agama JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vql3 THAI Met 1997
31
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
y.ang perlu dihormati karena konsep-konsepnya yang luhur dalam
penganut agama-agama yang lain.
sekarang (William C. Chittik, 1991
Dengan begitu, fenomenologi lebih menekankan segi-segi persamaan dan bukannya segi-segi perbedaan
:499).
(M. Amin Abdullah, 1996:36).
memecahkan kesulitan manusia
Jika perbincangan tentang truth claim tercampur dengan politik praktis, harapan-harapan besar umat manusia secara universal im-
tukhidup damai di mukabumi, de ngan memberikan peluang kepada agama untuk mengambil bagian dalam mengatasi problem dunia, akan semakin pupus. Maksudnya, dalam hal ini pemeliak suatu agama lebih meiihat dan mementingkan agama sebagai lembaga eksoteris dan identitas lahiriah,
bukannya nilai-nilai spiritual yang dikandungnya. Ketika para teolog dengan truth claim-nya kehilangan tempat berpijak yang paling kokoh
Untuk merealisasikan obsesi
perdamaian abadi, umat beragama dapat mengambil bagian dengan merujuk pada wawasan Ibrahimi. Wawasan inilah yang kelak menjadi dasar ajaran agama-agama yang amat berpengaruh pada umat ma nusia, yaitu agama-agama semitik: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Wawa san tersebut secara substansial me-
rupakan wawasan kemanusiaan yang didasarkan pa da konsep dasar bah-
Jika perbincangan tentang truth claim tercampur dengan politik praktis, harapan-harapan besar limat manusia secara
universal tmtuk hidup damai di muka bumi, dengan memberikan peluang kepada agama untuk mengambil bagian dalam mengatasi problem dunia, akan semakin
wa manusia dilahir-
kan dalam kesucian,
yaitu konsep yang dikenal dengan istilah fitrah.
Karena fitrahnya itu, maka manusia disumsikan memiliki sifat dasar kesu
cian, yang kemu dian harus dinyasama penganut agatakan dalam sikap pupus ma-agama yang la dan perilaku yang in, metode dan cara suci dan baik kepa berpikir fenomenologis dapat da sesamanya. Sifat dasar tersebut untuk melakukan
dialog dengan se-
membantu dan member! sum-
bangan yang cukup berharga. Hal ini terutama bag! mereka yang bermaksud untuk menunjUkkan kembali di mana sebenarnya kita perlu berpijak dan dapat berjumpa, kemudian bekerja sama dengan 32
disebut hanifiyah, karena manusia adalah makhluk yang hanif. Se bagai makhluk yang hanif, ia memiliki naluri ke arah kebaikan, kebenaran, atau kesucian. Pusat dari
dorongan hanifiyah itu terdapat pada dirinya yang paling dalam JPI Fakultas TarbiyaJi UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan
dan mumi, yaitu nurani (Nurcho-
lish Madjid, 1995: 179). Kerukunan dalam Kehidupan Bangsa yang Majemuk Indonesia dikenal sebagai bang sa yang majemuk karena menyimpan akar keberagaman dalam hal agama, tradisi, dan budaya. Dalam kaitannya dengan masalah agama, setidaknya ada lima agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Kelima agama tersebut meliputi agama Islam, Katholik, Protestan, Hindu, dan Budha. Peme-
juga merupakan tanggung jawab semua pihak, terutama masing-ma sing kelompok umat beragama itu sendiri.
Penciptaan suasana rukun dan penuh toleransi dalam kehidupan antarumat beragama, harus senantiasa menjadi satu nuansa yang menonjol dalam setiap perilaku pembinaan. Sebab, dalam ke hidupan individu dan sosial, tidak terhindarkan lagi bahwa pemeluk suatu agama pasti memiliki pe rasaan dan keyakinan tertentu,
yang sangat kuat dan berbeda an tara yang satu dengan yzing lain.
