PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur)
OLEH: MUHAMAD SANI MUHARAM SYAIFUL A14204061
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYRAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur)
OLEH: MUHAMAD SANI MUHARAM SYAIFUL A14204061
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYRAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MUHAMAD SANI MUHARAM SYAIFUL. PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS : Studi Kasus RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. (Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO) Setiap tahun jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Pada daerah perkotaan, pertambahan penduduk selain dari angka kelahiran tapi ditambah juga dengan angka urbanisasi. Salah satu dampak dari pertambahan ini antara lain adalah meningkatnya volume sampah. Hal ini selain disebabkan oleh, pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat, juga disebabkan oleh kendaraan pengangkut yang jumlah dan kondisinya kurang memadai, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan. Selama ini pengolahan sampah yang dilakukan dianggap hanya mengatasi masalah ini sementara. Kurangnya sarana dalam proses pengangkutan, serta tata cara penimbunan di Tempat Pembuangan Akhir yang hanya menggunakan sistem open dumping menjadi masalah dalam pengelolaan sampah dengan sistem ini. Dalam aspek kelembagaan, selama ini permasalahan pengelolaan sampah dianggap sebagai masalah pemerintah kota/daerah dan pihak swasta yang berkepentingan. Masyarakat hanya berperan pasif, yakni membayar iuran sampah. Ketiga elemen penting dalam modal sosial menjadi modal utama yang mendorong modal ekonomi dan teknologi pada warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ini, sehingga mereka dapat melakukan pengelolaan sampah domestik berbasis komunitas sesuai dengan aspek sosial dan ekonomi setempat. Oleh karena itu perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan modal sosial (kepercayaan, jaringan sosial dan norma-norma sosial) dan modal ekonomi yang dimiliki warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas? 2. Apa dan bagaimana warga RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas mengaplikasikan teknologi pengelolaan sampah dengan mempertimbangkan konteks sosial ekonomi setempat? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan strategi yang digunakan adalah studi kasus. Strategi studi kasus yang digunakan adalah studi kasus instrumental. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, yaitu RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan bulan Juni 2008. Sejarah dibentuknya Kelompok Winarsih adalah munculnya keinginan warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Upaya melakukan pengelolaan lingkungan juga merupakan salah satu program kerja yang dipilih untuk dilakukan oleh Ketua RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Hasilnya dipilih upaya melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Pengurus utama dalam Kelompok Winarsih adalah isteri dari Ketua RT, dengan dibantu oleh sejumlah pengurus lainnya, yang bekerja sebagai penggerak, koordinator, dan lainnya. Kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Winarsih dibagi menjadi dua, yaitu: penghijauan dan pengolahan sampah, seperti melakukan pengolahan sampah
organik dan non-organik, pembuatan kompos, pembibitan tanaman dan penanaman di rumah warga, dan lainnya. Pengomposan dilakukan oleh warga secara aerob dengan media komposter yang terbuat dari bak atau dirigen. Komposter diletakan di rumah tiap ketua kelompok kecil, agar mudah dikelola dan dimanfaatkan oleh anggotanya. Warga terlebih dahulu memilah dan mencacah sampah organiknya untuk kemudian dimasukkan ke komposter. Hasil komposnya bisa langsung dimanfaatkan oleh warga. Sampah non-organik dilakukan daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan. Sampah non-organik yang diolah oleh warga baru sampah plastik kemasan. Sampah didaur ulang menjadi kerajinan tangan seperti tas. Hasilnya dijual, dan uang hasil penjualan untuk pengrajin yang bekerja. Bank sampah dibuat oleh warga untuk penampungan dan pemilahan sampah yang dikumpulkan dari warga RT 05/ RW 08. Bank sampah juga menjadi pusat warga dalam melakukan pengolahan sampah dan penghijauan di lingkungannya. Kejujuran dan transparan merupakan prinsip yang dipegang warga dalam menjaga rasa kepercayaan dan kekompakan antar warga dalam melakukan pengolahan sampah. Warga juga memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai dengan melakukan pengelolaan lingkungan. Mereka tidak hanya menginginkan lingkungan yang bersih, tapi berharap mereka mampu belajar untuk menjadi aktor yang berperan dalam membersihkan lingkungan mereka. Warga juga menjaga solidaritas agar dapat menjaga kerja sama yang dilakukan. Jaringan warga dalam melakukan pengolahan sampah terdiri dari jaringan antar warga dan jaringan dengan pihak luar. Jaringan antar warga bersifat informal dan berasaskan kekeluargaan, pertetanggan dan pertemanan. Jaringan dengan pihak luar yakni, pemulung dan PT. Unilever bersifat campuran, baik formal maupun informal, dengan basis kerja sama dan fasilitasi. Warga juga menjunjung nilai dan norma kebersihan dan kesehatan, yang merupakan salah satu alasan yang mendasari mereka melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas juga melakukan kontrol sosial. Kontrol sosial tersebut berupa upaya preventive dan dengan cara tanpa paksaan atau represive. Perolehan modal pada awal program pengolahan sampah dan penghijauan untuk lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas berasal dari ”kantong” warga sendiri. Modal diperoleh secara suka rela tanpa ada batasan terendah atau terkecil. Baru setelah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas memenangkan berbagai lomba termasuk JGC 2007 mereka mendapatkan modal tambahan untuk melakukan program pengolahan sampah. Modal tersebut berasal dari uang hasil menang lomba.
PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur)
OLEH: MUHAMAD SANI MUHARAM SYAIFUL A14204061
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa
: Muhamad Sani Muharam Syaiful
Nomor Pokok
: A14204061
Judul
: Pengelolaan Sampah Domestik Berbasis Komunitas (Studi Kasus: RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Doses Pembimbing
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP : 130934005
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH
Bogor, Juli 2008
Muhamad Sani Muharam Syaiful A14204061
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 September 1986 di Jakarta, Ibukota Negara Indonesia. Penulis merupakan putra dari pasangan Syaiful Rusdi Djawana dan Heni Herawati sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Mandalahayu Bekasi Timur pada tahun 1998 dan SLTP Negeri 5 Bogor pada tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2004. Kegiatan yang pernah diikuti oleh penulis di IPB adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) sebagai staf Departemen Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) pada tahun 2005-2006. Penulis juga tergabung di Sahabat Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) sebagai staf Departemen Informasi dan Komunikasi (INFOKOM) pada tahun 2006 dan fasilitator Tim Outbound Sparrow Hawk. Kemudian ketika di semester gasal tahun 2007 penulis bergabung dalam Tim Asisten Mata Kuliah Sosiologi Umum Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB-IPB). Pada semester yang sama penulis juga tergabung dalam Tim Asisten Mata Kuliah Komunikasi Bisnis Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga tergabung dalam Staf Koran Kampus IPB sebagai reporter, pada tahun 2007 hingga 2008.
UCAPAN TERIMA KASIH Allhamdullillahirabbil’alamiin, penulis ucapkan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, kemudahan, kesempatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan seluruh proses pengerjaan skripsi ini hingga selesai. Penulis ingin mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya dengan tulus kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan mendorong penulis untuk menyelesaikan Studi Pustaka ini, khususnya kepada: 1. Ibunda tercinta, dr. Heni Herawati, atas dorongan, doa, restu, kesabaran dan “pelajaran” yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir Soeryo Adiwibowo, MS, selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam berfikir, bimbingan, masukan, saran dan semangat
serta
pengertiaannya
atas
kekurangan
penulis
dalam
menyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS, selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi. 4. Ir. Dwi Sadono MS, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan dalam ujian skripsi. 5. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS, atas bimbingan dan masukannya selama menjadi Pembimbing Akademik penulis. 6. Cinta, Bang Keke, Bang Ninu, atas dorongan, bantuan dan pengertian yang diberikan kepada penulis selama menulis skripsi dan menuntut ilmu di IPB.
7. Keluarga besar H. Abdul Kirom dan Hj. Siti Salha, Pak’dhe, Bu’dhe, Tante, Om, Uwa dan sepupu-sepupu, atas dorongan dan semangat yang diberikan agar penulis cepat lulus. 8. Rubyani Indrawan Putri, SP, atas kesabaran dalam membantu, mendorong dan memberikan solusi yang diberikan selama mengerjakan skripsi. 9. Seluruh Kelompok Winarsih, Ibu Win, Bapak Surachmat, atas waktu yang disediakan dan bantuan yang diberikan kepada peneliti ketika meneliti di lokasi penelitian. 10. Mbak Niken, Mbak Hana, Mbak Rina dan Mbak Rahma, atas bantuan informasi literatur yang diberikan kepada penulis ketika mengerjakan Studi Pustaka dan Skripsi. 11. Teman-teman KPM angkatan 41, Nani, Leo, Arta, Eno, Pangkaw, Tyas, Upie, Gita, Bayu, Munir, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satupersatu. Terima kasih atas semangat, ilmu, bantuan dan humor yang telah diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di IPB. 12. DR Crew Yudi (Nceq), Adi (Bul), Mira, Yunda, Oline, terima kasih untuk sharing tawa, ilmu, makanan, tempat tinggal dan lainnya selama mengerjakan skripsi dan “mencari” ilmu di IPB.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta rasa syukur allhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah, hanya karena-Nya lah penulis mendapatkan kemudahan dan ijin untuk menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas ini. Tugas ini sebagai persyaratan kelulusan di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini membahas mengenai pengelolaan sampah berbasis komunitas yang dilakukan oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Penulis berusaha mencari tahu mengenai peranan modal sosial yang dimiliki warga, dalam mendorong timbulnya modal ekonomi dan teknologi pengelolaan sampah. Pengaplikasian teknologi pengelolaan sampah oleh masyarakat juga menjadi salah satu fokus dalam penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya, bagi yang membantu pengerjaannya dan bagi peneliti sendiri.
Bogor, Juli 2008
Penulis
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
Halaman xv xvi xvii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian
1 1 5 6 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Warga Komunitas 2.2 Modal Sosial 2.3 Dimensi dan Tiga Pilar Utama Modal Sosial 2.4 Modal Ekonomi 2.5 Karakteristik Sampah Domestik 2.6 Teknologi Pengelolaan Sampah 2.7 Kerangka Pemikiran 2.8 Hipotesis Pengarah
8 8 8 11 15 15 19 25 25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.5 Teknik Analisis Data dan Penyajian Data
27 27 28 29 32
BAB IV
PROFIL SOSIAL-EKONOMI DAN EKOLOGI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas 4.2 Demografi 4.3 Kondisi Sosial Ekonomi 4.4 Kondisi Lingkungan Hidup 4.5 Ikhtisar
34 35 35 38 39
BAB V
KELOMPOK WINARSIH 5.1 Sejarah Berdirinya 5.2 Profil Anggota dan Pengurus 5.3 Jenis Kegiatan dan Perkembangannya 5.4 Ikhtisar
41 41 42 44 47
BAB VI
PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS 6.1 Timbulan Sampah Domestik
49 49
34
xiv
BAB VII
6.2 Pengelolaan Sampah Domestik 6.2.1 Pengelolaan Sampah Organik 6.2.2 Pengelolaan Sampah Non-Organik 6.2.3 Bank Sampah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas 6.2.4 Keberlanjutan Model Pengelolaan Sampah 6.3 Modal Sosial 6.3.1 Kepercayaan (trust) 6.3.2 Solidaritas 6.3.3 Kerja Sama 6.3.4 Jaring Sosial (Social Networking) 6.3.5 Norma-Norma Sosial (Social Norms) 6.4 Modal Ekonomi 6.4.1 Perolehan Modal 6.4.2 Alokasi dan Distribusi Manfaat Ekonomi Sampah 6.5 Ikhtisar
50 53 61
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran
94 94 96
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
66 68 71 71 75 78 79 83 89 89 90 91
98 103
xv
DAFTAR TABEL No
Halaman Teks
Tabel 1.
Dua unsur Komplemen Modal Sosial
9
Tabel 2.
Tingkatan Norma Berdasarkan Sanksi Atas Pelanggarnya
14
Perincian Jumlah RT berdasarkan RW di Kelurahan Ciracas, 2008
34
Jumlah Penduduk Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan di Kelurahan Ciracas, 2008
36
Mata Pencaharian Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan Jumlahnya, 2008
36
Jumlah Sarana Kebersihan Menurut Tong Sampah, Gerobak, Petugas Kebersihan dan LPS, per RW di Kelurahan Ciracas per RW, 2008
39
Daftar Nama Pengurus Kelompok Kecil di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan Jumlah Anggota Kelompok
43
Program Pendidikan Lingkungan di RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas Jakarta Timur
46
Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Lampiran Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11.
Panduan Pertanyaan Berdasarkan Permasalahan Penelitian
102
Objek Pengamatan Berdasarkan Aspek Penelitian Yang Dikaji
105
Masalah Penelitian, Data Yang diperlukan, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian
106
xvi
DAFTAR GAMBAR No
Halaman Teks
Gambar 1.
Penggolongan Sampah Menurut Apriadji (1989)
16
Gambar 2.
Kerangka Pemikiran Penelitian
26
Gambar 3.
Proses Pengelolaan Sampah Domestik di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
52
Lampiran Gambar 4.
Peta D.K.I. Jakarta. Skala 1:330.000
109
Gambar 5.
Peta RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur. Skala 1:12.500
109
Komposter Aerob Yang Dipakai Apabila Ada Lahan Untuk Penyerapan
110
Komposter Aerob Yang Dipakai Apabila Tidak Ada Lahan Untuk Penyerapan
110
Gambar 8.
Foto Lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
111
Gambar 9.
Foto Kerajinan Tangan Dari Daur Ulang Sampah Plastik Kelompok Winarsih
112
Gambar 10.
Foto Sarana Pengomposan di Kelompok Winarsih
113
Gambar 11.
Foto Bank Sampah di Kelompok Winarsih
114
Gambar 6. Gambar 7.
xvii
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman Teks
Lampiran 1.
Panduan Pertanyaan
102
Lampiran 2.
Panduan Pengamatan di Lapangan
105
Lampiran 3.
Teknik Pengumpulan data
106
Lampiran 4.
Contoh Catatan Harian Peneliti
108
Lampiran 5. Peta Lokasi RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas Jakarta Timur
109
Lampiran 6.
Gambar Media Komposter Aerob
110
Lampiran 7.
Foto Lokasi Penelitian
111
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap tahun jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Pada daerah perkotaan, pertambahan penduduk selain dari angka kelahiran tapi ditambah juga oleh angka urbanisasi. Angka pertambahan penduduk di Indonesia saat ini sekitar 6,6 juta jiwa atau 1,3 persen pertahun. Dengan laju pertumbuhan penduduk berkisar dalam angka tersebut, diprediksikan pada tahun 2015 total penduduk Indonesia berjumlah 270 juta jiwa (Grehenson, 2008). Salah satu dampak pasti dari pertambahan ini antara lain adalah meningkatnya volume sampah. Berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 384 kota menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 persen, yang dibakar sebesar 37,6 persen, yang dibuang ke sungai 4,9 persen dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen. Hal ini selain disebabkan oleh, pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat, juga disebabkan oleh kendaraan pengangkut yang jumlah dan kondisinya kurang memadai, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan. Banyaknya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat 1 .
1
Djajawinata, Dawin T, dan Arianto Wibowo. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu.www.kkppi.go.id/papbook/Penanganan%20sampah%20perkotaan%20terpadu.pdf. diakses tanggal 28 Agustus 2007
2
Permasalahan sampah ini bisa dilihat dari tiga aspek, pertama adalah aspek teknik, dimana sistem pengelolaan sampah yang terdiri dari penampungan sampah (refusal storage)-pengumpulan sampah (refusal collecrion)-pembuangan sampah (refusal disposal) yang selama ini dilakukan dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah 2 . Kurangnya sarana dalam proses pengangkutan, serta tata cara penimbunan di Tempat Pembuangan Akhir yang hanya menggunakan sistem open dumping menjadi masalah dalam pengelolaan sampah dengan sistem ini. Kedua adalah aspek kelembagaan, selama ini permasalahan pengelolaan sampah dianggap sebagai masalah pemerintah kota/daerah dan pihak swasta yang berkepentingan. Masyarakat hanya berperan pasif, yakni hanya membayar iuran sampah. Ketiga adalah masalah keuangan dan manajemen dalam pengelolaan sampah. Diperlukannya perbaikan dalan sistem pengelolaan sampah adalah untuk menangani permasalahan sampah perkotaan ini, sehingga penanganannya tidak hanya mengumpulkan dan menimbun namun mampu mengelola dan mengurangi sampah secara berkelanjutan (Krisnandar, Dadan. 2007). Salah satu penyelesaian yang paling baik lainnya adalah lewat pendekatan teknososial. Masalah lingkungan tidak mungkin terpecahkan lewat teknologi semata, tapi yang lebih penting adalah pengorganisasian masyarakat. Bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menangani masalah lingkungan, itu yang harus dibangkitkan. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1997, tentang pengelolaan lingkungan hidup bab 3 pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”, dan ayat 3 “setiap
2
Ibid.
3
orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kemudian pasal 7 ayat 1 “masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluasluasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup”. Warga Kelurahan Ciracas RT 05/ RW 08 merupakan salah satu dari sebagian kecil kelompok masyarakat yang melakukan pengelolaan sampah secara swadaya dan berbasis komunitas. Hal ini didorong oleh kondisi lingkungan Kelurahan Ciracas yang dulunya sangat kumuh dengan jumlah penduduk yang sangat padat dan tidak seimbang dengan luas wilayah. Apabila hujan turun sebagian rumah warga kebanjiran terutama rumah yang berada di sekitar saluran air/got, karena saluran ini tersumbat. Kondisi ini diperparah dengan polusi di tempat pembuangan sampah dan asap hasil pembakarannya 3 . Hal tersebut mendorong warganya untuk melakukan gerakan Lingkungan Bersih, Sehat dan Hijau (LBSH). Hasil dari kegiatan dapat dilihat dari keadaan lingkungan dan warga Kelurahan Ciracas sekarang. Jumlah sampah yang masuk di bank sampah rata-rata 113.4 kg/per bulan terdiri dari sampah organik 75,6 kg/per hari dan sampah non-organik 37,8 kg/per hari. Terletak di bank sampah tersedia dua komposter, satu komposter menghasilkan 180 kg kompos dalam waktu dua bulan. Sampah anorganik yang keluar dari bank sampah setiap bulan telah menghasilkan berbagai jenis barang kerajinan diantaranya tas, topi, dompet, imitasi kulit durian, dan lain-lain.
3
http://gtps.ampl.or.id/index.php?option=com_comprofiler&task=userProfile&user=96 diakses tanggal 10 Maret 2008
4
Usaha Kelompok Winarsih (kelompok bentukan warga Kelurahan Ciracas dalam melakukan kegiatan lingkungan) membuahkan hasil berupa penghargaan dan menang di beberapa lomba bertemakan penyelamatan lingkungan 4 . Menurut Bourdieu (1983) dikutip Harmita (2006) modal dapat dibagi menjadi modal ekonomi, sosial dan kultural. Dalam sebuah usaha pengelolaan sampah berbasis masyarakat, modal ekonomi, modal sosial dan teknologi memiliki peranan yang sama penting dalam menunjang pelaksanaannya. Putnam (1993) dikutip Siregar (2004) merinci lebih jauh modal sosial sebagai seperangkat nilai-nilai, norma-norma, dan kepercayaan yang mempermudah masyarakat berkerja sama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Pada warga Kelurahan Ciracas, kerja sama dan solidaritas antar warga merupakan salah satu kunci keberhasilan mereka selama ini 5 . Selain itu saling berbagi informasi antar warga serta ide-ide kreatif dan inovasi-inovasi warganya juga merupakan faktor pendukung yang mendorong mereka. Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial memiliki pengaruh yang sangat menentukan (Rusman, 2008). Suatu komunitas yang memilki modal sosial rendah hampir dapat dipastikan kualitas pembangunan manusianya akan jauh tertinggal. Beberapa dimensi yang sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuannya untuk menyelesaikan berbagai problem kolektif, mendorong roda perubahan yang cepat di tengah masyarakat memperluas kesadaran bersama bahwa banyak jalan yang bisa dilakukan oleh setiap anggota kelompok untuk memperbaiki nasib secara bersama-sama, memperbaiki mutu kehidupan. Suatu kelompok masyarakat yang memilki modal sosial tinggi akan membuka 4 5
Ibid. Ibid.
5
menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Dalam masyarakat komunal seperti Indonesia, modal sosial menjadi salah satu alternatif pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Modal sosial memberikan pencerahan tentang makna kepercayaan, keberhasilan, kebersamaan, toleransi, dan partisipasi sebagai pilar pembangunan masyarakat, pilar demokrasi, dan good governance (Rusman, 2008). Namun dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas, kokohnya modal sosial ditambah modal ekonomi yang baik maka mampu mendukung teknologi yang digunakan dalam pengelolaan sampah.
1.2 Perumusan Masalah Putnam (1993) dan Coleman (1990) dikutip oleh Harmita (2006) menyatakan, bagi masyarakat, kepercayaan adalah aset/modal penting yang dikonseptualisasikan sebagai bagian pusat dari modal sosial. Modal sosial mempunyai tiga pilar utama yaitu: Trust (kepercayaan); Social networking (jaringan sosial); Social norms (norma sosial). Ketiganya menjadi modal utama yang mendorong modal ekonomi dan teknologi pada warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ini, sehingga mereka dapat melakukan pengelolaan sampah domestik berbasis komunitas sesuai dengan aspek sosial dan ekonomi setempat. Kekuatan modal sosial yang dimiliki warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ini menjadikannya berbeda dengan sebagian besar masyarakat lainnya, dimana warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas mampu melakukan pengelolaan sampah dan penghijauan secara swadaya serta berbasis komunitas. Hal ini menjadi menarik diteliti, oleh karena itu perumusan masalah yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
6
1.
Bagaimana peranan modal sosial (kepercayaan, jaringan sosial dan norma-norma sosial) dan modal ekonomi yang dimiliki warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas?
2.
Apa dan bagaimana warga RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas mengaplikasikan
teknologi
pengelolaan
sampah
dengan
mempertimbangkan konteks sosial ekonomi setempat?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis peranan modal sosial (kepercayaan, jaringan sosial dan norma-norma sosial) dan modal ekonomi yang dimiliki warga RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas. 2. Menganalisis pengaplikasian teknologi pengelolaan sampah yang dipilih warga Kampung Ciracas sesuai dengan konteks sosial ekonomi setempat.
