Komnas HAM
LDII
RUMUSAN DAN REKOMENDASI
(Conclusions and Recommendations) SEMINAR NASIONAL - KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM
(National Seminar - Law and Human Right Perspectives of Religious Harmony)
National Committee on Human Right (Komnas Ham) and Indonesian Islamic Propagation Institute (Lembaga Dakwah Islam Indonesia [LDII]) have conducted National Seminar on Law and Human Right Perspectives of on Religious Harmony, Saturday, October 1, 2005 at Golden Boutique Hotel, Jakarta.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) telah menyelenggarakan Seminar Nasional Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Hukum dan HAM, pada hari Sabtu, tanggal 1 Oktober 2005 di Golden Boutique Hotel, Jakarta. Setelah memperhatikan sambutan pengarahan dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Makalah yang disajikan dan masukan dari peserta, maka dihasilkan Rumusan dan Rekomendasi sebagai berikut:
The following conclusions and recomendations were drawn after considering the remarks from Chairman of the Indonesian Police, Chief executive of DPP LDII, presented papers and inputs from participants:
A. RUMUSAN
A. CONCLUSION
1. Sikap toleransi yang tinggi merupakan salah satu prasarat dalam menjaga utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki masyarakat majemuk (baik suku, ras, agama, maupun
1. To maintain the Republic of Indonesia that has such diverse communities as ethnics, races, religions and social groups as a united nation (Negara Kesatuan Republic of Indonesia (xv)
[NKRI]) requires tolerance among its citizens. 2. The 1945 Indonesian Constitution (UUD 1945) and Human Right Laws have put forward the principle of ”All people are equal before the law”. This constitution principle is the manifestation of the concept of Indonesian Constitutional State (Negara Hukum Indonesia, NHI). This state concept has been formulated by founding fathers of the Republic of Indonesia from various sources including the religious teaching.
golongan).
2. Undang-undang Dasar (UUD)
1945 dan Undang-undang HAM menegaskan dan mengedepankan prinsip ”Semua orang berkedu-
dukan sama di depan hukum”. Sikap konstitusi ini
sebagai perwujudan konsep Negara Hukum Indonesia (NHI) yang dirumuskan oleh para pendiri Republik Indonesia dan digali dari berbagai sumber pemikiran dan ajaran termasuk sumber ajaran agama.
3. Kelangsungan
hidup NHI sangat ditentukan oleh terwujudnya aktualisasi konstitusi, perangkat hukum, politik yang demokratis, dukungan ekonomi, sosial dan budaya dari masyarakat Bangsa Indonesia yang majemuk. Adanya kerukunan diantara berbagai kelompok sosial termasuk agama menjadi syarat mutlak.
3. Sustainability of Indonesian Constitutional State (NHI) depends mostly on a number of factors, such as constitutional actualization, democracy in politics, economics, social and cultural supports from the diverse Indonesian society. Existence of social and religious group harmony is also neccessary.
4. Cakupan Hak Asasi Manusia
4. The scopes of Human Rights includes: individual right, collective right, civil and political right, economic right, social and culture right, and universal right.
5. Hak-hak yang dicakup oleh
5. A number of rights contained in the Universal Declaration on Human Rights (1948), have been ratified with the Republic of Indonesia Law Act. No. 39/ 1999 (UU No. 39, 1999), such as:
(HAM) meliputi hak individu, hak kolektif, hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hak asasi yang bersifat universal.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948, yang telah diratifikasi dengan UU RI No. 39 Th 1999, meliputi: a. Hak untuk hidup dan (xvi)
a. The right to life, to have family, and to procreate. Every human has the right to safe, peaceful, happy, and prosperous life, physically and spiritually. b. The right to self development. Every human has the right for protection for self development, to obtain education, and to increase their life qualities so that they became faithful, devouted, responsible, happy, and prosperous human beings.
berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Diantaranya, setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. b. Hak mengembangkan diri. Diantaranya, setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. c. Hak memperoleh keadilan. Diantaranya, setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. d. Hak atas kebebasan pribadi dan hak atas rasa aman. Diantaranya, setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan
c. The right for justice. Every human without being discriminated has the right for justice and for trial through free and independence court proccess, pursuant to the laws, by an honest and fair judge in order to obtain honest and fair results.
