ROUTE SELECTION BERDASARKAN HASIL PROFILING REAL TIME TRAFFIC CONDITION Erick Alfons Lisangan*1 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Atma Jaya Makassar, Makassar e-mail: *
[email protected]
1
Abstrak Seiring berkembangnya alat transportasi, penentuan rute dari suatu lokasi asal ke lokasi tujuan tidak hanya mempertimbangkan jarak saja tetapi juga kondisi lalu lintas dari lokasi yang akan dikunjungi. Kondisi lalu lintas merupakan nilai yang dinamis terhadap rentang waktu. Dalam penelitian ini, dirancang sebuah metode dalam menentukan rute berdasarkan hasil profiling kondisi lalu lintas sebelumnya. Profiling dilakukan dengan k-Means yang kemudian membentuk bobot jarak pada saat penentuan rute oleh Ant Colony System (ACS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rute yang dihasilkan tidak hanya menghasilkan jarak terpendek tetapi juga berdasarkan kondisi lalu lintas secara real time. Selisih waktu eksekusi terbesar yang diperoleh dari metode profiling-ACS dengan ACS adalah 165.3 ms dan mampu menghasilkan rute berdasarkan kondisi lalu lintas berdasarkan waktu tertentu. Kata kunci—penentuan rute, profiling kondisi lalu lintas, k-Means, Ant Colony System
Abstract As the development of transportation, route selection from the location of origin to destination not only consider about the distance but also the traffic conditions of the visited locations.Traffic conditions is a dynamic value toward a specific timeframe. In this research, a method have been designed to determine routes based on profiling previous traffic conditions. Profiling is implemented using k-Means which formed the distance’s weight that will be used when determine the route using Ant Colony System (ACS). The results showed that the route is determined not only by the shortest route but also real time traffic conditions. The biggest execution time’s difference between profiling-ACS and ACS is 165.3 ms and able to generate routes based on traffic conditions by a certain time. Keywords—route selection, profiling traffic condition, k-Means, Ant Colony System 1. PENDAHULUAN
M
onitoring kondisi lalu lintas menjadi sangat penting pada kota metropolitan saat ini. Tujuan utama monitoring adalah untuk mengetahui kondisi lalu lintas setiap ruas jalan secara real time. Monitoring kondisi lalu lintas dapat sangat bermanfaat untuk perencanaan rute setiap pengendara [1]. Dalam merencanakan atau memilih rute, terdapat beberapa kemungkinan rute yang dapat dilalui dari lokasi awal menuju lokasi tujuan. Pengendara perlu untuk memilih rute dengan pertimbangan biaya minimum [2]. Sebuah rute yang berbeda dapat memiliki biaya yang berbeda pula. Sebagai contoh, rute A dapat memiliki biaya yang lebih besar dari rute B karena pada rute A banyak terdapat kepadatan kendaraan sehingga waktu yang ditempuh lebih lama. Sebagian besar pengendara dalam menentukan rute yang akan dilalui membutuhkan rute yang dapat memuaskan keinginan mereka, seperti rute harus aman, lalu lintas kendaraan yang tidak padat, dan/atau rute dengan jumlah paling persimpangan paling sedikit untuk menghindari lampu lalu lintas [2]. Algoritma pencarian rute terpendek telah banyak digunakan saat ini, seperti algoritma Received June1st,2012; Revised June25th, 2012; Accepted July 10th, 2012
