Rumah Budaya Airlangga Sebagai Etalase Seni Kampus Albert Camus menganggap seni, nyaris mirip dengan pemberontakan, sebuah gerakan yang pada waktu bersamaan bersifat mengagungkan sekaligus mengingkari kenyataan. Kreasi seni dengan demikian merupakan kehendak kesatuan dengan, dan sekaligus suatu penolakan terhadap dunia. Ia menolak dunia baik karena hal-hal yang tidak ada padanya maupun atas nama hal-hal yang terkadang ada padanya. Dengan demikian pemberontakan dapat ditemukan pada seni dalam keadaan yang murni, dalam komposisi primitifnya, di luar sejarah. Karena itulah seni dapat memberikan kita perspektif ke dalam isi pemberontakan. Eksistensi seniman sebagai pemberontak terhadap kenyataan sekaligus sebagai pencipta kenyataan kedua merupakan hakekat sosial yang berbeda dengan komunitas apa pun yang pernah ada. Karena itu komunitas seniman selalu elitis dan penuh pemberontakan. Mereka selalu berada dalam masa dan keadaan fenomenal, sebagai tanda-tanda jaman, dan semacam faktor devian dari serangkaian perubahan sosial. Begitu pula seni lukis pada dasarnya adalah pendekatan untuk memahami realita. Karena itu bisa bercorak simbolik, impresif, ekspresionis, abstrak, dan surealis. Bentuk dan corak tiap lukisan tentu sesuai dengan pengalaman pribadi, obsesi diri, pemberontakannya terhadap kenyataan dan visi pelukisnya. Semua itu berarti pelukis adalah Sang Pencipta Cilik. Ia mencipta realita atas realita yang ada, membuat teater-teater kehidupan dalam bahasa estetika dan artistik yang nyaris pribadi. Akibatnya terjadi jurang yang jauh antara masyarakat dan pelukis. Hal tersebut menjadikan pameran lukisan semacam obor penting untuk mengartikan realita dari sang pelukis.
Unit Kajian Kebudayaan Jawa Timur (UK2JT) Universitas Airlangga sebagai wadah penelitian dan pengembangan budaya merekrut dua belas pelukis Surabaya untuk berbagi tempat bagi karya-karya seni mereka yang dipamerkan dalam pameran lukisan bertajuk Kebangkitan Nasional: Ketemu Bareng Rolas Pelukis pada Mei 2015 lalu. Pameran lukisan disemarakkan oleh karya-karya luar biasa seniman Surabaya, diantaranya adalah Amdo Brada, M. Fauzi, Gito Kabasa, Haes, Her Rooesmadhi, Mierza Said, R. Nagayomi, Setyoko, Solik Emer, Totok Mardianto, Q. Sakti Laksono, dan Aribowo. Berbagai corak tampak mewarnai dan memadati Rumah Kebudayaan. Tentu saja, setiap karya yang dipamerkan memiliki keunikan yang menjadi ciri khas pelukisnya. Pengunjung yang datang melewati pintu akan berhadapan langsung dengan karya yang tak biasa milik Amdo Brada. Karyanya dapat dikatakan tergolong sederhana namun unik dengan gambar ikan memenuhi kanvas yang menonjolkan garis dan beraliran dekoratif primitif/tradisional. Selain lukisan bertajuk ‘Etnik’ milik Amdo, terdapat pula lukisan bercorak naifisme milik M. Fauzi yang lebih condong ke dunia anak-anak. “Kalau yang ini ada yang bersifat karakter Bima. Karena Bima memiliki karakter jujur, bijaksana. Jadi pancasila harus berkembang secara kebijakan dan kejujuran sesuai butir-butir pancasila,” tutur M. Fauzi ketika menjelaskan makna salah satu lukisannya yang berjudul Kebangkitan Nasional. Gambar-gambar M. Fauzi seringkali dipakai oleh media massa, sehingga tidak mengherankan bila karyanya dapat menembus angka 30 juta. Sebagai dekan FIB, Aribowo ingin memberi sentuhan nilai-nilai budaya di Universitas Airlangga. Dalam hal ini, UK2JT memegang peranan penting sebagai lembaga akademis yang dapat menjadi rujukan akademis tentang budaya Jawa Timur pada lingkungan kampus. Sebab pada era modern dan globalisasi macam ini, tidak