1.4 Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, terdapat beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu: 1. Dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji permasalahan terkait dengan isu-isu pengelolaan sampah berbasis komunitas. 2. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi LSM, Pemerintahan Daerah, Pemerintah tingkat Kota, Kabupaten, dan Kecamatan serta berbagai
7
lembaga yang berwenang dalam mengambil keputusan terkait dengan pengelolaan sampah. 3. Menambah khasanah pengetahuan tentang peran modal sosial dalam mendukung pengelolaan sampah berbasis komunitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Warga Komunitas Komunitas adalah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of common interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai territorial (Nasdian, 2003). Istilah masyarakat setempat (community) menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu, di mana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota, dibandingkan dengan interaksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya (Soekanto, 1982). Dasar-dasar dari komunitas adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut (Soemardjan, 1962 dikutip Nasdian, 2003). Unsur-unsur perasaan semasyarakat tersebut (community sentiment) menurut Nasdian, 2003, antara lain: (1) Seperasaan; (2) Sepenanggungan; (3) Saling memerlukan. Pada suatu komunitas aktivitas anggotanya dicirikan dengan partisipasi dan keterlibatan langsung anggota komunitas dalam kegiatan tersebut (Nasdian, 2003).
2.2 Modal Sosial Bourdieu (1983) dikutip Harmita (2006) membagi modal menjadi modal ekonomi, sosial dan kultural. Modal sosial direpresentasikan dalam bentuk
9
keuntungan yang diperoleh dari proses pertukaran pengetahuan dan “kenalan” dalam jaringan. Istilah modal sosial menurut pustaka sudah dikenal sebelum 1950, tetapi baru 20 tahun yang lalu menjadi perhatian akademisi dan pekerja lapang yang memikirkan dan menangani proyek pengentasan kemiskinan (Tjondronegoro, 2005). Secara umum modal sosial oleh Grootaert dkk. (2002) dikutip Tjondronegoro (2005), didefinisikan: “As the institution, relationship, attitudes, and value contribute to economic and social development”. Tetapi definisi tersebut masih dapat dipecah dua lagi seperti dilakukan oleh N. Uphoff (2000) dikutip Tjondronegoro (2005), yakni: 1. Structural Social Capital: Jaringan, pengelompokan yang strukturnya tampak kasat mata, perkumpulan, lembaga beserta peraturan dan prosedur dapat dipahami. 2. Cognitive Social Capital, lebih subjektif dan nyata, seperti sikap, norma berprilaku,
nilai-nilai,
kepercayaan
dan
perlakuan
timbal
balik
(reciprocity). Uphoff (1999) dikutip Siregar (1994) juga mengemukakan
Unsur
Komplemen dalam modal sosial berdasarkan cirinya, seperti dalam tabel. 1. Tabel 1. Dua Unsur Komplemen Modal Sosial dan Cirinya Ciri Sumber-sumber dan Manifestasi
Struktural - Peran dan aturan - Jaringan dan hubungan interpersonal - Prosedur dan preseden - Organisasi sosial - Hubungan vertikal - Hubungan horizontal
Kognitif - Norma-norma - Nilai-nilai - Sikap-sikap - Keyakinan Ranah - Budaya sipil Faktor-faktor - Kepercayaan, dinamik Solidaritas - Kerja sama, keramahan Elemen-elemen Harapan-harapan yang mendorong tingkah laku kerja dimana prosedurumum prosedur bersifat saling menguntungkan SUMBER: Uphoff (1999) dikutip Siregar (2004)
10
Putnam (1993) dikutip Siregar (2004) merinci lebih jauh modal sosial sebagai
seperangkat
nilai-nilai,
norma-norma,
dan
kepercayaan
yang
mempermudah masyarakat berkerja sama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Selanjutnya menurut Fedderke et.al. (1999) dikutip Alfiasari (2004) ada beberapa karakteristik dari modal sosial, yaitu: 1. Adanya kewajiban dan harapan. Ini dimaksudkan bahwa dalam modal sosial yang dibangun dari kepercayaan, jaringan dan norma sosial masingmasing individu mempunyai kewajiban dan harapan dalam melakukan tindakan sosialnya. 2. Adanya informasi potensial yang terjalin melalui hubungan sosial yang sifatnya informal yang dapat menyimpan dan menyampaikan informasi. 3. Norma-norma dan sanksi yang efektif. 4. Hubungan kekuasaan. 5. Kesamaan organisasi sosial. Organisasi sosial terbentuk dari tujuan yang spesifik dimana terjadi proses pencapaian tujuan dan di dalamnya terdapat mekanisme organisasi yang cukup luas skalanya dalam usaha pencapaian tujuannya. 6. Kesengajaan dalam membentuk organisasi. Hal ini terkait khususnya pada usaha untuk mengurangi biaya-biaya transaksi sosial.
11
2.2 Dimensi dan Tiga Pilar Utama Modal Sosial Modal sosial memiliki empat dimensi. Pertama adalah integrasi (integration), yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga, dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Kedua adalah pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal. Contohnya adalah jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic associations) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama. Ketiga adalah integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat adalah sinergi (sinergy), yaitu relasi antar pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (Nasdian, 2003). Putnam (1993) dan Coleman (1990) dikutip oleh Harmita (2006) menyatakan bahwa syarat paling penting dalam modal sosial untuk akumulasi dan demokrasi dalam pekerjaan adalah norma (dalam pertukaran) dan jaringan dalam masyarakat. Bagi masyarakat, kepercayaan adalah aset/modal penting yang dikonseptualisasikan sebagai bagian pusat dari modal sosial. Modal sosial mempunyai tiga pilar utama yaitu : 1.
Trust (kepercayaan)
Trust atau kepercayaan bagi sebagian analis sosial disebut sebagai bagian tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi “ruh” dari modal sosial (Dharmawan, 2002 dikutip Ariyanti, 2008). Selain itu, menurut Uphoff (2000) dikutip Arianti (2008) dua komponen lagi dalam modal sosial, yaitu
12
a. Solidaritas, terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersamasama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain akan melaksanakannya. b. Kerjasama, terdapat norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri-sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama dan keyakinan bahwa kerjasama akan lebih menguntungkan dan menguntungkan. Modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang mendorong adanya koordinasi dan komunikasi. Koordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan mempengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai keuntungan kolektif juga. Trust melandasi modal sosial dalam terbangunnya ikatan sosial dalam masyarakat. 2.
Social Networking (jaringan sosial)
Jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial (Calchoun, 1994 dikutip Alfiasari 2004). Jaringan sosial menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait secara langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu yang memfokuskan pada pertukaran informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama dan pengertian bersama. Jaringan sosial dilihat dengan menggunakan beberapa ukuran berkaitan dengan modal sosial (Stone dan Hughes, 2002 dikutip Alfiasari, 2004), yaitu :
13
a. Bentuk dan luas (size and extensiveness), misalnya mengenai jumlah hubungan informal yang terdapat dalam sebuah interaksi sosial, jumlah tetangga mengetahui hubungan pribadi seseorang dalam sebuah sistem sosial dan jumlah kontak kerja. b. Kerapatan dan ketertutupan (density and closure), misalnya dengan seberapa besar sesama anggota keluarga saling mengetahui teman-teman dekatnya, diantara teman saling mengetahui satu sama lainnya, masyarakat setempat saling mengetahui satu sama lainnya. c. Keragaman (diversity), misalnya dari pencampuran budaya dalam wilayah setempat. 3.
Social Norms (Norma-norma Sosial)
Modal sosial memiliki bentuk berupa norma-norma dan sanksi-sanksi (Stighlt, 1999 dikutip oleh Siregar, 2004). Norma masyarakat merupakan elemen penting untuk menjaga agar hubungan sosial dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dapat terlaksana sesuai dengan yang digarapkan (Soekanto, 1982). Meski norma kadang-kadang juga rapuh, hal itu juga modal sosial. Norma-norma dalam suatu komunitas memberi dukungan dan menyediakan imbalan yang efektif untuk mencapai sesuatu tujuan. Norma memberi rujukan bagi kolektifitas yang membuat seseorang terdorong sendiri dan bertindak dalam kolektifitas itu. Norma dalam hal ini ditegakkan melalui dukungan, status, dan imbalan lainnya, sehingga aktor-aktor bekerja untuk kepentingan umum. Meski demikian norma sosial tidak hanya memberi pengarahan bagi tindakan sosial tertentu, tetapi bisa menghambat yang lainnya (Coleman, 1988 dikutip oleh Siregar, 2004).
14
Secara konseptual ada empat tingkatan norma, dari yang terlemah sampai yang terkuat sanksinya, yaitu: cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakukan (mores), dan adat (customs) 1 . Tabel 2. Tingkatan Norma Berdasarkan Sanksi Atas Pelanggarnya Tingkatan Norma
Sanksi Moral
Masyarakat
Cara (usage)
Tidak pantas
Dianggap janggal
Kebiasaan (folkways)
Malu
Dicela
Tata-kelakuan (mores)
Bersalah
Dihukum
Adat (Customs)
Berdosa
Dikeluarkan
SUMBER: Tim Editor Sosiologi Umum Intitut Pertanian Bogor, 2003
Kontrol sosial (social control) terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat 2 . Suatu sistem kontrol sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan. Berdasarkan sifatnya kontrol sosial dapat berupa upaya-upaya preventive atau represive, atau keduanya 3 . Upaya preventive merupakan pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan, dan usaha represive bertujuan mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Suatu proses kontrol sosial dapat dilaksanakan dengan pelbagai
cara,
tanpa
kekerasan/paksaan
(persuasive)
ataupun
dengan
kekerasan/paksaan (coersive).
1
Tim Editor Sosiologi Umum Institut Pertanian Bogor. 2003. Sosiologi Umum. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
2 3
Ibid. Ibid.
15
2.3 Modal Ekonomi Modal atau modal ekonomi dalam dunia ekonomi adalah barang yang memiliki masa pakai dan bisa digunakan sebagai faktor produksi 4 , contohnya adalah peralatan atau bangunan. Modal ekonomi juga dapat berbentuk uang. Modal ekonomi dalam pengelolaan sampah oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas diperoleh dari iuran-iuran warga yang membutuhkan jasa pengelolaan sampah ataupun sumbangan sarana prasarana pendukung pengelolaan sampah dari warga seperti gerobak sampah, bak sampah dan lain-lain.
2.5 Karakteristik Sampah Domestik Menurut Hadiwiyoto (1983), bahwa sampah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologis. Slamet (1996) juga menambahkan, sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Bedasarkan sifat fisik dan kimianya, sampah terdiri dari sampah yang mudah membusuk (garbage), sampah yang tidak mudah membusuk (refuse), sampah berupa debu, dan sampah yang berbahaya bagi kesehatan (B3). Dibandingkan dengan sampah jenis garbage dan refuse, sampah berbahaya yang tergolong Bahan Beracun dan Berbahaya mengharuskan penanganan yang ekstra hati-hati. Hal ini dikarenakan, baik secara jumlah, konsentrasi, sifat kimia, fisika
4
http://en.wikipedia.org/wiki/Capital_(economics) diakses tanggal 16 Maret 2008
16
dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas atau menyebabkan penyakit yang non-reversibel ataupun reversibel. Apriadji (1989), mendefinisikan sampah sebagai zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah
tangga
maupun
pabrik
sebagai
sisa
proses
industri.
Apriadji
menggolongkan sampah ke dalam empat kelompok (Gambar 1.), yaitu meliputi: 1. Human Excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (feces) dan air kencing (urine). 2. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumahtangga. 3. Refuse, merupakan bahan sisa proses produksi atau hasil sampingan kegiatan rumahtangga. Refuse inilah yang biasa sehari-hari kita sebut sampah. 4. Industrial waste, merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri.
Gambar 1. Penggolongan Sampah Menurut Apriadji (1989) Sampah (waste)
Sewage
Human Excreta
Refuse
Rubbish Tak mudah lapuk Tak terbakar SUMBER: Apriadji, 1998.
Bisa terbakar
Industrial waste Garbage
Tak lapuk
17
Sampah atau refuse sendiri bisa dikelompokan ke dalam: 1. Sampah lapuk (garbage), contoh sisa sayur, kulit buah dan lain-lain. 2. Sampah tidak lapuk dan sampah tidak mudah lapuk (rubbish) Sampah golongan ini dibedakan lagi menjadi 2 jenis. Pertama adalah sampah tidak lapuk, yakni sampah yang tidak akan pernah lapuk secara alami, contoh plastik. Golongan kedua adalah sampah tidak mudah lapuk. Sampah tidak mudah lapuk kemudian bisa dibedakan lagi atas sampah tidak mudah lapuk yang bisa terbakar, dan yang tidak bisa terbakar. Penggolongan sampah lainnya adalah menurut Hadiwiyoto (1983), dimana sampah digolongkan menjadi 7 kelompok berdasarkan kriteria masing-masing, yaitu: a. Berdasarkan asalnya sampah digolongkan menjadi sampah dari hasil kegiatan rumahtangga, sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik, sampah dari hasil kegiatan pertanian, sampah dari hasil kegiatan perdagangan, sampah dari hasil pembangunan dan sampah jalan raya b. Berdasarkan komposisinya sampah dibedakan menjadi sampah seragam dan sampah campuran. c. Berdasarkan bentuknya sampah dibedakan menjadi sampah padat, cair, dan gas. d. Berdasarkan lokasinya terdapat sampah dibedakan menjadi sampah kota dan sampah daerah.
18
e. Berdasarkan proses terjadinya sampah dibedakan menjadi sampah alami dan sampah non-alami. f. Berdasarkan sifatnya sampah dibedakan menjadi sampah organik dan sampah non organik. g. Berdasarkan jenisnya sampah dibedakan menjadi sampah makanan, sampah kebun, sampah kertas, sampah plastik, karet, kulit, sampah kain, sampah kayu, sampah logam, sampah gelas dan keramik, sampah berupa abu dan debu. Berdasarkan data tahun 1999/2000, untuk kota Jakarta komposisi sampah terbagi menjadi: (a) sampah organik (73,92%); (b) kertas (10,18%); (c) kayu (0,98%); (d) tekstil (1,57%); (e) karet dan kulit sintetis (0,55%); (f) plastik (7,86%); (g) besi (2,04%); (h) kaca (1,75%); (i) baterai (0,29) dan lainnya (0,36%), dengan produksi sebesar 25.824 m3/hari. Dari total produksi sampah tersebut hanya sekitar 21.876 m3/hari (84,68%) yang dapat dibawa ke pembuangan
akhir,
sisanya
tidak
terbawa
dan
tersebar
dimana-mana.
Penggolongan sampah belum banyak diketahui khalayak umum. Masyarakat biasanya hanya membedakan sampah menjadi sampah organik dan anorganik saja. Hal ini menghambat usaha untuk melakukan pemilahan sampah di tingkat domestik. Padahal proses ini merupakan awalan dari usaha pengelolaan sampah domestik yang baik. Secara kualitas dan kuantitas sampah dipengaruhi oleh berbagai faktor penting (Slamet, 1996) yaitu: (1) Jumlah penduduk, dimana jumlah sampah berbanding lurus dengan jumlah penduduk, (2) Keadaan sosial ekonomi, dimana meningkatnya daya beli masyarakat berarti meningkatkan potensi sampah, (3)
19
Kemajuan teknologi, penemuan sebuah teknologi dapat mengurangi atau menambah jumlah sampah.
2.6 Teknologi Pengelolaan Sampah Hadiwiyoto (1989) menyebut bahwa penanganan sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalahmasalah yang dalam kaitannya dengan lingkungan dapat ditimbulkan. Penanganan ini dilakukan oleh manusia secara sengaja. Manajemen pengelolaan sampah di kota besar seperti Jakarta masih berorientasi pada bagaimana membuat kota yang bersih dengan cara membersihkan produksi sampah sebesar 25.824 m3/hari. Kebijakan yang dilakukan Pemkot hanya mengatur bagaimana memindahkan sampah dari bak sampah sementara ke TPA, dimana hal ini bergantung pada banyaknya truk, gerobak dan petugas kebersihan. Tidak ada kebijakan dari pemerintah yang bersifat mensosialisasikan pemilahan sampah apalagi mengurangi volume sampah. Kalaupun ada hanya dengan melakukan pembakaran, inipun tidak dapat mengurangi jumlah timbunan sampah secara signifikan. Jumlah dan kapasitas TPA juga menjadi tumpuan pemerintah dalam menangani pertambahan volume sampah. Padahal selama ini pembukaan TPA baru justru sering kalau menimbulkan masalah, terutama yang sering terjadi adalah konflik dengan warga sekitar TPA baru yang akan dibuka. Selain itu, sering kali adanya sarana dan prasarana sampah menjadikan masyarakat terlalu bergantung, sehingga ketika tidak ada tempat membuang sampah, masyarakat akan membuang sembarang atau
20
ketika truk transport sampah tidak mengambil sampah, maka sampah akan menumpuk di TPS. Menurut beberapa ahli, penimbunan sampah yang biasa dilakukan di TPS atau TPA dalam beberapa waktu ke depan sudah tidak lagi relevan. Hal ini dikarenakan lahan kota yang sempit ditambah dengan pertambahan penduduk yang pesat. Solusi dari masalah tersebut adalah penanganan yang mampu mengolah sampah kembali. Menurut Apriadji (1980), dalam menangani sampah, banyak cara yang dapat dilakukan, seperti berikut: 1. Penimbunan tanah (land fill), sampah yang terkumpul dari rumah tangga dan pasar dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah, kemudian diratakan dan dipadatkan hingga ketinggian yang diinginkan. Cara ini yang masih dominan dilakukan di kota-kota Indonesia. 2. Penimbunan tanah secara sehat (sanitary land fill), sampah diperlakukan seperti cara land fill, namun setelah mencapai ketinggian yang diinginkan, permukaan atasnya segera ditimbun tanah minimal setebal 60 cm. Dibandingkan dengan teknik land fill, teknik ini dapat mengurangi dampak dari timbunan sampah seperti bau tak sedap. 3. Pembakaran sampah (incineration), teknik ini memerlukan pengawasan lebih, agar sampah yang dibakar tidak bersisa dan minim asap. 4. Penghancuran
(pulverisation),
sampah
dihancurleburkan
menjadi
potongan kecil sehingga lebih ringkas dan dapat dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah serta dibuang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran.
21
5. Pengomposan (composting), sampah kelompok rubbish disisihkan dan garbage dihancurleburkan sampai lumat agar proses pembusukan sampah (decomposition) oleh mikroorganisme berlangsung baik, ditimbun secara teratur dalam hamparan hingga membusuk sempurna, dikeringkan, kemudian digiling dan siap digunakan. 6. Makanan ternak (hogfeeding) memanfaatkan garbage. 7. Pemanfaatan ulang (recycling), untuk jenis sampah rubbish. 8. Pembuatan briket arang sampah dengan memanfaatkan sampah jenis rubbish. Departemen Kehutanan (2007) juga mengemukakan bahwa terdapat berbagai cara dalam mengelola sampah, yakni dengan: a.
Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya. Pada tahap ini dilakukan pemilahan sampah dan pembuatan tempat sampah khusus organik dan anorganik.
b.
Pemanfaatan kembali, yaitu; (1). Pemanfaatan sampah organik, seperti
composting
(pengomposan).
Sampah
yang
mudah
membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan
untuk
melestarikan
fungsi
kawasan
wisata.
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dari kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70 persen, dapat direduksi hingga mencapai 25 persen, (2) pemanfaatan sampah anorganik, dengan cara dijual langsung seperti botol plastik atau diolah terlebih dahulu menjadi kerajinan seperti ukiran kayu.
22
c.
Tempat pembuangan Sampah akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan jumlahnya mencapai ± 10 persen, harus dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya pengangkutan sampah, mengurangi luas lahan yang dibutuhkan tempat untuk lokasi TPS. Solusi serupa dikemukakan oleh Krinandar, Dadan (2007), yakni diperlukan penyelesaian masalah yang dilakukan secara sistematik dan terintegrasi dalam menangani masalah sampah di Indonesia, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dalam hal ini kita tidak hanya berpangku tangan pada pemerintah. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah: (1) Mengurangi timbunan sampah dengan konsep 3 R (reduce/mengurangi jumlah sampah, reuse/menggunakan
kembali
sampah
yang
masih
bisa
digunakan,
recycle/mendaur ulang sampah agar bisa dimanfaatkan kembali); (2) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha; (3) Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah seperti regionalisasi pengelolaan sampah khususnya kota-kota besar; (4) Pengembangan teknologi baru dan tepat guna yang masih terjangkau oleh masyarakat dan dunia usaha; (5) Perbaikan struktur kelembagaan dan peningkatan profesionalisme pengelola sampah; (6) Peningkatan kampanye hidup bersih dan sehat. Berkaitan dengan langkah pertama di atas, diperlukan upaya dalam mengelola sampah agar tidak lagi menjadi sampah. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang konsep 3 R tersebut. Hal ini diperlukan agar masyarakat dilibatkan dalam penanganan sampah dimulai dari sampah yang berasal dari rumah tangga mereka sendiri. Pembangunan berwawasan lingkungan harus
23
dilakukan dengan peran serta semua pihak. Keharusan berperan serta dari asas lingkungan hidup sebagai milik bersama (common property), yang berarti bahwa pemeliharaannya bukan hanya pemanfaatannya saja harus dilaksanakan bersama. Peningkatan peran masyarakat dalam menangani sampah menurut Djajadiningrat (1997), dapat
dilaksanakan melalui jalur sektor formal dan
informal. Pada sektor formal peran serta masyarakat tidak terlampau sulit. Peran serta masyarakat pada jalur formal dapat berbentuk; 1. Penyediaan sarana: Institusi pemerintah dan swasta dapat diikutsertakan dalam penyediaan sarana, seperti tempat sampah dan lainnya. 2. Pemilahan
limbah
rumah
tangga:
Limbah
dipisah
berdasarkan
kelompoknya. 3. Gerakan masyarakat peduli lingkungan: Melakukan berbagai gerakan peduli lingkungan seperti gerakan konsumen hijau, kerja bakti membersihkan lingkungan dan lainnya. 4. Gerakan lingkungan melalui RT/RW: Pengembangan upaya kebersihan lingkungan yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat. 5. Sistem insentif untuk gerakan kebersihan: Agar gairah berpartisipasi meningkat perlu dikembangkan insentif. Pemerintah dapat bekerja sama dengan ORMAS (KADIN, Asosiasi, Lembaga Masyarakat peduli lingkungan, dan Karang Taruna) untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perkotaan Sama seperti Krisnandar, Nezar (2007) juga mengajukan pendekatan 3R dalam menangani sampah dengan konsep zero waste, yang artinya sampah dikurangi hingga jumlah yang seminimal mungkin. Konsep ini juga menuntut
24
adanya peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah. Inti dari zero waste yang diajukan adalah pertama memisahkan limbah sampah organik dengan yang non-organik. Kemudian sampah organik diproses menjadi kompos, sedangkan yang non-organik dijadikan bahan daur ulang, misalnya plastik, kaleng, dan kertas. Sisanya dibakar di instalasi pembakaran menggunakan incinerator kemudian dibuang ke landfill. Dengan cara ini mampu mereduksi sampah menjadi 3,6 persen. Jika dari 100 ton sampah perkotaan diduga 80 persen sampah organik maka bisa dijadikan bahan baku kompos sekitar 20 ton. Sisanya 20 persen non-organik bisa didaur ulang menghasilkan 1 ton produk dan sisa proses 6 ton. Kemudian sisanya tersebut diolah menggunakan incinerator hingga tinggal 3,6 ton. Proyek ini juga membutuhkan pendekatan non-teknologi, misal aspek sosial dan budaya. Masalah sumberdaya, sangat sulit mencari tenaga kerja yang mau berurusan dengan sampah. Pendekatan budaya juga diperlukan, agar masyarakat menjadi disiplin terhadap sikap membuang sampah. Dukungan dari pemerintah berupa kebijakan juga diperlukan, salah satunya harus mendukung pemasaran hasil produksi kompos, yakni dengan merubah kebijakan pupuk nasional agar tidak berorientasi pada pupuk kimia (Nezar, 2007). Pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R yang dilakukan berbasis komunitas ini selain dapat mereduksi sampah sebanyak 3,6 persen, juga dapat mengurangi biaya transportasi truk sampah yang biasa digunakan untuk mengangkut sampah, mengurangi biaya perawatan dan kegiatan di TPA, dan mengurangi biaya penggunaan pupuk kimia dan menambah pendapatan jika mampu menjual pupuk organik yang dibuat. Namun yang perlu diperhatikan, dari
25
semua metode yang telah disebutkan di atas takkan tercapai jika tidak adanya upaya pemilahan sampah di tingkat rumah tangga itu sendiri. Kegiatan pemilahan sampah ini merupakan dasar dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Secara umum sampah di tingkat rumahtangga dipisahkan menjadi dua kelompok, sampah organik dan non-organik. Dewasa ini upaya pemilahan hanya dilakukan oleh pemulung, namun sampah yang dipisahkan sesuai keperluan pemulung itu sendiri.