d. The right to individual freedom and the right for safety. Every human has the freedom of expression right, every human is (xvii)
dan menyebar-luaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara. e. Hak atas kesejahteraan dan hak turut serta dalam pemerintahan. Diantaranya, setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. f. Hak wanita dan hak anak. Diantaranya: (1) Seorang istri dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama. (2) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orang tua/walinya. (3) Setiap anak berhak (xviii)
entitled to have, to speak, and to disseminate his opinion, orally or through mass media by considering religious, moral, and public value, and national unity.
e. The right for prosperity and the right to participate in the goverment. Every human has the right for property, individually or collectively, for the sake of his/her selfdevelopment, his/her family, nation, and community without breaking the laws. f. The right for women and children. (1) The female spouse in a marriage institution has the equal right and responsibility as the male spouse in everything related to their marriages, children custody, and the right to own and manage the mutual properties. (2) Every child has the rights to worship according to his religion, freedom of thought and expression according to his age & intellectual, under the guidance of his parents/guardians. (3) Every child has right to
untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
obtain legal protection from any form of physical or mental abuses, abandonment, bad treatments, and sexual abuses as long as he is under the supervision of his parents or his guardians, or other responsible persons.
6. Hak-hak asasi yang terkait
6. The right related to normative freedom of religion or faith, such as:
dengan kebebasan beragama atau berkeyakinan secara normatif yaitu: a. Kebebasan internal dan eksternal. b. Tidak ada paksaan dan tidak diskriminatif. c. Hak dari orang tua dan wali. d. Kebebasan lembaga dan status legal. e. Pembatasan yang diijinkan pada kebebasan eksternal. Negara f. Non-derogability, tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun.
and external a. Internal freedom. coersion and b. No discrimination. and guardian c. Parental rights. d. Institutional freedom and legal status. e. Admitted restriction for external freedom. f. Non-derogability, the state is not allowed to reduce freedom of religion or faith under any conditions. 7. Religious way of life that we are trying to develop in Indonesia is tolerance-religious based on Pancasila (Five Principles), and Pancasila tolerance based on religion, religious values were reflected in good daily activities and behaviour, better life physically and spiritually, in this world and
7. Kehidupan beragama yang kita wujudkan yaitu kehidupan beragama yang pancasilais sekaligus kehidupan pancasila yang beragama, nilai-nilai agama tercermin dalam tingkah laku dan perbuatan sehari-hari, kehidupan yang baik lahir dan batin, dunia dan akhirat. (xix)
the hereafter.
an, termasuk usaha dalam
8. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan Tri Kerukunan Umat Beragama oleh setiap warga masyarakat yang majemuk merupakan potensi kekuatan bangsa dan perwujudan sikap serta perilaku bangsa yang bersumber dari nilai-nilai agama, hukum dan nilai-nilai HAM serta telah teruji dalam sejarah Bangsa Indonesia.
8. Understanding and practicing Three Programs in Religious Harmony (Tri Kerukunan Umat Beragama) by every member of the diverse communities shall be the potential power of the nation and as the manifestation of attitudes and behaviours of the nation, originated from religious, laws, and human right values; and it has historically been tested.
9. Kerukunan hidup beragama, bukanlah merukunkan ajaran agama masing-masing dalam arti mencampur adukkan ajaran agama, tetapi kerukunan sesama warga negara yang berbeda agama, hidup saling membantu dan tidak saling mengganggu. Sikap hidup menciptakan kerukunan, ukhuwah, kesatuan dan persatuan bangsa, dapat terwujud dengan adanya keamanan, kemampuan semua komponen bangsa, dan kemampuan mengendalikan diri dari sikap ucapan dan perbuatan yang menyinggung dan merugikan orang lain.
9. Religious harmony is not harmonizing each religious teaching, such as mixing of the religious teachings. However, it is harmonizing the life of the followers of different religions, cooperating and not disturbing each others. The way of life to create harmony, brotherhood (ukhuwah), unity, and national unification shall be realized with the existance of securities, and the abilities of all nation components to exercise self-control from verbally and physically disturbing and damaging other members of the communities.