Dijkstra, Floyd, dan algoritma lainnya [3], seperti Ant Colony System. Kekurangan dari algoritma tersebut adalah pencarian rute terpendek hanya berpatokan pada besaran jarak dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Dalam menentukan rute terpendek dengan mempertimbangkan kondisi lalu lintas, tidak hanya mempertimbangkan pada nilai jarak saja, tetapi beberapa pertimbangan kriteria seperti lebar jalan, kepadatan lalu lintas, jumlah lampu lalu lintas, dan kriteria lainnya. Dalam mengatasi keterbatasan algoritma penentuan rute terpendek untuk pertimbangan banyak kriteria, atau sering disebut Multi Objective Traveling Salesman Problem, maka diterapkan fungsi skalar Chebycheff pada [4]. Fungsi skalar Chebycheff pada dasarnya menjumlahkan seluruh nilai kriteria yang kemudian mewakili jarak antar lokasi. Kelemahan dari kombinasi penentuan rute terpendek dan fungsi skalar Chebycheff adalah seluruh nilai jarak antar lokasi akan cenderung berubah pada rentang waktu tertentu karena nilai kondisi lalu lintas bersifat dinamis. Ketika terjadi perubahan nilai kondisi lalu lintas, maka jarak antar lokasi akan dijumlahkan kembali sehingga penerapannya kurang sesuai untuk data kondisi lalu lintas yang bersifat time-series. Beberapa penelitian telah meneliti penentuan rute berdasarkan kondisi lalu lintas, seperti pada [2, 5]. Pada [2] mengkolaborasikan Fuzzy Logic dan Ant Colony System dalam mencari rute terpendek. Sebuah rute optimum mengacu pada rute yang memenuhi semua variabel fuzzy yang diinginkan dari pengguna, seperti Jarak,Lalu Lintas, dan Risiko Insiden. Kelemahan pada penelitian tersebut adalah pada variabel fuzzyJarak yang menjadi input untuk logika fuzzy karena jarak adalah nilai konstan sedangkan variabel lainnya pada dasarnya bersifat dinamis sehingga dilakukan perhitungan yang berulang apabila kondisi lalu lintas berubah. Pada [5] menerapakan algoritma A* untuk pencarian rute terpendek memanfaatkan data GPS untuk kepadatan lalu lintas dan pergerakan kendaraan pada jalanan di India. Kelemahan pada penelitian tersebut adalah pencarian rute terpendek dilakukan terlebih dahulu baru kemudian mempertimbangkan kondisi lalu lintas. Pada penelitian ini mengkombinasikan algoritma Ant Colony System dan hasil profiling kondisi lalu lintas menggunakan algoritma clustering k-Means. Profiling dilakukan dengan mengelompokkan kondisi lalu lintas berdasarkan pola di masa lampau untuk kemudian digunakan pada prediksi profil lalu lintas saat ini. Pada penelitian ini, variable jarak merupakan nilai yang statis untuk mewakili jarak antar lokasi. Kondisi lalu lintas antar lokasi yang selalu berubah menjadi faktor pemilihan lokasi yang dipilih oleh algoritma Ant Colony System. Kategori kondisi lalu lintas saat ini akan ditentukan berdasarkan hasil profiling masa lampau. Kategori kondisi lalu lintas antar lokasi yang satu dengan lokasi yang lain akan menjadi bobot bagi jarak yang akan ditempuh. Apabila kondisi lalu lintas tergolong dalam kategori padat maka diasumsikan untuk melalui jalur tersebut dibutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan kategori lalu lintas sepi atau jarak yang ditempuh seakan lebih jauh dibandingkan ketika lalu lintas sepi. 2. METODE PENELITIAN Terdapat beberapa langkah yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu data preprocessing, profiling kondisi lalu lintas, dan penentuan rute terpendek. Workflow penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
Data Pre-Processing
Profiling Traffic Condition
Hasil Profiling
Real Time Traffic Condition Route Selection
Gambar 1Workflow penelitian 2.1 Data Pre-Processing Dataset yang digunakan pada penelitian ini merupakan data kondisi lalu lintas pada kota Aarhus di Denmark. Dataset dapat diperoleh pada http://iot.ee.surrey.ac.uk:8080/datasets.html. Dataset terdiri dari 213 titik lokasi dimana kondisi lalu lintas, yaitu rata-rata kecepatan (AS) dan jumlah kendaraan (VC), diperoleh secara real time dari pukul 00.00 – 23.55 dengan waktu interval setiap 5 menit.