2.7 Kerangka Pemikiran Pengelolaan sampah berbasis komunitas merupakan sinergi antara modal sosial (social capital), modal ekonomi (economy capital) dan teknologi pengelolaan sampah. Sinergi yang baik antara ketiganya dapat menjamin keberlangsungan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Ketiga faktor tersebut pada dasarnya dimiliki oleh setiap warga komunitas, namun dengan tingkat kesinergisan yang berbeda. Modal sosial memiliki tiga pilar utama, yakni: (1) Kepercayaan (trust); (2) Norma-norma Sosial (social norms); (3) Jaringan sosial (social network). Modal ekonomi dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas dapat berupa iuran uang atau alat-alat dan infrastruktur pengelolaan sampah yang dimiliki warga. Hubungan antara ketiganya seperti yang tergambar pada gambar 2.
26
2.8 Hipotesis Pengarah Modal sosial (Kepercayaan, jaringan sosial dan norma-norma sosial) yang dimiliki warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas merupakan faktor penghela atau pendorong timbulnya modal ekonomi dan teknologi pengelolaan sampah pilihan masyarakat setempat.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Trust (kepercayaan)
Social norms (norma sosial)
Social network (Jaringan sosial)
Social capital (Modal sosial)
Economy capital (Modal ekonomi)
Teknologi pengelolaan sampah Warga Komunitas
Pengelolaan sampah berbasis komunitas
Keterangan: Sinergi Mendukung
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan strategi yang digunakan adalah studi kasus, yang berusaha mengekplorasi untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk mengetahui kondisi tentang permasalahan penelitian yang didasarkan pada pemahaman serta pembentukan pemahaman yang diikat oleh teori terkait dan penafsiran peneliti. Strategi studi kasus yang digunakan adalah studi kasus instrumental, karena peneliti ingin mendalami dan memahami mengenai suatu kasus khusus, dalam hal ini adalah pengelolaan sampah domestik berbasis komunitas yang dilakukan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan data berupa data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati (Tailor dan Bogdan, 1984 dikutip Sitorus, 1998). Data kualitatif dapat dipilah kedalam tiga kategori yaitu (Patton, 1990 dikutip Sitorus, 1998) a.) Hasil
pengamatan:
uraian
(deskripsi
rinci
mengenai
situasi,
kejadian/peristiwa, orang-orang, interaksi, dan perilaku yang diamati secara langsung di lapangan;
28
b.) Hasil pembicaraan: kutipan langsung dari pernyataan orang-orang tentang pengalaman, sikap, keyakinan, pandangan/ pemikiran mereka dalam kesempatan wawancara mendalam;dan c.) Bahan tertulis: petikan atau keseluruhan bagian dari dokumen, suratmenyurat, rekaman dan kasus histories (sejarah) Namun, penelitian ini juga dilengkapi dengan data-data kuantitatif dengan tujuan memberikan gambaran secara kuantitatif mengenai modal sosial dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, yaitu RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini dipilih dengan cara browsing di internet kemudian dilakukan studi penjajagan, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas sudah melakukan pengelolaan sampah secara swadaya. (2) Warga RT 05/ RW 08 Ciracas telah mendapatkan pelatihan dan penyuluhan di bidang pengelolaan sampah dan penghijauan. (3) Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas mendapatkan banyak penghargaan di bidang lingkungan seperti pada tahun 2004 kelompok ini dianugerahi penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan, kemudian dari tahun 2003-2005 wilayah ini terpilih sebagai juara pertama Lomba RT, tingkat Kelurahan, Kecamatan Ciracas dan Provinsi Jakarta Timur dalam bidang kebersihan dan keindahan lingkungan. Tidak sampai disitu, warga RT ini juga berhasil meraih juara I Lomba Jakarta Green and Clean tahun 2007.
29
Penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2008 untuk melakukan penjajagan dan pengumpulan data. Penelitian kemudian dilanjutkan hingga bulan Juni 2008 untuk pengolahan data dan pembuatan draft skripsi
3.3 Teknik Pengumpulan Data Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, maka pengumpulan data di lapang dilakukan melalui wawancara mendalam (in-depth interviewing) kepada informan sebagai instrumen utama dan pengamatan (observation) terhadap kegiatan yang dilakukan warga dalam program pengolahan sampah sebagai instrumen pendukung, dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan panduan pengamatan (lihat lampiran 1 dan lampiran 2). Pemilihan
subjek
penelitian
lebih
kepada
keterwakilan
aspek
permasalahan bukan populasi. Subjek penelitian dipilih secara purposif dengan jumlah yang bergantung pada sumbangan pemahaman oleh subjek penelitian terhadap objek penelitian. Hal ini disebabkan peneliti ingin menggambarkan fakta mengenai peranan modal sosial pada kelompok masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Subjek penelitian ini adalah pengurus Kelompok Winarsih dan kelompok kecil di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Informan merupakan individu yang memberikan informasi mengenai pihak lain dan lingkungannya berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari dua data kualitatif, yakni:
30
1.
Hasil wawancara mendalam: kutipan langsung dari pernyataan orangorang tentang pengalaman. Wawancara dilakukan kepada informan secara individu dan kelompok, di rumah warga atau di tempat aktivitas pengolahan sampah (bank sampah, lokasi komposter dan tempat menjahit kerajinan tangan daur ulang). Informan terdiri dari, pejabat pemerintahan daerah terkait dan pihak pengelola yang terdiri dari kader dan stafnya, pilihan informan diperoleh menggunakan teknik bola salju, untuk informan kunci dipilih Ibu Winarsih selaku istri Ketua RT 05/RW 08, ketua Kelompok Winarsih dan entrepreneur lingkungan dari PT. Unilever. Kemudian diperoleh informan-informan lainnya dari referensi informan kunci. Hasilnya diperoleh informan sebanyak 11 orang termasuk Ibu Winarsih sendiri, yakni: Bapak Srchmt, Bapak Sksn, Ibu Mrtnm, Ibu Nng, Ibu En, Ibu Lksmtn, Ibu Mjt, Ibu Pr, Bapak Krd dan Bapak Mfl.
2.
Hasil pengamatan terbatas: uraian (deskripsi) rinci mengenai situasi, kejadian/peristiwa, orang-orang, interaksi, dan perilaku yang diamati secara langsung di lapangan. Pengamatan dilakukan di berbagai tempat, yakni: 1) Rumah Ibu Winarsih, sebagai pusat kegiatan daur ulang sampah. 2) Komposter tiap kelompok. 3) Bank sampah. kepada anggota kelompok kecil atau warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Subjek dari pengamatan yang dilakukan adalah warga atau anggota kelompok kecil Winarsih yang melakukan tugasnya dalam pengelolaan sampah. Subjek pengamatan dipilih satu orang dari tiap
31
kelompok kecil yang berjumlah sepuluh, sehingga diperoleh sepuluh individu sebagai subjek pengamatan. Dari hasil pengamatan berperan serta terbatas dan wawancara tersebut maka diperoleh catatan harian. Catatan harian atau catatan lapangan adalah instrumen utama yang melekat pada metode-metode pengumpulan data kualitatif (Contoh catatan kaki dapat dilihat pada lampiran 3). Catatan harian berisi data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara di lapangan, dalam bentuk uraian rinci maupun kutipan langsung (Sitorus, 1998). Catatan harian ditulis di lembar pedoman wawancara, beserta dengan pertanyaan perkembangan yang diajukan kepada informan. Peneliti juga melakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari laporan bulanan Kelurahan Ciracas dan data kependudukan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas untuk mengetahui gambaran umum di daerah penelitian, seperti keadaan lokasi (topografi), karakteristik masyarakat, sarana dan prasarana dan monografi. Data sekunder juga didapat dari artikel-artikel dan situs-situs di internet. Peneliti juga melakukan penelaahan pada literatur lain seperti buku teks yang berisi rujukan teori dan hasil penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian seperti artikel–artikel pengelolaan sampah berbasis komunitas dan pengolahan sampah terpadu, yang berasal dari internet. Teknik-teknik tersebut merupakan pengembangan teknik yang dilakukan di lapangan.
32
3.4 Teknik Analisis Data dan Penyajian Data Data-data yang didapat dari pengumpulan data yang dilakukan kemudian direduksi dimana reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Tujuan melakukan reduksi data oleh peneliti, yakni: 1) Menajamkan data yang kurang jelas, dengan melihat ke sumber data yang lain; 2)
Menggolongkan data sesuai dengan kebutuhan data dalam
menjawab perumusan masalah (lihat lampiran 4); 3) Mengarahkan data kepada perumusan masalah, serta bab dan sub-bab pada pembahasan; 4) Membuang data yang tidak perlu. 5) Mengorganisasikan data sedemikian rupa sesuai dengan perumusan masalah dan bab serta sub-bab di bagian pembahasan sehingga kesimpulan akhir dapat dibangun sesuai dengan perumusan masalah. Pereduksian data disesuaikan dengan kebutuhan data dalam menjawab perumusan masalah (lihat lampiran 4). Data tersebut kemudian dipetakan atau ditipologikan berdasarkan golongan-golongan tertentu. Kemudian disajikan dalam bab-bab serta sub-bab pada bagian pembahasan berupa teks naratif dan deskriptif yang menghubungkan antara modal sosial dan pengolahan sampah berbasis komunitas. Setelah penyajian data, dilakukan proses penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Penarikan kesimpulan terhadap sejumlah informasi dilakukan perlahan-lahan bersamaan dengan penyajian data. Selama proses ini berlangsung pengujian keabsahan data dengan memverifikasi keberadaan data tersebut. Setelah itu peneliti menganalisis data sekunder yang di dapat berdasarkan dari data laporan kependudukan RT dan laporan bulanan Kelurahan Ciracas untuk
33
bulan Februari 2008. Data sekunder juga diperoleh dari Website PT. Unilever dan Website Gugus Tugas Pengelolaan Sampah (GTPS).
BAB IV PROFIL SOSIAL-EKONOMI DAN EKOLOGI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas RT 05/ RW 08 merupakan salah satu dari 12 RT di RW 08 Kelurahan Ciracas (Peta lokasi penelitian dapat dilihat di lampiran 5) . Wilayah Kelurahan Ciracas terdiri dari 10 RW dan 136 RT dengan perincian dalam tabel 3.
Tabel 3. Jumlah RT Berdasarkan RW di Kelurahan Ciracas, 2008 No
Rukun Warga
Jumlah RT
No
Rukun Warga
Jumlah RT
1
01
12
6
01
12
2
02
13
7
02
16
3
03
15
8
03
12
4
04
16
9
04
15
5
05
9
10
05
15
SUMBER: Laporan Bulan Februari 2008 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur
Luas wilayah RT ini diperkirakan sekitar 8000 m2. Sebagian besar peruntukan tanah di RT ini digunakan untuk pemukiman penduduk dan sebagian kecil untuk fasilitas umum (lihat lampiran 1. Peta Lokasi RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas Jakarta Timur). RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas bertempat di Gang Reformasi yang merupakan percabangan dari Gang Rukem yang berada di pinggir Jalan Ciracas Raya. Aksesibilitas RT 05/ RW 08 tergolong baik. Pertama karena letaknya yang strategis, yakni di pinggir Jalan Ciracas Raya yang dilalui angkutan perkotaan nomor 14 merah. RW 08 Kelurahan Ciracas juga tepat di samping Jalan Bogor Raya, yang merupakan Jalan Negara yang menghubungkan Kota Bogor, Depok dan Jakarta. Jalan ini dilalui banyak angkutan
35 umum, dari mini bus sampai angkutan perkotaan. Kedua, RT 05/ RW 08 relatif dekat dengan fasilitas umum penting, seperti: (1) Rumah Sakit Harapan Bunda dan Rumah Sakit Pasar Rebo, (2) Terminal Kampung Rambutan, (3) Kepolisian Sektor Ciracas, (4) Pasar Jaya Ciracas, (5) Pemadam Kebakaran Pusdiklat.
4.2 Demografi Jumlah penduduk Kelurahan Ciracas Jakarta Timur sampai Bulan Februari 2008 adalah 42.000 jiwa, terdiri dari 21.138 laki-laki (50,33%) dan 20.862 perempuan (49,67%). Jumlah penduduk RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas sendiri, sampai dengan Bulan Februari 2008 adalah 416 jiwa, dimana terdiri dari 78 kepala keluarga tetap dan 48 kepala keluarga yang tidak tetap, total 126 Kepala Keluarga. Komposisi jenis kelamin terdiri dari 220 laki-laki (52,88 %) dan 196 perempuan (47,12 %). Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat di Tabel 4.
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Mayoritas warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas berpendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama. Hanya 15 orang yang lulus D3/S1. Mayoritas mata pencaharian warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah wiraswasta dan buruh kasar. Informasi lebih lanjut mengenai mata pencaharian warga RT 05/ RW 08 dapat dilihat pada tabel 5.
36 Tabel 4. Jumlah Penduduk menurut Umur, Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan di Kelurahan Ciracas, 2008. No
Kelompok
Persentase
Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
0-4
1.378
1.343
2.721
50,63
49,36
6,48
2
5-9
1.364
1.587
2.951
46,22
53,78
7,03
3
10-14
1.752
1.678
3.430
51,08
48,92
8,17
4
15-19
1.762
1.816
3.578
49,25
50,7
8,52
5
20-24
1.817
1.728
3.545
51,25
48,74
8,44
6
25-29
1.851
1.848
3.699
50,04
49,96
8,8
7
30-34
1.847
1.872
3.719
49,66
50,34
8,85
8
35-39
1.740
1.800
3.540
49,15
50,85
8,43
9
40-44
1.482
1.816
3.298
44,94
55,06
7,85
10
45-49
1.649
1.488
3.137
52,57
47,43
7,47
11
50-54
1.472
1.120
2.592
56,79
43,20
6,17
12
55-59
1.040
1.009
2.139
48,62
47,17
5,09
13
60-64
853
726
1.579
54,02
45,98
3,76
14
65-69
852
730
1.582
53,85
46,14
3,77
15
70-74
211
163
374
56,42
43,58
0,89
16
>75
68
48
116
58,62
41,38
0,27
Jumlah
21.138
20.862
42.000
50,33
49,67
100
SUMBER: Laporan Bulan Februari 2008 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Tabel 5. Mata Pencaharian Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan Jumlahnya, 2008. Mata Pencaharian
Jumlah
PNS
10
Swasta
74
Buruh Kasar
86
TNI/Polri
2
Wiraswasta
95
Pedagang
24
Total
291
SUMBER : Data Tidak Diterbitkan, Buku Data kependudukan RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas Bulan Februari 2008
37
Mayoritas warga RT 05/ RW 08 beragama Islam, hanya tiga kepala keluarga yang beragama Katolik. Terkait dengan agama, kelembagaan sosial keagamaan yang terdapat di RT 05/ RW 08 adalah pengajian ibu-ibu dan pengajian bapak-bapak, masing-masing diadakan setiap 2 minggu sekali dan sebulan sekali pada sore atau malam hari. Kelembagaan sosial lainnya yang ada di RT 05/ RW 08 adalah lembaga arisan. Sama seperti pengajian, arisan yang dilakukan warga RT 05/ RW 08 juga terdiri dari arisan bapak-bapak dan ibu-ibu yang diadakannya setiap sebulan sekali. Bangunan fisik yang terdapat di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas meliputi: 1. Mushala yang bernama Mushala Al-Iqhlas. Mushala ini menjadi tempat warga yang
beragama
Islam
melakukan
ibadahnya,
juga
sebagai
tempat
dilangsungkannya kegiatan pengajian warga. 2. Balai pertemuan Winarsih (Saung Winarsih), sebagai tempat sosialisasi, pelatihan, menjamu tamu dan lain-lain. 3. Bank sampah Kelompok Winarsih, di bank sampah ini semua sampah domestik yang berasal dari rumah warga dikumpulkan, baik itu organik maupun nonorganik, untuk kemudian diolah sesuai dengan jenisnya. 4. Tempat industri daur ulang sampah non-organik, lokasinya di rumah Ibu RT, dimana warga melakukan pengolahan sampah anorganik jenis plastik, untuk kemudian dijahit menjadi kerajinan tangan seperti tas atau payung. 5. Tempat pembibitan tanaman yang bertempat di halaman depan rumah Ketua RW 08 Kelurahan Ciracas dan bank sampah, tempat ini adalah tempat warga melakukan pembibitan tanaman baik hias maupun tanaman lainnya. Hasilnya tanaman ini disalurkan kepada warga atau ke daerah lain yang membutuhkan.
38
4.4 Kondisi Lingkungan Hidup RT 05/ RW 08 dilalui oleh dua selokan yang cukup besar sehingga jika terjadi hujan besar atau air kiriman, akan terjadi banjir yang ketinggiannya hingga lutut atau betis orang dewasa. Hal ini dikarenakan dua selokan yang ada tersumbat oleh sampah yang dibuang sembarangan oleh warga. Setelah warga melakukan kerja bakti membersihkan sampah yang menyumbat dan tidak membuang sampah lagi ke selokan, besar kemungkinan bajir tidak terjadi lagi. Jalan di lingkungan RT 05/ RW 08 Ciracas hanya berupa jalan sempit yang hanya bisa dilalui sepeda motor. Sebagian dari ruas jalan ini sudah diaspal dan selebihnya masih menggunakan semen. Jalan ini dilalui semua warga ketika beraktivitas. Jalan ini merupakan urat nadi kegiatan para warga RT 05 dan juga para pedagang keliling Suhu di wilayah RT 05/ RW 08 kelurahan Ciracas cukup sejuk. Hal ini dikarenakan letak rumah yang berdekatan sehingga menghalangi sinar matahari. Warga RT 05/ RW 08 juga rajin menanam tanaman di halamannya, sepanjang jalan dan menggantung tanaman di jalan depan rumah mereka. Tanaman ini menambah kesejukan suasana di RT 05/ RW 08. Sampah yang terdapat di RT 05/ RW 08 mayoritas berasal dari rumahtangga atau sampah domestik, sisanya merupakan sampah sisa daur ulang. Sampah yang ada tergolong sebagai limbah padat domestik, yakni bahan sisa proses produksi atau hasil sampingan kegiatan rumahtangga. Sampah tersebut dipisahkan lagi menjadi tidak mudah lapuk, seperti sampah plastik kemasan atau botol minuman dan sampah mudah lapuk seperti sisa sayuran atau daun-daun yang gugur.
39 Pemerintah Daerah Kelurahan Ciracas juga menyediakan sarana dan prasarana kebersihan untuk tiap RW di wilayahnya. Sarana kebersihan antara lain dalam bentuk tong sampah, gerobak, petugas kebersihan dan lahan pembuangan sampah. Perincian Jumlah sarana kebersihan di Kelurahan Ciracas dapat dilihat di Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Sarana Kebersihan Menurut Tong Sampah, Gerobak, Petugas Kebersihan dan LPS, per RW di Kelurahan Ciracas per RW, 2008. RW
Jumlah Tong
Jumlah Gerobak
Sampah
Jumlah Petugas
Jumlah LPS
Kebersihan
01
15
2
2
1
02
10
2
4
-
03
15
1
-
1
04
20
2
4
1
05
8
2
4
2
06
17
3
4
1
07
21
2
4
-
08
10
1
2
1
09
14
3
2
-
010
10
2
-
-
Total
140
20
26
7
Keterangan: LPS = Lahan Pembuangan Sampah SUMBER: Laporan Bulan Februari 2008 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur
4.5 Iktisar RT 05/ RW 08 merupakan salah satu dari 12 RT di RW 08 Kelurahan Ciracas dengan luas wilayah 8000 m2. Jumlah penduduk RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas sampai dengan Februari 2008 adalah 416 jiwa dimana terdiri dari 78 kepala keluarga tetap dan 48 kepala Keluarga yang tidak tetap, total 126 kepala keluarga. Komposisi jenis kelamin terdiri dari 220 laki-laki (52,88 %) dan 196 perempuan (47,12 %). Penduduk RT 05/ RW
40 08 Kelurahan Ciracas bermata pencaharian sebagai pedagang, pekerja swasta, buruh kasar, wiraswasta, dan pedagang. Mayoritas penduduk beragama Islam. RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas termasuk pemukiman padat penduduk. Jalan di lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas hanya berupa jalan sempit yang hanya bisa dilalui sepeda motor. RT ini dilalui dua selokan yang cukup besar yang menyebabkan daerah ini rentan akan bahaya banjir jika musim hujan. Mayoritas jenis sampah adalah sampah rumah tangga, atau sampah domestik.