10.Peran dan fungsi agama sangat penting dalam menyukseskan pembangunan yaitu sebagai: a. Faktor motivatif: yaitu agama memberikan dorongan batin/motif, akhlak dan moral yang mendasari cita-cita dalam seluruh aspek hidup dan kehidup-
10. Religion has important roles and functions in the success of national development. The roles of religion are: a. Motivating factor, religion gives motivation, moral and behaviour as the basics of all aspects of life, including efforts in the national development. (xx)
pembangunan nasional. b. Faktor kreatif/inovatif, yaitu memberikan dorongan semangat untuk bekerja kreatif, produktif dengan penuh dedikasi, untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang baik dan selamat dan agama mendorong pembaharuan dan penyempurnaan tatanan kehidupan. c. Faktor integratif, yaitu agama mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. d. Faktor Sublimatif, yaitu agama sebagai mensyahdukan, mengkuduskan segala perbuatan manusia dan didasari keikhlasan, ketulusan dan penuh pengabdian karena keyakinan bahwa perbuatan yang merupakan bagian pelaksanaan ibadah insan terhadap Allah SWT. e. Faktor sumber inspirasi budaya Bangsa Indonesia, seperti cara berpakaian yang menutup aurat, sopan dan indah.
b. Creative or inovative factor, encourages to work more creatively, productively, and more dedicated to develop a better and safer life in this world and the hereafter. Religion encourages renewal and perfecting the order of life.
c. Integrative factor, religion integrates and harmonizes all people activities, either individually or as part of communities. d. Sublimative factor, religion makes human deeds perfect and holy because of the belief that all deeds are part of the worship (ibadah) toward Allah SWT. e. Inspirative factor, religion inspires Indonesian cultures, such as: covering aurat (certain parts of men and women body according to Islam), polite and beautiful dressing codes. 11. Three main targets of religious life are:
11. Tiga sasaran utama dalam membangun kehidupan beragama yaitu: a. Makin membudayanya nilainilai agama. b. Makin mantapnya kerukunan hidup inter dan antar umat beragama.
a. More accustomed religious values. b. More confirmed of religious harmony.
(xxi)
to the
ideologi
c. More confirmed of Pancasila as the state ideology.
12. Peran Ulama/Kyai, Pemuka Agama, Pimpinan Ormas Islam dan Tokoh Masyarakat dalam pembangunan nasional adalah: a. Menterjemahkan nilai-nilai dan norma-norma agama, dalam kehidupan masyarakat. b. Menterjemahkan dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan pembangunan dalam bahasa yang mudah difahami oleh rakyat/ masyarakat. c. Memberikan pendapat, saran dan kriteria pembangunan terhadap gagasan dan pelaksanaan pembangunan bangsa. d. Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat beragama untuk meningkatkan partisipasinya untuk menyukseskan pembangunan nasional.
12. The roles of ulema/kyai, religious leader, islamic mass organization leader, and other components of the people in national development are: a. Interpreting religious values and norms in the community’s life.
13. Beberapa kategori kekerasan kolektif: a. Etno-comunal yaitu kekerasan kolektif yang terjadi karena identitas etnis, agama dan semacamnya. b. Kekerasan kolektif dalam hubungan antar negara dengan masyarakat, misalnya kekerasan yang terjadi dalam penanganan unjuk rasa dan semacamnya. c. Kekerasan kolektif karena ekonomi, misalnya perebut-
13. A number of categories of collective violences: a. Ethno-communal, colective violence due to identity of ethnics, religions, and others. b. Collective violence between state and community, such as violence arising during handling of demonstration.
c. Makin kokohnya Pancasila.
b. Interpreting and communicating ideas of development in an easy way to understand by people or community. c. Giving opinions, suggestions, and development criteria related to national development. d. Encouraging and guiding communities and religious followers to increase their participation in the national development.
c. Collective violence due to economic reasons, such as: violence due to land or (xxii)
parking disputes.
an tanah, perebutan trayek angkot dan semacamnya.
lot
ownership
14. Faktor-faktor pemicu terjadinya konflik: a. Unsur ketidak-adilan, bukan karena perbedaan agama. b. Adanya eksklusivisme yang mengakibatkan kelompok tertentu menjadi termarjinalkan. c. Adanya ketertutupan dalam satu sistem, misalnya kebijakan yang sentralistik yang dapat menyebabkan terjadinya keretakan sosial di pusat dan daerah. d. Sistem dan supremasi hukum yang tidak jelas. Hukum sering menjadi alat kekuasaan yang pada akhirnya menjadi pemicu keretakan-keretakan sosial di tengah-tengah masyarakat.
14. Factors that may trigger collective violence include: a. The injustice factor, and not the religious one. b. The existence of exclusivism resulted in marginalization of certain groups. c. Non-transparent system, such as centralistic policy may result in social disharmony at the central government and the local one. d. Unclear legal supremacy and legal system. In such case, law may become instruments of the national leader. In turn, it may eventually trigger the social disharmony among communities.
15. Dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman pada masyarakat POLRI lebih mengutamakan tindakan yang dapat mencegah (preemtif dan preventif) terjadinya kekerasan yang sekaligus dapat memelihara perdamaian dalam kerukunan umat beragama.
15. Indonesian Police prefer to execute preemtive and preventive actions to maintain security and community order, to conduct law enforcement and to provide protection and assistance to communities. All of these efforts were targetted toward maintaining peaceful life and harmony among different religious adherers.
16. Tindakan POLRI dalam mencegah dan memelihara kerukunan umat beragama secara preemtif adalah mela-
16. The police actions to preemtively prevent violence and maintain religious harmony were conducted by coopera-
(xxiii)
ting with religious leaders, attorney offices, the ministry of religion, local governments, and community leaders to increase community understanding on:
kukan kerjasama dengan para tokoh agama, melibatkan unsur terkait POLRI, Kejaksaan, Departemen Agama, Pemda, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama untuk memberi pemahaman kepada masyarakat yang diarahkan pada: a. Bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. b. Bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi serta hak-haknya. c. Bahwa seseorang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. d. Tidak melakukan diskriminatif terhadap sesama warga negara Indonesia. e. Setiap orang tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang guna menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum. f. Menyadari bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. 17. Berdasarkan hasil identifikasi bahwa faktor-faktor yang mampu menjadi bingkai sosial baik secara sosial maupun antropologis yaitu :
a. Every one has freedom to follow religion and worship accordingly. b. Every one has right for self protection and for protecting his rights. c. Every one has right for security and protection from threats or fears. d. Every one should not discriminate against fellow citizens of Indonesia. e. Every one shall obey restrictions set by the laws to guarantee acknowledgment and respects of others’ right and freedom based on morals, religious values, securities and public orders. f. The state guarantees freedom for its citizens to adhere to their respective religions and to worship accordingly.
17. Based on the results of identification, both socially and anthropologically, a number of factors that can be used as social frames include:
(xxiv)
a. Religion. Religion can be a social frame that (a) produce high level of legitimacy, (b) is symbolical, and (c) interpret completely and wholly the reality.
a. Agama mampu menjadi suatu bingkai sosial yang: (1) memproduksi legitimasi tingkat tinggi, (2) secara simbolis, (3) yang bersifat menafsirkan realitas secara tuntas menyeluruh. b. Rule of law mampu menjadi suatu bingkai sosial, (1) yang memproduksi legitimasi yang dapat ditanggung-gugat (check and balance), (2) yang bersifat menafsirkan realitas yang konkrit secara kasuistik (tidak lagi bersifat totalitas terhadap realitas), sehingga (3) terbuka bagi kritisisme (persaingan para experts).
b. Rule of law. Rule of law can be a social frame that (a) produces check and balance legitimacy, (b) interprets reality in a casuistic way (no longer a total reality), and (3) is open to criticism (expert competition).
18. Both socially and anthropologically, human right tends to produce moral impression. However, such impression requires religion or rule of law so that the impression may be mutually interpreted by others. It (being) can always feel together (to be) with others’ existence in his/her social frame. Therefore, religion, rule of law, and human right acted only as synergistic facilitators toward the realization of a social frame.
18. Baik secara sosial maupun antropologis HAM lebih cenderung kepada produksi kesan-kesan moral yang tetap memerlukan agama atau rule of law agar kesan-kesan tersebut dapat dimaknai secara bersama oleh yang lain sehingga ia (being) dapat tetap merasa berada bersama (to be) keberadaan orang lain dalam bingkai sosialnya. Dengan demikian baik agama, rule of law maupun HAM hanyalah sebagai fasilitator yang bersinergi bagi terwujudnya suatu bingkai sosial.
(xxv)
B. REKOMENDASI
B. RECOMMENDATION
1. Kerukunan sosial termasuk kerukunan agama dalam perspektif NHI memerlukan: a. Adanya sistem politik dan pemerintah yang demokratis. b. Adanya sistem hukum yang mengakui, menjamin dan melindungi hak dan kepentingan tiap warga dalam masyarakat bangsa Indonesia. c. Adanya pengadilan yang netral bebas dari pengaruh politik, uang dan pengaruh lain-lain yang mendistorsi dan medisfungsi lembaga peradilan. d. Adanya budaya untuk menghormati nilai-nilai HAM dan NHI dikalangan masyarakat luas. e. Adanya penegakan hukum yang konsisten, adil dan responsif. f. Adanya tingkat keadilan ekonomi yang memadai yang diperlukan bagi berlangsungnya NHI.