rintah, dalam hal ini Departemen Agama RI, memiliki tugas untuk mengelola pembinaan kehi dalam kehidupan dupan keagamaan individu dan sosial, dan umat beragama tidak terhindarkan dari masing-masing lagi bahwa pemeluk agama. • suatu agama pasd Sekalipun demimemiliki perasaan kian, pemerintah ti. dan keyakinan dak berhak mentertentu yang sangat campuri urusan in-
Perasaan
dan
keyakinan itu, akan melahirkan dogma-dogma yang kebenarannya tak dapat diganggu gugat, meskipun dogma-dogma itu terkadang bertentangan dengan rasio atau hasil-hasil
kuat dan berbeda antara yang satu
penelitian ilmiah teren agama, terumoderen. Ajaran tama masalah akiyang dibawa suatu dah dan ibadah pedengan yang lain agama, apalagi kameluk masing-^malau ajaran tersebut sing agama. Dengan diyakini sebagai wahyu yang ditukata lain, pemerintah melalui De partemen Agama bertugas untuk runkan Tuhan kepada manusia.
membina dan memelihara tercip-
dipandang sebagai^kebenaran
tanya toleransi dan kerukunan hidup antarumat beragama. Pembinaan tersebut sebenamya bukan
mutlak. Ajaran-ajaran agaiha lain dinilai bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya
hanya tugas dan kewajiban De-
dan pada umumnya tidak dapat
partemen Agama saja, melainkan
ditolerir.
,JPI Fakulths Tarbiyah UII, Vol.3 TH.lIMei 1997
33
Imam Moedjiono, PefanPendidtkan.
Hal ini akan berlaku semakin
jukkan kesalahan-kesalahan agama
kuat pada pemeluk suatu agama yang meyakini bahwa ajaran agamanya harus dlusahakan supaya diterima oleh seluruh manusia. Agama monoteis, karena berkeya-
orang lain seraya menyatakan kebenaran dan kebaikan agamanya sendiri. Usaha seperti ini dapat mejadi
pemicu dalam melahirkan kete-
kinan bahwa Tuhan hanya satu dcin
gangan hubungan antar masyara-
Tuhan Yang Maha Esa itu merupakan satu-satunya pencipta alam serhesta, memiliki ajaran-ajaran yang bersifat universal dan yang diwahyukan Tuhan untuk disam-
kat pemeluk agama yang berbeda. Mereka yang agamanya dipandang salah, merasa diserang dan perlu mempertahankan diri sebab mereka meyakini agamanya sebagai se-
paikan kepada seluruh manusia di
suatu yang suci dan murni pula.
peirmukaan bumi ini {Hariin Na-
Sebagaikonsekuensinya, merekapun
sution, 1995:266). siap mem-back up agamanya meski Keyakinan seperti ihi berpotensi • harus berkorban jiwa. untuk memicu si-
Kalaulah demi^
kap intoleran dan
kian keadaannya,
bahkan sering menyulitkan penum-
Kalaulah demildan
maka
keadaannya, maka
yang didambakan
biihah kerukunan
kerukunan yang
umat beragama. Pe meluk agama yang
didambakan
sedemikian itu, me
rasa dirinya berkewajiban untuk menyicirkan agamanya kepada seluruh umat manusia, jika perlu dengan paksaan
semakin tetjauhkan dari kehidupan sosiai kita^ apalagi jika masalahnya telah
mengikutsertakan faktor politik
kerukunan
semakin terjauhkan dari kehidupan so siai kita, apalagi jika masalahnya telah mengikutsertakan faktor politik. Ketegangan seperti ini tidak hanya terjadi antaragama, melain-
atau kekerasan. Ka
kan juga antar golongan dalam suatu
rena menurut keya-
agama, yang kadang-
kinannya, hanya agamanyalah yangbenardaniapunmemandang bahwa agama yang lain adalah salah. Dengan didorong oleh keinginan luhur untuk "menyelamatkan" para pemeluk agama yang dianggap salah, bahkan sesat, tim-
kala juga muncul suatu pemahaman yang berbeda terhadap konsep suatu ajaran. Perbedaan pemahaman tersebut dapat melahirkan mazhab yang berbeda dan pada akhirnya memiliki pengikut yang merasa begitu terikat de-
bullah usaha-usaha untuk menun-
ngannya.
