RUANG KAJIAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP POTENSI INTEGRASI DAN POTENSI KONFLIK KEAGAMAAN DI DAERAH URBAN Studi Kasus : Identifikasi Pola dan Strategi Peningkatan Integrasi Masyarakat di Kota Bekasi Oleh : Andi Sopandi
Abstract Religious conflict problem is a phenomenon and symptom that often happens in some areas in Indonesia nowadays. However, characteristic area contributes to potential integration and religious conflict in certain area. For that reason, it needs a regional policy to anticipate the possibility that will happen, accurately and effectively. Keywords: Integration and Religious Harmony, Conflict, Sub-Urban, and Strategy of Society Empowerment Policy
A. Latar Belakang Masalah Keywords : Indonesia merupakan suatu wilayah yang memiliki beragam etnis, suku bangsa dan agama. Menurut Dr. Tamrin Tomagola (2006) jumlah suku bangsa di Indonesia diperkirakan berjumlah 656 suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meliputi: 109 berada di wilayah Indonesia Bagian Barat (Pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali) dan 547 Suku Bangsa di wilayah Indonesia Bagian Timur (Pulau Nusatenggara, Sulawesi, MalukuAmbon dan Papua). Integrasi dari keberagaman tersebut diperkuat dengan nilai Kebinekatunggal Ika yang tertuang dalam Dasar Negara merupakan modal dasar bagi peningkatan kesatuan bangsa.
54 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Namun, beberapa dekade terakhir, Indonesia mengalami berbagai peristiwa konflik vertikal maupun horisontal di tingkat lokal yang cukup mempengaruhi kesatuan bangsa, seperti kasus Poso, Aceh, Kalimantan, Maluku dan beberapa daerah lainnya. Isu-isu konflik seringkali berujung pada isu SARA, yang justru memperkeruh permasalahan. Realitas inilah yang kemudian menarik perhatian para ahli ilmu sosial untuk menggali kembali modal sosial (social capital) dan kearifan lokal untuk meningkatan integrasi masyarakat. Kajian pola Integrasi dan Konflik pada masyarakat dalam skala kecil sebagaimana yang dilakukan oleh para antropolog sosial dan sosiolog secara sederhana dapat dilihat perkembangannya dalam karya Emile Durkheim. Isu-isu konflik bidang ekonomi, sosial, budaya, politik seringkali mengikutsertakan masalah keagamaan. Menurutnya, sasaran keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggota. Fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial (Cribb, 1997: 37) . Apabila dikaji kembali dari uraian di atas, maka agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu (Tischler, 1990: 380). Oleh sebab itu, setiap perilaku yang diperankannya akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Selain itu juga
sangat dipengaruhi aspek budaya yang melingkupi kehidupan masyarakat tertentu. Interdipendensi antara agama dan masyarakat menunjukkan hubungan yang timbal balik, yaitu: pertama, pengaruh agama terhadap masyarakat terlihat dalam pembentukan pengetahuan, pengembangan, dan penentuan kelompok keagamaan spesifik yang baru. Kedua, pengaruh masyarakat terhadap agama, terlihat dalam faktorfaktor sosial-budaya yang memberikan nuansa dan keberagaman perasaan dan sikap keagamaan yang terdapat dalam suatu lingkungan atau kelompok sosial tertentu. Realitas yang terjadi saat ini, banyak masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dan sekitarnya. Hal ini terlihat dari data penduduk perkotaan di Indonesia yang perkembangan secara statistik menunjukkan adanya kenaikan ekstrapolasi yang sangat tinggi. Kondisi tersebut terlihat dari angka penduduk yang tinggal di kota pada tahun 1999 ada sekitar 39,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan pada tahun 2000 meningkat menjadi 40,34 persen. Akan tetapi, kenaikan angka penduduk yang tinggal di perkotaan semakin tinggi, yakni diperkirakan sebesar 60,7 persen pada tahun 2025. Data di atas menunjukkan munculnya gejala tingginya tingkat urbanisasi (over-urbanization) di Indonesia yang cenderung berdampak, baik positif maupun negatif. Apabila dilihat dari segi dampak positif, kota justru dapat memberikan stimulus terhadap
55 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
peningkatan ekonomi regional bagi kota tersebut maupun di sekitarnya. Akan tetapi, di sisi lain urbanisasi dengan tingkat laju pertumbuhan tertentu justru menimbulkan komplesitas kota dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah kompleksitas keberagaman agama di daerah sub-urban. Oleh sebab itu, kajian tentang kompleksitas kota terutama ditujukan pada pola identifikasi integrasi masyarakat beragama di daerah tertentu dengan kekhasannya kini menjadi bagian diskursus yang menarik untuk ditelusuri, sehingga dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah dalam rangka memperkuat integrasi bangsa. Kota Bekasi merupakan daerah yang kompleks, letaknya berdekatan dengan pusat pemerintahan Republik Indonesia, DKI Jakarta, dapat dijadikan salah satu obyek penelitian. Urbanisasi penduduk dengan diikuti aktivitas perekonomian yang padat dan munculnya berbagai permukiman baru serta polarisasi penggunaan lahan apabila dikaitkan dengan keberagaman beragama menjadi Kota Bekasi merupakan sebuah tipologi daerah urban yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Bekasi sebagai daerah penyangga di sebelah Timur pintu gerbang ibukota DKI Jakarta merupakan daerah yang kompleks dengan beragam aktivitas. Hal ini terlihat dari karakteristik wilayah yang dominan dengan munculnya berbagai permukiman dan perumahan. Realitas tersebut tidak menampikan diri akan munculnya over-urbanization dan
pendatang sehingga keberagaman agama penduduk semakin besar di Kota Bekasi. Pluraritas di atas merupakan sebuah realitas yang menarik dikaji khususnya identifikasi pola integrasi dan potensi konflik masyarakat di daerah Urban menjadi isu yang menarik untuk dikaji secara lebih serius. Oleh sebab itu, daerah ini sangat rentan terjadinya konflik dan isu-isu konflik masyarakat yang dikaitkan dengan isu agama. B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan pokok masalah pada permasalahan: “Sejauhmanakah pola dan startegi peningkatan integrasi di daerah Urban?”. Untuk itulah, berdasarkan masalah pokok ini kemudian dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pola perubahan sosial masyarakat di daerah urban, khususnya di Kota Bekasi? 2. Sejauhmana polarisasi masyarakat di daerah urban? 3. Faktor-faktor dan modal sosial (social capital) apakah yang mempengaruhi integrasi dan konflik masyarakat di daerah urban? 4. Bagaimanakah Kebijakan dan strategi peningkatan integrasi masyarakat di daerah urban? C.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi pola perubahan sosial
56 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
2. 3.