BAB V KELOMPOK WINARSIH
5.1 Sejarah Berdirinya Kondisi lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dulunya sangat kumuh dengan jumlah penduduk yang sangat padat dan tidak seimbang dengan luas wilayah. Apabila hujan turun sebagian rumah warga kebanjiran terutama rumah yang berada di sekitar saluran air. Melihat kondisi tersebut, Bapak Sk sebagai Ketua RT mencanangkan program pengelolaan sampah dan kebersihan lingkungan di tingkat RT. Bapak Sk (44 tahun), mengungkapkan awal ide program:
“Pada awal saya menjabat sebagai ketua RT, hal pertama yang saya ajukan sebagai program kerja adalah membangun masjid di wilayah RT 05/ RW 08, meng-aspal jalan di wilayah RT 05/RW 08 dan melakukan program pengelolaan sampah dan penghijauan . “
Pada waktu itu sampah belum dikelola. Tanah kosong milik warga masih menjadi alternatif pembuangan. Polusi udara yang dihasilkan dari pembakaran sampah sangat menganggu warga. Tahun 2003 lahan tersebut diubah menjadi saung dan taman untuk balai pertemuan warga. Baru pada tahun 2006 Kelompok Winarsih dibentuk oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Awalnya warga melakukan pengomposan sederhana, beserta pengelolaan sampah non-organik, yakni plastik kemasan. Program penghijauan dilakukan dengan mewajibkan setiap rumah untuk mempunyai tiga pot tanaman di pekarangan masing-masing. Sejak itu warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas mulai melakukan gerakan Lingkungan Bersih, Sehat dan Hijau (LBSH).
42
Pembentukan kelompok penghijauan ini merupakan inisiatif dari sebagian warga dan diberi nama Kelompok Winarsih (Waspada, Inisiatif, Nyaman, Aman, Rapih, Sejuk, Indah, Hijau) yang diambil dari nama ibu RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ini. Kelompok dibagi menjadi 10 kelompok kerja yang setiap kelompok membawahi kurang lebih 10 rumah. Selanjutnya, warga membuat bank sampah sebagai pusat pengelolaan skala komunal. Warga diharuskan memilah sampah di rumah kemudian menyetorkannya ke bank sampah. Proses selanjutnya di bank sampah akan ada pemilahan lebih lanjut terhadap sampah sesuai dengan jenisnya. Tahun 2007, warga mulai lebih memfokuskan kegiatan daur ulang sampah kering untuk dijadikan barang kerajinan setelah mendapat pelatihan dari PT. Unilever.
5.2 Profil Anggota dan Pengurus Kader RT 05/RW 08 memiliki tujuan untuk menggerakkan kesadaran dan partisipasi warga (fasilitator) dalam kegiatan pengelolaan sampah dan gerakan penghijauan. Salah satu bentuk pencapaian tujuan tersebut adalah membentuk pengurus utama Kelompok Winarsih dan pengurus kelompok kecil. Pengurus utama Kelompok Winarsih terdiri dari: 1. Winarsih
: Penggerak Warga
2. Sukasno
: Penggerak Warga
3. Surachmat : Koordinator 5. Maifal A.
: Koordinator
6. Ngalimin
: Pengangkutan Sampah
7. Karyadi
: Penanggung Jawab Bagian Pengomposan
8. Dedi
: Penanggung Jawab Bagian Sampah Organik
43
9. Handoyo
: Penanggung Jawab Bagian Daur Ulang Sampah Kering
Kelompok Kecil Winarsih terdiri dari 10 kelompok. Masing-masing kelompok memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan jumlah anggota sebanyak 10 KK, anggota dari kelompok kecil ini dapat berubahubah jika ada warga pendatang atau yang pindah dari RT 05/ RW 08. Nama Kelompok Kecil Winarsih ini diambil dari nama-nama tanaman hias. Kelompok kecil ini dibuat berdasarkan wilayah, sehingga memudahkan koordinasi, sosialisasi dan pengumpulan sampah. Alasan pengurus kelompok yang terdiri dari kaum perempuan ini dikarenakan warga RT 05 mengharapkan perempuan menjadi lebih berdaya. Daftar nama pengurus kelompok kecil di di RT 05/ RW 08 dapat dilihat di Tabel 7.
Tabel 7. Daftar Nama Pengurus Kelompok Kecil di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan Jumlah Anggota Kelompok Kelompok
Ketua
Bendahara
Sekretaris
Jumlah anggota
Melati
Sri Hartini
Ibu Aziz
Ibu Karyadi
10 KK
Mawar
Ngadiyah
Ibu Suroto
Ibu Bambang
10 KK
Bougenville
Ibu Kikin
Atun
Ibu Suryaman
10 KK
Lidah Buaya
Susilowati
Ibu Saefudin
Ibu Misiani
10 KK
Kamboja
Nungasuro
Martinem
Wanti
10 KK
Yuli
Ibu Joko
Ani
10 KK
Ibu Suyoto
Ibu Romlan
Andung
10 KK
Ibu Idrus
Ibu Kusnadi
Maksuni
10 KK
Cempaka
Ibu Rahman
Ibu Handoyo
Ibu Rozak
10 KK
Bombay
Alimun
Ibu Suyadip
Ibu Nurhadji
10 KK
Miana Ginseng Sedap Malam
SUMBER: Data Tidak Diterbitkan, Data Kependudukan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
44
5.3 Jenis Kegiatan dan Perkembangannya Kelompok Winarsih juga melakukan kegiatan pelatihan dan pendidikan mengenai penghijauan dan pengelolaan sampah. Peserta dari kegiatan pendidikan dan pelatihan ini adalah semua warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan dilakukan dibalai pertemuan Kelompok Winarsih atau kantor pihak terkait yang memberikan pendidikan. Kegiatan pendidikan ini difasilitasi oleh Kader lingkungan RT 05/ RW 08 sendiri dan ada yang mendatangkan dari pihak luar, seperti dinas pertanian. Kegiatan pelatihan yang pernah dilakukan oleh Kelompok Winarsih antara lain; pelatihan membuat kompos, membuat EM, membuat media komposter, mengolah sampah organik dan pembibitan tanaman. Kemudian kegiatan pendidikan yang pernah dilakukan oleh Kelompok Winarsih antara lain; sosialiasi pentingnya kebersihan lingkungan, dan sosialisasi pemilahan sampah, untuk perincian lebih lanjut mengenai kegiatan pendidikan dan pelatihan lingkungan yang pernah dilakukan Kelompok Winarsih dapat dilihat di tabel 8. Tindak lanjut dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan kepada warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas mengenai penghijauan dan pengolahan sampah, adalah kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan sehari-hari hasil dari pendidikan dan pelatihan tersebut. Berikut kegiatan-kegiatan penghijauan dan pengolahan sampah yang dilakukan warga:
1.
Warga melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik di rumah mereka sebelum dimasukan ke komposter. Sebelumnya warga juga melakukan pencacahan terhadap sampah organik yang ingin dimasukan ke komposter.
45
2.
Warga melakukan pengomposan, baik di komposter bank sampah ataupun di komposter kelompok.
3.
Warga melakukan pembibitan TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Kegiatan ini dilakukan di halaman rumah warga sendiri, namun pusat dari kegiatan ini adalah di bank sampah dan halaman depan rumah Ketua RW.
4.
Warga melakukan pembuatan Effective Microorganism (EM4) yang berfungsi sebagai cairan yang membantu proses pengomposan. Kegiatan ini dilakukan di Bank Sampah dengan bantuan dari pengurus bank sampah.
5.
Warga melakukan daur ulang sampah plastik.
Kegiatan ini
dilakukan oleh delapan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan dilakukan di rumah ketua RT. 6.
Warga membuat dan merawat Bank Sampah sebagai salah satu sarana dan institusi yang membantu warga dalam melakukan penghijauan dan pengelolaan sampah.
Kegiatan yang telah disebutkan di atas tersebut dilakukan oleh semua warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Kegiatan tersebut juga masih dilakukan hingga sekarang. Hasil dari kegiatan tersebut adalah warga mampu mengurangi jumlah timbunan sampah yang dihasilkan. Lingkungan RT 05/ RW 08 menjadi bersih dan sejuk oleh tanaman yang ditanam warga. Warga juga memperoleh kompos dari hasil pengomposan yang mereka lakukan. Khusus untuk kerajinan tas daur ulang yang dibuat warga, rencananya produk ini akan ditampung oleh supermarket Carrefour. Bahkan akan diadakan
46
kerjasama dengan perusahaan daur ulang untuk mengekspor tas khusus untuk laptop ke Amerika, Australia dan Belanda. Semua kegiatan tersebut akan dilakukan pada tahun 2008.
Tabel 8. Kegiatan Pendidikan Lingkungan di RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas Jakarta Timur No 1.
Kegiatan Pendidikan Mensosialisasikan kepada warga akan pentingnya menciptakan Lingkungan Bersih, Sehat dan Hijau (LBSH)
Peserta Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
Fasilitator Ketua RT dan kader lingkungan
Tanggal 19 Mei 2007
Tempat Balai pertemuan Kelompok Winarsih
2.
Sosialisasi mengenai pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya
Kader lingkungan
20 Mei 2007
3.
Pelatihan pembuatan kompos; membuat media komposter, cara pengolahan sampah organik dan pembuatan Effectif Microorganism (EM4)
Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
Kader lingkungan
21 Mei 2007
Balai pertemuan Kelompok Winarsih Balai pertemuan Kelompok Winarsih
4.
Pelatihan pengolahan sampah kering (anorganik)
Kader lingkungan
21 Mei 2007
5.
Pelatihan cara melakukan pembibitan bunga kamboja, euphorbia, lidah buaya dan TOGA (Tanaman Obat Keluarga)
Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
Dinas pertanian
Maret 2007
Balai pertemuan Kelompok Winarsih Kantor dinas perikanan
Warga RT 05/ Sampai Balai RW 08 sekarang pertemuan Kelurahan Ciracas SUMBER: http://gtps.ampl.or.id/index.php?option=com_comprofiler&task=userProfile&user=96 diakses tanggal 10 Maret 2008 6.
Pelatihan ke warga setiap satu bulan
Warga pada awalnya sangat bergantung pada petugas kebersihan pengangkut sampah yang jumlahnya 4-5 gerobak per hari. Kini, hampir tidak ada sampah yang dimasukkan dalam gerobak. Sebagian sampah masuk dalam bank
47
sampah dan sebagian ada yang langsung diolah oleh warga secara pribadi. Hasil komposnya digunakan untuk tanaman warga, dan produk kerajinannya dijual. Usaha Kelompok Winarsih juga membuahkan hasil berupa prestasi dalam perlombaan lingkungan. Pada tahun 2004 kelompok ini dianugerahi penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan yang diserahkan secara resmi oleh Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta pada saat itu. Sejak tahun 2003-2005 wilayah ini terpilih sebagai juara pertama Lomba RT, tingkat Kelurahan, Kecamatan Ciracas dan Provinsi Jakarta Timur dalam bidang kebersihan dan keindahan lingkungan. Tidak hanya sampai disitu, Kelompok Winarsih juga berhasil meraih juara I Lomba Jakarta Green and Clean tahun 2007.
5.4 Ikhtisar Sejarah dibentuknya Kelompok Winarsih adalah munculnya keinginan warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Upaya melakukan pengelolaan lingkungan juga merupakan salah satu program kerja yang dipilih untuk dilakukan oleh Ketua RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Bapak Sk. Hasilnya dipilih upaya melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Pengurus utama dalam Kelompok Winarsih ada Ibu Wn yang merupakan isteri dari Ketua RT, dengan dibantu oleh sejumlah pengurus lainnya, yang bekerja sebagai penggerak, koordinator, dan lainnya. Kelompok Winarsih dibagi lagi menjadi sepuluh kelompok kecil yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan anggota. Keanggotaan kelompok kecil ini dibagi berdasarkan wilayah. Jumlah anggota kelompok kecil masing-masing berjumlah 10 kepala keluarga, namun
48
jumlah bisa bertambah atau berkurang apabila ada warga pendatang dan warga yang keluar. Kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Winarsih dibagi menjadi dua, yaitu: penghijauan dan pengolahan sampah, seperti melakukan pengolahan sampah organik dan non-organik, pembuatan kompos, pembibitan tanaman dan penanaman di rumah warga, dan lainnya. Hasilnya warga mampu mereduksi output sampah, dan mampu menikmati manfaat dari pengolahan sampah. Warga juga memenangkan banyak lomba dengan tema kebersihan dan pengelolaan lingkungan.
BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK BERBASIS KOMUNITAS
6.1 Timbulan Sampah Domestik Jumlah rumahtangga penghasil sampah di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ada sekitar 126 KK. Sampah yang dihasilkan oleh satu rumahtangga (KK) rata-rata perharinya 0,03 kg sehingga total seluruh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah sebanyak 3,78 kg/hari, dan sebulan sampah yang dihasilkan rata-rata sebanyak 113,4 kg. Komposisi timbulan sampah yang dihasilkan warga tersebut terdiri dari; (1) Sampah organik sebanyak 0,02 kg/kk perhari, yang terdiri dari daun-daunan, rumput, sisa olahan makanan, dan makanan basi. Maka total sampah organik yang dihasilkan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas setiap bulannya adalah 75,6 kg. (2) Sampah non-organik 0.01 kg/kk perhari, yang terdiri dari sampah kardus, kertas, plastik, botol dan kaleng. Maka total sampah non-organik yang dihasilkan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas setiap bulannya adalah 37,8 kg. Jenis sampah lain yang dihasilkan warga namun dengan volume yang kecil adalah sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), yang hanyak mencapai 2 kg perbulannya. Sampah jenis B3 yang dihasilkan oleh warga, salah satunya adalah baterai bekas. Sejak adanya pengolahan sampah oleh warga RT 05/ RW 08, semua sampah ini tdak lagi dibuang ke TPS yang berjarak 300 meter dari lokasi RT 05. Semua sampah ini kecuali sampah B3 dan beberapa jenis sampah non-organik, diolah kembali oleh warga agar dapat bermanfaat. Warga tidak lagi bergantung
50
pada petugas kebersihan pengangkut sampah yang jumlahnya 4-5 gerobak perhari untuk mengangkut sampah mereka. Berdasarkan jumlah sampah yang dihasilkan, semua sampah organik diolah menjadi kompos. Pengomposan dilakukan di komposter bank sampah dan komposter kelompok. Setiap kali panen kompos, yakni kurang lebih dua bulan, dapat menghasilkan kompos sebanyak 260 kg, yang terdiri dari; 180 kg berasal dari empat buah komposter di bank sampah, dan 80 kg komposter kelompok. Hasil pengomposan hanya digunakan oleh warga sendiri. Rata-rata per KK hanya memanfaatkan kompos sebanyak 2 kg sebulannya. Usaha daur ulang sampah non-organik oleh warga RT 05/ RW 08 hanya mampu mengolah 25 % dari total sampah non-organik yang dihasilkan tiap bulannya. Hal ini dikarenakan warga baru mampu mengolah sampah plastik kemasan untuk didaur ulang menjadi kerajinan tangan, yakni tas. Tas yang dihasilkan terdiri dari berbagai macam ukuran dan jenis. Hasil dari daur ulang digunakan oleh warga atau dijual.
6.2 Pengelolaan Sampah Domestik Berbasis Komunitas Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas merupakan salah satu program yang dilakukan dalam upaya menciptakan lingkungan yang bersih, indah dan sehat. Kegiatan ini juga merupakan program kerja dari Ketua RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Model pengelolaan sampah di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dimulai dari pemilahan sampah domestik yang dihasilkan warga. Pemilahan ini membagi sampah yang berasal dari rumahtangga mereka menjadi dua jenis, yakni pertama
51
sampah organik, dimana sampah organik yang biasa diolah oleh warga RT 05/ RW 08 terdiri dari sisa sayuran, sampah sisa makanan, sampah sisa buah-buahan, sampah makanan yang telah basi dan sampah daun-daunan. Kedua adalah jenis sampah non-organik. Jenis sampah non-organik yang biasa diolah oleh warga adalah sampah plastik kemasan. Pemilahan yang dilakukan di rumah warga ini juga membagi teknik pengelolaan sampah yang dilakukan warga menjadi dua, yakni pengomposan untuk sampah organik dan daur ulang untuk sampah nonorganik. Sampah organik yang telah terpilah pada tahap awal sebelumnya, kemudian dipilah kembali menjadi dua dalam proses pra-pengomposan, yakni yang dicuci dan tidak dicuci. Sampah yang telah melalui tahap pra-pengomposan kemudian melalui proses pencacahan, lalu sampah dibawa ke rumah ketua kelompok untuk dikomposkan di komposter kelompok, atau dibawa ke bank sampah untuk dikomposkan oleh komposter bank sampah. Kompos hasil dari pengomposan kemudian dapat dimanfaatkan oleh semua warga, sisanya disimpan di bank sampah, untuk kemudian dimanfaatkan jika dibutuhkan. Proses pengomposan ini akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.2.1. Sampah non-organik yang telah terpilah pada tahap awal sebelumnya, juga dipilah kembali, untuk diambil sampah plastik kemasan saja. Sampah plastik kemasan yang dikumpulkan kemudian dibawa ke bank sampah atau langsung dibawa ke tempat daur ulang. Sampah plastik yang telah terpilah langsung dilakukan proses daur ulang pembuatan kerajinan tangan. Hasil dari kerajinan tangan ini berupa tas berbagai bentuk, ukuran dan jenis yang dijual atau dimanfaatkan sendiri. Proses daur ulang ini akan dibahas lebih lanjut pada bab
52
6.2.2. Dalam melakukan pengelolaan sampah ini, warga juga membuat bank sampah, sebagai wadah yang berfungsi membantu proses pengelolaan sampah yang dilakukan. Mengenai bank sampah akan dibahas lebih lanjut pada bab 6.2.3. Garis besar proses pengelolaan sampah domestik yang dilakukan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas digambarkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Pengelolaan Sampah Domestik di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas Sampah Domestik Sampah organik - Sisa sayuran - Sisa makanan - Daun
Sampah non-organik - Plastik - Kardus - Kertas - Botol/kaleng
Pemilahan
Pemilahan -
Tanpa pencucian - Daun-daunan - Sisa olahan sayuran - Sisa olahan makanan
Dicuci Sayur basi Nasi basi
Pencacahan
Komposter kelompok Pengomposan Hasil Jadi kompos
Pemanfaatan Dipakai oleh anggota kelompok
Komposter bank sampah
Dipilah kembali, diambil hanya yang bisa diolah, yakni sampah plastik kemasan
B A N K
Daur ulang -Membuat kerajinan tangan
S A M P A H
Hasil - Berbagai macam tas
Pengomposan -
Hasil Jadi kompos
Jika ada sisa
Pemanfaatan Kompos dipakai oleh seluruh warga
SUMBER: Data hasil wawancara mendalam yang ditemukan peneliti
Pemanfaatan Dipakai sendiri Dijual
53
6.2.1 Pengelolaan Sampah Organik (a). Riwayat teknologi pengomposan Jenis sampah yang paling dominan di lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah jenis sampah organik. Hal ini dikarenakan mayoritas wilayah di RT 05/ RW 08 adalah pemukiman yang banyak menghasilkan sampah sisa dari dapur. Oleh karena itu warga memutuskan untuk mengolahnya dengan melakukan pengomposan. Namun pengomposan yang dilakukan warga pertama kali adalah teknologi pengomposan sederhana atau tradisional. Pengomposan ini seperti pengomposan umum atau pengomposan tradisional yang dilakukan oleh warga desa. Teknik pengomposan yang hanya menggali lubang dengan diameter dan kedalaman cukup di tanah untuk kemudian sampah organik yang terkumpul dimasukan, kemudian ditimbun tanah. Selama proses pengomposan terjadi pada satu lubang, warga membuat lubang lain untuk melakukan pengomposan lain untuk sampah yang baru. Proses ini dilakukan terus sampai sampah dalam satu lubang telah menjadi kompos, dan lubang siap digunakan untuk sampah yang baru. Lubang yang dibuat oleh warga berupa enam buah di lapangan yang terletak di wilayah RT 05/ RW 08. Setelah warga melakukan pengomposan beberapa kali, pengolahan sampah dengan cara tradisional ini dirasakan warga tidak efisien dan tidak akan bertahan lama. Hal ini dikarenakan menurut warga teknik ini sangat menghabiskan tempat apalagi jumlah sampah yang terkumpul dan hendak dijadikan kompos semakin banyak, sehingga membutuhkan lubang lebih banyak. Belum lagi lapangan yang dijadikan tempat pengomposan akan dibangun kontrakan, sehingga warga terpaksa mencari lahan baru jika ingin meneruskan
54
teknik pengomposan ini. Masalah lainnya adalah warga yang jauh dari lapangan, malas untuk menyetor sampahnya, karena harus berjalan cukup jauh ke tempat pengomposan. Oleh karena itu warga berusaha mencari jalan keluar, dengan tetap melakukan pengomposan tradisional yang sudah mereka lakukan. Menghadapi kekurangan pada teknik pengomposan yang mereka lakukan, warga berusaha mencari tenik yang lebih baik, yang dapat menjawab permasalahan mereka. Pada Bulan Mei 2007, beberapa wakil dari RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas menjadi kader dalam dalam program CSR yang dilakukan oleh PT. Unilever. Program CSR yang dilakukan oleh PT. Unilever ini berupa pengangkatan kader-kader untuk bidang pengelolaan lingkungan dari tiap-tiap wilayah di D.K.I Jakarta. Tiap wilayah dipilih dua kader untuk meneruskan pelatihan dan pendidikan mengenai pengolahan sampah kepada warga di daerahnya. Kemudian RT-RT yang menjadi binaan kader tersebut diikutkan pada lomba Jakarta Green and Clean yang disponsori oleh PT. Unilever itu sendiri. Warga RT 05/ RW 08 yang menjadi kader kemudian mengikuti pelatihan, sosialisasi, dan seminar yang diadakan PT. Unilever bersama kader dari wilayah lain di Jakarta mengenai penanganan sampah domestik. Hasilnya, mereka belajar mengenai
pengomposan
dengan
membuat
komposter
sebagai
media
pengomposan. Selain dari seminar, para kader RT 05/ RW 08 juga mencari pengetahuan mengenai pengolahan sampah dari buku, brosur dan study ke wilayah lain yang sudah melakukan pengolahan sampah domestik, seperti Kampung Banjarsari, seperti yang diungkapkan Bapak Sr (55 tahun):
”Kami berusaha memperbaiki teknik pengomposan kami dengan cara banyak membaca buku dan belajar ke kampung – kampung lain salah satunya Kampung Banjarsari. Selain itu beberapa dari kami juga
55
mengikuti seminar dan pelatihan mengenai pengolahan sampah yang dilakukan oleh Unilever.”