1. Social harmony, including religious harmony in the perspective of NHI requires: a. The existance of democratic government and political system. b. Acknowledgment, guarantee, and protection of the rights of every citizen of Indonesia by the legal system.
2. Dalam hal penanganan konflik, perlu: a. Memfokuskan perhatian kita untuk mengelola konflik atau mencegah konflik di masa yang akan datang. b. Membangun ketahanan masyarakat, yaitu dengan membangun organisasiorganisasi masyarakat sipil dan lintas identitas agama
2. In the areas of conflict management, requires: a. Focusing our attention to the future to prevent or manage conflicts. . b. Developing community defence by building civil community oganization across ethnics, races, groups, and religious identities. Such or-
c. The existance of courts institution that is neutral, free from politics, money, and other factors distorting and dysfunctioning them. d. The existance of cultures respecting values of human rights (HAM) and NHI. e. Consistent, fair, and responsive law enforcement. f. Economic fairness necessary for supporting NHI.
(xxvi)
yang lintas identitas etnis yang memungkinkan bisa berperan untuk memfasilitasi perbedaan-perbedaan maupun gap informasi yang terjadi saat konflik sedang berlangsung. c. Memberi perhatian terhadap pemicu dari konflik dengan kekerasan dan berusaha untuk melihatnya sebagai sesuatu yang serius.
ganization is expected to play important roles in facilitating diferences or supplying information gap commonly happens during the up-rising of ethnic and religious conflicts. c. Pay attention seriously to a number of factors trigerring violence and religious conflicts.
3. Dalam memahami hubungan antara negara dan agama di Indonesia, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara tidak selayaknya diatur dengan normanorma yang bertentangan dengan nilai-nilai keTuhanan. b. Negara menjamin kemerdekaan beragama. Agama adalah masalah keyakinan, dan tak satu kekuasaan duniawi yang mampu dan berhak mencampuri keyakinan hati seseorang. Masing-masing kita, perorangan atau kelompok maupun lembaga, bahkan negara sekalipun, tidak berhak memaksakan sesuatu faham, baik dalam keyakinan, bentuk dan pelaksanaan ibadah, maupun
3. In the relationship between state and religion in Indonesia, the following need to be considered:
(xxvii)
a. The state is based on religious values (KeTuhanan Yang Maha Esa); therefore, the conduct of the nation, the state, and the community should be governed by the norms in line with such religious values. b. The religious freedom was guaranteed by the state. Since religion is a matter of faith, no power in this world should have the right to interfere with ones’ faith. Each of us, as an individual or a group, as an institution or even a state, has no right to force certain faith, worship practices, or religious institutions to the relgious followers.
pelembagaan. c. Negara berkewajiban melayani hajat keberagamaan warganya secara adil tanpa diskriminasi. Setiap dan segenap warga negara berhak mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang wajar dan adil dari aparat Pemerintah, juga dalam bidang agama. Haruslah dijaga sebaik-baiknya agar jangan ada sebagian atau sekelompok umat beragama yang merasa dikurangi atau tidak dipenuhi kebebasannya sebagaimana seharusnya. d. Negara tidak mencampuri masalah-masalah intern keagamaan umat beragama. Dengan kata lain otoritas dan otonomi agama terjamin sepenuhnya. Hal ini berarti Pemerintah tidak akan melibatkan diri atau memihak dalam kontroversi pemahaman, pengamalan dan pelembagaan agama di kalangan umat beragama masing-masing. Negara tidak boleh terpancing untuk memihak dalam kontroversi intern keagamaan dengan melarang eksistensi suatu agama atau aliran keagamaan atas pertimbangan teologis. Pejabat yang duduk di Departemen Agama hendaknya mampu membedakan dirinya sebagai umat yang meyakini sesuatu agama dan sebagai (xxviii)