banyak masyarakat yang mau melestarikan atau sekadar mengenali budaya Nusantara sebagai identitas mereka. “Unair ini kan trade marknya kesehatan. Memang masih awal, tapi kita usahakan tempat ini dikenal oleh orang-orang sebagai ruang publik. Biar sentranya tidak hanya di tempat tertentu, tapi bahwa Unair peduli pada kebudayaan lewat unit kajian ini,” kata Adi Setijowati selaku ketua UK2JT pada UnairNews. Selain dipadati karya-karya rolas pelukis, pameran ini juga mengajak kedua belas pelukis tersebut untuk mengikuti demo melukis pada sebuah kanvas panjang yang nantinya dipenuhi dengan coretan-coretan berseni dari tangan mereka. (Lovita Marta Fabella Cendana)
Kejar Predikat Kampus Top Dunia, UNAIR Harus Berkontribusi Bagi Masyarakat Pada 2019, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menargetkan UNAIR untuk masuk 500 top dunia berdasarkan lembaga perankingan QS World University Rankings (QS – WUR). Agar dapat memenuhi target tersebut, Kemenristek Dikti menggelontorkan uang senilai Rp 5 M. Dana tersebut nantinya digunakan sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan, agar kemudian dapat digunakan untuk program-program yang memang perlu ditingkatkan dan diperbaiki. “Mengejar 500 dunia adalah pengakuan internasional. mengindikasikan bahwa perguruan terhadap banyak hal itu tadi
indikator untuk mendapatkan Semakin baik rankingnya, tinggi tersebut berperan serta (kriteria menurut QS – WUR,
–red). Lulusan bereputasi, publikasi berkualitas, itu yang perlu kita tingkatkan,” tutur Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, SE, MT, Ak Mengenai perankingan dan target Kemenristek Dikti tersebut, Prof Nasih menekankan bahwa yang jauh lebih penting bukan perankingannya, namun indikator yang harus dicapai dari perankingan tersebut. “QS – WUR hanya alat untuk melihat bagaimana dunia internasional melihat kita. Kalau saya tetap saja, ujungujungnya adalah kita ingin lembaga kita berkualitas, berkontribusi nyata dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban, berkontribusi nyata dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta lulusan ini. Itu output yang kita harapkan. Bahwa itu akan tercapai, pasti akan berakibat pada baiknya peringkat kita,” tutur Prof Nasih. “Bukan soal peringkatnya. Tapi bagaimana soal kita menjadi lebih baik,” tegasnya. Kiat UNAIR menuju 500 top dunia Bidang-bidang yang targetnya akan diperbaiki diantaranya adalah jurnal ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu yang bagus dan berkembang dimana-mana, menggenjot publikasi ilmiah, memperbaiki rasio jumlah dosen dan mahasiswa, serta akreditasi program studi. Program studi yang belum terakreditasi A, didorong supaya dapat naik menjadi A. Begitupun prodi yang telah terakreditasi A, didorong untuk dapat mengajukan menjadi akreditasi internasional. Lulusan yang bereputasi juga salah satu target UNAIR ke depan menuju 500 top dunia. “Kita ingin kualitas kita lebih baik. Salah satu bentuk atau indikator yang baik adalah akreditasi. Kalau kita sudah bisa internasional, berarti dunia internasional sudah mengakui proses pendidikan kita. Kita semua harus menuju akreditasi yang lebih baik,” tuturnya.