Hasil seminar, study dan baca buku tersebut, langsung dimusyawarahkan di masjid, karena waktu itu belum dibangun balai pertemuan kelompok. Setelah dijelaskan dan warga setuju, maka warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas mulai bergotong-royong membuat komposter mereka sendiri. Hasilnya jadilah 13 komposter, dimana satu untuk masing-masing kelompok kecil yang berjumlah 10, dan tiga komposter besar yang diletakan di bank sampah (Gambar komposter dapat dilihat pada lampiran 6). Teknik ini berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi oleh teknik pengomposan tradisional yang mereka lakukan sebelumnya. Teknik pengomposan dengan membuat komposter ini lebih hemat tempat dan lahan dibandingkan dengan teknik sebelumnya, karena media dalam melakukan pengomposan hanya menggunakan komposter seukuran barel minyak tanah sedang. Komposter diletakan di depan rumah ketua kelompok kecil. Hal ini agar jarak antara rumah warga dan komposter relatif dekat, sehingga warga tidak merasa malas untuk menyetorkan sampahnya. Letaknya yang dekat juga membuat pengolahan dan pengamatan juga menjadi mudah. Teknik ini juga tidak menghasilkan asap akibat pembakaran sampah, dan bau yang mengganggu kehidupan sehari-hari warga. Para kader di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas juga membaca buku-buku mengenai
pengomposan
untuk
belajar
membuat
cairan
EM
(efective
microorganism) sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat biaya untuk membeli EM. Hasilnya dari membaca buku, mereka berhasil membuat EM sendiri, dengan biaya yang murah.
56
(b). Pengaplikasian teknologi pengomposan Bagi warga RT 05/ RW 08 membuang sampah basah atau sampah organik mereka ke komposter merupakan keharusan, dan masyarakat sudah terbiasa akan hal tersebut. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan dan sebelum melakukan pengomposan. Hal yang pertama yang harus diperhatikan pertama kali adalah tahap pra-pengomposan di komposter. Tahap inilah yang paling penting dalam melakukan pengomposan. Dalam tahap ini yang harus dilakukan warga adalah: Pertama, melakukan pemilahan sampah domestik yang berasal dari rumahtangga mereka.
Warga memisahkan sampah menjadi dua,
yakni, jenis sampah organik atau sampah basah yang terdiri dari sisa sayuran, sampah sisa makanan, sampah sisa buah-buahan, sampah makanan yang telah basi dan sampah daun-daunan, dan sampah non-organik seperti kertas, kardus, plastik, kaleng, kaca dan lain-lain. Setelah dilakukan pemilahan maka untuk pengomposan sampah yang digunakan hanyalah sampah organik. Kedua, warga melakukan pemilahan kembali atas sampah organik yang tadi telah dipilih. Sampah organik dibagi menjadi dua, yakni sampah organik yang harus dilakukan pencucian terlebih dahulu, dan sampah yang tidak perlu dicuci. Sampah yang perlu dicuci adalah jenis sampah seperti nasi basi atau sayuran basi, yang dapat menimbulkan bau sangat tidak sedap apabila dimasukkan ke komposter. Sampah jenis ini, dicuci dengan air kemudian baru bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Sampah seperti daun-daunan, sisa sayuran yang tidak terpakai tidak perlu dilakukan pencucian. Ketiga, tahap ini adalah tahap terakhir sebelum sampah dimasukkan ke komposter. Pada tahap ini dilakukan pencacahan baik terhadap sampah yang
57
dicuci ataupun yang tidak dicuci. Pencacahan dilakukan oleh warga di rumah mereka masing-masing, dengan menggunakan pisau dapur. Sampah dicacah hingga ukurannya menjadi kira-kira 3 cm. Ketiga tahap di atas sudah sangat dikenal dan dilakukan oleh semua warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas sebelum memasukan sampahnya ke komposter, seperti yang dikatakan Ibu Mj (40 tahun) mengenai pengolahan sampah pra-pengomposan:
”Dulu saya dan tetangga yang lainnya memang belum melakukan pencacahan, namun setelah diberitahu berulang-ulang dan diajari oleh para kader, akhirnya kami bisa dan biasa melakukan pemilahan dan pencacahan”
Setelah dilakukan pencacahan sampah diserahkan ke ketua kelompok masing-masing untuk dimasukan ke komposter atau dimasukan sendiri, kemudian sampah yang masuk, dicatat jumlahnya oleh ketua kelompok. Jika komposter kelompok sudah tidak mampu menampung sampah warga lagi, maka sampah diserahkan ke pengurus bank sampah untuk kemudian diolah di komposter bank sampah. Pengurus bank sampah juga tidak lupa mencatat sampah yang masuk. Sampah yang telah diserahkan ke ketua kelompok atau pengurus bank sampah, kemudian dilakukan pengomposan, dimana pengolahan dan pengamatan terhadap proses pengomposan dilakukan oleh ketua kelompok kecil atau pengurus bank sampah beserta anggota kelompok kecil. Berikut hal yang harus dilakukan dalam melakukan pengolahan sampah basah menjadi kompos: -
Setelah ± 2 minggu sampah dalam tong diaduk
-
Setelah ± 1 minggu sampah dalam tong diaduk kembali
-
Setelah itu cukup 3 hari sekali sampah dalam tong diaduk
58
-
Setelah ± 3 bulan kompos dapat dipanen. Pemanenan kompos juga bisa dilakukan setelah ± 2-3 minggu dengan cara mengais kompos dari bawah (melalui pintu yang telah disiapkan) sambil terus memasukkan sampah basah dari atas seperti biasanya.
Pengomposan merupakan proses dekomposisi (penguraian) bahan organik dengan bantuan mikroorganisme aktif. Oleh karenanya akan berjalan baik apabila mikroorganisme di dalam sampah basah berkembang dengan baik (ada milyaran mikroorganisme). Biasanya mikro organisme pengurai ditambahkan dengan memberikan cairan EM 4 (effective mikroorganism). Kelompok Winarsih sendiri sudah mampu membuat cairan EM mereka sendiri, yakni dengan menggunakan barel yang diisi air, kemudian dimasukan gula merah di dalam plastik yang diberi batu agar tenggelam dan buah busuk, seperti pepaya atau mangga. Barel tersebut kemudian ditutup rapat, hingga beberapa saat, cairan atau air yang terdapat di barel bisa diambil dan digunakan sebagai cairan pengganti EM4. Berikut penuturan Bapak Sr (55 tahun) mengenai pembuatan EM oleh warga:
”Saya belajar membuat EM dari membaca buku. Karena daripada kami beli EM di toko, yang mahal, jadinya kami belajar membuatnya dengan bahan gula merah dan buah yang sudah busuk.”
Selama melakukan pengomposan, terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan agar perkembangbiakan mikroorganisme berjalan dengan baik, sehingga pengomposan berjalan dengan baik pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme adalah:
59
-
Oksigen yang cukup
-
Suhu optimum (35oc – 70oc
-
Kelembaban yang optimum (50% - 60%)
-
Ukuran bahan baku (sebaiknya berukuran kecil-kecil)
-
Derajat keasaman yang optimum (pH 6,0 – 8,0)
Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus agar faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme tersebut tercapai, perlakuan tersebut adalah: -
Melakukan pencacahan untuk memperkecil ukuran bahan
-
Pengadukan / pembalikan untuk mengatur suhu dan sirkulasi udara
-
Penyiraman untuk mengatur kelembaban
-
Pemberian kotoran hewan atau urea untuk menurunkan derajat keasaman
-
Pemberian kapur atau abu dapur untuk meningkatkan derajat keasaman
Secara normal proses pengomposan membutuhkan waktu selama 7 minggu, namun ada beberapa acuan yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah kompos sudah matang atau belum, yaitu: -
Berwarna coklat tua hingga hitam dan remah
-
Tidak larut dalam air
-
Temperatur sama atau hampir sama dengan udara luar
-
Tidak berbau
Proses pengomposan diawasi ketua kelompok, pengurus bank sampah, kader lingkungan dan anggotanya masing-masing. Tiap kelompok memiliki jadwal kerja mingguan, untuk pengolahan kompos dan penyiraman tanaman.
60
Walaupun ada jadwal yang tersusun, warga tetap bisa mengganti atau menukar jadwal tugasnya dengan warga lain jika berhalangan. Sekitar satu bulan, kompos yang diolah sudah jadi. Kompos kemudian dijemur hingga kering dan diayak hingga halus, setelah itu kompos dari komposter masing-masing kelompok dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh tiap-tiap anggota kelompok. Jika ada kompos yang terisa tidak digunakan, maka kompos dikumpulkan di penyimpanan kompos di bank sampah bersama dengan kompos yang dihasilkan di komposter bank sampah. Jika ada warga yang membutuhkan kompos untuk tanaman mereka, bisa mengambilnya dengan izin terlebih dahulu ke Ketua RT atau penjaga bank sampah. Ketua RT dan petugas bank sampah kemudian wajib mencatat pemasukan dan pengeluaran kompos di bank sampah pada papan catatan. Setiap warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas diperbolehkan meminta dan memanfaatkan kompos yang telah dibuat, tanpa ada pembedaan berdasarkan jumlah sampah yang disetor atau keaktifannya dalam kegiatan pengolahan sampah. Berikut penuturan Bapak Krd (37 tahun) petugas bank sampah, mengenai tidak adanya pembedaan jumlah pemanfaatan kompos oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas :
”Semua warga boleh kok mengambil kompos, tidak melihat apakah dia rajin atau tidak menyerahkan sampah. Asal komposnya dipakai benar untuk tanaman.”
Dalam melakukan pengomposan warga juga menemukan berbagai macam kesulitan, baik yang teknis maupun operasional. Kesulitan juga berupa gangguan dari luar seperti adanya orang luar yang salah mengira komposter sebagai tempat sampah. Kesulitan juga dirasakan oleh kaum ibu, yang disebabkan oleh rasa jijik
61
terhadap kompos yang bau dan terdapat belatung atau cacing. Walaupun sebenarnya bau, belatung dan cacing yang terdapat di komposter merupakan bagian dari pengomposan itu sendiri, dan merupakan hal yang wajar. Baru-baru ini warga juga kehilangan satu komposter milik Kelompok Kamboja, dan satu komposter di bank sampah beserta sampah dan kompos di dalamnya, seperti yang dikatakan oleh Ibu Lk (47 tahun), salah seorang penjahit kerajinan tangan daur ulang di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dan juga bendahara Kelompok Bougenville:
”Kadang ada orang luar yang salah masukan sampah seperti sendal atau kain ke komposter, atau pedagang yang memasukkan sampah dagangannya. Kalau saya sendiri tidak tahan sama bau dan belatung di komposter”
6.2.2 Pengelolaan Sampah Non-Organik (a). Riwayat teknologi daur ulang Sampah plastik kemasan merupakan jenis sampah kedua yang banyak terdapat di lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Pada musyawarah warga di masjid untuk menentukan pengolahan sampah yang akan dilakukan, maka diputuskan melakukan daur ulang membuat kerajinan tangan berbahan sampah jenis non-organik. Cara ini merupakan ide dari Bapak Maifal Andri, seorang warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, yang juga termasuk Kader Lingkungan PT. Unilever. Ide ini dikarenakan beliau tertarik dan mendalami kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang dilakukan adalah membuat suatu barang dari sampah plastik kemasan yang sudah tidak terpakai. Pada awalnya daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan ini masih dilakukan dengan sangat sederhana,
62
tanpa menggunakan mesin jahit. Bahan yang merupakan plastik kemasan di tempel dengan menggunakan tali rapia yang dimasukan ke lubang yang dibuat pada bahan. Kualitas produk masih kurang diperhatikan oleh warga, karena hasil kerajinan tangan hanya untuk digunakan oleh warga sendiri. Barang yang dibuat adalah, tas sekolah, tas belanja, topi, topi koboi, Miniatur Monas, tempat sampah kecil dan lain-lain. Hasil kerajinan tangan dari pengolahan sampah anorganik ini kemudian diikutkan dalam perlombaan Jakarta Green and Clean 2007. Setelah menang dalam perlombaan tersebut, PT. Unilever tertarik dengan teknik pengolahan sampah anorganik dengan membuat kerajinan tangan ini. Karena selain dapat mengurangi limbah sampah plastik yang tidak dapat diolah, teknik ini juga menyerap tenaga kerja, terutama wanita yang hanya menjadi ibu rumahtangga. Pada bulan Mei 2007 diadakan pelatihan oleh PT. Unilever untuk kader pengelolaan sampah di Jakarta, mengenai pemilihan bahan baku serta bagaimana cara membuat tas dan kerajinan lainnya dengan cara yang lebih baik, sehingga menghasilkan kualitas produk yang dapat dijual ke pasar berbahan daur ulang sampah non-organik. Namun warga Kelompok Winarsih hanya memilih tas sebagai produk hasil, karena lebih mudah dibuat dan dijual dibandingkan payung dan jas hujan. Karena difasilitasi oleh PT. Unilever maka sampah plastik yang digunakan hanya sampah plastik dari kemasan produk Unilever. Berikut penuturan Ibu Wn (37 tahun) mengenai lanjutan proses pemilihan teknik pengolahan sampah anorganik:
”Setelah mengikuti pelatihan PT. Unilever, kami mulai mengerjakan kerajinan tangan dengan cara lebih baik dari sebelumnya. Kami mulai memperhatikan
63
kualitas. PT. Unilever juga membantu dengan menyumbangkan satu buah mesin jahit untuk kelompok kami.”
Sampai saat ini hasil kerajinan tangan warga RT 05/ RW 08 yang berasal dari sampah non-organik kemasan plastik ini dibuat menjadi tas berbagai ukuran (besar, sedang dan kecil) dan berbagai kegunaan (tas laptop, tas belanja, tas sekolah dan lain-lain) dan diberi merek ”Trashion”, gabungan trash yang berarti sampah dan fashion. Harga tas ini juga disesuaikan dengan ukuran, tingkat kesulitan dalam membuatnya, dan modal yang dibutuhkan. Untuk tas belanja ukuran kecil kisaran harga sekitar Rp. 40.000-Rp. 50.000. Untuk ukuran sedang kisaran harga sekitar Rp. 80.000-Rp. 100.000. Untuk ukuran besar kisaran harga sekitar Rp. 120.000Rp200.000. Usaha kerajinan tangan ini mampu memberikan manfaat bagi warga, berupa penghasilan tambahan bagi warga yang bekerja sebagai pengrajin.
Pengaplikasian teknologi daur ulang Bagi sampah jenis non-organik, model pengolahan yang dilakukan warga RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas adalah dengan melakukan daur ulang menjadi kerajinan tangan. Sampah jenis non-organik setelah dipilah di tingkat rumahtangga dan dipisahkan dari sampah organik, kemudian dikumpulkan ke bank sampah sesuai jenisnya. Sampah tersebut kemudian di bank sampah dipilah kembali, berdasarkan jenis yang dapat didaur ulang. Sampah yang diambil untuk di daur ulang menjadi kerajinan tangan adalah sampah plastik kemasan, karena warga RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas baru mampu mengelola sampah jenis plastik kemasan.
64
Pembuatan kerajinan tangan dari sampah plastik kemasan dilakukan di rumah Ibu RT, namun ada juga warga yang menjahit di rumahnya sendiri, untuk kemudian hasil jadi diserahkan ke rumah Ibu RT. Jumlah mesin jahit di tempat kerajinan tangan berjumlah lima buah. Total jumlah pekerja ada delapan pekerja. Proses pembuatan kerajinan tangan ini terdiri dari 4 tahap utama, yaitu: 1. Pengumpulan yakni, sampah diperoleh dari bank sampah atau langsung dari warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Sampah plastik kemasan juga diperoleh dari pemulung atau kolektor sampah yang berkerja sama dengan Kelompok Winarsih. Hal ini dikarenakan jumlah pesanan tas yang banyak, sehingga pemenuhan kebutuhan sampah plastik dari rumah warga sudah tidak mencukupi. Pemulung dan kolektor sampah yang bekerja sama dengan Kelompok Winarsih antara lain berasal dari TPA Bantar Gebang dan Cibubur. Mereka biasanya menyerahkan sampah dalam keadaan bersih dan sudah terpotong. Hal ini beda dengan sampah yang diperoleh dari warga sendiri, yang biasanya masih kotor, sehingga perlu dicuci kembali. Sampah yang diterima dari pemulung ini dapat mencapai 50 kilogram/minggu dan dibeli dengan harga 4000/kg. 2. Setelah sampah dicuci dan dijemur hingga kering, proses berikutnya adalah penjahitan panel atau dasar. disini potongan-potongan kecil sampah plastik dijahit. Hal inilah yang membedakan menjahit bahan kain dengan menjahit sampah yang terdiri dari potongan-potongan kecil, sehingga perlu disatukan, dengan cara dijahit terlebih dahulu.
65
3. Penggambaran pola pada panel. Penggambaran ini diperlukan kecermatan. Oleh karenanya, untuk bagian ini hanya dipercayakan kepada Ibu Wn. Pola digambar dengan bantuan, model kardus yang menyerupai bentuk tas. 4. Terakhir adalah penjahitan akhir atau finishing. Pada proses ini, sampah mulai dijahit menjadi tas sesuai dengan pola yang digambar. Pada proses ini juga dilakukan penjahitan border, tali tas dan lambang merk. Pada tiap proses atau tahap pengerjaan kerajinan tangan ini, tidak ada pengawasan atau pengecekan khusus. Pemeriksaan hasil pekerjaan dilakukan oleh pekerja pada tahap berikutnya, sehingga jika dalam suatu tahap menemukan ada kesalahan, maka barang dikembalikan ke tahap sebelumnya untuk diperbaiki, seperti yang diutarakan Ibu En (30 tahun) yang merupakan penjahit kerajinan tangan di RT 05/ RW 08 yang mengerjakan bagian finishing:
”Jumlah orang yang kerja sedikit, jadinya tidak melakukan pengecekan. Cukup kalau ada yang menemukan kesalahan, maka orang tersebut melaporkan ke bagian sebelumnya, untuk diperbaiki.”
Jam kerja pengrajin sampah ini dari pukul 09:00 pagi hingga pukul 16:00 sore, dengan istirahat selama satu jam pada pukul 12.00 siang. Hal ini dilakukan selama enam hari seminggu, karena pada hari minggu dan tanggal merah mereka libur. Sehari produk yang dihasilkan para pekerja bisa sampai delapan buah tas atau kurang, tergantung dari ukuran dan jenis tas. Gaji pengrajin kerajinan tangan di RT 05/ RW 08 ini bukanlah perbulan, melainkan per item yang dibuat. Hasil kerajinan tangan dijual dijual di bazar-bazar atau acara-acara yang bertemakan lingkungan atau diadakan oleh PT. Unilever, Namun sekarang ini sedang
66
diusahakan kerja sama dengan berbagai pihak swasta dalam menjual hasil kerajinan tangan ini, seperti perusahaan retail Carefour. Pada saat mengerjakan kerajinan tangan, terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan mereka harus membuat produk yang baik dan berkualitas untuk dijual, jadi tidak bisa asal-asalan. Ketelitian sangat diperlukan dalam membuat kerajinan tangan ini, dan yang paling penting adalah rasa sabar dan ketekunan. Hal ini karena menjahit potongan sampah plastik lebih susah dan berbeda dibandingkan dengan menjahit kain biasa, seperti yang diungkapkan Ibu Nn (46 tahun) pekerja kerajinan tangan yang mengerjakan pencucian dan pemotongan awal:
”Kesulitan yang dialami dalam menjahit, itu harus teliti banget, karena lebih susah dibanding menjahit kain. Yang kedua diperlukan juga kesabaran, ya sabar untuk belajar sama sabar merubah ulang jahitan, kalau sampai salah. Kalau tidak sabar mungkin kami sudah berhenti dari pas belajar dulu”
6.2.3 Bank Sampah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas Pembuatan bank sampah merupakan ide lain dari warga dalam melakukan pengolahan sampah. Hal yang melatar belakangi warga dalam membuat bank sampah adalah, warga memerlukan suatu tempat yang bisa digunakan sebagai penampungan
sampah
yang
sudah
dipilah.
Warga
juga
memutuskan
membutuhkan bank sampah sebagai TPS di lingkungan mereka, namun bukan hanya sekedar berfungsi menampung sampah, melainkan memiliki fungsi lainnya, yang bermanfaat dan mendukung pengolahan sampah yang dilakukan oleh warga. Bank sampah di RT 05/ RW 08, selain memiliki fungsi utama sebagai tempat penampuan dan pemilahan sampah domestik dari warga RT 05/ RW 08
67
Kelurahan Ciracas seperti yang telah disebutkan diatas dan pada sub-bab pengolahan sampah, memiliki fungsi penting lainnya. Semua fungsi ini mendukung kegiatan pengelolaan sampah dan penghijauan yang dilakukan oleh warga RT 05/ RW 08. Fungsi lain bank sampah selain yang telah disebutkan, yakni: Pertama, bank sampah mempunyai fungsi sebagai tempat pembibitan tanaman obat dan hias yang dilakukan warga, hasilnya juga di simpan disini, selain di halaman depan rumah Ketua RW 08 Kelurahan Ciracas. Kedua, tempat penyimpanan hasil kreatifitas warga dalam men-daur ulang sampah, seperti hasil daur ulang sampah plastik berupa tas dan topi, kemudian hasil daur ulang kertas koran dan lampion hasil daur ulang botol minuman mineral bekas. Bahan untuk membuat kreatifitasnya juga berasal dari sampah yang disimpan di bank sampah. Ketiga, sebelum adanya komposter di tiap-tiap kelompok, bank sampah merupakan pusat melakukan
composting,
walaupun
sampai
sekarang
masih
dilakukan
pengomposan di bank sampah. Komposter yang ada di bank sampah berjumlah tiga buah, termasuk komposter yang sudah jadi. Keempat, sebagai tempat pembuatan cairan EM oleh warga. Kelima, Tempat penyimpanan kompos yang sudah jadi, baik yang sudah berasal dari komposter kelompok kecil atau komposter bank sampah. Berikut penuturan Bapak Kr (37 tahun) mengenai manfaat keberadaan bank sampah oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Ada bank sampah jadi enak kalau kita mengolah sampah, membuat EM gampang, pengomposan juga gampang, semua karena ada tempatnya, mau ambil kompos juga tinggal ke bank sampah. Enaknya lagi lebih rapi, daripada kalau dibuat kayak TPS-TPS biasa.”