c. The state is obliged to serve the religious need of its citizen without any discrimination. Every citizen is entitled to a fair service from the government officer, including services related to religious matters. The state and the government oficers should not conduct activities that make parts or groups of religious adherers feel their freedom for worshipping their religion is restricted. d. The state should not interfere the internal affairs of religions. In other words, religious authority and autonomy are fully guaranteed. The government should not involved or take side in the controversies of understanding, worship practices, and institutionalization of a religion. The state should not be provoked to take side in the internal controversies of religion by prohibiting an existence of certain religion or religious sect based on their theology. The government officer in charge in the Religious Department should be able to differentiate his position as follower of a certain religion and as a neutral government officer. Breaching this principle will tarnish religious
pejabat yang harus bersikap tidak memihak. Pelanggaran terhadap prinsip ini akan berakibat pelecehan prinsip kemerdekaan beragama sebagai salah satu hak yang paling asasi dari HAM. e. Bangsa Indonesia harus bekerja keras, mengerahkan segala daya dan upaya untuk menegakkan atau mengimplementasikan HAM di Indonesia. Tiap-tiap warga negara Indonesia harus memberi tempat kepada kebebasan berpikir, bernurani dan beragama. Hal ini terutama termasuk kemerdekaan untuk menganut satu agama atau kepercayaan apapun yang dipilihnya. f. Pemerintah harus memberikan perlindungan dan menjaga ketentraman serta memperlakukan secara sama apapun agama atau kepercayaan warga negaranya, khususnya di dalam pelayanan hak-hak sipil. Oleh karena itu penegakan HAM di Indonesia adalah suatu tanggung jawab yang dipikul pemerintah, Komnas HAM, organisasi-organisasi keagamaan, LSM, DPR, maupun berbagai golongan lainnya serta orangperorang pemeluk agama dalam masyarakat baik dari dalam maupun dari luar pemerintah.
(xxix)
freedom, one of universal rights of human rights.
the the
e. Indonesia has to work hard to implement human right in Indonesia. Every Indonesian citizen has to give the space to religious freedom, freedom to choose religion or faith.
f. The governmant has to equally protect, maintain order and treat all religions or faiths of the citizens. Therefore, implementation of human rights in Indonesia is a responsibility of the government, Komnas HAM, religious organization, non-governmental organization, the House of Representative (DPR) and other individuals.
4. In the effort to prevent religious conflict:
4. Dalam rangka mewujudkan upaya nyata pencegahan dan penyelesaian konflik antar pemeluk agama yaitu: a. Perlunya aktivitas-aktivitas yang dapat mendorong suasana yang kondusif bagi tercapainya situasi damai dan saling percaya antar pemeluk agama. b. Mendorong dibuatnya aturan-aturan yang tidak diskriminatif yang dapat berpotensi menimbulkan konflik dan dicabutnya aturan-aturan yang diskriminatif, termasuk yang berkaitan dengan masalah gender dan anak. c. Bekerjasama dengan Komnas HAM dan instansi atau departemen terkait untuk mensosialisasikan instrumen-instrumen HAM internasional yang langsung atau tidak langsung sangat berguna dalam pencegahan konflik. d. Mendorong terciptanya kesepakatan - kesepakatan sosial termasuk yang berkaitan dengan gender dan anak ditengah-tengah masyarakat. e. Melakukan atau memfasilitasi mediasi guna mencapai rekonsiliasi dan perdamaian dengan menggunakan pendekatan manajemen konflik dan sosial budaya. f. Mengkampanyekan nilainilai universal setiap agama.
It is necessary to: a. Create activities to promote peaceful conditions and mutual trusts among religious adherers. b. Promotes creation of nondiscriminative rules or laws since discriminative law will potentially increase religious conflicts. Suggests to revoke discriminative rules and laws such as one related to gender and children. c. Collaborate with Komnas HAM, related institutions and departments to disseminate international human right instruments. Such dissemination will directly or indirectly help to prevent religious conflicts. d. Promote the establishment of common social concensus in the community, especially one related to gender and children. e. Conduct and facilitate the mediation to achieve reconciliation and peace by using socio-cultural and conflict management. f. Campaign the universal values of every religion.