Publikasi ilmiah adalah salah satu kriteria yang digunakan QS – WUR dalam melakukan perankingan. Menurut Prof Nasih, semua program yang memicu UNAIR dapat masuk 500 dunia akan didorong. “Pertama, program mengajar dikurangi, sehingga dosen sempat meneliti. Harus menambah tenaga pengajar. Bikin artikelnya kita dampingi. Kita juga punya Pusat Pengembangan Jurnal Ilmiah dan Publikasi. Itu bagian dari upaya kita mendorong dosen untuk banyak lagi meneliti, mengajukan artikel berkualitas untuk layak masuk jurnal yang berakreditasi dan terindeks,” tutur Prof Nasih. Menurutnya, tenaga pengajar perlu ditambah agar dosen-dosen yang ada sempat membaca, melakukan penelitian, dan membuat artikel ilmiah. “Agar penelitian sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak terlupakan,” tegas Prof Nasih. Rasio jumlah antara dosen dan mahasiswa juga harus diperhatikan. Menurut Prof Nasih, idealnya, rasio jumlah antara dosen dan mahasiswa adalah 1:20 untuk bidang sosial, dan 1: 15 atau 1:10 untuk bidang eksakta. Adanya publikasi jurnal ilmiah yang banyak berarti telah ikut berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Rasio jumlah antara dosen dan mahasiswa berarti proses pendidikan telah bagus. Reputasi lulusan yang banyak bekerja di lembaga internasioal, juga menandakan bahwa perguruan tinggi telah mampu menghasilkan lulusan yang memberi sumbangsih terhadap masyarakat. “Kita ingin lulusan yang bereputasi, proses akademik bagus, pengembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa,” tegas Prof Nasih. Perjuangan pencapaian tentunya tak berhenti pada 500 dunia. Seperti kata Prof Nasih, meskipun nantinya pencapaian telah dilakukan tak lantas kita bersantai-santai dan berhenti mengejar pencapaian. Peningkatkan keunggulan harus terus dilakukan agar tidak tertinggal dengan perguruan tinggi lain
yang ikut bersaing. Prestasi yang telah dicapaipun agar tetap dipelihara. “Sesuai dengan target pemerintah tahun 2019. Kita harus optimis. Ya paling lambat tahun 2020 kita sudah masuk ke 500 dunia, insha Allah,” tutur Prof Nasih yakin. (bin)
Menganut Filosofi Rumput, Ahyanizzaman Sukses Jadi Direktur BUMN Konsisten dalam integritas. Inilah kunci yang membawa Drs. Ahyanizzaman, Ak., CA., FCMA., CGMA., sukses dalam setiap perjalanan karirnya. Alumnus S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) ini menuturkan bagaimana perjuangannya meniti karir hingga menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. ”Saya menganut filosofi rumput. Walau kecil dan tidak terlihat, namun ia punya kekuatan yang luar biasa. Walau dibabat dan bibakar tapi tetap tumbuh. Dan ia juga memberikan kontribusi,” tuturnya. Karirnya dimulai ketika sedang menjalani tugas akhir skripsi. Ketika kesibukan kuliahnya tidak terlalu banyak, ia magang di sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP). Banyak hal yang ia pelajari di sana, terutama ilmu-ilmu mengenai sistem akuntansi. Ia belajar mengontrol dan men-set-up system perusahaan. Setahun kemudian, ia masuk dan bekerja di PT Semen Gresik (Persero) Tbk, yang ia pilih lantaran lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya.
Ketika masih menjadi mahasiswa, Ahyanizzaman bukan sosok yang aktif dalam kegiatan di kampus. Ia aktif pada salah satu organisasi di luar kampus yang kemudian membuatnya banyak belajar di sana. Di dekat tempat kosnya, ia aktif mengikuti organisasi pecinta alam. Ia banyak belajar bagaimana mengelola organisasi, bekerja tim, komunikasi, dan pengalaman itu sangat membawa manfaat ketika ia memasuki dunia kerja. Seiring perjalanan karirnya, Ahyanizzaman mengakui bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu skill yang penting untuk dikuasai. Sebagai direktur keuangan, ia banyak menjalin hubungan dengan orang-orang luar negeri. Perusahaannya juga memiliki partner-partner internasional, sehingga setiap kali rapat dan berbagai pertemuan juga memakai Bahasa Inggris. Ia juga harus selalu bertugas untuk meng-update informasi kepada para investor luar negeri. PT Semen Gresik yang notabenenya merupakan perusahaan lokal mengalami perjalanan amat panjang sebelum