4.
D.
masyarakat di daerah urban, khususnya di Kota Bekasi Menganalisa polarisasi masyarakat di daerah urban Mengkaji faktor-faktor dan modal sosial (social capital) apakah yang mempengaruhi integrasi dan konflik masyarakat di daerah urban Merumuskan pola kebijakan dan strategi peningkatan integrasi masyarakat di daerah urban
masyarakat. Untuk memperkaya alur berpikir di atas, maka dibuatlah kerangka dasar untuk membangun mekanisme kerangka berpikir yang konstruktif dalam mengidentifikasi integrasi dan potensi konflik di daerah urban, dan strategi peningkatan integrasi masyarakat, sebagai berikut:
Kerangka Berpikir
Kajian integrasi dan konflik pada suatu komunitas tertentu telah banyak dituliskan dalam beberapa literatur. Akan tetapi, serangkaian beberapa buku dan jurnal yang menjadi pembanding kajian ini umumnya baru sampai tahapan identifikasi pola-pola integrasi dan konflik, belum sampai pada strategi peningkatan integrasi
57 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Kajian Analisa Kebijakan dan Strategi Peningkatan Integrasi di Daerah Urban
Identifikasi Potensi intgerasi Sosial-Agama Masyarakat di daerah Urban (Need Assesment)
Goodwill Pemerintah (Pusat dan Daerah)
PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI DAERAH URBAN Perkembangan Daerah Urban, Industrialisasi dan Perkembangan IPTEK (Merton dalam Jhonson, 1990: 145) Perubahan fisik dan sosial Perubahan Sikap dan Pola Hidup (Soemarjan, Larson dan Roger dalam Sugihen, 1996: 56)
Social Mapping
Analisis SWOT
Kebijakan dan Strategi Peningkatan Integrasi Masyarakat di Daerah Urban
Karakteristik Wilayah Analisis Social Capital: wawancara dan studi pustaka
Karakteristik Masyarakat
58 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
E.
“Participation Rapid Appraisal” atau PRA.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menarik secara deduktif realitas empirik yang ada di wilayah urban, khususnya Kota Bekasi dan relevansi kerangka teoritik. Hal ini sangat berkaitan erat dengan fokus penelitian ini, yaitu mendekripsikan fenomena sosial yang terjadi di lapangan dan menganalisis serta memberikan rekomendasi berkenaan dengan identifikasi pola integrasi masyarakat di daerah urban. Untuk itu langkahlangkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
2. Disain Penelitian Disain penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggali data-data kuantitatif. Oleh sebab itu, diharapkan dalam penelitian ini didapatkan dimensi yang luas untuk berbagai karakteristik dan realitas didalam mengkaji masalah integrasi dan potensi konflik masyarakat beragama di daerah urban.Berdasarkan konstruksi yang dibangun dalam penelitian ini, maka secara khusus disain wilayah kajian yang dibangun adalah: (1) Tokoh/Dinas Sosial/Pemerintah Daerah/Aparat Kecamatan/ Kelurahan; (2) Tokoh Agama: Islam, Hindu, Budha, Kristen Katolik/Protestan; (3) Tokoh Masyarakat: RT, RW, Lurah, Camat, LSM/Organisasi Kepemudaan; dan (4) Masyarakat Sekitar
1. Pengumpulan Data Metode Penghimpunan data dilakukan dengan menghimpun 2 (dua) jenis data: baik berupa data primer maupun data sekunder, dengan menggunakan data-data kualitatif dan kuantitatif. Untuk memformulasikan pola-pola integrasi dan potensi konflik di Kota Bekasi dibutuhkan serangkaian metode yang mencakup sumber data (berdasarkan analisa stakeholder) dan analisa data. Data tentang wilayah kompleksitas kehidupan beragama diperoleh dari hasil pemetaan potensi masyarakat dan keberagamaan agama serta karakteristik yang khas di Kota Bekasi, sedangkan data tentang persepsi integrasi dan potensi konflik dari masyarakat diperoleh dengan menerapkan metode
Wilayah-wilayah yang dijadikan sebagai sampel dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: (1) Wilayah Pusat Kegiatan Ekonomi (2) Wilayah Perumahan (3) Wilayah Perkampungan dan (4) Perpaduan/kombinasi wilayah. Keempat karakteristik di atas masing-masing memiliki pola dan karakteristik yang khas dalam memperkuat integrasi
59 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
masyarakat beragama di Kota Bekasi.