68
Bank sampah juga merupakan penghasil point utama, yang membantu warga Kelompok Winarsih memenangkan lomba Jakarta Green and Clean. Pengurus bank sampah di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah Bapak Sr dan Bapak Sk selaku penanggung jawab dan Bapak Kr selaku pengurus harian. Kunci bank sampah dipegang oleh ketiga orang tersebut. Pak Karyadi selaku pengurus harian, bertugas menjaga dan mencatat pengeluaran dan pemasukan sampah serta kompos. Bank sampah dikunci untuk mencegah hilangnya peralatan dan fasilitas yang ada di bank sampah. Fasilitas dan alat-alat yang ada di bank sampah adalah sebagai berikut: 1. Dua buah rak tempat penyimpanan sampah (organik dan non-organik) 2. Dua buah rak tanaman (pembibitan dan pemeliharaan) 3. Empat buah komposter (Dua komposter yang belum jadi, dua komposter yang sudah jadi) 4. Satu buah barel cairan EM buatan warga 5. Satu buah timbangan sampah 6. Satu buah gerobak sampah
6.2.4 Keberlanjutan Model Pengelolaan Sampah Warga RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas telah melakukan pengolahan sampah secara efektif dari tahun 2003. Sampai saat ini pengolahan sampah masih berjalan dengan baik. Dasar dari tujuan mereka melakukan pengolahan sampah ini adalah keinginan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, bukan memenangkan lomba cinta lingkungan. Hal tersebut membuat program tetap berjalan walaupun sedang tidak ada lomba, dan menang atau kalah dalam lomba
69
bukanlah menjadi ukuran warga untuk mengerjakan program. Harapan mereka adalah terwujudnya kebersihan lingkungan di sekitar mereka, tidak peduli menang atau kalah dalam berlomba, berikut penuturan Bapak Sfdn (39 tahun):
”Saya sih biar sudah tidak ada lomba tetap melakukan pengomposan, bersih-bersih, pokoknya sama saja, tidak berubah. Warga lain juga saya lihat juga seperti itu, dari awal Ibu RT sudah menasihati kami, kalau program kita tuh, bukan dilakukan karena ada lomba.”
Kondisi lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas hingga kini pun dimasa tidak ada lomba tidak banyak berubah dengan saat mengikuti perlombaan. Walaupun sedang tidak mengikuti perlombaan lingkungan, warga tetap melakukan pengelolaan sampah di wilayah mereka. Pengomposan tetap dijalankan oleh tiap anggota kelompok. Kondisi komposter kelompok dan bank sampah penuh dengan sampah yang akan diolah. Kompos yang telah jadi pun banyak disimpan di bank sampah. Pembuatan cairan EM oleh warga tetap dilakukan untuk mendukung pengomposan yang dilakukan. Warga juga rajin membersihkan lingkungan sekitar rumah mereka tiap hari dari sampah. Hal ini menunjukan keberlanjutan warga dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah. Pada upaya daur ulang sampah plastik menjadi kerajinan tangan, warga tetap melakukannya tiap hari pada hari kerja. Setiap hari warga tetap produktif menghasilkan tas daur ulang. Pemulung juga mengirimkan sampah plastik yang akan didaur ulang oleh warga tiap seminggu sekali. Perawatan pada bank sampah juga tidak mereka lupakan. Fungsi bank sampah masih dijalankan seperti apa yang ditujukan. Kompos yang telah jadi disimpan dengan baik di bank sampah. Pencatatan sampah dan kompos yang keluar dan masuk masih dilaksanakan.
70
Upaya-upaya
pengembangan
juga
dilakukan
warga,
baik
untuk
pengolahan sampah organik maupun non organik. Permintaan bantuan mesin kepada Dinas Kebersihan Kelurahan Ciracas pengurai agar mampu mengolah sampah non-organik yang belum dapat diolah oileh warga. Namun, permintaan mesin masih belum bisa terwujud karena mahalnya harga mesin pengurai. Pengomposan juga mulai disebarkan ke RT-RT lain di sekitar RT 05, dengan harapan semakin luas warga yang mampu mengurangi sampah. Selain itu, warga juga berusaha untuk memanfaatkan gas keluaran dari proses pengomposan, untuk digunakan sebagai bahan bakar. Upaya memperbaiki kualitas produk kerajinan tangan dan memperbanyak jenis produk hasil daur ulang plastik selain tas merupakan upaya pengembangan yang dilakukan untuk pengolahan sampah non-organik. Warga juga mulai melakukan daur ulang terhadap jenis sampah yang lain, seperti botol minuman mineral bekas yang dijadikan lampion. Selain itu warga juga mengupayakan pencaharian pasar dan mitra kerja sama untuk pemasaran produk kerajinan tangan daur ulang. Jumlah pekerja dan mesin jahit untuk saat ini belum menjadi fokus pengembangan kegiatan daur ulang oleh warga, karena masih mampu memenuhi permintaan produk, seperti yang diungkapkan Ibu Wn (37 tahun) berikut ini:
”Jumlah pekerja dan mesin saat ini masih mampu dalam memenuhi pesanan konsumen, jadi tidak ada rencana penambahan untuk saat ini. Paling usaha pengembangan yang kami lakukan saat ini adalah mencari rekanan usaha yang mau membeli produk kami atau menyalurkan produk kami.”
Para kader di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas juga sering dimintai bantuan oleh RT-RT lain di Jakarta untuk melatih mereka. Terutama dalam hal
71
menjahit dan pengomposan. ”menularkan”
kemampuan
Mereka merasa senang dan bangga jika bisa mereka
kepada
orang
lain,
karena
dengan
menyebarkannya, maka makin banyak warga yang bisa mengolah sampah mereka sendiri, dan itu berarti semakin sedikit jumlah sampah yang tertimbun di TPA. Para kader tidak pernah berpikir jika mereka mengajarkan mereka, maka mereka akan kalah dalam lomba atau mendapat saingan dalam menjual hasil kerajinan tangan, seperti yang diungkapkan Ibu Wn (37 tahun) berikut:
”Motivasi saya mengajarkan warga lain adalah, supaya mereka juga bisa melakukannya. Jika semakin banyak yang bisa melakukan pengelolaan sampah mereka sendiri, maka bukan hanya RT kami yang sehat dan bersih, tapi semua RT.”
6.3 Modal Sosial 6.3.1 Kepercayaan (trust) Modal sosial mencakup kepercayaan sosial yang mendorong adanya koordinasi dan komunikasi. Koordinasi dan komunikasi yang terjalin ini akan mempengaruhi terhadap tindakan kolektif yang dilakukan dalam rangka mencapai keuntungan kolektif juga (Uphoff, 2000 dikutip Arianti, 2008). Dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah di lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas didukung oleh koordinasi dan komunikasi yang baik antar masyarakat dan pengurus kelompok. Koordinasi dan komunikasi dilakukan dengan mengunakan jalur komunikasi yang dimulai dari Ketua Kelompok Winarsih dan pengurus Kelompok Winarsih ke ketua masing-masing kelompok kecil kemudian diteruskan kepada anggotanya. Jalur komunikasi ini dimanfaatkan jika ada pengumuman mengenai kegiatan atau rapat yang akan dilakukan oleh pengurus
72
atau warga. Terkadang informasi juga disebarkan dari mulut ke mulut, ketika bertemu di wilayah RT 05/ RW 08. Sosialisasi kepada warga mengenai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dilakukan oleh para kader dan pengurus. Sosialisasi yang dilakukan juga mengundang semua warga, dan dilakukan di Mushala Al-Iqhlas atau balai pertemuan yang bertempat di RT 05/ RW 08 itu sendiri. Kepercayaan antar warga dijaga dengan memegang dan berpedoman pada sikap jujur dan transparan terhadap segala hal menyangkut pengelolaan sampah. Sikap jujur dan transparan ini, diharapkan warga dapat menjaga kekompakan antar sesama. Sehingga dalam melakukan pengolahan sampah akan lebih mudah dan ringan. Berikut penuturan Ibu Pr (44 tahun) perihal kejujuran dan tranparansi pengurus Kelompok Winarsih terhadap warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Jika kami menerima hadiah dari lomba, langsung malamnya diumumkan oleh Pak RT lewat speaker masjid. Setelah itu kami bersama-sama rundingkan akan digunakan untuk apa. Keuntungan dari menjahit tas juga seperti itu, tidak ditutup-tutupi, saya sebagai karyawan digaji dan tahu kenapa digaji segitu”
Kepercayaan juga dimiliki warga terhadap tetangga atau anggota kelompok lainnya. Warga memiliki keyakinan bahwa anggota kelompok lainnya melakukan apa yang ditugaskan kepada mereka, hal ini dijawab oleh semua informan. Mereka juga menjaga agar tiap individu tetap melaksanakan tugasnya dengan cara memberikan bantuan berupa mengganti atau menukar jam kerja jika berhalangan. Jika semua warga melaksanakan tugasnya, maka akan timbul rasa segan jika tidak melaksanakan tugasnya. Kepercayaan warga ini menimbulkan
73
kekompakan antar warga dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas ini. Warga juga menaruh kepercayaan dan percaya akan uang iuran sukarela yang mereka sumbangkan. Warga percaya akan pengalokasian dan distribusi uang tersebut. Pengurus juga membalas kepercayaan warga dengan menggunakan uang tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuannya. Kepercayaan warga ini juga dijaga pengurus dengan memberitahukan warga dan membuat laporan keuangan mengenai pemasukan dan pengeluaran. Laporan keuangan ini kemudian dibicarakan pada rapat yang diadakan tiap bulan di balai pertemuan Kelompok Winarsih. Berikut penuturan Ibu Mj (40 tahun) mengenai pelaporan keuangan oleh pengurus kepada warga:
“Kami selaku pengurus selalu mencatat pemasukan dan pengeluaran dana, baik yang didapat dari iuran warga atau dari hadiah lomba. Laporan lalu diberitahukan kepada warga pas rapat”
Harapan-harapan yang mendorong tingkah laku kerja dimana prosedurprosedur bersifat saling menguntungkan merupakan elemen-elemen umum dalam modal sosial dalam masyarakat (Uphoff, 1999 dikutip Siregar, 2004). Fedderke et.al. (1999) dikutip Alfiasari (2004) juga mengatakan bahwa salah satu karakteristik dari modal sosial adalah adanya harapan. Ini dimaksudkan bahwa dalam modal sosial yang dibangun dari kepercayaan, jaringan dan norma sosial masing-masing individu mempunyai harapan dan kewajiban dalam melakukan tindakan sosialnya. Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah di lingkungannya juga memiliki harapan yang banyak.
74
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, mengenai harapan terhadap kegiatan pengolahan sampah, warga berharap dapat membuat lingkungan mereka menjadi bersih dan sehat, sehingga bebas dari banjir dan dapat mengurangi sampah. Namun selain berharap dapat membuat lingkungan yang bersih mereka juga berharap mampu berperan dan melakukannya sendiri secara aktif, bukan dilakukan orang lain. Mereka berharap dapat belajar dan mendapatkan pengalaman dalam melakukan pengelolaan lingkungan mereka sendiri, seperti penuturan Ibu Lk (47 tahun) salah satu penjahit kerajinan tangan daur ulang di Kelompok Winarsih:
”Harapan saya dengan adanya program ini saya bisa membuat lingkungan sekitar rumah saya bersih, jadinya nyaman ditinggali, dan saya juga ingin saya sendiri yang melakukannya.”
Harapan warga ingin menjadi aktor atau berperan aktif dalam menjaga kebersihan dan kesehatan dengan melakukan pengelolaan sampah dan penghijauan telah berjalan hingga sekarang. Dalam prosesnya, usaha pengolahan sampah organik maupun non-organik yang dilakukan warga, murni dilakukan atas usaha warga sendiri. Dalam pengomposan dan daur ulang, mulai dari pengumpulan, pemilahan, pengolahan dan pemanfaatan diusahakan oleh swadaya warga, kecuali penyediaan bahan baku kerajinan tangan yang memerlukan bahan tambahan dari luar, yakni dari pemulung dan kolektor sampah. Namun dalam usaha menuju ke-swadayaan ini warga tetap dibantu oleh banyak pihak yang mensosialisasikan, melatih dan memfasilitasi. Kini, selain mampu mengolah sampah domestik mereka sendiri dan mendapatkan ilmu, warga memperoleh keuntungan lebih dari yang mereka
75
harapkan, seperti dapat menambah penghasilan dengan mengolah sampah nonorganik, warga terhindar dari bahaya banjir yang disebabkan saluran air tersumbat oleh sampah dan keuntungan dari sampah organik berupa kompos sebagai pupuk gratis. Harapan lanjutan setelah warga mampu mengolah sampah mereka dan melakukan penghijauan adalah, mereka mampu menjadi contoh bagi RT-RT lain, untuk mengolah sampah domestik mereka sendiri. Kini warga RT 05/ RW 08 mulai menyebarkan ilmu-ilmu yang mereka dapat selama lomba kebersihan lingkungan kepada RT-RT di sekitar mereka. Mereka juga memiliki keyakinan bahwa warga komunitas, kampung atau kelompok lain mampu melakukan apa yang mereka lakukan, seperti apa yang dikatakan Ibu Nn (46 tahun) mengenai harapan lanjutan warga terhadap pengelolaan sampah yang dilakukan:
”Semoga usaha kami ini terus berlanjut, karena banyak dampak positifnya, selain bersih dan sehat, tapi bawa untung lainnya juga. Semoga juga banyak daerah-daerah lain yang bisa mengolah sampah seperti kami.”
6.3.2 Solidaritas Solidaritas, adalah terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersama-sama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain akan melaksanakannya (Uphoff, 2000 dikutip Arianti, 2008). Solidaritas diperlukan dalam membangun modal sosial, dan merupakan salah satu elemen penting lainnya. Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas tidak memiliki aturan tertulis mengenai norma-norma saling tolong menolong sesama tetangga. Namun mereka
76
melakukannya, karena mereka sudah merasa hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Jika ada yang kesulitan, tertimpa musibah atau dirawat di rumah sakit, maka warga langsung memiliki inisiatif untuk membantu. Bantuan yang diberikan berupa uang hasil iuran sesama warga, dan berusaha menjenguk warga yang tertimpa musibah dan sakit. Kegiatan pernikahan atau pemakaman yang diadakan salah satu warga juga biasanya dibantu oleh warga lain. Jika ada warga yang melangsungkan pernikahan maka warga yang lain datang membantu memasak dan menyiapkan untuk acara pernikahan. Jika ada warga yang meninggal, maka warga membantu mulai dari acara pemakaman dan pengajian. Warga juga memiliki dana sosial yang dikumpulkan setiap bulannya pada minggu kedua bersamaan iuran ke-RT-an lainnya sebesar Rp. 7.500,00- tiap Kepala Keluarga. Program pemerintah yakni RW Siaga juga aktif di RW 08, dan siap membantu warga 24 jam. Berikut penuturan Ibu Mj (40 tahun) yang bertugas memungut iuran ke-RT-an warga tiap tengah bulan, mengenai rasa tolong-menolong antar warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas : ”Biasanya kami kalau ada warga yang sakit, datang menjenguk. Sedangkan kalau ada pernikahan buat ibu-ibu bantu-bantu masak dan menyiapkan acara. Jika ada yang meninggal, bantu-bantu acara pemakaman ”
Solidaritas antar warga juga dapat diukur dengan pengorbanan yang mereka lakukan untuk kepentingan bersama. Pada kegiatan pengelolaan sampah ini, mereka berkorban materi dan tenaga demi kesuksesan program ini. Warga RT 05/ RW 08 tidak mendapatkan bantuan dana dari pihak manapun ketika mereka mengikuti lomba lingkungan yang diadakan. Dana yang digunakan untuk melakukan pengomposan, pembuatan kerajinan tangan, pembelian pot tanaman
77
beserta tanamannya dan pembuatan bank sampah adalah uang dari ”kantong” warga sendiri. Dana dari warga juga digunakan untuk keperluan usaha kerajinan tangan daur ulang yakni, membeli mesin jahit dan membeli bahan-bahan tas. Pada saat memenangkan lomba dan mendapatkan hadiah, tidak ada warga yang meminta ganti rugi atas uang yang telah mereka keluarkan. Berdasarkan hasil musyawarah warga, uang tersebut mereka sepakat digunakan untuk membangun fasilitas di wilayah mereka seperti, jalan raya dan masjid. Tidak ada warga meminta sebagian dari uang tersebut untuk mengganti uang yang telah mereka keluarkan. Bentuk kesolidaritasan warga lainnya adalah, mereka percaya akan pembayarannya iuran warga, pengalokasiannya terhadap iuran warga yang mereka bayar untuk pengelolaan sampah. Alasannya karena mereka tahu dan diberitahu mengenai rincian dana, dan ada laporan keuntungannya yang terbuka bagi warga yang ingin tahu. Laporan keuangan juga diberitahukan jika ada rapat antara warga di saung atau balai pertemuan Kelompok Winarsih. Selain tolong menolong, dan berkorban yang menjadi pegangan antar warga, kepatuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan juga dipegang dalam melakukan pengelolaan sampah yang menggambarkan rasa solidaritas warga. Warga juga memiliki keyakinan bahwa semua anggota warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas memiliki dan menjalani kepatuhan yang mereka pegang. Hal ini sudah menjadi komitmen mereka bersama, dimana mereka melakukan hal ini demi kepentingan diri sendiri dan lingkungan sekitar, jika ada yang melanggar atau lupa cukup diingatkan kembali oleh ketua kelompok kecil atau anggota
78
kelompok. Berikut penuturan Ibu Nn (46 tahun) berikut ini, mengenai kepatuhan warga akan tugas:
”Sekarang sih buat saya sudah menjadi kebiasaan untuk membersihkan lingkungan dari sampah dan membuang sampah ke komposter. Ya mau bagaimana lagi, komposter sudah ada di dekat rumah, setiap hari melihat tetangga yang bersih-bersih, masa tidak malu jika tidak melakukannya.”
6.3.3 Kerja Sama Elemen berikutnya adalah kerja sama. Dalam melakukan kegiatan pengeloaan sampah dan penghijauan, dapat terlihat adanya norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri-sendiri dalam warga RT 05/ RW 08. Adanya sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama dan keyakinan bahwa kerjasama akan lebih menguntungkan dan menguntungkan (Uphoff, 2000 dikutip Arianti, 2008). Kerja sama yang akan dibahas disini adalah kerja sama dalam pengelolaan sampah domestik oleh warga. Kerja sama jelas menjadi komponen penting, seperti telah diungkapkan diatas mengenai upaya menjaga kekompakan antar warga RT 05/ RW 08, dimana kekompakan tersebut yang nantinya akan mendukung terciptanya kerja sama yang baik. Program pengolahan sampah beserta penghijauan yang dilakukan oleh warga RT 05/ RW 08 bersifat program atau kegiatan tingkat RT. Oleh sebab itu harus dilakukan dengan bekerja sama, karena merupakan program RT bukan individu. Kerja sama diterapkan dalam semua bentuk kegiatan pengolahan sampah dan penghijauan. Dalam kelompok kecil ada tugas-tugas yang dibagikan untuk tiap individu, dimana tiap individu wajib melaksanakan tugasnya tersebut.
79
Tugas tersebut adalah; menyiram tanaman di wilayah kelompoknya, memeriksa komposter dan lain-lain. Dalam melakukan daur ulang sampah juga diperlukan kerja sama antar bagian yang bertugas dalam membuat kerajinan tangan. Tiap bagian juga wajib melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Berikut penuturan Bpk Sk (44 tahun) mengenai kerja sama antar warga RT 05/ RW 08 Kampung Ciracas:
”Kerja sama adalah hal utama dalam melakukan program ini, tentunya bisa gagal jika hanya satu atau dua orang saja yang melakukannya. Selama ini program berjalan dengan baik, dan bisa dirasakan kerja sama antar warga sudah cukup baik.”
Warga RT 05/ RW 08 juga menganggap bahwa dengan bekerja sama maka apapun yang dilakukan akan lebih cepat selesai dan hemat tenaga, dibandingkan bekerja sendiri-sendiri. Hal ini bisa diambil contoh dalam kelompok kecil ketika melakukan pengomposan, penyiraman tanaman, dan membuat kerajinan tangan daur ulang, yakni dengan adanya bagian-bagian yang bertugas dalam membuat tas, seperti yang diucapkan Ibu Mr (55 tahun) yang juga salah satu pengrajin kerajinan tangan daur ulang di bagian finishing:
”Wah tidak kebayang jika saya melakukan ini semua sendiri, kami harus menyiram semua tanaman, terus membuat komposter dan tas sendiri. Pasti lebih lama dan capai”
6.3.4 Jaring Sosial (Social Networking) (a). Basis dan Sifat Jaringan Dalam menganalisis basis jaringan untuk mengetahui peranan peran jaringan sosial pada Kelompok Winarsih sebagai salah satu elemen modal sosial,
80
maka peneliti berusaha membaginya menjadi dua kategori. Pertama, basis jaringan antar warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas atau antar anggota Kelompok Winarsih. Kedua, basis jaringan dengan pihak luar kelompok, seperti kader lingkungan daerah Jakarta lainnya, PT. Unilever, dan Pemulung. Sifat jaringan sebagai komponen modal sosial dilihat apakah hubungan terbangun secara formal atau informal. Basis jaringan antar warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas yang dibangun dalam menjalin hubungan sosialnya adalah basis tetangga, basis kekeluargaan dan basis pertemanan. Hal ini dikarenakan komponen utama warga dalam menjalin hubungan adalah karena kondisi mereka yang bertetangga dan berteman. Selain kedua basis tersebut, dalam melakukan usaha pembuatan kerajinan tangan daur ulang, terdapat basis hubungan kerja (hubungan fungsional) antar warga yang terlibat langsung dengan proses pembuatan kerajinan tangan daur ulang. Namun, walau ada basis hubungan kerja, mereka tetap memegang basis kekeluargaan, dan basis pertemanan sebagai modal utama menjalin hubungan. Hubungan yang dibangun dalam jaringan antar warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah hubungan informal. Berikut penuturan Ibu Mr (55 tahun) mengenai hubungan pertemanan, bertetangga dan kekeluargaan pada warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Walaupun kami ada pengurus, seperti ketua dan lainnya, kami tetap merasa sebagai teman. Jadinya tidak ada kecanggungan karena memandang jabatan di kelompok. Ya seperti biasa anda lihat aja keadaan di tempat jahit Ibu RT, biar bekerja serius, kami tetap mengobrol atau menggosip santai.”