Gambar 2 Beberapa titik lokasi dataset Pada penelitian ini, digunakan 2 (dua) jenis data, yaitu data profiling dan data testing. Data profiling menggunakan data kondisi lalu lintas pada periode Maret 2014. Sedangkan untuk pengujian menggunakan 2 (dua) hari, yaitu Senin, 2 Juni 2014 dan Sabtu, 7 Juni 2014 yang menjadi weekday dan weekend. Pada [6] membagi 2 (dua) kondisi waktu berdasarkan kondisi lalu lintas di kota Aarhus, yaitu peak hour dan off-peak hour. Peak hour terbagi menjadi 2 (dua) periode, yaitu 07.00 09.00 dan 15.00 – 17.00. Sedangkan periode off-peak hour, yaitu 00.00 – 07.00, 09.00 – 15.00, dan 17.00 - 00.00. Pengujian dalam menentukan rute terpendek berdasarkan kondisi lalu lintas akan mengambil salah satu waktu yang berada dalam masing-masing periode dengan mempertimbangkan kelengkapan dataset. Periode waktu yang digunakan untuk pengujian, yaitu 05:00 (T1), 07:15 (T2), 12:45 (T3), 16:25 (T4), dan 22:20 (T5).
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
2.2 Profiling Traffic Condition Data profiling yang telah ditentukan sebelumnya kemudian akan dikategorikan terlebih dahulu menggunakan algoritma clustering k-Means. Pengkategorian kondisi lalu lintas dilakukan untuk mengetahui profil kondisi lalu lintas di kota Aarhus selama periode Maret 2014. Terdapat 3 (tiga) kategori kondisi lalu lintas yang digunakan, yaitu sepi (green), sedang (yellow), dan padat (red). Profilingdataset akan melihat dengan periode hari, yaitu weekday (Senin-Jumat) dan weekend (Sabtu-Minggu). Selain melihat periode hari, untuk setiap harinya akan terbagi menjadi 5 (lima) periode waktu, yaitu 00.00 – 07.00, 07.00 – 09.00, 09.00 – 15.00, 15.00 – 17.00, dan 17.00 – 00.00. Algoritma k-Means merupakan sebuah algoritma yang sangat populer untuk unsupervised clustering terhadap data fitur yang berbentuk vektor. Pendekatan mendasar untuk k-Means clustering adalah berdasarkan centroid yang mewakili nilai rata-rata dari fitur yang berada dalam suatu cluster [7]. K-Means termasuk dalam partitioning clustering yang disebut juga exclusive clustering yang memisahkan data ke k daerah bagian yang terpisah dan setiap data harus masuk ke dalam cluster tertentu dan memungkinkan bagi setiap data yang masuk cluster tertentu pada suatu tahapan proses, pada tahapan berikutnya dapat berpindah ke cluster yang lain [8]. Algoritma k-Means membutuhkan parameter input jumlah cluster (k), dalam penelitian ini k = 3, dan sekumpulan objek n yang akan dikelompokkan ke dalam kcluster. Alur dari algoritma k-Means dapat dilihat pada [8]. 2.3 Route Selection Pemilihan rute terpendek menggunakan algoritma Ant Colony System (ACS) [9]. ACS merupakan pengembangan dari Ant Colony Optimization (ACO) yang dikemukakan oleh Dorigo dengan mengambil inspirasi dari perilaku mencari makan dari beberapa spesies semut [10]. Semut meninggalkan jejak feromon di tanah untuk menandai beberapa jalur menguntungkan yang harus diikuti oleh semut lain pada koloninya. Seiring berjalannya waktu, feromon pada jalur yang lebih pendek dari sarang mereka ke sumber makanan akan menjadi lebih banyak sesuai dengan banyaknya semut yang melalui jalur tersebut. Dengan demikian, sebagian besar semut dapat menemukan jalan terpendek karena jalur terpendek memiliki intensitas feromon tertinggi [11]. Pada ACS terdapat beberapa variabel yang perlu diinisiasikan terlebih dahulu. Penelitian ini akan menggunakan variabel ACS yang merupakan kombinasi rekomendasi dari [12, 13, 14], yaitu m=10 (jumlah semut), ρ=0.1 (koefisien penguapan feromon), α=1 (densitas feromon), β=2 (faktor heuristic), q0=0.1(parameter tunable), τ0=0.1(nilai awal intensitas feromon), dan NCmax=50 (jumlah iterasi maksimum). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari profiling akan berupa nilai centroid yang akan mewakili nilai untuk masingmasing kategori. Nilai centroid ini yang kemudian acuan dalam menentukan kondisi lalu lintas saat ini masuk ke dalam kategori mana dengan melihat centroid terdekat. Hasil profiling dan centroid masing-masing kategori dapat dilihat pada Tabel 1. Setelah diperoleh centroid untuk setiap cluster, maka langkah selanjutnya adalah dengan menentukan bobot pengali untuk setiap cluster. Bobot pengali ini akan dikalikan dengan jarak antar lokasi dengan asumsi bahwa untuk menempuh jarak 10 km dengan kondisi lalu lintas sepi maka akan jauh lebih cepat dibandingkan menempuh jarak yang sama untuk kondisi lalu lintas padat. Berdasarkan asumsi tersebut, maka ditentukan bobot pengali untuk kategori sepi adalah 1.0, sedang sebesar 1.5, dan padat sebesar 2.0. Apabila dari lokasi A ke lokasi B memiliki jarak 5 km, apabila kondisi lalu lintas sedang sepi maka jarak yang ditempuh sama dengan jarak sebenarnya. Apabila kondisi lalu lintas sedang maka perkiraan kedua lokasi tersebut ditempuh lebih lama atau lebih jauh, yaitu
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
7.5 km. Sehingga jarak antar lokasi yang dikunjungi berikutnya akan bergantung pada kategori apa kondisi lalu lintas saat ini berada. Tabel 1 Hasil Profiling Kondisi Lalu Lintas
Waktu
Periode Jam
Weekday
00.00-07.00 07.00-09.00 09.00-15.00 15.00-17.00 17.00-00.00 00.00-07.00 07.00-09.00 09.00-15.00 15.00-17.00 17.00-00.00
Weekend
Cluster 1 (Green) AS VC 64.921 1.0147 59.353 18.892 62.249 18.537 64.435 19.217 60.792 0.961 80.776 0.598 64.801 6.609 61.118 10.602 61.303 9.562 73.717 1.996
Centroid Cluster 2 (Yellow) AS VC 48.536 19.030 48.390 4.1944 48.017 4.180 48.745 4.284 59.146 8.133 50.372 0.291 57.622 0.948 52.480 2.172 54.739 1.795 46.053 1.053
Cluster 3 (Red) AS VC 29.645 0.834 21.151 3.002 21.835 3.0854 22.445 3.077 28.167 0.842 20.000 0.142 24.556 0.732 22.965 1.620 24.371 1.386 17.658 0.410
Pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan rute terbaik yang dihasilkan oleh ACS [9] dan ACS yang mempertimbangkan hasil profiling kondisi lalu lintas (Profiling-ACS). Dalam penelitian digunakan titik lokasi awal dan tujuan (O/D), yaitu 85/19, kemudian dilakukan 10 (sepuluh) kali percobaan untuk setiap algoritma. Rute terbaik yang dipilih adalah rute yang memiliki jarak tempuh terkecil dari seluruh percobaan untuk setiap algoritma. Hasil dari ACS dan Profiling-ACS dapat dilihat pada Tabel 2. Rute yang dihasilkan oleh algoritma ACS cenderung merupakan rute terpendek yang ditempuh karena proses penentuan rute hanya mempertimbangkan nilai jarak antar lokasi saja. Waktu eksekusi merupakan rata-rata waktu eksekusi untuk 10 (sepuluh) percobaan. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa rute terpendek untuk O/D 85/19 adalah 85-45-46-47-38-37-48-49-19.