2.239.896 jiwa, bahkan tahun 2008 diperkirakan mencapai 2.542.073 jiwa. Pertumbuhan penduduk di Kota Bekasi tersebut justru diwarnai dengan konstruksi pembangunan di Kota Bekasi yang berimbas terhadap kultur dan karakteristik masyarakatnya. Apabila dilihat dari segi penggunaan lahan, Kultur wilayah pemukiman di Kota Bekasi hampir 58,19 %, Daerah Perdagangan Jasa (3,73%), karakteristik wilayah Industri (4,17%) dibandingkan dengan kawasan terbangun hanya 32,85% yang diperkirakan tahun 2010 menyusut menjadi 22,90%, termasuk didalamnya lapangan olahraga (0,16%), ruang Terbuka Hijau (14,52%) dan daerah pertanian (13,42%), yang tahun 2010 diperkirakan dapat menyusut menjadi 3,00%. sebagaimana gambar di bawah ini. Kondisi di atas menunjukkan bahwa ruang komunikasi dan rekreasi masyarakat di Kota Bekasi dengan 2.239.896 jiwa masih sangat minim untuk menjamin tingkat integrasi masyarakat, dibandingkan dengan wilayah terbangun yang 58,19% didominasi dengan pemukiman. Hal ini menunjukkan pula penduduk di wilayah Kota Bekasi telah menunjukkan sebagai daerah yang prural dan heterogen baik dilihat dari segi kesukubangsaan, keagamaan, kultur, adat istiadat, maupun karakteristik khas perkotaan yang mengarah pada sikap individualisme. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan Kota Bekas)i sejak dahulu merupakan sebuah wilayah „Urban‟, hal ini ditandai oleh realitas sejarah dan budaya serta kondisi
2. Pengolahan dan Analisis Data Data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah, dianalisis dan dikaji untuk bahan penulisan hasil penelitian pola integrasi dan potensi konflik di daerah urban. Pengolahan data meliputi hasil penghimpunan data dan referensi serta hasil wawancara terpadu. Selanjutnya, direprentasikan dalam tabulasi analisis sederhana melalui kerangka berpikir dan teoritis serta generalisasi data dalam rangka identifikasi pola integrasi dan potensi konflik di daerah urban. F. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Wilayah di Kota Bekasi. Pertumbuhan masyarakat di Kota Bekasi kini semakin pesat. Hal ini terlihat dari data jumlah penduduk Kota Bekasi dari hasil sensus tahun 2000, adalah sebanyak 1.637.610 jiwa, sedangkan pada sensus tahun 1990, jumlah penduduknya adalah 1.003.650 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 5,19%. Sementara tahun 2003 justru jumlah penduduk Kota bekasi semakin meningkat mencapai 1.809.306 jiwa, tahun 2004 jumlah penduduk tercatat sebanyak 1.914.316 atau 3,66%, Tahun 2005 mencapai 2.001.899 jiwa , tahun 2006 sebesar 2.066.913 jiwa dan tahun 2007 (per-juni) mencapai
60 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
penduduknya. Kondisi tersebut semakin diperkuat sikap masyarakat asli dengan kultur betawi-sunda (hampir sama dengan DKI Jakarta) yang memiliki tolerasi yang tinggi bersahaja dan menghindari konflik merupakan dasar terwujudnya kerukunan masyarakat di Kota Bekasi
3. Profil Keragaman Agama di Kota Bekasi Perkembangan Kota Bekasi semakin pesat seiring dengan tumbuhnya sarana-prasarana transportasi dan jalan, pusat-pusat pertokooan dan permukiman yang berkembang di Kota Bekasi. Secara umum, sebelum tumbuhnya berbagai fasilitas pembangunan di kota Bekasi apabila dilihat dari segi agama, maka mayoritas penduduknya beragama Islam, sebagian kecil lainnya beragama Budha dan kristen. Akan tetapi, seiring dengan dinamika pembangunan dan penggunaan lahan yang semakin besar serta laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi mengakibatkan keberagaman agama di Kota Bekasi semakin kompleks. Kenyataan ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah Tempat Ibadah menurut kecamatan dan jenis Ibadah tahun 2003 sebagai berikut:
61 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Jumlah Tempat Ibadah di Kota Bekasi Tahun 2003 Kecamatan Pondok Gede Jati Sampurna Jati Asih Bantar Gebang Bekasi Timur Rawa Lumbu Bekasi Selatan Bekasi Barat Medan Satria Bekasi Utara Jumlah
Mesjid 86 43
Musholla 7 22
Langgar 167 16
Gereja 8 18
Vihara 1 -
Pura -
76 56
34 81
109 115
2 -
-
-
87 71 55
16 78 11
66 3 79
13 4 10
2 2 -
-
68 37 71 650
23 80 35 387
129 86 85 855
9 4 68
1 6
1 1 2
Kondisi tempat ibadah di atas apabila dikaji dalam kurun waktu 19972002, maka di Kota Bekasi ternyata telah terjadi lonjakan pertumbuhan tempat ibadah yang berpengaruh secara signifikan dengan jumlah penganut agama di kota Bekasi yang beragam sebagaimana data berikut ini: Tabel Pertumbuhan Tempat Ibadah di Kota Bekasi Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Mesjid 394 464 580 662 575 650 650
Musholla 105 196 90 131 166 387 387
Langgar 770 734 868 1029 894 855 855
Gereja 73 77 63 57 69 68 68
Vihara 4 4 1 2 6 6 6
Pura 9 9 6 6 2 2 2
Apabila diprosentasekan data tersebut, maka menunjukkan bahwa jumlah sarana ibadah Langgar (44%), Mesjid (33%), Musholla (20%), Gereja (3%) sedangkan Vihara dan Pura (di bawah 1%).