Hubungan dengan basis tetangga, pertemanan dan kekeluargaan ini terbukti mampu membantu dalam melakukan progam pengolahan sampah
81
domestik dan penghijauan yang warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Hal ini karena hubungan dengan basis jaringan seperti ini membuat warga merasa ada aktivitas yang mereka lakukan, dilakukan bersama teman, tetangga dan keluarga yang sudah sangat dekat bagi mereka. Mereka juga merasa manfaat dari aktivitas mengolah sampah dan melakukan penghijauan, selain dinikmati oleh mereka sendiri, tapi juga dinikmati oleh orang dekat mereka. Warga juga malu apabila tidak melakukan, sementara tetangga dan teman disekitarnya melakukan. Walaupun masing-masing individu mempunyai jabatan dalam kepengurusan, tapi hal tersebut hanyalah menjadi bagian dari pembagian tugas, warga tidak berkomunikasi atau bekerja sama dengan memandang jabatan tersebut. Berikut penuturan Ibu Lk (47 tahun) yang sehari-harinya bekerja di tempat kerajinan daur ulang di bagian finishing, mengenai basis jaringan yang terdapat di warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Karena pada dasarnya kita ini sudah bertetangga dan teman sebelum melakukan program ini maka dalam melakukan program kami tetap memandang sebagai teman, walaupun masing-masing punya jabatan dalam pengurus, dan kita tidak pernah memandang dari jabatannya di pengurus kelompok.”
Hubungan fasilitasi melandasi hubungan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dengan PT. Unilever.
Pihak PT. Unilever sebagai pihak yang
memfasilitasi warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, memberikan fasilitas berupa, tenaga pendamping, bantuan sarana, pengadaan pelatihan dan sosialisasi mulai dari perlombaan Jakarta Green and Clean 2007, hingga kini. PT. Unilever juga membantu dalam menyediakan akses apabila ada acara atau bazaar bertema penyelamatan lingkungan, lomba-lomba atau membantu dalam menemukan
82
partner yang mau bekerja sama dengan warga RT 05/ RW 08 dalam hal pengolahan sampah domestik. Basis hubungan warga dengan pihak pemulung dan kolektor sampah adalah hubungan kerja sama. Hal ini karena hubungan antara pemulung dan kolektor sampah dengan warga, saling menguntungkan, dimana warga membeli sampah plastik yang akan digunakan untuk didaur ulang, dan warga memberikan uang sebagai gantinya. Hubungan yang dibangun dalam jaringan antar warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dengan PT. Unilever, kolektor sampah dan pemulung adalah hubungan formal.
(b). Karakteristik Jaringan Jaringan sosial sebagai aset dari modal sosial dapat dianalisis dengan menggunakan ukuran karakteristik jaringan, dimana karakteristik jaringan mencakup bentuk jaringan, luas jaringan dan keberlangsungan jaringan. Bentuk jaringan Kelompok Winarsih atau warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah jaringan komunitas. Hal ini dikarenakan jaringan terbentuk atas dasar kepentingan bersama yang bersifat teritorial. Interaksi tergolong sering antar warga serta rutinnya frekuensi ketemu yang bukan hanya pada saat rapat, melainkan pada saat-saat senggang. Luas jaringan internal mempunyai cakupan wilayah yang terbatas, yakni hanya setingkat Rukun Tetangga (RT). Hal inilah yang menyebabkan sering dan rutinnya interaksi serta frekuensi ketemu antar warga. Bentuk jaringan komunitas ini mendukung dalam melaksanakan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Dasar-dasar dari komunitas adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut (Soemardjan, 1962 dikutip
83
Nasdian, 2003). Unsur-unsur perasaan semasyarakat tersebut (community sentiment)
menurut
Nasdian,
2003,
antara
lain:
(1)
Seperasaan;
(2)
Sepenanggungan; (3) Saling memerlukan. Ketiga unsur perasaan semasyarakat tersebut membuat warga menyadari bahwa lingkungan yang sehat dan bersih dapat dinikmati oleh mereka bersama, jika kotor dan jorok tentunya mereka sendiri yang merasakan. Perasaan yang mereka rasakan dalam melakukan pengelolaan sampah dirasakan oleh warga lainnya, karena pembagian tugas yang adil, dan warga merasa saling memerlukan antara warga lainnya dalam melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Luas jaringan yang hanya setingkat RT juga membantu kuatnya perasaan semasyarakat ini. Keberlangsungan jaringan tergolong stabil untuk beberapa saat kedepan. Hal ini diindikasikan dengan dominannya penduduk tetap, dibandingkan dengan penduduk tidak tetap, sehingga memungkinkan kelompok berlangsung lama. Kemudian semangat warga untuk tetap melakukan program kelompok serta partisipasi warga dalam lomba-lomba kebersihan selanjutnya, dan acara-acara yang diadakan untuk program-program lingkungan masih dirasakan sangatlah besar. Hal ini diindikasikan dengan masih berlangsungnya upaya pengelolaan sampah domestik yang telah dijalankan warga.
6.3.5 Norma-Norma Sosial (Social Norms) (a). Norma-Norma Sosial Dalam Pengelolaan Sampah Domestik Modal sosial memiliki bentuk berupa norma-norma dan sanksi-sanksi (Stighlt, 1999 dikutip oleh Siregar, 2004). Norma masyarakat merupakan elemen penting untuk menjaga agar hubungan sosial dalam suatu sistem sosial
84
(masyarakat) dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan (Soekanto, 1982). Bagi warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas norma-norma yang ada dalam program pengeolahan sampah memberikan dukungan dan bantuan dalam mencapai tujuan kelompok. Norma juga memberikan tiap warga terdorong untuk bertindak untuk kepentingan umum. Dalam hal ini salah satu norma dan nilai-nilai utama yang dijaga oleh pengurus kelompok dan anggota kelompok, adalah kejujuran dan transparansi dalam kegiatan yang dilakukan. Berikut penuturan Ibu Wn (37 Tahun) mengenai nilai kejujuran dan transparan yang dipegang oleh pengurus:
”Dalam melakukan kegiatan ini kami selalu menjaga kekompakan antar sesama. Dan kunci dalam menjaga kekompakan ini adalah dengan dua hal, yakni: pertama jujur, kedua transparan. Dalam semua hal kami berpaku pada dua hal ini.”
Kejujuran dan transparansi dirasakan penting bukan hanya oleh pengurus, melainkan semua, warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Kejujuran dan transparansi
dalam
kegiatan
dipegang
sejak
awal
perencanaan
hingga
pemanfaatan hasil. Pengurus memegang nilai ini ketika meminta uang sukarela, membuat perencanaan program, mengalokasi dan mendistribusikan dana, menerima uang hadiah lomba dan lain-lain. Nilai ini dipegang dan dijaga warga ketika melaksanakan tugasnya di kelompok kecil. Nilai kejujuran dan transparansi membuat warga merasa tidak ada yang lebih diuntungkan dan dirugikan oleh adanya program ini, nilai-nilai inilah yang dianggap telah mampu membuat warga tetap semangat dan kompak. Kompak karena merasa melakukan pengelolaan lingkungan untuk kepentingan bersama,
85
dan semangat karena dengan melakukan pengelolaan lingkungan ini yang diuntungkan adalah diri sendiri juga. Nilai kejujuran dan transparansi juga membuat warga setia dan ikhlas dalam melakukan pengolahan sampah dan penghijauan di lingkungannya, sehingga hingga kini setelah hampir setengah tahun dari perlombaan. Warga tidak pernah meminta ganti rugi atas semua biaya materi, tenaga dan waktu yang mereka habiskan, seperti penuturan Ibu Mj (40 tahun) yang sehari-hari bekerja sebagai penjahit panel pada kerajinan tangan daur ulang warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas:
”Kami tidak pernah memikirkan untung atau rugi, waktu mengikuti lomba, harapan kami yang terpenting bukanlah menang, dan kami tidak pernah meminta ganti rugi kepada pengurus atau siapa pun. Kami senang melakukannya karena hal ini untuk kami sendiri dan tetangga sekitar, bukan untuk perorangan. Intinya sama-sama untung.”
Nilai lainnya yang dipegang warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ketika melakukan pengolahan sampah di lingkungannya adalah kepedulian akan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Nilai ini mendasari warga untuk bergerak dalam melakukan pengolahan sampah di lingkungan, membuat warga bergerak dan nilai ini juga yang menjaga keberlangsungan program pengolahan sampah oleh warga, karena tanpanya warga hanya mengejar keuntungan dari pengolahan sampah dan kebanggan dari memenangkan lomba. Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas dalam melakukan program pengolahan sampah dan penghijauan juga memiliki peraturan-peraturan tidak tertulis yang membantu agar tujuan kelompok tercapai dan program berjalan sesuai yang diinginkan. Peraturan-peraturan tersebut adalah:
86
1. Warga wajib menjaga kebersihan lingkungan dari sampah dimulai dari tempat tinggalnya masing-masing, jalan dan selokan di depan tempat tinggal. Hal tersebut dengan cara membersihkan dan membuang sampah pada tempatnya sesuai aturannya. 2. Warga wajib melakukan penghijauan dengan cara menanami halaman rumahnya dengan tanaman, atau jika tidak ada lahan untuk halaman warga wajib memiliki pot tanaman sekitar rumahnya. 3. Warga wajib memilah sampah domestiknya, untuk kemudian diolah sesuai dengan jenisnya, Kemudian untuk sampah basah (organik) sebelum diserahkan harus dicacah terebih dahulu. 4. Sampah basah (organik) warga wajib diserahkan ke bank sampah atau komposter terdekat (sesuai dengan kelompoknya) dengan terlebih dahulu dicacah. 5. Sampah non-organik diserahkan ke bank sampah, untuk kemudian dibuang atau diberikan ke pemulung, atau dikelola oleh warga. 6. Warga wajib membayar iuran sampah, untuk membayar pemulung agar mengambil sampah yang tidak dapat dikelola warga. 7. Warga wajib mengikuti semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan RT dalam rangka menjaga kebersihan lingkungan RT 05/ RW 08 KelurahanCiracas.
Kelompok Winarsih tidak menetapkan sanksi-sanksi khusus yang memberatkan warga dalam menegakkan peraturan-peraturan di atas. Jika terjadi pelanggaran terhadap aturan yang telah disepakati, warga melakukan peneguran
87
dan memberikan nasihat kepada pelanggar. Namun jika warga merasa sulit dalam menegur atau warga yang melanggar susah untuk diperingati, warga biasanya melapor kepada pengurus. Ketua kelompok yang menerima laporan atau melihat sendiri warga yang tidak patuh tersebut kemudian langsung menegurnya. Teguran biasanya dilakukan di rumah warga yang melanggar aturan. Teguran yang diberikan berupa nasihat mengenai pentingnya mentaati peraturan dalam kelompok. Ketua kelompok kecil juga memiliki wewenang untuk menegur anggotanya yang tidak patuh atau lalai dalam melaksanakan tugas. Berikut pengungkapan Ibu Wn (37 tahun) mengenai sanksi bagi warga yang melanggar aturan kelompok:
“Kami tidak menetapkan peraturan dan sanksi yang memberatkan warga. Dulu pernah ada denda uang jika ada ang melanggar peraturan, tapi sekarang tidak ada lagi sanksi uang.”
(b). Kontrol Sosial Oleh Warga Pada warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, kontrol sosial yang terkait dengan pengolahan sampah dan penghijauan dilakukan berupa upaya-upaya preventive dan represive dengan cara tanpa kekerasan (persuasive). Upaya preventif merupakan pencegahan terhadap munculnya gangguan-gangguan terhadap upaya masyarakat melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Hal ini dilakukan oleh pengurus kelompok dengan melakukan sosialisasi kepada anggota kelompok, dalam hal ini warga mengenai pengolahan sampah, yakni pengomposan dan daur ulang. Masyarakat disosialisasikan mengenai, cara pengomposan dan daur ulang, manfaat pengomposan, pemilahan, pencacahan, daur ulang, karakteristik sampah, bank sampah dan cara daur ulang, yang
88
menunjang pengetahuan warga dalam melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Membuat peraturan tidak tertulis untuk membantu warga dalam upaya pengolahan sampah domestik dan daur ulang juga merupakan usaha kontrol sosial yang bersifat preventive. Upaya-upaya represive juga dilakukan warga, hal ini ditujukan apabila telah terjadi gangguan dalam kegiatan pengolahan sampah domestik dan daur ulang yang warga lakukan. Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan keadaan ke kondisi semula sebelum gangguan terjadi, atau membuat keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Upaya ini dilakukan dengan cara menjatuhi sanksi terhadap warga-warga yang melakukan penyimpangan terhadap aturan-aturan atau nilainilai yang berlaku dalam masyarakat. Namun sanksi yang dikenakan kepada warga yang melanggar, bukanlah sanksi yang memberatkan. Karena warga cenderung mementingkan sanksi yang menumbuhkan kesadaran untuk tidak melakukannya lagi. Kedua upaya kontrol sosial tersebut dilakukan masyarakat dengan cara persuasive. Hal ini dilakukan warga dan pengurus kelompok dengan cara menyadarkan warga akan pentingnya kebersihan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan harapan timbul kesadaran warga akan pentingnya menjaga kebersihan, yakni dengan melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Mereka juga mengembangkan nilai-nilai kerja sama dan solidaritas dalam melakukan kegiatan tersebut. Untuk penegakan sanksi juga warga tidak menetapkan sanksi berat berupa sanksi materi. Tapi sanksi yang diberikan warga lebih kepada sanksi moral, sehingga warga yang melanggar nantinya akan merasa malu karena telah melanggar aturan-aturan yang ada, dan sadar untuk tidak akan melakukannya lagi.
89
Berikut penuturan Ibu Mj (40 tahun) mengenai kontrol sosial yang dilakukan masyarakat:
”Biasanya saya kalau melihat ada yang melanggar ya saya nasihati dulu. Pernah sih ada yang kayak gitu, tapi sudah dinasihati tetap saja. Ya saya adukan ke Mba Sri. Maklum lah warga pendatang, sudah gitu anak muda”
6.4 Modal Ekonomi 6.4.1 Perolehan Modal Perolehan modal pada awal program pengolahan sampah dan penghijauan untuk lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas berasal dari ”kantong” warga sendiri. Modal diperoleh secara suka rela tanpa ada batasan terendah atau terkecil, dan semua responden mengatakan bahwa tidak berkeberatan dalam memberikan bantuan materi. Warga juga tidak membatasi ataupun menghitung jumlah uang yang harus disumbangkan, karena bersifat sukarela. Berikut penuturan Bpk Sk (44 tahun) mengenai perolehan modal untuk melaksanakan program pengolahan sampah dan penghijauan pada awal kegiatan:
”Untuk modal awal kami tidak mendapatkan bantuan dari pihak manapun, tidak dari Pemda, PKK atau dari RW, ini murni uang kami pribadi, uang warga. ”
Baru setelah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas memenangkan berbagai lomba termasuk JGC 2007 mereka mendapatkan modal tambahan untuk melakukan program pengolahan sampah. Modal tersebut berasal dari uang hasil menang lomba, dan mereka gunakan sebagai modal kembali dalam membeli sarana dan pra-sarana pengolahan sampah penghijauan. Mereka juga mendapat bantuan dari PT. Unilever berupa satu buah mesin jahit yang ditempatkan di
90
rumah Ibu RT selaku Ketua Kelompok Winarsih dan tempat membuat kerajinan tangan sebagai alat bantu dalam membuat kerajinan tangan. Sekarang perolehan dana untuk pengolahan sampah dan penghijauan diperoleh melalui iuran RT kepada warga sebesar Rp. 7.500,- tiap rumahtangga, yang didalamnya termasuk iuran kebersihan, iuran sosial, dan lain-lain yang dipungut setiap tengah bulan. Selain itu dana juga diperoleh dari hasil penjualan kerajinan tangan yang dipotong dari tiap tas yang berhasil dijual. Namun untuk pengomposan belum dapat menghasilkan dana, karena hanya digunakan untuk keperluan warga, belum dikomersilkan.
6.4.2 Alokasi dan distribusi manfaat ekonomi sampah Dana yang terkumpul dalam perolehan dana yang telah dilakukan dialokasikan dan di-distribusikan kembali untuk peningkatan program pengolahan sampah. Dana awal yang diperoleh dari sumbangan sukarela warga dialokasikan seluruhnya untuk melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Warga menggunakannya untuk membiayai pengomposan dan daur ulang, serta untuk membeli sarana dan pra-sarana pengolahan sampah seperti barel untuk komposter, pot-pot untuk tanaman, pembuatan bank sampah, bahan-bahan kerajinan tangan seperti tali rapia dan beberapa tanaman murah untuk kemudian di kembangkan. Perolehan dana berikutnya warga dapatkan dari memenangkan lomba, yakni uang hadiah lomba. Dana ini dialokasikan sebagian untuk membangun dan memperbaiki fasilitas RT seperti jalan kemudian balai pertemuan kelompok. Sebagian juga dialokasikan untuk peningkatan sarana dan pra sarana pengolahan
91
sampah, membuat komposter yang lebih baik, modal awal membuat kerajinan tangan untuk dipasarkan. Saat ini dari hasil penjualan kerajinan tangan daur ulang sampah plastik, warga juga dapat menambah pendapatan keluarga mereka. Para pengrajin yang bekerja, mereka mendapatkan penghasilan untuk tiap tas yang dibuatnya. Uang yang mereka peroleh dari membuat kerajinan tangan ini sangat membantu perekonomian keluarga mereka. Berikut penuturan Ibu Pr (44 tahun) warga yang turut membantu dalam proses mencuci dan memotong limbah plastik, mengenai pendapatan dari bekerja membuat tas dari sampah plastik:
”Hasil dari saya bekerja sebagai tukang jahit di tempat Ibu RT ya lumayan. Kebetulan kan saya memang tidak bekerja, hanya jadi ibu rumah tangga. Makanya saya membantu menjahit disana. Lumayan bisa membantu ekonomi keluarga.”
6.5 Ikhtisar Sampah yang dihasilkan oleh satu rumahtangga (KK) rata-rata perharinya 0,03 kg sehingga total seluruh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas adalah sebanyak 3,78 kg/hari, dan sebulan sampah yang dihasilkan rata-rata sebanyak 113,4 kg. Komposisi timbulan sampah yang dihasilkan warga tersebut terdiri dari; Sampah organik sebanyak 0,02 kg/kk perhari dan Sampah non-organik 0.01 kg/kk perhari. Berdasarkan jumlah sampah yang dihasilkan, kira-kira sebanyak 100% sampah organik diolah menjadi kompos, dan 25% sampah non-organik yang diolah menjadi kerajinan tangan. Pengomposan dilakukan oleh warga secara aerob dengan media komposter yang terbuat dari bak atau dirigen. Komposter diletakan di rumah tiap ketua
92
kelompok kecil, agar mudah dikelola dan dimanfaatkan oleh anggotanya. Warga terlebih dahulu memilah dan mencacah sampah organiknya untuk kemudian dimasukkan ke komposter. Hasil komposnya bisa langsung dimanfaatkan oleh warga. Untuk sampah non-organik dilakukan daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan. Sampah non-organik yang diolah oleh warga baru sampah plastik kemasan. Sampah didaur ulang menjadi kerajinan tangan seperti tas. Hasilnya dijual, dan uang hasil penjualan untuk pengrajin yang bekerja. Bank sampah dibuat oleh warga untuk penampungan dan pemilahan sampah yang dikumpulkan dari warga RT 05/ RW 08. Bank sampah juga menjadi pusat warga dalam melakukan pengolahan sampah dan penghijauan di lingkungannya. Kejujuran dan transparan merupakan prinsip yang dipegang warga dalam menjaga rasa kepercayaan dan kekompakan antar warga dalam melakukan pengolahan sampah. Warga juga memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai dengan melakukan pengelolaan lingkungan. Mereka tidak hanya menginginkan lingkungan yang bersih, tapi berharap mereka mampu belajar untuk menjadi aktor yang berperan dalam membersihkan lingkungan mereka. Warga juga menjaga solidaritas agar dapat menjaga kerja sama yang dilakukan. Jaringan warga dalam melakukan pengolahan sampah terdiri dari jaringan antar warga dan jaringan dengan pihak luar. Jaringan antar warga bersifat informal dan berasaskan kekeluargaan, pertetanggan dan pertemanan. Jaringan dengan pihak luar yakni, pemulung dan PT. Unilever bersifat campuran, kadang formal, kadang informal, dengan basis kerja sama dan fasilitasi.
93
Norma dan nilai yang dianut warga dalam melakukan pengolahan sampah berbasis komunitas adalah, kerja sama, solidaritas, kejujuran dan transparan. Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas juga melakukan kontrol sosial. Kontrol sosial tersebut berupa upaya preventif dan represif, dengan cara tanpa kekerasan. Perolehan modal pada awal program pengolahan sampah dan penghijauan untuk lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas berasal dari ”kantong” warga sendiri. Modal diperoleh secara suka rela tanpa ada batasan terendah atau terkecil. Baru setelah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas memenangkan berbagai lomba termasuk JGC 2007 mereka mendapatkan modal tambahan untuk melakukan program pengolahan sampah. Modal tersebut berasal dari uang hasil menang lomba. Dana awal yang diperoleh dari sumbangan sukarela warga dialokasikan seluruhnya untuk melakukan pengolahan sampah dan penghijauan. Warga menggunakannya untuk membiayai pengomposan dan daur ulang, serta untuk membeli sarana dan pra-sarana pengolahan sampah seperti barel untuk komposter, pot-pot untuk tanaman, pembuatan bank sampah, bahan-bahan kerajinan tangan seperti tali rapia dan beberapa tanaman murah. Perolehan dana berikutnya warga dapatkan dari memenangkan lomba, yakni uang hadiah lomba. Dana ini dialokasikan sebagian untuk membangun dan memperbaiki fasilitas RT seperti jalan kemudian balai pertemuan kelompok. Sebagian juga dialokasikan untuk peningkatan sarana dan pra sarana
94
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Kepercayaan (trust), norma sosial (social norms), dan jaringan sosial (social network) warga RT 05/ RW 08 mendorong terciptanya modal sosial dalam kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan warga setempat. Ketiganya juga menguatkan serta menjaga keberlangsungan kekuatan modal sosial yang dimiliki warga. Kepercayaan didukung oleh komunikasi dan koordinasi yang baik antar warga. Prinsip untuk selalu jujur dan transparan dipegang warga untuk menjaga kepercayaan antar sesama warga. Keyakinan antar warga dalam melakukan pengelolaan sampah membuat warga percaya kepada anggota kelompok yang lain dan menjaga keberlangsungan program pengelolaan sampah. Norma-norma sosial yang ada di warga mengatur dan menjaga agar kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan sesuai dengan apa yang ditujukan. Norma dan nilai juga mendukung dan membantu dalam mencapai tujuan program. Warga juga melakukan kontrol sosial dalam pengelolaan sampah yang mereka lakukan. Jaring sosial juga ikut menentukan kekuatan modal sosial dalam warga untuk melakukan pengelolaan sampah. Basis hubungan antar warga yang berlandaskan hubungan kekeluargaan, tetangga dan pertemanan membuat warga segan untuk melanggar kesepakatan serta norma dan nilai yang telah dijaga. Basis hubungan kerjasama dengan pemulung dan basis hubungan fasilitasi dengan P.T.