akhirnya pada Januari 2013 resmi berganti nama menjadi PT Semen Indonesia. Perubahan ini, diakui alumni S-1 Akuntansi UNAIR ini membawa tantangan tersendiri. “Kemampuan skill kita dituntut terus bertambah. Kuncinya kita harus punya prinsip konsisten dalam integritas. Integritas itu melakukan yang terbaik walau tidak dilihat orang. Dalam pekerjaan meski tak dilihat atasan harus dilakukan yang terbaik. Itu yang kemudian menumbuhkan kepercayaan atasan,” kata laki-laki kelahiran 6 Juli 1966 ini. “Beberapa perusahaan semen daerah lebih tua dan punya kebanggan sendiri. Bagaimana memahamkan bahwa penyatuan itu penting. Karena dengan menyatukan, potensi peningkatan laba menjadi besar. Terbukti, ketika penyatuan mulai berjalan, itu memberikan benefit. Karena pasar semen di Jawa, besar. Kalau tidak disatukan bisa rugi. Lalu kita ubah menjadi nama ‘Semen Indonesia’ tadi,” tambah mantan Direktur Koperasi Warga Semen Gresik tahun 1996-2001 ini mengenai perubahan nama perusahaan
yang diabdi. Saat ini PT Semen Indonesia memiliki empat anak cabang yang tersebar baik di dalam negeri dan luar negeri. Empat cabang itu adalah PT Semen Padang, PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa, dan Thang Long Cement Company di Vietnam. Setelah Semen Gresik berubah nama menjadi Semen Indonesia, perusahaan tersebut mulai menjadi perusahaan internasional. Ahyanizzaman bersama tim bahu-membahu membangun perusahaan di Vietnam, dari yang tadinya rugi menjadi untung. Itu juga tak lepas karena Semen Indonesia mengirim orang-orang terbaiknya untuk terjun ke sana. Menurut Manager Senior Akuntansi Keuangan PT Semen Gresik (Persero) Tbk (2002-2007) ini, tugas akuntan saat ini tidak terbatas sebagai tukang buku saja, tetapi harus menjadi partner strategis bagi seluruh komponen di perusahaan. Misalnya memberikan peningkatan value, mengawal perusahaan untuk punya nilai tambah dengan cara, misalnya, mengontrol biaya, pengelolaan pendanaan, komunikasi dengan para stakeholder, pemegang saham, dan mengawal bagaimana agar perusahaan berkembang. Saat ini sudah ada perusahaan yang menawarkan untuk membuat laporan keuangan. Menurutnya, ini merupakan ancaman bagi akuntan jika tidak belajar untuk meng-upgrade kemampuan agar memiliki nilai lebih yang lain. “Seorang akuntan bisa jadi analis. Karena kalau hanya sekadar laporan bisa dikerjakan mesin,” tutur pria yang kini menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Eternit Gresik ini. Kini, karir Ahyanizzaman bisa dibilang telah mapan. Jika flashback ke belakang, dulu cita-citanya sederhana saja, bisa bekerja di perusahaan, sudah cukup baginya. Namun dalam perjalanannya, banyak pihak yang mendorong agar ia bisa lebih berprestasi. “Dulu pas awal-awal, saya berfikir jadi kepala bagian saja
sudah cukup. Ternyata ada kesempatan lain. Saya juga sempat menolak jadi direktur keuangan. Namun keluarga mendukung dan mendorong saya. Alhamdulillah Tuhan memberikan jalan,” tutur ayah dari Muhammad Alfian Ramadhan, Muhammad Isro’ Nazahar, dan Muhammad Rahman Aziz ini. Pada peringatan Dies Natalis UNAIR ke-61, mana Ahyanizzaman dinobatkan sebagai Alumni Berprestasi. Ia memiliki harapanharapan untuk almamaternya tersebut. “UNAIR di usia 61 jangan hanya melihat umur. Bisa saja dibilang sudah tua, tapi ada yang lebih tua lagi dan mereka masih eksis dan memberikan value bagi mahasiswa dan lulusan. Ini adalah titik untuk lebih maju lagi kedepan. Saya kira UNAIR punya potensi besar. Tinggal bagaimana mengelolala potensi itu, sehingga potensi yang ada bisa digali untuk mencapai 500 dunia,” pungkasnya. (bin/bes)
Komunitas Pengkaji Lingkungan Aesculap, Para Calon Dokter Penghobi Blakra’an Alam tidak akan pernah lelah memberikan pelajaran. Sebagai manusia, sedikit banyak kita harus mengerti keadaan lingkungan alam sekitar, sehingga kehidupan menjadi lancar dan aman. Itulah yang mengalir dalam jiwa setiap anggota Komunitas Pengkaji Lingkungan Aesculap (KPLA) FK UNAIR. Komunitas ini berawal dari perkumpulan mahasiswa pecinta alam FK UNAIR, yang kemudian membentuk tim bantuan medis (TBM) KPLA FK UNAIR sejak 4 September 1989.