62 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
4. Strategi dan Tipe Penyesuaian Umat Beragama Apabila dikaji kembali agama sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu, maka perlu pula ditelaah setiap perilaku yang diperankannya akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya maupun pengaruh aspek budaya yang melingkupi kehidupan masyarakat tertentu. Ternyata, antara agama dan masyarakat menunjukkan hubungan yang timbal balik, sebagai berikut: (1) Pengaruh agama terhadap masyarakat terlihat dalam pembentukan pengetahuan, pengembangan, dan penentuan kelompok keagamaan spesifik yang baru. (2) Pengaruh masyarakat terhadap agama, terlihat dalam faktor-faktor sosialbudaya yang memberikan nuansa dan keberagaman perasaan dan sikap keagamaan yang terdapat dalam suatu lingkungan atau kelompok sosial tertentu. (Tischler, 1990: 380). Kedua aspek di atas merupakan bagian yang menarik dikaji terutama pertumbuhan penduduk, permukiman, urbanisasi, penggunaan lahan, bahkan berkembangnya populasi tempat ibadat dan penganutnya terutama di daerah urban. Salah satu daerah urban di perbatasan Jawa Barat dan DKI Jakarta adalah Kota Bekasi. Perkembangan pembangunan di Kota Bekasi semakin pesat. Dorongan perkembangan kota lainnya justru menjadikannya sebagai daerah yang penuh dinamika pembangunan. Ciri daerah perkotaan dengan pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk serta fasilitas pendukungnya sangat jelas di kota ini. Kota Bekasi apabila dilihat berdasarkan pertumbuhan pembangunan dari lima dimensi, yaitu: Luas wilayah, Jumlah Penduduk, penggunaan lahan, permukiman dan keragaman tempat ibadah sebagaimana di bawah ini: URAIAN
JUMLAH 210,49 Km², 2,143,804 jiwa
A. Luas Wilayah B. Jumlah Penduduk
C. Penggunaan Lahan
D. Permukiman
Lahan terbangun sekitar 51% (10.754 ha) Sisanya sekitar 49% (10.295ha) merupakan areal belum terbangun yaitu beberapa pertamanan, lapangan olahrga, jalur hijau, pemakamam dan pertanian. Potensi pengembangan hanya tinggal pada lahan pertanian yang luasnya hanya tinggal sekitar 45,58% (9.594 ha). 2 3697,83 Km
63 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
E.
Tempat Ibadah: (Data Tahun 2007) Mesjid Mushollah Langgar Gereja Vihara Pura
766 Buah 151 Buah 1.187 Buah 50 Buah 8 Buah 2 Buah
Berdasarkan data di atas, maka dapat digambarkan kota Bekasi sebagai daerah urban memiliki kompleksitas yang tinggi, dan indikasi yang nampak di antaranya adalah: a. Homogenitas kehidupan daerah semakin berkurang dan cenderung heterogen b. Beragamanya agama dan tempat ibadah di daerah urban c. Berubahnya pola hidup dan sistem sosial masyarakat d. Perubahan tata guna lahan dan lahan semakin menyempit e. Tingkat Kepadatan penduduk yang tinggi Kenyataan di atas menunjukkan semakin heterogen dan kompleks permasalahan di Kota Bekasi. Apabila dilihat dari pertumbuhan penganut agama di Kota Bekasi, maka banyak hal yang perlu direncanakan bagi penggalian kerukunan umat beragama. Kompleksitas permasalahan yang ada memiliki dua kemungkinan besar yang terjadi di daerah urban ini, yaitu: pertama, keberagaman justru semakin memperkuat integrasi masyarakat di wilayah tersebut. Kedua, keberagamaan disikapi dengan penuh kewaspadaan justru berpotensi menimbulkan permasalahan atau konflik horizontal. Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil survei wilayah di lapangan, maka penggalian strategi penyesuaian di Kota Bekasi memiliki karakteristik yang khas. Ada 4 (empat) tipologi yang dikembangkan dalam pemetaan social keagamaan ini, yaitu: 1. Wilayah Perkampungan; merupakan daerah permukiman penduduk yang memiliki tingkat homogenitas yang tinggi, dengan norma dan adat-istiadat yang masih sangat lekat dalam kehidupan masyarakatnya. Umumnya, keragaman agama masih sangat terbatas dan kepadatan penduduk yang masih kecil dibandingkan daerah lainnya. Di sisi lain, peranan tokoh masyarakat setempat, termasuk ulama dan kalangan agama lainnya, masih mendominasi perilaku dan sikap masyarakatnya. 2. Wilayah Perumahan; merupakan daerah permukiman penduduk yang memiliki tingkat heterogenitas yang cukup tinggi. Keberagaman agama sangat tinggi dengan kepadatan penduduk yang tinggi. 3. Wilayah Pusat Kegiatan Ekonomi atau Bisnis; merupakan daerah kegiatan sentra ekonomi sekaligus pusat perdagangan dan jasa
64 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
4.