34
Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 THMMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
A. Mukti Ali membahas pendapat beberapa ahli dalam upaya menciptakan toleransi dan kerukunan antarumat beragama, sebagaimana
yang dikutip Faisal Ismail {KR, 18/ 12/1996). Pertama, dengan jalan sinkretisme. Sinkretisme adalah
paham yang berkeyakinan bahwa pada dasamya semua agama sama, dan semua tingkah laku harus dilihat sebagai wujud dan manifestasi dari keberadaan asli (zat) seba
pemisah, sehingga menjadi jelas siapa yang disembah dan untuk siapa orang itu berbakti atau me ngabdi. Kedua, dengan jalan rekonsepsi. Pandangan ini menawarkan pemikiran bahwa orang harus menyelar mi secara mendalam dan meninjau kembali ajaran-ajaran agamanya sendiri dalam ra'ngka konfrontasinya dengan agama-agama yang lain. Tokoh aliran ini yang terkenal' adalah W.E. Hocking, yang berpen-
gai pancaran terang dari asli yang satu, sebagai ungkapan dari sub- dapat bahwa semua agama sama stansi yang satu, dan sebagai om- saja. Obsesi Hocking yang menonjol adalah bagaimana sebenarnya bak dari samudera yang satu. Sin hubungan antara kretisme juga diseagama-agama yang but dengan Pan-Teisterdapat di dunia me, Pan-Kosmisme, dalam ajaran Islam, alini dan bagaimana, llniversalisme, atau Khalik atau Sang Pencipta Teo-Panisme.
Istilah-istilah ter-
sebut menggarisbawahi bahwa semua
(pan) adalah Tuhan dan semua adalah
kalam (kosmos). Sa-
lah seorang juru bicara sinkretisme
yang terkenal di Asia
adalah sama sekali
berbeda dengan makhluk (yang diciptakan). Antara Khalik dengan makhluk terdapat garis batas pemisah, sehingga menjadi jelas siapa yang disembah dan imtuk siapa orang itu berbakti atau mengabdi
adalah S. Radhakris-
nan, seorang pemikir dari India . Jalan sinkretisme yang ditawarkan di atas, menurut Mukti
Ali, tidak dapat diterima. Sebab, dalam ajaran Islam, al-Khalik atau Sang Pencipta adalah sama sekali berbeda dengan makhluk (yang diciptakan)'. Antara Khalik dengan makhluk terdapat garis batas JPlFakultas Tarbiyah UII. Vol.3 TH.II Mei 1997
cara rekonsepsi da-; pat memenuhi rasa kebutuhan akan sur
atu agama dan mengandung unsur-unsur dari berbagai! agama. Paham ini menekankan bahwa
orang harus tetap menganut agama
nya sendiri, akan tetapi ia harus memasukkan imsur-unsur ajaran agama lain. Dalam hal ini, Mukti Ali berpendapat bahwa cara kedua ini pun tidak bisa di terima, karena dengan menempuh cara tersebut, maka agama tidak ubahnya seperti produk pemikiran manusia semata. Padahal agama
35
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
secara fundamental diyakini bersumber dari wahyu Tuhan dan akal tidak mampu menciptakan atau menghasilkan agama, tetapi agamalah yang member! petimjuk dan bimbingan kepada manusia untuk menggunakan akal dan nalarnya. Ketiga, dengan jalan sintesis, yakni dengan menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambil dari agama-agama lain. Dengan cara ini tiap-tiap pemeluk dari suatu agama merasa bahwa sebagian dari ajaran agamanya telah diambil dan dimasukkan ke
dalam agama sintesis. Dengan jalan ini orang menduga bahwa toleran-
dan ke percayaan lain yang berbeda dengan agama yang dianutnya. Oleh karena itu agama lain haruslah diganti dengein agama yang ia peluk. Dengan jalan ini, ia menduga bahwa kerukunan hidup beragama dapat diciptakan dan dikembangkan.