“KPLA dulu dibentuk, salah satunya oleh dokter Eri Dewanto. Mereka menyalurkan kecintaan mahasiswa FK saat itu terhadap alam,” tutur dr. Prananda Surya Airlangga, M. Kes., Sp.An.KIC, pembina KPLA. Mereka menyalurkan hobi ke alam, melihat alam dengan mendaki gunung-gunung, melihat penambang belerang, dari sanalah mereka terpanggil untuk meneliti dan mengkaji lingkungan sesuai keahlian mereka dengan membentuk TBM. “Dalam mengkaji lingkungan, ketika mereka mau atensi terhadap lingkungan lain. Itu akan sangat melatih mereka untuk lebih matang untuk terjun ke masyarakat terpencil,” tambah dokter spesialis anestesi ini. Menjadi anggota KPLA adalah berlatih menjadi calon dokter yang kuat dan handal. Di samping berlatih survival di alam, setiap anggota KPLA akan dikenalkan banyak materi medis di awal, sehingga pengalaman dan ketrampilan mereka akan terasah sejak dini. “Mahasiswa FK pasti akan mendapatkan ilmu-ilmu yang kami ajarkan, cuma bedanya kami yang KPLA itu mendapatkannya lebih awal dan lebih sering. Otomatis pengalamannya kan lebih banyak dan lebih mahir,” tutur Rafaela Andira Ledyastatin, ketua KPLA periode 2015. KPLA adalah keluarga medis yang memiliki ikatan begitu kuat. Dengan empat pilar KPLA yaitu brotherhood, timwork, never give up, dan one goal, kelompok ini mengajarkan makna-makna kehidupan. Tidak hanya itu, kegemaran para senior yang telah menjadi dokter muda dan spesialis membina mereka lebih membuat KPLA kuat dan berkembang. “Mbaknya itu selalu bersedia mengajari kami. Sudah ada yang spesialis dan dokter. Mereka senantiasa membina adik-adiknya. Saya bisa praktik khitan langsung,” ujar Anastasha Puspagita, anggota KPLA semester empat.
Gelar bakti aesculap Setiap tahun, KPLA selalu mengadakan Baksos bertajuk Gelar Bakti Aesculap. Kegiatan ini merupakan bagian dari tahapan kaderisasi anggota KPLA. Dalam baksos tersebut anggota muda akan bertemu dengan dokter dari berbagai angkatan yang datang untuk menjadi tenaga medis. Baksos tahun lalu dilakukan di Desa Petung, Kecamatan Panceng, Gresik, salah satu desa pelosok yang jarang didatangi kegiatan baksos. “Masyarakatnya sangat antusias. Waktu pembukaan banyak yang datang dan waktu hari H kami sempat kewalahan karena banyaknya pasien yang datang,” ujar Ledy, sapaan akrab ketua KPLA. Desa tersebut dipilih berdasaran kriteria masih pelosok. Akses jalan yang tidak mudah, dilihat cukup membutuhkan, dan jarang digunakan sebagai tempat baksos. Ledy melihat di desa sekitar juga masih banyak yang membutuhkan. Kemungkinan tahun depan akan baksos di kota ini lagi. Ledy juga melihat dari banyaknya antusias warga yang datang bahwa kesadaran masyarakat akan kesehatan cukup baik, dan harus terus difasilitasi. Pada kegiatan tersebut juga, ia melihat KPLA memiliki kelebihan yang baru ia mengerti. “Hebatnya KPLA itu, yang saya kagum sendiri juga, anak-anak yang cuma belasan aja bisa mengkonsep baksos sebegitu bagusnya. Ada pengobatan gratis, khitan massal, screening katarak, screening kanker serviks, dan penyuluhan-penyuluhan,” ujar Ledy bangga. Di lingkungan kampus, TBM KPLA cukup dikenal baik. Hampir tiap bulan permintaan TBM datang dari berbagai kegiatan. Misalnya pada kegiatan PPKMB, pertandingan olahraga, dan lain-lain. “Ini bagian dari kayanya KPLA. Pengalaman adalah ilmu yang paling berharga bagi saya. Kalau kita menangani pasien, itu untung kami, lebih banyak pengalaman,” tutur Ledy mengakhiri.
(has/dss)
Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan Pranikah Pre-marital screening atau cek kesehatan pranikah ternyata belum cukup membudaya di kalangan masyarakat Indonesia. Umumnya pemeriksaan ini belum dianggap sebagai hal penting yang perlu dilakukan setiap pasangan sebelum menikah. Padahal, jika setiap pasangan mau menyadari, pemeriksaan ini sesungguhnya dapat menghindarkan dari berbagai risiko penyakit jangka panjang, bagi mereka maupun keturunannya. Lantas, seberapa pentingkah pemeriksaan pranikah ?