Kombinasi Wilayah; merupakan wilayah yang memiliki karakteristik perpaduan perkampungan dan pusat bisnis bahkan daerah permukiman menyatu dalam satu komunitas. Berdasarkan keempat pembagian wilayah kajian di atas, maka dibuatlah pemetaan wilayah sesuai dengan pesebaran umat beragama dan letak tempat ibadat sebagai berikut:
Tabel Karakteristik Masyarakat Beragama Berdasarkan Wilayah KARAKTERISTIK WILAYAH
KECAMATAN
LOKASI
Bekasi Timur
Bekasi Jaya
Bekasi Utara
Harapan Jaya Kampung Sawah
Perkampungan Pondok Gede
Kayuringin Bekasi Selatan
Perumahan
Jaka Permai
Bojong Menteng Rawa Lumbu Kemang Pratama
Pusat Kegiatan Ekonomi
Bekasi Timur
Margahayu I
JENIS TEMPAT IBADAH Vihara dan Rumah Duka Pesantren At-Takwa Gereja Sertivius Pondok Pesantren Fisabilillah (YASFI) Gereja GKPI Gereja GKPO 6 (Enam) buah mesjid berdekatan Pure Buana Kali Malang Mesjid As-salam Gereja Kristen Jawa Gereja HKBP Mesjid Tholib AlAzhar Gereja Persekutuan Oikumene Umat Kristen Kemang Pratama Masjid Baitul Jihad Gereja St. Arnoldus Gereja Protestan Pasundan Gereja Pantekosta Beberapa Majelis
65 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
KARAKTERISTIK WILAYAH
Kombinasi Wilayah
KECAMATAN
Bekasi Timur
LOKASI
Margahayu II
JENIS TEMPAT IBADAH Taqlim Setempat Gereja Bethel Vihara Tridharma Majelis Taklim ArRidwan
Berdasarkan hasil pemilahan di atas dan beberapa informasi yang diberikan oleh setiap stakeholder, maka setiap wilayah keagamaan dapat dibuat tipologi strategi penyesuaian masing-masing wilayah dengan karakteristik yang khas, sebagai berikut: Tabel Strategi Penyesuaian Masyarakat di Daerah Urban KARAKTERISTIK WILAYAH
WILAYAH
STRATEGI PENYESUAIAN
Bekasi Timur (Bekasi Jaya) Perkampungan
Bekasi Utara (Harapan Jaya)
Pondok Gede (Kampung Sawah)
Memperkuat Penelaahan Agama Membaur dengan Dunia Masyarakat Memperkuat kelembagaan agama Akar Sejarah Ajaran Tokoh cukup Kuat Proteksi Kewilayahan Tempat Ibadah menjadi Simbol penyatu Memperkuat kelembagaan agama Memperkuat Penelaahan Agama Memperkuat kelembagaan keagamaan Memperkuat Penelaahan Agama Waspada dan lebih bersifat elitis
Bekasi Selatan
66 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Perumahan (Jaka Permai)
(Bojong Menteng)
(Kemang Pratama)
Pusat Kegiatan Ekonomi
Bekasi Timur (Margahayu I)
Kombinasi Wilayah
Bekasi Timur (Margahayu II)
Tidak mempermasalahkan keragaman yang ada Elitis dan memperkuat kelembagaan agama Pemikiran Mayoritas agama justru memperkuat penelaahan lembaga dan penguatan agama Memperkuat Penelaahan Agama Waspada dan lebih bersifat elitis Mempermasalahan keragaman yang ada Elitis dan memperkuat kelembagaan agama Pemikiran Mayoritas agama justru memperkuat penelaahan lembaga dan penguatan agama Elitis dan memperkuat kelembagaan agama Pemikiran Mayoritas agama justru memperkuat penelaahan lembaga dan penguatan agama Minoritas Berupaya membangun pembauran dengan masyarakat Kultur wilayah memperkuat toleransi masyarakat Ritual agama berjalan sesuaidengan jamaatnya Ada upaya komunikasi antarberagama Kerukunan diperkuat dengan aktivitas perdagangan dan keseharian dengan logat bahasa/budaya lokal.