Mukti Ali juga tidak dapat menerima jalan keempat ini karena adanya kenyataan bahwa menurut kodratnya sosok kehidupan masyarakat itu adalah pluralistik dalam kehidupan agama, etius, tradisi, seni budaya, dan cara hidup. Cara-cara penggantian seperti tersebut di atas tidak akan menimbulkan keruku secara
si dan kerukunan
hidup antarumat beragama akan tercipta dan terbina.
fundamental diyakini bersumber dari wahyu
Menurut Mukti Ali,
mampu menciptakan atau menghasilkan agama, tet^i agamalah yang memberi petunjuk dan bimbingan kepada
cara sintesis ini juga tidak bisa diterima
karena setiap aga ma terkait secara kental dan kuat ke
pada nilai-nilai, hukum-hukum, dan
Tuhan dan akal tidak
manusia untuk
agama, karena caracaratersrimtakanmen-
dorong seseorang atau sekelompok or
ang untuk berupaya keras dengan segala cara imtuk menarik
orang lain agar menganut agama yang
ia peluk. Kelima, dengan jalan atau pendekatan "setuju dalam perbedaan." Gagasan ini menekankan bahwa agama yang ia peluk itu adalah agama yang palingbaik. Walaupun demikian ia mengakui, di antara agama yang satu dengan yang lain, selainada perbedaan,juga terdapat persamaan. Pengakuan seperti ini akan membawa pada
men^unakan akal dan nalamya
sejarahnya sendiri.' Keempat, dengan jalan periggantian. Pandangan ini menyatakan bahwa agamanya sendirilah yang benar, sedangkan agama-agama orang lain adalah salah seraya berupaya keras agar para pengikut agama-agama lain itu memeluk agamanya. Ia tidak rela melihat orang lain memeluk- agama
36
nan hidup umat ber
JPI Fakultas Tarbiyak UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan
suatu pengertian yang dapat menimbulkan sikap saling menghargai dan saling menghormati antara kelompok agama yang satu dengan yang lain. Dalam visi Midcti Ali, pendekatan kelima inilah yang tepat dan co cok untuk dikembangkan dalam membina toleransi dan kerukunan
Di samping itu, dalam membicarakan masalah kerukunan antar-
umat beragama, harus didasarkan atas asumsi tentang adanya kemungkinan bertemunya berbagai penganut agama dalam suatu landasan bersama {common platform). Pertanyaan kita sekarang adalah adakah titik temu agama-agama
hidup umat beragama di Indonesia tersebut? Sebagai bangsa yang sering diyang terkenal sebagai masyarakat kagumi memiliki tingkat toleransi yang majemuk. Setiap pemeluk aga ma hendaknya meyakini dan mem- kehidupan beragama yang tinggi, percayai kebenaran agama yang bangsa Indonesia sepantasnya dipeluknya. Ini adalah sikap yang memberi jawaban ya. Sebab, menurut Nttrcholish Madjid (1995:91), wajar dan logis. Kalau ia tidak me logika toleransi atau yakini dan memperkerukunan ialah sa cayai kebenaran aga Setiap pemeluk agama ling pengertian dan ma yang dipeluknya, hendaknya meyakini dan penghargaan, yang ia telah berlaku bomemperc^yai kebenaran pada urutannya medoh terhadap agama agama yang dipeluknya. ngandimg logika ti yang dianutnya. tik temu, meskipun Dalam konteks terIni adalah sikap yang tentu saja terbatas sebut, keyakinan ter wajar dan logis. Kalau ia pada hal-hal yang hadap kebenaran aga tidak meyakini dan prinsipil. Untuk ma, tidak akan memmempercayai kebenaran hal-hal yang rinci se buat dia berlaku eksagama yang dipeluknya, ia perti ekspresi yang klusif, akan tetapi justelah berlaku bodoh simbolis dan fortru mengakui adanya terhadap agama yang malistis, tentu sulit, perbedaan dengan dianutnya. bahkan tidak mimgagama yang dianut kin dipertemukan. orang lain, di samping Masing-masing agama, bahkan tentu saja persamaan-persamaan dengan agama yang dipeluknya. masing-masing kelompok dalam Sikap seperti ini akan membawa ke- suatu agama tertentu, memiliki idi pada terciptanya sikap setuju dalam om yang khas danbersifat eksoteris perbedaan, yang sangat diperlukan atau berlaku secara internal saja. imtuk membina dan mengembang- Perbedaan idiom tersebut dihakan toleransi dan kerukunan hidup rapkan tidak menghalangi upaya dialog antarumat beragama untuk umat beragama di Indonesia. JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
37
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
membangion suatu peradaban secara bersama-sama dalam rangka menyejahterakan dan memakmurkan kehidupan penghuni planet bumi. Islam sangatmenghargai dia log antarumat beragama, bahkan
masing-masing agama dan umat Is lam sendiri dilarang keras untuk mengikuti upacara ritual agama lain, sekalipun dengan jaminan bahwa penganut agama lain akan mengikuti pula ritual umat Islam, ataupun atas nama toleransi dan kerukunan umat beragama.