Waktu
ACS 2 Juni 2014
7 Juni 2014
Tabel 2 Hasil Simulasi ACO dan Profiling-ACS O/D=85/19 Time Hasil Rute Jarak (m) Waktu Eksekusi (ms) 85-45-46-47-38-37-48-49-19 5923 794.6 T1 85-45-46-47-38-37-48-49-19 5923 833.1 T2 85-45-46-47-38-37-48-49-19 5923 821.2 T3 85-45-26-46-47-37-38-48-49-19 6430 851.2 T4 85-45-26-46-47-37-38-48-49-19 6430 805.1 T5 85-45-46-47-38-37-48-49-19 5923 813.2 T1 85-45-46-47-37-38-48-49-19 5939 810.1 T2 85-45-27-26-46-47-37-38-48-49-18-19 7370 872.0 T3 85-45-46-47-37-38-48-49-18-19 6304 837.8 T4 85-45-46-47-38-37-48-49-18-19 6288 875.6 T5 85-45-46-47-37-38-48-49-19 5939 827.8
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa rute yang dihasilkan cenderung bervariasi. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari kondisi lalu lintas pada saat periode waktu tertentu. Sebagai contoh pada T1, T2, dan T5 pada 2 Juni 2014 (Gambar 3a) rute yang dihasilkan sama dengan rute terpendek. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi lalu lintas sepi. Selain itu, T1 dan T5 merupakan periode off-peak time sehingga cenderung sepi. Periode T2 merupakan peak time tetapi tergolong rute terpendek dapat disebabkan karena kondisi lalu lintas yang masih sepi dan mengikuti kondisi T1. Sedangkan pada periode T3 dan T4 menghasilkan rute yang berbeda karena kondisi lalu lintas yang padat pada lokasi 45 ke 46 sehingga rute yang dihasilkan memungkinkan untuk memutar terlebih dahulu dari lokasi 45 ke 26 kemudian menuju 46 kembali yang memiliki kondisi lalu lintas tidak padat. Walaupun jarak yang ditempuh lebih jauh tetapi secara kondisi lalu lintas lebih baik dibandingkan jalur terpendek. Rute ACS Rute T1 dan T5 Rute T2 Rute T3 Rute T4
(a) (b) Gambar 3 Hasil simulasi penentuan rute untuk O/D=85/19 Rute yang dihasilkan (Tabel 2) pada 7 Juni 2014 (Gambar 3b) atau weekend sangat bervariasi. Hal ini dapat disebabkan titik O/D 85/19 merupakan rute sekitar tempat wisata atau menuju ke luar kota Aarhus. Pada saat T1 dan T5 dapat dilihat merupakan rute terbaik yang dihasilkan. Pada saat T2, T3, dan T4, rute yang dihasilkan cenderung memiliki jarak yang cukup jauh tetapi cenderung menurun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa titik terpadat terjadi pada T2 yang kemudian kepadatannya menurun ke T3, T4, dan hingga T5. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Profiling-ACS dalam menentukan rute dari titik lokasi asal ke tujuan tidak hanya mempertimbangkan dari segi jarak tetapi juga kondisi lalu lintas yang bersifat dinamis. Hal ini dapat dilihat dimana kondisi lalu lintas dapat mempengaruhi penentuan rute dari suatu lokasi ke lokasi lain. 2. Penentuan rute terpendek yang dihasilkan oleh metode Profiling-ACS memiliki selisih waktu eksekusi yang tidak terlalu tinggi dengan selisih terbesar adalah 165.3 ms lebih lambat tetapi mampu menghasilkan rute dengan mempertimbangkan kondisi lalu lintas pada saat waktu tertentu.