95
Unilever, menjaga keberlangsungan program pengelolaan sampah berbasis komunitas yang warga lakukan. Bentuk jaringan yang merupakan jaring komunitas membuat warga RT 05/ RW 08 memiliki perasaan semasyarakat (Community sentiment). Perasaan seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan ini membuat modal sosial yang dibutuhkan dalam melakukan pengelolaan sampah semakin kuat. Partisipasi dan keterlibatan langsung warga timbul akibat adanya perasaan semasyarakat ini. Luas jaringan yang tergolong kecil yakni tingkat RT, membuat mudahnya koordinasi dan komunikasi antar warga berjalan dengan baik. Modal sosial yang terbentuk dan dimiliki warga tersebut akhirnya mampu mendorong terbentuk modal ekonomi swadaya warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas itu sendiri. Warga menyumbangkan materi, ide dan tenaga dengan suka rela tanpa mengharapkan balas jasa. Hal ini dikarenakan warga memiliki kepercayaan yang kuat terhadap anggota lainnya, terutama kepada pengurus kelompok. Nilai kejujuran dan transparansi yang telah mereka pegang membuat mereka percaya akan modal yang mereka berikan. Nilai dan norma sosial yang memandang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan juga turut mendorong terbentuknya modal ekonomi oleh warga. Mereka memandang bahwa uang dan tenaga yang mereka sumbangkan sepadan dengan hasil yang mereka dapatkan, yakni hidup bersih dan sehat. Jaring sosial baik antar warga maupun dengan pihak luar turut mendukung dalam pembentukan modal swadaya warga. Hubungan dengan pihak P.T. Unilever memberikan warga akses terhadap lomba-lomba bertemakan lingkungan yang telah mereka menangkan.
96
Secara bersamaan modal sosial ini juga mendorong terbentuknya teknologi pengelolaan sampah yang merupakan hasil keputusan bersama warga. Timbulnya ide melakukan pengomposan dan daur ulang kerajinan tangan oleh warga merupakan bentuk kepercayaan warga terhadap anggotanya yang memberikan ide tersebut. Kemudian perbaikan teknologi pengomposan dan daur ulang kerajinan tangan didapat dari bantuan fasilitasi P.T. Unilever, dimana P.T. Unilever ini merupakan bagian dari jejaring sosial yang dimiliki warga RT 05/ RW 08. Teknologi ini juga dipilih berdasarkan keadaan masyarakat, baik kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Modal ekonomi juga ikut membantu dalam terbentuknya teknologi pengelolaan sampah yang dipilih dilakukan oleh warga. Modal ekonomi digunakan untuk membeli peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam teknologi tersebut. Namun teknologi juga menyesuaikan dengan kemampuan modal ekonomi warga. Mereka tidak mencari teknologi yang memberatkan mereka dari sisi ekonomi. Merujuk pada hipotesis pengarah, maka dapat disimpulkan bahwa modal sosial (yang terdiri dari kepecrayaan, norma-norma sosial dan jejaring sosial) yang dimiliki warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas merupakan faktor pendorong timbulnya modal ekonomi dan teknologi pengelolaan sampah pilihan masyarakat setempat. Kesinergisan modal sosial, modal ekonomi dan teknologi pengelolaan sampah inilah yang mendukung dan menjamin keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis komunitas yang dilakukan warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas. Jika salah satunya hilang maka besar kemungkinan bahwa pengelolaan sampah berbasis komunitas yang warga lakukan tidak berlanjut atau bahkan tidak berjalan
97
sama sekali. Kesinergisan ketiganya menjadi ciri dari pengelolaan sampah berbasis komunitas yang dilakukan oleh warga RT 05/ RW 08.
7.2 Saran
1. Anggota Kelompok Winarsih agar terus menjaga kepercayaan antar warga dengan cara tetap berlaku jujur dan transparan dalam tugas-tugasnya sebagai anggota kelompok. 2. Anggota Kelompok Winarsih agar tetap mentaati aturan-aturan yang telah disepakati bersama demi kepentingan bersama, serta aturan-aturan tersebut hendaknya disosialisasikan kepada pendatang baru sesegera mungkin. 3. Pengurus RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas agar membuat data kependudukan warganya yang lebih lengkap dan dibuat pada media yang tahan lama. 4. Kelompok Winarsih agar menambah jenis sampah non-organik yang dapat di daur ulang menjadi kerajinan tangan, seperti membuat kertas daur ulang dari sampah kertas dan koran. 5. RW 08 agar bisa membina atau mendorong RT-RT lainnya di RW 08 yang sekarang
sedang
berusaha
membangun
pengelolaan
sampah
di
lingkungannya. 6. Kelurahan Ciracas agar dapat membantu jika ada RT lain yang ingin mengembangkan pengelolaan sampah domestik berbasis komunitas di wilayahnya.
98
DAFTAR PUSTAKA
Alfiasari. 2004. Analisis Modal Sosial Pada Kelompok Usaha Berbasis Komunitas. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan Alimah, Niken T. Fithri. 2007. Perilaku Kolektif Komunitas Kampung Banjarsari Dalam Pengelolaan Sampah Domestik Perkotaan Berbasis Masyarakat. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Apriadji, Wied Harry. 1998. Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta. Ariyanti, Ria. 2008. Modal Sosial Masyarakat Desa Hutan Dalam Konflik Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Makalah Akhir Mata Kuliah Studi Pustaka. Tidak diterbitkan Departemen Kehutanan. Sampah: Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_060 4/isi_4.htm. diakses tanggal 10 November 2007 Djajadiningrat, Surna T. Tinjauan Atas Fungsi dan Peran Partisipasi Serta Kelembagaan Dalam Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan dalam Himpunan Karangan Ilmiah di Bidang Perkotaan dan Lingkungan. Jakarta: Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, volume IV/1996/1997. Djajawinata, Dawin T, dan Arianto Wibowo. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu.www.kkppi.go.id/papbook/Penanganan%20sampah%20perkotaa n%20terpadu.pdf. diakses tanggal 28 Agustus 2007 Firman. 2007. Entrepreneur: Dari Karyawan Hingga Bahan Baku. http://202.146.5.33/ver1/Unilever/0802/12/092304.htm. diakses tanggal 10 Maret 2008. Grehenson, Gusti. 2008. Desentralisasi KB Sebabkan Laju Pertumbuhan Penduduk Semakin Tinggi. http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1240 diakses tanggal 28 Maret 2008.
99
Gugus Tugas Pengelolaan Sampah. 2008. Kelompok Winarsih. http://gtps.ampl.or.id/index.php?option=com_comprofiler&task=userProfil e&user=96 diakses tanggal 10 Maret 2008 Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta Harmita, Dini. 2006. Modal Sosial Perempuan Sunda Sebagai Petani Gurem Dalam Kemiskinan. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan Krisnandar, Dadan. 2007. Mengelola Sampah Agar Tidak Menjadi ‘Sampah’. http://bpksdm.pu.go.id/buletin.php?id=13. diakses tanggal 28 Agustus 2007. Kantor Kelurahan Ciracas Jakarta Timur. 2008. Laporan Bulanan Februari 2008 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur. Jakarta Nainggolan, Azas Tigor, dan Ahmad Safrudin. 2001. A Long Way To Zero Waste Management. www.no-burn.org/regional/pdf/country/indonesia.pdf. diakses tanggal 26 September 2007 Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Diktat Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan Patria,
Nezar. 2007. Cara Baru Mengolah Sampah Jakarta. http://kascing.com/news/2001/10/cara-baru-mengolah-sampah-jakarta. diakses tanggal 28 Agustus 2007.
Rusman, Fajar. 2008. Pembangunan Berdimensi Sosial Ekonomi di Indonesia Dalam kenyataan Yang Dihadapi Masyarakat. http://dhenov.blogspot.com/2008/02/pembangunan-berdimensi-sosialekonomi.html Diakses tanggal 10 Maret 2008 Siregar, Budi Baik. Modal Sosial Komunitas Perladangan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
100
Sitorus, M.T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Institut Pertanian Bogor. Slamet, Juli Sumirat. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University press. Yogyakarta Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta Suryani, Gibthi Ihda. 2007. Partisipasi Lansia Dalam Kelembagaan Politik Desa. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan Tim Editor Sosiologi Umum Institut Pertanian Bogor. 2003. Sosiologi Umum. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjondronegoro, Sediono M.P. 2005. Pembangunan, Modal dan Modal Sosial. Jurnal Sosiologi Indonesia No. 07/2005. Ikatan Sosiologi Indonesia Wikipedia. 2008. Capital (economics). http://en.wikipedia.org/wiki/Capital_(economics) diakses tanggal 16 Maret 2008
Lampiran
102
Lampiran 1. Panduan Pertanyaan PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Hari/Tanggal
:
Lokasi Wawancara
:
a. Biodata Responden/Informan Hari/Tanggal
:
Lokasi wawancara
:
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
b. Panduan Pertanyaan Wawancara Tabel 9. Panduan Pertanyaan Berdasarkan Permasalahan Penelitian No 1.
2.
Permasalahan Penelitian Bagaimana teknologi pengelolaan sampah yang dipilih untuk digunakan oleh warga Kampung Ciracas?
Bagaimana proses pembentukan kelompok winarsih oleh warga?
Panduan Pertanyaan Informan 1. Teknologi pengelolaan sampah seperti apa yang dipilih warga Kampung Ciracas dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas? 2. Bagaimana teknologi tersebut diterapkan/dijalankan? 3. Dari mana teknologi tersebut diperoleh? 4. Aspek sosial dan ekonomi apa yang dijadikan pertimbangan dalam memilih teknologi pengelolaan sampah? 5. Bagaimana proses pemilihan yang dilakukan warga untuk menentukan teknologi pengelolaan sampah yang akan diterapkan? 6. Apakah teknologi tersebut masih diterapkan/dijalankan sampai sekarang? 7. Apakah ada kemungkinan teknologi tersebut diganti? Jika ya kenapa? 8. Jenis sampah apa yang biasa dijadikan kompos oleh warga? 9. Bagaimana pembagian kerja oleh warga dalam melakukan pengolahan sampah? Responden 1. Apakah responden diikutkan dalam proses pemilihan teknologi pengelolaan sampah? 2. Apakah teknologi yang dipilih sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi responden? 3. Apakah tantangan/kesulitan/masalah dengan dipilihnya teknologi tersebut? Informan 1. Bagaimana proses pembentukan/ sejarah terbentuknya kelompok winarsih oleh warga? 2. Siapa saja yang menjadi kader dan pengurus dalam kelompok winarsih?
103
3. Apa saja peraturan dan sanksinya yang terdapat di dalam Kelompok Winarsih menyangkut pada pengelolaan sampah? 3.
Bagaimana modal sosial dibangun dan dilembagakan oleh warga Kampung Ciracas sebagai dasar pengelolaan sampah berbasis komunitas?
Responden Kepercayaan 1. Apa harapan responden dengan diadakannya pengelolaan sampah berbasis komunitas di lingkungan responden? 2. Apa harapan responden terhadap anggota kelompok lainnya berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan? 3. Apa responden yakin harapan tersebut akan tercapai? Jika ya/tidak kenapa? 4. Apa usaha responden agar harapan-harapan tersebut tercapai? 5. Apakah responden percaya bagaimana modal yang mereka berikan dimanfaatkan dan dikelola? Jika ya/tidak kenapa? 6. Apakah responden tahu bagaimana modal yang mereka berikan dimanfaatkan dan dikelola? 7. Apakah responden patuh terhadap segala aturan-aturan, nomanorma dan nilai-nilai yang mereka sepakati dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas? 8. Apakah responden yakin anggota warga yang lainnya juga melakukan kepatuhan tersebut? jika ya/tidak kenapa? 9. Apakah responden bersikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama dan keyakinan bahwa kerjasama akan lebih menguntungkan? Jika ya/tidak kenapa? Norma-norma sosial Informan 1. Apakah ada norma-norma dalam warga yang mengatur untuk saling tolong-menolong? jika ya sebutkan! Jika tidak kenapa tidak ada? 2. Apakah ada norma-norma dalam yang mengatur warga untuk bekerja sama? Jika ya sebutkan! Jika tidak kenapa tidak ada? 3. Apakah ada norma-norma yang mengatur warga dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas? 4. Kontrol sosial apa yang warga lakukan terhadap norma-norma tersebut? Responden 1. Apakah responden melakukan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat? (mengacu pada pertanyaan kepada informan) jika ya/tidak kenapa 2. Apakah responden melakukan kontrol sosial terhadap normanorma yang berlaku di warga komunitas? Jika ya bagaimana? Jika tidak kenapa? Jaringan sosial Informan 1. Bagaimana koordinasi dan komunikasi antar warga dalam pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis komunitas? 2. Apakah koordinasi dan komunikasi tersebut berjalan dengan baik?jika ya/tidak kenapa? 3. Terdiri dari etnis/suku/agama apa saja warga Kampung Ciracas? 4. Apakah perbedaan etnis/suku/agama tersebut mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga? 5. Apakah ada jaringan sosial dengan pihak luar? 6. Bagaimana riwayat dalam memelihara dan menjaga jaringan sosial dengan pihak luar?
104
Responden 1. Dengan siapa saja responden menjalin hubungan informal? 2. Berapa jumlah waktu (jam/hari) yang digunakan responden untuk melakukan kontak sosial dengan warga lainnya? 3. Seberapa jauh responden mengenal keadaan tetangganya? 4.
Bagaimana warga Kampung Ciracas memperoleh dan memanfaatkan modal/potensi modal ekonomi yang dimiliki dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas?
Informan 1. Darimana sumber dana yang digunakan untuk pengelolaan sampah berbasis komunitas diperoleh? 2. Bagaimana cara memperoleh dan mengelola sumber dana tersebut? 3. Apakah perolehan sumber dana tersebut masih berjalan?jika tidak kenapa? 4. Bagaimana distribusi/pengalokasian dana yang diperoleh? 5. Berapa keuntungan yang diperoleh dari hasil menjual kerajina tangan?
*Pertanyaan lanjutan akan dikembangkan di lapangan
105
Lampiran 2. Panduan Pengamatan di Lapangan PEDOMAN PENGAMATAN Hari/Tanggal
:
Lokasi pengamatan
:
Objek Pengamatan
:
Pedoman Pengamatan Tabel 10. Objek Pengamatan Berdasarkan Aspek Penelitian Yang Dikaji No 1
Aspek penelitian yang dikaji Bagaimana teknologi pengelolaan sampah yang dipilih untuk digunakan oleh warga Kampung Ciracas?
2
Bagaimana modal sosial dibangun dan dilembagakan oleh warga Kampung Ciracas sebagai dasar pengelolaan sampah berbasis komunitas? Bagaimana warga Kampung Ciracas memperoleh dan memanfaatkan modal/potensi modal ekonomi yang dimiliki dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas?
3
Objek Pengamatan • Kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan warga • Cara-cara/aturan-aturan/nilai-nilai yang dilakukan dalam pengelolaan sampah • •
Sikap dan perilaku warga ketika melakukan pengelolaan sampah Aktivitas sehari-hari warga di lingkungan komunitasnya
106
Lampiran 3. Teknik Pengumpulan data Tabel 11. Masalah Penelitian, Data Yang diperlukan, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian. No
Masalah Penelitian
1
Bagaimana teknologi pengelolaan sampah digunakan oleh warga Kampung Ciracas?
2
Bagaimana modal sosial dibangun dan dilembagakan oleh warga Kampung Ciracas sebagai dasar pengelolaan sampah berbasis komunitas?
Data yang diperlukan
Sumber Data
• Teknologi pengelolaan sampah yang digunakan warga dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas • Pertimbangan aspek sosial ekonomi apa saja yang digunakan dalam memilih teknik pengelolaan sampah • Proses pemilihan teknologi pengelolaan sampah • Keberlangsungan teknologi yang digunakan • Tantangan/masalah dengan dipilihnya teknik tersebut Kepercayaan • Harapan-harapan warga terhadap pengelolaan sampah yang dilakukannya bersama dengan warga yang lain • Harapan-harapan warga terhadap warga lainnya dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas • Kepercayaan warga terhadap bagaimana modal ekonomi mereka dimanfaatkan dan dikelola. • Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan warga terhadap pengelolaan sampah berbasis komunitas dan keyakinan bahwa anggota kelompok yang lain juga melakukannya
• Responden • Informan
• Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama dan keyakinan bahwa kerjasama akan lebih menguntungkan. Norma-norma sosial
• Responden
Teknik Pengumpulan Data • Wawancara mendalam baik secara perorangan • Pengamatan terhadap kegiatan pengelolaan sampah yang sedang dilakukan
• Wawancara mendalam • Pengamatan aktivitas sehari-hari warga • Pengamatan terhadap kegiatan pengelolaan sampah yang sedang dilakukan
107
3
Bagaimana warga Kampung Ciracas memperoleh dan memanfaatkan modal/potensi modal ekonomi yang dimiliki dalam pengelolaan sampah
• Norma-norma dalam warga untuk saling menolong • Norma-norma dalam warga untuk bekerja sama • Norma-norma yang mengatur warga dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas dan pengelompokannya sesuai dengan tingkatan norma (tabel 2) • Cara warga menjaga keutuhan norma-norma tersebut • Sifat dan cara kontrol sosial yang dilakukan warga dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas terkait dengan norma-norma yang ada Jaringan sosial • Koordinasi dan komunikasi antar warga dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas • Hubungan informal yang terjalin antar warga • Tipe dan frekuensi kontak sosial dalam masyarakat • Seberapa besar sesama anggota keluarga saling mengetahui teman-teman dekatnya, diantara teman saling mengetahui satu sama lainnya, masyarakat setempat saling mengetahui satu sama lainnya • Pencampuran budaya dalam wilayah setempat • Jaringan dengan pihak luar serta bagaimana cara menjaga dan memeliharanya • Sumber dana yang digunakan dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas • Kontinuitas sumber dana • Distribusi/pengalokasian dana yang diperoleh
• Informan • Data sekunder (data keuangan)
• Wawancara mendalam • Studi dokumen
108
Lampiran 4. Contoh Catatan Harian Peneliti Catatan Harian Hari/Tanggal Lokasi Wawancara
: Senin, 26 Mei 2008 : Rumah Informan, di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
a. Biodata Informan Nama : Bapak Surachmat Umur : 55 tahun Jenis kelamin : Laki-laki b.
Deskripsi Informan - Koordinator pengomposan di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas - Sekretaris RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas - Pengurus Bank Sampah RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
c. Catatan Harian Informasi mengenai informan diperoleh dari informan kunci yakni Ibu Winarsih, ketika peneliti bertanya mengenai pengomposan dan data kependudukan RT 05/ RW 08. Peneliti lalu diajak oleh Ibu Winarsih ke rumah informan, untuk dikenalkan, agar dapat memperoleh data yang diinginkan. Peneliti kemudian sampai di rumah informan, yang memiliki usaha toko kebutuhan dasar rumah tangga, seperti mie dan bumbu dapur. Informan juga memiliki usaha menjual voucer dan kartu perdana telepon selular. Peneliti kemudian dikenalkan oleh Ibu Winarsih kepada informan, dan dipersilahkan duduk di depan rumah informan, tepat di samping toko milik informan. Ukuran rumah informan tergolong sedang, dan terletak di ujung pertigaan gang. Suasananya sangat sejuk dan teduh, walaupun diluar rumah. Hal ini dikarenakan di jalan depan rumah informan terdapat banyak tanaman, baik yang ditanam di pot ataupun yang digantung. Setelah beberapa saat, Ibu Winarsih pamit untuk pulang ke rumahnya. Peneliti kemudian menyatakan maksud kedatangan, yakni untuk melakukan penelitian akhir dalam rangka penulisan skripsi. Informan kemudian setuju untuk menjadi informan. Setelah itu peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan, diselingi oleh pembicaraan-pembicaraan lain, untuk mendekatkan peneliti dengan informan. Berikut informasi yang didapat peneliti dari pertemuan pertama dengan informan: 1. Struktur dan daftar nama pengurus Kelompok Winarsih dan kelompok kecil di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas 2. Riwayat pengaplikasian teknologi pengelolaan sampah organik dengan cara pengomposan 3. Pengaplikasian pengomposan yang dilakukan oleh warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas 4. Teknik pembuatan cairan EM4 5. Jenis sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga warga
109
Lampiran 5. Peta Lokasi RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas Jakarta Timur Gambar 4. Peta D.K.I. Jakarta. Skala 1:330.000
Gambar 5. Peta RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur. Skala 1:12.500
Lokasi Penelitian
110
Lampiran 6. Gambar Media Komposter Aerob Gambar 6. Komposter Aerob Yang Dipakai Apabila Ada Lahan Untuk Penyerapan Tetutup
Paralon Lobang Utama Kain kasa/strimin
Bak penyerapan Bolong Pasir + koral
Gambar 7. Komposter Aerob Yang Dipakai Apabila Tidak Ada Lahan Untuk Penyerapan Tertutup
Paralon Lubang udara Kain
Pintu panen Lubang air Pasir + koral Bak penyerapan Kran air keluar
111
Lampiran 7. Foto Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas di RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas Jakarta Timur.
Gambar 8. Foto Lingkungan RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas
Rumah tempat kerajinan tangan daur ulang
Balai Pertemuan Kelompok Winarsih
Gerbang masuk RT 05/ RW 08
Penujuk arah ke bank sampah
Gerbang masuk RT 05/ RW 08
Mushala Al-Iqhlas
112
Gambar 9. Foto Kerajinan Tangan Dari Daur Ulang Sampah Plastik di Kelompok Winarsih
Tempat penyimpanan produk
Proses penjahitan panel
Hasil penjahitan panel
Sampah plastik yang sudah dicuci dan dipotong
Kardus untuk contoh pola tas
Label merek sampah, trashion
113
Gambar 10. Foto Sarana Pengomposan di Kelompok Winarsih
Kaleng sebagai tempat sampah sementara
Tempat Sampah
Komposter Kelompok
Komposter dan kaleng tempat sampah
Tempat Sampah Sementara
Komposter Kelompok
114
Gambar 10. Foto Bank Sampah di Kelompok Winarsih
Bank Sampah
Kompos yang sadah jadi di bank sampah
Komposter di bank sampah sampah
Pembibitan di Bank Sampah
Barel pembuatan cairan EM
Pemilahan dan penyimpanan sampah di bank