(xxx)
g. Published books written by religious leaders, emphasizing the values of inclusivism and brotherhood.
g. Menerbitkan buku-buku yang ditulis oleh para tokoh agama yang menekankan nilai-nilai inklusivisme dan persaudaraan sejati. h. Mengadakan dialog antar pewarta agama untuk membangun saling pengertian. i. Kesediaan mengadakan reorientasi penyiaran agama yang tidak mengklaim kebenaran milik satu agama saja. j. Menanamkan pendidikan dalam keluarga dan pentingnya keharmonisan dalam keluarga. k. Meninjau kembali muatan pendidikan agama dari SD sampai Perguruan Tinggi. l. Memberikan pendidikan budi pekerti yang materinya dibuat bersama. m.Memberikan pendidikan agama di tingkat perguruan tinggi dengan pendekatan filsafat pirenial. n. Menghilangkan stereotip atas etnik manapun dengan pendekatan psikologis dan kebudayaan. 5. Dalam dakwah/khutbah/ ceramah (termasuk yang berkaitan dengan politik) dan pendirian tempat ibadah perlu memperhatikan ketentuan yang berlaku : a. Pelaksanaan dakwah dan kuliah subuh melalui radio tidak memerlukan izin terlebih dahulu tetapi cukup memberitahukan kepada
h. Conduct dialog among religious preachers to build mutual understanding. i. Willingness to re-orient religious preaching by not claiming that the absolute truth only belongs to certain religion. j. Establish education in the family and develop harmony in it k. Review the content of religion education materials at the level of primary school to university. l. Provide moral education with its content be jointly developed. m. Give religious education at university level through a pirenial phylosophy approach. n. Through psychological and cultural approaches, stop stereotyping any ethnic. 5. In the matter related to preaching and sermont and the establishment of worship places, need to follow the existing regulations, such as: a. The preaching and sermont through radio do not require permit. It only needs to report to local KUA and Polsek. Implemen-
(xxxi)
kepala KUA dan Polsek setempat. Dengan tetap memperhatikan: tidak menggangu stabilitas nasional; tidak menggangu jalannya pembangunan nasional; dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. b. Tercapainya hakekat tujuan dakwah yang meliputi: (1) menyampaikan ajaran agama kepada masyarakat. (2) mengajak umat kepada jalan yang benar sesuai ajaran agamanya. (3) meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan YME. (4) memperkokoh iman. (5) meningkatkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama. (6) menciptakan kebahagiaan hidup lahir batin dan akhirat. c. Dakwah diarahkan untuk membantu terciptanya stabilitas nasional yang tolok ukurnya adalah: (1) kokohnya persatuan bangsa. (2) semakin memantapkan kerukunan umat beragama. (3) suksesnya pembangunan nasional. (4) terwujudnya stabilitas nasional dengan mantap dan kondisi yang kondusif. d. Dalam hal dakwah yang berkaitan dengan politik: (1) Pemerintah pada prin(xxxii)
tation of the sermont should consider not disrupting national stability and should be in line with Pancasila and UUD 1945.
b. Achieving the preaching objectives, such as: (1) disseminate religious teaching to community. (2) invite followers to the correct path according to their respective religious teaching. (3) increase ones’ faith to God the Almighty. (4) facilitate stronger faiths. (5) increase the practices of religious values. (6) fulfill physical and spiritual happiness in this world and in the hereafter. c. Preaching is directed to support realization of national stability, with the following criteria: (1) stronger nations’ unity. (2) better and stronger religious harmony. (3) successful development. (4) establish stability.
national national
d. In the case of religious preaching and politics: (1) In principles, the go-
sipnya tidak melarang membicarakan masalah politik dalam dakwah, khutbah, atau ceramah agama, sepanjang pembahasan tersebut merupakan pengkajian, pemikiran politik secara ilmiah atau perbandingan dengan ajaran agama. (2) Dijaga lontaran kata/ pembicaraan dalam dakwah, khutbah, atau ceramah yang dapat menimbulkan perasaan pihak lain seperti menghina, menghasut, memfitnah dan mencaci maki. (3) Forum dakwah, ceramah, khutbah tidak dijadikan ajang atau sarana pelaksanaan politik praktis, untuk membina, menghimpun opini negatif terhadap siapapun. (4) Tidak membahas/membicarakan faham/aliran furu’iyah-khilafiah dalam meredam pertentangan yang tidak berkesudahan dan berusaha mencari kesamaan-kesamaannya. e. Pendirian tempat ibadah: (1) Pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya penyebaran agama dan pelaksanaan ibadah oleh pemeluk-pemeluknya. (xxxiii)
vernment did not prohibit discussion regarding politics in a religious sermont and preaching as long as the discussions on political issues represents scientific analysis and thought, or comparative religion. (2) The contents of sermont should not hurt other parties, should not contain insults, provocations, and slanders.