mensyaratkan cara yang lebih balk yakni sopan, etis, dan penuh tenggang rasa (QS. 29:46). Islam melarang umatnya untuk Lembaga Pendidikan dan Kehi mendiskreditkan umat lain yang dupan Umat Beragama tidak menyembah Allah, sebab paAgama monoteis, mengandung da akhimya merekapun akan men- ajaran yang dapat membawa macela Allah karena rasa permusuhan nusia kepada sikap intoleran, natanpa dasar pengetahuan (QS. mun ia juga memuat ajaran-ajaran 6:108). Bagaimanapun juga, rasa yang mendorong umat manusia permusuhan tidak kepada toleransi dan akan dapat mendakerukunan hidup Bagaimanapun juga, tangkan ketenteraberagama. Sikap in rasa permusuhan tidak man di hati umat toleran dan toleransi akan dapat beragama, karena antara umat beraga mendatangkan masing-masing merasa terancam oleh
yang lain. Padahal ketenteraman me-
ketenteraman di hati
umat beragama, karena masing-masing merasa terancam oleh yang
ma, menurut Hariin
t^asution (1995:274),
lebih banyak tergantung kepada pelaksanaan ajaran-ajaran
rupakan salah satu lain. Padahal syarat hadirnya kesuatu agama. ketenteraman bahagiaan hidup. Dalam masyaramerupakan salah satu Terhadap pekat Indonesia, ke ^arat hadirnya meluk agama lain, hidupan umat ber kebahagiaan hidup Islam menggarisagama seolah-olah kan suatu prinsip tidak mengenal tole "Bagimu agamamu dan bagiku ransi, karena ajaran yang sering diaagamaku" (QS. 109:60). Inl dapat jarkan oleh beberapa tokoh agama menjadi satu konsep dasar toleransi kepcida jamaahnya atau guru agama dalam arti untuk tidak saling me- kepada anak didiknya, terkadang ngusik keberadaan masing-masing. cenderung memberikan kesan dan Aspek yang lebih mendalam adalah pengertian yang kurang memberi bahwa umat beragama tidak men- kan tempat bagi toleransi antarcampuradukkan masalah ibadah umat beragama.