67 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Apabila dilihat dari strategi-strategi dari beberapa karakteristik wilayah di atas, maka dapat dibuat tipe adaptasi (sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert Merton dalam Soekanto (1986: 18) bahwa ada beberapa tipe-tipe penyesuaian meliputi: lima tipe penyesuaian manusia, yaitu konformitas, inovatif, ritualisme, retreatism dan rebellion. Pada dasarnya tipe ini dapat dikategorikan berdasarkan mean-end rasionality, terutama berkenaan dengan tujuan dan cara penyesuaian suatu masyarakat, sebagaimana tabel di bawah ini: TABEL 1 Bentuk-Bentuk Penyesuaian No. Bentuk-Bentuk Nilai Sosial Cara-Cara Yang Penyesuaian Budaya Telah melembaga + + 1 Conformity + 2 Innovation 3 Ritualism 4 Retreatism 5 Rebellion Keterangan: + Berarti terjadi penyesuaian dalam arti bahwa warga masyarakat menerima nilai-sosial-budaya atau norma-norma yang ada. -
Berarti menolak Menunjukkan pada pola-pola perilakuan yang menolak dan menghendaki nilai-nilai dan norma-norma yang baru.
Apabila dihubungkan dengan tipe penyesuaian yang dikembangkan oleh masyarakat sebagaimana empat karakteristik (perkampungan, perumahan, pusat ekonomi dan bisnis dan wilayah kombinasi) dilihat dari tekanan pada tujuan dan cara yang dilakukan, maka tipe penyesuaian yang berkembang adalah sebagai berikut:
68 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Tabel Tipe Penyesuaian
Tinggi
Upaya Mencapai Integrasi
Kecenderungan Konflik Tinggi Rendah Perkampungan Kombinasi Wilayah Pusat BisnisPerkampungan Ritualisme Inovatif (Ritualism) (Inovation)
Rendah
Perumahan
Pusat Ekonomi dan Bisnis
Rebellion
Retreatism (Retreatism)
Konformitas (Comformity)
Sumber: Robert K. Merton dalam Soekanto (1983: 83). Berdasarkan kombinasi kecenderungan terjadinya konflik dan tindakan untuk mencapai kerukunan beragama, maka dapat dideskripsikan justru daerah perkampungan memiliki potensi tinggi apabila masuknya pengaruh lain, tetapi untuk terjadinya rebellion masih dapat dikendalikan karena otoritas keagamaan atau kharisma ketokohan atau factor latar belakang sejarah yang panjang justru konflik masih dapat diminimalisir. Sebaliknya, Justru di daerah perumahan memiliki potensi konflik yang cukup besar dengan beragamanya keyakinan seiring dengan jumlah penduduk pendatang sehingga belu ada ikatan yang menjadi norma bersama untuk mempererat kerukunan beragama. Akibatnya, gejala-gejala ataupun aktivitas dalam merintis kerukunan beragama masih sangat minim, walaupun telah diupayakan pendekatan-pendekatan tetapi sering terkesan bersifat elitis (ketokohan) sementara masyarakatnya belum tersentuh dengan baik. Area ini perlu menjadi bahan perhatian bagi seluruh stakeholder (pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan elemen lainnya). Sementara itu, wilayah Pusat Kegiatan Ekonoomi dan Bisnis karena karakteristik wilayahnya dilingkari oleh aktivitas perdagangan atau industri tertentu, sehingga banyak kalangan beranggapan kegiatan keagamaan atau keberadaan tempat ibadah hanya an sich ritual saja dan tak ada misi apapun yang merusak kerukunan beragama. Akibatnya, kecenderungan konflik pun
69 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
masih tergolong rendah dan seakan tak ada hal-hal berkenaan dengan kerukunan beragama. Walaupun ada beberapa keluhan dari warga setempat, tetapi secara keseluruhan terkesan terjadi pemilahan pemahaman dalam hal kerukunan beragama itu sendiri. Di antara ketiga wilayah di atas, yang menarik untuk dikaji adalah wilayah kombinasi antara perkampungan dan pusat kegiatan ekonomi. Wilayah ini memiliki kecenderungan konflik lebih rendah dan upaya untuk mencapai kerukunan lebih baik (tinggi). Karena latar belakang pembauran yang cukup lama dan rata-rata pemahaman agama yang cukup baik, didukung oleh pengikat kegiatan dan aktivitas perdagangan tempat berkomunikasi dan berinteraksi antaragama dan etnis menyebabkan daerah ini merupakan konsep wilayah yang ideal bagi kerukunan beragama. Namun demikian, tetap saja kembali kepada pemahaman dan pembinaan kegamaan yang kuat menjadi prasyarat dalam mempertahankan kerukunan beragama tersebut. Berkenaan dengan tipologi adaptasi tersebut, maka perlu dilakukan analisa SWOT terhadap kondisi masyarakat dari keempat wilayah di atas. Hal ini bertujuan untuk memetakan kembali kondisi kerukunan beragama dan pola program strategi perencanaan pembangunan di bidang keagamaan di daerah penelitian. Analisa SWOT terhadap kondisi masyarakat tersebut dapat dapat terurai dalam table berikut: TABEL ANALISA SWOT POLA KERUKUNAN BERAGAMA MASYARAKAT DI DAERAH URBAN ANALISIS SWOT KARAKTERISTIK MASYARAKAT
INTERNAL KEKUATAN
Perkampungan
Otoritas keagamaan Pembinaan Keagamaan yang baik dari anakanak hingga dewasa Ketokohan Latar Belakang sejarah dan norma yang kuat
EKSTERNAL
KELEMAHAN
TANTANGAN
Adanya semacam proteksi yang kuat Selektif terhadap pengaruh luar Loyalitas keagamaan dan antipati terhadap pengaruh luar
Berpotensi terjadinya konflik yang besar
PELUANG Penguata n pemaham an keagama an Pemaha man tentang keberaga man dan kerukuna n beragam
70 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
ANALISIS SWOT KARAKTERISTIK MASYARAKAT
INTERNAL KEKUATAN
Pusat Kegiatan Ekonomi atau Bisnis
Perumahan
EKSTERNAL
KELEMAHAN
TANTANGAN
Fokus Perhatian Masyarakat lebih diarahkan pada kegiatan ekonomi dan bisnis