(3) The preaching forum should not be used as playing fields for practical politics, gathering supports to give negative opinions to other groups. (4) Did not discuss regarding religious sect, furu’iyah-khilafiyah in order to stop never ending conflicts. Attention should be focused on finding the common values among religions. e. Establishment of worship places: (1) The government should provide freedom for religious preaching, worshipping and establishment of worship places by the followers.
(2) Mengingat masih adanya pendapat yang berbeda dalam substansi pengaturan pendirian tempat ibadah, maka perlu adanya rumusan regulasi baru yang berbasis pada semangat kerukunan, saling menghargai, hormat-menghormati, serta penuh toleransi antar dan intern umat beragama. (3) Jika timbul perselisihan antara umat beragama, baik yang terkait pendirian tempat ibadah, dakwah, khutbah atau ceramah agama, Pemerintah segera mengadakan penjelasan yang adil dan tidak memihak. f. Dalam upaya menegakkan kerukunan umat beragama dan menjaga stabilitas nasional, maka pengembangan dan penyiaran agama agar dilaksanakan dengan semangat kerukunan, saling menghargai, hormat-menghormati, serta penuh toleransi antar dan intern umat beragama. g. Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk : (1) ditujukan pada orangorang yang telah memeluk suatu agama yang lain. (2) dilakukan dengan bujukan/pemberian materiil, uang, pakaian, makanan, minuman, obat(xxxiv)
(2) Since there are still different interpretations on the subject of establishment of worship places, the development of new regulations should be conducted with the spirit of harmony, respect, and tolerance among religious adherers.
(3) If there are disputes among religious adherers, either related to the establishment of worship places or preaching/sermont, the government should immediately give fair and neutral explanations. f. In order to realize religious harmony and national stability, religious preaching should be conducted with the spirit of harmony, respect, and tolerance among religious adherers.
g. Religious preaching should not be conducted: (1) to the people who have been the follower of a certain religion. (2) by giving away materials, money, clothes, foods, drinks, medical assistance, scholarship,
and other means so that the targetted individuals are interested to follow the preached religion.
obatan, bantuan beasiswa, dan lain-lain agar orang tersebut tertarik untuk memeluk suatu agama. (3) dilakukan dengan cara penyebaran pamflet, buletin, majalah, bukubuku, dan sebagainya di daerah-daerah, rumahrumah kediaman orang atau umat beragama lain. (4) dilakukan dengan caracara masuk/keluar dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apapun.
(3) by disseminating leaflets, bulletins, magazines, books, or other means in the community or residence of a certain religion. (4) by conducting door to door to individuals who have been the follower of a certain religion.
6. Kehidupan intern umat beragama sering terjadi gejala kurang mantap dan acap kali menimbulkan pertentangan dan perpecahan baik individu maupun kelompok, untuk itu perlu diselesaikan dengan semangat kerukunan, persaudaraan (ukhuwah islamiyah) dan semangat kekeluargaan sesuai dengan ajaran agama yang pada gilirannya dapat memacu tercapainya ukhuwah islamiyah, basyariah, wathoniyah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. It is common to observe the existance of unstable religious harmony may lead to conflicts among individuals and groups. Such conflicts need to be resolved with the spirit of harmony and brotherhood. This in turn will promote the achievement of ukhuwah islamiyah, basyariah, wathoniyah in the Republic of Indonesia.
7. Perlu terus-menerus meningkatkan kesadaran bahwa Bangsa Indonesia yang berBhineka Tunggal Ika dalam suku bangsa, bahasa, adatistiadat, kesenian, kepercayaan dan agama tetap menja-
7. It is neccessary to improve awareness that Indonesia as a – unity in diversity – nation, having such diverse races, languages, cultures, arts, faiths, and religions remains as one nation – Indonesia,
(xxxv)
di satu sebagai Bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia, Negara Indonesia, Pemerintah RI dan Ideologi Pancasila.
one language – Indonesian, one state – Indonesia, and one state ideology – Pancasila.
8. Dengan memberdayakan kecerdasan publik, perwujudan moral manusiawi Bangsa Indonesia dan Bangsa lain pada umumnya (kebebasan individu, HAM) dapat dipelihara dengan baik oleh norma (rule of law) yang kita sepakati bersama secara rasional-demokratis (rational choice), yang mana pilihanpilihan tersebut masih dapat ditelusuri dari artefak etika masing-masing agama.
8. By empowering public intelligence, realization of human rights, as moral values of Indonesian and other nations can be properly maintained by rule of law (norm) through rationale choice. Such choice can still be traced back to ethic artefacts of religions.
(xxxvi)