38
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 THM Mei 1997
Imam Moedjiono/ Peran Pendidikan
Upaya menjaga kerukunan antarumatberagama tidak dapat dilakukan dengan sambil lalu saja, apalagi hanya bersifat kuratif tempprer. Upaya itu harus lebih bersifat preventif kontemporer. Untuk itu, diperlukan konsep teologi kerukunan antarumat beragama yang disusun dalam suatu dialog intensif oleh para pemuka agama. Di samping itu, diperlukan strategi penyebarluasan konsep tersebut kepada.segenap bangsa Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia yang .majemuk ini, pemantapan toleransi bagi segenap bangsa secara sistematis, haruslah menjadi suatu upaya yang
nanaman toleransi di kalangan masyarakat Indonesia yang majemuk dan dapat dijadikan modal dasar penyusunan konsep teologi keru-
kur^, yakni, (1) mencoba meUhat ke-
bangkan Upaya-upaya sis tematis, tersebut dapat
benaran yang ada dalam agama lain, (2) memperkedl perbedaan yang ada di antara agama-agama, (3) menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama, (4)memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan, (5) memusatkan usaha pada pembinaan individu dan masyarakat manusia yang baik, yang menjadi tujuan-beragama dari semua agama monoteis, (6) mengutamakanpelaksanaan ajaran-ajaran yang membawa kepada .toleransi beragama, dan (7) Konsep tersebut menjauhi praktek memwg perlu,
direalisasikan melalui
didialogkan oleh
pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Ini sekaligus merupakan implementasi konsep teologi kerukunan beragama dan dapat ditempuh, melalui pelajaran aga ma di lembaga pen
para pemuka agama dari masing-masihg agama untuk
van untuk dikem-
dikonftrmasikan dan
bangkan oleh para
tidak dim^sudkan untuk
pemuka masing-masing agama dalam
"merukunkan"
merumuskan kon
ajaran semua agama
sep teologi keruku nan. Konsep terse but memang perlu
selalu ditumbuhkem-
didikan formal, mulai
dari tingkat pendi-
dikandasarhinggaperguruantinggi. Memang diakui bahwa jam pelajaran agama sangat terbatas, dan untuk itu, tidak semua hal yang seharusnya diajarkan kepada para siswa dan mahasiswa dapat disampaikan. Harun Nasiition memberikan tujuh pointers utama sebagai usaha pe-
JPl Fakultas Tarbiyah UIl, Vol.3 TH.II Met 1997
serang-menyerang
antaragama.
Ketujuh uraian di atas,'dinilai rele-
didialogkan oleh para pemuka agama dari masing-masing agama untuk dikonfirmasikan dan tidak dimaksudkan untuk "merukun-
kan" ajaran semua agama, melainkan mencari butir-butir ajaran pada suatu agama yang mengarah pada kehidupan bersama secara damai.
39
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
Selanjutnya, butir ajarannya agama dengan menekankan perdiintemalisasikan kepada pemeluk lunya toleransi telah menjadi semasing-masing agama. makin penting. Dengan begitu, jiwa Upaya intemalisasi konsep ter- toleransi antarumat beragama di sebut secara sistematis dapat dila- kalangan bangsa Indonesia akan da kukan melalui lembaga pendidik pat ditumbuhkembangkan. an, dengan memasukkan dalam kuTerlepas dari kesimpulan tenrikulum. Mengingat jam untuk pen tang apakah yang melatarbelakangi didikan agama dinilai kurang, ma- terjadinya peristiwa mengenaskan ka sekaligus dilakukan penambah- di Sitiibondo, Tasikmalaya, dan an jam pelajaran sebagai pengupa- Rengasdengklok adalah faktor agama yaan penyebarluasan konsep teo- atau bukan, yang jelas peristiwalogi kerukunan. Untuk pendidikan peristiwa tersebut dapat mengdi luar sekolah, upaya-upaya ini ganggu kerukunan hidup antar dapat dilakukan melalui ceramah- umat beragama. Oleh karenanya, ceramah keagamaan, penataran, kualitas kerukunan hidup antar dialog antarumat umat beragama ha beragama, dan sems ada strategi yang Bagi bangsa Indonesia, lebih intens dalam bagainya. Melalui