Muhammad Ardian C. L., dr., Sp.OG, M.Kes. (Foto: istimewa) Dokter ahli kandungan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR), Muhammad Ardian C. L., dr., Sp.OG, M.Kes., berbagi informasi seputar pentingnya para calon pasutri melalui tahap pemeriksaan kesehatan pranikah. Ardian menjelaskan, pemeriksaan kesehatan pranikah yang dilakukan meliputi pemeriksaan riwayat penyakit terdahulu, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan riwayat penyakit terdahulu memberikan gambaran risiko penyakit yang dimiliki. Kemudian melalui pemeriksaan fisik bisa diketahui adanya gangguan maupun kelainan. Dengan pemeriksaan laboratorium, penyakit-penyakit yang belum diketahui sebelumnya bisa dideteksi. Semua ini dilakukan semata-mata
untuk mengetahui risiko penyakit dan melakukan penanganan sedini dan semaksimal mungkin. Menurut Ardian, pemeriksaan kesehatan pranikah sangat penting dilakukan untuk mengetahui risiko pada diri masing-masing pasangan, juga risiko untuk generasi keturunan mereka. Banyak hal yang bisa diantisipasi dengan adanya pemeriksaan kesehatan pranikah, antara lain risiko penularan penyakit, risiko invertilitas, kematian ibu dan bayi, serta lahirnya bayi cacat. Skrining bisa mengantisipasi penularan penyakit infeksi, seperti TBC, HIV, toxoplasma dan hepatitis. Jika diketahui salah satu dari pasangan calon pengantin menderita penyakit infeksi, HIV misalnya, maka ada dua pilihan, ketika nanti melakukan hubungan seksual suami menggunakan kondom, dan atau jika memutuskan untuk memiliki keturunan, maka istri harus rutin mengonsumsi obat anti-HIV. Demikian
juga
dengan
penyakit
infeksi
toxoplasma
yang
menyebabkan keguguran dan bayi cacat. Hal ini bisa dihindari dengan dengan melakukan pengobatan sebelum istri hamil. “Jadi KB dulu, kalau sudah sembuh baru bisa hamil untuk mengurangi risiko bayi cacat,” ungkap Ardian. Sementara itu, cukup sulit mengantisipasi penularan hepatitis B antar pasangan. Namun, dengan skrining antispasi penularan hepatitis dari ibu ke anak bisa dilakukan. Setelah persalinan, bayi diberikan vaksin hepatitis sehingga tidak tertular hepatitis yang diderita ibunya. Risiko penyakit hormonal juga bisa diantisipasi dengan skrining. Penyakit hormonal seperti diabetes melitus, memberikan risiko keguguran pada ibu hamil dan berisiko bayi lahir cacat. Dengan skrining pranikah, istri bisa mengantisipasi hal tersebut dengan menjaga pola hidup untuk mengendalikan kadar gula darahnya. Begitu pula dengan penyakit kongenital, kelainan jantung
misalnya. Meskipun penyakit ini tidak menular, tetapi pada istri yang hamil berisiko kematian jika kerusakan jantung yang dialaminya tergolong berat. “Jika membahayakan ibu, sebaiknya kehamilan tidak diteruskan. Sebab saat hamil, kerja jantung menjadi lebih berat,” papar pemilik rumah bersalin Graha Amani, Sidoarjo ini. Rhesus, juga patut menjadi perhatian pasangan yang akan menikah. Pasangan beda rhesus memiliki kemungkinan menghasilkan janin yang beda rhesus. Apabila hal ini terjadi, tubuh ibu akan menganggap janin yang beda rhesus ini sebagai benda asing. Akibatnya, bisa keguguran atau bayi lahir dengan anemia, hati bengkak, sakit kuning, hingga gagal jantung. Namun, menurut Ardian, risiko beda rhesus ini kecil untuk pernikahan sesama ras Asia, sesama orang Indonesia misalnya, yang rata-rata memiliki rhesus positif. Risiko lain yang bisa diantisipasi adalah invertilitas (ketidaksuburan). Melalui skrining, calon pasangan suami-istri bisa mengetahui kondisi sistem reproduksinya. Misalkan pada wanita dengan obesitas, risiko invertilitasnya tinggi, maka ia harus menurunkan berat badannya mendekati ideal jika ingin sukses hamil. Begitu pula jika terjadi gangguan pada sistem reproduksinya, bisa dilakukan pengobatan lebih dulu. Kesehatan
reproduksi
pria
juga
bisa
diketahui
melalui
skrining. Apabila ditemukan gangguan, maka faktor-faktor risiko harus dihindari, misalnya merokok, terpapar radiasi dan terkena panas berlebihan yang bisa merusak sel sperma. Jika ada kelainan pada alat reproduksi, bisa dilakukan operasi dan pengobatan. “Hal ini bisa meminimalisir kasus invertilitas yang sering membuat pasangan gelisah karena lama tidak mendapatkan keturunan,” ungkap dokter yang sering membantu pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan ini. (ind)