Munculnya beberapa tempat peribadatan besar Interpensi keagamaan
Potensi Konflik lebih rendah
Masingmasing pendatang memiliki potensi budaya dan sosial yang kuat Hanya perlu pengemban gan dan ketokohan yang kuat dalam pembinaan keagamaan
Egosentris keagamaan cukup besar Lemahnya pengelolaan perumahan terhadap lahan tempat peribadatan lebih berorientasi pada menggalang an konsumen Lemahnya kontrol pemda Peran Ketokohan yang minim
Potensi Konflik cukup Tinggi Pola Budaya dan Perillaku pendatang berbedabeda
PELUANG a yang kuat Membuka forum dialog dan komunika si lintas agama Membuka forum diskusi dan dialog serta komunika si antar umat beragam a Perlunya forum kerukuna n beragam a Peningkat an pemaham an keagama an Peningkat an perilaku dalam keseharia n, misalnya saling mengunju ngi baik
71 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
ANALISIS SWOT KARAKTERISTIK MASYARAKAT
INTERNAL KEKUATAN
EKSTERNAL
KELEMAHAN
TANTANGAN
PELUANG dalam acara kerja bakti, ada yang sakit/men inggal, arisan, acara HUT RI dan sebagain ya.
72 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
ANALISIS SWOT KARAKTERISTIK MASYARAKAT
INTERNAL KEKUATAN
Pusat Bisnis dan Perkampungan
Latar belakang sejarah yang lama dan aktivitas kegiatan ekonomi/bis nis menjadi menyatu integritas kerukunan beragama
EKSTERNAL
KELEMAHAN
TANTANGAN
Peluang longgarnya norma yang telah ada yang berdampak kepada intensitas kerukunan beragama ke depan akibat proses tramisi budaya yang kurang baik ke generasi berikutnya.
Potensi konflik masih tetap ada Apabila ada pengaruh luar berpeluang memberika n respon kuat dari komunitasn ya
PELUANG Pembina an aktivitas ekonomi bagi pemeluk agama Pemberd ayaan lebaga keagama an dalam bidang ekonomi kerakyata n Dialog antar umat beragam a Pengemb angan kegiatan sosial bagi seluruh masyarak at tanpa melihat etnis atau pun agama.
73 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
G.
Kesimpulan
ekonomi dan kombinasi wilayah, yang berbeda mempunyai aspirasi yang berbeda dalam hal pemecahan masalah berorientasi kepada nilai dan kepentingannya, maka seringkali akan sulit untuk mencapai kesepakatan dalam pemecahan masalah berkenaan dengan kerukunan beragama. Oleh sebab itu, keempat asumsi tersebut mengisyaratkan pentingnya melihat kompleksitas masyarakat dalam memahami masalah kerukunan beragama, terutama di daerah urban, bahkan dalam memberikan rekomendasi bahwa pemahaman masalah sosial selain dapat dilihat dari bentuk perilaku anggota masyarakatnya juga memahami struktur sosialnya. Apabila hal itu kemudian diperhitungkan sebagai unit analisis maka akan tampil tidak saja unit analisis individu tetapi juga struktur sosialnya. Berkenaan dengan hal itu, tahapan yang harus segera dilakukan adalah melakukan memetaan sosial (Social Mapping) kondisi kerukunan beragama. Hal ini tidak saja dilihat dari jumlah tempat ibadat, tetapi juga karakteristik potensi konflik, pola-pola yang dapat dikembangkan guna meningkatkan kerukunan beragama di daerah urban. Kota Bekasi sebagai sebuah daerah yang cukup besar perkembangannya dengan laju pertumbuhan yang tinggi, selain pembangunan yang bergitu besar tetapi juga memiliki potensi besar dengan kompleksitas permasalahannya. Hal ini pun
Realitas sosial berkenaan dengan kerukunan beragama di daerah urban mempunyai dimensi yang luas dan menyangkut berbagai aspek, maka kompleksitas aspek terkait ini juga tercermin dalam mengidentifikasi kerukunan beragama sebagai unit analisis dalam studi ini. Ada empat asumsi dalam melakukan penelaahan tentang masalah kerukunan beragama, yaitu: (1) Karakteristik masalah kerukunan beragama apabila dikaji berdasarkan kultur wilayahnya memiliki kadar yang berbedabeda. (2) Pada suatu struktur sosial budaya tertentu dapat membuat masyarakat beragama menyesuaikan diri dengan lingkungan, tetapi dapat juga melakukan penyimpangan. (3) Setiap masyarakat dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori seperti income, tingkat pendidik, latar belakang etnis, agama dan jenis sosial. Kelompok-kelompok tersebut disebut strata sosial. Setiap masyarakat dari strata yg berbeda memiliki pengalaman yang berbeda tentang masalah yang sama. Dengan demikian akan mempunyai pemahamannya tentang kerukunan beragama pun berbeda pula. (4) Komunitas beragama pada karakteristik wilayah, baik wilayah perkampungan, perumahan, pusat kegiatan
74 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
berimbas terhadap keberagaman penduduk dan keberagaman agama di daerah ini. Pemetaan sederhana yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara terpadu dan penggalian dari berbagai sumber data sehingga secara sederhana, dapat dipolakan menjadi: wilayah kajian di daerah perkampungan, perumahan, pusat kegiatan ekonomi/bisnis dan kombinasi wilayah. Berdasarkan hasil pemilahan tersebut kemudian dikaji strategis penyesuaian dan tipe penyesuaian dalam rangka meningkatkan kerukunan beragama. Hasil yang sangat menarik didapatkan dari penelitian ini adalah: Berdasarkan kombinasi kecenderungan terjadinya konflik dan tindakan untuk mencapai kerukunan beragama, maka dapat dideskripsikan justru daerah perkampungan memiliki potensi tinggi apabila masuknya pengaruh lain, tetapi untuk terjadinya rebellion masih dapat dikendalikan karena otoritas keagamaan atau kharisma ketokohan atau faktor latar belakang sejarah yang panjang justru konflik masih dapat diminimalisir.