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
3. Profiling kondisi lalu lintas masa lampau berperan penting dalam pengambilan keputusan lokasi kunjungan selanjutnya karena menjadi dasar penentuan kondisi lalu lintas saat ini akan tergolong ke dalam kategori kondisi yang mana. 5. SARAN Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penggunaan metode hierarchical clustering dan/atau clustering time series dalam profiling kondisi lalu lintas sehingga kategori kondisi dapat menjadi dinamis sesuai dengan distribusi data. Selain itu, penggunaan data yang berasal dari sensor diharapkan dapat menjadi dasar proses pencarian rute secara real time yang dapat berubah secara dinamis sesuai kondisi lalu lintas pada waktu tertentu. DAFTAR PUSTAKA [1] Li, Y., Tian, C., Zhang, F. dan Chengzhong, X., 2014, Traffic Condition Matrix Estimation via Weighted Spatio-Temporal Compressive Sensing for Unevenly-Distributed and Unreliable GPS Data, in 17th International Conference on Intelligent Transportation Systems, Qingdao. [2] Salehinejad, H., dan Talebi, S., 2010, Dynamic Fuzzy Logic-Ant Colony System-Based Route Selection System," Applied Computational Intelligence and Soft Computing, vol. 2010, 1-13. [3] Xu, X., 2008, Speedy Algorithm of Public Traffic Route Selection Based on Adaptive Backbone Network, Computer and Information Science, vol. 1, no. 1, 12-16. [4] Lust, T., dan Teghem, J., 2010, The Multiobjective Traveling Salesman Problem: A Survey and a New Approach, Advances in Multi-Objective Nature Inspired Computing, Studies in Computational Intelligence, vol. 272, 119-141. [5] Rewadkar, D. N., dan Ratnaparkhi, P. M., 2015, - Traffic Estimation and Least Congested Alternate Route Finding Using GPS and Non GPS Vehicles through Real Time Data on Indian Roads, International Journal of Innovative Research in Computer and Communication Engineering, vol. 3, no. 7, 6686-6691. [6] Ma, Y., 2015, Enabling Time-Dependent Uncertain Edge Weights and Stochastic Routing in Road Networks, Aarhus University, Aarhus.\ [7] Jones, M. Tim. 2008. Artificial Intelligence, A System Approach. New Delhi: Infinity Science Press LLC [8] Fauziah, Lilik, 2009, Pendeteksian Serangan pada Jaringan Komputer Berbasis IDS Snorty dengan Algoritma Clustering k-Means, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh November. [9] Dorigo, M., dan Gambardella, L. M., 1997, Ant Colony System: A Cooperative Learning Approach to the Traveling Salesman, IEEE Transactions on Evolutionary Computation, vol. 1, no. 1, 53 - 66. [10] Dorigo, M., Maniezzo, V., dan Colorni, A., 1996, Ant System: Optimization by A Colony of Cooperating Agents, IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, Part B (Cybernetics), vol. 26, no. 1, 29 - 41. [11] Ok, S.-H., Seo, W.-J., Ahn, J.-H., Kang, S., dan Moon, B., 2009, An Ant Colony Optimization Approach for the Preference-Based Shortest Path Search, Communications in Computer and Information Science, vol. 56, 539-546. [12] Wong, K. Y., dan Komarudin, 2008, Parameter Tuning for Ant Colony Optimization: A Review, in International Conference on Computer and Communication Engineering, Kuala Lumpur. [13] Pellegrini, P., Stützle, T., dan Birattari, M., 2012, A Critical Analysis of Parameter Adaptation in Ant Colony Optimization, Swarm Intelligence, vol. 6, no. 1, 23–48. [14] Wei, X., 2014, Parameters Analysis for Basic Ant Colony Optimization Algorithm in TSP, International Journal of U- & E-Service, Science & Technology, vol. 7, no. 4, 159-170.
Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)