teologi kerukunan meningkatkannya. upaya tersebut didalam konsep yang harapkan akan terMaka tepatlah kiracipta pola hubunglebih maju, merupakan nya seruan Menteri Agama RI Tarmidzi an yang sehat dan tuntutan yang harus Taher di hadapan harmonis di antara dipenuhi dan dalam peserta Munas VII para pemeluk suatu kaitan dengan BKPMRI di Ban agama dengan yang peningkatan lain. dung (Jawa Pos, 16/ insensitasnya, maka 01/1997), agar para Bagi bangsa In keberadaan lembaga pemuka agama memdonesia, teologi ke pendidikan sangat b angunkualitas umatrukunan dalam kon bersifat strategis. nya dan tidak mengejsep yang lebih maar kuantitas umat de ju, merupakan tuntutan yang harus dipenuhl dan da ngan menambah-nambah jumlah lam kaitan dengan peningkatan in- umat secara agresif. Di dalam memsensitasnya, maka keberadaan lem bangun kualitas umat, secara imbaga pendidikan sangat bersifat plisit juga membangun kualitas strategis. Terlebih dalam mengha- • kemkunan hidup dengan umat la dapi suasana era industrialisasi in. yang segera dijalani masyarakat Pada kesempatan tersebut, Men bangsa ini, penjelasan ajaran-ajaran teri Agama juga menyatakan bahwa
40
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMti 1997
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
lah perididikan agama, sangat beran antarumat beragama itu adalah kaitan dengan masalah toleransi umat Islam, dengan menganalogi- beragama. Dalam masalah ini, pen kan 200 juta penduduktidonesia da- didikan agama justm hams mam lam sebuah perahu besar. Masing- pu menyumbangkan pola pemumasing kelompok masyarakat yang pukan toleransi antarumat ber ada dalam perahu mesti menjaga agama dan peningkatan keijasama agar jangan sampai perahu tersebut antarumat beragama dalam menghadapi masalah-masalah sosial. tenggelam gara-gara ulah suatu ke Pendidikan agama pada dasarlompok masyarakat. Jika 87% penumpang kapal tersebut berjing- nya adalah inheren dengan pemkrak-jingkrak, kapal pun akan da- bentukan perilaku. Tidak ada pen pat oleng. Lain halnya jika yang didikan agama tanpa pembentukan 10%, 2%, atau 1% sekalipun jumpa- perilaku dan budi pekerti luhur. litan, kapalpun akan tetap melaju Segala upaya tersebut akan menedengan tenang dan tidak oleng. Se- mui kegagalan jika tidak ada keteladanan; yang mebagai kelompok manurut Marwan Sayoritas, metafor Tarpendidikan Islam hams ridjo (1996:74) me midzi Taher tersebut mampu merespons situasi mpakan faktor doadalah bahwa umat ini dengan lan^cah yang minan dalam pem Islam merupakan pedapat menanamkan atau bentukan perilaku nentu utama kerukumensosialisasikan kon^p dan watak anak nan antarumat ber Islam tentang kerukunan didik. Oleh karena agama. hidup beragama. Kepada itu, sikap pendidik Dalam konteks anak didik bahkan h^s agama terhadap petersebut, maka pen dipertegas bahwa Islam meluk agama lain didikan Islam hams mempakan agama yang sangat berpengaruh mampu merespons cinta perdamaian, k^ena terhadap sikap anak situasi ini dengan substansi Islam itu sendiii didik dalam menglangkah yang dapat adalah perdamaian. hadapi pemeluk aga menanamkan atau
yang dapat mensponsori kerukun-
ma lain. Seorangpen-
mensosialisasikan
konsep Islam tentang kemkunan hidup beragama. Kepada anak di-
didik agama Islam hendaknya memiliki wawasan tentang universal-
dik bahkan hams dipertegas bahwa
isme Islam.
Islam mempakan agama yang cinta perdamaian, karena substansi Islam itu sendiri adalah perdamaian. Soedjatmoko (1988:273) mengakui urgensipenelaahan terhadap masa-
Melalui pendidikan agama Islam kepada para siswa dapatlah ditanamkan pemahaman bahwa sebagai umat yang telah diberi seman untuk mencari "kalimatun sawa",
SPlFakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
41
Imam Moedjiono, Peran Pendidikan.