Pengantar Pemikiran Pendekatan Jakarta: FE-UI.
Adimihardja, Kusnaka dan Harry Hikmat. 2001. PRA (Participatory Research Appraisal) dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press. Alland. A. Jr. 1970. Ecology and Adaptation to Parasitic Diseases, dalam A.P. Vadya (ed). Environment and Cultural Behavior: Ecological Studies in Cultural Anthropology. Garden City: Natural History Press. Geerzt,
Clifford. 1983. Involusi Pertanian; Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Bhratara
Isre, Moh. Soleh (Ed.) 2003. Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer. Jakarta: Departemen Agama RI.
Daftar Pustaka : Abdullah, Taufik. 1987. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Adi,
pada dan Praktis.
Ife,
Jim. 1995. Community Development; Creating Community AlternativesVision, Analysis and Practic”. Australia: Longman. Jhonson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan
Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas;
75 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Modern. Gramedia.
Jakarta:
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya Sobary, Mohamad.1995. Kesalehan dan Tingkah Laku Ekonomi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Soekanto, Soerjono. 1981. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Kahmad, Dadang. 2000. Sosiologi Agama. Jakarta: Rosda Karya. Neuman, William Lawrence. 2000. Social Research Methods; Qualitative and Quantitative Approaches. A Pearson Education Company.
_________. 1983. Kamus Sosiologi. Jakarta: Gramedia. Soeprapto,
Poot, H., Kuyvenhoven dan Jaap Jansen. 1991. Industrilisation and Trade in Indonesia. Yogyakarta: UGM Press. Ritzer,
Salim,
Sayogyo
Scharf,
2002. Malang:
Sopandi, Andi et al. 2000. “Sejarah dan Budaya Kabupaten Bekasi”. Bekasi: LKSP dan Pemda Kabupaten Bekasi
George. 1996. Modern Sociological Theory. Singapore: The McGrawHill Company
Rangkuti,
Riyadi. Interaksionisme Simbolik. Averroes Press
_________. 2002a. “Sejarah Kabupaten Bekasi”. Bekasi: Pemda Kabupaten Bekasi.
Freddy. 1999. Analisis SWOT; Teknik Membedah Kasus. Jakarta: Gramedia
_________. 2002b. Kamus Dialek Bekasi. Bekasi: Pusat Pembinaan Budaya Kabupaten Bekasi.
Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yoygakarta: Tiara Wacana Yogya
_________. 2005. Profil Budaya Masyarakat di Kota Bekasi. Bekasi: Dinas Pariwisata, Pemuda dan Pemberdayaan Perempuan. _________. 2005. Hibridasi Masyaakat di Perbatasan Jakarta. Bekasi: PK2SB
dan Pudjiwati Sayogyo. 1983. Sosiologi Pedesaan. Jilid I dan II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Betty R. 1995. Kajian Sosiologi Agama.
76 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006
Sugihen, Bahrein T. 1996. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Rajawali Pers
Universitas Inodnesia. No. 3/1998. Halaman 1 Suprihadi.
Suhandojo. 2002. “Pengembangan Wilayah Pedesaan dan Kawasan Tertentu: Sebuah Kajian Eksploratif”. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Turner,
2003. “Membayangkan Bekasi Sebagai Ingolstaadt-nya Jakarta”. Kompas, 23 April. hal 19.
Jonathan H. 1990. The Structure of Sociological Theory. California: Wadsworth Publishing Company.
Ufford, Philip Quarles van. 1989. “Tendensi dan Tradisi dalam Sosiologi Pembangunan”. Terjemahan oleh R.G. Soekadijo. Jakarta: Gramedia. Yunus, Hadi Sabari. 2005. Klasifikasi Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yuwono S, Arief M, Simanjuntak PJ dan Sagir S. 1985. Produktifitas dan Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktifitas, Tomagola,
Tamrin A. 1998. Methodologi Positivistik dalam Penelitian Sosial. Jurnal Masyarakat. Fisip
77 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006