maka selayaknya senantiasa mencari titik temu dan menonjolkan kesamaan dengan umat lain. Di sini tidak dianjurkan untuk me nonjolkan perbedaan, tetapi dengan segala kearifan justru harus berusaha mengeliminasikan perbedaanperbedaan yang ada untuk tidak dipersoalkan dalam mewujudkan kerjasama-kerjasama kebangsaan. Sirah Rasul yang sarat dengan nu-
saat ini kita telah sampai di depan pintu gerbang sebuah abad yang serba cepat. Kalau kita selalu disibukkan dengan persoalan friksi keagamaan niscaya akan semakin tertinggal oleh bangsa lain yang sema kin maju. Tantangan yang menghadang di hadapan kita adalah bagaimana melahirkan suatu generasi yang ahggun secara moral dan berwiansa toleransi dan kerukunan sebawa secara intelektual sehingga pertl peristiwa fathu Makkah, pia- disegani bangsa lain. Sebagai langgam Madinah, serta sikap Rasul kah pertama untuk menyelesaikan kepada umat lain dapat dijadikan tantangan tersebut adalah mengrujukan dalam menumbuhkem- galang keutuhan dan kerukunan bangkan kerukun antarumat beragama an antarumat berasebagai suatu bangsa gama. Kekhawatiran yang yang besar, dan da Kekhawatiran masih Mta pendam lam hal ini lembaga yang masih kita ad^ah, dapatkan pendidikan Islam pendam adalah, dapendidikan Islam di dan kalangan pendipatkan pendidikan dik muslim, harus Indonesia ikut Islam di Indonesia
menanggapinya de ngan menunjukkan dalam ikutserta adanya kebaikan da menciptakan lam ajaran agama lain kehidupan yang dalam proses pengarukun antarumat rukun antarumat jarannya, untuk mebergama? bergama? Pertanyangurangi kepicikan an ini mimcul kareberagama anak dina asumsi-asumsi diknya. pengajaran yang selama ini berIni semua agar kita dapat tamikut berperan secara pasti dalam ikutserta menciptakan kehidupan yang
berperan secara pasti
langsung masih mendorong out- pil sebagai bangsa yang berwibawa putnya pada bentuk kehidupan •dan memiliki rasa percaya dixi di yang eksklusif. Namun begitu, dengan mempercayai lahimya kesadaran universalisme manusia, maka hal ini pasti mimgkin. •Apalagi,
42
masa yang akan datang. Untuk itu, harus mampu merumuskan langkah-langkah taktis dan strategis dalam mengukir masa depan bangsa.
JPI Fakultas Tarbiyah UU, Vol.3 TH.nMei 1997
Imain Mujiono, Peran Pedidikan,
karena hanya dengan bermodalkan kesatuan dan kekompakan antarsegmen, dan senantiasa siap menjaga kemkunan dengan saling menghormati sebagai saudara sebangsa dan setanah air, maka bekerja keras kita dalam membangun bangsa akan, menurut istilah A. Syafii Maarif, (Adil, No. 19,19/02/1997), melahirkan peradaban yang asri dan anggun, serta memiliki akar tiinggal nilai-nilai luhur kemanusiaan; atau mengutip istilah Vaclav Havel, mempunyai peradaban yang me miliki jangkar transendental. Kepustakaan
Hidayat, Komaruddin, 1995., "Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri" dalam Konstektualisasi Doktrin Islarh dalam Se-
jarah, Jakarta : Paramadina. Madjid, Nurcholish, 1995., Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta : Paramadina. •
Muthahhari, Murtadha, 1992., Per-
spektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama, Bandimg: Mizan.
Nasution, Harun, 1992., Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta:
Bulan Bintang. 1995., Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Bandung.: Mizan.
Abdullah, M. Ainin, 1996., Studi
Agama Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. AH, A. Mukti, 1971., Faktor-Faktor
Penjiaran Islam, Jajasan Nida : Yogyakarta. Chittik, C. WilHam, Februari 1991.,
"The Islamic Concept of Hu man Perfection," dalam The World & I,.
JPI Fakultas Tarbiyah UIl, Vol.3 TH.IIMei 1997
Said, W. Edward, 1978., Orientalism, New York: Pantheon.
Saridjo, Marwan, 1996., Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Ja karta : Amisco.
Shihab, Quraish, 1996., Wawasan Al-
Quran, Bandung: Mizan. Zaini, Syahminan, 1994., Mengenal Manusia Lezvat Al-Quran, Sura
baya : Bina Ilmu. DinSa5ramsudin, Republika,6/01/1997
43